9
49 © 2018 Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 16 Issue 1 (2018) :49-57 ISSN 1829-8907 Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung Henri 1 , Luchman Hakim 2 , dan Jati Batoro 2 1 Jurusan Biologi, Universitas Bangka Belitung, Bangka 33172; e-mail: [email protected] 2 Jurusan Biologi, Universitas Brawijaya, Malang 65145 ABSTRAK Penurunan keanekaragaman hayati umumnya disebabkan oleh adanya degradasi sumberdaya hayati dan kurangnya upaya konservasi. Oleh karena itu, salah satu upaya konservasi sumberdaya alam dapat dilakukan dengan mengintegrasikan kearifan lokal masyarakat dalam melestarikan lingkungan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016-Februari 2017 di Hutan Pelawan, Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi, wawancara secara mendalam (In-depth Interview) dan FGD (Focus Group Discussion) yang terbagi menjadi small group discussion dan final group discussion. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejarah penamaan Hutan Pelawan berasal dari pohon pelawan (Tristaniopsis merguensis Griff.) yang mendominasi kawasan hutan tersebut. Hutan ini mengalami pro dan kontra sebelum ditetapkan sebagai kawasan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) Kabupaten Bangka Tengah. Pada saat ini, kondisi hutan tersebut telah memiliki tiga fungsi utama yaitu: konservasi sumberdaya hayati, pembangunan berkelanjutan, dan logistic support (penelitian, pendidikan, dan monitoring). Kearifan lokal masyarakat yang masih terjaga dan berkaitan langsung dengan upaya konservasi sumberdaya alam Hutan Pelawan masih dapat ditemukan seperti tradisi musung madu dengan cara membuat sunggau untuk mendapatkan hasil berupa air madu dari Apis dorsata (madu liar). Selain itu, masyarakat juga masih mempercayai tentang mitos tumbuh jamur Pelawan (Heimioporus sp.) yang hanya dapat tumbuh pada inang pohon T. merguensis disaat adanya hujan petir. Oleh karena itu, perlunya mengintegrasikan kearifan lokal masyarakat dalam mendukung upaya konservasi dengan merevitalisasi dan mereaktualisasi kearifan lokal tersebut yang diberi dasar hukum sebagai dasar kekuatan masyarakat, serta perlunya kajian penelitian yang ilmiah dalam mendukung kearifan lokal sebagai upaya konservasi lingkungan sehingga memberi dampak positif bagi kehidupan masyarakat tersebut. Kata kunci: Kearifan lokal, sumberdaya hayati, konservasi, hutan pelawan. ABSTRACT The decrease in biodiversity is generally caused by the degradation of biological resources and the lack of conservation efforts. Therefore, one of nature resource conservation efforts can be done by integrating local wisdom of society in preserving environment sustainable. This research was conducted on October 2016-February 2017 in Pelawan Forest, Central Bangka Regency, Bangka Belitung. The research method used is observation, In-depth Interview and FGD (Focus Group Discussion) divided into small group discussion and final group discussion. The results show that the history of naming the Pelawan Forest comes from the tree of Pelawan (Tristaniopsis merguensis Griff.) that dominate the forest area. This forest is experiencing pros and cons before it is designated as Biodiversity Park of Central Bangka Regency. At the moment, the forest condition already has three functions, namely: biological resource conservation, sustainable development, and logistic support (research, education, and monitoring). Local wisdom community who are still awake and directly related to natural resources conservation Pelawan Forests can still be found as a tradition musung madu how to make a honey with sunggau to get the results in the form of honey of Apis dorsata (Wild Honey). In addition, people also still believe in the myth of growing mushrooms Pelawan (Heimioporus sp.) which can only grow on the host tree T. merguensis in the presence of thunderstorms. Therefore, the need to integrate the local wisdom of communities in support of conservation efforts by revitalization and the implementation of the local wisdom is given the basic law as the basis of power of the community, as well as the need for a review scientific research in support of local wisdom as environmental conservation efforts so as to give a positive impact to the lives of the community. Keywords: Local wisdom, biodiversity, conservation, Pelawan forest. Citation: Henri, Hakim, L., dan Batoro, J. (2018). Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Belitung. Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(1), 49-57,doi:10.14710/jil.16.1.49-57 1. Pendahuluan Indonesia dikenal sebagai mega biodiversity country yang memiliki keanekaragaman hayati dan sumberdaya genetik yang sangat tinggi. Indonesia sebagai negara hotspot biodiversity, saat ini kurang memperhatikan pemanfaatan berkelanjutan dari keanekaragaman itu sendiri, sehingga ancaman terhadap kepunahan biodiversitas menjadi salah satu

Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

49

©2018ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

JURNALILMULINGKUNGANVolume16Issue1(2018):49-57 ISSN1829-8907

KearifanLokalMasyarakat sebagaiUpayaKonservasiHutanPelawandiKabupatenBangkaTengah,BangkaBelitung

Henri1,LuchmanHakim2,danJatiBatoro2

1JurusanBiologi,UniversitasBangkaBelitung,Bangka33172;e-mail:[email protected],UniversitasBrawijaya,Malang65145

ABSTRAKPenurunankeanekaragamanhayatiumumnyadisebabkanolehadanyadegradasisumberdayahayatidankurangnyaupaya konservasi. Oleh karena itu, salah satu upaya konservasi sumberdaya alam dapat dilakukan denganmengintegrasikan kearifan lokal masyarakat dalam melestarikan lingkungan yang berkelanjutan. Penelitian inidilaksanakan pada bulan Oktober 2016-Februari 2017 di Hutan Pelawan, Kabupaten Bangka Tengah, BangkaBelitung.Metodepenelitianyangdigunakanadalahobservasi,wawancarasecaramendalam(In-depthInterview)danFGD(FocusGroupDiscussion)yangterbagimenjadismallgroupdiscussiondanfinalgroupdiscussion.HasilpenelitianmenunjukkanbahwasejarahpenamaanHutanPelawanberasaldaripohonpelawan(TristaniopsismerguensisGriff.)yang mendominasi kawasan hutan tersebut. Hutan ini mengalami pro dan kontra sebelum ditetapkan sebagaikawasanTamanKeanekaragamanHayati (TamanKehati)KabupatenBangkaTengah.Pada saat ini, kondisihutantersebut telahmemiliki tiga fungsiutamayaitu:konservasisumberdayahayati,pembangunanberkelanjutan,danlogistic support (penelitian, pendidikan, dan monitoring). Kearifan lokal masyarakat yang masih terjaga danberkaitan langsung dengan upaya konservasi sumberdaya alam Hutan Pelawan masih dapat ditemukan sepertitradisimusungmadudengancaramembuatsunggauuntukmendapatkanhasilberupaairmadudariApisdorsata(maduliar).Selainitu,masyarakatjugamasihmempercayaitentangmitostumbuhjamurPelawan(Heimioporussp.)yang hanya dapat tumbuh pada inang pohonT.merguensis disaat adanya hujan petir. Oleh karena itu, perlunyamengintegrasikan kearifan lokal masyarakat dalam mendukung upaya konservasi dengan merevitalisasi danmereaktualisasikearifanlokaltersebutyangdiberidasarhukumsebagaidasarkekuatanmasyarakat,sertaperlunyakajian penelitian yang ilmiah dalam mendukung kearifan lokal sebagai upaya konservasi lingkungan sehinggamemberidampakpositifbagikehidupanmasyarakattersebut.

Katakunci:Kearifanlokal,sumberdayahayati,konservasi,hutanpelawan.

ABSTRACTThe decrease in biodiversity is generally caused by the degradation of biological resources and the lack ofconservationefforts.Therefore,oneofnatureresourceconservationeffortscanbedonebyintegratinglocalwisdomofsocietyinpreservingenvironmentsustainable.ThisresearchwasconductedonOctober2016-February2017inPelawan Forest, Central Bangka Regency, Bangka Belitung. The research method used is observation, In-depthInterviewandFGD (FocusGroupDiscussion)divided into small groupdiscussionand final groupdiscussion.Theresults show that the history of naming the Pelawan Forest comes from the tree of Pelawan (TristaniopsismerguensisGriff.)thatdominatetheforestarea.ThisforestisexperiencingprosandconsbeforeitisdesignatedasBiodiversity Park of Central Bangka Regency. At the moment, the forest condition already has three functions,namely:biological resourceconservation, sustainabledevelopment, and logistic support (research,education,andmonitoring).Localwisdomcommunitywhoarestill awakeanddirectly related tonatural resourcesconservationPelawanForestscanstillbefoundasatraditionmusungmaduhowtomakeahoneywithsunggautogettheresultsin the form of honey ofApis dorsata (Wild Honey). In addition, people also still believe in themyth of growingmushrooms Pelawan (Heimioporus sp.) which can only grow on the host tree T.merguensis in the presence ofthunderstorms.Therefore,theneedtointegratethelocalwisdomofcommunitiesinsupportofconservationeffortsby revitalization and the implementation of the localwisdom is given the basic law as the basis of power of thecommunity, as well as the need for a review scientific research in support of local wisdom as environmentalconservationeffortssoastogiveapositiveimpacttothelivesofthecommunity.

Keywords:Localwisdom,biodiversity,conservation,Pelawanforest.

Citation: Henri, Hakim, L., dan Batoro, J. (2018). Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan Pelawan diKabupatenBangkaTengah,BangkaBelitung.JurnalIlmuLingkungan,16(1),49-57,doi:10.14710/jil.16.1.49-57

1.PendahuluanIndonesia dikenal sebagai mega biodiversity

country yang memiliki keanekaragaman hayati dansumberdaya genetik yang sangat tinggi. Indonesia

sebagai negara hotspot biodiversity, saat ini kurangmemperhatikan pemanfaatan berkelanjutan darikeanekaragaman itu sendiri, sehingga ancamanterhadapkepunahanbiodiversitasmenjadisalahsatu

Page 2: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(1),49-57,ISSN1829-8907

50©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

tertinggi di dunia (Sutarno & Setyawan, 2015).Indonesiasetiaptahunmengalamipenurunanluasantutupan lahan dari hutan primer tahunanmencapai47.600haper tahun.Pada tahun2012,peningkatandegradasihilangnyahutanprimertahunanIndonesialebih tinggi sebesar 0,84 Mha, jika dibandingkan diBrasilsebesar0,46Mha(Margonoetal.,2014).

Bangka Belitung sebagai daerah provinsikepulauan di Indonesia memiliki luas wilayah±81.725,14Km2, berbagai permasalahan lingkunganjugadialamidimana±5.400halahanterutamahutanberalihfungsimenjadiareapertambangantimah.Halini tentu dapat menyebabkan degradasi lingkunganyang timbul dari konversi hutan tersebut, termasukdegradasi lahan dan penyempitan lahan produktifmasyarakat(Gintingetal.,2014).Sumberdayahutanyang terdegradasi dapat mengakibatkan perubahanstruktur dan fungsi vegetasi suatu ekosistem sertaberdampak juga terjadinya perubahan komposisispesiesfloramaupunfaunanya(Smithetal.,2014).

Degradasi sumberdaya hutan ini tentumemerlukanpenanganankonservasidalammenjagakawasan hutan. Upaya konservasi diatur dalamPeraturan Menteri Lingkungan Hidup RepublikIndonesia Nomor 03 tahun 2012 tentang TamanKeanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yangberfungsi sebagai kawasan percadangan sumberdaya alam hayati lokal di luar kawasan yangmempunyai fungsi konservasi secara in situ dan exsitu (BAPPENAS, 2016). Kerusakan lingkungansemakin hari semakin bertambah kompleks danmembutuhkan penanganan yang komprehensifsebagai upaya untuk merubah dan menyadarkanmasyarakat akan pentingnya memelihara alam.Peran pemerintah terutama di Kabupaten BangkaTengah-Bangka Belitung, saat ini telah menjadikanTaman Kehati Hutan Pelawan sebagai salah satusumber percadangan plasma nutfah dan sebagaiupaya untuk melestarikan serta konservasitumbuhan lokal dari ancaman kepunahan (BuletinBangkaTengahMembangun,2015).

Kearifan lokal merupakan hal penting bagimasyarakat dalam beradaptasi dengan alam danmenjadisuatuwarisanbudayadalammemanfaatdanmengelolah sumber daya alam dengan pengetahuanatau ide, norma adat, dan nilai budaya yangterkandung dalam konsep berfikir masyarakat(Nurdin&Ng,2013).Pengetahuan lokaldanpraktikmanajemen masyarakat sangatlah mendukungsebagai upaya konservasi lingkungan. Pengelolaanlingkungan melalui konsep pengetahuan ekologitradisional dianggap berperan penting, dikarenakanlebihmengacupadapraktek,pengetahuan,nilai-nilaidan keyakinan individu dalam mengembangkansuatu lingkungan secara historis, konsepsimaupunpersepsi oleh masyarakat setempat (Richeri et al.,2013).

Selainitu,konsepinijugamempunyaiperansertadalam pengelolaan lingkungan secara berkelanjutandan untukmembuat suatu kebijakan penting dalamkehidupanmasyarakat(Ensetal.,2015).Peranserta

masyarakat dalam upaya pengelolaan lingkunganyangberkelanjutanakanmemberikanhasilpositifdimasa depan. Namun, dalam membudayakanmasyarakat diperlukan ketelatenan dan jugakesabarandalammembina,karenamasyarakattidakserta-mertadapatberubahsecaradrastisbegitusaja.Prosesyangdilakukansangatlahpanjang,sertaperlupendampingan yang terus menerus supayamasyarakat mempunyai pemahaman sesuatu dalampengalamannya sehingga masyarakat dapatmembudayakan dirinya dalammemanfaatkan suatupotensi ekosistem secara bijaksana (Rookes &Wilson, 2000). Oleh karena itu, penelitian ini perludilakukan untuk mengkaji peran kearifan lokalmasyarakat dari segi pengelolaan danpengembangan kawasan hutan Pelawan denganupaya mengedepankan konservasi lingkungansehingga memberikan dampak positif bagimasyarakatsecaraberkelanjutan.

2.MetodePenelitian2.1.WaktudanLokasiPenelitianPenelitianinidilaksanakanpadabulanOktober2016sampai dengan Februari 2017. Penelitian lapangandilaksanakandiHutanPelawanyang telahdijadikansebagaiTamanKehatiHutanPelawan,DesaNamang,Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah,ProvinsiKepulauanBangkaBelitung. Desa Namang memiliki potensi kawasan hutan

yang telah dikembangkan menjadi TamanKeanekaragaman Hayati (Taman Kehati) HutanPelawan(HutanKalung;dalambahasalokal)denganluaskawasan47,4Ha.TamanKehatiHutanPelawantermasuk kategori IV dalam daftar PerserikatanBangsa-bangsa (PBB), dengan tujuan utama untukmenjaga,melestarikan danmemulihkan spesies danhabitat. Tujuan lainnya seperti: melindungi polavegetasi biologi melalui pendekatan manajementradisional;untukmelindungisuatu fragmenhabitatsebagai komponen strategi konservasi;mengembangkan kegiatan pendidikan publik; danmenyediakan saran penduduk lokal dalamberinteraksi untuk menjaga kondisi alam (Dudley,2008).2.2Metode Penelitian inimenggunakanmetodewawancaramendalam (in-depth interview), yang dilakukanmenggunakanbeberapainformanyangberkompetenmemberikangambaranuntukmendapatkandatadaninformasi yang melengkapi pertanyaan lebih detail(Primadesi, 2010). Wawancara yang ditujukankepada informan dilakukan secara terpisah denganinforman lainnya untuk menghindari pengaruhsecaralangsungdaripendapatinformansebelumnya(DaCunha&DeAlbuquerque,2006).

Selain itu, data juga diperoleh denganmenggunakan in-depth interview, terutama untukdatayangmenyangkutkepatuhanataunilai-nilaidannorma-norma yang berlaku di masyarakat lokalberkaitan dengan aspek kearifan lokal yang

Page 3: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

Henri.,Hakim,L,danBatoro,J.(2018).KearifanLokalMasyarakatsebagaiUpayaKonservasiHutanPelawandiKabupatenBangkaTengah,BangkaBelitung.JurnalIlmuLingkungan,16(1),49-57,doi:10.14710/jil.16.1.49-47

51©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

melatarbelakangi perilaku kolektif penduduk,terutama yang berkaitan dengan penerapan nilai,etika, estetika, dan ekonomi lokal. Data yangdiperoleh dilanjutkan dalam diskusi FGD (FocusGroup Discussion), tujuannya untuk memperolehinformasi dan masukan kepada peneliti mengenaihal-halyangbersifatlokaldanspesifik(Wong,2008).FGD pada penelitian ini juga menggunakan duadesain: 1) membentuk kelompok kecil dari hasilhipotesis dan analisis awal sebelum dikembangkanlebih terstrukturdan sistematis;dan2)membentukkelompokbesar atau final discussion, sebagai tindaklanjut diskusi awal, untuk menemukan hasil yangdiharapkanuntukmenambahkekayaandankedalaminformasipenelitian(Wilkinson,1998).

3.HasildanPembahasan3.1.SejarahHutanPelawanHutanPelawanpadaawalmulanyamerupakanhutanprimeryangdikenalmasyarakat lokalsebagaihutankalung yang banyak ditumbuhi berbagai jenis-jenistumbuhan langka dan endemik lokal. PenamaanHutan Pelawan berasal dari pohon pelawan yangbanyak tumbuh pada area hutan tersebut. Pohonpelawan yang dikenal dengan nama ilmiahTristaniopsis merguensis ini banyak dimanfaatkan

oleh masyarakat lokal untuk kehidupan sehari-harisepertiuntukbahanbangunan,kayuapi,dansebagaitajar untuk perkebunan lada. T. merguensis sepertipada (Gambar1)merupakansalahsatuspesiesdarifamili Myrtaceae yang mempunyai tingkatpenyebarannya cukup luas seperti di Myanmarbagian selatan, Thailand, Malaysia, Sumatera(terutamadiKepulauanRiaudanKepulauanBangkaBelitung), Jawa Barat, dan Kalimantan (Sosef et al.,1998) Hutan Pelawan termasuk kategori arealpenggunaan lainnya (APL). Berdasarkan PeraturanMenteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 50tahun 2009 menjelaskan bahwa APL merupakanareal bukan kawasan hutan, yang berarti bukanwilayah tertentu yang telah ditetapkan olehpemerintah untuk dipertahankan keberadaanyasebagaihutan tetap.Sehinggaberdampak terjadinyapenebangan liar untuk diambil kayunya maupunpembukaan lahan oleh masyarakat lokal dalamkegiatan pertanian seperti perkebunan lada, hal initerjadi sekitar tahun 1990-an. Aktivitas yangdilakukanmasyarakatpadasebagiankawasanhutaninitentumerubahstrukturdankomposisidarisuatuekosistemalaminya.

Gambar1.MorfologiT.merguensis(a)Batang;(b)Daun;(c)Bunga;dan(d)Buah

Tahun2000-anupayapemulihankembaliHutanPelawan mengalami pro dan kontra. Masyarakatlokal sebagian tetap ingin memanfaatkan kembalihutan yang setelah lama ditinggalkan untukdilakukan upaya pertambangan timah atau seringdikenalmasyarakatsebagaitambanginkonvensional.Namun, upaya sebagian masyarakat yang inginmembuka hutan untuk pertambangan timah ditolakpada saat itu, dikarenakan akan memberi dampakyang besar lagi terhadap kerusakan lingkungan dandianggap sia-sia upaya pemulihan ekosistem yangdilakukanselamaini.Penolakaninisangatberalasan,karena kegiatan pertambangan seperti tambangtimah ini sering menimbulkan dampak negatif.MenurutBrain(2017),kegiatanpertambangandapatmerusaksuatuekosistemdalambentukpencemaranair, tanah, dan udara, walaupun secara sistematikkegiatan pertambangan memberikan dampakterhadap mata pencaharian masyarakat. Selain itujuga, umumnya kegiatan pertambangan seringmenimbulkan dampak sosial ekonomi masyarakatdan banyak menimbulkan konflik dalam kehidupanmasyarakatlokal(Loayza&Rigolini,2016).

SaatiniHutanPelawanyangterkonversiinitelahmengalami suksesi berupa suksesi sekunder yangditunjukkandenganadanyaperubahankondisihutanmulai dari awalmenujuke arahkomunitas klimaks.Proses suksesi pada Hutan Pelawan hanyamengandalkan proses suksesi secara alami, dimanaumumnya hanya mengandalkan tunas pohon danpemencaranbijiyangterbawaanginmaupunhewan(Guevara et al., 2004). Perkembangan suksesi padasuatu ekosistem dapat berkembang secara spontantanpa penanaman secara aktif melalui pembibitandanakanmulaiditumbuhivegetasiherbadansemakyang bertahan untuk waktu yang lama sebelummenjadi pohon (Kaligarič et al., 2006; Knapp et al.,2008). Perkembangan konsep pengelolaan HutanPelawan menjadi signifikan setelah kawasan hutantersebut dijadikan kawasan lindung pada tahun2008-2009. Upaya memperkuat status konservasiterusdilakukanyangdiinisiasiolehpemerintahdesamaupun pemerintah daerah guna melindungi jenis-jenis flora dan fauna yang terancam punah, langkadari ekosistem hutan tersebut. Pada tahun 2013hutan Pelawan dijadikan sebagai Taman Kehati

(a) (b) (c) (d)

Page 4: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(1),49-57,ISSN1829-8907

52©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

berdasarkan SK Bupati Bangka Tengah Nomor188.45/403/KLH/2013 tentangPenetapanKawasanKalung menjadi Taman Keanekaragaman HayatiHutanPelawan. SetelahditetapkansebagaiTamanKehati,HutanPelawan memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu: (1) fungsikonservasi sumber daya hayati; (2) fungsipembangunan berkelanjutan; dan (3) fungsi logisticsupport (penelitian, pendidikan, dan monitoring).Konsep ini sejalan dengan prinsip pengembangankawasan Cagar Biosfer, dimana berdasarkanprogramManandBiosphere(MAB)IndonesiabahwaCagar Biosfer sebagai suatu kawasan yang terdiridari ekosistem asli, ekosistem unik dan ekosistemyang telahmengalami perubahan yang keseluruhanunsuralamnyadikelolabagikepentingankonservasi,penelitian, pendidikan, dan pembangunan ekonomiberkelanjutan(Purwantoetal.,2013).Periode2013sampai dengan sekarang adalah tahappengembanganpotensidimanasalahsatuunsurdaripembentukan Taman Kehati Hutan Pelawandiharapkan dapat memberikan manfaat ekonomimasyarakatsecara langsungdenganmemperhatikanaspekekologidansosialmasyarakat.3.2KearifanLokalMasyarakat Masyarakat lokal Bangka yang ada di Desa

Namangpada umumnya tetapmenerapkan kearifanlokal sehari-harinya dalam menjaga danmelestarikan Hutan Pelawan. Upaya konservasiHutan Pelawan ini dilakukan karena dalam suatuekosistem hutan ini terdapat spesies kunci yaitu:berupa pohon pelawan (Tristaniopsis merguensis)yang termasuk dalam famili Myrtaceae. Spesies iniberperan penting sebagai inang untuk tumbuhnyajamur pelawan (Heimioporus sp.), sumber nektaruntuk lebahmadu liar raksasa (Apis dorsata), sertamanfaat lainnya dalam mendukung pembangunanberkelanjutan dalam kehidupan masyarakat itusendiri. Pembangunan berkelanjutan tidak hanyamenitikberatkansistempendapatanekonomisemataakan tetapi tetap mengedepankan sistem sosialbudaya masyarakat dan upaya kelestarianlingkunganuntukmasadepan(Akbarini,2016). Penerapan sistem pembangunan berkelanjutan

pada masyarakat ini dapat diterapkan dengan caramengintegrasi pengetahuan lokal masyarakat danpengetahuan ilmiah dalam memanajemenlingkungannya. Hal tersebut diharapkan dapatmenghasilkan pemahaman yang lebih baik darisistem tertentu yang dimiliki oleh masyarakat(Taylor & Loë, 2012). Pengetahuan lokal yangdipahami oleh masyarakat diterapkan berdasarkanpengalaman dan praktek dalam kehidupan sehari-hari yang menyesuaikan dengan ekosistem ataulingkungan lokalmasyarakat tersebut (Ballardetal.,2008). Kearifan lokal yang melekat pada masyarakat

dalammenjagalingkunganberdasarkanpotensihasilsumber daya alamnya, dapat menarik untuk didalami lebih lanjut guna mempertahankan adat

istiadat tanpa mengurangi upaya konservasisehingga menjadi objek daya tarik tersendiri untukdikembangkan sebagai produk atraksi ekowisatadalam meningkatkan pendapatan ekonomimasyarakatlokal.Berikutinibeberapakearifanlokalmasyarakatantaralain:

3.2.1TradisiMusungMadu Kegiatanmusungmerupakansalahsatukegiatanmencari atau mengumpulkan lebah madu untukmendapatkan hasil berupa air madu danmemisahkanlilinnyadenganteknikpengasapangunamengusir lebahmadudari saranggnyadanbiasanyadilakukansecaraberkelompok,yangdimulaidengancara tempat lebah madu bersarang seperti contohpada Gambar 2a. Lebah madu dapat dibedakanmenurut tempat madunya bersarang dibedakanmenjadiduajenismaduyaitu:jenismadudahandanjenis madu sunggau. Madu sunggau seperti padaGambar 2b, dilakukan dengan cara pembuatansunggau terlebih dahulu atau teknik tradisionalmasyarakatlokal. Madu sunggau atau madu dahan ini dihasilkanoleh lebah madu liar raksasa (Apis dorsata) yangberhabitatdihutandansampaisaatinibelumdapatdibudidayakan atau diternakkan seperti beberapajenis lebah lain seperti: Apis meilifera, Apis cerena,Apisnigrocincta,danlainnya.Apisdorsataumumnyamembuat sarang dengan hanya satu sisiran yangmenggantung di dahan dan ranting pohon yangmencapai1x2meterdenganestimasihasilmencapai20 kg/sarang. Spesies ini hanya berkembang dikawasan Asia sub-tropis maupun tropis, sepertiIndonesia,Thailand,Philipina,India,Nepal,dantidakditemukan di luar kawasan Asia (Oldroyd &Wongsiri,2006). Bentuk sunggau lebah madu yang dibuatsangatlah sederhana tanpa mengeksploitasi sumberdayaalamsecaraberlebihanyaitu:denganhanyaduabatang kayu yang vertikal yang berfungsi untukmenyangga batang horizontal dengan tingkatkemiringan 15-30°. Kemiringan cabang dipilih agarsarang dapat menahan beban sarang madu yangberat. Sarang lebah madu liar ini terkonsentrasi diujung sarang yang lebih tinggi. Satu hal pentingdalam membuat sunggau adalah, pada bagian atassungau dipastikan terbuka ke lingkungan luar atautidak terhalang vegetasi tumbuhan disekitarnya.Tingkat keberhasilan sunggau cukup kecil berkisar10-20% dan sangat bergantung pada musim bungayang menjadi sumber nektar oleh Apis dorsata(Purwanto, 1999). Sarang lebah madu liar baikberupa madu dahan maupun madu sunggau yangsiap untuk dipanen atau diambil airnya akandilakukan pengambilan oleh masyarakat lokal yangdikenaldengancaradipusung,yangdicirikandenganmembesarnya pada bagian kantung-kantung airmadu tersebut. Peralatanmusung madu ini dikenalmasyarakatatauseringdisebutnyenyamu.Nyenyamutersebut pada umumnya dibuat oleh masyarakatmenggunakan ranting-ranting kayu kering yang ada

Page 5: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

Henri.,Hakim,L,danBatoro,J.(2018).KearifanLokalMasyarakatsebagaiUpayaKonservasiHutanPelawandiKabupatenBangkaTengah,BangkaBelitung.JurnalIlmuLingkungan,16(1),49-57,doi:10.14710/jil.16.1.49-57

53©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

disekitar hutan dengan perpaduaan berbagai jenisdedaunan, kemudian ranting dan dedaunan yangdililit menggunakan tali ketakung (Nepenthes sp.)maupun jenis-jenis akar kayu lainnya yang dapatdigunakan. Kegiatan musung menggunakannyenyamu, dilakukandengancaramembakarbagianyang terkecil sampai yang terbesar dari bentuk

nyenyamu tersebut sampai merata, sehingga akanmengeluarkanasap tebal.Kegiatanpengasapanataudikenal dengan musung ini secara kearifan lokalmasyarakat setempat, berperan untuk mengusirlebahmadukeluarmeninggalkansarangnya.

Gambar2.Musungmadu(a)Persiapanmusungmadu;(b)Bentukmadusunggau

Masyarakat lokal pada saat ini masihmenerapkan etika dalam sistem sosial budayamereka,dimanasunggauyangsudahterpasangtidakbolehdiambilsecarasembaranganapalagibukanhakmilik orang tersebut. Hal itu tidak boleh dilakukankarena pada umumnya setiap sunggau yang telahdipasang tanda tertentu disertai dengan mantra-mantra tertentu. Kepercayaan dalam masyarakatlokal Bangka, apabilamadu yang didapatkan bukanmerupakan madu hasil memasang sunggau sendiri

melainkanmengambilmadudarisunggauoranglain,maka hasil madu tersebut akan membawamalapetaka dan penyakit bagi orang tersebut.Kearifan lokal masyarakat tersebut masih tetapbertahan dikarenakan masyarakat mempercayaibahwa hal tersebut merupakan suatu nilai budayayang harus diyakini dan harus dijunjung tinggikepatuhannya sebagai suatu aturan yang berfungsisebagai sarana untuk mewujudkan perilakumasyarakatlokaltersebut(Elvian,2009).

Gambar3.Tekniktradisionalsaranglebahmadu(a).Sunggau;(b)Tikung;(c)Tingku

Aspekkeberlanjutansuatukearifanlokalsepertikegiatan musung madu oleh beberapa kelompokmasyarakat lokal tetap terjaga. Pulau Bangka dan

Pulau Belitung sudah sejak tiga dekade yang lalumenggunakan teknik sunggau untuk mendapatkanlebahmaduliar(Apisdorsata).Padabeberapadaerah

(a)

(c)

(b)

(b)(a)

Page 6: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(1),49-57,ISSN1829-8907

54©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

lainnya mempunyai prinsip yang hampir samadengan teknik sunggau, seperti halnya di daerahsungai Kapuas, Kalimantan Barat menggunakanteknik tikung semenjak satu abad yang lalu. Selainitu, teknik tradisional untuk memdapatkan lebahmadu juga terdapat pada masyarakat lokal di DesaKelei, Sulawesi Tengah sejak 1930-an denganmenggunakantekniktingku.Perbedaanketigatekniktradisional yang tersaji pada (Gambar 3) tersebutadalah berupa kondisi, topografi daerah, dan caramemasangnya(Hadisoesilo,2001). Lebah madu liar (Apis dorsata) ini umumnyahanya akan keluar dari sarangnya untuk mencarinektar, polen, propolis dan air. Selain itu, madu inisangat banyak memiliki manfaat dikarenakanmemilikikandunganberbagaisenyawaaktifbiologisseperti flavonoid, vitamin, antioksidan sepertihidrogen peroksida (H2O2) (Mohammadzadeh et al.,2007),kandungansenyawafenolikseperti flavonoidyangadapadamaduinidapatmenginduksikematianseldariberbagaijenisselkanker(Changetal.,2008),komposisi lain seperti asam amino, asam glukon,protein dan vitamin dapat menghambatpertumbuhan sel tumor paru-paru (Takeuchi et al.,2011).3.2.2MitosTumbuhJamurPelawan Berdasarkan wawancara dan pengamatan dilapangan diketahui jamur pelawan atau yang lebihdikenal masyarakat lokal yaitu kulat pelawanmerupakan jamur pangan yang bernilai ekonomistinggi dengan harga 2 juta/kg jamur kering.Mahalnya harga jual ini disebabkan karena faktortumbuhjamursusahuntukdibudidayakandanhanyamengandalkan pertumbuhan alami di sekitar pohon

pelawan (T. merguensis) sebagai inangnya seperticontoh pada Gambar 4b. Jamur pelawan inimerupakan jamur dari genus Heimioporus, yangditandai dengan ormentasi spora yang unik dimanadinding basidiosporanya berlubang atau ornamenalveolat-retikulat sampai retikulat (Halling et al.,2008) seperti contoh padaGambar 4a. Berdasarkankarakter morfologi dan molokulernya, jamurpelawan yang termasuk bagian anggota genusHeimioporus ini sangat mirip dan memilikikekerabatan dengan Heimioporus retisporus denganhomologi di bawah 90%, akan tetapi juga dapatdikategorikan spesies baru karena memilikiperbedaan morfologi spora dan bentuk beberapakomponenpelisnya(Tasuruni,2012). Menurut kepercayaan masyarakat setempat,munculnya jamur ini terjadi pada setelah kemarauyangdikutidenganhujanyangdisertaidenganpetir.Selain itu juga, bahwa musim hujan memberikankesempatanpadasemuatumbuhanuntukmenyerapair lebih banyak dan menyediakan kebutuhan yangcukup bagi jamur untuk tumbuh. Umumnya, jamurini tumbuh dua kali dalam setahun pada bulan Julidan Oktober sesuai dengan kondisi cuaca, sehinggajamur ini tidak dapat dijumpai setiap waktu.Beberapa hari setelah adanyapetir dimusimhujan,jamur ini (tubuh buah) akanmuncul di permukaantanah dan hanya bertahan selama tiga hari setelahtumbuh, setelah itu jamur akan mengalamipembusukan. Massyarakat menyakini tumbuhnyajamur ini hanya terdapat pada pohon pelawan (T.merguensis) dan sampai saat ini jamur pelawanbelum bisa dikembangbiakkan, walaupun telahdilakukankajianmengenaiekologijamurtersebut.

Gambar4.JamurPelawan(Heimioporussp.)(a)Individujamur;(b)Tempattumbuhjamur

BerdasarkanHenkeletal.(2002)danHallingetal. (2008), jamur pelawan yang berasal dari genusHeimioporus ini termasuk bagian dari familiBoletaceae yang merupakan jamur ektomikoriza.Jamur ektomikoriza ini sendiri merupakan jamuryanghanyadapat tumbuhdengancarabersimbiosisdengan inang tumbuhan berkayu dengan beberapafamili tumbuhan antara lain: Betulaceae,Caesalpiniaceae, Casuarinaceae, Dipterocarpaceae,Ericaceae, Fagaceae, Mimosaceae, Myrtaceae,

Pinaceae, dan Salicaceae. Jamur ini menghasilkantubuh buah di bawah tanah dan mengandalkanhewan terutama mamalia yang menggali untukpenyebaransporanya. JamurPelawanjugamerupakansalahsatujamurpangan yang tinggi protein dan rendah lemaksehingga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat diPulau Bangka khususnya di Desa Namang sebagaibahan menu tradisionalnya dan masyarakatmenyimpannya dalam bentuk kering untuk dapat

(a) (b)

Page 7: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

Henri.,Hakim,L,danBatoro,J.(2018).KearifanLokalMasyarakatsebagaiUpayaKonservasiHutanPelawandiKabupatenBangkaTengah,BangkaBelitung.JurnalIlmuLingkungan,16(1),49-57,doi:10.14710/jil.16.1.49-57

55©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

dikonsumsi sewaktu-waktu. Jamur ini jugamemilikikapasitas sebagai sumber potensial panganfungsionalkarenamemilikikandunganmineral,seratpangan,biotin,danvitaminCyangtinggiuntukdapatmembantu mencukupi kebutuhan tubuh, sertamemilikikemampuanyangbaiksebagaiantioksidan.Jamur pelawanmengandung 7 asam amino esensialantaralain:treonin,valin,metionin,isoleusin,leusin,fenilalanin,danlisin.KandunganbiotindanvitaminCdarijamurialah27,35μg/100g,dan12,46mg/100g.Hasil analisis kandungan mineral menunjukkanbahwauntuksetiap1kgjamurpelawanmengandung31,60gkalium(K);5,80gfosfor(P);0,52gnatrium(Na);14,88mgkalsium(Ca);62,52mgzatbesi(Fe);dan 67,86 mg seng (Zn). Selain itu, jamur pelawankandungan antioksidan yang terdiri atas komponenfenolik sebesar 4,77 mg GAE/g, sedangkan padakomponenpigmendanantioksidanlainnyasepertiβ-karotendan likopen ialah15,37μg/gdan6,34μg/g(Rich,2011).3.3.IntegrasiKonservasisecaraBerkelanjutanPengetahuan masyarakat lokal dapat dijadikan

sebagai salah satu upaya dalam mendukung upayaintegrasi konservasi dan pengembangan potensisumber daya alam hayati dan ekosistem di HutanPelawan. Masyarakat lokal harus dijadikan subjekdalam pengelolaan sumber daya alam hayati danekosistemnya sehingga pemanfaatan sumber dayaalam dalam upaya pengembangan sebagai objekwisata dapat dilakukan secara berkelanjutan untukkepentingan bersama. Oleh karena itu, diperlukanbeberapa strategi dan upaya untuk memperkuatpengembangan potensi Hutan Pelawan denganmengedepankan kearifan lokal masyarakat dalammendukungkonservasilingkungan.

Masyarakat lokal di Desa Namang memilikipandangan bahwa Hutan Pelawan berupa alam danlingkungannya memiliki sejarah kehidupan yangcukup panjang hingga menghasilkan suatukepercayaan, kebudayaan dan tradisi sehinggabernilai positif dalam mendukung pengembanganobjek wisata saat ini. Untuk menjaga kelestariansumber daya alam hayatinya masyarakat telahmemiliki kearifan lokal cara pemanfaatan danpengelolaannyasepertitradisimusungmadu.Tradisiini tidak mengeksploitasi sumber daya alamnyasecara berlebihan dan justru dapat menjadi objekdayatarikpengembanganpotensiwisata. Kearifan lokal masyarakat yang ada tersebuttentu menjadi modal penting dalam mendukungprogram ekowisata Hutan Pelawan. Hal ini relevandengan potensi sumber daya hayati Hutan Pelawanyang dapat dikembangkan sebagai objek daya tarikekowisata (Henri et al., 2017a). Potensi flora danfauna yang tinggi dan khasmenjadi pendukung dan

daya tarik tersendiri bagi kawasan Hutan Pelawanuntuk dapat dijadikan sebagai kawasan ekowisatayangberpotensimenarikminatwisatawandandapatmendukung peningkatan ekonomi masyarakat lokal(Henri et al., 2017b). Masyarakat sendiri dapatmemainkan peran yang lebih penting sebagaipromotor pariwisata, penguna, dan pelayan sumberdaya (Tsaur et al., 2006). Pengetahuan masyarakatterhadapperencanaandanpengembanganekowisatayang bersifat multidimensional tentu dapatmemberikan nilai kepuasan wisatawan denganmelibatkan masyarakat dalam aktivitas sehari-haridalam bentuk perilaku terhadap lingkungan,sehingga diharapkan berkontribusi bagi parapemangku kepentingan pengembangan ekowisata(Chiuetal.,2014).

Oleh karena itu, dalam mengintegrasikankonservasi Hutan Pelawan secara berkelanjutan,makakearifanlokalmasyarakattersebutmempunyaiperan penting dalam mewujudkannya. Adapunbeberapa cara dalam mewujudkannya yaitu: (1)kearifan lokal masyarakat yang ada saat ini sangatperlu direvitalisasi dan direaktualisasi; (2) kearifanlokal perlu diberi payung hukum sebagai dasarkekuatan agar dapat terjaga dan berdampak positifpada lingkungan kehidupan masyarakat; dan (3)perlunya dukungan penelitian untuk menyajikanbukti ilmiah atas dampak positif dari kearifan lokaldalampengelolaandankonservasisumberdayaalamhayatinyaterutamapadaHutanPelawanini.Kearifanlokal masyarakat tersebut dapat dipertahankandengan cara membentuk masyarakat hukum adatyang diatur oleh undang-undang dalam rangkamemberi penguatan terhadap pengakuan danperlindungan atas hak-hak masyarakat hukum adatpada saat mengakses atau memanfaatkan sumberdayaalam(Sabardi,2013).4.Kesimpulan HutanPelawanmenjadiberpotensidikarenakandalam pengelolaannya masih menerapkan kearifanlokalmasyarakatsetempatdalammendukungupayakonservasi lingkungan. Kehidupan masyarakat desasangat erat kaitannya dengan upaya konservasi, halinidapatdilihatdarikearifan lokal seperti:kegiatantradisimusungmadudengancaramembuatsunggauterlebihdahuludanmitostumbuhnyajamurpelawan(Heimioporussp.)yangmasihdipercayaimasyarakatlokalhanyadapattumbuhpadainangpohonpelawan(Tristaniopsis merguensis) disaat datangnya hujanpetir. Perlunyamengintegrasikan kearifan lokal danupaya konservasi sumberdaya alam dikarenakanmerupakan bagian dari konsep berfikir masyarakatmengenai lingkungan secara holistik, sehinggamenjadi modal pemahaman terhadap kualitassumberdayahayatisecaraberkelanjutan.

DAFTARPUSTAKAAkbarini, D. 2016. Pohon pelawan (Tristaniopsis

merguensis): Spesies kunci keberlanjutan TamanKeanekaragamanHayatiNamang-BangkaTengah.Al-KauniyahJurnalBiologi.9(1):66–73.

Ballard,H.L.,Fernandez-Gimenez,M.E.,andSturtevant,V.E. 2008. Integration of local ecological knowledgeand conventional science: a study of sevencommunity-based forestryorganizations in theUSA.EcologyandSociety.13(2):37–45.

Page 8: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

JurnalIlmuLingkungan(2018),16(1),49-57,ISSN1829-8907

56©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

BAPPENAS [Badan Perencanaan Pembangunan Nasional].2016. Indonesian biodiversity strategy and actionplan 2015-2020. Kementerian PerencanaanPembangunan Nasional/BAPPENAS. Jakarta.http://www.bappenas.go.id.[27April2016].

Brain,K.A.2017.The impactsofminingon livelihoods inthe Andes: A critical overview.Extractive IndustriesandSociety.1–9.

Buletin Bangka Tengah Membangun. 2015. Hutan hayatiuntuk warisan anak negeri. Bangka Tengah: DinasPerhubungan, Komunikasi dan Informatika,Kabupaten Bangka Tengah.http://www.bangkatengah.go.id.[27April2016].

Chang, H.,Mi,M., Ling,W., Zhu, J., Zhang, Q.,Wei, N., andYuan,J.2008.Structurallyrelatedcytotoxiceffectsofflavonoidsonhumancancercellsinvitro.ArchivesofPharmacalResearch.31(9):1137–1144.

Chiu, Y. T. H., Lee, W. I., and Chen, T. H. 2014.Environmentally responsible behavior inecotourism: Antecedents and implications. TourismManagement.40:321–329.

Da Cunha, L. V. F. C., & De Albuquerque, U. P. 2006.Quantitative ethnobotany in an Atlantic Forestfragment of Northeastern Brazil- Implications toconservation. Environmental Monitoring andAssessment.114(1–3):1–25.

Elvian, A. 2009. Musung madu. http://www.wisatadanbudaya.blogspot.co.id.[21Februari2017]

Ens,E.J.,Pert,P.,Clarke,P.A.,Budden,M.,Clubb,L.,Doran,B., and Wason, S. 2015. Indigenous bioculturalknowledge in ecosystem science and management:Review and insight from Australia. BiologicalConservation.181:133–149.

Ginting, P., Budi, R., and Khalid, K. 2014. Grim portrait ofBangka Belitung tin mining: Demanding global,national and local responsibility to restore BangkaBelitung islands following negative tin miningimpacts. WALHI in collaboration withMilieudefensie. Amsterdam.htttp://www.milieudefensie.nl.[19Mei2016].

Guevara, S., Laborde, J., and Rios, G. S. 2004. Rain forestregenerationbeneaththecanopyoffigtreesisolatedinPasturesofLosTuxtlas,Mexico.Biotropica.36(1):99–108.

Hadisoesilo,S.2001.Diversityintraditionaltechniquesforenticing Apis dorsata colonies in Indonesia. InProceedings of the 37th International Congress.Apimondia,Durban.

Halling,R.E.,Osmundson,T.W.,Neves,M.,andLumbsch,H.T. 2008. Pacific boletes : Implications forbiogeographic relationships. Mycological Research,112:437–447.

Henkel, T. W., Terborgh, J., and Vilgalys, R. J. 2002.Ectomycorrhizalfungiandtheirleguminoushostsinthe Pakaraima Mountains of Guyana. MycologicalResearch.106(5):515–531.

Henri, Hakim, L., and Batoro, J. 2017a. EcotourismDevelopment Strategy of Pelawan Forest in CentralBangka , Bangka Belitung. Journal of IndonesianTourismandDevelopmentStudies.5(3):145–154.

Henri, Hakim, L., and Batoro, J. 2017b. The Potential ofFlora and Fauna as Tourist Attractions inBiodiversityParkofPelawanForest,CentralBangka.Biosaintifika: JournalofBiology&BiologyEducation,9(2):240–247.

IUCN[InternationalUnion forConservationofNatureand

Natural Resources]. 2008. Guidelines for applyingprotected area management categories. Gland,Switzerland: IUCN. https://books.google.co.uk. [27April2016]

Kaligarič,M.,Culiberg,M.,andKramberger,B.2006.Recentvegetation history of the North Adriatic grasslands:Expansion and decay of an anthropogenic habitat.FoliaGeobotanica.41(3):241–258.

Knapp,A.K.,Briggs, J.M., Collins, S. L.,Archer, S.R.,Bret-Harte, M. S., Ewers, B. E., and Cleary, M. B. 2008.Shrub encroachment inNorthAmerican grasslands:shifts in growth form dominance rapidly alterscontrol of ecosystem carbon inputs. Global ChangeBiology.14:615–623.

Loayza,N.,andRigolini,J.2016.TheLocalImpactofMiningon Poverty and Inequality: Evidence from theCommodity Boom in Peru.World Development. 84:219–234.

Margono,B.A.,Potapov,P.V,Turubanova,S.,Stolle,F.,andHansen, M. C. 2014. Primary forest cover loss inIndonesia over 2000–2012.Nature Climate Change:4(6):1–6.

Mohammadzadeh, S., Sharriatpanahi, M., Hamedi, M.,Amanzadeh, Y., Sadat Ebrahimi, S. E., & Ostad, S. N.2007.AntioxidantpowerofIranianpropolisextract.FoodChemistry.103(3):729–733.

Nurdin, B. V., and Ng, K. S. F. 2013. Local Knowledge ofLampung People in Tulang Bawang: AnEthnoecological and Ethnotechnological Study forUtilization and Conservation of Rivers. Procedia -SocialandBehavioralSciences.91:113–119.

Oldroyd, B. P., andWongsiri, S. 2006. Asian Honey Bees :Biology,Conservation,andHumanInteractions.TheQuarterlyReviewofBiology.81:408.

Primadesi,Y.2010.Peranmasyarakatlokaldalamusahapelestariannaskah-naskahkunoPaseban.JurnalBahasadanSeni.11(2):120–127.

Purwanto, D. B. 1999. Some observations on bee keepingmanagement with Apis dorsata in Belitung, SouthSumatra, Indonesia. [thesis].FacultyofForestryandEcology.UniversitatGottingen.Germany.

Purwanto, Y., Prasetya, B., and Ningrum, C. 2013.Pengelolaan terpadu dan berkelanjutan CagarBiosferTanjungPuting.ICIAR-LIPI.Bogor.

Rich, R. 2011. Kajian terhadap jamur pangan pelawan(Boletus sp.) khas Indonesia sebagai sumberpotensial pangan fungsional. [skripsi]. FakultasTeknologiPertanian,InstitutPertanianBogor.Bogor.

Richeri,M.,Cardoso,M.B.,andLadio,A.H.2013.Solucioneslocales y flexibilidad en el conocimiento ecol??gicotradicional frente a procesos de cambio ambiental:Estudios de caso en Patagonia. Ecologia Austral.23(3):184–193.

Rookes, P., and Wilson, J. 2000. Perception: Theory,development, and organisation. London andPliladelphia:Routledge.

Sabardi, L. 2013. Konstruksi makna yuridis masyarakathukum adat dalam pasal 18B UUDNRI tahun 1945untuk identifikasi adanya masyarakat hukum adat.JurnalHukumdanPembangunan.2:170–196.

Smith,A.M.S.,Kolden,C.A.,Tinkham,W.T.,Talhelm,A.F.,Marshall, J. D., Hudak, A. T., and Gosz, J. R. 2014.Remote sensing the vulnerability of vegetation innatural terrestrial ecosystems. Remote Sensing ofEnvironment.154:322–337.

Sosef,M.S..,Hong,L..,&Prawirohatmodjo,S.1998.Timber

Page 9: Kearifan Lokal Masyarakat sebagai Upaya Konservasi Hutan

Henri.,Hakim,L,danBatoro,J.(2018).KearifanLokalMasyarakatsebagaiUpayaKonservasiHutanPelawandiKabupatenBangkaTengah,BangkaBelitung.JurnalIlmuLingkungan,16(1),49-57,doi:10.14710/jil.16.1.49-57

57©2018,ProgramStudiIlmuLingkunganSekolahPascasarjanaUNDIP

trees: Lesser-know timbers. BackhyusPublisher/Plant Resources of South-East Asia(PROSEA).Leiden.

Sutarno,andSetyawan,A.D.2015.BiodiversitasIndonesia:Penurunan dan upaya pengelolaan untukmenjaminkemandirian bangsa. Pros Sem Nas Masy BiodivIndon.1(1):1–13.

Takeuchi, M., Fukuda, M., Kobayashi, K., Hirono, Y.,Miyagawa,M., Ishida, T., and Pinkerton, K. E. 2011.Jungle honey enhances immune function andantitumor activity. Evidence-Based ComplementaryandAlternativeMedicine.1–8.

Tasuruni, D. 2012. Analisis morfologi dan sekuens ITSrDNA jamur edibel ektomikoriza pelawan danstruktur ektomikorizanya. [tesis] SekolahPascasarjana,InstitutPertanianBogor.Bogor.

Taylor, B., and Loë, R. C. D. 2012. GeoforumConceptualizations of local knowledge incollaborative environmental governance. Geoforum,43(6):1207–1217.

Tsaur, S. H., Lin, Y. C., & Lin, J. H. (2006). Evaluatingecotourism sustainability from the integratedperspective of resource, community and tourism.TourismManagement.27(4):640–653.

Wilkinson, S. 1998. Focus group methodology: a review.InternationalJournalofSocialResearchMethodology.1(3):181–203.

Wong,L.P.2008.Focusgroupdiscussion:atoolforhealthand medical research. Singapore Medical Journal.49(3):256–260.