Upload
rini-pramuati
View
396
Download
44
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR// PENYELESAIAN KASUS LEUKEMIA
Citation preview
MAKALAH PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI
INFEKSI DAN TUMOR
“KANKER LEUKEMIA”
DOSEN PENGAMPU:
Inaratul RH, M.Sc.,Apt
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2015
KELOMPOK : 5 (LIMA) / KELOMPOK C ANGGOTA : 1. AFIFAH MIFTA AULIA R. ( 18123460 A )
2. AYU PRACILIA SISKA ( 18123462 A ) 3. DEWI LARASWATI ( 18123463 A )
4. RINI PRAMUATI ( 18123464 A ) 5. LAILA TASBICHA ( 18123465 A )
KANKER LEUKEMIA
I. PENDAHULUAN
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun
1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk
hematopoetik. Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada
satu atau banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada
waktu sel leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis. Keganasan
hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi pada
berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif kelompok sel
ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit
yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan dan dapat menyebabkan kegagalan
sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.
1.1 Epidemiologi
Leukemia akut merupakan jenis leukemia yang sering ditemukan yaitu sekitar 2-3
kasus per 100.000 orang dengan angka kematian sebesar 4%. Leukemia limfoblastik
akut merupakan jenis leukemia yang paling sering didapatkan pada anak usia 1-5 tahun
dan terbanyak pada anak usia 304 tahun (80%) sedangkan pada dewasa hanya 20%.
Insiden leukemia limfoblastik akut juga berhunungan dengan jenis kelamin dan ras.
Kasus LLA (Leukemia Limfoblastik Akut) pada laki-laki ditemukan lebih banyak
daripada wanita dan lebih banyak ditemukan pada orang kulit putih daripada orang
kulit hitam.
AML (Akut Myeloid Leukemia) merupakan 32% dari seluruh kasus leukemia.
Penyakit ini ditemukan pada anak-anak sebesar (15%) kasus. Leukemia akut pada
anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan. Insiden rata-rata 4-4,5
kasus/tahun/1000.000 anak dibawah 15 tahun. Di Negara berkembang 83% ALL, 17%
AML, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam. Di Asia kejadian
leulemia pada anak lebih tinggi dari pada anak kulit putih. Di Jepang mencapai
4/10.000 anak, dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru.
1.2 Klasifikasi
Terdapat 4 jenis leukemia, yaitu :
1) Leukemia akut. adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya
komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai
dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis
yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA). LLA merupakan jenis leukemia dengan
karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem
limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam)
dan kegagalan organ. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%)
daripada umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada
umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA). LMA merupakan leukemia yang
mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel
mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi
LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan
pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya
mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala
yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 - 6 bulan.
2) Leukemia Kronik. Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai
proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK). LLK adalah suatu keganasan klonal
limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan,
dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang. LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang
menyerang individu yang berusia 50 - 70 tahun dengan perbandingan 2 : 1
untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK). LGK/LMK
adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan
sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20%
leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-
50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK. Sebagian besar penderita
LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase
krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa
mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah
merah yang amat kurang.
1.3 Faktor Resiko
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras
- Genetik
- Virus
- Sinar radioaktif
- Zat kimia
- Merokok
- Lingkungan (pekerjaan)
II. PATOFISIOLOGI
2.1 Patogenesis
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secra normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada
sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah
normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah
normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak
produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom,
atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel
abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal
dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada
akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam
organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak.
2.2 Etiologi
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih, penyebab dari sebagian besar
jenis leukemia tidak diketahui.
- Virus menyebabkan beberapa leukemia pada binatang (misalnya kucing).
- Virus HTLV-I (Human T-cell Lymphotropic Virus Type I), yang menyerupai virus
penyebab AIDS, diduga merupakan penyebab jenis leukemia yang jarang terjadi
pada manusia, yaitu leukemia sel-T dewasa.
- Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu (misalnya
benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia.
Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down dan
sindroma Fanconi) juga lebih peka terhadap leukemia.
- Sel darah putih berasal dari sel stem di sumsum tulang. Leukemia terjadi jika proses
pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan
menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali
melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang
kompleks). Penyusunan kembali kromosom (translokasi kromosom) mengganggu
pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tak terkendali dan
menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan
menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal.
Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya, termasuk hati, limpa,
kelenjar getah bening, ginjal dan otak.
2.3 Gejala
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
a. Leukemia Limfositik Akut : Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum
tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing,
sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksia,
myeri tulang dan sendi. Hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama
pada sternum, tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut : Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan
infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit
yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan
kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan
gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik : Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan
gejala. Penderita LLK yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu
makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam
dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Mielositik Kronik : Memiliki 3 fase kronik, fase akselerasi dan fase
krisis blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyangnya
akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit
berlansung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang bertambah
berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.
2.4 Manifestasi Klinik
a. Pilek tidak sembuh-sembuh dan sakit kepala
b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi, merasa lemah atau letih
c. Demam, keringat malam dan anoreksia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, memar tanpa sebab, mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah,
bercak keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil dibawah kulit).
f. Nyeri pada tulang dan persendian
g. Nyeri abdomen, pembengkakan atau rasa tidak nyaman diperut (akibat
pembesaran limpa).
II.5 Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan fisik untuk jenis LLA yaitu ditemukan
splenomegali (86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan tulang dada,
ekimosis dan perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan hipertrofi gusi
yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang disebabkan
adanya perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis LLK ditemukan
hepatosplenomegali dan limfanopati. Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme
(penurunan berat badan, berkeringat) menunjukkan penyakit sudah berlanjut. Pada
LGK/LMK hampir selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain
itu juga didapatkan nyeri tekan pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-
kadang terdapat purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah
bening dan kadang-kadang priapismus.
b. Pemeriksaan darah tepi : pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan
leukositosis (60%) dan kadang-kadang leupenia (25%). Pada penderita LMA
ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan
limfositosis lebih dari 50.000/mm3 , sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : Pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperseluler. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast),
terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel
antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum
tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil
yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK
disebabkan oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan
aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.
III. SASARAN TERAPI
- Mencegah terjadinya mutasi atau perubahan bahan genetik (DNA/RNA).
- Mencegah replikasi yang dapat menyebabkan pembentukan sel-sel leukemia baru.
- Sel-sel darah pada tubuh pasien.
- Menghentikan pertumbuhan sel kanker.
IV. TUJUAN TERAPI
- Memperbaiki kekurangan nutrisi atau mencegah malnutrisi.
- Mencegah komplikasi dan efek samping yang berhubungan dengan kemoterapi.
- Penurunan mortalitas dan morbiditas.
- Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya metastase.
- Memperbaiki kualitas hidup dan mencegah progresi penyakit.
V. STRATEGI TERAPI
Tata LaksanaTerapi
- Farmakologi : Memberikan obat antikanker.
- Non Farmakologi : Memberikan manajemen nutrisi pada pasien kanker leukemia
akut; terapi radiasi; ataupun transplantasi sumsum tulang belakang; meningkatkan
kepatuhan dalam melakukan kemoterapi.
5.1 Guideline Terapi
a) Diagnosa Leukemia
b) Guideline Terapi Leukemia Akut
5.2 Terapi Farmakologi
Kemoterapi
1. Antibiotik (sitotoksik) : produk alamiah bersama alkaloid vinka. Beberapa
antibiotik yang berasal dari jamur streptomyces juga berkhasiat sitostatis.
Mekanisme kerja dengan meningkatkan DNA secara kompleks. Sehingga
sintesisnya terhenti.
2. Antrasiklin : pengikatan afinitas tinggi ke DNA melalui interkelasi yang
mengakibatkan penghambatan sintesis DNAn dan RNA, dan pengguntingan
rantai DNA melalui efeknya pada topoisomerase II. Pengikatan ke membran
untuk mengubah fluiditas dan transport ion. Pembentukan radikal bebas dan
radikal oksigen melalui proses reduksi dimediasi enzim. Obat-obat dari
golongan Doksorubisin, Daunorubisin, Epirubisin, Idarubisin
3. Alkilating agent : zat antikanker pertama yang dikembangkan, khasiat obat
berdasarkan gugus alkilnya yang sangat reaktif dan menyebabkan cross-
linking (saling mengikat) antara rantai DNA didalam inti sel, sehingga
penggandaan sel terganggu dan pembelahan sel dirintangi. Obat-obat
golongan klormetin, klorambusil, melf lan, siklofosfamida dan ifosfamida.
4. Antimetabolit : zat spesifik siklus sel yang mencegah sintesis nukleutida atau
menghambat enzim dengan menyerupai nukleutida berdasarkan mekanisme
kerjanya dapat dibagi 3 kelompok :
- Antagonis asam folat : metotreksat
- Antagonis pirimidin : 5-fluorourasil, Cytarabin
- Antagonis purin : 6-merkaptopurin, 6-tioguanin
Mekanisme kerja dengan mengganggu sintesis DNA dengan jalan antagonis
saingan. Obat menduduki tempat metabolit tersebut dalam sistem enzim
tanpa mengambil alih fungsinya, sehingga sintesis DNA gagal dan
perbanyakan sel terganggu.
5.3 Terapi Non Farmakologi
a. Kemoterapi
- Kemoterapi pada penderita LLA
1. Tahap 1 (terapi induksi) : tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah
untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan
sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan
perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan
banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tab
hap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednison dan asparaginase.
2. Tahap 2 (Terapi konsolidasi/intensifikasi) : Setelah mencapai remisi
komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga
timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6
bulan kemudian.
3. Tahap 3 (Profilaksis SSP) : mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan
yang digunaka dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih
rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda,
kadang-kadang dikombinasi dengan terapi radiasi, untuk mencegah
leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
4. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang) : untuk mempertahankan masa
remisi. Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.
- Kemoterapi pada penderita LMA
1. Fase induksi : regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secra maksimal sehingga tercapai remisi
komplit.
2. Fase konsolidai : tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi
biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat
dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang
digunakan fase induksi.
- Kemoterapi pada penderita LLK. Derajat penyakit LLK harus ditetapkan
karena menentukan strategi terapi dan prognosis. Salah satu sistem
penderajatan yang dipakai
Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
Stadium I : limfositosis dan limfadenopati
Stadium II : limfositosis dan splenomegali/hepatomegali
Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl)
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia < 100.000/mm3 dengan
atau tanpa gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi
bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatab tidak
diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup.
Pada stadium I dan II kemoterapi pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV
diberikan kemoterapi intensif.
- Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
1. Fase kronik : Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yang
mampu menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka waktu lama.
Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan terapi pilihan
fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi
sumsum tulang.
2. Fase akselerasi : sama dengan terapi leukemia akut, respon terapi sangat
rendah.
b. Radioterapi
Menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuk sel leukemia. Menggunakan gelombang atau partikel seperti proton,
elektron, x-ray dan sinar gamma.
c. Transplatasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang
yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu,
transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang
rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka
keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah
terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada
penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada
awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
d. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah
untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
VI. PENYELESAIAN KASUS
A. Kasus
Seorang wanita Ny. XYZ 35 tahun masuk ke RS dengan keluhan mual dan muntah
yang menetap, rigor, nyeri mulut yang parah satu minggu setelah kemoterapi dimulai. Tiga
minggu yang lalu dia masuk UGD dengan fatigue (kelelahan mental) yang progresif, kurang
energi dalam beberapa minggu, sakit tenggorokan, kongesti nasal dan radang gusi. Hasil
pemeriksaan dia didiagnosis leukemia akut. Hasil pemeriksaan fisik :
- Keluhan Umum : Diaphoretic (berkeringat), lemah.
- Pemeriksaan tanda vital :
Tinggi Badan 168 cm
Berat Badan 43 kg
Tekanan Darah 110/56 mmHg
Suhu 39,5°C
RR 20 x/menit
HR 100 x/menit
BSA 1,6 m2
- HEENT : Gingival hiperplasia, Erythematous bucccal cavity.
- COR, CHEST, EXT, NEURO : Normal
- Hasil pemeriksaan laboratorium :
Na 138 mEq/L
K 3,1 mEq/L
Cl 115 mEq/L
HCO3 22 mEq/L
BUN 9 mg/dL
Cr 1 mg/dL
Hct 21 %
Hgb 8 g/dL
Lkc 0,3 x 103 / mm3
Plts 134 x 103 / mm3
Ca 8,0 mg/dL
PO4 2 mg/dL
PT 10 detik
INR 1,8
Pertanyaan :
1. Kerjakan sesuai petunjuk pengerjaan kasus.
2. Cari nilai normal masing-masing parameter laboratorium.
3. Bagaimana terapi farmakologi pada kasus diatas saat masuk RS dan saat pulang,
kemoterapi dan evaluasilah obat terpilih yang digunakan.
B. Analisis Kasus
1. Analisis kasus secara SOAP :
- SUBYEKTIF
Nama : Ny. XYZ.
Umur : 35 tahun.
Keluhan : Diaphoretic, lemah, mual muntah yang menetap, rigor, nyeri
mulut setelah kemoterapi, sakit tenggorokan, kongesi nasal, radang gusi.
- OBYEKTIF
TB = 168 cm; BB = 43 kg; BSA = 1,6 m2
Jenis
PemeriksaanHasil Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
Na 138 mEq/L 135 – 144 mEq/L Normal
K 3,1 mEq/L 3,6 – 4,8 mEq/L Rendah
Cl 115 mEq/L 97 - 106 mEq/L Tinggi
HCO3 22 mEq/L 21 - 28 mEq/L Tinggi
BUN 9 mg/dL 5 – 25 mg/dL Normal
Cr 1 mg/dL 0,6 – 1,3 mg/dL Normal
Hct 21 % 35 % - 45 % Rendah
Hgb 8 g/dL 12 - 16 g/dL Rendah
Lkc 0,3 x 103 / mm3 3,2 – 10. 103/ mm3 Rendah
Plts 134 x 103 / mm3 170 – 380. 103/mm3 Rendah
Ca 8,0 mg/dL 8,8 – 10,4 mg/dL Rendah
PO4 2 mg/dL 2,6-4,6 mg/dL Rendah
PT 10 detik 10 – 15 detik Normal
INR 1,8 0,8 – 1,2 Tinggi
Tekanan Darah 110/56 mmHg 120/80 mmHg Hipotensi
Suhu 39,5°C 36,5 - 37,5 °C Tinggi
RR 20 x/menit 12 - 18 x /menit Tinggi
HR 100 x/menit 60 - 80 x /menit Tinggi
- ASSESMENT
1. Dari data pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan, pasien
didiagnosa menderita leukemia akut. Leukemia akut ditandai dengan suatu
perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk.
Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan kematian
dalam hitungan minggu hingga hari.
2. Pasien telah mendapat kemoterapi untuk penyakit yang dideritanya tetapi
memberikan efek samping yang kurang nyaman pada pasien.
3. Pasien mengalami penurunan kondisi fisik, yaitu kurang energi dalam
beberapa minggu, sakit tenggorokan, kongesti nasal dan radang gusi.
4. Pasien mengalami penurunan tekanan darah (hipotensi).
- PLANNING
1. Memberikan obat kemoterapi untuk pasien leukemia akut, obat yang
dipilih harus disesuaikan dengan kondisi fisik pasien, sehingga efek
samping yang ditimbulkan tidak mengganggu aktivitas pasien.
2. Memulihkan keadaan fisik pasien yang lemah.
3. Melakukan terapi farmakologi dan non-farmakologi untuk pasien yang
didiagnosa leukemia akut.
4. Memberikan vitamin penambah darah untuk menormalkan tekanan darah
pasien yang menurun.
C. Sasaran Terapi
1. Mencegah terjadinya mutasi atau perubahan bahan genetik (DNA/RNA).
2. Mencegah replikasi yang dapat menyebabkan pembentukan sel-sel leukemia baru.
3. Sel-sel darah pada tubuh pasien.
4. Menghentikan pertumbuhan sel kanker.
D. Tujuan Terapi
1. Memperbaiki kekurangan nutrisi atau mencegah malnutrisi.
2. Mencegah komplikasi dan efek samping yang berhubungan dengan kemoterapi.
3. Penurunan mortalitas dan morbiditas.
4. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya metastase.
5. Memperbaiki kualitas hidup dan mencegah progresi penyakit.
E. Strategi Terapi
- Farmakologi : Memberikan obat antikanker.
- Non Farmakologi : Memberikan manajemen nutrisi pada pasien kanker leukemia
akut; terapi radiasi; ataupun transplantasi sumsum tulang belakang; meningkatkan
kepatuhan dalam melakukan kemoterapi.
F. Tata Laksana Terapi
1) Diagnosa Leukemia
2) Guideline Terapi Leukemia Akut
Terapi Non-Farmakologi
a) Radiasi. Cara kerja terapi kanker darah/leukemia ini adalah dengan menggunakan
sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker dan menghentikan pertumbuhan
mereka. Sebuah alat berukuran cukup besar akan diarahkan ke berbagai bagian tubuh
penderita kanker yang memiliki tumpukan sel leukemia seperti limpa, otak dan bagian
lainnya. Biasanya cara ini dilakukan sebelum proses transplantasi sumsum tulang.
b) Manajemen nutrisi untuk pasien kanker leukemia. Dukungan nutriai merupakan
bagian dari terapi suportif pada pasien kanker. Tujuannya adalah untuk meningktkan
kualitas hidup pasien. Banyak efek sampig yang ditimbulkan akibat penggunaan obat-
obat kemoterapi, diantaranya :
1. Anoreksia. Nutrisi yang diberikan dapat berupa makanan yang tinggi kalori dan
tinggi protein. Untuk mencegah hilangnya nafsu makan, dapat diusahakan untuk
menciptakan suasana nyaman saat makan, membatasi minum saat sedang
makan, dan olahraga secara teratur bila memungkinkan.
2. Mulut kering. Manajemen nutrisi yang dapat diberikan yaitu meningkatkan
asupan cairan, memilih makanan yang lunak, permen dapat digunakan untuk
stimulasi pengeluran saliva, dan hindari alkohol dan rokok.
3. Luka pada mulut. Adanya luka pada mulut dapat mengakibatkan kesulitan
untuk makan. Beberapa cara untuk mengantisipasinya yaitu dengan makan
makanan lunak yang mudah dikunyah dan ditelan seperti buah yang lunak
(pisang, melon), kentang yang lunak, keju yang lembut; Makan makanan porsi
kecil dengan frekuensi yang lebih sering dan mengandung tinggi kalori dan
protein; makan dan minum perlahan-lahan dan gunakan sedotan bila perlu;
bersihkan gigi dan cuci mulut sedikitnya 4x sehari setelah makan dan sebelum
tidur.
4. Mual dan Muntah. Hindari makanan yang menyebabkan mual seperti
makanan pedas, berminyak, berlemak, dan bau menyengat; hindari makan 1-2
jam sebelum dan sesudah kemoterapi.
5. Demam. Manajemen demam dengan pemberian minuman berkalori seperti
susu, air madu, dan air kaldu.
c) Transplantasi sumsum tulang. Proses ini menggantikan sumsum tulang leukemia
pasien dengan sumsum bebas leukemia. Dalam perawatan ini, pasien menerima
kemoterapi dosis tinggi atau terapi radiasi, yang dapat menghancurkan sumsum tulang
menghasilkan leukemia. Sumsum ini kemudian digantikan oleh sumsum tulang dari
donor yang kompatibel. Dalam beberapa kasus, pasien mungkin juga dapat
menggunakan sumsum tulangnya sendiri untuk transplantasi (autologous
transplantasi). Hal ini mungkin jika pasien menyimpan sumsum tulang sehat untuk
masa depan transplantasi, dalam kasus kambuhnya leukemia.
d) Transplantasi sel induk. Transplantasi sel induk serupa dengan transplantasi
sumsum tulang kecuali sel dikumpulkan dari sel-sel batang yang beredar dalam aliran
darah (darah perifer). Sel yang digunakan untuk transplantasi dapat dari sel sehat
pasien sendiri (autologous transplantasi), atau mereka dapat dikumpulkan dari donor
yang kompatibel (allogeneic transplantasi). Dokter menggunakan prosedur ini lebih
sering daripada transplantasi sumsum tulang karena memperpendek pemulihan dan
kemungkinan penurunan risiko infeksi.
e) Uji klinis. Beberapa orang dengan leukemia memilih untuk mendaftar dalam uji
klinis untuk mencoba pengobatan eksperimental atau terapi kombinasi baru yang
dikenal.
f) Terapi suportif. Terapi ini dibutuhhkan untuk mengontrol rasa sakit dan efek
samping yang ditimbulkan dari obat-obat kemoterapi. Terapi ini berfungsi untuk
mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia dan mengatasi efek
samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan
anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk
mengatasi infeksi.
Terapi Farmakologi
a) Kemoterapi. Kemoterapi adalah bentuk utama pengobatan untuk leukemia.
Perawatan ini menggunakan senyawa kimia untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia yang diderita. Pasien mungkin akan menerima satu
jenis obat atau kombinasi dari satu atau lebih obat-obatan. Obat ini dapat dalam
bentuk pil, atau mungkin disuntikkan langsung ke pembuluh darah. Kemoterapi
(kemoterapi) adalah penggunaan obat untuk mengobati kanker. Paling sering, obat ini
disuntikkan ke pembuluh darah, ke dalam otot, di bawah kulit, atau diambil oleh
mulut. Perjalanan obat melalui aliran darah untuk mencapai sel-sel kanker di seluruh
tubuh. Hal ini membuat kemo berguna untuk kanker seperti leukemia yang telah
menyebar ke seluruh tubuh.
Kebanyakan kemoterapi tidak mencapai daerah sekitar otak dan sumsum
tulang belakang juga, sehingga mungkin perlu disuntikkan ke dalam cairan
serebrospinal untuk membunuh sel-sel kanker di daerah itu. Ini disebut kemoterapi
intratekal. Dokter memberikan kemo dalam siklus, dengan setiap periode pengobatan
diikuti dengan waktu istirahat untuk memungkinkan waktu tubuh untuk pulih. Karena
efek samping potensinya, kemoterapi kadang-kadang tidak dianjurkan jika Anda
berada dalam kesehatan yang buruk, tetapi usia yang lebih tua dengan sendirinya tidak
harus berhenti seseorang dari mendapatkan kemoterapi jika mereka membutuhkannya
dan sehat.
1. Antimetabolit 5-FU (Fluorourasil), Kapesitabin, Sitarabin, Gemsitabin,
Merkaptopurin, Fludarabin, Cladribine, Metotreksat.
2. Obat dengan target mikrotubul dan topoisomerase Alkaloid vinka,
Vinkristin, Vinblastin.
3. Obat pengalkilasi Siklofosfamide, Isofosfamide, Nitrosourea, Kamustin.
4. Obat lainnya Sisplatin, Karboplatin.
b) Biological terapi. Terapi ini juga dikenal sebagai immunoterapi. Terapi biologi
menggunakan zat-zat yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap kanker.
c) Kinase inhibitor. Bagi kebanyakan orang dengan CML (Chronic Myeloid Leukemia),
obat imatinib mesylate (Gleevec) adalah baris pertama dari terapi. Imatinib mesylate
adalah jenis obat kanker yang disebut kinase inhibitor. Obat ini secara khusus
dikembangkan untuk menghambat protein BCR-ABL dan telah terbukti efektif dalam
mengobati tahap-tahap awal leukimia myelogenous kronis. Food and Drug
Administration telah menyetujui dua inhibitor kinase lainnya, dasatinib (Sprycel) dan
nilotinib (Tasigna), yang dapat membantu orang-orang yang tidak dapat mengambil
atau yang telah menjadi resisten terhadap imatinib.
d) Terapi obat lain. Arsenik trioksida dan semua-trans retinoic acid (ATRA) adalah
obat anti kanker yang dokter dapat gunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan
kemoterapi untuk mengobati subtipe tertentu dari AML (Acute Myeloid Leukemia)
disebut promyelocytic leukemia. Obat ini menyebabkan sel-sel leukemia dengan
mutasi gen spesifik menjadi dewasa dan mati.
G. Evaluasi Obat Terpilih
Kemoterapi untuk leukemia mieloid akut (LMA) menggunakan 2 tahap pengobatan,
yaitu terdiri dari fase induksi dan fase konsolidasi.
- Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit.
Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam
tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi
menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
- Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi
konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan
obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan
pada fase induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi
angka ratarata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya
10%.
PENGOBATAN PADA SAAT DI RS
1) Daunorubisin 144 mg/1,6 m2/hari pada hari 1-3 IV bolus
Komposisi obat Daunorubicin
Indikasi Remisi induksi pada leukemia mieloid pada dewasa
dan leukemia limfositik akut pada anak.
Dosis Infus IV bolus 90 mg/1,6 m2/hari = 144 mg/ 1,6
m2/hari selama 3 hari, ulangi dengan selang waktu 3-6
minggu.
Perhatian Toksisitas jantung, laktasi.
Kontraindikasi Meilosupresi yang diinduksi oleh terapi sebelumnya
dengan zat antitumor lain, dengan radioterapi,
gangguan fungsi jantung, lanjut usia.
Interaksi Obat -
Efek Samping Gangguan kardiovaskular, depresi sumsum tulang,
imunosupresi, gangguan fungsi hati dan ginjal,
mukositis, mual muntah, diare, nyeri perut.
Harga Obat 20 mg x 4 mL x 1 (Rp 300.000,-).
Alasan Pemilihan
Obat
Karena merupakan regimen pengobatan leukemia
mieloid akut yang dikombinasi dengan sitarabin yang
diberikan pada tahap fase induksi.
2) Sitarabin 160 mg/1,6 m2/hari pada hari 1-7 sebagai IVkontinu
Komposisi obat Sitarabin
Indikasi Menghambat leukemia, terutama leukemia mieloid
akut.
Dosis 100 mg/m2/hari = 160 mg/1,6 m2/hari secara infus iv
selama 7 hari. Pengobatan diulang tiap 2 minggu.
Perhatian Dapat digunakan bersama obat sitotoksik lainnya,
pemberian harus diawasi dokter yang telah
berpengalaman, hiperurisemia sekunder, wanita hamil
dan menyusui.
Kontraindikasi Hipersensitif.
Interaksi Obat -
Efek Samping Toksisitas hematologi mielosupresi umumnya
ditujukkan oleh megaloblastosis, leukopenia, anemia,
mual muntah, diare, inflamasi mulut dan dubur.
Alasan Pemilihan
Obat
Infus berkelanjutan sitarabin lebih disukai karena
rejimen ini menghasilkan tingkat respons yang lebih
tinggi dari suntikan bolus selama terapi.
3) Parasetamol infus 1000 mg/100 mL
Indikasi Terapi jangka pendek untuk demam dan nyeri derajat
ringan-sedang.
Dosis Infus intravena selama 15 menit. Dewasa BB >50
kg: 1000 mg/pemberian, interval minimal 4 jam, dosis
maksimal 4 g/hari.
Kontraindikasi Hipersensitif, gangguan ginjal dan hati.
Perhatian Hati-hati pada penderita yang ketergantungan alkohol.
Interaksi Obat -
Efek Samping Malaise, kenaikan kadar transaminase, ruam, reaksi
hipersensitif, hepatotoksik (overdosis)
Alasan Pemilihan Sebagai terapi analgetik dan antipireik sesuai dengan
Obat keluhan pasien
4) Infus Ringer Laktat 300 mL/jam
Komposisi obat Na = 130-140, k = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, basa =
28-30 mEq/L
Kemasan : 500, 1000 mL.
Indikasi Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi dan syok hipovolemik.
Dosis Dewasa : 300-500 mL/jam (kira-kira 75-125
tetes/menit).
Kontraindikasi Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,
asidosis laktat.
Perhatian Hati-hati pada pasien dengan trauma kepala.
Interaksi Obat -
Efek Samping Panas, infeksi pda tempat penyuntikan, trombosis vena
atau flebitis yang meluas dari tempat penyuntikan,
ekstravasasi.
Harga obat 1 botol @500 mL Rp 4.800,-
Alasan Pemilihan
Obat
Untuk mengembalikan keadaan pasien agar tidak
lemas dan sebagai terapi penggantian cairan tubuh atau
cairan elektrolit dalam tubuh.
5) Injeksi Ondansetron 8 mg IV selama 15 menit
Indikasi Mual muntah akibat kemoterapi dan radioterapi pada
pasien kanker. Pencegahan mual muntah sesudah
operasi.
Dosis Dosis tunggal 8 mg injeksi IV selama 15 menit segera
sebelum kemoterapi, diikuti dengan infus konstan 1
mg/jam selama 24 jam.
Perhatian Wanita hamil dan menyusui.
Interaksi Obat -
Efek Samping Konstipasi, sakit kepala, muka kemerahan atau terasa
hangat, ruam.
Harga Obat Amp 8 mg/4 mL x 5 (Rp 275.000,-)
Alasan Pemilihan
Obat
Untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi pada
pasien kanker dan diberikan sebelum pengobatan
kemoterapi dimulai.
6) Eritropoietin-α 150 unit/kg subkutan 3 x seminggu
Indikasi Pengobatan anemia akibat penyakit ginjal kronik pada
pasien dialisis dan non dialisis, pengobatan anemia
pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
Dosis Diberikan secara subkutan dengan dosis 150 unit/kg
3 x seminggu selama 8 minggu terapi.
Perhatian Monitoring Hb secara berkala, hipertensi, kejang,
infark miokard, hamil, lanjut usia, penyakit vaskular.
Kontraindikasi Hipersensitif, hipertensi.
Interaksi Obat -
Efek Samping Syok, hipertensi, trombosis, takikardi, mual muntah,
diare, ruam kulit.
Harga Obat 2.000 unit x 1 (Rp 190.000,-).
Alasan Pemilihan
Obat
Sebagai obat penambah darah pada pasien anemia
akibat kemoterapi.
PENGOBATAN PADA SAAT DIRUMAH/RAWAT JALAN
1) Avemar 1-2 sachet/hari
Komposisi 2-methoxy benzoquinone (MBQ), 2,6-dimethoxy
benzoquinone (DMBQ).
Indikasi Suplemen untuk terapi suportif kanker.
Dosis 1-2 sacchet/hari. Diberikan sebelum atau selama terapi
kanker (pembedahan, radiasi, atau kemoterapi).
Diberikan 2 jam sebelum atau sesudah konsumsi
makanan, obat, suplemen, vitamin, dan mineral.
Interaksi Obat -
Harga obat Rp 60.000,-
Alasan Pemilihan
Obat
Sebagai suplemen untuk menjaga daya tahan tubuh
pasien selama kemoterapi berlangsung.
2) Dexametason 0,5 mg
Indikasi Imunosupresan/anti alergi, antiinflamasi, gangguan
kolagen, alergi, dan inflamasi pada mata, remati, asma
bronkial, radang/alergi pada kulit, gangguan
pernapasan, dan gangguan pencernaan.
Dosis Tablet 0,5 mg 1 x sehari.
Kontraindikasi Hipersensitivitas
Interaksi Obat -
Efek Samping Pemakaian jangka panjang menyebabkan tukak
lambung, hipoglikemia, atropi kulit, lemah otot,
menstruasi tidak teratur, dan sakit kepala.
Harga Obat Dus 10 x 10 tab (Rp 20.500,-)
Alasan Pemilihan
Obat
Untuk mengatasi nyeri pada pasien kanker setelah
diberikan kemoterapi.
3) Baking soda dan air garam (garam tawar) cara yang paling efektif untuk
mencegah mukositis pada pasien kanker stelah mendapat kemoterapi. Cara ini
digunakan untuk menjaga kebersihan mulut pasien.
H. KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita
oleh pasien, dan diharapkan keluarga pasien dapat memberikan dukungan moril
untuk pasien agar pasien tidak merasa depresi akibat penyakit yang dideritanya.
2. Menginformasikan dan mendiskusikan kepada pasien supaya sadar akan
pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan disekitarnya.
3. Menyarankan kepada pasien untuk rutin melakukan olahraga.
4. Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari makanan yang banyak
mengandung lemak jahat, serta banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung
zat besi dan meningkatkan sel darah.
5. Anjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk mengetahui
perkembangan penyakit.
6. Penderita leukemia dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga medis yang
ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu perawatan paliatif
dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat
progresifitas penyakit.
7. Sebagian besar proses pengobatan kemoterapi diberikan kepada pasien tanpa
menginap di rumah sakit. Meski tiap orang memiliki reaksi berbeda setelah
kemoterapi, namun sebagian besar merasakan letih dan lelah. Hindari menyetir
kendaraan sendiri atau aktivitas yang memerlukan energi atau konsentrasi tinggi
setelah sesi kemoterapi. Ajaklah anggota keluarga atau kawan untuk menemani
pasien pulang setelah kemoterapi.
8. Selama pengobatan kemoterapi, passien harus senantiasa berkonsultasi dengan
dokter ketika ingin mengonsumsi obat-obat lain, termasuk obat alergi, herba,
pereda nyeri, dan lainnya. Hindari konsumsi minuman keras setidaknya selama
masa kemoterapi.
I. Monitoring dan Evaluasi
1. Lakukan pemantauan setiap bulan dengan melakukan pemeriksaan imunologi,
pemeriksan darah secara lengkap dan penilaian klinis lainnya.
2. Monitoring tekanan darah hingga mencapai target normal yaitu 120/80 mmHg.
3. Monitoring suhu badan pasien sampai target normal yaitu 36,5 - 37,5°C.
4. Monitoring timbulnya gejala infeksi baru dan kemungkinan terjadinya metastase.
5. Monitoring kepatuhan pasien dalam melakukan kemoterapi untuk mencapai
keberhasilan terapi pada pasien kanker leukemia akut.
6. Monitoring secara berkala hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan
fisik pasien.
7. Monitoring asupan nutrisi pasien selama menjalani pengobatan kemoterapi.
VII. PERTANYAAN DAN JAWABAN SAAT DISKUSI
1. Ditanyakan oleh : Priscila Wahyu Christiana ( 18123459 A )
Pertanyaan : Apa arti dari dosis m2 obat kemoterapi yang diberikan ?
Parasetamol apakah digunakan pada saat demam saja atau pada saat rawat jalan
juga diberikan ?
Jawaban : Arti dari dosis m2 yaitu dosis diberikan berdasarkan BSA
(Body Surface Area) pasien yaitu 1,6 m2, jadi dosis yang diberikan dikalikan
dengan BSA pasien. Untuk parasetamol diberikan bila perlu saja yaitu jika terjadi
demam pada pasien.
2. Ditanyakan oleh : Riska Meilidha ( 18123440 A )
Pertanyaan : Bagaimana tahap pengobatan awal leukemia akut ?
Jawaban : Kemoterapi untuk leukemia mieloid akut (LMA)
menggunakan 2 tahap pengobatan, yaitu terdiri dari fase induksi dan fase
konsolidasi.
- Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi
komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel
leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan,
sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
- Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi
konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan
obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang
digunakan pada fase induksi.
3. Ditanyakan oleh : Nur Ichiani Harlin ( 18123441 A )
Pertanyaan : Adanya hipotensi pada pasien termasuk dari gejala penyerta
atau memang harus diatasi ?
Jawaban : Adanya hipotensi disini merupakan salah satu gejala dari
penyakit leukemia akut, dimana untuk pengobatannya cukup dengan modifikasi
pola hidup dengan mengkonsumsi makanan bernutrisi yang tinggi kalori dan
tinggi protein.
4. Ditanyakan oleh : Irpan
Pertanyaan : Apa saja faktor resiko terjadinya leukemia akut dan
bagaimana cara penanganannya ?
Jawaban : Faktor resiko untuk terjadi penyakit leukemia akut yaitu, usia,
jenis kelamin, ras, genetik, virus, sinar radioaktif, zat kimia, merokok, serta
lingkungan (pekerjaan). Untuk cara penanganannya dapat dilakukan dengan
melakukan kemoterapi, terapi radiasi, ataupun dapat dilakukan transplantasi
sumsum tulang pada pasien tersebut, tergantung dari tingkat perkemba ngan
penyakit pasien sudah sejauh mana.
5. Ditanyakan oleh : Endah Pujiyati ( 18123457 A )
Pertanyaan : Cara pemberian terapi obat injeksi pada pasien seperti apa ?
Apakah pemberiannya diberikan secara bersamaan ?
Jawaban : Cara pemberiannya ada yang dilakukan secara bersamaan,
ada yang dilakukan secara tidak bersamaan. Untuk injeksi infus RL diberikan
pertama kali pada pasien untuk menyeimbangkan jumlah elektrolit pasien agar
tidak lemah pada saat menjalani kemoterapi. Kemudian diberikan parasetamol
untuk mengatasi demam pasien, lalu diberikan injeksi ondansetron untuk
mengatasi mual muntah sebelum dilakukan kemoterapi. Untuk obat
kemoterapinya yaitu daunorubisin dan sitarabin diberikan secara bersamaan
selama 3 hari, kemudian hari ke-4 – hari ke-7 diberikan injeksi sitarabin saja.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien telah didiagnosa
menderita kanker leukemia mieloid akut dan timbul beberapa keluhan lain akibat efek
samping kemoterapi yang diberikan. Pasien telah mendapatkan kemoterapi secara kombinasi
yaitu daunorubisin dan sitarabin yang diberikan secara intravena pada pasien. Pasien
mendapatkan beberapa terapi pengobatan yang lain sesuai dengan indikasi gejala dan
keluhannya, yaitu parasetamol, ondansetron, infus ringer laktat, eritropoietin-α, dexametason
dan beberapa suplemen tambahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien. Pasien
mendapatkan terapi farmakologi dan non-farmakologi untuk mencapai keberhasilan terapi.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, Brian. K., Robin L. Corelli., Michael E. Ernist., B. Joseph Guglielmo.,
Pamala A. Jacobson., Wayne A. Kradjan., Bradley R. Williams. 2001. Koda-
Kimble & Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs Tenth
Edition
American Cancer Society, (2014). Cancer Facts & Figures 2014. Atlanta : American
Cancer Society.
Amily, (2012). The AML Guide Information for Patiens and Caregivers Acute
Myeloid Leukemia. Leukemia & Lymphoma Society.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2013). Profil Kesehatan Indonesia
2012. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. ISBN: 978-602-
8937-89-4
Kurnianda, J., (2006). Leukemia Mieloblastik Akut. Dalam: Sudoyo, Aru W., eds.
2006.
Kusnandar., Adji Pryitno Setiadi., I Ketut Adnyana., Joseph I Sigit., Retnosari
Andrajati., Elin Yulinah Sukandar. 2008. ISO Farmakoterapi Buku 2. Isfi
penerbitan. Jakarta.