231

Kata Sambutan - Bappenas · (mindset) mengenai hakikat otonomi. Akibatnya tidak sedikit daerah yang seolaholah berlomba menciptakan regulasi, yang substansinya menimbulkan beban biaya

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Bismillahirrahmanirrahim,Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

TAhun 2007 ini merupakan tahun ketiga dalam pemerintahan di bawah kepemimpinan saya. Sebagaimana dua tahun sebelumnya, tekad kita untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan rakyat, dengan jalan memantapkan fokus pelaksanaan pembangunan di segala bidang, terus kita konsolidasikan. Karena itu, sebagaimana pada tahun 2006 yang lalu, tahun 2007 ini pun, Pemerintah kembali menyusun dan menerbitkan Buku Pegangan tentang Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pem­bangunan Daerah. Mengingat pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, maka Pemerintah terus memberikan perhatian yang sungguh­sungguh terhadap kelangsungan dan keberhasilan pembangunan di daerah. Perspektif inilah yang mendasari penyusunan buku ini, dan diformulasikan ke dalam tema “Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sinergi Kebijakan Investasi Pusat dan Daerah”.

Pemerintah Daerah memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penyelenggara pemerintahan, sekaligus sebagai penyelenggara utama pembangunan di daerah. Sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah, Pemerintah Daerah berperan menata kehidupan masyarakat dalam kerangka regulasi. Sedangkan sebagai penyelenggara utama pembangunan di daerah, Pemerintah Daerah berperan sebagai pelaksana dan penanggung jawab utama atas keseluruhan proses pembangunan yang dilaksanakan di daerah, yaitu dalam kerangka investasi, penyediaan barang dan pelayanan publik. Semua ini harus dilakukan secara benar, sehingga tujuan desentralisasi yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan, keadilan dan akuntabilitas pemerintahan, dapat dicapai secara terukur.

Kata Sambutan

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

��

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

Dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi di daerah yang lebih berkualitas dan berkelanjutan, perekonomian daerah perlu didukung dengan investasi di sektor­sektor produktif dan jasa. Saat ini, kita merasakan betapa pentingnya peranan investasi swasta, mengingat keterbatasan kapasitas fiskal pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota). Keterbatasan ini akan semakin menyulitkan kita dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, bila pertumbuhan ekonomi di daerah pun mengandalkan konsumsi masyarakat. Saya akui, tidak ada jurus kunci dan jalan mulus untuk memecahkan semua itu, tetapi saya percaya bila Pemerintah Daerah bersungguh­sungguh bekerja dengan baik, maka pertumbuhan ekonomi yang dirangsang oleh investasi swasta akan terus mekar, dan pada akhirnya akan menyejahterakan rakyat di daerah.

Kita semua telah mengetahui bahwa investasi dapat menjadi pendorong roda perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan, tatkala semua pihak mendapat manfaat (gain) maksimal dari aktivitas tersebut. Dalam situasi ini, pengusaha mendapat keuntungan yang memadai untuk melakukan penambahan modal, meningkatkan produktifitas, meningkatkan kesejahteraan pekerja, dan melakukan ekspansi usaha. Bagi tenaga kerja, dorongan kegiatan ekonomi melalui investasi dan perdagangan dapat mengurangi pengangguran. Kita pun sudah sangat paham iklim investasi di daerah belum tercipta sebagaimana diharapkan. Daya saing antardaerah di bidang ini juga masih sangat timpang. Ada daerah yang memiliki daya saing tinggi, berbanding terbalik dengan daerah lain, yang daya saingnya sangat rendah.

Kendala­kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah memang beragam. namun sejauh yang telah diketahui, kendala­kendala yang dirasakan pada saat ini, berakar pada kekeliruan pikiran dan nilai dasar (mindset) mengenai hakikat otonomi. Akibatnya tidak sedikit daerah yang seolah­olah berlomba menciptakan regulasi, yang substansinya menimbulkan beban biaya ganda bagi dunia usaha, dan pada akhirnya berakibat terjadinya ekonomi biaya tinggi. hal ini tidak dapat kita biarkan terus­menerus mewarnai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.

���

Pemerintah Daerah perlu mengambil langkah­langkah kreatif dan inovatif dalam menciptakan iklim yang kondusif, terutama pemerintahan, dan lingkungan ekonomi. Bila hal ini dapat dilakukan oleh semua Pemerintah Daerah, maka akan tercipta lingkungan ekonomi yang kompetitif. Setiap wilayah atau daerah akan memiliki keunggulan tertentu yang dapat merangsang para pengusaha untuk berinvestasi. Dalam hubungan itu, pemerintahan yang memiliki wilayah dengan keunggulan yang relatif sama, bahkan berbeda sekalipun perlu menjalin kerjasama yang bersifat produktif dalam menciptakan lingkungan ekonomi yang berdaya saing.

Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, merupakan dua sisi kegiatan yang saling berhubungan satu sama lain. Performa pembangunan di daerah, sesungguhnya merupakan cerminan atas performa penyelenggaraan pemerintahan, begitu sebaliknya. Karena itu, ke depan kita perlu melakukan langkah­langkah konsolidasi terhadap cara berpikir seperti ini dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Tujuannya adalah agar kita tidak salah kaprah dalam mewujudkan visi pembangunan dalam kerangka otonomi daerah.

upaya menciptakan tata kepemerintahan yang baik, walaupun telah menghasilkan kemajuan di beberapa daerah, namun kita harus mengakui sejujur­jurnya bahwa di daerah lain hal ini belum sepenuhnya dapat diwujudkannya. Sekarang saatnya kita melakukan percepatan untuk merealisasikan hal itu. Konsep ini memerlukan kecerdasan tertentu, baik pada tataran memahami maupun melaksanakannya. Sebagai sebuah konsep, tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis dan efektif. Di dalamnya mengatur pola hubungan yang sinergis dan konstruktif antara pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat.

Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik membutuhkan komitmen kuat, tekad untuk berubah menjadi lebih baik dan sikap konsisten. hal ini memang tidak mudah, karena diperlukan pembelajaran, pemahaman,

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

�v

serta implementasi nilai­nilai atau prinsip­prinsipnya secara utuh. namun, betapapun sulitnya, kita tidak memiliki pilihan lain, kecuali harus melaksanakannya. Transparansi, partisipasi, penegakan hukum dan akuntabilitas, merupakan empat prinsip utama dalam konsep ini. Prinsip­prinsip ini perlu dikembangkan dan dielaborasi menjadi prinsip­prinsip turunan yang bersifat implementatif dalam tugas pokok setiap organisasi.

Akhirnya, secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada Menteri negara Perencanaan Pembangunan nasional/Kepala Bappenas yang telah mengordinasikan penyusunan Buku Pegangan Tahun 2007 ini bersama jajaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Departemen Keuangan dan Departemen Dalam negeri.

Saya instruksikan kepada seluruh anggota Kabinet Indonesia Bersatu beserta jajarannya, serta kepada para Kepala Daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota untuk menggunakan Buku Pegangan Tahun 2007 ini sebaik­baiknya dalam rangka pelaksanaan tugas­tugas pemerintahan dan pembangunan di daerah. Di atas segala­galanya hal ini dimaksudkan untuk kesejahteraan rakyat kita, dan demi peningkatan harkat dan martabat mereka.

Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi upaya kita dalam membangun bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini.

Sekian dan Selamat bekerja.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 17 April 2007

PRESIDEn REPuBLIK InDOnESIA,

DR. h. SuSILO BAMBAnG YuDhOYOnO

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

Daftar Isi

KATA SAMBUTAN .................................................................................................... i

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN .............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... I - 2

1.2 FUNGSI PEMERINTAH DAERAH .............................................................. I - 6

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN ............................................................................. I - 7

1.4 SISTEMATIKA PEMBAHASAN ................................................................... I - 8

BAB II PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH2.1 REVITALISASI PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN

OTONOMI DAERAH..................................................................................... II - 2

2.1.1 Review Pelaksanaan Grand Strategy Implementasi

Otonomi Daerah ............................................................................... II - 3

(1) Penataan Urusan Pemerintah ...................................................... II - 3

(2) Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah ........................ II - 5

(3) Penataan Kepegawaian Daerah .................................................. II - 6

(4) Revitalisasi Peran Lembaga Perwakilan Daerah ................... II - 6

(5) Penataan Pengelolaan Keuangan Daerah .............................. II - 7

(6) Peningkatan Pelayanan Publik ..................................................... II - 8

(7) Pembinaan dan Pengawasan ....................................................... II - 9

2.1.2 Penataan Daerah Otonom Baru .................................................. II - 10

2.2 STATUS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN

PEMBANGUNAN DAERAH (KONDISI TERKINI) .................................. II - 11

2.3 RENCANA AKSI NASIONAL DESENTRALISASI FISKAL (RANDF) ... II - 17

2.4 KERJASAMA ANTAR DAERAH .................................................................. II - 19

2.5 ISU-ISU STRATEGIS ...................................................................................... II - 21

Daftar Isi

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�i

(1) Tata Kepemerintahan yang Baik .................................................. II - 21

(2) Standar Pelayanan Minimum (SPM) ........................................... II - 23

(3) Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan ... II - 24

(4) Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ................ II - 24

(5) Pengembangan Kapasitas ............................................................. II - 25

2.6. KELEMBAGAAN TERKAIT PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

DAERAH DAN PERBAIKAN IKLIM INVESTASI DI DAERAH .............. II - 26

(1) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ................................................ II - 26

(2) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) .................. II - 28

(3) Asosiasi Pemerintah Daerah ......................................................... II - 29

(4) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ....................... II - 29

BAB III PEMBANGUNAN DAERAH, PENINGKATAN INVESTASI, DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN3.1. PEMBANGUNAN DAERAH ........................................................................ III - 2

3.2. PERANAN INVESTASI BAGI PEMBANGUNAN DAERAH ................... III - 6

(1) Keragaan Investasi di Daerah ....................................................... III - 8

(2) Kendala dan Tantangan Investasi di Daerah ........................... III - 11

(3) Daya Tarik Investasi Daerah ........................................................... III - 15

(4) Daya Saing Daerah ........................................................................... III - 17

3.3. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH YANG BERPENGARUH

TERHADAP INVESTASI ................................................................................ III - 24

(1) Kerangka Regulasi ............................................................................ III - 25

(2) Kerangka Anggaran ......................................................................... III - 27

(3) Peningkatan Kualitas Pelayanan ................................................. III - 29

(4) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) dan Koperasi ...................................................................... III - 31

(5) Pengembangan Klaster .................................................................. III - 33

BAB IV SINKRONISASI PUSAT DAN DAERAH DALAM PERBAIKAN IKLIM INVESTASI4.1. PAKET KEBIJAKAN PERBAIKAN IKLIM INVESTASI .............................. IV - 2

(1) Bidang Umum .................................................................................... IV - 3

(2) Bidang Kepabeanan dan Cukai .................................................... IV - 6

Daftar Isi

�ii

(3) Bidang Perpajakan............................................................................ IV - 7

(4) Bidang Ketenagakerjaan ................................................................ IV - 13

(5) Bidang Pemberdayaan UKMK ...................................................... IV - 14

4.2. PAKET KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR ......................................................................................... IV - 15

(1) Sektor Perhubungan ........................................................................ IV - 18

(2) Sektor Energi ...................................................................................... IV - 22

(3) Sektor Telekomunikasi .................................................................... IV - 25

(4) Sektor Air Minum ............................................................................. IV - 29

(5) Kemajuan Pelaksanaan Paket Kebijakan Percepatan

Pembangunan Infrastruktur ......................................................... IV - 31

4.3. PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN .............................................. IV - 33

(1) Stabilitas Sistem Keuangan ........................................................... IV - 34

(2) Lembaga Keuangan Perbankan dan Non Bank ..................... IV - 34

(3) Pasar Modal ......................................................................................... IV - 35

4.4. KEBIJAKAN PERTANAHAN ........................................................................ IV - 40

4.5. PEMANTAPAN KEAMANAN, KETERTIBAN, DAN

STABILITAS POLITIK ..................................................................................... IV - 49

4.6. PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS ........................... IV - 51

(1) Kriteria Penetapan Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus

di Indonesia ....................................................................................... IV - 53

(2) Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus ................................ IV - 54

BAB V RENCANA KERJA PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN ANGGARAN 20075.1. TEMA DAN PRIORITAS RKP TAHUN 2007 ............................................ V - 2

5.2 SASARAN-SASARAN RKP TAHUN 2007 ................................................ V - 3

5.3 PRIORITAS ANGGARAN 2007 .................................................................. V - 8

5.3.1 Arah Kebijakan Fiskal, Asumsi Ekonomi Makro

dan Postur APBN ............................................................................... V - 8

(1) Arah Kebijakan Fiskal ....................................................................... V - 8

(2) Asumsi Ekonomi Makro .................................................................. V - 10

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�iii

(3) Postur APBN ........................................................................................ V - 11

5.3.2 Belanja Negara ................................................................................... V - 13

(1) Belanja Pemerintah Pusat .............................................................. V - 13

(2) Belanja Daerah ................................................................................... V - 13

LAMPIRAN

1 Perkembangan Realisasi Investasi (Izin Usaha Tetap) PMDN

Menurut Lokasi, 2001-September 2006 ............................................ L - 2

Perkembangan Realisasi Investasi (Izin Usaha Tetap) PMA

Menurut Lokasi, 2001-September 2006 ............................................. L - 3

2 Indikator Utama dan Variabel Penentu Daya Saing Daerah ........ L - 4

3 Rekapitulasi Alokasi Anggaran Tahun 2007

Menurut Lokasi (Provinsi) dan Kementerian / Lembaga .............. L - 10

4 Penetapan Alokasi Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam

Pertambangan Umum Tahun Anggaran 2007

untuk Kabupaten/kota se-Indonesia .................................................. L - 18

5 Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi

dan Kabupaten/Kota Tahun 2007 ......................................................... L - 31

6 Dana Penyesuaian DAU Tahun 2007 .................................................... L - 46

7 Penetapan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun

Anggaran 2007 untuk Kabupaten/kota se-Indonesia .................. L - 47

8 Dana Penyesuaian Infrastruktur Jalan dan Lainnya

Tahun 2007 ................................................................................................... L - 56

9 Posisi Penghimpunan Dana Bank Umum Menurut

Lokasi Dati.I .................................................................................................. L - 63

10 Perkembangan Inflasi 45 Kota ............................................................... L - 64

11 Perkembangan Jumlah BPR Nasional ................................................. L - 66

12 Perkembangan Jumlah Kantor Bank Syariah ................................... L - 67

13 Posisi Kredit Bank Umum Menurut Lokasi Proyek Dati.I .............. L - 68

ix

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ....................................... II - 12Tabel 2.2 Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 ....................................... II - 16Tabel 2.3 Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 25 tahun 2004 ....................................... II - 17

Tabel 3.1 Distribusi Investasi di Indonesia menurut Provinsi Tahun 2005 (dalam %) .................................................. III - 9Tabel 3.2 Kontribusi Investasi terhadap PDRB menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2005 (dalam %) ........................ III - 10Tabel 3.3 Perbandingan Kemudahan Memulai Usaha Negara- Negara di Kawasan Asia Tenggara, China, dan India ......... III - 14Tabel 3.4 Indikator dan Sub Indikator Penentu Daya Saing Daerah ......................................................................... III - 22Tabel 3.5 Komposisi Skala Usaha Menurut Wilayah .............................. III - 32

Tabel 4.1 Rekapitulasi Jumlah Tindakan Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi .............................................................. IV - 3Tabel 4.2 Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu ....................... IV - 9Tabel 4.3 Rekapitulasi Jumlah Keluaran Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Tahun 2006 ....... IV - 16Tabel 4.4 Rekapitulasi Jumlah Kebijakan, Program dan Tindakan Paket Kebijakan Sektor Keuangan ........................ IV - 34Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Bank Umum ....................................... IV - 37Tabel 4.6 Matriks Perbandingan Perpres Nomor 36/2005 dan Perpres Nomor 65/2006 ............................................................... IV - 42

Tabel 5.1 Asumsi Ekonomi Makro ................................................................ V - 11Tabel 5.2 APBN-P 2006 dan APBN 2007 dalam triliun rupiah ............ V - 12Tabel 5.3 Alokasi Dana Alokasi Khusus ...................................................... V - 16

Daftar Tabel

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

x

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Pelaku Pembangunan ............................................................ I - 7

Gambar 2.1 Pola Interaksi Tiga Pilar Good Governance ....................... II - 22

Gambar 3.1 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pembangunan Daerah, dan Pembangunan Nasional ....................................................................................... III - 4Gambar 3.2 Hubungan Kinerja Pembangunan Daerah dan Kinerja Pembangunan Nasional ......................................... III - 5Gambar 3.3 Daya Tarik Investasi Daerah Berdasarkan Persepsi Dunia Usaha ............................................................. III - 16Gambar 3.4 Kerangka Kebijakan Investasi Daerah ............................... III - 26

Gambar 4.1 Kawasan Ekonomi Khusus di Guangzhou, Cina ............ IV - 52

xi

Daftar Singkatan

AAMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan APBD : Anggaran Pendapatan Belanja DaerahAPBN : Anggaran Pendapatan Belanja NegaraAPEKSI : Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia API : Arsitektur Perbankan Indonesia APKASI : Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia APPSI : Asosiasi Pemerintah Propinsi Seluruh IndonesiaAPS : Angka Partisipasi Sekolah

BBAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBBN-KB : Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal BLK : Balai Latihan KerjaBPK : Badan Pemeriksa KeuanganBPN : Badan Pertanahan NasionalBTB : Bantuan Tunai BersyaratBUMD : Badan Usaha Milik Daerah

CCIP : Competitiveness Industrial Performance

DDAK : Dana Alokasi KhususDAU : Dana Alokasi UmumDBH : Dana Bagi HasilDepdagri : Departemen Dalam NegeriDME : Dimethyl EtherDP : Dana PenyesuaianDPD : Dewan Perwakilan DaerahDPOD : Dewan Pertimbangan Otonomi DaerahDPR : Dewan Perwakilan RakyatDPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Daftar Singkatan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

xii

EEDI : Electronic Data InterchangeEPPD : Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

FFDR : Financing to Deposit Ratio FSAP : Financial Sector Assessment Program

GGTL : Gas to Liquid

IIICE : Indonesian Infrastructure Conference and ExhibitionIKM : Industri Kecil dan Menengah IMB : Ijin Mendirikan BangunanIMD : Institute of Management and Development Inpres : Instruksi Presiden

KKBI : Kawasan Barat Indonesia KEK : Kawasan Ekonomi Khusus KEKI : Kawasan Ekonomi Khusus IndonesiaKEN : Kebijakan Energi Nasional KKN : Korupsi, Kolusi & NepotismeKPBC : Kantor Pelayanan Bea dan CukaiKPPOD : Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah KPT : Kantor Pelayanan Terpadu KUA : Kebijakan Umum AnggaranKWBC : Kanwil Ditjen Bea dan Cukai

LLKPKD : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah LLAJ : Lalu Lintas dan Angkutan Jalan LPEI : Lembaga Pembiayaan Ekspor Nasional LPPD : Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Daftar Isi

xiii

MMPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat

NNJKP : Nilai Jual Kena Pajak NPF : Non Performing Financing

OOrnop : Organisasi non-pemerintah

PP4T : Pemanfaatan, Penggunaan, Penguasaan dan Pemilikan Tanah PAD : Pendapatan Asli DaerahPBB : Pajak Bumi dan BangunanPDAM : Perusahaan Daerah Air MinumPDB : Produk Domestik BrutoPDRB : Produk Domestik Regional Bruto PEN : Pengelolaan Energi Nasional Perda : Peraturan DaerahPermendagri : Peraturan Menteri Dalam NegeriPerpres : Peraturan PresidenPILKADA : Pemilihan Kepala Daerah PJP : Pajak Penerangan Jalan PKB : Pajak Kendaraan Bermotor PLTG : Pusat Listrik Tenaga GasPMA : Penanaman Modal Asing PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak PNS : Pegawai Negeri SipilPP : Peraturan PemerintahPPh : Pajak Penghasilan PPN : Pajak Pertambahan Nilai PPP : Public Private Partnership PRONA : Proyek Operasional Nasional Agraria/Pertanahan PRONADA : Proyek Operasional Nasional Agraria/Pertanahan Daerah PSO : Public Service Obligation

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

xi�

RRPP : Rancangan Peraturan PemerintahRAD-PK : Rencana Aksi Daerah Pemberantasan KorupsiRANDF : Rencana Aksi Nasional Desentralisasi Fiskal RAN-PK : Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi RAPBN : Rencana Anggaran Pendapatan Belanja NegaraRAPERDA : Rancangan Peraturan Daerah Renja SKPD : Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat DaerahRenstra SKPD : Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat DaerahRKA-SKPD : Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat DaerahRKP : Rencana Kerja Pemerintah RKPD : Rencana Kerja Pemerintah DaerahRPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah DaerahRPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah RUU : Rencana Undang-Undang

SSDA : Sumber Daya AlamSE : Surat EdaranSEZ : Special Economic ZonesSIABE : Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor SIB-ES : Sistem Informasi Baseline Economic Survey SI-LMUK : Sistem Informasi Lending Model Usaha Kecil SIMTANAS : Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional SIPKD : Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan DaerahSI-PMK : Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit SI-PUK : Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha KecilSistranas : Sistem Transportasi Nasional SPKUI : Sistem Penunjang Keputusan untuk Investasi SPM : Standar Pelayanan Minimal

TTAGP : Trans ASEAN Gas PipelineTFP : Total Factor ProductivityTKI : Tenaga Kerja IndonesiaTPB : Tempat Penimbunan Berikat

x�

UUU : Undang-UndangUMKM : Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UNIDO : United Nations Industrial Development Organization UPT : Unit Pelayanan Terpadu USO : Universal Service Obligation

WWEF : World Economic Forum

Daftar Singkatan

BAB I

Pendahuluan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

I - 2

1.1 LATAR BELAKANG

Tujuan utama kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. Kita semua mengetahui bahwa landasan hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Sudah barang tentu, reformasi pola kepemerintahan ini diharapkan berdampak positif terhadap kinerja ekonomi, meskipun hal ini jelas melibatkan proses yang berjangka waktu lama. Dengan mendekatkan pengambilan keputusan ke masyarakat, perumusan strategi dan langkah-langkah pembangunan diharapkan lebih responsif menangkap kebutuhan ataupun isu yang berkembang. Bahkan, dengan perspektif yang lebih demokratis tersebut, diharapkan nilai tambah ekonomi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi dan manfaatnya dirasakan lebih langsung oleh seluruh masyarakat.

Investasi adalah salah satu faktor penting penentu keberhasilan pembangunan ekonomi. Keberadaannya merupakan modal dasar bagi perwujudan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam jangka panjang, bila dibarengi dengan peningkatan daya saing, investasi akan

Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Tema utama tahun 2007 ini adalah pengembangan ekonomi daerah dan sinergi kebijakan investasi pusat dan daerah. Dengan demikian, upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional khususnya yang berkaitan dengan peningkatan investasi dapat tersinergi secara harmonis dengan sasaran pembangunan daerah, serta sesuai dengan potensi dan kekhususan yang dimiliki masing-masing daerah.

Tujuan utama kebijakan

desentralisasi dan otonomi daerah

adalah percepatan terwujudnya peningkatan

kesejahteraan seluruh

masyarakat.

Investasi adalah salah satu faktor

penting penentu keberhasilan konkrit

dari pembangunan ekonomi.

BABI PENDAHULUAN

Pendahuluan

I - �

meningkatkan penawaran melalui peningkatan stok kapital yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output atau melakukan kegiatan-kegiatan produksi. Kegiatan produksi tersebut akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan proses tersebut pada akhirnya meningkatkan kualitas pembangunan ekonomi karena diversifikasi kegiatannya.

Peningkatan nilai tambah perekonomian di daerah tersebut akan memberikan dampak positif pada besaran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi, misalnya dalam bentuk sewa tanah, upah, bunga dan keuntungan akan meningkat karena adanya aktivitas penanaman modal. Selain itu, meningkatnya intensitas perekonomian akan membuka peluang kerja bagi perekonomian dan penduduk di daerah sekitar penanaman modal. Dengan demikian, secara langsung dan tidak langsung akan terwujud efek multiplier terhadap kegiatan ekonomi dan pendapatan penduduk di kawasan-kawasan sekitar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan daerah secara keseluruhan. Lingkaran ekonomi ini akan semakin besar dengan munculnya investasi pada potensi-potensi baru dalam membangun sektor industri lainnya. Dengan diserahkannya kewenangan atas sejumlah urusan pemerintahan, termasuk di bidang ekonomi kepada pemerintah daerah, maka para pelaku usaha akan lebih banyak berhubungan langsung dengan pemerintah daerah, daripada dengan pemerintah pusat. Oleh karena itu, jelas bahwa kinerja dan pembangunan ekonomi nasional akan makin terkait erat dengan kinerja penyelenggaraan fasilitasi usaha oleh pemerintah. Hanya bila masing-masing pemerintahan daerah melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan mengembangkan berbagai inovasi dalam pembangunan ekonomi yang dibarengi pula dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas, maka perwujudan suatu perekonomian daerah yang sehat dan berdaya saing serta mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat setempat akan tercipta. Pada gilirannya, terwujudnya kondisi ini di berbagai daerah akan memperkuat ketahanan dan daya saing ekonomi nasional.

Kinerja dan perkembangan ekonomi serta investasi secara nasional tidak lagi dapat dilepaskan dari kinerja penyelenggaraan fasilitasi usaha di berbagai daerah.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

I - �

Kondisi ideal sebagaimana yang digambarkan di atas belum terjadi. Negara kita, dewasa ini masih dihadapkan pada sejumlah masalah mendasar. Meskipun stabilitas ekonomi makro terus terjaga, sebagian besar pelaku usaha merasa belum mantap untuk mengambil keputusan berinvestasi karena kondisi lingkungan berusaha sering dipandang belum bersahabat. Rendahnya investasi bersamaan dengan turunnya total factor productivity (TFP) menyebabkan pertumbuhan ekonomi rendah pada periode 1998 – 2005. Pertumbuhan ekonomi yang rendah menyulitkan upaya penyerapan kesempatan kerja dan pengentasan kemiskinan. Peningkatan jumlah pengangguran dan kemiskinan masih sangat mengkhawatirkan. Rendahnya investasi juga memperkecil peluang alih teknologi dan teknokrasi yang dibawa oleh investasi. Adanya langkah sinergis seluruh komponen bangsa dalam rangka meningkatkan investasi menjadi semakin mendesak dan perlu. Oleh karena itulah, mempertimbangkan berbagai hal tersebut di atas, perekonomian daerah dan investasi menjadi tema sentral dari Buku Pegangan 2007 ini.

Permasalahan investasi di Indonesia secara ringkas tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009. Secara lebih spesifik, rinciannya adalah sebagai berikut: (1) Prosedur perijinan yang terkait dengan investasi yang panjang,

dimana prosedur perijinan untuk memulai usaha di Indonesia termasuk relatif lebih lama, mahal dan cukup rumit dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di kawasan Asia-Pasifik;

(2) Masih rendahnya kepastian hukum yang tercermin dari masih banyaknya tumpang-tindih kebijakan antara pusat dan daerah serta kebijakan antar sektor;

(3) Belum menariknya insentif bagi kegiatan investasi, dimana jika dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia termasuk tertinggal di dalam menyusun insentif investasi;

(4) Rendahnya kualitas dan kapasitas infrastruktur yang sebagian besar terus memburuk sejak krisis;

(5) Iklim ketenagakerjaan yang kurang kondusif; dan (6) Kurangnya jaminan keamanan untuk melakukan kegiatan investasi/

usaha.

Adanya langkah sinergis seluruh

komponen bangsa dalam rangka

meningkatkan investasi menjadi

semakin mendesak dan perlu.

Pendahuluan

I - �

Dalam kerangka pola pemerintahan yang telah terdesentralisasi, peningkatan investasi merupakan hasil dari sebuah kemitraan yang sinergis antara para pemeran (stakeholders) ekonomi, baik yang ada di tingkat nasional maupun daerah. Kejelasan pembagian tugas dan tanggung jawab antara berbagai tingkatan pemerintahan menjadi sangat penting di dalam mewujudkan pola pengelolaan secara efisien berbagai sumber daya yang tersedia untuk menciptakan kesempatan lapangan kerja dan menggiatkan (stimulasi) ekonomi (nasional dan daerah).

Dengan bentang geografisnya yang luas hingga meliputi tiga zona waktu, wilayah Indonesia terdiri dari perairan dan daratan yang di dalamnya terkandung berbagai sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Keragaman ini seharusnya merupakan modal potensial sebagai daya tarik investasi. Namun perlu diingat bahwa daya tarik investasi suatu negara atau suatu daerah tidak terjadi dengan serta merta, dan yang lebih penting lagi, tidak melulu tergantung dari ketersediaan SDA dan tenaga kerja yang murah tetapi juga adanya infrastruktur yang memadai, insentif, dan kondisi kelembagaan yang menyediakan kemudahan iklim usaha. Kombinasi ketersediaan faktor-faktor tersebut akan menciptakan kekuatan yang solid untuk meningkatkan daya tarik investasi dan daya saing daerah. Dinamika kemampuan daerah-daerah dalam mengembangkan potensi unggulannya, baik secara agregat maupun sinergi antardaerah selanjutnya akan meningkatkan daya saing nasional.

Secara lebih spesifik, investasi atau penanaman modal membutuhkan iklim usaha yang sehat, kemudahan serta kejelasan prosedur. Iklim investasi meliputi kebijakan, kelembagaan, dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa datang, yang dapat mempengaruhi tingkat pengembalian dan resiko suatu investasi. Tiga faktor utama dalam iklim investasi yang sehat tersebut mencakup: (1) kondisi ekonomi makro: termasuk stabilitas ekonomi makro, keterbukaan ekonomi, persaingan pasar, dan stabilitas sosial dan politik; (2) pengelolaan kepemerintahan dan berbagai aturan main seperti perpajakan dan kebijakan fiskal, kompetensi lembaga fasilitasi

Peningkatan investasi merupakan sebuah kemitraan yang sinergis antara para pemeran (stakeholders) ekonomi, baik yang ada di tingkat nasional maupun daerah.

Investasi membutuhkan iklim usaha yang sehat, kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

I - �

kegiatan usaha, fleksibilitas pasar tenaga kerja serta keberadaan tenaga kerja yang terdidik dan terampil; dan (3) infrastruktur yang mencakup antara lain sarana ekonomi seperti lembaga keuangan sampai dengan sarana fisik seperti jaringan transportasi, serta kapasitas telekomunikasi, listrik, dan air.

Pembentukan daya tarik investasi, berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu dan dipengaruhi oleh banyak aspek. Faktor ekonomi, politik dan kelembagaan, sosial dan budaya, diyakini merupakan beberapa faktor kunci pembentuk daya tarik investasi suatu negara atau daerah. Keberhasilan negara atau daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi salah satunya tergantung dari komitmen dan kemampuan negara atau daerah dalam merumuskan dan mengimplementasikan secara konsisten kebijakan yang berkaitan dengan investasi dan dunia usaha.

Dalam konteks pembangunan nasional dewasa ini, kepentingan peningkatan investasi sesungguhnya memiliki tujuan yang lebih luas daripada hanya sekedar penciptaan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Berkaitan dengan isu dan permasalahan yang kita hadapi, misi peningkatan investasi pada dasarnya mencakup tiga tujuan yang saling berkaitan, yaitu: (1) penciptaan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan lapangan kerja; (2) berkurangnya jumlah penduduk miskin, dan pada gilirannya (3) terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Berkenaan dengan tujuan tersebut, upaya peningkatan investasi sangat terkait erat dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Dalam kaitan inilah, diperlukan kepemimpinan yang visioner untuk mengintegrasikan berbagai kepentingan dan upaya memobilisasi para pelaku, organisasi dan sumberdaya.

1.2 FUNGSI PEMERINTAH DAERAH

Pemerintah Daerah memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penyelenggara pemerintahan dan sekaligus sebagai penyelenggara utama dalam

Faktor ekonomi, politik dan

kelembagaan, sosial dan budaya,

diyakini merupakan beberapa faktor

kunci pembentuk daya tarik investasi suatu negara atau

daerah.

Diperlukan kepemimpinan

yang visioner untuk mengintegrasikan

berbagai kepentingan dan

upaya memobilisasi para pelaku,

organisasi dan sumberdaya.

Pendahuluan

I - 7

pembangunan di daerah. Sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah, Pemerintah Daerah berperan utama mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat di daerah dalam kerangka regulasi. Sedangkan sebagai penyelenggara utama dalam pembangunan daerah, Pemerintah Daerah berperan sebagai pelaksana dan penanggung jawab utama dalam keseluruhan proses pembangunan yang dilaksanakan di daerah, yaitu dalam kerangka investasi dan penyediaan barang dan pelayanan publik (Gambar 1.1). Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah tetap berprinsip pada asas umum dalam penyelenggaraan negara, yaitu asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan asas efektivitas.

Gambar 1.1 Pelaku Pembangunan

1.� MAKSUD DAN TUJUAN

Buku ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antara Pemerintah Pusat dan Daerah tentang hak, kewajiban, dan tanggungjawab serta peranan dari masing-masingnya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, khususnya upaya peningkatan investasi

Pemerintah Daerah memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penyelenggara pemerintahan dan sekaligus sebagai penyelenggara utama dalam pembangunan di daerah.

Buku ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

I - �

dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan.

Secara spesifik, tujuan yang ingin dicapai adalah: (1) Memantapkan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah

dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi;

(2) Meningkatkan pemahaman mengenai berbagai landasan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi;

(3) Meningkatkan pemahaman mengenai aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi;

(4) Memahami berbagai permasalahan strategis dan solusi pemecahan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah khususnya dalam upaya perbaikan iklim investasi;

(5) Mengembangkan dan memantapkan sistem pengendalian dan pengawasan (safeguarding system) terhadap pelaksanaan RKP 2007;

(6) Mengembangan dan memantapkan sistem peringatan dini (early warning system) terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di daerah;

(7) Optimalisasi investasi pemerintah dan investasi swasta di daerah.

1.� SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Materi buku ini sesungguhnya terbagi atas 3 (tiga) bagian besar. Bagian pertama berkenaan dengan deskripsi mengenai progres pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sampai dengan akhir tahun 2006 lalu dan berbagai pemikiran yang akan dikembangkan untuk merevitalisasi pelaksanaan dalam tahun 2007 ini. Bagian ini dibahas dalam Bab 2. Bagian kedua menguraikan berbagai prinsip dan perspektif tentang urgensi dari pengembangan ekonomi dan peningkatan investasi daerah serta berbagai inisiatif yang telah diselenggarakan terutama oleh pemerintah pusat didalam mewujudkan iklim usaha sehat. Diharapkan

Pendahuluan

I - �

dengan informasi ini, berbagai daerah dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan secara sinergis. Bagian ini diuraikan dalam Bab 3 dan Bab 4. Sedangkan bagian yang terakhir adalah merupakan deskripsi dari program dan arah kebijakan pemerintah pusat sebagaimana tertuang dalam RKP 2007. Bagian ini diuraikan dalam Bab 5.

BAB IIPenyelenggaraanPemerintahanDaerah

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 2

2.1 REVITALISASI PELAKSANAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Salah satu tujuan desentralisasi yang diakui secara universal berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 (Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 (Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) adalah mendorong terciptanya demokratisasi dalam pemerintahan. Tujuan demokrasi akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai instrumen pendidikan politik di tingkat lokal yang secara agregat akan menyumbang terhadap pendidikan politik secara nasional sebagai elemen dasar dalam menciptakan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara serta mempercepat terwujudnya masyarakat madani (civil society).

Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang efektif diharapkan mampu mendorong proses transformasi pemerintahan daerah yang efisien, akuntabel, responsif dan aspiratif. Untuk itu, dalam tataran pelaksanaan diperlukan sejumlah perangkat pendukung (regulasi) baik berupa peraturan atau perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan teknis guna menunjang keberhasilan tersebut.

Secara khusus bab ini menguraikan beberapa komponen utama desentralisasi dan otonomi daerah diantaranya: elemen-elemen dasar desentralisasi, status peraturan perundang-undangan dan peraturan turunan terkait, rencana aksi nasional desentralisasi fiskal, kerjasama antar daerah dalam penyediaan pelayanan publik dasar dan sejumlah isu-isu strategis.

Pada bagian akhir bab ini, akan dipaparkan sejumlah lembaga kunci (strategis) yang berperan dalam menunjang keberhasilan implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.

Salah satu tujuan desentralisasi

adalah mendorong terciptanya

demokratisasi dalam

pemerintahan.

BABII PENYELENGGARAANPEMERINTAHANDAERAH

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - �

Disamping itu, desentralisasi juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan serta akuntabiltas pemerintahan. Tujuan ini menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan percepatan pembangunan daerah, penyediaan kualitas dan kuantitas pelayanan yang lebih baik dan mendorong pemerintah menjadi lebih akuntabel terhadap masyarakat.

2.1.1 Review Pelaksanaan Grand Strategy Implementasi Otonomi Daerah

Untuk mengoptimalkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah sebagai instrumen demokratisasi dan peningkatan kesejahteraan di tingkat lokal, telah disusun Strategi Besar (Grand Strategy) Pelaksanaan Otonomi Daerah dengan tujuan menjadi pedoman bagi pemerintahan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah secara efektif, efisien, ekonomis dan akuntabel. Grand Strategy Pelaksanaan Otonomi Daerah ini akan dipayungi dalam bentuk Surat Edaran dari Menteri Dalam Negeri. Elemen dasar pemerintahan daerah mencakup: (1) urusan pemerintahan, (2) kelembagaan, (3) personil, (4) perwakilan, (5) keuangan daerah, (6) pelayanan publik, dan (7) pengawasan.

(1) Penataan Urusan Pemerintah

Salah satu permasalahan yang menonjol dalam konteks kebijakan desen-tralisasi dan otonomi daerah adalah perbedaan persepsi yang luas mengenai pengertian “kewenangan” (authority) dan “urusan” (functions). Secara konseptual, istilah kewenangan tidak bisa disamakan dengan istilah urusan pemerintahan, karena kewenangan dapat diartikan sebagai hak dan atau kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi manajemen (pengaturan, perencanaan, pengorganisasian, pengurusan, pengawasan). Sedangkan urusan pemerintahan lebih melekat pada pengertian fungsi publik (Hoessein, 1993).

Penataan urusan pemerintahan bertujuan untuk memperjelas dan menentukan pembagian kewenangan masing-masing tingkatan

Telah disusun Grand Strategy Implementasi Otonomi Daerah dengan tujuan menjadi pedoman bagi pemerintahan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah secara efektif, efisien, ekonomis dan akuntabel.

Kewenangan dapat diartikan sebagai hak dan atau kewajiban untuk menjalankan satu atau beberapa fungsi manajemen

Desentralisasi juga bertujuan untuk meningkat kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan serta akuntabiltas pemerintahan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - �

pemerintahan secara proporsional sehingga nantinya prinsip “money follows functions” dan “structures follows functions” dapat direalisasikan. Kriteria pembagian urusan pemerintahan adalah sebagai berikut :

Pertama, urusan menjadi urusan Pemerintah Pusat mencakup: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi, dan agama.

Kedua, urusan yang bersifat concurrent atau urusan yang dikelola bersama antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Pembagian urusan tersebut berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.

Ketiga, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan yang bersifat wajib berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah. Beberapa bidang yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar dan sebagainya. Sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Tindak lanjutnya, pemerintah telah menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. RPP tersebut akan mengatur pembagian kewenangan yang meliputi 31 bidang urusan pemerintahan, yaitu: pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, penataan ruang, perumahan, perencanaan pembangunan, perhubungan, lingkungan hidup, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan keluarga

Pemerintah telah menyelesaikan

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

antara Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - �

sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, koperasi dan usaha kecil menengah, penanaman modal, kebudayaan dan pariwisata, kepemudaan dan olah raga, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, otonomi daerah-pemerintahan umum-administrasi keuangan daerah-perangkat daerah-kepegawaian dan persandian, pemberdayaan masyarakat dan desa, statistik, kearsipan, perpustakaan, komunikasi dan informatika, pertanian dan ketahanan pangan, kehutanan, energi dan sumberdaya mineral, kelautan dan perikanan, perdagangan, dan perindustrian. Sampai dengan saat ini (Januari 2007), ada 6 (enam) bidang yaitu pendidikan nasional, lingkungan hidup, perhubungan, pertanahan, badan koordinasi penanaman modal, dan arsip yang belum disepakati (defenitif) dan dikonsultasikan kembali ke departemen teknis oleh Departemen Dalam Negeri ke departemen terkait.

(2) Penataan Kelembagaan Pemerintah Daerah

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintahan daerah (pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang masing-masing dikepalai oleh Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (yang terdiri dari DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang masing-masing merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota).

Untuk menciptakan kelembagaan yang berorientasi pada pelayanan publik masing-masing daerah dalam menyusun kelembagaan peme-rintahan daerah perlu memperhatikan: dimensi right sizing, jumlah penduduk dan sumber daya aparatur pemerintah daerah (nilai rasio pemberi pelayanan dan jumlah yang dilayani), potensi dan kemampuan keuangan daerah (PDRB dan PAD), dan kemampuan untuk menggerakkan investasi melalui kerjasama kemitraan antara pemerintah-masyarakat-swasta.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - �

(�) Penataan Kepegawaian Daerah

Sejalan dengan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sistem manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) menggunakan gabungan dari unified system dan separated system. PNS baik di Pusat maupun di Daerah diharapkan memiliki kualitas yang setara dan memiliki norma, standar, dan prosedur manajemen kepegawaian yang sama. Selain itu, pelaksanaan mutasi kepegawaian baik vertikal maupun horisontal perlu dikonsultasikan kepada organisasi pemerintah di atasnya agar terwujud prinsip pembinaan karier PNS yang utuh dalam kerangka Negara Kesatuan RI. Hal tersebut akan sangat membantu dalam mewujudkan akurasi data mutasi pegawai dalam mendukung pengalokasian dana perimbangan secara nasional.

Dengan penataan urusan pemerintahan secara benar, pembentukan kelembagaan secara tepat, dan personil yang memiliki kapasitas dan profesionalisme memadai, penyelenggaraan otonomi daerah diharapkan akan semakin membaik dan mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.

Pada saat ini sedang disusun pola pengembangan karier PNS meliputi standar kompetensi, kebijakan minus growth, perencanaan karir dan pengembangan karir dan pengembangan jabatan untuk fungsional (mengurangi tekanan pada jabatan struktural).

(�) Revitalisasi Peran Lembaga Perwakilan Daerah

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 secara garis besar telah diatur beberapa prinsip pengaturan mengenai tugas, wewenang dan kewajiban, serta larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sedangkan pengaturan tentang eksistensi dan peran DPRD selain diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 juga diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Secara lebih rinci pengaturan untuk DPRD dilengkapi dengan PP Nomor 24 Tahun 2004 yang disempurnakan dengan PP Nomor 37 Tahun 2005;

Pada saat ini sedang

disusun pola pengembangan

karier PNS

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 7

dan PP Nomor 25 Tahun 2004 yang disempurnakan dengan PP Nomor 53 Tahun 2005. Secara khusus PP Nomor 37 Tahun 2006 akan ditinjau ulang agar tidak merugikan negara.

Dengan terbitnya berbagai peraturan perundang-undangan tersebut, masing-masing lembaga diharapkan dapat menjalankan tugas dan fungsi secara optimal sekaligus mempertegas hubungan kemitraan antara Pemerintah Daerah dan DPRD. Kedudukan yang setara bermakna bahwa lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan yang sama, sejajar dan tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam pembuatan kebijakan daerah (berdasarkan aspirasi masyarakat) berupa peraturan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsinya sehingga antara kedua lembaga itu terbangun suatu hubungan kerja yang sinergis.

(�) Penataan Pengelolaan Keuangan Daerah

Melalui desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah dituntut untuk mengelola keuangan daerah secara akuntabel dan transparan. Dengan kebijakan normatif yang ada, pemerintah daerah diberi kesempatan untuk melakukan perubahan kebijakan dan sistem pengelolaan keuangan daerah. Dasar-dasar yang melatarbelakangi perubahan adalah : pertama, perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan seiring otonomi daerah dan desentralisasi, kedua, semangat reinventing governance dan good governance, dan ketiga, realitas regulasi dan instrumen pengelolaan keuangan daerah dalam bentuk peraturan pelaksanaan yang baru dan mendorong terciptanya iklim investasi yang baik.

Hak Pemerintah Daerah dalam pengelolaan keuangan daerah adalah: (1) memungut pajak dan restribusi daerah serta mengelola kekayaan daerah; (2) memperoleh dana perimbangan, dan (3) melakukan pinjaman. Dalam melaksanakan hak tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk: (1) mengelola sumber keuangan daerah secara efektif, efisien, transparan, akuntabel dan taat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (2) mensinergikan kebijakan pembangunan daerah dan kebijakan nasional; serta (3)

Masing-masing lembaga diharapkan dapat menjalankan tugas dan fungsi secara optimal sekaligus mempertegas hubungan kemitraan antara Pemerintah Daerah dan DPRD.

Pemerintah Daerah dituntut untuk mengelola keuangan daerah secara akuntabel dan transparan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - �

melaporkan dan mempertanggungjawabkan kepada pemerintah pusat dan masyarakat.

Beberapa kinerja yang telah dicapai pada aspek ini adalah : (1) penataan regulasi di bidang keuangan daerah dengan menerbitkan: PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, RUU tentang Badan Usaha Milik Daerah (telah disampaikan ke Departemen Hukum dan HAM), RUU tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (sedang dalam proses pembahasan dengan DPR); (2) Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Keuangan Daerah meliputi Penyusunan Pedoman Evaluasi Perda APBD, Evaluasi Raperda Propinsi tentang APBD dan Rapergub tentang Penjabaran APBD TA 2005 dan 2006, Sosialisasi dan Bimbingan Teknis PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 13 Tahun 2006; (3) Pengembangan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah dan Sistem Informasi Keuangan Daerah melalui pengembangan Daerah Media Inkubator SIPKD di 71 Daerah Terpilih.

(�) Peningkatan Pelayanan Publik

Penyelenggaraan kebijakan desentralisasi merupakan upaya nyata dari pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pemberian pelayanan umum yang lebih optimal. Sebagai acuan penyediaan pelayanan masyarakat, pemerintah daerah harus berpedoman kepada PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang akan dijabarkan dalam bentuk peraturan menteri yang bersangkutan.

Untuk itu setiap pemerintah daerah diwajibkan menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM. Rencana pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Untuk target tahunan pencapaian SPM, dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan

Pemerintah daerah harus berpedoman

kepada PP Nomor 65 Tahun 2005

tentang Pedoman Penyusunan dan

Penerapan Standar Pelayanan Minimal

(SPM) sebagai pegangan hukum

bagi pelaksana SPM.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - �

Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

(7) Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan atau Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah. Pemerintah Pusat melalui Menteri dan Pimpinan Lembaga Non Departemen melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan teknis masing-masing yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri untuk pembinaan provinsi dan dikoordinasikan oleh Gubernur untuk tingkat kabupaten/kota.

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pengawasan pemerintah terutama dilakukan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dalam upaya mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, pemberian sanksi akan dilakukan apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaraan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Salah satu pedoman dalam pembinaan dan pengawasan ini, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. Disamping itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasann Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 10

2.1.2 Penataan Daerah Otonom Baru

Sejak pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, telah terbentuk 363 Kabupaten, 93 Kota, dan 33 Provinsi (tidak termasuk 5 Kotamadya dan 1 Kabupaten Administratif di DKI Jakarta).

Hasil evaluasi awal terhadap beberapa daerah otonom baru, hanya sebagian kecil daerah yang mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sebagian besar daerah otonom baru lainnya masih menghadapi permasalahan mendasar seperti: keterbatasan pembiayaan, penetapan batas wilayah, rencana tata ruang dan wilayah, penyerahan aset, dan kedudukan ibukota

Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Departemen Dalam Negeri, animo masyarakat (kelompok tertentu) untuk membentuk daerah otonom baru relatif tinggi. Hal ini dapat terlihat dari data usulan pembentukan daerah otonom hingga saat ini (Januari 2007) sebanyak 21 usulan pembentukan provinsi dan 110 usulan pembentukan kabupaten/kota. Dari jumlah tersebut terdapat 16 calon kabupaten/kota yang sudah dibahas dalam sidang DPOD, dan selebihnya ditunda pembahasannya menunggu penyelesaian PP pengganti PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Kelemahan mendasar dari PP ini adalah menggunakan “sistem agregat” (tanpa ada komponen yang mempunyai bobot tertentu baik bobot teknis dan administratif) dalam menentukan kelayakan pembentukan daerah otonom baru. Revisi PP tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman (acuan ) penataan daerah ke depan. Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam revisi PP ini adalah : penambahan pengeluaran eksekutif dan legislatif harus proposional dengan pengeluaran untuk kesejahtraan masyarakat dan pelayanan publik (nasional, propinsi, kabupaten dan kota), pembentukan daerah otonom baru harus terintegrasi dan selaras dengan arah pembangunan daerah secara nasional.

Hasil evaluasi awal terhadap

beberapa daerah otonom baru,

hanya sebagian kecil daerah

yang mampu memberikan

pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 11

Berdasarkan pasal 6 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, daerah dapat dihapuskan dan digabung dengan daerah lain apabila daerah yang bersangkutan tidak mampu menyelenggarakan otonom daerah.

2.2 STATUS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN

DAERAH (KONDISI TERKINI)

Untuk mempercepat pelaksanaan otonomi daerah yang diamanatkan UU 32 Tahun 2004 dan UU 33 Tahun 2004, pemerintah telah menerbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil inventarisasi, terdapat 28 Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Presiden dan 2 Permendagri yang merupakan penjabaran langsung UU Nomor 32 Tahun 2004.

Perkembangan penyusunan peraturan pelaksanaan UU Nomor 32 Tahun 2004 sampai saat ini sebagai berikut : sudah selesai sebanyak 12 (dua belas) PP, 1 (satu) Perpres, 2 (dua) Permendagri, sudah disampaikan ke Dapartemen Hukum dan HAM/Setneg sebanyak 6 (enam) RPP, serta dalam proses finalisasi draft di Departemen Dalam Negeri sebanyak 10 (sepuluh) RPP dan 1 (satu) Rancangan Perpres (tabel 2.1).

Terdapat 28 Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Presiden dan 2 Permendagri yang merupakan penjabaran langsung UU Nomor 32 Tahun 2004.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 12

Tabel 2.1

Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana

Undang-Undang No. �2 Tahun 200�

No. PERATURANPELAKSANAAN

DASARPENGATURANUU

32/2004

STATUSPENYUSUNAN

I.PERATURANPEMERINTAH

1. PP tentang pemilihan, pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 33 ayat (3) Selesai dengan diterbitkannya PP No. 6 Tahun 2005

2. PP tentang Pedoman Pembentukan dan Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja

Pasal 148 ayat (2) Selesai dengan diterbitkannya PP No 32 Tahun 2004

3. PP tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Pasal 184 Selesai dengan diterbitkannya PP No 24 Tahun 2005

4. PP tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tatatertib DPRD

Pasal 43 ayat (8), Pasal 46 ayat (2), Pasal 54 ayat (6), dan Pasal 55 ayat (5)

Selesai dengan diterbitkannya PP no.53 tahun 2005

5. PP tentang Kedudukan Protokoler, Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD

Pasal 44 ayat (2) Selesai dengan diterbitkannya PP no. 37 tahun 2005

6. PP tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan

Pasal 199 Dalam proses penyelesaian

7. PP tentang Desa Pasal 203, Pasal 208, Pasal 210, Pasal 211, Pasal 213, Pasal 214, dan Pasal 216

Selesai dengan diterbitkannya PP No. 72 tahun 2005

8. PP tentang Kelurahan Pasal 127 Selesai dengan diterbitkannya PP no. 73 tahun 2005

9. PP tentang Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi PNS

Pasal 202 Dalam proses penyelesaian

10. PP tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Pasal 178 Selesai dengan diterbitkannya PP No.6 Tahun 2006

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 1�

No. PERATURANPELAKSANAAN

DASARPENGATURANUU

32/2004

STATUSPENYUSUNAN

11. PP tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pasal 223 Selesai dengan diterbitkannya PP No. 79 Tahun 2005

12. PP tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (5)

Dalam proses penyelesaian

13. PP tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah

Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6

Dalam proses penyelesaian

14. PP tentang Pedoman Penyusunan Standar dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

Pasal 11 ayat (4) Selesai dengan diterbitkannya PP No. 65 Tahun 2005

15. PP tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerin-tahan Kabupaten/Kota

Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2)

Dalam proses penyelesaian

16. PP tentang Belanja Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pasal 168 ayat (1) Dalam proses penyelesaian

17. PP tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,

Pasal 27 ayat (2) dan ayat (3)

Dalam proses penyelesaian

18. PP tentang Laporan Keterangan Pertanggung jawaban Kepala Daerah

Pasal 42 ayat (1) huruf h

Dalam proses penyelesaian

19. PP tentang Hubungan Pelayanan Umum Antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerntah Daerah

Pasal 15 dan Pasal 16 Dalam proses penyelesaian

20. PP tentang Perubahan Batas, Perubahan Nama dan Pemindahan Ibukota

Pasal 7 ayat (2) Dalam proses penyelesaian

21. PP tentang Fungsi Pemerintahan Tertentu

Pasal 9 ayat (3) Dalam proses penyelesaian

22. PP tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus

Pasal 9 ayat (6) Dalam proses penyelesaian

23. PP tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah

Pasal 197 Dalam proses penyelesaian

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 1�

No. PERATURANPELAKSANAAN

DASARPENGATURANUU

32/2004

STATUSPENYUSUNAN

24. PP tentang Penegasan Batas Daerah

Pasal 229 Dalam proses penyelesaian

25. PP tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah

Pasal 128 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

Dalam proses penyelesaian

26. PP tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

Pasal 154 Dalam proses penyelesaian

27. PP tentang Kedudukan Keuangan Gubernur Selaku Wakil Pemerintah

Pasal 38 ayat (3) Dalam proses penyelesaian

28. PP tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Gubernur selaku Wakil Pemerintah

Pasal 38 ayat (4) Dalam proses penyelesaian

29. PP tentang Tata Cara Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Penggunaan Dana Darurat

Pasal 165 ayat (3) Dalam proses penyelesaian

30. PP tentang Insentif dan/atau Kemudahan Kepada Masyarakat/Investor

Pasal 176 Dalam proses penyelesaian

31. PP tentang Pedoman Standar, Norma dan Prosedur Pembinaan dan Pengawasan Manajemen PNS Daerah

Pasal 135 ayat (2) Dalam proses penyelesaian

32. PP tentang Pembentukan Kecamatan

Pasal 127 Dalam proses penyelesaian

II.PERATURANPRESIDEN

1. Peraturan Presiden tentang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah

Pasal 224 Selesai dengan diterbitkannya Perpres No. 28 Tahun 2005 tentang DPOD

2. Peraturan Presiden tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah

Pasal 140 ayat (3) Dalam proses penyelesaian

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 1�

No. PERATURANPELAKSANAAN

DASARPENGATURANUU

32/2004

STATUSPENYUSUNAN

3. Peraturan Presiden tentang Pedoman Pengembangan Kapasitas dalam Mendukung Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah

Dalam proses penyelesaian

III.PERATURANMENTERIDALAMNEGERI

1. Peraturan Mendagri tentang Perpindahan Menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah

Pasal 131 ayat (2) Selesai dengan diterbitkannya Permendagri No 10 Tahun 2006 tentang Perpindahan Menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah

Pasal 229 Selesai dengan diterbitkannya Permendagri No.1 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tata Cara Perubahan Batas, Perubahan Nama dan Pemindahan Ibukota

Pasal 7 ayat (2) Dalam proses penyelesaian

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 1�

Tabel 2.2

Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana

Undang-Undang No. �� Tahun 200�

No. PERATURANPELAKSANAAN

DASARPENGATURANUU

33/2004

STATUSPENYUSUNAN

A.PERATURANPEMERINTAH

1. PP tentang Dana Perimbangan

Pasal 26, 37, dan 42 Telah selesai dengan keluarnya PP No 55 Tahun 2005

2. PP tentang Pinjaman Daerah

Pasal 65 (Juga diamanatkan oleh UU No 32/2004 Pasal 171 ayat 1)

Telah selesai dengan keluarnya PP No 54 Tahun 2005

3. PP tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah

Pasal 104 Telah selesai dengan keluarnya PP No 56 Tahun 2005

4. PP tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 86 (Juga diamanatkan oleh UU No 32/2004 Pasal 23 ayat 2, Pasal 194 dan Pasal 182)

Telah selesai dengan keluarnya PP No 58 Tahun 2005

5. PP tentang Hibah ke daerah Pasal 45 Telah selesai dengan keluarnya PP No 57 Tahun 2005

6. PP tentang Pengelolaan Dana Darurat

Pasal 48 Dalam proses penyelesaian

7. PP tentang Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Pasal 92 dan 99 Sedang dalam tahap persiapan

8. PP tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

- Telah selesai dengan keluarnya PP No 23 Tahun 2005

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 17

Tabel 2.�

Perkembangan Penyusunan Peraturan Pelaksana

Undang-Undang No. 2� tahun 200�

No. PERATURANPELAKSANAAN

DASARPENGATURANUU25/2004

STATUSPENYUSUNAN

A.PERATURANPEMERINTAH

1. PP tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Pasal 30 Telah selesai dengan keluarnya PP No 39 Tahun 2006

2. PP tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional

Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2)

Telah selesai dengan keluarnya PP No 40 Tahun 2006

2.� RENCANA AKSI NASIONAL DESENTRALISASI FISKAL (RANDF)

Sebagai bagian dari pelaksanaan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, khususnya Bab 12 Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah, dan penjabaran dari Grand Strategy Pelaksanaan Otonomi Daerah, pemerintah telah menyusun Rencana Aksi Nasional Desentralisasi Fiskal (RANDF). RANDF diharapkan menjadi payung kebijakan dan peraturan perundang-undangan bagi pelaksanaan Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Penyusunan RANDF dikoordinasikan oleh tiga Menteri Negara, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS.

Tujuan penyusunan RANDF adalah untuk menyediakan suatu kerangka kerja yang akan membantu meningkatkan efisiensi dan pemerataan dari aliran fiskal pemerintah pusat terhadap daerah dan juga untuk mendukung efektivitas pengelolaan keuangan daerah. Secara khusus

RANDF diharapkan menjadi payung kebijakan dan peraturan perundang-undangan bagi pelaksanaan Revitalisasi Proses Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 1�

RANDF bertujuan untuk : (1) menjabarkan berbagai tujuan, strategi, dan aksi pemerintah yang berhubungan dengan desentralisasi fiskal dalam waktu lima tahun ke depan; (2) menyediakan suatu kerangka kerja yang akan membantu meningkatkan efisiensi dan pemerataan transfer keuangan pemerintah pusat terhadap daerah; serta (3) mendukung pengelolaan keuangan daerah secara efektif.

RANDF menjelaskan sembilan (9) tujuan kunci untuk perbaikan desentralisasi fiskal dan memuat strategi dan aksi untuk membantu mencapai berbagai tujuan sebagai berikut :

(1) Memperjelas kewenangan pengeluaran antartingkat pemerintahan yang berbeda;

(2) Memastikan keseimbangan antara kewenangan pengeluaran dan dana yang tersedia;

(3) Merestrukturisasi pengeluaran publik untuk pelayanan sesuai prioritas pembangunan;

(4) Meningkatkan kapasitas penerimaan;(5) Meningkatkan keseimbangan horisontal dan vertikal dalam

hubungaan pusat dan daerah;(6) Memfasilitas sistem pinjaman daerah guna mendukung investasi;(7) Meningkatkan efektivitas, disiplin, dan akuntabilitas dari pengelolaan

lokal;(8) Memperkuat kapasitas pengelolaan keuangan pusat dan daerah;

dan(9) Meningkatkan koordinasi keseluruhan dari berbagai masalah fiskal

di bawah payung DPOD.

Berbagai strategi serta rincian kegiatan dalam RANDF dapat dikelompokkan menurut isu-isu sebagai berikut: (1) pengaturan urusan; (2) perimbangan urusan dan pendanaan; (3) standar pelayanan minimum; (4) restrukturisasi organisasi pemerintah daerah; (5) Pendapatan Asli Daerah (PAD); (6) Dana Bagi Hasil (DBH); (7) Dana Alokasi Umum (DAU); (8) Dana Alokasi Khusus (DAK); (9) Pinjaman daerah; (10) pengelolaan aset dan keuangan; (11) akuntabilitas; (12) pengembangan kapasitas; dan (13) koordinasi, monitoring dan evaluasi.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 1�

Salah satu kendala dalam pelaksanaan RANDF adalah belum selesai-nya revisi PP 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, yang menjadi landasan hukum bagi pengaturan pembagian kewenangan atas urusan peme-rintahan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).

2.� KERJASAMA ANTAR DAERAH

Setiap Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom dituntut dapat menyediakan pelayanan publik yang optimal. Di samping itu, Pemerintah Kabupaten/Kota juga diharapkan kreatif dan inovatif dalam mengelola sumberdaya bagi pembangunan ekonomi. Perbaikan pelayanan publik akan meningkatkan daya tarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

Salah satu kendala dalam peningkatan pelayanan publik dan pengembangan ekonomi daerah adalah keterbatasan kapasitas daerah (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya keuangan, kelembagaan dan asset daerah). Salah satu inovasi untuk mengatasi masalah tersebut adalah kerjasama antardaerah. Pengalaman di berbagai negara dan prakarsa yang dilakukan oleh pemerintah daerah di Indonesia menunjukkan bahwa kerjasama antardaerah akan meningkatkan kapasitas Pemda dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan terjangkau, dan percepatan pembangunan daerah.

Kerjasama antardaerah akan menjadi pilihan yang paling rasional di masa depan dengan empat pertimbangan. Pertama, sebagian besar daerah menghadapi permasalahan keterbatasan fiskal. Kerjasama antardaerah yang berdekatan akan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dalam penyediaan pelayanan publik. Kedua, perkembangan wilayah dan dinamika pergerakan manusia semakin mengaburkan batas-batas administratif. Dalam konteks pengembangan ekonomi lokal, kerjasama

Kerjasama antardaerah akan menjadi pilihan yang paling rasional di masa depan.

Setiap pemerintah kabupaten/kota sebagai daerah otonom dituntut dapat menyediakan pelayanan publik yang optimal.

Kendala dalam pelaksanaan RANDF adalah belum adanya aspek legal yang menjadi landasan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 20

mendorong pengembangan klaster industri untuk meningkatkan daya saing produk. Sumberdaya masing-masing daerah dapat dikembangkan secara sinergis menjadi suatu keunggulan bersama yang saling melengkapi. Ketiga, adanya eksternalitas dalam setiap kegiatan pembangunan, baik positif maupun negatif. Kerjasama antardaerah dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pemecahan masalah eksternalitas negatif yang sering terjadi seperti bencana banjir, kekeringan, kebakaran dan tanah longsor sebagai akibat dari pemanfaatan sumberdaya alam yang kurang bijaksana. Kerjasama antardaerah juga akan menciptakan eksternalitas positif berupa pengelolaan sumberdaya, peningkatan produktivitas, perluasan pemasaran dan penciptaan lapangan kerja bagi penduduk sekitar. Keempat, adanya kesenjangan antardaerah dan antarpenduduk dan munculnya masalah sosial baru sebagai akibat migrasi penduduk dari daerah miskin ke daerah kaya. Kerjasama antardaerah akan meningkatkan efektivitas pemecahan masalah kependudukan dan kemiskinan. Kelima, terjadinya tumpang tindih perizinan pengelolaan sumber daya alam. Pengeluaran surat izin, surat keterangan dan bukti hak atas kepemilikan tanah ulayat yang terjadi di wilayah perbatasan antardaerah oleh masing-masing daerah seringkali tumpang tindih sehingga mengakibatkan konflik horisontal dan berdampak pada terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban umum.

Kerjasama antardaerah dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya, dan pemecahan masalah lintasdaerah dalam bidang: (1) peningkatan pelayanan publik; (2) penataan ruang antardaerah; (3) penanggulangan kemiskinan dan masalah sosial lain; (4) pengembangan kawasan perbatasan; (5) penanggulangan bencana; (6) penanganan potensi konflik; dan (7) pengembangan ekonomi dan promosi. Peran pemerintah provinsi sangat penting dalam mendorong dan memfasilitasi kerjasama antardaerah.

Beberapa contoh kerjasama antardaerah yang telah berjalan baik selama ini antara lain adalah: (1) KARTAMANTUL (bentukan kerjasama antara Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul); (2) SUBOSUKAWONOSRATEN (kerjasama diantara 6 kabupaten dan 1

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 21

kota eks Karesidenan Solo: Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten), (3) JAvA PROMO (beranggotakan sebanyak 14 kab/kota, di Provinsi DIY dan Provinsi Jawa Tengah); (4) BARLINGMASCAKEB (kerjasama antar daerah yang melibatkan Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen); (5) Pengelolaan sampah terpadu di JABODETABEKJUR (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur); (6) Kerjasama Pengembangan Wilayah PAWONSARI (Pacitan, Wonogiri, dan Gunung Kidul); (7) Badan Kerjasama Pegunungan Tengah dan Pantai Selatan (BK-PTSP) yang meliputi Pegunungan Bintang, Yahukimo, Tolikara, Jayawijaya, Mimika, Nabire, Paniai, Puncak Jaya, Mimika, Asmat, Boven Digoel dan Kaimana.

Pada saat ini sudah diusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kerjasama Antar Pemerintah Daerah. Peraturan ini akan menjadi pedoman bagi pemerintahan daerah untuk melakukan kerjasama sesuai dengan karateristik dan kebutuhan lokal. Di samping itu, kerjasama antara daerah diharapkan menjadi salah satu solusi (terobosan) untuk mengurangi dorongan pemekaran daerah.

2.� ISU-ISU STRATEGIS

(1) Tata Kepemerintahan yang Baik

Tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis dan efektif, serta di dalamnya mengatur pola hubungan yang sinergis dan konstruktif antara pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat. Tata kepemerintahan yang baik meliputi tata kepemerintahan untuk sektor publik (good public governance) yang merujuk pada lembaga penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) dan tata kepemerintahan untuk dunia usaha swasta (good corporate governance), serta adanya partisipasi aktif dari masyarakat (civil society). Para pihak inilah yang sering disebut sebagai 3 (tiga) pilar penyangga penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis dan efektif, serta di dalamnya mengatur pola hubungan yang sinergis dan konstruktif antara pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 22

Upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik membutuhkan komitmen kuat, tekad untuk berubah menjadi lebih baik, sikap konsisten, dan waktu yang tidak singkat karena diperlukan pembelajaran, pemahaman, serta implementasi nilai-nilai atau prinsip-prinsipnya secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk oleh aparatur pemerintah dan masyarakat luas. Di samping itu, perlu kesepakatan bersama serta sikap optimistik yang tinggi dari seluruh komponen bangsa bahwa penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik dapat diwujudkan demi mencapai masa depan bangsa dan negara yang lebih baik.

Secara umum terdapat 4 (empat) prinsip utama dalam tata kepe-merintahan yang baik, yakni transparansi, partisipasi, penegakan hukum dan akuntabilitas. Berbagai pihak mengembangkan dan melakukan elaborasi lebih lanjut dalam berbagai prinsip turunan tata kepemerintahan yang baik, serta melaksanakannya sesuai dengan tugas pokok organisasi, seperti prinsip wawasan ke depan, supremasi hukum, demokrasi, profesionalisme dan kompetensi, daya tanggap, keefisienan dan keefektifan, desentralisasi, kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat, komitmen pada pengurangan kesenjangan, komitmen pada lingkungan hidup, dan komitmen pada pasar yang fair.

Gambar 2.1 Pola Interaksi Tiga Pilar Good Governance

Upaya mewujudkan tata kepemerintahan

yang baik membutuhkan

komitmen kuat, tekad untuk berubah

menjadi lebih baik, sikap konsisten, dan

waktu yang tidak singkat.

Empat prinsip utama dalam tata

kepemerintahan yang baik, yakni

transparansi, partisipasi,

penegakan hukum dan akuntabilitas.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 2�

Beberapa pemerintahan daerah (Kabupaten Sragen-Jawa Tengah, Kabupaten Sidoarjo-Jawa Timur, Kabupaten Solok-Sumatera Barat, Kota Pare-Pare-Sulawesi Selatan, Provinsi Gorontalo dan daerah lainnya) sedang melakukan perbaikan dalam menerapkan good governance melalui reformasi birokrasi yang diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan publik, pelayanan prasarana dasar, perbaikan manajemen pemerintahan dan aspek lainnya.

(2) Standar Pelayanan Minimum (SPM)

Pelaksanaan SPM secara luas menghadapi beberapa kendala dan tantangan yaitu : (1) belum jelasnya pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai akibat dari belum selesainya revisi PP Nomor 25 Tahun 2000; (2) kompleksitas dalam merancang SPM; (3) ketersediaan dan kemampuan penganggaran relatif terbatas; (4) penyusunan SPM bidang kesehatan, pendidikan, dan layanan dasar lainnya perlu dilakukan melalui proses konsultasi publik untuk menentukan norma dan standar tertentu yang disepakati bersama. Hal ini untuk menghindari adanya perbedaan persepsi di dalam memberikan pelayanan publik sesuai SPM.

Beberapa langkah yang sudah dilakukan dalam rangka pelaksanaan penerapan SPM antara lain (1) Penerbitan PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM). PP ini diharapkan menjadi acuan standar dalam penyusunan SPM sehingga menghasilkan pelayanan minimum yang setara untuk seluruh wilayah di Indonesia; (2) Penetapan prioritas dalam standar pelayanan minimum khususnya bidang kesehatan, pendidikan dan prasarana dasar oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Hal ini diarahkan dalam upaya meningkatkan penggunaan indeks pembangunan manusia (human development index) sebagai indikator kemajuan pembangunan di suatu daerah, dengan cara : menyusun indikator SPM sejalan dengan Millenium Development Goals (MDGs); dan mengumpulkan data yang telah dikoordinasikan dengan instansi terkait (kantor statistik, dinas terkait) sebagai input perhitungan indikator SPM; (3) Pengembangan

Pelaksanaan SPM secara luas mendapat beberapa tantangan besar.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 2�

Instrumen Analisis Rencana dan Penganggaran Pencapaian SPM berdasarkan Analisis Kemampuan dan Potensi Daerah yang ditetapkan dengan Permendagri sebagai alat bantu Pemerintah Daerah dalam mengkaji kemampuannya dan menyusun rencana pencapaian SPM; (4) Pengembangan Modul Pelatihan untuk Pelatihan Penyusunan dan penerapan standar pelayanan minimal di tingkat Pemerintah Pusat dan Daerah. Modul tersebut akan berguna sebagai bahan (materi khusus) bagi peningkatan pengetahuan aparat pemerintah dalam memahami SPM secara lebih baik; (5) Pengembangan instrumen Monitoring dan Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Minimal Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini diperlukan untuk mengawasi dan mengevaluasi jaminan pelayanan minimum yang telah direncanakan untuk diberikan, standar pelayanan minimum yang sudah dicapai, dan mengantisipasi persoalan-persoalan berkenaan dengan standar pelayanan minimum.

(�) Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan

Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, merupakan upaya Pemerintah dalam meningkatkan proses penilaian efektivitas rencana pembangunan di pusat dan daerah. PP Nomor 39 Tahun 2006 tersebut merupakan komitmen Pemerintah untuk terus berupaya mengevaluasi proses pelaksanaan pembangunan, baik dalam proses realisasi anggaran pembangunan (APBN dan APBD), kemajuan fisik dan distribusi pelaksanaan pembangunan di daerah, sampai pada evaluasi dampak dan hasil pembangunan bagi kondisi sosial dan ekonomi di daerah. Hasil ini selanjutnya digunakan sebagai masukan bagi penyusunan kebijakan dan sinkronisasi program pembangunan dalam siklus perencanaan pem-bangunan tahun berikutnya. Evaluasi juga dimaksudkan dalam rangka mendorong dan mendukung percepatan pembangunan di daerah.

(�) Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD) adalah proses pengumpulan data, analisis data, dan penyajian informasi secara

PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata

Cara Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan,

merupakan upaya Pemerintah dalam

meningkatkan proses penilaian

efektivitas rencana pembangunan di

pusat dan daerah.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 2�

sistematis yang meliputi pengukuran kinerja, analisis sistem, penilaian kebijakan atas program dan kegiatan; dan sekaligus penetapan tingkat perkembangan dari waktu ke waktu atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah disertai dengan penjelasan faktor kesuksesan dan hambatan dalam rangka perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih efisien dan lebih efektif untuk mencapai tujuan otonomi daerah.

Tujuan utama dilaksanakannya EPPD ini adalah untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan mengoptimalkan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerintah daerah dengan masyarakat.

Guna menjamin proses evaluasi dapat berjalan dengan baik, Pemerintah menggunakan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) sebagai dasar EPPD. LPPD ini sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU 32/2004 disampaikan Kepala Daerah kepada Pemerintah sebagai dasar EPPD dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja. Di samping LPPD, evaluasi juga menggunakan berbagai sumber informasi atau laporan lain, baik yang berasal dari sistem informasi pemerintah, laporan atas permintaan pemerintah, tanggapan atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ), maupun laporan dari masyarakat.

Tindak lanjut hasil evaluasi dapat digunakan untuk : (1) evaluasi kemampuan daerah dalam rangka pemekaran; (2) evaluasi perkembangan daerah pemekaran; (3) evaluasi program pembangunan daerah; (4) evaluasi perda; (5) evaluasi operasional urusan pemerintahan daerah, kelembagaan daerah, personalia daerah, keuangan daerah, perencanaan daerah, majemen pelayanan publik; dan (6) evaluasi tertentu lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

(�) Pengembangan Kapasitas

Kinerja pemerintahan daerah yang optimal ditentukan oleh kemampuan dan kapasitas daerah yang bersangkutan. Pengembangan kapasitas

Tujuan utama dilaksanakannya EPPD ini adalah untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan mengoptimalkan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerintah daerah dengan masyarakat.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 2�

dilakukan dengan berbagai masukan dari berbagai pihak terkait melalui Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD). Hasil evaluasi tersebut merupakan salah satu indikator bagi pengembangan kapasitas dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, pengembangan kapasitas mencakup ruang lingkup yang terdiri dari tiga tingkatan : (1) Sistem, (2) Kelembagaan, dan (3) Individu.

Dalam implementasinya, pengembangan kapasitas dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:(1) Mengidentifikasikan dan merumuskan kebutuhan-kebutuhan

pengembangan dan peningkatan kapasitas secara komprehensif dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, DPRD, lembaga pendukung dan penyedia pelayanan, organisasi non-pemerintah (Ornop) serta organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya dalam rangka percepatan pelaksanaan otonomi daerah;

(2) Mengidentifikasi dan merumuskan prioritas bagi prakarsa-prakarsa pengembangan dan peningkatan kapasitas;

(3) Menetapkan rencana tindak (action plan) pengembangan dan peningkatan kapasitas secara keseluruhan yang terkoordinir dan efisien; dan

(4) Menyediakan acuan atau rujukan bagi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengalokasikan kegiatan dan anggaran guna mendukung percepatan pelaksanaan otonomi daerah.

2.� KELEMBAGAAN TERKAIT PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PERBAIKAN IKLIM INVESTASI DI DAERAH

(1) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 membawa perubahan besar pada lembaga legislatif pada tingkat pusat, yaitu dengan dibentuknya

Kinerja pemerintahan

daerah yang optimal ditentukan oleh

kemampuan dan kapasitas daerah

yang bersangkutan.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 27

Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Dengan perubahan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tersusun dari DPR RI dan DPD RI. Masing-masing lembaga legislatif tersebut memiliki tugas dan wewenang tersendiri. Kedudukan DPD RI merupakan unsur perwakilan daerah, sementara DPR RI merupakan unsur perwakilan partai-partai politik. Jika DPR RI dan DPD RI digabungkan, keduanya membentuk MPR RI.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD mencantumkan ketentuan konstitusional mengenai komposisi dan struktur DPD RI, serta mendefinisikan DPD RI yang merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

Konstitusi yang sudah diamandemen dan UU Susunan dan Kedudukan menempatkan DPD RI sebagai lembaga yang memiliki peran untuk memberikan pertimbangan terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dilakukan oleh DPR. Kewenangannya terbatas pada isu-isu yang terkait dengan kepentingan daerah; hubungan antara pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam; perimbangan keuangan pusat dan daerah; dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi. DPD RI juga memiliki kewenangan mengawasi di bidang-bidang ini, dan juga terhadap APBN serta RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama yang hasilnya disampaikan ke DPR RI.

Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD-RI dibagi menjadi fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang terkait sebagaimana berikut ini. Dalam fungsi legislasi, tugas dan wewenang DPD adalah (1) dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR, dan (2) ikut membahas RUU pada bidang-bidang yang terkait dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya; dan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Kedudukan DPD RI merupakan unsur perwakilan daerah.

DPD RI merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

DPD RI sebagai lembaga yang memiliki peran untuk memberikan pertimbangan terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dilakukan oleh DPR.

Format representasi DPD-RI dibagi menjadi fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang terkait.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - 2�

Pada fungsi pertimbangan, tugas dan wewenang DPD adalah memberikan pertimbangan kepada DPR tentang RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, dan Pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Sementara itu pada fungsi pengawasan, tugas dan wewenang DPD adalah (1) dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti; dan (2) menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan BPK. Adapun bidang-bidang yang terkait dengan tugas dan wewenang tersebut adalah otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), dan pajak, pendidikan, dan agama.

(2) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang dibentuk di tingkat nasional mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden terhadap kebijakan otonomi daerah. DPOD diharapkan dapat memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai rancangan kebijakan :(a) pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah serta pembentukan kawasan khusus ; (b) perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah, yang meliputi 1) perhitungan bagian masing-masing daerah atas dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan, 2) formula dan perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU) masing-masing daerah berdasarkan besaran pagu DAU sesuai dengan peraturan perundangan, 3) Dana Alokasi Khusus (DAK) masing-masing daerah untuk setiap tahun anggaran berdasarkan besaran pagu DAK dengan menggunakan kriteria sesuai dengan peraturan perundangan; dan (c) penilaian kemampuan daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan.

Dewan Pertimbangan

Otonomi Daerah (DPOD) mempunyai

tugas memberikan saran dan

pertimbangan kepada Presiden

terhadap kebijakan otonomi daerah.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

II - 2�

(�) Asosiasi Pemerintah Daerah Dalam rangka mewujudkan implementasi kebijakan otonomi daerah dan meningkatkan kerjasama antar pemerintah daerah, para Bupati seluruh Indonesia mendeklarasikan pembentukan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). Inisiatif yang sama kemudian diikuti dengan pembentukan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), dan Asosiasi Pemerintah Propinsi Seluruh Indonesia (APPSI).

Sebagai lembaga wadah pemerintah daerah (APKASI, APEKSI, dan APPSI) sangat potensial memainkan peran sebagai fasilitator dan mediator kerjasama antardaerah, termasuk dalam pengembangan investasi di daerah. Ketiga asosiasi ini pernah menyelenggarakan expo dalam rangka mempromosikan keanekaragaman potensi daerah.

(�) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

BKPM adalah lembaga pelayanan urusan investasi di tingkat nasional yang fungsi utamanya adalah mengimplementasikan misi pemerintah dalam peningkatan penanaman modal. Dalam menjalankan fungsi tersebut BKPM memiliki kewenangan:a. Menyiapkan perencanaan investasi di tingkat nasional;b. Merumuskan kebijakan investasi;c. Mengembangkan sistem informasi investasi;d. Memberikan persetujuan dan mengendalikan implementasi

investasi yang berisiko tinggi.

Upaya pelayanan investasi terus dilakukan oleh BKPM, dengan sasaran akhir terwujudnya “one stop service” kepada para investor, baik asing maupun domestik. Untuk mengarah ke sana BKPM mengembangkan beberapa jenis pelayanan sebagai berikut :

a. Pelayanan Informasi Investasi, mencakup informasi tentang : potensi dan peluang investasi, mitra usaha potensial baik asing maupun

APKASI, APEKSI, dan APPSI memainkan peran sebagai fasilitator dan mediator kerjasama antardaerah.

Upaya pelayanan investasi terus dilakukan oleh BKPM, dengan sasaran akhir terwujudnya “one stop service”

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

II - �0

domestik bagi investor yang berniat melakukan joint venture di Indonesia, kebijakan pemerintah, peraturan dan perundang-undangan terkait kegiatan investasi, statistik investasi, dan informasi terkini terkait investasi di Indonesia.

b. Panduan dan konsultansi bagi para investor dalam mempersiapkan aplikasi investasi baru, pengembangan investasi, dan perubahan proyek investasi.

c. Monitoring dan evaluasi atas kemajuan kegiatan investasi, termasuk menyediakan panduan dan konsultasi bagi investor dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan proyek investasi.

BAB IIIPembangunan Daerah,Peningkatan Investasi,dan Peningkatan Kesejahteraan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 2

3.1 PEMBANGUNAN DAERAH

Pembangunan daerah, sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang andal dan profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta kemampuan untuk mengelola sumber daya ekonomi daerah secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan daerah dilaksanakan melalui pengembangan otonomi daerah dan pengaturan sumber daya yang memberikan kesempatan bagi terwujudnya tata kepemerintahan

Pemulihan kondisi ekonomi makro yang berjalan saat ini belum diimbangi dengan membaiknya kinerja sektor riil. Tanpa ada perbaikan kinerja sektor riil, pemecahan masalah pengangguran dan kemiskinan akan menjadi kian sulit. Mengingat salah satu faktor penyebab rendahnya kinerja sektor riil adalah oleh rendahnya investasi, maka perbaikan iklim investasi sangat penting dan mendesak. Langkah perbaikan ini memerlukan koordinasi dan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah dengan kewenangan dan sumber daya yang semakin besar mempunyai peran penting dalam memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan kinerja pembangunan daerah. Dalam bab ini akan diuraikan konsepsi umum pembangunan daerah, peranan investasi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan, serta strategi kunci dalam rangka meningkatkan daya tarik dan daya saing investasi. Bab ini juga membahas berbagai inisatif pemerintah daerah dalam menciptakan iklim investasi yang baik.

Pembangunandaerah dilaksanakan

melalui pengembangan otonomi daerah dan pengaturan

sumber daya yang memberikan

kesempatan bagi terwujudnya tata kepemerintahan

yang baik.

BAB III PEMBANGUNAN DAERAH, PENINGKATAN INVESTASI, DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 3

yang baik. Pembangunan daerah juga merupakan upaya untuk mem­berdayakan masyarakat di seluruh daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, tenteram, dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat, dan harga diri.

Visi dari pembangunan daerah adalah terwujudnya kapasitas daerah yang maju dengan masyarakat yang mandiri. Sedangkan misi pembangunan daerah adalah: (1) memantapkan otonomi daerah dalam pelaksanaan tugas­tugas pemerintahan dan pembangunan; (2) mempercepat pengembangan wilayah dengan mengutamakan peningkatan daya saing sebagai dasar pertumbuhan daerah; (3) pemerataan antardaerah; (4) pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan; (5) meningkatkan kapasitas masyarakat dengan memberikan hak kepada masyarakat untuk pengembangan diri; serta (6) mempercepat penyelesaian masalah sosial, ekonomi, politik serta hukum di beberapa daerah.

Pembangunan daerah dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, dari segi pembangunan sektoral. Pencapaian sasaran pembangunan nasional dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang dilaksanakan di daerah. Pembangunan sektoral disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah. Kedua, dari segi pembangunan wilayah yang meliputi perkotaan dan perdesaan sebagai pusat dan lokasi kegiatan sosial ekonomi dari wilayah tersebut. Ketiga, pembangunan daerah dilihat dari segi pemerintahan. Tujuan pembangunan daerah hanya dapat dicapai apabila pemerintah daerah berjalan dengan baik. Oleh karena itu, pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat pemerintahan daerah dalam rangka makin mantapnya otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan bertanggungjawab.

Visi dari pembangunan daerah adalah terwujudnya kapasitas daerah yang maju dengan masyarakat yang mandiri.

Pembangunan daerah dapat dilihat dari segi pembangunan sektoral, pembangunan wilayah dan pemerintahan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - �

Kinerja pembangunan nasional merupakan agregat dari kinerja

pembangunan seluruh daerah.

Dengan pemahaman pembangunan daerah sebagai penjabaran dari pembangunan nasional, kinerja pembangunan nasional merupakan agregat dari kinerja pembangunan seluruh daerah. Pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan nasional merupakan agregasi dari pencapaian semua provinsi, dan pencapaian tujuan di tingkat provinsi merupakan agregasi pencapaian tujuan di tingkat kabupaten/kota. Dengan demikian tanggungjawab untuk mencapai tujuan dan sasaran­sasaran dalam pembangunan nasional menjadi kewajiban bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional. Sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sangat penting untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang terbatas.

Gambar 3.1. Penyelenggaran Pemerintahan Daerah, PembangunanDaerah, dan Pembangunan Nasional

Gambar 3.1 Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pembangunan Daerah,

dan Pembangunan Nasional

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - �

Pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah dapat dilihat dari perkembangan indikator ekonomi yang ada. Pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai tukar telah menunjukkan perbaikan. Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,8 persen lebih tinggi dibanding tahun 2005 sebesar 5,6 persen. Inflasi tahun 2006 sebesar 6,6 persen jauh lebih rendah dibanding inflasi tahun 2005 sebesar 2005. Sejak Juli 2006, nilai tukar rupiah relatif stabil pada rentang Rp. 9.000­Rp. 9,200 per satu USD, dan secara keseluruhan tahun 2006 rata­rata nilai tukar rupiah mencapai Rp. 9.168 per satu USD.

Perbaikan kinerja ekonomi makro belum disertai dengan membaiknya kinerja sektor riil yang tercermin dari kondisi dunia usaha, industri, dan investasi. Implikasi dari lambannya pemulihan kondisi sektor riil adalah pengurangan pengangguran dan kemiskinan belum menunjukkan capaian yang diharapkan. Hal ini menegaskan bahwa membaiknya indikator ekonomi makro merupakan kondisi yang dibutuhkan, tetapi

Pencapaian tujuan pembangunan nasional dan daerah dapat dilihat dari perkembangan indikator ekonomi.

Gambar 3.2. Hubungan Kinerja Pembangunan Daerah dan KinerjaPembangunan Nasional

Kinerja PembangunanKabupaten/Kota

Kinerja PembangunanKabupaten/Kota

Kinerja PembangunanKabupaten/Kota

Kinerja PembangunanKabupaten/Kota

KinerjaPembangunan

Provinsi

KinerjaPembangunan

Nasional

KinerjaPembangunan

Provinsi

Agregasi

Agregasi

Agregasi

Gambar 3.2 Hubungan Kinerja Pembangunan Daerah dan

Kinerja Pembangunan Nasional

Perbaikan kinerja ekonomi makro belum disertai dengan membaiknya kinerja sektor riil yang tercermin dari kondisi dunia usaha, industri, dan investasi.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - �

belum mencukupi untuk mendorong pemulihan ekonomi. Oleh karena itu, keberhasilan menciptakan stabilitas ekonomi makro perlu dipandang sebagai landasan untuk meningkatkan kinerja sektor riil dalam rangka pemulihan ekonomi.

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab bersama dalam memberikan stimulan bagi pengembangan sektor riil melalui peningkatan investasi. Investasi akan menimbulkan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian. Peningkatan investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi juga meningkatkan penawaran agregat melalui meningkatnya stok kapital dan kapasitas produksi. Kegiatan produksi akan menyerap tenaga kerja. Investasi, khususnya yang datang dari luar negeri atau luar wilayah, juga akan mendorong proses alih teknologi dan inovasi. Proses ini pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas, memacu pertumbuhan dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Untuk itu investasi yang perlu ditingkatkan adalah investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja, menggunakan sumber daya ekonomi daerah yang ada, dan dapat memberikan nilai tambah yang besar terutama investasi di sektor pertanian dan industri yang dapat menyerap tenaga kerja. Demikian pula, penataan dan pembenahan sektor informal seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) termasuk pedagang kaki lima (PKL) juga sangat penting dalam mengembangkan sektor riil.

3.2 PERANAN INVESTASI BAGI PEMBANGUNAN DAERAH

Pertumbuhan ekonomi daerah saat ini sebagian besar bersumber dari peningkatan konsumsi baik pemerintah maupun masyarakat. Pertumbuhan ekonomi daerah yang didorong oleh konsumsi sulit dijaga keberlangsungan dan kestabilannya. Pertumbuhan ekonomi daerah seperti itu tidak menunjukkan struktur perekonomian daerah yang kuat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan konsumsi akan kurang menciptakan nilai tambah dan memicu peningkatan

Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah mempuyai tanggung jawab

bersama dalam memberikan

stimulan bagi pengembagan

sektor riil.

Pertumbuhan ekonomi daerah saat ini sebagian besar bersumber dari peningkatan

konsumsi baik pemerintah maupun

masyarakat.

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 7

inflasi. Dalam upaya menciptakan pertumbuhan yang lebih berkualitas dan berkelanjutan, perekonomian daerah perlu didukung oleh kegiatan investasi di sektor produktif dan jasa. Investasi swasta dirasakan semakin penting mengingat kapasitas fiskal pemerintah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota) yang terbatas sehingga sulit untuk selalu dijadikan sebagai sumber utama pertumbuhan. Dampak pengganda yang diciptakan dari peningkatan investasi adalah meningkatnya pemanfaatan sumberdaya secara optimal dalam kegiatan produksi, berkembangnya kegiatan perdagangan antardaerah, dan terciptanya nilai tambah yang lebih besar. Investasi juga mendorong percepatan perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi. Percepatan ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi mobilitas sumberdaya (bahan mentah, barang modal, dan tenaga kerja) secara lebih mudah dan murah. Percepatan ini juga bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah.

Investasi dapat menjadi pendorong roda perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan ketika semua pihak mendapat manfaat (gain) maksimal dari aktivitas tersebut. Dalam situasi ini, pengusaha mendapat keuntungan yang memadai untuk melakukan penambahan modal, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kesejahteraan pekerja, dan melakukan ekspansi usaha. Bagi tenaga kerja dorongan kegiatan ekonomi melalui investasi dan perdagangan dapat mengurangi pengangguran dan memperbaiki upah yang mereka terima. Kenaikan upah diharapkan tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tetapi juga meningkatkan kemampuan menabung dan/atau berinvestasi. Bagi pemerintah, meningkatnya aktivitas produksi dan perdagangan, upah dan daya beli berarti meningkatnya penerimaan pajak, yang memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Investasi swasta dirasakan semakin penting mengingat kapasitas fiskal pemerintah.

Investasi dapat menjadi pendorong roda ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan ketika semua pihak mendapat manfaat (gain) maksimal dari aktivitas tersebut.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - �

Globalisasi yang diikuti oleh meningkatnya arus barang, modal dan jasa antarnegara dan antardaerah menyediakan peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan investasi sebagai sumber utama pembangunan ekonomi di daerah. Tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah adalah menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan melakukan reformasi birokrasi, membenahi perijinan, dan menghapuskan berbagai hambatan struktural.

(1) Keragaan Investasi di Daerah

Perkembangan investasi di Indonesia saat ini belum menyebar secara merata antar daerah. Data tahun 2005 menunjukkan bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai investasi tertinggi atau setara dengan 27,9 persen dari total investasi di Indonesia. Lebih dari 60 persen investasi terdapat di Pulau Jawa dan Bali. Provinsi Maluku Utara dan Maluku adalah dua provinsi dengan nilai investasi terendah. Sebaran investasi menurut provinsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Pola persebaran investasi tersebut selain disebabkan oleh ketersediaan infrastruktur juga disebabkan oleh kemudahan dalam mendapatkan layanan perijinan, dukungan sumber daya, dan komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi.

Kotak 3.1. Investasi pemerintah mulai pulih, swasta belum

Secara total, investasi pemerintah dan swasta meski mengalami pertumbuhan pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 14,6 persen dan 9,9 persen, namun proporsinya hanya mencapai 22 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2005. Pada tahun 2006 diperkirakan investasi pemerintah telah pulih ke level sebelum krisis sekitar 7 persen dari PDB, di mana 50 persen lebih investasi pemerintah kini dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Namun investasi swasta belum beranjak banyak. Dalam kurun 2000-2005 kontribusi investasi swasta terhadap PDB hanya bertambah dari 16,9 persen menjadi 17,5 persen. Sebagai perbandingan, pada tahun 1996 total investasi hampir mencapai 30 persen dari PDB, dengan komposisi 22,6 persen investasi swasta dan 7 persen investasi pemerintah. Sebelum desentralisasi, investasi pemerintah didominasi oleh pemerintah pusat.

Pemerintah menciptakan iklim

investasi yang kondusif dengan melakukan reformasi birokrasi,

membenahi perijinan, dan menghapuskan berbagai hambatan

struktural.

Perkembangan investasi di Indonesia

saat ini belum menyebar secara

merata antar daerah.

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - �

Tabel 3.1

Distribusi Investasi di Indonesia menurut Provinsi

Tahun 200� (dalam %)

No Provinsi Proporsi Investasi No Provinsi Proporsi

Investasi1 DKI Jakarta 27.91% 18 Papua 1.05%2 Jawa Timur 12.74% 19 Nusa Tenggara Barat 1.01%3 Jawa Barat 11.21% 20 Bali 0.78%4 Jawa Tengah 6.51% 21 Sulawesi Utara 0.63%5 Riau 5.31% 22 Kalimantan Selatan 0.60%6 Sumatera Utara 4.01% 23 Nusa Tenggara Timur 0.57%7 Kepulauan Riau 3.78% 24 Sulawesi Tengah 0.57%8 Kalimantan Timur 3.78% 25 Sulawesi Tenggara 0.53%9 Banten 3.68% 26 Jambi 0.51%10 Sumatera Selatan 2.88% 27 Irian Jaya Barat 0.44%11 Sulawesi Selatan 1.93% 28 Kep. Bangka Belitung 0.38%12 Kalimantan Barat 1.91% 29 Gorontalo 0.19%13 Sumatera Barat 1.48% 30 Bengkulu 0.15%14 DI. Yogyakarta 1.36% 31 Sulawesi Barat 0.08%15 Lampung 1.34% 32 Maluku 0.03%16 Kalimantan Tengah 1.33% 33 Maluku Utara 0.02%

17Nanggroe Aceh Darussalam

1.29%

Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik*) Investasi menggunakan data Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000.

Perbedaan nilai investasi antardaerah ini juga memperlihatkan perbedaan sumbangan investasi dalam menggerakkan perekonomian daerah. Data tahun 2005 tentang rasio dari pembentukan modal tetap domestik bruto terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) menunjukkan bahwa Provinsi Kepulauan Riau memiliki kontribusi investasi tertinggi dengan investasi sebesar 45,5 persen dari total aktivitas perekonomian daerah tersebut. Di sisi lain, terdapat empat provinsi yang selain nilai investasinya rendah juga kontribusi investasi dalam perekonomian daerah relatif rendah, yakni kurang dari 10 persen. Provinsi tersebut antara lain adalah Sulawesi Barat, Bengkulu, Maluku dan Maluku Utara (lihat Tabel 3.2).

Tabel 3.2 menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi memiliki proporsi investasi lebih rendah dibanding rata­rata nasional. Hanya 11 (sebelas)

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 10

provinsi yang memiliki kontribusi investasi lebih tinggi dibanding rata­rata nasional. Kenyataan ini membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah daerah untuk dapat mendukung kebijakan pemerintah pusat dalam bentuk sinkronisasi kebijakan.

Tabel 3.2.

Kontribusi Investasi terhadap PDRB menurut Provinsi di Indonesia

Tahun 200� (dalam %)

No Provinsi

Proporsi Investasiterhadap

PDRB

No Provinsi

Proporsi Investasiterhadap

PDRB

1 Kepulauan Riau 45.49% 18 Sulawesi Tengah 17.68%2 Kalimantan Tengah 34.91% 19 Papua 17.19%3 DKI Jakarta 34.53% 20 Kep. Bangka Belitung 16.83%4 Gorontalo 33.91% 21 Lampung 16.74%5 Irian Jaya Barat 30.07% 22 Jawa Barat 16.67%6 Kalimantan Barat 29.75% 23 Sumatera Utara 16.66%7 DI. Yogyakarta 29.35% 24 Jawa Tengah 16.63%8 Riau 24.48% 25 Jambi 14.86%9 Nusa Tenggara Barat 24.34% 26 Kalimantan Timur 14.75%

10 Sulawesi Tenggara 24.24% 27Nanggroe Aceh Darussalam

13.49%

11 Banten 23.13% 28 Bali 13.44%12 Nusa Tenggara Timur 21.56% 29 Kalimantan Selatan 10.13%13 Sumatera Selatan 21.21% 30 Sulawesi Barat 9.09%14 Sulawesi Selatan 19.35% 31 Bengkulu 8.51%15 Sumatera Barat 18.48% 32 Maluku 3.48%16 Jawa Timur 18.15% 33 Maluku Utara 3.32%17 Sulawesi Utara 18.12%

Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2006Catatan: Dihitung pada data atas dasar harga konstan Tahun 2000

Menurut jenis investasi, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) sebagian besar sangat dominan berada di wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI). Dalam periode tahun 2001 sampai September 2006, realisasi investasi di wilayah ini sekitar 98 persen untuk PMDN dan 99 persen untuk PMA. Konsentrasi investasi di KBI berada di Pulau Jawa, yang porsinya mencapai 50 persen untuk PMDN dan sekitar 70­80 persen untuk

Sebagian besar provinsi memiliki proporsi investasi

lebih rendah dibanding rata-rata

nasional.

Realisasi penanaman modal sebagian besar

sangat dominan berada di wilayah

Kawasan Barat Indonesia (KBI).

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 11

PMA secara nasional. Pulau Sumatera adalah wilayah kedua yang menjadi lokasi berinvestasi, namun dengan selisih yang cukup besar bila dibandingkan dengan Pulau Jawa, yaitu sekitar 40 persen untuk PMDN dan sekitar 13 persen untuk PMA (lihat Lampiran 1). Investasi di Pulau Jawa khususnya dan KBI umumnya telah mendukung pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil khususnya pada periode sebelum krisis 1997/1998.

(2) Kendala dan Tantangan Investasi di Daerah

Dalam era otonomi daerah, daerah memiliki hak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, memilih pimpinan, mengelola aparatur daerah, memungut pajak dan retribusi daerah, mengelola kekayaan daerah dan juga dapat mendapatkan sumber pembiayaan yang berasal dari daerah sendiri yang sah. Selain itu, daerah mempunyai kewajiban untuk menyediakan layanan publik dan membangun daerah. Bagi daerah yang kurang siap dengan otonomi, kewajiban tersebut akan menjadi beban berat dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Namun, apabila daerah telah siap, pelaksanaan otonomi daerah akan menjadi peluang bagi percepatan pembangunan daerah.

Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa belum semua daerah dapat melaksanakan otonomi dengan sebaik­baiknya. Hal tersebut terlihat dari berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan otonomi daerah terutama terkait dengan permasalahan regulasi (peraturan daerah), serta pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya keuangan melalui pengeluaran atau belanja daerah. Dengan kewenangan yang dimiliki, daerah menerbitkan dan memberlakukan Perda baru, khususnya terkait dengan pungutan pajak dan retribusi daerah yang sering tidak sejalan dengan peraturan perundang­undangan yang berlaku di atasnya, dan menambah beban bagi masyarakat dan dunia usaha di daerah yang bersangkutan. Sementara itu, sumber daya keuangan yang dimiliki daerah juga belum dialokasikan dan didistribusikan secara efisien dan efektif, baik dalam penyediaan barang dan pelayanan publik maupun dalam mendorong kinerja sektor riil di daerah.

Belum semua daerah dapat melaksanakan otonomi dengan sebaik-baiknya.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 12

Perda bermasalah yang muncul pada awal pelaksanaan desentralisasi mengakibatkan terjadinya ekonomi biaya tinggi di daerah, rendahnya investasi baru yang masuk ke daerah dan lemahnya daya saing usaha. Perda yang bermasalah tersebut mungkin disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama, Perda­perda tersebut sebenarnya merupakan pelaksanaan dari undang­undang (UU) mengenai pajak dan retribusi daerah, tetapi Perda­perda tersebut memberikan penafsiran yang salah terhadap UU tersebut. Akibat penafsiran yang salah tersebut, suatu aktivitas yang seharusnya tidak terkena pajak atau retribusi daerah menurut pengertian UU pajak dan retribusi daerah ternyata dikenakan pajak atau retribusi daerah.

Kedua, Perda­perda tersebut memang dibuat untuk menciptakan pajak atau retribusi baru yang tidak ada dalam UU yang berlaku seperti sumbangan wajib, pajak ekspor (retribusi terhadap hasil bumi daerah yang dijual ke luar daerah), pajak komoditas (pajak yang dikenakan terhadap komoditas daerah tertentu dan bertentangan dengan UU pajak nasional), serta retribusi tenaga kerja (pungutan terhadap perusahaan yang memakai tenaga kerja bukan lokal dan dapat mengganggu pergerakan orang antardaerah). Hal ini akan berdampak terhadap memburuknya iklim usaha dan menghambat upaya pengembangan ekonomi. Perda bermasalah juga memicu reaksi publik yang menganggap bahwa pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi ternyata hanya menciptakan hambatan birokratis dan beban pungutan bagi perusahaan yang berlokasi di daerah. Muncul juga pendapat yang menyatakan bahwa desentralisasi seolah­olah tidak bermanfaat atau bahkan mengganggu upaya pemulihan perekonomian nasional.

Dunia usaha, terutama para pengusaha dan investor di daerah banyak yang mengeluhkan keberadaan Perda­perda yang bermasalah tersebut. Keluhan utama adalah ketidakpastian mengenai besarnya jumlah yang harus dibayar dan kerumitan administrasi yang ditimbulkan oleh begitu banyaknya jenis pajak dan retribusi daerah. Dari sisi Pemerintah Daerah, keberadaan Perda­perda tersebut tanpa disadari telah menurunkan daya saing perekonomian daerah.

Perda bermasalah mengakibatkan

terjadinya ekonomi biaya tinggi,

rendahnya investasi baru dan lemahnya

daya saing usaha.

Dunia usaha, banyak yang mengeluhkan

keberadaan Perda-perda yang

bermasalah tersebut

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 13

Terbatasnya sumber daya keuangan yang dimiliki daerah dan besarnya tanggung jawab daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya seringkali menjadi alasan penyebab munculnya Perda­perda yang bermasalah. Dengan relatif kecilnya proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dominasi dana perimbangan yang mencakup dana alokasi umum (DAU), dana bagi hasil (DBH), dan dana alokasi khusus (DAK)) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebagian besar daerah masih mengandalkan pada alokasi dana perimbangan sebagai sumber utama. Kondisi ini akhirnya memaksa daerah untuk menempuh berbagai cara dalam meningkatkan PAD yang tidak sejalan dengan UU No. 34/2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, tanpa ada upaya melakukan efisiensi.

Pada saat ini Pemerintah Pusat (cq. Departemen Dalam Negeri) telah mengevaluasi sebanyak 5.550 Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dari jumlah tersebut, sebanyak lebih dari 1.200 Perda direkomendasikan untuk dibatalkan. Sehubungan dengan itu telah dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pembatalan 600 Perda tersebut, sedangkan sisanya masih dalam proses pembatalan.

Di samping itu, terdapat sekitar 130 Perda tentang Pungutan Daerah yang Terkait dengan Pelaksanaan Inpres Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi, yang telah dievaluasi oleh Pemerintah Pusat. Perda­perda tersebut mengatur pungutan berkaitan dengan menara telekomunikasi, jembatan timbang, dan lalu lintas barang. Dari jumlah tersebut, 130 Perda telah dibatalkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan 60 Perda masih dalam proses pembatalan.

Berbagai bentuk peraturan yang menghambat proses mendapatkan usaha akan mengganggu upaya meningkatkan investasi di daerah. Dalam lingkup global, laporan ”Doing Business in 2005” yang dipublikasikan oleh World Bank dan the International Finance Corporation melakukan perbandingan antarnegara dalam hal kemudahan melakukan usaha. Laporan tersebut menyoroti aspek kemudahan memulai usaha, ketenagakerjaan (sistem rekrutmen dan pemutusan hubungan kerja), sertifikasi properti, akses perkreditan, perlindungan terhadap investor,

Terbatasnya sumber daya keuangan yang dimiliki daerah dan besarnya tanggung jawab daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya seringkali menjadi alasan penyebab munculnya Perda-perda yang bermasalah.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 1�

penegakan kontrak, dan penutupan usaha. Dalam hal kemudahan memulai usaha, proses perijinan di Indonesia masih memerlukan pembenahan untuk dapat bersaing dengan negara­negara tetangga di Asia (lihat Tabel 3.3). Jumlah prosedur perijinan di Indonesia tidak terlalu jauh berbeda dibanding negara­negara Asia lainnya. Namun, jumlah hari yang diperlukan untuk memperoleh ijin usaha di Indonesia ternyata termasuk yang paling lama. Begitu pula biaya yang diperlukan di Indonesia termasuk yang termahal dibanding negara­negara tetangga.

Tabel 3.3

Perbandingan Kemudahan Memulai Usaha Negara-Negara

di Kawasan Asia Tenggara, China, dan India

No. Negara Jumlah Prosedur

Waktu (hari)

Biaya (% pendapatan

perkapita)

Modal Minimum (% pendapatan

perkapita)

1. Cambodia 11 94 480.1 394.02. China 12 41 14.5 1104.23. India 11 89 49.5 0.04. Indonesia 12 151 130.7 125.65. Lao PDR 9 198 18.5 28.56. Malaysia 9 30 25.1 0.07. Philippines 11 50 19.5 2.28. Singapura 7 8 1.2 0.09. Thailand 8 33 6.7 0.010. Vietnam 11 56 28.6 0.0

Sumber: World Bank & IFC, 2005

Kendala yang dihadapi oleh para pelaku usaha atau investor di tingkat nasional dan daerah ternyata berbeda. Hasil Studi Bank Dunia (2006) menyebutkan bahwa persepsi para pelaku usaha di tingkat nasional menyoroti masalah kepastian hukum, stabilitas ekonomi makro, dan perijinan sebagai tiga hambatan paling utama dalam melakukan usaha. Hambatan lain yang mengurangi minat investasi adalah masalah keamanan, perpajakan, ketenagakerjaan, dan infrastruktur.

Persepsi pelaku usaha di perdesaan tentang perijinan usaha menyebutkan hambatan dalam usaha, yaitu infrastruktur, akses perkreditan, dan pemasaran. Hambatan lainnya adalah pungutan liar, perijinan, ketenagakerjaan, stabilitas ekonomi makro, serta kepastian hukum dan

Para pelaku usaha di tingkat nasional

menyoroti masalah kepastian hukum, stabilitas ekonomi

makro, dan perijinan sebagai

tiga hambatan paling utama dalam

melakukan usaha.

Persepsi pelaku usaha di perdesaan

tentang perijinan usaha menyebutkan

hambatan dalam usaha,

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 1�

berusaha. Berbagai kendala tersebut menegaskan perlunya prioritas kebijakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memperbaiki iklim investasi.

Selain itu, berbagai peraturan perundang­undangan telah menghambat perdagangan antardaerah. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam membuat dan memberlakukan peraturan daerahnya sendiri memung­kinkan timbulnya hambatan bagi perdagangan antardaerah, baik berupa distorsi pasar maupun non pasar. Distorsi pasar terdiri dari pajak dan retribusi daerah yang dikenakan pada komoditi yang diperdagangkan, sedangkan distorsi non pasar terdiri dari regulasi perdagangan yang mendorong terjadinya monopoli dan monopsoni, serta kuota perdagangan dan hambatan persaingan usaha.

Semua hambatan tersebut berpotensi meningkatkan biaya produksi, meningkatkan harga produk yang dibayar konsumen, yang berarti secara relatif menurunkan daya beli konsumen. Berbagai hambatan tersebut tidak akan mendatangkan manfaat, tapi justru menimbulkan permasalahan baru, yaitu meningkatnya kemiskinan di daerah.

(3) Daya Tarik Investasi Daerah

Seiring dengan meningkatnya persaingan global, semua negara dan da­erah berlomba­lomba menarik investor–domestik maupun asing–untuk menanamkan modal di wilayahnya. Pelaku usaha atau investor akan memilih lokasi yang paling memberikan kemudahan dan keuntungan bagi usahanya. Penciptaan iklim usaha yang kondusif merupakan elemen utama di dalam peningkatan investasi. Keberhasilan suatu negara/daerah menarik investor menggambarkan daya tarik dan daya saing negara/daerah yang bersangkutan.

Wilayah perairan dan daratan Indonesia yang luas mempunyai kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Hampir setiap daerah memiliki potensi sumber daya alam yang khas, berbeda dengan daerah lainnya. Keragaman ini seharusnya merupakan modal potensial sebagai daya tarik investasi. Namun, menurut laporan

yaitu infrastruktur, akses perkreditan, dan pemasaran

Berbagai peraturan perundang-undangan telah menghambat perdagangan antardaerah.

Penciptaan iklim usaha yang kondusif merupakan elemen utama di dalam peningkatan investasi.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 1�

IFC tahun 2006, daya tarik investasi Indonesia masih berada di peringkat 135, tertinggal jauh dari Singapura di peringkat 1, Thailand di peringkat 18, Malaysia di peringkat 25, China di peringkat 93, Vietnam di peringkat 104, dan Filipina di peringkat 126.

Untuk melihat perbandingan daya tarik investasi di berbagai daerah di Indonesia, sejak tahun 2001 Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) secara berkala melakukan kajian daya tarik investasi daerah kabupaten/kota. Kajian ini dilakukan terhadap 134 Kabupaten/Kota di Indonesia. Kajian daya tarik investasi tersebut didasarkan pada persepsi para pengusaha yang mempunyai usaha di daerah baik pengusaha lokal, pengusaha nasional, maupun pengusaha multinasional. Fokus kajian KPPOD adalah persepsi pengusaha tehadap 5 (lima) faktor utama, yaitu (1) kelembagaan, (2) sosial politik, (3) ekonomi daerah, (4) tenaga kerja dan produktivitas, dan (5) infrastruktur fisik. Dari setiap faktor tersebut kemudian dipilih variabel dan indikator yang relevan, dan dilakukan pembobotan untuk masing­masing faktor utama, variabel dan indikator. Berbagai faktor, variabel, dan indikator penentu daya tarik investasi serta nilai bobotnya dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3

Daya Tarik Investasi Daerah Berdasarkan Persepsi Dunia Usaha

(sumber: KPPOD, 200�)

Gambar 3.3 Daya Tarik Investasi Daerah Berdasarkan Persepsi DuniaUsaha (sumber : KPPOD, 2006)

DAYA TARIK INVESTASI DAERAH

KELEMBAGAAN KEAMANAN,POLITIK, SOSBUD

EKONOMI DAERAH TENAGA KERJA INFRASTRUKTUR FISIK

KEPASTIAN HUKUM

APARATUR &PELAYANAN

KEBIJAKANDAERAH

KEPEMIMPINANLOKAL

KEAMANAN

POLITIK

SOSIAL BUDAYA

POTENSI EKONOMI

STRUKTUREKONOMI

KETERSEDIAANTENAGA KERJA

KUALITAS TENAGAKERJA

BIAYA TENAGAKERJA

KETERSEDIAANINFRASTRUKTUR

KUALITASINFRASTRUKTUR

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 17

(�) Daya Saing Daerah

Daya saing dapat dilihat menurut wilayah (negara atau daerah) dan menurut sektor atau pelaku (industri dan perusahaan). Kedua pemahaman tersebut saling berkaitan. Daya saing suatu industri atau perusahaan akan menentukan daya saing negara atau daerah. Daya saing negara atau daerah akan memberi pengaruh terhadap kemampuan suatu industri dan perusahaan.

Daya saing suatu negara sering dikaitkan dengan kemampuan suatu negara dalam memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain. Pengertian ini dipeluas oleh World Economic Forum (WEF), yaitu kemampuan suatu perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Institute of Management and Development (IMD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara untuk menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalitas dan proksimitas, serta dengan mengintegrasikan hubungan­hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan sosial.

Daya saing daerah mempunyai arti yang sama dengan daya saing nasional. Suatu daerah yang mampu bersaing dengan daerah lain dalam memproduksi dan memasarkan barang dan jasa disebut mempunyai daya saing tinggi. Kini, lingkup persaingan tidak lagi hanya dalam wilayah suatu negara, tetapi juga dengan wilayah yang berada di negara lain.

Daya saing perusahaan adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan suatu produk yang diminati konsumen relatif terhadap perusahaan lain. Daya saing perusahaan ditentukan oleh tingkat produktivitas perusahaan itu, yaitu nilai output yang dihasilkan oleh setiap tenaga kerja perusahaan itu. Dalam hal ini terdapat hubungan saling mempengaruhi antara pemerintah dan dunia usaha.

Daya saing suatu negara sering dikaitkan dengan kemampuan suatu negara dalam memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 1�

Daya saing nasional ditentukan oleh daya saing daerah­daerah yang ada di negara tersebut. Selanjutnya daya saing negara/daerah ditentukan oleh daya saing perusahaan­perusahaan yang ada di negara/daerah tersebut dan berbagai variabel lainnya. Kualitas kebijakan dan kelembagaan di suatu negara dan daerah akan mempengaruhi kemampuan perusahaan­perusahaan di wilayahnya meningkatkan produktivitas.

Dengan pengertian itu, daya saing negara/daerah tidak hanya ditentukan oleh daya saing perusahaan saja. Yang bersaing memang bukan negara/daerah, tetapi perusahaan atau industri yang ada dalam negara/daerah yang bersangkutan dengan perusahaan atau industri yang berada di negara/daerah lain. Suatu negara/daerah yang memiliki daya saing tinggi belum tentu seluruh perusahaan dan industri di negara/daerah tersebut memiliki daya saing di pasar domestik maupun internasional. Daya saing negara/daerah lebih problematik daripada daya saing perusahaan. Bila perusahaan kalah bersaing, maka perusahaan bisa bangkrut dan selanjutnya keluar dari bisnis yang digelutinya. Namun, negara/daerah tidak memiliki bottom line atau tidak akan pernah “keluar dari arena persaingan”.

Kotak 3.2. Posisi Daya Saing Indonesia

Menurut catatan WEF, posisi daya saing Indonesia menurun dari urutan ke-69 dari 104 negara yang diteliti pada tahun 2004 menjadi yang ke-71 dari 117 negara pada tahun 2005. Meski posisi tersebut masih lebih baik dari posisi ke-72 pada tahun 2003, namun posisi tersebut relatif lebih buruk dibanding beberapa negara pesaing di kawasan ASEAN. Menurut tolok ukur WEF, terdapat 5 (lima) faktor penting yang menonjol. Faktor-faktor tersebut adalah 3 (tiga) faktor pada tataran makro, yaitu: (a) tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro; (b) buruknya kualitas kelembagaan publik dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan (c) lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan produktivitas. Sementara itu, pada tataran mikro atau tataran bisnis, 2 (dua) faktor yang menonjol adalah: (a) rendahnya efisiensi usaha pada tingkat operasionalisasi perusahaan; dan (b) lemahnya iklim persaingan usaha.

Daya saing nasional ditentukan oleh daya saing daerah-daerah

yang ada di negara tersebut.

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 1�

Menurut catatan IMD yang menerbitkan World Competitiveness Report setiap tahun, posisi Indonesia turun dari urutan 58 pada tahun 2004 menjadi 59 pada tahun 2005 dari 60 negara yang diteliti. Menurut catatan IMD, rendahnya kondisi daya saing Indonesia disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: (1) buruknya kinerja perekonomian nasional yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan, dan stabilitas harga, (2) buruknya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi akibat kerangka institusi publik yang masih banyak tumpang tindih, dan kompleksitas struktur sosialnya, (3) lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara bertanggung jawab yang tercermin dari tingkat produktivitasnya yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional, dan (4) terbatasnya ketersediaan infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi, dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan.

United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) juga mengembangkan indikator Competitiveness Industrial Performance (CIP) yang diterapkan untuk mengukur peringkat daya saing industri manufaktur di 93 negara dalam periode 1980 - 2000. Dalam Industrial Development Report 2004, ukuran indikator CIP tersebut terdiri dari 4 (empat) variabel utama, yaitu: (a) nilai tambah industri manufaktur per kapita, (b) ekspor industri manufaktur per kapita, (c) intensitas industrialisasi yang diukur dari kontribusi industri manufaktur pada PDB dan kontribusi industri manufaktur berteknologi menengah dan tinggi pada sektor industri manufaktur, dan (d) kualitas ekspor yang diukur dari kontribusi ekspor manufaktur dalam total ekspor dan kontribusi manufaktur berteknologi menengah dan tinggi dalam nilai ekspor industri manufaktur. Hasil pemeringkatan menunjukkan bahwa kinerja industri manufaktur Indonesia meningkat dari urutan ke-75 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990, dan urutan ke-38 pada tahun 2000. Namun, peningkatan posisi Indonesia memang relatif terpuruk dibanding negara pesaing utama di Asia Timur (termasuk ASEAN). Dengan memperhatikan perkembangan perekonomian dan masih terpuruknya kegiatan sektor produksi, peringkat sektor industri manufaktur di Indonesia kembali turun setelah tahun 2000. Meskipun kondisi ekonomi makro makin membaik dalam beberapa tahun terakhir, prestasi di atas belum cukup membawa ke arah pemulihan aktivitas sektor produksi, terutama industri manufaktur, ke tataran sebelum krisis apalagi mendongkrak peningkatan daya saingnya.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 20

Keunggulan daya saing daerah penting karena dua alasan. Pertama, untuk menyadarkan bahwa keunggulan kompetitif suatu perusahaan tidak sepenuhnya tergantung pada kemampuan internal masing­masing perusahaan. Ada tempat­tempat di mana orang atau perusahaan lebih mudah menciptakan usaha yang kompetitif dibanding tempat lain. Hal ini tidak hanya berlaku untuk negara, tetapi juga berlaku untuk wilayah dalam suatu negara.

Kedua, ada dua tipe keunggulan kompetitif yang harus dikenali, yaitu keunggulan kompetitif statis dan keunggulan kompetitif dinamis. Keunggulan kompetitif statis merujuk pada faktor lokasi geografis, sedangkan keunggulan kompetitif dinamis merujuk pada permasalahan tenaga kerja (seperti upah, kualitas, kedisiplinan, dan produktivitas), iklim usaha, dan faktor lain yang berpengaruh terhadap industri di daerah itu. Lokasi geografis merupakan faktor daya saing yang penting, tetapi hal tersebut juga dimiliki banyak daerah lain. Di samping itu ke depan kemajuan teknologi dan globalisasi lambat laun akan mengurangi signifikansi faktor lokasi. Dalam kondisi demikian, faktor­faktor lain seperti kualitas tenaga kerja dan iklim usaha akan menjadi keunggulan kompetitif yang penting terutama ketika di daerah lain hal itu merupakan masalah.

Dalam era desentralisasi dan globalisasi, peningkatan daya saing yang berbasis pada pengetahuan, teknologi dan inovasi menjadi kian penting dalam pengembangan ekonomi daerah. Dalam globalisasi, tatanan sistem ekonomi baru yang dihadapi memiliki ciri yang cukup berbeda dengan tatanan ekonomi lama. Perbedaan tersebut terlihat baik dari karakteristiknya maupun peranan dari para pelakunya. Dalam tatanan ekonomi baru, persaingan yang terjadi adalah persaingan global, persaingan antardaerah tinggi, dan sumber keunggulan daya saing berasal dari inovasi, kualitas, waktu penyampaian ke pasar, dan biaya.

Daerah akan mengembangkan suatu keunggulan kompetitif berdasarkan kemampuan inovasi, dan vitalitas ekonomi merupakan hasil langsung dari persaingan industri lokal. Berbagai faktor yang dapat menentukan daya saing antara lain:

Peningkatan daya saing yang berbasis pada pengetahuan,

teknologi dan inovasi menjadi

kian penting dalam pengembangan ekonomi daerah

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 21

1. Kondisi Faktor seperti tenaga kerja terampil yang dibutuhkan, sumber daya alam, infrastruktur khusus yang tersedia, dan hambatan­hambatan tertentu;

2. Kondisi Permintaan seperti permintaan sektor rumah tangga atau pelanggan­pelanggan lokal akan produk berkualitas yang mendorong perusahaan­perusahaan untuk berinovasi;

3. Dukungan Industri Terkait: industri­industri pemasok lokal yang kompetitif yang menciptakan infrastruktur bisnis dan memacu inovasi dan memungkinkan industri­industri untuk spin off;

4. Strategi, Struktur, dan Persaingan Perusahaan (Iklim Usaha): tingkat persaingan antar industri lokal yang lebih memberikan motivasi dibanding persaingan dengan pihak luar negeri, dan “budaya” lokal yang mempengaruhi perilaku masing­masing industri dalam melakukan persaingan dan inovasi;

5. Peranan Pemerintah: Peristiwa historis dan campur tangan pemerintah cenderung berperan secara signifikan dalam peningkatan daya saing daerah; dan

6. Kemampuan dan sinergi dari para pelaku usaha, yaitu usahawan/pengusaha, profesional, dan pekerja/buruh.

Sementara itu, konsep dan pengukuran daya saing daerah pernah dikeluarkan Bank Indonesia pada tahun 2002, yang menekankan pada perkembangan ekonomi daerah. Tujuan pengukuran daya saing daerah ini adalah melakukan identifikasi potensi dan prospek ekonomi daerah dan menetapkan peringkat daya saing antar daerah di Indonesia. Dengan pengukuran tersebut, pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan memperbaiki daya saing daerah sesuai dengan kewenangan.

Dalam konsep ini, daya saing daerah diartikan sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, pengukuran daya saing daerah menggunakan 9 (sembilan) indikator utama, yaitu (1) perekonomian daerah, (2) keterbukaan, (3) sistem keuangan, (4) infrastruktur dan sumber daya alam, (5) ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) sumber daya manusia, (7) kelembagaan, (8) governance

Daya saing daerah diartikan sebagai kemampuan perekonomian daerah dalam meningkatkan kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 22

dan kebijakan pemerintah, dan (9) manajemen dan ekonomi mikro. Masing­masing indikator utama tersebut diuraikan ke dalam sub indikator, dan sub indikator diuraikan kembali ke beberapa variabel penentu daya saing daerah (lihat Tabel 3.4).

Tabel 3.�

Indikator dan Sub Indikator Penentu Daya Saing Daerah

INDIKATOR UTAMA SUB-INDIKATORJUMLAH

VARIABELDESKRIPSI

I. Perekonomian Daerah

• Nilai Tambah• Invetasi • Tabungan• Konsumsi • Kinerja Sektoral• Biaya Hidup

22 variabel Merupakan ukuran kinerja secara umum perekonomian daerah secara makro

II. Keterbukaan • Internasionalisasi• Perdagangan Antar Daerah

26 variabel Mengukur seberapa jauh perekonomian daerah terbuka terhadap perdagangan internasional dan perdagangan antar daerah

III. Sistem Keuangan • Biaya Modal• Ketersediaan Modal• Efisiensi Sektor Perbankan• Efisiensi Sektor Keuangan Non-Bank

12 variabel Mengukur seberapa baik sistem finansial, perbankan maupun lembaga keuangan non-bank dapat memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah

IV. Infratruktur dan Sumber Daya Alam

• Infrastruktur Fisik• Infrastruktur Informasi dan Komunikasi• Sumber Daya Alam

24 variabel Mengukur seberapa besar sumber daya: modal fisik, letak geografis, sumber daya alam, mendukung aktivitas perekonomian daerah

V. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

• Kegiatan Penelitian• SDM di Bidang Teknologi

7 variabel Mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam kegiatan ekonomi yang meningkatkan nilai tambah

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 23

Kapasitas dan kualitas institusi Pemerintah Daerah merupakan syarat penting dari iklim investasi yang kondusif.

INDIKATOR UTAMA SUB-INDIKATORJUMLAH

VARIABELDESKRIPSI

VI. Sumber Daya Manusia

• Karakteristik Penduduk• Ketenagakerjaan• Pendidikan• Kualitas Hidup• Perilaku dan Nilai Sosial

29 variabel Mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia yang meningkatkan daya saing perekonomian daerah.

VII. Kelembagaan • Aspek Hukum dan Keamanan• Aspek Sosial, Politik, dan Budaya

17 variabel Mengukur seberapa kondusif iklim sosial, politik, hukum dan aspek keamanan dalam mendukung perekonomian daerah.

VIII. Governance dan Kebijakan Pemerintah

• Prediktabilitas Peraturan dan Kebijakan• Hambatan Birokrasi• Efisiensi Sektor Publik• Kebijakan Pemerintah

24 variabel Mengukur kualitas administrasi pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur fisik, peraturan serta aturan main dari kompetisi.

IX. Manajemen dan Ekonomi Mikro

• Produktivitas• Efisiensi Manajemen• Budaya Perusahaan

32 variabel Mengukur bagaimana perusahaan/industri di daerah tersebut dikelola secara inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab.

Sumber:Bank Indonesia, 2002

Survei yang dilakukan oleh KPPOD (2006) mengindikasikan bahwa kapasitas dan kualitas institusi Pemerintah Daerah merupakan syarat penting dari iklim investasi yang kondusif. Selain itu, syarat penting lainnya adalah kondisi sosial, politik, dan keamanan setempat. Kedua faktor tersebut bahkan dianggap jauh lebih penting dibandingkan dengan potensi perekonomian daerah itu sendiri. Dari hasil survei ini dapat disimpulkan bahwa upaya memangkas ekonomi biaya tinggi di tingkat daerah harus dimulai dari Pemerintah Daerah itu sendiri.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 2�

3.3 KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH YANG BERPENGARUH TERHADAP INVESTASI

Untuk mempercepat perbaikan iklim bisnis dan kinerja sektor riil di daerah, harus ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya persaingan antardaerah dalam menarik investasi sebanyak­banyaknya ke daerah tersebut. Pemerintah Daerah dituntut untuk selalu giat dalam menarik investasi sekaligus mempertahankan dan meningkatkan investasi yang sudah ada di daerah masing­masing. Berbagai kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk Perda­perda diharapkan mendukung penciptaan iklim usaha yang kondusif, dan memberikan berbagai insentif serta kemudahan bagi investor dalam melakukan usaha.

Dengan otonomi yang dimiliki, peran pemerintah daerah kini menjadi sama pentingnya dengan pemerintah pusat dalam peningkatan investasi. Pemerintah Daerah dituntut dapat berkreasi dalam menangani permasalahan iklim investasi di daerah masing­masing melalui berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat. Pemerintah Daerah juga dituntut untuk dapat bersaing dengan Pemerintah Daerah lainnya dalam meningkatkan daya tarik investasi daerah. Hal ini disebabkan oleh motivasi pelaku usaha atau investor untuk berpindah atau melakukan investasi di daerah lain yang memiliki daya tarik lebih tinggi. Investor akan memilih lokasi yang menawarkan peluang keuntungan lebih besar dengan risiko lebih kecil.

Efektivitas kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi dipengaruhi oleh instrumen kebijakan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Instrumen kebijakan untuk meningkatkan investasi berupa: (1) peraturan perundangan dalam kerangka regulasi, (2) pengelolaan belanja daerah dalam kerangka investasi dan layanan publik, antara lain untuk penyediaan layanan terpadu. Mengingat jumlahnya yang mayoritas dan kontribusinya yang besar terhadap perekonomian nasional dan daerah selama ini, maka sangatlah wajar jika fokus perhatian diberikan kepada upaya pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah dan koperasi, yang dilakukan antara lain dengan pendekatan pengembagan sektor unggulan melalui klaster industri.

Kebijakan pemerintah daerah

dalam meningkatkan investasi

dipengaruhi oleh instrumen kebijakan,

pelaksanaan, dan pengendalian

terhadap pelaksanaan

kebijakan tersebut.

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 2�

(1) Kerangka Regulasi

Globalisasi telah membawa persaingan dalam menarik investasi dan persaingan merebut pasar, baik lokal maupun luar negeri, semakin ketat. Indonesia sekarang tidak hanya bersaing dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina, tetapi juga China, Vietnam, dan mungkin akan menyusul Kamboja. Dengan melihat kondisi tersebut, Indonesia harus lebih aktif dalam menarik investasi. Untuk itu, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan paket kebijakan investasi berupa deregulasi dalam lima bidang, yakni masalah umum (termasuk memperkuat kelembagaan pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan daerah dan pusat), kepabeanan dan cukai, perpajakan, ketenagakerjaan, dan usaha kecil, menengah, dan koperasi. Paket kebijakan investasi tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2006 yang berlaku sejak akhir tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Dalam setiap bidang paket kebijakan investasi tersebut terdapat kebijakan, program, tindakan, keluaran, tenggat waktu, dan penanggung jawab. Paket kebijakan tersebut disusun melalui konsultasi dengan kalangan dunia usaha dalam dan luar negeri serta masyarakat internasional yang menaruh perhatian atas kondisi iklim investasi di tanah air.

Pemerintah Daerah perlu melakukan berbagai pembenahan dan pengembangan insentif investasi di daerah masing­masing untuk mendukung pelaksanaan paket kebijakan tersebut.

Sehubungan dengan itu, Undang­undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya dalam pasal 176, telah memberikan payung hukum bagi diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi. Ketentuan dalam pasal tersebut mengamanatkan bahwa Pemerintah Daerah, dalam rangka meningkatkan perekonomian daerahnya, dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang­undangan. Selanjutnya dijelaskan bahwa insentif dan/atau kemudahan investasi tersebut mencakup antara lain penyediaan sarana, prasarana, dan stimulan, pemberian modal usaha, pemberian bantuan teknis, keringanan biaya dan percepatan pemberian ijin.

Globalisasi telah membawa persaingan dalam menarik investasi dan persaingan merebut pasar, baik lokal maupun luar negeri, semakin ketat.

Pemerintah Pusat mengeluarkan Paket kebijakan investasi tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2006.

Pemerintah Daerah perlu melakukan berbagai pembenahan dan pengembangan insentif investasi di daerah masing-masing untuk mendukung pelaksanaan paket kebijakan tersebut.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 2�

Pemerintah daerah juga perlu melakukan sinkronisasi dan koordinasi antarlembaga untuk memadukan tugas dan fungsi serta kebijakan yang bersifat lintas sektor. Bagi Pemerintah Daerah, persaingan yang makin tajam membuat tugas ke depan semakin berat. Dalam hal ini, daerah harus menyiapkan diri sedemikian rupa sehingga mampu menjadi daerah tujuan ivestasi dan pusat pengembangan industri yang tidak dihalangi oleh batas wilayah (daerah dan negara).

Gambar 3.4. Kerangka Kebijakan Investasi daerah

KualitasInstitusi Daerah

“Perencanaan Strategis”

untuk Promosi dan Pengelolaan

Investasi Daerah:

- Integrasi PerencanaanPembangunan Daerah

- Koordinasi AntarStakeholders

- Identifikasi Produk Utama

InvestasiDaerah

Sektor

Pendukung:

- Infrastruktur- Pendidikan- Ramah

Lingkungan

MembangunKapasitas Pemda:

- ReformasiBirokrasi

-

Koordinasi

Kebijakan dalam

Pengelolaan Investasi

Daerah

- Pajak dan RetribusiDaerah

Kebijakan dalam

Promosi Investasi

Daerah

- Pemasaran Daerah

PertumbuhanEkonomi Daerah

Gambar 3.� Kerangka Kebijakan Investasi Daerah

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 27

Komunikasi, koordinasi dan konsultasi perlu pula dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan para pengusaha (investor). Pemerintah Daerah harus menyadari bahwa pengusaha adalah pelaku utama perekonomian daerah dan peningkatan pendapatan daerah hanya dapat dilakukan dengan dukungan dunia usaha. Para pengusaha akan memandang kebijakan otonomi daerah dan paket kebijakan investasi yang dikeluarkan merupakan sebuah peluang dan sekaligus tantangan. Kebijakan tersebut menjadi sebuah peluang apabila Pemerintah Daerah memiliki persepsi dan konsistensi dalam memajukan investasi dan kegiatan usaha secara sungguh­sungguh. Sebaliknya, kebijakan tesebut akan menjadi sebuah tantangan apabila pelaksanaan otonomi daerah menyebabkan munculnya ketidaksesuaian antara kebijakan yang dikeluarkan dengan kebutuhan pelaku usaha. Hal ini terjadi apabila Pemerintah Daerah mengabaikan suara dunia usaha dalam merencanakan dan menerapkan kebijakan. Untuk itu, Pemerintah Daerah dan para pengusaha/investor diharapkan dapat duduk bersama untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam hubungan ini tumbuhnya berbagai forum kemitraan lintas pemangku kepentingan (multi stakeholders) di daerah patut dihargai dan didukung.

(2) Kerangka Anggaran

Bagi masyarakat, Pemerintah Daerah dianggap berhasil apabila dapat memberikan layanan publik yang memadai dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Daerah harus bekerja keras untuk menumbuhkan investasi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Investor potensial dapat berasal dari pengusaha daerah itu sendiri maupun pengusaha luar daerah, bahkan pengusaha luar negeri. Siapapun calon investornya, syarat utama berkembangnya investasi di suatu daerah adalah adanya iklim investasi yang sehat dan kondusif, sehingga tidak terjadi ekonomi biaya tinggi. Dengan kata lain, Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu mengelola APBD secara efisien, efektif, relevan, ekonomis dan tanpa kebocoran sebagai instrumen untuk menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan mening­katkan pendapatan masyarakat setempat.

Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu mengelola APBD secara efisien dan efektif tanpa kebocoran sebagai instrumen untuk menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Komunikasi, koordinasi dan konsultasi perlu pula dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan para pengusaha (investor).

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 2�

Beberapa daerah telah berhasil melakukan efisiensi dan efektivitas pengeluaran/belanja, dan bahkan akhirnya dapat memberikan beberapa pelayanan publik yang lebih baik terhadap masyarakat, walaupun pada awalnya sulit untuk dilakukan. Pengelolaan APBD perlu mempertimbangkan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi secara efisien dan efektif dalam membiayai pem­bangunan daerah. Dari fungsi alokasi, belanja daerah dilakukan untuk menyediakan barang dan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak di daerah dan tidak dapat disediakan sendiri oleh masyarakat daerah. Selain itu, belanja daerah juga dapat dialokasikan dalam kerangka investasi. Investasi yang dilakukan harus pada sektor­sektor prioritas yang dimiliki daerah sehingga diharapkan dapat menggerakkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru, dan akhirnya memperbaiki pendapatan masyarakat setempat. Sektor prioritas yang dimaksud adalah sektor infrastruktur dan sektor­sektor yang mampu memberikan nilai tambah dan output yang cukup tinggi bagi perekonomian serta dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Selain untuk investasi, belanja daerah juga diharapkan dapat dialokasikan kepada hal­hal yang dapat mendorong kinerja sektor riil, seperti misalnya perbaikan sistem pelayanan, infrastruktur, pelatihan keterampilan tenaga kerja, penyediaan dana stimulan, pemberian modal usaha dan bantuan teknis, dan lain­lain.

Dari fungsi distribusi, belanja daerah juga harus berpihak terhadap masyarakat, terutama masyarakat miskin di daerah dan wilayah yang masih tertinggal. Masyarakat miskin dan wilayah yang masih tertinggal perlu penanganan khusus melalui berbagai program pembangunan daerah yang lintas sektor. Fungsi yang dijalankan Pemerintah Daerah mampu menciptakan distribusi pendapatan dan pembangunan yang merata, baik antar individu masyarakat maupun antar bagian wilayah di daerahnya.

Fungsi stabilisasi dari belanja daerah dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga kestabilan perekonomian daerah. Pada saat

Pengelolaan APBD perlu

mempertimbangkan fungsi alokasi, distribusi dan

stabilisasi secara efisien dan efektif dalam membiayai

pembangunan daerah. Dari fungsi

alokasi, belanja daerah dilakukan untuk

menyediakan barang dan pelayanan publik

yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak di daerah dan tidak

dapat disediakan sendiri oleh

masyarakat daerah.

Dari fungsi distribusi, belanja daerah juga

harus berpihak terhadap masyarakat, terutama masyarakat miskin di daerah dan

wilayah yang masih tertinggal.

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 2�

perekonomian daerah sedang lesu, Pemerintah Daerah dapat melakukan belanja daerah yang bersifat ekspansif untuk memacu perekonomian daerah sehingga hasilnya akan dapat meningkatkan peranan masyarakat dan swasta dalam perekonomian daerah. Kemudian pada saat perekonomian daerah bergerak cepat didukung oleh swasta, belanja Pemerintah Daerah perlu diarahkan untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dengan mengutamakan pada penguatan jaringan pemasaran, pengembangan teknologi informasi dan pemeliharaan lingkungan.

(3) Peningkatan Kualitas Pelayanan

Dalam era persaingan global yang menuntut efisiensi dan akurasi, pelayanan birokrasi yang cepat, murah, dan berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan klien sudah menjadi kebutuhan umum. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan, khususnya percepatan dan simplifikasi perijinan di daerah, pemerintah berusaha melakukan terobosan reformasi birokrasi dengan diberlakukannya Permendagri No. 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Beberapa kabupaten/kota telah menerapkan inovasi pelayanan prima sejak beberapa tahun sebelum peraturan tersebut disusun.

Saat ini, sekitar 80 kabupaten/kota telah melakukan berbagai upaya inovatif dalam membenahi kualitas pelayanan bagi investor dan masyarakatnya dengan membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Pemerintah Daerah Sragen, Parepare, dan Sidoarjo telah memperoleh sertifikasi standar mutu menejemen ISO 9001:2000. Langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut adalah mempercepat proses perijinan tidak lebih dari tujuh (7) hari. Hal ini lebih cepat dari ketentuan yang diatur dalam Kepmendagri selama 15 hari. Kecepatan, transparansi, dan keramahan petugas palayanan perijinan telah memberikan dampak positif bagi daerah yang bersangkutan.

Kabupaten Sragen, Jawa Tengah misalnya telah mengembangkan kebijakan ramah investasi dengan mengembangkan kantor pelayanan

Fungsi stabilisasi dari belanja daerah dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menjaga kestabilan perekonomian daerah.

Kecepatan, transparansi, dan keramahan petugas palayanan perijinan telah memberikan dampak positif bagi daerah yang bersangkutan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 30

terpadu (KPT) yang dapat memberikan layanan one stop service atas 52 perizinan dan 10 jenis pelayanan administrasi kependudukan yang masuk dalam kategori non perizinan sejak akhir tahun 2002. Dampak dari kemudahan yang diberikan lewat KPT terlihat dari perbandingan kondisi ekonomi sebelum dan sesudah ada KPT (tahun 2002 dan 2003). Investasi industri mikro, kecil, dan menengah di Kabupaten Sragen meningkat dari Rp 30,7 miliar menjadi Rp 35,2 miliar (naik 16,6 persen). Investasi industri besar meningkat dari Rp 110 miliar menjadi Rp 394,8 miliar (naik 213 persen). Sedangkan penyerapan tenaga kerja sektor industri juga meningkat dari 28.976 orang menjadi 41.800 orang (naik 44,29 persen) (Kompas, 22 September 2006).

Kotak 3.3. Pelayanan Terpadu Sragen

Sejak dibangunnya KPT (Kantor Pelayanan Terpadu) di Sragen tahun 2002 jumlah perijinan yang dikeluarkan telah meningkat dari 2.027 pada tahun 2003 menjadi 3.170 pada tahun 2004, dan meningkat lagi menjadi 4.072 pada tahun 2005. Hingga tahun 2005, perusahaan yang telah memiliki legalitas usaha tercatat sebanyak 8.105 perusahaan. Hal ini lebih tinggi dari jumlah perusahaan yang tercatat pada tahun 2002 sebanyak 6.373 perusahaan. Nilai investasi meningkat dari Rp 592 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 703 miliar tahun 2004, dan Rp 955 miliar tahun 2005. Hal ini berdampak pada meningkatnya penyerapan tenaga kerja dari 40.785 orang pada tahun 2002 menjadi 46.794 orang pada tahun 2005. Pendapatan Asli Daerah juga meningkat dari Rp 22,5 miliar pada tahun 2002 menjadi 43,5 miliar pada tahun 2004.

Pemerintah Kota Parepare juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan pelayanan terpadu. Seiring dengan penerapan UPT, PAD Kota Parepare telah meningkat dari Rp 8.017 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 1.340,2 miliar pada tahun 2004, dan hingga pertengahan tahun 2005 telah mencapai Rp 1.769,1 miliar.

Kotak 3.3. Pelayanan Terpadu Sragen

Sejak dibangunnya KPT (Kantor Pelayanan Terpadu) di Sragen tahun 2002 jumlah perijinan yang dikeluarkan telah meningkat dari 2.027 pada tahun 2003 menjadi 3.170 pada tahun 2004, dan meningkat lagi menjadi 4.072 pada tahun 2005. Hingga tahun 2005, perusahaan yang telah memiliki legalitas usaha tercatat sebanyak 8.105 perusahaan. Hal ini lebih tinggi dari jumlah perusahaan yang tercatat pada tahun 2002 sebanyak 6.373 perusahaan. Nilai investasi meningkat dari Rp 592 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 703 miliar tahun 2004, dan Rp 955 miliar tahun 2005. Hal ini berdampak pada meningkatnya penyerapan tenaga kerja dari 40.785 orang pada tahun 2002 menjadi 46.794 orang pada tahun 2005. Pendapatan Asli Daerah juga meningkat dari Rp 22,5 miliar pada tahun 2002 menjadi 43,5 miliar pada tahun 2004.

Pemerintah Kota Parepare juga melakukan berbagai langkah untuk meningkatkan pelayanan terpadu. Seiring dengan penerapan UPT, PAD Kota Parepare telah meningkat dari Rp 8.017 miliar pada tahun 2002 menjadi Rp 1.340,2 miliar pada tahun 2004, dan hingga pertengahan tahun 2005 telah mencapai Rp 1.769,1 miliar.

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 31

(�) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Koperasi

Berbeda dengan usaha skala menengah dan besar yang terkonsentrasi di kota­kota besar saja, UMKM tersebar luas di seluruh daerah. Keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan keperluan barang dan jasa dalam negeri. Keberadaan tersebut memberi petunjuk bahwa kebijakan pemberdayaan UMKM dan koperasi sangat strategis untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan bagi sebagian besar rakyat sekaligus meningkatkan pemerataan pembangunan.

Orientasi pemberdayaan UMKM dan koperasi mencakup dua fokus, yaitu pemberdayaan usaha mikro, dan pemberdayaan UKM dan koperasi. Pemberdayaan usaha mikro pada dasarnya diarahkan untuk mendukung penanggulangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah. Sedangkan pemberdayaan UKM dan koperasi diarahkan untuk menurunkan angka pengangguran dan mendorong ekspor bersamaan dengan upaya mendorong perekonomian daerah.

Dengan jumlah unit usaha yang sangat besar, pemberdayaan UMKM perlu dilaksanakan melalui langkah­langkah yang terencana, sistematis, institusional dan konsisten dengan didukung partisipasi masyarakat yang luas. Langkah pemberdayaan yang penting adalah membuka kesempatan berusaha, meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia UMKM dan koperasi, terutama jiwa kewirausahaannya.

Perluasan kesempatan berusaha bagi UMKM dan koperasi diwujudkan dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui upaya bersama pemerintah pusat dan daerah untuk (1) menyederhanakan proses perizinan usaha serta menyediakan adanya kepastian lokasi usaha; (2) mengurangi biaya transaksi, terutama menghapus biaya­biaya pungutan yang tidak wajar; (3) memberikan perlindungan terhadap praktik­

Keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja dan penyediaan keperluan barang dan jasa dalam negeri

Dengan jumlah unit usaha yang sangat besar, pemberdayaan UMKM perlu dilaksanakan melalui langkah-langkah yang terencana, sistematis, institusional dan konsisten dengan didukung partisipasi masyarakat yang luas.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 32

praktik usaha yang curang; serta (4) memantau dan memperbaiki regulasi dan kebijakan baik sektoral maupun daerah yang menghambat perkembangan UMKM dan koperasi.

Peningkatan akses terhadap sumberdaya produktif meliputi akses kepada sumber­sumber permodalan/pembiayaan, teknologi, pasar dan informasi. Pengembangan institusi/lembaga yang dapat menjalankan fungsi intermediasi berbagai sumberdaya produktif tersebut di seluruh daerah menjadi program penting agar UMKM dan koperasi dapat memanfaatkan peluang yang tersedia. Di samping itu, pelatihan dan pendampingan yang berkesinambungan bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia UMKM dan koperasi juga menjadi satu kesatuan dari upaya pemberdayaan tersebut.

Kotak 3.�. Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Selama periode 2002-2005, jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) terus meningkat dari 40,88 juta usaha pada tahun 2002 menjadi 44,69 unit usaha pada tahun 2005. Peningkatan jumlah usaha terjadi baik untuk skala usaha kecil maupun menengah. Dengan jumlah tersebut, proporsi UKM terhadap jumlah total unit usaha di Indonesia mencapai 99,99 persen.

Tabel 3.�. Komposisi Skala Usaha Menurut Wilayah

SKALA USAHA

2002 2003 2004 2005

JMLH % JMLH % JMLH % JMLH %

Kecil 0,820,966 99.84 42,331,474 99.84 43,641,094 99.84 44,621,823 99.84

Menengah 60,618 0.15 63,546 0.15 66,318 0.15 67,765 0.15

UKM 40,881,584 99.99 42,395,020 99.99 43,707,412 99.99 44,689,588 99.99

Usaha Besar 3,628 0.01 3,894 0.01 4,068 0.01 4,171 0.01

Total 40,885,212 100.00 42,398,914 100.00 43,711,480 100.00 44,693,759 100.00

Sumber: BPS, 2005

Dari sisi investasi, jumlah investasi UKM juga meningkat dari Rp 149,87 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp 275,37 triliun pada tahun 2005. Demikian juga kontribusinya terhadap investasi nasional, peranan investasi usaha kecil meneningkat dari 18,37 persen pada tahun 2002 menjadi 18,94 persen pada tahun 2003, 19,42 persen pada 2004, dan meningkat lagi menjadi 20,45 persen pada tahun 2005. Secara keseluruhan, peranan investasi UKM terhadap investasi nasional pada tahun 2005 mencapai 45,91 persen. Sedangkan laju pertumbuhan investasi UKM pada tahun 2005 adalah 14,90 persen, lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan investasi usaha besar yang mencapai 6,18 persen.

Pembangunan Daerah, Peningkatan Investasi, dan Peningkatan Kesejahteraan

III - 33

(�) Pengembangan Klaster

Peningkatan daya saing suatu daerah dapat ditempuh dengan mengembangkan sektor unggulan berbasis pada sumberdaya lokal dengan didukung pengetahuan, teknologi dan informasi. Pengembangan sektor unggulan tersebut dilakukan melalui suatu perencanaan yang terfokus dan strategis pada suatu wilayah khusus yang dikenal sebagai klaster bisnis. Pengembangan suatu klaster ditujukan untuk memusatkan berbagai kegiatan usaha di kawasan tertentu yang satu sama lain saling melengkapi (komplementer), saling bergantung, dan saling bersaing dalam melakukan aktivitas bisnis. Perusahaan atau industri yang dikembangkan dalam suatu klaster bisnis umumnya berskala kecil dan menengah meliputi industri berbasis pertanian (agroindustri), industri kerajinan, industri pengolahan, industri teknologi dan informasi, dan lain­lain. Perusahaan atau industri yang berusaha dalam wilayah khusus tersebut memiliki persamaan kebutuhan terhadap tenaga kerja, teknologi, dan infrastruktur.

Pengembangan klaster menawarkan cara yang lebih efektif dan efisien dalam membangun ekonomi daerah secara lebih mantap, dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Klaster industri meningkatkan hubungan antar berbagai industri dan lembaga yang terlibat di dalam klaster tersebut. Dalam konteks peningkatan daya saing, pengembangan klaster memberikan beberapa keuntungan. Pertama, klaster akan meningkatkan produktivitas melalui efisiensi dalam mengakses input produksi, kemudahan koordinasi, difusi teknologi, dan suasana kompetisi di tingkat lokal. Kedua, klaster akan mendorong lahirnya inovasi. Persaingan yang sehat antarperusahaan dalam suatu klaster akan memacu berbagai inovasi untuk menurunkan biaya produksi, meningkatkan mutu barang dan menekan harga jual. Hal ini akhirnya akan meningkatkan daya saing daerah. Ketiga, klaster akan mendorong tumbuhnya usaha­usaha baru dalam rumpun industri terkait. Tersedianya jaringan dan keterkaitan antar industri dalam klaster akan mempermudah usaha baru untuk memulai usaha.

Pengembangan klaster menawarkan cara yang lebih efektif dan efisien dalam membangun ekonomi daerah secara lebih mantap, dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Peningkatan daya saing suatu daerah dapat ditempuh dengan mengembangkan sektor unggulan berbasis pada sumberdaya lokal dengan didukung pengetahuan, teknologi dan informasi.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

III - 3�

Keberhasilan suatu klaster dapat oleh faktor penentu kekuatan klaster, yaitu: (1) spesialisasi; (2) kapasitas penelitian dan pengembangan; (3) pengetahuan dan keterampilan; (4) pengembangan sumber daya manusia; (5) jaringan kerjasama dan modal sosial; (6) kedekatan dengan pemasok; (7) ketersediaan modal; (8) jiwa kewirausahaan; dan (9) kepemimpinan dan visi bersama.

Pemerintah Daerah dapat berperan sebagai fasilitator, koordinator, dan supervisor dalam pengembangan klaster. Pemerintah Daerah dapat menjadi fasilitator untuk pengembangan kerjasama/kemitraan dan jaringan usaha (networking) diantara pelaku bisnis dalam klaster. Pemerintah Daerah juga dapat berperan dalam mengkoordinasikan dukungan teknis dan permodalan usaha bagi pengembangan klaster bisnis. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga dapat berperan penting dalam menumbuhkan permintaan terhadap produk­produk klaster (melalui belanja pemerintah), terutama di daerah­daerah dimana usaha kecil dan menengah banyak mengalami kesulitas dalam mengakses pasar dan sumber pembiayaan usaha.

Pemerintah Daerah dapat berperan

sebagai inisiator, koordinator, dan

supervisor dalam pengembangan

klaster

BAB IVSinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 2

4.1 PAKET KEBIJAKAN PERBAIKAN IKLIM INVESTASI

Dalam menghadapi persaingan dengan negara Asia lainnya dalam menarik investasi, Pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi yang dituangkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2006 pada tanggal 27 Februari 2006, dan berbagai paket kebijakan lainnya.

Inpres No. 3 Tahun 2006 ini memuat sejumlah kebijakan, program, tindakan, keluaran, sasaran waktu dan penanggungjawab setiap keluaran yang diinginkan. Serangkaian program dan tindakan tersebut pada intinya bertujuan memperbaiki iklim investasi di Indonesia. Perumusan program dan tindakan tersebut disusun melalui serangkaian dialog dan

Upaya peningkatan investasi memerlukan berbagai dukungan berupa penciptaan iklim usaha yang kondusif, kapasitas infrastruktur yang memadai, intermediasi lembaga keuangan, tata kepemerintahan yang baik serta keamanan dan ketertiban. Dalam jangka panjang, peningkatan daya tarik investasi dan daya saing nasional juga ditentukan oleh dukungan sumber daya manusia berkualitas. Berbagai upaya peningkatan investasi tersebut perlu disiapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara konsisten dan sinergis. Bab ini akan membahas berbagai paket kebijakan pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, penguatan sektor keuangan, pertanahan, dan pengembangan kawasan ekonomi khusus. Uraian ini diharapkan dapat memberikan gambaran utuh langkah-langkah yang telah diambil dan yang sedang disiapkan oleh pemerintah, serta dukungan yang diharapkan dari pemerintah daerah.

Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi yang

tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor

3 tahun 2006.

Isi dari paket kebijakan ini meliputi aspek umum

(termasuk penguatan kelembagaan pelayanan

investasi dan sinkronisasi peraturan pusat dan

daerah),

BAB IV SINKRONISASI PUSAT DAN DAERAH DALAM PERBAIKAN IKLIM INVESTASI

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - �

konsultasi dengan kalangan pengusaha dalam dan luar negeri, serta pemangku kepentingan lainnya. Isi dari paket kebijakan ini meliputi aspek umum (termasuk penguatan kelembagaan pelayanan investasi dan sinkronisasi peraturan pusat dan daerah), serangkaian program di bidang kepabeanan, perpajakan, ketenagakerjaan, serta dukungan bagi usaha kecil, menengah dan koperasi.

Tabel 4.1

Rekapitulasi Jumlah Tindakan Paket Kebijakan

Perbaikan Iklim Investasi

BIDANG KEBIJAKAN PROGRAM TINDAKAN

Umum 3 6 11

Kepabeanan dan Cukai 4 8 20

Perpajakan 5 13 20

Ketenagakerjaan 6 6 24

Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi 1 4 10

Jumlah 19 37 85

(1) Bidang Umum

Kebijakan yang ditempuh untuk memperbaiki iklim investasi adalah sebagai berikut.1. Memperkuat kelembagaan pelayanan investasi dengan program

sebagai berikut:a. Merevisi Undang-undang (UU) Penanaman Modal yang

memuat prinsip-prinsip dasar antara lain: perluasan definisi modal, transparansi, perlakuan sama investor domestik dan asing (di luar Negative List) dan Dispute Settlement;

b. Mengubah peraturan-peraturan yang terkait dengan penanaman modal;

c. Revitalisasi Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi;

d. Percepatan perizinan kegiatan usaha dan penanaman modal serta pembentukan perusahaan;

serangkaian program di bidang kepabeanan, perpajakan, ketenagakerjaan, serta dukungan bagi usaha kecil, menengah dan koperasi.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 4

2. Sinkronisasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah (Perda) de-ngan program utama peninjauan Perda-perda yang menghambat investasi;

3. Memperjelas ketentuan tentang kewajiban melakukan analisa mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dengan program perubahan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kewajiban Wajib AMDAL.

Dalam hal kelembagaan pelayanan investasi, untuk memberikan pedoman yang lebih jelas dan sederhana bagi penanaman modal, Pemerintah telah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanaman Modal sebagai revisi atas UU Penanaman Modal yang lama. Penyiapan RUU Penanaman Modal tersebut dilakukan agar prosedur penanaman modal sesuai dengan standar dan praktik internasional. RUU ini memuat azas-azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas dan perlakuan yang sama antara investor asing (PMA) dan domestik (PMDN), tidak membedakan asal negara penanam modal, serta tidak membedakan antara investor besar dan kecil. RUU ini juga memuat prinsip-prinsip dasar mengenai penyelesaian sengketa (dispute settlement). Saat ini RUU masih dalam proses pembahasan dengan Komisi VI DPR-RI.

Sejalan dengan penyelesaian RUU ini pemerintah juga tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka dengan aturan yang jelas, sederhana, tegas dan transparan; memperjelas pembagian tugas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk urusan penanaman modal; dan merevitalisasi Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi. Pembagian kewenangan dalam penanaman modal disesuaikan dengan semangat desentralisasi. Hal ini sesuai dengan amanat UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 13 yang menyatakan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi juga meliputi pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota. Pasal 14 menyebutkan salah satu kewenangan wajib pemerintahan kabupaten/kota, yaitu pelayanan administrasi penanaman modal.

Pemerintah telah mempersiapkan RUU

Penanaman Modal agar prosedur penanaman modal sesuai dengan

standar dan praktik internasional.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - �

Penyederhanaan perijinan ditujukan untuk mempercepat proses perijinan di bidang perdagangan, pembentukan perusahaan dan ijin usaha. Hal ini dilakukan dengan merealisasikan sistem pelayanan terpadu, dan penyediaan informasi mengenai perijinan yang diperlukan. Dengan langkah ini, waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan perusahaan dan perijinan usaha diharapkan dapat dikurangi dari 150 hari menjadi 30 hari. Pelaksanaan kebijakan ini dengan mendelegasikan wewenang pengesahan badan hukum kepada Kantor Wilayah (Kanwil) Hukum dan HAM di tingkat provinsi.

Dalam rangka sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah telah dibentuk Tim Bersama untuk mengawasi penyusunan dan mengevaluasi Perda-perda yang menghambat investasi. Pelaksanaan program ini ditandai dengan dibentuknya Tim Asistensi dan Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) dan Peraturan Daerah (PERDA) melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.05-152 Tanggal 29 Maret 2006. Tim ini bertugas antara lain melakukan asistensi dan evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam rangka peningkatan pengelolaan keuangan daerah.

Penyederhanaan perijinan ditujukan untuk mempercepat proses perijinan di bidang perdagangan, pembentukan perusahaan dan ijin usaha.

Kotak 4.1. Evaluasi Perda-Perda tentang Pajak dan Pungutan Daerah

Hingga saat ini Departemen Dalam Negeri telah menerima dan mengevaluasi 5.550 perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang diterbitkan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.219 perda direkomendasikan dibatalkan dan 201 lainnya disarankan untuk direvisi. Sebanyak 600 perda akhirnya dibatalkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri. Di luar perda yang telah dievaluasi, Depdagri memperkirakan potensi jumlah perda yang belum diterima dan dievaluasi mencapai 10.477 perda. Terkait dengan pelaksanaan Inpres Nomor 3 tentang Perbaikan Iklim Investasi, 70 perda telah dibatalkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri dari total 130 perda yang dievaluasi meliputi 17 perda tentang pungutan yang berkaitan dengan menara telekomunikasi, 3 perda berkaitan dengan jembatan timbang, dan 110 perda yang berkaitan lalu lintas barang. Dengan demikian masih ada 60 perda yang sedang dalam proses pembatalan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - �

Upaya peningkatan investasi di daerah juga harus memperhatikan dampaknya terhadap kualitas lingkungan hidup. Pemberian izin usaha oleh pemerintahan daerah perlu disertai dengan mekanisme pengawasan dan pengendalian secara cermat untuk menghindari dampak negatif terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Oleh sebab itu, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) tertanggal 2 Oktober 2006 yang merupakan revisi dari Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001. Pemerintahan daerah dapat mendukung kebijakan ini melalui pemantauan terhadap permasalahan lingkungan dengan mengefektifkan peranan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab mengenai hal ini.

(2) Bidang Kepabeanan dan Cukai

Kebijakan yang ditempuh pemerintah adalah mempercepat arus barang, mendorong pengembangan kawasan berikat, meningkatkan pemberantasan penyelundupan, dan debirokratisasi di bidang cukai. Beberapa langkah yang ditempuh dalam rangka percepatan arus barang ialah penyederhanaan prosedur pemeriksaan kepabeanan, penerapan teknologi informasi dengan sistem EDI (electronic data interchange), penerapan sistem aplikasi ekspor-impor dengan teknologi berbasis web, pemantapan kriteria yang jelas dan transparan tentang penggunaan jalur hijau dan merah, percepatan pemrosesan kargo dan pengurangan biaya di pelabuhan dan bandara. Dengan sistem EDI time release bisa dipersingkat, masing-masing menjadi 30 menit di jalur hijau dan 3 hari di jalur merah.

Dalam pengembangan peranan kawasan berikat, langkah-langkah yang ditempuh adalah perluasan fungsi tempat penimbunan berikat (TPB), penyempurnaan ketentuan dan otomatisasi kegiatan di TPB, dan perluasan penerapan sistem kepabeanan seperti yang berlaku di Batam ke kawasan berikat lainnya.

Upaya peningkatan investasi di

daerah juga harus memperhatikan

dampaknya terhadap kualitas lingkungan

hidup.

Kebijakan yang ditempuh

pemerintah adalah mempercepat arus

barang, mendorong pengembangan

kawasan berikat, meningkatkan

pemberantasan penyelundupan, dan

debirokratisasi di bidang cukai.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 7

Dalam upaya memberantas penyelundupan, langkah-langkah yang akan dilakukan adalah peningkatan koordinasi antarinstansi terkait, dan intensifikasi pengawasan melalui audit kepabeanan dan cukai.

Sejalan dengan berbagai langkah tersebut, Pemeritah melakukan debirokratisasi di bidang cukai dengan mempercepat proses registrasi dan permohonan fasilitasi cukai tanpa perlu melalui Kanwil Ditjen Bea dan Cukai (KWBC), tetapi cukup melalui KPBC (Kantor Pelayanan Bea dan Cukai).

(�) Bidang Perpajakan

Pemerintah telah menetapkan lima kebijakan dengan tujuan untuk mengurangi biaya transaksi dan praktik ekonomi biaya tinggi. Kelima langkah kebijakan tersebut adalah: 1. Insentif perpajakan untuk investasi;2. Melaksanakan sistem self assessment secara konsisten;3. Perubahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mempromosikan

ekspor;4. Melindungi hak wajib pajak;5. Mempromosikan transparansi dan disclosure.

Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 1 Tahun 2007 untuk merevisi PP Nomor 148 Tahun 2000 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-Daerah Tertentu. Dengan peraturan tersebut, mulai tanggal 1 Januari 2007 pemberian empat paket insentif pajak penghasilan (PPh) diberlakukan untuk 15 jenis usaha yang melakukan investasi baru atau memperluas usaha di seluruh wilayah Indonesia. Jenis usaha tersebut adalah sebagai berikut: (1) industri makanan; (2) industri tekstil dan pakaian jadi; (3) industri bubur kertas (pulp), kertas dan kertas karton; (4) industri bahan kimia industri; (5) industri kimia lainnya (bahan farmasi); (6) industri karet dan barang dari karet; (7) industri barang dari porselen; (8) industri logam dasar, besi, dan baja; (9) industri logam dasar bukan besi; (10) industri mesin dan perlengkapannya; (11) industri

Pemerintah telah menetapkan PP Nomor 1 Tahun 2007 untuk merevisi PP Nomor 148 Tahun 2000 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau di Daerah-Daerah Tertentu.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - �

motor listrik, generator, dan transformator; (12) industri elektronika dan telematika; (13) industri alat angkut darat; (14) industri pembuatan dan perbaikan kapal/perahu; dan (15) industri pembuatan logam dasar bukan besi. Menurut PP tersebut, terhitung sejak 1 Januari 2007 pelaku usaha yang melakukan kegiatan menurut jenis usaha tersebut akan mendapatkan potongan pajak penghasilan (PPh). Fasilitas ini tidak berlaku bagi wajib pajak yang telah memperoleh fasilitas perpajakan di kawasan ekonomi terpadu.

Peraturan Pemerintah tersebut juga berlaku bagi pelaku usaha yang berusaha di daerah-daerah tertentu seperti daerah terpencil, yaitu daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi dan layak dikembangkan, tetapi prasarana ekonomi kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum. Daerah yang termasuk dalam kategori ini adalah perairan laut berkedalaman lebih dari 50 meter yang memiliki cadangan mineral dan gas.

Kelompok bidang usaha lain yang mendapatkan insentif PPh hanya untuk daerah-daerah tertentu adalah: (1) industri pengolahan makanan di daerah; (2) industri pengolahan sumber daya alam berbasis agro; (3) kemasan dan kotak dari kertas dan karton; (4) barang dari plastik; (5) semen, kapur dan gips; (6) furniture; (7) penangkapan ikan laut dan pengolahannya; (8) penangkapan udang laut dan pengolahannya; serta (9) penangkapan “mollusca” (cumi dan hewan sejenis yang kulitnya lunak) laut dan usaha terpadu. Secara lebih rinci, insentif PPh yang diberikan pada bidang usaha tertentu di daerah-daerah tertentu dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - �

Tabel 4.2

Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu

No. BIDANG USAHA KBLI CAKUPAN PRODUK DAERAH/PROVINSI

1. Kelompok Industri Pengolahan Makanan Industri Pengalengan Ikan dan biota perairan lainnya

15121 *) Maluku, Maluku Utara, Papua, Irian Jaya Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo

2. Kelompok Industri Pengolahan SDA berbasis Agroa. Industri minyak goreng

dari minyak kelapa

b. Industri berbagai macam tepung dari padi-padian, biji-bijian, kacang-kacangan, umbi-umbian, dan sejenisnya

15143

15322

*)(Harus terintegrasi usaha budidaya)

tepung dari jagung (Harus terintegrasi usaha budidaya)

Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo

Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo

c. Industri gula pasir

d. Industri gula lainnya

15421

15423

Gula pasir dari tebu (kapasitas minimal 70.000 ton gula/ tahun, terintegrasi usaha budidaya)Gula dari ubi kayu (Harus terintegrasi usaha budidaya)

Di Luar Jawa

Di Luar Jawa

e. Industri Persiapan Serat Tekstil

17111 Serat kapas (Harus terintegrasi usaha budidaya)

Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat,Nusa Tenggara Timur

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 10

No. BIDANG USAHA KBLI CAKUPAN PRODUK DAERAH/PROVINSI

3. Kelompok Industri Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton Industri Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton

21020 *) Di Luar Jawa

4. Kelompok Industri Barang dari Plastik Industri Kemasan dari Plastik

25205 *) Di Luar Jawa

5. Kelompok Industri Semen, Kapur, dan Gips Industri Semen

26411 *) Papua, Irian Jaya Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat

6. Kelompok Industri Furnitura. Industri Furnitur dari

Kayub. Industri Furnitur dari

rotan, dan atau bambu

3610136102

*)*)

Di Luar JawaDi Luar Jawa

7. Penangkapan Ikan di Laut dan Pengolahannya (Usaha Terpadu)• Pengalengan • Penggaraman/

pengeringan• Pengasapan• Pembekuan• Pemindangan• Pengolahan/

pengawetan lainnya

05011 dan 15121 s/d 15129

• Tuna• Cakalang• Hiu/Cucut• Layur• Tenggiri• Lumuru• Bawal• Kakap Merah

Provinsi yang berbatasan dengan Samudera Hindia: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua

8. Penangkapan Crustacea Laut dan pengolahannya (Usaha Terpadu)• Pengalengan • Penggaraman/

pengeringan• Pengasapan• Pembekuan• Pemindangan• Pengolahan/

pengawetan lainnya

05012 dan 15121 s/d 15129

• Udang• Kepiting• Lobster• Rajungan

Provinsi yang berbatasan dengan Samudera Hindia: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 11

No. BIDANG USAHA KBLI CAKUPAN PRODUK DAERAH/PROVINSI

9. Penangkapan Mollusca Laut dan pengolahannya (Usaha Terpadu) • Pengalengan • Penggaraman/

pengeringan• Pengasapan• Pembekuan• Pemindangan• Pengolahan/

pengawetan lainnya

05013 dan 15121 s/d 15129

• Cumi • Sotong• Teripang• Ubur-ubur

Provinsi yang berbatasan dengan Samudera Hindia: Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua

Sumber: website www.pajak.go.id Lampiran II PP No. 1/2007

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 menyebutkan empat jenis insentif pajak yang diberikan kepada sektor usaha terpilih. Pertama, bagi industri tertentu mendapatkan pengurangan PPh netto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dibebankan selama enam tahun masing-masing lima persen pertahun. Kedua, menetapkan penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Ketiga, kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Keempat, PPh atas dividen diturunkan dari 20 persen menjadi 10 persen. Sektor usaha terpilih adalah kegiatan ekonomi yang mendapatkan prioritas tinggi dalam skala nasional, khususnya yang berorientasi ekspor. Insentif ini juga diberikan kepada sektor-sektor usaha yang merupakan perintisan atau pionir.

Kebijakan pemberian insentif perpajakan untuk meningkatkan investasi juga dilakukan dengan menurunkan tarif pajak daerah yang berpotensi menyebabkan kenaikan harga barang/jasa. Upaya ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut.1. Menurunkan tarif pajak kendaraan bermotor untuk jenis kendaraan

angkutan umum. Kebijakan ini telah dilakukan oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2006 tanggal 27 Januari 2006 yang mengatur penurunan tarif pajak kendaraan bermotor untuk jenis angkutan umum sebagaimana

PP Nomor 1 Tahun 2007 menyebutkan empat jenis insentif pajak yang diberikan kepada sektor usaha terpilih.

Kebijakan pemberian insentif perpajakan untuk meningkatkan investasi juga dilakukan dengan menurunkan tarif pajak daerah yang berpotensi menyebabkan kenaikan harga barang/jasa.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 12

dinyatakan dalam Pasal 7 bahwa ”Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) untuk kendaraan umum diturunkan menjadi 60% dari nilai jual kendaraan”.

2. Menurunkan tarif Pajak Penerangan Jalan bagi industri dan non industri. Penurunan tarif Pajak Penerangan Jalan (PPJ) dari 3% menjadi 1,5% bagi industri telah diakomodasikan ke dalam RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3. Menurunkan masalah pungutan pajak/retribusi daerah untuk beberapa jenis pungutan, antara lain:a. Menara telekomunikasi. Hasil monitoring terhadap Inpres

Nomor 3 Tahun 2006 hingga bulan September 2006 telah mengambil sejumlah tindakan, antara lain:

(i) Himbauan kepada seluruh operator telekomunikasi untuk tidak membayar pungutan daerah berkaitan dengan menara telekomunikasi selain retribusi IMB (dalam proses);

(ii) Rekomendasi pembatalan semua pungutan daerah terhadap menara telekomunikasi kecuali retribusi IMB yang tertuang dalam rekomendasi Menteri Keuangan No. S-074/MK.10/2006 tertanggal 22 Mei 2006;

(iii)Penyesuaian tarif retribusi IMB untuk menara teleko-munikasi (dalam proses);

(iv) Peningkatan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) PBB untuk menara hingga 100% (dalam proses).

b. Jembatan timbang. Hasil monitoring terhadap Inpres No.3 Tahun 2006 hingga bulan September 2006 telah mengambil dua tindakan, yaitu:

(i) Rekomendasi pembatalan semua pungutan daerah yang berkaitan dengan jembatan timbang yang tertuang dalam rekomendasi Menteri Keuangan No. S-074 /MK.10/2006 tertanggal 22 Mei 2006.

(ii) Penyesuaian tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk hasil penerimaan di earmark bagi perbaikan kerusakan jalan.

c. Lalu lintas barang. Hasil monitoring terhadap Inpres No.3 Tahun 2006 hingga bulan September 2006 telah mengambil dua tindakan, yaitu:

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 1�

(i) Rekomendasi pembatalan semua pungutan daerah yang merintangi lalu lintas barang, jasa, dan orang yang ter-tuang dalam rekomendasi Menteri Keuangan No. S-074 /MK.10/2006 tertanggal 22 Mei 2006.

(ii) Penyesuaian tarif Pajak Kendaraan Bermotor untuk perbaikan kerusakan jalan.

(4) Bidang Ketenagakerjaan

Perbaikan kebijakan diarahkan untuk menciptakan iklim hubungan industrial yang mendukung perluasan lapangan kerja, meningkatkan perlindungan dan memperbaiki penempatan TKI di luar negeri, mempercepat proses penerbitan perijinan ketenagakerjaan, serta menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel dan produktif. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:1. Penyusunan draft perubahan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun

2003 terutama yang menyentuh ketentuan tentang PHK, pesangon dan hak-hak pekerja, ketentuan pengupahan, outsourcing, dan ijin mempekerjakan tenaga kerja asing;

2. Penyusunan draft perubahan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, peningkatan pendidikan dan pelatihan bagi TKI, peningkatan pelatihan bagi calon mediator, konsiliator, arbitrer dan hakim adhoc untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

3. Penyederhanaan prosedur pemberian visa dan ijin tinggal bagi investor/tenaga kerja asing;

4. Percepatan proses sertifikasi kompetensi tenaga kerja;5. Pengembangan bursa kerja dan informasi pasar kerja secara online;6. Terobosan paradigma pembangunan transmigrasi dalam rangka

perluasan lapangan kerja.

Kebijakan ketenagakerjaan ini semakin mendesak mengingat adanya kecenderungan peningkatan pengangguran terbuka. Pemerintahan daerah yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi harus bekerja keras dalam mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di daerahnya. Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat adalah sebagai berikut.

Perbaikan kebijakan diarahkan untuk menciptakan iklim hubungan industrial

Pemerintahan daerah yang memiliki tingkat pengangguran yang tinggi harus bekerja keras dalam mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di daerahnya.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 14

1. Melakukan pembinaan terhadap calon tenaga kerja dan TKI dengan mengintensifkan peranan Balai Latihan Kerja;

2. Membina hubungan yang harmonis dan komunikatif antara tenaga kerja dan penyedia lapangan kerja dalam hubungan tripartit;

3. Mendukung kerangka perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat serta mempercepat proses perizinan ketenagakerjaan tersebut;

4. Menciptakan suasana kondusif bagi berkembangnya investasi di daerah sehingga dapat membuka lapangan kerja baru;

5. Adopsi kebijakan transmigrasi dalam lingkup daerah dalam rangka penciptaan lapangan kerja baru.

(�) Bidang Pemberdayaan UKMK

Kebijakan pemberdayaan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK) diarahkan untuk menyederhanakan perijinan, mendorong pengembangan jasa konsultasi bagi industri kecil dan menengah (IKM), meningkatkan akses permodalan, dan memperkuat kemitraan usaha besar dan UKMK. Untuk mendorong pengembangan jasa konsultansi bagi IKM telah diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 37/M-IND/PER/6/2006 tertanggal 27 Juni 2006 tentang Pengembangan Jasa Konsultasi bagi Industri Kecil dan Menengah. Dalam upaya peningkatan akses permodalan bagi UKMK, pemerintah sedang menyiapkan rancangan skema kredit investasi bagi UKMK dan insentif fiskal bagi UKMK yang memanfaatkan teknologi inovatif.

Dukungan peraturan perundang-undangan tersebut saat ini sedang disiapkan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM bersama Departemen Keuangan. Di samping itu, sebuah tim lintas kementerian/lembaga (Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Menko Perekonomian, BPN, Depdagri, Departemen Kelautan dan Perikanan) bersama BRI saat ini memfasilitasi sertifikasi tanah bagi UKMK di 20 provinsi dengan target pembuatan 10.250 sertifikat tanah milik UKMK.

Kebijakan pemberdayaan usaha kecil, menengah dan

koperasi (UKMK) diarahkan untuk

menyederhanakan perijinan, mendorong

pengembangan jasa konsultasi bagi industri

kecil dan menengah (IKM), meningkatkan

akses permodalan, dan memperkuat

kemitraan usaha besar dan UKMK.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 1�

4.2. PAKET KEBIJAKAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

Sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997, penyediaan dan pelayanan infrastruktur mengalami penurunan drastis, baik kuantitas maupun kualitas. Sebelum 1997, total investasi pemerintah dan swasta pertahun di bidang infrastruktur 5-6 persen kemudian turun menjadi 1-2 persen dari PDB pertahun pada 1997-2000. Hingga tahun 2004, rasio tersebut meningkat kembali, namun masih di bawah 3 persen. Keterbatasan keuangan negara, dan pada saat yang sama prioritas pemerintah di-arahkan untuk merestrukturisasi perbankan dan sektor keuangan serta program jaring pengaman sosial telah mengurangi kemampuan pemerintah untuk membangun, merehabilitasi dan memelihara infra-struktur. Infrastruktur yang buruk menghambat pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan beban masyarakat.

Rehabilitasi, peningkatan infrastruktur yang ada, dan pembangunan infrastruktur baru, membutuhkan investasi yang sangat besar yang sangat sulit dipenuhi oleh pemerintah. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dan dunia usaha perlu ditingkatkan, khususnya pada proyek-proyek yang bersifat komersial dan layak secara finansial. Di sisi lain, pemerintah tetap berkewajiban menyediakan infrastruktur dasar non-komersial yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak.

Upaya meningkatkan partisipasi swasta dalam pembangunan infra-struktur memerlukan pendekatan yang holistik, termasuk tersedianya kerangka regulasi dan kelembagaan yang efektif dan menunjang. Iklim investasi yang lebih baik dan berkelanjutan juga harus diciptakan. Untuk itu, Pemerintah telah meluncurkan paket reformasi di bidang infrastruktur yang meliputi tiga elemen yang saling terkait, yaitu (1) menghilangkan segala bentuk monopoli dan menciptakan kompetisi yang sehat; (2) menghapuskan praktik diskriminatif yang menghambat partisipasi swasta; dan (3) reposisi peran pemerintah, di antaranya dengan memisahkan peran regulator dan operator.

Infrastruktur yang buruk menghambat pemulihan ekonomi nasional dan meningkatkan beban masyarakat.

Partisipasi masyarakat dan dunia usaha perlu ditingkatkan, pemerintah tetap berkewajiban menyediakan infrastruktur dasar non komersial yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak.

Pemerintah telah meluncurkan paket reformasi di bidang infrastruktur yang meliputi tiga elemen yang saling terkait.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 1�

Elemen-elemen reformasi tersebut mencakup empat kerangka kebijakan yang termuat dalam paket kebijakan percepatan pembangunan infrastruktur, yaitu: (1) reformasi kebijakan lintas sektor strategis, (2) reformasi kebijakan sektor dan korporat serta restrukturisasi industri untuk meningkatkan kompetisi, (3) perbaikan regulasi untuk mencegah penyalahgunaan hak monopoli dan untuk melindungi konsumen dan investor, (4) penataan fungsi dan peran menteri/pimpinan lembaga/kepala daerah sebagai regulator dan BUMN/BUMD sebagai operator.

Untuk menjalankan kerangka kebijakan tersebut, pada tahun 2006 pemerintah telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengembangkan kerangka kebijakan, regulasi dan kelembagaan yang efektif; (2) reformasi sektor-sektor yang meliputi transportasi darat, perkeretaapian, transportasi laut, transportasi udara, jalan tol dan non-tol; infrastruktur energi; kelistrikan; pos dan telekomunikasi; air minum, sanitasi, perumahan, dan sumber daya air; (3) mendorong partisipasi pemerintah daerah; dan (4) merealisasikan transaksi proyek-proyek pembangunan infrastruktur.

Tabel 4.�

Rekapitulasi Jumlah Keluaran Paket Kebijakan Percepatan

Pembangunan Infrastruktur Tahun 200�

No. ISU KEBIJAKAN JUMLAH KELUARAN

I. Kerangka Kebijakan, Peraturan dan Kelembagaan 33

II. Kebijakan Sektor 86

a. Perhubungan Darat 7

b. Perkeretaapian 5

c. Perhubungan Laut 7

d. Perhubungan Udara 5

e. Jalan Tol 9

f. Infrastruktur Minyak dan Gas 3

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 17

No. ISU KEBIJAKAN JUMLAH KELUARAN

g. Kelistrikan 4

h. Telekomunikasi 14

i. Air Minum, Sanitasi, Sumber Daya Air 15

j. Perumahan 17

III. Pemerintah Daerah 5

IV. Paket Transaksi Proyek Infrastruktur 32

TOTAL 156

Sumber: KKPPI, 2006

Guna mendorong partisipasi dan peran pemerintah daerah, langkah-langkah lebih lanjut yang dilakukan pemerintah adalah: 1. menyusun rancangan undang-undang tentang Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD); 2. memperjelas peran pemerintah daerah sebagai pemberi kontrak

khususnya dalam pelayanan transportasi, kelistrikan (off grid), air minum dan sanitasi;

3. melakukan revisi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 35 Tahun 2003 dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Hibah Kepada Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2006 tentang Tata Cara Pemberian Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang Dananya Bersumber dari Pinjaman Luar Negeri. Langkah itu ditujukan untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan pemerintah daerah;

4. menerbitkan pula Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor PER.005/M.PPN/06/2006 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri. Langkah ini dilakukan untuk sinkronisasi perencanaan kegiatan dan perencanaan keuangan dari sumber pinjaman/hibah luar negeri.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 1�

(1) Sektor Perhubungan

Sasaran pembangunan sektor transportasi tahun 2007 adalah melan-jutkan pemantapan sistem transportasi nasional melalui koordinasi dan konsolidasi serta penyusunan transportasi pulau terpadu antarmoda sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) nasional, RTRW pulau dan Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Keberlanjutan peren-canaan dan implementasi dalam rangka pencapaian sasaran tersebut akan dipantau, dikaji dan dievaluasi secara berkala dan dipersiapkan kesinambungannya dalam perencanaan jangka menengah berikutnya.

Untuk mencapai hal tersebut, dalam kurun waktu 2005 hingga 2006, pemerintah telah berupaya melakukan restrukturisasi dan reformasi kebijakan, peraturan dan perundang-undangan yang memungkinkan peran pemerintah daerah dan swasta dalam penyediaan transportasi. Upaya yang telah dilakukan adalah merevisi Undang-Undang di bidang transportasi, diantaranya UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, dan UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Saat ini status revisi perundang-undangan tersebut telah sampai pada tahap pembahasan di DPR.

Revisi atas perundang-undangan di atas dimaksudkan untuk (1) menyesuaikan kerangka regulasi sektor transportasi dengan semangat desentralisasi; dan (2) memperjelas reposisi pemerintah terkait peran regulator dan operator. Undang-undang yang baru diharapkan dapat menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi investasi di sektor transportasi di daerah, baik dalam penyediaan prasarana maupun penyelenggaraan transportasi. Di samping itu, UU baru juga diharapkan dapat memberikan landasan kebijakan tentang penataan tarif, garansi, konsesi, manajemen risiko, hak dan kewajiban masing-masing pihak yang disesuaikan dengan perkembangan dan tantangan yang dihadapi dalam globalisasi ekonomi dan era otonomi daerah.

Pemerintah telah berupaya melakukan

restrukturisasi dan reformasi kebijakan,

peraturan dan perundang-undangan yang memungkinkan

peran pemerintah daerah dan swasta dalam penyediaan

transportasi.

UU baru diharapkan dapat memberikan landasan kebijakan

tentang penataan tarif, garansi, konsesi,

manajemen risiko, hak dan kewajiban masing-

masing pihak yang disesuaikan dengan perkembangan dan

tantangan yang dihadapi dalam

globalisasi ekonomi dan era otonomi

daerah.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 1�

Beberapa langkah yang telah dilakukan dalam kaitan Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur di sektor perhubungan adalah restrukturisasi kebijakan yang meliputi: (1) penyusunan cetak biru (blue print) rencana umum keselamatan transportasi darat, perkeretaapian, dan revisi cetak biru transportasi laut dan udara; serta cetak biru sistem jaringan jalan (high grade highway) termasuk jalan tol dan jalan non tol, serta intermoda lainnya; (2) reformasi peraturan dan perundang-undangan di sektor transportasi untuk menyesuaikan dengan semangat desentralisasi dan menghilangkan monopoli oleh BUMN melalui pemisahan peran regulator dan operator; (3) adopsi kebijakan tarif sesuai dengan prinsip-prinsip kerjasama dalam Perpres 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta di Sektor Transportasi; (4) pembentukan Dewan Keselamatan Transportasi Jalan Nasional; (5) pengembangan kerangka kebijakan PSO (Public Service Obligation) untuk meningkatkan aksesibilitas pelayanan transportasi di daerah terpencil dan kurang berkembang; (6) memenuhi sertifikasi pelabuhan internasional agar sesuai dengan International Ships and Facility of Port Security Code dalam rangka meningkatkan keselamatan dan keamanan pelabuhan dan kapal; (7) peningkatan kapasitas kelembagaan transportasi; (8) pengkajian penerapan Revolving Fund untuk pengadaan tanah serta pembentukan institusi khusus pengadaan tanah dalam pembangunan prasarana transportasi; (9) pengkajian ulang alternative pendanaan melalui sistem road user charges dan kelayakan road fund; serta (10) peningkatan pemeliharaan jalan termasuk perhitungan beban kendaraan untuk meningkatkan keselamatan di jalan.

Dalam rangka restrukturisasi dan reformasi kebijakan dan peraturan di daerah, peran pemda sangat penting dan strategis terutama sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah yang dinilai menghambat inves-tasi seperti berbagai pungutan, retribusi dan biaya lain yang dipungut di pelabuhan, jalan, dan jembatan timbang yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.

Peran Pemda sangat penting dan strategis terutama sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah yang dinilai menghambat investasi.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 20

Penyediaan pelayanan transportasi perintis sangat membantu dalam membuka akses ke daerah terisolir/terpencil. Peran Pemda sangat penting dalam melakukan berbagai terobosan melalui kerjasama dengan penyedia layanan/operator untuk menyediakan pelayanan keperintisan transportasi darat, laut dan udara. Sebagai contoh, dalam penyediaan pelayanan keperintisan transportasi udara, pemerintah daerah dapat menyediakan pesawat yang dioperasikan oleh operator yang dipilih melalui lelang. Demikian pula untuk pelayanan penyeberangan laut, Pemda dapat menyediakan kapal yang dioperasikan oleh operator.

Kotak 4.2. Peningkatan Kualitas Jalan: Tanggung Jawab Bersama

Total panjang jalan secara nasional mencapai 339.005 km, terbagi dalam klasifikasi jalan tol 649 km, jalan nasional 34.628 km, jalan provinsi 37.164 km, dan jalan kabupaten 240.946 km. Dari panjang jalan tersebut yang terlapisi aspal masing-masing 90 persen untuk jalan nasional, 89 persen untuk jalan provinsi, dan 52 persen untuk jalan kabupaten. Secara kualitas, 80 persen jalan nasional termasuk sedang sampai baik. Sementara untuk jalan provinsi dan kabupaten, masing-masing hanya 63 dan 49 persen yang berada dalam kondisi sedang sampai baik. Tingkat kualitas jalan tersebut berkorelasi dengan biaya pemeliharaan yang dikeluarkan masing-masing tingkatan pemerintahan. Pada tahun 2004 belanja pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk pemeliharaan jalan besarnya masing-masing 1.105 milyar, 609 milyar, dan 590 milyar. Di luar itu juga ada pemeliharaan oleh PT Jasa Marga sebesar 2.508 milyar. Mengingat peran strategis jalan dalam memfasilitasi aktivitas ekonomi, sinergi antar tingkatan pemerintahan diperlukan dalam memelihara dan meningkatkan kualitas jalan. Di perdesaan, kualitas jalan yang buruk dianggap sebagai salah satu hambatan utama dalam menjalankan usaha, di mana sebagian besar pelakunya adalah UMKM. Oleh karena itu, dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja pembangunan khususnya bagi pemeliharaan jalan-jalan kabupaten dan provinsi.

Dibanding beberapa negara Asia, proporsi jalan beraspal di Indonesia yang berkisar 58 persen terhitung cukup tinggi dibanding Kamboja (4 persen), Laos (14 persen), Philipina (22 persen). Namun, dibanding China dan Thailand, Indonesia masih jauh tertinggal. Di kedua negara tersebut proporsi jalan beraspal masing-masing 91 dan 97 persen.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 21

Dalam pengembangan sistem transportasi yang handal, peran Pemda sangat penting untuk memadukan tujuan transportasi perintis agar dapat lebih efektif dan efisien memberikan pelayanan bagi masyarakat setempat sesuai kebutuhan. Di samping itu, untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi subsidi perintis dan/atau PSO, Pemda diharapkan mampu mengembangkan jaringan transportasi perintisan yang disubdisi menjadi jaringan trasportasi komerasial. Pengembangan jaringan transportasi tersebut harus sejalan dengan rencana Pemda dalam pembangunan daerah secara terpadu dengan sektor-sektor lainnya. Peran Pemda juga sangat dibutuhkan dalam monitoring dan evaluasi pelayanan jasa transportasi perintis.

Berkaitan dengan infrastruktur jalan, peran pemerintah daerah sangat penting mengingat besarnya proporsi infrastruktur seperti jalan raya yang berada di bawah kewenangan pemerintah daerah khususnya Pemerintah Kabupaten/Kota. Hingga pertengahan tahun 2006, proporsi jalan kabupaten/kota dari total panjang jalan mencapai 78 persen dengan kondisi permukaan jalan yang belum/tidak diaspal masih sekitar 44,7 persen.

Dengan adanya pertambahan jumlah kendaraan bermotor secara signifikan, peningkatan kuantitas dan kualitas jalan raya ini semakin mendesak. Data Kepolisian Daerah (Polda) seluruh tanah air mencatat adanya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor sebesar 15,2 persen pada tahun 2004 dibanding tahun sebelumnya. Dari 30,77 juta kendaraan bermotor pada tahun 2004, sekitar 75 persen merupakan sepeda motor dan sisanya adalah kendaraan mobil penumpang (14,5 persen), bis (3 persen) dan truk (7,5 persen). Di satu sisi, peningkatan jumlah kendaraan bermotor ini dapat memfasilitasi mobilitas manusia dan barang namun di sisi lain membutuhkan komitmen lebih besar dalam rangka pemeliharaan jalan. Di sisi lain, Pemerintah daerah mempunyai kewajiban pengelolaan dan pemeliharaan jalan yang menjadi kewenangannya mengingat masyarakat pengguna jalan telah membayar Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Peran Pemda sangat penting dalam melakukan berbagai terobosan melalui kerjasama dengan penyedia layanan/operator.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 22

(2) Sektor Energi

Pemenuhan energi makin penting di masa datang baik dalam rangka pelayanan kepada masyarakat yang terus meningkat maupun untuk memfasilitasi peningkatan investasi di sektor riil. Upaya itu ditempuh dengan menyiapkan sarana dan prasarana lintas sektor, menghilangkan monopoli baik di sisi bisnis hulu maupun di sisi bisnis hilir untuk sektor migas, serta pengembangan prasarana pembangkit, transmisi dan distribusi untuk sektor energi baru dan terbarukan lainnya.

Reformasi sektor energi ditandai dengan terbitnya UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, dan UU Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi yang kemudian melahirkan Badan Pelaksana (BP) Migas dan Badan Pengatur (BPH) Migas sebagai badan independen. Dengan adanya UU tersebut, pemisahan fungsi regulator dan operator dalam penyediaan energi dapat dilakukan secara tegas. Selain itu, saat ini bersama DPR pemerintah sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi. Kenaikan harga minyak memberikan efek negatif bagi Indonesia, yaitu meningkatnya beban subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah sehubungan dengan impor sekitar 500 ribu barel minyak bumi. Impor tersebut harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya. Oleh karena itu, langkah-langkah pengembangan energi alternatif seperti gas bumi, batubara, panas bumi, dan energi alternatif lainnya perlu dilakukan untuk menggantikan peranan minyak bumi sekaligus mengembangkan energi mix dalam rangka mengamankan jaminan pasokan energi.

Untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri sekaligus mewujudkan jaminan pasokan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2005 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (PEN) 2005-2025. Dalam KEN tersebut ditetapkan sasaran untuk energi primer mix pada tahun 2025 adalah sebagai berikut: (1) peranan minyak bumi turun menjadi kurang dari 20 persen, (2) peranan gas bumi meningkat menjadi lebih dari 30 persen, (3) peranan batubara menjadi lebih dari

Reformasi sektor energi ditandai

dengan terbitnya UU Nomor 22

Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas, dan UU Nomor 27 Tahun

2003 tentang Panas Bumi

Langkah-langkah pengembangan energi alternatif

seperti gas bumi, batubara, panas

bumi, dan energi alternatif lainnya

perlu dilakukan

Pemerintah telah mengeluarkan

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor

5 Tahun 2005 tentang Kebijakan

Energi Nasional (KEN) dan Blueprint Pengelolaan Energi

Nasional (PEN) 2005-2025.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 2�

33 persen, (4) peranan bahan bakar nabati (biofuel) meningkat menjadi lebih dari 5 persen, (5) peranan panas bumi menjadi lebih dari 5 persen, (6) peranan energi baru dan energi terbarukan lainnya meningkat menjadi lebih dari 5 persen, dan (7) peranan batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2 persen .

Pemenuhan energi (final) sangat ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur untuk memproses dan mengubah energi primer menjadi energi final, serta transmisi dan distribusi ke konsumen (industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial). Sasaran utama penyediaan infrastruktur energi sebagaimana tertuang dalam blueprint KEN adalah sebagai berikut :1. jaringan pipanisasi BBM di Jawa, kilang, depot, dan terminal

transit;2. jaringan pipanisasi gas Kalimantan-Jawa, Jawa Barat-Jawa Timur;

terminal regasifikasi LNG, Integrated Indonesian Gas Pipeline, embrio dari Trans ASEAN Gas Pipeline (TAGP);

3. sarana dan prasarana transportasi dari mulut tambang batubara ke pelabuhan, pelabuhan suplai dan di lokasi konsumen, serta sarana dan prasarana distribusi; dan

4. transmisi listrik Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, ASEAN Power Grid.

Dalam rangka mempercepat transaksi pembangunan infrastruktur, Pemerintah telah menyelenggarakan Indonesia Infrastructure Summit (Indonesian Infrastructure Conference and Exhibition-IICE) dan berhasil melakukan proses lelang untuk proyek perpipaan gas Cirebon-Gresik (dipecah menjadi Semarang-Gresik dan Cirebon-Semarang) dan Kaltim-Jateng.

Beberapa kebijakan regulasi lain yang telah ditetapkan adalah (1) Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain, (2) Inpres Nomor 2 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Batubara yang Dicairkan sebagai Bahan Bakar Lain, Inpres Nomor 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi, dan (3) Keputusan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 24

Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran.

Program pengembangan energi alternatif dilaksanakan sesuai dengan permintaan dari masing-masing bidang, yaitu : (1) Bidang Pembangkitan tenaga listrik: batubara, gas, panasbumi, tenaga air, DME (Dimethyl Ether), mikro hidro, energi surya, tenaga angin, energi in situ, nuklir, biodiesel; (2) Bidang Transportasi: gas, listrik, biofuel, bahan bakar batubara cair (Coal Liquefaction), GTL (Gas to Liquid), Bahan Bakar Hidrogen, Fuel Cell, Hidrat Gas Bumi; (3) Bidang Industri: Gas, Batubara, Biomassa, Hidrat Gas Bumi; dan (4) Bidang rumah tangga dan komersial: listrik, elpiji, briket, gas kota, biogas, energi surya, fuel cell, dan hidrat gas bumi.

Program pengembangan energi alternatif yang saat ini memasuki tahap pengkajian dan implementasi adalah pemakaian elpiji dan briket batubara sebagai substitusi minyak tanah untuk rumah tangga dan pemakaian bahan bakar bio (biofuel) untuk transportasi dan industri.

Sampai saat ini, penyediaan infrastruktur energi sebagian besar dilakukan oleh pemerintah pusat, BUMN, dan swasta. Peran serta pemerintah daerah masih sangat terbatas. Dalam penyediaan energi, peran yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah pengembangan energi alternatif baru terbarukan yang bersifat lokal seperti tenaga surya, energi angin, dan bahan bakar nabati (jarak pagar, singkong, tetes tebu, kelapa sawit dan lain-lain).

Dalam sistem ketenagalistrikan nasional, kondisi penyediaan listrik saat ini masih belum stabil terutama di beberapa wilayah sebagai akibat lemahnya kemampuan investasi dan melonjaknya harga minyak. Setelah pembangunan pembangkit PLTG Muara Tawar 6x145 MW di Bekasi Jawa Barat selesai pada tahun 2004, kondisi sistem ketenagalistrikan Jawa-Madura-Bali (Jamali) pada akhir tahun 2005 memiliki cadangan (reserved margin) yang masih memadai, yaitu sebesar 32 persen. Sedangkan untuk sistem luar Jamali, sekalipun daya terpasang mencapai

Dalam penyediaan energi, peran yang

dapat dilakukan oleh pemerintah daerah

adalah pengembangan energi alternatif baru

terbarukan yang bersifat lokal seperti tenaga surya, energi

angin, dan bahan bakar nabati (jarak

pagar, singkong, tetes tebu, kelapa sawit dan

lain-lain).

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 2�

5.970 MW, namun daya mampunya sangat rendah, yaitu hanya sekitar 78,2 persen atau sekitar 4.670 MW. Hal ini terjadi karena banyak pembangkit listrik sudah berumur tua dan berbahan bakar diesel. Daya mampu yang ada tersebut sudah termasuk penambahan kapasitas sebesar 150 MW dari hasil operasi beberapa proyek pembangkit listrik di wilayah Sumatera seperti PLTA Sipansihaporas 50 MW, PLTA Renun 82 MW, serta PLTG/U Palembang Timur 100 MW. Di sisi lain, beban puncak yang dimiliki adalah sekitar 4.420 MW. Dengan demikian, penyediaan listrik untuk luar Jamali hanya memiliki cadangan sekitar 5 persen. Candangan ini masih jauh dari kondisi wajar dengan cadangan yang dibutuhkan sekitar 25 persen dari daya mampu yang dimiliki. Selain itu, kondisi tersebut tidak merata pada berbagai subsistem yang ada di luar Jamali.

Dalam penyediaan listrik perdesaan, sampai dengan akhir tahun 2006 jumlah desa yang telah mendapat distribusi listrik sebanyak 52.127 desa atau 79,4 persen dari seluruh desa. Pemerintah terus mengupayakan penyediaan listrik perdesaan melalui pembangunan pembangkit mini dan mikro yang menggunakan energi non-konvensional setempat terutama energi terbarukan.

(�) Sektor Telekomunikasi

Dalam era persaingan global saat ini informasi mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kemampuan untuk mendapatkan, memanfaatkan dan mengolah informasi mutlak dimiliki suatu bangsa untuk mening-katkan daya saing sekaligus pertumbuhan ekonomi bangsa tersebut. Kemampuan yang sama juga mutlak dimiliki setiap daerah untuk me-ningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Ketersediaan akses informasi terutama infrastruktur telekomunikasi sangat esensial untuk membuka keterisolasian suatu daerah sekaligus membuka peluang ekonomi bagi daerah tersebut.

Secara nasional, ketersediaan infrastruktur telekomunikasi saat ini masih terbatas. Hingga tahun 2005, infrastruktur sambungan tetap baru mencapai sekitar 12 juta satuan sambungan yang terkonsentrasi

Dalam sistem ketenagalistrikan nasional, kondisi penyediaan listrik saat ini masih belum stabil terutama di beberapa wilayah sebagai akibat lemahnya kemampuan investasi dan melonjaknya harga minyak.

Pemerintah terus mengupayakan penyediaan listrik perdesaan melalui pembangunan pembangkit mini dan mikro yang menggunakan energi non konvensional setempat terutama energi terbarukan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 2�

di wilayah barat Indonesia. Di sisi lain, walaupun layanan sambungan bergerak sudah menjangkau ke seluruh kabupaten dengan total pelanggan mencapai 50 juta orang, jumlah pelanggan terbesar tetap terkonsentrasi di Jawa, Bali dan Sumatera. Disparitas infrastruktur telekomunikasi juga terjadi antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Secara umum, teledensitas sambungan tetap di wilayah Jabodetabek dan daerah perkotaan lain masing-masing mencapai 35 persen dan 11-25 persen, sedangkan wilayah perdesaan baru mencapai 0,2 persen. Saat ini masih terdapat 43 ribu desa yang belum memiliki fasilitas telekomunikasi yang memadai atau bahkan belum memiliki fasilitas telekomunikasi sama sekali. Wilayah-wilayah ini diidentifikasi sebagai wilayah Universal Service Obligation (USO).

Keterbatasan infrastruktur telekomunikasi secara langsung menye-babkan semakin lebarnya kesenjangan digital (digital divide) baik antara Indonesia dengan negara lain maupun antardaerah di Indonesia. Dari sisi penawaran, keterbatasan infrastruktur antara lain disebabkan oleh: 1. Terbatasnya kemampuan pembiayaan operator. Perkembangan tek-

nologi telekomunikasi yang sangat cepat membawa dampak kepada meningkatnya kebutuhan investasi baru dalam waktu yang lebih singkat sehingga investasi jangka panjang menjadi tidak menarik lagi. Sementara itu, pembangunan infrastruktur telekomunikasi itu sendiri membutuhkan perencanaan dan implementasi yang cukup panjang dengan waktu pengembalian modal yang panjang.

2. Masih tingginya hambatan masuk (barrier to entry). Sebagai transisi dari monopoli ke kompetisi, penyelenggaraan telekomunikasi sambungan tetap masih menganut sistem duopoli. Oleh karena itu, penguasaan akses penting masih dikuasai oleh incumbent, seperti penomoran dan interkoneksi. Kondisi ini tentu membuat operator baru sulit berkembang. Untuk bertahan saja, operator baru memerlukan investasi yang sangat besar untuk melakukan roll out infrastruktur dan membangun basis pelanggan. Sementara itu, pada penyelenggaraan telekomunikasi sambungan bergerak yang sudah dilakukan secara kompetisi sejak awal, permasalahan utama bagi operator baru adalah terbatasnya ketersediaan spektrum frekuensi

Secara nasional, ketersediaan infrastruktur

telekomunikasi saat ini masih terbatas.

Keterbatasan infrastruktur

telekomunikasi secara langsung

menyebabkan semakin lebarnya

kesenjangan digital (digital divide) baik

antara Indonesia dengan negara lain

maupun antardaerah di Indonesia.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 27

karena sebagian besar alokasi spektrum frekuensi sudah ditetapkan untuk operator existing.

3. Terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi. Perkem-bangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat belum dapat di-manfaatkan secara optimal karena terbatasnya kemampuan penyedia layanan untuk melakukan adopsi dan adaptasi teknologi. Perangkat regulasi yang ada juga umumnya belum dapat mengantisipasi per-kembangan teknologi secara cepat sehingga pemanfaatannya masih terbatas.

Adapun dari sisi permintaan, keterbatasan infrastruktur disebabkan oleh terbatasnya kemampuan daerah untuk mendukung masuknya operator. Secara umum, penyediaan layanan telekomunikasi oleh operator dipengaruhi oleh kepadatan penduduk; daya beli (purchasing power); serta konsentrasi dan jenis aktivitas masyarakat. Daerah perkotaan yang padat penduduk dan memiliki daya beli tinggi, atau daerah yang memiliki kegiatan industri merupakan daerah target utama penyedia layanan. Sebaliknya, daerah yang mempunyai kemampuan terbatas menjadi tidak menarik bagi penyedia layanan.

Dengan memperhatikan perbedaan kemampuan/kapasitas setiap daerah tersebut, diperlukan strategi yang berbeda dalam peningkatan infrastruktur dan layanan telekomunikasi. Pada daerah yang berkapasitas tinggi, peningkatan infrastruktur dilakukan melalui penciptaan kompetisi yang setara (level playing field). Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi oleh operator dengan dana pemerintah (program USO) dilakukan pada daerah-daerah yang berkapasitas rendah. Pada daerah yang berkapasitas menengah dapat dilakukan dua pendekatan, yaitu melalui perkuatan regulasi untuk mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif sehingga menarik minat operator, atau melalui mekanisme kerjasama pemerintah dan swasta (public private partnership atau PPP). Melalui skema PPP diharapkan operator yang berpotensi baik skala nasional maupun regional dapat berperan lebih aktif dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

Pada daerah yang berkapasitas tinggi, peningkatan infrastruktur dilakukan melalui penciptaan kompetisi yang setara penyelenggaraan telekomunikasi oleh operator dengan dana pemerintah dilakukan pada daerah-daerah yang berkapasitas rendah.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 2�

Untuk mendorong penyediaan infrastruktur telekomunikasi, pemerintah sejak tahun 1999 sudah memulai reformasi sektor telekomunikasi yang pada prinsipnya menghapus bentuk monopoli serta membuka peluang usaha sebesar-besarnya kepada BUMN, BUMD, swasta dan koperasi. Melalui Paket Kebijakan Infrastruktur yang diterbitkan pemerintah pada bulan Februari 2006 yang lalu, beberapa rencana tindak percepatan penyediaan infrastruktur telekomunikasi telah diidentifikasi. Rencana tindak yang telah diselesaikan adalah penerbitan perangkat regulasi yang mengatur interkoneksi dan perkuatan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia. Adapun rencana tindak yang masih dilakukan (dalam proses) adalah pembaharuan cetak biru dan penyusunan road map telekomunikasi, serta evaluasi terhadap struktur industri telekomunikasi.

Dalam upaya meningkatkan pemerataan pelayanan telekomunikasi peran pemerintah daerah sangat diperlukan. Paling tidak, dukungan pemerintah daerah diharapkan dalam mendukung:1. Penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerah. Merujuk kepada

Inpres No. 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Investasi, salah satu kebijakan yang ditempuh adalah sinkronisasi peraturan pusat dan peraturan daerah (perda). Sejauh ini memang terdapat perda yang menghambat investasi seperti pungutan yang berlebihan atas pendirian menara layanan seluler. Kebijakan daerah yang tidak kondusif justru akan menciptakan barrier to entry bagi daerah tersebut. Selain itu, juga terdapat pemerintah daerah yang melakukan penetapan alokasi spektrum frekuensi. Sebagaimana diketahui bahwa spektrum frekuensi merupakan sumberdaya terbatas yang dikuasai oleh negara. Mengingat pengalokasian spektrum frekuensi harus memperhatikan beberapa faktor teknis seperti ketersediaan spektrum dan kemungkinan interferensi, serta harus mengacu kepada ketentuan internasional, maka perencanaan dan penetapan alokasi spektrum frekuensi dilakukan oleh pemerintah pusat untuk menjamin ketertiban dan efisiensi pemanfaatannya. Pemerintah daerah diharapkan bekerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Balai Monitoring yang berada di setiap daerah untuk melakukan penga-wasan (monitoring) terhadap penggunaan spektrum frekuensi.

Pemerintah sejak tahun 1999 sudah

memulai reformasi sektor telekomunikasi yang pada prinsipnya

menghapus bentuk monopoli serta

membuka peluang usaha sebesar-

besarnya kepada BUMN, BUMD, swasta

dan koperasi.

Dalam upaya meningkatkan

pemerataan pelayanan

telekomunikasi peran pemerintah daerah sangat diperlukan.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 2�

2. Pelaksanaan program USO. Pada tahun 2006, program USO diran-cang dengan pendekatan yang berbeda, yaitu (1) pembiayaan yang bersumber dari kontribusi operator melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak; (2) pemilihan operator yang dilakukan secara lelang; dan (3) kegiatan USO yang meliputi pembangunan dan pengelolaan aset untuk menjamin keberlangsungan program. Secara umum, daerah USO dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu non-mature, semi-mature, dan mature sesuai dengan tingkat kebutuhan dan kemampuan masyarakat. Sebagai tahap awal, pemerintah telah mengidentifikasi daerah-daerah USO dan sedang melakukan klarifikasi dengan pemerintah daerah yang terkait. Sehubungan dengan hal ini, pemerintah daerah diharapkan dapat membantu dengan memberikan informasi yang akurat atau mengusulkan desa yang dianggap sesuai untuk disertakan dalam program USO.

(4) Sektor Air Minum

Penyusunan rencana pembangunan dan pengembangan wilayah seringkali belum memperhitungkan ketersediaan air minum. Hal ini terlihat dari pembangunan kawasan industri yang masih kurang mem-perhatikan ketersediaan pasokan air minum yang diperlukan dalam proses produksi. Upaya untuk mencukupi kebutuhan air minum bagi keperluan industri sebagian besar diambil dari air tanah dalam. Kondisi tersebut didorong oleh terbatasnya cakupan pelayanan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum).

Secara nasional, data Susenas 2005 menunjukkan bahwa pelayanan air minum perpipaan di Indonesia baru 31 persen rumah tangga di perkotaan dan 5 persen rumah tangga di perdesaan, Sedangkan sisanya berusaha memenuhi kebutuhan air minum dari sumber air tanah, sumur, air sungai, dan air hujan. Lambatnya pembangunan jaringan air minum perpipaan, bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan ekonomi menyebabkan terjadinya persaingan dalam pemanfaatan air tanah untuk rumah tangga dan industri, khususnya di kota-kota besar. Pemanfaatan air tanah yang berlebihan akan menyebabkan permukaan

Penyusunan rencana pembangunan dan pengembangan wilayah seringkali belum memperhitungkan ketersediaan air minum.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - �0

air tanah cenderung terus menurun. Dalam jangka panjang, kondisi ini akan menyebabkan terjadinya penurunan tanah (land subsidence) dan intrusi air laut pada kawasan permukiman yang dekat dengan garis pantai.

Penyediaan air minum utama seharusnya bersumber pada pasokan dari PDAM. Dengan tingkat cakupan yang masih rendah saat ini, upaya pemenuhan pelayanan air minum baik bagi rumah tangga maupun industri memerlukan percepatan pembangunan jaringan baru yang membutuhkan biaya sangat besar. Sementara itu, sebagian besar PDAM masih menghadapi banyak masalah tingginya tingkat kebocoran, belum efisiennya sistem produksi dan jaringan pelayanan, rendahnya kinerja manajemen, serta masih adanya sekitar 60 persen PDAM yang terlilit utang. Permasalahan tersebut menghambat PDAM dalam mencari sumber-sumber pembiayaan untuk merehabilitasi sistem pelayanan dan investasi pengembangan jaringan. Rendahnya kinerja PDAM tersebut juga akan berdampak pada makin meningkatnya kesenjangan penyediaan air minum.

Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut ditempuh beberapa langkah simultan. Pertama, mendorong penerapan prinsip good corporate governance dalam pengelolaan PDAM secara konsisten. Kedua, meningkatkan kinerja pengelolaan aset (asset management). Ketiga, restrukturisasi hutang PDAM. Keempat, memperbaiki prasarana dan sarana PDAM. Selain itu, saat ini sedang dilakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 5 tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969. Revisi undang-undang tersebut diharapkan dapat mendorong pengelolaan PDAM secara profesional, mandiri (tidak dicampuri kepentingan birokrasi) serta berorientasi kepada konsumen. Berbagai langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja PDAM, baik teknis maupun finansial, sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas (cakupan) pelayanan air minum.

Di masa yang akan datang diharapkan hanya ada dua jenis BUMD, yaitu Perusahaan Umum Daerah (Perumda) dan Perusahaan Perseroan

Penyediaan air minum utama seharusnya

bersumber pada pasokan dari PDAM.

Sementara itu, sebagian besar PDAM

masih menghadapi banyak masalah

tingginya tingkat kebocoran, belum

efisiennya sistem produksi dan jaringan pelayanan, rendahnya

kinerja manajemen, serta masih adanya

sekitar 60 persen PDAM yang terlilit

utang.

Upaya untuk mengatasi

permasalahan tersebut ditempuh beberapa langkah

simultan bertujuan untuk meningkatkan

kesehatan kinerja PDAM, baik teknis maupun finansial, sehingga mampu

meningkatkan kualitas dan kuantitas (cakupan) pelayanan

air minum.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - �1

Daerah (Perseroda). Hal ini didasarkan kepada pengertian bahwa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh daerah melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan.

(�) Kemajuan Pelaksanaan Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur

Sampai dengan akhir bulan Desember 2006, dari hasil pemantauan kemajuan pelaksanaan Paket Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur adalah sebagai berikut.1. Dari target semula sebayak 156 keluaran, 18 keluaran telah dibatalkan

berdasarkan usulan menteri terkait sehingga target keluaran menjadi 138 keluaran. Pengurangan jumlah keluaran ini disebabkan oleh karena beberapa hal sebagai berikut:a. Adanya keluaran yang seharusnya dilakukan oleh departemen

lain telah dimasukkan sebagai bagian dari keluaran departemen bersangkutan sehingga keluaran tersebut tidak dapat dihasilkan;

b. Terdapat keluaran yang merupakan hasil kajian dan bukan keluaran kebijakan, sehingga tidak akan menjadi bagian dari kebijakan yang akan diluncurkan;

c. Keluaran yang direncanakan adalah identik dengan kebijakan yang telah diluncurkan, atau keluaran tersebut identik dengan tugas dan fungsi suatu badan yang telah berdiri, contohnya pendirian PPP (Public Private Partnership) Node di Departemen Pekerjaan Umum yang ternyata identik dengan TUPKOSI Badan Pengawas Jalan Tol (BPJT) dan BPP SPAM.

2. Keluaran yang diselesaikan sebanyak 92 keluaran atau 59 persen dari target awal dan 67 persen dari target setelah perubahan. Dari target keluaran yang belum dicapai, 46 keluaran diusulkan untuk diselesaikan pada tahun 2007, dan 18 keluaran diusulkan untuk dikeluarkan dari paket kebijakan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - �2

Kotak 4.�. Pelaksanaan Paket Kebijakan Percepatan

Pembangunan Infrastruktur

Beberapa keluaran yang berhasil diselesaikan merupakan landasan dan kerangka kebijakan, regulasi dan kelembagaan kerjasama Pemerintah dan pihak Swasta dalam pembangunan infrastruktur meliputi:1. RUU sektor transportasi (Darat. Laut, Udara, Perkeretaapian), dan ketenaga-

listrikan;2. Peraturan-peraturan lintas sektor tentang Sekretariat KKPPI, Prosedur dan

Kriteria Proyek-proyek yang akan dikerjasamakan dengan pihak swasta; 3. Unit Pengelola Risiko dan Badan Layanan Umum Pertanahan; 4. Perpres 65/2006 tentang pertanahan (revisi Perpres 36/2005);5. Terselenggaranya Indonesia Infrastructure 2006 (IICE 2006) dengan sukses;6. P3 Center dan P3 nodes di Depatemen Perhubungan; 7. Keppres Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan;8. SOP BPJT dan BPPSPAM; terselesaikannya Operation, Guideline, and Manual

untuk PPP; 9. Berbagai peraturan sektoral, blue print, road map, dan rencana induk

transportasi, telekomunikasi, listrik, dan infrastruktur minyak dan gas bumi; 10. Policy paper tentang PSO, dan lembaga pembiayaan infrastruktur; dan 11. Pedoman, toolkit, dan template tentang PPP.

Adapun agenda yang belum selesai dan akan dilaksanakan pada tahun 2007, diantaranya adalah sebagai berikut:1. Finalisasi terhadap RUU Transportasi, BUMD, Ketenagalistrikan, Energi, Pos

dan Telekomunikasi, Pajak, Sanitasi, Sekuritisasi, Penanaman Modal Asing (terkait dengan PP turunan yang terkait dengan infrastruktur) dan Peraturan turunannya.

2. Tender terhadap 10 Model Proyek KPS dan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur.

3. Operasionalisasi P3-Center dan P3 Node untuk mendukung PPP network di Bidang Infrastruktur.

4. Road Map Public Service Obligation (PSO).5. Rencana Induk (Master Plan) Frekuensi Penyiaran Digital.6. Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penyiaran, Perpres tentang Standar Penyiaran Digital.7. Badan Layanan Umum Rusunawa.8. Badan Layanan Umum Pertanahan.9. Pembentukan Infrastructure Fund dan Guarantee Fund.10. Pedoman tentang Pembebasan Tanah.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - ��

4.� PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN

Pemerintah dan Bank Indonesia telah menandatangani Surat Kepu-tusan Bersama (SKB) tentang Paket Kebijakan Sektor Keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia sebagai otoritas fiskal dan moneter, melanjutkan langkah-langkah reformasi memperkuat industri perbankan, lembaga keuangan non-bank dan pasar modal. SKB yang ditandatangani oleh Menko Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, melengkapi dua paket kebijakan sebelumnya, yaitu Paket Perbaikan Iklim Investasi dan Paket Percepatan Pembangunan Infrastruktur yang telah diterbitkan pada awal tahun ini.

Melalui paket kebijakan sektor keuangan ini diupayakan perbaikan infrastruktur pasar dan kelembagaan, peningkatan aksesibilitas pelaku usaha terhadap modal dan penyempurnaan struktur sektor keuangan yang lebih kuat, seimbang dan stabil. Dengan demikian stabilitas makroekonomi yang sudah mulai pulih beberapa bulan belakangan ini diharapkan dapat terjaga dan menjadi basis yang solid bagi pemulihan sektor riil yang mendapat dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan dan pasar modal.

Dalam menyusun Paket ini, Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai konsultasi dengan dunia usaha, lembaga keuangan terkait, dan para pemangku kepentingan lainnya. Rincian dari paket ini menunjukkan komitmen yang kuat dari masing-masing instansi yang bertanggunjawab untuk melaksanakan masing-masing program dan tindakan yang ada dalam paket itu, lengkap dengan produk keluaran dan sasaran waktu yang jelas.

Paket Kebijakan Sektor Keuangan terdiri dari tiga kelompok kebijakan, yaitu stabilitas sistem keuangan, lembaga keuangan perbankan dan nonbank, dan pasar modal dan privatisasi BUMN.

Pemerintah dan Bank Indonesia telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Paket Kebijakan Sektor Keuangan

Dalam menyusun Paket ini, Pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai konsultasi dengan dunia usaha, lembaga keuangan terkait, dan para pemangku kepentingan lainnya.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - �4

Tabel 4.4

Rekapitulasi Jumlah Kebijakan, Program dan Tindakan

Paket Kebijakan Sektor Keuangan

KELOMPOK KEBIJAKAN KEBIJAKAN PROGRAM TINDAKAN

Stabilitas Sistem Keuangan

2 3 7

Lembaga Keuangan Perbankan dan Non Bank

7 18 31

Pasar Modal dan Lain-lain 5 13 18

Jumlah 14 34 55

(1) Stabilitas Sistem Keuangan

Sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan ini adalah peningkatan koordinasi antara otoritas fiskal dan moneter yang sudah semakin baik menyusul mini-crisis yang terjadi pada kuartal keempat tahun lalu. Hal itu dicapai antara lain melalui program penyusunan RUU Jaring Pengaman Sektor Keuangan dan Operasionalisasi Forum Stabilitas Sektor Keuangan. Forum yang beranggotakan wakil dari lembaga-lembaga otoritas keuangan ini diharapkan dalam beberapa bulan mendatang menghasilkan beberapa keputusan penting antara lain tentang Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia dan persiapan pelaksanaan Financial Sector Assessment Program (FSAP).

(2) Lembaga Keuangan Perbankan dan Non Bank

Kelompok kebijakan perbankan terdiri dari dua kebijakan utama, yaitu Kebijakan Memperkuat Lembaga Perbankan dan Kebijakan Peningkatan Kinerja Bank BUMN. Sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan ini adalah memperkuat reformasi lembaga perbankan yang dilaksanakan melalui enam pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Hal itu antara lain dilakukan melalui perubahan regulasi yang terkait dengan penyelesaian kredit bermasalah bank BUMN disertai dengan langkah pengamanan pelaksanaannya.

Paket Kebijakan Sektor Keuangan

terdiri dari tiga kelompok kebijakan,

yaitu stabilitas sistem keuangan, lembaga

keuangan perbankan dan nonbank, dan

pasar modal dan privatisasi BUMN.

Sasaran yang ingin dicapai adalah

peningkatan koordinasi antara otoritas fiskal dan

moneter

Sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan

adalah memperkuat reformasi lembaga

perbankan

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - ��

Penguatan industri jasa keuangan non-bank yang mencakup perusahaan asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan dan perusahaan modal ventura menjadi perhatian pemerintah dan akan terus ditingkatkan. Langkah-langkah konkret yang akan segera dilakukan Pemerintah untuk memperkuat industri jasa keuangan non bank tersebut mencakup aspek prudensial kelembagaan seperti penguatan struktur permodalan untuk perusahaan asuransi, perusahaan pembiayaan, dan perusahaan modal ventura, penanganan perusahaan asuransi yang tidak sehat dan penerapan kebijakan yang lugas terhadap perusahaan yang tidak dapat disehatkan, serta penetapan pedoman good governance untuk dana pensiun. Selain itu, kebijakan keuangan non bank juga mencakup peningkatan perlindungan konsumen dalam industri asuransi dengan operasionalisasi Badan Mediasi Asuransi Indonesia, perbaikan perlakuan perpajakan, dan peningkatan kualitas dan efektivitas pengawasan terhadap usaha jasa keuangan non bank, serta pengembangan peraturan mengenai kegiatan usaha asuransi dan reasuransi syariah.

(�) Pasar Modal

Kebijakan reformasi di bidang pasar modal diarahkan pada peningkatan likuiditas dan efisiensi, serta integritas pasar modal, yang mampu tumbuh secara berkesinambungan dan stabil. Langkah-langkah kon-kret yang akan diambil mencakup penguatan infrastruktur pasar, peningkatan perlindungan konsumen dan investor, penyempurnaan kerangka peraturan dan perundang-undangan untuk memperkuat fungsi supervisi dan penegakan hukum, serta penyetaraan perangkat aturan dan ketentuan dengan standar dan praktek internasional.

Pengembangan infrastruktur pasar diarahkan pada peningkatan transparansi informasi harga dan perbaikan sistem perdagangan yang lebih kredibel, efisien, efektif, dan handal, serta terdapatnya mekanisme yang mampu menjaga likuiditas dan stabilitas pasar sekunder. Selain itu, akan diambil langkah-langkah konkrit bagi perluasan basis investor dengan pengembangan variasi instrumen pasar, seperti antara lain obligasi ritel, efek berbasis syariah, Exchange Traded Fund, dan lainnya, dan peningkatan partisipasi dan kultur masyarakat sebagai investor pasar modal.

Kebijakan reformasi di bidang pasar modal diarahkan pada peningkatan likuiditas dan efisiensi, serta integritas pasar modal, yang mampu tumbuh secara berkesinambungan dan stabil.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - ��

Paket kebijakan ini juga akan mempertegas arah kebijakan privatisasi BUMN dengan akan dibentuknya Komite Privatisasi dan penyusunan blue print Strategi Privatisasi. Selain itu upaya pengembangan pembiayaan ekspor akan semakin diperkuat dengan menyampaikan Rancangan Undang-Undang Lembaga Pembiayaan Ekspor Nasional (LPEI) kepada DPR sebagai dasar hukum pembentukan lembaga itu.

Dalam upaya mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan 8 butir arah dan strategi kebijakan selama tahun 2007, yaitu: Pertama, BI akan akan berperan lebih aktif sebagai katalisator dalam proses mendorong fungsi intermediasi perbankan ke sektor riil. Dalam hal ini, BI diharapkan dapat menjadi database perekonomian nasional sekaligus sebagai pusat informasi kajian-kajian ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak. Kedua, BI berupaya meningkatkan kerja sama dan koordinasi dengan Pemerintah untuk menata kembali industri perbankan, khususnya melalui revitalisasi peran bank-bank BUMN. Ketiga, BI akan berupaya memfasilitasi proses merger.

Keempat, BI akan memfasilitasi kelancaran pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan yang menjadi pokok permasalahan industri perbankan dewasa ini. Kebijakan BI yang akan diterbitkan dalam waktu dekat selain akan mengubah isi PBI tertentu, juga surat penegasan atas penafsiran beberapa ketentuan yang pernah dikeluarkan antara lain ketentuan Mengenai Tata Cara Penilaian Kolektibilitas Kredit dan penyesuaian berapa ketentuan yang terkait dengan Prinsip Kehati-hatian Perbankan. Kelima, BI mengeluarkan guideline yang akan memandu bank asing untuk dapat berkontribusi lebih optimal dalam proses pembangunan ekonomi Indonesia, khususnya dalam meningkatkan fungsi intermediasi. Keenam, BI akan berperan proaktif dalam mengembangkan pasar dan instrumen keuangan. Ketujuh, BI akan membuat program akselerasi pengembangan perbankan syariah Indonesia. Dan kedelapan, BI akan berupaya mengarahkan kembali peran, fungsi dan pola operasional BPR agar sesuai dengan kondisi dan kebiasaan sosial setempat, tanpa harus mengurangi arti penting

Dalam upaya men-dorong peningkatan

fungsi intermediasi perbankan,

Bank Indonesia mengeluarkan 8 butir

arah dan strategi kebijakan selama

tahun 2007

BI akan memfasilitasi kelancaran pelak-

sanaan fungsi intermediasi

perbankan yang menjadi pokok permasalahan

industri perbankan dewasa ini.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - �7

pengelolaan risiko. Peran BPR yang semula ditujukan untuk mengisi kebutuhan pembiayaan masyarakat kecil harus semakin diberdayakan. Selama tahun 2006, Bank Indonesia telah mengeluarkan suatu kebijakan untuk meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan pembangunan dan mendorong upaya penguatan industri perbankan melalui konsolidasi sesuai arah API dan Paket Kebijakan Perbankan Oktober 2006. Selain itu, upaya lain yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan tersebut antara lain:a. Melaksanakan linkage program, yaitu penerusan kredit UMKM dari

bank umum atau bank syariah kepada BPR/BPR syariah;b. Menyelenggarakan ”Bazaar Intermediasi Perbankan” dan workshop

”Prospek Dunia Usaha dan Potensi Pembiayaannya oleh Perbankan”, baik di Kantor Pusat maupun di daerah, yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada perbankan mengenai sektor riil (dunia usaha) yang memiliki prospek baik dan berpotensi untuk dibiayai namun belum diketahui oleh perbankan;

c. Memberikan bantuan teknis (technical assistance);d. Menyediakan informasi kredit;e. Mengembangkan Skim Penjaminan Kredit Daerah, yang merupakan

kerjasama antara PT. Askrindo, BPD setempat dan perbankan.

Tabel 4.�

Perkembangan Jumlah Bank Umum

KELOMPOKBANK

Des 00 Des 01 Des 02 Des 03 Des 04 Des 05 Des 06Bank Persero 5 5 5 5 5 5 5BUSN

Devisa38 38 36 36 34 34 35

BUSN NonDevisa

43 42 40 40 38 37 36BP 26 26 26 26 26 26 26Bank Campuran 29 24 24 20 19 18 17Bank Asing 10 10 10 11 11 11 11T O T A L 151 145 141 138 133 131 130

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - ��

Salah satu arah dan strategi kebijakan di bidang Perbankan yang akan ditempuh adalah program akselerasi perbankan syariah dengan fokus pada sosialisasi intensif perbankan syariah, pengayaan produk dan perluasan jaringan pelayanan (di daerah dapat juga berbentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah atau Unit Usaha Syariah dari Bank Pembangunan Daerah), serta mendorong masuknya dana investasi luar negeri ke industri perbankan syariah. Pengembangan industri perbankan syariah merupakan sebagai salah satu langkah strategis dalam mendukung pengembangan sektor riil di daerah. Hal ini mengingat karakteristik dan kinerja perbankan syariah yang cukup baik dengan Financing to Deposit Ratio (FDR atau LDR dalam perbankan konvensional) yang mencapai rata-rata di atas 90 persen dan Non Performing Financing (NPF atau NPL dalam perbankan konvensional) yang terpelihara secara rata-rata di bawah 5 persen.

Dalam rangka peningkatan peran BPR dan kontribusinya dalam melaksanakan fungsi intermediasi perbankan, Pemerintah/Instansi-Instansi Daerah diharapkan dapat bekerjasama dengan BPR dalam menyalurkan dana-dana untuk kepentingan usaha masyarakat melalui Pola Linkage Program. Dengan dana murah dari Pemerintah, BPR dapat membiayai UKMK dengan suku bunga yang rendah sehingga tidak memberatkan UKMK. Selain itu, upaya peningkatan peran serta BPR tersebut harus didukung pula dengan penguatan permodalan BPR terutama BPR milik Pemda yang sudah berdiri untuk mengatasi risiko usaha yang timbul, meningkatkan daya saing dan jangkauan pelayanan kepada UMK, dengan cara merger atau konsolidasi agar memiliki permodalan yang kuat dan beroperasi secara efisien, serta memenuhi ketentuan persyaratan modal disetor. Dalam upaya memperluas jangkauan pelayanan BPR, Pemda diharapkan dapat mendirikan BPR baru terutama di luar Pulau Jawa dan Bali.

Untuk memberikan informasi yang lengkap dalam upaya pengembangan UMKM, Bank Indonesia telah menyusun Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil atau disingkat dengan SI-PUK. SI-PUK merupakan kumpulan sistem informasi usaha kecil berbasis internet

Salah satu arah dan strategi

kebijakan di bidang Perbankan adalah

program akselerasi perbankan syariah

Pemerintah/Instansi-Instansi

Daerah diharapkan dapat bekerjasama dengan BPR dalam

menyalurkan dana-dana untuk

kepentingan usaha masyarakat melalui

Pola Linkage Program. Dengan dana murah dari

Pemerintah

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - ��

yang disusun secara terpadu sehingga dapat menyajikan informasi yang mudah diakses oleh pengguna. Informasi lengkap mengenai SI-PUK dapat diakses melalui internet dengan alamat http:/www.bi.go.id/sipuk.SI-PUK terdiri dari beberapa sub sistem, yaitu :(a) Sistem Informasi Baseline Economic Survey (SIBES). Sistem Informasi BES merupakan sistem informasi yang menyajikan

hasil penelitian BES yang bertujuan memberikan informasi tentang sub sektor/komoditas yang potensial untuk dikembangkan (komoditas unggulan).

(b) Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor (SIABE). SIABE merupakan sistem informasi yang menyajikan hasil penelitian

Agroindustri Berorientasi Ekspor yang bertujuan memberikan informasi tentang komoditas agroindustri yang potensial untuk diekspor dan informasi lainnya seperti profil komoditas, daftar eksportir, daerah potensi komoditas, dll.

(c) Sistem Informasi Lending Model Usaha Kecil (SI-LMUK). SILM merupakan sistem informasi yang menyajikan hasil penelitian

Lending Modal yang bertujuan memberikan informasi mengenai pola pembiayaan suatu komoditas di suatu daerah.

(d) Sistem Penunjang Keputusan untuk Investasi (SPKUI). SPKUI merupakan pendamping SI-LMUK guna membantu

memudahkan pengguna apabila akan melakukan simulasi terhadap perubahan data dan asumsi yang terdapat dalam Lending Model. Dengan simulasi perhitungan dimaksud diharapkan pengguna segera memperoleh gambaran kelayakan finansial suatu komoditas sesuai dengan kondisi/waktu dan daerah komoditas tersebut.

(e) Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit (SI-PMK). Merupakan sistem informasi yang memuat tata cara dalam

mengajukan kredit kepada bank secara umum, karena pada dasarnya setiap bank mempunyai tatacara sendiri yang bervariasi.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 40

4.4 KEBIJAKAN PERTANAHAN

Pertanahan menjadi salah satu isu strategis dalam upaya peningkatan investasi. Isu pertanahan tidak hanya terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur, tetapi juga pengembangan UMKM. Dalam pembangunan infrastruktur, masalah pengadaan tanah akan menentukan kelancaran implementasi proyek. Tersedianya kerangka regulasi yang jelas akan membantu percepatan pembangunan infrastruktur strategis khususnya dalam rangka pelayanan publik. Dalam pengembangan UMKM, pendaftaran status kepemilikan (sertifikasi) tanah milik pelaku UMKM sangat membantu peningkatan akses permodalan melalui tersedianya kolateral.

Secara umum, kebijakan pengelolaan pertanahan disusun dengan landasan prinsip-prinsip berikut: 1. Pertanahan dan keagrariaan harus berkontribusi nyata dalam

upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dan dapat membangkitkan sumber-sumber kemakmuran baru bagi rakyat;

2. Pertanahan harus berkontribusi nyata dalam menciptakan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan. Prinsip keadilan perlu diutamakan mengingat pemanfaatan, penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah (P4T) selama ini masih memunculkan masalah ketimpangan pertanahan;

3. Pertanahan harus berkontribusi nyata dalam menjamin keberlanjutan kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan;

4. Pertanahan harus berkontribusi nyata dalam mewujudkan harmoni sosial.

Prinsip-prinsip kebijakan pertanahan nasional di atas dituangkan secara lebih operasional dalam 11 agenda reforma agraria sebagai berikut: 1. Membangun kepercayaan masyarakat kepada Badan Pertanahan

Nasional (BPN); 2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta

sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia;3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah;

Dalam pembangunan infrastruktur, masalah

pengadaan tanah akan menentukan

kelancaran implementasi proyek

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 41

4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik di seluruh tanah air;

5. Menangani dan menyelesaikan perkara masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara sistematis;

6. Membangun Sistem Informasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia;

7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pem-berdayaan masyarakat;

8. Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah skala besar;

9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan;

10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional; 11. Mengembangkan dan memperbaharui politik hukum dan kebijakan

pertanahan.

Sejalan dengan upaya peningkatan investasi di daerah, BPN akan melaksanakan tiga skema kegiatan pengelolaan pertanahan. Pertama, mengalokasikan anggaran publik untuk rakyat miskin dan UMKM. Kedua, memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk membiayai diri sendiri dengan membuka akses masyarakat terhadap pendanaan dari perbankan. Ketiga, mendukung akselerasi program-program khusus pemerintah pusat maupun daerah, dengan prioritas utama pada revitalisasi pertanian dan perdesaan, pembangunan perumahan rakyat dan percepatan pembangunan infrastruktur.

Untuk memberikan landasan regulasi yang lebih jelas dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan, Pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Beberapa perubahan dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006 yang dapat menjadi pedoman dalam pengadaan tanah bisa dilihat dalam Tabel 4.6.

BPN akan melaksanakan tiga skema kegiatan pengelolaan pertanahan

Pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 42

Tabel 4.�

Matriks Perbandingan Perpres Nomor ��/200� dan

Perpres Nomor ��/200�

PASAL PERPRES NOMOR 36 TAHUN 2005

PERPRES NOMOR 65 TAHUN 2006

Pasal 1 angka (3)

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah

Pasal 2 ayat (1)

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara:a. pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, ataub. pencabutan hak atas tanah

Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah

Pasal 3 (1) Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah

(2) Pencabutan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf b dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya

Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 4�

PASAL PERPRES NOMOR 36 TAHUN 2005

PERPRES NOMOR 65 TAHUN 2006

Pasal 5 Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah meliputi : a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di

atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang

bawah tanah), saluran air minum/air bersih,

saluran pembuangan air dan sanitasi;b. Waduk, bendungan, bendung irigasi dan bangunan perairan lainnya;c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat;d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta

api, dan terminal;e. Peribadatan;f. Pendidikan atau sekolah;g. Pasar umum;h. Fasilitas pemakaman umum;i. Fasilitas keselamatan umum;j. Pos dan telekomunikasi;k. Sarana olah raga;l. Stasiun penyyaiaran radio, televisi dan

sarana pendukungnya;m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah,

perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga-lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;

n. Fasilitas Tentara Nasional Indonesiadan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;

o. Lembaga permasyarakatan dan rumah tahanan;

p. Rumah susun sederhana;q. Tempat pembuangan sampah;r. Cagar alam dan cagar budaya;s. Pertamanan;t. Pantai sosial;u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga

listrik.

Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi : a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta

api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;

b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan perairan lainnya;

c. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;

d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;

e. Tempat pembuangan sampah;f. Cagar alam dan cagar budaya;g. Pembangkit, transmisi, distribusi

tenaga listrik.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 44

PASAL PERPRES NOMOR 36 TAHUN 2005

PERPRES NOMOR 65 TAHUN 2006

Pasal 10 ayat (1)

Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 hari kalender terhitung sejak tanggal undangan pertama

Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ke tempat atau lokasi lain, maka musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal undangan pertama

Pasal 10 ayat (2)

Apabila setelah musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, panitia pengadaan tanah menetapkan bentuk dan besarnya ganti rugi uang kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan

Apabila setelah diadakan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai kesepakatan, panitia pengadaan tanah menetapkan besarnya ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 huruf a dan menitipkan ganti rugi uang kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan

Pasal 13 (1) Bentuk ganti rugi dapat berupa:a. Uang; dan / ataub. Tanah pengganti; dan / atauc. Pemukiman kembali

(2) Dalam hal pemegang hak atas tanah tidak menghendaki bentuk ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka dapat diberikan kompensasi berupa penyertaan modal (saham) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Bentuk ganti rugi dapat berupa:a. Uang; dan / ataub. Tanah pengganti; dan / atauc. Pemukiman kembali; dan / ataud. Gabungan dari dua atau lebih

bentuk ganti kerugian sebagai mana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c.

e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 15 ayat (1) huruf a

Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas:a. Nilai jual obyek pajak (NJOP) atau

nilai nyata/ sebenarnya dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan lembaga / tim penilai harga tanah yang ditunjuk oleh panitia

Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas:a. Nilai jual obyek pajak (NJOP) atau

nilai nyata/ sebenarnya dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian lembaga / tim penilai harga tanah yang ditunjuk oleh panitia

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 4�

PASAL PERPRES NOMOR 36 TAHUN 2005

PERPRES NOMOR 65 TAHUN 2006

Pasal 18A

Tidak ada Apabila yang berhak atas tanah atau benda-benda yang ada di atasnya yang haknya dicabut tidak bersedia menerima ganti rugi sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden, karena dianggap jumlahnya kurang layak, maka yang bersangkutan dapat meminta banding kepada Pengadilan Tinggi agar mendapat ganti rugi sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya.

Badan Pertanahan Nasional saat ini sedang menyusun Pedoman Pelak-sanaan Pengadaan Tanah. Tujuan dari penyusunan pedoman tersebut adalah (1) memberikan landasan perolehan tanah yang diperlukan untuk menunjang kegiatan pembangunan; (2) memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum kepada pihak yang tanahnya diambilalih dan pihak yang memerlukan tanah; (3) memberikan jaminan perlindungan kepada pihak-pihak yang terkena dampak berkaitan de-ngan kesejahteraan sosial ekonominya.

Terkait dengan kegiatan pelayanan Penetapan Hak atas Tanah, Pemerintah telah menetapkan beberapa kategori besaran uang pemasukan dalam rangka penetapan hak atas tanah. Penetapan ini diatur dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Klasifikasi kategori tersebut antara lain: (1) Badan Keagamaan, Badan Sosial, Masyarakat Miskin atau Masyarakat

Tidak Mampu dibebaskan dari Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali;

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 4�

(2) Tarif pengukuran rincian dalam kegiatan Redistribusi Tanah Secara Swadaya ditetapkan sebesar 75 persen dari ketentuan tarif terendah di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

(3) Pengenaan Uang Pemasukan Dalam Rangka Penetapan Hak Atas Tanah dapat dikenakan sebesar Rp. 0,00 (nol rupiah) terhadap : a. Pemberian Hak Milik atas tanah : 1) Tanah Negara dalam rangka Proyek Operasional Nasional

Agraria/Pertanahan (PRONA), Proyek Operasional Nasional Agraria/Pertanahan Daerah (PRONADA), Proyek Hak Daerah Transmigrasi, Redistribusi dan Konsolidasi tanah;

2) Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang berasal dari Obyek PRONA, PRONADA, PRONA Swadaya, Proyek Hak Daerah Transmigrasi dan Konsolidasi tanah yang masih tercatat atas nama bekas pemegang semula yang diterbitkan sebelum Peraturan Pemerintah ini;

3) Yang telah dibeli atau dibebaskan haknya dari Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/ Kota/Desa; atau

4) Penguasaan Pemilikan Perorangan Milik Belanda dan Presidium Kabinet Nomor 5 Tahun 1965.

b. Pemberian Hak Guna Usaha yang berasal dari Hak Milik yang telah dibebaskan;

c. Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah : 1) Yang telah diperoleh atau dibebaskan haknya dari Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota;

2) Hak Milik yang telah dibebaskan atau kepunyaan pemohon sendiri, atau

3) Penguasaan Pemilikan Perorangan Milik Belanda dan Presidium Kabinet Nomor 5 Tahun 1965.

d. Pemberian Hak Pakai atas tanah : 1) Yang telah diperoleh atau dibebaskan haknya dari Lembaga

Tertinggi/Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota;

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 47

2) Hak Milik yang telah dibebaskan atau kepunyaan pemohon sendiri;

3) Hak Pakai dengan jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu kepada Instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perwakilan Negara Asing, Perwakilan Lembaga Internasional yang diakui Pemerintah, Badan Keagamaan/Sosial sesuai ketentuan yang berlaku; atau

4) Penguasaan Pemilikan Perorangan Milik Belanda dan Presidium Kabinet Nomor 5 Tahun 1965.

e. Pemberian Hak Pengelolaaan.(4) Kepada Pegawai Negeri maupun anggota TNI/POLRI, termasuk

janda/duda mereka, anggota masyarakat golongan ekonomi lemah/tidak mampu, yayasan/perkumpulan yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial ditetapkan Uang Pemasukan kepada Negara sebesar 50 persen dan untuk Pensiunan, anggota Veteran serta jandanya sebesar 10 persen dari nilai Uang Pemasukan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - 4�

Keg iatan Pe la yanan Pe ne tap an H ak atasTanah d ila kukan de ngan m em be rikan U angPem asukan (P s . 15 , PP No . 46 /2002 1) .

Jenis -Jen is P ene tap an H ak atas T anah :a. H ak Milikb. H ak G una Us aha ;c. H ak G una B angunan;d. H ak P aka i;e. H ak Pe nge lo laan.

Untuk Kepentingan PenanamanModal

Pem be rian, pe rp an jang an d anpem baha ruan hak atas tanahd ila kukan deng an pem be rian uangpem asukan deng an pe rhi tung anjum lah sesuai PP No . 46 /2002 P s .17 , 18 , 19 d an Ang ka 7 .

Apabila jangka waktu Hak yang pertama kalidiberikan atas tanah berakhir

Penerima Hak wajib melaporkanpermohonan perpanjangan waktukepada Kepala Kantor Pertanahan

setempat.

Kepala Kantor Pertanahanmelakukan penelitian ke Lapangan

Apabila perpanjangan jangka waktu Hakatas tanah berakhir

Penerima Hak wajib melaporkan danmendaftarkan kembali pembaharuan haknyakepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.

Hasil Penelitian dituangkan padaLaporan konstatasi 2

Kepala Kantor Pertanahan MembuatKonfirmasi Status Hak Atas Tanah

Penerima Hak membayar biayapendaftaran tanah sesuai ketentuan

PP No. 46/2002

Penetapan hak atas tanah

Keterangan : 1) Peraturan Pemerintah RI No. 46 Tahun 2002

Tentang Tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara

Bukan Pajak yang berlaku pada Badan

Pertanahan Nasional (BPN).

2) Laporan Konstatasi adalah laporan yang

didasarkan pada temuan di lapangan atau

temuan beberapa studi.

Kotak 4.4

SKEMA PEMBERIAN HAK ATAS TANAHUNTUK KEPENTINGAN PENANAMAN MODAL

(Berdasarkan SE Kepala BPN Tanggal 23 Januari 2003 No. 110-170)

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - 4�

4.� PEMANTAPAN KEAMANAN, KETERTIBAN, DAN STABILITAS POLITIK

Kondisi keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas secara umum masih ditandai oleh adanya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat. Daya beli masyarakat yang semakin menurun, tingkat pengangguran yang tinggi, kemiskinan yang bertambah menyebabkan masih tingginya tingkat kriminalitas. Tindak pidana konvensional dengan skala lokal seperti pencurian, penipuan, perampokan, kekerasan rumah tangga, pembunuhan atau kejahatan susila yang merupakan karakteristik cerminan kondisi perekonomian intensitasnya masih cukup tinggi dan semakin bervariasi. Di sisi lain, penerapan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) secara langsung telah menimbulkan gangguan keamanan di beberapa wilayah akibat adanya perselisihan antarpendukung dan antargolongan. Rendahnya kemampuan aparat keamanan sebagai akibat keterbatasan sarana dan prasarana me-nyebabkan upaya pencegahan, penanggulangan gangguan keamanan belum dapat memberikan hasil yang optimal.

Gangguan keamanan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia, terutama gangguan pelayaran penumpang maupun barang masih menunjukkan kerawanan. TNI sebagai unsur penegak kedaulatan di laut dan Polri sebagai unsur penegak hukum di laut, mulai meningkatkan kemampuan dan melakukan upaya intensif dalam rangka menegakkan kedaulatan dan penindakan pelanggaran hukum di laut. Upaya lain yang sedang diupayakan adalah meningkatkan pelaksanaan koordinasi keamanan laut untuk menciptakan harmonisasi peran dan fungsi lembaga di ruang laut yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keamanan Laut. Dalam lingkup regional Asia Tenggara, pada tahun 2007 masih diperlukan perhatian yang serius pada permasalahan potensi konflik wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar yang berbatasan dengan sejumlah negara seperti Malaysia, Phillipine, China, Papua Nugini, Timor Leste, dan Australia.

Kondisi keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas secara umum masih ditandai oleh adanya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Gangguan keamanan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia, terutama gangguan pelayaran penumpang maupun barang masih menunjukkan kerawanan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - �0

Meski bahaya separatisme di NAD telah berhasil diselesaikan secara bermartabat, masih terdapat upaya kegiatan separatisme di wilayah lain, seperti Papua yang diperkirakan masih akan berlangsung. Berbagai upaya mendiskreditkan posisi Indonesia yang dilakukan oleh kelompok separatis, diperkirakan masih akan terus berlangsung. Aktivitas seperti mencari suaka politik, mempermasalahkan pelanggaran HAM, isu pemekaran wilayah, eksploitasi sumber daya alam, atau proses pemilihan kepala daerah dianggap masih efektif untuk menginternasionalisasi masalah Papua. Aksi terorisme yang bernuansa lokal intensitasnya cenderung menurun, namun di daerah konflik dan pasca konflik khususnya Poso, aksi-aksi terorisme melalui upaya membenturkan kepentingan politik dan SARA antarmasyarakat atau antaraparat masih sering dijumpai. Selain teror bom yang diledakkan di sejumlah tempat ibadah bertepatan dengan acara keagamaan, serta terjadinya teror individual yang bertujuan menciptakan konflik merupakan indikasi rumitnya penyelesaian masalah Poso. Sementara itu di wilayah-wilayah lain relatif aman dari gangguan terorisme yang bernuansa lokal seiring dengan makin mantapnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat.

Keberhasilan aparat kepolisian menewaskan tokoh utama terorisme di Indonesia yang diduga terlibat serangkaian peledakan bom di Bali, Jakarta, tampaknya masih menghadapi tantangan terkait dengan belum tertangkapnya tokoh kunci lain dan pengungkapan jaringannya. Selanjutnya, pada tahun 2007, berbagai upaya akan terus dilakukan termasuk upaya memutus jaringan terorisme yang melibatkan dan bersentuhan dengan masyarakat awam.

Gangguan keamanan dan ketertiban tersebut berdampak sangat sig-nifikan terhadap upaya-upaya menciptakan iklim investasi yang kondusif di dalam negeri. Oleh karena itu, kemampuan pencegahan, penanggulangan, dan tindakan tepat sasaran dalam menanggulangi gangguan tersebut adalah tolok ukur keberhasilan utama mengaman-kan aktivitas dunia usaha. Meski permasalahan pencegahan dan penang-gulangan gangguan keamanan dan ketertiban menjadi tanggung jawab

Berbagai upaya akan erus dilakukan termasuk

upaya memutus jaringan terorisme

yang melibatkan dan bersentuhan dengan

masyarakat awam.

Peran pemerintah daerah juga sangat menentukan dalam

penyelesaian masalah keamanan teritorial

seperti masalah keamanan laut dan

kerawanan perbatasan.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - �1

langsung Pemerintah Pusat, namun Pemerintah Daerah mempunyai peran yang tidak kalah penting dalam mendukung dan mewujudkan kondisi aman dan damai. Penyelesaian masalah masyarakat lokal secara dini dan pembinaan masyarakat menjadi sangat penting sebagai upaya preventif yang efektif sebelum menjadi gangguan keamanan berskala besar. Mengingat hal tersebut, pemerintah daerah agar mencermati dinamika masyarakat dan melaksanakan koordinasi yang harmonis dengan institusi pertahanan dan keamanan setempat. Peran pemerintah daerah juga sangat menentukan dalam penyelesaian masalah keamanan teritorial seperti masalah keamanan laut dan kerawanan perbatasan karena adanya hubungan timbal balik antara kinerja pembangunan daerah di daerah rawan tersebut dengan kondisi aman dan damai yang ingin dicapai.

4.� PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Perkembangan ekonomi global serta geo-ekonomi dan geo-strategis regional memberi indikasi yang kuat bahwa Indonesia perlu memfokuskan peningkatan ekpor dan investasinya pada beberapa kawasan khusus yang mendapatkan beberapa fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan infrastruktur pendukungnya sedemikian rupa sehingga dapat bersaing dengan negara-negara tetangga dalam menarik investasi asing masuk ke Indonesia dan sekaligus juga membantu mengembangkan wilayah dan kawasan. Kawasan-kawasan khusus inilah yang sementara ini akan dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau Special Economic Zones (SEZ). Dalam konstelasi perdagangan dan investasi global sebenarnya Indonesia memiliki beberapa keunggulan yang seharusnya dapat menjadi peluang dalam menarik investasi. Beberapa keunggulan Indonesia antara lain adalah:• Lokasi Indonesia sangat ideal bagi pengembangan pusat logistik

dan distribusi karena dilewati oleh jalur maritim internasional dari Eropa ke Asia, Asia Tenggara ke Asia Utara/Amerika dan dari Asia ke Australia;

• Lokasi Indonesia menguntungkan sebagai pusat produksi karena terletak di tengah pasar yang sangat besar, yaitu pasar ASEAN

Indonesia perlu memfokuskan peningkatan ekpor dan investasinya pada beberapa kawasan khusus yang mendapatkan beberapa fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan infrastruktur pendukungnya

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - �2

sekitar 500 juta jiwa, pasar Cina sekitar 1,3 milyar jiwa dan pasar India sekitar 1,1 milyar jiwa;

• Indonesia memiliki pasar tenaga kerja yang sangat besar dengan upah yang kompetitif dibandingkan dengan negara-negara lain di sekitarnya.

Gambar 4.1

Kawasan Ekonomi Khusus di Guangzhou, Cina

Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dimaksudkan antara lain untuk memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan industri, ekspor-impor serta kegiatan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Tujuan pembentukan KEK ini adalah: 1. Meningkatkan investasi termasuk Foreign Direct Investment;2. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja, baik langsung maupun tak

langsung;

Pengembangan (KEK) dimaksudkan antara lain untuk memberi

peluang bagi peningkatan investasi

melalui penyiapan kawasan yang

memiliki keunggulan dan siap menampung

kegiatan industri, ekspor-impor serta kegiatan ekonomi

yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - ��

3. Meningkatkan penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor;

4. Menghemat penggunaan devisa dengan adanya importasi bahan baku sebagai pengganti importasi barang jadi (substitusi impor);

5. Meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor;6. Meningkatkan keunggulan kompetitif produk asal KEK dibanding-

kan dengan produk impor yang sejenis;7. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan

kapital bagi peningkatan ekspor;8. Mendorong terjadinya peningkatan kualitas SDM melalui alih

teknologi.

Dengan maksud dan tujuan tersebut, Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia didefinisikan sebagai:“Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia adalah kawasan tertentu di mana diberlakukan ketentuan khusus di bidang perpajakan dan kepabeanan serta perizinan, keimigrasian, dan ketenagakerjaan. Selain ketentuan tersebut, kawasan ekonomi khusus juga didukung dengan ketersediaan infrastruktur yang andal serta badan pengelola yang profesional dengan standar internasional”.

(1) Kriteria Penetapan Lokasi Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia

Berdasarkan kajian atas penetapan kawasan sejenis di berbagai negara, lokasi yang akan dipilih menjadi Kawasan Ekonomi Khusus harus memenuhi persyaratan pokok yang telah ditetapkan oleh Tim Pelaksana Tim Nasional Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia yang meliputi: 1. Adanya Komitmen dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan

untuk melaksanakan pengelolaan Kawasan Pengembangan Ekonomi Khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku;

2. Sesuai dengan arahan pengembangan wilayah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah serta layak menurut Kajian AMDAL;

Lokasi yang akan dipilih menjadi Kawasan Ekonomi Khusus harus memenuhi persyaratan pokok yang telah ditetapkan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - �4

3. Terletak pada posisi yang strategis yaitu dekat dengan jalur perdagangan internasional atau berhadapan dengan alur laut Indonesia, dan layak untuk dikembangkan secara ekonomis;

4. Telah tersedia dukungan infrastruktur dan kemungkinan pengem-bangannya;

5. Tersedia lahan dengan luas minimal 500 Ha dengan status yang jelas;

6. Memiliki batas yang jelas, baik alam maupun buatan.

Secara prinsip, 6 kriteria di atas akan dipergunakan untuk melihat kelayakan daerah untuk dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus. Hal yang dinilai adalah pemenuhan dari setiap kriteria. Adapun pengusulannya bisa dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

(2) Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus

Isu kelembagaan menjadi isu yang sangat sentral dalam pengembangan KEKI ke depan. Hal yang perlu diingat adalah peningkatan daya tarik dan daya saing investasi di KEKI dibentuk oleh faktor-faktor penye-derhanaan prosedur investasi, insentif perpajakan dan kepabeanan, dukungan infrastruktur terpadu dan aturan-aturan khusus lainnya. Kesemuanya itu memerlukan koordinasi yang sangat intensif di antara lembaga-lembaga KEKI, kementerian/lembaga terkait di tingkat pusat dan Pemerintah Daerah setempat. Pada saat yang sama diperlukan pembagian tugas dan kewenangan yang jelas di antara lembaga-lembaga tersebut. Oleh karena itu, diperlukan kerelaan baik dari kementerian/lembaga terkait maupun Pemerintah Daerah untuk berbagi kewenangan dan tanggungjawab dengan lembaga-lembaga KEKI.

Kelembagaan Kawasan Ekonomi Khusus pada hakekatnya cenderung seperti kelembagaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Institusi pembina di tingkat pusat adalah Dewan Pengembangan Kawasan yang dibentuk melalui Keputusan Presiden dan diketuai oleh Menteri yang mengkoordinasikan bidang perekonomian dengan

Diperlukan kerelaan baik dari

kementerian/lembaga terkait

maupun Pemerintah Daerah untuk berbagi

kewenangan dan tanggungjawab

dengan lembaga-lembaga KEKI.

Institusi pembina di tingkat pusat

adalah Dewan Pengembangan

Kawasan yang dibentuk melalui

Keputusan Presiden dan diketuai oleh

Menteri yang mengkoordinasikan

bidang perekonomian

Sinkronisasi Pusat dan Daerah dalam Perbaikan Iklim Investasi

IV - ��

keanggotaan para Menteri/kepala lembaga pemerintah non-departemen terkait. Dewan Pengembangan Kawasan bertugas:a. Menetapkan kebijakan umum tingkat nasional tentang pengem-

bangan Kawasan Ekonomi Khusus;b. Melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk dijadikan

Kawasan Ekonomi Khusus; c. Memberikan rekomendasi kepada Presiden mengenai wilayah yang

dapat dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus.d. Melakukan monitoring atas pelaksanaan pengelolaan Kawasan

Ekonomi Khusus, dan memberikan laporan mengenai hal tersebut kepada Presiden;.

Dalam pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengembangan Kawasan di-bantu Tim Pelaksana Kawasan Ekonomi Khusus. Uraian tugas dan kewenangan, struktur kelembagaan, dan keanggotaan Dewan Pengem-bangan Kawasan dan Tim Pelaksana Kawasan Ekonomi Khusus diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

Institusi pembina di tingkat daerah adalah Badan Pengembangan Kawasan. Uraian tugas dan kewenangan, struktur kelembagaan dan keanggotaan Badan Pengembangan Kawasan diatur dengan keputusan Ketua Dewan Pengembangan Kawasan.

Adapun gambaran tugas Badan Pengembangan Kawasan adalah:a. Menetapkan kebijakan umum tingkat kawasan, membina, meng-

awasi, dan mengkoordinasikan kegiatan pengusahaan;b. Mengusulkan struktur kelembagaan dan personil Badan Pengusa-

haan kepada Dewan pengembangan Kawasan;c. Membuat ketentuan-ketentuan sepanjang tidak bertentangan

Undang-Undang ini serta perundang-undangan yang berlaku;d. Melakukan monitoring atas pelaksanaan pengelolaan Kawasan

Ekonomi Khusus dan menyampaikan hasil monitoring tersebut kepada Dewan Pengembangan Kawasan.

Institusi pembina di tingkat daerah adalah Badan Pengembangan Kawasan.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

IV - ��

Uraian tugas dan kewenangan, struktur kelembagaan dan keanggotaan Badan Pengembangan Kawasan diatur dengan keputusan Ketua Dewan Pengembangan Kawasan. Sedangkan institusi di tingkat kawasan adalah Badan Pengusahaan Kawasan yang dibentuk dengan keputusan Ketua Badan Pengembangan Kawasan. Badan Pengusahaan Kawasan berupa badan usaha yang berbentuk badan hukum dan dikelola secara profesional. Badan Pengusahaan Kawasan mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan dan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus sesuai dengan fungsi-fungsi Kawasan tersebut.

Badan Pengusahaan Kawasan berupa

badan usaha yang berbentuk badan

hukum dan dikelola secara profesional

BAB VRencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - 2

5.1 TEMA DAN PRIORITAS RKP TAHUN 2007

Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2007 merupakan pelaksanaan tahun ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009, dan merupakan kelanjutan RKP Tahun 2006. RKP ini telah digunakan sebagai acuan bagi penyusunan RAPBN Tahun 2007.

RKP Tahun 2007 disusun berdasarkan berbagai kemajuan yang sudah dicapai di tahun 2005 dan tahun 2006, masalah dan tantangan yang dihadapi pada tahun 2007, serta berbagai sasaran yang harus dicapai dalam RPJMN dalam pelaksanaan 3 Agenda Pembangunan, yaitu: Mewujudkan Indonesia Yang Aman dan Damai; Menciptakan Indonesia Yang Adil dan Demokratis; serta Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat.

Perencanaan pembangunan perlu diterjemahkan ke dalam program dan kegiatan pembangunan yang nyata, spesifik, dan jelas besaran alokasi pendanaannya. Pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004–2009 dituangkan dalam dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2007 yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembagunan yang telah disepakati bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Bab ini akan menjelaskan ringkasan RKP 2007 terutama prioritas pembangunan dan sasaran yang akan dicapai pada tahun 2006. Bab ini juga menyajikan informasi tentang pendanaan pembangunan daerah termasuk alokasi Kementerian/Lembaga Pemerintah per provinsi, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.

Pelaksanaan berbagai prioritas pembangunan tersebut menggunakan

kerangka regulasi untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat dan kerangka pelayanan

investasi Pemerintah dan pelayanan umum.

BAB V RENCANA KERJA PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN ANGGARAN 2007

Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

V - �

Berdasarkan pemahaman tersebut, tema pembangunan tahun 2007 adalah ”Meningkatkan Kesempatan Kerja dan Menanggulangi Kemiskinan dalam rangka Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat”. Tema ini dijabarkan dalam 9 (sembilan) prioritas pembangunan, yaitu: 1. Penanggulangan Kemiskinan;2. Peningkatan Kesempatan Kerja, Investasi, dan Ekspor; 3. Revitalisasi Pertanian dalam arti luas dan Pembangunan Per-

desaan; 4. Peningkatan Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan dan Kesehatan; 5. Penegakan Hukum dan HAM, Pemberantasan Korupsi, dan Re-

formasi Birokrasi; 6. Penguatan Kemampuan Pertahanan, Pemantapan Keamanan dan

Ketertiban, serta Penyelesaian Konflik; 7. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),

Nias (Sumatera Utara), Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta Mitigasi dan Penanggulangan Bencana;

8. Percepatan Pembangunan Infrastruktur; dan 9. Pembangunan Daerah Perbatasan dan Wilayah Terisolir.

Pemilihan prioritas ini didasarkan pada pertimbangan antara lain memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan, mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan; merupakan tugas Pemerintah, serta realistis untuk dilaksanakan. Pelaksanaan berbagai prioritas pembangunan tersebut menggunakan kerangka regulasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan kerangka pelayanan investasi Pemerintah dan pelayanan umum. Dengan adanya prioritas dan fokus prioritas pembangunan, segenap aparatur negara dan seluruh lapisan masyarakat diharapkan mempunyai kesamaan arah dan pandangan dalam membangun negeri ini.

5.2 SASARAN-SASARAN RKP TAHUN 2007

Dalam RKP Tahun 2007 ini, tiap-tiap prioritas diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan secara terukur dengan fokus yang terarah dan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - 4

kegiatan-kegiatan penting yang mampu mendorong pencapaian sasaran pembangunan pada masing-masing prioritas pembangunan.

Sasaran prioritas penanggulangan kemiskinan pada tahun 2007 adalah menurunnya penduduk miskin menjadi 14,4 persen dengan fokus: (a) perluasan akses masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar; (b) perlindungan sosial; (c) penanganan gizi kurang dan kerawanan pangan; (d) perluasan kesempatan kerja; serta (e) peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat. Salah satu kegiatan utama dalam penanggulangan kemiskinan adalah memperluas cakupan wilayah program pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat. Selain itu dalam rangka membangun sistem jaminan sosial bagi masyarakat miskin, Pemerintah akan mengembangkan program Bantuan Tunai Bersyarat (BTB) di beberapa provinsi. BTB bersyarat ini diharapkan memberikan dampak yang lebih luas bagi kesejahteraan masyarakat sekaligus merupakan upaya untuk membangun sumber daya manusia melalui akses yang lebih besar ke pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat yang kurang beruntung.

Dalam prioritas peningkatan kesempatan kerja, investasi, dan ekspor, sasaran yang akan dicapai pada tahun 2007 adalah menurunnya angka pengangguran menjadi 10,4 persen, meningkatnya investasi berupa pembentukan modal tetap bruto sebesar 11,8 persen, meningkatnya industri pengolahan nonmigas sebesar 7,9 persen, meningkatnya penerimaan ekspor nonmigas dan penerimaan devisa dari pariwisata sebesar 15 persen dengan fokus pada: (a) penciptaan pasar tenaga kerja yang lebih luwes, (b) perbaikan iklim investasi dan usaha, (c) perluasan negara tujuan dan produk ekspor, (d) peningkatan dayasaing industri manufaktur, (e) pengembangan industri berbasis agro untuk penguatan dayasaing daerah, (f) penguatan industri berorientasi ekspor, (g) peningkatan intensitas pariwisata, serta (h) peningkatan produktivitas dan akses UKM terhadap sumber daya produktif.

Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan pada tahun 2007 adalah tumbuhnya

Dalam prioritas peningkatan

kesempatan kerja, investasi, dan

ekspor, sasaran yang akan dicapai pada tahun 2007 adalah

menurunnya angka pengangguran

menjadi 10,4 persen, meningkatnya investasi

berupa pembentukan modal tetap bruto

sebesar 11,8 persen, meningkatnya

industri pengolahan nonmigas sebesar 7,9

persen, meningkatnya penerimaan ekspor

nonmigas dan penerimaan devisa dari

pariwisata sebesar 15 persen.

Tiap-tiap prioritas diarahkan untuk

mencapai sasaran pembangunan secara terukur

dengan fokus yang terarah.

Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

V - 5

sektor pertanian sebesar 2,7 persen dan meningkatnya pembangunan perdesaan dengan fokus pada: (a) peningkatan ketahanan pangan nasional, (b) peningkatan kualitas produksi pertanian dalam arti luas, dan (c) pengembangan diversifikasi ekonomi dan infrastruktur perdesaan. Selain itu, dalam upaya mengembangkan sumber energi yang berkelanjutan, pengembangan energi alternatif seperti bahan bakar nabati (biofuel) juga mendapat perhatian tersendiri di dalam prioritas ini.

Sasaran prioritas peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan pada tahun 2007 antara lain adalah meningkatnya angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7–12 tahun menjadi 99,5 persen dan APS penduduk usia 13–15 tahun menjadi 91,1 persen, menurunnya angka buta aksara, meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin di puskesmas dan rumah sakit kelas III, meningkatnya penanganan penderita demam berdarah dan malaria masing-masing mencapai 100 persen, serta meningkatnya persentase desa yang mencapai cakupan imunisasi anak universal sebesar 92 persen. Fokus pada prioritas ini adalah (a) percepatan pemerataan, peningkatan aksesibilitas dan kualitas pendidikan dasar 9 tahun; (b) peningkatan aksesibilitas, pemerataan, dan relevansi pendidikan menengah dan tinggi yang berkualitas; (c) peningkatan ketersediaan dan kualitas pendidik dan tenaga pendidikan; (d) penurunan buta aksara; (e) peningkatan aksesibilitas, pemerataan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin; (f) pencegahan dan pemberantasan penyakit terutama penyakit menular dan wabah termasuk penanganan terpadu flu burung; (g) penanganan masalah gizi kurang dan gizi buruk pada ibu hamil, bayi, dan anak balita; serta (h) peningkatan ketersediaan obat generik esensial, pengawasan obat makanan, dan keamanan pangan.

Di bidang prioritas penegakan hukum dan HAM, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi, sasaran umum yang akan dicapai pada tahun 2007 adalah meningkatnya upaya penegakan hukum dan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat dengan fokus pada penegakan

Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan pada tahun 2007 adalah tumbuhnya sektor pertanian sebesar 2,7 persen dan meningkatnya pembangunan perdesaan.

Di bidang prioritas penegakan hukum dan HAM, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi, sasaran umum yang akan dicapai pada tahun 2007 adalah meningkatnya upaya penegakan hukum dan kualitas pelayanan publik kepada masyarakatSasaran yang akan dicapai dalam prioritas penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban, serta penyelesaian konflik pada tahun 2007 adalah meningkatnya kemampuan pertahanan dan keamanan, serta meningkatnya keamanan dan ketertiban masyarakat.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - 6

hukum dan pemberantasan korupsi terutama pada sektor-sektor pengguna anggaran negara terbesar, serta reformasi birokrasi untuk peningkatan kualitas pelayanan publik. Upaya preventif pemberantasan korsupsi akan ditempuh melalui penyusunan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) di tingkat nasional sebagai acuan daerah dalam menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD-PK) di setiap instasi pemerintah dengan fokus pemberantasan tindak pidana korupsi di bidang pelayanan publik, peningkatan dan penyempurnaan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan di bidang pengadaan barang dan jasa, pertanahan, samsat, investasi, dan perpajakan.

Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban, serta penyelesaian konflik pada tahun 2007 adalah meningkatnya kemampuan pertahanan dan keamanan, serta meningkatnya keamanan dan ketertiban masyarakat dengan fokus: (a) peningkatan kemampuan TNI dan Polri; (b) pencegahan dan pemberantasan narkoba; (c) peningkatan peran industri pertahanan nasional; (d) penanggulangan dan pencegahan tindak terorisme; (e) penyelesaian dan pencegahan konflik; (f) penanggulangan dan pencegahan berbagai bentuk kejahatan, baik konvensional maupun lintas negara; (g) peningkatan kualitas intelijen; (h) percepatan pembangunan jaringan komunikasi sandi negara; serta (i) penanggulangan dan pencegahan gangguan keamanan laut.

Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas rehabilitasi dan rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Nias (Sumatera Utara), Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta mitigasi dan penanggulangan bencana pada tahun 2007 adalah terlaksananya rehabilitasi dan rekonstruksi NAD dan Nias serta terselesaikannya kegiatan tanggap darurat pada beberapa daerah pascabencana alam pada tahun-tahun sebelumnya dengan fokus: (a) NAD dan Nias; (b) Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah; (c) Alor dan Nabire, serta bencana di daerah lainnya; (d) penguatan kelembagaan penanggulangan bencana di tingkat nasional dan daerah; (e) penguatan kelembagaan dalam rangka penegakan rencana tata ruang dan rencana wilayah; (f) pengurangan dan pencegahan resiko bencana; serta (g) peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Sasaran yang akan dicapai dalam

prioritas rehabilitasi dan rekonstruksi Nanggroe Aceh

Darussalam (NAD), Nias (Sumatera Utara),

Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa

Tengah, serta mitigasi dan penanggulangan

bencana pada tahun 2007 adalah

terlaksananya rehabilitasi dan

rekonstruksi NAD dan Nias serta

terselesaikannya kegiatan tanggap

darurat pada beberapa daerah pascabencana

alam.

Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

V - 7

Dalam prioritas percepatan pembangunan infrastruktur, yang meliputi sumber daya air, transportasi, energi, pos dan telematika, ketenagalistrikan, serta perumahan dan permukiman, sasaran yang akan dicapai pada tahun 2007 adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur dengan fokus pada: (a) peningkatan pelayanan infrastruktur sesuai dengan standar pelayanan minimal; (b) peningkatan peran infrastruktur dalam mendukung daya saing sektor riil; serta (c) peningkatan investasi swasta dalam proyek-proyek infrastruktur.

Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolir pada tahun 2007 adalah tertatanya garis batas negara, meningkatnya pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan, pulau-pulau kecil, serta wilayah terisolir, dengan fokus pada: (a) penegasan dan penataan batas negara di darat dan di laut termasuk sekitar pulau-pulau kecil terluar; (b) peningkatan kerja sama bilateral di bidang politik, hukum, dan keamanan dengan negara tetangga; (c) penataan ruang dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; (d) pemihakan kebijakan pembangunan untuk percepatan pembangunan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar; (e) pengembangan sarana dan prasarana ekonomi di daerah terisolir; serta (f) peningkatan sarana dan prasarana pelayanan sosial di daerah terisolir.

Keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan dan pelaksanaan prioritas pembangunan tersebut memerlukan suatu kerja sama dan koordinasi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah. Setiap kementerian/lembaga dan satuan kerja perangkat daerah mempunyai tanggung jawab dan peran yang penting dalam mengelola anggaran secara efektif dan efisien untuk mencapai sasaran pembangunan tahun 2007. Selain itu, keberhasilan pencapaian sasaran pembangunan juga ditentukan oleh partisipasi aktif masyarakat.

Dengan kerjasama dan koordinasi yang solid antar kementerian/lembaga dan satuan kerja perangkat daerah dalam mewujudkan prioritas pembangunan tersebut, serta peranan masyarakat yang meningkat dalam pembangunan, perekonomian Indonesia pada tahun 2007

Dalam prioritas percepatan pembangunan infrastruktur.

Sasaran yang akan dicapai pada tahun 2007 adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas infrastruktur.

Sasaran yang akan dicapai dalam prioritas pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolir pada tahun 2007 adalah tertatanya garis batas negara, meningkatnya pembangunan ekonomi di wilayah perbatasan, pulau-pulau kecil, serta wilayah terisolir.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - �

diharapkan akan lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi jumlah penduduk miskin dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 diperkirakan mencapai lebih dari 6 persen. Dari sisi pengeluaran, sumber pertumbuhan ekonomi diharapkan berasal dari peningkatan investasi, konsumsi masyarakat, serta ekspor barang dan jasa. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi didorong oleh industri pengolahan, terutama nonmigas, pertanian, serta sektor-sektor lainnya.

Dengan kemampuan ekonomi yang meningkat, pada tahun 2007 jumlah pengangguran terbuka diharapkan turun menjadi 10,4 persen dan jumlah penduduk miskin turun menjadi 14,4 persen.

5.� PRIORITAS ANGGARAN 2007

5.�.1 Arah Kebijakan Fiskal, Asumsi Ekonomi Makro dan Postur APBN

(1) Arah Kebijakan Fiskal

Pokok-pokok kebijakan fiskal dalam RAPBN 2007 dapat dijelaskan berdasarkan arah kebijakan, strategi kebijakan, dan garis besar postur RAPBN 2007. Berdasarkan arah kebijakan, pertama, kebijakan fiskal dalam RAPBN 2007 diarahkan untuk dapat membiayai pengeluaran dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif, efisien dan bebas dari pemborosan maupun korupsi. Kedua, kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat turut serta dalam memelihara dan memantapkan stabilitas perekonomian, dan berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Ketiga, kebijakan fiskal diarahkan untuk dapat mengatasi masalah mendasar yang menjadi prioritas pembangunan, yaitu: (a) Penanggulangan kemiskinan; (b) Peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor; (c) Revitalisasi pertanian dan pembangunan

Pertumbuhan ekonomi pada tahun

2007 diperkirakan mencapai lebih dari 6

persen.

Pokok-pokok kebijakan fiskal

dalam RAPBN 2007 dapat dijelaskan

berdasarkan arah kebijakan, strategi

kebijakan, dan garis besar postur RAPBN

2007.

Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

V - 9

perdesaan; (d) Peningkatan kualitas dan aksesibilitas terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan; (e) Penegakan hukum dan HAM, pemberantasan korupsi, dan reformasi birokrasi; (f) Penguatan kemampuan pertahanan, pemantapan keamanan dan ketertiban, serta penyelesaian konflik; (g) Mitigasi dan penanggulangan bencana; (h) Percepatan pembangunan infrastruktur; dan (i) Pembangunan daerah perbatasan dan wilayah terisolir. Keempat, kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung keberlanjutan proses konsolidasi desentralisasi fiskal dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dengan tujuan antara lain untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, serta antar daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah.

Adapun strategi kebijakan fiskal tahun 2007 meliputi: 1. Meningkatkan konsolidasi fiskal untuk mempertahankan kesinam-

bungan fiskal (fiscal sustainability); 2. Mengupayakan penurunan beban utang, pembiayaan yang efisien

dan menjaga kredibilitas pasar modal; 3. Menurunkan defisit anggaran menjadi sekitar 0,9 persen terhadap

PDB; 4. Meningkatkan penerimaan negara yang bersumber dari pajak dan

penerimaan negara bukan pajak (PNBP); 5. Mengendalikan dan meningkatkan efisiensi belanja negara; 6. Memberikan stimulus guna mendukung pertumbuhan ekonomi

yang berkualitas; 7. Melanjutkan reformasi administrasi perpajakan, kepabeanan, dan

cukai; 8. Mempertajam prioritas alokasi anggaran belanja pemerintah pusat

antara lain dengan: a. Perbaikan pendapatan aparatur negara dan pensiunan;b. Pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang;c. Peningkatan kualitas pelayanan operasional pemerintahan dan

pemeliharaan aset negara;d. Investasi pemerintah di bidang infrastruktur;

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - 10

e. Subsidi untuk menstabilkan harga barang dan jasa yang ber-dampak pada masyarakat;

f. Peningkatan anggaran pendidikan sejalan dengan amanat UUD 1945;

g. Kesinambungan bantuan langsung kepada masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan; dan

h. Pengembangan energi alternatif non BBM (biofuel dan biodiesel).

9. Mengalokasikan alokasi anggaran belanja ke daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, antara lain melalui: a. penyempurnaan dan percepatan proses perhitungan, peng-

alokasian, penetapan dan penyaluran dana bagi hasil; b. pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 26 persen

dari PDN neto, yang disertasi dengan peningkatan akurasi data dasar perhitungan DAU;

c. pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendanai ke-giatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar.

10. Mengoptimalkan kebijakan pembiayaan defisit anggaran dengan biaya dan tingkat risiko yang rendah antara lain dengan: a. Melakukan pengelolaan portofolio SUN dengan pembayaran

bunga dan pokok secara tepat waktu;b. Melanjutkan kebijakan privatisasi;c. Memanfaatkan dana eks-moratorium untuk rekonstruksi dan

rehabilitasi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias;d. Menggunakan sebagian dana simpanan pemerintah; dane. Mengedepankan prinsip kemandirian dengan memprioritaskan

dana dalam negeri.

(2) Asumsi Ekonomi Makro

(i) Pertumbuhan ekonomi tahun 2007 diperkirakan sebesar 6,3 persen; sedikit lebih tinggi dibandingkan asumsi APBN maupun Proyeksi 2006.

(ii) Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat diperkirakan sebesar Rp 9.300/US$.

Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

V - 11

(iii) Laju inflasi sebesar 6,5 persen, membaik dibanding tahun se-belumnya.

(iv) Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sebesar 8,5 persen.

(v) Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude oil Price, ICP) di pasar internasional diperkirakan sebesar US$ 63 per barel, sedangkan rata-rata tingkat produksi (lifting) minyak mentah Indonesia sebesar 1,0 juta barel per hari.

Asumsi ekonomi makro di atas dapat digambarkan secara ringkas pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Asumsi Ekonomi Makro

No. ASUMSI APBN 2007

1. Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,3

2. Inflasi (%) 6,5

3. Nilai Tukar (Rp/US$) 9.300

4. Tingkat Bunga SBI 3 Bulan 8,5

5. Harga Minyak (US$/barel) 63,0

6. Lifting Minyak (juta barel/hari) 1,000

7. Produk Domestik Bruto (triliun Rp) 3.531,088

(�) Postur APBN

Besarnya beban pengeluaran negara antara lain pada pos pengeluaran pembayaran hutang luar negeri termasuk pembayaran pokok dan bunga, serta subsidi yang secara keseluruhan merupakan 36,5 persen dari belanja pemerintah pusat atau 24,2 persen dari belanja negara di tahun 2007. Kondisi ini memberikan keterbatasan pada anggaran negara. Namun demikian, selaras dengan semangat otonomi daerah, bagian anggaran yang diserahkan kepada daerah mengalami peningkatan.

Untuk tahun 2007, dari seluruh belanja negara dianggarkan sebanyak 33,9 persen diserahkan kepada daerah.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - 12

Untuk tahun 2007, dari seluruh belanja negara dianggarkan sebanyak 33,9 persen diserahkan kepada daerah, angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 31,6 persen dari seluruh belanja negara (APBN-P 2006) sebagaimana digambarkan dalam Tabel 5.2. berikut ini.

Tabel 5.2

APBN-P 2006 dan APBN 2007 dalam triliun rupiah

2006 2007

APBN-P % PDB APBN % PDB

A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Bukan Pajak II. Hibah

B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat - Pembayaran Bunga Utang - Subsidi

II. Belanja Ke Daerah 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian a. Dana Otonomi Khusus b. Dana Penyesuaian C. Keseimbangan Primer

D. Surplus / Defisit Anggaran

E. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri (netto)

659,1654,9425,1229,8

4,2

699,1478,2

82,5107,6

220,8216,8

59,6145,7

11,64,1

3,50,6

42,5

-40,0

40,055,3

-15,3

21,121,013,6

7,40,1

22,415,3

2,63,5

7,17,01,94,70,40,1

0,10,0

1,4

-1,3

1,31,8

-0,5

723,1720,4509,5210,9

2,7

763,6504,8

85,1103,0

258,8250,3

68,5164,8

17,18,5

4,04,4

44,6

-40,5

40,555,1

-14,6

20,520,414,4

6,00,1

21,614,3

2,42,9

7,37,11,94,70,50,2

0,10,1

1,3

-1,1

1,11,6

-0,4

Memorandum Items Rasio Pembayaran Bunga Utang thd Belanja Pemerintah Pusat 17,3 16,9Rasio Subsidi thd Belanja Pemerintah Pusat 22,5 20,4 Rasio Belanja Daerah thd Belanja Negara 31,6 33,9

Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

V - 1�

5.�.2 Belanja Negara

Anggaran Belanja Negara TA 2007 direncanakan sebesar Rp 763,6 triliun terdiri dari:(1) Anggaran belanja pemerintah pusat direncanakan sebesar Rp 504,8

triliun; dan(2) Anggaran belanja daerah direncanakan sebesar Rp 258,8 triliun.

(1) Belanja Pemerintah Pusat

Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2007 lebih diarahkan pada langkah-langkah strategis dalam memperbaiki kualitas pengeluaran, antara lain dengan mempertajam prioritas alokasi anggaran, untuk: (i) perbaikan pendapatan aparatur negara dan pensiunan; (ii) pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang; (iii) peningkatan kualitas, efisiensi dan efektivitas pelayanan dan pe-

nyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan, serta peme-liharaan aset negara;

(iv) peningkatan investasi pemerintah, terutama di bidang infrastruktur dasar untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional;

(v) pemberian subsidi untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa yang berdampak luas kepada masyarakat;

(vi) peningkatan anggaran pendidikan sejalan dengan amanat UUD 1945; serta

(vii) kesinambungan bantuan langsung kepada masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan.

(2) Belanja Daerah

Kebijakan belanja daerah dalam tahun 2007 diarahkan untuk men-dukung keberlanjutan konsolidasi desentralisasi fiskal guna menunjang pelaksanaan otonomi daerah, sebagai upaya meningkatkan peran dan kemandirian daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerah. Kebijakan tersebut, antara lain diarahkan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah,

Kebijakan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2007 lebih diarahkan pada langkah-langkah strategis dalam memperbaiki kualitas pengeluaran.

Kebijakan belanja daerah dalam tahun 2007 diarahkan untuk mendukung keberlanjutan konsolidasi desentralisasi fiskal guna menunjang pelaksanaan otonomi daerah.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - 14

antardaerah, serta untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah (public service provision gap).

Alokasi anggaran belanja daerah dalam tahun anggaran 2007 ditetapkan sebesar Rp 258.794,6 miliar yang terdiri dari:(1) Dana perimbangan sebesar Rp 250.342,8 miliar terdiri dari:

(i) Dana bagi hasil direncanakan sebesar Rp 68.461,3 miliar;(ii) Dana alokasi umum direncanakan sebesar Rp 164.787,4 miliar;(iii) Dana alokasi khusus direncanakan sebesar Rp 17.094,1 miliar.

(2) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp 8.451,8 miliar yang terdiri dari:(i) Dana otonomi khusus bagi provinsi Papua direncanakan sebesar

Rp 4.045,7 miliar; dan(ii) Dana penyesuaian direncanakan sebesar Rp 4.406,1 miliar.

Dana Bagi Hasil

• Dana Bagi Hasil terdiri atas: (i) Dana Bagi Hasil Pajak dan (ii) Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA).

• Dana Bagi Hasil TA 2007 ditetapkan sebesar Rp 68.461,3 miliar dengan rincian sebagai berikut:a. Dana Bagi Hasil Pajak sebesar Rp 33.065,3 miliar, yang terdiri

dari: (i) Pajak Penghasilan sebesar Rp 7.475,3 miliar; (ii) Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp 20.198,7 miliar; (iii) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Rp 5.391,3

miliar.b. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) sebesar Rp 35.396,0

miliar, yang terdiri dari: (i) Minyak bumi sebesar Rp 15.827,1 miliar; (ii) Gas Alam sebesar Rp 11.623,2 miliar; (iii) Pertambangan Umum sebesar Rp 6.035,5 miliar; (iv) Kehutanan sebesar Rp 1.710,3 miliar; (v) Perikanan sebesar Rp 200,0 miliar.

Dana otonomi khusus dan penyesuaian

sebesar Rp 8.451,8 miliar.

Dana Bagi Hasil TA 2007 ditetapkan

sebesar Rp 68.461,3 miliar.

Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

V - 15

Dana Alokasi Umum

• Jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum Tahun 2007 ditetapkan 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2007.

• Proporsi Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan sebagai berikut:a. Untuk Daerah provinsi sebesar 10% (sepuluh persen) dari

jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umumb. Untuk daerah Kabupaten/Kota sebesar 90% (sembilan puluh

persen) dari jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum.• Alokasi DAU untuk provinsi dan kabupaten/kota dapat dilihat pada

Lampiran 5.

Dana Alokasi Khusus

• DAK tahun 2007 dialokasikan dengan menggunakan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis.i. Kriteria umum yang digunakan untuk menentukan daerah

penerima alokasi DAK tahun 2007 yaitu daerah-daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata nasional. Kemampuan fiskal daerah tersebut didasarkan pada selisih antara realisasi Penerimaan Umum Daerah (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil) dengan belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah pada APBD Tahun Anggaran 2005.

ii. Kriteria khusus yang digunakan untuk menentukan daerah penerima alokasi DAK tahun 2007 yaitu daerah-daerah tertentu yang memiliki karakteristik dan/atau berada di wilayah: (a) Provinsi Papua yang merupakan daerah Otonomi Khusus; (b) daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, dan daerah yang masuk kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata; (c) daerah rawan banjir/longsor, daerah penampung transmigrasi, daerah

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - 16

yang memiliki pulau-pulau kecil terdepan, daerah yang alokasi DAU-nya dalam tahun 2007 tidak mengalami kenaikan, daerah rawan pangan dan/atau kekeringan, daerah pascakonflik, daerah penerima pengungsi.

iii. Kriteria teknis yang dirumuskan dalam bentuk Indeks Teknis (IT) dirumuskan oleh kementerian negara/departemen teknis terkait. Kriteria Teknis tersebut dicerminkan dengan indikator-indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi sarana/prasarana pada masing-masing bidang/kegiatan yang akan didanai oleh DAK, dengan memperhatikan berbagai variabel yang berkaitan dengan bidang/kegiatan yang akan didanai DAK tahun anggaran 2006.

• Alokasi DAK untuk Tahun Anggaran 2007 ditetapkan sebesar Rp 17.094.100.000.000,00 (tujuh belas triliun sembilan puluh empat miliar seratus juta rupiah). DAK dialokasikan untuk membantu daerah mendanai kebutuhan fisik sarana dan prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur (jalan, irigasi, dan air bersih), kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, serta lingkungan hidup, dengan alokasi masing-masing sebagai berikut:

Tabel 5.�

Alokasi Dana Alokasi Khusus

DANA ALOKASI KHUSUSTOTAL PAGU 2007

(dalam miliar Rupiah)

Pendidikan 5.195,290

Kesehatan 3.381,270

Infrastruktur Jalan 3.113,060

Infrastruktur Irigasi 858,910

Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi 1.062,370

Prasarana Pemerintahan Daerah 539,060

Kelautan dan Perikanan 1.100,360

Pertanian 1.492,170

Lingkungan Hidup 351,610

Rencana Kerja Pemerintah dan Kebijakan Anggaran 2007

V - 17

Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk tahun 2007 sebesar Rp 4.045,7 miliar.

• Prioritas DAK diberikan untuk: (i) membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar yang sudah merupakan urusan daerah; dan (ii) menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana diwilayah pemekaran dan pesisir dan kepulauan, perbatasan dengan negara lain, tertinggal / terpencil, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan.

• Daerah penerima DAK tahun anggaran 2007 wajib menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10 persen dari alokasi DAK. Namun demikian, untuk daerah dengan kemampuan fiskal tertentu, dimana selisih antara penerimaan umum APBD dengan belanja pegawai sama dengan nol atau negatif, tidak diwajibkan untuk menyediakan dana pendamping tersebut (sesuai dengan penjelasan pasal 41 ayat (3) UU No.33 Tahun 2004)

• Alokasi DAK untuk kabupaten/kota dapat dilihat pada Lam- piran 7.

Dana Otonomi Khusus

• Alokasi dana otonomi khusus sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, untuk pembiayaan peningkatan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Alokasi Dana Otonomi Khusus untuk tahun 2007 sebesar Rp 4.045,7 miliar.

• Penyaluran dilakukan oleh Menteri Keuangan setiap triwulan, yaitu triwulan I sebesar 15 persen, triwulan II sebesar 30 persen, triwulan III sebesar 40 persen, dan triwulan IV sebesar 15 persen.

• Mekanisme penyaluran ke kabupaten/kota dilaksanakan melalui Gubernur, yang difasilitasi oleh tim teknis yang dibentuk Pemerintah.

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

V - 1�

Dana Penyesuaian

• Dana Penyesuaian (DP) terdiri dari Dana Penyesuaian Murni sebesar Rp 842,913 milyar dan Dana Penyesuaian Ad-hoc sebesar Rp 3,563 trilyun.

a. Dana Penyesuaian Murni dialokasikan sebagai pelaksanaan atas penerapan kebijakan formula DAU agar tidak menimbulkan adanya daerah provinsi dan kabupaten/kota yang mendapatkan DAU lebih kecil daripada DAU ditambah dengan Dana Penyesuaian Murni Tahun 2006 (hold harmless).

b. Dana Penyesuaian Adhoc dialokasikan untuk daerah-daerah tertentu yang memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan dan diprioritaskan penggunaannya untuk kegiatan-kegiatan pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan dan sarana/prasarana fisik lainnya, irigasi dan pengairan, serta pertanian, kelautan dan perikanan yang merupakan kebutuhan daerah.

Dana Penyesuaian (DP) terdiri dari Dana

Penyesuaian Murni sebesar Rp 842,913

milyar dan Dana Penyesuaian Ad-hoc

sebesar Rp 3,563 trilyun.

lAMPIRANBuku Pegangan 2007Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

2 - Lampiran

Lampiran 1

PerkemBangan realisasi investasi (izin Usaha tetaP) PmDn menUrUt lokasi, 2001-sePtemBer 2006

WilayahJUmlah Proyek

2001 2002 2003 2004 2005 2006Sumatera 20 12 18 20 40 18

Jawa 114 76 81 88 141 74

Bali 8 3 1 5 11 5

Kalimantan 11 10 13 7 11 11

Nusa Tenggara - 3 - 2 3 3

Sulawesi 5 3 5 3 5 4

Maluku 2 - 1 - 1 1

Papua - 1 - 4 2 1kBi 153 101 113 120 203 108kti 7 7 6 9 11 9Jumlah 160 108 119 129 214 117

Wilayahnilai Proyek (rP, milyar)

2001 2002 2003 2004 2005 2006Sumatera 3.029,4 199,1 1.228,3 1.286,7 13.501,7 3.332,7

Jawa 5.070,1 10.878,1 9.917,0 7.886,3 14.796,6 7.325,0

Bali 311,4 31,6 49,1 66,1 46,4 40,7

Kalimantan 902,0 1.330,4 418,8 5.141,8 1.747,6 1.572,9

Nusa Tenggara - 14,7 - 174,3 19,7 64,2

Sulawesi 571,4 36,0 275,5 164,4 509,0 68,6

Maluku 6,5 - 1,3 - 0,9 0,2

Papua - 10,1 - 545,1 43,1 21,4KBI 9.312,9 12.439,2 11.613,2 14.380,9 30.092,3 12.271,3

kti 577,9 60,8 276,8 883,8 572,7 154,4

Jumlah 9.890,8 12.500,0 11.890,0 15.264,7 30.665,0 12.425,7 Sumber: BKPM, 2006

Lampiran

Lampiran - �

PerkemBangan realisasi investasi (izin Usaha tetaP) Pma menUrUt lokasi, 2001-sePtemBer 2006

WilayahJUmlah Proyek

2001 2002 2003 2004 2005 2006Sumatera 57 25 26 37 50 29

Jawa 358 372 503 471 719 585

Bali 25 17 17 25 109 59

Kalimantan 5 10 14 6 13 11

Nusa Tenggara 3 9 3 2 8 8

Sulawesi 4 6 6 3 6 9

Maluku 1 0 0 0 4 0

Papua 1 3 1 0 0 1kBi 445 424 560 539 891 684kti 9 18 10 5 18 18Jumlah 454 442 570 544 909 702

Wilayahnilai Proyek (Us$ JUta)

2001 2002 2003 2004 2005 2006Sumatera 906,7 90,1 501,7 850,4 1.224,6 526,6

Jawa 2.481,6 2.740,1 4.515,6 3.248,1 7.251,2 3.143,9

Bali 28,5 3,4 23,8 104,7 97,5 98,1

Kalimantan 53,5 188,5 137,2 368,0 181,8 499,5

Nusa Tenggara 5,6 3,4 1,4 2,5 5,1 7,3

Sulawesi 7,1 60,5 266,6 27,4 145,3 15,5

Maluku 1,8 0,0 0,0 0,0 9,1 0,0

Papua 24,8 4,1 4,1 0,0 0,0 0,6KBI 3.470,3 3.022,1 5.178,3 4.571,2 8.755,1 4.268,1

kti 39,3 68,0 272,1 29,9 159,5 23,4

Jumlah 3.509,6 3.090,1 5.450,4 4.601,1 8.914,6 4.291,5

Sumber: BKPM, 2006

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

� - Lampiran

Lampiran 2

inDikator Utama Dan variaBel PenentU Daya saing Daerah

inDikator Utama variaBel

i. Perekonomian Daerah 1 PDRB

2 Laju Pertumbuhan PDRB

3 PDRB Perkapita

4 Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita

5 Koefisien Gini

6 Investasi Domestik

7 Investasi Domestik (% terhadap PDRB)

8 Laju Pertumbuhan Investasi

9 Tabungan

10 Persentase Tabungan terhadap PDRB

11 Laju Pertumbuhan Tabungan

12 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Perkapita

13 Laju Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Perkapita

14 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

15 Laju Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

16 Produktivitas Sektor Pertanian

17 Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Pertanian

18 Produktivitas Sektor Industri

19 Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Industri

20 Produktivitas Sektor Jasa

21 Laju Pertumbuhan Produktivitas Sektor Jasa

22 Laju Inflasi

ii. keterbukaan 1 Volume Perdagangan Internasional

2 Ekspor Barang dan Jasa

3 Ekspor Barang dan Jasa pada (% PDRB)

4 Laju Pertumbuhan Ekspor

5 Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke daerah

6 Diversifikasi Pasar Ekspor

7 Kredit dan Asuransi Ekspor

8 Impor Barang dan Jasa

9 Impor Barang dan Jasa (% PDRB)

Lampiran

Lampiran - �

inDikator Utama variaBel

10 Laju Pertumbuhan Impor

11 Terms of Trade

12 Pangsa Pasar Ekspor

13 Laju Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor

14 Keterbukaan Budaya Daerah

15 Penanaman Modal Asing (PMA)

16 Laju Pertumbuhan PMA

17 Nilai Kumulatif PMA terhadap PDRB

18 Hambatan Birokrasi dan Administrasi Perdagangan Antar Daerah

19 Hambatan Tidak Resmi Perdagangan Antar Daerah

20 Pajak dan Retribusi Perdagangan Antar Daerah

21 Aliran Barang dan Jasa ke daerah lain

22 Aliran Barang dan Jasa ke daerah lain (% PDRB)

23 Laju Pertumbuhan Aliran Barang dan Jasa ke daerah lain

24 Aliran Barang dan Jasa dari daerah lain

25 Aliran Barang dan Jasa dari daerah lain (% PDRB)

26 Laju Pertumbuhan Aliran Barang dan Jasa dari daerah lain

iii. sistem keuangan 1 Tingkat Bunga Riil Jangka Pendek

2 Biaya Modal Perbankan

3 Biaya Modal Non-Perbankan

4 Posisi Kredit Bank Umum terhadap PDRB

5Persentase Mobilisasi Dana Pihak Ketiga di Perbankan Terhadap Total Aktiva Bank Umum

6 Persentase Kredit terhadap Tabungan

7 Persentase Kredit kepada Dunia Usaha terhadap Total Kredit

8 Kemudahan penyaluran kredit ke dunia usaha

9 Margin Antara Tingkat Bunga Pinjaman dan Tingkat Bunga Tabungan

10 Transparansi Institusi Perbankan

11 Kualitas Pendidikan di Bidang Keuangan dan Perbankan

12 Transparansi Lembaga Keuangan Bukan Bank

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

� - Lampiran

inDikator Utama variaBel

iv. infrastruktur dan sumber Daya alam

1 Panjang Jalan per Luas Wilayah

2 Kualitas Jalan Raya

3 Panjang Rel Kereta Api per Luas Wilayah

4 Pelabuhan Udara

5 Penggunaan Angkutan Udara untuk Penumpang

6 Penggunaan Angkutan Udara untuk Barang

7 Kualitas Transportasi Udara

8 Pelabuhan Laut

9 Penggunaan Angkutan Laut untuk Penumpang

10 Penggunaan Angkutan Laut untuk Barang

11 Kualitas Angkutan Laut

12 Penggunaan Transportasi Sungai Untuk Barang

13 Luas Wilayah Perkotaan

14 Produksi Listrik

15 Kualitas Aliran Listrik

16 Fasilitas Telepon per Kapita

17 Kualitas Pelayanan Telepon

18 Surat Kabar

19 Kualitas Akses Internet

20 Penggunaan Internet oleh Sektor Usaha

21 Ketersediaan dan Kualitas Sumber daya lahan/tanah

22 Sumber daya Air perkapita

23 Sumber Daya Hutan (ha)

24 Nilai tambah sektor pertambangan dan penggalian

v. ilmu Pengetahuan dan teknologi

1 Pentingnya Penelitian Bagi Perusahaan

2 Kerjasama Penelitian

3 Kerjasama Teknologi Antar Perusahaan

4 Sumber Dana Untuk Litbang

5 Brain Drain dari Tenaga Ahli di Bidan IPTEK

6 Insinyur yang berkualitas

7 Ketersediaan tenaga ahli di bidang teknologi informasi (IT)

vi. sumber Daya manusia 1 Angka Ketergantungan

2 Tingkat Harapan Hidup

3 Angkatan Kerja

Lampiran

Lampiran - 7

inDikator Utama variaBel

4 Angkatan Kerja (%)

5 Laju Pertumbuhan Angkatan Kerja

6 Persentase Penduduk Usia Produktif Terhadap Total Penduduk

7 Laju Pertumbuhan Penduduk Usia Produktif

8 Tenaga Kerja Ahli

9 Jumlah Penduduk yang Bekerja

10 Persentase Penduduk Yang Bekerja Terhadap Total Penduduk

11 Prospek Kesempatan Kerja

12 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja

13 Pengangguran

14 Tingkat Partisipasi SD

15 Tingkat Partisipasi SLTP

16 Tingkat Partisipasi SLTA

17 Tingkat Partisipasi Perguruan Tinggi

18 Rasio Jumlah Guru Terhadap Murid SD

19 Rasio Jumlah Guru Terhadap Murid SLTP

20 Rasio Jumlah Guru Terhadap Murid SLTA

21 Angka Melek Huruf

22 Laju Pertumbuhan Angka Melek Huruf

23 Lama Pendidikan

24 Indeks Pembangunan Manusia (HDI)

25 Populasi Penduduk di Perkotaan

26 Kualitas Pelayanan Kesehatan

27 Fleksibilitas dan Adaptabilitas

28 Kesetaraan dalam Kesempatan

29 Nilai-nilai kemasyarakatan

vii. kelembagaan 1 Keadilan dan Ketidakberpihakan

2 Kejujuran dan Kebersihan

3 Kecepatan proses peradilan

4 Biaya peradilan

5 Konsistensi

6 Penegakan keputusan

7 Perlindungan terhadap kontrak dan kepemilikan

8 Keamanan

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

� - Lampiran

inDikator Utama variaBel

9 Tingkat Kejahatan

10 Stabilitas Politik

11 Hubungan antara DPRD dan Pemerintah Daerah

12 Aktivitas Legislatif DPRD dan Pemda

13 Kegiatan Unjuk Rasa Masyarakat

14 Independensi Media Masa Daerah

15 Konflik sosial

16 Spirit/Motivasi Kerja

17 Kebersihan dan kesehatan

viii. governance dan kebijakan Pemerintah

1 Perubahan Peraturan dan Kebijakan

2 Masukan dunia usaha dalam pembuatan peraturan/kebijakan

3 Tendensi prediktabilitas peraturan dan kebijakan pemda

4 Pelaksanaan peraturan yang konsisten

5 Korupsi dan Suap

6 Pungutan tidak resmi

7 Favoritisme dari aparat pemerintah

8 Indenpendensi Aparat Pemerintah

9 Waktu yang diperlukan dalam urusan birokrasi

10 Produktivitas aparat pemerintah

11 Kompetensi aparat pemerintah

12 Efisiensi dalam pelayanan publik

13 Besarnya biaya transaksi

14 Gaji aparat pemerintah

15 Moral/Budaya Malu

16 Peraturan Pemda tentang Pendirian Usaha Baru

17 Peraturan Pemda yang mendistorsi harga

18 Peraturan Pemda tentang perdagangan

19 Peraturan Pemda tentang regulasi tenaga kerja

20 Peraturan Pemda tentang pajak dan retribusi daerah

21 Peraturan Pemda tentang lingkungan

22 Peduli pada AMDAL daerah (perencanaan)

23 Aturan pemda bidang investasi

24 Kebijakan visi bisnis yang sama pada aparat pemda

Lampiran

Lampiran - �

inDikator Utama variaBel

iX. manajemen dan ekonomi mikro

1 Strategi Perusahaan

2 Keunggulan Kompetitif

3 Perusahaan Berorientasi Ekspor

4 Merek Dagang Internasional

5 Pengembangan Teknologi

6 Perancangan Produk

7 Proses Produksi

8 Tingkat reliabilitas suplai faktor produksi

9 Teknik Pemasaran

10 Orientasi terhadap Pelanggan

11 Distribusi dan Pemasaran Global

12 Pendekatan terhadap Sumberdaya Manusia

13 Pendelegasian Wewenang

14 Kebijakan Kompensasi

15 Kompetensi Manajemen Senior

16 Pendidikan Manajemen

17 Efektivitas Komisaris Perusahaan

18 Kemampuan dalam memenuhi standar internasional

19 Tingkat Kompensasi

20 Upah Tenaga Kerja di Sektor Industri Pengolahan

21 Jumlah Perusahaan Unggul

22 Ketersediaan manajer senior

23 Pengalaman Internasional

24 Kesehatan, keamanan dan lingkungan kerja

25 Relasi Industrial

26 Motivasi Tenaga Kerja

27 Pelatihan Tenaga Kerja

28 Pengendalian Proses Produksi

29 Budaya Pemasaran

30 Kewirausahaan

31 Tanggung jawab sosial

32 Etika Bisnis

Sumber: PPSK-BI, 2002

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

10 - Lampiran

NOKE

MEN

TERI

AN /

LEM

BAGA

ANG

GARA

N (d

alam

Rib

u Ru

piah

) N

AD

SUM

UT

SUM

BAR

RIAU

JAM

BI SU

MSE

L B

ENGK

ULU

12.

723.

346.

178

7.9

39.3

58.8

30

3.5

38.7

13.6

74

2.9

08.0

32.8

90

2.19

5.54

6.26

8 5.

415.

251.

694

1.7

55.4

13.1

14

1M

AJEL

IS P

ERM

USYA

WAR

ATAN

RAK

YAT

2DE

WAN

PER

WAK

ILAN

RAK

YAT

3BA

DAN

PEM

ERIK

SA K

EUAN

GAN

21.

855.

821

16.

228.

732

18.

107.

492

8.3

15.4

52

10.

508.

612

4M

AHKA

MAH

AGU

NG 9

6.59

7.43

2 1

15.5

47.4

10

91.

737.

888

64.

572.

846

57.

936.

643

49.

125.

270

35.

938.

406

5KE

JAKS

AAN

AGUN

G 3

7.87

1.00

8 6

4.16

4.89

6 3

6.68

0.39

9 5

7.00

5.08

2 3

2.48

9.61

6 3

9.67

0.33

5 2

3.07

1.85

5 6

SEKR

ETAR

IAT N

EGAR

A7

DEPA

RTEM

EN D

ALAM

NEG

ERI

94.

639.

920

104

.801

.476

7

3.86

3.18

6 2

6.68

1.31

1 3

4.14

9.43

3 6

3.50

9.74

3 2

8.72

2.53

5 8

DEPA

RTEM

EN LU

AR N

EGER

I9

DEPA

RTEM

EN P

ERTA

HANA

N 3

43.9

84.9

03

560

.148

.771

1

42.1

67.0

49

217

.968

.839

7

8.39

3.80

6 3

29.8

10.5

37

63.

701.

297

10DE

PART

EMEN

HUK

UM D

AN H

AK A

SASI

MAN

USIA

RI

69.

745.

860

191

.843

.333

5

9.19

7.40

9 8

4.01

8.08

3 4

6.50

8.27

5 9

6.16

1.52

0 3

6.54

5.61

9 11

DEPA

RTEM

EN K

EUAN

GAN

133

.783

.824

2

08.0

86.2

05

53.

187.

434

87.

542.

547

54.

044.

552

117

.403

.306

2

9.31

7.38

8 12

DEPA

RTEM

EN P

ERTA

NIAN

119

.225

.603

2

82.6

59.7

81

194

.335

.607

9

6.99

9.80

9 1

14.8

73.0

17

169

.231

.774

7

0.02

4.96

7 13

DEPA

RTEM

EN P

ERIN

DUST

RIAN

15.

913.

308

33.

030.

366

30.

125.

349

3.3

00.0

00

3.8

00.0

00

11.

144.

505

4.3

00.0

00

14DE

PART

EMEN

ENER

GI D

AN SU

MBE

R DA

Y A

MIN

ERAL

31.

205.

836

134

.361

.433

3

2.29

6.23

4 5

0.28

2.30

5 2

6.05

3.24

6 1

28.0

66.3

65

25.

326.

311

15DE

PART

EMEN

PER

HUBU

NGAN

178

.054

.480

2

68.5

32.9

30

50.

658.

016

143

.702

.117

2

7.22

0.17

4 3

28.8

36.6

69

55.

896.

945

16DE

PART

EMEN

PEN

DIDI

KAN

NASI

ONAL

666

.652

.899

1.

716.

039.

966

961

.988

.923

5

73.9

68.2

38

378

.063

.337

8

50.8

11.6

58

301

.381

.483

17

DEPA

RTEM

EN K

ESEH

ATAN

238

.114

.718

4

31.9

73.7

44

313

.710

.724

1

11.8

34.9

28

170

.728

.822

3

68.0

49.6

88

123

.647

.860

18

DEPA

RTEM

EN A

GAM

A 5

16.7

87.8

07

520

.811

.737

3

36.2

11.7

96

336

.163

.446

2

97.3

04.3

46

358

.726

.979

1

71.7

39.7

16

19DE

PART

EMEN

TENA

GA K

ERJA

DAN

TRAN

SMIG

RASI

63.

749.

073

59.

703.

041

36.

412.

843

34.

589.

831

40.

749.

671

71.

697.

438

62.

686.

123

20DE

PART

EMEN

SOSI

AL 3

1.40

3.17

9 2

9.13

3.39

0 3

8.04

1.33

6 2

9.79

7.72

2 2

7.09

2.23

7 3

1.74

9.70

5 2

4.25

5.58

2 21

DEPA

RTEM

EN K

EHUT

ANAN

29.

545.

120

70.

382.

167

20.

690.

538

50.

413.

114

48.

510.

466

62.

884.

941

16.

154.

618

22DE

PART

EMEN

KEL

AUTA

N DA

N PE

RIKA

NAN

30.

731.

921

65.

406.

919

43.

681.

791

21.

293.

713

34.

972.

426

53.

780.

473

24.

941.

480

23DE

PART

EMEN

PEK

ERJA

AN U

MUM

651

.397

.368

7

84.9

43.4

89

475

.713

.157

3

39.0

85.3

55

348

.884

.826

6

43.4

37.1

16

358

.834

.970

24

KEM

ENTE

RIAN

KOO

RDIN

ATOR

BID

ANG

POLI

TIK

DAN

KEAM

ANAN

25KE

MEN

TERI

AN K

OORD

INAT

OR B

IDAN

G PE

REKO

NOM

IAN

26KE

MEN

TERI

AN K

OORD

INAT

OR B

IDAN

G KE

SEJA

HTER

AAN

RAKY

AT27

DEPA

RTEM

EN K

EBUD

AYAA

N DA

N PA

RIW

ISAT

A 6

.978

.907

1

2.16

2.09

1 6

.196

.168

4

.190

.411

1

.542

.854

28

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

BADA

N US

AHA

MIL

IK N

EGAR

A29

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

RISE

T DAN

TEKN

OLOG

I 7

.000

.000

30

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

LING

KUNG

AN H

IDUP

14.

157.

453

31KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A KO

PERA

SI D

AN U

KM 6

.757

.000

6

.449

.000

5

.506

.000

5

.051

.000

3

.843

.000

6

.634

.000

4

.463

.000

32

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

I’EM

BERD

AYAA

N PE

REM

PUAN

33KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

NDAY

AGUN

AAN

APAR

ATUR

NEG

ARA

34BA

DAN

INTE

LIJE

N NE

GARA

35LE

MBA

GA SA

NDI N

EGAR

A

Lampiran �

rekaPitUlasi alokasi anggaran tahUn 2007 menUrUt lokasi (Provinsi) Dan kementerian / lemBaga

Lampiran

Lampiran - 11

NOKE

MEN

TERI

AN /

LEM

BAGA

ANG

GARA

N (d

alam

Rib

u Ru

piah

) N

AD

SUM

UT

SUM

BAR

RIAU

JAM

BI SU

MSE

L B

ENGK

ULU

12.

723.

346.

178

7.9

39.3

58.8

30

3.5

38.7

13.6

74

2.9

08.0

32.8

90

2.19

5.54

6.26

8 5.

415.

251.

694

1.7

55.4

13.1

14

36DE

WAN

KET

AHAN

AN N

ASIO

NAL

37BA

DAN

PUSA

T STA

TIST

IK 3

0.92

7.37

1 4

6.42

7.76

2 2

7.91

0.96

2 2

2.54

6.47

5 1

8.15

8.62

3 2

7.67

3.08

6 1

4.44

9.63

8 38

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PPN

/ BAP

PENA

S39

BADA

N PE

RTAN

AHAN

NAS

IONA

L 2

9.35

3.91

8 6

7.81

5.63

6 4

2.24

5.50

2 4

0.07

1.45

4 3

0.22

3.50

4 5

3.74

5.84

0 2

4.41

4.34

0 40

PERP

USTA

KAAN

NAS

IONA

L REP

UBLI

K IN

DONE

SIA

350

.000

3

00.0

00

1.1

50.0

00

4.3

00.0

00

350

.000

3

00.0

00

750

.000

41

DEPA

RTEM

EN K

OMUN

IKAS

I DAN

INFO

RMAT

IKA

7.5

43.5

17

13.

912.

022

4.7

07.3

43

8.1

80.4

88

4.8

62.4

68

5.8

35.1

64

5.7

91.9

51

42KE

POLI

SIAN

NEG

ARA

REPU

BLIK

INDO

NESI

A 4

38.4

33.7

82

755

.985

.308

3

83.7

86.3

85

395

.671

.403

2

53.3

20.3

14

442

.689

.403

2

00.6

54.3

00

43BA

DAN

PENG

AWAS

OBA

T DAN

MAK

ANAN

10.

221.

524

10.

707.

550

9.3

42.9

14

9.7

60.5

28

7.6

81.5

85

8.0

43.1

98

7.4

42.6

46

44LE

MBA

GA K

ETAH

ANAN

NAS

IONA

L45

BADA

N KO

ORDI

NASI

PEN

ANAM

AN M

ODAL

46BA

DAN

NARK

OTIK

A NA

SION

AL47

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PEM

BANG

UNAN

DAE

RAH

TERT

INGG

AL48

BADA

N KO

ORDI

NASI

KEL

UARG

A BE

RENC

ANA

NASI

ONAL

22.

084.

752

25.

499.

099

15.

392.

876

14.

690.

412

11.

815.

402

19.

169.

701

12.

010.

373

49KO

MIS

I NAS

IONA

L HAK

ASA

SI M

ANUS

IA50

BADA

N M

ETEO

ROLO

GI D

AN G

EOFI

SIKA

4.8

50.6

02

16.

675.

249

9.0

26.1

24

4.0

38.5

82

2.8

31.8

61

3.8

32.7

16

4.5

73.5

30

51KO

MIS

I PEM

ILIH

AN U

MUM

34.

626.

923

35.

309.

209

26.

551.

417

16.

493.

861

14.

926.

229

20.

396.

757

13.

566.

597

52M

AHKA

MAH

KON

STIT

USI R

I53

PUSA

T PEL

APOR

AN D

AN A

NALI

SIS T

RANS

AKSI

KEU

ANGA

N54

LEM

BAGA

ILM

U PE

NGET

AHUA

N IN

DONE

SIA

55BA

DAN

TENA

GA N

UKLI

R NA

SION

AL56

BADA

N PE

NGKA

JIAN

DAN

PENE

RAPA

N TE

KNOL

OGI

1.1

75.2

07

57LE

MBA

GA P

ENER

BANG

AN D

AN A

NTAR

IKSA

NAS

IONA

L58

BADA

N KO

ORDI

NASI

SURV

EY D

AN P

EMET

AAN

NASI

ONAL

59BA

DAN

STAN

DARI

SASI

NAS

IONA

L60

BADA

N PE

NGAW

AS TE

NAGA

NUK

LIR

61LE

MBA

GA A

DMIN

ISTR

ASI N

EGAR

A62

ARSI

P NA

SION

AL R

EPUB

LIK

INDO

NESI

A 1

70.0

00

160

.000

1

55.0

00

155

.000

1

50.0

00

150

.000

1

50.0

00

63BA

DAN

KEPE

GAW

AIAN

NEG

ARA

11.

064.

251

11.

090.

343

15.

161.

794

64BA

DAN

PENG

AWAS

AN K

EUAN

GAN

DAN

PEM

BANG

UNAN

8.0

86.4

02

18.

219.

633

8.6

73.8

63

9.4

26.5

53

7.9

63.3

75

13.

795.

943

6.0

63.0

28

65DE

PART

EMEN

PER

DAGA

NGAN

2.6

00.0

00

3.0

91.8

54

2.0

64.3

20

1.9

36.8

00

1.8

34.6

75

1.5

00.0

00

1.7

36.2

80

66KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

RU M

AHAN

RAK

YAT

67KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

MUD

A DA

N OL

AH R

AGA

3.4

25.4

64

4.6

43.5

16

4.1

29.9

14

3.1

35.7

60

3.3

04.4

76

3.1

74.6

04

2.8

60.2

76

68KO

MIS

I PEM

BERA

NTAS

AN K

ORUP

SI69

DEW

AN P

ERW

AKIL

AN D

AERA

H (D

PD)

70KO

MIS

I YUD

ISIA

L RI

71BA

DAN

KOOR

DINA

SI N

ASIO

NAL P

ENAN

GANA

N BE

NCAN

A72

BADA

N RE

HABI

LITA

SI D

AN R

EKON

STRU

KSI N

AD -

NIAS

8.7

45.6

75.9

36

.253

.136

.864

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

12 - Lampiran

NOKE

MEN

TERI

AN /

LEM

BAGA

ANGG

ARAN

(dal

am R

ibu

Rupi

ah)

LAM

PUNG

BAB

EL

KEP

RIA

U DK

I JAK

ARTA

JABA

RJA

TENG

DIY

JA

TIM

BAN

TEN

3.2

68.8

57.3

23

970

.253

.468

1

.066

.511

.275

11

1.64

6.33

9.11

9 1

6.38

9.48

9.71

8 1

3.20

9.81

7.54

9 4

.091

.771

.514

16

.730

.893

.068

3.

554.

835.

208

1M

AJEL

IS P

ERM

USYA

WAR

ATAN

RAK

YAT

196

.121

.325

1

3.85

9.26

2 2

DEW

AN P

ERW

AKIL

AN R

AKYA

T 1

.519

.174

.351

3

BADA

N PE

MER

IKSA

KEU

ANGA

N 8

.712

.017

8

27.6

69.6

71

18.

809.

884

23.

387.

401

4M

AHKA

MAH

AGU

NG 6

0.40

6.96

2 1

9.25

4.13

3 1

8.34

3.52

3 7

94.1

57.3

93

174

.336

.121

2

35.3

97.4

09

65.

059.

316

242

.755

.407

4

0.18

3.00

1 5

KEJA

KSAA

N AG

UNG

36.

955.

807

22.

839.

400

10.

412.

055

453

.631

.297

9

0.45

8.65

8 1

07.7

85.1

88

59.

388.

317

121

.944

.794

2

5.79

9.51

0 6

SEKR

ETAR

IAT N

EGAR

A 1

.544

.153

.107

2

4.44

9.69

5 1

1.61

6.68

3 7

DEPA

RTEM

EN D

ALAM

NEG

ERI

69.

785.

167

15.

980.

276

10.

798.

930

1.7

53.1

73.8

10

287

.482

.385

1

99.3

57.9

35

87.

500.

955

211

.014

.315

4

9.27

8.80

4 8

DEPA

RTEM

EN LU

AR N

EGER

I 2

.457

.356

.517

9

DEPA

RTEM

EN P

ERTA

HANA

N 1

35.1

44.5

80

49.

986.

872

56.

135.

388

1.5

95.2

47.7

24

1.8

71.1

84.5

71

1.0

94.9

29.5

68

207

.352

.308

2

.781

.290

.702

2

01.1

69.0

06

10DE

PART

EMEN

HUK

UM D

AN H

AK A

SASI

MAN

USIA

RI

71.

537.

214

21.

026.

068

64.

128.

605

1.4

39.5

95.2

19

224

.491

.669

2

39.5

59.4

44

52.

686.

754

263

.919

.251

9

6.06

6.47

1 11

DEPA

RTEM

EN K

EUAN

GAN

63.

182.

310

23.

882.

418

130

.854

.860

6

.317

.702

.279

3

46.4

47.5

79

310

.948

.951

1

09.9

07.1

90

467

.266

.473

8

8.62

2.56

2 12

DEPA

RTEM

EN P

ERTA

NIAN

182

.500

.919

3

3.85

9.76

2 2

1.68

7.79

9 3

.161

.977

.235

7

50.4

56.7

54

450

.755

.663

1

18.3

38.2

64

747

.071

.191

1

39.0

64.5

31

13DE

PART

EMEN

PER

INDU

STRI

AN 1

6.87

5.86

7 3

.000

.000

2

.400

.000

1

.345

.148

.240

1

40.4

08.7

87

20.

005.

811

79.

600.

406

23.

465.

600

4.0

95.7

00

14DE

PART

EMEN

ENER

GI D

AN SU

MBE

R DA

Y A

MIN

ERAL

32.

049.

354

21.

128.

412

2.7

00.0

00

2.1

07.4

27.4

64

953

.169

.673

2

45.9

56.5

23

14.

731.

423

526

.876

.038

2

3.42

2.11

9 15

DEPA

RTEM

EN P

ERHU

BUNG

AN 7

9.48

3.77

0 5

4.29

4.25

8 1

07.3

33.6

24

4.2

80.8

54.9

74

201

.325

.410

9

67.5

91.6

51

308

.477

.448

3

84.6

44.0

70

90.

900.

234

16DE

PART

EMEN

PEN

DIDI

KAN

NASI

ONAL

779

.635

.628

3

7.90

4.78

4 1

23.7

40.5

85

4.9

63.7

00.4

07

4.3

09.8

90.8

89

3.4

12.1

82.4

58

.149

.787

.938

3

.849

.678

.849

1.

527.

864.

374

17DE

PART

EMEN

KES

EHAT

AN 1

46.6

59.9

61

61.

889.

117

95.

477.

694

9.7

71.5

50.3

34

724

.593

.814

8

06.8

46.6

07

271

.504

.040

6

27.4

07.9

13

101

.087

.486

18

DEPA

RTEM

EN A

GAM

A 3

36.2

92.0

54

78.

793.

582

53.

512.

627

2.5

35.2

63.1

95

1.2

46.0

52.8

47

1.4

96.3

79.2

30

289

.824

.893

1

.785

.394

.520

3

65.7

29.7

74

19DE

PART

EMEN

TENA

GA K

ERJA

DAN

TRAN

SMIG

RASI

30.

200.

885

14.

441.

034

14.

487.

768

1.1

88.4

01.0

18

114

.906

.399

1

09.5

42.5

54

36.

970.

430

48.

782.

195

29.

745.

011

20DE

PART

EMEN

SOSI

AL 2

6.70

3.02

8 2

0.73

8.46

7 1

3.29

5.37

9 2

.266

.051

.980

9

6.94

3.86

1 7

0.06

6.46

2 4

8.86

1.03

1 3

6.35

8.17

8 2

1.69

0.26

8 21

DEPA

RTEM

EN K

EHUT

ANAN

40.

481.

814

2.7

23.3

59

1.4

85.7

80

951

.611

.854

3

47.0

44.3

10

42.

093.

699

39.

015.

378

57.

673.

119

8.2

01.6

35

22DE

PART

EMEN

KEL

AUTA

N DA

N PE

RIKA

NAN

37.

315.

894

32.

780.

414

42.

258.

183

1.5

89.1

94.6

48

130

.682

.602

1

24.2

47.6

44

20.

301.

823

138

.150

.195

4

3.06

2.58

8 23

DEPA

RTEM

EN P

EKER

JAAN

UM

UM 6

01.2

00.1

26

85.

008.

657

110

.006

.085

4

.723

.981

.933

1

.910

.843

.290

1

.347

.003

.788

4

15.6

75.9

44

2.1

33.8

79.4

59

306

.737

.061

24

KEM

ENTE

RIAN

KOO

RDIN

ATOR

BID

ANG

POLI

TIK

DAN

KEAM

ANAN

150

.959

.709

25

KEM

ENTE

RIAN

KOO

RDIN

ATOR

BID

ANG

PERE

KONO

MIA

N 1

43.0

42.6

89

26KE

MEN

TERI

AN K

OORD

INAT

OR B

IDAN

G KE

SEJA

HTER

AAN

RAKY

AT 1

04.5

48.8

07

27DE

PART

EMEN

KEB

UDAY

AAN

DAN

PARI

WIS

ATA

3.2

21.5

39

736

.096

.378

3

0.51

4.47

0 2

1.00

0.24

4 2

6.08

9.84

5 1

1.74

4.47

3 6

.282

.620

28

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

BADA

N US

AHA

MIL

IK N

EGAR

A 2

17.3

19.1

62

29KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A RI

SET D

AN TE

KNOL

OGI

439

.234

.990

30

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

LING

KUNG

AN H

IDUP

462

.064

.335

1

2.25

2.80

0 31

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

KOPE

RASI

DAN

UKM

5.0

13.0

00

3.3

05.0

00

3.1

00.0

00

1.2

81.3

94.5

68

9.0

37.0

00

9.3

88.0

00

5.2

82.0

00

11.

036.

000

2.0

00.0

00

32KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A I’E

MBE

RDAY

AAN

PERE

MPU

AN 1

65.1

43.3

43

33KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

NDAY

AGUN

AAN

APAR

ATUR

NEG

ARA

247

.509

.082

34

BADA

N IN

TELI

JEN

NEGA

RA 1

.072

.616

.049

35

LEM

BAGA

SAND

I NEG

ARA

913

.941

.978

Lampiran

Lampiran - 1�

NOKE

MEN

TERI

AN /

LEM

BAGA

ANGG

ARAN

(dal

am R

ibu

Rupi

ah)

LAM

PUNG

BAB

EL

KEP

RIA

U DK

I JAK

ARTA

JABA

RJA

TENG

DIY

JA

TIM

BAN

TEN

3.2

68.8

57.3

23

970

.253

.468

1

.066

.511

.275

11

1.64

6.33

9.11

9 1

6.38

9.48

9.71

8 1

3.20

9.81

7.54

9 4

.091

.771

.514

16

.730

.893

.068

3.

554.

835.

208

36DE

WAN

KET

AHAN

AN N

ASIO

NAL

30.

180.

806

37BA

DAN

PUSA

T STA

TIST

IK 2

5.35

9.23

5 1

1.72

5.08

3 1

3.84

8.32

1 4

23.9

43.4

26

69.

034.

452

78.

736.

667

19.

558.

299

89.

854.

632

19.

029.

134

38KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PP

N / B

APPE

NAS

360

.498

.787

39

BADA

N PE

RTAN

AHAN

NAS

IONA

L 4

3.23

3.41

5 1

0.67

7.54

8 1

8.41

3.16

4 3

83.9

32.7

21

176

.513

.971

2

11.1

39.0

98

58.

589.

528

200

.439

.712

4

5.67

7.14

2 40

PERP

USTA

KAAN

NAS

IONA

L REP

UBLI

K IN

DONE

SIA

350

.000

1

67.8

83.0

17

17.

250.

000

1.0

50.0

00

350

.000

5

.864

.022

2

50.0

00

41DE

PART

EMEN

KOM

UNIK

ASI D

AN IN

FORM

ATIK

A 6

.331

.089

4

.478

.454

9

.015

.258

2

.142

.604

.745

2

3.74

3.55

9 2

5.11

5.95

3 4

9.22

4.43

5 1

5.49

7.53

7 6

.169

.380

42

KEPO

LISI

AN N

EGAR

A RE

PUBL

IK IN

DONE

SIA

335

.291

.317

1

3.88

6.51

6 1

10.8

65.5

10

6.1

93.6

94.5

92

1.3

70.7

12.1

16

1.4

27.5

36.3

89

383

.464

.876

1

.729

.175

.763

2

60.8

42.0

92

43BA

DAN

PENG

AWAS

OBA

T DAN

MAK

ANAN

9.2

88.3

37

235

.363

.643

1

1.26

4.85

9 1

1.66

3.60

8 1

0.11

7.59

2 1

2.65

2.14

9 44

LEM

BAGA

KET

AHAN

AN N

ASIO

NAL

151

.477

.917

45

BADA

N KO

ORDI

NASI

PEN

ANAM

AN M

ODAL

341

.854

.729

46

BADA

N NA

RKOT

IKA

NASI

ONAL

278

.203

.843

47

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PEM

BANG

UNAN

DAE

RAH

TERT

INGG

AL 6

57.9

74.7

81

48BA

DAN

KOOR

DINA

SI K

ELUA

RGA

BERE

NCAN

A NA

SION

AL 1

8.26

3.57

5 7

.767

.657

6

.700

.185

4

98.8

37.7

48

50.

038.

314

53.

740.

663

11.

690.

406

53.

401.

483

12.

988.

949

49KO

MIS

I NAS

IONA

L HAK

ASA

SI M

ANUS

IA 5

9.71

6.28

6 50

BADA

N M

ETEO

ROLO

GI D

AN G

EOFI

SIKA

24.

519.

417

3.7

82.6

76

9.6

64.4

84

337

.405

.185

8

.678

.201

1

0.29

0.18

1 1

.961

.011

1

4.20

2.06

8 2

4.48

1.35

5 51

KOM

ISI P

EMIL

IHAN

UM

UM 1

5.60

6.22

9 1

0.92

7.33

3 9

.773

.201

1

32.0

41.0

96

37.

120.

709

49.

389.

029

11.

815.

327

53.

707.

925

10.

407.

701

52M

AHKA

MAH

KON

STIT

USI R

I 1

96.7

56.1

31

53PU

SAT P

ELAP

ORAN

DAN

ANA

LISI

S TRA

NSAK

SI K

EUAN

GAN

98.

004.

497

54LE

MBA

GA IL

MU

PENG

ETAH

UAN

INDO

NESI

A 5

.894

.909

3

43.7

93.8

26

162

.446

.740

1

.900

.927

3

.260

.118

6

.113

.283

55

BADA

N TE

NAGA

NUK

LIR

NASI

ONAL

278

.501

.487

1

7.94

0.84

3 3

6.72

0.96

3 56

BADA

N PE

NGKA

JIAN

DAN

PENE

RAPA

N TE

KNOL

OGI

10.

313.

262

500

.668

.661

3

.169

.355

6

.383

.235

57

LEM

BAGA

PEN

ERBA

NGAN

DAN

ANT

ARIK

SA N

ASIO

NAL

163

.978

.568

2

6.85

1.03

2 1

.795

.587

58

BADA

N KO

ORDI

NASI

SURV

EY D

AN P

EMET

AAN

NASI

ONAL

252

.163

.842

59

BADA

N ST

ANDA

RISA

SI N

ASIO

NAL

66.

027.

632

60BA

DAN

PENG

AWAS

TENA

GA N

UKLI

R 6

3.20

3.45

2 61

LEM

BAGA

ADM

INIS

TRAS

I NEG

ARA

114

.957

.464

4

5.14

4.63

3 62

ARSI

P NA

SION

AL R

EPUB

LIK

INDO

NESI

A 1

45.0

00

145

.000

1

45.0

00

103

.628

.602

1

50.0

00

172

.000

1

45.0

00

150

.000

1

40.0

00

63BA

DAN

KEPE

GAW

AIAN

NEG

ARA

226

.411

.001

1

1.12

5.99

0 1

7.40

1.72

0 1

5.51

9.53

7 64

BADA

N PE

NGAW

ASAN

KEU

ANGA

N DA

N PE

MBA

NGUN

AN 9

.137

.905

2

54.7

60.8

43

49.

573.

900

18.

887.

717

30.

328.

339

24.

238.

182

65DE

PART

EMEN

PER

DAGA

NGAN

1.7

27.3

80

1.4

00.0

00

1.0

00.0

00

1.3

47.0

30.0

69

55.

538.

035

2.8

28.6

60

1.6

00.0

00

2.8

82.6

10

1.2

50.0

00

66KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

RU M

AHAN

RAK

YAT

532

.654

.422

67

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PEM

UDA

DAN

OLAH

RAG

A 3

.259

.896

2

.627

.188

1

.705

.728

5

50.6

74.0

75

5.6

18.4

76

6.3

27.8

28

3.3

39.4

75

5.2

75.2

00

2.5

96.7

00

68KO

MIS

I PEM

BERA

NTAS

AN K

ORUP

SI 2

47.6

60.2

00

69DE

WAN

PER

WAK

ILAN

DAE

RAH

(DPD

) 2

81.5

98.5

11

70KO

MIS

I YUD

ISIA

L RI

101

.909

.089

71

BADA

N KO

ORDI

NASI

NAS

IONA

L PEN

ANGA

NAN

BENC

ANA

61.

490.

202

72BA

DAN

REHA

BILI

TASI

DAN

REK

ONST

RUKS

I NAD

- NI

AS

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

1� - Lampiran

NOKE

MEN

TERI

AN /

LEM

BAGA

ANGG

ARAN

(da

lam

Rib

u Ru

piah

)BA

LI N

TB

NTT

K

ALBA

R K

ALTE

NG

KAL

SEL

KAL

TIM

SU

LUT

SULT

ENG

3.3

80.0

43.8

06

2.59

2.25

2.19

1 3

.460

.948

.986

3

.119

.944

.301

2

.749

.569

.327

2

.863

.829

.314

3.52

0.77

2.61

3 2

.978

.081

.411

2.

036.

086.

406

1M

AJEL

IS P

ERM

USYA

WAR

ATAN

RAK

YAT

2DE

WAN

PER

WAK

ILAN

RAK

YAT

3BA

DAN

PEM

ERIK

SA K

EUAN

GAN

14.

663.

517

15.

731.

326

8.7

02.6

01

6.6

52.6

59

12.

271.

501

21.

053.

646

4M

AHKA

MAH

AGU

NG 8

1.30

4.35

5 4

6.68

4.31

6 8

9.66

5.49

7 7

1.15

3.10

5 4

3.12

5.79

5 7

4.20

2.66

7 7

1.59

9.73

6 4

6.90

2.23

9 4

6.84

1.20

8 5

KEJA

KSAA

N AG

UNG

32.

961.

305

26.

766.

053

42.

127.

722

31.

849.

126

34.

057.

417

33.

784.

305

41.

758.

071

32.

427.

534

27.

594.

293

6SE

KRET

ARIA

T NEG

ARA

14.

603.

916

7DE

PART

EMEN

DAL

AM N

EGER

I 2

6.54

0.13

8 5

0.79

0.22

2 7

2.59

8.08

8 5

7.70

2.74

6 2

5.92

4.57

3 3

6.56

5.64

5 1

6.49

4.44

3 4

5.04

1.81

5 4

2.80

1.87

1 8

DEPA

RTEM

EN LU

AR N

EGER

I9

DEPA

RTEM

EN P

ERTA

HANA

N 2

37.7

19.3

81

87.

084.

332

184

.820

.219

2

67.0

01.4

48

53.

450.

258

143

.831

.157

2

33.2

74.2

86

118

.045

.011

6

1.15

4.11

3 10

DEPA

RTEM

EN H

UKUM

DAN

HAK

ASA

SI M

ANUS

IA R

I 7

4.53

0.34

4 4

0.51

7.64

2 7

7.00

5.13

2 7

9.08

1.33

1 4

3.41

6.05

4 6

7.74

4.78

8 8

1.08

5.37

5 6

8.88

4.87

8 4

5.07

5.09

5 11

DEPA

RTEM

EN K

EUAN

GAN

88.

980.

767

69.

022.

265

56.

051.

114

102

.224

.837

5

7.49

3.17

6 9

2.01

6.77

5 9

6.09

7.77

9 5

6.44

6.55

7 6

4.43

4.55

9 12

DEPA

RTEM

EN P

ERTA

NIAN

107

.121

.562

1

72.8

74.2

37

192

.889

.654

1

48.4

44.6

37

89.

662.

733

171

.499

.893

1

12.3

41.2

42

107

.615

.888

9

6.63

6.18

3 13

DEPA

RTEM

EN P

ERIN

DUST

RIAN

8.0

66.2

08

5.6

43.0

25

5.3

67.0

00

16.

329.

289

6.5

82.0

00

10.

836.

552

12.

971.

279

10.

713.

275

6.2

22.5

65

14DE

PART

EMEN

ENER

GI D

AN SU

MBE

R DA

Y A

MIN

ERAL

11.

454.

004

31.

145.

981

100

.721

.026

5

2.77

4.23

9 2

9.27

6.09

8 3

2.56

5.99

2 1

95.0

11.4

04

123

.558

.492

3

7.43

8.36

0 15

DEPA

RTEM

EN P

ERHU

BUNG

AN 8

1.35

0.40

6 5

7.98

9.08

7 2

41.8

35.7

61

84.

506.

232

171

.379

.102

6

1.72

0.87

7 2

41.3

71.3

26

212

.291

.622

1

22.0

42.9

59

16DE

PART

EMEN

PEN

DIDI

KAN

NASI

ONAL

667

.465

.967

5

48.5

61.2

08

650

.029

.636

5

65.0

99.8

29

326

.269

.565

4

92.7

36.4

06

537

.538

.554

5

95.0

30.8

67

395

.517

.847

17

DEPA

RTEM

EN K

ESEH

ATAN

273

.485

.978

1

51.7

74.3

89

165

.172

.324

2

00.9

37.1

06

136

.511

.802

1

27.1

15.2

84

142

.827

.924

2

67.9

12.6

83

124

.911

.551

18

DEPA

RTEM

EN A

GAM

A 1

09.6

96.7

29

272

.813

.092

1

60.4

77.0

54

167

.041

.909

1

66.2

53.0

82

311

.897

.459

1

53.3

45.7

00

128

.647

.253

1

49.5

19.0

22

19DE

PART

EMEN

TENA

GA K

ERJA

DAN

TRAN

SMIG

RASI

15.

874.

663

44.

134.

328

62.

506.

562

108

.727

.000

9

7.41

3.72

6 6

2.57

0.46

4 6

8.04

9.89

5 2

1.38

2.75

7 3

1.43

6.97

7 20

DEPA

RTEM

EN SO

SIAL

25.

306.

977

32.

053.

690

39.

782.

978

28.

445.

053

25.

461.

664

37.

957.

588

28.

226.

703

32.

616.

363

33.

875.

439

21DE

PART

EMEN

KEH

UTAN

AN 4

2.52

2.86

3 3

3.85

6.09

1 5

6.33

1.61

3 5

2.22

4.55

0 3

6.87

5.17

5 4

7.37

3.09

2 7

8.14

2.02

8 4

9.40

8.84

1 3

4.27

4.36

7 22

DEPA

RTEM

EN K

ELAU

TAN

DAN

PERI

KANA

N 5

0.72

8.35

6 4

2.25

5.34

3 4

3.22

6.08

6 5

8.47

4.10

3 2

0.33

2.00

9 3

1.08

6.46

7 2

7.38

2.24

6 6

9.41

5.77

6 3

1.60

2.01

3 23

DEPA

RTEM

EN P

EKER

JAAN

UM

UM 6

87.8

97.5

80

464

.414

.522

6

61.7

15.7

06

467

.113

.062

1

.004

.205

.717

5

40.6

91.1

83

826

.783

.022

5

00.8

03.6

99

299

.460

.196

24

KEM

ENTE

RIAN

KOO

RDIN

ATOR

BID

ANG

POLI

TIK

DAN

KEAM

ANAN

25KE

MEN

TERI

AN K

OORD

INAT

OR B

IDAN

G PE

REKO

NOM

IAN

26KE

MEN

TERI

AN K

OORD

INAT

OR B

IDAN

G KE

SEJA

HTER

AAN

RAKY

AT27

DEPA

RTEM

EN K

EBUD

AYAA

N DA

N PA

RIW

ISAT

A 3

9.48

3.60

0 2

.704

.062

1

.589

.996

3

.965

.337

28

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

BADA

N US

AHA

MIL

IK N

EGAR

A29

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

RISE

T DAN

TEKN

OLOG

I30

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

LING

KUNG

AN H

IDUP

11.

712.

748

7.7

92.2

40

31KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A KO

PERA

SI D

AN U

KM 6

.171

.000

9

.986

.000

6

.575

.000

5

.413

.000

3

.947

.000

5

.689

.000

5

.831

.000

5

.955

.000

4

.533

.000

32

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

I’EM

BERD

AYAA

N PE

REM

PUAN

33KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

NDAY

AGUN

AAN

APAR

ATUR

NEG

ARA

34BA

DAN

INTE

LIJE

N NE

GARA

35LE

MBA

GA SA

NDI N

EGAR

A

Lampiran

Lampiran - 1�

NOKE

MEN

TERI

AN /

LEM

BAGA

ANGG

ARAN

(da

lam

Rib

u Ru

piah

)BA

LI N

TB

NTT

K

ALBA

R K

ALTE

NG

KAL

SEL

KAL

TIM

SU

LUT

SULT

ENG

3.3

80.0

43.8

06

2.59

2.25

2.19

1 3

.460

.948

.986

3

.119

.944

.301

2

.749

.569

.327

2

.863

.829

.314

3.52

0.77

2.61

3 2

.978

.081

.411

2.

036.

086.

406

36DE

WAN

KET

AHAN

AN N

ASIO

NAL

37BA

DAN

PUSA

T STA

TIST

IK 2

1.06

4.31

1 1

9.18

3.26

4 3

1.50

7.75

0 2

2.85

3.98

0 2

0.75

5.56

9 2

5.85

4.06

5 2

6.06

4.04

1 1

7.96

1.58

6 1

8.59

8.90

6 38

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PPN

/ BAP

PENA

S39

BADA

N PE

RTAN

AHAN

NAS

IONA

L 4

4.19

4.98

0 3

3.95

7.56

4 3

4.06

8.17

5 4

3.97

6.63

7 3

3.87

8.50

6 4

4.75

3.27

6 4

1.10

2.18

5 2

7.14

4.85

2 2

5.48

5.57

3 40

PERP

USTA

KAAN

NAS

IONA

L REP

UBLI

K IN

DONE

SIA

300

.000

7

50.0

00

500

.000

3

00.0

00

350

.000

3

00.0

00

300

.000

3

00.0

00

350

.000

41

DEPA

RTEM

EN K

OMUN

IKAS

I DAN

INFO

RMAT

IKA

7.8

47.8

76

4.4

17.8

10

8.7

93.3

58

5.7

17.6

72

3.7

56.3

92

11.

618.

445

12.

414.

005

9.5

90.3

70

3.9

45.3

37

42KE

POLI

SIAN

NEG

ARA

REPU

BLIK

INDO

NESI

A 5

02.1

73.5

98

297

.685

.298

4

00.3

11.7

37

382

.779

.353

2

60.4

21.4

03

324

.557

.877

3

86.0

95.0

70

337

.002

.316

2

78.6

77.1

47

43BA

DAN

PENG

AWAS

OBA

T DAN

MAK

ANAN

8.8

08.9

11

7.7

82.9

50

5.6

08.4

26

6.9

10.1

86

7.0

62.1

16

7.0

90.8

33

8.2

66.6

91

9.1

31.5

93

7.1

91.3

72

44LE

MBA

GA K

ETAH

ANAN

NAS

IONA

L45

BADA

N KO

ORDI

NASI

PEN

ANAM

AN M

ODAL

46BA

DAN

NARK

OTIK

A NA

SION

AL47

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PEM

BANG

UNAN

DAE

RAH

TERT

INGG

AL48

BADA

N KO

ORDI

NASI

KEL

UARG

A BE

RENC

ANA

NASI

ONAL

12.

562.

684

14.

577.

221

16.

318.

015

14.

960.

805

12.

723.

878

15.

269.

977

11.

194.

524

13.

002.

036

12.

730.

090

49KO

MIS

I NAS

IONA

L HAK

ASA

SI M

ANUS

IA50

BADA

N M

ETEO

ROLO

GI D

AN G

EOFI

SIKA

11.

913.

762

4.8

82.1

15

17.

053.

120

27.

045.

169

5.4

96.0

19

2.9

61.7

75

6.8

09.3

89

8.4

84.9

89

5.1

44.3

29

51KO

MIS

I PEM

ILIH

AN U

MUM

13.

529.

097

13.

863.

597

23.

578.

021

17.

893.

493

19.

908.

757

18.

949.

125

18.

897.

625

13.

976.

097

15.

039.

229

52M

AHKA

MAH

KON

STIT

USI R

I53

PUSA

T PEL

APOR

AN D

AN A

NALI

SIS T

RANS

AKSI

KEU

ANGA

N54

LEM

BAGA

ILM

U PE

NGET

AHUA

N IN

DONE

SIA

6.2

01.9

44

1.0

92.3

94

994

.323

55

BADA

N TE

NAGA

NUK

LIR

NASI

ONAL

56BA

DAN

PENG

KAJIA

N DA

N PE

NERA

PAN

TEKN

OLOG

I 1

.952

.684

57

LEM

BAGA

PEN

ERBA

NGAN

DAN

ANT

ARIK

SA N

ASIO

NAL

1.8

36.0

60

58BA

DAN

KOOR

DINA

SI SU

RVEY

DAN

PEM

ETAA

N NA

SION

AL59

BADA

N ST

ANDA

RISA

SI N

ASIO

NAL

60BA

DAN

PENG

AWAS

TENA

GA N

UKLI

R61

LEM

BAGA

ADM

INIS

TRAS

I NEG

ARA

6.2

55.5

16

62AR

SIP

NASI

ONAL

REP

UBLI

K IN

DONE

SIA

154

.000

1

67.0

00

155

.000

1

55.0

00

160

.000

1

55.0

00

165

.000

1

70.0

00

170

.000

63

BADA

N KE

PEGA

WAI

AN N

EGAR

A 2

2.34

0.34

3 9

.588

.504

7

.296

.898

64

BADA

N PE

NGAW

ASAN

KEU

ANGA

N DA

N PE

MBA

NGUN

AN 1

1.79

8.73

2 8

.981

.212

7

.425

.951

8

.078

.048

7

.602

.418

8

.723

.848

8

.642

.805

65

DEPA

RTEM

EN P

ERDA

GANG

AN 2

.137

.520

1

.984

.555

1

.650

.000

1

.884

.865

1

.450

.000

1

.450

.000

2

.040

.395

2

.371

.070

1

.500

.000

66

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PERU

MAH

AN R

AKYA

T67

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PEM

UDA

DAN

OLAH

RAG

A 3

.421

.000

3

.542

.600

3

.526

.000

3

.227

.140

3

.267

.140

3

.074

.140

3

.370

.000

3

.811

.900

3

.240

.000

68

KOM

ISI P

EMBE

RANT

ASAN

KOR

UPSI

69DE

WAN

PER

WAK

ILAN

DAE

RAH

(DPD

)70

KOM

ISI Y

UDIS

IAL R

I71

BADA

N KO

ORDI

NASI

NAS

IONA

L PEN

ANGA

NAN

BENC

ANA

72BA

DAN

REHA

BILI

TASI

DAN

REK

ONST

RUKS

I NAD

- NI

AS

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

1� - Lampiran

NOKE

MEN

TERI

AN /

LEM

BAGA

ANGG

ARAN

(da

lam

Rib

u Ru

piah

) SU

LSEL

SU

LTRA

G

ORON

TALO

SU

LBAR

MAL

UKU

MAL

UT

IRJA

BAR

PAPU

A 6

.879

.667

.337

2

.056

.102

.955

1

.201

.020

.933

7

75.1

09.0

44

2.9

58.6

08.4

06

1.7

83.5

80.8

05

1.3

86.6

92.8

19

3.6

62.2

95.3

67

1M

AJEL

IS P

ERM

USYA

WAR

ATAN

RAK

YAT

2DE

WAN

PER

WAK

ILAN

RAK

YAT

3BA

DAN

PEM

ERIK

SA K

EUAN

GAN

11.

957.

960

8.3

78.6

05

9.4

47.6

82

9.7

93.8

26

19.

245.

972

4M

AHKA

MAH

AGU

NG 1

49.8

81.5

14

34.

339.

819

21.

748.

437

16.

342.

349

33.

752.

669

24.

719.

064

16.

721.

238

61.

393.

141

5KE

JAKS

AAN

AGUN

G 5

6.16

8.34

6 2

1.33

9.22

0 2

3.12

7.62

4 8

.648

.715

2

5.79

0.69

1 2

2.66

4.31

1 7

.002

.749

2

7.89

8.90

5 6

SEKR

ETAR

IAT N

EGAR

A7

DEPA

RTEM

EN D

ALAM

NEG

ERI

95.

619.

705

44.

622.

349

24.

369.

779

23.

540.

259

43.

048.

590

39.

131.

593

26.

661.

050

56.

903.

007

8DE

PART

EMEN

LUAR

NEG

ERI

9DE

PART

EMEN

PER

TAHA

NAN

495

.910

.695

6

1.61

1.21

9 2

6.89

9.81

6 2

4.75

1.24

3 2

71.1

95.6

99

48.

529.

737

120

.827

.785

5

00.0

87.3

90

10DE

PART

EMEN

HUK

UM D

AN H

AK A

SASI

MAN

USIA

RI

113

.239

.196

3

3.20

3.21

5 1

4.89

2.41

9 5

5.13

1.23

9 4

6.14

3.80

2 4

6.08

3.34

0 7

2.12

8.01

1 11

DEPA

RTEM

EN K

EUAN

GAN

125

.798

.474

2

6.45

9.20

2 2

2.15

5.76

9 7

.480

.956

3

7.50

1.06

7 2

6.58

9.93

3 3

4.11

3.80

9 9

5.43

0.45

7 12

DEPA

RTEM

EN P

ERTA

NIAN

339

.710

.653

1

00.4

35.4

58

88.

981.

234

54.

475.

560

97.

053.

764

86.

353.

575

63.

830.

307

106

.628

.812

13

DEPA

RTEM

EN P

ERIN

DUST

RIAN

39.

526.

504

5.7

03.4

35

3.0

00.0

00

2.8

50.0

00

13.

550.

809

6.3

00.0

00

3.6

00.0

00

5.5

00.0

00

14DE

PART

EMEN

ENER

GI D

AN SU

MBE

R DA

Y A

MIN

ERAL

262

.803

.259

2

9.58

6.77

8 2

8.29

2.45

4 2

.800

.000

7

3.71

4.36

7 4

8.05

9.08

9 3

.125

.887

4

0.77

5.31

7 15

DEPA

RTEM

EN P

ERHU

BUNG

AN 3

79.2

33.3

16

89.

236.

896

60.

041.

233

34.

654.

740

312

.431

.610

1

71.7

39.8

52

173

.631

.751

4

34.3

01.9

56

16DE

PART

EMEN

PEN

DIDI

KAN

NASI

ONAL

.350

.830

.766

4

49.8

88.8

50

211

.242

.219

12

3.13

6.10

4 5

25.5

92.1

50

251

.994

.777

1

59.5

91.5

93

429

.573

.910

17

DEPA

RTEM

EN K

ESEH

ATAN

489

.074

.478

1

17.5

04.9

12

53.

614.

153

73.

048.

081

122

.156

.139

1

28.8

95.8

99

87.

340.

953

208

.923

.305

18

DEPA

RTEM

EN A

GAM

A 6

40.4

68.6

91

165

.158

.030

1

03.3

99.5

15

62.

021.

495

166

.330

.386

1

33.3

70.2

91

49.

628.

594

134

.244

.249

19

DEPA

RTEM

EN TE

NAGA

KER

JA D

AN TR

ANSM

IGRA

SI 9

8.60

7.47

4 5

4.37

1.72

3 2

8.32

1.45

4 2

6.87

8.22

0 5

4.51

0.61

1 7

8.84

9.93

9 4

0.43

4.23

7 3

1.47

7.99

5 20

DEPA

RTEM

EN SO

SIAL

49.

075.

320

28.

300.

079

22.

860.

587

11.

367.

763

40.

130.

152

41.

698.

406

18.

001.

316

39.

779.

717

21DE

PART

EMEN

KEH

UTAN

AN 9

7.46

6.75

8 2

7.72

3.89

5 1

0.00

8.84

9 3

.165

.242

4

1.02

9.12

6 9

.629

.781

4

2.06

7.50

1 5

2.90

8.71

5 22

DEPA

RTEM

EN K

ELAU

TAN

DAN

PERI

KANA

N 8

3.28

9.06

4 5

9.33

6.83

2 2

7.91

2.79

5 1

2.97

0.00

0 1

23.9

77.6

09

52.

472.

207

46.

783.

844

51.

831.

046

23DE

PART

EMEN

PEK

ERJA

AN U

MUM

992

.714

.571

3

53.4

91.9

75

246

.914

.194

18

6.16

7.63

5 4

62.4

13.5

87

310

.170

.332

2

61.8

93.3

47

609

.963

.048

24

KEM

ENTE

RIAN

KOO

RDIN

ATOR

BID

ANG

POLI

TIK

DAN

KEAM

ANAN

25KE

MEN

TERI

AN K

OORD

INAT

OR B

IDAN

G PE

REKO

NOM

IAN

26KE

MEN

TERI

AN K

OORD

INAT

OR B

IDAN

G KE

SEJA

HTER

AAN

RAKY

AT27

DEPA

RTEM

EN K

EBUD

AYAA

N DA

N PA

RIW

ISAT

A 2

6.77

6.75

1 2

4.00

8.66

4 1

4.00

0.00

0 3

.736

.423

28

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

BADA

N US

AHA

MIL

IK N

EGAR

A29

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

RISE

T DAN

TEKN

OLOG

I30

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

LING

KUNG

AN H

IDUP

15.

909.

319

1.8

00.0

00

4.5

00.0

00

31KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A KO

PERA

SI D

AN U

KM 1

2.38

8.00

0 4

.835

.000

2

.703

.000

2

.010

.000

2

5.00

0.00

0 1

0.00

0.00

0 2

.996

.000

6

.156

.000

32

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

I’EM

BERD

AYAA

N PE

REM

PUAN

33KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

NDAY

AGUN

AAN

APAR

ATUR

NEG

ARA

34BA

DAN

INTE

LIJE

N NE

GARA

35LE

MBA

GA SA

NDI N

EGAR

A

Lampiran

Lampiran - 17

NOKE

MEN

TERI

AN /

LEM

BAGA

ANGG

ARAN

(da

lam

Rib

u Ru

piah

) SU

LSEL

SU

LTRA

G

ORON

TALO

SU

LBAR

MAL

UKU

MAL

UT

IRJA

BAR

PAPU

A 6

.879

.667

.337

2

.056

.102

.955

1

.201

.020

.933

7

75.1

09.0

44

2.9

58.6

08.4

06

1.7

83.5

80.8

05

1.3

86.6

92.8

19

3.6

62.2

95.3

67

36DE

WAN

KET

AHAN

AN N

ASIO

NAL

37BA

DAN

PUSA

T STA

TIST

IK 3

7.88

4.60

3 1

9.52

8.90

1 1

1.28

9.36

6 1

1.50

1.61

2 1

5.18

3.47

5 1

1.91

0.01

9 1

8.18

9.70

6 2

9.30

9.13

5 38

KEM

ENTE

RIAN

NEG

ARA

PPN

/ BAP

PENA

S39

BADA

N PE

RTAN

AHAN

NAS

IONA

L 6

8.60

7.08

8 3

1.12

5.06

1 1

1.77

5.28

5 1

6.43

0.87

5 2

3.00

4.96

3 1

1.92

2.57

9 1

4.28

4.19

9 2

9.51

7.98

2 40

PERP

USTA

KAAN

NAS

IONA

L REP

UBLI

K IN

DONE

SIA

5.6

50.0

00

350

.000

2

50.0

00

250

.000

3

50.0

00

250

.000

3

00.0

00

41DE

PART

EMEN

KOM

UNIK

ASI D

AN IN

FORM

ATIK

A 1

2.82

8.99

5 5

.138

.700

5

.221

.456

7

.293

.333

1

6.28

9.13

9 1

0.95

2.46

1 42

KEPO

LISI

AN N

EGAR

A RE

PUBL

IK IN

DONE

SIA

672

.875

.945

2

32.3

83.1

29

129

.781

.247

5

1.44

2.04

7 2

73.0

11.4

38

139

.854

.175

1

04.1

90.4

05

472

.225

.704

43

BADA

N PE

NGAW

AS O

BAT D

AN M

AKAN

AN 1

1.30

3.13

5 7

.184

.718

7

.287

.250

2

.500

.000

9

.351

.475

44

LEM

BAGA

KET

AHAN

AN N

ASIO

NAL

45BA

DAN

KOOR

DINA

SI P

ENAN

AMAN

MOD

AL 2

.750

.000

46

BADA

N NA

RKOT

IKA

NASI

ONAL

47KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

MBA

NGUN

AN D

AERA

H TE

RTIN

GGAL

48BA

DAN

KOOR

DINA

SI K

ELUA

RGA

BERE

NCAN

A NA

SION

AL 2

2.93

2.59

4 1

2.26

7.64

6 7

.095

.221

6

.958

.129

9

.835

.960

8

.630

.053

7

.495

.401

1

2.96

3.92

9 49

KOM

ISI N

ASIO

NAL H

AK A

SASI

MAN

USIA

50BA

DAN

MET

EORO

LOGI

DAN

GEO

FISI

KA 1

3.31

3.93

9 4

.730

.960

2

.073

.758

7

17.3

50

10.

578.

027

5.1

11.2

87

10.

569.

880

39.

376.

022

51KO

MIS

I PEM

ILIH

AN U

MUM

32.

186.

445

15.

254.

229

8.5

87.0

69

8.5

91.0

69

12.

376.

465

12.

806.

965

14.

344.

097

29.

084.

662

52M

AHKA

MAH

KON

STIT

USI R

I53

PUSA

T PEL

APOR

AN D

AN A

NALI

SIS T

RANS

AKSI

KEU

ANGA

N54

LEM

BAGA

ILM

U PE

NGET

AHUA

N IN

DONE

SIA

12.

846.

225

776

.004

55

BADA

N TE

NAGA

NUK

LIR

NASI

ONAL

56BA

DAN

PENG

KAJIA

N DA

N PE

NERA

PAN

TEKN

OLOG

I57

LEM

BAGA

PEN

ERBA

NGAN

DAN

ANT

ARIK

SA N

ASIO

NAL

3.8

36.5

63

4.9

05.4

99

58BA

DAN

KOOR

DINA

SI SU

RVEY

DAN

PEM

ETAA

N NA

SION

AL59

BADA

N ST

ANDA

RISA

SI N

ASIO

NAL

60BA

DAN

PENG

AWAS

TENA

GA N

UKLI

R61

LEM

BAGA

ADM

INIS

TRAS

I NEG

ARA

35.

236.

196

62AR

SIP

NASI

ONAL

REP

UBLI

K IN

DONE

SIA

155

.000

1

65.0

00

173

.000

1

45.0

00

170

.000

1

73.0

00

181

.500

1

81.5

00

63BA

DAN

KEPE

GAW

AIAN

NEG

ARA

13.

354.

293

13.

890.

213

64BA

DAN

PENG

AWAS

AN K

EUAN

GAN

DAN

PEM

BANG

UNAN

14.

201.

897

6.6

02.7

89

7.2

91.6

59

13.

492.

405

65DE

PART

EMEN

PER

DAGA

NGAN

3.7

72.8

30

2.1

79.3

30

1.4

50.0

00

1.0

50.0

00

13.

000.

000

15.

000.

000

1.6

50.0

00

2.6

00.0

00

66KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

RU M

AHAN

RAK

YAT

67KE

MEN

TERI

AN N

EGAR

A PE

MUD

A DA

N OL

AH R

AGA

5.0

77.0

00

3.6

65.0

00

2.8

39.0

00

1.7

14.6

00

4.0

63.0

00

3.3

21.0

00

1.6

58.5

04

4.4

81.0

00

68KO

MIS

I PEM

BERA

NTAS

AN K

ORUP

SI69

DEW

AN P

ERW

AKIL

AN D

AERA

H (D

PD)

70KO

MIS

I YUD

ISIA

L RI

71BA

DAN

KOOR

DINA

SI N

ASIO

NAL P

ENAN

GANA

N BE

NCAN

A72

BADA

N RE

HABI

LITA

SI D

AN R

EKON

STRU

KSI N

AD -

NIAS

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

1� - Lampiran

Lampiran �

PenetaPan alokasi Dana Bagi hasilsUmBerDaya alam PertamBangan UmUm

tahUn anggaran 2007UntUk kaBUPaten/kota se-inDonesia

(dalam rupiah)

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 )

I Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

32.400.000 29.772.720 62.172.720

1 Kab. Aceh Barat 648.000 9.785.088 10.433.088

2 Kab. Aceh Besar 12.960.000 1.599.360 14.559.360

3 Kab. Aceh Selatan 648.000 648.000

4 Kab. Aceh Singkil 648.000 559.488 1.207.488

5 Kab. Aceh Tengah 648.000 648.000

6 Kab. Aceh Tenggara 648.000 648.000

7 Kab. Aceh Timur 648.000 648.000

8 Kab. Aceh Utara 648.000 648.000

9 Kab. Bireun 648.000 648.000

10 Kab. Aceh Pidie 648.000 11.874.240 12.522.240

11 Kab. Simeulue 648.000 648.000

12 Kota Banda Aceh 648.000 648.000

13 Kota Sabang 648.000 648.000

14 Kota Langsa 648.000 648.000

15 Kota Lhokseumawe 648.000 648.000

16 Kab. Nagan Raya 648.000 648.000

17 Kab. Aceh Jaya 648.000 648.000

18 Kab. Aceh Barat Daya 648.000 648.000

19 Kab. Gayo Lues 648.000 648.000

20 Kab. Aceh Tamiang 648.000 648.000

21 Kab. Bener Meriah 648.000 648.000

Prov. Nanggroe Aceh Darussalam 6.480.000 5.954.544 12.434.544

II Provinsi Sumatera Utara 0 713.762.840 713.762.840

22 Kab. Asahan

23 Kab. Dairi 78.143.808 78.143.808

24 Kab. Deli Serdang

25 Kab. Tanah Karo

26 Kab. Labuhan Batu

27 Kab. Langkat

28 Kab. Mandailing Natal 172.944.288 172.944.288

29 Kab. Nias

30 Kab. Simalungun

Lampiran

Lampiran - 1�

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

31 Kab. Tapanuli Selatan 163.804.992 163.804.992

32 Kab. Tapanuli Tengah 78.239.040 78.239.040

33 Kab. Tapanuli Utara 35.354.880 35.354.880

34 Kab. Toba Samosir

35 Kota Binjai

36 Kota Medan

37 Kota Pematang Siantar

38 Kota Sibolga

39 Kota Tanjung Balai

40 Kota Tebing Tinggi

41 Kota Padang Sidempuan 29.536.800 29.536.800

42 Kab. Pakpak Bharat 2.898.624 2.898.624

43 Kab. Nias Selatan

44 Kab. Humbang Hasundutan 10.087.840 10.087.840

45 Kab. Serdang Berdagai

46 Kab. Samosir

Prov. Sumatera Utara 142.752.568 142.752.568

III Provinsi Sumatera Barat 3.247.018.668 448.026.564 3.695.045.232

47 Kab. Limapuluh Kota 72.155.970 4.128.000 76.283.970

48 Kab. Agam 72.155.970 72.155.970

49 Kab. Kepulauan Mentawai 72.155.970 72.155.970

50 Kab. Padang Pariaman 72.155.970 72.155.970

51 Kab. Pasaman 72.155.970 1.113.600 73.269.570

52 Kab. Pesisir Selatan 72.155.970 27.720.000 99.875.970

53 Kab. Sawahlunto Sijunjung 126.555.970 64.746.384 191.302.354

54 Kab. Solok 72.155.970 1.874.912 74.030.882

55 Kab. Tanah Datar 72.155.970 72.155.970

56 Kota Bukit Tinggi 72.155.970 72.155.970

57 Kota Padang Panjang 72.155.970 72.155.970

58 Kota Padang 72.155.970 72.155.970

59 Kota Payakumbuh 72.155.970 72.155.970

60 Kota Sawahlunto 1.244.407.467 255.238.355 1.499.645.822

61 Kota Solok 72.155.970 72.155.970

62 Kota Pariaman 72.155.970 72.155.970

63 Kab. Pasaman Barat 72.155.970 72.155.970

64 Kab. Dharmasraya 72.155.970 3.600.000 75.755.970

65 Kab. Solok Selatan 72.155.970 72.155.970

Prov. Sumatera Barat 649.403.734 89.605.313 739.009.046

IV Provinsi Riau 7.307.200.000 1.193.993.520 8.501.193.520

66 Kab. Bengkalis 292.288.000 54.810.880 347.098.880

67 Kab. Indragiri Hilir 292.288.000 10.654.080 302.942.080

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

20 - Lampiran

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

68 Kab. Indragiri Hulu 1.979.680.000 256.261.152 2.235.941.152

69 Kab. Kampar 292.288.000 58.343.040 350.631.040

70 Kab. Kuantan Singingi 1.028.128.000 298.263.808 1.326.391.808

71 Kab. Pelalawan 292.288.000 255.725.856 548.013.856

72 Kab. Rokan Hilir 292.288.000 292.288.000

73 Kab. Rokan Hulu 292.288.000 5.120.000 297.408.000

74 Kab. Siak 499.648.000 16.016.000 515.664.000

75 Kota Dumai 292.288.000 292.288.000

76 Kota Pekanbaru 292.288.000 292.288.000

Prov. Riau 1.461.440.000 238.798.704 1.700.238.704

V Provinsi Riau Kepulauan 28.842.600.000 830.398.535 29.672.998.535

77 Kab. Bintan 4.211.985.000 58.712.000 4.270.697.000

78 Kab. Natuna 2.390.673.000 2.390.673.000

79 Kab. Karimun 8.500.113.000 237.404.256 8.737.517.256

80 Kota Batam 2.390.673.000 2.390.673.000

81 Kota Tanjung Pinang 2.390.673.000 2.390.673.000

82 Kab. Lingga 2.869.713.000 26.496.000 2.896.209.000

Provinsi Kepulauan Riau 6.088.770.000 507.786.279 6.596.556.279

VI Provinsi Jambi 4.687.200.000 569.375.897 5.256.575.897

83 Kab. Batanghari 208.320.000 96.364.320 304.684.320

84 Kab. Bungo 1.874.880.000 86.451.182 1.961.331.182

85 Kab. Kerinci 208.320.000 208.320.000

86 Kab. Merangin 208.320.000 154.214.400 362.534.400

87 Kab. Muaro Jambi 208.320.000 208.320.000

88 Kab. Sarolangun 208.320.000 73.422.496 281.742.496

89 Kab. Tanjung Jabung Barat 208.320.000 20.728.320 229.048.320

90 Kab. Tanjung Jabung Timur 208.320.000 208.320.000

91 Kab. Tebo 208.320.000 24.320.000 232.640.000

92 Kota Jambi 208.320.000 208.320.000

Provinsi Jambi 937.440.000 113.875.179 1.051.315.179

VII Provinsi Sumatera Selatan 90.180.000.000 2.383.359.187 92.563.359.187

93 Kab. Lahat 8.259.057.231 238.704.032 8.497.761.263

94 Kab. Musi Banyuasin 2.774.769.231 441.945.452 3.216.714.683

95 Kab. Musi Rawas 2.774.769.231 256.977.600 3.031.746.831

96 Kab. Muara Enim 30.587.712.000 469.426.931 31.057.138.931

97 Kab. Ogan Komering Ilir 2.774.769.231 2.774.769.231

98 Kab. Ogan Komering Ulu 2.774.769.231 308.813.440 3.083.582.671

99 Kota Palembang 2.774.769.231 2.774.769.231

100 Kota Pagar Alam 2.774.769.231 2.774.769.231

101 Kota Lubuk Linggau 2.774.769.231 2.774.769.231

102 Kota Prabumulih 2.774.769.231 2.774.769.231

Lampiran

Lampiran - 21

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

103 Kab. Banyuasin 2.774.769.231 132.908.086 2.907.677.317

104 Kab. Ogan Ilir 2.774.769.231 2.774.769.231

105 Kab. OKU Timur 2.774.769.231 57.911.808 2.832.681.039

106 Kab. OKU Selatan 2.774.769.231 2.774.769.231

Provinsi Sumatera Selatan 18.036.000.000 476.671.837 18.512.671.837

VIII Provinsi Bangka Belitung 104.520.000.000 9.848.890.348 114.368.890.348

107 Kab. Bangka 14.194.861.314 2.254.288.000 16.449.149.314

108 Kab. Belitung 7.920.000.000 317.338.080 8.237.338.080

109 Kota Pangkal Pinang 6.968.000.000 76.768.000 7.044.768.000

110 Kab. Bangka Selatan 18.284.832.701 1.585.752.758 19.870.585.459

111 Kab. Bangka Tengah 16.533.094.307 1.202.308.800 17.735.403.107

112 Kab. Bangka Barat 11.291.211.679 1.394.376.000 12.685.587.679

113 Kab. Belitung Timur 8.424.000.000 1.048.280.640 9.472.280.640

Provinsi Bangka Belitung 20.904.000.000 1.969.778.070 22.873.778.070

IX Provinsi Bengkulu 2.371.500.000 366.590.028 2.738.090.028

114 Kab. Bengkulu Selatan 118.575.000 17.996.502 136.571.502

115 Kab. Bengkulu Utara 675.180.000 138.632.480 813.812.480

116 Kab. Rejang Lebong 118.575.000 6.996.480 125.571.480

117 Kota Bengkulu 118.575.000 118.575.000

118 Kab. Kaur 118.575.000 10.638.739 129.213.739

119 Kab. Seluma 391.995.000 115.679.821 507.674.821

120 Kab. Mukomuko 118.575.000 118.575.000

121 Kab. Lebong 118.575.000 118.575.000

122 Kab. Kepahiang 118.575.000 3.328.000 121.903.000

Provinsi Bengkulu 474.300.000 73.318.006 547.618.006

X Provinsi Lampung 15.750.000 322.861.272 338.611.272

123 Kab. Lampung Barat 700.000 26.069.760 26.769.760

124 Kab. Lampung Selatan 4.966.667 11.742.400 16.709.067

125 Kab. Lampung Tengah 700.000 700.000

126 Kab. Lampung Utara 700.000 700.000

127 Kab. Lampung Timur 700.000 700.000

128 Kab. Tanggamus 2.033.333 215.918.138 217.951.471

129 Kab. Tulang Bawang 700.000 700.000

130 Kab. Way Kanan 700.000 4.558.720 5.258.720

131 Kota Bandar Lampung 700.000 700.000

132 Kota Metro 700.000 700.000

Provinsi Lampung 3.150.000 64.572.254 67.722.254

XI Provinsi DKI Jakarta

XII Provinsi Jawa Barat 15.630.260.026 268.868.453 15.899.128.479

133 Kab. Bandung 260.504.334 10.173.227 270.677.560

134 Kab. Bekasi 260.504.334 260.504.334

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

22 - Lampiran

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

135 Kab. Bogor 6.251.690.010 116.230.880 6.367.920.890

136 Kab. Ciamis 260.504.334 260.504.334

137 Kab. Cianjur 260.504.334 27.857.920 288.362.254

138 Kab. Cirebon 260.504.334 260.504.334

139 Kab. Garut 260.504.334 21.754.368 282.258.702

140 Kab. Indramayu 260.504.334 260.504.334

141 Kab. Karawang 260.504.334 260.504.334

142 Kab. Kuningan 260.504.334 260.504.334

143 Kab. Majalengka 260.504.334 260.504.334

144 Kab. Purwakarta 260.504.334 1.568.000 262.486.334

145 Kab. Subang 260.504.334 260.504.334

146 Kab. Sukabumi 260.504.334 35.694.400 296.198.734

147 Kab. Sumedang 260.504.334 260.504.334

148 Kab. Tasikmalaya 260.504.334 1.815.968 262.320.302

149 Kota Bandung 260.504.334 260.504.334

150 Kota Bekasi 260.504.334 260.504.334

151 Kota Bogor 260.504.334 260.504.334

152 Kota Cirebon 260.504.334 260.504.334

153 Kota Depok 260.504.334 260.504.334

154 Kota Sukabumi 260.504.334 260.504.334

155 Kota Cimahi 260.504.334 260.504.334

156 Kota Tasikmalaya 260.504.334 260.504.334

157 Kota Banjar 260.504.334 260.504.334

Provinsi Jawa Barat 3.126.052.005 53.773.691 3.179.825.696

XIII Provinsi Banten 476.621.392 15.370.800 491.992.192

158 Kab. Lebak 190.648.557 11.439.040 202.087.597

159 Kab. Pandeglang 38.129.711 857.600 38.987.311

160 Kab. Serang 38.129.711 38.129.711

161 Kab. Tangerang 38.129.711 38.129.711

162 Kota Cilegon 38.129.711 38.129.711

163 Kota Tangerang 38.129.711 38.129.711

Provinsi Banten 95.324.278 3.074.160 98.398.438

XIV Provinsi Jawa Tengah 585.900.000 30.849.000 616.749.000

164 Kab. Banjarnegara 6.892.941 6.892.941

165 Kab. Banyumas 6.892.941 6.892.941

166 Kab. Batang 6.892.941 6.892.941

167 Kab. Blora 6.892.941 6.892.941

168 Kab. Boyolali 6.892.941 6.892.941

169 Kab. Brebes 6.892.941 6.892.941

170 Kab. Cilacap 17.724.706 3.933.440 21.658.146

171 Kab. Demak 6.892.941 6.892.941

Lampiran

Lampiran - 2�

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

172 Kab. Grobogan 6.892.941 6.892.941

173 Kab. Jepara 6.892.941 6.892.941

174 Kab. Karanganyar 6.892.941 6.892.941

175 Kab. Kebumen 6.892.941 6.892.941

176 Kab. Kendal 6.892.941 6.892.941

177 Kab. Klaten 6.892.941 6.892.941

178 Kab. Kudus 6.892.941 6.892.941

179 Kab. Magelang 6.892.941 6.892.941

180 Kab. Pati 6.892.941 6.892.941

181 Kab. Pekalongan 6.892.941 6.892.941

182 Kab. Pemalang 6.892.941 6.892.941

183 Kab. Purbalingga 6.892.941 6.892.941

184 Kab. Purworejo 223.528.235 20.745.760 244.273.995

185 Kab. Rembang 6.892.941 6.892.941

186 Kab. Semarang 6.892.941 6.892.941

187 Kab. Sragen 6.892.941 6.892.941

188 Kab. Sukoharjo 6.892.941 6.892.941

189 Kab. Tegal 6.892.941 6.892.941

190 Kab. Temanggung 6.892.941 6.892.941

191 Kab. Wonogiri 6.892.941 6.892.941

192 Kab. Wonosobo 6.892.941 6.892.941

193 Kota Magelang 6.892.941 6.892.941

194 Kota Pekalongan 6.892.941 6.892.941

195 Kota Salatiga 6.892.941 6.892.941

196 Kota Semarang 6.892.941 6.892.941

197 Kota Surakarta 6.892.941 6.892.941

198 Kota Tegal 6.892.941 6.892.941

Provinsi Jawa Tengah 117.180.000 6.169.800 123.349.800

XV Provinsi DI Yogyakarta 32.145.120 32.145.120

199 Kab. Bantul

200 Kab. Gunung Kidul

201 Kab. Kulon Progo 25.716.096 25.716.096

202 Kab. Sleman

203 Kota Yogyakarta

Provinsi D.I.Yogyakarta 6.429.024 6.429.024

XVI Provinsi Jawa Timur 268.943.360 164.418.520 433.361.880

204 Kab. Bangkalan 2.907.496 2.907.496

205 Kab. Banyuwangi 14.022.739 427.520 14.450.259

206 Kab. Blitar 2.907.496 2.907.496

207 Kab. Bojonegoro 2.907.496 2.907.496

208 Kab. Bondowoso 2.907.496 2.907.496

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

2� - Lampiran

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

209 Kab. Gresik 2.907.496 2.907.496

210 Kab. Jember 2.907.496 57.871.296 60.778.792

211 Kab. Jombang 78.752.685 16.321.120 95.073.805

212 Kab. Kediri 2.907.496 2.907.496

213 Kab. Lamongan 2.907.496 2.907.496

214 Kab. Lumajang 2.907.496 8.070.400 10.977.896

215 Kab. Madiun 2.907.496 2.907.496

216 Kab. Magetan 2.907.496 2.907.496

217 Kab. Malang 2.907.496 2.907.496

218 Kab. Mojokerto 2.907.496 2.907.496

219 Kab. Nganjuk 2.907.496 2.907.496

220 Kab. Ngawi 2.907.496 2.907.496

221 Kab. Pacitan 2.907.496 2.907.496

222 Kab. Pamekasan 2.907.496 2.907.496

223 Kab. Pasuruan 15.985.560 23.436.160 39.421.720

224 Kab. Ponorogo 2.907.496 8.339.200 11.246.696

225 Kab. Probolinggo 2.907.496 2.907.496

226 Kab. Sampang 2.907.496 2.907.496

227 Kab. Sidoarjo 2.907.496 2.907.496

228 Kab. Situbondo 2.907.496 2.907.496

229 Kab. Sumenep 2.907.496 2.907.496

230 Kab. Trenggalek 75.388.473 17.069.120 24.607.967

231 Kab. Tuban 2.907.496 2.907.496

232 Kab. Tulungagung 2.907.496 2.907.496

233 Kota Blitar 2.907.496 2.907.496

234 Kota Kediri 2.907.496 2.907.496

235 Kota Madiun 2.907.496 2.907.496

236 Kota Malang 2.907.496 2.907.496

237 Kota Mojokerto 2.907.496 2.907.496

238 Kota Pasuruan 2.907.496 2.907.496

239 Kota Probolinggo 2.907.496 2.907.496

240 Kota Surabaya 2.907.496 2.907.496

241 Kota Batu 2.907.496 2.907.496

Provinsi Jawa Timur 53.788.672 32.883.704 86.672.376

XVII Provinsi Kalimantan Barat 675.000.000 2.538.274.680 9.288.274.680

242 Kab. Bengkayang 245.454.545 43.825.376 289.279.921

243 Kab. Landak 245.454.545 245.454.545

244 Kab. Kapuas Hulu 245.454.545 40.960.000 286.414.545

245 Kab. Ketapang 2.209.090.909 1.047.840.384 3.256.931.293

246 Kab. Pontianak 245.454.545 245.454.545

247 Kab. Sambas 245.454.545 46.771.360 292.225.905

Lampiran

Lampiran - 2�

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

248 Kab. Sanggau 736.363.636 623.945.600 1.360.309.236

249 Kab. Sintang 245.454.545 212.877.024 458.331.569

250 Kota Pontianak 245.454.545 245.454.545

251 Kota Singkawang 245.454.545 245.454.545

252 Kab. Sekadau 245.454.545 6.400.000 251.854.545

253 Kab. Melawi 245.454.545 8.000.000 253.454.545

Provinsi Kalimantan Barat 1.350.000.000 507.654.936 1.857.654.936

XVIII Provinsi Kalimantan Tengah 20.406.060.000 3.416.190.063 23.822.250.063

254 Kab. Barito Selatan 627.878.769 138.384.243 766.263.012

255 Kab. Barito Utara 627.878.769 529.057.472 1.156.936.241

256 Kab. Kapuas 627.878.769 157.235.459 785.114.228

257 Kab. Kotawaringin Barat 960.186.462 26.710.304 986.896.766

258 Kab. Kotawaringin Timur 627.878.769 1.635.840 629.514.609

259 Kota Palangkaraya 627.878.769 21.176.064 649.054.833

260 Kab. Barito Timur 627.878.769 45.347.663 673.226.433

261 Kab. Murung Raya 7.750.362.462 1.336.823.280 9.087.185.741

262 Kab. Pulang Pisau 627.878.769 627.878.769

263 Kab. Gunung Mas 627.878.769 275.568.349 903.447.118

264 Kab. Lamandau 627.878.769 59.752.960 687.631.729

265 Kab. Sukamara 627.878.769 627.878.769

266 Kab. Katingan 707.632.615 126.547.072 834.179.687

267 Kab. Seruyan 627.878.769 14.713.344 642.592.113

Provinsi Kalimantan Tengah 4.081.212.000 683.238.013 4.764.450.013

XIX Provinsi Kalimantan Selatan 460.489.960.000 5.070.693.174 465.560.653.174

268 Kab. Banjar 29.586.825.625 374.805.984 29.961.631.609

269 Kab. Barito Kuala 15.349.665.333 15.349.665.333

270 Kab. Hulu Sungai Selatan 17.833.558.437 36.107.200 17.869.665.637

271 Kab. Hulu Sungai Tengah 15.349.665.333 10.008.288 15.359.673.621

272 Kab. Hulu Sungai Utara 15.349.665.333 15.349.665.333

273 Kab. Kota Baru 52.876.430.030 1.565.791.603 54.442.221.633

274 Kab. Tabalong 38.267.566.053 351.212.640 38.618.778.693

275 Kab. Tanah Laut 43.959.151.455 428.265.606 44.387.417.061

276 Kab. Tapin 20.913.643.938 191.505.088 21.105.149.026

277 Kota Banjar Baru 16.331.745.333 123.111.168 16.454.856.501

278 Kota Banjarmasin 15.349.665.333 15.349.665.333

279 Kab. Balangan 38.534.964.613 348.027.368 38.882.991.981

280 Kab. Tanah Bumbu 48.689.421.182 627.719.594 49.317.140.776

Provinsi Kalimantan Selatan 92.097.992.000 1.014.138.635 93.112.130.635

XX Provinsi Kalimantan Timur 1.156.529.400.000 8.940.042.333 1.165.469.442.333

281 Kab. Berau 63.778.160.000 815.081.952 64.593.241.952

282 Kab. Bulungan 38.796.500.000 215.189.120 39.011.689.120

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

2� - Lampiran

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

283 Kab. Kutai Kartanegara 91.997.568.624 1.689.294.074 93.686.862.698

284 Kab. Kutai Barat 85.909.060.000 588.869.155 86.497.929.155

285 Kab. Kutai Timur*) 269.994.500.000 2.285.181.766 272.279.681.766

286 Kab. Malinau 39.287.540.000 58.993.600 39.346.533.600

287 Kab. Nunukan 44.757.180.000 166.738.240 44.923.918.240

288 Kab. Pasir 83.903.980.000 1.082.656.967 84.986.636.967

289 Kota Balikpapan 38.550.980.000 38.550.980.000

290 Kota Bontang 38.550.980.000 2.042.726 38.553.022.726

291 Kota Samarinda 52.185.911.376 179.986.266 52.365.897.642

292 Kota Tarakan 38.550.980.000 38.550.980.000

293 Kab. Penajam Paser Utara 38.960.180.000 68.000.000 39.028.180.000

Provinsi Kalimantan Timur 231.305.880.000 1.788.008.467 233.093.888.467

XXI Provinsi Sulawesi Utara 1.733.617.852 1.477.551.932 3.211.169.783

294 Kab. Bolaang Mongondow 693.447.141 1.082.135.792 1.775.582.933

295 Kab. Minahasa 86.680.893 86.680.893

296 Kab. Sangihe 86.680.893 86.680.893

297 Kota Bitung 86.680.893 2.795.268 89.476.160

298 Kota Manado 86.680.893 116.600 86.680.893

299 Kab. Kepulauan Talaud 86.680.893 86.680.893

300 Kab. Minahasa Selatan 86.680.893 40.515.264 127.196.157

301 Kota Tomohon 86.680.893 86.680.893

302 Kab. Minahasa Utara 86.680.893 56.478.622 143.159.515

Provinsi Sulawesi Utara 346.723.570 295.510.386 642.233.957

XXII Provinsi Gorontalo 77.690.956 77.690.956

303 Kab. Boalemo 3.136.000 3.136.000

304 Kab. Gorontalo 14.925.837 14.925.837

305 Kota Gorontalo

306 Kab. Pohuwato 11.887.632 11.887.632

307 Kab. Bone Bolango 32.203.296 32.203.296

Provinsi Gorontalo 15.538.191 15.538.191

XXIII Provinsi Sulawesi Tengah 398.994.924 398.994.924

308 Kab. Banggai

309 Kab. Banggai Kepulauan

310 Kab. Buol 5.196.096 5.196.096

311 Kab. Toli-Toli 15.668.640 15.668.640

312 Kab. Donggala 16.722.144 16.722.144

313 Kab. Morowali 222.479.808 222.479.808

314 Kab. Poso

315 Kota Palu 52.524.579 52.524.579

316 Kab. Parigi Moutong 38.604.672 38.604.672

317 Kab. Tojo Una Una

Provinsi Sulawesi Tengah 79.798.985 79.798.985

Lampiran

Lampiran - 27

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

XXIV Provinsi Sulawesi Selatan 110.452.340.424 1.019.341.704 111.471.682.128

318 Kab. Bantaeng 2.008.224.371 2.008.224.371

319 Kab. Barru 2.008.224.371 2.008.224.371

320 Kab. Bone 2.008.224.371 5.888.000 2.014.112.371

321 Kab. Bulukumba 2.008.224.371 2.008.224.371

322 Kab. Enrekang 2.008.224.371 5.953.190 2.014.177.562

323 Kab. G o w a 2.008.224.371 2.008.224.371

324 Kab. Jeneponto 2.008.224.371 5.740.800 2.013.965.171

325 Kab. Luwu 2.008.224.371 48.666.528 2.056.890.899

326 Kab. Luwu Utara 2.008.224.371 36.406.464 2.044.630.835

327 Kab. M a r o s 2.008.224.371 2.008.224.371

328 Kab. Pangkajene Kepulauan 2.008.224.371 2.008.224.371

329 Kab. Pinrang 2.008.224.371 2.008.224.371

330 Kab. Selayar 2.008.224.371 2.008.224.371

331 Kab. Sidenreng Rappang 2.008.224.371 23.757.408 2.031.981.779

332 Kab. Sinjai 2.008.224.371 2.008.224.371

333 Kab. Soppeng 2.008.224.371 2.008.224.371

334 Kab. Takalar 2.008.224.371 11.406.131 2.019.630.503

335 Kab. Tana Toraja 2.008.224.371 2.008.224.371

336 Kab. Wajo 2.008.224.371 1.662.394 2.009.886.765

337 Kota Pare-pare 2.008.224.371 2.008.224.371

338 Kota Makassar 2.008.224.371 2.008.224.371

339 Kota Palopo 2.008.224.371 2.008.224.371

340 Kab. Luwu Timur 44.180.936.170 675.992.448 44.856.928.618

Provinsi Sulawesi Selatan 22.090.468.085 203.868.341 22.294.336.426

XXV Provinsi Sulawesi Barat

341 Kab. Majene

342 Kab. Mamuju

343 Kab. Polewali Mandar

344 Kab. Mamasa

345 Kab. Mamuju Utara

Provinsi Sulawesi Barat

XXVI Provinsi Sulawesi Tenggara 34.773.285.558 735.759.200 35.509.044.758

346 Kab. Buton 1.545.479.358 25.006.016 1.570.485.374

347 Kab. Konawe 1.545.479.358 121.764.672 1.667.244.030

348 Kab. Kolaka 13.909.314.223 259.318.592 14.168.632.815

349 Kab. Muna 1.545.479.358 1.545.479.358

350 Kota Kendari 1.545.479.358 1.545.479.358

351 Kota Bau-bau 1.545.479.358 1.545.479.358

352 Kab. Konawe Selatan 1.545.479.358 82.238.784 1.627.718.142

353 Kab. Bombana 1.545.479.358 19.814.208 1.565.293.566

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

2� - Lampiran

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

354 Kab. Wakatobi 1.545.479.358 1.545.479.358

355 Kab. Kolaka Utara 1.545.479.358 80.465.088 1.625.944.446

Provinsi Sulawesi Tenggara 6.954.657.112 147.151.840 7.101.808.952

XXVII Provinsi Bali

356 Kab. Badung

357 Kab. Bangli

358 Kab. Buleleng

359 Kab. Gianyar

360 Kab. Jembrana

361 Kab. Karangasem

362 Kab. Klungkung

363 Kab. Tabanan

364 Kota Denpasar

Provinsi Bali

XXVIII Provinsi Nusa Tenggara Barat 135.356.664.000 2.111.995.760 137.468.659.760

365 Kab. Bima 6.767.833.200 21.332.416 6.789.165.616

366 Kab. Dompu 6.767.833.200 105.149.952 6.872.983.152

367 Kab. Lombok Barat 6.767.833.200 6.767.833.200

368 Kab. Lombok Tengah 6.767.833.200 6.767.833.200

369 Kab. Lombok Timur 6.767.833.200 6.767.833.200

370 Kab. Sumbawa 6.767.833.200 644.958.720 7.412.791.920

371 Kota Mataram 6.767.833.200 6.767.833.200

372 Kota Bima 6.767.833.200 6.767.833.200

373 Kab. Sumbawa Barat 54.142.665.600 918.155.520 55.060.821.120

Provinsi Nusa Tenggara Barat 27.071.332.800 422.399.152 27.493.731.952

XXIX Provinsi Nusa Tenggara Timur 182.000.000 44.928.800 226.928.800

374 Kab. Alor 4.853.333 4.853.333

375 Kab. Belu 4.853.333 4.853.333

376 Kab. Ende 4.853.333 4.853.333

377 Kab. Flores Timur 4.853.333 4.853.333

378 Kab. Kupang 4.853.333 4.853.333

379 Kab. Lembata 4.853.333 4.853.333

380 Kab. Manggarai 72.800.000 29.629.440 102.429.440

381 Kab. Ngada 4.853.333 4.853.333

382 Kab. Sikka 4.853.333 4.853.333

383 Kab. Sumba Barat 4.853.333 4.853.333

384 Kab. Sumba Timur 4.853.333 4.853.333

385 Kab. Timor Tengah Selatan 4.853.333 4.853.333

386 Kab. Timor Tengah Utara 4.853.333 4.853.333

387 Kota Kupang 4.853.333 4.853.333

388 Kab. Rote Ndao 4.853.333 4.853.333

Lampiran

Lampiran - 2�

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

389 Kab. Manggarai Barat 4.853.333 6.313.600 11.166.933

Provinsi Nusa Tenggara Timur 36.400.000 8.985.760 45.385.760

XXX Provinsi Maluku 9.062.400 9.062.400

390 Kab. Maluku Tenggara Barat 4.209.920 4.209.920

391 Kab. Maluku Tengah

392 Kab. Maluku Tenggara 3.040.000 3.040.000

393 Kab. Pulau Buru

394 Kota Ambon

395 Kab. Seram Bagian Barat

396 Kab. Seram Bagian Timur

397 Kab. Kepulauan Aru

Provinsi Maluku 1.812.480 1.812.480

XXXI Provinsi Maluku Utara 88.080.076.705 1.283.732.181 89.363.808.886

398 Kab. Halmahera Tengah 5.281.756.218 195.513.553 5.477.269.771

399 Kab. Halmahera Barat 5.033.147.240 5.033.147.240

400 Kota Ternate 5.033.147.240 5.033.147.240

401 Kab. Halmahera Timur 30.175.821.247 685.681.152 30.861.502.399

402 Kota Tidore Kepulauan 5.033.147.240 5.033.147.240

403 Kab. Kepulauan Sula 5.033.147.240 5.033.147.240

404 Kab. Halmahera Selatan 5.033.147.240 1.544.320 5.034.691.560

405 Kab. Halmahera Utara 9.840.747.697 144.246.720 9.984.994.417

Provinsi Maluku Utara 17.616.015.341 256.746.436 17.872.761.777

XXXII Provinsi Papua 531.055.444.800 2.772.065.880 533.827.510.680

406 Kab. Biak Numfor 11.180.114.627 11.180.114.627

407 Kab. Jayapura 11.180.114.627 24.507.360 11.204.621.987

408 Kab. Jayawijaya 11.180.114.627 71.801.952 11.251.916.579

409 Kab. Merauke 11.180.114.627 11.180.114.627

410 Kab. Mimika 212.422.177.920 480.252.000 212.902.429.920

411 Kab. Nabire 11.180.114.627 447.367.200 11.627.481.827

412 Kab. Paniai 11.180.114.627 495.887.904 11.676.002.531

413 Kab. Puncak Jaya 11.180.114.627 81.810.240 11.261.924.867

414 Kab. Yapen Waropen 11.180.114.627 11.180.114.627

415 Kota Jayapura 11.180.114.627 11.180.114.627

416 Kab. Sarmi 11.180.114.627 315.283.392 11.495.398.019

417 Kab. Keerom 11.180.114.627 116.584.800 11.296.699.427

418 Kab. Yahukimo 11.180.114.627 11.180.114.627

419 Kab. Pegunungan Bintang 11.180.114.627 11.180.114.627

420 Kab. Tolikara 11.180.114.627 121.215.456 11.301.330.083

421 Kab. Boven Digoel 11.180.114.627 11.180.114.627

422 Kab. Mappi 11.180.114.627 11.180.114.627

423 Kab. Asmat 11.180.114.627 11.180.114.627

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�0 - Lampiran

no Provinsi/kaBUPaten/kota royalti lanDrent JUmlah DBh

424 Kab. Waropen 11.180.114.627 692.942.400 11.243.057.027

425 Kab. Supiori 11.180.114.627 11.180.114.627

Provinsi Papua 106.211.088.960 544.413.176 106.765.502.136

XXXIII Provinsi Irian Jaya Barat 281.941.776 281.941.776

426 Kab. Sorong

427 Kab. Manokwari

428 Kab. Fak Fak

429 Kota Sorong

430 Kab. Sorong Selatan

431 Kab. Raja Ampat 11.727.821 11.727.821

432 Kab. Teluk Bintuni

433 Kab. Teluk Wondama

434 Kab. Kaimana 213.825.600 213.825.600

Provinsi Irian Jaya Barat 56.388.355 56.388.355

Total Nasional 2.803.974.242.784 47.396.948.567 2.851.371.191.351

Lampiran

Lampiran - �1

Lampiran �

rinCian Dana alokasi UmUm Daerah Provinsi Dan kaBUPaten/kota*)

tahUn 2007

(dalam ribuan rupiah)

no Daerah JUmlah

i Provinsi nanggroe aceh Darussalam 487,934,000

1 Kab. Aceh Barat 267,201,000

2 Kab. Aceh Besar 335,436,000

3 Kab. Aceh Selatan 277,663,000

4 Kab. Aceh Singkil 206,859,000

5 Kab. Aceh Tengah 274,186,000

6 Kab. Aceh Tenggara 252,480,000

7 Kab. Aceh Timur 285,679,000

8 Kab. Aceh Utara 203,868,000

9 Kab. Bireun 345,885,000

10 Kab. Aceh Pidie 431,940,000

11 Kab. Simeulue 184,733,000

12 Kota Banda Aceh 308,839,000

13 Kota Sabang 171,896,000

14 Kota Langsa 193,579,000

15 Kota Lhokseumawe 211,310,000

16 Kab. Nagan Raya 221,841,000

17 Kab. Aceh Jaya 191,893,000

18 Kab. Aceh Barat Daya 200,729,000

19 Kab. Gayo Lues 200,632,000

20 Kab. Aceh Tamiang 213,428,000

21 Kab. Bener Meriah 198,360,000

ii Provinsi sumatera Utara 657,357,000

1 Kab. Asahan 546,637,000

2 Kab. Dairi 304,080,000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�2 - Lampiran

no Daerah JUmlah

3 Kab. Deli Serdang 708,480,000

4 Kab. Tanah Karo 373,637,000

5 Kab. Labuhan Batu 536,778,000

6 Kab. Langkat 545,650,000

7 Kab. Mandailing Natal 338,364,000

8 Kab. Nias 343,779,000

9 Kab. Simalungun 586,985,000

10 Kab. Tapanuli Selatan 501,085,000

11 Kab. Tapanuli Tengah 259,019,000

12 Kab. Tapanuli Utara 320,942,000

13 Kab. Toba Samosir 239,982,000

14 Kota Binjai 254,241,000

15 Kota Medan 748,707,000

16 Kota Pematang Siantar 278,407,000

17 Kota Sibolga 184,634,000

18 Kota Tanjung Balai 197,642,000

19 Kota Tebing Tinggi 200,708,000

20 Kota Padang Sidempuan 225,865,000

21 Kab. Pakpak Bharat 145,900,000

22 Kab. Nias Selatan 231,315,000

23 Kab. Humbang Hasundutan 234,493,000

24 Kab. Serdang Berdagai 344,516,000

25 Kab. Samosir 202,774,000

iii Provinsi sumatera Barat 546,332,000

1 Kab. Limapuluh Koto 344,547,000

2 Kab. Agam 377,132,000

3 Kab. Kepulauan Mentawai 236,058,000

4 Kab. Padang Pariaman 352,452,000

5 Kab. Pasaman 263,891,000

6 Kab. Pesisir Selatan 380,657,000

7 Kab. Sawahlunto Sijunjung 243,480,000

8 Kab. Solok 325,791,000

Lampiran

Lampiran - ��

no Daerah JUmlah

9 Kab. Tanah Datar 334,472,000

10 Kota Bukit Tinggi 211,433,000

11 Kota Padang Panjang 169,805,000

12 Kota Padang 565,100,000

13 Kota Payakumbuh 205,435,000

14 Kota Sawahlunto 167,833,000

15 Kota Solok 182,247,000

16 Kota Pariaman 194,522,000

17 Kab. Pasaman Barat 271,069,000

18 Kab. Dharmasraya 218,596,000

19 Kab. Solok Selatan 188,488,000

iv Provinsi riau 277,659,000

1 Kab. Bengkalis 206,723,000

2 Kab. Indragiri Hilir 368,790,000

3 Kab. Indragiri Hulu 235,911,000

4 Kab. Kampar 241,850,000

5 Kab. Kuantan Singingi 272,524,000

6 Kab. Pelalawan 188,874,000

7 Kab. Rokan Hilir 91,848,000

8 Kab. Rokan Hulu 198,579,000

9 Kab. Siak 95,609,000

10 Kota Dumai 124,459,000

11 Kota Pekanbaru 327,161,000

v Provinsi riau kepulauan 333,333,000

1 Kab. Bintan 152,286,000

2 Kab. Natuna 159,405,000

3 Kab. Karimun 224,259,000

4 Kota Batam 219,300,000

5 Kota Tanjung Pinang 206,735,000

6 Kab. Lingga 161,174,000

vi Provinsi Jambi 415,018,000

1 Kab. Batanghari 237,751,000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no Daerah JUmlah

2 Kab. Bungo 302,950,000

3 Kab. Kerinci 356,557,000

4 Kab. Merangin 310,445,000

5 Kab. Muaro Jambi 244,321,000

6 Kab. Sarolangun 240,533,000

7 Kab. Tanjung Jabung Barat 230,642,000

8 Kab. Tanjung Jabung Timur 205,866,000

9 Kab. Tebo 253,907,000

10 Kota Jambi 335,549,000

vii Provinsi sumatera selatan 510,197,000

1 Kab. Lahat 370,487,000

2 Kab. Musi Banyuasin 190,145,000

3 Kab. Musi Rawas 410,612,000

4 Kab. Muara Enim 335,566,000

5 Kab. Ogan Komering Ilir 462,135,000

6 Kab. Ogan Komering Ulu 296,154,000

7 Kota Palembang 659,611,000

8 Kota Pagar Alam 163,339,000

9 Kota Lubuk Linggau 191,501,000

10 Kota Prabumulih 161,515,000

11 Kab. Banyuasin 384,981,000

12 Kab. Ogan Ilir 260,428,000

13 Kab. OKU Timur 326,475,000

14 Kab. OKU Selatan 224,738,000

viii Provinsi Bangka Belitung 319,357,000

1 Kab. Bangka 240,378,000

2 Kab. Belitung 218,195,000

3 Kota Pangkal Pinang 216,914,000

4 Kab. Bangka Selatan 190,478,000

5 Kab. Bangka Tengah 169,892,000

6 Kab. Bangka Barat 188,769,000

7 Kab. Belitung Timur 192,853,000

Lampiran

Lampiran - ��

no Daerah JUmlah

iX Provinsi Bengkulu 405,858,000

1 Kab. Bengkulu Selatan 242,370,000

2 Kab. Bengkulu Utara 341,399,000

3 Kab. Rejang Lebong 291,055,000

4 Kota Bengkulu 311,197,000

5 Kab. Kaur 174,316,000

6 Kab. Seluma 209,887,000

7 Kab. Mukomuko 200,305,000

8 Kab. Lebong 183,357,000

9 Kab. Kepahiang 190,558,000

X Provinsi lampung 509,656,000

1 Kab. Lampung Barat 288,264,000

2 Kab. Lampung Selatan 600,921,000

3 Kab. Lampung Tengah 599,805,000

4 Kab. Lampung Utara 395,803,000

5 Kab. Lampung Timur 487,543,000

6 Kab. Tanggamus 495,346,000

7 Kab. Tulang Bawang 400,619,000

8 Kab. Way Kanan 274,211,000

9 Kota Bandar Lampung 464,191,000

10 Kota Metro 202,405,000

Xi Provinsi Dki Jakarta 119,943,000

Xii Provinsi Jawa Barat 933,436,000

1 Kab. Bandung 1,351,912,000

2 Kab. Bekasi 430,417,000

3 Kab. Bogor 962,196,000

4 Kab. Ciamis 775,730,000

5 Kab. Cianjur 757,052,000

6 Kab. Cirebon 730,886,000

7 Kab. Garut 911,801,000

8 Kab. Indramayu 610,891,000

9 Kab. Karawang 622,602,000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no Daerah JUmlah

10 Kab. Kuningan 544,045,000

11 Kab. Majalengka 555,540,000

12 Kab. Purwakarta 366,484,000

13 Kab. Subang 560,645,000

14 Kab. Sukabumi 759,683,000

15 Kab. Sumedang 551,711,000

16 Kab. Tasikmalaya 718,561,000

17 Kota Bandung 827,608,000

18 Kota Bekasi 522,199,000

19 Kota Bogor 355,776,000

20 Kota Cirebon 304,470,000

21 Kota Depok 381,095,000

22 Kota Sukabumi 285,095,000

23 Kota Cimahi 270,848,000

24 Kota Tasikmalaya 369,950,000

25 Kota Banjar 273,232,000

Xiii Provinsi Banten 330,597,000

1 Kab. Lebak 507,639,000

2 Kab. Pandeglang 524,411,000

3 Kab. Serang 605,720,000

4 Kab. Tangerang 693,643,000

5 Kota Cilegon 223,328,000

6 Kota Tangerang 376,145,000

Xiv Provinsi Jawa tengah 1,050,732,000

1 Kab. Banjarnegara 452,544,000

2 Kab. Banyumas 654,154,000

3 Kab. Batang 362,659,000

4 Kab. Blora 447,775,000

5 Kab. Boyolali 528,505,000

6 Kab. Brebes 657,982,000

7 Kab. Cilacap 743,064,000

8 Kab. Demak 438,288,000

Lampiran

Lampiran - �7

no Daerah JUmlah

9 Kab. Grobogan 563,699,000

10 Kab. Jepara 461,230,000

11 Kab. Karanganyar 459,156,000

12 Kab. Kebumen 585,365,000

13 Kab. Kendal 453,755,000

14 Kab. Klaten 694,207,000

15 Kab. Kudus 421,953,000

16 Kab. Magelang 548,521,000

17 Kab. Pati 559,748,000

18 Kab. Pekalongan 411,159,000

19 Kab. Pemalang 530,443,000

20 Kab. Purbalingga 416,181,000

21 Kab. Purworejo 471,735,000

22 Kab. Rembang 361,876,000

23 Kab. Semarang 455,990,000

24 Kab. Sragen 513,575,000

25 Kab. Sukoharjo 460,662,000

26 Kab. Tegal 550,407,000

27 Kab. Temanggung 389,124,000

28 Kab. Wonogiri 556,874,000

29 Kab. Wonosobo 389,671,000

30 Kota Magelang 235,917,000

31 Kota Pekalongan 235,899,000

32 Kota Salatiga 212,614,000

33 Kota Semarang 586,736,000

34 Kota Surakarta 374,501,000

35 Kota Tegal 220,303,000

Xv Provinsi Di yogyakarta 437,379,000

1 Kab. Bantul 524,293,000

2 Kab. Gunung Kidul 459,851,000

3 Kab. Kulon Progo 374,760,000

4 Kab. Sleman 543,065,000

5 Kota Yogyakarta 365,042,000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no Daerah JUmlah

Xvi Provinsi Jawa timur 1,091,155,000

1 Kab. Bangkalan 430,851,000

2 Kab. Banyuwangi 698,228,000

3 Kab. Blitar 587,733,000

4 Kab. Bojonegoro 552,361,000

5 Kab. Bondowoso 397,430,000

6 Kab. Gresik 452,286,000

7 Kab. Jember 861,126,000

8 Kab. Jombang 532,595,000

9 Kab. Kediri 635,830,000

10 Kab. Lamongan 540,603,000

11 Kab. Lumajang 479,591,000

12 Kab. Madiun 421,464,000

13 Kab. Magetan 451,962,000

14 Kab. Malang 880,921,000

15 Kab. Mojokerto 450,454,000

16 Kab. Nganjuk 539,899,000

17 Kab. Ngawi 493,983,000

18 Kab. Pacitan 371,997,000

19 Kab. Pamekasan 410,702,000

20 Kab. Pasuruan 532,901,000

21 Kab. Ponorogo 490,926,000

22 Kab. Probolinggo 484,750,000

23 Kab. Sampang 370,902,000

24 Kab. Sidoarjo 588,073,000

25 Kab. Situbondo 383,831,000

26 Kab. Sumenep 492,667,000

27 Kab. Trenggalek 431,681,000

28 Kab. Tuban 470,385,000

29 Kab. Tulungagung 564,916,000

30 Kota Blitar 194,040,000

31 Kota Kediri 350,377,000

Lampiran

Lampiran - ��

no Daerah JUmlah

32 Kota Madiun 238,456,000

33 Kota Malang 417,300,000

34 Kota Mojokerto 212,039,000

35 Kota Pasuruan 203,153,000

36 Kota Probollinggo 225,555,000

37 Kota Surabaya 639,590,000

38 Kota Batu 188,025,000

Xvii Provinsi kalimantan Barat 610,890,000

1 Kab. Bengkayang 262,219,000

2 Kab. Landak 319,568,000

3 Kab. Kapuas Hulu 458,779,000

4 Kab. Ketapang 588,702,000

5 Kab. Pontianak 485,795,000

6 Kab. Sambas 395,227,000

7 Kab. Sanggau 389,605,000

8 Kab. Sintang 488,394,000

9 Kota Pontianak 369,581,000

10 Kota Singkawang 237,907,000

11 Kab. Sekadau 216,970,000

12 Kab. Melawi 256,154,000

Xviii Provinsi kalimantan tengah 571,290,000

1 Kab. Barito Selatan 290,368,000

2 Kab. Barito Utara 282,513,000

3 Kab. Kapuas 434,371,000

4 Kab. Kotawaringin Barat 328,975,000

5 Kab. Kotawaringin Timur 399,216,000

6 Kota Palangkaraya 299,830,000

7 Kab. Barito Timur 233,714,000

8 Kab. Murung Raya 352,655,000

9 Kab. Pulang Pisau 263,522,000

10 Kab. Gunung Mas 273,756,000

11 Kab. Lamandau 231,480,000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�0 - Lampiran

no Daerah JUmlah

12 Kab. Sukamara 239,689,000

13 Kab. Katingan 349,098,000

14 Kab. Seruyan 300,900,000

XiX Provinsi kalimantan selatan 427,994,000

1 Kab. Banjar 339,303,000

2 Kab. Barito Kuala 263,669,000

3 Kab. Hulu Sungai Selatan 267,283,000

4 Kab. Hulu Sungai Tengah 263,020,000

5 Kab. Hulu Sungai Utara 218,943,000

6 Kab. Kota Baru 313,543,000

7 Kab. Tabalong 226,888,000

8 Kab. Tanah Laut 252,597,000

9 Kab. Tapin 233,526,000

10 Kota Banjar Baru 190,679,000

11 Kota Banjarmasin 361,095,000

12 Kab. Balangan 160,641,000

13 Kab. Tanah Bumbu 224,935,000

XX Provinsi kalimantan timur 235,743,000

1 Kab. Berau 295,970,000

2 Kab. Bulungan 204,324,000

3 Kab. Kutai Kartanegara 297,814,000

4 Kab. Kutai Barat 331,974,000

5 Kab. Kutai Timur 273,571,000

6 Kab. Malinau 370,745,000

7 Kab. Nunukan 141,814,000

8 Kab. Pasir 173,168,000

9 Kota Balikpapan 179,471,000

10 Kota Bontang 75,718,000

11 Kota Samarinda 288,805,000

12 Kota Tarakan 72,991,000

13 Kab. Penajam Paser Utara 52,632,000

Lampiran

Lampiran - �1

no Daerah JUmlah

XXi Provinsi sulawesi Utara 447,037,000

1 Kab. Bolaang Mongondow 427,184,000

2 Kab. Minahasa 337,027,000

3 Kab. Sangihe 306,399,000

4 Kota Bitung 243,233,000

5 Kota Manado 374,754,000

6 Kab. Kepulauan Talaud 221,981,000

7 Kab. Minahasa Selatan 303,705,000

8 Kota Tomohon 182,495,000

9 Kab. Minahasa Utara 227,809,000

XXii Provinsi gorontalo 291,394,000

1 Kab. Boalemo 174,613,000

2 Kab. Gorontalo 335,122,000

3 Kota Gorontalo 230,813,000

4 Kab. Pohuwato 192,720,000

5 Kab. Bone Bolango 196,016,000

XXiii Provinsi sulawesi tengah 502,129,000

1 Kab. Banggai 387,407,000

2 Kab. Banggai Kepulauan 236,725,000

3 Kab. Buol 219,916,000

4 Kab. Toli-Toli 274,713,000

5 Kab. Donggala 451,257,000

6 Kab. Morowali 343,480,000

7 Kab. Poso 330,252,000

8 Kota Palu 320,761,000

9 Kab. Parigi Moutong 323,158,000

10 Kab. Tojo Una Una 218,426,000

XXiv Provinsi sulawesi selatan 599,508,000

1 Kab. Bantaeng 206,737,000

2 Kab. Barru 229,246,000

3 Kab. Bone 494,234,000

4 Kab. Bulukumba 332,719,000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�2 - Lampiran

no Daerah JUmlah

5 Kab. Enrekang 230,254,000

6 Kab. G o w a 379,657,000

7 Kab. Jeneponto 280,676,000

8 Kab. Luwu 289,606,000

9 Kab. Luwu Utara 268,664,000

10 Kab. M a r o s 286,004,000

11 Kab. Pangkajene Kepulauan 266,302,000

12 Kab. Pinrang 313,755,000

13 Kab. Selayar 217,506,000

14 Kab. Sidenreng Rappang 265,277,000

15 Kab. Sinjai 255,440,000

16 Kab. Soppeng 292,386,000

17 Kab. Takalar 264,008,000

18 Kab. Tana Toraja 362,625,000

19 Kab. Wajo 305,940,000

20 Kota Pare-pare 208,125,000

21 Kota Makassar 583,842,000

22 Kota Palopo 202,459,000

23 Kab. Luwu Timur 216,885,000

XXv Provinsi sulawesi Barat 279,253,000

1 Kab. Majene 221,772,000

2 Kab. Mamuju 313,748,000

3 Kab. Polewali Mandar 301,085,000

4 Kab. Mamasa 188,531,000

5 Kab. Mamuju Utara 163,409,000

XXvi Provinsi sulawesi tenggara 461,841,000

1 Kab. Buton 290,634,000

2 Kab. Konawe 404,024,000

3 Kab. Kolaka 339,571,000

4 Kab. Muna 374,261,000

5 Kota Kendari 286,250,000

6 Kota Bau-bau 229,205,000

Lampiran

Lampiran - ��

no Daerah JUmlah

7 Kab. Konawe Selatan 275,125,000

8 Kab. Bombana 193,896,000

9 Kab. Wakatobi 181,345,000

10 Kab. Kolaka Utara 207,298,000

XXvii Provinsi Bali 436,533,000

1 Kab. Badung 263,808,000

2 Kab. Bangli 233,791,000

3 Kab. Buleleng 468,732,000

4 Kab. Gianyar 347,800,000

5 Kab. Jembrana 278,583,000

6 Kab. Karangasem 313,036,000

7 Kab. Klungkung 247,321,000

8 Kab. Tabanan 371,722,000

9 Kota Denpasar 331,448,000

XXviii Provinsi nusa tenggara Barat 447,658,000

1 Kab. Bima 374,364,000

2 Kab. Dompu 262,090,000

3 Kab. Lombok Barat 420,874,000

4 Kab. Lombok Tengah 445,821,000

5 Kab. Lombok Timur 522,757,000

6 Kab. Sumbawa 365,080,000

7 Kota Mataram 287,589,000

8 Kota Bima 204,865,000

9 Kab. Sumbawa Barat 147,770,000

XXiX Provinsi nusa tenggara timur 553,589,000

1 Kab. Alor 256,249,000

2 Kab. Belu 344,589,000

3 Kab. Ende 278,452,000

4 Kab. Flores Timur 271,659,000

5 Kab. Kupang 382,802,000

6 Kab. Lembata 188,166,000

7 Kab. Manggarai 348,963,000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no Daerah JUmlah

8 Kab. Ngada 278,275,000

9 Kab. Sikka 279,124,000

10 Kab. Sumba Barat 302,572,000

11 Kab. Sumba Timur 293,655,000

12 Kab. Timor Tengah Selatan 355,802,000

13 Kab. Timor Tengah Utara 258,755,000

14 Kota Kupang 277,705,000

15 Kab. Rote Ndao 182,910,000

16 Kab. Manggarai Barat 206,094,000

XXX Provinsi maluku 476,048,000

1 Kab. Maluku Tenggara Barat 374,271,000

2 Kab. Maluku Tengah 500,035,000

3 Kab. Maluku Tenggara 243,635,000

4 Kab. Pulau Buru 250,617,000

5 Kota Ambon 318,722,000

6 Kab. Seram Bagian Barat 256,229,000

7 Kab. Seram Bagian Timur 170,543,000

8 Kab. Kepulauan Aru 191,940,000

XXXi Provinsi maluku Utara 370,724,000

1 Kab. Halmahera Tengah 193,844,000

2 Kab. Halmahera Barat 191,424,000

3 Kota Ternate 244,043,000

4 Kab. Halmahera Timur 197,485,000

5 Kota Tidore Kepulauan 206,550,000

6 Kab. Kepulauan Sula 233,404,000

7 Kab. Halmahera Selatan 271,379,000

8 Kab. Halmahera Utara 240,244,000

XXXii Provinsi Papua 876,295,000

1 Kab. Biak Numfor 309,850,000

2 Kab. Jayapura 422,740,000

3 Kab. Jayawijaya 356,119,000

4 Kab. Merauke 607,522,000

Lampiran

Lampiran - ��

no Daerah JUmlah

5 Kab. Mimika 221,664,000

6 Kab. Nabire 402,255,000

7 Kab. Paniai 410,794,000

8 Kab. Puncak Jaya 361,492,000

9 Kab. Yapen Waropen 251,360,000

10 Kota Jayapura 322,303,000

11 Kab. Sarmi 461,469,000

12 Kab. Keerom 270,045,000

13 Kab. Yahukimo 356,889,000

14 Kab. Pegunungan Bintang 324,659,000

15 Kab. Tolikara 277,690,000

16 Kab. Boven Digoel 398,819,000

17 Kab. Mappi 373,497,000

18 Kab. Asmat 376,173,000

19 Kab. Waropen 299,579,000

20 Kab. Supiori 182,311,000

XXXiii Provinsi irian Jaya Barat 464,871,000

1 Kab. Sorong 261,519,000

2 Kab. Manokwari 377,745,000

3 Kab. Fak Fak 333,914,000

4 Kota Sorong 240,153,000

5 Kab. Sorong Selatan 383,109,000

6 Kab. Raja Ampat 264,871,000

7 Kab. Teluk Bintuni 287,441,000

8 Kab. Teluk Wondama 209,232,000

9 Kab. Kaimana 336,312,000

total Provinsi 16,478,740,000

total kabupaten / kota 148,308,660,000

total nasional 164,787,400,000

*) Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2006, Tanggal 18 Desember 2006

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

Lampiran �

Dana PenyesUaian DaU tahUn 2007

(dalam ribu rupiah)

no Daerah Jumlah

1 Provinsi DKI Jakarta 653,081,500

2 Provinsi Kalimantan Timur 21,365,200

3 Provinsi Gorontalo 99,996,500

4 Kota Kediri 8,754,900

5 Kab. Minahasa Utara 6,023,500

6 Kab. Sinjai 29,262,900

7 Kab. Jayapura 11,972,000

8 Kab. Mimika 12,457,000

Total Provinsi 774,443,200

Total Kabupaten / Kota 68,470,300

Total Nasional 842,913,500

MENTERI KEUANGAN,ttd, SRI MULYANI INDRAWATI

Lampiran

Lampiran - �7

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

I Pr

ovin

si N

angg

roe

Aceh

Dar

ussa

lam

1

Kab.

Ace

h Ba

rat

10.9

81.0

007.

757.

000

8.12

7.00

02.

062.

000

2.90

0.00

02.

583.

000

4.69

4.00

01.

054.

000

40.1

58.0

002

Kab.

Ace

h Be

sar

11.5

33.0

008.

974.

000

8.83

5.00

03.

074.

000

3.48

3.00

02.

644.

000

4.66

4.00

078

7.00

043

.994

.000

3Ka

b. A

ceh

Sela

tan

11.0

27.0

008.

235.

000

7.28

3.00

02.

510.

000

2.91

8.00

02.

798.

000

3.40

4.00

081

9.00

038

.994

.000

4Ka

b. A

ceh

Sing

kil

11.2

12.0

008.

085.

000

6.26

5.00

01.

738.

000

3.19

0.00

02.

287.

000

4.04

1.00

02.

895.

000

821.

000

40.5

34.0

005

Kab.

Ace

h Te

ngah

11

.515

.000

9.09

9.00

07.

819.

000

2.75

3.00

03.

471.

000

2.44

4.00

04.

575.

000

858.

000

42.5

34.0

006

Kab.

Ace

h Te

ngga

ra

9.77

3.00

06.

386.

000

6.58

5.00

02.

799.

000

2.65

3.00

02.

341.

000

4.60

0.00

082

4.00

035

.961

.000

7Ka

b. A

ceh

Tim

ur

11.3

33.0

0010

.464

.000

9.43

3.00

01.

927.

000

3.62

1.00

03.

086.

000

6.08

0.00

02.

813.

000

919.

000

49.6

76.0

008

Kab.

Ace

h U

tara

11

.009

.000

11.0

66.0

0010

.114

.000

1.40

9.00

03.

729.

000

2.79

3.00

03.

983.

000

2.46

9.00

069

5.00

047

.267

.000

9Ka

b. B

ireun

10

.822

.000

9.23

5.00

09.

132.

000

2.47

5.00

03.

056.

000

2.78

3.00

05.

222.

000

3.01

1.00

077

3.00

046

.509

.000

10Ka

b. A

ceh

Pidi

e 14

.844

.000

9.05

4.00

09.

209.

000

3.71

7.00

04.

674.

000

2.51

9.00

05.

135.

000

899.

000

50.0

51.0

0011

Kab.

Sim

eulu

e 13

.321

.000

7.73

7.00

07.

678.

000

2.31

2.00

02.

443.

000

2.81

5.00

03.

427.

000

3.43

5.00

079

1.00

043

.959

.000

12Ko

ta B

anda

Ace

h 12

.804

.000

6.29

3.00

06.

873.

000

2.19

7.00

02.

176.

000

3.02

7.00

072

8.00

034

.098

.000

13Ko

ta S

aban

g 10

.371

.000

6.14

6.00

06.

733.

000

2.08

1.00

02.

359.

000

2.78

7.00

074

3.00

031

.220

.000

14Ko

ta L

angs

a 9.

169.

000

5.32

9.00

05.

937.

000

1.96

6.00

01.

950.

000

2.31

3.00

097

0.00

068

8.00

028

.322

.000

15Ko

ta L

hoks

eum

awe

8.93

1.00

04.

780.

000

4.70

5.00

01.

877.

000

1.79

4.00

01.

968.

000

927.

000

721.

000

25.7

03.0

0016

Kab.

Nag

an R

aya

10.1

64.0

007.

980.

000

6.31

3.00

01.

829.

000

2.55

7.00

02.

489.

000

3.35

7.00

02.

153.

000

821.

000

37.6

63.0

0017

Kab.

Ace

h Ja

ya

8.99

6.00

05.

745.

000

5.25

4.00

01.

674.

000

2.51

5.00

02.

177.

000

2.98

4.00

02.

243.

000

763.

000

32.3

51.0

0018

Kab.

Ace

h Ba

rat D

aya

9.28

6.00

06.

692.

000

5.75

3.00

02.

061.

000

2.33

3.00

01.

965.

000

2.98

5.00

01.

867.

000

765.

000

33.7

07.0

0019

Kab.

Gay

o Lu

es

7.82

2.00

04.

890.

000

4.38

4.00

01.

435.

000

2.20

6.00

01.

475.

000

2.48

0.00

01.

298.

000

689.

000

26.6

79.0

0020

Kab.

Ace

h Ta

mia

ng

9.71

8.00

06.

800.

000

6.58

8.00

01.

106.

000

2.52

8.00

02.

048.

000

3.10

0.00

01.

655.

000

718.

000

34.2

61.0

0021

Kab.

Ben

er M

eria

h 11

.017

.000

7.15

1.00

06.

917.

000

1.94

7.00

02.

209.

000

1.87

8.00

03.

105.

000

2.06

8.00

075

5.00

037

.047

.000

II Pr

ovin

si S

umat

era

Uta

ra

22Ka

b. A

saha

n 21

.933

.000

11.5

21.0

0013

.429

.000

2.08

8.00

03.

041.

000

3.19

1.00

05.

385.

000

857.

000

61.4

45.0

0023

Kab.

Dai

ri 12

.121

.000

9.49

0.00

013

.132

.000

2.66

9.00

02.

547.

000

2.23

2.00

03.

858.

000

783.

000

46.8

32.0

0024

Kab.

Del

i Ser

dang

23

.587

.000

11.4

88.0

009.

106.

000

2.82

4.00

02.

890.

000

2.77

4.00

04.

685.

000

846.

000

58.2

00.0

0025

Kab.

Tan

ah K

aro

13.2

95.0

0010

.187

.000

10.0

47.0

004.

589.

000

2.73

9.00

02.

069.

000

4.29

7.00

077

6.00

047

.999

.000

26Ka

b. L

abuh

an B

atu

2.66

8.00

02.

113.

000

2.48

2.00

063

3.00

067

0.00

061

8.00

01.

270.

000

162.

000

10.6

16.0

0027

Kab.

Lan

gkat

16

.874

.000

10.1

82.0

009.

277.

000

2.69

3.00

03.

060.

000

2.96

0.00

04.

546.

000

849.

000

50.4

41.0

0028

Kab.

Man

daili

ng N

atal

12

.048

.000

9.07

2.00

010

.733

.000

2.00

8.00

03.

381.

000

3.74

6.00

03.

151.

000

7.84

8.00

085

7.00

052

.844

.000

29Ka

b. N

ias

18.2

79.0

0014

.113

.000

15.3

97.0

002.

864.

000

3.60

9.00

04.

270.

000

3.92

8.00

089

0.00

063

.350

.000

30Ka

b. S

imal

ungu

n 23

.163

.000

9.30

7.00

012

.043

.000

4.24

7.00

02.

610.

000

2.51

0.00

04.

642.

000

757.

000

59.2

79.0

0031

Kab.

Tap

anul

i Sel

atan

16

.076

.000

15.4

96.0

0015

.723

.000

2.57

7.00

07.

957.

000

2.33

9.00

05.

656.

000

897.

000

66.7

21.0

0032

Kab.

Tap

anul

i Ten

gah

11.7

79.0

007.

922.

000

6.75

0.00

02.

744.

000

2.51

1.00

02.

379.

000

2.93

2.00

067

5.00

037

.692

.000

33Ka

b. T

apan

uli U

tara

15

.015

.000

9.19

2.00

08.

470.

000

3.12

7.00

02.

787.

000

2.28

8.00

03.

561.

000

773.

000

45.2

13.0

0034

Kab.

Toba

Sam

osir

13.5

34.0

009.

070.

000

11.6

37.0

002.

938.

000

2.83

0.00

02.

416.

000

3.66

7.00

08.

460.

000

809.

000

55.3

61.0

0035

Kota

Bin

jai

8.12

1.00

04.

067.

000

4.19

6.00

01.

698.

000

1.45

2.00

02.

026.

000

826.

000

22.3

86.0

0036

Kota

Med

an

2.50

8.00

01.

907.

000

1.96

0.00

057

4.00

060

5.00

074

2.00

021

8.00

08.

514.

000

37Ko

ta P

emat

ang

Sian

tar

10.1

81.0

004.

426.

000

4.51

5.00

01.

717.

000

1.59

4.00

01.

992.

000

853.

000

25.2

78.0

0038

Kota

Sib

olga

9.

185.

000

4.98

4.00

04.

654.

000

1.90

7.00

02.

254.

000

2.36

3.00

01.

392.

000

26.7

39.0

0039

Kota

Tan

jung

Bal

ai

9.07

6.00

04.

881.

000

4.80

6.00

02.

028.

000

1.71

1.00

02.

140.

000

873.

000

25.5

15.0

0040

Kota

Tebi

ng T

ingg

i 8.

372.

000

4.24

6.00

04.

586.

000

992.

000

1.74

4.00

01.

642.

000

1.95

5.00

093

7.00

024

.474

.000

41Ko

ta P

adan

g Si

dem

puan

8.

323.

000

4.49

8.00

04.

042.

000

1.42

6.00

01.

755.

000

1.63

2.00

02.

257.

000

882.

000

751.

000

25.5

66.0

0042

Kab.

Pak

pak

Bhar

at

10.1

07.0

006.

354.

000

6.99

2.00

01.

912.

000

2.27

3.00

02.

004.

000

2.74

3.00

02.

150.

000

751.

000

35.2

86.0

0043

Kab.

Nia

s Se

lata

n 12

.335

.000

10.8

47.0

009.

943.

000

3.10

6.00

03.

221.

000

3.21

8.00

03.

743.

000

2.98

1.00

088

7.00

050

.281

.000

44Ka

b. H

umba

ng H

asun

duta

n 10

.220

.000

6.13

9.00

06.

619.

000

1.53

4.00

02.

288.

000

1.77

7.00

02.

570.

000

941.

000

704.

000

32.7

92.0

0045

Kab.

Ser

dang

Ber

daga

i 12

.521

.000

8.35

8.00

07.

341.

000

1.45

6.00

02.

553.

000

2.32

9.00

02.

811.

000

960.

000

709.

000

39.0

38.0

0046

Kab.

Sam

osir

13.4

43.0

009.

109.

000

10.0

37.0

002.

817.

000

3.18

4.00

02.

415.

000

3.72

2.00

02.

783.

000

827.

000

48.3

37.0

00III

Pr

ovin

si S

umat

era

Bara

t 47

Kab.

Lim

apul

uh K

ota

15.1

41.0

0010

.040

.000

9.30

5.00

03.

944.

000

2.58

2.00

02.

355.

000

5.01

9.00

077

9.00

049

.165

.000

48Ka

b. A

gam

14

.509

.000

10.0

37.0

009.

864.

000

4.21

4.00

02.

617.

000

2.86

2.00

04.

785.

000

848.

000

49.7

36.0

00

PenetaPan alokasi Dana alokasi khUsUs tahUn anggaran 2007UntUk kaBUPaten/kota se-inDonesia

Lampiran 7

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

50Ka

b. P

adan

g Pa

riam

an

15.3

46.0

009.

199.

000

10.6

90.0

004.

004.

000

2.56

5.00

03.

001.

000

5.24

1.00

08.

323.

000

801.

000

59.1

70.0

0051

Kab.

Pas

aman

13

.213

.000

7.05

2.00

07.

076.

000

2.98

4.00

02.

322.

000

2.79

0.00

03.

692.

000

859.

000

39.9

88.0

0052

Kab.

Pes

isir

Sela

tan

15.0

14.0

0010

.676

.000

12.0

50.0

008.

725.

000

2.82

6.00

03.

871.

000

4.92

3.00

092

7.00

059

.012

.000

53Ka

b. S

awah

lunt

o Si

junj

ung

10.4

12.0

006.

883.

000

7.65

0.00

01.

762.

000

2.27

0.00

01.

885.

000

3.96

1.00

080

3.00

035

.626

.000

54Ka

b. S

olok

13

.633

.000

8.27

4.00

010

.825

.000

4.04

3.00

02.

503.

000

2.30

4.00

04.

376.

000

820.

000

46.7

78.0

0055

Kab.

Tan

ah D

atar

13

.282

.000

8.12

9.00

09.

401.

000

3.49

4.00

02.

351.

000

2.23

0.00

04.

653.

000

768.

000

44.3

08.0

0056

Kota

Buk

it Ti

nggi

9.

293.

000

4.91

0.00

05.

651.

000

1.30

0.00

01.

919.

000

1.89

4.00

02.

365.

000

676.

000

28.0

08.0

0057

Kota

Pad

ang

Panj

ang

8.26

2.00

03.

744.

000

4.31

5.00

01.

068.

000

1.71

1.00

01.

657.

000

2.04

5.00

079

4.00

023

.596

.000

58Ko

ta P

adan

g 12

.358

.000

7.64

8.00

07.

741.

000

2.13

9.00

02.

210.

000

2.68

3.00

079

5.00

035

.574

.000

59Ko

ta P

ayak

umbu

h 8.

027.

000

3.76

9.00

04.

154.

000

921.

000

1.73

7.00

01.

624.

000

2.02

7.00

01.

732.

000

23.9

91.0

0060

Kota

Saw

ahlu

nto

9.25

7.00

05.

103.

000

5.42

3.00

01.

328.

000

2.00

0.00

01.

874.

000

2.27

8.00

091

3.00

028

.176

.000

61Ko

ta S

olok

9.

372.

000

5.10

1.00

05.

475.

000

1.37

2.00

01.

935.

000

1.94

0.00

02.

371.

000

827.

000

28.3

93.0

0062

Kota

Par

iam

an

9.44

4.00

05.

228.

000

7.88

7.00

03.

416.

000

2.03

4.00

03.

425.

000

2.32

4.00

095

9.00

083

5.00

035

.552

.000

63Ka

b. P

asam

an B

arat

11

.955

.000

6.93

2.00

07.

389.

000

2.57

5.00

02.

262.

000

1.97

6.00

04.

382.

000

1.97

0.00

077

2.00

040

.213

.000

64Ka

b. D

harm

asra

ya

10.4

87.0

007.

028.

000

6.93

3.00

02.

005.

000

2.08

5.00

01.

834.

000

3.40

4.00

01.

928.

000

783.

000

36.4

87.0

0065

Kab.

Sol

ok S

elat

an

10.3

08.0

006.

368.

000

6.60

8.00

02.

641.

000

2.66

3.00

01.

901.

000

2.74

7.00

01.

970.

000

787.

000

35.9

93.0

00IV

Pr

ovin

si R

iau

66Ka

b. B

engk

alis

2.

407.

000

1.95

1.00

02.

786.

000

436.

000

604.

000

603.

000

924.

000

188.

000

9.89

9.00

067

Kab.

Indr

agiri

Hili

r 2.

663.

000

2.13

4.00

02.

271.

000

587.

000

667.

000

647.

000

1.40

9.00

022

6.00

010

.604

.000

68Ka

b. In

drag

iri H

ulu

2.42

7.00

01.

992.

000

2.14

2.00

060

7.00

064

1.00

056

2.00

01.

132.

000

187.

000

9.69

0.00

069

Kab.

Kam

par

2.43

1.00

02.

026.

000

2.42

8.00

051

9.00

066

0.00

063

1.00

01.

236.

000

222.

000

10.1

53.0

0070

Kab.

Kua

ntan

Sin

ging

i 10

.513

.000

5.69

8.00

05.

784.

000

1.31

6.00

02.

822.

000

1.14

8.00

03.

241.

000

7.10

2.00

080

5.00

038

.429

.000

71Ka

b. P

elal

awan

2.

234.

000

1.83

3.00

01.

632.

000

613.

000

580.

000

544.

000

877.

000

4.83

9.00

017

7.00

013

.329

.000

72Ka

b. R

okan

Hili

r 11

.224

.000

8.92

4.00

07.

758.

000

2.27

5.00

02.

419.

000

2.25

4.00

03.

971.

000

8.19

7.00

01.

144.

000

48.1

66.0

0073

Kab.

Rok

an H

ulu

10.1

21.0

005.

054.

000

5.45

7.00

02.

730.

000

2.23

6.00

01.

338.

000

3.24

9.00

07.

063.

000

946.

000

38.1

94.0

0074

Kab.

Sia

k 2.

173.

000

1.75

5.00

01.

528.

000

378.

000

547.

000

524.

000

696.

000

3.70

4.00

014

8.00

011

.453

.000

75Ko

ta D

umai

2.

241.

000

1.77

3.00

01.

795.

000

439.

000

569.

000

548.

000

723.

000

5.20

3.00

013

2.00

013

.423

.000

76Ko

ta P

ekan

baru

2.

335.

000

1.81

4.00

01.

860.

000

559.

000

564.

000

742.

000

155.

000

8.02

9.00

0V

Prov

insi

Ria

u Ke

pula

uan

77Ka

b. B

inta

n 2.

433.

000

2.04

1.00

02.

630.

000

578.

000

602.

000

675.

000

972.

000

5.95

9.00

015

4.00

016

.044

.000

78Ka

b. N

atun

a 8.

559.

000

6.13

3.00

05.

034.

000

867.

000

1.80

8.00

04.

177.

000

1.97

2.00

07.

830.

000

581.

000

36.9

61.0

0079

Kab.

Kar

imun

2.

305.

000

1.86

5.00

01.

851.

000

572.

000

664.

000

759.

000

5.75

7.00

013

2.00

013

.905

.000

80Ko

ta B

atam

2.

320.

000

1.87

0.00

01.

926.

000

568.

000

698.

000

738.

000

5.54

0.00

013

1.00

013

.791

.000

81Ko

ta T

anju

ng P

inan

g 9.

747.

000

5.68

7.00

05.

518.

000

2.01

5.00

02.

143.

000

2.37

2.00

01.

017.

000

712.

000

29.2

11.0

0082

Kab.

Lin

gga

10.4

29.0

006.

034.

000

7.30

9.00

01.

413.

000

1.95

3.00

08.

600.

000

2.12

5.00

097

3.00

067

6.00

039

.512

.000

VI

Prov

insi

Jam

bi

83Ka

b. B

atan

ghar

i 9.

842.

000

5.74

5.00

07.

477.

000

1.04

6.00

02.

254.

000

2.60

4.00

03.

867.

000

923.

000

33.7

58.0

0084

Kab.

Bun

go

8.92

0.00

05.

636.

000

7.60

0.00

01.

967.

000

2.59

8.00

01.

594.

000

4.50

2.00

084

2.00

033

.659

.000

85Ka

b. K

erin

ci

13.6

93.0

008.

136.

000

8.92

6.00

03.

120.

000

3.27

0.00

02.

426.

000

4.72

7.00

080

4.00

045

.102

.000

86Ka

b. M

eran

gin

9.97

5.00

06.

980.

000

8.04

3.00

01.

484.

000

2.77

4.00

01.

819.

000

5.01

5.00

099

6.00

037

.086

.000

87Ka

b. M

uaro

Jam

bi

9.74

9.00

08.

237.

000

8.91

2.00

03.

948.

000

2.58

4.00

02.

886.

000

3.60

8.00

07.

910.

000

871.

000

48.7

05.0

0088

Kab.

Sar

olan

gun

9.94

3.00

05.

461.

000

7.22

8.00

02.

997.

000

2.20

4.00

01.

657.

000

3.41

5.00

07.

249.

000

846.

000

41.0

00.0

0089

Kab.

Tan

jung

Jabu

ng B

arat

2.

509.

000

2.03

2.00

02.

200.

000

672.

000

627.

000

596.

000

1.05

9.00

018

2.00

09.

877.

000

90Ka

b. T

anju

ng Ja

bung

Tim

ur

9.91

3.00

07.

324.

000

8.23

4.00

01.

772.

000

2.18

4.00

02.

300.

000

3.60

2.00

07.

817.

000

920.

000

44.0

66.0

0091

Kab.

Tebo

10

.289

.000

6.37

5.00

07.

554.

000

1.99

3.00

02.

179.

000

1.92

8.00

04.

164.

000

7.67

6.00

097

1.00

043

.129

.000

92Ko

ta Ja

mbi

10

.449

.000

5.65

4.00

05.

132.

000

1.82

7.00

02.

624.

000

2.32

2.00

082

8.00

028

.836

.000

VII

Prov

insi

Sum

ater

a Se

lata

n 93

Kab.

Lah

at

14.1

45.0

008.

493.

000

4.81

9.00

04.

023.

000

4.10

4.00

01.

772.

000

3.60

5.00

080

3.00

041

.764

.000

94Ka

b. M

usi B

anyu

asin

14

.251

.000

11.3

34.0

009.

746.

000

1.54

2.00

02.

974.

000

1.94

3.00

04.

956.

000

2.39

0.00

049

.136

.000

95Ka

b. M

usi R

awas

15

.077

.000

11.2

60.0

009.

546.

000

4.28

6.00

03.

104.

000

2.26

5.00

05.

215.

000

1.38

3.00

01.

161.

000

53.2

97.0

0096

Kab.

Mua

ra E

nim

2.

642.

000

2.12

4.00

02.

035.

000

1.01

2.00

069

8.00

058

6.00

01.

325.

000

201.

000

10.6

23.0

0097

Kab.

Oga

n Ko

mer

ing

Ilir

15.6

48.0

009.

602.

000

6.29

8.00

01.

082.

000

3.11

0.00

03.

736.

000

4.41

1.00

01.

370.

000

45.2

57.0

0098

Kab.

Oga

n Ko

mer

ing

Ulu

15

.911

.000

6.71

7.00

05.

115.

000

1.55

4.00

02.

278.

000

2.44

3.00

04.

306.

000

694.

000

39.0

18.0

0099

Kota

Pal

emba

ng

2.56

9.00

01.

900.

000

1.86

9.00

058

7.00

055

4.00

076

9.00

013

9.00

08.

387.

000

Lampiran

Lampiran - ��

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

101

Kota

Lub

uk L

ingg

au

7.54

5.00

03.

699.

000

3.93

6.00

01.

682.

000

1.63

3.00

01.

718.

000

1.99

4.00

062

1.00

022

.828

.000

102

Kota

Pra

bum

ulih

7.

333.

000

3.31

6.00

02.

609.

000

677.

000

1.56

3.00

01.

449.

000

1.70

5.00

085

6.00

068

4.00

020

.192

.000

103

Kab.

Ban

yuas

in

13.7

87.0

009.

995.

000

5.06

0.00

096

9.00

02.

725.

000

2.02

9.00

04.

306.

000

1.36

4.00

094

3.00

041

.178

.000

104

Kab.

Oga

n Ili

r 9.

765.

000

6.56

0.00

06.

734.

000

1.24

3.00

02.

693.

000

3.53

2.00

03.

071.

000

1.66

8.00

082

2.00

036

.088

.000

105

Kab.

OKU

Tim

ur

12.2

96.0

007.

249.

000

6.37

1.00

01.

272.

000

2.98

6.00

02.

047.

000

3.28

8.00

094

3.00

075

8.00

037

.210

.000

106

Kab.

OKU

Sel

atan

8.

710.

000

6.00

5.00

04.

318.

000

1.53

2.00

02.

078.

000

3.05

3.00

02.

909.

000

1.31

5.00

072

0.00

030

.640

.000

VIII

Prov

insi

Ban

gka

Belit

ung

107

Kab.

Ban

gka

14.4

55.0

008.

181.

000

8.87

6.00

01.

811.

000

2.55

2.00

02.

987.

000

4.46

3.00

01.

030.

000

44.3

55.0

0010

8Ka

b. B

elitu

ng

10.6

44.0

007.

527.

000

7.30

5.00

01.

665.

000

2.34

5.00

08.

886.

000

3.63

6.00

081

8.00

042

.826

.000

109

Kota

Pan

gkal

Pin

ang

10.9

36.0

006.

630.

000

5.99

6.00

02.

156.

000

2.63

6.00

02.

844.

000

729.

000

31.9

27.0

0011

0Ka

b. B

angk

a Se

lata

n 9.

585.

000

6.39

8.00

08.

258.

000

2.95

6.00

02.

233.

000

3.11

1.00

02.

453.

000

2.01

9.00

074

8.00

037

.761

.000

111

Kab.

Ban

gka

Teng

ah

9.92

2.00

06.

636.

000

6.67

4.00

01.

507.

000

2.13

4.00

02.

771.

000

2.64

6.00

01.

023.

000

747.

000

34.0

60.0

0011

2Ka

b. B

angk

a Ba

rat

11.5

41.0

008.

268.

000

8.66

6.00

01.

952.

000

2.52

7.00

02.

978.

000

3.02

9.00

01.

128.

000

832.

000

40.9

21.0

0011

3Ka

b. B

elitu

ng T

imur

10

.079

.000

6.47

2.00

06.

206.

000

1.47

0.00

02.

151.

000

3.06

9.00

02.

632.

000

2.10

0.00

072

8.00

034

.907

.000

IX

Prov

insi

Ben

gkul

u 11

4Ka

b. B

engk

ulu

Sela

tan

16.5

73.0

0011

.629

.000

10.8

19.0

003.

500.

000

3.44

1.00

03.

692.

000

6.06

3.00

01.

203.

000

56.9

20.0

0011

5Ka

b. B

engk

ulu

Uta

ra

15.1

05.0

0012

.003

.000

12.9

60.0

003.

680.

000

3.27

8.00

03.

283.

000

6.21

3.00

01.

276.

000

57.7

98.0

0011

6Ka

b. R

ejan

g Le

bong

12

.490

.000

10.0

03.0

0011

.030

.000

2.98

8.00

02.

895.

000

2.59

7.00

05.

450.

000

913.

000

48.3

66.0

0011

7Ko

ta B

engk

ulu

11.4

85.0

007.

303.

000

6.61

0.00

01.

939.

000

2.19

7.00

02.

277.

000

3.03

7.00

074

3.00

035

.591

.000

118

Kab.

Kau

r 11

.112

.000

8.62

0.00

06.

539.

000

2.27

9.00

02.

607.

000

3.10

6.00

03.

218.

000

2.44

7.00

081

0.00

040

.738

.000

119

Kab.

Sel

uma

11.0

10.0

008.

960.

000

8.06

6.00

02.

207.

000

2.67

8.00

02.

479.

000

3.76

7.00

02.

366.

000

803.

000

42.3

36.0

0012

0Ka

b. M

ukom

uko

9.97

7.00

07.

645.

000

6.71

8.00

02.

346.

000

2.28

8.00

02.

285.

000

2.92

2.00

02.

064.

000

804.

000

37.0

49.0

0012

1Ka

b. L

ebon

g 10

.616

.000

7.09

8.00

06.

492.

000

2.50

0.00

02.

543.

000

2.94

1.00

02.

285.

000

780.

000

35.2

55.0

0012

2Ka

b. K

epah

iang

15

.726

.000

10.1

82.0

009.

750.

000

3.36

7.00

02.

820.

000

2.74

8.00

04.

577.

000

3.24

4.00

091

6.00

053

.330

.000

X Pr

ovin

si L

ampu

ng

123

Kab.

Lam

pung

Bar

at

12.2

00.0

008.

898.

000

9.76

6.00

02.

487.

000

2.27

5.00

03.

308.

000

825.

000

39.7

59.0

0012

4Ka

b. L

ampu

ng S

elat

an

21.3

88.0

0011

.714

.000

8.77

4.00

01.

961.

000

3.30

5.00

05.

262.

000

5.92

8.00

077

8.00

059

.110

.000

125

Kab.

Lam

pung

Teng

ah

21.3

22.0

009.

586.

000

10.4

86.0

001.

959.

000

2.55

4.00

02.

317.

000

6.36

9.00

07.

856.

000

903.

000

63.3

52.0

0012

6Ka

b. L

ampu

ng U

tara

15

.567

.000

6.63

1.00

07.

114.

000

1.12

7.00

02.

071.

000

1.74

3.00

03.

527.

000

702.

000

38.4

82.0

0012

7Ka

b. L

ampu

ng T

imur

19

.386

.000

10.2

07.0

009.

947.

000

1.66

2.00

02.

660.

000

3.49

1.00

04.

679.

000

8.10

8.00

091

8.00

061

.058

.000

128

Kab.

Tan

ggam

us

15.6

83.0

008.

854.

000

6.75

5.00

04.

558.

000

3.05

3.00

02.

646.

000

4.26

3.00

080

4.00

046

.616

.000

129

Kab.

Tul

ang

Baw

ang

14.0

13.0

008.

651.

000

5.66

9.00

01.

331.

000

2.82

7.00

06.

407.

000

5.16

2.00

01.

082.

000

45.1

42.0

0013

0Ka

b. W

ay K

anan

10

.539

.000

6.04

7.00

07.

538.

000

718.

000

2.08

9.00

01.

466.

000

3.39

0.00

07.

148.

000

682.

000

39.6

17.0

0013

1Ko

ta B

anda

r Lam

pung

11

.868

.000

9.42

4.00

05.

179.

000

2.11

6.00

02.

023.

000

2.63

2.00

01.

034.

000

34.2

76.0

0013

2Ko

ta M

etro

7.

947.

000

3.47

5.00

03.

283.

000

1.65

1.00

01.

595.

000

1.91

8.00

07.

317.

000

777.

000

27.9

63.0

00XI

Pr

ovin

si D

KI Ja

kart

a XI

I Pr

ovin

si Ja

wa

Bara

t 13

3Ka

b. B

andu

ng

3.67

2.00

02.

331.

000

1.93

6.00

051

5.00

070

4.00

069

0.00

01.

028.

000

136.

000

11.0

12.0

0013

4Ka

b. B

ekas

i 2.

653.

000

1.88

1.00

01.

770.

000

508.

000

627.

000

547.

000

880.

000

126.

000

8.99

2.00

013

5Ka

b. B

ogor

3.

193.

000

2.22

3.00

01.

997.

000

533.

000

705.

000

586.

000

915.

000

137.

000

10.2

89.0

0013

6Ka

b. C

iam

is

33.6

54.0

0011

.963

.000

8.35

4.00

05.

153.

000

3.47

2.00

03.

790.

000

6.07

8.00

088

0.00

073

.344

.000

137

Kab.

Cia

njur

28

.930

.000

11.2

56.0

009.

877.

000

2.89

6.00

03.

670.

000

5.20

6.00

05.

022.

000

817.

000

67.6

74.0

0013

8Ka

b. C

irebo

n 2.

753.

000

2.12

2.00

01.

921.

000

591.

000

688.

000

585.

000

1.13

0.00

014

1.00

09.

931.

000

139

Kab.

Gar

ut

32.5

19.0

0013

.101

.000

7.99

4.00

02.

743.

000

4.01

3.00

04.

344.

000

5.52

0.00

082

1.00

071

.055

.000

140

Kab.

Indr

amay

u 2.

834.

000

2.11

2.00

01.

950.

000

2.77

1.00

067

3.00

071

3.00

01.

188.

000

156.

000

12.3

97.0

0014

1Ka

b. K

araw

ang

2.63

2.00

02.

039.

000

1.94

4.00

052

3.00

066

9.00

058

3.00

096

8.00

013

3.00

09.

491.

000

142

Kab.

Kun

inga

n 20

.293

.000

8.63

0.00

08.

930.

000

2.37

2.00

02.

689.

000

2.13

0.00

03.

923.

000

776.

000

49.7

43.0

0014

3Ka

b. M

ajal

engk

a 18

.271

.000

8.76

2.00

05.

705.

000

7.49

8.00

02.

444.

000

2.17

4.00

03.

996.

000

708.

000

49.5

58.0

0014

4Ka

b. P

urw

akar

ta

12.0

58.0

005.

789.

000

4.74

1.00

01.

775.

000

2.20

9.00

02.

537.

000

2.83

9.00

070

0.00

032

.648

.000

145

Kab.

Sub

ang

22.4

09.0

0011

.046

.000

8.14

0.00

010

.896

.000

2.79

5.00

02.

879.

000

4.71

3.00

081

9.00

063

.697

.000

146

Kab.

Suk

abum

i 32

.803

.000

11.2

00.0

0011

.234

.000

2.39

8.00

03.

154.

000

4.59

9.00

05.

488.

000

791.

000

71.6

67.0

0014

7Ka

b. S

umed

ang

18.0

50.0

008.

589.

000

5.28

8.00

01.

908.

000

2.33

3.00

02.

518.

000

4.39

4.00

070

5.00

043

.785

.000

148

Kab.

Tas

ikm

alay

a 31

.417

.000

12.0

87.0

007.

456.

000

1.59

1.00

03.

634.

000

4.75

9.00

05.

576.

000

2.46

9.00

078

5.00

069

.774

.000

149

Kota

Ban

dung

2.

488.

000

1.90

8.00

01.

728.

000

561.

000

540.

000

658.

000

283.

000

8.16

6.00

0

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�0 - Lampiran

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

151

Kota

Bog

or

2.29

7.00

01.

822.

000

1.76

9.00

055

4.00

054

1.00

071

0.00

012

7.00

07.

820.

000

152

Kota

Cire

bon

9.72

1.00

06.

259.

000

5.59

8.00

01.

962.

000

2.18

8.00

02.

626.

000

853.

000

29.2

07.0

0015

3Ko

ta D

epok

2.

375.

000

1.79

2.00

01.

581.

000

562.

000

534.

000

685.

000

4.22

7.00

012

1.00

011

.877

.000

154

Kota

Suk

abum

i 8.

115.

000

3.93

1.00

03.

773.

000

1.65

0.00

01.

387.

000

2.26

3.00

059

6.00

021

.715

.000

155

Kota

Cim

ahi

7.49

7.00

03.

460.

000

2.78

0.00

01.

492.

000

1.37

1.00

01.

593.

000

806.

000

613.

000

19.6

12.0

0015

6Ko

ta T

asik

mal

aya

9.96

1.00

04.

384.

000

2.88

8.00

076

2.00

01.

714.

000

1.43

2.00

01.

802.

000

821.

000

660.

000

24.4

24.0

0015

7Ko

ta B

anja

r 10

.403

.000

6.25

3.00

06.

757.

000

2.14

2.00

02.

030.

000

2.88

2.00

01.

022.

000

749.

000

32.2

38.0

00XI

II Pr

ovin

si B

ante

n 15

8Ka

b. L

ebak

21

.663

.000

9.04

8.00

08.

946.

000

3.65

6.00

03.

761.

000

2.63

9.00

04.

884.

000

870.

000

55.4

67.0

0015

9Ka

b. P

ande

glan

g 16

.939

.000

9.68

5.00

07.

691.

000

4.60

3.00

03.

425.

000

3.53

3.00

04.

353.

000

823.

000

51.0

52.0

0016

0Ka

b. S

eran

g 25

.961

.000

10.0

03.0

007.

937.

000

2.16

6.00

03.

760.

000

3.11

8.00

04.

196.

000

837.

000

57.9

78.0

0016

1Ka

b. T

ange

rang

21

.659

.000

11.0

80.0

009.

317.

000

1.61

2.00

03.

988.

000

3.05

2.00

03.

644.

000

705.

000

55.0

57.0

0016

2Ko

ta C

ilego

n 2.

271.

000

1.76

2.00

01.

663.

000

440.

000

562.

000

548.

000

719.

000

4.83

6.00

012

6.00

012

.927

.000

163

Kota

Tan

gera

ng

2.30

3.00

01.

786.

000

1.49

9.00

055

5.00

052

7.00

064

5.00

011

8.00

07.

433.

000

XIV

Prov

insi

Jaw

a Te

ngah

16

4Ka

b. B

anja

rneg

ara

18.9

97.0

007.

950.

000

5.87

8.00

01.

931.

000

2.78

7.00

01.

890.

000

4.19

2.00

071

4.00

044

.339

.000

165

Kab.

Ban

yum

as

2.78

5.00

02.

095.

000

2.00

5.00

082

3.00

066

5.00

057

9.00

01.

041.

000

153.

000

10.1

46.0

0016

6Ka

b. B

atan

g 15

.732

.000

9.02

4.00

06.

951.

000

3.48

3.00

02.

706.

000

2.32

0.00

03.

631.

000

781.

000

44.6

28.0

0016

7Ka

b. B

lora

18

.839

.000

7.65

8.00

05.

418.

000

2.00

2.00

02.

399.

000

1.61

4.00

04.

745.

000

701.

000

43.3

76.0

0016

8Ka

b. B

oyol

ali

18.3

94.0

008.

312.

000

4.79

5.00

01.

213.

000

2.37

8.00

01.

932.

000

3.42

4.00

071

7.00

041

.165

.000

169

Kab.

Bre

bes

2.89

1.00

02.

137.

000

1.99

9.00

079

2.00

069

1.00

068

8.00

098

1.00

015

5.00

010

.334

.000

170

Kab.

Cila

cap

26.2

70.0

0011

.803

.000

8.48

4.00

03.

319.

000

3.26

2.00

03.

011.

000

4.20

1.00

081

8.00

061

.168

.000

171

Kab.

Dem

ak

18.0

24.0

009.

566.

000

6.96

2.00

06.

419.

000

2.99

2.00

03.

316.

000

3.99

6.00

084

2.00

052

.117

.000

172

Kab.

Gro

boga

n 2.

870.

000

2.10

2.00

02.

134.

000

648.

000

656.

000

577.

000

1.18

3.00

015

5.00

010

.325

.000

173

Kab.

Jepa

ra

17.1

71.0

009.

119.

000

7.52

0.00

04.

356.

000

2.54

0.00

03.

215.

000

3.66

5.00

082

0.00

048

.406

.000

174

Kab.

Kar

anga

nyar

15

.682

.000

8.22

0.00

07.

213.

000

2.95

8.00

02.

300.

000

2.03

9.00

03.

944.

000

781.

000

43.1

37.0

0017

5Ka

b. K

ebum

en

19.5

19.0

0011

.432

.000

7.70

3.00

02.

466.

000

3.26

3.00

02.

325.

000

4.67

0.00

082

5.00

052

.203

.000

176

Kab.

Ken

dal

17.7

62.0

009.

217.

000

7.72

1.00

01.

947.

000

2.70

2.00

02.

885.

000

3.74

0.00

076

7.00

046

.741

.000

177

Kab.

Kla

ten

18.5

79.0

0010

.310

.000

7.41

0.00

04.

754.

000

2.88

3.00

02.

320.

000

3.77

2.00

083

9.00

050

.867

.000

178

Kab.

Kud

us

14.1

84.0

007.

525.

000

6.18

2.00

02.

166.

000

2.23

5.00

02.

100.

000

2.99

1.00

083

5.00

038

.218

.000

179

Kab.

Mag

elan

g 20

.761

.000

9.35

9.00

06.

179.

000

1.87

0.00

02.

876.

000

2.38

6.00

04.

456.

000

767.

000

48.6

54.0

0018

0Ka

b. P

ati

20.3

19.0

008.

871.

000

5.46

2.00

03.

135.

000

2.83

8.00

03.

964.

000

4.63

2.00

075

5.00

049

.976

.000

181

Kab.

Pek

alon

gan

16.5

43.0

009.

875.

000

8.39

8.00

02.

450.

000

2.81

4.00

02.

355.

000

3.16

8.00

082

5.00

046

.428

.000

182

Kab.

Pem

alan

g 2.

659.

000

2.05

5.00

02.

083.

000

666.

000

638.

000

613.

000

998.

000

159.

000

9.87

1.00

018

3Ka

b. P

urba

lingg

a 15

.476

.000

7.17

6.00

06.

094.

000

2.59

9.00

02.

348.

000

1.94

6.00

03.

233.

000

734.

000

39.6

06.0

0018

4Ka

b. P

urw

orej

o 16

.180

.000

8.52

7.00

07.

928.

000

2.13

4.00

02.

837.

000

2.32

3.00

03.

703.

000

769.

000

44.4

01.0

0018

5Ka

b. R

emba

ng

13.9

90.0

007.

562.

000

5.91

2.00

03.

240.

000

2.57

2.00

02.

513.

000

4.51

1.00

070

5.00

041

.005

.000

186

Kab.

Sem

aran

g 15

.672

.000

8.13

0.00

07.

324.

000

4.87

7.00

02.

418.

000

1.97

0.00

04.

731.

000

762.

000

45.8

84.0

0018

7Ka

b. S

rage

n 16

.433

.000

8.56

9.00

07.

954.

000

1.76

5.00

02.

432.

000

2.27

1.00

04.

506.

000

779.

000

44.7

09.0

0018

8Ka

b. S

ukoh

arjo

15

.791

.000

8.27

6.00

06.

446.

000

1.92

8.00

02.

299.

000

2.25

6.00

03.

672.

000

856.

000

41.5

24.0

0018

9Ka

b. Te

gal

2.79

7.00

02.

049.

000

1.95

5.00

067

0.00

064

5.00

059

6.00

01.

006.

000

162.

000

9.88

0.00

019

0Ka

b. Te

man

ggun

g 12

.705

.000

7.36

8.00

05.

817.

000

4.08

3.00

02.

381.

000

2.79

7.00

03.

809.

000

714.

000

39.6

74.0

0019

1Ka

b. W

onog

iri

20.2

05.0

0010

.660

.000

7.79

8.00

04.

140.

000

2.65

6.00

02.

489.

000

5.59

8.00

076

0.00

054

.306

.000

192

Kab.

Won

osob

o 16

.469

.000

9.20

5.00

07.

079.

000

3.57

7.00

02.

751.

000

2.17

9.00

03.

535.

000

753.

000

45.5

48.0

0019

3Ko

ta M

agel

ang

8.04

8.00

03.

578.

000

4.08

3.00

01.

649.

000

1.57

4.00

02.

817.

000

1.17

4.00

022

.923

.000

194

Kota

Pek

alon

gan

10.7

98.0

005.

173.

000

5.09

3.00

01.

913.

000

2.13

4.00

02.

398.

000

1.17

2.00

028

.681

.000

195

Kota

Sal

atig

a 7.

955.

000

3.57

3.00

05.

395.

000

920.

000

1.64

3.00

01.

535.

000

1.78

6.00

085

3.00

023

.660

.000

196

Kota

Sem

aran

g 2.

448.

000

1.85

5.00

01.

702.

000

494.

000

572.

000

553.

000

708.

000

168.

000

8.50

0.00

019

7Ko

ta S

urak

arta

10

.267

.000

4.92

8.00

04.

580.

000

1.74

6.00

01.

631.

000

1.82

4.00

01.

557.

000

26.5

33.0

0019

8Ko

ta Te

gal

9.42

7.00

04.

335.

000

4.14

3.00

01.

699.

000

2.01

9.00

01.

890.

000

1.22

3.00

024

.736

.000

XV

Prov

insi

DI Y

ogya

kart

a 19

9Ka

b. B

antu

l 15

.137

.000

9.76

9.00

09.

016.

000

2.91

3.00

02.

435.

000

2.80

6.00

04.

748.

000

885.

000

47.7

09.0

0020

0Ka

b. G

unun

g Ki

dul

17.0

80.0

0010

.140

.000

8.15

4.00

02.

731.

000

2.81

6.00

02.

308.

000

5.17

4.00

076

4.00

049

.167

.000

201

Kab.

Kul

on P

rogo

13

.820

.000

8.24

7.00

07.

956.

000

2.21

2.00

02.

282.

000

2.71

4.00

04.

102.

000

786.

000

42.1

19.0

00

Lampiran

Lampiran - �1

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

203

Kota

Yog

yaka

rta

9.87

0.00

04.

974.

000

4.17

0.00

092

1.00

01.

707.

000

1.59

2.00

01.

893.

000

1.66

1.00

026

.788

.000

XVI

Prov

insi

Jaw

a Ti

mur

20

4Ka

b. B

angk

alan

16

.340

.000

8.84

5.00

04.

649.

000

1.20

5.00

02.

583.

000

2.24

4.00

04.

955.

000

697.

000

41.5

18.0

0020

5Ka

b. B

anyu

wan

gi

26.3

35.0

0012

.061

.000

7.60

4.00

03.

968.

000

3.24

4.00

03.

257.

000

5.31

7.00

079

6.00

062

.582

.000

206

Kab.

Blit

ar

19.6

27.0

009.

768.

000

8.13

9.00

03.

059.

000

2.73

8.00

02.

182.

000

4.65

6.00

076

6.00

050

.935

.000

207

Kab.

Boj

oneg

oro

2.75

8.00

02.

051.

000

2.08

7.00

047

6.00

068

0.00

055

8.00

01.

281.

000

151.

000

10.0

42.0

0020

8Ka

b. B

ondo

wos

o 10

.289

.000

7.11

0.00

06.

967.

000

2.71

0.00

02.

868.

000

1.86

4.00

04.

067.

000

686.

000

36.5

61.0

0020

9Ka

b. G

resi

k 2.

559.

000

1.98

8.00

01.

796.

000

539.

000

638.

000

706.

000

971.

000

141.

000

9.33

8.00

021

0Ka

b. Je

mbe

r 27

.665

.000

14.2

11.0

008.

121.

000

3.21

0.00

03.

431.

000

2.62

2.00

06.

378.

000

847.

000

66.4

85.0

0021

1Ka

b. Jo

mba

ng

2.72

1.00

02.

052.

000

1.83

3.00

082

3.00

062

9.00

057

7.00

01.

103.

000

155.

000

9.89

3.00

021

2Ka

b. K

ediri

2.

709.

000

2.11

2.00

02.

094.

000

561.

000

637.

000

572.

000

1.19

5.00

015

2.00

010

.032

.000

213

Kab.

Lam

onga

n 24

.151

.000

12.4

30.0

006.

628.

000

2.20

9.00

03.

750.

000

4.92

7.00

04.

937.

000

830.

000

59.8

62.0

0021

4Ka

b. L

umaj

ang

13.4

44.0

008.

651.

000

8.07

8.00

05.

823.

000

2.69

6.00

02.

204.

000

5.38

7.00

076

0.00

047

.043

.000

215

Kab.

Mad

iun

13.1

03.0

008.

124.

000

6.76

6.00

02.

059.

000

2.17

0.00

01.

708.

000

3.71

1.00

070

6.00

038

.347

.000

216

Kab.

Mag

etan

15

.173

.000

8.84

5.00

06.

969.

000

5.05

8.00

02.

452.

000

1.98

1.00

04.

231.

000

786.

000

45.4

95.0

0021

7Ka

b. M

alan

g 29

.882

.000

13.0

71.0

008.

954.

000

3.27

7.00

03.

217.

000

2.70

7.00

06.

236.

000

840.

000

68.1

84.0

0021

8Ka

b. M

ojok

erto

17

.354

.000

8.91

6.00

06.

557.

000

2.26

1.00

02.

696.

000

1.93

2.00

04.

447.

000

822.

000

44.9

85.0

0021

9Ka

b. N

ganj

uk

19.6

46.0

008.

505.

000

5.97

6.00

01.

904.

000

2.50

3.00

01.

724.

000

4.05

3.00

073

0.00

045

.041

.000

220

Kab.

Nga

wi

16.9

82.0

007.

806.

000

5.55

1.00

02.

527.

000

2.29

4.00

01.

720.

000

3.85

4.00

072

7.00

041

.461

.000

221

Kab.

Pac

itan

16.7

24.0

009.

143.

000

9.70

2.00

02.

151.

000

2.81

2.00

03.

438.

000

4.32

3.00

081

9.00

049

.112

.000

222

Kab.

Pam

ekas

an

18.5

14.0

007.

491.

000

6.20

2.00

01.

297.

000

2.77

2.00

01.

938.

000

3.67

3.00

073

5.00

042

.622

.000

223

Kab.

Pas

urua

n 24

.020

.000

11.4

92.0

008.

510.

000

1.77

4.00

03.

290.

000

2.38

8.00

04.

598.

000

829.

000

56.9

01.0

0022

4Ka

b. P

onor

ogo

18.9

96.0

009.

717.

000

7.62

5.00

02.

341.

000

2.81

9.00

01.

921.

000

4.52

8.00

076

1.00

048

.708

.000

225

Kab.

Pro

bolin

ggo

17.8

96.0

0011

.679

.000

8.09

4.00

02.

741.

000

3.37

3.00

02.

654.

000

5.15

5.00

079

6.00

052

.388

.000

226

Kab.

Sam

pang

19

.273

.000

8.07

0.00

05.

289.

000

1.27

3.00

02.

693.

000

2.10

9.00

04.

444.

000

705.

000

43.8

56.0

0022

7Ka

b. S

idoa

rjo

2.48

4.00

01.

881.

000

1.70

3.00

069

3.00

060

8.00

063

4.00

078

5.00

015

8.00

08.

946.

000

228

Kab.

Situ

bond

o 12

.931

.000

6.98

4.00

07.

041.

000

1.75

5.00

02.

452.

000

1.94

4.00

03.

893.

000

683.

000

37.6

83.0

0022

9Ka

b. S

umen

ep

2.77

8.00

02.

097.

000

1.99

1.00

055

9.00

067

8.00

067

6.00

01.

298.

000

145.

000

10.2

22.0

0023

0Ka

b. T

reng

gale

k 16

.963

.000

9.53

4.00

09.

746.

000

2.96

7.00

02.

792.

000

4.27

7.00

03.

927.

000

805.

000

51.0

11.0

0023

1Ka

b. T

uban

2.

637.

000

2.00

0.00

01.

813.

000

579.

000

632.

000

604.

000

1.27

4.00

014

6.00

09.

685.

000

232

Kab.

Tul

unga

gung

17

.713

.000

9.90

7.00

010

.157

.000

2.16

4.00

02.

724.

000

4.27

9.00

04.

592.

000

742.

000

52.2

78.0

0023

3Ko

ta B

litar

9.

345.

000

4.48

5.00

04.

891.

000

1.15

4.00

01.

825.

000

1.66

6.00

02.

609.

000

983.

000

26.9

58.0

0023

4Ko

ta K

ediri

8.

245.

000

4.45

3.00

03.

572.

000

996.

000

1.71

1.00

01.

567.

000

2.39

1.00

095

6.00

023

.891

.000

235

Kota

Mad

iun

7.29

1.00

02.

892.

000

2.64

1.00

01.

507.

000

1.26

5.00

02.

020.

000

997.

000

18.6

13.0

0023

6Ko

ta M

alan

g 9.

200.

000

5.24

0.00

03.

935.

000

933.

000

1.75

7.00

02.

459.

000

2.25

7.00

01.

153.

000

26.9

34.0

0023

7Ko

ta M

ojok

erto

8.

089.

000

3.64

5.00

03.

600.

000

1.67

4.00

01.

479.

000

2.54

5.00

01.

200.

000

22.2

32.0

0023

8Ko

ta P

asur

uan

13.9

23.0

004.

638.

000

4.93

6.00

01.

856.

000

1.91

9.00

02.

400.

000

1.08

5.00

030

.757

.000

239

Kota

Pro

bolin

ggo

8.91

6.00

04.

657.

000

4.89

3.00

01.

230.

000

1.83

9.00

01.

832.

000

2.34

2.00

096

0.00

026

.669

.000

240

Kota

Sur

abay

a 2.

455.

000

1.91

9.00

01.

699.

000

554.

000

569.

000

666.

000

213.

000

8.07

5.00

024

1Ko

ta B

atu

8.94

7.00

04.

761.

000

4.14

3.00

01.

345.

000

1.84

9.00

01.

689.

000

2.41

3.00

092

4.00

073

4.00

026

.805

.000

XVII

Prov

insi

Kal

iman

tan

Bara

t 24

2Ka

b. B

engk

ayan

g 11

.753

.000

9.23

4.00

011

.376

.000

1.73

2.00

03.

056.

000

2.56

3.00

04.

359.

000

2.29

0.00

085

7.00

047

.220

.000

243

Kab.

Lan

dak

13.5

21.0

008.

689.

000

6.84

5.00

02.

102.

000

4.92

0.00

01.

766.

000

3.16

8.00

02.

508.

000

851.

000

44.3

70.0

0024

4Ka

b. K

apua

s H

ulu

14.7

70.0

0013

.215

.000

8.58

3.00

02.

558.

000

3.30

3.00

01.

867.

000

2.98

3.00

01.

766.

000

49.0

45.0

0024

5Ka

b. K

etap

ang

14.4

65.0

0015

.752

.000

11.2

30.0

001.

963.

000

3.53

8.00

04.

644.

000

5.78

9.00

01.

584.

000

58.9

65.0

0024

6Ka

b. P

ontia

nak

16.3

62.0

0011

.283

.000

8.27

8.00

01.

837.

000

3.23

6.00

07.

694.

000

4.54

4.00

01.

153.

000

54.3

87.0

0024

7Ka

b. S

amba

s 14

.862

.000

13.2

85.0

0012

.094

.000

3.23

9.00

03.

601.

000

3.60

3.00

05.

427.

000

3.02

5.00

01.

045.

000

60.1

81.0

0024

8Ka

b. S

angg

au

16.9

64.0

0012

.944

.000

10.4

15.0

002.

525.

000

4.62

3.00

02.

396.

000

5.71

0.00

01.

217.

000

56.7

94.0

0024

9Ka

b. S

inta

ng

13.8

60.0

0013

.476

.000

5.89

1.00

01.

180.

000

3.81

8.00

02.

035.

000

4.74

1.00

01.

428.

000

46.4

29.0

0025

0Ko

ta P

ontia

nak

12.0

33.0

007.

486.

000

6.22

9.00

02.

089.

000

1.90

6.00

02.

769.

000

1.15

5.00

033

.667

.000

251

Kota

Sin

gkaw

ang

10.5

93.0

006.

982.

000

7.64

6.00

02.

274.

000

2.26

9.00

02.

334.

000

3.01

7.00

01.

063.

000

773.

000

36.9

51.0

0025

2Ka

b. S

ekad

au

11.4

98.0

008.

603.

000

6.49

2.00

01.

872.

000

3.13

9.00

02.

004.

000

3.29

3.00

02.

252.

000

856.

000

40.0

09.0

0025

3Ka

b. M

elaw

i 10

.549

.000

8.28

8.00

06.

300.

000

1.25

3.00

03.

212.

000

1.87

3.00

03.

018.

000

1.89

6.00

086

1.00

037

.250

.000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�2 - Lampiran

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

254

Kab.

Bar

ito S

elat

an

10.5

74.0

007.

619.

000

6.19

9.00

01.

535.

000

3.01

0.00

01.

825.

000

3.24

9.00

084

5.00

034

.856

.000

255

Kab.

Bar

ito U

tara

10

.001

.000

7.26

2.00

06.

942.

000

2.78

8.00

02.

796.

000

1.85

0.00

03.

056.

000

1.25

5.00

035

.950

.000

256

Kab.

Kap

uas

15.7

35.0

0013

.533

.000

11.0

99.0

002.

690.

000

4.34

7.00

02.

603.

000

5.09

8.00

01.

456.

000

56.5

61.0

0025

7Ka

b. K

otaw

arin

gin

Bara

t 13

.253

.000

11.2

79.0

009.

338.

000

2.06

2.00

03.

374.

000

2.82

7.00

04.

620.

000

1.07

4.00

047

.827

.000

258

Kab.

Kot

awar

ingi

n Ti

mur

2.

616.

000

2.23

0.00

02.

369.

000

945.

000

673.

000

605.

000

1.43

1.00

027

4.00

011

.143

.000

259

Kota

Pal

angk

aray

a 12

.578

.000

6.97

2.00

06.

930.

000

1.39

2.00

02.

023.

000

1.85

6.00

02.

698.

000

763.

000

35.2

12.0

0026

0Ka

b. B

arito

Tim

ur

9.11

6.00

05.

585.

000

6.47

9.00

099

2.00

02.

059.

000

1.60

0.00

02.

880.

000

905.

000

675.

000

30.2

91.0

0026

1Ka

b. M

urun

g Ra

ya

8.20

1.00

07.

148.

000

6.08

7.00

081

8.00

02.

382.

000

1.31

9.00

02.

161.

000

831.

000

957.

000

29.9

04.0

0026

2Ka

b. P

ulan

g Pi

sau

11.0

44.0

009.

565.

000

8.88

4.00

03.

032.

000

3.08

7.00

02.

285.

000

3.67

1.00

02.

346.

000

997.

000

44.9

11.0

0026

3Ka

b. G

unun

g M

as

8.46

0.00

06.

023.

000

5.56

7.00

092

9.00

03.

210.

000

1.53

5.00

02.

510.

000

1.43

6.00

064

8.00

030

.318

.000

264

Kab.

Lam

anda

u 7.

966.

000

5.50

7.00

05.

980.

000

1.94

6.00

01.

549.

000

2.30

3.00

01.

390.

000

693.

000

27.3

34.0

0026

5Ka

b. S

ukam

ara

9.19

9.00

06.

152.

000

6.07

8.00

01.

797.

000

2.43

8.00

01.

897.

000

2.46

9.00

01.

957.

000

711.

000

32.6

98.0

0026

6Ka

b. K

atin

gan

9.73

8.00

08.

660.

000

6.04

9.00

01.

902.

000

3.71

5.00

03.

145.

000

3.35

1.00

01.

733.

000

1.03

7.00

039

.330

.000

267

Kab.

Ser

uyan

9.

825.

000

9.00

8.00

05.

635.

000

1.52

4.00

02.

321.

000

2.11

4.00

03.

506.

000

2.13

4.00

099

0.00

037

.057

.000

XIX

Prov

insi

Kal

iman

tan

Sela

tan

268

Kab.

Ban

jar

16.2

74.0

009.

852.

000

9.06

1.00

04.

241.

000

3.72

6.00

02.

766.

000

5.66

9.00

089

0.00

052

.479

.000

269

Kab.

Bar

ito K

uala

15

.260

.000

10.8

90.0

008.

978.

000

2.90

4.00

03.

811.

000

2.46

1.00

04.

497.

000

855.

000

49.6

56.0

0027

0Ka

b. H

ulu

Sung

ai S

elat

an

13.5

92.0

008.

650.

000

7.91

5.00

01.

339.

000

2.45

7.00

01.

858.

000

3.20

4.00

070

1.00

039

.716

.000

271

Kab.

Hul

u Su

ngai

Teng

ah

14.1

90.0

008.

022.

000

7.23

3.00

01.

520.

000

2.49

0.00

01.

892.

000

3.27

1.00

070

7.00

039

.325

.000

272

Kab.

Hul

u Su

ngai

Uta

ra

10.4

08.0

006.

535.

000

6.03

9.00

01.

311.

000

2.80

3.00

01.

740.

000

2.52

4.00

068

3.00

032

.043

.000

273

Kab.

Kot

a Ba

ru

2.49

2.00

02.

134.

000

2.05

7.00

066

4.00

064

3.00

066

2.00

01.

117.

000

182.

000

9.95

1.00

027

4Ka

b. T

abal

ong

2.48

6.00

02.

019.

000

2.08

1.00

064

7.00

062

2.00

057

8.00

01.

085.

000

154.

000

9.67

2.00

027

5Ka

b. T

anah

Lau

t 2.

483.

000

2.01

2.00

02.

159.

000

566.

000

622.

000

631.

000

1.14

7.00

015

6.00

09.

776.

000

276

Kab.

Tap

in

10.1

08.0

007.

567.

000

6.73

4.00

01.

431.

000

2.35

5.00

06.

609.

000

4.03

1.00

071

5.00

039

.550

.000

277

Kota

Ban

jar B

aru

8.89

6.00

04.

693.

000

6.01

8.00

01.

151.

000

1.83

9.00

01.

790.

000

2.24

7.00

07.

765.

000

576.

000

34.9

75.0

0027

8Ko

ta B

anja

rmas

in

15.0

94.0

007.

204.

000

5.76

3.00

02.

094.

000

1.85

4.00

02.

617.

000

704.

000

35.3

30.0

0027

9Ka

b. B

alan

gan

9.59

9.00

05.

269.

000

4.58

5.00

01.

341.

000

2.33

2.00

01.

409.

000

2.30

8.00

089

4.00

062

4.00

028

.361

.000

280

Kab.

Tan

ah B

umbu

9.

256.

000

6.23

4.00

06.

713.

000

2.98

7.00

02.

292.

000

2.63

8.00

03.

389.

000

962.

000

790.

000

35.2

61.0

00XX

Pr

ovin

si K

alim

anta

n Ti

mur

28

1Ka

b. B

erau

2.

365.

000

2.10

1.00

02.

106.

000

518.

000

623.

000

604.

000

1.33

8.00

019

8.00

09.

853.

000

282

Kab.

Bul

unga

n 2.

327.

000

1.97

6.00

02.

169.

000

490.

000

609.

000

600.

000

945.

000

205.

000

9.32

1.00

028

3Ka

b. K

utai

Kar

tane

gara

2.

433.

000

2.07

8.00

01.

828.

000

522.

000

692.

000

671.

000

1.02

8.00

022

2.00

09.

474.

000

284

Kab.

Kut

ai B

arat

11

.735

.000

12.2

23.0

006.

830.

000

2.71

6.00

04.

357.

000

3.57

6.00

03.

264.

000

2.68

4.00

01.

451.

000

48.8

36.0

0028

5Ka

b. K

utai

Tim

ur*)

10

.879

.000

12.4

71.0

007.

215.

000

3.27

7.00

02.

801.

000

2.64

0.00

03.

593.

000

8.36

3.00

01.

252.

000

52.4

91.0

0028

6Ka

b. M

alin

au

10.0

22.0

0011

.609

.000

6.01

8.00

01.

285.

000

3.00

0.00

01.

889.

000

2.89

5.00

08.

276.

000

1.18

9.00

046

.183

.000

287

Kab.

Nun

ukan

10

.838

.000

9.52

9.00

06.

461.

000

1.87

4.00

03.

506.

000

2.55

0.00

03.

316.

000

3.30

9.00

01.

118.

000

42.5

01.0

0028

8Ka

b. P

asir

2.35

1.00

02.

000.

000

1.91

4.00

048

4.00

063

0.00

058

3.00

01.

009.

000

178.

000

9.14

9.00

028

9Ko

ta B

alik

papa

n 2.

206.

000

1.73

6.00

01.

448.

000

379.

000

533.

000

533.

000

642.

000

124.

000

7.60

1.00

029

0Ko

ta B

onta

ng

2.23

3.00

01.

731.

000

1.51

4.00

054

7.00

055

0.00

068

7.00

04.

935.

000

128.

000

12.3

25.0

0029

1Ko

ta S

amar

inda

2.

296.

000

1.77

8.00

01.

698.

000

442.

000

559.

000

534.

000

723.

000

132.

000

8.16

2.00

029

2Ko

ta T

arak

an

2.15

6.00

01.

683.

000

1.39

8.00

054

2.00

053

3.00

062

1.00

012

0.00

07.

053.

000

293

Kab.

Pen

ajam

Pas

er U

tara

2.

194.

000

1.75

6.00

01.

588.

000

467.

000

546.

000

538.

000

746.

000

876.

000

129.

000

8.84

0.00

0XX

I Pr

ovin

si S

ulaw

esi U

tara

29

4Ka

b. B

olaa

ng M

ongo

ndow

17

.335

.000

11.2

24.0

0010

.716

.000

8.13

4.00

03.

106.

000

3.18

0.00

04.

850.

000

884.

000

59.4

29.0

0029

5Ka

b. M

inah

asa

16.7

28.0

0011

.188

.000

11.1

59.0

005.

317.

000

3.05

0.00

03.

814.

000

6.92

7.00

01.

006.

000

59.1

89.0

0029

6Ka

b. S

angi

he

19.9

45.0

0011

.779

.000

10.0

00.0

002.

545.

000

3.19

2.00

04.

176.

000

4.92

4.00

083

8.00

057

.399

.000

297

Kota

Bitu

ng

10.4

00.0

006.

433.

000

5.82

8.00

01.

636.

000

2.19

8.00

02.

230.

000

2.94

5.00

078

0.00

032

.450

.000

298

Kota

Man

ado

12.0

67.0

007.

222.

000

6.11

8.00

01.

841.

000

2.17

1.00

02.

180.

000

2.81

8.00

096

2.00

035

.379

.000

299

Kab.

Kep

ulau

an T

alau

d 13

.633

.000

10.4

11.0

009.

612.

000

3.53

2.00

02.

862.

000

3.08

0.00

05.

088.

000

3.21

6.00

084

3.00

052

.277

.000

300

Kab.

Min

ahas

a Se

lata

n 15

.781

.000

10.0

71.0

009.

687.

000

6.39

9.00

02.

887.

000

3.32

0.00

04.

905.

000

1.17

0.00

090

2.00

055

.122

.000

301

Kota

Tom

ohon

18

.117

.000

14.1

45.0

0014

.811

.000

4.74

5.00

03.

713.

000

4.13

6.00

06.

265.

000

1.60

3.00

01.

175.

000

68.7

10.0

0030

2Ka

b. M

inah

asa

Uta

ra

20.2

43.0

0016

.617

.000

15.9

89.0

008.

901.

000

4.09

7.00

04.

664.

000

8.21

7.00

01.

680.

000

1.25

8.00

081

.666

.000

XXII

Prov

insi

Gor

onta

lo

303

Kab.

Boa

lem

o 10

.270

.000

7.24

5.00

08.

540.

000

1.67

0.00

02.

412.

000

2.22

3.00

03.

536.

000

8.35

8.00

086

7.00

045

.121

.000

Lampiran

Lampiran - ��

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

305

Kota

Gor

onta

lo

10.6

47.0

007.

088.

000

6.95

0.00

02.

199.

000

2.16

6.00

02.

950.

000

745.

000

32.7

45.0

0030

6Ka

b. P

ohuw

ato

10.1

87.0

007.

065.

000

9.25

8.00

05.

080.

000

2.66

2.00

03.

562.

000

4.18

3.00

02.

024.

000

811.

000

44.8

32.0

0030

7Ka

b. B

one

Bola

ngo

11.4

81.0

008.

265.

000

8.62

0.00

01.

990.

000

2.58

1.00

02.

304.

000

4.12

7.00

02.

497.

000

811.

000

42.6

76.0

00XX

III

Prov

insi

Sul

awes

i Ten

gah

308

Kab.

Ban

ggai

13

.805

.000

11.3

19.0

009.

009.

000

2.04

8.00

03.

038.

000

5.18

7.00

05.

363.

000

903.

000

50.6

72.0

0030

9Ka

b. B

angg

ai K

epul

auan

12

.846

.000

8.10

7.00

08.

777.

000

1.31

1.00

02.

575.

000

4.37

4.00

02.

930.

000

8.12

0.00

073

9.00

049

.779

.000

310

Kab.

Buo

l 10

.134

.000

6.52

5.00

07.

227.

000

1.84

0.00

02.

094.

000

2.13

0.00

04.

456.

000

7.90

1.00

076

7.00

043

.074

.000

311

Kab.

Toli-

Toli

11.7

75.0

008.

423.

000

8.77

0.00

02.

034.

000

2.54

5.00

02.

599.

000

4.07

6.00

084

1.00

041

.063

.000

312

Kab.

Don

ggal

a 17

.331

.000

12.4

79.0

0010

.967

.000

4.35

3.00

03.

787.

000

4.29

0.00

07.

391.

000

2.51

3.00

01.

129.

000

64.2

40.0

0031

3Ka

b. M

orow

ali

11.6

81.0

009.

290.

000

6.85

7.00

02.

171.

000

2.63

7.00

02.

614.

000

3.09

2.00

07.

632.

000

866.

000

46.8

40.0

0031

4Ka

b. P

oso

11.9

45.0

0010

.266

.000

10.1

69.0

002.

190.

000

2.63

7.00

03.

221.

000

4.98

0.00

01.

002.

000

46.4

10.0

0031

5Ko

ta P

alu

10.6

58.0

007.

412.

000

7.45

0.00

01.

741.

000

2.23

2.00

02.

083.

000

3.36

0.00

081

9.00

035

.755

.000

316

Kab.

Par

igi M

outo

ng

13.7

03.0

009.

462.

000

7.85

4.00

02.

482.

000

2.82

0.00

03.

410.

000

3.58

3.00

02.

106.

000

867.

000

46.2

87.0

0031

7Ka

b. To

jo U

na U

na

11.5

55.0

009.

303.

000

7.80

1.00

02.

099.

000

2.67

7.00

03.

924.

000

3.15

6.00

02.

442.

000

887.

000

43.8

44.0

00XX

IV

Prov

insi

Sul

awes

i Sel

atan

31

8Ka

b. B

anta

eng

10.8

63.0

007.

205.

000

7.21

5.00

05.

105.

000

2.29

0.00

02.

564.

000

3.86

0.00

077

3.00

039

.875

.000

319

Kab.

Bar

ru

11.5

01.0

006.

880.

000

7.40

8.00

01.

643.

000

2.47

5.00

02.

662.

000

3.66

5.00

076

9.00

037

.003

.000

320

Kab.

Bon

e 19

.786

.000

9.71

5.00

09.

836.

000

4.82

6.00

03.

358.

000

3.65

3.00

05.

810.

000

854.

000

57.8

38.0

0032

1Ka

b. B

uluk

umba

14

.467

.000

7.72

4.00

08.

498.

000

3.39

9.00

02.

574.

000

3.36

2.00

04.

701.

000

794.

000

45.5

19.0

0032

2Ka

b. E

nrek

ang

11.2

82.0

006.

379.

000

7.21

8.00

03.

476.

000

2.15

3.00

02.

555.

000

3.41

6.00

072

3.00

037

.202

.000

323

Kab.

G o

w a

15

.844

.000

8.99

4.00

09.

129.

000

5.66

5.00

02.

628.

000

2.52

1.00

05.

263.

000

830.

000

50.8

74.0

0032

4Ka

b. Je

nepo

nto

11.5

58.0

006.

518.

000

6.28

4.00

04.

657.

000

2.27

4.00

05.

855.

000

3.53

7.00

070

8.00

041

.391

.000

325

Kab.

Luw

u 14

.034

.000

8.04

0.00

08.

312.

000

5.46

9.00

02.

888.

000

6.72

7.00

03.

978.

000

2.17

1.00

079

4.00

052

.413

.000

326

Kab.

Luw

u U

tara

13

.128

.000

8.32

9.00

011

.091

.000

5.44

7.00

02.

735.

000

2.77

4.00

03.

286.

000

8.23

6.00

095

7.00

055

.983

.000

327

Kab.

M a

r o

s 13

.692

.000

8.88

2.00

010

.025

.000

4.60

6.00

02.

777.

000

4.25

3.00

04.

558.

000

841.

000

49.6

34.0

0032

8Ka

b. P

angk

ajen

e Ke

pula

uan

13.8

65.0

007.

738.

000

6.98

1.00

03.

079.

000

2.45

2.00

03.

506.

000

3.50

7.00

073

8.00

041

.866

.000

329

Kab.

Pin

rang

13

.750

.000

7.95

7.00

07.

522.

000

1.61

7.00

02.

377.

000

3.05

0.00

04.

595.

000

784.

000

41.6

52.0

0033

0Ka

b. S

elay

ar

11.5

87.0

008.

874.

000

8.60

2.00

01.

692.

000

2.43

5.00

03.

754.

000

3.38

0.00

076

5.00

041

.089

.000

331

Kab.

Sid

enre

ng R

appa

ng

12.1

68.0

006.

167.

000

7.75

1.00

07.

499.

000

2.03

9.00

03.

751.

000

3.53

6.00

069

5.00

043

.606

.000

332

Kab.

Sin

jai

16.1

83.0

009.

719.

000

10.4

09.0

005.

713.

000

2.66

6.00

03.

532.

000

4.66

1.00

088

6.00

053

.769

.000

333

Kab.

Sop

peng

12

.048

.000

7.36

9.00

07.

131.

000

4.45

3.00

02.

154.

000

2.93

8.00

03.

267.

000

740.

000

40.1

00.0

0033

4Ka

b. T

akal

ar

13.0

24.0

009.

023.

000

9.18

1.00

02.

694.

000

2.59

3.00

03.

483.

000

4.12

4.00

085

7.00

044

.979

.000

335

Kab.

Tan

a To

raja

15

.461

.000

7.78

5.00

011

.124

.000

2.32

9.00

02.

158.

000

2.04

0.00

04.

388.

000

756.

000

46.0

41.0

0033

6Ka

b. W

ajo

15.9

55.0

008.

033.

000

8.78

9.00

01.

798.

000

2.43

4.00

03.

022.

000

4.15

0.00

075

7.00

044

.938

.000

337

Kota

Par

e-pa

re

10.2

59.0

005.

973.

000

6.76

7.00

01.

594.

000

2.09

0.00

02.

254.

000

2.63

5.00

082

7.00

032

.399

.000

338

Kota

Mak

assa

r 2.

498.

000

1.96

1.00

01.

889.

000

596.

000

621.

000

823.

000

147.

000

8.53

5.00

033

9Ko

ta P

alop

o 9.

087.

000

5.15

2.00

04.

879.

000

1.53

3.00

01.

942.

000

5.25

6.00

02.

534.

000

958.

000

739.

000

32.0

80.0

0034

0Ka

b. L

uwu

Tim

ur

12.1

19.0

007.

793.

000

7.31

1.00

05.

590.

000

2.40

4.00

02.

412.

000

3.65

6.00

02.

104.

000

709.

000

44.0

98.0

00XX

V Pr

ovin

si S

ulaw

esi B

arat

34

1Ka

b. M

ajen

e 10

.883

.000

6.50

2.00

06.

525.

000

1.79

5.00

02.

095.

000

2.19

7.00

02.

684.

000

1.02

9.00

033

.710

.000

342

Kab.

Mam

uju

16.0

43.0

0010

.492

.000

8.46

9.00

04.

935.

000

3.04

4.00

03.

624.

000

5.45

3.00

03.

331.

000

55.3

91.0

0034

3Ka

b. P

olew

ali M

anda

r 12

.484

.000

8.02

3.00

07.

495.

000

5.51

3.00

02.

697.

000

3.51

7.00

04.

622.

000

1.43

8.00

045

.789

.000

344

Kab.

Mam

asa

9.45

5.00

04.

964.

000

3.99

2.00

01.

267.

000

2.35

3.00

01.

630.

000

2.34

6.00

01.

447.

000

2.14

5.00

029

.599

.000

345

Kab.

Mam

uju

Uta

ra

10.7

08.0

007.

425.

000

6.45

3.00

03.

522.

000

2.56

8.00

02.

400.

000

3.70

7.00

02.

435.

000

1.39

1.00

040

.609

.000

XXVI

Pr

ovin

si S

ulaw

esi T

engg

ara

346

Kab.

But

on

16.3

00.0

0010

.887

.000

10.5

41.0

002.

247.

000

3.19

5.00

05.

664.

000

5.46

3.00

02.

933.

000

878.

000

58.1

08.0

0034

7Ka

b. K

onaw

e 15

.273

.000

10.9

47.0

009.

508.

000

2.69

8.00

03.

626.

000

3.88

8.00

06.

216.

000

1.01

7.00

053

.173

.000

348

Kab.

Kol

aka

13.0

49.0

009.

476.

000

9.11

1.00

02.

820.

000

2.83

0.00

04.

365.

000

5.50

6.00

081

9.00

047

.976

.000

349

Kab.

Mun

a 16

.909

.000

9.66

7.00

08.

514.

000

1.71

2.00

02.

976.

000

5.16

8.00

05.

351.

000

775.

000

51.0

72.0

0035

0Ko

ta K

enda

ri 11

.630

.000

6.89

5.00

07.

597.

000

1.73

5.00

02.

250.

000

2.63

3.00

03.

164.

000

975.

000

36.8

79.0

0035

1Ko

ta B

au-b

au

10.7

38.0

007.

334.

000

6.96

6.00

01.

915.

000

2.30

9.00

02.

360.

000

2.93

7.00

01.

095.

000

768.

000

36.4

22.0

0035

2Ka

b. K

onaw

e Se

lata

n 16

.246

.000

11.3

71.0

008.

896.

000

3.57

6.00

03.

215.

000

3.34

4.00

04.

977.

000

2.98

1.00

090

0.00

055

.506

.000

353

Kab.

Bom

bana

13

.124

.000

10.0

77.0

009.

878.

000

2.68

4.00

03.

092.

000

3.03

7.00

05.

042.

000

3.20

8.00

091

7.00

051

.059

.000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

355

Kab.

Kol

aka

Uta

ra

10.2

10.0

007.

048.

000

5.88

8.00

01.

569.

000

2.22

5.00

02.

803.

000

2.70

3.00

02.

187.

000

739.

000

35.3

72.0

00XX

VII

Prov

insi

Bal

i 35

6Ka

b. B

adun

g 12

.134

.000

6.78

2.00

06.

907.

000

1.59

2.00

02.

089.

000

2.41

6.00

03.

174.

000

701.

000

35.7

95.0

0035

7Ka

b. B

angl

i 10

.568

.000

7.11

3.00

07.

320.

000

1.96

2.00

02.

321.

000

2.33

7.00

04.

109.

000

735.

000

36.4

65.0

0035

8Ka

b. B

ulel

eng

16.0

42.0

009.

560.

000

9.94

1.00

02.

857.

000

2.62

5.00

02.

791.

000

5.20

7.00

083

8.00

049

.861

.000

359

Kab.

Gia

nyar

14

.608

.000

8.47

5.00

07.

661.

000

2.84

2.00

02.

306.

000

2.53

1.00

03.

967.

000

757.

000

43.1

47.0

0036

0Ka

b. Je

mbr

ana

12.3

48.0

008.

248.

000

9.31

2.00

02.

603.

000

2.38

3.00

02.

770.

000

4.22

6.00

080

7.00

042

.697

.000

361

Kab.

Kar

anga

sem

14

.733

.000

8.66

4.00

08.

148.

000

4.24

1.00

02.

563.

000

2.64

4.00

05.

017.

000

766.

000

46.7

76.0

0036

2Ka

b. K

lung

kung

11

.443

.000

7.81

6.00

07.

963.

000

2.17

5.00

02.

427.

000

3.00

1.00

03.

861.

000

786.

000

39.4

72.0

0036

3Ka

b. T

aban

an

13.8

47.0

009.

248.

000

8.86

0.00

03.

751.

000

2.42

2.00

02.

673.

000

4.65

5.00

077

3.00

046

.229

.000

364

Kota

Den

pasa

r 2.

318.

000

1.81

6.00

01.

766.

000

564.

000

563.

000

777.

000

131.

000

7.93

5.00

0XX

VIII

Prov

insi

Nus

a Te

ngga

ra B

arat

36

5Ka

b. B

ima

16.2

18.0

0010

.559

.000

10.6

39.0

003.

244.

000

2.89

0.00

03.

696.

000

5.38

1.00

02.

589.

000

835.

000

56.0

51.0

0036

6Ka

b. D

ompu

11

.192

.000

6.66

7.00

06.

193.

000

2.76

3.00

02.

065.

000

2.64

8.00

03.

653.

000

701.

000

35.8

82.0

0036

7Ka

b. L

ombo

k Ba

rat

15.8

20.0

009.

579.

000

9.07

7.00

03.

373.

000

3.81

3.00

03.

505.

000

5.52

5.00

078

8.00

051

.480

.000

368

Kab.

Lom

bok

Teng

ah

19.2

39.0

0010

.018

.000

8.82

9.00

02.

811.

000

3.05

4.00

03.

506.

000

5.85

9.00

081

5.00

054

.131

.000

369

Kab.

Lom

bok

Tim

ur

20.1

36.0

0010

.014

.000

9.49

6.00

05.

083.

000

3.32

3.00

03.

336.

000

5.64

3.00

074

1.00

057

.772

.000

370

Kab.

Sum

baw

a 15

.134

.000

12.8

69.0

009.

971.

000

3.08

6.00

03.

303.

000

4.02

2.00

05.

712.

000

830.

000

54.9

27.0

0037

1Ko

ta M

atar

am

11.3

57.0

006.

253.

000

6.25

9.00

01.

592.

000

2.13

0.00

02.

034.

000

2.69

9.00

070

4.00

033

.028

.000

372

Kota

Bim

a 9.

405.

000

6.37

4.00

06.

831.

000

1.94

4.00

01.

989.

000

1.94

6.00

02.

495.

000

977.

000

697.

000

32.6

58.0

0037

3Ka

b. S

umba

wa

Bara

t 9.

105.

000

5.24

6.00

04.

760.

000

1.65

3.00

02.

084.

000

2.09

2.00

02.

932.

000

1.77

2.00

061

9.00

030

.263

.000

XXIX

Pr

ovin

si N

usa

Teng

gara

Tim

ur

374

Kab.

Alo

r 12

.543

.000

9.75

5.00

010

.361

.000

1.99

8.00

02.

965.

000

3.28

7.00

03.

425.

000

791.

000

45.1

25.0

0037

5Ka

b. B

elu

12.1

46.0

0010

.066

.000

9.19

3.00

02.

304.

000

2.98

4.00

02.

449.

000

5.75

6.00

078

6.00

045

.684

.000

376

Kab.

End

e 14

.052

.000

8.42

8.00

012

.145

.000

2.10

1.00

02.

945.

000

2.87

0.00

04.

007.

000

778.

000

47.3

26.0

0037

7Ka

b. F

lore

s Tim

ur

15.0

40.0

009.

901.

000

9.65

4.00

02.

090.

000

2.75

8.00

02.

902.

000

3.56

6.00

078

4.00

046

.695

.000

378

Kab.

Kup

ang

15.9

50.0

0012

.054

.000

10.7

27.0

003.

108.

000

3.31

7.00

03.

772.

000

5.82

5.00

02.

680.

000

862.

000

58.2

95.0

0037

9Ka

b. L

emba

ta

12.7

59.0

007.

920.

000

8.18

6.00

01.

659.

000

2.55

0.00

02.

579.

000

2.87

3.00

08.

547.

000

749.

000

47.8

22.0

0038

0Ka

b. M

angg

arai

17

.538

.000

10.4

38.0

0010

.573

.000

2.34

0.00

03.

586.

000

2.57

3.00

04.

268.

000

787.

000

52.1

03.0

0038

1Ka

b. N

gada

15

.577

.000

10.9

99.0

0011

.625

.000

2.56

1.00

02.

973.

000

3.18

3.00

04.

967.

000

842.

000

52.7

27.0

0038

2Ka

b. S

ikka

13

.566

.000

9.22

9.00

09.

185.

000

2.32

1.00

02.

958.

000

3.30

0.00

03.

484.

000

782.

000

44.8

25.0

0038

3Ka

b. S

umba

Bar

at

14.1

05.0

009.

203.

000

9.00

4.00

02.

693.

000

3.02

2.00

02.

691.

000

5.73

6.00

078

7.00

047

.241

.000

384

Kab.

Sum

ba T

imur

12

.845

.000

9.55

7.00

011

.698

.000

2.78

5.00

02.

920.

000

3.06

0.00

05.

659.

000

765.

000

49.2

89.0

0038

5Ka

b. T

imor

Teng

ah S

elat

an

15.1

26.0

008.

672.

000

9.53

3.00

01.

715.

000

3.12

5.00

02.

021.

000

4.39

6.00

071

4.00

045

.302

.000

386

Kab.

Tim

or Te

ngah

Uta

ra

13.2

28.0

009.

462.

000

9.11

2.00

02.

219.

000

2.80

2.00

02.

512.

000

4.29

2.00

079

1.00

044

.418

.000

387

Kota

Kup

ang

10.3

44.0

006.

607.

000

7.59

1.00

02.

157.

000

2.14

0.00

02.

612.

000

848.

000

32.2

99.0

0038

8Ka

b. R

ote

Nda

o 11

.302

.000

8.03

4.00

06.

127.

000

1.90

4.00

02.

470.

000

3.51

6.00

03.

294.

000

2.36

6.00

077

6.00

039

.789

.000

389

Kab.

Man

ggar

ai B

arat

12

.600

.000

10.0

24.0

009.

932.

000

2.48

8.00

03.

123.

000

3.54

3.00

03.

790.

000

3.01

7.00

088

3.00

049

.400

.000

XXX

Prov

insi

Mal

uku

390

Kab.

Mal

uku

Teng

gara

Bar

at

12.2

87.0

0012

.986

.000

12.1

24.0

003.

187.

000

4.60

8.00

03.

191.

000

8.99

5.00

080

5.00

058

.183

.000

391

Kab.

Mal

uku

Teng

ah

16.5

02.0

0012

.419

.000

11.6

54.0

002.

220.

000

3.47

4.00

04.

273.

000

4.40

9.00

01.

156.

000

56.1

07.0

0039

2Ka

b. M

aluk

u Te

ngga

ra

11.0

99.0

0010

.698

.000

13.1

35.0

001.

610.

000

2.62

9.00

06.

302.

000

3.04

2.00

092

9.00

049

.444

.000

393

Kab.

Pul

au B

uru

9.65

2.00

07.

225.

000

5.58

9.00

01.

334.

000

2.55

1.00

02.

382.

000

3.38

0.00

08.

249.

000

749.

000

41.1

11.0

0039

4Ko

ta A

mbo

n 11

.464

.000

8.29

9.00

08.

425.

000

2.38

6.00

02.

584.

000

3.19

3.00

077

8.00

037

.129

.000

395

Kab.

Ser

am B

agia

n Ba

rat

20.1

88.0

0017

.950

.000

17.1

53.0

004.

632.

000

4.27

6.00

05.

121.

000

6.61

6.00

05.

842.

000

1.34

9.00

083

.127

.000

396

Kab.

Ser

am B

agia

n Ti

mur

10

.831

.000

8.61

5.00

07.

307.

000

1.84

4.00

02.

336.

000

3.05

7.00

02.

964.

000

2.54

5.00

090

1.00

040

.400

.000

397

Kab.

Kep

ulau

an A

ru

11.5

20.0

008.

789.

000

7.94

2.00

01.

950.

000

2.54

8.00

03.

711.

000

3.10

5.00

02.

808.

000

1.03

4.00

043

.407

.000

XXXI

Pr

ovin

si M

aluk

u U

tara

39

8Ka

b. H

alm

aher

a Te

ngah

12

.886

.000

9.62

8.00

09.

692.

000

2.77

4.00

04.

196.

000

4.53

9.00

03.

317.

000

987.

000

48.0

19.0

0039

9Ka

b. H

alm

aher

a Ba

rat

10.6

60.0

007.

879.

000

10.6

32.0

004.

713.

000

2.63

9.00

08.

211.

000

3.36

8.00

02.

400.

000

750.

000

51.2

52.0

0040

0Ko

ta Te

rnat

e 10

.844

.000

6.93

8.00

08.

934.

000

2.44

6.00

08.

883.

000

3.22

6.00

03.

374.

000

885.

000

45.5

30.0

0040

1Ka

b. H

alm

aher

a Ti

mur

10

.129

.000

8.18

1.00

07.

095.

000

1.55

7.00

02.

242.

000

2.89

2.00

02.

890.

000

2.31

7.00

080

3.00

038

.106

.000

402

Kota

Tid

ore

Kepu

laua

n 10

.964

.000

8.15

2.00

07.

327.

000

2.14

6.00

02.

281.

000

3.01

6.00

03.

394.

000

3.38

5.00

078

4.00

041

.449

.000

Lampiran

Lampiran - ��

no

D

aera

h Bi

dang

Pe

ndid

ikan

Bi

dang

ke

seha

tan

Bida

ng in

fras

truk

tur

Bida

ng

kela

utan

da

n Pe

rika

nan

Bida

ng

Pert

ania

n Bi

dang

Pr

aspe

m

Bida

ng

ling

-ku

ngan

h

idup

to

tal

Jala

nir

igas

ia

ir B

ersi

h

404

Kab.

Hal

mah

era

Sela

tan

11.3

17.0

009.

937.

000

8.43

0.00

03.

116.

000

5.33

5.00

03.

095.

000

2.32

5.00

076

5.00

044

.320

.000

405

Kab.

Hal

mah

era

Uta

ra

12.3

96.0

0010

.031

.000

9.51

9.00

02.

851.

000

3.93

7.00

03.

688.

000

2.94

4.00

090

9.00

046

.275

.000

XXXI

I Pr

ovin

si P

apua

40

6Ka

b. B

iak

Num

for

15.0

22.0

0011

.892

.000

13.2

45.0

003.

024.

000

4.02

1.00

04.

118.

000

858.

000

52.1

80.0

0040

7Ka

b. Ja

yapu

ra

11.0

25.0

0013

.282

.000

13.1

63.0

001.

954.

000

3.02

8.00

02.

905.

000

5.29

1.00

01.

787.

000

52.4

35.0

0040

8Ka

b. Ja

yaw

ijaya

14

.455

.000

13.4

87.0

008.

632.

000

1.85

8.00

08.

845.

000

2.96

9.00

04.

570.

000

1.29

7.00

056

.113

.000

409

Kab.

Mer

auke

13

.784

.000

22.2

40.0

0017

.764

.000

3.24

2.00

03.

327.

000

6.30

2.00

04.

981.

000

1.54

1.00

073

.181

.000

410

Kab.

Mim

ika

10.4

16.0

0011

.903

.000

7.02

3.00

02.

854.

000

3.29

2.00

03.

445.

000

4.14

7.00

094

7.00

044

.027

.000

411

Kab.

Nab

ire

9.36

8.00

012

.467

.000

11.8

85.0

001.

366.

000

2.72

0.00

02.

852.

000

3.19

7.00

080

8.00

044

.663

.000

412

Kab.

Pan

iai

8.64

5.00

014

.291

.000

19.8

71.0

004.

721.

000

2.49

5.00

03.

013.

000

5.07

9.00

060

5.00

058

.720

.000

413

Kab.

Pun

cak

Jaya

10

.301

.000

11.8

13.0

0013

.827

.000

5.32

4.00

01.

719.

000

2.68

8.00

06.

794.

000

787.

000

53.2

53.0

0041

4Ka

b. Y

apen

War

open

11

.955

.000

8.89

8.00

010

.312

.000

2.59

2.00

03.

583.

000

3.49

5.00

01.

025.

000

41.8

60.0

0041

5Ko

ta Ja

yapu

ra

14.6

61.0

0010

.065

.000

11.3

12.0

002.

807.

000

3.96

4.00

04.

126.

000

991.

000

47.9

26.0

0041

6Ka

b. S

arm

i 8.

831.

000

12.6

99.0

006.

064.

000

1.41

9.00

02.

844.

000

1.96

7.00

02.

457.

000

1.52

9.00

095

3.00

038

.763

.000

417

Kab.

Kee

rom

12

.332

.000

10.8

06.0

0011

.041

.000

2.09

5.00

02.

653.

000

2.34

9.00

04.

183.

000

3.26

3.00

092

2.00

049

.644

.000

418

Kab.

Yah

ukim

o 10

.320

.000

12.5

53.0

009.

474.

000

6.10

6.00

01.

941.

000

2.64

4.00

03.

098.

000

1.66

8.00

047

.804

.000

419

Kab.

Peg

unun

gan

Bint

ang

12.7

30.0

0015

.664

.000

12.8

13.0

004.

632.

000

2.53

9.00

04.

154.

000

4.06

8.00

097

4.00

057

.574

.000

420

Kab.

Tolik

ara

11.7

54.0

0010

.527

.000

13.2

59.0

002.

258.

000

4.48

6.00

03.

230.

000

3.02

2.00

03.

275.

000

853.

000

52.6

64.0

0042

1Ka

b. B

oven

Dig

oel

11.9

21.0

0014

.278

.000

8.69

8.00

02.

835.

000

2.93

6.00

02.

443.

000

3.21

3.00

03.

126.

000

935.

000

50.3

85.0

0042

2Ka

b. M

appi

10

.683

.000

13.7

67.0

008.

887.

000

1.70

4.00

02.

879.

000

2.60

3.00

02.

936.

000

2.91

2.00

082

4.00

047

.195

.000

423

Kab.

Asm

at

12.8

35.0

0015

.219

.000

8.72

6.00

03.

169.

000

4.09

1.00

02.

949.

000

3.88

5.00

03.

656.

000

3.50

8.00

058

.038

.000

424

Kab.

War

open

10

.950

.000

11.3

46.0

009.

928.

000

2.32

9.00

04.

324.

000

2.66

9.00

02.

558.

000

1.02

9.00

045

.133

.000

425

Kab.

Sup

iori

15.3

14.0

0012

.201

.000

11.9

67.0

003.

269.

000

3.53

8.00

04.

719.

000

4.49

6.00

01.

005.

000

56.5

09.0

00XX

XIII

Prov

insi

Iria

n Ja

ya B

arat

42

6Ka

b. S

oron

g 9.

704.

000

8.05

6.00

07.

510.

000

2.63

7.00

02.

216.

000

3.17

6.00

03.

192.

000

2.00

6.00

038

.497

.000

427

Kab.

Man

okw

ari

12.3

21.0

0011

.365

.000

10.8

87.0

001.

771.

000

3.70

0.00

03.

301.

000

4.58

1.00

02.

086.

000

50.0

12.0

0042

8Ka

b. F

ak F

ak

9.30

5.00

09.

392.

000

11.4

59.0

001.

887.

000

2.29

8.00

05.

023.

000

2.69

6.00

01.

819.

000

43.8

79.0

0042

9Ko

ta S

oron

g 10

.413

.000

7.03

6.00

06.

369.

000

3.00

0.00

03.

071.

000

2.80

6.00

03.

394.

000

826.

000

36.9

15.0

0043

0Ka

b. S

oron

g Se

lata

n 11

.219

.000

11.9

29.0

008.

387.

000

1.37

6.00

02.

476.

000

6.24

4.00

03.

251.

000

2.36

5.00

02.

975.

000

50.2

22.0

0043

1Ka

b. R

aja

Am

pat

13.5

00.0

0012

.496

.000

8.01

1.00

02.

479.

000

3.12

1.00

05.

780.

000

3.67

5.00

03.

532.

000

1.58

6.00

054

.180

.000

432

Kab.

Telu

k Bi

ntun

i 9.

105.

000

9.78

1.00

05.

536.

000

1.31

4.00

02.

595.

000

2.30

7.00

02.

618.

000

2.26

3.00

02.

358.

000

37.8

77.0

0043

3Ka

b. Te

luk

Won

dam

a 11

.920

.000

10.2

68.0

0010

.202

.000

2.98

7.00

03.

634.

000

3.48

7.00

03.

202.

000

1.06

1.00

046

.761

.000

434

Kab.

Kai

man

a 9.

990.

000

10.6

45.0

004.

809.

000

2.43

3.00

03.

070.

000

3.19

2.00

02.

425.

000

1.80

9.00

038

.373

.000

Tota

l Nas

iona

l 5.

195.

290.

000

3.38

1.27

0.00

03.

113.

060.

000

858.

910.

000

1.06

2.37

0.00

01.

100.

360.

000

1.49

2.17

0.00

053

9.06

0.00

035

1.61

0.00

017

.094

.100

.000

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

Lampiran �

Dana PenyesUaian inFrastrUktUr Jalan Dan lainnya tahUn 2007

(dalam ribu rupiah)

no Daerah PenDiDikan kesehatanJalan Dan

Prasarana Fisik lainnya

irigasi & Pengairan

air Bersih & lingkUngan

hiDUP

Pertanian, kelaUtan

Dan Perikanan

total

I Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

1 Kab. Aceh Besar 5,000,000 5,000,000

2 Kab. Aceh Selatan 4,400,000 4,400,000

3 Kab. Aceh Singkil 4,400,000 4,400,000

4 Kab. Aceh Tengah 5,000,000 5,000,000

5 Kab. Bireun 15,000,000 15,000,000

6 Kota Banda Aceh 5,000,000 5,000,000

7 Kota Sabang 4,400,000 4,400,000

8 Kab. Aceh Jaya 5,000,000 5,000,000

II Provinsi Sumatera Utara 20,000,000 20,000,000

9 Kab. Deli Serdang 29,000,000 29,000,000

10 Kab. Tanah Karo 29,000,000 29,000,000

11 Kab. Langkat 32,000,000 32,000,000

12 Kab. Mandailing Natal 10,000,000 7,000,000 17,000,000

13 Kab. Nias 2,000,000 2,000,000

14 Kab. Simalungun 9,000,000 15,000,000 24,000,000

15 Kab. Tapanuli Selatan 15,000,000 15,000,000

16 Kab. Tapanuli Tengah 10,000,000 10,000,000

17 Kab. Tapanuli Utara 14,500,000 14,500,000

18 Kota Medan 12,000,000 3,000,000 33,000,000 9,000,000 4,000,000 61,000,000

19 Kota Pematang Siantar 15,000,000 15,000,000

20 Kota Padang Sidempuan 5,500,000 17,000,000 8,000,000 30,500,000

21 Kab. Humbang Hasundutan 10,000,000 10,000,000

III Provinsi Sumatera Barat 20,000,000 20,000,000

22 Kab. Agam 5,000,000 5,000,000

23 Kab. Pesisir Selatan 5,000,000 5,000,000

24 Kab. Tanah Datar 5,000,000 5,000,000

25 Kota Bukit Tinggi 5,000,000 5,000,000

26 Kota Padang 5,000,000 5,000,000

27 Kota Pariaman 10,000,000 10,000,000

28 Kab. Dharmasraya 5,000,000 5,000,000

29 Kab. Solok Selatan 9,500,000 9,500,000

Lampiran

Lampiran - �7

no Daerah PenDiDikan kesehatanJalan Dan

Prasarana Fisik lainnya

irigasi & Pengairan

air Bersih & lingkUngan

hiDUP

Pertanian, kelaUtan

Dan Perikanan

total

IV Provinsi Riau 20,000,000 20,000,000

30 Kab. Bengkalis 2,000,000 2,000,000

31 Kab. Indragiri Hulu 15,000,000 15,000,000

32 Kab. Kampar 2,000,000 1,000,000 8,000,000 1,000,000 1,000,000 2,000,000 15,000,000

33 Kab. Rokan Hilir 10,000,000 10,000,000

34 Kota Dumai 1,000,000 10,000,000 9,500,000 500,000 21,000,000

35 Kota Pekanbaru 4,000,000 1,000,000 35,000,000 2,000,000 42,000,000

V Provinsi Riau Kepulauan 30,000,000 30,000,000

36 Kab. Karimun 25,000,000 25,000,000

37 Kota Batam 10,000,000 15,000,000 32,500,000 3,000,000 60,500,000

38 Kota Tanjung Pinang 25,000,000 25,000,000

39 Kab. Lingga 20,000,000 20,000,000

VI Provinsi Jambi 20,000,000 20,000,000

40 Kab. Bungo 19,000,000 19,000,000

41 Kab. Kerinci 10,000,000 2,000,000 12,000,000

42 Kab. Muaro Jambi 18,000,000 18,000,000

43 Kab. Tanjung Jabung Timur 17,000,000 17,000,000

VII Provinsi Sumatera Selatan 20,000,000 20,000,000

44 Kab. Lahat 23,000,000 23,000,000

45 Kab. Musi Banyuasin 4,400,000 20,000,000 24,400,000

46 Kab. Musi Rawas 20,000,000 20,000,000

47 Kab. Muara Enim 6,500,000 12,500,000 2,000,000 2,000,000 23,000,000

48 Kab. Ogan Komering Ilir 3,000,000 3,000,000

49 Kab. Ogan Komering Ulu 5,000,000 5,000,000

50 Kota Palembang 14,000,000 14,000,000

51 Kota Pagar Alam 7,000,000 3,000,000 10,000,000

52 Kota Prabumulih 4,400,000 4,400,000

53 Kab. Ogan Ilir 3,000,000 3,000,000

54 Kab. OKU Timur 8,000,000 8,000,000

55 Kab. OKU Selatan 3,000,000 3,000,000

VIII Provinsi Bangka Belitung

56 Kab. Bangka Selatan 9,000,000 9,000,000

IX Provinsi Bengkulu

57 Kab. Rejang Lebong 8,000,000 5,000,000 13,000,000

58 Kab. Mukomuko 29,000,000 29,000,000

X Provinsi Lampung

59 Kab. Lampung Barat 4,400,000 4,400,000

60 Kab. Lampung Selatan 7,400,000 9,000,000 2,000,000 18,400,000

61 Kab. Lampung Tengah 10,000,000 10,000,000

(dalam ribu rupiah)

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no Daerah PenDiDikan kesehatanJalan Dan

Prasarana Fisik lainnya

irigasi & Pengairan

air Bersih & lingkUngan

hiDUP

Pertanian, kelaUtan

Dan Perikanan

total

62 Kab. Lampung Utara 8,400,000 10,000,000 18,400,000

63 Kab. Lampung Timur 5,400,000 5,400,000

64 Kab. Tulang Bawang 10,000,000 10,000,000

65 Kota Bandar Lampung 6,000,000 3,000,000 9,000,000

XI Provinsi DKI Jakarta

XII Provinsi Jawa Barat

66 Kab. Bandung 10,000,000 10,000,000

67 Kab. Bekasi 13,000,000 5,000,000 18,000,000

68 Kab. Bogor 15,000,000 15,000,000

69 Kab. Ciamis 10,000,000 10,000,000

70 Kab. Cianjur 5,000,000 5,000,000

71 Kab. Cirebon 14,000,000 6,000,000 20,000,000

72 Kab. Indramayu 5,000,000 29,000,000 4,000,000 38,000,000

73 Kab. Kuningan 11,500,000 11,500,000

74 Kab. Majalengka 10,000,000 10,000,000

75 Kab. Sukabumi 5,000,000 5,000,000

76 Kab. Tasikmalaya 11,000,000 11,000,000

77 Kota Bandung 8,500,000 10,000,000 18,500,000

78 Kota Bekasi 5,000,000 5,000,000

79 Kota Bogor 9,500,000 9,500,000

80 Kota Depok 5,000,000 9,000,000 5,000,000 19,000,000

81 Kota Cimahi 10,000,000 10,000,000

82 Kota Banjar 11,500,000 11,500,000

XIII Provinsi Banten

83 Kab. Pandeglang 5,000,000 5,000,000

XIV Provinsi Jawa Tengah

84 Kab. Cilacap 1,400,000 1,400,000

85 Kab. Demak 5,000,000 5,000,000

86 Kab. Grobogan 10,000,000 10,000,000

87 Kab. Jepara 10,000,000 15,000,000 25,000,000

88 Kab. Kudus 5,000,000 35,000,000 40,000,000

89 Kab. Magelang 4,400,000 4,400,000

90 Kab. Pati 15,000,000 15,000,000

91 Kab. Purbalingga 7,000,000 5,000,000 12,000,000

92 Kab. Purworejo 9,000,000 9,000,000

93 Kab. Rembang 1,650,000 1,650,000

94 Kab. Semarang 4,650,000 4,650,000

95 Kab. Sragen 30,000,000 30,000,000

(dalam ribu rupiah)

Lampiran

Lampiran - ��

no Daerah PenDiDikan kesehatanJalan Dan

Prasarana Fisik lainnya

irigasi & Pengairan

air Bersih & lingkUngan

hiDUP

Pertanian, kelaUtan

Dan Perikanan

total

96 Kab. Temanggung 5,000,000 5,000,000

97 Kab. Wonosobo 10,000,000 10,000,000

98 Kota Semarang 5,000,000 5,000,000

99 Kota Surakarta 12,996,500 12,996,500

XV Provinsi DI Yogyakarta

100 Kab. Bantul 10,500,000 4,000,000 3,000,000 17,500,000

101 Kab. Kulon Progo 13,500,000 13,500,000

102 Kab. Sleman 8,000,000 8,000,000

XVI Provinsi Jawa Timur

103 Kab. Bangkalan 5,000,000 5,000,000

104 Kab. Blitar 25,000,000 5,000,000 30,000,000

105 Kab. Bondowoso 5,000,000 5,000,000

106 Kab. Gresik 7,500,000 7,500,000

107 Kab. Kediri 20,000,000 20,000,000

108 Kab. Lamongan 3,000,000 3,000,000

109 Kab. Lumajang 3,000,000 3,000,000

110 Kab. Madiun 10,000,000 10,000,000

111 Kab. Mojokerto 7,500,000 2,500,000 10,000,000

112 Kab. Pamekasan 10,000,000 5,000,000 15,000,000

113 Kab. Pasuruan 1,000,000 1,000,000 1,000,000 3,000,000

114 Kab. Probolinggo 10,000,000 10,000,000

115 Kab. Trenggalek 5,000,000 20,000,000 25,000,000

116 Kab. Tulungagung 10,000,000 10,000,000

117 Kota Mojokerto 10,000,000 10,000,000

118 Kota Pasuruan 10,000,000 5,000,000 15,000,000

119 Kota Probolinggo 20,000,000 5,000,000 5,000,000 30,000,000

120 Kota Batu 10,000,000 10,000,000

XVII Provinsi Kalimantan Barat

121 Kab. Bengkayang 4,000,000 5,400,000 9,000,000 1,000,000 19,400,000

122 Kab. Landak 15,000,000 15,000,000

123 Kab. Ketapang 3,000,000 3,000,000

124 Kab. Pontianak 15,000,000 15,000,000

125 Kab. Sanggau 1,000,000 1,000,000 6,500,000 1,000,000 2,000,000 1,000,000 12,500,000

126 Kota Pontianak 5,000,000 5,000,000

XVIII Provinsi Kalimantan Tengah 65,000,000 65,000,000

127 Kab. Kotawaringin Barat 2,000,000 2,000,000 10,000,000 5,000,000 1,000,000 20,000,000

128 Kab. Kotawaringin Timur 3,000,000 3,000,000 15,000,000 2,500,000 1,000,000 1,000,000 25,500,000

129 Kota Palangkaraya 4,500,000 4,000,000 8,500,000

(dalam ribu rupiah)

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�0 - Lampiran

no Daerah PenDiDikan kesehatanJalan Dan

Prasarana Fisik lainnya

irigasi & Pengairan

air Bersih & lingkUngan

hiDUP

Pertanian, kelaUtan

Dan Perikanan

total

130 Kab. Pulang Pisau 2,000,000 2,000,000 16,500,000 4,500,000 2,000,000 10,000,000 37,000,000

131 Kab. Lamandau 30,000,000 30,000,000

132 Kab. Katingan 1,000,000 2,000,000 9,000,000 3,000,000 15,000,000

133 Kab. Seruyan 11,250,000 5,000,000 16,250,000

XIX Prov. Kalimantan Selatan 50,000,000 50,000,000

134 Kab. Banjar 5,000,000 5,000,000

135 Kab. Kota Baru 2,000,000 2,000,000 4,000,000 1,000,000 2,000,000 4,000,000 15,000,000

136 Kota Banjarmasin 14,690,000 14,690,000

137 Kab. Tanah Bumbu 5,000,000 5,000,000

XX Provinsi Kalimantan Timur

138 Kab. Berau 5,000,000 5,000,000

139 Kab. Bulungan 14,000,000 14,000,000

140 Kab. Kutai Barat 5,000,000 5,000,000

141 Kab. Nunukan 5,000,000 5,000,000

142 Kota Tarakan 14,500,000 14,500,000

143 Kab. Penajam Paser Utara 10,000,000 10,000,000

XXI Provinsi Sulawesi Utara 20,000,000 20,000,000

144 Kab. Bolaang Mongondow 5,000,000 5,000,000

145 Kab. Minahasa 3,000,000 3,000,000

146 Kab. Sangihe 5,000,000 5,000,000

147 Kota Bitung 10,000,000 10,000,000

148 Kota Manado 43,000,000 43,000,000

149 Kab. Kepulauan Talaud 5,000,000 36,000,000 5,000,000 46,000,000

150 Kab. Minahasa Selatan 1,000,000 1,000,000 11,750,000 1,000,000 2,000,000 1,000,000 17,750,000

151 Kab. Minahasa Utara 5,000,000 5,000,000

XXII Provinsi Gorontalo

152 Kab. Boalemo 10,000,000 10,000,000

153 Kab. Gorontalo 10,000,000 5,000,000 15,000,000

154 Kab. Pohuwato 17,500,000 17,500,000

XXIII Provinsi Sulawesi Tengah

155 Kab. Banggai 18,000,000 18,000,000

156 Kab. Banggai Kepulauan 2,000,000 2,000,000 4,000,000

157 Kab. Toli-Toli 17,000,000 17,000,000

158 Kab. Donggala 4,650,000 4,000,000 8,650,000

159 Kab. Morowali 10,000,000 10,000,000

160 Kab. Poso 4,400,000 4,400,000

161 Kota Palu 7,400,000 7,400,000

162 Kab. Tojo Una Una 17,000,000 17,000,000

(dalam ribu rupiah)

Lampiran

Lampiran - �1

no Daerah PenDiDikan kesehatanJalan Dan

Prasarana Fisik lainnya

irigasi & Pengairan

air Bersih & lingkUngan

hiDUP

Pertanian, kelaUtan

Dan Perikanan

total

XXIV Provinsi Sulawesi Selatan 20,000,000 20,000,000

163 Kab. Barru 8,000,000 8,000,000

164 Kab. Bone 5,000,000 5,000,000

165 Kab. Enrekang 5,000,000 40,000,000 45,000,000

166 Kab. G o w a 5,000,000 5,000,000

167 Kab. Jeneponto 5,000,000 5,000,000

168 Kab. Luwu Utara 4,400,000 4,400,000

169 Kab. M a r o s 4,400,000 4,400,000

170 Kab. Pangkajene Kepulauan 5,000,000 5,000,000

171 Kab. Selayar 5,000,000 5,000,000

172 Kab. Sidenreng Rappang 6,400,000 4,000,000 4,000,000 14,400,000

173 Kab. Sinjai 5,000,000 5,000,000 10,000,000

174 Kab. Soppeng 5,000,000 5,000,000

175 Kota Pare-pare 4,500,000 4,500,000

176 Kota Palopo 3,000,000 3,000,000

XXV Provinsi Sulawesi Barat

177 Kab. Mamuju 3,000,000 3,000,000

178 Kab. Polewali Mandar 9,000,000 9,000,000

179 Kab. Mamuju Utara 40,000,000 40,000,000

XXVI Provinsi Sulawesi Tenggara 10,000,000 10,000,000

180 Kab. Buton 8,000,000 8,000,000

181 Kab. Konawe 15,000,000 4,000,000 19,000,000

182 Kab. Kolaka 1,000,000 11,000,000 1,000,000 1,000,000 14,000,000

183 Kab. Muna 15,000,000 15,000,000

184 Kab. Bombana 6,100,000 6,100,000

185 Kab. Wakatobi 7,000,000 9,000,000 9,000,000 25,000,000

XXVII Provinsi Bali 20,000,000 20,000,000

186 Kab. Badung 10,000,000 10,000,000

187 Kab. Bangli 10,000,000 25,000,000 35,000,000

188 Kab. Gianyar 10,000,000 10,000,000 20,000,000

189 Kab. Karangasem 2,500,000 5,000,000 2,500,000 10,000,000

XXVIII Provinsi Nusa Tenggara Barat

190 Kab. Bima 5,000,000 5,000,000

191 Kab. Dompu 5,000,000 5,000,000

192 Kab. Lombok Tengah 4,000,000 3,000,000 7,000,000

193 Kab. Sumbawa 7,000,000 7,000,000

194 Kota Mataram 9,000,000 9,000,000

195 Kab. Sumbawa Barat 7,000,000 7,000,000

(dalam ribu rupiah)

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�2 - Lampiran

no Daerah PenDiDikan kesehatanJalan Dan

Prasarana Fisik lainnya

irigasi & Pengairan

air Bersih & lingkUngan

hiDUP

Pertanian, kelaUtan

Dan Perikanan

total

XXIX Prov. Nusa Tenggara Timur 25,000,000 25,000,000

196 Kab. Ende 4,400,000 5,000,000 9,400,000

197 Kab. Kupang 2,000,000 2,000,000 1,000,000 2,000,000 7,000,000

198 Kab. Lembata 5,000,000 5,000,000

199 Kab. Manggarai 7,000,000 29,000,000 36,000,000

200 Kab. Ngada 8,400,000 20,000,000 28,400,000

201 Kab. Sikka 4,400,000 4,400,000

202 Kab. Timor Tengah Selatan 2,000,000 2,000,000 6,300,000 3,000,000 2,000,000 2,200,000 17,500,000

203 Kota Kupang 5,500,000 2,000,000 4,500,000 4,000,000 1,000,000 2,000,000 19,000,000

204 Kab. Manggarai Barat 1,000,000 1,000,000 2,000,000 4,000,000

XXX Provinsi Maluku

205 Kab. Maluku Tengah 5,500,000 5,500,000

206 Kota Ambon 3,000,000 2,000,000 5,000,000 1,000,000 1,500,000 1,500,000 14,000,000

207 Kab. Seram Bagian Timur 1,000,000 1,000,000 23,950,000 1,000,000 2,000,000 1,000,000 29,950,000

XXXI Provinsi Maluku Utara 15,000,000 15,000,000

208 Kab. Halmahera Tengah 4,000,000 4,000,000

209 Kab. Halmahera Barat 15,000,000 15,000,000

210 Kab. Halmahera Timur 2,000,000 1,000,000 6,500,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 12,500,000

211 Kab. Kepulauan Sula 5,000,000 5,000,000

212 Kab. Halmahera Selatan 10,000,000 4,000,000 8,000,000 22,000,000

XXXII Provinsi Papua

213 Kab. Jayapura 10,000,000 10,000,000

214 Kab. Merauke 50,000,000 50,000,000

215 Kab. Nabire 9,000,000 9,000,000

216 Kota Jayapura 5,000,000 3,000,000 8,000,000

217 Kab. Keerom 10,000,000 10,000,000

218 Kab. Yahukimo 25,000,000 25,000,000

219 Kab. Pegunungan Bintang 22,500,000 10,000,000 32,500,000

220 Kab. Tolikara 7,000,000 7,000,000 45,500,000 10,500,000 70,000,000

221 Kab. Boven Digoel 45,500,000 5,000,000 50,500,000

XXXIII Provinsi Irian Jaya Barat

222 Kab. Sorong 5,000,000 3,500,000 8,500,000

223 Kab. Manokwari 2,500,000 34,000,000 2,000,000 2,000,000 8,000,000 48,500,000

224 Kab. Fak Fak 25,000,000 25,000,000

225 Kab. Sorong Selatan 1,000,000 1,000,000 17,000,000 1,000,000 2,000,000 4,500,000 26,500,000

total nasional 69,000.000 453,050.000 2,674,246.500 179,000.000 89,190.000 98,700.000 3,563,186.500

MENTERI KEUANGAN,ttdSRI MULYANI INDRAWATI

(dalam ribu rupiah)

Lampiran

Lampiran - ��

no Dati i 2002 2003 2004 2005 2006

1 Nanggroe Aceh Darussalam

6.111 7.139 7.947 13.952 22.105

2 Sumatera Utara 34.555 39.962 45.002 51.735 59.808

3 Sumatera Barat 6.335 7.412 8.122 8.956 11.431

4 R i a u 16.879 19.349 23.903 29.407 40.138

5 Jambi 3.829 4.544 5.287 5.735 7.478

6 Sumatera Selatan 10.119 12.207 14.449 17.436 20.804

7 Bangka Belitung 2.174 2.580 3.307 3.985 5.106

8 Bengkulu 1.223 1.531 1.783 2.090 2.761

9 Lampung 5.302 6.052 6.529 7.588 9.436

10 Banten 14.201 16.493 19.722 26.177 28.781

11 DKI Jakarta 466.132 482.939 499.269 579.121 631.445

12 Jawa Barat 74.779 77.380 81.607 93.164 106.144

13 Jawa Tengah 39.894 43.525 46.804 53.420 62.698

14 DI Yogyakarta 8.242 9.157 10.213 11.461 13.902

15 Jawa Timur 81.706 88.911 95.514 113.388 126.820

16 B a l i 12.221 12.806 15.280 17.377 19.029

17 Nusa Tenggara Barat 2.462 2.808 3.339 3.924 4.893

18 Nusa Tenggara Timur 3.348 3.934 4.337 4.874 6.570

19 Kalimantan Barat 6.934 6.770 8.891 10.450 12.793

20 Kalimantan Tengah 2.532 3.033 3.353 4.108 5.493

21 Kalimantan Selatan 4.988 5.738 7.041 8.399 10.829

22 Kalimantan Timur 14.474 15.833 17.620 23.509 30.612

23 Sulawesi Utara 3.156 4.216 4.592 5.302 6.052

24 Gorontalo 630 710 853 1008 1398

25 Sulawesi Tengah 2.321 2.681 2.883 3.358 4.448

26 Sulawesi Selatan 11.215 13.360 14.619 17.212 21.847

27 Sulawesi Tenggara 1.695 1.978 1.999 2.285 3.323

28 Maluku Utara 825 990 1215 1.528 2.184

29 Maluku 1.780 2.134 2.458 2.816 4.164

30 Papua 4.953 6.151 7.142 10.322 16.269

J U m l a h : 845.015 902.323 965.080 1.134.087 1.298.761

Lampiran �

Posisi PenghimPUnan Dana Bank UmUm menUrUt lokasi Dati.i 1)

(Rp miliar)

1) Penghimpunan dana oleh Bank yang berada di Dati I tersebut data di BI masih mencakup 30 propinsi

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no nama kota 2003 2004 2005 2006

1 LHOKSEUMAWE 4,00 7,35 17,58 11,47

2 BANDA ACEH 3,87 6,97 41,11 9,54

3 PADANG SIDEMPUAN 4,38 8,99 18,47 10,02

4 SIBOLGA 2,85 6,64 22,39 5,03

5 PEMATANG SIANTAR 1,76 7,30 19,67 6,07

6 MEDAN 6,10 6,65 22,91 5,96

7 PADANG 4,73 6,97 20,47 8,05

8 PAKANBARU 7,06 8,93 17,11 6,31

9 BATAM 3,43 4,22 14,79 4,59

10 JAMBI 4,67 7,24 16,50 10,66

11 PALEMBANG 4,43 8,94 19,92 8,44

12 BENGKULU 3,42 4,67 25,23 6,52

13 BANDAR LAMPUNG 4,74 5,22 21,18 6,03

14 PANGKAL PINANG 6,74 9,00 17,45 6,42

15 JAKARTA 5,65 5,87 16,06 6,03

16 TASIKMALAYA 3,23 5,92 20,83 8,44

17 BANDUNG 6,09 7,56 19,57 5,33

18 CIREBON 3,36 3,27 16,83 6,30

19 PURWOKERTO 3,38 6,32 14,54 8,45

20 SURAKARTA 2,34 5,15 13,88 6,18

21 SEMARANG 5,60 5,97 16,47 6,07

22 TEGAL 3,06 5,25 18,39 7,73

23 YOGYAKARTA 5,36 6,95 14,98 10,40

24 JEMBER 4,63 6,24 16,86 6,84

25 KEDIRI 1,96 6,38 16,84 7,78

26 MALANG 3,53 6,28 15,74 5,91

27 SURABAYA 5,20 6,06 14,12 6,70

28 SERANG/CILEGON 6,04 6,40 16,11 7,67

29 DENPASAR 5,76 5,97 11,30 4,30

30 MATARAM 2,62 6,61 17,73 4,17

31 KUPANG 6,95 8,28 15,16 9,72

Lampiran 10

PerkemBangan inFlasi 45 kota

(2002=100)

Lampiran

Lampiran - ��

no nama kota 2003 2004 2005 2006

1 LHOKSEUMAWE 4,00 7,35 17,58 11,47

2 BANDA ACEH 3,87 6,97 41,11 9,54

3 PADANG SIDEMPUAN 4,38 8,99 18,47 10,02

4 SIBOLGA 2,85 6,64 22,39 5,03

5 PEMATANG SIANTAR 1,76 7,30 19,67 6,07

6 MEDAN 6,10 6,65 22,91 5,96

7 PADANG 4,73 6,97 20,47 8,05

8 PAKANBARU 7,06 8,93 17,11 6,31

9 BATAM 3,43 4,22 14,79 4,59

10 JAMBI 4,67 7,24 16,50 10,66

11 PALEMBANG 4,43 8,94 19,92 8,44

12 BENGKULU 3,42 4,67 25,23 6,52

13 BANDAR LAMPUNG 4,74 5,22 21,18 6,03

14 PANGKAL PINANG 6,74 9,00 17,45 6,42

15 JAKARTA 5,65 5,87 16,06 6,03

16 TASIKMALAYA 3,23 5,92 20,83 8,44

17 BANDUNG 6,09 7,56 19,57 5,33

18 CIREBON 3,36 3,27 16,83 6,30

19 PURWOKERTO 3,38 6,32 14,54 8,45

20 SURAKARTA 2,34 5,15 13,88 6,18

21 SEMARANG 5,60 5,97 16,47 6,07

22 TEGAL 3,06 5,25 18,39 7,73

23 YOGYAKARTA 5,36 6,95 14,98 10,40

24 JEMBER 4,63 6,24 16,86 6,84

25 KEDIRI 1,96 6,38 16,84 7,78

26 MALANG 3,53 6,28 15,74 5,91

27 SURABAYA 5,20 6,06 14,12 6,70

28 SERANG/CILEGON 6,04 6,40 16,11 7,67

29 DENPASAR 5,76 5,97 11,30 4,30

30 MATARAM 2,62 6,61 17,73 4,17

31 KUPANG 6,95 8,28 15,16 9,72

32 PONTIANAK 5,77 6,06 14,43 6,31

33 SAMPIT 2,47 6,67 11,90 7,75

34 PALANGKARAYA 5,32 7,24 12,12 7,72

35 BANJARMASIN 6,88 7,53 12,93 11,04

36 BALIKPAPAN 8,59 7,60 17,28 5,52

37 SAMARINDA 6,89 5,64 16,65 6,50

38 MANADO 2,79 4,69 18,73 5,09

39 PALU 5,10 7,01 16,33 8,69

40 MAKASSAR 2,53 6,47 15,20 7,21

41 KENDARI 4,66 7,73 21,46 10,57

42 GORONTALO -0,03 8,64 18,56 7,54

43 AMBON 3,01 3,45 16,67 4,80

44 TERNATE 6,46 4,82 19,43 5,12

45 JAYAPURA 8,46 9,45 14,15 9,52

5,06 6,40 17,11 6,60

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no. Propinsi 2003 *) 2004 *) 2005 2006

1 Nangroe Aceh Darussalam 20 20 15 152 Sumatera Utara 56 56 54 543 Sumatera Barat 104 104 100 1034 Riau 11 13 12 135 Jambi 3 4 5 76 Sumatera Selatan 13 14 12 137 Bangka Belitung **) 1 18 Bengkulu 4 4 3 39 Lampung 25 29 27 27

10 Banten ***) 79 7611 DKI Jakarta 13 18 20 2412 Jawa Barat 581 558 440 42313 Jawa Tengah 586 598 510 38414 DI Yogyakarta 65 65 63 6115 Jawa Timur 346 349 339 34116 Bali 143 143 142 14217 Nusa Tenggara Barat 64 64 63 6318 Nusa Tenggara Timur 4 4 4 519 Kalimantan Barat 8 9 12 1520 Kalimantan Selatan 25 25 24 2421 Kalimantan Tengah 1 1 1 122 Kalimantan Timur 6 7 8 923 Sulawesi Utara 23 24 20 1624 Gorontalo ****) 5 725 Sulawesi Tengah 3 4 4 626 Sulawesi Selatan 22 26 22 2227 Sulawesi Tenggara 5 6 6 628 Maluku Utara 1 1 1 129 Maluku 1 2 2 230 Papua 6 6 5 531 Kep. Riau 2 4 10 11

Jumlah 2141 2158 2009 1880

Lampiran 11

PerkemBangan JUmlah BPr nasional

NB : *) Jumlah BPR tahun 2003 dan 2004 termasuk BPRS**) Tahun 2003 dan 2004 Propinsi Bangka Belitung termasuk propinsi Sumatera Selatan***) Tahun 2003 dan 2004 Propinsi Banten termasuk Jawa Barat****) Tahun 2003 dan 2004 Propinsi Gorontalo termasuk Propinsi Sulawesi Utara

Lampiran

Lampiran - �7

no. Propinsi2004 2005 2006

1 Nangroe Aceh Darussalam 6 7 92 Sumatera Utara 11 12 163 Sumatera Barat 7 7 74 Riau 4 6 65 Jambi 2 2 36 Sumatera Selatan 3 4 57 Bangka Belitung 18 Bengkulu 1 2 29 Lampung 2 2 410 Banten 5 6 811 DKI Jakarta 26 25 2812 Jawa Barat 23 28 2913 Jawa Tengah 12 15 1614 DI Yogyakarta 4 5 515 Jawa Timur 17 20 2116 Bali 1 2 217 Nusa Tenggara Barat 2 3 418 Nusa Tenggara Timur 119 Kalimantan Barat 2 3 420 Kalimantan Selatan 6 7 721 Kalimantan Tengah 1 1 122 Kalimantan Timur 5 6 923 Sulawesi Utara 2 224 Gorontalo 1 1 125 Sulawesi Tengah 2 2 226 Sulawesi Selatan 5 6 627 Sulawesi Tenggara 1 1 128 Maluku Utara 1 1 129 Maluku 130 Papua 1 2 331 Kep. Riau 2 2 5

Jumlah 153 180 210

Lampiran 12

PerkemBangan JUmlah kantor Bank syariah 1)

1) Terdiri atas kantor Bank Syariah Murni dan Unit Usaha Syariah

Buku Pegangan 2007 Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah

�� - Lampiran

no Dati i 2002 2003 2004 2005 2006

1 Nanggroe Aceh Darussalam 2.173 2.544 4.002 4.700 5.8122 Sumatera Utara 14.929 19.326 26.509 35.676 41.2373 Sumatera Barat 4.178 5.734 7.187 8.130 9.3564 R i a u 14.254 13.696 21.207 25.712 30.0465 Jambi 2.870 3.450 4.357 5.455 6.5476 Sumatera Selatan 6.007 7.240 9.600 11.543 12.8227 Bangka Belitung 863 932 1274 1.933 2.3828 Bengkulu 836 1008 1417 1814 23279 Lampung 4.420 5.262 6.595 8.961 10.997

10 Banten 17.612 22.591 27.548 32.826 35.82711 DKI Jakarta 142.923 167.666 200.754 248.766 286.07312 Jawa Barat 48.932 57.574 73.981 91.313 100.93513 Jawa Tengah 25.439 30.857 38.529 48.237 53.55414 DI Yogyakarta 2.424 3.233 4.460 5.916 6.38815 Jawa Timur 38.770 46.809 59.206 74.809 82.95016 B a l i 6.555 7.507 8.732 10.991 11.95017 Nusa Tenggara Barat 1.528 1.955 2.667 3.374 4.09218 Nusa Tenggara Timur 1.352 1.677 2.171 2.665 3.28119 Kalimantan Barat 3.136 3.948 5.436 6.374 7.35320 Kalimantan Tengah 1.676 2.199 2.759 3.616 4.72321 Kalimantan Selatan 4.124 4.689 6.450 7.468 8.62222 Kalimantan Timur 5.541 7.914 12.584 16.022 18.65923 Sulawesi Utara 2.012 3.077 3.598 4.586 5.49124 Gorontalo 403 496 796 998 1.06125 Sulawesi Tengah 1.393 2.029 2.680 3.350 3.86226 Sulawesi Selatan 8.390 10.644 13.395 17.387 21.77527 Sulawesi Tenggara 803 1126 1751 2135 312428 Maluku Utara 191 321 457 620 72129 Maluku 409 626 1107 1434 135130 Papua 1.267 1.813 2.342 2.856 3.819

J U M L A H : 365.410 437.943 553.551 689.667 787.137

Lampiran 1�

Posisi kreDit Bank UmUm menUrUt lokasi Proyek Dati.i. 1)

(Rp miliar)

1) Kredit yang disalurkan oleh Bank seluruh Indonesia ke Dati I tersebut data di BI masih mencakup 30 propinsi