1
Haraguchi M, Mukohyama H, Relsberg DJ, et.al. Electromyographic Activity of
Masticatory Muscles and Mandibular Movement during Function in Marginal
Mandibulectomy Patients. J Med Dent Sci. 2003 ; 50 : 257 – 64.
Mandibulektomi dilakukan untuk menangani tumor mandibula, palatum, dasar
mulut, atau lidah. Jika terjadi diskuintinuitas makan deformitas fasial dan defisit
fungsional dapat terjadi berupa rotasi atau deviasi segmen mandibula, asimetrik
fasial, gangguan artikulasi bicara, kesulitan mengunyah dan menelan, dan
gangguan mengontrol saliva. Penelitian yang dilakukan oleh Haraguchi M dkk
yang menilai aktivitas otot pada pasien mandibulektomi menemukan bahwa
aktivitas elektromiografi pasien secara signifikan lebih rendah daripada subyek
sehat. Hal ini disebabkan oleh perubahan kekuatan otot akibat pembedahan,
meliputi kehilangankontinuitas mandibula, kehilangan otot mastikatorik,
perubahan pada lidah, nyeri pada jaringan pendukung, serta pergerakan
mandibula yang tidak terkontrol. Marunick dkk melaporkan hal yang sama terjadi
pula pada pasien hemimandibulektomi (Haraguchi M, 2003).
Kentjono WA. Rekonstruksi Mandibula Pasca Reseksi Tumor di Laboratorium
Telinga Hidung dan Tenggorok RSU Dr. Sutomo Surabaya 1987 – 2003. Majalah
Otorhingolaryngologica Indonesiana. 2004 ; 34.
Mandibula merupakan bagian dari muka yang ikut menentukan bentuk
fasial seseorang, terutama sepertiga bagian bawah. Selain berfungsi estetik,
mandibula berperan penting dalam menjaga jalan napas dan sebagai tempat
melekatnya lidah dan otot-otot dasar mulut yang berfungsi untuk mengunyah,
menelan, bicara dan menguap. Seperti organ tubuh lainnya, tulang mandibula
dapat mengalami kelainan antara lain tumor jinak maupun tumor ganas. Diantara
tumor jinak mandibula yang sering dijumpai adalah ameloblastoma, sedangkan
tumor ganas yang primer terutama osteosarkoma. Mandibula juga dapat terkena
tumor ganas sebagai akibat dari perluasan langsung dari keganasan di organ
sekitarnya yang disebut sebagai tumor sekunder seperti karsinoma rongga mulut
(terutama lidah) dan tonsil. Pasca reseksi tumor mandibula biasanya timbul defek
besar. Hilangnya kontinuitas mandibula pasca reseksi tumor dapat berakibat
maloklusi gigi dan gangguan gerakan m. orbikularis oris sehingga air ludah dapat
terus meleleh keluar, disamping defek fasial. Pada tindakan reseksi segmental di
2
bagian lateral, kedua fragmen mandibula akan tertarik ke medial oleh kontraksi m.
pterigoideus lateral dan internus. Keadaan ini menyebabkan kondilus mandibula
posisinya menjadi lebih horisontal yang berakibat maloklusi gigi disertai rasa nyeri
saat mengunyah (Kentjono WA, 2004).
Tindakan hemimandibulektomi akan menyebabkan bagian mandibula yang
ditinggalkan tertarik ke kontra lateral (affected site) sehingga muka menjadi
asimetri, mulut tampak miring saat membuka mulut dan terjadi maloklusi. Pada
tindakan reseksi di bagian anterior, akan terjadi tarikan oleh m. milohioideus
sehingga kedua fragmen mandibula akan tertarik saling berdekatan dan mulut
tampak kecil seperti mulut burung (Andy gum appearance). Timbulnya cosmetic
deformity dan berbagai gangguan fungsi mandibula dapat menyebabkan
gangguan psikologis, oleh karena itu rekonstruksi pasca reseksi mandibula
dianjurkan untuk segera dilakukan (Kentjono WA, 2004).
Ameloblastoma merupakan salah satu tumor jinak yang cukup sering
diketemukan di mandibula. Penanganan ameloblastoma yang besar umumnya
berupa reseksi segmental, parsial atau hemimandibulektomi. Tujuan
dilakukannya rekonstruksi mandibula yaitu 1) agar tidak terjadi perubahan atau
pergeseran fragmen mandibula, 2) mempertahankan fungsi lidah, mandibula, m.
orbikularis oris dan fungsi bicara, dan 3) mempertahankan penampilan penderita
seperti semula. Beberapa pakar berpendapat keberhasilan operasi ini cukup
didasarkan atas kembalinya bentuk dan fungsi mandibula (Kentjono WA, 2004).
Namaki S, Matsumoto M, Ohba H, et.al. Masticatory Efficiency Before and After
Surgery in Oral Cancer Patients : Comparative Study of Glossectomy, Marginal
Mandibulectomy and Segmental Mandibulectomy. Journal of Oral Science. 2004 ;
46 (2) : 113 – 7.
Efisiensi mastikasi pada pasien mandibulektomi secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan oklusi normal dan efisiensi semakin berkurang 3 dan 6
bulan setelah pembedahan. Berkurangnya efisiensi mastikasi 3 dan 6 bulan
setelah pembedahan berhubungan dengan kehilangan gigi dan mandibulektomi.
Sejalan dengan itu juga ditemukan berkurangnya kemampuan makan (Namaki S,
2004).
3
Curtis DA, Plesh O, Miller AJ, et.al. A Comparison of Masticatory Function in
Patients with or wthout Reconstruction of The Mandible. Head and Neck. 1997 ;
7 : 287 – 96.
Gangguan fungsi mastikasi sering menjadi gejala sisa dari pembedahan kanker
oral. Gangguan fungsi mastikasi telah dilaporkan pada sekitar 40% dari pasien
yang diobati untuk kanker kepala dan leher dan lebih tinggi pada pasien setelah
reseksi komposit. Lanjut halaman 2
Vohra FA, Hussain M, Mudassir MS. Ameloblastomas and Their Management : A
Review. Journal of Surgery Pakistan (International). 2009 ;14 (3) : 136 – 42.
Ameloblastoma merupakan 1 – 3% dari tumor dan kista pada rahang. Tumor ini
lebih banyak ditemukan pada mandibula daripada maksilla dan merupakan jenis
tumor odontogenin yang paling banyak ditemukan, dengan perkembangan yang
umumnya lambat, pembengkakan tanpa nyeri, dan berekspansi ke tulang kortikal,
perforasi lingual dan/atau buccal dan infiltrasi jaringan lunak. Tumor ini sering
terlambat didiagnosis karena perkembangannya yang lambat (Vohra FA, 2009).
Ameloblastoma adalah tumor jinak yang berasal dari epitel, dapat dari organ
enamel, sisa lamina dentalis, kista odontogenik (dentigerous), atau dari sel epitel
basal mukosa oral. Gambaran klinikopatologiknya berupa tumor benigna dengan
pola perkembangan lambat namun secara lokal bersifat invasif. Gejala klinis
tumor ini terletak antara genigna dan maligna dan tingginya rekurensi merupakan
masalah bagi klinisi. Tumor dapat berupa ekspansi kistik sampai infiltrasi agresif
pada jaringan sekitar (Vohra FA, 2009).
Klasifikasi ameloblastoma belum ditetapkan, yang umum diterima adalah subtipe
solid/multikistik, intraosseus klasik, perifer atau unikistik. Hal ini didukung oleh
gambaran patologik masing-masing tipe tumor. Tipe solid atau multikistik bersifat
agresif lokal dan akan rekuren jika eksisi tidak adekuat. Ameloblastoma unikistik
berbeda secara prognostik dengan agresifitas yang lebih rendah. Secara
histologik yang paling sering ditemukan adalah subtipe folikuler, pleksiform,
akantomatosa, granular dan desmoplastik. Histopatologi ameloblastoma terkait
erat dengan tingkat rekurensinya. Risiko rekurensi yang paling tinggi adalah
4
subtipe folikuler, granular dan akantomatosa, sementara subtipe desmoplastik,
pleksiform dan unikistik mempunyai rekurensi yang lebih rendah (Vohra FA,
2009).
Penanganan utama ameloblastoma adalah pembedahan. Yang banyak
diperdebatkan adalah teknik pembedahan yang tepat. Metode konservatif meliputi
kuretase, enukleasi, dan cryosurgery, dan metode radikal meliputi reseksi
marginal, segmental, dan komposit (Vohra FA, 2009).
PENDAHULUAN
Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik benigna namun bersifat invasif
lokal dengan angka rekurensi yang tinggi. Sebagian besar penelitian
menunjukkan bahwa prognosis lebih tergantung pada metode pembedahan yang
digunakan daripada tipe histologiknya. Reseksi (marginal, segmental atau
komposit tergantung pada letak dan ukuran tumor) merupakan metode terbaik
untuk penanganan ameloblastoma solid/multikistik untuk mencegah rekurensi
(Vohra FA, 2009).
Di Cosola M, Turco M, Bizzoca G, et.al. Ameloblatsoma of The Jaw and Maxillary
Bone : Clinical Study and Report of Our Experiance. Avances En
Odontoestomatologia. 2007 ; 23 (6) : 367 – 73.
Ameloblastoma adalah tumor dental yang relatif jarang, ditemukan pertama kali
oleh Broca pada tahun 1868. Pada tahun 1975 dan awal 80an berkembang
konsep bahwa ameloblastoma terdiri atas tiga bentuk klinikal/histopatologikal
yang berbeda yaitu solid-multikistik, unikistik dan perifer. Penelitian oleh Di Cosola
dkk menyimpulkan bahwa usia rata-rata pasien ameloblastoma adalah 39,6 tahun
dengan rasio antara laki-laki dan perempuan 1,3 : 1. Tipe solid-multikistik empat
kali lebih banyak daripada tipe unikistik. Berdasarkan lokasi yang terkena rasio
antara mandibula dan maksilla adalah 9 : 1, dan sebagian besar berlokasi pada
1/3 posterior mandibula (regio molar). Ukuran tumor dapat mencapat lebih dari 2,5
cm. Tipe folikular lebih bayak ditemukan dibandingkan tipe lainnya.
5
Purkait SK. Essentials of Oral Pathology. 3rd Edition. Jaypee Medical Publisher.
2011; 242 – 267.
Ameloblastoma adalah neoplasma jinak dengan agresifitas lokal yang berasal dari
epitel odontogenik dan merupakan neoplasma odontogenik kavum oral yang
paling banyak ditemukan.
Ameloblastoma berasal dari kata ‘amel’ yang berarti enamel, dan ‘blastos’ yang
berarti bibit.
Pertama kali ditemukan pada tahun 1827 oleh Cusack dan disebut
‘adamantinoma’ pada tahun 1885 oleh Luis Charles Malassez. Pada tahun 1934
ditetapkan nama ‘ameloblastoma’ oleh Ivey dan Churchill.
Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, namun diduga predisposisinya adalah :
Trauma
Infeksi
Inflamasi
Ekstraksi gigi
Faktor diet
Infeksi virus
Histogenesis ameloblastoma
Ameloblastoma berkembang dari sel epitel odontogenik atau sel sisanya, namun
asalnya yang pasti belum diketahui. Berdasarkan beberapa penelitian berbeda,
sel atau jaringan yang mungkin merupakan asal ameloblastoma adalah :
Organ enamel dari bibit gigi yang berkembang
Sisa sel Serre (sisa dari lamina dentalis)
Lapisan epitel kista odontogenik khususnya kista dentigerous
Lapisan sel basal epitel oral
6
Berkurangnya epitel enamel
Sisa sel Malassez
Gambaran klinis
Insiden : sekitar 1% dari tumor oral dan 18% dari tumor odontogenik.
Umur : dekade kedua, ketiga, keempat dan kelima, umur rata-rata adalah 32
tahun. Lebih banyak ditemukan pada kulit hitam.
Seks : lebih banyak ditemukan pada laki-laki, namun ukuran yang lebih besar
lebih banyak ditemukan pada perempuan.
Lokasi : sebagian besar berlokasi pada mandibula (80%) khususnya pada daerah
ramus molar (70%), meskipun lesi dapat pula berkembang pada daerah premolar
(20%) atau simfisis. Tomor maksilla juga umumnya lebih melibatkan bagian
posterior dan sering mnginvasi antrum (15%) atau dasar hidung.
Ameloblastoma ekstraosseus atau perifer sangat jarang ditemukan.
Tipe ameloblastoma :
Ameloblastoma unikistik
Ameloblastoma multikistik
Ameloblastoma perifer
Ameloblastoma maligna
Gambaran klinis
Secara klinis ameloblastoma umumnya berupa pembesaran yang lambat,
tidak nyeri, berbentuk ovoid atau fusiform, dan merupakan pembengkakan
keras pada rahang.
Lesi menyebabkan ekspansi dan distorsi lempeng kortikal tulang rahang
dan perpindahan gigi yang sering menyebabkan asimetris fasial yang
hebat.
Nyeri, parestesia dan gigi yang goyang hanya ditemukan pada sedikit
kasus.
7
Sebagian besar pasien melaporkan abses atau kista yang sudah
berlangsung lama pada tulang rahang yang sudah dioperasi beberapa kali
tetapi selalu rekuren.
Lesi yang esar sering menyebabkan ekspansi berat, destruksi dan
penipisan lempeng kortikal yang sering menyebabkan fluktuasi pada
daerah yang terkena.
Ekspansi pada korteks tulang terjadi karena pertumbuhan tumor yang
lambat memungkinkan periosteum mengalami penipisan pada daerah lesi.
Penipisan ini menyebabkan keretakan tulangakibat tekanan digital yang
disebut fenomena ‘egg shell cracking’.
Fraktur patologik dapat terjadi pada tulang yang terkena.
Mukosa sekitar tumor tampak normal dan gigi pada daerah tersebut
biasanya tetap hidup.
Pada beberapa kasus, lesi yang lebih kecil dapat tidak bergejala dan
terdeteksi secara tidak sengaja melalui pemeriksaan radiografik.
Lesi yang tidak ditangani lama kelamaan akan menjadi sangat besar dan
menyebabkan deformitas pada rahang dan fasial.
Kadang-kadang lesi yang besar dapat menembus lempeng kortikal dan
menonjol keluar tulang berupa massa jaringan lunak nodular.
Tumor maksilla dapat menginvasi sinus maksillaris dan kemudian meluas
ke orbita atau nasofaring. Hal ini akan menyebabkan sensasi tekanan pada
bola mata atau obstruksi nasal.
Kadang-kadang lesi meluas ke sinus ethmoidalis bahkan ke basis kranii.
Ameloblastoma ekstraosseus seringkali menyebabkan tumor nodular pada
ginggiva.
Ameloblastoma desmoplastik merupakan variant normal, yang tidak seperti
jenis ameloblastoma lainnya, berkembang mulai dari rahang bagian depan,
khususnya maksilla.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologik
8
Gupta N, Anjum R, Gupta S, et.al. ameloblastoma of The Mandible : A Case
Report with Feview of Literature. International Journal of Head and Neck Surgery.
2012 ; 3 (1) : 56 – 8.
Ameloblastoma merupakan tumor oral yang membingungkan karena berpotensi
untuk bertumbuh menjadi sangat besar dan menyebabkan deformitas tulang.
Namanya menyiratkan kemiripan dengan organ pembentuk enamel. Tumor ini
merupakan neoplasma agresif yang timbul dari sisa lamina dental dan organ
dental (epitel odontogenik). Biasanya ameloblastoma diklasifikasikan atas subtipe
multikistik, unikistik, perifer, dan maligna. Berdasarkan histopatologiknya
dibedakan atas tipe folikular dan plexiform, tipe akantomatosa dan granular. Jenis
yang tidak banyak ditemukan adalah tipe desmoplastik, sel basal, clear cell
ameloblastoma dan keratoameloblastoma (Gupta N, 2012).
Deskripsi histopatologik pertama kali dipaparkan oleh Wedl tahun 1853 da
menyebutnya tumor sistosarkoma atau sistosarkoma adenoid dan menduga
bahwa ameloblastoma berasal dari tunas gigi/lamina dentalis. Tahun 1885
Malassez memperkenalkan istilah ‘adamantine epithelioma’ dan tahun 1890
Derjinsky memperkenalkan istilah ‘ameloblastoma’ (Gupta N, 2012).
Meskipun jarang ameloblastoma merupakan tumor odontogenik terbanyak sekitar
1% dari seluruh tumor daerah kepala dan leher dan 11% dari seluruh tumor
odontogenik. Kalsifikasi terbaru oleh WHO mengklasifikasikan ameloblastoma
berdasarkan karakteristik dasarnya seperti usia penderita, lokasi, gambarat
radiologik, gambaran klinis, dan prognosis. Ameloblastoma diklasifikasikan
sebagai ekstraosseus (perifer) atau intraosseus. Ameloblastoma perifer
bermanifestasi sebagai massa yang tumbuh lambat dan terbatas pada ginggiva
atau mukosa alveolar tanpa melibatkan tulang yang mendasarinya.
Ameloblastoma intraosseus berlokasi pada rahang dan selanjutnya
diklasifikasikan sebagai unikistik, desmoplastik dan campuran kistik dan solid.
Tipe campuran kistik dan solid lebih agresif dan lebih rekuren daripada tipe
lainnya (Gupta N, 2012).
Menurut Larsson dan Almeren insiden ameloblatoma di Swedia sekitar 0,3 kasus
per satu juta penduduk per tahun. Usia rata-rata pasien dengan ameloblastoma
intraosseus dilaporkan 39 tahu dengan frekwensi yang sama antara laki-laki dan
9
perempuan, meskipun frekwensi yang lebih tinggi pada perempuan pernah
dilaporkan. Menurut Fregnari dkk 80% tumor berlokasi di mandibula, 70% pada
regio molar atau ramus asendens, 20% pada regio premolar dan 10% pada regio
anterior. Sekitar 10-15% ameloblastoma terkait dengan gigi yang tidak erupsi
(Gupta N, 2012).
Gambaran klinis
Ameloblastoma lebih sering bermanifestasi sebagai pembengkakan yang tidak
nyeri yang dapat disertai deformitas fasial, maloklusidan parestesia pada daerah
sekitar. Pembengkanannya keras, tidak nyeri pada palpasi dan ditutupi oleh
mukosa yang normal (Gupta N, 2012).
Ameloblastoma dapat berasal dari epitel odontogen termasuk lapisan epitel folikel
dental. 50% berasal dari lapisan epitel kista dentigerous (Gupta N, 2012).
Penatalaksanaan
Terapi optimal amiloblastoma berupa reseksi luas. Terapi radiasi dapat
dipertimbangkan jika reseksi komplet tidak memungkinkan. Ameloblastoma harus
tetap dikontrol karena 50% dapat mengalami rekurensi 5 tahun setelah operasi
(Gupta N, 2012).
Carini F, Francesconi M, Saggese V, et.al. implant-Supported Rehabilitation of A
Patient with Mandibular Ameloblastoma. Annali di Stimatologia. 2012 ; 3 (2) : 21 –
5.
Ameloblastoma merupakan tumor epitel odontogenik yang agresif dan umum
ditemukan. Selain itu tumor ini mempunyai risiko rekurensi yang tinggi namun
jarang bermetastase. Ameloblastoma adalah1% dari seluruh tumor dan kista pada
area maksillo-mandibular dan sekitar 10% dari tumor odontogenik. Tumor ini
terutama mengenai orang dewasa pada dekade ke tiga sampai ke lima dengan
frekwensi yang sama pada laki-laki dan perempuan. Tumor ini lebih banyak terjadi
10
pada mandibula dari pada maksilla (5 : 1), terutama pada regio molar. Lebih dari
50% mengalami rekurensi dalam 5 tahun pertama setelah pembedahan.
Ameloblastoma konvensinal cenderung bertumbuh lambat namun invasif secara
lokal dan berisiko besar mengalami destruksi. Reseksi agresif merupakan metode
paling efektif untuk mengeliminasi tumor namun terapi ini selanjutnya
menyebabkan deformitas dan malfungsi pada pasien. Hal ini akan berkembang
menjadi komplikasi serius berupa deformitas fasial, oronasal dan oro-antral,
kesulitan fonetis, menelan, kehilangan gigi yang secara signifikan menyebabkan
kesulitan mengunyah.
Acharya S, Joshi A, Tayaar AS, et.al. Extreme Ameloblastoma of The Mandible
with Hypoproteinemia : A Case Report and Review of Clinicopathological
Features. Journal of Clinical and Experimental Dentistry. 2011 ; 3 (4) : e343 – 7.
Ameloblastoma adalah tumor epitel odontogenik yang berpotensi maligna sedang,
sehingga dianggap berada pada zona abu-abu antara neoplasma benigna dan
maligna. Ameloblastoma invasif yang berukuran sangat besar jarang dilaporkan.
Meskipun ameloblastoma bersifat benigna namun dapat mengancam hidup
karena potensi terjadinya obstruksi jalan nafas, starvasi karena kurangnya
asupan, dan komplikasi hipoproteinemia. Tumor ini dapat berkespansi ke kulit dan
bibir (perluasan ke jaringan). Karena kebutuhan metaboliknya tumor yang
berukuran sangat besar mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak untuk
menutrisi tumor tersebut. Pasien dengan ameloblastoma ekstrim biasanya berasal
dari daerah pedesaan pada negara berkembang yang terlambat mendapatkan
terapi karena takut pada pembedahan.
Ameloblastoma bersifat benigna, agresif lokal, neoplasma polimorfik yang
mengandung epitel odontogenik yang berproliferasi. Karena pertumbuhannya
lambat dan asimptomatik pasien sering terlambat diterapi setelah ukuran tumor
sangat besar. Ameloblastoma yang tidak diterapi dapat berkembang menjadi
sangat besar dan menyebabkan deformitas fasial yang menimbulkan masalah
besar dalam manajemennya. Ameloblastoma dengan hipoproteinemia jarang
11
dilaporkan. Gambaran histologik ameloblastoma biasanya berupa beberapa kista
interstitial yang mengelilingi kista besar. Di dalam kista terdapat sejumlah cairan.
Diskusi
Istilah ameloblastoma raksasa/ekstrim tepat digunakan untuk lesi yang sangat
besar dan menyebabkan asimetris nyata dan disfungsi regional. Beberapa
disfungsi regional seperti obstruksi jalan nafas, kesulitan mengunyah dan
menelan ditemukan pada pasien ini. Laporan yang sama tentang ameloblastoma
ekstrim disertai hiproteinemia melibatkan setengah mandibula dan menunjukkan
adanya ulkus atau fistel di mulut.
Ameloblastoma yang sangat besar dapat menyebabkan kehilangan fungsi oklusal
dan kesulitan makan. Oleh karena itu asupan makan memburuk disertai
hipoproteinemia. Pasien juga berisiko mengalami perdarahan akibat ulkus dan
menyebabkan terjadinya anemia. Pada pasien ini terjadi kehilangan berat badan
yang signifikan, hipoproteinemia dan anemia. Sebagai bagian dari buruknya
asupan makanan pasien akan mengalami hipoproteinemia akibat kehilangan
prototein melalui kista tumor yang mengalir keluar melalui mulut. Pada beberapa
kasus ameloblastoma yang menjalani pembedahan terjadi peningkatan kadar
protein serum, sehingga disimpulkan bahwa protein plasma mengalir melalui fistel
oral pada tumor.
Terdapat dua faktor yang secara nyata menjadi penyebab hipoproteinemia pada
ameloblastoma kistik berukuran besar yaitu : dinding kista merupakan membran
semipermiabel ; dan kebocoran cairan intrakistik secara langsung melalui
pembukaan yang terbentupada dinding kista. Beberapa penulis mengusulkan
bahwa kista odontogenik mempunyai membran semipermiabel yang berkualitas
sehingga mampu mentransfer protein. Kadar albumin pada cairan kista
odontogenik mirip dengan kadar albumin serum. Hal ini kemungkinan terjadi
karena berat molekul albumin lebih rendah dibanding globulin sehingga lebih
mudah melalui membran. Pada ameloblastoma terjadi pembentukan kista
sehingga protein meresap melalui dinding kista dan ditransfer ke kavum kistik.
12
Melaukan pembedahan pada pasien dengan hipoproteinemia cukup berbahaya.
Edema pulmonal dan masalah lain yang melibatkan retensi cairan yang
disebabkan oleh rendahnya tekanan osmotik koloid dapat terjadi. Dengan
pengecualian adanya hipertensi renal atau hipoproteinemia akibat gangguan hati
dan malnutrisi, risiko pembedahan pada pasien dengan hipoproteinemia akibat
kebocoran cukup rendah. Kadang-kadang hipoproteinemia dapat membaik
dengan pemberian preparat protein dan albumin, dan koagulan dapat digunakan
untuk perdarahan tetapi eksisi tumor harus tetap dilakukan. Untuk
penatalaksanaan anemia beberapa literatur menganjurkan pemberian preparat
hemitinik.
Secara umum kondisi pasien membaik secara nyata. Kadar protein dan
hemoglobin mengalami peningkatan.
Jelic. After Jaw Reconstruction Surgery. Center for Functional and Aesthetic Fcial
Surgery.
Setelah menjalani pembedahan pasien akan elastisitas mulut akan berkurang
sehingga membatasi kempuan untuk membuka mulut, hal ini penting untuk
memastikan tulang dapat sembuh dengan baik.pasien tidak boleh memaksakan
membuka mulut dan perbaikan akan terjadi perlahan-lahan. Jika elastisitas
berlebihan pada minggu pertama post operasi makan pergesaran rahang dapat
terjadi.
Jenis diet yang dianjurkan adalah :
Hari 1 – 3 : diet cair.
Minggu 1 – 7 : diet cair atau saring.
Minggu 7 – 14 : diet lunak.
AAOMS. Guidelines to The Evaluation of Impairment of The Oral and Maxillofacial
Region. American Association Of Oral And Maxillofacial Surgeons. 2008
13
Salah satu hal terkait nutrisi yang merupakan komplikasi mendibulektomi adalah
disfungsi mastikasi. Proses makan melibatkan fungsi gigi, rahang, otot-otot
mastikasi, otot-otot deglutisi, dan temporomandibular joint. Selain itu proses ini
juga melibatkan bibir, lidah dan fungsi otot untuk dapat menelan makanan.
Kehilangan gigi dan/atau struktur dentoalveolar (tulang atau jaringan lunak yang
mendasari gigi) akibat trauma, gangguan perkembangan, atau penyakit.