41
PRESENTASI KASUS KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU Disusun Oleh : PRIEZA NOOR AMALIA 1102009217 Preceptor : Dr. Hj. Helida Abbas, Sp.OG DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS OBSTETRI – GINEKOLOGI

kehamilan-ektopik-terganggu

  • Upload
    concoz

  • View
    116

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KET

Citation preview

Page 1: kehamilan-ektopik-terganggu

PRESENTASI KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun Oleh :

PRIEZA NOOR AMALIA

1102009217

Preceptor :

Dr. Hj. Helida Abbas, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS OBSTETRI – GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI JAKARTA

RSU DR SLAMET GARUT

2013

Page 2: kehamilan-ektopik-terganggu

BAB I

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS

Nama Pasien : Ny. A

Umur : 31 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Caringin

Masuk RS : 2 April 2013

No. CM : 01591259

Nama Suami : Bpk. O

Umur : tidak diketahui

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Islam

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Nyeri perut

Anamnesa Khusus

G4P3A0 merasa hamil 3 minggu mengeluh nyeri perut sejak kurang lebih 3 hari SMRS,

keluhan disertai perdarahan dari jalan lahir berupa bercak. Ada nyeri ulu hati, mual, dan

muntah. Riwayat keluar gumpalan atau jaringan disangkal. Riwayat keluar gelembung seperti

telur ikan disangkal. Riwayat panas badan disangkal. Riwayat minum obat-obatan dan jamu-

jamuan disangkal. Riwayat adanya trauma disangkal.

Riwayat Obstetri

1. Rumah, paraji, aterm, spontan, 2500 gram, perempuan, 14 tahun, hidup.

2. Rumah, paraji, aterm, spontan, 2700 gram, laki-laki, 9 tahun, hidup.

Page 3: kehamilan-ektopik-terganggu

3. Rumah, paraji, aterm, spontan, 2800 gram, laki-laki, 3 tahun, hidup.

4. Hamil ini.

Riwayat Perkawinan

Status : menikah kedua kali

Usia saat menikah : istri : 16 tahun

Suami : tidak diketahui

Haid

HPHT : 16 Maret 2013

Siklus : teratur

Lama : 7 hari

Banyaknya darah : biasa

Nyeri haid : tidak ada

Menarche usia : 13 tahun

Kontrasepsi Terakhir

Suntik 3 bulan

Akseptor KB sejak tahun 1999 sampai dengan 2012

Alasan berhenti KB karena ingin punya anak lagi

Prenatal Care

Ke dokter umum. Jumlah kunjungan PNC 3 kali. Terakhir PNC 1 minggu yang lalu.

Keluhan selama Kehamilan

Tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada.

PEMERIKSAAN FISIK

KU : Compos mentis

Tensi : 90/60 mmHg

Page 4: kehamilan-ektopik-terganggu

Nadi : 92x/menit

RR : 26x/menit

Suhu : afebris

Kepala : conjunctiva anemis

Sklera tidak ikterik

Leher : tiroid : tidak ada kelainan

KGB : tidak ada kelainan

Thorak : Cor : BJ murni reguler

Pulmo : Sonor, VBS kanan=kiri

Abdomen : distensi, tegang, DM (+), PS/PP (-), NT (+) bagian seluruh perut bawah

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ekstremitas : edema dan varises tidak ada pada kedua kaki

STATUS OBSTETRIK

Pemeriksaan Luar

TFU / Lingkar Perut : tidak teraba

Letak Anak : -

His : -

DJJ : -

USG : Endometrial Line (+)

Cairan bebas : (+)

Pemeriksaan Dalam

Vulva : tidak ada kelainan

Vagina : tidak ada kelainan

OUE : tertutup

Cavum uteri : agak membesar

Adneksa kanan kiri : menonjol, nyeri tekan (+)

Cavum Douglas : menonjol, nyeri tekan (+)

Serviks : nyeri goyang serviks

Page 5: kehamilan-ektopik-terganggu

DIAGNOSIS (ASSESMENT)

Kehamilan ektopik terganggu

RENCANA PENGELOLAAN / TINDAKAN

-Infus, cross match sedia darah

-O2 2-3 L/menit

-Resusitasi cairan 1 L

-Rencana laparotomi eksplorasi

-Observasi keadaan umum dan tanda vital

PEMERIKSAAN PENUNJANG (LABORATORIUM)

Tanggal 2 April 2013 (16.44 WIB)

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 7,5 g/dL (12-16)

Hematokrit : 23% (35-47)

Lekosit : 12.900/mm3 (3.800-10.600)

Trombosit : 307.000/mm3 (150.000-440.000)

Eritrosit : 2.46 juta/mm3 (3,6-5,8)

2. IMUNOSEROLOGI

HBsAg : Negatif

3. URINE

Tes Kehamilan : POSITIF

Tanggal 3 April 2013 (06.00 WIB)

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 7,5 g/dL (12-16)

Hematokrit : 23% (35-47)

Lekosit : 10.400/mm3 (3.800-10.600)

Trombosit : 235.000/mm3 (150.000-440.000)

Page 6: kehamilan-ektopik-terganggu

Eritrosit : 2.45 juta/mm3 (3,6-5,8)

Tanggal 3 April 2013 (22.34 WIB)

1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin : 8,7 g/dL (12-16)

Hematokrit : 25% (35-47)

Lekosit : 8.400/mm3 (3.800-10.600)

Trombosit : 217.000/mm3 (150.000-440.000)

Eritrosit : 2,71 juta/mm3 (3,6-5,8)

Page 7: kehamilan-ektopik-terganggu

FOLLOW UP DOKTER

TANGGAL CATATAN INSTRUKSI

2 April 2013 (POD 0) S: tidak ada keluhan

O : KU : Compos Mentis

Tensi : 90/60 mmHg

Nadi :100x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : afebris

Abdomen : datar lembut

DM (-) PS/PP (-) NT (-)

Perdarahan pervaginam : (-) lochia

rubra

Diuresis : 100cc/jam

A : abortus tuba pars ampularis

dextra

-IVFD RL : D5 2:1

30 gtt/menit

-Cefotaxime 2x1gram IV

-Metronidazole 3x500g IV

-Ketoprofen 2x1supp

-Puasa s/d BU (+)

-Transfusi PRC 2 labu

-Periksa Hb pasca transfusi 2

labu

-Observasi KU

3 April 2013 (POD 1) S : nyeri perut bagian bawah

O : KU : Compos Mentis

Tensi : 100/60 mmHg

Nadi : 80x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : afebris

Abdomen : datar lembut

DM (-) PS/PP (-) NT (+) BU (-)

Perdarahan pervaginam (-)

Lochia rubra

A : abortus tuba pars ampularis

dextra

LO : tertutup verband

BAK/BAB : (+)/(-)

-Transfusi s/d Hb ≥8g/dL

-1 labu lagi cek Hb

-Terapi injeksi teruskan

-Test feeding

-Observasi

Page 8: kehamilan-ektopik-terganggu

4 April 2013 (POD 2) S : tidak ada keluhan

O : KU : Compos Mentis

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 84x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : afebris

Abdomen : datar lembut

NT (-), DM (-), PS/PP (-)

Perdarahan pervaginam : (-)

Lochia rubra

LO : tertutup verband

BU : (+)

A : abortus tuba pars ampularis

dextra

-IV line lepas

-Obat ganti oral

-Cefadroxil 2x500mg

-Asam Mefenamat 3x500mg

-Metronidazole 3x500mg

-Mobilisasi

5 April 2013 (POD 3) S : tidak ada keluhan

O : KU : Compos Mentis

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : afebris

Abdomen : datar lembut

NT (-), DM (-), PS/PP (-)

Perdarahan pervaginam : (-)

LO : kering terawat

BAK/BAB : (+)/(+)

A : abortus tuba pars ampularis

dextra

-Cefadroxil 2x500mg

-Asam Mefenamat 3x500mg

-Metronidazole 3x500 mg

-Boleh pulang

Page 9: kehamilan-ektopik-terganggu

LAPORAN OPERASI

Tanggal 2 April 2013

Operator : Dr. Arry

Asisten 1 : Meta

Ahli Anestesi : dr. Hj. Hayati, Sp.An

Asisten Anestesi : Asty

Jenis Anestesi : NU

Diagnosa Pra Bedah : Kehamilan Ektopik Terganggu

Diagnosa Pasca Bedah : Abortus tuba pars ampularis dextra

Jenis Operasi/Tindakan : Salphingectomy dextra

Kategori Operasi : Besar

Desinfeksi Kulit : Povidone Iodine 10%

Laporan Operasi Lengkap :

- Dilakukan tindakan a dan antiseptik pada abdomen dan sekitarnya

- Insisi mediana inferior 10 cm

- Setelah peritoneum dibuka, tampak banyak darah dan bekuan darah sebanyak ±800cc

mengisi rongga abdomen. Pada eksplorasi selanjutnya tampak tuba pars ampularis

dextra membesar dengan ukuran 6x5x4cm dengan ostium tuba pars ampularis dextra

pars abdominalis masih aktif mengeluarkan darah

- Kesan : Abortus tuba pars ampularis dextra

- Diputuskan untuk melakukan salphingectomy dextra

- Pangkal tuba kanan dan mesosalphy kanan diklem, dipotong, dan diikat

- Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah

- Fascia dengan PGA no 1 kulit subkutikuler

- Perdarahan saat operasi ±100cc

- Diuresis ±100cc

Page 10: kehamilan-ektopik-terganggu

Prognosis

Quo ad Vitam : bonam

Quo ad Functionam : dubia ad bonam

Quo ad Sanasionam : dubia ad bonam

PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosa kehamilan ektopik terganggu pada pasien ini sudah benar?

2. Bagaimana pengelolaan yang seharusnya pada pasien ini?

3. Bagaimana prognosis pada pasien ini?

PEMBAHASAN

1. Pasien wanita usia 31 tahun datang dengan nyeri perut bagian bawah disertai keluhan

keluar darah (spotting) dari jalan lahir sejak 3 hari SMRS. Berdasarkan keluhan utama

pasien dapat dipikirkan beberapa diagnosis diferensial diantaranya trauma,

apendisitis, keguguran/abortus, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu, dan mola

hidatidosa. Riwayat trauma pada daerah genitalia dan abdomen disangkal oleh pasien,

sehingga kemungkinan perdarahan akibat trauma dapat disingkirkan. Pada pasien juga

tidak terdapat demam sehingga diagnosis banding apendisitis dan salpingitis dalam

disingkirkan. Pasien memiliki faktor resiko yang menunjang ke arah diagnosis

kehamilan ektopik terganggu yaitu memiliki riwayat koitus dibawah usia 18 tahun

karena pasien menikah saat usia 16 tahun. Hal tersebut termasuk faktor resiko ringan

untuk kehamilan ektopik. Walaupun pasien memiliki faktor resiko yang mendukung

ke arah kehamilan ektopik namun kemungkinan lain seperti abortus/keguguran dan

mola hidatidosa belum dapat disingkirkan. Oleh karena itu perlu dilakukan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital pasien dalam keadaan stabil, hal

tersebut menunjukkan bahwa pasien kemungkinan tidak/belum masuk dalam keadaan

syok walaupun tekanan darah masih normal namun dibatas bawah sehingga patut

dicurigai terjadi adanya kemungkinan gangguan perfusi. Pada palpasi abdomen

ditemukan tanda-tanda akut abdomen, seperti nyeri tekan dan deffance muscular hal

tersebut menunjukkan mungkin telah terjadi perdarahan yang banyak ke rongga

abdomen yang menyebabkan rangsangan peritoneum.

Pada pemeriksaan ginekologi, pada pemeriksaan dalam didapatkan ostium

yang tertutup serta tidak didapatkan riwayat adanya jaringan yang keluar dari jalan

Page 11: kehamilan-ektopik-terganggu

lahir sehingga diagnosis banding abortus insipiens dan inkompletus dapat

disingkirkan. Porsio tebal lunak, yang merupakan tanda kehamilan. Pada vaginal

toucher, didapatkan masa pada adneksa kanan dan kiri menonjol, terdapat nyeri

goyang serviks, daerah adneksa dan kavum Douglas menonjol yang merupakan tanda

khas dari kehamilan ektopik terganggu.

Pada pemeriksaan PP yang positif menandakan bahwa pasien benar hamil dan

saat di USG, tampak terdapat endometrial line dan cairan keluar sehingga kesan

kesimpulan USG adalah kehamilan ektopik. Pada pasien juga terdapat kadar

hemoglobin yang rendah yaitu 7,5 g/dL dan Ht 23% oleh karena itu kemungkinan

pasien menderita anemia akibat kehilangan darah yang dicurigai dari darah yang

keluar dari rupturnya kehamilan ektopik. Kemudian, dibuktikan secara pasti pada

laporan operasi ditemukan ruptur tuba pars ampularis dextra dengan adanya bekuan

darah di dalam rongga abdomen (penyebab tanda nyeri akut abdomen).

2. Pada pasien ini telah dikelola dengan baik sesuai dengan indikasinya, terutama

dengan dilakukannya laparotomi eksplorasi segera (cito) dikarenakan adanya tanda

nyeri akut abdomen, tekanan darah normal namun dibatas bawah dan Hb yang rendah,

sehingga dikhawatirkan perdarahan masih aktif yang harus di evakuasi segera dan

dihentikan.

Sebelum dilakukan operasi, assessment awal di UGD sudah dilakukan

tindakan yang tepat dengan dilakukan resusitasi cairan dan pemberian oksigen agar

tidak terjadi gangguan perfusi lebih lanjut yaitu syok hipovolemik. Rencana

penyiapan transfusi sebanyak 2 labu PRC juga dilakukan untuk menambah darah

yang telah hilang agar Hb dapat naik, sehingga saat pascaoperasi darah tidak makin

banyak berkurang.

Jenis operasi yang juga telah dilakukan adalah salpingektomi atau reseksi

tuba karena telah terjadi ruptur, perdarahan banyak, dan hasil konsepsi berdiameter >

2 cm, sedangkan jika melakukan salpingostomi biasanya dilakukan untuk membuang

hasil konsepsi yang memiliki diameter kurang dari 2 cm dan terletak di sepertiga

distal tuba. Pasca operasi pasien diberikan antibiotik Cefotaxime dan Metronidazole

karena telah dilakukan operasi invasif agar tidak terjadi infeksi pascaoperasi, dan

ketoprofen supp serta asam mefenamat sebagai analgetik.

Page 12: kehamilan-ektopik-terganggu

3. Prognosis quo ad vitam pada pasien ini bonam, karena keadaan umum dan tanda vital

pasien sebelum dan sesudah pasien operasi baik. Prognosis quo ad functionam dubia

ad bonam, karena dilakukan salpingektomi pada tuba kanan pasien, sehingga hanya

ada satu tuba yang berfungsi sehingga kemungkinan pasien untuk hamil lagi menjadi

berkurang, namun karena satu tuba masih bisa berfungsi maka masih ada peluang

untuk hamil lagi. Prognosis quo ad sananctionam dubia ad bonam, karena berdasarkan

tinjauan pustaka didapatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik akan meningkat

apabila pasien pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya.

Page 13: kehamilan-ektopik-terganggu

BAB II

PEMBAHASAN UMUM

Pendahuluan

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang

berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan yang

gawat ini terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.

Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat dihadapi oleh setiap

dokter, karena sangat beragamnya gambaran klinik ektopik terganggu. Hal yang perlu diingat

ialah, bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan

haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dipikirkan kehamilan ektopik

terganggu.

Definisi

Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar

endometrium kavum uteri. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang

berimplantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang

rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba,

terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars

ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulum tuba.

Kehamilan di luar tuba adalah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,

kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder.

Kehamilan intrauterine dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.

Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy di mana kehamilan

intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan compound

ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan kehamilan

ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion

Etiologi

Sebagian besar dari penyebab kehamilan ektopik belum banyak diketahui. Beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kehamilan ektopik adalah saat telur mengalami

hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba atau nidasinya di tuba dipermudah. Faktor-

faktor yang mempengaruhinya adalah :

Page 14: kehamilan-ektopik-terganggu

1. Faktor dalam lumen tuba

a. Endosalpingitis. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping

sehingga lumen tuba akan menyempit atau membentuk kantung buntu yang

menyebabkan telur terhambat di dalam lumen tuba

b. Hipoplasia uteri. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan

hal ini juga sering disertai gangguan fungsi silia endosalping

c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dapat menyebabkan lumen

menyampit.

2. Faktor pada dinding tuba

a. Endometriosis tuba. Pada endometriosis tuba, tuba menjadi tempat yang kondusif

untuk implantasi telur yang dibuahi.

b. Divertikel tuba kongenital dapat menahan telur yang dibuahi di tempat tersebut.

3. Faktor di luar dinding tuba

a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan

telur.

b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

4. Faktor lain

a. Migrasi luar ovum

b. Fertilisasi in vitro.

Patologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi pada dasarnya sama halnya dengan di kavum

uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi kolumner, telur

berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya

terbatas oleh karena kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan

kemudian diresorbsi. Sedangkan pada nidasi interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot

endosalping dan kemudian membentuk pseudokapsularis, dimana telur terpisahkan dari

lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupa desidua. Pembentukan desidua tersebut

tidak sempurna bahkan terkadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus

endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan

pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti

tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi

trofoblas.

Page 15: kehamilan-ektopik-terganggu

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatis

dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula menjadi

desidua. Pada sebagian kehamilan ektopik dapat ditemukan perubahan-perubahan pada

endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella, dimana sel epitel membesar dengan inti

hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-

lubang atau berbusa, dan kadang ditemukan mitosis.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian

dikeluarkan berkeping-keping atau pun dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai

berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.

Tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, maka tidak mungkin janin

dapat tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Oleh karena itu nasib kehamilan dalam tuba

terdapat beberapa kemungkinan. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur

kehamilan 6-10 minggu.

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Terjadi pada implantasi secara kolumner. Dalam keadaan ini penderita tidak ada keluhan,

hanya haid yang terlambat selama beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh darah oleh villi korialis

pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan janin dari dinding tersebut

bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian

atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan

menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian

didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Keadaan ini lebih sering terjadi

pada kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales ke

arah peritoneum biasa terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan

karena lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah

pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen yang

sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna, perdarahan akan terus

berlangsung dari sedikit demi sedikit oleh darah hingga berubah menjadi mola kruenta.

Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan

(hematosalping), dan selanjutnya darah akan mengalir ke rongga perut melalui ostium

tuba, berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

Page 16: kehamilan-ektopik-terganggu

3. Ruptur dinding tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya

pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan

yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi

korialis ke dalam lapisan muskularis tuba lalu ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara

spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini

akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, yang jika banyak dapat sampai menimbulkan

syok dan kematian. Bila pseusokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam

lumen tuba.

Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, dapat terjadi ruptur

sekunder. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah

karena tekanan darah dalam tuba. Terkadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan

terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin tetap

hidup, terdapat kehamilan intraligamenter.

Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila

robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Jika

penderita dapat bertahan tanpa operasi, nasib janin bergantung pada kerusakan yang

diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati masih kecil dapat diresorbsi seluruhnya,

namun bila besar akan berubah menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion

dan plasenta masih utuh dapat terus tumbuh dalam rongga perut, sehingga akan terjadi

kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,

plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke

sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

Gambaran Klinik

Gejala klinis pada kehamilan ektopik sangat menyerupai kehamilan normal. Pada

kehamilan ektopik yang muda dan tidak terganggu terdapat gejala seperti yang didapatkan

pada kehamilan yaitu amenorea, mual sampai muntah. Kadang terdapat rasa nyeri pada perut

kiri atau kanan bawah yang disebabkan oleh adanya regangan peritoneum karena tuba yang

membesar karena kehamilan ektopik. Uterus juga dijumpai membesar dan lembek seperti

pada kehamilan normal. Biasanya, kehamilan ektopik terdeteksi ketika sudah mengalami

ruptur, oleh karena itu, sebelum adanya ruptur atau gangguan lain, sangat dibutuhkan

keterampilan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik.

Page 17: kehamilan-ektopik-terganggu

Gejala yang paling sering dijumpai pada kehamilan ektopik adalah nyeri abdomen

dan pelvis (95%) dan amenorea dengan sedikit spotting atau bercak darah (60 – 80%). Nyeri

biasanya terjadi pada abdomen bagian bawah dan akan terasa seperti kram. Nyeri dapat

menjalar ke bahu. Nyeri terjadi karena regangan peritoneum oleh tuba yang berisi gravid

(pada kehamilan tuba). Apabila terjadi ruptur, nyeri dapat terjadi di seluruh abdomen.

Perdarahan pervaginam dapat juga muncul. Biasanya terjadi setelah kematian janin.

Perdarahan ini merupakan efek dari menurunnya kadar estrogen. Perdarahan biasanya

berwarna coklat tua dan mirip seperti perdarahan pada menstruasi. Hal ini sering mengecoh

pasien karena mirip dengan menstruasi normal.

Terdapat juga perubahan dari uterus. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong

ke satu sisi karena adanya penekanan dari massa ektopik. Pergeseran ini dapat juga

disebabkan oleh otot atau ligamen yang berisi darah. Pada 25% kasus, uterus membesar

karena stimulasi hormon saat kehamilan. Derajat perubahan endometrium uterus menjadi

desidua sangat bervariasi. Adapun penemuan dari desidua uterus tanpa trofoblas dapat

menjadi dasar diagnosis dari kehamilan ektopik walapun tidak selalu, dan tidak adanya

desidua pada uterus belum berarti bisa menyingkirkan kehamilan ektopik.

Sebelum terjadi ruptur, tekanan darah dan tanda vital ibu normal. apabila terjadi

perdarahan respon yang terjadi mulai dari perubahan tanda vital hingga kenaikan tekanan

darah yang sangat tinggi, atau bisa juga terjadi respon vasovagal disertai dengan bradikardia

dan hipotensi. Birkhan dkk (2003) menyatakan bahwa dari 25 orang wanita yang mengalami

ruptur kehamilan ektopik, mayoritas memiliki denyut nadi kurang dari 100 kali per menit dan

tekanan darah sistolik diatas 100 mmHg. Tekanan akan meningkat dan pulsasi juga akan

meningkat hanya jika perdarahan terus berlangsung.

Pada pemeriksaan bimanual, akan ditemukan massa pada pelvis. Ukurannya beragam

mula dari 5 – 15 cm, massa ini dapat dipalpasi pada 20% wanita yang mengalami kehamilan

ektopik. Kebanyakan massa dapat dipalpasi posterior atau lateral dari uterus, dan bersifat

lembut dan kenyal bila diraba. Dengan adanya infiltrasi darah pada dinding tuba, kadang

massa terasa keras. Pemeriksaan bimanual harus hati-hati mengingat dapat terjadinya ruptur

iatrogenik.

Apabila terjadi abortus tuba dapat timbul perdarahan dari uterus, rasa nyeri, dan

uterus terasa keras. Ditemukan juga adanya nyeri tekan. Penderita bisa mengalami anemia

jika darah yang keluar cukup banyak. Suhu badan meningkat, di tempat terjadinya

hematosalping, perut akan terasa nyeri pada palpasi dan kadang dapat terasa adanya massa di

tempat itu.

Page 18: kehamilan-ektopik-terganggu

Ruptur tuba biasanya terjadi secara tiba-tiba dan keadaan pasien lebih parah

dibandingkan pada abortus tuba. Pasien biasanya tampak anemis, kadang dalam keadaan

syok, suhu badan menurun, nadi cepat, tekanan darah menurun, dan akral terasa dingin. Perut

agak membesar dengan adanya nyeri tekan pada palpasi. Kadang ditemukan cairan bebas

dalam rongga perut.

Diagnosis

Kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami

kesukaran, tetapi pada jenis menahun dan atipik bisa sulit sekali. Untuk mempertajam

diagnosis maka pada tiap perempuan dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri perut

bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada

umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat diagnosis dapat

ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostik seperti kuldosentesis, ultrasonografi,

dan laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu

dan kadang-kadang terdapat beberapa gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian

bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri

perut bagian bawah.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel

darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu terutama

bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin dan

hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut.

Bila ada penurunan hemoglobin dan hamtokrit, dapat menudukung diagnosis kehamilan

ektopik terganggu. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus

diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.

Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis

meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik dapat diperhatikan

jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjukkan pada keadaan

infeksi pelvik. Tes kehamilan berguna apabila hasil positif. Akan tetapi tes negatif tidak

menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi

dan degenerasi trofoblas mengakibatkan produksi human chorionic gonadotropin menurun

dan menyebabkan tes negatif.

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu sering keliru dengan abortus insipiens atau

abortus inkompletus yang kemudian dilakukan kuretase. Bila hasil kuretase meragukan

jumlah hasil konsepsinya, maka kita perlu curiga terjadinya kehamilan ektopik terganggu

Page 19: kehamilan-ektopik-terganggu

yang gejala dan tandanya tidak khas. Pada umumnya dilatasi dan kerokan untuk menunjang

diagnosis kehamilan ektopik tidak dianjurkan. Berbagai alasan dapat dikemukakan:

Kemungkinan adanya kehamilan dalam uterus bersama kehamilan ektopik;

Hanya 12-19% kerokan pada kehamilan ektopik menujukkan reaksi desidua;

Perubahan endometrium yang berupa reaksi Arias-Stella tidak khas untuk kehamilan

ektopik. Namun, jika jaringan yang dikeluarkan bersama dengan perdarahan terdiri

atas desidua tanpa vili korialis, hal itu dapat memperkuat diagnosis kehamilan ektopik

terganggu.

Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum

Doulgasi ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu diagnosis kehamilan ektopik

terganggu teknik kuldosisntesis dapat dilaksanakan dengan urutan berikut.

Penderita dibaringkandengan posis litotomi

Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik

Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks, dengan

traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.

Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml

dilakukan pengisapan.

Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan

diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan:

o Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah

ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

o Darah tua berwarna cokelat tua sampai hitam yang tidak membeku, atau yang

berupa bekuan kecil-kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

Laparaoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk

kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui

prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai

keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas, dan ligamentum latum. Adanya darah dalam

rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi organ kandungan, tetapi hal ini menjadi

indikasi untuk dilakukan laparotomi.

Ringkasan

Diagnosis

1. Keluhan nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid (dalam masa reproduksi)

Page 20: kehamilan-ektopik-terganggu

2. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu

3. Beberapa gejala subyektif kehamilan muda

4. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus

5. Perdarahan pervaginam setelah nyeri perut bagian bawah

Pemeriksaan laboratorium

1. Dilakukan secara serial dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut terjadi

penurunan hemoglobin dan hematokrit (penurunan hemoglobin baru terlihat setelah

24 jam)

2. Perhitungan leukosit membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik

leukosit yang melebihi 20.000 menujuk pada infeksi pelvik

3. Tes kehamilan berguna apabila hasil positif

Kuldosentesis

Darah tua berwarna cokelat tua sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa

bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

Penatalaksanaan

A. Pembedahan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama

pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri

dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif

terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua

kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. salpingotomi linier, atau 2. reseksi

segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila

diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.

1. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada kehamilan

tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada

2/3 bagian luar dari tuba.

Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba.

Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insisi kemudian

diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang

meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba,

produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi

Page 21: kehamilan-ektopik-terganggu

pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup besar maka secara umum mudah untuk

melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-hati dengan

menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu,

hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus

dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat

yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.

Gambar 1. Salpingotomi

Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada

tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya

adhesi intralumen

Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan

hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan

yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang

tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan

sekunder yang diikuti dengan terjadinya perlengketan.

2. Reseksi segmental

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu alternatif

dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi, jadi

prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya

adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan

mengunakan loupe magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi

trauma pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit

dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi

Page 22: kehamilan-ektopik-terganggu

dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum

latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan

benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus

tambahan.

3. Salpingektomi

Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur, karena

perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas

akan menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.

Gambar 2. Salpingektomi

Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat.

Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba

kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri,

hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan

benang absorben 0 digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji.

Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorben.

Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada

ligamentum latum.

B. Terapi farmakologi

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi transvaginal,

memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan

dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan

secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu

kurang invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi

fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.

Page 23: kehamilan-ektopik-terganggu

Obat yang utama digunakan pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).

Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan

multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini

akan menghentikan proliferasi trofoblas.

Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah

(1) kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah

(2) diameter kantong gestasi ≤ 4 cm;

(3) perdarahan dalam ronga perut ≤ 100 ml;

(4) tanda vital baik dan stabil.

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan panduan

USG atau laparoskopi.. Kooi and Kock (1992) melaporkan beberapa efek samping dari

methotrexate. Penyakit yang paling sering dijumpai adalah liver involvement (12 %),

stomatitis (6 %), and gastroenteritis (1 %). Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis

hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen,

alopesia (Buster and Pisarska, 1999), dermatitis, eumonitis, dan hipersensitivitas. Pada

dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel,

supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian asam folat

(leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak

tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian asam folat ini akan menyelamatkan

sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut.

Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m2

luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar,

kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG

diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada

hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai

hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap

minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari

ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua.

Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain

dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi

dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB. Berdasarkan American College of Obstetricians and

Gynecologists (1998), kontraindikasi pemberian MTX adalah menyusui, immunodeficiency,

Page 24: kehamilan-ektopik-terganggu

alkoholik, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif, penyakit aktif pulmoner, ulkus

peptikum.

Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini

dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian di antara 826

kasus, dan Willson dkk., (1971) 1 di antara 591. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka

kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari

120 kasus, sedangkan Tarjamin dkk., (1973) 4 dari 138 kehamilan ektopik.

Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.

Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik, atau dapat mengalami

kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih

besar untuk mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil

akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu

dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan

ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi

cukup bulan adalah sekitar 50%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya

pada operasi dilakukan salpingektomia bilateralis. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui

suami istri sebelumnya.

Klasifikasi pembagian tempat-tempat kehamilan ektopik :

a) Kehamilan Tuba

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan

halnya di kavum uteri. Karena tuba bukan tempat yang normal bagi kehamilan maka

sebagian besar kehamilan akan terganggu pada umur 6-10 minggu.

Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan :

Mati kemudian diresorbsi

Terjadi abortus tuba (65 %), perdarahannya bisa sedikit atau banyak.

Hasil konsepsi atau perdarahan bisa keluar kearah kavum uteri dan dikeluarkan

pervaginam, atau dari kavum abdominal sehingga bertumpuk dibelakang rahim

disebut hematoma retrouterina atau masa pelvis (pelvic mass).

Terjadi ruptur tuba (35 %) bila robekan kecil maka hasil konsepsi tetap tinggal dalam

tuba, sedangkan dari robekan terjadi perdarahan yang banyak Bila robekan besar hasil

konsepsi keluar dan masuk dalam rongga perut, nasib konsepsinya yaitu :

Page 25: kehamilan-ektopik-terganggu

o Mati dan bersama darah berkumpul di retroteurina

o Bila janin agak besar dan mati akan menjadi litopedion dalam rongga perut

o Janin keluar dari tuba diselubungi kantong amnion dan plasenta yang utuh,

kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut dan terjadi kehamilan

abdominal sekunder. Selanjutnya janin dapat tumbuh besar bahkan sampai

aterm.

Kehamilan Intramuralis (Intertisial)

Karena dinding agak tebal, dapat menahan kehamilan sampai 4 bulan atau lebih, kadang kala

sampai aterm. Kalau pecah dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan keluarnya janin

dalam rongga perut.

Kehamilan Isthmus

Dinding tuba disini lebih tipis, biasanya pada kehamilan 2-3 bulan sudah pecah.

Kehamilan Ampula dan Fimbria

Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2 bulan dan nasib hasil konsepsi sama

dengan intertisial

Perubahan pada Uterus

Hormon-hormon kehamilan akan memberikan reaksi pada uterus seperti pada

kehamilan biasa dan tetap ditemui uterus yang bertambah besar dari biasa, melunak, suplai

darah yang bertambah, dan terbentuknya desidua.

Bila hasil konsepsi dalam tuba mati, maka desidua mengalami degenerasi, terkelupas,

berdarah kemudian keluar pervaginam disebut desidual cast. Bila tidak ada gejala sering

diduga keguguran sehingga dilakukan kuretase.

b) Combined ectopic pregnancy

Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan intrauterin.

Keadaan ini disebut combined ectopic pregnancy. Frekuensi combined ectopic pregnancy

berkisar 1 di antara 10.000 sampai 1 di antara 30.000 persalinan. Di Indonesia dilaporkan 5

kasus.

Page 26: kehamilan-ektopik-terganggu

Pada umumnya diagnosis kehamilan tersebut dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik

yang terganggu. Pada laparotomi ditemukan selain kehamilan ektopik juga kehamilan

intrauterin dan didapati 2 korpus luteum. Pengamatan lebih lanjut adanya kehamilan

intrauterin menjadi lebih jelas.

c) Kehamilan ovarial

Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Perdarahan terjadi bukan saja karena

pecahnya kehamilan ovarium tetapi juga oleh ruptur kista korpus luteum, torsi dan

endometriosis. Gejala-gejalanya sama dengan kehamilan tuba.

Stux membagi kehamilan ini menjadi :

Intra Folikular (nidasi pada folikel)

Superfisial (implantasi pada permukaan ovarium)

Intertisial ( pada pars interstitialis ovarium)

Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg, yakni:

(1) tuba pada sisi kehamilan harus normal; (2) kantong janin harus berlokasi pada ovarium;

(3) kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii propium; (4) jaringan

ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin. Kriteria-kriteria tersebut

sebenarnya sukar dipenuhi karena kerusakan jaringan ovarium, pertumbuhan trofoblas yang

luas, dan perdarahan menyebabkan topografi kabur, sehingga pengenalan implantasi

permukaan ovum sukar ditentukan dengan pasti. Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong

janin kecil, dikelilingi oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut.

Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi ruptur pada kehamilan muda dengan akibat

perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya,

sehingga tidak terjadi ruptur; ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran, yang terjadi atas

jaringan ovarium yang mengandung darah, villi koriales, dan mungkin juga selaput mudigah.

d) Kehamilan Abdominal

Menurut cara terjadinya dibagi menjadi:

1. Primer

Implantasi terjadi sesudah dibuahi, langsung pada peritonium atau kavum abdominal

2. Sekunder

Bila embrio yang masih hidup dari tempat primer, misalnya karena abortus tuba atau

ruptur tuba, tumbuhlagi dalam rongga abdomen. Kehamilan abdominal dapat mencapai

aterm dan anak hidup, hanya sering menjadi cacat tubuh. Biasanya fetus sudah meninggal

Page 27: kehamilan-ektopik-terganggu

sebelum cukup bulan kemudian mengalami degenerasi dan maserasi, infiltrasi lemak,

menjadi lithopedion ( membantu) atau menjadi fetus papyraceus.

Terapi

Setelah diagnosa ditegakkan sedini mungkin harus dilakukan laparotomi. Anak

dikeluarkan dan tali pusat dipotong sependek mungkin, placenta dibiarkan berada dalam

rongga perut karena untuk mencegah perdarahan. Bila selamat biasanya akan diabsorbsi

dalam waktu beberapa bulan. Tampak uterus terdorong kebelakang dan implantasi

plasenta sebagian besar pada dinding depan rahim.

e) Kehamilan servikal

Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis

servikalis, makan akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika

kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka

sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara

operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi per vaginam dapat

menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan

hiseterektomi totalis.

Rubin (1911) mengajukan kriteria kehamilan servikal sebagai berikut:

1. Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi plasenta;

2. Tempat implantasi plasenta harus di bawah arteria uterine atau di bawah peritoneum

viserale uterus;

3. Janin/mudigah tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus;

4. Implantasi plasenta di serviks harus kuat.

Kesulitan dalam penilaian kriteria Rubin ialah bahwa harus dilakukan histerektomi

atau biopsi jaringan yang adekuat. Oleh seban itu Paalaman dan McElin (1959) membuat

kriteria klinis sebagai berikut:

1. Ostium uteri internum tertutup;

2. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian;

3. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks;

4. Perdarahan uterus setelah fase amenorrhea tanpa disertai rasa nyeri;

5. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uterus, sehingga terbentuk

hour-glass uterus.

Page 28: kehamilan-ektopik-terganggu

DAFTAR PUSTAKA

Baziad Ali. Amenorea. Dalam: Baziad Ali. Endokrinologi Ginekologi edisi ketiga. Jakarta:

Media Aesculapius FKUI; 2009. Hlm 55.

Ectopic Pregnancy. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC,

Wenstrom KD, editors. Williams obstetrics. 22th online edition. Mc-Graw-Hill. 2007.

Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Gangguan bersangkutan dengan konsepsi. Dalam:

Wiknjosastro H, editor. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo; 2008. h. 250-260.

Tubal pregnancy. In: Hanretty K. Obstetric illustrated. 6 th online edition. Churchill

Livingston. 2003.