Upload
trinhanh
View
249
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam
Memberikan Bantuan Pada Krisis
Kemanusiaan Rohingya di Myanmar Tahun
2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosisal (S.Sos)
Oleh
Firman Santyabudi
1111113000060
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
v
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang kebijakan luar negeri Indonesia dalam
memberikan bantuan pada krisis kemanusiaan etnis Rohingya di Myanmar pada
tahun 2017. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menjelaskan latar belakang apa saja
yang dilakukan Indonesia dalam memberikan bantuan kepada etnis Rohingya di
Myanmar. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yang berarti menggunakan
data-data dalam bentuk deskriptif, bukan dengan angka. Skripsi ini juga mengacu
kepada sumber sekunder yang didapat dari buku, jurnal, serta surat kabar elektronik.
Dalam menganalisa permasalahan pada skripsi ini, penulis menggunakan
konsep-konsep dalam hubungan internasional seperti faktor internal-eksternal dalam
kebijakan luar negeri, serta shared ideas dalam teori konstruktivisme. Dengan
menggunakan konsep-konsep tersebut, penulis menemukan bahwa Indonesia
berperan aktif dalam memberikan bantuan luar negeri kepada etnis Rohingya berupa
pembangunan rumah sakit di Rakhine, Myanmar. Selain itu, Indonesia juga
mengirimkan bantuan berupa makanan dan logistik lainnya. Indonesia juga
menggunakan diplomasi untuk membuka jalur pengungsi Rohingya dari Myanmar ke
Bangladesh.
Faktor-faktor internal di Indonesia seperti jumlah penduduk Indonesia yang
mayoritas beragama islam, konstitusi Indonesia, demonstrasi yang dilakukan oleh
masyarakat Indonesia, lembaga swadaya masyarakat, lembaga keagamaan yang
mempengaruhi pemerintah dalam memberikan bantuannya kepada etnis Rohingya.
Selain itu, faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi Indonesia dalam memberikan
bantuan luar negeri adalah pengaruh pemberian bantuan yang dilakukan Turki kepada
etnis Rohingya, Resolusi PBB, serta kondisi internal di Myanmar. Dalam skripsi ini,
shared ideas dijelaskan sebagai terpengaruhnya Indonesia terhadap Turki yang
memberikan bantuan luar negeri kepada etnis Rohingya, Myanmar.
Kata kunci: krisis kemanusiaan, diplomasi Indonesia, Rohingya Myanmar, Ethnic
Cleansing, kebijakan luar negeri, shared ideas.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada kepada Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat
berkat Allah SWT serta ilmu yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW, skripsi
yang berjudul “Kebijakan Luar Negeri Indonesia Dalam Memberikan Bantuan
Pada Krisis Kemanusiaan Rohingya di Myanmar Tahun 2017” ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan, arahan,
serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
ungkapan terima kasih kepada:
1. Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Bapak Ahmad Alfajri,
MA yang telah menyetujui pengajuan skripsi ini.
2. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Drs. Aiyub Mohsin, M.A.,M.M. yang telah
membimbing serta mengarahkan pembuatan skripsi dari awal hingga akhir
dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
3. Ayahanda, ibunda, nenek, serta adik saya, yang telah mendoakan serta
memberikan dorongan moril kepada saya untuk segera menyelesaikan skripsi
ini.
4. Teman-teman antabur, Agung, Yanda, Yugo, Raihan, Ero, serta masih banyak
teman-teman kawah yang lain yang memberikan semangat bagi saya dalam
mengerjakan skripsi ini.
vii
5. Saudara-saudara saya angkatan 2011; Adi, Eri, Fikri Mahir, Iqbal, Sulthon dan
lain-lain yang memberikan dukungan baik moril maupun bantuan berupa ide
dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Saudara saya Ahmad Redho Basalamah yang menemani saya di sela-sela
pembuatan skripsi dengan senda gurau dan tawa, tidak lelah menemani saya.
Penulis sadar bahwa tulisan ini tidaklah sempurna, maka dari itu penulis
berharap untuk mendapatkan kritik serta saran yang membangun demi kemajuan
akademik penulis kedepannya. Penulis berharap agar tulisan ini dapat memberikan
sumbangsih terhadap Ilmu Hubungan Internasional khususnya di FISIP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Tangerang, 3 Juni 2017
Penulis,
Firman Santyabudi
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .......................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ......................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ......................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 7
E. Kerangka Teori ................................................................................ 9
F. Metode Penelitian ............................................................................ 14
G. Sistematika Penulisan…………………………………………… .. 17
BAB II ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
A. Sejarah Etnis Rohingya di Myanmar .............................................. 19
B. Perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap Etnis Rohingya ............ 21
C. Respon Dunia Internasional terhadap Krisis Kemanusiaan
Rohingya ......................................................................................... 29
BAB III INDONESIA DAN MYANMAR
A. Sejarah Hubungan Indonesia dan Myanmar ................................... 35
B. Kebijakan Indonesia dalam Persoalan Kemanusiaan ...................... 40
C. Isolasi Myanmar dan Perumusan Kebijakan Luar Negeri
Myanmar ......................................................................................... 45
ix
BAB IV ANALISA KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM
MEMBANTU UPAYA PENYELESAIAN KRISIS ROHINGYA
A. Pemberian Bantuan Kepada Masyarakat Rohingya ........................ 50
B. Analisa Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terkait Krisis
Kemanusiaan Rohingya .................................................................. 59
C. Shared Idea ..................................................................................... 68
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ..................................................................................... 72
B. Saran ................................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ xi
x
DAFTAR SINGKATAN
ACT Aksi Cepat Tanggap
ACTIP ASEAN Convention Against Trafficking in Persons,
Especially Women and Children
AKIM Aliansi Kemanusiaan Indonesia Myanmar
AMMTC ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime
ARSA Arakan Rohingya Salvation Army
ASEAN Association of South East Asia Nations
AURI Angkatan Udara Republik Indonesia
BIPSS Bangladesh Institute for Peace and Security Studies
BKSAP Badan Kerja Sama Antar Parlemen
CPC Country of Particular Concern
CT Computed (Axial) Tomography
HAM Hak Asasi Manusia
IHH İnsan Hak ve Hürriyetleri
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
Menkopolhukam Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
MER-C Medical Emergency Rescue Committee
MRI Magnetic Resonance Imaging
NGO Non-Governmental Organization
OKI Organisasi Kerjasama Islam
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
PMI Palang Merah Indonesia
TIKA Turkish Cooperation and Coordination Agency
UBA Union of Burma Airways
UNHCR United Nations High Commissioner for Refugees
UUD Undang-Undang Dasar
WPF World Parliamentary Forum
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Myanmar adalah negara yang telah lama tertutup karena sejak tahun 1962
hingga 2011 berada di bawah pemerintahan junta militer yang sangat opresif. Para
jenderal yang menjadi pejabat-pejabat negara menekan hampir semua perlawanan
terhadap rezim, sehingga dituduh oleh organisasi-organisasi internasional sebagai
pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang sangat berat. Liberalisasi yang
bertahap baru dimulai pada tahun 2010, berujung kepada Pemilhan Umum pada
tahun 2015, yang dimenangkan oleh Partai Liga Demokrasi yang dipimpin oleh
oposan veteran politisi Aung San Suu Kyi, dan pada tahun 2016 dibentuk
pemerintahan baru yang didominasi oleh politisi sipil. 1
Namun citra pemerintahan baru ini pun tercoreng dengan adanya operasi
militer yang dikerahkan terhadap etnis Rohingya yang umumnya beragama Islam,
tinggal di negara bagian Rakhine, yang dituduh sebagai teroris, dan semenjak
2017 telah memaksa setengah juta Muslim Rohingya pergi menyelamatkan diri ke
negara lain utamanya ke Bangladesh. Kekerasan dan pengusiran itu oleh
1 Oliver Holmes, “Final Myanmar Results Show Aung San Suu Kyi’s Party Won 77% of Seats,” The Guardian, 23 November 2015; tersedia di https://www.theguardian.com/world/2015/nov/23/final-myanmar-results-show-aung-san-suu-kyis-party-won-77-of-seats;internet; diunduh pada 03 Mei 2018
2
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai contoh langsung dari pembersihan
etnis.2
Total penduduk negara bagian Rakhine berdasarkan sensus 2014 tercatat
3,100.000 lebih, sebagian besar adalah suku Rakhine yang mayoritas adalah
pemeluk Buddha 96,2% , penduduk yang beragama Kristen 1,8 dan 1,4% Muslim
tetapi tidak mencakup Rohingya. Suku Rohingya tidak turut disensus karena
dianggap bukan warga negara. 3 Mayoritas kelompok Rohingya di Myanmar
tinggal di negara bagian ini. Jumlah warga Rohingya di Rakhine diperkirakan
sekitar satu juta jiwa. Adapun ratusan ribu lainnya mengungsi ke negara tetangga
Bangladesh, dan negara-negara lain, termasuk Malaysia dan Indonesia.4
Alasan resmi yang digunakan Myanmar adalah bahwa Rohingya sebagai
pendatang gelap dari Bangladesh yang sebelumnya dibawa oleh penjajah Inggris
ke Myanmar- ketika itu disebut Burma - untuk bekerja di ladang dan perkebunan.
Mereka pada umumnya tinggal di Rakhine. Kaum Rohingya sendiri meyakini
mereka adalah penduduk asli Rakhine yang semestinya diperlakukan sama dengan
etnik mayoritas Rakhine.
2 Rohingya ‘Ethnic Cleansing Myanmar Continues’: UN, Aljazeera, 06 Maret 2018; tersedia di https://www.aljazeera.com/news/2018/03/rohingya-ethnic-cleansing-myanmar-continues-180306062135668.html; internet; diunduh 03 Mei 2018 3 Kyaw Ye Lynn, ‘Census Data Shows Myanmar Muslim Population has Fallen,’ AA, 21 Juli 2017; tersedia di https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/census-data-shows-myanmar-muslim-population-has-fallen/612764; internet; diunduh pada 03 Mei 2018 4 Eleanor Albert, ‘The Rohingya Crisis,’ CFR, 20 April 2018; tersedia di https://www.cfr.org/backgrounder/rohingya-crisis; internet; diunduh 03 Mei 2018
3
Pembantaian sampai pengusiran etnis Rohingya terjadi karena
Pemerintahan negara Myanmar sejak dahulu tidak mau mengakui keberadaan
etnis ini. Myanmar telah membatasi pergerakan mereka, memotong hak
pendidikan, dan pelayanan publik kepada mereka. Pemerintah Myanmar menolak
mengakui keberadaan mereka di Myanmar. Mereka mengatakan bahwa etnis
Rohingya bukan penduduk asli Myanmar.5
Pemerintah juga mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai imigran
ilegal. Meskipun mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
Kepedulian terhadap etnis Rohingya oleh dunia internasional yang kurang,
mengakibatkan semakin membabi butanya pemerintahan Myanmar membunuh
dan mengusir muslim rohingya.6
Pada dasarnya, konflik yang terjadi antara Rohingya dan penduduk
Rakhine lainnya adalah konflik berdasarkan diskriminasi etnis dan ras, meskipun
mayoritas etnis Rohingya adalah muslim dan mayoritas yang mengusir Rohingya
adalah Budha. Mengingat bahwa sebenarnya etnis Rohingya telah didiskriminasi
selama puluhan tahun oleh negaranya sendiri maupun etnis mayoritas yang ada
disana karena dianggap minoritas dari segi bahasa, agama dan ciri-ciri fisik.
5 “Who Are The Rohingya?,” Aljazeera, 18 April 2018; tersedia di https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/08/rohingya-muslims-170831065142812.html; internet; diunduh 03 Mei 2018
6 Agil Iqbal Cahaya,S.AP, Staf Analisis Bidang Pertahanan Deputi Bidang Polhukam.
“Rohingya, Korban Minoritas Yang Terusir Dari Negaranya”. Tersedia di
www.setkab.go.id/artikel-5309-html; internet; diunduh pada tanggal 03 Mei 2018
4
Mereka dianggap bukan suku asli dan bukan bagian dari Burma serta
dianggap lebih dekat kepada orang Bangladesh. Begitu banyak diskriminasi yang
dialami oleh orang-orang Rohingya seperti tidak diberikannya pengakuan
kewarganegaraan, pembatasan dalam mencari lapangan pekerjaan, pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM), penyitaan properti, kerja paksa, pembunuhan, wanita
Rohingya yang sering dijadikan obyek pemerkosaan, serta maraknya pembakaran
rumah dan tempat ibadah yang terjadi.7
Pemerintah Myanmar yang diharapkan bisa mengamankan dan menolong
Etnis Rohingya yang tertindas malah bersikap dingin, Pemerintah Myanmar justru
gencar melakukan operasi-operasi bersenjata dan operasi sensus yang bertujuan
untuk mengusir orang-orang Rohingya. Seperti Operasi Naga Min yang dilakukan
pada tahun 1978, dimana operasi tersebut ditargetkan langsung kepada warga sipil
Etnis Rohingya dengan tujuan memantau setiap individu yang hidup di negara
bagian Rakhine dan tidak mengakui bahwa etnis Rohingya sebagai warga negara
Myanmar yang mengakibatkan pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan dan
pembakaran masjid.8
Pemerintah Myanmar juga diduga melakukan diskriminasi terhadap
Rohingya. Ini tertuang dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Burma tahun
1982 yang telah meniadakan Rohingya sebagai salah satu etnis yang diakui di
7 Diambil dari Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia. “Rohingya, 101 Data dan Fakta” 8 Baiq L.S.W Wardhani. Beggar Thy Neighbour: “Pemiskinan Sistematis bagi Stateless Rohingya
dan Dampaknya bagi Bangladesh.”
5
Myanmar. 9 Inilah yang menjadi faktor pendorong yang menyebabkan konflik
etnis berubah haluan menjadi konflik agama dan berhasil memprovokasi negara-
negara penganut agama Islam atau yang memiliki penduduk beragama Islam
berbondong-bondong mengutuk dan mengecam pemerintahan Myanmar yang
membiarkan konflik ini berlarut-larut. Pada dasarnya, konflik ini tidak berdampak
langsung terhadap Indonesia. Karena secara geografis, Indonesia dan Myanmar
bukanlah dua negara yang berbatasan secara langsung, sehingga konflik etnis
yang terjadi di Myanmar tidak akan berpengaruh langsung terhadap jatuhnya
korban jiwa dari Indonesia.
Namun Indonesia turut aktif dalam upaya penyelesaian konflik di
Myanmar terkait masalah Rohingya. Bukan hanya sekedar memberikan kecaman
terhadap rezim oppresif Myanmar, tapi juga terlibat langsung dalam diplomasi
kepada pemerintahan Myanmar. Maka patut muncul pertanyaan: apa yang
membuat Indonesia begitu aktif dalam upaya penyelesaian konflik antara
Myanmar dan etnis Rohingya.
9 Khrisnadev Calamur, “The Misunderstood Roots of Burma’s Rohingya Crisis,” The Atlantic, 25 September 2017; tersedia di https://www.theatlantic.com/international/archive/2017/09/rohingyas-burma/540513/; internet; diunduh pada 03 Mei 2018
6
B. Pertanyaan Penelitian
Berangkat dari latar belakang masalah diatas maka pertanyaan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah “Apa yang melatarbelakangi tindakan
Indonesia dalam memberikan bantuan luar negeri pada krisis Rohingya di
Myanmar pada tahun 2017?“
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai dalam meyelesaikan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apa yang melatarbelakangi kebijakan Indonesia dalam
memberikan bantuan kepada Etnis Rohingya di Myanmar.
2. Memahami bentuk-bentuk bantuan Indonesia kepada etnis Rohingya dan
alasannya.
3. Mengetahui bagaimana situasi politik internal Myanmar yang dapat
mempengaruhi situasi politik regional Asia Tenggara.
Kemudian, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-
penelitian berikutnya sebagai acuan dalam melihat krisis kemanusiaan di
Myanmar.
7
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menunjang informasi yang dibutuhkan oleh Penulis dalam menyusun
skripsi ini, maka perlu dihadirkan beberapa tulisan yang berhubungan dengan
judul skripsi ini. Tulisan pertama yang menjadi bahan tinjauan pustaka adalah
jurnal transnasional yang berjudul “Islam dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia:
Peran Indonesia dalam Konflik di Rakhine, Myanmar” oleh Novandre Satria dan
Ahmad Jamaan pada tahun 2013.
Dalam tulisan ini dibahas mengenai konflik yang terjadi di Myanmar pada
tahun 2012 yang mengorbankan etnis Rohingya. Bagaimana konflik tersebut
berawal dan memancing reaksi dunia internasional termasuk Indonesia. Peranan
Indonesia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dipaparkan
dalam tulisan ini, juga apa alasannya. Penulis memiliki kesamaan dalam
membedah peranan Indonesia yang didasari oleh kesamaan identitas sebagai
negara dengan mayoritas Muslim yang juga pernah merasakan pengalaman
dijajah.
Namun terdapat perbedaan yang mencolok yaitu, penelitian Penulis
dilakukan setelah pemilu Myanmar 2015 yang seharusnya menjadi titik paling
“demokratis” karena inilah pemilu pertama di Myanmar yang dianggap paling
terbuka dalam 25 tahun terakhir setelah puluhan tahun dikuasai junta militer atau
Partai penguasa, USDP, yang telah berkuasa sejak 2011. Maka tulisan itu menjadi
tinjauan pustaka skripsi ini dengan periode waktu yang berbeda, konflik pada
waktu yang berbeda, dan masa pemerintahan Indonesia yang berbeda.
8
Tulisan yang kedua datang dari skripsi Siti Ruyyatul Munawwarah pada
tahun 2013 yang berjudul “Peran Palang Merah Indonesia (PMI) pada Konflik
Rohingya di Myanmar”. Skripsi ini menganalisa tentang peranan PMI dalam
membantu korban konflik Rohingya di Myanmar pada tahun 2012. Pertanyaan
penelitian skripsi ini adalah “Bagaimana Peran PMI (Palang Merah Indonesia)
pada Konflik Rohingya di Myanmar Tahun 2012?”. Penulis menggunakan teori
peran dan konsep Non-Governmental Organization (NGO) dalam membedah
skripsi ini.
Munawwarah menjabarkan dan menjelaskan sejauh mana peran PMI dalam
membantu korban konflik Rohingya. Berbeda dengan penelitian Penulis,
walaupun Penulis menyinggung organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap,
namun Penulis menggunakan konsep yang berbeda dan tidak berfokus kepada
NGO melainkan fokus kepada analisa kebijakan Indonesia yang dipengaruhi oleh
faktor eksternal dan internalnya.
Tulisan yang ketiga adalah Jurnal yang berjudul “Kebijakan Indonesia
dalam Membantu Penyelesaian Konflik Antara Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine
di Myanmar (Studi Karakter Kepribadian Susilo Bambang Yudhoyono)” oleh
Fatma Arya Ardani pada tahun 2015. Pertanyaan dalam jurnal ini adalah
“mengapa Indonesia membuat kebijakan dalam membantu penyelesaian konflik
antara etnis Rohingya dan etnis Rakhine di Myanmar?”. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, jurnal ini menggunakan teori idiosyncratic Hudson dan
Hermann dengan konsep yakni; low nationalism, high conceptual complexity,
little believe in own control, high need for affiliation, dan low distrust for other.
9
Penelitian ini akan berbeda dengan jurnal tersebut, karena jurnal ini
menggunakan karakter idiosinkretik yang merupakan faktor penting dalam
pembentukan kebijakan luar negeri negara. Maka karakteristik Yudhoyono
sebagai pemimpin negara itulah yang mempengaruhi kebijakan luar negeri
Indonesia terkait penyelesaian konflik antara etnis Rohingya dan etnis Rakhine di
Myanmar. Berbeda dengan penelitian ini, Penulis tidak menekankan kepada
idiosinkretik Jokowi melainkan Penulis berusaha fokus pada apa yang menjadi
latar belakang bagi Indonesia memberikan bantuan dengan faktor eksternal dan
internal dari konsep kebijakan luar negeri.
E. Kerangka Teori
Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai kerangka teoritis yang akan
digunakan sebagai dasar pemikiran dalam menulis tulisan ini. Dipilihnya beberapa
konsep, sebagai kerangka teoritis dalam tulisan yang akan saya buat nanti adalah
untuk membantu saya memfokuskan diri kepada tema dan judul yang saya pilih
serta membantu untuk membangun kerangka pemikiran yang lebih terarah.
Berikut adalah konsep-konsep yang akan menjadi dasar pemikiran dalam
penelitian yang digunakan dalam tulisan ini.
Dalam melakukan sebuah penelitian, sangat dibutuhkan adanya landasan
konsep dan teori. Dikarenakan dengan adanya landasan konsep dan teori ini,
nantinya akan sangat membantu Penulis dalam menjabarkan dan menjelaskan
suatu permasalahan, menguji hipotesis serta dapat membantu Penulis menentukan
arah penulisan. Untuk dapat menjawab peran Indonesia dalam penyelesaian
10
konflik Rohingya, Penulis menggunakan landasan konsep dan teori sebagai
berikut:
E.1 Konsep Kebijakan Luar Negeri
Menurut Cristopher Hill yand dikutip Wahyu Wicaksana, kebijakan luar
negeri merupakan seperangkat hubungan eksternal resmi yang dilakukan aktor
independen (biasanya negara) dalam hubungan internasional. 10 Heywood
mengatakan bahwa penelitian terhadap kebijakan luar negeri dianggap penting
karena untuk menjelaskan bagaimana suatu negara mengatur hubungannya
dengan negara lain. Kemudian, konsep kebijakan luar negeri menekankan
pembahasan mengenai hubungan struktur dan agen sebagai akibat pengaruh
sistem, atau sebagai sebuah keputusan yang dibuat individu.11
Menurut Sadia Mushtaq dan Ishtiaq Ahmad Choudhry, kebijakan luar
negeri merupakan behavioral pattern (pola perilaku), yang mana hal tersebut
diadopsi negara untuk melaksanakan hubungan diplomatik dan luar negeri dengan
negara lain di dunia. Hal tersebut diformulasikan berdasarkan kepentingan
nasional. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam menjalankan kebijakan luar negeri
yang berdasarkan kepentingan nasional, dapat dengan cara-cara damai maupun
memaksa (perang).
Kemudian Mushtaq dan Choudhry mengatakan bahwa kebijakan luar negeri
didesain dan didesain ulang oleh proses dimana di dalamnya terdapat tahapan
yang saling berjalin menjadi satu. Proses pembuatan kebijakan luar negeri
10 I. G. Wahyu Wicaksana, “The Constructivist Approach Towards Foreign Policy Analysis”, Departement of International Relations, Faculty of Social Sciences Airlangga University, diakses dari http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-05_Artikel-IJSS-Wahyu.pdf. 11 Andrew Heywood, Global Politics (Hampshire: Palgrave Macmillan, 2011), 128.
11
dipengaruhi oleh bermacam faktor determinan. Termasuk di dalamnya lokasi geo-
politik dan geo-stratejik negara, sumber ekonomi, kognitif dan persepsi
psikologis pemimpin, serta krisis internasional. Hal tersebut diklasifikasikan ke
dalam faktor internal dan eksternal.
Alex Mintz dan Karl DeRouen berpendapat bahwa dalam melihat
menganalisis kebijakan luar negeri, perlu juga mencermati proses pembuatan
kebijakannya. Hal ini dapat membantu peneliti untuk memahami apa yang
mendasari sebuah kebijakan dapat terjadi. Pembuat kebijakan dapat menhasilkan
kebijakan yang berbeda tergantung pada proses pembuatan kebijakan tersebut.12
Penting bagi peneliti untuk melihat bahwa negara merupakan institusi sosial
yang berada pada dua area berbeda namun saling berkaitan satu dengan lainnya,
yakni lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal dimana terdapat
institusi-institusi pemerintahan di dalam sebuah negara yang saling berinteraksi.
Kemudian lingkungan eksternal, yang terdiri dari berbagai negara yang saling
berinteraksi satu dengan lainnya.13
Marijke Breuning menambahkan, yaitu para pembuat kebijakan selalu
berada di bawah pengaruh lingkungan domestik dan interasional dalam
perumusan kebijakan luar negeri.14
Menurut Holsti terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembuat
kebijakan dalam mengeluarkan kebijakan luar negerinya, yaitu:15
12 Alex Mintz dan Karl DeRouen, Understanding Foreign Policy Decision Making (New York: Cambridge University Press, 2010), 3-4. 13 Chris Brown dan Kristen Ainley, Understanding International Relations (New York: Palgrave Macmillan, 2005), 69. 14 Marijke Breuning, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction (New York: Palgrave Macmillan, 2007), 117.
12
1. Faktor - faktor eksternal yang meliputi: struktur sistem internasional
(structure of the system); karakteristik/ struktur ekonomi internasional
(characteristic /structure of world economy); kebijakan dan tindakan aktor
lain (the policies and actions of other states); masalah global dan regional
yang berasal dari pihak swasta (global and regional private problems
arising from private activities); Hukum internasional dan opini dunia
(international law and world opinion).
2. Faktor - faktor internal yang meliputi: kebutuhan ekonomi, sosial, dan
keamanan (socioeconomic/security needs); geografi dan karakteristik
topografi (geographical and topographical characteristics); atribut
nasional (national attributes); struktur pemerintah/ philosofi (government
structure and Philosophy); opini publik (public opinion); birokrasi
(bureaucracy); pertimbangan etik (ethical consideration).
Dalam bukunya The Scientific Study of Foreign Policy, James Rosenau
menyebutkan kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Terdapat lima variabel independen yang dapat mempengaruhi kebijakan luar
negeri. Pertama, idiosinkratik pemimpin secara individual; kedua, peran dari para
pembuat keputusan; ketiga, pemerintahan; keempat, sumber-sumber di
masyarakat; kelima, pengaruh sistemik.16
15 K. J. Holsti, International Politics; A Framework for Analysis (New Jersey: Prentice Hall, 1992), 272. 16 James N. Rosenau, The Scientific Study of Foreign Policy (London: Frances Pinter, 1980), 115-169.
13
E.2 Shared Ideas
Menurut Fierke, ide merupakan faktor penyebab yang dibentuk oleh
individu dalam dunia sosial.17 Sebagaimana dijelaskan bahwa Wendt mengkritisi
model anarki dari neo realisme dan neo liberalisme yang terlalu berdasarkan pada
kekuatan materi. Wendt mengatakan bahwa anarki justru dibentuk oleh struktur
sosial yang membentuk struktur ini adalah adanya shared ideas, bukan kekuatan
material.18
Nina Tannenwald mengidentifikasi empat bagian utama dari ide, yaitu
ideologi atau shared belief system yang berarti seperangkat doktrin sistematis atau
keyakinan yang mencerminkan kebutuh sosial, budaya atau negara (contoh:
Liberalisme, Marxisme, Fasisme), normative belief yang berarti keyakinan
normatif tentang keyakinan benar dan salah, terdiri dari nilai-nilai dan sikap yang
menentukan kriteria yang membedakan benar dan salah, cause-effect belief
yangberarti keyakinan tentang sebab akibat, memberikan pedoman atau strategi
untuk individu tentang cara untuk mencapai tujuan mereka, dan yang terakhir
policy prescriptions yang berarti ide-ide program khusus yang memfasilitasi
pembuat kebijakan, menentukan bagaimana memecahkan masalah kebijakan
tertentu.19
17 K. Fierke, “Constructivism”, dalam T. Dunne, M. Kurki, dan S. Smith, International Relations Theories (New York: Oxford University Press, 2007), 169. 18 Wendt, Social Theory of International Politics, 1. 19 Robert Jackson dan George Sorensen, Introduction to International Relations; Theories and Approaches 3rd Edition (Oxford University Press, 2007), 166.
14
Hadiwinata mengatakan bahwa konstruktivisme meyakini bahwa struktur
mempersatukan interaksi antar aktor atau agen dengan adanya shared ideas.20
Gagasan yang diyakini bersama (shared idea) ini terbentuk dalam wilayah
intersubjektif. Wilayah ini tidak bisa semata-mata ditentukan oleh penelitian
ilmiah seperti positivisme.21
F. Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan
Taylor, metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif; ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang
(subjek) itu sendiri. Pendapat ini langsung menunjukkan latar belakang dari
individu-individu secara keseluruhan, subjek penelitian, secara menyeluruh.22
W. Lawrence Neuman mencoba mengidentifikasi 4 faktor yang terkait
dengan orientasi dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif. 23
Orientasi pertama terkait dengan pendekatan yang digunakan terhadap data.
Metode kualitatif memperlakukan data sebagai sesuatu yang bermakna secara
intrinsik, intrinsik yang dimaksud ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra
dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra. Dengan demikian, data
20 B. S. Hadiwinata, “Transformasi Isu dan Aktor di dalam Studi Hubungan Internasional: Dari Realisme hingga Konstruktivisme”, di dalam Y.P. Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), 20-22. 21 C. Reus-Smith, “Constructivism”, di dalam S. Burchill, A. Linklater, R. Devetak, J. Donnelly, M. Peterson, C. Reus-Smith, Theories of International Relation (New York: Palgrave Macmillan, 2005) 22Bogdan, R. and Taylor, S.J. “Introduction to Qualitative Research Methode”. New York : John Willey and Sons. 1975 23 Neuman, William L. “Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches”. Ally and Bacon. 1997. Hal 328-331
15
yang ada dalam penelitian kualitatif bersifat “lunak”, tidak sempurna, immaterial,
kadangkala kabur, dan seorang peneliti kualitatif tidak akan pernah mampu
mengungkapkan semuanya secara sempurna. Namun demikian, data yang ada
dalam penelitian kualitatif bersifat empiris, terdiri dari dokumentasi ragam
peristiwa, rekaman setiap ucapan, kata dan gestur dari objek kajian, tingkah laku
yang spesifik, dokumen-dokumen tertulis, serta berbagai gambaran visual yang
ada dalam sebuah fenomena sosial.
Orientasi kedua adalah penggunaan perspektif yang non-positivistik, yaitu
cara pandang terbuka untuk mendapatkan informasi melalui gejala-gejala yang
tampak. Penelitian kualitatif secara luas menggunakan pendekatan interpretatif
dan kritis pada masalah-masalah sosial. Peneliti kualitatif memfokuskan dirinya
pada makna subjektif, pendefinisian, metafora, dan deskripsi pada kasus-kasus
yang spesifik. Peneliti kualitatif berusaha menjangkau berbagai aspek dari dunia
sosial termasuk atmosfer yang membentuk suatu objek amatan yang sulit
ditangkap melalui pengukuran yang presisif atau diekspresikan dalam angka.
Dengan demikian, penelitian kualitatif memiliki tujuan menghilangkan keyakinan
palsu yang terbentuk pada sebuah objek kajian. Penelitian kualitatif berusaha
memperlakukan objek kajian tidak sebagai objek, namun lebih sebagai proses
kreatif dan mencerna kehidupan sosial sebagai sesuatu yang “dalam” dan penuh
gejolak.
Orientasi ketiga adalah penggunaan logika penelitian yang bersifat “logic
in practice”. Penelitian sosial mengikuti dua bentuk logika yaitu logika yang
direkonstruksi (reconstructed logic) dan logika dalam praktek (logic in practice).
16
Metode kuantitatif mengikuti logika yang direkonstruksi dimana metode
diorganisir, diformalkan dan disistematisir secara ketat. Sementara pada metode
kualitatif, penelitian secara aktual dijalankan secara tidak teratur, lebih ambigu,
dan terikat pada kasus-kasus spesifik. Hal ini tentu saja, mengurangi perangkat
aturan dan menggantungkan diri pada prosedur informal yang dibangun oleh
pengalaman-pengalaman di lapangan yang ditemukan si peneliti.
Orientasi keempat dari metode kualitatif adalah ditempuhnya langkah-
langkah penelitian yang bersifat non-linear. Dalam metode kuantitatif, seorang
peneliti biasanya dihadapkan pada langkah-langkah penelitian yang bersifat pasti
dan tetap dengan panduan yang jelas sehingga disebut sebagai langkah yang
linear. Sementara itu, metode penelitian kualitatif lebih memberikan ruang bagi
penelitinya untuk menempuh langkah non-linear, kadangkala melakukan upaya
“kembali” pada langkah-langkah penelitian yang sudah ditempuhnya dalam
menjalani proses penelitian. Hal ini tidak berarti kualitas riset menjadi rendah,
namun lebih pada cara untuk dapat menjalankan orientasi dalam
mengkonstruksikan makna.
Data penelitian kualitatif adalah apa yang dikatakan oleh orang-orang
terhadap seperangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Apa yang dikatakan
responden itu bisa diperoleh secara verbal melalui wawancara atau dalam bentuk
tertulis melalui analisis dokumen. Patton mengatakan bahwa pada dasarnya data
kualitatif itu terdiri dari petikan-petikan yang berasal dari responden dan deskripsi
tentang situasi, peristiwa, dan interaksi.
17
Data kualitatif adalah data empiris.24 Data itu termasuk dokumen peristiwa
nyata, rekaman apa yang mereka nyatakan (dengan kata-kata, isyarat, nada),
observasi perilaku spesifik, studi dokumen tertulis, atau menguji kesan visual.
Semua data itu adalah aspek-aspek konkrit suatu dunia.Tidak sebagaimana para
peneliti kuantitatif yang mengubah ide atau dunia sosial ke dalam variabel-
variabel umum untuk membentuk hipotesis, para peneliti kualitatif meminjam ide-
ide dari orang-orang yang mereka studi sesuai dengan konteks atau latar
alamiahnya.Dalam penelitian kali ini data-data primer akan dikumpulkan dengan
cara studi pustaka.
G. Sistematika Penulisan
BAB I
Bab ini merupakan awal dari penulisan skripsi yang memuat pernyataan
masalah yang diangkat dan pertanyaan penelitian. Selain itu, bab ini juga memuat
beberapa tinjauan pustaka yang digunakan Penulis dalam membantu proses
penelitian. Teori dan konsep yang akan digunakan dalam melakukan analisis juga
di jabarkan dalam bab I ini. Penjelasan mengenai metode penelitian dan
sistematika penulisan dijelaskan juga dalam bab ini
24Patton, M.Q. Qualitative evaluation methods. Beverley Hills, CA: Sage. 1980
18
BAB II
Bab ini menjelaskan gambaran tentang konflik yang terjadi pada etnis
Rohingya di Myanmar. Dimulai dengan sejarah keberadaan etnis Rohingya itu
sendiri hingga hubungan etnis Rohingya dengan pemerintah beserta perlakuan
pemerintahan Myanmar pada etnis tersebut. Dalam Bab ini juga akan diisi dengan
respon dunia internasional terhadap krisis kemanusiaan tersebut.
BAB III
Bab ini akan menyajikan bagaimana hubungan Indonesia dan Myanmar
beserta dinamikanya. Dalam bab ini juga akan dibahas tentang kondisi negara
Myanmar yang tertutup dan bagaimana kondisi tersebut mempengaruhi
kebijakannya. Dalam bab ini pula akan ada pembahasan mengenai kebijakan-
kebijakan Indonesia dalam mengatasi masalah-masalah humanitarian, terutama
kebijakannya terhadap etnis Rohingya.
BAB IV
Bab ini akan berisi tentang pembedahan masalah peranan Indonesia dalam
penanganan krisis Rohingya di Myanmar beserta alasannya menggunakan teori-
teori dan konsep yang telah disiapkan sebelumnya.
BAB V
Bab ini merupakan hasil dari keseluruhan penelitian dan memuat jawaban
atas pertanyaan penelitian. Hasil akhir dan metode penelitian yang sesuai dengan
teori dan konsep yang digunakan terangkum secara lengkap dalam bab ini.
19
BAB II
ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
A. Sejarah Etnis Rohingya di Myanmar
Untuk dapat memahami konflik ini secara komprehensif, kita harus dapat
melihat hal yang menjadi dasar terjadinya konflik ini sampai ke akar. Terjadinya
konflik ini merupakan hasil dari proses berkepanjangan yang telah terjadi jauh sebelum
Myanmar atau Burma itu sendiri merdeka. Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah
daerah pesisir yang bernama Arakan. Daerah ini diisi oleh orang-orang yang
merupakan penduduk asli Burma. Kemudian, pada abad ke-7, Arakan menerima
kedatangan etnis Arab di wilayahnya sebagai pedagang. Setelah beberapa waktu,
terjadilah asimilasi yang menghasilkan etnis baru, yakni etnis Rohingya. Jadi, bisa
dikatakan bahwa etnis Rohingya bukan berasal dari satu etnis, melainkan hasil
campuran dari etnis asli Burma dengan pendatang dari Arab, Persia, Bengal, dan lain
sebagainya.25
Setelah terjadi asimilasi antara penduduk asli dan pendatang, kemudian,
terbentuklah sebuah kerajaan yang bernama Mrauk-U. Mrauk-U ini merupakan
pemerintahan di Arakan yang berbentuk kesultanan. Kesultanan ini menguasai wilayah
25 “A Short Historical Background of Arakan, The Stateless Rohingya,” tersedia di http://www.thestateless.com/arakan; internet; diunduh pada 06 Mei 2018.
20
Arakan selama dua abad, sebelum kemudian berhasil dihancurkan oleh pasukan dari
Burma yang melakukan penyerangan serta perusakan di wilayah Arakan yang
menyebabkan terbunuhnya banyak penduduk Muslim serta Buddha di Arakan.
Jatuhnya wilayah Arakan di tangan pasukan Burma menandai berakhirnya kesultanan
muslim di Arakan, dimana sisa-sisa dari penduduk muslim disana mengungsi ke daerah
Bengal di India.26
Babak baru dari nasib Etnis Rohingya terjadi saat masa kolonialisme Inggris.
Pada saat Inggris mengokupasi wilayah Myanmar pada 1824. Dalam pendudukannya,
Inggris menjadikan Burma sebagai provinsi dari India.27 Pada masa okupasi Inggris
atas Burma, etnis Rohingya dipergunakan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk
bekerja di ladang untuk meningkatkan produksi beras demi mendapatkan keuntungan.
Pada tahun 1871 sampai dengan 1911, jumlah masyarakat Rohingya meningkat hingga
tiga kali lipat.28 Kemudian, pemerintah kolonial Inggris memanfaatkan masyarakat
Rohingya untuk berperang melawan imperialisme Jepang pada perang dunia kedua
yang tergabung dalam satuan V-Force, sebuah bagian dari angkatan bersenjata Inggris
yang ditugaskan untuk melaksanakan fungsi-fungsi gerilya serta untuk mendapatkan
26 “A Short Historical Background of Arakan, The Stateless Rohingya,” tersedia di http://www.thestateless.com/arakan; internet; diunduh pada 06 Mei 2018. 27 Burmese Refugees in Bangladesh: Still No Durable Solution: Historical Background , Human Rights Watch, Human Rights Watch, Vol. 12, no. 3, (May 2000) https://www.hrw.org/reports/2000/burma/burm005-01.htm.; internet; diunduh pada 06 Mei 2018 28 Engy Abdelkader, "The history of the persecution of Myanmar’s Rohingya" The Conversation, 21 September 2017, tersedia di https://theconversation.com/the-history-of-the-persecution-of-myanmars-rohingya-84040; internet; diunduh pada 06 Mei 2018
21
informasi terkait pergerakan pasukan Jepang. Di lain pihak, masyarakat Buddha di
Rakhine memberikan dukungannya kepada imperial Jepang, yang menyebabkan
konflik antara V-Force dan masyarakat Buddha Rakhine.29
Pemerintah kolonial Inggris menjanjikan kemerdekaan bagi masyarakat
muslim Rohingya pada saat itu, dengan memberikan negara muslim tersendiri yang
terpisah dari Burma. Kemudian, Inggris memberikan orang-orang muslim jabatan yang
tinggi di pemerintahan Burma pada saat itu.30 Namun pada kenyataannya, janji akan
adanya negara tersendiri bagi masyarakat muslim tidak dipenuhi oleh Inggris, sampai
pada tahun 1948 saat Myanmar menerima kemerdekaan dari Inggris. Setelah merdeka,
posisi-posisi strategis yang ditempati oleh orang-orang muslim digantikan oleh orang-
orang Buddha, yang kemudian menjadi awal bagi pecahnya konflik antara kelompok
muslim dan Buddha di Myanmar.31
29 Kate Mayberry, "The Rohingya: Where They Came From" Asia Sentinel, 22 Mei 2015, tersedia di https://www.asiasentinel.com/politics/rohingya-where-they-came-from/; internet; diunduh pada 06 Mei 2018 30 Engy Abdelkader, "The history of the persecution of Myanmar’s Rohingya" The Conversation, 21 September 2017, tersedia di https://theconversation.com/the-history-of-the-persecution-of-myanmars-rohingya-84040; internet; diunduh pada 06 Mei 2018 31 "Who are the Rohingya?" Radio Free Asia, 13 April 2010, tersedia di https://www.rfa.org/english/multimedia/rohingyaPage-04122010151733.html/RohingyaFactSheet-04132010102750.html; internet; diunduh pada 06 Mei 2018
22
B. Perlakuan Pemerintah Myanmar terhadap Etnis Rohingya
Setelah mendapatkan kemerdekaan dari Inggris pada 1948, etnis Rohingnya
tetap mendapatkan perlakuan buruk dari etnis mayoritas yang kemudian menduduki
jajaran pemerintahan pada saat itu. Rohingya sebagai etnis minoritas tidak dianggap
sebagai etnis asli Myanmar karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan etnis
lain yang berada di Myanmar. Hal ini dikarenakan oleh perbedaan-perbedaan bentuk
fisik yang disebabkan oleh perkawinan silang antara penduduk asli dan pendatang dari
Arab, Persia, dan lain sebagainya, seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Sejak awal kemerdekaan Myanmar dari Inggris tahun 1948, etnis Rohingya
mendapatkan pengakuan dari pemerintah Myanmar pada saat itu yang dipimpin oleh
Perdana Menteri U Nu. Dibawah kepemimpinan U Nu, etnis Rohingya diakui sebagai
warga negara yang sah dengan diberikannya kartu tanda penduduk serta mendapatkan
hak-hak sebagai warga negara seutuhnya. Selain itu, radio nasional Myanmar juga
sesekali menyiarkan siaran-siaran dalam bahasa Rohingya. Kemudian, di dalam tubuh
pemerintahan Myanmar pun banyak anggota parlemen Myanmar yang mengakui
dirinya sebagai seorang Rohingya secara terbuka ke publik.32
Pengakuan atas etnis Rohingya tidak berlangsung lama, diskriminasi terhadap
etnis Rohingya mulai membesar pada 1962 saat rezim militer di bawah pimpinan Ne
32 Gregory B. Polling, “Separating Fact from Fiction about Myanmar's Rohingya,” CSIS, 13 Februari 2014, tersedia di https://www.csis.org/analysis/separating-fact-fiction-about-myanmar%E2%80%99s-rohingya; internet; diunduh pada 06 Mei 2018
23
Win yang dikenal sebagai seorang diktator. Rezim ini berusaha untuk mendiskriminasi
serta menghapus kewarganegaraan yang telah dimiliki oleh etnis Rohingya. Rezim ini
memiliki kebijakan tidak tertulis untuk mengusir dan menghilangkan warga-warga
muslimnya, termasuk etnis Rohingya yang beragama Islam lewat kebijakan-kebijakan
yang dikeluarkannya.33
Rezim diktator Ne Win melaksanakan tujuannya dengan mengeluarkan
kebijakan 1974 Emergency Immigration Act. Adanya kebijakan ini disebut-sebut untuk
menghalau imigran gelap yang datang dari negara-negara sekitar Myanmar, seperti
India dan Bangladesh. Kebijakan ini meliputi kewajiban bagi warga negara untuk
memiliki dan membawa kartu identitas yang dinamakan National Registration
Certificates. Namun, etnis Rohingya mendapatkan kartu identitas berbeda, yakni
Foreign Registration Cards yang aslinya diperuntukkan bagi orang asing.34 Bahkan,
hanya segelintir masyarakat Rohingya yang mendapatkan kartu identitas ini.35
Setelah mendapatkan pemisahan status kewarganegaraan lewat 1974
Emergency Immigration Act, etnis Rohingya kembali mendapatkan diskriminasi oleh
pemerintah Myanmar. Pemerintah Myanmar melalui 1982 Citizenship Law
menyebutkan adanya 135 suku bangsa yang diakui oleh negara. Namun, etnis
33 Gregory B. Polling, “Separating Fact from Fiction about Myanmar's Rohingya,” CSIS, 13 Februari 2014, tersedia di https://www.csis.org/analysis/separating-fact-fiction-about-myanmar%E2%80%99s-rohingya; internet; diunduh pada 06 Mei 2018 34 “Burma: The Rohingya Muslims: Ending a Cycle of Exodus?”, Human Rights Watch, 1 September 1996, tersedia di http://www.refworld.org/docid/3ae6a84a2.html; internet; diunduh 06 Mei 2018 35 Warzone Initiative, Burma Briefing Report, Oktober 2015, hal. 7
24
Rohingya tidak terdapat dalam daftar tersebut.36 1982 Citizenship Law
mengklasifikasikan warga negara hanya berdasarkan ras. Disebutkan didalamnya
bahwa etnis yang menjadi warga negara Myanmar adalah etnis yang telah mendiami
Myanmar sebelum 1824, yakni pada masa pendudukan Inggris. Pemerintah Myanmar
tidak mengakui etnis Rohingya sebagai etnis yang memenuhi kriteria tersebut. Dengan
demikian, etnis Rohingya menjadi etnis yang berstatus stateless. 37
Tidak diakuinya etnis Rohingya sebagai warga negara di Myanmar
menimbulkan dampak negatif yang akan semakin menyengsarakan etnis Rohingya.
Pertama, hal ini akan menyebabkan bertambahnya penduduk stateless. Hal ini
disebabkan oleh tidak berhaknya seorang anak yang lahir dari orangtua yang stateless
untuk mendapatkan kewarganegaraan. Kedua, Etnis Rohingya akan semakin
terdiskriminasi dari etnis lain yang ada di Myanmar dan akan semakin rentan akan
pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah maupun non-
pemerintah. Ketiga, etnis Rohingya akan semakin kehilangan identitasnya dari masa
ke masa. Masyarakat Rohingya akan terpaksa menanggalkan identitasnya untuk dapat
memperoleh keamanan atas dirinya. Terakhir, tidak diakuinya etnis Rohingya sebagai
warga negara Myanmar akan berdampak kepada pembersihan etnis Rohingya dari
36 “Burma: Events of 2016,” Human Right Watch, tersedia di https://www.hrw.org/world-report/2017/country-chapters/Burma; internet; diunduh 06 Mei 2018 37 "Myanmar’s 1982 Citizenship Law and Rohingya", Burmese Rohingya Organisation UK, hal 1.
25
tanah Myanmar. Pembersihan ini dapat berarti pengusiran dengan cara kekerasan yang
melibatkan kekuatan militer.38
Dampak terburuk yang dibahas diatas telah dirasakan oleh etnis Rohingya.
Etnis Rohingya dipaksa untuk meninggalkan daerah tempat tinggalnya dengan
kekerasan. Bahkan etnis ini telah mengalami kekerasan yang lebih buruk seperti
penyiksaan, pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Hal-hal tersebut tidak terjadi hanya
sekali, melainkan berkali-kali. Sejarah mencatat ada beberapa kejadian besar terkait
kekerasan yang dialami oleh etnis Rohingya, baik dilakukan oleh pemerintah
Myanmar, maupun oleh etnis lain yang berada di Myanmar.
Kekerasan terhadap etnis Rohingya terjadi pada tahun 1978. Pada saat itu,
rezim militer melakukan sebuah operasi yang dinamakan Operation Dragon King.
Tujuan utama dari operasi ini adalah untuk mendata warga negara Myanmar dan
mengusir orang-orang yang tidak termasuk ke dalam daftar atau kriteria warga negara.
Operasi yang dilakukan oleh angkatan bersenjata ini menggunakan kekerasan dalam
melaksanakan aksinya. Kepada etnis Myanmar yang dinilainya bukan merupakan
warga negara Myanmar, angkatan bersenjata Myanmar melakukan pengusiran secara
paksa, ditambah dengan adanya aksi-aksi pemerkosaan terhadap perempuan-
38 "Myanmar’s 1982 Citizenship Law and Rohingya", Burmese Rohingya Organisation UK, hal 1.
26
perempuan Rohingya, bahkan sampai melakukan pembunuhan. Karena hal tersebut,
lebih dari 200.000 etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh.39
Dalam menghadapi masalah pengungsi tersebut, pemerintah Bangladesh
menggandeng UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) untuk
mengelola camp pengungsi yang ada di wilayahnya. Setelah beberapa waktu,
pemerintah Bangladesh merasa bahwa pengungsi Rohingya harus segera dipulangkan.
Pertama-tama, pemerintah Bangladesh melakukannya dengan membatasi pasokan
makanan untuk membuat para pengungsi pulang dengan sendirinya. Kemudian,
pemerintah Bangladesh melakukan koordinasi dengan pemerintah Myanmar dalam
persoalan pengungsi dan melahirkan sebuat kesepakatan.40 Sebagai hasilnya, sebanyak
180.000 pengungsi Rohingya dikembalikan ke Myanmar pada 1979.41
Aksi pengusiran terhadap etnis Rohingya tidak berhenti sampai disitu. Pada
1989, militer Myanmar menduduki wilayah Arakan yang menjadi domisili bagi etnis
Rohingya. Kedatangan militer Myanmar ke Arakan membawa mimpi buruk bagi etnis
Rohingya. Pada tahun-tahun tersebut, pemerintahan militer Myanmar di Arakan
memberlakukan kerja paksa bagi masyarakat Rohingya. Tak sampai situ saya, militer
39 Burmese Refugees in Bangladesh: Still No Durable Solution, Human Right Watch, Vol. 12 No. 3 (2000) tersedia di https://www.hrw.org/reports/2000/burma/burm005-01.htm#P86_15856; internet; diunduh pada 07 Mei 2018 40 Thomas K. Ragland, "Burma’s Rohingya in Crisis: Protection of “Humanitarian” Refugees under International Law", Boston College Third World Journal 301 1994,Vol. 4 issue 2 article 4 (1994), hal. 308 41 Ashraful Azad, "Foreigners Act and The Freedom of Movement of The Rohingyas in Bangladesh", Griffith Journal of Law & Human Dignity, Volume 5 Issue 2 (2017), hal. 186
27
juga melakukan pemerkosaan, pembunuhan, serta pengambilan paksa makanan yang
dimiliki oleh masyarakat Rohingya.42 Selain itu, militer Myanmar juga melakukan
persekusi terhadap kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Rohingya
dengan merubuhkan masjid serta madrasah, melakukan pelarangan beribadah, sampai
menangkap dan menyiksa orang-orang yang belajar dan mengajarkan agama Islam.43
Pada abad ke-21, kekerasan terhadap etnis Rohingya tidak berhenti. Segala
bentuk penyiksaan serta pengusiran masih menjadi pengalaman sehari-hari bagi etnis
Rohingya. Di abad ke-21 ini, ada beberapa peristiwa penting yang menandakan belum
berakhirnya penindasan terhadap etnis Rohingya. Pada 2012, terjadi kerusuhan yang
melibatkan etnis Rohingya dan penduduk Myanmar yang beragama Buddha.
Kerusuhan ini berujung kepada perusakan dan pembakaran rumah serta properti-
properti yang dimiliki oleh Masyarakat muslim Rohingya.44 Sekali lagi, hal ini
menyebabkan gelombang pengungsi besar-besaran ke Bangladesh.
Pada 2016, terjadi insiden penyerangan terhadap pihak kepolisian Myanmar
yang menewaskan 9 orang polisi. Aksi penyerangan yang diyakini dilakukan oleh
kelompok militant Rohingya ini menyebabkan pengerahan angkatan bersenjata ke
42 Thomas K. Ragland, "Burma’s Rohingya in Crisis: Protection of “Humanitarian” Refugees under International Law", Boston College Third World Journal 301 1994,Vol. 4 issue 2 article 4 (1994), hal. 308 43 Thomas K. Ragland, "Burma’s Rohingya in Crisis: Protection of “Humanitarian” Refugees under International Law", Boston College Third World Journal 301 1994,Vol. 4 issue 2 article 4 (1994), hal. 309 44 "Why Is There Communal Violence in Myanmar", BBC, tersedia di http://www.bbc.com/news/world-asia-18395788; internet; diunduh pada 07 Mei 2018
28
Rakhine utara, daerah yang menjadi domisili bagi etnis Rohingya. Pemerintah
Myanmar mengaku melakukan kebijakan tersebut sebagai respon dari adanya
pembunuhan terhadap 9 anggota kepolisian. Namun, pada kenyataannya, tujuan utama
dari kebijakan ini adalah untuk membersihkan Myanmar dari etnis Rohingya.45
Krisis kemanusiaan di Myanmar terus meningkat pada 2017. Pada 2017
kembali terjadi pengerahan besar-besaran tentara Myanmar ke Rakhine, wilayah
penduduk muslim Rohingya. Operasi militer ini disebut-sebut sebagai respon
pemerintah atas penyerangan yang dilakukan oleh ARSA (Arakan Rohingya Salvation
Army) terhadap pihak otoritas negara. Penyerangan tersebut tercatat menewaskan 12
orang polisi.46 Meskipun demikian, respon pemerintah Myanmar dengan mengerahkan
angkatan bersenjata ke wilayah Rakhine terlalu brutal, karena diwarnai dengan
pembakaran rumah-rumah warga, pemerkosaan terhadap perempuan-perempuan
Rohingya, serta eksekusi mati terhadap orang-orang lainnya.47 Peristiwa ini
mengakibatkan pengungsian besar-besaran penduduk Rohingya ke Bangladesh.
45 "UN Calls on Burma's Aung San Suu Kyi to halt 'Etchnic Cleansing' of Rohingya Muslims", Independent, 09 Desember 2016; tersedia di https://www.independent.co.uk/news/world/asia/burma-rohingya-myanmar-muslims-united-nations-calls-on-suu-kyi-a7465036.html; internet; diunduh pada 07 Mei 2018 46 Krisis terbaru Rohingya: bagaimana seluruh kekerasan bermula?, BBC.com, 31 Agustus 2017; tersedia di http://www.bbc.com/indonesia/dunia-41105830; internet; diunduh pada 07 Mei 2018 47 Rebecca Wright and Joshua Berlinger, Police killed in new violence in Myanmar's Rakhine State, CNN.com, 25 Agustus 2017; https://edition.cnn.com/2017/08/25/asia/rakhine-violence-myanmar/; internet; diunduh pada 07 Mei 2018
29
Setidaknya, tercatat lebih dari 600.000 penduduk Rohingya yang mengungsi ke
Bangladesh sejak terjadinya kekerasan dari pemerintah Myanmar pada Agustus 2017.48
C. Respon Dunia Internasional terhadap Krisis Kemanusiaan Rohingya
Kekerasan serta penindasan yang dialami oleh etnis Rohingya mendapatkan
respon dari dunia internasional. Negara-negara lain memberi perhatian yang besar
terhadap krisis kemanusiaan ini, terutama fakta bahwa adanya pelanggaran-
pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya
yang telah terjadi sejak lama. Selain itu, aktor-aktor non negara seperti organisasi-
organisasi non-pemerintah juga memberikan respon yang serupa.
Sebagai negara yang senantiasa menegakkan Hak Asasi Manusia di dunia,
Amerika Serikat turut merespon krisis kemanusiaan ini. Atas pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang dilakukan oleh Myanmar, Amerika Serikat menetapkan Myanmar
sebagai CPC (Country of Particular Concern). Penetapan Myanmar ke dalam daftar
ini didasarkan oleh pelanggaran hak kebebasan untuk beragama yang telah lama
dilanggar oleh Myanmar. Sebagai akibatnya, Myanmar menerima sanksi dari Amerika
Serikat berupa embargo. Pada 2011 saat Myanmar melakukan pemilihan umum dan
menuju reformasi pada sistem demokrasinya, Amerika Serikat sempat ingin merubah
kebijakannya terhadap Myanmar. Tetapi, Amerika Serikat tetap memasukan Myanmar
48 Myanmar Rohingya: What you need to know about the crisis, BBC.com, 24 April 2018; http://www.bbc.com/news/world-asia-41566561; internet; diunduh pada 07 Mei 2018
30
ke dalam daftar CPC-nya karena Myanmar di bawah pemerintahan yang baru tetap
melakukan pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ditujukan kepada etnis
Rohingya. Amerika Serikat pun kemudian memperpanjang embargo yang dikenakan
kepada Myanmar.
Setelah adanya reformasi demokrasi dengan dipilihnya pemimpin yang baru,
Amerika Serikat memberikan sinyal yang baik terhadap demokratisasi tersebut.
Namun, Amerika Serikat tetap memberikan perhatian yang besar terhadap krisis
kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Pada kunjungannya ke Myanmar tahun 2012,
Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama dalam pidatonya di Universitas Yangoon
menyebutkan perlunya rekonsiliasi nasional di Myanmar. Selain itu, etnis Rohingya
harus dapat diberikan status kewarganegaraan serta bantuan kemanusiaan. Kedutaan
Besar Amerika Serikat di Myanmar pun terus aktif dalam menyuarakan kepedulian
terhadap etnis Myanmar dengan mengadakan pertemuan dengan kelompok-kelompok
minoritas terkait, menyebarkan pemahaman dalam kebebasan beragama, serta
mengadakan pendidikan tentang hal tersebut.49
Tergabungnya Myanmar dalam organisasi regional ASEAN (Association of
South East Asia Nations) membuat adanya tantangan sendiri bagi organisasi ini dalam
menyikapi adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh negara
anggotanya tersebut. Di dalam tubuh ASEAN sendiri terdapat asas yang dipegang
49 Abdelkader, E., "The Rohingya Muslims in Myanmar: Past, Present and Future", Oregon Review of International Law, Vol.15 (2013), Hal. 404
31
teguh oleh tiap-tiap anggota, yakni salah satunya adalah asas non-intervensi, yang
termaktub di dalam ASEAN Charter.50 Dengan adanya asas ini, negara-negara anggota
ASEAN tidak diperkenankan untuk melakukan campur tangan ke dalam urusan dalam
negeri satu sama lainnya.
Meskipun demikian, banyak yang menilai bahwa asas non-intervensi di
ASEAN tidak relevan untuk diterapkan dalam persoalan krisis kemanusiaan yang
terjadi di Myanmar. Argumen tersebut didasarkan kepada asumsi-asumsi tertentu.
Pertama, banyaknya pengungsi yang diakibatkan oleh krisis tersebut terus bertambah
dan semakin tersebar tak hanya ke Bangladesh, tapi juga ke negara-negara ASEAN
seperti Indonesia dan Malaysia. Kedua, penindasan terhadap etnis Rohingya dapat
menumbuhkan radikalisme terutama di wilayah Asia Tenggara. Ketiga, adanya
pelanggaran HAM di Myanmar akan mencoreng nama ASEAN di hadapan dunia
internasional.51
Untuk itu, ASEAN tetap melakukan usaha untuk menyelesaikan permasalahan
kemanusiaan yang terjadi di Myanmar ini. ASEAN menyelenggarakan ASEAN
Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) pada 2015 untuk dapat
menemukan solusi dari permasalahan ini. ASEAN pun mendirikan badan khusus untuk
memberikan bantuan kemanusiaan kepada para korban kekerasan. Perhatian besar
50 "The Asean Charter", Association of Southeast Asian Nation, hal. 6 51 Hoang Thi Ha dan Ye Htut, "Rakhine Crisis Challenges ASEAN’s Non-interference principle", Yusof Ishak Institute, Issue 2016 No. 70 (2016), Hal 3-4
32
ASEAN terhadap isu ini, lahirlah sebuah kesepakatan yang dinamakan ASEAN
Convention Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP).
Konvensi ini bertujuan untuk melindungi korban penyelundupan manusia,
memberikan bantuan kepada yang bersangkutan, serta memberikan hukuman kepada
pelaku penyelundupan.52 Dengan banyaknya pengungsi yang menyebar keluar
Myanmar membuat semakin rawannya praktek penyelundupan manusia. Untuk itu,
ASEAN sebagai organisasi regional melakukan perannya untuk menghadapi persoalan
tersebut.
Negara-negara anggota ASEAN di luar keanggotaannya di dalam ASEAN,
melakukan hal-hal lain sebagai bentuk dukungannya terhadap Etnis Rohingya yang
ditindas oleh pemerintah Myanmar. Sebagai contoh, Malaysia yang notabene
merupakan negara dengan penduduk mayoritas muslim menaruh perhatian yang sangat
besar terhadap persoalan ini. Malaysia menerima banyak pengungsi Rohingya sebagai
bentuk simpati terhadap etnis ini. Pada 2017, 88% pengungsi yang terdaftar di
Malaysia berasal dari Rohingya. Untuk dapat mendukung kehidupan para pengungsi
tersebut, Malaysia membangun 322 rumah, 22 sekolah, 127 sumber air bersih, serta
22.455 paket makanan.53
52 "ASEAN Convention Agaist Trafficking in Persons, Especially Women and Children", Association of Southeast Asian Nation, Hal. 3 53 Anis Muslimin, ASEAN’s Rohingya Response – Barely A Peep Outside of Malaysia, Forbes, 17 desember 2017, tersedia di https://www.forbes.com/sites/anismuslimin/2017/12/17/aseans-rohingya-response-barely-a-peep-outside-of-malaysia/#5b79493839de; internet; diunduh pada 07 Mei 2018
33
Selain itu, krisis kemanusiaan di Myanmar juga menarik perhatian dari
organisasi internasional yang terdiri dari negara-negara muslim di dunia, yakni OKI
(Organisasi Kerjasama Islam) atau OIC (Organization of Islamic Cooperation) dalam
bahasa Inggris. Latar belakang ke-Islaman dalam organisasi ini menarik negara-negara
didalamnya untuk ikut andil dalam penyelesaian masalah kemanusiaan di Myanmar.
Meskipun OKI dinilai kurang memiliki peran dalam persoalan ini, namun OKI telah
melaksanakan langkah-langkah yang ditempuh untuk membela masyarakat Rohingya.
Negara-negara anggota OKI menggelar deklarasi tentang Rohingya yang diberi
nama Declaration of The Contact Group on Rohingya Muslims of Myanmar. Deklarasi
ini bertujuan untuk menggerakkan pemerintah Myanmar untuk segera menyelesaikan
pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Myanmar. Dalam deklarasi ini,
tercantum poin yang berbunyi:
The Meeting urged the Government of Myanmar to eliminate the root causes, including
the denial of citizenship based on the 1982 Citizenship Act which has led to
Statelessness and deprival of their rights, and the continued dispossession and
discrimination affecting the Rohingya Muslim Minorities, and work towards a just and
sustainable solution to this issue.54 (Pertemuan tersebut mendesak Pemerintah
Myanmar untuk menghilangkan akar penyebabnya, termasuk penolakan
kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan 1982 yang telah
menyebabkan ketiadaan kewarganegaraan dan hak-hak mereka yang hilang, dan
perampasan terus menerus dan diskriminasi yang mempengaruhi Minoritas Muslim
Rohingya, dan bekerja menuju solusi yang adil dan berkelanjutan untuk masalah ini)
54 Declaration of the Contact Group on Rohingya Muslims of Myanmar, OIC, hal. 1.
34
Dengan demikian, OKI menyadari bahwa sumber dari permasalahan yang
terjadi adalah karena tidak diakuinya kewarganegaraan dari etnis Rohingya oleh
pemerintah Myanmar yang dituangkan dalah 1982 Citizenship Act. OKI juga
mendorong penghentian diskriminasi serta pengusiran terhadap etnis Rohingya oleh
pemerintah Myanmar.
35
BAB III
INDONESIA DAN MYANMAR
A. Sejarah Hubungan Indonesia dan Myanmar
Hubungan antara Indonesia dan Myanmar telah berlangsung sejak lama.
Menurut sejarah, Indonesia yang pada zaman dahulu kala masih terdiri atas
kerajaan-kerajaan, telah mengadakan kontak dengan wilayah yang sekarang
menjadi Myanmar. Pada kitab Negarakertagama dari kerajaan Majapahit,
disebutkan adanya sebuah negeri bernama Marutma yang disebut sebagai salah
satu negeri yang memiliki hubungan baik dengan Majapahit pada saat itu.55
Di masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia dan Myanmar memiliki
hubungan yang dekat. Myanmar merupakan salah satu negara tetangga yang
mengakui adanya kemerdekaan Indonesia, walaupun pada saat itu Myanmar
belum sepenuhnya merdeka dari Inggris sampai pada tahun 1948.56 Kedekatan
hubungan antara kedua negara ditandai dengan dukungan Indonesia kepada
Myanmar dalam bidang transportasi udara.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Indonesia membeli sebuah
pesawat angkut penumpang yang diberi nama Dakota RI-001 Seulawah. Suatu
ketika di akhir tahun 1948, pesawat ini sedang melaksanakan perawatan rutin di
India. Tetapi, kondisi di tanah air tidak memungkinkan bagi pesawat dan awak-
55 Choirul Fuad Yusuf, Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand (Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Kementerian Agama RI, 2013), 25. 56 Aryo Bhawono, Riwayat Panjang Hubungan RI – Myanmar Tanpa Cela, detiknews, 06 September 2017; tersedia di https://news.detik.com/berita/d-3630263/riwayat-panjang-hubungan-ri--myanmar-tanpa-cela; internet; diunduh pada 08 Mei 2018
36
awaknya untuk pulang.57 Oleh karena itu, pesawat kemudian bertolak ke Yangon,
Myanmar. Di Myanmar, awak-awak pesawat Seulawah yang berasal dari AURI
(Angkatan Udara Republik Indonesia) mendirikan sebuah perusahaan yang
dinamakan Indonesia Airways dengan satu-satuya pesawat yang beroperasi.
Pesawat ini disewa dan dikoordinasi oleh UBA (Union of Burma Airways).58
Karena kerjasama yang dilakukan oleh UBA dan angkatan bersenjata
Myanmar, pesawat ini kemudian disewakan kepada angkatan bersenjata Myanmar
untuk melaksanakan fungsi pengangkutan personel serta mengantarkan logistik
dalam melancarkan operasi-operasi militer. Selain itu, pesawat Seulawah juga
digunakan untuk mengantarkan pejabat-pejabat pemerintah Myanmar serta
fungsi-fungsi lain diluar peperangan. Sebenarnya, Myanmar memiliki angkatan
udaranya tersendiri, namun belum memiliki skuadron angkut.59
Setelah berhasil mendapatkan keuntungan dari operasi pesawat Seulawah,
Indonesia menambah armada pesawat angkutnya dengan pesawat-pesawat baru,
salah satunya adalah pesawat dengan nomor registrasi RI-007. Untuk membayar
hutang pajak operasi Indonesian Airways, sekaligus untuk mempererat hubungan
bilateral antara Indonesia dan Myanmar, pemerintah Indonesia menyerahkan
pesawat bernomor registrasi RI-007 tersebut kepada pihak Myanmar.60 Proses
serah terima ini dilakukan secara resmi dengan datangnya Kepala Staf Angkatan
57 Irna H.N. Hadi Soewito, dkk, Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 197. 58 Hadi Soewito, Nana N. & Soedarini S, Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950 (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 201. 59 Soewito, Awal Kedirgantaraan di Indonesia, 202. 60 Randy Wirayudha, “Militer Myanmar Sewa Pesawat Indonesia,” HistoriA, 08 September 2017; tersedia di https://historia.id/mondial/articles/militer-myanmar-sewa-pesawat-indonesia-DnElo; internet; diunduh pada 08 Mei 2018
37
Udara Republik Indonesia, Suryadi Suryadarma untuk menyerahkan pesawat
tersebut kepada Menteri Pertahanan Myanmar, U Win. Selain itu, Indonesia juga
melakukan pemberian karyawan darat serta material darat dari Indonesian
Airways di Myanmar untuk melengkapi pesawat RI-007 tersebut. Dengan
demikian, pesawat RI-007 menjadi simbol persahabatan antara Indonesia dan
Myanmar.61
Indonesia dan Myanmar kemudian saling mendukung dalam diadakannya
konferensi Asia-Afrika. Indonesia dan Myanmar merupakan dua dari lima negara
yang sempat mengikuti konferensi Kolombo pada tahun 1954. Kelima negara ini
kemudian memprakarsai digelarnya konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 yang
bertujuan untuk mengembangkan solidaritas antara negara-negara Asia-Afrika
serta mendukung kemerdekaan negara-negara tersebut dari jeratan imperialisme
serta kolonialisme. Selain itu, konferensi ini juga membentuk adanya poros non-
blok dalam hubungan internasional diantara blok barat dan timur yang sedang
bersitegang.62
Dalam regional Asia Tenggara, Indonesia dan Myanmar tergabung dalam
Association of Southeast Asian Nation (ASEAN), Proses bergabungnya Myanmar
ke dalam ASEAN tidak berlangsung secara mulus. Amerika Serikat melakukan
lobby kepada para pemimpin negara-negara ASEAN pada saat itu untuk kembali
mempertimbangkan penerimaan Myanmar ke dalam ASEAN yang
61 Hadi Soewito, Nana N. & Soedarini S, Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-1950 (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 212. 62 “The History of The Asian-African Conference”, MKAA, tersedia di http://asianafricanmuseum.org/en/sejarah-konferensi-asia-afrika/; internet; diunduh pada 08 Mei 2018
38
dilatarbelakangi oleh sifat represif yang ditunjukkan oleh rezim militer di
Myanmar. Ditambah lagi, Aung San Suu Kyi yang pada saat itu merupakan tokoh
perlawanan terhadap pemerintah, mengemukakan bahwa dengan diterimanya
Myanmar ke dalam ASEAN hanya akan membuat rezim semakin opresif.
Meskipun demikian, ASEAN tetap menerima Myanmar sebagai
anggotanya, ini berkat diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia,
yang merupakan negara ASEAN paling berpengaruh pada saat itu. Indonesia dan
Malaysia mengajukan sebuah filosofi constructive engagement. Filosofi ini
memiliki arti tidak mencampuri urusan dalam negeri dari negara lain, serta lebih
mengunggulkan kerjasama antar negara di bidang ekonomi dibandingkan dalam
bidang politik dan penegakkan Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, Myanmar
berhasil menjadi salah satu anggota ASEAN bersamaan dengan bergabungnya
Laos pada tahun 1997.63
Pada tahun yang sama, tokoh besar Myanmar, Jenderal Ne Win
mengadakan kunjungan ke Indonesia atas undangan Presiden Soeharto. Jenderal
Ne Win datang bersama anak, menantu, dan seorang cucunya. Di dalam undangan
ini, Presiden Soeharto menggelar jamuan makan malam bagi Ne Win dan
rombongan. Kemudian, mantan pemimpin Myanmar ini juga diajak untuk
63 Seth Mydans, Southeast Asia Bloc Admit Burmese and Two Others, New York Times, 1 Juni 1997; tersedia di https://www.nytimes.com/1997/06/01/world/southeast-asia-bloc-admits-burmese-and-two-others.html; internet; diunduh pada 08 Mei 2018
39
melakukan ziarah ke makam Ibu Tien yang merupakan istri dari Presiden
Soeharto.64
Kedekatan Indonesia dan Myanmar terus terjalin dengan diadakannya
berbagai kunjungan serta kerjasama di berbagai bidang. Pemimpin dari kedua
negara senantiasa melakukan kunjungan kenegaraan antara satu sama lainnya.
Pada tahun 2013, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono melakukan
kunjungan kenegaraan ke Myanmar untuk bertemu dengan pemimpin Myanmar,
Thein Sein. Dalam kunjungan ini, dibahas tentang penguatan hubungan bilateral
antara kedua negara.65 Sebelumnya, Presiden Thein Sein juga melakukan
kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 2011 untuk memperkenalkan dirinya
sebagai Presiden Myanmar yang baru dan membahas peluang kerjasama antara
Indonesia dan Myanmar di bidang politik keaamanan, ekonomi, kekonsuleran,
perikanan, dan sosial budaya.66
Pada 2017, Indonesia menawarkan kerjasama di bidang penanggulangan
terorisme dengan Myanmar. Menurut Menkopolhukam (Menteri Koordinator
Bidang Politik dan Keamanan) Wiranto, negara-negara seperti Indonesia dan
Myanmar sangat rentan untuk dijadikan sasaran terorisme. Oleh karena itu,
penanggulangan terhadap terorisme harus dilakukan dengan metode kerjasama di
64 Robert Taylor, General Ne Win: A Political Biography, (Singapura: ISEAS Publishing, 2015), 535. 65 SBY to Visit Singapore, Myanmar, Brunei, JakartaGlobe, 19 April 2013; tersedia di http://jakartaglobe.id/news/sby-to-visit-singapore-myanmar-brunei/; internet; diunduh pada 08 Mei 2018 66 Kunjungan Kenegaraan Presiden Republik Uni Myanmar; U Thein Sein ke Indonesia, Kemlu RI, 04 Mei 2011; tersedia di https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Kunjungan-Kenegaraan-Presiden-Republik-Uni-Myanmar-U-Thein-Sein-ke-Indonesia.aspx; internet; diunduh pada 08 Mei 2018
40
bidang regional dan internasional. Menanggapi hal tersebut, Myanmar setuju
untuk dilakukannya kerjasama penanggulangan terorisme dengan Indonesia.67
B. Kebijakan Indonesia dalam Persoalan Kemanusiaan
Salah satu permasalahan terbesar di dunia adalah maraknya pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh berbagai entitas, baik perorangan,
berkelompok, atau bahkan negara. Dalam menghadapi permasalahan-
permasalahan di bidang kemanusiaan, Indonesia memiliki perhatiannya tersendiri.
Dalam penyelenggaraan negara, Indonesia berpegang teguh kepada penegakan
Hak Asasi Manusia, seperti yang dituangkan di dalam Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28A sampai dengan 28J. Pemerintah
Indonesia sebagai penyelenggara negara menjamin Hak Asasi Manusia dari tiap
warga negaranya, seperti yang dituliskan dalam pasal 28I ayat 4 yang berbunyi
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
Atas dasar ini perhatian serta kepedulian yang tinggi kepada perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia, Indonesia seringkali
turut andil dalam penanggulangan krisis kemanusiaan yang terjadi di berbagai
belahan dunia seperti yang terjadi di Palestina, Suriah, serta di Myanmar.
67 Heru Purwanto, Indonesia Offers Cooperation on Counter-Terrorism to Myanmar, Antaranews, 06 Desember 2017; tersedia di https://en.antaranews.com/news/113718/indonesia-offers-cooperation-on-counter-terrorism-to-myanmar; internet; diunduh pada 08 Mei 2018
41
Isu kemanusiaan di Palestina telah menjadi salah satu fokus utama bagi
politik luar negeri Indonesia. Hubungan Indonesia dan Palestina sudah sangat erat
sejak awal kemerdekaan Indonesia. Kedekatan ini lahir dari dukungan Palestina
kepada Indonesia disaat awal kemerdekaan Indonesia yang dikemukakan oleh
mufti Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini.68 Hubungan kedua negara
terus membaik seiring berjalannya waktu, pergantian kepemimpinan di Indonesia
pun tak mempengaruhi kedekatan antara kedua negara ini.
Indonesia bukanlah negara yang tidak tahu terima kasih, untuk
mengekspresikan persahabatannya dengan Palestina, Indonesia tidak pernah
menjalin hubungan diplomatik secara resmi dengan Israel yang dianggap sebagai
penjajah tanah Palestina. Bahkan, pada 2016 Indonesia menolak penawaran dari
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, untuk membuka hubungan
diplomatik secara resmi dan tetap pada posisinya untuk mendukung kemerdekaan
Palestina.69
Politik luar negeri Israel senantiasa menimbulkan krisis kemanusiaan
dengan melanggar Hak Asasi Manusia dari warga Palestina seperti jatuhnya
korban jiwa dalam serangan-serangan militer Israel terhadap warga sipil, atau
keterbatasan persediaan makanan bagi warga Palestina. Hal ini menimbulkan
reaksi yang keras dari Indonesia sebagai negara sahabat. Selain mengutuk
68 Rufki Ade Vinanda, Jadi Negara Pertama yang Akui Kemerdekaan RI, Indonesia Tak Gentar Bela Palestina, Okezone, 17 Desember 2017; tersedia di https://news.okezone.com/read/2017/12/17/18/1831562/jadi-negara-pertama-yang-akui-kemerdekaan-ri-indonesia-tak-gentar-bela-palestina; internet; diunduh pada 08 Mei 2018 69 Indonesia Rejects Israel’s Latest Call for Bilateral Relations, The Jakarta Post, 31 Maret 2016; tersedia di http://www.thejakartapost.com/news/2016/03/31/indonesia-rejects-israels-latest-call-for-bilateral-relations.html; internet; diunduh pada 08 Mei 2018
42
terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh Israel, Indonesia juga mendukung
serta memberi bantuan kepada warga Palestina baik secara langsung maupun
dengan melakukan diplomasi di tingkat internasional.
Bantuan langsung oleh Indonesia kepada Palestina salah satunya
dilaksanakan oleh organisasi-organisasi kemanusiaan seperti ACT (Aksi Cepat
Tanggap) yang memiliki program-program di berbagai bidang seperti pendidikan,
ekonomi, kesehatan, dan sosial untuk membantu meringankan penderitaan
masyarakat Palestina.70 Selain itu, berkat sumbangan dari masyarakat Indonesia,
telah berdiri tegak sebuah rumah sakit yang dinamakan Indonesian Hospital atau
rumah sakit Indonesia. Rumah sakit ini sangat membantu masyarakat Palestina
terutama di wilayah utara Gaza. Dengan kapabilitas yang dimilikinya, rumah sakit
ini dapat memberikan layanan-layanan yang tidak dapat disediakan oleh rumah
sakit lainnya seperti operasi syaraf, pemindaian CT serta MRI.71
Selain memberikan bantuan secara langsung kepada Palestina, Indonesia
juga memberikan dukungan kepada kemerdekaan Palestina dan demi
terselesaikannya pelanggaran Hak Asasi Manusia di Palestina dengan jalan
diplomasi dalam politik luar negerinya. Indonesia selalu aktif dalam menyuarakan
kemerdekaan Palestina di berbagai kesempatan serta di berbagai forum seperti
PBB dan OKI. Forum OKI dimanfaatkan oleh Indonesia untuk berdiplomasi
70 Tentang Palestina, ACT; tersedia di https://act.id/palestina/; internet; diunduh pada 09 Mei 2018 71 Rami Almeghari, Rumah Sakit Indonesia di Gaza Bentuk Persahabatan Indonesia – Palestina, KBR, 04 September 2017; tersedia di http://kbr.id/indonesia/09-2017/rumah_sakit_indonesia_di_gaza_bentuk_persahabatan_indonesia_palestina_/92154.html; internet; diunduh pada 09 Mei 2018.
43
karena didalamnya terdapat banyak negara-negara muslim yang dapat lebih
mendengar dan ikut mendukung Palestina dalam mencapai kemerdekaannya.
Indonesia mengimplementasikan dukungannya terhadap Palestina dengan
menggelar KTT Luar Biasa OKI tahun 2016 yang dilaksanakan di Jakarta. KTT
tersebut menghasilkan Jakarta Declaration yang isinya kesepakatan negara
anggota untuk bersatu dalam menyelesaikan okupasi Israel atas Palestina serta
senantiasa memberikan dukungan kepada kemerdekaan Palestina.72
Selain Palestina, Indonesia juga menaruh perhatian besar terhadap krisis
kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Mirip dengan krisis kemanusiaan di Palestina,
Suriah merupakan tempat berkecamuknya perang. Dalam hal ini, perang terjadi
antara pemerintah dan pemberontak. Dari konflik ini, jatuhlah korban yang
kehilangan nyawa ataupun tempat tinggalnya. Inilah yang menjadi fokus dari
Indonesia.
Pemerintah Indonesia memberikan bantuan berupa uang senilai 500 ribu
dollar Amerika Serikat untuk penanggulangan masalah kemanusiaan di Suriah.
Komitmen Indonesia untuk memberikan bantuan ini disuarakan dalam Second
International Humanitarian Pledging Conference for Syria yang digelar di
Kuwait pada 2014.73 Organisasi non-pemerintah dari Indonesia, seperti ACT dan
Dompet Dhuafa ikut memberikan bantuan kepada masyarakat Suriah. ACT
menjalin kerjasama dengan organisasi non-pemerintah dari Turki, IHH (İnsan
72 Jakarta Declaration on Palestina and Al-Quds Al-Sharif, OIC, 07 Maret 2016; tersedia di https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=17&refID=6; internet; diunduh pada 09 Mei 2018 73 Indonesia Donated USD 500 Thousand of Humanitarian Aids to Syria, Kemlu RI, 17 Januari 2014; tersedia di https://www.kemlu.go.id/en/berita/Pages/Indonesia-Donated-USD-500-thousand-of-Humanitarian-Aids-to-Syria.aspx; internet; diunduh pada 09 Mei 2018
44
Hak ve Hürriyetleri) untuk mewujudkan pembangunan pabrik roti serta tenda bagi
para pengungsi Suriah.74 Sementara itu, Dompet Dhuafa bersama MER-C
(Medical Emergency Rescue Committee) memberikan sumbangan berupa dua
buah ambulans yang diserahkan secara resmi oleh Kedutaan Besar Republik
Indonesia di Damaskus pada 2017.75 Catatan: salah satu fungsi perwakilan RI di
luar negeri adalah meningkatkan hubungan dan kerjasama dibidang ekonomi,
sosial budaha, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan negara akreditasi (negara
penerima).
Selain memberikan bantuan langsung seperti yang disebutkan diatas,
pemerintah Indonesia juga menempuh cara-cara diplomasi dengan
mengimplementasikan kebijakan luar negerinya untuk mengakhiri konflik serta
krisis kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Dalam pergaulan internasional,
Indonesia aktif dalam menyuarakan perdamaian di Suriah, seperti yang dilakukan
Indonesia pada 2014. Setelah pertemuannya dengan Menlu Sudan, Ali Ahmed
Karti, Menlu Indonesia, Marty Natalegawa mengemukakan pidato tentang
kekerasan di Suriah, ia berkata: “Principally, we agreed that violence must be
stopped now. Now, not tomorrow, or the day after tomorrow, because enough
blood has been shed, there have been enough people who have suffered,”76 Ini
74 A Great Support from Indonesia to Syria, IHH, 03 Januari 2017; tersedia di https://www.ihh.org.tr/en/news/a-great-support-from-indonesia-to-syria; internet; diunduh pada 09 Mei 2018 75 Natalia Santi, Indonesia Menyerahkan Ambulans Bantuan untuk Suriah, Tempo.co, 28 Juli 2017; tersedia di https://dunia.tempo.co/read/895315/indonesia-menyerahkan-ambulans-bantuan-untuk-suriah; internet; diunduh pada 09 mei 2018 76 Ella Syafputri, Indonesia Urges All Parties in Syria to End Violence, Antaranews, 25 Februari 2012; tersedia di https://en.antaranews.com/news/80134/indonesia-urges-all-parties-in-syria-to-end-violence; internet; diunduh pada 09 Mei 2018
45
menyiratkan kepedulian serta perhatian Indonesia terhadap krisis kemanusiaan di
Suriah.
C. Isolasi Myanmar dan Perumusan Kebijakan Luar Negeri Myanmar
Dibawah kekuasaan rezim militer, Myanmar mengalami isolasi dari dunia
internasional. Tertutupnya Myanmar dalam bidang politik, ekonomi, serta budaya
ini diakibatkan oleh hal-hal yang datang dari internal serta eksternal negara.
Maksudnya, isolasi Myanmar merupakan kemauan dari Myanmar itu sendiri,
kemudian ditambahkan lagi dengan adanya isolasi yang dilakukan oleh negara
lain dalam bentuk sanksi-sanksi ekonomi. Isolasi ini berlangsung selama 50 tahun
dan berubah ketika Myanmar terlepas dari rezim militer.
Pada masa perang dingin, Myanmar sengaja mengisolasi dirinya dari dunia
internasional, terutama dunia barat karena memiliki ketakutan-ketakutan
tersendiri. Karena posisinya yang cukup strategis, Myanmar takut negaranya akan
menjadi medan perang antara Amerika Serikat, China, dan Uni Soviet yang pada
saat itu tengah bersitegang. Selain itu, ketakutan Myanmar akan terpengaruhnya
budaya lokal oleh budaya barat juga menjadi salah satu alasan Myanmar
menghindari masuknya pengaruh-pengaruh asing ke dalam negaranya.77
77 Verdinand Robertua, Myanmar: From Isolation to Leader, The Jakarta Post, 14 November 2013; tersedia di http://www.thejakartapost.com/news/2013/11/14/myanmar-from-isolation-leader.html; internet; diunduh pada 10 Mei 2018
46
Amerika Serikat serta Uni Eropa memberlakukan sanksi kepada
Myanmar. Sanksi ini merupakan langkah Amerika Serikat dan Uni Eropa dalam
merespon maraknya pelanggaran Hak Asasi Manusia di Myanmar pada masa
kekuasaan rezim militer. Amerika Serikat sebagai negara yang memiliki perhatian
besar terhadap Hak Asasi Manusia melihat besarnya pelanggaran HAM di
Myanmar. Untuk itu, Amerika Serikat memberlakukan sanksi-sanksi dalam
berbagai bentuk sejak 2003, sanksi terhadap Myanmar yang pertama langsung
ditandatangani oleh Presiden George W. Bush.78
Sanksi Amerika Serikat terhadap Myanmar diberlakukan dengan cara
membatasi visa bagi Myanmar untuk memasuki Amerika Serikat, pelarangan
transaksi keuangan dengan Myanmar, pembekuan aset yang dimiliki oleh warga
negara Myanmar, serta pelarangan impor barang dari Myanmar. Selain itu,
Amerika Serikat juga melarang penanaman investasi di Myanmar serta menarik
diri dari program donasi yang ditujukan kepada Myanmar.79 Sanksi-sanksi ini
merupakan sanksi Amerika Serikat kepada Myanmar di bidang ekonomi. Dengan
demikian, Myanmar tidak dapat melaksanakan perdagangan dan aktifitas ekonomi
lainnya dengan Amerika Serikat. Sanksi ini cukup mempengaruhi Myanmar,
mengingat Amerika Serikat merupakan salah satu negara dengan ekonomi terkuat.
78 Uli Kozok, "Timeline: US-Burma/Myanmar Relations", Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs ISEAS–Yusof Ishak Institute, Volume 32, Number 3, page 434-436, December 2010 [jurnal on-line]; tersedia di https://muse.jhu.edu/article/412811/pdf; Internet; diunduh pada 22 Mei 2018. 79 Michael F. Martin. 2012. “U.S. Sanctions on Burma” CRS Report for Congress, 35.
47
Selain Amerika Serikat, Uni Eropa juga memantau berjalannya
pelanggaran Hak Asasi Manusia di Myanmar. Untuk itu, Uni Eropa merespon
dengan turut memberikan sanksi terhadap Myanmar. Sejak 1996, Uni Eropa
memberlakukan sanksi berupa pelarangan visa bagi orang-orang yang terkait
dengan rezim militer di Myanmar, pembekuan aset yang dimiliki oleh orang-
orang tersebut, serta menghentikan segala macam bantuan kemanusiaan untuk
Myanmar.80 Selain itu, sanksi Uni Eropa terhadap Myanmar juga meliputi
pemberlakuan embargo senjata serta pada tahun 2000,81 diperluas dengan
embargo peralatan yang dapat digunakan sebagai alat penindasan terhadap
rakyat.82 Uni Eropa memiliki daftar khusus atas peralatan ini. Peralatan tersebut
meliputi senjata api, bahan peledak, kendaraan anti huru-hara, alat pelindung diri
(body armor), pisau komando, dan lain sebagainya.83
Meskipun sedang berada di dalam embargo serta mendapatkan sanksi dari
negara-negara barat, Myanmar tetap dapat bertahan dengan menjalin hubungan
dengan negara-negara non-barat seperti China dan Rusia. Kebijakan ini ditempuh
untuk memenuhi kebutuhan negara dalam bidang ekonomi dan persenjataan.
Dalam bidang investasi, China merupakan investor yang banyak melakukan
investasi di Myanmar. China memiliki minat yang besar terhadap sektor minyak
80 Overview of Burma Sanctions, BBC, 18 Desember 2009; tersedia di http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8195956.stm; internet; diunduh pada 12 Mei 2018 81 EU Sanctions Map, European Union; tersedia di https://www.sanctionsmap.eu/#/main/details/8/?search=%7B%22value%22:%22%22,%22searchType%22:%7B%7D%7D; internet; diunduh pada 12 Mei 2018 82 Anais Tamen, “ The European Union’s Sanctions Related to Human Rights: The Case of Burma/Myanmar” Universite Libre de Bruxelle, 51. 83 List of Equipment Which Might be Used for Internal Repression, European Union; tersedia di https://admin.sanctionsmap.eu/files/ai4cl3v3zloim21101zq4ohsf/list-of-equipment-which-might-be-used-for-internal-repressioon.pdf; internet; diunduh pada 12 Mei 2018
48
bumi dan gas serta pertambangan mineral di Myanmar. Ini mendatangkan
keuntungan kepada Myanmar karena investasi yang masuk ke negaranya, namun
memberi keuntungan juga kepada China, karena bagi China, Myanmar merupakan
sumber material mentah bagi industrinya. Selain itu, Myanmar juga merupakan
tujuan pemasaran barang-barang impor dari China.84
Dalam bidang pertahanan, Myanmar juga mengandalkan China sebagai
penyalur senjata serta alutsista bagi negaranya. Kerjasama militer antara China
dan Myanmar terjadi untuk pertama kalinya pada 1989, saat ditandatanganinya
pembelian persenjataan untuk angkatan bersenjata Myanmar yang bernilai 1,4
milyar Dollar Amerika Serikat. Kemudian, pada 1994, berawal dari kunjungan
petinggi militer Myanmar, Jenderal Maung Aye ke China, terwujud kerjasama
militer yang berkelanjutan antara China dan Myanmar. China setuju untuk
melakukan pelatihan kepada staf angkatan laut dan angkatan udara Myanmar,
memberikan pinjaman tanpa bunga serta kredit untuk pembelian senjata dari
China.85
Selain memiliki kerjasama dengan China, Myanmar juga menjalin
kerjasama dengan Rusia. Berbeda dengan Amerika Serikat serta negara-negara
barat di Uni Eropa, Rusia tidak memberikan sanksi terhadap Myanmar.
Perusahaan Rusia tetap dapat berinvestasi di Myanmar. Seperti China, Rusia ikut
berinvestasi pada sektor minyak di Myanmar, yang diwakili oleh perusahaan
84 Maung Aung Myoe. “Myanmar’s China Policy since 2011: Determinants and Directions”, Journal of Current Southeast Asian Affairs, 34, 2, 21–54. Hal. 27 85 Poon Kim Shee, “The Political Economy of China-Myanmar Relations: Strategic and Economic Dimensions”, Ritsumeikan Annual Review of International Studies, 2002 Vol. 1 pp. 33-53, hal. 26-37
49
minyaknyanya, Bashneft International B.v. yang melakukan pengelolaan minyak
di daerah Central Burma Basin.86
Dalam hal militer dan pertahanan, Myanmar juga melakukan kerjasama
dengan Rusia. Pada 2016, Myanmar mengadakan kesepakatan dengan Rusia
untuk mengadakan kerjasama militer dalam bentuk pengembangan kemitraan,
penguatan kinerja angkatan bersenjata, serta meningkatkan komunikasi antara
keduanya di bidang militer.87 Selain itu, kerjasama militer antara kedua negara
juga dilengkapi dengan adanya jual beli alutsista seperti yang terjadi pada 2016.
Myanmar membeli tiga buah jet latih tempur buatan Rusia, Yak-130 yang
menjadikannya negara keempat pengimpor pesawat tersebut setelah Aljazair,
Bangladesh, dan Belarus.88
86 Lutz-Auraz, Lutmila. 2015. Russia and Myanmar – Friends in Need?”. Journal of Current Southeast Asian Affairs, 32, 2, 165-198. Hal. 179 87 Russian Defense Minister Points to Russia-Myanmar Developing Military Cooperation, TASS, 20 Januari 2016; tersedia di http://tass.com/defense/986024; internet; diunduh pada 12 Mei 2018 88 Prashanth Parameswaran, Russia May Delive New Fighter Jets to Myanmar by End of 2016, The Diplomat, 27 April 2016; tersedia di https://thediplomat.com/2016/04/russia-may-deliver-new-fighter-jets-to-myanmar-by-end-of-2016/; internet; diunduh pada 12 Mei 2018
50
BAB IV
ANALISA KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM
MEMBANTU UPAYA PENYELESAIAN KRISIS ROHINGYA
A. Pemberian Bantuan Kepada Masyarakat Rohingya
Dalam sebuah krisis kemanusiaan yang menjatuhkan banyak korban,
dibutuhkan adanya bantuan-bantuan yang dapat meringankan penderitaan dari
para korban tersebut. Biasanya, negara-negara yang memiliki perhatian terhadap
persoalan kemanusiaan akan mengirimkan berbagai macam bantuan seperti bahan
makanan, pakaian, dan lain sebagainya. Dalam krisis kemanusiaan yang terjadi di
Rohingya, Indonesia turut memberikan bantuan langsung yang dilakukan baik
oleh pemerintah Indonesia maupun lembaga-lembaga lain yang bergerak di
bidang kemanusiaan.
Sebagai negara yang memberikan perhatian kepada kemanusiaan, Indonesia
melihat krisis kemanusiaan di Myanmar sebagai sebuah hal yang tidak bisa luput
dari fokus kebijakan luar negerinya, yang prinsip dasarnya terdapat dalam UUD
1945 yakni; “...ikut serta mewujudkan perdamaian dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Untuk itu, Indonesia turut
serta dalam penaggulangan serta penyelesaian krisis ini. Komunikasi Indonesia
dengan pemerintah Myanmar menyebabkan Indonesia menjadi negara pertama
yang diizinkan untuk masuk ke wilayah Myanmar dan mendistribusikan bantuan
51
kepada etnis Rohingya yang menjadi korban dalam insiden yang terjadi pada
tahun 2017.89
Bantuan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia untuk Etnis Rohingya
mencapai berat 50 ton. Bantuan tersebut terdiri atas makanan, selimut, tempat
penampungan air, serta tenda untuk menampung para pengungsi yang lari dari
kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar.90 Kemudian, bantuan terus
ditambahkan hingga mencapai 74 ton.91 Selain itu, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia juga ikut mengirimkan bantuan berupa 1 ton obat-obatan bagi
para pengungsi di perbatasan Bangladesh-Myanmar yang terluka maupun terkena
penyakit.92
Selain pemerintah Indonesia, lembaga-lembaga swadaya masyarakat di
Indonesia juga mengirimkan berbagai bantuan kepada masyarakat Rohingya. Dua
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di Indonesia yang terbilang aktif dalam
memberikan perhatian kepada krisis Rohingya adalah ACT (Aksi Cepat Tanggap)
dan Dompet Dhuafa. Kedua lembaga ini bahkan menjadikan Rohingya sebagai
salah satu fokus utama dalam kinerjanya sebagai lembaga yang bergerak di
89 Sheany, Indonesia Has Power to Resolve Rohingya Crisis in Myanmar: Amnesty International, JakartaGlobe, 22 November 2017, tersedia di http://jakartaglobe.id/news/indonesia-power-help-resolve-rohingya-crisis-myanmar-amnesty-international/; internet; diunduh pada 09 Mei 2018 90 Amirullah Suhada, Indonesia’s Aid for Rohingya Refugees Reach 54 Tons, Tempo.co, 17 September 2017; tersedia di https://en.tempo.co/read/news/2017/09/17/074909901/Indonesias-Aid-for-Rohingya-Refugees-Reach-54-Tons; internet; diunduh pada 10 Mei 2018 91 Rina Ayu, 8 Kali Pengiriman, 74 Ton Bantuan Indonesia untuk Rohingya Tiba di Bangladesh, Tribunnews.com, 18 September 2017; tersedia di http://www.tribunnews.com/nasional/2017/09/18/8-kali-pengiriman-74-ton-bantuan-indonesia-untuk-rohingya-tiba-di-bangladesh; internet; diunduh pada 10 mei 2018 92 Indonesian Gov’t Continues to Send Humanitarian Aid for Rohingya, Setkab RI, 21 September 2017; tersedia di http://setkab.go.id/en/indonesian-govt-continues-to-send-humanitarian-aid-for-rohingya/; internet; diunduh pada 10 Mei 2018
52
bidang kemanusiaan dengan aktif menggalang dana dari masyarakat Indonesia
untuk kemudian didistribusikan kepada para korban krisis Rohingya yang
membutuhkan.
Dalam situs resminya, ACT menyematkan nama Rohingya dalam kolom
Global bersamaan dengan Palestina dan Suriah, sebuah hal yang menandakan
bahwa ACT melihat krisis kemanusiaan ini sangat penting dengan
menyamakannya dengan krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina dan Suriah,
yang sama-sama telah menelan banyak korban. Untuk membantu para pengungsi
Rohingya, ACT mengirimkan tim medis untuk membantu para pengungsi
Rohingya yang sakit dan untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat
Rohingya yang berada di kamp Kutupalong, Cox’s Bazaar, Bangladesh. Program
ini kemudian meluas dengan ikutsertanya relawan-relawan kesehatan lokal
bersama ACT dalam melakukan pelayanan kesehatan gratis untuk para pengungsi
Rohingya.93
Selain memberikan bantuan kesehatan, ACT juga memberikan bantuan
berupa bahan makanan kepada para pengungsi, seperti yang dilakukan pada
Februari 2017, pada saat itu dikirimkan 600 karung beras atau sekitar 50 ton beras
untuk pengungsi Rohingya yang berada di Kamp Kutupalong.94 Disamping itu,
saat memasuki musim dingin, ACT juga mendistribusikan bantuan berupa baju
93 Muhajir Arif Rahmani, Hampir Setahun Tim Medis ACT Layani Pengungsi Rohingya, ACT, 08 Mei 2018, tersedia di https://act.id/news/detail/hampir-setahun-tim-medis-act-layani-pengungsi-rohingya; internet; diunduh pada 22 Mei 2018 94 Dyah Sulistyowati, Beras Kapal Kemanusiaan Jangkau Kamp 17 Kutupalong, ACT, 17 Februari 2018, tersedia di https://act.id/news/detail/beras-kapal-kemanusiaan-jangkau-kamp-17-kutupalong; internet; diunduh pada 22 Mei 2018
53
hangat, selimut terpal, matras, dan alat masak kepada para pengungsi yang berada
di Kamp Unchiprang dan Shamlapur yang diterima oleh 1500 keluarga.95
Di samping itu, LSM Dompet Dhuafa juga menaruh perhatian yang besar
kepada pengungsi Rohingya. Sama seperti ACT, Dompet Dhuafa juga
memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada para pengungsi Rohingya
di Bangladesh. Selain itu, kedepannya, Dompet Dhuafa memiliki visi untuk
mengembangkan program bantuan kepada pengungsi Rohingya dalam bentuk
distribusi logistik, shelter (tempat berlindung), serta pendidikan.96 Bersama
dengan lembaga-lembaga kemanusiaan Indonesia yang lain, Dompet Dhuafa
tergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia Myanmar (AKIM). AKIM
bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia untuk
memberikan bantuan secara permanen kepada korban krisis kemanusiaan di
Myanmar.97
Bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia terhadap Etnis
Rohingya di Myanmar termasuk model penanganan situasi konflik kategori short
term, tidak hanya sampai sebatas itu, untuk kategori long term pemerintah
Indonesia Indonesia membangun rumah sakit di Myaung Bwe di atas lahan seluas
empat ribu meter persegi sebagai bentuk bantuan kesehatan jangka panjang bagi
95 Dyah Sulistyowati, Memasuki Musim Dingin, Bantuan Logistik ACT Kembali Sapa Rohingya, ACT, 22 Desember 2017, tersedia di https://act.id/news/detail/memasuki-musim-dingin-bantuan-logistik-act-kembali-sapa-rohingya; internet; diunduh pada 22 Mei 2018 96 Sonya Michaella, Dompet Dhuafa Siapkan Bantuan Jangka Panjang untuk Rohingya, metro tv news, 18 Oktober 2017, tersedia di http://www.metrotvnews.com/cards/4193-rohingya/Dkq3WVnN-dompet-dhuafa-siapkan-bantuan-jangka-panjang-untuk-rohingya; internet; diunduh pada 22 Mei 2018 97 Langkah Panjang untuk Hadirkan damai di Rohingya, Dompet Dhuafa, Jumat September 2017, tersedia di https://www.dompetdhuafa.org/post/detail/8243/langkah-panjang-untuk-hadirkan-damai-di-rohingya; diunduh pada 22 Mei 2018
54
masyarakat Rohingya.98 Rumah sakit ini adalah manifestasi dari kontribusi
Indonesia kepada rakyat Rakhine.
Meskipun lembaga-lembaga kemanusiaan ini menyalurkan banyak
bantuan kepada pengungsi Rohingya, namun lembaga-lembaga ini tetap
mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam hal ini
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia. Dalam Kebijakan Umum
Indonesia, khususnya menyangkut hubungan dan kerjasama luar negeri, Kemlu
berperan sebagai inisiator, negosiator, kordinator dan fasilitator.99 Hal ini
dikarenakan oleh jalan masuk bagi bantuan-bantuan tersebut benar-benar dijaga
ketat dan hanya pemerintah Indonesia yang dapat membantu memuluskan
jalannya pengiriman bantuan lewat negosiasi-negosiasi secara government to
government dengan negara-negara terkait seperti Myanmar serta Bangladesh yang
merupakan negara tujuan mayoritas pengungsi. Seperti yang dilakukan oleh
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia pada kunjungannya ke Myanmar pada
2017 untuk bertemu pemimpin Myanmar dalam rangka membahas persoalan
Rohingya.100
98 Kementerian Luar Negeri Indonesia, "Embassy News-Construction of Indonesian Hospital in Rakhine State Begins" kemlu.go.id, 20 November 2017, tersedia di https://www.kemlu.go.id/en/berita/berita-perwakilan/Pages/Construction-of-Indonesian-Hospital-in-Rakhine-State-Begins.aspx; internet; diunduh pada 22 Mei 2017 99 Kementerian Luar Negeri Indonesia, "Tujuan Kementerian Luar Negeri", Landasan, Visi dan Misi
Polugri; tersedia di https://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/landasan-visi-misi-polugri/Pages/Tujuan-Kementerian-Luar-Negeri.aspx; Internet; diunduh pada 22 Mei 2018. 100 Ray Jordan, Bantuan Kemanusiaan RI untuk Rohingya tiba di Yangon Myanmar, detiknews, 22 September 2017, tersedia di https://news.detik.com/berita/d-3653125/bantuan-kemanusiaan-ri-untuk-rohingya-tiba-di-yangon-myanmar; diunduh pada 22 Mei 2018
55
Di samping mengirimkan bantuan fisik yang jumlahnya terbilang banyak,
Indonesia yang diwakili oleh pemerintahnya, juga melakukan diplomasi yang
intensif dengan Myanmar untuk membantu menyelesaikan krisis kemanusiaan
yang melibatkan etnis Rohingya. Pada 2017, Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia, Retno L.P. Marsudi bertemu dengan Konselor Myanmar, Aung San
Suu Kyi, untuk membahas tentang solusi bagi krisis kemanusiaan di Myanmar.
Pada kesempatan ini, Menlu Indonesia menyampaikan perhatian rakyat Indonesia
kepada krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar, serta kesediaan Indonesia
untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Dalam pertemuan ini, Menlu
Indonesia menyampaikan usulan bagi penyelesaian masalah kemanusiaan di
Myanmar yang dinamakan Formula 4+1 yang terdiri atas:
1. Mengembalikan stabilitas dan keamanan
2. Melakukan pengendalian diri dan tidak menggunakan kekerasan
3. Melindungi semua orang yang menetap di Rakhine, tanpa melihat
latar belakang etnis maupun agama
4. Membuka akses bagi bantuan kemanusiaan secepatnya.
Keempat elemen ini dilengkapi dengan elemen terakhir yakni pentingnya untuk
melaksanakan rekomendasi dari Advisory Commission on Rakhine State untuk
mewujudkan kedamaian di Rakhine.101
101 Foreign Minister Presents the 4+1 Formula Proposal to the Myanmar State Counsellor, Kemlu RI, 04 September 2017; tersedia di https://www.kemlu.go.id/en/berita/Pages/Foreign-Minister-Presents-the-41-Formula-Proposal-for-Rakhine-State-to-the-Myanmar-State-Counsellor.aspx; internet; diunduh pada 10 Mei 2018
56
Pemerintah Indonesia dinilai telah mendapatkan kepercayaan khusus dari
pemerintahan Myanmar untuk dapat membicarakan perihal krisis kemanusiaan
yang melibatkan etnis Rohingya. Diterimanya Menteri Luar Negeri Indonesia oleh
pimpinan tertinggi Myanmar membuktikan hal ini.102 Selain itu, Indonesia juga
merupakan negara yang memiliki akses untuk memberikan bantuan kemanusiaan
untuk etnis Rohingya, seperti yang telah dibahas diatas. Kepercayaan serta
kesempatan yang telah diperoleh Indonesia ini harus dimanfaatkan dengan baik,
dengan terus meningkatkan hubungan diplomatik dengan Myanmar, karena
dengan langkah-langkah diplomatis krisis kemanusiaan ini dapat diselesaikan,
mengingat Myanmar memiliki sejarah tentang pengisolasian diri dari pergaulan
internasional. Dengan demikian, langkah pemutusan hubungan diplomatik malah
justru akan memperparah krisis kemanusiaan yang telah terjadi ini.
Selanjutnya, untuk dapat menyelesaikan permasalahan ini secara
komprehensif, diperlukan adanya koordinasi yang matang dengan pihak-pihak
yang terkait dan memiliki peran dalam permasalahan ini. Korban dari krisis
kemanusiaan di Myanmar sebagian besar datang ke Bangladesh untuk mencari
perlindungan dari kekerasan yang mereka terima di negaranya. Dipilihnya
Bangladesh sebagai negara tujuan pengungsian adalah karena posisinya yang
berbatasan langsung dengan Myanmar. Dengan demikian, pemerintah Bangladesh
secara otomatis menjadi pihak yang terlibat dalam permasalahan ini karena
negaranya merupakan tujuan dari gelombang pengungsian yang terus berdatangan
102 Kristian Erdianto, Indonesia Menjadi Harapan Penuntasan Konflik Rohingya, KOMPAS.com, 07 September 2017, tersedia di https://nasional.kompas.com/read/2017/09/07/12230271/indonesia-menjadi-harapan-penuntasan-konflik-rohingya; diunduh pada 23 Mei 2018
57
setiap terjadinya kekerasan terhadap etnis Rohingya. Oleh karena itu, koordinasi
dengan pemerintah Bangladesh harus dilakukan, demi terselesaikannya
permasalahan ini secara komprehensif.
Setelah mengadakan diplomasi dengan Myanmar, pemerintah Indonesia
kemudian mengadakan diplomasi dengan pemerintah Bangladesh, yang
merupakan salah satu pihak yang memiliki keterlibatan dalam permasalahan ini,
walaupun secara tidak langsung. Pada kesempatan tersebut, Menlu Indonesia
bertemu dengan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, serta Menlu
Bangladesh, Abul Hassan Mahmood Ali untuk membicarakan perihal yang sama
seperti pada kunjungan ke Myanmar.103 Dalam diplomasinya ke Bangladesh,
Indonesia menawarkan bantuan untuk meringankan beban pemerintah Bangladesh
dalam penanggulangan masalah pengungsian Rohingya di negaranya.104
Seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya, pemerintah Bangladesh
melakukan kebijakan untuk memulangkan pengungsi Rohingya yang datang ke
negaranya. Hal ini dikarenakan oleh sulitnya memenuhi kebutuhan dari pengungsi
Rohingya yang kemudian akan berimbas kepada terbebaninya anggaran negara.
Langkah diplomasi Indonesia kepada pemerintah Bangladesh sudah sangat tepat,
karena dalam diplomasinya, pemerintah Indonesia menawarkan bantuan untuk
meringankan beban pemerintah Bangladesh dalam mengurusi pengungsi
103 Indonesian Foreign Minister to Meet with Bangladesh PM to Discuss Rohingya Issue, Setkab RI, 05 September 2017; tersedia di http://setkab.go.id/en/indonesian-foreign-minister-to-meet-with-bangladesh-pm-to-discuss-rohingya-issue/; internet; diunduh pada 10 Mei 2018 104 Ismira Lutfia, Rohingya Crisis: Indonesia Offers to Ease Bangladesh’s Burden, Arabnews, 08 September 2017; tersedia di http://www.arabnews.com/node/1157686/saudi-arabia; internet; diunduh pada 10 Mei 2018
58
Rohingya yang berada di wilayahnya. Seperti yang disebutkan sebelumnya, pihak
Indonesia yang diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat seperti ACT dan
Dompet Dhuafa telah masuk ke kamp-kamp pengungsian di Bangladesh untuk
memberikan bantuan berupa penyediaan layanan kesehatan dan sebagainya.
Diharapkan kedepannya pemerintah Indonesia dapat memberikan lebih banyak
lagi bantuan kepada pengungsi Rohingya di Bangladesh tersebut.
Keberadaan Indonesia dan Myanmar dalam satu regional yang sama
membuka kesempatan bagi Indonesia untuk dapat menyelesaikan persoalan
kemanusiaan ini dengan diplomasi yang bersifat multilateral. Diplomasi ini dapat
dilakukan melalui ASEAN, yang merupakan organisasi regional bagi negara-
negara di Asia Tenggara. Sebagai salah satu negara berpengaruh di ASEAN,
Indonesia memiliki peluang yang tinggi untuk mengajak negara-negara ASEAN
untuk ikut membantu para pengungsi Rohingya serta melakukan misi-misi
diplomatik untuk membantu menyelesaikan persoalan yang berlarut-larut ini. Ini
merupakan tugas dan tanggung jawab Indonesia untuk berjuang di ASEAN,
dimana selama ini dikenal adanya asas non-intervensi yang selalu dipegang teguh
oleh negara-negara anggotanya. Untuk itu, perlu dibuatkan pengecualian dalam
hal pelanggaran hak-hak asasi manusia.
59
B. Analisa Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terkait Krisis
Kemanusiaan Rohingya
Pada bagian ini, akan dibahas mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi
bantuan Indonesia dalam membantu penyelesaian krisis kemanusiaan di
Rohingya. Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya etnis Rohingya
sedang dalam konflik berkepanjangan dengan pemerintah Myanmar. Diawali
dengan sikap pemerintah Myanmar yang tidak mengakui etnis Rohingya sebagai
warga negara. Kemudian berujung pada aksi pemerintah Myanmar yang
melakukan pengusiran secara masif yang menyebabkan etnis Rohingnya
menderita korban jiwa dan kehilangan tempat tinggal. Hal ini mengundang reaksi
internasional yang mengecam dan mengutuk aksi yang dilakukan pemerintah
Myanmar, tidak terkecuali Indonesia.
Analisa didasarkan pada konsep kebijakan luar negeri, yakni faktor
internal dan eksternal. Dilihat dari faktor domestik dalam konteks dukungan
Indonesia terhadap penyelesaian krisis kemanusiaan Rohingya berkaitan dengan
sejarah panjang Bangsa Indonesia dalam perjuangan yang sama dalam
melepaskan diri dari penjajahan dan penindasan serta pengaruh kepercayaan yang
dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia kepada kebijakan luar negeri Indonesia
terkait Rohingya. Kemudian secara eksternal, Holsti menjelaskan hukum
internasional dan opini dunia (international law and world opinion)
mempengaruhi pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara. Bagaimana
negara berusaha mengambil kebijakan yang sekiranya sesuai dengan norma dan
kebiasaan yang telah disepakati oleh komunitas dunia. Dalam hal ini Indonesia
60
memberikan bantuan tehadap Rohingya merupakan bentuk upaya Indonesia dalam
mengaplikasikan Resolusi PBB.
B.1 Faktor Internal
1) Pembentukan Identitas Indonesia Sebagai Negara Anti Penjajahan
Sejarah merupakan faktor penting pembentukan identitas Indonesia sebagai
negara anti penjajahan. Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia serta peranan
nasional Indonesia pada awal-awal dekade pasca proklamasi lah yang membentuk
identitas Indonesia. Reus Smith menjelaskan bahwa dalam memahami kebiasaan
negara dan aktor lain dalam hubungan internasional diperlukan pemahaman atas
identitas yang menentukan kepentingan dan tindakan yang akan dilakukan.
Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 tidak serta merta
memberikan rasa aman dan masyarakat belum bisa menikmati kemerdekaan
dengan sebaik-baiknya. Agresi militer asing beberapa tahun setelah proklamasi
kemerdekaan menjadi hambatan tersendiri bagi Indonesia dalam membangun tata
kelola pemerintahan yang mandiri. Agresi miiliter terjadi pada 21 Juli 1947
sampai 4 Agustus 1947. Agresi militer ini merupakan pelanggaran Belanda
terhadap perjanjian Linggarjati. Hal ini menyebabkan pengurangan wilayah
Republik Indonesia (RI) di daerah Sumatera dan Jawa.105
105 Adrian Vickers, A History of Modern Indonesia (Cambridge University Press, 2005), 99.
61
Pendudukan wilayah RI oleh Belanda dilakukan dengan penyebaran tiga
divisi tempur oleh Belanda di Jawa dan tiga brigade tempur di Sumatera dan
berakibat pada pencaplokan wilayah yang luas di Jawa dan Sumatera, dengan
Tentara Nasional Indonesia yang pada saat itu kalah dari segi persenjataan
melakukan perlawanan yang lemah.106 Sejarah Indonesia yang merupakan negara
yang pernah dijajah dan mengalami agresi asing pasca proklamasi kemerdekaan
membentuk pemaknaan bagi Indonesia bahwa Indonesia berada pada posisi
menolak dan berupaya untuk menghapuskan segala bentuk penjajahan dan
penindasan.
Relevansi dengan permasalahan yang dihadapi oleh etnis Rohingya
terletak kepada pengalaman bangsa Indonesia dalam mengalami penindasan oleh
penjajah. Meskipun dalam persoalan Rohingya penindasan tersebut bukan
dilakukan oleh penjajah, namun rasa dan dampak yang ditimbulkan tetaplah sama.
Oleh karena itu, atas dasar pengalaman masa lalu, Indonesia tidak membenarkan
terjadinya penindasan atas etnis Rohingya tersebut.
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam memiliki dampak
kepada pembuatan kebijakan yang dilakukan oleh negaranya. Atas dasar tersebut,
Indonesia memiliki keharusan untuk membantu dan meringankan beban
masyarakat Rohingya yang juga beragama Islam. Dapat dikatakan jika Indonesia
merasa terpanggil untuk membantu masyarakat Rohingya salah satunya
dikarenakan oleh faktor kepercayaan. Hal ini senada dengan yang dijelaskan oleh
Michael Barnet. Ia mengatakan bahwa faktor sejarah, ide, norma dan kepercayaan
106 Jackson, Modern Military Aircraft om Combat (London: Amber Books, 2008), 23.
62
mempengaruhi atau melatarbelakangi proses kebijakan luar negeri suatu negara.
Menurutnya, faktor sejarah, ide, norma, dan kepercayaan mengkonstruksi alam
sosial.107 Dalam hal ini, faktor kepercayaan mengkonstruksi alam sosial dari para
perumus kebijakan di Indonesia untuk membuat kebijakan luar negeri untuk
membantu menyelesaikan krisis kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya.
2) Pengaruh Lingkungan Domestik (Jumlah Mayoritas Muslim
Indonesia)
Sebagaimana Marijke Breuning mengemukakan bahwa, para pembuat
kebijakan selalu berada di bawah pengaruh lingkungan domestik dan interasional
dalam perumusan kebijakan luar negeri. Hal ini juga turut mendasari pengambilan
kebijakan Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Agama
memiliki pengaruh dalam politik luar negeri Indonesia di isu-isu tertentu.
Isu-isu eksternal yang berhubungan dengan Islam, terutama yang
mendiskreditkan, baik nilai maupun entitas yang berafiliasi dengannya. Nilai dan
norma Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia menggariskan
persepsi mereka atas realita. Terkait isu-isu pada kalimat sebelum ini, masyarakat
cenderung menjadi reaktif, menyebabkan persepsi individu bertransformasi
menjadi persepsi kolektif - disebabkan oleh kesamaan identitas, dalam hal ini
agama, berujung pada desakan kepada Pemerintah Indonesia untuk mengambil
sikap.
107 Michael Barnett, “Social Constructivism” dalamIn The Globalization of World Politics:
An Introduction to International Relations (Oxford: Oxford University Press, 2008), 155.
63
Dalam laporan Pew Research, sebuah lembaga riset global, mencatat pada
2010 Indonesia memang menempati urutan teratas sebagai negara dengan
populasi muslim terbesar di Dunia. Pada tahun itu tercatat 209,1 juta jiwa lebih
penduduk Indonesia merupakan muslim (13.1% jumlah populasi muslim dunia
2010).108 Dominasi pemeluk agama Islam Indonesia juga tercermin dalam
komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Presiden,
hingga Wakil Presiden Indonesia. Walaupun para pembuat kebijakan Indonesia
tidak hanya mementingkan satu golongan, namun fakta ini tidak menutup
kemungkinan menggerakkan untuk memberikan atensi terhadap krisis
kemanusiaan Rohingya.
Indonesia juga merupakan rumah bagi organisasi Islam dengan jumlah
keanggotaan terbesar di dunia, yakni Nahdlatul Ulama.109 Menanggapi kasus
pembantaian yang dilakukan oleh tentara Myanmar, Ketua Umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siroj mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan
statement atas nama Nahdlatul Ulama terkait pembantaian terhadap muslim
Rohingya bahwa mereka mengutuk keras aksi pembantaian yang terjadi.110
108 Suhendra, "Benarkah RI Negara dengan Penduduk Muslim Terbesar Dunia?" tirto.id, 16 Agustus 2017, tersedia di https://tirto.id/benarkah-ri-negara-dengan-penduduk-muslim-terbesar-dunia-cuGD; internet; diunduh pada 23 Mei 2018 109 Fox, James J, “Currents in Contemporary Islam in Indonesia,” Paper dipaparkan dalam Harvard Asia Vision 21, (Cambridge, 29 April-1 Mei 2004), hlm. 4. 110 Fitri Wulandari, "Ketum PBNU Mengutuk Keras Pembantaian Terhadap Muslim Rohingya" tribunnews, 2 September 2017, tersedia di http://www.tribunnews.com/nasional/2017/09/02/ketum-pbnu-mengutuk-keras-pembantaian-terhadap-muslim-rohingya; internet; diunduh pada 23 Mei 2017
64
Fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar
juga membuat masyarakat Indonesia merasa simpati atas apa yang menimpa Etnis
Rohingya yang juga beragama Islam. Hal ini ditandai dengan unjuk rasa yang
dilakukan masyarakat Indonesia di depan Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta
Pusat. Massa meminta Myanmar menghentikan aksi kekerasan terhadap warga
Rohingya. Bahkan, perwakilan massa sempat bertemu Dubes Myanmar untuk
menyampaikan aspirasinya.111 Dari berbagai faktor internal yang telah dibahas,
seperti konstitusi Indonesia, jumlah mayoritas muslim, demonstrasi, dan statement
dari organisasi Islam Indonesia, mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam
mengeluarkan kebijakan luar negerinya terkait krisis Rohingya.
B.2 Faktor Eksternal
1) Pengaruh Resolusi PBB Dalam Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Terkait Krisis Rohingya
Indonesia menghormati hukum internasional yang telah di sepakati secara
universal meskipun terdapat perbedaan kepentingan yang dapat mempengaruhi
persepsi para aktor dalam melihat hukum internasional itu sendiri. Holsti
menyimpulkan hipotesis mengenai relevansi dari norma hukum dalam
menjelaskan pembuatan kebijakan dan aksi;
111 Taufik Fajar, "Demo Rohingya di Jakarta Sempat Memanas, Massa Bakar Bendera Myanmar dan Lempari Polisi" okezone, 6 September 2017, tersedia di https://news.okezone.com/read/2017/09/06/338/1770597/demo-rohingya-di-jakarta-sempat-memanas-massa-bakar-bendera-myanmar-dan-lempari-polisi; internet; diunduh pada 23 Mei 2017
65
In (a) issue areas involving the conflict of collective interest and core values, and
(b) between states that ordinarily maintain friendly relations, governments will
attempt to organize their acions to make them consistent with legal obligations.
However, perceptions of threat (definition of the situation), the demands of public
opinion, and the personal needs of decision makers may require that legal norms
be violated, or at least interpreted arbitrarily. (Dalam (a) area isu yang melibatkan
konflik kepentingan kolektif dan nilai inti, dan (b) di antara negara yang biasanya
menjaga hubungan baik, pemerintah akan berupaya untuk mengatur aksi mereka
untuk membuat mereka konsisten dengan kewajiban hukum. Namun demikian,
persepsi ancaman (definisi dari situasi), tuntutan opini publik, dan kebutuhan
personal dari pembuat kebijakan mungkin membutuhkan norma hukum dilanggar,
atau setidaknya diinterpretasikan sewenang-wenang).112
Lebih lanjut dijelaskan oleh Karbo bahwa norma mendorong negara untuk
mengambil kebijakan yang dianggap benar. Melalui seperangkat kesepakatan
seperti Resolusi PBB serta dokumen resmi lainnya yang dikeluarkan oleh PBB
dan disepakati bersama, maka Indonesia akan cenderung mengikutinya.
Dalam persoalan krisis kemanusiaan Rohingya, PBB tengah merumuskan
resolusi yang dapat mendesak Myanmar untuk segera menghakhiri kekerasan
yang dilakukannya terhadap etnis Rohingya. Resolusi tersebut akan mengutuk
tindakan kekerasan yang terjadi di Rakhine, baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis Arakan Rohingya Salvation
Army (ARSA). Kemudian, resolusi tersebut mendesak Myanmar untuk membuka
pintu bagi dunia internasional untuk mengirimkan bantuan kepada masyarakat
yang tertindas serta mengizinkan investigator dari PBB untuk masuk dan
menyelidiki keadaan disana.113
112 Holsti, International Politics; Framework for Analysis, 321. 113 Draft UN Resolution Pressures Myanmar Over Rohingya Crisis, The New Arab, 26 Oktober 2017, tersedia di https://www.alaraby.co.uk/english/news/2017/10/26/draft-un-resolution-pressures-myanmar-over-rohingya-crisis; diunduh pada 23 Mei 2018
66
Meskipun resolusi tersebut masih dalam tahap draft atau perumusan, namun
PBB melalui Dewan Keamanannya telah secara resmi mengeluarkan pernyataan
tentang situasi di Myanmar terkait krisis kemanusiaan. Pernyataan ini dituangkan
dalam dokumen berjudul Statement by the President of the Security Council yang
dikeluarkan pada rapat dewan keamanan ke 8085 pada 06 November 2017.
Dokumen ini berisi tentang reaksi dari dewan keamanan PBB tentang kekerasan
yang terjadi di Myanmar. Dewan Keamanan PBB mengutuk segala macam
bentuk kekerasan yang terjadi di Rakhine, mendesak pemerintah Myanmar untuk
menghentikan penggunaan militer di Rakhine dan segera menyelesaika
permasalahan ini sampai keakarnya dengan menghormati hak-hak asasi
manusia.114
Negara akan cenderung untuk berbuat hal yang dianggap benar dalam
kebiasaan internasional. Hal ini dikarenakan Piagam PBB ini merupakan norma
yang telah diakui dan dilaksanakan oleh banyak negara di dunia, sehingga
dianggap merupakan sesuatu yang dianggap benar dan sumber legitimasi negara
dalam mengambil kebijakan luar negeri. Hal ini bagi Fierke bahwa norma
berfungsi sebagai legitimasi, menentukan hal yang benar dan salah.115
Kebijakan Indonesia dalam memberikan bantuan terhadap etnis Rohingya
yang dipengaruhi oleh hukum internasional ini dapat dilihat bahwa Indonesia
menganggap bahwa hukum internasional sebagai norma yang menentukan hal
114 “Statement by the President of the Security Council”, United Nations Security Council, November 2017. Hal. 1-3 115 K.M. Fierke, “Constructivism”, dalam Tim Dunne, MiljaKurki; Smith, Steve Smith,
International Relation Theori; Discipline and Diversity (New York: Oxford University Press, 2007), 170.
67
yang benar dan salah, juga ada nilai-nilai moral. Hukum internasional di sini
adalah mengembangkan hubungan baik antar bangsa dan kesetaraan hak serta
menentukan nasib sendiri, dalam hal ini Rohingya yang dapat hidup dengan
damai dalam negara Myanmar tanpa ada diskriminasi . Sehingga Indonesia
memandang bahwa memberikan dukungan kongkret bagi etnis Rohingya dalam
konteks perlindungan hak asasi manusia merupakan hal yang tepat.
2) Bantuan dari Turki
Menurut Holsti terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembuat
kebijakan dalam mengeluarkan kebijakan luar negerinya, yaitu faktor eksternal
yang salah satunya adalah kebijakan dan tindakan aktor lain (the policies and
actions of other states).116 Kebijakan Indonesia untuk memberikan bantuan
terhadap Etnis Rohingya tak lepas dari tindakan Turki. Turki adalah negara yang
mayoritas penduduknya muslim, yang terletak jauh dari Myanmar, namun hal ini
tak menyurutkan Turki untuk memberikan bantuan terhadap Myanmar.
Badan amal Turki sejauh ini menyediakan pasokan bantuan kepada 350.000
Muslim Rohingya sejak krisis dimulai di negara bagian Rakhine Myanmar pada
25 Agustus. Bantuan meliputi makanan, air bersih, perlengkapan kebersihan,
tenda, peralatan dapur dan pakaian, dibagikan kepada pengungsi Rohingya yang
tinggal di kamp-kamp baik di Myanmar dan Bangladesh.
116 K. J. Holsti, International Politics; A Framework for Analysis (New Jersey: Prentice Hall, 1992), 272.
68
İnsan Hak ve Hürriyetleri (IHH), salah satu kelompok bantuan terkemuka
Turki, dipercaya untuk menangani bantuan kemanusiaan Etnis Rohingya
Myanmar. Agen Turki IHH juga mendirikan tiga pusat kesehatan-dua di
Bangladesh dan satu lagi di Myanmar, dan membuka 50 toilet umum. IHH juga
membangun tempat penampungan sementara buatan untuk 450 keluarga dan
membuka 130 sumur air.117
C. Shared Idea
Konsep shared idea menekankan bahwa dimungkinkan adanya kerjasama
antar aktor apabila ada kesamaan ide terhadap objek. Wendt mengatakan bahwa
ide merupakan prinsip dasar yang mempengaruhi tindakan aktor terhadap
fenomena, objek tertentu maupun aktor lain. Hal ini dapat dilihat dalam pola
hubungan antara Indonesia dan negara lain yang memiliki perhatian yang sama
dengan Indonesia perihal kekerasan di Rohingya.
Menurut pernyataan pemerintah Turki, Erdogan adalah yang pertama yang
berhasil mendapatkan izin untuk bantuan kemanusiaan untuk masuk ke Myanmar.
Pemerintah Myanmar, yang saat itu dititik puncak agresinya, memblokir semua
bantuan PBB terhadap Rohingya. Pada 7 September, agen bantuan luar negeri
Turki, TIKA, menjadi agen asing pertama yang mengirimkan pengiriman awal
1.000 ton bahan makanan pokok dan obat-obatan ke zona konflik di negara
117 "Turkish NGO delivers aid to 350,000 Rohingya," dailysabah, October 27, 2017, tersedia di https://www.dailysabah.com/diplomacy/2017/10/27/turkish-ngo-delivers-aid-to-350000-rohingya; internet; diunduh pada 23 Mei 2018
69
bagian Rakhine, tempat mayoritas Rohingya tinggal.118
Keberhasilan Turki dalam memberikan bantuan luar negeri ke Etnis
Rohingya Myanmar, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi Indonesia
untuk ikut memberikan bantuan luar negeri ke Etnis Rohingya Myanmar. Hal
tersebut merupakan bentuk dari shared idea antara Turki dan Indonesia.
Walaupun pemberian bantuan Turki ini dianalisa sebagai faktor eksternal
pembuatan kebijakan luar negeri, namun juga dapat dianalisa ke dalam salah satu
bentuk shared idea.
Indonesia dan Turki sebagai negara berpopulasi Muslim terbesar dinilai
paling berpengaruh di dunia. Meskipun Turki terletak di benua berbeda yang jauh
dari lokasi Myanmar, namun Turki memiliki perhatian yang besar kepada krisis
kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Perdana Menteri Turki, bahkan
menyebutkan bahwa krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar ini sebagai
genosida, serta kemudian mengajak dunia internasional untuk membantu
menyelesaikan permasalahan ini.
Parlemen Turki dan Indonesia juga sepakat untuk terus menyuarakan krisis
kemanusiaan di Myanmar, khususnya yang menimpa etnis Rohingya. Ketua
BKSAP (Badan Kerja Sama Antar Parlemen) DPR RI, Nurhayati Ali Assegaf
mengatakan Parlemen Turki secara keras mengecam sikap Barat yang selalu diam
menyaksikan Muslim di berbagai belahan dunia mengalami penindasan. Hal ini
dilakukan bukan hanya atas nama solidaritas Muslim, namun mengedepankan
118 Simon P. Watmough, "Turkey, the Rohingya crisis and Erdoğan’s ambitions to be a global Muslim leader," The Conversation, September 13, 2017, tersedia di https://theconversation.com/turkey-the-rohingya-crisis-and-erdogans-ambitions-to-be-a-global-muslim-leader-83854; internet; diunduh pada 23 Mei 2018
70
nilai-nilai kemanusiaan. Parlemen Turki, kata Nurhayati juga mengapresiasi
penyelenggaraan WPF (World Parliamentary Forum) di Bali yang salah satu
topik utama yang diangkat di forum ini adalah Sustaining Peace di Rohingnya,
Myanmar.119
Turki juga mengirimkan bantuan bagi masyarakat Rohingya. Bantuan yang
dikirimkan oleh Turki bernilai lebih 10 juta dollar Amerika Serikat, terhitung dari
Agustus 2017 hingga Februari 2018.120 Pada 2017, pemerintah Turki bersama
lembaganya, TIKA (Turkish Cooperation and Coordination Agency) memberikan
bantuan kepada masyarakat Rohingya di Rakhine berupa 150 ton makanan. Selain
itu, pemerintah Turki dan TIKA mendirikan dapur umum di kamp pengungsian di
Cox’s Bazar, Bangladesh, yang dapat memenuhi kebutuhan 60.000 orang
pengungsi per harinya.121
Adanya shared idea antara Indonesia dan Turki tentang pentingnya
penegakan hak asasi manusia, ditambah dengan latar belakang yang sama,
kemudian membawa keduanya kepada kesimpulan yang sama pula. Kedua negara
berkomitmen untuk membantu masyarakat Rohingya yang berada di dalam
keadaan tertintas serta membantu untuk dapat menyelesaikan krisis kemanusiaan
yang menimpa etnis Rohingya. Keduanya juga melakukan diplomasi untuk
119 Mutia Ramadhani, “Indonesia-Turki Sepakat Suarakan Penyelesaian Rohingya,” Republika.co.id, 7 September 2017, tersedia di http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/17/09/07/ovwktv-indonesiaturki-sepakat-suarakan-penyelesaian-rohingya; internet; diunduh pada 23 Mei 2018 120 Sorwar Alam Meryem Goktas, Turkey Provided Over $10M for Rohingya Refugees, AA, 23 Februari 2018, tersedia di https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/turkey-provided-over-10m-for-rohingya-refugees/1071645; internet; diunduh pada 23 Mei 2018 121 Enes Duran, Turkey Continues Critical Aid to Rohingya Refugees, AA, 25 November 2017, tersedia di https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/turkey-continues-critical-aid-to-rohingya-refugees/979597; internet; diunduh pada 23 Mei 2018
71
melancarkan tujuannya untuk menyelesaikan persoalan ini. Indonesia melakukan
diplomasi dengan mengirimkan menteri luar negerinya ke Myanmar dan
Bangladesh, sementara Turki mengadakan diplomasi dengan Myanmar melalui
pemimpin kedua negara.122
122 Erdogan Says Turkey Will Send 10000 Tonnes Aid to Myanmar’s Rohingya, Reuters, 06 September 2017, tersedia di https://www.reuters.com/article/us-myanmar-rohingya-erdogan/erdogan-says-turkey-will-send-10000-tonnes-aid-to-myanmars-rohingya-idUSKCN1BH1LP; internet; diunduh pada 23 Mei 2018
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persoalan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar melibatkan etnis Rohingya
sebagai korban dari kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar. Etnis
Rohingya yang merupakan etnis minoritas di Myanmar seringkali menjadi korban
pengusiran serta pembunuhan yang sudah terjadi selama bertahun-tahun, sampai
dengan 2017 yang merupakan fokus dari tulisan ini. Pada awalnya, tindakan
kekerasan yang didapatkan oleh etnis Rohingya ini merupakan hasil dari tidak
diakuinya eksistensi etnis ini oleh pemerintah Myanmar, yang menganggap bahwa
masyarakat Rohingya merupakan imigran gelap dari Bangladesh. Padahal menurut
sejarah, etnis Rohingya merupakan etnis asli Myanmar yang telah mengalami
asimilasi dengan para pendatang.
Aksi kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar ini mendapatkan
respon dari dunia internasional, salah satunya dari Indonesia yang sama-sama negara
dalam regional Asia Tenggara. Indonesia memiliki sejarah sebagai negara yang aktif
dalam merespon terjadinya krisis-krisis kemanusiaan yang terjadi di dunia seperti
yang terjadi di Palestina dan Suriah. Dalam persoalan Palestina dan Suriah, Indonesia
aktif memberikan bantuan langsung berupa logistik serta memperjuangkan nasib para
korban kekerasan lewat diplomasinya terhadap negara-negara lain.
73
Indonesia dan Myanmar memiliki sejarah panjang yang terbilang baik.
Keduanya saling menjalin hubungan bilateral dengan berbagai kerjasama. Pada awal
kemerdekaan, Indonesia menyewakan pesawatnya kepada pemerintah Myanmar
untuk melakukan operasi-operasi militer di negaranya. Kemudian, kedua negara ini
tergabung dalam organisasi Non-Blok yang terbentuk dalam Konferensi Asia Afrika.
Kemudian, kedua negara ini tergabung dalam organisasi regional ASEAN. Dengan
tergabungnya kedua negara ini di ASEAN, kerjasama antara dua negara dapat
semakin meningkat.
Baiknya hubungan antara Indonesia dan Myanmar kemudian menjadi dasar
dalam ikutsertanya Indonesia dalam memberikan bantuan di krisis kemanusiaan di
Myanmar. Dalam menangani situasi konflik Rohingya, Indonesia melakukannya
dengan 2 cara, yakni short term dan long term. Short term dengan memberikan
bantuan logistik secara langsung dan long term dengan mendirikan rumah sakit.
Indonesia yang diwakili oleh pemerintah beserta lembaga-lembaga swadaya
masyarakat seperti ACT dan Dompet Dhuafa mengirimkan bantuan berupa makanan,
obat-obatan serta pelayanan kesehatan gratis kepada para pengungsi Rohingya yang
berada di kamp pengungsian di Bangladesh.
Peran Indonesia dalam membantu menyelesaikan krisis kemanusiaan di
Myanmar ini dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Pertama, Indonesia dipengaruhi oleh
faktor internalnya yakni identitas Indonesia sebagai negara, sehingga Indonesia tidak
ingin ada bangsa yang tertindas. Lalu pengaruh lingkungan domestik (jumlah
74
mayoritas muslim di Indonesia), yang membuat Indonesia turut simpati akan krisis
kemanusiaan yang terjadi. Kedua, pengaruh faktor eksternal, Indonesia patuh kepada
peraturan internasional PBB lewat dewan keamanannya yang telah mengutuk
terjadinya kekerasan terhadap etnis Rohingya dan menyerukan penyelesaian atas
persoalan ini. Indonesia aktif dalam menjaga perdamaian dunia dan kebijakan ini
sebagai hal yang perlu untuk dilaksanakan. Ketiga, Indonesia memiliki shared idea
dengan negara lain terkait persoalan Rohingya. Sama halnya seperti Indonesia, Turki
juga menaruh perhatian yang besar terhadap krisis kemanusiaan ini.
B. Saran
Langkah Indonesia dalam memberikan bantuan krisis kemanusiaan di
Myanmar ini sudah tepat. Indonesia telah menggunakan seluruh upayanya. Meskipun
demikian, menurut penulis ada hal-hal yang masih tidak terlaksana karena pemerinta
Myanmar masih bersikeras untuk tidak mengakui Etnis Rohingya dan terkadang
mempersulit proses penyaluran bantuan. Menurut penulis, Indonesia harus dapat
mencontoh dan mengajak negara lain agar turut mengulurkan tangan dan tidak
menutup mata terkait krisis kemanusiaan Rohingya di tingkat regional bahkan
internasional.
75
Di sisi lain, peran Indonesia di forum ASEAN seharusnya lebih ditngkatkan
agar ASEAN dapat memiliki kekuatan untuk membantu proses penyelesaian
persoalan ini karena ASEAN membawahi Indonesia dan Myanmar. Usaha Indonesia
untuk melakukan bypass terhadap prinsip non-intervensi yang berlaku di ASEAN
sangat pelik, karena persoalan ini menyangkut kemanusiaan dimana telah banyak
korban jiwa berjatuhan. Kemudian, di tingkat internasional, keanggotaan Indonesia
dalam OKI dapat dimanfaatkan untuk memperjuangkan nasib etnis Rohingya yang
notabene merupakan pemeluk agama Islam. Persaudaraan antar sesama muslim yang
dipegang teguh dalam OKI seharusnya dapat memberikan peran yang signifikan
dalam menyelesaikan permasalahan ini.
xi
DAFTAR PUSTAKA
Buku
B. S. Hadiwinata, “Transformasi Isu dan Aktor di dalam Studi Hubungan
Internasional: Dari Realisme hingga Konstruktivisme”, di dalam Y.P.
Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu
dan Metodologi (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Barnett, Michael. “Social Constructivism” dalam In The Globalization of World
Politics: An Introduction to International Relations, Oxford: Oxford
University Press, 2008.
Breuning, Marijke. Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction, New
York: Palgrave Macmillan, 2007.
Brown, Chris dan Kristen Ainley, Understanding International Relations, New
York: Palgrave Macmillan, 2005.
Choirul Fuad Yusuf, Dinamika Islam Filipina, Burma, dan Thailand Jakarta:
Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat,
Kementerian Agama RI, 2013
Copeland, D.C. “The Constructivist Challenge to Structural Realism”, di dalam S.
Guzzini dan A. Leander, Constructivism and International Relations, New
York: Routledge, 2006.
Fierke, Karin. “Constructivism”, dalam T. Dunne, M. Kurki, dan S. Smith,
International Relations Theories, New York: Oxford University Press,
2007.
Heywood, Andrew. Global Politics. Hampshire: Palgrave Macmillan. 2011.
Holsti, Kalevi J,. International Politics; A Framework for Analysis, New Jersey:
Prentice Hall, 1992.
Hopf, Ted. The Promises of Constructivism in International Relations,
International Security, 1998.
Jackson, Modern Military Aircraft om Combat, London: Amber Books, 2008.
xii
Jackson, Robert dan George Sorensen, Introduction to International Relations;
Theories and Approaches 3rd Edition, Oxford University Press, 2007.
Mintz, Alex dan Karl DeRouen. Understanding Foreign Policy Decision Making.
New York: Cambridge University Press. 2010.
Neuman, William L. “Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches”. Ally and Bacon. 1997.
Patton, M.Q. Qualitative evaluation methods. Beverley Hills, CA: Sage. 1980.
Reus-Smit, Christian. “Constructivism”, di dalam S. Burchill, A. Linklater, R.
Devetak, J. Donnelly, M. Peterson, C. Reus-Smith, Theories of
International Relation. New York: Palgrave Macmillan, 2005.
Rosenau, James N. The Scientific Study of Foreign Policy, London: Frances
Pinter, 1980.
Smith, S. Introduction: diversity and disciplinarity in international relations
theory, di dalam T. Dunne, M. Kurki, S. Smith, & (Eds.), International
relation theories: discipline and diversity, Second Ed. New York: Oxford
University Press, 2010.
Soewito, Hadi dkk, Awal Kedirgantaraan di Indonesia: Perjuangan AURI 1945-
1950, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Taylor, Robert. General Ne Win: A Political Biography, Singapura: ISEAS
Publishing, 2015.
Vickers, Adrian. A History of Modern Indonesia. Cambridge University Press.
2005.
Wendt, Alexander. Social Theory of International Politics. New York: University
Press. 1999.
Jurnal dan Artikel
Association of Southeast Asian Nation. "The Asean Charter". 2007.
Association of Southeast Asian Nation."ASEAN Convention Agaist Trafficking in
Persons, Especially Women and Children". 2015.
xiii
Azad, Ashraful. "Foreigners Act and The Freedom of Movement of The
Rohingyas in Bangladesh", Griffith Journal of Law & Human Dignity,
Volume 5 Issue 2. 2017.
Baiq L.S.W Wardhani. Beggar Thy Neighbour: “Pemiskinan Sistematis bagi
Stateless Rohingya dan Dampaknya bagi Bangladesh”, 2012.
Burmese Rohingya Organisation UK. "Myanmar’s 1982 Citizenship Law and
Rohingya".
Emir, Abdelkader. "The Rohingya Muslims in Myanmar: Past, Present and
Future". Oregon Review of International Law Vol.15. 2013.
Fox, James J, “Currents in Contemporary Islam in Indonesia,” Paper dipaparkan
dalam Harvard Asia Vision 21, Cambridge, 29 April-1 Mei 2004
Ha, Hoang Thi dan Ye Htut, "Rakhine Crisis Challenges ASEAN’s Non-
interference principle", Yusof Ishak Institute, Issue 2016 No. 70, 2016.
Lutz-Auraz, Lutmila. 2015. Russia and Myanmar – Friends in Need?. Journal of
Current Southeast Asian Affairs, 32, 2, 165-198.
Michael F. Martin. 2012. “U.S. Sanctions on Burma” CRS Report for Congress,
35.
Myoe, Maung Aung. “Myanmar’s China Policy since 2011: Determinants and
Directions”, Journal of Current Southeast Asian Affairs, 34, 2, 21–54.
Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia.
“Rohingya, 101 Data dan Fakta”. 2012.
Ragland, Thomas K. "Burma’s Rohingya in Crisis: Protection of “Humanitarian”
Refugees under International Law", Boston College Third World Journal
301 1994, Vol. 4 issue 2 article 4, 1994.
Shee, Poon Kim. “The Political Economy of China-Myanmar Relations: Strategic
and Economic Dimensions”, Ritsumeikan Annual Review of International
Studies, 2002 Vol. 1 pp. 33-53.
United Nations Security Council. “Statement by the President of the Security
Council”. November 2017.
xiv
Warzone Initiative, Burma Briefing Report, Oktober 2015.
Skripsi
Tamen, Anais. “The European Union’s Sanctions Related to Human Rights: The
Case of Burma/Myanmar”. Universite Libre de Bruxelle. 2002-2003.
Internet
ACT, Tentang Palestina; tersedia di https://act.id/palestina/; internet; diunduh pada
09 Mei 2018.
Aljazeera, Rohingya ‘Ethnic Cleansing Myanmar Continues: UN, 06 Maret 2018;
tersedia di https://www.aljazeera.com/news/2018/03/rohingya-ethnic-
cleansing-myanmar-continues-180306062135668.html; internet; diunduh 03
Mei 2018.
Aljazeera, Who Are The Rohingya?, 18 April 2018; tersedia di
https://www.aljazeera.com/indepth/features/2017/08/rohingya-muslims-
170831065142812.html; internet; diunduh 03 Mei 2018.
Almeghari, Rami. Rumah Sakit Indonesia di Gaza Bentuk Persahabatan Indonesia
– Palestina, KBR, 04 September 2017; tersedia di http://kbr.id/indonesia/09-
2017/rumah_sakit_indonesia_di_gaza_bentuk_persahabatan_indonesia_pale
stina_/92154.html; internet; diunduh pada 09 Mei 2018.
Ayu, Rina. 8 Kali Pengiriman, 74 Ton Bantuan Indonesia untuk Rohingya Tiba di
Bangladesh, Tribunnews.com, 18 September 2017; tersedia di
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/09/18/8-kali-pengiriman-74-ton-
bantuan-indonesia-untuk-rohingya-tiba-di-bangladesh; internet; diunduh
pada 10 mei 2018.
BBC, "Why Is There Communal Violence in Myanmar", 3 Juli 2014; ersedia di
http://www.bbc.com/news/world-asia-18395788; internet; diunduh pada 07
Mei 2018.
xv
BBC, Overview of Burma Sanctions, 18 Desember 2009; tersedia di
http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8195956.stm; internet; diunduh pada
12 Mei 2018.
Bhawono, Aryo. Riwayat Panjang Hubungan RI – Myanmar Tanpa Cela,
detiknews, 06 September 2017; tersedia di https://news.detik.com/berita/d-
3630263/riwayat-panjang-hubungan-ri--myanmar-tanpa-cela; internet;
diunduh pada 08 Mei 2018.
Bogdan, R. and Taylor, S.J. “Introduction to Qualitative Research Methode”.
New York : John Willey and Sons. 1975.
Broomfield, Matt. Independent, "UN Calls on Burma's Aung San Suu Kyi to halt
'Etchnic Cleansing' of Rohingya Muslims", 09 Desember 2016; tersedia di
https://www.independent.co.uk/news/world/asia/burma-rohingya-myanmar-
muslims-united-nations-calls-on-suu-kyi-a7465036.html; internet; diunduh
pada 07 Mei 2018.
Cahaya, Agil Iqbal. Staf Analisis Bidang Pertahanan Deputi Bidang Polhukam.
“Rohingya, Korban Minoritas Yang Terusir Dari Negaranya”; tersedia di
www.setkab.go.id/artikel-5309-html; internet; diunduh pada tanggal 03 Mei
2018.
Calamur, Khrisnadev. The Misunderstood Roots of Burma’s Rohingya Crisis, The
Atlantic, 25 September 2017; tersedia di
https://www.theatlantic.com/international/archive/2017/09/rohingyas-
burma/540513/; internet; diunduh pada 03 Mei 2018.
Daily Sabah, Turkish NGO delivers aid to 350,000 Rohingya, October 27, 2017,
tersedia di https://www.dailysabah.com/diplomacy/2017/10/27/turkish-ngo-
delivers-aid-to-350000-rohingya; internet; diunduh pada 23 Mei 2018
Dompet Dhuafa, Langkah Panjang untuk Hadirkan damai di Rohingya, Dompet
Dhuafa, Jumat September 2017, tersedia di
https://www.dompetdhuafa.org/post/detail/8243/langkah-panjang-untuk-
hadirkan-damai-di-rohingya; diunduh pada 22 Mei 2018.
xvi
Duran, Enes. Turkey Continues Critical Aid to Rohingya Refugees, AA, 25
November 2017, tersedia di https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/turkey-
continues-critical-aid-to-rohingya-refugees/979597; internet; diunduh pada
23 Mei 2018.
Eleanor, Albert. The Rohingya Crisis, CFR, 20 April 2018; tersedia di
https://www.cfr.org/backgrounder/rohingya-crisis; internet; diunduh 03 Mei
2018
Erdianto, Kristian. Indonesia Menjadi Harapan Penuntasan Konflik Rohingya,
KOMPAS.com, 07 September 2017; tersedia di
https://nasional.kompas.com/read/2017/09/07/12230271/indonesia-menjadi-
harapan-penuntasan-konflik-rohingya; diunduh pada 23 Mei 2018.
Goktas, Sorwar Alam Meryem. Turkey Provided Over $10M for Rohingya
Refugees, AA, 23 Februari 2018, tersedia di https://www.aa.com.tr/en/asia-
pacific/turkey-provided-over-10m-for-rohingya-refugees/1071645; internet;
diunduh pada 23 Mei 2018.
Holmes, Oliver. Final Myanmar Results Show Aung San Suu Kyi’s Party Won
77% of Seats, The Guardian, 23 November 2015; tersedia di
https://www.theguardian.com/world/2015/nov/23/final-myanmar-results-
show-aung-san-suu-kyis-party-won-77-of-seats;internet; diunduh pada 03
Mei 2018.
Human Right Watch, Burma: Events of 2016; tersedia di
https://www.hrw.org/world-report/2017/country-chapters/Burma; internet;
diunduh 06 Mei 2018.
Human Right Watch, Burmese Refugees in Bangladesh: Still No Durable
Solution, Vol. 12 No. 3 2000; tersedia di
https://www.hrw.org/reports/2000/burma/burm005-01.htm#P86_15856;
internet; diunduh pada 07 Mei 2018.
Human Rights Watch, Burma: The Rohingya Muslims: Ending a Cycle of
Exodus?, 1 September 1996, tersedia di
http://www.refworld.org/docid/3ae6a84a2.html; internet; diunduh 06 Mei
2018.
xvii
IHH, A Great Support from Indonesia to Syria, 3 Januari 2017; tersedia di
https://www.ihh.org.tr/en/news/a-great-support-from-indonesia-to-syria;
internet; diunduh pada 09 Mei 2018.
Jakarta Globe, SBY to Visit Singapore, Myanmar, Brunei, 19 April 2013;
tersedia di http://jakartaglobe.id/news/sby-to-visit-singapore-myanmar-
brunei/; internet; diunduh pada 08 Mei 2018.
Jordan, Ray. Bantuan Kemanusiaan RI untuk Rohingya tiba di Yangon Myanmar,
detiknews, 22 September 2017, tersedia di https://news.detik.com/berita/d-
3653125/bantuan-kemanusiaan-ri-untuk-rohingya-tiba-di-yangon-myanmar;
diunduh pada 22 Mei 2018.
Kemlu RI, "Embassy News-Construction of Indonesian Hospital in Rakhine State
Begins" 20 November 2017, tersedia di
https://www.kemlu.go.id/en/berita/berita-perwakilan/Pages/Construction-of-
Indonesian-Hospital-in-Rakhine-State-Begins.aspx; internet; diunduh pada
22 Mei 2017
Kemlu RI, Foreign Minister Presents the 4+1 Formula Proposal to the Myanmar
State Counsellor, Kemlu RI, 04 September 2017; tersedia di
https://www.kemlu.go.id/en/berita/Pages/Foreign-Minister-Presents-the-41-
Formula-Proposal-for-Rakhine-State-to-the-Myanmar-State-
Counsellor.aspx; internet; diunduh pada 10 Mei 2018.
Kemlu RI, Indonesia Donated USD 500 Thousand of Humanitarian Aids to Syria,
Kemlu RI, 17 Januari 2014; tersedia di
https://www.kemlu.go.id/en/berita/Pages/Indonesia-Donated-USD-500-
thousand-of-Humanitarian-Aids-to-Syria.aspx; internet; diunduh pada 09
Mei 2018.
Kemlu RI, Kunjungan Kenegaraan Presiden Republik Uni Myanmar; U Thein
Sein ke Indonesia, Kemlu RI, 04 Mei 2011; tersedia di
https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Kunjungan-
Kenegaraan-Presiden-Republik-Uni-Myanmar-U-Thein-Sein-ke-
Indonesia.aspx; internet; diunduh pada 08 Mei 2018.
xviii
Lutfia, Ismira. Rohingya Crisis: Indonesia Offers to Ease Bangladesh’s Burden,
Arabnews, 08 September 2017; tersedia di
http://www.arabnews.com/node/1157686/saudi-arabia; internet; diunduh
pada 10 Mei 2018.
Lynn, Kyaw Ye. Census Data Shows Myanmar Muslim Population has Fallen,
AA, 21 Juli 2017; tersedia di https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/census-
data-shows-myanmar-muslim-population-has-fallen/612764; internet;
diunduh pada 03 Mei 2018.
Michaella, Sonya. Dompet Dhuafa Siapkan Bantuan Jangka Panjang untuk
Rohingya, metro tv news, 18 Oktober 2017, tersedia di
http://www.metrotvnews.com/cards/4193-rohingya/Dkq3WVnN-dompet-
dhuafa-siapkan-bantuan-jangka-panjang-untuk-rohingya; internet; diunduh
pada 22 Mei 2018.
MKAA, The History of The Asian-African Conference; tersedia di
http://asianafricanmuseum.org/en/sejarah-konferensi-asia-afrika/; internet;
diunduh pada 08 Mei 2018.
Muslimin, Anis. ASEAN’s Rohingya Response – Barely A Peep Outside of
Malaysia, Forbes, 17 Desember 2017; tersedia di
https://www.forbes.com/sites/anismuslimin/2017/12/17/aseans-rohingya-
response-barely-a-peep-outside-of-malaysia/#5b79493839de; internet;
diunduh pada 07 Mei 2018.
Mydans, Seth. Southeast Asia Bloc Admit Burmese and Two Others, New York
Times, 1 Juni 1997; tersedia di
https://www.nytimes.com/1997/06/01/world/southeast-asia-bloc-admits-
burmese-and-two-others.html; internet; diunduh pada 08 Mei 2018.
OIC, Jakarta Declaration on Palestina and Al-Quds Al-Sharif, OIC, 07 Maret
2016; tersedia di https://www.oic-oci.org/docdown/?docID=17&refID=6;
internet; diunduh pada 09 Mei 2018.
Okezone, Taufik Fajar, "Demo Rohingya di Jakarta Sempat Memanas, Massa
Bakar Bendera Myanmar dan Lempari Polisi" 6 September 2017, tersedia di
https://news.okezone.com/read/2017/09/06/338/1770597/demo-rohingya-di-
xix
jakarta-sempat-memanas-massa-bakar-bendera-myanmar-dan-lempari-
polisi; internet; diunduh pada 23 Mei 2017
Parameswaran, Prashanth, Russia May Delive New Fighter Jets to Myanmar by
End of 2016, The Diplomat, 27 April 2016; tersedia di
https://thediplomat.com/2016/04/russia-may-deliver-new-fighter-jets-to-
myanmar-by-end-of-2016/; internet; diunduh pada 12 Mei 2018.
Polling, Gregory B. Separating Fact from Fiction about Myanmar's Rohingya,
CSIS, 13 Februari 2014, tersedia di
https://www.csis.org/analysis/separating-fact-fiction-about-
myanmar%E2%80%99s-rohingya; internet; diunduh pada 06 Mei 2018.
Purwanto, Heru. Indonesia Offers Cooperation on Counter-Terrorism to
Myanmar, Antaranews, 06 Desember 2017; tersedia di
https://en.antaranews.com/news/113718/indonesia-offers-cooperation-on-
counter-terrorism-to-myanmar; internet; diunduh pada 08 Mei 2018.
Rahmani, Muhajir Arif. Hampir Setahun Tim Medis ACT Layani Pengungsi
Rohingya, ACT, 08 Mei 2018; tersedia di https://act.id/news/detail/hampir-
setahun-tim-medis-act-layani-pengungsi-rohingya; internet; diunduh pada
22 Mei 2018.
Reuters, Erdogan Says Turkey Will Send 10000 Tonnes Aid to Myanmar’s
Rohingya, Reuters, 06 September 2017, tersedia di
https://www.reuters.com/article/us-myanmar-rohingya-erdogan/erdogan-
says-turkey-will-send-10000-tonnes-aid-to-myanmars-rohingya-
idUSKCN1BH1LP; internet; diunduh pada 23 Mei 2018.
Robertua, Verdinand. Myanmar: From Isolation to Leader, The Jakarta Post, 14
November 2013; tersedia di
http://www.thejakartapost.com/news/2013/11/14/myanmar-from-isolation-
leader.html; internet; diunduh pada 10 Mei 2018.
Santi, Natalia. Indonesia Menyerahkan Ambulans Bantuan untuk Suriah,
Tempo.co, 28 Juli 2017; tersedia di
https://dunia.tempo.co/read/895315/indonesia-menyerahkan-ambulans-
bantuan-untuk-suriah; internet; diunduh pada 09 Mei 2018.
xx
Setkab RI, Indonesian Foreign Minister to Meet with Bangladesh PM to Discuss
Rohingya Issue, Setkab RI, 05 September 2017; tersedia di
http://setkab.go.id/en/indonesian-foreign-minister-to-meet-with-bangladesh-
pm-to-discuss-rohingya-issue/; internet; diunduh pada 10 Mei 2018.
Setkab RI, Indonesian Gov’t Continues to Send Humanitarian Aid for Rohingya,
Setkab RI, 21 September 2017; tersedia di http://setkab.go.id/en/indonesian-
govt-continues-to-send-humanitarian-aid-for-rohingya/; internet; diunduh
pada 10 Mei 2018.
Sheany, Indonesia Has Power to Resolve Rohingya Crisis in Myanmar: Amnesty
International, JakartaGlobe, 22 November 2017, tersedia di
http://jakartaglobe.id/news/indonesia-power-help-resolve-rohingya-crisis-
myanmar-amnesty-international/; internet; diunduh pada 09 Mei 2018.
Suhada, Amirullah. “Indonesia’s Aid for Rohingya Refugees Reach 54 Tons”,
Tempo. 17 September 2017; tersedia di
https://en.tempo.co/read/news/2017/09/17/074909901/Indonesias-Aid-for-
Rohingya-Refugees-Reach-54-Tons; internet; diunduh pada 10 Mei 2018.
Sulistyowati, Dyah. Beras Kapal Kemanusiaan Jangkau Kamp 17 Kutupalong,
ACT, 17 Februari 2018, tersedia di https://act.id/news/detail/beras-kapal-
kemanusiaan-jangkau-kamp-17-kutupalong; internet; diunduh pada 22 Mei
2018.
Sulistyowati, Dyah. Memasuki Musim Dingin, Bantuan Logistik ACT Kembali
Sapa Rohingya, ACT, 22 Desember 2017, tersedia di
https://act.id/news/detail/memasuki-musim-dingin-bantuan-logistik-act-
kembali-sapa-rohingya; internet; diunduh pada 22 Mei 2018.
Syafputri, Ella. Indonesia Urges All Parties in Syria to End Violence,
Antaranews, 25 Februari 2012; tersedia di
https://en.antaranews.com/news/80134/indonesia-urges-all-parties-in-syria-
to-end-violence; internet; diunduh pada 09 Mei 2018.
TASS, Russian Defense Minister Points to Russia-Myanmar Developing Military
Cooperation, 20 Januari 2016; tersedia di http://tass.com/defense/986024;
internet; diunduh pada 12 Mei 2018.
xxi
The Conversation, Turkey, the Rohingya crisis and Erdoğan’s ambitions to be a
global Muslim leader, September 13 2017; tersedia di
https://theconversation.com/turkey-the-rohingya-crisis-and-erdogans-
ambitions-to-be-a-global-muslim-leader-83854; internet; diunduh pada 23
Mei 2018
The Jakarta Post, Indonesia Rejects Israel’s Latest Call for Bilateral Relations,
The Jakarta Post, 31 Maret 2016; tersedia di
http://www.thejakartapost.com/news/2016/03/31/indonesia-rejects-israels-
latest-call-for-bilateral-relations.html; internet; diunduh pada 08 Mei 2018.
The New Arab, Draft UN Resolution Pressures Myanmar Over Rohingya Crisis,
26 Oktober 2017, tersedia di
https://www.alaraby.co.uk/english/news/2017/10/26/draft-un-resolution-
pressures-myanmar-over-rohingya-crisis; diunduh pada 23 Mei 2018.
The Stateless Rohingya. A Short Historical Background of Arakan. 2018; tersedia
di http://www.thestateless.com/arakan; internet; diunduh pada 06 Mei 2018.
Tirto.id, Suhendra, "Benarkah RI Negara dengan Penduduk Muslim Terbesar
Dunia?" 16 Agustus 2017, tersedia di https://tirto.id/benarkah-ri-negara-
dengan-penduduk-muslim-terbesar-dunia-cuGD; internet; diunduh pada 23
Mei 2018
Tribun News, Fitri Wulandari, "Ketum PBNU Mengutuk Keras Pembantaian
Terhadap Muslim Rohingya" 2 September 2017, tersedia di
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/09/02/ketum-pbnu-mengutuk-
keras-pembantaian-terhadap-muslim-rohingya; internet; diunduh pada 23
Mei 2017
Union, European. EU Sanctions Map; tersedia di
https://www.sanctionsmap.eu/#/main/details/8/?search=%7B%22value%22:
%22%22,%22searchType%22:%7B%7D%7D; internet; diunduh pada 12
Mei 2018.
Union, European. List of Equipment Which Might be Used for Internal
Repression, European Union; tersedia di
https://admin.sanctionsmap.eu/files/ai4cl3v3zloim21101zq4ohsf/list-of-
xxii
equipment-which-might-be-used-for-internal-repressioon.pdf; internet;
diunduh pada 12 Mei 2018.
Vinanda, Rufki Ade. Jadi Negara Pertama yang Akui Kemerdekaan RI, Indonesia
Tak Gentar Bela Palestina, Okezone, 17 Desember 2017; tersedia di
https://news.okezone.com/read/2017/12/17/18/1831562/jadi-negara-
pertama-yang-akui-kemerdekaan-ri-indonesia-tak-gentar-bela-palestina;
internet; diunduh pada 08 Mei 2018.
Wicaksana, I. G. Wahyu. “The Constructivist Approach Towards Foreign Policy
Analysis”, Departement of International Relations, Faculty of Social
Sciences Airlangga University; diakses dari
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-05_Artikel-IJSS-Wahyu.pdf
pada 9 Mei 2018.
Wirayudha, Randy. Militer Myanmar Sewa Pesawat Indonesia, HistoriA, 08
September 2017; tersedia di https://historia.id/mondial/articles/militer-
myanmar-sewa-pesawat-indonesia-DnElo; internet; diunduh pada 08 Mei
2018.