48

KATA PENGANTAR - bpkp.go.id Th... · kriteria mikro dan berbasis kasus (micro and case based). ... Pengaturan lain yang memungkinkan diterbitkannya Laporan Hasil Pengawasan ... SUBDIT

Embed Size (px)

Citation preview

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI i

KATA PENGANTAR

Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas) Bidang Investigasi Tahun 2018

disusun untuk menindaklanjuti Peraturan Kepala BPKP Nomor 10 Tahun

2017 tentang Kebijakan Pengawasan BPKP Tahun 2018 butir C mengenai

Kebijakan Teknis Pengawasan.

Jatekwas menjabarkan kebijakan pengawasan ke dalam kegiatan

pengawasan dengan memperhatikan:

1. Metode atau pendekatan strategi yang dipandang efektif.

2. Kapasitas sumber daya manusia.

3. Alat atau jenis pengawasan/kegiatan yang akan digunakan.

4. Waktu yang tersedia dan jumlah waktu pelaksanaan yang dibutuhkan

untuk mencapai target kinerja suatu kebijakan.

5. Jumlah anggaran yang dibutuhkan.

6. Pengaturan lain yang memungkinkan diterbitkannya Laporan Hasil

Pengawasan (LHP) atas program pengawasan dalam skala nasional,

skala regional, atau skala daerah.

Jatekwas diharapkan menjadi pedoman tata cara atau teknis pelaksanaan

program/kegiatan pengawasan dan pendukungnya yang menjadi

tanggung jawab Deputi Bidang Investigasi.

Jakarta, Februari 2018

Iswan Elmi NIP 19600127 198102 1 001

Armila
Typewriter
5

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI ii

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan Penyusunan Jatekwas 2

BAB II PROGRAM DAN KEGIATAN

A. Program 3

B. Kegiatan 3

BAB III KEBIJAKAN TEKNIS PENGAWASAN

A. Arah dan Sasaran Pengawasan 7

B. Kebijakan Teknis Pengawasan 9

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah SDM pada Direktorat di Lingkungan

Deputi Bidang Investigasi dan Bidang

Investigasi Perwakilan BPKP

Lampiran 2 Rencana Penugasan Direktorat di Lingkungan

Deputi Bidang Investigasi

Lampiran 3 Rencana Penugasan Perwakilan Bpkp

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ebagai auditor intern pemerintah, BPKP berkewajiban untuk

melakukan pengawasan atas akuntabilitas pencapaian sasaran

program-program pembangunan nasional dan melakukan

pembinaan kepada Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, dan

Korporasi (KLPK) sebagai penanggung jawab dan pelaksana

pembangunan. BPKP akan mengawasi program dan kegiatan

pembangunan nasional dengan mempertimbangjan aspek strategis

(mendapat perhatian publik, isu terkini, dan berdampak pada

percepatan pertumbuhan ekonomi atau merupakan program prioritas

pembangunan nasional), dan material (program lintas sektoral yang

dominan jumlah anggaran dan dampak kegiatannya).

Untuk memastikan efektivitas program, kegiatan, dan penggunaan

sumber daya pengawasan BPKP yang bermuara pada pemberian

informasi hasil pengawasan kepada Presiden, Menteri, dan Kepala

Daerah, BPKP menetapkan kebijakan pengawasan untuk memberikan

arah pokok pengawasan yang akan dilaksanakan. Terkait dengan hal

ini, Kepala BPKP telah menetapkan Kebijakan Pengawasan BPKP

Tahun 2018 dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor 10 Tahun 2017.

Kebijakan pengawasan tersebut merupakan upaya BPKP menetapkan

arah pengawasan secara umum. Secara teknis masing-masing

kedeputian diwajibkan merumuskan Kebijakan Teknis Pengawasan

(Jatekwas) kedeputian. Jatekwas diharapkan memberikan arah teknis

pengawasan agar dapat dijadikan dasar bagi direktorat untuk

menyusun Kerangka Acuan Pengawasan (KAP).

S

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 2

B. Tujuan Penyusunan Jatekwas

Tujuan penyusunan Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas) adalah

sebagai berikut:

1. Digunakan sebagai dasar untuk menyusun Kerangka Acuan

Pengawasan (KAP).

2. Memberikan pedoman tata cara atau teknis pelaksanaan

program/kegiatan pengawasan dan pendukungnya yang menjadi

tanggung jawab Deputi Bidang Investigasi.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 3

BAB II

PROGRAM DAN KEGIATAN

A. Program

Sesuai dengan Rencana Strategis Tahun 2015-2019, program Deputi

Bidang Investigasi terdiri dari:

1. Program pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan

pembangunan nasional serta pembinaan penyelenggaraan sistem

pengendalian intern pemerintah (Program 06).

2. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis

lainnya (Program 01).

Program pengawasan dan program dukungan akan dilaksanakan

dalam bentuk kegiatan-kegiatan oleh Direktorat di lingkungan Deputi

Bidang Investigasi dan Perwakilan BPKP.

B. Kegiatan

BPKP melaksanakan tugas dan fungsinya di bidang pengawasan untuk

mendukung keberhasilan pembangunan sebagaimana telah

diamanatkan dalam RPJMN 2015-2019. Untuk mewujudkan RPJMN

telah diidentifikasi beberapa tantangan utama pembangunan yang

dikelompokkan atas:

1. Tantangan dalam rangka meningkatkan wibawa negara.

Tantangan ini mencakup peningkatan stabilitas dan keamanan

negara, pembangunan tata kelola untuk menciptakan birokrasi

yang efektif dan efisien, serta pemberantasan korupsi.

2. Tantangan dalam rangka memperkuat sendi perekonomian

bangsa.

Tantangan ini mencakup pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan, percepatan pemerataan dan keadilan, serta

keberlanjutan pembangunan.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 4

3. Tantangan dalam rangka memperbaiki krisis kepribadian bangsa

termasuk intoleransi.

Tantangan ini mencakup peningkatan kualitas sumberdaya

manusia, pengurangan kesenjangan antar wilayah, dan percepatan

pembangunan kelautan.

Ketiga tantangan tersebut dinyatakan dalam RPJMN 2015-2019

sebagai:

1. Stabilitas politik dan keamanan

2. Tatakelola: Birokrasi efektif dan efisien

3. Pemberantasan korupsi.

Sejalan dengan hal tersebut pemerintah menetapkan arah kebijakan

dan strategi sebagai berikut:

“Terkait dengan optimalisasi pengelolaan kekayaan negara, kebijakan-

kebijakan yang akan dilakukan antara lain: (i) perkuatan regulasi

melalui penyelesaian RUU di bidang pengelolaan kekayaan negara,

penilai, pengurusan piutang negara dan piutang daerah, serta lelang;

(ii) pengamanan kekayaan negara melalui tertib administrasi,

tertib fisik dan tertib hukum; (iii) implementasi perencanaan

kebutuhan BMN (aset planning) melalui penyusunan Rencana

Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) untuk pengadaan dan

pemeliharaan BMN; dan (iv) pengintensifan pengawasan dan

pengendalian atas pengelolaan BMN pada Kementerian/Lembaga yang

dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat satker.”

Pengamanan kekayaan negara yang bersinergi dengan

pemberantasan korupsi menjadi perhatian tersendiri oleh pemerintah

dalam RPJMN 2015-2019. Beberapa permasalahan penting terkait

pengelolaan kekayaan/aset negara yang dapat diidentifikasi antara

lain:

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 5

1. Masih ditemui adanya permasalahan antar sektor, antar

pemerintahan atau antara pemerintah dengan pihak lain terkait

dengan kekayaan negara.

2. Belum optimalnya penerimaan negara dari hasil pengelolaan

sumber daya alam.

3. Pemanfaatan BMN/BMD belum optimal memberikan penerimaan

bagi negara.

4. Belum adanya jaminan keseimbangan antara pemanfaatan

kekayaan negara dan perlindungan hak negara dan masyarakat.

5. Belum optimalnya pengembalian kekayaan/aset negara yang

berasal dari:

a. Pembayaran ganti rugi sebagai putusan pengadilan atas kasus

tindak pidana korupsi.

b. Barang sitaan dalam penindakan tindak pidana korupsi

c. Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)

d. Temuan audit atas penyesuaian harga/eskalasi dan klaim

pembayaran.

6. Belum optimalnya pengelolaan/manajemen aset negara/

pemerintah pada berbagai level pemerintahan/badan usaha.

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 pasal 3, salah satu

fungsi BPKP adalah pengawasan intern terhadap perencanaan dan

pelaksanaan pemanfaatan aset negara/daerah. Selain itu, salah satu

fokus kebijakan pengawasan BPKP adalah Pengamanan Aset

Negara/Daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, BPKP perlu

mendorong dan ikut berperan dalam upaya peningkatan tatakelola,

pengawasan dan pengamanan kekayaan/aset negara dengan

menyusun rencana aksi berupa program/kegiatan untuk

mengimplementasikan arah kebijakan tersebut. Untuk mendukung

fungsi BPKP, pada tahun 2018 Deputi Bidang Investigasi

merencanakan kegiatan pengawasan keinvestigasian atas pengelolaan

keuangan negara/daerah dengan target 100% hasil pengawasan

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 6

dimanfaatkan oleh APH dan K/L/P/K dan kasus hambatan kelancaran

pembangunan yang ditangani dapat diselesaikan seluruhnya (100%).

Selain melaksanakan pengawasan kekayaan dan aset negara, Deputi

Bidang Investigasi juga melaksanakan penugasan sesuai dengan

fungsinya, seperti disebutkan pada pasal 27 Peraturan Presiden

Nomor 192 Tahun 2014 dan sesuai dengan Inpres Nomor 1 tahun

2016.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 7

BAB III

KEBIJAKAN TEKNIS PENGAWASAN

A. Arah dan Sasaran Pengawasan

Sesuai dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor 10 Tahun 2017 tentang

Kebijakan Pengawasan BPKP Tahun 2018, Deputi Bidang Investigasi

bertanggung jawab atas arah dan sasaran pengawasan berikut:

No. Arah dan Sasaran Pengawasan

1. Pengawasan atas Percepatan Proyek Strategis Nasional

(Inpres I Tahun 2016)

e. Audit Investigasi/Penghitungan Kerugian Keuangan Negara

atas kasus-kasus penyalahgunaan wewenang (pelanggaran

administrasi) dalam percepatan pelaksanaan Proyek

Strategis Nasional.

f. Pengawasan terhadap tindak lanjut atas hasil audit yang

dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah pada

kementerian/lembaga dalam hal ditemukan adanya

kerugian keuangan negara.

8. Pengawasan untuk Meningkatkan Pengamanan Aset

Negara/Daerah

d. Pengawasan dalam rangka pengamanan aset dan kekayaan

negara/daerah

9. Pengawasan Bidang Investigasi atas Pengelolaan

Keuangan Negara/Daerah serta Peningkatan Kapabilitas

Pengelolaan Risiko Fraud pada Institusi Pemerintah dan

Korporasi Negara/Daerah

a. Penyelesaian hambatan kelancaran pembangunan dengan

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 8

kriteria mikro dan berbasis kasus (micro and case based).

b. Audit investigatif dan audit penghitungan kerugian

keuangan negara serta audit tujuan tertentu lainnya

bersinergi dengan Aparat Penegak Hukum dan KLPK serta

implementasi probity advice and assurance secara proaktif.

c. Pengawasan dalam rangka meningkatkan kualitas

penerapan sistem pencegahan kecurangan, pembelajaran

anti korupsi, dan budaya organisasi anti korupsi.

d. Pengawasan dalam rangka optimalisasi pemulihan kerugian

keuangan negara melalui asset tracing bekerjasama

dengan Aparat Penegak Hukum.

Apabila sumber daya pengawasan masih tersedia maka kegiatan

pengawasan dapat dilakukan untuk arah dan sasaran berikut:

No. Arah dan Sasaran Pengawasan

11. a. Pengawasan untuk meningkatkan tata kelola

pemerintahan dan akuntabilitas keuangan.

b. Pengawasan atas curent issues yang dihadapi KLPK untuk

memberikan penilaian atau rekomendasi terhadap suatu

program atau kegiatan.

Selain bertanggung jawab atas arah dan sasaran pengawasan tersebut

di atas, Deputi Bidang Investigasi bertugas sebagai Koordinator

Pengawasan Pengamanan Aset dan Kekayaan Negara/Daerah. Tugas

sebagai Deputi Koordinator adalah:

1. Menyusun/memperbaharui pedoman pengawasan lintas sektoral;

2. Melakukan koordinasi antar kedeputian dalam rangka meyakinkan

tercapainya tujuan pengawasan; dan

3. Melaporkan pelaksanaan kegiatan pengawasan kepada Kepala

BPKP.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 9

B. Kebijakan Teknis Pengawasan (Jatekwas)

Sesuai dengan Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-901/K/SU/2006

Tahun 2006 tentang Kebijakan Pengawasan BPKP, Jatekwas

menjabarkan kebijakan pengawasan ke dalam kegiatan pengawasan

dengan memperhatikan:

1. Metode atau pendekatan strategi yang dipandang efektif.

2. Kapasitas sumber daya manusia.

3. Alat atau jenis pengawasan/kegiatan yang akan digunakan.

4. Waktu yang tersedia dan jumlah waktu pelaksanaan yang

dibutuhkan untuk mencapai target kinerja suatu kebijakan.

5. Jumlah anggaran yang dibutuhkan.

6. Pengaturan lain yang memungkinkan diterbitkannya Laporan Hasil

Pengawasan (LHP) atas program pengawasan dalam skala

nasional, skala regional, atau skala daerah.

Uraian kebijakan teknis pengawasan tahun 2018 adalah sebagai

berikut:

1. Metode atau pendekatan strategi yang dipandang efektif

Untuk melaksanakan program dan kegiatan pengawasan tahun

2018, Deputi Bidang Investigasi mengambil strategi sebagai

berikut:

a. Membangun komitmen seluruh jajaran Deputi Bidang

Investigasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan

bebas dari KKN serta tercapainya kelancaran pembangunan

yang berkesinambungan.

b. Penataan ulang struktur organisasi.

Penataan ulang struktur organisasi perlu dilakukan karena pada

saat ini belum ada dukungan informasi terhadap pelaksanaan

audit oleh Direktorat di Lingkungan Deputi Bidang Investigasi,

sehingga perlu ada Direktorat yang khusus menangani

dukungan informasi.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 10

Sehubungan dengan hal tersebut, Deputi Bidang Investigasi

mengajukan usulan struktur organisasi seperti terdapat pada

Bagan 3.1. Rencana pembagian kerja Direktorat dan Sub

Direktorat terdapat pada Bagan 3.1.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 11

BAGAN 3.1 RENCANA STRUKTUR ORGANISASI

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI

TABEL 3.1

RANCANGAN PEMBAGIAN KERJA

DEPUTI

BIDANG INVESTIGASI

DIREKTORAT INVESTIGASI 1

SUBDIT INVESTIGASI KLP BADAN USAHA DAN

BADAN LAINNYA

1

SUBDIT INVESTIGASI HKP 1

SUBDIT PENCEGAHAN KORUPSI 1

DIREKTORAT INVESTIGASI 2

SUBDIT INVESTIGASI KLP BADAN USAHA DAN

BADAN LAINNYA

2

SUBDIT INVESTIGASI HKP 2

SUBDIT PENCEGAHAN KORUPS I 2

DIREKTORAT INVESTIGASI 3

SUBDIT INVESTIGASI KLP BADAN USAHA DAN

BADAN LAINNYA

3

SUBDIT INVESTIGASI HKP 3

SUBDIT PENCEGAHAN KORUPSI 3

DIREKTORAT INVESTIGASI 4

SUBDIT PERENCANAAN, ANALISIS, EVALUASI DAN

PENGOLAHAN HASIL PENGAWASAN BIDANG

INVESTIGASI

SUBDIT FORENSIK DIGITAL

SUBDIT PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN

INFORMASI BIDANG INVESTIGASI

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 12

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 13

c. Mengatur kembali pedoman pengelolaan bidang investigasi.

Dengan diberlakukannya Standar Audit Intern Pemerintah

Indonesia (SAIPI) yang diterbitkan Asosiasi Auditor Pemerintah

Indonesia (AAIPI) Nomor Kep-005/AAIPI/DPN/2014 tanggal 24

April 2014 dan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun

2014 tentang BPKP yang menjadi landasan hukum yang baru

bagi BPKP, maka diperlukan suatu pedoman penugasan bidang

investigasi yang dapat memenuhi kebutuhan informasi

pengawasan untuk pemerintah yang diamanatkan melalui

ketentuan atau regulasi tersebut.

Sehubungan dengan hal tersebut, Deputi Bidang Investigasi

merevisi Pedoman Pengelolaan Bidang Investigasi (PPBI)

menjadi Pedoman Pengelolaan Kegiatan Bidang Investigasi

(PPKBI). PPKBI telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPKP

Nomor 17 Tahun 2017. Maksud PPKBI adalah memberikan

pedoman yang menjadi acuan bagi segenap Auditor BPKP

dalam merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan dan

melaporkan, mengendalikan, dan memantau tindak lanjut

penugasan bidang investigasi.

Pedoman teknis masing-masing kegiatan Bidang Investigasi

diatur dalam bentuk prosedur baku pelaksanaan kegiatan

Bidang Investigasi yang terpisah dari pedoman ini, yakni:

1) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Audit Investigatif.

2) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Audit Penghitungan

Kerugian Keuangan Negara (PKKN).

3) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Pemberian

Keterangan Ahli (PKA).

4) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Audit Penyesuaian

Harga (Audit PH).

5) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Audit Klaim.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 14

6) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi Hambatan

Kelancaran Pembangunan (EHKP).

7) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Pengumpulan dan

Evaluasi Bukti Dokumen Elektronik (PEBDE).

8) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Fraud Control Plan

(FCP) terdiri atas:

a) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi FCP.

b) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Diagnostic

Assessment.

c) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Bimbingan Teknis

FCP.

d) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi atas

Implementasi FCP.

9) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan

Masyarakat Pembelajar Anti Korupsi (MPAK).

10) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Penilaian Risiko

Kecurangan/Fraud Risk Assessment (FRA).

11) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Penjaminan Kualitas

(Quality Assurance).

12) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Penanganan

Pengaduan Masyarakat.

13) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Analisis Akar

Penyebab Masalah (Root Cause Analysis).

14) Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan Kajian Peraturan

Berpotensi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

d. Membangun sinergitas dengan pihak-pihak terkait (Aparat

Penegak Hukum, Auditi, dan pihak ekternal lainnya) dalam

upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari

KKN serta tercapainya kelancaran pembangunan yang

berkesinambungan.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 15

e. Menjadikan BPKP sebagai Centre of Excellence for Fraud

Solution (CEFraS).

BPKP sebagai CEFraS adalah:

1) Entitas penyedia layanan solusi pencegahan, penangkalan

dan deteksi fraud dengan melakukan kegiatan assurance

dan consulting, termasuk pendidikan dan pelatihan serta

penelitian dan pengembangan bidang investigasi bagi

instansi pemerintah dan korporasi negara di area tata

kelola, manajemen risiko dan pengendalian anti fraud;

2) Entitas di dalam BPKP yang mempunyai kompetensi unggul

di area keahlian:

a) audit investigatif, probity advice and assurance, dan

audit tujuan tertentu lainnya yang bersifat penanganan

kasus dan berorientasi pada pengawalan pembangunan

nasional dan pengamanan keuangan negara.

b) akuntansi forensik, termasuk namun tidak terbatas pada

kompetensi dalam pengumpulan dan evaluasi dokumen

dan bukti elektronik (data mining).

c) pengembangan sistem anti fraud, manajemen risiko dan

analisis kebijakan publik.

d) sikap dan perilaku yang berani, berdedikasi dan

berintegritas.

3) Jaringan BPKP dengan perguruan tinggi terpilih, K/L/P/K

dan para pihak yang berkepentingan yang berkomitmen

anti fraud.

Tujuan CEFraS adalah peningkatan kapabilitas pengelolaan

risiko fraud. Sehubungan dengan hal tersebut, Deputi Bidang

Investigasi merumuskan, merencanakan melaksanakan,

memantau dan mengevaluasi strategi peningkatan kapabilitas

pengelolaan risiko fraud, yang dilakukan dengan membentuk

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 16

kelompok kerja untuk melakukan kajian dan menyusun

pedoman tentang:

1) Teori dan Metodologi Penghitungan Kerugian Negara

2) Budaya Organisasi Anti Fraud

3) Sistem Anti Fraud

4) Probity Advice and Assurance

5) Kompetensi dan Kapabilitas APIP di Bidang Investigasi

6) Teknologi Informasi, Data Mining, dan Assets Tracing

7) Pengembangan Indeks Kapabilitas Pencegahan

Fraud/Korupsi

f. Meningkatkan kapabilitas auditor investigasi

Deputi Bidang Investigasi terus meningkatkan kompetensi yang

dibutuhkan untuk menjalankan aktifitas pekerjaan sesuai

dengan jabatannya masing-masing. Kompetensi yang harus

dimiliki oleh auditor investigatif adalah pengetahuan dan

keterampilan sebagai berikut:

1) Akunting

2) Auditing

3) Hukum

4) Investigasi

5) Psikologi

6) Kriminologi

7) Komunikasi

8) Komputer

9) Manajemen

Sehubungan dengan kompetensi auditor investigasi saat ini,

maka pada tahun 2018 Deputi Bidang Investigasi akan

menyelenggarakan Diklat Substantif untuk auditor yang belum

mengikuti diklat tersebut.

Selain itu, Deputi Bidang Investigasi merencanakan:

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 17

1) Mengikutsertakan auditor investigasi pada pendidikan

formal Strata 2 dan Strata 3.

2) Mengikutsertakan auditor investigasi pada Diklat/Uji

kompetensi CFE dan CFrA.

3) Menyelenggarakan workshop yang mendukung penugasan

bidang investigasi.

4) Desiminasi PPKBI.

5) Menyelenggarakan Diklat Strategi Integratif Pencegahan

Korupsi di K/L/P/K.

2. Kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Jumlah auditor investigasi pada Direktorat di Lingkungan Deputi

Bidang Investigasi dan Bidang Investigasi Perwakilan BPKP

sebanyak 574 auditor. Rincian terdapat pada Lampiran 1.

3. Alat atau jenis pengawasan/kegiatan yang akan digunakan

a. Terkait dengan pengawasan atas Percepatan Proyek Strategis

Nasional (Inpres I Tahun 2016), Deputi Bidang Investigasi akan

melaksanakan penugasan berikut:

1) Audit investigatif atas pelaksanaan Proyek Strategis

Nasional oleh Instansi Pemerintah Pusat/Daerah maupun

BUMN/BUMD. Penugasan ini akan dilaksanakan oleh

Direktorat di Lingkungan Deputi Bidang Investigasi dan

Perwakilan BPKP.

2) Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessment-FRA)

atas Program Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan

dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber

Daya Manusia Indonesia

Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi

Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka peningkatan

kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia,

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 18

memerintahkan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja, 34

Gubernur, dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi

(BNSP) untuk:

a) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai

tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk

merevitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan

daya saing sumber daya manusia Indonesia.

b) Menyusun peta kebutuhan tenaga kerja bagi lulusan

SMK sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-

masing dengan berpedoman pada peta jalan

pengembangan SMK.

Inpres tersebut dapat menjadi jawaban atas berbagai

kondisi yang dihadapi dunia pendidikan khususnya sekolah

menengah kejuruan dan pasar tenaga kerja di Indonesia

dan tantangan di tingkat regional pada umumnya. Dalam

tataran nasional, kementerian pendidikan mencatat terjadi

kesenjangan kompetensi yang mengakibatkan

ketidaksesuaian supply and demand tenaga kerja nasional.

Jika ditinjau dari segi lapangan kerja, cenderung ada

perubahan struktur kesempatan kerja yang berjalan terus

dan makin besar perubahannya dalam kurun waktu 15

tahun sampai dengan tahun 2015. Fokus pengembangan

ekonomi bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri

dan jasa. Pada tahun 2015 terjadi penurunan drastis

proporsi pekerja pada sektor pertanian, yaitu dari 45%

pada tahun 2000 menjadi tinggal 33%. Perubahan tersebut

diimbangi oleh peningkatan drastis proporsi pekerja pada

sektor jasa dari 37% menjadi 45% pada kurun waktu yang

sama. Sementara itu, proporsi pekerja pada sektor industri

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 19

pengolahan meningkat secara lebih lambat dari 17%

menjadi mendekati 22% saja.1

Kementerian pendidikan sampai akhir tahun 2016 juga

mencatat jumlah lulusan SMK sebanyak 1.296.246 dengan

jumlah peluang kebutuhan tenaga kerja pada sembilan

bidang keahlian sebanyak 5.759.787 sehingga terdapat

kesenjangan 4.463.541.

Untuk memenuhi amanat Inpres tersebut, kementerian

pendidikan telah menyusun strategi implementasi

revitalisasi SMK berisi 10 langkah revitalisasi SMK meliputi:

a) Revitalisasi sumber daya manusia.

b) Membangun SAS berbasis SIM.

c) Link and match dengan industry.

d) Kurikulum berbasis industry.

e) Teaching factory.

f) Penggunaan Media Video Tutorial dan Portofolio Berbasis

Video e-Report Skill.

g) Uji Sertifikasi Profesi.

h) Pemenuhan sarana dan prasarana.

i) Mengembangkan Kearifan Lokal.

j) Peran SMK Sebagai Penggerak Ekonomi Lokal.

Program revitaliasi sekolah menengah kejuruan

sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo

memiliki kesamaan karakteristik dengan Program Loan

Agreement of Indonesia Vocational Education Strengthening

Project (INVEST)-ADB Loan Number 2416-INO. Menurut

hasil Audit Laporan Keuagan BPKP Nomor:

S-284/D104/02/2013 tanggal 27 September 2013, terdapat

1 Buku Serial Revitalisasi SMK: Strategi Implementasi Revitalisasi SMK, hal. 7.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 20

beberapa permasalahan dalam pengelolaan kegiatan

pendidikan vokasi di Indonesia diantaranya:

a) Lemahnya komitmen pimpinan dalam melaksanakan

tugas.

b) Tidak ada dukungan manajemen dalam proses

akuntansi, monitoring, SDM dan audit (intern/ekstern),

c) Tidak ada mekanisme penilaian risiko baik dari internal

maupun faktor eksternal,

d) Tidak ada evaluasi risiko secara berkala yang

mengklasifikasi risiko menjadi tinggi, sedang maupun

rendah,

e) Prosedur otorisasi tidak didokumentasi dan dikomunikasi

kepada karyawan,

f) Verifikasi tidak dilakukan secara cermat,

g) Sistem informasi dan komunikasi belum diwujudkan

dalam bentuk tertulis,

h) Aktivitas pelaporan tidak disajikan segera setelah

kegiatan berakhir.

Dalam teori fraud triangle, dinyatakan kecurangan dipicu

oleh tiga kondisi yaitu perceived motivation, opportunity

dan rationalization. Berbagai kelemahan pada pengendalian

intern dapat menjadi peluang bagi pihak-pihak yang

menganggap dirinya

mendapatkan tekanan

(motiv) untuk melakukan

tindakan fraud.

Hasil pengawasan Deputi

Bidang Investigasi

periode tahun 2013 s.d

2017 menunjukkan

terdapat 428 kasus penyimpangan terkait bidang

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 21

pendidikan, dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar

Rp597.620.710.167,68.

BPKP, dengan Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014

Pasal 3 poin d) Pemberian konsultansi terkait dengan

manajemen risiko, pengendalian intern, dan tata kelola

terhadap instansi/badan usaha/badan lainnya dan program/

kebijakan pemerintah yang strategis. Memenuhi fungsi

tersebut, maka dipandang perlu untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya tindakan kecurangan pada

pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016

tentang revitalisasi pendidikan menengah kejuruan dalam

rangka peningkatan kualiats sumber daya manusia

indonesia. Antisipasi kemungkinan terjadinya kecurangan

tersebut diwujudkan dalam bentuk penilaian risiko

kecurangan (Fraud Risk Assessment-FRA) pada pelaksanaan

inpres dimaksud. Penugasan ini akan didukung oleh 34

Perwakilan BPKP.

3) Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessment-FRA)

Kegiatan Prioritas pada Program Prioritas Pembangunan

Sarana dan Prasarana Pertanian

Dalam rangka NAWA CITA ke-7, yaitu mewujudkan

kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi domestik, pemerintah telah menyusun

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2018 yang salah

satunya berupa penetapan Arah Kebijakan Prioritas Nasional

Ketahanan Pangan. Arah kebijakan tersebut dikelompokkan

ke dalam dua program prioritas, yaitu:

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 22

a) Program Prioritas

Peningkatan

Produksi Pangan,

dan

b) Program Prioritas

Pembangunan

Sarana dan

Prasarana

Pertanian.

Program Prioritas

Pembangunan Sarana

dan Prasarana Pertanian dijabarkan ke dalam 8 Kegiatan

Prioritas pembangunan yaitu:

a) Pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi;

b) Pembangunan dan rehabilitasi bendungan dan embung;

c) Perbaikan data statistik pangan;

d) Pembangunan sarana pasca panen;

e) Pembangunan sarana dan prasarana distribusi pangan

dan pertanian;

f) Pembangunan sarana dan prasarana konsumsi pangan

sehat;

g) Pembangunan alat dan mesin pertanian;

h) Perluasan lahan pertanian.

Hasil pengawasan Deputi Bidang Investigasi periode tahun

2013 s.d 2017 menunjukkan terdapat sebanyak 225 kasus

penyimpangan terkait bidang pertanian dengan nilai

kerugian keuangan negara sebesar Rp488.542.898.868,34.

Sehubungan dengan hasil pengawasan tersebut dan dalam

rangka mendukung Nawa Cita, Deputi Bidang Investigasi

akan melakukan Risiko Kecurangan (Fraud Risk

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 23

Assessment-FRA) Kegiatan Prioritas pada Program Prioritas

Pembangunan Sarana dan Prasarana Pertanian.

Dari delapan kegiatan prioritas di atas, 4 kegiatan prioritas

menjadi lingkup kegiatan penilaian risiko kecurangan yaitu:

a) Pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi di 33

provinsi.

b) Pembangunan dan rehabilitasi bendungan/waduk dan

embung di 19 provinsi.

c) Perbaikan data statistik pangan di 34 provinsi.

d) Pembangunan sarana dan prasarana distribusi pangan

dan pertanian di 34 provinsi.

Dari kegiatan pembangunan waduk dan irigasi terdapat 61

kegiatan yang termasuk Proyek Strategis Nasional tersebar

di 21 Provinsi sesuai Lampiran Peraturan Presiden Nomor 58

Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden

Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan

Proyek Strategis Nasional.

Pemilihan ke-empat kegiatan prioritas tersebut dengan

pertimbangan:

a) Cukup sebaran wilayah kegiatan prioritas tersebut

meliputi 34 perwakilan BPKP.

b) Bernilai anggaran besar.

c) Sebagian kegiatan sudah berjalan sejak tahun

sebelumnya terutama pembangunan waduk/bendungan.

4) Pengawasan keinvestigasian terkait akses pembiayaan

UMKM.

Salah satu agenda prioritas pemerintah (Nawacita) adalah

meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar

Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 24

bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya, antara lain

dicapai melalui peningkatan daya saing UMKM dan koperasi.

Pada tahun 2015-2019, arah kebijakan yang akan ditempuh

yaitu meningkatkan daya saing UMKM dan koperasi

sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang

berkelanjutan dengan skala yang lebih besar (“naik kelas”

atau scaling-up) dalam rangka untuk mendukung

kemandirian perekonomian nasional.

Untuk itu strategi yang akan dilaksanakan adalah sebagai

berikut:

a) Peningkatan kualitas sumber daya manusia.

b) Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema

pembiayaan.

c) Peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan

pemasaran.

d) Penguatan kelembagaan usaha.

e) Peningkatan kemudahan, kepastian dan perlindungan

usaha.

Terkait dengan kebijakan tersebut, pada tahun 2018

pemerintah menetapkan prioritas nasional, antara lain

Prioritas Nasional Penaggulangan Kemiskinan, fokus pada

program Perluasan Akses

Usaha Mikro, Kecil, dan

Koperasi, dengan

kegiatan prioritas berupa

perluasan akses

pembiayaan.

Berdasarkan report OECD

(The Organisation for

Economic Cooperation

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 25

and Development) UMKM menyumbang 60-70% dari total

lapangan kerja di mayoritas anggota OECD. Permasalahan

utama yang dihadapi UMKM terkait pembiayaan yaitu harus

membayar bunga pinjaman yg lebih tinggi dan kekurangan

jaminan/agunan untuk mengajukan pinjaman. Fakta di

Indonesia menunjukkan bahwa UMKM merupakan mayoritas

jenis usaha di Indonesia (99,9%), menyediakan 97,2%

lapangan kerja, menyumbang 59,1% Produk Domestik

Bruto (PDB). UMKM mampu bertahan dan menjadi roda

penggerak ekonomi, terutama pasca krisis ekonomi. Disisi

lain, UMKM juga menghadapi banyak sekali permasalahan,

yaitu terbatasnya modal kerja, Sumber Daya Manusia yang

rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan serta

teknologi. Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah

keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang jelas serta

perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Hal ini

terjadi karena umumnya UMKM bersifat income gathering

yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri sebagai

berikut: merupakan usaha milik keluarga, menggunakan

teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki

akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan

modal usaha dengan kebutuhan pribadi.

Hasil pengawasan Deputi Bidang Investigasi periode tahun

2012 s.d 2017 menunjukkan terdapat sebanyak 28 kasus

penyimpangan terkait pembiayaan UMKM dengan nilai

kerugian keuangan negara sebesar Rp147.462.475.598,00.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut dan dalam

rangka mendukung agenda prioritas Presiden, Direktorat

Investigasi BUMN dan BUMD pada tahun 2018 akan

melakukan kajian pengawasan atas Program Prioritas

Perluasan Akses UMKM dengan kegiatan prioritas berupa

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 26

perluasan akses pembiayaan. Penugasan ini didukung oleh

5 Perwakilan BPKP.

5) Pengawasan keinvestigasian atas pembangunan/

pengembangan bandara/terminal/ pelabuhan mendukung

pusat pertumbuhan ekonomi.

Indonesia memiliki

wilayah dan potensi

ekonomi yang sangat

luas. Potensi tersebut

dapat dimaksimalkan

dengan memberikan

kemudahan dan

kelancaran transportasi,

termasuk transportasi

udara. Pemerintah dalam

hal ini Kementerian

Perhubungan dan PT Angkasa Pura I dan II tengah

menyelesaikan proyek pembangunan dan program

pembangunan/pengembangan sejumlah bandar udara di

Indonesia. Proyek-proyek pada Kementerian Perhubungan

terdiri dari pembangunan bandara baru di 19 lokasi di

perbatasan, perpanjangan landasan (runway), serta

peningkatan kapasitas dan kualitas layanan bandara.

Sejumlah bandara yang progresnya telah rampung saat ini

antara lain, Bandara Rendani di Manokwari, Bandara

Kalimarau di Berau, Bandara Tual, Bandara Sis Aljufri di

Palu, dan Bandara Frans Seda Maumere. Sementara itu PT

Angkasa Pura I dan II sedang melakukan perombakan

besar-besaran pada 25 bandara di Indonesia agar dapat

mengakomodasi trafik lalu lintas udara yang terus

bertambah. Untuk mendukung rencana tersebut,

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 27

pemerintah telah berkomitmen menyediakan anggaran

renovasi dan ekspansi bandara sebesar Rp32 triliun hingga

2025. Besarnya nilai proyek pembangunan/pengembangan

Bandar Udara memerlukan pengawalan dari instansi

pemerintah agar proyek dapat terlaksana dengan baik,

selesai tepat waktu dan pengeluaran negara tetap berjalan

sesuai peraturan perundang-undangan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Direktorat Investigasi

Hambatan Kelancaran Pembangunan pada tahun 2018

merencanakan akan melakukan kajian pengawasan

terhadap pembangunan/pengembangan bandar udara untuk

mendukung pusat pertumbuhan ekonomi. Penugasan ini

didukung oleh 10 Perwakilan BPKP.

b. Terkait dengan pengawasan untuk meningkatkan pengamanan

aset negara/daerah, Deputi Bidang Investigasi akan

melaksanakan penugasan berikut:

1) Audit tujuan tertentu atas aset tertentu sesuai kebutuhan

KLPK

2) Reviu sistem pengendalian intern dan Fraud Control Plan

(FCP) pengelolaan asset.

3) Evaluasi kebijakan KLPK terkait penggunaan/pemanfaatan

oleh pihak ketiga atas kekayaan negara yang dikuasai

negara

4) Pemantauan atas:

a) Tindak lanjut hasil audit atas perkara terkait pengelolaan

kekayaan/aset Negara

b) Pengembalian kekayaan/aset negara

5) FRA atas pengelolaan aset

c. Terkait dengan pengawasan Bidang Investigasi atas

Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah serta Peningkatan

Kapabilitas Pengelolaan Risiko Fraud pada Institusi Pemerintah

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 28

dan Korporasi Negara/Daerah, Deputi Bidang Investigasi akan

melaksanakan penugasan berikut:

1) Pengembangan dan Implementasi FCP dengan pendekatan

organisasional

2) Pengembangan dan Implementasi FCP tematik dengan

penekanan pada Anti Bribery Management System (ABMS)

3) Pengembangan dan Implementasi FCP tematik diskresi dan

penyalahgunaan wewenang

4) Pengembangan probity advice dan assurance

5) Pengembangan Masyarakat Pembelajar Anti Korupsi

(MPAK)

6) Penilaian dan Implementasi budaya organisasi anti korupsi

7) Pengembangan metode perhitungan kerugian keuangan

negara dan perekonomian Negara

8) Audit dalam rangka penghitungan kerugian keuangan

negara

9) Pengumpulan dan Pengevaluasian Bukti Dokumen

Elektronik (PPBDE)

10) Pemberian Keterangan Ahli (PKA)

11) Audit investigatif atas permintaan APH dan KLPK

12) Evaluasi Hambatan Kelancaran Pembangunan

13) Audit Penyesuaian Harga

14) Audit Klaim

d. Terkait dengan pengawasan untuk meningkatkan tata kelola

pemerintahan dan akuntabilitas keuangan, Deputi Bidang

Investigasi akan melakukan kajian pengawasan (termasuk

kajian Peraturan Perundang-undangan). Kajian atas kelemahan

peraturan merupakan salah satu bentuk kegiatan Deputi Bidang

Investigasi yang bersifat pencegahan. Fokus pengkajian adalah

atas peraturan yang berpotensi menimbulkan korupsi, kolusi,

dan nepotisme dalam rangka mendeteksi dan menghindari

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 29

terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam

pelaksanaannya kelak. Hasil kajian berupa rekomendasi

perbaikan peraturan.

Pada tahun 2018 akan dilaksanakan evaluasi Inpres 10 Tahun

2016 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Tahun 2016 dan Tahun 2017. Penugasan ini akan dilaksanakan

oleh seluruh Perwakilan BPKP.

e. Penugasan Lain

1) Penanganan Pengaduan Masyarakat

Pemerintah yang menerima mandat untuk melaksanakan

pembangunan tidak lepas dari ketidakpuasan masyarakat.

Akan selalu ada masyarakat yang menyampaikan rasa tidak

puasnya atas kinerja pemerintah melalui surat pengaduan

kepada BPKP sebagai lembaga yang menjalankan fungsi

pengawasan intern. Pengaduan masyarakat menjadi sarana

yang penting untuk menjadi trigger (pemicu) bagi perbaikan

proses penyelenggaraan pemerintahan, sehinga harus bisa

dikelola dengan baik. Atas pengaduan masyarakat yang

diterima oleh Deputi Bidang Investigasi, dilakukan

penelaahan untuk dapat diputuskan tindak lanjutnya.

2) Penugasan sebagai Rendal (perencanaan dan

pengendalian). Kegiatan Penjaminan Kualitas yang

dilakukan oleh Deputi Bidang Investigasi dalam

menjalankan fungsi koordinasi (perencanaan dan

pengendalian) bertujuan untuk memberikan masukan dan

arahan atas suatu permasalahan yang ditemukan dalam

penugasan bidang investigasi di unit kerja (perwakilan).

Masukan dan arahan tersebut dimaksudkan untuk

mengantisipasi risiko audit (salah dalam mengambil

kesimpulan audit). Sebagai Rendal Deputi Bidang

Investigasi melaksanakan penugasan berikut:

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 30

a) Quality Assursnce

b) Peer reviu laporan hasil penugasan bidang investigasi

3) Koordinasi Pengawasan

4) Penyamaan Persepsi

Rincian penugasan pengawasan Direktorat di Lingkungan Deputi

Bidang Investigasi terdapat pada Lampiran 2. Sedangkan rincian

penugasan untuk Perwakilan BPKP terdapat pada Lampiran 3.

Kegiatan dukungan pengawasan yang akan dilaksanakan meliputi:

a. Penyusunan rencana kerja dan evaluasi

b. Pembinaan administrasi dan pengelolaan kepegawaian

c. Pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan

d. Pembinaan administrasi dan pengelolaan BMN

e. Pembinaan administrasi dan pengelolaan arsip

f. Rapat koordinasi/kegiatan SPIP

4. Waktu Penugasan

Rencana Penerbitan Laporan (RPL) penugasan berikut adalah Bulan

Juli 2018:

a. Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessment-FRA) atas

Program Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam rangka

Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia

Indonesia.

b. Penilaian Risiko Kecurangan (Fraud Risk Assessment-FRA)

Kegiatan Prioritas pada Program Prioritas Pembangunan Sarana

dan Prasarana Pertanian.

c. Pengawasan keinvestigasian dalam rangka pemberian

rekomendasi strategis terkait akses pembiayaan UMKM.

d. Pengawasan keinvestigasian dalam rangka pemberian

rekomendasi strategis terkait akses pembiayaan UMKM.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 31

5. Indikator Kinerja

Untuk mewujudkan visi Deputi Bidang Investigasi sebagai “Pusat

Keunggulan Solusi Kecurangan” Deputi Bidang Investigasi

menetapkan sasaran program dan indikator kinerja program

(outcome) sebagai berikut:

No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target

1. Meningkatnya

efektifitas hasil

pengawasan

keinvestigasian

a. Persentase hasil

pengawasan

keinvestigasian yang

dimanfaatkan di

persidangan

50%

b. Persentase hasil

pengawasan

keinvestigasian yang

dimanfaatkan oleh APH

72%

c. Persentase hasil

pengawasan

keinvestigasian yang

dimanfaatkan oleh

K/L/P/K

65%

d. Persentase hasil audit

penyesuaian harga yang

dimanfaatkan oleh

K/L/P/K

75%

e. Persentase hasil audit

klaim yang

dimanfaatkan oleh

K/L/P/K

75%

2. Meningkatnya

penyelesaian hambatan

Persentase penyelesaian

hambatan kelancaran

75%

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 32

No. Sasaran Program Indikator Kinerja Target

pelaksanaan

pembangunan nasional

pembangunan

3. Meningkatnya kualitas

tata kelola pemerintah

dan korporasi dalam

pencegahan korupsi

a. Persentase K/L/P/K

yang

mengimplementasikan

FCP (termasuk FRA)

52%

b. Persentase auditor yang

memiliki kompetensi

(hard and soft

competency) di bidang

pencegahan

62%

4. Meningkatnya

kepedulian K/L/P/K dan

masyarakat terhadap

korupsi

Persentase K/L/P/K

anggota Komunitas

Pembelajar Anti Korupsi

(KPAK) yang

mengimplementasikan

sistem pengaduan

masyarakat

65%

5. Meningkatkan

kapabilitas

pengawasan intern

pemerintah di bidang

keinvestigasian

Persentase auditor yang

memiliki kompetensi

keinvestigasian

62%

6. Lain-lain

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan

penugasan pengawasan adalah:

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 33

a. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016

tanggal 9 Desember 2016

Pada poin A.6 dinyatakan bahwa Instansi yang berwenang

menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah

Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan

konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat/ Satuan

Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan

pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara namun

tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya

kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu Hakim

berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian

Negara dan besarnya kerugian Negara.

b. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012 yang

menyatakan terbukti atau tidak terbuktinya kerugian negara

yang disebutkan dalam LPHKKN atau sah-tidak sahnya LPHKKN

tersebut tetap merupakan wewenang mutlak dari hakim yang

mengadilinya.

c. Penyidik, sesuai dengan KUHAP:

1) memiliki kewenangan untuk membuktikan sangkaannya

atas suatu perkara (pasal 1 ayat 1).

2) Dalam menganggap perlu, penyidik dapat meminta

pendapat ahli (pasal 120 ayat 1).

3) Karena kewajibannya, penyidik mempunyai wewenang

mendatangkan orang ahi yang diperlukan dalam

hubungannya dengan pemeriksaan perkara (pasal 7 ayat 1)

d. Auditor mempunyai keahlian yang diperlukan oleh penyidik

yaitu auditing dan akuntansi.

1) Pasal 179 KUHAP, bahwa auditor sebagai ahli, wajib

memberikan keterangan ahli demi keadilan.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 34

2) Pasal 224 KUHAP, bahwa ahli diancam pidana jika dengan

sengaja tidak memenuhi undang-undang (memberikan

keterangan atas keahliannya)

e. Auditor BPKP termasuk dalam kelompok ahli di bidang auditing

dan akuntansi, dan juga memiliki kewenangan menerapkan

keahliannya, diatur dalam:

1) PP nomor 60 tahun 2008 pasal 50 (3).

2) Perpres 192/2014 pasal 2, 27 dan 28.

3) Putusan MK nomor 003/PU-IV/2006 dan Nomor 031/PU-

X/2012.

4) Perka BPKP Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPKBI.

f. Revisi Pedoman Fraud Control Plan (FCP)

Hasil kajian atas FCP menunjukkan penyebab fraud dari aspek

manusia dengan karakteristik tersembunyi menjadikan FCP

tidak sepenuhnya mampu mendeteksi dan mencegah korupsi

dalam bentuk penyalahgunaan wewenang. Berbagai kasus

pungutanliar, suap, gratifikasi, dan pemerasan sebagai

panduan dari pemufakatan jahat, tidak dapat dideteksi dengan

model penilaian risiko fraud FCP.

Sehubungan dengan hal tersebut, Deputi Bidang Investigasi

akan:

1) Melakukan penyempurnaan pedoman teknis implementasi

FCP pada tahapan penilaian risiko fraud dengan metode

identifikasi dan analisis risiko.

2) Mengusulkan penerbitan pedoman teknis implementasi FCP

kepada Kepala BPKP.

3) Menyusun kerangka acuan kerja integrasi FCP pada sistem

pengendalian yang sudah ada.

4) Menyelenggarakan FCP dengan tahapan penilaian risiko

fraud yang berfokus pada penyalahgunaan wewenang.

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 35

g. Peningkatan kompetensi APIP

Deputi Bidang Investigasi berperan dalam peningkatan

kapabilitas APIP di bidang keinvestigasian melalui workshop

keinvestigasian. APIP yang diberikan workshop keinvestigasian

adalah APIP pada level 1 dan level 2. Deputi Bidang Investigasi

sedang mengembangkan materi workshop level dasar,

menengah dan lanjut untuk APIP tersebut.

Untuk meningkatkan kompetensi APIP, materi atau kurikulum

peningkatan kompetensi audit investigatif berbasis

laboratorium bagi APIP adalah sebagai berikut:

1) Materi atau Kurikulum Dasar, meliputi:

a) Pengantar audit investigatif

b) Pengantar hukum

c) Pengantar fraud dan TPK

d) Pengantar hukum pembuktian

e) Proses penerimaan informasi dan telaah informasi

f) Penyusunan hipotesis dan perencanaan audit investigatif

g) Dasar-dasar Tehnik Wawancara Investigatif

h) Evaluasi Bukti dan Laporan Hasil Audit

i) Studi Kasus dan simulasi

2) Materi atau Kurikulum Lanjutan, meliputi:

a) Audit Investigatif

b) Hukum Perdata, Pidana dan Administrasi

c) Fraud dan TPK

d) Hukum Pembuktian

e) Proses penerimaan informasi dan Telaah informasi

f) Penyusunan Hipotesis dan Perencanaan Investigasi

g) Wawancana Investigatif

h) Evaluasi Bukti dan Laporan Hasil Audit

i) Studi Kasus dan simulasi

3) Materi atau Kurikulum Ahli, meliputi:

DEPUTI BIDANG INVESTIGASI 36

a) Manajemen Audit Internal

b) Hukum Perdata, Pidana dan AP

c) Fraud dan TPK

d) Hukum Pembuktian

e) Manajemen Audit Investigatif

f) Wawancara Investigatif

g) Komunikasi dan Jaringan Kerja

h) Studi Kasus dan simulasi

Berdasarkan Jatekwas ini, Direktorat di Lingkungan Deputi Bidang

Investigasi menyusun Kerangka Acuan Pengawasan (KAP) untuk

memberikan arah pelaksanaan kegiatan pengawasan dan agar

rencana kegiatan pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik.

Lampiran 1

Jumlah SDM pada Direktorat di Lingkungan Deputi Bidang Investigasi dan

Bidang Investigasi Perwakilan BPKP adalah sebagai berikut:

No. Uraian Jumlah SDM

1. Direktorat Investigasi Instansi Pemerintah

a. Pejabat Struktural 4

b. Fungsional Auditor

Auditor Madya

Auditor Muda

Auditor Pertama

Auditor Penyelia

Auditor Pelaksana

6

7

9

1

4

c. Fungsional Umum 6

2. Direktorat Investigasi BUMN dan BUMD

a. Pejabat Struktural 3

b. Fungsional Auditor

Auditor Madya

Auditor Muda

Auditor Pertama

Auditor Penyelia

Auditor Pelaksana

4

7

7

2

2

c. Fungsional Umum 9

3. Direktorat Investigasi Hambatan Kelancaran

Pembangunan

a. Pejabat Struktural 3

b. Fungsional Auditor

Auditor Madya

Auditor Muda

Auditor Pertama

Auditor Pelaksana

6

6

8

1

Lampiran 1

No. Uraian Jumlah SDM

c. Fungsional Umum 8

4. Bidang Investigasi Perwakilan BPKP

Kepala/Koordinator Pengawasan Bidang

Investigasi

41

Fungsional Auditor

Auditor Madya

Auditor Muda

Auditor Pertama

Auditor Penyelia

Auditor Pelaksana Tingkat Lanjutan

Auditor Pelaksana

Auditor Terampil

89

104

128

21

6

14

68

Jumlah 574

Lampiran 2

RENCANA PENUGASAN

DIREKTORAT INVESTIGASI INSTANSI PEMERINTAH

TAHUN 2018

No. PENUGASAN PENGAWASAN OUTPUT

(Laporan)

1

Pengawasan keinvestigasian prioritas nasional

pendidikan atas pemenuhan sarana dan

prasarana pendidikan vokasi yang berkualitas

1

2

Pengawasan keinvestigasian prioritas nasional

ketahanan pangan atas pembangunan sarana

dan prasarana pertanian.

1

3 Audit investigatif 2

4 Audit dalam rangka PKKN 7

5 Pemberian Keterangan Ahli 20

6 Pengumpulan dan Pengevaluasian Bukti

Dokumen Elektronik (PPBDE) 5

7 Audit tujuan tertentu atas aset tertentu sesuai

kebutuhan KLPK 1

8

Evaluasi kebijakan KLPK terkait

penggunaan/pemanfaatan oleh pihak ketiga atas

kekayaan negara yang dikuasai negara

1

9 FRA atas pengelolaan aset 1

10 Kajian Peraturan Perundang-Undangan 1

11

Pemantauan atas:

1) Tindak lanjut hasil audit atas perkara terkait

pengelolaan kekayaan/aset negara,

2) Pengembalian kekayaan/aset negara

2

12 Quality Assurance 10

13 Penyamaan persepsi 12

Lampiran 2

No. PENUGASAN PENGAWASAN OUTPUT

(Laporan)

14 Koordinasi Pengawasan 3

15 Peer reviu laporan hasil penugasan bidang

investigasi 6

16 Penelaahan pengaduan 6

17 FCP organisasional 2

18 Reviu sistem pengendalian intern dan Fraud

Control Plan (FCP) pengelolaan aset 1

19

Pengembangan dan Implementasi FCP tematik

dengan penekanan pada Anti Bribery

Management System (ABMS)

1

20 Pengembangan dan Implementasi FCP tematik

diskresi dan penyalahgunaan wewenang 1

21 Pengembangan probity advice dan assurance 1

22 Masyarakat Pembelajar Anti Korupsi (MPAK)

(termasuk Forum Investigasi) 2

23 Penilaian dan Implementasi budaya organisasi

anti korupsi 1

24

Pengembangan teori dan metode perhitungan

kerugian keuangan negara dan perekonomian

negara

1

25 Peningkatan kompetensi auditor investigasi 2

Jumlah 91

Lampiran 2

RENCANA PENUGASAN

DIREKTORAT INVESTIGASI BUMN DAN BUMD

TAHUN 2018

No. PENUGASAN PENGAWASAN OUTPUT

(Laporan)

1

Pengawasan keinvestigasian dalam rangka

pemberian rekomendasi strategis terkait akses

pembiayaan UMKM.

1

2 Audit investigatif 4

3 Audit dalam rangka PKKN 4

4 Pemberian Keterangan Ahli 14

5 Quality Assurance 5

6 Peer reviu laporan hasil penugasan bidang

investigasi 4

7 Koordinasi pengawasan 3

8 Penelaahan pengaduan 2

9 Penyamaan persepsi 8

10 FCP 2

11 Peningkatan auditor investigasi 1

Jumlah 48

Lampiran 2

RENCANA PENUGASAN

DIREKTORAT INVESTIGASI

HAMBATAN KELANCARAN PEMBANGUNAN

TAHUN 2018

No. PENUGASAN PENGAWASAN OUTPUT

(Laporan)

1

Pengawasan keinvestigasian atas pembangunan/

pengembangan bandara/terminal/ pelabuhan

mendukung pusat pertumbuhan ekonomi.

1

2 Audit Penyesuaian Harga 3

3 Audit Klaim 2

4 Evaluasi Hambatan Kelancaran Pembangunan 4

5 Penyamaan persepsi 7

6 Quality Assurance 15

7 Koordinasi pengawasan 2

8 Peer reviu laporan hasil penugasan bidang investigasi 1

9 Kajian Hasil Pengawasan 1

10 Peningkatan auditor investigasi 1

Jumlah 37

Lampiran 3

RENCANA PENUGASAN

PERWAKILAN BPKP

TAHUN 2018

NO PERWAKILAN

Tahun 2018

AI

PSN AI PKKN PKA

Kajian

UU MPAK FCP

RS

Pendi-

dikan

RS

Perta

-nian

RS

Akses

Pembi

-ayaan

UMKM

HKP PH KLAIM

RS Dir

3

Konekti

vitas

Jumlah

1 NAD PW01 1 1 4 11 1 2 2 2 2 - 1 1 - - 28

2 SUMUT PW02 3 3 8 25 1 2 2 2 2 1 - 1 1 1 52

3 SUMBAR PW03 1 2 4 12 1 2 2 2 2 - 1 1 1 - 31

4 RIAU PW04 2 1 4 12 1 2 2 2 2 - 1 1 1 - 31

5 JAMBI PW05 1 2 4 12 1 2 2 2 2 - 1 - 1 - 30

6 BENGKULU PW06 1 1 4 11 1 2 2 2 2 - 1 - 1 - 28

7 SUMSEL PW07 3 3 4 16 1 2 2 2 2 - 1 1 - - 37

8 LAMPUNG PW08 1 2 5 13 1 2 2 2 2 - - 2 - - 32

9 DKI

JAKARTA PW09 3 1 5 12 1 2 2 2 2 1 1 1 1 - 34

10 JABAR PW10 3 4 9 24 1 2 3 2 2 1 1 1 - 1 54

11 JATENG PW11 3 4 9 23 1 2 3 2 2 1 - 2 1 1 54

12 DIY PW12 1 2 2 8 1 2 2 2 2 - 1 - - 1 24

13 JATIM PW13 3 4 9 23 1 2 3 2 2 1 - 1 2 - 53

14 KALBAR PW14 1 1 4 11 1 2 2 2 2 - 1 - 1 - 28

Lampiran 3

15 KALTENG PW15 1 2 2 6 1 2 1 2 2 - - 1 - - 20

16 KALSEL PW16 1 2 5 12 1 2 2 2 2 - - - 1 - 30

17 KALTIM PW17 2 1 4 8 1 2 2 2 2 - 1 1 - 1 27

18 SULUT PW18 1 2 3 10 1 2 2 2 2 - - 1 1 1 28

19 SULTENG PW19 1 1 3 9 1 2 2 2 2 - 1 - - 1 25

20 SULTRA PW20 1 2 4 10 1 2 2 2 2 - 1 1 - - 28

21 SULSEL PW21 3 2 6 13 1 2 2 2 2 - 1 2 - - 36

22 BALI PW22 1 2 4 10 1 2 1 2 2 - 1 1 - - 27

23 NTB PW23 1 1 4 6 1 2 1 2 2 - 1 1 - - 22

24 NTT PW24 1 2 4 9 1 2 2 2 2 - - - 1 1 27

25 MALUKU PW25 1 1 5 8 1 2 2 2 2 - - 1 1 - 26

26 PAPUA PW26 1 2 5 8 1 2 2 2 2 - 1 - 1 - 27

27 PAPUA

BARAT PW27 1 2 2 4 1 2 1 2 2 - 1 - - 1 19

28 KEPRI PW28 1 2 2 4 1 2 1 2 2 - 1 - - - 18

29 BABEL PW29 1 2 2 4 1 2 1 2 2 - 1 - - - 18

30 BANTEN PW30 1 2 4 9 1 2 1 2 2 - 1 - - - 25

31 GORONTALO PW31 1 1 2 4 1 2 1 2 2 - 1 - - - 17

32 SULBAR PW32 1 1 2 4 1 2 1 2 2 - 1 - - - 17

33 MALUKU

UTARA PW33 1 1 2 4 1 2 1 2 2 - 1 - - 1 18

34 KALTARA PW34 1 - 2 1 1 2 1 2 2 - 1 - - - 13

Jumlah Perwakilan 50 62 142 356 34 68 60 68 68 5 25 21 15 10 984

Lampiran 3