Upload
ega-ginanjar
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A. Karakteristik Pertanian
Sebelum ada pertanian atau sebelum ada pengelolaan tanaman dan lingkungannya oleh
manusia, faktor esensial dan faktor iklim sangat mempengaruhi tumbuh dan perkembangan
bahan tumbuhan seperti apa adanya di alam atau secara alamiah. Tetapi dengan mulai adanya
pertanian, faktor-faktor tersebut mulai diatur oleh manusia. Sehingga maju pertanian semakin
banyak faktor yang ditangani oleh manusia dan makin intensif penanganannya. Jadi,
pertanian dapat dikatakan mulai ada bersamaan dengan adanya faktor yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman yang diatur atau ditangani oleh manusia. Pengaturan faktor-
faktor tersebut disebut dengan teknologi. Makin banyak faktor yang ditangani serta intensif
penanganannya, makin tinggi teknologinya. Dengan penangan manusia terhadap faktor-
faktor tersebut diharapkan tanaman yang diusahakan memberikan hasil yang optimal.
Usaha meningkatkan produksi pertanian di suatu wilayah dapat dilakukkan dengan dua cara,
yaitu meningkatkan hasil dan meningkatkan luas panen. Meningkatkan dasil dapat dilakukan
dengan mengatur semua faktor sebaik mungkin. Misalnya dengan menekan faktor yang
berkorelasi negatif dan meningkatkan faktor yang berkorelasi positif. Meningkatkan luas
panen dapat dilakukan dengan meningkatkan luas tanaman dan menekan kegagalan panen.
Salah satunya dengan jalan meningkatkan luas lahan pertanian yang biasa disebut dengan
ekstensifikasi. Pertanian merupakan bentuk kegiatan interaksi antara manusia dengan
lingkungan. Kegiatan ini mempunyai karakteristik yang berbeda dengan kegiatan yang lain,
walaupun sama-sama interaksi manusia dengan lingkungannya. Berikut sifat dari pertanian
atau karakteristik dari kegiatan pertanian:
a. pertanian memerlukan tempat yang luas.
b. jenis usaha, potensi, dan hasil pertanian berbeda dari satu tempat dengan tempat yang
lain.
c. kegiatan dan produksi pertanian bersifat musiman.
d. suatu perubahan dalam suatu tindakan memerlukan perubahan juga dalam hal lain.
e. pertanian modern selalu berubah.
Gambar 2.2. Skema Hubungan yang Mempengaruhi Tumbuhan Berproduksi Secara Alami
Bila terdapat keterlibatan manusia untuk tujuan budidaya (pertanian) yang berorientasi
produk hubungannya dengan ruang dan waktu, adalah sebagai berikut.
Gambar 2.3. Skema Tindakan Manusia Mempengaruhi Hasil Pertanian
Pada gambar di atas, tampak bahwa sasaran akhir pertanian seakan-akan adalah hasil
tanaman yang maksimal. Hal ini tidak dibenarkan dalam pertanian modern sekarang ini
karena kebutuhan manusia termasuk petani sangat banyak macamnya dan tidak dapat
dipenuhi langsung dari tanaman yang diusahakannya. Pemenuhan kebutuhan manusia
sekarang hanya dapat dipenuhi apabila mempunyai uang. Selain itu kedua upaya yang telah
digambarkan di atas nampaknya belum mengarah pada manusia untuk menyelamatkan
Kelompok Faktor Iklim(hujan, suhu udara, kelembaban
udara, angin, cahaya, dan panjang hari)
Kelompok Faktor Gangguan(hama, penyakit, gulma)
Kelompok Faktor Bahan Tumbuhan(sifat keturunan, kemurnian daya)
Kelompok Faktor Esensial(cahaya, air, unsur hara) Produksi Tumbuhan
Tindakan manusia (teknologi)
Kelompok Faktor Iklim
Kelompok Faktor Gangguan
Kelompok Faktor Esensiil
Kelompok Faktor Bahan Tambah
Hasil tanaman atau pertanian
sumber daya genetika yang secara alami tersebar dan pernah hidup di kondisi fisik suatu
tempat. Sumber daya genetika segera hilang berarti laboratorium alam dan pengetahuan
manusia juga semakin miskin meskipun nampaknya banyak temuan teknologi yang mampu
mengatasi permasalahn keterbatasan kualitas dan kuantitas produk pertanian (Banowati,
2010).
B. Faktor Berpengaruh Terhadap Produksi Pertanian
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pertanian secara umum terbagi atas faktor
genetik, faktor alam, faktor tenaga kerja, faktor modal, dan faktor manajemen.
1. Genetik
Salah satu peranan penting dari faktor genetik ialah kemampuan suatu tanaman hibrida
(hasil silang dari induk-induk yang potensial) untuk berproduksi tinggi, misal jagung
hibrida, kelapa hibrida, padi hibrida, dan lain-lain. Potensi hasil tinggi serta sifat-sifat
lainnya (seperti mutu, ketahanan serangan hama penyakit, kekeringan) berhubungan
sangat erat dengan susunan genetika tanaman.
2. Alam/Lingkungan
Alam atau lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat produksi suatu
pertanian. Lingkungan atau alam ini didefinisikan sebagai rangkaian semua persyaratan
atau kondisi yang dapat memberikan pengaruh terhadap kehidupan dan perkembangan
organisme. Di antara faktor-faktor lingkungan atau alam tersebut adalah sebagai berikut.
a. Suhu, suhu adalah pengukuran intensitas cahaya, para ahli memperkirakan kisaran
suhu untuk tumbuh dan kembangnya tanaman pertanian antara 15° C - 40° C. Di
bawah suhu tersebut, maka pertumbuhan tanaman pertanian akan menurun secara
drastis. Pengaruh suhu bagi tanaman pertanian dalam hal: fotosintesa, respirasi,
transpirasi, absorpsi air tanah, dan komposisi udara tanah.
b. Ketersediaan air, pertumbuhan kebanyakan tumbuh-tumbuhan sangat tergantung
kepada jumlah air yang tersedia di dalam tanah. Pertumbuhan dipengaruhi oleh
kandungan air yang sangat rendah atau sangat tinggi. Air dibutuhkan tanaman untuk
pembentukan karbohidrat dan menjaga hidrasi dan sebagai pengangkut serta
mentranslokasikan makanan dan unsur-unsur mineral.
c. Energi surya, energi matahari merupakan salah satu unsur yang sangat penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman pertanian. Hal-hal yang berpengaruh
dari energi matahari adalah kualitas, intensitas, dan lamanya penyinaran. Beberapa
penelitian telah dilakukan untukmempelajari kualitas cahaya terhadap pertumbuhan
tanaman, diketahui bahwa spektrum penuh sinar matahari, demikian pula kualitas
cahaya (Sriyanto, 2005: Santoso, dkk, 2009).
Lamanya penyinaran matahari juga turut memegang peranan yang sangat penting.
Sifat tanaman yang berhubungan dengan panjang hari (day lenght) disebut
fotoperiodisitas. Atas dasar reaksi tanaman terhadap fotoperiodisitas, maka tanaman
dapat dibedakan menjadi: tanaman hari pendek (short day), hanya berbunga jika
fotoperiodisitas pendek; tanaman menegah (intermediate); tanaman dengan hari
panjang (long day).
d. Strukur dan komposisi udara tanah, hasil penelitian melaporkan struktur tanah
terutama tanah-tanah yang mengandung sejumlah liat dan debu banyak berpengaruh
cukup nyata terhadap pertumbuhan akar dan bagian tanaman selain akar. Ketetapan
umum menyatakan, semakin teguh (compact) tanah, semakin jelek struktur tanahnya,
dan semakin menciut pula jumlah ruang pori-pori.
e. Mutu atmosfer, kebersihan atmosfer menentukan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Tanaman memerlukan CO2 untuk berfotosintesis, CO2 yang
ideal di atmosfer umumnya lebih kurang 0,03% dari volume. Keberadaan CO2 di
atmosfer memiliki dua peranan, yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan
membuat depresi pertumbuhan tanaman.
f. Organisme, tidak sedikit jasad pengganggu dapat membatasi pertumbuhan tanaman.
Faktor ini senantiasa mengancam setiap saat usaha pertanian, baik bersifat kecil
maupun skala besar.
g. Reaksi tanah, reaksi tanah dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan
tanaman, disebabkan oleh peranannya langsung berpengaruh terhadap ketersediaan
unsur hara di dalam tanah. Misalnya adalah penciutan ketersediaan fosfat pada
kondisi tanah beraksi asam yang tinggi kandungan aluminium, besi, dan Mn-nya
menyebabkan keracunan pada pertumbuhan tanaman.
h. Reaksi tanah, reaksi tanah dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan
tanaman, disebabkan oleh peranannya langsung berpengaruh terhadap ketersediaan
unsur hara di dalam tanah. Misalnya adalah penciutan ketersediaan fosfat pada
kondisi tanah beraksi asam yang tinggi kandungan aluminium, besi, dan Mn-nya
menyebabkan keracunan pada pertumbuhan tanaman.
3. Tenaga Kerja
Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh
karena itu, dalam analisis ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja
dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai dalah
besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Pengunnan tenaga kerja tidak lepas dari
kegiatan usaha tani. Tenaga kerja bidang pertanian dapat dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu tenaga kerja manusia, tenaga ternak, dan tenaga mekanik.
a. Tenaga kerja manusia, dimaksud adalah tenaga orang-orang dewasa (pria atau
wanita) dan anak-anak. Orang dewasa dianggap mampu mengerjakan semua
pekerjaan, sedangkan anak-anak membantu menyelesaikan pekerjaan orang dewasa.
Jumlah tenaga kerja dihitung atau diukur dengan kerja hari orang (HKO) yang setara
dengan 8 jam kerja. Adapun jam kerja membantu efisiensi tenaga kerja karena
keteraturannya. Tenaga kerja manusia diperoleh dari masyarakat sekitar lahan atau
dari daerah lain. Apabila mendatangkan tenaga kerja dari daerah lain, upahnya lebih
tinggi berkaitan dengan keahlian.
b. Tenaga ternak, penggunaan tenaga ternak lebih efisien daripada tenaga manusia.
Apabila dikonversi, satu tenaga ternak sama dengan dua tenaga manusia. Sayangnya,
pemakaian tenaga ternak terbatas, umumnya hanya untuk mengelola tanah dan
mengangkut barang. Kini, kemajuan teknologi yang semakin canggih menggeser
penggunaan tenaga ternak.
c. Tenaga mekanik, di dalam perusahaan yang berorientasi pertanian, tenaga mekanik
semakin banyak dibutuhkan untuk mengganti tenaga lain yang dianggap kurang
efisien. Tenaga mekanik digunakan dalam pengelolaan tanah, pengangkutan,
pemupukan, pemberantasan hama penyakit, maupun pemanenan. Untuk menekan
biaya yang dikeluarkan, petani kecil mengkombinasikan tenaga mekanik dengan
tenaga ternak.
4. Modal
Faktor modal merupakan unsur dalam pertanian yang sangat penting sebab tanpa modal
segalanya tidak berjalan. Modal dibedakan menjadi dua, yaitu modal tetap dan modal
berjalan. Modal tetap (misalanya tanah) tidak akan habis dalam satu kali pakai atau
produksi. Sedangkan modal bergerak (uang tunai, pupuk, tanaman) dianggap habis untuk
satu kali produksi. Modal bisa diperoleh atau berasal dari pemilik, warisan, atau kontrak
(kredit). Sering dijumpai adanya pemilik modal besar yang mampu mengusahakan usaha
taninya dengan baik tanpa adanya bantuan kredit dari pihak lain.golongan pemilik modal
ini sering dijumpai pada petani besar, petani kaya, petani komersial atau sejenisnya. Di
negara berkembang, petani yang sering dijumpai adalah petani kecil, petani miskin,
petani tidak cukupan. Biasanya, petani yang demikian diklasifikasikan sebagai petani
yang tidak bermodal kuat. Petani yang demikian memerlukan pinjaman (kredit) modal
untuk pengembangan usaha taninya. Sehingga pembentukan modal dapat mencapai
tujuannya, yaitu: untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut dan untuk
meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani. Secara makro, pembentukan modal
dapat dilakukan dengan menempuh cara sebagai berikut.
a. Memperbesar pinjaman, bentuk simpanan sangat beragam, mulai berupa uang,
barang, tanah, bangunan atau lainnya. Bagi pemerintah, bentuk simpanan diarahkan
dalam bentuk tabungan (Tabanas, taska, dan lainnya). Dilihat dari kepentingan
pemerintah, simpanan ini berguna untuk pembiayaan pembangunan, sedangkan bagi
petani simpanan ini dapat berguna sebagai modal yang sewaktu-waktu dapat
dimanfaatkan.
b. Pajak, bagi petani merupakan suatu pengeluaran. Tetapi bagi pemerintah, pajak
merupakan penerimaan yang dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan pembangunan.
c. Pembentukan modal oleh pemerintah, dalam hal tertentu pemerintah juga
membentuk modal. Tentu saja maksudnya adalah untuk memperbesar penerimaan
negara.
Bagi petani di pedesaan, pembentukan modal sering juga dilakukan dengan cara
menabung, karena petani kecil, maka modalnya juga kecil. Sebaliknya petani besar
modalnya juga relatif besar sehingga kemampuan menabungnya lebih besar.
i. Pertanian mempunyai kaitan erat dengan sektor perekonomian lainnya seperti sektorindustri, sektor pekerjaan umum, sektor perdagangan, dan sebagainnya. Untuk mempercepat
proses pembangunan terbukti diperlukan peningkatan yang simultan dalam hampir semua
sektor yang ada. Pembangunan ekonomi yang memberikan prioritas pada sektor pertanian
tidaklah merupakan kasus yang terjadi di negara indonesia, tetapi merupakan garis kebijakan
yang mulai populer sejak awal tahun 1960-an. Namun sebelum masa tahun 1960-an pertanian
dianggap sebagai sektor yang pasif dalam pembangunan ekonomi, sebagai pengikat dan
pendudung sektor yang lain yang lebih aktif dan yang lebih dinamis yaitu sektor industri. Dalam
banyak leteratur pada saat itu peranan pertanian hanya sebagai sumber tenaga yang tak
terbatas dengan produktivitas marginal nol. Disamping itu pertanian dianggap menyediakan
bahan mentah yang sangat murah bagi sektor industri. Dalam keadaan yang demikian
kebijakan yang dianggap tepat adalah yang dapat menciptakan daya tukar yang lebih
menguntungkan sektor industri. Misalnya, rusia dan india contoh negara yang memprioritaskan
pada sektor industri sampai saat ini belum bisa menyeimbangkan antara pembangunan industri
dan pertanian. Sektro pertanian masih saja ketinggalan dalam pembangunannya.
Belakangan ini telah muncil teori pembangunan ekonomi versi baru yaitu kasus
pembangunan ekonomi Jepang. Negara ini mengadakan pembangunan ekonomi yang berimbang
antara sektor industri dan pertanian. Industri berkembang dengan perpajakan berat dan
pengumpulan dana yang giat dari sektor pertanian termasuk tenaga kerja yang murah. Sebaliknya
sektor pertanian dikembangkan dengan cepat berkat hasil-hasil pertemuan barn dari sektor
industri seperti pupuk, obat-obatan pemberantas hama, mesin pertanian, popa air dan lain
sebagainya. Dengan demikian, Jepang telah mempunyai model pembangunan ekonomi yang
berhasil dan telah dipraktekan di negara-negara lain. Namun ternyata tidak mudah dipraktekan,
karena kedaan negara-negara di luar Jepang berbeda kondisinya dengan negara Jepang.
4.2 Model Pembangunan Pertanian
Jepang merupakan salah satu negara yang berhasil dalam pembangunan pertaniannya,
banyak di tiru oleh negara-negara berkembang lainnya. Namun demikian dalam prakteknya ada
yang berhasil dan gagal. Indonesia sampai tahun 1966 merupakan contoh negara yang gagal
dalam menggunakan potensi-potensi pertaniannya. Johnston menemukan banyak model
pembangunan pertanian yang dilakukan dibanyak negara berkembang seperti model Jepang,
model Mexico, model Stalin dan model Israel. Masing-masing model tersebut punya ciri khas
dan kelebihan serta kekurangannya. Model Stalin diikuti oleh negara-negara sosialis, Eropa
Timur, Cina, Kuba, dan negara lainnya, sedangkan model Israel dipelajari oleh negara Afrika.
Sementara itu model Jepang dan Mexico merupakan dua model yang berbeda. Yang satu
didasarkan atas usahatani kecil-kecilan seperti di Indonesia, sedangkan yang terakhir
didasarkan perusahaan pertanian yang komersial yang sangat efesien dan jumlahnya tidak
banyak. Sebenarnya model Jepang merupakan model yang paling dekat dengan pertanian di
Indonesia, tepapi syarat yang dimintanya tidak mungkin dapat terpenuhi dalam jangka waktu
sekarang.
Pembangunan pertanian di Jepang berhasil karena disebabkan oleh banyak faktor seperti
1) dilakukan secara serempak antara sektor pertanian dan industri, 2) sektorsektor saling
membantu dan kemajuan yang dicapai sektor industri jauh lebih cepat dari sektor pertanian,
sehingga kenaikan tenaga kerja sektor pertanian semuanya dapat diserap oleh sektor idustri
dan, 3) tidak diinginkannya modal asing sehingga dana-dana pembangunan sebagian besar
disumbangkan oleh sektor pertanian dalam bentuk pajak tanah dan cukai yang berat. Jumlah
penduduk dan tenaga kerja yang terus berkembang dan terkendali secara absolut
menyebabkan dapat diadakannya tabungan dan investasi yang besar.
Keadaan tadi menyebabkan yang diminta oleh model Jepang tidak dapat dipenuhi oleh
negara Indonesia sehingga pembangunan pertaniannya mengalami kegagalan. Ini disebabkan
karena penduduk dan tenaga kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan dan pembangunan
sektor industri hampir tidak ada artinya untuk menyerap kelebihan tenaga kerja sektor pertanian.
Bahkan modal atau dana pembangunan pertanian banyak diperoleh dari dana bantuan luar negari,
baik berupa kridit, investasi modal asing maupun hadiah-hadiah.
4.3 Syarat Pembangunan Pertanian
Pada dasarnya keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat
atau pra kondisi yang untuk tiap negara atau daerah sangat bervariasi. Pra kondisi itu meliputi
bidang-bidang teknis, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainnya. Di Jepang pra-kondisi
sebagaian besar berasal dari sektor pertanian sendiri berupa dana yang digunakan untuk
mengembangkan sektor industri, tetapi sektor industri secara simultan memproduksi saranasarana
produksi serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Petani sangat tertarik
untuk menerapkan teknologi baru karena dapat meningkatkan produksi pertanian. Begitu juga
produksi hasil pertanian mendapat pasar yang cukup baik di perkotaan. Disisi lain pemerintah
juga melakukan perbaikan sarana dan prasarana pertanian seperti pembangunan irigasi, jalan
dan penyuluhan pertanian kepada petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru.
A.T. Mosher dalam bukunya yang berjudul Getting Agriculture Moving, (1965) yang telah
diterjemahkan menganalisis syarat-sayarat pembangunan pertanian di banyak negara dan
mengolongkannya menjadi syarat mutlak dan sayarat pelancar pembangunan pertanian. Dalam
pembangunan pertanian ada lima syarat yang tidak boleh tidak harus ada untuk adanya
pembangunan pertanian. Jika satu syarat tersebut tidak ada maka terhentilah pembangunan
pertanian atau pertanian dapat berjalan terus tetapi statis. Syarat mutlak pembangunan
pertanian menurut Mosher tersebut adalah:
1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani
2. Teknologi tanaman bisa berkembang
3. Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal
4. Adanya perangsang produksi bagi petani
5. Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontony.
Disamping sayarat mutak tadi ada lima macam syarat pelancar yang adanya tidak mutlak
tetapi kalau ada benar-benar akan sangat memperlancar pembangunan pertanian. Syarat
pelancara pembangunan pertanian tersebut adalah:
1. Pendidikan pembangunan pertanian
2. Kredit produksi usahatani
3. Kegiatan gotong royong petani
4. Perbaikan dan perluasan lahan pertanian
5. Perencanaan nasional dari pembangunan pertanian.
Syarat-syarat tersebut secara bersama-sama dapat membantu menciptakan iklim yang
merangsang usaha-usaha pembangunan pertanian.
4.4 Teknologi dan Pembangunan Pertanian
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apapun tidak dapat lepas dari kemajuan
teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan caracara baru bidang
pertanian. Demikian juga, revolusi hijau yang dimulai tahun 1970-an disebabkan oleh
penemuan teknologi baru dalam bibit barn dan gandum yang lebih unggul. Teknologi dalam hal
ini diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan keterampilan di bidang industri. Tepi
Mosher mengartikan bahwa teknologi pertanian sebagai cara-cara bertani. Walaupun arti
demikian sebenarnya terlalu luas, namun dapat dipakai. Teknologi yang diterapkan dalam
bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas, apakah produktivitas
tanah, modal atau tenaga kerja.
Dalam menganalisis teknologi barn dalam pembangunan pertanian kadangkadang
digunakan dua istilah yang sebenarnya berbeda, namun dapat dianggap sama dan sering
dipertukarkan karena keduanya menunjukkan pada soal yang sama yaitu perubahan teknik dan
inovasi. Istilah teknik jelas menunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi
maupun dalam distribusi barang dan jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan
produktivitas. Inovasi berarti suatu penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang
sudah dikenal sebelummnya.
Dalam penerapan teknologi barn yaitu melaksanakan perubahan teknik atau mengadopsi
inovasi kadang timbul persoalan. Misalnya, penggunaan teknologi telah menimbulkan masalah
pengangguran dan distribusi pendapatan. Sekelompok masyarakat naik pendapatannya tetapi
sekelompok lainnya menurun pendapatannya atau bahkan kehilangan pendapatannya. Di sini
jelas bahwa pengenalan teknologi baru akan selalu menimbulkan oposisi dari sekelompok
masyarakat yang merasa dirugikan oleh teknologi barn itu, yang kedudukannya terancam.
4.5 Menuju Teori Pembangunan Pertanian
Di Indonesia teori-teori pembangunan pertanian dibahas atas aspek-aspek ekonomi dari
pembangunan pertanian dan persoalan pertanian, pada umumnya ada empat sudut pandang:
1. Pandangan sektoral yaitu pertanian ditinjau sebagai suatu sektor ekonomi berhadapan
dengan seketor-sektor lain dalam perekonomian nasional.
2. Pandangan masalah efesiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi pertanian.
3. Pandangan dari segi komoditi terutama komoditi utama yag dihasilkan.
4. Pandangan dari segi pembangunan daerah.
Pandangan pertama dan keempat dapat digolongkan sebagai pendekatan ekonomi makro,
sedangkan pandangan yang kedua dan ketiga sebagai pendekatan ekonomi mikro.
Di sisi lain, secara ekonomi makro pembangunan pertanian dapat dianalisis melalui tiga
kerangka pemikiran:
1. Peranan pertanian dalam pebangunan pertanian
2. Sifat-sifat ekonomi daripada pertanian tradisional
3. Proses ekonomi daripada modernisasi pertanian
Kerangka pemikiran kesatu dan kedua adalah sama dengan padangan sektoral. Namun di di
Indonesia teori yang dikembangkan tersebut belum mengena. Ini terjadi karena sektor industri
tidak menggantungkan pada sektor pertanian dalam persedian tenaga kerja.
Selain masalah tenaga kerja teori pembangunan sektoral juga meninjau kemungkinan
pemindahan sumberdaya dari pertanian ke luar pertanian maupun sebaliknya. Teori ini juga belum
begitu mengena di Indonesia. Sebaliknya sektor industri tidak dapat diharapkan mengirim dana ke
sektor pertanian karena prospek keuntungan tidak lebih besar dari sektor pertanian.
Dari segi ekonomi makro, dalam hal yang berhubungan dengan efesiensi penggunaan faktor
produksi tanah, tenaga kerja dan modal, para ahli sudah sampai pada konsesus bahwa di negara
yang sedang berkembang persoalannya tidak begitu berbeda dengan persoalan di negara yang
sudah maju. Kelemahan dari efesiensi justru terletak pada instansi pemerintah yang kurang
menyadari persoalan yang dihadapi petani. Pemerintah selalu mengangap bahwa petani kolot dan
sukar untuk menerima anjuran dalam mengadopsi teknologi.
Pendekatan pembangunan pertanian dari segi komoditi terutama bersumber pada
kenyataan"peranan" yang besar dari komoditi itu secara nasional atau bagi suatu daerah
tertentu, misalnya karet, kopi kopra dan lain sebagainnya. Kelemahan dari pedekatan ini
nampak jelas jika kurang diperhatikan hubungan dan implikasinya dalam ruang lingkup yang
lebih luas. Misalnya analisis beras yang selalu difokuskan pada swasembada beras akan lebih
memberoskan sumberdaya ekonomi bila tidak diperhatikan hubungannya dengan
perkembangan perekonomian dunia.