Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEBIJAKAN REVITALISASI KAWASAN PASAR BAWAH
SEBAGAI KAWASAN WISATA CAGAR BUDAYA DI KOTA
PEKANBARU
Hery Suryadi, Tuti Khairani Harahap, Auradian Marta
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau
ABSTRAK
Berdasarkan Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 2006, bahwa Kawasan
Pasar Bawah telah di tetapkan sebagai kawasan cagar budaya, namun melihat
kondisi kawasan tersebut saat ini tidak mencerminkan sebagai kawasan cagar
budaya, di mana penataan ruangnya sangat kacau, vitalitas sosial masyarakatnya
terbilang sangat kumuh atau berada di bawah garis kemiskinan. Namun dibalik
fenomena tersebut, ternyata sebagian kecil dari Kawasan Pasar Bawah tersebut
mampu memberikan kontribusi cukup tinggi secara ekonomi berupa PAD bagi
Kota Pekanbaru maupun Provinsi Riau, yaitu dengan Pasar Wisatanya. Di sisi
lain sudah di tetapkannya Bangunan Cagar Budaya Mesjid Raya Pekanbaru
berdasarkan SK Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor KM
13/13.007/MKP/2004, tentang penetapan Istana Siak dan sejumlah situs lainnya
termasuk Mesjid Raya Pekanbaru merupakan benda cagar budaya, situs, atau
kawasan yang di lindungi UU RI No.5/1992. Namun masih banyak bangunan-
bangunan sejarah di Kawasan Pasar Bawah yang belum terlindungi dan
kondisinya pada saat ini sangat memperihatinkan atau tidak terawat.
Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1992 mengenai
Cagar Budaya, bahwa benda cagar budaya adalah benda buatan manusia
bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-
bagiannya atau sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan. Apabila mengacu kepada kacamata Undang Undang tersebut,
ternyata Kawasan Pasar Bawah memiliki beberapa bangunan tua atau sejarah
yang sudah melalui beberapa masa kekuasaan, sebut saja pada masa kekuasaan
Kerajaan Siak, kolonial belanda sampai masa kemerdekaan Indonesia. Selain
bangunan, kehidupan sosial masyarakat dan kebudayaan yang hidup di Kawasan
Pasar Bawah juga tidak lepas dari perhatian. Fokus penelitian lebih
menitikberatkan kepada semua bangunan-bangunan sejarah dan bangunan
tradisional melayu, serta kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat di
Kawasan Pasar Bawah Kota Pekanbaru untuk di hidupkan kembali (di
revitalisasi) dengan sasaran yang akan di capai adalah merumuskan kebijakan
pelestarian bangunan-bangunan bersejarah/tradisional, dan kebijakan ekonomi,
sosial dan budaya kawasan. Yang tujuannya untuk memfungsikan kawasan Pasar
Bawah sebagai kawasan wisata cagar budaya. Metode penelitian ini
menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan deskriptif evaluatif. Dengan
teknik pengumpulan data menggunakan metode survey. Lingkup wilayah
penelitian meliputi Kelurahan Kampung Dalam dan Kelurahan Kampung Bandar
Kecamatan Senapelan. Hasil yang di harapkan dari penelitian “Kebijakan
Revitalisasi Kawasan Pasar Bawah Sebagai Kawasan Cagar Budaya di Kota
Pekanbaru” ini dapat menghasilkan kebijakan yang akan menentukan arah
pengembangan Kawasan Pasar Bawah di masa depan dengan menghidupkan
kembali vitalitas kawasan dengan menetapkan Kawasan Pasar Bawah sebagai
Daerah Tujuan Wisata (DTW) untuk meningkatkan perekonomian masyarakat
dan dapat memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi
terhadap Kota Pekanbaru melalui Wisata Cagar Budaya.
Kata Kunci: Wisata, cagar, budaya, kawasan, pasar bawah.
PENDAHULUAN
Latar belakang Masalah
Kota Pekanbaru sebagai ibu kota dari Provinsi Riau memiliki
berbagai macam potensi yang dapat di kembangkan, baik dari sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, ekonomi, budaya, dan bahkan sampai unit-unit terkecil dari
suatu wilayah atau di sebut juga sebagai kawasan. Soemarno (2009) mengatakan
bahwa suatu kawasan adalah bagian kecil dari suatu wilayah yang di batasi secara
fungsi.Fungsi-fungsi dari kawasan tersebut terdiri dari kawasan agrowisata,
kawasan hutan, kawasan industri, kawasan kerajinan rakyat, kawasan untuk
kepentingan umum, dan sebagainya.Namun dalam konteks perkotaan, fungsi dari
kawasan tersebut terdiri dari kawasan pemukiman, kawasan perdagangan dan
jasa, kawasan pemerintahan, kawasan wisata, dan bahkan juga terdapat kawasan
cagar budaya.
Berdasarkan Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 2006, bahwa Kawasan
Pasar Bawah telah di tetapkan sebagai kawasan cagar budaya, namun melihat
kondisi kawasan tersebut saat ini tidak mencerminkan sebagai kawasan cagar
budaya, di mana penataan ruangnya sangat kacau, vitalitas sosial masyarakatnya
terbilang sangat kumuh atau berada di bawah garis kemiskinan. Namun dibalik
fenomena tersebut, ternyata sebagian kecil dari Kawasan Pasar Bawah tersebut
mampu memberikan kontribusi cukup tinggi secara ekonomi berupa PAD bagi
Kota Pekanbaru maupun Provinsi Riau, yaitu dengan Pasar Wisatanya. Di sisi lain
sudah di tetapkannya Bangunan Cagar Budaya Mesjid Raya Pekanbaru
berdasarkan SK Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomor KM
13/13.007/MKP/2004, tentang penetapan Istana Siak dan sejumlah situs lainnya
termasuk Mesjid Raya Pekanbaru merupakan benda cagar budaya, situs, atau
kawasan yang di lindungi UU RI No.5/1992. Namun masih banyak bangunan-
bangunan sejarah di Kawasan Pasar Bawah yang belum terlindungi dan
kondisinya pada saat ini sangat memperihatinkan atau tidak terawat.
Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1992
mengenai Cagar Budaya, bahwa benda cagar budaya adalah benda buatan
manusia bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau
bagian-bagiannya atau sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima
puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan. Apabila mengacu kepada kacamata Undang
Undang tersebut, ternyata Kawasan Pasar Bawah memiliki beberapa bangunan tua
atau sejarah yang sudah melalui beberapa masa kekuasaan, sebut saja pada masa
kekuasaan Kerajaan Siak, kolonial belanda sampai masa kemerdekaan Indonesia.
Selain bangunan, kehidupan sosial masyarakat dan kebudayaan yang hidup di
Kawasan Pasar Bawah juga tidak lepas dari perhatian.
Kimpraswil (2002) dalam Wongso (2009) mengatakan bahwa revitalisasi
merupakan upaya menghidupkan kembali suatu kawasan atau bangunan yang
cenderung mati, dengan meningkatkan vitalitas yang strategis dan signifikan dari
kawasan/bangunan yang masih memiliki potensi dan atau mengendalikan
kawasan/bangunan yang cenderung kacau atau semerawut.Antariksa (2009) juga
mengatakan revitalisasi adalah upaya untuk mendaur ulang (recycle) dengan
tujuan untuk memberi vitalitas baru, meningkatkan vitalitas yang ada atau bahkan
menghidupkan kembali vitalitas (re-vita-lisasi) yang ada namun telah
memudar.Adaptasi revitalisasi merupakan upaya untuk mengubah suatu
lingkungan binaan agar dapat digunakan untuk fungsi baru yang sesuai, tanpa
menuntut perubahan yang drastis atau hanya memberikan dampak yang minimal
(Antariksa, 2009). Untuk itu dalam merumuskan kebijakan revitalisasi suatu
kawasan harus memperhatikan beberapa aspek yang akan di revitalisasi, yaitu
aspek fisik meliputi bangunan-bangunan sejarah atau bangunan tradisional melayu
yang ada di kawasan pasar bawah, dan aspek non fisik meliputi kegiatan
perekonomian, kegiatan sosial masyarakat dan budaya yang ada di kawasan pasar
bawah untuk di tingkatkan kembali. Dalam lingkup kawasan, vitalitas dapat
diartikan kemampuan, kekuatan kawasan untuk tetap bertahan hidup (Antariksa,
2009). Hidupnya suatu kawasan dapat tercermin dari kegiatan yang berlangsung
di dalam kawasan sepanjang waktu dimana orang datang, menikmati, dan
melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Fokus penelitian lebih menitikberatkan kepada semua bangunan-bangunan
sejarah dan tradisional melayu, serta kehidupan sosial ekonomi dan budaya
masyarakat di Kawasan Pasar Bawah Kota Pekanbaru untuk di hidupkan kembali
(revitalisasi) dengan sasaran yang akan di capai adalah merumuskan kebijakan
pelestarian bangunan-bangunan bersejarah/tradisional, dan kebijakan ekonomi,
sosial dan budaya kawasan. Yang tujuannya untuk memfungsikan kawasan Pasar
Bawah sebagai kawasan wisata cagar budaya.
Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan
deskriptif evaluatif.Dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode
survey.Lingkup wilayah penelitian meliputi Kelurahan Kampung Dalam dan
Kelurahan Kampung Bandar Kecamatan Senapelan.
Hasil yang di harapkan dari penelitian “Kebijakan Revitalisasi Kawasan
Pasar Bawah Sebagai Kawasan Cagar Budaya di Kota Pekanbaru” ini dapat
menghasilkan kebijakan yang akan menentukan arah pengembangan Kawasan
Pasar Bawah di masa depan dengan menghidupkan kembali vitalitas kawasan
dengan menetapkan Kawasan Pasar Bawah sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW)
untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dan dapat memberikan kontribusi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi terhadap Kota Pekanbaru melalui
Wisata Cagar Budaya.
Rumusan Solusi Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi bangunan sejarah/kuno dan vitalitas yang ada di Kawasan
Pasar Bawah ada saat ini?
2. Bagaimana potensi dan permasalahan Kawasan Pasar Bawah untuk dijadikan
Kawasan Cagar Budaya?
3. Bagaimana kebijakan arahan pengembangan Kawasan Pasar Bawah sebagai
Kawasan Wisata Cagar Budaya?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi bangunan sejarah/kuno dan vitalitas yang ada di
Kawasan Pasar Bawah.
2. Mengidentifikasi potensi dan masalah Kawasan Pasar Bawah untuk
dijadikan Kawasan Cagar Budaya.
3. Merumuskan kebijakan pengembangan Kawasan Pasar Bawah dengan
meningkatkan vitalitas kawasan dan pemugaran bangunan-bangunan sejarah/kuno
yang ada untuk tujuan pariwisata.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Revitalisasi Kawasan
Menurut Burra Charter (1981) dan Catanese (1979), revitalisasi adalah
upaya dalam mengubah suatu tempat agar dapat digunakan untuk fungsi baru
yang sesuai. Yang dimaksud dengan fungsi baru yang sesuai adalah kegunaan
yang tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukan dampak
minimal. Atau menurut Antariksa (2009), revitalisasi adalah upaya untuk mendaur
ulang (recycle) dengan tujuan untuk memberikan vitalitas baru, meningkatkan
vitalitas yang ada atau bahkan menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada,
namun telah memudar. Menurut Kimpraswil (2002), revitalisasi adalah upaya
untuk menghidupkan kembali suatu kawasan atau bangunan yang cenderung mati,
dengan meningkatkan vitalitas yang strategis dan signifikan dari
kawasan/bangunan yang masih memiliki potensi dan atau mengendalikan
kawasan/bangunan yang cenderung kacau atau semerawut.
Adaptasi revitalisasi merupakan upaya untuk mengubah suatu lingkungan
binaan agar dapat digunakan untuk fungsi baru yang sesuai, tanpa menuntut
perubahan drastis atau hanya memberikan dampak yang minimal (Antariksa,
2009). Untuk keberhasilan program revitalisasi suatu kawasan perlu adanya
intervensi pemerintah merupakan kebijakan-kebijakan dalam pembangunan
kembali suatu kawasan supaya kawasan tersebut lebih tertata dan terkendali dalam
pengembangannya ke masa depan. Dalam lingkup kawasan, vitalitas dapat
diartikan kemampuan, kekuatan kawasan untuk tetap bertahan hidup (Antariksa,
2009).Hidupnya suatu kawasan dapat tercermin dari kegiatan yang berlangsung di
dalam kawasan sepanjang waktu di mana orang datang, menikmati, dan
melakukan aktivitasnya.
Antariksa (2009), revitalisasi adalah salah satu pendekatan dalam
meningkatkan vitalitas suatu kawasan kota yang bisa berupa:
1. Penataan kembali pemanfaatan lahan dan bangunan;
2. Renovasi kawasan maupun bangunan-bangunan yang ada, sehingga
dapat ditingkatkan dan dikembangkan nilai ekonomis dan sosialnya;
3. Rehabilitasi kualitas lingkungan hidup; dan
4. Peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dan bangunannya.
Keberhasilan pendekatan revitalisasi dalam suatu kawasan dipengaruhi oleh
aspek sosial dan karakteristik kawasan yang merupakan image atau citra suatu
kawasan, bukan kepada ide atau konsep yang diterapkan tanpa penyesuaian
dengan lingkungan kawasan tersebut (Antariksa, 2009).Pendekatan tersebut dapat
dilakukan dengan sosialisasi terlebih dahulu terhadap masyarakat yang menetap di
kawasan dan melibatkan masyarakat dalam menentukan arah pengembangan
kawasan tersebut.Pendekatan revitalisasi berdasarkan tingkat, sifat dan skala
perubahan yang terjadi di dalam kawasan dapat dilakukan dengan
preservasi/konservasi, rehabilitasi dan pembangunan kembali (redevelopment).
Antariksa (2009), revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan
daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan/desa dan vitalitas
kawasan untuk mewujudkan kawasan layak huni (livable), mempunyai daya saing
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial, berwawasan budaya
serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota/desa.
Antariksa (2009), sebagai kegiatan yang kompleks, revitalisasi dapat
melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Intervensi fisik. Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan
dilakukan secara bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan
kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame
dan ruang terbuka kawasan.
2. Rehabilitasi ekonomi. Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan
artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi.
3. Revitalisasi sosial/institusional. Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan
akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik, bukan
lingkungan cantik (beautiful place).
Kawasan-kawasan revitalisasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari fungsi kawasan:
a. Revitalisasi kawasan perniagaan;
b. Revitalisasi kawasan perumahan;
c. Revitalisasi kawasan perindustrian;
d. Revitalisasi kawasan perkantoran pemerintah;
e. Revitalisasi kawasan olahraga, dan fasilitas sosial lainnya; dan
f. Revitalisasi kawasan khusus.
2. Ditinjau dari letak kawasan:
a. Revitalisasi kawasan pegunungan/ perbukitan;
b. Revitalisasi kawasan tepian air (sungai, laut, danau);
c. Revitalisasi kawasan perairan/ rawa; dan
d. Revitalisasi kawasan khusus lainnya.
e. Ditinjau dari ke-kunoan dan ke-sejarahan:
f. Revitalisasi kawasan bersejarah; dan
g. Revitalisasi kawasan baru.
Budiharjo (2005) berbagai langkah nyata bisa dilakukan pada saat
bersamaan, agar suaya revitalisasi pusat kota lama dapat berhasil:
Pertama, yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan.Pertauran
daerah tentang konservasi bangunan dan lingkungan bersejarah seyogianya segera
disyahkan.Dan dengan adanya Perda konservasi, keberadaan dan kelestarian
bangunan kuno bersejarah dapat lebih terjamin.
Kedua, pemerintah daerah beserta pakar dan konsultan yang kompeten
dalam bidang konservasi perlu segera menyusun panduan perencanaan dan
perancangan (planning and design guidelines) pada kawasan konservasi pusat
kota lama.
Ketiga, menyangkut kemitraan pemerintah dengan pihak swasta, dalam
suatu bentuk joint venture. Melalui penggalangan dana dan daya kemitraan
tersebut, dapat diupayakan revitalisasi kawasan pusat kota lama yang tidak
sekedar berorientasi pada kepentingan budaya atau kesejarahan, tetapi
berwawasan ekonomis-finansial.
Keempat, bertautan dengan upaya pemilikan oleh pemda atau public
acquisition. Beberapa bangunan kuno yang bermakna sebagai tenggeran atau
landmark yang berskala kota, seyoganya dimiliki oleh pemda. Atau paling tidak
pemda memiliki saham cukup besar pada bangunan tersebut, agar tetap
memegang peran yang menentukan masa depan bangunan kuno yang
bersangkutan.
Kelima, sistem intensif dan disintensif, bonus dan sanksi, agar diterapkan
dalam menggairakan iklim investasi di kawasan pusat kota lama.
Keenam, berkaitan dengan keringanan pajak .Bagi pengusaha atau pemilik
bangunan kuno di kawasan bersejarah yang ditetapkan sebagai kawasan
konservasi, diberi keringanan pajak.Barang tentu keringanan pajak itu disertai
dengan persyaratan yang mengikat tentang pelestarian dan pemanfaatan bangunan
kunonya.
Ketujuh, menyangkut keadiluhuran arsitektural atau architectural excellent
dari bangunan-bangunan baru yang bisa suatu saat menjadi tetenger jaman.
Keterlibatan Masyarakat Dalam Revitalisasi
Untuk mendukung keberhasilan revitalisasi suatu kawasan
memerlukan adanya keterlibatan masyarakat yang bukan hanya sekedar ikut serta
untuk mendukung aspek formalitas perlu adanya partisipasi masyarakat.Partisipasi
tersebut bisa berupa ikut serta dalam perencanaan program sehingga terciptanya
pembangunan yang bottom-up, keterlibatan dalam usaha melestarikan dan
mempertahankan lingkungan kawasan, dan keterlibatan fisik (ikut serta dalam
menentukan bentuk, orientasi, dan ketenaga kerjaan).
Keterlibatan masyarakat ini terkait erat karena revitalisasi berarti adanya
kegiatan baru dalam suatu kawasan, sehingga keterlibatan tersebut didukung oleh
pemahaman yang mendalam tentang revitalisasi dan konservasi (Antariksa,
2009).Sosialisasi tentang revitalisasi perlu diupayakan untuk mengubah dan
menumbuhkan kemauan publik dan swasta untuk melakukan investasi pada
pelestarian pusaka alam dan budaya dengan tujuan menjadikan kawasan yang
terpelihara dan bahkan berkembang sepanjang masa (Antariksa, 2009).
Sebagai contoh, Historic Massachusetts USA, yang bermitra dengan
penduduk lokal dan berbagai organisasi untuk revitalisasi, menyeleksi sumber
daya budaya untuk revitalisasi dan menetapkan tiga buah kriteria dasar:
a. Sumber daya tersebut harus menunjukkan hubungan yang penting antara
pelestarian dan kebanggaan masyarakat setempat;
b. Sumber daya tersebut harus potensial menjadi katalisator usaha
revitalisasi dan pembangunan; dan
c. Sumber daya tersebut harus memiliki dukungan masyarakat dan politik.
KONSEP PARIWISATA
Pengertian Pariwisata
Pariwisata berasal dari suatu perjalanan seseorang/serombongan orang
dengan dorongan untuk menemukan sesuatu yang baru, belum diketahui, untuk
mengeksplorasi tempat-tempat yang baru dan terpencil, untuk mencari perubahan
dalam lingkungan dan memperoleh pengalaman baru (Robinson, 1976). Istilah
wisatawan berasal dari kata tour (Webster’s Dictionary) yang berarti perjalanan
yang dilakukan seseorang/serombongan orang untuk keperluan bisnis,
kesenangan, atau pendidikan ke berbagai macam tempat dan berdasarkan jadwal
yang terencana kemudian kembali ke titik berangkat (Suharso, 2007).
Menurut UU No. 9 Tahun 1990, wisata adalah kegiatan perjalanan atau
sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat
sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Wisatawan adalah orang
yang melakukan kegiatan wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata
serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Objek dan daya tarik wisata
adalah perwujudan daripada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah
bangsa dan tempat untuk keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk
dikunjungi wisatawan. Atraksi wisata adalah segala perwujudan dan sajian alam
dan/atau kebudayaan, yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan dan
dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata atau di daerah tujuan wisata.
Menurut Karyono (1997:14), pariwisata merupakan rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam
wilayah negara sendiri atau di negara lain. Kegiatan tersebut dengan
menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh
pemerintah dan atau masyarakat agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.
Menurut Hunzieker dan Kraft (1942), pariwisata merupakan keseluruhan
dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan diamnya orang-orang
asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendiaman itu tidak
menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara
itu.
Daerah Tujuan Wisata
Georgulas (1970:442) mendefinisikan bahwa Daerah Tujuan Wisata
(DTW) memiliki dua aspek kunci yang membedakan setiap DTW, yaitu DTW
harus memiliki fasilitas yang menarik para pengunjung asing tersebut. Fasilitas itu
harus menimbulkan daya tarik yang kuat bagi wisatawan. Fasilitas ini dapat
bervariasi karena terdapat bermacam-macam wisatawan, tetapi pada umumnya
fasilitas tersebut terbagi atas dua kategori, yaitu yang bersifat alami dan buatan
manusia.
Untuk menjadikan suatu daerah sebagai DTW, diperlukan sesuatu yang
menarik para pengunjung non-lokal. Uang yang dikeluarkan oleh para pengunjung
dari luar ini menjadi suatu penerimaan dasar atau penghasilan yang sangat
bermanfaat bagi masyarakat (Suharso, 2007:16).
Untuk menentukan apakah suatu wilayah atau area dapat diklasifikasikan
sebagai suatu DTW, secara tradisional diperlukan kriteria untuk membedakan
apakah suatu jalur rekreasi bersifat lokal dan non-lokal. Burton (1971) membagi
menjadi lima waktu rekreasi yang dapat membantu untuk membuat perbedaan
antara perjalanan rekreasi lokal dan non-lokal, lima waktu tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Sangat singkat/pendek (sampai dengan 1 jam);
b. Singkat (beberapa jam);
c. Sehari penuh;
d. Beberapa hari (biasanya diakhir pekan); dan
e. Seminggi atau lebih (liburan tahunan).
Karyono (1997:28) menjelaskan supaya suatu daerah tujuan wisata
mempunyai daya tarik, disamping harus ada obyek dan atraksi wisata, suatu DTW
harus mempunyai 3 syarat daya tarik, yaitu:
a. Ada sesuatu yang bisa dilihat (something to see);
b. Ada sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do); dan
c. Ada sesuatu yang bisa dibeli (something to buy).
Kawasan wisata peninggalan sejarah atau cagar budaya
Menurut Suyata (2004) manfaat keberadaan benda cagar budaya misalnya
pengembangan desain, wisata heritage, jelajah wisata budaya, pembuatan jaringan
pelestarian budaya, dan lain sebagainya, sehingga menjadikan generasi muda
sebagai pengambil inisiatif dalam pelestarian, pengembangan benda cagar budaya.
Kondisi benda cagar budaya
kerusakan benda cagar budaya dapat disebabkan karena faktor alam dan
manusia. Kerusakan karena faktor alam dapat disebabkan karena alami, dan
hayati. Kerusakan alami disebabkan karena geotopografi, iklim, dan bencana
alam, sedangkan kerusakan hayati dapat disebabkan karena tumbuh-tumbuhan
dan binatang. Kerusakan benda cagar budaya dapat pula disebabkan karena ulah
manusia, yaitu berupa pengrusakan dan pencemaran, vandalisme dan pencurian.
Dengan adanya beberapa kerusakan yang merupakan ancaman bagi kelestarian
benda cagar budaya itulah perlunya langkah-langkah pelestarian. Pelestarian
benda cagar budaya dapat dilaksanakan dengan perlindungan dan pemeliharaan.
Pelestarian benda cagar budaya
Pelestarian benda cagar budaya dapat dilakukan dengan perlakuan teknis,
sebagai berikut: (Suharso, 2007)
a. Perlindungan benda cagar budaya;
b. Pemeliharaan benda cagar budaya; dan
c. Pemugaran benda cagar budaya.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di lakukan di Kawasan Pasar Bawah tepatnya pada
Kelurahan Kampung Dalam dan Kampung Bandar Kecamatan Senapelan Kota
Pekanbaru.Pengambilan lokasi penelitian di Pasar Bawah di karenakan
berdasarkan Perda Kota Pekanbaru dalam Rencana Tata Ruang Kota Pekanbaru
Tahun 2006-2011 menetapkan bahwa Kawasan Pasar Bawah merupakan kawasan
lindung cagar budaya. Selain itu, Kawasan Pasar Bawah juga merupakan kawasan
wisata belanja dengan Pasar Wisatanya, namun masih terdapatnya bangunan-
bangunan sejarah/kuno baik peninggalan kerajaan siak, kolonial belanda, dan
bangunan dengan arsitektur tradisional melayu yang sudah berusia di atas 50
tahun. Apabila mengacu kepada UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar
budaya dan perlindungan terhadap benda cagar budaya, Kawasan Pasar Bawah
sudah selayaknya di lindungi dengan Undang Undang.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif dan
kuantitatif, dimana penelitian kualitatif adalah penelitian dimana data-data yang di
analisis adalah data deskriptif.Sugiono (2005) menyatakan bahwa penelitian
kualitatif adalah apabila seseorang melakukan penelitian dengan sasaran
penelitian yang terbatas, dan dengan keterbatasan sasaran tersebut digali sebanyak
mungkin data mengenai sasaran penelitian. Jadi dengan sasaran yang terbatas
tetapi diperoleh kedalaman data yang tidak terbatas dan semakin data yang
diperoleh berkualitas, maka penelitian semakin berkualitas. Menurut Moleong
(2006), penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata, tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang
diamati.
Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis bangunan-bangunan
sejarah dan kondisinya secara fisik, untuk menentukan bentuk intervensi berupa
pemugaran dan perawatan bangunan kuno/tua. Metode kualitatif juga digunakan
untuk mengidentifikasi tingkat vitalitas kawasan saat ini dan merumuskan
kebijakan apa yang tepat untuk meningkatkan kehidupan Kawasan Pasar Bawah
secara sosial, ekonomi dan budaya. metode evaluatif di gunakan untuk menilai
makna kultural dari bangunan sejarah yang teridentifikasi, dan juga memprediksi
tingkat kujungan wisatawan, jenis atraksi yang ditawarkan, dan menentukan
daerah tujuan wisata (DTW) selanjutnya, dan sarana serta prasarana yang
memadai untuk suatu obyek wisata cagar budaya.
Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang akan dianalisis adalah data primer dan
sekunder, dimana data primer adalah data yang didapatkan langsung dari lokasi
penelitian berupa kuisioner dan wawancara, sedangkan data sekunder adalah data
yang dikumpulkan dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Pariwisata, Pemda
Kota Pekanbaru, Bappeda Kota Pekanbaru, Dinas PU Kota Pekanbaru, BPS Kota
Pekanbaru, dan instansi-instansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode
survey, berupa survey observasi terhadap lokasi penelitian guna mendapatkan data
yang akurat dari resonden (keyperson) dengan menggunakan daftar kuisioner dan
wawancara.
Survey sekunder dilakukan terhadap instansi-instansi terkait untuk
memperoleh data sekunder berupa peta tematik, peta tata ruang, data
kependudukan, dan sebagainya.Studi empiris dilakukan apabila data tidak tersedia
dilapangan dengan mencari tokoh kunci (key person) yang mengerti dan
mengetahui sejarah pembangunan Kawasan Pasar Bawah.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis dalam penelitian.
Populasi terdiri dari unsur-unsur yang memiliki satu atau beberapa ciri yang sama,
populasi juga terdiri dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang sama, juga
merupakan kumpulan dari ukuran-ukuran tentang sesuatu yang akan diteliti
(Suharso, 2007). Populasi dari penelitian ini terdiri dari bangunan sejarah/kuno
dan masyarakat yang menetap di Kawasan Pasar Bawah.
Menurut Suharso (2007) sampel adalah bagian yang digunakan untuk
tujuan penelitian populasi atau aspek-aspeknya.Sampel juga dapat dikatakan
sebagai wakil dari populasi atau bagian dari populasi. Suatu metode pengambilan
sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat:
a. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh
populasi;
b. Dapat menentukan presisi dari hasil penelitian;
c. Harus meliputi semua unsur sampling;
d. Harus up to date;
e. Sederhana, sehingga mudah dilaksanakan; dan
f. Dapat diacak di lapangan.
Dalam penelitian ini, penentuan sampel menggunakan teknik sampling
secara secara random sampling dimana setiap elemen dalam populasi mempunyai
peluang yang sama untuk menjadi sampel.
Metode Analisis
Metode analisis data dilakukan untuk mewujudkan dan membahas
sasaran yang ingin di wujudkan, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Adapun metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian Kebijakan
Revitalisasi Kawasan Pasar Bawah Sebagai Kawasan Wisata Cagar Budaya
adalah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan lokasi Kawasan Pasar Bawah
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak adanya.Analisis
deskriptif yang digunakan dalam studi ini adalah analisis deskriptif yang bersifat
eksploratif yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan sesuatu atau status
fenomena.Selanjutnya data yang diperoleh dan dipisahkan menurut kategori untuk
memperoleh kesimpulan.
2. Analisis partisipatif
Analisis partisipatif digunakan untuk mengetahui dan mengidentifikasi
pelaku-pelaku yang berbeda beserta kepentingannya terhadap suatu rencana,
program atau proyek.Pelaku-pelaku yang dimaksud adalah masyarakat di
lingkungan Kawasan Pasar Bawah, pengelola obyek wisata, para PKL, dan
Pemerintah Kota Pekanbaru dan juga pengunjung. Hasil yang diharapkan dari
analisis ini adalah:
a. Memperoleh gambaran mengenai semua lembaga dan kelompok yang
berperan di daerah tersebut;
b. Analisis terhadap kelompok-kelompok tersebut apakah mereka terdiri
dari sub-sub unit yang homogen dengan masalah atau memiliki
kepentingan yang khas;
c. Menyelidiki kepentingan atau prioritas pihak-pihak tersebut;
d. Meneliti konflik antar kelompok yang berbeda serta memberikan
wawasan terhadap potensi dan kelemahan yang di miliki setiap
kelompok; dan
e. Menelaah konsekuensi dan implikasi yang perlu dipertimbangkan dalam
perencanaan.
3. Analisis dampak yang ditimbulkan Obyek Wisata
Analisis dampak ini nantinya diharapkan untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan dari penataan suatu kawasan menjadi obyek wisata yang meliputi
dampak positif dan dampak negative, yang sangat berpengaruh terhadap sosial
budaya dan sosial ekonomi masyarakat umum dan masyarakat di dalam kawasan,
yang meliputi:
a. Peluang pekerjaan penduduk di dalam dan di luar kawasan (kesempatan
kerja, berjualan, pelayanan wisata, membuat kerajinan untuk dijadikan
cinderamata dan sebagainya);
b. Dapat menikmati sarana dan prasarana yang dikembangkan;
c. Dampak perubahan sosial budaya;
d. Harga tanah menjadi mahal;
e. Perubahan lingkungan; dan
f. Dampak terhadap ekosistem.
4. Analisis SWOT
Salah satu analisis yang digunakan dalam analisis revitalisasi Kawasan
Pasar Bawah sebagai Kawasan Wisata Cagar Budaya adalah analisis SWOT.
Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi fisik kawasan, ekonomi dan sosial budaya di dalam kawasan, serta
kelembagaan. Digunakan untuk melihat strength (kekuatan), weakness
(kelemahan), opportunity (peluang) dan threatens (ancaman) serta
menginventarisasi faktor-faktor tersebut dalam strategi pengembangan yang
dipakai sebagai dasar untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang
digunakan selanjutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Kondisi Eksisting Kawasan Pasar Bawah
Kawasan Pasar Bawah merupakan kawasan pusat perdagangan yang
berada di pusat Kota Pekanbaru, ibu kota dan kota terbesar di Provinsi Riau,
Indonesia. Pasar Bawah merupakan pasar tradisional yang dikenal juga sebagai
pasar wisata dengan latar belakang sejarahnya sebagai pasar tertua di Kota
Pekanbaru. Kawasan perbelanjaan berlantai empat ini merupakan ikon bagi Kota
Pekanbaru.
Fungsinya yang merupakan pusat dari kegiatan perdagangan didukung
dengan tersedianya fasilitas sosial seperti keberadaan Masjid Lama tentu diikuti
dengan perkembangan permukiman penduduk di sekitar. Kondisi saat ini
persebaran penduduk belum merata terpusat pada sentra perdagangan. Penyebaran
penduduk yang tidak merata dan belum adanya peraturan pemerintah yang
mengatur tata kawasan ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak kondusif
untuk kawasan yang merupakan sebuah pusat kota dan menjadi ikon dari Kota
Pekanbaru.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan pemerintah dalam merevitalisasi
kawasan ini dengan maksud untuk meningkatkan lingkungan kawasan baik secara
fisik maupun non fisik sebagai kawasan wisata cagar budaya. Dimana diharapkan
dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut dapat menghidupkan kembali
vitalitas masyarakat yang tinggal di Pasar Bawah dan sekitarnya, dengan
meningkatkan omset/pendapatan dari sektor perdagangan, serta menjadi misi
pemerintah dalam mendatangkan wisatawan ke Kota Pekanbaru melalui Visit
Pekanbaru Year.
Sektor pariwisata yang dapat dikembangkan di Kawasan Pasar Bawah
bukan hanya perdagangannya saja, melainkan masih terdapat potensi wisata yang
dapat di gali dan di kembangkan di kawasan ini. Salah satunya adalah bangunan
bersejarah, dimana terdapat beberapa bangunan bersejarah peninggalan Kerajaan
Siak, kolonial Belanda, tradisional Melayu asli dan etnis Tionghoa. Apabila
bangunan-bangunan tersebut di tingkatkan atau di revitalisasi sesuai dengan
bentuk aslinya tanpa meninggalkan unsur kesejarahannya, di harapkan ikon Kota
Pekanbaru bukan hanya Pasar Wisata saja, melainkan menyebar di seluruh
Kawasan Pasar Bawah dengan meningkatkan bangunan bersejarah tersebut
sebagai fungsi perdagangan.
Selain bangunan bersejarah, potensi wisata yang dapat dikembangkan
adalah kehidupan dan kebiasaan masyarakat melayu yang menetap di kawasan ini,
sebut saja ritual Petang Magang, sebagai kearifan masyarakat lokal yang sudah di
lakukan sejak pemerintahan Kerajaan Siak dalam rangka untuk menyambut
kedatangan Bulan Suci Ramadhan dengan kegiatan keagamaan di Mesjid Lama
lalu diikuti berjalan bersama untuk mandi/berendam bersama-sama di Sungai
Siak.
Adapun kondisi eksisting fisik maupun non fisik yang dapat dikembangkan
di Kawasan Pasar Bawah adalah:
1. Status Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan pada kawasan tepian sungai yang seharusnya
berfungsi sebagai sempadan sungai tetapi melihat kondisi eksisting yang ada,
kawasan tersebut di pakai oleh masyarakat sekitar sungai sebagai pemukiman dan
diakui sebagai tanah hak milik pribadi meskipun legalitasnya tidak jelas.
Namun dari hasil observasi lapangan yang dilakukan, ditemukan beberapa
potensi ruang terbuka dan lahan untuk dikembangkan sebagai ruang publik pada
kawasan Pasar Bawah. Area tersebut antara lain; daerah pengembangan atau
revitalisasi Mesjid Raya Pekanbaru, kantor pemerintahan, lahan kosong, daerah
tepian sungai dan pelabuhan Pelindo yang aktivitasnya mulai menurun.
2. Kependudukan
Pasar Bawah masuk dalam Wilayah administrasi Kecamatan Senapelan,
denga
n
jumla
h
pend
uduk
36.39
1
jiwa
pada
tahun
2004,
dan
36.434 jiwa pada tahun 2010 (BPS, 2011). Menurut data tersebut bahwa tingkat
kepadatan di Kawasan Pasar Bawah masih tergolong rendah, dengan demikian
dalam upaya pengembangan Kawasan Pasar Bawah KDB maupun KLB masih
dapat ditingkatkan menjadi kepadatan sedang dan tinggi. Kawasan dengan
kepadatan sedang yaitu pada kawasan seberang utara dan kawasan sekitar Pasar
Bawah, sedangkan kawasan dengan arahan kepadatan tinggi yaitu pada kawasan
Kampung Bandar dan Kawasan Pecinaan.
Tabel 4.1Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Di Kecamatan
Senapelan
No Kecamatan Kelurahan Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Ha)
Senapelan
Kampung Dalam 3.468 51
Kampung Bandar 5.340 45
Kampung Baru 8.572 88
Total 38.246 58
Sumber : Kecamatan Senapelan dalam Angka, Tahun 2007
3. Sosial Budaya Masyarakat
Kawasan Pasar bawah sebagai sebuah pusat kegiatan dan berkembang sudah
cukup lama dengan ciri khas kehidupan masyarakatnya. Hal tersebut di dukung
dengan adanya tradisi masyarakat warisan budaya nenek moyang dan kebiasaan
masyarakatnya sendiri seiring berjalannya sebuah kehidupan. Beragamnya etnik
mulai dari suku baik pendatang maupun suku asli wilayah tersebut yaitu
masyarakat Melayu dan masyarakat Cina yang memiliki wilayah perkampungan
khusus yang disebut pecinan. Dari kebiasaan dan tradisi masyarakat tersebut
mampu menjadi sebuah daya tarik untuk menjadikan Kawasan Pasar Bawah lebih
potensial lagi menjadi kawasan wisata.
Beberapa kehidupan sosial budaya yang mempunyai keterkaitan dan
memiliki potensi untuk ditonjolkan dalam revitalisasi ini diantaranya adalah:
a. Atraksi kawasan tradisi tahunan di tepi Sungai Siak
Atraksi kawasan ini disebut masyarakat dengan nama Petang Megang.
Tradisi petang megang menjadi tradisi jelang ramadhan yang menjadi andalan
Kota Pekanbaru, dimana masyarakat secara berbondong-bondong melakukan
ritual perjalanan dari Makam Sultan Muhammad Ali Abdul Djalil Muazzam Syah
(Mahrum Pekan) lalu ke Mesjid Lama (Mesjid Raya Senapelan), dan berakhir
dengan tujuan Sungai Siak untuk mandi bersama. Kegiatan dilaksanakan setiap
menyambut bulan suci Ramadhan. Puncak ritual petang megang yang
dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya tersebut dilaksanakan di Sungai Siak
tepatnya dibawah jembatan Siak I. Pada kegiatan ini juga dilaksanakan berbagai
event perlombaan dan kegiatan kerakyatan. Aneka jajanan makanan tradisional
sampai pasar murah.
Kegiatan petang megang sendiri akan disesuaikan dengan kebudayaan
Melayu di Pekanbaru. Mereka yang hadir dengan mengenakan pakaian Melayu.
Kemudian, warga yang akan ikut mandi balimau nanti diupayakan untuk tidak
mengenakan baju dan celana pendek. Untuk menjaga kesucian acara petang
megang. Sebelum acara inti yakni mandi baliamu di Sungai Siak, aneka hiburan
rakyat juga dilangsungkan, seperti pacu sampan tradisional, sejumlah permainan
lainnya.
Atraksi ini menjadi salah satu pendukung untuk mengolah kawasan tepian
sungai menjadi area publik. Sehingga dari tepian sungai yang diolah ini
masyarakat terutama wisatawan tidak hanya sekedar berkumpul atau menikmati
area tepian sungai namun di suguhkan dengan atraksi yang menarik. Atraksi
kebudayaan yang menunjukkan kekayaan dan ciri khas budaya kebanggaan
masyarakat Riau.
b. Mesjid Lama (Mesjid Raya Pekanbaru)
Merupakan mesjid tertua di Kota Pekanbaru yang memiliki kolom Tiang
Seri, Tiang Tua dan Mimbar (yang diberikan oleh Sultan Hasyim) (RTBL, 2010).
Mesjid Raya Pekanbaru dibangun pada abad ke-18 tepat 1762 sehingga
merupakan mesjid tertua di Pekanbaru. Mesjid yang terletak di Jalan Senapelan
Kecamatan Senapelan yang merupakan bangunan dominan di sekitar Kawasan
Pasar Bawah ini memiliki ciri arsitektur tradisional. Mesjid ini merupakan bukti
Kerajaan Siak Sri Indrapura pernah bertahta di Pekanbaru (Senapelan). Masih
dalam satu kawasan, mesjid ini terdapat Makam Sultan Muhammad Ali Abdul
Djalil Muazzam Syah (Mahrum Pekan), makam pendiri Kota Pekanbaru yang
terletak di sebelah kanan Mesjid Raya.
Acara ritual tahunan terintegrasi dengan bangunan mesjid ini memberikan
arahan dalam penataannya. Diperlukan akses yang memudahkan masyarakat
untuk bisa mencapai masing-masing tempat dalam ritual Petang Megang tersebut.
c. Kampung Bandar
Sebagai pusat pemukiman masyarakat asli Melayu tentu memiliki kebiasaan
hidup dan tradisi yang khusus dibandingkan dengan masyarakat umumnya.
Suasana religius masih kental dirasakan di kampung ini, gaya arsitektur bangunan
rumah belum banyak dipengaruhi oleh bentukan arsitektur modern yang
berkembang saat ini. Masih ditemui penggunaan bentukan silang pada atap
rumah, bentukan rumah panggung, dan ornamen-ornamen khas melayu yang
masih sering dipakai sebagai hiasan maupun simbol pada bagian bangunan.
Hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk dikenalkan kepada masyarakat
luas khususnya wisatawan yang berkunjung di Kawasan Pasar Bawah. Selain
dalam rangka memperkenalkan ke masyarakat luas, keberadaan kampung ini
mencerminkan kegigihan masyarakat dalam mempertahankan budaya warisan
leluhur. Dalam revitalisasi Kawasan Pasar Bawah untuk tetap menampilkan
kembali detail dan bentukan dari arsitektur Melayu sebagai budaya asli Kota
Pekanbaru.
d. Kampung Pecinaan
Kehidupan sosial budaya masyarakat Cina di Kampung Pecinaan berbeda
dengan Kampung Bandar. Dari gaya arsitekturnya, ornamen-ornamen, bentuk
rumah, tradisi berbeda dengan adat Melayu. Fungsi rumahnya pun lain, dominasi
fungsi rumah dan toko karena biasanya sebagian besar orang Cina berprofesi
sebagai pedagang. Revitalisasi Kawasan Pasar Bawah dikaitkan dengan Kampung
Pecinaan untuk memperkenalkan budaya dan tradisinya kepada masyarakat
sebagai upaya untuk mempertahankan kekayaan budaya yang dimiliki baik
Kampung Bandar sebagai Kampung Melayu maupun Kampung Pecinaan sebagai
kampung masyarakat pendatang.
4. Pertumbuhan Ekonomi
Posisi Sungai Siak sebagai jalur perdagangan bagi Kota Pekanbaru, telah
memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota ini.
Berdasarkan sejarah Kota Pekanbaru (1766 – 1779), Senapelan berkembang pesat
dengan aktivitas perdagangannya. Keberadaan Pasar Bawahmerupakan awal dari
berkembangnya kota sebagai area perdagangan sehingga kawasan sekitarnya
tumbuh tempat-tempat jual-beli yang menjadi pusat ekonomi rakyat.
Di tepi jalan yang mengelilingi Pasar Bawah tumbuh ruko-ruko biasanya
berbentuk bangunan bertingkat sebagai tempat usaha dagang. Padatnya bangunan
di sekitar Pasar Bawah ini sebagai wujud dari berkembangnya perekonomian di
kawasan ini.
Banyaknya bangunan tidak memperhatikan kebutuhan akan ruang terbuka
dan pemenuhan fasilitas publik. Padahal ruang terbuka ini memiliki fungsi dalam
menyediakan cahaya dan sirkulasi udara dalam bangunan terutama di pusat kota.
Bergerak dari Pasar Bawah ke arah Kampung Pecinaan terdapat pasar
rakyat. Untuk Kampung Pecinaan sendiri seperti orang cina kebanyakan
perekonomian mereka juga berupa perdagangan. Berupa bangunan tenda-tenda di
tepi jalan yang menjual barang kebutuhan sehari-hari. Pasar rakyat ini bersifat
sementara namun melihat kondisi pasar yang terdapat di tepi jalan dan bangunan
tenda posisinya hingga memakan bahu jalan sangat mengganggu kenyamanan
pengguna jalan.
Sedangkan untuk Kawasan Kampung Bandar (kampung Melayu) dari data
statistik menunjukkan bahwa jumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada adalah 700
KK, dimana 564 KK diantaranya merupakan kelompok keluarga miskin atau
termasuk ke keluarga sejahtera 1 dan prasejahtera. Sebagian besar penduduknya
pun berprofesi sebagai pedagang. Di Kampung Melayu ini pada sepanjang jalan
Kota Baru digunakan sebagai tempat jual-beli barang bekas dan ban mobil.
Revitalisasi Kawasan Pasar Bawah dalam sektor ekonomi, dapat
meningkatkan perekonomian rakyat dimana diharapkan taraf hidup masyarakat
yang miskin dan prasejahtera dapat meningkat melalui perdagangan. Untuk
mendatangkan wisatawan ke kawasan ini di perlukan adanya penataan kembali
Kawasan Perdagangan Pasar Bawah, dengan memanfaatkan bangunan-bangunan
sejarah sebagai tempat jual-beli yang menarik dan kreatif. Penataan kawasan
perdagangan kumuh yang terletak di jalan Kota Baru dengan cara memberikan
bantuan kredit ringan dari Pemerintah Kota, sehingga para pedagang mampuh
meningkatkan lingkungannya terutama kios-kios/tempat mereka berjualan.
Penambahan jalur pedestrian di perlukan pada Jalan Kota Baru yang
bertujuan untuk mempermudah wisatawan melakukan akses jalan kaki dari Pasar
Wisata ke jalur perdagangan di jalan ini. Untuk mengurangi kepadatan lalu lintas
pada jalan ini dengan menjadikannya jalan searah sehingga aktivitas lalu lintas
bisa diminimalkan.
5. Perubahan Penggunaan Lahan
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya
Kawasan Pasar Bawah terjadi perubahan penggunaan lahan pada kawasan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Diantaranya pada tepian Sungai Siak yang
merupakan sempadan sungai menjadi area pemukiman. Masyarakat membangun
rumah baik temporer maupun semi temporer tanpa mengajukan ijin terlebih
dahulu dari pemerintah. Akibatnya pertumbuhan mereka terjadi secara sporadis
pada tepian sungai dengan kondisi lingkungan yang kumuh. Kondisi ini tentu
dapat menurunkan potensi pariwisata yang ada di Pasar Bawah.
Tepian sungai seharusnya berfungsi sebagai sempadan dan memiliki
potensi sebagai ruang terbuka hijau. Untuk mewujudkan kawasan Pasar Bawah
sebagai kawasan wisata cagar budaya, di upayakan seluruh pemukiman yang ada
di tepian Sungai Siak untuk di realokasi. Tepian sungai sangat cocok difungsikan
sebagai konsep Water Front yang dapat menunjang para wisatawan untuk
menyaksikan setiap atraksi-atraksi yang dilakukan di Sungai Siak.
Bekas Pelabuhan Pelindo yang dulunya pelabuhan barang oleh masyarakat
dijadikan sebagai tempat untuk memancing dan sekedar tempat duduk-duduk bagi
sebagian kecil masyarakat. Pemanfaatan ruang terbuka bekas pelabuhan lalu
secara alami digunakan masyarakat untuk ruang publik. Selain untuk ruang
publik, ruang terbuka ini juga dapat difungsikan sebagai lahan parkir kendaraan
apabila pada musim wisatawan tiba. Hal ini menjadi embrio untuk menghidupkan
kembali kawasan ini dengan penambahan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan
para wisatawan akan ruang publik.
Pada beberapa jalan di sekitar Pasar bawah diantaranya jalan yang terdapat
di Kampung Pecinaan terjadi perubahan lahan yang seharusnya berfungsi untuk
trotoar namun digunakan untuk tempat berjualan, Jalan Kota Baru sepanjang
tepian jalan merupakan tempat penjualan barang bekas berupa ban-ban sehingga
trotoar dan tepi jalan digunakan sebagai tempat parkir sekaligus tempat
memperbaiki kendaraan. Selain itu pembangunan rumah hunian juga ada yang
sampai memakan badan jalan. Diperlukan adanya penertiban kembali dan
mengembalikan fungsi jalan sebagai sarana pergerakan dengan penyediaan trotoar
untuk jalur pedestrian. Sedangkan sepanjang Jalan Kota Baru di fungsikan sebagai
perdagangan hasil kerajinan dan makanan/minuman khas Kota Pekanbaru,
mengingat jalan ini memiliki akses langsung ke Pasar Wisata. Selain untuk
perdagangan, Jalan Kota Baru juga digunakan untuk kegiatan ritual Petang
Megang.
Ruang di tepi jalan dekat dengan Sungai Siak khususnya dekat dengan
Jembatan Siak III dibangun warung-warung makan dengan bangunan semi
temporer. Terjadi perubahan penggunaan lahan, seharusnya merupakan trotoar
jalan dan ruang terbuka agar tidak menutupi wajah sungai, namun dengan adanya
warung-warung ini fungsi trotoar tidak bisa terpenuhi karena lahannya digunakan
untuk mendirikan bangunan. Ditambah lagi dengan parkir kendaraan yang
memakan hingga bahu jalan, akan membahayakan, menimbulkan kemacetan, dan
menciptakan wajah tepi sungai yang semerawut.
Adanya warung-warung makan ini sebenarnya mendukung dalam
penyediaan kuliner khas Kota Pekanbaru hanya tempatnya yang tidak sesuai.
Karena keadaannya memiliki potensi maka sebaiknya tidak dihilangkan namun
diberikan tempat yang lebih tepat. Bisa dengan memanfaatkan area-area terbuka
di bawah jembatan maupun tepian sungai siak namun di luar dari garis sempadan
sungai.
6 Jalur Pergerakan dan Akses ke Kawasan
Kawasan Pasar Bawah dapat diakses baik melalui transportasi sungai
maupun darat. Kalau menggunakan transportasi sungai pergerakan dimulai dari
pelabuhan penumpang Pelindo dilanjutkan dengan naik transportasi darat ini.
Untuk saat ini pemberhentian di tepi sungai belum ada masih bersifat liar, untuk
kedepannya perlu penyediaan dermaga tempat memarkirkan perahu baik
penumpang maupun barang.
Sedangkan untuk transportasi darat Kawasan Pasar Bawah dekat dengan
Jalan kolektor kawasan, moda transportasi umum juga banyak tersedia seperti
angkot, trnas pekanbaru, dan bajaj. Ada beberapa alternatif jalan yang bisa dipilih:
a. Jalan yang dilalui jika dari kawasan seberang yaitu Jl. Yos Sudarso (jalan
arteri) – menyeberang Jembatan Siak I – Jl. D.I Panjaitan (jalan arteri) –
bisa memilih Jl. Kesehatan (jalan kolektor) atau Jl. Riau (jalan arteri) –
Pasar Bawah;
b. Dari Jl. Riau (jalan arteri) – Jl. Ir. Juanda (jalan kolektor) – Pasar Bawah;
dan
c. Dari Jl. Jenderal Sudirman – Jl. Ir. H. Juanda – Pasar Bawah.
Analisis berdasarkan kondisi eksisting kawasan Pasar bawah yang letaknya
berada pada pusat kota Pekanbaru letak Pasar Bawah sama-sama dekat baik
dengan transportasi air maupun darat. Untuk transportasi air masih belum ada
titik-titik pemberhentian yang jelas untuk perahu. Pelabuhan Pelindo yang dulu
beroperasi sekarang sudah tidak beraktivitas lagi. Untuk transportasi darat sudah
tersedia banyak moda transportasi, namun belum ada pengaturan secara lebih
teratur untuk tempat-tempat pemberhentian untuk menaikkan maupun
menurunkan penumpang.
Petunjuk untuk jalur-jalur operasional angkutan umum masih belum standar
atau memenuhi syarat. Jalur pedestrian yang ada masih belum memenuhi standar,
belum terpenuhinya standar aksesibilitas yaitu lebar pedestrian, guiding blok,
titik-titik peristirahatan bagi pejalan kaki untuk jarak tempuh lebih dari 400 meter
dan tanaman peneduh di sepanjang jalan. Lebar jalan yang ada saat ini pada
beberapa jalur pergerakan memiliki lebar yang kurang memungkinkan untuk
adanya pedestrian.
Karakteristik Obyek Wisata Eksisting
1. Obyek Wisata Bangunan/Kawasan Bersejarah
Salah satu aset pariwisata yang di miliki Kota Pekanbaru salah satunya
adalah bangunan bersejarah yang masih tersisa. Bangunan bersejarah tersebut
adalah peninggalan kerajaan siak, tradisional melayu asli, tradisional cina
(tionghoa) dan bangunan kolonial belanda. Sayangnya bangunan-bangunan
tersebut banyak yang tidak terawat, seperti bangunan kolonial belanda. Saat ini
Pemerintah Kota Pekanbaru hanya terfokus untuk memugar bangunan
peninggalan kerajaan siak, seperti Mesjid raya Pekanbaru dan Kuburan Raja Siak
(Sultan Abdul Djalil Alaudin Syah). Obyek wisata bangunan bersejarah yang
masih ada di Kawasan Pasar Bawah adalah:
a. Mesjid Raya Pekanbaru
Mesjid Raya Pekanbaru, atau di kenal sebagai Mesjid Sultan Abdul Djalil
Alaudin Syah III dan IV dibangun pada tahun 1769. Mesjid ini terletak di
Kelurahan Kampung Bandar tepatnya di Jalan Mesjid Raya. Sampai saat ini,
mesjid ini masih di manfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai tempat kegiatan
agama islam. Usaha Pemerintah Kota Pekanbaru dalam memugar Mesjid Raya
sampai saat ini masih belum selesai meskipun tahapan pemugaran sudah di
lakukan sejak 2 (dua) tahun yang lalu. Usaha dalam konservasi Mesjid Raya ini di
duga membutuhkan biaya yang cukup besar, mengingat bentuk asli bangunan
Mesjid Raya yang pada saat di dirikan oleh Sultan Abdul Djalil berbeda jauh
dengan bentuk bangunan Mesjid Raya sekarang ini. Hal ini mengingat kondisi
jumlah penduduk pada masa kerajaan Sultan berbeda jauh lebih sedikit dari pada
saat sekarang ini. Pemugaran dengan penambahan luas bangunan di perkirakan
dapat menampung para jemaah umat muslim yang ada di sekitar Kawasan Pasar
Bawah. Selain itu juga, Mesjid Raya juga setiap tahunnya diadakan perayaan
Petang Megang yang merupakan tradisi masyarakat melayu Pekanbaru yang
sudah di laksanakan sejak pemerintahan Sultan Abdul Djalil Alaudin Syah III.
b. Bangunan Tradisional Melayu (Kampung Melayu)
Tipologi bangunan tradisional melayu di Kawasan Pasar Bawah ini yang
relatif masih asli banyak di temukan di Kelurahan Kampung Dalam dan Kampung
Bandar dalah bangunan permukiman, dengan kondisi cenderung kurang terawat
dan semi permanen, yaitu di sekitar Jalan Mesjid Raya dan Jalan S. Akbar. Secara
administrasi saat ini Kelurahan kampung Bandar juga dikenal dengan sebutan
Bandar Senapelan, bersempadan dengan Sungai Siak di sebelah utara, Kelurahan
kampung Dalam di sebelah timur. Banyak potensi yang dimiliki kampung ini
selaku kampung lama tempat tinggal orang asli keturunan melayu. Kawasan lama
ini mempunyai banyak potensi antara lain (Widayati, 2000:92):
1. Kehidupan masyarakatnya masih tradisionil baik dari segi spiritualnya
maupun kulturalnya;
2. Masyarakat setempat biasanya mempunyai mata pencaharian berupa
kerajinan tangan sesuai dengan daerahnya masing-masing;
3. Mempunyai kesenian rakyat;
4. Mempunyai lahan atau bangunan yang spesifik yang dapat dijadikan
obyek wisata; dan
5. Mempunyai situs peninggalan masa lalu yang berkaitan dengan
sejarah.
Adanya potensi-potensi khususnya potensi budaya yang dimiliki revitalisasi
Kawasan Pasar bawah ini berusaha untuk mempertahankan dan menunjukkan
keberadaan kampung melayu. Dibutuhkan akses yang lebih jelas untuk mengawali
perjalanan di kampung ini. Penguatan unsur tradisional melayu dapat
diaplikasikan pada street furniture sepanjang jalan menuju kampung ini. Sehingga
itu juga menjadi sign (tanda) bahwa wisatawan akan memasuki sebuah
perkampungan Melayu yang berbeda dari tempat wisata yang lain.
c. Kampung Pecinaan
Kampung Tionghoa Melayu berlokasi di Jalan Karet/Dr. Leimana,
Kecamatan Senapelan, Pekanbaru. Kampung Tionghoa Melayu ini merupakan
suatu wilayah yang telah dijadikan sebagai pusat kebudayaan, keagamaan, dan
seni masyarakat Tionghoa Pekanbaru. Kegiatan apapun yang berhubungan dengan
masyarakat Tionghoa selalu diselenggarakan di sana, mulai dari peringatan Imlek,
Cap Go Meh, Waisak, sampai kegiatan budaya dan seni lainnya. Jalan Karet
merupakan kawasan tertua bagi masyarakat Tionghoa di Pekanbaru, di sana juga
terdapat vihara tertua yang pertama kali di bangun di Kota Pekanbaru. Kawasan
Kampung Tionghoa Melayu tidak sama persis dengan kawasan China Town atau
kawasan pecinaan yang banyak terdapat di beberapa daerah di Indonesia.
Sama halnya dengan Kampung Melayu, revitalisasi Pasar bawah ini
berusaha untuk mengkonservasi, mempertahankan keragaman budaya yang ada
untuk di organisir, disatukan lagi untuk menjadi sebuah kesatuan objek wisata
yang nantinya menjadi andalan di kawasan ini. Langgam-langgam Cina yang khas
perlu ditampilkan pada kawasan untuki lebih menguatkan kekhasan wilayah ini.
Bisa dilakukan dengan penataan-penataan papan reklame yang ada di ruko-ruko
Pecinaan sehingga tidak menutupi detail-detail dari ornamen khas Cina,
menyamakan hiasan atau bentuk pemilihan ornamen pada bangunan, menguatkan
batas wilayah Kampung Pecinaan sendiri dengan street furniture khas kampung
Cina.
d. Pasar bawah
Pasar bawah merupakan pasar tertua di Kota Pekanbaru, pusat perbelanjaan
barang-barang antik, aksesories rumah tangga dari dalam dan luar negeri, seperti
keramik, karpet, lampu-lampu antik dan elektronik. Pasar ini juga menyediakan
barang-barang bekas. Pasar Bawah dianugerahi sebagai pasar tradisional terbersih
untuk kategori kota besar pada tahun 2007.
Dalam sejarah diceritakan bahwa pasar sebelumnya berlokasi yang kini
menjadi Pasar Kodim, Pekanbaru. Pasar tersebut tidak berkembang baik, sampai
akhirnya dipindahkan mendekati pinggiran Sungai Siak. Upaya itu berhasil,
terlebih karena memang Sungai Siak menjadi jalur transportasi paling ramai.
Kondisi Pasar Bawah saat ini cenderung sangat semerawut, tingginya
kunjungan wisatawan, baik lokal maupun internasional menyebabkan tidak
tersedianya ruang yang memadai untuk mengakomodasi kondisi tersebut. Sebut
saja keadaan transportasi, kemacetan serta sulitnya ruang untuk parkir menjadi
fenomena sering kali terjadi. Namun demikian, dari sisi positifnya pasar bawah
dengan potensi pasar wisatanya mampu menyerap banyak tenaga kerja dan
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kota Pekanbaru. Revitalisasi
kawasan pasar bawah ini meliputi peningkatan sarana dan prasarana kawasan
antara lain; penyediaan sarana parkiran, penyediaan sarana pedestrian bagi pejalan
kaki, penataan kawasan perdagangan barang bekas dengan konsep bazaar street,
pengaturan transportasi darat dan penyediaan prasarana pelabuhan untuk
transportasi air. Sebagai ikon kota Pekanbaru, pasar bawah harus ditingkatkan
dengan penyediaan ruang terbuka hijau dan sarana peristirahatan para pejalan
kaki. Penempatan prasarana halte pemberhentian angkutan umum sangat perlu di
kawasan ini demi meningkatkan kenyamanan dan keamanan para wisatawan yang
datang berkunjung. Sebab potensi obyek wisata bukan hanya pasar bawah saja,
melainkan kawasan pasar bawah memiliki ikatan (Lingkage) dengan kawasan
lainnya seperti mesjid lama, kampung Melayu, kampung Pecinaan dan kawasan
lainnya, dimana kawasan pasar bawah sangat berdekatan dengan kawasan
tersebut.
2. Obyek Wisata Religi dan Kebudayaan
Obyek wisata religi dan kebudayaan yang dapat dikembangkan dari
Kawasan Pasar Bawah adalah:
a. Atraksi petang megang
Merupakan kegiatan masyarakat pasar bawah yang sudah dilakukan sejak
jaman kerajaan Siak, secara terus menerus setiap tahunnya dilaksanakan untuk
menyambut datangnya bulan suci ramadhan (puasa). Kegiatan di mulai dari
berziarah ke makam mahrum pekan (pendiri Kota Pekanbaru), lalu sholat di
mesjid raya Pekanbaru (mesjid lama) kemudian melakukan ritual mandi bersama
di Sungai Siak yang sebelumnya melakukan perjalanan dengan jalan kaki dari
mesjid lama menuju Sungai Siak. Untuk mermperkenalkan adat kebiasaan
masyarakat ini, ada baiknya ritual petang megang dilaksanakan pada saat musim
liburan (musim wisata). Tidak hanya menyambut bulan suci ramadhan saja yang
diselenggarakan setiap tahunnya.
Sarana dan prasarana penunjang kegiatan ritual petang megang juga harus di
tingkatkan. Sebut saja jalan mesjid raya dan jalan kota lama, kondisi jalan ini
kerap kali digunakan masyarakat untuk ritual petang megang. Mengingat kondisi
jalan ini sangat sibuk untuk kegiatan perdagangan, ada baiknya peningkatan
sarana berjalan kaki (pedestrian) di sediakan pada lokasi ini. Sehingga mampu
menciptakan kenyamanan bagi masyarakat pelaksana ritual maupun wisatawan
yang datang menyaksikannya. Selain permasalahan jalan, usaha kesadaran
masyarakat juga perlu ditingkatkan dengan melarang membuang sampah di
Sungai Siak. Sebab akhir dari acara ritual petang megang adalah mandi bersama
di Sungai Siak. Apabila sungainya sudah tercemar, tentu saja ritual akan
terganggu.
a. Atraksi kebudayaan cina
Ritual petang megang merupakan atraksi yang ditawarkan oleh komunitas
masyarakat melayu. Selain itu, di kawasan Pasar Bawah juga memiliki potensi
lain yang tidak kalah menariknya, adalah atraksi di kawasan pecinaan melayu di
jalan Leimena. Atraksi kebudayaan pecinaan tersebut adalah perayaan imlek
dengan melakukan tari barongsai, perayaan Cap Go Meh, ritual berdua di vihara
pekanbaru, yang merupakan Vihara tertua di Kota Pekanbaru dan banyak atraksi
lainnya. Melihat kondisi kawasan pecinaan saat ini sudah lebih baik dari pada
kawasan mesjid lama. Hal ini dikarenakan antusias masyarakat pecinaan dalam
mempertahankan tradisinya sangat tinggi.
Analisis Partisipatif Masyarakat
Bentuk partisipatif masyarakat di dalam kawasan Pasar Bawah berbagai
macam bentuknya, baik dalam bentuk kelembagaan maupun perorangan. Bentuk
kelembagaan yang berperan terdiri dari lembaga pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat maupun swasta. Sedangkan partisipatif perorangan lebih cenderung
kepada tingkat kepentingan personal tersebut atas kawasan Pasar Bawah, antara
lain; para pedagang yang menempati Pasar Wisata, pedagang barang bekas di
kawasan kota lama (kampung Melayu) dan pedagang yang menempati kawasan
Pecinaan. Apabila di uraikan satu per satu bentuk partisipatif masyarakat di
Kawasan Pasar Bawah terdiri dari:
a. Bentuk kelembagaan;
1. Lembaga pemerintah . Lembaga pemerintah yang berperan dalam
kawasan ini unit satuan kerja Dinas Pasar Kota Pekanbaru.
2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam
komunitas masyarakat peduli akan pelestarian cagar budaya.
3. Organisasi masyarakat (ormas) dan serikat pekerja.
4. Pengelolah Pasar Wisata
b. Masyarakat, khususnya para pedagang dan masyarakat sekitar Kawasan Pasar
Bawah.
Dengan analisis Diagram Venn ini didapatkan bahwa kelompok
masyarakat dan pedagang yang ada di kawasan Pasar Bawah memiliki hubungan
erat dengan Satuan Kerja Dinas Pasar Kota Pekanbaru dan pengelolah Pasar
Wisata. Sedangkan hubungan antara masyarakat dan pedagang sangat kecil
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan hubungan dengan ormas
cukup kuat. Sedangkan antara Dinas Pasar dengan LSM dan Ormas tidak
memiliki hubungan yang berarti, begitu pula antara pengelolah Pasar Bawah
dengan LSM dan Ormas.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dan pedagang
Pasar bawah memiliki ikatan/hubungan yang besar dengan kelembagaan yang ada
di Kawasan Pasar bawah.
Tabel 4.2 Matriks Kelompok Partisipatif Masyarakat di Kawasan
Pasar Bawah
No
Kelompok Kepentingan Konflik Potensi Kelemahan Implikasi
1 Pedagang
Pasar Wisata
(PW)
Berjualan sedang tinggi sarana dan
prasarana
kurang
memadai
Kontribusi
pajak ke
Pemkot tinggi
dan
menghidupkan
ekonomi
kawasan
2 Mas. Melayu Kerajinan
tangan/dagang
sedang tinggi Perlu alokasi
yang strategis
Menata sarana
perdagangan
khusus
No
Kelompok Kepentingan Konflik Potensi Kelemahan Implikasi
3 Pecinaan Dagang tinggi tinggi Tidak adanya
intervensi
Pemkot
memperkuat
citra kawasan
4 Dinas Pasar Retribusi pajak tdk ada Sangat
baik
5 LSM Sarana
informasi
Masyarakat
tinggi - Dukungan dari
pedagang masih
kurang
Kinerja LSM
lebih di
tingkatkan lagi
6 Ormas - Mengganggu
ketertiban
Butuh
penertiban dari
Pemerintah
Kota
7 Pengelolah
PW
Mengelolah sedang Sangat
baik
Sarana dan
prasarana
kurang
Butuh
intervensi dari
Pemkot dan
modal investasi
Sumber: Hasil Analisis 2013
4.4 Dampak yang di timbulkan oleh adanya obyek wisata
Revitalisasi Kawasan Pasar Bawah di jadikan kawasan wisata Cagar
Budaya di perkirakan akan menimbulkan dampak yang signifikan, baik terhadap
masyarakat yang bermukim di Pasar Bawah maupun masyarakat di luar kawasan
Pasar Bawah. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat positif dan negatif.
Dampak positif dapat berupa:
Tabel 4.3 Analisis Dampak
N
O
Variabel Dampak Positif
1
Penduduk
Peluang pekerjaan penduduk di dalam dan di
luar kawasan (kesempatan kerja, berjualan,
pelayanan wisata, membuat kerajinan untuk
dijadikan cinderamata dan sebagainya);
N
O
Variabel Dampak Positif
2
3
4
Sosial dan Budaya
Sarana dan prasarana
Kawasan Pasar Bawah
(fisik)
Nilai lahan/tanah
Pertukaran kebudayaan kemungkinan akan
terjadi, dengan adanya obyek wisata akan
memicu kedatangan wisatawan baik dari dalam
maupun luar negeri yang memiliki adat dan
kebiasaan yang berbeda. Masyarakat lokal
(melayu) kemungkinan bisa mengikuti pola dan
cara kebiasaan wisatawan tersebut, karena
mereka menganggap hal tersebut adalah modern
atau trendi.
Dengan adanya obyek wisata cagar budaya di
Kawasan Pasar Bawah, otomatis sarana dan
prasarana yang ada di kawasan Pasar Bawah
juga meningkat, sehingga aksesibilitas akan
mudah serta perekonomian menjadi lancar.
Kenaikan nilai tanah atau lahan sudah pasti akan
terjadi, hal ini merupakan sisi positif dari
revitalisasi
N
o
Variabel Dampak Negatif
1
Penduduk
Terjadi pertambahan penduduk di Kawasan
Pasar Bawah. Kedatangan penduduk dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
menyebabkan terjadinya persaingan serta
konflik antar etnis di kawasan ini.
N
O
Variabel Dampak Positif
2
3
Sosial dan Budaya
Lingkungan
Akan memicu terjadinya konflik internal,
apabila pendatang lebih berhasil/sukses di
banding penduduk lokal. Pertukaran
kebudayaan akan terjadi, terutama kebudayaan
yang negatif.
Permasalahan lingkungan yang pasti dan sering
terjadi adalah sampah. Untuk itu diperlukan
adanya pengelolaan sampah terpadu di kawasan
ini, seperti penyediaan pewadahan sampai
Tempat Penampungan Sementara (TPS).
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Tabel 2. Sumber Air Bersih Menurut Penggunaan di Kecamatan
Tampan Tahun 2004
Kecamatan Kelurahan Ledeng/PAM Sumur Pompa Perigi
Tampan
Simpang Baru - 2.259 1.216
Tuah Karya - 3.110 2.050
Sidomulyo Barat - 3.260 1.366
Delima - 2.869 1.534
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2004 * Tidak ada data
Hidrologi DAS di WP V berhubungan dengan pengaruh pengelolaan
vegetasi dan lahan di daerah tangkapan air bagian hulu (upper catchment)
terhadap daur air, termasuk pengaruhnya terhadap erosi, kualitas air, banjir, dan
iklim di daerah hulu dan hilir. Oleh karena itu dalam rangka pembangunan kota,
pengelolaan DAS akan mempengaruhi ketersediaan air tanah, upaya pengendalian
banjir, kesehatan lingkungan dan penyediaan kawasan resapan air tanah.
Kebutuhan air bersih di wilayah penelitian dipenuhi dari 2 (dua) sumber
yaitu air PDAM yang melayani kawasan-kawasan yang berada di sekitar kawasan
pusat kota. Sementara Wilayah Kecamatan Tampan masih belum terjangkau
jaringan pipa PDAM, pemenuhan air bersihnya dilakukan melalui pembuatan
sumur gali (perigi) atau sumur bor.
Analisis SWOT
Analisis SWOT berfungsi sebagai perumusan strategi pengembangan dan
kebijaksanaan. Dalam penelitian ini, analisis ini akan menentukan strategi apa
yang harus dilakukan untuk mengembangkan Kawasan Pasar Bawah sebagai
Kawasan Wisata Cagar Budaya, serta menemukenali semua potensi kekuatan dan
kelemahan, serta peluang dan ancamannya.
Identifikasi faktor internal dan eksternal melalui kekuatan, ancaman,
peluang dan kelemahannya, maka dapat dibuat matrik SWOT untuk merumuskan
strategi pengembangan Kawasan Pasar Bawah pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Matriks SWOT
Internal
Audit
External
Environment
Strenght (S)
hasiKekuatan
Weakness (W)
Kelemahan
Opportunity
(O)
Kesempatan
Pemberdayaan masyarakat
lokal dalam bidang
perdagangan dengan
memberikan pelatihan dan
kemudahan modal.
Memberikan intensif bagi
masyarakat/LSM dalam hal
pelestarian aset kebudayaan.
Mengembangkan sarana
transportasi baik dari darat
maupun air dan pembangunan
pelabuhan wisata.
Merekonstruksi kembali
bangunan Pasar Wisata
dengan skala nasional dan
internasional.
Percepatan pemugaran Mesjid
Lama untuk di buka umum.
Membenahi dan pembangunan
infrastruktur serta akses antar
obyek wisata.
Promosi pariwisata dengan
Program peningkatan infrastruktur
di Kawasan Pasar bawah.
Menentukan point akses berupa
gerbang masuk kawasan sebagai
identitas.
Promosi produk unggulan
kawasan.
Internal
Audit
External
Environment
Strenght (S)
hasiKekuatan
Weakness (W)
Kelemahan
melibatkan masyarakat.
Threat (T)
Ancaman
Pembentukan kelembagaan
adat yang kuat dan diwariskan.
Memberikan intensif dan
keringanan pajak bagi pemilik
bangunan bersejarah/aset
pariwisata.
Memberikan kemudahan
modal dan peluang pekerjaan
bagi masyarakat lokal melalui
perdagangan.
Pembentukan dewan pembina atau
pengawas kawasan yang terdiri
dari tetua adat/kelompok
masyarakat.
Pembinaan dan pemberdayaan
kelompok-kelompok masyarakat
yang ada di dalam kawasan.
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Setelah rumusan strategi di dapatkan, di lakukan pembuatan score atau
pembobotan untuk masing-masing komponen adalah + 5 sangat tinggi, +0 tidak
ada (netral) dan -5 sangat rendah. Hasil pembobotan ditunjukkan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.10 Hasil Analisis SWOT
NO Faktor-Faktor
SWOT
Obyek Wisata Pasar Bawah
Mesjid Melayu Cina P.Wisata S.Siak
I Strength (Kekuatan)
1. Pemberdayaan
Masyarakat lokal
2. Pelestarian aset
kebudayaan
3. Pengembangan
sarana transportasi
4. Rekonstruksi
bangunan
5. Pembangunan
infrastruktur
6. Promosi
5
5
0
5
5
5
5
5
-5
5
0
0
5
5
5
-5
-5
0
5
0
5
5
5
5
5
5
0
0
5
5
Jumlah Score 25 10 5 25 20
II Weakness (Kelemahan/kendala)
1. Infrastruktur tidak
memadai
2. Akses pintu masuk
kawasan
3. Simbol/tanda
kawasan
4. Promosi kawasan
-5
5
-5
0
5
0
0
0
-5
-5
5
5
0
0
5
0
0
5
0
0
Jumlah Score 15 -5 10 5 -
10
III Opportunity (Peluang/Kesempatan)
1. Pendapatan tinggi
2. Investasi/investor
3. Lapangan pekerjaan
4. Kawasan waterfront
5. Wisatawan domestik
dan mancanegara
6. Kemudahan modal
dari pemerintah
7. Pembangunan
infrastruktur
8. Pengembangan
transportasi
0
0
0
0
5
5
5
0
5
0
0
0
5
5
5
5
5
0
0
0
5
-5
-5
5
5
5
5
0
5
-5
5
5
0
5
5
5
5
-5
5
5
Jumlah Score 15 25 -5 25 25
IV Threats (Ancaman/Tantangan)
1. Tingkat persaingan
2. Konflik antar etnis
3. Pertumbuhan
0
-5
5
5
5
5
5
5
5
5
penduduk
4. Kebudayaan lokal
0
5
5
5
0
0
0
0
0
0
Jumlah Score 0 20 10 10 10
Total I + II + III + IV 55 50 20 65 45
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Dari pembobotan SWOT di atas, di dapatkan hasil bahwa peringkat
pertama untuk di kembangkan adalah Pasar Wisata, kedua adalah Mesjid Lama,
urutan ketiga adalah Kampung Melayu, urutan keempat adalah wisata petang
megang (Sungai Siak) dan terakhir adalah Kampung Pecinaan. Kampung
Pecinaan menempati urutan terakhir karena kondisi fisik dan non fisik eksisting di
kampung ini sudah lebih baik dari pada obyek wisata lainnya.
Kebijakan Revitalisasi Pasar Bawah
1. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka peneliti dapat merumuskan
beberapa kebijakan dalam merevitalisasi Kawasan Pasar Bawah sebagai
Kawasan Wisata, yaitu:
2. Obyek wisata yang dapat di revitalisasi di Kawasan Pasar bawah terdiri
dari: bangunan bersejarah, sistem sosial dan budaya masyarakat, pasar
wisata dan potensi Sungai Siak;
3. Untuk mewujudkan revitalisasi tersebut beberapa hal yang harus
pemerintah lakukan antara lain: perbaikan sarana dan prasarana
kawasan, pembentukan lembaga pelestarian kebudaayaan Pasar bawah,
pemugaran terhadap bangunan bersejarah dan peningkatan bangunan
Pasar Wisata;
4. Penguatan ekonomi masyarakat dengan kemudahan dalam berusaha,
penyediaan lokasi/los perdagangan dan keamanan dalam berusaha;
5. Pemberian intensif dan kemudahan bagi masyarakat/lembaga/organisasi
/swasta yang ikut serta dalam melestarikan yaitu berupa; kemudahan
modal, keringanan pajak dan pembiayaan dan perawatan bangunan
bersejarah; dan
6. Meningkatkan potensi Sungai Siak sebagai sarana pendukung Obyek
Wisata Pasar Bawah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota
Pekanbaru melalui kerjasama kelolah dengan swasta.
KESIMPULAN
Dalam penelitian Revitalisasi Kawasan Pasar Bawah sebagai Kawasan
Wisata Cagar Budaya, setelah di lakukan beberapa analisis, maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kawasan Pasar Bawah yang merupakan kawasan bersejarah awal permulaan
perkembangan Kota Pekanbaru, merupakan kawasan dengan fungsi
permukiman dan perdagangan/jasa, dan juga sebagai ikon Kota Pekanbaru.
2. Selain berfungsi sebagai kawasan perdagangan dan jasa, berdasarkan RTRW
Kota Pekanbaru tahun 2007 kawasan Pasar Bawah juga sebagai kawasan
cagar budaya.
3. Beberapa obyek cagar budaya yang ada di Kawasan Pasar Bawah adalah;
Mesjid Lama dan Makam Mahrum Pekan, Kampung Melayu di Kelurahan
Kampung Dalam dan Kampung Bandar, Kampung Pecinaan di Kelurahan
kampung bandar, dan Pasar Wisata.
4. Kondisi infrastruktur dan kawasan eksisting sangat memperihatinkan dan
cenderung kumuh, hal ini di sebabkan kurangnya perhatian Pemerintah dalam
mengembangkan kawasan ini secara menyeluruh.
5. Revitalisasi bertujuan untuk meningkatkan kawasan Pasar Bawah ini
,menjadi Kawasan Wisata Cagar Budaya, yang di harapkan dapat
meningkatkan vitalitas kawasan dengan cara meningkatnya taraf hidup
masyarakat dengan peluang pekerjaan, sebagai modal untuk menghadirkan
investor untuk berinvestasi di kawasan ini, dan meningkatkan pendapatan
kota dengan perolehan pajak retribusi.
6. Untuk kelancaran usaha revitalisasi, bangunan-bangunan bersejarah serta
aktivitas adat istiadat di kawasan ini tetap di pertahankan. Untuk bangunan
sejarah segera dilakukan pemugaran, untuk adat dan kebiasaan masyarakat di
pertahankan dengan cara pembentukan lembaga pelestarian kebudayaan
Kawasan Pasar Bawah.
7. Dengan analisis SWOT di dapatkan beberapa obyek yang dapat
dikembangkan sebagai obyek wisata adalah Mesjid Lama, Kampung Melayu,
Kampung Pecinaan, dan Pasar Wisata.
DAFTAR PUSTAKA
Antariksa, 2009 Konservasi dan Peremajaan Kota. Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang
Biddle, 1976.Economic Benefits of Preserving Old Buildings, National
Trust For Historic Preservation, Washington
Budiharjo, 2005.Tata Ruang Perkotaan. PT Alumni Bandung
Maleong, 2006.Metode Penelitian Kualitatif.PT. Remaja Rosda Karya,
Jakarta
Soemarno, 2009.Perencanaan Pengelolaan Lahan. Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang
Sugiyono, 2005.Metode Penelitian Sosial. Alfabeta Bandung
Suharso, 2007 Perencanaan Obyek Wisata dan Kawasan Pariwisata.
Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang
Wongso, 2009.Strategi Revitalisasi Kawasan Pusat Kota Bukittinggi.
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Bung Hatta
Padang
Zahnd, 2006.Perancangan Kota Secara Terpadu. Soegijapranata University
Press Yogyakarta
-------------- 2009 Rencana Tata Ruang Kota Pekanbaru Tahun 2006
– 2011. Dinas Tata Kota Pekanbaru
-------------- 2004 Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM
13/13.007/MKP/2004
------------- 1992 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya