Upload
nguyenxuyen
View
254
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 1
KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DROPLET CAMPURAN BAHAN BAKAR
SOLAR – TPO (TYRE PYROLYSIS OIL)
Raybian Nur1)2)
, Nurkholis Hamidi2)
, dan Lilis Yuliati2)
1) Staf Pengajar Program Studi Teknik Otomotif Politeknik Hasnur
2)Mahasiswa Program Magister dan Doktor Jurusan Teknik Mesin Universitas
Brawijaya
Jl. MT. Haryono No. 167 Malang 65145, Indonesia
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Semakin menipisnya bahan bakar fosil membuat sumber energi terbarukan seperti
biodiesel, bioetanol, biometana, dan biomassa dari limbah atau hidrogen menjadi bahan
bakar alternatif yang banyak dikembangkan saat ini. Salah satunya adalah pemanfaatan
limbah ban bekas yang di jadikan sebagai bahan bakar bakar motor diesel melalui
proses pirolisis, yaitu TPO (Tyre Pyrolysis Oil). Minyak dari karet ban bekas hasil
pirolisis yang diperoleh tidak dapat langsung digunakan karena beberapa faktor
mempengaruhi seperti, nilai kalor, titik nyala, viskositas, dan lain-lain. Sehingga perlu
proses lebih lanjut untuk membuat sifat bahan bakar tersebut sesuai dengan bahan bakar
diesel yaitu melalui proses distilasi. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
karakteristik pembakaran persentase campuran bahan bakar solar – TPO melalui
pembakaran droplet dengan mengamati visualisasi api, ignition delay time, burning
rate, dan temperatur nyala api. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode eksperimental (experimental method). Hasil yang didapatkan melalui
visualisasi api yaitu, terjadinya ledakan-ledakan kecil (micro explosion) disetiap
campuran bahan bakar dengan ledakan kecil yang berbeda-beda seiring dengan
meningkatnya campuran TPO terhadap solar. Ignition delay time droplet terlama di
tunjukkan pada bahan bakar TPO 100 dengan nilai 0,186704 sdan yang terendah pada
bahan bakar solar dengan nilai 0,153364 s, burning rate tertinggi yaitu pada bahan
bakar TPO 100 dengan nilai 1,154 mm2/s dan yang terendah pada solar dengan nilai
1,076 mm2/s, temperatur tertinggi ditunjukkan pada bahan bakar TPO 100 yaitu 616,94
ºC dan yang terendah pada bahan bakar solar 436,49 ºC, dan nyala api tertinggi
pembakaran droplet di tunjukkan pada campuran bahan bakar TPO 100 yaitu 26,37 mm
dan yang terendah pada solar yaitu 23,61 mm.
Kata kunci: Bahan bakar alternatif, pembakaran droplet, tyre pyrolysis oil (TPO)
PENDAHULUAN
Tingginya kebutuhan terhadap
bahan bakar minyak di seluruh negara
dalam berbagai bidang baik nasional
maupun internasional memberikan
dampak akan menipisnya ketersediaan
bahan bakar fossil yang ada di bumi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai pengembangan
energi terbarukan atau bahan bakar
alternatifuntuk mengurangi
ketergantungan terhadap penggunaan
bahan bakar fossil.
Salah satu penyebab tingginya
kebutuhan terhadap bahan bakar fossil
tersebut adalah pada bidang
transportasi, yaitu semakin banyaknya
pengguna kendaraan bermotor misalnya
di negara Indonesia, dimana disisi lain
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 2
membuat produksi dan penggunaan ban
semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Sejalan dengan itu menghasilkan juga
ban-ban bekas yang sudah tidak
digunakan lagi. Ban-ban bekas ini
apabila dibuang secara terus menerus,
maka akan menumpuk dan
menyebabkan pencemaran lingkungan
sekitarnya bahkan lahan untuk
pembuangan ban bekas yang kurang
memadai dikarenakan ban bekas tidak
dapat terurai dengan mudah apabila
hanya dibiarkan begitu saja. Oleh
karena itu, perlu dilakukan usaha untuk
dapat mengubah limbah ban bekas
menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat
yaitu menjadikannya sebagai bahan
bakar alternatif yang disebut tyre
pyrolysis oil (TPO) dengan cara proses
pirolisis.
Bahan bakar TPO dari limbah ban
bekas dianalisis memiliki nilai kalori
yang mendekati minyak diesel, namun
crude TPO memiliki viskositas dan
kandungan belerang yang lebih tinggi
sehingga sulit untuk dibakar dalam
motor diesel. Agar TPO dapat
digunakan sebagai bahan bakar pada
mesin diesel, maka perlu tindakan lebih
lanjut yaitu dengan cara melakukan
distilasi (Murugan, dkk.a, 2008;
Murugan, dkk.b, 2008).
Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah pembakaran
droplet untuk mengamati tentang
kinerja dan karakteristik pembakaran
campuran bahan bakar solar –TPO.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimental (experimental
method).Jenis penelitian ini digunakan
untuk menguji karakteristik pembakaran
droplet dengan presentase campuran
bahan bakar solar – TPO.Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah Penggunaan
tegangan dan arus pemanas (heater)
untuk penyalaan droplet bahan bakar.
Variabel terkontrolnya adalah:
1. Diameter droplet bahan bakar
adalah 1,2 ± 0,2 mm.
2. Jenis pembakaran yang digunakan
adalah pembakaran difusi.
3. penggunaan bahan bakar dengan
campuran: TPO 0, TPO 10, TPO
30, TPO 50, dan TPO 100 terhadap
persentase volume.
Variabel terikat yang diamati pada
penelitian ini yaitu visualisasi api,
ignition delay time, burning rate,
temperatur api, dan tinggi api
Gambar 1. Instalasi alat penelitian
Pengambilan data dan visualisasi
api dilakukan menggunakan heater
dengan temperatur ± 700 ºC dengan
cara heater dapat digeser, pengambilan
temperatur api menggunakan data
logger merk Advantect dengan sensor
thermocouple tipe K. Selanjutnya untuk
pengambilan visualisasi api
menggunakan kamera Nikon 5500D 60
fps untuk dapat mengukur dimensi api
yang awalnya berupa video kemudian
diubah menjadi gambar dengan
menggunakan aplikasi converter video
to picture dan diukur dengan
softwareAutoCAD 2007.
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Visualisasi Nyala Api Pembakaran
Droplet Campuran Bahan Bakar
Solar – TPO
Pada pembakaran bahan bakar
solar dan TPO, waktu yang dibutuhkan
untuk menyalakan sebuah droplet
memiliki selisih waktu yang tidak jauh
berbeda.Hal ini dikarenakan angka
flashpoint yang dimiliki oleh solar dan
TPO adalah 52ºC dan 64ºC.Adapun
untuk penyalaan awal, heater
dipanaskan terlebih dahulu sebelum
diletakkan di dekat droplet dengan lama
waktu ± 3 detik dan temperatur yang
dihasilkan ± 700ºC. Visualisasi api
pembakaran droplet campuran bahan
bakar solar – TPO dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Visualisasi api pembakaran
droplet campuran bahan bakar solar –
TPO: (a) TPO 0; (b) TPO 10; (c) TPO
30; (d) TPO 50; dan (e) TPO 100
Evolusi perubahan api pada setiap
persentase campuran terlihat berbeda,
antara lain waktu yang ditempuh untuk
menghasilkan tinggi api maksimum,
untuk TPO 0 yaitu 0,5 s, TPO 10 yaitu
0,633 s, TPO 30 yaitu 0,716 s, TPO 50
yaitu 0,733 s, dan TPO 100 yaitu 0,883
s. Lama waktu terbakar yang terjadi
pada setiap persentase campuran antara
lain, untuk TPO 0 yaitu 0,917 s, TPO 10
yaitu 1,333 s, TPO 30 yaitu 1,733 s,
TPO 50 yaitu 1,633 s, dan TPO 100
yaitu 2,043 s. Sehingga dari
pengamatan yang dilakukan pada
visualisasi Gambar 2 menunjukkan
bahwa, pada bahan bakar solar untuk
mencapai tinggi api maksimum lebih
cepat dibandingkan bahan bakar TPO.
Akan tetapi, lama waktu terbakar yang
ditunjukkan oleh bahan bakar solar
lebih pendek dibandingkan bahan bakar
TPO.
Untuk nyala api solar yang
dihasilkan terlihat stabil, karena
perubahan bahan bakar solar dari fase
cair menjadi fase gas terjadi dengan
sempurna yang di sebabkan oleh
pemanasan heater. Sedangkan untuk
nyala api TPO menimbulkan suatu
fenomena, yaitu ledakan kecil pada
droplet bahan bakar atau disebut dengan
micro explosion. Walaupun pada bahan
bakar solar juga terdapat micro
explosion, namun kemungkinan
terjadinya sangat kecil sehingga nampak
tidak terlihat.Pada penelitian ini
terjadinya micro exsploison yaitu
dengan semakin banyaknya campuran
bahan bakar TPO kedalam bahan bakar
solar.Micro explosion menyebabkan
terjadinya secondary atomization suatu
bahan bakar dan menyebabkan
pembakaran menjadi semakin cepat
(Dewi, 2012).
Micro explosion
Micro explosion merupakan suatu
fenomena yang terjadi pada pembakaran
droplet bahan bakar cair. Dengan
adanya micro explosion dalam suatu
pembakaran, akan membuat terjadinya
pembakaran yang sempurna. Hal ini
dikarenakan pecahnya bahan bakar
ketika terjadi pembakaran menjadi
partikel-partikel kecil yang membuat
penguapan suatu bahan bakar
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 4
akanmenjadi lebih cepat, sehingga
terjadinya interaksi/pencampuran antara
bahan bakar dan udara (oksigen)
semakin cepat, dan pembakaran akan
terjadi semakin cepat.
Terjadinya micro explosion itu
sendiri adalah karena menguapnya suatu
kandungan, salah satunya adalah
kandungan air pada bahan bakar TPO
yang menjadi uap air disebabkan oleh
pemanasan heater, yang terjadi karena
perbedaan temperatur titik didih antara
bahan bakar dan air yang terkandung
didalamnya membuat volume air dalam
droplet menjadi besar, sehingga
mengakibatkan tekanan yang besar. Bila
tekanan air dalam air cukup besar, maka
dropletakan pecah dan mengakibatkan
terjadinya micro explosion. Pada
penelitian droplet kali ini, terdapat
micro explosion dari beberapa
perbandingan campuran bahan bakar
yang dapat dilihat melalui visualisasi
api, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Ledakan-ledakan kecil
(micro explosion), (a)TPO 0 ; (b)TPO
10 ; (c)TPO 30 ; (d)TPO 50 ; dan
(e)TPO 100
Pada Gambar 3(a), merupakan
pembakaran droplet bahan bakar solar
yang mana dari awal api nyala sampai
api padam menunjukkan micro
explosion yang begitu kecil dan tidak
sering terjadi, sehingga pembakaran
menjadi lebih tenang. Hal yang
menyebabkan minim terjadinya micro
explosion pada bahan bakar solar adalah
rendahnya kadar air yang terkandung di
dalam bahan bakar solar yaitu <30
mg/kg dan sebaliknya pada bahan bakar
TPO. Kandungan air yang terdapat
dalam bahan bakar TPO adalah 118
mg/kg, sehingga kemungkinan micro
exploison terjadi sangat besar
dibandingkan bahan bakar solar.Oleh
karena itu, dengan semakin banyaknya
campuran bahan bakar TPO kedalam
bahan bakar solar maka jumlah
terjadinya micro explosion semakin
besar.
Hubungan Antara Ignition Delay
Time Terhadap Persentase
Campuran Bahan Bakar Yang
Digunakan
Gambar 4. Grafik hubungan kandungan
TPO dalam pembakaran droplet
terhadapignition delay time
Grafik hubungan dari ignition
delaytime terhadap persentase campuran
bahan bakar yang terlihat pada gambar
diatas, memiliki periode waktu untuk
nyala yang hampir mendekati satu sama
lain, yaitu dibawah dari 0,2 detik. Nilai
ignition delay terendah pada bahan
bakar solar yaitu 0,153 s di ikuti TPO
10, TPO 30, TPO 50 dan tertinggi pada
TPO 100 yaitu 0,188 s. Hal tersebut
disebabkan oleh heater yang
dipanaskan terlebih dahulu sebelum
mendekati droplet, sehingga
mempersingkat waktu untuk penguapan
bahan bakar dan peningkatan
temperatur hingga mencapai temperatur
nyalanya. Sehingga bahan bakar cepat
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 5
menyala dan ignition delay time-nya
menjadi singkat.
Ignition delay time sendiri
menunjukkan bahwa, bagaimana
kualitas suatu bahan bakar
tertentu.Apabila suatu bahan bakar
memiliki ketertundaan pembakaran
yang lebih lama, maka dapat dikatakan
bahan bakar tersebut memiliki kualitas
yang buruk.Faktor yang menyebabkan
pembakaran tertunda pada bahan bakar
diantaranya adalah nilai flashpoint dan
cetane number suatu bahan
bakar.Flashpoint sendiri merupakan
suhu terendah dimana senyawa/bahan
mengeluarkan uap (berdifusi) yang
cukup untuk membentuk campuran
dengan udara yang dapat terbakar.
Dapat dilihat bahwa, nilai flashpoint
solar lebih rendah dibandingkan nilai
flashpoint TPO dengan nilai 52 ºC
untuk solar dan 64 ºC untuk TPO.
Sehingga dapat dikatakan bahwa,
semakin rendah nilai flashpoint maka
kemampuan suatu bahan bakar untuk
berubah fase dari cair ke gas akibat
adanya panas semakin cepat.
Disisi lain yang mempengaruhi
ignition delay time yaitu cetane number
(bilangan setana), dimana cetane
number menunjukkan tingkat
kepekaannya terhadap detonasi
(ledakan), sehingga bahan bakar yang
memiliki angka setana yang tinggi akan
mudah berdetonasi. Untuk angka setana
solar yaitu 53,2 sedangkan angka setana
TPO yaitu 28,6 hal tersebut yang
membuktikan bahwa ignition delay time
bahan bakar solar lebih cepat
dibandingkan bahan bakar TPO.
Hubungan Antara Burning Rate
Terhadap Persentase Campuran
Bahan Bakar Yang Digunakan
Gambar 5. Grafik hubungan kandungan
TPO dalam pembakaran droplet
terhadapburning rate
Gambar 5 menunjukkan
hubungan antara burning rate terhadap
persentase campuran bahan bakar solar
– TPO.Burning rate tertinggi
ditunjukkan pada TPO dengan nilai
1,154 mm2/s, sedangkan yang terendah
pada solar yaitu dengan nilai 1,076
mm2/s, walaupun selisih antara TPO
dan solar tidak terlalu besar yaitu 0,078
mm2/s. Burning rate sendiri didapatkan
dari hasil perbandingan antara diameter
droplet terhadap lama waktu
terbakarnya bahan bakar sampai api
padam.
Hal yang mempengaruhi tinggi
atau rendahnya burning rate suatu
bahan bakar adalah kecepatan
penguapan dan difusi bahan bakar dan
kecepatan reaksi terhadap udara
(oksigen). Terdapatnya katalis dalam
bahan bakar juga akan menyebabkan
reaksi pembakaran semakin cepat. Pada
properties bahan bakar menunjukkan
bahwa TPO memiliki kandungan O
dengan nilai 0,10 – 3,96 % m/m,
dimana tidak terdapat pada bahan bakar
solar. Dengan adanya kandungan O,
maka dapat mempercepat reaksi
pembakaran.
Hubungan Antara Temperatur Nyala
Api Terhadap Persentase Campuran
Bahan Bakar Yang Digunakan
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 6
Gambar 6. Grafik hubungan kandungan
TPO dalam pembakaran droplet
terhadapTemperatur (ºC)
Gambar 6 menunjukkan tingkatan
temperatur maksimal pembakaran untuk
berbagai persentase campuran bahan
bakar, diawali dari pemanasan oleh
heater kemudian berpindah ke
permukaan droplet melalui proses
radiasi, sehingga droplet bahan bakar
mengalami perubahan fase dari cair
menjadi gas sampai terjadinya
pembakaran. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan temperatur secara drastis
yang dibaca oleh sensor data logger.
Pada grafik tersebut, TPO 100
memiliki temperatur tertinggi yaitu
dengan nilai 616,94 ºC, sedangkan
untuk temperatur solar memiliki nilai
yang paling rendah yaitu 436 ºC.
Meskipun saat pengujian properties
bahan bakar, nilai kalor solar lebih
tinggi dibandingkan nilai kalor TPO,
namun nilai kalor antara solar dan TPO
memiliki nilai selisih yang tidak jauh
yaitu dengan nilai 43,8 J/kg untuk solar
dan 41,96 J/kg untuk TPO. Nilai kalor
suatu bahan bakar menunjukkan bahwa,
jumlah panas/kalori yang dihasilkan
dari proses pembakaran dalam satuan
massa atau volume. Akan tetapi, pada
hasil penelitian menunjukkan bahwa
temperatur yang dihasilkan dari
pembakaran berbanding terbalik dengan
nilai kalor bahan bakar.
Salah satu faktor penyebab
tingginya temperatur nyala pada bahan
bakar TPO yaitu, dikarenakan hasil
burning rate yang menunjukkan TPO
lebih tinggi dibandingkan solar, akibat
dari kecepatan penguapan dan difusi
bahan bakar dan kecepatan reaksi
terhadap udara (oksigen) bahan bakar
TPO lebih besar dibandingkan solar,
menyebabkan laju pelepasan panas yang
terjadi pada bahan bakar TPO lebih
besar dibandingkan bahan bakar solar.
Sehingga temperatur yang dihasilkan
TPO akan lebih tinggi dibandingkan
solar.
Hubungan Antara Tinggi Nyala Api
Terhadap Persentase Campuran
Bahan Bakar Yang Digunakan
Gambar 7 menunjukkan grafik
hubungan kandungan TPO dalam
pembakaran droplet terhadap tinggi
nyala api. Dari grafik hubungan antara
tinggi api dengan persentase campuran
bahan bakar terlihat bahwa, tinggi api
TPO 100 cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan solar dengan nilai
tinggi nyala api TPO 100 yaitu 26,37
mm dan solar yaitu 23,61 mm. selisih
nilai tinggi nyala api antara bahan bakar
TPO 100 dengan solar yaitu 2,76 mm.
Gambar 7. Grafik hubungan kandungan
TPO dalam pembakaran droplet
terhadap tinggi nyala api
Dengan diketahuinya temperatur
nyala TPO lebih tinggi dibandingkan
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 7
solar, maka densitas bahan bahan bakar
akan semakin rendah dan gaya apung
uap bahan bakar TPO akan lebih besar
dibandingkan dengan solar,
menyebabkan kecepatan penguapan dan
difusi bahan bakar meningkat dan
menyebabkan uap bahan bakar hasil
pemanasan akan semakin mudah keatas
dan menyebar ke udara, sehingga nyala
api yang dihasilkan akan menjadi lebih
tinggi. Jadi, walaupun kecepatan
pembakaran TPO lebih tinggi
dibandingkan solar, akan tetapi
kecepatan difusinya lebih tinggi
dibandingkan solar, maka api yang
dihasilkan akan lebih tinggi. Faktor
penyebab lain yaitu perbedaan diameter
droplet saat pembakaran. Diameter TPO
saat pengujian lebih besar ± 0,1 mm
dibandingkan solar, menyebabkan uap
bahan bakar menyebar lebih banyak ke
udara akibat dari pemanasan heater,
sehingga nyala api yang dihasilkan
semakin tinggi.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan
analisis data yang didapatkan maka
penelitian ini dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Semakin banyak persentase
campuran TPO terhadap solar maka
ledakan-ledakan kecil (micro
explosion) yang dihasilkan semakin
banyak.
2. Igniton delay time dipengaruhi oleh
nilai flash point dan cetane number
bahan bakar, semkain rendah nilai
flash point, maka kemampuan bahan
bakar berubah fase dari cair akibat
pemanasan menjadi gas semakin
cepat dan semakin tinggi angka
cetane number, maka tingkat
kepekaannya terhadap detonasi
(ledakan) semakin besar.
3. Burning rate dipengaruhi oleh
kecepatan penguapan dan difusi
bahan bakar dan kecepatan reaksi
terhadap udara (oksigen).
4. Semakin tinggi burning rate yang
dihasilkan dari pembakaran, maka
temperatur nyala pembakaran
semakin meningkat yang disebabkan
oleh laju pelepasan panas dari suatu
bahan bakar.
5. Hal yang mempengaruhi tinggi nyala
api yaitu gaya apung dan ukuran
droplet bahan bakar.
DAFTAR PUSTAKA
Frigo Stefano, Seggiani Maurizia,
Puccini Monica, Vitolo Sandra.
2013. Liquid Fuel Production
From Waste Tyre Pyrolysis And
Its Utilisation In A Diesel Engine.
ScienceDirect Journal.399-408.
Koc Bulent A., Abdullah Mudhafar.
2013. Performance Of A 4-
Cylinder Diesel Engine Running
On Tire Oil – Biodiesel – Diesel
Blend. ScienceDirect Journal.
264-269.
Martinez Daniel Juan, Puy Neus,
Murillo Ramon, Garcia Tomas,
Navarro Victoria Maria, Mastral
Maria Ana. 2013. Waste Tyre
Pyrolysis. ScienceDirect Journal.
179-213.
Murugan, S., Ramaswamy, M.C.,
Nagarajan, G. 2008. Performance,
Emission And Combustion
Studies Of A Di Diesel Engine
Using Distilled Tyre Pyrolysis Oil
– Diesel Blends. ScienceDirect
Journal. 152-159.
Murugan, S., Ramaswamy, M.C.,
Nagarajan, G. 2008. A
Comparative Study On The
Performance, Emission, And
Combustion Studies Of A Di
Diesel Engine Using Distilled
Tyre Pyrolysis Oil – Diesel
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 8
Blends. ScienceDirect Journal.
2111-2121.v
Murugan, S., Ramaswamy, M.C.,
Nagarajan, G. 2008. The Use Of
Tyre Pyrolysis Oil In Diesel
Engines. ScienceDirect Journal.
2743-2749.
Sharma Abhishek, Murugan, S.
Investigation On The Behaviour
Of A Di Diesel Engine Fueled
With Jatropha Methyl Ester (Jme)
And Tyre Pyrolysis Oil (Tpo)
Blends. ScienceDirect Journal.
699-708.
Vihar Rok, Seljak Tine, Opresnik
Rodman Samuel, Katrasnik
Tomaz. 2015. Combustion
Characteristic Of Tire Pyrolysis
Oil In Turbo Charged
Compression Ignition Engine.
ScienceDirect Journal. 226-235.
Wardana, ING. 2009. Bahan Bakar Dan
Teknologi Pembakaran. PT.
Danar Wijaya Brawijaya
University Press, Malang.
Wardana, ING. 2009. Combustion
Characteristic Of Jatropha Oil
Droplet At Various Oil
Temperatures. ScienceDirect
Journal. 659-664.
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 9
RANCANG BANGUN MESIN GERGAJI SEMI AUTOMATIS
Anhar Khalid1)
1) Staf Pengajar Jurusan Teknik MesinPoliteknik Negri Banjarmasin
ABSTRAK
Tujuan utama dari pembuatan mesin gergaji kayu ini adalah untuk memenuhi kebutuhan
mesin gergaji para pengrajin meubel dan kayu sehingga dapat mempercepat proses
produksi.Komponen utama yaitu system transmisi, sistem pengungkit, sistem pengarah,
meja landasan dan rangka mesin.Mesin gergaji ini menggunakan poros gergaji dengan
diameter 19 mm untuk mentransmisikan daya dari motor listrik.Untuk menggerakkan
poros gergaji digunakan sabuk-V tipe A, No 36, 1 buah, dk = 74 mm, Dk = 74 mm,
jarak sumbu poros 343−20 𝑚𝑚+40 𝑚𝑚 . Untuk menggerakkan pulley ganda digunakan sabuk-V
tipe A, No 46, 1 buah, dk = 74 mm, Dk = 74 mm, jarak sumbu poros 553−20 𝑚𝑚+40 𝑚𝑚 .Sistem
pengungkit digunakan untuk merubah kedudukan daun gergaji, sehingga ketinggian
daun gergaji dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
Kata kunci :Kayu, Mesin gergaji, Pisau
PENDAHULUAN
Teknologi setiap saat terus
berkembang seiring dengan kemajuan
zaman, tidak terkecuali pada dunia
industri mebel. Dalam perkembangan
teknik-teknik perkayuan menuntut suatu
produk yang berkualitas, maka
diperlukan suatu proses pengerjaan
yang efektif dan efisien. Hal itu pula
yang mendasari pekerjaan pemotongan
kayu. Pada awalnya pemotongan kayu
dilakukan secara manual dengan
memanfaatkan tenaga manusia
kemudian berubah menggunakan
gergaji tangan. Dengan perkembangan
zaman yang semakinmaju, penggunaan
gergaji tangan sudah mulai jarang
digunakan dan beralih ke mesin gergaji.
Tujuan penelitian adalah untuk
mempermudah proses pemotongan kayu
agar pemotongan kayu lebih cepat
sehingga tidak lagi menggunakan
tenaga manusia serta memperoleh hasil
potongan yang lebih halus.
METODE PENELITIAN
Komponen-Komponen
Profil rangka L (besi siku)
penggerak utama motor listrik
System transmisi sabuk v
Sistem pengungkit
menggunakan poros ulir
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 10
stoper
Pisau gergaji lingkar (circular
saw)
No. Nama Bagian Keterangan
1. Motor listrik ½ HP
1400 rpm
2. Bearing P 204NIS
3. Pulley ganda Bahan :
Aluminum
Diameter 3”
4. Kerangka Bahan :
Beisi sikudengan
ukuran 50 x 50 x 5
mm
5. Poros gergaji Bahan :
ST 37 dengan 𝜎 =
37 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
Diameter :25 mm
6. Poros
pengungkit
Bahan :
Mild Steel (ST-37)
dengan 𝜎 =
37 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
Diameter : 25 mm
7. Poros stopper Bahan :
Mild Steel (ST-37)
dengan 𝜎 =
37 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
Diameter : 32 mm
8. Poros pulley
ganda
Bahan :
Mild Steel (ST-37)
dengan 𝜎 =
37 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
Diameter : 20 mm
9. Meja
landasan
Bahan :
Mild Steel
Ukuran 800 x 600mm Tebal : 3 mm
10. Pemegang
kemudi
Bahan :
Kayu jati
Diameter : 20 mm
11 Kemudi Bahan :
Aluminum
Diameter : 200 mm
12. Bhusing Bahan :
Mild Steel (ST-37)
dengan 𝜎 =
37 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
13. Puli gergaji Bahan :
Aluminium
Diameter : 3”
14. Sabuk-V Bahan :
Tipe A 36
15. Stopper Bahan :
Besi siku dengan
ukuran 50 x 50 x 5
mm
HASIL DAN PEMBAHASAN
Putaran poros : 1400 rpm
Bahan poros : St 37
Tegangan geser kayu : 104 Kg/cm2
(Djoko Wahjono, 2005)
Perhitungan, Kayu
pisau gergaji
1. Gaya pada pisau geraji
𝜎𝑔 =𝐹
𝐴(Shigley, 1983)
Dengan :
F = gaya gergaji (Kg)
𝜎𝑔= Tegangan geser kayu
(Kg/cm2)
A = Luas penampang kayu
Sehingga luas penampang kayu
adalah
A = panjang tali busur x tebal
pisau gergaji
= 𝛼
360° 𝜋. 𝐷. 𝑡
= 64°
360° 3,14 𝑥 180 𝑥 2
= 200,96 𝑚𝑚2
F = 𝜎𝑔 . 𝐴
= 0,0104𝑘𝑔/𝑚𝑚2𝑥 200,96 𝑚𝑚2
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 11
= 2,089 𝑘𝑔 Sehingga gaya yang bekerja pada
pisau gergaji adalah
F = 2,089 Kg x 9,8 m/s
= 20,47 N
2. Daya rencana motor
P = F x V (Subagja, 2007)
Sedangkan,
𝑣 =𝜋. 𝑑𝑝 . 𝑛1
60 𝑥 1000
=3,14 𝑥 180 𝑥 1400
60 𝑥 1000
= 13,188𝑚
𝑠
Sehingga didapatkan daya motor
sebesar
P = 20,47 N x 13,188 m/s
= 269,96 watt
= 0,36 HP
sehingga motor yang digunakan
adalah 0,5 HP = 0,3675 kW.
Maka daya rencana motor adalah
Pd = Fc . P = 1,1 . 0,3675 =
0,40425 kW
3. Momen rencana
Gambar momen rencana.
Jika momen puntir adalah T
(kg.mm), maka :
T = fxr
T = 2,089 Kg x 90 mm
T = 188,01 Kg.mm
4. Bahan poros St 37
Tegangan tarik 𝜎𝑔 =
37 𝑘𝑔/𝑚𝑚2
Faktor keamanan 𝑆𝑓1 untuk bahan
S-C adalah 6
Faktor pengaruh 𝑆𝑓2 adalah 2
5. Tenaga geser yang dizinkan (𝜏𝑎 )
adalah :
𝜏𝑎 =𝜏𝐵
(𝑆𝑓1𝑥𝑆𝑓2)
=37
6 𝑥 2 = 3,083
𝑘𝑔
𝑚𝑚
2
6. Kt untuk beban tumbukan adalah
1,5
Cb untuk beban lenturan adalah 1,5
7. Perhitungan diameter poros (𝑑𝑠)
(𝑑𝑠 = 5,1
𝜎𝑎 𝑘𝑡 . 𝐶𝑏 .𝑇
1
3
= 5,1
3,083 𝑥 1,5 𝑥 1,5 𝑥 188,01
1
3
= 19 𝑚𝑚 8. Tegangan geser yang terjadi yaitu:
𝜏 =𝑇
(𝜋. 𝑑𝑠3/16)
=5,1𝑇
𝑑𝑠3
=5,1 𝑥 188,01
193
= 0,14 𝑘𝑔/𝑚2
Tegangan geser yang terjadi yaitu
0,14 kg/mm2 lebih kecil dari pada
tegangan geser yang direncanakan
yaitu 3,083 kg/mm2. Sehingga
poros pisau gergaji dengan diameter
19 mm aman untuk digunakan
Sabuk yang dipakai untuk
sistem transmisi pada mesin gergaji
kayu ini adalah sabuk V tipe A. Dari
perancangan perhitungan poros
diatas, selanjutnya dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
Gambar: sistem transmisi
Keterangan :
C = jarak sumbu poros
𝐷𝑘 =Diameter luar pulley yang
digerakkan
𝑑𝑘 = Diameter luar pulley
penggerak
a. Penampang sabuk-V: tipe A
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 12
b. Diameter minimum puli (dmin)
yang diizinkan adalah 65 mm
c. Diameter lingkaran jarak bagi
puli (dp,Dp)
𝑑𝑝 = 65 𝑚𝑚
𝐷𝑝 = 𝑑𝑝𝑥𝑖 = 65 𝑥 1
= 65 𝑚𝑚
Diameter luar puli (𝑑𝑘𝐷𝑘)
𝑑𝑘 = 𝑑𝑝 + 2 𝑥 4,5
= 65 + 2 𝑥 4,5 = 74 𝑚𝑚
𝐷𝑘 = 𝐷𝑝 + 2 𝑥 4,5
= 65 + 2 𝑥 4,5 = 74 𝑚𝑚
Diameter naf (𝑑𝐵 , 𝐷𝐵)
𝑑𝐵 =5
3𝑑𝑠1 + 10
=5
316 + 10 = 36,67 𝑚𝑚
𝐷𝐵 =5
3𝑑𝑠1 + 10
=5
320 + 10 = 43,33 𝑚𝑚
d. Kecepatan sabuk (𝑣)
𝑣 =𝜋. 𝑑𝑝 .𝑛1
60 𝑥 1000
=3,14 𝑥 65 𝑥 1400
60 𝑥 1000= 4,76 𝑚 𝑠
e. Putaran sabuk lebih rendah dari
kecepatan sabuk maksimum
(4,76𝑚
𝑠< 30 𝑚/𝑠) baik
f. Panjang keliling (L)
𝐿 = 2𝐶 +𝜋
2 𝐷𝑃 + 𝐷𝑝
+1
4𝐶(𝐷𝑃 − 𝑑𝑝)2
= 2 𝑥 470 +𝜋
2 65 + 65
+1
4 𝑥 470(65
− 65)2 = 940 + 204,1
= 1144,1 mm
g. Nomor nominal sabuk-V = No.
46, L = 1168 mm
h. Jarak sumbu poros (C)
𝑏 = 2𝐿 − 3,14(𝐷𝑝 + 𝑑𝑝)
= 2 𝑥 1168 − 3,14 65 + 65
= 2209,14 𝑚𝑚
𝐶 =𝑏 + 𝑏2 − 8 𝐷𝑝 − 𝑑𝑝
2
8
=2209,14 + 2209,142 − 8 65 − 65 2
8
= 552,285 𝑚𝑚 =553 𝑚𝑚
i. Sudut kontak (𝜃)
𝜃 = 180 −57 𝐷𝑝 − 𝑑𝑝
𝐶
= 180 −57(65 − 65)
552,285= 180°
Faktor koreksi (𝜃) = 1,00°
j. Jumlah sabuk yang diperlukan
adalah
𝑁 =𝑃𝑑
𝑃𝑜𝑥𝐾 𝜃=
0,40425
0,4 𝑥 1,00= 0,84
1 buah
sabuk
k. Daerah penyetelan jarak poros
∆𝐶𝑖 , ∆𝐶𝑡
∆𝐶𝑖 = 20 𝑚𝑚
∆𝐶𝑡 = 40 𝑚𝑚
l. Tipe A, 𝐿 = 1168 𝑚𝑚, No.
46, 1 buah, 𝑑𝑘 = 74 𝑚𝑚,
𝐷𝑘 = 74 𝑚𝑚, lubang poros 16
mm, jarak sumbu poros
553−20 𝑚𝑚+40𝑚𝑚
Sabuk Poros Pisau Gergaji
Dalam mesin gergaji kayu ini
sabuk-V digunakan untuk
mentransmisikan putaran dari
porospulley ganda ke poros pisau
gergaji.Pada poros ini putaran
digunakan untuk menggerakkan
pisau gergaji digunakan untuk
menggergaji kayu yang sudah
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 13
dipotong menjadi bagian yang lebih
kecil dari bentuk gelondongan.
Alur pemilihan sabuk-V
tampak pada Gambar 4.5 Diagram
aliran untuk memilih sabuk-V. Data
yang diketahui untuk pemilihan
tersebutantara lain:
Gambar 4.7 sistem transmisi
Keterangan :
C = jarak sumbu poros
𝐷𝑘 = Diameter luar pulley yang
digerakkan
𝑑𝑘 = Diameter luar pulley
penggerak
a. Penampang sabuk-V: tipeA
b. Diameter minimum puli (dmin)
yang diizinkan adalah 65 mm
c. Diameter lingkaran jarak bagi
puli 𝑑𝑝 , 𝐷𝑝
𝑑𝑝 = 65 𝑚𝑚
𝐷𝑝 = 𝑑𝑝𝑥𝑖 = 65 𝑥 1 = 65 𝑚𝑚
Diameter luar puli (𝑑𝑘𝐷𝑘) 𝑑𝑘 = 𝑑𝑝 + 2 𝑥 4,5 = 65 + 2 𝑥 4,5
= 74 𝑚𝑚
𝐷𝑘 = 𝐷𝑝 + 2 𝑥 4,5 = 65 + 2 𝑥 4,5
= 74 𝑚𝑚
Diameter naf (𝑑𝐵 , 𝐷𝐵)
𝑑𝐵 =5
3𝑑𝑠1 + 10 =
5
320 + 10
= 43,33 𝑚𝑚
𝐷𝐵 =5
3𝑑𝑠1 + 10 =
5
319 + 10
= 41,67 𝑚𝑚
d. Kecepatan sabuk (𝑣)
𝑣 =𝜋. 𝑑𝑝 . 𝑛1
60 𝑥 1000=
3,14 𝑥 65 𝑥 1400
60 𝑥 1000= 4,76 𝑚 𝑠
e. Putaran sabuk lebih rendah dari
kecepatan sabuk maksimum
(4,76𝑚
𝑠< 30 𝑚/𝑠) baik
f. Panjang keliling (L)
𝐿 = 2𝐶 +𝜋
2 𝐷𝑃 + 𝐷𝑝 +
1
4𝐶(𝐷𝑃 − 𝑑𝑝)2
= 2 𝑥 335 +𝜋
2 65 + 65
+1
4 𝑥 335(65 − 65)2
= 670 + 204,1
= 874,1 mm
g. Nomor nominal sabuk-V = No.
35, L = 889 mm
h. Jarak sumbu poros (C)
𝑏 = 2𝐿 − 3,14(𝐷𝑝 + 𝑑𝑝)
= 2 𝑥 889 − 3,14 65 + 65 = 1369,8 𝑚𝑚
𝐶 =𝑏 + 𝑏2 − 8 𝐷𝑝 − 𝑑𝑝
2
8
=1369,8 + 1369,82 − 8 65 − 65 2
8
= 342,45 𝑚𝑚 = 343 𝑚𝑚
Sudut kontak (𝜃)
𝜃 = 180 −57 𝐷𝑝 − 𝑑𝑝
𝐶
= 180 −57(65 − 65)
342,45= 180°
Faktor koreksi (𝜃) = 1,00°
i. Jumlah sabuk yang diperlukan
adalah
𝑁 =𝑃𝑑
𝑃𝑜𝑥𝐾 𝜃=
0,40425
0,4 𝑥 1,00= 0,84
1 buah sabuk
j. Daerah penyetelan jarak poros
∆𝐶𝑖 , ∆𝐶𝑡
∆𝐶𝑖 = 20 𝑚𝑚
∆𝐶𝑡 = 40 𝑚𝑚
k. Tipe A, 𝐿 = 1168 𝑚𝑚, No. 46,
1 buah, 𝑑𝑘 = 74 𝑚𝑚, 𝐷𝑘 =
74 𝑚𝑚, lubang poros 16 mm,
jarak sumbu poros 553−20 𝑚𝑚+40 𝑚𝑚
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 14
Proses Pembuatan Mesin
Gambar rangka mesin
Gambar momen rencana
Hasil Pembuatan Mesin
Gambar keseluruhan
Gambar tampak depan
Gambar pengungkit
KESIMPULAN
Dari hasil perancangan dan
pembuatan hingga pengujian alat, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Mendesain alat dilakukan dengan
memodifikasi pada bagian rangka.
Rangka pada mesin sebelumnya
menggunakan kayu sedangkan pada
mesin ini menggunakan besi siku
dengan panjang 800, lebar 600, dan
tinggi 750.
2. Sistem transmisi pada mesin
sebelumnya tidak dapat digerakkan
naik-turun sedangkan sistem
transmisi pada mesin ini dapat
digerakkan naik turun sesuai
dengan kebutuhan dengan
menggunakan sabuk V 1 untuk
menggerakkan poros gergaji yaitu
tipe A, No 46, 1 buah, 𝑑𝑘 = 74
mm, 𝐷𝑘 = 74 mm, jarak sumbu
poros 553−20 𝑚𝑚+40 𝑚𝑚 dan sabuk-V 2
yang digunakan untuk
menggerakkan poros pulley ganda
yaitu Tipe A, No 36, 1 buah, 𝑑𝑘 =
74 mm, 𝐷𝑘 = 74 mm, jarak sumbu
poros 343−20 𝑚𝑚+40 𝑚𝑚
3. Sistem pengungkit digunakan untuk
merubah kedudukan daun gergaji,
sehinnga ketinggian daun gergaji
dapat diatur sesu dengan
kebutuhan. Dengan memutar
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 15
kemudi sesuai searah jarum jam
dan apabila kemudi diputar satu
putaran penuh, maka daun gergaji
akan naik/turun setinggi 5 mm,
poros gergaji dengan diameter
poros 19 mm, tegangan geser yang
terjadi yaitu 0,26 kg/𝑚𝑚2 dan
lebih kecil dari pada tegangan geser
yang direncanakan yaitu 3,083
kg/𝑚𝑚2 , sehingga poros gergaji
dengan diameter 19 mm aman
untuk digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Amstead, BH, dkk,. 1981.Teknologi
Mekanik.Erlangga. Jakarta.
Wahjono, D.2005.Konstruksi Kayu.
Penerbit Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.Yogyakarta.
Harsokoemo, D. 2000. Pengantar
Perencanangan Teknik.
Direktorat Jendral Pendididkan
Tinggi. Jakarta.
James M. Gere, Stephen P.
Timoshenco. 1996. Mekanika
Bahan.Erlangga. Jakarta.
Love, George.1985. Teori dan Praktek
Kerja Kayu.Erlangga. Jakarta.
Pardjono dan Sirod
Hantoro.1991.Gambar Mesin dan
Merencanakan Praktis.Liberty.
Yogyakarta.
Shigley, E. Josep dan Mitchell, D.
Larry.(1984). Perencanaan
Teknik Mesin.Erlangga.Jakarta.
Subagja.2007.Sains Fisika SMA. Bumi
Aksara. Jakarta.
Sularso, Kiyokatsu Suga. (2002). Dasar
Perencanaan Dan Pemilihan
Elemen Mesin. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Van Terheijden, C., Harun.1981. Alat-
Alat Perkakas 3.Bina Cipta.
Bandung.
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 16
PENGAMATAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) PADA
STRUKTUR DAN MINERAL BATUAN DARI SUNGAI ARANIO
KABUPATEN BANJAR
Dewi Amelia Widiyastuti1)
1)Staf Pengajar Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Hasnur
Email :[email protected]
ABSTRAK
Batuan mempunyai manfaat yang sangat penting bagi kehidupan manusia diantaranya
sebagai bahan dasar bangunan dan pengeras jalan. Dilihat dari sifat fisiknya batuan
sangat beragam, baik warna, kekerasan, kekompakan, maupun komposisi mineral
pembentuknya. Pembentukan yang paling sederhana adalah berdasarkan kejadian atau
cara terbentuknya, yaitu dibedakan menjadi batuan beku, batuan sedimen, dan batuan
metamorf.Masing-masing batuan tersebut memiliki gambaran struktur yang berbeda-
beda.Struktur batuan meliputi struktur batuan beku, sedimen, dan metamorf. Struktur
yang terdapat pada batuan bisa diamati dan dilihat dengan menggunakan microscope,
tetapi dibutuhkan microscope yang memiliki perbesaran yang tinggi agar bisa
didapatkan hasil gambar yang lebih baik.Dalam penelitian ini bertujuan mengamati
struktur mineral yang terdapat pada batuan dari Sungai Aranio Kabupaten Banjar
menggunakan microscope jenis Scanning electron Microscope (SEM).Hasil
menunjukan struktur mikro dari permukaan batuan dari Sungai Aranio Kabupaten
Banjar memperlihatkan struktur foliasi dan batuan telah mengalami laminasi, dimana
dua sampel batuan yaitu 1A dan 2B masih terlihat kristal-kristalnya. Sedangkan sampel
1B dan 2A memperlihatkan gambaran permukaan batuan yang struktur dan
laminasinyatelah mengalami perubahan dengan dijumpai banyaknya clay atau tanah.
Kata Kunci : Batuan, Struktur, Scanning electron microscope.
PENDAHULUAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan Gaol, dkk. (2005), di daerah
Karang Intan - Aranio - Riam Kanan-
Pa’u yang merupakan sisi utara
pegunungan Meratus terdapat batuan
sedimen dan batuan metamorf yang
diperkirakan sebagai alas dari batuan
beku yang tersingkap akibat erosi
tektonik. Anak Sungai Riam Kanan di
Desa Aranio juga terdapat batuan
amfibolit yang dihasilkan dari proses
metamorfisme batuan beku.
Daur batuan berawal dari magma
yang mendingin dan membeku yang
kemudian menjadi batuan beku, proses
ini dapat terjadi di bawah maupun di
atas permukaan bumi. Batuan beku di
permukaan bumi bersentuhan langsung
dengan atmosfir setiap saat, maka
perlahan-lahan akan terdisintegrasi dan
terdekomposisi. Batuan ini kemudian
mengalami penyesuaian untuk
mencapai kesetimbangan dengan
lingkungan baru dan mengalami
pelapukan. Material hasil rombakan ini,
yang terlepas dari batuan induknya
ditransportasi oleh berbagai media
seperti gravitasi, aliran air, gletser,
angin, atau gelombang dan diendapkan
sebagai sedimen atau endapan ditempat
yang lebih rendah sebagai lapisan-
lapisan mendatar. Sedimen yang
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 17
terbentuk tidak hanya sebagai hasil
pelapukan saja. Ada proses erosi yang
juga menghasilkan sedimen, melalui
proses litifikasi sedimen ini berubah
menjadi batuan sedimen. Jika batuan
sedimen suatu saat berada jauh di
bawah permukaan bumi dan
dipengaruhi oleh tekanan yang besar
dan suhu yang tinggi maka batuan
sedimen akan berubah menjadi batuan
metamorf (Sapiie, dkk., 2006).
Struktur batuan meliputi struktur
batuan beku, sedimen, dan metamorf.
Batuan beku adalah batuan yang terjadi
dari pembekuan larutan silika cair dan
pijar, yang dikenal dengan nama
magma. Batuan beku dapat digolongkan
berdasarkan genetik batuan,
berdasarkan senyawa kimia yang
terkandung, dan berdasarkan susunan
mineraloginya.
Struktur batuan beku adalah
bentuk batuan beku dalam skala yang
besar. Seperti lava bantal yang
terbentuk di lingkungan air (laut), lava
bongkah, struktur aliran, dll. Suatu
bentuk dari struktur batuan sangat erat
sekali dengan waktu terbentuknya.
Struktur batuan beku diantaranya
adalahpillow structure, struktur kekar,
struktur aliran,dan struktur vesikular.
Batuan sedimen adalah batuan yang
telah mengalami proses sedimentasi dan
litifikasi. Batuan sedimen yang ada
dimuka bumi ini dapat dikelompokkan
menjadi lima kelompok besar,
pengelompokkan mini berdasarkan cara
terbentuknya batuan tersebut. Setiap
kelompok tersebut mempunyai tempat
pengendapan tersendiri, mulai
pengendapan di lingkungan darat,
sungai, danau, sampai ke lingkungan
laut. Pembagian batuan sedimen
tersebut adalah batuan sedimen detritus,
batuan sedimen evaporit, batuan
sedimen batubara, batuan sedimen
silika, dan batuan sedimen karbonat.
Struktur sedimen sebetulnya adalah
kelainan dari bidang perlapisan yang
normal (parallel atau horizontal).
Kelainan disebabkan karena proses
sedimentasi, ataupun sesudah
sedimentasi (diagenesa). Struktur
batuan sedimen dapat diklasifikasikan
berdasarkan asalnya, yaitu struktur
sedimen primer, struktur sedimen
sekunder, dan struktur organik. Batuan
metamorf adalah hasil dari perubahan-
perubahan fundamental batuan yang
sebelumnya telah ada. Panas yang
intensif yang dipancarkan oleh massa
magma yang sedang mengintrusi
menyebabkan metamorfosa kontak.
Metamorfosa regional yang meliputi
daerah yang sangat luas disebabkan
oleh efek tekanan dan panas pada
batuan yang terkubur sangat dalam.
Metamorfosa adalah proses
rekristalisasi di kedalaman kerak bumi
(3-20 km) yang keseluruhannya atau
sebagian besar terjadi dalam keadaan
padat, yakni tanpa melalui fasa cair.
Sehingga terbentuk struktur dan
mineralogi baru yang sesuai dengan
lingkungan fisik barupada tekanan (P)
dan temperatur (T) tertentu (Sapiie,
dkk., 2006).Struktur batuan metamorf
ini terbagi menjadi dua yaitu struktur
foliasi dan struktur non foliasi.
SEM digunakan untuk mengamati
morfologi dari suatu bahan. Prinsipnya
adalah sifat gelombang dari elektron
yakni difraksi pada sudut yang sangat
kecil. Elektron dihamburkan oleh
sampel yang bermuatan (karena sifat
listriknya). Jika sampel yang digunakan
tidak bersifat konduktif, maka sampel
terlebih dahulu harus dilapisi (coating)
dengan emas. Citra yang terbentuk
menunjukkan struktur dari sampel yang
diuji (Amrina, 2008).
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 18
Gambar 1.Scanning electron
microscope (PSG Bandung, 2010).
Mikroskop elektron menggunakan
sinar elektron yang panjang
gelombangnya lebih pendek dari
cahaya. Karena itu, mikroskop elektron
mempunyai kemampuan pembesaran
obyek (resolusi) yang lebih tinggi
dibanding mikroskop optik. Ada 2 jenis
mikroskop elektron yang biasa
digunakan, yaitu tunneling electron
microscopy (TEM) dan scanning
electron microscopy (SEM), salah satu
alat SEM yang ada seperti pada Gambar
1. Konsep dasar dari SEM ini
sebenarnya disampaikan oleh Max
Knoll (penemu TEM) pada tahun 1935.
SEM bekerja berdasarkan prinsip scan
sinar elektron pada permukaan sampel,
yang selanjutnya informasi yang
didapatkan diubah menjadi gambar.
Imajinasi mudahnya gambar yang
didapat mirip sebagaimana gambar pada
televisi. Pada SEM, gambar dibuat
berdasarkan deteksi elektron baru
(elektron sekunder) atau elektron pantul
yang muncul dari permukaan sampel
ketika permukaan sampel tersebut
discan dengan sinar elektron. Elektron
sekunder atau elektron pantul yang
terdeteksi selanjutnya diperkuat
sinyalnya, kemudian besar
amplitudonya ditampilkan dalam
gradasi gelap-terang pada layar monitor
CRT (cathode ray tube). Di layar CRT
inilah gambar struktur obyek yang
sudah diperbesar bisa dilihat. Pada
proses operasinya, SEM tidak
memerlukan sampel yang ditipiskan,
sehingga bisa digunakan untuk melihat
obyek dari sudut pandang 3 dimensi.
Dengan menggunakan scanning
electron microscope maka dapat dilihat
gambaran dari permukaan, susunan
mineral, ukuran dan bentuk bulir dari
suatu bahan atau batuan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakanselama
3 bulan, bertempat di Laboratorium
Geofisika FMIPA Unlam Banjarbaru,
dan Laboratorium Pusat Survei Geologi
Bandung. Tempat pengambilan sampel
di Sungai Aranio, Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan (030 30,867’ LS
dan 1140 59,899’ BT, 03
030,973’ LS
dan 114059,939’ BT).
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah palu geologi,
Global Positioning System (GPS),
Plastik sampel, lumpang, kaca
Preparat, Sample, dan scanning electron
microscope.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah batuan yang
berasal dari Sungai Aranio Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan. Batuan
yang dimabil sebanyak 4 sampel yang
berasal dari 2 titik.
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang
dilakukan untuk melihat struktur
mineral pada batuan dari Sungai Aranio
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan
adalah sebagai berikut:
(1) Pengambilan sampel
Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berupa
batuan yang berasal dari Sungai
Aranio Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan. Sebelum
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 19
sampel diambil, terlebih dahulu
ditentukan titik-titiknya
menggunakan Global Positioning
System (GPS), kemudian didapatkan
dua titik yang ditentukan
berdasarkan ciri fisik batuan yang
tidak bersentuhan langsung dengan
air sungai. Sampel diambil dalam
bentuk bongkahan dengan
menggunakan palu geologi. Pada
penelitian ini diambil 4 sampel
dengan masing-masing titik
sebanyak 2 sampel, titik 1 sampel
1A dan 1B, titik 2 sampel 2A dan
2B yang kemudian akan dilakukan
pemotongan sehingga membentuk
ukuran standar.
(2) Preparasi Sampel SEM
Proses preparasi sampel untuk
pengujian SEM diawali dengan
memotong batuan hingga berbentuk
balok dengan ukuran 0,3 x 0,3 x
0,2 cm. Sampel batuan kemudian
diletakkan pada sample holder yang
memiliki diameter 1 cm dan tebal
0,5 cm dan telah diolesi dengan
pasta perak (dotite), kemudian
sampel didiamkan untuk
dikeringkan dulu. Setelah kering,
sampel disemprot dengan blower
agar terjaga kebersihannya, dan
kemudian sampel dimasukkan ke
dalam fine coat.Sampel yang sudah
dimasukkan ke dalam fine coat akan
diproses dengan mengaktifkan
beberapa tombol sesuai dengan
prosedur yang ada. Di dalam fine
coat ini sampel diletakkan di pinggir
mengelilingi suatu bundaran di
tengahnya. Proses ini memerlukan
waktu yang cukup lama, karena
nantinya akan tampak cahaya yang
berwarna ungu dan merupakan
serbuk emas yang akan menempel
pada sampel batuan, dan menunggu
hingga jarum yang menunjukkan
high voltage (HV) dan arus (mA)
mencapai angka yang disepakati
yaitu HV 0-10, dan mA < 10. Jika
posisi nilai HV dan mA kembali ke
nol lagi maka proses telah selesai
dan sampel siap diuji dalam SEM.
(3) Pengolahan Data sem
Sampel batuan yang sudah selesai di
preparasi diletakkan pada scanning
electron microscope,
denganmenggunakan pengujian
gambar atauimage high vaccum
mode yaitu DENGAN mengatur
vacuum mode, posisi X dan Y, dan
filament saturation position
menggunakan mouse, kemudian
mengatur set biasnya, contrast dan
brightness.
Untuk pengaturan contrast dan
brigthtess ini bisa dilakukan secara
otomatis dan bisa secara manual.
Selanjutnya mengatur fokusnya
secara otomatis dan merubah-
ubahperbesarannya.Ketika gambar
atau foto yang diinginkan sudah
maksimum maka gambar kemudian
disimpan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil foto Scanning
Electrón Microscope yang telah
dilakukan terhadap 4 sampel (Sampel
1A, 1B, 2A, dan 2B) batuan yang
berasal dari Sungai Aranio Kabupaten
Banjar, Kalimantan Selatan, maka
diperoleh hasil pada Gambar 2 sampai
dengan Gambar 9.
Gambar 2. Foto SEM dengan
perbesaran 500 X untuk sampel 1ª
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 20
Gambar 3.Foto SEM denganperbesaran
1000 X untuk sampel 1ª
Gambar 4. Foto SEM dengan
perbesaran 500 X untuk sampel 1B
Gambar 5.Foto SEM dengan perbesaran
1000 X untuk sampel 1B
Gambar 6. Foto SEM dengan
perbesaran 500 X untuk sampel 2A
Gambar 7. Foto SEM dengan
perbesaran 1000 X untuk sampel 2A
Gambar 8.Foto SEM dengan perbesaran
500 X untuk sampel 2B
Gambar 9. Foto SEM dengan
perbesaran 1000 X untuk sampel 2B
Hasil foto menggunakan Scanning
Electron Microscope didapatkan foto
untuk sampel 1A dan 2B terlihat
struktur dari permukaan batuan yang
masih alami, dimana kristal dan
pecahannya masih terlihat jelas,
sebaliknya untuk sampel 1B dan 2A
terlihat struktur pada permukaan batuan
yang sudah banyak berubah dan banyak
terdapat clay atau tanah. Perubahan ini
dikarenakan clay tersebut telah masuk
ke dalam rekahan batuan akibat
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 21
terjadinya pelapukan dan pengendapan
batuan yang telah berlangsung lama.
Hasil foto SEM ini dapat
diketahui sampel batuan yang diambil
dari Sungai Aranio, Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan merupakan batuan
yang telah mengalami pemalihan.
Batuan ini telah banyak mengalami
pelapukan akibat panas, air dan tekanan
yang mempengaruhinya, dimana dari
foto SEM 4 buah sampel didapat
struktur mikro pada permukaannya
telah banyak mengalami laminasi.
Sampel 1A dan 2B terlihat strukturnya
berupa pelapisan yang kristalnya masih
terlihat, sedangkan sampel 1B dan 2A
terlihat strukturnya yang sebagian besar
telah terisi clay atau tanah. Struktur
yang telah mengalami laminasi ini
biasanya terjadi pada batuan yang telah
mengalami perubahan berupa pengaruh
proses sedimentasi atau pengendapan
dan pengaruh tekanan serta temperatur.
Batuan yang telah mengalami
pemalihan ini pada dasarnya berasal
dari batuan beku yang padat, keras,
pejal, dan memiliki warna umum abu-
abu sedikit kehijauan-kecoklatan, dan
kristalin sedang. Batuan beku yang
merupakan batuan pertama yang
terbentuk memiliki mineral utama
olivin yang terbentuk pada temperatur
tinggi, mineral ini sangat tidak stabil
dan mudah sekali terubah menjadi
mineral lain. Terjadinya proses
pendinginan magma disertai dengan
pembentukan dan pengendapan
mineral-mineral tertentu dan sifat
mineral yang tidak stabil, sehingga
mineral utama seperti olivin
akanberubah menjadi mineral lain
seperti piroksin, amphibol, dan yang
terakhir adalah kuarsa.
KESIMPULAN
Struktur mikro dari permukaan
batuan memperlihatkan struktur foliasi
dan batuan telah mengalami laminasi,
dimana dua sampel batuan yaitu 1A dan
2B masih terlihat kristal-kristalnya.
Sedangkan sampel 1B dan 2A
memperlihatkan gambaran permukaan
batuan yang struktur dan
laminasinyatelah mengalami perubahan
dengan dijumpai banyaknya clay atau
tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Gaol, K.L., H. Permana, A.
Kadurasman, N.D. Hananto,
D.D. Wardana, dan Y. Sudrajat.
2005. Model Gaya Berat
Bobaris-Meratus, Kalimantan
Selatan, dan Implikasi
Tektoniknya.
Graha. 1987. Batuan Dan Mineral.
Nova. Bandung.
Sapiie, B., N.A. Magetsari, A.H.
Harsolumakso, & C.I. Abdullah.
2006. Geologi Fisik. ITB.
Bandung.
Sikumbang, N., R. Heryanto. 1994.
Peta Geologi Lembar
Banjarmasin, Kalimantan 1:
250.000. P3G. Bandung.
PSG. 2010. Bandung
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 22
PENAMBAHAN QUARTZ POWDER DALAM CAMPURAN BETON
DENGAN AGREGAT LOKAL PILIHAN
Adi Susetyo Dermawan1)
, Ahsani Fauzan1)
, dan Dewi Yuniar1)
1) Fakultas Teknik Universitas Achmad Yani Banjarmasin
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pemanfaatan bahan tambahan pasir kuarsa yang melimpah di Kalimantan dan pemilihan
agregat lokal terpilih dapat mengoptimalkan mutu beton yang ingin dicapai. Agregat
lokal yang dipakai adalah pemilihan split Katunun Pelaihari dengan ukuran maks.
agregat 10 mm–20 mm, pasir Rantau dengan modulus kehalusan 2,5-3,0, dan faktor air
semen 0,2-0,5. Tujuan penelitian adalah pemilihan ukuran butir/gradasi agregat lokal
Kalsel dengan penambahan quartz powder 10% dalam campuran beton terhadap sifat
mekanisbetonsehingga bisa meningkatkan tegangan maksimum.Penelitian
menggunakan Laboratorium Poliban/Uvaya dan laboratorium Dinas Pertambangan dan
Energi Prop. Kalsel untuk pemeriksaan pasir kuarsa, agregat (split Pelaihari/Katunun-
pasir Rantau), membuat job mix design, pembuatan benda uji, perawatan benda uji dan
pengujian kuat tekan beton selama 7 hari dan 28 hari. Hasil pemeriksaan Quartz Powder
ex. Palangkaraya (mesh 100-200) mengandung SiO3 mencapai 98,76% , hasil pengujian
kuat tekan beton tanpa quartz powderadalah 300,14 kg/cm2(7 hari) dan 430 kg/cm
2 (28
hari). Sedangkan hasil pengujian kuat tekan beton dengan menggunakan quartz
powderadalah 327,20 kg/cm2(7 hari) dan 455,51 kg/cm
2 (28 hari). Penambahan quartz
powder pada campuran beton akan meningkatkan kuat tekan beton sebesar 27,06
kg/cm2 (9,00 %) pada umur 7 (tujuh) hari dan 25,51 kg/cm
2 (5,93% ) pada 28 (dua
puluh delapan) hari.
Kata kunci :pasir Rantau, quartz powder , split Katunun
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi beton
dan bidang konstruksi di Kalimantan
Selatan terus mengalami peningkatan
seperti pembangunan fly over, jembatan
bentang panjang dan bangunan gedung
bertingkat tinggi. Hal ini akan
mengarah dalam penggunaan beton
mutu tinggi (high strength
concrete/HSC) yang mencakup
kekuatan, ketahanan (keawetan), masa
layan dan effisiensi. HSC dalam SNI
03- 6468-2000 didefinisikan sebagai
beton yang mempunyai kuat tekan yang
disyaratkan lebih besar sama dengan
41,4 Mpa. Beton baru ini
memungkinkan diciptakannya struktur
beton yang ramping, ringan,
menghemat biaya dan bahan
alam.Kepadatan HSC yang tinggi
memberikan pula keuntungan dalam
pencapaian ketahanan yang
tinggiterhadap serangan zat cair atau
gas yang berbahaya.Namun selama ini
masyarakat konstruksi di Kalsel sering
menggunakan batuan yang berasal dari
pulau Sulawesi karena diyakini
memiliki aberasi rendah.Masyarakat
konstruksi di Kalsel harus
mengeksploitasi material lokal yang
mudah didapat, jarak yang dekat dan
harga yang relatif terjangkau serta tidak
perlu membutuhkan waktu yang
lama.Sehingga menurunkan
ketergantungan penggunaan material
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 23
agregat halus dan agregat kasar dari
luar.Kalimantan Selatan dengan kondisi
geografi, geologi dan iklim tropis,
dimana sebagian besar terkena jalur
pegunungan merapi, pantai dan aliran
sungai sangat kaya dengan jenis-jenis
material batuan alam.Agregat kasar
yang biasa digunakan dalam konstruksi
berasal dari Awang Bangkal,
Martapura, Pelaihari, Karang Jawa dan
Rantau. Agregat menempati 60 – 70 %
dari total volume beton maka kualitas
agregat sangat berpengaruh terhadap
kualitas beton (Nugraha dan Antoni,
2007).
Ada beberapa faktor utama yang
bisa menentukan keberhasilan
pengadaan beton mutu tinggi,
diantaranya adalah keadaan semen;
faktor air semen (FAS) yang rendah;
kualitas agregat halus (pasir); kualitas
agregat kasar (batu pecah/kerikil);
penggunaan admixture dan additive
mineral dalam kadar yang tepat;
prosedur yang benar dan cermatpada
keseluruhan proses produksi beton dan
pengawasan dan pengendalian yang
ketat pada keseluruhan prosedur dan
mutu pelaksanaan.
Untuk membuat beton bermutu
tinggi, faktor air semen yang
dipergunakan antara 0,28 sampai
dengan 0,38. Sedangkan menurut (SNI
03-6468-2000) beton mutu tinggi nilai
faktor air semennya ada dalam rentang
0,2 – 0,5. Sedangkan untuk beton
bermutu sangat tinggi factor air semen
yang dipergunakan lebih kecil dari 0,2
(Jianxin Ma dan Jorg Dietz, 2002).
Kualitas agregat halus yang dapat
menghasilkan beton mutu tinggi adalah
:
a. Berbentuk bulat.
b. Tekstur halus (smooth texture).
c. Modulus kehalusan (fineness
modulus), menurut hasil penelitian
menunjukan bahwa pasir dengan
modulus kehalusan 2,5 s/d 3,0 pada
umumnya akan menghasilkan beton
mutu tinggi (dengan fas yang rendah)
yang mempunyai kuat tekan dan
workability yang optimal (Larrard,
1990).
d. Bersih.
e. Gradasi yang baik dan teratur
(diambil dari sumber yang sama).
Kualitas agregat kasar yang dapat
menghasilkan beton mutu tinggi adalah
porositas rendah, bentuk fisik agregat
kubikal dan tajam (Larrard, 1990),
ukuran maksimum agregat 25 mm,
bersih dan kuat tekan hancur yang
tinggi dan gradasi yang baik dan teratur
(diambil dari sumber yang sama).
Untuk menghasilkan beton bermutu
tinggi maka dibutuhkan prosedur yang
benar dan cermat pada keseluruhan
proses produksi beton yang meliputi uji
material (material testing), sensor dan
pengelompokan material (material
sensor and grouping), penakaran dan
pencampuran (batching), pengadukan
(mixing), pangangkutan
(transportating), pengecoran (placing),
perawatan (curing). Disamping itu
pengawasan dan pengendalian yang
ketat pada keseluruhan prosedur dan
mutu pelaksanaan, yang didukung oleh
koordinasi operasional yang optimal.
Beberapa ukuran pasir kuarsa
sebagai berikut :
1. Mesh 30-60 dalam ukuran mm
berarti berdiameter partikel antara
0.595-0.250 mm. Banyak dipakai
untuk aerated concrete block,
mortar, fine surface sand blasting,
bahan bakuwater glass.
2. Mesh 60-100 dalam ukuran mm
berarti berdiameter partikel antara
0.250-0.149 mm. Banyak dipakai
untuk aerated concrete block,
mortar, bahan bakuwater glass.
3. Mesh 100-200 dalam ukuran mm
berarti berdiameter partikel antara
0.149-0.074 mm. Banyak dipakai
untuk aerated concrete block,
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 24
mortar, bahan bakuwater glass,
dan bahan campuran slang gas
LPG.
4. Mesh 200-325 dalam ukuran mm
berarti berdiameter partikel antara
0.074-0.044 mm. Banyak dipakai
untuk cementing process di oil
company.
Kekuatan tekan merupakan salah
satu kinerja utama beton. Menurut
Mulyono (2005), kekuatan tekan adalah
kemampuan beton untuk menerima
gaya tekan per satuan luas. Kuat tekan
beton dipengaruhi oleh beberapa faktor
penting yaitu metode pencampurannya,
komposisi dan mutu material yang
digunakan, perbandingan jumlah air
terhadap semen (FAS), tingkat
kepadatan, umur, jenis semen dan
metode perawatan.Pengujian kuat tekan
beton mengacu standar ASTM C 234
dengan menggunakan alat compression
testing machine. Menurut Amri (2005),
kuat tekan beton yang terjadi
dinyatakan dalam tegangan desak beton
dan dapat dihitung dengan Persamaan
(1) sebagai berikut :
f’c = σ = P/A..................... (1)
dimana : = Tegangan beton
yang timbul (kg/cm2 );
P = Besar beban yang
bekerja (kg);
A = Luas penampang
benda uji (cm2 ).
Tujuan penelitian adalah
pemanfaatan dan pemilihan ukuran
butir/gradasi agregat lokal Kalsel
dengan penambahan presentase pasir
kuarsa 10% terhadap sifat mekanis
beton.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian dilakukan di
Laboratorium beton Uvaya,
laboratorium Poliban dan laboratorium
Dinas Pertambangan dan Energi
Prop.Kalsel. Penelitian ini
menggunakan material lokal
Kalimantan Selatan, yaitu split asal
pelaihari (Katunun), pasir dari Rantau
dan pasir kuarsa dari Palangkaraya yang
ditumbuk menjadi tepung kuarsa.
Prosedur penelitian yang dilaksanakan
sebagai berikut:
1. Persiapan/ Pengadaan material
penyusun
Material yang digunakan dalam
penelitian sebagai berikut:
a. Semen Portland Type I (Gresik)
b. Air PDAM, yang tersedia di
Laboratorium beton Poliban
yang memenuhi syarat.
c. Agregat kasar yaitu split asal
dari Pelaihari / katunun, dari
pabrik stone crusher dengan
ukuran maksimum agregat 15
mm.
d. Agregat halus yaitu pasir asal
Rantau, dengan modulus
kehalusan 2,5 s/d 3,0
e. Pasir kuarsa ex. Palangkaraya
Menurut penelitian Laily
Fatmawati (2011), menunjukkan
bahwa nilai maksimum kekakuan
beton berada pada kadar filler
(quartz powder) 10% dibandingkan
dengan kadar filler yang lain.
2. Pemeriksaan sifat-sifat fisis
Sifat-sifat fisis yang diperiksa
meliputi : berat jenis (ASTM C.
127-93), absorbsi / penyerapan
(ASTM C.128-93), berat volume
(ASTM C. 127-93), analisis
saringan (ASTM C. 136-93),
gradasi kasar (SK SNI T–15–1990–
032), gradasi pasir (SK. SNI T–15–
1990–03), kandungan bahan (sifat
kimia) pasir halus (ASTM C.40-
73), modulus kehalusan (ASTM),
sifat kekekalan terhadap larutan,
kepipihan agregat (SNI 03-4137-
1996), abrasi test (SNI 03-6428-
2000), kadar lumpur (SK SNI S–
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 25
04– 1989–F hal. 28), uji slump test
(SNI 02-1972-1990), pengujian
semen (SNI) No. 15– 2049–1994
dan (SNI) No. 03-2847-2002,
pemeriksaan pasir kuarsa.
3. Pembuatan Job Mix Design
Komposisi campuran beton
mengacu kepada metode
perbandingan berat material
pembentuk beton (SK-SNI 03-
2834-2000).
4. Pembuatan adukan beton dan benda
uji
Material ditimbang beratnya sesuai
perbandingan campuran yang
diperoleh dari mixdesign sesuai
dengan prosedur pembuatan adukan
beton (SNI-03-2834-2000).
Pembuatan/perawatan benda uji
harus memenuhi ketentuan (SNI-
03-4810-1998).
5. Perawatan benda uji
Perawatan untuk pemeriksaan
proposisi campuran untuk kekuatan
atau sebagai dasar untuk
pemeriksaan atau pengendalian
mutu.Perawatan benda uji selama 7
(tujuh) hari dan 28 (dua puluh
delapan) hari.
6. Pengujian benda uji
Pengujian kuat tekan beton yang
dilakukan pada umur beton 7
(tujuh) hari dan 28 (dua puluh
delapan) hari dengan benda uji
sebanyak 3 sampel tiap variasi
menggunakan mesin uji tekan
beton.
7. Hasil pembahasan dan kesimpulan
Pada tahap ini dapat dilihat hasil
pengujian kuat tekan beton dan
dilakukan pengolahan data dalam
tabel.Kesimpulan diperoleh dengan
menganalisa pengaruh penambahan
quartz powder terhadap kuat tekan
terbesar yang diperoleh (sebelum
dan sesudah penambahan).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan Bahan Susun Bahan Susun yang digunakan
meliputi: Agregat Kasar (Split), agregat
halus (pasir), semen, air dan quartz
powder. Dari hasil pengujian pasir
dilaboratorium didapat: modulus
kehalusan butir sebesar 3,35 dan
termasuk gradasi untuk daerah no.1,
berat jenis pasir kering/curah sebesar
2,56 gr/cm3, kadar air pada kondisi SSD
sebesar 0,95%, berat satuan pada
kondisi kering muka (SSD) sebesar 1,55
gr/cm3, dan kadar lumpur sebesar
1,33%.
Hasil pengujian koral didapat:
berat jenis kering sebesar 2,779 gr/cm3,
berat jenis kering muka (SSD) sebesar
2,762 gr/cm3, penyerapan air dalam
kondisi kering 0,612%, dan kadar
lumpur sebesar 0,22%, kadar air agregat
kasar SSD rata-rata sebesar 0,16%,
keausan agregat sebesar 15,2%.
Pemeriksaan Quartz powder/tepung
kuarsa dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil analisa kimia tepung
kuarsa
Hasil (%)
Parameter Kuarsa
Palangkaraya Metode Uji
SiO2 98.76 Gravimetri
Al2O3 0.98 Kompleksometri
Fe2O3 0.28 AAS
CaO 0.08 AAS
MgO <0.01 AAS
TiO2 0.29 Spektrofotometri
K2O <0.01 AAS
Na2O <0.01 AAS
LOI 0.12 Gravimetri
Cr2O3 0.01 AAS
Sumber: hasil analisa Distamben, 201
Tabel 1 menunjukkan bahwa pasir
kuarsa yang diambil di quarry
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 26
Palangkaraya dan ditumbuk halus
menjadi tepung kuarsa mengandung
SiO2, Al2O3, Fe2O3,CaO, MgO, TiO2, K2O,
Na2O, LOI, dan Cr2O3. Hasil
pemeriksaan kimia menghasilkan SiO2
sebesar 98,76%, yang berarti tepung
kuarsa ini memiliki kualitas yang baik
sebagai bahan tambah agregat halus
dalam campuran beton.
Hasil Job MixDesign
Berdasarkan metode SK-SNI 03-
2834-2000 tenmtang tata cara
pembuatan rencana campuran beton
normal, kebutuhan bahan susun untuk
setiap meter kubik (m3) beton disajikan
dalam tabel 2.
Tabel 2. Proporsi Campuran hasil job mix design tiap 1 m3
Campuran Tepung
kuarsa (kg)
Semen
(kg)
Air
(liter)
Ag. Halus
(kg)
Ag. Kasar
(kg)
Tanpa quartz powder 0 678,57 197,87 471,57 1.112,01
Dengan quartz powder 47,16 678,57 197,87 424,41 1.112,01
Sumber: hasil perhitungan, 2016
Tabel 2 menunjukkan proporsi
campuran beton yang tidak
menggunakan tepung kuarsa dan yang
menggunakan tepung kuarsa.Hal ini
terlihat perbedaan dari komposisi
agregat halus yang sebagian digantikan
oleh quartz powder.
Hasil Pengujian Kuat Tekan
Hasil pengujian kuat tekan beton
tanpa menggunakan quartz powder
disajikan dalam tabel 3 dan hasil
dengan menggunakan quartz powder
disajikan dalam tabel 4.
Tabel 3. Hasil pengujian kuat tekan beton tanpa quartz powder
No. Benda Umur Luas Berat Slump Beban max
Hasil tes
tekan
Tekanan
Kg/Cm2
Uji Hari Cm2 Kg Cm KN Mpa Pengujian
1 7 176,625 13,2 1.5 394 22,307 268,76
2 7 176,625 13 1.5 458 25,931 312,42
3 7 176,625 13 1.5 468 26,497 319,24
Rata-rata 300,14
1 28 176,625 13,2 1.5 573 32,423 390,64
2 28 176,625 13 1,5 645 36,522 440,02
3 28 176,625 13,1 1,5 673 38,125 459,34
Rata-rata 430,00
Sumber: hasil laboratorium , 2016
Tabel 3 menunjukkan bahwa
pengujian kuat tekan beton tanpa quartz
powder pada 7 (tujuh) hari memiliki
rata-rata 300,14 kg/cm2 dan pada 28
(dua puluh delapan) hari memiliki rata-
rata 430 kg/cm2.
Tabel 4 menunjukkan bahwa
pengujian kuat tekan beton dengan
menggunakan quartz powder pada 7
(tujuh) hari memiliki rata-rata 327,20
kg/cm2 dan pada 28 (dua puluh delapan)
hari memiliki rata-rata 455,51 kg/cm2.
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 27
Tabel 4. Hasil pengujian kuat tekan beton dengan quartz powder
Hasil tes Hasil tes tekan
No. Benda Umur Luas Berat Slump Beban Max tekan Kg/Cm2
Uji Hari Cm2 Kg Cm KN Mpa
1 7 176,625 13 2 456 25,817 311,05
2 7 176,625 13 2 454 25,704 309,69
3
7
176,625
13,2
2
529
29,950 360,85
Rata-rata 327,20
1 28 176,625 13 2 642 36,363 438,10
2 28 176,625 13,1 2 605 34,272 412,92
3 28 176,625 13,2 2 756 42,786 515,56
Rata-rata 455,51
Sumber: hasil laboratorium , 2016
Dari kedua hasil kuat tekan beton
tersebut menyatakan bahwa dengan
penambahan quartz powder ada
peningkatan kuat tekan beton sebesar
27,06 kg/cm2 (9,00 %) pada umur 7
(tujuh) hari dan 25,51 kg/cm2 (5,93% )
pada 28 (dua puluh delapan) hari.
Penambahan tepung kuarsa diberikan
untuk mengisi rongga pada beton
sehingga meningkatkan kerapatan dan
stabilitas dari massa tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pemeriksaan Quartz Powder
ex. Palangkaraya dengan ukuran
mesh 100-200 mengandung SiO3
mencapai 98,76% berarti memiliki
kualitas yang baik sebagai bahan
tambah agregat halus dalam
campuran beton.
2. Hasil pengujian kuat tekan beton
tanpa quartz powder pada 7 (tujuh)
hari memiliki rata-rata 300,14
kg/cm2 dan pada 28 (dua puluh
delapan) hari memiliki rata-rata 430
kg/cm2.
3. Hasil pengujian kuat tekan beton
dengan menggunakan quartz
powder pada 7 (tujuh) hari
memiliki rata-rata 327,20 kg/cm2
dan pada 28 (dua puluh delapan)
hari memiliki rata-rata 455,51
kg/cm2.
4. Dengan penambahan quartz
powder pada campuran beton akan
meningkatkan kuat tekan beton
sebesar 27,06 kg/cm2 (9,00 %) pada
umur 7 (tujuh) hari dan 25,51
kg/cm2 (5,93% ) pada 28 (dua
puluh delapan) hari.
DAFTAR PUSTAKA
Amri Sjafei, 2005, Teknologi beton A-
Z, Yayasan John Hi-tech Idetama,
Jakarta
Aulia, T. B., 2005, Ein Beitrag Zur
Bruchmechanik Von
Unbewehrtem HochfestenBeton,
Dissertation, University of
Leipzig, 54–155.
Dipohosodo, I, 1994, Struktur Beton
Bertulang Berdasarkan SK SNI T-
15-1991-03, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Fatmawati, Laily, 2011, Tinjauan
Modulus Of Rupture beton mutu
tinggi berserat baja dengan
menggunakan filler nano material,
Digilib.UNS. ac.id, UNS,
Surakarta
Jianxin Ma & Jorg Dietz (2002).Ultra
high performance self compacting
concrete, Institut für Massivbau
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 28
und Baustofftechnologie,
Universität Leipzig.
Larrard (1990).A Method for
Proportioning High-Strength
Concrete Mixtures, Cement,
Concrete and Agregat, ASTM,
Volume 12, Issue 1, pp. 47-52.
Mulyono, T., (2005), ”Teknologi
Beton”, Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
Nugraha, P., Antoni, 2007, Teknologi
Beton (Dari Material, Pembuatan,
ke Beton Kinerja Tinggi), Penerbit
ANDI, Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI) No.
03-6468-2000 Pd T-18-1999-03,
2010 “Tata Cara Perencanaan
Campuran Beton Berkekuatan
Tinggi dengan Semen Portland
dan Abu Terbang”, Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI
03-4810-1998 “Metode
pembuatan dan perawatan benda
uji beton di lapangan”, Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Subakti, A, 1995, Teknologi Beton
Dalam Praktek, Jurusan Teknik
Sipil FTSP-ITS, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya,
Tidak dipublikasikan, Surabaya.
Supartono, F.X. (1998). Mengenal dan
mengetahui permasalahan pada
produksi beton berkinerja tinggi,
artikel ilmiah, UI, Jakarta.
Tjokrodimulyo, Kardiyono, 1995,
Teknologi Beton, Jurusan Teknik
Sipil Fakultas Teknik UGM,
Yogyakarta.
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 29
PENGOLAHAN JAHE DAN KELAPA MENJADI TENG-TENG JAHE
KELAPA
Cica Riyani
1)
1) Staf pengajar program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan
Politeknik Muara Teweh
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Pengolahan teng-teng jahe kelapa menggunakan bahan baku berupa kelapa, jahe dan
gula.Untuk mendapatkan cita rasa yang sesuai diperlukan formulasi komposisi yang
tepat pada pengolahan teng-teng jahe kelapa. Tujuan pada penelitian ini adalah Untuk
mengetahuipengaruh penambahan komposisi jahe dengan kelapa terhadap tingkat
kesukaan pada produk teng-teng jahe kelapa.Uji Produk dengan metode pengujian
mengggunakan uji hedonik (kesukaan). Perlakukan pada penelitian : (J1 : Perlakuan
perbandingan jahe dan kelapa (200 g : 800 g)), (J2 : Perlakuan perbandingan jahe dan
kelapa (250 g : 800 g)) (J3 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (300 g : 800 g)).
Untuk penilaian organoleptik produk teng-teng jahe kelapa digunakan skala hedonik
(tingkat kesukaan) meliputi uji terhadap parameter warna, rasa, aroma dan tekstur pada
20 orang panelis dengan menggunakan skor sebagai berikut : 1 = sangat tidak suka, 2 =
tidak suka, 3 = biasa, 4 = suka, 5 = sangat suka. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Perlakuan penelitian (perbandingan jumlah jahe dengan kelapa) tidak berpengaruh
sangat nyata terhadap tingkat kesukaan pada aroma, war,a dan tekstur sedangkan
berpengaruh sangat nyata pada rasa untuk produk teng-teng jahe kelapa. Pemberian
jumlah komposisi jahe menghasilkan perbedaan rasa yang dapat dideteksi oleh panelis.
Kata Kunci : Jahe, Kelapa, Organoleptik
PENDAHULUAN
Hasil perkebunan dapat diolah
menjadi produk pangan dan non
pangan.Jenis tanaman yang dapat
dimanfaatkan adalah jahe. Jahe
merupakan salah satu tanaman rempah
–rempah yang banyak manfaatnya dan
bagian yang dimanfaatkan adalah
rimpang atau umbi akarnya (Lelemboto
dkk, 2012). Jahe merah dapat diolah
dan dipasarkan dalam berbagai macam
produk pangan dalam skala industri
(Aminah dkk, 2011). Jahe dapat diolah
bersama dengan bahan lain, seperti
wajik jahe yang terdiri dari jahe, gula
dan ketan (Dinarwi, 2010). Contoh hasil
olahan pangan lainnya adalah teng-teng
jahe kelapa.Pengolahan teng-teng jahe
kelapa menggunakan bahan baku
berupa kelapa, jahe dan gula. Bagian
kelapa yang digunakan adalah daging
buah (Ahmad, 2008), sedangkan jahe
adalah bagian rimpangnya (Rudy,
2010).Campuran dari kelapa, jahe dan
gula memberikan rasa yang khas pada
teng-teng jahe kelapa.
Untuk mendapatkan cita rasa yang
sesuai diperlukan formulasi komposisi
yang tepat pada pengolahan teng-teng
jahe kelapa.Formulasi dapat dibuat
dengan mengatur perbandingan
komposisi bahan teng-teng jahe kelapa.
Dari pengaturan perbandingan
komposisi akan diperoleh cita rasa dan
aroma serta penampakan fisik dari teng-
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 30
teng jahe yang di olah. Penentuan
formulasi yang tepat dapat dilakukan
dengan melakukan pengujian terhadap
olahan melalui uji organoleptik seperti
uji hedonik (kesukaan).
Dengan adanya pengujian
organoleptik khususnya uji hedonik
akan diperoleh data tingkat kesukaan
panelis yang dapat menjadi sampel
tingkat kesukaan konsumen terhadap
teng-teng jahe kelapa yang dibuat. Jenis
pengujian pada tingkat kesukaan
meliputi aroma, rasa, warna, dan
tekstur. Dari masing-masing jenis
pengujian tersebut akan dibuat
kesimpulan produk mana yang paling
banyak mendapat minat dari panelis.
Berdasarkan pentingnya
pengujian hedonik terhadap produk
teng-teng jahe kelapa, maka penelitian
ini melakukan uji hedonik terhadap
produk tersebut meliputi rasa, aroma,
warna, tekstur. Adapun formulasi
komposis bahan yang diteliti adalah
perbandingan jumlah jahe dan kelapa.
Dengan adanya pengujian ini dapat
memberikan informasi produk teng-teng
jahe kelapa yang sesuai dengan tingkat
kesukaan konsumen.
METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan adalah
daging kelapa, jahe merah, minyak
goreng dan gula. Peralatan yang
digunakan adalah timbangan, parutan
kelapa, wajan, pengaduk, penggiling,
cetakan, pisau, plastik dan pengaduk.
Adapun perlakuan pada penelitian
ini adalah :
a. Komposisi jahe dengan kelapa (200
gram : 800 gram)
b. Komposisi jahe dengan kelapa (250
gram : 800 gram)
c. Komposisi jahe dengan kelapa (300
gram : 800 gram)
Uji Produk dengan metode
pengujian mengggunakan uji hedonik
(kesukaan). Untuk penilaian
organoleptik produk teng-teng jahe
kelapa digunakan skala hedonik (tingkat
kesukaan) meliputi uji terhadap
parameter warna, rasa, aroma dan
tekstur pada 20 orang panelis dengan
menggunakan skor sebagai berikut : 1 =
sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 =
biasa; 4 = suka; 5 = sangat suka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian organoleptik terhadap
produk teng-teng jahe kelapa
menggunakan uji kesukaan (hedonik).
Menurut Ita (2013) bahwa pengujian
organoleptik didasarkan pada proses
pengindraan.Parameter yang diuji
adalah rasa, aroma, warna, dan
tekstur.Berikut adalah hasil pengujian
tingkat kesukaan terhadap parameter
yang diuji.
Tingkat kesukaan terhadap rasa
Rasa merupakan bagian dari
parameter yang diuji pada uji hedonik
untuk produk teng-teng jahe
kelapa.Rasa yang diuji pada panelis
adalah rasa terhadap perbedaan
komposisi jahe terhadap kelapa pada
bahan yang diuji.Berikut adalah grafik
tingkat kesukaan terhadap rasa (Gambar
1).
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 31
Gambar 1. Tingkat kesukaan terhadap
rasa Keterangan :
J1 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (200 g : 800 g)
J2 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (250 g : 800 g) J3 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (300 g : 800 g)
P : Panelis
Hasil penelitian berdasarkan
analisa ragam menunjukan bahwa
perbedaan jumlah komposisi jahe
berpengaruh sangat nyata terhadap rasa
yang dihasilkan.Hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa perlakuan J1, J2
dan J3 dapat menghasikan perbedaan
rasa yang dideteksi oleh panelis.Rasa
yang paling bayak disukai adalah pada
perlakuan J2.
Perbedaan rasa yang dihasilkan
oleh jahe merah pada penelitian ini
menunjukan panelis merasakan ada
rasa yang biasa dan lebih kuat. Rasa
yang dihasilkan adalah rasa
pedas.Menurut Hernani dkk (2010),
bahwa jahe menghasikan rasa pedas.
Rasa pedas tersebut berasal dari dari
kelompok senyawa gingerol, yaitu
senyawa turunan fenol.
Limpahan/komponen tertinggi dari
gingerol adalah [6]-gingerol.Rasa pedas
dari jahe kering berasal dari senyawa
shogaol ([6]-shogaol), yang merupakan
hasil dehidrasi dari gingerol. Dari data
penelitian, pemberian jumlah jahe yang
berbeda-beda menunjukan rasa yang
berbeda pula. Semakin sedikit jumlah
yang diberikan maka semakin sedikit
rasa pedas yang dihasilkan, dan
sebaliknya semakin banyak jahe yang
diberikan maka akan semakin banyak
rasa pedas yang dirasakan.
Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma
Jumlah jahe yang berbeda dari
perlakuan penelitian ternyata
menunjukan hasil tidak berbeda nyata
dengan aroma yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil analisa ragam,
diketahui bahwa jumlah jahe dalam
produk teng-teng jahe kelapa
menghasilkan perbedaan aroma yang
tidak dapat dideteksi oleh panelis.
Aroma dari jahe Aroma jahe sangat
tergantung pada kandungan minyak
atsirinya (1-3%). Menurut Wohlmut
(2006) dalan Hernani 2010 bahwa
Komponen utama minyak atsiri jahe
adalah seskuiterpen hidrokarbon, dan
paling dominan adalah zingiberen
(35%), kurkumen (18%), farnesen
(10%), dan sejumlah kecil bisabolen
dan seskuifellandren. Dari data
penelitian menunjukan bahwa jumlah
komposisi jahe pada bahan penelitian
memiliki aroma yang semuanya disukai
oleh panelis.
Berikut adalah tabel tingkat
kesukaan terhadap aroma (Tabel 1).
Tabel 1. Tingkat kesukaan terhadap
aroma
Perlakuan Rata-rata Skor Hedonik
J1 4
J2 3,8
J3 3,8 Keterangan :
J1 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (200 g : 800 g) J2 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (250 g : 800 g)
J3 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (300 g : 800 g)
Tingkat Kesukaan terhadap warna
Warna dari produk teng-teng jahe
kelapa ini adalah coklat. Berikut adalah
warna dari masing-masing perlakuan :
Gambar 3. Teng-teng jahe kelapa Keterangan : J1 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (200 g : 800 g)
J2 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (250 g : 800 g)
J3 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (300 g : 800 g)
Berdasarkan hasil analisa ragam,
diketahui bahwa pemberian jumlah
komposisi jahe pada teng-teng jahe
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 32
kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap
warna.Ini dapat disimpulkan bahwa
perbedaan jumlah jahe pada penelitian
tidak menghasilkan perbedaan warna
yang dapat di deteksi oeh
panelis.Berikut adalah tabel tingkat
kesukaan terhadap warna (Tabel 2).
Tabel 2. Tingkat kesukaan terhadap
warna
Perlakuan Rata-rata Skor Hedonik
J1 3,80
J2 3,65
J3 3,65 Keterangan :
J1 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (200 g : 800 g) J2 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (250 g : 800 g)
J3 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (300 g : 800 g)
Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur
Tekstur dari teng-teng jahe kelapa
hasil penelitian merpakan bagian dari
pengujian tingkat kesukaan.Berikut
adalah tabel hasil penelitian (Tabel 3).
Tabel 3. Tingkat kesukaan terhadap
tekstur
Perlakuan Rata-rata skor hedonik
J1 3,6
J2 3,7
J3 3,4 Keterangan :
J1 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (200 g : 800 g)
J2 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (250 g : 800 g)
J3 : Perlakuan perbandingan jahe dan kelapa (300 g : 800 g)
Berdasarkan hasi analisa ragam,
diketahui bahwa pemberian jumlah
komposis jahe tidak berpengaruh nyata
dengan tekstur teng-teng jahe yan
dihasilkan.Hal tersebut dapat
disimpulkan, dengan jumlah jahe yang
berbeda tidak menghasilkan perbedaan
tekstur yang dapat dideteksi oleh
panelis.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari peneitian
ini adalah :
1. Perlakuan penelitian (perbandingan
jumlah jahe dengan
kelapa)berpengaruh sangat nyata
terhadap tingkat kesukaan pada
rasa untuk produk teng-teng jahe
kelapa. Pemberian jumlah
komposisi jahe menghasilkan
perbedaan rasa yang dapat dideteksi
oleh panelis
2. Perlakuan penelitian (perbandingan
jumlah jahe dengan kelapa)tidak
berpengaruh nyata terhadap tingkat
kesukaan pada aroma untuk
produk teng-teng jahe kelapa.
Pemberian jumlah komposisi jahe
tidak menghasilkan perbedaan
aroma yang dapat dideteksi oleh
panelis
3. Perlakuan penelitian (perbandingan
jumlah jahe dengan kelapa)tidak
berpengaruh nyata terhadap tingkat
kesukaan pada warna untuk
produk teng-teng jahe kelapa.
Pemberian jumlah komposisi jahe
tidak menghasilkan perbedaan
warna yang dapat dideteksi oleh
panelis
4. Perlakuan penelitian (perbandingan
jumlah jahe dengan kelapa)tidak
berpengaruh nyata terhadap tingkat
kesukaan pada aroma untuk
produk teng-teng jahe kelapa.
Pemberian jumlah komposisi jahe
tidak menghasilkan perbedaan
tekstur yang dapat dideteksi oleh
panelis
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, U. dan Sutrisno. 2008.
Pengolahan Kelapa. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Aminah, S., Mufl ihani Yanis dan
Tezar Ramdhan. 2011. Teknologi
Pembuatan Effervescent Instan
Jahe. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Jakarta.
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 33
Dinarwi.2010. Pengaruh Penambahan
Gula dan Jahe Terhadap Mutu
Produk Makanan Tradisional
Wajik Jahe. Berita Litbang
Industri XLV (3) : 38-44.
Hernani dan Christina Winarti. 2010.
Kandungan Bahan Aktif Jahe Dan
Pemanfaatannya Dalam Bidang
Kesehatan. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian. Bogor
Ita Gusman. 2013. Pengujian
Organoleptik. Program Studi
Teknologi Pangan. Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Lelemboto M, Maya Ludong, Jen
Tatuh. 2012. Pelatihan
Pengembangan Pengolahan
Instan Jahe Merah Di Kota
Manado. Fakultas Pertanian
Unsrat.
Rudy T. 2010. Teknologi Pascapanen
Tanaman Obat. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian.
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 34
ANALISA SIFAT MEKANIK PEGAS HELIK PADA SISTEM SUSPENSI BAJA
STRUKTUR KARBON RENDAH
Feddy Wanditya Setiawan1)
1) Staf Pengajar Program Studi Teknik Otomotif Politeknik Hasnur
Jl. Adhyaksa No. 7 - 8 Lantai 2 Kayu Tangi Permai Banjarmasin 70125
E-mail : [email protected])
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat mekanik pegas helik sistem suspensi
pada keamampuan menahan beban berulang, displacement, tegangan dan regangan dari
pegas yang berbahan baja struktur karbon rendah. Hasil desain pegas helik keseluruhan
dan analisa dari suspensi untuk kendaraan ringan yang berfokus pada kekuatan
materialnya diperoleh hasil proses regangan yang terjadi, kemudian pengamatan respon
regangan saat pemberian beban pegas diharapkan terjadi dibawah nilai yang ditetapkan.
Baja struktur karbon ringan mampu mereduksi kelelahan akibat beban berulang dari
pegas helik.Beberapa poin hasil analisa yaitu; tegangan vonmises 11060 MPa, regangan
vonmises 0.055861, faktor intensitas tegangan 12136 MPa dan total regangan 0.055861.
Berdasarkan hasil desain dan analisis menyimpulkan bahwa pegas helik dengan bahan
baja struktur karbon rendah memiliki sifat mekanik yang sangat baik atau cocok bila
diproduksi untuk digunakan pada jenis kendaran ringan.
Kata kunci: pegas helik, suspensi, displacement, tegangan, regangan
PENDAHULUAN
Pegas berfungsi untuk
mengurangi getaran pada bodi
kendaraan yang ditimbulkan oleh
hentakan jalan yang tidak rata terhadap
roda.Selain itu juga menjamin roda agar
selalu menempel pada jalan.Pemegasan
pada kendaraan dilakukan oleh ban
pegas suspensi dan pegas pada kursi
penumpang.
Massa tak terpegas pada
kendaraan meliputiroda, rem, aksel dan
pegas bagian bawah dan massa
terpegas pada kendaraan meliputi bodi
dan semua komponen yang melekat
pada bodi, penumpang barang dan
pegas bagian atas.Kendaraan akan
nyaman dikendarai apabila massa yang
tak terpegas bisa lebih ringan. Pegas
helik banyak digunakan pada suspensi
depan dari kendaraan ringan modern.
Pegas helik bentuknya seperti
lilitan.Pegas inilah yang paling banyak
digunakan untuk kendaraan dengan
beban ringan seperti pada mobil sedan
dan sepeda motor.Material pegas helik
terbuat dari batang baja spesial dan
memiliki bentuk spiral.Pegas ini banyak
digunakan pada kendaraan yang
mementingkan kenyamanan penumpang
seperti pada mobil sedan.
Kelebihan
pegas helik dikarenakan
kemampuannya mereduksi getaran atau
hentakan lebih besar (baik) daripada
pegas leaf dan pegas batang torsi, dan
langkah pemegasan lebih panjang.
Pegas helik dapat digunakan pada
suspensi independen dan axle
rigid.Tetapi memiliki kerugian tidak
dapat meredam dirinya sendiri atau
tidak dapat menerima gaya horizontal.
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 35
Beberapa kekurangan dari pegas
helik tentunya bisa
menimbulkankerugian bagi pemakai
kendaraan.Sehingga dengan melakukan
perhitungan awal terhadap displacement
pegas sebelum digunakan pada kondisi
pembebanan aslinya makaakandapat
mengefisiensi banyak faktor
diantaranya efisiensi waktu pengujian,
efisiensi biaya produksi, efisiensi biaya
desain dan lain sebagainya.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini dilakukan
pemodelan pegas dan analisis dengan
bahan pegas helik yaitu baja struktur
karbon rendah. Spesifikasi, pemodelan
dan analisis sebagai berikut:
Spesifikasi dan Data Bahan Pegas
Helik
Spesifikasi pegas:
Diameter kawat pegas= 9,48 mm,
diameter luar koil = 56,93 mm,
tinggi bebas koil = 153 mm, jumlah
lilitan aktif = 11, pitch = 13,9 mm,
dan beban uji pada setiap pegas =
2751 N.
Data material yang digunakan:
Untuk sifat material dari baja
struktur karbon rendah memiliki nilai
modulus young = 199000MPa,
poisson rasio= 0,38 dan massa jenis
= 7800 kg / m3.
Model Rancangan Pegas Helik
Model rancangan pegas dibuat
solid dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan dan dianalisis menggunakan
ANSYS. Pegas helikakan diamati
penerapan beban pada bahan baja
struktur karbon rendah dan agar
diketahui hasil kemampuan optimal dari
penggunaan bahan tersebut.
Dibuat line drawing dengan
panjang 153 mm dan garis bebas
ketinggian pegas pada jarak 56,93 mm
dari sumbu vertikal dan terhitunglah
diameter luar lilitan koil. Selanjutnya
masukkan pitch dari pegas. Pitch hasil
kalkulasi dari tinggi bebas dari pegas
koil yang dibagi denganjumlah lilitan
aktif yaitu 153/11 = 13.9mm.
Disini dihasilkanlingkaran
diameter kawat pegas 9.48mm
kemudian diperoleh desain pegas helik
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1.Model pegas Helik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa KekuatanMaterial Pegas
Helik
Dilakukan analisa displacement
pada material pegas dengan spesifikasi
pada sifat material bahan dan kondisi
batas beban yang telah
ditetapkan.Analisa dilakukan pada
displacement di x, y, dan z, kemudian
displacement di x (regangan),
displacement di z (regangan) dan vektor
displacement yang terjadi (Gambar 2 –
Gambar 7). Analisa ini juga
menunjukkan hasil tegangan von
misses(Gambar 8), intensitas tegangan
(Gambar 9), regangan von misses
(Gambar 10), dan total regangan
mekanik pegas (Gambar 11).
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 36
Gambar 2.Displacementpegas helik baja
karbon rendahArah
Gambar 3.Displacement pegas helik
baja karbon rendahArah y
Gambar 4.Displacementpegas helik baja
karbon rendahArah z
Gambar 5.Displacement pegas helik
baja karbon rendah di x (Regangan)
Gambar 6.Displacement pegas helik
baja karbon rendah di z (Regangan)
Gambar 7.Vektor displacementpegas
helik baja karbon rendah
Gambar 8.Tegangan vonmisespegas
helik baja karbon rendah
Gambar 9.Intensitas teganganpegas
helik baja karbon rendah
Gambar 10.Regangan vonmisespegas
helik baja karbon rendah
Volume 04, Nomor 2, Edisi Oktober 2016
PolhaSains Jurnal Sains dan Terapan Politeknik Hasnur 37
Gambar 11.Total regangan mekanik
pegas helikbaja karbon rendah
Dihasilkan displacement di x, y, z
dalam analisa statis pada Tabel 1.
Intensitas tegangan vonmises, regangan
vonmises dan total regangan mekanik
pegas helik ditunjukkan padaTabel 2.
Tabel 1. Displacement pegas helik
Displacement x Displacement y Vektor displacement
Tegangan 90.978 0.117 174.76
Regangan 0.0143 0.061 --
Tabel 2. Tegangan dan regangan
pegas helik
Deskripsi pengujian
kekuatan
Baja struktur
karbon rendah
Tegangan vonmises
(MPa)
11060
Regangan vonmises 0.055861
Intensitas tegangan
(MPa)
12136
Total regangan
mekanik
0.055861
KESIMPULAN
Pegas helik bahan baja struktur
karbon ringan mampu mereduksi
kelelahan akibat beban berulang..
Beberapa poin utama dari analisa
diketahui tegangan vonmises 11060
MPa, regangan vonmises 0.055861,
faktor intensitas tegangan 12136 MPa
dan total regangan 0.055861.
Berdasarkan hasil desain dan analisis
menyimpulkan bahwa pegas helik
dengan bahan baja struktur karbon
rendah memiliki sifat mekanik yang
sangat baik atau cocok bila diproduksi
untuk digunakan pada jenis kendaran
bermotor.
DAFTAR PUSTAKA
Niranjan Singh. 2013. General Review
Of Mechanical Springs Used In
Automobiles Suspension System.
International Journal of Advanced
Engineering Research and
Studies.E-ISSN2249–8974. 3 (1)
:115-122.
Logavigneshwaran S, Sriram G,
Arunprakash R. 2015. Design and
Analysis of Helical Coil Spring in
Suspension System.International
Journal For Trends In Engineering
& Technology. ISSN: 2349 – 9303.
9 (1) :2349-9303.
Sagar N.K, Prasad P. K, Samir D.
Katekar and Arvind M.C.
2016.Analysis of two wheeler
suspension Spring by Using FEA
for Different Materials.International
Research Journal of Engineering
and Technology (IRJET).e-ISSN:
2395-0056. 3 (1) :833-839.
Dhananjay.R. Dolas , Kuldeep. K.
Jagtap. 2016. Analysis of Coil
Spring Used in Shock Absorber
using CAE. International Journal of
Engineering Research. ISSN:2319-
6890. 5(2) : 123-126.