Upload
lykhanh
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TESIS
Diajukan Sebagai Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Magister Agama Bidang Pendidikan
Agama Islam
OLEH:
Annisa Nur Fajrindy
11.2.00.0.06.01.0127
PEMBIMBING
Dr.Suparto,M.Ed,Ph.D
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENGKAJIAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Annisa Nur Fajrindy
NIM : 11.2.00.0.06.01.0127
Judul Tesis :Kecerdasan Emosional dan Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa draf tesis telah diverifikasi oleh Prof.
Sukron Kamil, MA pada tanggal 21 Agustus 2014.
Draf Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi
meliputi:
1. Judul
2. Latar belakang masalah
3. Perumusan masalah
4. Kualitas analisis
Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dapat dijadikan
pertimbangan untuk menempuh ujian promosi.
Jakarta,22 Agustus 2014
Saya yang membuat pernyataan,
(Annisa Nur Fajrindy)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Segala nikmat yang Allah berikan telah memberikan kekuatan
kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. S{alawat dan salam
kepada Nabi Muh{ammad dan seluruh keluarganya, sahabat, dan
pengikut sunnahnya.
Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan pada program Magister Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini
menguraikan tentang kecerdasan emosional yang sangat
mempengaruhi prestasi belajar. Dalam menyelesaikan penulisan
tesis ini sangat banyak hambatan dan rintangan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa semua ini dapat dihadapi
berkat dorongan dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Komaruddin Hidayat selaku rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Prof. Azyumardi Azra selaku direktur
SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Juga kepada seluruh
jajaran pimpinan SPs, Prof. Suwito, M.A., Dr. Yusuf Rahman,
M.A., seluruh karyawan dan karyawati tata usaha, dan
perpustakan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Suparto,M.Ed,Ph.D selaku pembimbing dan promotor dalam
penulisan tesis ini. Masukan, saran, dan kritikan yang telah
diberikan sangat berguna sebagai bentuk pengembangan
pengetahuan bagi penulisan tesis ini juga seluruh dosen yang
telah memberikan gagasan-gagasan pemikiran demi
berkualitasnya penulisan tesis ini.
3. Kepada seluruh keluarga, orang tuaku yang tersayang ayahanda
Suwanto dan ibunda Tina, yang telah memberikan motivasi,
dukungan dan doa yang sangat berharga tanpa kenal lelah
hingga selesainya penulisan tesisi ini. Kepada mbakku Eka dan
Adikku Farhan Akbar yang telah menghibur dikala susah.
Kepada bulek Susilowati dan Bulek Srigiati atas masukan,
dukungan dan do’anya.
ii
4. Buat sahabat-sahabatku ayunda Herlina, kak Ita, Uni Sarah
Abdillah, Tya, Albab, Iffa, mbak Zahra, Dila, dan teman-teman
angkatan 2012 SPS UIN Syarif Hidayatullah yang telah
bersama-sama berjuang memberikan masukan-masukan pada
penulisan tesis ini semoga kita dipertemukan lagi di lain waktu.
Dan buat sahabat-sahabatku di LIPIA, Najah Umniyati, Qori,
Mega Ary, Failah, Andis, Mbak edty, Uswah, Vina, Mudrikah
dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-satu,
terimakasih atas dukungan dan motivasi yang sudah diberikan.
Semoga tesis ini dapat memberikan pengetahuan kepada
semua pihak. Penulis menyadari bahwa tesis ini mempunyai
banyak kekurangan untuk itu diharapkan tesis ini dapat
memberikan ide bagi peneliti lain untuk membuat perkembangan
penelitian lebih lanjut.
Jakarta, 10 Juli 2014/13 Ramad}a>n 1435 H
Annisa Nur fajrindy
iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Annisa Nur Fajrindy
NIM : 11.2.00.0.06.01.0127
TTL : Lubuk Linggau,09 Februari 1989
Menyatakan bahwa Tesis yang berjudul “Kecerdasan Emosional
Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam ” adalah benar
merupakan karya orisinil saya, kecuali kutipan-kutipan yang telah
disebutkan sumbernya. Apabila di kemudian hari terbukti
ditemukannya unsur-unsur plagiasi, saya siap menerima sanksi
pencabutan gelar akademik yang diberlakukan oleh Sekolah
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikan surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta,22 Agustus 2014
Annisa Nur Fajrindy
v
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Kecerdasan Emosional Dan Prestasi Belajar
Pendidikan Agama Islam” yang ditulis oleh Annisa Nur Fajrindy,
NIM: 11.2.00.0.06.01.0127, telah melalui proses bimbingan dan
bisa diajukan untuk ujian promosi.
Ciputat, 25 Agustus 2014
Pembimbing,
Dr.Suparto.M.Ed,Ph.D
vii
PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI
Tesis yang berjudul “ KECERDASAN EMOSIONAL DAN
PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM “, yang
ditulis oleh Annisa Nur Fajrindy NIM 11.2.00.0.06.01.0127telah
lulus dalam Ujian Pendahuluan di hadapan Dewan Penguji pada
tanggal 18 Agustus 2014, dan telah diperbaiki sesuai dengan saran
dan masukan dari Dewan penguji. Selanjutnya tesis ini dapat
diajukan dalam Ujian Promosi Magister.
Jakarta, 5 Agustus 2014
Dewan Penguji:
1. Prof. Dr. Suwito, MA ...............................
(Ketua Sidang/ Penguji) Tanggal .................
2. Prof. Dr. Abuddin Nata, MA ................................
(Penguji I) Tanggal...................
3. Prof. Dr. Abdul Mujib,Msi ...............................
(Penguji II) Tanggal....................
4. Suparto, M.Ed, Ph.D .................................
(Pembimbing/Penguji) Tanggal ...................
ix
ABSTRAK
Tesis ini menganalisis teori yang dikemukakan oleh beberapa
akademisi yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh
secara signifikan terhadap prestasi belajar. Semakin tinggi tingkat
kecerdasan emosional maka semakin tinggi tingkat prestasi belajar.
Dasar pemikirannya adalah bahwa kecerdasan emosional merupakan
paradigma baru dalam proses belajar mengajar yang selama ini bertumpu
pada keyakinan bahwa kecerdasan intelektual merupakan faktor penentu
keberhasilan seseorang
Tesis ini mendukung beberapa teori diantaranya Parker (2004)
dan Ogundokun (2010) yang mengatakan bahwa berbagai dimensi
kecerdasan emosional merupakan prediktor keberhasilan akademis.
Kanhai (2014), Aremu (2006) dan Nwadinigwe (2012) mengatakan
bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosional dan
prestasi belajar, sehingga berkembangnya keterampilan kecerdasan
emosional siswa akan mengarah pada peningkatan prestasi akademiknya.
Selanjutnya, tesis ini menolak pendapat Asikhia (2010),
Adegbite (2005), Edun dan Akanji (2008) yang mengatakan bahwa
penurunan prestasi akademik disebabkan sikap guru dalam mengajar dan
otoritas sekolah. Lamson, Thorndike dan Hagen yang mengatakan
bahwa prestasi belajar yang didapat berbanding lurus dengan tingkat
kecerdasan intelektualnya sehingga tidak ada hubungan antara
kecerdasan emosional dan prestasi belajar.
Tesis ini menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan emosional
memberi kontribusi pada prestasi belajar Pendidikan Agama Islam
sebesar 67,0%. Hal ini dikarenakan kecerdasan emosional berkaitan
dengan pengendalian emosi untuk lebih tenang dan berkosentrasi dalam
belajar, serta memotivasi untuk lebih tekun dalam belajar.
Sumber data dalam penelitian ini adalah data lapangan berupa
hasil data statistik mendalam mengenai pengaruh kecerdasan emosional
terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan Sekolah Alam
Indonesia (SAI) dengan jumlah responden 90 siswa. Sedangkan sumber
skunder penelitian ini adalah buku-buku, artikel dan jurnal yang
berkaitan dengan penelitian ini. Untuk melengkapi penelitian maka
peneliti juga melakukan wawancara dan observasi lapangan. Sedangkan
metode dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang kemudian
data dideskriptifkan.
xi
تجريد البحث حللت ىذه الرسالة النظرية اليت طرحها بعض العلماء و ىي أن الذكاء العاطفي لو
و ىو كلما ارتفع الذكاء العاطفي فارتفع التحصيل , على التحصيل الدراسيكبري تأثري و الفكرة الرئيسية ىي أن الذكاء العاطفي ىو النموذاج اجلديد يف عملية التعليم و .الدراسي
. التعلم اليت اعتمدت على االعتقاد أن الذكاء الفكري ىو أساس النجاح Parker 2005)و أوغوندوكون) وأيدت ىذه الرسالة أراء العلماء منهم فاركري
dan Ogundokun, 2010)الذان قاال أن ألذكاء العاطفي ىو مؤشرا للتحصيل الدراسي . Nwadinigwe )و نادينغوي(Aremu,2006) وأرميو(kanhai,2014)وكاهني
فإهنم قالوا وجود عالقة إجيابية بني مهارات الذكاء العاطفي و التحصيل الدراسي حىت 2012. أن تزايد مهارات الذكاء العاطفي سوف تؤدي إىل زيادة التحصيل الدراسي
, (Adegbite,2005)وأديغبييت, (Asikhia,2010وخبالف ذالك قال أسيخيا فإهنم قالوا بأن سبب اخنفاض التحصيل (Edun dan Akanji, 2008)وأكاجني, وإيدون
وكان المسون وتورنديكي . الدراسي ىو موقف املعلم يف التدريس والسلطات املدراسية قالوا بأن تناول التحصيل (Lamson, Thorndike dan Hagen)وىاغني
حىت ال يكون ىناك أي عالقة بني الذكاء . الدارسي يتناسب طرديا مع الذكاء الفكري. العاطفي و التحصيل الدراسي
طرحت ىذه الرسالة قيمة ثأثري الذكاء العاطفي على التحصيل الدراسي وىي وىو . ألن الذكاء العاطفي تتعلق بتنظيم املشاعر ليكون ىدوءا و تركيزا يف التعلم%. 67
. دوافع للتعلمواملصدر الرئيسي يف ىذه الرسالة ىو البيانات امليدانية من نتائج البيانات اإلحصائية عن تأثري الذكاء العاطفي على التحصيل الدراسي للتبية الدينية اإلسالمية يف املدرسة الطبيعية
و اجملالت , و املادات, و أما املصدر الثانوي ىو الكتب. طالبا90اإلندونيسية بعدد و . و لتكميل ىذه الرسالة أجرى الباحث املقابلة و مالحظة امليدانية. املتعلقة باملوضوع
. منهج ىذه الرسالة ىو املنهج الكمي و تشرح البيانات بطريقة الوصفي
xiii
ABSTRACT
This thesis analyzes the theory which is stated by some
academics who say that emotional intellegence affect learning
achievement significantly. The higher levels of emotional intelligence,
the higher levels of learning achievement. Ther Rationale is emotional
intellegence is a new paradigm in teaching and learning process which
has been based on the belief that intelectual intelligence is determining
factor of individual seccess.
This thesis supports some theories such as Parker (2004) and
Ogundokun (2010) who state that the various dimensions of emotional
intelligence is a predictor of academic success. Kanhai (2014), Aremu
(2006), and Nwadinigwe (2012) state that there is a positive relationship
between emotional intelligence and learning achievement, so that the
development of student’s emotional intelligence skills will lead to
improve their academic achievement.
Furthermore, this thesis rejects the arguments of Asikhia (2010),
Adegbite (2005), Edun and Akanji (2008) who state that the decline in
academic achievement is caused by the attitude of the teacher in
teaching and school authorities. Lamson, Thorndike and Hagen who
state that learning achievement obtained is directly proportional to the
level of intellectual intelligence so that there is no relationship between
emotional intelligence and learning achievement.
This thesis shows that the level of emotional intelligence
contributes to the learning achievements of Islamic religious education
about 67.0%. It is caused by emotional intelligence which relates to
emotional control to be more calm and concentrate in learning, and to
motivate the students to be more diligent in learning.
Data sources in this research is a field data in the form of in-
depth statistical results about the influence of emotional intelligence on
PAI’s learning achievement in secondary school Sekolah Alam Indonesia
(SAI) with the numbered of respondents are 90 students. The secondary
sources of this research are books, articles and journals that associates
with this research. To complete research, the researcher also conduct
interviews and field observations. The method in this research is a
quantitative method with the descriptive data.
xv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi Arab – Latin yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
b = ب
t = ت
th = ث
j = ج
h{ = ح
kh = خ
d = د
dh = ذ r = ر
z = ز
s = س
sh = ش
s{ = ص
d{ = ض
t{ = ط
z{ = ظ
ع = ‘
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ى
h = ه
w = و
y =
B. Vokal
1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fath{ah A A
Kasrah I I
D{ammah U U
2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Gabungan
Huruf
Nama
Fath{ah dan ya Ai a dan i ...ى
Fath{ah dan …و
wau
Au a dan w
Contoh :
H{aul : حول H{usain : حسيي
xvi
C. Maddah
Tanda Nama Gabungan
Huruf
Nama
Fath{ah dan alif a> a dan garis di atas ىآ
Kasrah dan ya i> i dan garis di atas ىي
D{ammah dan ىو
wau
u> u dan garis diatas
D. Ta<‘ Marbu>t{ah (ة)
Transliterasi ta>’ marbu>t{ah ditulis dengan ‚h‛ baik
dirangkai dengan kata sesudahnya maupun tidak contoh mar’ah
(هدرسة) madrasah (هرأة)
Contoh:
al-Madinah al-Munawwarah : الودينة الونورة
E. Shaddah
Shaddah/tasydi>d di transliterasi ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf bersaddah itu.
Contoh:
nazzala : نزل rabbana : ربنا
F. Kata Sandang
Kata sandang ‚ال‛ dilambangkan bukan berdasar huruf
yang mengikutinya, baik huruf syamsiyah ataupun qamariah di
ikuti dengan huruf ال"" .
Contoh:
al-Qalam : القلن al-Shams :الشوس
G. Pengecualian Transliterasi
Adalah kata-kata bahasa Arab yang telah lazim digunakan
di dalam bahasa Indonesia, seperti هللا, asma>’ al-h{usna> dan ibn,
kecuali menghadirkannya dalam konteks aslinya dan dengan
pertimbangan konsistensi dalam penulisan.
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Blueprint Skala Kecerdasan Emosional .......................... 19
Tabel 1.2. Blueprint Skala Prestasi Belajar .................................. 20
Tabel 4.1. Nilai Sig Dimensi mengenal Emosi Diri, Manajemen
Emosi Diri, dan Motivasi ............................................. 85
Tabel 4.2. Nilai Sig Dimensi Motivasi .......................................... 87
Tabel 4.3. Nilai Sig Dimensi Mengenal Emosi Diri, Manajemen
Emosi, dan motivasi .................................................... 90
Tabel 4.4. Uji Regresi Linear Berganda ........................................ 91
Tabel 4.5. Kontribusi Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi
Belajar ....................................................................... 91
Tabel 4.6. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Mengenala Emosi
Diri . .......................................................................... 94 Tabel 4.7. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Manajemen Emosi ..... 95
Tabel 4.8. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Motivasi .................... 96
Tabel 4.9. Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Empati ...................... 98
Tabel 4.10.Nilai Sig dan Kontribusi Dimensi Keterampilan Sosial ... 99
xxiii
DAFTAR GAMBAR
Bagan 2.1. Hubungan Dimensi Kecerdasan Emosional Dan
Prestasi Belajar ........................................................... 33
Gambar 3.1. Model Pendidikan Berbasis Alam ............................... 53
Histogram 3.1. Skor Kecerdasan Emosional Siswa .......................... 59 Gambar 3.2. .Persentase Tingkat Mengenal Emosi Diri Siswa . ........ 60
Grafik 3.1. Dimensi Mengenal Emosi Diri Pada Siswa Sekolah ........ 63
Gambar 3.3 Persentase Tingkat Manajemen Emosi Siswa ............... 66
Grafik 3.2.Dimensi Manajemen Emosi Siswa ................................. 68
Gambar 3.4. Persentase tingkat Motivasi Siswa .............................. 70
Grafik 3.3. Dimensi Motivasi Siswa ............................................. 74
Gambar 3.5. Persentase Tingkat Empati Siswa ............................... 75
Grafik 3.4. Dimensi Empati Siswa ................................................ 77
Gambar 3.6. Persentase Tingkat Keterampilan Sosial ...................... 78
Grafik 3.5. Dimensi Keterampilan Sosial Siswa .............................. 79
Grafik 4.1. Skor Prestasi belajar .................................................... 83
Grafik 4.1. Prestasi Belajar Ranah Afektif ...................................... 84
Grafik 4.2. Prestasi Belajar Ranah Kognitif .................................... 86
Grafik 4.3.Prestasi Belajar Ranah Psikomotorik .............................. 88
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Prestasi belajar yang diraih siswa di Indonesia masih tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini disebabkan banyaknya
penyimpangan perilaku yang terjadi pada siswa. Salah satu bentuk
penyimpangan perilaku siswa adalah kondisi kenakalan remaja
yang merupakan faktor penurunan prestasi belajar. Bentuk
kenakalan remaja dapat berupa penggunaan narkoba, penggunaan
senjata tajam, minum-minuman keras, hamil di luar nikah,
fenomena cabe-cabean, tawuran, serta sex bebas.
Selain faktor kenakalan remaja, penurunan prestasi belajar
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, yaitu faktor dari
dalam diri siswa itu sendiri yang lazim disebut sebagai faktor
internal dengan aneka macam bentuk dan jenisnya. Faktor ini
banyak didominasi oleh kondisi psikologis beserta segenap potensi
siswa dalam bentuk kecerdasan, termasuk intelegensi atau
kecerdasan intelektual yang meliputi berbagai kemampuan, seperti
penalaran, kemampuan berpikir abstrak, dan kemampuan verbal.
Demikian juga faktor-faktor psikologis lainnya seperti konsep diri
dan motivasi berprestasi. Juga faktor kecerdasan emosional yang
meliputi ketabahan, keterampilan bergaul, empati, kesabaran,
kesungguhan, keuletan, ketangguhan, dsb. Kedua, yaitu faktor yang
bersumber dari luar individu siswa, atau sering dikenal sebagai
faktor eksternal. Faktor ini pun beraneka ragam, misalnya faktor
lingkungan, baik lingkungan keluarga, maupun lingkungan sekolah
dan masyarakat. Dalam lingkungan sekolah, guru dengan berbagai
kompetensinya.
Kegagalan akademik tidak hanya berdampak pada para
siswa dan orang tua, hal ini pun berdampak pada tingkat
masyarakat di mana terjadinya kelangkaan tenaga kerja di semua
bidang terutama di bidang ekonomi dan pemerintahan.1 Asikhia
setuju bahwa tingkat jatuhnya prestasi akademik disebabkan sikap
1Adedeji Tella,‛ Locus Of Control, Interest In Schooling, Self-Efficacy
And Academic Achievement‛, Cypriot Journal of Educational Sciences 4
(2009): 168-182.
2
guru dalam mengajar.2 Adegbite\ mengatakan bahwa sikap
beberapa guru yang sering tidak hadir untuk mengajar dan
terlambat hadir ke sekolahan yang merusak ego para siswa.3 Edun
dan Akanji menegaskan bahwa penurunan prestasi akademik di
antara siswa biasanya dikaitkan dengan otoritas sekolah dan sikap
guru dalam mengajar.4 Berdasarkan beberapa pendapat, faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar penelitian ini memfokuskan
pada faktor kecerdasan emosional hal ini karena kecerdasan
emosional sendiri bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak,
dan naluri moral yang mencakup pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan
memecahkan masalah pribadi, mengendalikan amarah serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Terutama dalam proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terjadi suatu perubahan
kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam berbagai bidang, dan
kemampuan itu diperoleh karena adanya usaha belajar. Anak-anak
yang menguasai emosinya menjadi lebih percaya diri, optimis,
memiliki semangat dan cita-cita, memiliki kemampuan beradaptasi
sekaligus mereka akan lebih baik prestasinya di sekolah yang
mampu memahami, sekaligus menguasai permasalahan-
permasalahan yang ada.
Menurut Kanhai kecerdasan emosional mempunyai
hubungan yang kuat dengan prestasi belajar. Kanhai menunjukkan
beberapa hasil penelitian oleh beberapa akademisi tentang adanya
pengaruh yang signifikan kecerdasan emosional terhadap prestasi
belajar. Selanjutnya Kanhai mengatakan bahwa kecerdasan
emosional adalah cara mengenali, memahami dan memilih
bagaimana kita berpikir, merasa dan bertindak. Hal ini membentuk
interaksi kita dengan orang lain dan pemahaman kita tentang diri
2Asikhia O. A, ‚Students and Teachers’ Perception of the Causes of
Poor Academic Performance in Ogun State Secondary Schools‛, European Journal of Social Sciences – Volume 13, Number 2 (2010):1-14.
3Adegbite, ‚Influence of Parental Attribution Of Success/Failure On
Academic Performance Of Secondary School Student In Ilorin Metropolis‛, The Counsellor, 21,(2005):238-246.
4T. Edun, & Akanji, ‚Perceived Selfefficacy, Academic Self-
Regulation And Emotional Intelligence As Predictors Of Academic
Performance In junior Secondary Schools‛, International Journal of Educational Research. 4,1,(2008): 61-72.
3
kita sendiri, mendefinisikan bagaimana dan apa yang kita pelajari,
memungkinkan kita untuk menetapkan prioritas serta menentukan
sebagian besar tindakan kita sehari-hari.5 Begitu juga Aremu
mengatakan dalam tulisannya bahwa terdapat hubungan yang
positif antara kecerdasan emosional dan prestasi belajar.6 Hal ini
dikarenakan belajar lebih banyak berhubungan dengan aktifitas
jiwa, dengan kata lain faktor-faktor psikis yang memiliki peran
yang sangat menentukan dalam proses belajar dan hasilnya
menjadikan keadaan lebih normal dan stabil.
Emosi yang terkendali sangat menolong individu
melakukan proses belajar, tetapi dengan emosi yang tidak
terkendali menjadikan pribadi kehilangan kontrol yang normal
terhadap dirinya, misalnya takut, marah, stress, putus asa atau
sangat gembira, ini semua akan menghambat proses belajar dan
prestasi yang dicapai.7
Parker juga menemukan bahwa berbagai dimensi
kecerdasan emosional adalah prediktor keberhasilan akademis.8
Hal ini sudah jelas bahwa fokus utama pendidikan adalah prestasi
akademik yang telah diukur dengan menggunakan tes kecerdasan
atau bentuk lain dari pemeriksaan standar, dan sekolah tidak dapat
mengabaikan perkembangan ranah emosional dan faktor personal
lainnya yang berkontribusi terhadap keberhasilan siswa 9
5Abhishek Kanhai, ‚Emotional Intelligence: A Review of Researches‛,
European Academic Research, Vol.II, Issue 1, (2014): 799-800
http://www.euacademic.org. diakses pada 27 Juni 2014. 6Oyesojl A. Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, Relationship
among Emotional Intelligence, ‚Parental Involvement and Academic
Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria‛, University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses pada 9 juni 2013.
7Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008),
35-39. 8James D.A. Parker, ‚Academic achievement in high school: does
emotional intelligence matter?,‛ Personality and Individual Differences 37
(2004), 1323. 9Gary R. Low and Darwin B. Nelson ,‛ Emotional Intellegence The
Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛ Texas Association of Secondary School Principals (TASSP )for Publication in the TEXAS
STUDY magazine for secondary education, Spring 2005 edition.
(http://www.tamuk.edu) diakses pada 21 Desember 2013.
4
Pendidik perlu membangun tingkat kreativitas yang tinggi
untuk menjadikan siswa yang produktif dan baik, yang dapat
dicapai melalui keseimbangan dalam pembelajaran kognitif dan
ranah emosional. Pada tahap ini, Epstein dan Le Doux
menunjukkan bahwa ranah kognitif dan ranah emosional siswa
dalam pengembangan akademik harus menjadi tujuan utama untuk
mendidik siswa.10
Cherniss menyatakan pentingnya kecerdasan
emosional yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan
kesejahteraan psikologis dalam pembelajaran di sekolah. Jika
keterampilan kecerdasan emosional sudah dikembangkan,
diperkuat dan ditingkatkan, maka siswa dapat menunjukkan
peningkatan tingkat personal, akademik dan prestasi karir.11
Kecerdasan emosional memiliki kontribusi penting dalam
proses belajar mengajar. Kecerdasan emosional merupakan
paradigma baru dalam pendidikan yang memberikan harapan dan
terobosan pada pengelolaan pendidikan yang selama ini bertumpu
pada keyakinan bahwa intelegensi sebagai faktor penentu
keberhasilan anak dalam belajar.12
Kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan
mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri, semangat dan
ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.13
Kecerdasan Emosional sebagaimana ditentukan oleh
Nelson dan Low memiliki empat dimensi utama keterampilan
10Nwadinigwe and Azuka-Obieke ‚The Impact of Emotional
Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in
Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.
11Vela ‚The Role of Emotional Intelligence in The Academic
Achievement of First Year College Students.‛ Unpublished Doctoral Dissertation, Texas A & M University-Kingsville.2003. TX.
(http://www.proquest.umi.com) diakses pda 10 desember 2012. 12Syadli Z.A, ‚Kecerdasan Emosional Siswa dan Implikasinya
Terhadap Kreativitas Guru Agama,‛ dalam Islam dan Hegemoni Sosial, ed.
Khaeroni (Jakarta: PT.Mediacita, 2001), 161. 13Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya (Jakarta :
PT. Gramedia, 2001), Cet. 11, xiii.
5
kompetensi emosional yaitu keterampilan interpersonal,
keterampilan kepemimpinan, keterampilan manajemen diri dan
keterampilan intrapersonal. Nelson dan Low mengidentifikasi
bahwa sangat penting untuk membangun keterampilan kecerdasan
emosional yang lebih efektif.14
Perkembangan emosional siswa
tampaknya tidak terlihat sampai adanya perilaku menyimpang
terutama yang terjadi pada akhir-akhir ini. Contoh Familiar yang
menyebabkan turunnya prestasi biasanya disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya: pemalakan, kekerasan di sekolah,
masalah absensi, penyalahgunaan zat, kurangnya motivasi dan
masalah lingkungan belajar.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa tingkat kecerdasan
emosional sangat mempengaruhi prestasi belajar pada siswa.15
Kecerdasan emosional turut mempengaruhi hasil belajar atau
prestasi belajar individu. Kecerdasan emosional berkaitan dengan
prestasi akademik melalui motivasi. Menurut Goleman,
kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kemampuan belajar. Kecerdasan emosional dalam
belajar biasanya berkaitan dengan kestabilan emosi untuk bisa
tekun, konsentrasi, tenang, teliti, dan sabar dalam memahami
materi yang dipelajari.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa kecerdasan
emosional dapat menjadi prediktor yang lebih kuat dari pada
kecerdasan intelektual dalam belajar.16
Mengukur kemampuan
kecerdasan emosional telah dikonfirmasi untuk menjadi prediktor
yang signifikan atau penting dalam prestasi akademik. Bahkan
setelah mengendalikan faktor-faktor kepribadian dan kemampuan
kognitif oleh berbagai penelitian terbaru seperti Di Fabio dan
14Nwadinigwe and Azuka-Obieke, ‚The Impact of Emotional
Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in
Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.
15Vela ‚The Role Of Emotional Intelligence In The Academic
Achievement Of First Year College Students.‛ Unpublished Doctoral Dissertation, Texas A & M University Kingsville. 2003.TX,
(http://www.proquest.umi.com).
16
Joseph E. Zins, Mchelle R. Bloodworth, Roger P, Weissberg, and
Herbert J. Walberg, ‚The Foundations of Social and Emotional Learning‛,
http://selted.weebly.com/uploads diakses pada 21 Agustus 2014.
6
Palazzeschi, MacCann, Fogarty, Zeider dan Roberts, Qualter,
Gardner, Paus, Hutchinson dan Whiteley. Penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dapat mempengaruhi
prestasi akademik melalui kemampuan untuk mengatasi stres
seperti penilaian, dinamika kolaborasi kelompok, atau tuntutan
sosial dan emosional kehidupan akademis, dan memediasi
hubungan antara kemampuan kognitif dan hasil belajar.17
Penelitian terbaru telah mendefinisikan emosional dan
kognitif otak terhubung satu sama lain dalam arti bahwa
keputusan atau kinerja tidak dapat diambil tanpa kerja otak
emosional . Sebuah penelitian juga menyatakan bahwa kecerdasan
emosional dan kecerdaan intelektual sangat penting dalam proses
belajar. Kecerdasan emosional sebagai sub-variabel emosi atau
emosi regulasi yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari,
belajar, dan pendidikan. Dalam proses pembelajaran, kecerdasan
emosional itu sendiri membantu memperoleh informasi baru18
dan
memiliki hubungan langsung dengan prestasi belajar.19
Sedangkan Penelitian yang dilakukan oleh Lamson
membuktikan bahwa prestasi belajar yang dapat dicapai setiap
individu berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan
intelektualnya. Kesimpulan yang diperoleh Lamson dari penelitian
terhadap siswa-siswa berbakat dalam ujian yang diselenggarakan
oleh New York Regent membenarkan pendapat umum bahwa anak
cerdas dapat memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan prestasi yang dapat dicapai anak kurang
cerdas dalam situasi belajar yang sama.20
17Insook Lee, ‚Effects of Emotional Intelligence on Attitudinal Learning
in e-Learning Environment‛, artikel icome.bnu.edu. di akses pada 27 Juni 2014. 18Bhadouria Preeti, ‚Role of Emotional Intelligence for Academic
Achievement for Students,‛ Journal of Educational Sciences Vol. 1(2), 8-12,
May (2013). (http://www.isca.in) diakses pada 24 Agustud 2013. 19Eisenberg, Sadovsky, & Spinrad, Associations of emotion-related
regulation, language skills, emotion knowledge, and academic outcomes, (New
Directions in Child and Adolescent Development:2005), 109. 20E.E. Lamson, ‚High School Achievement of 56 Gifted Children‚,
Journal of Genetic Psyichology, 47/1935, h. 233-238, dikutip dalam Lester
D.Croww & Alice Crow, Educational Psyichology, terj. Z.Kasijan, Psikologi Pendidikan (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), 233.
7
Thorndike dan Hagen mencoba menyimpulkan hubungan
tes kecerdasan intelektual dengan prestasi belajar. Kesimpulan ini
didasarkan pada ritus penelitian mengenai tes kecerdasan
intelektual dan prestasi belajar, yaitu: ada korelasi yang kuat
antara skor tes kecerdasan intelektual dengan prestasi harian di
kelas. Angka korelasi yang ditemukan menunjukkan antara 0,50
sampai dengan 0,60.21
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya
kompleks dan menyeluruh. Ada yang berpendapat bahwa untuk
meraih prestasi belajar yang tinggi dalam belajar, seseorang harus
mempunyai kecerdasan intelektual yang tinggi. Karena intelegensi
merupakan bekal potensial yang akan memudahkan proses dalam
belajar dan pada akhirnya akan memudahkan seseorang untuk
meraih prestasi yang tinggi.
Namun pada kenyataannya sering ditemukan siswa yang
memiliki intelegensi tinggi tetapi memperoleh hasil belajar yang
rendah. Sebaliknya siswa yang memiliki intelegensi rendah bisa
mendapatkan hasil belajar yang relatif tinggi, dengan ini maka
kecerdasan intelektual bukanlah satu-satunya sebab keberhasilan
seseorang. Menurut Goleman kecerdasan intelektual hanya
menyumbang 20% bagi kesuksesan seseorang sedangkan 80%
adalah sumbangan-sumbangan dari faktor lain diantaranya
kecerdasan emosional.22
Kegiatan belajar merupakan kegiatan
paling pokok dalam keseluruhan sebuah pendidikan. Hal ini
mengandung arti bahwa berhasil atau tidaknya sebuah pendidikan
tergantung pada proses belajar yang dialami siswa.23
Proses belajar mengajar dapat dijadikan media untuk
memfalisitasi perkembangan kecerdasan emosional anak didik,
khususnya dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu
dengan menanamkan rasa kejujuran, kasih sayang, kontrol diri,
ketekunan dan antusias, serta menghindari konflik. Konsep
21Robert Thorndike & Elizabeth Hagen, Measurement and Evluation in
Psychology and Education, 2nd Edition (New York: John Wiley & Sons inc,
1962), 246-247. 22Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya (Jakarta :
PT. Gramedia, 2001), Cet. 11,14. 23M Uzer Usman & Lilis Setiawan, Upaya Optimalisasi Kegiatan
Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 9-10.
8
kecerdasan emosional terkait dengan sikap-sikap terpuji dari kalbu
dan akal yakni sikap bersahabat, kasih sayang, empati, takut
berbuat salah, keimanan, dorongan moral, bekerja sama,
beradaptasi, berkomunikasi dan penuh perhatian serta kepedulian
terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan.24
Adapun ciri yang menandai kecerdasan emosional dalam
pendidikan Islam terdapat pada pendidikan akhlak.25
Kecerdasan
emosional dalam Islam disebut kognitif qalbiyah.26 Berkaitan
dengan hal ini Abdul Mujib mengatakan bahwa kecerdasan
emosional adalah kecerdasan kalbu yang berkaitan dengan
pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan agresif, kecerdasan ini
mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada,
tenang, dan sabar dan tabah ketika menghadapi masalah, serta
berterimakasih ketika mendapat kenikmatan.27
Hal ini tentunya
hati harus dididik, diperbaiki, diluruskan, diberi perhitungan dan
diberi teguran. Pendidikan dan pelurusan hati bertujuan
memunculkan kecerdasan yang dimilikinya atau untuk mengobati
penyakit-penyakit psikis yang diderita.
Perilaku manusia itu dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
internal, beberapa peneliti mengatakan bahwa pembelajaran
akhlak pertama adalah lingkungan, karena pada dasarnya
kehidupan manusia adalah perilaku manusia itu sendiri.28
Oleh
karenanya lingkungan yang baik akan mempengaruhi akhlak setiap
individu, dan dalam hal ini tentunya akhlak perlu dididik dan
diarahkan dengan benar. Dengan dididik dan diluruskan, hati akan
dapat menggapai kondisi-kondisi rohani positif dan sifat-sifat
24Abuddin Nata, Manejemen Pendidikan (Bogor: Kencana, 2003), 45. 25Secara terminology akhlak menurut Imam al-Ghazali ialah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah,
tanpa melakukan pemikiran dan perkembangan. Lihat Abu Hamid Muhammad
al-Ghaazali Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n Jilid III (Beirut: Da>r al-Fikr, 1989), 58. 26M. Yaniyullah Delta Aulia., Melejitkan Hati dan Otak Menurut
Pentunjuk Alqur’an dan Neurologi, Edisi I (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), 14. 27Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 323. 28Sa’i>d Rasyi>d al-A‘z}ami>, ‘Ilmu an-Nafsi al-Ta’li>mi> al-mutaqaddim
(‘Ama>n : Da>ru Jali>si al-Zama>n, 2008), 85.
9
kesempurnaan.29
Dalam tahap ini Sekolah Alam Indonesia
Ciganjur merupakan sekolah dengan konsep pendidikan yang
berbasis pada keuniversalan alam semesta. Dasar dari konsep
Sekolah Alam Indonesia adalah Alqur’an dan hadis.
Tugas sekolah bukan hanya memberikan pengetahuan
tetapi juga memberikan setiap apa yang dibutuhkan murid untuk
mengarahkan kepada hal-hal yang sesuai dengan kebutuhannya
sehingga murid bisa mencapai hasil yang memuaskan.30
Di
Sekolah Alam Indonesia anak dibebaskan menjadi diri mereka dan
mengembangkan potensi dirinya untuk tumbuh menjadi manusia
yang berkarakter, berakhlak mulia, berwawasan ilmu pengetahuan
dan siap menjadi pemimpin sesuai hakikat penciptaan manusia
untuk menjadi khalifah di muka bumi. Anak dibebaskan dari
tekanan mengejar nilai dan ranking, tapi didorong untuk
menumbuhkan tradisi ilmiah. Prestasi tidak dilihat dalam
perbandingan dengan anak lain, tapi dari upaya memaksimalkan
potensi diri dan menjadi lebih baik. Belajar menjadi sesuatu yang
menyenangkan, tidak membebani. Belajar jadi kebutuhan bukan
keharusan. Sekolah tidak menjadi penjara yang membosankan.
Anak-anak belajar dari pembiasaan. Sesuatu yang dekat,
yang terus menerus disentuhkan, akan membentuk pemahaman
anak mengenai hal tersebut. Pemahaman yang melekat dan telah
menjadi konsep diri, akan terus dibawa hingga dewasa. Sekolah
alam, menawarkan sebuah metode pembelajaran luar ruangan yang
akan mendekatkan anak-anak pada suatu kondisi asri, alami, dan
murni. Melalui pendidikan ini, anak diberi kesempatan untuk
mengenali ciptaan Tuhan, berinteraksi secara intens, memahami,
bersikap, berperilaku. Dan tentunya juga merasakan efek timbal
balik dari apa yang telah dia lakukan terhadap lingkungannya.
Belajar di alam, belajar dengan suasana alam, belajar bersama
alam, membawa suasana tersendiri yang mempengaruhi pikiran,
hati dan jiwa anak ketika belajar.
29M. Yaniyullah Delta Aulia., Melejitkan Hati dan Otak Menurut
Pentunjuk Al-Qur’an dan Neurologi, Edisi I (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), 17. 30Sala>h} Fua>d Sali>m, al-Nashat}a>t al-Madrasiyah (‘Ama>n: Maktabatul
‘Arabi> linnayl Wa al-Tauzi>’, 2010), 18.
10
Dari manfaat kegiatan di alam terbuka tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kegiatan alam lebih banyak membantu
membina kecerdasan emosi seseorang. Hampir sebagian besar
keberhasilan dan kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan
emosinya. Dengan demikian, pendidikan alam yang berisi kegiatan
di alam akan membantu membina kecerdasan emosi anak didik
menjadi manusia yang berhasil dan sukses dalam kehidupannya
kelak.
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk
perilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip
dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai moral dan sebagai
landasan pencapaian pendidikan nasional. Selain itu Pendidikan
Agama Islam menghilangkan semua perilaku buruk dan
menjauhkan hal-hal buruk31
serta mengembangkan perilaku-
perilaku yang sesuai dengan kehidupan.32
Semua hal ini pun tidak
terlepas dari peran seorang guru, guru adalah petugas professional
pendidikan dalam interaksi belajar mengajar yang mencakup tiga
aspek, pengajaran, kepemimpinan dan penilaian.33
Guru Sekolah
Alam Indonesia sudah menciptakan kerja sama dalam kelas,
membangun tolok ukur tindakan kerja (mengkoordinasikan)
prosedur kerja, memperbaiki suasana kelas dengan menggunakan
cara pemecahan masalah serta memodifikasi suasana dalam kelas.
Fungsi pemeliharaan meliputi: meningkatkan semangat kerja
siswa, menangani konflik siswa agar menjadi suasana yang
bermanfaat, membantu siswa menyesuaikan diri dengan perubahan
yang terjadi dalam lingkungan sehingga mengurangi rasa cemas
siswa, dengan kata lain guru dengan KBMnya bisa memelihara
psikologi kelas yang menimbulkan semangat siswa dengan penuh
kegembiraan, kompetensi secara sehat, tanpa merasa adanya
tekanan untuk maju berprestasi. Hal ini yang membuat peneliti
31Kha>lid Muh}ammad Abu Sha’iroh wa Tsa>ir Ah{mad ghabir, Nah}wa
Mafa>hi>mu Tarbawiyah Mu’a>s}irah Fi> al-Alfiyah al-Tha>lithah
(‘Ama>n:Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2008), 310. 32Fa>diyah Ka>mil H}ama>m wa ‘Ali> ah}mad Sayyid Mus}tafa, ‘Ilmu al-naf
si al-Tarbawi> Fi> D}aui al-Isla>m (Riya>d}: Da>ru al-Zahra, 2006), 44. 33Syadli Z.A, ‚Kecerdasan Emosional Siswa dan Implikasinya
Terhadap Kreativitas Guru Agama,‛ dalam Islam dan Hegemoni Sosial, ed.
Khaeroni (Jakarta: PT.Mediacita,2001), 161.
11
tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam .
Emosi siswa dalam menerima pembelajan agama sangat
mempengaruhi prestasi belajar Pendidikan Agama Islam . Karena
peserta didik yang memiliki emosi baik akan mudah menerima
pelajaran yang disampaikan. Peserta didik memiliki hak penuh
dalam mengatur kestabilan emosinya. Adapun faktor luar yang
mendorong emosinya hanyalah merupakan faktor pendorong yang
pada akhirnya keputusan ada pada dirinya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional merupakan salah satu hal yang penting
khususnya bagi remaja. Karena kecerdasan emosional berkaitan
dengan pengendalian emosi yang menjadikan siswa untuk lebih
berkosentrasi dan tenang dalam belajar serta memotivasi siswa
untuk lebih tekun dalam belajar. Dalam hal ini tentunya
kecerdasan emosional yang dimiliki oleh remaja, dapat menjadi
pengaruh yang baik dalam meningkatkan prestasi belajar
khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam .
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Latar belakang yang telah diuraikan membuka kemungkinan
munculnya permasalahan antara lain:
a. Prestasi belajar tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor,
tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan
spiritual, faktor lingkungan, sekolah, orang tua, dll.
b. Pengaruh lingkungan yang negatif turut menyumbang
turunnya prestasi belajar siswa.
c. Sistem Pendidikan Agama Islam dalam mengembangkan
kecerdasan emosional yang membantu meningkatkan
prestasi belajar siswa.
d. Bentuk dan karakteristik pengembangan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Alam Indonesia.
e. Pengembangan pembelajaran kecerdasan emosional
sekolah lanjutan di Sekolah Alam Indonesia (SAI) di
mungkinkan bisa membentuk kepribadian anak menjadi
baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
12
2. Pembatasan Masalah
Prestasi belajar yang diraih tentunya dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang berbeda-beda diantaranya: faktor internal
yang di dalamnya termasuk faktor kecerdasan intelektual,
kecerdasan spiritual dan faktor kecerdasan emosional. Adapun
faktor eksternal yang termasuk di dalamnya faktor lingkungan,
sekolah, dan keluarga. Oleh karena luasnya permasalahan yang
diidentifikasi, dan banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar, maka penelitian ini akan difokuskan pada faktor
kecerdasan emosional sebagai faktor determinan yang
memepengaruhi prestasi belajar. Hal ini dikarenakan kecerdasan
emosional memiliki keterkaitan yang tinggi dengan proses belajar
mengajar yang melalui pengendalian emosi, manajemen emosi
untuk lebih fokus dalam belajar dan memotivasi siswa untuk lebih
tekun dalam belajar.
3. Perumusan Masalah
Berlandaskan batasan masalah, maka rumusan masalah
yang diteliti adalah: Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional
terhadap prestasi belajar pada siswa sekolah lanjutan Sekolah
Alam Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan
bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar, kemudian untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar
siswa. Dan signifikansi dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi akademis dalam penelitian Pendidikan
Agama Islam . Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat
memberikan informasi kepada para pendidik untuk memperhatikan
kembali prestasi belajar bidang studi agama Islam, serta
memberikan informasi bagi sekolah-sekolah dan guru-guru untuk
lebih memperhatikan faktor kecerdasan emosional dalam
mempengaruhi prestasi belajar siswa khususnya pada mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam .
13
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu yang terkait dengan judul tesis ini
adalah sebagai berikut:
Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, dan Adedeji Tella
menuliskan dalam penelitiannya yang berjudul ‚Relationship
among Emotional Intelligence, Parental Involvement and
Academic Achievement of Secondary School Students in Ibadan,
Nigeria.‛ Studi ini meneliti hubungan antara kecerdasan
emosional, keterlibatan orang tua dan prestasi akademik dari 500
siswa Sekolah Menengah di Ibadan, Nigeria. Usia peserta berkisar
antara 14 dan 18 tahun (M = 16.5, SD. = 1,7). Dua hipotesis yang
diuji untuk signifikansi. Metode penelitian ini Menggunakan
Pearson Product Moment Correlation Coefficient dan Multiple
Regression Statistics. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik
kecerdasan emosional dan keterlibatan orang tua bisa memprediksi
prestasi akademik. Demikian pula terdapat hubungan positif
antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik, dan antara
keterlibatan orang tua dan prestasi akademik.34
M.O. Ogundokun.D, dan A. Adeyemo dalam tulisannya yang
berjudul ‚Emotional Intellgence And Academic Achievment: The
Moderating Influence of Age, Intrinsic Motivation.‛ Penelitian ini
meneliti pengaruh moderasi kecerdasan emosional, usia dan
akademis motivasi terhadap prestasi akademik siswa sekolah
menengah. Penelitian ini mengadopsi desain penelitian survei.
Para peserta dalam penelitian ini adalah 1.563 (pria = 826, wanita
= 737) siswa sekolah menengah dari negara Oyo, Nigeria. Usia
mereka berkisar antara 12 tahun dan 17 tahun dengan usia rata-
rata 15,96 tahun. Dua instrumen yang valid dan reliabel digunakan
untuk menilai kecerdasan emosional dan motivasi akademik
sedangkan prestasi tes pada Bahasa Inggris Bahasa dan
Matematika digunakan sebagai ukuran pencapaian akademik.
Deskriptif statistik Pearson korelasi product moment dan statistik
regresi digunakan untuk menganalisis data. Hasil penelitian
34Oyesojl A.Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, Relationship
among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria. University of
Ibadan, Nigeria (www.usca.edu/essays/vol182006/tella1.pdf diakses pada 24
Agustus 2013.
14
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional adalah prediktor kuat
terkait dengan prestasi akademik. Penelitian ini memiliki
implikasi bagi pengembang kurikulum untuk mengintegrasikan
kecerdasan emosional pada kurikulum sekolah menengah, Guru,
psikolog dan pendidikan harus mendorong pengembangan
motivasi berprestasi yang kuat pada siswa melalui penyediaan
program intervensi konseling yang tepat dan lingkungan yang
memungkinkan.35
Bhadouria Preeti menuliskan dalam makalahnya yang
berjudul ‚Role of Emotional Intelligence for Academic
Achievement for Students.‛ Penelitian ini meneliti faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosional dan
perannya dalam prestasi akademik bagi siswa. Dalam penelitian
ini data sekunder yang telah dikumpulkan dan untuk mencari tahu
korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik dan
pengajaran keterampilan emosional dan sosial di sekolah tidak
hanya mempengaruhi prestasi akademik selama diajarkan, tetapi
juga meninggalkan dampak prestasi jangka panjang. Temuan
makalah ini menyajikan bahwa prestasi akademik tanpa
kecerdasan emosional tidak menunjukkan keberhasilan masa depan
dan adanya kecerdasan emosional juga menunjukkan kepribadian
dan kemampuan untuk membangun hubungan ditempat kerja serta
di sekolah-sekolah dan itu sangat penting untuk pendidikan
berkualitas36
Jams D Parker dkk menuliskan dalam penelitianya yang
berjudul ‚Academic Achievement in High School: Does Emotional
intelligence matter?‛, tulisan ini meneliti tentang hubungan
kecerdasan emosional dan prestasi akademik, dengan membagian
kuesioner skala kecerdasan emosional kepada siswa. Penelitian ini
35M.O.Ogundokun.D, and A. Adeyemo, ‚Emotional Intellgence And
Academic Achievment: The Moderating Influence of Age, Intrinsic
Motivation‛, The African Symposium: An Online Journal of The African Educational Research Network,http://www.ncsu.edudiakses pada 24 Agustus
2013. 36Bhadouria Preeti, ‚Role of Emotional Intelligence for Academic
Achievement for Students,‛ Journal of Educational Sciences Vol. 1(2), 8-12,
May (2013). (http://www.isca.in) diakses pada 24 Agustus 2013.
15
menyimpulakan bahwa keberhasilan akademis sangat terkait
dengan beberapa dimensi kecerdasan emosional.37
Abishek Kanhai dalam tulisannya yang berjudul “Emotional
Intelligence: A Review of Researches‛, mengatakan bahwa
kecerdasan emosional sampai saat ini yang sering di ungkapkan
beberapa peneliti dan pendidik bahwa kecerdasan emosional hanya
mempengaruhi keberhasilan dalam bisnis dan dunia usaha tetapi
tampaknya bahwa emosi mempengaruhi semua kinerja dan
kemampuan manusia. Analisis penelitian menunjukkan bahwa
beberapa variabel penting, misalnya kreativitas, prestasi
akademik, prestasi dalam matematika dan variabel sosio-
demografis dan lingkungan secara signifikan berhubungan dengan
kecerdasan emosional. Ada kebutuhan untuk peneliti dan pendidik
untuk memberikan perhatian lebih pada kecerdasan emosional
untuk menghubungkan dengan hasil belajar siswa. Dan beberapa
penelitian lagi yang bisa dilakukan dengan variabel seperti rasa
ingin tahu, nilai-nilai, budaya, motivasi berprestasi dll Tulisan ini
akan memberikan para peneliti, pendidik, pembuat kebijakan,
pengelola sekolah, guru dan pembimbing pandangan yang lebih
baik tentang proses dan penerapan kecerdasan emosional.38
Penelitian Nwadinigwe dengan judul ‚The Impact of
Emotional Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary
School Students in Lagos, Nigeria, Studi ini meneliti dampak dari
kecerdasan emosional terhadap prestasi akademik SMA siswa
sekolah di Lagos, Nigeria. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menguji hubungan antara kecerdasan emosi dan prestasi akademik
di antara siswa sekolah menengah atas. Sampel dari 156 peserta
dipilih secara acak dari tiga sekolah menengah atas digunakan.
Sekolah secara acak ditugaskan untuk kondisi dua perlakuan
(teknik pelatihan kecerdasan emosional) dan kelompok kontrol.
angket dan tes prestasi yang digunakan untuk menghasilkan data
untuk penelitian. Dua hipotesis penelitian yang dirumuskan untuk
panduan penelitian. Hipotesis diuji dengan menggunakan metode
37
James D.A. Parker, ‚Academic Achievement in High School: Does
Emotional Intelligence Matter?,‛ Personality and Individual Differences 37
(2004): 1321–1330. 38
Abishek Kanhai, ‚Emotional Intelligence: A Review of Researches‛,
Europan Academic Research Vol. II, Issue 1/ April (2014): 797-834.
16
statistik deskriptif, analisis kovarians (ANCOVA) dan Pearson
product moment statistik koefisien korelasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara keterampilan
kecerdasan emosional dan prestasi akademik sehingga berkembang
keterampilan kecerdasan emosional siswa akan mengarah pada
peningkatan/prestasi akademiknya. Dengan demikian, ada
kebutuhan untuk menanamkan pengembangan keterampilan
kecerdasan emosional ke dalam kurikulum sekolah. Hal ini
dianggap penting karena dampaknya dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Temuan penelitian ini dapat membantu para
pemangku kepentingan di sektor pendidikan dalam
mengembangkan pemahaman yang lebih baik dari efek kecerdasan
emosional pada prestasi akademik siswa sekolah menengah atas.39
Dari penelitian di atas peneliti menyimpulkan untuk
meneliti bagaimana pengaruh kecerdasan emosional terhadap
prestasi belajar khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam . Objek penelitian dalam penulisan tesis ini adalah Sekolah
Alam Indonesia Ciganjur yang mana pada sekolah ini terdapat
sistem pendidikan yang mengarah pada pengembangan kecerdasan
emosional.
E. Metodologi Penelitian
Beberapa hal yang peneliti perlu lakukan untuk
membuktikan bahwasannya kecerdasan emosional mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar penelitian
menggunaka analisis regressi linear berganda, maka metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuatitatif.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
lapangan. Namun untuk melengkapi data penelitian maka peneliti
melakukan wawancara dan observasi terhadap siswa sekolah
lanjutan di Sekolah Alam Indonesia.
39 Nwadinigwe and Azuka-Obieke, ‚The Impact of Emotional
Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in
Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):395-401.
17
1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua
macam yaitu:
a. Sumber primer (primary sources) penelitian ini adalah
pengisian kuesioner yang didisi oleh sumber utama yaitu
siswa sekolah lanjutan. Serta wawancara dan observasi
terhadap sekolah, siswa, dan guru sekolah lanjutan Sekolah
Alam Indonesia (SAI).
b. Sumber Skunder (secondary sources) penelitian ini adalah
buku-buku, jurnal, dan artikel yang berkaitan dengan
kecerdasan emosional dan prestasi belajar.
2. Populasi dan Sampel
Adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah siswa sekolah lanjutan di Sekolah Alam Indonesia tahun
ajaran 2013-2014 dengan jumlah siswa 113 orang. Teknik
sampling yang digunakan oleh peneliti adalah probability sampling, yaitu pengambilan sampel yang memberikan peluang
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi proportionate stratified random sampling.
40 Teknik ini digunakan bila populasi
mempunyai anggota yang tidak homogen dan berstrata secara
proposional. Stratifikasi dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengambil sample sebanyak 90 siswa dengan taraf kesalahan 5%
dari jumlah keseluruhan siswa sekolah Lanjutan Sekolah Alam
Indonesia yaitu 113 siswa.
3. Instrument dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Penelitian
ini merupakan penelitian survey. Penelitian ini mengunakan data
primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dari penyebaran
kuisioner terhadap siswa. Kuisioner digunakan dalam rangka
melakukan pengukuran terhadap variabel kecerdasan emosional
dan prestasi belajar siswa sekolah lanjutan (SAI) yang dijadikan
sebagai sampel dalam penelitian ini. Dan untuk melengkapi
40Sugiyo, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 120.
18
penelitian maka peneliti melakukan wawancara dan observasi
kebeberapa siswa sekolah lanjutan Sekolah Alam Indonesia.
Sedangkan kuesioner berbentuk skala yaitu skala kecerdasan
emosional dan prestasi belajar:
a. Alat Ukur Skala Kecerdasan Emosional
Skala kecerdasan emosional yang dipakai dalam penelitian
ini adalah skala kecerdasan emosional yang diadaptasi dan
dimodifikasi berdasarkan dimensi kecerdasan emosional milik
Daniel Goleman sebagai indikator. Skala ini juga disusun dan
dikembangkan oleh Aziz Wahidin. Skala kecerdasan emosional
terdiri dari aspek mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati),
keterampilan sosial41
dalam skala ini terdapat 27 item pernyataan
favorable dan unfavorable yang berguna untuk mengukur sejauh
mana kecerdasan emosional dipahami siswa Sekolah Alam
Indonesia Ciganjur.
Sistem penilaian skala dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Item Favorable : sangat sesuai (4), sesuai (3), tidak sesuai
(2), sangat tidak sesuai (1)
2. Item Unfavorable : sangat sesuai (1), sesuai (2), tidak
sesuai (3), sangat tidak sesuai (4)
41Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya (Jakarta :
PT. Gramedia, 2001), Cet. 11, 57
19
Tabel 1:1
Blue print skala Kecerdasan Emosional No Dimensi Indikator Item Jml
Fav unfav
1 Mengenal Emosi
diri
-Kesadaran emosi
-penilaian diri
8,26
1,6,11 5
2 Manajemen
Emosi
-Pengaturan emosi
-Mudah menerima dan
terbuka
-Sifat di percaya
4,18
21
27
5
5
3 Motivasi -Dorongan prestasi
-Optimisme
3,7,2
5
2,10
20
6
4 Empati -Mengerti kebutuhan
orang lain
-Mengembangkan
orang lain
9,12
13,22
15 5
5 Keterampilan
Sosial
-Mengenal emosi orang
lain
-Manajemen konflik
-Kemampuan tim
-Komunikasi
14
2,17,
19
24,27
6
b. Alat Ukur Skala Prestasi Belajar
Untuk mengukur prestasi belajar peneliti menggunakan
instrument peniliaian tes (kuesioner), yang mana peneliti
menggunakan dua aspek yaitu aspek afektif dan psikomotorik
yang di kembangkan oleh Bloom.42
Sedangkan pada aspek kognitif
peneliti menggunakan nilai raport siswa sebagai alat ukur. Setiap
mata pelajaran selalu mengandung ketiga ranah tersebut, namun
penekanannya selalu berbeda, mata ajar praktek selalu
menekankan pada ranah psikomotor, sedangkan mata ajar
pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif namun
kedua ranah tersebut mengandung ranah akfektif.
Sedangkan pada ranah afektif peneliti menggunakan
sistem penelitian sebagai berikut:
1. Item Favorable : sangat sesuai (4), sesuai (3), tidak sesuai
(2), sangat tidak sesuai (1)
42Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj.Toni Setiawan (Yogyakarta:
Media Abadi, 2009) 284.
20
2. Item Unfavorable : sangat sesuai (1), sesuai (2), tidak
sesuai (3), sangat tidak sesuai (4)
Sedangkan pada ranah psikomotorik Bloom berpendapat
bahwa ranah psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar yang
pencapainnya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan
otot dan kekuatan fisik. sistem penilaiannya melalui penilaian
terhadap keterampilan siswa untuk melakukan perintah yang ada
pada kuesioner, dengan skala:
-Soal: (4) sangat baik,(3) baik, (2) cukup, (1) kurang
Tabel 1: 2
Blueprient Prestasi Belajar
No Dimensi Indicator Fiqih U. Qur’an Jml
Item Item
Fav Unf
av
F
av
unfav
1 Prestasi
belajar aspek
afektif
-sikap
-minat
-Konsep diri
-nilai dan moral
1,5
2
3
6
4
6
2,
5
3
4
1
12
3 Prestasi
belajar aspek
psikomotorik
-articulation
(melakukan
dengan baik
dan tepat)
1,2,3,4,5,6
,7,8
1,2,3,4,5 13
4. Teknik Analisis Data
Untuk mengetahui bahwasannya kecerdasan emosional
memiliki kontribusi/pengaruh positif atau negatif terhadap prestasi
belajar siswa sekolah lanjutan, maka peneliti menggunakan uji
regresi linear berganda. Selanjutnya peneliti menggunakan multi regresi untuk mengetahui pengaruh dimensi kecerdasan emosional
apa yang paling mempengaruhi prestasi belajar. Adapun dimensi
kecerdasan emosional antara lain: mengenal emosi diri,
manajemen emosi, motivasi, empati dan keterampilan sosial.
Sedangkan untuk mengetahui dimensi kecerdasan emosional apa
yang paling mempengaruhi ranah-ranh prestasi belajar yaitu
afektif, kognitif, psikomotorik, peneliti menggunakan uij multi variat. Hasil uji regresi tersebut selanjutnya diperkuat dengan data
21
kuantitatif melalui wawancara dan referensi yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Untuk membantu analisis tersebut peneliti menggunakan
alat bantu software SPSS 17.0, software ini membantu peneliti
dalam melakukan distribusi data, uji validitas dan reliabilitas, uji
normalitas, uji korelasi, dan analisis regresi.
F. Hipotesis Penelitian
Dasar pengambilan keputusan pada hipotesis penelitian ini
dengan taraf uji 5% (α =0.05) adalah jika p-value > 0.05 maka ho
diterima dan jika p-value <0.05, maka ho ditolak berarti ha diterima.
ha : kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam
siswa Sekolah Lanjutan (SAI).
Ha1 : Dimensi mengenal emosi diri berpengaruh terhadap
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa
Sekolah Lanjutan (SAI)
Ha2 : Dimensi manajemen emosi berpengaruh terhadap
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa
Sekolah Lanjutan (SAI).
Ha3 : Dimensi motivasi berpengaruh terhadap prestasi
belajar Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah
Lanjutan (SAI)
Ha4 : Dimensi empati berpengaruh terhadap prestasi
belajar Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah
Lanjutan (SAI)
Ha5 : Dimensi keterampilan social berpengaruh terhadap
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam Sekolah
Lanjutan (SAI).
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, pada bab
pertama dalam latar belakang masalah, peneliti mencoba
mengemukakan tentang prestasi belajar. Selain itu peneliti juga
berusaha mengemukakan bagaimana pengaruh kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar, dengan ini maka pembaca bisa
memahami bagaimana urgensi kecerdasan emosional. Lalu peneliti
juga menuliskan perdebatan antara kecerdasan emosional sebagai
22
pengaruh positif terhadap prestasi belajar, kecerdasan emosional
tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar dan kecerdasan-
kecerdasan lain yang turut mempengaruhi prestasi belajar. Dengan
ini peneliti juga menuliskan metode yang digunakan dalam
penelitian ini.
Pada bab kedua peneliti ingin memperjelas perdebatan
akademik mengenai kecerdasan emosional dan pengaruhnya
terhadap prestasi belajar serta mendeskripsikan teori-teori yang
menjadi dasar dan landasan penelitian. Dan peneliti menuliskan
kecerdasan emosional sebagai faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar serta faktor lain apa saja yang mempengaruhi prestasi
belajar siswa karena tidak hanya kecerdasan emosional yang
mempengaruhi prestasi belajar.
Pada bab ketiga, peneliti akan mendeskripsikan tempat
penelitian yaitu Sekolah Alam Indonesia Ciganjur untuk
membantu peneliti dalam mengetahui tingkat kecerdasan
emosional dan prestasi belajar. Kemudian peneliti akan
menjabarkan sistem pendidikan di Sekolah Alam Indonesia
Ciganjur, dan untuk membuktikan bahwa kecerdasan emosional
berdampak baik bagi prestasi belajar, maka peneliti akan
menampilkan bagaimana manfaat model pendidikan Sekolah Alam
Indonesia Ciganjur. Kemudian peneliti menampilkan data tingkat
kecerdasan emosional dan menganalisinya dan mendeskripsikan
dengan tujuan menghasilkan kesimpulan. Pada bab ini penelitian
lebih bersifat deskriptif, karena itu pada bab ini penulis lebih pada
menampilkan data tentang kecerdasan emosional siswa.
Kesimpulan dari analisi data tersebut akan memperlihatkan berapa
besar tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki siswa yang tidak
terlepas dari teori-teori yang dibahas sebelumnya.
Pada bab keempat, menampilkan data tentang prestasi
belajar Pendidikan Agama Islam yang diperinci kedalam mata
pelajaran Ulumul-Qur’an dan Fiqih. Kemudian data prestasi
belajar tersebut akan dianalisis satu persatu dalam tiga ranah
Afektif, kognitif, dan psikomotorik. Selain itu pada bab ini
menganalisa tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap
prestasi belajar pendidikkan Agama Islam, dengan ini akan terlihat
seberapa besar kecerdasan emosional mempunyai pengaruh
terhadap prestasi belajar khususnya Pendidikan Agama Islam
23
terhadap siswa sekolah lanjutan SAI. Peneliti menganalisis
bagaimana kecerdasan emosional berpengaruh terhadap prestasi
belajar siswa dengan menuliskan beberapa aspek kecerdasan
emosional yaitu, pengaruh pemahaman emosi siswa terhadap
prestasi belajar PAI, pengelolaan emosi siswa dan pengaruhnya
terhadap prestasi belajar PAI, motivasi siswa dan pengaruhnya
terhadap prestasi belajar PAI, pengaruh empati terhadap prestasi
belajar PAI, serta pengaruh keterampilan sosial terhadap prestasi
belajar PAI. Hal ini di lakukan untuk mengetahui aspek manakah
yang paling mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Pada bab keenam penulis akan menyimpulkan kembali
secara singkat dari perdebatan akademik, sumber penelitian,
metodologi hingga akhir analisis. Kesimpulan tesis ini perlu
menjadi pertimbangan dan rekomendasi dari beberapa pihak.
BAB II
KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR
Pada bab ini peneliti akan memaparkan bagaimana
perdebatan ilmiah mengenai kecerdasan emosional dan prestasi
belajar siswa. Beberapa perdebatan yang diangkat dari
pembahasan ini adalah mengenai pengaruh kecerdasan emosional
terhadap prestasi belajar siswa, dan perdebatan mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar .
A. Berbagai Pandangan Tentang Kecerdasan Emosional
Pada awalnya, psikologi berfokus pada konstruksi kognitif
atau kecerdasan intelektual seperti memori dan pemecahan
masalah yang merupakan upaya pertama mereka dalam menulis
masalah kecerdasan. Hal ini tidak berlangsung lama ketika para
peneliti mulai menantang orientasi ini dan mengakui bahwa ada
aspek-aspek non kognitif lainnya. Misalnya, Robert Thorndike
menulis tentang kecerdasan sosial pada tahun 1937. Dan pada awal
tahun 1943, David Wechsler mengusulkan bahwa kemampuan non
intelijen sangat penting untuk memprediksi keberhasilan dalam
hidup.1 David Wechsler, seorang penguji kecerdasan mengatakan
bahwa Kecerdasan adalah kemampuan sempurna (komprehensif)
seseorang untuk berperilaku terarah, berpikir logis, dan
berinteraksi secara baik dengan lingkungannya. Imbrosciano dan
Berlach mengatakan bahwa keberhasilan dapat dilihat dalam tiga
domain utama. Seorang murid yang baik sering disebut sebagai
‚akademis sukses'' cerdas'', atau'' berperilaku baik''.2
Goleman memberikan jawaban singkat ketika ia
menegaskan bahwa kesuksesan tergantung pada beberapa
kecerdasan dan pengendalian emosi. Secara khusus, ia
menekankan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) saja tidak lagi
1Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, "Relationship
among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic
Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria", University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses pada 9 juni 2013.
2Anthony Imbrosciano and Richard Berlach, ‚Teacher Perception of
The Relationships Between Intelligence, Student Behaviour, and Academic
Achievement‛, Issues In Educational Research, Vol 13, 2003.
26
menjadi ukuran keberhasilan. Menurutnya kecerdasan intelektual
hanya menyumbang 20% dari total keberhasilan, dan sisanya
berlaku untuk Emosional dan kecerdasan Sosial.
Pendapat Goleman mengundang pro dan kontra, mereka
yang setuju dengan pendapat Goleman menganggap bahwa
Goleman sebagai penyelamat kecerdasan alternatif selain
intelektual. Mereka sepakat bahwa kecerdasan emosional memang
lebih penting dan lebih menunjang kesuksesan kerja. Namun cukup
banyak pula yang skeptis dan mengkritik model kecerdasan
emosional yang dikembangkan olehnya. Banyak pakar psikolog
yang mengkritik Goleman yang dianggap telah merangkum hasil
penelitian orang lain, lalu menulisnya dalam bukunya, meski
diakui ia menambahkan beberapa kesan dan pendapatnya. Kritik
terbesar ia tidak piawai dalam menyampaikan tema kecerdasan
emosional, ia dianggap tidak menggunakan teori ilmiah dalam
kajiannya. Ia dinilai menyampaikan beberapa dimensi kecerdasan
emosional dan kegunaan praktisnya dengan sangat berlebihan.3
Kritikan bahkan datang dari John D. Mayer psikolog dari
university of New Hampshire orang pertama yang
memperkenalkan istilah kecerdasan emosional. Menurut Mayer
telah terjadi penyimpangan makna kecerdasan emosional dari yang
awalnya menekankan aspek pemahaman terhadap emosi menjadi
makna sempit sebagai keterampilan sosial. Padahal kecerdasan
emosional tidaklah sama dengan kecerdasan sosial. Kita bisa
menjadi seseorang yang ramah dan sopan tetapi tetap mempunyai
kecerdasan emosional yang lemah. Para psikolog dari sekolah
manajemen bisnis Universitas Auckland juga cenderung skeptik
terhadap perkembangan kecerdasan emosional. Mereka
mengatakan bahwa kecerdasan emosional hanyalah sebuah trend
belaka, hanyalah cara baru untuk memotong kue yang lama.
Bahkan Gene Johnson ahli psikologi pada Universitas yang sama
berpendapat bahwa jauh sebelum kecerdasan emosional di
perkenalkan, dunia psikologi telah mengenal istilah ‚big five
factors‛ yaitu: Conscientiousness, extraversion, openness to
3Makmun Mubayidh, Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak,
Referensi Penting Bagi Para Pendidik dan Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006), 6.
27
experience, emotional stability, dan agreeableness. Faktor-faktor
ini melalui serangkaian riset terbukti paling berpengaruh terhadap
kesuksesan seseorang. menurutnya konsep Goleman bisa berhasil
hanya karena Goleman mengatakan sesuatu yang sangat ingin
didengar oleh orang banyak. Goleman membuat orang minder dan
kurang berpengetahuan menjadi merasa lebih berharga, dengan
pernyataan ‚engkau tidah perlu menjadi pintar untuk menjadi
sukses.‛ Kritikan juga datang perihal aspek pengukuran
kecerdasan emosional yang dapat menjadi sangat bias. Misalnya,
aspek kemampuan untuk mengekspresikan perasaan yang ada pada
beberapa komunitas masyarakat hal ini terlalu tabu untuk
dilakukan. Ada pula yang menganggap bahwa alat tes kecerdasan
emosional yang diperkenalkan oleh Goleman yang dikembangkan
bersama ‚Hay Group‛ yakni Emotional Competence Inventory
dengan 10 item pertanyaan untuk mengukur kadar kecerdasan
emosional seseorang masih sangat dipertanyakan validitas dan
reabilitasnya. Selain itu banyak juga yang berpendapat bahwa
kecerdasan emosional hanya bagus dalam tataran konsep, namun
sulit diterapkan apalagi diajarkan terutama sudah merupakan
bagian dari kepribadian seseorang. Seperti yang dikatakan John
Mayer bahwa kecerdasan emosional merupakan ciri atau sifat
kecenderungan, terutama kecenderungan kepribadian. Hal ini
dudukung oleh Edrward Gordon, yang menegaskan bahwa
kecerdasan emosional terutama dipengaruhi oleh kepribadian dan
‘mood’ seseorang, jadi akan sulit diukur dan diubah. Lynn Philips,
seorang penulis juga mengkeritik Goleman yang menurutnya
cenderung menyamakan antara kesuksesan dengan kebahagian.
Baginya keduanya tidaklah selalu identik. Lyinn justru melihat
adanya aspek-aspek spiritual dalam kebahagian dan jelas
mempengaruhi emosi manusia serta kecerdasan emosional
manusia. Hal ini rupanya tidak dapat dijelaskan oleh Goleman.4
Jika diperhatikan pemikiran Goleman mengalami
perkembangan yang menarik. Meskipun Goleman banyak
melakukan perjalann spiritual dan diskusi rohani,
4Anthoniy Dio Martin, Emotional Quality Management, Refleksi,
Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi (Jakarta: Penerbit Arga,
2003), 49-50.
28
Kritikan penting lainnya adalah perihal minimnya
pembahasan Goleman soal emosi itu sendiri ia lebih banyak
terjebak sebagai wartawan yang melaporkan banyak cerita yang
terkait dengan emosi namun tidak menunjukkan bagaimana
peranan emosi dalam situasi tersebut. Goleman cenderung
mengikuti pola aliran behaviorisme yang lebih mementingkan
manisfestasi perilaku dari pada membahas unsur emosi yang
melatar belakangi cerita-cerita yang di sampaikan.
Pada penelitian ini pengaruh kecerdasan emosional
terhadap prestasi belajar tidak terlepas dari model pendidikan yang
digunakan. Pada dasarnya Pendidikan merupakan hal penting bagi
setiap individu dan masyarakat, seorang individu dan masyarakat
tidak bisa terlepas dari pendidikan itu sendiri terutama Pendidikan
Agama Islam .5 Pentingnya Pendidikan Agama Islam
dikarenakan: aspek penting dalam pengembangan masyarakat,
pengembangan ekonomi, membentuk demokrasi yang benar, asas
masyarakat dan persatuan negara, serta merubah dan
mengembangkan masyarakat, dan mempunyai peran penting untuk
membangun negara yang maju.6 Pendidikan Agama Islam yang
bertujuan untuk pengembangan akhlaq mulia tentunya sangat
mempengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial hal ini
tentunya tidak terlepas dari prestasi seseorang dalam hidupnya.
Pada penelitian terbaru psikologi pendidikan, ditemukan
bahwa prestasi belajar tidak diraih dengan pengetahuan atau ilmu
yang dangkal melainkan menghubungkan antara pengetahuan yang
baru dan pengetahuan yang lama, tingkat dan macam kecerdasan
berbeda-beda di antaranya kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, dan perilaku kehidupan dalam masyarakat. Dan dalam
penelitian sebelumnya bahwa sisi emosional sangat penting dan
tidak dapat diabaikan dalam proses belajar mengajar.7
5‘Ali> H{usain al-Dauri>, Usu>lu al-Tarbiyah fi> mafhu>miha> al-H}adi>th
(‘Ama>n: Is}ra>u Linnath}r, 2008), 20. 6‘Abdul Kari>m Muh}sin al-Zuhairi> dan Ha>di> Mas}a>’n rabi>>’, Dauru al-
Tarbiyah Wa al-Ta’li>m fi> ‘Amaliyati al-Tah}di>th Wa al-Tat}wi>r (‘Ama>n:
Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2009), 13-15. 7Nu’ma>n Shaha>dah, al-Ta’li<m wa al-Taqwi<m al-Aka>di>mi> (‘Ama<n: da>ru
s}afa>’, 2009), 103.
29
Beberapa pendapat ilmiah mengatakan bahwa kecerdasan
emosional merupakan pengaruh penting prestasi belajar seorang
siswa. Dalam sebuah studi yang meneliti transisi dari SMA
menuju tingkat perkuliahan, yang mana Parker menemukan bahwa
berbagai dimensi kecerdasan emosional adalah prediktor
keberhasilan akademis.8
Proses kemunculan emosi melibatkan faktor psikologis
maupun faktor fisiologis. Kebangkitan emosi pertama kali muncul
akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa, yang bisa netral,
positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut kemudian ditangkap
oleh reseptor kita, lalu melalui otak kita menginterprestasikan
kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan kebiasaan
kita dalam mempersepsikan sebuah kejadian. Sebuah interprestasi
yang kita buat kemudian memunculkan perubahan secara internal
dalam tubuh kita. Perubahan tersebut misalnya napas tersengal,
mata memerah keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan
raut wajah, intonasi suara, cara menatap dan perubahan tekanan
darah kita. Menurut pandangan teori kognitif, emosi lebih banyak
ditentukan oleh hasil interprestasi seseorang terhadap suatu
peristiwa. Seseorang bisa memandang dan menginterprestasikan
sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak
menyenangkan menyengsarakan, menjengkelkan, mengecewakan,
atau sebaliknya dalam persepsi yang lebih positif seperti sebuah
kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan, atau
membahagiakan. 9
Shapiro menegaskan bahwa individu yang memiliki
kemampuan mengelola emosi akan lebih cakap menangani
ketegangan emosi, karena kemampuan mengelola emosi ini akan
mendukung individu menghadapi dan memecahkan konflik
interpersonal dan kehidupan secara efektif. Suatu peneliti
8Gary R. Low and Darwin B. Nelson ,‛ Emotional Intellegence The
Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛ Texas Association of Secondary School Principals (TASSP) for publication in the TEXAS STUDY
magazine for secondary education, Spring 2005 edition.
(http://www.tamuk.edu) diakses pada 24 Juni 2014. 9 Triantoro Safari & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi Sebuah
Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi positif dalam Hidup Anda
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),14-15.
30
menunjukkan bahwa individu dengan kecerdasan emosional
cenderung akan berada dalam kondisi bahagia, lebih percaya diri,
dan lebih sukses di sekolah. Individu yang memiliki kecerdasan
emosi yang tinggi tentunya dapat mengendalikan emosinya
dengan efektif. Individu mampu mengontrol emosi serta mampu
menyeimbangkan rasa marah, rasa kecewa, frustasi, putus asa,
akibat diejek, ditolak, diabaikan atau menghadapi ancaman.
Individu yang memiliki kecerdasan dalam mengelola emosinya
akan lebih objektif dan realistis dalam menganilisis
permasalahannya. Kemampuan menganalisa permasalahan secara
objektif dan realistis ini akan mendorong individu mampu
menyelesaikan tugas dengan baik. Sebaliknya individu yang
memiliki kecerdasan emosi yang rendah, tidak terampil dalam
mengelola emosi sehingga permasalahan yang sedang dihadapinya
tidak mampu dipecahkan secara efektif.10
Beberapa teori yang diungkapkan Goleman mengenai
kecerdasan emosional, ia mengatakan bahwa kecerdasan
emosional merupakan optimisme, kemampuan bersosialisasi
motivasi, ketekunan/ketabahan, kemampuan mengontrol hati,
kemampuan menunda rasa gembira/bahagia dan kemampuan
berharap, hal ini sama dengan apa yang disampaikan oleh Mujib
bahwa kecerdasan emosional berkaitan dengan pengendalian
nafsu-nafsu impulsive dan agresif, kecerdasan ini mengarahkan
seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada tenang, sabar,
dan tabah. Dalam hal ini kaitannya dengan pendidikan dalam
peningkatan prestasi belajar adalah siswa dengan kemampuan-
kemampuan yang disebutkan di atas maka akan mampu
meningkatkan prestasi belajarnya melalui pengelolaan emosi yang
baik yang menyebabkan siswa mempunyai motivasi dalam belajar,
tekun dalam belajar, mampu berhubungan baik dengan guru dan
teman-teman, dan tabah dalam menghadapi kesulitan.
Begitupun menurut Salovey dan Mayer, kecerdasan
emosional mampu memonitor perasaan dan emosi sendiri dan
orang lain, untuk membedakan emosi tersebut, dan menggunakan
10 Triantoro Safari & Nofrans Eka Saputra, Manajemen Emosi Sebuah
Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009) 8-9.
31
emosi tersebut untuk membimbing pemikiran seseorang dan
tindakan.11
Kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar, Seseorang yang mempunyai
kecerdasan emosional akan lebih mampu menerima perubahan-
perubahan yang terjadi di lingkungannya dan bisa lebih baik
menjalin hubungan dengan orang lain dalam kehidupan sosial di
bandingkan orang yang mempunyai kecerdasan emosional
rendah.12
Bahkan Abisamra13
kemudian menyimpulkan bahwa jika
kecerdasan emosional mempengaruhi prestasi belajar siswa, maka
sangat penting bagi sekolah untuk mengintegrasikannya dalam
kurikulum mereka dan dengan demikian meningkatkan tingkat
keberhasilan siswa.
Sekali lagi, Salovey dan Mayer menulis bahwa orang yang
cerdas emosi terampil dalam empat bidang: mengidentifikasi,
menggunakan, memahami, dan mengatur emosi.14
Demikian pula,
Goleman juga menegaskan bahwa kecerdasan emosional terdiri
dari lima komponen: mengetahui emosi seseorang (kesadaran diri),
mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain
(empati), dan menjalin hubungan.15
Oleh karena itu, ilmuwan sosial
dan psikologi pendidikan mulai mengungkap hubungan kecerdasan
emosional dengan fenomena lainnya, yaitu: kepemimpinan,16
11
Salovey, & J. Mayer, Emotional Intelligence, Imagination, Cognition, and Personality, 9, (1990): 195-211.
12Abu> zaid kha>lid H}asa>n Ja>dullah, al-Dhaka>’ al-Wijda>ni> ladai T}alabah
al-Marh}alah al-Thanawiyah Bi Mih{liyati shindi> Wa ‘Alaqatuhum Bi Tah}s}ilihim
Fi> Ma>dati al-Riya>d}iya>t Wa Tija>ha>tihim Nah}wa Mu’allimi>ha>, Risalah Ma>jisti>r ghairu Mansyurah Ja>mi’ah al-Khurtu>m (Su>da>n: Qismu ‘Ilmu al-Annafsi, 2009),
25. 13Abisamra, ‚The Relationship Between Emotional Intelligence and
Academic Achievement in Eleventh Graders‛, Research in Education,
FED.(2000):661. 14Salovey & Mayer, ‚The Intelligence of Emotion. Intelligence, 17,
(1993):433-442. 15
Daniel Goleman, Emotional Quotient, Kecerdasan Emosional, alih
bahasa:Hariono S. Iman (Jakarta:Gramedia Pustaka,2002),9. 16
Ashfort & Humphrey, R.H .Emotion in The Work Place A
Reappraisal. Human Relation, 48/(2), (1995): 613-619.
32
kinerja kelompok,17
prestasi akademik,18
dan kepolisian19
Hal
tersebut di atas membuktikan pentingnya kecerdasan emosional
untuk semua konstruksi. Sebagai fakta, kecerdasan emosional
baru-baru ini menarik banyak minat dalam literatur akademis.
Berdasarkan pernyataan di atas, Azizi Yahaya20
mengembangkan model upaya untuk menggambarkan hubungan
antara lima unsur kecerdasan emosional dan prstasi belajar. Model
ini dibangun dengan menunjukkan apakah unsur motivasi diri
dapat bekerja sebagai mediator untuk memberikan kontribusi
terhadap prestasi belajar
Gambar 2.1
Model hubungan Dimensi Kecerdasan Emosional dan Prestasi
Belajar21
17Williams & Sternberg, ‚Group Intelligence‛, Intelligence, 12,
(1988): 351-377. 18
Abisamra, The Relationship Between Emotional Intelligent and
Academic Achievement in Eleventh Graders. Research in Education, FED
(2000):661. 19Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, ‚Relationship
among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic
Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria‛, University of Ibadan, Nigeria(www.usca.edu/essays/vol182006/tella1.pdf) diakses pada 9 juni
2013. 20
Azizi Yahaya, ‚The Impact of Emotional Intelligence Element on
Academic Achievement‛, Faculty of Education, Universiti Technologi Malaysia, Vol 65, No. 4;(Apr 2012):4.
21 Model hubungan antara kesadaran diri, managemen emosional,
hubungan dengan orang lain, empati, serta motivasi diri yang mempengaruhi
prestasi belajar. (Azizi Yahya, Universitas teknoligi Malaysia, fakultas
pendidikan).
Managemen
Emosional
Mengenal emosi
diri Motivasi Diri
Hubungan Dengan
orang lain
Empati
Prestasi Belajar
33
1. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar terdiri dari dua suku kata yakni prestasi dan
belajar. Kata prestasi merujuk pada ‚hasil yang telah dicapai‛.22
Istilah lain dari kata prestasi adalah ‚a thing that somebody has done successfully, especially using their own effort and skill‛.
23
Sementara belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada
tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Mulyono Abdurrahman mengemukakan bahwa belajar
merupakan suatu proses dari seseorang individu yang berupaya
mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut prestasi belajar.24
Menurut Mulyono Abdurrahman prestasi belajar adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar.25
Dari pengertian tersebut, prestasi belajar selalu terkait
dengan hasil yang dicapai karena suatu usaha, ilmu pengetahuan
(aspek kognitif), sikap dan cita-cita (aspek afektif), serta
keterampilan dan kebiasaan (aspek psikomotorik) yang telah
dicapai seseorang setelah berusaha dan berlatih mengikuti proses
belajar mengajar selama periode tertentu.
2. Pengertian Kecerdasan Emosional
kecerdasan emosional menurut Gardner dalam bukunya yang
berjudul Frame Of Mind mengatakan bahwa bukan hanya satu
jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses
dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar
dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika,
spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan
22Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi
Keempat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 1101. 23A.S. Hornby, Oxford Advanced Learner‛s Dictionary (New York:
Oxford University Press, 2003), 11 24Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar
(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 28. 25Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar
(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 37.
34
pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan
emosional.26
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari:
‚kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami
orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka
bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan.
Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang
korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah
kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan
mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal
tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.‛27
Goleman memberikan karakteristik kecerdasan emosional
sebagai kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan
menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
beban agar tidak stress tidak melumpukan kemampuan berpikir,
berempati dan berdo’a.28
Sedangkan Gottman29
lebih menekankan
pada pelatihan emosi, dimana dengan pelatihan emosi ini
diharapkan seseorang memiliki keterampilan dalam mengenal
perasaannya sendiri dan mengenal bagaimana orang lain beraksi
terhadap perasaannya, memiliki keterampilan bagaimana
mengelola perasaan baik dalam memikirkan perasaan maupun
dalam memilih tindakan untuk melahirkan perasaan tersebut serta
keterampilan untuk membaca dan mengungkapkan harapan serta
perasaan takut.
Memperhatikan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang berupa
keterampilan emosional dan sosial, karena dari beberapa paparan
dapat dilihat bahwa keterampilan emosional adalah keterampilan
26Daniel Goleman, Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional), alih
bahasa: Hariono S. Iman, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002), 50-53. 27
Daniel Goleman, Emotional Quotient (Kecerdasan Emosional), alih
bahasa: Hariono S. Iman, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2002), 52. 28
Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Why Can Matter Than IQ
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), 45. 29 Jhon Gottman & James, Guidance And Conseling In The Elementary
And Middle Schools: A Practical Approach (Lowa: Brown Comunication Inc
1995), 25.
35
mengenal dan mengelola emosi diri. Sedangkan keterampilan
sosial adalah keterampilan membina hubungan dengan orang lain.
3. Kecerdasan Emosional Dalam Islam
Dalam Islam kecerdasan emosional berkaitan dengan kalbu
(hati). kalbu berupa anggota khusus yang berada dalam tubuh
manusia yang memompa aliran darah, bisa pula di mengerti
sebagai kelembutan ruhaniah yang bertempat di kalbu. Kalbu
dengan makna ini adalah hakikat manusia dialah bagian yang
menyerap, menangkap, dan memiliki pemahaman dalam diri
manusia dialah (hati) yang diberikan tugas hukum, yang
diperhitungkan yang akan diberi ganjaran, dan akan mendapat
kecaman.30
Menurut Abdul Mujib kecerdasan emosional merupakan
kecerdasan kalbu yang berkaitan dengan pengendalian nafsu-nafsu
impulsive dan agresif. Kec erdasan ini mengarahkan seseorang
untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang, dan sabar dan
tabah ketika mendapat musibah dan berterimakasih ketika
mendapat kenikmatan.31
al-Ghazali dalam buku Ih{ya >’ Ulu>muddi>n: ‚makhluk Allah
yang paling utama di atas bumi adalah manusia. Bagian manusia
yang paling utama adalah hatinya. Sedangkan seseorang pendidik
sibuk membersihkan, memperbaiki, menyempurnakan dan
mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah….‛32
Dalam Islam juga memberikan petunjuk agar setiap orang
mempunyai kendali terhadap emosinya. Dari Abu Hurairah ra,
menerangkan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada nabi
Muhammad saw, berilah aku nasihat, Rasulullah saw menjawab:
‚Janganlah kamu marah, dan diulanginya beberapa kali, kemudian
beliau berkata lagi, janganlah kamu marah‛ (h.r. Bukhari)33
30Ali Abdul Halim, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattanie,
(Jakarta: Gema insani Press, 2000), 62-69. 31Abdul Mujib dan Jusuf Muzdzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam
(Jakrata: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 323. 32al-Ghazali, Ih{ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n (Semarang:Maktabah Wa Mat{ba’ah
T{aha Putra,tt), 33. 33al-Nawawi>, H{adith Arba’i>n al-Nawawiyyah, terj. Muhil D{afir
(Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat), 26.
36
Dalam Alqur’an Allah menceritakan tentang kisah Nabi
Musa yang bertemu dengan Nabi Khidir, ‚Musa berkata
kepadanya,: bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan
kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk
menjadi) petunjuk?‛34
‚Dia menjawab: sungguh engkau tidak akan
bisa sabar bersamaku.‛35
Aspek kecerdasan emosional dalam kisah
ini adalah sabar.
Di dalam Alqur’an, aktifitas kecerdasan emosional
seringkali dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci
utama kecerdasan emosional di dalam Alqur’an dapat ditelusuri
melalui kata kunci (kalbu) dan tentu saja dengan istilah-istilah lain
yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa, intuisi, dan beberapa
istilah lainnya.
Jenis-jenis dan sifat-sifat kalbu (qalb) dalam Alqur’an dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
-Kalbu yang positif :
1. Kalbu yang damai (Q.S. al-Shura/26:89).
‚Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati
yang bersih‛.
2. Kalbu yang penuh rasa takut (Q.S.Qafl50:33)
‚(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha
Pemurah sedang dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia
datang dengan hati yang bertaubat‛.
3. Kalbu yang tenang (Q.S. al-Nah{l/16:6)
‚Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya,
ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika
kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan‛.
4. Kalbu yang berfikir (Q.S.al-H{aj/22:46)
‚Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu
mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat
memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu
mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di
dalam dada‛.
ال تغضب فردد : قال, ناأوص, عن أب هررة رض هللا عنه أن رجال قال للنب صلى هللا عله وسلم
(رواه بخاري). غضبتال : قال , مرارا34(Q.S: Al-Kahfi: 66) 35(Q.S: Al-Kahfi:67)
37
5. Kalbu yang mukmin (Q.S.al-Fath{/48:4).
‚Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati
orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah
di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan
kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi, dan adalah
Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana‛.
-Kalbu yang Negatif:
1. Kalbu yang sewenang-wenang (Q.S. Ghafir/40:35).
‚(yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah
tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar
kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang
yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang
yang sombong dan sewenang-wenang‛.
2. Kalbu yang sakit (Q.S. al-Ah{dha>b/33:32).
‚Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita
yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk
dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik‛.
3. Kalbu yang melampaui batas (Q.S.Yu>nu>s/10:74).
‚Kemudian sesudah Nuh, kami utus beberapa Rasul kepada
kaum mereka (masing-masing), Maka rasul-rasul itu datang
kepada mereka dengan membawa keterangan-keterangan yang
nyata, tetapi mereka tidak hendak beriman Karena mereka
dahulu Telah (biasa) mendustakannya. Demikianlah kami
mengunci mati hati orang-orang yang melampaui batas‛.
4. Kalbu yang berdosa (Q.S.al-H{ijr/15:12).
‚Demikianlah, kami mamasukkan (rasa ingkar dan
memperolok-olokkan itu) kedalam hati orang-orang yang
berdosa (orang-orang kafir)‛.
5. Kalbu yang terkunci, tertutup (Q.S.al-Baqarah/2:7).
‚Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan
penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat
berat‛.
6. Kalbu yang terpecah-pecah (Q.S.al-H{asyr/59:14).
‚Mereka tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu
padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau
di balik tembok. permusuhan antara sesama mereka adalah
sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka
38
berpecah belah. Yang demikian itu Karena Sesungguhnya
mereka adalah kaum yang tidak mengerti‛.
Kalau kalbu di atas dapat diartikan sebagai emosi maka
dapat dipahami adanya emosi cerdas dan tidak cerdas. Emosi yang
cerdas dapat dilihat pada sifat-sifat emosi positif dan emosi yang
tidak cerdas pada sifat-sifat emosi negatif.
Eksistensi kecerdasan emosional dapat di gambarkan
melalui ayat-ayat berikut:
‚maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada‛. (Q.S.al-Haj/22:46)
‚Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-
ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai‛. (Q.S.al-
A’raf/5:179)
‚Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran
dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?‛ (Q.S.al-Jatsiyah/45:23)
Ayat-ayat tersebut di atas cukup jelas menggambarkan kepada
kita bahwa faktor kecerdasan emosional ikut serta menentukan
eksistensi martabat manusia di depan Tuhan. Menurut Nasr, emosi
inilah yang menjadi faktor penting yang menjadikan manusia
sebagai satu-satunya makhluk eksistensialis, yang bisa turun-naik
derajatnya di mata Tuhan. Binatang tidak akan
39
pernah meningkat menjadi manusia dan malaikat tidak akan
pernah ‚turun‛ menjadi manusia karena mereka tidak memiliki
unsur kedua dan unsur ketiga seperti yang dimiliki manusia.36
Upaya mendapatkan kecerdasan emosional dalam Islam
sangat terkait dengan upaya memperoleh kecerdasan spiritual.
Keduanya mempunyai beberapa persamaan metode dan
mekanisme, yaitu keduanya menuntut latihan-latihan yang bersifat
telaten dan sungguh-sungguh (muja>hadah) dengan melibatkan
‚kekuatan dalam‛ (inner power) manusia. Bedanya, mungkin
terletak pada sarana dan proses perolehan. Aktifitas kecerdasan
emosional seolah-olah masih tetap berada di dalam lingkup diri
manusia (sub-conciousnes), sedangkan kecerdasan spiritual sudah
melibatkan unsur asing dari diri manusia (supra-conciousnes).
B. Faktor \-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Dalam era globalisasi dan revolusi teknologi, pendidikan
dianggap sebagai langkah pertama untuk setiap aktivitas manusia.
Pendidikan memainkan peran penting dalam pengembangan modal
manusia dan dihubungkan dengan kesejahteraan individu dan
kesempatan untuk hidup lebih baik. Hal ini memastikan perolehan
pengetahuan dan keterampilan yang memungkinkan individu
untuk meningkatkan produktivitas mereka dan meningkatkan
kualitas hidup mereka. Peningkatan produktivitas juga mengarah
kearah sumber-sumber baru produktif yang meningkatkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara.37
Kualitas kinerja siswa tetap
pada prioritas utama bagi pendidik. Hal ini dimaksudkan untuk
membuat perbedaan secara lokal, nasional dan global. Perilaku
manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Penganut
Behavioris mengatakan bahwa perilaku individu dihasilkan dari
belajar dan lingkungan merupakan hal pertama merupakan hal
penting di mana mereka tinggal. dapat dikatakan bahwa ada
korelasi erat antara perilaku dan konsep diri38
36 S.H.Nasr, Ideals and Realities of Islam (London: George Allen &
Unwil Ltd, 1975), 18-19. 37Saxton, Investment in education: Private and public returns, (2000)
Retrieved from http://www.house.gov/jec/educ.pdf. diakses pada 14 Juli 2013. 38Sa’i>d Rasyi>d al- A‘zami>, ‘Ilmu al-Nafsi al-Ta’li>mi> al-Mutaqaddim,
(‘Ama>n : Da>ru Jali>si al-Zama>n, 2008), 85.
40
Pendidik, pelatih, dan peneliti telah lama tertarik dalam
mengeksplorasi variabel dalam memberikan kontribusi yang
efektif dalam kualitas kinerja peserta didik. Variabel ini meliputi
di dalam dan di luar sekolah yang mempengaruhi kualitas siswa
prestasi akademik. Faktor-faktor ini dapat disebut sebagai faktor
keluarga, faktor sekolah dan faktor rekan.39
Sama halnya yang
dikemukakan oleh Slameto40
dan Dalyono41
bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar digolongkan menjadi dua
golongan yaitu: faktor intern yang meliputi faktor jasmani dan
faktor ekstern yang meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Adapun prestasi akademik siswa yang dianalisis dalam tiga
macam faktor, faktor keluarga, faktor sekolah dan masyarakat.
sebagaimana penyajian penelitian Coleman pada tahun 1966,
menyebutkan kedua faktor, faktor sekolah atau faktor keluarga,
lebih kuat berdampak pada prestasi akademik siswa. penelitian ini
menyimpulkan bahwa faktor keluarga memiliki dampak kuat pada
prestasi akademik siswa dari pada faktor sekolah. Saat ini,
penelitian empiris tentang negara-negara maju umumnya setuju
dengan kesimpulannya. Namun, 10 tahun setelah presentasi
Coleman Report, penelitian oleh Heyneman pada tahun 1976
mencapai kesimpulan yang berbeda dengan penelitian yang
menunjukkan bahwa faktor-faktor sekolah lebih penting terkait
dengan prestasi akademik siswa di Uganda.42
Menurut Majid dan
Andayani partisipasi orang tua dan masyarakat dalam proses
belajar mengajar dapat menggairahkan suatu sistem
pembelajaran.43
Kemudian, beberapa penelitian tentang topik ini dilakukan
di negara-negara berkembang dan beberapa penelitian
39Crosnoe, Johnson & Elder, ‚School Size and The Interpersonal Side
of Education: An Examination of Race/Ethnicity and Organizational Context‛,
Social Science Quarterly, 85(5),(2004), 1259-1274. 40Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Jakarta:
Rineke Cipta, 2010), 54-72. 41Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineke Cipta, 2010), 55-60. 42
Buchmann and Hanum, ‚Education and stratification in Developing
Countries: A Review of Theories and Research‛, Annual Review of Sociology. 27,(2001): 77-102.
43Abdul Mujib dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 160.
41
menunjukkan bahwa faktor sekolah lebih penting bagi prestasi
akademik mahasiswa dari pada faktor keluarga. Namun menurut
Huda bahwa keluarga bermasalah mempengaruhi rendahnya
prestasi belajar siswa.44
Argumen tentang kasus negara-negara
berkembang masih berlangsung dan masih belum ada kesimpulan
akhir. Selain kedua jenis faktor tersebut, sebagai faktor yang
berpengaruh dengan dampak pada prestasi akademik siswa,
beberapa peneliti telah memperkenalkan pentingnya perbedaan
individu dalam hal-hal kemampuan alami dan bakat studi. Salju
menunjukkan dari sudut pandang psikologi pendidikan, perbedaan
pribadi sering berhubungan langsung dengan perbedaan prestasi
akademik mahasiswa. Mengacu pada penelitian sebelumnya
tersebut dan dalam rangka untuk memiliki pemahaman yang
komprehensif tentang faktor-faktor pada prestasi akademik
siswa.45
Goethe menemukan bahwa siswa yang lemah lebih baik
bila dikelompokkan dengan siswa lemah lainnya. Seperti tersirat
dalam analisis Zajonc tentang siswa yang menunjukkan kinerja
siswa yang membaik apabila mereka digolongkan dengan siswa
dari jenis mereka sendiri.46
Sacerdote menemukan bahwa nilai
siswa akan lebih tinggi ketika siswa memiliki teman-teman kamar
yang mempunyai akademis yang kuat .47
Hasil Zimmerman yang sedikit bertentangan dengan
penelitian, ia mengatakan bahwa rekan-rekan yang lemah dapat
mempengaruhi nilai dari siswa yang berprestasi. tapi sekali lagi itu
membuktikan bahwa kinerja siswa tergantung pada jumlah faktor
yang berbeda. Alexander menjelaskan bahwa beberapa praktek-
praktek yang diadopsi oleh administrasi kampus di perguruan
44Huda> Husaini> Bi>bi>, al-Marja’ Fi al-Irsyad al-Tarbawi> (Bairu>t: Da>ru
Akadimiya>, 2000), 316. 45
Masashi Sakigawa, Factors Contributing to Students’ Academic Achievement of Primary School in Mountainous Areas of Vietnam, (Japan:
Higashis-Hiroshima, 1-1 Kagamiyama),739-8524. 46
George R. Goethals ,‚Peer Effects, Gender, and Intellectual
Performance Among Students at a Highly Selective College: A Social
Comparison of Abilities Analysis‛ Discussion Paper:(2001):6. 47
Sacerdote, Bruce, ‚Peer Effects With Random Assignment: Results
For Dartmouth Roommates The Quarterly‛,‛ Journal of Economics, Volume
116, No 2, (2001): 681-704.
42
tinggi seperti perguruan tinggi perumahan atau kelompok belajar
terorganisir juga membantu untuk meningkatkan kinerja.48
Beberapa peneliti bahkan mencoba untuk menjelaskan hubungan
antara prestasi siswa dipengaruhi oleh keadaan ekonomi, hal ini
terbukti secara positif bahwa ekonomi yang rendah mempengaruhi
prestasi akademik siswa.
Lingkungan dan karakteristik pribadi peserta didik
memainkan peran penting dalam keberhasilan akademik mereka.
Para staf sekolah, anggota keluarga dan masyarakat memberikan
bantuan dan dukungan kepada siswa untuk kualitas kinerja
akademis mereka. Bantuan sosial ini memiliki peran penting bagi
pencapaian tujuan kinerja siswa di sekolah.49
Selain struktur
sosial, keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak mereka
meningkatkan tingkat keberhasilan akademis anak mereka.50
Sukmadinata mengatakan bahwa faktor yang ada dalam
diri siswa yang dapat mempengaruhi usaha dan keberhasilan
belajarnya cukup banyak. Selain aspek jasmaniah yang mencakup
kondisi tubuh dan pancaindra siswa, aspek rohaniah atau psikis
yang mencakup kemampuan-kemampuan intelektual, sosial,
psikomotorik, afektif, dan kognitif dari diri siswa yang merupakan
hasil belajar sebelumnya dan motivasi yang merupakan ranah
afektif siswapun berpengaruh terhadap prestasi belajar
berpengaruh pada kondisi belajar yang akan mengantarkannya
pada keberhasilan belajar.51
Tidak seperti Syah yang terkesan
membatasi faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar hanya pada empat elemen yakni intelegensi, sikap, bakat,
48Alexander & Murphy, The Research Base for APA’s Learner-
Centered Psychological Principles. In Lambert, N.M. & McCombs, B.L. (Eds.), How Students Learn: Reforming Schools Through Learner-Centered Education. (Washington, DC: American Psychological Association,1999), 22-60.
49Goddard, ‚Relational Networks, Social Trust, and Norms: A Social
Capital Perspective on Students' Chances of Academic Success‛, Educational Evaluations & Policy Analysis, 25,(2003): 59-74.
50Furstenberg & Hughes, ‚ Social Capital and Successful Development
Among at-Risk Youth‛, Journal of Marriage and the Family, 57,(1995):580-592. 51Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),162-164.
43
minat, dan motivasi.52
Tohirin justru menyatakan bahwa banyak
faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa
diantaranya intelegensi, perhatian minat, bakat, motivasi, sikap,
kematangan, kesiapan, kelelahan, lupa, dan kejenuhan dalam
belajar.53
Sementara Soemanto juga memaparkan bahwa faktor
indifidu yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mencakup
kematangan, usia kronologis, jenis kelamin, kondisi kesehatan
rohani, serta motivasi.54
Berbeda dengan pendapat para peneliti sebelumnya yang
mengemukakan bahwa faktor prestasi belajar mencakup faktor
internal dan eksternal Abudin Nata mengatakan terdapat sejumlah
faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, faktor tersebut
sebagai berikut, pertama, faktor tujuan, kedua, faktor Guru, ketiga faktor anak didik, keempat, faktor kegiatan mengajar, kelima,
faktor bahan dan alat evaluasi, keenam faktor suasana.55
Pada dasarnya masing-masing siswa memiliki perbedaan
antara satu dengan lainnya, termasuk perbedaan dalam prestasi
belajar secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: faktor
dari diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar siswa atau
lingkungan.56
Terhadap kedua faktor tersebut setiap ahli tidak
sama cara penjelasannya. Yang demikian itu dapat dipahami,
karena para ahli memiliki sudut pandang sendiri-sendiri, sehingga
akan membuahkan suatu pemikiran yang memprioritaskan suatu
masalah yang berbeda, dengan ini peneliti akan memberikan
beberapa faktor eksternal lain yang mempengaruhi prestasi belajar:
52Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru
(Bandung: Rosdakrya, 2009), 132-139. 53Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2008), 127. 54Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan; Landasan kerja Pemimpin
Pendidikan (Jakarta: PT Rineke Cipta, 2006), 113-12. 55Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran
(Jakarta: Kencana, 2009), 314-318. 56
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung; CV
Sinar Baru, 1989),39.
44
1. Faktor Ekonomi
Selain faktor-faktor yang sudah disebutkan, efek dari tingkat
ekonomi masih lazim pada tingkat individu. Tingkat ekonomi
sering dibahas dengan sejumlah cara yang berbeda, yang paling
sering dihitung dengan melihat pendidikan orang tua, pekerjaan,
pendapatan, dan fasilitas yang digunakan oleh setiap individu.
Pendidikan orang tua dan tingkat ekonomi keluarga memiliki
korelasi positif dengan kualitas siswa berprestasi.57
Para siswa
dengan tingkat ekonomi yang baik mempunyai prestasi lebih baik
dari pada siswa kelas menengah dan siswa kelas menengah
melakukan lebih baik dari pada siswa yang tingkat ekonominya
lebih rendah.58
Menurut Ha>di> Musha’la>n rabi>’ dan Isma’i>l mah}mu>d bahwa
sebab penting yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar
siswa adalah tingkat ekonomi, mereka mengatakan setiap individu
berbeda dalam pendapatan ekonomi, serta uslub mu’amalah59
dan
hal ini tentunya mempengaruhi hasil belajar seseorang. Pencapaian
siswa berkaitan dengan tingkat ekonomi orang tua yang rendah
karena menghalangi individu untuk mendapatkan akses ke sumber-
sumber termasuk sumber daya pembelajaran.60
Tingkat ekonomi
rendah sangat mempengaruhi prestasi belajar siswa, yang
membawa mereka ke tingkat yang lebih rendah. Efek ini paling
terlihat pada tingkat pasca-sekolah menengah.61
Hal ini juga
mengamati bahwa orang tua yang kurang beruntung secara
57Caldas, & Bankston, ‚The Effect of School Population
Socioeconomic Status on Individual Student Academic Achievement‛, Journal of Educational Research, 90, (1997):269-277.
58Garzon, Social and Cultural Foundations of American Education.
Wikibooks, 2006, Retrieved from http://en.wikibooks.org. di akses pada 9 Juli
2013. 59Ha>di> Sha’la>n Rabi>’ dan Isma’i>l Mah}mu>d Ghaul, al-Murshid al-
Tarbawi> wa Dauru al-Fa>’il Fi H}illi Masya >kili al-T}alabah, (Urdu>n: Da>ru ‘A>lami
al-Thaqa>fah, 2006), 86. 60 Duke, ‚For the rich it’s richer: Print Environments and Experiences
Offered to First-Grade Students in Very Low- and Very High-SES School
Districts‛. American Educational Research Journal, 37(2),(2000): 456–457. 61Trusty, ‚Effects of Eighth-Grade Parental Involvement on Late
Adolescents' Educational Expectations‛, Journal of Research and Development in Education, 32(4),(1999): 224-233.
45
ekonomi kurang mampu membayar biaya pendidikan anak-anak
mereka pada tingkat yang lebih tinggi dan akibatnya mereka tidak
menggunakan potensi mereka sepenuhnya.62
Status ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling
diteliti dan diperdebatkan di kalangan profesional dalam
pendidikan yang berkontribusi terhadap proses belajar siswa.
Argumen yang paling umum adalah bahwa status ekonomi peserta
didik mempengaruhi kualitas proses belajar siswa. Sebagian besar
para ahli berpendapat bahwa status ekonomi rendah memiliki efek
negatif pada proses akademik siswa karena kebutuhan dasar siswa
belum terpenuhi dan karenanya mereka tidak melakukan
peningkatan dalam akademis.63
Status ekonomi yang rendah
menyebabkan lingkungan yang menghasilkan harga diri rendah
siswa. 64
Sebagian besar penelitian mendukung hipotesis bahwa proses
belajar murid tergantung pada sosial ekonomi, psikologis, dan
faktor lingkungan yang berbeda .
Yvonne Beaumont Walters dan Kola Soyibo menjabarkan
lebih lanjut bahwa siswa kinerja sangat tergantung pada sosial
ekonomi menurut laporan mereka tingkat kinerja siswa SMA
mempunyai perbedaan statistik yang signifikan , terkait dengan
gender mereka , tingkat kelas, sekolah lokasi, tipe sekolah, tipe
siswa dan latar belakang ekonomi.65
2. Faktor Pendidikan Orang Tua
Krashen menyimpulkan bahwa orang tua yang
berpendidikan akan mempengaruhi hasil belajar siswa di
62Rouse & Barrow, ‚U.S. Elementary and Secondary Schools:
Equalizing Opportunity or Replicating the Status Quo?‛, The Future of Children, 16(2), (2006):99-123.
63Adams, , Even Basic Needs of Young Are Not Met.(1996)Retrieved
from http://tc.education. pitt.edu. Diakses pada 3 september 2013 64US Department of Education, Confidence: Helping your child
through early adolescence. (2003) Retrieved from: http://www.ed.gov. Diakses
pada 3 September 2013 65
Yvonne Beaumont-Walters, Kola Soyibo ‚An Analysis of High
School Students' Performance on Five Integrated Science Process Skills‛,
Research in Science & Technical Education, Volume 19, Number 2 / November
1, (2001):133 – 145.
46
bandingkan orang tua yang tidak berpendidikan.66
Orang tua
berpendidikan lebih bisa berkomunikasi dengan anak-anak mereka
mengenai tugas sekolah, kegiatan dan informasi yang diajarkan di
sekolah. Orang tua berpendidikan dapat membantu anak-anak
mereka dalam pekerjaan mereka dan berpartisipasi di sekolah
dengan lebih baik.67
Teori Produktivitas Pendidikan oleh Walberg ditentukan
tiga kelompok sembilan faktor berdasarkan keterampilan afektif,
kognitif dan perilaku untuk optimasi pembelajaran yang
mempengaruhi kualitas kinerja akademik:Aptitude (kemampuan,
pengembangan dan motivasi), instruksi (jumlah dan kualitas),
lingkungan (rumah, ruang kelas, teman sebaya dan televisi).68
Lingkungan rumah juga mempengaruhi kinerja akademik
siswa. Orang tua terdidik dapat menyediakan lingkungan seperti
yang paling sesuai untuk keberhasilan akademis anak-anak
mereka. Pihak sekolah dapat memberikan konseling dan
bimbingan kepada orang tua untuk menciptakan lingkungan rumah
yang positif bagi peningkatan kualitas siswa kerja.69
Kinerja
akademik siswa sangat tergantung pada keterlibatan orang tua
dalam kegiatan akademis mereka untuk mencapai tingkat kualitas
yang lebih tinggi dalam keberhasilan akademik.70
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kualitas kinerja
siswa. Serangkaian variabel yang harus dipertimbangkan ketika
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
keberhasilan akademis. Mengidentifikasi variabel yang paling
66Krashen, The Hard Work Hypothesis: Is Doing Your Homework
Enough to Overcome The Effects of Poverty? Multicultural Education, 12(4),
(2005):16-19. 67Fantuzzo & Tighe, ‚A Family Involvement Questionnaire‛, Journal
of Educational Psychology, 92(2), (2000): 367-376. 68Roberts, The Effect of Extracurri#cular Activity Participation in The
Relationship Between Parent Involvement and Academic Performance in A Sample of Third Grade Children. (2007), Retrieved from
https://www.lib.utexas.edu. Diakses pada 9 september 2013 69Marzano, What works in Schools: Translating Research Into
Action?http://pdonline.ascd.org/ di akses pada 9 september 2013 70Barnard, W. M, Parent Involvement in Elementary School and
Educational Attainment. Children and Youth Services Review, 26, (2004):39-
62.
47
berkontribusi dalam kualitas kinerja akademik adalah pekerjaan
yang sangat kompleks dan menantang. Para siswa di sekolah
umumnya memiliki berbagai latar belakang tergantung pada
demografi mereka.71
Orang tua yang berpendidikan tentunya sangat tau
bagaimana cara mendidik anaknya dengan baik, namun hal ini
tidak terlepas dari Pendidikan Agama Islam. Karena Pentingnya
Pendidikan Agama Islam pada zaman sekarang ini. Penurunan
Pendidikan Agama Islam disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya: kesibukan orang tua dalam bekerja sehingga lalai
dalam mendidik anak dengan pendidikan agama, banyaknya
pemikiran-pemikiran yang menyimpang yang bisa mempengaruhi
pelajar.72
Pendidikan Agama Islam sangat memperhatikan
perkembangan seseorang muslim secara menyeluruh dari aspek
jasmaniah, ruhiyah, dan akhlak.
3. Faktor Guru
Kualitas guru dalam mengajar sangat penting dalam meraih
prestasi belajar. Kelengkapan sarana prasarana tanpa disertai
kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila
seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik
di sekolah terpenuhi misalnya dengan tersedianya fasilitas dan
tenaga pendidik yang berkualitas yang dapat memenuhi rasa
keingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya
berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar
yang menyenangkan. Dengan demikian siswa akan terdorong
untuk terus-menerus menigkatkan prestasi belajarnya. Menurut
Masasi Sakigawa seorang guru yang mempengaruhi hasil belajar
anak didik tidak hanya latar belakang pendidikan/pengalaman
71M.S. Farooq, A.H. Chaudhry, M. Shafiq, G. Berhanu, ‚Factors
Affecting Student’s Quality Of Academic Performance: A Case Of Scondary
School Level,‛ Journal of Quality and Technology Management, Volume
VII, Issue II, December, (2011):1‐14. 72Mustafa Isma’i>l Lu>sa>, Tadri>su al-Tarbiyah al- Islamiyah Lilmubtadi-
i>n, (al-Ima>ra>tu al-‘Ara>biyah al-Mutahiddah: Da>ru al-Kita>bi al-Ja>mi’i>, 2004),24-
25.
48
mengajar, tapi juga di pengaruhi oleh sikap mental guru dalam
memandang tugas yang diembannya. 73
4. Faktor Kecerdasan Emosional
Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kinerja
siswa, di antaranya gangguan kepribadian yang merupakan bagian
dari komposisi pembentukan kecerdasan emosional adalah
penyebab rendahnya kinerja siswa. Dari sini, gangguan dapat
diartikan sebagai kepribadian individu yang tidak termotivasi,
kurang percaya diri, memiliki harga diri yang rendah, kurangnya
kontrol diri dan memiliki kecemasan yang tinggi. Siswa yang
memiliki karakteristik di atas dikatakan memiliki kecerdasan
emosional rendah, dan ini akan mempengaruhi kinerja akademik
mereka. Kecerdasan emosional turut mempengaruhi prestasi
belajar melalu motivasi. McClelland dalam The Encyclopedia dictionary Of Psichology yang disusun oleh Hare dan lamb seperti
yang dikutip Djaali, dia mengungkapkan bahwa motivasi
berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan
pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar keahlian.74
Atkinson juga menjelaskan bahwa kadar motivasi berprestasi yang
dimiliki seseorang berbeda-beda. Seseorang dengan harapan untuk
suksesnya lebih besar dari pada ketakutan akan gagalnya
dikelompokkan kedalam mereka yang memiliki motivasi
berprstasi tinggi, sedangkan seseorang dengan ketakutan akan
gagalnya lebih besar dari pada harapan untuk suksesnya di
kelompokkan kedalam mereka yang memiliki motivasi berprestasi
rendah.75 Syaiful Bahri menyatakan dalam kegiatan belajar
motivasi sangat penting karena dapat berfungsi sebagai pendorong
perilaku belajar, penggerak perilaku untuk menyelesaikan
73
Masashi Sakigawa, ‚Factors Contributing to Students’ Academic
Achievement of Primary School in Mountainous Areas of Vietnam‛, Articel Higashis-Hiroshima, Japan, 739-8524.
74Djali, Psikologi Pendidikan (jakarta: Bumi Aksara, 2011), 103. 75Dale H.Schunk, Paul R.Pintrich, and Judith L.Meece, Motivation in
education:Theory, Research, and Application (England: British Library
Cataloguing, 2014), 46-47.
49
perbuatan yang harus dikerjakan, dan pengarah perilaku menuju
tujuan yang ingin dicapai.76
Petrides telah melihat hubungan antara sifat kecerdasan
emosional, prestasi akademik dan kemampuan kognitif dia
menemukan bahwa kecerdasan emosional memoderasi hubungan
antara prestasi akademis dan kemampuan kognitif.77
Beberapa
akademisi juga menemukan bahwa siswa yang mempunyai nilai
bagus mampu mengatasi tiga himpunan kecerdasan emosional
(kemampuan interpersonal, manajemen stres dan adaptasi).78
Beberapa peneliti yang mengatakan kecerdasan intelektual
dipandang sebagai faktor terkecil dalam memprediksi keberhasilan
seseorang dalam menjalankan pekerjaan atau profesinya. Menurut
hasil riset, jika dibandingkan dengan faktor-faktor lain yang
menentukan keberhasilan seseorang dalam menjalankan pekerjaan
dan profesinya, IQ dinilai hanya memberikan andil tak lebih dari
25%, riset lain hanya memberikan 10%, dan bahkan ada yang
hanya memberikan 4% pada IQ.79
Hal ini tidak berarti bahwa IQ
sama sekali tidak berpengaruh dalam menentukan keberhasilan
seseorang. Tentu saja seorang pelajar tetap harus memiliki IQ
yang tinggi agar bisa masuk ke sebuah Universitas. Hanya saja
keberhasilan dan kesuksesan prestasi seorang pelajar tidak hanya
di tentukan oleh IQnya, tetapi juga oleh faktor sosial dan
emosional. Di sinilah kecerdasan emosional membuktikan
eksistensi dan urgensinya.
Secara khusus, Finnegan berpendapat bahwa sekolah harus
membantu siswa belajar kemampuan yang mendasari kecerdasan
emosional. Dengan hal ini ia percaya dapat meningkatkan prestasi
76Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rneke Cipta,
2011),157. 77
Petrides, Frederickson, and Furnham, ‚The Role of Trait Emotional
Intelligence in Academic Performance and Deviant Behavior at School‛,
Personality and Individual Differences, 36, (2004):277-293. 78
Jams D.A Parker, Summerfeldt, Hogan,. and Majeski, ‚Emotional
Intelligence and Academic Success: Examining The Transition From High
School to University‛, Personality and Individual Differences,36, (2004):163-
172. 79Makmun Mubayidh, Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak,
Referensi penting bagi Para Pendidik dan Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006),16.
50
dari tahun ke tahun pendidikan formal anak. Dalam studi terbaru
yang dilakukan oleh Parker, Summerfeldt, Hogan dan Majeski
mereka menemukan bahwa berbagai kompetensi emosional dan
sosial adalah prediktor kuat keberhasilan akademis. Demikian
pula, Parker menemukan kecerdasan emosional menjadi prediktor
signifikan keberhasilan akademis.80
Dalam hal yang sama, Low dan Nelson melaporkan bahwa
keterampilan kecerdasan emosional adalah faktor kunci dalam
prestasi akademik dan hasil tes sekolah tinggi.81
Demikian juga,
Abisamra melaporkan bahwa ada hubungan positif antara
kecerdasan emosional dan prestasi akademik. Karena itu ia
mengatakan untuk memasukkan kecerdasan emosional dalam
kurikulum sekolah.82
Petrides, Frederickson dan Furnham dalam
Cotton dan Wikelund berpendapat bahwa dampak kecerdasan
emosional terhadap kinerja akademik harus dikejar dalam konteks
tertentu.83
Pada dasarnya, pentingnya kecerdasan emosional pada
prestasi akademik telah ditemukan dengan sangat signifikan.84
Namun demikian tidak terlepas ditinjau dari penelitian masih ada
kebutuhan untuk menyelidiki lebih lanjut hubungan kecerdasan
emosional dengan prestasi akademik terutama di negara seperti
80
Babli Roy, ‚Emotional Intellegence And Academic Achievement
Motivation Among Adolescents: A Relationship Study‛, Journal of Arts, Science & Commerce. http://www.researchersworld.com. Diakses pada 27 Juni
2014. 81
Gary R. Low and Darwin B. Nelson ,‛ Emotional Intellegence The
Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛ Texas Association of Secondary School Principals (TASSP )for publication in the TEXAS STUDY
magazine for secondary education, Spring 2005 edition.
(http://www.tamuk.edu/edu/kwei000/research/articles/article_files/ei_transform
ativelearning.pdf) 82
Abisamra, ‚The relationship between Emotional Intelligent and
Academic Achievement in Eleventh Graders‛, Research in Education, FED.
(2000),661. 83
Cotton & Wikelund, Parent Involvement in Education.(2005)
Available at:http:/www.nwrel.org/ diakses pada 16 Juli 2013. 84Oyesojl A, Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, ‚Relationship
Among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic
Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria. University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses 9 Juni 2013.
51
indonesia, di mana sebagian besar peneliti belum menunjukkan
minat dalam hal ini.
Hal di atas menunjukkan bahwa prestasi belajar
dipengaruhi oleh faktor yang kompleks, bila disederhanakan,
faktor-faktor yang mempengaruhinya terdiri dari: bahan /input
yang harus dipelajari, faktor lingkungan, faktor instrumental,
faktor kondisi individu yang belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar juga dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, baik itu
faktor internal termasuk didalamnya jasmani dan psikologis, dan
faktor eksternal yang mencakup faktor keluarga (keluarga
Islami), sekolah, dan lingkungan. Namun peneliti ingin melihat
faktor kecerdasan emosional sebagai faktor penting di dalamnya,
karena kondisi krisis seseorang dalam mengatur emosinya
sekarang ini didiringi dengan banyaknya perilaku penyimpangan
terutama siswa sekolah yang akhirnya berakibat pada penurunan
prestasi belajar.
BAB III
KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SEKOLAH LANJUTAN
DI SEKOLAH ALAM INDONESIA
A. Profil Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia
Tesis ini mengulas tentang pengaruh kecerdasan emosional
terhadap prestasi belajar. Objek dalam penelitian ini adalah
Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia. Pada penelitian ini
akan dibahas mengenai letak historis dan geografis Sekolah
Lanjutan (SAI), serta sistem Pendidikan Agama Islam dan
manfaatnya dalam pengembangan kecerdasan emosional.
1. Tinjauan Historis dan Geografis
Sekolah Alam Indonesia merupakan sekolah komunitas dan
sekolah alam pertama di Indonesia yang berdiri tahun 1998,
awalnya bernama sekolah alam Ciganjur, berlokasi di Jl Damai,
Ciganjur, dengan 8 murid (Playgroup 5 orang dan SD 5 Orang) dan
6 guru. Sejak tahun 2001 sampai sekarang berlokasi di Jl Anda 7x
Ciganjur Jagakarsa, Jakarta selatan di atas lahan seluas 7.200m.1
Sejak tahun 2004 Sekolah Alam Indonesia menerapkan
kelas inklusi bagi siswa berkebutuhan khusus (bergabung di kelas
regular) dengan kuota maksimal dua siswa setiap kelas dan
didampingi satu orang shadow teacher. Hingga kini Sekolah Alam
Indonesia berkembang terus mengukuhkan eksistensinya
mewujudkan sekolah yang akan melahirkan generasi pemimpin:
School of Leading Generation.
Sekolah Alam Indonesia mendirikan Sekolah Lanjutan
Sekolah Alam Indonesia (SL-SAI) pada tahun 2004 yang
berkomitmen melanjutkan pembentukan karakter yang telah
dimulai ditingkat kelompok bermain taman kanak-kanak serta
Sekolah Dasar Alam Indonesia (KBTK dan SD-SAI). Sejak tahun
2005 (sampai sekarang) sesuai kebutuhan pengembangan sekolah
tingkat lanjutan dilakukan perluasan dengan membangun kampus
Sekolah Alam Indonesia Jl. Rawa Kopi, Pangkalan Jati, Limo,
Depok (+/- 15 menit dari lokasi Sekolah Alam Indonesia Ciganjur)
1 Data diperoleh dari catatan dokumentasi sejarah Sekolah Alam
Indonesia Ciganjur.
54
dengan luas lahan 8.000 m2. Saat ini diperuntukkan untuk kelas
besar (SD kelas 5-6 dan SL kelas 7-9). Pemisahan kelas besar dan
kecil dilakukan untuk memaksimalkan program pembelajaran bagi
siswa kelas besar untuk persiapan memasuki masa aqil baligh
mereka. Meskipun demikian, hal-hal yang terkait dengan
manajemen tetap menginduk ke kampus Sekolah Alam Indonesia
Ciganjur.2
2. Keadaan Guru dan Murid serta Fasilitas
Di Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia tidak hanya
murid yang belajar, guru juga belajar dari murid bahkan orang tua
juga belajar dari guru-guru dan anak-anak. Anak-anak tidak hanya
belajar di kelas, tetapi mereka belajar di mana saja dan dari siapa
saja. Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi mereka juga
belajar dari alam sekelilingnya, dan yang jelas mereka bukan
belajar untuk mengejar nilai, tetapi mereka belajar untuk bisa
memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu sekolah banyak diukur dengan lengkap tidaknya
sarana dan fasilitas yang dimiliki. Karena hal itu akan dapat
menciptakan ketenangan belajar, ketekunan belajar dan mengajar,
sehingga tujuan pendidikan akan mudah tercapai. Sarana dan
fasilitas pendukung Kegiatan Belajar Mengajar yang telah dimiliki
Sekolah Alam Indonesia antara lain:
1) Laboratorium alam tumbuhan dan hewan untuk kegiatan:
farming, gardening, sains
2) Ruang kelas untuk kelompok kecil (maksimum 20 anak per
kelas).
3) Ruang minat belajar laboratorium komputer, bengkel seni,
ruang computer
4) Ruang penunjang taman bermain, masjid, kamar mandi, tempat
wudhu
5) Sarana Lain Olahraga &Outward Bound, Music
6) Mushallah3
2 Data diperoleh dari wawancara dengan bag, pendidikan Sekolah Alam
Indonesia Ciganjur dan Dokumentasi Profil Sekolah Alam Indonesia Ciganjur. 3 Data diperoleh dari hasil observasi peneliti mengenai prasarana dan
fasilitas dari Sekolah Alam Indonesia Ciganjur.
55
B. Sistem Pendidikan Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia
Konsep Sekolah Lanjutan Sekolah Alam adalah konsep
belajar aktif, menyenangkan dengan menggunakan alam sebagai
media langsung untuk belajar. Sekolah Alam berusaha
menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan,
dimana atmosfer belajar tidak menegangkan, komunikasi antara
guru dan siswa juga hangat dan juga mementingkan pada
activelearning dimana siswa tidak berfokus pada buku-buku
pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang mereka pelajari,
bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya. Sekolah
Alam lebih memanfaatkan alam sebagai media untuk siswa belajar
langsung.
Kurikulum Sekolah Alam mempunyai komposisi materi
pembelajaran dengan perbandingan 80:20, artinya sebanyak 80%
merupakan kurikulum akhlak, sedangkan 20%-nya adalah
kurikulum kognitif. Kurikulum model ini diambil karena
keberhasilan anak cenderung ditentukan oleh kecerdasan
emosinya. Dalam penyampaian pembelajaran, 70% kegiatan
pembelajaran di Sekolah Alam merupakan outdoor activity dan
30% lainnya adalah indoor activity.4Materi pembelajaran
disampaikan secara active dan fun. Mengenai konsep
pembelajaran, sekolah alam memadukan antara kurikulum sekolah
internasional, kurikulum depdiknas, dan kurikulum khas Sekolah
Alam. Rapor yang diberikan kepada siswa ada dua, yaitu rapor
akademis sesuai standar diknas dan rapor khas SAI berupa
portofolio siswa.
Pada dasarnya materi yang diberikan di Sekolah Alam
sama dengan sekolah biasa, namun metode penyampaiannya
menggunakan system spider web. Apabila dalam membentuk
logika ilmiah digunakan metode spider web, maka dalam
membentuk jiwa kepemimpinan digunakan metode outbound.
Mungkin outbound ini yang paling dikenal orang dari sekolah
alam.
Dengan model spider web, siswa (diharapkan) mampu
mengaitkan pelajaran dengan kehidupan nyata dan sekaligus dapat
4http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/nanang-erma-
gunawan-spd/natual-educative-adventure-ppt-2.pdf diakses pada 12 juni 2013.
56
mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima dengan
terintegrasi.5
Kurikulum Sekolah Lanjutan Sekolah Alam Indonesia pada
umumnya lebih mengedepankan pembentukan karakter dan akhlaq
siswa, sekaligus menaungi pengembangan kognitif dengan
menggunakan contextual learning yang fun. Kurikulum Sekolah
Alam Indonesia didasarkan pada tiga output proses pendidikan,
yaitu:
1. Integritas akhlak
2. Integritas logika berpikir; dan
3. Kepemimpinan
Berdasarkan pada tiga target output proses pendidikan
tersebut, maka kurikulum Sekolah Alam Indonesia terdiri dari tiga
aspek:
a. Kurikulum akhlak, yaitu melalui penanaman nilai-nilai dan
keteladanan guru, orang tua serta seluruh komponen sekolah.
b. Kurikulun kognitif, yaitu melalui active learning, diskusi serta
menjadikan alam sebagai laboratorium bagi siswa untuk belajar
langsung dari alam.
c. Kurikulum kepemimpinan, yaitu melalui dynamic group dan
Outbound Training. Dengan perbandingan guru: murid (1:10)
dengan jumlah maksimal siswa perkelas 20 siswa ditambah
guru bidang studi yang ada dari UPT Ulumuddin
(Tahsin/tahfidz, fiqh, Qur’an dan hadits), UPT Bahasa (inggris
dan arab) UPT outbound, menjadikan pembelajaran di SL SAI
menjadi lebih efektif untuk pembentukan karakter, seperti:
1. Al-Qur’an (tahsin, tahfidz, ulumul qur’an dan tafsir)
2. Pengembangan diri (outbound)
3. Outing/ekspedisi
5 http://www.sekolahalamindonesia.org/diakses pada 12 juni 2013.
57
Gambar 3.1
Model Pembelajaran Pendidikan Berbasis Alam6
Di Sekolah Alam Indonesia, anak-anak dibebaskan
bereksplorasi, bereksperimen, dan berekspresi tanpa dibatasi sekat-
sekat dinding dan berbagai aturan yang mengekang rasa ingin tau
mereka, yang membatasi interaksi mereka dengan kehidupan yang
sebenarnya, yang membuat mereka berjarak dan tidak akrab
dengan lingkungan mereka. Anak dibebaskan menjadi diri mereka
sendiri dan mengembangkan potensi dirinya untuk tumbuh
menjadi manusia yang berkarakter, berakhlak mulia, berwawasan
ilmu pengetahuan dan siap menjadi pemimpin sesuai hakikat
penciptaan manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi.
Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka
belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Mereka tidak hanya
belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam sekelilingnya.
Kegiatan yang ada di sekolah alam seperti Outbound, Kebun dan
Ternak, Market Day, Outing, Muhadhoroh dan Audiensi, Ramadhan Camp dan I’tikaf, OTFA (Out Tracking Fun Adventure), dan renang merupakan aktivitas yang banyak
menggunakan kemampuan motorik para siswa. Secara langsung
dan tidak langsung, kegiatan belajar yang bersifat eksplorasi dan
kegiatan penunjang lainnya merupakan bentuk aktivitas yang
baik untuk perkembangan motorik.7
6 Gambar diperoleh data dan dokumentasi Profil Sekolah Alam
Indonesia.
58
C. Manfaat Model Pendidikan Berbasis Alam
Sekolah Alam Indonesia merupakan sekolah dengan konsep
pendidikan yang berbasis pada keuniversalan alam semesta. Dasar
konsep Sekolah Alam Indonesia adalah Alqur’an dan Hadits
mengacu pada manusia diciptakan:
‚Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian‛ (QS:
Alhujurat:13)
Menurut Efriyani Djuwita, menyatakan bahwa ‛Sekolah
Alam adalah salah satu bentuk pendidikan alternatif yang
menggunakan alam sebagai media utama dalam pembelajaran
siswa didiknya‛8.
Loula Maretta mengatakan bahwa ‛Sekolah Alam adalah
salah satu cara tepat untuk mendidik anak bangsa menjadi
pemimpin dunia. Di mana alam mendekatkan mereka pada
pencipta-Nya dan mengajarkan mereka untuk bersyukur atas
nikmat yang diberikan‛.9
Dari pendapat ini, Sekolah Alam merupakan salah satu cara
untuk mendidik anak agar tumbuh menjadi manusia yang
berkarakter tidak hanya menjadi khalifah di bumi yang mampu
mencintai dan memelihara alamnya sebagai ungkapan rasa syukur
atas nikmat yang diberikan. Sekolah Alam adalah sekolah
alternatif yang berbasis kurikulum alam.10
Sekolah Alam adalah salah satu bentuk pendidikan
alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai
pembelajaran siswa didiknya.Tidak seperti sekolah biasa yang
lebih banyak menggunakan metode belajar mengajar di dalam
kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam terbuka. Kelebihan
Sekolah Alam dibandingkan sekolah biasa, Sekolah Alam
membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja. Namun mereka
7 Data diperoleh dari hasil wawancara terhadap bag.pendidikan
Sekolah Alam Indonesia Ciganjur. 8 Efriyani Djuwita seorang psikolog perkembangan anak dan staf
pengajar fakultas psikologi UI. 9http://sacikeas.com diakses pada 12 Juni 2013. 10Santoso Budi Satmoko, Sekolah Alternatif Mengapa Tidak
(Yogyakarta:Diva Press,2010), 9.
59
dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di
alam. Karena diakui saat ini sekolah-sekolah biasa lebih banyak
menggunakan system belajar mengajar konvensional dimana guru
menerangkan, siswa hanya mendapat pengetahuan dengan
mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang diberikan
kesempatan untuk mengalami langsung atau melihat langsung
bentuk pengetahuan yang mereka pelajari. Di Sekolah Alam,
biasanya aturan yang diberlakukan tidak sekaku sekolah biasa
dimana siswa harus duduk mendengarkan gurunya atau
mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas.
Hampir seluruh sekolah alam yang ada memiliki konsep
utama yaitu upaya memaksimalkan potensi anak untuk tumbuh
menjadi manusia yang berkarakter, berakhlak mulia, berwawasan
ilmu pengetahuan dan siap menjadi pemimpin. Metode pengajaran
sekolah alam juga membuat bersekolah lebih menyenangkan dan
anak tidak merasa terpenjara.Sekolah alam juga mendorong anak
untuk aktif dan kreatif dan bukan semata-mata mendapatkan
materi yang diberikan oleh guru. Di Sekolah Lanjutan SAI
misalnya, proses belajar lebih banyak dilakukan melalui diskusi
dan permainan.11
Sekolah Alam adalah sebuah impian yang menjadi
kenyataan bagi mereka yang menginginkan perubahan dalam dunia
pendidikan. Pendidikan yang diharapkan tidak sekedar perubahan
sistem, metode dan target pembelajaran, melainkan paradigma
pendidikan yang mengarah pada perbaikan mutu dan hasil
pendidikan itu sendiri. Sekolah Alam adalah sekolah yang
menngunakan konsep pendidikan berbasis alam semesta yang
diambil dari nilai-nilai Alquran dan al-Sunnah. Secara khusus
tujuan pendidikan Sekolah Alam (komunitas sekolah alam,2005)
adalah membantu anak didik untuk tumbuh menjadi manusia yang
berkarakter, yaitu individu yang mampu memanfaatkan, mencintai
dan memelihara lingkungannya. Hal ini didasarkan pada hakikat
penciptaan manusia adalah untuk menjadikan khalifah dimuka
bumi.
Menurut Susi Hartanti praktisi pendidikan di kota
tanggerang Konsep pembelajaran sekolah alam mengacu kepada
11http://suaramerdeka.com diakses pada 12 juni 2013.
60
filosofi alam sebagai tempat belajar. Dengan kata lain, metode dan
konsep pendidikan ini membuat anak akrab dengan lingkungan,
konsep ini membuat siswa lebih menghayati apa yang dipelajari
dan menjadikan proses belajar lebih variatif dan tidak
membosankan. Sekolah alam dengan metode belajar fun learning
juga menjadi wadah mengoptimalkan perkembangan anak.
Diantaranya, pertumbuhan hasrat ingin tahu, pembentukan
karakter dan kepribadian, perkembangan fisik dan sosial emosional
serta kognitif.
Menurut Susi, keberhasilan seseorang lebih banyak
dipengaruhi oleh emotional quotient (ESQ) dibandingkan
Intellegentia Quotient (IQ). Peran IQ hanya sekitar 5-10 persen. Di
sekolah alam, kehidupan dan lingkungan alam dijadikan sebagai
media belajar. Jadi, secara mental siswa siap menghadapi
kehidupan real.12
Proses belajar di Sekolah Alam menggunakan konsep fun learning (belajar menyenangkan) di alam terbuka memandang
konsep proses belajar ini sebagai salah satu cara memperkecil
kemungkinan suasana penuh tekanan dan kebosanan. Untuk
mendukung konsep tersebut, maka Sekolah Alam meggunakan
metode spider web Yaitu metode yang mengintegrasikan tema
dalam semua mata pelajaran.Dengan demikian, pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran bersifat integratif, aplikatif, dan
komprehensif. Metode ini, siswa dikembangkan jiwa keingin
tahuannya melalui observasi (melihat, menyentuh, dan merasakan)
membuat hipotesis, serta berpikir ilmiah sehingga siswa dapat
memahami potensi sendiri. Sekolah Alam mengajarkan siswa
belajar tidak hanya berdasarkan atau mengandalkan text book,
tetapi belajar dengan aktif dengan situasi, kondisi, komunikasi
antara siswa dan guru yang menyenangkan tentunya diharapkan
akan memberikan motivasi belajar yang menyenangkan, dukungan
komunikasi yang hangat antara guru dan siswa memudahkan anak
dalam beradaptasi dan memahami dirinya sendiri.
Dalam keseharian di sekolah alam sama sekali tidak
ditemukan proses belajar dalam artian ‚formal‛ dan konvensional.
12http://depoknow.com/sekolah-alam-seimbangkan-kecerdasan/ diakses
pada 12 juni 2013.
61
Dalam sekolah alam rasa keingintahuan anak dapat tersalurkan.
Apapun yang mereka inginkan dapat mereka temukan di sekolah
alam. Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan
mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, pakaian, peraturan
sekolah yang ‚mematikan‛ daya kreativitas maupun guru yang
terlalu mengatur sehingga mereka dapat menemukan sesuatu yang
penting dan berarti tentang mereka dan dunia yang
mengelilinginya dalam kegiatan belajar mereka. Siswa tidak hanya
belajar dari teori-teori belaka yang diberikan oleh guru, mereka
justru memperoleh pengetahuan dari apa yang mereka amati dan
mereka perhatikan melalui proses belajar mereka.
Kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan pada anak-
anak di sekolah alam adalah kemampuan membangun jiwa,
keinginan melakukan observasi, membuat hipotesa, serta
kemampuan berfikir ilmiah. Belajar di alam terbuka secara
naluriah akan menimbulkan suasana fun, tanpa tekanan dan jauh
dari kebosanan. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran pada
anak-anak bahwa learning is fun, dan sekolah pun menjadi identik
dengan kegembiraan. Siswa belajar tidak hanya dengan mendengar
penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh,
merasakan dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap
pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami
potensi dasarnya sendiri. Setiap anak dihargai kelebihannya dan
dipahami kekurangannya. Mereka diarahkan untuk belajar secara
aktif. Di mana guru berperan sebagai fasilitator. Siswa belajar
tidak untuk mengejar nilai, tetapi untuk memanfaatkan ilmunya
dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikan anak memiliki logika
berpikir yang baik, mencermati alam lingkungannya menjadi
media belajarnya dengan metode actionlearning dan diskusi.13
Anak-anak belajar dari pembiasaan. Sesuatu yang dekat,
yang terus menerus ’disentuhkan’, akan membentuk pemahaman
anak mengenai hal tersebut. Pemahaman yang melekat dan telah
menjadi konsep diri, akan terus dibawa hingga dewasa. Sekolah
alam, menawarkan sebuah metode pembelajaran luar ruangan yang
13Data diperoleh dari wawancara dengan bag. pendidikan Sekolah
Alam Indonesia ciganjur dan Dokumentasi Profil Sekolah Alam Indonesia
Ciganjur.
62
akan mendekatkan anak-anak pada suatu kondisi asri, alami, dan
murni. Melalui pendidikan ini, anak diberi kesempatan untuk
mengenali ciptaan Tuhan, berinteraksi secara intens, memahami,
bersikap, berperilaku. Dan tentunya juga merasakan efek timbal
balik dari apa yang telah dia lakukan terhadap lingkungannya.
Belajar di alam, belajar dengan suasana alam, belajar bersama
alam, membawa suasana tersendiri yang mempengaruhi pikiran,
hati dan jiwa anak ketika belajar. Bahkan ketika ternyata di
sekolah alam, anak bisa belajar bersama dengan orangtuanya.
Dari manfaat kegiatan di alam terbuka tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kegiatan alam lebih banyak membantu
membina kecerdasan emosi seseorang. Hampir sebagian besar
keberhasilan dan kesuksesan seseorang ditentukan oleh kecerdasan
emosinya. Dengan demikian, pendidikan alam yang berisi kegiatan
di alam akan membantu membina kecerdasan emosi anak didik
menjadi manusia yang berhasil dan sukses dalam kehidupannya
kelak.
D. Tingkat Kecerdasan Emosional pada Siswa Sekolah
Lanjutan (SAI)
Instrument yang digunakan penulis untuk mengukur
tingkat kecerdasan emosional siswa Sekolah Lanjutan SAI adalah
kuesioner model likert yakni kuesioner yang berupa pernyataan
yang berjumlah 27 item dalam bentuk kontinu dengan 4 alternatif
jawaban atau tanggapan. Masing-masing tanggapan diberi skor
berbeda karena disesuaikan dengan pernyataan yang favorable dan
unfavorable. Pernyataan favorable yang sangat sesuai (SS) diberi
skor 4, sesuai (S) diberi skor 3, tidak sesuai (TS) diberi skor 2,
sangat tidak sesiau (STS) diberi skor 1. Sedangkan pernyataan
unfavorable akan menjadi sebaliknya yakni sangat sesuai (SS)
diberi skor 1, sesuai (S) diberi skor 2, tidak sesuai (TS) diberi skor
3, sangat tidak sesuai (STS) diberi skor 4. Dari seluruh nilai hasil
penghitungan terhadap skor kecerdasan emosional yang
didapatkan oleh siswa yang berjumlah 90 siswa, dengan tiga
kategori pengelompokan yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat
kategori diperoleh berdasarkan nilai mean dan standar deviasi karena data berdistribusi normal, didapat rentang nilai X<84.288
dengan kategori rendah didapat sebanyak 17 siswa dengan
63
persentase 18.9%, sedangkan rentang nilai X>103.692 dengan
kategori tinggi sebanyak 31 siswa dengan persentase 34.4%, dan
rentang nilai X>84.288 dan X<103.692 dengan kategori sedang
sebanyak 42 siswa dengan persentase 46.7%.
Histogram 3.2
Skor Kecerdasan Emosional Siswa
Untuk mempermudah memahami gambaran kecerdasan
emosional pada siswa Sekolah Lanjutan maka penulis
menguraikan aspek-aspek kecerdasan emosional yang didapat dari
temuan data peneliti sebagai mana uraian berikut:
1. Mengenal Emosi Diri
Mengenal emosi diri merupakan salah satu aspek dalam
kecerdasan emosional yang harus dimiliki siswa, mengenal emosi
diri akan memudahkan siswa dalam menghadapi proses belajar
mengajar di sekolah, dengan berbagai macam teman dan
lingkungan yang berbeda. Alqur’an mendorong kita untuk
memahami perasaan emosi kita, yang terdapat pada surat (al-
An‘a>m: 3) 14
14
0
2
4
6
8
10
12
81 83 85 87 89 92 97 101 104 106 108
64
Dalam memulai belajar para peserta didik dituntut untuk
memiliki kesadaran diri yang aktif, kesadaran aktif adalah kondisi
dimana seseorang menitik beratkan pada inisiatif, mencari dan
menyeleksi stimulus dan respon.15
Mengenal emosi diri pada siswa mencakup:1)kesadaran
emosi diri, 2)Penilaian diri, 3) Percaya diri.
Berikut ini gambar dan grafik aspek mengenal emosi diri
pada siswa Sekolah Lanjutan. Menurut analisa data penelitian,
didapatkan data terkait aspek mengenal emosi dapat dilihat pada
gambar dibawah ini:
gambar 3.2
Persentase Tingkat Mengenal Emosi Diri Siswa Sekolah
Lanjutan
Tingkat dimensi mengenal emosi diri siswa pada siswa
Sekolah Lanjutan terletak pada kategori sedang dengan persentase
terbesar yaitu 56%. Kesadaran siswa Sekolah Lanjutan muncul
karena proses belajar yang mempengaruhi kesadaran siswa dalam
belajar. Berdasarkan wawancara terhadap bidang akademik
diketahui bahwa sistem pendidikan Sekolah Lanjutan bertujuan
mencerdaskan siswa akan mampu membentuk manusia yang
mempunyai pola pikir yang logis, kritis dan reflektif, serta mampu
mengungkapkan isi pikirannya, berwawasan luas dan mempunyai
3. Dan dialah Allah (yang disembah), baik di langit maupun di bumi; dia
mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan
mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan. 15Rahayu Gininginintasari, ‚kesadaran diri‛ Jurnal Psikologi
Pendidikan 2, no.1 (2009):47-55.
tinggi34%
sedang56%
rendah10%
65
daya analisis yang tajam. Kesadaran siswa Sekolah Lanjutan
dalam belajar juga dipengaruhi oleh sikap guru dalam mengajar
yang selalu memperhatikan kreativitas, sikap kritis dan potensi
siswa dalam mengajar.16
Hal ini senada dengan pendapat Elika Dwi Murwani yang
mengatakan ciri-ciri pokok dari pembelajaran yang membangun
kesadaran adalah belajar dari realitas atau pengalaman, tidak
menggurui dan dialogis. Pola pembelajaran searah kurang dapat
menumbuhkan kesadaran. Peran guru yang lebih tepat untuk
membangun kesadaran adalah sebagai fasilitator, dan siswa
sebagai subjek bukan objek pembelajaran.17
Sementara tingkat kecerdasan emosional dimensi mengenal
emosi diri kelas 7, 8, dan 9 berdasarkan hasil penghitungan dari
seluruh skor nilai dapat dilihat dari grafik berikut berikut:
Grafik 3.1
Dimensi Mengenal Emosi Diri Pada Siswa Sekolah
Lanjutan
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa siswa
kelas 9 memiliki aspek mengenal emosi diri pada kategori tinggi
lebih banyak di banding siswa kelas 7 dan 8. Mengenali emosi diri
sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar
16 Data diperoleh dari wawancara terhadap guru bidang akademik
Sekolah Lanjutan. 17 Elika Dwi Murwani, ‚Peran Guru dalam Membangun Kesadaran
Kritis Siswa‛, Jurnal Pendidikan Penabur - No.06/Th.V/Juni 2006: 60.
613
1016 23
563
8
0%
20%
40%
60%
80%
kelas 7 kelas 8 kelas 9
tinggi sedang rendah
66
dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan
kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan
emosinya sendiri. Menurut Mayer kesadaran diri adalah waspada
terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati,18
bila
kurang waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran
emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum
menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu
prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu
mudah menguasai emosi. Tentunya hal ini tidak terlepas dari
pengaruh atau faktor lingkungan yang berada disekitarnya
khususnya siswa yang berada disekolah terutama siswa kelas 9
dengan kondisi yang lebih lama dikenalkan dengan pendidikan di
sekolah tentunya lebih berpengaruh terhadap self awwarance siswa
dengan ini mereka lebih mengetahui dan memahami tujuan belajar
mereka serta memahami apa yang diiniginkan dan dirasakan.
Melalui tingkat mengenal emosi diri yang baik siswa akan
lebih mudah menerima perbedaan kondisi dan situasi belajar
sehingga secara sadar akan melakukan aktifitas belajar dengan
baik di sekolah. Mengenal emosi diri siswa Sekolah Lanjutan
dipengaruhi berbagai faktor antara lain pola asuh orang tua,
pergaulan dengan lingkungan, serta pengaruh lingkungan
sekolah/pendidikan.
Hal ini disebabkan karena pola asuh orang tua, lingkungan
rumah dan sekolah berorientasi kepada pengenalan realitas diri
manusia dan dirinya sendiri. Hal ini senada dengan ungkapan
Fraire pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas
diri manusia dan dirinya sendiri, sistem pendidikan yang ada
selama ini dapat diandaikan sebagai sebuah‚bank‛ (banking concept of education).19
Kapasitas mengenal emosi diri dalam Islam adalah
menyadari eksistensinya sebagai manusia makhluk ciptaan Allah
18Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, terj. T. Hermaya (Jakarta :
PT. Gramedia, 2001), 64. 19 Elika Dwi Murwani, ‚Peran Guru dalam Membangun Kesadaran
Kritis Siswa‛, Jurnal Pendidikan Penabur - No.06/Th.V/Juni (2006): 60.
67
yang harus menjalankan fungsinya sebagai khalifah.20
Sebagai
ciptaan Allah yang punya kewajiban untuk mengabdi dan
beribadah kepada Allah SWT, dengan menggunakan hati, akal,
pendengaran dan penglihatan untuk menyadari akan fungsi
manusia diciptakan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
Alqur’an surat al-Dha>riya>t ayat 56.21
Lefrancois mendefinisikan istilah kesadaran diri menjadi
tiga bagian: pertama, Harga diri, adalah cara yang positif atau
negatif seseorang memandang dirinya sendiri. Hal ini juga
memerlukan keinginan untuk dijunjung tinggi oleh orang lain.
Kedua, Konsep diri, adalah konsep bahwa seorang individu yang
memiliki dirinya sendiri. Pengertian diri sering terkait dengan
individu, keyakinan tentang bagaimana orang lain memandang
mereka. Ketiga, Aktualisasi diri adalah proses atau tindakan
menjadi diri sendiri, mengembangkan satu potensi, mencapai satu
kesadaran identitas, dan memuaskan diri sendiri.22
Harga diri seseorang bisa dibangun melalui pengakuan diri
dari seseorang atau sebaliknya, oleh karenanya penting bagi
seorang pendidik untuk memberikan identitas pada seorang pelajar
untuk meningkatkan harga diri pelajar, sehingga siswa bisa
memposisikan diri di mana dan ke mana ia akan bertindak melalui
konsep diri dan akhirnya bisa mengaktualisasikan diri meraka.
Biasanya aktualisasi diri muncul adanya motivasi untuk memenuhi
kebutuhan, Abraham Maslow menjelaskan bahwa orang yang
mampu merealisasikan dirinya selain terpenuhi tingkat kebutuhan,
mereka juga mengalami adanya perubahan yang sehat dalam
memandang diri, orang lain, dan dunia,memiliki spontannitas yang
lebih besar dan kreatif, serta mampu menilai dirinya dengan lebih
baik. Maslow memandang manusia yang telah mengaktualisasikan
dirinya berarti telah memiliki niali-nilai kebenaran kebaikan,
20 Maryatul Kibtyah, ‚Penerapan Enam Dimensi Dasar Positif Teori
Eksistensi Humanistik Dalam Konseling Islam‛, Jurnal Psikologi Islam 19, no.1
(2008):2-3. ا جل ـو ق ت ت قاواـ و و ا و وا 21 ا اقجل ق و اوا جل ن ا اجل نا و ق ت22 Concepts Of Self Awarenes, Baylor University.s Community
Mentoring for Adolescent Development 192 http://www.mentoring.org/
diakses pada 2 Juli 2014.
68
keindahan, keutuhan, keunikan, kesempurnaan, keadilan,
keteraturan, kesederhanaan dan kemampuan.23
Keterkaitannya dalam dunia pendidikan adalah semua
komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada
terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan,
yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu,
sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik
dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya,
serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus
individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh guru dalam
merencanakan pembelajaran. Karena seseorang akan belajar
dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri
dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia
akan berkembang. Dalam hal ini teori humanistik mampu
menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.
Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik
dalam memahami arah belajar pada dimensi yang lebih luas,
sehingga upaya pembelajaran apa pun dan pada konteks mana pun
akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai tujuannya.
Meskipun teori humanistik ini masih sukar diterjemahkan ke
dalam langkah-langkah pembelajaran yang praktis dan operasional,
namun sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep,
taksonomi-taksonomi tujuan yang telah dirumuskannya dapat
membantu para pendidik dan guru untuk memahami hakekat
kejiwaan manusia. Hal ini akan dapat membantu mereka dalam
menentukan komponen-komponen pembelajaran seperti
perumusan tujuan, penentuan materi, pemilihan strategi
pembelajaran, serta pengembangan alat evaluasi, ke arah
pembentukan manusia yang dicita-citakan tersebut.24
2. Manajemen Emosi
Manajemen emosi diri dalam belajar di sini dimaksudkan
sebagai sebuah usaha untuk pembuatan strategi untuk mengelola
pengetahuan atau pemikiran, di mana di dalamnya mencakup
23 Frank G. Goble, Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham
Maslow (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987), 59-60. 24 Siti Fatonah, ‚Aplikasi Aspek Kognitif Teori Bloom dalam
Pembuatan Soal Kimia‛, Jurnal Kaunia Vol.1, No.2, (2005): 154.
69
merencanakan, memonitor dan memodifikasi pengetahuan, usaha
dalam belajar, serta pemahaman terhadap pembelajaran,
pengingatan, dan pemahaman dari materi yang telah didapat dari
belajar.25
Ketika para peserta didik mengetahui cara mengelola
emosi mereka untuk lebih giat dalam belajar maka muncullah teori
yang bernama self regulated learning. Istilah self regulated learning berkembang dari teori kognisi social. Menurut Bandura
teori kognisi sosial, manusia merupakan hasil struktur kausal yang
interdependen dari aspek pribadi (person), perilaku (behavior), dan
lingkungan (environment). Ketiga aspek ini merupakan
aspek‐aspek determinan dalam Self regulated learning. Ketiga
aspek determinan ini saling berhubungan sebab akibat, di mana
seseorang berusaha untuk meregulasi diri sendiri (self regulated),
hasilnya berupa kinerja atau perilaku, dan perilaku ini berdampak
pada perubahan lingkungan, dan demikian seterusnya.26
Pengaturan belajar individu merupakan aspek penting
untuk memperoleh prestasi yang baik dalam studi.27
Pengaturan
belajar individu lebih pada penerapan prinsip atau idealisme
seorang peserta didik dalam belajar. Pengaturan belajar individu
ini akan sangat berperan bagi keberhasilan studi,28
karena dengan
pengaturan yang telah dipersiapkan dan direncanakan terlebih
dahulu, biasanya akan memberikan kita arahan yang dapat
mengarahkan menuju kesuksesan, dalam hal ini tentu prestasi
belajar yang optimal Zimmerman & Martinez‐Pons
mendefinisikan self regulated learning sebagai tingkatan di mana
partisipan secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan
perilaku dalam proses belajar.29Self regulated learning juga
25Paul R Pintrich & Groot, ‚Motivational and Self-Regulated Learning
Components of Classroom Academic Performance‛, Journal of Educational Psycology, vol 82, No. 1,(1990):33-40.
26Albert Bandura, ‚Social cognitive theory: An Agentic Perspective‛,
Asian Journal of Social Psychology, Vol 2, (1999):21–41. 27L.Corno & Rohrkemper, ‚The Intrinsic Motivation to Learn in
Classrooms‛, Reseach on Motivation, vol 2, (1985):53-90. 28L. Corno & Rohrkemper, The Intrinsic Motivation to Learn in
Classrooms, Reseach on Motivation, vol 2,(1985):53-90 29Zimmerman & Martinez, “Pons Students Differences in Self
Regulated Learning: Relating Grade, Sex, and Giftedness to Self Efficacy and
Strategy Use‛, Journal of Educational Psychology, 82 (1), (2001):51‐59.
70
didefinisikan sebagai bentuk belajar individual dengan bergantung
pada motivasi belajar mereka, secara otonomi mengembangkan
pengukuran (kognisi,metakognisi, dan perilaku), dan memonitor
kemajuan belajarnya.30
Siswa yang belajar dengan regulasi diri
bukan hanya tahu tentang apa yang dibutuhkan oleh setiap tugas,
tetapi mereka juga dapat menerapkan strategi yang dibutuhkan.
Siswa dapat membaca secara sekilas ataupun secara seksama.
Siswa dapat menggunakan berbagai strategi ingatan atau
mengorganisasikan materinya. Ketika siswa menjadi lebih
knowledge able (memiliki/menunjukkan banyak pengetahuan,
kesadaran, atau inteligensi) di suatu bidang, mereka menerapkan
strategi secara otomatis. Alhasil, mereka telah menguasai sebuah
repertoar strategi dan taktik pembelajaran yang besar dan
fleksibel.31
Mengelola diri Bagaimana seseorang dapat dan harus
mengelola dirinya sehingga menjadi diri yang sehat, efektif,
produktif serta muttaqin.
Dimensi manajemen emosi siswa mencakup: 1)
pengendalian emosi, 2) mudah menerima dan terbuka, 3) sifat
dipercaya. Menurut analisa data penelitian, didapatkan data terkait
aspek menajemen emosi diri siswa Sekolah Lanjutan SAI dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.3
Persentase Tingkat Manajemen Emosi Siswa Sekolah
Lanjutan
30Baumert et all, Self Regulated Learning as Cross Cultural
Concept.(2002)dari http://www.mpibberlin.mpg. diakses pada 13 mei 2014. 31Woolfolk, Educational Psychology. Active Learning Edition Tenth
Edition. Boston: Allyn & Bacon,(2008) dari http://www.uky.edu/~ diakses pada
13 Mei 2014.
71
Tingkat manajemen emosi siswa berada pada kategori
tinggi dengan nilai persentase 38%. Hal ini ditandai oleh siswa
dengan pengaturan emosi yang baik dalam belajar. Berdasarkan
pengisian kuesioner dan observasi didapatkan bahwa manajemen
emosi ditandai dengan kemampuan pengendalian emosi ketika
marah, mendapat ejekan dan mempunyai tanggung jawab yang
besar serta dapat di percaya.32
Hal ini disebabkan pengaruh kedisplinan yang terdapat di
sekolah alam, dengan menanamkan kedisiplinan seperti
mengharuskan semua siswa shalat berjama’ah, membuang sampah
pada tempatnya, kemudian guru memberikan hukuman bagi yang
melanggar sehingga menjadikan siswa memiliki manajemen yang
baik. Asumsi di atas sesuai dengan perkataan Charles C. Manz
yang memandang bahwa kedisiplinan adalah bagian dari
manajemen. Disiplin adalah cabang pengetahuan atau
pembelajaran, pelatihan yang mengembangkan kontrol diri,
karakter, keteraturan, kepatuhan terhadap otoritas dan kontrol.33
Joyce Moskowitz juga menggambarkan disiplin sebagai latihan
yang membenarkan, membentuk dan menyempurnakan.34
Dalam Islam manajemen emosi biasanya dikaitkan dengan
menahan marah yang mana, kemarahan dapat diterapi dengan
berwudhu, karena marah itu ibarat bara api yang bergejolak dan
hanya dapat padam jika disiram dengan air. Manajemen emosi bisa
berfungsi lebih efektif dan optimal jika dibarengi dengan zikrullah
32 Data diperoleh dari hasil kuesioner pada siswa Sekolah Lanjutan . 33 Charles C Manz, Manajemen Emosi (Yogyakarta:Think, 2007), 28. 34 Joyce Moskowitz, Hooked and Feeling (Davie,FL: Clear Vision
Publishing, 2000), 122.
tinggi38%
sedang29%
rendah33%
72
(mengingat Allah), beristighfar kepada-Nya, mengingat kematian,
berbaik sangka, berpikir positif, dan bersabar.35
Dalam rentang kehidupan individu akan mengalami
kebingungan tentang diri dirinya, siapa dirinya dan bagaimana
orang lain memadang diri. Manusia dapat menilai diri secara
multidimensi dan mengelola diri sebagai hasil penilaian yang
dilakukan. Berbagai permasalahan psikologis dialami oleh individu
karena individu tidak mengenal dan tidak mampu mengelola diri.
Mengelola diri berarti kita mengelola perilaku kita secara
universal, termasuk didalamnya fikiran, perasaan, kalbu, perkataan
dan perbuatan kita sesuai dengan ajaran Allah (al-Islam).
Namun pada kenyataannya bahwa memikirkan tentang diri
sendiri itu justru lebih sulit dari pada memikirkan orang lain. Hal
ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa
barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.
Mengingat berbagai sifat yang ada pada manusia, maka diperlukan
adanya upaya untuk menjaga agar manusia tetap menuju ke arah
yang diridhai Allah, menuju citranya yang terbaik, dan agar tidak
terjerumus ke arah yang dihinakan Allah. Seperti yang dilukiskan
Allah dalam surat Al-Tin dan surat al-‘Asr yang dapatlah
dikatakan sebagai latar utama mengapa konseling Islam itu
diperlukan Jika seseorang telah mampu memahami dan mengenal
dengan baik tentang dirinya baik dari aspek jasmani maupun
rohani, maka ia akan dapat merasakan fungsi potensi dirinya itu.
Kekuatan serta potensi mengenal secara mendalam tentang
eksistensi jasmani dan rohani dapat dicapai melalui bimbingan
dan pengajaran Allah yang dihasilkan dari esensi ketakwaan dan
penghambaan yang sangat tinggi dan suci kepada-Nya. Manusia
memiliki kepribadian yang multidimensi dan unik. Kerena
keunikannya ini manusia sampai sekarang banyak yang belum
dapat mengenali dirinya sendiri secara penuh.
Sementara tingkat kecerdasan emosional dimensi
manajemen emosi kelas 7, 8 dan 9 berdasarkan hasil penghitungan
dari seluruh skor nilai dapat dilihat dari grafik berikut:
Grafik 3.2
35Muhbib Abdul Wahab, Manajemen Emosi,
http://www.iaincirebon.ac.id diakses pada 2 Juli 2014.
73
Dimensi Manajemen Emosi Pada Siswa Sekolah Lanjutan
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa tingkat
manajemen emosi diri kelas 9 dan 8 lebih tinggi di bandingkan
kelas 7, menurut Muhyidin manajemen emosi merupakan suatu
proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengevaluasian segala sifat dan tindak tanduk diri kita sendiri
dengan subjek pelaksana diri kita dan objek pelaksana diri kita
sendiri.36
pada tahap ini siswa kelas 9 dan 8 lebih mampu untuk
mengelola emosi mereka, karena dengan pendidikan yang baik,
seseorang memperoleh pengalaman belajar meliputi aspek-aspek
pengetahuan dan sikap. 37
Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh
Maslow, seorang psikolog humanistik, mengatakan sesuatu yang
berkaitan dengan pengembangan kepribadian yang sehat dan
penciptaan konsep diri, Maslow mengambil posisi bahwa
kompetensi seseorang secara langsung dipengaruhi oleh pandangan
ia memandang dirinya sendiri. Maslow merasa bahwa manusia
bergerak sepanjang hierarki kebutuhan. Kebutuhan menjadi dua
kelompok yang berbeda, kebutuhan dasar dan kebutuhan meta
(meta needs). Kebutuhan dasar meliputi fisiologis (makanan dan
minuman), keamanan (baik fisik dan keamanan mental), dan cinta
(afiliasi, penerimaan, dan kasih sayang), dan harga diri
(kompetensi, persetujuan, dan pengakuan). Kebutuhan meta atau
kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan tingkat yang lebih
tinggi menurut Maslow The meta needs termasuk keinginan
36Muhammad Muhyidin, Cara Islami Melejitkan Citra Diri (Jakarta,
Lentera, 2003), 227-228. 37Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 80-81
4
16
1621
12
3
11 7
0%
20%
40%
60%
80%
kelas 7 kelas 8 kelas 9
tinggi sedang rendah
74
manusia seperti pengetahuan, pemahaman, keadilan, kebenaran,
keindahan, dan ketertiban. Penting untuk dicatat bahwa kebutuhan
menurut Maslow disusun secara hierarki karena mereka
memberikan dasar untuk satu sama lain. Jika, kebutuhan fisik
tidak terpenuhi, kebutuhan yang lain tidak relevan. Dengan kata
lain, jika seseorang lapar, ia tidak menginginkan penerimaan atau
pengetahuan.38
Kelas 8 dan 9 lebih mampu mengelola emosinya di
bandingkan kelas, hal ini karena siswa kelas 8 dan 9 lebih bisa
menghargai dan mengenali diri mereka dalam memenuhi
kebutuhan diri meraka.
3. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu,
sehingga tanpa sebuah motivasi bisa dipastikan seseorang tidak
akan melakukan sesuatu. Dimensi motivasi kecerdasan emosional
pada pembelajaran disebut motivasi belajar. Motivasi belajar
merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa
yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan
kegiatan belajar, dan memberikan arah pada kegiatan belajar demi
mencapai tujuan.39
Motivasi dapat menentukan baik tidaknya
mencapai tujuan sehingga semakin besar motivasinya akan
semakin besar kesuksesan yang diraih.
Untuk memahami tingkat motivasi siswa Sekolah Lanjutan
dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 3.4
Persentase Tingkat Motivasi Siswa Sekolah Lanjutan
38
Concepts Of Self Awarenes, Baylor University.s Community
Mentoring for Adolescent Development: 198 http://www.mentoring.org/
diakses pada 2 Juli 2014. 39 Winkel, WS, Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT. Grasindo,2005), 92.
75
Dari gambar diatas menunjukkan bahwa motivasi siswa
Sekolah Lanjutan dalam kategori baik sehingga mampu
mewujudkan hasil belajar yang baik. Hasil wawancara dan
observasi didapatkan bahwa motivasi belajar siswa berhubungan
dengan beberapa faktor diantaranya faktor instrinsik dari dalam
dirinya, metode pengajaran, dan pengaruh orang tua
berpendidikan.
Hal ini senada dengan pendapat Maslow dengan teori
kebutuhannya. Menurut Maslow dalam teori kebutuhannya, dia
mengatakan bahwa kebutuhan orang sangat tergantung pada apa
yang mereka siapkan yang membutuhkan adanya motivasi.
Berkaitan dengan kebutuhan yang dijelaskan oleh Maslow dalam
manusia di ciptakan dan diberkahi dengan beberapa instink dan
insentifitas berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan
hidup manusia, memang benar bahwa instink dan insentif
mempengaruhi kehidupan dan perilaku manusia, tetapi
kepentingan mereka berasal dari kekuatan yang memotivasi
mereka dan mempengaruhinya.40
Kebutuhan internal yang memberi energi dan mengarahkan
perilaku kita, kemudian insentif eksternal merupakan faktor
pendorong untuk perilaku tertentu. Dalam Alqur’an motivasi yang
berkaitan dengan kebutuhan intern dan kebutuhan external
didasari dengan konsep ganjaran dan hukuman. Manusia akan di
beri ganjaran ketika ia melakukan apa yng di perintahkan oleh
Allah dan akan diberi hukuman ketika melanggar
Apabila dalam diri sudah ada sebuah dorongan yang kuat
untuk melakukan sesuatu maka faktor apapun dari luar dapat
40http://iepistemology.net diakses pada 12 Juni 2014.
tinggi41%
sedang45%
rendah14%
76
dihadapi. Hal ini juga berarti locus of kontrol individu tersebut
lebih dominan dari internal diri. Motivasi belajar siswa untuk
berprestasi menurut McClelland dalam The Encyclopedia
Dictionary Of Psychology yang disusun oleh Hare dan Lamb
seperti yang dikutip Jaali mengungkapkan bahwa motivasi
berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan
pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar
keahlian.41
Motivasi berprestasi merupakan dorongan yang
mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan
tujuan agar mendapat tingkat standar tertentu. Menurut
McClelland, motivasi berprestasi merupakan ‚a predisposition to compete against internalized standar of excellence‛. Kebutuhan
akan sukses inilah yang memotivasi seseorang untuk meraih
kesuksesan atau prestasi. 42
Henry Murray sejak tahun 1938 sudah
mencetuskan konsep Murray’s Taxonomy of 20 Needs, salah satu
dari 20 taksonomi kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk
berprestasi (needs for achievement), dia menjelaskan bahwa
kebutuhan untuk berprestasi adalah sebagai kebutuhan untuk
mengatasi kesulitan, untuk menguasai, untuk mengungguli, untuk
menyaingi dan melampaui yang lainnya, untuk menanggulangi
rintangan dan kebutuhan untuk mencapai standar yang tinggi.43
Manusia membutuhkan adanya organisasi yang bisa
mengelola hirarki kepentingan, yaitu psikologi, keselamatan,
kepemilikan dan aktualisasi diri. Dalam Islam teori ini tidak lahir
secara induktif sebagaimana terjadi di Barat, sedangkan Islam
secara langsung mengajarkan adanya teori-teori ini melalui
isyarat-isyarat syariyah, baik dari Alqur’an maupun sunnah yang
kemudian dapat di i'tibari dan pada gilirnnya dapat dirumuskan
sebagai qawaid al-ah{kam. Teori-teori motivasi dalam Islam tidak
lepas dari kerangka maqas{id syari’ah sebagai suatu konsep
landasan dan tujuan pencapaiannya. Belajar dan pembelajaran
sangat dipengaruhi oleh sebuah motivasi. Melalui motivasi yang
baik maka siswa akan mudah melakukan aktifitas belajar yang
akan meningkatkan hasil belajar yang baik.
41 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara, 2011),103. 42 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara, 2011), 285. 43 Henry D Murray, Exploration in Personality (New York: John Wiley
&Sons 1938),164.
77
Dalam beberapa literature pendidikan Islam terutama yang
berbahasa Arab, motivasi disepadankan dengan kata niat.
Pemikiran pendidikan Islam klasik mempunyai khazanah yang
cukup luas membahas persoalan motivasi belajar ini. Pembahasan
tentang niat tersebut setidaknya menunjukkan bahwa niat
mempunyai posisi yang penting dalam proses belajar dan tujuan
belajar. Seorang pelajar haruslah mempunyai niat dalam proses
belajarnya. Niat belajar menentukan suatu orientasi dan tuntunan
ke mana proses belajar itu diarahkan atau secara sederhana niat
menentukan arah tujuan yang ingin dicapai.
Niat pelajar dalam proses belajarnya merefleksikan
motivasi dan tujuan yang hendak dicapai olehnya Mengenai niat
ini, al-Zarnuji 44
mendasarkan pandangan tentang posisi dan
eksistensi niat belajar pada hadits Nabi Muhammad Saw,. Hadits
tersebut adalah, ‛Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung pada
niat‛. Dari Amir al-Mu‘minin Abu Hafsh Umar Ibn al-Khaththab
Ibn Nufail Ibn Abdal-Uzza Ibn Riyah Ibn Abd Allah Ibn Qurth Ibn
Razah Ibn ‘Adiy Ibn Ka’ab Ibn Lu’ay Ibn Ghalib al-Qurasyiy al-
Adawy r.a, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw., bersabda:
Setiap amal tergantung niat. Setiap amal tergantung pada apa
yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul Nya, maka hijrahnya tertuju pada Allah dan Rasul Nya. Dan
barang siapa yang melakukan hijrah demi kepentingan dunia yang
akan diperolehnya atau karena perempuan yang akan dinikahinya,
maka hijrahnya sebatas pada apa yang menjadi tujuannya‛. (HR.
Bukhari dan Muslim)45
Niat mempunyai arti maksud.46
Setiap maksud adalah niat.
Ketika seseorang mempunyai maksud untuk melakukan sesuatu,
pastilah seseorang itu berniat atau menyengaja untuk melakukan
sesuatu. Tidak dapat dipungkiri, kata niat banyak didominasi oleh
pemikiran fiqh. Fuqaha menjelaskan niat cenderung bersifat teknis
44Rudi Ahmad Suryad, ‚Motivasi Belajar Perspektif Pendidikan Islam
Klasik, (Studi atas pemikiran al-Jarnuzi)‛, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 10 No. 1, (2012):58.
45Lihat al-Nawawi,Riyadh al-S{alihi>n,terj. Ahmad Sunarto (Jakarta:
Pustaka Amani, 1999), 2. 46Lihat Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir
(Yogyakarta:Krapyak,1992), 1058.
78
yang hanya tertuju pada kegiatan ibadah tertentu yang kadang-
kadang sisi esoterisnya terabaikan. Niat lebih terorientasi pada
praktik ibadah tertentu. Dan kalaulah praktik ibadah itu tidak
disertai dengan niat maka tidak sah hukumnya, sesuai dengan
pemaknaan hadis tentang niat tersebut, maka fuqaha cenderung
mengartikan niat sebagai qasd al-syai‘i muqtaran bi fi’lihi (menyengaja melakukan sesuatu bersamaan dengan pekerjaannya).
Oleh karena itu, pengertian yang diajukan oleh fuqaha
cenderung teknis-eksoteris. Dalam uraian yang lebih panjang niat
adalah membangkitkan hati untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan maksud tertentu baik untuk mendatangkan manfaat
ataupun mencegah mad{arat.47
Definisi ini tidak netral lagi, definisi seperti ini
mengandung nilai aksiologis-etis, yaitu niat itu harus
mendatangkan manfaat dan mencegah mudharat. Pengertian ini
didorong oleh kerangka landasan syar’iyyah yang menyatakan
suatu pekerjaan itu haruslah mendatangkan kemanfaatan sesuai
dengan prinsip jalb al-mas{a>lih wa dar’ al-Mafa<sid, dari hadis di
atas mengisyaratkan bahwa belajar seseorang harus mempunyai
niat dan berorientasi pada tujuan pencapaian ridha Allah. Seorang
pelajar harus mempunyai niat untuk mencapai ridha Allah, bukan
semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dunia. Untuk
mencapai ridha Allah, seorang pelajar haruslah ikhlas dan sadar
bahwa ia diciptakan oleh Allah dalam keadaan fithrah dan diberi
potensi akal oleh Allah.
Sementara tingkat kecerdasan emosional dimensi
motivasi kelas 7,8, dan 9 berdasarkan hasil penghitungan dari
seluruh skor nilai dapat dilihat dari garfik berikut:
Grafik 3.3
Dimensi Motivasi Pada Siswa Sekolah Lanjutan
47 Al-Khulli, al-Adab al-Nabawi> (Beirut:dar> al-fikr, tt),12.
79
Perbedaan kategori pada dimensi motivasi siswa yang
terjadi di sebabkan faktor-faktor yang berbeda. Melalui beberapa
wawancara dan observasi siswa yang memiliki motivasi pada
kategori tinggi biasanya disebabkan oleh faktor keluarga mereka
yang memiliki latar belakang tingkat pendidikan yang tinggi,
selain itu pemberian penghargaan pada siswa kepada beberapa
siswa yang memiliki akademik baik dari sekolah juga memberikan
pengaruh pada siswa pada aspek motivasi.48
Siswa yang memiliki motivasi diri berharap akan berhasil
dan tidak mengalami kesulitan dalam menetapkan sasaran yang
tinggi bagi diri sendiri. Sebaliknya siswa yang tidak termotivasi
hanya mengharapkan keberhasilan yang seadanya. Dalam sebuah
studi yang dirancang untuk menemukan mengapa siswa-siswa di
Amerika menunjukkan prestasi di bawah rata-rata dibanding siswa
dari jepang dan hongkong, Harorld W.Stevenson dan Shin Ying
Lee mewancarai hampir 1500 siswa dan ibu mereka dikelas satu
dan di kelas lima. Mereka menemukan bahwa siswa-siswa dari
ketiga latar belakang tersebut tidak mempunyai perbedaan dalam
kemampuan intelektual melainkan perbedaan yang nyata adalah
hal minat dan harapan orang tua mereka.49
48 Data diperoleh dari wawancara dan observasi terhadap siswa yang
memiliki kategori tinggi pada aspek motivasi. 49 Lawrence E.Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence pada
Anak, terj. Alex Tri Kantjono (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum, 1998),
230.
7
19
913
13 78
7
7
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
kelas 7 kelas 8 kelas 9
tinggi sedang rendah
80
4. Empati
Untuk memahami tingkat dimensi empati siswa Sekolah
Lanjutan dapat dilihat pada gamabar di bawah ini:
Gambar 3.5
Persentase Tingkat Empati Siswa Sekolah Lanjutan
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa tingkat empati
siswa berada pada kategori tinggi. Tingkat empati yang tinggi
pada siswa Sekolah Lanjutan ditandai dengan adanya praktek
berbuat baik kepada sesama yang tentunya dengan bimbingan dari
guru. Hal ini karena salah satu cara yang paling sederhana dan
paling efektif untuk mengajarkan empati pada anak menurut
Shapiro adalah mempraktekan ‚kebaikan secara acak‛.50
Selain itu,
dengan bertambah matangnya wawasan dan kemampuan
emosional dan intelektual anak-anak secara bertahap belajar
mengenali tanda-tanda kesedihan orang lain, dan mampu
menyesuakan kepeduliannya dengan perilaku yang tepat. Menurut
Watson kemampuan empati adalah kemampuan seseorang untuk
mengenal dan memahami emosi, pikiran, serta sifat orang lain.51
Langfeld dalam Escalas dan Stern menjabarkannya sebagai
kemampuan untuk berada dalam kondisi perasaan orang lain (in feeling).
52 Kemampuan tersebut berupa respon emosional yang
sangat menyerupai respon emosional orang lain,53
namun tidak
50Lawrence E.Shapiro, Mengajarkan Emotional Intellegence pada
Anak, terj. Alex Tri Kantjono (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Umum, 1998), 57. 51 D.LWatson,Tragerhan,and J Frank, Social Psychology: Science and
Application ( Illinois : Scott, Foresman and Company, 1984), 290. 52 J.E Escalas and Stern, ‚Sympathy and Emphaty : Emotional
Responses to Advertising Dramas‛, Journal of Consumer Research.Vol 29,
(2003):567. 53Eisenberg & Mussen,The Root of Prosocial in Children ( New York :
Cambridge University Press,1989),776.
tinggi, 48%
sedang, 25%
rendah, 27%
81
membuat individu harus benar-benar menyatu dalam emosi,
pikiran dan tindakan orang lain, respon emosi yang kongruen
namun tidak identik.54
Individu memikirkan dirinya berada dalam
posisi orang lain, membayangkan menjadi orang lain namun tetap
mengingat bahwa ia tetap dirinya sendiri bersama pikiran,
perasaan dan persepsinya.55
Pendapat tersebut selaras dengan
penjabaran Koestner, R., Franz, C., & Weinberger, J. yang
mengartikan empati sebagai kemampuan menempatkan diri dalam
pikiran dan perasaan orang lain, tanpa harus terlibat secara nyata
didalamnya.56
Berkaitan pemaparan diatas tabel dibawah ini
menggambarkan dimensi empati siswa didapat analisis data
sebagai berikut:
Grafik 3.4
Dimensi Empati Pada Siswa Sekolah Lanjtan
.
54 J.P Tangney, ‚Moral affect : The Good, The Bad, and The Ugly‛
Journal of Personality and Social Psychology. 61(4),(1991):598-607. 55 M.S Smart and Smart, Children : Development and Relationship
(New York : Colier Mc Millan, 1980),470. 56 R Koestner & Weinberger, ‚The Family Origins of Emphaticconcern
: a- 26 year longitudinal study‛, Journal of Personality and Social Psychology,
38(4),(1990):709.
9
19
1616
10
23
10 5
0%
20%
40%
60%
80%
kelas 7 kelas 8 kelas 9
tinggi sedang rendah
82
Kemampuan siswa dalam berempati biasanya ditandai
dalam proses belajar mengajar yaitu memahami perasaan siswa
lain yang kurang paham terhadap materi yang diajarkan maka
siswa yang memiliki empati yang tinggi akan mengajarkan materi
kepada siswa yang kurang paham dalam belajar. Pemahaman ini
didasari oleh pembiasaan guru dalam menerapkan praktek berbuat
baik kepada sesama. Pendidikan yang mengedepankan praktek
dalam kesehariannya biasanya mampu mewujudkan hasil yang
ingin dicapai.
Kemampuan berempati pada anak akan bertambah seiring
dengan bertambahnya pengalaman hidup dan interaksinya dengan
individu-individu lain. Peristiwa ini terjadi pada usia 2 tahun
pertama. Hal tersebut, dalam konteks ikatan antara ibu dan anak
(mother- infant bonding) digunakan untuk menjelaskan bahwa
bukan hanya emosi (misalnya kecemasan) dan mood ibu yang
dipindahkan pada anak, namun dalam jangka panjang disposisi
atau karakteristik kepribadian ibu juga ikut berpengaruh.
Eisenberg dan Mussen57
berpendapat bahwa empati merupakan
keadaan afektif yang seolah-olah dialami sendiri yang berasal dari
keadaan atau kondisi emosi orang lain yang mirip dengan keadaan
atau kondisi emosi orang tersebut. Respon afeksi itu sendiri lebih
jelas dirasakan sebagai situasi orang lain dari situasi diri sendiri,
empati juga sebagai kemampuan untuk meletakkan diri sendiri
dalam posisi orang lain dan mampu menghayati pengalaman orang
lain tersebut. Empati dibangun berdasarkan kesaran diri, semakin
terbuka seseorang dengan perasaannya semakin terampil akan
membaca perasaan orang lain. Kemampuan berempati akan
tumbuh seiring dengan bertambahnya pengalaman hidup dan
interaksinya dengan orang lain.
5. Keterampilan Sosial
Keterampilan seseorang untuk mempertahankan tujuan
pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan baik dengan orang
57Imam Setyawan, Peran Kemampuan Empati Pada Efikasi Diri
Mahasiswa Peserta Kuliah Kerja Nyata PPM POSDAYA, Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan Psikologi Klinis – Himpsi,, ISBN : 978-979-21-
2845-1, 296 – 300.
83
lain dengan cara yang dapat diterima secara sosial. Keterampilan
sosial meliputi: Empati, penuh pengertian, tenggang rasa, dan
kepedulian pada sesama, Afiliasi dan resolusi konflik, komunikasi
dua arah/ hubungan antar pribadi, kerjasama, dan penyelesaian
konflik.58
Berkaitan pemaparan di atas tabel di bawah ini
menggambarkan dimensi mengenal emosi orang lain siswa didapat
analisis data sebagai berikut:
Gambar 3.6
Persentase Tingkat Keterampilan Sosial Siswa Sekolah
Lanjutan
Tingkat keterampilan sosial siswa yang tinggi ditandai
dengan hubungan yang baik dengan orang lain, membangun
kepedulian terhadap orang lain, serta mampu mendamaikan
konflik. Hubungan intrapersonal ini juga dalam belajar ditandai
dengan hubungan baik dengan guru/mendengarkan guru,
mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, dan mengikuti
aturan-aturan yang berlaku di sekolah.
Hal ini dikuatkan dengan pendapat Sallah Salih Muammar
yang mengatakan bahwa hubungan interpersonal yang baik
ditandai dengan adanya tolong menolong (ta’awun). Adanya
tolong menolong diantara sesama ditopang dengan empat unsur:
yaitu saling memahami (tafahum), saling toleransi (tasamuh),
saling perduli (tajawub), dan saling harmonis (insijam). 59
58
Rita Eka Izzaty, Pembelajaran dan Pembiasaan Aspek (Keterampilan)
Sosial Peserta Didik di Institusi Prasekolah, http://staff.uny.ac.id/pdf
diakses pada 27 Juni 2014. 59 Sallah Salih Mua’ammar, ‚al-Ta’a<mul Ma’a al-Na>s Wa al-Tat{hi<ru
fi<hi‛, Majalah al-Fikr al-Ida>ri Edisi Januari (2003):1-28.
tinggi40%
sedang32%
rendah28%
84
Sementara hasil penghitungan tingkat dimensi
keterampilan sosial dari kelas 7,8, dan 9 dapat dilihat pada tabel
berikut:
Grafik 3.5
Dimensi Keterampilan Sosial Pada Siswa Sekolah
Lanjutan
Kemampuan siswa dalam membina hubungan dengan
orang lain dilakukan dalam proses belajar mengajar, biasanya
ditandai dengan adanya komunikasi yang baik diantara guru dan
siswa lain. Berdasarkan observasi peneliti, dalam proses belajar
mengajar siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik maka
siswa akan lebih mudah untuk memulai pembicaraan terhadap
guru serta teman dan aktif bertanya di dalam kelas. Selain itu
kurikulum Sekolah Lanjutan yang mendidik anak melalui alam
dengan bermain serta sistem outbond dalam pembelajaran juga
menjadikan siswa memiliki keterampilan sosial 60
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Euis Kurniati yang
mengatakan bahwa permainan tradisional mampu memberikan
peranan positif terhadap pengembangan keterampilan sosial.61
60 Data di peroleh dari hasil observasi lapangan terhadap siswa Sekolah
Lanjutan. 61 Euis Kurniati, Program Bimbingan untuk Mengembangkan
Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. http://file.upi.edu/Direktori diakses pada 20 Agustus 2014.
5
18
6
21
15
12
26
5
0%
20%
40%
60%
80%
kelas 7 kelas 8 kelas 9
tinggi sedang rendah
85
Hal ini karena alam dan permainan berhubungan langsung
dengan orang lain dan diri sendiri. Keterampilan sosial merupakan
keterampilan yang melibatkan kemampuan dalam berinteraksi
dengan orang lain serta mampu membina hubungan dengan orang
lain.
Adapun membina hubungan yang baik kepada sesama
adalah kemampuan melakukan hubungan yang positif dengan
orang lain. Aspek ini mengukur seberapa jauh individu mampu
membangun dan mengelola hubungan yang saling bermanfaat.
Salah satu kurikulum sekolah alam yang ketiga adalah
kepemimpinan, yaitu dengan di ajarkan untuk membina hubungan
dengan orang lain hal ini tentunya lebih efektif dalam
pembentukan karakter siswa dan penanaman keterampilan sosial
kepada sesama.62
Untuk saling memhami, maka individu harus mengetahui
apa yang orang lain inginkan, apa yang orang lain senangi, dan apa
yang orang lain benci. Pada tataran ini membina hubungan dengan
orang lain dan sikap empati sangat di perlukan, individu harus
merasakan sama dengan orang lain, bagaimana dirinya ingin
dimuliakan, ingin diperhatikan, dipahami dan dijaga.63
62
Data diperoleh dari hasil dokumentasi Sekolah Lanjutan. 63 Sallah Salih Mua’ammar, ‚al-Ta’a<mul Ma’a al-Na>s Wa al-Tat{hi<r
fi<hi‛, Majalah al-Fikr al-Ida>ri Edisi Januari (2003):1-28.
BAB IV
PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SISWA
SEKOLAH LANJUTAN MELALUI KECERDASAN
EMOSIONAL
Prestasi belajar yang akan dibahas dalam penelitian ini
meliputi hasil belajar yang dicapai oleh siswa, pada penelitian ini
diukur dengan membagikan kuesioner kepada siswa meliputi
kemampuan dari ranah afektif, kognitif, psikomotorik. Taxonomy
Bloom dan Simpson menyusun suatu tujuan belajar yang harus
dicapai oleh seseorang yang belajar, sehingga terjadi perubahan
dalam dirinya. Perubahan terjadi pada tiga ranah, yaitu: a)Ranah
Kognitif, tentang hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan
kemahiran intelektual. Terdiri dari: pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisa, sintesa dan evaluasi. b)Ranah Afektif, tentang
hasil belajar yang berhubungan dengan perasaan sikap, minat, dan
nilai. Terdiri dari : penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi,
dan pembentukan pola hidup. c)Ranah Psikomotorik, tentang
kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf,
manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Terdiri dari: persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang
komplek, dan kreativitas.1
Menurut Bloom, belajar lebih mementingkan pada apa
yang mesti dikuasai individu (sebagai tujuan belajar), setelah
melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajar yang
dikemukakannya dirangkum dalam tiga kawasan yang dikenal
dengan sebutan "taksonomi Bloom". Melalui taksonomi Bloom
inilah telah berhasil memberikan inspirasi kepada para pakar
pendidikan dalam mengembangkan teori-teori atau praktik
pembelajaran. Taksonomi Bloom ini telah banyak membantu
pendidik khususnya guru untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar
yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah dipahami.
Berpijak pada taksonomi Bloom ini pulalah para praktisi
pendidikan dapat merancang program-program pembelajarannya.
1 Winkel, Psikologi Pengajaran (Yogyakarta:Media Abadi, 2004), 274-
279.
86
Setidaknya di Indonesia, taksonomi Bloom ini telah banyak
dikenal dan paling populer di dunia pendidikan.
Nana Sudjana mengemukakan bahwa ‚hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya‛.2 Hasil belajar siswa merupakan
suatu bentuk ukuran kegiatan aktivitas siswa selama diadakannya
proses belajar mengajar, baik mengenai konsep teori yang
diajarkan maupun bentuk keterampilan terhadap materi ajar yang
diberikan oleh pengajar. Dengan hasil belajar tersebut siswa akan
mengetahui kemampuan penguasaan materi teori maupun praktek
yang telah diajarkan. Acuan tentang data hasil belajar yang
diperoleh tersebut menjadi motivasi tersendiri bagi peserta didik
selanjutnya untuk belajar lebih giat lagi pada kegiatan
pembelajaran selanjutnya.
Prestasi belajar yang diteliti dalam penelitian ini hanya
prestasi belajar yang terfokus pada bidang studi Pendidikan
Agama Islam yang meliputi Ulumul Qur’an dan fiqih. Prestasi ini
berbentuk pemberian nilai-nilai sejauh mana siswa telah
menguasai materi pelajaran yang telah disampaikan, biasanya
dalam bentuk angka.3Nilai akademik yang telah diraih dalam
bentuk angka ini menjadi rujukan peneliti untuk menghitungnya
ke dalam kategori-kategori.
Kategori dalam penelitian ini hanya berjumlah tiga
kategori yaitu kategori tinggi, kategori sedang dan kategori
rendah. Cara untuk mendapatkan skor yang dominan dan
berkategori tinggi peneliti menggunakan rumus X>(M+1SD),
sedangkan formula yang digunakan untuk mendapatkan skor yang
kurang dominan atau berkategori sedang yaitu (M-
1SD)<X<(M+1SD) dan tidak dominan atau berkategori rendah
ialah X<(M-1SD). Simbol X sendiri berarti kategori yang
dimaksud. Sementara M/mean ialah nilai rata-rata dan SD/standar
deviation merupakan simpangan baku.4
2 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar
Baru Algensindo,2004), 22. 3 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung:Rosda, 2009), 13. 4 Saifuddin Azwar, Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan
Pengukuran Prestasi Belajar, Edisi II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 32-
33.
87
Tingkat kategori diperoleh berdasarkan nilai mean dan
standar deviasi karena data berdistribusi normal, tingkat prestasi
belajar pada penelitian ini didapat rentang nilai X<252.238 dengan
kategori rendah didapat sebanyak 5 siswa dengan persentase 5.6%,
sedangkan rentang nilai X>283.202 dengan kategori tinggi
sebanyak 22 siswa dengan persentase 24.4% dan rentang nilai
252.238>X<283.202 dengan kategori sedang sebanyak 63 siswa
dengan persentase 70%.
Histogram 4.1
Skor Prestasi Belajar Siswa
Selain menunjukkan hasil penelitian terhadap tingkat
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah Lanjutan
(SAI) yang terdiri dari mata pelajaran ulumul qur’an dan fiqih,
pada bab ini peneliti juga memaparkan tingkat kontribusi
kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa. Dengan
demikian akan tampak pengaruh kecerdasan emosional terhadap
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam secara lebih terperinci.
A. Prestasi Belajar Ranah Afektif
Tingkat prestasi belajar pada ranah afektif siswa Sekolah
Lanjutan berdasarkan hasil penghitungan dari seluruh skor prestasi
afektif yang berjumlah 90 siswa dapat dilihat pada grafik di bawah
ini:
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
249 252 254 257 259 261 263 265 268 270 275 277 279 281 283 285 287
88
Grafik 4.1
Prestasi Belajar Ranah Afektif Siswa Sekolah Lanjutan
Dari grafik di atas dapat dipahami bahwa tingkat prestasi
belajar siswa pada ranah afektif berada pada kategoti tinggi.
Kesimpulan interprestasi data di atas diperkuat dengan adanya
sikap dan minat siswa yang positif dalam mengikuti proses belajar
mengajar di sekolah. Siswa merasa senang berada di sekolah alam
dan senang dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Hal ini ditandai adanya keaktifan mereka dalam mengikuti mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah serta memiliki
catatan yang lengkap, bahkan mereka mengulang pelajaran
Pendidikan Agama Islam di rumah.5
Prestasi belajar afektif yang diraih siswa Sekolah Lanjutan
dipengaruhi oleh kecerdsan emosional dimensi mengenal emosi
diri, manajemen emosi, motivasi, dan empati. Hasil interpretasi ini
sesuai dengan pnenelitian yang peneliti lakukan. Kontribusi
kecerdasan emosional terhadap pretasi belajar ranah afektif
sebesar 73.9%, dengan nilai (sig.) 0.000. Kesimpulan ini bisa
dilihat pada tabel berikut:
5 Data diperoleh dari hasil observasi peneliti terhadap siswa Sekolah
Lanjutan.
43
36
30 31
17
23
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
ulumul qur'an fiqih
tinggi sedang rendah
89
Tabel 4.1
Nilai (sig.) Dimensi Mengenal Emosi Diri, Manajemen Emosi,
dan Motivasi
Dimensi P value (sig.)
Mengenal emosi diri 0.003
Manajemen emosi 0.013
Motivasi 0.000
Empati 0.006
Siswa dengan mengenal emosi dirinya dengan baik,
pengelolaan emosi yang baik, memotivasi diri untuk lebih giat
dalam belajar, serta berempati pada siswa yang lain akan
mempengaruhi sikap siswa dalam mempraktekan ilmu yang
didapat. Karena pada dasarnya prestasi belajar ranah afektif
mencakup keberhasilan belajar yang telah dicapai oleh siswa
melalui penerimaan (receiving), partisipasi (responding), penilaian
(valuing), organisasi (organization), dan pembentukan pola hidup
(characterization by a value complex). Prestasi belajar ini masuk
kedalam ranah rasa (affective domain).6 Ranah rasa atau ranah
afektif adalah ranah yang berkaitan denga sikap dan nilai.7
Evaluasi Prestasi Afektif dalam merencanakan penyusunan
instrumen tes prestasi siswa yang berdimensi aktif (ranah rasa)
jenis-jenis prestasi internalisasi dan karakteristik seyogyanya
mendapat perhatian khusus. Alasannya, karena kedua jenis prestasi
ranah rasa itulah yang lebih banyak mengendalikan sikap dan
perbuatan siswa. Salah satu bentuk tes ranah rasa yang populer
ialah ‚Skala Likert‛ (Likert Scale) yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kecenderungan/sikap orang.
Zainal Arifin menjelaskan ada dua hal yang berhubungan
dengan penilaian afektif yang harus dinilai. Pertama, afektif yang
ingin dicapai dalam pembelajaran meliputi tingkatan pemberian
respon, apresiasi, penialaian dan internalisasi. Kedua, sikap dan
6Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj. Toni Setiawan
(Yogyakarta:Media Abadi, 2009), 276-278. 7 Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2011),
54.
90
minat peserta didik terhadap mata pelajaran dan proses
pembelajaran.8
B. Prestasi Belajar Ranah Kognitif
Prestasi belajar pada ranah kognitif mencakup keberhasilan
belajar yang telah di capai oleh sisiwa melalui pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan
(application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi
(evaluation).9 Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup
kegiatan otak.10
Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif
(ranah cipta) dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan
tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan. Karena semakin
membengkaknya jumlah siswa di sekolah-sekolah, tes lisan dan
perbuatan hampir tak pernah digunakan lagi. Alasan lain mengapa
tes lisan khususnya kurang mendapat perhatian ialah karena
pelaksanaannya yang face to face (berhadapan langsung)
Tingkat prestasi belajar pada ranah kognitif siswa Sekolah
Lanjutan berdasarkan hasil penghitungan dari seluruh skor prestasi
afektif yang berjumlah 90 siswa dapat dilihat pada grafik di bawah
ini:
8 Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik, Prosedur
(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2009), 13. 9 Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj. Toni Setiawan
(Yogyakarta:Media Abadi, 2009),274-276. 10 Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2011),
49.
91
Grafik 4.3
Prestasi Belajar Ranah Kognitif Siswa Sekolah Lanjutan
Dari grafik di atas dapat dipahami bahwa tingkat prestasi
belajar siswa pada ranah kognitif berada pada kategori sedang.
Asumsi ini ditandai dengan melihat nilai raport dan nilai harian
siswa pada Pendidikan Agama Islam. Kemudian hasil dari
observasi yang meliputi pertanyaan-pertanyaan seputar Pendidikan
Agama Islam yang tentunya telah diajarkan guru di dalam kelas.11
Sedangkan prestasi belajar ranah kognitif dipengaruhi oleh
kecerdasan emosional pada dimensi motivasi dengan nilai
kontribusi 42.3%, dan nilai (sig.) 0.000. Asumsi ini bisa dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.2
Nilai (sig.) Dimensi Motivasi
Dimensi P value (sig.)
Motivasi 0.000
Seseorang yang mempunyai motivasi dalam belajar akan
berusaha mencurahkan segenap kemampuannya untuk mengusai
ilmu yang dipelajarinya agar mencapai hasil belajar yang optimal.
Menurut David Mc. Cleland (1961) siswa yang memiliki
kebutuhan berprestasi tinggi mudah dikenal oleh guru. Siswa-
siswa ini suka memilih tugas-tugas yang menantang namun
11 Data diperoleh dari hasil onservasi dan studi dokumentasi prestasi
belajar siswa Sekolah Lanjutan.
36
4
39
65
1521
0%
20%
40%
60%
80%
U.Qur'an Fiqih
tinggi sedang rendah
92
memungkinkan mereka sukses. Mereka tidak mau memilih tugas-
tugas yang terlalu sukar atau terlalu mudah. Sebaliknya, siswa-
siswa yang takut gagal secara berlebihan lebih sulit untuk
diketahui oleh guru. Siswa-siswa seperti ini suka memilih tugas-
tugas yang terlalu mudah yang menjamin bahwa ia pasti sukses
atau memilih tugas-tugas yang sangat sukar karena kalau ia gagal
ia mengharapkan tidak seorangpun yang akan menyesalinya.12
Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung
mengalami kesuksesan dalam mengerjakan tugas-tugas belajar
disekolah.13
C. Prestasi Belajar Ranah Psikomotorik
Prestasi belajar ranah psikomotorik adalah keberhasilan
yang telah dicapai siswa melalui persepsi (perception), kesiapan
(set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan yang terbiasa
(mechanic response), gerakan yang komplek (complex response),
penyesuaian pola gerakan (adjustment), dan kreativitas
(creativity).14
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan
keterampilan atau kemampuan bertindak seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotorik
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan hasil belajar
afektif. Hasil belajar afektif dan hasil belajar kognitif akan
menjadi hasil belajar psikomotorik apabila siswa telah
menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan
makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah
afektifnya.15
Cara yang dipandang tepat untuk mengevaluasi
keberhasilan belajar yang berdimensi ranah psikomotor (ranah
karsa) adalah observasi. Observasi dalam hal ini dapat diartikan
12 Elida Prayitno, Motivasi dalam Belajar (Jakarta : FKIP IKIP
PADANG, 1989), 39. 13 Anni Tri Catharina, dkk, Psikologi Belajar (UPT UNNES Press ‚
UPT MKK UNNES,2004), 133. 14 Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj. Toni Setiawan
(Yogyakarta:Media Abadi, 2009), 278-279. 15 Anas Sudijono, Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2011),
57-58.
93
sebagai sejenis tes mengenai peristiwa, tingkah laku atau
fenomena lain, dengan pengamatan langsung. Namun, observasi
harus dibedakan dari eksperimen, karena eksperimen pada
umumnya dipandang sebagai salah satu cara observasi.
Tingkat prestasi belajar pada ranah psikomotorik siswa
Sekolah Lanjutan berdasarkan hasil penghitungan dari seluruh skor
prestasi afektif yang berjumlah 90 siswa dapat dilihat pada grafik
di bawah ini:
Grafik 4.3
Prestasi Belajar Pada Ranah Psikomotorik Siswa Sekolah
Lanjutan
Dari grafik di atas dapat dipahami bahwa tingkat prestasi
belajar siswa Sekolah Lanjutan pada ranah psikomotorik berada
pada kategori sedang atau baik, hal ini sesuai dengan observasi
yang peneliti lakukan melalui praktek ibadah yang berkaitan
dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dengan meminta
siswa melakukan gerakan-gerakan yang di minta, dalam mata
pelajaran ulumul qur’an peneliti meminta siswa untuk membaca
Alquran sedangkan pada mata pelajaran fiqih peneliti meminta
siswa melakukan wudhu.
Sedangkan prestasi belajar ranah psikomotorik dipengaruhi
oleh kecerdasan emosional pada dimensi mengenal emosi diri,
manajemen emosi, dan motivasi. Dengan nilai kontribusi sebesar
61.2% dan nilai (sig.) 0.000. Asumsi ini dibuktikan dengan
42
31
4349
510
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
ulumul qur'an
fiqih
tinggi sedang rendah
94
penelitian yang peneliti lakukan. Hal tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.3
Dimensi Mengenal Emosi Diri, Manajemen Emosi, dan
Motivasi
Dimensi P value (sig.)
Mengenal emosi diri 0.006
Manajemen emosi 0.001
Motivasi 0.031
Prestasi belajar ranah psikomotorik merupakan perilaku
yang dilakukan dari pemahaman ranah kognitif dan afektif. Dalam
penelitian ini ranah psikomotorik dipengaruhi oleh faktor
manajemen emosi, mengenal emosi diri, dan motivasi. Adapun
faktor yang mempengaruhi pengaturan emosi adalah kesadaran
akan emosi negarif. Pengaturan emosi lebih dikenal dengan
kecerdasan emosional yang dibutuhkan siswa untuk dapat
melakukan sesuatu dengan tepat.
Pada dasarnya kecerdasan emosional meliputi kemampuan
untuk menilai dengan tepat, menghargai mengekspresikan emosi,
kemampuan untuk memasuki dan membangkitkan perasaan-
perasaan tersebut memudahkan untuk berpikir dan meningkatkan
prestasi.
Hal ini sama dengan yang disampaikan oleh Santoso bahwa
siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi memiliki
kesadaran tentang kelemahan dan kekuatan diri, serta berorientasi
ke arah perbaikan diri. Siswa demikian mampu mengelola
emosinya dalam arti mampu menahan diri pada waktu emosinya
bergejolak. Sebaliknya mampu segera menghilangkan emosi
negatif, diubah menjadi emosi positif bagi kemajuan dirinya. Juga
memotivasi dirinya untuk belajar yang baik meninggalkan atau
menjauhi hal-hal merugikan dala belajar.16
D. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar
Setelah membahas analisa univariat masing-masing
variable kecerdasan emosional dan variable prestasi belajar,
16Rusgianto Heri Santoso, Hubungan Positif EQ dan Hasil Belajar
Matematika‛, dalam Kedaulatan Rakyat. Surat Kabar, 3 Januari 2009.
95
selanjutnya untuk mengetahui bagaimana pengaruh kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar dilakukan analisis bivariate
melalui uji regresi linear berganda. Analisis linear berganda adalah
metode statistik parametrik sehingga terlebih dahulu data hasil
kuesioner ditransformasikan kedalam skala interval dengan
metode successive interval (MSI). Sebagai prasyarat
diterapkannya analisis regresi linear berganda dilakukan uji asumsi
regresi yang terdiri uji normalitas, multi kolinearitas,
heteroskidastisitas dan autokorelasi. Setelah dilakukan uji asumsi
didapatkan hasil bahwa data hasil kuesioner layak dilakukan
analisis regresi linear berganda17
Untuk mengetahui kecerdasan emFosional berpengaruh
terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah
Lanjutan (SAI) dilakukan analisis regresi linear berganda dengan
menggunakan SPSS 17,0 dengan dasar pengambilan keputusan
taraf uji 5% (α=0,05) adalah jika p-value< 0,05 maka Ha diterima.
Hasil pengujian dengan bantuan pengelolaan komputer
malalui penghitungan SPSS versi 17,0 seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Uji Regresi Linear Berganda Kecerdasan Emosional
Terhadap Prestasi Belajar
Variabel
Independent
Variabel Dependent Sig.
Kecerdasan
Emosional
Prestasi belajar 0.000
Berdasarkan tabel di atas diperoleh p-value (sig.) sebesar
0.000 dengan demikian p-value < α (0.000<0.05) sehingga Ha
diterima.
Kemudian untuk mengetahui besarnya pengaruh dimensi
kecerdasan emosional yang telah di uraikan di atas yang meliputi
mengenal emosi diri, manajemen emosi, motivasi, empati dan
keterampilan sosial terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah
Lanjutan dapat penulis menggunakan tabel model summary yaitu:
17 Hasil uji normalitas,linearitas, multi kolinearitas, heteroskidastisitas
dan autokerlasi secara lengkap ada pada lembar lampiran.
96
Tabel 4.5
Kontribusi Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi
Belajar
Variabel
independent
Variabel
dependent
Kontribusi
Kecerdasan
Emosional
Prestasi
belajar
69.5
Berdasarkan tabel 4.99 di peroleh nilai kontribusi sebesar
69.5%, berarti prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan 69.5%
ditentukan oleh dimensi-dimensi kecerdasan emosional yang
meliputi mengenal emosi diri, manajemen emosi, motivasi,
empati, dan keterampilan sosial secara bersama-sama sementara
sisanya 30.5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak
dibahas dalam penelitian ini.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif yang
signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar
Pendidikan Agama Islam siswa Sekolah Lanjutan (SAI), maka
semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki siswa,
maka semakin tinggi pula tingkat prestasi belajar siswa.
Sebaliknya jika semakin rendah tingkat kecerdasan siswa, maka
semakin rendah pula prestasi belajar yang diraih siswa. Artinya
penelitian ini sependapat dengan para ahli yang mengatakan
bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi belajar, sebagaimana yang disimpulkan dalam
penelitian Kanhai, Aremu, dan Parker.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya siswa
memiliki pengaturan belajar, serta motivasi yang baik sehingga
mendukung prestasi yang baik pula. Seperti yang diutarakan oleh
Rode dalam penelitiannya mengatakan bahwa kecerdasan
emosional yang terkait dengan prestasi belajar karena dua alasan.
Pertama, prestasi akademik melibatkan banyak ambiguitas.
Kedua, sebagian besar prestasi belajar adalah self-directed,
membutuhkan tingkat tinggi manajemen diri. Oleh karena itu,
97
individu dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan tampil
lebih baik secara akademis.18
Seperti yang disampaikan oleh Goleman19
bahwa
kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional merupakan
faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Namun kecerdasan
emosional yang lebih berperan untuk menghasilkan kinerja yang
cemerlang. Oleh karena itu kecerdasan emosional memiliki porsi
lebih penting dibandingkan dengan yang lain pengaruhnya
terhadap prestasi belajar. Hal ini senada dengan pendapat
Pinondang yang mengatakan bahwa faktor emosi sangat penting
dan memberikan satu warna yang kaya dalam kecerdasan antar
pribadi. Dalam proses belajar mengajar siswa yang memiliki
kecerdasan emosional mampu menyelesaikan permasalah, rasa
frustasi, berkonsentrasi dalam belajar dan bekerjasama baik
dengan siswa lain maupun dengan guru.20
Hal ini juga disampaikan oleh Goleman bahwa ada banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan seseorang,
diantaranya adalah faktor kecerdasan emosionalnya. Kecerdasan
bila tidak disertai dengan pengelolaan emosi yang baik tidak akan
menghasilkan seseorang yang sukses dalam hidupnya. Penopang
kesuksesan siswa dalam belajar 69.5% di tentukan oleh faktor
kecerdasan emosional, hal ini disebabkan karena kecerdasan
akademik saja tidak memberikan kesiapan untuk menghadapi
gejolak yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan dalam hidup.
Selanjutnya peneliti menguraikan hasil analisa pengaruh
dimensi kecerdasan emosional terhapa prestasi belajar secara
berurutan sebagai berikut:
18 Bhadouria Preeti, ‚Role of Emotional Intelligence for Academic
Achievement for Students‛, Journal of Educational Sciences ,ISSN 2321 0508
Vol. 1(2), 8-12, May (2013):8-11. 19 Daniel Goleman, Emotional Quotient,Kecerdasan Emosional,alih
bahasa:Hariono S. Iman (Jakarta:Gramedia Pustaka,2002), 26. 20 Pinondang Hutapea, ‚Efek Penerapan Model Pembelajaran Problem
Solving Dan Kecerdasan Emosional terhadap Hasil Belajar Fisiska‛, Jurnal Penelitian Inovasi pembelajaran Fisika, ISSN 2085-5281,Vol 4(2012):27.
98
1. Pengaruh Dimensi Mengenal Emosi Diri terhadap Prestasi
Belajar PAI Siswa
Dalam memulai belajar siswa dituntut mengenal emosi
diri. Mengenal emosi diri biasanya disebut juga sebagai kesadaran
diri yang mana kondisi di mana seorang individu memiliki kendali
penuh terhadap stimulus internal maupun eksternal. namun
terkadang kesadaran mencakup dalam persepsi dan pemikiran
yang secara samar-samar disadari oleh individu sehingga akhirnya
perhatiannya terpusat.
Aspek mengenal emosi diri siswa Sekolah Lanjutan
menunjukkan 43.5% pada kategori tinggi. Selanjutnya untuk
mengetahui bagaimana pengaruh mengenal emosi diri terhadap
prestasi belajar peneliti melakukan analisis regresi
Tabel 4.6
Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Mengenal Emosi Diri
Dimensi P value (sig.) R Square
Mengenal Emosi
Diri
0.024 0.420
Tabel di atas memperlihatkan hasil analisa data dengan
pengolahan komputer berdasarkan pernghitungan SPSS di peroleh
hasil p-value (sig.) untuk dimensi mengenal emosi diri sebesar
0.024 dimana p-value< α (0.024<0.05) maka Ho di tolak sehingga
dapat dikatakan bahwa kesadaran diri pada kecerdasan emosional
berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar PAI siswa
Sekolah Lanjutan. Dan berdasarkan penghitungan melalui SPSS
didapat nilai kontribusi aspek mengenal emosi diri terhadap
prestasi belajar sebesar 42%.
Asumsi di atas sama dengan penelitian Kartika Nugraheni,
dari hasil penelitiannya tentang pengaruh kesadaran belajar siswa
terhadap prestasi belajar. Kartika mengatakan bahwa kesadaran
belajar muncul karena adanya kesadaran diri siswa untuk belajar.21
21 Kartika Nugraheni, ‚Pengaruh Kesadaran Belajar, Lingkungan
Keluarga, Sarana Sekolah dan Kedisiplinan Siswa Terhadap Prestasi Belajar
pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi‛,
eprints.uny.ac.id/10044/1/Jurnal.pdf diakses pada 30 Juni 2014.
99
Mengenal emosi diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
komplek, baik faktor internal ataupun eksternal. Aspek mengenal
emosi diri mempengaruhi prestasi belajar melalui kesadaran diri
untuk lebih giat dan tekun dalam belajar serta keterampilan
pengaturan konsep-konsep belajar, dan pengaturan metode belajar
sehingga dapat menciptakan susasa belajaran yang menyenangkan
bagi siswa.
2. Pengaruh Manajemen Emosi Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Menurut Paul dan Elizabeth, manajemen emosi diri dan
perilaku merupakan aspek penting dalam mempengaruhi belajar
siswa dan prestasi belajar seseorang. Ada beberapa dimensi
penting dalam manajemen emosi, pertama; pengaturan belajar
siswa yang meliputi strategi metakognitif siswa untuk
perencanaan, pemantauan, dan modifikasi belajar siswa. Kedua;
pengendalian upaya mereka pada tugas-tugas belajar. Ketiga;
pengaturan strategi belajar kemampuan kognitif untuk mengingat,
dan memahami pelajaran.22
Adapun hasil penghitungan
berdasarkan spss untuk dimensi manajemen emosi dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.7
Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Manajemen Emosi Diri
Dimensi P value (sig.) R Square
Manajemen emosi 0.003 0.064
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan
penghitungan SPSS diperoleh p-value (sig.) untuk dimensi
manajemn emosi sebesar 0.003 dimana p-value<α (0.003<0.05)
maka Ho ditolak sehingga dikatakan bahwa manajemen emosi pada
kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap
prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan.
Berdasarkan penghitungan melalui SPSS didapatkan nilai
kontribusi aspek manajemen emosi terhadap prestasi belajar
sebesar 6.4%.
22 Paul R. Pintrich and Elisabeth V. De Groot, ‚Motivational and Self-
Regulated Learning Components of Classroom Academic Performance‛, Journal of Educational Psychology, Vol. 82, No. 1, (1990):33.
100
Asumsi di atas didukung oleh Naam Sahputra dalam
penelitiannya tentang konsep diri dan prestasi belajar yang
mengatakan bahwa konsep diri mempunya pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar.23
Hal ini seperti dicontohkan oleh Imam Malik. Pengendalian
diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama diseantero
dunia Islam karena ilmunya. Ketika semua orang panik lari ketika
segerombolan kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid
kuffah tetapi Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak
beranjak dari tempatnya.24
Hal ini dikarenakan Imam Malik
memiliki pengendalian emosi yang tinggi serta sabar dalam
menghadapi masalah.
3. Pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Berbicara tentang motivasi siswa dalam pendidikan dan
pengaruhnya terhadap pretasi belajar merupakan aspek penting
dari pembelajaran yang efektif. Namun, Reaksi pelajar
menentukan sejauh mana ia akan menerima pembelajarn. Selain
itu juga, karakteristik individu seperti kecerdasan, dan
kepribadian seorang merupakan peran penting dalam pembelajaran
dan pengajaran seperti halnya konteks pembelajaran.25
karakteristik individual siswa seperti orientasi motivasi, harga diri
dan pembelajaran merupakan faktor penting yang mempengaruhi
prestasi akademik. Motivasi berprestasi sering berhubungan
dengan perilaku dan suasana dalam pencapain prestasi yang
memotivasi untuk mencapai kesuksesan. Sebagai contoh, seorang
anak mungkin sangat termotivasi untuk mencapai kesuksesan, dan
ini mungkin munculkan dalam sehari-hari tapi tidak di sekolah.
Dengan demikian, situasi yang berbeda memiliki hasil yang
berbeda terhadap hasil belajar siswa.
23 Naam Sahputra, Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar
(Medan: Fakultas Kedokteran, 2009), 51. 24
www.suaramedia.com/sejarah-Islam/2011/06/22/kisah-abu-abdullah-
malik-sang-guru-para-ulama-Islam, diakses pada 19 agustus 2014. 25 Adedeji Tella, ‚The Impact of Motivation on Student’s Academic
Achievement and Learning Outcomes in Mathematics among Secondary School
Students in Nigeria‛, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, , 3(2), (2007):149.
101
Adapun terkait pengaruh motivasi terhadap prestasi belajar
PAI siswa Sekolah Lanjutan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Motivasi
Dimensi P value (sig.) R Square
Motivasi 0.00 0.070
Berdasarkan tabel di atas melalui penghitungan melalui
SPSS diperoleh analisis uji regresi p-value (sig.) untuk dimensi
motivasi sebesar 0.00 dimana p-value<α (0.00<0.05) maka Ha
diterima sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi pada
kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan terhadap
prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan. Berdasarkan
penghitungan melalui SPSS didapat nilai kontribusi kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar sebesar 7.0%.
Signifikasi pengaruh motivasi terhadap kinerja di atas
tidak lepas dari tingginya motivasi belajar siswa Sekolah Lanjutan
yang diuraikan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa siswa
yang mempunyai motivasi tinggi akan memiliki prestasi belajar
yang baik.
Dimensi motivasi mempengaruhi prestasi belajar melalui
motivasi belajar yang memotivasi siswa untuk lebih tekun,
semangat, dan rajin dalam belajar yang pada akhirnya
menghasilkan hasil yang memuaskan. Hal ini Goleman
memberikan karakteristik kecerdasan emosional sebagai
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, dan bertahan
menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
beban agar tidak stress tidak melumpukan kemampuan berpikir,
berempati dan berdo’a.26
Motivasi belajar siswa Sekolah Lanjutan dipengaruhi oleh
niat ikhlas mereka dalam belajar serta tentunya tak lepas dari
karakteristik guru dalam mengajar yang selalu memberi arahan
dan motivasi untuk selalu meningkatkan prestasi. Siswa
26 Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Why Can Matter Than IQ
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),45.
102
menganggap bahwa belajar bukanlah sebuah beban melainkan
merupakan cara bermain yang berbeda.
4. Pengaruh Empati Terhadap Prestasi Belajar
Kemampuan empati siswa merupakan kemampuan
Individu memikirkan dirinya berada dalam posisi orang lain,
membayangkan menjadi orang lain namun tetap mengingat bahwa
ia tetap dirinya sendiri bersama pikiran, perasaan dan persepsinya.
kemampuan empati merupakan kemampuan untuk memahami
pikiran, perasaan dan pengalaman orang lain dengan menempatkan
diri pada posisi orang lain tanpa kehilangan identitas diri, sikap
pribadi, dan kendali reaksi emosi terhadap pengalaman emosi
orang lain. Pemahaman yang melibatkan komponen kognisi dan
afeksi tersebut membuat individu mampu menghargai posisi dan
perasaan orang lain, sebagai dasar membina hubungan
interpersonal yang baik dan menyenangkan.27
Kemampuan empati
siswa yang semakin tinggi mempengaruhi keyakinan diri siswa,
yang tentunya mempengaruhi cara belajar siswa sehingga
menghasilkan prestasi yang baik. Namun penelitian ini bila dilihat
dari tabel berikut:
tabel 4.9
Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Empati
Dimensi P value (sig.) R Square
Empati 0.520 0.061
Hasil analisis uji regresi dimensi empati dengan bantuan
komputer berdasarkan penghitungan SPSS di peroleh p-value
(sig.) untuk dimensi empati sebesar 0.515 dimana p-value >α
(0.515>0.05) maka Ho diterima sehingga dikatakan bahwa dimensi
empati pada kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah Lanjutan.
Berdasarkan penghitungan melalui SPSS didapat nilai
kontribusi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar sebesar
6.1%.
27 Imam Setyawan, ‚Peran Kemampuan Empati Pada Efikasi Diri
Mahasiswa Peserta Kuliah Kerja Nyata PPM POSDAYA‛, Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan Psikologi Klinis – Himpsi ISBN : 978-979-21-
2845-1, 296-300.
103
Analisis di atas bukan berarti tingkat empati siswa Sekolah
Lanjutan rendah, namun seperti diuraikan sebelumnya bahwa
kemampuan empati siswa berada pada kategori tinggi dengan
persentase 48% dengan jumlah 43 siswa.
Beberapa peneliti menyingkap pengaruh sifat empati ini
terhadap keberhasilan seseorang. Di antaranya adalah penelitian
Rosenthal dari Universitas Harvard sejak dua abad lalu.
Menurutnya orang yang mampu merasakan perasaan orang lain
cenderung akan lebih sukses. Rosenthal mengatakan Empati
didefinisikan sebagai ‚kemampuan seseorang untuk merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain.‛ 28
5. Pengaruh Keterampilan Sosial Terhadap Prestasi Belajar
Pentingnya keterampilan sosial dalam memprediksi hasil
dari interaksi manusia sebagian besar telah diperdebatkan dalam
literatur psikologi sosial 20 tahun. Keterampilan sosial tidak sama
dengan perilaku. Sebaliknya, mereka adalah komponen perilaku
yang membantu individu memahami dan beradaptasi di berbagai
pengaturan sosial. Banyak kurikulum keterampilan sosial
memberikan rencana pelajaran dan bimbingan bagi aktivitas baik
individu maupun kelompok. Kebanyakan melibatkan pemodelan
keterampilan sosial yang sukses melalui kegiatan, permainan, dan
role-play, dengan guru dan teman sebaya memberikan umpan balik
yang diperlukan yang memungkinkan siswa untuk berlatih dalam
interaksi29
Dengan cara ini, siswa berlatih dan internalisasi
keterampilan sosial di dalam kelas, seperti yang ada pada Sekolah
Lanjutan yang banyak melibatkan keterampilan sosial dalam
belajar, guru tidak hanya mengajarkan teori tetapi di tuntut untuk
28Makmun Mubayidh, Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak,
Referensi penting bagi Para Pendidik dan Orang Tua (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2006), 19. 29 Kathlyn M. Steedly, Ph.D., Amanda Schwartz, Ph.D., Michael
Levin, M.A., & Stephen D. Luke, Ed.D. Social Skills and Academic
Achievement, evidence for education, volume III issu II, 2008,
http://nichcy.org/wp-content/uploads/docs/eesocialskills.pdf diakses pada 26
juni 2014.
104
mempraktekan teori bersama murid. Hal ini sejalan dengan
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10
Nilai (sig.) dan Kontribusi Dimensi Keterampilan Sosial
Dimensi P value (sig.) R Square
Keterampilan sosial 0.067 0.080
Dari tabel di atas menunjukkan p-value (sig.) untuk
dimensi keterampilan sosial sebesar 0.067 dimana p-value >α
(0.067>0.05) maka Ha ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa
keterampilan sosial pada kecerdasan emosional tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap prestasi belajar PAI siswa Sekolah
Lanjutan. Berdasarkan penghitungan melalui SPSS didapat nilai
kontribusi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar sebesar
8.0%.
Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, teman
sekolah guru, merupakan kemampuan keterampilan sosial siswa
yang saat ini dianggap dapat memepengaruhi kesuksesan pribadi
tetapi juga mempengaruhi orang lain perilaku yang saat ini
dianggap tidak hanya bagian dari kesuksesan pribadi individu.30
Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh
interaksi erat dengan guru dan teman sekolah. Ruang kelas adalah
salah satu bentuk lingkungan mengharuskan belajar formal. Selain
itu secara umum siswa berinteraksi dengan orang lain dalam
kehidupannya sehari-hari yang memiliki andil besar pada
kemampuan seorang anak untuk berhasil dalam belajar, yang mana
Ruang kelas menjadi lebih baik sebagai tempat pelatihan bagi
pengembangan keterampilan sosial dan arena di mana ketrampilan
itu dimanfaatkan.
Berdasarkan pemaparan kontribusi pengaruh dimensi-
dimensi kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar dapat
disimpulkan bahwa yang berpengaruh secara signifikan adalah
dimensi mengenal emsoi diri, manajemen emosi, dan motivasi hal
30 Loredana Ivan, and Alina Duduciuc, ‚Social skills, Nonverbal
Sensitivity and Academic Success. The Key Role of Centrality in Student
Networks for Higher Grades Achievement‛, Review of research and social intervention, , vol. 33, (2011):151 – 166.
105
ini dikarenakan nilai p value (sig.)<0.05). kecerdasan emosional
merupakan faktor yang tidak langsung dalam mempengaruhi
prestasi belajar, karena kecerdasan emosional bertumpu pada
hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral yang mencakup
pengendalian diri, semangat dan ketekunan, kemampuan
menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah pribadi,
mengendalikan amarah serta kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri. Terutama dalam proses pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran terjadi suatu perubahan kemampuan yang dimiliki
oleh siswa dalam berbagai bidang, dan kemampuan itu diperoleh
karena adanya usaha belajar. Anak-anak yang menguasai emosinya
menjadi lebih percaya diri, optimis, memiliki semangat dan cita-
cita, memiliki kemampuan beradaptasi sekaligus mereka akan
lebih baik prestasinya di sekolah yang mampu memahami,
sekaligus menguasai permasalahan-permasalahan
Asumsi di atas diperkuat dengan penelitian Aremu yang
mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan prediktor
keberhasilan akademis. Aremu mengutip perkataan Salovey dan
Mayer yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional mampu
memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain untuk
membedakan perasaan tersebut, dan kecerdasan emosional
memandu berpikir dan melakukan sesuatu. 31
Selanjutnya Nwadinigwe menambahkan bahwa
Keterampilan kecerdasan emosional memungkinkan
seseorang untuk mengurangi stres dalam hidup, membangun
hubungan yang sehat, berkomunikasi secara efektif, dan
mengembangkan kesehatan emosional. Membangun keterampilan
kecerdasan emosional merupakan hal yang penting untuk
mewejudkan prestasi belajar yang baik.32
31 Oyesojl A.Aremu, Adeyinka Tella, and Adedeji Tella, ‚ Relationship
among Emotional Intelligence, Parental Involvement and Academic
Achievement of Secondary School Students in Ibadan, Nigeria‛, University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu/essays/vol182006/tella.pdf diakses pada 9 juni
2013. 32
Nwadinigwe and Azuka-Obieke, U. ‚The Impact of Emotional
Intelligence on Academic Achievement of Senior Secondary School Students in
Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.
106
E. Optimalisasi Kecerdasan Emosional Dalam Peningkatan
Prestasi Belajar
Siswa dalam peningkatan prestasi belajar tentunya tidak
terlepas dari proses yang mempengaruhinya, membicarakan siswa
dalam proses pendidikan adalah membicarakan empat hal yaitu:
hakikat siswa, kebutuhan psikologis siswa, dimensi siswa yang di
kembangkan, dan perkembangan jiwa agama siswa.33
Menurut Richard Clark sebagaimana yang dikutip oleh
Sudjana menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa di sekolah
70% di pengaruhi oleh siswa dan 30% oleh lingkungannya. Di
samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor
lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian sikap dan
kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, dan faktor fisik serta
psikis.34
Dengan tidak menafikan faktor-faktor yang lain, faktor-
faktor tersebut merupakan dimensi kecerdasan emosional yang
meliputi kecerdasan sosial dan emosional.
Segel memberi penjelasan bahwa wilayah kecerdasan
emosional meliputi hubungan pribadi dan antar pribadi dan
kecerdasan emosional bertanggung jawab atas harga diri,
kesadaran diri, kepekaan sosial dan kemampuan adaptasi sosial.35
Sementara Agustian mencoba memaparkan unsur atau komponen
dasar yang harus diajarkan dalam memupuk kecerdasan emosional,
komponen tersebut adalah integritas, kejujuran, komitmen,
keadilan, prinsip, kepercayaan dan penguasaan diri.36
Kecerdasan emosional tidaklah berkembang secara alamiah
artinya tidak dengan perkembangan usia biologis manusia.
Sebaliknya kecerdasan emosional sangat bergantung pada proses
pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan. Di sinilah letak
33 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam
Mulia, 2005), 63. 34 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: CV
Sinar Baru, 1988),39. 35 Jaena Segel, Melejitkan Kepekaan Emosional, Cara baru Praktis
Untuk Mendayagunakan Potensi Insting Dan Kekuatan Emosi Anda, Alih
bahasa Ary Nilandari (Bandung:Kaifa,2002)26-27. 36 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spritual (Jakarta: Arga,2001)13.
107
peran lembaga pendidikan dalam memupuk kecerdasan emosional.
Dengan memupuk kecerdasan emosional diharapkan siswa akan
memiliki sikap integritas, kejujuran, komitmen, visi kreatifitas,
ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan prinsip kepercayaan,
penguasaan diri.
Secara yuridis pendidikan Islam berada pada posisi yang
sangat strategis, baik pada UUSPN No.2 tahun 1989 maupun
dalam UUSPN No. 2 tahun 2003,37
pada UUSPN 1989 dinyatakan
bahwa:‚Pendidikan nasional bertujuan mencerdasakan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Tang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
yang kebangsaan‛38
Sementara dalam UUSPn 2003 dinyatakan pada pasal 1
ayat 5 UUSPN 2003, bahwa: ‚Pendidikan nasional adalah
pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dan
perubahannya yang bersumber pada ajaran agama,
keanekaragaman budaya Indonesia, serta anggap terhadap
perubahan zaman‛. Pasal 4 UUSPn 2003, yaitu: ‚Pendidikan
nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Ynag Maha
Esa, berakhlak mulia, berbudi mulia, sehat, berilmu, kompeten,
terampil, kreatif, mandiri, estetis, demokratis, dan memiliki rasa
kemasyarakan dan kebangsaan.‛
Bagi Abduh, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
dalam prosesnya mampu mengembangkan seluruh fitrah peserta
37 UUSPN 2003 disahkan pada rapat paripurna DPR RI, tanggal 21 juli
2003, ketika keputusan ini diambil secara demokrasi FPDIP sebagai fraksi salah
satu kelompok di samping FKKI yang meminta penundaan disahkannya
UUSPN 2003 tidak hadir dan dinyatakan abstain, pengesahan tersebut diikuti
dengan kebijakan pemerintah unuk meningkatkan alokasi dana untuk
pengembangan pendidikan nasional minimal 20% dari total APBN APBD yang
ditetapkan. 38 Departemen P& K, Undang undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang
SISPENAS, (Jakarta: Kloang Klede Jaya, 1989), 7. Meskipun tidak merupakan
tujuan pendidikan Islam secara eksplisit, namun secara implisit cerminan tujuan
tersebut indentik dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam.
108
didik, terutama fitrah akal dan agamanya. Dengan fitrah ini,
peserta didik akan dapat mengembangkan daya pikir secara
rasional, sementara melalui fitrah agama, akan tertanam pilar-pilar
kebaikan pada peserta didik yang kemudian terimplikasi dalam
seluruh aktifitas hidupnya.39
Dalam hal ini tugas pendidikan agama
dalam perspektif Islam adalah menciptakan sosok peserta didik
berkepribadian paripurna (insan Kamil). Sebagai instrumen strategis bagi upaya pengembangan
potensi kemanusiaan, maka dalam batasan ideal, pendidikan Islam
merupakan sebuah proses pembebasan manusia dari segala bentuk
belenggu sesuai dengan batas yang diberikan Allah untuk ruang
jelajahnya. Hal ini mungkin saja karena Islam sangat besar
memberikan pemahaman kepada pemeluknya tentang menyikapi
hidup, agama Islam mengajarkan hambanya tentang konsep sabar,
konsep ikhlas konsep mengahadapi musibah, konsep cobaan dunia,
konsep kehidupan dunia, dan konsep-konsep lainnya. Oleh karena
itu, pendidikan Islam lebih menekankan pada aspek doktriner
merupakan proses penciptaan belenggu yang cukup fatal bagi
tumbuhnya dinamika IQ, EQ, dan SQ seorang peserta didik. 40
Dalam menanamkan kepribadian yang Islami terhadap
siswa peran sekolah alam cukup menentukan. Dalam hal ini tenaga
pendidik harus mampu menerapkan jiwa keagamaan siswa
sehingga kelak akan membentuk siswa yang berkepribadian yang
luhur dan berakhlak mulia. Kata kepribadian dalam sering
ditranformasikan menjadi kata nafs.
Menurut Fazlur Rahman, perkataan nafs yang sering di
gunakan di dalam Alqur’an dan diterjemahkan menjadi jiwa
sebenarnya berarti pribadi.41
Raghib al-Asfahani dalam
mufrodatnya mengatakan bahwa nafs adalah ruh dalam firmannya:
Keluarkanlah Nyawamu... (al-An‘a>m:93)42
…Dan ketahuilah
39 Muhammad Abduh, al-Mada>ris al-Tajhiza>t wa al-Mada>ris al-‘Aliyat,
dalam ‘Imarah (ed). Al-A’mal al-Kamil al-Imam Muhammad Abduh, juz III,
(Beirut: Al-Muassasah al-‘Arabiyah Li al-Dira>sah wa al-Nas}r,1972),117. 40Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah
Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), Xviii. 41 Fazlur Rahman, Tema-Tema Besar Dalam Al-Qur’an, alih bahasa
Anas Muhyidin (bandung:Pustaka. 1983),26. 42
109
bahwasannya Allah mengetahui apa yang ada dalam hati maka
takutlah pada Allah… (al-Baqarah:235)43
Nafsu disifati dengan beragam sifat dalam Alqur’an, ia
disifati sebagai ammarah bissu>’ yang selalu mengajak kepada
kepada keburukan … sesungguhnya nafsu itu selalu selalu
menyuruh kepada kejahatan kecuali nafsu nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku...(Yu>suf:53)44
memerintahkan pemiliknya
untuk melakukan kejahatan. Ia juga disifati sebagai nafsu
lawwamah. Allah berirman: Dan Aku bersumpah dengan jiwa
yang amat menyesali dirinya sendiri (al-Qiya>mah:2)45
yang
mencela pemiliknya atas perbuatan dosa yang ia kerjakan.
Ia juga disifati sebagai mut{mainnah, Allah berfirman: Hai
jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhoi Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-
hamba Ku dan masuklah kedalam surga Ku (al-Fajr:27-30)46
Nafsu
yang di sifati dengan sifat-sifat tadi adalah ruh. Ruh adalah nama
bagi nafsu yang dengannya mengalir kehidupan, upaya mencari
kebaikan dan upaya menghindarkan keburukan dari dalam diri
manusia.
Ruh merupakan bagian yang paling mulia dari manusia,
dan manusia adalah objek tarbiyah Islamiyah, mendidik manusia
adalah perintah yang di embankan oleh syariat karena ia bertujuan
untuk meletakkan di atas jalan yang lurus.47
Menurut Usman Najati, tiga tingkatan nafs memiliki
kemiripan dengan teorinya Freud mengenai struktur kepribadian.
Seseorang yang dalam kehidupannya masih cenderung menurut
43
44
45
46
47 Ali Abdul Halim, Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-Kattanie
(Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 62-69.
110
keinginan dan kebutuhan fisiknya dapat diibaratkan seorang anak
yang kepribadiannya kurang matang dan belum belajar
pengendalian nafsu, maka ia selalu menuruti dan tunduk dibawah
pengarahan nafsunya yang menyuruh kepada kejahatan. Nafsu
Amarat ini sama dengan konsep id yang menurut Freud adalah
bagian jiwa yang selalu bertujuan untuk memenuhi keinginan yang
timbul dari dirinya tanpa mempertimbangkan logika moral atau
realita karena ia memiliki prinsisp kesenangan.48
Apabila manusia telah mencapai tingkat kematangan dan
kesempurnaan yang lebih tinggi sanubarinya akan mulai terjaga.
Kemudian ia akan merasa berdosa dan menyesali tindakan yang
berlebih-lebihan yang dilakukannya dalam menuruti hawa
nafsunya. Selanjutnya ia akan bertobat dibawah pengaruh jiwa
yang amat menyesali dirinya akibat dari kesalahan dan dosa yang
ia lakukan. Nafsu lawwamat ini mempunyai kemiripan dengan
super ego yang menurut Freud merupakan bagian luhur dalam diri
manusia. Super ego adalah bagian jiwa yang terdiri dari ajaran-
ajaran yang diterima seseorang dari kedua orang tuanya dan nilai-
nilai budaya di mana ia tumbuh dan menjadi kekuatan psikis
internal yang menilai seseorang, mengawasinya, mengkritik dan
mengancam dengan azab.49
Secara global super ego memasuki bagian terdalam dari
esensi persoalan moral. Super ego meletakkan dasar-dasar untuk
meminimalisasi peran id dan mengendalikan hawa nafsu. Super
ego merupakan cermin dari sistem terbuka yang mengeluarkan
nilai-nilai murni serta merupakan sarana untuk memilih prioritas
dan mengatur kesenangan. Sedangkan ego serupa dengan nafsu
Muthmainnah. Ego merupakan penyeimbang antara id dan super
ego juga penyeimbang paham pragmatisme dan paham realisme,
sehingga membentuk prinsip keharmonisan dan keseimbangan.
Ego merupakan cermin hak istimewa kesetaraan dan
keseimbangan antara kecenderungan-kecenderungan manusia dan
48 Muhammad Usman Najati, Alquran dan Psikologi, alih bahasa Ade
Asnawi Syihabuddin (Jakarta:Aras Pustaka,2005), 187. 49 Muhammad Usman Najati, Alquran dan Psikologi, alih bahasa Ade
Asnawi Syihabuddin (Jakarta:Aras Pustaka,2005), 188.
111
kegeliahannya. Ego melahirkan unsur kerelaan dan ketentraman
dalam kehidupan setiap manusia.50
Keunikan konsep kepribadian Islam terletak pada nafs
muthmainnah. Kepribadian ini bersifat teosentris yang
terkendalikan oleh struktur kalbu. Berdasarkan kriteria
kepribadian ini maka pusat kepribadian adalah kalbu, dan kalbu
mampu mengendalikan semua sistem kepribadian yang ada.51
Raghib al-As{fahani dalam mufrodat fi> ghori>bi Alqur’an
mengungkapkan bahwa kalbu adalah makna-makna yang secara
spesifik menjadi sifatnya, seperti ruh, ilmu pengetahuan,
keberanian, dan lainnya. Allah berfirman, … ‚dan hatimu naik
menyesak sampai ketenggorokan…‛(al-Ah{za>b:10)52
maksudnya
adalah arwah. ‚Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati…‛(Qa>f:37)53
maksudnya adalah ilmu dan pemahaman. ‚Agar hatimu tentran
karenanya…‛(al-Anfa>l:10)54
maksudnya agar keberanian kalian
menjadi kuat dan ketakutan kalian hilang. ‚….tetapi yang buta,
ialah hati yang didalam dada‛ (al-H{ajj:46)55
maksunya adalah ruh.
Nafs sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali ia bisa di
rangkum sebagai makna yang merangkum kekuatan marah dan
syahwat dalam diri manusia. Makna inilah yang banyak dipakai
para tasawuf, karena, yang mereka maksud dengan nafs adalah
dasar tumbuhnya segala sifat-sifat tercela dalam diri manusia.
Mereka berkata bahwa manusia harus mengendalikan nafsu dan
memecahkannya. Bisa pula yang di maksud dengan nafs adalah
kelembutan robbaniah ruhiah yang merupakan kalbu atau ia pada
50 Muhammad Usman Najati, Psikologi Sempurna Ala Nabi SAW. Alih
bahasa Hedi (Bandung: Pustaka Hidayah,2008), 56. 51 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006),167.
52
53
54
55
112
hakikatnya adalah manusia itu sendiri. Dengan demikian kalbu dan
nafs adalah satu makna.
Menurut al-Ghazali kalbu merupakan struktur yang saleh
untuk mengetahui segala sesuatu yang esensi (hakikat). Muray
Menyatakan: pusat kepribadian manuasia adalah otak, tanpa otak
maka tidak ada kepribadian. Konsep kepribadian Islam mengakui
adanya otak (akal) sebab bagaimanapun ia merupakan anugerah
Allah yang harus difungsikan. Namun sekali lagi otak bukanlah
struktur tertinggi dalam mengendalikan tingkah laku manusia.56
Para ilmuwan menemukan mengenai kecerdasan. Ketika
bagian otak yang membuat kita mampu merasakan emosi
mengalami kerusakan, akal kita tidak mengalami hal yang sama.
Kita masih dapat berbicara, menganalisis, berprestasi baik dalam
tes IQ, dan bahkan dapat meramalkan bagaimana seseorang
seharusnya bertindak dalam situasi sosial. Akan tetapi, dalam
kejadian tragis ini kita tidak mampu menghasilkan keputusan di
dunia nyata. Para ilmuwan memetakan hati manusia mereka
menyiratkan bahwa bagian rasional dan emosional saling
bergantung. Kemampuan emosi hadir lebih dulu di dalam batang
otak manusia sebelum bagian berpikir otak atau neokorteks
bahkan mulai berkembang di atasnya.57
Menurut hasil penelitian Petrides dan Sangareau rendahnya
nilai kecerdasan emosi berkorelasi dengan perilaku negatif.58
Selain itu Smith dan Walden juga menemukan bahwa anak yang
dinyatakan mempunyai perilaku buruk menunjukkan pemahaman
emosi yang buruk.59 Perilaku negatif yang muncul di akibatkan
karena seseorang yang kurang mampu mengelola emosinya,
pengelolaan emosi yang buruk biasanya akan menimbulkan sebuah
56 Al-Ghazali, Ihya>’ ‘Ulumuddi>n (Semarang:Maktabah wa Mat}ba’ah
T{aha Putra,tt), 33. 57Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional Cara Baru Praktis
untuk Mendayagunakan Potensi Insting dan Kekuatan Emosi Anda,terj.Ary
Nilandari (Bandung: Penerbit Kaifa, 2000), 25. 58 K.V Petrides, Sangareau, Furnham, & FredericksonTraits,
‚Emotional Intelligence, and Children’s Peer Relations at School‛, Social Development, 15,(2006): 537-547.
59 Ulutas & Omeroglu, ‚The effect of Emotional Intelligence
Education Program on Emotional Intelligence of Children‛. Social Behavior and Personality. 35(10),(2007), 1365-1372.
113
kecemasan, ketidak tenangan hati, komunikasi yang buruk, dan
lain-lain. Kecemasan berfungsi sebagai tanda adanya bahaya yang
akan terjadi, suatu ancaman terhadap ego yang harus dihindari
atau dilawan. Dalam hal ini ego harus mengurangi konflik antara
kemauan Id dan Super ego. Konflik ini akan selalu ada dalam
kehidupan manusia karena menurut Freud, insting akan selalu
mencari pemuasan sedangkan lingkungan sosial dan moral
membatasi pemuasan tersebut. Sehingga menurut Freud suatu
pertahanan akan selalu beroperasi secara luas dalam segi
kehidupan manusia. Layaknya semua perilaku dimotivasi oleh
insting, begitu juga semua perilaku mempunyai pertahanan secara
alami, dalam hal untuk melawan kecemasan60
selanjutnya Freud
mengatakan bahwa cara yang digunakan individu untuk mengatasi
kegagalan dan kecemasan adalah identifikasi, pemindahan atau
sublimasi dan mekanisme pertahanan ego. Dalam Alqur’an
dijelaskan adanya kilah mental, yaitu tingkah laku defensif yang
dilakukan seseorang untuk menjaga dirinya dan perasaan gelisah
yang menimpa dirinya apabila dorongan-dorongannya tidak
terpenuhi.61
Berkaitan dengan hal ini Alquran berulang-ulang
mengingatkan manusia untuk tidak membiarkan dirinya larut
dalam kecemasan. Keimanan dan ketakwaan adalah obat penawar
bagi kecemasan seperti di tegaskan dalam surat (al-A‘raf:35) dan
(al-Ah{qo>f:13)62
60 Schultz D. Psychoanalytic approach: Sigmund Freud in Theories of
Personality (California: Brooks/Cole Publishing Company; 1986), 45-50. 61 Muhammad Usman Najati, Psikologi Sempurna Ala Nabi SAW. Alih
bahasa Hedi (Bandung: Pustaka Hidayah,2008), 201.
62
35. Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang
menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, Maka barangsiapa yang bertakwa dan
mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.
114
kejahatan emosi (emotional crime) dalam bentuk ancaman
emosi (emosional blackmail) pun kini semakian marak dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Aksi ini kerap muncul dalam
bentuk ancaman, penghinaan, kata-kata kotor, dan kesengajaan
untuk melukai harga diri secara verbal. Hasil penelitian centers for
disease Control menunjukkan, rata-rata 19 orang meninggal setiap
minggunya di Amerika Serikat karena stres yang terkait dengan
masalah emosi.63
Salovey dan Mayer menyatakan bahwa kecerdasan emosi
dapat di capai atau ditingkatkan melalui pembelajaran dan
pengalaman.64
Upaya pengembangan model pendidikan sebagian
besar ditujukan untuk pengembangan intelektual saja. Akibatnya,
terjadilah kesenjangan antara berkembangnya kecerdasan
intelektual dengan kecerdasan emosi, sehingga muncullah berbagai
perilaku negatif para siswa.65
Seseorang yang cerdas emosi mampu
menghadapi tantangan hidup dan mengontrol emosi lebih baik.
Dari pendapat-pendapat ini dapat disimpulkan bahwa agar tidak
membuat perilaku- perilaku negatif, kecerdasan emosi anak harus
tinggi, atau anak harus dibuat cerdas emosi.
Proses belajar mengajar dijadikan media untuk
mengembangkan kecerdasan emosional siswa, kecerdasan
emosional sendiri dalam Pendidikan Agama Islam terletak pada
pendidikan akhlak. Siswa yang tidak mampu mengelola emosi
sering melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas kewajaran.
Dalam Islam perilaku menyimpang ini disebut akhlak tercela
sedangkan dalam terminologi psikologi disebut gangguan
kepribadian. Menurut Abdul Mujib gangguan kepribadian, yang
13. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah",
Kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. 63 Anthoniy Dio Martin, Emotional Quality Management, Refleksi,
Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi (Jakarta: Penerbit Arga,
2003), 24. 64P.N Lopez, Salovey, & Straus, ‚Emotional Intelligence, Personality,
and the Perceived Quality of Social Relationships‛. Personality and Individual Differences 35, (2003):641-658.
65 Poerwanti, Memahami Pertumbuhan Kecerdasan Intelektual dan
Kecerdasan Emosional Anak untuk Kepentingan Pendidikan, 2005
www.malang.ac.id/jurnal/- fip/sd/-8k. Diakses 28 Juni 2014.
115
kemudian berbentuk kepribadian buruk, merupakan psikopatologi
dalam peristilahan psikologi perspektif Islam. Dikatakan
psikopatologi karena memiliki dua ciri utama: pertama, perilaku
ini dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri individu,
disebabkan adanya simpton-simpton patologis seperti kecemasan,
kegelisahan, keresahan, kebimbangan, kekhawatiran, keraguan,
konflik dan kemalasan. Kedua, perilaku tersebut mengandung dosa
yang dilarang Allah SWT. Perilaku ini mengotori jiwa manusia.66
Implementasi akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter
pribadi rasulullah Saw. Dalam pribadi Rasul bersemi nilai-nilai
akhlak yang mulia dan agung.67
Akhlak tidak diragukan lagi
memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Prinsip akhlak
Islami termanfestasi dalam aspek kehidupan yang diwarnai
keseimbangan, realisis, egektif, azas manfaat, disiplin, dan
terencana serta memiliki dasar analisis yang cermat. Menurut
Mubarok kualitas akhlak seseorang dinilai tiga indikator: pertama,
konsistensi antara yang dikatakan dengan dilakukan, dengan kata
lain adanya kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan. Kedua,
konsistensi orientasi, yakni adanya kesesuaian antara pandangan
dalam satu hal dengan pandangannya dalam bidang yang lain.
Ketiga, konsistensi pola hidup sederhana, dalam tasawuf, sikap
mental selalu memelihara kesucian diri, beribadah hidup
sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap
kebajikan pada hakikatnya adalah cerminan dari akhlak yang
mulia.68
Peran Pendidikan Agama Islam dalam peningkatan
prestasi belajar siswa mempunyai kaitannya dalam pengembangan
kecerdasan emsoional. Guru agama memegang peran kunci, namun
tidak terlepas pula dari peran guru lain serta iklim sekolah yang
sengaja diciptakan untuk pembelajaran akhlak. Menciptakan
masyarakat sekolah sebagai sebuah keluarga sakinah akan
memberikan keteladanan akhlak kepada anak. Budaya sekolah
yang kondusif akan sangat membantu penghayatan anak untuk
66 Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006),352-353. .....لقد كان لكم في رسول هللا أسوة حسنة 67 68 Abdul Mujib & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif
Islam (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), 60.
116
memperkuat keyakinan dirinya terhadap nilai-nilai ajaran Islam
yang kemudian akan membentuk sikap emosionalnya. Interaksi
antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa
ataupun guru dengan karyawan, karyawan dengan siswa dan
karyawan dengan karyawan akan diamati oleh anak yang menjadi
sebuah keteladan bagi kecerdasan emosioal dalam situasi sosial
yang natural yang sarat dengan nilai-nilai Islami.69
Pendidikan Agama Islam yang masih cenderung bersifat
kognitifistik harus mengalami perombakan dalam pembelajaran.
Model integrited learning dalam satu bidang studi Pendidikan
Agama Islam , misalnya integrited antara pembelajaran ibadah
dengan pembelajaran akhlak/kecerdasan emosi dapat dilakukan.
Selama ini pembelajaran ibadah lebih banyak terlepas dengan
pembelajaran akhlak, sehingga seakan-akan ibadah (shalat, zakat,
puasa) semata hubungan manusia dengan Allah. Padahal nilai-nilai
dalam ibadah justru mengarah kepada pembentukan akhlak dan
watak manusia bahkan sebuah proses mencerdaskan manusia
secara emosional.
Pendidikan Agama Islam saat ini ternyata lebih dipahami
sebagai ajaran fiqih dan tidak dipahami dan dimaknai secara
mendalam. Eksistensinya direduksi sebagai sekadar pendekatan
ritual simbol-simbol serta pemisahan antara kehidupan dunia dan
akhirat. Ketika kita duduk di bangku sekolah dasar misalnya rukun
Islam dan rukun Iman diajarkan sebagai sangat sederhana hanya
sebentuk hafalan di otak kiri tanpa dipahami maknanya. Padahal
dari kedua rukun inilah pembentukan kecerdasan emosi dan
spiritual yang begitu menakjubkan. Pendidikan agama seharusnya
memiliki tujuan akhir untuk mendidik peserta didik berperilaku
religius dan sekaligus membiasakan mereka berpikir secara kreatif
dan inovatif. Sayangnya pendidikan agama selama ini sangat jauh
dari memberikan ruang kepada anak didik untuk melakukan
kretativitas. Rendahnya pengembangan imajinasi dan kreasi serta
berpikir rasional menyebabkan pendidikan Islam terkesan sangat
69 Mami Hajaroh, ‚Kecerdasan Emosi dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam‛, http://staff.uny.ac.id/ diakses pada 26
Juni 2014.
117
indoktrinatif belum menyentuh kepada pemahaman dan
penghayatan.
Dalam mengantisipasi perubahan global pendidik harus
mampu merumuskan visi dasar pendidikan, yaitu Learning to think, to know, to be, to live together. Keempat visi dasar ini
dapat diuraikan dengan penjelasan nilai-nilai agama yang
bertujuan untuk memudahkan pemahaman nilai-nilai universal
dengan pendekatan agama dan mengingatkan bahwa agama Islam
telah mengajarkan kepada kita nilai-nilai tersebut. Dengan
demikian, pendidikan Islam diharapkan berperan dalam membina
akal secara seimbang dan yang lebih penting lagi adalah hati untuk
dapat melahirkan lulusan yang sesuai dengan tujuan pendidikan
Islam yang pada intinya adalah pendekatan diri kepada Allah
melalui pembentukan al-akhlak al-Karimah. Para pakar pendidikan
Islam dengan berbagai ungkapan, pada umumnya sepakat bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah membina pribadi muslim yang
sempurna dan taat dalam beribadah. Termasuk salah satunya
adalah akhlak mulia. al-Akhlak al-karimah dalam Islam adalah hal
yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual seperti
konsistensi (istiqamah), rendah hati (tawadu), usaha keras
(tawakkal), ketulusan (ikhlas), totalitas (kaffah), keseimbangan
(tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan).70
Para pakar pendidikan telah mengemukakan bahwa
pendidikan Islam di samping berupaya membina kecerdasan
intelektual, keterampilan dan raganya, juga membina jiwa dan hati
nuraninya.71
Berarti secara umum pendidikan Islam membina
kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ). Di
samping kedua kecerdasan tersebut, pendidikan Islam juga
membina kecerdasan spritiual (SQ). Bahkan dalam konsep
pendidikan Islam, kecerdasan spiritual adalah landasan IQ dan EQ.
Kecerdasan intelektual tidak mengukur kreativitas, kapasitas
emosi, nuansa spiritual, dan hubungan sosial, sedangkan
kecerdasan Qalbiyah (kognitif Qalbiyah) apabila telah
70 Ary Ginajar Agustian, ESQ The ESQ Way 165, Cet. XX (Jakarta:
Arga, 2005), 280. 71 Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. I.
(Yogjakarta: Graha Ilmu,2007), 139.
118
mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian
yang tenang.72
Pendidikan Agama Islam , secara umum belum mampu
berkontribusi positif terhadap peningkatan moralitas dan
spritualitas khususnya di kalangan peserta didik. Sebenarnya
kesalahannya tidak semata-mata terletak pada materi Pendidikan
Agama Islam , tetapi terletak pada cara dan implementasinya di
lapangan. Peserta didik selalu diarahkan pada penguasaan teks-
teks yang terdapat dalam buku pengajaran, mereka selalu
dihadapkan pada pertanyaan dan hapalan kulit luarnya saja (ranah
kognitif), sedangkan substansinya berupa penanaman nilai-nilai
agama hilang begitu saja seiring dengan bertumpuknya
pengetahuan kognitif mata pelajaran yang ada di sekolah.73
Pendidikan Agama Islam yang diajarkan selama ini pada
lembaga-lembaga pendidikan umum mulai dari tingkat SD sampai
perguruan tinggi lebih bersifat transfer of knowledge, lebih
menekankan kepada pencapaian penguasaan ilmu-ilmu agama.
Fragmentasi materi dan terisolasinya atau kurang terkaitnya
dengan konteks yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari yang
menyebabkan peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama
sebagai nilai yang hidup dalam keseharian. Konsekuensinya
Pendidikan Agama Islam yang diajarkan menjadi kurang
bermakna, kebanyakan peserta didik meningkat pengetahuannya
tentang agama, akan tetapi penghayatan dan pengamalan terhadap
nilai-nilai agama tidak teraktualisasi dalam kehidupan sehari-
hari.74
72 Lihat, M. Yaniyullah Delta Auliyah, Melejitikan Kecerdasan Hati
dan Otak Menurut Petunjuk Al-Quran dan Neurologi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), 14-15. 73 Tujuan PAI selama ini masih terhenti pada ranah kognitif, belum
menyentuh ranah afektif dan kepribadian. Lihat Sutrisno, Pembaharuan dan Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Fadilatama, 2011), 85.
74 Dalam praktiknya, Pendidikan Agama Islam tidak berbeda dari
pendidikan modern yang terperangkap kapitalisasi material, sehingga peran
profetiknya sulit direalisasikan. Lihat Abdul Munir Mulkhan, Kecerdasan Makrifat, dalam rangka pidato pengukuhan guru besar yang disampaikan dalam
rapat senat terbuka UIN Sunan Kalijaga pada tanggal 31 Maret 2004, dalam
Asmuri, Konstekrualisasi Pendidikan Agama Islam ,Shifting Paradigma dan
119
Menurut Siti Malika Towaf, kelemahan Pendidikan Agama
Islam yang berlangsung saat ini, antara lain; 1) pendekatan masih
cenderung normatif, di mana pendidikan agama menyajikan
norma-norma yang seringkali tanpa ilustrasi sosial budaya,
sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama
sebagai nilai yang hidup dalam keseharian, 2) kurikulum yang
dirancang hanya menawarkan minimum kompetensi, tetapi pihak
guru PAI seringkali terpaku dengannya, sehingga kreativitas untuk
memperkaya materi kurang tumbuh, begitu juga dalam hal
penerapan metode pembelajaran yang cenderung bersifat
monoton.75
Adanya indikasi kegagalan Pendidikan Agama Islam yang
selama ini diterapkan. Hal ini terjadi karena kecenderungan dalam
penerapannya yang masih berpegang pada paradigma tradisional
yang bersifat teosentris, normatif, dan tekstual. Paradigma yang
berpandangan bahwa segala sesuatunya berdasarkan apa yang
telah diwahyukan oleh Tuhan, sebagaimana yang tertulis di dalam
kitab yang dipahami secara literalis-tekstualis tanpa membuka
ruang yang bersifat dialogis terkait dengan kondisi zaman yang
dinamis dan terus berkembang. Paradigma tradisional yang
bersifat teosentris tersebut sudah saatnya harus mengalami
perubahan, yaitu kepada paradigma teo-antroposentris.76
Paradigma teo-antroposentris berusaha untuk
mengkoneksikan Pendidikan Agama Islam dengan realitas yang
senantiasa dinamis dan berkembang. Paradigma yang tidak hanya
didasarkan atas pertimbangan wahyu yang terdapat dalam kitab
suci yang dipahami secara literalistekstualis, tetapi juga dengan
pertimbangan sosial budaya yang ada di tengah masyarakat.
Perubahan paradigma dari teosentris ke teo-antroposentris
Implementasinya, artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, (2010):222.
75 Siti Malika Towaf, ‚Pendekatan Kontekstual bagi Pendidikan
Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,‛ dalam Fuaduddindan Cik Hasan
Basri (ed.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999), 20. 76 Asmuri, ‚Kontekstualisai Pendidikan Agama Islam ,Shifting
Paradigma dan Implementasinya‛, Artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau, Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, 2010, 227
120
merupakan salah satu bentuk dari pemikiran kritis terhadap
paradigma tradisional yang selama ini dipegang. Paradigma ini
lahir dari pemikiran kritis para intelektual muslim kontemporer,
seperti Fazlur Rahman, menurutnya krisis metodologi sebagai
penyebab kemunduran pemikiran Islam, karena alternatif
metodologi dipandangnya sebagai titik pusat penyelesaian krisis
intelektualisme Islam. Rahman berpendapat penyelenggaran
pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang
sedang berubah, tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala
warisan yang bersifat klasik.77
Untuk konteks Indonesia seperti Harun Nasution dengan
gagasannya ‚menghidupkan kembali teologi-rasional‛.78
Beliau
menekankan pemahaman Islam secara komprehensif dengan
meninjaunya dari berbagai aspek. Harun menjelaskan bahwa Islam
itu begitu luwes dan fleksibel serta mampu menjawab tantangan
zaman.
Paradigma teo-antroposentris berperan menyatukan ilmu
alam dengan landasan etik moral Islam yang akan memberi
manfaat bagi seluruh alam ini. Akh Minhaji menyebutnya dengan
pendekatan ‚historis-praktis‛,79
atau disebut dengan konsep
pendidikan Hadhari dengan konsep pendidikan yang berorientsi
rahmatan lil ‘alamin.
77 Fazlur Rahman, Islam (Bandung: Pustaka, 2000),263. 78 Menurutnya keterbelakangan dan keterpurukan umat Islam antara
lain karena belenggu teologi tradisional yang mereka anut yang sangat kental
dengan nuansa Jabariyah dan fatalism. Lihat, Thariq Modanggu, Perjumpaan Teologi dan Pendidikan (Jakarta: Qalam Nusantara, 2010), 27.
79 Minhaji,Sejarah Sosial dalam Studi Islam (Yogyakarta: Sunan
Kalijaga Press, 2010), 29.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan bahwasannya kecerdasan
emosional berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar.
Mengenai hal ini telah banyak perbedaan pendapat para ilmuwan,
sebagaian ada yang menyimpulkan bahwa prestasi belajar
dipengaruhi oleh faktor guru dalam mengajar dan otoritas sekolah
seperi pendapat Adegbite, Asikhia, sedangkan Lamson dan
Thondike mengatakan bahwa prestasi belajar yang diraih
berbanding lurus dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki.
Sebagian ada yang menyimpulkan seperti Chernis, Nelson dan
Low bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan
terhadap prestasi belajar .
Beberapa temuan dalam penelitian ini setelah melakukan
penelitian didapatkan bahwa kecerdasan emosional mempunyai
peran terhadap prestasi belajar. Status ranah prestasi belajar yang
ditunjukkan pada siswa Sekolah Lanjutan berada pada kategori
tinggi dan sedang, begitu juga status dimensi kecerdasan
emosional kebanyakan berada pada kategori tinggi dan sedang.
Dengan menggunakan analisis regresi berganda, ditemukan
bahwa kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar. Adapun signifikansinya dari analisis
regresi linear berganda dengan menggunakan SPSS 17 dengan
dasar pengambilan keputusan taraf uji kesalahan 5% (α=0.05)
adalah jika p-value < 0.05 maka Ha dterima. Dari penelitian
diperoleh p-value (sig.) sebesar 0.000 dengan demikian p-value < α
(0.000<0.05). Dengan demikian bahwa prestasi belajar yang
didapat berbanding lurus dengan kecerdasan emosional siswa. Hal
ini senada dengan penelitian Parker, Aremu dan Kanhai yang
mengatakan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh secara
signifikan terhadap prestasi belajar.
Dengan menggunakan multi regresi tabel model summary
diketahui bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap
prestasi belajar sebesar 69.5%. Adapun 30.5% dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal ini
dikarenakan kecerdasan emosional berhubungan langsung dengan
124
pengelolaan hati untuk lebih tenang dan berkonsentrasi dalam
belajar, serta memotivasi untuk lebih tekun.
Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap prestasi
belajar ditandai dengan adanya beberapa hal: pertama, dalam
berhubungan dengan banyak orang kecerdasan emosional sangat
berperan, terutama karena siswa akan lebih berempati,
komunikatif, lebih tinggi rasa humornya, dan lebih peka akan
kebutuhan orang lain. Kedua, siswa lebih bisa menyeimbangkan
rasio dan emosi, tidak terlalu sensitif atau emosional, dan tidak
terlalu dingin atau rasional. Ketiga, siswa lebih bisa menanggung
stres yang kecil karena biasa dengan leluasa mengungkapkan
perasaan, bukan memendamnya. Keempat, siswa lebih bisa
termotivasi dalam belajar ketika yang lain menyerah. Kelima,
siswa lebih bisa menahan hawa nafsu dan akan lebih fokus dan
tekun dalam belajar.
Konsep pendidikan dalam pengembangan kecerdasan
emosional terletak pada pendidikan agama Islam, karena pada
dasarnya salah satu tujuan pendidikan agama Islam sendiri adalah
memotivasi siswa untuk mencintai ilmu, dan mendidik akhlak
siswa.
B. Saran
Siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar tidak
hanya terlibat dengan kecerdasan intelektualnya saja tapi juga
melibatkan peran aspek kecerdasan emosional. Dalam penelitian
ini ditemukan adanya pengaruh secara signifikan kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar. Temuan ini kiranya dapat
menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi pemerhati kajian
pendidikan agama Islam. Mengakhiri kajian ini peneliti
merekomendasikan beberapa hal diantaranya:
Pertama, pendidikan yang mengedepankan metode
pengembangan kecerdasan emosional mempunyai peran penting
dalam peningkatan prestasi belajar. Oleh karena itu, hendaknya
pendidikan bisa secara optimal mengedepankan pengembangan
aspek kecerdasan emosional sehingga dapat membantu
peningkatan prestasi belajar siswa.
125
Kedua, pengembangan kecerdasan emosional dalam
pendidikan bisa melalui pengembangan motivasi belajar siswa dan
bisa juga melalui materi yang disampaikan kepada siswa.
Ketiga, kepada para peneliti yang tertarik pada kajian
prestasi belajar di Sekolah Alam Indonesia ataupun di sekolah lain
hendaknya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar
guna mengkaji lebih lanjut faktor-faktor lain berpengaruh terhadap
prestasi belajar.
115
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku
Abduh, Muhammad. al-Mada>ris al-Tajhiza>t wa al-Mada>ris al-‘Aliyat, dalam ‘Imarah (ed). Al-A’mal al-Kamil al-Imam Muhammad Abduh, juz III, (Beirut: Al-Muassasah al-
‘Arabiyah Li al-Dira>sah wa al-Nas}r,1972). Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2009).
Agustian, Ary Ginajar. ESQ The ESQ Way 165, Cet. XX
(Jakarta: Arga, 2005).
________ Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual (Jakarta: Arga,2001).
al-A‘z}ami>, Sa’i>d Rasyi>d. ‘Ilmu an-Nafsi al-Ta’li>mi> al-mutaqaddim
(‘Ama>n : Da>ru Jali>si al-Zama>n, 2008).
al-Dauri>, ‘Ali> Husain. Usu>lu al-Tarbiyah fi> mafhu>miha> al-H}adi>th
(‘Ama>n: Is}ra>u Linnath}r, 2008)
Alexander & Murphy. The Research Base for APA’s Learner-Centered Psychological Principles. In Lambert, N.M. & McCombs, B.L. (Eds.), How Students Learn: Reforming Schools Through Learner-Centered Education. (Washington, DC: American Psychological
Association,1999).
al-Ghaazali Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n Jilid III (Beirut: Da>r al-Fikr,
1989).
al-Khulli, al-Adab al-Nabawi> (Beirut:dar> al-fikr, tt).
al-Nawawi>, H{adith Arba’i>n al-Nawa>wiyyah, terj. Muhil D{afir
(Jakarta: al-I’tishom Cahaya Umat).
al-Nawawi>, Riyadh al-S{alihi>n,terj. Ahmad Sunarto (Jakarta:
Pustaka Amani, 1999).
al-Zuhairi, ‘Abdul Kari>m Muh}sin > dan Ha>di> Mas}a>’n rabi>>’, Dauru al-Tarbiyah Wa al-Ta’li>m fi> ‘Amaliyati al-Tah}di>th Wa al-Tat}wi>r (‘Ama>n: Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2009).
Arifin, Zainal. Evaluasi Pembelajaran Prinsip Teknik, Prosedur (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2009).
Aulia, M. Yaniyullah Delta. Melejitkan Hati dan Otak Menurut Pentunjuk Alqur’an dan Neurologi, Edisi I (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005).
116
Azwar, Saifuddin. Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar, Edisi II (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005).
Bi>bi>, Huda> Husaini> al-Marja’ Fi al-Irsyad al-Tarbawi> (Bairu>t:
Da>ru Akadimiya>, 2000).
D, Schultz. Psychoanalytic approach: Sigmund Freud in Theories of Personality (California: Brooks/Cole Publishing
Company; 1986).
Dalyono. Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010).
Departemen P& K, Undang undang RI No. 2 Tahun 1989 Tentang SISPENAS, (Jakarta: Kloang Klede Jaya, 1989).
Djamarah, Syaiful Bahri Psikologi Belajar (Jakarta: Rneke Cipta,
2011).
Eisenberg & Mussen,The Root of Prosocial in Children ( New
York : Cambridge University Press,1989).
________ Sadovsky, & Spinrad, Associations of Emotion-Related Regulation, language skills, emotion knowledge, and academic outcomes, (New Directions in Child and
Adolescent Development:2005).
Gininginintasari, Rahayu. ‚kesadaran diri‛ Jurnal Psikologi Pendidikan 2, no.1 (2009):47-55.
Goble, Frank G. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1987).
Goleman, Daniel, Emotional Intellegence, Why Can Matter Than IQ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000),45.
Goleman, Daniel. Kecerdasan Emosional, terj., T. Hermaya
(Jakarta : PT. Gramedia, 2001).
Gottman , Jhon & James. Guidance And Conseling In The Elementary And Middle Schools: A Practical Approach
(Lowa: Brown Comunication Inc 1995).
H}ama>m, Fa>diyah Ka>mil wa ‘Ali> ah}mad Sayyid Mus}tafa, ‘Ilmu al-naf si al-Tarbawi> Fi> D}aui al-Isla>m (Riya>d}: Da>ru al-Zahra,
2006).
ha’irah, Kha>lid Muh}ammad Abu wa Tsa>ir Ah{mad ghabir, Nah}wa Mafa>hi>mu Tarbawiyah Mu’a>s}irah Fi> al-Alfiyah al-Tha>lithah (‘Ama>n:Maktabatul Mujtama’ al-‘Arabi>, 2008).
Halim, Ali Abdul. Pendidikan Ruhani, terj. Abdul Hayyie al-
Kattanie, (Jakarta: Gema insani Press, 2000).
117
Lamson, E.E. ‚High School Achievement of 56 Gifted Children‚,
Journal of Genetic Psyichology, 47/1935, h. 233-238, dikutip
dalam Lester D.Croww & Alice Crow, Educational Psyichology, terj. Z.Kasijan, Psikologi Pendidikan
(Surabaya: Bina Ilmu, 1984).
Lu>sa>, Mustafa Isma’i>l. Tadri>su al-Tarbiyah al- Islamiyah
Lilmubtadi-i>n, (al-Ima>ra>tu al-‘Ara>biyah al-Mutahiddah:
Da>ru al-Kita>bi al-Ja>mi’i>, 2004).
Manz, Charles C. Manajemen Emosi (Yogyakarta:Think, 2007).
Martin, Anthoniy Dio. Emotional Quality Management, Refleksi, Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi (Jakarta: Penerbit Arga, 2003).
Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam (Yogyakarta: Sunan
Kalijaga Press, 2010). Modanggu, Thariq. Perjumpaan Teologi dan Pendidikan (Jakarta:
Qalam Nusantara, 2010).
Moskowitz, Joyce. Hooked and Feeling (Davie,FL: Clear Vision
Publishing, 2000).
Mubayidh, Makmun. Kecerdasan Dan Kesehatan Emosional Anak, Referensi Penting Bagi Para Pendidik dan Orang Tua
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006).
Muhyidin, Muhammad. Cara Islami Melejitkan Citra Diri (Jakarta,
Lentera, 2003).
Mujib, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011).
Mujib, Abdul. Kepribadian dalam Psikologi Islam (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006).
Murray, Henry D Exploration in Personality (New York: John
Wiley &Sons 1938).
Mustaqim, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2008).
Najati, Muhammad Usman. Alquran dan Psikologi, alih bahasa
Ade Asnawi Syihabuddin (Jakarta:Aras Pustaka,2005). Nata, Abuddin. Manejemen Pendidikan (Bogor: Kencana, 2003).
________ Abudin. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009).
Nasr,S.H. Ideals and Realities of Islam (London: George Allen &
Unwil Ltd, 1975)
118
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2009). Rabi>’, Ha>di> Sha’la>n dan Isma’i>l Mah}mu>d Ghaul, al-Murshid al-
Tarbawi> wa Dauru al-Fa>’il Fi H}illi Masya>kili al-T}alabah, (Urdu>n: Da>ru ‘A>lami al-Thaqa>fah, 2006).
Rahman, Fazlur. Islam (Bandung: Pustaka, 2000).
________ Fazlur. Tema-Tema Besar Dalam Al-Qur’an, alih bahasa
Anas Muhyidin (bandung:Pustaka. 1983). Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Kalam
Mulia, 2005).
Safari, Triantoro & Nofrans Eka Saputra. Manajemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi positif dalam Hidup Anda (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2009),14-15.
Sahputra, Naam. Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar (Medan: Fakultas Kedokteran, 2009).
Sakigawa, Masashi. Factors Contributing to Students’ Academic Achievement of Primary School in Mountainous Areas of Vietnam, (Japan: Higashis-Hiroshima, 1-1
Kagamiyama),739-8524.
Sali>m, Sala>h} Fua>d. al-Nashat}a>t al-Madrasiyah (‘Ama>n:
Maktabatul ‘Arabi> linnayl Wa al-Tauzi>’, 2010).
Satmoko. Santoso Budi. Sekolah Alternatif Mengapa Tidak
(Yogyakarta:Diva Press,2010).
Schunk. Dale H, Paul R.Pintrich, and Judith L.Meece, Motivation in education:Theory, Research, and Application (England:
British Library Cataloguing, 2014).
Segel, Jaena. Melejitkan Kepekaan Emosional, Cara baru Praktis Untuk Mendayagunakan Potensi Insting Dan Kekuatan Emosi Anda, Alih bahasa Ary Nilandari
(Bandung:Kaifa,2002).
Setyawan, Imam. ‚Peran Kemampuan Empati Pada Efikasi Diri
Mahasiswa Peserta Kuliah Kerja Nyata PPM POSDAYA‛,
Proceeding Konferensi Nasional II Ikatan Psikologi Klinis – Himpsi ISBN : 978-979-21-2845-1.
Shaha>dah, Nu’ma>n. al-Ta’li<m wa al-Taqwi<m al-Aka>di>mi> (‘Ama<n:
da>ru s}afa>’, 2009).
119
Shapiro, Lawrence E. Mengajarkan Emotional Intellegence pada Anak, terj. Alex Tri Kantjono (Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Umum, 1998).
Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Jakarta:
Rineke Cipta, 2010).
Smart, M.S and Smart. Children : Development and Relationship (New York : Colier Mc Millan, 1980).
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan; Landasan kerja Pemimpin Pendidikan (Jakarta: PT Rineke Cipta, 2006).
Sudijono, Anas. Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press,
2011).
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung;
CV Sinar Baru, 1989).
Sugiyo, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010).
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan,
(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2009).
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru
(Bandung: Rosdakrya, 2009).
Thorndike, Robert & Elizabeth Hagen. Measurement and Evluation in Psychology and Education, 2nd Edition (New
York: John Wiley & Sons inc, 1962).
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008).
Towaf, Siti Malika. ‚Pendekatan Kontekstual bagi Pendidikan
Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum,‛ dalam
Fuaduddindan Cik Hasan Basri (ed.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999).
Usman, M Uzer & Lilis Setiawan, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003).
Warson, Ahmad Kamus Al-Munawwir (Yogyakarta:Krapyak,1992).
Watson, D.L.Tragerhan,and J Frank, Social Psychology: Science and Application ( Illinois : Scott, Foresman and Company,
1984).
Williams & Sternberg, ‚Group Intelligence‛, Intelligence, 12,
(1988): 351-377.
120
Winkel, Psikologi Pengajaran, Terj.Toni Setiawan (Yogyakarta:
Media Abadi, 2009).
Winkel. Psikologi Pengajaran (Jakarta: PT. Grasindo,2005).
Referensi Jurnal dan Artikel
A, Asikhia O. ‚Students and Teachers’ Perception of the Causes of
Poor Academic Performance in Ogun State Secondary
Schools‛. European Journal of Social Sciences – Volume
13, Number 2 (2010):1-14.
A, Syadli Z. ‚Kecerdasan Emosional Siswa dan Implikasinya
Terhadap Kreativitas Guru Agama‛. dalam Islam dan Hegemoni Sosial, ed. Khaeroni (Jakarta: PT.Mediacita,
2001).
Abisamra. ‚The Relationship Between Emotional Intelligence and
Academic Achievement in Eleventh Graders‛, Research in Education, FED.(2000).
Adegbite. ‚Influence of Parental Attribution Of Success/Failure
On Academic Performance Of Secondary School Student
In Ilorin Metropolis‛, The Counsellor, 21,(2005):238-246.
Aremu, Oyesojl A. Adeyinka Tella, and Adedeji Tella,
Relationship among Emotional Intelligence, ‚Parental
Involvement and Academic Achievement of Secondary
School Students in Ibadan, Nigeria‛. University of Ibadan, Nigeria (www.usca.edu) diakses pada 9 juni 2013.
Asmuri, ‚Kontekstualisai Pendidikan Agama Islam ,Shifting Paradigma dan Implementasinya‛, Artikel Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Riau, Mukaddimah, Vol. 16, No. 2, (2010).
Ashfort & Humphrey. Emotion in The Work Place A Reappraisal.
Human Relation, 48/(2), (1995): 613-619.
Bandura, Albert ‚Social cognitive theory: An Agentic
Perspective‛, Asian Journal of Social Psychology, Vol 2,
(1999):21–41.
Barnard, W. M. ‚Parent Involvement in Elementary School and
Educational Attainment‛. Children and Youth Services Review, 26, (2004):39- 62.
Beaumont, Yvonne -Walters, Kola Soyibo. ‚An Analysis of High
School Students' Performance on Five Integrated Science
121
Process Skills‛ Research in Science & Technical Education, Volume 19, Number 2 / November 1,
(2001):133 – 145.
Buchmann and Hanum, ‚Education and stratification in
Developing Countries: A Review of Theories and
Research‛, Annual Review of Sociology. 27,(2001): 77-
102.
Caldas, & Bankston. ‚The Effect of School Population
Socioeconomic Status on Individual Student Academic
Achievement‛. Journal of Educational Research, 90,
(1997):269-277.
Corno, L. & Rohrkemper, ‚The Intrinsic Motivation to Learn in
Classrooms‛, Reseach on Motivation, vol 2, (1985):53-90.
Crosnoe, Johnson & Elder, ‚School Size and The Interpersonal
Side of Education: An Examination of Race/Ethnicity and
Organizational Context‛, Social Science Quarterly, 85(5),(2004), 1259-1274.
Duke. ‚For the rich it’s richer: Print Environments and
Experiences Offered to First-Grade Students in Very Low-
and Very High-SES School Districts‛. American Educational Research Journal, 37(2),(2000): 456–457.
Edun, T. & Akanji, ‚Perceived Selfefficacy, Academic Self-
Regulation And Emotional Intelligence As Predictors Of
Academic Performance In junior Secondary Schools‛.
International Journal of Educational Research. 4,1,(2008):
61-72.
Escalas, J.E and Stern. ‚Sympathy and Emphaty : Emotional
Responses to Advertising Dramas‛, Journal of Consumer Research.Vol 29, (2003):567.
Fantuzzo, & Tighe. ‚A Family Involvement Questionnaire‛,
Journal of Educational Psychology, 92(2), (2000): 367-376.
Farooq, M.S, A.H. Chaudhry, M. Shafiq, G. Berhanu. ‚Factors
Affecting Student’s Quality Of Academic Performance: A
Case Of Scondary School Level,‛ Journal of Quality and Technology Management, Volume VII, Issue II,
December, (2011):1‐14.
122
Fatonah, Siti. ‚Aplikasi Aspek Kognitif Teori Bloom Dalam
Pembuatan Soal Kimia‛, Jurnal Kaunia Vol.1, No.2,
(2005): 154.
Furstenberg & Hughes. ‚ Social Capital and Successful
Development Among at-Risk Youth‛, Journal of Marriage and the Family, 57,(1995):580-592.
Goddard, ‚Relational Networks, Social Trust, and Norms: A
Social Capital Perspective on Students' Chances of
Academic Success‛, Educational Evaluations & Policy Analysis, 25,(2003): 59-74.
Goethals, George R. ‚Peer Effects, Gender, and Intellectual
Performance Among Students at a Highly Selective
College: A Social Comparison of Abilities Analysis‛
Discussion Paper:(2001):6.
Hutapea, Pinondang ‚Efek Penerapan Model Pembelajaran
Problem Solving Dan Kecerdasan Emosional terhadap
Hasil Belajar Fisiska‛, Jurnal Penelitian Inovasi pembelajaran Fisika, ISSN 2085-5281,Vol 4(2012):27.
Imbrosciano, Anthony and Richard Berlach. ‚Teacher Perception
of The Relationships Between Intelligence, Student
Behaviour, and Academic Achievement‛, Issues In Educational Research, Vol 13, 2003.
Ivan, Loredana and Alina Duduciuc. ‚Social skills, Nonverbal
Sensitivity and Academic Success. The Key Role of
Centrality in Student Networks for Higher Grades
Achievement‛, Review of research and social intervention,
, vol. 33, (2011):151 – 166.
Ja>dullah, Abu> zaid kha>lid H}asa>n. ‚al-Dhaka>’ al-Wijda>ni> ladai
T}alabah al-Marh}alah al-Thanawiyah Bi Mihliyati shindi>
Wa ‘Alaqatuhum Bi Tah}s}ilihim Fi Ma>dati ar-Riya>d}iya>t Wa
Tija>ha>tihim Nah}wa Mu’alimi>ha>‛, Risalah Ma>jisti>r ghairu Mansyurah Ja>mi’ah al-Khurtu>m (Su>da>n: Qismu ‘Ilmu al-
Annafsi, 2009).
Kanhai, Abhishek ‚Emotional Intelligence: A Review of
Researches‛, European Academic Research, Vol.II, Issue 1,
(2014): 799-800 http://www.euacademic.org. diakses pada
27 Juni 2014.
123
Kibtyah, Maryatul. ‚Penerapan Enam Dimensi Dasar Positif Teori
Eksistensi Humanistik Dalam Konseling Islam‛, Jurnal Psikologi Islam 19, no.1 (2008):2-3.
Koestner, R & Weinberger, ‚The Family Origins of
Emphaticconcern : a- 26 year longitudinal study‛, Journal of Personality and Social Psychology, 38(4),(1990):709.
Krashen, The Hard Work Hypothesis: Is Doing Your Homework
Enough to Overcome The Effects of Poverty?
Multicultural Education, 12(4), (2005):16-19
Lopez, P.N Salovey, & Straus. ‚Emotional Intelligence,
Personality, and the Perceived Quality of Social
Relationships‛. Personality and Individual Differences 35,
(2003):641-658.
Mua’ammar, Sallah Salih. ‚al-Ta’a<mul Ma’a al-Na>s Wa al-Tat{hi<ru
fi<hi‛, Majalah al-Fikr al-Ida>ri Edisi Januari (2003).
Murwani, Elika Dwi. ‚Peran Guru dalam Membangun Kesadaran
Kritis Siswa‛, Jurnal Pendidikan Penabur -
No.06/Th.V/Juni (2006): 60.
Nwadinigwe and Azuka-Obieke ‚The Impact of Emotional
Intelligence on Academic Achievement of Senior
Secondary School Students in Lagos, Nigeria‛, Journal of Emerging Trends in Educational Research and Policy Studies (JETERAPS) 3(4): (2012):396.
Ogundokun, M.O and A. Adeyemo. ‚Emotional Intellgence And
Academic Achievment: The Moderating Influence of Age,
Intrinsic Motivation.‛ The African Symposium: An online journal of the African Educational Research Network,http://www.ncsu.edudiakses pada 24 Agustus
2013.
Parker, James D.A. ‚Academic achievement in high school: does
emotional intelligence matter?,‛ Personality and Individual Differences 37 (2004): 1323.
Petrides, Frederickson, and Furnham, ‚The Role of Trait
Emotional Intelligence in Academic Performance and
Deviant Behavior at School‛, Personality and Individual Differences, 36, (2004):277-293.
124
________ K.V, Sangareau, Furnham, & FredericksonTraits,
‚Emotional Intelligence, and Children’s Peer Relations at
School‛, Social Development, 15,(2006): 537-547.
Pintrich, Paul R & Groot, ‚Motivational and Self-Regulated
Learning Components of Classroom Academic
Performance‛, Journal of Educational Psycology, vol 82,
No. 1,(1990):33-40.
________ Paul R. and Elisabeth V. De Groot, ‚Motivational and
Self-Regulated Learning Components of Classroom
Academic Performance‛, Journal of Educational Psychology, Vol. 82, No. 1, (1990):33.
Rouse & Barrow. ‚U.S. Elementary and Secondary Schools:
Equalizing Opportunity or Replicating the Status Quo?‛,
The Future of Children, 16(2), (2006):99-123.
Sacerdote & Bruce. ‚Peer Effects With Random Assignment:
Results For Dartmouth Roommates The Quarterly‛,‛
Journal of Economics, Volume 116, No 2, (2001): 681-704.
Salovey & J. Mayer. Emotional Intelligence, Imagination, Cognition, and Personality, 9, (1990): 195-211.
________ & Mayer, ‚The Intelligence of Emotion. Intelligence, 17, (1993):433-442.
Suryad, Rudi Ahmad. ‚Motivasi Belajar Perspektif Pendidikan
Islam Klasik, (Studi atas pemikiran al-Jarnuzi)‛, Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta’lim Vol. 10 No. 1, (2012).
Tangney, J.P ‚Moral affect : The Good, The Bad, and The Ugly‛
Journal of Personality and Social Psychology. 61(4),(1991):598-607.
Tella, Adedeji. ‚Locus Of Control, Interest In Schooling, Self-
Efficacy And Academic Achievement‛. Cypriot Journal of Educational Sciences 4 (2009): 168-182.
________ Adedeji. ‚The Impact of Motivation on Student’s
Academic Achievement and Learning Outcomes in
Mathematics among Secondary School Students in
Nigeria‛, Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, , 3(2), (2007).
Trusty. ‚Effects of Eighth-Grade Parental Involvement on Late
Adolescents' Educational Expectations‛, Journal of
125
Research and Development in Education, 32(4),(1999):
224-233.
Ulutas & Omeroglu, ‚The effect of Emotional Intelligence
Education Program on Emotional Intelligence of Children‛.
Social Behavior and Personality. 35(10),(2007), 1365-
1372.
Yahaya, Azizi. ‚The Impact of Emotional Intelligence Element on
Academic Achievement‛, Faculty of Education, Universiti Technologi Malaysia, Vol 65, No. 4;(Apr 2012):4.
Zimmerman & Martinez. “Pons Students Differences in Self
Regulated Learning: Relating Grade, Sex, and Giftedness
to Self Efficacy and Strategy Use‛, Journal of Educational Psychology, 82 (1), (2001):51‐59.
Internet
Adams, Even Basic Needs of Young Are Not Met.(1996)Retrieved from http://tc.education. pitt.edu.
Diakses pada 3 september 2013.
Baumert et all, Self Regulated Learning as Cross Cultural Concept.(2002)dari http://www.mpibberlin.mpg. diakses
pada 13 mei 2014.
Concepts Of Self Awarenes, Baylor University.s Community
Mentoring for Adolescent Development 192
http://www.mentoring.org/ diakses pada 2 Juli 2014.
Cotton & Wikelund, Parent Involvement in Education.(2005)
Available at:http:/www.nwrel.org/ diakses pada 16 Juli
2013.
Garzon. Social and Cultural Foundations of American Education.
Wikibooks, 2006, Retrieved from http://en.wikibooks.org.
di akses pada 9 Juli 2013.
Hajaroh, Mami ‚Kecerdasan Emosi dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam‛,
http://staff.uny.ac.id/ diakses pada 26 Juni 2014. Izzaty, Rita Eka. Pembelajaran dan Pembiasaan Aspek
(Keterampilan) Sosial Peserta Didik di Institusi
Prasekolah, http://staff.uny.ac.id/pdf diakses pada 27 Juni
2014.
126
Kurniati, Euis. Program Bimbingan untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional. http://file.upi.edu/Direktori diakses pada 20 Agustus 2014.
Lee, Insook. ‚Effects of Emotional Intelligence on Attitudinal
Learning in e-Learning Environment‛, artikel icome.bnu.edu. di akses pada 27 Juni 2014.
Low, Gary R. and Darwin B. Nelson.‛ Emotional Intellegence The
Role of Transformative Learning in Academic Excellence,‛
Texas Association of Secondary School Principals
(TASSP) for publication in the TEXAS STUDY magazine
for secondary education, Spring 2005 edition.
(http://www.tamuk.edu) diakses pada 24 Juni 2014.
Marzano, What works in Schools: Translating Research Into
Action?http://pdonline.ascd.org/ di akses pada 9 september 2013.
Nugraheni, Kartika. ‚Pengaruh Kesadaran Belajar, Lingkungan
Keluarga, Sarana Sekolah dan Kedisiplinan Siswa
Terhadap Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran Teknologi
Informasi dan Komunikasi‛,
eprints.uny.ac.id/10044/1/Jurnal.pdf diakses pada 30 Juni 2014.
Poerwanti, ‚Memahami Pertumbuhan Kecerdasan Intelektual dan
Kecerdasan Emosional Anak untuk Kepentingan
Pendidikan‛. 2005 www.malang.ac.id/jurnal/- fip/sd/-8k. Diakses 28 Juni 2014.
Preeti, Bhadouria ‚Role of Emotional Intelligence for Academic
Achievement for Students,‛ Journal of Educational Sciences Vol. 1(2), 8-12, May (2013). (http://www.isca.in)
diakses pada 24 Agustus 2013.
Roberts. The Effect of Extracurri#cular Activity Participation in The Relationship Between Parent Involvement and Academic Performance in A Sample of Third Grade Children. (2007), Retrieved from
https://www.lib.utexas.edu. Diakses pada 9 september
2013
Roy, Babli. ‚Emotional Intellegence And Academic Achievement
Motivation Among Adolescents: A Relationship Study‛,
Journal of Arts, Science & Commerce.
127
http://www.researchersworld.com. Diakses pada 27 Juni
2014
Saxton. Investment in education: Private and public returns, (2000) Retrieved from http://www.house.gov/jec/educ.pdf.
diakses pada 14 Juli 2013.
Steedly, Kathlyn M. Ph.D., Amanda Schwartz, Ph.D., Michael
Levin, M.A., & Stephen D. Luke, Ed.D. Social Skills and
Academic Achievement, evidence for education, volume
III issu II, 2008, http://nichcy.org/wp-
content/uploads/docs/eesocialskills.pdf diakses pada 26
juni 2014.
US Department of Education, Confidence: Helping your child through early adolescence. (2003) Retrieved from:
http://www.ed.gov. Diakses pada 3 September 2013
Vela. ‚The Role of Emotional Intelligence in The Academic
Achievement of First Year College Students.‛ Unpublished
Doctoral Dissertation, Texas A & M University-Kingsville.2003. TX. (http://www.proquest.umi.com)
diakses pda 10 desember 2012.
Wahab, Muhbib Abdul Manajemen Emosi,
http://www.iaincirebon.ac.id diakses pada 2 Juli 2014.
Woolfolk. Educational Psychology. Active Learning Edition Tenth
Edition. Boston: Allyn & Bacon,(2008) dari
http://www.uky.edu/~ diakses pada 13 Mei 2014.
Zins, Joseph E. Mchelle R. Bloodworth, Roger P, Weissberg, and
Herbert J. Walberg, ‚The Foundations of Social and
Emotional Learning‛, http://selted.weebly.com/uploads
diakses pada 21 Agustus 2014.
135
Lampiran 1
INSTRUMEN PENELITIAN
KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI BELAJAR
STUDI KASUS SEKOLAH ALAM INDONESIA
Daftar berikut berkaitan dengan identitas responden.
1. Nama : …………………………………………
2.Kelas/NoAbsen…………………………………
PETUNJUK PENGISIAN
Anda diminta memberikan pendapat atas pernyataan di bawah ini,
dengan cara memberikan tanda check (_) pada baris yang telah di
sediakan, dan setiap alternative jawaban tidak mewujudkan salah
atau benar. Kami sangat menghargai waktu yang anda gunakan
untuk mengisi instrument ini secara jujur. Dan kerahasiaan
identitas anda akan kami jaga sesuai dengan etika penelitian.
PERTANYAAN
SS : Jika pertanyaan tersebut SANGAT SESUAI dengan diri
anda.
S : Jika pertanyaan tersebut SESUAI dengan diri anda.
TS : Jika pertanyaan tersebut TIDAK SESUAI dengan diri
anda.
STS :Jika pertanyaan tersebut SANGAT TIDAK SESUAI
dengan diri anda.
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya mudah menyerah menyelesaikan
tugas sekolah yang sulit
2 Saya mempunyai kemampuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas dengan penuh
keyakinan
3 Saya selalu berusaha menjadi yang
terbaik di sekolah
4 Saya berusaha tenang ketika marah
5 Saya akan berbohong jika mendesak
136
6 Saya tidak suka terhadap kritikan teman
7 Saya selalu semangat dalam belajar
8 Saya suka mencoba hal-hal baru
9 Saya tidak perduli dengan teman-teman
saya
10 Saya merasa yakin bahwa nilaisaya
semester inibagus
11 Saya akan menangis ketika saya di ejek
12 Saya tergerak untuk menolong orang
yang terkena musibah kecelakaan
13 Saya senang membantu teman-teman
yang kesusahan dalam belajar
14 Saya mampu merasakan perasaan teman
saat mendapat nilai jelek ketika
menyelesaikan tugas
15 Saya tidak memperdulikan teman saya
yang sedang menangis
16 Saya merasa sulit berkomunikasi dengan
teman-teman baru
17 Saya sulit memperbaiki hubungan dengan
teman saat bertengkar
18 Saya mampu mengungkapkan
ketidaksukaan kepada orang yang
membuat saya jengkel tanpa kehilangan
kendali
19 Saya mampu mendamaikan konflik yang
terjadi antara teman-teman saya
20 Saya merasa semester ini akan gagal
21 Saya dapat menerima kritikan dengan
terbuka
22 Saya mampu memberikan gagasan atau
ide-ide kepada orang lain
23 Saya memiliki semangat dalam
kepemimpinan
24 Saya mampu bekerja sama dengan
kelompok untuk menyelesaikan tugas
25 Saya senang menghadapi tantangan untuk
menyelesaikan masalah
137
26 Saya memikirkan sesuatu sebelum saya
melakukannya
27 Saya memiliki rasa tanggung jawab yang
tinggi dalam menyelesaikan tugas
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya mengulang pelajaran fiqih di rumah
2 Catatan pelajaran fiqih saya lengkap
3 Saya akan mengembalikan buku fiqiht
eman saya ketika saya meminjam
4 Saya tidak memiliki buku pelajaran fiqih
5 Saya senang belajar fiqih meskipun
kadang sulit untuk dipahami
6 Saya melakukan diskusi pelajaran fiqih
bersama teman
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya tidak suka belajar Uumul Qur’an
2 Catatan pelajaran Ulumul Qur’an saya
lengkap
3 Saya selalu berusaha membaca AlQur’an
dengan baik dan benar
4 Bacaan Al-Qur’an saya bagus
5 Tugas Ulumul Qur’an yang diberikan
guru sulit
6 Saya berusaha mengerjakan tugas
Ulumul Qur’an dengan sebaik-baiknya
Tes wudhu
No Perintah SB B TB STB
1 Niat
2 Mencuci tangan hingga pergelangan
3 Berkumur-kumur
138
4 Membersihkan lobang hidung
5 Membasuh muka
6 Mencuci tangan hingga siku
7 Mengiusap kepala dan telinga
8 Mencuci kaki hingga mata kaki
Tes membaca Alqur’an
No Perintah SB B TB STB
1 Makhorijul huruf
2 Idzhar
3 Iqlab
4 Idghom
5 Ikhfa’
Lampiran 2
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .834a .695 .677 8.802 1.851
a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran, manajeman
b. Dependent Variable: prestasi
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 14824.863 5 2964.973 38.274 .000a
Residual 6507.193 84 77.467
Total 21332.056 89
a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran, manajeman
b. Dependent Variable: prestasi
139
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Toleranc
e VIF
1 (Constan
t) -67.640 30.138
-2.244 .027
Kesadar
an 4.016 1.742 .189 2.305 .024 .540 1.853
empati .853 1.320 .047 .646 .520 .683 1.465
sosial 2.282 1.231 .152 1.853 .067 .537 1.861
Manajem
an 4.987 1.639 .252 3.043 .003 .529 1.889
motivasi 4.161 .950 .381 4.381 .000 .481 2.079
a. Dependent Variable:
prestasi
Collinearity Diagnosticsa
Model
Dime
nsion
Eigenv
alue
Condition
Index
Variance Proportions
(Consta
nt)
kesadara
n empati sosial
manajem
an motivasi
1 1 5.995 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00
2 .002 53.029 .10 .00 .04 .00 .00 .62
3 .001 72.757 .03 .04 .78 .22 .00 .03
4 .001 77.981 .21 .18 .03 .40 .12 .05
5 .001 90.328 .04 .09 .15 .31 .68 .02
6 .001 109.413 .62 .69 .00 .07 .19 .28
140
Collinearity Diagnosticsa
Model
Dime
nsion
Eigenv
alue
Condition
Index
Variance Proportions
(Consta
nt)
kesadara
n empati sosial
manajem
an motivasi
1 1 5.995 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00
2 .002 53.029 .10 .00 .04 .00 .00 .62
3 .001 72.757 .03 .04 .78 .22 .00 .03
4 .001 77.981 .21 .18 .03 .40 .12 .05
5 .001 90.328 .04 .09 .15 .31 .68 .02
6 .001 109.413 .62 .69 .00 .07 .19 .28
a. Dependent Variable: prestasi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -67.640 30.138 -2.244 .027
kesadaran 4.016 1.742 .189 2.305 .024
empati .853 1.320 .047 .646 .520
sosial 2.282 1.231 .152 1.853 .067
manajeman 4.987 1.639 .252 3.043 .003
motivasi 4.161 .950 .381 4.381 .000
a. Dependent Variable:
prestasi
141
Lampiran 3
Uji multi regresi
Model Summaryf
Model
Change Statistics
Durbin-
Watson
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .420a 63.680 1 88 .000
2 .061b 10.198 1 87 .002
3 .080c 15.737 1 86 .000
4 .064d 14.571 1 85 .000
5 .070e 19.192 1 84 .000 1.851
a. Predictors: (Constant), kesadaran
b. Predictors: (Constant), kesadaran, empati
c. Predictors: (Constant), kesadaran, empati, sosial
d. Predictors: (Constant), kesadaran, empati, sosial, manajeman
e. Predictors: (Constant), kesadaran, empati, sosial, manajeman, motivasi
f. Dependent Variable: prestasi
Lampiran 4
Uji multi variat
Kognitif
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .651a .423 .389 7.495
a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran,
manajeman
142
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3462.918 5 692.584 12.328 .000a
Residual 4719.082 84 56.180
Total 8182.000 89
a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran, manajeman
b. Dependent Variable: kognitif
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 29.955 25.665 1.167 .246
kesadaran 1.040 1.484 .079 .701 .485
Empati -.265 1.124 -.024 -.236 .814
Social 1.093 1.048 .118 1.043 .300
manajeman 2.683 1.396 .219 1.923 .058
motivasi 2.517 .809 .372 3.111 .003
a. Dependent Variable:
kognitif
Afektif
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .860a .739 .724 3.953
a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran,
manajeman
143
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 3721.924 5 744.385 47.633 .000a
Residual 1312.698 84 15.627
Total 5034.622 89
a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran,
manajeman
b. Dependent Variable: afektif
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficient
s
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -113.915 13.536 -8.416 .000
kesadaran 2.400 .782 .233 3.067 .003
empati 1.667 .593 .190 2.811 .006
sosial 1.045 .553 .144 1.890 .062
manajeman 1.863 .736 .194 2.531 .013
motivasi 1.739 .427 .327 4.077 .000
a. Dependent Variable: afektif
144
Psikomotorik
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .782a .612 .589 1.926
a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran,
manajeman
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 491.391 5 98.278 26.501 .000a
Residual 311.509 84 3.708
Total 802.900 89
a. Predictors: (Constant), motivasi, empati, sosial, kesadaran, manajeman
b. Dependent Variable: psikomotorik
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -18.067 6.594 -2.740 .008
kesadaran 1.065 .381 .259 2.795 .006
empati .037 .289 .011 .128 .899
sosial .448 .269 .154 1.665 .100
manajeman 1.235 .359 .322 3.444 .001
motivasi .455 .208 .215 2.189 .031
a. Dependent Variable: psikomotorik
129
Glosaruim
Afektif:
Sesuatu yang berhubungan dengan emosi seperti perasaan, nilai,
apresesiasi, motivasi dan sikap. Terdapat lima kategori utama
afektif dari yang paling sederhana sampai kompleks yaitu:
penerimaan, tanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan
karakterisasi berdasarkan nilai-nilai atau internalisasi nilai.
Ego:
Merupakan sistem yang berfungsi menyalurkan dorongan id ke
keadaan yang nyata. Ego mengandung prinsisp kenyataan juga
kesadaran. Segala bentuk dorongan naluriah dasar yang berasal id
yang dapat ndi realisasikan dalam bentuk nyata melalui bantuan
ego.
Emotional Quetient:
Kecerdasan yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan
emosi baik pada diri sendiri dan orang lain.
Empati:
Perasaan ingin memahami apa yang dirasakan orang lain.
Id:
Merupakan sistem id mempunyai fungsi menunaikan prinsip
kehidupan asli manusia berupa dorongan naluriah
Inteligensin:
Suatu konsep yang satu kesatuan dari jumlah kemampuan atau
kapasitas pikiran.
Kecerdasan sosial:
Merupakan kemampuan yang membantu seseorang untuk
berhubungan baik dengan orang lain. Kemampuan yang mencapai
kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk
130
menjalankan peran manusia sebagai makhluk sosial di dalam
menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat.
Koefisien determinasi:
Analisa di gunakan untuk mengetahui pengaruh subvariabel mana
dari suatu variabel yang paling menonjol terhad.ap variabel lain.
Kognitif:
Proses-proses mental atau aktivitas pikiran dalam mencari,
menemukan, mengetahui, dan memahami informasi.
Pembelajaran mandiri:
Adalah proses yang membantu siswa dalam mengelola pikiran
mereka, perilaku, dan emosi agar berhasil menavigasi pengalaman
belajar mereka
Psikomotorik:
Sesuatu yang berhubungan dengan gerakan sengaja yang
dikendalikan oleh aktivitas otak. Dimensi psikomotorik umumnya
berupa keterampilan yang memerlukan koordinasi otak dengan
beberapa otot.
Self directed learning:
Adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan
mengembangkan diri dimana individu menggunakan banyak
metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu.
Super ego:
Sebagai suatu sistem yang memiliki unsur moral dan keadilan,
maka sebagian besar super ego mewakili alam ideal.
INDEKS
A
Abdul Mujib, 9, 38, 44, 120, 121, 124,
127
Abisamra, 34, 54
Abudin Nata, 47
Adegbite, 2, 132
Adeyemo, 14, 15
afektif, 13, 21, 22, 23, 36, 46, 50, 87,
91, 94, 95, 96, 97, 99, 100, 101, 127
Agama, 5, 8, 11, 12, 13, 18, 23, 24, 25,
30, 46, 51, 57, 82, 92, 93, 94, 98,
100, 102, 103, 114, 123
akademik, 1, 3, 4, 6, 14, 15, 16, 17, 24,
25, 34, 43, 44, 45, 49, 50, 52, 53, 54,
69, 70, 84, 92, 104, 105, 108
Akanji, 2
analisis, 17, 18, 23, 25, 43, 45, 69, 86,
88, 96, 102, 105, 109, 110, 124, 132
Aremu, 3, 14, 28, 35, 55, 104, 113, 132
Asikhia, 2, 123
B
belajar, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12,
13, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25,
27, 30, 31, 33, 35, 36, 43, 44, 45, 46,
47, 48, 49, 51, 52, 54, 55, 57, 58, 59,
61, 62, 63, 64, 65, 66, 68, 69, 70, 71,
73, 74, 76, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 85,
87, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98,
99, 100, 101, 102, 103, 104, 105,
106, 107, 108, 109, 110, 112, 113,
114, 118, 123
Bhadouria, 7, 15, 16, 104
Bloom, 21, 73, 91
C
Cherniss, 4
Coleman, 44
D
Dalyono, 43, 78
Daniel Goleman, 5, 8, 19, 20, 34, 37,
71, 104, 109
E
Edun, 2
Eisenberg, 7, 86, 87
emosi, 3, 5, 6, 10, 12, 13, 16, 17, 20, 21,
22, 23, 25, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34,
37, 38, 41, 42, 67, 68, 69, 70, 71, 74,
75, 76, 77, 78, 86, 87, 88, 95, 100,
101, 103, 104, 105, 106, 107, 108,
110, 113, 121, 123
empati, 1, 8, 20, 23, 25, 34, 35, 85, 86,
87, 90, 95, 103, 110, 111
EQ, 101, 117
F
Fiqih, 22, 25
Freud, 118, 119, 122
G
Goleman, 6, 8, 28, 29, 30, 33, 34, 37,
104, 109
H
Hagen, 7
128
I
Islam, 5, 8, 9, 11, 12, 13, 18, 23, 24, 25,
31, 38, 39, 42, 44, 46, 47, 51, 57, 71,
72, 77, 81, 82, 92, 93, 94, 98, 100,
102, 103, 107, 108, 114, 115, 116,
117, 119, 120, 121, 123, 124, 125
K
kalbu, 8, 9, 38, 39, 41, 77, 119, 120
Kanhai, 2, 3, 16, 17, 104, 132
kecerdasan, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11,
12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 22, 23,
24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34,
35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 52, 53, 54,
55, 57, 59, 65, 67, 68, 70, 78, 79, 84,
93, 95, 98, 100, 101, 102, 103, 104,
105, 106, 107, 108, 109, 110, 112,
113, 114, 115, 121, 123, 125
keterampilan, 1, 4, 5, 15, 17, 20, 22, 23,
24, 25, 29, 36, 37, 38, 43, 50, 54, 89,
90, 91, 92, 99, 103, 106, 111, 112,
113, 114, 115, 126
kognitif, 4, 6, 9, 13, 21, 23, 25, 27, 32,
36, 46, 50, 53, 59, 60, 61, 64, 91, 96,
97, 98, 99, 101, 106
L
Low, 4, 5, 31, 48, 54, 132
M
manajemen, 5, 13, 22, 23, 29, 53, 58,
75, 76, 77, 78, 95, 100, 101, 103,
104, 106, 107, 113
Maslow, 72, 73, 78, 80
McClelland, 52, 81
motivasi, 1, 5, 6, 14, 16, 23, 25, 33, 35,
46, 50, 52, 65, 72, 75, 79, 80, 81, 82,
84, 92, 95, 98, 100, 101, 103, 104,
108, 109, 113, 114
N
Nana Sudjana, 47, 92, 114
Nelson, 4, 5, 31, 54, 132
Nwadinigwe, 4, 5, 17, 114
P
P value, 95, 98, 101, 105, 107, 108,
110, 112
Parker, 3, 16, 31, 53, 54, 104, 132
pendidikan, 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 16,
17, 18, 24, 30, 31, 33, 34, 35, 42, 44,
46, 47, 48, 51, 54, 58, 60, 62, 63, 64,
66, 67, 69, 71, 73, 78, 82, 84, 91,
108, 114, 115, 116, 123, 126
Prestasi, 1, 10, 12, 13, 21, 22, 35, 36,
42, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 99,
100, 101, 102, 103, 105, 106, 107,
108, 109, 111, 114
psikomotorik, 13, 21, 22, 23, 25, 36, 46,
91, 99, 100, 101
S
Salovey, 33, 34, 113, 123
Sekolah Alam Indonesia, 9, 10, 11, 12,
13, 18, 19, 20, 24, 57, 58, 59, 60, 61,
62, 66
sekolah lanjutan, 12, 13, 18, 19, 22, 25
Shapiro, 32, 85
sig, 95, 98, 100, 101, 102, 105, 106,
107, 108, 109, 110, 112, 113
siswa, 1, 4, 5, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 15,
16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25,
27, 31, 33, 34, 43, 44, 45, 46, 47, 48,
49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 57, 58, 59,
60, 61, 62, 63, 64, 65, 67, 68, 69, 70,
71, 72, 75, 76, 78, 79, 80, 81, 82, 84,
85, 86, 87, 88, 89,90, 91, 92, 93, 94,
95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102,
103, 104, 105, 106, 107, 108, 109,
129
110, 111, 112, 113, 114, 115, 117,
123, 124
T
Thorndike, 7, 27
U
ulumul qur’an, 61, 93, 100
Usman Najati, 118, 119, 122
W
Walberg, 6, 50
Y
Yvonne, 49
Z
Zainal Arifin, 92, 96
Zimmerman, 45, 74, 75
143
BIOGRAFI PENULIS
Annisa Nur Fajrindy, S.Pd.I dilahirkan di Lubuk Linggau
Sumatera Selatan, 9 februari 1989 puteri kedua dari pasangan
Suwanto dan Tina. Penulis yang masih menempuh pendidikan S1
di LIPIA ini menempuh pendidikan dasar di SD Kertosari T.
Bangunsari dan lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan
Pendidikan di MTS dan Madrasah Aliyah yang sama di Pondok
Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga dan lulus pada tahun 2006.
Pendidikan Formal jenjang Perguruan Tinggi di tempuh di
Institut Al-Aqidah Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2010. Pada
bulan Januari tahun 2012 Penulis melanjutkan pendidikan S2 di
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.