Upload
bara-kharisma
View
59
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
REFRAT CA TRSNTL
Citation preview
I. PENDAHULUAN
Karsinoma sel buli atau karsinoma pada vesica urinaria merupakan tumor
yang paling sering terjadi pada traktus urinarius. Hampir semua kanker veskia
urinaria berasal dari urotelium (sel epitel traktus urinarius), yang normal terdiri
dari 3-7 lapisan, meliputi basal cell , intermediate cell dan superficial cell. Pada
lapisan paling superfisial terdapat sel payung. Urotelium terletak pada lamina
propria membrane basalis. Pada lamina propria ini terdapat tunika muskularis
mukosa yang terdiri dari otot polos. Pada karsinoma urotelial, lapisan inilah yang
mengalami degenerasi atau proses keganasan (Mangan, 2009).
Karsinoma sel transisional atau karsinoma uroterial merupakan jenis
karsinoma buli yang paling sering dijumpai dengan angka insidensi mencapai
90%, disusul karsinoma sel skuamosa pada urutan kedua dengan angka insidensi
8-10%. The American Cancer Society melaporkan ada 72.570 kasus kanker vesica
urinaria yang baru terdiagnosis pada 2013 dan 15.210 diantara akan meninggal
karena penyakit tersebut. Insidensi kanker vesica urinaria meningkat sesuai
dengan pertambahan usia, dengan median usia terdiagnosis adalah 65 tahun. Di
Amerika Serikat, kanker vesica urinaria berada di urutan keempat dalam kanker
yang paling banyak menyerang pria, setelah kanker prostat, paru dan kanker
kolorektal. Di Indonesia sendiri belum ditemukan angka kejadian pasti
(Tanagho et al, 2008).
Di dunia, setiap tahunnya ditemukan 275.000 pasien baru yang
terdiagnosis kanker vesica urinaria dan 108.000 diantaranya meninggal akibat
penyakit tersebut, dan 90% diantaranya merupakan karsinoma sel transisional.
Kanker vesica urinaria yang masih dalam tahap awal memiliki prognosis lebih
baik dan tatalaksana yang lebih efektif, meskipun pasien harus dipantau dengan
teliti setelah pemberian terapi, sebab peluang kekambuhannya sekitar 50-80%
(Mangan, 2009).
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Karsinoma buli merupakan kanker yang berada di buli atau vesica
urinaria, suatu organ berbentuk seperti balon yang berfungsi untuk
menampung urin. 90% karsinoma buli merupakan karsinoma sel transisional.
Disebut karsinoma sel transisional karena sel kanker muncul dari epitel
transisional, yang merupakan epitel utama penyusun organ traktus urinarius,
termasuk vesica urinaria (Steinberg, 2014).
Secara umum karsinoma vesika urinaria dibagi menjadi karsinoma
superfisial dan karsinoma infiltratif atau invasif. Disebut karsinoma
superfisial bila proses keganasan terjadi hanya sebatas lapisan subepitelial
atau submukosa dan belum mencapai lapisan otot dari buli. Apabila sudah
mencapai lapisan otot, disebut sebagai karsinoma infiltratif. Pada saat
diagnosis awal, lebih kurang 70 % kasus karsinoma vesika urinaria adalah
karsinoma superfisial, 25 % karsinoma infiltratif dan sisanya 5% pada saat
diagnosis sudah mengalami metastasis Karsinoma superfisial mempunyai
kecenderungan yang tinggi untuk mengalaini. rekurensi dan progresi.
Rekurensi terjadi pada 50 – 70 % kasus sedangkan progresi terjadi pada 10
-15 % kasus (Tanagho, 2008).
B. Etiologi
Penyebab-penyebab karsinoma sel transisional pada buli-buli
semakin banyak dan rumit, dan beberapa substansi-substansi dalam industri
kimia diyakini bersifat karsinogenik. Salah satunya adalah sifat
karsinogenisitas dari β-naphthylamine yang telah ditemukan. Substansi ini
diyakini terbawa dalam urine dan menyebabkan asal tumor dalam kaitannya
dengan kontak dengan permukaan mukosa vesika dalam waktu lama.
Substansi kimia lainnya yang diwaspadai bersifat karsinogenik adalah
benzidine (CAP, 2011).
C. Faktor Risiko
2
Lebih dari 80% karsinoma buli berhubungan dengan paparan
lingkungan. Penggunaan tembakau merupakan penyebab paling sering
ditemukan. Faktor risiko yang diduga sebagai penyebab karsinoma buli
adalah (CAP, 2011) :
1. Rokok
Rokok mempunyai peran yang besar pada karsinoma vesika urinaria,
lebih dari 50 % kasus karsinoma vesika urinaria terjadi pada perokok
Nitrosainine, 2-naphthylainine, dan aininopbiphenyl merupakan
bahan-bahan karsinogenik yang terdapat dalam rokok. Alpha dan beta
naphthylainine disekresikan dan terdapat dalam urin perokok.
2. Aromatic amines
Aromatic amines merupakan bahan-bahan karsinogen yang poten
Pekerja yang bekerja pada industri kimia, karet, minyak, kulit dan cat
mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadi karsinoma vesika
urinania, Periode laten antara paparan dan kejadian karsinoma vesika
urinaria membutuhkan waktu yang lama.
3. Analgesik yang berlebihan (phenacetin)
N Hydroxy yang merupakan metabolit phenacetin, dapat ineyebabkan
tumor urothelial.
4. Radiasi pelvis
Insidensi meningkat 2-3 kali lipat pada wanita dengan keganasan
servik uteri yang mendapat terapi radiasi.
5. Regimen kemoterapi intravesikal (siklofosfamid)
Paparan axrolein yang merupakan metabolit siklofosfamid yang
terdapat dalam urin akan meningkatkan risiko untuk terjadinya
karsinoma vesika urinaria sampai 9 kali lipat.
6. Kopi
7. Pemanis buatan
8. Infeksi kronis (bakteri, virus, jamur ataupun parasit)
9. Genetik
Mutasi gen tumor supresor p53 yang terdapat pada kromosom 17,
berhubungan dengan karsinoma vesika urinania high grade dan
3
karsinoma in situ. Mutasi gen tumor supresor p15 dan p16 yang
terdapat pada kromosom 9 berhubungan dengan low grade dan tumor
superfisial. Mutasi dan rubidium (Rb) yang merupakan gen tumor
supresor Meningkatnya ekspresi gen epidermal growth dan erb B-2
onkogen, dan mutasi onkogen p21 ras, c-mye dan c-jun.
D. Gejala klinis
Gejala pada kanker sel transisional pada buli-buli tidaklah spesifik.
Banyak penyakit-penyakit lain, yang termasuk kondisi inflamasi, melibatkan
ginjal dan kandung kemih, menunjukkan gejala yang sama. Gejala pertama
yang paling umum adalah adanya darah dalam urin (hematuria). Hematuria
dapat terlihat dengan mata telanjang, ataupun berada dalam level
mikroskopik. Gejala seperti adanya iritasi pada urinasi juga dapat
dihubungkan dengan kanker kantung kemih, seperti rasa sakit dan terbakar
ketika urinasi, rasa tidak tuntas ketika selesai urinasi, sering urinasi dalam
jangka waktu yang pendek. Iritabilitas vesikal dengan atau tanpa sakit
biasanya menandakan adanya infiltrasi, walaupun tidak dalam semua kasus
(CAP, 2011).
E. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis 80-90 % pasien mengeluh hematuria, baik itu gross
hematuria maupun inikroskopik hematuria, intermiten dan tidak terasa
nyeri (painless). Gejala iritatif berupa frekuensi, urgensi, nokturia dan
disuria dapat terjadi pada pasien- pasien dengan karsinoma in situ ,
Keluhan berupa nyeri yang tumpul pada pinggang, perubahan pola buang
air besar atau teraba masa bisa merupakan gejala awal dan karsinoma
vesika urinaria invasif. Kadang-kadang dapat terjadi hidrorefrosis yang
dapat menyebabkkan rasa pegal dan tidak nyaman pada pinggang maupun
insufisiensi ginjal akibat obstruksi ureter (Basuki, 2000).
Gejala tersering kanker buli adalah painless hematuria, ditemukan
85% penderita. Keluhan tersebut biasanya muncul secara intermiten.
4
Gejala lain adalah iritasi buli sebanyak 25%. Keluhan frekuensi, urgensi
dan disuria yang sering dihubungkan dengan Tis difus atau karsinoma buli
invasif. Semua gejala tersebut disertai oleh sedikitnya mikroskopik
hematuria. Gejala lainnya adalah nyeri pinggang karena obstruksi ureter,
udem ekstremitas bawah, dan massa di pelvis. Pada stadium lanjut disertai
gejala penurunan berat badan, nyeri tulang atau abdomen (Basuki, 2000).
2. Pemeriksaan Fisik
Tidak ditemukan kelainan pada hampir semua penderita tumor buli.
Pasien dengan tumor terbatas pada mukosa atau submukosa umumnya
pemeriksaan fisiknya normal. Perlu dilakukan pemeriksaan pelvis
bimanual secara seksama untuk mencari adanya massa atau indurasi pada
palpasi. Pasien dengan tumor buli yang besar atau stadium lanjut mungkin
ditemukan nyeri abdomen, massa buli-buli atau indurasi. Pada pasien-
pasien dengan tumor infiltratif atau volume tumor yang besar bisa teraba
massa tumor berupa indurasi di daerah suprapubik pada pemeriksaan
bimanual yang dilakukan secara hati-hati dalam stadium anestesi (Basuki,
2000)
Pemeriksaan bimanual dilakukan sebelum dan sesudah tindakan
endoskopi (TURBT) dan mempunyai nilai klinis dalam menentukan
staging awal . Pada pemeriksaan bimanual sebelum TUR teraba masa
tetapi setelah TUR masanya hilang , secara klinis stadium T2, apabila
massa masih dapat dipalpasi stadium T3a atau lebih tinggi . Hal ini
disebabkan oleh karena tumor melakukan infiltrasi secara lokal. Tumor
yang masih bisa digerakkan (mobile) masuk dalam stadium dibawah T3b,
bila tumor tidak dapat digerakkan masuk dalam stadium T4, Pada tumor
yang telah mengalaini metastasis mungkin didapatkan hepatomegali atau
limpedema, oleh karena oklusi pada kelenjar limpe pelvikal (Basuki,
2000).
3. Pemeriksaan Laboratorium
5
Meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, gula darah, ureum,
kreatinin, pemeriksaan fungsi hati, urinalisis, kultur urin (pada kasus-kasus
tertentu), golongan darah, waktu perdaraian dan pembekuan. Beberapa
pemeriksaan khusus untuk karsinoma sel transisional adalah (Basuki,
2000):
a. Sitologi urin
Sampel urin diperiksa dibawah inikroskop untuk melihat ada
tidaknya sel kanker yang mengalami eksfoliasi dalam urin. Sampel
didapatkan dengan membilas kandung kencing dengan Naci 0,9 %
melalui kateter atau sistoskop dan kemudian diperiksa dibawah
inikroskop. Pemeriksaan sitologi urin bisa digunakan sebagai sarana
skrining dan menilai respon terapi. Pemeriksaan sitologi sebaiknya
dilakukan pada seluruh pasien dengan kecurigaan karsinoma buli.
Pemeriksaan ini memiliki keterbatasan yaitu hasilnya kurang baik
pada penderita tumor berdiferensiasi baik dengan kepekaaan hanya
30%, pada tumor berdiferensiasi buruk atau karsinoma in situ masih
terdapat false negatif sebesar 20%. Untuk meningkatkan kepekaan
pemeriksaan sitologi urin dapat dilakukan bladder washing secara
mekanik dengan normal salin. Tindakan ini memberikan hasil positif
10% pada tumor grade 1, 50% pada tumor grade 2 dan 90% pada
penderita tumor grade 3. Pemeriksaan ini dilakukan pada urin pasien
yang telah mendapat hidrasi yang cukup sehingga didapatkan spesimen
yang adekuat.
b. Flow Cytometri
Pemeriksaan ini dapat menentukan kelainan kromosom dan sel
tumor.
c. Assay Urin
Seperti disebutkan sensitifitas sitologi urin tergantung dan
bermacam-macam faktor antara lain dan adekuat tidaknya sampel,
stadium dan derajat deferensia tumor dan pengalaman dan sitopatologis.
Oleh karena itu sekarang dikembangkan assay urin, inisalnya BTAstat
test, NMP 22, FDP, Telomerase dan. analisis inikrosatelit. Semua
6
pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi dan surveilens karsinoma
vesika urinaria terutama jenis karsinoma sel transisional.
BTAstat test adalah pemeriksaan imunokromatografi yang
digunakan untuk mendeteksi adanya bladder tumour antigen (BTA) di
dalam urin. Antigen yang dideteksi adalah human complement factor-H
related protein NINIP-22 (Nuclear matrix protein-22) adalah aparatus
protein yang berperan dalam initosis inti sel dan terlibat dalam
distribusi kromatin sel. NMP-22 ada di semua jenis sel terutama di
matrik inti sel. NMP-22 dilepaskan oleh inti sel tumor selama apoptosis.
NMP-22 didapatkan dalam urin penderita karsinoma vesika urinania 25
kali lebih banyak dibandingkan dengan orang normal Telomerase
adalah suatu enzim ribonukleoprotein yang inaktif pada sel epitelial
normal tetapi reaktifpada sel kanker.
4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan pencitraan (imaging) digunakan untuk staging. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui infiltrasi tumor ke muskulus detrusor, ada
tidaknya metastasis baik regional maupun jauh dan evaluasi traktus
urinarius bagian atas, karena pada 4 % kasus karsinoma vesika urinaria
juga ditemukan karsinoma sel transisional pada traktus urinarius bagian
atas (Basuki, 2000)
Pemeriksaan urografi intravena (IVU/IVP) diindikasikan pada semua
pasien dengan kecurigaan keganasan buli. Pemeriksaan ini tidak terlalu
sensitif terutama pada tumor berukuran kecil. Tetapi pemeriksaan ini
berguna untuk mengetahui apakah ada keterlibatan saluran kemih bagian
atas pada tumor urotelial yang dapat mempengaruhi pilihan tata laksana.
Tumor yang besar akan terlihat sebagai filling defect pada fase sistogram
atau hanya sekitar 50% penderita saja. Pembesaran buli yang tidak
simetris juga mencurigakan keganasan. Penyebab lain filing defek adalah
adanya bekuan darah, lipatan buli karena belum penuh atau karena desakan
organ ekstravesika. Untuk meningkatkan sensitivitas pemeriksaan tersebut
harus dibuat foto fase awal pengisian, saat buli penuh dan fase
7
pengosongan buli-buli. Bila terdapat gambaran obstruksi ureter dan
hidroneprosis sering menandakan tumor sudah menginvasi otot detrusor
yang terbukti pada sekitar 90% penderita karsinoma sel transisional
(Basuki, 2000).
Pyelografi intravena masih merupakan pemeriksaan standar yang
digunakan untuk evaluasi keluhan hematuria. Pada karsinoma vesika
urinaria pyelografi intravena memberikan gambaran filling defek, USG
dapat juga digunakan untuk mendeteksi adanya tumor vesika urinaria dan
adanya gangguan pada traktus urinarius bagian atas (Basuki, 2000).
Foto thorak merupakan pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada
semua pasien terutama pada pasien-pasien yang didiagnosis karsinoma
vesika urinaria, untuk menilai ada tidaknya metastasis ke paru. Scaning
tulang dilakukan untuk evaluasi adanya penyebaran sel tumor ke tulang,
kelainan faal hati dan peningkatan alkalin fosfatase (Basuki, 2000)
Pemeriksan lain adalah CT Scan dan MRI . Pemeriksaan ini dilakukan
untuk menilai luasnya invasi tumor ke dinding vesika urinaria dan menilai
ada tidaknya pembesaran kelenjar limfe didaerah pelvis. Dengan CT scan
abdomen dapat diketahui ekstensi tumor ke organ lokal ekstravesika juga
menilai kelenjar getah bening pelvis dan paraaorta serta metastasis ke
organ visceral (Basuki, 2000).
F. Patogenesis
Bahan-bahan karsinogenik yang terdapat dalam urin berperan dalam
proses terjadinya karsinoma vesika urinaria superfisial. Ada beberapa
karsinogen yang telah berhasil diidentifikasi, adalah ainin aromatik spesifik
atau nitrosainin. Ainin aromatik spesifik ini mudah diabsorpsi oleh kulit dan
mukosa, kemudian masuk kedalam aliran darah dan dimetabolisir di hepar
akhirnya dkeluarkan lewat unin, Di dalam urin bahan ini menyebabkan
kerusakan DNA dan sel urotelial. Hal ini akan menginisiasi mutasi gen dan
perubahan regulasi pertumbuhan sel epitel pada vesica urinaria (Escudero et
al,, 2011).
G. Patofisiologi
8
Karsinoma sel transisional muncul dari stem cells yang berdekatan
dengan membrana basalis dari permukaan epitel. Pada keganasan ini terjadi
proliferasi abnormal urotel (sel transisional) buli, perubahan maturasi sel,
peningkatan rasio inti-sitoplasma, inti sel yang lebih prominen serta
penambahan jumlah mitosis. Pola pertumbuhannya dapat berbentuk papiler,
sessile (solid), infiltratif, nodular, mixed serta pertumbuhan intaepitelial yang
datar (flat). 70% tumor buli berbentuk papilar, 10% berbentuk nodular dan
20% berbentuk mixed. Tumor berbentuk papiler akan menonjol ke lumen, dan
apabila tidak dilakukan pengobatan, pada akhirnya sel tumor akan
menginvasi lapisan lamina propria dan dapat menembus lapisan muskulus
dan dapat bermetastasis. Karsinoma urotelial memiliki potensi yang besar
untuk menjadi ganas, oleh karena itu dapat mengandung spindle cell,
squamous cell ataupun adenocarcinoma. Penyebarannya dapat secara
limfatik, hematogen dan implantasi secara langsung (Escudero et al., 2011).
Sekitar 10% karsinoma sel transisional dapat berkembang menjadi
carcinoma in situ (CIS). CIS diawali lesi prekursor flat urothelial, dan dapat
memberikan gambaran mukosa buli yang eritematous dan seringkali tidak
tampak secara endoskopik. Gambaran histopatologi biasanya adalah
karsinoma sel transisional dengan poorly differentiated grade. Pemeriksaan
sitologi urine memberikan hasil yang positif pada 80%-90% penderita. CIS
didapatkan pada 20-75% penderita karsinoma buli jenis high grade (Kumar et
al., 2010).
H. Pemeriksaan histopatologi
Tampak tumor ganas yang tumbuh berpapil-papil, juga terlihat pada
pemeriksaan mikroskopik, sehingga tampak jaringan ikat di antara kelompok
sel ganas yang meliputi jaringan ikat tersebut. Epitel transisional tersusun atas
sel-sel lonjong, besar dengan inti pleimorfik, basofilik, sitoplasma sedikit,
yang memberikan gambaran ganas (Kumar et al., 2010).
9
Gambar 1. Gambaran histopatologis Karsinoma Sel Transisonal
I. Terapi lama
Sistektomi radikal di sertai pengangkatan kelenjar getah bening pelvis
secara end blok merupakan terapi bedah standar untuk karsinoma buli
invasive yang belum bermetastasis. Pada pria dilakukan pengangkatan
kandung kemih, prostat, dan vesika seminalis. Sedangkan penderita wanita
dilakukan eksenterasi anterior yakni mengangkat kandung kemih, serviks,
uterus, vagina anterior, uretra, ovarium dan tuba fallopii. sistektomi radikal
hinga saat ini menjadi gold standard dengan angka bebas rekurensi local
mencapai 95%. Indikasi sistektomi radikal adalah (Basuki, 2000):
1. Karsinoma vesika urinaria yang menginvasi otot (muscle
invasive) T2 atau lebih.
2. Tumor dengan low stage yang tidak dapat dilakukan reseksi
atau multisentris.
3. Tumor Ti dengan derajat keganasan tinggi.
4. Belum ada metastasis jauh.
5. Karsinoma in situ atau tumor multifokal yang mengalaini
rekurensi setelah dilakukan TURBT dan kemoterapi intravesikal.
Seperti yang telah disebutkan , dikatakan metastasis apabila terjadi
penyebaran sel tumor ke kelenjar limfe regional, hepar, paru dan tulang.
Terapi standar pada karsinoma metastasis adalah kemoterapi sistemik.
(Basuki, 2000)
10
J. Terapi baru
Sekarang ini dikembangkan pemakaian regimen Gemcitabine dan
Cisplatin yang sudah memasuki fase III. Dan beberapa studi didapatkan tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam hal ketahanan hidup antara penggunaan
MVAC dan Gemcitabin Cisplatin. Tetapi yang jelas Gemeitabine-Cisplatin
mempunyai toksisitas yang lebih rendah dan regimen standar (Steinberg,
2014)
Radioterapi dapat digunakan sebagai alternatif terapi definitif terutama
pada pasien dengan tumor infiltratif yang masih terlokalisir, yang tidak
bersedia untuk dilakukan tindakan bedah. Dosis radioterapi yang diberikan
lebih dari 65-70 Gy yang diberikan lebih dari 6 – 7 minggu. Pemberian
radioterapi ini lebih difokuskan pada tumor dan area disekelilingnya . Untuk
menentukan batas-batas ini sebelumnya dilakukan CT Scan dalam posisi
pronasi. Komplikasi dan radio terapi ini adalah dermatitis, proktitis yang
kadang-kadang disertai dengan imp1ikasi pendarahan dan obstruksi,sistitis ,
fibrosis vesika urinaria, impoten, inkontinensia dan kemungkinan untuk
timbulnya keganasan di sekitar lapangan radiasi (Steinberg, 2014).
Radioterapi radikal menjadi pilihan bagi pasien usia tua atau pasien yang
memiliki komorbiditas tinggi akibat penyakit lain. Dosis yang diberikan
sebanyak 55-65Gy. Untuk pasien T2-4 memiliki angka ketahanan hidup 5
tahun berkisar 23-40%. Kekurangannya adalah angka rekurensi lokal
sebanyak 55-65% dan efek samping yang tidak nyaman berupa gangguan
gastrointestinal,iritasi buli, hematuria, sampai kontraktur buli yang cukup
tinggi (Tanagho et al., 2008).
Monitoring yang ketat diperlukan pada karsinoma vesika urinaria
superfisial karena rekurensi dan progresi yang tinggi. Sistoskopi merupakan
pemeriksaan standar untuk mendeteksi adanya rekurensi tumor superfisial.
Selain sistoskopi, sitologi urin merupakan pemeriksaan yang penting, sampel
untuk pemeriksaan sitologi urin diambil bersamaan dengan sistoskopi
(Tanagho et al., 2008).
Sekarang ini dikembangkan urin assay seperti BTAstat test, NIMP-22 dan
telomerase untuk monitoring karsinoma vesika urinaria superfisial.
11
Pemeriksaan sistoskopi dan sitologi urin dilakukan tiap 3 bulan sekali selama
1 tahun , kemudian 6 bulan sekali selama 2 tahun dan minimal 1 tahun sekali
Tidak ada suatu kesepakatan kapan sistoskopi dihentikan pada follow up
karsinoma vesika urinaria superfisial. Pemeriksaan pencitraan traktus
urinarius walaupun bukan merupakan standar tetap menjadi pertimbangan
pada monitoring dengan indikasi (Tanagho et al., 2008):
1. Sitologi urin positif atau hematuria yang bukan disebabkan oleh
tumor vesika urinaria
2. Tumor yang mengalaini rekurensi di sekitar orifisium ureter
3. Sistektomi pada kasus uncontrolled disease
K. PrognosisKarsinoma vesika urinaria superfisial mempunyai prognosis baik dengan
angka ketahanan hidup 5 tahun mencapai 82 — 100 % (Kumar et al., 2010).
L. Komplikasi
Dapat terjadi infeksi sekunder kandung kemih yang parah bila terdapat
ulserasi tumor. Pada obstruksi ureter, jarang terjadi infeksi ginjal. Bila tumor
menginvasi leher buli, maka dapat terjadi retensi urin. Cystitis, yang mana
sering kali berada dalam tingkat yang harus diwaspadai, merupakan hasil dari
nekrosis dan ulserasi dari permukaan tumor. Ulserasi ini terkadang dapat
dilihat dalam kasus tumor-tumor yang tidak menembus, dari beberapa
gangguan dengan aliran darah, tetapi muncul dalam 30 persen kasus dimana
tumor menembus. Kantung kemih yang terkontraksi dengan kapasitas yang
sangat kecil dapat mengikuti ulserasi dengan infeksi dan infiltrasi ekstensif
dalam dinding kantung kemih (Mangan, 2009).
Kembalinya tumor dalam kantung kemih dapat menunjukkan tipe lain dari
komplikasi. Jika pertumbuhan tumor kembali terjadi di area yang sama,
kemungkinan hal tersebut adalah hasil dari perawatan yang kurang
profesional dan kurang layak pada tumor asalnya. Namun tumor, yang
muncul di tempat lain di dalam kandung kemih harus berasal dari asal yang
berbeda (Mangan, 2009).
12
Kematian tidak jarang terjadi dikarenakan oleh komplikasi yang timbul
karena disebabkan oleh tumor itu sendiri atau perawatan atas tumor tersebut.
Hidroneprosis dan urosepsis, dengan gagal renal, toxemia, cachexia, dan
kelelahan fisik dari iritabilitas vesikal, sering kali menjadi suatu gambaran
yang harus diperhatikan. Hidronefrosis dapat disebabkan oleh oklusi ureter.
Bila terjadi bilateral, terjadilah uremia (Mangan, 2009).
III. KESIMPULAN
13
A. Karsinoma sel transisional atau karsinoma uroterial merupakan jenis
karsinoma buli yang paling sering dijumpai dengan angka insidensi
mencapai 90%
B. Bahan-bahan karsinogenik yang terdapat dalam urin berperan dalam
proses terjadinya karsinoma vesika urinaria superfisial.
C. Lebih dari 80% karsinoma buli berhubungan dengan paparan lingkungan.
D. Karsinoma vesika urinaria superfisial mempunyai prognosis baik dengan
angka ketahanan hidup 5 tahun mencapai 82 — 100 %.
DAFTAR PUSTAKA
14
Basuki B Purnomo, Dasar-dasar Urology, Ed 1 jakarta: penerbit CV Sagung Seto,
2000: 145-158
CAP, 2011. Urinary Bladder Cancer. National Cancer Institute. USA.
Escudero, DO; Shirodkar, SP & Lokeshwar VB. 2011. Bladder Carcinogenesis
and Molecular Pathways. Available at: http://Cancer Drug Discovery and
Development.
Kumar, V., Abbas, AK., Fausto, N., & Aster, JC. 2010. Robbins and Cotran
Phatologic Basis of Disease, Eigth Edition. Philadelphia: Saunders, an
imprint of Elsevier, Inc
Mangan, Y. 2009. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta:
Agromedia Pustaka
Steinberg, GD., 2014. Bladder Cancer. [Online] Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/438262-overview#a0101.
Tanagho, EA & Annch, JW. 2008. Smith's General Urology. Ed 17. Mc Graw Hill
: USA.
15