Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH SYEKH ABDUL QODIR AL-JILANI
TERHADAP PERKEMBANGAN TAREKAT SUFI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi persyaratan pegajuan beasiswa
Kajian keislaman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2018 M
Disusun Oleh:
Dannu Akbar
NIM : 11170600000056
FAKULTAS DIRASAT ISLAMIYAH UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Demi Allah, saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis
ilmiah yang berjudul “PENGARUH SYEKH ABDUL QODIR AL-JILANI
TERHADAP PERKEMBANGAN TAREKAT SUFI” saya susun sebagai syarat
pengajuan beasiswa kajian keislaman UIN Syarif Hidaytullah Jakarta 2018.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan karya tulis ilmiah yang saya
kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai
dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian karya tulis
ilmiah ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiarisme dalam bagian-
bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan dan
kebijakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 05 April 2018 M
Dannu Akbar
3
ABSTRAK
Nama: Dannu Akbar; NIM: : 11170600000056 ; Judul: PENGARUH SYEKH
ABDUL QODIR AL-JILANI TERHADAP PERKEMBANGAN TAREKAT
SUFI
Kata Kunci: Tarekat, Sufi,
Pada abad 20 ini banyak guru ilmu agama mencetuskan metode-metode
yang singkat dan cepat untuk mencapai ketinggian derajat di sisi Allah SWT. Bagi
para salik yang mendalami bidang tasawuf tidak bisa memilih mursyid tanpa
berdasarkan Al-Quran dan Sunnah. Karena karamah seorang waliyullah tingkat Al-
Qutbh saja yang bisa memberikan pengaruh seluas bumi dan 2 alam, yaitu alam
manusia dan jin khususnya dalam bidang syariat, tarekat, hakikat, dan ma‟rifat. Rumusan masalah dari penelitian ini Bagaimana pengertian dari tarekat dan
sufi menurut Syekh Abdul Qodir AL-Jilani? Bagaimana pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-Jilani terhadap perkembangan tarekat dan sufi?, sedangkan tujuan peneltian ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang memberikan penjelasan secara detail tentang tarekat dan sufi secara umum dan menurut Syekh Abdul Qodir AL-Jilani, memberikan penjelasan tentang pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-Jilani terhadap tarekat dan sufi di dunia.
Peneliti mengunakan metode library reasecrh yaitu dengan membaca informasi dan menelah isi tulisan dari jurnal-jurnal, berita-berita, penelitian – penelitian sebelumnya dan berdasarkan Al Qur‟an dan Sunnah dan mengunakan instrument wawancara kepada 3 narasumber yaitu tokoh agama masyarakat, pembimbing KTI, dan Ustadz yang memahami tarekat dan sufi..
Pembahasan hasil penelitian menyatakan bahwa Syekh Abdul Qodir AL- Jilani sangat berpengaruh dalam perkembangan tarekat dan sufi di dunia.
4
ABSTRACT
Author: Dannu Akbar; ID#: : 11170600000056; Title PENGARUH SYEKH
ABDUL QODIR AL-JILANI TERHADAP PERKEMBANGAN TAREKAT
SUFI
Keywords: Sufis,Tarekat
Sheikh Abdul Qadir Al-Gilani is a sufi lagendaris, he wanders from
Baghdad to the ground Jilan country Iraq to demand Islamic science that delivers
him into the world of sufi and be giving examples throughout history of the
scholars in the world.
The formulation of the research problem is who is Sheikh Abdul Qadir Al-
Gilani? What is up with orders and Sufis? How the influence of Sheikh Abdul
Qadir Al-Gilani against sufi orders?, while the goal of peneltian is to provide an
explanation about the life of Sheikh Abdul Qadir Al-Gilani, explaining in detail
about orders and Sufis and sufi orders and relationships, provide an explanation of
the influence of Sheikh Abdul Qadir Al-Gilani sufi orders against the world. Researchers using the methods of the library reasecrh that is by reading the
information and contents of menelah writing from journals, news stories, research – previous research and based on the Qur'an and the Sunnah.
Discussion of the results of the study stated that Sheikh Abdul Qadir Al-
Gilani is very influential in the development of sufi orders and in the field of
social and political sciences.
5
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhânahû wa Ta`âlâ yang telah memberikan
karunia dan rahmat-Nya kepada penulis, hingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul “PENGARUH SYEKH ABDUL
QODIR AL-JILANI TERHADAP PERKEMBANGAN TAREKAT SUFI”. Karya
sederhana ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan di
Program Excellent Class Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Gintung.
Penulis menyadari, bahwa karya tulis ini tidak dapat diselesaikan tanpa
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis berterima kasih
kepada semua pihak yang memberikan kontribusi dan dukungan dalam penyusunan
karya tulis ini. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-
besarnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Al-Ustâdz Drs. K. H. Ahmad Syahiduddin sebagai Pengasuh Pondok
Pesantren Daar el-Qolam yang telah mencurahkan segenap
perhatian dan pemikiran untuk kemajuan pondok dan perkembangan
Umat Islam.
2. Al-Ustâdz Drs. K. H. Odhy Rosihuddin sebagai Pemimpin Pondok
Pesantren Daar el-Qolam 2 yang telah bekerja keras dalam
peningkatan kualitas pendidikan di Pondok Pesantren Daar el-
Qolam.
3. Al-Ustâdz Dr.Cahya Buana, M, Ag sebagai Koordinator Karya Tulis
Ilmiah, yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan
karya tulis ini.
4. Al-Ustâdz Dr.Ahmad Usman, MA sebagai Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
penyusunan karya tulis ini.
5. Asâtîdz dan ustâdzât yang telah memberikan ilmu dan pendidikan
yang berharga pada penulis.
6. Staf administrasi yang telah membantu penulis dalam
merampungkan karya tulis ini.
7. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada asâtîdz wali
kelas enam dan segenap santri kelas enam Program Excellent Class
6
yang telah banyak membantu penulis untuk memperoleh data
penelitian dan karya tulis ilmiah ini.
8. Akhirnya, secara khusus lagi, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda dan ibunda,
yang telah tidak henti-hentinya memberikan semangat, doa dan
selalu memotivasi penulis dalam penulisan karya tulis ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tak ada yang sempurna di dunia ini.
Demikian pula dengan penulisan karya tulis ilmiah ini. Kritik dan saran sangatlah
penulis harapkan dan dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga karya tulis ini menjadi tambahan khazanah pengetahuan bagi siapa pun
yang membacanya.
Ciputat, 05 April 2018 M
Dannu Akbar
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Batasan Masalah ......................................................................... 3
B. Rumusan Masalah....................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6
1. Biografi Syekh Abdul Qadir Al-Jilani .............................. 6
2. Definisi Sufi .................................................................... 17
3. Definisi Tarekat ............................................................... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 30
A. Tempat Dan Waktu Penelitian .................................................. 30
B. Jenis Metode Penelitian ............................................................ 30
C. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 30
D. Teknik Analisis Data ................................................................ 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 31
A. Temuan Penelitian .................................................................... 31
1. Reduksi Data ................................................................... 31
2. Penyajian Data................................................................. 31
3. Triangulasi....................................................................... 40
B. Pembahasan Penelitian ............................................................. 42
BAB V PENUTUP........................................................................................ 44
A. Simpulan ................................................................................... 44
B. Saran ......................................................................................... 45
.
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Syekh Abdul Qodir Al-Jilani.................................................................. 6
Gambar 2 Sufi ....................................................................................................... 17
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dominanya peran ulama dalam sistem sosial pada masyarakat indonesia
membuat posisi para ulama sangat penting. Sehingga masyarakat sering
menjadikan ulama sebagai rujukan dalam masalah kehidupan sehari-hari. Di dalam
masyarakat Indonesia yang kebanyakan menganut agama islam, ulama merupakan
salah satu elit yang mempuyai kedudukan sangat terhormat dan berpengaruh besar
pada perkembangan masyarakat tersebut, ulama menjadi salah satu elit strategis
dalam masyarakat karena ketokohannya sebagai figur yang mempunyai
pengetahuan luas dan mendalam mengenai ajaran agama islam. (Muhtadi, 2004)
Pola hidup sufistik dengan perubahan dan dinamika kehidupan masyarakat
adalah munculnya gerakan kehidupan zuhud dan uzlah yang dipelopori oleh Hasan
Al-Bashri (110H) dan Ibrahim ibn Adham (159H). Gerakan ini muncul sebagai
reaksi terhadap pola hidup hedonistik (berfoya-foya), yang dipraktekan oleh para
pejabat Bani Umayyah. (Nasution, 1973)
Demikian juga dengan berkembangnya tasawuf filosofis yang dipelopori
oleh Abu Mansur Al-Hallaj (309H) dan Ibnu Arabi (637H). Tampaknya tidak bisa
lepas dari adanya pengaruh gejala gllobal masyarakat islam, yang cenderung
tersilaukan oleh berkembangnya pola hidup rasional. Hal ini merupakan pengaruh
berkembangnya filsafat dan kejayaan para filosof perpatentik, seprti Al-kindi, Ibnu
sina, Al-Farabi (Madkou, 1995)
Demikian juga dengan halnya, munculnya gerakan tasawuf sunni yang
dipelopori oleh Al-Qusyairi, Al-Ghazali yang tidak terlepas dari dinamika
masyarakat islam pda saat itu. Mereka banyak mengikutii pola kehidupan sufistik
yang menjauhi syariat dan tenggelam dalam keasikkan filsafatnya.
Dalam ajaran tasawuf yang dikenal dengan tasawuf sunni. Adapun tarekat
sebagai gerakan sufi populer (massal). Sebagai bentuk terakhir gerakan tasawuf,
2
tampaknya juga tidak begitu saja muncul. Kemunculannya tampak lebih dari
sebagai tuntuan sejarah dan latar belakang yang cukup beralasan, baik secara
sosiologis, maupun politis pada waktu itu.
Ada 2 faktor yang menyebabkan lahirnya gerakan tarekat yaitu kltural dan
struktural. Dari segi politik dunia islam sedang mengalami krisis hebat. Di bagian
barat dunia islam seperti : wilayah Palestina, Syiria, dan Mesir menghadapi
serangan orang-orang Kristen Eropa, yang terkenal dengan perang salib. Selama
kurang lebih 2 abad (490-656 H/1096-1258 M) telah terjadi 8 peperangan yang
dahsyat (Tafsir, 1990)
Di bagian timur, dunia islam menghadapi serangan Mongol yang haus darah
kekuasaan. Ia melahap setiap wilayah yang dijarahnya. Demikian juga di Baghdad,
sebagai pusat kekuasan dan peradaban islam. Situasi politik kota baghdad tidak
menentu. Karena selalu terjadi perebutan kekuasaan diantara para amir Turki dan
Dinasti Buwihi. (Ali, 1990)
Secara formal khalifah masih diakui, tetapi secara praktis para penguasa
sebenarnya adalah para amir dan para sultan - sultan. Keadaan yang buruk ini di
sempurnakan oleh Hulagu Khan yang memporakporandakan pusat peradaban umat
islam(1258 M).
Kerunyaman politik dan krisis kekuasan ini membawa dampak negatif bagi
kehidupan umat islam di wilayah tersebut. Pada masa itu umat islam mengalami
masa integrasi sosial yang sangat parah, pertentangan antar golongan banyak terjadi
seperti golongan sunni dengan syi‟ah dan golongan Turki dengan golongan Arab
dan Persia. Selain itu ditambah lagi oleh suasana banjir yang melanda Dajlah yang
mengakibatkan separuh tanah iraq menjadi rusak. Akibatnya kehidupansosial
merosot, keamanan terganggu dam kehancuran umat islam terasa di mana-mana.
Dalam situasi itu wajarlah kalau umat islam berusaha mempertahankan
agamanya dengan berpegang pada doktrinya yang dapat menentramkan jiwa, dan
menjalin hubungan yang damai dengan sesama muslim, dengan banyak berkumpul
dengan para ulama, banyak puasa, membaca Al-Qur‟an, berdzikir serta
3
mengasingkan diri dari keramaian duniawi yang diyakini sebagai obat penentram
jiwa (Hasan, 1989)
Masyarakat islam memiliki warisan kultural dari ulama sebelumnya yang
dapat digunakan sebagai pegangan yaitu doktrin tasawuf, yang merupakan aspek
kultural yang ikut membina lahirnya gerakan tarekat pada masa itu. Dan yang tidak
kalah pentingnya adalah kepedulian ulama sufi, mereka memberikan penganyoman
kepada masyarakat islam yang sedang mengalami krisis moral yang sangat hebat.
Dengan di bukanya ajaran tasawuf kepada orang awam, secara praktis lebih
berfungsi sebagai psikoterapi yang bersifat massal. Maka kemudian banyak orang
awam yang memasuki majelis dzikir dan halaqahnya para sufi, yang lama kelamaan
berkembang menjadi suatu kelompok tersendiri yang disebut tarekat. (Nasution,
Aliran Tarekat di Indonesia , 1995)
Di antara ulama sufi yang kemudian memberikan penganyoman kepada
masyarakat islam umum untuk kemudian mengamalkan tasawuf secara praktis
adalah Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali ra (505 - 1111 H). Kemudian menurut
Al-Taftazani diikuti oleh ulama sufi seperti Syekh Abdul Qodir AL-Jilani ra, Syekh
Ali ibn Abdullah bin Abd Jabbar Abu al Hasan al-syadziili ra, Syekh Muhammad
bin Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi ra, Syekh
Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty al-Makassary ra,
Syekh Abd Allah al-Syathary ra, Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Madani
al-Syafi‟i al-samman ra, Syekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani ra, Syekh Ahmad
Khatib Ibn al-Ghaffar ra, Syekh Mawlana jalaludin rumi muhammad bin hasain al
khattabi al bakri ra. Dalam penelitian ini, peneliti mengangkat judul penelitian
dengan judul “Pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-Jilani terhadap Perkembangan
Tarekat Sufi”.
A. Batasan Masalah
Karena keterbatasan dalam hal waktu, tempat, tenaga serta agar penelitian lebih
terarah. maka perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan pertimbangan
tersebut serta mengacu pada uraian latar belakang masalah di atas maka penelitian
4
ini dibatasi pada: Syekh Abdul Qodir Al-Jaleani sebagai variable independen (x)
sedangkan Perkembangan Tarekat Sufi adalah variable dependen (y)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan perbatasan masalah di atas maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengertian Tarekat Sufi menurut Siapakah Syekh Abdul Qodir
AL-Jilani ?
2. Bagaimana pengaruh Syekh Abdul Qodir terhadap Perkembangan Tarekat
Sufi ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui Biografi Syekh Abdul Qodir Al-Jilani
2. Untuk mengetahui pengertiaan Tarekat Sufi
3. Untuk mengetahui pengaruh Syekh Abdul Qodir Al-Jilani terhadap
Perkembangan Tarekat Sufi
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebanyak banyaknya bagi
peneliti sendiri maupun bagi pihak lain yang berkepentingan baik teoritis dan
praktis :
1) Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan informasi tentang perkembangan tarekat sufi
yang dipengaruhi oleh seorang sufi legendaris Syekh Abdul Qodir AL-
Jilani.
b. Diharapkan memperoleh temuan-temuan yang menunjang pengetahuan
berikatan dengan perkembangan disiplin ilmu tarekat dan disiplin ilmu
sufi.
2) Manfaat Praktis
5
.a) Diharapkan dapat memberikan masukan bagi umat muslim sebagai
bahan pertimbangan dalam mencari alternatif pemecahan masalah
ubudiyah.
b) Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian pada variabel yang sama dengan tujuan berbeda.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1 Syekh Abdul Qodir Al-Jilani
1. Biografi Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
a) Silsilah Syekh Muhyiddin Abdul Qodir Al-Jilani
Beliau adalah keturunan dari Khalifah ke-4 yaitu Imam Ali bin Abi Thalib
Karamallah Wajhah melalui ayahnya sepanjang 14 generasi dan dari ibunya
sepanjang 12 generasi.
b) Nasab dari Ayahnya (Hasani)
Syekh Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abu Shalih Musa Janki
Dust bin Abdullah bin Yahya Al-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin
Abdullah Tsani bin Musa Al-Jun bin Abdullah Al Hahdhi Al Hualli bin Al-Hasan
Al-Mutsanna bin Al Hasan As-Sibthi bin Ali bin Abu Thalib,suami Fatimah Az-
Zahra binti Rasulullah saw cucu Ibnu Abdullah Al-Shaumi‟I Al-Zahid.
7
c) Nasab dari ibunya (Husaini)
Syekh Abdul Qodir bin Ummul Khair Fatimah binti Abdullah sum‟i binti
Abu Jamal bin Muhammad bin Mahmud bin Abul Atha Abdullah bin Kamaluddin
Isa bin Abu Ridha bin usa Al-Kazim bin Ja‟far Al-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir
bin Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, suami Fatimah Az-Zahra binti
Rasulullah saw
d) Anak keturunannya
Syekh Abdul Wahab, Syekh Abdul Razaq, Syekh Abdul Aziz, Syekh Isa,
Syekh Musa, Syekh Yahya, Syekh Ibrahim, Syekh Abdullah.
e) Riwayat kelahiran
Riwayat pertama menyebutkan bahwa beliau lahir pada tanggal 1 ramadhan
470 H dan riwayat keduan pada tanggal 2 ramadhan 470 H. selatan Laut Kaspia
yang sekarang menjadi Provinsi Mazandaran di Iran. Ia wafat pada hari Sabtu
malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul akhir di daerah Babul Azajwafat di
Baghdad pada 561 H/1166 M.
f) Tanah Kelahiran
Beliau pernah ditanya tentang tanah kelahirannya, maka beliau menjawab,
“sebenarnya aku tidak tahu. Namun, aku telah tiba di Bahdad ini pada tahun
bersamaan dengan wafatnya Al-Tamimi. Saat itu, umurku sudah mencapai 18
tahun.”Para pakar sejarah seperti Abu Muhammad rizqullah bin Abdul Wahab
dan Abu Fadhl Ahmad bin Shalih bahwasanya beliau lahir pada tahun 470 H di
daerah yang terletak di belakang Thabrstan. Jailan atau Kailan penisbatan
Jailani itu berasal dari nama kakeknya.
g) Sosok Syekh Abdul Qodir AL-Jilani
Al-Imam Al-Allamah Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin
Muhammad bin Qudamah menceritakan tentang paras Syekh Abdul Qodir AL-
Jilani. ”Beliau adalah seorang yang tinggi, bertubuh kekar, berdada lebar,
8
berjenggot lebat, berkulit hitam, berdahi lancip, suaranya lantang, cerdas dan
teguh, mempuyai wibawa yang tinggi, serta ilmu yang memumpuni.”
h) Perjalanan Keilmuan
Syekh Abdul Qodir AL-Jilani belajar Fiqih kepada Abu Wafa Ali bin Aqil
dan Abul Khithab Mahfuzh bin Ahmad di daerah Kalwadzan, sebuah desa di
daerah Baghdad. Abul hasan Muhammad, putra Qadhi Abu ya‟la, Abu Said Al-
Mubarak bin Ali Al-Mukharimi di daerah distrik kota Baghdad untuk ilmu usul
fiqih dan perbandingan mazhab dan fiqih mazhab.
Guru hadist beliau adalah Abu Ghalib Muhammad al-Baqilano, Abu sa-id
Muhammad bin Abdul karim, Abul Ghana, Muhammad bin Ali bin Maimun,
Abu Bakar Ahmad bin Muzhaffar Abu Muhammad ja‟far nin Al-Qari, Abul
Qasim ali bin Ahmad al-kurki, Abu usman Ismail bin Muhammad Al-
Ashbihani, Abu Thalib Abdul Qadir bin Muhammad, Abu Barakat Hibbatullah
Abil izz Muhammad bin Al-Mukhtar, Abu Nashr, Abu Ghalib, Abu Abdullah
Yahya, Abu Hasan Al-Mubarak bin Abdul jabbar, Abu Manshur Abdurrahman
bunAbu gahlib Abu Barakat Thalhah bin Ahmad Al-Aquli.
Guru Sastra beliau adalah Abu Zakariya Yahya bin Ali Al-Tabrizi, Syekh
Abul Khair Ahmad bin Muslim Al-Dabbas.
Guru Tarekat beliau adalah Al-Imam Al-Qadhi Abu sa‟id Al-Mubarak Al-
Mukharrimi.
i) Bayi yang berpuasa di bulan Ramadhan
Diriwatkan oleh suami istri shaleh, Syekh Al-Imam Abu said binSualiman
Abdullah AL-Hasyimi dan mengisahkan bahwa Ummu Al-Khoir yaitu Fatimah,
Ibunda Syekh Abdul Qodir AL-Jilani mengemukaan hal ini:
“Ketika aku melahirkan putraku, Syekh Abdul Qodir AL-Jilani, ia tidak
mau meyusu pada siang bulan Ramadhan. Dan, pada suatu hari hilal
Ramadhan tidak tampak karena langit mendung, aku berkata kepada orang-
9
orang mendatangi ku dan menanyakan keadaan putra ku, aku berkata
kepada mereka,
“Hari ini ia tidak menyusu sama sekali.”
Ternyata , hari itu adalah awal bulan ramadhan. Semenjak saat itu, di daerah kami
terkenal ada seorang bayi yang dilahirkan dan tidak mau menyusu pada siang bulan
ramadhan.” (Sholihin, 2009)
j) Tahu Menjadi Waliyullah
Diriwayatkan dari Syekh Abdur Razik beliau mengisahkan: Dalam Suatu
dialog bertanya kepada ayahnya:
“Sejak kapan Ayahanda tahu kalu Ayahhanda adalah seorang
waliyullah?”
“Sejak aku berusia 10 Tahun. Saat itu, aku keluar dari negri ku dan
pergi ke tempat belajar. Tiba-tiba saja, aku melihat para malaikat berjalan
mengelilingiku. Saat itu, malaikat itu berkata pada anak-anak seumurku,
” Berilah jalan kepada wali Allah ini hinggga ia benar-benar duduk.”
Maka, bersamaan itu pula lewatlah seorang pria yang saat itu aku tidak
mengenalinya karena mendengar ucapan malaikat tadi spontan, ia berkat
kepada malaikat
“Ada apa dengan bocah ini” tanya lelaki asing
“ia akan menjadi orang besar, ia meminta dan tidak di tolak, kokoh
dalam spiritual dan tidak terhijab ia. Ia sangat dekat dengan Allah SWT
danhal itu tidak disangsikan lagi” Jawab para malaikat
Lantas setelah 40 tahun berlalu, barulah aku tahu bahwa ia adalah
seorang wali badal pada saat itu. (Al-Ghazali, 1993)
10
k) Masa kecil
Diriwayatkan bahwa menjelang keberangkatannya ke Baghdad, ibunya
yang sudah menjanda, membekalinya delapan puluh keping emas yang
dijahitkan pada bagian dalam mantelnya, persis di bawah ketiaknya, sebagai
bekal. Uang ini adalah warisan dari almarhum ayahnya, di maksudkan untuk
menghadapi masa-masa sulit. Kala hendak berangkat, sang ibu di antaranya
berpesan agar jangan berdusta dalam segala keadaan. Sang anak berjanji untuk
senantiasa mencamkan pesan tersebut.
Begitu kereta yang ditumpanginya tiba di Hamadan, menghadanglah
segerombolan perampok. Kala menjarahi, para perampok sama sekali tak
memperhatikannya, karena ia tampak begitu sederhana dan miskin. Kebetulan
salah seorang perampok menanyainya apakah ia mempunyai uang atau tidak.
Ingat akan janjinya kepada sang ibu, si kecil Abdul Qadir segera menjawab
:“Ya, aku punya delapan puluh keping emas yang dijahitkan di dalam baju
oleh ibuku.”
Tentu saja para perampok terperanjat keheranan. Mereka heran, ada
manusia sejujur ini.
Mereka membawanya kepada pemimpin mereka, lalu menanyainya, dan
jawabannya pun sama. Begitu jahitan baju Abdul Qadir dibuka, didapatilah
delapan puluh keping emas sebagaimana dinyatakannya. Sang kepala perampok
terhenyak kagum. Ia kisahkan segala yang terjadi antara dia dan ibunya pada
saat berangkat, dan ditambahkannya jika ia berbohong, maka akan tak
bermakna upayanya menimba ilmu agama.
Mendengar hal ini, menangislah sang kepala perampok, jatuh terduduk di
kali Abdul Qadir, dan menyesali segala dosa yang pernah dilakukan.
Diriwayatkan, bahwa kepala perampok ini adalah murid pertamanya. Peristiwa
ini menunjukkan proses menjadi Shiddiq. Andai kata beliau tak benar, maka
11
keberanian kukuh semacam itu demi kebenaran, dalam saat-saat kritis, tak
mungkin bagi beliau.
l) Masa Muda
Diriwayatkan dari Abu Said bin Muhammad bin Abdullah bin Ali bin
Amrun al-Tamimi. Ia mengisahkan : Pada saat mudaku, aku pergi ke Baghdad
untuk menuntut ilmu. Saat itu, Ibnu Saqa adalah sahabat karibku selama di
Nizhamiyah. Kami sering beribadah dan berziarah kepada orang-orang shaleh.
Saat itu, di Baghdad ada orang yang terkenal dengan sebutan “Al-Ghaust”.
Kabar-kabarnya, orang ini kadang muncul dan kafang pula raib begitu saja.
Maka, aku, Ibnu Saqa, dan Syekh Abdul Qodir AL-Jilani yang saat itu masih
belia bermaksud mengunjungi orang tersebut. Dalam perjalanan kami
berbincang;
“Aku akan menanyakan sesuatu yang tidak ia ketahui jawabannya”
kata Ibnu Saqa
“Aku juga akan bertanya tentang suatu masalah dan aku akan
melihat apa yang dilakukannya” kata ku (Abu Said)
“Ma’adzallah (Aku berlindung kepada Allah) dari bertanya sesuatu
kepadanya. Aku hanya ingin mendapatkan berkah dengan berjumpa
dengannya.” Ucap Syekh Abdul Qodir AL-Jilani.
Tatkala kami sudah sampai di kediamannya, kami melihat beliau
tidak berada di tempat. Kami menunggu untuk beberapa saat, tiba-tiba saja
ia sudah muncul dan duduk di hadapannya. Spontan, ia lansung marah
kepada Ibnu Saqa
“Celakalah enkau Ibnu Saqa! Engkau datang ke sini hanya untuk
bertanya tentang masalah yang kau kira aku tidak tahu jawabanya?
Ketahuilah pertanyaanmu itu (ini dan ini), maka jawabanya adalah (ini dan
ini). Sungguh, aku melihat api kekufuran sedang bergejolak dalam dirimu!”
12
Kemudian beliau memandang ku
“Hai Abdullah, bukankah engkau bermaksud bertanya kepadaku
agar engkau melihat apa yang aku katakan? Ketahuilah, pertanyaanmu itu
adalah(ini) dan jawabanya adalah(ini). Dunia akan berjalan kearah daun
telingamu akibat kelakuanmu.”
Kemudian, beliau memandang Syekh Abdul Qodir AL-Jilani
dengan pandangan merendah dan memuliakannya
“Wahai Abdul Qodir, Allah dan Rasul-Nya telah meridhai dengan
etika mu. Aku melihat engkau di Baghdad, nanti akn berdiri di atas kursi
dan berkata “ Kedua kaki ku ini berada di atas lutut para kekasih Allah”.
Dan aku pun melihat para wli Allah bersimpuh mengagungkan mu.”
Kemudian, orang itu raib dan kami pun tidak pernah melihatnya
kembali lagi. Adapun mengenai Syekh Abdul Qodir AL-Jilani, sejak awal
beliau telah menunjukkan kedekatannya dengan Allah SWT. Hal ini
sebagaimana diakui oleh orang-orang, baik kalangan khusus atau orang
awam. Dan benar saja, beliau mengucapkan “kedua kaki ku berada di atas
lutut para kekasih Allah”. Pada saat itu para wali pun mengakui ketinggian
derajat Syekh Abdul Qodir AL-Jilani.
Sementara itu, Syekh Ibnu Saqa terus memperdalam Ilmu Syariat
hingga ia menjadi sangat ahli dalam bidangnya. Ia telah melampaui banyak
sekali para ulama yang ada pada masanya. Ia terkenal sebagai ahli debat
dalam berbagai bidang ilmu, memiliki lisan yang fasih, kokoh adalah
mempertahankan pendapat, serta piawai dalam mengelola dalil. Sehingga,
ia mendapat perhatian dari Khalifah Baghdad dan mengirimnya sebagai
untusanya ke Negri Romawi.
Di sana, Raja Romawi dibuatnya berdecak kagum akan kepiawaian
ilmunya, kekokohan pendapatnya. Sehingga Raja Romawi mengumpulkan
para pakar dan pendeta untuk berdebat dalam bidang ilmu pengetahuan.
13
Akhirnya, mereka semua takluk hingga Ibnu Saqa mendapatkan
penghormatan dari Raja Romawi. Lalu, Ibnu Saqa bertemu dengan putri raja
dan ditawarkan kepadanya. Ibnu Saqa menemui Raja Romawi dan
mengutarakan maksudnya untuk memperistri putrinya. Namun, Raja
Romawi menolak maksudnya kecuali ia masuk Kristen. Maka Ibnu Saqa
pun menyetujuinya, kemudian menikah dengan putrinya Na’udzu billah min
dzalik.
Pada akhir hayatnya, Ibnu Saqa teringat ucapan “Al-Ghauts” dan ia
tahu bahwa ia akan mati dengan sebab ini. Dan bafi Abu Said dia pergi ke
Damaskus dan diterima oleh Sultan Nuruddin Al-Syahis dan mengangkatku
sebagai Menteri Wakaf. Benar saj, aku mendapatkan harta dunia yang
sangat banyak. Telah menjadi benar apa yang dikatakan oleh “Al-Ghauts”
tentang kami semuanya.
m) Karya-karya Syakih Abdul Qodir AL-Jilani
Imam Ibnu Rajab juga berkata, ”Syeikh Abdul Qadir al Jailani rahimahullah
memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir,
dan ilmu-ilmu ma‟rifat yang sesuai dengan sunnah.”
Karya beliau, antara lain :
a) Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq,
b) Futuhul Ghaib.
c) Tafsir Al-Jilani
d) Al-Fatih Ar-Rabbani
e) Jala‟ Al-Kwathir
f) Sirr Al-Asrar
g) Asror Al Asror
h) Mahfudzat
i) Ar Rasal
j) Ad Diwan
k) Sholawat wal Aurod
14
l) Yawaitul Hikam
m) Amrul Muhkam
n) Usul As Saba
n) Beberapa Ajaran Beliau
Guru dan teladan kita Syaikh Abdul Qadir al Jilli berkata, ”Seorang Syaikh
tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual kecuali apabila 12 karakter berikut
ini telah mendarah daging dalam dirinya.
1. Dua karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup aib) dan
ghaffar (pemaaf).
2. Dua karakter dari Rasulullah SAW yaitu penyayang dan lembut.
3. Dua karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
4. Dua karakter dari Umar yaitu amar ma‟ruf nahi munkar.
5. Dua karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada waktu
orang lain sedang tidur.
6. Dua karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Masih berkenaan dengan pembicaraan di atas dalam bait syair yang
dinisbatkan kepada beliau dikatakan:
Bila lima perkara tidak terdapat dalam diri seorang syaikh maka ia adalah
Dajjal yang mengajak kepada kesesatan.
Dia harus sangat mengetahui hukum-hukum syariat dzahir, mencari ilmu
hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah kepada tamu, lemah lembut kepada si
miskin, mengawasi para muridnya sedang ia selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syaikh Abdul Qadir juga menyatakan bahwa Syaikh al Junaid mengajarkan
standar al Quran dan Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syaikh. Apabila ia
15
tidak hafal al Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk
diikuti.
Kemudian dia harus mentalqin si murid dengan zikir lengkap dengan
silsilahnya. Sesungguhnya Ali ra. bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai
Rasulullah, jalan manakah yang terdekat untuk sampai kepada Allah, paling mudah
bagi hambanya dan paling afdhal di sisi-Nya. Rasulullah berkata, “Ali, hendaknya
jangan putus berzikir (mengingat) kepada Allah dalam khalwat (kontemplasinya)”.
Kemudian, Ali ra. kembali berkata, “Hanya demikiankah fadhilah zikir, sedangkan
semua orang berzikir”. Rasulullah berkata, “Tidak hanya itu wahai Ali, kiamat tidak
akan terjadi di muka bumi ini selama masih ada orang yang mengucapkan „Allah‟,
„Allah‟. “Bagaimana aku berzikir?” tanya Ali. Rasulullah bersabda, “Dengarkan
apa yang aku ucapkan. Aku akan mengucapkannya sebanyak tiga kali dan aku akan
mendengarkan engkau mengulanginya sebanyak tiga kali pula”. Lalu, Rasulullah
berkata, “Laa ilaaha illallah” sebanyak tiga kali dengan mata terpejam dan suara
keras. Ucapan tersebut diulang oleh Ali dengan cara yang sama seperti yang
Rasulullah lakukan. Inilah asal talqin kalimat Laa ilaaha Illallah. Semoga Allah
memberikan taufiknya kepada kita dengan kalimat tersebut.
Syaikh Abdul Qadir berkata, ”Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang
individu yang belum ditalqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh
mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut”.
Karena itulah Syaikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang
berbunyi: Wahai yang enak diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau
lupakan aku saat perpisahan (maut). (at-Tadifi, A.H. 963)
o) Jubah Kewalian
Suatu ketika, saat aku berceramah aku melihat sebuah cahaya terang
benderang mendatangi aku. “Apa ini dan ada apa?” tanyaku. “Rasulullah SAW
akan datang menemuimu untuk memberikan selamat” jawab sebuah suara. Sinar
tersebut semakin membesar dan aku mulai masuk dalam kondisi spiritual yang
membuatku setengah sadar. Lalu, aku melihat RasuLullah SAW di depan mimbar,
16
mengambang di udara dan memanggilku, “Wahai Abdul Qadir”. Begitu
gembiranya aku dengan kedatangan Rasulullah SAW, aku melangkah naik ke udara
menghampirinya. Ia meniup ke dalam mulutku 7 kali. Kemudian Ali datang dan
meniup ke dalam mulutku 3 kali. “Mengapa engkau tidak melakukan seperti yang
dilakukan Rasulullah SAW?” tanyaku kepadanya. “Sebagai rasa hormatku kepada
Rasulullah SAW” jawab beliau.
Rasulullah SAW kemudian memakaikan jubah kehormatan kepadaku. “apa
ini?” tanyaku. “Ini” jawab Rasulullah, “adalah jubah kewalianmu dan dikhususkan
kepada orang-orang yang mendapat derajad Qutb dalam jenjang kewalian”. Setelah
itu, aku pun tercerahkan dan mulai berceramah. (Tokoh Sufi Sepanjang masa, 2009)
17
Gambar 2 Sufi
2. Definisi Sufi
Sufi adalah istilah untuk mereka yang mendalami ilmu tasawwuf, yaitu ilmu yang
mendalami ketakwaan kepada Allah SWT.Yang sebagaimana seperti berdzikir.
Istilah sufi [orang suci] akhirnya dipakai oleh dunia secara luas, bukan saja untuk
tokoh agama dari agama tertentu, tetapi bagi seseorang yang secara spiritual dan
rohaniah telah matang dan yang kehidupannya tidak lagi membutuhkan dan
melekat kepada dunia dan segala isinya, kecuali untuk kebutuhan dasarnya saja.
Sufi dalam konteks ini diamalkan sebagai cara sejati untuk memurnikan jiwa dan
hati, mendekatkan diri kepada Tuhan dan mendekatkan diri kepada SorgaNya
[menjauhi dunia]. Di agama Budha, dikenal sebagai tahap arupadatu [berbeda
dengan kamadatu], di agama Nasrani dikenal sebagai biarawan/ biarawati sebagai
cara menjalani kehendak Tuhan secara full/penuh dan memerdekakan diri dari
budak kesenangan dunia. (al-Naqsyabandi, 2010)
18
1) sufi dan tasawuf dikaitkan dengan kata-kata Arab
1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang disucikan. Dan memang,
kaum sufi banyak berusaha menyucikan diri mereka melalui banyak melaksanakan
ibadat, terutama salat dan puasa.
2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam salat di
mesjid. Saf pertama ditempati oleh orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan
banyak membaca ayat-ayat al-Qur‟an dan berdzikir sebelum waktu salat datang.
Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha membersihkan diri dan dekat dengan
Tuhan.
3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke Madinah
dengan meninggalkan harta kekayaannya di Mekkah. Di Madinah mereka hidup
sebagai orang miskin, tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan
memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah, sungguhpun tak
mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia dan tidak mementingkan dunia. Inilah
pula sifat-sifat kaum sufi.
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam) yang berarti
hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat. Pendapat ini memang banyak yang
menolak, karena kata sophos telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab,
dan ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang terdapat dalam kata
tasawuf.
5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang ingin memasuki
jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah yang biasa dipakainya dan diganti
dengan kain wol kasar yang ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini
melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir inilah yang banyak diterima
sebagai asal kata sufi. Jadi, sufi adalah orang yang memakai wol kasar untuk
menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatian pada alam rohani.
19
Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim al-Kufi di Irak
(w.150 H).
Apabila kita beralih dari masalah kata „tasawuf‟ ke masalah batasannya,
maka kita temukan deretan panjang definisi, hingga menurut satu pendapat
mencapai dua ribu.. Suhrawardi menyatakan, “Pendapat para syaikh mengenai
esensi tasawuf lebih dari seribu pendapat., Ath-Thusi menyebutkan bahwa Ibrahim
bin Maulis Ar-Riqi telah menyampaikan lebih dari seratus jawaban saat ditanya
tentang definisi tasawuf. Al-Qusyairi di dalam Risalahnya yang masyhur
merangkum 50 definisi dari ulama pendahulu.
Sedangkan Nicholson merangkum 78 definisi. Karena itu kalimat tasawuf
telah menjadi istilah yang berkembang seiring perkembangan zaman, dan
terpengaruh oleh berbagai situasi dan kondisi zaman. Kita temukan arti tasawuf di
satu masa berbeda dengan yang ada di masa lain, satu sufi dari sufi lain, hingga dari
satu individu di satu waktu ke waktu lain. Karena setiap orang menyampaikan
menurut perasaan dan citarasa spiritualnya.
Ibnu Khaldun menyatakan, “Banyak sufi berusaha mengungkapkan arti
tasawuf dengan kalimat yang general dengan memberi keterangan maknanya, tetapi
tidak satu pun pendapat yang tepat. Di antara mereka ada yang mengunkapkan
kondisi-kondisi permulaan..ada yang mengungkapkan kondisi-kondisi akhir ada
yang mengungkapkan pertanda saja ada yang mengungkapkan prinsip-prinsip dan
dasar-dasarnya ada yang menyatukan prinsip dan dasarnya. Masing-masing dari
mereka mengungkapkan apa yang ditemukannya dan masing-masing bicara
menurut derajat spiritualnya. Dan masing-masing menyatakan apa yang terjadi
pada dirinya, menurut pencapaiannya dalam bentuk ilmu, atau amal, atau kondisi
spiritual, atau dzauq (cita rasa spiritual), atau selainnya. Seluruhnya adalah tasawuf.
Inilah sebagian definisi yang kami sampaikan sebagai contoh, bukan untuk
pembatasan. Pendapat para ulama tentang sufi sebagaimana berikut:
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal dengan
syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti
rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram)
20
dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan
larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh
secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah)
yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan
jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma‟rifatullah).
Maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan
pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak
akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan
yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita
tidak membawa peta petunjuk. Namun mursyid dalam tarekat tidak hanya
membimbing secara lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi
sebagai mediasi antara seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah
SWT.
Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik berupa
bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah punya
izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan
beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tarekat dapat dipraktekkan dalam setiap keadaaan dimana manusia
menemukan dirinya, dalam kehidupan tradisional maupun modern. Tarekat adalah
salah satu wujud nyata dari tasawuf. Ia lebih bercorak tuntunan hidup praktis sehari-
hari daripada corak konseptual yang filosofis. Jika salah satu tujuan tasawuf adalah
al-Wushul ila Allah SWT (sampai kepada Allah) dalam arti ma‟rifat, maka tarekat
adalah metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan tasawuf
tersebut.
Tarekat berarti jalan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara
menyucikan diri, atau perjalanan yana ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan
diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Orang yang bertarekat harus dibimbing oleh
guru yang disebut mursyid (pembimbing) atau Syaikh. Syaikh atau mursyid inilah
yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah serta
21
rohaniah dan pergaulan sehari-hari. Bahkan ia menjadi perantara (washilah) antara
murid dan Tuhan dalam beribadah.
Karena itu, seorang Syaikh haruslah sempurna dalam ilmu syariat dan hakekat.
Di samping itu, untuk (dapat) menjadi guru, ustadz atau Syaikh diperlukan syarat-
syarat tertentu yang mencerminkan sikap orang tua yang berpribadi akhlak karimah
dan budipekerti yang luhur.
A) Tasawuf berdiri pada dua dasar:
1) pengalaman batin langsung dalam hubungan antara hamba dan Rabb.
2) kemungkinan unifikasi antara sufi dan Allah. Termasuk dasar pertama
adalah kondisi-kondisi spiritual dan derajat-derajat spiritual. Dan termasuk
yang kedua adalah peneguhan Yang Mutklak, atau Wujud Yang Haq, atau
Maujud Tunggal, yang dalam naungannya mencakup seluruh maujud dan
ada kemungkinan bertaut dengannya, sehingga tidak ada yang eksis selain
Dia.
Jadi, tasawuf adalah tangga naik yang memiliki jenjang-jenjang yang berujung
pada Dzat Yang Tinggi, dan perjalan meningkat dalam titian-titian naiknya hingga
puncak kesatuan dan manunggal.
3. Definisi Tarekat
Kata tarekat di ambil dari bahasa arab, yaitu dari kata benda thoriqoh yang
secara emitologis berarti jalan, metode atau tata cara. Adapun tarekat dalam
termilnologis (pengertian) ulama sufi bernama Syekh Muhammad Amin al-Kurdi
al-Irbili al-Syafi al-Naqsyabandi berkata
“Tarekat adalah beramal dengan syariat dengan mengambil/memilih daripada
yang rukhshoh (ringan); menjauhkan diri dari mengambil pendapat yang mudah
pada amal ibadah yang tidak sebaiknya dipermudah; menjauhkan diri dari semua
larangan syariat lahir dan batin; melaksanakan semua perintah Allah SWT
semampunya; meninggalkan semua larangan-Nya baik yang haram, makruh atau
mubah yang sia-sia; melaksanakan semua ibadah fardlu dan sunah; yang
22
semuamnya ini di bawah arahan, naungan dan bimbingan seorang
guru/syekh/mursyid yang arif yang telah mencapai maqamnya (layak menjadi
seorang Syekh/Mursyid).”
Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa tarekat adalah beramal
dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan,
seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang
haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah;
meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal
yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal
manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang
mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah
(ma‟rifatullah).
Maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah
melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan
tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang
belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak
membawa peta petunjuk. Namun mursyid dalam tarekat tidak hanya membimbing
secara lahiriah saja, tapi juga secara batiniah bahkan juga berfungsi sebagai mediasi
antara seorang murid/salik dengan Rasulullah SAW dan Allah SWT.
Dengan bahasa yang lebih mudah, tarekat adalah sebuah kendaraan baik
berupa bis, kapal laut atau pesawat terbang yang disopiri oleh seseorang yang telah
punya izin mengemudi dan berpengalaman untuk membawa kendaraannya dengan
beberapa penumpang di dalamnya untuk mencapai tujuan.
Tarekat dapat dipraktekkan dalam setiap keadaaan di mana manusia
menemukan dirinya, dalam kehidupan tradisional maupun modern. Tarekat adalah
salah satu wujud nyata dari tasawuf. Ia lebih bercorak tuntunan hidup praktis sehari-
hari daripada corak konseptual yang filosofis. Jika salah satu tujuan tasawuf adalah
al-Wushul ila Allah SWT (sampai kepada Allah) dalam arti ma‟rifat, maka tarekat
adalah metode, cara atau jalan yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan tasawuf
tersebut.
23
Tarekat berarti jalan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan
cara menyucikan diri, atau perjalanan yana ditempuh oleh seseorang untuk
mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Orang yang bertarekat harus
dibimbing oleh guru yang disebut mursyid (pembimbing) atau Syaikh. Syaikh atau
mursyid inilah yang bertanggung jawab terhadap murid-muridnya dalam kehidupan
lahiriah serta rohaniah dan pergaulan sehari-hari. Bahkan ia menjadi perantara
(washilah) antara murid dan Tuhan dalam beribadah.
Karena itu, seorang Syaikh haruslah sempurna dalam ilmu syariat dan
hakekat. Di samping itu, untuk (dapat) menjadi guru, ustadz atau Syaikh diperlukan
syarat- syarat tertentu yang mencerminkan sikap orang tua yang berpribadi akhlak
karimah dan budi pekerti yang luhur.
A) Tarekat wajib dan tarekat sunat.
1.) Tarekat wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan
fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang
utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah
akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah.
Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah S.W.T melalui Al-Quran dan
Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji.
Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain
sebagainya.
2.) Tarekat sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah
yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya
menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat
sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah
tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh
seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari
paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan
juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat
ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur‟an, puasa sunat, wirid,
zikir.
24
B) Sejarah Perkembangan Tarekat
Asal-usul tarekat (al-tariqah) Sufi dapat di urutkan pada abad ke-3 dan 4 H
(abad ke-9 dan 10 M). Pada waktu itu tasawuf telah berkembang pesat di negeri-
negeri seperti Arab, Persia, Afghanistan dan Asia Tengah. Beberapa Sufi terkemuka
memiliki banyak sekali murid dan pengikut.
Pada masa itu ilmu Tasawuf sering pula disamakan dengan ilmu Tarekat
dan teori tentang maqam (peringkat kerohanian) dan hal (jamaknya ahwal, keadaan
rohani). Di antara maqam penting yang ingin dicapai oleh seorang penempuh jalan
tasawuf ialah mahabba atau `isyq (cinta), fana` (hapusnya diri/nafs yang rendah),
baqa` (rasa hidup kekal dalam Yang Satu), ma`rifa (makrifat) dan ittihad (persatuan
mistikal), serta kasyf (tersingkapnya penglihatan hati).
Kehidupan para sufis abad 3-4 H merupakan kritik terhadap kemewahan
hidup para penguasa dan kecenderungan orientasi hidup masyarakat muslim pada
materialisme. Keadaan ini memberikan sumbangsih pada terjadinya degradasi
moral masyarakat. Keadaan politik yang penuh ketegangan juga memberikan peran
bagi pertumbuhan sufisme abad tersebut.
Maraknya praktek sufisme dan tarekat di abad ke 12-13 M juga tidak lepas
dari dinamika sosial-politik dunia Islam.
sebuah persaudaraan sufi lahir karena adanya seorang guru Sufi yang
memiliki banyak murid atau pengikut. Pada abad ke-11 M persaudaraan sufi banyak
tumbuh di negeri-negeri Islam. Mula-mula ia merupakan gerakan lapisan elit
masyarakat Muslim, tetapi lama kelamaan menarik perhatian masyarakat lapisan
bawah. Pada abasd ke-12 M banyak orang Islam memasuki tarekat-tarekat sufi.
Pada waktu itu kegiatan mereka berpusat di kanqah, yaitu sebuah pusat latihan Sufi
yang banyak terdapat di Persia dan wilayah sebelah timur Persia. Kanqah bukan
hanya pusat para Sufi berkumpul, tetapi juga di situlah mereka melakukan latihan
dan kegiatan spiritual, serta pendidikan dan pengajaran formal, termasuk dalam hal
kepemimpinan.Salah satu fungsi penting lain dari kanqah ialah sebagai pusat
kebudayaan dan agama. Sebagai pusat kebudayaan dan agama, lembaga kanqah
25
mendapat subsidi dari pemerintah, bangsawan kaya, saudagar dan
organisasi/perusahaan dagang. Tempat lain berkumpulnya para Sufi ialah zawiyah,
arti harafiahnya sudut. Zawiyah ialah sebuah tempat yang lebih kecil dari kanqah
dan berfungsi sebagai tempat seorang Sufi menyepi. Di Jawa disebut pesujudan, di
Turki disebut tekke (dari kata takiyah, menyepi).Tempat lain lagi berkumpulnya
Sufi ialah ribat. Ribat punya kaitan dengan tempat tinggal perajurit dan komandan
perang, katakanlah sebagai tangsi atau barak militer. Pada masa berkecamuknya
peperangan yang menyebabkan orang mengungsi, dan juga berakibat banyaknya
tentara tidak aktif lagi dalam dinas militer, membuat ribat ditinggalkan tentara dan
dirubah menjadi tempat tinggal para Sufi dan pengungsi yang mengikuti perjalanan
mereka.
C) Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Secara ethimologi, tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu katashuuf yang
berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawuf memakai pakaian dari bulu domba
sebagai lambang merendahkan diri. Sedangkan secara terminology, para sufi dalam
mendefinisikan tasawwuf itu sendiri sesuai dengan pengalaman batin yang telah
mereka rasakan masing-masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka
menjadi beragamnya definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang
menyeluruh. Dari beberapa definisi para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan bahwa
tasawuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada
amal dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.
Sedangkan tarekat sendiri, secara ethimologi berasal dari kata “Thoriqoh” yang
berarti jalan. Dalam artian jalan yang mengacu kepada suatu system latihan meditasi
maupun amalan- amalan yang dihubungkan dengan guru sufi. Istilah ini kemudian
berkembang menjadi organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas, atau
institusi yang menaungi paham tasawwuf.
Dari pengertian di atas, tampaklah pertalian yang sedemikian erat antara
tasawwuf dan tarekat, bahwa antara keduanya tampak sulit dibedakan dan tak bisa
dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Tasawwuf adalah sebuah ideology
dari institusi yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan kata lain, tarekat
26
merupakan madzhab-madzhab dalam tasawwuf. Dan tarekat merupakan
implementasi dari suatu ajaran tasawwuf yang kemudian berkembang menjadi
sebuah organisasi sufi dalam rangka mengimplementasikan suatu ajaran tasawwuf
secara bersama-sama.
D) Aliran-aliran tarekat di Dunia Islam
1. Tarekat Qadiriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, yang
wafat di Irak pada 1161 H) yang mempunyai penganut di Irak, Turki,
Turbekistan, Sudan, Cina, India, dan Indonesia.
2. Tarekat Syadziliah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Asy-Syadzili, , yang
wafat di Mesir pada 1258 M), yang mempunyai pengikut di Mesir, Afrika Utara,
Syiria, dan Negri-negri Arab lainnya. Pokok-pokok ajarannya antara lain :
Bertaqwa kepada Allah ditempat sunyi dan ramai
Mengikuti sunnah dalam segala perkataan dan perbuatan
Berpaling hati dari makhluk waktu berhadapan dari waktu membelakangi
Kembali kepada Allah diwaktu senang dan susah
Tarekat Rifaiyah, (dihubungkan kepada Syekh Ahmad Ar-Rifai, yang wafat
di Mesir pada 1182 M), yang mempunyai pengikut di irak dan di Mesir.
3. Tarekat Naqsabandiyah (dihubungkan kepada Syekh Bahaudin Naqsabandi
yang wafat di Bukhara pada 1389 M), yang mempunyai pengikut di Asia
Tenggara, Turki, India, Cina, dan Indonesia. Ciri-ciri tarekat Naqsabandiah
antara lain :
Berpegang teguh kepada aqidah ahlusunnah
Meningggalkan ruqsah
Memilih hokum-hukum yang azimah
Senantiasa dalam muraqabah
Tetap berhadapan dengan Tuhan
Menghasilkan malakah hudhur (menghadirkan Tuhan dalam hati)
Menyendiri ditengah keramaian serta menghiasi diri dengan hal-hal yang
memberi faedah
27
Berpakaian dengan pakaian mukmin biasa
Zikir tanpa suara
4. Tarekat Syatarriyah, (dihubungkan kepada Syekh Abdullah Asy-Sattari
yang wafat di india pada 1236 M), yang mempunyai pengikut India dan
Indonesia.
5. Tarekat Khalwatiyah (dihubungkan kepada Muhammad Yusuf bin
Abdullah Abu Mahasi Al-Taj Al-Khalwaty Al-Makassary.)
6. Tarekat Sammaniyah (dihubungkan kepada Syekh Muhammad bin Abdul
Karim Al-Madani Al-Syafi‟i Al-Samman )
7. Tarekat Tijaniyah (dihubungkan kepada Syekh Ahmad bin Muhammad Al-
Tinjani)
8. Tarekat Qodiriyah ea Naqsabandiyah (dihubungkan kepada Syekh Ahmad
Khatib bin Al-Ghaffar Sambas)
9. Tarekat Malwawiyah, (dihubungkan kepada Syekh Maulana Jalaludin Rumi
Muhammad bin Husain Al-Khattibi Al-Bakhri ) atau sering disebut dengan
Rumi
E) Pengaruh Tarekat dalam Perkembangan Islam
Dalam perkembangannya tarekat-tarekat itu bukan hanya memusatkan
perhatian pada tasawuf ajaran-ajaran gurunya, tetapi juga mengikuti kegiatan
politik. Tarekat memengaruhi dunia islam mula abad ke-13 kedudukan tarekat saat
itu sama dengan partai politik. Bahkan tentara itu juga menjadi anggota tarekat.
Tarekat keagamaan meluaskan pengaruh dan organisasinya keseluruh
pelosok negeri menguasai masyarakat melalui suatu jenjang yang terancang dengan
baik, dan memberikan otomomi kedaerahan seluas-luasnya. Setiap desa atau
kelompok desa ada wali lokalnya yang didukung dan dimuliakan sepanjang
hidupnya, bahkan dipuja dan diagung-agungkan setelah kematiannya. Akan tetapi
pada saat-saat itu telah terjadi penyelewengan dalam tarekat-tarekat.
Disamping itu tarekat pada umumnya hanya berorientasi akhirat, tidak
mementingkan dunia, tarekat mengandungkan banyak beribadah saja dan jangan
28
mengikuti dunia ini karena anggapan, “dunia ini adalah bangkai maka yang
mengejar dunia ini adalah anjing”. Ajaran ini tampaknya menyelewengkan umat
islam dari jalan yang harus ditempuhnya. Demikian juga sifat tawakal, menunggu
apa saja yang akan datang, qadha dan qadar yang sejalan denga faham Asy‟ariyah.
Tetapi para pembaharu dalam dunia islam melihat bahwa tarekat bukan hanya
mencemarkan paham tauhid, tetapi juga membawa kemunduran bagi umat islam.
Oleh karena itu pada abad ke-19 timbul pemikiran yang sinis terhadap
tarekat. Banyak orang yang menentang dan meninggalkan tarekat ini.
29
KERANGKA BERPIKIR
Penelitain lebih Mengetahui Fokus pada
Biografi Mengetahui Mengetahui
Pengaruh Syekh Syekh Definisi
Definisi Sufi Abdul Qodir Al-
Abdul Qodir Tarekat Jaelani dalam Al-Jaelani bidang politik dan
sosial
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
Adapun tempat penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini penulis lakukan
ditempat menulis menuntut ilmu yang bertempat di Pondok Pesantren Daar-el
Qolam Gintung, Jayanti, Tanggerang, Banten.
Sedangkan penelitian dilakukan dari tanggal 7 November 2015 s/d 27 oktober
2016 M
B. Jenis Metode Penelitian
Dalam karya tulis ini, penulis menggunakan bidang Library research (kajian
pustaka) yang mana dalam hal ini penulis menggumpulkan beberapa buku yang
sesuai dengan penelitian dan judul Karya Tulis Ilmiah (KTI). Dan tak lupa penulis
untuk menuliskan judul buku tersebut yang di tulis dalam daftar pustaka. Begitu
juga website atau situs internet yang dikunjungi yang kemudian penulis
mengembangkan atau menambahkan pendapat apa yang di dapat dari buku yang di
baca maupun website atau situs internet yang dikunjungi.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan membaca
semua referensi yang ada dalam berbagai sumber berupa buku cetak, jurnal,
penelitian-penelitian, berita dan website terpercaya, dan juga wawancara.
D. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis membaca seluruh referensi terikat mengenai
pengaruh Syekh Abdul Qodir Al-Jilani terhadap tarekat sufi. Maka dalam penelitian
ini , penulis akan mencari tahu pengaruh tarekat sufi yang dipengaruhi Syekh Abdul
Qodir Al-Jilani
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian
Setelah mengetahui dari berbagai sumber tentang teori-teori yang telah di
paparkan di bab II, peneliti menemukan peranan Syekh Abdul Qodir AL-Jilani
terhadap perkembangan tarekat sufi di dunia dari segi sosial dan politik. Pengaruh
Syekh Abdul Qodir AL-Jilani telah menyebar ke seluruh penjuru dunia umat
muslim dan ini akan dijelaskan peneliti di bab IV
1. Reduksi Data
Dengan berdasarkan temuan penelitian, peneliti mengkususkan
kepada aliran tarekat yang dibentuk oleh Syekh Abdul Qodir Al- Jaelani
yaitu Tarekat Qodiriyah. Peranan beliau dalam masanya telah menyebar
dari tahun 521 H sampai sekarang. pengaruh politik dibuktikan dengan
menyebarnya aliran tarekat beliau dan ajaran beliau kepada semua sufi di
dunia upaya politik ini dilakukan dengan mengadakan majlis majlis ilmu
yang diadakan di madrasahnya. Sedangkan pengaruh sosialnya banyak
orang yang akhirnya taubat dan kembali ke jalan Nya setelah mendengar
perkatan-perkataan beliau yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadist,
upaya sosial ini dilakukan dengan cara menunjukan karamah-karamah
beliau kepada semua orang yang hadir di depanya atas izin dan perintah Nya
A) Pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-Jilani dalam bidang sosial
Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah
mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu
keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak
melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu
seperti tampak pada ungkapan Syekh Abdul Qadir Jaelani
sendiri,"Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia
32
jadi mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk
seterusnya."
Diriwayatkan dari Abdullah Al-Jubaí, ia berkata “Syekh
Muhyiddin Abdul Qodir AL-Jilani berkata “Aku berharap berada di
tanah lapang, di mana aku tidak melihat makhluk dan makhluk tidak
juga melihat aku. Allah menghendaki aku agar aku bermanfaat bagi
makhluk. Sudah banyak orang yang masuk islam di hadapanku, lebih
dari 500 orang yahudi dan nasrani, dan juga lebih dari 100.000
perampok dan pembegal yang bertaubat di hadapanku. Ini adalah
kerbehasilan yang besar.” (at-Tadifi, A.H. 963)
B) Pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-Jilani dalam bidang politik
Syekh Abdul Qodir AL-Jilani sangat piawai dalam ilmu-ilmu
syariat dan Sunnah dengan dua kekuatan itu kekuasan beliau dalam
dunia sufi ada di bawah genggaman beliau. Derajat sufi yang beliau
duduki sudah sampai Waliyullah Al-Qutub yang mana wali tersebut
hanya muncul 1orang setiap 1 abad atas pilihan Allah SWT.
Para ulama telah sepakat atas keutamaan dan keagungan ilmu
serta kemampuannya, baik yang khusus maupun yang awam. Bahkan,
para ulama telah meriwayatkan bahwa di alangan umat islam,
karamahnya yang hampir mendekati derajat mutawatir.
Telah diriwayatkan dalam kitab manaqibnya dari para pembesar
ulama yang agung dan dipercaya, dari jalur yang berbeda-beda dan
tersiar hingga seantero dunia tahu kabar ini. Pada saat itu Syekh Abdul
Qodir AL-Jilani duduk di atas kursi, dan beliau berkhutbah di hadapan
orang-orang,
“Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para wali Allah”
Pada saat itu, hadirin yang hadir dalam pertemuan itu hampir
sebagian besar para Syekh besar yang berada di Irak. Menurut riwayat
yang lain, jumlah mereka sebanyak 55 orang, sedangkan menurut
33
riwayat lain jumlah mereka 20 - 50 orang, diantara merak Syekh Abi
Najib Al-Syahruwardi, Syekh Qudhaib Al-Ban Al-Mushali, Syekh Abu
Suúd bin Abu Bakar Al Atha.
Para ulama juga meriwayatkan, tidak ada satu pun dari wali
Allah di seluruh penjuru bumi yang tidak menjulurkan lututnya
kepadanya, kecuali seorang pria dair Asbihan. Maka dicabutlah gelar
kewaliannya.
Diriwayatkan bahwa Syekh Abu Najib Al-Syahruwardi
menganguk-anggukkan kepalanya hingga hampir saja mencapai tanah.
Ia berkata
“Injakkanlah kaki tuan di kepala saya.”
Ia mengulangi perkataan tersebut sampai 3 kali. Diantara orang-
orang beser dan terkemuka yang menjulurkan lututnya kepada Syekh
bdul Qodir AL-Jilani yaitu Syekh Abu Madin Al-Maghribi, Syekh
Abdurrahim Al-Qinawi, dan Syekh Ahmad bin Abu Husain Al-Rifaí‟i
Mengenai Syekh Al-Rifai‟i, telah diriwayatkan mengenai
perihalnya bahwa pada suatu hri ia duduk di ruwaq, yang terletak di
kawana Ummu Ubaidah. Beliau berkata
“Letakkan telapak kaki tuan di atas kepala ku.”
Lalu beliau lanjutkan
“Sekarang ini, Syekh Abdul Qodir AL-Jilani di Baghdad
berkata “Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para wali
Allah”
Adapun Syekh Abu Madin Al-Maghribi, beliau menaggukan
kepalanya disaat berada di tengah-tengah sahabatnya. Lalu seraya berkata
34
“Akulah yang termasuk di antar mereka itu (para wali). Ya
Allah aku minta persaksian-Mu dan persaksian malaikat-Mu. Aku
mendengar dan menaati.”
Lalu para sahabatnya bertanya
“Ada apa gerangan? “
“Saat ini Syekh Abdul Qodir AL-Jilani di Baghdad berkata,
“Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para wali
Allah”.
(Wahyudi, 2001)Adapun Syekh Abrurahim Al-Qinawi, beliau
menundukkan kepalanya dan seraya berkata, “Maka benarlah apa
yang dikatakan oleh orang yang jujur dan dapat dipercaya.”
Lalu ada orang yang bertanya “siapakah orang itu?”
“Syekh Abdul Qodir AL-Jilani telah berkata bahwa “Kedua
telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para wali Allah, maka
seluruh orang yang ada di timur dan barat menghormat kepadanya.”
Lalu Syekh Uday bin Musafir Al-Umawi, ia berkata“Maka
para wali menundukan kepalanya karena perintah tersebut.
Bukankah para malaikat tidak bersujud kepada Adam a.s , kecuali
setelah mendapat perintah dari Allah SWT.”
Beliau juga berkata “Bagus, bagus !. Dialah wali Quthb bumi
ini, 300 orang wali dan 700 makhluk gaib hormat kepadanya, baik
yang duduk ataupun yang berlalu-lalang di angkasa, semuanya
menjulurkan kepalanya dalam satu waktu bersamaaan dengan
ucapan “Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para
wali Allah” ini”
35
Syekh Majid dan Syekh Mathar mendengar cerita Syekh
Uday serta membenarkanya.
Syekh Makarim juga berkata“ Aku bersaksi kepada Allah
bahwasanya tidak seorang pun yang telah di berikan Allah derajat
kewealian di muka bbumi ini baik mereka yang masih rendah
ataupun yang sudah tingggi melainkan semua menyaksikan Syekh
Abdul Qodir membawa panji wali Quthb di tangannya. Sedangkan
Mahkota Wali Ghaust tersemat di kepalanya. Mereka juga melihat
selendang yang berfungsi untuk melihat hakikat atas segala
makhluk. Dialah yang diberi manfaat untuk mengangkat wali atau
memecatnya dengan memakai barometer syariat dan hakikat. Pada
saat aku mendengar beliau berkata “Kedua telapak kaki ku ini
berada di atas setiap lutut para wali Allah” mereka semua menunduk
kepalanya dan hati mereka semuanya luluh seketika itu juga, tak
terkecuali 10 wali abdal .
Yaitu Syekh Baqa bin Bathuw, Syekh Abu Sa‟id Al-
Qalyawi, Syekh Ali bin Al-Hiti, Al-Nahr Al-Malaki, Syekh Uday
bin Musafir Al-Umawi, Syekh Musa Al-Zuli, Syekh Ahmad Rifa‟i,
Syekh Abdurrahman Al -Thafasawanji, Syekh Muhammad bin
Ubaid Al-Bashri, Syekh Hayat bin Qais Al-Hurrani, dan Syekh Abul
Madin Al-Maghribi.
Syekh Abu Sa-id Al-Qalyawi berkata “Tidak ragu lagi
bahwa beliaumengatakan hal tersebut semata-mata karena perintah,
dan perintah tersebut merupakan kalimat yang terucap dari seorang
wali Qutb”
Syekh Ali Al-Hiti pada saat beliau berucap “Kedua telapak
kaki ku ini berada di atas setiap lutut para wali Allah”. Serontak
beliau langsung bangkit dari kursinya dan langsung mengapai
telapak kaki Syekh Abdul Qodir AL-Jilani dan meletakkan di atas
36
lehernya hingga beliau masuk di kolong kursi. Para sahabatnya
terheran seraya berkata
“Mengapa engkau lakukan hal semacam itu? “
“Karena Beliau mendapatkan perintah untuk
mengucapkannya, beliau di beri izin untuk memecat wali yang tidak
taat atas perintah itu. Maka aku bersegera untuk menjadi orang
pertama yang menaati perintahnya.”
Syekh Ahmad bin Abu Hasan Al-Rifai‟i ditanya oleh
seorang laki-laki “Apakah Syekh Abdul Qodir AL-Jilani berkata
“Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para wali
Allah?”
“Ya benar, beliau mengatakannya karena mendapatkan
perintah untuk mengatakan “Kedua telapak kaki ku ini berada di atas
setiap lutut para wali Allah”, maka seluruh orang di Barat dan Timur
semuanya tunduk kepadanya, kecuali seorang lelaki di negri asing,
maka dicabutlah gelar kewaliannya” jawab Syekh
Syekh Hayat bin Qais Al-Hurrani, ia berkata
“Telah lama kami berada di tengah zaman yang cukup lama,
dibawah perlindungan Syekh Abdul Qodir AL-Jilani dari berbagai
keburukan, aku telah menghabiskan bergelas-gelas dari mata air
kemakrifatannya, jiwa bersih benar-benar memancar darinya. Dari
pancaran nurnya itu muncul seberkas sinar yang menyinari dunia,
kemudian sinar itu diterima oleh orang-orang yang menapak di jalan
Allah dengan berbagai tingkatanya, dan pada saat datang perintah
untuk mengatakan, “Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap
lutut para wali Allah”. Maka nur di hati mereka kian bertambah, dan
ilmu mereka semakin mendapatkan berkah, serta ahwal mereka
semakin luhur, karena menunduk hormat pada saat itu.
37
Bahkan ada ulama yang meramalkan akan kejadian ini.
Diriwayatkan oleh Syekh Abdullah Al-Juni dia berkata
“Telah diriwayatkan oleh Syekh Imam Abu Ya‟kub Yusuf
bin Ayub Al-Hamdani beliau berkata
“Aku mendengar guru kami Syekh Abu Ahmad bin
Abdullah bin Ali Al-Juni pada tahun 464 H berkata
“Akan lahir di negara asing sana seorang yang sangat agung
karomahnya, diterima seluruh orang, dan beliau akan mengucapkan,
“Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para
wali Allah”. Sehingga pada saat itu, para wali benar-benar berada di
bawah telapak kakinya, beliaulah yang terkemuka di zamannya dan
barang siapa yang bertemu denganya niscaya akan mendapatkan
keberuntungan yang besar.”
Diriwayatkan oleh Syekh Tajul Ariffin, Abul Wafa. Pada
saat Syekh Abdul Qodir AL-Jilani yang pada saat itu masih belia
datang menjenguknya dia berkata kepada orang-orang yang berada
di sekelilingnya,
“Berdirilah ! ( untuk menghormat ) kepada wali Allah ini “
Setelah selang beberapa tahun kemudian, Syekh Abdul
Qodir AL-Jilani kembali datang menjengunya. Maka, beliau
mengulang kembali perkataaannya yang dulu pernah diucapkan itu
kepada sahabatnya. Kemudian beliau berkta perihal pemuda itu,
“Akan datang suatu zaman, diman orang-orang awam dan
para pembesar sangat membutuhkannya, aku sendiri seakanakan
melihat ia berkata dihahapan para pembesar Baghdad, dan dia
adalah orang yang benar,
38
“Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para
wali Allah”. Pada saat itu para wali menyodorkan lutut mereka,
karena dia adalah pemuka mereka. Barang siapa diantara kalian
zaman tersbut hendaklah berkhidmat kepadanya.”
Diriwayatkan oleh Syekh Uqoil Al-Manbaji ra ia ditanya
oleh seseorang tentang wali qutub
“Siapakah wali Qutub zaman tuan? “
“Pada saat ini, ia sedang bersembunyi di makkah dan tak
seorang pun yang mengetahuinya, kecuali para wali. Sedangkan
penerus nya yang akan datang ,akan muncul di sini (Baghdad, Irak).
Dia adalah seorang yang mulia dan akan berbicara di tengah
penduduk Baghdad, karomahna termasyhur di kalangan orang
banyak, bak mereka wali atupun bukan. Dialah wali Qutub pada
zamannya, dan dia akan berkata “Kedua telapak kaki ku ini berada
di atas setiap lutut para wali Allah”. Maka pada saat itu semua wali
menyodorkan lutunya, andai saja aku ada pada saat itu niscaya aku
akan mejulurkan kepalaku, karena hal itu akan mendatangkan
manfaat bagi orang yang membenarkan karamahnya di antara semua
manusia.”
Syekh Ali bin Wahab Al-Bukhari berkata “Sesungguhnya
Allah SWT akan menyinari semua makhluk dengan kemunculan
seorang pria yang bernama Abdul Qodir. Ia akan muncul di Irak,
pada saat di Baghdad ia berkata “Kedua telapak kaki ku ini berada
di atas setiap lutut para wali Allah”. Dan para wali sezamannya pun
mengakui keutamaan pria ini.”
Syekh Hammad berkata “ Sungguh pada saatnya nanti
kakinya akan berada di atas lutut para wali Allah dan dia akan
diperintahkan untuk mengatakan “Kedua telapak kaki ku ini berada
di atas setiap lutut para wali Allah” dan dia benar-benar akan
39
mengatakannya sedangkan para wali di zamannya akan
merendahkan lutut mereka.”
Syekh Baqa berkata “ketika Syekh Abdul Qodir AL-Jilani
mengucap “Kedua telapak kaki ku ini berada di atas setiap lutut para
wali Allah”
para malaikat menjawab “Engkau benar wahai hamba Allah”
Beliau adalah seorang yang berilmu, beraqidah Ahlu Sunnah,
dan mengikuti jalan Salaf al Shalih. Belaiau dikenal pula banyak
memiliki karamah. Tetapi, banyak (pula) orang yang membuat-buat
kedustaan atas nama beliau. Kedustaan itu baik berupa kisah-kisah,
perkataan-perkataan, ajaran-ajaran, tariqah (tarekat/jalan) yang
berbeda dengan jalan Rasulullah, para sahabatnya, dan lainnya. Di
antaranya dapat diketahui dari pendapat Imam Ibnu Rajab.
Pengaruh Syekh Abdul Qodir Al- Jaelani dalam bidang sosial
Pengaruh Syekh Abdul Qodir Al-
Jaelani dalam bidang politik
Pengaruh Syekh Abdul Qodir Al- Jaelani terhadap perkembangan tarekat dan sufi
2. Penyajian Data
Sesuai dengan apa yang ada di reduksi data, peneliti akan
memberikan data yang sesuai dengan judul peneliti dari berbagai
sumber.
Teknik penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
instrument pedoman wawancara berisi beberapa pertanyaan yang harus
di jawab oleh para informan yang berasal dari rumusan masalah
penelitian ini.
40
Berikut ini protocol wawancara yang peneliti gunakan
No Ref Hari Responden Informasi yang dijaring
1 A 7 September 2016 Ust. Aswad Firmansyah
Wawancara sesuai borang
2 B 17 September 2016
Ust. Willy Saefurahman
Wawancara sesuai borang
3 C 26 Oktober 2016 Ust. Yusuf Wawancara sesuai borang Berikut ini adalah borang wawancara
Ref Pertanyaan Jawaban
1 Siapakah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani?
2 Bagaimana pengertian dari tarekat dan sufi ?
3 Bagaimana pengaruh syekh abdul qodir AL-Jilani terhadap perkembangan tarekat dan sufi ?
3. Triangulasi
Sesuai dengan reduksi data dan penyajian data maka peneliti akan
menguji kredibilitas data tentang pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-Jilani
terhadap terekat sufi dalam bidang sosial dan politik maka pengumpulan dan
pengujian data yang telah diperoleh dapat dilakukan ke pembimbing
penelitian ini, para tokoh-tokoh agama yang bersangkutan dan guru-guru
pelajaran ilmu tauhid.
Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton,1987:331). Adapun
untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai
kelas.
41
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
PEMBIMBING KARYA
TULIS ILMIAH
TOKOH AGAMA YANG MEMAHAMI
BIOGRAFI SYKEH ABDUL QODIR AL-
JAELANI
USTADZ YANG MEMAHAMI
TAREKAT DAN SUFI
Berikut ini hasil wawancara yang di dapat oleh peneliti (disortir berdasarkan
jawaban dari responden):
Ref Jawaban
A1 . Syekh Abdul Qodir AL-Jilani adalah Sulthannul Auliya, rajanya para waliyullah yang mana derajat beliau Waliyullah Al-Quthbi, hanya 1 manusia saja yang dipilih Allah
SWT dalam 1 abad untuk menjadi Waliyullah Al-Quthbi Rabbani Syekh Abdul QOdir
AL-Jilani. Kaki beliau berada diatas pundak setiap waliyullah sedangkan derajat beliau
berada di bawah para nabi-nabi
B1 .Beliau adalah seorang waliyullah dari negri jilan. Yang manaqib-manaqibnya telah
tersebar keseluruh negri islam. Dan diakui kewaliannya karena karamah nya begitu besar
sampai tidak masuk akal bagi orang awam. Kewaliannya ada yang mengingkari dan ada
juga yang membenarkannya.di Indonesia sendiri telah tersebar tarekat qodiriyah wa
naqsabandiyah yang dipopulerkan oleh nahdhotul ulama Indonesia yang secara historis
berjumlah 80 juta orang, begitu juga muhammadiyah 100 juta orang dan persatuan islam
10 juta orang yang berada di Indonesia. Nahdhotul ulama telah menganut tarekat imam
ghazali dan imam ghazali tersebut mneganut tarekat qodiriyah yang bermuara ke syekh
abdul qodir AL-Jilani.
C1 Beliau seorang waliyullah yang lahir pada tahun 470 H yang berasal dari kata عشق lahir pada 1 ramadhan umurnya 91 tahun yang berasal dari kata كمل . beliau meninggal pada
bulan rabiustsani tahu 561 H . Selama bulan Ramadhan beliau tidak mau menyusui ke
ibunya Ummul Khair dari terbit fajar sampai terbenam matahari . yang lahir bersama
beliau ketika itu semuanya bayi laki-laki 1 negara jaelani jumlahnya 1100 bayi dan
semuanya menjadi waliyullah diambil dari kitab tafrihul khotir
A2 Tasawuf itu adalah ilmu tasawuf yang berikatan dengan sufi, sedangkan pengertian kalimat tasawuf itu sendiri adalah jalan menuju ke Allah, menuju ridha Nya. Melalui
beberapa tahap syariat, tarekat, ma‟rifat, hakekat, mahabbah, wihdatul wujud. Dan akan
mengalami 3 tahap takholi, tahali, dan tajali.
42
B2 tarekat itu jalan menuju marifat, berawal dari 3 aspek islam yaitu islam, iman dan ihsan.
Islam identik dengan hukum-hukum ataksjd aqidah, iman identik dengan fiqh sedangkan
ihsan identik dengan tarekat hakikat marifat. Terekat sendiri hadir karena lebih cenderung
eksotaris seperti hal-hal yang berkaitan dengan karamah seorang waliyullah sedangkan
pengertian sufi tersebut orang yang hidup dengan zuhud wara dan zikir selama hidupnya
di dunia ini. Sufi dimuli dengan salik lalul suluk dan terakhir fana &baqa. Dan tingkatan
ini biasa disebut ekstase
C2 Tarekat itu jalan menuju Allah, dan jalan itu tidak hanya 1 tetapi banyak salah satunya tarekat qodiriyah yang didirikan oleh Syekh Abdul Qodir Al-Jilani. Sedangkan sufi itu
perjalanan ulama-ulama yang hidup wara, zuhud
A3 Tarekat Qodiriyah yang dibangun Syekh Adul Qodir Al-Jilani menrupakan tarekat yang melahirakan banyak cabang tarekat lain-lainnya karena keluwesnya. Murid-murid Syekh
Abdul Qodir Al-Jilani telah tersebar ke berbagai benua, seperti benua asia tenggara, timur
B3 Penyebaran tarekat Syekh Abdul Qodir AL-Jilani itu sudah menyebar sampai asia, dan nama beliau pun sudah dikenal oleh kalangan awam maupun khawasul khawas. Dan
penyebarannya itu melalui murid-muridnya beliau yang selalu mendengarkan ceramah
dan petuah-petuah beliau di tempat ribah para sufi di madrasah nizmiyah Baghdad irak,
pengaruh karamahnya biasa langsung diakui bagi yang mengikuti majlisnya langsung
dan melihat langsung keajaiban perkataannya yang langsung terjadi seketika, serta
akhlak mulia yang terpancar sejak muda, dan memiliki pengikut dari kalangan penjahat
yang bertaubat langsung di hadapan nya secara langsung. Sufi yang menggelar halaqah-
halaqahnya juga patut taat terhadap perkataannya karena posisi beliau adalah seorang
mursyid bagi semua sufi di dunia ini. Dan diakui sebagai Waliyullah Al-Qutbh yang
merupakan derajat kewalian yang tertinggi
C3 Pengaruh dari Syekh Abdul Qodir Al-Jilani itu dalam perkembangan sufi dan tarekat terlah terjadi dari awal dibentuknya madrasah ribath nizamiyah di Baghdad irak, awal dari kewalian beliaulah yang membuat para mursyid tarekat di Baghdad mengakui ketinggian derajat beliau, pengaruh yang dipancarkan beliau terlihat begitu jelas ketika beliau merasa tercekik dan tidak bisa bernapas dan mendengar suara bicaralah wahai syekh abdul qodir orang-orang di Baghdad membutuhkan mu. Maka beliau mulai berbicara di depan 70 orang waliyullah. Prisnip yang dianut Syekh Abdul Qodir Al Jilani murid yang telah mencapai suatu maqam tertentu maka ia boleh bebas dari mursyidnya, dan mursyid tetap nya adalah Allah SWT.dan dari inilah cabang-cabang tarekat
qodiriyah menjadi banyak dan menyebar ke seluruh pelosok asia dan timur .
B. Pembahasan Penelitian
Setelah menelaah dari berbagai sumber peneliti mulai menemukan
titik pembahasan penelitian dari judul. Berdasarkan data yang diperoleh
peneliti menemukan bahwa keberadaan Syekh Abdul Qodir AL-Jilani sebagai
ulama sangat berpengaruh terhadap perkembangan komunitas tarekat dan sufi
di dunia dari benua asia afrika dan eropa. Karena kecerdasan beliau dalam
berdakwah yang mempengaruhi komunitas tersebut dalam bidang sosial dan
politik sebagaimana yang telah dipaparkan peneliti di temuan penelitian,
43
reduksi data, penyajian data, dan triangulasi. Perkembangan tarekat di abad
20 ini komunitas terekat di Indonesia khususnya telah tersebar di berbagai
pulau khususnya jawa yaitu tarekat naqsabandiyah dan qodiriyah yang
berpusat di psantren swalaya.
44
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan tentang Pengaruh
Syekh Abdul Qodir AL-Jilani terhadap Tarekat Sufi dalam bidang sosial dan politik
yang mengacu terhadap rumusan masalah yang telah ditetapkan maka dapat diambil
beberapa kesimpulan berupa:
1) Qadiriyah adalah nama tarekat yang dinisbatkan kepada seorang sufi
besar yang sangat legendaris yaitu Syekh Muhyiddin Abdul Qadir
al- Jailani. Tarekat ini menempati posisi yang amat penting dalam
sejarah spiritualitas islam karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya
organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai
cabang tarekat di dunia Islam. Kendati struktur organisasinya baru
muncul beberapa dekade setelah kematiannya, semasa hidup sang
syekh telah memberikan pengaruh yang sangat besar pada pemikiran
dan sikap umat islam. Dia dipandang sebagai sosok ideal dalam
keunggulan dan pencerahan spiritual. Namun generasi selanjutnya
mengembangkan sekian banyak legenda yang berkisar pada
aktivitas spiritualnya, sehingga muncul berbagai kisah ajaib tentang
dirinya. Beliau seorang waliyullah dengan gelar Syekh Muhyiddin
Abdul Qodir AL-Jilani Quthb Rabbani Al-Arifi. Tarekat adalah
jalan menuju Allah SWT melalui ini akan lanjut pada tingkat hakikat
lalu marifatullah Sedangkan definisi Sufi adalah ulama yang semasa
hidup di dunia, mereka hidup dengan wara, zuhud dan zikir.
2) Pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-Jilani terhadap perkembangan
tarekat dan sufi di dunia dalam bidang sosial dan politik sangatlah
jelas. Bidang sosial dengan kecerdasan dakwah beliau bias membuat
para pendosa taubat dan kembali kepada Allah SWT, sedangkan
bidang politik dengan cara berdakwah beliau dapat menyebar dan
45
berkembang di benua asia khususnya Indonesia.jawa tengah
psantren swalaya.
B. Saran
Berdasarkan simpulan penelitian di atas, penulis mengajukan saran
sehubungan dengan penelitian tentang pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-Jilani
terhadap tarekat sufi dalam bidang sosial dan politik pada akhirnya dapat
diaharapkan memberikan pengetahuan kepada seluruh umat islam bahwa sufi itu
adalah ulama yang lebih dekat derajatnya dengan Allah SWT dengan disiplin ilmu
tarekat yang berasal dari Rasulullah SAW :
1. Setelah diketahui bahwa pengaruh Syekh Abdul Qodir AL-
Jilani terhadap tarekat sufi dalam bidang politik dan sosial
maka disarankan kepada seluruh umat muslim di dunia untuk
mendalami agama islam dan terus mendekatkan diri kepada
Allah dengan wasilah ilmu tarekat dan ilmu sufi. Jika sudah
maka akan mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat.
2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan kajian
yang lebih luas dan komprehensif, dengan menambah variabel
yang secara konseptual dapat berpengaruh terhadap
peningkatan efektivitas pembelajaran siswa pada bidang studi
yang lain, baik melalui penelitian dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
46
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, I. (1993). Bahjah Al-Asrar. Lebanon: Dar Al-Khair.
Ali, K. (1990). A Study of Islamic history. Jakarta: Idarat Adabi.
al-Naqsyabandi, S. M.-K.-I.-S. (2010). Tanwirul Qulub. Surabaya: Al-Hidayah.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
at-Tadifi, S. M. (A.H. 963). Qala’id Al-Jawahir. Mesir: Al-Baz Publishing, Inc.
Hasan, H. I. (1989). Islamic of History and Culture from 632 - 1968 M
terjemahan oleh Djahdan Human, Sejarah dan kebudayaan islam,
yogyakarta. Jakarta: Pustaka.
Irawan, P. (2006). Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: DIA FISIP UI.
Luqman. (2007, Maret 11). Kaum Sufi. Retrieved from
https://muassasah.wordpress.com/2007/03/11/definisi-sufi/
Madkou, I. (1995). Fi Al-Falsafat Al-Islamiyah : Manhaj wa thariquhu,
diterjemahkan oleh yudian Wahyudi Asmin dengan judul, Aliran Teologi dan
Filsafat islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Mas'ud, D. A. (2012, November 22). Tokoh Sufi. Retrieved from
http//www.sarkub.com
Muhtadi, A. S. (2004). Komunikasi Politik Ulama Pergulatan Pemikiran Politiik
Radikal dan Akomodatif . Jakarta: LP3e.
Musthafa, I. (1999). Perkawinan Mut'ah dalam perspektif Hadist dan tinjauan
masa kini. Jakarta, Indonesia: Lentera Bashritama.
Nasution, H. (1973). Filsafat dan Mistisme dalam islam, Jakarta. Jakarta: Bulan
dan BIntang.
Nasution, H. (1995). Aliran Tarekat di Indonesia . Jakarta: Bulan dan Bntang.
Ramulyo, M. I. (2000). Hukum Perkawinan, Hukum kewarisan, Hukum acara
Peradilan agama, dan Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta: Sinar
Grafika.
Sabiq, S. (2006). Fiqh Sunnah (1st ed.). (P. N. Raya, Penyunt.) Jakarta, Jakarta,
Indonesia: PT Pena Pundi Aksara.
47
Sevilla, C. G. (1993). Pengantar Metode Penelitian. (A. Syah, Penerj.) Jakarta: UI
Press.
Shagharji, A. A. (2008). Fiqh Hanafi wa Adillatuhu. Damascus, Syria: Darul
Kilmi At-thoyyib.
Sholihin, K. M. (2009). 17 jalan Mencapai Mahkota Syekh Abdul Qodir AL-
Jilani. Jakarta: Mutiara Media.
Sururuddin. (2009, Maret 23). Beberapa Pandangan Tentang Nikah Mut'ah.
Dipetik Juni 17, 2011, dari Sururuddin (Wordpress):
http://sururdin.wordpress.com/2009/03/23/beberapa-pandangan-tentang-
nikah-mut'ah/
Susanti, S. (2002). Pengaruh Manajerial Kepala Sekolah terhadap Efektivitas
Organisasi. Kediri: Universitas Islam Kediri.
Suwanta, T. (2010). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. (I. Jaya, A.
Supriatna, & I. Wahyudi, Penyunt.) Tangerang, Banten, Indonesia: Daar
el-Qolam Press.
Syurbashi, A. (2006). Biografi Empat Imam Madzhab (2nd ed.). (E. Rachmawati,
Penyunt., & A. M. Alimin, Penerj.) Solo, Jawa tengah, Indonesia: Media
Insani Press.
Tafsir, A. (1990). Tarekat dan hubunganya dengan tasawuf,. Jakarta: IAIIM.
Tokoh Sufi Sepanjang masa. (2009, November 20). Retrieved from Tokoh Sufi:
https://tokohsufi.com
Wahyudi, A. Q.-N. (2001). Risalah Al- Qusyairiyyah . Surabaya: Risalah Gusti.
48
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 7
Maret 1999, dan lahir di Jakarta Timur. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
pernikahan Bapak Nuzuliantoro dan Ibu Tri
Damayanti
Penulis mengawali pendidikannya
di Taman Kanak-Kanak yang tak jauh dari rumahnya
bernama TK AL-Akbar (2004-2005) lalu
melanjutkannya pendidikan nya ke Sekolah Dasar
Negeri 05 Pagi (2005-2011). Setelah lulus dari Sekolah Dasar, pendidikannya
dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di Pondok Pesantren Daar el-Qolam
2 Program Excellent Class (2011-2014). Dan melanjutkan Sekolah Menengah
Pertama di Lembaga Pendidikan yang sama di Pondok Pesantren Daar el-Qolam
2 Program Excellent Class.
Selama menjadi santri Pondok Pesantren Daar el-Qolam 2,
penulis aktif dalam mengikuti berbagai macam organisasi ekstrakulikuler serta
aktif menjadi utusan berbagai macam perlombaan yang diadakan oleh Pondok
ataupun di luar Pondok. Pada organisasi ekstrakulikuler penulis aktif sebagai
anggota El-Markazi, anggota Jurnalistik, anggota Daar El Qolam Debateing
Club, serta menjadi anggota Jamiatul Hufadzil Qur‟an Daar el-Qolam 2
Prestasi yang pernah diraih oleh penulis melalui berbagai
kompetisi adalah sebagai berikut : Juara 3 Khutbah Bahasa Arab Nasional LT3
Gontor, Juara 3 Debat Arab Nasional Gontor, dan lain-lain.