Upload
whiecha1556
View
211
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Karsinoma Sel Transitional Buli
Citation preview
Karsinoma sel transitional buli-buli
Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa kasus karsinoma sel transitional
buli-buli ditinjau dari ilmu patologi anatomi
Petunjuk Praktikum
1. Mahasiswa diberikan ilustrasi kasus disertai beberapa gambar
2. Mahasiswa mempersiapkan mikroskop dan preparat sesuai skenario
3. Mahasiswa mengamati, mengevaluasi, dan menganalisa preparat sesuai
skenario.
4. Mahasiswa mengambar hasil mikroskopis yang telah diamati
5. Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas pertanyaan yang telah disediakan
Dasar teori
Karsinoma transisional buli
Karsinoma transisional buli-buli yang masih dini merupakan tumor superfisial.
Tumor ini lama kelamaan akan mengadakan infiltrasi ke lamina propria, otot dan
lemak vesika yang kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitarnya.
Disamping itu tumor dapat menyebar secara limfogen maupun hematogen.
Penyebaran limfogen menuju kelenjar limfe perivesika, obturator, iliaka eksterna
dan iliaka komunis; sedangkan penyebaran hematogen paling sering ke hepar,
paru-paru dan tulang.
Gambaran Klinik
1
Jika seorang pasien datang dengan keluhan hematuri yang bersifat : (1) tanpa
disertai rasa nyeri (painless), (2) kambuhan (intermittent), dan terjadi pada seluruh
proses miksi (total).
Meskipun seringkali karsinoma buli-buli tanpa disertai gejala disuria, tetapi pada
karsinoma in situ atau karsinoma yang sudah mengadakan infiltrasi luas tidak
jarang menunjukkan gejala iritasi buli-buli,antara lain : disuria, polakisuri,
frekwensi dan urgensi. Hematuri dapat menimbulkan keluhan retensi bekuan
darah. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa : gejala obstruksi saluran
kemih bagian atas atau adanya edema tungkai. Edema tungkai ini disebabkan
karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe
yang membesar di daerah pelvis.
Derajat Invasi Tumor (Stadium)
Penentuan derajat invasi Tumor berdasarkan sistem TNM atau berdasarkan
penentuan stadium dari Marshall.
--------------------------------------------------------------------------
TNM Marshall Uraian
Tis 0 Karsinoma in situ
Ta 0 Tumor papilari non invasif
T1 A Invasi sub mukosa
T2 B1 Invasi otot superfisial
T3a B2 Invasi otot propunda
T3b C Invasi jaringan lemak
prevesika
T4 D1 Invasi ke organ sekitar
N1-3 D1 Metastasis ke limfoudi
regioanal
M1 D2 Metastasis hematogen
---------------------------------------------------------------------------
2
Palpasi Bimanual
Palpasi bimanual dikerjakan dengan narkose umum (supaya otot buli-buli relaks)
pada saat sebelum dan sesudah tindakan TUR Buli-buli.
Laboratorium
Selain pemeriksaan laboratorium rutin, diperiksa pula :
Sitologi urine yaitu pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama
urine.
Cell surface Antigen study
Flow cytometri yaitu mendeteksi adanya kelainan kromosom sel-sel
urotelium.
Pencitraan
Pemeriksaan PIV dapat mendeteksi adanya tumor buli-buli berupa filling defect
dan mendeteksi adanya tumor sel transisional yang berada di ureter atau pielum.
Didapatkannya hidroureter atau hidronefrosis merupakan salah satu tanda adanya
infiltrasi tumor ke ureter atau muara ureter. CT scan atau MRI berguna untuk
menentukan ekstensi tumor ke organ sekitarnya.
Terapi
Tindakan yang pertama kali dilakukan pada pasien karsinoma buli-buli adalah
reseksi buli-buli transuretra atau TUR Buli-buli. Terapi selanjutnya tergantung
pada stadiumnya, antara lain :
Tidak perlu terapi lanjutan akan tetapi selalu mendapat pengawasan yang
ketat atau wait and see.
Instilasi intra vesika dengan obat : Mitomisin C, BCG, 5-Fluoro
Uracil,Siklofosfamid, Doksorubisin atau dengan Interferon.
Sistektomi radikal, parsial atau total.
3
Radiasi eksterna
Terapi ajuvan dengan kemoterafi sistemik antara lain regimen
Sisplatinum- Sisklofofamid dan Adriamisin (Cis C A).
Alternatif terapi setelah TUR Buli-buli
--------------------------------------------------------------
Stadium Tindakan
Superfisial TUR Buli/fulgurasi
(stadium 0-A)
Instilasi intravesika Invasif TUR Buli
(stadium B-C-D1) Sistektomi atau radiasi
Metastasis Ajuvativus kemoterapi
(stadium D2) Radiasi paliatif
----------------------------------------------------------------
Diversi Urine
Sistektomi radikal adalah pengangkatan buli-buli dan jaringan sekitarnya dan
selanjutnya aliran urine dari ureter dialirkan melalui beberapa cara diversi urine,
antara lain :
Uretrosigmoidostomi : yaitu membuat anastomosis kedua ureter ke
sigmoid.
Konduit usus : yaitu mengganti buli-buli dengan ileum sebagai
penampung urine, sedangkan untuk mengeluarkan urine dipasang kateter
menetap melalui sebuah stoma.
4
Diversi urine kontinen : yaitu mengganti buli-buli dengan segmen ileum
dengan membuat stoma yang kontinen (dapat menahan urine pada volume
tertentu. Urine kemudian dikeluarkan melalui stoma dengan melakukan
kateterisasi mandiri secara berkala.
Skenario
Seorang laki-laki usia 65 tahun dengan keluhan buang air kecil berdarah
(hematuria) sejak beberapa bulan yang lalu. Saat ini keluhan tersebut semakin
sering disertai lemas dan berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik penderita
dinyatakan anemia. Pada pemeriksaan usg tampak massa dengan batas tidak tegas
pada buli-buli. Pemeriksaan sitologi: ditemukan sel-sel bentuk bulat, oval,
poligonal berkelompok menyusun pseudo palisade. Diputuskan operasi, hasil
operasi dikirim ke patologi anotomi untuk kepentingan diagnosis.
Gambar 1. Hasil pemeriksaan sitologi urine pasien karsinoma sel transisional
Makroskopis
Diterima sebuah jaringan buli-buli ukuran 12x10x10 cm. Pada lamilasi pada
permukaan dalam tampak massa seperti bunga kol, rapuh.
5
Gambar 2. Sediaan gross hasil operasi pasien karsinoma sel transitional
Mikroskopis
Sediaan massa tumor terdiri dari sel-sel bulat sedang tersusun papilifer. Inti sel
pleomorfi, hiperkromatis, mitosis ditemukan. Sebagian sel tumor telah
menginvasi jaringan ikat sekitarnya.
Gambar 3. Sediaan mikroskopis karsinoma sel transitional
Kesimpulan
Karsinoma sel transisional buli-buli
Tugas
6
1. Gambar atau buat foto mikroskopis, beri keterangan gambar yang telah
anda buat!
2. Jelaskan tentang gradasi tumor buli!
3. Jelaskan faktor predisposisi terjadinya karsinoma sel transisional buli-buli!
Hiperplasia prostat
7
Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa kasus hyperplasia prostat ditinjau
dari ilmu patologi anatomi
Petunjuk Praktikum
1. Mahasiswa diberikan ilustrasi kasus disertai beberapa gambar
2. Mahasiswa mempersiapkan mikroskop dan preparat sesuai skenario
3. Mahasiswa mengamati, mengevaluasi, dan menganalisa preparat sesuai
skenario.
4. Mahasiswa mengambar hasil mikroskopis yang telah diamati
5. Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas pertanyaan yang telah disediakan
Dasar teori
Hyperplasia prostat
Prostate Hyperplasia adalah hiperplasia epitel kelenjar periuretral prostat yang
akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer.
HIPERPLASIA PROSTAT sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis
karena mengandung banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran
pada bagian posterior daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan
bagian tersering terjadinya perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan
lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan
kelenjar.
Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks
selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan
epitel tampak menyerupai epitel berlapis.
8
Fisiologi Prostat
Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan
plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.
Etiologi Hyperplasia Prostat
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua).
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia
prostat adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal,
yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi
testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat
estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga
timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk
perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif
testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat.
Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi
9
testikuler (spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang
progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin
akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat
dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar
uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi
terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma
kelenjar prostat. Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic
transforming growth factor, transforming growth factor 1, transforming
growth factor 2, dan epidermal growth factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel
yang mati
4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada
seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara
pertumbuhan sel dan sel yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya
kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel
stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini
dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya proliferasi
abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma
dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian
dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan
terikat oleh globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang
hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang
bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu sel prostat melewati membran sel
10
langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh
enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian
bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”.
Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor,
menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat
pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan
menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.
Patofisiologi Hiperplasia prostat
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor
ini disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang
dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke
ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam
gagal ginjal.
11
Pada HIPERPLASIA PROSTAT terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk
terjadinya gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen
mekanik ini berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang
akan mendesak uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine
(obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos
prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada
alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun
kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis,
yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih
maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif
dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara
pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot
detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi
terputus-putus.
Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
12
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder
emptying).
Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih
tergantung tiga faktor, yaitu :
1. Volume kelenjar periuretral
2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Kekuatan kontraksi otot detrusor
Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi,
sehingga meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas
leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih
dikompensasi dengan kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi
belum dirasakan.
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak
sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor
karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica
sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis
derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
13
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas +
sisa urin > 150 ml.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat
miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus
spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain
seperti benjolan di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan
prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
2. Adakah asimetris
14
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba
membesar, konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan
rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke
dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat, batas atas semakin
sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris.
Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian
atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis
akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria
dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai
diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra
anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh
dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1. Darah : - Ureum dan Kreatinin
15
Elektrolit
Blood urea nitrogen
Prostate Specific Antigen (PSA)
Gula darah
2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test
Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
Sedimen
HISTOPATOLOGI
Pemeriksaan pasca bedah untuk memastikan diagnosis hiperplasia prostat
Pemeriksaan pencitraan
Foto polos abdomen (BNO)
Pielografi Intravena (IVP)
Sistogram retrograd
USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)
Pemeriksaan Sistografi
MRI atau CT jarang dilakukan
16
Komplikasi
Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat
dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
1. Inkontinensia Paradoks
2. Batu Kandung Kemih
3. Hematuria
4. Sistitis
5. Pielonefritis
6. Retensi Urin Akut Atau Kronik
7. Refluks Vesiko-Ureter
8. Hidroureter
9. Hidronefrosis
10. Gagal Ginjal
Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan
menyebabkan penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi
menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume
urin, yaitu:
- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari
50 ml.
17
- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu,
prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50
ml tetapi kurang dari 100 ml.
- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan
sisa urin lebih dari 100 ml
- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan
berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHO Prostate Symptom Score).
Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi.
Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu
dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah
dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.3,11
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk
menentukan cara penanganan.
Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan
dapat diberikan pengobatan secara konservatif.
Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi
operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih
ialah trans uretral resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita
masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan seperti ini masih bisa
dicoba dengan pengobatan konservatif.
Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup
berpengalaman biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari
60 gram. Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi
tidak akan selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi
terbuka.
18
Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah
membebaskan penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang
kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat
dengan TURP atau operasi terbuka.
Skenario
Seorang laki-laki umur 60 tahun mengeluh kesakitan karena seharian tidak bisa
buang air kecil. Sebelumnya penderita juga mengeluh sering kencing sedikit-
sedikt, tidak puas, habis kencing menetes, pancaran kencing melemah. Setelah
dilakukan pemeriksaan ternyata blast pasien penuh. Diputuskan untuk
pemasangan kateter. Hasil pemeriksaan colok dubur: pembesaran prostat.
Disimpulkan: retensio urine diakibatkan oleh pembesaran kelenjar prostat.
Diputuskan untuk dilakukan operasi, hasil operasi dikirim ke laboratorium
patologi untuk kepastian diagnosis.
Makroskopis
Diterima 2 buah jaringan masing-masing ukuran 4x3x3 cm dan 3x3x3 cm, kenyal,
warna kemerahan. Pada lamelasi massa padat putih kekuningan.
19
Gambar 4. Gross hasil operasi penderita hiperplasia prostat
Mikroskopis
Sediaan prostat tampak stroma fibromuskuler hiperplastis. Diantaranya terdapat
asini kelenjar yang proliferatif dengan lumen dilapisi sel-sel epitel torak yang
hiperplastis. Sebagian lumen berisi masse eosinoiii amorf (corpora amliacea).
Juga tompok sedikit kelompokan sel-sel limfosit di antara jaringan stroma. Tidak
tampak tanda-tanda ganas.
Gambar 5. Mikroskopis hiperplasia prostat
Kesimpulan
Hiperplasia prostat
Tugas
1. Gambar atau buat foto mikroskopis, beri keterangan gambar yang telah
anda buat!
2. Bagaimana hubungan antara hiperlasia prostat dengan karsinoma prostat?
3. Jelaskan penyebab terjadinya hiperplasia prostat!
20
Adenokarsinoma prostat
Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa kasus adenokarsinoma prostat
ditinjau dari ilmu patologi anatomi
Petunjuk Praktikum
1. Mahasiswa diberikan ilustrasi kasus disertai beberapa gambar
2. Mahasiswa mempersiapkan mikroskop dan preparat sesuai skenario
3. Mahasiswa mengamati, mengevaluasi, dan menganalisa preparat sesuai
skenario.
4. Mahasiswa mengambar hasil mikroskopis yang telah diamati
5. Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas pertanyaan yang telah disediakan
Skenario
Seorang laki-laki umur 70 tahun sejak 3 tahun yang lalu sukar buang air kecil.
Kalau mau buang air kecil harus mengedan dan kadang-kadang mengeluarkan
darah. Dilakukan pemeriksaan colok dubur: prostat membesar, berdungkul
dungkul, keras, dan padat. Diputuskan prostatektomi. Jaringan hasil operasi
dikirimkan ke patologi anotomi untuk kepastion diagnosis.
Makroskopis
21
Diterima jaringan prostat 70 gram berdungkul-dungkul keras. Pada lamelasi masa
putih padat bercak kecoklatan.
Mikroskopis
Sediaan jaringan prostat terdiri dari jaringan ikat fibrotik. Diantaranya tampak
massa tumor terdiri dari sel-sel torak sampai oval tersusun padat. Sebagian
membentuk struktur asini berukuran kecil dan besar. Inti sel pleomorfi,
hiperkromatis, mitosis ditemukan.
Gambar 4. Adenocarcinoma prostat
Kesimpulan
Adenokarsinoma prostate
Tugas
1. Gambar atau buat foto mikroskopis, beri keterangan gambar yang telah
anda buat!
2. Jelaskan tentang gleason score?
3. Sebutkan beberapa organ yang paling sering menjadi tempat metastasis
adenokarsinoma prostat!
22
Seminoma
Tujuan Praktikum
Mahasiswa mampu memahami dan menganalisa kasus karsinoma sel transitional
buli-buli ditinjau dari ilmu patologi anatomi
Petunjuk Praktikum
1. Mahasiswa diberikan ilustrasi kasus disertai beberapa gambar
2. Mahasiswa mempersiapkan mikroskop dan preparat sesuai skenario
3. Mahasiswa mengamati, mengevaluasi, dan menganalisa preparat sesuai
skenario.
4. Mahasiswa mengambar hasil mikroskopis yang telah diamati
5. Mahasiswa mengerjakan tugas-tugas pertanyaan yang telah disediakan
Dasar teori
Seminoma (also known as pure seminoma or classical seminoma) is a germ cell
tumor (cancer) of the testis. It is one of the most treatable and curable cancers,
with survival >95% in the early stages.Treatment usually requires removal of one
testis, but this does not affect fertility or other sexual functioning.
Seminoma originates in the germinal epithelium of the seminiferous tubules.
About half of germ cell tumors of the testis are seminomas.
23
Presentation
The average age of diagnosis is 40 years. This is about 5 to 10 years older than
men with other germ cell tumors of the testes. In most cases, they produce masses
that are readily felt on testicular self-examination; however, in up to 11 percent of
cases, there may be no mass able to be felt, or there may be testicular atrophy.
Testicular pain is reported in up to one fifth of cases. Low back pain may occur
after metastasis to the retroperitoneum.
Some cases of seminoma can present as a primary tumour outside the testis. In the
ovary, the tumor is called a dysgerminoma, and in non-gonadal sites, particularly
the central nervous system, it is called a germinoma
Diagnosis
Blood tests may detect the presence of placental alkaline phosphatase (PLAP) in
fifty percent of cases. Human chorionic gonadotropin (hCG) may be elevated in
some cases, but this correlates more to the presence of trophoblast cells within the
tumour than to the stage of the tumour. Serum alpha fetoprotein is not elevated in
classical seminoma.
The cut surface of the tumour is fleshy and lobulated, and varies in colour from
cream to tan to pink. The tumour tends to bulge from the cut surface, and small
areas of haemorrhage may be seen. These areas of haemorrhage usually
correspond to trophoblastic cell clusters within the tumour.
Microscopic examination shows that seminomas are usually composed of either a
sheet-like or lobular pattern of cells with a fibrous stromal network. The fibrous
septa almost always contain focal lymphocyte inclusions, and granulomas are
sometimes seen. The tumour cells themselves typically have abundant clear to
pale pink cytoplasm containing abundant glycogen, which is demonstrable with a
24
periodic acid-Schiff (PAS) stain. The nuclei are prominent and usually contain
one or two large nucleoli, and have prominent nuclear membranes. Foci of
syncytiotrophoblastic cells may be present in varied amounts. The adjacent
testicular tissue commonly shows intratubular germ cell neoplasia, and may also
show variable spermatocytic maturation arrest.
Treatment
In recent years, these tumors have been shown to have dramatic sensitivity to both
radiotherapy and cytotoxic chemotherapy. The management of childhood
seminoma is similar to that of adult seminoma. Inguinal orchiectomy is required
in almost all cases.
Prognosis
5-year survival rate is approximately 90% as of 2008.
A study of 31 men with metastatic germ cell tumor of the testis and delayed
orchidectomy found that in men with pure seminoma, chemotherapy alone was
sufficient to eliminate the cancer from the testis. The authors of this study suggest
that treatment of pure seminoma may not require orchidectomy. Event-free
survival of this group of men at an average followup of 4 years was 81.8%.[6]
Skenario
Seorang pria berumur 25 tahun mengeluh skrotum kiri membesar. Pembesaran ini
dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Permukaan skrotum rata, nyeri
tekan tidak ditemukan. Diputuskan operasi dengan mengangkat scrotum kiri,
jaringan dikirim ke pa untuk konfirmasi diagnosis.
Makroskopis
25
Tampak jaringan tumor dengan ukuran 15 x 13 x 10 cm dengan permukaan rata,
licin, kenyal. Pada penampang tampak massa tumor yang berwarna keabu-abuan
dengan bagian-bagian nekrosis dan perdarahan dan sebagian seperti agar.
Gambar 5. Gross seminoma
Mikroskopis
Pada pemeriksaan tampak massa tumor terdiri dari sel-sel uniform, bentuk bulat,
dengan inti polimorf, vesicular, anak inti jelas, mitosis ditemukan, sitoplasma
jernih. Sel-sel tumbuh proliferatif tersusun memadat dan difus dipisahkan septa-
septa tipis jaringan ikat dengan sebukan sel radang limfosit.
Gambar 6. Mikroskopis seminoma
26
Kesimpulan
Seminoma testis tipe klasik
Tugas
1. Gambar atau buat foto mikroskopis, beri keterangan gambar yang telah
anda buat!
2. Sebutkan tipe-tipe seminoma!
3. Buatlah skema perjalanan penyakit seminoma dihubungkan tumor
embryonal lainnya!
27
RUJUKAN PUSTAKA
Kumar V, Abbas AK, Fousto N. 2005. Robbin and Cotran Pathologic
Basis of Disease. Edisi ke-7. Elsevier saunders. Phladelphia.
Rosai J. 2004. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. Edisi ke-9.
Mosby. Edenburgh.
Vetenriary clinical pathology clerkship program.
http://www.vet.uga.edu/vpp/clerk/frost/index.php
Uw medicine pathology. Bladder tumor. Diakses 31 Januari 2011.
http://www.pathology.washington.edu/about/education/gallery/bladder/
Online patology review. Diakses tanggal 31 Januari 2011. http://www.mo-
media.com/pathology/
Benign prostatic hyperplasia. Diakses tangal 31 Januari 2011.
http://www.pathguy.com/~egarcia/benign_prostatic_hyperplasia.htm
Anestajah. Diakses 31 Januari 2011.
http://atrandomness.blogspot.com/2008_08_01_archive.html
Wikipedia. Seminoma. Diakses tanggal 31 Januari 2011.
http://en.wikipedia.org/wiki/Seminoma
28
Wikimedia comons. Diakses 31 Januari 2011.
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Testis_seminoma_2.jpg
29