16
PENANGGULANGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS BERBASIS KEDOKTERAN KELUARGA 1. Tuberkulosis paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Gambaran klinis TB dapat dibagi jadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik : 1. Gejala lokal (respiratori) antara lain : batuk ≥ 2 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada. Gejala respiratori ini sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. 2. Gejala sistemik seperti : demam, malaise, keringat malam, anoreksia,dan berat badan menurun. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit menemukan kelainan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara bronchial, amforik, suara nafas melemah, rhonki basah, tanda-tanda retraksi paru, diafragma dan mediastinum. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk

kasus tb

Embed Size (px)

DESCRIPTION

report

Citation preview

PENANGGULANGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS BERBASIS KEDOKTERAN KELUARGA1. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Gambaran klinis TB dapat dibagi jadi 2 golongan yaitu gejala lokal dan gejala sistemik :1. Gejala lokal (respiratori) antara lain : batuk 2 minggu, batuk darah, sesak nafas, nyeri dada. Gejala respiratori ini sangat bervariasi, mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.

2. Gejala sistemik seperti : demam, malaise, keringat malam, anoreksia,dan berat badan menurun.

Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit menemukan kelainan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara bronchial, amforik, suara nafas melemah, rhonki basah, tanda-tanda retraksi paru, diafragma dan mediastinum.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan yang berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :

S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan saat suspek Tb datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan disertakan sendiri kepada petugas di UPK.

S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Pada sebagian besar Tb paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :

Hanya 1 dari specimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis Tb paru BTA positif. Ketiga specimen dahak hasilnya hasilnya negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.

Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penitis eanganan khusus (seperti : pneumotorak, pleuritis eksudative, efusi perikarditis, atau efusi pleura) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif akan tampak bayangan berawan di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah, ditemukan kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran fibrotik,kalsifikasi dan penebalan pleura.

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuahan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti TB (OAT).

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan digunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT=Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat atau PMO.

3. Pengobatan Tb diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensive dan lanjutan Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap ini diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi)dalam 2 bulan.

Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.2. Penanggulangan TB di Indonesiaa. Visi dan Misi

Visi

Masyarakat yang mandiri dalam hidup sehat di mana TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Misi

Menjamin bahwa setiap pasien TB mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu, untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena TB Menurunkan resiko penularan TB Mengurangi dampak social dan ekonomi akibat TBb. Tujuan dan TargetTujuan

Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR-TB.

Target

Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTApositif paling sedikit 70 % dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari pasien tersebut serta mempertahankannya. Target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan kematian akibat TB hingga separuhnya pada tahun 2010 dibandingkan tahun 1990,dan mencapai tujuan millennium development goals (MDGs) pada tahun 2015.

c. Kebijakan

Penangggulang TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azaz desentralisasi dengan kabupaten/ kota sebagai titik berat manajemen program dalam kerangka otonomi yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana, dan prasarana). Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS

Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB.

Penuatan strategi DOTS dan pengembangannnya ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.

Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh UPK meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru, Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta.

Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta dalam wujud Gerakan terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB)

Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

OAT untuk penanggulangan TB diberikan kepada pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya Ketersediaan sumber dayua manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

Penanggulangan TB lebih diproritaskan kepada kelompokkan miskin dan kelompok rentan terhadap TB.

Penanggulangan TB harus berkolaborasi dengan penganggulangan HIV

Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

d. Kerangka Kerja Strategi Penanggulangan Tb di Indonesia 2006-2010

Rencana startegi 2001-2005 berfokus pada penguatan sumber daya, baik sarana dan prasarana maupun tenaga, selain meningkatkan pelaksanaan startegi DOTS di seluruh UPK untuk mencapai tujuan Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional, yaitu Angka Penemuan Kasus minimal 70% dan Angka Kesembuhan minimal 85%. Sehingga dalam jangka waktu 5 tahun ke depan angka prevalensi TB di Indonesia dapat diturunkan sebesar 50%. Rencana kerja strategi 2006-2010, merupakan kelanjutan dari Renstra sebelumnya, yang mulai difokuskan pada perluasan jangkauan pelayanan dan kualitas DOTS. Untuk itu diperlukan suatu strategi dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, yang dituangkan pada 7 strategi utama pengendalian TB, yang meliputi :

Ekspansi Quality DOTS

1. Perluasan dan Peningkatan pelayanan DOTS berkualitas2. Menghadapi tantangan baru, TB-HIV,MDR-TB dan lain-lain

3. Melibatkan seluruh penyediaan pelayanan

4. Melibatkan penderita dan masyarakat

Didukung dengan Penguatan sistem Kesehatan

5. Penguatan kebijakan dan kepemilikan daerah

6. Kontribusi terhadap sistem pelayanan kesehatan

7. Penelitian operasional

e. Kegiataan

a. Tatalaksana Pasien TB :

Penemuan tersangka Tb

Diagnosis

Pengobatan

b. Manajemen program :

Perencanaan

Pelaksanaan

Pencatatan dan pelaporan

Pelatihan

Bimbingan teknis

Pemantapan mutu laboratorium

Penglolaan logistic

Pemantauan dan evaluasi

c. Kegiatan penunjang :

Promosi Kemitraan

Penelitian

d. Kolaborasi Tb/HIV di Indonesia, meliputi :

Membentuk mekanisme kolaboraso

Menurunkan beban Tb pada ODHA

Menurunkan beban HIV pada pasien Tb

f. Organisasi Pelaksana

1. Tingkat PusatUpaya penanggulangan TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu nasional Penanggulangan Tuberkulosis (Gerdunas TB) yang merupakan forum lintas sector dibawah koordinasi Menkokesra. Menteri Kesehatan RI sebagai penanggungjawab teknis upaya penanggualangan TB. Dalam pelaksanaan program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung, cq Sub Direktorat Tuberculosis.

2. Tingkat Propinsi

Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari tim pengarah dan tim teknis.Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat Propinsi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi.

3. Tingkat kabupaten/Kota di tingkat kabupaten / kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten/ kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan tim teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/ kota. Dalam pelaksanaan program Tb di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/ kota.4. Unit Pelayanan Kesehatan

Dilaksanakan oleh puskesmas, Rumah sakit, BP4/ klinik dan praktek dokter swasta. Puskesmas

Dalam pelaksanaan di puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksanaan (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 Puskesmas Satelit (PS). Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.

Rumah sakit Umum, rumah sakit paru dan BP4

Balai pengobatan, klinik dan dokter praktek swasta.

JUMLAH KASUS TB PARU DI PUSKESMAS AIR DINGIN DAN PERMASALAHANNYAJumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Padang adalah : 46.107 jiwa Perkiraan suspek Tb yang ditemukan setiap bulannya sebanyak 62 orang dan untuk perkiraan kasus tb sebanyak 6 orang perbulan (BTA +).

Adapun distribusi hasil kegiatan penemuan penderita TB dari januari- September 2009 (triwulan 1-3) sebagai berikut:

TiwulanJml suspek TbTb BTA (+) baruTb BTA (+) kambuhTB BTA (-) RO (+)Tb ekstra paruTotal

I43705012

II3860309

III26612110

Total10719110131

Proporsi suspek yang diperiksa dahaknya sampai bulan September 2009 sekitar 14,5% sedangkan proporsi penderita Tb paru penderita TB paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa sampai bulan September 2009 sekitar 17.8 %. Sedangkan untuk proporsi penderita Tb paru BTA positif diantara semua penderita Tb paru yang tercatat sebanyak 64,5 %.

Hasil konversi dahak dari penderita- penderita yang ditemukan dalam tahun 2009 di Puskesmas Air Dingin di kecamatan Koto Tangah padang sampai September 2009 (triwulan I-III).triwulanPenderita Tb baru BTA (+) yg diobatiPenderita Tb baru BTA (+) konversiPenderita kambuh BTA (+) yang diobatiPenderita kambuh BTA (+) konversi

I7700

II6600

III6511

Angka konversi dahak pada akhir tahap intensif sampai September 2009 untuk penderita Tb paru BTA (+) 94.7% dan untuk penderitaTb kambuh BTA positif 100%. Angka kesembuhan penderita baru BTA positif pada akhir masa pengobatan (hanya untuk triwulan I) sebagai berikut :

Senbuh : 4 orang

Pengobatan lengkap : 5 orang

Meninggal : 2 orang

Gagal : o orang

Pindah : o orang

Drop out : I orang

Sedangkan CDR (Case detection Rate) sampai bulan September 2009 yaitu 25 %.Permasalahan yang ditemukan yaitu :

1. Masih rendahnya hasil pencapaian proporsi suspek yang diperiksa dahaknya sampai bulan September 2009 dibandingkan dengan jumlah suspek yang diperiksa dahaknya.

2. Tingginya angka proporsi penderita TB Paru BTA positif diantara suspek yang diperiksa dahaknya sampai bulan September 2009 yang seharusnya nilainya tidak boleh lebih dari 10%

3. Belum tercapainya proporsi penderita TB Paru BTA positif diantara seluruh penderita TB Paru yang ditemukan sampai bulan September 2009 yang seharusnya 65% ke atas

Pemecahan Masalah dan Rencana Tindak lanjut yaitu :

1. Meningkatkan penjaringan suspek, baik dengan cara pasif (Passive Promotive Case Finding) maupun dengan cara aktif yaitu pemeriksaan untuk seluruh suspek yang kontak dengan penderita TB paru BTA positif dengan gejala yang sama

2. Memperbaiki kualitas kerja tenaga laboratorium dalam pemeriksaan SPS sehingga tidak terjadi kesalahan pemeriksaan laboratorium (false Positif terlalu tinggi)3. Meningkatkan lagi kualitas diagnosa sehingga kegiatan penemuan penderita TB yang menular diantara seluruh penderita TB yang diobati meningkat

4. Meningkatkan pengawasan keteraturan pengobatan

5. Meningkatkan pelaksanaan follow up dan program yang sudah direncanakan.

6. Meningkatkan lagi penyuluhan baik dalam dan luar gedung puskesmas (penyuluhan keliling) melalui kerjasama dengan lintas sektoral.