Upload
tranthuan
View
259
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Kebutuhan Perawatan Periodontal Remaja di SMP
Negeri I Sendana dan Mts DDI Totolisi Kecamatan
Sendana Kabupaten Majene
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar sarjana kedokteran gigi
Oleh :
RAHMAT SETIAWAN
J 111 10 142
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Kebutuhan perawatan periodontal remaja di SMP Negri I Sendana
dan MTs DDI Totolisi Kecamatan Sendana Kabupaten Majene
Oleh : Rahmat Setiawan
Nim : J11110142
Telah Diperiksa dan Disetujui
Pada Tanggal November 2013
Oleh
Pembimbing
drg. Asdar Gani, M.Kes,
NIP 19661229 1997 02 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Prof. drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D
NIP. 19540625 198403 1 001
BAGIAN PERIODONSI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DRAFT JUDUL
Nama : Rahmat Setiawan
Nim : J111 10 142
Dosen Pembimbing : Drg.Asdar Gani, M.kes
Adapun judul karya tulis yang diajukan adalah :
“Kebutuhan perawatan periodontal remaja di Kabupaten Majene tahun 2013”
Bahwa benar judul tersebut belum ada di perpustakaan FKG Unhas.
Makassar, 16 September 2013
Mengetahui,
Staf Perpustakaan FKG Unhas,
NURAEDA, S.Sos
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya lah sehingga skripsi dengan judul “Kebutuhan perawatan
periodontal remaja di SMP Negri I Sendana dan MTs DDI Totolisi Kecamatan
Sendana Kabupaten Majene” ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Kedokteran Gigi.
Selesainya skripsi ini tidak semata-mata karena hasil kerja dari penulis sendiri
melainkan adanya perhatian, dorongan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada drg. Asdar Gani,
M.Kes., selaku pembimbing, terima kasih atas pengorbanan waktu, tenaga, pikiran,
bimbingan serta arahan selama penyusunan skripsi ini.
Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak atas jasa-
jasanya yang tidak dapat dilupakan oleh penulis, yaitu :
1. Prof. drg. Mansjur Nasir, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Hasanuddin.
2. Prof.Dr.drg.Burhanuddin Dg.pasiga, selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing dan sebagai konsultan dalam bidang akademik sehingga penulis
berhasil menyelesaikan kuliah dengan baik.
3. Seluruh staf dosen FKG UNHAS, karyawan dan karyawati bagian akademik,
bagian perpustakaan, khususnya bagian prostodonsi yang telah membantu
penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Teman-teman ATRISI 2010 khususnya Kamil, Ebenk, Arya terima kasih atas
kebersamaannya selama ini. Teman seperjuangan bagian periodontologi
dalam penulisan skripsi ini terima kasih atas bantuan dan semangatnya, serta
semua teman-teman seperjuangan penulis selama berkuliah di FKG UNHAS
terima kasih atas canda tawa serta kegilaan yang selalu membuat penulis
merasa bahagia dan tersenyum.
5. Seluruh kakak senior yang telah banyak membantu, khususnya ka’Iril dan
ka’Adnan, terima kasih atas bantuan serta bimbingan yang telah diberikan
selama penulisan skripsi ini.
6. Terima kasih pula kepada semua pihak yang telah terlibat dalam
menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
7. Penghargaan dan terima kasih secara khusus dan istimewa kepada Ayahanda
H.Bachrum dan Ibunda Hj.Artati atas semua doa, bimbingan, dukungan dan
kasih sayang yang tidak terhingga sejak penulis kecil hingga saat ini.
Saudara-saudaraku Rini dan Yaya, yang telah memberi semangat penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Saudari Nindya dwi utami putri yang setia menemani, terima kasih atas
bantuan, dukungan serta motivasi yang diberikan selama penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis memohon maaf atas
kesalahan dan kekurangan skripsi ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan demi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan
datang.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Makassar, November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan ........................................................................................... i
Surat keterangan perpustakaan ....................................................................... ii
Kata pengantar................................................................................................... iii
Daftar isi .............................................................................................................. vi
Daftar tabel ......................................................................................................... ix
Daftar Gambar ................................................................................................... x
Daftar Lampiran ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit periodontal............................................................................ 6
2.1.1 Gingivitis ............................................................................. 7
2.1.1.1 Macam-macam gingivitis................................................. 7
2.1.2 Periodontitis ....................................................................... 8
2.1.2.1 Periodontitis kronis .......................................................... 9
2.2 Etiologi penyakit periodontal ............................................................ 10
2.3 CPITN ............................................................................................... 11
2.3.1 Gambaran umum CPITN ................................................... 11
2.3.2 Keterbatasan CPITN .......................................................... 15
BAB III KERANGKA KONSEP..................................................................... 18
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian ................................................................................. 19
4.2 Rancangan penelitian ....................................................................... 19
4.3 Lokasi penelitian .............................................................................. 19
4.4 Waktu penelitian .............................................................................. 19
4.5 Populasi dan sampling .................................................................... 19
4.6 Kriteria sampel ................................................................................. 19
4.7 Variabel penelitian ........................................................................... 19
4.8 Definisi operasional ......................................................................... 19
4.9 Alat dan bahan ................................................................................. 20
4.10 Alur penelitian ............................................................................... 21
4.11 Analisis data .................................................................................. 21
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................ 22
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................ 26
BAB VII PENUTUP ........................................................................................ 29
A. Simpulan ........................................................................................... 29
B. Saran ................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 30
Lampiran
- Lembar penelitian CPITN
- Hasil uji statistik
DAFTAR TABEL
Halaman
TABEL 5.1 Jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin ........................... 22
TABEL 5.2 Jumlah sampel berdasarkan umur ........................................ 22
TABEL 5.3 Status jaringan periodontal remaja di Kabupaten Majene
diukur dengan CPITN skor tertinggi .................................. 23
TABEL 5.4 Status jaringan periodontal remaja di Kabupaten Majene
diukur dengan CPITN skor tertinggi berdasarkan jenis
kelamin ................................................................................ 23
TABEL 5.5 Status kebutuhan perawatan periodontal remaja
di Kabupaten Majene ........................................................... 24
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 Gingivitis 6
GAMBAR 2 Periodontitis 6
GAMBAR 3 Periodontitis kronis 14
GAMBAR 4 Pemberian skor status periodontal 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas
dalam kehidupan manusia, sehingga kebanyakan masyarakat menerima keadaan ini
sebagai sesuatu yang tidak terhindari. Perilaku (mencakup pengetahuan, sikap dan
tindakan) tentang menyikat gigi dan pergi ke dokter gigi dapat berpengaruh
terhadap status penyakit periodontal seseorang (Silalahi, 2010).
Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan
rongga mulut. Plak atau debris dipermukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator
kebersihan mulut. Plak adalah lapisan tipis, tidak berwarna, mengandung bakteri
yang melekat pada permukaan gigi. Plak selain penyebab utama terjadinya karies
gigi juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal (Damanik dan Sinaga,
2002).
Seperti telah diketahui penyebab utama dari penyakit periodontal adalah plak
bakteri. Plak marginal sebagai bagian dari plak supragingiva yang berkontak
langsung dengan marginal gingiva berperan penting terjadinya gingivitis. plak
supragingiva serta plak subgingiva yang berdekatan dengan permukaan gigi
menyebabkan pembentukan kalkulus dan juga karies akar. Sedangkan plak
subgingiva yang berdekatan dengan permukaan jaringan lunak penting dalam
merusak jaringan tersebut sehingga terjadi periodontitis (Carranza, 2002).
Usia merupakan salah satu faktor resiko penyakit periodontal, yaitu
prevalensi penyakit periodontal bervariasi seiring dengan bertambahnya usia.
Dalam penelitian ini, hanya beberapa subyek dalam kelompok umur 15-24 tahun
(1,2%) yang memiliki status periodontal sehat. Gingivitis ditemukan pada seluruh
kelompok umur, yang sangat signifikan dengan observasi yang dilakukan oleh
Murray yang melaporkan tingginya prevalensi gingivitis pada kelompok umur
antara 15 dan 65 tahun di daerah berkadar fluorida tinggi. Periodontitis adalah salah
satu penyakit multifaktorial yang berhubungan dengan usia. Meskipun periodontitis
ditemukan pada seluruh kelompok umur, peningkatan periodontitis seiring dengan
bertambahnya usia sampai 55 tahun (Vandana dan Sessha, 2007).
Gingivitis atau inflamasi gingiva merupakan penyakit periodontal yang paling
sering dijumpai baik pada usia muda maupun dewasa. Gingivitis merupakan jenis
penyakit periodontal yang paling sering ditemukan terutama di negara-negara
berkembang dan bersifat kronis. Prevalensi gingivitis di Indonesia berdasarkan
indek kalkulus mencapai 45,8 % di daerah rural, dan 38,4 % di daerah urban, serta
meningkat sesuai bertambahnya umur. Gingivitis merupakan tahapan pertama
dalam perkembangan penyakit periodontal yang terjadi sebagai respon terhadap
bakteri plak, dan apabila berlanjut maka akan menyebabkan periodontitis
(Zubardiah dkk, 2011).
Periodontitis adalah penyakit peradangan jaringan pendukung gigi disebabkan
mikroorganisme, sehingga menyebabkan kerusakan progresif dari ligamen
periodontal dan tulang alveolar dengan terbentuknya poket, resesi atau keduanya.
Tahap awal dari peradangan jaringan pendukung gigi adalah peradangan gingiva
(gingivitis) dan berlanjut menjadi periodontitis kronis (Saptorini, 2011).
Salah satu indikator kesehatan gigi dan mulut adalah tingkat kebersihan
rongga mulut. Hal tersebut dapat dilihat dari ada tidaknya deposit-deposit organik,
seperti pelikel, materi alba, sisa makanan, kalkulus, dan plak gigi (Damanik dkk,
2002). Pengendalian plak adalah upaya membuang dan mencegah penumpukan
plak pada permukaan gigi. Upaya tersebut dapat dilakukan secara mekanis yaitu
penyikatan gigi dan penggunaan benang gigi. Saat ini kontrol plak dilengkapi
dengan penambahan jenis bahan aktif yang mengandung bahan dasar alami ataupun
bahan sintetik sebagai bahan anti mikroba. Bahan anti mikroba tersebut tersedia
dalam bentuk larutan kumur atau obat kumur dan pasta gigi (Handajani, 2009).
Epidemiologi penyakit periodontal menunjukkan bahwa prevalensi dan
keparahan penyakit periodontal dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, faktor lokal
rongga mulut dan faktor sistemik. Perilaku tentunya juga dapat mempengaruhi
status kesehatan seseorang. Perilaku dapat mencakup pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku menyikat gigi yang baik tentu dapat mengendalikan salah satu
faktor dalam proses terjadinya karies dan penyakit periodontal yaitu plak (Silalahi,
2010).
Penilaian klinis terhadap tanda penyakit periodontal adalah sangat penting
untuk menegakkan diagnosa penyakit periodontal. Dalam suatu penelitian
epidemiologi, teknik-teknik metodologi harus berdasarkan patogenesis penyakit
dan penyebarannya. Untuk mengetahui karakteristik status periodontal dilakukan
penelitian-penelitian epidemiologi dengan mengukur tempat-tempat tertentu di
kedua rahang dengan berbagai kondisi klinis pada setiap individu. Community
Periodontal Index of Treatment Needs merupakan suatu survey akan kebutuhan
perawatan periodontal yang memberi informasi akan prevalensi dan keparahan dari
suatu penyakit periodontal. Sistem kebutuhan perawatan periodontal telah
dimodifikasi menjadi CPITN pada tahun 1978 dan disadur dari epidemiologi survei
oleh WHO dan FDI. Modifikasi ini termasuk merekomendasikan penggunaan probe
WHO, menggunakan gigi molar dan gigi insisivus pertama kanan sebagai indeks
gigi, dan tambahan kategori dengan poket lebih dari 6 mm yang membutuhkan
perawatan komplek seperti bedah atau root planning dengan anastesi (Chriestedy
dkk, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimana
kondisi jaringan periodontal dan kebutuhan perawatan periodontal pada remaja
Kabupaten Majene. Rumusan masalah ditekankan pada rencana perawatan
periodontal yang dibutuhkan oleh remaja di SMP Negeri I Sendana dan Mts DDI
Totolisi Kabupaten Majene saat ini, berdasarkan data CPITN.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui status penyakit periodontal pada remaja di SMP Negeri I
Sendana dan Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene.
2. Mengetahui kebutuhan perawatan periodontal remaja di SMP Negeri I
Sendana dan Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene pada tahun 2013.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah mengenai
kebutuhan perawatan periodontal remaja di SMP Negeri I Sendana dan
Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene tahun 2013.
2. Mengurangi penyakit periodontal yang terjadi di masyarakat , khususnya
pada remaja Kabupaten Majene.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit periodontal
Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan ke dua utama yang masih
merupakan masalah di masyarakat. Penyakit yang menyerang gingiva dan jaringan
pendukung gigi ini merupakan penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak
dilakukan perawatan yang tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi. Penumpukan
bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal.
Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis yang bila tidak terawat bisa
berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan pendukung
periodontal berupa kerusakan fiber, ligamen periodontal dan tulang alveolar (AAP,
2002).
Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah
kondisi inflamasi yang reversible dari papila dan tepi gingiva. Periodontitis adalah
penyakit peradangan jaringan pendukung gigi disebabkan mikroorganisme,
sehingga menyebabkan kerusakan progresif dari ligamen periodontal dan tulang
alveolar dengan terbentuknya poket, resesi atau keduanya. Tahap awal dari
peradangan jaringan pendukung gigi adalah peradangan gingiva (gingivitis) dan
berlanjut menjadi periodontitis kronis. Periodontitis terjadi karena lepasnya/
hilangnya ikatan serabut periodontal dan gangguan terhadap perlekatan pada
sementum dan juga resorpsi terhadap tulang alveolar. Periodontitis selalu diawali
oleh adanya gingivitis, tetapi gingivitis belum tentu berlanjut menjadi periodontitis
(Saptorini, 2011).
2.1.1 Gingivitis
Gingivitis atau inflamasi gingiva merupakan penyakit periodontal yang
paling sering dijumpai baik pada usia muda maupun dewasa. Gingivitis merupakan
tahapan pertama dalam perkembangan penyakit periodontal yang terjadi sebagai
respon terhadap bakteri plak, dan apabila berlanjut akan menyebabkan terbentuknya
poket periodontal. Gingivitis secara klinis dapat terlihat dalam 1 minggu setelah
plak terakumulasi. Pada umumnya setelah 10-20 hari dari pertumbuhan plak akan
terjadi gingivitis yang ditandai dengan warna merah pada gingiva, adanya
pembengkakan pada gingiva, serta adanya tendensi terhadap perdarahan saat
dilakukan probing (Adiningrat dkk, 2008).
Gambar 1. Gingivitis
Sumber : Carranza et al. Glickman’s Clinical Periodontology. 10th
ed. (2008)
2.1.1.1 Macam-macam gingivitis :
1. Gingivitis marginalis
Gingivitis yang paling sering kronis dan tanpa sakit, tapi episode akut, dan
sakit dapat menutupi keadaan kronis tersebut. Keparahannya seringkali dinilai
berdasarkan perubahan-perubahan dalam warna, kontur, konsistensi, adanya
perdarahan. Gingivitis kronis menunjukkan tepi gingiva membengkak merah
dengan interdental menggelembung mempunyai sedikit warna merah ungu.
Stippling hilang ketika jaringan-jaringan tepi membesar. Keadaan tersebut
mempersulit pasien untuk mengontrolnya, karena perdarahan dan rasa sakit akan
timbul oleh tindakan yang paling ringan sekalipun (Haake dkk, 2002).
2. Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis
ANUG ditandai oleh demam, limfadenopati, malaise, gusi merah padam,
sakit mulut yang hebat, hipersalivasi, dan bau mulut yang khas. Papilla interdental
terdorong ke luar, berulcerasi dan tertutup dengan pseudomembran yang keabu-
abuan (Kinane, 2001).
3. Pregnancy Gingivitis
Biasa terjadi pada trimester dua dan tiga masa kehamilan, meningkat pada
bulan kedelapan dan menurun setelah bulan kesembilan. Keadaan ini ditandai
dengan gingiva yang membengkak, merah dan mudah berdarah. Keadaan ini sering
terjadi pada regio molar, terbanyak pada regio anterior dan interproximal (Kinane,
2001).
4. Gingivitis scorbutic
Terjadi karena defisiensi vitamin c, oral hygiene jelek, peradangan terjadi
menyeluruh dari interdental papill sampai dengan attached gingival, warna merah
terang atau merah menyala atau hiperplasi dan mudah berdarah (Kinane, 2001).
2.1.2 Periodontitis
Periodontitis adalah penyakit multifaktorial yang menyebabkan infeksi dan
peradangan jaringan pendukung gigi, biasanya menyebabkan hilangnya tulang dan
ligamen periodontal dan bisanya merupakan penyebab kehilangan gigi pada orang
dewasa dan edentulousness. Periodontitis merupakan suatu infeksi campuran dari
mikroorganisme seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia,
Bacteroides forsythus, Actinobacillus actinomytemcomitans, dan mikroorganisme
Gram-positif, misalnya Peptostreptococcus micros dan Streptococcus intermedius
(Carranza, 2008).
Gambar 2. Periodontitis
Sumber : http://www.clinicaoliva.com/wp-content/2010/05/2010-1024x576.jpg
2.1.2.1 Periodontitis kronis
Dahulu periodontitis kronis dikenal sebagai adult periodontitis atau slowly
progressive periodontitis. Periodontitis kronis terjadi sebagai akibat dari perluasan
inflamasi dari gingiva ke jaringan periodontal yang lebih dalam (Carranza, 2008).
Gambar 3. Periodontitis kronis
Sumber : Sumber : Color Atlas of oral disease
2.2 Etiologi penyakit periodontal
Awal periodontitis pada seorang individu diduga karena adanya gen polimorf
yang menyebabkan perubahan pada aktivitas sitokin, substansi yang mengatur
aktivitas sistem imun dalam mempertahankan suatu sel. Perubahan ini
menyebabkan destruksi pada tulang dan jaringan ikat, yang biasanya terjadi sangat
lambat, dan sebagian besar asimptomatik, sehingga efeknya pada gigi berupa
hilangnya perlekatan dengan tulang terjadi pada usia sekitar 30-50 tahun. Elemen
genetik tersebut yang bisa menjelaskan mengapa periodontitis kronis seringkali
mengenai anggota keluarga yang sama (Ireland, 2006).
Sebagian besar penyakit periodontal inflamatif disebabkan oleh infeksi bakteri.
Walaupun faktor-faktor lain dapat juga memengaruhi jaringan periodontal,
penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang berkumpul di
permukaan gigi (plak bakteri dan produk-produk yang dihasilkannya) dan
membentuk koloni. Beberapa kelainan sistemik dapat berpengaruh buruk terhadap
jaringan periodontal, tetapi faktor sistemik semata tanpa adanya plak bakteri tidak
dapat menjadi pemicu terjadinya periodontitis. Lagi pula, ada beberapa faktor lokal
yang bersama dengan plak bakteri menyebabkan penyakit kronis jaringan
periodontal. Dua faktor yang mungkin menjadi pemicu terjadinya penyakit
periodontal tanpa adanya plak bakteri adalah malignansi dan trauma oklusi primer.
Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan bahwa
etiologi penyakit periodontal dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu
faktor lokal dan faktor sistemik :
3 Faktor lokal adalah faktor yang berpengaruh langsung pada jaringan
periodonsium, dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor iritasi lokal dan
fungsi lokal. Yang dimaksud dengan faktor lokal adalah plak bakteri sebagai
penyebab utama. Sedangkan faktor-faktor lainnya antara lain adalah bentuk
gigi yang kurang baik dan letak gigi yang tidak teratur, maloklusi, malfungsi
gigi, restorasi yang menggantung dan bruksisme.
4 Faktor sistemik sebagai penyebab penyakit periodontal antara lain adalah
pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi
vitamin, diabetes mellitus dan lain-lain.
Kenyataan yang menunjukkan adanya hubungan yang erat antara faktor lokal dan
faktor sistemik, yaitu adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat mengakibatkan
meningkatnya karies gigi dan memperberat gingivitis maupun penyakit periodontal
(Novertasari, 2006).
2.3 Kebutuhan perawatan periodontal komunitas (Community Periodontal
Index of Treatment Needs-CPITN)
2.3.1 Gambaran umum CPITN
Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) adalah sebuah
indeks yang dikembangkan oleh WHO untuk evaluasi penyakit periodontal dalam
survei penduduk. Dapat di gunakan untuk melihat kondisi jaringan periodontal pada
suatu kelompok atau subpopulasi dari sejumlah penelitian. Indeks tersebut dapat
memberikan sejumlah informasi mengenai prevalensi dan keparahan penyakit, tapi
kegunaan utamanya adalah mengukur kebutuhan akan perawatan penyakit
periodontal dan juga merekomendasikan jenis perawatan yang dibutuhkan untuk
mencegah penyakit periodontal. Penilaian klinis terhadap tanda penyakit
periodontal adalah sangat penting untuk menegakkan diagnosa penyakit
periodontal. Dalam suatu penelitian epidemiologi, teknik-teknik metodologi harus
berdasarkan patogenesis penyakit dan penyebarannya. Untuk mengetahui
karakteristik status periodontal dilakukan penelitian-penelitian epidemiologi dengan
mengukur tempat-tempat tertentu di kedua rahang dengan berbagai kondisi klinis
pada setiap individu (Chriestedy dkk, 2010).
CPITN adalah indeks periodontal yang dikembangkan oleh IDF dan WHO
untuk mengevaluasi status periodontal dan kebutuhan terhadap perawatan untuk
mencegah penyakit periodontal. Terdapat enam kriteria yang dinilai terhadap setiap
individu. Kedalaman poket diukur pada enam bagian pada gigi (mesial, garis
median,distal pada kedua vestibulum dan lingual /palatal). Bila gigi yang sehat/
fungsional kurang dari dua, maka sekstan diklasifikasikan sebagai edentoulous.
Setiap sekstan dengan gigi yang menunjukkan keadaan paling jelek, dinilai dengan
indeks tertinggi (Sanei dan Nasrabadi, 2005).
Pemeriksaan CPITN menggunakan probe periodontal WHO yang didesain
secara khusus yakni ujungnya bulat diameter 0,5 mm, terdapat kode warna hitam
yang sesuai dengan kedalaman 3,5-5,5 mm. Pengukuran dibagi menjadi 6 sektan (4
gigi posterior dan 2 gigi anterior), pada gigi molar ketiga tidak dilakukan
perhitungan kecuali kalau fungsi giginya tersebut menggantikan molar kedua.
Setiap gigi pada masing-masing sektan diukur kedalaman sulkusnya, kemudian
dicatat skor yang tertinggi.
Gigi yang diperiksa adalah :
17 16 11
26 27
47 46
31 36 37
Kriteria skoring CPITN:
0 = Periodonsium sehat
1 = Terdapat perdarahan setelah probing
2 =Terdapat kalkulus supra atau subgingiva atau timbunan plak di sekeliling margin
gingiva, tidak terdapat poket dengan kedalaman lebih dari 3 mm (kode warna
pada probe semuanya tampak)
3 = Terdapat poket dengan kedalaman 4 atau 5 mm (jika probe diinsersikan pada
poket, daerah warna probe tampak sebagian)
4 = Terdapat poket lebih dari 6 mm (jika probe diinserikan pada poket, daerah
warna probe seluruhnya masuk kedalam poket dan tidak tampak kode warna)
* = Terdapat keterlibatan daerah furkasi atau loss attachment dengan kedalam
poket lebih dari 7 mm Pengumpulan data dilakukan dengan kartu status yang
berisi karakteristik sosiodemografi dan pengukuran penyakit periodontal
dengan menggunakan CPITN. Analisis data dilakukan dengan cara tabulasi dan
persentasi (Maduakor dkk, 2000).
A B C D
Gambar 1. Pemberian skor status periodontal. A : gusi berdarah; B : karang gigi; C
: poket 4-5 mm; D : poket diatas 6 mm (Oliver, Brown, 2000)
Prinsip kerja CPITN yaitu :
1. Menggunakan periodontal probe khusus (probe WHO). Probe ini memiliki ujung
berbentuk bola kecil yang berdiameter 0.5 mm. Probe ini berguna untuk
mengukur kedalaman dari poket. Probe WHO memiliki daerah warna hitam
untuk mengetahui kedalaman poket yang ada. Bila poket yang terbentuk kurang
dari 3,5 mm maka warna hitam yang terdapat pada probe masih terlihat
keseluruhan, sedangkan bila kedalaman poket mencapat 6 mm atau lebih maka
warna hitam pada probe tidak terlihat lagi (WHO, 2009).
2. Penilaian kondisi jaringan periodontal
Skor Status
periodontal
Kode Kebutuhan
perwatan
0 Periodonsium
sehat
0 tidak
membutuhkan
1
secara langsung
atau dengan
kaca mulut
terlihat
perdarahan
setelah probing
1
memerlukan
perbaikan oral
hygine
2
sewaktu probing
terasa adanya
kalkulus tetapi
seluruh daerah
hitam (pada
probe)masih
terlihat
2
perbaikan oral
hygiene dan
scalling
3
poket dengan
kedalaman
4-6mm
3
perbaikan oral
hygiene dan
scalling dan
penyerutan akar
dengan anestesi
lokal untuk
aksesibilitas
(Sanei dan Nasrabadi, 2005).
2.2.2 Keterbatasan CPITN
Semua indeks, termasuk CPITN mempunyai keterbatasan dasar sebagai berikut
( Axelsson,2002) :
Kriteria umumnya subyektif dan terdapat variasi yang cukup besar pada
penilaian oleh pemeriksa dalam derajat inflamasi dan kedalaman poket atau
kerusakan perlekatan.
Sistem skor pada dasarnya ditentukan secara acak. Masalah utama dalam
epidemiologi penyakit periodontal dari data CPITN ini yaitu masih belum
adanya standar atau rekomendasi internasional. Perbandingan data status
periodontal pada penelitian yang berbeda sangat sulit. Gingivitis,
pendarahan, nilai klinik perlekatan dan hilangnya perlekatan digunakan
sebagai pilihan, bukan hal yang tetap.
Walaupun skor gingivitis mengukur adanya inflamasi pada saat itu,
pengukuran poket merupakan cerminan dari penyakit di masa lalu ; bila kita
menerima ide bahwa kerusakan poket bersifat episodik, tentunya kedalaman
poket tidak dapat memberikan indikasi dari aktivitas penyakit pada saat
pengukuran. Selain upaya untuk mendefinisikan kriteria klinis dan
laboratoris tentang aktivitas, sejauh ini belum ada pemeriksaan yang dapat
memberikan pedoman yang dapat diandalkan tentang aktivitas; saat ini
satu-satunya pemeriksaan yang dapat diandalkan memerlukan perbandingan
longitudinal.
Keterbatasan CPITN lainnya adalah CPITN di susun berdasarkan konsep
progress penyakit secara linear dan kontinyu. Tetapi karena adanya perubahan
konsep penyakit periodontal akhir-akhir ini, tampaknya kebutuhan untuk
menghilangkan semua poket dan anjuran untuk menghilangkan plak masih
merupakan suatu pertanyaan. Contohnya, masih ada pertanyaan apakah gingivitis
itu merupakan suatu penyakit atau sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
plak. Hal ini ditinjau dari tingginya prevalensi gingivitis yang dilaporkan.
Demikian juga telah banyak dilaporkan bahwa kebanyakan gingivitis bersifat
statis dan tidak berkembang menjadi periodontitis seperti yang diperkirakan semula
( Axelsson,2002).
BAB III
KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep
Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti
Penyakit periodontal
Gingivitis
Remaja
Periodontitis
Umur
Jenis Kelamin
Nutrisi
Oral hygiene
Kebutuhan Perawatan
Dewasa
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian : Penelitian observasional
4.2 Rancangan penelitian : Cross sectional deskriptif
4.3 Lokasi penelitian : Kabupaten Majene Sulawesi Barat
4.4 Waktu penelitian : Bulan Juli 2013
4.5 Populasi dan sampling : Populasi diambil dari anak-anak Sekolah Menengah
Pertama di Kabupaten Majene Kecamatan Sendana,
Metode pengambilan sampling totally sampling.
4.6 Kriteria sampel : Anak remaja, usia 13-16 tahun
4.7 Variabel penelitian
1. Variabel bebas : Penyakit periodontal
2. Variabel tergantung : Kebutuhan perawatan periodontal
3. Variabel antara : Umur, jenis kelamin, nutrisi, oral hygiene
4.8 Definisi operasional
CPITN adalah suatu pengukuran yang mengklasifikasikan status periodontal
suatu individu atau populasi dalam suatu gambaran yang diambil berdasarkan
prevalensi tingkat keparahan. Indeks ini dicatat berdasarkan pengukuran probe pada
poket periodontal dan status jaringan gingiva. Dengan kriteria skoring sebagai
berikut :
0 = Periodonsium sehat
1 = Terdapat perdarahan setelah probing
2 = Terdapat kalkulus supra atau subgingiva atau timbunan plak di sekeliling
margin gingiva, tidak terdapat poket dengan kedalaman lebih dari 3 mm
(kode warna pada probe semuanya tampak)
3 = Terdapat poket dengan kedalaman 4 atau 5 mm (jika probe diinsersikan
pada poket, daerah warna probe tampak sebagian)
4 = Terdapat poket lebih dari 6 mm (jika probe diinserikan pada poket, daerah
warna probe seluruhnya masuk kedalam poket dan tidak tampak kode
warna)
4.9 Alat dan bahan yang digunakan :
Alat-alat yang digunakan :
a. Probe periodontal untuk mengukur nilai CPITN
b. Pinset untuk menjepit tampon/kapas
c. Neirbecken untuk tempat alat dan kapas
d. Handuk putih untuk pengalas meja
e. Handschon (sarung tangan)
f. Masker
g. Gelas untuk kumur
h. Alat tulis untuk mencatat
Bahan yang digunakan :
a. Alkohol 70%
b. Betadine/povidon iodine 10%
c. Kapas /tissue
4.10 Alur penelitian :
1. Sampel di khususkan pada anak remaja yang incisivus dan molar
permanennya telah erupsi.
2. Sampel diperiksa berdasarkan 6 segmen yaitu molar kanan atas
(16),incisivus kanan atas (11),molar kiri atas ( 26 ),molar kiri bawah (36 ),
incisivus kiri bawah ( 31 ) , dan molar kanan bawah ( 46 ).
3. Untuk keadaan periodontal sehat ,diberikan skor CPITN yaitu skor 0,bila
terjadi pendarahan setelah probing diberi skor 1,bila terlihat kalkulus
supragingiva / subgingiva di beri skor 2 , untuk kedalaman poket 4-5 mm
diberi skor 3, dan untuk kedalaman poket lebih dari 6 mm di beri skor 4.
4. Dari keseluruhan skor yang didapatkan dari tiap segmen, ditentukan skor
tertinggi untuk untuk menentukan nilai kemaknaaan CPITN.
4.11 Analisis data
Data di analisis dan diolah menggunakan bantuan SPSS v.21 kemudian
didistribusikan dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini di lakukan di dua sekolah menengah pertama di kecamatan
Sendana Kabupaten Majene. Sekolah tersebut adalah SMP Negeri I Sendana dan
Mts DDI Totolisi Kecamatan Majene. Sampel berjumlah 64 orang dengan rincian
14 orang laki-laki dan 50 orang perempuan dengan rentang usia antara 13 sampai
16 tahun.
Tabel 5.1 Jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin
Jumlah
Identitas n %
Jenis kelamin
Laki-laki 14 21,9%
Perempuan 50 78,1%
Berdasarkan data yang didapat jumlah sampel perempuan yaitu 78,1% lebih
banyak dibandingkan sampel laki-laki yang hanya 21,9%, seperti yang terlihat pada
tabel 5.1.
Tabel 5.2 Jumlah sampel berdasarkan umur
Jumlah
Usia n %
13 tahun 3 4,7%
14 tahun 37 57,8%
15 tahun 18 28,1%
16 tahun 6 9,4%
Jumlah 64 100%
Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa usia 14 tahun mendominasi sampel
sebesar 57,8% kemudian usia 15 tahun 28,1%, usia 16 tahun sebesar 9,4% dan usia
13 tahun hanya 4,7%.
Tabel 5.3 Status jaringan periodontal remaja di Kabupaten Majene diukur dengan
CPITN skor tertinggi
Umur Jumlah Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4
(%) (%) (%) (%) (%)
13-16 tahun 64 1 org 18 org 17 org 25 org 3 org
(1,6%) (28,1%) (26,6%) (39,1%) (4,7%)
Dari tabel 5.3 terlihat skor yang tertinggi adalah skor 3 sebanyak 25 orang atau
39,1%, sedangkan skor terendah adalah o sebanyak 1 orang atau sebesar 1,6%.
Tabel 5.4 Status jaringan periodontal remaja di Kabupaten Majene diukur dengan
CPITN skor tertinggi berdasarkan jenis kelamin.
Jenis kelamin Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Skor 4
(%) (%) (%) (%) (%)
Laki-laki 0 6 org 3 org 5 org 0
(0,0%) (42,9%) (21,4%) (35,7%) (0,0%)
Perempuan 1 org 12 org 14 org 20 org 3 org
(2,0%) (24,0%) (28,0%) (40,0%) (6,0%)
Berdasarkan tabel 5.4 skor tertinggi CPITN laki-laki adalah skor 1 sebanyak 6
orang atau sebesar 42,9%, sedangkan skor tertinggi CPITN perempuan adalah skor
3 yaitu sebanyak 20 orang atau sebesar 40,0%.
Tabel 5.5 Status kebutuhan perawatan periodontal remaja di Kabupaten Majene
Skor Kondisi jaringan periodontal Perawatan Jumlah
0 Sehat Tidak ada 1
1 Perdarahan EIKM 18
2 Karang gigi EIKM+SK 17
3 Poket dangkal EIKM+SK 25
4 Poket dalam EIKM+SK+RP 3
Keterangan
EIKM : Edukasi Instruksi Kesehatan Mulut
SK : Skeling
RP : Root Planing
Berdasarkan tabel 5.5 status kebutuhan perawatan periodontal remaja di Kabupaten
Majene adalah:
1. Tidak memerlukan perawatan adalah sebanyak 1 orang (1,6%).
2. Memerlukan peningkatan kebersihan mulut/oral hygiene (melalui
penyuluhan, demonstrasi, dsb) adalah sebanyak 18 orang (28,1%).
3. Memerlukan skeling dan peningkatan kebersihan mulut adalah sebanyak 17
orang (26,6%).
4. Memerlukan skeling dan perawatan kebersihan mulut adalah sebanyak 25
orang (39,1%).
5. Memerlukan peningkatan kebersihan mulut, skeling dan root planing adalah
sebanyak 3 orang (4,7%).
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian serupa telah dilakukan sebelumnya oleh Taufiqurrahman (2007) di
dua sekolah Kabupaten Sinjai dengan hasil 41 orang tidak memerlukan perawatan,
12 orang memerlukan peningkatan kebersihan mulut/oral hygiene (melalui
penyuluhan, demonstrasi, dsb), memerlukan skeling dan peningkatan kebersihan
mulut sebanyak 207 orang, memerlukan skeling serta perawatan kebersihan mulut
sebanyak 43 orang serta memerlukan peningkatan kebersihan mulut, skeling dan
root planing sebanyak 1 orang. Skor tertinggi adalah 2, menunjukkan remaja di dua
sekolah di Kabupaten Sinjai banyak menderita plak dan kalkulus oleh karena itu
perlu perawatan skelling dan peningkatan kebersihan mulut.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di dua sekolah di Kabupaten
Majene, didapatkan hasil pemeriksaan CPITN pada 64 sampel menunjukkan untuk
skor 0 (periodontal sehat) sebanyak 1 orang (1,6 %), skor 1 (adanya perdarahan
setelah probing) sebanyak 18 orang (28,1%). Perdarahan gusi disebabkan oleh
adanya mikroulserasi yang sering terjadi pada epitel yang melapisi dinding jaringan
lunak gusi. Gejala-gejala awal adanya peradangan gusi adalah meningkatnya
tekanan cairan di dalam gusi dan adanya perdarahan waktu probing (Widyastuti,
2003).
Hanya probing untuk memeriksa perdarahan gusi yang praktis dipakai di
klinik, meskipun cara pemeriksaan ini terbatas hanya menggambarkan aktifitas lesi
pada gusi saja, tetapi dapat diandalkan untuk mendiagnosa lesi periodontal tahap
dini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perawatan periodontal harus
dilakukan apabila dijumpai perdarahan gusi pada pemeriksaan probing (Widyastuti,
2003).
Tanda-tanda klinis dari peradangan adalah visual (kemerahan dan
pembengkakan) dan perdarahan ketika probing dapat digunakan untuk menilai
keadaan jaringan periodontal. Perdarahan ini disebabkan oleh adanya mikroulserasi
yang sering terjadi pada epitel yang melapisi jaringan lunak gusi. Gejala-gejala
awal adanya peradangan gusi adalah meningkatnya tekanan cairan di dalam gusi
dan adanya perdarahan gusi saat probing (Carranza, 2002). Namun, karena
terkadang tidak disertai rasa sakit, gejala itu luput dari perhatian dan cenderung
dibiarkan saja. Bila radang gusi terus dibiarkan, gigi bisa goyang, dan akhirnya
terlepas sendiri (Andini, 2005).
Nilai tertinggi terdapat pada skor 3 (39,1%) hal ini menunjukkan bahwa
perilaku sangat mempengaruhi kesehatan periodontal, serta kurangnya kesadaran
individu untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, sehingga menyebabkan
keparahan dari jaringan periodontal. Selain itu juga menunjukkan kecepatan
terjadinya periodontal sangat tinggi yang ditandai dengan terjadinya poket
periodontal, walaupun pada usia muda. Poket periodontal adalah bertambah
dalamnya sulkus gingiva secara patologis dan disertai dengan lepasnya epithelium
attachment dari permukaan gigi. Bertambahnya kedalaman sulkus gingiva dapat
terjadi karena pergerakan bagian mahkota dari margin gingiva atau berpindahnya
bagian apikal dari perlekatan gingiva atau kombinasi keduanya (Carranza,2002).
Untuk skor 2 yaitu 17 orang (26,6%) dari 64 orang sampel. Kalkulus
merupakan kalsifikasi dari plak yang biasanya ditutupi oleh lapisan lembut dari
bakteri plak. Selama masih ada karang gigi, gangguan periodontal di tempat itu
tidak dapat sembuh. Oleh karena itu, menghilangkannya adalah suatu tindakan
preventif yang utama. Perlu bantuan dokter gigi untuk menghilangkannya dengan
cara scaling. (Andini, 2005).
Sedangkan untuk skor 4, diperoleh sebanyak 3 orang (4,7%). Poket
sedalam 4 mm menunjukkan adanya periodontitis kronis tahap awal. Apabila
dibiarkan tidak terawat, periodontitis dapat menyebabkan kehilangan tulang yang
progresif di sekitar gigi. Bakteri subgingival (yang ada di bawah margin gingiva)
yang hidup dalam poket periodontal dapat menyebabkan inflamasi gingiva yang
lebih parah dan kehilangan tulang dan perlekatan yang lebih jauh.
Pada tabel 5.4 terlihat bahwa laki-laki lebih sedikit terserang penyakit
periodontal dibanding perempuan. Hal ini diakibatkan jumlah sampel yang berjenis
kelamin perempuan lebih banyak. Hal ini juga sesuai dengan penelitian-penelitian
lain pada negara-negara berkembang yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan
berarti mengenai kesehatan gingiva diantara kedua jenis kelamin karena
pelaksanaan oral hygienenya sama. Meskipun, penelitian-penelitian di negara-
negara industri telah mencatat bahwa kesehatan gingiva lebih baik pada perempuan
dibanding laki-laki, karena perempuan cenderung melaksanakan oral hygiene lebih
baik dibanding. Selain itu, faktor sosial dan perilaku anak laki-laki terarah pada
masalah kebiasaan merokok, status sosial ekonomi, nutrisi, psikologis, dan
konsumsi alkohol (Mustaqimah, 2003).
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa status
kesehatan periodontal yang banyak terjadi pada remaja di SMP Negeri I Sendana
dan Mts DDI Totolisi Kabupaten Majene adalah adanya poket dangkal (39,1%).
Perawatan periodontal yang paling dibutuhkan oleh remaja di Kabupaten Majene
saat ini adalah skeling dan peningkatan kebersihan mulut.
B. Saran
1. Sebaiknya penelitian ini dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar,
agar data yang diperoleh dapat mewakili populasi yang diteliti.
2. Perlu dilakukan usaha preventif berupa penyuluhan mengenai kesehatan
gigi, pengetahuan dan perilaku sehat kepada para remaja guna mencegah
kerusakan jaringan periodontal pada usia muda.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningrat A, Hendrawati, Pramestri SL. (2008), Perbedaan antara penggunaan
pasta gigi yang mengandung propolis dan tanpa propolis terhadap status
kesehatan gingiva. MIKGI Vol.10(1): hal 17-20
Ardini, A.S. (2005), Sehat Mulut dan Gigi [Internet] Available from:
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0509/27/104416.htm [Akses 26
oktober, 2013].
Axelsson,Per DDS. (2002), Epidemiology of periodontal disease. Diagnosis
and risk. Predictiction of periodontal disease,Vol 3.Quntessence
Publishing Co,Inc:Chicago. p.373-409
Carranza, Fermin A. Clinical Periodontology 9 th edition. (2002),
Philadelphia: WB Saunders Company
Carranza et al. Glickman’s Clinical Periodontology. 10th
ed. (2008), Philadelphia :
WB. Saunders co. p. 495-9
Chriestedy R, Sari DS, Arina YM. (2010). Tingkat Kebutuhan
PerawatanPeriodontal Berdasarkan Kunjungan Pasien di RSGM FKG
Universitas Jember Bulan Agustus 2009-Agustus 2010. National scientific
seminar in periodontics 1 (NASSIP); 26-27 November. Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Jember, Surabaya : hal 1-8
Damanik S, Sinaga Evi D. (2002), Efek penyuluhan dan pelatihan dalam penurunan
indek plak pada murid SD Negri Medan. J Dentika Vol.7(1): hal1-10
Haake SK, Newman MG, Nisengard RJ, Sanz M. (2002). Periodontal
microbiology. In : Newman MG, Takei HH, Carranza FA. Clinical
Periodontology. 9th
ed. Philadelpia Saunders : hal 96-112
Handajani J. (2009), Efek pasta gigi ekstrak etanolik teh segar dan epigallocatechin
gallate ekstrak teh terhadap indeks plak gigi. Dentika Dental Journal
Vol.14(1) : hal 1-5
Ireland, R. (2006), Clinical textbook of dental hygiene and therapy. Singapura :
Blackwell Munksgaard. p. 104-7
Kinane DF. (2001) Causation and pathogenesis of periodontal disease. Periodontal
2000 (25) : hal 8-20
Maduakor, S., Lauverjat, Y., Cadot, S., Da Costa Nobel, R., Laporte, C., Miquel,
J.L. Application Of Community Periodontal Index Treatment Need (CPITN)
In Enugu (Nigeria) : Study Of Secondary School Students Aged Between 12-
18 Years, Odonto-Stomatologie Tropicale :29.
Mustaqimah DN. (2003), Pencegahan penyakit periodontal yang dapat diterapkan
di puskesmas dan tempat praktek. Jurnal Kedokteran Gigi Indonesia
Vol.10(3): hal 57-65
Novertasari B. (2006), Hubungan antara penyakit periodontal dengan diabetes
mellitus. Jurnal PDGI Vol.56
Oliver RC, Brown LJ, Loe H. (2000), Periodontal treatment needs. Periodontal
Vol. 2: hal 150-60
Sanei AS, Nasrabadi AN. (2005), Periodontal health status and treatment
needs in Iriana adolescent population. Archives of Iranian Medicine,
Volume 8(4): hal 290 – 294.
Saptorini KK. (2011). Poket periodontal pada lanjut usia di posyandu lansia
kelurahan Wonosari kota Semarang. Prosiding Seminar Nasional “Peran
Kesehatan Masyarakat dalam Pencapaian MDG’s di Indonesia” ; 12 April.
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro, Semarang : hal 261-6
Silalahi JL. (2010). Kebutuhan dan perilaku akan perawatan penyakit periodontal
pada masyarakat umur 15-65 tahun di Kecamatan Pangururan Kabupaten
Samosir. J USU
The American Academy of Periodontology. (2002). Gum disease information. Do
you have periodontal disease. p.1-3
Vandana KL, Reddy SM. (2007), Assessment of periodontal status in dental
fluorosis subjects using community periodontal index of treatment needs.
Indian J Dent Res Vol. 8(2) : hal 67-71
WHO Oral Health Country/Area Profile Programme. Community periodontal index
of treatment needs (CPITN). Department of Noncommunicable Diseases
Surveillance/Oral Health WHO Collaborating Centre, Malmö University.
[Internet] available :http://www.whocollab.od. mah.se/expl/orhcpitn.html.
[Diakses 22 Oktober, 2013]
Widyastuti, R., Rachma, Y. (2003), Perdarahan Gusi Pada Probing Sebagai
Parameter Dalam Mendeteksi Kelainan/Penyakit Periodontal, JITEKGI. Vol
1(3): hal 1-2
Zubardiah L, Nurul DM, Auerkari EI. Uji penyerapan warna ekstrak methanol daun
Lawsonia inermis pada gigi. J Universitas Indonesia