18
1 Haraguchi M, Mukohyama H, Relsberg DJ, et.al. Electromyographic Activity of Masticatory Muscles and Mandibular Movement during Function in Marginal Mandibulectomy Patients. J Med Dent Sci. 2003 ; 50 : 257 – 64. Mandibulektomi dilakukan untuk menangani tumor mandibula, palatum, dasar mulut, atau lidah. Jika terjadi diskuintinuitas makan deformitas fasial dan defisit fungsional dapat terjadi berupa rotasi atau deviasi segmen mandibula, asimetrik fasial, gangguan artikulasi bicara, kesulitan mengunyah dan menelan, dan gangguan mengontrol saliva. Penelitian yang dilakukan oleh Haraguchi M dkk yang menilai aktivitas otot pada pasien mandibulektomi menemukan bahwa aktivitas elektromiografi pasien secara signifikan lebih rendah daripada subyek sehat. Hal ini disebabkan oleh perubahan kekuatan otot akibat pembedahan, meliputi kehilangankontinuitas mandibula, kehilangan otot mastikatorik, perubahan pada lidah, nyeri pada jaringan pendukung, serta pergerakan mandibula yang tidak terkontrol. Marunick dkk melaporkan hal yang sama terjadi pula pada pasien hemimandibulektomi (Haraguchi M, 2003). Kentjono WA. Rekonstruksi Mandibula Pasca Reseksi Tumor di Laboratorium Telinga Hidung dan Tenggorok RSU Dr. Sutomo Surabaya 1987 – 2003. Majalah Otorhingolaryngologica Indonesiana. 2004 ; 34. Mandibula merupakan bagian dari muka yang ikut menentukan bentuk fasial seseorang, terutama sepertiga

kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ameloblastoma mandibula

Citation preview

Page 1: kasus

1

Haraguchi M, Mukohyama H, Relsberg DJ, et.al. Electromyographic Activity of

Masticatory Muscles and Mandibular Movement during Function in Marginal

Mandibulectomy Patients. J Med Dent Sci. 2003 ; 50 : 257 – 64.

Mandibulektomi dilakukan untuk menangani tumor mandibula, palatum, dasar

mulut, atau lidah. Jika terjadi diskuintinuitas makan deformitas fasial dan defisit

fungsional dapat terjadi berupa rotasi atau deviasi segmen mandibula, asimetrik

fasial, gangguan artikulasi bicara, kesulitan mengunyah dan menelan, dan

gangguan mengontrol saliva. Penelitian yang dilakukan oleh Haraguchi M dkk

yang menilai aktivitas otot pada pasien mandibulektomi menemukan bahwa

aktivitas elektromiografi pasien secara signifikan lebih rendah daripada subyek

sehat. Hal ini disebabkan oleh perubahan kekuatan otot akibat pembedahan,

meliputi kehilangankontinuitas mandibula, kehilangan otot mastikatorik,

perubahan pada lidah, nyeri pada jaringan pendukung, serta pergerakan

mandibula yang tidak terkontrol. Marunick dkk melaporkan hal yang sama terjadi

pula pada pasien hemimandibulektomi (Haraguchi M, 2003).

Kentjono WA. Rekonstruksi Mandibula Pasca Reseksi Tumor di Laboratorium

Telinga Hidung dan Tenggorok RSU Dr. Sutomo Surabaya 1987 – 2003. Majalah

Otorhingolaryngologica Indonesiana. 2004 ; 34.

Mandibula merupakan bagian dari muka yang ikut menentukan bentuk

fasial seseorang, terutama sepertiga bagian bawah. Selain berfungsi estetik,

mandibula berperan penting dalam menjaga jalan napas dan sebagai tempat

melekatnya lidah dan otot-otot dasar mulut yang berfungsi untuk mengunyah,

menelan, bicara dan menguap. Seperti organ tubuh lainnya, tulang mandibula

dapat mengalami kelainan antara lain tumor jinak maupun tumor ganas. Diantara

tumor jinak mandibula yang sering dijumpai adalah ameloblastoma, sedangkan

tumor ganas yang primer terutama osteosarkoma. Mandibula juga dapat terkena

tumor ganas sebagai akibat dari perluasan langsung dari keganasan di organ

sekitarnya yang disebut sebagai tumor sekunder seperti karsinoma rongga mulut

(terutama lidah) dan tonsil. Pasca reseksi tumor mandibula biasanya timbul defek

besar. Hilangnya kontinuitas mandibula pasca reseksi tumor dapat berakibat

maloklusi gigi dan gangguan gerakan m. orbikularis oris sehingga air ludah dapat

terus meleleh keluar, disamping defek fasial. Pada tindakan reseksi segmental di

Page 2: kasus

2

bagian lateral, kedua fragmen mandibula akan tertarik ke medial oleh kontraksi m.

pterigoideus lateral dan internus. Keadaan ini menyebabkan kondilus mandibula

posisinya menjadi lebih horisontal yang berakibat maloklusi gigi disertai rasa nyeri

saat mengunyah (Kentjono WA, 2004).

Tindakan hemimandibulektomi akan menyebabkan bagian mandibula yang

ditinggalkan tertarik ke kontra lateral (affected site) sehingga muka menjadi

asimetri, mulut tampak miring saat membuka mulut dan terjadi maloklusi. Pada

tindakan reseksi di bagian anterior, akan terjadi tarikan oleh m. milohioideus

sehingga kedua fragmen mandibula akan tertarik saling berdekatan dan mulut

tampak kecil seperti mulut burung (Andy gum appearance). Timbulnya cosmetic

deformity dan berbagai gangguan fungsi mandibula dapat menyebabkan

gangguan psikologis, oleh karena itu rekonstruksi pasca reseksi mandibula

dianjurkan untuk segera dilakukan (Kentjono WA, 2004).

Ameloblastoma merupakan salah satu tumor jinak yang cukup sering

diketemukan di mandibula. Penanganan ameloblastoma yang besar umumnya

berupa reseksi segmental, parsial atau hemimandibulektomi. Tujuan

dilakukannya rekonstruksi mandibula yaitu 1) agar tidak terjadi perubahan atau

pergeseran fragmen mandibula, 2) mempertahankan fungsi lidah, mandibula, m.

orbikularis oris dan fungsi bicara, dan 3) mempertahankan penampilan penderita

seperti semula. Beberapa pakar berpendapat keberhasilan operasi ini cukup

didasarkan atas kembalinya bentuk dan fungsi mandibula (Kentjono WA, 2004).

Namaki S, Matsumoto M, Ohba H, et.al. Masticatory Efficiency Before and After

Surgery in Oral Cancer Patients : Comparative Study of Glossectomy, Marginal

Mandibulectomy and Segmental Mandibulectomy. Journal of Oral Science. 2004 ;

46 (2) : 113 – 7.

Efisiensi mastikasi pada pasien mandibulektomi secara signifikan lebih rendah

dibandingkan dengan oklusi normal dan efisiensi semakin berkurang 3 dan 6

bulan setelah pembedahan. Berkurangnya efisiensi mastikasi 3 dan 6 bulan

setelah pembedahan berhubungan dengan kehilangan gigi dan mandibulektomi.

Sejalan dengan itu juga ditemukan berkurangnya kemampuan makan (Namaki S,

2004).

Page 3: kasus

3

Curtis DA, Plesh O, Miller AJ, et.al. A Comparison of Masticatory Function in

Patients with or wthout Reconstruction of The Mandible. Head and Neck. 1997 ;

7 : 287 – 96.

Gangguan fungsi mastikasi sering menjadi gejala sisa dari pembedahan kanker

oral. Gangguan fungsi mastikasi telah dilaporkan pada sekitar 40% dari pasien

yang diobati untuk kanker kepala dan leher dan lebih tinggi pada pasien setelah

reseksi komposit. Lanjut halaman 2

Vohra FA, Hussain M, Mudassir MS. Ameloblastomas and Their Management : A

Review. Journal of Surgery Pakistan (International). 2009 ;14 (3) : 136 – 42.

Ameloblastoma merupakan 1 – 3% dari tumor dan kista pada rahang. Tumor ini

lebih banyak ditemukan pada mandibula daripada maksilla dan merupakan jenis

tumor odontogenin yang paling banyak ditemukan, dengan perkembangan yang

umumnya lambat, pembengkakan tanpa nyeri, dan berekspansi ke tulang kortikal,

perforasi lingual dan/atau buccal dan infiltrasi jaringan lunak. Tumor ini sering

terlambat didiagnosis karena perkembangannya yang lambat (Vohra FA, 2009).

Ameloblastoma adalah tumor jinak yang berasal dari epitel, dapat dari organ

enamel, sisa lamina dentalis, kista odontogenik (dentigerous), atau dari sel epitel

basal mukosa oral. Gambaran klinikopatologiknya berupa tumor benigna dengan

pola perkembangan lambat namun secara lokal bersifat invasif. Gejala klinis

tumor ini terletak antara genigna dan maligna dan tingginya rekurensi merupakan

masalah bagi klinisi. Tumor dapat berupa ekspansi kistik sampai infiltrasi agresif

pada jaringan sekitar (Vohra FA, 2009).

Klasifikasi ameloblastoma belum ditetapkan, yang umum diterima adalah subtipe

solid/multikistik, intraosseus klasik, perifer atau unikistik. Hal ini didukung oleh

gambaran patologik masing-masing tipe tumor. Tipe solid atau multikistik bersifat

agresif lokal dan akan rekuren jika eksisi tidak adekuat. Ameloblastoma unikistik

berbeda secara prognostik dengan agresifitas yang lebih rendah. Secara

histologik yang paling sering ditemukan adalah subtipe folikuler, pleksiform,

akantomatosa, granular dan desmoplastik. Histopatologi ameloblastoma terkait

erat dengan tingkat rekurensinya. Risiko rekurensi yang paling tinggi adalah

Page 4: kasus

4

subtipe folikuler, granular dan akantomatosa, sementara subtipe desmoplastik,

pleksiform dan unikistik mempunyai rekurensi yang lebih rendah (Vohra FA,

2009).

Penanganan utama ameloblastoma adalah pembedahan. Yang banyak

diperdebatkan adalah teknik pembedahan yang tepat. Metode konservatif meliputi

kuretase, enukleasi, dan cryosurgery, dan metode radikal meliputi reseksi

marginal, segmental, dan komposit (Vohra FA, 2009).

PENDAHULUAN

Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik benigna namun bersifat invasif

lokal dengan angka rekurensi yang tinggi. Sebagian besar penelitian

menunjukkan bahwa prognosis lebih tergantung pada metode pembedahan yang

digunakan daripada tipe histologiknya. Reseksi (marginal, segmental atau

komposit tergantung pada letak dan ukuran tumor) merupakan metode terbaik

untuk penanganan ameloblastoma solid/multikistik untuk mencegah rekurensi

(Vohra FA, 2009).

Di Cosola M, Turco M, Bizzoca G, et.al. Ameloblatsoma of The Jaw and Maxillary

Bone : Clinical Study and Report of Our Experiance. Avances En

Odontoestomatologia. 2007 ; 23 (6) : 367 – 73.

Ameloblastoma adalah tumor dental yang relatif jarang, ditemukan pertama kali

oleh Broca pada tahun 1868. Pada tahun 1975 dan awal 80an berkembang

konsep bahwa ameloblastoma terdiri atas tiga bentuk klinikal/histopatologikal

yang berbeda yaitu solid-multikistik, unikistik dan perifer. Penelitian oleh Di Cosola

dkk menyimpulkan bahwa usia rata-rata pasien ameloblastoma adalah 39,6 tahun

dengan rasio antara laki-laki dan perempuan 1,3 : 1. Tipe solid-multikistik empat

kali lebih banyak daripada tipe unikistik. Berdasarkan lokasi yang terkena rasio

antara mandibula dan maksilla adalah 9 : 1, dan sebagian besar berlokasi pada

1/3 posterior mandibula (regio molar). Ukuran tumor dapat mencapat lebih dari 2,5

cm. Tipe folikular lebih bayak ditemukan dibandingkan tipe lainnya.

Page 5: kasus

5

Purkait SK. Essentials of Oral Pathology. 3rd Edition. Jaypee Medical Publisher.

2011; 242 – 267.

Ameloblastoma adalah neoplasma jinak dengan agresifitas lokal yang berasal dari

epitel odontogenik dan merupakan neoplasma odontogenik kavum oral yang

paling banyak ditemukan.

Ameloblastoma berasal dari kata ‘amel’ yang berarti enamel, dan ‘blastos’ yang

berarti bibit.

Pertama kali ditemukan pada tahun 1827 oleh Cusack dan disebut

‘adamantinoma’ pada tahun 1885 oleh Luis Charles Malassez. Pada tahun 1934

ditetapkan nama ‘ameloblastoma’ oleh Ivey dan Churchill.

Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui, namun diduga predisposisinya adalah :

Trauma

Infeksi

Inflamasi

Ekstraksi gigi

Faktor diet

Infeksi virus

Histogenesis ameloblastoma

Ameloblastoma berkembang dari sel epitel odontogenik atau sel sisanya, namun

asalnya yang pasti belum diketahui. Berdasarkan beberapa penelitian berbeda,

sel atau jaringan yang mungkin merupakan asal ameloblastoma adalah :

Organ enamel dari bibit gigi yang berkembang

Sisa sel Serre (sisa dari lamina dentalis)

Lapisan epitel kista odontogenik khususnya kista dentigerous

Lapisan sel basal epitel oral

Page 6: kasus

6

Berkurangnya epitel enamel

Sisa sel Malassez

Gambaran klinis

Insiden : sekitar 1% dari tumor oral dan 18% dari tumor odontogenik.

Umur : dekade kedua, ketiga, keempat dan kelima, umur rata-rata adalah 32

tahun. Lebih banyak ditemukan pada kulit hitam.

Seks : lebih banyak ditemukan pada laki-laki, namun ukuran yang lebih besar

lebih banyak ditemukan pada perempuan.

Lokasi : sebagian besar berlokasi pada mandibula (80%) khususnya pada daerah

ramus molar (70%), meskipun lesi dapat pula berkembang pada daerah premolar

(20%) atau simfisis. Tomor maksilla juga umumnya lebih melibatkan bagian

posterior dan sering mnginvasi antrum (15%) atau dasar hidung.

Ameloblastoma ekstraosseus atau perifer sangat jarang ditemukan.

Tipe ameloblastoma :

Ameloblastoma unikistik

Ameloblastoma multikistik

Ameloblastoma perifer

Ameloblastoma maligna

Gambaran klinis

Secara klinis ameloblastoma umumnya berupa pembesaran yang lambat,

tidak nyeri, berbentuk ovoid atau fusiform, dan merupakan pembengkakan

keras pada rahang.

Lesi menyebabkan ekspansi dan distorsi lempeng kortikal tulang rahang

dan perpindahan gigi yang sering menyebabkan asimetris fasial yang

hebat.

Nyeri, parestesia dan gigi yang goyang hanya ditemukan pada sedikit

kasus.

Page 7: kasus

7

Sebagian besar pasien melaporkan abses atau kista yang sudah

berlangsung lama pada tulang rahang yang sudah dioperasi beberapa kali

tetapi selalu rekuren.

Lesi yang esar sering menyebabkan ekspansi berat, destruksi dan

penipisan lempeng kortikal yang sering menyebabkan fluktuasi pada

daerah yang terkena.

Ekspansi pada korteks tulang terjadi karena pertumbuhan tumor yang

lambat memungkinkan periosteum mengalami penipisan pada daerah lesi.

Penipisan ini menyebabkan keretakan tulangakibat tekanan digital yang

disebut fenomena ‘egg shell cracking’.

Fraktur patologik dapat terjadi pada tulang yang terkena.

Mukosa sekitar tumor tampak normal dan gigi pada daerah tersebut

biasanya tetap hidup.

Pada beberapa kasus, lesi yang lebih kecil dapat tidak bergejala dan

terdeteksi secara tidak sengaja melalui pemeriksaan radiografik.

Lesi yang tidak ditangani lama kelamaan akan menjadi sangat besar dan

menyebabkan deformitas pada rahang dan fasial.

Kadang-kadang lesi yang besar dapat menembus lempeng kortikal dan

menonjol keluar tulang berupa massa jaringan lunak nodular.

Tumor maksilla dapat menginvasi sinus maksillaris dan kemudian meluas

ke orbita atau nasofaring. Hal ini akan menyebabkan sensasi tekanan pada

bola mata atau obstruksi nasal.

Kadang-kadang lesi meluas ke sinus ethmoidalis bahkan ke basis kranii.

Ameloblastoma ekstraosseus seringkali menyebabkan tumor nodular pada

ginggiva.

Ameloblastoma desmoplastik merupakan variant normal, yang tidak seperti

jenis ameloblastoma lainnya, berkembang mulai dari rahang bagian depan,

khususnya maksilla.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologik

Page 8: kasus

8

Gupta N, Anjum R, Gupta S, et.al. ameloblastoma of The Mandible : A Case

Report with Feview of Literature. International Journal of Head and Neck Surgery.

2012 ; 3 (1) : 56 – 8.

Ameloblastoma merupakan tumor oral yang membingungkan karena berpotensi

untuk bertumbuh menjadi sangat besar dan menyebabkan deformitas tulang.

Namanya menyiratkan kemiripan dengan organ pembentuk enamel. Tumor ini

merupakan neoplasma agresif yang timbul dari sisa lamina dental dan organ

dental (epitel odontogenik). Biasanya ameloblastoma diklasifikasikan atas subtipe

multikistik, unikistik, perifer, dan maligna. Berdasarkan histopatologiknya

dibedakan atas tipe folikular dan plexiform, tipe akantomatosa dan granular. Jenis

yang tidak banyak ditemukan adalah tipe desmoplastik, sel basal, clear cell

ameloblastoma dan keratoameloblastoma (Gupta N, 2012).

Deskripsi histopatologik pertama kali dipaparkan oleh Wedl tahun 1853 da

menyebutnya tumor sistosarkoma atau sistosarkoma adenoid dan menduga

bahwa ameloblastoma berasal dari tunas gigi/lamina dentalis. Tahun 1885

Malassez memperkenalkan istilah ‘adamantine epithelioma’ dan tahun 1890

Derjinsky memperkenalkan istilah ‘ameloblastoma’ (Gupta N, 2012).

Meskipun jarang ameloblastoma merupakan tumor odontogenik terbanyak sekitar

1% dari seluruh tumor daerah kepala dan leher dan 11% dari seluruh tumor

odontogenik. Kalsifikasi terbaru oleh WHO mengklasifikasikan ameloblastoma

berdasarkan karakteristik dasarnya seperti usia penderita, lokasi, gambarat

radiologik, gambaran klinis, dan prognosis. Ameloblastoma diklasifikasikan

sebagai ekstraosseus (perifer) atau intraosseus. Ameloblastoma perifer

bermanifestasi sebagai massa yang tumbuh lambat dan terbatas pada ginggiva

atau mukosa alveolar tanpa melibatkan tulang yang mendasarinya.

Ameloblastoma intraosseus berlokasi pada rahang dan selanjutnya

diklasifikasikan sebagai unikistik, desmoplastik dan campuran kistik dan solid.

Tipe campuran kistik dan solid lebih agresif dan lebih rekuren daripada tipe

lainnya (Gupta N, 2012).

Menurut Larsson dan Almeren insiden ameloblatoma di Swedia sekitar 0,3 kasus

per satu juta penduduk per tahun. Usia rata-rata pasien dengan ameloblastoma

intraosseus dilaporkan 39 tahu dengan frekwensi yang sama antara laki-laki dan

Page 9: kasus

9

perempuan, meskipun frekwensi yang lebih tinggi pada perempuan pernah

dilaporkan. Menurut Fregnari dkk 80% tumor berlokasi di mandibula, 70% pada

regio molar atau ramus asendens, 20% pada regio premolar dan 10% pada regio

anterior. Sekitar 10-15% ameloblastoma terkait dengan gigi yang tidak erupsi

(Gupta N, 2012).

Gambaran klinis

Ameloblastoma lebih sering bermanifestasi sebagai pembengkakan yang tidak

nyeri yang dapat disertai deformitas fasial, maloklusidan parestesia pada daerah

sekitar. Pembengkanannya keras, tidak nyeri pada palpasi dan ditutupi oleh

mukosa yang normal (Gupta N, 2012).

Ameloblastoma dapat berasal dari epitel odontogen termasuk lapisan epitel folikel

dental. 50% berasal dari lapisan epitel kista dentigerous (Gupta N, 2012).

Penatalaksanaan

Terapi optimal amiloblastoma berupa reseksi luas. Terapi radiasi dapat

dipertimbangkan jika reseksi komplet tidak memungkinkan. Ameloblastoma harus

tetap dikontrol karena 50% dapat mengalami rekurensi 5 tahun setelah operasi

(Gupta N, 2012).

Carini F, Francesconi M, Saggese V, et.al. implant-Supported Rehabilitation of A

Patient with Mandibular Ameloblastoma. Annali di Stimatologia. 2012 ; 3 (2) : 21 –

5.

Ameloblastoma merupakan tumor epitel odontogenik yang agresif dan umum

ditemukan. Selain itu tumor ini mempunyai risiko rekurensi yang tinggi namun

jarang bermetastase. Ameloblastoma adalah1% dari seluruh tumor dan kista pada

area maksillo-mandibular dan sekitar 10% dari tumor odontogenik. Tumor ini

terutama mengenai orang dewasa pada dekade ke tiga sampai ke lima dengan

frekwensi yang sama pada laki-laki dan perempuan. Tumor ini lebih banyak terjadi

Page 10: kasus

10

pada mandibula dari pada maksilla (5 : 1), terutama pada regio molar. Lebih dari

50% mengalami rekurensi dalam 5 tahun pertama setelah pembedahan.

Ameloblastoma konvensinal cenderung bertumbuh lambat namun invasif secara

lokal dan berisiko besar mengalami destruksi. Reseksi agresif merupakan metode

paling efektif untuk mengeliminasi tumor namun terapi ini selanjutnya

menyebabkan deformitas dan malfungsi pada pasien. Hal ini akan berkembang

menjadi komplikasi serius berupa deformitas fasial, oronasal dan oro-antral,

kesulitan fonetis, menelan, kehilangan gigi yang secara signifikan menyebabkan

kesulitan mengunyah.

Acharya S, Joshi A, Tayaar AS, et.al. Extreme Ameloblastoma of The Mandible

with Hypoproteinemia : A Case Report and Review of Clinicopathological

Features. Journal of Clinical and Experimental Dentistry. 2011 ; 3 (4) : e343 – 7.

Ameloblastoma adalah tumor epitel odontogenik yang berpotensi maligna sedang,

sehingga dianggap berada pada zona abu-abu antara neoplasma benigna dan

maligna. Ameloblastoma invasif yang berukuran sangat besar jarang dilaporkan.

Meskipun ameloblastoma bersifat benigna namun dapat mengancam hidup

karena potensi terjadinya obstruksi jalan nafas, starvasi karena kurangnya

asupan, dan komplikasi hipoproteinemia. Tumor ini dapat berkespansi ke kulit dan

bibir (perluasan ke jaringan). Karena kebutuhan metaboliknya tumor yang

berukuran sangat besar mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak untuk

menutrisi tumor tersebut. Pasien dengan ameloblastoma ekstrim biasanya berasal

dari daerah pedesaan pada negara berkembang yang terlambat mendapatkan

terapi karena takut pada pembedahan.

Ameloblastoma bersifat benigna, agresif lokal, neoplasma polimorfik yang

mengandung epitel odontogenik yang berproliferasi. Karena pertumbuhannya

lambat dan asimptomatik pasien sering terlambat diterapi setelah ukuran tumor

sangat besar. Ameloblastoma yang tidak diterapi dapat berkembang menjadi

sangat besar dan menyebabkan deformitas fasial yang menimbulkan masalah

besar dalam manajemennya. Ameloblastoma dengan hipoproteinemia jarang

Page 11: kasus

11

dilaporkan. Gambaran histologik ameloblastoma biasanya berupa beberapa kista

interstitial yang mengelilingi kista besar. Di dalam kista terdapat sejumlah cairan.

Diskusi

Istilah ameloblastoma raksasa/ekstrim tepat digunakan untuk lesi yang sangat

besar dan menyebabkan asimetris nyata dan disfungsi regional. Beberapa

disfungsi regional seperti obstruksi jalan nafas, kesulitan mengunyah dan

menelan ditemukan pada pasien ini. Laporan yang sama tentang ameloblastoma

ekstrim disertai hiproteinemia melibatkan setengah mandibula dan menunjukkan

adanya ulkus atau fistel di mulut.

Ameloblastoma yang sangat besar dapat menyebabkan kehilangan fungsi oklusal

dan kesulitan makan. Oleh karena itu asupan makan memburuk disertai

hipoproteinemia. Pasien juga berisiko mengalami perdarahan akibat ulkus dan

menyebabkan terjadinya anemia. Pada pasien ini terjadi kehilangan berat badan

yang signifikan, hipoproteinemia dan anemia. Sebagai bagian dari buruknya

asupan makanan pasien akan mengalami hipoproteinemia akibat kehilangan

prototein melalui kista tumor yang mengalir keluar melalui mulut. Pada beberapa

kasus ameloblastoma yang menjalani pembedahan terjadi peningkatan kadar

protein serum, sehingga disimpulkan bahwa protein plasma mengalir melalui fistel

oral pada tumor.

Terdapat dua faktor yang secara nyata menjadi penyebab hipoproteinemia pada

ameloblastoma kistik berukuran besar yaitu : dinding kista merupakan membran

semipermiabel ; dan kebocoran cairan intrakistik secara langsung melalui

pembukaan yang terbentupada dinding kista. Beberapa penulis mengusulkan

bahwa kista odontogenik mempunyai membran semipermiabel yang berkualitas

sehingga mampu mentransfer protein. Kadar albumin pada cairan kista

odontogenik mirip dengan kadar albumin serum. Hal ini kemungkinan terjadi

karena berat molekul albumin lebih rendah dibanding globulin sehingga lebih

mudah melalui membran. Pada ameloblastoma terjadi pembentukan kista

sehingga protein meresap melalui dinding kista dan ditransfer ke kavum kistik.

Page 12: kasus

12

Melaukan pembedahan pada pasien dengan hipoproteinemia cukup berbahaya.

Edema pulmonal dan masalah lain yang melibatkan retensi cairan yang

disebabkan oleh rendahnya tekanan osmotik koloid dapat terjadi. Dengan

pengecualian adanya hipertensi renal atau hipoproteinemia akibat gangguan hati

dan malnutrisi, risiko pembedahan pada pasien dengan hipoproteinemia akibat

kebocoran cukup rendah. Kadang-kadang hipoproteinemia dapat membaik

dengan pemberian preparat protein dan albumin, dan koagulan dapat digunakan

untuk perdarahan tetapi eksisi tumor harus tetap dilakukan. Untuk

penatalaksanaan anemia beberapa literatur menganjurkan pemberian preparat

hemitinik.

Secara umum kondisi pasien membaik secara nyata. Kadar protein dan

hemoglobin mengalami peningkatan.

Jelic. After Jaw Reconstruction Surgery. Center for Functional and Aesthetic Fcial

Surgery.

Setelah menjalani pembedahan pasien akan elastisitas mulut akan berkurang

sehingga membatasi kempuan untuk membuka mulut, hal ini penting untuk

memastikan tulang dapat sembuh dengan baik.pasien tidak boleh memaksakan

membuka mulut dan perbaikan akan terjadi perlahan-lahan. Jika elastisitas

berlebihan pada minggu pertama post operasi makan pergesaran rahang dapat

terjadi.

Jenis diet yang dianjurkan adalah :

Hari 1 – 3 : diet cair.

Minggu 1 – 7 : diet cair atau saring.

Minggu 7 – 14 : diet lunak.

AAOMS. Guidelines to The Evaluation of Impairment of The Oral and Maxillofacial

Region. American Association Of Oral And Maxillofacial Surgeons. 2008

Page 13: kasus

13

Salah satu hal terkait nutrisi yang merupakan komplikasi mendibulektomi adalah

disfungsi mastikasi. Proses makan melibatkan fungsi gigi, rahang, otot-otot

mastikasi, otot-otot deglutisi, dan temporomandibular joint. Selain itu proses ini

juga melibatkan bibir, lidah dan fungsi otot untuk dapat menelan makanan.

Kehilangan gigi dan/atau struktur dentoalveolar (tulang atau jaringan lunak yang

mendasari gigi) akibat trauma, gangguan perkembangan, atau penyakit.