21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat merupakan suatu peraturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat, baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilaku warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi cukup penting. Ruang lingkup hukum adat di Indonesia menurut Soerojo Wignjodipoero meliputi Hukum Negara, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Pidana, Hukum Perdata, dan Hukum Antar Bangsa Adat. Dari pernyataan tersebut tampak bahwa hukum adat meliputi berbagai bidang kehidupan, sebagaimana suatu system hukum yang lainnya. Keanekaragaman adat di Indonesia menjadikan hukum adat tetap eksis dan tetap dijunjung tinggi terutama oleh masyarakat adat. Hukum adat bisa dimasukkan dalam kerangka hukum positif (Ius Constitutum) yang memiliki sanksi tertentu, namun hukum adat juga merupakan hukum yang tidak tertulis dan juga tidak dikodifikasikan. Maka permasalahannya adalah

Kedudukan Hukum Adat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hukum Adat Nasional

Citation preview

Page 1: Kedudukan Hukum Adat

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Adat merupakan suatu peraturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk

dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta

dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan

manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat.

Adat telah melembaga dalam kehidupan masyarakat, baik berupa tradisi, adat upacara

dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilaku warga masyarakat dengan perasaan

senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi

cukup penting.

Ruang lingkup hukum adat di Indonesia menurut Soerojo Wignjodipoero meliputi

Hukum Negara, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Pidana, Hukum Perdata, dan Hukum

Antar Bangsa Adat. Dari pernyataan tersebut tampak bahwa hukum adat meliputi

berbagai bidang kehidupan, sebagaimana suatu system hukum yang lainnya.

Keanekaragaman adat di Indonesia menjadikan hukum adat tetap eksis dan tetap

dijunjung tinggi terutama oleh masyarakat adat. Hukum adat bisa dimasukkan dalam

kerangka hukum positif (Ius Constitutum)  yang memiliki sanksi tertentu, namun hukum

adat juga merupakan hukum yang tidak tertulis dan juga tidak dikodifikasikan. Maka

permasalahannya adalah dalam implementasi hukum adat itu sendiri tidak mempunyai

asas legalitas, namun hanya ditaati oleh masyarakat hukum adat secara sukarela.

Menurut Soepomo, Hukum adat adalah hukum nonstatutair yang sebagian besar

adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam. Hukum adat itupun melingkupi

hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan Hakim yang berisi azas-azas hukum

dalam lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. Hukum adat berakar pada kebudayaan

tradisional.

Hukum adat mempunyai sifat yang istimewa yaitu hukum adat adalah hukum

rakyat yang tidak tertulis. Demikian pula tidak ada suatu Badan Legislatif yang secara

revolusioner membuat peraturan baru pada setiap perubahan keadaan dan perubahan

kebutuhan hukum. Sebagai hukum rakyat yang mengatur kehidupannya sendiri yang

Page 2: Kedudukan Hukum Adat

terus-menerus berubah dan berkembang. Hukum adat selalu pula menjalani perubahan-

perubahan yang terus melalui keputusan-keputusan atau penyelesaian-penyelesaian yang

dikeluarkan oleh masyarakat sebagai hasil temu rasa dan kata tentang pengisian suatu

hukum adat dalam permusyawaratan rakyat. Dalam hal itu, setiap perkembangan yang

terjadi selalu mendapatkan tempatnya di dalam tata hukum adat. Dan hal-hal yang lama

tidak dapat lagi dipergunakan atau dipakai secara tidak revolusioner pula lalu

ditinggalkan.1

Pada tanggal 18 Agustus 1945 Undang-Undang Dasar 1945 disahkan dan sejak

itu pula menjadi Dasar Hukum tertinggi di Indonesia. Adanya aturan peralihan

memberikan izin terus berlakunya hukum dan perundang-undangan Zaman Kolonial

Belanda dahulu selama belum dicabut, diganti maupun diubah atas kuasa UUD 1945.

Akibatnya dalam pelaksanaannya di masyarakat sering terjadi kekacauan di bidang

hukum. Khususnya dalam lapangan Hukum Sipil/Hukum Perdata dan Dagang. Politik

dualism yang dijalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda dahulu di lapangan hukum ini

terus berlanjut sampai sekarang.

Pembentukan Hukum Nasional adalah salah satu cara untuk segera mengakhiri

dualisme dalam system hukum yang berlaku di Negara kita tersebut karena hukum adat

dan Hukum Eropa (Barat) menunjukan perbedaan yang fundamental. Sumbangsih hukum

adat bagi pembentukan hukum nasional, adalah dalam hal pemakaian azas-azas, pranata-

pranata dan pendekatan dalam pembentukan hukum,

B. Rumusal Masalah

1. Bagaimana eksistensi Hukum Adat dalam perkembangan Hukum Modern di

Indonesia?

2. Apa yang menjadi problematika penerapan Hukum Adat dalam tatanan Hukum

Modern?

1 H. Moch Koesno, Hukum Adat Dewasa Ini (Fakultas Hukum UII. 1983). Hal.17

Page 3: Kedudukan Hukum Adat

BAB II

PEMBAHASAN

1. Eksistensi Hukum Adat dalam Perkembangan Hukum Modern di Indonesia

Hukum adat bisa masuk dalam kerangka hukum positif ( Ius Constitutum )  yang

memiliki sanksi tertentu, namun hukum adat juga merupakan hukum yang tidak tertulis

dan juga tidak dikodifikasikan. Dalam pengimplementasian hukum adat itu sendiri tidak

mempunyai asas legalitas, namun hanya ditaati oleh masyarakat hukum adat secara

sukarela.

Dasar perundang-undangan berlakunya hukum adat, yang berasal dari zaman

kolonial dan yang masih tetap berlaku pada zaman sekarang, adalah Pasal 131 ayat 2 sub

b IS. Menurut ketentuan tersebut, maka bagi golongan hukum Indonesia asli dan

golongan hukum timur asing berlaku hukum adat mereka. Tetapi bilamana keperluan

sosial mereka memerlukanya, maka pembuat ordonansi dapat menentukan bagi mereka:

a. Hukum Eropa

b. Hukum Eropa yang telah diubah (gewijzigd Europees recht)

c. Hukum bagi beberapa golongan bersama- sama (gemeenschappelijkrecht), dan apabila

kepentingan umum memerlukannya.

d. Hukum baru (nieuw recht), yaitu hukum yang merupakan "syntese” antara hukum adat

dan hukum Eropa ("fantasierecht" van Vollen hoven atau "ambtenarenrecht" van

Idsinga).2

Hukum adat juga diakui eksistensinya dalam konstitusi Undang-Undang Dasar

1945 yang termuat dalam pasa 18B ayat (2) yaitu “Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Dari ayat tersebut dapat diambil

intisari bahwa keberadaan hukum adat masih diakui dalam tertib hukum nasional, namun

apabila sepanjang masih ada, dengan kata lain tidak diperkenankan menggali suatu

pranata hukum yang telah mati atau sudah tidak berlaku sejak duhulu. Selain itu, hukum

2 Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012

Page 4: Kedudukan Hukum Adat

adat dalam pelaksaannya sebagai sumber hukum yang diakui secara nasional juga harus

sesuai dengan perkembangan masyarakatnya.

Hukum adat dalam Undang-undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, dimuat dalam

pasal 1 dan pasal 5. Pasal 1, ditegaskan bahwa, “Kecuali pengadilan desa seluruh badan

pengadilan yang meliputi badan pengadilan gubernemenm badan pengadilan swapraja

(Zellbestuurrechtspraak) kecuali pengadilan agama jika pengadilan itu menurut hukum

yang hidup merupakan suatu bagian dari pengadilan swapraja, dan pengadilan adat

(Inheemse rechtspraak in rechsreeks bestuurd gebied) kecuali pengadilan agama jika

pengadilan itu menurut hukum yang hidup merupakan suatu bagian tersendiri dari

pengadilan adat yang telah dihapuskan”.

Pada tahun 1960 dengan Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 Lampiran A

Paragraf 402, ditetapkan Hukum Adat sebagai Azas-Azas Pembinaan Hukum Nasional.

Garis garis besar politik dibidang hukum adat dalam ketetapan tersebut meliputi:

a. Azas-azas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan haluan negara dan

berlandaskan pada hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat

adil dan makmur.

b. Di dalam usaha kearah homginitas dalam bidang hukum supaya diperhatikan

kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia.

c. Dalam penyempurnaan undang-undang hukum perkawinan dan hukum waris supaya

diperhatikan adanya faktor-faktor agama, adat, dan lainnya.

Dengan diundangkannya Tap MPRS No. II/MPRS/1960 tersebut maka kedudukan serta

peranan hukum adat dalam pembinaan hukum nasional menjadi lebih jelas dan tegas,

yaitu sepanjang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur yang

menjadi landasannya.

Hukum adat dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 merupakan pengaturan yang sangat

bersentuan langsung dengan masyarakat adat. Dalam pasal 5 UU No. 5 Tahun 1960

ditegaskan: hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum

adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang

berdasarkan persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan yang

tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan undang-undang lainnya, segala

Page 5: Kedudukan Hukum Adat

sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersumber pada hukum agama. Dalam

Penjelasan Undang-undang disebutkan: Hukum adat yang disempurnakan dan disuaikan

dengan kepentingan masyarakat dalam negara modern dan dalam hubungannya dunia

internasional serta sesuai dengan sosialisme Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan

realisasi dari Tap MPRS II/MPRS/1960 Lampiran A Paragraf 402.

Dalam hukum adat, yurisprudensi hukum, selain merupakan keputusan

pengadilan yang telah menjadi tetap dalam bidang hukum adat, juga merupakan sarana

pembinaan hukum adat, sesuai cita-cita hukum, sekaligus dari yurisprudensi dari masa ke

masa dapat dilacak perkembangan – perkembangan hukum adat, baik yang masih bersifat

lokal maupun yang telah berlaku secara nasional. Perkembangan- perkembangan hukum

adat melalui yurisprudensi akan memberikan pengetahuan tentang pergeseran dan

tumbuhnya hukum adat, melemahnya hukum adat lokal dan menguatnya hukum adat

yang kemudian menjadi bersifat dan mengikat secara nasional.

Hukum adat antara lain bersandarkan pada azas: rukun, patut, laras, hal ini

ditegaskan dalam yurisprudensi Mahkamah Agung-RI Nomor: 3328/Pdt/1984 tanggal 29

April 1986. Hukum adat antara lain bersandarkan pada azas: rukun, patut, laras, hal ini

ditegaskan dalam yurisprudensi Mahkamah Agung-RI Nomor: 3328/Pdt/1984 tanggal 29

April 1986.

Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana

diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya

(deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola

ketertiban di lingkungannya.

Hukum adat yang dipakai sebagai azas-azas atau landasan pembinaan hukum

nasional harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan kepentingan Nasional dan

Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa.

2. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan Negara Indonesia yang

berfalsafah Pancasila.

Page 6: Kedudukan Hukum Adat

3. Hukum adat tidak boleh bertentangan dengan Peraturan-Peraturan Tertulis

(Undang-Undang)

4. Hukum adat yang bersih dari sifat-sifat Feodalisme, Kapitalisme serta

Pengisapan manusia atas manusia.

5. Hukum adat yang tidak bertentangan dengan unsur-unsur agama.

Setelah hukum adat dijadikan azas-azas Hukum Nasional maka lahirlah hukum

modern yang antara lain Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, UU ini

menggantikan berbagai jenis hukum yang mengatur masalah pertanahan di tanah air, UU

No 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang perkawinan dan undang-undang lainnya yang

sampai sekarang digunakan dasar hukum dalam mengatasi permasalahan hukum adat di

Indonesia.

Hukum adat yang dipakai asas-asas atau landasan hukum nasional tersebut diatas

adalah hukum adat yang telah “disaneer” atau telah “dimodenisir” artinya hukum adat

asli atau murni yang dipermuda kembali bentuk-bentuk pernyataannya dengan menerima

pengertian-pengertian dan lembaga-lembaga hukum barat yang telah disesuaikan dengan

iklim serta kondisi dan perasaan hukum masyarakat dan bangsa Indonesia pada abad

sekarang ini.3

3 Soerojo Wignjodipoero, Kedudukan Serta Perkembangan Hukum Adat Setelah Kemerdekaan, Gunung Agung, 1982. Hal 28

Page 7: Kedudukan Hukum Adat

2. Problematika Penerapan Hukum Adat dalam Hukum Modern

A. PENERAPAN HUKUM CAMPURAN TERHADAP MASYRAKAT

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian

kekuasaan kelembagaan. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum-

hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik

perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda

karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan

sebutan Hindia Belanda. Beberapa tahun belakangan ini, hukum Indonesia semakin parah

saja. Hukum seakan-akan bukan lagi dasar bagi bangsa Indonesia, rakyat Indonesia

seolah tak lagi takut pada hukum yang berlaku di negara ini.

Kebanyakan orang akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat di “beli”,

yang menang mereka yang mempunyai kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman

dari gangguan hukum walaupun aturan negara di langgar. Ada pengakuan informal di

masyarakat bahwa karena hukum dapat di beli maka aparat penegak hukum tidak dapat

diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara menyeluruh dan adil. Praktik

penyelewengan dalam proses penegakan hukum, seperti mafia hukum dan peradilan,

peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang

gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif

menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang dideskripsikan Plato bahwa hukum

adalah jaring laba – laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika

menjerat yang kaya dan kuat.

Menurunnya kualitas sebagai negara hukum di Indonesia tidak lepas dari

lemahnya etika para profesional hukum. Menggejalanya perbuatan profesional yang

mengabaikan kode etik profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar, baik

sebagai individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam organisasi

profesi, di samping sifat manusia yang konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang tidak

sebanding dengan jasa yang diberikan.

Page 8: Kedudukan Hukum Adat

B. KAITAN HUKUM CAMPURAN TERHADAP JALANNYA PERATURAN DI

INDONESIA

Sistem hukum di Indonesia sebernarnya menganut campuran sistem hukum dunia,

Indonesia saat ini masih menganut campuran antara hukum adat, hukum agama, serta

sistem hukum eropa. Hal ini mungkin dapat dimaklumi karena sistem hukum Indonesia

menganut sebagian besar hukum peninggalan Belanda. Indonesia yang notabene menjadi

daerah atau wilayah “jajahan” Belanda selama berabad-abad tentunya tidak bisa lepas

dari sistem hukum yang ditinggalkan Belanda sehingga sistem hukum Indonesia adalah

campuran dari sistem hukum agama, hukum adat, dan hukum Eropa yang lebih tepatnya

hukum Belanda. Selain itu, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam juga

tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari unsur “agama”. Oleh karena itu, sistem hukum

Indonesia sekarang juga erat kaitannya dengan hukum agama meskipun tak menyerap

seutuhnya dari hukum agama tersebut.

Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di

Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau

dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan

wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu

masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Dan hukum islam juga

tidak ketinggalan dalam mengatur jalanya peraturan hukum di Indonesia seperti

terbentuknya kitab kompilasi hukum, begitu juga dengan hukum adat yang ada di

Indonesia, Prof. Mr. Cornelius van Vollenhoven, mengatakan bahwa hukum adat adalah;

hukum yang tidak bersumber pada peraturan-peraturan pemerintah Hindia Belanda atau

alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan

Belanda dahulu. Adajuga yang mengatakan hukum adat adalah hukum yang hidup pada

masyarakat setepat (living law), dimana pendapat ini diperkuat oleh Prof. Sacipto

Rahardjo atau yang sering dikenal bapak hukum progresif.

Hukum adat merupakan sistem hukum tertua yang berlaku di dalam suatu

komunitas masyarakat adat, sehingga seorang filsuf Yunani yang bernama Cicero pernah

mengatakan bahwa ”Ibi Societas, Ibi Ius (Dimana ada masyarakat maka disitu ada

Hukum)”, hukum akan selalu hadir dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial

masyarakatnya dan bukan sebaliknya masyarakat yang mengikuti perkembangan hukum.

Page 9: Kedudukan Hukum Adat

Dalam kehidupan masyarakat hukum adat, tidak semua adat istiadat dapat

disentuh oleh para petugas hukum dalam bentuk penetapan-penetapan. ( lihat Ter Haar –

teori Beslissingen). Para warga masyarakat pada umumnya bersedia melakukan sesuatu

ketentuan yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya, bukan hanya karena ketentuan

itu ditetapkan oleh para penguasa atau para petugas hukum, tetapi karena kesadaran

bahwa ketentuan-ketentuan itu memang sudah sepantasnya ditaati oleh segenap warga

masyarakat.

Di samping penetapan para petugas hukum adat ada beberapa faktor lain yang

menentukan agar adat istiadat berkekuatan mengikat secara materiil yang sempurna,

ialah:

1. Adat istiadat itu sesuai dengan sistem hukum yang berlaku pada masyarakat

ybs ;

2. Sesuai dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan yang dijunjung tinggi;

3. Sesuai dengan perkembangan masyarakat ybs;

4. Sesuai dengan rasa keadilan yang tumbuh dalam masyarakat.

Secara historis hukum adat dipandang sangat demokratis karena is lahir melalui

proses dan seleksi yang panjang. Kemakmuran dan kepentingan serta kelangsungan

hidup masyarakat adalah prioritas utama dalam hukum adat. Hukum adat memberikan

keadilan dan rasa keamanan pada siapapun, selagi mentaati clan mematuhi ketentuan

yang berlakudalam masyarakat hukum adat. Persoalanya, kenapa sekarang diantara

masyarakat mulai meninggalkan hukum adat dan memilih hukum negara dalam

menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi?

Padahal kewenangan untuk menyelesaikan perkara, apakah itu pada tingkat

peradilan adat atau peradilan negara, merupakan menjadi tanggung jawab pihak yang

bersengketa. Pertanyaan ini semangkin penting, bahwa pada kenyataannya peradilan

negara juga bukan merupakan jaminan bagi menyelesaikan substansi persoalan yang

mereka hadapi.

Problematika yang dihadapi oleh peradilan adat pada saat sekarang adalah di satu

pihak masyarakat adat memaknai peradilan adat sebagai  satu bagian yang terintegrasi

utuh dengan sistem nilai dan sistem sosial yang mereka anut. Pada bagian lain, negara

Page 10: Kedudukan Hukum Adat

hadir dengan sistem nilai dan sistem sosialnya sendiri yang seringkali mengatasi,

mendominasi, bahkan merepresi keberadaan masyarakat adat beserta sistem-sistem

kehidupan mereka. Ini yang dikenal sebagai peminggiran atau penghancuran sistemis

terhadap komunitas-komunitas masyarakat adat.

Sebagai bagian dari masyarakat global, masyarakat adatpun tidak lepas dari

pengaruh interaksa dengan dunia luarnya. Implikasi dari interaksi ini adalah penyerapan

atau pemaksaan berlakunya sistem-sistem yang datang dari luar. Dalam hubungannya

dengan sistem peradilan negara, peradilan adat menghadapi tantangan upaya

penyeragaman sistem hukum, termasuk sistem peradilan.

Ketiga, jurang pengetahuan dan kepedulian yang dalam antar generasi tua dan

generasi muda masyarakat adat tentang berbagai sistem sosial, budaya, politik, hukum

dan peradilan adat, ekonomi dan kepercayaan yang menyertai keberadaan masyarakat

adat.

Keempat, sebagian dari masyarakatnya dan tidak lagi mempercayai keputusan

dari peradilan adat yang sudah diputuskan melalui peradilan adat, dan tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap orang yang memutuskan perkara tersebut, sehingga

sebagian dari masyarakatnya yang tetap membawa kasusnya diselesaikan  ditingkatkan

peradilan negara.

Hakim adat yang bertugas pada peradilan adat, dalam melaksanakan tugasnya

harus:

1. Berpegangan pada hukum tertulis yang telah disiapkan sebelumnya ;

2. Berdasar adat istiadat yang sudah pernah diputuskan oleh para petugas hukum

sebelumnya ; dan

3. Harus menggali hukum yang hidup dalam masyarakat, yang sesuai dengan

kesadaran hukum masyarakat, atau yang sesuai dengan rasa keadilan yang

tumbuh dalam masyarakat.

Oleh karena itu hakim adat harus memberi bentuk kepada apa yang dibutuhkan

sebagai kaidah hukum yang berlaku menurut rasa keadilan masyarakat, karena kesadaran

Page 11: Kedudukan Hukum Adat

hukum masyarakat itu harus dapat mempengaruhi kesadaran hakim dalam mengambil

keputusan mengenai masalah yang timbul dalam masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas tersebut hakim adat terikat pada :

1. Nilai-nilai yang berlaku secara obyektif dalam masyarakat ;

2. Sistem hukum adat yang telah berbentuk dan berkembang dalam masyarakat ;

3. Syarat-syarat dan nilai-nilai kemanusiaan ;

4. Putusan-putusannya sendiri yang pernah diputuskannya ;

putusan-putusan hakim lainnya dalam masalah yang serupa yang masih dapat

dipertahankan karena masih sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

Hukum adat kita tak kenal sistem precedent. Bilamana hakim tidak mendapatkan

putusan yang lampau mengenai masalah yang sama atau bilamana putusan yang lampau

itu tidak mungkin lagi dipertahankan, maka hakim harus mencarinya dalam kenyataan

yang hidup dalam masyarakat, dengan memperhatikan beberapa pedoman penting, yaitu

(Prof.Djojodigoeno) :

1. Azas-azas dan peragaan hukum di masa lampau yang merupakan ukuran statis,

guna mengabdi tujuan hukum yang bernama “tata”;

2. Keadaan masyarakat pada waktu sekarang, yang merupakan ukuran dinamik,

guna mengejar “tata masyarakat yang adil”; dan

3. Individualitas masing-masing kasus yang merupakan ukuran plastis.

Dengan demikian, maka wujud dari putusan hakim yang sedang mengadili suatu

perkara menurut hukum adat dapat berupa :

1. Melaksanakan aturan hukum adat yang telah ada, sepanjang masih

mencerminkan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat;

2. Tidak melaksanakan aturan hukum adat yang ada, melainkan memberi

penetapan baru, bilamana menurut keyakinan dan rasa keadilan hakim, aturan

hukum adat yang lama itu tidak sesuai lagi dengan perasaan keadilan yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

Page 12: Kedudukan Hukum Adat

3. Hakim dapat pula mengambil keputusan jalan tengah, kalau terjadi hal-hal

sebagai berikut;

peristiwa/faktanya tidak terang (siapa yang salah) hukum yang menguasai perkara

itu tidak jelas; kalau penerapan aturan hukum adat yang ada akan dapat menimbulkan

rasa tidak puas masyarakat.

Page 13: Kedudukan Hukum Adat

Kesimpulan

1. Hukum adat bisa masuk dalam kerangka hukum positif ( Ius Constitutum )  yang

memiliki sanksi tertentu, namun hukum adat juga merupakan hukum yang tidak

tertulis dan juga tidak dikodifikasikan. Dalam pengimplementasian hukum adat

itu sendiri tidak mempunyai asas legalitas, namun hanya ditaati oleh masyarakat

hukum adat secara sukarela. Hukum adat juga diakui eksistensinya dalam

konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yang termuat dalam pasa 18B ayat (2)

yaitu “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum

adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,

yang diatur dalam undang-undang.” Dari ayat tersebut dapat diambil intisari

bahwa keberadaan hukum adat masih diakui dalam tertib hukum nasional, namun

apabila sepanjang masih ada, dengan kata lain tidak diperkenankan menggali

suatu pranata hukum yang telah mati atau sudah tidak berlaku sejak duhulu.

2. Sistem hukum di Indonesia sebernarnya menganut campuran sistem hukum dunia,

Indonesia saat ini masih menganut campuran antara hukum adat, hukum agama,

serta sistem hukum eropa. Hal ini mungkin dapat dimaklumi karena sistem hukum

Indonesia menganut sebagian besar hukum peninggalan Belanda. Indonesia yang

notabene menjadi daerah atau wilayah “jajahan” Belanda selama berabad-abad

tentunya tidak bisa lepas dari sistem hukum yang ditinggalkan Belanda sehingga

sistem hukum Indonesia adalah campuran dari sistem hukum agama, hukum adat,

dan hukum Eropa yang lebih tepatnya hukum Belanda. Selain itu, Indonesia yang

mayoritas penduduknya beragama Islam juga tidak bisa melepaskan diri begitu

saja dari unsur “agama”. Oleh karena itu, sistem hukum Indonesia sekarang juga

erat kaitannya dengan hukum agama meskipun tak menyerap seutuhnya dari

hukum agama tersebut.

Saran

Dikarenakan masyarakat di Indonesia masih menggunakan hukum adat sebagai

suatu acuan, hal ini membuktikan akan eksistensi hukum adat yang terus ada dari zaman

dahulu hingga zaman sekarang, dan tentunya akan tetap eksis ditengah-tengah

Page 14: Kedudukan Hukum Adat

masyarakat Indonesia hingga kedepannya. Diakui nya hukum adat yang tertuang di dalam

UUD 1945 menunjukan bahwa memang Indonesia akan terus menganggap keberadaan

Hukum Adat di dalam masyarakat Indonesia.

Hukum adat adalah suatu kebiasaan yang ada di dalam masyarakat, dan perkara

hukum yang terus terjadi pun masih terikat dengan hukum adat, sehingga perlu tetap

dianggap sebagai salah satu sumber hukum demi terciptanya keadilan bagi masyarakat

indonesia,

Page 15: Kedudukan Hukum Adat

Daftar Pustaka

Koesno Moch, Hukum Adat Dewasa Ini, Fakultas Hukum UII, 1983

Wignjodipoero Soerojo, Kedudukan Serta Perkembangan Hukum Adat Setelah

Kemerdekaan, Gunung Agung, 1982.

Lex Crimen Vol.I/No.4/Okt-Des/2012