Upload
desmiyanti-mahdinora
View
47
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kedudukan Anak Dalam Keluarga
Citation preview
KONSEP FAMILY CENTRE CARE
KEDUDUKAN ANAK DALAM KELUARGA
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahAnak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian berbagai elemen
masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya ia diperlakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak. Ada berbagai cara pandang dalam menyikapi dan memperlakukan anak yang terus mengalami perkembangan seiring dengan semakin dihargainya hak-hak anak, termasuk oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Menurut ajaran Islam, anak adalah amanah Allah dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati oleh orang tua. Sebagai amanah anak harus dijaga sebaik mungkin oleh yang memegangnya, yaitu orang tua. Anak adalah manusia yang memiliki nilai kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan apa pun.
1Adanya tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhan anak, menunjukkan bahwa anak sebagai sosok manusia dengan kelengkapan-kelengkapan dasar dalam dirinya baru mulai mencapai kematangan hidup melalui beberapa proses seiring dengan pertambahan usianya. Oleh karena itu anak memerlukan bantuan, bimbingan dan pengarahan dari orang tua. Akan tetapi fenomena kelalaian dan penelantaran anak merupakan permasalahan yang sering terjadi dalam masyarakat, sebaliknya juga perebutan anak antara orang tua sering terjadi seakan-akan anak adalah harta benda yang dapat dibagi-bagi, dan setelah dibagi seolah putuslah ikatan orang tua yang tidak mendapatkan hak asuhnya. Walaupun sebenarnya masalah kedudukan anak dan kewajiban orang tua terhadap anak ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan hukum Islam. Persoalan ini lah yang akan ditelaah dalam tulisan ini yang analisanya sedikit banyak akan diarahkan kepada aturan hukum dan perundang-undangan mengenai anak.
BAB II3
PEMBAHASAN MASALAH
A. Pengertian Anak dan KeluargaKeluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami isteri atau
suami isteri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan, anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.
Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1990 bertempat di New York menyelenggarakan Convention on the Rights of the Childs (CRC), di antara hasil-hasilnya menyatakan bahwa; Anak adalah setiap orang di bawah usia 18 tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak kedewasaan telah diperoleh sebelumnya.
4Di dalam al-Qur’an, anak sering disebutkan dengan kata walad-awlâd yang berarti anak yang dilahirkan orang tuanya, laki- laki maupun perempuan, besar atau kecil, tunggal maupun banyak. Karenanya jika anak belum lahir belum dapat disebut al-walad atau al-mawlûd, tetapi disebut al-janĭn yang berarti al-mastûr (tertutup) dan al-khafy (tersembunyi) di dalam rahim ibu. Kata al-walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan keturunan, sehingga kata al-wâlid dan al-wâlidah diartikan sebagai ayah dan ibu kandung. Berbeda dengan kata ibn yang tidak mesti menunjukkan hubungan keturunan dan kata ab tidak mesti berarti ayah kandung. Selain itu, al-Qur’an juga menggunakan istilah thifl(kanak-kanak) dan ghulâm (muda remaja) kepada anak, yang menyiratkan fase perkembangan anak yang perlu dicermati dan diwaspadai orang tua, jika ada gejala kurang baik dapat diberikan terapi sebelum terlambat, apalagi fase ghulâm (remaja) di mana anak mengalami puber, krisis identitas dan transisi menuju dewasa.
Al-Qur’an juga menggunakan istilah ibn pada anak, masih seakar dengan kata bana yang berarti membangun atau berbuat baik, secara sistemantis anak ibarat sebuah bangunan yang harus diberi pondasi yang kokoh, orang tua harus memberikan pondasi keimanan, akhlak dan ilmu sejak kecil, agar ia tumbuh dan berkembang menjadi anak yang memiliki prinsip dan kepribadian yang teguh.
Kata ibn juga sering digunakan dalam bentuk tashghĭr sehingga berubah menjadi bunayy yang menunjukkan anak secara fisik masih kecil dan menunjukkan adanya hubungan kedekatan (al-iqtirâb). Panggilan ya bunayya (wahai anakku) menyiratkan anak yang dipanggil masih kecil dan hubungan kedekatan dan kasih sayang antara orang tua dengan anaknya. Begitulah mestinya hubungan orang tua dengan anak, hubungan yang dibangun dalam fondasi yang mengedepankan kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Sikap orang tua yang mencerminkan kebencian dan kekerasan terhadap anak jelas tidak dibenarkan dalam al-Qur’an.
Hak dan Kedudukan Anak dalam Keluarga Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam, atau sebagai akibat dari, perkawinan yang sah atau hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut, sedangkan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak dengan li’an (sumpah) bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat dari perzinaannya dan pengadilan atas permintaan pihak berkepentingan memutuskan tentang sah/tidaknya anak.
Asal-usul seorang anak hanya bisa dibuktikan dengan Akta kelahiran autentik oleh pejabat yang berwenang, jika akta autentik tidak ada maka asal-usul anak ditetapkan oleh
Pengadilan berdasarkan pembuktian yang memenuhi syarat untuk kemudian dibuatkan akte kelahiran pada instansi pencatat kelahiran.
Terhadap anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dan dapat pula kehilangan kewarganegaraan, kewarganegaraannya akan menentukan hukum yang berlaku baik mengenai hukum publik mau pun perdata.
Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri (dewasa) adalah 21 tahun, sepanjang ia tidak cacat fisik atau pun mental atau belum kawin. Orang tua mewakili anak mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Apabila kedua orang tua anak tidak mampu, Pengadilan dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban orang tuanya.
Ayah kandung berkewajiban memberikan jaminan nafkah anak kandungnya dan seorang anak begitu dilahirkan berhak mendapatkan nafkah dari ayahnya baik pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Landasan kewajiban ayah menafkahi anak selain karena hubungan nasab juga karena kondisi anak yang belum mandiri dan sedang membutuhkan pembelanjaan, hidupnya tergantung kepada adanya pihak yang bertanggung jawab menjamin nafkah hidupnya. Orang yang paling dekat dengan anak adalah ayah dan ibunya, apabila ibu bertanggung jawab atas pengasuhan anak di rumah maka ayah bertanggung jawab mencarikan nafkah anaknya. Pihak ayah hanya berkewajiban menafkahi anak kandungnya selama anak kandungnya dalam keadaan membutuhkan nafkah, ia tidak wajib menafkahi anaknya yang mempunyai harta untuk membiayai diri sendiri. Seorang ayah yang mampu akan tetapi tidak memberi nafkah kepada anaknya padahal anaknya sedang membutuhkan, dapat dipaksa oleh hakim atau dipenjarakan sampai ia bersedia menunaikan kewajibannya. Seorang ayah yang menunggak nafkah anaknya tetapi ternyata anaknya tidak sedang membutuhkan nafkah dari ayahnya maka hak nafkahnya gugur, karena si anak dalam memenuhi kebutuhan selama ayahnya menunggak tidak sampai berhutang karena ia mampu membiayai diri sendiri, akan tetapi jika anak tidak mempunyai dana sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhannya ia harus berhutang maka si ayah dianggap berhutang nafkah yang belum dibayarkan kepada anaknya.
Di sisi lain, si anak wajib menghormati orang tuanya dan wajib mentaati kehendak dan keinginan yang baik orang tuanya, dan jika anak sudah dewasa ia mengemban kewajiban memelihara orang tua serta karib kerabatnya yang memerlukan bantuan sesuai kemampuannya.
Menurut Wahbah al-Zuhaili, ada lima macam hak anak terhadap orang tuanya, yaitu: hak nasab (keturunan), hak radla’ (menyusui), hak hadlanah (pemeliharaan), hak walâyah (wali), dan hak nafkah (alimentasi). Dengan terpenuhinya lima kebutuhan ini, orang tua akan mampu mengantarkan anaknya dalam kondisi yang siap untuk mandiri. Kelahiran anak merupakan peristiwa hukum, dengan resminya seorang anak menjadi anggota keluarga melalui garis nasab, ia berhak mendapatkan berbagai macam hak dan mewarisi ayah dan ibunya. Dengan hubungan nasab ada sederetan hak-hak anak yang harus ditunaikan orang tuanya dan dengan nasab pula dijamin hak orang tua terhadap anaknya. Hak Radla’ adalah hak anak menyusui, ibu bertanggung jawab di hadapan Allah menyusui anaknya ketika masih bayi hingga umur dua tahun,baik masih dalam tali perkawinan dengan ayah si bayi atau pun sudah bercerai. Hadlanah adalah tugas menjaga, mengasuh dan mendidik bayi/anak yang masih kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur diri sendiri. Walâyah disamping bermakna hak perwalian dalam pernikahan juga berarti pemeliharaan diri anak setelah berakhir periode hadlanah sampai ia dewasa dan berakal, atau sampai menikah dan perwalian terhadap harta anak. Hak nafkah merupakan pembiayaan dari semua kebutuhan di atas yang didasarkan pada hubungan nasab. Hak dan tanggung jawab adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, anak memiliki hak dari orang tuanya dan orang tua dibebani tanggung jawab terhadap anaknya. Jika digolongankan hak anak dapat diketagorikan dalam empat kelompok besar, yaitu hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk mendapat perlindungan dan hak untuk berpartisipasi.
Sebaliknya anak keturunan sudah semestinya berbuat baik dan berkhidmat kepada orang tuanya secara tulus, orang tualah yang menjadi sebab terlahirnya ia ke dunia. Al-Qur’an memerintahkan supaya anak memperlakukan orang tua dengan sebaik-baiknya, ibu yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah dan bertambah lemah serta menyapihnya (menyusui) selama dua tahun sehingga sepatutnya anak bersyukur kepada
Allah SWT dan kepada kedua ibu bapaknya, ibu mengandung dengan susah payah melahirkan dengan susah payah yang semuanya itu berlangsung berturut-turut selama tiga puluh bulan, sehingga ketika anak sudah dewasa dan mencapai umur empat puluh tahun memohonlah dia kepada Allah supaya menunjukinya untuk mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya selama ini dan untuk bersyukur (berterima kasih) kepada kedua orang tuanya seraya memohon kebaikan untuknya dan untuk anak cucunya di kemudian hari.
Allah SWT mengharuskan manusia berbuat kebaikan dan mentaati kedua orang tua, hanya terkecuali jika keduanya memaksa menyekutukan Allah, jika salah seorang atau keduanya berusia lanjut dalam pemeliharaan anak jangan sekali-kali mengatakan “ah” atau membentak, ucapkan pada mereka perkataan yang mulia, Orang tua memiliki hak atas anak, ketika mereka sudah tua dan lemah berhak mendapatkan jaminan nafkah dari anaknya yang sudah mampu mencari nafkah sendiri, mereka berhak menerima warisan jika anaknya meninggal terlebih dahulu.
Suatu akad nikah merupakan lambang kerelaan dan kesiapan suami isteri memikul segala konsekwensi yang diakibatkan oleh akad nikah, manakala suatu sebab sudah dilakukan pelakunya harus memikul musabbab (akibat), akan timbul hak dan kewajiban antara suami isteri baik materil maupun non materil.
Menurut ajaran Islam, Tujuan utama dari perkawinan adalah melestarikan keturunan, oleh karenanya anak menjadi bagian yang sentral dalam keluarga, anak adalah amanah Allah yang senantiasa wajib dipelihara, diberi bekal hidup dan dididik. Begitu keluarga dikaruniai keturunan timbul berbagai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi suami isteri demi kemaslahatan anak, kelangsungan hidup anak baik jasmani maupun rohani sangat ditentukan oleh dapat tidaknya anak meraih haknya secara baik. Lahirnya anak di satu sisi merupakan nikmat karunia Allah, di sisi lain adalah amanah yang jika orang tua berhasil menjaga dan menjalankannya justru nikmat bertambah dengan anak yang saleh dan berbakti serta mendoakan orang tuanya, jika orang tua gagal berarti ia telah mengkhianati amanah sehingga ia dinilai tidak bertanggung jawab.
Sehingga dalam Islam anak juga disebut sebagai fitnah dan cobaan Allah SWT kepada orang tuanya, kekayaan dan keluarga yang besar adalah suatu ujian dan percobaan, semuanya dapat berbalik menjadi sumber keruntuhan jika salah ditangani atau jika kecintaan kepadanya justru menyisihkan kecintaan kepada Tuhan. Anak disebut cobaan karena ia menjadi tolok ukur kualitas hidup dan kepribadian orang tuanya yang tercermin dari perlakuannya terhadap anak apakah membawa pada kebaikan atau keburukan. Kecintaan sejati seseorang kepada anak merupakan konsistensi kecintaan kepada Tuhan untuk menjaga dan memelihara diri dan keluarganya dari kesengsaraan di akhirat, sebagaimana firman Allah yang menyuruh orang beriman untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka.
Bahkan, jika para orang tua gagal mendidik anak-anaknya, tidak mustahil anak-anak itu akan menjadi musuhnya, sebagaimana pernyataan al-Qur’an kepada orang-orang beriman bahwa isteri-isteri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka.
Tanggung jawab orang tua tidak hanya terbatas pada segi fisik semata tetapi yang lebih penting adalah usaha peningkatan potensi positif agar menjadi manusia berkualitas. Orang tua bertanggung jawab agar anak tidak menyimpang dari nature dan potensi kebaikannya karena setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu, artinya para ibu sangat berperan dalam menentukan nasib anak sehingga surga bagi anak sepenuhnya berada dibawah kekuasaan mereka, karena kuatnya hubungan emosional seorang ibu dapat membentuk jiwa anak hampir sekehendak hati.berpesan kepada para orang tua, agar jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah. “Hendaklah mereka takut kepada Allah jika meninggalkan generasi yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya, hendaklah mereka bertaqwa pada Allah dan mengucapkan perkataan yang baik”.
�.
Orang tua harus menjadi teladan yang baik, satu kata dan perbuatan, adil dan tidak membeda-bedakan anak baik dari segi usia, jenis kelamin, kelebihan maupun kekurangannya serta menghargai potensi anak dengan sikap kasih dan sayang.
Hak dan kedudukan anak setelah perceraian orang tuanya di antara kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nafkah, seorang ayah berkewajiban untuk memberikan jaminan nafkah terhadap anaknya, baik pakaian, tempat tinggal maupun kebutuhan lainnya, meskipun hubungan perkawinan orang tua si anak putus. Suatu perceraian tidak berakibat hilangnya kewajiban orang tua untuk tetap memberi nafkah kepada anak-anaknya sampai dewasa atau dapat berdiri sendiri. Peristiwa perceraian, apapun alasannya, merupakan malapetaka bagi anak, anak tidak akan dapat lagi menikmati kasih sayang orang tua secara bersamaan yang sangat penting bagi pertumbuhan mentalnya, tidak jarang pecahnya rumah tangga mengakibatkan terlantarnya pengasuhan anak. Itulah sebabnya dalam ajaran Islam perceraian harus dihindarkan sedapat mungkin bahkan merupakan perbuatan yang paling dibenci Allah swt. Bagi anak-anak yang dilahirkan, perceraian orang tuanya merupakan hal yang akan mengguncang kehidupannya dan akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga biasanya anak-anak adalah pihak yang paling menderita dengan terjadinya perceraian orang tuanya.
Setelah terjadinya perceraian, Pengadilan memutuskan siapa di antara ayah dan ibu yang berhak menjalankan kuasa orang tua demi kelangsungan pemeliharaan dan pengasuhan anak, tidak jarang terjadi perebutan mengenai hak asuh anak, masing-masing bekas suami isteri merasa paling berhak dan paling layak untuk menjalankan hak asuh. Dalam ajaran Islam, ada dua periode perkembangan anak dalam hubungannya dengan hak asuh orang tua, yaitu periode sebelum mumayyiz (anak belum bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya bagi dirinya), dari lahir sampai berumur tujuh atau delapan tahun, menurut Kompilasi Hukum Islam sampai berusia 12 tahun,dan sesudah mumayyiz. Sebelum anak mumayyiz, ibu lebih berhak menjalankan hak asuh anak karena ibu lebih mengerti kebutuhan anak dengan kasih sayangnya apalagi anak pada usia tersebut sangat membutuhkan hidup di dekat ibunya.
Masa mumayyiz dimulai sejak anak secara sederhana sudah mampu membedakan mana yang berbahaya dan bermanfaat bagi dirinya, ini dimulai sejak umur tujuh tahun sampai menjelang dewasa (balig berakal). Pada masa ini anak sudah dapat memilih dan memutuskan apakah akan memilih ikut ibu atau ayahnya. Tetapi dalam kondisi tertentu ketika pilihan anak tidak menguntungkan bagi anak, demi kepentingan anak hakim boleh mengubah putusan itu dan menentukan mana yang maslahat bagi anak. Sengketa hak asuh anak berbeda dengan sengketa harta, dalam sengketa harta putusan hakim bersifat menafikan hak milik pihak yang kalah, tetapi putusan hak asuh sama sekali tidak menafikan hubungan pihak yang kalah dengan anak yang disengketakan, sehingga tidak sepatutnya sengketa hak asuh dipertajam ketika sudah diputuskan oleh Pengadilan. Sehingga lazimnya walaupun putusan memenangkan pihak ibu dan mengalahkan pihak ayah, biasanya putusan juga menyatakan ayah tetap berkewajiban membelanjai kebutuhan anaknya dan ibu tidak boleh menghalang-halangi ayah berhubungan dengan anaknya demikian juga sebaliknya, meskipun orang tuanya sudah bercerai anak tetap bebas berhubungan dan mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Dengan terjadinya perceraian, pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Sebagai ibu atau bapak mereka tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak dan jika ada perselisihan mengenai penguasaan anak pengadilan memberi putusan dengan semata-mata mendasarkan kepada kepentingan anak. Seorang bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak dan jika bapak ternyata tidak dapat memenuhi kewajibannya pengadilan dapat menentukan ibu ikut memikulnya.
Semua biaya hadlanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri atau sampai usia 21 tahun. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadlanah dan nafkah anak maka pengadilanlah yang memutuskannya. Karena orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak.
Menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia nak-anak.
Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas kesejahteraan anak, kewajiban memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila. Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya, dapat dicabut kuasa asuhnya dengan putusan Hakim. Pencabutan kuasa asuh tidak menghapuskan kewajiban orang tua untuk membiayai penghidupan, pemeliharaan dan pendidikan anak sesuai kemampuan penghidupannya.
Selagi anak belum berusia 18 tahun atau belum menikah ia berada di bawah kekuasaan orang tuanya yang akan mewakilinya mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Meskipun memegang kuasa, orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap milik anaknya kecuali kepentingan anak menghendaki.
Jika orang tua melalaikan kewajibannya atau berkelakuan yang sangat buruk, kekuasaannya terhadap anak dapat dicabut untuk waktu tertentu, pencabutan kekuasaan orang tua dapat dimintakan ke pengadilan oleh salah satu orang tua, keluarga anak dalam garis lurus ke atas, saudara kandung yang telah dewasa atau oleh pejabat berwenang, kekuasaan orang tua yang dicabut tidak menghilangkan kewajibannya untuk tetap memberi biaya pemeliharaan kepada anak.
Bagaimana dengan kelahiran seorang anak saja, beberapa anak dalam satu keluarga dan pengaruh urutan kelahiranya.
Keuntungan dari pada kelahiran seorang anak saja dalam satu keluarga, tentunya dapat kita lihat pada banyaknya perhatian yang dapat dicurahkan terhadap pada satu-satunya anak. Anak dapat berbicara seperti orang dewasa dan pengetahuan umumnya biasanya luas sekali.
Sebaiknya, seorang anak yang mempunyai kakak, dan atau adik sudah akan sibuk dengan saudara-saudaranya, sehingga orang tua tidak merasa perlu memberikan waktu khusus untuk menambah pengetahuan anak. Orang tua repot dengan hal-hal lain.
Keuntungan dari adanya beberapa anak dalam satu keluarga adalah dalam perkembangan kepribadian. Dalam hidup bersama dengan kakak dan adik, anak belajar bergaul, belajar membagi-bagi apa yang dimilikinya. Belajar membagi kasih sayang yang diperoleh, dan terbiasa dengan perhatian orang tua yang harus dibagi bersama dengan saudara lainya. Dengan demikian mereka lebih lancar dalam hubungan sosial dengan anak-anak lain dan dalam perkembangan kepribadian.
B. Kedudukan Anak Dalam Keluarga1. Anak Tunggal
Seorang anak saja dalam keluarga memang keuntunganya terlihat dari pengetahuan umum dan kemampuan berbicaranya. Tetapi karena anak tersebut sendiri saja, tentunya membawa masalah lain. Kepribadianya terpengaruh oleh keadaan yang telah menyebabkan orang tua mengambil keputusan untuk hanya mempunyai seorang anak.
Mungkin mereka menganggap kurang bijaksana kalau mempunyai banyak anak karena cemas akan pendidikanya. Mungkin juga orang tua menganggap lebih dari satu anak terlalu membebani kesanggupan pembiayaan, pendidikan sampai selesai. Masih alasan lain yang menentukanya hanya menghendaki satu anak saja.
Anak tunggal ini biasanya disayang berlebih-lebihan serta terlalu dilindungi. Sering pula orang tua merasa cemas yang luar basa. Anak memperlihatkan beberapa sifat:
a. Anak menjadi manja, mungkin juga penurut (tidak mau mengecewakan orang tua)b. Takut, menyendiri, tidak ada teman-teman karena selalu dikelilingi orang dewasa, yang tidak
sebanding umurnya.c. Menarik perhatian dengan cara kekanak-kanakan, tidak sesuai dengan umur.d. Kurang disenangi teman sebaya, karena anak tunggal tidak bisa bergaul dengan teman sebaya,
tidak tahu bagemana bertingkah laku.Sering kali terlihat bahwa orang tua dalam hubunganya dengan anak tunggal
memperlihatkan sikap perfek.
Sikap perfek terlihat pada orang tua yang memperlhatkan desakan, dorongan yang kuat untuk mencapai kesempurnaandalam segala hal yang akan dikerjakan atau dilaksanakanya. Desakan ini juga ditunjukan terhadap anak supaya unggul dalam berbagai bidang. Sebaliknya anak mungkin saja tidak sanggup menjalani dan memenuhi tuntutan orang tua, sehingga anak frustasi. Anak merasa dirinya tidak sesuai, bersalah dan menjadi cemas, tidak dapat tidur, tidak ada nafsu makan dan gugup.
Mengatasi masalah anak perfek ini harus disertai penaganan masalah sikap lainya yang diperlihatkan terhadap anak tunggal, dan telah dibicarakan pada bab sebelum ini.
Penanganan anak dengan masalah dimana orang tua telah perfek, adalah:a. Anak perlu diberi waktu terluang dengan permainan yang bebas.b. Anjuran dan pujian bagi anak akan lebih berhasil dari pada kritik dan bimbingan yang berlebih-
lebih dan merupakan kekangan bagi anak.Sebenarnya perfeksionisme ada segi positifnya, bila tidak terlalu ditekankan. Dengan
perfeksionisme yang oktimal maka inspirasi akan berkembang dan tercapai kemajuan. Sikap perfek ini sering ditunjukan anak sulung.
2. Anak SulungPada kelahiran anak pertama, orang tua belum berpengalaman, maka bayi yang pertama
lebih sering dibawa kedokter. Orang tua cenderung untuk menjadi terlalu cemas dan terlalu melindungi anak sulung.
Bilamana orang tua masih muda dan belum siap untuk menjalani keadaan yang berubah dengan lahirnya bayi pertama dan tanggung jawabnya, maka mungkin timbul kesalahan. Bila anak sulung sudah bertambah besar, disamping orang tua mungkin bersikap terlalu sayang, melindungi, terlalu perfek, mungkin juga terlalu membebani anak dengan tanggung jawab yang berlebih-lebihan.
Sikap orang tua membebani tanggung jawab berlebihan pada anak. Orang tua kadang-kadang mengharapkan anak menerima tanggung jawab melebihi kesediaan untuk melaksanakanya. Kesanggupan teknis untuk suatu tugas tertentu belum berarti kesediaan, siapnya anak, untuk menerima tanggung jawab untuk melaksanakanya.
Perasaan tanggung jawab adalah kemampuan untuk menyingkirkan semua godaan-godaan, gangguan-gangguan dan menyadari keuntungan dari pelaksanaan yang memuaskan.
Sifat anak yang dibebani tanggung jawab lebih dari kematangan perkembanganya, akan nampak lebih matang, lebih diam, dan tekun dalam pekerjaanya. Sebaliknya, kadang-kadang memperlihatkan sifat kekanak-kanakanya:
a. Kebiasaan menghisap jari, gangguan tidur, dan bermain permainan anak-anak.b. Ajak kali menolak tanggung jawab dan pura-pura tidak sanggup melaksanakan tugas
sederhana.c. Anak-anak yang dibesarkan tanpa disiplin, tanpa bimbingan, tetap diharapkan bertanggung
jawab, harus menentukan sendiri sampai dimana batas-batas tanggung jawab.d. Apabila ia tidak dapat menentukan apa yang sebaliknya dilakukan, ia menjadi binggung dan
cemas dengan penjelmaan kecemasan: tidak dapat tidur, mimpi cemas, ketegang-ketegangan dan perasaan tidak puas dengan dirinya sendiri.
Penanganan masalah beban tanggung jawab yang terlalu berat anak diberi bermacam-macam latihan ketangkasan yang membantu proses perkembanganya. Tanggung jawab dan latihan harus sesuai dengan kematangan.
Bila anak kedua lahir, anak sulung untuk pertama kali merasa dikesampingkan dan disisikan ibunya. Ibu sibuk karena harus mengurus, merawat bayi yang kedua ini.
Acak kali anak sulung yang sebelumnya memperoleh kasih sayang yang sepenuhnya, kurang dapat menerima keadaan baru dimana perhatian orang tua terbagi-bagi dan dialihkan keadiknya. Anak sulung memberi reaksi atas kedatangan adiknya dengan menarik perhatian dengan cara-cara yang aneh. Bila kedatangan adik baru tidak dipersiapkan dengan baik, maka anak sulung dapat menunjukan regresi dan kembali ketingkah laku anak kecil.
a. Pembentukan kebiasaan gigit kuku, mengisap jempol.b. Sulit tidur, agresif dan negativisitas.
Tingkah laku negatif ini tidak selalu menetap, tetapi biasa menjadi baik lagi. Sifat-sifat yang terlihat pada anak:
a. Bertanggung jawab terhadap, adik-adiknya disertai perasaan berkuasa terhadap adik-adik.
b. Adanya pandangan kedepan, pengertian tentang kehidupan dan proses-prosesnya.c. Senang bersikap mengajar orang lain karena biasa mengajar adik-adiknya.d. Berfikir mendalam, berkesungguhan, lebih matang dan kurang bersika humor.e. Selalu merasa diri tidak aman dan cemas akan dikesampingkan lagi.f. Mencari kedudukan pemimpin dan bila menikah mencari partner yang dapat dikuasainya
3. Anak tengahAnak antara anak sulung dan bungsu, anaka kedua dan anak-anak lain, akan dididik
dengan lebih meyakinkan. Orang tua sudah lebih banyak pengalaman dan tidak mencoba-coba dalam mengasuh dan merawat anak.
Anak tidak disalurkan dari dokter yang satu ke dokter yang lainnya, orang tua lebih tegas dalam tindakan dan sikapnya. Karena sudah tau bagaimana cara-cara membesarkan anak. Orang tua lebih yakin akan dirinya. Anak yang kedua menerima segalanya sebagai nomor dua, mungkin juga bekas-bekas kakaknya.
a. Pakaian, mainan kakaknya diteruskan keanak kedua.b. Dalam pendididkan anak-anak sulung menentukan arah dan kecepatan pendidikan.c. Anak kedua mungkin ingin mendapat “perlakuan”, dengan cara menggabungkan diri dengan
adik-adiknya, tidak mengganggu adik-adiknya bahkan sebaliknya, bersikap baik terhadap adik-adik dan menjauhkan diri dari ibu dan ingin bersama ayah.
Sebaiknya orang tua dalam mengatasi persoalan anak tengah ini :a. Berusaha bersama-sama dengan anak menyenangi hobi, kesenangan yang sama.b. Berdiskusi dan membicarakan pandangan-pandangan tertentu dengan anak yang sudah remaja.
4. Anak bungsuBiasanya anak bungsu cenderung akan dimanja dianggap bayi terus. Bukan saja orang
tua memanjakan anak bungsu, tetapi kakak-kakaknya juga turut memanjakan sibungsu. Ia seolah-olah dimanja dan dididik oleh orangtuanya sendiri ditambah dengan ayah atau ibu sebanyak jumlah kakak-kakaknya. Pemanjaan maupun pendidikan yang beraneka ragam coraknya baik dari orang tua maupun dari kakak-kakaknya, tentu saja dapat mengakibatkan ketidak tegasan (inkonsistensi) dalam pendidikan.
Sikap anak sulung dan anak bungsu menunjukan banyak persamaan. Anak sulung sering menunjukan sifat-sifat khas:
a. Kegelisahan dan kesulitan makan.b. Merasa diri kurang dari anak-anak yang lain, tetapi ingin dipujinya.c. Kurang mendapat kesempatan untuk belajar bertanggungjawab.d. Optimis, karena merasa semua akan berjalan dengan mudah dan baik, semua akan dibereskan,
dibantu oleh orang lain (kakak-kakaknya).e. Akan memilih pasangan yang ada persamaan dengan sikap orangtuanya.
C. Persaingan Antar AnakSetiap anak selalu ingin meminta perhatian orangtuanya. Setiap menginginkan kasih
sayang orang tuanya. Hanya cara menuntut porsi kasih sayang orang tua tidak selalu sama bagi masing-masing anak. Anak tunggal tidak perlu memperjuangkan kasih sayang orang tua. Sebaliknya, anak-anak lain dalam keluarga yang besar perlu berjuang untuk memperoleh kasih sayang.
Acapkali anak-anak keluarga yang besar bersaing dalam menuntut kasih sayang orang tua. Bila mereka merasa tidak berhasil, maka mulai timbul iri hati. Iri hati antar anak-anak merupakan suatu gejola yang umum. Hanya dalm beberapa hal dimana ia memperoleh perhatian orang tua sepenuhnya, sampai kelahiran adiknya.
Persaingan antar anak pada keluarga yang besar tidak terlalu berat, bila dibandingkan dengan keluarga yang kecil jumlahnya. Pada keluarga yang banyak anaknya, anak-anak harus belajar membagi kasih sayang dan perhatian orang tua. Sikap orangtua yang “pilih anak emas” tidak terlalu kelihatan. Anak-anak lebih bersahabat satu sama lain dan solider. Iri hati yang mungkin timbul antara anak-anak:
1. Anak sulung terhadap adik-adik, iri hati karena si bungsu lebih tergantung dan seakan-akan lebih banyak mendapat kasih sayang.
2. Anak bungsu, anak-anak lain terhadap kakak sulung, kakak sulung lebih banyak keuntungannya, boleh pergi sendiri, uang saku lebih banyak, tidur malam malam dan sebagainya.
3. Anak-anak lain, antara anak, mungkin iri hati karena perbuatan hasil prestasi sekolah dan membandingkan hasil prestasi masing-masing anak.
Iri hati ini akan terasa paling berat bila adik baru lahir, sedangkan perbedaan umur mereka anatara 2 sampai 4 tahun. Mengatasi masalah persaingan antara saudara dan mengurangi iri hati, perlu diperhatikan oleh orang tua dengan beberapa usaha pemecahan masalah ;
1. Orang tua harus menerima reaksi anak terhadap kelahiran adik dengan sikap yang biasa, memandang reaksi tersebut sebagai hasil dari keadaan yang dihadapi anak, misalnya timbul rasa benci, menghina atau iri hati terhadap adik.
2. Orang tua meyakinkan anak bahwa anak tetap dicintai orang tua.3. Orang tua berhati-hati supaya jangan terlalu banyak memberikan perhatian kepada bayi,
kalau anak-anak lainya yang lebih tua ada hadir.4. Ibu berusaha supaya anak tidak merasa disisihkan dengan bersama-sama mengurus
bayi.5. Orang tua memberi kebebasan tertentu kepada anak-anak sesuai dengan urutan dan
kematangan tingkah lakunya.6. Ayah harus memegang peranan yang harus lebih penting bagi anak-anak yang lebih tua.
PENUTUP
BAB IV
Simpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan anak dalam urutan kelahiran dan hubungan antara anak dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak.
Dalam membantu mengatasi persoalan anak, maka perlu juga menganalisa kedudukan anak dalam keluarga dan hubunganya dengan masalah anak.