28
DAFTAR ISI Daftar Isi …………………………………………………………………… i Pendahuluan ………………..…………………………………………………. 1 Defenisi …………………………………………………………………… 1 Insiden …………………………………………………………………… 1 Epidemiologi …………………………………………………………………... 2 Etiologi …………………………………………………………………… 3 Klasifikasi ………………………………………………………………….. 5 Patofisiologi ………………………………………………………………….. 6 Diagnosis ………………………………………………………………….. 9 Diagnosa Pembedahan ………………………………………………………… 16 Diagnosa Banding …………………………………………………………………. 16 Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik 1. Penatalaksaan Ekspektasi ……………………………………. 16 2. Penatalaksaan Medis ……………………………………. 16 3. Penatalaksaan Operatif ……………………………………. 22 Komplikasi …………………………………………………………………. 26 Prognosis …………………………………………………………………. 26 Daftar Pustaka …………………………………………………………………. 28 Laporan Kasus …………………………………………………………………. 30 PENDAHULUAN

kehamilan ektopik terganggu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

teori singkat kehamilan ektopik terganggu

Citation preview

  • DAFTAR ISI

    Daftar Isi i

    Pendahuluan ... 1

    Defenisi 1

    Insiden 1

    Epidemiologi ... 2

    Etiologi 3

    Klasifikasi .. 5

    Patofisiologi .. 6

    Diagnosis .. 9

    Diagnosa Pembedahan 16

    Diagnosa Banding . 16

    Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

    1. Penatalaksaan Ekspektasi . 16

    2. Penatalaksaan Medis . 16

    3. Penatalaksaan Operatif . 22

    Komplikasi . 26

    Prognosis . 26

    Daftar Pustaka . 28

    Laporan Kasus . 30

    PENDAHULUAN

  • Kehamilan ektopik sebagai salah satu bentuk komplikasi kehamilan dalam trimester

    pertama dan yang merupakan problema besar kesehatan pada golongan wanita usia

    reproduksi tidak jarang dijumpai di Indonesia. Di negara-negara maju kejadian kehamilan

    ektopik terlihat meningkat karena meningkatnya faktor-faktor risiko tinggi bagi kehamilan

    ektopik, disamping teknologi diagnosis yang lebih canggih yang dapat mendeteksi kehamilan

    ektopik lebih dini yang pada tahun-tahun yang silam tidak terdeteksi berkat tes kehamilan

    yang jauh lebih peka dan penggunaan ultrasound transvaginal.3

    Kehamilan ektopik sering keliru disebut sebagai kehamilan luar rahim atau

    kehamilan di luar kandungan. Sebenarnya kehamilan ektopik berbeda dengan kehamilan di

    luar rahim atau di luar kandungan. Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi dari

    implantasi blastokista dan berkembangnya embrio diluar lokasi yang biasa. Biasanya

    peristiwa implantasi terjadi di endometrium dalam rongga rahim tetapi bukan pada serviks

    dan kornu. Dengan kata lain kehamilan yang berkembang di dalam serviks dan atau di dalam

    kornu atau bagian interstisial dari uterus adalah kehamilan ektopik walaupun itu adalah

    kehamilan intrauterin.3

    Satu-satunya kehamilan yang bisa disebut kehamilan di luar kandungan adalah

    kehamilan abdominal. Berdasarkan lokasi dimana implantasi dan perkembangan embrio

    berlangsung maka kehamilan ektopik yang paling sering terjadi yaitu dalam tuba Fallopii.

    Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan

    karena besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat dimana hal ini terjadi bila

    kehamilan ektopik terganggu. Hal yang perlu diingat bahwa pada setiap wanita dalam masa

    reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai nyeri perut bagian

    bawah, perlu dipikirkan adanya kemungkinan kehamilan ektopik terganggu.2

    KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

    DEFENISI

  • Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh

    diluar endometrium kavum uteri.2 Kehamilan ekstra uterin tidak sinonim dengan

    kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih

    termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik.2

    Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba terdapat kehamilan interstisialis

    kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris dan kehamilan infundibulum.

    Kehamilan diluar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligementer, kehamilan

    servikal dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder.2,4

    Sebagian besar

    kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga

    perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang sedimenter dan divertikel pada uterus.

    Karena sebagian besar kehamilan ektopik merupakan kehamilan tuba, maka pembahasan

    selanjutnya dipusatkan pada kehamilan tuba.

    INSIDEN

    Insiden kehamilan ektopik yang sebenarnya sulit ditentukan. Gejala kehamilan

    ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas sehingga tidak dibuat diagnosisnya. Tidak

    semua kehamilan ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau ruptur tuba. Sebagian

    hasil konsepsi mati dan diresorbsi.

    Dalam kepustakaan insiden kehamilan ektopik dilaporkan antara 1 : 28 sampai 1 : 329 tiap

    kehamilan.2 Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur 20 40

    tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan

    berkisar 0% - 14,6%.2

    EPIDEMIOLOGI

    KE yang mengalami ruptur dini (hanya beberapa hari terlambat haid) umumnya tidak

    menyebabkan perdarahan yang serius dan nyeri yang minimal sehingga penderita tidak

    waspada. Jadi dapat diperkirakan insiden penyakit ini sesungguhnya lebih tinggi dari yang

    dilaporkan. Oleh karena penyakit infeksi alat kandungan dalam menjadi penyebab utama KE

    bersamaan dengan keadaan gizi buruk dan tingkat kesehatan yang rendah, maka insidennya

  • lebih tinggi di negara berkembang dan berstatus sosio-ekonomi rendah dibanding di negara

    maju.1,2,4

    ETIOLOGI

    Sebagian besar penyebabnya tidak diketahui.2,4

    Telur yang dibuahi diampula, dalam

    perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan, saat nidasi masih di tuba atau nidasi di tuba

    dipermudah.

    Faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam hal ini sebagai berikut :

    A. Faktor Tuba

    1. Faktor dalam tuba

    a) Endosalphingitis, 5 10 kali lebih sering.4,5

    b) Hipoplasi uteri.4

    c) Bekas operasi tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna.4,5

    2. Faktor pada dinding tuba :

    a) Endometriosis

    b) Divertikel tuba kongenital.

    3. Faktor di luar dinding tuba :

    a) Perlekatan peritubal dengan disortasi atau lekukan tuba.

    b) Tumor yang menekan dinding tuba.

    4. Faktor lain :

    a) Migrasi luar ovum.

    b) Fertilisasi in vitro.

    B. Kelainan pada zygot

    Berbagai macam kelainan pada zygot sudah pernah dilaporkan pada kasus kehamilan

    ektopik antara lain kelainan kromosom, malformasi dan kelainan neural tube. Secara teori

    kelainan preembrio ini mengakibatkan implantasi secara tidak normal ataupun ektopik.4

    C. Faktor Ovarium

  • Faktor-faktor di ovarium yang menyebabkan timbulnya kehamilan ektopik adalah

    fertilisasi ovum yang belum dilepaskan, transmigrasi ovum ke tuba kontralateral dengan

    akibatnya yaitu implantasi yang salah.4

    D. Kelainan hormonal

    Stimulasi dan pengeluaran hormon yang abnormal berperan pada terjadinya

    kehamilan ektopik. Sebagai contoh 4 6% wanita yang memakai kontrasepsi oral mengalami

    kehamilan ektopik.4 Kemungkinan hal ini disebabkan relaksasi otot polos karena pengaruh

    hormon progesterone sehingga ovum terperangkap/tertahan.

    E. Faktor Lain4 :

    - Penggunaan IUD

    - Merokok

    - Usia yang bertambah

    - Kuretase abortus yang berulang

    KLASIFIKASI

    Klasifikasi pembagian tempat terjadinya KE adalah :

    (1) Kehamilan tuba

    Interstisial (2%)

    Isthmus (25%)

    Ampulla (55%)

    Fimbrial (17%)

    (2) Kehamilan ovarial (0,5%)

    (3) Kehamilan abdominal (0,1%)

    Primer

    Sekunder

    (4) Kehamilan tubo-ovarial

    (5) Kehamilan intraligamenter

    (6) Kehamilan servikal

  • Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopikdikutip dari 13

    PATOFISIOLOGI

    Pada umumnya KE berlokasi di tuba falopii, lokasi paling sering pada (A) pars

    ampullaris tuba 80%, (B) para isthmika tuba 12%, (C) fimbriae 5%, (D) cornu / pars

    interstisialis tuba 2%. KE pada daerah selain tuba lebih jarang, yaitu (E) kehamilan

    abdominal sekitar 1,4%, (F) ovarium dan servik masing-masing sekitar 0,2%. 1,2,4,5,6

    Gambar 2. Kehamilan Ektopik (Tuba Falopii) dikutip dari 14

    Kehamilan Tuba 2,4,8

  • Dinding tuba merupakan lapisan luar dan kapsularis yang merupakan lapisan dalam dari hasil

    konsepsi. Karena tuba tidak dan bukan merupakan tempat normal bagi kehamilan, maka

    sebagian besar kehamilan tuba akan terganggu pada umur 610 minggu kehamilan.

    Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria dan pars

    muskularis dinding tuba. Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh pertumbuhan invasif

    jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh darah dinding tuba, terjadi

    hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan konsepsi tumbuh. Pada suatu saat,

    kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari

    vaskularisasi tuba itu.

    Ada beberapa kemungkinan akibat hal ini :

    a. Mati dan kemudian diresorbsi

    b. Terjadi abortus tuba (65%)

    Ibu mengalami keguguran dan hasil konsepsi terlepas dari dinding tuba kemudian terjadi

    pendarahan yang bisa sedikit atau banyak. Hasil konsepsi dan perdarahan bisa keluar ke

    arah kavum uteri dan dikeluarkan pervaginam, atau keluar ke arah kavum abdominal

    sehingga bertumpuk di belakang rahim disebut hematoma retrouterina atau disebut juga

    massa pelvis (pelvic mass).

    c. Terjadi ruptur tuba (35%)

    Bila robekan kecil maka hasil konsepsi tetap tinggal dalam tuba sedang dari robekan

    terjadi perdarahan yang banyak. Bila robekan besar, maka hasil konsepsi keluar dan

    masuk dalam rongga perut. Nasib hasil konsepsi ini bisa :

    - Mati dan bersama darah berkumpul di retrouterina

    - Bila janin agak besar dan mati akan menjadi litopedion dalam rongga perut, atau

    - Janin keluar dari tuba diselubungi kantong amnion dan plasenta yang utuh,

    kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut dan terjadi kehamilan abdominal

    sekunder. Plasenta akan melebar mencari kebutuhan makanan janin pada usus,

    ligamentum latum, dan organ-organ di sekitarnya. Selanjutnya janin dapat tumbuh

    terus, bahkan sampai aterm.

    d. Kemungkinan terbentuknya jaringan mola berisi darah di dalam tuba, karena aliran darah

    di sekitar khorion menumpuk, menyebabkan distensi tuba dan mengakibatkan ruptur intra

    lumen kantung gestasi di dalam lumen tuba. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam

  • rongga peritoneum, sebagai akibat erosi villi khorialis atau distensi berlebihan tuba

    keadaan ini yang umum disebut KET atau KE dengan ruptur tuba.

    Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba

    bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh utuh seperti

    dalam uterus. Kehamilan tuba pars ampularis terganggu pada umur kehamilan antara 8 12

    minggu, dan kehamilan pars intertitialis ruptur pada usia 12 16 minggu.4

    1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

    Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi

    kurang dan dengan mudah diresorbsi total.

    2. Abortus dalam lumen tuba

    Perdarahan karena terbukanya pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding

    bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Abortus ke lumen tuba lebih sering

    terjadi pada kehamilan pars ampullaris. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan

    tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya mengalir ke rongga

    perut dan terkumpul di kavum Douglas dan menyebabkan hematokel retro uterine.

    3. Ruptur dinding tuba

    Sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda.2

    Faktor utama penyebabnya ialah penembusan villi korialis ke dalam lapisan muskularis

    tuba terus ke peritoneum. Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur

    sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba sudah menipis pecah karena tekanan

    darah dalam tuba.2,4

    Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan

    dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut sehingga

    akan terjadi kehamilan abdominal sekunder.2,4

    Implantasi pada pars ampullaris tuba

    Paling banyak ditemui, konsepsi yang sangat kecil dan baru saja berimplantasi bisa mati

    sendiri lalu diresorbsi tanpa gejala. Hasil konsepsi yang terlepas dari tempat implantasinya

    (abortus tuba komplit) keluar ke dalam rongga abdomen dan diresorbsi. Pada abortus

    inkomplit di dalam tuba akibat erosi pembuluh kapiler atau pembuluh darah besar karena

  • invasi trofoblast. Sebagian dari darah yang keluar mengalir ke dalam kavum douglas dan

    berkumpul, sebagian lagi membeku mengelilingi hasil konsepsi di dalam tuba. Jumlah darah

    terkumpul di dalam kavum douglas pada abortus komplit sedikit dan lebih banyak pada

    abortus inkomplit sehingga terbentuk hematosil.2,4

    Implantasi pada pars isthmika tuba

    Mempunyai lumen yang sempit, tipis dan tidak mampu melebar seperti pars ampullaris. Pada

    kehamilan 2-3 bulan sudah terjadi ruptur. Apabila implantasi terjadi pada segmen ini maka

    resiko robekan terjadi lebih dini dan lebih berat disebabkan invasi trofoblast ke dalam

    dinding tuba atau peregangan oleh hasil konsepsi atau karena banyak darah yang terkumpul

    dengan cepat.2,4

    Implantasi pada pars interstisial

    KE dapat berlangsung lebih lama sekitar 12-14 minggu atau lebih, kadang sampai aterm,

    karena hasil konsepsi yang membesar masih dapat ditampung oleh miometrium yang dapat

    hipertropi. Robekan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan keluarnya janin ke

    dalam rongga abdomen.2,4

    Perubahan pada uterus

    Hormon-hormon kehamilan akan memberikan reaksi pada uterus seperti pada kehamilan

    biasa. Maka tetap ditemui uterus yang bertambah besar dari biasa serta melunak, suplai darah

    yang bertambah dan terbentuknya desidua. Bila hasil konsepsi dalam tuba mati, maka desidua

    mengalami degenerasi, terkelupas, dan berdarah kemudian keluar pervaginam yang disebut

    decidual cast. Bila gejala lain tidak ada, sering wanita disangka keguguran, bahkan dilakukan

    kuretase.2,4

    DIAGNOSIS

    Untuk mendiagnosa KET yang akut tidaklah terlalu sulit, tetapi untuk jenis yang kronik

    bisa sulit sekali.

    1. Gejala dan tanda klinik

    a. Nyeri abdomen (pelvik)

  • Nyeri pelvik atau abdomen bagian bawah terjadi pada >95% kasus. Sekitar

    44% wanita mengalami nyeri abdomen menyeluruh dan 33% nyeri unilateral.

    Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tajam disebabkan oleh iritasi saraf

    frenikus akibat darah intraperitoneum yang luas pada 22% kasus. Nyeri abdomen

    (pelvik) sampai pingsan terjadi 37% pasien. Pada kehamilan yang lebih lanjut, dapat

    ditemukan sakit kepala (58%), gejala gastrointestinal (80%).1,4

    Pada kejadian ruptur,

    nyeri dirasakan pada seluruh abdomen.1,2,3,4

    b. Perdarahan pervaginam

    Keluhan dapat berupa haid yang tidak normal. Hampir seluruh wanita

    penderita kehamilan ektopik terganggu mengeluhkan amenorea tetapi 25% tidak,

    mereka salah menafsirkan bahwa terjadi haid padahal yang terjadi adalah perdarahan

    dari kehamilan tuba. Perdarahan pervaginam yang banyak ditemukan pada 60- 80%.1,4

    Perdarahan pervaginam dapat berupa bercak darah (spotting) sampai

    perdarahan seperti haid, ini terjadi akibat produksi Human Chorionik Gonadotropin

    (hCG) yang rendah oleh trofoblas pada KE dan ditemukan pada 50-80% pasien.

    c. Amenorea

    Amenorea sekunder sedikitnya terjadi dalam 2 minggu pada 60-80% kasus

    d. Perubahan uterus

    Uterus mungkin terdorong oleh massa ektopik, atau ligamen terisi oleh darah dan

    letak uterus bisa sangat berubah.1,4

    Pada 25% wanita uterus membesar karena

    perubahan hormonal selama kehamilan. Bila desidua ditemukan ada di uterus tanpa

    thropoblast mungkin suatu kehamilan ektopik tetapi bukan absolut, dan jika desidua

    tidak ada bukan berarti kehamilan ektopik disingkirkan. Desidua di uterus ditemukan

    hanya 5%-10% kasus.1

    e. Tekanan darah dan nadi

    Birkhahn (2003) mencatat 25 wanita dengan ruptur kehamilan ektopik gejala

    utamanya berupa nadi < 100 x/i dan tekanan darah sistolik > 100 mmHg.1 Perdarahan

    banyak menimbulkan gejala syok.1,2,4

    2. Pemeriksaan fisik dan ginekologi

    Pada pemeriksaan fisik dan ginekologi dapat ditemukan :

  • (1) Tanda-tanda akut abdomen : nyeri tekan yang hebat (defance muscular), muntah,

    gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok).

    (2) Nyeri bahu : karena perangsangan diafragma

    (3) Tanda Cullen : sekitar pusat atau linie alba kelihatan biru hitam dan lebam

    (4) Massa pelvik

    Pada pemeriksaan bimanual, massa pelvik dengan ukuran 5-15 cm dapat

    ditemukan pada 20% wanita. Massa hampir selalu ditemukan disamping atau

    belakang uterus dan konsistensi lunak. Nyeri palpasi sering mengidentifikasi dimana

    massa berada. Pemeriksaan bimanual yang berlebihan tidak perlu dilakukan untuk

    mencegah ruptur.1

    (5) Pada pemeriksaan ginekologik (periksa dalam) terdapat :

    - Adanya nyeri goyang serviks : dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan

    merasa sakit yang sangat. Ditemukan pada 75% wanita dengan ruptur tuba.1,2,4

    - Douglas crise : rasa nyeri hebat pada penekanan kavum douglas

    - Kavum Douglas teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula teraba

    masa retrouterin (massa pelvis)

    (6) Pervaginam keluar decidual cast

    (7) Pada palpasi perut dan pada perkusi : ada tanda-tanda perdarahan intra abdominal

    (shifting dullness).

    3. Temuan Laboratorium

    Kehamilan intrauterin yang sehat, kadar hCG kira-kira meningkat 2 kali setiap 2

    hari. Pada KE ditemukan kadar hCG serum rata-rata lebih rendah dibanding

    kehamilan normal, tidak ada angka pasti untuk kadar hCG serum sebagai diagnostik

    pada KE. Sehingga pemeriksaan kadar hCG serial sangat penting untuk

    membedakan antara kehamilan normal dan abnormal. Serum hCG (+) 8-9 hari

    setelah ovulasi, hCG meningkat >66% dalam 48 hari terjadi sekitar 17% pada KE.

    90% kadar hCG pada KE < 6500 mIU/ml. Uji kehamilan melalui hCG urin (+)

    pada 82% KE, 18% pada uji ini akan negatif bila kadar hCG

  • lainnya dimana pada KET, kadar progesteron 25 ng/ml merupakan indikasi kuat untuk kehamilan dalam

    rahim yang normal dan bila kadar

  • Namun bila tidak ditemukan cairan darah belum tertutup kemungkinan suatu

    kehamilan ektopik terganggu (KET).

    Wanita dengan nyeri hebat ataupun status hemodinamik tidak stabil

    memerlukan tindakan pembedahan tanpa menghiraukan ada tidaknya cairan di cul-de-

    sac, oleh karena itu ada yang mengatakan kuldosentesis memberikan informasi

    tambahan yang tidak dibutuhkan.5

    b. Kolpotomi posterior (kuldotomi)

    Sebagai pengganti kuldosintesis dapat dilakukan sayatan diforniks posterior.

    5. Pemeriksaan penunjang diagnostik suatu kehamilan ektopik

    Beberapa algoritme untuk mendiagnosa kehamilan ektopik telah dibuat (Barnhart

    1994, 1999 ; Kaplan, 1996 ; McCord, 1996 ; Stovall, 1989, 1990, 1992). Mereka

    menggunakan 5 kunci untuk menegakkan diagnosa.

    1. Sonografi

    Pada pemeriksaan USG, diagnosa KE ditegakkan bila kavum uteri kosong dan

    hasil konsepsi terlihat di luar uterus (di adneksa atau di kavum dauglas).

    Dengan USG transabdominal baru jelas terlihat suatu kehamilan intrauterin

    setelah 5-6 minggu kehamilan.

    Gambar 4. Ultrasonografi Kehamilan Ektopik. (a) cornu (b) serviks

  • Untuk menduga suatu KE adalah bila tampak adanya suatu massa di adneksa atau

    kavum dauglas dengan uterus yang kosong. Bila dihubungkan dengan hCG dalam

    serum adalah sebagai berikut :

    Jika kadar hCG >6.000 mIU/ml dan tampak kantong kehamilan dalam uterus maka

    KE dapat disingkirkan, kecuali untuk kasus yang jarang yaitu kehamilan heterotopik.

    Jika kadar hCG >6.000 mIU/ml dan tidak tampak kantong kehamilan uterus pada

    USG transabdominal dapat didiagnosis suatu KE (86% dari kasus).

    Jika kadar hCG 90%) dibandingkan dengan USG transabdominal.

    Dengan pemeriksaan USG tersebut kantong kehamilan intrauterin pada kehamilan

    sudah tampak terlihat pada kadar hCG >1.500-2.500 mIU/ml tetapi tidak tampak

    kantong kehamilan intrauterin pada USG transvaginal.

    2. Serum HCG

    Pada wanita dengan dugaan adanya kehamilan ektopik karena ada nyeri,

    perdarahan dan plano test yang positif lakukan sonografi vagina sebagai langkah

    awal.1 Bila uterus kosong dan kehamilan ektopik didiagnosa berdasarkan massa

    adnexa yang terpisah dari ovarium. Kehamilan dalam uterus sudah dapat dilihat

    secara sonografi bila kadar HCG minimal 1000 mIU/mL dan secara abdominal

    dengan HCG 18003600 mIU/ml. Studi oleh Barnhart dkk (1994) suatu keadaan

    uterus kosong dengan kadar HCG serum 1500 mIU/mL, 100% menyingkirkan

    adanya kehamilan yang baik dalam uterus. Bila ditemukan kadar HCG 1500

    mIU/mL dan tidak ada tanda kehidupan dalam uterus yang diidentifikasi dengan

    sonografi vagina maka diagnosa banding adalah suatu kehamilan uterus dengan janin

    sudah mati dan kehamilan ektopik. Bila kadar HCG < 1500 mIU/mL kehamilan

    uterus yang dini bisa saja terjadi, dan pemeriksaan HCG dengan sonografi vagina

    serial sangat berguna. Dengan sonografi doppler dapat dilihat perubahan pembuluh

    darah lokal dalam dinding uterus oleh karena adanya kantong gestasi sehingga dapat

    membedakan ektopik atau tidak.

    Wanita dengan kehamilan normal maka HCG kadarnya meningkat setelah 48

    jam. Bila pemeriksaan HCG serial ditemukan peningkatan kadar yang tidak

  • sama(konstan) atau lebih dari 1500 mIU/mL tanpa adanya kehamilan uterus dengan

    pemeriksaan sonografi vagina maka suatu kehamilan dalam uterus sudah dapat

    disingkirkan. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan kehamilan dengan janin

    mati dilakukan kuratase atau biopsi endometrium.1 Namun Barnhart (2003) mencatat

    biopsi endometrium tidak lebih sensitif dibanding kuretase.

    3. Serum progesterone

    Pemeriksaan tunggal progesterone serum dapat menjelaskan suatu diagnosa bila

    diduga kehamilan ektopik. Nilai akurasinya kasar dan nilai ambang biasanya kurang dari

    5 mg/mL dan lebih besar dari 25 mg/mL tidak menyangkal atau meniadakan suatu

    kehamilan dalam rahim. Kemampuan ditiap institusi untuk mengukur progesterone serum

    secara tepat adalah berbeda-beda. Kesukaran lain adalah bila kehamilan terjadi

    menggunakan teknik reproduksi yang berkaitan dengan progesteron serum yang lebih

    tinggi. Kadar progesterone serum sekurang-kurangnya 25 mg/mL suatu kehamilan

    ektopik adalah tidak mungkin. Dengan adanya penemuan ini maka pemeriksaan sonografi

    vagina tidak lagi diperlukan. Buckley (2000) menyatakan bahwa hanya 1 dari 4 wanita

    yang mengalami kehamilan ektopik dimana pemeriksaan serum progesterone menjadi

    penentuan.

    4. Kuretase

    Merupakan cara yang sederhana dan metoda yang efektif untuk mendiagnosa KE.

    Ketika kehamilan abnormal diketahui melalui kadar hCG atau progesteron, kuretase

    dapat membantu membedakan antara intrauterin atau KE. Jika di jaringan terdapat villi

    yang dibuktikan dengan mengapung di cairan saline atau melalui diagnosis histologi

    dengan membekukan jaringan dan irisan permanen pada jaringan maka telah terjadi

    kehamilan intrauterin non viable. Sedangkan bila terbukti tidak ditemukan villi maka

    diagnosis KE dapat ditegakkan.

    5. Laparoskopi dan laparotomi

    Alat laparoskopi sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosa KE yang belum

    terganggu. Dapat juga dipakai untuk diagnosa KET, asal saja penumpukan darah dalam

    kavum abdomen masih sedikit, dan hemodinamik stabil. Dengan alat ini laparotomi

    percobaan dapat dikesampingkan.

  • Pemilihan algoritme ini dibuat hanya pada wanita yang memiliki status hemodinamik

    yang stabil. Pada kasus yang diduga telah terjadi ruptur dengan hemodinamik yang tidak

    stabil maka penanganan dengan pembedahan harus segera dilakukan.

    DIAGNOSA PEMBEDAHAN

    Laparoskopi

    Visualisasi langsung ke tuba fallopi dan pelvis merupakan suatu cara diagnostik yang

    banyak digunakan pada kasus dengan kehamilan ektopik dan siap sedia untuk tindakan

    operatif.1 Dibanding laparotomi, ini lebih hemat biaya dan penyembuhan paska operasi lebih

    cepat.1,3

    Laparotomi

    Dilakukan bila penderita sudah dalam keadaan hemodinamik yang tidak stabil.1,2,3,4

    DIAGNOSA BANDING

    1. Apendisitis akut.

    2. Abortus.

    3. Kista ovarium terpelintir.

    4. PID.

    5. Ruptur kista korpus luteum ataupun folikel

    6. Endometriosis

    7. Salpingitis

    8. Batu ginjal

    PENATALAKSANAAN 2,4,5,6,7

  • Ketika diagnosa KE ditegakkan, terdapat beberapa penanganan berbeda yang dapat

    dilakukan. Diantaranya :

    1. Penanganan Ekspektatif

    Penanganan ini dapat berhasil pada pasien yang asimptomatik, dan KE secara pasti

    terletak di tuba, tidak ada perdarahan yang berarti, tidak terbukti terdapat ruptur atau

    gangguan hemodinamik dan massa ektopik berdiameter

  • dan keberadaannya tidak dapat secara akurat memprediksi keberhasilan atau

    kegagalan pengobatan medikamentosa.

    Karakteristik biokimiawi. Dengan terbatasnya nilai prognostik yang didapat pada

    observasi yang menggunakan ultrasonografi, konsentrasi serum hCG ternyata

    cukup berguna. Kecenderungan kegagalan dengan pengobatan medikamentosa

    memiliki korelasi langsung dengan konsentrasi awal hCG; dengan meningkatnya

    kadar hCG, maka kemungkinan keberhasilan pengobatan semakin menurun.

    Konsentrasi hCG Angka keberhasilan

    < 1000 IU/L 98% (CI=96-100)

    1000 1999 IU/L 93% (CI=86-100)

    2000 4999 IU/L 92% (CI=86-97)

    5000 9999 IU/L 87% (CI=79-98)

    10000 14999 IU/L 82% (CI=65-98)

    >15000 IU/L 68% (CI=49-88)

    2.2. Pengobatan Methotrexate Sistemik

    Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,

    termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak

    sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate

    diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan

    tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada

    umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis

    dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal. Harus diketahui pula bahwa terapi

    methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan

    angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi

    berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi

    medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan

    menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu

    diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan.

    Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate menyebabkan

  • beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis,

    gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan

    methotrexate yang disebutkan dalam literatur antara lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran

    massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun

    disebutkan dalam sumber lain bahwa hanya kadar -hCG-lah yang bermakna secara statistik.

    -hCG serial dibutuhkan. Untuk memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan hari-hari

    pertama setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri

    abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation

    pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan

    analgetik ,-hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari setelah pemberian

    methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada

    pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai

    kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil kadar -hCG masih perlu diawasi setiap minggunya

    hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL.

    Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis

    tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang

    diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7.

    Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan

    dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi

    methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba

    dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan

    melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate

    dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang

    belum terganggu.

    Hasil Pengobatan dengan Methotrexate

    Regimen methotrexate dosis tunggal maupun multipel belum pernah dibandingkan

    secara langsung pada suatu percobaan yang diacak, tetapi keduanya telah mencapai angka

    keberhasilan yang sempurna (75-95%) pada banyak kasus yang independen.

    Secara umum, 50-80% wanita yang diobati dengan methotrexate akan mendapat

    kehamilan berikutnya, dan 10-20% akan mengalami rekurensi KE. Intinya, fertilitas

  • setelah mengalami KE lebih bergantung pada karakteristik pasien dibandingkan dengan

    metode pengobatan yang diberikan.

    Indikasi dan Kontraindikasi Methotrexate

    Karakteristik absolut

    Hemodinamik stabil

    Tidak ada bukti perdarahan intra abdominal akut

    Memiliki komitmen untuk mematuhi regimen pengobatan

    Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemakaian methotrexate

    Karakteristik yang diharapkan

    Tanpa gejala atau gejala ringan (nyeri)

    Konsentrasi serum hCG kurang dari 10.000 mIU/ml

    Tidak ada aktivitas jantung janin

    Massa KE memiliki diameter kurang dari 4 cm

    Pengobatan medikamentosa tidak menjadi kontraindikasi pada KE dengan konsentrasi

    hCG lebih dari 10.000 mIU/ml atau dengan adanya aktivitas jantung embrio, tetapi pada

    keadaan tersebut terjadi peningkatan kecenderungan kegagalan pengobatan dan resiko

    terjadinya ruptur tuba. Wanita yang tidak memenuhi kriteria absolut yang dipaparkan di

    atas tidak boleh mendapat pengobatan medikamentosa.

    Kontraindikasi pengobatan methotrexate :

    Sedang menyusui

    Keadaan immunodefisiensi

    Alkoholisme atau terdapat bukti penyakit hepar kronik (peningkatan transaminase)

    Penyakit ginjal (peningkatan kreatinin serum)

    Kelainan hematologis (anemia berat, leukopenia, atau trombosito penia)

    Sensitif terhadap methotrexate

    Penyakit paru aktif

    Ulkus peptik

    Komplikasi Pengobatan Methotrexate Sistemik

  • Meskipun pengobatan medikamentosa merupakan pilihan pertama bagi hampir semua

    wanita dengan KE yang tidak ruptur, tetapi bukan berarti sebagai pilihan yang paling baik

    untuk semua wanita.

    Ketika pengobatan medikamentosa telah berhasil, waktu penyembuhan (ketika

    konsentrasi hCG tidak lagi terdeteksi) secara umum berkorelasi dengan konsentrasi awal

    serum hCG; waktu penyembuhan rata-rata lebih kurang 5 minggu. Dan beberapa wanita

    memerlukan pemeriksaan setiap minggu hingga 3 bulan atau lebih sampai hCG tidak

    lagi terukur. Gejala nyeri pada umumnya timbul atau meningkat setelah beberapa hari

    setelah pengobatan dengan methotrexate.

    Keluhan tersebut selalu mengharuskan reevaluasi tetapi bukan merupakan indikasi

    operasi segera. Efek samping dari methotrexate adalah relatif sering dirasakan, tetapi juga

    bersifat minor dan sementara ; prevalensi terjadinya efek samping adalah lebih tinggi

    pada pengobatan dosis multipel dibandingkan dosis tunggal.

    Ruptur tuba mengharuskan tindakan operasi emergensi apabila terjadi pada saat

    pemberian pengobatan medikamentosa, dan dapat terjadi meskipun konsentrasi hCG

    sedang mengalami penurunan yang sesuai; ruptur tuba pernah didapatkan setelah 6

    minggu pengobatan medikamentosa mulai diberikan. Untungnya, ruptur tuba tidak

    memiliki efek samping yang independen yang mempengaruhi fertilitas selanjutnya atau

    hasil dari kehamilan.

    Pengobatan Medikamentosa dengan Injeksi Langsung

    Methotrexate juga dapat diberikan dengan injeksi lokal secara langsung (1mg/kg) ke

    dalam kantung kehamilan dengan tuntunan laparoskopi atau ultrasonografi. Melalui

    metode ini, methotrexate dengan konsentrasi tinggi dimasukkan pada tempat implantasi

    dan akan mencapai konsentrasi sistemik yang sama dengan terapi sistemik. Pemberian

    methotrexate lokal telah banyak dilakukan di negara Eropa. Hasil dari keseluruhannya

    tidak konsisten tetapi umumnya tidak berbeda dengan hasil terapi sistemik. Injeksi lokal

    langsung bersifat invasif, lebih mahal dan memerlukan skill yang lebih besar. Dengan

    kekurangan tersebut dan tidak ada bukti keuntungan yang jelas, pengobatan methotrexate

    sistemik adalah pilihan yang lebih logis. Pengalaman dengan injeksi lokal langsung

    dengan menggunakan obat lain (kalium-klorida, glukosa hiperosmolar) masih terbatas.

  • Oleh karena itu, secara umum, efikasi, keamanan dan dampak jangka panjang terhadap

    fertilitas belum pernah didapatkan.

    Profilaksis Immunoglobulin Rh

    Meskipun terapi immunoglobulin Rh (D) pada umumnya direkomendasikan pada

    semua wanita Rh-negatif yang terdapat KE atau abortus spontan dini, bukti mendukung

    rekomendasi ini masih lemah. Sangat mungkin membutuhkan terapi tersebut pada pada

    saat KE mencapai umur 8 minggu. Meskipun demikian, rekomendasi saat ini adalah

    memberikan paling sedikit 50 mg immunoglobulin Rh pada semua wanita Rh-negatif

    dengan KE atau abortus spontan dini (untuk melindungi perdarahan feto-maternal

    mencapai 2,5 mL)

    3. Penatalaksanaan Operatif

    3.1. Pembedahan dengan laparoskopi

    Pembedahan melalui lubang kecil, dibawah penglihatan laparoskopik, melakukan

    insisi sepanjang batas superior dan menyedot KE ke luar. Hal ini juga

    memungkinkan pembukaan tuba dan pengangkatan kehamilan (salpingostomi) atau

    pengangkatan keseluruhan tuba (salpingektomi). Keputusan tindakan yang diambil

    berdasarkan keinginan pasien, diikuti dengan follow-up hasil test kadar serum

    hCG diperlukan pada jaringan ektopik persistent yang terjadi 5-10%. Laparoskopi

    merupakan penanganan yang dianjurkan pada seluruh kasus KE. Hal ini berkaitan

    dengan perdarahan dan kebutuhan analgetik yang minimal. Sehingga laparoskopi

    mengurangi biaya, rawat inap dan periode penyembuhan.

    3.2. Pembedahan dengan laparotomi

    Umumnya dilakukan pada penderita dengan hemodinamik yang tidak stabil atau

    penderita dengan KE di kornu. Metoda ini juga dilakukan untuk klinisi yang kurang

    berpengalaman dan penderita yang sulit untuk dilakukan pembedahan secara

    laparoskopi (obesitas dan hemoperitoneum yang masif).

    Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang

    berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada

    prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil

  • konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos

    dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit

    dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka

    (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan

    dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold

    standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel

    membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per

    laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi

    pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa

    rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup

    ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba

    dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak

    berbeda secara bermakna.

    Salpingotomi Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali

    bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan

  • bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan

    tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.

    Salpingektomi Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang

    belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi

    maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:

    1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan

    fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi

    atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6)

    perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan

    heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil

    konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika

    yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab

    salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika

    yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali

    dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi.

    Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem,

    digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria

    tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang

    direseksi dipisahkan dari mesosalping.

    Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa

    hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan

    menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa

    hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi

    dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat

    diekspulsi dengan cairan bertekanan.

    Keberhasilan penanganan pembedahan pada KE bergantung pada beberapa faktor

    termasuk di bawah ini :

    a) Keadaan Preoperatif :

    Usia penderita, riwayat dan keinginan untuk kemampuan fertilitas.

    Riwayat KE berulang atau PID

    Kondisi tuba ipsilateral (ruptur atau tidak ruptur)

  • Kondisi tuba kontralateral (perlengketan, oklusi pada tuba)

    Lokasi kehamilan (interstitium, ampulla, isthmus)

    Ukuran kehamilan

    Komplikasi

    b) Keadaan intra operatif : Lakukan prosedur dengan hati-hati untuk meminimalisasi

    kehilangan darah dan mengurangi kemungkinan terjadinya jaringan trofoblastik yang

    tertahan yang dapat menyebabkan implantasi berulang dan persisten. Angkat gestasi

    yang luas pada kantung endoskopi, dan lakukan irigasi dan suction untuk mengangkat

    fragmen-fragmen yang tertinggal. Awasi rongga peritoneum dan angkat setiap

    jaringan trofoblastik yang tertinggal.

    c) Keadaan post operatif : kontrol nyeri dan stabilitas hemodinamik.

    d) Perawatan : setelah pembedahan monitor kadar hCG kuantitatif setiap minggu, bila

    perlu hingga nol untuk memastikan pengobatan sempurna. Terutama pengobatan

    dengan pembedahan konservatif seperti salpingostomi yang menyebabkan 5-15%

    jaringan trofoblastik persistent. Waktu rata-rata agar hCG hilang dari sistem

    sirkulasi sekitar 2-3 minggu, tapi pada keadaan persistent lebih dari 6 minggu.

    KOMPLIKASI

    Diagnosis yang salah atau terlambat akan menimbulkan komplikasi sekunder pada

    KE. Kegagalan mendiagnosis KE dapat menyebabkan ruptur uterin, tergantung pada lokasi

    kehamilan, yang dapat menyebabkan perdarahan yang massif, syok, disseminated

    intravascular coagulopathy (DIC) dan kematian. KE menyebabkan kematian ibu pada

    trimester pertama. Komplikasi karena pembedahan : infeksi, dan kerusakan organ, seperti

    usus, vesika urinaria, ureter, dan pembuluh darah besar yang dekat.

    PROGNOSIS

    Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dini dan fasilitas dan

    penyediaan darah yang cukup. Hanya 60% dari wanita yang pernah dapat KET menjadi

    hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka KE yang berulang

    dilaporkan berkisar antara 0-14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah

  • sekitar 50%. 3/4 wanita tersebut secara sadar menghindari kehamilan dan 1/4 mengalami

    infertil.

    1. Ekspektatif dilakukan bila HCG dibawah 2000 IU/L dan hasil pemeriksaan sonografi

    tidak meyakinkan, tindakan berupa monitor gejala-gejala klinis, pemeriksaan konsentrasi

    HCG dan pemeriksaan usg transvaginal ulangan.

    2. Laparoskopi lebih baik dibanding laparotomi kecuali bila status hemodinamik penderita

    tidak stabil. Hal yang dilakukan antara lain salphingostomy, salphingotomy dan

    salphingectomy.

    3. Methotraxate sistemik

    Obat anti neoplastik bekerja sebagai antagonis asam folat dan sangat efektif menghambat

    proliferasi trophoblast.1 Perdarahan aktif dalam abdomen kontraindikasi diberikan terapi

    ini, juga bila ukuran kehamilan lebih dari 4 cm. Kontra indikasi lain adalah wanita yang

    sedang memberikan ASI, penurunan imun, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru dan

    ulkus peptikum.Dosis tunggal methotraxate adalah 50 mg/m2 IM sedangkan variabel

    berupa 1mg/kgBB methotrexate + 0,1mg/kgBB leukovorin selang seling,dan kadar

    HCG sebagai parameter keberhasilan pengobatan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Hariadi R, Ilmu Kedokteran Fetomaternal, Himpunan Kedokteran Fetomaternal

    Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Surabaya. 2004.p 336-359

    2. Potter Beth et all. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. University of

    Wisconsin Medical School-Madison. November 2005.

    3. Marie anne et all. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. Journal of The

    American Academy. November 2005; vol.72/no.9.

    www.aafp.org/afp/20051101/1707.html

    4. Kusuma N, Affandi B. Effektivitas metrotreksat pada kehamilan tuba kajian

    retrospektif selama 5 tahun di DKI Jakarta, MOGI 2001.

    5. Vicken Sepilin, MD. Ectopic Pregnancy. University of Texas Medical Branch.

    Oktober 2005. www.emedicine.com/med/ectopicpregnancy.com

    6. Speroff Leon and Fritz Marc. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility.

    Ectopic Pregnancy. Lippincott Williams and Wilkins. 7th ed. 2005:1276-96.

    7. Serdar H. Ural, MD. Ectopic pregnancies, Mei 2004.

    www.yahooectopicpregnancies.com

    8. Advanced Fertility Center of Chicago, Laparoscopic Images of Ectopic Tubal

    Pregnancies, 1996-2006, www.ectopicpregnacies.yahoo.com

    9. Jhon David Gordon, M, Obstetric Gynecology & Infertility, scrub hill press, inc.

    2001.

    10. Prawiroharjo S., Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi, Ilmu Kandungan,

    Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999:199-206.

  • 11. Cunningham GF, McDonald PC, Gant Williams Obstetric 20th ed, Prentice Hall, New

    York, 1997 : 607-635.

    12. Saifuddin, AB, Kehamilan Ektopik, Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan

    Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,

    Jakarta, 2001, 152-156.

    13. UK Ectopik Pregnancy trust, Ectopic Pregnancy www.women-health.co.uk

    14. The Free Dictionary. Ectopic Pregnancy Dorlands Medical Dictionary for Health

    Consumers.2007.www.medical-dictionarythefreedictionary.com

    15. Fertility News. Ectopic Pregnancy. Articles 2005. www.fertilityjourney.com

    16. The Most Trusted Name in Medical Illustration. Ectopic Pregnancy II Rupture,

    Abortion.www.netterimages.com/image/3015.htm

    17. Raine Nick and Fleischer A. Clarifying The Role of Three Dimensional

    Transvaginal Sonography In Reproductive Medicine. Ectopic Pregnancy. Journal of

    Experimental & Clinical Assisted Reproduction.2005.2(1):10

    18. Nabil M and Amin Aly. Diagnostic Laparascopy in Gynaecological Problems : A

    Retrospective Study. University Cairo. 2007.www.obgyn.net