25
LAPORAN KASUS HEMORRHOID Pembimbing: dr. A. Hamid R., SpB (K) BD, M.Kes Disusun oleh: Nadya Hasnanda K. – 1102010201 Fakultas Kedokteran Universitas YARSI DEPARTEMEN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO KEPANITERAAN KLINIK PERIODE 26 Mei – 10 Agustus 2014

Kasus Hemorrhoid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hemorrhoid case

Citation preview

LAPORAN KASUS HEMORRHOID

Pembimbing:dr. A. Hamid R., SpB (K) BD, M.KesDisusun oleh:Nadya Hasnanda K. 1102010201Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

DEPARTEMEN ILMU BEDAHRUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTOKEPANITERAAN KLINIK PERIODE 26 Mei 10 Agustus 2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.1BAB I STATUS PASIEN.....21.1 Identitas.......21.2 Anamnesis....................21.3 Status Generalis........31.4 Status Lokalis.......41.5 Diagnosis.....41.6 Terapi..................................................................................................................51.7 Rencana Tindakan...........51.8 Prognosis.............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................62.1 Anatomi dan Fisiologi..........62.2 Hemorrhoid..............82.2.1 Tatalaksana..................102.2.2 Prognosis.........12BAB III DISKUSI.....................13DAFTAR PUSTAKA....17

BAB ISTATUS PASIEN1.1 Identitas Nama: Ny. S Umur: 29 tahun No. RM: 4125XX Jenis kelamin: Wanita Alamat: Jakarta Barat Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Agama : Islam

1.2 Anamnesis (12- 07-2014) : AutoanamnesisKeluhan Utama:Nyeri pada anus sejak 3 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :Tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri pada anus sesaat setelah BAB. Nyeri dirasakan terus - menerus dan berdenyut. Nyeri hanya dirasakan pada anus tanpa penjalaran dan terasa lebih sakit saat tidur terlentang dan saat duduk. Nyeri berkurang setelah pemberian obat melalui anus. Keluhan nyeri disertai dengan adanya benjolan pada anus. Demam (-).Lima hari sebelumnya, timbul benjolan sebesar kelereng dari anus saat BAB, namun tidak nyeri dan benjolan juga tidak dapat dimasukkan kembali dengan jari. BAB berdarah disangkal. Belum pernah ada darah yang menetes saat BAB. Nyeri pada daerah perut disangkal. Penurunan berat badan drastis dalam setahun terakhir disangkal. Adanya kesulitan buang air besar dan diare berkepanjangan disangkal. Pasien tidak rutin BAB setiap hari. Konsumsi sayur rutin setiap hari, namun jarang konsumsi buah. Asupan air minum biasanya kurang dari 8 gelas per hari. Pasien terbiasa menggunakan toilet duduk di rumah. Pasien memiliki 2 anak yang dilahirkan secara spontan di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu:Pasien pernah mengalami keluhan yang sama setahun yang lalu dan telah diberikan pengobatan dengan anuskopi. Nyeri hilang dan benjolan mengecil, hingga dapat dimasukkan dengan jari jika keluar dari anus. Pasien juga pernah mengalami keluarnya benjolan dari anus saat masih SD. Riwayat hipertensi disangkal dan penyakit pada hati disangkal. Riwayat konsumsi alkohol disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.

1.3 Status Generalis (12-07-2014) Kesadaran: Compos Mentis Gizi: Baik Tanda Vital Tekanan Darah: 110/70 mmHg Heart Rate : 72 x/m Respiratory Rate: 20 x/m Temperature: 36.7C Kepala: Normochepal Mata: Pupil bulat isokor 3mm, Kornea jernih, Refleks cahaya +/+, Gerakan bola mata kesegala arah +/+, Conjunctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/- Telinga: Bentuk normal, liang telinga lapang, serumen - / - Hidung: Bentuk normal, sekret - / -, krepitasi - / - Mulut: Bentuk normal, bibir kering, sianosis tidak ada, Faring tidak hiperemis Leher: Bentuk normal, Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar, tidak teraba adanya benjolan

Thorax:Paru-paru Inspeksi: Simetris dalam keadaan statis dan dinamis Palpasi: Fremitus taktil paru kanan sama dengan paru kiri Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi: Suara nafas vesikuler + / +, ronkhi - / -, wheezing - / -Jantung Inspeksi: Tampak pulsasi ictus cordis pada ICS V parasternal sinistra Palpasi: Teraba ictus cordis di ICS V parasternal sinistra Perkusi: Redup Batas atas : ICS III parasternal sinistra Batas kiri: ICS V midclavicula sinistra Batas kanan: ICS V parasternal dextra Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular murni, Murmur -/-, Gallop -/- Abdomen Inspeksi: datar, tidak tampak adanya kelainan Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas Perkusi: timpani Auskultasi: bising usus (+) normal Ekstremitas: Gerakan bebas, akral hangat, Capillary Refill Time < 2 detik1.4 Status Lokalis Regio analInspeksi: benjolan pada anus di arah jam 7 berukuran 6x4x2 cm dan hiperemis, di dan arah jam 1 berukuran 3x1 cm. Permukaan licin. Tidak ada luka, tidak ada pus. Tidak ada darah.Palpasi: konsistensi benjolan kenyal. Nyeri tekan (+) dan hiperemis pada benjolan di arah jam 7. Skala Nyeri: 5. Benjolan di arah jam 1 tidak ada nyeri tekan.

1.5 Diagnosis Hemorrhoid interna grade IV

1.6 TerapiFarmakoterapi: Ardium (flavonoid) Lactulax syrup (lactulose) Faktu suppositoria (Policrosulen dan Cinchocaine) Profenid suppositoria (analgetik)1.7 Rencana Tindakan Sclerotherapy (persiapan di poli)

1.8 PrognosisQuo ad vitam : BonamQuo ad functionam : BonamQuo ad sanastionam : Dubia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi AnusAnus merupakan organ akhir di saluran gastrointestinal yang berfungsi sebagai tempat pengeluaran sisa pencernaan makanan. Anus dihubungkan dengan rektum melalui kanalis anal. Kanalis anal memiliki ukuran 4 cm dan dikelilingi oleh sfingter ani interna dan eksterna. Di sepanjang kanalis anal ini terdapat linea dentata (pectinea) yang merupakan pertemuan antara mukosa rektal dan mukosa anus yang berbeda. Mukosa rektal, proksimal dari linea dentata terdiri atas epitel kolumner sementara mukosa anus, distal dari linea dentata merupakan epitel skuamosa yang termodifikasi. Bagian atas linea dentata terdiri atas lipatan-lipatan longitudinal mukosa rektal yang disebut columns of Morgagni yang dibentuk oleh pleksus arteriovenosus di submukosa. Innervasi dari hemoroid interna terdiri atas saraf parasimpatis dan simpatis tanpa nervus somatik, sementara innervasi hemoroid eksterna berasal dari nervus somatik.

Bantalan fibrovaskular hemorrhoid berasal dari jaringan penyambung subepitelial di dalam kanalis anal. Hemoroid interna memiliki 3 bantalan yang terletak umumnya pada sebelah lateral kiri, posterior dan anterior kanan kanalis anal. Bantalan ini mengelilingi dan membantu anastomosis distal antara arteri rektal superior dan vena rektalis superior, media dan inferior.

Vena hemoroid eksterna ditemukan disekeliling anoderm. Drainase vena dari jaringan hemoroid interna berakhir pada sistem porta melalui vena rektalis superior. Vena rektalis inferior membawa drainase vena dari hemoroid eksterna ke vena kava inferior. .

Fungsi utama dari kanalis anal ialah untuk mengeluarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Peranan hemorrhoid masih dalam pengamatan. Hemorrhoid memiliki peranan penting sebagai proteksi muskulus sfingter ani dan memastikan tertutupnya kanalis anal pada saat peningkatan tekanan intraabdominal untuk mencegah inkontinensia. Hemorrhoid juga berkontribusi terhadap 15 20% dari tekanan istirahat kanalis anal. Peningkatan tekanan intraabdominal meningkatkan tekanan vena kava inferior dan bantalan vaskuler anal membengkak dan mencegah kebocoran. Jaringan hemorrhoid juga dapat membedakan benda padat, cair dan gas yang melalui kanalis anal.

2.2 HemorrhoidPenyakit hemorrhoid merupakan pembesaran dan dilatasi pleksus vena submukosa anus dan perianal. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis. Secara global, prevalensi dari hemorrhoid simptomatik diperkirakan berkisar 4.4% dari populasi. Di Amerika Serikat, sepertiga dari 10 juta orang mengalami hemorrhoid. Pasien hemorrhoid sering berasal dari golongan sosioekonomi yang menengah ke atas. Prevalensi kejadiannya meningkat bersama usia. Penurunan aliran balik vena dapat memprovokasi terjadinya hemorrhoid. Makanan yang kurang berserat menyebabkan feses yang kecil dan keras sehingga dapat menyebabkan naiknya tekanan saat defekasi. Naiknya tekanan di sekitar anus dapat menyebabkan pembengkakan hemorrhoid. Kehamilan dan tingginya tekanan pada muskulus sfingter ani dapat menyebabkn bengkaknya hemorrhoid. Terlalu lama duduk, atau kurangnya mobilitas dapat menyebabkan masalah aliran vena balik relatif di area perianal hal ini juga menyebabkan hemorrhoid. Struktur penyokong di daerah anal melemah bersama dengan penuaan dan hal ini dapat memfasilitasi terjadinya prolaps hemorrhoid. Selain itu, konstipasi dan regangan pada anus, hipertensi portal dan varises anorektal, kelainan genetik, diare kronis, keganasan kolon, penyakit liver, obesitas, trauma medulla spinalis hilangnya tonus otot rektal, episiotomi, IBD, dan hubungan seksual melalui anus dapat mencetuskan hemorrhoid. Patofisiologi pasti dari hemorrhoid belum diketahui, namun teori tentang bergesernya canalis anal banyak diterima. Dari teori ini didapatkan bahwa penyakit hemorrhoid terjadi saat jaringan penyokong dari bantalan anal mengalami deteriorasi atau disintegrasi. Bendungan dan hipertrofi pada bantalan anus menjadi mekanisme dasar terjadinya hemoroid. Pertama, kegagalan pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua, bantalan anus terlalu mobile, dan ketiga, bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang ketat. Akibatnya, vena intramuskular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses pembendungan diatas diperparah lagi apabila seseorang mengedan atau adanya feses yang keras melalui dinding rektum. Beberapa kemungkinan penyebab terjadinya penyakit hemorrhoid adalah:

1. Deteriorasi dari jaringan pengikat yang berada menempel pada otot.2. Perpindahan atu prolaps dari jaringan hemorrhoid3. Distensi abnormal dari anastomosis arteriovenosus di dalam bantalan anal4. Dilatasi abnormal dari vena-vena di dalam pleksus venosus hemorrhoid interna.Karena meregangnya mukosa atau kulit, dapat terbentuk jaringan sinusoid dan fibrosa yang baru dan seiring dengan waktu, struktur anatomis yang menyokong muskulus submukosa melemah, menyebabkan berlanjutnya prolaps dari jaringan hemorrhoid. Jaringan berlebih tersebut bergerak turun ke ujung anus dan menyebabkan timbulnya gejala-gejala.Gejala dari hemorrhoid biasanya terjadi akibat pembesaran hemorrhoid interna dengan perdarahan sebagai gejala yang paling umum terjadi. Darah yang keluar dari anus pada penyakit ini biasanya berwarna merah segar dan dapat ditemukan saat membasuh anus pada tisu toilet atau menetes saat buang air besar. Darah biasanya tidak bercampur dengan feses. Hemorrhoid interna juga menghasilkan mukus yang dapat menyebabkan rasa gatal dan iritasi pada area perianal. Nyeri pada hemorrhoid biasanya terjadi akibat trombosis yang terjadi pada hemorrhoid eksterna yang sering timbul sebagai nyeri akut di daerah perianal yang membengkak. Nyeri pada hemorrhoid interna muncul apabila terjadi strangulasi atau trombosis pada pembuluh darah di hemorrhoid interna. Nyeri pada pasien dengan penyakit hemorrhoidal lebih sering terjadi pada pasien dengan fistula ani atau abses perianal. Hemorrhoid dibagi dalam 4 derajat menurut keparahannya, yakni pada prolaps hemorrhoid saat defekasi. Menurut klasifikasi Goligher: Derajat I, dimana bantalan anal mengalami perdarahan namun tidak ada prolaps. Derajat II adalah kondisi prolaps hemorrhoid melalui anus pada regangan tetapi hemorrhoid masuk kembali secara spontan. Derajat III adalah ketika hemorrhoid prolaps melalui anus pada regangan (seperti pada saat mengedan) dan perlu dimasukkan kembali dengan jari ke dalam anus. Derajat IV yaitu kondisi hemorrhoid yang tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam anus. Hemorrhoid interna yang mengalami trombosis akut dan inkarserata, termasuk prolaps mukosa rektal sirkumferensial juga merupakan hemorrhoid grade IV. Pemeriksaan untuk menentukan hemorrhoid melibatkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan colok dubur. Pada anamnesis akan ditemukan gejala-gejala subjektif dan faktor risiko seperti yang telah dibahas sebelumnya. Informasi tambahan yang mungkin penting adalah hubungan antara gejala dan defekasi, apakah benjolan muncul saat defekasi dapat dimasukkan kembali. Dalam pemeriksaan fisik, pada inspeksi harus dilihat kelainan lain selain pembesaran jaringan fibrovaskular hemorrhoid seperti kondilomata, kelainan kulit, skin tags, fisura ani, fistula ani, abses, neoplasma, papilla hipertrofik. Posisi pemeriksaan bisa dilakukan pada posisi litotomi atau posisi dekubitus lateral kiri yang lebih nyaman bagi pasien. Pada pemeriksaan colok dubur, bisa saja tidak didapatkan massa yang menonjol di dalam anus, karena bantalan fibrovaskular hemorrhoid bersifat compressible, kecuali telah terjadi trombosis atau strangulasi pada hemoroid. Namun, pada colok dubur dapat teraba adanya massa anorektal abnormal. Bergantung pada usia, riwayat, gejala yang mengkhawatirkan, risiko kanker kolon dan hasil pemeriksaan colok dubur, anuskopi, sigmoidoscopy, atau kolonoskopi harus dilakukan. Pada pemeriksaan anuskopi, dapat ditemukan ukuran hemorrhoid, lokasi, derajat inflamasi dan perdarahan. Anuskopi juga dilakukan sebagai cara terapi.

2.2.1 Tatalaksana HemorrhoidKeberhasilan tatalaksana pada hemorrhoid tergantung pada anamnesis pasien yang meliputi seluruh faktor yang menyebabkan dan memperberat gejala hemorrhoidnya, dan penanganan yang mengatasi keluhan simptomatik dan pelebaran hemorrhoid tersebut. Tatalaksana hemorrhoid dibagi atas terapi konservatif, non bedah dan prosedur bedah. KonservatifModifikasi diet dan perilaku sehari-hari merupakan rekomendasi utama pada pasien hemorrhoid. Diet yang dianjurkan bagi penderita hemorrhoid merupakan makanan yang tinggi serat. Selain itu juga mengurangi mengedan atau berlama-lama duduk di toilet saat defekasi. Penggunaan sitz bath beberapa kali sehari mengurangi tekanan pada sfingter ani interna dan kanalis anal. Pemberian analgesik, kortikosteroid, dan keratolitik hanya dapat mengurangi keluhan subjektif pasien untuk beberapa waktu sehingga tidak disarankan untuk penggunaan jangka panjang. Non BedahTatalaksana non bedah termasuk di dalamnya ligasi karet, skleroterapi, koagulasi inframerah, dan diatermi bipolar. Ligasi karet (Rubber band ligation) merupakan tatalaksana non bedah pilihan untuk hemorrhoid derajat I, II dan III.Ligasi ini melibatkan proses nekrosis jaringan yang diikat. Reaksi inflamasi yang dihasilkan membantu proses refiksasi mukosa dan menghilangkan prolaps hemorrhoid. Hasil dari ligasi ini adalah kembalinya bantalan hemorrhoid ke ukuran yang lebih normal dan berkurangnya keluhan pasien. Kontraindikasi dari proses ini adalah pasien dengan kelainan pembekuan darah atau pasien yang mengonsumsi obat-obatan antiplatelet atau antikoagulan. Skleroterapi merupakan pilihan terapi untuk hemorrhoid interna grade I dan II. Terapi ini meliputi menginjeksi sclerosant ke ruang submukosa dari hemorrhoid yang dituju atau apeks dari hemorrhoid tersebut. Reaksinya pada jaringan lunak menyebabkan trombosis dari pembuluh darah, sklerosis dari jaringan penyokong dan refiksasi jaringan yang prolaps ke balik jaringan muskularis rektal. Koagulasi inframerah. Tindakan ini dilakukan untuk hemorrhoid derajat I dan II. Tiga hingga 4 pulsasi energi inframerah di berikan kepada mukosa normal di atas jaringan hemorrhoid. Satu atau 2 hemorrhoid ditatalaksana per sesi, dengan pengulangan sesi tiap 2 4 minggu. Reaksi terjadi di mukosa, menghasilkan destruksi jaringan, koagulasi protein, dan inflamasi yang berujung pada pembentukan scar dan fiksasi jaringan. Namun tindakan ini memerlukan dana yang tinggi. Diathermi bipolar. Teknik ini dilakukan melalui anuskopi dan digunakan pada hemorrhoid derajat I, II dan III. Alat diathermi bipolar ini menghasilkan panas yang membuat koagulasi jaringan dan reaksi fibrotik di daerah tersebut. Tindakan ini dilakukan berulang, terutama untuk lesi yang lebih besar. Tingkat kesuksesannya 88% - 100%, namun komplikasinya relatif tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan, nyeri, pembentukan fistula, dan spasme otot sfingter interna.

Bedah Hemorrhoidektomi eksisionalTeknik bedah digunakan ketika prosedur non bedah tidak memberikan hasil. Teknik hemorrhoidektomi eksisional dikatakan lebih efektif dari ligasi pada hemorrhoid derajat III, memiliki derajat rekurensi yang lebih rendah, tetapi memberikan nyeri dan masa penyembuhan yang lama. Terdapat banyak teknik pada hemoroidektomi eksisional.

Hemorrhoid dearterialisasi transanalTeknik ini merupakan teknik baru yang menggunakan Doppler untuk mengidentifikasi cabang arteri rektalis distal dan suturing ligasi pembuluh darah untuk mengurangi aliran darah ke bantalan hemorrhoid. Efek postinflamasinya akan memberikan efek terapi.

2.2.2 PrognosisKebanyakan hemorrhoid akan teratasi dengan sendirinya atau dengan terapi konservatif saja. Tetapi komplikasi seperti trombosis, infeksi sekunder, ulserasi, abses, dan inkontinensia dapat terjadi. Tingkat kekambuhan dengan terapi non bedah adalah sebesar 10 50% dalam 5 tahun, sementara dengan prosedur bedah kurang dari 5%. Komplikasi pasca bedah yang dapat terjadi meliputi, stenosis, perdarahan, infeksi, kekambuhan dan pembentukan fistula.

BAB IIIDISKUSISubjektifNy. S, 29 tahun, mengeluh nyeri berdenyut pada anus setelah sebelumnya muncul benjolan yang keluar dari anus saat BAB. Nyeri dapat menandakan adanya proses inflamasi atau gangguan vaskularisasi jaringan. Nyeri berdenyut merupakan ciri khas nyeri akibat kelainan vaskuler. Nyeri hanya dirasakan pada anus tanpa penjalaran dan terasa lebih sakit saat tidur terlentang dan saat duduk. Nyeri yang terlokalisir dan peningkatan derajat sakit pada perubahan posisi seperti pada pasien membantu menegakkan lokasi kelainan yang terjadi. Pada abses atau fistula, nyeri dapat dirasakan menjalar dan benjolan yang ditimbulkan bisa berisi pus.Lima hari sebelumnya, timbul benjolan sebesar kelereng dari anus saat BAB, namun tidak nyeri dan benjolan juga tidak dapat dimasukkan kembali dengan jari. Hal ini sejalan dengan teori hemorrhoid interna yang tidak nyeri. Tidak adanya nyeri daerah perut, dan penurunan badan drastis dan demam memiminimalkan dugaan adanya infeksi, keganasan atau kelainan colon. BAB berdarah disangkal. BAB yang bercampur darah dapat menimbulkan dugaan kelainan pada kolon dan bagian saluran digestif di atasnya seperti keganasan, atau inflamasi saluran digestif, namun hal ini tidak ditemukan pada pasien. Belum pernah ada darah yang menetes saat BAB. Meskipun di dalam teori gejala yang paling umum dialami oleh pasien hemorrhoid adalah adanya darah merah segar yang menetes saat BAB atau pada tissu saat membasuh anus, gejala tersebut tidak terjadi pada pasien. Kemungkinannya adalah bantalan fibrovaskular anus yang dimiliki oleh Ny. S tidak mudah rusak. Faktor risiko hemorrhoid yang dapat ditemukan pada pasien adalah bahwa pasien terbiasa menggunakan toilet duduk di rumah. Pasien memiliki 2 anak yang dilahirkan secara spontan di rumah sakit. Kedua faktor tersebut dapat meningkatkan tekanan pada jaringan hemorrhoid dan keadaan yang terus-menerus dapat berujung pada melonggarnya dan membesarnya hemorrhoid pasien. Pasien yang tidak rutin BAB setiap hari, jarang konsumsi buah dan asupan air minum biasanya kurang dari 8 gelas per hari juga dapat mencetuskan hal tersebut di atas. Dengan jarangnya konsumsi buah dan air minum, feses yang terbentuk bisa tidak lunak dan memerlukan usaha mengedan saat defekasi. Kondisi defekasi pasien yang tidak setiap hari dan fisiologi kolon yang terus mereabsorpsi cairan yang terkandung di dalam feses dapat menyebabkan mengerasnya feses dan diperlukan usaha pada saat defekasi.Pasien pernah mengalami keluhan yang sama setahun yang lalu dan telah diberikan pengobatan dengan anuskopi. Nyeri hilang dan benjolan mengecil, hingga dapat dimasukkan dengan jari jika keluar dari anus. Pasien juga pernah mengalami keluarnya benjolan dari anus saat masih SD. Dari riwayat pasien yang sudah pernah mengalami hemorrhoid sebelumnya, dugaan hemorrhoid dan telah rekuren menjadi lebih pasti. Riwayat hipertensi disangkal dan penyakit pada hati disangkal. Riwayat konsumsi alkohol disangkal.

ObjektifDari keadaan umum dan status generalis tidak ditemukan adanya kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, juga tidak ditemukan adanya kelainan. Hal ini melemahkan diagnosis diferensial dari faktor risiko adanya sirosis hepatis yang dapat juga menaikkan tekanan intraabdomen terutama di bantalan hemorrhoid.Pada pemeriksaan status lokalis, didapatkan benjolan pada anus di arah jam 12 berukuran 6x4x2 cm dan hiperemis, dan di arah jam 1 berukuran 4x1 cm, permukaan licin. Keadaan hiperemis dengan nyeri tekan pada salah satu benjolan menunjukkan adanya inflamasi. Dalam teori hemorrhoid, nyeri dapat terjadi pada hemorrhoid interna ketika terjadi strangulasi pembuluh darah di dalam bantalan vaskular atau terbentuknya trombus. Permukaan yang licin memperkuat diagnosis hemorrhoid dan melemahkan diagnosis banding terhadap kanker kolon. Bentuk dan ukuran dari benjolan melemahkan diagnosis banding prolaps rekti.Pada palpasi, konsistensi benjolan teraba kenyal. Nyeri tekan (+) dan hiperemis pada benjolan di arah jam 12. Nyeri tekan (-) pada benjolan di arah jam 1. Ketiadaan nyeri maupun tanda inflamasi pada benjolan arah jam 1 mencirikan tidak adanya kelainan vaskular maupun neurogenik yang terjadi, sesuai dengan teori hemoroid interna yang tidak menyebabkan nyeri karena tidak memiliki innervasi somatik. Nyeri tekan pada benjolan arah jam 12 menjadi patokan penetapan hemoroid derajat IV.

Assessment Berdasarkan anamnesis yang menunjukkan tanda dan gejala hemorrhoid disertai beberapa faktor risiko dan adanya riwayat penyakit serupa, juga melalui pemeriksaan fisik dengan benjolan yang nyeri pada pasien, ditegakkan diagnosis hemorrhoid interna derajat IV.

PlanningFarmakoterapi:Ardium (flavonoid)Flavonoid dilaporkan memiliki efek anti inflamasi dan menguatkan pembuluh darah. Penelitian oleh Alonso dkk. menunjukkan bahwa penggunaan flavonoid pada hemorrhoid memperlihatkan adanya penurunan risiko perdarahan, nyeri persisten, rasa gatal dan kekambuhan dari hemorrhoid. Tetapi masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan keefektifan kualitas flavonoid sebagai terapi hemorrhoid.

Lactulax syrup (lactulose)Lactulosa diberikan untuk melunakkan feses sehingga pasien tidak harus mengedan saat defekasi. Hal ini membantu mengurangi nyeri akibat trombus yang terdapat pada pasien.

Faktu suppositoria (Policrosulen dan Cinchocaine)Policrosulen dan cinchocaine digunakan sebagai terapi simptomatik pada hemorrhoid, terutama hemorrhoid dengan inflamasi dan perdarahan, selain itu juga digunakan pada fisura ani, eczema pada anus, dan pruritus akibat kelainan anorektal. Polikresulen mengkoagulasi jaringan nekrosis pada kelainan anorektal dan meningkatkan deskuamasinya. Jaringan sehat disekitarnya tidak terlibat dalam reaksi ini. Sebagai agen hemostatik lokal, polikresulen menginduksi kontraksi serat otot pembuluh darah sehingga control terhadap perdarahan di sekitar anorektal dan perianal tercapai.

Ketoprofen suppositoria (analgetik)Kondisi pasien dalam keadaan nyeri, menyebabkan pasien kesulitan dalam kegiatan sehari- hari sehingga diperlukan analgetik. Ketoprofen merupakan analgesik golongan NSAID yang bekerja cepat. Cara kerjanya adalah penghambatan sintesis prostaglandin yang menjadi mediator pemicu nyeri pada inflamasi.

Rencana TindakanSkleroterapiTindakan skleroterapi merupakan injeksi agen sklerotik yang disuntikkan suprahemorrhoidal. Menurut literatur, tingkat rekurensi tindakan ini sebagai prosedur tatalaksana non bedah dapat mencapai 50% dan dianjurkan terutama untuk hemoroid derajat I, II dan III. Tindakan ini dapat memecah trombus yang terbentuk di dalam pembesaran hemorrhoid. Pertimbangan dilakukannya tindakan ini adalah persiapannya yang mudah dan tidak memakan waktu, selain itu tindakan ini dapat mengurangi keluhan nyeri pada pasien dan dapat mengecilkan ukuran dari hemorrhoid yang di derita pasien.

PrognosisQuo ad vitam : BonamQuo ad functionam : BonamQuo ad sanastionam : Dubia

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunicardi CF, et al. 2010. Schwartzs Principle of Surgery, 9th ed. McGraw-Hill Companies, Inc.: USA.2. Gami, et al. 2011. Hemorrhoids A Common Ailment among Adults, Causes and Treatment: A Review. Int J Pharm Pharm Sci, Vol 3, Suppl 5, 5-123. Ganz R.A. The Evaluation and Treatment of Hemorrhoids: A Guide for Gastroenterologist. Clinical Gastroenterology and Hepatology 2013;11:593603. 4. Lohsiriwat V. 2012. Hemorrhoid: from basic pathophysiology to clinical management. World J Gastroenterol 2012 May 7; 18(17): 2009-2017.\5. Riss S,et al. 2012. The prevalence of hemorrhoid in adults. Int J Colorectal Dis (2012) 27:215220.6. Sanchez C, et al. 2011. Hemorrhoids. Clin Colon Rectal Surg 2011;24:513.7. Thornton SC, et al. 2012. Hemorrhoids. Medscape. http://emedicine.medscape.com/article/775407-overview#aw2aab6b2b5 Diakses pada: 15- 07-2014.8. Townsend, CM, et al. 2012. Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 19th ed. Elsevier Inc.: Philadelphia.

17