Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KARAKTERISTIK PENDERITA OCULAR SURFACE SQUAMOUS
NEOPLASIA (OSSN) DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2013-2015
AAA SUKARTINI DJELANTIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RUMAH
SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH
DENPASAR
2016
6 66
vi
ABSTRAK
KARAKTERISTIK PENDERITA OCULAR SURFACE SQUAMOUS
NEOPLASIA (OSSN) DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2013-2015
Ocular surface squamous neoplasia merupakan suatu spektrum penyakit yang
meliputi lesi prekanker seperti conjunctiva-corneal intraepithelial dysplasia (CIN),
carcinoma in situ hingga suatu invasive squamous cell carcinoma (SCC).
Penatalaksanaan OSSN dengan eksisi total dengan no-touch technique merupakan
pilihan penanganan utama. Terapi tambahan diperlukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan. Penggunaan terapi tambahan dapat dengan menggunakan agen
kemoterapi topikal seperti mytomicin-C (MMC) atau 5-fluorouracil (5-FU) ataupun
dengan cryotherapy.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional dengan pendekatan
studi potong lintang. Data dikumpulkan secara retrospektif dengan melihat catatan
medis pasien OSSN periode tahun 2013 hingga 2015. Data mengenai karakteristik
subjek diungkapkan sebagai data frekuensi. Data usia diungkapkan dengan rerata ±
standar deviasi.
Subjek pada penelitian ini berjumlah 10 orang dimana penderita sebagian
besar sampel berjenis kelamin laki-laki (70 %) dengan prosentase mata yang terlibat
adalah sama antara mata kanan dan mata kiri. Lokasi tumor didapatkan paling banyak
di daerah nasal (70%). Rerata usia sampel adalah 42,80 ± 21.617 tahun, dengan rentang
usia antara delapan hingga 70 tahun. Petani merupakan pekerjaan terbanyak pada
sampel, dengan pendidikan terbanyak adalah sekolah dasar (SD) yaitu 50 %.
Komplikasi berupa skleromalasia didapatkan hanya pada satu pasien (50%) yang
mendapatkan terapi tambahan dengan MMC. Karakteristik pasien yang dilakukan
eksisional biopsi tanpa terapi tambahan, satu orang mengalami kekambuhan dan satu
orang tidak. Seluruh pasien (100%) yang dilakukan eksisional biopsi dengan MMC
mengalami kekambuhan, sementara itu tidak didapatkan kekambuhan pada pasien yang
dilakukan eksisional biopsi dengan cryotherapy.
Kata kunci : Ocular surface squamous neoplasia, cryotherapy, kekambuhan
7 77
vii
ABSTRACT
OCULAR SURFACE SQUAMOUS NEOPLASIA PATIENT’S
CHARACTERISTIC AT SANGLAH GENERAL HOSPITAL IN 2013-2015
Ocular surface squamous neoplasia is a spectrum of lesion which ranging from
precancer lesion conjunctiva-corneal intraepithelial dysplasia (CIN), carcinoma in situ
to invasive squamous cell carcinoma (SCC). Management of choice for OSSN is total
excision with no-touch technique.Additional therapy is needed to prevent
reccurency.The additional therapychoices are topical chemotherapy agent such as
mytomicin-C (MMC), 5-fluorouracil (5-FU) or cryotherapy.
This study is an observational cross sectional study. Data were collected
retrospectively from the medical recors from 2013 to 2015. Subject’s characteristic was
analyzed by descriptive analyses and presented as frequency, percentage, and mean ±
standard deviation.
Subjects in this study were 10 patients with mostly were men (70 %).
Proportion between right and left eye was equal. Tumor were found mostly in nasal
area (70%). Mean age of the samples was 42,80 ± 21.617 years old, ranging between
eight to 70 years old. Farmer was the most common job in samples with the last
education was elementary school (50%). Scleromalacia complication was found only
in one patient who had been given MMC for the additional therapy. In two samples
who got only primary excision, we found one patient with a reccurent tumor. All
samples who got MMC for the additional therapy was recurrent. No recurrency was
found in samples who got cryotherapy for the additional therapy.
Keywords : Ocular surface squamous neoplasia, cryotherapy, recurrency
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lesi squamous pada konjungtiva dan kornea merupakan lesi yang jarang terjadi tetapi
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas okular dan sistemik (Gupta et al.,
2013). Terminologi ocular surface squamous neoplasia (OSSN) pertama kali
digunakan oleh Lee dan Hirst pada tahun 1995, yaitu suatu spektrum neoplasma yang
berasal dari epitel skuamosa mulai dari displasia simpel hingga suatu squamous cell
carcinoma (SCC) yang invasif, mengenai konjungtiva, limbus dan kornea (Tananuvat
& Lertprasertsuke, 2012). Ocular surface squamous neoplasia merupakan tumor
permukaan okular yang paling sering terjadi. Ocular surface squamous neoplasia
adalah tumor okular ketiga tersering setelah melanoma dan lymphoma. Angka
kejadian OSSN sangat bervariasi mulai 0,2 hingga 3,5 per 100.000 penduduk (Barros
et al., 2014).
Faktor resiko terjadinya OSSN bersifat multifaktorial. Paparan sinar
ultraviolet B merupakan faktor risiko utama. Insiden OSSN meningkat di daerah yang
banyak terpapar sinar ultraviolet terutama di daerah ekuator (AAO staff, 2015;
Tananuvat & Lertprasertsuke, 2012; Radhakrishnan, 2011). Angka insiden di
Australia dikatakan 1,9 per 10.000 populasi (Singh, 2003).
Manifestasi klinis OSSN meliputi lesi prekanker seperti conjunctiva-corneal
intraepithelial dysplasia (CIN), carcinoma in situ, dan invasive squamous cell
carcinoma (SCC) (AAO Staff, 2015; Nanji et al., 2014). Tumor yang dibiarkan lama
2
ataupun eksisi yang tidak sempurna dapat menimbulkan perluasan melalui invasi
lokal.
Penatalaksanaan OSSN yaitu tergantung pada perluasan lesi. Eksisi total dengan
no-touch technique merupakan pilihan penanganan utama (Nanji et al., 2014).
Kekambuhan dapat terjadi bila masih terdapat sisa tumor. Terapi tambahan
diperlukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Penggunaan terapi tambahan
dapat dengan menggunakan agen kemoterapi topikal seperti mytomicin-C (MMC)
atau 5-fluorouracil (5-FU) ataupun dengan cryotherapy (Parrozzani et al., 2009;
Nanji et al., 2014).
Penggunaan MMC dan cryotherapy sebagai terapi tambahan setelah eksisi
OSSN selama ini telah menjadi standard operational procedure (SOP) di Bagian
Ilmu Kesehatan (IK) Mata RSUP Sanglah. Mitomycin-C dan cryotherapy merupakan
modalitas terapi pilihan pada kasus OSSN tergantung kebutuhan pasien dan
ketersediaan baik MMC maupun cryotherapy di RSUP Sanglah.
1.2 Masalah
1.2.1 Bagaimanakah karakteristik pasien-pasien OSSN di RSUP Sanglah Denpasar
selama periode tahun 2013-2015?
1.2.2 Apakah terdapat komplikasi OSSN yang telah ditangani dengan eksisional
biopsi, eksisional biopsi dan cryotherapy, serta eksisional biopsi dengan
tambahan MMC di RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2013-2015?
3
1.2.3 Bagaimanakah tingkat kekambuhan dari OSSN yang telah ditangani dengan
eksisional biopsi, eksisional biopsi dan cryotherapy, serta eksisional biopsi
dengan tambahan MMC di RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2013-2015?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik pasien OSSN di RSUP Sanglah Denpasar periode
tahun 2013-2015
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui komplikasi OSSN yang telah ditangani dengan eksisional
biopsi, eksisional biopsi dan cryotherapy, serta eksisional biopsi dengan
tambahan MMC di RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2013-2015
1.3.2.2 Untuk mengetahui tingkat kekambuhan dari OSSN yang telah ditangani
dengan eksisional biopsi, eksisional biopsi dan cryotherapy, serta eksisional
biopsi dengan tambahan MMC di RSUP Sanglah Denpasar periode tahun
2013-2015
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Akademis
Memberikan gambaran karakteristik mengenai pasien-pasien OSSN di RSUP Sanglah
sehingga diperoleh data dasar yang dapat dipakai sebagai acuan untuk pengembangan
keilmuan di bagian Ilmu Kesehatan Mata di RSUP Sanglah.
4
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan gambaran tingkat kekambuhan dan komplikasi dari terapi-terapi OSSN
sehingga selanjutnya dapat dipilih terapi yang memberikan hasil terbaik dengan
tingkat kekambuhan dan komplikasi yang terkecil
BAB II METODE
PENELITIAN
2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian retrospektif tanpa kontrol terhadap sepuluh
pasien OSSN yang datang ke RSUP Sanglah pada periode tahun 2013 hingga 2015.
Data dikumpulkan berdasarkan catatan medis berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan,
daerah asal, mata yang terlibat, lokasi tumor pada mata yang terlibat, tindakan, hasil
pemeriksaan patologi tumor, komplikasi, dan apakah terjadi kekambuhan.
2.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di poliklinik mata divisi tumor RSUP Sanglah Denpasar secara
retrospektif dengan melihat catatan medis pasien OSSN periode tahun 2013 hingga
2015.
2.3 Populasi dan Subyek Penelitian
Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien OSSN. Populasi terjangkau
pada penelitian ini adalah semua pasien OSSN yang datang ke poliklinik mata divisi
tumor RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2013-2015. Subjek penelitian adalah
semua pasien OSSN yang datang ke poliklinik mata divisi tumor RSUP Sanglah
Denpasar periode tahun 2013-2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
6 6
2.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
2.4.1 Kriteria inklusi adalah pasien yang didiagnosis OSSN yang berobat ke
poliklinik mata divisi tumor RSUP Sanglah Denpasar yang mendapatkan
terapi berupa eksisional biopsi dengan dan tanpa terapi tambahan berupa
MMC dan cryotherapy
2.4.2 Kriteria eksklusi adalah pasien OSSN dengan catatan medik yang tidak
lengkap
2.5 Definisi Operasional Variabel
2.5.1 Diagnosis OSSN adalah diagnosis yang ditegakkan setelah pemeriksaan
oftalmologi dan penunjang berupa pemeriksaan patologi anatomi dari tumor
yang telah dilakukan eksisi
2.5.2 Umur pasien adalah usia yang tercantum dalam catatan medis saat pertama
kali datang dan dinyatakan dalam tahun
2.5.3 Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang tercantum dalam catatan medis
2.5.4 Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan pasien untuk mencari nafkah sesuai
dengan yang tercantum dalam rekam medis
2.5.5 Daerah asal adalah tempat tinggal pasien yang tercantum dari catatan medis
pasien
2.5.6 Mata yang terlibat adalah mata yang didiagnosis OSSN
2.5.7 Lokasi tumor adalah regio munculnya tumor pada mata yang terlibat, yaitu
superior, inferior, nasal, dan/atau temporal
2.5.8 Tindakan adalah terapi yang dilakukan untuk menghilangkan massa tumor
7
2.5.9 Hasil pemeriksaan patologi anatomi tumor adalah hasil yang tercantum pada
lembar hasil pemeriksaan dari laboratorium patologi anatomi RSUP Sanglah
2.5.10 Komplikasi adalah kejadian yang terjadi pada mata yang telah dilakukan
penanganan dan merupakan akibat dari penanganan tersebut
2.5.11 Kekambuhan adalah munculnya kembali tumor pada lokasi yang sama dengan
mata yang terlibat OSSN sebelumnya
2.5.12 Mitomycin-C adalah alkylating agent yang bekerja dengan menghambat
sintesis DNA dan menyebabkan kematian sel dan dipergunakan secara topikal
2.5.13 Cryotherapy adalah suatu terapi dengan menggunakan liquid nitrogen oxide
yang diaplikasikan pada daerah dasar dan tepi luka operasi tumor yang berfungsi
menyebabkan iskemi dan infark jaringan yang abnormal
2.5.14 Eksisional biopsi adalah pengangkatan seluruh jaringan tumor tanpa
menyentuh daerah tumor dan kemudian dilakukan pemeriksaan patologi anatomi
pada jaringan tumor yang sudah dieksisi
2.6 Analisis data
Analisis data demografi mencakup jenis kelamin, daerah asal, pekerjaan, pendidikan,
status merokok, mata yang terlibat, lokasi tumor, tindakan, hasil pemeriksaan
patologi anatomi, dan tingkat kekambuhan diungkapkan sebagai data frekuensi. Data
usia diungkapkan dengan rerata ± standar deviasi.
BAB III
HASIL PENELITIAN
3.1. Karakteristik Pasien
Dua puluh sembilan pasien didapatkan menderita OSSN. Hanya sepuluh pasien
OSSN yang dapat dikaji berdasarkan karakteristik sampel, seperti tersaji pada Tabel
3.1. Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar sampel berjenis kelamin laki-laki (70
%) dengan prosentase mata yang terlibat adalah sama antara mata kanan dan mata
kiri. Lokasi tumor didapatkan paling banyak di daerah nasal (70%). Rerata usia
sampel adalah 42,80 ± 21.617 tahun, dengan rentang usia antara delapan hingga 70
tahun. Petani merupakan pekerjaan terbanyak pada sampel, dengan pendidikan
terbanyak adalah sekolah dasar (SD) yaitu 50 %.
Komplikasi berupa skleromalasia didapatkan hanya pada satu pasien (50%)
yang mendapatkan terapi tambahan dengan MMC. Sembilan orang pasien lainnya tidak
mengalami komplikasi selama waktu penelitian dilakukan.
Karakteristik pasien yang dilakukan eksisional biopsi tanpa terapi tambahan,
satu orang mengalami kekambuhan dan satu orang tidak. Seluruh pasien (100%) yang
dilakukan eksisional biopsi dengan MMC mengalami kekambuhan, sementara itu
tidak didapatkan kekambuhan pada pasien yang dilakukan eksisional biopsi dengan
cryotherapy.
9 9
Tabel 3.1
Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Pasien n = 10
Jenis Kelamin (n (%))
Laki-laki
Perempuan
Umur (tahun) (rerata ± SD)
Range (min-max)
Pendidikan (n (%))
Tidak sekolah
SD
SMP
SMA
Sarjana
Status Merokok (n (%))
Tidak merokok
Merokok
Mata yang terlibat (n (%))
Kanan
Kiri
Lokasi tumor (n (%))
Nasal
Temporal
Tindakan (n (%)) Eksisional
biopsi Eksisional biopsi +
MMC
Eksisional biopsi + cryotherapy
Hasil PA (n (%))
Displasia
CIN
SCC
7 (70)
3 (30)
42,80 ± 21,617
8-70
2 (20)
5 (50)
1 (10)
1 (10)
1 (10)
6 (60)
4 (40)
5 (50)
5 (50)
7 (70)
3 (30)
2 (20)
2 (20)
6 (60)
5 (50)
1 (10)
4 (40)
10 10
Tabel 3.2
Data Tabulasi Silang Antara Komplikasi dengan Tindakan Bedah yang dilakukan
Komplikasi Total
Tidak Ya
Eksisional biopsi (n)
(%)
2
(0)
0
(0)
2
(20)
Eksisional biopsi + MMC (n)
(%)
1
(10)
1
(10)
2
(20)
Eksisional biopsi + cryotherapy (n)
(%)
6
(0)
0
(0)
6
(60)
Total (n)
(%)
9
(90)
1
(10)
10
(100)
Tabel 3.3
Data Tabulasi Silang Antara Tingkat Kekambuhan dengan Tindakan Bedah yang
dilakukan
Kekambuhan Total
Tidak Ya
Eksisional biopsi (n)
(%)
1
(10)
1
(10)
2
(20)
Eksisional biopsi + MMC (n)
(%)
0
(0)
2
(20)
2
(20)
Eksisional biopsi + cryotherapy (n)
(%)
6
(60)
0
(0)
6
(60)
Total (n)
(%)
7
(70)
3
(30)
10
(100)
11 11
BAB IV
PEMBAHASAN
Ocular surface squamous neoplasia merupakan suatu spektrum penyakit yang
meliputi lesi prekanker seperti conjunctiva-corneal intraepithelial dysplasia (CCIN),
carcinoma in situ (CIN) hingga suatu invasive squamous cell carcinoma (SCC)
(Nanji et al., 2014). Faktor risiko terjadinya OSSN adalah paparan sinar ultraviolet
(UV), kebiasaan merokok, defisiensi vitamin A, usia tua dan jenis kelamin laki-laki
(Nanji et al., 2014). Pada penelitian ini didapatkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-
laki. Hal ini dapat diduga berkaitan dengan banyaknya aktivitas luar ruangan pada
laki-laki dan kebiasaan merokok.
Usia rata-rata penderita OSSN di negara berkembang dan negara maju adalah
berbeda. Di negara maju usia rata-rata penderita OSSN adalah 56 tahun dengan
rentang usia antara empat hingga 96 tahun (Mittal et al., 2013). Di negara
berkembang penderita OSSN didapatkan pada usia yang lebih muda (McClellan et
al., 2013). Usia rata-rata penderita OSSN pada penelitian ini adalah 42,8 tahun
dengan rentang usia delapan hingga 70 tahun. Pada penelitian ini OSSN didapatkan
pada usia yang lebih muda kemungkinan disebabkan karena merupakan usia
produktif dimana pasien masih aktif bekerja dan lebih banyak terpapar sinar UV, dan
lokasi Bali yang berada di daerah equatorial dengan paparan sinar UV yang lebih tinggi.
Paparan sinar ultraviolet B (UV-B) merupakan salah satu faktor risiko OSSN
yang diketahui (AAO Staff, 2015; McClellan et al., 2013). Radiasi sinar UV-B
12 12
menyebabkan kerusakan DNA secara langsung dengan crosslinking dan membentuk
cyclobutane pyrimidine dimers (CPDs) dan 6-4 photoproducts (6-4 PPs) (Pfeifer
et al., 2005). Cyclobutane pyrimidine dimers dan 6-4 photoproducts merusak struktur
DNA dan mengganggu sintesis DNA (Ikehata & Ono, 2011). Kerusakan DNA akan
menyebabkan ketidakstabilan genom dan fungsi stem cell dan menyebabkan mutasi.
Mutasi dapat terjadi pada onkogen maupun tumor supressor gene, secara spesifik
yaitu mutasi pada p53. Fungsi dari p53 adalah untuk kontrol siklus sel, repair DNA
dan jalur apoptosis. Mutasi p53 akan menyebabkan hilangnya fungsi normal dari p53
sehingga proliferasi sel menjadi tidak terkontrol (Xu & Taylor, 2014).
Pekerjaan di dalam atau di luar ruangan menentukan besarnya paparan UV.
Pada penelitian ini pekerjaan terbanyak pada penderita OSSN adalah petani yang
bekerja di luar ruangan dan banyak terpapar sinar UV. Pendidikan terbanyak pada
penelitian ini adalah sekolah dasar. Tingkat pendidikan yang rendah berhubungan
dengan pekerjaan.
Pada penelitian ini sebagian besar (60%) sampel didapatkan tidak merokok. Hal
ini tidak sesuai dengan studi lain yang menyebutkan bahwa salah satu faktor risiko
lain dari OSSN yang diketahui adalah merokok (McClellan et al., 2013; Tananuvat &
Lertprasertsuke, 2012). Rokok mengandung radikal bebas dan dapat menginduksi
terjadinya kerusakan oksidatif. Asap rokok mengandung banyak nitric oxide dan
oksidan lain yang tidak stabil. Adanya radikal bebas dan oksidan dalam tubuh dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan DNA oleh karena proses oksidatif (Pfeifer et al.,
2002).
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0014483514002851#bib123http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0014483514002851#bib123
13 13
Mata yang terlibat pada penelitian ini adalah sama antara mata kanan dan kiri
dengan lokasi yang paling banyak adalah di daerah nasal (70%). Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan lokasi paling banyak adalah di
daerah nasal (Waddell et al., 2006; Sudhalkar, 2012). Daerah fisura interpalpebra
adalah daerah yang terekspos sinar matahari sehingga paling banyak terkena radiasi
sinar UV. Daerah temporal merupakan daerah pada mata yang terkena sinar matahari
paling besar. Sinar yang berasal dari temporal tersebut akan secara langsung
dibiaskan dan terfokus ke daerah nasal. Hal tersebut yang dianggap menjadi alasan
mengapa daerah nasal merupakan daerah yang paling sering terkena OSSN.
Ocular surface squamous neoplasia meliputi lesi prekanker yaitu conjunctival
intraepithelial dysplasia (CIN), carcinoma in situ, dan invasive squamous cell
carcinoma (SCC) (AAO Staff, 2015; Nanji et al., 2014). Pada CIN, hanya sebagian dari
sel epitel yang digantikan oleh sel-sel displastik. Bila semua epitel sudah digantikan
oleh sel-sel displastik dengan basement membrane yang masih intak maka disebut
dengan carcinoma in situ. Pada SCC didapatkan invasi sudah melewati basement
membrane hingga stroma. Displasia merupakan hasil patologi anatomi yang ditemukan
paling banyak pada penelitian ini. Hal ini bertentangan dengan penelitian Chowdury
dan Dora pada tahun 2014 yang menyebutkan bahwa displasia konjungtiva
adalah yang paling jarang ditemukan dibandingkan dengan jenis OSSN lainnya
(Chowdury & Dora, 2014).
Penatalaksanaan OSSN yaitu tergantung pada perluasan lesi. Eksisi total
masih merupakan pilihan penanganan utama. Eksisi primer dapat memberikan
diagnosis secara histopatologi dengan cepat, surgical debulking, dan dapat
14 14
mengeksklusi dengan cepat suatu karsaninoma invasif yang dapat mengancam
nyawa. Eksisi dapat dilakukan dengan cara no-touch technique yaitu menghilangkan
semua jaringan yang abnormal dengan memberikan conjunctival margin yang luas
sekitar tiga milimeter dari tepi tumor. Sebaiknya frozen section dilakukan pada saat
operasi sehingga dapat langsung melihat apakah daerah margin eksisi sudah bebas
tumor sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan (Gupta et al., 2013).
Modifikasi Bunn pada teknik Moh juga dapat digunakan yaitu dengan memotong
konjungtiva sebanyak dua milimeter meskipun pada frozen section telah didapatkan
daerah bebas tumor pada surgical margin. No touch technique harus digunakan pada
setiap kasus OSSN dan manipulasi langsung pada tumor harus dihindari untuk
mencegah terjadinya tumor seeding (Gupta et al., 2013).
Mitomycin-C adalah suatu alkylating agent yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis DNA dan menyebabkan kematian sel melalui apoptosis dan
nekrosis (Chen et al., 2004). Mitomycin-C diberikan dalam konsentrasi 0.02-0.04%
sebanyak empat kali sehari dengan satu minggu pemakaian MMC (one week on) diikuti
satu minggu tidak menggunakan MMC (one week off) selama maksimal delapan
minggu. Regimen dengan one week on, one week off dilakukan untuk mencegah
kerusakan jaringan dengan memberikan kesempatan jaringan untuk melakukan repair
DNA. Mitomycin-C topikal dapat menimbulkan efek samping mulai ringan hingga
berat. Komplikasi MMC bervariasi mulai ringan hingga berat yaitu uveitis, glaukoma,
katarak, dan skleromalasia (Gupta et al., 2013).
Proses skleromalasia diduga terjadi akibat efek MMC menimbulkan
perubahan degeneratif pada jaringan sklera melalui supresi pertumbuhan serat
15 15
kolagen saat proses penyembuhan luka, menghambat pembentukan jaringan granulasi
dan menghambat pertumbuhan pembuluh darah baru pada permukaaan luka. Pada
tingkat sel, MMC menimbulkan apoptosis dan nekrosis. Perubahan sel terlihat dengan
pemeriksaan sitologi impresi yaitu terjadi sitomegali, nukleomegali serta vakuolasi.
Menurut Kunitomo dan Mori, eksudat pada permukaan luka akan berkurang setelah
satu minggu aplikasi MMC. Permukaan okular terlihat lebih pucat dibandingkan area
yang sehat akibat berkurangnya vaskularisasi dan tidak tampak tanda inflamasi.
Sklera terlihat seperti porselin berwarna putih yang diyakini sebagai asal lesi
skleromalasia. Penipisan sklera ini merupakan tanda menurunnya pembentukan
jaringan fibrus (Tananuvat & Lertprasertsuke, 2012).
Skleromalasia dapat timbul hingga belasan tahun setelah penggunaan MMC
dengan rata-rata kejadian setelah satu tahun. Norliza melaporkan kasus skleromalasia
terjadi setelah 16 tahun post eksisi pterigium + MMC topical 0.04%. Laporan kasus
pada wanita, 78 tahun, terjadi skleromalasia pada bulan 14 setelah eksisi pterigium
dengan tambahan MMC topikal (Shin, et al., 2013). Belum diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi perbedaan onset terjadinya skleromalasia setelah penggunaan MMC
topikal. Pada penelitian ini satu pasien yang mendapatkan terapi tambahan dengan
MMC mengalami efek samping berupa skleromalasia setelah enam bulan pemakaian.
Cryotherapy bekerja dengan cara membekukan jaringan, menghilangkan
mikrosirkulasi sehingga terjadi iskemi dan infark jaringan yang abnormal.
Cryotherapy diaplikasikan pada dasar dan tepi konjungtiva untuk menjangkau
kelompok tumor superficial dan tumor yang menginfiltrasi lebih dalam. Durasi dari
16 16
cryotherapy tergantung pada lokasi tumor, dimana pada konjungtiva bola salju yang
terbentuk pada probe dibiarkan meluas hingga dua milimeter (mm), pada episklera
hingga satu mm dan 0,5 mm pada kornea. Aplikasi cryo pada area limbus dibatasi hanya
tiga detik untuk mengurangi resiko kerusakan limbal stem cell. Tehnik yang
direkomendasikan adalah double freezethaw cryotherapy untuk mencegah
kekambuhan. Teknik dilakukan dengan slow duration freeze dengan slow thaw
(pencairan) dan diulang sebanyak dua kali (Gupta et al., 2013; Finger & Yousef,
2012; Tananuvat & Lertprasertsuke, 2012; Chen et al., 2004). Cryotherapy memiliki
beberapa komplikasi berupa sectoral iris atrophy, ocular hypotony, thermal
inflammatory oedema, iritis, corneal scarring dan vaskularisasi kornea, dan
hipertensi okuli. Pasien yang mendapatkan cryotherapy pada penelitian ini tidak ada
yang mengalami komplikasi. Hal tersebut kemungkinan karena aplikasi cryotherapy
sudah dilakukan sesuai dengan teori yang ada.
Angka kekambuhan dari eksisi primer cukup tinggi yaitu bervariasi antara 15
hingga 52% (Chen et al., 2004). Eksisi primer pada penelitian ini dilakukan pada dua
orang pasien. Satu dari dua orang pasien yang dilakukan eksisional biopsi ditemukan
kekambuhan pada follow up bulan kedua setelah operasi. Angka kekambuhan pada
penelitian ini didapatkan sebesar 50%, sesuai dengan penelitian oleh Chen dan
kawan-kawan. Kekambuhan dapat terjadi bila masih terdapat sisa tumor. Terapi
tambahan diperlukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan.
Penggunaan terapi tambahan dapat dengan menggunakan agen kemoterapi
topikal seperti mytomicin-C (MMC) atau 5-fluorouracil (5-FU) ataupun dengan
cryotherapy (Parrozzani et al., 2009; Nanji et al., 2014). Penggunaan MMC sebagai
17 17
terapi tambahan dari eksisional biopsi pada pasien OSSN diberikan pada dua pasien
dan semuanya mengalami kekambuhan (100%), berbeda dengan penelitian sebelumnya
dengan angka kekambuhan pasca dilakukan eksisional biopsi dengan tambahan MMC
adalah 23,5% (Rahimi et al., 2006). Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena
jumlah sampel yang sedikit sehingga didapatkan angka kekambuhan yang tinggi.
Terapi tambahan dengan cryotherapy dapat menekan angka kekambuhan dari
28,5 – 50% setelah eksisi sederhana menjadi 7,7 – 16,6% jika dikombinasi dengan
cryotherapy pada OSSN primer maupun kambuhan (Rudkin, 2015; Ghanavati et al.,
2013). Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya kekambuhan pada pasien yang
mendapatkan terapi eksisional biopsi dengan tambahan cryotherapy.
18 18
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pasien OSSN di RSUP Sanglah periode tahun
2013 hingga 2015 adalah sebagian besar laki-laki (70%) dengan rerata usia 42,80 ±
21.617 tahun. Lokasi tumor terbanyak ditemukan di daerah nasal. Displasia
merupakan hasil pemeriksaan patologi anatomi yang paling banyak ditemukan pada
pasien. Komplikasi pasca tindakan hanya ditemukan pada satu pasien yang diberikan
tambahan MMC. Kekambuhan terjadi pada satu pasien yang telah dilakukan
eksisional biopsi dan dua pasien yang mendapatkan MMC sebagai terapi tambahan.
Tindakan eksisional biopsi dengan terapi tambahan cryotherapy pada penelitian
ini dipandang efektif dalam mencegah kekambuhan dengan risiko komplikasi minimal.
Semua pasien yang mendapatkan terapi eksisional biopsi dengan tambahan cryotherapy
tidak mengalami kekambuhan maupun komplikasi.
5.2 Saran
Untuk memperbaiki sistem penanganan OSSN di RSUP Sanglah dapat kami ajukan
beberapa saran yaitu :
1. Menyusun protap penanganan OSSN yang lebih sempurna untuk mencegah
kekambuhan dan komplikasi
19 19
2. Sistem pencatatan yang lebih baik perlu dilakukan untuk pasien-pasien OSSN karena
masih banyak yang perlu di eksplorasi dari kasus ini seperti faktor-faktor risiko yang
berpengaruh terhadap OSSN, morfologi tumor, dan lokasi tumor
3. Komunikasi, edukasi dan informasi pada pasien dan keluarga yang lebih baik agar
pasien kontrol dengan rutin minimal enam bulan atau satu tahun sekali sehingga kita
dapat memantau komplikasi dari tindakan yang kita lakukan dan kekambuhan yang
terjadi, serta data rekam medis pasien tetap tersimpan dan dapat diakses dengan
mudah
4. Penelitian lanjutan dengan jumlah sampel dan variabel penelitian yang lebih
banyak sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih baik
20 20
Daftar Pustaka
American Academy of Ophthalmology Staff. 2015. Ophthalmic Pathology and
Intraocular Tumors. BCSC Section 4. San Fransisco. p. 61-75.
Barros, J.N., Lowen,M.S., Moraes-Filho,M.N., Martins, M.C., 2014, Use of impression
cytology for the detection of unsuspected ocular surface squamous neoplasia cells
in pterygia. Arq Bras Oftalmol.; 77(5): 305-9.
Chen, C., Louis, D., Dodd, T, Muecke, J. 2004. Mitomycin C as an adjunct in the
treatment of localised ocular surface squamous neoplasia. Br J Ophthalmol; 88: 17–18.
Chowdhury, RK., Dora, J. 2014. Clinical Profile of Ocular Surface Squamous
Neoplasia A Retrospective Case series. IOSR Journal of Dental and Medical
Sciences (IOSR-JDMS); 13(9): 53-55.
Finger, PT., Yousef, YA. 2012. Conjunctival Tumors. Ophthalmology; 119: 233-40.
Ghanavati, S.Z., Alizadeh, R., Sophie, D. 2014. Topical Interferon Alpha‑2b for Treatment of Noninvasive Ocular Surface Squamous Neoplasia with 360° Limbal Involvement. Journal of Ophthalmic and Vision Research; 9(4): 423-6.
Gichuhi, S., Ohnuma, S., Sagoo, MS, Burton, MJ. 2014. Pathophysiology of ocular
surface squamous neoplasia. Experimental eye research; 129: 172-84
Gupta, S., Sinha, R., Sharma, N., Titiyal, J. 2013. Ocular Surface Squamous
Neoplasia. Del J Ophthalmol; 23(2): 89-96.
H. Ikehata, T. Ono. 2011. The mechanisms of UV mutagenesis. J. Radiat. Res.; 52:
115–125
McClellan, AJ., McClellan, AL., Pezon, CF., Karp, CL., Feuer, W., Galor, A. 2013.
Epidemiology of ocular surface squamous neoplasia in a veternas affairs
population. Cornea; 32 (10): 1354-58.
Mittal. R., Rath. S., Vemuganti. G.K., 2013. Ocular surface squamous neoplasia –
Review of etio-pathogenesis and an update on clinico-pathological diagnosis.
Saudi Journal of Ophthalmology; 27: 177–86.
21 21
Nanji, AA., Moon, CS., Galor, A., Sein, J., Oellers, P., Karp, CL. 2014. Surgical versus
medical treatment of ocular surface squamous neoplasia: A comparison of
recurrences and complications. Ophthalmology; I: 1-7.
Parrozzani, R., Lazzarini, D., Alemany-Rubio E., Urban, F., Midena, E. 2009.
Topical 1% 5-Fluoruracil in Ocular Surface Squamous Neoplasia: a Long-term
Safety Study. International Congress of Ocular Oncology; 1-5.
Peksayar, G., Altan-Yaycioglu, R., Onal, S. 2003. Excision and cryosurgery in the
treatment of conjunctival malignant epithelial tumours. Eye; 17: 228-32
Pfeifer, GP., You YH., Besaratinia, A. 2005. Mutations induced by ultraviolet light.
Mutat. Res.; 571: 19–31
Pfeifer, GP., Denissenko
, MF., Olivier
, M., Tretyakova, N., Hecht, SS., Hainaut, P.
2002. Tobacco smoke carcinogens, DNA damage and p53 mutations in smoking-
associated cancers. Oncogene; 21: 7435-51
Radhakrishnan, A., 2011, Ocular Surface Squamous Neoplasia (OSSN) – A Brief
Review, Kerala Journal of Ophthalmology.; XXIII (4): 347-51.
Rahimi, F., Alipour, F., Hashemi, H., Hashemian, MN. 2006. Topical Mitomycin C
for Partially Excised Ocular Surface Squamous Neoplasia. Iranian Journal of
Ophthalmology; 19(2): 27-30.
Shin, H.Y., Kim, M.S., Chung, S.K. 2013. The Development of Scleromalacia after
Regional Conjunctivectomy with the Postoperative Application of Mitomycin C
as an Adjuvant Therapy. Korean J Ophthalmol; 27(3): 208-210.
Singh, AD. 2003. Excision and cryosurgery of conjunctival malignant epithelial
tumours. Eye; 17: 125–6.
Sudhalkar, A. 2012. Fixation and its role in the causation, laterality and location of
pterygium: a study in amblyopes and non-amblyopes. Eye (Lond.); 26: 438–443
Tananuvat, N., Lertprasertsuke, N. 2012. Ocular Surface Squamous Neoplasia,
Intraepithelial Neoplasia, Dr. Supriya Srivastava (Ed.), ISBN: 978-953-307-987- 5, InTech. Available from: http://www.intechopen.com/books/intraepithelial- neoplasia/ocular-surface-squamous-neoplasia (Accessed on February 25
th, 2016).
Waddell, M., Downing, R., Lucas, S., Newton, R. 2006. Corneo-conjunctival carcinoma in Uganda. Eye (Lond.); 20: 893–899
http://www.intechopen.com/books/intraepithelial-neoplasia/ocular-surface-squamous-neoplasiahttp://www.intechopen.com/books/intraepithelial-neoplasia/ocular-surface-squamous-neoplasia
22
Xu, Z., Taylor, JA. 2014. Genome-wide age-related DNA methylation changes in
blood and other tissues relate to histone modification, expression, and cancer.
Carcinogenesis; 35(2): 356–364