Upload
oondarezb
View
77
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
TEKNIK PEMBIBITAN VEGETATIF CARA SETEK PADA TANAMAN KOPI
Gatut Suprijadji *
PENDAHULUAN
Tanaman kopi diintroduksikan ke Indonesia pada tahun 1699. Pada awal
perkembangan tanaman kopi di Indonesia adalah kopi Arabika tipika yang mendominasi
wilayah pertanaman di pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Epidemi penyakit karat daun
(Hemillia vastatrik) yang terjadi pada abad 19 menyebabkan kopi Arabika tipica terdesak
ke daerah elevasi diatas 1000 m dpl. Dampak positif dari epidemi penyakit karat daun ini
adalah diintroduksinya plasma nutfah baru seperti jenis-jenis Liberoid, Excelsa, dan
Robusta. Salah satu jenis yang cepat menjadi populer dikalangan para pekebun kopi
adalah kopi Robusta (Coffea canephora Pierre var. robusta Chev). Sehingga sebagian besar
areal tanaman kopi Arabika di dataran rendah dan menengah dikonversi ke kopi Robusta,
jenis Arabika hanya menempati sebagian kecil wilayah pegunungan. Kopi Robusta
termasuk tanaman yang bersifat heterozygot sehingga memperbanyak dengan biji (benih)
tidak akan dapat mempertahankan sifat baiknya 100 % padahal petani selalu
menginginkan tanamanya sama dengan tanaman yang diambil benihnya... Oleh karenanya
maka alternatif / kiat yang dapat dilakukan adalah memperbanyak tanaman dengan cara
vegetatif secara sambungan maupun cara setek. Di bawah ini disajikan / uraikan secara
singkat teknik memperbanyak tanaman klon kopi cecara setek antara lain : setek ruas,
setek belah, setek sambung, setek daun bermata tunas dan sambungan hypokotil.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------* Manager Pusat Penyuluhan dan Pengembangan Kopi (P3K) AEKI Lampung
/ Purtug Peneliti pada Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kebun Entres
Kebun entres adalah petak yang khusus ditanami berbagai macam klon / jenis
secara kelompok dengan jarak tanam rapat (0,5 X 0,5 m) untuk menyediakan bahan tanam
secara vegetatif. (antara lain untuk bahan sambungan dan setek)
Pengelolaannya sebagai berikut : Bibit yang dipakai berasal dari pembiakan vegetatif
(setek) agar tidak terjadi tunas/entres palsu di kebun entres. Tiap pohon/rumpun dipenggal
/dipotong setinggi 30 cm , tunas otrotop (vertikal) yang tumbuh dipeihara 2 tunas
kemudian dipotong lagi setinggi 50 cm 4 tunas dipotong lagi setinggi 70 cm 8 tunas
dipotong lagi 90 cm. Jumlah batang yang tumbuh di bawah 90 cm merupakan tempat
kedudukam tumbuhnya entres berulang-ulang, sehingga setiap 5-6 bulan diperoleh turus/
entres 6-14 batang entres tiap rumpunnya & tiap entres = 4-5 ruas.
Pembibitan
Telah diutarakan di atas bahwa kopi Robusta mempunyai sifat menyerbuk silang
(self sterile, heterozygous), sehingga apabila diperbanyak dengan benih tidak dapat
mempertahankan sifat genitiknya, oleh karenanya perbanyakannya dilakukan secara
vegetatif, sebaliknya kopi Arabika bersifat homozygous sehingga perbanyakan dengan
benih masih dapat dilakukan (Wrigley, 1988). Pada saat ini perbanyakan vegetatif
mendapat perhatian yang sangat besar bagi para praktisi, karena tidak menimbulkan
variasi genetik antar tanaman sehingga keragaman kopi Robusta di pertanaman dapat
diatur.
Beberapa teknik pembibitan vegetatif secara setek yang dapat dilakukan pada
tanaman kopi antara lain :Setek batang
Perbanyakan tanaman dengan cara setek batang dilakukan dengan memotong
batang sepanjang 20-30 cm, daunnya dikupir kemudian ditancapkan ke bedengan
perakaran. Setek mulai berakar 1,5-2 bln setelah 5-6 bln kemudian sudah dapat
dipindahkan ke kebun (Holle, 1879 cit. Cramer, 1957). Cara lain pernah dilakukan oleh
Roelofsen (1939) yaitu menggunakan setek batang berukuran 66 cm, 70 cm dan 100 cm,
bahan setek langsung ditancapkan di kebun, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan.
Setek Ruas
Perbanyakan vegetatif dengan cara setek ruas merupakan perbaikan dari cara setek
batang. Cara ini hanya memerlukan satu ruas/buku. Perbanyakan dengan setek ruas telah
banyak
dikakukan oleh negara-negara penghasil kopi terutam kopi Robusta
(Snoech, 1988 ; Wrigley, 1988). Di Indonesia teknik tersebut telah
diterapkan, baik di perkebunan besar maupun perkebunan rakyat
secara terbatas.
Keberhasilan setek ruas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
nomer ruas pada entres dan macam klon. Nomer ruas dari pucuk
makin
kebawah biasanya tunas tumbuh lebih dulu sedangkan kadang-kadang akar tidak tumbuh,
Oleh karena itu bahan setek yang digunakan adalah ruas 2, 3 dan 4 dari pucuk (Gatut-
Suprijadji dan B.O Mubiyanto, 1998). Ditinjau dari macam klon, setek klon BP 308 relatif
lebih mudah berakar dari pada klon BP 42, BP 409, Liberica dan Excelsa. Untuk
meningkatkan persen keberhasikan setek berakar dapat digunakan zat pengatur tumbuh
alami (air seni sapi, dll.) atau bahan sintetik (IBA, dll.). (Gatut-Suprijadji, 1984). Hasil
penelitian Adi Prawoto dan Gatut-Suprijadji (1992) menunjukan bahwa air seni ternak
mengandung hormon Auxsin dan asam Giberellin yang kadarnya beragam, kadar Auxsin
162 –783 ppm, dan kadar GA 0 –938 ppm terutama tergantung dari jenis ransum pakan
hijauan yang diberikan dan ada kecenderungan kadar Auxsin & GA dalam air seni hewan
betina lebih tinggi dari pada ternak jantan.
Keunggulan dari setek ruas adalah persiapan relatif lebih singkat, tidak tergantung
musim, tidak ada masalah inkompatibilitas dan relatif tahan terhadap defisit air
(Hartobudoyo & Sudarsono, 1984).
Setek Belah
Setek belah merupakan pengembangan dari setek ruas. keuntungan dari setek belah
adalah satu bahan setek ruas dapat dijadikan dua bahan setek belah. Kelemahan setek
belah
adalah apabila 2-3 minggu setelah tanam di bak-setek ternyata
daunnya gugur, maka setek gagal, selain itu bibit asal setek belah
memerlukan waktu yang relatif cukup lama untuk menyembuhkan/
menutup luka bekas pembelahan. Negara-negara terentu misal
Camerun, Brazil, India perbanyakan setek belah telah dipratekan
secara luas.
Setek ruas
Setek belah
Setek daun bermata tunas
Setek daun bermata tunas dapat dibuat dengan cara menyayat entres di bawah tangkai
daun
kearah atas hingga sedikit di atas mata tunas
reproduksi. Batang setek yang akan ditanam berbentuk
sekeping kayu tipis berkulit dengan ukuran panjang 3-5
cm serta tunas dormant pada ketiak daun. Panjang
sayatan ternyata
berpangaruh nyata terhadap persentasi setek daun bermata tunas jadi, jumlah akar,
panjang akar, panjang tunas, dan berat kering tunas (Puji-Rahardjo dan Gatut-Suprijadji,
2001). Akar setek daun bermata tunas umumnya tumbuh lebih awal dari pada tunasnya,
akan tetapi pada umur tertentu pertumbuhan tunasnya lebih jagur dibandingkan setek
ruas atau setek belah.
Keuntungan setek daun bermata tunas adalah terbentuknya akar tunggang semu (psedo
tap-root) lebih baik, menghemat bahan setek, gugur daun relatif sedikit dan luka bekas
sayatan lebih cepat menutup (Gatut-Suprijadji dan B.O Mubiyanto, 1998).
Setek sambung
Perbanyakan kopi dengan cara setek sambung belum banyak
dipraktekan. Setek sambung adalah dua bahan setek yang
disambungkan jadi satu. Bahan setek bagian atas terdiri dari 1 ruas
yang disayat seperti baji kemudian disambungkan pada bahan setek
bagian bawah yang telah dibelah ujungnya dan bagian bawah setek
disayat miring. Agar setek sambung dapat berhasil baik maka kedua
bahan tersebut harus ada sepasang daun yang dikupir (Gatut-
Suprijadji, 1997).
Selanjutnya bahan setek tersebut ditanam di bedengan penyetekan. Cara setek sambung
telah dicoba pada tanaman kopi oleh Purushotham (1982) & Gatut-Suprijadji (1997).
Keuntungan setek sambung adalah memperpendek waktu untuk memperoleh bahan tanam
asal
Setek daun bermata tunas
Setek smbung
setek yang telah disambung, yang keduanya sudah klonal dengan keunggulan masing-
masing, misalnya batang bawah toleran terhadap gangguan akar, sedangkan batang atas
unggul dalam produktivitas.
Sambungan Hipokotyl fase serdadu & sambung akar
Sambungan hipokotil fase serdadu adalah cara penyambungan batang atas pada hipokotil
batang bawah (di bawah kotiledon) yang dilakukan pada waktu batang bawah masih dalam fase
serdadu atau kepelan. Pada awalnya sambungan hipokotil dilakukan antara dua macam semaian
fase serdadu, misalnya semaian Excelsa atau Robusta dengan
batang atas semaian Arabika. Oleh karena semaian Arabika
merupakan varietas maka disebut sambungan hipokotil varietas
fase serdadu. Pada perkembangan berikutnya batang atas yang
Sambung hypokotil varietas disambungkan bukan semaian tetapi berasal dari kebun entres klonal.
Sambungan demikian dapat dilakukan pada kopi arabika maupun
robusta, dan disebut sambungan hipokotil klonal fase serdadu.
Keberhasilan sambungan hipokotil mencapai 71-97 %
(Gatut-Suprijadji, 1995). Keuntungan dari sambungan hipokotil
adalah penghematan waktu dan biaya dalam persiapan bahan
Sambung hypokotil klonal tanam, karena cara sambungan konvensional (sambungan epikotil)
waktu pemeliharaan batang bawah saja memerlukan 6-8 bulan.
Selain sambungan tersebut di atas juga bisa dilakukan sambung
akar.
Sambung akar pada tanaman kopi sampai saat ini belum
banyak dilakukan. Pada tanaman hortikultura misalnya apel,
pir, persik, dan plum serta tanaman hias seperti wisteria
Setek sambub\ng akar danrhododendron sambung akar telah banyak dilakukan (Hartman
Kester,1983). Di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia sambung akar
pada tanaman kopi tingkat keberhasilannya cukup memuaskan (Gatut-
Suprijadji dan B.O Mubiyanto, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
ADI PRAWOTO, A dan GATUT-SUPRIJADJI (1992). Kandungan hormon dalam air seni beberapa jenis ternak. Pelita Perkebunan, 7(4) : 79-84
CRAMER, P.J.S. (1957). A. review of literature of coffee research in Indonesia. Inter-American Inst. Of Agric Sciences, Turrialba, Costa Rica, 262 p.
GATUT-SUPRIJADJI (1984). Urin sapi sebagai perangsang perakaran setek kopi. BPP Jember 16 p
GATUT SUPRIJADJI (1995). Sambungan klon-klon kopi arabika dan robusta pada hipokotil kopi excelsa stadium serdadu. Pelita perkebunan, 11(3) : 152-158
GATUT-SUPRIJADJI (1997). Pengaruh pengupiran daun batang bawah dan batang atas terhadap keberhasilan setek sambung kopi robusta. Pelita Perkebunan, 13(2) :71-79
GATUT-SUPRIJADJI & B.O. MUBIJANTO (1998). Beberapa alternatif teknik perbanyakan vegetatif tanaman kopi. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 14 : 139-145
HARMANN, H.T. & D.E. KESTER. (1983). Plant Propagation, Principles and Practices.Prentice Hall Inc., Englewood Cliffe, New Jersey, 199-447
HARTOBUDOYO, S. & SOEDARSONO (1984). Kopi dan Kakao, bahan tanam setek dan musim kemarau panjang tahun 1982. Perkebunan Indonesia, (3/4) : 36-48
PUDJI RAHARDJO dan GATUT-SUPRIJADJI (2001). Pengaruh panjang sayatan dan konsentrasi NAA terhadap perakaran setek daun bermata tunas kopi robusta. Pelita Perkebunan 17(2) : 49-54
PURUSHOTHAM, K. (1982). Cutting grafts, a method for the propagation of coffee. Indian Coffee, XLVI (4) : 87-89
ROELOFSEN, P.A (1939). Het stekken van loffie. Bergcultures, 13 (29), 994-1002.
SNOECK, J. (1988). Cultivation and harvesting of the robusta coffee tree. Dalam : R. J. Clarke& R. Macrae (Eds). (1988). Coffee. Vol 4 : Agronomy. Elsevier Applied Sci,. London & New York, 91-128
WRIGLEY, G. (1988). Coffee. Longman Scientific & Technical, Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd,. Singapore, 639 p.
========== @@@@@ ==========
TEKNIK PEMBIBITAN VEGATATIFCARA SETEK PADA TANAMAN KOPI
Oleh Ir. GATUT SUPRIJADJI
PUSAT PENYULUHAN DAN PENGEMBANGANKOPI (P3K) AEKI LAMPUNG
LAMPUNG BARAT2011
AKAR TUNGGANG PENGGANTI
LEBIH DARI SATU
AKAR BIBIT SETEK KOPI