199

KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

  • Upload
    hanhu

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah
Page 2: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Seraya mengucapkan syukur alhamdulillah, atas ijin Allah SWT, buku

yang berjudul “Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia” sudah

rampung ditulis. Buku ini merupakan replikasi dari hasil riset penulis dengan

judul Darurat Perceraian: Menakar Ketahanan Keluarga dalam Keluarga Muslim

Indonesia Menghadapi Ancaman Perceraian yang dibiayai dari dana DIPA UIN

SGD Bandung pada tahun anggaran 2017.

Buku ini lahir atas keprihatinan melonjaknya angka perceraian dalam

keluarga muslim Indonesia, terutama selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2012-

2016. Merujuk pula pada data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Badan

Peradilan Agama bahwa angka perceraian selama lima tahun terakhir ini

meningkat. Sepanjang tahun 2012 jumlah perceraian sebanyak 304.395, perkara,

pada tahun 2013 sebanyak 324.040 perkara, pada tahun 2014 sebanyak 345.531

perkara, pada tahun 2015 sebanyak 353.843 perkara dan pada tahun 2016

sebanyak 365.654 perkara. Setiap tahun angka perceraian meningkat. Pada

tahun 2013, jumlah perceraian meningkat sebanyak 19.645 perkara dari tahun

2012, pada tahun 2014 jumlah perceraian meningkat sebanyak 21.491 perkara

dari tahun 2013, pada tahun 2015 jumlah perceraian meningkat sebanyak 8.312

perkara dari tahun 2014 dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 11.811 perkara

dari tahun 2015. Dengan data ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah

perceraian dalam keluarga muslim Indonesia pertahun rata-rata 5% atau setara

dengan 12.000 perkara perceraian.

Peningkatan jumlah angka perceraian ini menyiratkan banyak hal, yaitu

bahwa keluarga muslim Indonesia demikian rapuh dalam ikatan perkawinan

mereka. Hal ini dapat dibaca pada beberapa gugatan/permohonan yang diajukan

suami/isteri ke pengadilan agama dengan latar belakang masalah yang sangat

sepele, misalnya isteri/suami tidak mau diajak ke rumah mertua, isteri tidak suka

membereskan rumah, isteri/suami kurang rapih dalam penampilan dan kasus

sepele lainnya yang berakibat pada perselisihan terus menerus sehingga begitu

sampai di meja pengadilan agama mereka dinyatakan berpisah.

Jika penghitungan jumlah angka perceraian berdasarkan jam, misalnya

pada tahun 2016 jumlah pasangan suami isteri bercerai sebanyak 365.654

perkara, maka akan ditemukan pasangan suami isteri berceraian per 1 jam

sebanyak 42 pasangan dan selama satu hari sebanyak 1015 pasangan suami

isteri bercerai di pengadilan agama. Jelaslah bahwa jumlah ini sangat

memprihatinkan.

Page 3: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

ii

Peningkatan jumlah perceraian selama lima tahun (2012-2016) dapat

dihitung rata-rata secara nasional sebanyak 6%. Artinya, terdapat pasangan

suami isteri pada tahun berjalan sebanyak 6 % berakhir dengan perceraian. Data

ini jika dihitung berdasarkan kategori provinsi, maka dapat dinyatakan bahwa

provinsi yang tertinggi jumlah perceraian secara nasional dibanding dengan

angka pernikahannya yaitu kota Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Samarinda,

Banjarmasin dan Bangka Belitung.

Penghitungan jumlah angka perceraian ini dapat dilihat juga dari profil

pasangan suami isteri yang bercerai dilihat dari tingkat pendidikan dan usia

perkawinan. Secara nasional, pasangan suami isteri yang bercerai berada pada

tingkat pendidikan Sekolah Dasar dan usia pasangan yang bercerai sebanyak

60% berada pada usia produktif yaitu 30-40 tahun. Usia-usia muda seperti ini

diyakini masih memiliki anak-anak dalam masa pengasuhan. Jika ini yang

terjadi, berapa ratus ribu anak-anak di Indonesia ini yang diasuh dalam keadaan

single parent karena orang tuanya bercerai.

Oleh karena itu, penulis memandang bahwa keluarga muslim Indonesia

sudah memasuki masa darurat perceraian. Narkoba dan terorisme sering

dipandang sebagai ancaman nyata bagi keutuhan bangsa sehingga Indonesia

juga memasuki darurat narkoba dan terorisme. Hal ini sama daruratnya dengan

perceraian karena ratusan ribu anak Indonesia sebagai penerus kader-kader

bangsa hidup dalam keluarga tanpa kehadiran salah satu orang tua akibat

perceraian. Bukankah bisa juga diasumsikan jika narkoba dan terorisme lahir

dari keluarga-keluarga yang tidak utuh ?

Oleh karena itu, penulis berterimakasih yang sedalam-dalamnya kepada

berbagai pihak, yaitu :

1. Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang telah memberikan

kesempatan melakukan riset ini sehingga hasil riset tersebut dapat

dikompulasi menjadi buku;

2. Ketua Lembaga Penelitaan dan Pengabdian kepada Mayarakat serta Kepala

Pusat Penelitian dan Penerbitan yang sama-sama telah memberikan

kepercayaan kepada tim peneliti melakukan riset ini sehingga hasil riset ini

dapat dijadikan buku;

3. Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung, Ketua Pengadilan Agama

Banjar, Ketua Pengadilan Agama Indramayu, Ketua Pengadilan Agama

Ciamis, Ketua Pengadilan Agama Majalengka, Ketua Pengadilan Agama

Sumedang, Ketua Pengadilan Agama Cianjur, Ketua Pengadilan Agama

Martapura dan Ketua Pengadilan Agama Denpasar serta beberapa orang

hakim pada pengadilan agama tersebut sebagai informan yang telah

bersedia berdiskusi dan bertukar pikiran mengenai alur perceraain yang

selama ini berjalan di pengadilan agama dan peluang mencari jalan lebih

mempersukar perceraian;

4. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN SGD Bandung pada prodi hukum

keluarga yaitu Harry Yuniardi, M.Ag yang telah mempersilakan penulis

sabagai salah satu timnya mereflikasi hasil penelitian sebelumnya untuk

Page 4: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

iii

dijadikan buku. Demikian pula kepada Sdr Deni Maulani Hidayat

(mahasiswa prodi hukum keluarga angkatan 2014) yang telah membantu

mengolahkan data penelitian ini sehingga data tersebut menjadi bermakna;

5. Konsultas pada BP4 Pusat Jakarta beserta beberapa pengurus BP4 yang

telah bersedia diwawancara oleh penulis sebagai bahan-bahan dari

penelitian sebelumnya yang sekarang menjadi buku;

6. Wijayanti selaku staf seksi statistik pada subdit statistik dan dokumentasi

pada direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama yang telah memberian

data-data kepada penulis sehingga data-data tersebut sangat membantu

untuk memetakan jumlah angka perceraian;

7. Staff Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah

memberikan data pernikahan selama 2012-2016;

8. Taupik Maulani, staff pada kesekretariatan Pengadilan Tinggi Agama

Bandung yang telah memberikan data mediasi di PTA Bandung selama

lima tahun (2012-2016);

9. Para advokat dalam Biro Kosultasi dan Bantuan Hukum Mitra Keluarga dan

para petugas Posbakum di Pengadilan Agama Bandung dan Cimahi yang

telah memberikan banyak masukan mengenai praktik perceraian yang

selama ini mereka tangani di pengadilan agama;

10. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas dukungannya

sehingga buku ini layak untuk dibaca.

Semoga segenap bantuan mereka kepada penulis mendapat pahala yang

berlipat ganda di dunia dan akhirat.

Akhirnya, atas selesainya buku ini, penulis mengharapkan saran-saran

dari pembaca yang budiman atas segenap kelemahan yang ada pada buku ini.

Selamat membaca. Tidak ada gading yang tak retak.

Bandung, 20 November 2017

Penulis

Page 5: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Tingginya Angka Perceraian dalam Keluarga Muslim In-

donesia ..................................................................................... 1

B. Membangun Ketahanan Keluarga ............................................ 4

C. Penggunaan Teori Ishlah, Kepastian Hukum dan Ketaha-

nan Keluarga dalam Mengkaji Perceraian ............................... 10

BAB II PENYELESAIAN KONFLIK DAN PERCERAIAN DA-

LAM SYARIAT ISLAM ............................................................ 25

A. Hakikat Perkawinan dan Perceraian dalam Syariat Islam ..... 25

B. Perceraian di Negara-negara Muslim ....................................... 28

C. Upaya Penyelesaian Konflik Rumah Tangga .......................... 34

BAB III PERKAWINAN DAN PERCERAIAN DALAM MA-

SYARAKAT ................................................................................... 41

A. Sistem Pelamaran dan Perkawinan ........................................ 41

B. Sistem Perceraian .................................................................... 47

C. Hubungan Suami Isteri Pasca Perceraian .............................. 51

D. Kehidupan Keluarga Single Parent ......................................... 53

BAB IV KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA MENYELE-

SAIKAN SENGKETE PERCERAIAN ....................................... 57

A. Konsep Peradilan Agama di Indonesia ................................. 57

B. Kewenangan Pengadilan Agama ............................................. 59

C. Prinsip-prinsip Penyelesaian Perkara Perceraian dalam

Peraturan Perundang-undangan ............................................... 64

BAB V FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA ANGKA PERCE-

RAIAN ............................................................................................ 71

A. Profil Perceraian Keluarga Muslim Indonesia ........................ 71

B. Faktor Penyebab Perceraian dalam Keluarga Muslim ........... 89

C. Penerapan Prinsip Mempersulit Perceraian di Pengadilan

Agama ..................................................................................... 120

BAB VI STRATEGI MENGATASI PERCERAIAN............................... 129

A. Pembenahan dari dalam Keluarga ........................................... 129 1. Menanamkan Nilai-nilai Agama dalam Keluarga .................... 130

Page 6: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

v

2. Melatih Anak Menyelesaikan Masalahnya Sendiri .................. 132

3. Melatih anak laki-laki menjadi kepala keluarga

yangbertanggungjawab ...................................................... 133

4. Melatih anak perempuan menjadi pendamping kepala

keluarga ............................................................................. 134

5. Melatih Anak Menyelesaikan Tugas Rumah Tangga ..... 134

6. Melatih Anak Mensyukuri Rezeki .................................... 136

7. Melatih Anak Mengelola Keuangan Keluarga ................ 136

8. Memberikan Pendidikan Seks .......................................... 138

B. Saat Memasuki Jenjang Pernikahan ....................................... 139 1. Mengikuti Pendidikan Pra Nikah ........................................... 139

2. Memeriksakan Kesehatan Fisik ............................................. 140

3. Memilih Pasangan Menjelang Perkawinan ...................... 141

C. Saat Berada dalam Pernikahan ............................................... 145

1. Cinta Kasih dalam Membina keharmonisan keluarga 145

2. Membina Keserasian Hubungan Suami Isteri ................ 146

3. Pola Hubungan Suami dan Isteri ..................................... 148

4. Pembagian Peran Suami Isteri dalam Pendidikan

Anak .................................................................................. 151

D. Saat Terjadi Konflik antara Suami Isteri ................................ 153

1. Lembaga Penyelesaian Konflik Keluarga ........................ 153

2. Metode Penyelesaian Konfik antara Suami dan Isteri 154

E. Pembenahan di Pengadilan Agama ......................................... 157

1. Memberikan Reward para Hakim yang Berhasil Me-

Mediasi ............................................................................. 157

2. Keterlibatan Lembaga Mediasi di Luar Pengadilan ........ 157

3. Keberanian Hakim Menolak Permohonan Cerai ............ 163

4. Memperbaiki Pemeriksaan Perkara Cerai dengan

Verstek .............................................................................. 167

5. Peran Aktif Negara ........................................................... 170

BAB VII PENUTUP ..................................................................................... 173 A. Ketahanan Perkawinan dan Masa Depan Keluarga ....................... 173

B. Rekomendasi ................................................................................. 178

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 183

Page 7: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Tingginya Angka Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Setiap pasangan suami isteri mendambakan kehidupan rumah tangganya

dalam keadaan harmonis. Alquran Surat Ar-rum ayat 21 menyebutnya dengan

keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Demikian pula dinyatakan

dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 bahwa tujuan

perkawinan ialah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Kekal dalam berumah tangga

merupakan inti, hakikat dan tujuan dari perkawinan yang sesugguhnya.

Namun kenyataan seringkali berbeda dengan harapan. Ditengah harapan

membangun keluarga yang samawa, gangguan datang silih berganti, baik datang

dari internal pasangan suami isteri maupun datang dari pihak luar yang

menggoyahkan ikatan perkawinan. Akibatnya, ikatan perkawinan antara suami

isteri secara perlahan dan pasti mulai goyah. Ada pasangan yang berusaha

mengatasi gangguan ikatan perkawinannya dengan baik namun banyak pula

pasangan suami isteri yang tidak mampu menyelesaikan perselisihan yang

muncul diantara mereka sehingga pintu keluar penyelesaian itu ditempuhnya

melalui jalan perceraian.

Kini, perceraian seperti menjadi gaya hidup baru, new life style keluarga

Indonesia, khususnya dalam keluarga muslim. Rapuhnya ikatan perkawinan

yang ditandai dengan meningkatnya angka perceraian di pengadilan agama

seluruh Indonesia menjadi jawabannya, khususnya dalam lima tahun terakhir.

Hal ini dapat ditelusuri dari berbagai hasil penelitian para akademisi dan para

peneliti serta diperoleh dari laporan tahunan Direktorat Jenderal Peradilan

Agama (Badilag) mengenai jumlah perceraian yang semakin meningkat. Selain

itu, rapuhnya ikatan perkawinan yang berakhir dengan perceraian dapat juga

dilihat dari latar belakang permohonan gugatan pasangan suami isteri yang

mengajukan cerai dengan alasan-alasan yang nampaknya sepele tetapi berakibat

pada perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara suami dan isteri.

Beberapa studi terkait dengan meningkatnya angka perceraian dapat dikaji

misalnya dalam Budi Prayitno dkk yang mengemukakan bahwa tingginya

perceraian disebabkan oleh sebagian besar informan dalam hal ini pasangan

suami dan isteri kurang memahami makna dan tujuan perkawinan. Berbagai hal

yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan

dalam rumah tangga (KDRT), perselingkuhan, dan sebagainya, sejatinya hanya

merupakan pemicu, namun yang paling mendasar sebagai penyebab perceraian

Page 8: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

2 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

adalah tidak adanya komitmen antar masing-masing pasangan dalam mencapai

tujuan perkawinan. 1

Fakta yang sama diperoleh di Pengadilan Agama Padang. Angka gugat

cerai (perceraian berdasarkan kehendak isteri) jauh lebih banyak dibandingkan

dengan cerai talak (perceraian atas kehendak suami). Sepanjang tahun 2008-

2012, rata-rata perkara permohonan gugatan cerai yang diajukan dan

diselesaikan oleh Pengadilan Agama Padang adalah 65% dari perkara

perceraian. Sedangkan permohonan talak hanya 35 %. Studi ini menyimpulkan

bahwa persepsi perempuan terhadap perceraian adalah cerai bukan merupakan

hal yang tabu dan memalukan. Ini bereda dengan pandangan perempuan 25

tahun lalu yang merasa risi ketika mereka bercerai. Cerai merupakan solusi

untuk menyelesaikan permasalahan atau konflik berkepanjangan yang terjadi di

dalam keluarganya. Cerai bukan sesuatu yang menakutkan, dan mengajukan

gugatan cerai adalah hak perempuan yang diberikan oleh undang-undang.

Terjadinya perubahan persepsi perempuan terhadap perceraian disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu: meningkatnya tingkat pendidikan perempuan, perempuan

semakin sadar hukum, adanya peluang berkarir bagi perempuan, dan perubahan

stigma masyarakat terhadap perempuan yang bercerai. Perubahan persepsi

perempuan terhadap perceraian pada peningkatan angka gugatan cerai

dipengaruhi oleh teknologi informasi seperti media massa, baik media cetak

maupun media ekektronik, melemahnya lembaga perkawinan dan lunturnya

pandangan perempuan terhadap perkawinan dan melemahnya pemahaman nilai-

nilai agama di kalangan perempuan. 2

Meningkatnya angka perceraian dapat merujuk pula pada data yang

dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama. Sebagai data

pendahuluan dalam penelitian ini bahwa laporan dari Direktorat Jenderal Badan

Peradilan Agama mennyebutkan bahwa angka perceraian selama lima tahun

terakhir ini meningkat. Sepanjang tahun 2012 jumlah perceraian sebanyak

304.395, perkara, pada tahun 2013 sebanyak 324.040 perkara, pada tahun 2014

sebanyak 345.531 perkara, pada tahun 2015 sebanyak 353.843 perkara dan pada

tahun 2016 sebanyak 365.654 perkara. 3

Jumlah angka perceraian dalam lima tahun terakhir berdasarkan data di

atas jelas meningkat. Data ini bisa disandingkan dengan jumlah pasangan suami

isteri pada tahun yang sama yang melaksanakan pernikahan. Hal ini bisa

memberikan gambaran tingkat perceraian keluarga muslim dibandingkan

dengan tingkat perkawinan selama tahun berjalan. Berdasarkan studi

1 Budhy prianto, dkk., Rendahnya Komitmen dalam Perkawinan sebagai Sebab

Perceraian, dalam Jurnal Komunitas : Research & Learning in Sociology and Anthropology

(Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2013), hlm 208. 2 Nurhasanah dan Rozalinda. “Persepsi Perempuan terhadap Perceraian: Studi Analisis

terhadap Meningkatnya Angka Gugatan Cerai di Pengadiilan Agama Padang, ” dalam Kafa’ah:

Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. 4 No. 2 Tahun 2014. (Padang: IAIN Imam Bonjol Padang,

2014), hlm 181. 3 Diolah dari Data Statistik dan Dokumentasi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama

tahun 2012 sd. 2016.

Page 9: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 3

pendahuluan dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyaraat Islam (Bimas

Islam) bahwa angka pernikahan selama 2012-2016 mengalami penurunan.

Dengan demikian dapat dikemukakan perbandingan jumlah yang menikah

dengan jumlah yang bercerai selama lima tahun, yaitu pada tahun 2013

persentase pasangan suami isteri yang bercerai sebanyak 6%, pada tahun 2014

persentase pasangan suami isteri yang bercerai sebanyak 6,6%, pada tahun 2015

persentase pasangan suami isteri yang bercerai sebanyak 2% dan pada tahun

2016 persentase pasangan suami isteri yang bercerai sebanyak 3%. 4

Berdasarkan data di atas, jumlah perceraian meningkat setiap tahun namun

data pernikahan menurun selama lima tahun terakhir. Oleh karena itu persentase

pasangan suami isteri yang bercerai dengan pernikahan meningkat. Namun

peningkatan jumlah perceraian selama lima tahun sangat fluktuatif, demikan

pula dengan jumlah peningkatan persentasenya. Satu hal yang pasti bahwa

perceraian di Indonesia jelas meningkat sekalipun jumlah peningkatannya tidak

konstan setiap tahunnya.

Berdasarkan gambaran jumlah persentase angka perceraian atas

pernikahan selama lima tahun terakhir (2012-2016) ditemukan bahwa keluarga

muslim Indonesia menghadapi ancaman perceraian yang serius. Hal ini ditandai

dengan angka perceraian yang meningkat setiap tahun padahal angka pernikahan

jumlahnya menurun. Jika pada tahun 2016 jumlah perceraian sebanyak 365.654

perkara, maka setiap hari telah terjadi peristiwa perceraian sebanyak 1.015

kasus, setiap jam terjadi peristiwa perceraian sebanyak 42 kasus. Dengan

demikian, cukup beralasan jika keluarga muslim Indonesia sedang menghadapi

darurat perceraian. Belakang bahkan muncul bahwa rapuhnya ketahanan

keluarga akibat terjadinya perceraian sudah menimpa kalangan yang amat

terpelajar.5

Sejalan dengan data di atas, dilihat dari usia pasangan suami isteri yang

bercerai, rata-rata sebanyak 70% berada pada usia 30-40 tahun. Hal ini akan

berdampak sangat serius pada pengasuhan anak, sebab secara umum pada usia

tersebut diasumsikan mereka memiliki anak pada usia 0-15 tahun yang masih

memerlukan keluarga utuh dan kehadiran ayah dan ibunya. Data mengenai usia

pasangan suami isteri yang bercerai tersebut dapat dilihat dengan mudah pada

masing-masing web pengadilan agama di seluruh Indonesia.

Tingginya angka perceraian sangat memperihatinkan karena memiliki

dampak yang signifikan bagi pertumbuhan anak, keadilan hukum untuk masing-

masing pihak dan tekanan psikologis. Angka perceraian yang tinggi ini

menyebabkan rapuhnya ikatan perkawinan dalam keluarga padahal kekokohan

4 Diolah dari data pernikahan dan perceraian dari Direktorat Bimas Islam Kementerian

Agama dan Direktorat Jenderal Peradilan Agama 5 Perceraian juga menimpa kelangan berpendidikan tinggi dan jumlahnya semakin

meningkat. Lihat dalam Nunung Rodliyah, “Perceraian Pasangan Muslim Berpendidikan Tinggi

(Studi Kasus di Kota Bandar Lampung”), Disertasi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011).

Page 10: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

4 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

sebuah bangsa ditentukan oleh ketahanan keluarga. 6

Keluarga yang kokoh

merupakan modal pembangunan suatu bangsa. Salah satu bentuk ketahanan

keluarga itu adalah ketangguhan di dalam menghadapi problem keluarga yang

dihadapi oleh suami isteri sehingga tidak merusak ikatan perkawinan diantara

keduanya. Sejak lima tahun terakhir ini, terjadi penurunan ketahanan ikatan

perkawinan di kalangan keluarga muslim di Indonesia dengan cara perceraian

yang cukup drastis. Perceraian seperti jalan pintas yang menuntaskan semua

masalah. Kerukunan dan keharmonisan rumah tangga yang menjadi pilar

ketahanan keluarga dengan sangat mudah digoyahkan oleh yang namanya

perselisihan dan percekcokan diantara suami isteri.

Sekarang keluarga muslim Indonesia menghadapi ancaman rapuhnya

ketahanan keluarga akibat perceraian.

Ancaman perceraian sama beratnya

dengan ancaman-ancaman lainnya di luar perceraian. Jika terorisme dan narkoba

telah menjadi bagian dari darurat nasional, maka penulis meyakini tingginya

angka perceraian dalam lima tahun terakhir dan lima tahun ke depan sama

seriusnya dengan terorisme dan narkoba. Keluarga muslim Indonesia

menghadapi darurat perceraian.

B. Membangun Ketahanan Keluarga

Setelah disadari bahwa kenyataan angka perceraian semakin meningkat

tajam barulah sama-sama diperlukan adanya gerakan nasional membangun

ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga merupakan pilar pembangunan suatu

bangsa. Jika sebuah keluarga ketahanannya demikian rapuh dengan sejumlah

masalah yang mengitarinya, seperti perceraian, kdrt, kemiskinan, dan masalah

sosial lain yang berdampak pada keluarga, maka pembangunan dalam sebuah

negara hanyalah utopia. Oleh karena itu, ketahananan keluarga menjadi kunci

pembangunan yang berkelanjutan.

Ketahanan keluarga didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 52

Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependuduan dan Pembanguna Keluarga

sebagai Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang

memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materil

guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup

harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

Berdasarkan pasal di atas, terkait dengan rapuhnya ketahanan keluarga

karena perceraian dapat dikemukakan bahwa ketahanan keluarga dibangun

dengan dasar hubungan yang harmonis antara anggota keluarga. Ketahanan

keluarga tidak dapat mewujud apabila pasangan suami isteri khususnya dan

anggota keluargga lainnya tidak harmonis sehingga menyebabkan rentan atau

6 Ketahanan keluarga adalah kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan

serta mengandung kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan

keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir

dan batin. lihat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan

Dan Pembangunan Keluarga.

Page 11: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 5

lemah kemandirian dan pengembangan dirinya guna meningkatkan

kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.

Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan

kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber

daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih,

pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk

berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial. 7. Pandangan lain mendefinisi-

kan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki

keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk hidup

secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

1994). Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan

keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera

dan bahagia lahir dan batin. Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga

mencakup kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah

untuk mencapai kesejahteraan, kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi

terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta

memiliki sikap positif terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga.

Ketahanan keluarga dapat diukur menggunakan pendekatan sistem yang

meliputi komponen input (sumber daya fisik dan nonfisik), proses manajemen

keluarga (permasalahan keluarga dan mekanisme penanggulangannya), dan

output (terpenuhinya kebutuhan fisik dan psiko-sosial). Atas dasar pendekatan

ini, maka ketahanan keluarga merupakan ukuran kemampuan keluarga dalam

mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan sumber daya yang dimiliki

untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 8 Dengan demikian, keluarga

dikatakan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi apabila memenuhi

beberapa aspek yaitu: (1) ketahanan fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan,

sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan; (2) ketahanan sosial yaitu

berorientasi pada nilai agama, komunikasi yang efektif, dan komitmen keluarga

tinggi; (3) ketahanan psikologis meliputi kemampuan penanggulangan masalah

nonfisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif, dan kepedulian

suami terhadap istri.

Studi ini menggunakan teori ketahanan keluarga dalam menghadapi

ancaman perceraian berdasarkan atas kajian yang dilakukan oleh Kementerian

Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) yang

sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang

Pelaksanaan Pembangunan Keluarga. Dalam peraturan terssebut dinyatakan

bahwa konsep ketahanan dan kesejahteraan keluarga mencakup: (1) Landasan

7 Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood Security

Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal. 22: 30-33. 8 Euis Sunarti. (2001). Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus

Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Page 12: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

6 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Legalitas dan Keutuhan Keluarga, (2) Ketahanan Fisik, (3) Ketahanan Ekonomi,

(4) Ketahanan Sosial Psikologi, dan (5) Ketahanan Sosial Budaya. 9

Khusus terkait dengan darurat perceraian, studi ini mengambil tiga

dimensi ketahanan keluarga yang satu sama lain saling terkait dengan perceraian

yaitu dimensi keutuhan keluarga, dimensi ketahanan ekonomi dan dimensi

ketahanan sosial psiologi. Dimensi ketuhan keuluarga terdiri atas 2 variabel

yaitu keutuhan keluarga dan kemitraan gender. Dimensi ketahanan ekonomi

terdiri atas empat variabel yaitu Tempat tinggal keluarga, Pendapatan keluarga,

Pembiayaan pendidikan anak, Jaminan keuangan keluarga. Sedangkan dimensi

ketahanan sosial psikologi terdiri atas variabel Keharmonisan keluarga dan

variabel Kepatuhan terhadap hukum. Penjelasan variabel dan indikator

ketahanan keluarga sebagai berikut:

a. Keutuhan Keluarga.

Keluarga utuh maknannya keluarga yang anggota-anggotanya berperan

dan berfungsi sesuai dengan perannya serta hidup dan tinggal bersama dalam

satu tempat tinggal. Keluarga yang tidak utuh akan berpotensi mempunyai

ketahanan yang rendah. Keluarga yang tidak utuh akan mempunyai kemampuan

lebih rendah dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologis anggota

keluarganya, khususnya bagi anak-anak dan orang tua. Salah satu indikasi

ketidakutuhan keluarga terjadi pada keluarga yang suami dan istrinya tidak

tinggal menetap dalam satu rumah sehingga pembinaan keluarga dan

pengasuhan anak cenderung mengalami masalah dan berpengaruh terhadap

kondisi psikologis semua anggota keluarganya.

Salah satu penyebab ketidakutuhan keluarga adalah terpisahnya tempat

tinggal antara suami dan istri atau orang tua dan anak dalam waktu yang relatif

lama yang pada umumnya diakibatkan oleh terpisahnya rumah dengan tempat

kerja dengan jarak yang sangat jauh. Jika hal tersebut terjadi, maka hampir

dipastikan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi

kurang intens yang pada akhirnya berakibat pada terganggunya proses tumbuh

kembang anak. Oleh karena itu, untuk menjamin keutuhan keluarga tersebut

maka setiap anggota keluarga harus tinggal dan menetap dalam satu rumah

sehingga terbina ikatan emosional dalam menyeimbangkan hak dan kewajiban

antar anggota keluarga dalam kehidupan sehari-hari.

Perceraian yang terjadi dikalangan keluarga muslim antara suami isteri

bisa terjadi karena ketidakutuhan anggota keluarga dalam hal ini suami atau

isteri untuk tingggal bersama. Ketika ini terjadi, maka peluang konflik diantara

mereka cukup tinggi sehingga salah satu pihak mudah cemburu dan salah

pengertian. Apabila ini terjadi, maka ketahanan keluarga untuk mengikat

perkawinan bisa terancam.

b. Kemitraan gender

9 Uraian berikutnya mengenai ketahanan keluarga yang dijadikan sebagai applied theory

dalam penelitian ini didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian PPPA,

yaitu Kementerian PPPA, Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. (Jakarta: Lintas

Katulistiwa, 2016), hlm. 14-20

Page 13: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 7

Suami isteri merupakan partner di dalam melaksanakan tugas-tugas di

dalam keluarga. Sebagai partner, maka relasi suami isteri di dalam menjalankan

tugas domestik hendaknya seimbang dan serasi. Tidak lagi secara sepihak

memperlakukan pihak lain dengan ketidakadilan gende sebab hal ini berpotensi

bagi keberlangsuangan hubungan suami isteri.

Adanya kemitraan gender yang baik dalam keluarga dapat meningkatkan

ketahanan keluarga tersebut. Kemitraan gender dalam keluarga tidak hanya

mencakup kemitraan suami-istri dalam melakukan domestik (pekerjaan

membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dan sejenisnya), namun

termasuk pula meluangkan waktu bersama dengan keluarga, agar kebersamaan

dalam keluarga selalu terjalin sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta. Selain

itu, kemitraan gender dalam keluarga juga diterapkan dalam pengelolaan

keuangan keluarga. Dimana dalam pengelolaan keuangan keluarga ditentukan

pasangan suami dan istri secara bersama-sama, meskipun istri memegang

kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan

pemanfaatan uang yang dikelolanya sehingga akan menguatkan ketahanan suatu

keluarga. Selain keterbukaan pengelolaan keuangan, pengambilan keputusan

dalam keluarga juga menjadi salah satu indikator ketahanan keluarga. Meskipun

suami yang berperan sebagai kepala keluarga, namun dalam menjalankan

tugasnya tidak boleh otoriter. Tetapi, harus dijalankan secara bijaksana dan

mengakomodasi saran dan pendapat dari pasangannya, sehingga dapat

menguatkan ketahanan keluarga tersebut. Misalnya, apabila pengambilan

keputusan untuk penentuan jumlah anak dilakukan bersama-sama antara suami

dan istri maka ketahanan keluarga tersebut cukup kuat.

Acapkali konflik diantara suami isteri bisa berawal dari adanya relasi

ketimpangan gender diantara mereka. Hal ini kerapkali ditemukan bahhwa

gugatan yang dilayangkan ke pengadilan agama didasari atas adanya

ketimpangan di dalam menjalankan tugas domestik yang otoriter sehinggga

sering berujung dengan perselisihan dan kekerasan.

c. Kepemilikan rumah

Ketahanan keluarga dapat diukur dengan kemampuan suami dan isteri

memiliki rumah tinggal sebagai hak miliknya. Hal ini sekaligus menandai

bahwa keluarga tersebut dikategorikan sejahtera. Dengan adanya kepemilikan

rumah berarti keluarga terlindungi dari beragam ancaman dan sekalilgus

memberikan kenyamanan bagi para anggota keluarga.

Keluarga yang telah memiliki rumah sendiri berarti telah mampu

memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk mampu

membangun keluarganya dengan tingkat ketahanan keluarga yang lebih baik.

Dengan kata lain, keluarga yang telah menempati bangunan tempat tinggal milik

sendiri diharapkanmemiliki ketahanan ekonomi yang relatif lebih baik

dibandingkan keluarga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik

sendiri.

Page 14: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

8 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Perselisihan suami isteri yang terjadi di pengadilan agama dilatarbelakangi

pula oleh pasangan suami isteri yang tidak memiiki tempat tinggal milik sendiri

sehingga mengakibatkan perasaan isteri tidak puas dan menimbulkan konflik.

d. Pendapatan keluarga

Keluarga yang memiliki pendapatan yang cukup akan mampu mem-

perkokoh ketahanan keluarga. Pendapatan keluarga dalam hal ketahanan

keluarga ini lebih ditekankan pada kecukupan penghasilan keluarga. Dimana

kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga

tidak hanya dinilai secara objektif saja namun juga secara subjektif. Penilaian

pendapatan secara objektif beranggapan bahwa keluarga yang memiliki

pendapatan perkapita yang lebih tinggi akan memiliki ketahanan ekonomi yang

lebih baik. Sedangkan, penilaian pendapatan secara subjektif ini lebih

menekankan pada kepuasan keluarga atas pendapatan yang telah didapat.

Artinya keluarga yang mempunyai persepsi penghasilannya cukup atau lebih

dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki

ketahanan ekonomi yang lebih baik.

Sebagai variabel ketahanan ekonomi, faktor pendapatan keluarga sering

menjadi penyebab terjadinya perceraian dikalangan suami isteri. Hal ini

didorong oleh adanya ketidakpuasan isteri yang tidak lagi mampu bertahan

ditengah jeratan ekonomi yang semakin sulit. Ketika keluarga-keluarag muslim

mengahadapi kenyataan tidak tercukupinya pendapatan keluarga, maka mereka

acapkali menyelesaikannya di pengadilan agama.

e. Kemampuan pembiayaan anak

Peran keluarga dalam membiayai pendidikan anak sampai tuntas wajib

belajar merupakan faktor penentu ketahanan keluarga. Keluarga yang mampu

menyekolahkan anak, bukan saja kesanggupan membiayai, karena biaya

pendidikan wajib belajar relatif terjangkau dan bahkan gratis, tetapi juga

motivasi orang tua menyekolahkan anak menjadi penting.

Keluarga yang mampu membiayai pendidikan anak hingga dapat

menyelesaikan wajib belajar 12 tahun dinilai lebih tahan secara ekonomi

sehingga akan berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Sebaliknya,

keberadaan anggota keluarga yang putus sekolah merupakan salah satu indikasi

adanya masalah ekonomi dalam keluarga tersebut, walaupun penyebab putus

sekolah tidak selalu karena alasan ekonomi, hal Ini akan mempengaruhi daya

tahan keluarga yang rendah. Sehingga, dengan kata lain keluarga yang tidak ada

anak yang putus sekolah berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat.

Selain tidak ada anak yang putus sekolah, keluarga yang mempunyai ketahanan

ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota keluarganya untuk

memperoleh pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah sekolah.

Keluarga yang tidak mampu membiayai anak berpotensi menjadi ajang

perselisihan dan pertengkaran suami isteri. Suami dipandang tidak mampu

membiayai anaknya sehingga isteri tidak tahan dengan keadaan tersebut. Ketika

hal ini berlangsung dalam jangka waktu lama, bukan tidak mungkin mengajukan

Page 15: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 9

gugatan perceraian merupakan salah satu penyelesaian bagi pasangan suami

isteri.

f. Jaminan keuangan

Ketersediaan jaminan keuangan keluarga guna mengahadapi segala resiko

yang mungkin terjadi merupakan faktor pendukung ketahanan keluarga.

Ketahanan ekonomi keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga

dalam menghadapi kejadian tak terduga di masa yang akan datang. Sehingga

kepemilikan jaminan terhadap resiko-resiko yang mungkin akan dihadapi di

masa depan menjadi salah satu variabel pembangun ketahanan ekonomi

keluarga. Jaminan tersebut salah satunya yaitu dengan memiliki tabungan

keluarga, dalam bentuk apapun. Selanjutnya, jaminan terhadap resiko juga dapat

berupa jaminan kesehatan keluarga. Dimana suatu keluarga dikatakan memiliki

ketahanan keluarga secara ekonomi bila memiliki asuransi keluarga, yang dalam

hal ini digambarkan melalui kepemilikan BPJS kesehatan, BPJS

ketenagakerjaan, askes/asabri/jamsostek, jamkesmas/PBI, jamkesda, asuransi

swasta, serta jaminan kesehatan dari perusahaan/kantor.

Ketika pasangan suami isteri tidak lagi mampu menjadi peserta jaminan

kesehatan, ketenagakerjaan dan sebagainya maka hal ini menunjukkan bahwa

pasangan tersebut dalam keadaan miskin atau tidak mampu. Ketika hal ini

terjadi, maka sangat potensiap bagi salah satu pangan merasakan ketidakpuasan

menjalankan rumah tangga dalam ketidakpastian. Oleh karena itu, suami isteri

yang tidak tahan dengan keadaan ini akan mengajukan perceraian.

g. Keharmonisan keluarga

Keharmonisan mesti dibangun dengan basis kesadaran dari annggota

keluarga. Ia tidak datang tiba-tiba dari langit melainkan harus diusahakan

bersama-sama. Salah satu sikap keharmonisan itu tercermin dalam sikap anti

kekerasan terhadap pasangan atau juga anak-anak.

Keluarga yang memiliki sikap anti kekerasan baik terhadap perempuan

maupun terhadap anak maka keluarga tersebut cenderung akan memiliki

ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya. Dimana sikap

anti kekerasan terhadap perempuan tercermin pada sikap dimana kepala rumah

tangga/pasangannya yang tidak membenarkan tindakan suami memukul istri

dengan alasan apapun. Sementara itu, perilaku anti kekerasan terhadap anak

tercermin dalam cara mendidik dan mengasuh anaknya yang tidak menggunakan

kekerasan dalam jenis apapun.

Kasus-kasus perceraian di pengadilan agama yang menjadi alasan per-

ceraian disebabkan karena ketidakharmonisan pasangan suami isteri. Pemicunya

sangat beragam, bisa karena perbedaan sikap, perbedaam cata pandang, salah

satu pihak melakukan kekerasan dan sebagainya.

h. Kepatuhan terhadap hukum

Kepatuhan terhadap hukum lahir dari adanya kesadaran hukum dikalangan

anggota keluarga. Tanpa adanya kesadaran hukum, maka kepatuhan terhadap

hukum tidak akan bisa diwujudkan. Keluarga yang patuh pada hukum hingga

tidak pernah melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran hukum maka

Page 16: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

10 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

dapat dikatakan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik, begitu pula

sebaliknya. Karena keterbatasan data maka di proxy dengan rumah tangga yang

pernah mengalami tindak kejahatan (korban tindak pidana). Pendekatan korban

tindak pidana ini dianggap dapat mewakili variabel kepatuhan terhadap hukum

karena bila keluarga tersebut tidak pernah menjadi korban tidak pidana, maka

dapat diasumsikan keluarga tersebut memiliki ketahanan yang baik.

Dalam keluarga, relasi suami isteri dan juga anggota keluarga hendaknya

berdasarkan hukum. Ketika hubungan-hubungan mereka ttidak dibangun atas

dasar hukum maka satu sama lain bisa melanggar hak-haknya, misalnya suami

tidak memberi nafkah, melakukan kekerasan dan sebagainya. Pada saat ini

terjadi, maka hilanglah kepatuhan terhadap hukum. Pemicu perceraian dalam

keluarga salah satunya dilatarbelakangi oleh kasus-kasus hukum yang menimpa

salah satu pihak, baik dipidana penjara maupun melangggar hak keperdataan

dalam hubugan suami isteri.

C. Penggunaan Teori Ishlah dan Kepastian Hukum dalam Mengkaji Per-

ceraian

Studi tentang Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia bisa

memanfaatkan teori ishlah dan teori kepastian hukum. Pengngunaan kerangka

teori tersebut dijelaskan sebagaimana di bawah ini.

1. Teori Ishlah

Secara bahasa, akar kata ishlah berasal dari lafazh صال حا- يصلح - صلح yang

berarti “baik”, yang mengalami perubahan bentuk. Kata ishlah merupakan

bentuk mashdar dari wazan إفعال yaitu dari lafazh إصالحا – يصلح – اصلح, yang

berarti memperbaiki, memperbagus, dan mendamaikan, (penyelesaian

pertikaian). Kata صالح merupakan lawan kata dari فساد / سيئة (rusak). Sementara

kata اصلح biasanya secara khusus digunakan untuk menghilangkan

persengketaan yang terjadi di kalangan manusia. 10

Ibn Manzhur berpendapat bahwa kata ishlahan sebagai antonim dari kata

fasad biasanya mengindikasikan rehabilitasi setelah terjadi kerusakan, sehingga

terkadang dapat dimaknai dengan iqamah.11

Sementara Ibrahim Madkur dalam

mu‟jamnya berpendapat bahwa ishlah yang berasal dari kata ishlah

mengandung dua makna, yaitu manfaat dan keserasian serta terhindar dari

kerusakan, sehingga jika kata tersebut mendapat imbuhan menjadi seperti frase

maka berarti menghilangkan segala sifat permusuhan dan pertikaian إصالحا بينهما

10 Akan tetapi, jika ishlãh dilakukan oleh Allah pada manusia, maka إصالح Allah

mengandung beberapa pengertian, kadang-kadang dilakukan dengan melalui proses penciptaan

yang sempurna, kadang-kadang dengan menghilangkan suatu kejelekan/kerusakan setelah

keberadaannya, dan kadang-kadang pula dengan menetapkan kebaikan kepada manusia itu

sendiri melalui penegakan hukum (aturan) terhadapnya. Al-Rãghib al-Ashfahani, al-Mufradãt fĩ

Gharĩb al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma‟rifah, t.t), h.284-285 11 Ibn Manzhũr, Lisãn al-'Arab, (Mesir: al-Dãr al-Mishriyyah Lita‟lĩf wa al-Tarjamah,

t.th), Jil. 3-4, h. 348-349

Page 17: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 11

antara kedua belah pihak. Dengan demikian, إصالحا berarti menghilangkan dan

menghentikan segala bentuk permusuhan dan pertikaian. 12

Secara istilah, term ishlah dapat diartikan sebagai perbuatan terpuji dalam

kaitannya dengan perilaku manusia.13

Karena itu, dalam terminologi Islam

secara umum, ishlah dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang ingin

membawa perubahan dari keadaan yang buruk menjadi keadaan yang baik.

Dengan kata lain, perbuatan baik lawan dari perbuatan jelek. „Abd Salam

menyatakan bahwa makna shalaha yaitu memperbaiki semua amal

perbuatannya dan segala urusannya.14

Dalam perspektif tafsir, al-Thabarsi dan al-Zamakhsyari dalam tafsirnya

berpendapat, bahwa kata ishlah mempunyai arti mengkondisikan sesuatu pada

keadaan yang lurus dan mengembalikan fungsinya untuk dimanfaatkan. 15

Kata ishlah juga memiliki beberapa sinonim, di antaranya adalah tajdĩd

(pembaruan) dan taghyir (perubahan), yang keduanya mengarah pada kemajuan

dan perbaikan keadaan.16

Sementara menurut ulama fikih, kata ishlah diartikan sebagai perdamaian,

yakni suatu perjanjian yang ditetapkan untuk menghilangkan persengketaan di

antara manusia yang bertikai, baik individu maupun kelompok. 17

Sejalan

dengan definisi di atas, Hasan Sadily menyatakan bahwa ishlah merupakan

bentuk persoalan di antara para pihak yang bersangkutan untuk melakukan

penyelesaian pertikaian dengan jalan baik-baik dan damai, yang dapat berguna

dalam keluarga, pengadilan, peperangan dan lain-lain.18

Sayid Sabiq menerangkan bahwa ishlah merupakan suatu jenis akad untuk

mengakhiri permusuhan antara dua orang yang sedang bermusuhan. Selanjutnya

ia menyebut pihak yang bersengketa dan sedang mengadakan ishlah tersebut

dengan Mushalih, adapun hal yang diperselisihkan disebut dengan Mushalih

'anh, dan hal yang dilakukan oleh masing-masing pihak terhadap pihak lain

untuk memutus perselisihan disebut dengan Mushalih 'alaih atau badal al-

shulh.19

12 Ibrãhĩm Madkũr, al-Mu’jam al-Wajiz, (tp., t.th), h. 368. Lihat juga Ahmad

„Athiyyatullah, al-Qãmũs al-Islãmi, (Mesir: Makhtabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1076), Jilid

4, h. 321 13 E. van Donzel, B. Lewis, dkk (ed), Encyclopedia of Islam, (Leiden: E.J. Brill, 1990),

Jil. IV, h. 141 14 Abd Salam, Mu’jam al-Wasĩth, (Teheran: Maktabat al-Ilmiyah, t.th), Jil. I, h. 522 15 Abu „Ali al-Fadl ibn al-Hasan at-Thabarsi, Majma’ al-Bayãn fĩ tafsĩr al-qur’an,

(Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1986), cet I, Jil. I, II, h. 137. Lihat juga Abu al-Qasim Jarullãhi

Mahmũd ibn Umar ibn Muhammad al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyãf, (Beirut: Dar al-Kutub

al-ilmiyah, 1995), cet. I, Jil. I, h. 70. 16 John O. Voll, Renewal and Reform in Islamic History: Tajdid and Ishlãh dalam John

L. Esposito, Voices of Resurgent, (New York: Oxford University Press, 1983), h. 32-42 17

Abu Muhammad Mahmud Ibn Ahmad al-Aynayni, al-Bidãyah fi Syarh al-hidãyah,

(Beirut: Dar al-Fikr, t,th), Jil. 9, h. 3. 18 Hassan Sadyli dkk, Ensikolopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar baru – Van Hoeve,

1982), h. 1496 19 Sayid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, (Beirut:Dar el-Fikr, 1988), jil. Ke-3, h. 189

Page 18: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

12 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Keterangan di atas dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa, meskipun kata

ishlah dan kata shulh merupakan sinonim, namun kata ishlah lebih menekankan

arti suatu proses perdamaian antara dua pihak. Sedangkan kata shulh lebih

menekankan arti hasil dari proses ishlah tersebut yaitu berupa shulh

(perdamaian/kedamaian). Dapat juga dinyatakan bahwa ishlah mengisyaratkan

diperlukannya pihak ketiga sebagai perantara atau mediator dalam penyelesaian

konflik tersebut. Sementara dalam shulh tidak mengisyaratkan diperlukannya

mediator.

Berdasarkan penjelasan terminologi di atas, studi ini memilih

menggunakan kata ishlah untuk menjelaskan darurat perceraian dalam keluarga

muslim. Dari kata ishlah ini kemudian dikembangkan menjadi teori ishlah.

Teori Ishlah bersumber dari al-Quran. Ishlah disebut dalam beberapa ayat di

dalam al-quran sebagai berikut:

1. Ishlah antar sesama muslim yang bertikai dan antara pemberontak (muslim)

dan pemerintah (muslim) yang adil; Q.S. al-Hujurat:9-10,

2. Ishlah antara suami-isteri yang di ambang perceraian; dengan mengutus al-

hakam (juru runding) dari kedua belah pihak; Q.S. al-Nisa:35. dan lain-lain.

3. Ishlah memiliki nilai yang sangat luhur dalam pandangan Allah, yaitu

pelakunya memperoleh pahala yang besar (al-Nisa 114)

4. Ishlah itu baik, terutama ishlah dalam sengketa rumah tangga (an-nisa ayat

128)

Teori ishlah dalam penelitian ini berangkat dari ishlah antara sesama

muslim yang bersumber dari al-Quran surat al-Hujurat ayat 9 dan 10 serta hadis

Rasulullah SAW.

9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang

hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar

perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu

perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut,

damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku

adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

10. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah

(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap

Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

Hadis rasulullah

Page 19: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 13

الاللن لل اال ح بن ببن ح سح امل ر االعح حدل ي . حددنا االحح ا بن ح نح دح مل ل . حدال دل هللا ببل ح بل دلي ن ببن ح ا كح دنح حدالسن لح هللا الح دد ل بال ح نل ي بل بلييل بل ح يبح » : اببل ح ل ر اامن ل للمل بح اامنسل يل ائل ز بح للحن ح . ااصي

اماا لال حح ح الحإا ل حح للحاا حح ال ح حح الحإا . إإال صن طاا حح ال ح حح هل ل إإال شح ل لحى شن ن طل للمن بح ح اامنسللال اماا ل حح ا حدييز حسبز صحيحز حح ح . ال ب يسى ح ح

“al-Hasan bin Ali al-Hilal meriwayatkan hadits kepada kami, dari Abu Amir

al-Aqdi, dari Katsir bin Abdullah bin „Amr bin Auf al-Muzni, dari ayahnya,

dari ayah-ayahnya (kakeknya), dari Rasulullah SAW bersabda: al-Sulh itu

jaiz (boleh) antara (bagi) umat Islam, kecuali sulh yang mengharamkan yang

halal atau sebaliknya (menghalalkan yang haram). Dan umat Islam boleh

berdamai (dengan orang kafir) dengan syarat yang mereka ajukan, kecuali

syarat yang mengharamkan yang halal atau sebaliknya.” Abu Isa

berpendapat bahwa Hadits ini tergolong Hasan-Shoheh.20

Dua ayat di dalam surat al-Hujurat dan hadis di atas merupakan landasan

di dalam penyelesaian pertikaian dan perselisihan secara umum termasuk

perselisihan yang dihadapi oleh suami iseri dalam keluarga. Dalam hadis

tersebut dinyatakan bahwa menyelesaikan sengketa dengan perdamaian adalah

boleh dan sangat dianjurkan untuk kebaikan dan keutuhan persaudaraan sesama

muslim asalkan tidak untuk menghalalkan yang haram dan sebaliknya tidak

mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan rasul-Nya.

Penjelasan surat al-hujurat di atas, dapat dilihat beberapa penafsiran

mufassir tentang ayat tersebut. Menurut Al-Qurthubi, sesama orang mu‟min

adalah saudara. Ikatan saudara diantara orang-orang yang beriman dilandasi

oleh adanya ikatan agama (saudara seiman), bukan semata-mata karena ikatan

keturunan sebab ikatan seketurunan dapat putus jika seseorang pindah agama

yang menyebabkan ia tidak mendapatkan warisan. Sedangkan persaudaraan

seagama lebih kuat dan kokoh sehingga dasar hubungan sesama muslim diikat

oleh persaudaraan seiman. Persaudaraan seiman (seagama) tidak dapat

menggantikan status keimanan seorang mu‟min sekalipun mereka terlibat

sengketa satu sama lain. Dalam penjelasannya lebih lanjut, al-Qurtubi

menyatakan dengan mengutip pendapat Harits al-A‟wari bahwa Ali ibn Abi

Thalib ditanya tentang orang-orang yang terlibat perang Siffin dan Jamal,

apakah mereka itu musyrik ? Ali menjawab tidak, melainkan mereka keluar dari

barisan mu‟min. Kemudian Ali ditanya lagi, apakah mereka itu munafiq ? Ali

menjawab, bukan, sebab munafiq tidak menyebut nama Allah kecuali sedikit.

Oleh karena itu, Ali ditanya lagi, kalau begitu orang yang bersengketa itu

20 Muhammad Abd ar Rahman Tuhfah al Ahwazi (Bi Syarh Jami At Tirmizi) (t.t.p; Dar

al Fikr, t.t.) IV : 486 Hadits nomor 1352 “Kitab Al Ahkam.” Bab Ma Zukira an Rasulullah

Salallahu Alaih wa Salam fi Sulh Bain an Nas Hadits ini hasan sahih diriwayatkan dari Katsir

bin Abdillah bin umar bin auf Al muzniy dari ayahnya dari kakeknya.

Page 20: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

14 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

statusnya bagaimana ? Ali menjawab, mereka itu saudara kita, tetapi mereka

menyerang satu sama lain. 21

Dengan demikian, ketika seorang mu‟min bersengketa satu sama lain,

maka sengketa itu harus didamaikan, dalam ayat tersebut keharusan damai itu

ditunjukkan dengan menggunakan kata faaslihu yang menunjukkan adanya

perintah damai terhadap orang-orang yang beriman yang berselisih. Kata

faaslihu adalah perintah Allah kepada orang yang beriman, atas keimanannya

seorang mu‟min diperintah Allah untuk patuh atas perintahn-Nya. Di sisi lain,

faaslihu adalah perintah Allah bagi ulil amri untuk mendamaikan orang beriman

ketika mereka bersengketa.

Dalam tafsir ruhul ma’ani 22

dinyatakan bahwa teknik mendamaikan itu

dilakukan dengan nasehat dan menghilangkan keraguan atau rasa curiga, dan

mengajak kepada hukum Allah. Kalau dua pihak yang bersengketa itu tidak

bisa dipengaruhi oleh nasihat, maka perangilah orang yang membangkang itu

sehingga mereka kembali kepada hukum Allah. Jika mereka telah kembali

kepada agama Allah dan menghentikan untuk berperang, maka damaikanlah

diantara keduanya itu dengan adil agar tidak ditemukan dikemudian hari

peperangan lagi.23

Kata ishlah dalam ayat di atas disandingkan dengan kata adil, sebab adil

itu merupakan tujuan dari pada upaya ishlah. Kemudian diperkuat juga dengan

kata aqsitu. Dengan kata lain, aslihu adalah menyambungkan tali persaudaraan

diantara sesama saudara kalian dengan damai. Oleh karenanya, hendaklah

kalian takut kepada Allah dari upaya saling menghina agar kalian mendapat

rahmat.

Berkata Sahl r.a.: dua kelompok (thaifatani) dalam ayat di atas adalah ruh,

hati, akal, dan tabiat serta hawa nafsu dan syahwat. Jika hawa nafsu, tabiat dan

syahwat membelot dari akal, hati dan ruh maka seorang hamba harus

membunuhnya dengan pedang kataqwaan dan cahaya ilahi agar ruh dan akal

menang dan hawanafsu kalah.

21 Muhammad al-Qurtubhi, al-Jami’ li ahkam al-Quran. (Beirut: Dar el-Fikr, 2003). Juz

16, hlm. 323 22 Syihabuddin al-Alusi. Ruhul Ma’ani fi Tafsir al-Quran al-‘adhim wa sab’u almatsani.

Juz 15 hlm. 231 23 Terdapat sejumlah riwayat dalam beberapa kitab tafsir yang menjelaskan asbab nuzul

ayat 9 surat al-Hujurat. Dari albaraqi, : Rasulullah duduk di sebuah majelis, didalamnya ada Abdullah bin rawahah dan Abdullah bin ubay bin sulul, ketika rasul pergi, Abdullah bin sulul

berkata, kencing unta kamu telah mengganggu kami, kami emosi. Dan antara Abdullah bin

rawahah dan Abdullah bin ubay terdapat perselisihan sehingga mereka mengangkat senjata,

maka rasul mendatangi mereka, rasul mendudukan mereka, Abdullah bin ubay berkata: mengapa

kalian melakukan ini, kemudian turun ayat wa in thaifatani ….. dalam riwayat lain disebutkan

bahwa seroang wanita dari suku ansor, bernama ummu zaid berselisih dengan suaminya. Berita

ini tersebar kepada masing-masing kelompoknya, kemudian mereka saling baku hantam dan

melempar dengan sandal. Sampailah berita itu kepada nabi, kemudian nabi mendamaikan

mereka dan turunlah ayat wa in thaifatani …(lihat Muhammad Ibn Jarir al-Thabari, Jami’ al-

bayan fi ta’wil al-Quran. (Beirut: Dar Elfikr, t.t.). juz XV hlm 124.

Page 21: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 15

Sedangkan kata ikhwah merupakan jama dari akh, asal kata ini berarti

menyatu dengan yang lain (al-musyarik al-akhar) akibat dari kelahiran yang

sama atau satu susuan. Kata ikhwah juga bisa digunakan unutk menunjukkan

saudara di dalam kelompok dengan saudara seagama. Makna ayat ini adalah

orang-orang yang beriman itu pada hakikatnya adalah saudara seketurunan yang

berasal dari sumber yang satu yang diikat oleh keimanan untuk hidup

berdampingan selama-lamanya. Hal ini dapat diserupakan dengan saudara

sekandung yang berasal dari ayah yang sama dimana antara saudara sekandung

diajarkan hidup berdampingan.24

Ali al-Sayis menjelaskan bahwa kewajiban ishlah itu bukan hanya

ditujukan kepada kelompok yang bertikai tetapi juga diwajibkan kepada setiap

individu yang sedang mengalami sengketa. Menurutnya, cara ishlah dilakukan

dengan memberi nasehat dan irsyad (memberi bimbingan). Kata ikhwah

merupakan bentuk jamak dari akh yang berarti saudara seketurunan (nasab).

Sedangkan kata akh bermakna sahabat yang bentuk jamaknya ikhwan. Allah

menjadikan saudara (ikhwah) antara orang yang beriman di dalam Islam yang

berarti saudara seketurunan. Hal ini diberlakukan sebagai penguat dan pelindung

orang-orang beriman (mu’min) bahwa kedudukan mereka di dalam Islam adalah

saudara, seperti saudara kandung yang memiliki ayah yang sama. Jadikanlah

ishlah ini sebagai bentuk ketaqwaan dan sebagai rasa takut kepada Allah dan

tidak boleh salah seorang berpihak pada salah satu saudara yang lain karena satu

sama lain antara orang beriman adalah saudara, tidak boleh antara orang

beriman merasa lebih baik dan yang lain direndahkan.

Kata innama dalam surat al-hujurat ayat 10 bermakna pembatasan

perintah ishlah dan kewajiban melaksanakannya. Kewajiban melaksanakan

ishlah ini ketika yang bertikan memiliki hubungan iman yang sama. Sedangkan

jika orang mukmin itu bertikai dengan saudarantya yang kafir, maka tidak ada

ishlah. 25

Berdasarkan kajian tafsir di atas bahwa damai merupakan dasar di dalam

penyelesaian sengketa yang terjadi antara sesama mu‟min. Perceraian yang

terjadi di pengadilan agama antara suami dan isteri yang beragama Islam pada

dasarnya terjadi antara orang-orang mu‟min yang wajib diselesaikan lewat cara

damai. Orang mu‟min yang bersengketa, baik terjadi antara suami isteri (dalam

perkara perceraian), seorang mukmin dengan mukmin lainnya (dalam perkara

selain perceraian; waris, sengketa ekonomi syariah dan wasiat serta hibah) harus

diselesaikan terlebih dahulu dengan cara damai. Kewajiban menyelesaikan

sengketa dengan damai, merupakan salah satu bentuk ketaqwaan yang

pelakunya akan mendapat rahmat. Sebagai salah satu bentuk komitmen

keimanan seorang mu‟min, di dalam surat al-hujurat ayat 15 dinyatakan bahwa

tanda keimanan seseorang adalah berani menunjukkan perbuatan keimanannya

dalam kehidupan nyata. Allah berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang beriman

24 Isma‟il al-Haqqi al-hanafi, Ruhul Bayah. (Saudi: Dar al-Nasyr, t.t.) juz 9 hlm 62. 25 Ali al-Sayis, tafsir ayat al-ahkam. (Beirut: Dar al-fikr, 2002), hlm 705 juz I.

Page 22: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

16 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya,

Kemudian mereka tidak ragu-ragu …”.

Dalam al-Quran, khusus mengenai sengketa suami isteri juga ditekankan

keharusan adanya ishlah diantara mereka jika mereka bersengketa. Allah

berfirman di dalam surat al-Nisa ayat 35:

35. “Jika kamu mengkhawatirkan percekcokan antara keduanya (suami-ister),

maka angkatlah seorang hakam dari keluarga suami dan seorang hakam

dari keluarga isteri”.

Ayat ini sesungguhnya merupakan kelanjutan ayat sebelumnya, yaitu ayat

34. Ayat tersebut berbicata tentang nusyuz.26

Nusyuz bisa terjadi dari pihak istri

dan bisa pula dari pihak suami ataupun dari kedua belah pihak. Nusyuz ini bisa

berupa ucapan ataupun perbuatan dan bisa kedua-duanya, ucapan sekaligus

perbuatan.27

Pada ayat 35, nusyuz dapat terjadi disebabkan oleh kedua belah pihak

yang berakibat pada syiqaq (percekcokan yang terus menerus). Menurut para

fuqaha, jika terjadi syiqaq antara suami isteri, maka seorang hakim yang sangat

terpercaya dapat mendamaikan kedua belah pihak dengan melihat secara jelas

masalah keduanya, dan mencegah terjadinya penganiayaan dari satu pihak

kepada pihak lainnya. Jika perselisihan antara keduanya itu rumit dan panjang,

maka hakim mengutus/mengangkat seorang hakam yang terpercaya dari

kalangan keluarga isteri dan keluarga suami untuk berkumpul dan melihat

masalahnya secara jernih. Dan melakukan sesuatu yang maslahah apakah

26 Menurut Ibnu Katsir, nuszyuz adalah tinggi diri, wanita nusyuz adalah seoarang isteri

yang bersikap sombong kepada suaminya, tidak mau melakukan perintah suaminya, berpaling

darinya dan membenci suaminya. Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adhim. (Beirut: dar El-Fikr,

1999), juz II hlm. 296-297 27 Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “nusyuz-nya istri adalah ia tidak

mentaati suaminya apabila suaminya mengajaknya ke tempat tidur, atau ia keluar rumah tanpa

minta izin kepada suami dan semisalnya dari perkara yang seharusnya ia tunaikan sebagai wujud

ketaatan kepada suaminya.” (Majmu` Fatawa, 32/277). Termasuk nusyuz-nya istri adalah

enggan berhias sementara suaminya menginginkannya. Dan juga ia meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti meninggalkan shalat, puasa, haji dan sebagainya. Penyebutan nusyuz

dari istri ini datang dalam firman-Nya: “Dan para istri yang kalian khawatirkan (kalian ketahui

dan yakini ) nusyuznya maka hendaklah kalian menasehati mereka, dan meninggalkan mereka

di tempat tidur dan memukul mereka.” (An Nisa‟: 34). nusyuz-nya suami dengan sikapnya yang

melampaui batas kepada istrinya, menyakitinya dengan mendiamkannya atau memukulnya tanpa

alasan syar„i, tidak menafkahinya dan mempergaulinya dengan akhlak yang buruk. Al Qur‟an

menyebutkan nusyuz-nya suami ini dalam firman-Nya: “Dan apabila seorang istri khawatir

akan nusyuz suaminya atau khawatir suaminya akan berpaling darinya maka tidak ada

keberatan atas keduanya untuk mengadakan perbaikan/perdamaian dengan sebenar-benarnya.”

(An Nisa‟:128)

Page 23: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 17

mengarah kepada perceraian atau bersatu rukun kembali. Jika keduanya baik

suami dan isteri maupun dua hakam tersebut ingin mencari titik temu dengan

cara mendamaikan, maka Allah akan memberinya taufiq. 28

Dengan surat an-nisa ayat 35 ini menunjukkan bahwa perselisihan tajam

dan terus menerus yang terjadi antara suami dengan isteri diperintahkan

mengangkat hakam untuk melakukan ishlah (mendamaikan) suami isteri

tersebut. Perselisihan suami isteri diselesaikan melalui ishlah walaupun akhirnya

suami isteri tersebut berpisah. Namun, menurut ayat 35 surat an-nisa ini,

menempuh jalan damai (ishlah) dengan tetap bersatu sebagai suami isteri akan

diberi oleh Allah taufiq. Penegasan melakukan ishlah ini juga berlaku jika

nusyuz dilakukan oleh suami kepada isterinya sebagaimana dijelaskan di dalam

surat al-nisa ayat 128.

Dengan demikian, ishlah merupakan cara yang ditetapkan oleh al-Quran

untuk mencari penyelesaian konflik, ketegangan, sengketa dan perselisihan.

Penegasan ini dijelaskan oleh al-Quran surat al-hujurat ayat 9 dan 10 yang

berlau secara umum. Sedangkan perselisihan, konflik dan sengketa yang terjadi

antara suami isteri secara khusus, penyelesaiannya dilakukan melalui perantara

seorang hakam dengan tetap bertujuan untuk menegakan perdamaian (ishlah).

Ishlah dalam Islam merupakan prinsip dalam pergaulan, sebagaimana

ditegaskan al-Qur‟an dalam surat al-Nisa: 114; “Tidak ada kebaikan pada

kebanyakan bisikan bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang

menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan

perdamaian (ishlah) di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian

karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala

yang besar.”

Ishlah merupakan sebab untuk mencegah suatu perselisihan dan

memutuskan suatu pertentangan dan pertikaian. Pertentangan itu apabila

berkepanjangan akan mendatangkan kehancuran, untuk itu maka ishlah

mencegah hal-hal yang menyebabkan kehancuran dan menghilangkan hal-hal

yang membangkitkan fitnah dan pertentangan dan yang menimbulkan sebab-

sebab serta menguatkannya dengan persatuan dan persetujuan, hal itu

merupakan suatu kebaikan yang dianjurkan oleh syara.29

Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa tujuan sebuah perdamaian adalah untuk mengakhiri

suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara

Mengupayakan perdamaian bagi semua muslim yang sedang mengalami

perselisihan dan pertengkaran dinilai ibadah oleh Allah. Namun tidak dianjurkan

perdamaian dilakukan dengan paksaan, perdamaian harus karena kesepakatan

para pihak. Dalam hal ini Imam Malik pernah berkata bahwa dia tidak

sependapat jika hakim memaksa salah satu pihak yang berperkara atau

28 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adhim. (Beirut: dar El-Fikr, 1999), juz II hlm. 296-

297. 29 Alauddin at Tharablisi, Muin Al Hukkam: Fi ma yataraddadu baina al khasamaini min

al Ahkami,(Beirut : Dar al Fikr, t.t.), hal 123

Page 24: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

18 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

mengenyampingkan permusuhan salah satu pihak, karena semata-mata hanya

menginginkan perdamaian.30

Teori ishlah ini jika diterapkan untuk memahami perceraian dalam

keluarga muslim antara suami isteri di pengadilan agama berbunyi sebagai

berikut:

1. Suami isteri yang bersengketa di pengadilan agama adalah orang mukmin.

Setiap orang mukmin dengan sesama mukmin lainnya adalah bersaudara.

Persaudaraan antara orang mu‟min merupakan persaudaraan seagama yang

memiliki konsekuensi hukum yaitu antara orang mukmin dilarang saling

mendhalimi dan membiarkannya didhalimi, perumpamaan seorang mu‟min

dengan mu‟min lainnya laksana seperti tubuh. Jika salah satu bagian merasa

sakit, maka seluruh anggota badan akan merasa demam dan susah tidur,

janganlah antar orang mu‟min bersaing dengan tidak baik, saling dengki,

saling benci, dan saling membelakang tetapi jadilah hamba-hamba Allah

yang bersaudara (wa kunu ‘ibadallahi ikhwana). 31

2. Akibat persaudaraan antara orang mu‟min, jika mereka bersengketa

termasuk sengketa perkawinan dalam hal ini perceraian di pengadilan

agama, maka mereka harus mencari penyelesaian sengketa tersebut dengan

ishlah karena ishlah merupakan perintah al-Quran yang ditujukan bagi

orang yang beriman (fa ashlihu baina akhawaikum);.

3. Pasangan suami isteri yang bersengketa di pengadilan agama adalah orang

mu‟min. Jika mereka mengangkat seorang hakam untuk mengishlahkan

mereka di dalam menghadapi kemelut dalam rumah tangganya Allah akan

memberi taufiq kepada suami isteri itu (an-nisa ayat 35)

4. Suami isteri yang bersengketa di pengadilan agama dan menyelesaikan

sengketa dengan ishlah memiliki nilai yang sangat luhur dalam pandangan

Allah, yaitu pelakunya memperoleh pahala yang besar (al-Nisa 114)

5. Jika salah satu pihak dari suami dan isteri yang bersengketa di pengadilan

agama berkeinginan untuk melakukan ishlah, maka pihak lain ikut juga

berdamai sambil bertawakkal kepada Allah atas apa yang akan dan telah

diputuskan dalam perdamaian itu (al-Anfal 61);

Teori ishlah ini akan penulis gunakan di dalam memahami darurat

perceraian dalam keluara muslim, sebab perceraian yang menjadi fokus dalam

penelitian ini tidak lain merupakan mekanisme penyelesaian konflik yang

dilegitimasi peraturan perundang-undangan, dengan bertujuan untuk ishlah.

2. Teori Kepastian Hukum

Istilah kepastian hukum dalam tataran teori hukum tidak memiliki

pengertian yang tunggal. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah pendapat

30 Salam Mazkur, Peradilan dalam Islam, Alih Bahasa Drs Imron AM. Cet ke 4

(Surabaya: Bina Ilmu, 1993 hal. 19-20 31 Lihat ibnu Katsir, Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adhim. (Beirut: dar El-Fikr, 1999),

juz II hlm. 296-297

Page 25: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 19

yang berusaha menjelaskan arti dari istilah tersebut dengan argumen dan

perspektif tertentu, baik dalam pengertian yang sempit maupun luas.

Yance Arizona 32

berpendapat bahwa kepastian hukum merupakan

pertanyaan yang hanya dapat dijawab secara normatif, bukan sosiologis.

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas, dalam

artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia

menjadi suatu sistem norma, dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau

menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari

ketidakpastian aturan dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau

distorsi norma.

Pendapat ini dapat dikategorikan sebagai pendapat yang berperspektif

legal positivism (hukum positif), karena lebih melihat kepastian hukum dari sisi

kepastian perundang-undangan. Kepastian hukum harus diindikasikan oleh

adanya ketentuan peraturan yang tidak menimbulkan multitafsir terhadap

formulasi gramatikal dan antinomi antarperaturan, sehingga menciptakan

keadaan hukum yang tidak membawa kebingungan ketika hendak diterapkan

atau ditegakkan oleh aparat penegak hukum.

Ahmad Ali 33

mengemukakan bahwa kepastian hukum itu berkaitan

dengan putusan hakim yang didasarkan pada prinsip the binding for precedent

(stare decisis) dalam sistem common law dan the persuasive for precedent

(yurisprudensi) dalam civil law. Putusan hakim yang mengandung kepastian

hukum adalah putusan yang mengandung prediktabilitas dan otoritas. Kepastian

hukum akan terjamin oleh sifat prediktabilitas dan otoritas pada putusan-putusan

terdahulu.

Leden Marpaung34

menjelaskan makna kepastian hukum dengan

mencermati ketentuan Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Leden berpendapat bahwa kepastian hukum di dalam Pasal 1 KUHP

mengandung asas legalitas atau nullum delictum nulla poena sine praevia lege

poenali (Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang

dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih

dahulu).

Asas ini terkonkretisasi di dalam rumusan: “Tiada suatu perbuatan dapat

dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-

undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”. Hal itu berarti

kepastian hukum mengharuskan adanya suatu norma pidana tertentu, norma itu

harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan bersifat non retroaktif.

32 Yance Arizona (http://yancearizona.wordpress.com/2008/04/13/ apa-itu-kepastian-

hukum/) diakses tanggl 7 Agutus 2017 33

Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan

(Judicialprudence): Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence). (Jakarta: Kencana,

2009).h.. 294. 34 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan; Pengertian dan

Penerapannya, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997) h.. 2.

Page 26: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

20 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Kepastian hukum di dalam Pasal 1 KUHP ini disebut dengan asas legalitas.

Konsep tentang asas legalitas atau kepastian hukum juga dikemukakan oleh L. J.

van Apeldoorn di dalam bukunya Inleiding tot de studie van het Nederlandse

Recht. Apeldorrn sebagaimana dikutip Ermansah Djaja 35

(2008: 37),

mengatakan bahwa kepastian hukum itu memiliki dua sisi yakni adanya hukum

yang pasti bagi suatu peristiwa yang konkret dan adanya perlindungan terhadap

kesewenang-wenangan.

Kepastian hukum dalam the concept of law karya H.L.A. Hart36

ditempatkan sebagai kepastian hukum dalam undang-undang. Beliau

berpendapat bahwa kadang-kadang kata-kata dalam sebuah undang-undang dan

apa yang diperintahkan undang-undang tersebut dalam suatu kasus tertentu bisa

jadi jelas sekali, namun terkadang mungkin ada keraguan terkait dengan

penerapannya. Keraguan itu terkadang dapat diselesaikan melalui interpretasi

atas peraturan hukum lainnya. Hal inilah menurut H.L.A Hart salah satu contoh

ketidakpastian (legal uncertainty) hukum.

Kepastian hukum pada negara hukum (rechtstaat) dalam sistem eropa

kontinental (civil law) positivistik hukum merupakan prioritas utama meskipun

dirasakan sangat tidak adil, namun setidaknya menimbulkan kepastian hukum

dalam arti law in the books. Apakah kepastian hukum dalam arti law in the

books tersebut akan pasti dilaksanakan secara substantif, maka dalam hal ini

bergantung pada aparatur penegak hukum itu sendiri. Walaupun law in the

books mencerminkan suatu kepastian hukum, namun jika aparatur penegak

hukum itu sendiri tidak menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan

hukum yang berlaku, tetap saja dikatakan tidak ada kepastian hukum.

Misalnya dalam hal memutus suatu perkara perdata, hakim harus

memperhatikan asas-asas, norma-norma, dan ketentuan-ketentuan hukum

perdata maupun asas-asas hukum dalam hukum acara perdata sehingga tidak

mengeluarkan putusan yang tidak menjamin keadilan dan kepastian hukum.

Kadang-kadang dalam suatu perkara tertentu hakim menjatuhkan putusan yang

berbeda dasar pertimbangannya dengan perkara yang lain padahal kualifikasi

perkara hampir menyerupai.

Disparitas pendapat (disenting opinion) salah satu contohnya, misalnya

pertimbangan antara majelis hakim pengadilan tingkat pertama tidak sama

dengan pertimbangan majelis hakim pada pengadilan tinggi, maupun Mahkamah

Agung. Bahkan dalam satu forum majelis hakim sekalipun perbedaan pendapat

itu pasti terjadi dalam menafsirkan hukum dan peristiwa hukum. Ketika

perbedaan pendapat ini terjadi, maka perbedaan ini juga termasuk sebagai suatu

ketidakpastian hukum dalam persidangan.

35 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK , (Jakarta: Sinar Grafika,

2008). h. 37. 36 H.L.A Hart, The Concept of Law, (New York: Clarendon Press-Oxford, 1997)

diterjemahkan oleh M. Khozim, Konsep Hukum, (Bandung: Nusamedia, 2010), h.. 230.

Page 27: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 21

Menurut Mahmul Siregar 37

kepastian hukum itu harus meliputi seluruh

bidang hukum. Kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian hukum secara

substansi tetapi juga kepastian hukum dalam penerapannya (hukum acara)

dalam putusan-putusan badan peradilan. Antara kepastian substansi hukum dan

kepastian penegakan hukum seharusnya harus sejalan, tidak boleh hanya

kepastian hukum bergantung pada law in the books tetapi kepastian hukum yang

sesungguhnya adalah bila kepastian dalam law in the books tersebut dapat

dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-

norma hukum dalam menegakkan keadilan hukum.

Cicut Sutiarso 38

menyarankan kepastian hukum yang berdasarkan

keadilan harus selalu ditanamkan untuk menciptakan budaya hukum yang tepat

waktu. Mungkin dari pendapat ini kepastian hukum akan lebih ampuh bila para

penegak hukum membiasakan diri untuk membudidayakan penegakan hukum

(rule of law) secara pasti, tidak pandang bulu, sesuai dengan prinisp equality

before the law terhadap semua orang. Inilah gambaran suatu kepastian hukum.

Bila kepastian hukum menjadi primadona dalam penegakan hukum, di lain sisi

tidak pula mampu menimbulkan keadilan, maka kepastian hukum dapat

menimbulkan seolah-olah hukum tidak berpihak kepada orang yang butuh

perlindungan hukum. Munculnya hukum moral (morality law) sebagai bukti

bahwa kepastian hukum harus diubah dengan paradigma baru bilamana harus

dipertimbangkan secara naluri dan hati nurani hakim-hakim pengadilan. Para

hakim akan dikatakan tidak adil bila hanya bersandar pada apa yang dituliskan

di dalam undang-undang belaka, tanpa mampu menggali nilai-nilai keadilan di

dalam undang-undang. Hakim dalam melihat undang-undang bukan lah seperti

kuda pakai kaca mata yang hanya boleh melihat ke depan tanpa boleh melihat ke

lain sisi untuk mempertimbangkan hukum berdasarkan hati nurani.

Rabruch 39

memberi pendapat yang cukup mendasar mengenai kepastian

hukum. Ada empat hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum,

pertama bahwa hukum itu positif yakni berbentuk peraturan perudang-

undangan. Kedua bahwa hukum itu didasarkan pada fakta hukum atau hukum

yang ditetapkan itu pasti, Ketiga bahwa kenyataan (fakta) harus dirumuskan

dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan

disamping mudah dilaksanakan. Keempat hukum positif tidak boleh mudah

berubah.

Lebih lanjut Radbruch dalam Huijber 40

menyatakan bahwa hukum yang

berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam masyarakat adalah hukum

37 Mahmul Siregar, “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Bisnis Internasional dan

Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia”, (Medan: Fakultas Hukum USU, tanpa

tahun), h.. 4. 38

Cicut Sutiarso, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis, (Jakarta:

Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011), h.. 160. 39 Radbruch, Gustav. Einfuehrung In Die Rechtswissenschaft Koehler Verlag. (Stutgart,

tanpa penerbit, 1961). h.. 36. 40 Theo Huijber. Pengantar Filsafat Hukum. (Yogyakarta: Kanisisus, 1992) h.. 23

Page 28: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

22 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

yang berguna. Kepastian hukum itu ada oleh karena hukum memberi tugas

hukum lainnya, yaitu keadilan hukum serta hukum harus tetap berguna.

Sedangkan kepastian hukum dalam hukum tercapai apabila hukum tersebut

terdapat pada sebanyak-banyaknya undang-undang. Dalam undang-undang

tersebut terdapat ketentuan-ketentuan yang bertentangan (undang-undang

berdasarkan suatu sistem yang logis dan praktis). Undang-undang dibuat

berdasarkan rechtswerkelijkheid (keadaan hukum yang sungguh-sungguh) dan

dalam undang-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat

ditafsirkan secara berlain-lainan.

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa

kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum

merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan.

Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum

positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat

harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil. Pendapat mengenai

kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. Otto sebagaimana dikutip oleh

Sidharta, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan

sebagai berikut :

a. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah

diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;

b. Bahwa instansi-instansi penguasa ( pemerintahan) menerapkan aturan-

aturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat

kepadanya;

c. Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena

itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;

d. Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak

menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka

menyelesaikan sengketa hukum; dan,

e. Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.41

Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan

bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian

hukum adalah hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat.

Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum

yang sebenarnya (realistic legal certainly), yaitu mensyaratkan adanya

keharmonisan antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami

sistem hukum.

Menurut Sudikno Mertokusumo 42

kepastian hukum adalah jaminan

bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menuntut hukum dapat

memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun

41 Shidarta. Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum, Akar filosofi. (Yogyakarta: Genta

Publishing, 2013 Cet-1.) h.. 44 42 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Liberty,

2008). h. 160.

Page 29: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 23

kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik

dengan keadilan. Hukum bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menya-

maratakan, sedangkan keadilan bersifat subyektif, individual- listis, dan tidak

menyamaratakan.

Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan bunyinya

sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan. Dalam

memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa nilai

itu mempunyai relasi yang erat dengan instrumen hukum yang positif dan

peranan negara dalam mengaktualisasikannya pada hukum positif.

Nurhasan Ismail 43

berpendapat bahwa penciptaan kepastian hukum dalam

peraturan perundang-undangan memerlukan persyaratan yang berkenaan dengan

struktur internal dari norma hukum itu sendiri.

Persyaratan internal tersebut adalah sebagai berikut : Pertama, kejelasan

konsep yang digunakan. Norma hukum berisi deskripsi mengenai perilaku

tertentu yang kemudian disatukan ke dalam konsep tertentu pula. Kedua,

kejelasan hirarki kewenangan dari lembaga pembentuk peraturan perundang-

undangan. Kejelasan hirarki ini penting karena menyangkut sah atau tidak dan

mengikat atau tidaknya peraturan perundang-undangan yang dibuatnya.

Kejelasan hirarki akan memberi arahan pembentuk hukum yang mempunyai

kewenangan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan tertentu.

Ketiga, adanya konsistensi norma hukum perundang-undangan. Artinya

ketentuan-ketentuan dari sejumlah peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan satu subyek tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang

lain.

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam

perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa,

sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya

kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

Lon Fuller dalam bukunya the Morality of Law (1971 : 54-58)

mengajukan 8 (delapan) asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila

tidak terpenuhi, maka hukum akan gagal untuk disebut sebagai hukum, atau

dengan kata lain harus terdapat kepastian hukum. Kedelapan asas tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan

putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu;

b. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik;

c. Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem;

d. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum;

e. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan;

f. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan;

g. Tidak boleh sering diubah-ubah;

43 Nurhasan Ismail. “Perkembangan Hukum Pertanahan Indonesia: Suatu Pendekatan

Ekonomi Politik,” Ringkasan Disertasi. UGM, (Yogyakarta: Tanpa Penerbit, 2006) h. 3.

Page 30: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

24 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

h. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.

Pendapat Lon Fuller di atas dapat dikatakan bahwa harus ada kepastian

antara peraturan dan pelaksanaannya, dengan demikian sudah memasuki ranah

aksi, perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif

dijalankan.

Uraian-uraian mengenai kepastian hukum di atas menunjukkan bahwa

kepastian dapat mengandung beberapa arti, yakni adanya kejelasan, tidak

menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat

dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat, mengandung

keterbukaan sehingga siapapun dapat memahami makna atas suatu ketentuan

hukum. Hukum yang satu dengan yang lain tidak boleh kontradiktif sehingga

tidak menjadi sumber keraguan. Kepastian hukum menjadi perangkat hukum

suatu negara yang mengandung kejelasan, tidak menimbulkan multitafsir, tidak

menimbulkan kontradiktif, serta dapat dilaksanakan, yang mampu menjamin

hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya masyarakat yang

ada.

Teori kepastian hukum tersebut jika dihubungkan dengan darurat

perceraian dalam penelitian ini maka berbunyi :

a. Sistem hukum yang mengatur tentang perceraian harus jelas hukumnya,

artinya dapat mudah dimengerti oleh masyarakat;

b. Aturan mengenai perceraian tidak bertentangan dengan aturan perceraian

yang sejenis atau aturan perceraian yang ada di atasnya;

c. Perkara perceraian yang diperiksa, diadili dan diselesaikan di Pengadilan

Agama harus menentukan dengan jelas mana alasan perceraian yang boleh

diterima dan mana yang tidak disertai dengan pertimbangan hukum yang

memadai;

d. Perkara perceraian yang yang diperiksa, diadili dan diselesaikan di

Pengadilan Agama tidak boleh bertentangan dengan kewenangan

Pengadilan Agama.

Page 31: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

BAB II

PENYELESAIAN KONFLIK

DAN PERCERAIAN DALAM SYARIAT

ISLAM

A. Hakikat Perkawinan dan Perceraian dalam Syariat Islam

Perkawinan merupakan salah satu jalan atau suratan hidup yang dialami

oleh hampir semua manusia di muka bumi ini walaupun ada beberapa di

antaranya yang tidak terikat dengan perkawinan sampai ajal menjemput. Semua

agama resmi memandang perkawinan sebagai sesuatu yang sakral, harus

dihormati, dan harus dijaga kelangsungannya. Oleh karena itu, beragam

ketentuan dibuat untuk mengatur supaya perkawinan yang telah dilangsungkan

dapat berjalan sesuai dengan yang semestinya. Fikih memberi definisi

perkawinan sebagai akad yang menghalalkan hubungan seksual melalui

ungkapan nikah, atau kawin.1 Lebih jauh, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan, mendefinisikan perkawinan dengan ikatan lahir batin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2, dinyatakan

bahwasanya Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad

yang sangat kuat atau mitsâqan Ghalîzhan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah.

Al-Ghazali memandang bahwa perkawinan memiliki 5 faedah utama, yaitu:

Pertama, memelihara keturunan; Kedua, membentengi syahwat; Ketiga,

menenangkan jiwa; Keempat, memfokuskan ibadah; Kelima, melipatgandakan

pahala.2 Selanjutnya Nuruddin Abu Lihyah menimbang pendapat Al-Ghazali dan

Al-Sarkhasi, menyimpulkan bahwa maqâshid al-syar`iyah dari adanya

perkawinan adalah Pertama, memelihara manusia dari terjerumus ke dalam

kemaksiatan; Kedua, penghargaan terhadap perempuan; Ketiga, membentuk

1 Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khathib al-Syarbiniy, Mughniy al-Muhtâj ilâ

Ma`rifah Ma`âniy Alfâzh al-Muhtâj, (Beirut: Dâr al-Kutub al-`Alamiyah, 1994), j. IV, h. 200. 2 Abu Hâmid Muhammad al-Ghazâliy, Ihya’ `Ulûm al-Dîn, (Beirut: Dâr al-Ma`rifah,

T.Th), h. 24-31.

Page 32: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

26 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

keluarga.3 Tidak terlalu berbeda, Prof. Hasan al-Sayid Hamid Khithab, Guru

Besar Universitas Taibah Madinah, saat membagi maqâshid al-syar`iyah

perkawinan ke dalam dua kategori, yaitu maqâshid ashliyah dan Maqâshid

tab`iyah, menilai bahwa menjaga syahwat dan memelihara keturunan merupakan

maqâshid ashliyah yang paling utama.4

Ketika sepasang manusia hendak melakukan perkawinan, sudah barang

tentu sedikitpun tidak terlintas dalam pikiran mereka untuk mengakhiri

perkawinan tersebut begitu saja. Apa yang ada dalam rencana mereka adalah

kesepakatan untuk hidup bersama membangun keluarga bahagia yang

menenteramkan sampai akhir hayatnya. Oleh karenanya Undang-undang

Perkawinan Pasal 1, seolah menegaskan bahwa tujuan membentuk keluarga

bahagia itu bersifat kekal, untuk selamanya.

Namun dalam tataran realita, apa yang sudah menjadi rencana manusia,

terkadang mendapatkan beragam kendala, dari mulai yang bersifat ringan sampai

yang memiliki kompleksitas tinggi, hingga sudah tidak dapat ditanggulangi lagi.

Untuk mengakomodir persoalan tersebut, Allah Swt., memberikan ketentuan

sebagai policy dalam Alquran maupun dalam hadis Nabi. Sebelum sampai ke

pilihan terakhir, di mana sudah tidak ditemukan lagi jalan untuk mempertahankan

rumah tangga, langkah mediasi menjadi upaya awalnya. Perselisihan yang sudah

memuncak (syiqâq), yang tidak dapat diselesaikan secara sendiri, maka

disarankan menggunakan mediator (hakam) yang diharapkan mampu mencarikan

jalan tengah (win-win solution) bagi kedua belah pihak, suami dan istri. Hanya

ketika upaya mediasi tersebut tidak dapat memberikan jalan tengah, perceraian

menjadi pilihan akhir sebagai satu-satunya policy.

Ketika Perceraian sudah menjadi satu-satunya jalan, tidak berarti menjadi

akhir dari segalanya. Secara metaforis, perceraian ibarat satu fase metamorfosis

untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ibarat sebuah akademi, perceraian

adalah fase masa untuk belajar memahami kehidupan. Oleh karenanya,

perceraian dibuat bertahap, agar jika di kemudian hari selepas berpikir jernih

menimbang maslahat-mafsadat dari perceraian, seandainya dipandang dengan

cerai lebih banyak mafsadatnya dari pada maslahat dan manfaat, maka pintu

untuk kembali melalui rujuk masih terbuka lebar. Bahkan mantan suami

mendapat prioritas utama untuk menikahi kembali mantan istrinya meskipun

perceraian tersebut bersifat bain, kecuali bain kubra.

Perceraian dapat terjadi dengan penjatuhan talak atau pun pembatalan

perkawinan (fasakh), baik atas kehendak salah satu pihak dari suami istri atau

pun atas putusan pengadilan.5 Adapun talak dari segi bahasa berarti melepaskan

ikatan. Sedangkan dalam istilah syarak didefinisikan sebagai pelepasan ikatan

3 Nuruddin Abu Lihyah, al-Muqaddimât al-Syar iyah li al-Jawâz bi Ru’ya Maqâshidiyah,

(T.T: Dâr al-Anwâr li al-Nasyr wa al-Tawzi`, 2010), h. 31-65 4 Hasan al-Sayid Hamid Khithab, Maqâshid al-Nikâh wa Atsâruhâ, Dirâsah Fiqhiyah

Muqâranah, (T.T: T.P, 2009), h. 10. 5 Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), j. IX, h.

6864.

Page 33: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 27

perkawinan dengan menggunakan lafaz thalaq atau seumpamanya. Dengan kata

lain talak merupakan pemutusan ikatan perkawinan.6 Menurut KHI Pasal 117,

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi

salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam

pasal 129, 130, dan 131. Di antara dalil tentang talak yaitu Alquran surat Al-

Baqarah, ayat 229:

م ال م ن يق ن ن م ال اف ال ق ال ط ال ان ال ن م ال اق ن ال م ق وف ال

الط“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan

cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”

Serta hadis sahih riwayat `Umar bin Khaththab Ra:7

ام ق ال ال ، »: ال ةال فمصال لط ال ال لطمال لال هن ال ال لال م لطى للاق ال ن صال الاط ال ق لال للاطهال «ثقمط ال جال ال

Dari Umar Ra.: “Bahwasanya Rasulullah Saw., telah menceraikan Hafsah

namun kemudian merujuknya”.

Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata: Manusia sepakat tentang bolehnya

talak, dengan alasan-alasan yang menunjukan akan kebolehannya, di antaranya

ketika relasi suami-istri telah rusak, yang pada akhirnya banyak menimbulkan

mafsadat ketika dipertahankan, terabaikannya hak nafkah dan tempat tinggal,

terpenjaranya istri disertai perlakuan kasar, pertengkaran yang terus-menerus,

maka hukum syarak membolehkan melepaskan perkawinan, demi lepasnya

segala mafsadat yang timbul dari perkawinan tersebut”.8

Lebih jauh lagi, ketika perceraian itu merupakan satu-satunya pilihan

terakhir yang dengannya dapat menghilangkan mafsadat yang lebih besar, selain

karena memang kaidah fiqhiyah juga menyatakan bahwa menolak kemafsadatan

lebih didahulukan dari menarik kemanfaatan yang belum jelas, Allah Swt., pun

memberikan kompensasi atas pengorbanan hati dan perasaan kepada mereka

yang tidak menemukan jalan lain selain perceraian, di dalam surat al-Nisa, ayat

130 dinyatakan:

كن ا ق ال ن ا ال كال اال للاط ام ال ال نهن ال ن ا ق كق ان للاط قال قغم فال ط إنام ال ال ال

Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada

masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan Adalah Allah maha

luas (karunia-Nya) lagi maha bijaksana.

6 Ibid, j. IX. h. 6873. 7 Abu Dawud Sulayman bin al-Asy`ats, Sunan Abiy Dâwud, (Beirut: Al-Maktabah

al`Asyriyah, T.Th), j. II, h. 285. Ibn Majah Abu `Abdullah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibn

Majah, (Beirut: Dâr Ihyâ` al-Kutub al-`Arabiyah, T.Th), j. I, h. 650. Al-Nasâ`iy Abu

`Abdurrahman Ahmad bin Sya`ayb, Al-Mujtabâ min al-Sunan, (Halab: Maktabah al-Mathbû`ât al-

Islâmiyah, 1986), j. VI, h. 213. 8 Abu Muhammad Muwaffiquddin bin Qudamah, Al-Mughniy li Ibn Qudâmah, (Kairo:

Maktabah al-Qahirah, 1968), j. VII, h. 363.

Page 34: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

28 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

B. Perceraian di Negara-negara Muslim

1. Perceraian di Malaysia

Berikut ini diuraikan hukum keluarga Islam di Malaysia:

a. Undang-undang Hukum Keluarga Islam di Malaysia

Undang-undang perkawinan di Malaysia mengalami perkembangan yang

dibagi kedalam tiga Periode, diantaranya:

Periode Pertama Sebelum Penjajahan Inggris. Sebelum masuknya Inggris

hukum yang berlaku adalah hukum Islam yang masih bercampur dengan hukum

adat, menurut Abdul Munir Yacob mengatakan bahwa undang-undang yang

berlaku dinegara-negara bagian sebelum campur tangan inggris adalah adat

pepatuh untuk kebanyakan orang-orang Melayu di Negara sembilan dan beberapa

kawasan di Malaka, dan adat Temenggung dibagian semenanjung. Sedangkan

orang Melayu di Serawak mengikuti Undang-undang Mahkamah Melayu

Serawak. Undang-undang tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum Islam dan

utamanya dalam masalah perkawinan, perceraian dan jual beli.9

Periode Kedua Masa Penjajahan Inggris. Pada tahun 1880 Inggris

mengakui keberadaan hukum perkawinan dan perceraian Islam dengan

memperkenalkan Mohammedan Marriage Ordinance, No.V Tahun 1880 untuk

diberlakukan di Negara-negara selat (Pulau Pinang, Malaka, dan Singapur) yang

isinya :

BAB I : Pendaftaran Perkawinan dan Perceraian ( Pasal 1 sd 23)

BAB II : Pelantikan Qadi ( pasal 24 s.d 26)

BAB III : Harta Benda dalam Perkawinan (Pasal 27)

BAB IV : Ketentuan Umum ( Pasal 28 s,d 33)

Sementara untuk Negara-negara Melayu bersekutu (Perak, Selangor, Negeri

Sembilan, dan Pahang) diberlakukan Registration of Muhammadan Marriages

and Divorces Enactment 1885. dan untuk Negara-negara Melayu tidak bersekutu

atau Negara-negara bernaung (Kelantan, Terengganu, Perils, Kedah dan Johor)

diberlakukan The Divorce Regulation tahun 1907.10

Periode Ketiga Setelah Merdeka. Setelah Malaysia merdeka upaya

pembaharuan hukum keluarga sudah mencakup seluruh aspek yang berhubungan

dengan perkawinan dan perceraian, bukan hanya pendaftaran perkawinan dan

perceraian seperti pada undang-undang sebelumnya. Usaha tersebut dimulai pada

tahun 1982 oleh Melaka, Kelantan dan Negeri Sembilan yang kemudian diikuti

oleh negara-negara bagian lain. Undang-undang perkawinan Islam yang berlaku

sekarang di Malaysia adalah undang-undang perkawinan yang sesuai dengan

ketetapan undang-undang masing-masing negeri. Undang-undang tersebut

diantaranya:

a. UU Administrasi Pengadilan Syariah Kelantan, 1982

9 Abdul Munir Yacob, Pelaksanaan Undang-Undang dalam Mahkamah Syariyah dan

Mahkamah Sipil di Malaysia, (Kuala Lumpur: Institut Kefahaman Malaysia, 1995), h. 8. 10 Khoiruddin Nasution. Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi Perbandingan

dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih. (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 20.

Page 35: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 29

b. UU Mahkamah Syari’ah Kedah, 1983

c. UU Administrasi Hukum Islam Wilayah Federal, 1985

d. Undang-undang Keluarga Islam, Kelantan, 1983

e. Undang-undang Keluarga Islam, Malaka, 1983

f. Undang-undang Keluarga Islam, Negeri Sembilan, 1983

g. Undang-undang Keluarga Islam, Slangor, 1984

h. Undang-undang Keluarga Islam, Perak, 1984

i. Undang-undang Keluarga Islam, Kedah, 1979/1984

j. Undang-undang Keluarga Islam Wilayah federal 1984

k. Undang-undang Keluarga Islam, Penang, 1985

l. Undang-undang Keluarga Islam Trengganu, 198511

b. Hukum Keluarga Islam di Malaysia

1) Pertunangan dan pemecahan janji Perkawinan

Sebelum perkawinan dilangsungkan biasanya di dahului oleh pertunangan

atau perjanjian untuk kawin. Di Malaysia tidak tedapat peruntukan yang

mengatur hal ini. Mungkin juga karena pertunangan atau perjanjian untuk kawin

itu adalah masalah pribadi antara para pihak dan dianggap sebagai sesuatu yang

tidak wajib untuk berlangsungnya perkawinan, maka hal ini tidak mendapat

perhatian pembuat undang-undang di Malaysia untuk mengaturnya. Di kalangan

masyarakat Islam di Malaysia, walau agama Islam itu sendiri tidak

mewajibkannya, sering terjadi perkawinan yang didahului oleh ikatan semacam

pertunangan. Kehendak untuk mengadakan ikatan untuk kawin ini biasanya

datang dari pihak laki-laki. Jika lamaran pihak laki-laki diterima oleh pihak

keluarga perempuan, lalu dilakukan upacara pertunangan dan penetapan waktu

untuk perkawinan. Kadang-kadang pada waktu upacara ini diserahkan juga biaya

untuk kawin dengan maskawinnya sekaligus. Seperti diketahui, janji kawin

serupa ini hanya mungkin dilakukan dengan seorang perempuan yang belum

terikat oleh lamaran seorang laki-laki lain. Sebab, bila terikat oleh lamaran yang

lain, terlarang bagi perempuan itu untuk menerima lamaran kecuali bila laki-laki

yang pertama melamar mengundurkan diri. Terlarang juga bagi seorang laki-laki

untuk melamar seorang perempuan, sementara dia mengetahui bahwa perempuan

itu sudah terikat untuk kawin dengan laki-laki lain.12

Bagi masyarakat Timur, khususnya orang-orang Melayu di Malaysia, suatu

perkawinan atau pertunangan adalah suatu ikatan antara keluarga. Dengan

demikian, tidak sama halnya dengan yang terjadi dikalangan orang-orang Barat,

persoalan perkawinan dan pertunangan itu merupakan persoalan seluruh

keluarga. Karena sifatnya yang demikian, di beberapa bagian negeri Sembilan

dan Malaka, misalnya upacara pertunangan selalu dihadiri oleh ketua suku-suku

pihak yang bertungan itu. Kehadiran ketua suku ini dianggap sebagai suatu

11 Sudirman Tebba, Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus

Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya, (Bandung: Penerbit Mizan, 1993), h. 104-105. 12 Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung:

Remaja Rosdakarya,1991), h. 33.

Page 36: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

30 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

lambang adanya ikatan keluarga yang akan lebih dikuatkan jika kemudian terjadi

perkawinan diantara yang bertunangan itu. Bagaimana halnya jika terjadi

pemecahan janji untuk kawin oleh salah satu pihak?. Tentang hal ini tedapat

berbagai kebiasaan dan ketentuan di masing-masing negeri. Di Selangor, Negeri

Sembilan, Pulau Pinang, Malaka, Kedah, dan Perak gugatan ganti rugi akibat

pemecahan janji untuk kawin tidak jelas diatur dalam bentuk apa ganti rugi itu

dapat dilakukan. Hanya diketahui jika pihak perempuan yang mungkir janji, di

Negeri Sembilan, Malaka, Kedah, dan Perak pihak perempuan ini wajib untuk

mengembalikan maskawin dan segala bantuan yang telah diterimanya pada waktu

lamaran terhadapnya dilakukan. Namun, hal ini tidak menghilangkan

kemungkinan bagi pihak laki-laki juga untuk menuntut ganti kerugian yang

ditimbulkan oleh pemecahan janji tersebut. sebaliknya, jika pihak laki-laki yang

mungkir, dia diwajibkan pula membayar sejumlah uang yang sama besarnya

dengan maskawin sekiranya maskawin itu belum diserahkan pada pihak

perempuan ditambah sejumlah uang yang seharusnya diberikannya sebagai biaya

persiapan untuk melangsungkan perkawinan.13

2) Syarat-syarat Perkawinan

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak tertentu

sebekum dilangsungkannya perkawinan. Syarat-sayarat tersebut adalah

a) Batas umur calon mempelai

Di dalam hukum Islam tidak terdapat penetapan tertentu yang mengatur

secara pasti tentang batas umur seorang boleh melangsungkan perkawinan.

Namun Hukum Keluarga Islam di wilayah Federal dalam Undang-undang tahun

1984 Nomor 304 menyebutkan tentang batasan umur perkawinan yang terdapat

dalam Pasal 8, yang berbunyi :

“Tidak boleh melangsungkan pernikahan atau melakukan pencatatan

pernikahan dimana usia perkawinan masing-masing di bawah umur 18 tahun

bagi laki-laki dan di bawah 16 tahun bagi perempuan, kecuali hakim Syari’ah

mengizinkannya secara tercatat dalam kondisi tertentu.”

Pasal 37 menyebutkan :“Kecuali diizinkan menurut hukum syar’i setiap

orang yang menggunakan kekerasan atauancaman apapun (a) memaksa

seseorang untuk menikah yang bertentangan dengan keinginannya, atau (b)

mencegah seorang laki-laki yang telah mencapai umur delapan belas tahun atau

wanita yang sudah mencapai 16 tahun untuk melakukan perjanjian

perkawinan yang sah adalah merupakan suatu kejahatan dan harus dihukum

dengan denda paling banyak seribu ringgit atau penjara tidak melebihi enam

bulan atau dihukum dengan hukuman kedua-duanya yaitu denda dan penjara”.

b) Persetujuan kedua Belah Pihak

Hukum Islam mensyaratkan adanya persetujuan kedua calon disamping

persetujuan dari ayah atau wali calon mempelai perempuan. Dalam peraktiknya,

untuk memperoleh persetujuan dari mempelai perempuan, biasanya kadi dengan

13 Ibid. hal 36-37

Page 37: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 31

dihadiri oleh saksi-saksi menanyakannya sebelum akad nikah dilangsungkan.

Persetujuan itu dianggap mencukupi jika perempuan menganggukan kepalanya.

c) Larangan Perkawinan karena Hubungan Keluarga

Larangan perkawinan karena hubungan kekeluargaan diatur dalam Civil

Marriage Ordinance, 1952, yang melarang dilangsungkannya perkawinan di

bawah ordinan tersebut bilamana pihak beragama Islam.

d) Mengikuti Tata Cara Perkawinan

Di Malaysia terdapat berbagai ketentuan yang mengatur pengupacaraan

perkawinan ini. Tiap-tiap kerajaan negeri mempunyai enakmen pentadbiran

sendiri. Di dalam enakmen-enakmen itu dapat dilihat dengan cara bagaimana

pengupacaraan perkawinan dapat dilangsungkan serta syarat-syarat pentadbiran

apakah yang perlu dipatuhi oleh tiap-tiap calon mempelai sebelum akad nikah

dilangsungkan. Boleh dikatakan ada titik persamaan diantara enakmen-enakmen

tersebut dalam hal persyaratan yang harus dipatuhi, yakni sebagai berikut:

(i) Mengajukan permohonan dengan mengisi formulir yang disediakan oleh

penjabat Pendaftaran Perkawinan. Permohonan ini biasanya dilakukan

oleh wali dari pihak mempelai perempuan sekurang-kurangnya dua

minggu sebelum perkawinan dilangsungkan

(ii) Pegawai yang berkenaan akan meneliti permohonan tersebut, apakah

semua persyaratan telah dipatuhi atau tidak, apakah sudah cukup usia,

tidak ada halangan untuk kawin, dan sebagainya

(iii) Perkawinan dilangsungkan dihadapan Pegawai yang ditugaskan oleh

Sultan atau dihadapan wali dengan izin dari imam (Selangor) atau dari

Pendaftaran (di negeri-negeri lainnya seperti Kelantan, Trengganu, dan

Pahang)

(iv) Suatu perkawinan yang dilangsungkan tanpa persyaratan ada administrasi

seperti diatas, tetapi sah menurut agama Islam, akan tetapi dianggap sah

walaupun kepada pihak-pihak yang melakukannya akan dikenakan

hukuman berdasarkan ketentuan yang berlaku.14

3) Upacara Perkawinan15

Upacara perkawinan di setiap negeri di Malaysia berbeda-beda, misanya di

Selangor, menurut Enekmen Pentadbiran Undang-Undang Islam, 1952

perkawinan hanya dapat diupacarakan oleh orang-orang yang memperoleh restu

dari Sultan. Seorang wali boleh mengupacarakan perkawinan dengan dihadiri dan

memperoleh kebenaran dari imam sebuah masjid, sedangkan pendaftar

perkawinan bagi orang-orang muslim dapat mengupacarakan perkawinan atas

permintaan wali dari calon mempelai setelah dia merasa yakin bahwa setelah

menelitinya dengan seksama, tidak terdapat hal-hal ang menghalalngi

dilangsungkannya perkawinan itu. Dalam hal tidak terdapat persetujuan atau wali

menolak ubtuk memberikan persetujuan tanpa sebab yang patut, pendaftar dapat

mengupacarakan perkawinan setelah dia memperoleh kebenaran dari Sultan.

14 Ibid, h. 38-40. 15 Ibid, h. 59.

Page 38: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

32 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Di Pahang, menurut Undang-undang Agama Islam 1956 ditentukan bahwa

pengupacaraan perkawinan hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang

memperoleh surat pelantikan dari Sultan yang memberi wewenang kepada yang

bersangkutan untuk mengupacarakan perkawinan menurut hukum Islam.

Di Trengganu, menurut ketentuan yang dimuat di dalam enakmen

Pentadbiran Undang-undang Islam, 1955 disebutkan bahwa pengupacaraan

perkawinan dapat dilakukan oleh orang yang diberi wewenang dan restu oleh

Sultan. Wali calon mempelai perempuan yang dibenarkan oleh hukum Islam

boleh mengupacarakan perkawinan dengan lebih dahulu diketahui oleh Pendaftar

Perkawinan bagi orang Muslim.

Di Sarawak, menurut Ordinan Perkawinan Muslim, ditetntukan bahwa tiap-

tiap ketua kampung dimana terleta sebuah masjid akan memegang sebuah buku

daftar perkawinan dan perceraian yang diupacarakan di kampung itu. Buku daftar

ini harus dikirimkan kepada residen atau kepala daerah dan salinannya kepada

pendaftar perkawinan.

Dalam suatu ketentuan lain, yaitu Undang-undang Mahkamah Melayu

Sarawak, antara lain ditentukan bahwa jika seorang perempuan yang hendak

kawin tidak memiliki wali, maka hakim akan bertindak selaku wali baginya.

4) Putusnya Perkawinan

Hukum Islam mengatur perceraian antara suami isteri dengan jalan

a) Thalak

b) Cerai taklik

c) Fasakh

d) Kholo’

Putusnya perkawinan dapat juga terjadi bukan karena kehendak kedua

pihak, misalnya salah satu pihak meninggal dunia.

Perceraian karena talak

Mazhab Syafi’I yang berpengaruh di Malaysia membagi talak ini kedalam

(i) talak radji (revocble divorce), yaitu talak yang diucapkan oleh

suami dengan satu atau dua talak yang dapat dirujuk dalam arti

suami dapat kembali dengan syarat harus dilakukan waktu masa

iddah wanita itu masih berlangsung.

(ii) talak bain (irrevocable divorce). Talak ini dibagi pula atas:

- perceraian dengan talak tiga sekaligus

- perceraian dengan kholo’

Terdapat beberapa peruntukan, terutama di Semenanjung Malaya, yang

mengharuskan dilakukannya pendaftaran talak dan rujuk. Di Selangor, misalnya

Selangor Rules relating to Marriage, Divorce and Revocation 1962 menentukan

bahwa dengan pemberitahuan dari jawatan hal-ihwal agama, perceraian

hendaklah dilakukan dihadapan seorang kadi dengan terlebih dulu kedua pihak

mengisi formulir yang disediakan. Pada perceraian dengan talak disyaratkan

adanya persetujuan istri dan dibenarkan oleh kadi. Sebelum memberikan

kebenarannya, kadi akan berusaha mendamaikan kedua pihak.

Cerai taklik

Page 39: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 33

Tidak semua negeri di Semenanjung Malaysia mengharuskan mempelai

laki-laki menandatangani surat taklik pada waktu perkawinan diupacarakan. Di

Selangor, Melaka dan Negeri Sembilan surat taklik itu hanya dianjurkan tidak

merupakan keharusan.

Dalam hal ini, seorang kadi boleh menerima permohonan cerai talik dari

seorang perempuan bersuami. Seberapa boleh permohonan ini diberitahukan

kepada suami, dan kadi hendaklah meneliti bukti-bukti yang diajukan dengan

dikuatkan oleh dua orang saksi. Jika kadi yakin bahwa segala sesuatunya tidak

bertentangan dengan hukum Islam, ia akan mengeluarkan keputusannya.

Fasakh

Ciri utama perceraian dengan fasakh ialah pemutusannya harus dilakukan

oleh mahkamah atau kadi dan selam belum ada keputusan, perkawinan mereka

masih terus berlangsung sebagaimana mestinya. Bentuk perceraian ini

diperbolehkan di negeri-negeri Malaysia.16

5) Poligami

Berdasarkan UU perkawinan Malaysia tentang boleh atau tidaknya seorang

laki-laki melakukan poligami, ada tiga hal yang perlu dibicarakan, yakni: (i)

syarat-syarat, (ii) alasan-alasan pertimbangan boleh tidaknya poligami, dan ( iii )

prosedur. Dalam perundang-undangan Malaysia tidak ada penegasan tentang

prinsip perkawinan.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi, pertama, poligami tanpa izin

lebih dahulu dari pengadilan tidak boleh didaftarkan; kedua, poligami tanpa izin

lebih dahulu dari pengadilan boleh didaftarkan dengan syarat lebih dahulu

membayar denda atau menjalani hukuman yang telah ditentukan.

Alasan-alasan pertimbangan bagi pengadilan untuk memberi izin atau tidak

ada tiga pihak (1) pihak isteri, (2) pihak suami, dan (3) pihak orang-orang yang

terkait. Adapun yang bersumber dari pihak isteri adalah: karena kemandulan;

keudzuran jasmani; karena kondisi fisik yang tidak layak atau tidak mungkin

melakukan hubungan seksual; sengaja tidak mau memulihkan hak-hak

persetubuhan, atau isteri gila.

Sedang pertimbangan dari pihak suami, yang sekaligus menjadi syarat

boleh berpoligami, adalah:

a) suami mempunyai kemampuan untuk menanggung semua biaya isteri-isteri

dan orang-orang yang akan menjadi tanaggungannya kelak dengan

perkawinannya tersebut;

b) suami berusaha berbuat adil di antara para isterinya.17

Sedangkan prosedur untuk berpoligami ada tiga langkah:

a) Suami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin dari hakim,

bersama persetujuan atau izin dari pihak isteri/isteri-isterinya.

b) Pemanggilan pemohon dan isteri atau isteri-isteri, sekaligus pemeriksaan

oleh pengadilan terhadap kebenaran pemohon.

16 Ibid, h. 152 17 http://berbagilmublog.blogspot.co.id/2014/01/hukum-keluarga-di-negara-muslim.html

diakses pada tanggal 10 Oktober 2016 pukul 13.00

Page 40: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

34 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

c) Putusan pengadilan berupa penerimaan atau penolakkan terhadap

permohonan pemohon. Suami yang melakukan poligami yang tidak sesuai

dengan aturan perundang-undangan yang ditetapkan, secara umum dapat

dikenai hukuman berupa hukuman denda maksimal seribu ringgit atau

kurungan maksimal enam bulan atau keduanya.18

C. Upaya Penyelesaian Konflik Rumah Tangga

Relasi suami-istri dalam sebuah rumah tangga, siapa pun pelakunya, tidak

akan berjalan mulus selamanya. Terkadang masalah datang dan kemudian

mengganggu keharmonisan hubungan suami dan istri. Salah satu masalah yang

sering datang adalah adanya perbedaan pendapat dalam memandang suatu

permasalahan. Perbedaan pendapat ini, jika tidak dihadapi dengan dewasa, akan

menimbulkan konflik di rumah tangga. Hal ini bisa menjadi penyebab suami istri

tidak harmonis.

Konflik rumah tangga bisa terjadi karena adanya ketegangan atau kesulitan

di antara dua orang atau lebih akibat adanya perselisihan atau perbedaan

pandangan di antara anggota keluarga, misalnya antara suami dan istri. Konflik

rumah tangga yang berkelanjutan, sebagai penyebab keluarga tidak

harmonis, akan menimbulkan banyak permasalahan rumah tangga, seperti

pertengkaran antara suami istri, atau bahkan perceraian. Untuk itu, dibutuhkan

cara mengatasi konflik tersebut sebagai antisipasi munculnya permasalahan lain

yang lebih rumit. Berikut beberapa cara dalam mengatasi konflik rumah tangga

antar pasangan suami istri:

1. Menyamakan visi

Konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan pendapat atau tujuan

dari masing-masing individu. Perbedaan ini jika tidak ditangani dengan baik bisa

menimbulkan perselisihan antara suami dan istri. Oleh karena itu, sebaiknya

pasangan suami istri mencoba untuk menyamakan visi terlebih dahulu.

Pada dasarnya, setiap hubungan pernikahan pasti akan mengalami masalah,

salah satunya adalah perbedaan pendapat. Namun, pasangan suami istri harus bisa

menghadapi permasalahan dalam rumah tangga seperti itu. Dengan berusaha

menyamakan visi, pasangan suami istri bisa mengetahui apa tujuan di balik sikap

pasangan. Dengan begitu, mereka bisa saling memahami dan mendukung sikap

satu sama lain, selama tujuan yang dimaksud memang untuk kebaikan bersama.

2. Bernegosiasi

Seperti yang dilakukan dalam organisasi atau hubungan kerja sama,

pasangan suami istri juga bisa melakukan negosiasi untuk meraih kesepakatan.

Sejatinya hubungan suami istri itu juga merupakan hubungan kerja sama dalam

rumah tangga. Jika diibaratkan, suami adalah pemimpin dalam rumah tangga,

sedangkan istri adalah manajernya. Oleh karena itu, pasangan suami istri harus

18 http://jilbabkujiwaku.blogspot.co.id/2011/02/perbandingan-hukum-perkawinan-di.html

(diakses pada tanggal 10 Oktober 2016 pukul 13.00)

Page 41: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 35

bisa bekerja sama dan menghindari konflik untuk bisa memimpin rumah tangga

ke arah yang diinginkan bersama.

Negosiasi akan berguna untuk mencari jalan tengah dari perselisihan yang

dialami. Dengan negosiasi, diharapkan akan ditemukan win-win solution yang

bisa cukup memuaskan kedua belah pihak mengatasi masalahnya. Hal ini bisa

jadi merupakan cara mengatasi masalah keluarga yang bisa dicoba.

3. Terbuka dan Melepaskan Egoisme

Keterbukaan sepasang suami istri dengan bersikap jujur sama lain, dapat

membantu mengurai permasalahan yang sedang dihadapi. Mengungkapkan apa

yang ada di pikiran dan pendapat-pendapat terhadap konflik yang muncul

merupakan tahapan untuk saling memahami perspektif masing-masing.

Memendam pikiran dan membiarkan pasangan mengatasi konflik sendiri hanya

akan menjadi bom waktu yang tidak baik bagi kesehatan hubungan rumah tangga.

Salah satu penyebab utama konflik keluarga adalah sifat egois dan ingin

menang sendiri yang dipertahankan oleh para pasangan. Sifat seperti ini jika

dibiarkan justru akan memperburuk konflik yang sedang timbul. Jika salah satu

dari pasangan suami istri memiliki sifat egois, maka tidak akan bisa tercapai

kesepakatan untuk menyelesaikan konflik dan konflik akan semakin menjadi

berlarut-larut.

Oleh karena itu, menghilangkan ego di dalam diri masing-masing

merupakan solusi paling efektif. Saat seseorang memutuskan untuk menikah

sejak awal, seharusnya sudah mulai menyimpan ego dan mengutamakan upaya

memahami pasangan demi memelihara keharmonisan rumah tangga.

Namun berbicara upaya penyelesaian konflik antar suami-istri dalam

sebuah rumah tangga, bukanlah sesuatu yang sederhana. Ini terjadi karena banyak

hal yang menjadi penyebab terjadinya konflik tersebut, serta banyak pihak yang

terlibat di dalamnya. Terutama ketika konflik sudah sangat meruncing, sehingga

pihak suami-istri pun sudah tidak mampu menyelesaikannya, maka peran

keluarga dari kedua belah pihak besar sekali pengaruhnya terhadap berhasil dan

tidaknya upaya menyelesaikan konflik antar suami-istri tersebut.

Alquran sebenarnya sudah memberi arahan pada saat situasi konflik suami-

istri sudah sampai pada titik puncak. Biasanya dalam situasi seperti ini antara

suami dan istri sudah berpisah tempat tinggal, oleh karena itu peran keluarga

masing-masing pihak. Sebagaimana dituturkan dalam QS. Al-Nisa, ayat 35:

لنهال ام الهم كال ا ن لنهن ال ال ام الهم كال ا ن ثق ال ننهن ال ال م ال قال ال ال م فم قمم شن إنام خن اللن ا خال ن ا ال كال اال ال

هق ال إناط للاط نال ق ال م إنام ق ن دال إنصم ال ا ق ال ن للاط

“Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah

seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga

perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,

niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Page 42: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

36 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Setelah sebelumnya berbicara tentang ketentuan dalam menyikapi istri yang

membangkan, kemudian dalam ayat selanjutnya,19

Allah Swt., memberikan

tuntunan ketika konflik yang terjadi antara suami isteri hampir sampai pada

kategori syiqaq yang dimaknai sebagai konflik tajam yang berujung kedua belah

pihak saling berjauhan sehingga tidak lagi ada komunikasi untuk menyelesaikan

permasalahan di dalamnya. Dalam kondisi seperti itu, diperlukan komunikator

dari kedua belah pihak, yang dalam bahasa Alquran diistilahkan dengan terma

“hakam”. Menurut Ben Atsur, hakam disyaratkan harus merupakan bagian dari

keluarga kedua belah pihak,20

supaya ia memahami betul perihal persoalan utama

dari konflik yang terjadi. Sehingga penyelesaian konflik diharapkan dapat

berjalan dengan baik dalam kerangka memprioritaskan bersatunya kembali

pasangan tersebut.

Upaya menjembatani komunikasi antar suami-istri yang sedang

menghadapi konflik, dikenal pula dengan istilah mediasi. Hanya saja istilah

mediasi sudah mengalami penyempitan makna menjadi sebatas upaya

mendamaikan pada saat para pihak sudah mengambil keputusan untuk

memproses status hubungannya di Pengadilan Agama. Dalam kondisi seperti itu,

mediasi merupakan satu-satunya upaya yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan

konflik keluarga. Mediasi yang difasilitasi oleh pengadilan, merupakan

penyelesaian sengketa melalui proses perundingan dengan perantara mediator, di

mana mediator tersebut dapat dipilih dari jajaran hakim bukan pemeriksa pokok

perkara, akademis, advokat atau pihak lain yang telah tersertifikasi.21

Namun

karena umumnya para pihak yang sedang berperkara tidak memiliki rencana

untuk berdamai saat mengajukan gugatan perceraian, maka mereka cenderung

menyerahkan pemilihan mediator kepada Pengadilan Agama.

Sedangkan menurut Syahizal Abbas, mediasi merupakan suatu upaya

mempercepat, mempermurah, dan mempermudah penyelesaian sengketa serta

memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan.22

Selain itu mediasi

merupakan instrument efektif untuk mengatasi penumpukan perkara di

Pengadilan, dan sekaligus memaksimalkan fungsi lembaga Pengadilan dalam

menyelesaikan sengketa, disamping proses Pengadilan yang bersifat memutus.

Adapun mediator sebagai penengah adalah pihak yang bersifat netral dan

tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai

kemungkinan penyelesaian sengketa.23

Prosedur ini pun diterapkan Mahkamah

19 Menurut Ben Atsur, kedua ayat tersebut sangat berkaitan erat, dan ayat ke 35 itu masih

merupakan kelanjutan dari ayat ke 24 yang sedang membicarakan hukum perihal beberapa

persoalan terkait hubungan suami istri. Muhammad Thâhir bin Muhammad bin `Atsur, Al-Tahrîr

wa al-Tanwîr, (Tunisia: al-Dar al-Tûnisiyah li al-Nasyr, 1984), j. V, h. 44. 20 Ibid, j. V, h. 46. 21 Sinaga V. Harlen, Hukum Acara Perdata dengan Pemahaman hukum Materil, (Jakarta:

Gelora Aksara Pratama, 2015), h. 119. 22 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,

(Jakarta: Kencan Prenada Media Group, 2011), h. 310. 23 Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta: RajaGrafindo, 2001), h.

17.

Page 43: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 37

Agung di dalam 4 badan peradilan yang berada dibawahnya yang salah satunya

adalah di Peradilan Agama.

Perkara yang masuk di Pengadilan Agama selain terdapat perkara yang

dicabut karena mediasi berhasil, juga terdapat perkara yang dicabut karena

perdamaian setelah menjalani beberapa kali sidang pemeriksaan lanjutan setelah

sidang mediasi dinyatakan tidak berhasil. Dalam usaha mendamaikan para pihak,

masing-masing hakim telah melakukan cara-cara pendekatan tersendiri dengan

melihat keadaan perkara dan kondisi maupun budaya para pihak, misalnya dalam

mendamaikan para pihak yang mau bercerai karena keadaan ekonomi dengan

karena salah satu pihak memiliki WIL/PIL atau dalam mendamaikan para pihak

yang mau bercerai dan sudah punya anak dengan orang yang belum punya anak.

Sseorang hakim termasuk hakim mediator dalam mendamaikanpara pihak harus

mempunyai dan mengetahui beberapa pendekatan dalam memediasikan para

pihak, seperti pendekatan psikologis, pendekatan sosial. Selain pendekatan

tersebut, juga yang terpenting adalah pendekatan agama, sebagai petunjuk bagi

muslim dalam kehidupan, termasuk kehidupan berumah tangga. Syariah menjadi

jalan lurus yang harus ditempuh seorang muslim, sehingga tidak ada jalan lain

bagi muslim kecuali menggunakan syariah Islam sebagai hukum yang mengatur

hidupnya.

Peradilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman untuk

pencari keadilan yang beragama Islam, telah mempraktikkan mediasi dalam

proses penyelesaian perkara. Namun kenyataannya angka perceraian di

Pengadilan Agama setelah keluarnya PERMA Nomor 1 Tahun 2016 justru

menunjukkan angka perceraian yang lebih tinggi dibanding angka perceraian

sebelum PERMA Nomor 1 Tahun 2008 direvisi, dengan kata lain mediasi yang

dilakukan masih lebih banyak menunjukkan angka ketidakberhasilan, meskipun

terdapat beberapa kasus yang berhasil di mediasi. Hal tersebut karena mediasi

mengandung beberapa kelemahan, antara lain keberhasilan mediasi sangat

digantungkan dari iktikad baik para pihak untuk menyelesaikan sengketanya

sampai selesai. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa Hakim Pengadilan

Agama, di antaranya: Hirmawan Susilo,24

Usep Gunawan,25

berdasarkan

pengalaman mereka selama bertugas menangani perkara perceraian yang

dominan masuk ke Pengadilan Agama, mediasi hanya dapat diselenggarakan

secara efektif jika para pihak memiliki kemauan atau keinginan untuk

menyelesaikan sengketa secara bersama-sama, terutama ketika keluarga masing-

masing mendukung penuh terhadap upaya perdamaian tersebut. Oleh karena itu,

karena faktor para pihak adalah faktor yang paling menentukan keberhasilan

mediasi, maka sebaiknya dalam sidang mediasi dihadiri oleh para pihak secara

langsung tanpa diwakili oleh kuasa hukum.

Usep Gunawan, secara khusus menyoroti tentang fenomena maraknya

putusan verstek yang mendorong tingginya angka perceraian. Menurutnya

24 Hakim PA Denpasar, wawancara dilakukan tanggal 3 Oktober 2017. 25 Hakim PA Majalengka, wawancara dilakukan tanggal 7 September 2017.

Page 44: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

38 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

dengan hadirnya PERMA Nomor 1 Tahun 2016, kondisi tersebut dapat

diminimalisir. Terutama Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan "Para Pihak wajib

menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi

oleh kuasa hukum." Ketentuan ini tegas mewajibkan para pihak atau prinsipal,

baik penggugat maupun tergugat untuk menghadiri langsung pertemuan mediasi,

tidak mempermasalahkan apakah kuasa hukum ikut mendampingi atau tidak ikut

menadampingi prinsipal dalam pertemuan mediasi.

Berbeda dengan Perma Mediasi sebelumnya yaitu Perma No. 1 Tahun 2008

Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan yang tidak kita dapati kewajiban bagi

Para Pihak atau Prinsipal untuk menghadiri secara langsung pertemuan mediasi.

Pasal 2 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2008 "Hakim, Mediator, dan Para pihak

wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur

dalam peraturan ini." Jadi kewajiban untuk mengikuti prosedur mediasi yang

diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2008 bukan untuk menghadiri secara langsung

pertemuan mediasi.

Pasal 7 ayat (1) Perma No. 1 Tahun 2008 "Pada hari sidang yang telah

ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan para pihak untuk

menempuh mediasi." Pasal 7 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2008 "Hakim, melalui

kuasa hukum atau langsung kepada para pihak mendorong para pihak, untuk

berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi." Di pasal ini juga tidak

terdapat redaksional yang tegas bagi para pihak untuk hadir secara langsung

dalam pertemuan mediasi, hanya berupa dorongan dari hakim, itu pun

mendorongnya bisa hanya melalui perantara kuasa hukum untuk berperan

langsung atau aktif dalam proses mediasi, jadi titik tekannya pada peran dan

keaktifan bukan pada kehadiran pada pertemuan mediasi.

Begitu pula bunyi Pasal 7 ayat (3) yang kurang lebih sama, mewajibkan

kuasa hukum untuk mendorong para pihak untuk berperan langsung atau aktif

dalam proses mediasi. Pada Perma Mediasi diatur bahwa ketidakhadiran

merupakan salah satu sebab yang dapat mengakibatkan pihak yang tidak hadir

dinyatakan tidak beritikad baik dalam menempuh proses mediasi oleh mediator.

Dalam hal penggugat dinyatakan tidak beritikad baik dalam menempuh proses

mediasi maka oleh hakim pemeriksa perkara gugatan penggugat dinyatakan tidak

dapat diterima dan biaya mediasi dibebankan kepada penggugat (vide pasal 22

Perma 1/2016). Dalam hal tergugat yang dinyatakan tidak beritikad baik dalam

menempuh proses mediasi maka dalam hal gugatan dimenangkan oleh penggugat

maka biaya mediasi dibebankan kepada tergugat. Apabila gugatan dimenangkan

oleh Tergugat maka biaya mediasi juga dibebankan kepada tergugat sedangkan

biaya perkara dibebankan kepada penggugat. (vide Pasal 23 Perma 1/2016).

Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama (penggugat dan tergugat) dinyatakan

tidak beritikad baik oleh Mediator, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh

Hakim Pemeriksa Perkara tanpa penghukuman Biaya Mediasi.

Page 45: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 39

Menurut Hakim senior. J. Thanthowie Ghanie,26

upaya mediasi yang

difasilitasi oleh Pengadilan, bagaimanapun juga keberhasilannya banyak

dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan (trust) dari para pihak yang berperkara

(klien) kepada Mediator. Sedangkan realitanya antara klien dengan mediator baru

bertemu saat itu, sehingga kepercayaan satu sama lain benar-benar belum

terbangun. Di sisi lain, mediator juga belum memiliki pengetahuan mendalam

tentang peta konflik antara suami-istri dengan keterbatasan waktu mediasi. Tentu

saja hal demikian jauh panggang dari api ketika merujuk alasan kenapa mediator

(hakam) disyaratkan harus dari pihak keluarga, sebagaimana dijelaskan oleh Ben

Atsur.

26 Hakim PTA Jawa Barat, wawancara dilakukan pada tanggal 26 September 2017.

Page 46: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

40 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Page 47: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

BAB III

SISTEM PERKAWINAN DAN

PERCERAIAN DALAM MASYARAKAT

A. Sistem Pelamaran dan Perkawinan

Perkawinan merupakan perjanjian antara suami dan isteri untuk membentuk

keluarga. Perjanjian disini mencakup segala sesuatu yang meliputi perwujudan

hak-hak suami dan isteri untuk melahirkan dan membesarkan anak. Lebih dari

itu, perkawinan sesungguhnya adalah perubahan status baru bagi seseorang dan

pengakuan status tersebut bagi orang lain. Perayaan dan upacara-upacara ritual

tidak lain merupakan pengumuman status baru tersebut. Oleh karena seseorang

menikah memperoleh status baru, maka perkawinan yang sah melegalkan hak

dan kewajiban suami isteri yang diakui secara hukum.

Dalam proses perkawian, keterlibatan anggota keluarga bukan saja dalam

dua pihak keluarga, melainkan banyak ke-lompok orang yang terlibat di

dalamnya. Pertentangan dalam proses perkawinan itu mulai terjadi apabila orang

tua ikut campur dalam menentukan pasangan bagi anaknya. Bagaimana mereka

tahu bahwa apakah anaknya akan saling mencintai, mengapa keinginan orang tua

tidak dikonsultasikan terhadap anaknya, demikian dalam pikiran anak yang sudah

dewasa yang dipilihkan calon suami atau isteri oleh orang tuanya.

Sebelum menentukan seseorang itu untuk diambil menjadi calon menantu

terlebih dahulu diadakan penyelidikan dari kedua belah pihak. Penyelidikan itu

dilakukan serapih mungkin dan sering dilakukan secara tertutup agar mendapat

menantu yang baik. Menantu yang baik di sini tentunya mempunyai makna yang

relatif. Untuk mengatahui makna baik, maka diperlukan pengetahuan mengenai

sistem nilai pada daerah-daerah yang bersangkutan. Pada daerah-daerah pede-

saan yang kuat kehidupan agamanya, faktor agama memainkan peranan penting

dalam menentukan standar baik seseorang.

Di beberapa daerah, terdapat suatu moralias per-kawinan bagi mereka yang

hendak menikah, misalnya di daerah Pasun-dan terdengar istilah, lamun nyiar

jodo kudu ka kupuna, artinya kalau mencari jodoh harus mencari orang yang

sesuai dalam segala aspeknya 1.

Bagi sebagian masyarakat, cinta tidak dianggap penting dalam persoalam

mencari jodoh. Cinta itu dianggapnya sebagai ancaman terhadap pengawasan

para orang tua yang memiliki status sosial tertentu dengan keinginan

menjodohkan orang tuanya dalam hal siapa kawin dengan apa, dan bukan siapa

1 Harsojo, “Kebudayaan Sunda”, dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,

Djambatan, 1990, hlm. 319.

Page 48: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

42 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

kawin dengan siapa. Oleh karena itu, banyak ditemulam aturan sosial yang

menghalangi cinta sebagai dasar utama pemilihan jodoh.

Proses pemilihan jodoh ini berlangsung seperti sistem pasar dalam

ekonomi. Prosesnya berbeda-beda, tergantung pada siapa yang mengatur

transaksinya dan bagaimana peraturan pertukarannya. Dikalangan orang Jepang

dan China pada masa lampau, transaksi itu diatur oleh para orang tua secara resmi

dan yang membuat keputusan akhir adalah wanita itu sendiri. Bagi kebanyakan

orang China, mereka menyambut perkawinan dengan senang hati bagi orang

yang belum dikenalnya. Perkawinan seperti ini bagi kebanyakan gadis-gadis di

China merupakan persatuan dengan laki-laki yang dipilih orang tuanya Di sini

terlihat bahwa kenikmatan suatu perkawinan apabila orang tua ikut memberi izin

bagi anaknya, walaupun anaknya sendiri kurang begitu menyukainya.

Tidak demikian bagi kebanyakan orang Amerika. Cara perkawinan seperti

orang China yang mengabaikan cinta dianggapnya sebagai suatu perbuatan

“kasihan” karena kurang begitu bebas. Tetapi bagi orang China sendiri

menganggap perkawinan orang muda Amerika sebagai rasa “tidak hormat”

karena orang tua tidak memberinya izin 2.

Menurut masyarakat Arab, dalam transaksi perkawinan itu keluarga pihak

laki-laki yang memberi mas kawin bagi sang wanita, sedangkan bagi Kasta

Brahmana di India, keluarga wanitalah yang membayar mas kawin bagi calon

suami. Besar jumlahnya mas kawin bukan hanya ditentukan oleh karakter

pasangan suami isteri, melainkan juga pada status keluarga calon suami/isteri

atau kecantikan seorang gadis yang nilainya sama dengan sebuah kekayaan.

Proses pemberian mas kawin ini dapat ditempatkan pada hukum pemberian

imbalan bagi salah satu pihak.

Tentu saja dalam proses tawar menawar dalam perka-winan tersebut

peranan orang tua dalam memuluskan perbedaan penentuan jumlah mas kawin

sangat penting. Malah dalam beberapa kasus, banyak yang tidak memikirkan

faktor yang jelas mempengaruhi pilihan terakhirnya.

Dilain pihak, orang tua berhak mengatur perkawinan dengan atau tanpa

mempertimbangkan keinginan pasangannya. Pola semacam itu juga berlaku pada

situasi sebaliknya dimana seorang pria di beberapa daerah dibolehkan mengambil

isterinya dengan cara dibawa lari. Dalam masyarakat Tasmania, praktek merebut

seorang calon isteri dari orang tuanya dianggap lazim. Namun bagi sebagian

masyarakat lain, cara seperti itu tidaklah lazim. Inilah yang kemudian dalam

konsep sosiologis dianggap sebagai relativisme kebudayaan 3. Di negara lain,

2 William J. Goode, Sosiologi Keluarga. Terj. Laila Hanoum, Bumi Aksara, Jakarta, 1995,

hal 65. 3 Relativisme kebudayaan berarti fungsi dan arti suatu unsur berhubung-an dengan

kebudayaannya. Unsur itu memiliki nilai baik atau buruk dikaitkan dengan kebudayaan dimana

ia berfungsi. Pakaian bulu adalah baik di Antartika, tetapi tidak di daerah tropis. Hamil sebelum

menikah adalah buruk menurut masyarakat kita karena tata kelakuan tidak menye-tujuinya,

sedangkan pada masyarakat suku Bontoc di Filifina kehamilan sebelum menikah adalah baik,

karena menganggap seorang wanita lebih mungkin untuk menikah apabila kesuburuannya telah

terbukti dan kebiasaan setempat memiliki serangkaian adat kebiasan untuk memberi-kan tempat

Page 49: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 43

seperti di suku Shirishana Brazil pertunangan anak yang berumur tiga tahun

dengan seorang anak belasan tahun yang dilakuan atas prakarsa orang tua sebagai

suatu kebiasaan yang wajar.

1. Monogami, Poligami dan Poliandri

Bagi sebagian orang hanya ada satu bentuk perkawinan yang pantas dan

beradab, yaitu monogami yang menghendaki perkawinan satu pria dengan satu

wanita. Namun pada sebagi-an masyarakat lainnya mengabsahkan praktek

poligami, yang memperbolehkan seorang pria kawin dengan lebih dari satu

wanita.

Secara teoritis, ada tiga bentuk perkawinan poligami. Bentuk yang pertama

ialah group marriage (perkawinan kelompok) yakni perkawinan beberapa pria

dengan beberapa wanita. Walaupun bentuk ini merupakan suatu kemungkinan

ada, namun pada sebagian masyarakat tidak ditemukan suatu contoh otentik

tentang masyarakat yang benar-benar melembagakan perkawinan seperti ini.

Sebagian masyarakat Timur dan masyarakat kuno, praktek poligini bukan

saja di larang, bahkan dianjurkan untuk dijadikan pola-pola dalam perkawinan.

Pada suku bangsa In-dian di Amerika, wanita malah menyarankan suami mereka

untuk mengawini keluarga dekatnya.

Bagi laki-laki di Afrika, perkawian bukan hanya ber-fungsi pemenuhan

kebutuhan seksual, tetapi juga kebutuhan melahirkan suatu generasi. Bila anak

tidak hadir dalam per-kawinan maka lelaki itu akan menambah jumlah isterinya

tanpa menceraikan isterinya yang dahulu. Memiliki banyak isteri dan anak

dianggap sebagai suatu tanda kesejahteraan dan kemuliaan. Mungkin belum

diketahui bahwa ada seorang laki-laki yang bahkan memiliki anak sebanyak 200

orang.

Pertimbangan-pertimbangan ekonomis merupakan sa-lah satu alasan para

suami melakukan poligami. Dalam masyarakat agraris, dimana matapencaharian

masih sangat tergantung pada alam, memiliki banyak isteri merupakan satu-

satunya pilihan. Suami sebagai bekerja di ladang, usaha membuka lahan baru

dan berburu di hutan, membutuhkan banyak tenaga. Tenaga kerja seperti itu,

tidak bisa di ambil oleh orang lain, karena hubungan ketenaga kerjaan hanya

bersifat sementara. Oleh karena itu, suami-suami pada masa itu memilih kawin

dengan beberapa wanita untuk dijadikan tenaga kerja yang dapat membantu

suami. Dan hasilnya di bagikan untuk isteri dan anak-anaknya. Maka tidak heran,

apabila beberapa waktu lalu, seorang suami memiliki banyak isteri dan anak

dengan tanah dan kekayaannya yang luas.

yang aman bagi anak-anaknya. Konsep relativisme kebudayaan tidak berarti bahwa semua adat

mempunyai nilai yang sama. Dibeberapa tempat pola prilaku mungkin merugikan, tetapi ditempat

lain mempunyai tujuan dalam kebudayaannya, dan masyarakat akan mende-rita tanpa pola

semaam itu, kecuali dicarikan penggantinya. Oleh karena itulah dalam konsep relativisme

kebudayaan sering dituduh mengabaikan moralitas (Lihat Horton and Hurt, Sosiologi, hal. 76-

78).

Page 50: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

44 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Pada masyarakat yang berpoligami isteri tambahan tidak selalu diartikan

sebagai beban tanggungan keuangan. Pada banyak suku di Afrika misalnya,

wanita bekerja pada sektor-sektor pertanian dan memiliki penghasilan di atas

rata-rata untuk menghidupi isterinya.

Seorang laki-laki yang sanak saudaranya tidak dapat menyediakan mas

kawin yang cukup tidak dapat memperoleh isteri kedua meskipun wanita itu tidak

akan menjadi beban ekonomis baginya.

Tetapi sebaliknya, seorang laki-laki dianggap bertindak gegabah jika ia

mengawini seorang wanita lagi padahal kedudukannya status sosial ekonominya

sangat rendah. Sedangkan seseorang yang memiliki kemampuan ekonomi dan

politik bo-leh memperbanyak isteri sebagai pengesahan akan kedudu-kannya atau

untuk memperkuat gabungan dengan keluarga lain atau tokoh politik lainnya.

Bagi orang-orang eskimo yang mata pencahariannya berburu, perkawinan dengan

isteri kedua me-nunjukkan kemahiran dalam berburu. Hal ini sering ditandai,

isteri yang dinikahinya difungsikan untuk mengurus kulit-kulit binatang hasil

buruannya.

Di China, praktek poligami memperkenankan laki-laki untuk mengambil

gundik ke dalam rumah tangganya. Wanita-wanita itu kedudukannya sebagai

isteri kedua. Pengambilan seorang gundik hampir menyerupai sebuah pembelian,

dan hanya orang kaya saja yang mampu melakukannya. Demikian juga di Jepang,

orang kaya diperkenankan mengambil wanita sebagai gundik. Tetapi di India,

pengaturan poligami sangat terbatas, sebab hukum agama Hindu tidak

mendukung perbuatan itu dan sedikit sekali orang yang mempunyai lebih dari

satu isteri. Namun dalam agama Islam, laki-laki diper-kenankan untuk

mengambil isteri lebih dari satu. Maksimal isteri yang dinikahinya berjumlah

empat orang. Proses perkawinan poligami dalam Islam dikakukan dengan syarat-

syarat tertentu, antara lain kemampuan berlaku adil terhadap isteri-isterinya 4.

Dewasa ini, polemik di sekitar perkawinan poligami bagi wanita belum

akan berakhir. Namun secara sosiologis, praktik poligami yang dilakukan oleh

sebagian masyarakat me-rupakan keabsahan maksimal untuk melakukan suatu

perluasan hubungan seksual yang pernah dipraktekan oleh sejarah manusia, baik

poligami itu disetujui oleh wanita atau tidak.

Bentuk yang sangat jarang di temukan adalah poliandri, dimana satu isteri

memiliki beberapa suami. Poliandri berasal dari bahasa Yunani polus yang

artinya banyak, aner yang berarti negatif dan andros yang berarti laki-laki 5.

Poliandri digunakan untuk para isteri yang mengambil beberapa laki-laki

sebagai suaminya. Dengan kata lain, poliandri adalah kebalikan dari poligini yang

kedua-duannya termasuk bentuk perkawinan poligami 6.

4 Op.Cit, hlm. 94-95

5 Anonimous, Ensiklopedi Indonesia jilid 5 Ictiar Baru Van Hooeve & Elsevier Publishing

Project, Jakarta 1984 hal. 2736 6 “Poligamy is a type of marriage wihich a person may legally have several spouse

concurrently, as opposed to monogamy, marriage to only one spouse at a time. It may take form

Page 51: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 45

Bentuk perkawinan semacam poliandri sangat jarang ditemukan dalam

masyarakat. Namun tipe perkawinan yang lebih umum dilakukan adalah

perkawinan poligini yang memiliki legalitas yang sangat mengakar dalam

masyarakat dan secara spiritual ditegaskan oleh agama dengan beberapa pem-

batasan.

Poliandri hanya bisa ditelusuri pada masyarakat Toda dan Nayar di India,

Ceylon, Tibet, Marquesan dan beberapa suku Eskimo. Pada berbagai masyarakat

dunia, poliandri sangat dikecam. Dalam ajaran Islam, pengecaman itu

dimaksudkan untuk menetralisir seseorang dalam keturunannya.

Toda merupakan sebuah suku pedalaman Gunung Nilgiri, India Selatan.

Jumlah anggota sukunya pada tahun 1960-an sekitar 600 orang. Setelah adanya

perbaikan fasilitas kesehatan, populasi mereka tercatat sangat meningkat.

Masyarakat Toda terbagi ke dalam dua kelompok ma-syarakat endogami

sebagai kelompok terbesar yang menjadi penguasa atas kelompok lainnya.

Beberapa anggota dari ma-sing-masing kelompok tersebut menyatukan diri pada

beberapa patrilineal clans yang eksogami, namun di antara mereka ada juga yang

termasuk keturunan matrilineal yang merupakan basis dari eksogami.

Dengan demikian, setiap orang Toda mesti kawin dengan sesama

kelompoknya, tetapi mereka juga tidak boleh mengambil seseorang atau beberapa

orang isteri dari anggota sukunya yang patrilineal atau kelompok yang

matrilineal.

Poliandri dilakukan dengan sejumlah laki-laki yang biasanya terdiri dari

beberapa saudara sekandung (fraternal) untuk memiliki isteri secara bersama-

sama. Apabila seseorang menikah dengan seorang wanita, maka saudara-saudara

laki-laki itu boleh memiliki wanita yang dinikahinya. Mereka hidup bersama-

sama tanpa ada rasa cemburu atau percekcokan 7

Faktor yang menyebabkan terjadinya poliandri pada masyarakat Toda ialah

karena tidak seimbangnya antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan.

Di Toda, jumlah penduduk laki-laki jauh lebih banyak daripada jumlah pen-

duduk wanita. Selain itu, mereka hidup di tengah-tengah sua-sana yang keras, di

mana makanan sangat langka dan pem-bunuhan bayi perempuan dilakukan untuk

membatasi jum-lahnya. Oleh karena itulah, keseimbangan jumlah laki-laki dan

perempuan sengaja diciptakan untuk mempertahankan po-liandri 8.

Di daerah Nayar India Selatan, seorang anak yang mendapat pengakuan

ayahnya harus diberi nama dengan nama marga ibunya. Seorang suami yang

of poliandry or poligyny”. Lexci-con Universal Encyclopedia 15/P by Lexcicon Publications,

Inc., USA., Copyright 1990, p. 419 7 William Benton, Encyclopedia Britannica, Vol 22 by Enclopedia Britanica, Inc.,

U.S.A., 1970, p. 50. 8 Lihat, Lexicon Encyclopedia, Ibid., “Poliandri is associated with societies in which men

outnumber women, as among the Toda of India who practice female Infanticide.

Page 52: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

46 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

melakukan poliandri tidak memiliki kedudukan yang eklusif dalam berhubungan

seks dengan isterinya 9.

Pada masyarakat Nayar, jika seorang wanita dikawinkan semasa kanak-

kanak, maka kewenangan untuk menjadi suaminya dicadangkan pula untuk

semua saudara suaminya yang belum lahir.

Kalau seorang isteri itu kemudian hamil, saudara laki-laki tertua dalam

upacara adat menyerahkan sebuah busur panah kepada perempuan itu untuk

menentukan status sosial ayah dari anak yang dikandungnya 10

.

Dengan demikian, keturunan wanita tersebut menjadi warga suku laki-laki.

Poliandri yang dilakukan adakalanya para suami itu terdiri dari berlainan suku.

Dalam situasi demikian, laki-laki tertua itu akan terus menjadi ayahnya dari

semua anak yang dilahirkan dari isteri bersamanya, sampai ada lelaki lain yang

diresmikan pada upacara adat dengan menyerahkan anak panah untuk diakui

sebagai ayah sosialnya. Demikian pula apabila suami tertua meningal, maka

anaknya akan menganggap itu sebagai ayahnya, jika tidak ada laki-laki lain yang

melakukan upacara itu.

Namun apabila suami itu terdiri dari suami-suami yang bersaudara, maka

mereka semua diangap sebagai ayahnya si anak, walaupun yang disebutnya

hanya seorang. Jika ditanyakan kepada mereka siapa ayahnya, maka cukuplah

laki-laki yang paling besar pengaruhnya yang dapat dijadikan ayah.

Inilah potret poliandri di Toda India Selatan yang men-jadi pola kehidupan

keluarga di sana.

2. Eksogami dan Endogami

Pada sebagian masyarakat, pemilihan jodoh hanya boleh dilakukan dengan

orang di luar kelompoknya. Pemilihan seperti ini dinamakan eksogami. Sifat

pemilihan jodoh dari luar kelompoknya itu mungkin saja sebuah larangan.

Namun, la-rangan perkawinan yang tidak dikehendaki masyarakat, juga meliputi

hubungan sedarah yang sangat dekat. Orang tidak boleh mengawini saudara

sekandung atau juga saudara sedarah dekat lainnya. Selain itu, larangan

perkawinan eksogami dilakukan terhadap larangan perkawinan dalam klan,

kampung bahkan dalam sukunya sendiri.

Perkawinan juga hanya boleh dilakukan pada kelompoknya sendiri. Model

perkawinan seperti ini dinamakan en-dogami. Praktek yang biasa terjadi dalam

endogami adalah perkawinan dalam satu suku, kampung dan mungkin juga klas

dalam masyarakat primitif. Di negara bagian Amerika Serikat, praktek

9 Pada daerah Ceylon (Sinhales) suami pertama lebih diprioritaskan. Suami-suami

berikutnya harus mendapat ijin terlebih dahulu dari suami pertama untuk berhubungan seksual

dengan isteri bersamanya. Anak keturunan mereka mendapat bagian yang sama dari kekayaan ibu

dan bapaknya. Lihat, Lexicon Universal Encyclopedia, Ibid. 10 Benton William, Loc.Cit. Di sana dijelaskan, “When a Toda Women becomes Pregnant

one of her husband ceremonially present her with a toy bow and arrow, thus proclaiming himself

the social father of her children”.

Page 53: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 47

perkawinan endogami rasial dilegalkan oleh peraturan setempat, sehingga

Mahkamah Agung Amerika pada tahun 1967 menghapuskan perkawinan rasial

semacam itu.

Suku Aranda di Australia bagian tengah mempunyai pola perkawinan yang

rumit, dimana pria hanya dapat mengawini seorang wanita dari suatu kelompok

tertentu. Dalam sejumlah masyarakat, peraturan semacam itu menyebabkan

pemilihan jodoh menjadi kurang penting, karena seseorang hanya diizinkan

menikah dengan orang luar kelompoknya saja. Jika jodoh yang diluar

kelompoknya itu tidak cocok, maka suami isteri yang seharusnya menjadi mertua

biasanya akan mengangkat seorang anak yang dapat dikawinkan dari keluarga

lainnya.

Setiap masyarakat, memiliki praktek eksogami dan endogami berdasarkan

batas-batas kedekatan kelompok eksogaminya dan batas-batas kejauhan

endogaminya dalam pemilihan jodoh. Kadangkala hanya terdapat sedikit peluang

untuk memilih di antara dua batas tersebut.

Dengan demikian, lembaga perkawinan dengan segala sistemnya adalah

suatu lembaga bagi suatu masyarakat yang berguna untuk memenuhi kebutuhan

manusia. Sistem perkawinan itu dilakukan secara berbeda-beda dengan tingkat

modifikasi penggunaannya yang berlainan pada masing-masing masyarakat.

B. Sistem Perceraian

Apakah sebuah perceraian merupakan krisis atau kegagalan dalam

berumah tangga ? adalah tergantung dari kebudayaan setempat. Konsep

relativisme kebudayaan berlaku di sini. Menempatkan perceraian sebagai

kegagalan dalam berumah tangga adalah bias 11

. Berbagai studi mengenai hal ini

menyebutkan pada setiap masyarakat terdapat institusi mengenai penyelesaian

perkawinan yang disebut dengan perceraian yang sama halnya dengan

mempersiapkan perkawinan.

Perceraian mungkin juga dianggap sebagai suatu kesialan dalam rumah

tangga di manapun. Tetapi pandangan demikian harus juga diikuti dengan

keyakinan bahwa perceraian merupakan suatu penemuan sosial, suatu macam

11 Bias ialah kecenderungan yang tidak disadari untuk melihat kenyataan dengan cara

tertentu yang dipengaruhi oleh keinginan, kepentingan atau nilai-nilai seseorang. Hasil penelitian

penulis di Desa Sukamelang Kec. Kroya. Kab. Indramayu ditemukan bahwa perceraian merupakan pilihan yang membahagiakan dalam berumah tangga. Dalam masyarakat setem-pat

dikenal konsep cerai tamba, yaitu perceraian sebagai suatui obat. Beberapa alasan pasangan

suami isteri melakukan cerai tamba ialah agar kehidupan rumah tangga lebih meningkat secara

ekonomis, agar terhin-dar dari berbagai penyakit yang menimpa keluarga dan untuk memper-oleh

keturunan. Carai tamba dilakukan tanpa adanya konflik dalam keluarga. Yang pasti, masalah

yang dihadapi berkisar pada kesejahteraan keluarga. Praktik cerai tamba dilakukan dihadapan

seorang dukun (paranormal). Pasangan suami isteri menjelaskan situasi rumah tangga, setelah itu

paranormal tersebut menghitung berdasarkan perhitungan Ja-wa bahwa pasangan suami isteri

harus bercerai agar terhindar dari him-pitan beban keluarga. Oleh karena itu, perceraian adalah

pilihan yang membahagiakan.

Page 54: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

48 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

pengamanan bagi ketegangan yang ditimbulkan oleh perkawinan sendiri. Namun

demikian, kendatipun angka perceraian dalam suatu daerah sangat tinggi, tetapi

tidak satupun masyarakat yang memiliki persetujuan yang kuat terhadap

perceraian.

Alasan terjadinya perceraian bagi sebagian masyarakat sangatlah berbeda-

beda. Di wilayah China misalnya, kekurang ajaran seorang wanita terhadap sanak

suaminya yang lebih tua dipandang sebagai alasan yang cukup kuat untuk

bercerai. Tetapi di Barat, meskipun menghormati mertua merupakan suatu

kesopanan yang dianjurkan, tetapi tidak ada keharusan bagi suami istri untuk

menghormati mertua secara berlebihan.

Bagi keluarga luas, perseteruan antara suami isteri mungkin sangat

menjengkelkan. Hal ini bagi sebagian masyarakat dianggap pertimbangan

mengajukan rencana perceraian. Tetapi tidak demikian pada jaringan keluarga

luas. Sebuah perceraian hanya bisa diajukan apabila menyinggung norma-norma

yang berlaku pada keluarga luas, meskipun antara isteri dan suaminya terjadi

ketegangan.

Dalam perspektif sosiologis, perkawinan merupakan suatu proses

pertukaran hak dan kewajiban yang terjadi di antara sepasang suami isteri. Oleh

karena perkawinan merupakan proses integrasi dua individu, maka proses

pertukaran ini senantiasa harus dirundingkan dan dinegosiasikan. Perceraian

terjadi dalam keluarga diawali dari suatu kegagalan dalam me-negosiasikan hak

dan kewajiban. Lebih dari itu, awal dari sebuah percekcokan dalam keluarga juga

disebabkan karena munculnya suatu dugaan terhadap masing-masing pasangan

tanpa melakukan beberapa interpretasi peristiwanya.

Misalnya, apabila suami terlambat pulang ke rumah dari pekerjaannya,

kemudian dalam pikiran isreri terbayang bahwa suaminya melakukan serong dan

penyelewengan seksual. Tentu saja, apabila penafsiran terhadap peristiwa

keterlambatan suami dilakukan berdasarkan atas satu interpretasi saja, maka yang

muncul ialah kecurigaan yang berakhir dengan pertentangan. Tetapi apabila

keterlambatan suami itu diinterpretasikan melalui banyak penafsiran, seperti

macet di jalan, atau dompetnya hilang sehinga tidak punya ongkos dan

sebagainya, maka yang lahir adalah proses negosiasi-negosiasi yang

argumentatif.

Bisa juga terjadi, suatu perceraian di awali oleh hilangnya pemberian pujian

dan penghargaan terhadap pasangan. Pujian dan penghargaan dalam suatu

perkawinan merupakan dukungan emosional yang sangat penting artinya bagi

kelang-sungan sebuah keluarga. Dampak yang sering muncul dari hilangnya

pemberian pujian dan penghargaan ialah semakin sulitnya untuk berbicara dan

berdiskusi mengenai masalah-masalah yang perlu dicari jalan keluarnya. Setelah

itu, masing-masing pasangan akan menganggap pasangannya sebagai orang lain.

Kegiatan-kegiatan di luar rumah merupakan pilihan yang menentramkan bagi

mereka yang sedang mengalami krisis keluarga. Oleh karena itulah, dalam situasi

dan kondisi seperti ini merupaan “peringatan” akan kemungkinan terjadinya per-

ceraian.

Page 55: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 49

Perceraian berkaitan pula dengan tingkat kebudayaan dimana masyarakat

tinggal. Di Jepang, sampai tahun 1920 tingkat perceraian lebih tinggi daripada

Amerika Serikat. Tingginya tingkat perceraian di Jepang ini berkaitan dengan

berla-kunya sistem keluarga luas yang menganut garis keturunan patrilineal.

Perceraian di Jepang pada masa ini lebih merupakan refleksi para isteri atas

ketidapuasannya terhadap keluarga mer-tua. Namun seiring dengan perubahan

industrialisasi, keluarga Jepang berubah menjadi keluarga konjugal dan akhirnya

tingkat perceraian semakin menurun.

Akan tetapi menurut Goode, di negara-negara Islam tinggi rendahnya

tingkat perceraian dikaitkan dengan pemahaman seseorang terhadap agama yang

dianutnya. Disisi lain, pada negara-negara Islam, suami memiliki hak untuk

menja-tuhkan thalak kepada isterinya. Dari perspektif ini, di negara muslim

seperti Algeria, pada tahun 1900 tingkat perceraiannya lebih tinggi di banding

dengan Amerika.

Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat perceraian. Sebagian

sosiolog melihat, perceraian merupakan produk dari industrialisasi dan urbanisasi 12

. Meskipun tingginya perceraian diakibatkan oleh industrialisasi, namun bagi

Goode tidaklah demikian. Ia melihat tingginya tingkat perceraian ditentukan oleh

sistem keluarga yang di anut. Pada ma-syarakat yang menggunakan sistem

keluarga luas seperti di Jepang, tingkat perceraiannya sangat tinggi akan tetapi

pada saat modernisasi di jalankan di Jepang, maka sistem keluarga beralih

menjadi keluaga konjugal dan perceraian menjadi menurun.

Pola kehidupan keluarga konjugal membawa konsekuensi tersendiri dalam

kehidupan keluarga. Dalam keluarga konjugal, jumlah anggota keluarga sangat

terbatas pada ayah, ibu dan 1 atau 2 orang anak. Peran dominan dalam keluarga

ditangani oleh suami dan isteri. Oleh karena itu, kerabat lainnya tidak lagi

menjadi penyangga keluarga konjugal, sebagaimana yang biasa terjadi dalam

keluarga luas. Tentu saja tingkat ketergantungan terhadap kerabat menjadi

berkurang. Hubungan keluarga tidak lagi dibangun berdasarkan kebutuhan finan-

sial, karena kebutuhan semacam itu sudah disediakan di luar lembaga keluarga.

Dalam keluarga konjugal, hubungan dengan kerabat didasarkan semata-mata

pada adanya ikatan emosional belaka dan ikatan seketurunan. Konsekuensi

logisnya keluarga konjugal menerima beban yang cukup berat dalam menghidupi

keluarga. Kerabat-kerabat lain tidak lagi bisa memberikan bantuan dan kontrol

terhadap kehidupan antar keluarga menjadi sangat berkurang. Oleh karena itu,

pola keluarga konjugal dimungkinkan lebih mudah pecah apabila terjadi konflik

antar suami isteri karena hubungan dengan kerabat semakin jauh dan bahkan

kurang penting. Tekanan kerabat yang mengharuskan mereka bersatu dan

mempertahankan perkawinan sangat sedikit.

Berbeda dengan keluarga kojugal, dalam keluarga luas, ketahanan

perkawinan, sebagaimana disinyalir oleh Goode banyak juga ditentukan oleh

12 Scanzoni, Letha Dawson dan John Scanzoni, Men, Women and Change: A Sociology of

Marriage and Family, New York: McGraw. Hill Book Company, 1981

Page 56: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

50 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

kepedulian keluarga luas. Fokus ketahanan perkawinan tidak diletakan atas dasar

kokohnya ikatan hubungan suami isteri belaka, melainkan pada pan-dangan

keluarga luas dan ikut sertanya keluarga luas dalam mempertahankan

perkawinan. Oleh karena itu, meskipun pasangan suami isteri sudah tidak serasi,

hal itu tidaklah cukup sebagai alasan untuk bercerai. Selama tingkah laku suami

atau isteri dianggap serasi dengan kehidupan keluarga luas, alasan perceraian

yang didasarkan atas ketidakcocokan dianggap tidak penting.

Hal-hal seperti inilah yang disinyalir oleh Goode sebagai peluang

terbukanya tingkat perceraian yang lebih tinggi pada keluarga konjugal, tetapi

tidak pada keluarga luas. Dan oleh karena itu, dia tidak melihat tingginya tingkat

perceraian secara signifikan dengan industrialisasi.

Industrialisasi yang telah mengubah wajah keluarga dari keluarga luas ke

keluarga konjugal, pada beberapa kawasan memberi dampak yang berbeda

terhadap tingkat perceraian. Untuk kasus Jepang dan beberapa negara Arab, pola

kehidupan keluarga konjugal masih memberi harapan bagi ketahanan keluarga.

Hal itu dikarenakan oleh karena masih berlakunya norma menghormati yang tua

di Jepang serta menggantungkan kehidupan keluarga pada suami (laki-laki) di

negara Arab sebagai faktor ketahanan keluarga konjugal 13

.

Lebih dari itu, adanya perubahan pada tingkat perceraian dalam suatu

daerah menunjukkan telah terjadinya perubahan sosial lainnya di tengah-tengah

masyarakat. Namun tidak berlaku sebaliknya bahwa masyarakat tersebut telah

mengalami disorganisasi.

Diantara indikasi perubahan sosial yang cukup berpe-ngaruh terhadap

perceraian ialah:

a. Perubahan pada makna yang terkandung dalam perceraian. Beberapa waktu

lalu, boleh dikatakan bahwa hampir setiap orang yang bercerai kehilangan

kehormatan dalam ling-kungan sosialnya atau terkucilkan dari kehidupan

sosial. Pada masa itu, perceraian dianggap sebagai kegagalan dalam rumah

tangga karena di dalam masyarakat diajarkan untuk hidup rukun dan damai.

Maka begitu suatu konflik di tengah-tengah keluarga berlangsung yang

berujung pada perceraian dianggap sebagai kegagalan dalam membina

kerukunan keluarga. Status sebagai janda yang diakibatkan oleh perceraian

dianggap memalukan dan menimbulkan kecurigaan masyarakat. Namun

seiring berubahnya waktu, status seseorang dewasa ini tidak lagi

dipersoalkan, apalagi di kota-kota besar status janda atau duda merupakan hal

yang biasa bahkan bukan lagi menghambat suatu aktifitas, karena tekanan

13 Adanya rasa ketergantungan, baik finansial maupun emosional seorang isteri terhadap

suami nampaknya merupakan indikasi terbangunnya ketahanan sebuah keluarga. Dewasa ini,

tingkat ketergantungan isteri terhadap suami cenderung melemah, karena isteri diberi kesempatan

untuk berperan pada sektor publik yang selama ini di kuasai oleh laki-laki. Lahirnya tuntutan

persamaan hak laki-laki dan perempuan telah menempatkan perempuan menjadi subjek dalam

membangun dunia ini, juga diklaim sebagai indikasi dari melemahnya ikatan suami isteri dalam

keluarga. Padahal, apabila suatu hubungan antar suami isteri menem-patkan peranannya secara

kompeten, yaitu suami di sektor publik dan pe-rempuan pada sektoir domestik nampaknya secara

serius perlu diper-timbangkan secara aktual.

Page 57: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 51

yang ditonjolkan pada masyarakat kota adalah peran, bukan status

individunya.

b. Perubahan pada longgarnnya pengawasan kerabat, teman dan lingkungan

tetangga terhadap keutuhan keluarga. Kepedulian terhadap keutuhan sebuah

keluarga barangkali hanya bisa dirasakan pada masa-masa dulu. Pada masa

itu, keutuhan sebuah keluarga menjadi tanggungjawab bersama. Apalagi

dalam keluarga luas, krisis yang dihadapi oleh sebuah keluarga dianggap

sebagai krisis seluruh keluarga. Semua bagian dalam keluarga melibatkan

diri untuk mempertahan-kan perkawinan bagi keluarga yang sedang

mengalami krisis. Kini, semuanya telah bergeser, sebuah perkawinan

dipandang sebagai milik seseorang sehingga idealisme in-divual melihat

bahwa perkawinan merupakan sebuah ke-giatan praktis yang harus dilalui

seseorang. Seseorang dapat memilih untuk melanjutkan kegiatan yang praktis

tersebut atau mencari kegiatan yang lebih dianggap praktis. Oleh kerena

itulah dukungan dan pengawasan dari kerabat, te-man dan tetangga terhadap

keutuhan keluarga menjadi berkurang;

c. Tersedianya berbagai pilihan di luar keluarga. Saling tergantung antara

suami isteri merupakan indikasi keutuhan keluarga. Namun dewasa ini

kebutuhan-kebutuhan yang biasanya dapat dipenuhi keluarga telah

menyebabkan ketergan-tungan suami isteri menjadi berkurang. Misalnya

untuk memenuhi kebutuhan biologis bagi seseorang yang bia-sanya dipenuhi

dalam keluarga kini dapat dicari di luar keluarga. Rumah makan, panti pijat,

hotel, tempat hiburan dan sebagainya memungkinkan hilangnya

ketergantungan antara suami dan isteri. Kebutuhan yang bisa dipenuhi di luar

keluarga dapat memberikan kesempatan bagi pasangan suami isteri yang

sedang mengalami krisis untuk lebih ter-tarik berada di luar rumah;

d. Lahirnya tuntutan persamaan hak laki-laki dan wanita. Dalam masyarakat

modern perbedaan jenis kelamin tidak lagi menjadi kecenderungan bagi

seseorang untuk memperoleh jabatan tertentu. Seseorang bisa menempati

posisi tertentu bukan didasarkan atas gender, melainkan pada keahlian yang

dimilikinya. Oleh karena itulah, kesempatan untuk merebut peluang karir bagi

wanita semakin terbuka. Di sinilah letak masalahnya dimana hubungan

antara suami dan isteri mengalami gangguan. Orientasi membangun ke-

luargapun bergeser dari orientasi untuk memperoleh ke-turunan menjadi

orientasi meningkatkan karir. Disamping itu perubahan orientasi ini juga

mempengaruhi pasangan suami isteri untuk mempertahankan perkawinan.

C. Hubungan Suami Isteri Pasca Perceraian

Ketika terjadi perceriaan, hubungan suami isteri mungkin berakhir dengan

suatu permusuhan. Hubungan semacam ini sebagai sebuah penderitaan berat.

Sekalipun kesalahan bersumber dari kedua belah pihak. Tak ada seorangpun yang

mengharapkan semua ini terjadi.

Karena adanya unsur-unsur yang merusak dalam perceraian, para sosiolog

menyatakan bahwa penyesuaian perceraian sama dengan kematian dalam arti

Page 58: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

52 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

sosial, bukan kematian dalam arti biologis. Kematian itu sangat menyakitkan dan

tidak ada seorangpun yang dapat menggantikan orang yang telah mati. Demikian

juga dengan perceraian.

Perceraian dan kematian memiliki segi-segi kesamaan, antara lain:

1. Penghentian kepuasan seksual;

2. Hilangnya persahabatan, kasih dan rasa aman;

3. Peran orang dewasa menjadi hilang untuk diikuti oleh anak-ananknya;

4. Beban rumah tangga bertambah berat, bagi pasangan yang ditingalkan dalam

mengurusi anak-anak;

5. Beban ekonomi menjadi tanggungan sendiri;

6. Pembagian tugas dan tanggungjawab baru dalam mengu-rusi rumah tangga 14

.

Menurut Scanzoni and Scanzoni (1981), setelah perceraian seseorang tidak

perlu bersedih dan tidak perlu mengharapkan kembali mantan pasangannya. Ini

dikarenakan bahwa perceraian itu sendiri menandakan adanya rasa benci

dikalangan suami isteri. Padangan lain Scanzoni and Scanzoni didasarkan pada

tulisan Krantzler (1973) yang berjudul “Creative Divorce” Menurut Krantzler,

perceraian telah memberikan peluang yang cukup luas kepada seseorang untuk

memperoleh pengalaman dan kreatifitas baru guna menempuh hidup yang lebih

baik dan menyenangkan dari sebelumnya.

Hasil penelitian yang menggunakan 41 sampel orang tua yang bercerai

terlihat adanya suatu hubungan-hubungan yang berkesinambungan yang

berlangsung setelah perceraian. Hubungan ini bergerak dari rasa yang paling

benci terhadap pasangan dan hubungan yang menganggap pasangan sebagai

teman. Para responden banyak menjawab pilihan bahwa pasangan itu dianggap

sebagai bukan teman dan bukan pula musuh 15

.

Hubungan yang berlangsung antara mantan pasangan suami dan isteri

sebagai sahabat ditandai oleh adanya rasa kebersamaan dalam mendidik anak-

anaknya. Mereka hidup rukun dengan tempat tinggal yang tidak berjauha. Kontak

dengan anak dilakukan dengan cara memberikan nasehat dan bahkan tidak jarang

dari mereka yang melakukan hubungan bisnis.

Sedangkan hubungan antara mantan pasangan suami isteri bukan sebagai

teman dan sebagai musuh ditandai dengan hubungan “seperlunya”. Komunikasi

dengan anak dilakukan hanya pada saat-saat tertentu, seperti dalam merayakan

ulang tahun atau pada waktu libur. Hubungan keduanya terlihat sangat kaku dan

bahkan tidak menyenangkan bagi kedua belah pihak. Mantan pasangan yang

menganggap musuh terhadap mantan pasangannya berusaha untuk tidak

melakukan komunikasi satu sama lain. Dalam forum-forum resmi, apabila

mereka hadir dalam persepsi perkawinan anak, diupayakan untuk tidak saling

menyapa satu sama lain.

14 Willliam J. Goode, Sosiologi Keluarga Terj. Lailahanoum, Bumi Aksara, 1995, hlm. 198 15 Constante, Ahrons. “The binuclear family,” Alternative Life Styles 2 Nov 1979, hlm.

499-501

Page 59: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 53

Oleh karena itulah, dalam masa perceraian posisi masing-masing suami dan

isteri berada dalam situasi penyesuaian kembali terhadap peran masing-masing

serta hubungan dengan lingkungan sosial.

Para sosiolog lainnya, melihat dampak perceraian terhadap anak sangat

tergantung dengan kondisi tertentu, yakni kondisi perkawinan orang tuanya. Bagi

seorang anak yang berasal dari keluarga tidak bahagia dalam perkawinan orang

tuanya menganggap perceraian sebagai pilihan terbaik, sedang-kan bagi anak

yang hidup di tengah-tengah lingkungan keluarga yang harmonis, perceraian

seperti mimpi buruk yang menakut-kan, trauma dan bingung menghadapinya.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak perceraian terhadap anak

selalu buruk. Anak yang orang tuanya bercerai akan hidup menderita. Secara

mental, dia kehilangan rasa aman. Perasaan iri dan sedih selalu menyelimuti

jiwanya apabila menghadapi teman sebaya disekolah bersama orang tua mereka.

Lebih sedih lagi, anak yang hidup ditengah-tengah keluarga bercerai

menjadi pendiam, tidak bergairah dan kehi-langan masa depan. Selain itu anak

yang tinggal bukan bersama orang tuanya, dengan paman atau bibinya akan

berpikir bahwa orang tuanya tidak lagi menyayanginya, bahkan mereka sering

berkhayal agar orangtuanya rujuk lagi 16

.

D. Kehidupan Keluarga Single Parent

Setelah pasangan suami isteri bercerai, masing-masing pasangan akan

menjadi seorang orang tua tunggal atau single parent. Single berarti satu atau

sendiri dan parent berarti orang tua. Singele parent adalah keluarga yang terdiri

dari orang tua tunggal baik ayah atau ibu sebagai akibat perceraian, dan kematian

yang bertanggungjawab dalam mengurusi anak-anak. Demikian pula single

parent itu dapat terjadi pada lahirnya seorang anak tanpa ikatan perkawinan yang

syah dan peme-liharaannya menjadi tanggungjawab ibu 17

.

Keluarga single parent dapat diakibatkan oleh percerai-an, kematian, orang

tua angkat dan orang tua yang berpisah tempat tinggal (belum bercerai).

Single parent yang diakibatkan oleh kematian salah satu orang tua akan

menimbulkan suatu krisis yang dihadapi ang-gota keluarga. Namun menurut

Polak krisis yang ditimbulkan oleh kematian seorang bapak atau ibu tidaklah

begitu besar pengaruhnya sebagai krisis yang muncul dalam keluarga dari pada

diakibatkan oleh perceraian 18

.

Kehilangan seorang ayah akibat kematian sangat meng-gangu terhadap

ekonomi sebuah keluarga karena peranan ekonomi yang dijalankan ayah dalam

16 Gerald R. Leslie. The Family in Social Context. New York: Oxford Univerity Press,

1967. 17 Bandingkan dengan Hurlock yang mengatakan “in a single-parent family, the parent

may be either the mother and the father who assumes the responsibility for the children after death

or divorce or the birth of a illegitimate child” Lihat; Child Development, London: Mc Grow Hill

Book Company, 1978, hlm. 386 18 Polak, J.B. Af Mayor, Sosiologi suatu Buku Pengantar Ringkas. PT Ictiar Baru, Jakarta,

1979, hlm. 363,

Page 60: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

54 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

keluarga telah tiada. Akan tetapi walaupun keadaannya seperti itu janda-janda

jarang sekali untuk mengambil bapak tiri. Peran ayah secara wajar dapar

digantikan oleh ibu daripada mengambil ayah tiri, karena diang-gap peran ayah

tiri tidak mendukung bagi pendidikan anak.

Keluarga single parent akan mendapat tugas ganda. Apabila yang terjadi

adalah ketiadaan ayah, maka peran ibu menjadi bertambah sebagai pencari rezeki

dan pengasuhan anak. Demikian pula apabila ketiadaan ibu yang terjadi, maka

peran ayah menggantikan ibu dalam mendidik anak dan men-cari nafkah 19

.

Dalam keluarga single parent biasanya anak-anak ikut dengan kakek dan

neneknya dalam beberapa waktu. Tentu saja dampak kejadian seperti ini anak

akan aman secara emosional dan menuruti apa yang dikehendaki dan diinginkan

oleh kakek dan neneknya. Suatu keadaan yang tidak kondusif bagi hubung-an

anak dengan orang tuanya.

Dampak dari kehidupan keluarga single parent ter-hadap pendidikan anak-

anak sangat signifikan. Rendahnya pen-didikan akibat dari tidak lengkapnya

orang tua mereka dapat dibuktikan. Dampak tersebut bukan hanya diakibatkan

oleh hilangnya salah satu orang tua melainkan ditentukan pula oleh faktor

lainnya, seperti status sosial ekonomi orang tuanya dan kebiasaan-kebiasaan

dalam keluarga. Bahkan di Amerika, se-buah studi longitudinal terhadap wanita

bercerai dan tidak kawin lagi bahwa mereka mengalami penurunan pendapatan

sebesar 50%.

Akan tetapi status sosial ekonomi orang tua single parent terhadap

pendidikan anak tidaklah mutlak, sebab hal ini juga sangat tergantung dari sikap-

sikap orang tua bagaimana mendidik anaknya.

Oleh karena itulah, untuk membangun komunikasi an-tara anak dan orang

tua single parent dibutuhkan suatu cara tententu dalam meyakinkan anaknya

mengenai status mereka dalam keluarga. Misalnya bersikap jujur tentang situasi

yang dihadapi oleh ayah dan ibunya yang bisa dikomunikasikan dengan anak

pada saat-saat khusus dengan sedapat mungkin menghadirkan mantan pasangan

suami isteri. Selain itu juga perlu diyakinkan terhadap anak bahwa status

perceraian mereka tidak sekali-kali status anak membebani mereka dan menya-

lahkan anaknya akan putusnya hubungan perkawinan antara suami dan isteri.

Keluarga single parent yang disebabkan oleh berpi-sahnya tempat tingal

harus diyakinkan kepada anak-anaknya agar tidak memberikan harapan tentang

kemungkinannya untuk rujuk kembali.

Selain itu, orang tua juga perlu mengatasi persoalan yang dihadapi anak

akibat terjadinya single parent, antara lain:

19 Sejumlah bukti yang dikemukakan mengenai keluarga single parent dijelaskan oleh

Horton and Hurt (1996: 280-281). Para suami yang hidup dengan anak-anaknya tanpa kehadiran

seorang ibu mampu membesarkan anak mereka sendiri walaupun banyak mendatangkan masalah.

Di Ame-rika keluarga dengan satu orang tua meningkat menjadi 11 % pada tahun 1970 dan 21 %

pada tahun 1981. Namun dewasa ini kecenderungannya menunjukkan adanya kesempatan bagi

anak untuk memilih dengan salah satu orang tuanya menjadi 50 : 50 sebelum mereka berusia 18

tahun.

Page 61: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 55

1. Mengajarkan anak dalam menghadapi peristiwa yang mung-kin terjadi;

2. Mengenalkan kepada anak emosi yang timbul, seperti marah, rasa takut dan

rasa bersalah;

3. Menekankan hidup untuk masa depan dari pada masa lampau;

4. Membantu hubungan anak dengan orang lain agar lebih aktif daripada upaya

mengendalikan hubungan tersebut;

5. Menghindarkan anak dari pemberian kasih sayang yang emosional yang

sifatnya merusak;

6. Mengajarkan kesempatan kepada anak untuk memikul suatu tanggung jawab

dalam menghadapi kehidupan yang diakibatkan oleh suatu hubungan antar

orang;

7. Mengajarkan kepada anak agar menghormati bapak/ibu yang bercerai.

Page 62: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

56 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Page 63: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

BAB IV

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA

MENYELESAIKAN SENGKETA

PERCERAIAN

A. Konsep Peradilan Agama di Indonesia

Pengadilan Agama adalah Pengadilan tingkat pertama di lingkungan

Peradilan Agama, dan untuk tingkat banding disebut Pengadilan Tinggi Agama.

Pengadilan Agama berwenang mengadili perkara-perkara perdata antara orang

Islam dengan orang Islam, sepanjang perkara-perkara terebut bukan wewenang

Pengadilan di lingkungan Peradilan umum.

Pada masa penjajahan pemerintahan Belanda hal ini diatur dalam staatsblad

1940 Nomor 3, disebutkan Peraturan Peradilan Agama Islam Jawa dan Madura,

Peradilan tersebut berasal dari istilah “Priesterraad” atau “Raad-agama”.

Raad berarti Majelis Hakim atau Mahkamah. Oleh karena itu Pengadilan

Agama di luar Jawa dan Madura serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan

disebut Mahkamah Syar‟iyah. Pengaruh Agama yang menonjol adalah hukum

perkawinan dan hukum keluarga. Dalam masalah mengenai perkawinan ini

biasanya ditangani oleh kantor pencatatan sipil bagi yang beragama di luar Islam

dan bagi yang beragama Islam ditangani oleh Pengadilan Agama. Selain itu,

Pengadilan Agama telah ada baik dalam konstitusi RIS pada pasal 144 maupun

dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, yakni tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana dinyatakan sebagai

berikut:

Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan:1

a. Peradilan Umum

b. Peradilan Agama

c. Peradilan Militer

d. Peradilan Tata Usaha Negara.

Kemudian dalam pasal 63 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 kembali

ditegaskan tentang kedudukan dan fungsi Pengadilan Agama dalam memeriksa

mengadili sengketa perkara yang timbul dalam hukum kekeluargaan. Begitu pula

dalam pasal 44 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah

Agung memberi penegasan bahwa putusan dari semua Peradilan termasuk

lingkungan Peradilan Agama dapat mengajukan permohonan kasasi ke

1 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 10.

Page 64: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

58 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Mahkamah Agung. Dengan berbagai ketentuan yang tersebar dalam berbagai

pasal peraturan perundang-undangan, sudah cukup tegas menempatkan posisi

lingkungan Peradilan Agama sebagai salah satu pelaksana Kekuasaan

Kehakiman. Adapun peraturan tersebut yaitu terdapat dalam Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama, lalu perubahan kedua yakni Undang-undang

Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubhana kedua atas Undang-undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Peradilan Agama merupakan Peradilan khusus karena mengadili perkara-

perkara tertentu khususnya bagi yang beragama Islam. Sedangkan Peradilan

umum adalah Peradilan bagi rakyat pada umumnya mengenai baik perkara-

perkara perdata maupun pidana.

Posisi Pengadilan Agama dalam Peradilan di Indonesia telah jelas terlihat

dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman yaitu yang salah satu di antara empat Peradilan yang disebut dalam

Undang-undang yang mempunyai kewewenangan mengadili dalam Pengadilan

ditingkat pertama dan ditingkat banding dalam melaksanakan salah satu tugas

kekuasaan Kehakiman. Selain itu, ketentuan dalam pasal ini berkaitan dengan

yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu dalam

pasal 63 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan

Pengadilan dalam Undang-undang ini ialah:

a. Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam.

b. Pengadilan Umum bagi lainnya.

Ketentuan dalam pasal 63 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

ini menyangkut pelaksanaan dalam Undang-undang Perkawinan, yang

merupakan salah satu kewenangan Pengadilan Agama. Dalam pasal 18 Undang-

undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan

bahwa Peradilan Agama secara formil sederajat dengan Peradilan Umum oleh

karena itu dalam melaksanakan tugas Peradilan Agama harus didasarkan

ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 sehingga

Peradilan Agama harus dilaksanakan sesuai dengan pasal 4 ayat (1) yang

berbunyi: “Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama telah mengatur kedudukan Pengadilan

Agama, di mana Peradilan Agama dan Peradilan Umum adalah sederajat

kewenangannya di bidang hukum Perkawinan. Peradilan Agama berwenang di

bidang hukum perkawinan Islam sedangkan Peradilan Umum berwenang di

bidang hukum perkawinan selain Islam.

Pengadilan Tinggi Agama merupakan Pengadilan tingkat banding untuk

perkara yang diputus oleh Pengdilan Agama dan merupakan Pengadilan tingkat

pertama dan terakhir mengenai sengketa mengadili antara Pengadilan Agama di

daerah hukumnya, sedangkan dasar hukum dari Pengadilan Agama yaitu seperti

yang tercantum dalam pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

Page 65: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 59

tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama yang berbunyi: “Peradilan Agama adalah untuk orang-orang yang

beragama Islam”.

B. Kewenangan Pengadilan Agama.

Pada masa zaman orde baru dan beberapa tahun setelah berjalannya orde

reformasi Pengadilan Agama mempunyai tugas dan wewenang yang lebih sempit

apabila dibandingkan dengan tugas dan wewenang Peradilan umum. Lembaga

Peradilan Agama di seluruh Indonesia berada dalam naungan Departemen Agama

dalam hubungan admistrasi, organisasi dan finansial, sedangkan secara yudisial

ada di bawah naungan Mahkamah Agung sebagai badan Peradilan tertinggi dan

terakhir. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama.

Namun pada tanggal 31 Maret 2004 Pemerintah memberlakukan sistem

satu atap (One Roof System) ke Mahkamah Agung, sehingga pembinaan teknis

Peradilan, Organisasi, Administrasi dan Finansial Pengadilan dilakukan oleh

Mahkamah Agung sebagaimana ditegaskan dalam pasal 5 Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama.

Adapun tugas dan kewenangan Peradilan Agama diatur dalam pasal 49

Undang-Undang nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 yang berbunyi: “Pengadilan Agama bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat

pertama antara orang-orang yang bergama Islam di bidang: Perkawinan, Waris,

Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah dan Ekonomi Syari‟ah.

Adapun penjelasan yang lebih rinci mengenai kewenangan diatas dapat

dilihat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang

berlaku secara efektif menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang

diberlakukan terhitung sejak tanggal 1 Oktober 1975 kepada Pengadilan Agama

dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, Adapun tugas dan kewenangan

tersebut antara lain:2

1. Ijin poligami (pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974).

2. Ijin kawin (pasal 6 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).

3. Dispensasi kawin (pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974).

4. Pencegahan perkawinan (pasal 13 juncto pasal 17 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974).

5. Penolakan perkawinan (pasal 22 sampai pasal 26 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974).

2 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),

h. 130.

Page 66: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

60 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

6. Pembatalan perkawinan (pasal 22 sapami pasal 26 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974).

7. Perjanjian perkawinan (pasal 29 Undang-Undang nomor 1 Tahun

1974).

8. Kedudukan harta benda dalam perkawinan (pasal 25, pasal 36, pasal 37

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974).

9. Perceraian (pasal 37 sampai pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974).

10. Biaya pemeliharaan anak (pasal 41 sub b Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974).

11. Pemeliharaan anak apabila terjadi perceraian (pasal 41 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974).

12. Nafkah iddah (pasal 41 sub c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974)

13. Biaya bekas penghidupan istri (pasal 41 sub c Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974).

14. Kedudukan anak (pasal 42 dan pasal 43 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974)

15. Penentuan kehidupan anak sah atau tidak sah atas dasar tuduhan zina

(pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974).

16. Pencabutan kekuasaan orang tua atau wali (pasal 49 sampai dengan

pasal 51 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974).

17. Penolakan perkawinan campuran (pasal 60 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974).

Sebagaimana diketahui, bahwa Peradilan Islam, tugas dan wewenangnya

mencakup hal-hal Perdata, bahkan lebih menyempit pada hal-hal tentang

keluarga. Oleh karena itu, sempat muncul gagasan untuk menjadikan Pengadilan

Agama sebagai Pengadilan Keluarga (Family Courts). Dalam bukunya, Cik

Hasan Bisri3 menyatakan bahwa pandangan itu antara lain dikemukakan oleh

Bustanul Arifin dan Satjipto Rahardjo. Prospek Pengadilan Agama ke depannya

akan terus berkembang. Seteleh berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun

2006, maka wewenang Pengadilan Agama semakin bertambah banyak. Tetapi

dalam kenyataanya perkara yang paling dominan adalah perceraian. Walaupun

begitu dengan pertumbuhan penduduk dan banyaknya yang melaksanakan

pernikahan, maka peluang dalam perceraian tetap besar.

Mengenai kewenangan Peradilan dalam kaitannya dengan Hukum Acara

Perdata, biasanya menyangkut dua hal, yaitu tentang “kewenangan relatif” dan

“kewenangan absolut”.4 Kewenangan relatif diartikan sebagai kekuasaan

pengadilan yang satu jenis dan tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan

pengadilan yang sama jenis dan sama tingkatan lainnya, missal antara Pengadilan

Agama Bandung dengan Pengadilan Agama Cimahi satu jenis, yaitu sama-sama

lingkungan Peradilan Agama dan satu tingkatan, yaitu sama-sama tingkat

3 Ibid, h. 35. 4 Ibid, h. 242.

Page 67: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 61

pertama.5 Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undangNomor 7 Tahun 1989

disebutkan bahwa “Pengadilan Agama berkedudukan di kotamadya atau di

ibukota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau

kabupaten”

Kewenangan Relatif mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara

pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat. Pasal 118 H.I.R

menyangkut kekuasaan relatif dalam bahasa Belanda disebut distributive van

rechtsmacht. Asasnya adalah “yang berwenang adalah pengadilan negeri tempat

tinggal tergugat”. Asas ini dalam bahasa Latin dikenal dengan sebutan “Actor

Sequitur Forum Rei”.6

Kewenangan absolut artinya kewenangan pengadilan yang berhubungan

dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya.

Selain itu Kewenangan Mutlak menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-

badan peradilan, dilihat dari macam-macam pengadilan menyangkut pemberian

kekuasaan untuk mengadili, dan dalam bahasa Belanda disebut attributie van

rechtsmacht. Berikut dipaparkan kedua kewenangan tersebut secara lebih rinci:

1. Kewenangan Absolut

Kewenangan absolut menyangkut kewenangan badan peradilan apa untuk

memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. Dengan kata lain yang

dimaksud dengan kompetensi absolut adalah kekuasaan pengadilan yang

berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan

pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau

tingkatan pengadilan lainnya. 7

Kompetensi Absolut Dari Peradilan Agama adalah memeriksa, memutus,

dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infaq, shadaqah,

dan ekonomi syari‟ah. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 49 Undang-undang

Nomor 50 Tahun 2009.

Adapun jenis-jenis Perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama:

1) Perkawinan

Bidang hukum Perkawinan atau hukum keluarga meliputi perkara-perkara:

a) Ijin poligami beserta penetapan harta dalam perkawinan poligami.

b) Ijin kawin apabila orang tua calon suami/ isteri tidak mengijinkan

sementara calon suami/ isteri di bawah usia 21 tahun.

c) Dispensasi kawin bagi calon suami/ isteri yang beragama Islam

dan belum mencapai usia 19 dan 16 tahun.

d) Penetapan wali adlol jika wali calon isteri menolak

menikahkannya.

e) Permohonan pencabutan penolakan perkawinan oleh KUA.

5 Roihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

1995), h. 25. 6 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori

dan Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 1997), h. 11. 7 Roihan A Rasyid, Op. Cit., h. 27.

Page 68: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

62 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

f) Permohonan pencegahan perkawinan.

g) Pembatalan perkawinan.

h) Permohonan pengesahan nikah/ istibat nikah.

i) Pembatalan penolakan perkawinan campuran (perkawinan antar

warga negara yang berbeda).

j) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami isteri.

k) Cerai talak (perceraian yang diajukan suami).

l) Cerai gugat (perceraian yang diajukan isteri).

m) Talak khuluk (perceraian yang diajukan oleh isteri dengan

membayar tebusan kepada suami).

n) Li’an yaitu cerai talak atas dasar alasan isteri berzina dengan

pembuktian beradu sumpah antara suami isteri.

o) Syiqaq yaitu cerai gugat atas dasar alasan perselisihan suami isteri

dengan penunjukan hakam (juru damai) dari keluarga kedua belah

pihak.

p) Kewajiban nafkah dan mut‟ah bagi bekas isteri.

q) Gugatan harta bersama termasuk hutang untuk kepentingan

keluarga.

r) Gugatan penyangkalan anak.

s) Permohonan/ gugatan pengakuan anak.

t) Gugatan hak pemeliharaan anak.

u) Gugatan nafkah anak.

v) Permohonan pencabutan kekuasaan orang tua terhadap

pemeliharaan anak.

w) Permohonan perwalian.

x) Gugatan pencabutan kekuasaan wali.

y) Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang

ada dibawah kekuasannya.

z) Pengangkatan anak oleh WNI yang beragama Islam terhadap anak

WNI yang beragama Islam.

2) Kewarisan

a) Permohonan penetapan ahli waris dan bagiannya masing-masing.

b) Gugatan waris.

c) Akta dibawah tangan mengenai keahliwarisan.

d) Akta komparasi tentang pembagian harta waris di luar sengketa.

3) Wasiat

a) Gugatan pengesahan wasiat.

b) Gugatan pelaksanaan wasiat.

c) Gugatan pembatalan wasiat.

4) Hibah

a) Gugatan pengesahan hibah.

b) Gugatan pembatalan hibah.

5) Wakaf

a) Sengketa sah tidaknya wakaf.

Page 69: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 63

b) Sengketa pengelolaan harta wakaf.

c) Sengketa keabsahan dan kewenangan nadlir wakaf.

d) Gugatan sengketa wakaf oleh kelompok (class action).

6) Zakat, Infaq, dan Shadaqah

a) Sengketa antara Muzakki dengan BAZIZ.

b) Sengketa antara Pejabat pengawas dengan BAZIZ.

c) Sengketa antara Mustahik dengan BAZIZ.

d) Sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan baik sendiri

maupun class action dengan BAZIZ.

7) Ekonomi Syariah

Yang dimaksud “Ekonomi Syari‟ah” adalah perbuatan atau

kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syaria‟ah, antara

lain meliputi:

a) Bank Syaria‟ah.

b) Lembaga Keuangan Makro Syari‟ah.

c) Asuransi Syari‟ah.

d) Reasuransi Syari‟ah.

e) Reksadana Syari‟ah.

f) Obligasi Syari‟ah.

g) Sekuritas Syari‟ah.

h) Pembiayaan Syari‟ah.

i) Pegadaian Syari‟ah.

j) Dana pensiun Syari‟ah.

k) Bisnis Syari‟ah.

Perkara-perkara dibidang Ekonomi Syari‟ah tersebut di atas

meliputi sengketa-sengketa sebagai berikut:

a) Sengketa akibat beda menafsiri akad perjanjian.

b) Sengketa sah tidaknya akan perjanjian.

c) Sengketa berakhirnya suatu akad perjanjian.

d) Gugatan ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan melawan

hukum.

e) Gugatan atas pelanggaran akad perjanjian.

Selain kewenangan tersebut, pasal 52 A Undang-undang Nomor 3 tahun

2006 menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama memberikan istbat kesaksian

rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah”. Penjelasan

lengkap pasal 52A ini berbunyi: “Selama ini pengadilan agama diminta oleh

Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang

yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan

Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama

mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 Ramadhan dan 1

Syawal. Pengadilan Agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai

perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Selain itu, dalam

penjelasan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 diberikan pula kewenangan

kepada PA untuk Pengangkatan Anak menurut ketentuan hukum Islam.

Page 70: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

64 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

2. Kewenangan Relatif

Kewenangan Relatif Pengadilan merupakan kewenangan lingkungan

Peradilan tertentu berdasarkan yurisdiksi wilayahnya. Dalam Pasal 118 ayat (1)

HIR menganut asas bahwa yang berwenang adalah Pengadilan di tempat

kediaman tergugat. Asas ini dalam bahasa latin disebut “actor sequitur forum

rei”. Namun ada beberapa pengecualian, yaitu yang tercantum dalam Pasal 118

ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), yaitu:

a) Apabila tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan kepada

pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman salah

seorang dari tergugat;

b) Apabila tempat tinggal Tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan

kepada pengadilan di tempat tinggal penggugat;

c) Apabila gugatan mengenai benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan

kepada peradilan di wilayah hukum di mana barang tersebut terletak; dan

d) Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan

dapat diajukan kepada pengadilan tempat tinggal yang dipilih dalam akta

tersebut.

Menurut ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

ditegaskan bahwa kompetensi relative dalam bentuk cerai talak, pada prinsipnya

ditentukan oleh faktor tempat kediaman termohon. Hal ini dikecualikan dalam hal

termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama, tanpa izin

pemohon. Demikian pula apabila termohon bertempat tinggal di luar negeri,

maka kompetensi relatif jatuh kepada Peradilan Agama di daerah hukum tempat

kediaman pemohon.

Dalam hal cerai gugat kompetensi relatif ditentukan faktor tempat

kediaman penggugat ketentuan ini tercantum dalam Pasal 73 ayat (1) Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989. Namun hal ini pun dikecualikan bila penggugat

sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat, maka

kompetnsi relative beralih pada tempat kediaman tergugat (suami). Selain itu,

dalam Pasal 73 ayat (2) ditntukan bahwa kompetensi relatif berada pada tempat

kediaman tergugat, apabila penggugat bertempat kediaman di luar negeri.

Disamping itu, ditentukan pula pada Pasal 73 ayat (3) dalam hal suami istri

bertempat kediaman di laur negeri, yaitu kompetensi relatif ditentukan tempat

perkawinan dilangsungkan atau dapat pula diajukan ke Pengadilan Agama

Jakarta Pusat.

C. Prinsip-prinsip Penyelesaian Perkara Perceraian dalam Peraturan

Perundang-undangan

Terdapat beberapa Asas Umum dalam penyelanggaraan Pengadilan Agama

yang merupakan pedoman umum Pengadilan Agama dalam beracara, asas

tersebut yaitu seperti asas sederhana, cepat dan biaya ringan (fleksibilitas), asas

kebebasan, asas tidak boleh menolak perkara, asas sebagai pelaksana kekuasaan

Page 71: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 65

kehakiman, asas ketuhanan, asas non ekstra yudisial, asas legalitas, asas legittima

persona standi in yudicio, asas ultra partium partem, asas audi et alteram partem

(obyektivitas), asas unus testis nullus testis, asas actor squitur forum rei, asas

wajib mendamaikan, asas aktif memberikan bantuan, asas mengadili menurut

hukum dan persamaan hak, asas persidangan tertutup untuk umum, dan asas tidak

ada keharusan mewakilkan.8

1. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

Seluruh lingkungan peradilan harus mengutamakan asas sederhana, cepat

dan biaya ringan. Asas tersebut menjadi dambaan setiap masyarakat, jika dapat

dilaksanakan dengan baik akan menjadikan Pengadilan sebagai pilihan dari para

pencari keadilan. Sederhana dalam prosedur memasukan gugatan, cepat dalam

proses persidangan, pembuktian hingga putusan dan tidak mengeluarkan biaya

besar (sesuai dengan ketentuan biaya perkara).

2. Asas Personalitas Keislaman

Penerapan asas Personalitas Keislaman merupakan kesatuan hubungan

yang tidak terpisah dengan dasar hubungan hukum. Kesempurnaan dan

kemutlakan Asas Personalitas Keislaman harus didukung unsur hubungan hukum

berdasar hukum Islam. Apabila asas personalitas didukung oleh hubungan hukum

berdasar hukum Islam, barulah sengketanya “mutlak” atau “absolut” tunduk

menjadi kewenangan Peradilan Agama, serta hukum yang mesti diterapkan

menyelesaikan perkara, harus berdasar hukum Islam.9

3. Asas Kebebasan

Kebebasan disini adalah tidak boleh ada pihak lain yang dapat

mempengaruhi putusan yang akan diputuskan Majelis Hakim. Dalam menangani

suatu kasus yang diperiksanya, Hakim bebas dalam menerapkan hukum yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan secara tepat dan juga melakukan

penemuan-penemuan hukum. Sehingga putusannya diharapakan benar dan para

pihak mendapat keadilan.

4. Asas Tidak Boleh Menolak Perkara

Dikenal dengan asas „ius curia novit’, Hakim dianggap tahu akan hukum.

Sehingga setiap permasalahan yang diajukan kepadanya maka ia wajib

mencarikan hukumnya. Ia wajib menggali nilai-nilai hukum yang hidup di

masyarakat. Dengan kata lain, “Hakim berperan sebagai pembentuk hukum dan

padanya tidak diperkenankan hanya sebagai corong undang-undang (la bouche de

la lot). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 Jo. Pasal 10 Undang-undang Nomor 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dimana Hakim harus menggali,

mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di

masyarakat. Selain itu Pengadilan pun tidak boleh menolak perkara dengan

alasan tidak ada hukumnya.

5. Asas Hakim Wajib Mendamaikan

8 M. Yahya Harahap, Op. Cit., h. 37. 9 M. Yahya Harahap, Op. Cit., h. 57.

Page 72: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

66 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Asas Hakim wajib mendamaikan antara pihak-pihak yang berperkara ini

sejalan dengan tuntutan dan tuntunan ajaran Islam. Islam selalu menyuruh setiap

perselisihan diselesaikan melalui perdamaian atau islah. Perdamaian dapat

dilakukan saat sebelum perkara mulai disidangkan maupun setelah perkara

disidangkan sepanjang perkara tersebut belum diputusankan. Apabila dicapai

perdamaian, maka dapat dibuatkan akta yang mengikat para pihak. Hal ini diatur

secara tegas dalam Pasal 130 HIR, Pasal 154 Rbg dan Peraturan Mahkamah

Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

6. Asas Mengadili Menurut Hukum dan Persamaan Hak

Mengadili menurut hukum dan persamaan hak artinya, tidak membeda-

bedakan siapapun yang berhadapan dengan permasalahan hukum, baik pejabat

maupun rakyat jelata. Dalam sistem „anglo-saxon’ dikenal dengan „equality

before the law’ yang artinya bahwa dalam persidangan setiap orang mempunyai

persamaan kedudukan di mata hukum. Sedangkan lawan dari asas tersebut adalah

diskriminasi yang berarti membeda-bedakan hak dan kedudukan dalam sidang di

Pengadilan.

Sehubungan dengan asas equality ini, maka dalam praktik Pengadilan,

terdapat tiga patokan yang menjadi fundamental, yaitu:

a. Persamaan hak atau derajat dalam proses persidangan atau “equal before

the law.

b. Hak perlindungan yang sama oleh hukum atau “equal protection on the

law”.

c. Mendapatkan hak perlakuan di bawah hukum atau “equal justice under the

law”.10

7. Asas Persidangan Tertutup Untuk Umum

Asas ini berkaitan dengan asas persidangan terbuka untuk umum

sebagaimana diatur dalam pasal 59 ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan pasal 13 Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Asas hukum ini bermakna bahwa sidang pemeriksaan Pengadilan Agama

terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang menentukan lain atau

Hakim Pengadilan Agama mempunyai alasan-alasan penting yang dicatat dalam

berita acara sidang, memerintahkan bahwa pemeriksaan secara keseluruhan atau

sebagian akan dilakukan dengan sidang tertutup. Adapun pemeriksaan perkara di

Pengadilan Agama yang dilakukan dalam sidang tertutup adalah berkenaan

dengan pemeriksaan permohonan cerai talak dan cerai gugat.

8. Asas Sebagai Pelaksana Kekuasaan kehakiman

Dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan

kehakiman menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

Mahkamah Agung dan badan Peradilan yang berada dibawahnya, dan oleh

sebuah Mahkamah Konstitusi.11

Badan Peradilan yang berada di bawah

10 M. Yahya Harahap, Op. Cit., h. 73. 11 M. Yahya Harahap, Op. Cit., h. 10.

Page 73: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 67

Mahkamah Agung meliputi badan Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,

Peradilan Agama Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.

9. Asas Ketuhanan

Peradilan Agama dalam menerapkan hukumnya selalu berpedoman pada

sumber Hukum Islam, sehingga pembuatan putusan ataupun penetapan harus

dimulai dengan kalimat “Basmalah” yang diikuti dengan kalimat “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagaimana diatur dalam

Pasal 2 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

jo. Pasal 57 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

10. Asas non ekstra yudisial

Segala campur tangan dalam urusan Peradilan oleh pihak lain diluar

kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam

UUD RI tahun 1945. Hal ini diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

11. Asas Legalitas

Asas ini diatur dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun

2009, Pengadilan Agama mengadili menurut Hukum Islam dengan tidak

membeda-bedakan orang, sehingga hak asasi yang berkenaan dengan persamaan

hak derajat setiap orang dimuka persidangan Pengadilan Agama tidak terabaikan.

12. Asas Legitima Persona Standi in Yudicio

Semua orang yang terkait langsung dalam perkara yang diajukan di muka

persidangan harus masuk atau dimasukkan sebagai pihak-pihak dalam perkara,

apakah pihak-pihak itu sebagai penggugat atau pihak-pihak itu sebagai tergugat.

13. Asas Ultra Pertium Partem

Hakim tidak boleh menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak diminta

atau hakim mengabulkan lebih dari yang dituntut. Hal ini berdasarkan pada pasal

178 ayat (2) dan (3) HIR.

14. Asas Audi et Alteram Partem (Obyektivitas)

Hakim wajib menyamakan kedudukan para pihak yang berperkara dimuka

persidangan. Dalam arti pengadilan dalam mengadili para pihak harus ada unsur-

unsur kesamaan derajat, kesamaan hak di persidangan, dan para pihak

mempunyai kedudukan yang sama dimuka persidangan. Hal ini berdasarkan pada

pasal 132 a dan pasal 121 ayat (2) HIR. Selain itu ketentuan ini diatur pula dalam

pasal 5 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

dimana dalam memeriksa perkara hakim harus obyektif, adil dan professional

serta tidak boleh memihak.

15. Asas Unus Testis Nulus Testis

Bahwa seorang saksi tanpa ada alat bukti lain dianggap belum mencapai

batas minimal pembuktian. Agar pembuktian mencapai nilai batas minimal,

pembuktian harus ada alat bukti lain. Hal ini berdasarkan pada pasal 169 HIR.

Sehingga di dalam persidangan bila hanya mengajukan alat bukti saksi, maka

harus mendatangkan minimal dua orang saksi, jika tidak maka saksinya tertolak

atau harus dikuatkan dengan akat bukti lain.

16. Asas Actor Squitur Forum Rei

Page 74: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

68 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Kewenangan Relatif di Pegadilan Agama mengatur pembagian kekuasaan

mengadili antara pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat.

hal ini diatur dalam Pasal 118 HIR mengenai kekuasaan relatif yang dalam

bahasa Belanda disebut distributive van rechtsmacht. Asasnya adalah “yang

berwenang adalah pengadilan tempat tinggal tergugat”. Asas ini dalam bahasa

Latin dikenal dengan sebutan Actor Sequitur Forum Rei.12

Pengadilan berwenang memeriksa gugatan hak tergugat bertempat tinggal,

kecuali Undang-undang menentukan lain sebagaimana terhadap perkara

perceraian yang berlaku di muka Pengadilan Agama. Selain itu asas ini juga

mengatur dalam hal sengketa harta benda bahwa gugatan diajukan di Pengadilan

dimana benda tersebut itu berada, sebagaimana dijelaskan pasal 118 ayat 3 HIR.

17. Asas Aktif Memberikan Bantuan

Rumusan pasal 58 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal

4 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi: Pengadilan

membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala

hambatan dan rintangan untuk tercapainya Peradilan yang sederhana, cepat, dan

biaya ringan.

Berdasarkan pasal tersebut, dalam pemeriksaan perkara di Pengadilan

hakim aktif dalam memberikan bantuan kepada para pihak yang berperkara.

Pemberian bantuan tersebut terbatas pada bantuan atau memberi nasehat

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah formil atau mengenai tata cara

beracara di Pengadilan. Hakim tidak dapat memberikan bantuan atau nasehat

kepada para pihak sepanjang mengenai masalah materil atau pokok perkara.

Tujuan asas ini adalah supaya pemeriksaan perkara dipersidangan berjalan

lancar, terarah dan tidak menyimpang dari tata tertib beracara dipersidangan yang

telah diatur dalam undang-undang. Sangat disayangkan apabila karena ada

kesalahan dalam masalah formil akhirnya perkara yang diperiksa akhirnya

tertunda.13

18. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan

Ketentuan peraturan dalam HIR tidak mewajibkan orang untuk mewakilkan

kepada orang lain apabila hendak beperkara di muka pengadilan, baik sebagai

penggugat maupun sebagai tergugat, sehingga pemeriksaan di persidangan dapat

terjadi secara langsung terhadap para pihak yang berkepentingan. Namun

demikian, para pihak dapat juga dibantu atau diwakili oleh kuasanya apabila

dikehendaki sesuai ketentuan dalam Pasal 123 HIR/ Pasal 147 RBg. Dengan

demikian, hakim tetap wajib memeriksa perkara yang diajukan kepadanya

meskipun para pihak tidak mewakilkannya kepada seorang kuasa.

Ketentuan dalam HIR/RBg yang demikian itu ada keuntungan dan

kekurangannya. Dengan memeriksa secara langsung para pihak yang

berkepentingan, hakim akan dapat mengetahui dengan jelas dan cepat duduk

persoalannya karena bukankah yang mengetahui seluk-beluk peristiwa yang

12 Retnowulan Sutantio, Op. Cit., h. 11. 13 Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2004), 32-33.

Page 75: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 69

terjadi adalah para pihak sendiri. Kalau para pihak menunjuk kuasa dalam

beperkara di pengadilan, sering kali seorang kuasa tidak mengetahui dengan tepat

peristiwa yang menjadi sengketa. Mereka hanya mengetahui sebatas apa yang

diceritakan/dikemukakan oleh pemberi kuasa sehingga apabila ada pertanyaan

dari hakim yang memeriksa perkaranya, kuasa ini harus berkonsultasi dengan

pihak yang diwakilinya. Selain itu, beperkara di pengadilan tanpa seorang kuasa

akan lebih menghemat biaya daripada menunjuk seorang kuasa.

Meskipun Pasal 123 HIR menentukan bahwa seseorang dapat dibantu oleh

seorang wakil, HIR tidak menentukan siapa yang dapat ditunjuk sebagai wakil

sehingga setiap orang yang buta hukum pun dapat diminta/ditunjuk sebagai wakil

di persidangan oleh mereka yang sama sekali buta hukum, lebih-lebih juga buta

huruf. Kalau hal ini terjadi, dapatlah dibayangkan bahwasanya jalannya Peradilan

tidak akan berjalan selancar apabila para pihak beperkara diwakili oleh seorang

kuasa yang sarjana hukum, setidak-tidaknya orang yang tahu hukum (ahli

hukum).

Berbeda dari ketentuan dalam HIR maupun RBg mengenai kuasa/wakil

dalam persidangan, Rv mewajibkan setiap orang yang hendak beperkara di muka

pengadilan mewakilkan kepada orang lain (procureur). Penunjukan seorang

wakil dalam beperkara di muka pengadilan ini merupakan suatu keharusan

dengan akibat batalnya gugatan (Pasal 106 ayat (1) Rv) atau diputusnya perkara

di luar hadir tergugat (Pasal 109 Rv) apabila pihak ternyata tidak diwakili.

Pada hakikatnya, tujuan adanya perwakilan dari sarjana hukum (verplichte

procureur stelling) ini tidak lain untuk lebih menjamin pemeriksaan perkara yang

objektif, melancarkan jalannya Peradilan, dan memperoleh putusan yang adil.

Page 76: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

70 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Page 77: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

BAB V

FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA

ANGKA PERCERAIAN DAN STRATEGI

PENANGGULANGANNYA

A. Profil Perceraian Keluarga Muslim Indonesia

Tingkat perceraian dalam keluarga muslim Indonesia berdasarkan data

resmi yang ada pada Direktorat Jenderal Pengadilan Agama cukup tinggi dilihat

dari jumlah pertahun. Selama lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2012-2016

angka perceraian demikian tinggi. Berdasarkan data yang diputus Pengadilan

Agama/ Mahkamah Syar‟iyah (PA/MS) untuk semua jenis perkara secara

nasional selama periode 2001-2015, ada kenaikan sebesar 180%, yaitu dari

159.299 perkara pada tahun 2001 menjadi 445.568 perkara pada tahun 2015.

Kenaikan tajam terjadi sejak tahun 2006, yaitu sejak jumlah perkara yang diputus

sebanyak 167.807 perkara. Ini berarti selama periode 2006-2015 ada kenaikan

166%. Sedangkan periode 2001-2006 kenaikannya hanya 5%, itupun terjadi

fluktuasi, tidak flat. Yang menarik adalah dari jumlah semua jenis perkara itu

sekitar 90%nya merupakan perkara perceraian. 1

Jelaslah bahwa selama 10 tahun kebelakang sampai saat ini angka percerian

demikian meningkat. Peningkatan ini, di satu sisi merupakan membaiknya

kepercayaan publik atau masyarakat terhadap eksistensi Pengadilan Agama

dalam menyelesaikan dan memutus perkara perdata tertentu antar orang Islam

dan adanya kesadaran hukum masyarakat yang cukup membaik, namun disisi

lainnya menunjukkan bahwa peningkatan angka perceraian itu sekaligus

menandai rapuhnya ikatan perkawinan keluarga muslim Indonesia.

Klasifikasi tingkat perceraian itu, didominasi oleh cerai gugat dari pada

cerai thalak. 2 Angka perceraian dalam lima tahun ini mengalami dinamika yang

cukup memprihatinkan. Dari 2 juta pasangan yang mencatatkan perkawinannya

dalam setiap tahunnya, ditemukan angka hampir 300.000 atau sekitar 15% yang

mengakhiri perkawinan mereka di meja sidang perceraian. Bahkan di beberapa

1 Kustini dan Ida Rosidah, Ketika Perempuan Bersikap : Tren Cerai Gugat Keluarga

Muslim. (Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Tahun 2016

Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2016).

Hlm ix 2 Tren data perceraian periode 2001- 2015 mengalami kenaikan, baik data cerai gugat

maupun cerai talak. Dari tahun 2001 sampai 2006, ada kenaikan sedikit dan dibarengi dengan

fluktuasi, sementara setelah 2006 sampai 2014 ada kenaikan tajam perkara cerai gugat.

Sedangkan dari 2014 ke 2015 mengalami penurunan.

Page 78: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

72 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

daerah seperti Indramayu dan Banyuwangi, angkanya melebihi rerata nasional

tersebut.3

Secara nasional, jumlah angka perceraian selama tahun 2012-2016 dapat

dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.1.

Rekapitulasi Jumlah Perceraian Tahun 2012

Nomor MAHKAMAH SYAR'IYAH ACEH/PENGADILAN TINGGI

AGAMA Cerai Talak Cerai Gugat

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 969 2336

2 Medan 1890 5109

3 Padang 1742 3684

4 Pekanbaru 2293 5729

5 Jambi 731 2087

6 Palembang 1596 4152

7 Bangka Belitung 509 1409

8 Bengkulu 615 1208

9 Bandar Lampung 1308 3363

10 Jakarta 2467 6162

11 Banten 1658 4415

12 Bandung 16676 40246

13 Semarang 19835 45268

14 Yogyakarta 1540 3377

15 Surabaya 27425 54246

16 Pontianak 734 2597

17 Palangkaraya 465 1364

18 Banjarmasin 1461 4709

19 Samarinda 1796 4336

20 Manado 228 738

21 Gorontalo 252 738

22 P a l u 606 1442

23 Kendari 412 1102

24 Makassar 2397 7557

25 Mataram 1410 3689

26 Kupang 100 180

27 Ambon 81 192

28 Maluku Utara 230 317

29 Jayapura 374 843

Jumlah 91800 212595

304395

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2012

3 Syafaat Muhammad, “Fenomena Cerai Gugat di Kabupaten Kuningan : Sebuah Kajian

Perubahan Sosial dalam Masyarakat dan Keluarga”, dalam Jurnal Bimas Islam Vol.9. No.IV

2016. hlm. 603.

Page 79: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 73

Selama tahun 2012, angka perceraian secara nasional sebanyak 304.395

(tiga ratus empat ribu tiga ratus sembilan puluh lima) perkara. Perkara perceraian

didominasi oleh cerai gugat dari pada cerai thalak. Sedangkan jumlah angka

perceraian pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebagaimana tabel di bawah.

Tabel 5.2

Rekapitulasi Jumlah Perceraian Tahun 2013

Nomor MAHKAMAH SYAR'IYAH ACEH/PENGADILAN TINGGI

AGAMA Cerai Talak Cerai Gugat

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 1.063 2.712

2 Medan 2.079 5.727

3 Padang 1.666 3.898

4 Pekanbaru 2.372 5.934

5 Jambi 705 2.200

6 Palembang 1.603 4.362

7 Bangka Belitung 547 1.501

8 Bengkulu 637 1.454

9 Bandar Lampung 1.262 3.632

10 Jakarta 2.737 6.551

11 Banten 1.857 5.161

12 Bandung 17.809 42.137

13 Semarang 21.771 48.998

14 Yogyakarta 1.619 3.432

15 Surabaya 28.929 56.555

16 Pontianak 845 2.598

17 Palangkaraya 511 1.441

18 Banjarmasin 1.606 5.053

19 Samarinda 1.906 4.459

20 Manado 287 799

21 Gorontalo 306 863

22 P a l u 561 1.506

23 Kendari 510 1.226

24 Makassar 2.539 8.151

25 Mataram 1.421 3.952

26 Kupang 122 179

27 Ambon 117 229

28 Maluku Utara 276 407

29 Jayapura 411 849

Jumlah 98.074 225.966

324.040

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2013

Page 80: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

74 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Selama tahun 2013, angka perceraian secara nasional sebanyak 324.040

(tiga ratus dua puluh empat ribu empat puluh) perkara. Perkara perceraian

didominasi oleh cerai gugat dari pada cerai thalak. Peningkatan jumlah perkara

pada tahun 2013 sebanyak 19.645 perkara dari perkara perceraian pada tahun

2012. Sedangkan jumlah angka perceraian pada tahun 2014 juga mengalami

peningkatan sebagaimana tabel di bawah.

Tabel 5.3.

Rekapitulasi Jumlah Perceraian Tahun 2014

Nomor MAHKAMAH SYAR'IYAH ACEH/PENGADILAN TINGGI

AGAMA Cerai Talak Cerai Gugat

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 1.146 2.978

2 Medan 2.062 6.695

3 Padang 1.776 4.267

4 Pekanbaru 2.402 6.470

5 Jambi 788 2.456

6 Palembang 1.575 4.574

7 Bangka Belitung 526 1.470

8 Bengkulu 688 1.638

9 Bandar Lampung 1.651 4.517

10 Jakarta 2.943 7.488

11 Banten 1.983 5.848

12 Bandung 18.219 47.629

13 Semarang 21.707 50.853

14 Yogyakarta 1.673 3.925

15 Surabaya 30.325 59.081

16 Pontianak 895 2.883

17 Palangkaraya 536 1.650

18 Banjarmasin 1.434 5.347

19 Samarinda 1.888 4.889

20 Manado 310 861

21 Gorontalo 336 958

22 P a l u 651 1.752

23 Kendari 477 1.413

24 Makassar 2.575 8.815

25 Mataram 1.475 4.233

26 Kupang 114 176

27 Ambon 134 294

28 Maluku Utara 226 430

29 Jayapura 454 972

Jumlah 100.969 244.562

345.531

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2014

Page 81: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 75

Selama tahun 2014, angka perceraian secara nasional sebanyak 345.531

(tiga ratus empat puluh lima ribu lima ratus tiga puluh satu). Perkara perceraian

didominasi oleh cerai gugat dari pada cerai thalak. Peningkatan jumlah perkara

pada tahun 2014 sebanyak 21.491 perkara dari perkara perceraian pada tahun

2013. Sedangkan jumlah angka perceraian pada tahun 2015 juga mengalami

peningkatan sebagaimana tabel di bawah.

Tabel 5.4.

Rekapitulasi Jumlah Perceraian Tahun 2015

Nomor MAHKAMAH SYAR'IYAH ACEH/PENGADILAN TINGGI

AGAMA Cerai Talak Cerai Gugat

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 1213 3396

2 Medan 2123 7522

3 Padang 1755 4463

4 Pekanbaru 2402 6499

5 Jambi 809 2740

6 Palembang 1667 5101

7 Bangka Belitung 554 1467

8 Bengkulu 723 1718

9 Bandar Lampung 1504 5170

10 Jakarta 2693 7609

11 Banten 2077 6856

12 Bandung 19485 50808

13 Semarang 20990 50911

14 Yogyakarta 1489 3731

15 Surabaya 28631 58844

16 Pontianak 860 3094

17 Palangkaraya 580 1856

18 Banjarmasin 1482 5310

19 Samarinda 1803 4966

20 Manado 331 1021

21 Gorontalo 311 989

22 P a l u 728 1824

23 Kendari 537 1522

24 Makassar 2647 9564

25 Mataram 1592 4713

26 Kupang 158 229

27 Ambon 134 369

28 Maluku Utara 250 485

29 Jayapura 453 1085

Jumlah 99981 253862

353.843

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2015

Page 82: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

76 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Selama tahun 2015, angka perceraian secara nasional sebanyak 353.843

(tiga ratus lima puluh tiga ribu delapan ratus empat puluh tiga) perkara. Perkara

perceraian didominasi oleh cerai gugat dari pada cerai thalak. Peningkatan jumlah

perkara pada tahun 2015 sebanyak 8.312 perkara dari perkara perceraian pada

tahun 2014. Sedangkan jumlah angka perceraian pada tahun 2016 juga

mengalami peningkatan sebagaimana tabel di bawah.

Tabel 5.5.

Rekapitulasi Jumlah Perceraian Tahun 2016

Nomor MAHKAMAH SYAR'IYAH ACEH/PENGADILAN

TINGGI AGAMA Cerai Talak Cerai Gugat

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 1326 3643

2 Medan 2282 8130

3 Padang 1842 4761

4 Pekanbaru 2401 6774

5 Jambi 795 2718

6 Palembang 1822 5693

7 Bangka Belitung 503 1504

8 Bengkulu 702 1819

9 Bandar Lampung 1724 5857

10 Jakarta 3081 8240

11 Banten 2281 7859

12 Bandung 20626 54375

13 Semarang 20690 50683

14 Yogyakarta 1489 3672

15 Surabaya 27728 58763

16 Pontianak 930 3264

17 Palangkaraya 587 1884

18 Banjarmasin 1471 5466

19 Samarinda 1826 5199

20 Manado 361 1078

21 Gorontalo 444 1295

22 P a l u 826 2004

23 Kendari 590 1822

24 Makassar 2785 9883

25 Mataram 1731 5011

26 Kupang 139 236

27 Ambon 132 352

28 Maluku Utara 341 607

29 Jayapura 473 1134

Jumlah 101928 263726

365.654

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2016

Page 83: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 77

Selama tahun 2016, angka perceraian secara nasional sebanyak 365.654

(tiga ratus enam puluh lima ribu enam ratus lima puluh empat) perkara. Perkara

perceraian didominasi oleh cerai gugat dari pada cerai thalak. Peningkatan jumlah

perkara pada tahun 2016 sebanyak 20.123 perkara dari perkara perceraian pada

tahun 2015.

Berdasarkan tabel-tabel rekapitulasi selama lima tahun (2012-2016) angka

perceraian dalam keluarga muslim di Indonesia mengalami peningkatan.

Peningkatan itu terjadi rata-rata sekitar 7% pertahun sebagaimana dalam tabel di

bawah ini.

Tabel 5.6

Rekapitulasi Jumlah Perceraian 2012-2016 se Indonesia

No Tahun Cerai

Talak

Cerai

Gugat Jumlah

Peningkatan Jumlah Angka

Cerai Per Tahun %

1 2012 91800 212595 304.395 - -

2 2013 98.074 225.966 324.040 19.645 6

3 2014 100.969 244.562 345.531 21.491 6,6

4 2015 99981 253862 353.843 8.312 2

5 2016 101928 263726 365.654 11.811 3

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2012-2016

Data tersebut bisa dibuat panjang dengan menguraikan sejumlah angka

perceraian secara nasional disandingkan dengan angka perkawinan setiap

provinsi. Dari sana kemudian dapat dilihat pada masing-masing provinsi

perbandingan jumlah pernikahan dan perceraian selama 5 tahun yaitu 2012-2016.

Perbandingan ini menjadi penting guna membaca persentase tingkat perceraian

dengan pernikahan yang berada pada wilayah provinsi di Indonesia. Tabel-tabel

di bawah ini menjelaskan mengenai perbandingan angka perceraian dengan

pernikahan di Indonesia.

Tabel 5.7

Persentase Jumlah Perceraian dengan Perkawinan Tahun 2012

No. MS/PTA Cerai

Talak

Cerai

Gugat Total

Data

Nikah

%

Cerai dg

Nikah

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 969 2.336 3.305 42.049 8%

2 Medan 1.890 5.109 6.999 108.371 6%

3 Padang 1.742 3.684 5.426 48.017 11%

4 Pekanbaru 2.293 5.729 8.022 62.867 13%

5 Jambi 731 2.087 2.818 33.166 8%

6 Palembang 1.596 4.152 5.748 88.628 6%

7 Bangka Belitung 509 1.409 1.918 12.240 16%

8 Bengkulu 615 1.208 1.823 18.874 10%

9 Bandar Lampung 1.308 3.363 4.671 90.714 5%

10 Jakarta 2.467 6.162 8.629 62.254 14%

11 Banten 1.658 4.415 6.073 110.355 6%

12 Bandung 16.676 40.246 56.922 490.956 12%

13 Semarang 19.835 45.268 65.103 338.427 19%

14 Yogyakarta 1.540 3.377 4.917 26.543 19%

Page 84: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

78 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

15 Surabaya 27.425 54.246 81.671 393.731 21%

16 Pontianak 734 2.597 3.331 30.618 11%

17 Palangkaraya 465 1.364 1.829 20.803 9%

18 Banjarmasin 1.461 4.709 6.170 39.455 16%

19 Samarinda 1.796 4.336 6.132 32.209 19%

20 Manado 228 738 966 8.353 12%

21 Gorontalo 252 738 990 11.263 9%

22 P a l u 606 1.442 2.048 22.799 9%

23 Kendari 412 1.102 1.514 21.276 7%

24 Makassar 2.397 7.557 9.954 92.958 11%

25 Mataram 1.410 3.689 5.099 58.009 9%

26 Kupang 100 180 280 3.668 8%

27 Ambon 81 192 273 7.195 4%

28 Maluku Utara 230 317 547 7.447 7%

29 Jayapura 374 843 1.217 8.020 15%

JUMLAH 91.800 212.595 304.395 2.291.265 13%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2012

Rata-rata jumlah perceraian atas pernikahan selama tahun 2012 secara

nasional adalah 13%. Artinya, setiap peristiwa perkawinan sebanyak 100 orang

berakhir dengan perceraian sebanyak 13 orang pada tahun yang sama, setiap

peristiwa perkawinan sebanyak 1000 orang berakhir dengan perceraian sebanyak

130 orang pada tahun yang sama, setiap peristiwa perkawinan sebanyak 10000

orang berakhir dengan perceraian sebanyak 1300 orang pada tahun yang sama.

Demikian seterusnya. Namun, jika dilihat dari 3 provinsi terbanyak peristiwa

perceraian atas pernikahan pada tahun 2012, persentasenya jatuh pada wilayah

PTA Surabaya sebanyak 21%, Yogyakarta, Semarang dan Samarinda masing-

masing 19%.

Tabel 5.8

Persentase Jumlah Perceraian dengan Perkawinan Tahun 2013

No. MS/PTA Cerai Talak

Cerai Gugat

Total Nikah

Persentase

Perceraian

dg Nikah

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 1.063 2.712 3.775 40.478 9%

2 Medan 2.079 5.727 7.806 100.988 8%

3 Padang 1.666 3.898 5.564 44.568 12%

4 Pekanbaru 2.372 5.934 8.306 58.234 14%

5 Jambi 705 2.200 2.905 31.036 9%

6 Palembang 1.603 4.362 5.965 78.469 8%

7 Bangka Belitung 547 1.501 2.048 11.096 18%

8 Bengkulu 637 1.454 2.091 16.935 12%

9 Bandar Lampung 1.262 3.632 4.894 80.531 6%

10 Jakarta 2.737 6.551 9.288 59.935 15%

11 Banten 1.857 5.161 7.018 107.263 7%

12 Bandung 17.809 42.137 59.946 490.177 12%

Page 85: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 79

13 Semarang 21.771 48.998 70.769 355.665 20%

14 Yogyakarta 1.619 3.432 5.051 25.921 19%

15 Surabaya 28.929 56.555 85.484 360.521 24%

16 Pontianak 845 2.598 3.443 27.805 12%

17 Palangkaraya 511 1.441 1.952 19.475 10%

18 Banjarmasin 1.606 5.053 6.659 37.422 18%

19 Samarinda 1.906 4.459 6.365 30.500 21%

20 Manado 287 799 1.086 8.717 12%

21 Gorontalo 306 863 1.169 10.116 12%

22 P a l u 561 1.506 2.067 21.416 10%

23 Kendari 510 1.226 1.736 20.222 9%

24 Makassar 2.539 8.151 10.690 85.756 12%

25 Mataram 1.421 3.952 5.373 57.622 9%

26 Kupang 122 179 301 3.707 8%

27 Ambon 117 229 346 7.767 4%

28 Maluku Utara 276 407 683 9.725 7%

29 Jayapura 411 849 1.260 7.983 16%

JUMLAH 98.074 225.966 324.040 2.210.050 15%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2013

Rata-rata jumlah perceraian atas pernikahan selama tahun 2013 secara

nasional adalah 15%. Ini meningkat 2% dari tahun 2012. Artinya, setiap peristiwa

perkawinan sebanyak 100 orang berakhir dengan perceraian sebanyak 15 orang

pada tahun yang sama, setiap peristiwa perkawinan sebanyak 1000 orang

berakhir dengan perceraian sebanyak 150 orang pada tahun yang sama, setiap

peristiwa perkawinan sebanyak 10000 orang berakhir dengan perceraian

sebanyak 1500 orang pada tahun yang sama. Demikian seterusnya. Namun, jika

dilihat dari 3 provinsi terbanyak peristiwa perceraian atas pernikahan pada tahun

2013, persentasenya jatuh pada wilayah PTA Surabaya sebanyak 24%,

Samarinda 21%, dan Semarang sebanyak 20%.

Tabel 5.9

Persentase Jumlah Perceraian dengan Perkawinan Tahun 2014

No MS/PTA Cerai

Talak

Cerai

Gugat Total

Data

Nikah

Persentase

Perceraian

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 1.146 2.978 4.124 40.565 10%

2 Medan 2.062 6.695 8.757 92.935 9%

3 Padang 1.776 4.267 6.043 59.515 10%

4 Pekanbaru 2.402 6.470 8.872 58.687 15%

5 Jambi 788 2.456 3.244 28.265 11%

6 Palembang 1.575 4.574 6.149 71.799 9%

7 Bangka Belitung 526 1.470 1.996 10.100 20%

8 Bengkulu 688 1.638 2.326 15.542 15%

9 Bandar Lampung 1.651 4.517 6.168 74.815 8%

Page 86: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

80 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

10 Jakarta 2.943 7.488 10.431 57.652 18%

11 Banten 1.983 5.848 7.831 98.312 8%

12 Bandung 18.219 47.629 65.848 451.749 15%

13 Semarang 21.707 50.853 72.560 328.829 22%

14 Yogyakarta 1.673 3.925 5.598 24.161 23%

15 Surabaya 30.325 59.081 89.406 348.653 26%

16 Pontianak 895 2.883 3.778 24.474 15%

17 Palangkaraya 536 1.650 2.186 17.883 12%

18 Banjarmasin 1.434 5.347 6.781 30.003 23%

19 Samarinda 1.888 4.889 6.777 29.729 23%

20 Manado 310 861 1.171 7.412 16%

21 Gorontalo 336 958 1.294 9.799 13%

22 P a l u 651 1.752 2.403 21.089 11%

23 Kendari 477 1.413 1.890 20.616 9%

24 Makassar 2.575 8.815 11.390 83.658 14%

25 Mataram 1.475 4.233 5.708 59.700 10%

26 Kupang 114 176 290 3.775 8%

27 Ambon 134 294 428 7.870 5%

28 Maluku Utara 226 430 656 8.974 7%

29 Jayapura 454 972 1.426 7.455 19%

JUMLAH 100.969 244.562 345.531 2.094.016 17%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2014

Rata-rata jumlah perceraian atas pernikahan selama tahun 2014 secara

nasional adalah 17%. Ini meningkat 2% dari tahun 2013. Artinya, setiap peristiwa

perkawinan sebanyak 100 orang berakhir dengan perceraian sebanyak 17 orang

pada tahun yang sama, setiap peristiwa perkawinan sebanyak 1000 orang

berakhir dengan perceraian sebanyak 170 orang pada tahun yang sama, setiap

peristiwa perkawinan sebanyak 10000 orang berakhir dengan perceraian

sebanyak 1700 orang pada tahun yang sama. Demikian seterusnya. Namun, jika

dilihat dari 3 provinsi terbanyak peristiwa perceraian atas pernikahan pada tahun

2014, persentasenya jatuh pada wilayah PTA Surabaya sebanyak 26%,

Yogyakarta, Banjarmasin dan Samarinda masing-masing sebanyak 23%.

Tabel 5.10

Persentase Jumlah Perceraian dengan Perkawinan Tahun 2015

No. MS/PTA Cerai

Talak

Cerai

Gugat Total

Data

Nikah

Persentase

Perceraian

dg Nikah

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 1.213 3.396 4.609 42.969 11%

2 Medan 2.123 7.522 9.645 86.896 11%

3 Padang 1.755 4.463 6.218 42.736 15%

Page 87: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 81

4 Pekanbaru 2.402 6.499 8.901 55.561 16%

5 Jambi 809 2.740 3.549 24.752 14%

6 Palembang 1.667 5.101 6.768 62.599 11%

7 Bangka Belitung 554 1.467 2.021 7.952 25%

8 Bengkulu 723 1.718 2.441 14.725 17%

9 Bandar Lampung 1.504 5.170 6.674 67.453 10%

10 Jakarta 2.693 7.609 10.302 55.969 18%

11 Banten 2.077 6.856 8.933 91.018 10%

12 Bandung 19.485 50.808 70.293 441.813 16%

13 Semarang 20.990 50.911 71.901 327.521 22%

14 Yogyakarta 1.489 3.731 5.220 23.734 22%

15 Surabaya 28.631 58.844 87.475 313.150 28%

16 Pontianak 860 3.094 3.954 23.407 17%

17 Palangkaraya 580 1.856 2.436 16.790 15%

18 Banjarmasin 1.482 5.310 6.792 27.490 25%

19 Samarinda 1.803 4.966 6.769 26.073 26%

20 Manado 331 1.021 1.352 6.805 20%

21 Gorontalo 311 989 1.300 9.301 14%

22 P a l u 728 1.824 2.552 19.936 13%

23 Kendari 537 1.522 2.059 17.440 12%

24 Makassar 2.647 9.564 12.211 75.169 16%

25 Mataram 1.592 4.713 6.305 52.076 12%

26 Kupang 158 229 387 3.506 11%

27 Ambon 134 369 503 6.234 8%

28 Maluku Utara 250 485 735 7.825 9%

29 Jayapura 453 1.085 1.538 7.494 21%

JUMLAH 99.981 253.862 353.843 1.958.394 18%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2015

Rata-rata jumlah perceraian atas pernikahan selama tahun 2015 secara

nasional adalah 18%. Ini meningkat 1% dari tahun 2014. Artinya, setiap peristiwa

perkawinan sebanyak 100 orang berakhir dengan perceraian sebanyak 18 orang

pada tahun yang sama, setiap peristiwa perkawinan sebanyak 1000 orang

berakhir dengan perceraian sebanyak 180 orang pada tahun yang sama, setiap

peristiwa perkawinan sebanyak 10000 orang berakhir dengan perceraian

sebanyak 1800 orang pada tahun yang sama. Demikian seterusnya. Namun, jika

dilihat dari 3 provinsi terbanyak peristiwa perceraian atas pernikahan pada tahun

2015, persentasenya jatuh pada wilayah PTA Surabaya sebanyak 28%,

Samarinda 26%, Banjarmasin dan Bangka Belitung masing-masing sebanyak

25%.

Page 88: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

82 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Tabel 5.11

Persentase Jumlah Perceraian dengan Perkawinan Tahun 2016

No. MS/PTA Cerai

Talak

Cerai

Gugat Total

Data

Nikah

Persentase

Perceraian

dg Nikah

1 Mahkamah Syar'iyah Aceh 1326 3643 4969 42.482 12%

2 Medan 2282 8130 10412 81.946 13%

3 Padang 1842 4761 6603 42.026 16%

4 Pekanbaru 2401 6774 9175 52.460 17%

5 Jambi 795 2718 3513 24.961 14%

6 Palembang 1822 5693 7515 59.606 13%

7 Bangka Belitung 503 1504 2007 7.948 25%

8 Bengkulu 702 1819 2521 14.826 17%

9 Bandar Lampung 1724 5857 7581 63.228 12%

10 Jakarta 3081 8240 11321 54.696 21%

11 Banten 2281 7859 10140 83.543 12%

12 Bandung 20626 54375 75001 386.242 19%

13 Semarang 20690 50683 71373 300.911 24%

14 Yogyakarta 1489 3672 5161 22.053 23%

15 Surabaya 27728 58763 86491 306.963 28%

16 Pontianak 930 3264 4194 23.340 18%

17 Palangkaraya 587 1884 2471 14.609 17%

18 Banjarmasin 1471 5466 6937 25.178 28%

19 Samarinda 1826 5199 7025 26.160 27%

20 Manado 361 1078 1439 6.881 21%

21 Gorontalo 444 1295 1739 9.148 19%

22 P a l u 826 2004 2830 18.549 15%

23 Kendari 590 1822 2412 17.151 14%

24 Makassar 2785 9883 12668 83.279 15%

25 Mataram 1731 5011 6742 45.906 15%

26 Kupang 139 236 375 3.499 11%

27 Ambon 132 352 484 6.185 8%

28 Maluku Utara 341 607 948 7.127 13%

29 Jayapura 473 1134 1607 6.568 24%

JUMLAH 101928 263726 365654 1.837.471 20%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2016

Rata-rata jumlah perceraian atas pernikahan selama tahun 2016 secara

nasional adalah 20%. Ini meningkat 2% dari tahun 2015. Artinya, setiap peristiwa

perkawinan sebanyak 100 orang berakhir dengan perceraian sebanyak 20 orang

pada tahun yang sama, setiap peristiwa perkawinan sebanyak 1000 orang

berakhir dengan perceraian sebanyak 200 orang pada tahun yang sama, setiap

peristiwa perkawinan sebanyak 10000 orang berakhir dengan perceraian

sebanyak 2000 orang pada tahun yang sama. Demikian seterusnya. Namun, jika

dilihat dari 3 provinsi terbanyak peristiwa perceraian atas pernikahan pada tahun

Page 89: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 83

2016, persentasenya jatuh pada wilayah PTA Surabaya dan Banjarmasin masing-

masing sebanyak 28%, Samarinda 27%, dan Semarang 24%.

Data persentase jumlah perceraian atas pernikahan dilihat per provinsi

sangat menarik. Tiga provinsi tertinggi persentase jumlah perceraian atas

pernikahan dimiliki oleh wilayah PTA Surabaya. Yang cukup menarik disini

ialah persentase jumlah perceraian atas pernikahan di wilayah PTA DKI. Selama

lima tahun tidak banyak perubahan dan peningkatan persentase sehingga bisa

dikatakan bahwa jumlah perceraian dalam keluarga muslim Jakarta masih rendah

dibanding dengan provinsi lainnya. Tabel 4.12 di bawah ini menjelaskan jumlah

persentase perceraian atas pernikahan tertinggi di 3 provinsi di Indonesia.

Tabel 5.12

Provinsi dengan Persentase Tertinggi

Jumlah Perceraian atas Pernikahan Tahun 2012-2016

No Tahun MS/PTA Cerai

Thalak

Cerai

Gugat Total

Data

Nikah %

1 2012 Surabaya 27.425 54.246 81.671 393.731 21%

Semarang 19.835 45.268 65.103 338.427 19%

Yogyakarta 1.540 3.377 4.917 26.543 19%

Samarinda 1.796 4.336 6.132 32.209 19%

2 2013 Surabaya 28.929 56.555 85.484 360.521 24%

Samarinda 1.906 4.459 6.365 30.500 21%

Semarang 21.771 48.998 70.769 355.665 20%

3 2014 Surabaya 30.325 59.081 89.406 348.653 26%

Yogyakarta 1.673 3.925 5.598 24.161 23%

Banjarmasin 1.434 5.347 6.781 30.003 23%

Samarinda 1.888 4.889 6.777 29.729 23%

4 2015 Surabaya 28.631 58.844 87.475 313.150 28%

Samarinda 1.803 4.966 6.769 26.073 26%

Banjarmasin 1.482 5.310 6.792 27.490 25%

Bangka Belitung 554 1.467 2.021 7.952 25%

5 2016 Surabaya 27728 58763 86491 306.963 28%

Banjarmasin 1471 5466 6937 25.178 28%

Samarinda 1826 5199 7025 26.160 27%

Semarang 20690 50683 71373 300.911 24%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2016

Secara nasional, jumlah persentase perceraian atas pernikahan terendah

dimiliki oleh wilayah Ambon, Maluku Utara dan Bandar Lampung selama tahun

2012, wilayah PTA Ambon, Kupang dan Maluku Utara selama tahun 2014, dan

wilayah PTA Ambon, Kupang dan Bandar Lampung selama tahun 2013, 2015

dan 2016.

Berdasarkan gambaran jumlah persentase angka perceraian atas pernikahan

selama lima tahun terakhir (2012-2016) ditemukan bahwa keluarga muslim

Indonesia menghadapi ancaman percerian yang serius. Hal ini ditandai dengan

angka perceraian yang meningkat setiap tahun padahal angka pernikahan

jumlahnya menurun. Jika pada tahun 2016 jumlah perceraian sebanyak 365.654,

maka setiap hari telah terjadi peristiwa perceraian sebanyak 1.015 kasus, setiap

jam terjadi peristiwa perceraian sebanyak 42 kasus. Dengan demikian, cukup

Page 90: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

84 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

beralasan jika keluarga muslim Indonesia menghadapi darurat perceraian. Tabel

di bawah ini menjelaskan jumlah angka perceraian selama lima tahun yang

meningkat sedangkan jumlah pernikahan selama lima tahun menurun.

Tabel 5.13

Jumlah Peceraian dan Pernikahan 2012-2016

Tahun Cerai Talak

Cerai Gugat

Total Cerai

Nikah Persentase Perceraian dg Nikah

Peningkatan Angka

Perceraian

Persentase Peningkatan

Cerai

2012 91.800 212.595 304.395 2.291.265 13% - -

2013 98.074 225.966 324.040 2.210.050 15% 19.645 6%

2014 100.969 244.562 345.531 2.094.064 17% 21.491 6,6%

2015 99.981 253.862 353.843 1.958.400 18% 8.312 2%

2016 101.928 263.726 365.654 1.837.471 20% 11.811 3%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2012-2016

Berdasarkan tabel di atas, jumlah perceraian meningkat setiap tahun dan

pernikahan menurun selama lima tahun terakhir. Oleh karena itu persentase orang

yang bercerai dengan pernikahan meningkat. Namun peningkatan jumlah

perceraian selama lima tahun sangat fluktuatif, demikan pula dengan jumlah

peningkatan persentasenya. Satu hal yang pasti bahwa perceraian di Indonesia

jelas meningkat sekalipun jumlah peningkatannya tidak konstan setiap tahunnya.

Jika melihat ke belakang, sebelum tahun 1990-an perceraian di Indonesia

didominasi oleh cerai talak atau suami sebagai penginisiatif terjadinya perceraian.

Namun mulai tahun 1990-an, perceraian di Indonesia berubah haluan, cerai gugat

lebih mendominasi angka perceraian di Indonesia dibandingkan cerai talak.

Pergeseran ini terus berlanjut bahkan angka cerai gugat terus mengalami

peningkatan tiap tahunnya hingga sekarang.4

Data jumlah perceraian secara nasional di atas dapat dibandingkan dengan

data perceraian per provinsi yang ada di Indonesia. Misalnya, untuk provinsi

Jawa Barat jumlah angka perceraian, persentasenya, peningkatan dan penurunan

jumlahnya bisa dibandingkan dengan jumlah angka perceraian secara nasional

sebagaimana tergambar dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.14

Perbandingan Jumlah Perceraian 2012-2016 se Indonesia

Dengan Provinsi Jawa Barat Thn Wilayah Cerai

Talak Cerai Gugat

Total Cerai

Nikah Persentase Perceraian dg Nikah

Peningkatan Angka

Perceraian

% Peningkatan Cerai

2012

Nasional 91.800 212.595 304.395 2.291.265 13% - 0%

PTA Bandung

16.676 40.246 56.922 490.956 12%

2013

Nasional 98.074 225.966 324.040 2.210.050 15% 19.645 6%

PTA Bandung

17.809 42.137 59.946 490.177 12% 3.024 19%

4 Mark E. Cammack, Islamic Law In Contemporary Indonesia Ideal And Institution, editor

R. Michael Feener, (Cambridge: harvard university Press, 2007), hlm. 105.

Page 91: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 85

2014

Nasional 100.969 244.562 345.531 2.094.064 17% 21.491 6,6%

PTA

Bandung 18219 47629 65.848 451.802 15% 5.900 11%

2015

Nasional 99.981 253.862 353.843 1.958.400 18% 8.312 2%

PTA Bandung

19.485 50.808 70.293 441.813 16% 4.445 15,6%

2016

Nasional 101.928 263.726 365.654 1.837.471 20% 11.811 3%

PTA Bandung

20.626 54.375 75.001 386.242 19% 4.708 16%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2012-2016

Berdasarkan tabel di atas, angka perceraian di wilayah PTA Bandung dalam

lima tahun meningkat. Hal ini setara dengan peningkatan jumlah angka

perceraian secara nasional. Namun, persentase peningkatan jumlah angka

perceraian di wilayah PTA Bandung melampaui angka nasional. Misalnya untuk

tahun 2013, angka perceraian naik sebanyak 3.024 (19%) dari tahun 2012.

Padahal persentase angka perceraian secara nasional sebanyak 6%. Pada tahun

2014 peningkatan angka perceraian di Jawa Barat sebanyak 11% alias menurun

dari tahun 2013. Namun jumlah yang bercerai meningkat dari tahun 2013, yaitu

sebanyak 5.900 pada tahun 2014. Pada tahun 2015 angka perceraian di Jawa

Barat meningkat sebantak 4.445 dari tahun 2014 atau setara dengan 15.6 %. Dan

pada tahun 2016 angka perceraian di Jawa Barat meningkat sebanyak 4.708 dari

tahun 2015 yang kenaikannya setara dengan 16%.

Dengan demikian, pada level nasional maupun regional di Jawa Barat

terjadi peningkatan angka perceraian sepanjang tahun 2012-2016. Persentasenya

memang fluktuatif baik secara nasional maupun regional di Jawa Barat namun

satu hal yang pasti jumlahnya setiap tahun meningkat.

Lalu kelompok mana yang paling banyak mengalami perceraian?

Penelusuran dilakukan terhadap data-data yang bersumber dari Pengadilan Tinggi

Agama yang berada di Indonesia. Berdasarkan pekerjaan, data Pengadilan Agama

tahun 2014 mencatat perceraian di Padang banyak terjadi pada buruh dan swasta

(633 kasus), disusul mereka yang tidak ada pekerjaan (355 kasus) dan

PNS/POLRI/TNI/ Pensiunan (131 kasus). Sedangkan berdasarkan pendidikan,

kasus perceraian banyak terjadi pada mereka dengan pendidikan SLTA (625

kasus), disusul S1 (196 kasus), dan SLTP (134 kasus). Selain itu terdapat 62

kasus pada mereka dengan tingkat pendidikan SD dan yang paling sedikit pada

mereka dengan tingkat pendidikan D1 (9 kasus) serta S3 (3 kasus). 5

Di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung para pihak yang

mengajukan perceraian dillihat dari segi umur pemohon/penggugat didominasi

oleh usia 31-40 tahun. Tabel di bawah ini menyajikan tingkat perceraian di

Pengadilan Agama Se Jawa Barat ditinjau dari segi umur pemohon. Dapat

diperoleh data bahwa permohonan/gugatan ke Pengadilan Agama oleh para

pemohon didominasi oleh usia 31-40 tahun, 21-30 Tahun, 41-50 tahun dan usia di

5 Wahidah R.. Bulan, dan Lastriyah, “Fenomena Peningkatan Cerai Gugat Di Padang:

Indikasi Kebangkitan Peempuan”? dalam Ketika Perempuan Bersikap : Tren Cerai Gugat

Keluarga Muslim. (Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan Tahun,

2016). Hlm 90

Page 92: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

86 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

bawah 20 tahun. Dominasi umur para pemohon pada usia 30an tahun menempati

urutan pertama, kemudian urutan kedua pada umur 20an tahun dan 40an tahun.

Dengan gambaran data ini, usia rentan pada masa perkawinan bagi pemohon

berada di usia 31-40 tahun yang sangat mungkin pasangan suami isteri memiliki

anak-anak yang berada dalam pengasuhan.

Tabel 5.15

Perceraian di Wilayah PTA Bandung ditinjau dari Segi Umur

Pemohon/Penggugat

No TAHUN

UMUR

>20

21-30

31-40

41-50

51-60

>60

1 2015 1 68 111 101 23 -

2 2016 905 14695 17666 10972 4448

3 2017 2973 31264 34127 19162 6973 -

Sumber : Diolah dari Statitistik PA Se Jawa Barat pada PTA Bandung

Sekalipun angka-angka penyajian jumlah perceraian di atas masih sangat

“terbatas” terutama data yang diperoleh tahun 2015, namun berdasarkan

gambaran data pada 2 tahun berikutnya yakni tahun 2016 dan tahun 2017

menunjukkan bahwa umur pasangan suami isteri sebagai pemohon didominasi

oleh pasangan yang berusia 31-40 tahun. Dengan gambaran ini maka usia

perkawinan di usia pasangan yang berada pada usia 31-40 tahun sangat rentan

dan rapuh menghadapi ancaman perceraian. 6

Di Pengadilan Agama Padang, usia para pihak yang mengajukan perkara

perceraian terjadi pada berbagai usia. Usia terbanyak yang mengajukan

perceraian adalah suami isteri yang berusia di antara 21-40 tahun. Selanjutnya

angka perceraian juga banyak terjadi pada usia 41- 60 tahun. Sedangkan pada

usia 16 – 20 tahun dan usia 61 tahun ke atas tidak banyak terjadi. 7

Sejalan dengan data perceraian dari segi umur di atas, pasangan yang

menikah di bawah umur memang tidak sebanyak yang di atas usia 20 tahunan.

Namun demikian, data-data usia perkawinan yang berada di bawah 20 tahun

khususnya di Jawa Barat cukup banyak, yaitu sebanyak 2973. Hal ini sejalan

dengan temuan yang dilakukan Riskesdas 2010, perempuan muda di Indonesia

dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0,2 persen atau lebih dari 22.000

wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah. Jumlah dari

perempuan muda berusia 15-19 tahun yang menikah lebih besar jika

6 Untuk menunjukkan rapuhnya ikatan perkarawinan, di Pengadilan Agama Cimahi

misalnya, ada banyak perkara yang sudah di proses, ketika di tengah persidangan kedua pihak

mencabut perkaranya kembali dan tidak lama berselang datang lagi minta bantuan untuk diurus

kembali perceraianya. Asep Arif Ridwanullah (Advokat), Hasil Wawancara, Bandung, 10

September 2017 7 Nurhasanah dan Rozalinda. “Persepsi Perempuan terhadap Perceraian: Studi Analisis

Terhadap Meningkatnya Angka Gugatan Cerai di Pengadilan Agama Padang” dalam Kafa‟ah:

Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. 4 No. 2 Tahun 2014, Padang.. Hlm. 184

Page 93: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 87

dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun (11,7 % perempuan dan

1,6 % laki-laki usia 15-19 tahun). Selain itu jumlah aborsi di Indonesia

diperkirakan mencapai 2,3 juta per-tahun. Sekitar 750.000 diantaranya dilakukan

oleh remaja. 8

Kasus pernikahan anak bukan sesuatu yang baru di Indonesia. Mahkamah

Konstitusi (MK) belum lama ini menolak meningkatkan usia minimum

pernikahan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Hal ini mendapat

penolakan bagi sebagian kalangan, diantaranya aktivis yang fokus pada hak anak

dalam organisasi koalisi 18+ dan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP). Selaku

pemohon, berteriak menolak putusan ini, mengingat Indonesia sedang darurat

kasus pernikahan anak. Mereka berdalih pernikahan pada anak di bawah umur

merugikan perempuan, baik dari segi sosial, ekonomi, dan psikologis. Suatu

fenomena yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, mengingat masih menjadi

pertentangan tentang usia perkawinan yang sesuai. 9

Dari segi tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat, pasangan suami isteri

yang bercerai juga beragam, yaitu mulai dari tingkat SD, SMP, SMA dan

perguruan Tinggi. Masing-masing tingkat pendidikan tersebut sebagian besar

sepanjang 3 tahun, yaitu tahun 2015 s.d. 2017 didominasi oleh

pemohon/penggugat yang berasal dari jenjang SMA. Penjelasan mengenai hal ini

dapat dilihat pada sajian tabel di bawah ini.

Tabel 5.16

Perceraian di Wilayah PTA Bandung ditinjau

dari Segi Pendidikan Pemohon/Penggugat

No TAHUN

TINGKAT PENDIDIKAN

SD SMP SMA D1 D3 S1 S2 S3

1 2015 8261

2 2016 20446 11384 57585 1555 1971 9773 1971 -

3 2017 27462 21112 35850 649 2737 6830 571 -

Sumber : Diolah dari Statitistik PA Se Jawa Barat pada PTA Bandung

Data perceraian dari segi pendidikan di Provinsi Jawa Barat terjadi pada

pasangan yang tingkat pendidikannya berada pada jenjang SMA, SMP, SD dan

kemudian Sarjana. Pada jenjang pendidikan SMA, selama tiga tahun di Jawa

Barat jumlah pasangan suami isteri sebagai pemohon/penggugat sanngat

mendominasi dari jenjang pendidikan lainnya.

Jumlah perceraian ditinjau dari segi pendidikan pada tingkat sarjana di

Jawa Barat tidak sebanyak pada jenjang SMA. Namun demikian, angka

perceraian pada tingkat sarjana di beberapa tempat memiliki kecenderungan naik

jumlahnya. Misalnya studi yang dilakukan oleh Nunung Rodhiyah dengan judul

8 BKKBN, Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2011, Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional, Direktorat Pelaporan dan Statistik tahun 2011, Jakarta. 9 Hasan Bastomi, “Pernikahan Dini dan Dampaknya (Tinjauan Batas Umur Perkawinan

Menurut Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Indonesia) dalam Yudisia, Vol. 7, No. 2,

Desember 2016.. Hlm 356.

Page 94: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

88 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

“Perceraian Pasangan Muslim Berpendidikan Tinggi (Studi Kasus di Kota

Bandar Lampung)” yang melakukan penelitian di Provinsi Lampung

menyimpulkan bahwa Kesadaran gender kaum wanita muslim telah

menimbulkan fenomena baru di era modern saat ini. Yakni Fenomena tingkat

perceraian pasangan Muslim berpendidikan tinggi terus meningkat. Perceraian

dengan kecenderungan gugat juga lebih banyak dibanding cerai talak. Biasanya

tingkat perceraian yang tinggi dialami oleh negara atau wilayah yang tingkat

pendidikan masyarakatnya relatif rendah. Fenomena yang berbalik ini tentunya

telah menimbulkan masalah yang harus dihadapi, baik pasangan yang bercerai

dan berbagai pihak. 10

Penelitian yang dilakukan oleh Nunung Rodiyah ini sekaligus membantah

teori Murdock yang mengatakan bahwa perceraian banyak terjadi di Negara-

negara yang tingkat pendidikannya masih rendah. Teori ini kemudian tidak

terbukti dengan apa yang terjadi di Kota Bandar Lampung yang menurut hasil

penelitiannya perceraian banyak terjadi pada pasangan yang berpendidikan

tinggi.

Tingkat perceraian dari segi pendidikan, telah menggeser teori yang selama

ini mapan bahwa tingkat pendidikan rendah berpengaruh terhadap perceraian dan

tidak sebaliknnya bahwa tingkat pendidikan tinggi kurang berpengaruh terhadap

perceraian. Namun demikian, asumsi yang mapan tersebut semakin terbantahkan

dengan hasil penelitian yang dilakukan Nunung Radhiyah sebagaimana

dikemukakan di atas dan yang telah dilakukan oleh Sun Choirul Ummah dengan

judul Kasus Cerai Gugat Suami Istri Berpendidikan Tinggi di Kecamatan Depok

Sleman Yogyakarta Tahun 2007-2009.11

Latar belakang penelitian ini berkaitan dengan adanya pasangan suami-istri

berpendidikan tinggi yang masih rentan dengan kasus perceraian. Penelitian yang

dilakukan di kecamatan Depok Sleman ini menemukan kasus cerai gugat lebih

banyak daripada cerai talak. Dalam penelitiannya, penulis menggunakan

pendekatan sosiologis fenomenologis untuk mengetahui latar belakang,

pengalaman, dan latar sosial budaya yang melingkupi subjek penelitian serta

menafsirkan pandangan pribadi terhadap kasus cerai gugat yang terjadi.

Penelitian ini menggunakan teori Sofyan S. Willis yang mengemukakan bahwa

jika pendidikan cukup baik, maka wawasan tentang keluarga dapat dipahami

dengan baik. Teori ini kemudian terbantahkan oleh hasil penelitiannya bahwa

banyak pasangan berpendidikan tinggi yang justru melakukan perceraian. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa alasan cerai gugat yang terjadi disebabkan

oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dialami istri antara lain

adalah beban psikologi isteri, percekcokan hingga berimbas pada KDRT,

hilangnya kasih sayang, komunikasi yang tidak lancar, ketidaksabaran

10

http://pps.uin-suka.ac.id/id/2-berita-terkini/250-tingkat-perceraian-pasangan-muslim-

berpendidikan-tinggi-makin-meningkat.html# 11 Sun Choirul Ummah, “Kasus Cerai Gugat Suami Istri Berpendidikan Tinggi Di

Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta Tahun 2007-2009,” Tesis Tidak Diterbitkan, (Yogyakarta:

Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2010).

Page 95: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 89

menghadapi konflik, persepsi terhadap kesetaraan gender dan kurangnya

pemahaman agama istri. Sementara problem internal pada suami adalah adanya

ketidakmatangan cara berpikir suami seperti gangguan fisik dan psikis serta

kurangnya pemahaman agama suami. Faktor eksternalnya adalah campur tangan

pihak ketiga baik orang tua maupun kerabat dekat atau orang lain.

Dilihat dari segi pekerjaan, di PA Padang misalnya Pekerjaan para pihak

yang mengajukan perkara perceraian di Pengadilan Agama Padang beragam,

yaitu: Pertama, PNS/ TNI/ POLRI. Kelompok ini paling sedikit bercerai. Kedua,

swasta dan buruh. Kelompok ini paling banyak bercerai. Ketiga, kelompok yang

tidak mempunyai pekerjaan. Kelompok ini lebih sedikit mengajukan perceraian

dibandingkan Kelompok swasta dan buruh. Menurut penulis, hal ini karena para

pihak yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan sama sekali tidak banyak di

dalam masyarakat.12

Profil keluarga muslim Indonesia yang bercerai sebagaimana dipaparkan di

atas menunjukan bahwa keluarga muslim Indonesia sedang menghadapi ancaman

rapuhnya ikatan perkawinan. Dengan memperhatikan data selama 2012-2016,

dimana angka perceraian meningkat setiap tahun, maka diperlukan langkah-

langkah konkrit mencegah perceraian sejak dari hulu, yaitu setiap pasangan

suami isteri yang akan melaksanakan pernikahan perlu disiapkan secara matang

fisik, mental dan pengetahuan mengenai hukum-hukum pernikahan. Jika di dalam

peraturan perundang-undangan perkawinan dikenal asas mempersulit perceraian,

maka bisa saja dalam memasuki jenjang pernikahan dikenal pula asas

mempersulit pernikahan.

B. Faktor Penyebab Perceraian dalam Keluarga Muslim

Perceraian yang dilakukan dalam keluarga muslim dilatarbelakangi oleh

beragam faktor penyebab. Data yang dihimpun oleh Badilag sepanjang tahun

2012-2016 menunjukkan bahwa faktor penyebab perceraian dalam keluarga

muslim dikelompokkan sebagaimana dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.17

Faktor Penyebab Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia Tahun 2012

Kete rangan

Moral Meninggalkan kewajiban

Kawin dibawah

umur

Menyakiti Jasmani/Rohani

Poligami Tidak sehat

Krisis Akhlak

Cemburu Kawin Paksa

Ekonomi Tidak ada Tanggung

Jawab

Menyakiti Jasmani

Menyakiti Mental

Jml 1.876 8.537 10.524 2.071 70.427 81.227

3.697 1.108

Persen 0.63% 2.87% 3.53% 0.70% 23.65% 27.27% 1.24 % 0.37%

Total 20.937 153.725 432 4.805

Persen 7.03 % 51.61 % 0.15 % 1.61%

12 Nurhasanah dan Rozalinda. “Persepsi Perempuan terhadap Perceraian: Studi Analisis

Terhadap Meningkatnya Angka Gugatan Cerai di Pengadilan Agama Padang” dalam Kafa‟ah:

Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. 4 No. 2 Tahun 2014, Padang.. Hlm. 184

Page 96: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

90 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Kete rangan

Di Hukum Cacat

Biologis

Terus menerus berselisih Lainnya

Politis Gangguan Pihak Ketiga Tidak ada

keharmonisan

Jml

423 23.690 91.388

Persen 0.14% 7.95% 30.68%

Total 392 737 115.501 1.312

Persen 0.13% 0.25% 38.78% 0.44%

Sumber : Diolah dari stadok Badilag Tahun 2012

Tabel di atas menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2012 faktor penyebab

perceraian dalam keluarga muslim Indonesia didominasi oleh tiga faktor yang

paling dominan, yaitu tidak ada keharmonisan sebanyak 91.388 (30.68%), tidak

bertanggung jawab sebanyak 81.227 (27.27%), dan alasan ekonomi sebanyak

70.427 (23.65%). Faktor penyebab tidak ada keharmonisan dalam data tersebut

menempati urutan pertama keluarga muslim mengajukan perceraian. Disusul

kemudian dengan faktor penyebab perceraian tidak ada tanggung jawab dan

terakhir karena ekonomi. Pada tahun 2013 faktor penyebab mengajukan

perceraian terutama dalam tiga faktor tadi meningkat sebagaimana dilihat dalam

tabel di bawah ini.

Tabel 5.18

Faktor Penyebab Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia Tahun 2013

Kete rangan

Moral Meninggalkan kewajiban

Kawin dibawah

umur

Menyakiti Jasmani/Rohani

Poligami Tidak

sehat

Krisis Akhlak

Cemburu Kawin Paksa

Ekonomi Tidak ada Tanggung

Jawab

Menyakiti Jasmani

Menyakiti Mental

Jml 1.951 10.649 9.338 3.380 74.559 81.266

4.439 1.491

Persen 24.41% 131.36% 101.36% 9.97% 334.01% 671.94% 49.81% 15.52%

Total 21.938 159.205 600 5.930

Persen 257.40% 1025.92 % 2.20 % 65.33%

Kete rangan

Di Hukum

Cacat Biologis

Terus menerus berselisih

Lainnya Politis

Gangguan Pihak Ketiga

Tidak ada keharmonisan

Jml

2.094 25.310 97.615

Persen 4.36% 286.11% 1194.95%

Total 714 1.247 125.019 4.413

Persen 5.75% 10.20% 1485.42% 47.79%

Page 97: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 91

Sumber: Diolah dari stadok Badilag Tahun 2013

Tabel di atas menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2013 faktor penyebab

perceraian dalam keluarga muslim Indonesia didominasi oleh tiga faktor yang

paling dominan, yaitu tidak ada keharmonisan sebanyak 97.615, tidak

bertanggung jawab sebanyak 81.266 dan ekonomi sebanyak 74.559.

Pada tahun 2013 faktor penyebab para pihak mengajukan perceraian

meningkat dari tahun 2012. Hal ini sesuai dengan jumlah peningkatan angka

perceraian secara nasional yang juga meningkat setiap tahun. Faktor penyebab

utama para pihak mengajukan perceraianpun tidak berubah dari tahun

sebelumnya, yang didominasi oleh tiga faktor yaitu tidak ada keharmonisan, tidak

tanggungjawab dan ekonomi.

Tabel 5.19

Faktor Penyebab Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia Tahun 2014

Kete rangan

Moral Meninggalkan kewajiban Kawin

dibawah umur

Menyakiti Jasmani/Rohani

Poligami Tidak sehat

Krisis Akhlak

Cemburu Kawin Paksa

Ekonomi Tidak ada Tanggung

Jawab

Menyakiti Jasmani

Menyakiti Mental

Jumlah 2.058 10.361 8.939 2.291 78.035 86.025

366 5.517 972

21.358 166.351 6.489

Kete

rangan Di Hukum

Cacat Biologis

Terus menerus berselisih

Lainnya Politis

Gangguan Pihak Ketiga

Tidak ada keharmonisan

Jumlah 546 790 592 27.684 109.920 3.400

138.196

Sumber : Diolah dari Data Perceraian pada Direktorat Jenderal Badilag

Tabel di atas menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2014 faktor penyebab

perceraian dalam keluarga muslim Indonesia didominasi oleh tiga faktor yang

paling dominan, yaitu tidak ada keharmonisan sebanyak 109.920, tidak

bertanggung jawab sebanyak 86.025 dan alasan ekonomi sebanyak 78.035.

Pada tahun 2014 faktor penyebab para pihak mengajukan perceraian

meningkat dari tahun 2013. Hal ini sesuai dengan jumlah peningkatan angka

perceraian secara nasional yang juga meningkat setiap tahun. Faktor penyebab

utama para pihak mengajukan perceraianpun tidak berubah dari tahun

sebelumnya, yang didominasi oleh tiga faktor yaitu tidak ada keharmonisan, tidak

tanggungjawab dan alasan ekonomi.

Tabel 5.20

Faktor Penyebab Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia Tahun 2015

Kete

rangan

Moral Meninggalkan kewajiban

Kawin dibawah

umur

Menyakiti Jasmani/Rohani

Poligami

Tidak sehat

Krisis Akhlak

Cemburu Kawin Paksa

Ekonomi Tidak ada Tanggung

Jawab

Menyakiti Jasmani

Menyakiti Mental

Page 98: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

92 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Jml 4.856 10.139 8.068 46.031 52.286 74.140

6.879 1.224

Persen 21.06% 43.96% 34.98% 26.96% 30.32% 42.99% 84.89% 15.11%

Total 23.063 172.457 503 8.103

Persen 100% 100% 100%

Kete rangan

Di Hukum Cacat

Biologis

Terus menerus berselisih

Lainnya Politis

Gangguan Pihak Ketiga

Tidak ada keharmonisan

Jml

21.574 24.866 92.954

Persen 15.48% 17.84% 66.68%

Total 498 739 139.394 4.163

Persen 100%

Sumber : Diolah dari Data Perceraian pada Direktorat Jenderal Badilag

Tabel di atas menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2015 faktor penyebab

perceraian dalam keluarga muslim Indonesia didominasi oleh tiga faktor yang

paling dominan, yaitu yaitu tidak ada keharmonisan sebanyak 92.954, tidak

bertanggung jawab sebanyak 74.140 dan alasan ekonomi sebanyak 52.286.

Pada tahun 2015 faktor penyebab para pihak mengajukan perceraian

menurun dari tahun 2014. Penurunan faktor penyebab perceraian pada tahun

2015 rata-rata sebanyak 12.000 perkara untuk tiga faktor penyebab perceriian

yang diajukan dari tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan jumlah penurunan

angka perceraian secara nasional. Namun faktor penyebab utama para pihak

mengajukan perceraian tidaklah berubah dari tahun sebelumnya, yang didominasi

oleh tiga faktor penyebab yaitu tidak ada keharmonisan, tidak tanggungjawab dan

ekonomi.

Tabel 5.21

Faktor Penyebab Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia Tahun 2016

Keterangan Zina Mabuk Judi Madat Meninggalkan

Salah satu Pihak Dihukum Penjara

Poligami KDRT

Jumlah 317 10.194 5.874 1.575 82.563 1.474 1.850 11.700

Keterangan Cacat Badan

Perselisihan dan Pertengkaran Kawin Paksa Murtad Ekonomi Lain-lain

Jumlah 1.327 141.761 2.431 229 92.193 356.775

Sumber : Diolah dari Data Perceraian pada Direktorat Jenderal Badilag

Tabel di atas menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2016 faktor penyebab

perceraian dalam keluarga muslim Indonesia didominasi oleh tiga faktor yang

paling dominan, yaitu perselisihan dan pertengkaran sebanyak 141.761, alasan

ekonomi sebanyak 92.193 dan meningalkan salah satu pihak sebanyak 82.563.

Pada tahun 2016, terjadi peningkatan kembali jumlah faktor penyebab

perceraian dari pada tahun 2015. Peningkatan faktor penyebab perceraian

meningkat untuk faktor penyebab ketidak harmonisan atau perselisihan sebanyak

Page 99: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 93

40.000 an perkaara, faktor penyebab ekonomi juga melonjak sebanyak 40.000an

dan faktor penyebab meninggalkan salah satu pihak sebanyak 8.000an perkara.

Tabel-tabel tersebut jika dibreakdown berdasarkan wilayah kekuasaaan

Pengadilan Tinggi Agama akan tampak perbedaan satu dengan lainnya. Misalnya

faktor penyebab perceraian di wilayah PTA Bandung dapat dilihat dalam tabel di

bawah ini.

Tabel 5.22

Faktor Penyebab Perceraian di Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Bandung

No Tahun Faktor Penyebab Perceraian Jumlah

Kenaikan dan

Penurunan

dari Sebelumnya

1 2012 Ekonomi 26.073 -

Tidak ada keharmonisan 14.878 -

Tidak ada Tanggungjawab 8.761 -

2 2013 Ekonomi 25.192 -881

Tidak ada keharmonisan 12.391 -2.487

Tidak ada Tanggungjawab 8.446 -315

3 2014 Ekonomi 28.864 +3672

Tidak ada keharmonisan 16.878 +4487

Tidak ada Tanggungjawab 12.744 +4298

4 2015 Ekonomi 27.203 -1661

Tidak ada keharmonisan 15.677 -1201

Tidak ada Tanggungjawab 13.303 -559

5 2016 Ekonomi 29.145 +1942

Tidak ada keharmonisan 22.177 +6500

Tidak ada Tanggungjawab 13.626 -323

Sumber : Diolah dari data Faktor Penyebab Perceraian di PTA Bandung (Jawa

Barat)

Berdasarkan tabel di atas, faktor terjadinya perceraian di Jawa Barat

didominasi oleh faktor penyebab ekonomi, tidak harmonis dan tidak

tanggungjawab. Hal ini sedikit berbeda dengan data nasional faktor penyebab

perceraian yaitu tidak ada keharmonisan, tidak ada tanggungjawab dan ekonomi.

Di Jawa Barat faktor penyebab utama terjadinya perceraian adalah ekonomi. Hal

ini selaras dengan temuan di lapangan ke setiap Pengadilan Agama yang

dijadikan objek penelitian bahwa faktor penyebab terjadinya perceraian adalah

masalah ekonomi.

Page 100: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

94 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Sekalipun pada lima tahun terakhir faktor penyebab terjadinya perceraian di

Jawa Barat sangat fluktuatif, peningkatan dan penurunannya, namun faktor

dominan penyabab terjadi perceraian tidak berubah urutannya, yaitu faktor

ekonomi, tidak ada keharmonisan dan tidak ada tanggungjawab. Penyebab

terjadinya perceraian di Jawa Barat dengan sebab ekonomi sangat tinggi dan

mengungguli dua sebab lainnya, yakni ketidakharmonisan dan tidak ada

tanggungjawab. Ini berarti konflik keluarga dalam bidang ekonomi demikian

berat, sehingga seorang informan mengatakan bahwa di Jawa Barat ini kurang

sedikit saja ekonomi bisa berakhir ke pengadilan. 13

Dengan demikian, secara nasional tiga faktor penyebab paling dominan

terjadi perceraian dalam keluarga muslim sepanjang tahun 2012-2016 terdiri atas

tidak ada keharmonisan sebanyak 533.638 perkara, tidak ada tanggungjawab

sebanyak 405.221 dan alasan ekonomi sebanyak 367.500. Tiga faktor penyebab

perceraian secara nasional ini urutannya bisa saja berbeda ketika ditelaah per

wilayah PTA se Indonesia dan apalagi jika dilihat per wilayah Pengadilan Agama

sebagaimana telah dibandingkan dengan salah satunya PTA Bandung. Penjelasan

tiga faktor penyabab paling banyak diajukan oleh pasangan suami isteri secara

nasional tersebut diuraiakan di bawah ini.

1. Faktor Penyebab Perceraian Tidak ada keharmonisan

Tidak ada keharmonisan dalam berumah tangga artinya pasangan suami

isteri kena akibat dari berbagai sebab, misalnya dari sebab sepele seperti isteri

tidak menyediakan masakan di rumah, tidak membereskan rumah, suami pulang

kerja telat kemudian menjadi perselisihan yang berujung pada tidak adanya

keharmonisan. Alasan-alasan lain yang mendorong lahirnya perceraian karena

tidak ada keharmoninsa dalam beberapa putusan Pengadilan Agama disebabbkan

oleh karena adanya kurang terbuka jumlah penghasilan, masing-masing pihak

egois, melakukan kekerasan, faktor fisik masing-masiing pasangan yang sudah

tua, faktor kurangnya komunikasi, kurangnya perhatian kepada salah satu pihak,

lebih mementingkan pekerjaan, jenuh, faktor psikologis dan sering mrendahkan

pasangan.

Meski faktor tidak ada keharmonis selalu menempati urutan teratas, tetap

saja oleh para informan data ini dianggap bias. Tidak ada keharmonisan menjadi

istilah yang terlalu generik karena bagi mereka tidak harmonis adalah akumulasi

dari seluruh masalah yang dihadapi.

Keluarga harmonis adalah suatu keluarga yang penuh kerukunan,

keserasian dan hubungan yang mesra antara suami, istri dan anak-anak yang

dilandasi dengan rasa cinta dan kasih sayang serta rasa saling pengertian dan

toleransi. Selain itu, masing-masing pihak juga dapat melaksanakan tugas dan

kewajibannya sesuai dengan fungsinya, di samping juga diperoleh adanya

bimbingan dan pembinaan ke arah itu.

Islam mengenal keluarga harmonis dengan istilah keluarga sakinah, yaitu

keluarga yang dibina atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup

13 Thantowie Ghanie (Hakim Tinggi PTA Bandung), Hasil Wawancara, 27 September

2017

Page 101: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 95

spiritual dan material secara layak dan seimbang, yang diliputi suasana kasih

sayang antara keluarga dan lingkungannya dengan selaras, serasi serta mampu

mengamalkan, menghayati dan memperdalam nilai-nilai keimanan, ketakwaan

dan akhlak mulia.14

Sebuah keluarga disebut keluarga yang harmonis adalah apabila antara

suami istri hidup bahagia dalam ikatan cinta kasih yang didasari kerelaan dan

keselarasan hidup bersama. Dalam arti lain suami istri itu hidup di dalam

ketenangan lahir dan batin, karena merasa cukup dan puas atas segala sesuatu

yang ada yang telah dicapai dalam melaksanakan tugas kerumah-tanggaan, baik

tugas ke luar maupun tugas ke dalam dan pergaulan dengan masyarakat.

Kebalikan dari keluarga harmonis adalah disharmonis. Secara etimologis,

kata disharmonis berakar dari kata dis dan harmonic : selaras, harmony :

persetujuan, sehingga membentuk kata disharmony yang artinya kepincangan,

ketidaksesuaian atau kejanggalan. Oleh karenanya, jika dalam keluarga tidak ada

unsur-unsur sebagaimana yang di atas, maka keluarga tersebut patut

dipertanyakan, dan inilah dalam bahasa rumah tangga dikenal dengan istilah

keluarga disharmoni, karena dalam rumah tangga tersebut atau keluarga tersebut

tidak ada lagi keselarasan arah dan tujuan oleh masing-masing anggota keluarga

(terutama adalah pemegang pilar keluarga, yaitu suami dan istri).

Faktor yang menyebabkan timbulnya ketidakbahagiaan dalam kehidupan

rumah tangga merupakan salah satu masalah sosial yang apabila tidak

diselesaikan sebaik-baiknya maka akan menimbulkan masalah sosial baru yang

lebih berat dan luas, terutama akan berpengaruh terhadap anak. Apalagi

diperparah dengan timbulnya penyelewengan suami/istri (perselingkuhan),

kenakalan anak-anak dan lain sebagainya.

Di Pengadilan Agama Surakarta, terus menerus berselisih dikarenakan tidak

adanya keharmonisan sebanyak 21,2% sepanjang Tahun 2013. Selain tidak

adanya keharmonisan. Seperti hal kasus perceraian seorang informan

melayangkan gugatan perceraian kepada isterinya dengan alasan sudah tidak

adanya keharmonisan dalam rumah tangganya, hal ini dimulai saat mereka mulai

menempati rumah kontrakan sendiri di Perumahan Mojosongo Surakarta, sikap

istri informan 1 tidak begitu suka menempati tempat tinggal baru yang mereka

kontrak. Sang istri lebih senang bila tinggal bersama orang tua sang istri. Hal ini

yang menyebabkan kenapa informan 2 tidak merasa nyaman karena sang istri

tidak senang tinggal di rumah kontrakan. Ketidakharmonisan ditunjukkan dengan

sikap istri yang mulai tidak menghargai sang suami. Usia pernikahan keduanya 2

tahun dan belum dikarunia anak.15

Dalam putusan pengadilan mengenai faktor penyebab perceraian karena

ketidakharmonisan, misalnya dalam putusan Nomor : 138/Pdt.G/2012/PTA.Bdg

14

Sonhaji, Pedoman Rumah Tangga Bahagia, (Jawa Timur: BP-4 Prop. Jawa Timur,

1988), hlm. 3 15 Muh Saidan, Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Di Pemkot

Surakarta Tahun 2011-2012 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta). FKIP UMS, 2015

tanpa penerbit, hlm 8.

Page 102: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

96 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

diantara sebab-sebab terjadinya ketidakharmonisan yaitu antara suami isteri

sering terjadi perbedaan pendapat dalam membina rumah tangga, sering terjadi

perselisihan yang berekepanjangan, tidak memberikan nafkah, tidak mengayomi

dan melindungi keluarga sebagaimana layaknya seorang keluarga yang baik dan

sering pergi meninggalkan rumah tanpa alasan yang jelas apabila sedang marah-

marah.

Di Pengadilan Agama Makassar rata-rata kasus perceraian adalah karena

tidak adanya keharmonisan. Hal ini disebabkan karena di dalam rumah tangga

selalu berselisih (cekcok) dan tidak ada rasa saling percaya diantara suami istri,

bahkan sering terjadi kekerasan dalam rumah tangga tersebut. Oleh karena itu

pihak yang menderita biasanya sudah tidak sanggup untuk menghadapinva

sehingga ia yang menggugat perceraian tersebut dan meminta bantuan hukum

kepada advokat.

Dari sejumlah 30 informan terdapat 13 orang (43,33%) di Pengadilan Agam

Makassar menyatakan bahwa faktor tidak ada keharmonisan di dalam rumah

tangga disebabkan karena sering cekcok; 1 orang (3,34%) menyatakan bahwa

disebabkan karena adanya kekerasan; dan 16 orang (53,33%) menyatakan bahwa

faktor tidak ada keharmonisan di dalam rumah tangga adalah disebabkan karena

sering cekcok disertai kekerasan berupa pemukulan dan penganiayaan di dalam

rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan oleh pihak suami berupa

pemukulan bahkan penganiayaan yang menyebakan pihak istri menderita. Oleh

karena pihak istri tidak sanggup untuk selalu cekcok dan selalu dianiaya oleh

pihak suami, maka sang istri menggugat cerai suaminya untuk mengakhiri

penderitaannya. 16

Di Mahkamah Syar‟iyyah Meulaboh, tidak ada keharmonisan merupakan salah

satu penyebab bagi seorang istri mengajukan perceraian, disebabkan karena

terjadinya percekcokan, perlakuan suami kepada istri dengan seenaknya saja tanpa

memperdulikan perasaan seorang istri,dan perselisihan pendapat. Faktor tidak ada

keharmonisan merupakan faktor yang memiliki persentase yang sangat tinggi,

sekitar 89% dari 100%, karena setiap perkara yang masuk ke register Mahkamah

Syar‟iyah mengaku kalau rumah tangganya mengalami perselisihan yang terus-

menerus sehingga tidak pantas untuk dipertahankan lagi. Di Mahkamah Syar‟iyyah

Meulaboh, dari jumlah 174 faktor penyebab perceraian selama tahun 2013

persentasinya sebanyak 89% untuk penyebab tidak ada keharmonisan dalam rumah

tangga. 17

Di pengadilan Agama Palangka Raya, tidak ada keharmonisan dan

tanggung jawab dalam rumah tangga, merupakan faktor penyebab tertinggi

membuat para istri melakukan gugatan cerai. Terbukti, selama bulan Januari 2015

saja sudah tercatat 34 orang yang menyandang sebagai isteri di Palangka Raya

16

Liani Sari, “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Studi Kasus Pada

Pengadilan Agama Makasar”, dalam Jurnal Uniyap, (Papua, Tahun 2001), hlm 61. 17 Cut Wan Nurlaili, “ Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Cerai Gugat Pada Mahkamah

Syar‟iyah Meulaboh”, pada Jurnal Deliberatif Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 1, Juni 2017, hlm

11

Page 103: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 97

menggugat cerai suami di Pengadilan Agama Palangka Raya. Lebih detil,

ketidakharmonisan itu bisa disebabkan pertengkaran/percekcokan bahkan juga

disebabkan adanya pihak ketiga dalam rumah tangga mereka. Nah, dari jumlah

itu, ditambah sisa perkara bulan sebelumya sebanyak 57 perkara, dan Januari

telah diputus sebanyak 14 perkara dengan rincian 12 perkara dikabulkan dan 2

perkara digugurkan, Digugurkan, karena panjar biaya perkara telah habis,

anmaning telah disampaikan, akan tetapi pihak berperkara, belum juga

membayar. 18

Faktor penyebab perceraian karena ketidakharmonisan di Pengadilan

Agama Kebumen nampaknya sangat sepele, misalnya dalam putusan Nomor

0474/Pdt.G/ 2011/ PA.Kbm, dalam perkara cerai thalak di mana suami isteri

berada dalam rumah tangga yang tidak harmonis. Ketidakharmonis terjadi

disebabkan Termohon tidak bisa diatur dan semaunya sendiri, dan Termohon

tidak bisa menghormati orang tua Pemohon sebagai mertua, seperti contoh

Termohon susah untuk diajak bersilaturahmi ke rumah orang tua Pemohon,

apabila ada hajatan di rumah.

Kata-kata hajatan menjadi masalah sepele bagi sebagian orang, namun

dalam perkara ini rupanya menjadi masalah serius bagi keharmonisan dalam

rumah tangga. Pengadilan Agama Kebumen mengabulkan permohnan pemohon

atas sebab ketidakharmonisan ini.

Berdasarkan pada uraian di atas dan data-data yang tersaji di pengadilan

agama bahwa cerai dengan sebab ketidak harmonisan dalam keluarga

dilatarbelakangi oleh banyak faktor sehingga berujung pada ketidakharmonisan.

Namun satu hal yang pasti bahwa istilah ketidakharmonisan sering tumpang

tindih dengan perselisihan dan pertengkatan yang terus menerus. Misalnya dalam

putusan Nomor: 1332/Pdt. G/2012/PA.Pas, dalam putusan ini, tergugat digugat

karena impotensi, majelis hakim langsung memeriksanya dengan cara

pemeriksaan penggunaan pasal 19 huruf f karena akibat dari impotensi tersebut

menyebabkan ketidak harmonisan yang bentuknya perselisihan.

Dalam pandangan lain, keharmonisan keluarga merupakan salah satu pilar

ketahanan keluarga. Dalam studi yang dilakukan oleh Kementerian PPPA bahwa

salah satu dimensi ketahanan keluarga adalah landasan legalitas dan keutuhan

keluarga dan kemitraan gender. Khusus mengenai keutuhan keluarga studi

tersebut memilah keberadaan pasangan suami-istri yang tinggal bersama dalam

satu rumah sebagai indikatornya. Selain itu, variabel kemitraan gender diukur

berdasarkan 4 (empat) indikator, kebersamaan dalam keluarga; kemitraan suami-

istri; keterbukaan pengelolaan keuangan; dan pengambilan keputusan keluarga.

Penjelasan berikutnya memaparkan hasil studi yang dilakjukan oleh Kementerian

PPPA tentang ketahanan kkeluata dihungkan dengan faktor penyebab perceraian

dalam hal ini adanya ketidakharmonisan.

a. Keutuhan Keluarga

18 Lihat dalam http://pa-palangkaraya.go.id/januari-2015-34-isteri-di-palangka-raya-gugat-

suami/

Page 104: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

98 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Fusngsi-fungsi dalam keluarga bergitu penting dijalankan oleh setiap aktor

yang ada di dalam keluarga. Apabila fungsi-fungsi tersebut tidak bisa dijalankan

maka akan berakibat pada rentannya keutuhan keluarga. Peluang terjadinya

kegagalan fungsi keluarga akan semakin besar ketika salah satu anggota keluarga,

terutama suami atau istri tidak tinggal bersama dalam satu rumah. Namun sering

kali terdapat suatu kondisi yang memaksa pasangan suami-istri untuk tinggal

terpisah. Contohnya, suami-istri yang harus tinggal terpisah karena tuntutan

pekerjaan dalam jangka waktu yang cukup lama. Suami-istri yang tinggal

terpisah dalam waktu cukup lama beresiko tinggi untuk mengalami rasa curiga

dan pertengkaran yang lebih sering dan berujung pada kehidupan keluarga yang

tidak harmonis.

Terjadinya perceraian dengan sebab ketidakharmonisan bisa saja dipicu

oleh jarak antara pasangan suami dan isteri. Rasa cemburu dan curiga kerapkalli

membayangi kehidupan suami isteri yang jaraknya terpisah. Berdasarkan data

yang dirilis oleh Kementerian PPA, pada tahun 2015, tercatat 81,45 persen rumah

tangga dengan kepala rumah tangga yang berstatus kawin dan hampir semua

kepala rumah tangga yang berstatus kawin tersebut tinggal bersama dalam satu

rumah dengan pasangannya. Pasangan suami-istri yang tinggal bersama dalam

satu rumah memiliki waktu kebersamaan yang lebih banyak daripada mereka

yang tidak tinggal serumah. Sehingga, pasangan suami-istri yang tinggal serumah

memiliki ketahanan keluarga yang lebih kuat daripada mereka yang tidak tinggal

serumah. Oleh karena 95 persen rumah tangga di Indonesia kepala rumah tangga

dan pasangannya tinggal bersama dalam satu rumah, maka dapat dikatakan

bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia memiliki ketahanan keluarga

yang kuat. Apabila dilihat menurut klasifikasi wilayahnya, ternyata di perkotaan

persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam

satu atap lebih tinggi daripada di perdesaan. Meskipun demikian, perbedaan

persentase antara perdesaan dan perkotaan ini tidak besar. Pada tahun 2015,

persentase rumah tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam

satu atap di perkotaan sebesar 95,5%. Sedangkan, di perdesaan persentase rumah

tangga yang kepala rumah tangganya tinggal bersama dalam satu atap sebesar

95,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa baik di wilayah perkotaan maupun di

perdesaan, sebagian besar rumah tangganya memiliki ketahanan keluarga yang

kuat. 19

Jika dibandingkan antar provinsi, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi

provinsi yang memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga yang

tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 88,64 persen (Gambar 4.7).

Seperti diketahui, sekitar 96 persen desa di NTB menjadi daerah asal Tenaga

Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014). Di Pulau Jawa,

Provinsi Jawa Tengah memiliki persentase terendah untuk kepala rumah tangga

yang tinggal serumah dengan pasangannya, yaitu sebesar 92,15 %. Persentase ini

19 Kementerian PPPA dalam Herin Puspitawati. . Gender dan Keluarga: Konsep dan

Realita di Indonesia. (Bogor: PT IPB Press, 2012), hlm 47-48

Page 105: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 99

juga sejalan dengan banyaknya desa di Jawa Tengah yang menjadi daerah asal

Tenaga Kerja Indonesia, dimana sekitar 84,74 persen desa terdapat warga yang

menjadi Tenaga Kerja Indonesia (Pendataan Potensi Desa Indonesia, 2014).20

Berdasarkan data-data tersebut menunjukkan bahwa perceraian yang

disebabkan oleh ketidakharmonisan dengan latar belakang jarak sesungguhnya

relatif sediriit terjadi. Karena data-data di atas menyimpulkan bahwa keluarga

Indonesia tinggal dalam satu rumah dengan peresentasi yang cukup tinggi yaitu

90%. Ini berararti gugatan perceraian dengan sebab ketidakharmonisan yang

pemicunya soal jarak antara suami isteri mestinya minim terjadi.

b. Kemitraan Gender

Suami isteri menjalankan peran yang seimbang di antara keduanya di dalam

mengerjakan tugas domestik dan pubik. Peran seimbang ini akan menunjukkan

bahwa suami isteri merupakan mitra gender yang baik. Pembagian peran gender

dalam keluarga bisa mengurangi kesalahfahaman yang berujung pada ketidak

harmonisan. Kemitraan suami isteri (kemitraan gender) dalam menjalankan peran

di dalam ranah domestik mampu mengurangi ketidak harmonisan. Kemitraan

gender merupakan kerjasama secara setara dan berkeadilan antara suami dan istri

serta anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak perempuan, dalam melakukan

semua fungsi keluarga melalui pembagian pekerjaan dan peran, baik peran

publik, domestik maupun sosial kemasyarakatan. Kemitraan dalam pembagian

peran suami dan istri untuk mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga

menunjukkan adanya transparansi penggunaan sumberdaya, rasa saling

ketergantungan berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati sehingga

terselenggaranya kehidupan keluarga yang harmonis.

Dalam pembahasan selanjutnya kemitraan gender dalam keluarga

dijelaskan melalui kemitraan suami-istri, keterbukaan pengelolaan keuangan,

serta pengambilan keputusan keluarga.

Herien Puspitawati dalam Kementerian PPPA menyatakan pembagian

peran suami-istri dalam menjalankan fungsi keluarga berkaitan dengan komponen

perilaku mulai dari perhatian, bantuan moril dan material, sampai dengan bantuan

tenaga dan waktu. Sehingga kemitraan gender dalam mengurus rumah tangga

tidak hanya mencakup pekerjaan membersihkan rumah, memasak, mencuci

pakaian dan sejenisnya, namun termasuk pula pengasuhan anak, seperti

menemani anak belajar, dan bermain. Perhatian, kasih sayang dan pola asuh yang

diterapkan orang tua pada anak-anak akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh

kembang anak-anak di masa yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan

kerjasama antara suami dan istri dalam meluangkan waktu bersama dengan anak,

agar kebersamaan dengan anak selalu terjalin dan pengasuhan anak tidak

terhambat sehingga ketahanan keluarga dapat tercipta. 21

Waktu luang bersama keluarga dikelompoknya kedalam 3 kategori, yaitu

lebih dari cukup (lebih dari 28 jam dalam seminggu), cukup (14 sampai 28 jam

20 Ibid. h. 48 21 Ibid. h. 52

Page 106: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

100 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

dalam seminggu), dan kurang (kurang dari 14 jam dalam seminggu). Waktu

luang sebanyak 14 jam selama seminggu dianggap mencukupi untuk mengasuh

anak. Selanjutnya, data yang spesifik memberikan informasi jumlah waktu yang

dihabiskan orang tua untuk bercengkrama dengan anak, menemani anak belajar

dan sejenisnya tidak tersedia. Satu-satunya informasi yang cukup relevan tersedia

dari data Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) 2014 adalah waktu

luang yang digunakan bersama keluarga, dimana keluarga yang dimaksud tidak

hanya anak namun termasuk pula pasangan atau lainnya yang dianggap

keluarga.22

Berdasarkan studi tersebut bahwa keluarga-keluarga di Indonesia sesung-

guhnya memiliki tingkat keharmonisan yang cukup sebagaimana dikemukakan di

atas. Hal ini ditandai dengan sejumlah hasil survey yang menyebutkan bahwa

keluarga Indonesia memiliki waktu luang yang cukup dalam keluarga sehingga

penopang keharmonisan dalam keluarga itu dapat ditunjukkan dengan adanya

waktu luang.

Mayoritas rumah tangga di Indonesia mempunyai waktu kebersamaan

dengan keluarga yang cukup, ini berarti bahwa mayoritas rumah tangga di

Indonesia tersebut berpotensi memiliki ketahanan keluarga yang kuat. Apabila

waktu luang ini tersedia, berarti komunikasi yang baik dalam keluarga dapat

dibangun. Hal ini sekaliguus juga menandai tingkat keharmonisan keluarga. Data

SPTK 2014 menunjukkan lebih dari 75 persen rumah tangga mempunyai waktu

luang bersama keluarga minimal 14 jam seminggu atau rata-rata minimal 2 jam

per hari. Ini berarti dari 100 rumah tangga terdapat 75 rumah tangga yang

memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga lebih dari 14

jam seminggu. Bahkan terdapat sebanyak 27,14 persen rumah tangga yang

mempunyai waktu luang bersama keluarga lebih dari 28 jam seminggu.

Meskipun demikian, masih terdapat 23,12 persen rumah tangga yang hanya

memiliki waktu luang untuk melakukan kegiatan bersama keluarga kurang dari

14 jam seminggu.

Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, ternyata persentase

rumah tangga yang memiliki waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam

seminggu lebih besar di perkotaan (77,36%) daripada perdesaan (76,41%). Hal

ini terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Jika dibandingkan antar

provinsi, Papua menjadi provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki

waktu luang bersama keluarga minimal 14 jam dalam seminggu terendah yakni

sebesar 56,92%. 23

Faktor lainnya yang menjadikan keharmonisan dalam keluarga adalah

pembagian peran gender antara suami dan isteri di dalam mengelola keluarga

secara proporsional. Acapkali pembagian ini dirasakan sangat timpang dalam

kenyataannya sehingga ada sejumlah isteri yang terbebani dengan tugas-tugas

22 Kementerian PPPA, Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. (Jakarta: Lintas

Katulistiwa, 2016), hlm. 8-9 23 Lihat selengkapnya dalam, Kementerian PPPA, Pembangunan Ketahanan Keluarga

2016. (Jakarta: Lintas Katulistiwa, 2016), hlm. 52

Page 107: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 101

domestik sementara dia juga mengerjakan tugas-tuugas publik. Ketika beban dan

tanggungjawab peran gender ada di tangan isteri maka secara otomatis terjadi

ketimpangan peran gender. Ketimpangan peran gender ini sering kali berakibat

pada buruknya hubungan suami isteri yang mengakibatkan adanya

ketidakharmonisan dalam keluarga. Ketidakharmonisan ini menjadi pemicu

perceraian.

Melalui kemitraan dan relasi gender yang harmonis, mereka dapat

merencanakan dan melaksanakan manajemen sumberdaya keluarga sehingga

anggota keluarga mempunyai pembagian peran dalam berbagai aktivitas

(domestik, publik, dan kemasyarakatan) dalam rangka menjembatani

permasalahan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga (sosial, ekonomi,

psikologi, spiritual) yang berkeadilan dan berkesetaran gender. Apalagi saat ini

terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah istri yang berperan ganda, sebagai

ibu rumah tangga yang membantu mencari nafkah. Hasil Survei Angkatan Kerja

Nasional dalam publikasi Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia menunjukkan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) wanita meningkat dari 48,08 persen

pada 2006 menjadi 52,71 persen pada 2016.

Data Susenas 2015 menunjukkan terdapat 81,45 persen rumah tangga

mempunyai kepala rumah tangga berstatus kawin, dimana 68,95 persen rumah

tangga masih mempercayakan urusan pekerjaan rumah tangga kepada

pasangannya, yang umumnya adalah perempuan. Kegiatan yang dimaksud

mencakup berbagai kegiatan sehari-hari untuk mengurus rumah tangga, seperti

mencuci, memasak, mengasuh anak, mengantar anak ke sekolah dan sebagainya.

Lebih jauh, hanya 23,48 persen rumah tangga yang KRT dan pasangannya

menyatakan mengurus rumah tangga bersama selama seminggu terakhir. Angka

ini diperoleh berdasarkan kegiatan mengurus rumah tangga selama seminggu

terakhir yang dilakukan KRT berstatus kawin atau pasangannya. Hasil tersebut

menunjukkan kemitraan gender dalam keluarga Indonesia masih rendah dan

berpotensi memicu konflik peran suami-istri yang akhirnya mengganggu

ketahanan keluarga. Apalagi diantara rumah tangga dengan KRT berstatus kawin

terdapat 52,11 persen istri yang bekerja. Seorang istri yang bekerja akan memiliki

waktu yang lebih sedikit untuk mengurus rumah tangga. Oleh karena itu,

dibutuhkan kemitraan gender dalam rumah tangga untuk mencapai keharmonisan

dan kesejahteraan keluarg sehingga tercipta ketahanan keluarga yang kuat.

Berdasarkan data di atas, nampaknya pemicu konfik keluarga terjadi

disebabkan adanya ketimpangan pembagian peran gender yang kerapkali

berujuang pada ketidakharmonisan di dalam keluarga.

Apabila dibandingkan menurut klasifikasi wilayah, persentase rumah

tangga yang masih menyerahkan urusan rumah tangga hanya kepada

pasangannya lebih tinggi di perdesaan (70,45%) daripada perkotaan (67,40%).

Sebaliknya persentase rumah tangga yang KRT dan pasangan mengurus rumah

tangga bersama-sama ternyata lebih tinggi di perkotaan (24,83%) daripada di

perdesaan (22,17%). Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan gender di perkotaan

lebih tinggi daripada di perdesaan.

Page 108: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

102 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Jika dilihat pola per provinsi terdapat 2 (dua) provinsi yang mempunyai

persentase lebih dari 50 persen untuk rumah tangga yang KRT dan pasangannya

mengurus rumah tangga secara bersama-sama. Kedua provinsi tersebut adalah

Bali, dengan persentase sebesar 70,45 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta,

dengan persentase sebesar 55,32 persen. Persentase rumah tangga dengan kepala

rumah tangga bersama pasangan yang mengurus rumah tangga dari kedua

provinsi ini jauh melebihi persentase rata-rata nasional (23,48%). Sebaliknya,

terdapat pula provinsi yang mempunyai persentase jauh di bawah rata-rata

nasional, yaitu Provinsi Kalimantan Barat. Dimana hanya sekitar 9,81 persen

rumah tangga yang kepala rumah tangga dan pasangannya melakukan kegiatan

mengurus rumah tangga dalam seminggu terakhir.24

Berdasarkan data-data pendukung ini nampaknya problem kelurga muslim

Indonesia yang mengajukan perceraian dengan alasan ketidakharmonisan

faktornya sangat komplek. Secara akademik telah dipaparkan bahwa salah satu

penyebab ketidakhamonisan ini yaitu kurangnya kebersamaan dalam keluarga

dan pembagian peran gender yang timpang. Sekalipun data mengenai waktu

luang untuk keluarga Indonesia terbilang cukup luang namun kenyataannya

konflik keluarga muslim yang berakibat pada ketidakharmonisan – sekalipun

waktu luang tersedia – tidak bisa dibendung, demikian pula data mengenai

ketimpangan peran gender yang belum seimbang sudah pasti berakibat pada

ketidakharmonisan.

2. Faktor Penyebab Perceraian karena Tidak Ada Tanggung Jawab

Faktor penyebab perceraian karena tidak adanya tanggungjawab juga me-

nempati urutan kedua. Faktor penyebab perceraian dengan tidak ada rasa

tanggung jawab, mendominasi banyaknya perkara yang diputus oleh Pengadilan

Agama, salah satunya Pengadilan Agama Padang. Penyebab perceraian dengan

alasan tidak harmonis dalam rumah tangga dan tidak ada rasa tanggung jawab

dari suami menjadi trend. Misalnya di Padang, cecara geografis, Padang memang

terletak di pantai Barat Sumatera Utara yang mayoritas penduduknya adalah

nelayan dan petani.

Perceraian dengan alasan tidak ada tanggung jawab dari pihak suami,

sebenarnya bukan rahasia umum lagi, karena faktor pekerjaan dan penghasilan

penduduk, seperti di Kabupaten Tapanuli Tengah sendiri menjadi resiko

terjadinya perceraian. Selain itu, kurangnya rasa tanggung jawab dari suami

kepada istri dan anak-anaknya karena dipengaruhi oleh beberapa faktor lain,

seperti rendahnya pendidikan suami-istri, masih kurang memahami dan

mengamalkan ajaran agama masing-masing, dan gangguan pihak ketiga.

Tidak ada tanggungjawab merupakan bagian dari perbuatan nuzyuz baik

dilakukan oleh suami maupun isteri. Namun demikian, tidak ada tanggungjawab

lebih didominasi suami daripada isteri. 25

Dalam pergaulan antara suami istri ada

24 Ibid, hlm 54 25 Norzulaili Mohid Ghazali dan Wan Abdul Fattah Wan Ismail, Nusyuz, Shiqaq dan

Ahkam Menurut Al-Quran, Sunah dan Undang-undang Keluarga Islam, (Malaysia: Kolej

Universiti Islam Malaysia (KUIM),2007), xi

Page 109: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 103

kalanya terjadi hubungan yang tidak harmonis. Akibatnya terjadi apa yang ada

pada Al-Quran dengan istilah Nusyuz (pembangkangan). Pembangkangan dalam

arti salah satu pihak melanggar atau tidak melaksanakan kewajiban mereka

masing-masing sebagaimana mestinya. Perbuatan Nusyuz bisa terjadi, baik dari

pihak istri maupun dari pihak perempuan. 26

Tidak ada tanggung jawab di Pengadilan Agama Mojokerto misalnya telah

mencapai 9% dari jumlah perceraian dari tahun 2012-2014. Tidak ada tanggung

jawab bisa jadi disebabkan oleh salah satu pihak tidak melaksanakan

kewajibannya sebagai suami atau istri. Sehingga terjadi disfungsi peran sebagai

suami istri. Ketika suami tidak melaksanakan tanggung jawabnya untuk

memberikan nafkah baik lahir maupun batin, sudah dapat dipastikan percekcokan

dan pertengkaranlah yang akan terjadi. Bahkan ketika salah satu pihak tidak

dapat mengontrol emosi, terjadilah tindak kekerasan dan kekejaman. Sehingga

istri dapat mengajukan cerai gugat dengan dasar Undang-Undang Nomor. 1 tahun

1974 pasal 39 ayat 2 jo PP No. 9 tahun 1975 pasal 19 butir d jo pasal 116 butir d

Kompilasi Hukum Islam.27

Alasan tidak adanya tanggung jawab dalam putusan pengadilan agama

disebabkan salah satu pihak utamanya pihak suami meninggalkan isteri tanpa

alasan yang jelas. Hal ini misalnya dapat dilihat dalam beberapa putusan

pengadilan agama di mana pasangan suami isteri yang mengajukan cerai gugat

disebabkan suami meniggalkan pihak lain tanpa alasan yang jelas.

Perceraian dengan alasan tidak ada tanggungjawab diajukan oleh isteri

sebagai penggugat. Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan misalnya, sepanjang

tahun 2012 yang menyebabkan para isteri menggugat cerai suaminya adalah

karena suami melalaikan kewajibannya sebanyak 25 (72%), 5 (14%) responden

menyatakan bahwa suami menjalankan perannya dalam rumah tangga, namun

tidak maksimal dalam menjalankannya. Sedangkan 5 (14%) responden

menyatakan bahwa suami tidak melaksanakan perannya sama sekali. Hal ini

menjadi penyebab diajukan gugatan.

Dalam berumah tangga, suami dan isteri mempunyai hak dan kewajiban.

Kewajiban suami terhadap isterinya antara lain menggauli dengan cara yang baik,

memberi nafkah, dan lain-lain. Bila suami tidak menunaikan kewajiban, maka

ada hak isteri untuk menggugat cerai suaminya. Responden juga menyebutkan

bahwa ada pula suami responden yang pergi lama tanpa ada kabar. Dengan

sendirinya, kewajibannya sebagai suami selama kepergiannya itu tidak terlaksana

sama sekali. Akibatnya isteri dan anak-anaknya tidak mendapatkan segala hal

yang seharusnya diberikan oleh suami atau ayahnya. Karena tidak kuat, akhirnya

responden menggugat cerai. Dalam KHI pasal 116 poin (b) dijelaskan bahwa

“salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

26 Hasanuddin, Perkawinan dalam Perspektif Al-Quran, (Nikah, Talak, Cerai, Rujuk).

(Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011), hlm.29 27 http://digilib.uinsby.ac.id/3067/5/Bab%204.pdf

Page 110: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

104 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar

kemampuannya.”28

Sementara di Pengadilan Agama Palopo, berdasarkan data yang diperoleh,

berbagai faktor penyebab perceraian (cerai talak maupun cerai gugat) dalam 1465

perkara perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama Palopo dari tahun 2011

sampai dengan 2015, tidak ada tanggung jawab sebesar 16,31 %, atau 239

perkara. Meskipun demikian di antara faktor tersebut seringkali dipengaruhi oleh

faktor-faktor selainnya, misalnya faktor ketidakharmonisan dapat dipengaruhi

oleh faktor ekonomi, kecemburuan, gangguan pihak ketiga, dan lainnya.

Di Pengadilan Agama Palopo, penyebab perceraian dalam perkara cerai

thalak terjadi karena adanya kekerasan dalam rumah tangga antara pihak suami

dan isteri, dan kurangnya bertanggung jawab suami atau istri terhadap

keluarganya. 29

Bila dilihat dari faktor penyebab perceraian, di pengadilan Agama muara

Bungo, berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh penulis lain ada beberapa

hal Pendorong terjadinya pereraiaian. Dari 13 alasan bercerai, Pengadilan Agama

Muarabungo mencatat tujuh klasifikasi penyebab. Faktor dominan yang

menyebabkan perceraian adalah faktor perselisihan (380 perkara) dan

meninggalkan kewajiban (842 perkara). Adapun persentase penyebab perceraian

yang terjadi di Pengadilan Agama Muarabungo dalam sepuluh tahun terakhir

adalah tidak ada keharmonisan (31,04%), tidak ada tanggung jawab (68,46%),

faktor ekonomi (0,32%), penganiayaan (0,08%), dan suami dihukum (0,08%).

Besarnya persentase kedua faktor utama tersebut juga menunjukkan

semakin besarnya tingkat kesadaran, terutama istri, dalam memahami hak dan

kewajiban berupa interpretasi dan prinsip tentang perkawinan yang kemudian

lahir dalam perilaku sehari-hari. Dan ketika salah satu pasangan melanggar apa

yang menurut pasangan lain merupakan bagian dari hak dan kewajiban rumah

tangga, ia akan menggugatnya. Bahkan ketika kedua belah pihak punya satu

pandangan tersendiri atau berseberangan dalam mengejawantahkan hak dan

kewajiban itu, terjadi benturanbenturan pendapat, termasuk prinsip hidup, yang

justru bisa meretakkan rumah tangga jika tidak ada dialog dan kompromi di

antara keduanya. Hal itu juga menunjukkan bahwa perceraian yang terjadi di

Pengadilan Agama Muarabungo sepanjang sepuluh tahun terakhir lebih

disebabkan faktor eksternal, yaitu perubahan perilaku (hukum) suami-istri yang

dipengaruhi perubahan sosial.

Menurut data yang ada, kasus perceraian merupakan kasus yang

mendominasi di Pengadilan Agama Muarabungo dibandingkan kasus-kasus yang

lainnya dalam sepuluh tahun terakhir. Data yang tercatat, perkara perceraian

28 Isnawati Rais, “Tingginya Angka Cerai Gugat (Khulu‟) Di Indonesia; Analisis Kritis

Terhadap Penyebab dan Alternatif Solusi Mengatasinya” dalam Al-„Adalah Vol. XII, No. 1 Juni

2014, hlm 199 29 Muhammad Tamhid Nur, Cerai Talak di Kota Palopo (Faktor Penyebab Dan Solusinya

Dalam Studi Kasus Di Pengadilan Agama), dalam PALITA: Journal of Social-Religi Research

Oktober 2016, Vol.1, No.2. Hlm. 119.

Page 111: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 105

mencapai 94,600 , sedangkan perkara lain 5,400. Hal ini terjadi disebabkan

karena perkawinan lebih merupakan persoalan yang sering dihadapi pasangan

suami-istri dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan persoalan-persoalan

lainnya. Perkawinan merupakan persoalan yang sensitif karena menyangkut

aspek kebutuhan lahiriah dan batiniah. Di samping itu, faktor sosial dan

psikologis juga mernengaruhi suasana batin dari tingkah laku seseorang dalam

menjaga keharmonisan keluarga, sehingga wajar bila kasus perceraian menjadi

perkara yang banyak diselesaikan Pengadilan Agama Muarabungo dibandingkan

perkara lain di luar masalah perceraian. 30

3. Faktor Penyebab Perceraian Karena Ekonomi

Faktor penymebab perceraian dengan sebab ekonomi menempati urutan

tertinggi ketiga secara nasional. Beragamm alasan ekonomi yang diajukan oleh

para pihak, baik suami maupun isteri menunjukkan adanya kelemahan pada diri

suami memberikan nafkah yang mencukupi bagi keluarga sehingga pihak isteri

merasa tidak nyaman berada dalam keadaan kekurangan. Atas keadaan itu maka

isteri mengajukan gugat cerai ke pengadilan.

Tabel-tabel di atas mengenai alasan-alasan perceraian yang disebabkan

karena ekonomi merupakan data statistik yang dihimpun dari seluruh pengadilan.

Data-data tersebut dapat dikomparasikan juga dengan data hasil-hasil wawancara

yang dilakukan di beberapa Pengadilan Agama, khususnya yang dilakukan di

wilayah PTA Bandung. Hasil wawancara ini merupakan pengamatan para hakim

selama di persidangan mengenai alasan perceraian yang diperiksa dan diputus

dipengadilan. Misalnya menurut Syarif Hidayat, di wilayah Pengadilan Agama

Indramayu rapuhnya ikatan perkawinan didominasi oleh lemahnya pemahaman

agama terutama dasar-dasar hukum perkawinan yang dimiliki oleh masyarakat.

Pemahaman agama masih minim sehingga ketika dalam persidangan ditanyakan

mengenai seberapa sering shalat atau tidak, rata-rata para pihak menjawab tidak

melakukan shalat. Oleh karena itu, ketika hakim melakukan perdamaian dengan

pendekatan agama pada proses pemeriksaan, baik dalam mediasi maupun dalam

persidangan kurang begitu menyentuh hati pasangan suami isteri yang minim

pemahaman agamanya. Selain itu, bicara tentang hak dan kewajiban pasutri juga

tidak begitu bisa dicerna. Sedangkan bagi yang tingkat pemahaman agamanya

baik, dapat tersentuh ketika bicara mengenai hak dan kewajiban pasutri dan

esensi perkawinan. Para pihak akhirnya juga bisa didamaikan. Dalam hal ini

dapat dikatakan pasangan suami isteri yang rumahnya berdekatan dengan masjid

relatif baik pemahaman agama sehingga ketika berperkara di pengadilan sangat

mudah bagi mereka untuk disentuh hatinya dengan pendekatan agama. Selain itu,

30 Bakhtiar Arsa Muhammad, “Perceraian Dan Perubahan Sosial di Kabupaten Bungo

(Studi terhadap Tren Pola Perceraian dari Talak Cerai ke Gugat Cerai)” dalam Kontekstualita

Vol. 26 No. 2. Desember 2O09, hlm. 73

Page 112: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

106 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

tingkat pendidikan ikut juga memmpengaruhi rapuhnya perkawinan di

Indramayu 31

Data yang lain menyebutkan bahwa alasan ekonomi merupakan alasan yang

paling banyak diajukan sebagai alasan perceraian di Kabupaten Indramayu pada

Tahun 2013. Profesi seorang perempuan di Kabupaten Indramayu pada tahun

2013 dapat mempengaruhi terjadinya peristiwa perceraian di Kabupaten

Indramayu. Dengan model regresi Status Pernikahan terdapat hubungan yang

positif antara profesi tenaga kerja wanita dengan peristiwa perceraian di

Kabupaten Indramayu pada tahun 2013. Seorang istri yang mempunyai profesi

tenaga kerja wanita memiliki kecenderungan untuk bercerai semakin tinggi.32

Di kalangan pasangan suami isteri yang berpendidikan tinggi alasan

perceraian di kota lampung yakni poligami yang tidak sehat, krisis akhlak,

cemburu, ekonomi, tidak ada tanggung jawab, gangguang pihak ketiga dan tidak

adanya keharmonisan dalam keluarga. Prosentsae terbesar dari alasan perceraian

tersebut adalah perceraian dengan alasan kurangnya keharmonisan sebanyak 34%

dari 27 kasus perceraian yang dilakukan oleh pasangan suami isteri

berpendidikan tinggi. 33

Alasan perceraian sebagai pemicu ketidakharmonisan keluarga di kota

mataram berbeda dengan beberapa kota lainnya. Pemicu perceraian di kota

Mataram yakni faktor ekonomi (40%), faktor akhlak (25%), faktor kekerasan

dalam rumah tangga (10%), faktor pendidikan (10%) dan faktor intervensi pihak

ketiga (5%). 34

Alasan-alasan pasangan bercerai juga dipengaruhi oleh budaya setempat. Di

lampung misalnya, bercerai itu tabu. Namun di lombok, bercerai merupakan life

style dan ketika menjadi janda, “pasaran” menjadi naik. Sementara di wilayah

Kalimantan Barat, rumah tangga pasangan suami isteri relatif kokoh karena isteri-

isteri mereka menerima keadaan rumah tangga sekalipun serba kekurangan yang

penting mereka masih bisa makan. 35

Sementara di Kabupaten Cianjur alasan perceraian yang marak terjadi

karena alasan isteri bekerja di parbrik.36

Karena isteri bekerja, dan suami tidak

bekerja maka secara otomatis isteri menjadi pencari nafkah serta memiliki

31 Syarif Hidayat (Hakim PA Indramayu), Hasil wawancara : Indramayu, 26 Agutus 2017 32 Abdul Jamil dan Fakhrudin, “Isu dan Realitas di Balik Tingginya Angka Cerai-Gugat di

Indramayu”, dalam HARMONI Jurnal Multikultural & Multireligius. Mei - Agustus 2015. Vol 14

No. 2, hlm. 144 33 Nunung Rodliyah, “Perceraian pasangan Muslim Berpendidikan Tinggi: Studi Kasus di

Kota Bandar Lampung, “Disertasi tidak diterbitkan. (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2011). Hlm 30 34 Diolah dari data statistik perceraian di Pengadilan Agama Kota Mataram tahun 2016. 35 Kutipan ini diperoleh dari wawancara secara terpisah yang diperoleh dari informan,

yaitu : Tantowi (Hakim Tinggi PTA Bandung), Hasil Wawancara: Bandung, 2 Oktober 2017,

Amri dan Mukhlis Budiman (Hakim PA Sumedang), Hasil Wawancara: 19 September 2017. Data

juga diperoleh saat informan bertugas di luar Jawa. 36 Hamzah (Hakim Pengadilan Agama Cianjur), Hasil Wawancara: Cianjur, 12 September

2017

Page 113: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 107

bargaining position yang kuat terhadap suami sedangkan suami tidak memiliki

bargaining position yang kuat secara ekonomi sebagaimana isterinya. Selain itu,

relasi suami isteri dimana isteri yang berkerja di pabrik dengan jam kerja shift

siang dan malam ternyata rentan dengan gangguan pihak ketiga. Ketika suami di

rumah tidak bekerja atau penghasilan terbatas sedangkan isteri pendapatannya

melebihi suami, maka ketika ada masalah isteri lebih memiliki “kuasa” untuk

menentukan pilihan di dalam mempertahankan atau memutuskan perkawinan.

Alasan perceraian di Kabupaten Cianjur Jawa Barat juga dilatar belakangi

oleh penggunaan medsos. Penggunaan medsos berpotensi masuknya pihak ketiga

secara pribadi melalui jaringan telepon yang memicu terjadinya salah sangka

diantara suami isteri yang berujung pada perselisihan yang terus menerus. 37

Di kabupaten Sumedang Jawa Barat, alasan perceraian pada umumnya

disebabkan oleh persoalan ekonomi dan tempat tingggal. Di Sumedang, pasangan

suami isteri begitu rentan menghadapai problem ekonomi. Hal ini berbeda

dengan pasangan suami isteri di luar Jawa, misalnya di wilayah Batu Sibau

Kalimantan Barat, para isteri lebih banyak “nerima” keadaan ekonomi sehingga

mereka mampu bertahan. Hal ini berbeda dengan di Sumedang. Perbedaan juga

terjadi disebabkan gaya hidup yang beda antara Jawa (baca: Sumedang) dan

Kalimantan yang menuntut gaya hidup lebih layak 38

Lain di Sumedang lain lagi di Bekasi Jawa Barat. Alasan perceraian di

Bekasi didominasi oleh adanya pihak ke tiga yang berakibat pada perselisihan

dan tidak ada keharmonisan. Sebagai kota yang berdeakata dengan ibu kota,

alasan percerian di Bekasi karena pihak ketiga (PIL dan WIL) sangat mudah

dimaklumi karena sebagai daerah industri dengan irama dan tingkat pekerjaan

yang tinggi mengharuskan pasangan suami isteri berada di luar rumah lebih

banyak daripada di rumah sehingga hadirnya pihak ke tiga dalam rumah tangga

semakin lebar. Demikian pula di Aceh alasan cerai lebih banyak dilakukan karena

pasangan suami isteri karena terjadi perbedaan pendapat yang berakibat pada

salah satu pasangan melakukan kekerasan dengan cara memukul. 39

Adanya perbedaan pengajuan perceraian dengan alasan-alasan tertentu di

masing-masing daerah menunjukkan adanya kesadaran hukum yang baik di

kalangan suami isteri khususnya di Jawa Barat. Di Jawa Barat, permohonan cerai

mudah dilakukan ke pengadilan. Menurut informan, hal ini tidak terjadi di luar

Jawa sana. Mereka tidak banyak mengajukan perkara-perkara yang mereka

hadapi dalam rumah tangga sehingga atas dasar ini kesadaran hukum mereka

rendah. Namun, fakta ini tidak perlu dengan tergesa-gesa disimpulkan karena

37 Hamzah (Hakim Pengadilan Agama Cianjur), Hasil Wawancara: Cianjur, 14 September

2017 38

Mukhlish Budiman dan Amri (Hakim Pengadilan Agama Sumedang), Hasil

Wawancarra: Sumedang, 19 September 2017. 39 Amri (Hakim Pengadilan Agama Sumedang), Hasil Wawancarra: Sumedang, 19

September 2017. Data alasan perceraian di Bekasi diperoleh saat informan bertugas di Bekasi dan

Aceh.

Page 114: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

108 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

perlu juga dihitung dengan tingkat kepadatan penduduk pada masing-masing

daerah yang menjadi wilayah hukum pengadilan.

Di Pengadilan Agama Ciamis, alasan-alasan mengajukan cerai didominasi

oleh alasan ekonomi. Daya tarik kemewahan dunia banyak menyeret pasangan

suami isteri tidak puas dengan keterbatasan ekonomi suami. Hidup pas-pasan

yang dihadapi pasangan suami isteri merupakan keadaan yang dipandang

menghimpit kesenangan dunia. Keadaan inilah yang mendorong isteri mengajuan

gugat cerai ke pengadilan. Para suami khususnya di Kabupaten Ciamis menjadi

“pesakitan” karena tidak mampu meraih kesenangan dunia dengan harta dan

kekayaan yang bisa membuat isteri senang. Pengadilan Agama Ciamis menjadi

tempat terakhir pertaruhan ikatan perkawinan mereka untuk segera diselesaikan. 40

Tingginya alasan perceraian dengan alasan ekonomi secara nasional dan

potretnya di beberapa wilayah hukum pengadilan agama, khususnya di Jawa

Barat menunjukkan bahwa pasangan suami isteri belum siap secara mental

menghadapi kondisi keterbatasan ekonomi yang semakin berat. Penelitian ini

belum menemukan data konkrit mengenai berapa besar jumlah nafkah yang

digugat para isteri kepada suami sehingga harus berakhir di pengadilan agama.

Jika misalnya para suami digugat cerai oleh isteri dengan dalih kebutuhan

ekonomi yang tidak bisa dipenuhi padahal suami sudah bekerja namun tidak

mencukupi maka nampaknya - jika hal ini benar terjadi - diperlukan upaya

pertimbangan dari hakim untuk menolak dengan dasar suami sudah memenuhi

kewajibannya. Pemeriksaan dan pertimbangan hukum tidak digeser ke alasan

perselisihan, sebab jika yang dipertimbangkan alasan ini maka cukup mudah bagi

para isteri mengajukan cerai gugat.

Dilihat dari segi arus utama gender, sebenarnya laki-laki dan perempuan itu

seimbang, sederajat. Ketika alasan ekonomi dibebankan kepada suami dengan

kata „tidak bertanggung jawab‟ itu muncul, maka fenomena ini menjadi menarik

untuk mengkritisi kembali arus utama gender. Mengapa makna „tanggung jawab‟

menafkahi secara ekonomi itu menjadi hal yang ditimpakan laki-laki.

Alasan mengajukan perceraian mestinya dilakukan berdasar alasan hukum,

bukan karena alasan yang tidak dibenarkan hukum. Hal ini diingatkan oleh

sebuah hadis, jika istri yang meminta cerai kepada suami tanpa alasan yang tepat,

maka di dalam sebuah al-Hadits disebutkan ia akan rugi, dan tidak akan mencium

bau surga. Dalam sebuah al-Hadits yang diriwayatkan oleh Ash-Habus Sunan dan

dihasankan oleh Turmudzi, Rasulallah bersabda: Artinya: “Siapa saja wanita

meminta cerai kepada suaminya tanpa sebab (yang dibenarkan), maka haram

atasnya bau surga” 41

Di Jakarta, berdasarkan hasil wawancara dengan informan di BP4,

pasangan suami isteri yang datang ke BP4 ketika melakukan konseling

disebabkan oleh alasan isteri kurang puas dengan keadaan ekonomi suami karena

40 Ahmad Sanusi (Hakim Pengadilan Agama Ciamis), Hasil Wawancara, Ciamis, 5

September 2017. 41 Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah. Beirut: Dar el-Fikr Juz II, hal 207.

Page 115: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 109

kesuksesan diukur dari melimpahnya materi bukan dari akhlak. Perasaan hampa

alias ruang emosional yang kosong mendorong pasangan suami isteri curhat

kepada pihak lain yang bisa memicu munculnya pihak ke tiga. Selain itu

problema rumah tangga juga didasari oleh alasan ketiadaan perhatian dan pujian

terhadap pasangan, padahal mereka hidup dalam ekonomi yang mapan. Alasan-

alasan ini esensinya dilatarbelakangi oleh tanggung jawab ilahiyah yang kurang

pada masing-masing pasangan sehingga ikatan perkawinan suami isteri demikian

rapuh.42

Di wilayah Pengadilan Agama Majalengka Jawa Barat, alasan diajukan

perceraian didominasi oleh alasan ekonomi pada tahun 2014-2016 sebanyak

2400-an perkara pertahun melebihi alasan perceraian lainnya seperti perselisihan

dan tidak ada tanggungjawab. Alasan ekonomi ini lagi-lagi menunjukkan bahwa

suami dipandang tidak mampu memenuhi nafkah yang layak menurut isteri.

Kelemahan suami dalam memenuhi nafkah telah memposisikan suami dalam

keadaan lemah. 43

Di pengadilan agama, perceraian dengan alasan ekonomi terjadi dalam

beberapa bentuk, yaitu :

1. Suami bekerja akan tetapi mempunyai penghasilan kecil yang tidak

seimbang dengan kebutuhan yang diperlukan isteri dan anaknya.

2. Suami tidak bekerja sehingga tidak dapat menafkahi isteri dan anaknya.

3. Suami bekerja dan mempunyai penghasilan tinggi tetapi nafkah yang

diberikan kecil dan tidak memenuhi kebutuhan isteri dan anaknya.

4. Suami bekerja akan tetapi tidak mau memberi nafkah isteri dan anaknya.

5. Suami isteri sama-sama bekerja akan tetapi penghasilan keduanya tidak

mencukupi untuk antara menuhi kebutuhan sehari-hari.

6. Isteri banyak menuntut nafkah yang lebih akan tetapi suami tidak mampu

memenuhi permitaan isteri.

7. Faktor lingkungan, seperti hidup di lingkungan orang kaya yang berbeda

profesi, isteri terpengaruh gaya hidup teman-temanya atau tetangganya yang

hidup serba kemewahan.

Di Pengadilan Agama Cimahi, gugatan nafkah pernah diajukan seorang

istri yang bersuamikan seorang pengusaha. Sang istri menilai, suaminya tak

menafkahinya secara layak, padahal dari segi finansial sang suami sangat mapan.

Kedua pihak, melalui pengacaranya masing-masing, bersidang di Pengadilan

Agama (PA) Cimahi. Majelis hakim, setelah babak adu bukti, menyimpulkan

bahwa sang suami sebenarnya mampu menafkahi istrinya secara layak. Karena

42 Nurhayati Djamas (Mediator/konselor BP4), Hasil Wawancara, Jakarta, 18 September

2017 43 Usep Gunawan (Hakim Pengadilan Agama Majalengka), Hasil Wawancara, 8

September 2017

Page 116: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

110 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

itu hakim memutuskan mengabulkan gugatan nafkah itu. Sang suami harus

membayar nafkah yang dilalaikannya. 44

Sekalipun data tentang pengajuan cerai dengan alasan ekonomi tidak

mendalami seberapa sulit kehidupan ekonomi pasangan suami iateri, utamanya

mengenai seberapa kritis kehidupan ekonomi dalam keluarga muslim, namun

secara hukum kewajiban memberi nafkah yang mesti bisa dituntut kepada suami

bukanlah nafkah yang memenuhi rasa kepuasan isteri, tetapi atas dasar

kemampuan suami. Apabila alasan perceraian dengan alasan ekonomi yang

didasari atas ketidakpuasan isteri atas keadaan ekonomi, kemudian mereka

bercerai, maka mesti berhati-hati dengan tindakan yang tergesa-gesa ini.

Disebutkan dalam hadis sahih dari Jabir bin Abdillah radhiallahu „anhu, Nabi

„alaihish shalatu was salam bersabda,

إن إبلط ضع عسش على المبء ثم بعث ظسابي فأدوبم مى مىصلة أعظمم فتىة جىء

ئب قبل ثم جىء أحدم فقل مب تسكت كرا فقل مب صىعت ش أحدم فقل فعلت كرا

ه امسأت ب ى قت ب قل وعم أوت – قبل – حتى فس مى فدو

“Sesungguhnya, singgasana iblis berada di atas laut. Dia mengutus para

pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar

godaannya. Di antara mereka, ada yang melapor, „Saya telah melakukan godaan

ini.‟ Iblis berkomentar, „Kamu belum melakukan apa-apa.‟ Datang yang lain

melaporkan, „Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya meninggalkannya,

dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.‟ Kemudian, iblis mengajaknya untuk

duduk di dekatnya dan berkata, „Sebaik-baik setan adalah kamu.‟” (H.R.

Muslim, no. 2813)

Pada dasarnya, talak adalah perbuatan yang dihalalkan. Akan tetapi,

perbuatan ini disenangi iblis karena perceraian memberikan dampak buruk yang

besar bagi kehidupan manusia. Betapa banyak anak yang terlantar, tidak

merasakan pendidikan yang layak, gara-gara broken home. Bisa jadi, dia akan

disiapkan iblis untuk menjadi bala tentaranya. Bahkan, salah satu dampak negatif

sihir yang disebutkan oleh Allah dalam Alquran adalah memisahkan antara suami

dan istri. Allah berfirman,

ج ش ه المسء ب قن ب فتعلمن مىمب مب فس

“Mereka belajar dari keduanya (Harut dan Marut) ilmu sihir yang bisa

digunakan untuk memisahkan seseorang dengan istrinya.” (Q.S. Al-Baqarah:102)

Secara khusus, bagi pihak istri, jangan bermudah-mudah minta cerai gara-

gara percikan api kecil yang meletup di tengah-tengah keluarga. Selama itu masih

44 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17429/kejarlah-nafkah-sampai-ke-

pengadilan#, diakses 8 Oktober 2017

Page 117: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 111

bisa dipadamkan, berupayalah agar jangan dinyalakan. Renungkan hadis berikut

akan sedikit mengurangi rasa ingin mengajukan gugat cerai kepada suami. Dari

Tsauban radhiallahu „anhu, bahwa Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda

ب زاا ة الجىة أ س مب بأضة ف ساام عل ب الل فى ج يمب امسأ ة ظألت ش

“Wanita mana pun yang meminta suaminya untuk menceraikannya, tanpa ada

alasan yang dibenarkan, maka dia diharamkan mencium bau surga.” (H.R.

Ahmad dan Ibnu Majah; dinilai sahih oleh Syu‟aib Al-Arnauth)

Dalam riwayat yang lain, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,

للم تلعبا ه اللمىبفقبا ا

“Wanita yang suka meminta cerai (tanpa alasan yang benar), merekalah para

wanita munafik.” (H.R. Ahmad dan Turmudzi; dinilai sahih oleh Al-Albani)

Akan tetapi, hadis-hadis di atas bukanlah melegalkan sikap suami untuk

tidak memenuhi hak istrinya. Bagi para istri yang tidak mendapat hak nafkah dari

suami, maka seorang isteri berhak menuntut suami untuk menunaikan

kewajibannya.

Karena pernikahanlah pasangan suami isteri akan memperoleh karunia dari

Allah, berupa rezeki, Disebutkan dalam hadis sahih dari Abu Hurairah

radhiallahu „anhu, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,

الىبكح الري سد العفبف د ف ظبل للا و المجب جل ع عص م حق على للا ث ثةم كلي

الم بت الري سد ااداء

“Ada tiga orang; telah menjadi kewajiban Allah untuk menolongnya: Orang yang

berjihad di jalan Allah, orang yang menikah karena ingin menjaga

kehormatannya, dan budak yang ingin menebus dirinya.” (H.R. Nasa‟i dan

Turmudzi; dinilai hasan oleh Al-Albani)

Barangkali, janji dalam hadis di atas belum kunjung turun pada keluarga-

kelulaga yang sedang menghadapi krisis ekonomi. Namun, seorang isteri tidak

boleh keburu berontak. Yakinlah untuk selalu berbaik sangka kepada Allah, dan

sabar menahan gejolak nafsu. Seorang isteri jangan keburu protes kepada suami

ketika posisi keluarga “kelihatannya belum semapan tetangga”; uang belanja

masih kurang, belum sempat beli baju baru, enggak bisa jalan-jalan ke shopping

center, tidak ada rekreasi, belum dapat perawatan kulit, belum mampu memberi

kiriman ke orang tua, dan seabrek keinginan untuk menuju bahagia. Hal ini

karena, gaji suami sebulan belum cukup untuk memenuhi hal itu. Allah

berfirman,

Page 118: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

112 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

وفعب إل مب ل لف للا ب آتبي للا زشق فلىفق مم مه قدز عل لىفق ذ ظعةة مه ظعت

بعد ععسة عسا ب ظجعل للا آتب

“Orang yang mampu hendaklah memberi nafkah menurut kemampuannya, dan

orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang

diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang

melainkan sekadar kemampuan yang Allah berikan kepadanya. Allah, kelak,

akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (Q.S. Ath-Thalaq:7)

Sebenarnya, permasalahan tidak cukupnya kebutuhan ekonomi di dalam

keluarga bisa dipaksa untuk disederhanakan. Ketika menyadari bahwa

penghasilan suami belum cukup untuk mewujudkan konsep “hidup bahagia”

yang ideal menurut isteri, maka dapat segera ambil tindakan skala prioritas. Tidak

semua keinginan bisa terpenuhi dengan gaji Suami. Dahulukan yang paling

penting, kemudian yang penting. Kebutuhan yang sekiranya bisa ditahan,

mungkin belum saatnya diwujudkan saat ini.

Studi lain menyebutkan bahwa faktor meningkatknya angka perceraian

disebabkan putusan pennyelesaian perceraian dengan cara verstek. Di balik

ketidakhadiran pihak lawan diduga kuat terdapat kesepakatan kedua belah pihak

untuk bercerai. Perspektif hukum hakim terhadap perkara perceraian tidak

berdasarkan kesalahan salah satu pihak (no fault divorce) tetapi berdasarkan fakta

rumah tangga yang sudah pecah. Tidak semua perkara perceraian dapat dilakukan

dengan mediasi karena tingkat keberhasilan mediasi sangat rendah. 45

Data pendukung lainnya mengungapkan bahwa alasan perceraian dengan

sebab ekonomi terjadi akibat kurang keterbukaan di dalam pengelolaan keuangan

antara suami dan isteri. Penggunaan dan perencanaan keuangan keluarga harus

dikomunikasikan dengan baik secara terbuka dengan semua anggota keluarga,

terutama antara suami dan istri. Dalam hal ini, keterbukaan pengelolaan keuangan

dinilai dari kerja sama antara suami dan istri dalam mengambil keputusan yang

menyangkut pengelolaan keuangan keluarga. Umumnya, jika suami yang bekerja

maka ia harus melaporkan seluruh pendapatannya kepada istri dan menyerahkan

sebagian besar pendapatannya kepada istri. Sebaliknya, meskipun istri memegang

kendali keuangan keluarga, namun ia harus selalu mengkomunikasikan

pemanfaatan uang yang dikelolanya. Itulah salah satu contoh keterbukaan dalam

pengelolaan keuangan keluarga.

Tidak banyak survei yang mengumpulkan indikator mengenai keterbukaan

dalam pengelolaan keuangan keluarga secara langsung. Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) merupakan salah satu survei yang mengumpulkan

informasi terkait penentu penggunaan penghasilan yang diperoleh suami atau istri

yang bekerja. Pertanyaan terkait penentu penggunaan penghasilan istri diajukan

45 M. Isna Wahyudi, Perceraian dalam Perspektif Praktisi Hukum: Pengalaman

Pengadilan Agama Badung. Dalam http://www.academia.edu/ 21109766/Percerain

Dalam_Perspektif_Praktisi_ Hukum_Pengalaman_Pengadilan_Agama_Badung

Page 119: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 113

kepada istri atau pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang pernah bekerja

dalam 12 bulan terakhir dengan penghasilan berupa uang. Sementara pertanyaan

terkait penentu penggunaan penghasilan suami diajukan kepada istri atau

pasangan wanita berumur 15-49 tahun yang suaminya memiliki pendapatan.

Mayoritas kendali penggunaan penghasilan suami ditentukan secara bersama oleh

suami dan istri (46,3%). Meskipun demikian, masih terdapat 41,4 persen istri

yang menjadi penentu tunggal penggunaan penghasilan suami. Sementara kendali

penggunaan penghasilan dari istri yang bekerja mayoritas ditentukan sendiri oleh

sang istri (65,3%).

Kemudian, jika dibandingkan menurut klasifikasi wilayah maka persentase

penggunaan penghasilan suami ataupun istri yang ditentukan secara bersama oleh

suami dan istri cenderung lebih tinggi di perdesaan daripada di perkotaan. Angka

ini memperkuat dugaan bahwa mayoritas keluarga di Indonesia masih cenderung

menerapkan pembagian peran konvensional dalam keluarga, dimana suami

sebagai pencari nafkah utama sementara pengelolaan keuangan dan urusan rumah

tangga lainnya mayoritas dilakukan oleh istri.

Secara nasional, penghasilan suami yang dikelola secara bersama oleh

suami dan istri (46,30%) mempunyai persentase yang lebih tinggi daripada

penghasilan istri yang dikelola secara bersama (28,50%). Hal tersebut juga

berlaku di seluruh provinsi Meskipun secara nasional pengelolaan penghasilan

istri yang dilakukan secara bersama antara suami-istri masih tergolong rendah,

namun di Aceh, lebih dari 50 persen istri menyatakan bahwa pengelolaan

keuangan (penghasilan istri maupun penghasilan suami) ditentukan secara

bersama oleh suami dan istri. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah

tangga di Aceh telah memiliki keterbukaan dalam pengelolaan keuangan

sehingga berpotensi meningkatkan ketahanan keluarga.46

Penopang ketahan keluarga seungguhnya terletak pada faktor ekonomi

keluarga. Jika alasan perceraian disebabkan oleh faktor ekonomi, maka

sesungguhunya mudah dimengerti dengan menggunakan cara pandang bahwa

ketahanan keluarga salah satunya adalah faktor ekonomi. Faktor ekonomi ini

secara akademik berdasarkan hasil-hasil studi mengenai ketahanan keluarga pada

dimensi ekonomi ini menempatkan 4 variabbel, yaitu (a) tempat tinggal keluarga,

(b) pendapatan keluarga, (c) pembiayaan pendidikan anak, dan (d) jaminan

keuangan keluarga.

a. Tempat Tinggal Keluarga

Keluarga memerlukan tempat tinggal yang layak bagi keberlangsungan

hidupnya. Variabel tempat tinggal keluarga memiliki indikator dengan status

kepemilikan rumah. Dalam keluarga-keluarga muslim yang bercerai, keberadaan

kepemilikan rumah bisa jadi merupakan salah satu alasan mengajukan perceraian

dengan alasan ekonomi. Dengan adanya kemepmilikan rumah, maka indikator

ketahaanan keluarga dalam dimensi ekonomi bisa dipenuhi.

46 Kementerian PPPA, op.cit, h 57

Page 120: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

114 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Menurutu data susenas yang dikutif dari Kementerian PPPA, bahwa

Mayoritas rumah tangga di Indonesia telah menempati bangunan tempat tinggal

milik sendiri (82,63%), sedangkan sisanya menempati bangunan tempat tinggal

dengan membayar kontrak atau sewa, menumpang (bebas sewa), rumah dinas,

dan lainnya (17,37%). Persentase rumah tangga yang menempati bangunan

tempat tinggal bukan milik sendiri lebih tinggi di perkotaan daripada di

perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah karena kurangnya ketersediaan lahan

untuk tempat tinggal di wilayah perkotaan. Berdasarkan klasifikasi wilayah,

dalam data BPS 2015 menunjukkan bahwa secara nasional persentase penduduk

di wilayah perkotaan lebih besar dibandingkan di wilayah perdesaan (53,3%). Hal

inilah yang menjadi salah satu sebab mengapa ketersediaan lahan untuk

bangunan tempat tinggal di wilayah perkotaan lebih sedikit dibandingkan di

perdesaan.

Jika dibandingkan antar provinsi, persentase rumah tangga yang menempati

bangunan tempat tinggal milik sendiri cenderung lebih tinggi daripada bukan

milik sendiri. Namun untuk DKI Jakarta, persentase rumah tangga yang

menempati bangunan milik sendiri (51,09%) hampir berimbang dengan rumah

tangga yang menempati bangunan bukan milik sendiri (48,91%). Seperti

diketahui, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi

di Indonesia, dimana pada tahun 2015, kepadatan penduduk di DKI Jakarta

mencapai 15.328 jiwa/Km2 (BPS, 2016). Hal ini menyebabkan tingginya

permintaan akan bangunan tempat tinggal yang kemudian berimbas pada

mahalnya harga rumah. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian penduduk

DKI Jakarta tidak mampu untuk memiliki rumah sendiri. Selain DKI Jakarta,

masih terdapat 18 provinsi lain yang mempunyai persentase rumah tangga dengan

status kepemilikan bangunan tempat tinggal milik sendiri masih berada di bawah

angka nasional, antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau,

Kepulauan Riau, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, Bali, Kalimantan Tengah,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,

Gorontalo, Maluku, Papua Barat, dan Papua.47

Berdasarkan data di atas nampaknya alasan perceraian dengan sebab

ekonomi di beberapa kota besar jika dilihat dari status kepemilikan rumah sangat

relevan karena data-data tersebut secara nasional yang memiliki rumah sendiri

jumlahnya masih lebih sedikit dengan yang memiliki rumah tinggal sendiri.

Dalam keluarga, kepemilikan rumah sendiri menjadi salah satu penopang

kekokohan ekonomi keluarga tersebut.

b. Pendapatan keluarga

Ketahanan keluarga ditopangn oleh pendapatan keluarga yang sehat.

Kesehatan pendapatan keluarga ditentukan oleh seberapa besar jumlah

pendapatan yang diperoleh di dalam keluarga secara proporsional. Studi yang

dilakukan KPPPA bersama LPPM-IPB terkait ketahanan keluarga, menyebutkan

47 Kementerian PPPA, op.cit, h. 81-82

Page 121: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 115

batas minimal pendapatan perkapita per bulan adalah sebesar Rp 250.000,00.

Artinya bahwa rumah tangga dengan pendapatan perkapita per bulan lebih dari

Rp 250.000,00 lebih tahan secara ekonomi dibandingkan dengan rumah tangga

dengan pendapatan perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00. Dalam sub-

bab ini, pendapatan rumah tangga perkapita per bulan akan diproksi dengan

pengeluaran rumah tangga perkapita per bulan yang dibagi dalam empat

kelompok, yaitu Kelompok I merupakan rumah tangga dengan pengeluaran

perkapita per bulan kurang dari Rp 250.000,00; Kelompok II Rp 250.000,00

sampai Rp 499.999,00; Kelompok III Rp 500.000,00 sampai Rp 749.999,00; dan

Kelompok IV lebih dari Rp 750.000,00. Informasi pengeluaran perkapita per

bulan diperoleh dari hasil Susenas Modul Konsumsi Maret 2015 yang sudah

mencakup pengeluaran makanan dan non makanan.

Menurut studi tersebut Persentase Rumah Tangga Menurut Kelompok

Rata-Rata Pengeluaran Perkapita Per Bulan, 2015 ialah : Kelompok I (<

250.000/3,5%), Kelompok II (250.000 - 499.999/29,78%/24,64%), Kelompok III

(500.000 - 749.999/24,64%), Kelompok IV (≥750.000/42,04%).

Memperlihatkan besarnya persentase rumah tangga berdasarkan empat

kelompok pengeluaran perkapita per bulan. Sekitar 42,04 persen rumah tangga

termasuk dalam Kelompok IV (pengeluaran perkapita lebih dari Rp 750.000,00)

dan hanya sekitar 3,54 persen rumah tangga yang termasuk dalam kelompok I

(pengeluaran perkapita kurang dari Rp 250.000,00), sementara mayoritas rumah

tangga lainnya termasuk dalam kelompok II dan III. Sedangkan jika dilihat per

provinsi terlihat bahwa mayoritas pengeluaran perkapita per bulan rumah tangga

di Indonesia telah lebih dari Rp 250.000,00 di seluruh provinsi. Bahkan di

provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Utara persentase rumah tangga yang

mempunyai pengeluaran perkapita per bulannya kurang dari Rp 250.000,00 boleh

dikatakan sudah tidak ada. Selain itu, data kemiskinan BPS juga telah

menetapkan bahwa garis kemiskinan nasional di Indonesia pada tahun 2015

semester 2 untuk daerah perkotaan adalah sebesar Rp 356.378,00 dan daerah

perdesaan adalah sebesar Rp 333.034,00. Garis kemiskinan merupakan batas

minimum besarnya pengeluaran perkapita per bulan sebelum seseorang

dikategorikan miskin. Untuk DKI Jakarta garis kemiskinan tahun 2015 ditetapkan

sebesar Rp. 503.038,00, selain itu DKI Jakarta juga merupakan provinsi dengan

persentase penduduk miskin paling kecil, yaitu 3,61 persen (BPS, 2015).

Sehingga sangat wajar jika persentase rumah tangga yang pengeluaran perkapita

per bulannya di bawah Rp 250.000,00 mencapai nol persen. 48

Data-data ini jika dihubungkan dengan perceraian dengan sebab ekonomi

nampaknya tidak sinkoron. Dengan kecukupan tingkt pendapatan masyarakat

Indonesia berarti keluarga-keluarga muslim Indonesia memasuki taraf

pendapatan keluarga yang layak. Kategori kecukupan pendapatan dengan hasil

yang dicapai bisa dilihat berdasarkan keualifikasi miskin, hampir miskin, rentan

miskin dan tidak miskin. Secara nasional tingkat keluarga yang masuk kategori

48 Kementerian PPPA, loc.cit. h. 83

Page 122: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

116 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

tidak miskin mencapai 71,77 % di perkotaan dan sebanyak 57,47 di pedesaan. Ini

artinya mayoritas keluarga Indonesia sudah memasuki taraf kehidupan yang

layak. 49

c. Pembiayaan Pendidikan Anak

Tingkat perceraian yang dilatarbelakangi oleh kemampuan pasangan suami

isteri membiayai pendidikan dibeberapa tempat di Indoensia masih terjadi.

Sekalipun demikian, angka kemampuan pasangan suami isteri yang

menyekolahkan anak secara nasional sudah membaik. Hal ini dapat dibandingkan

berdasrkan studi yang dilakukan oleh Kementerian PPPA menunjukkan bahwa

angka rumah tangga (ART) usia sekolah 7-18 tahun (usia sekolah) di Indonesia

tersebar pada 54,52 persen rumah tangga. Selanjutnya, pada rumah tangga yang

memiliki ART sekolah pada usia 7-18 tahun tersebut terdapat 88,54 persen rumah

tangga yang seluruh ART usia 7-18 tahun masih bersekolah. Sisanya 6,42 persen

rumah tangga hanya sebagian ART usia 7-18 tahun yang bersekolah dan 5,04

persen rumah tangga seluruh ART usia 7-18 tahun ternyata tidak/belum pernah

bersekolah atau tidak bersekolah lagi. Jika dibandingkan menurut klasifikasi

wilayah maka rumah tangga di perkotaan cenderung memiliki ART sekolah pada

usia 7-18 tahun yang seluruhnya bersekolah (90,66%) lebih tinggi dibandingkan

di perdesaan (86,52%). Lebih jauh, jika dikaitkan dengan tingkat pendidikan

KRT maka semakin tinggi pendidikan KRT semakin cenderung pula untuk

memiliki ART sekolah pada usia 7-18 tahun yang seluruhnya masih bersekolah.50

Dengan data-data tersebut jelaslah bahwa perceraian dengan alasan

ekonomi dengan latarbelakang pasangan suami isteri tidak mampu membiayai

sekolah mestinya sudah tidak ada lagi atau sudah tidak perlu terjadi karena rerata

keluarga Indonesia menyekolahkah anak sudah pada angka kisaran 80% lebih.

Data-data di atas juga relevan dengan data keberlangsungan pendidikan

anak. Keberadaan anak usia 7-18 tahun yang putus sekolah atau bahkan tidak

pernah bersekolah merupakan salah satu indikasi adanya masalah ekonomi dalam

rumah tangga tersebut. Dari 54,52 persen rumah tangga yang memiliki ART usia

7-18 tahun, sekitar 2,67 persen rumah tangga di antaranya terdapat ART yang

putus sekolah atau tidak pernah bersekolah. Jika dibandingkan menurut

klasifikasi wilayah maka persentase rumah tangga yang terdapat ART putus

sekolah atau tidak pernah bersekolah di perdesaan (3,41%) lebih tinggi daripada

di perkotaan (1,92%). Ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan

cenderung mempunyai ketahanan ekonomi yang lebih rendah sehingga berpotensi

untuk mempunyai ketahanan keluarga yang lebih rendah pula.

d. Jaminan keuangan keluarga

Ketahanan keluarga ditinjau dari dimensi ekonomi menempatkan jaminan

kekuangan keluarga sebagai salah satu variabel.Jaminan kekuangan keluarga

berarti bahwa setiap keluarga sangat layak jika keluarga-keluarga tersebut

menyimpan dana cadangan sebagai jaminan terjadinya resiko. Inilah yang

49 Kementerian PPPA, loc.cit. h. 84 50 Kementerian PPPA, loc.cit. h. 90.

Page 123: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 117

barangkali mengapa ketahanan keluarga dalam dimensi ekonomi demikian

penting karena berkaitan dengan kepastian masa depan keluarga tersebut.

Dalam hal terjadinya perceraian dengan sebab ekonomi yang

dilatarbelakangi adanya faktor ketidak mampuan memiliki jaminan keuangan,

mungkin saja terjadi dalam setiap gugatan yang diajukan oleh para pihak.

Namun, yang ideal dalam hal kepemilikan jaminan keuangan bisa dilihat dari

keluarga tersebut berdasarkan kemampuan akses memiliki tabungan dan jenis

tabunganya.

Studi yang dilakukan oleh Kementerian PPPA menyebutkan bahwa secara

nasional, sebanyak 62,97% rumah tangga di Indonesia telah memiliki tabungan,

dimana setiap rumah tangga bisa memiliki lebih dari satu jenis tabungan.

Kemudian, jika dilihat dari jenis tabungan yang dimiliki maka rumah tangga yang

mempunyai tabungan, lebih senang menyimpan tabungannya di rumah, seperti di

lemari, dompet, celengan dan sebagainya (89,58%). Sedangkan rumah tangga

yang memiliki tabungan dalam bentuk produk non-bank hanya sekitar 11,75

persen dan rumah tangga memiliki tabungan dalam bentuk produk bank sekitar

56,74 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan lebih

cenderung untuk menyimpan tabungannya di rumah, sementara rumah tangga di

perkotaan lebih cenderung untuk menyimpan tabungannya dalam bentuk produk

bank dan non bank.

Jika dilihat menurut provinsi, persentase rumah tangga berdasarkan

kepemilikan tabungan menunjukkan bahwa Bali menjadi provinsi dengan

persentase rumah tangga yang memiliki tabungan tertinggi yakni 87,82%.

Sebaliknya, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Papua merupakan

provinsi-provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki tabungan lebih

kecil dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memiliki tabungan dengan

masing-masing persentase rumah tangga yang memiliki tabungan sebesar 47,32

%, 42,84%, 49,83%, dan 42,91 persen. Sedangkan jika dilihat dari jenis tabungan

yang dimiliki, seluruh provinsi di Indonesia memiliki pola yang sama dengan

pola nasional yakni persentase terbesarnya ada di jenis tabungan lainnya.51

Jelaslah bahwa jaminan keuangan merupakan salah satu faktor ketahanan

keluarga dalam dimensi ekonomi. Dalam kaitannya dengan alasan perceraian

dengan sebab ekonomi sangat mungkin terjadi dalam setiap gugatan pasangan

suami isteri mempertanyakan mengenai jaminan keuangan keluarga yang tidak

tersedia, namun tentu saja bukan secara ekplisit dalam gugatan, melainkan dalam

proses-proses persidangan. Angka-angka kepemilikan rekening di perbankan

mestinya telah menjadikan pasangan suami isteri yang berceraian dengan sebab

ekonomi lebih selektif lagi untuk dikabulkan karena data pendukung dari susenan

ini membuktikan bahwa keluarga-keluarga Indonesia sudah cukup mapan.

Beberapa hasil studi pada masa lalu juga bisa dijadikan bahan perbandingan

mengenai penyebab perceraian. Secara singkat dapat dikatakan ketidak bahagiaan

perkawinan mungkin atau tidak mungkin telah berkembang. Oleh karena itu

51 Kementerian PPPA, loc.cit. h. 95

Page 124: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

118 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

kesediaan untuk menggunakan perceraian sebagai salah satu jalan keluar

meningkat pesat 52

.

Mengapa perceraian meningkat pesat? Tidak diiketahui apakah faktornya

terletak dari ketidak bahagiaan perkawinan atau pada adanya anggapan bahwa

perkawinan hanya sebuah formalitas kebersamaan antara suami isteri. Yang

sungguh diketahui adalah:

1. Perubahan pada citarasa dan tata nilai yang sama antara suami isteri.

Kehidupan yang mendorong seseorang memiliki keahlian dan mobilitas

modern yang makin meningkat, telah menjadikan tatanilai dalam keluarga

antara suami dan isteri menjadi berubah;

2. Tingkat ketergantungan secara ekonomis bagi isteri terhadap suami semakin

menurun. Para isteri tempo dulu yang tidak merasa bahagia dalam

perkawinannya tidak mempunyai pilihan lain untuk menyelesaikan kemelut

ru-mah tangga kecuali tetap hidup bersama dengan suaminya. Pada masa

sekarang, para isteri yang tidak bahagia bisa melakukan banyak pilihan,

antara lain mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Apalagi dalam

keluarga yang isterinya bekerja di luar rumah. Tingkat ketergantung-an

dengan suami menjadi kurang yang memungkinkan rumah tangga menjadi

rapuh;

3. Perceraian berkembang dengan sendirinya, karena meningkatnya seseorang

yang mempunyai orang tua, kakak dan kerabat lainnya yang bercerai.

Seseorang yang sedang mengalami krisis sering melakukan komunikasi dan

kontak sosial baik langsung atau tidak langsung dengan orang yang pernah

bercerai. Hal itu sering diikuti oleh keyakinan seseorang yang hendak

bercerai sebagai pola yang akan wajar diterimanya kelak dari sebuah mimpi

buruk yang mena-kutkan menjadi pilihan yang rasional.

Sebuah survey yang dilakukan oleh George Levinger 53

pada tahun 1966

menyebutkan 12 alasan keluarga yang mengajukan permohonan cerai, yaitu:

1. Pasangan senantiasa mengabaikan tugas-tugasnya terhadap rumah tangga dan

anak-anak;

2. Minimnya pendapatan dalam keluarga yang berwujud pada masalah

keuangan;

3. Terjadinya penyiksaan fisik terhadap pasangannya;

4. Tidak menghargai pasangannya dengan cara berteriak dan berkata kasar yang

menyebabkan sakit hati bagi yang lainya;

52 Sebagaimana dijelaskan oleh Horton dan Hurt (1996: 290) meng-gunakan penyelesaian

kemelut rumah tangga pada keluarga di Amerika dengan jalan perceraian telah merajalela. Kira-

kira 38 % perkawinan pertama bagi wanita yang berusia antar 25 sampai 29 tahun berakhir

dengan perceraian. 75 % dari wanita yang bercerai itu akan menikah lagi dan 45 % dari yang

menikah lagi akan bercerai pula. 53 George Levinger, “Phisical abuse among aplicants for divorce,”, dikutif dari “Source of

Marital Satisfication among Aplicants for Divorce,” American Journal of Orthopsychiatry 36,

1966.

Page 125: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 119

5. Tidak memiliki kesetiaan terhadap pasangannya, seperti memiliki pacar gelap

dan serong dengan orang lain;

6. Tidak puas dalam hubungan seksual dengan pasangannya disebabkan oleh

keengganan melakukan hubungan suami isteri dan tidak memberinya

kepuasan;

7. Meminum minuman yang memabukan;

8. Sering cemburu dan curiga terhadap pasangannya;

9. Kurang berkomunikasi dengan pasangan karena ketiadaan cinta dan perhatian

satu sama lain;

10. Muncul intervensi dari pihak luar (kerabat) masing-masing pasangan;

11. Tuntutan yang berlebihan yang mengakibatkan masing-masing tidak sabar;

12. Perbuatan-perbuatan lain di luar 11 jenis perbuatan di atas.

Berbagai studi yang dilakukan terhadap sebab-sebab terjadinya perceraian

menunjukkan adanya korelasi sebab terjadinya perceraian dengan status

pasangan suami isteri. Menurut Hilman (1962) 54

tingkat perceraian tertinggi

berada pada katagori pekerja kasar, seperti buruh, pembantu rumah tanga dan

pelayan di sektor jasa. Tingkat perceraian ini semakin menurun pada pasangan

suami isteri yang bekerja sebagai pekerja kerah putih yang berada pada lapisan

menengah. Sedangkan pada tingkat orang-orang profesional, direktur dan

menager sebuah perusahaan menunjukkan tingkat yang sangat rendah.

Selain itu, Goode melihat tingkat perceraian juga terjadi pada tingkat

pendidikan dan penghasilan. Hal ini menunjukkan adanya konsistensi antara

status pekerjaan dengan tingkat pendidikan yang menjadi pemicu perceraian.

Lamanya usia perkawinan dapat dijadikan indikator penyebab terjadinya

perceraian. Studi yang dilakukan Kephart 55

(1954) menunjukan bahwa

perceraian banyak terjadi pa-da usia perkawinan di bawah lima tahun. Dalam

kelompok ini, tingkat tertinggi perceraian di alami oleh kelompok usia

perkawinan tiga tahun. Godaan pada pasangan suami isteri yang mengakibatkan

pisah ranjang lebih banyak terjadi pada tahun pertama perkawinan, sedangkan

tingkat perceraian turun secara signifikan pada masa usia perkawinan memasuki

tujuh tahun.

Tingginya tingkat perceraian juga bisa diakibatkan oleh status dalam

perkawinannya apakah pasangan suami isteri memiliki anak atau tidak. Bagi

pasangan yang tidak memiliki anak perceraian lebih banyak terjadi. Di antara

pasangan suami isteri yang tidak mempunyai anak 71 % berakhir dengan

perceraian dan 8 % pasangan suami isteri yang memiliki anak berakhir dengan

perceraian 56

.

54 K.G. Hilman, “Marital instability and its relation to education, income and accupation:

an analysis based on cencus data”, dalam R.F. Winch, R. McGinnis and the Family edisi revisi

Holt Rinehart and Wilson, 1962 55 Kephart,. William M. “The Duration of Marriage”, American Socio-logical Review, 19

Juni 1954. 56 Alfred Cahen, Statistical Analysis of American Divorce. New York: Columbia

University Press, 1932. Namun demikian, gambaran ini perlu juga ditafsirkan secara lebih luas

Page 126: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

120 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

C. Penerapan Prinsip Mempersulit Perceraian di Pengadilan Agama

Pengadilan agama pada dasarnya merupakan benteng terakhir yang

disiapkan oleh negara di dalam menyelesaikan konflik perkawinan. Negara

mengatur konflik perkawinan sedemikiat rupa, yaitu menyiapkan perangkat

peraturan perundang-undangan, institusi penyelenggara kekuasaan kehakiman

dalam hal ini pengadilan dan penegak hukum yang terdiri dari seluruh pegawai

pengadilan agama serta advokat.

Keterlibatan negara mengatur konflik perkawinan hakikatnya agar tercipta

kepastian hukum dan terhindar dari kesewenang-wenangan salah satu pasangan

suami isteri di dalam menjalankan hak dan kewajibannya serta melindungi hak-

hak perseorangan sebagai suami dan isteri. Namun demikian, benteng terakhir

negara ini nampaknya sudah tidak mampu membendung arus konflik perkawinan

dalam keluarga muslim Indonesia yang semakin hari semakin meningkat tajam.

Pengadilan agama menjadi tumpuan terakhir keluarga muslim menyelesaikan

konflik perkawinan.

Di tengah melonjaknya jumlah angka perceraian di Indonesia, pengadilan

agama tetap berposisi sebagai lembaga pemutus sengketa yang telah disenjatai

oleh hukum acara di dalam proses pemeriksaan dan penyelesaian perkara

perceraian. Tetapi disisi lain, pengadilan agama juga cermat dan berpijak pada rel

hukum acara yang menjadikan proses pemeriksaan perkara perceraian dilakukan

dengan prinsip mempersulit. Prinsip mempersulit perceraian ditegaskan di dalam Undang-Undang Perkawinan. 57 Hal ini termaktub dalam penjelasan umum Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan angka 4 huruf e, yaitu: “Karena

tujuan perkawinan adalah utuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan

sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya

perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta

harus dilakukan di depan pengadilan.

Secara normatif, undang-undang perkawinan dan segenap turunannya

mempersulit perceraian. Asas mempersulit perceraian merupakan suatu asas

hukum yang terdapat dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 tentang perkawinan Angka 4 Huruf e yang mengatakan bahwa pada

prinsipnya Undang-Undang Perkawinan ini menganut asas mempersulit

perceraian yang memungkinkan terjadinya perceraian jika perceraian itu

dilakukan di hadapan Pengadilan dan berdasarkan alasan-alasan tertentu. Jika

dikaitkan dengan perceraian yang harus dilakukan di Pengadilan maka, secara

tidak langsung asas ini juga terdapat dalam Pasal 39 Undang-Undang Perkawinan

dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

bahwa data tersebut tidak boleh diar-tikan ada hubungan langsung antara perceraian dengan

ketidak-beradaan anak. Dengan kata lain, adanya anak dalam suatu keluarga bukan merupakan

pencegah efektif untuk terjadinya perceraian. Demikian Mohanan mencatat dalam bukunya, Is

Childness Related to Family Stability. 57 Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indah, 1981), hlm.

12.

Page 127: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 121

Kedua pasal tersebut mengatakan bahwa perceraian itu harus dilakukan di

hadapan persidangan.

Penerapan pasal tersebut mengenai prinsip mempersulit perceraian

dijelaskan di dalam Pasal 31 PP. No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, dalam Pasal tersebut

disebutkan bahwa hakim dalam sidang perceraian diharuskan untuk

mendamaikan kedua belah pihak selama pemeriksaan belum diputuskan. Selain

itu dalam pasal 115 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi

Hukum Islam juga disebutkan bahwa perceraian harus dilakukan di depan

persidangan dalam Pengadilan Agama, dan putusan perceraian dapat dilakukan

setelah Pengadilan Agama tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Bagaimana implementasi asas mempersulit perceraian itu di pengadilan

agama. Inilah yang perlu dikaji dan dijelaskan. Penerapan prinsip mempersulit

perceraian di pengadilan agama merupakan kesimpulan dari hasil studi yang

dilakukan oleh A. Muliany Hasyim58

bahwa di PTA Semarang prinsip

mempersulit perceraian dilakukan dengan beragam pintu, yakni memaksimalkan

mediasi, keterlibatan hakam, mengabulkan permohonan cerai jika didukung

dengan alat bukti yang sah, dan kalau berhasil didamaikan dalam persidangan

maka perkaranya dicabut.

Hampir di seluruh pengadilan agama di Indoensia proses pemeriksaan

perkara perceraian sejalan dengan yang dituangkan dalam peraturan perundang-

undangan. Proses pemeriksaan perkara sudah melalui tahapan-tahapan

mempersulit perceraian. Yang menarik adalah perbedaan dari segi waktu dan

kualitas pemeriksaan, apakah pengadilan agama di Jawa dan luar Jawa

memeriksa perkara perceraiannya sama atau tidak. Beberapa informan

mengatakan bahwa waktu yang tersedia di dalam melakukan pemeriksaan

perceraian di pengadilan agama luar Jawa lebih leluasa dan maksimal melakukan

upaya perdamaian dan pemeriksaan. Hal ini disebabkan karena perkara-perkara di

Pengadilan Agama luar Jawa sangat sedikit sehingga para hakim memiliki

kesempatan memaksimalkan pemeriksaan perkaranya. Namun demikian, hal ini

tidak berdampak pada hasil akhir putusan pengadilan agama yang dicabut

melainkan tetap dikabulkan. Dengan demikian, tidak ada korelasi positif antara

pemeriksaan perkara perceraian di luar Jawa yang memiliki alokasi waktu yang

leluasa karena jumlah perkara sedikit dengan pemeriksaan perkara di Jawa yang

perkaranya banyak. Hasilnya di Jawa dan luar Jawa putusan pengadilan agama

sama-sama mengabulkan gugatan/permohonan para pihak.

Asas mempersulit perceraian ini dinyatakan dalam peraturan perundang-

undangan dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Perceraian harus dilakukan di hadapan sidang pengadilan

Pertimbangan mengenai asas mempersulit perceraian ini sebenarnya telah

ada dalam prosedur penyelesaian perkara perceraian di Pengadilan Agama, yakni

58 A. Muliany Hasyim, “The Principles of Tightening Divorce In Semarang High Religious

Court In Maqasid Al-Shari‟ah Perspective” dalam Al-Mawarid Journal of Islamic Law, Vol. XV,

No. 1, August 2015, hlm 70

Page 128: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

122 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

mulai dari Perceraian harus dilakukan di hadapan pengadilan. Undang-undang

Perkawinan Pasal 39 menyebutkan bahwa perceraian harus dilakukan di hadapan

pengadilan melalui putusan hakim. Hal ini untuk menghindari perceraian yang

dilakukan secara sewenang-wenang, seperti yang disebutkan dalam Pasal 208

KUHPerdata bahwa “Perceraian perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi hanya

dengan persetujuan bersama”,59

2. Perceraian Harus Didasarkan Alasan-Alasan Tertentu

Perceraian yang dilakukan di Pengadilan juga harus didasarkan atas alasan

alasan tertentu yang telah dijelaskan dalam KHI dan Undang-Undang

Perkawinan. Sehubungan dengan hal diatas, maka para pihak yang akan

mengajukan gugatan ke Pengadilan harus memiliki dasar hukum atau alasan

yang dibenarkan oleh hukum. gugatan yang tidak didasari oleh dasar hukum

sudah pasti akan ditolak oleh 3. pengadilan, karena dasar hukum inilah yang akan

menjadi pertimbangan hakim dalam membuat putusan.60

3. Telah Dilakukan Upaya Pendamaian

Upaya mendamaikan ini wajib karena hukum acara menghendaki adanya

suatu perdamaian, seperti yang terdapat dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154

Rbg.61

4. Mediasi

Pada dasarnya, mediasi merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan

peradilan yang sederhana, cepat dan dengan biaya yang ringan. Adanya mediasi

juga diharapkan mampu menekan penumpukan perkara di pengadilan. 62

Namun,

dalam hal perceraian dan asas mempersulit perceraian, dengan bantuan pihak

ketiga imparsial, maka mediasi seharusnya mampu mempengaruhi pemikiran

para pihak yang akan bercerai agar benar-benar matang mengenai langkah

bercerai yang akan diambil. Oleh karenanya, sudah menjadi suatu keharusan

dalam ketentuan Pasal 130 HIR menegaskan agar mediasi selalu diusahakan

sebelum pemeriksaan perkara perdata dijalankan.63

5. Tujuan Asas Mempersulit Perceraian

Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.,

sehingga adanya asas mempersulit perceraian ini dilakukan atau diterapkan

dengan maksud untuk melindungi isteri dan anak berkaitan dengan hak dan

kewajiban, juga untuk mewujudkan tujuan utama perkawinan yakni mewujudkan

keluarga yang bahagia dan kekal.

59 Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika,

2011), h. 49 60 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana, 2012), h. 17 61 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata , (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 238 62

Nurnaningsih, Mediasi. Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di Pengadilan,

(Jakarta:PT.

Raja Grafindo persada, 2012), h. 141 63 Edi As‟adi, Hukum Acara Perdata dalam Prespektif Mediasi(ADR) di Indonesia,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 69

Page 129: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 123

Implementasi asas mempersulit perceraian di pengadilan agama perlu

ditelusuri lebih lanjut. Berdasarkan data yang telah dipaparkan, angka perceraian

demikian tinggi, namun pengadilan dalam putusannya senantiasa mengabulkan

apa yang dimohonkan atau digugat oleh para pihak. Sangat langka putusan

pengadilan agama yang menolak perkara perceraian dari pemohonan dan

penggugat. Dari sini saja, nampaknya asumsi bahwa setiap sengketa perkawinan

yang diajukan pasti dikabulkan tidak bisa dihindari. Sekaitan dengan itu,

dimanakah letak mempersulitnya proses perceraian ?

Asas mempersukar perceraian di dalam praktinya telah diterapkan berdasar

ketentuan hukum yang berlaku. Pengadilan agama akan tidak berani

menyimpangi ketentuan hukum acara yang telah ditetapkan dalam undang-

undang mengenai asas mempersukar perceraian. Berbagai tahap telah dilakukan

oleh pengadiilan agama di dalam menghambat laju perceraian di dalam

pemeriksaan perkara, misalnya:

1) Dalam proses persidangan, hakim-hakim di PA/MS diwajibkan melakukan

upaya perdamaian terlebih dahulu kepada pasangan berperkara yang ingin

bercerai. Hal ini sesuai dengan Hukum Acara Peradilan Agama yang antara

lain bersumberkan Hukum Acara Perdata Umum (Herzien Inlandsch

Reglement/ Rechtreglement voor de Buitengewesten atau kerap disingkat

HIR/RBg). Disebutkan dalam Pasal 130 HIR dan pasal 154 RBg, bahwa

pada permulaan persidangan, sebelum pemeriksaan perkara, hakim wajib

mendamaikan antara para pihak berperkara. Jika perdamaian berhasil, oleh

hakim dibuat Akta Perdamaian yang mempunyai kekuatan sebagai putusan.

Namun jika tidak berhasil maka dilanjutkan pada tahapan sidang berikutnya;

2) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016 mewajibkan

untuk perkara-perkara tertentu, termasuk untuk perceraian, agar melalui

proses mediasi setelah dilakukan sidang pertama. Mediasi dilakukan pada

pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali

sepanjang perkara tersebut belum diputus (Pasal 21). Selain itu, dalam Perma

2016 disebutkan bahwa mediator dapat dari dalam maupun luar pengadilan

(Pasal 4 ayat 1), hakim dan non hakim. Secara umum, Perma 2016 memberi

penekanan pada peranan mediator yang lebih luas dalam proses mediasi.

Bahkan disebutkan bahwa tidak menempuh prosedur mediasi mengakibatkan

putusan batal demi hukum (Pasal 2 Ayat 3).

Peraturan Mahkamah Agung tersebut belum berhasil meningkatkan keber-

hasilan mediasi di pengadilan agama. Oleh karenanya ada beberapa langkah yang

sudah dan akan diambil dalam rangka meningkatkan keberhasilan mediasi dapat

dijelaskan sebagai berikut64

:

1. Pilot Project Mediasi di Pengadilan Agama

Mahkamah Agung akan memilih pengadilan-pengadilan yang layak

dijadikan percontohan untuk mediasi. Dari lingkungan peradilan agama, akan

64 Lihat dalam Ramdani Wahyu Sururie, “Implementasi Mediasi dalam Sistem Peradilan

Agama”. Disertasi Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 2011. Hlm 267

Page 130: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

124 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

dipilih satu Peradilan Agama atau Mahkamah Syar‟iyah yang dinilai memenuhi

kriteria yang ditentukan. Ada beberapa kriteria yang dipatok. Di antaranya, ruang

mediasi yang memadai, kualitas mediator, kesesuaian dengan hukum acara dan

tentu saja tingkat keberhasilan mediasi. Para Pansek PTA diminta menuliskan

pengadilan yang mereka jagokan di selembar kertas dan menyerahkannya ke

Ditjen Badilag. Peradilan Agama yang dijagokan ini akan dinilai oleh sebuah tim

dari Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Agama.

Dengan demikian, pemilihan Peradilan Agama percontohan mediasi ini

adalah sebentuk ihtiar untuk meningkatkan kualitas mediasi, sehingga semakin

banyak sengketa yang berujung dengan perdamaian.

Jika satu Peradilan Agama banyak berhasil dalam melakukan mediasi, itu

merupakan catatan tersendiri. Untuk melakukan upaya peningkatan kualitas

mediasi, kini sudah ada 17 Peradilan Agama yang diusulkan sebagai pilot project.

Diharapkan dengan keberhasilan peradilan agama itu, peradilan agama lain dapat

mencontohnya.

2. Pelatihan Mediator Bersertifikat

Dalam upaya meningkatkan skill mediator, Direktorat Jenderal Badan

Peradilan Agama telah dan akan terus mengadakan pelatihan mediator

bersertifikat dari kalangan hakim peradilan agama. Dari data yang tersedia di

Badilag, pelatihan sertifikasi mediator.

Secara teknis administratif, panggilan menjadi peserta sertifikasi mediator

berada di direktorat pembinaan tenaga teknis peradilan agama. Teknis pelaksana

kegiatan sertifikasi mediator dilakukan oleh Pusdiklat Tenaga Teknis Mahkamah

Agung yang berada di Megamendung Bogor. Lama pelatihan sekitar 14 hari

kerja.

Adanya pelatihan sertifikasi mediasi yang terencana setiap tahun dalam

anggaran Badilag, keberhasilan mediasi di setiap pengadilan agama diharapkan

dapat tercapai. Namun demikian, melihat kekuatan anggaran dan jumlah peserta

sertifikasi mediasi hanya satu orang untuk setiap pengadilan agama,

dimungkinkan jika siklus pemanggilan peserta setiap tahun seperti saat ini,

pengadilan agama baru akan memiliki hakim mediator antara 8 sampai dengan 10

tahun ke depan.

3. Studi Banding ke Negara-negara Maju

Kebijakan untuk memperkuat keberhasilan mediasi dilakukan dengan studi

banding ke negara maju. Pernah dilakukan Februari 2009, melakukan studi

banding mediasi ke Superior Court Washington DC Amerika Serikat. Demikian

bagusnya sistem pelatihan dan proses mediasi di pengadilan-pengadilan negara

maju, seperti Amerika Serikat, Australia, Cina dan Jepang.

Mediasi yang dilakukan di Family Court yang berada di bawah Superior

Court Washington DC, sebagaimana di negara-negara maju lainnya, sangat

memuaskan para pihak yang bersengketa. Ada dua jenis mediasi, yaitu “Family

Mediation” dan “Child Protection Mediation”. Kedua-duanya ditangani oleh

Bagian Penanganan Sengketa (Dispute Resolution Division). Hasil survey

terhadap para pihak yang menggunakan jenis “Family Mediation”: 90%

Page 131: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 125

pengguna menyatakan puas dengan solusi yang dihasilkan, 94% menyatakan

puas dengan proses mediasi, dan 97% menyatakan puas dengan kinerja para

mediator.

Sedangkan 95% dari pengguna “Child Protection Mediation” menyatakan

bahwa mediasi itu sangat membantu, 57% menghasilkan kesepakatan penuh dan

38% lainnya “hanya” menghasilkan kesepakatan sebagian dari persoalan mereka.

Mediasi, di peradilan keluarga bersifat “voluntary” dan sama sekali terpisah

dari proses peradilan, ditunjang oleh fasilitas yang memadai. Sebut saja para

mediatornya. Peradilan mempunyai 3 mediator dari lingkungan peradilan –bukan

hakim- dan 36 mediator dari para profesional masyarakat.

Sebagai perbandingan, di Pengadilan Distrik Maryland yang berlokasi di

Greenbelt, mediator itu hanya terdiri dari hakim magistrat yang tidak menangani

perkara. Pengadilan ini tidak menangani perkara keluarga, sebab ini adalah

pengadilan federal. Perkara keluarga ditangani oleh pengadilan negara bagian.

Di Superior Court Washington DC, para mediator harus sudah mengikuti

pelatihan khusus minimum 65 jam dan kinerjanya dievaluasi serta harus

mengikuti latihan tambahan setiap tahun. Pada umumnya mereka adalah para

sarjana di bidang pekerja sosial, pendidikan, hukum, psychology, SDM dan

bidang-bidang lainnya yang terkait.

Mereka sangat profesional dalam menghadapi para pihak, netral, menye-

nangkan dan tidak boleh memberikan nasehat, apalagi menentukan putusan.

Mereka “hanya” memfasilitasi para pihak untuk menyampaikan kepentingan dan

keinginannya secara bebas dan menciptakan suasana yang mengarah kepada

pertimbangan yang terbaik untuk kepentingan keluarga dan anak.

Studi banding ini akan terus dilanjutkan ke beberapa Negara di Eropa yang

telah menerapkan mediasi dalam sistem peradilannya.

4. Kerjasama dengan BP4

Seiring dengan kewajiban melakukan mediasi peradilan agama

menggandeng BP4 (Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan)

untuk menyediakan juru damai. Sebanyak 17 mediator yang berpraktik di PA se-

DKI Jakarta mulai diperkenalkan sebagai mediator. Sebagian besar mereka

adalah pensiunan pejabat Departemen Agama dan hakim PA/PTA.

Para mediator tersebut telah menjalani pelatihan khusus dan mendapat

sertifikat dari IICT (Indonesian Institute for Conflict Transformation). Dengan

bekal itu, diharapkan mereka dapat menjalankan fungsinya dengan baik sebagai

juru damai dalam perkara-perkara perdata agama.

Dalam masalah perkawinan, posisi BP4 memang cukup sentral. Awalnya,

BP4 merupakan lembaga semi otonom di bawah Kemenag Depag yang bertugas

memberi penasihatan di bidang perkawinan. Kini, BP4 merupakan lembaga

mandiri yang terpisah dari Kementerian Agama. Lembaga ini dikelola secara

profesional, meski tetap menjadi lembaga nirlaba. 65

65 Sejak tahun 2009, beredar gagasan untuk melakukan restrukturisasi terhadap BP4.

Dalam proses restrukturisasi BP4 diarahkan untuk dipindahkan dari nomenklatur Departemen

Agama menjadi di bawah naungan Ditjen Peradilan Agama Mahkamah Agung. Dalam

Page 132: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

126 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Dalam hal mediasi di peradilan agama, para personil BP4 Jakarta dipilih

menjadi percontohan. Fakta menunjukkan, tingkat perceraian di Jakarta

melampaui tingkat perceraian secara nasional. Kehadiran BP4 sebagai mediator

yang direncanakan ada pada setiap peradilan agama, akan member potensi dan

peluang mediasi berhasil semakin tinggi.

5. Pemberian Pelatihan Mediator bagi Calon Hakim

Pelatihan sertifikasi mediator khusus Calon Hakim untuk pertama kalinya

diselenggarakan atas kerjasama Pusdiklat Teknis MA bersama dengan Pusat

Mediasi Nasional (PNM) dan Indonesian Institute For Conflict Transformation

(IICT). Tim trainer dari lembaga tersebut merupakan trainer yang berpengalaman

dan sudah berkualitas dalam memberikan pelatihan sertifikasi mediator

khususnya calon Hakim dan tenaga teknis peradilan di Indonesia.

Program mediasi di lingkungan peradilan umum dan agama adalah tidak

main-main, tetapi mediasi merupakan upaya Mahkamah Agung dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan. Mahkamah Agung

sendiri akan menjadikan mediasi di pengadilan sebagai program prioritas dalam

rangka upaya penyelesaian sengketa di peradilan, hal itu dibuktikan dengan

keluarnya Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan masuknya program mediasi dalam

rencana cetak biru (blue print) MA tahun 2010-2035 mendatang.

Secara eksternal, penyelesaian mediasi di pengadilan agama mutlak

dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Misalnya, mediasi tidak lagi

diintegrasikan dengan pengadilan melainkan dilakukan secara terpisah melalui

BP4 atau lembaga mediasi lainnya yang memahami dan fokus terhadap sengketa

perkawinan. Pertimbangan langkah ini diakukan dengan beberapa hal, yaitu

alokasi waktu mediasi yang dimiliki hakim selaku mediator masih sangat minim

terutama di pengadilan agama yang padat perkara, hakim mediator tidak

diperkenankan diberi tarif melaksanakan mediasi sehingga sedikit banyak

berpengaruh pada kualitas penyelenggaraaan mediasi dan mediasi sengketa

perkawinan yang selama ini dilaksanakan di pengadilan agama lebih berorientasi

sejarahnya, Ditjen Peradilan Agama Mahkamah adalah bagian dari Departemen Agama. Namun

dengan tujuan restrukturisasi menuju optimalisasi peran peradilan agama, nomenklatur peradilan

agama dipindahkan ke MA. Dirjen Bimas Islam memberikan empat opsi terkait proses

restrukturisasi. Pertama, BP4 dilepaskan dan di bawah Peradilan Agama MA. Kedua, BP4

dialihkan fungsinya kepada Ditjen Peradilan Agama, tanpa mengalihkan institusinya, Ketiga,

Direktorat Peradilan Agama membentuk lembaga baru yang menjalankan fungsi BP4. Keempat, masa transisi dengan memberikan ksempatan kepada Peradilan Agama untuk membentuk

nomenklatur mediasi perkara perkawinan, sambil menunggu selesainya proses kajian dan analisa

terhadap restrukturisasi BP4. Dirjen Badilag Wahyu Widiyana menegaskan komitmennya untuk

memajukan peran BP4 dalam kedudukannya dalam ranah mediasi dan konseling perkawinan.

Menurutnya, Ditjen Badilag Mahkamah Agung sangat membutuhkan keterlibatan BP4 dalam

proses mediasi perkara perkawinan, mengingat BP4 memiliki SDM dan jaringan yang luas hingga

pelosok desa. Dengan demikian, maka tugas Ditjen Badilag dalam hal mediasi akan semakin

ringan. Mengingat masih perlunya kajian yang mendalam dari berbagai aspek, proses

restrukturisasi ini telah dibahas oleh sebuah tim dan diputuskan dalam munas BP4 pada Juli 2009.

(Lihat dalam http:// bimasislam. depag.go.id, “Diskursus Restrukturisasi BP4 Mengemuka”

Page 133: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 127

pada keterliibatan pihak ke tiga yang netral (mediator) yang acapkali “terlarang”

memberikan nasehat dan konseling perkawinan.66

Studi lain menyebutkan bahwa untuk memaksimalkan keberhasilan mediasi

diperlukan keterlibatan berbagai pihak dan mengubah mekanisme mediasi yang

selama ini dipraktikkan di pengadilan agama. Mediasi bukan hanya dilakukan

secara integral di peradilan agama. Mahkamah Agung dapat segera membuka

pintu mediasi di luar peradilan agama melalui optimalisasi peran BP4 dan

mendirikan lembaga-lembaga mediasi yang terakreditasi oleh Mahkamah Agung.

Perguruan Tinggi Agama Islam, khususnya Fakultas Syari‟ah dan Hukum dapat

ditunjuk sebagai lembaga yang kompeten menangani mediasi, baik sebagai

mediator maupun lembaga penyelenggara pelatihan. Lembaga mediasi dapat pula

berdiri di pesantren-pesantren. Para ulama dan kiyai dapat berperan sebagai

mediator bagi para pihak yang memiliki sengketa keperdataan. Keterlibatan para

ulama dan kiyai menjadi mediator didasarkan atas pendapat para ulama tafsir

yang mensyaratkan bahwa seorang juru damai (mushlih, hakam dan mediator)

memiliki syarat khauf, taqwa, faqih dan faham masalah yang sedang

disengketakan. Para kiyai dan ulama dipandang sebagai sosok yang memiliki

kwalifikasi tersebut dan kharisma yang mampu mempengaruhi para pihak yang

bertikai.

Secara teknis, pelaksanaan mediasi dilakukan oleh BP4, perguruan tinggi

dan ulama/kiyai. Jaringan BP4 sejauh ini menjangkau sampai kecamatan.

Perguruan tinggi berada di kabupaten dan ulama/kiyai berada hampir di setiap

desa. Para pihak yang bersengketa mendaftarkan dulu perkaranya ke pengadilan

agama. Setelah perkara di daftar, kemudian mereka menyelesaikan sengketanya

melalui salah satu pintu yang disediakan, yaitu melalui BP4, perguruan tinggi dan

ulama/kiyai. Jika para pihak yang bersengkata itu sudah didamaikan tetapi tidak

berhasil, maka mereka melanjutkan perkaranya ke pengadilan agama dengan

perkara yang sudah didaftar terlebih dahulu. Tetapi jika mediasi berhasil, maka

diadakan perdamaian dengan membuat akta perdamaian dan perkaranya dicabut.

Keterlibatan mediator di luar peradilan agama sebagaimana disebutkan di

atas, sehubungan dengan beban kerja hakim di pengadilan agama yang cukup

berat. Dengan rata-rata perkara yang diajukan ke pengadilan agama di atas tiga

ribu perkara, memungkinkan hakim tidak dapat bekerja secara optimal. Selain

beban kerja hakim, waktu yang tersedia untuk mediasi perkara sangat minim. Hal

ini terjadi karena hakim tugas pokoknya -sebagaimana diamanatkan oleh undang-

undang – adalah memutus sengketa yang terjadi antara para pihak. Sedangkan

66 Pengalaman Amerika melaksanakan mediasi diawali dengan ketidakpuasan publik

terhadap system pengadilan. Profesor Harvord Frank Sander menawarkan pendekatan inovatif

yang diberinama dengan multi-door court house. Gagasan ini intinya mengendaki agar suatu

pengadilan yang besar dapat menyediakan program penyelesaian sengketa dengan banyak pintu

(multi doors) atau program di mana perkara-perkara dapat didiagnosa dan dirujuk melalui pintu

yang tepat untuk penyelesaian perkara. Program ini dapat dilakukan di dalam atau di luar gedung

pengadilan yang meliputi litigasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi dan pelayanan social pemerintahan.

Lilhat dalam American Arbitration Association: www.adr.org

Page 134: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

128 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

menjadi mediator merupakan tugas tambahan yang sejauh ini honornya belum

jelas.

Pemberian honor bagi mediator di luar hakim untuk mediator dari BP4,

perguruan tinggi dan ulama/kiyai dapat dibebankan kepada para pihak yang

bersengketa. Oleh karena itu, untuk mengawasi betul-betul telah terjadi

perdamaian atas sengketa yang dihadapi para pihak, terlebih dahulu para pihak

mendaftarkan perkaranya ke pengadilan. Jika sengketa yang didamaikan berhasil,

perkaranya dicabut ke pengadilan, yang menunjukkan mediator di luar hakim

telah bekerja dan layak mendapat insentif. Dengan dicabutnya berbagai perkara

yang sudah didaftar, pengadilan agama telah mendokumentasikan seberapa

banyak perkara yang berhasil dimediasi melalui mediator di luar hakim. Gagasan

perubahan mekanisme mediasi sebagaimana diuraikan di atas, hanya dapat terjadi

dengan mengubah Peraturan Mahkamah Agung tentang mediasi.67

Sunguhpun telah diatur agar pemeriksaan perceraian dilakukan dengan

mekanisme mendamaikan dalam tahap pra pemeriksaan perkara dalam

persidangan melalui mediasi dan setiap tahapan pemeriksaan di ruang sidang,

namun upaya-upaya mendamaikan ini dikatakan gagal karena rata-rata pihak

yang datang ke pengadilian agama hanya satu pihak sehingga sulit didamaikan.

Oleh karena itu, penerapan asas mempersukar perceraian itu dilakukan

dengan kegigihan para hakim mendamaikan dalam proses mediasi dan kegigihan

di dalam persidangan. Kelebihan seorang hakim terletak pada kemampuan

ilmunya meredam konflik suami isteri yang pada masa sekarang ini belum

dimiliki oleh seorang konsultas pernikahan sekalipun. Hakim lah yang

diharapkan sebagai organ negara dan benteng terakhir menjaga kokohnya ikatan

perkawinan dengan memaksimalkan upaya perdamaian.

67 Ramdani Wahyu Sururie, loc.cit. h. 287

Page 135: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

BAB VI

STRATEGI MEMPERKOKOH

KETAHANAN IKATAN PERKAWINAN

Ketahanan keluarga merupakan pilar pembangunan suatu bangsa. Jika

dalam sebuah keluarga ketahanan keluarga demikian rapuh dengan sejumlah

masalah yang mengitarinya, seperti perceraian, kdrt, kemiskinan, dan masalah

sosial lain yang berdampak pada keluarga, maka pembangunan dalam sebuah

negara hanyalah utopia. Oleh karena itu, ketahananan keluarga menjadi kunci

pembangunan yang berkelanjutan.

Ketahanan keluarga didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 52

Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependuduan dan Pembanguna Keluarga

sebagai Ketahanan dan kesejahteraan keluarga adalah kondisi keluarga yang

memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-materil

guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup

harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan batin.

Berdasarkan pasal di atas, terkait dengan rapuhnya ketahanan keluarga

karena perceraian dapat dikemukakan bahwa ketahanan keluarga dibangun

dengan dasar hubungan yang harmonis antara anggota keluarga. Ketahanan

keluarga tidak dapat mewujud apabila pasangan suami isteri khususnya dan

anggota keluarga lainnya tidak harmonis sehingga menyebabkan rentan atau

lemah kemandirian dan pengembangan dirinya guna meningkatkan kesejah-

teraan dan kebahagiaan lahir dan batin.

Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan

kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber

daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih,

pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk

berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi sosial. 1. Pandangan lain mendefinisi-

kan ketahanan keluarga sebagai suatu kondisi dinamik keluarga yang memiliki

keuletan, ketangguhan, dan kemampuan fisik, materil, dan mental untuk hidup

secara mandiri (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun

1994). Ketahanan keluarga juga mengandung maksud sebagai kemampuan

keluarga untuk mengembangkan dirinya untuk hidup secara harmonis, sejahtera

dan bahagia lahir dan batin. Dalam pandangan yang lain, ketahanan keluarga

1 Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood Security

Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal. 22: 30-33.

Page 136: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

130 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

mencakup kemampuan keluarga untuk mengelola sumber daya dan masalah

untuk mencapai kesejahteraan, kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi

terhadap berbagai kondisi yang senantiasa berubah secara dinamis serta

memiliki sikap positif terhadap berbagai tantangan kehidupan keluarga.

Ketahanan keluarga dapat diukur menggunakan pendekatan sistem yang

meliputi komponen input (sumber daya fisik dan nonfisik), proses manajemen

keluarga (permasalahan keluarga dan mekanisme penanggulangannya), dan

output (terpenuhinya kebutuhan fisik dan psiko-sosial). Atas dasar pendekatan

ini, maka ketahanan keluarga merupakan ukuran kemampuan keluarga dalam

mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan sumber daya yang dimiliki

untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 2 Dengan demikian, keluarga

dikatakan memiliki tingkat ketahanan keluarga yang tinggi apabila memenuhi

beberapa aspek yaitu: (1) ketahanan fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan,

sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan; (2) ketahanan sosial yaitu

berorientasi pada nilai agama, komunikasi yang efektif, dan komitmen keluarga

tinggi; (3) ketahanan psikologis meliputi kemampuan penanggulangan masalah

nonfisik, pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif, dan kepedulian

suami terhadap istri.

Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Pem-

bangunan Keluarga menyebutkan bahwa konsep ketahanan dan kesejahteraan

keluarga mencakup: (1) Landasan Legalitas dan Keutuhan Keluarga, (2)

Ketahanan Fisik, (3) Ketahanan Ekonomi, (4) Ketahanan Sosial Psikologi, dan

(5) Ketahanan Sosial Budaya. Oleh karena itu, pengukuran tingkat ketahanan

keluarga mencakup kelima hal tersebut di atas, yang selanjutnya disebut sebagai

dimensi pengukur ketahanan keluarga.

Mengacu pada variabel ketahanan keluarga di atas sebagaimana dijelaskan

dalam Peraturan Menteri PPPA, rentannya ikatan perkawinan yang berakibat

pada perceraian masuk pada variabel-variabel landasan keutuhan keluarga,

landasan ekonomi dan landasan sosial psikologi yang penjelasannya sudah

dipaparkan pada bagian terdahulu.

Selanjutnya, studi ini berpandangan bahwa mekanisme mengatasi

tingginya angka perceraian mesti dilakukan sejuta langah dari hulu ke hilir,

komprehensip dan sistemik. Penyelesaian angka perceraian dari hulu hendaknya

dimulai sejak persipan memasuki pernikahan atau pendidikan pra nikah dan

pembenahan dihilirnya dengan perbaikan di dalam proses pemeriksaan perkara

di Pengadilan Agama.

Pembenahan dari hulu dan hilir mengenai tata kelola keabadian

pelembagaan pernikahan dilakukan dengan beberapa langkah yang sangat

sistemik. A. Pembenahan dari Dalam Keluarga

1. Menanamkan nilai-nilai agama

2 Sunarti, Euis. (2001). Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus

Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. [Disertasi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Page 137: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 131

Agama memiliki fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai norma-

norma yang mengatur kehidupan manusia agar hidup selamat di dunia dan

akhirat. Menjadikan agama sebagai pedoman hidup mestinya menjadi gerakan

nyata yang dijunjung tinggi, khususnya bagi keluarga-keluara muslim. Nilai

keberagamaan yang hidup dalam keluarga bukan simbol-simbol gerakan

formalitas, seperti shalat, zakat puasa dan haji serta ibadah lainnya tetapi lebih

dalam dari itu adalah mewujud dalam hubungan antara anggota keluarga berupa

sikap saling menghormati, menyayangi, penuh tanggungjawab dan jujur.

Terlebih-lebih nilai-nilai itu direalisasikan dalam area publik.

Bagi keluarga muslim, menjadikan agama sebagai norma kehidupan

mutlak adanya. Al-quran memberikan petunjuk di dalam surat al-Tahrim ayat 6:

6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api

neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap

apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan.

Ayat ini memerintahkan kepada pemimpin keluarga untuk menjaga

anggota-anggota keluarganya dari panasnya api neraka disebabkan karena tidak

menjadikan agama sebagai panduan berperilaku. Secara logika, Allah dalam

ayat ini memerintahkan, yang memerintah akan lebih tahu dan manfaatnya

kenapa seluruh anggota keluarga menghindari diri dari api neraka.

Kenalkanlah Islam sebagai agama kepada anak sejak dini dengan berbagai

ritual yang diperintah Allah dan Rasul-Nya untuk dijalankan. Jadikan Islam

sebagai bagian dari kehidupan anak agar saat mereka dewasa sudah terbiasa

menjalankan perintah dan larangan-Nya. Sejak dini anak-anak sudah dilatih

terbiasa untuk : 1) Membaca alquran dengan baik ;

2) Berdoa saat menjalankan semua aktifitas; 3) Melaksanakan shalat berjamaah di Masjid bagi laki-laki dan bagi perempuan

diutamakan di rumah;

4) Memakai pakaian yang islami;

5) Membiasakan anak belajar dan bekerja karena mengharap ridha Allah; 6) Senantiasa mengaitkan segala yang terjadi baik menimpa seseroang maupun alam

raya atas kuasa Allah. Termasuk kejadian yang menyenangkan dan tidak

menyenangkan yang menimpa sesrorang. Hal ini diajarkan agar anak tidak cepat frustasi atas kegagalan mereka dan tidak pula tinggi hati apabila mereka sukses;

7) Membiasakan bergaul dengan cara-cara yang diajarkan Islam. Dalam Al-Quran

surat al-Hujurat diajarkan tentang aturan bergaul, yaitu menjauhi segala prasangka,

Page 138: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

132 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

jangan mencari-cari kesalahan, jangan mengolok-ngolok, jangan menggunjing,

jangan mencela, jangan memberi gelar buruk, mendamaikan orang yang berselisih,

bertabayyun atas segala informasi dan bersikap adil dalam memutus perkara.

2. Melatih anak menyelesaikan masalahnya sendiri

Setiap orang tua akan menyanyangi dan melindungi anak-anaknya dari

gangguan luar yang mengacam dirinya. Oleh karena itu, orangtua akan menjadi

perisai bagi anak. Namun ia juga mesti memberi arahan dan kepercayaan pada

anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Naluri orang tua melindungi

anaknya diteladankan oleh nabi Ibrahim ayat 35-37. M. Thalib menyimpulkan

bahwa kisah nabi Ibrahim ini merupakan wakil dari perasaan orang tua di

seluruh dunia. Orang tua akan bersaha agar anaknya mendapat tempat tinggal

yang aman dan nyaman. Pada saat nabi ibbrahim hijrah ke Mekkah, yang pada

waktu itu disebut lembah bakka, tanah di sana sangat tandus, airpun sulit

didapat. Tempat yang demikian tandus membuat nabi Ibrahim berdoa kepada

Allah agar tepmpat itu dijadikan sebagai tempat yang aman dan terhindari dari

berhala.3

Kalau orangtua ingin anaknya mandiri di dalam menyelesaikan persoalan,

hendaknya diberikan arahan dan kepercayaan untuk menyelesaikan masalahnya

sendiri. Orangtua bisa saja tidak intervensi langsung, tapi menjadi tempat

diskusi bagi anak untuk tahu bagaimana menyikapi masalahnya. Orangtua

senantiasa ada di belakang anak untuk mengarahkan dan memberi dukungan

agar anak belajar mengatasi masalahnya sendiri.

Urusan kemandirian ini tak bisa dipandang remeh sebab berkaitan dengan

masa depan si anak dan orangtua anak itu sendiri. Sikap orangtua yang over

protektif, memanjakan, atau melayani anak membuat anak tumbuh sebagai

individu yang terbiasa terpenuhi kebutuhannya tanpa melakukan usaha apa pun.

Akibat dari perilaku ini, anak selalu menganggap segala masalah akan

terselesaikan dengan sendirinya. Ketika dihadapkan dengan masalah atau

kesulitan yang menuntut kemandirian, anak tersebut akan mudah frustasi atau

lari menghindari masalah itu.

Oangtua boleh dan sah saja langsung mengambil alih masalah dari anak.

Dengan catatan, masalahnya sudah serius seperti mengancam keselamatan si

anak. Sikap orangtua yang langsung mengambil alih masalah anaknya

disebabkan oleh banyak hal. Misalnya, ketidakmampuan untuk mengendalikan

emosi sendiri, kurang percaya dengan kemampuan anak, kurang sabar

mendampingi anak menyelesaikan masalahnya sendiri, dan menjadikan masalah

anak sebagai masalah pribadinya sehingga orangtua kerap salah fokus.4

Membelajarkan anak mengurusi masalahnya sediri akan mampu

menjadikan anak sebagai seorang yang tangguh ketika kelak mereka berumah

3 M. Thalin, Memahami Sifat 20 Fitrah Orang Tua. (Bandung: Isryad Babus Salam,

1995). 16 4 http://lifestyle.kompas.com/read/ 2016/11/17/070600123/latih.anak.menyelesaikan

.masalahnya. sendiri. Diakses 10 Oktober 2017

Page 139: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 133

tangga. Konflik dan keributan dalam rumah tangga akan diselesaikan oleh anak

tanpa menghadirkan orang tua untuk intervansi. Sebab, banyak terjadi kasus-

kasus perceraian disebabkan intervenasi orang tua yang terlalu berlebihan

melindungi anaknya dari ketidaknyamanan pihak lainnya.

3. Melatih anak laki-laki menjadi kepala keluarga yang bertanggungjawab

Memiliki seorang anak laki-laki bagi beberapa pasangan tertentu menjadi

kebanggaan. Anak laki-laki biasanya diharapkan menjadi tulang punggung

keluarga kelak. Namun kehadiran seorang anak laki-laki perlu dilatihkan agar

mereka siap menjadi bapak dan ayah bagi keluarga secara bertanggungajawab.

Banyak kasus perceraian yang disebaban suami tidak bertanggung jawab kepada

keluarganya dengan tidak memberi nafkah, tempat tingggal yang layak dan

pekerjaan yang tetap dalam kehidupannya.

Cara mengajarkan anak laki-laki bertanggung jawab misalnya dengan

belajar kepemimpinan. Sikap memimpin ini ditunjukkan dengan kemampuan

anak bisa mempengaruhi orang lain. Selain itu, sikap kepemimpinan juga

nampak saat anak laki-laki mampu mengayomi dan melayani teman-temannya

dengan baik. Ajarkan kepada anak laki-laki tata cara bersikap, melayani dan

memberikan penghormatan kepada teman-temannya. Hal ini penting guna

mengasah jiwa kepemimpinan dalam dirinya.

Kepemimpinan lekat dengan tanggung jawab. Oleh karena itu, anak laki-

laki juga harus dididik untuk memahami dan merasa memiliki tanggung jawab.

Contoh misalnya, anak laki-laki harus diajarkan bahwa saat ia memiliki saudara

perempuan maka menjadi tanggung jawab baginya untuk menjaganya saat

bermain atau dalam pergaulan. Selain itu, anak laki-laki bisa dilatih rasa

tanggung jawabnya terhadap apa yang ia miliki. Ajarkan bertanggung jawab

terhadap mainannya, meskipun itu hanya sebatas mainan. Katakan bahwa

mainan ini adalah milik mereka namun ia harus tetap menjaga mainan tersebut.

Dalam Islam diajarkan mengenai belajar kepemimpinan bagi laki-laki

misalnya: 1) Anak laki-laki dilatih untuk menjadi imam shalat;

2) Melibatkan anak laki merundingan masalah dan memberinya kesempatan

untuk memutuskannya.

3) Libatkan anak laki-laki untuk menngantar adiknya yang perempuan dan

ibunya suatu untuk keperluan, misalnya ke bank, megurus surat ke

kecamatan dan sebagainya.

Melalui latihan dan pemberlajaran tanggungjawab sejak kecil, akan

memberi pengaruh positif bagi kehidupannya kelak. Sikap dan perilaku yang

bertanggung jawab tidak terbentuk sendiri dengan instan, sikap ini terbentuk

sejak masih kecil dari didikan dan pengarahan orangtua sampai akhirnya anak

menjadi dewasa. Sikap seperti ini akan terus disempurnakan. Oleh karena itu,

sangat penting sekali peran orangtua untuk mendidik anak laki-laki belajar

bertanggung jawab. Mendidik dan mengarahkan anak sebenarnya tidak sulit,

tetapi juga tidak bisa dikatakan mudah, perlu berbagai trik dan cara-cara yang

tepat agar anak dapat menerima dan mengerti apa yang sedang diajarkan oleh

Page 140: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

134 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

orangtua. Misalnya sebelum melakukan hal lain, penting sekali agar anak

memahami apa itu tanggung jawab. Untuk melakukan hal ini tidak perlu

memberikan mereka tanggung jawab yang terlalu besar, cukup dengan hal-hal

yang simpel yang mudah mereka mengerti dan lakukan. Misalnya setelah

bermain dengan mainannya minta dia untuk membereskannya. Lakukanlah

secara bertahap untuk mulai memberikan bobot yang lebih berat.

4. Melatih anak perempuan menjadi pendamping kepala keluarga

Keluarga memiliki peran penting bagi pendidikan angota-anggotanya

untuk menyiapkan calon-calon penerus keluarga barunya kelak. Seorang anak

perempuan dalam keluarga, mesti dilatih oleh orang tuanya agar menyiapan diri

menjadi ibu dan sekaligus pendamping suami dalam keluarga.

Suami mengasihi sepenuh hati istrinya dan memperlakukannya dengan

penuh rasa hormat, cara ini sangat ampuh untuk menyentuh ke dalam relung hati

terdalam anak perempuan. Ketika seorang anak perempuan melihat ayahnya

memperlakukan ibunya dengan penuh kasih, maka tak ada alasan lain bagi

dirinya untuk menolak saran-saran dari ayahnya, karena seorang anak

perempuan akan sangat menghargai dan menghormati ayahnya.

Bagi seorang pria tidak ada salahnya mengerjakan tugas-tugas seorang

wanita. Seorang pria yang bersedia mengerjakan tugas-tugas seorang wanita

bukan berarti pria tersebut bersikap feminim, tetapi lebih kepada perhatian serta

rasa respek kepada pasangan dan anak perempuan. Tidak banyak pria yang

mampu melakukan hal ini, maka jika ingin menjadi seorang “pahlawan” di mata

anak perempuan serta istri, tidak perlu sungkan atau ragu-ragu lagi mengerjakan

tugas-tugas mereka tersebut.

Pada saat anak mulai tumbuh dewasa berikan ia pengertian serta ajarkan

untuk menyadari bahwa sikap dan akhlak perempuan sangat berbeda

dibandingkan dengan anak laki-laki. Seperti mulai mengenalkan perbedaan pada

cara berpakaian. Beri pengertian kepada anak perempuan bahwa dilarang

mamakai pakaian yang biasa digunakan oleh anak laki-laki. Begitu juga dalam

bicara, bersikap serta berperilaku.

Sudah kewajiban orang tua untuk membekali seorang anak perempuan

untuk pintar dalam melakukan semua pekerjaan rumah tangga. Ajarkan juga

kepada anak perempuan bagaimana cara yang baik bergaul dengan suami dan

cara mengurus rumah tangga.

Mempersiapkan anak perempuan memahami dan mengerti tentang

tugasnya kelak menjadi pendamping suami diharapan mampu mengikis kesalah

pahaman yang sejauh ini sering terjadi di pengadilan agama, dimana penyebab

perceraian dikarenakan isteri tidak melaksanakan tugas keruma tanggaan secara

baik, sehingga perkara sepele di rumah tangga seperti isteri tidak mau

membereskan rumah menjadi penyebab perceraian.

5. Melatih anak menyelesaikan tugas rumah tangga

Mengajari anak ikut serta membantu urusan di dalam rumah tangga

memerlukan waktu dan tidak bisa instan. Semua ada tahapan dan capaiannya.

Berbagai cara bisa dilakukan, misalnya mengajak mereka bersama-sama

Page 141: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 135

mengerjakan pekerjaan rumah secara rutin setiap harinya sehingga mereka dapat

terbiasa dengan tugas-tugas tersebut.

Sebagai calon generasi kuat yang kelak akan membina rumah tangga,

melatih anak sejak diri membatu mengerjakan tugas rumah tangga banyak

manfaatnya.

Semakin dini usianya, tentu tingkat kesulitan tugas yang dapat dikerjakan juga

semakin rendah. Oleh sebab itu, orang tua tidak perlu mengajak mereka

langsung menyapu lantai di saat usianya yang masih dini. Melainkan cukup

hanya meminta bantuan mereka untuk mengambilkan sapu ataupun membuang

bekas kotoran di lantai usai dibersihkan.

Ketika mereka tidak terbiasa melakukannya, tentulah hasilnya pun belum

demikian bagus. Oleh karena itu diperlukan kesabaran dari para orang t ua. Jika

anak-anak belum terbiasa dengan tugas-tugas tersebut dan membutuhkan

bantuannya, sebaiknya para orang tua nda tidak memarahi ataupun meledeknya.

Sebab, mereka masih membutuhkan instruksi ketika melakukan suatu hal dan

dengan memarahinya hanya akan membuat mereka trauma serta ragu untuk

membantu orang tua.

Kalaupun anak-anak pada akhirnya sulit untuk membantu utusan rumah

tangga, para oran tua idak perlu putus asa, karena para orang tua dapat menegur

dan mengingatkan mereka secara perlahan-lahan. Jika mereka bersedia

memberikan bantuan, jangan lupa untuk mengucapkan terima kasih ataupun

pelukan dan ciuman.

Mengajari anak-anak usia dini tentu sangat berbeda dengan orang dewasa.

Para orang tua mesti memberikan instruksi bertahap dan terus menerus hingga

mereka memahaminya. Salah satu langkah yang harus dilakukan adalah

menjelaskan tiap-tiap tugas yang harus dikerjakan. Misalnya, mengenai cara

menata sepatu, meletakkan pakaian kotor, jadwal menyapu lantai, dan

sebagainya. Untuk membuat anak-anak memiliki rasa tanggungjawab, maka

mereka juga perlu diberikan konsekuensi. Misalnya ketika anak-anak tidak mau

meletakkan baju kotor pada tempatnya.

Selain itu, urutan kegiatan bagus juga jika tidak terjadwal dan berbeda-

beda. setiap harinya. Anak-anak akan lebih merasa senang dan tidak terbebani.

Sebab dengan rutinitas yang tetap setiap harinya hanya akan membuat anak-

anak bosan serta mulai malas untuk membantu pekerjaan rumah tangga

menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut. Misalnya pada hari pertama dapat

mengajak anak-anak mencuci baju terlebih dahulu baru menyapu lantai. Pada

hari berikutnya, dapat menukar rutinitas tersebut atau menyisipkannya dengan

kegiatan lain yang dapat memberikan kesenangan untuk anak.

Cara-cara melatihkan anak seperti di atas diperlukan kesabaran dari orang

tua dan ciptakanlah suasana yang menyenangkan bagi mereka.5 Cara-cara di

ataspun dapat mencegah perceraian, karena diantara sebab-sebab perceraian

5 http://www.websitependidikan.com/2016/06/cara-melatih-anak-agar-mau-mem-

bantu.html. Diakses 5 Oktober 2017

Page 142: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

136 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

yang terjadi di pengadiilan agama salah satunya karena suami dan isteri lalai

melaksanakan tugas-tuggas kerumahtanggaan. Jika disiapkan sejak dini kepada

anak-anak, maka kelak ketika mereka memasuki masa berumahtangga sudah

mampu beradaptasi dengan tugas keseharian di keluarganya masing-masing.

6. Melatih anak mensyukuri rezeki

Setiap keluarga akan memperlakukan pemberian kepada anak-anak dari

orang tuanya berdasarkan status sosial ekonominya. Dalam keluarga sejahtera,

orang tua relatif memberikan kemudahan memberikan sesuatu kepada anak,

sebaliknya dalam keluarga pra sejahtera cara memperoleh sesuatu diraih dengan

kemandirian anak melalui usahanya sendiri.

Namun demikian, menggantungkan kebutuhan hanya kepada orang tua

tanpa melatiihnya untuk mandiri jelaslah tidak tepat. Rezeki yang salah satu

unsurnya adalah gaji dan uang perlu usaha dan kerja keras mendatangkannya.

Seorang anak perlu dilatih di dalam keluarga bagaimana memperoleh rezeki

yang halalan toyyiban, bukan hanya rezeki yang banyak melimpah tetapi juga

diperhatikan bagaimana cara memperolehnya. Mereka diajari tentang cara

menjemput rezeki, yaitu dengan doa dan ibadah serta usaha yang sungguh-

sungguh. Pastikan rezeki yang dicari adalah benda dan caranya halal dan setelah

diperoleh agar diajarkan pula bagaimana mendayagunakan rezeki itu.

Setelah anak-anak diberi pemahaman mengenai rezeki, dilanjutkan dengan

cara mensyukurinya. Manusia berusaha mencari rezeki namun kadar dan

ukurannya hanya Allah yang menentukan. Dari cara berfikir ini diharapkan

bahwa manusia tidak mengalalkan segala cara dan ketika mereka memperoleh

rezeki yang pas-pasan dapat menerimanya dengan sabar dan tawakkal.

Demikian pula ketika mereka menerima rezeki yang melimpah, mampu

menyikapinya dengan rasa syukur dan tawadhu.

Dalam keluarga-keluarga muslim Indonesia dewasa ini, penyebab

terjadinya perceraian dikarenakan masalah ekonomi. Masalah ekonomi

senantiasa terkait dengan persoalan rezeki. Pasangan suami isteri sering tidak

tahan dan tabah menghadapi kehidupan yang serba tidak cukup. Mungkin juga

cara pandang pasangan suami isteri tersebut terhadap rezeki yang mesti tersedia

dengan mudah ada di rumah, padahal setelah usaha dan ikhtiyar yang dilakukan

oleh suami untuk menjemput rezeki tetapi kemudian hasilnya tidak sesuai yang

diharapkan mestinya mereka menyadari dengan sabar. Tetapi faktanya tidak

seperti itu, pasangan suami iseri segera memutuskannya dengan bercerai ke

pengadilan agama. Dengan melatih anak-anak sejak dini mengenai rezeki, cara

memperolehnya dan hak manusia atasnya dapat membantu meredakan tensi

tingginya angka perceraian.

7. Melatih anak mengelola keuangan keluarga

Mengajarkan perihal pengelolaan keuangan pada anak sejak usia dini

merupakan salah satu tindakan tepat. Terlebih lagi bagi anak yang sudah

memasuki usia sekolah dasar. Pada usia tersebut adalah waktu yang paling pas

untuk mengajarkan pada anak tentang cara mengelola keuangan. Mengajarkan

Page 143: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 137

cara mengelola keuangan pada anak sejak dini bertujuan untuk menumbuhkan

rasa tanggung jawab pada anak dalam hal mengelola dan menggunakan uang.

Para orang tua tidak mengharapkan seorang anak yang mempunyai

kebiasaan menggunakan uang secara berlebihan. Dengan mengajarkan

kebiasaan mengelola keuangan sejak dini diharapkan anak akan terhindar dari

sikap negatif seperti kebiasaan berutang atau pemborosan. Selain itu dengan

mengajarkan kebiasaan baik ini anak akan tumbuh lebih terorganisir dalam hal

menggunakan uang.

Walaupun tingkat pemahaman anak masih cukup rendah dalam hal

keuangan, akan tetapi orang tua mesti mulai mengajarkan hal tersebut secara

perlahan. Dalam hal ini kunci utama yang harus ditanamkan dalam diri anak

adalah konsep menghargai uang. Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk

mengajari anak dalam hal mengelola keuangan. Mulai dari memperkenalkan

soal menata keuangan sampai cara berinvestasi atau menabung.

Langkah pertama yaitu mengenalkan konsep uang pada anak. Ketika anak

sudah memasuki usia sekolah dasar dan sudah bisa berhitung maka perkenalkan

pada mereka nilai uang mulai dari pecahan kecil. Berikan pengertian dan

informasi pada anak mengenai uang dan konsep uang. Mengenalkan uang pada

anak secara tidak langsung bisa menjadi media untuk belajar berhitung bagi

anak.

Cara selanjutnya untuk mengajarkan anak dalam hal mengelola keuangan

adalah memberikan uang saku. Langkah ini bermanfaat untuk mengajarkan pada

anak tentang cara mengelola keuangan yang baik. Beri pengertian pada anak

supaya menggunakan uang tersebut sesuai dengan kebutuhan dan tidak

menghamburkannya. Para orang tua juga perlu membatasi dan konsisiten dalam

memberikan sejumlah uang bagi anak. Dengan begitu anak akan lebih berhati-

hati dalam menggunakan keuangan karena mereka akan menyadari bahwa setiap

orang memiliki uang yang terbatas.

Langkah selanjutnya yaitu ajarkan kebiasaan menabung pada anak.

Berikan penjelasan pada anak mengenai tatacara mengatur keuangan dengan

cara menabung. Selain itu orang tua juga mesti memberi pengertian pada anak

tentang manfaat dari menabung. Ajarkan anak supaya menyisihkan sebagian

uang jajan yang dimilikinya untuk keperluan masa depan. Pada awal-awal

mungkin akan mengalami hambatan, akan tetapi hal tersebut jangan membuat

putus asa. Lakukan secara bertahap dan penuh kesabaran.

Ketika anak sudah diberi kepercayaan untuk memegang uang jajan sendiri,

orang tua harus mengajarkan pada anak tentang konsep mengutamakan

kebutuhan daripada keinginan. Beri pengertian pada anak supaya membeli

sesuatu sesuai dengan kebutuhan bukan untuk kepentingan semata. Konsep ini

akan berguna bagi anak sampai tumbuh dewasa. Anak akan tumbuh dengan

kemampuan mengatur setiap penghasilan yang diterimanya.

Langkah berikutnya untuk mengajarkan cara mengelola keuangan pada

anak yaitu dengan mengajaknya berbelanja. Cara seperti ini dinilai lebih efektif

dalam hal memberikan contoh tentang mengelola uang. Selain itu, mengajak

Page 144: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

138 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

anak berbelanja merupakan salah satu cara dalam mengajarkan konsep

mengutamakan kebutuhan daripada keinginan. Praktik langsung seperti ini akan

membuat anak lebih mudah mempelajari dan merekam.

Kemudian lengkapi pelajaran mengenalkan cara mengelola keuangan

dengan mengajarkan anak untuk saling berbagi. Ajarkan pada anak supaya

menyisihkan sebagian uang jajan untuk mebantu orang yang tidak mampu dan

beri pengertian pada anak bahwa tidak semua orang memiliki uang. Dengan

begitu anak tidak akan menghamburkan uang dan akan menumbuhkan sifat

saling berbagi dengan sesama.6

Pengetahuan dan latihan kepada anak-anak sejak dini sangat berdampak

positif bagi keberlangsungan kehidupannya kelak ketika mereka berumah

tangga. Anak-anak sudah siap mengelola keuangannya di dalam rumah tangga

kelak karena orang tua sudah melatihnya dengan baik. Perselisihan suami dan

isteri karena tidak memiliki keuangan yang cukup yang dewasa ini sering

berkahir dengan perceraian akan terkikis karena anak-anak sudah latihan

memanage keuangan keluarga sedari dini.

8. Memberikan pendidikan seks

Pembahasan tentang seks bukan hanya seputar hubungan seksual pria

dengan wanita yang kerap dinilai tabu untuk dibicarakan sebelum anak berusia

dewasa. Jika dilakukan dengan tepat, diskusi ini justru akan memperluas

pemahaman dan menjadi dasar mereka untuk mengambil keputusan seputar

seksualitas di masa yang akan datang.

Orang tua dahulu mungkin tidak pernah mengajak berdiskusi tentang seks

dan dengan anak dan merasa semua baik-baik saja. Namun situasi yang dihadapi

anak sekarang jauh berbeda. Membahas seks secara terbuka dengan anak justru

memberi kesempatan untuk memberikan informasi yang sesuai dan akurat.

Dengan begitu, anak tidak akan mencari-cari sumber sendiri yang belum tentu

aman dan tepat. Selain itu, anak akan lebih percaya dan terbuka karena dia tahu

bahwa orang tua dapat diajak bicara tentang hal yang paling pribadi sekalipun.

Pengetahuan dasar yang dimiliki anak tentang seks akan berdampak

positif pada pergaulan laki-laki dan perempuan sebelum menikah. Agama Islam

tidak melarang seks dalam arti melakukan hubungan kelamin antara laki-laki

dan perempuan sepanjang dilakukan dengan cara yang halal. Kebebasan

pergaulan seksualitas antara pria dan wanita sekarang ini dengan alasan agar

perkawinannya kelak mampu bertahan adalah ajakan yang menyesatkan.

Pasangan suami isteri yang akan menikah, ketika pengetahuan dasarnya

tentang seks sudah baik, mereka akan melangsungkan perkawinan dalam

keadaan belum ternoda akibat hubungan kelamin sebelumnya. Pasangan suami

isteri yang pernah ternodai oleh kebebasan hubungan seksual sebelumnya

acapkali sering menjadi bahan perselisihan suami dan isteri dalam rumah tangga

karena salah satu pihak pernah menjadi korban atau pelaku kebebasan seksual.

6 http://www.solusisehatku.com/mengajarkan-cara-mengelola-keuangan-pada-anak-

sejak-usia-dini. Diakses 7 Oktober 2017

Page 145: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 139

Di sinilah awal perselisisihan dan pertengakaran terjadi, dimana salah satu pihak

menuding perbuatan buruknya di masa lalu karena pernah berhubungan kelamin

menjadi pemicu konflik dan konflik-konflik lanjutannya yang sering kali

berujung pada perceraian. Dengan adanya pendidikan seks yang baik sejak dini

akan mampu mencegah calon pasangan suami dan isteri terjerumus ke pergaulan

bebas yang sering menjadi bahan perdebatan suami isteri ketika mereka

berumah tangga.

B. Saat Memasuki Jenjang Pernikahan

1. Mengikuti pendidikan pra nikah

Hampir kebanyakan calon-calon pengantin memasuki dunia perkawinan

tanpa persiapan ilmu berumah tangga yang memadai. Di pendidikan formal,

ilmu berkeluaga nyaris tidak pernah diberikan secara khusus kecuali pada

beberapa prodi di perguruan tinggi yang menekuni bidang keluarga. Keadaan ini

jelas akan menyebabkan banguna rumah tangga yang akan dibina kurang kokoh

dan mudah ambruk. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan angka

perceraian yang meningkat diharuskan bagi para calon pengantin mengikuti

pendidikan pra nikah.

Saat ini, pendidikan pra nikah belum menjadi prioritas bagi keluarga

maupun calon pengantin. Padahal dalam pendidikan pra nikah diajarkan banyak

hal yang dapat mendukung suksesnya kehidupan rumah tangga pengantin baru.

Bahan ajar yang diberikan pada pendidikan pranikah berupa informasi

pengetahuan dan pelatihan ketrampilan dasar terkait dengan aspek-aspek yang

diharapkan dapat memperkuat relasi pasangan agar mampu mempertahankan

hidup pernikahan mereka.7

Seperti diketahui bahwa perceraian yang kerap terjadi umumnya

dikarenakan pasangan suami isteri tidak siap menghadapi tantangan yang

muncul dalam hidup pernikahan.8 Ketidaksiapan suami isteri disebabkan

kurangnya pengetahuan mereka tentang hidup pernikahan, yang sebenarnya

memang belum mereka jalankan. Sehingga ketidaktahuan ataupun ketidaksiapan

mereka pada dasarnya dapat dipahami mengingat pengetahuan tentang peran

sebagai suami ataupun istri memang perlu dipelajari.

Pendidikan pra nikah dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, melalui

pelatihan yang terjadwal, misalnya dilakukan melalui Diklat Para Penghulu di

Balai Diklat Keagamaan yang berada di bawah Kementerian Agama yang

tersebar di beberapa provinsi. Kemudian dikembangkan oleh Lembaga Swadaya

Masyarakat, Ormas Islam, Pesantren dan institusi pendidikan melalui

matapelajaran yang terintegrasi maupun matakuliah khusus tentang pendidikan

pra nikah.

7 J.S. Caroll dan W.J.E Doherty.”Evaluating the Effectivenenss of Premarital Education:

A Review of Outcome Family Relation”. Journal, 52.105-118. Diunduh dari

http://www.fullmarria geexperience.com. 8 D.H. Olson dan J. Defrain. Marriage & the family: intimacy, diversity and streght. (5rd

edition). Mountain View, CA: Mayfield, 2006.

Page 146: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

140 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Bahan ajar pendidikan pra nikah mencakup aspek-aspek yang berkaitan

dengan

hukum keluarga/fiqh munakahat (termasuk hak dan kewajiban suami isteri),

manajemen ekonomi keluarga, managemen konflik keluarga, psikologi keluarga

dan kesehatan reproduksi. Karena ruanglingkup bahan ajarnya lintas disiplin,

maka tenaga ahli yang dilibatkan setidaknya pakar yang memahami hukum

perkawinan, psikolog, sosiolog dan tenaga kesehatan/dokter. 2. Memeriksakan kesehatan fisik

Masih banyak ditemukan para calon pengantin yang akan memasuki

jenjang perkawiinan mengabaikan tes ksehatan sebelum menikah dengan

berbagai alasan. Sedikitnya ada 10 tes kesehatan penting yang harus dilakukan

sebelum menikah. Hampir semua orang yang akan menikah pasti memiliki

tujuan untuk memiliki keturunan atau anak. Namun, banyak yang tidak

menyadari bahwa untuk bisa memiliki anak banyak faktor yang berpengaruh,

tidak hanya dari pihak perempuan saja tapi juga bisa disebabkan oleh pihak laki-

laki.

Pemeriksaan kesehatan dilakukan utamanya untuk memeriksakan

kesehatan reproduksi, untuk mengetahui apakah ada masalah dalam organ

reproduksinya. Sehingga jika nanti terjadi sesuatu seperti susah memiliki anak

atau ada masalah pada kandungannya, pasangan tidak saling menyalahkan satu

sama lain. Hal ini seringkali menjadi alasan perselisihan dalam kelluarga yang

berujung pada perceraian.

Pemeriksaan sebelum menikah yang dilakukan untuk perempuan meliputi:

1) Pemeriksaan Torch (termasuk tokso dan rubella)

2) Melakukan vaksin TT (untuk tetanus)

3) Cek hormon (kadar estrogen, estradiol, tiroksin, FSH, LH) yang akan

mempengaruhi seseorang cepat atau tidak untuk hamil dan untuk

pematangan sel telur

4) Mengukur kadar panggul apakah sempit atau tidak yang akan

mempengaruhi proses melahirkan.

5) Pemeriksaan bentuk rahim.

6) Pemeriksaan ovarium untuk mengetahui sel telurnya.

7) Cek alergi sperma atau tidak dan pemeriksaan kesehatan secara

menyeluruh.

Sedangkan untuk laki-laki tes kesehatan meliputi:

1) Pemeriksaan kesehatan menyeluruh;

2) Pemeriksaan untuk mengetahui apakah memiliki penyakit menular seksual

atau tidak;

3) Pemeriksaan sperma apakah spermanya aktif dan jumlahnya banyak.

Tahapan pemeriksaan ini sering diabaikan oleh para pasangan calon

pengantin. Banyak faktor yang menyebabkan pasangan tidak mau melakukan

pemeriksaan sebelum menikah diantaranya merasa hidupnya normal-normal saja

Page 147: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 141

dan tidak macam-macam. Bisa juga takut jika terjadi sesuatu dengan hasilnya

membuat pasangan tidak jadi menikah. 9

Idealnya pemeriksaan ini dilakukan satu bulan sebelum menikah, karena

hasilnya tidak membutuhkan waktu yang lama dan jika terjadi sesuatu bisa

dilakukan perawatan untuk memperbaikinya. Meskipun ada beberapa Kantor

Urusan Agama (KUA) yang mengharuskan pasangan untuk melakukan

pemeriksaan sebelum menikah, tapi nyatanya banyak yang tidak melakukannya.

Mungkin ini disebabkan oleh pemikiran masyarakat yang ingin segera

menyelesaikan urusan administrasi jadi banyak yang melakukan sistem 'tembak'.

3. Memilih pasangan Menjelang Pernikahan

Memasuki perkawinan, diawali dengan melakukan pemilihan pasangan.

Saat ini melangkah ke gerbang perkawinan, terutama bagi pria tampaknya

sebuah keputusan yang mahal. Disadari atau tidak, mereka seperti mengulur-

ngulur waktu. Padahal dulu tidak ada pertimbangan pria untuk menikah. Asal

dianggap sudah cukup dewasa dan mampu menghidupi keluarga, maka bisa

menikah. Namun, seiirng dengan perkembangan waktu yang berarti semakin

tinggi tuntutan ekonomi dan sosial, makin banyak hal yang menjadi

pertimbangan. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan, pria diizinkan menikah apabila sudah mencapai usia 19 tahun.

Kenyataannya, hingga usia kepala tigapun banyak pria yang merasa belum siap.

Barangkali, banyak pertimbangan inilah sebagai salah satu penyebab sulitnya

mencari pasangan.

Kata perkawinan seolah menghadirkan gambaran yang tidak

menyenangkan. Barangkali ini juga dipengaruhi oleh menurunnya nilai-nilai

yang terkandung dalam lembaga perkawinan. Selain tanggungjawab semakin

berat, mereka sering mengandaikan perkawinan seperti sebuah penjara.

Terbayang seorang isteri yang tiran dan selalu memantau kegiatan mereka,

belum lagi teriakan anak-anak yang sangat mengganggu.

Hal-hal inilah yang kemudian menyebabkan pria merasa harus

mempersipakan “sesuatu” yang dapat mendorong mereka mengambil keputusan.

Sesuatu itu bisa berarti macam-macam. Ada yang mengatakan masih belum siap

mental. Kalaupun mental sudah siap, materinya belum. Dan jika kedua hal itu

sudah diperoleh, masih juga ada alasan, menunggu wanita idaman.

Barangkali yang juga membuat langkah pria terasa berat adalah

kecenderungan masyarakat yang mengatakan bahwa orang tidak perduli dengan

siapa menikah, tetapi jika tidak suskes dalam studi dan pekerjaan, sebuah

pernikahan tidak ada artinya.

Keterlambatan pria menikah bukan saja disebabkan sulitnya mencari

pasangan, tetapi berkaitan erat dengan kultur di mana dia dibesarkan. Seperti di

Indonesia, pria dituntut tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga. Persepsi itu

tertanam dikepalanya sehingga ketika ia masuk dewasa dan menurut jarum

9 https://health.detik.com/read/2009/08/07/111024/1179134/766/10-tes-kesehatan-

sebelum-menikah, diakses 7 Oktober 2017

Page 148: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

142 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

waktu sudah pantas menikah, dia mempertanyakan pada diri sendiri, mampukah

saya. Dalam hal ini mereka mengukur kemampuan dari segi finansial. Meskipun

kenyatannya sekarang sudah banyak wanita bekerja.

Yang kedua, mereka ragu apakah akan menemukan pasangan yang cocok.

Sebelumnya, dalam kehidupan perkawinan, pria membutuhkan tempat untuk

mengekpresikan diri sebagaimana adanya. Itu hanya bisa mereka lakukan jika

mendapat pasangan yang benar-benar mengerti tentang dirinya, sebab

lingkungan tak mengijinkan untuk itu. Misalnya, pria tidak boleh menangiskan ?

pokoknya segala yang emosional, dianggap tidak pantas. Alasan lain yang juga

membuat pria ragu-ragu menikah adalah karena merasa terancam kebeasannya.

Sebab mereka sadar bahwa perkawinan akan mengubah gaya hidup seseorang.

Seorang sosiolog dari New York Institute of Human Behaviour, Edward

Carter melakukan survei pada 365 pria lajang berusia 24 sampai 75 tahun.

Analisanya, pria yang tidak menikah akan lebih menderita secara emosional

daripada pria yang menikah. Kesepian adalah musuh utama bagi pria lajang

lanjut usia.

Manusia membutuhkan seseorang untuk membagi hidup mereka, ujar

Carter. Mungkin benar, pria muda sangat menikmati kebebasannya. Tetapi

dengan bertambahnya usia, semua itu akan memudar. Sebagai gantinya akan

timbul keputusasaan dan kesepian apabila mereka sampai separuh baya belum

juga mempunyai pasangan 10

.

Jodoh atau bisa disebut juga pasangan yang cocok untuk dijadikan suami

atau isteri, dalam usaha pencariannya terasa gampang-gampang usah. Sering

dalam usaha memilih pasangan hanya satu atau dua hal yang menarik, bukan

pada keseluruhan dari orang itu. Kunci menarik pasangan yang baik adalah

melihat seluruh karakternya, bukan hanya kepribadiannya saja. Kebanyakan,

pria atau wanita tertarik pada lawan jenis karena sesuatu dari kepribadiannya.

Wanita tertarik pada pria yang bisa membuatnya tertawa misalnya. Atau pada

kepintarannya. Pria tertarik pada wanita yang lembut, ramah, cantik, seksi,

mungil dan tinggi semampai. Hal-hal itu memang menyenangkan, tetapi tidak

menentukan apakah hubungan tersebut benar-benar akan membuat bahagia ?

Untuk menemukan pasangan atau jodoh yang tepat, yang harus dilihat

adalah karakternya. Karakter menentukan bagaimana seseorang memperlakukan

dirinya, memperlakukan pasangannya dan suatu hari nanti memperlakukan

anak-anak. Karakter merupakan dasar dari setiap hubungan yang sehat. Jika

hubungan diibaratkan sebuah cake, kepribadian adalah sebuah krim warna warni

10 Banyak pendapat yang beredar di seputar kesenangan hidup mem-bujang sampai tua,

misalnya orang yang lama membujang mudah ter-timpa kemalangan dan sering dicurigai

mudah melakukan penyimpang-an daripada yang hidup berkeluarga. Tetapi ada juga buku yang

memu-ji-muji gaya hidup membujang , misalnya, Adams, Single Blesedness, 1976. Berdasarkan

Biro Sensun Penduduk Amerika terlihat bahwa gaya hidup membujang dan tidak menikah

meningkat dari 4,7% pada tahun 1950 menjadi 23 % pada tahun 1981 dengan 50 % wanita dan

69% laki-laki.

Page 149: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 143

yang dibentuk indah menghiasi bagian luar cake itu. Sedangkan karakter

merupakan gabungan dari semuanya.

Mempelajari karakter pasangan, akan dapat membantu menentukan

kualitas keberhasilan hubungannya kelak, dengan melihat seberapa siap

pasangan melihat hubungan cintanya. Hal demikian juga akan menolong bagi

mereka yang lajang, akan menikah, sudah menikah atau cerai. Yang harus

dipertanyakan pada diri sendiri bukan, apakah pasangan saya mencintai saya ?,

tetapi sejauh mana pasangan saya sanggup memberikan cintanya.

Berbeda dengan hal di atas, dalam melakukan pemilihan jodoh, pria

Indonesia cenderung mencari figur ibu, padahal secara teoritik masih ada

pertimbangan-pertimbangan lainnya 11

. Pertimbangan mencari figur ibu itu

dikarenakan kultur di mana dia dibesarkan memberikan formulasi bahwa pria

harus lebih banyak keluar rumah, maka dia mencari jodohnya (calon isterinya)

yang dapat mengurus anak-anaknya. Jika dalam hal ini nantinya terbukti, dia

akan senang. Konsekuensi dari pemilihan jodoh dengan figur ibu ini, mem-

posisikan wanita bersikap meladeni. Si suami nantinya senang karena diman-

jakan, bahkan kadang-kadang minumpun harus sang isteri yang mengambilkan.

Tapi si isteri karena tokoh ibu, tentu akan senang saja, karena ia menjadikan

kemanjaan suami itu bukan suatu beban.

Pada sisi lain, dewasa ini memang sulit mencari jodoh yang ideal, oleh

karena itu carilah hubungan yang ideal saja. Artinya dalam menjaliln hubungan

dengan pasangan, milikilah tanggungjawab, setidaknya ada „itikad membina

hubungan yang serius. Kalau ini ada, berarti sudah dapat menjadi ukuran untuk

membangun hubungan sampai perkawinan.

Secara sosiolois, dalam masyarakat tertentu cinta tidak diangap penting

dalam proses pencarian jodoh, karena cinta dianggapnya sebagai ancaman

dalam membatasi kewenangan orang tua tempo dulu dalam menentukan jodoh

bagi anaknya. Oleh karena itu, terdapat aturan sosial yang menghalangi cinta

untuk menjadi bagian dalam memilih jodoh.

11

Dalam rangka mencari jodoh dalam perkawinan, mempertimbangan pasangan yang

akan dipilih merupakan alasan yang cukup masuk akal untuk meningkatkan hubungan ke

jenjang yang lebih serius lagi. Aspek yang dipertimbangkan, misalnya (1) Attitude (sikap).

Dalam hal ini, titik tekannya pada cara pandang pasangan dalam memahami realita. Oleh sebab

itu, pusat perhatiannya pada aspek pendirian, baik pendapat atau keyakinannya, tentu saja secara

spesifik cara pandang, pendapat dan keyakinan terhadap perkawinan dan keluarga, (2)

Behaviour (kelakuan), yaitu etika pasangan, (3) Cultur (kebudayaan), (4) Dollar (dalam hal ini; uang), dalam pemilihan jodoh adalah mempertimbangkan aspek ekonomi pasangan, (5)

Education (pen-didikan), (6) Family (keluarga). Selain itu, terdapat tiga hal lain yang diper-

lukan dalam menentukan pemilihan pasangan yang akan dipersiapkan ke jenjang perkawinan,

yaitu, (1) Aspek biologis/fisik. Yang termasuk ke dalam aspek ini adalah faktor usia masing-

masing, setidaknya laki-laki berusia 25-30 tahun dan wanita 20-25 tahun. Perbedaan usia relatif

sifatnya. Selain itu juga aspek kecantikan masing-masing pasangan, (2) Aspek mental

psikologis. Yang termasuk kedalam aspek ini antara lain, kepribadian masing-masing pasangan

dan aspek pendidikannya,, (3) Aspek psikososial dan spiritual. Antara lain, agama, latar

belakang sosial keluarga, latar belakang budaya, latar belakang pergaulan dan kondisi material

pasangan .

Page 150: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

144 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Namun dewasa ini cinta memainkan peranan penting dalam proses

pemilihan jodoh. Kalau dulu otoritas pemilihan jodoh itu secara dominan

dimiliki orang tua, maka sekarang otoritas pemilihan jodoh itu beralih ke tangan

orang yang akan menjalankan perkawinan. Dengan demikian, perubahan itu

telah membuktikan bahwa cinta telah mengubah struktur masyarakat dalam

pemilihan jodoh.

Cinta memegang peranan penting dalam menentukan keberlangsungan

suatu hubungan ke jenjang perkawinan. Walaupun banyak orang yang enggan

mengatakan bahwa dalam hubungan percintaan terjadi proses pertukaran

imbalan, namun kenyataan menunjukkan bahwa suatu hubungan yang tidak di

bangun beradasarkan cinta sangat sulit dipertahakan. Oleh karena itulah, proses

pemilihan jodoh yang didasari atas cinta menurut teori pertukaran sosial

merupakan upaya seseorang dalam mengejar suatu imbalan. Imbalan itu berupa

kesediaan pasangan untuk terbuka dan berkorban. Keterbukaan ini dirasakan

oleh pasangannya sebagai imbalan sosial, yang membuktikan bahwa ia telah

dipercaya oleh orang yang mencintainya untuk mendengarkan isi hatinya yang

sifatnya sangat pribadi, dan sebaliknya darinya juga dituntut suatu sikap yang

sama.

Sebuah hasil penelitian melaporkan bahwa menentukan jodoh yang tidak

melibatkan cinta (emosional) yang mendalam berakibat pada rapuhnya ikatan

perkawinan yang berujung pada perceraian. Sedangkan pasangan suami isteri

yang mengambil keputusan perkawinan atas dasar cinta, lebih sulit melepaskan

diri dari belenggu cintanya karena pertimbangan romantisme menjadi salah satu

basis untuk mempertahankan keluarga 12

.

Di negara Amerika, proses pemilihan jodoh itu biasanya menggunakan

bahasa cinta, tetapi bagi sebagian yang lainnya digunakan bahasa saling tawar

menawar. Berkencan adalah istilah lain dalam proses pemilihan jodoh itu.

Sebagaimana yang dikemukakan Winch, kencan bagi orang Amerika dalam

menentukjan jodoh memiliki beberapa fungsi, dan akibat penting, yaitu

merupakan cara santai yang efektif yang memiliki tujuan tersendiri. Dalam hal

ini kedua belah pihak tidak memiliki komitmen untuk meneruskanya dalam

hubungan yang lebih erat setelah pengalaman pertamanya itu. Fungsi berikutnya

adalah sebagai bagian dari pengalaman sosialisasi dalam hidup yang berguna

untuk mengetahui rahasia-rahasia lawan jenisnya. Dalam hal ini masing-masing

individu mengukur kemampuan seseorang berdasarkan pengalaman kencannya

itu. Semua fungsi kencan itu kadang-kadang juga berujung pada penentuan

jodoh 13

.

12 Sri Tresnaningtias Gulardi, Perubahan Nilai di Kalangan Wanita yang Bercerai.

Makalah pada Lokakarya Forum Komunikasi Bidang Peranan Wanita, Depdikbud, Ditjen

Pendidikan Tinggi. 13 Robert F. Winch, “The Functions of Dating in Middle-Class America,” in Winch,

Robert Mc. Ginnis and Herbert R. Barringer (eds) Selected Studies in Marriage and the Family

(New York: Holt, Rinegart and Winston, 1962, p. 506-508.

Page 151: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 145

C. Saat Berada dalam Pernikahan

1. Cinta Kasih dalam Membina keharmonisan keluarga

Rasanya, sampai hari ini belum ada kamus khusus yang menjelaskan apa

itu cinta. Kendatipun ada, maknanya selalu berbeda-beda. Cinta bagi pasangan

yang belum menikah merupakan suatu anugerah. Ia dapat diibaratkan sebuah

kendaraan yang akan membawa keduanya pada suatu tempat. Pemberhentian

kendaraan cinta bagi setiap orang dapat berwujud macam-macam. Salah satu

pemberhentian cinta adalah per-kawinan. Selain perkawinan, wujud cinta itu

adalah tindakan yang dapat memberikan kebahagiaan pada orang lain, dalam hal

ini kepada anggota keluarga.

Setelah kendaraan cinta itu sampai pada satu tempat dan berwujud sebuah

perkawinan, kemudian iapun akan berwujud dalam bentuk lain. Keluarga

merupakan salah satu wadah aktualisasi cinta. Di dalamnya, anggota keluarga

dapat memberikan cintanya satu dengan yang lain. Cinta dalam keluarga dapat

berarti sikap dan prilaku yang memilki dimensi kasih sayang, perhatian dan

penghargaan. Tiga dimensi ini merupakan kata kunci dalam membina cinta

kasih dalam keluarga.

Dimensi kasih sayang dalam keluarga dapat berwujud macam-macam.

Salah satunya adalah menerima seorang isteri/suami apa adanya. Dengan cara

ini, betapapun kekurangan yang dihadapi antara suami isteri, akan tetap

ditunjukkan rasa kasih sayangnya. Perasaan suami yang jengkel sekalipun

terhadap isterinya, akan menyadarkan diri sang suami tentang kekurangan yang

dimiliki isterinya. Inilah yang disebut dengan menerima pasangan apa adanya

itu. Dengan begitu, kasih sayang akan diwujudkan.

Misalnya saja, pasangan yang dulunya menarik karena pendiam, tiba-tiba

berubah menjadi pasangan yang sulit diajak bertukar pikiran. Pasangan yang

tadinya tegas dan berwibawa, sekarang menjadi pasangan yang keras kepala dan

tidak berperasaan. Pasangan yang tadinya gesit dan lincah, sekarang menjadi

pasangan yang bertindak tanpa fikir dan ceroboh dan sebagainya.

Sekali lagi, langkah pertama mengatasi kekurangan itu adalah dengan

menerima pasangan apa adanya. Seperti kata pepatah, jika mencintai seseorang,

bukan hanya mencintai kelebihannya saja, tapi cintai pula kekurangannya.

Dengan demikian, dapat membiasakan diri dengan segala kebiasaan dan tindak

tanduknya, sambil kemudian menyerapnya sebagai bahagian dari kehidupan

bersama. Berani menerima pasangan tidak sekedar karena ia baik, patut

dibanggakan atau menyenangkan, namun karena ia sudah menjadi bagian dari

hidup sebagai suami isteri. Inilah yang disebut dengan kedewasaan cinta.

Dimensi perhatian dalam keluarga dapat berwujud dalam memberikan

pujian, memenuhi janji dan mengistimewakannya. Pujian bila dilontarkan secara

tepat dan tulus akan memberi efek yang jauh lebih baik daripoada kritik. Selain

merupakan penghargaan kepada orang yang dipuji, pujian juga dapat

menguatkan jalinan hubungan emosional suami isteri. Pujian juga dapat

dilakukan didepan anak-anak. Bila ini dilakukan secara wajar, akan

melipatgandakan efek positif dari pujian itu.

Page 152: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

146 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Memenuhi janji merupakan bagian dari memberi perhatian. Biasanya,

kaum pria sangat mudah melupakan janjinya terhadap isteri, padahal dia sendiri

tidak pernah melupakan janji-janji bisnis atau janji-janji yang menyangkut

pekerjaannya. Hal ini jika menjadi kebiasaan, akan menyebabkan isteri merasa

dirinya tidak penting dan tidak dihargai.

Ada kalanya pula, jika membatalkan janji dengan keluarga karena

mendahulukan kepentingan orang lain atau pekerjaan. Hal ini sedikit banyak

bisa merusak hubungan dengan pasangan, apalagi bila pembatalan janji tersebut

terjadi pada saat-saat terakhir. Jika suami mampu menepati janji kepada

pasangannya, walaupun ada hal lain yang dirasa sangat penting untuk

dikerjakan, akan lebih besar kemungkinannya bahwa pasangan akan

memberikan penghargaan yang sama pasangan lainnya.

Mengistimewakan pasangan (suami/isteri) merupakan bukti lain dari

memberi perhatian. Ada banyak cara untuk membuat pasangan merasa

diistimewakan. Dibelikan oleh-oleh yang disenanginya pada suatu bepergian,

memberikan sesuatu pada hari-hari penting dan sebagainya.

Dimensi penghargaan terhadap pasangan merupakan strategi khusus

dalam membina cinta kasih. Tanpa disadari, seringkali kurang dihargai pasangan

di depan umum. Mengkritik, mencela atau bahkan memaki pasangan di depan

teman, kerabat atau anak. Kurangnya pernghargaan kepada pasangan seringkali

tercermin dari cara kita memperlakukan pasangan. Misalnya, memerintahkan

dia seenaknya atau mengawasinya secara ketat.

Umumnya, suami/isteri akan merasa dihargai apabila dipuji atau

dibanggakan dihadapan orang lain. Hal ini bisa lebih mudah dilakukan bila

lebih memusatkan perhatian pada hal-hal positif yang dimilikinya. Yang tidak

kurang pentingnya juga adalah menghindarkan diri dari merendahkan

isteri/suami dihadapan anak-anak. Merendahkan pasangan dihadapan anak-anak

akan menyebabkan anak-anak kurang menghargainya. Orang tua yang saling

menghormati dan saling melihat aspek positif pasangannya, akan lebih dihargai

oleh anak-anak.

2. Membina Keserasian Hubungan Suami Isteri

Tolok ukur keberhasilan sebuah perkawinan bukan terletak dari besarnya

cinta atau baiknya keuangan keluarga, tetapi terletak dari keterampilan pasangan

suami isteri dalam menyelesaikan konflik dari setiap perbedaan yang ada.

Kenya-taan menunjukkan bahwa sebagian pasangan memasuki gerbang

perkawinan dengan cinta yang bergelora dan sejumlah harapan besar. Namun

kenyataan membuktikan, perkawinan baru menemukan masalah yang

sebenarnya, pada saat masing-masing pasangan tidak bisa mengatasi perasaan

negatif yang timbul antara dua pribadi yang berbeda. Padahal, perbedaan itulah

yang justeru membuat masing-masing pasangan tertarik pada awalnya.

Oleh karena itu, dalam kondisi apapun sesungguhnya perkawinan itu tidak

perlu terapi. Yang diperlukan untuk menjalin hubungan yang baik adalah

keterampilan tegas Howard Harkman salah seorang guru besar psikologi asal

Page 153: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 147

Amerika. Hal yang sama juga disampaikan oleh Diane Solle, seorang ahli terapi

masalah keluarga bahwa cinta masing-masing pasangan begitu sangat

istimewanya, sampai kemudian mereka memutuskannya untuk menikah, tetapi

mereka tidak menyadari karena masing-masing pasangan harus terampil dalam

menyelesaikan konflik di saat hubungan menghadapi masalah.

Menjalin keserasian hubungan suami isteri memang tidak mudah,

setidaknya hal itu didasari oleh pemikiran bahwa perkawinan itu dapat disebut

sesuatu yang aneh, karena ia menyatukan dua latar belakang yang berbeda. Jika

kemudian dalam bahtera perkawinan terdapat perbedaan-perbedaan, hal itu

sangatlah wajar, sebab perkawinan adalah media yang berupaya memperkecil

perbedaan untuk menggapai kebersamaan. Per-kawinan bukan media untuk

mencari-cari persamaan, sebab jika demikian, maka yang muncul kepermukaan

adalah perbe-daan dan konflik.

Oleh karena itu, perlu strategi dan langkah konkrit agar hubungan suami

isteri dapat berjalan lancar. Langkah berikut ini merupakan salah satu alternatif

saja dalam membina kese-rasian hubungan suami isteri.

1) Memulai dari diri sendiri. Dalam pergaulan antara suami isteri akan

ditemukan suatu masalah perbedaan. Agar masalah perbedaan yang terjadi

antara suami isteri tidak mengganggu keserasian hubungan antar keduanya,

ada cara lain untuk menyelesaikannya, yaitu memulainya dari diri sendiri. Di

mulai dari kesadaran diri yang tinggi, sayang pada diri, jujur pada diri

sendiri, tahu apa yang diinginkan serta dapat menyuarakannya secara jelas.

Sayang pada diri sendiri berarti mau mendengarkan suara hati, marasa

memiliki apa yang ada pada diri sendiri tidak merasa memiliki apa yang

memang tidak dimiliki. Lalu biarkan pasangan anda melakukan hal yang

sama. Dengan mengenal diri sendiri, akan dapat ditela‟ah kedalam

kehidupan mental kita. Dari pemikiran, perasaan, keinginan dan sejumlah

data yang mempengaruhi timbulnya masalah akan membuat masing-masing

individu memperbaiki dirinya;

2) Saling mengerti. Dalam pergaulan antara suami isteri, kadang-kadang

pertengkaran tidak dapat dihindari. Untuk meminimalisirnya, dianjurkan

untuk menyelesaikan masalah dengan tidak menyalahkan pasangan dan

mennggunakan rahasianya sebagai senjata yang mematikan. Bisanya, orang

yang sedang marah sudah cukup puas jika hanya didengarkan saja. Yang

diinginkan adalah pengertian, bukan penyelesaian masalah;

3) Saling mendengarkan. Belajarlah mendengarkan, lalu memberikan

tanggapan yang diperlukan, karena sebahagian kita belum mampu menjadi

pendengar yang baik, ini disebabkan karena kita begitu rapuh. Kita tidak

ingin mendengar karena kita adalah sumber yang menyebabkan pasangan

menderita;

4) Saling percaya. Kesulitan yang muncul dalam hubungan suami isteri akan

sulit diubah karena alasan yang spesifik. Perkawinan mempunyai kekuatan

buruk yang dapat menjebak masalah emosi yang berasal dari masa lalu.

Masa lalu biasanya menyatakan diri dalam bentuk terselubung dan asumsi-

Page 154: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

148 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

asumsi. Perkawinan diharapkan sebagai jembatan terakhir untuk menghapus

kekecewaan dimasa lalu. Disarankan pasangan suami isteri mengasah

keterampilan berkomunikasi dan saling percaya;

5) Jangan menunda. Jika dalam perkawinan menemukan sesuatu telah keluar

dari relnya, segeralah bicarakan. Misalnya, suami/isteri kurang setuju

dengan situasi akhir-akhir ini, bisa nggak dibicarakan ? Penelitian

membuktikan, pasangan yang perkawinannya berakhir dengan bahagia tidak

membiarkan suatu masalah menjadi berlarut-larut. Mereka segera berbicara

dan mencari solusinya;

6) Jangan menyalahkan. Dalam berdiskusi, jangan menyalahkan pasangan,

katakan bahwa suami/isteri risau dengan keadaan ini. Apa yang bisa

dilakukan ? jangan kemudian memaki-maki;

7) Bersikap fleksibel. Pasangan yang cerdik akan mencari jalan untuk

meredakan ketegangan sebelum ketegangan itu berubah tak terkendali. Satu

perbuatan kecil bisa mendatangkan perubahan besar.

3. Pola Hubungan Suami dan Isteri

Hubungan suami dan isteri dalam keluarga dapat dibedakan ke dalam

empat macam, yaitu (1) hubungan kepemilikan (Ownership), di mana secara

finansial maupun emosional isteri dianggap sebagai milik suami, (2) hubungan

complementary (pelengkap) di mana peran isteri sebagai pelengkap dari ke-

giatan suami (3) hubungan hirarkial, di mana suami me-nempatkan diri sebagai

atasan dan tuan dirumahnya, sementara isteri menempatkan dirinya sebagai

bawahan dan kawula 14

. (4) hubungan kemitraan (partnersihip) di mana suami

melakukan peran publik dan domestik. Artinya, kendatipun suami berperan

utama sebagai pencari nafkah, namun dalam hal-hal urusan rumah tangga yang

menjadi pekerjaan isteri, suami mampu melakukannya. Semua jenis hubungan

itu membawa konsekuensi tersendiri dalam kehidupan keluarga 15

.

Dalam hubungan suami isteri yang ownership isteri memerankan

kepatuhan yang semestinya pada suami. Peran suami dalam keluarga tetap

sebagai pencari nafkah utama. Hubungan antara suami isteri lebih diperankan

oleh suami melalui hubungan pengaruh, baik itu pengaruh kekuasaan sebagai

pencari nafkah, maupun harisma suami terhadap isterinya karena suami sebagai

14 Suami berkewajiban memberikan perlindungan dan fasilitas kepada isterinya dan

kebutuhan hidup lainnya sedangkan isteri mengurusi atau ngawulaan suami. Dalam bahasa Sunda sering terdengar ucapan seorang isteri kepada suaminya dengan ungkapan pun lanceuk

(kakak saya). Demikian pula dikalangan orang Betawi, isteri memannggil abang kepa-da

suaminya. Lebih lanjut dapat dilihat Suwarsih Warnaen dkk., Pandangan Hidup Orang Sunda

Seperti tercermin dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda Penelitian Tahap II; Konsistensi dan

Dinamika). Bandung, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987, hal. 163-164. 15

Semua jenis hubungan-hubungan antar suami isteri diilhami oleh tulis-an Letha

Dawson Scanzoni dan John Scanzoni dalam Men, Women and Change: A Sociology of Marriage

and Family, New York: McGraw Hill Book Compani, 1981 hal 81. Mereka menyebutkan 4

macam pola perkawinan, yaitu owner property, head complement, senior junior part-ner and

Equal partner.

Page 155: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 149

tokoh agama. Kecenderuangan pola hubungan ownership ini terjadi dikalangan

keluarga yang keduanya betul-betul memahami agama, terutama bagi keluarga

yang suaminya berkedudukan sebagai tokoh agama. Dalam bahasa Sunda ada

sebutan salaki mah pangeran di dunya (suami adalah “pelindung” di dunia), sok

sanajan dibawa ka liang cocopet (walaupun isterinya dibawa kepada

kesempitan). Gaya bahasa seperti ini dikalangan orang Sunda menunjukan

adanya kepatuhan terhadap suami. Oleh sebab itu, kepatuhan isteri terha-dap

suami merupakan syarat dalam hubungan ownership.

Pola hubungan ownership seperti ini, cenderung menempatkan isteri

sebagai kepanjangan suaminya, sementara isteri tidak menjadi dirinya sendiri.

Suami bertindak atas kemauannya sendiri, sementara isteri adalah petugas yang

menjalankan kehendak suami. Suami sangat “otoriter” bagi isterinya. Keputusan

keluarga banyak ditentukan oleh suami. Bahkan, nama anak-pun senantiasa

mengikuti nama suaminya.

Dalam keluarga Jawa, terutama di kalangan kelompok priyayi, suami bisa

seenaknya menceraikan isterinya apabila mereka tidak lagi menyukainya. Dalam

hal ini, isteri tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi hak bertanya dan protes. Oleh

karena itu, dalam hubungan yang ownership seperti ini, menempatkan hak

kepemilikan suami terhadap isterinya diatas segalanya daripada menjalin kasih

sayang.

Dalam pola hubungan suami isteri sebagai complementary (pelengkap),

suami menganggap isterinya bagian dari hidupnya. Segala sesuatu yang

mengenai kebutuhan hidup, senantiasa melibatkan isterinya. Dalam hal tertentu,

isteri masih tergan-tung pada suami, terutama dalam pengambilan keputusan

da-lam rumah tangga. Namun, berbeda dengan pola hubungan ownership, dalam

hubungan complementary isteri diberi ruang bertanya oleh suami dan suami

isteri bisa membicarakannya secara terbuka. Misalnya, suami berkata, “tolong

agar ini di kerjakan”. Isteri bisa menolak dengan cara, “saya rasa ini tidak

perlu”.

Kelemahan-kelemahan yang ada pada suami oleh isteri ditutupi dengan

melengkapinya secara baik. Misalnya, suami seorang pemboros uang, kemudian

isteri melengkapinya dengan sikap hemat. Demikian pula kelemahan isteri,

suami mampu melengkapinya agar tidak kelihatan lemah. Misalnya, isteri

seorang yang tidak penyabar, keras kepala dan selalu terburu-buru mengambil

keputusan. Suami bertindak penyabar dan penuh pertimbangan objektik dalam

segala keputusan.

Dalam lingkungan sosial, isteri menempatkan dirinya sebagai panutan

bagi yang lain. Hal itu dilakukan untuk menyesuaikan dan melengkapi

kedudukan suami, karena suaminya seorang pejabat. Ada kebiasaan, isteri

seorang pejabat secara otomatis akan menjadi ketua Darma Wanita (tidak ada

ketua Darma Laki-laki). Ini mencerminkan bakti isteri kepada suami dalam

hubungan complementary.

Pola hubungan hirarkial dalam keluarga menempatkan suami sebagai

atasan dan isteri sebagai bawahan. Posisi demikian berjalan secara seimbang,

Page 156: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

150 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

karena posisi atasan dan bawah-an dikelola melalui organisasi (keluarga)

modern. Atasan tidak berarti gila hormat, bahkan dalam hubungan hirarkial

antara suami isteri, posisi atasan sangat tergantung pada bawahannya. Apabila

bawahannya tidak memberikan dukungan, maka posisi atasan akan terancam.

Dalam kehidupan nyata, kedudukan suami di tempat kerja sangat

dipengaruhi dukungan dari isteri (bawahan) di rumah. Suami mendapat promosi

jabatan, isteri mendukungnya maka sukses karir suami (atasan). Suami

mendapat promosi jabatan, isteri tidak mendukung, maka kerja suami akan ter-

gangu. Dalam kondisi demikian, isteri mendukung kegiatan suami dan suami

berlaku adil terhadap bawahanya 16

.

Di dalam rumah, isteri memberikan pelayanan kepada suaminya sebagai

bagian dari peran bawahan. Dan suami memberikan perhatian dan kasih sayang

agar bawahan loyal memberikan pelayan kepada atasan. Hubungan hirarkial

antara suami isteri seperti ini, tidak dalam pengertian hubungan yang kaku,

otoriter dan sepihak. Tetapi hubungan yang harmonis, demokratis dan seimbang.

Dengan demikian, keberhasilan suami bukan semata-mata keberhasilan dirinya,

melainkan ke-berhasilan isteri juga.

Pola hubungan partnership dalam keluarga menempatkan hubungan suami

isteri secara wajar dan seimbang. Suami isteri mendapatkan hak yang sama

dalam mengelola rumah tangga. Dalam pola hubungan partnership dapat

diterapkan pada keluarga yang suami dan isterinya sama-sama mencari nafkah.

Pola hubungan partenership lebih ditekankan pada sikap dalam

pembagian peran mendidik anak. Sebab peran-peran domestik dalam rumah,

telah banyak bergeser kepada pembantu rumah tangga. Demikian pula dalam hal

pengambilan keputusan, suami dan isteri dapat berdiskusi secara argumentatif

me-ngenai masalahnya. Pada suatu saat, suami sebagai pengambil keputusan

dan pada saat yang lain isteri bergiliran mengambil keputusan. Keputusan yang

diambil dalam pola hubungan partnership ini saling mempertimbangkan

kebutuhan dan kepu-asan masing-masing. Dengan demikian, perkembangan

indivi-du dalam pola hubungan partnership sangat diperhatikan.

Di lain pihak, hubungan partnersip bisa dilakukan dengan sama-sama

melakukan inisiatif secara wajar dan seimbang antara suami dan isteri. Suami

dituntut bertanggung jawab atas inisiatif yang dikeluarkannya dan demikian pula

sebaliknya bagi isteri. Hal ini dilakukan karena suami dan isteri sebagai teman

yang baik yang satu sama lain saling mendukung dan membutuhkan.

16 Papanek (1979) sebagaimana di kutif oleh Thompson dan Walker (1989)

menggambarkan dukungan isteri itu dalam bentuk memper-hatikan pakaian, membantu

mengundang relasi, mengajarkan anak-anak nilai-nilai yang baik dan terlibat dalam politics of

status maintenance. Lindan Thompson dan Alexis Walker, “Gender in Families: Women and

Men in Marriage, Work and Parenthood”, dalam Journal of Marriage and Family 1989 hal. 845-

871.

Page 157: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 151

4. Pembagian Peran Suami Isteri dalam Pendidikan Anak

Mungkin tidak disadari bahwa dalam sistem patriarki, pembagian peran

dalam rumah tangga dibebankan secara timpang kepada perempuan, diantaranya

dengan pembenaran atas nama “naluri keibuan”. Beberapa akibatnya adalah

banyak anak yang kehilangan keakraban dengan ayahnya, karena si ayah

beranggapan bahwa mengurusi anak adalah “melawan kod-ratnya” sebagai laki-

laki.

Akibat yang lain, karena diyakini bahwa kualitas anak adalah tanggung-

jawab ibu, maka apabila sewaktu-waktu muncul masalah dengan anak, lalu

terburu-buru dan latah mengkambinghitamkan kaum wanita, isteri dan ibu

selaku penang-gungjawab utamanya. Padahal sesungguhnya, seperti halnya

wanita yang mempunyai naluri keibuan, pria pun diberi naluri kebapakan.

Naluri kebapakan inilah yang memungkinkan seorang pria peduli pada tugas-

tugas kerumah tanggaan. Seorang ayahpun bisa memandikan bayi, mengganti

popok bayi dan mencucinya, meyiapkan makan untuk isteri dan anaknya dan

sebagainya.

Dalam ajaran Islam, diteladankan oleh Nabi Muhammad bahwa pada

masanya ketika Khadijah (isterinya) menangani bisnis, sementara suaminya

berdakwah. Nabi dan para sahabatnya ternyata juga terbiasa menambal kasur,

berbelanja ke pasar dan mencuci pakaian hingga memasak jika perlu.

Dengan naluri kepabapakan inilah seorang suami dapat membantu

meningkatkan kualitas keluarganya. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan

emosional dan penerimaan atas kehamilan isterinya akan membantu sang isteri

mengatasi perubahan fisik dan emosionalnya. Begitu pentingnya peran aktif

ayah dalam keluarga, sampai-sampai di negara Skandinavia seorang ayah

bahkan berhak atas cuti melahirkan.

Kualitas tumbuh kembang anakpun meningkat dengan peran aktif ayah di

rumah. Anak membutuhkan orang tuanya sebagai objek ikatan batin

(Attachment object), agar ia bertumbuh kembang secara wajar. Jika selain ibu,

ayahpun menjadi teman yang menyenangkan bagi anak dan mempunyai

kedekatan batin dengannya, artinya anak mempunyai objek ikatan batin yang

lengkap.

Selanjutnya, partisipasi aktif ayah dalam rumah tangga pada gilirannya

akan meningkatkan kualitas keluarga itu secara keseluruhan. Partisipasi ayah

akan membantu memperkecil beban peran ganda isteri, sehingga isteri dapat

memperhatikan hal-hal lain, termasuk dirinya sendiri. Akibatnya, tingkat ke-

puasan isteri lebih tinggi yang pada gilirannya akan memperbaiki kualitas

hubungannya dengan suami dan anak.

Hubungan suami dengan isteri bisa dibedakan menjadi empat macam pola.

Pertama hubungan pemilik harta miliknya (owner-proverty), di mana secara

finansial maupun emosional isteri dianggap sebagai miliki suami. Kedua

hubungan atasan bawahan (head complement), di mana secara tegas dibedakan

bahwa peran suami di sektor publik, isteri di sektor domestik. Ketiga, hubungan

senior junior, dan keempat hubungan “mitra sejajar (equal partner). Masing-

Page 158: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

152 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

masing hubungan ini membawa konsekuensi tertentu dalam membagi peran

dalam keluarga.

Ada kecenderungan, pola hubungan suami isteri sedang mengalami

transisi menuju pola hubungan mitra sejajar. Pola hubungan suami saat ini

masih senior-yunior dan belum sepenuhnya hubungan mitra sejajar. Manifestasi

dari pola hubungan senior-yunior menunjukkan bahwa suami masih menduduki

posisi sebagai pencari nafkah utama (meskipun penghasilan isteri lebih besar

daripada suami) dan pengambil keputusan. Walau isteri bekerja, bila ada

masalah dengan anak, wanita yang lebih dituntut untuk menyelesaikannya. Isteri

menerima peran ini, karena sudah ditanamkan kepadanya untuk mengutamakan

anak daripada pekerjaan, sedangkan suami merasa wajar saja bersikap demikian

karena telah tertanam dalam dirinya bahwa suami layak mengutamakan

pekerjaan daripada urusan rumah tangga.

Namun, kemitra sejajajarnpun bukan hanya sekedar membolak-balik peran

domestik-publik antara suami dan isteri. Membolak balik perilaku peran

sekarang ini lebih mudah, karena banyak fungsi keluarga yang bisa dijalankan

oleh pembantu rumah tangga, baby sitter, catering atau restoran, kelompok

bermain dan sebagainya. Teknologi saat inipun menawarkan peralatan

elektronik, bahan kimia sampai bahan makanan yang menyederhanakan tugas-

tugas rumah.

Karakteristik kemitrasejajajaran terletak pada sikap dalam memandang

pembagian peran diantara suami dan isteri dalam mendidik anak. Membicarakan

kemitrasejajajaran, berarti membicarakan bagaimana bisa terjadi perubahan

sikap pria dan wanita, baik terhadap pasangannya maupun terhadap dirinya

sendiri. Bersikap sebagai mitra sejajar, berarti memandang pembagian peran di

luar maupun di dalam rumah sebagai sesuatu yang terbuka untuk dinegosiasikan

dengan suami/isteri. Itulah artinya “sejajar”. Dalam kemitra-sejajaran, seorang

isteri bisa saja melayani suaminya dan sebaliknya, tetapi itu seyogiannya lebih

merupakan cara dalam memberikan perhatian, cara berkomunikasi dan bukan

karena kewajibannya.

Demi kelancaran pembagian peran dalam keluarga, terutama dalam

mendidik anak, diperlukan sebuah negosiasi terlebih dahulu. Negosiasi ini

seyogiannya mulai dilakukan sejak sebelum menikah. Sebelum menikah,

pasangan perlu menyepakati terlebih dahulu pola hubungan seperti apa yang

akan diterapkan dalam mengelola kehidupan keluarga dan pendidikan anaknya.

Sebab, perkawinan intinya adalah membuat komitmen. Untuk melakukan

negosiasi, calon pasangan perlu mengenal dirinya sendiri. Orang yang mengenal

dirinya sendiri akan lebih mudah mengetahui apa yang ia inginkan dan tidak ia

inginkan dari pasangannya.

Kelenturan dan keseimbangan pembagian peran suami isteri masa kini

tidak hanya menghadapi sikap pasangan di rumah, akan tetapi juga lingkungan

yang lebih luas di luar rumah, misalnya di tempat kerja. Sebagai contoh, jika

seorang anak sakit, kadang-kadang suami yang telah terbuka mengalami

benturan dalam masyarakat, apakah bos suami mengijinkan untuk membantu

Page 159: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 153

atau bergantian dengan isteri menjaga anak yang sakit, ataupun mengasuhnya

ketika isteri harus bertugas ke luar kota. Masalah seperti ini tidak hanya terjadi

di Indonesia. Di negara maju seperti Amerikapun, peran ibu rumah tangga

dianggap usang dan tidak sophisticated. Anggapan semacam ini didukung

paham individualisme yang merebak di era modern ini, membuat banyak

pasangan yang mengabaikan keluarga semata-mata demi sukses kariernya di

luar rumah.

Akan tetapi di negara maju lainnya, seperti Jepang menjadi ibu rumah

tangga diakui sebagai peran yang amat penting dan sangat terhormat. Wanita

yang memilih berhenti bekerja untuk mendidik anaknya di rumah, mendapat hak

cuti selama 1 sampai 6 tahun. Dan oleh pemerintah, perusahaan yang memberi

cuti model begini bagi karyawatinya, akan diberikan keringanan kredit.

Pembagian peran dalam mendidik anak di keluarga antara suami isteri,

dalam kenyataannya banyak ditemukan kendala. Kendala itu muncul secara

kultural dari lingkungan kerja yang tidak mendukung. Oleh karena itu, dalam

pembagian peran mendidik anak, terlebih dahulu perlu adanya negosiasi antar

keduanya agar pembagian peran berjalan seimbang dan tidak pincang.

Pembagian peran dalam mendidik anak, hanya akan tercapai dalam pola

hubungan suami isteri yang sejajajr. Model pembagian peran pendidikan anak,

dapat dilakukan oleh suami isteri dengan cara proaktif dan tidak hanya reaktif

menunggu.

D. Saat Terjadi Konflik antara Suami Isteri 1. Lembaga Penyelesaian Konflik Keluarga

Hanya beberapa pasangan saja yang memahami apabila mereka

mengalami konflik di dalam keluarga menyelesaikannya melalui lembaga-

lembaga penyelesai konflik. Dalam keluarga muslim khususnya, konflik yang

dihadapi suami isteri relatif dibiarkan dan diselesaikan secara alami dengan

metode melupakan. Namun bagi kalangan tertentu yang komitmen dengan

ikatan perkawinan, menghadapi konflik keluarga mesti diselesaikan melalui

institusi yang kompeten, baik melalui konsultan pernikahan, mediator maupun

lembaga penyelesaian perceraian seperti BP4.

Minimnya pasangan suami isteri berkonsultasi ke institusi penyelesaian

konflik dikarenakan kurangnya pemahaman dan informasi terkait hal ini.

Setelah akad pernikahan, mestinya penghulu menyampaikan kepada pangantin

yang baru ijab kabul informasi mengenai lembaga penyelasaian konflik di luar

pengadilan agama yang bisa menangani konflik suami isteri. Atau bisa juga

dicantuman dalam buku akta pernikahan mengenai lembaga yang dimaksud.

Sebut saja yang sudah familier adalah BP4.

Umumnya, konfik suami isteri diselesaikan melalui musyawarah keluarga

atau langsung minta diselesaikan melalui pengadilan agama. Jika mindset seperti

ini yang terus dipakai, maka keluarga muslim akan ambil jalan pintas di dalam

menghadapi konflik keluarga, yaitu mendatangi pengadilan agama.

Page 160: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

154 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Kehadiran lembaga penyelesaian konflik keluarga dimaksudkan agar

konflik-konflik suami isteri tidak mesti diselesaikan secara hukum, melainkan

bisa diselesaikan secara kekeluargaan dengan tetap mengobati akar persoalan

konflik yang terjadi diantara suami istri tersebut.

2. Metode penyelesaian konfik antara suami dan isteri

Setiap manusia pasti mengharapkan pernikahan dalam hidupnya. Ingin

memiliki pasangan dan anak-anak yang lucu. Hal ini sangat wajar, sebab sudah

fitrah manusia untuk diciptakan saling berpasangan. Selain itu menikah juga

merupakan ibadah yang dianjurkan oleh Allah Ta‟ala dan dicontohkan oleh

Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wasallam. Dalam Al-Quran dijelaskan:

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari

satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan

dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah

swt. yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai

hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah swt. adalah pengawas atas

kamu”. (An Nisa: 1)

Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam juga bersabda: “Menikah adalah

sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari

golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku

akan berbanyak-banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah

menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa, karena puasa itu

merupakan tameng.”

Dalam pernikahan, konflik dalam keluarga khususnnya diantara suami

ister kerap terjadi, sekalipun terjadi pada keluarga harmonis. Walaupun menikah

itu menyenangkan, namun bukan berarti menjalani pernikahan itu mudah.

Konflik dalam rumah tangga wajar terjadi. Namun demikian, setiap konflik

yang datang harus segera diatasi. Apabila ada masalah kecil dan dibiarkan saja,

maka lama-kelamaan itu bisa menjadi pemicu keretakan rumah tangga.

Islam memberikan metode penyelesaian konflik dalam rumah tangga

dengan beberapa cara, yaitu:

1) Menyelesaian konflik dengan Kasih Sayang. Setiap masalah yang terjadi

dalam rumah tangga tidak harus diselesaikan lewat pertengkaran. Anda bisa

mencoba menyelesaikannya lewat kasih sayang. Misalnya mengajak

pasangan bercanda, memasakkan makanan lezat, atau jalan-jalan ke taman

dan sebagainya. Layaknya api yang dipadamkan dengan air, cara ini

terbilang sangat efektif. Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wasallam juga

selalu bersikap lembut dan penuh kasih sayang terhadap keluarganya. Ayat

di bawah ini merskipun berlaku umum, tetapi bisa digunakan dalam

hubungan suami istri yaitu fiirman Allah dalam Surat Ali Imran 159:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut

terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,

tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Qs. Ali Imran: 159)

Page 161: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 155

2) Saling Memberikan Nasehat. Ketika ada masalah di rumah tangga, misalnya

istri marah karena sebab tertentu maka janganlah ikutan marah. Tindakan

tersebut akan membuat masalah semakin rumit dan panas. Sebaliknya,

kewajiban suami terhadap istri dalam Islam adalah memberikan nasehat

yang baik kepada istri tentang peran wanita dalam Islam, fungsi ibu rumah

tangga dalam Islam dan kewajiban wanita setelah menikah. Demikian pula

jika suami menghadapi kelalaian yang sama. Ajaklah bicara dan duduk

seraya memeluk. Kemudian ucapkanlah perkataan yang lembut, sebuah

nasehat yang bisa membimbingnya ke jalan yang benar. Allah Ta‟ala

Berfirman: “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka

nasehatilah maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di termpat

tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,

maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dan jika kamu

khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang

hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dan seorang hakam dari

keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan

perbaikan niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (An Nisa‟

:34-35). Bagi pria yang melakukan kemarahan dan kesalahan, ia juga mesti

diperlakukan dengan baik melalui nasihat.

3) Fokus Pada Penyebab Masalah. Ada banyak pasangan suami isteri yang

gagal fokus ketika masalah diantara mereka terjadi sehingga komnikasi

untuk menyelesaikan masalah tidak tuntas. Untuk menyelesaikan suatu

masalah tentunya harus dicari tahu penyebabnya terlebih dahulu. Setelah

tahu sebabnya, maka fokuslah pada inti masalah. Kemudian bisa saling

bermusyawarah untuk menemukan jalan keluar yang adil.

4) Menghindari Sikap Egois. Egois merupakan sikap tidak mau mengaui

kesalahan pihak lain dan merasa dirinnya yang benar. Sikap egois pastinya

ada dalam diri setiap manusia. Namun sebagai seseorang yang beriman dan

bertakwa, hendaknya menjauhi sikap ini. Terlebih lagi jika sudah berumah

tangga. Sikap egois bisa menjadi pemicu pertengkaran secara terus-

menerus. Istri tidak mau mengalah, suami tidak mau mengalah. Dua-duanya

sama-sama keras kepala. Lalu bagaimana masalah tersebut bisa

diselesaikan?

5) Saling Terbuka. Membuat komitmen untuk saing terbuka merupaan poin

untuk menghindari adanya masalah dalam keluarga. Setelah menikah

sebaiknya jangan ada rahasia diantara pasangan. Segala masalah di hati

akan lebih untuk diceritakan. Jangan memendam masalah sendirian ataupun

menyembunyikan sesuatu. Itu akan menjadi pemicu kesalahpahaman dan

yang berimbas pada hancurnya rumah tangga.

6) Bersikap Dewasa. Masalah tidak akan terselesaikan bila diatasi dengan cara

kekanak-kanakan. Misalnya diam selama berhari-hari, mogok makan dan

sejenisnya. Sebagai orang tua sudah seharusnya bersikap dewasa. Setiap ada

Page 162: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

156 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

masalah maka selesaikan dengan pikiran tenang dan dingin. Berdiskusi

secara baik-baik, tidak perlu saling membentak. Selain itu juga harus

menanamkan sikap tanggung jawab dalam diri sendiri.

7) Saling Memaafkan. Masalah tidak akan selesai jika salah satu pihak sama-

sama keras kepala dan tidak mau meminta maaf. Manusia tidak ada yang

lepas dari kesalahan. Memaafkan tidak berarti menjatuhkan harga diri.

Memaafkan itu lebih disenangi oleh Allah Ta‟ala. Dan orang-orang yang

mau memaafkan kesalahan orang lain maka baginya balasan yang indah di

sisi Allah Ta‟ala.“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari

sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si

penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Baqarah :

263)

Secara psikologis menurut Cahyadi Takariawan17

ada 5 model

penyelesaian konflik antara suami istri yaitu :

1) Model Menghindari Konflik Berlanjut. Suami istri memilih mengalihkan

perhatian saat tema pembicaraan mengarah kepada konflik. Tentu saja suatu

saat mereka harus menemukan kesepakatan agar konfliknya tuntas, namun

menghindar sebentar diyakini dapat memberi ruang keduanya untuk tenang,

sehingga saat memutuskan untuk mencari solusi keduanya jika sudah sama-

sama tenang.

2) Model mengalah. Metode ini dilakukan dengan jalan salah satu pihak atau

kedua belah pihak, tanpa harus berusaha mencari penyelesaian. Jadi

mengalah adalah metode yang sederhana dan simpel, dan tidak memerlukan

logika atau pembenaran yang rumit dalam penyelesaian konflik, yang

diperlukan hanyalah menundukkan ego.

3) Model Diskusi. Suami dan istri harus menyempatkan waktu berduaan,

dalam suasana yang tepat dan kondisi yang nyaman. Mereka berdua duduk

untuk membahas akar persoalan dan mencari jalan penyelesaian yang bisa

diterima oleh kedua belah pihak. Metode ini tepat untuk menyelesaikan

sesuatu yang bersifat strategis dan jangka panjang.

4) Model Kompetensi. Salah satu pihak dari suami atau istri mengerahkan

kompetensinya untuk mencari solusi, kemudian mengajak pasangannya

untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang telah ditemukannya. Model

seperti ini biasa terjadi pada pasangan suami istri dimana salah satunya

memiliki sifat dominan, dengan model seperti ini masalah bisa selesai

sesaat, namun bisa menimbulkan ketidaknyamanan pasangan dalam waktu

yang panjang.

5) Model Melupakan. Suami dan istri bersepakat untuk melupakan saja konflik

yang sedang mereka hadapi. Metode ini bisa efektif apabila telah terjadi

komunikasi dan hubungan yang hormonis dalam kehidupan sehari-hari,

apabila tidak ada kesepakatan maka metode ini tidak efektif.

17 Cahyadi Takariawan. Wonderful Couple. (Solo: P.T Era Adicitra Intermedia, 2015).

Hlm. 15

Page 163: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 157

Dengan demikian konflik dalam hubungan suami isteri akan terjadi pada

seluruh pernikahan. Pada pasangan yang sudah menikah, konflik merupakan hal

biasa terjadi (Sears dkk, 1985). Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Gurin

menyimpulkan bahwa konflik mesti terjadi dalam kehidupan pernikahan.

Sebanyak 45 % responden menyatakan bahwa setelah menikah mereka selalu

dilanda konflik, sedangkan 32 % responden yang menyatakan bahwa kehidupan

pernikahan mereka harmonis, juga menyatakan sering mengalami konflik.18

Ditinjaui dari intensitas kecenderungan laki-laki dan perempuan untuk

terlibat dalam suatu lingkaran konflik rumah tangga, maka perempuan

cenderung lebih rentan mengalami konflik. Menurut Eva dan Basti (2008), hal

ini disebabkan perempuan ketika telah menikah sanggup untuk menyerahkan

diri secara total pada pasangannya. Inilah yang mendorong mereka untuk

mengorientasikan segenap perhatiannya dalam menjaga dan mempertahankan

kehidupan rumah tangga. Dampaknya, perempuan lebih mudah didominasi oleh

prasangka dan perasaan curiga dan pada akhirnya memicu munculnya konflik

dengan suami. 19

E. Pembenahan di Pengadilan Agama

1. Memberikan Reward para Hakim yang Berhasil Memediasi

Sekalipun angka keberhasilan mediasi mengenai perceraian belum meng-

gembirakan, namun semangat memotivasi keberhasilan mediasi perlu diting-

katkan. Misalnya memberikan reward kepada para hakim yang berhasil

memediasi. Harapannya, ada reward yang memadai bagi hakim-hakim yang

mampu mendamaikan pihak-pihak yang berperkara baik dalam proses mediasi

maupun upaya mendamaikan di dalam persidangan. Misalnya, bagi hakim yang

selama 1 tahun menjalankan sidang perceraian dan mampu mendamaikan pihak

dalam proses mediasi maupun di dalam persidangan sebanyak 25 perkara

diberikan kemudahan promosi jabatan dan mutasi dalam waktu yang singkat.

Keberhasilan memediasi dan upaya damai oleh para hakim mediator dan

hakim pemeriksa perkara merupakan cara mengurangi angka perceraian yang

selama ini meningkat. Dengan adanya reward ini diharapkan para hakim lebih

termotvasi untuk memaksimalkan mediasi di pengadilan agama dalam sengketa

perceraian.

2. Keterlibatan Lembaga Mediasi di Luar Pengadilan

Dalam rangka mempersulit perceraian, diperlukan keterlibatan lembaga

mediasi di luar pengadilan. Selama ini, para pihak yang mengajukan

permohonan dan gugatan ke pengadilan agama menganggap telah melakukan

upaya damai, sekalipun tidak pernah ditanyakan bukti formilnya apa tetapi

cukup berpegang pada pengakuan para pihak. Apabila lembaga mediasi

18 https://www.kompasiana.com/pakcah/lima-model-menyelesaikan-konflik-suami-

isteri_ 55118dbaa 33311064fba7dc3. Diakses, 5 Oktober 2017 19 Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti, “Konflik Perkawinan dan Model Penyelesaian

Konflik pada Pasangan Suami Isteri”, Jurnal Psikologi, Vol 2, No 1, Desember 2008

Page 164: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

158 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

dilibatkan, misalnya BP4 dan lembaga mediasi lainnya, proses melaksanakan

mediasi sudah tidak lagi perlu dilakukan di pengadilan. Hal ini dimaksudkan

untuk memaksimalkan fungsi mediasi sebab selama ini hasil yang dicapai dari

proses mediasi di pengadilan agama angkanya tidak menggembirakan. Mediasi

banyak yang gagal daripada yang berhasil. Tabel di bawah ini menjelaskan

keberhasilan dan kegagagalan mediasi secara nasional;

Tabel 6.1

Rekapitulasi Perkara Mediasi

Bulan Januari s/d September Tahun 2016

No.

Mahkamah

Syar'iyah/Pengadil

an Agama

Jumlah

Perkara Yang

Tidak Bisa Di

Mediasi

Jumlah

Perkara

Yang

Dimedias

i

Laporan Penyelesaian Mediasi Masih

Dalam

Proses

Mediasi Gagal

Berhasil Tidak

Layak Dicabut Sebagian

1 Mahkamah

Syar'iyah Aceh 4867 2186 1615 71 0 65 1637

2 PTA Medan 19365 2908 1886 80 0 659 210

3 PTA Padang 6151 1638 1517 57 0 0 341

4 PTA Pekan Baru 4364 3095 1850 242 0 4 600

5 PTA Jambi 3988 1521 625 61 14 0 300

6 PTA Pelembang 23532 1483 963 137 0 298 4756

7 PTA Bangka

Belitung 3964 505 326 15 9 87 228

8 PTA Bengkulu 2055 472 492 17 1 0 195

9 PTA Bandar

Lampung 8.472 1.052 966 21 - 7 77

10 PTA Jakarta 0 3435 2647 436 0 48 299

11 PTA Banten 7873 1832 1709 93 1 135 1009

12 PTA Bandung 102887 7631 6647 570 6 47 3217

13 PTA Semarang 91468 11398 9225 228 2 158 2147

14 PTA Yogyakarta 6090 1303 972 86 0 62 396

15 PTA Surabaya 124.782 20.158 12.666 859 88 1.380 1.533

16 PTA Pontianak 3632 1688 1402 65 0 1 671

17 PTA Palangkaraya 3063 496 390 23 19 10 83

18 PTA Banjarmasin 7316 1320 1138 55 0 0 712

19 PTA Samarinda 11732 1379 2286 45 2 406 48

20 PTA Manado 2727 426 289 15 0 86 24

21 PTA Gorontalo 4.034 305 221 10 0 0 71

22 PTA Palu 2890 797 533 15 15 49 315

23 PTA Kendari 2292 7908 2494 219 0 109 941

24 PTA Makassar 12859 2597 1867 75 0 0 582

25 PTA Mataram 9982 1840 1219 47 30 312 718

Page 165: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 159

26 PTA Kupang 1148 307 121 34 5 50 70

27 PTA Ambon 2137 245 148 4 0 0 87

28 PTA Maluku Utara 834 261 260 1 0 0 104

29 PTA Jayapura 1.492 571 359 54 8 131 232

Jumlah 475.996 80.757 56.833 3.635 200 4.104 21.603

Sumber : Diolah dari data Laporan Mediasi Tahun 2016 Badilag

Data secara nasional itu, meskipun datanya hanya satu tahun menunjukkan

bahwa keberhasilan mediasi di pengadilan agama belum beranjak

menggembirakan. Jumlah perkara mediasi secara nasional sebanyak 80.757,

perkara yang gagal dimediasi sebanyak 56.833 atau setara dengan 95.5% dan

berhasil dimediasi sebanyak 3.635 atau setara dengan 4.5%. Jelas angka

keberhasilan mediasi sepanjang tahun 2016 masih relatif kecil. Data mediasi ini

tidak bisa dibanding dengan tahun sebelumnya karena tidak bisa diperoleh. 20

Sementara di pengadilan agama percontohan misalnya, untuk tahun 2015 rata-

rata keberhasilan mediasi mencapai 16,85%. 21

Guna memperoleh gambaran secara utuh keberhasilan dan kegagalan

mediasi selama lima tahun, dapat dilihat pada laporan mediasi di PTA Bandung

sebagai contoh perbandingan sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 6.2

Rekapitulasi Mediasi di Pengadilan Tinggi Agama Bandung Tahun 2013

No. Pengadilan Agama

Jumlah

Perkara

yang di

Mediasi

Laporan Penyelesaian Mediasi Masih dalam

Proses

Mediasi Gagal Berhasil Tidak Layak

1 BANDUNG 958 0 23 0 0

2 INDRAMAYU 302 0 0 0 0

3 MAJALENGKA 1083 1059 24 0 0

4 SUMBER 469 0 0 0 0

5 CIAMIS 163 163 0 0 0

6 TASIKMALAYA 0 0 0 0 0

7 KARAWANG 284 0 11 0 0

8 CIMAHI 712 0 0 0 0

9 SUBANG 188 0 3 0 0

10 SUMEDANG 214 192 1 0 0

11 PURWAKARTA 158 154 4 0 0

12 SUKABUMI 127 0 0 0 0

13 CIANJUR 268 255 5 0 8

14 KUNINGAN 75 0 0 0 0

15 CIBADAK 85 85 0 0 0

20 Data mediasi secara nasional ini hanya bisa diperoleh selama tahun 2016 sehubungan

data-data sebelumnya belum terkompilasi di Statistk dan Dokumentasi Badilag 21 http://mediasi.mahkamahagung.go.id/2017/09/27/data-keberhasilan-mediasi-2014-

2015/

Page 166: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

160 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

16 CIREBON 160 0 0 0 0

17 GARUT 4 4 0 0 0

18 BOGOR 254 0 11 0 0

19 BEKASI 1050 0 25 0 0

20 CIBINONG 451 0 39 0 0

21 CIKARANG 300 0 0 0 0

22 DEPOK 416 0 14 0 0

23 KOTA TASIKMALAYA 197 190 1 0 6

24 KOTA BANJAR 11 10 3 75 2

JUMLAH 7929 2112 164 75 16

Sumber: Diolah dari Laporan Mediasi PTA Bandung Tahun 2013

Tabel 6.3

Rekapitulasi Mediasi di Pengadilan Tinggi Agama Bandung Tahun 2014

No. Pengadilan Tinggi Agama

Jumlah

Perkara

yang di

Mediasi

Laporan Penyelesaian Mediasi Masih dalam

Proses

Mediasi

Gagal Berhasil Tidak Layak

1 BANDUNG 872 388 20 0 0

2 INDRAMAYU 426 426 0 0 0

3 MAJALENGKA 244 240 4 0 0

4 SUMBER 525 525 0 0 0

5 CIAMIS 14 3 1 0 3

6 TASIKMALAYA 30 30 0 0 0

7 KARAWANG 285 249 9 0 0

8 CIMAHI 674 604 65 0 0

9 SUBANG 182 179 3 0 0

10 SUMEDANG 166 100 0 0 62

11 PURWAKARTA 134 126 3 0 2

12 SUKABUMI 101 99 2 0 0

13 CIANJUR 243 228 7 1 8

14 KUNINGAN 137 132 5 0 0

15 CIBADAK 140 139 0 0 0

16 CIREBON 138 76 62 0 0

17 GARUT 150 149 1 0 2

18 BOGOR 321 273 6 0 17

19 BEKASI 483 406 15 0 61

20 CIBINONG 594 546 48 0 329

21 CIKARANG 287 285 2 0 0

22 DEPOK 568 540 20 0 4

23 KOTA TASIKMALAYA 134 132 2 0 0

24 KOTA BANJAR 16 16 0 0 0

JUMLAH 6864 5891 275 1 488

Sumber: Diolah dari Laporan Mediasi PTA Bandung Tahun 2014

Page 167: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 161

Tabel 6.4

Rekapitulasi Mediasi di Pengadilan Tinggi Agama Bandung Tahun 2015

No. Pengadilan Tinggi Agama

Jumlah

Perkara

yang di

Mediasi

Laporan Penyelesaian Mediasi Tidak

Layak

Masih

dalam

Proses

Mediasi Gagal Berhasil Dicabut

1 BANDUNG 726 616 13 0 0 97

2 INDRAMAYU 456 456 0 0 0 0

3 MAJALENGKA 240 240 0 0 0 0

4 SUMBER 489 489 0 0 0 0

5 CIAMIS 96 78 0 0 0 18

6 TASIKMALAYA 45 45 0 0 0 0

7 KARAWANG 289 284 5 0 0 0

8 CIMAHI 634 620 14 0 0 0

9 SUBANG 194 184 0 0 0 10

10 SUMEDANG 190 116 1 0 0 73

11 PURWAKARTA 782 155 2 254 0 371

12 SUKABUMI 115 115 0 0 0 0

13 CIANJUR 315 272 25 0 0 18

14 KUNINGAN 226 151 2 73 0 0

15 CIBADAK 206 205 1 0 0 0

16 CIREBON 173 126 47 0 0 0

17 GARUT 216 212 1 0 0 3

18 BOGOR 289 263 14 0 0 12

19 BEKASI 1272 507 41 0 0 724

20 CIBINONG 1368 596 67 682 0 23

21 CIKARANG 273 268 5 0 0 0

22 DEPOK 756 603 34 4 0 115

23 KOTA TASIKMALAYA 160 158 2 0 0 0

24 KOTA BANJAR 20 20 0 0 0 0

JUMLAH 9530 6779 274 1013 0 1464

Sumber: Diolah dari Laporan Mediasi PTA Bandung Tahun 2015

Page 168: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

162 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Tabel 6.5

Rekapitulasi Mediasi di Pengadilan Tinggi Agama Bandung Tahun 2016

No. Pengadilan Tinggi

Agama

Jumlah

Perkara

yang di

Mediasi

Laporan Penyelesaian Mediasi Tidak

Layak

Masih

dalam

Proses

Mediasi Gagal Berhasil Dicabut

1 BANDUNG 999 852 45 3 8 82

2 INDRAMAYU 482 482 - - - -

3 MAJALENGKA 270 269 1 - - -

4 SUMBER 443 443 - - - -

5 CIAMIS 100 88 1 - - 5

6 TASIKMALAYA 73 54 - - - 15

7 KARAWANG 344 300 43 1 - -

8 CIMAHI 557 542 15 - - -

9 SUBANG 239 226 6 - - 9

10 SUMEDANG 190 127 1 1 - 56

11 PURWAKARTA 150 131 20 - - -

12 SUKABUMI 124 117 3 - 1 3

13 CIANJUR 304 213 35 - 1 59

14 KUNINGAN 164 160 - - - 4

15 CIBADAK 105 103 2 - - -

16 CIREBON 175 164 4 - - 1.160

17 GARUT 276 273 1 - - 5

18 BOGOR 285 255 19 - 5 12

19 BEKASI 534 445 80 - - 1.734

20 CIBINONG 683 486 171 - 32 48

21 CIKARANG 423 365 38 - - 20

22 DEPOK 513 424 82 2 1 -

23 KOTA TASIKMALAYA 183 180 3 - - -

24 KOTA BANJAR 37 31 1 - - 5

JUMLAH 7.653 6.730 571 7 48 3.217

Sumber: Diolah dari Laporan Mediasi PTA Bandung Tahun 2016

Berdasarkan tabel-tabel mediasi di atas, keberhasilan dan kegagalan

mediasi di wilayah hukum PTA Bandung dapat dibandingkan persentasenya

sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 6.6

Rekapitulasi Mediasi di PTA Bandung

No Tahun Jumlah Perkara

di Mediasi Gagal (%)

Berhasil

(%) Keterangan

1 2013 7.929 2.112 (98%) 164 (2%) -

2 2014 6.864 5.891 (96%) 275 (4%) Naik

3 2015 9.530 6.779 (97%) 274 (3%) Turun

4 2016 7.653 6.730 (93.5) 571 (7.5%) Naik

Sumber : Diaolah dari data laporan mediasi PTA Bandung

Page 169: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 163

Data keberhasilan dan kegagalan mediasi di PTA Bandung menunjukkan

bahwa selama 4 tahun terakhir keberhasilan mediasi belum meningkat secara

signifikan dari jumlah perkara yang dimediasi. Sekalipun setiap tahun jumlah

keberhasilan mediasi meningkat, tetapi peningkatannya belum menunjukkan

angka yang signifikan. Hal ini berarti mediasi dalam perkara perceraian sangat

sulit dan acapkali gagal.

3. Keberanian Hakim Menolak Permohonan Cerai

Guna mempersulit proses perceraian hendaknya putusan-putusan penga-

dilan agama berani menolak permohonan pemohon/penggugat yang didasari

oleh adanya alasan yang tidak memenuhi alasan hukum. Selama ini hampir

dipastikan putusan pengadilan agama langka yang menolak permohonan pe-

mohon/penggugat pada sengketa perceraian. Dalam pemeriksaan perkara

perceraian, hakim akan mempertimbangkan bahwa kondisi rumah tangga yang

sudah pecah, dengan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus-

menerus antara suami istri dan sulit untuk dapat rukun kembali, lebih

dipertimbangkan dalam memutuskan suatu perkawinan, terlepas dari siapa yang

menjadi penyebab rumah tangga tidak harmonis. Pertimbangan yang demikian

didasarkan pada prinsip menghindari kerusakan/bahaya lebih diutamakan dari

pada menarik kemaslahatan. Konflik yang terus-menerus justru akan

menimbulkan tekanan psikologis bagi diri seseorang sehingga seseorang tidak

akan mendapat ketenangan dan ketentraman sebagai tujuan perkawinan.

Putusan-putusan hakim dalam kasus perceraian yang mendasari fakta

hukum adanya peselesihan dan pertengkaran yang terus menerus dengan pasal

19 huruf f PP Nomor 9 Tahun 1975 dan KHI perlu diterapkan dengan sangat

hati-hati. Masih ditemukan putusan-putusan hakim dengan mudah menerapkan

pasal tersebut tanpa dielaborasi dengan memadai. 22

Pembuktian dalam perkara perceraian yang disebabkan oleh terjadinya

perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus antara suami isteri dalam

lingkup kewenangan pengadilan agama, mengikuti ketentuan pembuktian secara

khusus dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 22 dan UU Nomor 7 Tahun 1989

pasal 76.

Pasa1 22 ayat 2 menyebutkan bahwa gugatan perceraian karena alasan

sebagaimana tersebut dalam Pasal 19 huruf f PP Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975 itu baru dapat diterima oleh Pengadilan, apabila telah cukup jelas

mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkarannya itu dan setelah

mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-istri yang

mengajukan perceraian itu.

Dalam Pasal 76 Undang Undang Nomor7 Tahun 1989 dinyatakan (1)

Apabila gugatan perceraian didasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk

mendapatkan putusan perceraian harus didengar keterangan saksi-saksi yang

22 Bahkan ada beberapa fakta di mana hakim memutus perkara di Pengadilan Agama

tertentu tidak bertanya dulu kepada pihak apa masalah perceraiannya. Wawancara dengan Zeni

Hamdadin, Advokat di Pengadilan Agama Cimahi, 10 September 2017

Page 170: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

164 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami-istri. (2)

Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara

suami-istri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing pihak

ataupun orang lain untuk menjadi hakam.

Berdasarkan pasal di atas, untuk dapat dikabulkannya suatu gugatan

perceraian yang menggunakan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus

menerus apabila majelis hakim telah:

a. Meneliti dan terbukti tentang ada tidaknya perselisihan dan pertengkaran, serta bagaimana bentuk perselisihan dan pertengkaran itu.

b. Meneliti dan terbukti sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran.

c. Mempertimbangkan sebab perselisihan dan pertengkaran itu, apakah benar-

benar berpengaruh dan prinsipil bagi keutuhan kehidupan suami istri.

d. Mendengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-

orang yang dekat dengan suami istri. Sebagai saksi, mereka harus

disumpah.

e. Mendengar keterangan saksi-saksi tentang sifat persengketaan antara suami

istri, dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing-masing

ataupun orang lain untuk menjadi hakam. Hakam dapat ditunjuk oleh

masing- masing pihak atau oleh hakim.

f. Membuktikan tidak adanya harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah

tangga.

Keyakinan hakim di atas harus pula didukung oleh keterangan para saksi.

Keterangan saksi yang ada dalam perkara pembuktian perceraian karena alasan

perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus memang berbeda dengan

maksud Pasal 145 ayat (1) HIR dan Pasal 146 HIR, yang justru melarang

keluarga sedarah dan semenda untuk didengar sebagai saksi.

Saksi sebagai alat bukti dalam hukum perdata mempunyai jangkauan yang

sangat luas sekali hampir meliputi segala bidang dan segala macam sengketa

perdata, hanya dalam hal yang sangat terbatas sekali keterangan saksi tidak

diperbolehkan, seperti melarang pembuktian saksi terhadap isi suatu akta

otentik, rasio pelarangan adalah karena pada umumnya keterangan saksi

cenderung kurang dapat dipercaya, sering berbohong, sehingga bisa terjadi

pertentangan antara keterangan saksi dengan isi suatu akta dan jika dibiarkan

maka nilai kekuatan pembuktian akta otentik bisa kehilangan tempat berpijak

yang berakibat hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap akta otentik.

Kehati-hatian menerapkan pembuktian alasan perceraian dengan

perselisihan dan pertengkaran terus menerus sudah semestinya menjadi beban

moral tersendiri bagi hakim guna mencegah terjadinya perceraian yang alasan

hukumnya masih tidak jelas. Adakalanya, alasan gugatan itu sepele, misalnya

karena tergugat tidak mau lagi datang ke tempat mertua penggugat ditambah

lagi bahwa tergugat jarang membereskan rumah menjadi sebab terjadinya

Page 171: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 165

perselisihan. Dalam kasus ini, hakim sering terbawa arus pada kebenaran formil

sehingga atas alasan itu saja perkawinan dapat berakhir dengan perceraian. 23

Penerapan prinsip mempersulit perceraian dalam perkara perceraian

dengan alasan terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus hanya

sedikit saja dari ratusan ribu perkara perceraian yang ditolak. Undang-undang

sesunguhnya sudah memberikan rambu-rambu yang ketat guna mempersulit

perceraian itu. Menyatakan bahwa perkawinan dalam keadaan syiqaq, sudah

pecah mesti melewati proses pembuktian yang ketat. Dalam praktiknya, alasan

perceraian sebagaimana tersebut dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 itu tidak selalu disebut syiqaq. Dikatakan

syiqaq kalau gugatan perceraian itu dengan alasan telah terjadi pertengkaran

yang mengandung unsur-unsur yang membahayakan kehidupan suami-istri dan

sudah terjadi pecahnya perkawinan (broken marriage) berakhirnya perkawinan

mereka dengan putusan pengadilan. Sedangkan alasan perceraian yang

didasarkan kepada perselisihan dan pertengkaran yang tidak mengandung unsur-

unsur membahayakan dan belum sampai kepada tingkat darurat, maka hal

tersebut belum bisa dikatakan syiqaq. Hal yang terakhir ini gugatan diajukan

oleh salah satu pihak dengan alasan perselisihan dan pertengkaran itu dengan

alasan perceraian yang lain, seperti salah satu pihak melakukan zina, mabuk,

dan main judi. Terhadap hal ini putusnya perkawinan bisa berupa perceraian dan

bisa dengan putusan pengadilan.

Semua itu dimaksudkan agar jangan sampai dalam perkara perceraian,

keterangan saksi-saksi bahwa suami isteri telah terjadi pertengkaran yang terjadi

secara terus menerus, diterima mentah-mentah begitu saja tanpa memper-

timbangkan alasan bagaimana saksi mengetahui peristiwa itu. Karena bagai-

manapun juga, dalam menilai keterangan saksi, Hakim tetap terikat dengan

Hukum Acara yang berlaku sebagaimana digariskan dalam Pasal 306 sampai

dengan Pasal 309 R.Bg. Sehingga dengan demikian, keterangan-keterangan

mengenai bagaimana saksi mengetahui segala peristiwa yang diterangkannya

(peristiwa-peristiwa yang dialami sendiri oleh saksi), harus termuat dalam Berita

Acara Persidangan, karena bila tidak demikian, maka Hakim akan sulit untuk

menilai keterangan-keterangan saksi tersebut.

Hakim sering dihadapkan ketika menjatuhkanputusan pada kenyataan

antara menolak permohonan dengan konsekuensi perkawinan para pihak

dipertahankan dan mengabulkan permohonan dengan konsekuensi para pihak

bercerai dengan dalih kemadharatan. Mempertimbangkan apakah yang muncul

kemadratan dan keaslahatan dapat menggunakan metode maqashid al-syariah.

Penerapan maqashid al Syari‟ah dalam memutuskan perkara, maka yang

menjadi pertimbangan hakim adalah teori kemashlahatan hukum, dalam artian,

hakim sebagai penterjemah atau pemberi makna melalui penemuan hukum

(rechtschepping) dan menciptakan hukum baru melalui putusan-putusannya

23 Dwi Reiza Menianti, (Petugas Posbakum Pengadilan Agama Bandung), Hasil

Wawancara, Bandung, 20 September 2017)

Page 172: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

166 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

(Judge made law), harus bisa mewujudkan kemashlahatan bagi masyarakat

(terutama pihak yang berpekara) dalam setiap putusannya. Sehingga tidak ada

pihak-pihak yang merasa menang dan yang merasa kalah, karena putusan hakim

sudah memberikan kemashlahatan dan menolak kemudharatan bagi pihak-pihak

yang berpekara. Adapun pertimbangan kemashlahatan yang perlu diperhatikan

adalah asas kulliyah al Khamsah, yaitu menjaga agama, 2) menjaga jiwa, 3)

menjaga akal, 4) menjaga keturunan dan 5) menjaga harta. Khusus untuk

Pengadilan Agama, maka pertimbangan kemashlahatan yang perlu dijaga adalah

1) menjaga agama, 2) menjaga keturunan, dan 3) menjaga harta, karena perkara

yang dihadapi Pengadilan Agama berkaitan dengan hukum keluarga Islam yang

lebih menekankan tiga aspek ini, yaitu agama, keturunan dan harta. 24

Jelaslah bahwa prinsip mempersulit perceraian dalam pemeriksaan perkara

perceraian dengan alasan terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus

menerus sesungguhnya sangat jelas dan pasti. Ada ukuran-ukuran yang konkrit

apakah suatu perkawinan sudah pecah atau belum dalam persidangan. Dengan

kriteria-kriteria pecahnya perkawinan sebagaimana dikemukakan di atas, para

hakim tidak perlu tergesa-gesa menyimpulkan perkawinan telah pecah, selagi

ada celah bahwa perkara yang oleh para pihak diajukan merupakan perkara

pertengkaran biasa yang bisa diselesaikan.

Pertimbangan hakim dalam memutus perceraian dengan alasan

perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus itu seringkali dilandasi oleh

yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 38.K/AG/1990 Tanggal 5 Oktober

1991. Yurisprudensi ini melahirkan kaidah hukum bahwa dalam hal perceraian

didasarkan atas alasan adanya keretakan yang tidak dapat diperbaiki, bahwa

dengan terbuktinya adanya keadaan tersebut, maka tidak perlu lagi

dipertimbangkan siapa yang bersalah. Yurisprudnsi inilah yang banyak dipakai

sebagai rujukan para hakim dalam memutus perkara perceraian.

Penerapan yurisprudensi ini bisa mempermudah perceraian apabila di

dalam melihat fakta-fakta di persidangan para pihak tidak mau lagi berdamai

yang oleh hakim dipandangnya sebagai masalah yang rumit dan tidak lagi

melihat siapa yang salah. Memperhatikan penyebab perceraian sebagaimana

tertulis dalam hukum positif, tentunya ada pelaku (subject) yang bersalah

sebagai penyebab terjadinya perceraian, yaitu:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih

setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

24 Doni Dermawan, “Pendekatan Maqashid Al Syari‟ah Dalam Memeriksa Dan

Memutuskan Perkara”, Artikel dalam www.badilag.net. Diakses 5 Oktober 2017

Page 173: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 167

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak.

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam

rumah tangga.

i. Suami melanggar perjanjian perkawinan.

Berdasarkan alasan-alasan perceraian tersebut di atas jelas sekali bahwa

alasan itu ada penyebabnya dan setiap penyebab pasti ada pelakunya baik istri

ataupun suami. Maka hal itu perlu dipermasalahkan dan digali oleh hakim

karena kesalahan suami atau istri berakibat besar terhadap penerapan dan akibat

hukumnya.

Dengan demikian, dalam pemeriksanaan perkara perceraian perlu

mempertimbangkan siapa yang salah bukan hanya tidak mencari siapa yang

salah sebagaimana yang terjadi dalam pertimbangan hakim selama ini, sebab

secara hukum berdasarkan Pasal 22 PP Nomor: 9 Tahun 1975 dan Pasal 134

KHI dinyatakan bahwa gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal

19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat. Gugatan

tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan

mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar

pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.

Dalam penjelasan ayat (2) pasal tersebut dijelaskan sebab-sebab

perselisihan dan pertengkaran itu hendaknya dipertimbangkan oleh hakim

apakah benar-benar berpengaruh dan prinsipiil bagi keutuhan kehidupan suami-

isteri. Ruh dari pasal tersebut dalam pemeriksaan perkara perceraian hakim

dituntut untuk membuktikan, apakah ada perselisihan dan pertengkaran serta

bagaimana bentuknya, apa penyebab perselisihan dan pertengkara, siapa

penyebabnya dan apakah antara suami-isteri tersebut benar-benar tidak ada

harapan lagi akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga. 25

4. Memperbaiki Pemeriksaan Perkara Cerai dengan Verstek

Belakangan ini, kasus perceraian yang diputus oleh pengadilan agama

rata-rata dikisaran 70% merupakan perkara yang diputus dengan cara verstek.

Berdasarkan pasal 125 HIR dinyataan bahwa jika tergugat tidak hadir

menghadap ke persidangan dan tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya,

maka gugatan akan dikabulkan dengan putusan di luar hadirnya tergugat atau

yang disebut sebagai putusan verstek. Putusan verstek diputus dengan tanpa

membuktikan lebih dahulu dalil-dalil yang dikemukakan oleh penggugat,

kecuali dalam perkara perceraian. Putusan verstek pada perkara perceraian

hanya dapat dijatuhkan apabila dalil-dalil atau alasan-alasan perceraian telah

dibuktikan dalam persidangan. Hal ini untuk menghindari adanya kebohongan

25 http://irfanhusaeni.blogspot.co.id/2012/01/no-fault-divorce.html, diakses 5 Okotber

2017

Page 174: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

168 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

dalam perkara perceraian dan sekaligus menerapkan azas dalam Undang-

Undang Perkawinan, yaitu mempersulit perceraian. Pada umumnya acara ini

telah berjalan baik dalam praktik penyelesaian perkara perceraian di pengadilan

agama.26

Sungguhpun putusan verstek itu legal dan beralas hukum, namun

menyimpan beberapa kelemahan, khususnya dalam pemeriksaan perkara

perceraian. Yaitu, ketika tergugat/termohon tidak pernah hadir selama

persidangan, maka hakim tidak dapat mengupayakan perdamaian sebagaimana

yang diamanatkan dalam Undang-Undang. Kemudian hakim hanya

mendasarkan pada pembuktian yang diajukan penggugat/ pemohon sehingga

tidak terdapat keseimbangan dalam pembuktian, upaya mediasi oleh mediator

kepada kedua pihak berperkara tidak mungkin dilakukan. Majelis hakim paling

hanya mampu menasehati Penggugat agar tidak bercerai dengan berbagai

pertimbangan, dan itupun tidak bisa dipaksakan, alias kembali kepada

Penggugat. 27

Selain itu, putusan verstek meskipun telah memenuhi ketentuan peundang-

undangan tetapi masih menyisakan rasa ketidak adilan dari sudut kebenaran

materiil, sebab tidak melalui jawab menjawab (replik-duplik) dan tidak berdasar

fakta kongkrit yang telah terbukti, pengambilan putusan secara sepihak karena

hakim memandang ada kelalaian tergugat memenuhi panggilan hakim, sehingga

hak-haknya untuk memberikan jawaban gugur dengan sendirinya, hingga

sekarang masih sering hakim mencantumkan qaedah fiqhiyah sebagai

penegasan/dasar memutus secara verstek dalam beracara pada peradilan agama

tersebut dalam Kitab Ahkamul Qur’an Juz II halaman 405 yang menyatakan ;

“man duiya min hukkamil muslimiyna palam yujib laa haqqa lahu”Artinya :

Barang siapa yang dipanggil oleh Hakim Islam di dalam persidangan sedang

orang tersebut tidak memenuhi panggilan itu, maka ia termsuk orang yang

dhalim dan gugurlah haknya.28

Berdasarkan kelemahan itulah, pemeriksaan perceraian menjadi mudah,

cepat dan memungkinkan terjadi putusan yang tidak adil dengan lahirnya

perlawanan atas putusan verstek melalui upaya hukum verzet. Oleh karennya

diperlukan kehati-hatian terutama jika pemeriksaan perceraian dengan tidak

hadirnya tergugat. Beberapa aspek yang perlu dipertahankan dan diperbaiki

diantaranya:

a. Pemangilan dilakukan dengan dua helai panggilan. Meskipun tidak wajib

melakukan dua panggilan, namun guna memastikan bahwa panggilan sah

secara hukum, yaitu patut dan resmi maka panggilan sidang dilakukan

26 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2011, hlm. 87. 27 Muhammad Isna Wahyudi, “Mengapa Marak Terjadi Perceraian”, dalam badilag.net,

diakses 7 Oktober 2017 28 Ambo Asse, Putusan Verstek Mendominasi Putusan Perceraian Pengadilan Agama

(Analisis Khusus Pada Perkara Perceraian), dalam badilag.net. Diakses 3 Oktober 2017

Page 175: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 169

dengan dua lembar panggilan, yaitu diserahkan melalui kantor desa dan

alamat prinsipalnya; b. Mewajibkan pihak-pihak yang berperkara dalam perkara perceraian hadir.

Di kabupaten Cianjur, berdasarkan wawancara dengan hakim Pengadilan

Agama Cianjur diketahui bahwa khusus PNS yang akan bercerai wajib

hadir keduanya di persidangan, hal ini dimaksudkan sebagai kebijakan

bupati dan kemenag agar kedua belah pihak bisa didamaikan sebelum

persidangan oleh pengadilan agama sebagai benteng negara yang paling

ahir dalam kemelut rumah tangga. Demikian pula, bagi perceraian yang

bukan non PNS bisa diterapkan setelah dilakukan perubahan dan perbaikan

hukum acara perdata di pengadilan agama; c. Mendisiplinkan juru sita. Masih ada Jurusita/Jurusita Pengganti, yang tidak

konsisten terhadap tugasnya yaitu ; menyampaikan panggilan kepada para

pihak khususnya kepada (T), terkadang justru memihak dan mengajari

(T/suami) dengan menyatakan “kalau mau menerima putusan cepat” agar

tidak usah menghadiri persidangan, cukup menandatangani relaas panggilan

ini, nanti putusannya akan dibawakan lagi”. Di sisi lain yang sering

merupakan kesengajaan terselubung dari Jurusita/Jurisita Pengganti adalah

tidak berupaya sedemikian rupa untuk menemui (T) dengan tujuan tertentu

dan masih ditemukan Jurusita/Jurusita Pengganti yang menggunakan kurir

non pegawai (tukang ojek) untuk melaksanakan pemanggilan (tidak resmi)

sehingga instrument panggilan berulang-ulang dengan maksud agar biaya

pemanggilan menguntungkan dirinya. Atas kenyataan ini, Jurusita/Jurusita

Pengganti sudah semestinya diberikan diberikan hukuman disiplin sesuai

ketentuan yang berlaku baik dengan cara menghentikan sementara, atau

menghentikan secara total atau paling kurang dengan memutasi

(memindahkan) ke Pengadilan Agama yang lain agar kebiasaan buruknya

itu diharapkan berubah.

d. Kehati-hatian hakim dalam pemeriksaan dengan putusan verstek. Meskipun

(T) telah dipanggil oleh jurusita/Jurusita Pengganti, tidaklah serta merta

putusan harus diverstek, perlu ada kehati-hatian hakim jangan sampai ada

pemaggilan yang tidak sah atau tidak patut dibawah (3 hari kerja)

berdasarkan hukum acara. Kemudian sering juga ditemukan panggilan yang

disampaikan kepada orang yang bukan pihak dalam perkara dan atau tidak

dibawa Lurah setempat bagi (T) yang tidak ditemukan pada alamatnya.

Semuanya berpotensi untuk menjadi alasan dijatuhkannya putusan verstek

tanpa hakim ketahui adanya penyimpangan jurusita/ jusrusita pengganti

dalam melaksanakan tugasnnya. Potensi tidak rasional dan tidak

professional juga sering terjadi dalam pemeriksaan dengan tidak hadirnya

tergugat, misalnya hakim yang menangani jumlah perkara yang banyak,

maka untuk memperkecil jumlah dan mempermudah untuk penyelesaian

perkara yang ditanganinya, pemanggilan para pihak yang semestinya masih

memungkinkan untuk memanggil sekali lagi dan sekali lagi (dua atau 3

kali) akan tetapi tidak lagi dilakukan dengan alasan panjar perkara

Page 176: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

170 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

khususnya biaya panggilan telah habis padahal panjar memungkinkan untuk

ditambah demi kepentingan perkara, maka jatuhlah verstek, karena putusan

verstek bagi hakim juga lebih sederhana membuat konsep putusannya

dimana telah tersedia pada master SIADPA, apabila Panitera Pengganti

telah menjalankan tugasnya dengan membuat Berita Acara Sidang tepat

waktu, maka putusan verstek dapat seketika diprint out tanpa banyak

disentuh hakim. 29

Secara empirik, hukum perkawinan dan undang-undang pengadilan agama

juga memberi peluang mudahnya terjadi perceraian sehingga pasangan suami

isteri bisa melakukan banyak pilihan. Misalnya mekanisme verstek dalam proses

pemeriksaan perkara. Pihak yang tidak datang setelah dipanggil dengan patut

dan resmi akan dengan mudah perkaranya diperiksa dengan verstek yang lebih

mudah dilakukan. Selain itu, suami isteri ketika memutuskan bercerai pada

umumnya sudah sepakat terlebih dahulu sehingga jalan yang lebih cepat

memeriksa perkara akan ditempuhnya di pengadilan agama. Verstek digunakan

oleh pasangan suami isteri sebagai jalan mempercepat pemeriksaan perceraian.

Selain menggunakan pintu verstek, proses pemeriksaan melalui

permohonan cerai gugat lebih efekif dan efisien dilakukan oleh pasangan suami

isteri dibanding denga cerai talak. Cerai gugat dipilih olah pasangan suami isteri

baik para pihak hadir atau pihak tergugat tidak hadir ternyata lebih efektif dari

segi waktu pemeriksaan dan efisien dari segi biaya. Dari segi waktu cerai gugat

rata-rata menghabiskan waktu 2 bulan sedangkan cerai talak rata-rata

menghabiskan waktu 3 bulan. Demikian pula dengan hal biaya. Cerai gugat rata-

rata memerlukan biaya lebih murah dibanding cerai talak. 30

Adanya peraturan perundangan yang mengatur permohonan cerai bisa

diajukan oleh kedua belah pihak telah dimanfaatkan oleh pasangan suami isteri

guna menyelesaikan problem rumah tanggnya secara efektif dan efisien

sehingga secara empirik peraturan tersebut mendorong kemudahan menyele-

saikan sengketa perkawinan.

5. Peran Aktif Negara

Tingginya angka perceraian dalam keluarga muslim Indonesia tidak serta

merta menjadikan pengadilan agama sebagai lembaga yang “tersangka”

mempermudah proses perceraian. Ada logika hukum yang bisa memperkuat

bahwa tingginya angka cerai bukan melulu menjadi tanggungjawab pengadilan

agama. Seperti halnya, apabila banyak orang yang sakit, maka tidak perlu

menyalahkan rumah sakit, kementerian kesehatan atau produsen obat. Itu murni

ada pada diri para pihak.

Namun demikian, pada prinsipnya bahwa guna menekan tingginya angka

perceraian diperlukan sinergi dari semua pihak, dari hulu sampai hilir. Di sinilah

peran negara menjadi penting untuk mengintervensi kebijakan pembangunan

29 Ibid, h. 3 30 Wawancara dengan Zeni Hamdadin dan M Burhan, Advokat di Pengadilan Agama

Cimahi, 6 April 2017

Page 177: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 171

keluarga yang tangguh dengan merevitalisasi peran pendidikan pra nikah bagi

calon pengantin. Melalui pendidikan pra nikah, para calon pengantin dapat

memperoleh bekal yang memadai guna melangsungkan dan menempuh

kehidupan berkeluarga. Sekarang ini kerap terjadi bahwa pasangan pengantin

demikian mudah dan terjun bebas memasuki perkawinan tanpa dibekali ilmu

tentang berumah tangga. Mereka pun kurang memahami apa filosofi

membangun keluarga, apa itu arti sakinah mawaddah warrahmah dan visi

berumah tangga. Karena itu, sangat penting dibutuhkan pendidikan pra nikah

bagi calon pengantin. Seringkali terdengar bahwa pendidikan anak itu penting,

padahal yang tidak kalah pentingnya adalah pendidikan orang tua, karena

menjadi orang tua itu tidak sederhana, butuh pengetahuan, dan harus

dipersiapkan.

Pemerintah mempunyai peran penting dalam penyelenggaraan pendidikan

bagi calon pengantin. Selain itu, pemerintah juga punya andil di dalam memacu

beberapa pemerintah daerah guna menyelenggarakan apa yang disebut sebagai

program “Peduli Keluarga”. Dari program ini nantinya dirumuskan kota

predikat minim perceraian dan diberikan pernghargaan kepada mereka yang

mampu menekan angka perceraian yang terjadi sepanjang tahun. Penghargaan

ini bagian dari penilaian pemerintah pusat memberikan penghargaan adipura

atau penghargaan lainnya.31

Pemerintah sudah saatnya mewajibkan (bukan formalitas dilaksanakan)

agar seluruh calon pengantin untuk mengikuti pendidikan pra nikah. Prinsip

mempersulit atau mempersukar perkawinan perlu dilakukan sehubungan atas

rentannya ikatan perkawinan dalam keluarga muslim Indonesia. Mempersulit

perkawinan berarti setiap calon pengantin diwajibkan menempuh pendidikan pra

nikah yang dilaksanakan secara sungguh-sunggguh, terpenuhi usia perkawinan

yakni 20 dan 25 Tahun bagi wanita dan pria. Kebijakan tersebut akan

memberikan konsekwensi pada peraturan lainnya, antara lain berupa edaran

tentang kewajiban lembaga/instansi memberikan ijin bagi karyawan/pegawainya

untuk mengikuti pendidikan bagi calon pengantin secara intensif. Selama ini

Suscatin (kursus calon pengantin) terkendala pelaksanaannya karena tidak

adanya ijin dari perusahaan/instansi tempat bekerja. Pemerintah perlu menyusun

kurikulum Suscatin yang ideal dengan memberikan ruang bagi pengembangan

penyelenggara Suscatin. Walaupun selama ini sudah ada aturan akreditasi

lembaga penyelenggara Suscatin, akan tetapi belum berjalan. Kekokohan ikatan

perkawinan akan semakin kuat apabila pendidikan pra nikah dimasukan dalam

kurikulum pendidikan formal. Materi-materi pendidikan pra nikah meliputi

hukum keluarga/fiqh munakahat (termasuk hak dan kewajiban suami isteri),

31 Riyan Ramdani, (Advokat Pengadilan Agama Cimahi), Hasil Wawancara, Bandung, 18

September 2017)

Page 178: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

172 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

manajemen ekonomi keluarga, managemen konflik keluarga, psikologi keluarga

dan kesehatan reproduksi. 32

Intervensi pemerintah menyiapkan generasi pasangan suami isteri yang

kokoh dalam sejumlah regulasi dan kebijakan merupakan bukti nyata atas sikap

tanggap darurat perceraian dalam keluarga muslim Indonesia. Negara, melalui

sejumlah kementerian terkait dapat memberikan reward kepada pemerintah

daerah yang mampu menekan jumlah angka perceraian setiap tahun setelah

keterlibatan negara terhadap keluarga melalui sejumlah regulasi dan kebijakan

dilakukan. 33

32 Bandingkan dengan tulisan Sururin dan Moh Muslim, Pendidikan bagi Calon

Pengantin, dalam http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/ 123456789/34573/1/ Sururin-

muslim.pdf, diakses 30 September 2017 33 Sejauh ini pemerintah melalui Kemenkumham misalnya telah memberikan

penghargaan terhadap pemerintah daerah yang dinilainya mampu meningkatkan berbagai

indikator sadar hukum, diantaranya minimnya perkawinan di bawah umur. Namun demikian,

indikator ini masih bisa diperluas dengan tambahan rendahnya angka perceraian. Lihat dalam

http://megapolitan. kompas. com/read/2017/10/09/16210811/wujudkan-kelurahan-sadar-hukum-

djarot-terima-penghargaan-ke-menkumham.

Page 179: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

BAB VII

PENUTUP

A. Ketahanan Perkawinan dan Masa Depan Keluarga

Jelas sudah, apabila angka-angka perceraian diperhatikan di lembaga-

lembaga resmi, mudahlah untuk bertanya apakah keluarga masih mempunyai

masa depan? Apakah sebuah perkawinan itu hanya sebuah perangkap? Apakah

perkawinan membuat bahagia atau sangat menyedihkan, atau apakah kumpul

kebo merupakan masalah atau justeru merupakan jalan keluar dari kesulitan

dalam perkawinan yang lebih mendasar ?. Pertanyaan-pertanyaan ini tentu saja

tidak bisa diabaikan. Pertanyaan-pertanyaan itu membutuhkan suatu kajian

khusus dan mendalam.

Dari berbagai literatur sosiologi keluarga, terutama beberapa survey yang

dilakukan di Amerika, sebagaimana yang dilakukan oleh Paul B. Horton dan

Chester L. Hunt dapat dibuktikan bahwa sebuah keluarga tidak akan lenyap.

Angka perbandingan yang menyatakan bahwa satu dari dua perkawinan berakhir

dengan perceraian tidak bisa di benarkan, karena secara tidak langsung

mengatakan bahwa setengah dari orang yang kawin berakhir dengan perceraian.

Namun salah seorang ahli keluarga lainnya yakin bahwa keluarga batih akan

ambruk dan digantikan dengan pasangan “bebas” berganti-ganti, tidak terikat

anak, kawan dekat, dan tetangga sebagaimana ditemukan pada masa-masa lalu.

Sebaliknya, beberapa ahli keluarga meramalkan bahwa dalam dekade yang akan

datang keluarga akan menjadi semakin terstruktur dan tradisional. Oleh karena

itu, keluarga batih akan tetap bertahan karena belum pernah ada masyarakat yang

kompleks yang dapat bertahan tanpa keluarga batih.

Dengan demikian, tidak ada keraguraguan mengenai apakah sebuah

keluarga akan bertahan, namun arah perubahan keluarga tidak dapat diramalkan

secara pasti.

Sehubungan dengan itu, pada bagian ini penulis mencoba uraikan beberapa

perubahan dalam keluarga dari dulu hingga sekarang, yang sekaligus menjadi

tantangan bagi ketahanan keluarga pada masa yang akan datang.

1. Perubahan Struktur Keluarga

Gerakan kebebasan wanita mendorong kaum wanita untuk memandang

pemeliharaan anak sebagai suatu pilihan bukan suatu kewajiban. Proporsi

pasangan yang memilih untuk tetap tanpa anak sangat meningkat dan makin

banyak wanita yang menunda menjadi ibu.

Banyak faktor yang bisa dijelaskan mengapa keluarga jumlah anggotanya

semakin kecil. Motivasi untuk menginginkan keluarga yang semakin kecil

Page 180: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

174 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

menuntun kita pada sejumlah aspek budaya lainnya. Pergeseran dari masyarakat

tani, buta huruf, melek huruf, terspesialisasi dan terindus-trialisasi telah

mengubah peran anak dari asset ekonomi menjadi beban ekonomi. Pendapat yang

mengatakan banyak anak banyak rezeki, telah berubah menjadi banyak anak

beban ekonomi. Oleh karena itu, perubahan nilai dan perubahan ekonomi,

semuanya terlibat dalam perubahan besarnya jumlah anggota keluarga.

2. Perubahan Fungsi Keluarga

Keluarga adalah lembaga sosial satu-satunya di tengah-tengah masyarakat.

Pada masyarakat tradisional, peran keluarga sangat besar, bahkan lembaga-

lembaga sosial lainya lahir pada mulanya dari keluarga. Dengan meningkatnya

jumlah anggota masyarakat dan suku di daerahnya, maka semakin kompleklah

kebudayaan suatu masyarakat. Para kepala keluarga kemudian bergabung dalam

“dewan suku” untuk mengatur dan menertibkan masyarakat. Dari sinilah kiranya

suatu birokrasi dalam urusan masyarakat mulai di adakan yang menuntut adanya

suatu organisasi yang lebih formal. Di bentuknya “dewan suku” ternyata

membawa suatu dampak “ekspansif:” terhadap daerah lainnya yang kemudian

mendorong lahirnya peperangan. Peperangan kemudian diangap sebagai

penyebab utama munculnya organisasi politik. Kemudian akhirnya peranan dan

fungsi keluarga lambat laun tapi pasti mengalami pergeseran. Perubahan fungsi

itu tidak lagi bisa di tangani oleh keluarga, tetapi oleh lembaga-lembaga di luar

keluarga.

Kebutuhan ekonomi (fungsi ekonomi) dapat dikerjakan dalam keluarga,

membuat ukiran dan memproduksi makanan dikerjakan dalam keluarga.

Sekarang fungsi ekonomi sudah beralih pada lembaga-lembaga ekonomi.

Hubungan dengan keluarga yang didasari atas kepentingan ekonomi, perlahan-

lahan mulai hilang. Bahkan mungkin juga hubungan itu semakin memudar.

Kebutuhan akan perlindungan pada masa lalu dilakukan oleh keluarga.

Ayah adalah pelindung yang sejati bagi keluarganya. Dia memberikan rasa aman

bagi anggota-anggota yang lainnya dari berbagai jenis serangan, baik musuh atau

hewan buas. Demikian sebaliknya, orang tua yang semakin tua kemudian

dilindungi oleh anak-anaknya dirumah. Hu-bungan berjalan seimbang antara

anggota keluarga. Sekarang, fungsi perlindungan itu telah beralih ke luar

keluarga. Polisi, tentara dan orang-orang bayaran dapat menjadi pelindung ba-gi

keluarga. Fungsi ayah sebagai pelindung, atau fungsi perlindungan keluarga

semakin memudar, bahkan orang tua yang sudah jompo, tidak lagi disediakan

tempat dalam ke-luarga melainkan dititipkan pada lembaga lain di luar keluarga

yang mampu melinduginya.

Fungsi pendidikan dalam keluarga sudah lama diambil alih oleh lembaga

pendidikan. Pada masyarakat tradisional dan tidak memiliki lembaga pendidikan,

anak-anak mempelajari segala sesuatu yang perlu mereka ketahui dengan cara

menyaksikan apa saja yang sedang berlangsung dan membantu suatu pekerjaan

apabila dianggap praktis.

Page 181: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 175

Untuk mengajar seorang anak berburu, tidaklah diperlukan sekolah. Ayah

anak itu akan memberinya cara bagaimana dia berburu. Cara semacam ini

merupakan bentuk pe-ngajaran yang mungkin mirip dengan pendidikan.

Pengajaran semacam itu merupakan salah satu bagian dari fungsi pen-didikan

dalam keluarga.

Sekolah mulai lahir pada saat kebudayaan sudah sangat kompleks, sehinga

pengetahuan yang dianggap perlu tidak mungkin lagi ditangani dalam lingkungan

keluarga. Seiring dengan perkembangan kerajaan-kerajaan, diperlukan suatu

petugas khusus dalam memungut pajak. Kita dapat membayangkan bagaimana

suatu sistem masyarakat pada saat itu berkembang dengan beberapa generasi

hingga akhirnya melahirkan seorang guru.

Pada masa inilah lembaga-lembaga pendidikan itu lahir 1. Perubahan

masyarakat yang membutuhkan semakin banyak keahlian dan pelbagai macam

pengetahuan telah menyebabkan keluarga bukan lagi sebagai tempat yang efisien

untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Dan pada saat yang sama keluarga sudah

tidak mampu dan memiliki kesempatan untuk mendidik anaknya dalam waktu

yang cukup lama 2.

Dalam fungsi biologis, pada umumnya masih banyak yang dilakukan secara

resmi dalam keluarga dalam ikatan perkawinan. Namun dewasa ini anak-anak

remaja telah merasakan untuk melakukan hubungan seksual sebelum me-nikah.

Kendatipun angka resmi mengenai hubungan seksual bagi kalangan remaja di

Indonesia masih sangat umum, namun sejumlah riset di Amerika

menggambarkan bahwa tidak banyak perubahan prilaku seksual pra nikah antara

tahun 1948 sampai tahun 1965, namun setelah tahun 1965 wanita mulai

melampaui angka pria dengan sekitar empat dari lima wanita telah mengalami

hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan sejumlah tulisan lainnya yang cukup

mengejutkan bahwa perkawinan perawan relatif sudah menjadi tidak umum dan

mungkin akan menghilang dalam waktu dekat.

Demikian pula terhadap fungsi reproduksi. Dewasa ini dalam kehidupan

keluarga, jumlah anak sangat terbatas sampai 3 orang. Mengecilnya jumlah

anggota keluarga, terle-pas dari implikasi ekologis, mungkin diharapkan sebagai

peningkatan keharmonisan keluarga. Sejumlah hasil penelitian melaporkan

bahwa keluarga yang lebih kecil kurang mengalami stress, lebih sejahtera dan

paling memuaskan bagi suami isteri, orang tua dan anak-anak. Bahkan anak-anak

dalam keluarga yang lebih kecil jauh lebih sehat dan kreeatif.

3. Perubahan Nilai Perceraian

1 Lahirnya lembaga pendidikan membawa fungsi manifes dan laten. Fungsi manifes

pendidikan ialah mengembangkan potensi seseorang untuk mengembangkan masyarakat,

mewariskan kebudayaan dalam berbagai generasi, mengembangkan kemampuan berfikir dan

mening-katkan kemampuan adaptasi melalui suatu bimbingan. Fungsi laten pendidikan ialah

menciptakan sikap tidak dewsa 2 Setelah revoilusi Rusia, Uni Soviet mencoba memisahikan anak-anak dari orang tuanya

dan membesarkannya di tempat khusus dengan harapan ibunya mampu bekerja diluar rumah

secara bebas dan anaknya dididik secara ilmiah. Kini di Soviet sekolah dan keluarga bekerjasama

untuk mensosialisasikan anak demi kepatuhan dan altruisme.

Page 182: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

176 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Perceraian merupakan objek menyakitkan bagi yang tidak menerimanya

sebagai bagian integral dalam keluarga modern. Dalam keluarga Amerika,

beberapa petani di pelosok-pelosok menikah tiga kali dan biasanya masih

mempunyai beberapa kekasih gelap tanpa menyebutnya sebagai sesuatu yang

mengerikan. Peningkatan jumlah perceraian mungkin disebabkan oleh beberapa

hal, antara lain (a) menurunnya harapan peran berdasarkan seks memungkinkan

suami dan isteri tidak sepakat mengenai hak dan kewajibannya (b) indi-

vidualisme dalam kehidupan modern yang meningkat, menjadikan pasangan

suami isteri makin kurang memiliki cita rasa dan tata nilai yang sama (c)

ketergantungan ekonomis wanita terhadap pria semakin menurun. Oleh karena

itu, wanita bisa memiliki tanggung-jawab yang sama secara ekonomis (d) per-

ceraian sudah semakin umum diterima dan tidak lagi dianggap sebagai keaiban

(e) perceraian berkembang dengan sendirinya karena melihat saudaranya, orang

tua atau sahabat yang bercerai.

Perubahan-perubahan yang mempengaruhi tingkat perceraian dalam

masyarakat ialah 3;

1. Perubahan pada nilai dan norma tentang perceraian. Masyarakat menilai

bahwa perceraian bukan sesuatu yang memalukan dan harus dihindarkan;

2. Perubahan lingkungan sosial keluarga, teman dan tetangga terhadap

ketahanan perkawinan. Dahulu, keluarga, teman dan tetangga sangat

bertanggungjawab terhadap keber-langsungan kehidupan perkawinan yang

sedang goyah. Perceraian menyebabkan seseorang kehilangan lingkungan

sosialnya, namun kini semua telah berubah;

3. Adanya pilihan bagi suami isteri apabila bercerai. Ber-tambahnya banyak

kemudahan yang bisa diperoleh oleh suami dan isteri di masyarakat

menyebabkan ketergan-tungan suami dan isteri menjadi kurang. Tanpa

pelayanan isteri, seorang laki-laki dapat memenuhi kebutuhan bio-logisnya.

Rumah makan, kedai minum dan hotel, panti pijat serta rumah bordir

memungkinkan terjadinya hal itu;

4. Adanya tuntutan kesamaan hak antara laki-laki dan pe-rempuan. Dalam

masyarakat industri dewasa ini mem-berikan peluang kepada manusia untuk

bersaing bukan lagi berdasarkan jenis kelamin melainkan berdasarkan prestasi

individu. Perbedaan etos ini akan memberikan pengaruh yang luar biasa

terhadap ketegangan hubungan suami-isteri;

Uraian di atas menggambarkan arah perubahan keluarga yang sedang

berlangsung. Bagi sebagian orang barangkali sangat mencemaskan, menerimanya

dengan pasrah dan sebagian lagi mencoba untuk mempertanahkan nilai-nilai

tradisional yang semala ini dianut. Oleh karena itulah pertanyaan yang paling

penting bukan apakah sebuah keluarga akan mampu bertahan dengan ikatan

perkawinan yang kokoh ? tetapi, bagaimana keluarga tetap menjadi sebuah

3 William J Goode, Family Disorganization sebagaimana dikutif dalam Erna Karim, dalam

Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia, 1999 hal. 143.

Page 183: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 177

keluarga ? di tengah-tengah suami isteri harus bekerja di luar rumah, angka

perceraian yang semakin meningkat, modernisasi yang merubah hubungan antar

anggota keluarga, hilangnya keakraban dan kehangatan dengan lingkungan

tetangga dan dunia yang semakin acuh tak acuh yang sangat impersonal dan

keras.

4. Hidup Bersama Tanpa Menikah

Pasangan yang hidup bersama tanpa menikah tidak diakui sebagai keluarga

oleh Biro Sensus Amerika Serikat. Menurut Biro Sensus Amerika, yang

dinamakan keluarga ialah dua orang atau lebih yang memiliki hubungan darah,

perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama dalam suatu rumah tangga.

Dalam kenyataannya, praktek umum keluarga mencakup semua kegiatan

hubungan antar manusia. Para sosiolog tidak merasa puas dengan definisi yang

dikemukakan oleh Biro Sensus Amerika tersebut karena definisi tersebut

mengabaikan pengertian keluarga luas yang merupakan lembaga sosial yang

paling mendasar dalam kehidupan manusia.

Definisi keluarga yang bersifat sosiologis ialah suatu kelompok

kekerabatan yang menyelenggarakan pemeliharaan anak dan kebutuhan

manusiawi tertentu lainnya. Pandangan keluarga secara sosiologis ini sangat luas

karena melihat ke-luarga dalam usaha mempertahankan cara-cara hidup yang bisa

diandalkan misalnya dengan menentukan pasangan, melahirkan dan

membesarkan anak, memenuhi kebutuhan ekonomi, memelihara orang jompo

dan menjalankan fungsi-fungsi lainnya. Dari persfektif inilah, hidup bersama

tanpa menikah menemukan bentuknya yang penting untuk mendapatkan kajian

dalam sosiologi keluarga.

Pada beberapa negara maju, hidup bersama di luar nikah merupakan tahap

lain dari proses saling mengenal tanpa suatu komitmen yang tegas untuk

menikah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Macklin memperkirakan bahwa

seperempat dari para mahasiswa yang ada di Amerika telah mempraktikkan hidup

bersama, setengahnya lagi akan menerima hidup bersama di luar nikah jika

muncul partner yang bisa diterima dan seperempatnya lagi tidak mau

mempraktikannya 4.

Walaupun sebagian besar pasangan yang hidup bersama tidak membuat

suatu komitmen yang tegas untuk menikah, tetapi kebanyakan sungguh menikah

juga, atau kalau tidak mereka berpisah sementara untuk beberapa tahun. Hanya

sedikit saja dari mereka yang memilih untuk hidup bersama tanpa menikah

sebagai gaya hidup yang tetap 5.Pola hidup bersama tanpa menikah ini

dianggapnya sebagai persiapan untuk mereka kelak menikah.

Adanya percobaan untuk hidup bersama tanpa menikah yang dapat

mencegah terjadinya ketidak harmonisan dan ketidak bahagiaan dinyatakan

4 Eleanor D Macklin, “Review of Research on nonmarital Cohabition in United State,” in

Bernand I. Murstein (ed) Exploring Intimate Lifestyle, Springer Publishing Co., Inc., New York,

1978, hlm, 213. 5 Ibid, hlm. 234

Page 184: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

178 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

sebagai ungkapan yang berlebihan, bahkan pada tingkat yang lebih kongkrit

belum ada bukti yang meyakinkan dalam hal ini. Bahkan sebaliknya, hasil survey

yang akurat menunjukkan bahwa hidup bersama tanpa menikah bukan

merupakan jaminan keberhasilan perkawinan bagi mereka yang akan menikah 6.

Dengan demikian, hidup bersama tanpa menikah telah diterima secara luas

sebagai masa persiapan untuk menikah namun sedikit sekali manfaatnya bagi

perkawinan dan keluarga.

Pada masyarakat Eskimo, adanya keluarga di luar ikatan perkawinan pada

batas tertentu ditolelir oleh masyarakat setempat, bahkan untuk menghormati

tamunya yang terpandang, para isteri disuruh tidur dengan tamunya tersebut

sebagai tanda penghormatan.

Praktek hidup bersama di luar pernikahan dapat pula ditemukan pada

masyarakat Indonesia, seperti di daerah pulau Kei, Flores dan Mentami. Sistem

perkawinannya mengijinkan anak-anak gadisnya mengadakan hubungan kelamin

dengan laki-laki sebelum menikah 7. Demikian pula pada masyarakat di daerah

banjarnegara, mengijinkan anak laki-lakinya melakukan relasi seks dengan

pelacur atau penari sebagai suatu peristiwa iniasi menuju kedewasaan yang

dinamakan gowokan 8.

Di Indonesia sendiri, tingkat orang yang hidup bersama tanpa menikah

masih cukup tinggi terutama terjadi pada kalangan keluarga pra sejahtera yang

berada di garis kemiskinan. Kasus-kasusnya dapat ditemukan pada keluarga

pemulung, gelandangan, pengemis dan sebagainya yang tempat tinggal mereka

berada di daerah pinggiran kota yang tidak layak huni. Tingkat keluarga tanpa

menikah ini sangat signifikan jumlahnya pada saat diselenggarakan suatu

perkawinan massal 2000 yang diselenggarakan mahasiswa UI. Jumlahnya

mencapai ratusan pasangan untuk wilayah DKI Jakarta. Mereka bukanlah

pasangan muda-mudi melainkan sudah cukup umur bahkan sudah memiliki

banyak anak. Oleh karena itu, tidak heran jika acara resepsi yang di adakan di

Istora Senayan Jakarta itu diramaikan oleh teriakan anak-anak mereka yang ikut

menyaksikan pernikahan orang tuanya 9.

B. Rekomendasi

Melihat perkembangan yang dinamis dalam kehidupan keluarga yang

meliputi perubahan pola hubungan suami isteri, anak, dan lingkungan sekitar,

tekanan industri yang demikian kencang terhadap sendi-sendi keluarga, serta

tingginya angka perceraian panaslak jika dikemukakan bahwa keluarga-keluarga

Indonesia darurat untuk dikokohkan kembali dan direvitalisasi kembali.

6 Ibid, hlm. 228 7 Sarinah Sukarno, Tanpa Judul. Panitia Penerbit Buku-buku Karangan Presiden

Soekarno, Jakarta, 1963, hlm. 39. 8 Kartini Kartono, Patologi Sosial (Jilid I). Rajawali Press, Jakarta, 1997, hlm. 180-181 9 Yeny Magfiroh, “Nikah Massal 2000 Membawa Pesan Reformasi untuk KUA”, dalam

Republika Edisi Jum’at 24 Maret 2000

Page 185: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 179

Penataan institusi keluarga wajib dilakukan mulai dari hulu dan hilir. Dari

hulu disiapkan beragam pendidikan keluarga bagi calon pasangan suami dan

isteri, di tengah kehidupan perkawinan mereka, tersedia ruang-ruang konseling

yang siap sedia memberi ruang bagi keluhan hubungan suami isteri secara masal

melalui kebijakan negara dan masyarakat serta keterlibatan pengadilan agama

memberikan kesukaran dalam proses perceraian.

Oleh karena itu, beberapa langkah yang bisa dilakukan guna mengatasi

konsolidasi keluarga muslim indonesia menjadi keluarga yang kokoh yaitu :

1. Mahkamah Aguang

a. Dalam proses persidangan, hakim-hakim di PA/MS diwajibkan melakukan

upaya perdamaian terlebih dahulu kepada pasangan berperkara yang ingin

bercerai. Hal ini sesuai dengan Hukum Acara Peradilan Agama yang antara

lain bersumberkan Hukum Acara Perdata Umum (Herzien Inlandsch

Reglement/ Rechtreglement voor de Buitengewesten atau kerap disingkat

HIR/RBg). Disebutkan dalam Pasal 130 HIR dan pasal 154 RBg, bahwa

pada permulaan persidangan, sebelum pemeriksaan perkara, hakim wajib

mendamaikan antara para pihak berperkara. Jika perdamaian berhasil, oleh

hakim dibuat Akta Perdamaian yang mempunyai kekuatan sebagai putusan.

Namun jika tidak berhasil maka dilanjutkan pada tahapan sidang berikutnya.

Harapannya, ada reward yang memadai bagi hakim-hakim yang mampu

mendamaikan pihak-pihak yang berperkara baik dalam proses mediasi

maupun upaya mendamaikan di dalam persidangan. Misalnya, bagi hakim

yang selama 1 tahun menjalankan sidang perceraian dan mampu

mendamaikan pihak dalam proses mediasi maupun di dalam persidangan

sebanyak 25 perkara diberikan kemudahan promosi jabatan dan mutasi

dalam waktu yang singkat.

b. Memaksimalkan proses mediasi di pengadilan agama oleh para hakim dan

non hakim. Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016

mewajibkan untuk perkara-perkara tertentu, termasuk untuk perceraian, agar

melalui proses mediasi setelah dilakukan sidang pertama. Mediasi dilakukan

pada pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali

sepanjang perkara tersebut belum diputus (Pasal 21). Selain itu, dalam Perma

2016 disebutkan bahwa mediator dapat dari dalam maupun luar pengadilan

(Pasal 4 ayat 1), hakim dan non hakim. Secara umum, Perma 2016 memberi

penekanan pada peranan mediator yang lebih luas dalam proses mediasi.

Bahkan disebutkan bahwa tidak menempuh prosedur mediasi mengakibatkan

putusan batal demi hukum (Pasal 2 Ayat 3). Selain itu juga, adanyaa

pengaturan pasal itikad baik dan itkad tidak baik.Bagi pihak yang bertikad

tidak baik dalam proses mediasi akan memperoleh sanksi, yaitu perkaranya

tidak diterima jika masuk dalam persidangan, membayar biaya perkara dan

membayar jasa mediator.

c. Memperbaiki Pemeriksaan dalam Putusan Verstek

Page 186: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

180 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Belakangan ini, kasus perceraian yang diputus oleh pengadilan agama rata-

rata dikisaran 70% merupakan perkara yang diputus dengan cara verstek.

Sungguhpun putusan verstek itu legal dan beralas hukum, namun menyimpan

beberapa kelemahan, khususnya dalam pemeriksaan perkara perceraian.

Yaitu, ketika tergugat/termohon tidak pernah hadir selama persidangan,

maka hakim tidak dapat mengupayakan perdamaian sebagaimana yang

diamanatkan dalam Undang-Undang. Kemudian hakim hanya mendasarkan

pada pembuktian yang diajukan penggugat/ pemohon sehingga tidak terdapat

keseimbangan dalam pembuktian, upaya mediasi oleh mediator kepada

kedua pihak berperkara tidak mungkin dilakukan. Majelis hakim paling

hanya mampu menasehati Penggugat agar tidak bercerai dengan berbagai

pertimbangan, dan itupun tidak bisa dipaksakan, alias kembali kepada

Penggugat.

Selain itu, putusan verstek meskipun telah memenuhi ketentuan peundang-

undangan tetapi masih menyisakan rasa ketidak adilan dari sudut kebenaran

materiil, sebab tidak melalui jawab menjawab (replik-duplik) dan tidak

berdasar fakta kongkrit yang telah terbukti, pengambilan putusan secara

sepihak karena hakim memandang ada kelalaian tergugat memenuhi

panggilan hakim, sehingga hak-haknya untuk memberikan jawaban gugur

dengan sendirinya. Berdasarkan kelemahan itulah, pemeriksaan perceraian

menjadi mudah, cepat dan memungkinkan terjadi putusan yang tidak adil

dengan lahirnya perlawanan atas putusan verstek melalui upaya hukukm

verzet. Oleh karennya diperlukan kehati-hatian terutama jika pemeriksaan

perceraian dengan tidak hadirnya tergugat. Beberapa aspek yang perlu

dipertahankan dan diperbaiki diantaranya:

1) Pemangilan dilakukan dengan dua helai panggilan. Meskipun tidak

wajib melakukan dua panggilan, namun guna memastikan bahwa

panggilan sah secara hukum, yaitu patut dan resmi maka panggilan

sidang dilakukan dengan dua lembar panggilan, yaitu diserahkan melalui

kantor desa dan alamat prinsipalnya;

2) Mewajibkan pihak-pihak yang berperkara dalam perkara perceraian

hadir. Di kabupaten Cianjur, berdasarkan wawancara dengan hakim

Pengadilan Agama Cianjur diketahui bahwa khusus PNS yang akan

bercerai wajib hadir keduanya di persidangan, hal ini dimaksudkan

sebagai kebijakan bupati dan kemenag agar kedua belah pihak bisa

didamaikan sebelum persidangan oleh pengadilan agama sebagai

benteng negara yang paling ahir dalam kemelut rumah tangga. Demikian

pula, bagi perceraian yang bukan non PNS bisa diterapkan setelah

dilakukan perubahan dan perbaikan hukum acara perdata di pengadilan

agama;

3) Mendisiplinkan juru sita. Masih ada Jurusita/Jurusita Pengganti, yang

tidak konsisten terhadap tugasnya yaitu ; menyampaikan panggilan

kepada para pihak khususnya kepada (T), terkadang justru memihak dan

mengajari (T/suami) dengan menyatakan “kalau mau menerima putusan

Page 187: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 181

cepat” agar tidak usah menghadiri persidangan, cukup menandatangani

relaas panggilan ini, nanti putusannya akan dibawakan lagi”. Di sisi lain

yang sering merupakan kesengajaan terselubung dari Jurusita/Jurisita

Pengganti adalah tidak berupaya sedemikian rupa untuk menemui (T)

dengan tujuan tertentu dan masih ditemukan Jurusita/Jurusita Pengganti

yang menggunakan kurir non pegawai (tukang ojek) untuk

melaksanakan pemanggilan (tidak resmi) sehingga instrument panggilan

berulang-ulang dengan maksud agar biaya pemanggilan menguntungkan

dirinya. Atas kenyataan ini, Jurusita/Jurusita Pengganti sudah

semestinya diberikan diberikan hukuman disiplin sesuai ketentuan yang

berlaku baik dengan cara menghentikan sementara, atau menghentikan

secara total atau paling kurang dengan memutasi (memindahkan) ke

Pengadilan Agama yang lain agar kebiasaan buruknya itu diharapkan

berubah.

2. BP4

a. Pembentukan BP4 secara nasional tahun 1960 dan dikukuhkan oleh

Keputusan Menteri Agama No 85/1961 bertujuan untuk mempertinggi

kualitas perkawinan, mencegah perceraian sewenang-wenang dan

mewujudkan rumah tangga yang bahagia sejahtera menurut tuntunan

agama Islam. Keputusan Menteri itu menyebutkan bahwa BP4 adalah

sebagai satu-satunya badan yang bergerak dalam bidang penasihatan

perkawinan, talak dan rujuk dan upaya untuk mengurangi angka

perceraian yang terjadi di Indonesia. Sampai sekarang, dengan segala

kelebihan dan keterbatasannya BP4 terus melaksanakan fungsinya sesuai

dengan tujuannya dan perkembangan, antara lain memberikan

penasihatan, advokasi, mediasi dan pelatihan. Selain itu, peran BP4 yang

menyejarah di Indonesia dalam hal keterlibatannya mengokohkan ikatan

perkawinan sudah selayaknya diberi kesempatan dalam bentuk kewajiban

menjalankan peran mediator di luar pengadilan bagi para pihak yang akan

atau sedang berperkara ke pengadilan. Keterlibatan BP4 sebagai lembaga

mediasi, konsultasi dan penasihatan dilakukan para pihak mendaftarkan

diri ke pengadilan agama;

b. Keteribatan BP4 ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 3

Tahun 1975 tentang Kewajiban Pegawai-pegawai Nikah dan Tata Kerja

Pengadilan Agama dalam Melaksanakan Peraturan Perundangan-

Undangan Perkawinan bagi yang Beragama Islam. Di dalam Pasal 28

Ayat (3) dan Pasal 30 Ayat (2) disebutkan bahwa Pengadilan Agama

setelah mendapat penjelasan tentang pengajuan perceraian, berusaha

mendamaikan kedua belah pihak dan dapat meminta bantuan Badan

Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4) setempat agar

suami-isteri dapat hidup rukun lagi. Akibat adanya peraturan ini, bahkan

dalam prakteknya, terjadi bahwa sebelum ke PA, suami-isteri itu terlebih

dahulu datang ke BP4.

Page 188: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

182 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

3. Pemerintah Pusat

Pemerintah sudah saatnya mewajibkan (bukan formalitas dilaksanakan)

agar seluruh calon pengantin untuk mengikuti pendidikan pra nikah.

Prinsip mempersulit atau mempersukar perkawinan perlu dilakukan

sehubungan atas rentannya ikatan perkawinan dalam keluarga muslim

Indonesia. Mempersulit perkawinan berarti setiap calon pengantin

diwajibkan menempuh pendidikan pra nikah yang dilaksanakan secara

sungguh-sunggguh, terpenuhi usia perkawinan yakni 20 dan 25 Tahun

bagi wanita dan pria. Kebijakan tersebut akan memberikan konsekwensi

pada peraturan lainnya, antara lain berupa edaran tentang kewajiban

lembaga/instansi memberikan ijin bagi karyawan/pegawainya untuk

mengikuti pendidikan bagi calon pengantin secara intensif.

Pemerintah pusat juga bisa memberikan reward atau penghargaan kepada

pemerintah daerah yang berhasil menekan jumlah angka perceraian dari

tahun sebelumnya.

Page 189: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 183

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Manan. (2012). Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan

Peradilan Agama. Jakarta: Kencana.

Abdul Munir Yacob. (1995). Pelaksanaan Undang-Undang dalam Mahkamah

Syariyah dan Mahkamah Sipil di Malaysia. Kuala Lumpur: Institut

Kefahaman Malaysia.

Abdullah Tri Wahyudi. (2004). Peradilan Agama di Indonesia. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Abu Muhammad Mahmud Ibn Ahmad al-Aynayni. (t.t.). al-Bidãyah fi Syarh al-

hidãyah. Beirut: Dar al-Fikr.

Abu Dawud Sulayman bin al-Asy`ats. (t.t.). Sunan Abiy Dâwud. Beirut: Al-

Maktabah al`Asyriyah

Abu Hâmid Muhammad al-Ghazâliy. (t.t.). Ihya’ `Ulûm al-Dîn, Beirut: Dâr al-

Ma`rifah.

Abu Muhammad Muwaffiquddin bin Qudamah. (1968). Al-Mughniy li Ibn

Qudâmah. Kairo: Maktabah al-Qahirah.

Achmad Ali. (2009). Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan

(Judicialprudence): Termasuk Interpretasi Undang-undang

(Legisprudence). Jakarta: Kencana.

Ahrons Constante. (1979). “The binuclear family,” Alternative Life Styles

Alauddin at Tharablisi. (t.t.). Muin Al Hukkam: Fi ma yataraddadu baina al

khasamaini min al Ahkami.. Beirut : Dar al Fikr

Alfred Cahen. (1932). Statistical Analysis of American Divorce. New York:

Columbia University Press.

Ali al-Sayis. (2002). Tafsir ayat al-ahkam. (Beirut: Dar al-fikr, 2002), hlm 705

juz I.

Al-Nasâ`iy Abu `Abdurrahman Ahmad bin Sya`ayb. (1986). Al-Mujtabâ min al-

Sunan. Halab: Maktabah al-Mathbû`ât al-Islâmiyah.

Al-Rãghib al-Ashfahani. (t.t.) al-Mufradãt fĩ Gharĩb al-Qur’an. Beirut: Dar al-

Ma‟rifah.

BKKBN. (2011). Profil Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2011, Jakarta: Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Direktorat Pelaporan

dan Statistik.

Cahyadi Takariawan. Wonderful Couple. (Solo: P.T Era Adicitra Intermedia,

2015). Hlm. 15

Cicut Sutiarso. (2011). Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Sengketa Bisnis,

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Cik Hasan Bisri. (2003). Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Page 190: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

184 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

D.H. Olson dan J. Defrain. Marriage & the family: intimacy, diversity and

streght. (5rd

edition). Mountain View, CA: Mayfield, 2006.

Djamil Latif. (1981). Aneka Hukum Perceraian di Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indah.

Edi As‟adi. (2012). Hukum Acara Perdata dalam Prespektif Mediasi(ADR) di

Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Eleanor D Macklin. (1978). “Review of Research on nonmarital Cohabition in

United State,” in Bernand I. Murstein (ed) Exploring Intimate Lifestyle,

Springer Publishing Co., Inc., New York.

Ermansjah Djaja. (2008). Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Sinar

Grafika.

George Levinger. (1966). “Phisical abuse among aplicants for divorce,”, dikutif

dari “Source of Marital Satisfication among Aplicants for Divorce,”

American Journal of Orthopsychiatry 36.

Gerald R. Leslie. (1967). The Family in Social Context. New York: Oxford

Univerity Press.

Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani. (2001). Hukum Arbitrase. Jakarta:

RajaGrafindo.

Gustav Radbruch (1961). Einfuehrung In Die Rechtswissenschaft Koehler

Verlag. Stutgart, tanpa penerbit.

H.L.A Hart. (2010). The Concept of Law. New York: Clarendon Press-Oxford

diterjemahkan oleh M. Khozim, Konsep Hukum. Bandung: Nusamedia.

Harsojo. (1990). “Kebudayaan Sunda”, dalam Manusia dan Kebudayaan di

Indonesia. Jakarta: Djambatan

Hasan al-Sayid Hamid Khithab. (2009). Maqâshid al-Nikâh wa Atsâruhâ,

Dirâsah Fiqhiyah Muqâranah, Tanpa Penerbit.

Hasanuddin. (2011). Perkawinan dalam Perspektif Al-Quran, (Nikah, Talak,

Cerai, Rujuk). Jakarta: Nusantara Damai Press.

Ibn Majah Abu `Abdullah Muhammad bin Yazid. (t.t.). Sunan Ibn Majah, Beirut:

Dâr Ihyâ` al-Kutub al-`Arabiyah.

Ibnu Katsir. (1999). Tafsir al-Quran al-‘Adhim. Beirut: dar El-Fikr.

Isma‟il al-Haqqi al-hanafi, Ruhul Bayan. (t.t.). Saudi: Dar al-Nasyr.

Isnawati Rais. (2014). “Tingginya Angka Cerai Gugat (Khulu’) Di Indonesia;

J.B. Af Mayor Polak. (1979). Sosiologi suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta:

PT Ictiar Baru.

John O. Voll. (1983). Renewal and Reform in Islamic History: Tajdid and Ishlãh

dalam John L. Esposito, Voices of Resurgent. New York: Oxford University

Press.

K.G. Hilman. (1962). “Marital instability and its relation to education, income

and accupation: an analysis based on cencus data”, dalam R.F. Winch, R.

McGinnis and the Family edisi revisi Holt Rinehart and Wilson, 1962

Kartini Kartono. (1997). Patologi Sosial (Jilid I). Jakarta: Rajawali Press.

Kementerian PPPA dalam Herin Puspitawati. (2012). Gender dan Keluarga:

Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: PT IPB Press.

Page 191: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 185

Kementerian PPPA. (2016). Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. Jakarta:

Lintas Katulistiwa.

Kephart. (1954). William M. “The Duration of Marriage”, American Socio-

logical Review, 19 Juni 1954.

Khoiruddin Nasution. (2003). Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern, Studi

Perbandingan dan Keberanjakan UU Modern dari Kitab-Kitab Fiqih.

Jakarta: Ciputat Press.

Kustini dan Ida Rosidah. (2016). Ketika Perempuan Bersikap : Tren Cerai Gugat

Keluarga Muslim. Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Puslitbang

Kehidupan Keagamaan Tahun 2016 Kementerian Agama RI Badan

Litbang dan Diklat.

Leden Marpaung. (1997). Tindak Pidana Terhadap Kehormatan; Pengertian

dan Penerapannya. Jakarta: Raja Grafindo

Letha Dawson Scanzoni dan John Scanzoni (1981). dalam Men, Women and

Change: A Sociology of Marriage and Family, New York: McGraw Hill

Book Compani, 1981 hal 81.

Letha Dawson Scazoni dan John Scanzoni. (1981). Men, Women and Change: A

Sociology of Marriage and Family. (New York: McGraw. Hill Book

Company).

Lili Rasjidi. (1991). Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan

Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

M. Thalin, Memahami Sifat 20 Fitrah Orang Tua. (Bandung: Isryad Babus

Salam, 1995). 16

M. Yahya Harahap. (2005). Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Mahmul Siregar, (t.t.) “Kepastian Hukum Dalam Transaksi Bisnis Internasional

dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Investasi di Indonesia”, Medan:

Fakultas Hukum USU.

Mark E. Cammack. (2007). Islamic Law In Contemporary Indonesia Ideal And

Institution, editor R. Michael Feener. Cambridge: harvard university Press.

Muhammad Abd ar Rahman Tuhfah al Ahwazi (Bi Syarh Jami At Tirmizi) (t.t.p;

Dar al Fikr, t.t.) IV : 486 Hadits nomor 1352 “Kitab Al Ahkam.” Bab Ma

Zukira an Rasulullah Salallahu Alaih wa Salam fi Sulh Bain an Nas Hadits

ini hasan sahih diriwayatkan dari Katsir bin Abdillah bin umar bin auf Al

muzniy dari ayahnya dari kakeknya.

Muhammad al-Qurtubhi. (2003). al-Jami’ li ahkam al-Quran. Beirut: Dar el-

Fikr.

Muhammad Ibn Jarir al-Thabari. (t.t.). Jami’ al-bayan fi ta’wil al-Quran. Beirut:

Dar Elfikr.

Muhammad Thâhir bin Muhammad bin `Atsur. (1984) Al-Tahrîr wa al-Tanwîr,

Tunisia: al-Dar al-Tûnisiyah li al-Nasyr.

Mukti Arto. (2011). Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 192: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

186 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Norzulaili Mohid Ghazali dan Wan Abdul Fattah Wan Ismail. (2007). Nusyuz,

Shiqaq dan Ahkam Menurut Al-Quran, Sunah dan Undang-undang

Keluarga Islam, Malaysia: Kolej Universiti Islam Malaysia (KUIM).

Nurnaningsih. (2012). Mediasi. Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di

Pengadilan, Jakarta:PT. Raja Grafindo persada.

Nuruddin Abu Lihyah. (2010). al-Muqaddimât al-Syar`iyah li al-Jawâz bi Ru’ya

Maqâshidiyah. Dâr al-Anwâr li al-Nasyr wa al-Tawzi‟.

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata. (1997). Hukum Acara

Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju.

Robert F. Winch, “The Functions of Dating in Middle-Class America,” in Winch,

Robert Mc. Ginnis and Herbert R. Barringer (eds) Selected Studies in

Marriage and the Family (New York: Holt, Rinegart and Winston, 1962, p.

506-508.

Robert F. Winch. (1962). “The Functions of Dating in Middle-Class America,” in

Winch, Robert Mc. Ginnis and Herbert R. Barringer (eds) Selected Studies

in Marriage and the Family. New York: Holt, Rinegart and Winston.

Roihan A Rasyid. (1995). Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Salam Mazkur. (1993). Peradilan dalam Islam, Alih Bahasa Drs Imron AM. Cet

ke 4. Surabaya: Bina Ilmu.

Sarinah Sukarno, (1963). Panitia Penerbit Buku-buku Karangan Presiden

Soekarno, Jakarta.

Sayid Sabiq. (1988). Fiqh al- Sunnah. Beirut:Dar el-Fikr

Shidarta. (2013). Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum, Akar filosofi.

Yogyakarta: Genta Publishing

Sinaga V. Harlen (2015). Hukum Acara Perdata dengan Pemahaman hukum

Materil., Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Soedharyo Soimin. (2011). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:

Sinar Grafika.

Sonhaji. (1988). Pedoman Rumah Tangga Bahagia, (Jawa Timur: BP-4 Prop.

Jawa Timur, 1988), hlm. 3

Sri Tresnaningtias Gulardi. (t.t.). Perubahan Nilai di Kalangan Wanita yang

Bercerai. Makalah pada Lokakarya Forum Komunikasi Bidang Peranan

Wanita, Depdikbud, Ditjen Pendidikan Tinggi.

Sudikno Mertokusumo. (2008). Mengenal Hukum, Suatu Pengantar.

Yogyakarta: Liberty.

Sudirman Tebba.(1993). Perkembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia

Tenggara: Studi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya.

Bandung: Penerbit Mizan.

Suwarsih Warnaen dkk.,(1987). Pandangan Hidup Orang Sunda Seperti

tercermin dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda Penelitian Tahap II;

Konsistensi dan Dinamika). Bandung: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Page 193: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 187

Syahrizal Abbas. (2011). Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan

Hukum Nasional. Jakarta: Kencan Prenada Media Group.

Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Khathib al-Syarbiniy. (1994). Mughniy

al-Muhtâj ilâ Ma`rifah Ma`âniy Alfâzh al-Muhtâj. Beirut: Dâr al-Kutub al-

`Alamiyah)

Syihabuddin al-Alusi. (t.t.). Ruhul Ma’ani fi Tafsir al-Quran al-‘adhim wa sab’u

almatsani.

Theo Huijber. (1992). Pengantar Filsafat Hukum. Yogyakarta: Kanisisus

Wahbah al-Zuhayli. (1997). al-Fiqh al-Islâmiy wa Adillatuh. Beirut: Dar al-Fikr.

Wahidah R.. Bulan, dan Lastriyah. (2016). “Fenomena Peningkatan Cerai Gugat

Di Padang: Indikasi Kebangkitan Permpuan”? dalam Ketika Perempuan

Bersikap : Tren Cerai Gugat Keluarga Muslim. Jakarta : Badan Litbang

dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

William J Goode. (1999). Family Disorganization sebagaimana dikutif dalam

Erna Karim, dalam Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor

Indonesia.

William J. Goode. (1995). Sosiologi Keluarga. Terj. Laila Hanoum, Bumi

Aksara, Jakarta

Yeny Magfiroh. (2000). “Nikah Massal 2000 Membawa Pesan Reformasi untuk

KUA”, dalam Republika Edisi Jum‟at 24 Maret 2000

B. Jurnal

A. Muliany Hasyim. (2015). “The Principles of Tightening Divorce In Semarang

High Religious Court In Maqasid Al-Shari‟ah Perspective” dalam Al-

Mawarid Journal of Islamic Law, Vol. XV, No. 1, August 2015.

Abdul Jamil dan Fakhrudin. (2015). “Isu dan Realitas di Balik Tingginya Angka

Cerai-Gugat di Indramayu”, dalam HARMONI Jurnal Multikultural &

Multireligius. Mei - Agustus 2015. Vol 14 No. 2.

Analisis Kritis Terhadap Penyebab dan Alternatif Solusi Mengatasinya” dalam

Al-‘Adalah Vol. XII, No. 1 Juni 2014.

Bakhtiar Arsa Muhammad. (2009). “Perceraian Dan Perubahan Sosial di

Kabupaten Bungo (Studi terhadap Tren Pola Perceraian dari Talak Cerai ke

Gugat Cerai)” dalam Kontekstualita Vol. 26 No. 2. Desember 2O09.

Budhy prianto, dkk.(2013). “Rendahnya Komitmen dalam Perkawinan sebagai

Sebab Perceraian”, dalam Jurnal Komunitas : Research & Learning in

Sociology and Anthropology. Semarang: Universitas Negeri Semarang).

Cut Wan Nurlaili (2017). “Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Cerai Gugat Pada

Mahkamah Syar‟iyah Meulaboh”, pada Jurnal Deliberatif Jurnal Ilmu

Hukum Vol 1, No 1, Juni 2017.

Eva Meizara Puspita Dewi dan Basti. (2008). “Konflik Perkawinan dan Model

Penyelesaian Konflik pada Pasangan Suami Isteri”, Jurnal Psikologi, Vol 2,

No 1, Desember 2008

Page 194: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

188 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood

Security Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal. 22: 30-33.

Frankenberger, T.R., dan M.K.McCaston. (1998). The Household Livelihood

Security Concept. Food, Nutrition, and Agriculture Journal..

Hasan Bastomi. (2016). “Pernikahan Dini dan Dampaknya (Tinjauan Batas Umur

Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Indonesia)

dalam Yudisia, Vol. 7, No. 2, Desember 2016.

J.S. Caroll dan W.J.E Doherty.”Evaluating the Effectivenenss of Premarital

Education: A Review of Outcome Family Relation”. Journal, 52.105-118.

Diunduh dari Error! Hyperlink reference not valid..

Liani Sari, (2001). “Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Studi Kasus

Pada Pengadilan Agama Makasar”, dalam Jurnal Uniyap. Papua.

Lindan Thompson dan Alexis Walker. (1989). “Gender in Families: Women and

Men in Marriage, Work and Parenthood”, dalam Journal of Marriage and

Family.

Muhammad Tamhid Nur. (2016). Cerai Talak di Kota Palopo (Faktor Penyebab

Dan Solusinya Dalam Studi Kasus Di Pengadilan Agama), dalam PALITA:

Journal of Social-Religi Research Oktober 2016, Vol.1, No.2.

Nurhasanah dan Rozalinda. (2014). “Persepsi Perempuan terhadap Perceraian:

Studi Analisis Terhadap Meningkatnya Angka Gugatan Cerai di Pengadilan

Agama Padang” dalam Kafa’ah: Jurnal Ilmiah Kajian Gender Vol. 4 No. 2

Tahun 2014, Padang.

Syafaat Muhammad. (2016). “Fenomena Cerai Gugat di Kabupaten Kuningan :

Sebuah Kajian Perubahan Sosial dalam Masyarakat dan Keluarga”, dalam

Jurnal Bimas Islam Vol.9. No.IV 2016.

C. Kamus dan Ensiklopedia

“Lexcicon Universal Encyclopedia. (1990). by Lexcicon Publications, Inc., USA:

Copyright.

Abd Salam. (t.t.) Mu’jam al-Wasĩth. Teheran: Maktabat al-Ilmiyah

Abu „Ali al-Fadl ibn al-Hasan at-Thabarsi. (t.t.). Majma’ al-Bayãn fĩ tafsĩr al-

qur’an, Beirut: Dar al-fikr.

Anonimous. (1984). Ensiklopedi Indonesia jilid 5. Jakarta : Ictiar Baru Van

Hooeve & Elsevier Publishing Project.

E. van Donzel, B. Lewis, dkk (ed). (1990). Encyclopedia of Islam. Leiden: E.J.

Brill.

Hassan Sadyli dkk. (1982). Ensikolopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar baru – Van

Hoeve.

Ibn Manzhũr. (t.t.). Lisãn al-'Arab. Mesir: al-Dãr al-Mishriyyah Lita‟lĩf wa al-

Tarjamah.

Ibrãhĩm Madkũr. (t.t.) al-Mu’jam al-Wajiz. Tanpa Penerbit

Page 195: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 189

William Benton. (1970). Encyclopedia Britannica, Vol 22 by Enclopedia

Britanica, Inc., U.S.A

D. Tesis dan Disertasi

Euis Sunarti. (2001). Studi Ketahanan Keluarga dan Ukurannya: Telaah Kasus

Pengaruhnya terhadap Kualitas Kehamilan. [Disertasi]. Bogor : Institut

Pertanian Bogor.

Muh Saidan. (2015). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian

Di Pemkot Surakarta Tahun 2011-2012 (Studi Kasus di Pengadilan Agama

Surakarta). FKIP UMS.

Nunung Rodliyah. (2011) “Perceraian Pasangan Muslim Berpendidikan Tinggi

(Studi Kasus di Kota Bandar Lampung”), Disertasi. Yogyakarta: UIN

Sunan Kalijaga.

Nunung Rodliyah. (2011). “Perceraian pasangan Muslim Berpendidikan Tinggi:

Studi Kasus di Kota Bandar Lampung, “Disertasi tidak diterbitkan.

Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Nurhasan Ismail. (2006). “Perkembangan Hukum Pertanahan Indonesia: Suatu

Pendekatan Ekonomi Politik,” Ringkasan Disertasi. UGM. Yogyakarta:

Tanpa Penerbit.

Ramdani Wahyu Sururie. (2011). “Teori dan Implementasi Mediasi dalam Sistem

Peradilan Agama”. Disertasi Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung

Djati Bandung.

Sun Choirul Ummah. (2010). “Kasus Cerai Gugat Suami Istri Berpendidikan

Tinggi Di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta Tahun 2007-2009,” Tesis

Tidak Diterbitkan, (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2010).

E. Peraturan Perundangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan

Dan Pembangunan Keluarga.

F. Hasil Wawancara

Ahmad Sanusi (Hakim Pengadilan Agama Ciamis), Hasil Wawancara, Ciamis, 5

September 2017.

Amri (Hakim Pengadilan Agama Sumedang), Hasil Wawancarra: Sumedang, 19

September 2017. Data alasan perceraian di Bekasi diperoleh saat informan

bertugas di Bekasi dan Aceh.

Amri dan Mukhlis Budiman (Hakim PA Sumedang), Hasil Wawancara: 19

September 2017.

Asep Arif Ridwanullah (Advokat), Hasil Wawancara, Bandung, 10 September

2017

Page 196: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

190 | Darurat Perceraian dalam Keluarga Muslim Indonesia

Dwi Reiza Menianti, (Petugas Posbakum Pengadilan Agama Bandung), Hasil

Wawancara, Bandung, 20 September 2017)

Hamzah (Hakim Pengadilan Agama Cianjur), Hasil Wawancara: Cianjur, 12

September 2017

Hirmwan Susilo. (Hakim PA Denpasar), hasil Wawancara. Denpasar 3 Oktober

2017.

M. Burhan (Advokat), Hasil Wawancara, Bandung, 10 September 2017

Mukhlish Budiman dan Amri (Hakim Pengadilan Agama Sumedang), Hasil

Wawancarra: Sumedang, 19 September 2017.

Nurhayati Djamas (Mediator/konselor BP4), Hasil Wawancara, Jakarta, 18

September 2017

Riyan Ramdani (Advokat), Hasil Wawancara, Bandung, 8 September 2017

Syarif Hidayat (Hakim PA Indramayu), Hasil wawancara : Indramayu, 26

Agutus 2017

Tantowi (Hakim Tinggi PTA Bandung), Hasil Wawancara: Bandung, 2 Oktober

2017,

Thantowie Ghanie (Hakim Tinggi PTA Bandung), Hasil Wawancara, 27

September 2017

Usep Gunawan (Hakim Pengadilan Agama Majalengka), Hasil Wawancara, 8

September 2017

Zeni Hamdadin (Advokat), Hasil Wawancara, Bandung, 8 September 2017

G. Internet

Ambo Asse, Putusan Verstek Mendominasi Putusan Perceraian Pengadilan

Agama (Analisis Khusus Pada Perkara Perceraian), dalam badilag.net.

Diakses 3 Oktober 2017

Doni Dermawan. (t.t.), “Pendekatan Maqashid Al Syari‟ah Dalam Memeriksa

Dan Memutuskan Perkara”, Artikel dalam www.badilag.net. Diakses 5

Oktober 2017

Error! Hyperlink reference not valid., “Diskursus Restrukturisasi BP4

Mengemuka”

Error! Hyperlink reference not valid..

http://berbagilmublog.blogspot.co.id/2014/01/hukum-keluarga-di-negara-

muslim.html diakses pada tanggal 10 Oktober 2016 pukul 13.00

http://digilib.uinsby.ac.id/3067/5/Bab%204.pdf

http://irfanhusaeni.blogspot.co.id/2012/01/no-fault-divorce.html, diakses 5

Okotber 2017

http://jilbabkujiwaku.blogspot.co.id/2011/02/perbandingan-hukum-perkawinan-

di.html (diakses pada tanggal 10 Oktober 2016 pukul 13.00)

http://lifestyle.kompas.com/read/016/11/17/070600123/latih.anak.menyelesaikan

.masalahnya. sendiri. Diakses 10 Oktober 2017

Page 197: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

Dr. H. Ramdani Wahyu Sururie, M.Ag., M.Si. | 191

http://mediasi.mahkamahagung.go.id/2017/09/27/data-keberhasilan-mediasi-

2014-2015/

http://pa-palangkaraya.go.id/januari-2015-34-isteri-di-palangka-raya-gugat-

suami/

http://pps.uin-suka.ac.id/id/2-berita-terkini/250-tingkat-perceraian-pasangan-

muslim-berpendidikan-tinggi-makin-meningkat.html#

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/ 123456789/34573/1/ Sururin-mus-

lim.pdf, diakses 30 September 2017

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17429/kejarlah-nafkah-sampai-ke-

pengadilan#, diakses 8 Oktober 2017

http://www.solusisehatku.com/mengajarkan-cara-mengelola-keuangan-pada-

anak-sejak-usia-dini. Diakses 7 Oktober 2017

http://www.websitependidikan.com/2016/06/cara-melatih-anak-agar-mau-mem-

bantu.html. Diakses 5 Oktober 2017

https://health.detik.com/read/2009/08/07/111024/1179134/766/10-tes-kesehatan-

sebelum-menikah, diakses 7 Oktober 2017

https://www.kompasiana.com/pakcah/lima-model-menyelesaikan-konflik-suami-

isteri_ 55118dbaa 33311064fba7dc3. Diakses, 5 Oktober 2017

M. Isna Wahyudi, Perceraian dalam Perspektif Praktisi Hukum: Pengalaman

Pengadilan Agama Badung. Dalam http://www.academia.edu/ 21109766/

Percerain Dalam_Perspektif_Praktisi_ Hukum_ Pengalaman_ Pengadilan

_Agama_Badung

Muhammad Isna Wahyudi, “Mengapa Marak Terjadi Perceraian”, dalam

badilag.net, diakses 7 Oktober 2017

www.adr.org

Yance Arizona. (2017). http://yancearizona.wordpress.com/2008/04/13/ apa-itu-

kepastian-hukum. diakses tanggl 7 Agutus 2017

Page 198: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014

TENTANG HAK CIPTA

Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak

ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk

Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000

(seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau

pemegang Hak Cipta melakuka pelanggaran hak ekonomi Pencipta

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,

dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling

banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau

pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,

dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan

pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda aling

banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

=========================================================

=========

DARURAT PERCERAIAN DALAM KELUARGA MUSLIM

INDONESIA

ISBN : 978-602-552-702-9

Cet. 1. Januari 2018

Desain Sampul : Gilang dan Khairul Aziz

Diterbitkan Oleh :

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Telp (022) 7802844

Email : [email protected]

Copyy Right 2018

Dilarang Memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa

izin penerbit

Hak Penulis dilindungi undang-undang

All Right Reserved

Page 199: KATA PENGANTAR - digilib.uinsgd.ac.iddigilib.uinsgd.ac.id/6143/1/Darurat Cerai-Lengkap.pdf · yang dikemukakan sebagai penyebab perceraian, seperti ekonomi, kekerasan dalam rumah