27
©2003 Digitized by USU digital library 1 KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA PASANGAN SUAMI-ISTERI PENDERITA TUBERKOLOSIS PARU YANG BEROBAT DI BAGIAN PARU RSUP.H. ADAM MALIK ARLINA GUSTI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PARU-1 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia, oleh karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, terutama pada negara yang sedang berkembang. 1,2 . WHO ( World Health Organization) menyatakan bahwa TB saat ini telah menjadi ancaman global. Diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru dan 3 juta kematian karena TB setiap tahunnya. Menurut WHO tahun 1989, dinegara berkembang terdapat 1,3 juta kasus dan 450.000 kematian karena TB pada anak dibawah 15 tahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986, TB adalah penyebab kematian nomor 4 sedangkan menurut SKRT tahun 1992, TB sebagai penyebab kematian nomor 2 sesudah penyakit kardiovaskuler dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi. Sedangkan pada saat ini, laporan internasional menunjukan bahwa Indonesia adalah ‘penyumbang’ kasus penderita TB terbesar ketiga didunia, setelah Cina dan India. WHO memperkirakan bahwa setiap tahunnya 175.000 orang meninggal karena TB dari sekitar 500.000 kasus baru dengan 260.000 orang tidak terdiagnosis serta mendapat palayanan yang tidak tuntas. Dan menurut data yang dilaporkan dunia pada tahun 1995, penderita TB diIndonesia berjumlah 460.000 orang, dan angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Tahun 2000 insiden TB di dunia akan semakin meningkat dibanding tahun 1995, tujuh puluh persen penderita TB paru berada pada usia produktif (15-54 tahun) dan sebagian besar golongan sosial ekonomi rendah dan diperkirakan kasus BTA positif adalah 241 per 1.000 penduduk sehingga berperan dalam penyebaran penyakit kepada masyarakat luas. 3-13 Penularan tuberkulosis melalui udara dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil tuberkulosis yang infeksius. 14-17 Bayi dan anak yang kontak serumah dengan penderita tuberkulosis dewasa terutama dengan sputum BTA positif yang belum pernah didiagnosa dan diobati merupakan resiko tinggi terinfeksi TB. 18 WHO menganjurkan imunisasi BCG diberikan pada bayi baru lahir untuk mencegah infeksi tuberkulosis. Walaupun efikasi BCG dalam mencegah infeksi tuberkulosis masih diperdebatkan, pada daerah mana angka infeksi tinggi, imunisasi BCG harus dianggap sebagai dari program kontrol tuberkulosis. Di Indonesia imunisasi BCG masih perlu dilaksanakan sebagai usaha untuk mencegah tuberkulosis. 19-21 Dikatakan, sampai hari ini belum ada satu negara pun didunia yang telah bebas TB paru. Bahkan untuk negara maju, dimana tadinya angka TB telah

KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

  • Upload
    lamtram

  • View
    222

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 1

KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA PASANGAN SUAMI-ISTERI PENDERITA TUBERKOLOSIS PARU

YANG BEROBAT DI BAGIAN PARU RSUP.H. ADAM MALIK

ARLINA GUSTI

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PARU-1

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia, oleh karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, terutama pada negara yang sedang berkembang. 1,2. WHO ( World Health Organization) menyatakan bahwa TB saat ini telah menjadi ancaman global. Diperkirakan terdapat 8 juta kasus baru dan 3 juta kematian karena TB setiap tahunnya. Menurut WHO tahun 1989, dinegara berkembang terdapat 1,3 juta kasus dan 450.000 kematian karena TB pada anak dibawah 15 tahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986, TB adalah penyebab kematian nomor 4 sedangkan menurut SKRT tahun 1992, TB sebagai penyebab kematian nomor 2 sesudah penyakit kardiovaskuler dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi. Sedangkan pada saat ini, laporan internasional menunjukan bahwa Indonesia adalah ‘penyumbang’ kasus penderita TB terbesar ketiga didunia, setelah Cina dan India. WHO memperkirakan bahwa setiap tahunnya 175.000 orang meninggal karena TB dari sekitar 500.000 kasus baru dengan 260.000 orang tidak terdiagnosis serta mendapat palayanan yang tidak tuntas. Dan menurut data yang dilaporkan dunia pada tahun 1995, penderita TB diIndonesia berjumlah 460.000 orang, dan angka ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Tahun 2000 insiden TB di dunia akan semakin meningkat dibanding tahun 1995, tujuh puluh persen penderita TB paru berada pada usia produktif (15-54 tahun) dan sebagian besar golongan sosial ekonomi rendah dan diperkirakan kasus BTA positif adalah 241 per 1.000 penduduk sehingga berperan dalam penyebaran penyakit kepada masyarakat luas.3-13 Penularan tuberkulosis melalui udara dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil tuberkulosis yang infeksius.14-17 Bayi dan anak yang kontak serumah dengan penderita tuberkulosis dewasa terutama dengan sputum BTA positif yang belum pernah didiagnosa dan diobati merupakan resiko tinggi terinfeksi TB. 18 WHO menganjurkan imunisasi BCG diberikan pada bayi baru lahir untuk mencegah infeksi tuberkulosis. Walaupun efikasi BCG dalam mencegah infeksi tuberkulosis masih diperdebatkan, pada daerah mana angka infeksi tinggi, imunisasi BCG harus dianggap sebagai dari program kontrol tuberkulosis. Di Indonesia imunisasi BCG masih perlu dilaksanakan sebagai usaha untuk mencegah tuberkulosis. 19-21 Dikatakan, sampai hari ini belum ada satu negara pun didunia yang telah bebas TB paru. Bahkan untuk negara maju, dimana tadinya angka TB telah

Page 2: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 2

menurun, belakangan angka ini naik lagi sehingga TB disebut sebagai salah satu reemerging disease. Sementara di Indonesia penyakit ini belum pernah menurun jumlahnya dan bahkan meningkat. 13

Oleh karena itu penting untuk memeriksakan orang-orang yang kontak erat dengan penderita TB paru. Dalam program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru penemuan penderita dilakukan dengan cara pencarian penderita yang tersangka TB ditengah-tengah masyarakat baik secara pasif maupun secara aktif, untuk diperiksa riaknya secara mikroskopis langsung. Oleh karena sangat penting ditemukan penderita sedini mungkin untuk diberi pengobatan sampai sembuh sehingga tidak lagi membahayakan lingkungannya.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka perlulah kiranya mengevaluasi apakah pada orang dewasa yang kontak erat dengan penderita TB paru, dalam hal ini pasangan suami-isteri yang tinggal serumah dan tidur satu kamar yang salah satu pasangannya menderita tuberkulosis paru, juga mendapat atau menderita tuberkulosis paru, sehingga hasilnya dapat berguna serta membandingkannya dengan kekerapan TB paru pada masyarakat umum hasil penelitian Depkes RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. TUBERKULOSIS PARU Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh Basil Mikobakterium Tuberkulosa 22-25. Penularan penyakit TB biasanya melalui udara dengan inhalasi droplet nucleus yang mengandung basil tuberkulosis berukuran 1-5 mikro meter yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas, sehingga dapat mencapai dan bersarang dibronkhiolus dan alveolus. Kuman TB menyebar dari seorang penderita TB paru terbuka kepada orang lain. Penyakit yang ditimbulkannya bersifat menahun, sebagian besar mengenai organ paru dan bisa juga organ lain ditubuh selain paru, usia yang sering terkena adalah usia produktif (15-40) tahun, sehingga dampak kerugian ekonomi bagi kesehatan masyarakat cukup besar berupa menurunnya produktivitas SDM dan mahalnya biaya pengobatan. 24,26,27,28,29,30,31 Kuman Tuberkulosis hidup dan berkembang biak pada tekanan O2 sebesar 140 mm H2O diparu dan dapat hidup diluar paru dalam lingkungan mikroaerofilik22,30

. Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus menimbulkan bronkopneumonia non spesifik yang merupakan fokus primer. Gejala klinis tidak ditemukan tetapi uji tuberkulin positif. Kuman TB dari fokus primer memasuki kelenjar getah bening regional, selanjutnya melalui aliran limfatik memasuki sirkulasi sistemik. Sebesar 5 % dari penderita infeksi TB primer berkembang menjadi penyakit paru progresif dengan gejala klinik dan radiologik sesuai TB paru. Penyebaran limfohematogen mengakibatkan TB milier dan TB ektra pulmonar. Sebagian besar penderita infeksi TB paru primer sembuh dan berbentuk granuloma, keadaan ini tergantung pada beberapa keadaan seperti jumlah kuman yang masuk sedikit dan telah terbentuk daya tahan tubuh yang spesifik terhadap basil tuberkulosis. 23,24,28

Page 3: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 3

Tuberkulosis dibedakan atas tuberkulosis primer dan tuberkulosis post primer. Pada tuberkulosis primer penyebaran hematogen kebagian tubuh lain dapat terjadi pada saat dini, bahkan dapat terjadi sebelum timbulnya hipersensitivitas terhadap tuberkulin. Tuberkulosis paska primer prosesnya terbatas pada paru dan penyebarannya secara bronkogen. Berdasarkan keadaan tersebut diatas tuberkulosis primer merupakan suatu penyakit yang berbahaya dan memerlukan pengenalan atau diagnosis sedini mungkin 11,32. Sedangkan reaksi tubuh terhadap tuberkulosis paru post primer dapat terjadi dalam 2 bentuk yaitu , pertama : peradangan endogen yaitu, berasal dari fokus lama (dormant) didalam paru yang mengalami kekambuhan, kedua peradangan eksogen yaitu karena infeksi paru yang berasal dari luar. 23

II.1.1. Diagnosis

Penegakan diagnosis TB Paru adalah hal yang penting terutama agar diagnosis ditegakan lebih tepat dan pengobatan dapat diberikan lebih cepat serta pada penderita yang lebih tepat.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara 33,34,35

1. Gambaran Klinik, yang terdiri dari : a. Gejala Respiratorik : - Batuk

- Batuk darah - Sesak nafas - Nyeri dada

b. Gejala Sistemik : - Demam - Keringat malam - Anoreksia - Berat badan menurun - Malaise

2. Gambaran Radiologi 3. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan darah rutin, walaupun kurang spesifik, seperti Hb, LED dan Limfositosis.

2. Pemeriksaan Bakterilogik Pemeriksaan ini sangat penting. Bahan dapat berasal dari sputum, bilasan bronkus, jaringan paru, cairan pleura dan lain-lain. Pemeriksaan bakterilogik dari bahan dapat berupa : 1. Pemeriksaan mikroskopik biasa. 2. pemeriksaan mikroskop Fluoresens 3. Pemeriksaan biakan kuman/BTA yang terdiri dari :

- Metode konvensional : - Egg – Base Media - Agen – Base Media

- Metode Radiometrik (BACTEC) - Pemeriksaan lain seperti : - Ligth Producing Mycobacteriophage - PCR ( Polymerase Chain Reaction) - Pemeriksaan Serologi yang terdiri dari beberapa macam antara lain :

Page 4: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 4

1. Elisa ( Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay) merupakan salah satu test serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.

2. Mycodot, salah satu test lain yang mendeteksi antobodi-antimikobakterial.

3. Uji Peroksidase Anti Peroksidase (PAP) merupakan uji serologik imunoperoksidase untuk menentukan adanya IgG anti TB. Uji ini dapat membantu me negakkan diagnosis TB aktif serta memantau hasil terapi dan dapat mendeteksi adanya kekambuhan, juga daat mengindentifikasi TB aktif baik diluar paru maupun diparu.

4. Uji Tuberkulin Untuk mendeteksi adanya riwayat infeksi TB yaitu dengan melakukan test tuberkulin36 . Dengan menggunakan teknik dan bahan yang tepat, uji tuberkulin sangat berguna untuk memperkirakan prevalensi tuberkulosis dimasyarakat. Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan immunologik yang mengukur imunitas seluler.37 Uji tuberkulin merupakan metode primer untuk mengetahui seseorang terinfeksi TB dan mereka merupakan suatu pemeriksaan yang paling cepat, murah, aman dan dapat dipercaya38,39. Dan sebagai penunjang diagnostik paling penting untuk diagnosis dini TB pada bayi dan anak dan kadang-kadang merupakan satu-satu bukti adanya infeksi TB40 . Tuberkulin posistif menunjukan bahwa seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi oleh mikobakterium TB, mikobakterium Bovis atau mikobakterium lainnya, serta pernah mendapat vaksin BCG. Pada anak uji tube rkulin merupakan sarana yang penting dalam menegakan diagnosa.41 Dinegara-negara miskin hal ini kurang bermakna karena dapat negatif pada malnutrisi atau penyakit-penyakit lain walaupun penderita menderita tuberkulosis aktif. Suatu uji positif yang kuat tentu merupakan petunjuk adanya tuberkulosis tetapi bila uji negatif, belum dapat disingkirkan ( perlu diketahui bahwa uji positif yang kuat hanya suatu petunjuk), banyak orang tanpa tuberkulosis aktif menghasilkan uji yang positif. 42 Dikatakan juga test tuberkulin memiliki nilai terbatas dalam penyelidikan seseorang yang diduga tuberkulosis, reaksi yang negatif tidak menyingkirkan penyakit ini. Test ini mempunyai nilai diagnostik yang lebih besar pada orang muda yang belum pernah diimunisasi BCG sebelumnya. Test tuberkulin ini memiliki nilai yang besar dalam pencarian kontak TB, terutama pada anak-anak yang belum disuntik BCG. 42

II.1.2. CIRI-CIRI MIKOBAKTERIUM TUBERKULOSA Mikobakterium tuberkulosa merupakan sel berbentuk batang yang lurus berukuran 0,4x3 mikro. Kuman tidak berspora dan tidak berkapsul. Pada pewarnaan Ziehl-Neilsen tampak kuman berwarna merah dengan latar belakang berwarna biru. Pada pewarnaan fluorokrom berfluoresensi dengan warna kuning jingga. Kuman sulit diwarnai dengan cara Gram, tetapi bila berhasil maka hasilnya adalah Gram positif 43,44,45. Pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron memperlihatkan dinding sel yang tebal, mesosom yang mengandung

Page 5: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 5

lemak (lipid). Kandungan lemak pada kuman ini besar, yaitu lebih dari 25% dibanding kuman Gram positif yang hanya mengandung 0,5% dan pada kuman Gram negatif 3%. Besarnya kandungan lipid memberikan sifat khas pada mikobaterium, yaitu tahan terhadap kekeringan, alkohol, zat asam, alkali dan germisida tertentu 43,44. Menurut Barsdake dan Kim, sifat tahan asam dari sel mikobakterium oleh adanya perangkap fuksin intrasel, suatu pertahanan yang dihasilkan dari kompleks mikolat fuksin yang terbentuk di dinding.44,46 Pertumbuhan kuman mikobakterium patogen sangat lambat, waktu pembelahan adalah 12-18 jam dengan suhu pertumbuhan optinum 370C. Kuman dapat tumbuh pada media buatan yang sederhana, tetapi pertumbuhan kuman yang diisolasi dari bahan klinik membutuhkan media kompleks. Pada pembenihan, pertumbuhan tampak setelah 2-3 minggu, membentuk koloni cembung, kering, warna kuning gading 44,45,46. Mikobakterium mengandung sejumlah besar kompleks lemak dengan berat molekul tinggi, antara lain ‘mycosid’ D wax, trehalose-6,6-dimycolate dan sulfolipid 43,44,46. Mikosid adalah seri dari asam mikolat yang mengandung glikolipid atau glikolipid peptida, terdistribusi secara khas diantara spesies mikobakterium yang berbeda. Beberapa mikosid terdapat dilapisan luar permukaan sel dan berperan sebagai reseptor bakteriofag44. D wax adalah suatu substansi yang terdiri dari asam mikolat, peptida dan polisakarida. Substansi ini mempunayi sifat ‘adjuvant’ yang khas, antara lain; dapat meningkatkan produksi antibodi untuk melawan antigen protein yang digabungkan dalam emulsi minyak D wax menginduksi respon imun seluler ( cell- mediated immun/CMI). Oleh karena sifat inilah maka D wax ikut berperan terhadap patogenitas tuberkulosa melalui peningkatan respon CMI ( terutama hipersensitivitas tipe lambat) untuk melawan protein mikobakterium. Penelitian menunjukan bahwa komponen aktif D wax adalah N-acety muramil dipeptida. 44,45,46 ‘ Cord factor’ berhubungan erat dengan virulensi kuman TB dimana pada kultur membentuk ‘serpentine cord’, yaitu susunan paralel dari kuman. Pembentukan ‘cord’ ini dihubungkan dengan adanya glikolipid trehalose-6, 6-mikolat yang berlokasi dibagian perifer organisme. Sejumlah respon bilogik dapat ditimbulkan oleh material ini, antara lain bersifat toksik terhadap tikus, menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear, menginduksi perlindungan terhadap infeksi kuman virulen dan menginduksi pembentukan granuloma.43,44,46 Sulfolipid adalah suatu glikolipid yang berlokasi diperifer, material yang dapat memberikan respon berupa pengikatan pewarnaan merah netral pada galur mikobakterium tuberkulosis yang virulen. Walaupun sulfolipid sendiri tidak bersifat toksik, tetapi bila digabungkan dengan ‘cord factor’ dapat memperkuat sifat toksik ‘cord factor’.43,44,46

II.1.3. Pengertian Infeksi dan Sakit Tidak semua orang menjadi sakit walaupun mendapat infeksi. Status infeksi suatu masyarakat dapat diketahui dengan tes tuberkulin pada kulit32. Kalau tes tuberkulin positif dianggap seseorang telah terinfeksi oleh basil tuberkulosis. Dalam hal ini masih terdapat kekecualian seperti terjadinya reaksi fals positif dan fals

Page 6: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 6

negatif seperti reaksi positif setelah mendapat vaksinasi BCG ataupun reaksi positif akibat infeksi oleh mikobakterium atipik. 47,48

Dikatakan sakit apabila dijumpai salah satu atau seluruhnya dari keadaan-keadaan berikut yaitu gejala klinis positif keadaan ini menunjukan gejala utama terdiri dari demam, diamana suhu badan meningkat ringan atau febril, batuk,nyeri dada atau batuk darah, dan sebagai gejala tambahan adalah terdiri dari malaise, sesak nafas, keringat malam, badan semakin kurus, sakit kepala, dan sebagainya.47,48

II.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Penyakit. Berat ringannya tuberkulosis paru tergantung pada faktor host, virulensi kuman dan lingkungan, menurut WHO (1997) pencetus terjadinya infeksi yang berat adalah lemahnya ketahanan tubuh, keadaan demikian kalau penderita menderita penyakit lain. Disamping itu berbagai macam stres fisik dan psikis dapat menyebabkan penderita rentan terhadap infeksi penyakit TB. Stres fisik dapat terjadi dengan kinerja berat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bagi individu dengan penghasilan rendah. Tidak seimbangnya pemasukan yang didapat dengan kerja keras dibandingkan pengeluaran yang lebih tinggi mengakibatkan stres psikis yang berkepanjangan. Akibat kritis ekonomi terjadi penurunan konsumsi makanan yang bergizi, sehingga komponen nutrisi untuk bahan pembentukan antibodi berkurang. Stres mengakibatkan produksi hormon stresor kortisol meningkat. Peningkatan kortisol menghambat kerja IL-1, untuk mengaktifkan limfosit sehingga melemahkan kerja mokrofag sehingga kuman mudah mengadakan pembiakan. 49 Pada orang yang mengalami infeksi namun bila ketahanan tubuhnya normal, 90% aka sembuh dengan sendirinya, namun pada mereka yang ketahanan tubuhnya rendah beresiko tinggi untuk menjadi sakit dari yang ringan sampai berat, bahkan dapat menyebar keseluruh organ tubuh ( Milier). 50 Dikatakan bahwa interval antara infeksi dan terjadinya penyakit adalah beberapa minggu dan bulan saja. 51 Kontak yang berlama-lama dengan pasien TB aktif ditempat yang tertutup menambah resiko infeksi. 28

II.2. Teori Eksogen & Endogen Belum dapat kesepakatan (kontroversi) dari para ahli apakah TB post primer berasal dari eksaserbasi TB primer (teori endogen) atau infeksi eksogen (teori eksogen). Data untuk ini adalah sangat penting, dimana mempunyai pemikiran yang luas untuk TB klinik, yaitu mengenai infeksi baru dengan organisme eksogen dari lingkungannya, atau dari reaktivitas dari basil yang dipelihara sebelumnya dalam beberapa tahun ( dormant). Data-data yang berhubungan dengan keadaan ini masih berupa dugaan, namun konsep ini sangatlah penting. Dimana dasarnya usahanya adalah dari TB kontrol. Dikatakan TB pada area yang insidennya rendah berasal dari atau hasil dari reaktivitas endogen, oleh karena itu pencegahan memerlukan identifikasi dari orang-orang yang terinfeksi dan memberikannya terapi pencegahan dengan INH. Data yang ditunjukan pada orang-orang yang diuji tuberkulin negatif, angka dari TB sebanding dengan derajat dari eksposure ini mempunyai hal yang penting.

Page 7: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 7

Pada pernyataan lain, dikatakan pada observasi dari orang-orang yang sakit diketahui tuberkulin positif pada permulaan yang juga berhubungan jelas dengan eksposure. 52 Tjandra Yoga mengatakan, TB paru pada orang dewasa dapat terjadi melalui 2 mekanisme53,54,55 : 1. Kuman masuk dan berkembang biak dalam paru dan merusaknya (infeksi

eksogen) 2. Penyakit timbul akibat aktifnya kembali basil TB yang telah ada pada paru orang

tersebut akibat masuknya basil ke paru ketika masih kanak-kanak tapi tidak menimbulkan penyakit sampai dewasa, karena menurutnya daya tahan tubuh dan buruknya kondisi kesehatan secara umum maka basil tersebut semula tidak aktif akan menjadi aktif (reaktivitas endogen). Dikatakan juga 90% TB paru pada orang dewasa berasal dari reakstivitas endogen.

Jika eksogen reinfeksi predominant maka mekanisme berkembangnya TB, maka angka kesakitan mempunyai variasi dengan derajat eksposure pada kedua tuberkulin (positif&negatif). Nyatalah walaupun angkanya kecil tapi secara statistik ada perbedaan yang bermakna pada angka kesakitan antara eksposure dan tidak, terutama yang eksposure dengan tuberkulin positif seperti pada perawat-perawat dan dokter-dokter dan terutama yang mengalami stres dan kecapekan. Sehingga dinyatakan, jika host memiliki resistence rendah maka terjadilah reaktivitas endogen dan proliferasi dari basil yang sebelumnya dormant, sedang respon untuk inhalasi organisme eksogen adalah mempunyai kekuatan protektif secara lengkap walaupun sedikit. Besarnya eksposure dari basil TB mungkin penyebab penyakit, ini terjadi pada individu yang tuberkulin positif dan oleh karenanya disini tampaklah berperan pertahanan imunologi. 52 Dengan terjadinya defisiensi responimune dapat dengan mudah terjadi reaktivitas atau infeksi endogen. Pada populasi dengan jalan masuk melalui medical care dan dengan obat yang tepat, penyebaran dari infeksi TB yang baru akan relatif kecil. Jadi perlu diperhatikan reinfeksi adalah penting untuk berkembangnya penyakit TB. 52

Walaupun begitu penelitian yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya antara lain di Jakarta oleh Depari yang mengatakan bahwa kekerapan TB paru dengan BTA (+) secara mikroskop langsung pada pasangan suami-isteri yang salah satu pasangannya menderita TB ialah 0,54% namun belum dapat dipastikan timbulnya sakit pada pasangan tersebut akibat kontak erat dengan pasangannya yang menderita TB paru.56 Di bagian Anak FK-USU/RS HAM dilakukan penelitian tentang uji Mautoux pada bayi dan anak yang kontak serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan sputum BTA (+) didapat bayi dan anak yang tinggal serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan sputum BTA (+) merupakan kelompok resiko tinggi untuk terinfeksi TB yang ditunjukan dengan hasil uji mantoux positif. Kontak serumah yang tidur sekamar dengan penderita TB paru dewasa dengan sputum BTA (+) menunjukan jumlah hasil uji mantoux positif berbeda secara bermakna dibandingkan dengan yang tidur tidak sekamar. Kelihatannya anak yang telah mendapat imunisasi BCG maupun yang belum mempunyai kesempatan yang sama menghasilkan uji mantoux

Page 8: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 8

positif. Hasil uji mantoux positif tidak berbeda secara bermakna dengan banyaknya jumlah BTA dalam sputum. 59 Walaupun begitu penyakit TB dapat juga dikatakan bahwa penyakit ini dapat ditemukan penyebaran pada lingkungan kerja mengingat penyakit ini adalah suatu ‘airborne infection’, yaitu dengan adanya laporan dari sebuah kapal Amerika Serikat yang mempunyai sirkulasi udara yang tertutup dimana didalam kapal tersebut dijumpai seseorang penderita TB dengan BTA (positif) yang sangat simptomatik, 80% orang sekitarnya menyebabkan konversi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Selain itu juga adanya kejadian penyebaran/wabah tuberkulosis dengan pekerja dibar. 58

II.3. Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Kuman TB II.3.1. Cara Mikobakterium Tuberkulosa Merusak Jaringan Paru. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa mirobakterium tuberkulosa adalah bakteri yang tidak mempunyai toksin yang dapat merusak atau meracuni jaringan paru. Pada saat alveoli berisikan mikobakterium tuberkulosa, maka sel yang pertama aktif adalah T. Limfosit untuk mengaktifkan makrofag sehingga dapat membunuh kuman lebih aktif. Selanjutnya makrofag yang telah aktif ini akan melepaskan IL-1 yang mana IL-1 secara feed back akan merangsang limfosit T lain agar memperbanyak diri, matur dan memberikan respon yang lebih baik terhadap mirobakterium tuberkulosa yang bersarang di alveoli. Mekanisme makrofag aktif didalam membunuh mikobakterium tuberkulosa adalah melalui oksidasi dan pembentukan peroksida. Aktivitas makrofag terjadi melalui urutan kejadian yang dipengaruhi oleh produk humoral dan seluler. 59,60 Perjalanan dan interaksi imunologis dimulai ketika makrofag bertemu dengan kuman TB, memprosesnya lalu menyajikan antigen kepada limfosit. Dalam keadaan normal, infeksi TB merangsang limfosit T untuk mengaktifkan makrofag sehingga dapat lebih efektif membunuh kuman. Makrofag aktif melepaskan interleukin-1 yang merangsang limfosit T. limfosit T melepaskan interleukin-2 yang selanjutnya merangsang limfosit T lain untuk memperbanyak diri, matang dan memberi respon lebih baik terhadap antigen. Limfosit T sirkuit (TS) mengatur keseimbangan imunitas melalui peranan yang kompleks dan sirkuit imunologik. Bila TS berlebihan seperti pada TB progresif, maka keseimbangan imunitas terganggu sehingga timbul anergi dan prognosis jelek. TS melepas substansi supresor yang mengubah produksi sel B, sel T aksi-aksi mediatornya. Mekanisme makrofag aktif membunuh basil tuberkulosis masih belum jelas, salah satu adalah melalui oksidasi dan pembentukan peroksida. Pada makrofag aktif, metabolisme oksidatif meningkat dan melepaskan zat bakterisidal seperti anion superoksida, hidrogen peroksida, radikal hidroksil dan ipohalida sehingga terjadi kerusakan membran sel dan dinding sel, lalu bersama lisozim atau mediator, metabolit oksigen membunuh basil tuberkulosis. Beberapa basil tuberkulosis dapat bertahan dan tetap mengaktifkan makrofag, dengan demikian basil tuberkulosis terlepas dan menginfeksi makrofag lain.

Page 9: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 9

Diduga dua proses yaitu proteolisis dan oksidasi sebagai penanggung jawab destruksi matriks. Komponen utama yang membentuk kerangka atau matriks dinding alveoli terdiri dari : kolagen interstisial (tipe I dan II), serat elastin dan mikrofibril, proteoglikan interstisial, fibrokinetin. Kalogen adalah yang banyak jumlahnya dalam jaringan ikat paru. Proteolisis berarti destruksi protein yang membentuk matriks dinding alveoli oleh protease, sedangkan oksidasi berarti pelepasan elektron dari suatu molekul. Bila kehilangan elektron terjadi pada suatu struktur maka fungsi molekul itu akan berubah. Sasaran keluar dari kapiler sel netrofil akan melepaskan berbagai protease antara lain 59,60,61,62 1. Elastase

Enzim ini merupakan enzim yang paling kuat untuk memecah elastis dan protein jaringan ikat lainnya. Produksi enzim terutama ditujukan untuk merusak dinding alveoli.

2. Catepsin G. Kerjanya menyerupai elastase, tetapi potensinya lebih rendah dibandingkan dengan elastase, dapat merusak struktur dinding sel mikrobakterim tuberkulosa kerja ikutannya dapat merusak alveoli

3. Kolagenase Merupakan enzim yang cukup poten dalam memecah jaringan kollagen. Bersama dengan enzime yang lain dapat menimbulkan empisema paru

4. Plasminogen Aktivator enzim ini terdiri dari 2 jenis yaitu urokinase dan plasmin yang akan mengubah plasminogen menjadi plasmin. Plasmin selain merusak fibrin juga mengaktifkan proenzim elastase dan enzim ini bekerja sinergis dengan elastase. Alveoli makrofag dan fibroblast melepaskan proenzim elastase dan kolagenase inaktif dalam jumlah yang sangat kecil dan enzim ini akan diaktifkan oleh plasmin Antiprotease adalah molekul yang dapat mengikat protease dan menghambat perusakan protease terhadap matrik, kalau tidak kerusakan akan berlanjut. Dalam keadaan hadirnya mikobakterium tuberkulosa, makrofag aktif menghasilkan oksida-oksida, seperti hidrogen peroksida, radikal hipokalida yang sangat toksin. Dari penjelasan diatas baik kerja oksidan maupun kerja enzim protease yang tujuan utamanya adalah untuk melumpuhkan mikobakterium tuberkulosa yang sudah bersarang dalam alveoli, tetapi karena dalam produksi terlalu berlebihan, maka yang ikut rusak bukan hanya mikobakterium tuberkulosa, tetapi juga struktur paru yang didiami oleh mikobakterium tuberkulosa tersebut.

II.3.2. Peran Subset Sel T dan Sitokin63-65 Proses fagositosis makrofag alveolar terhadap kuman TB terjadi melalui berbagai reseptor antara lain karbohidrat non spesifik, imunologlobulin Fc, sistem komplemen pada permukaan sel kuman dan sel fagositik. Mekanisme lain melalui peranan fibronectin binding protein pada proses fagositosis oleh sel fagositik

Page 10: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 10

mononuklerar. Dalam endosomal sel fagositik mononuklear kumam TB hidup bertahan hidup dengan jalan sebagai berikut : § Netralisasi fagosomal pada pH yang rendah § Interferensi fusi fagolisomone § Resisten terhadap enzim lisosomal § Inhalasi dari gugusan aksigen reaktif intermediate § Sintesa heat shock protein (HSP) § Menghindari dari masuk ke dalam sitoplasma Kuman TB mati dan diluncurkan melalui proses aktivasi makrofag oleh sitokin sel T dan berbagai gugusan oksigen reaktif, nitrogen intermediate dan pengaturan level zat besi intraseluler. Antigen dari protein kuman TB yang didegradasikan bersama endosom diproses dan dipresentasikan kepada CD4+ sel T melalui MHC kelas II. Sedangkan antigen protein kuman TB yang berada dalam sitoplasma di presentasikan kepada CD8+ sel T melalui MHC kelas I. Limfosit T perifer memiliki reseptor sel T (TCR) dipermukaan sel dan berikatan secara non kovalen dengan CD3 berguna untuk transuksi signal antigenik ke sitoplasma. Didarah perifer dan organ limfoid 90% ekspresi sel T sebagai α/β TCR ekspresi sel T sebagai α/β TCR dan 10%γ/σ TCR. Peranan α/β TCR SC4+ cell adalah mengenal berbagai fragmen antigen yang berasal dari endosomal bersama molekul MHC kelas II untuk menghasilkan berbagai sitokin pada respons imun. Pada kasus tertentu CD4+ sel T memiliki efektorlisis seperti pada CD8 + sel T, selanjutnya α/β TCR CD8+ cell berfungsi untuk mengenal fragmen antigen kuman TB dari sitosolik bersama MHC kelas I yang besar kemungkinan berasal dari kompartemen endosomal untuk kemudian ditransfer ke retikulum endoplasmik. Fungsi α/β TCR adalah mengenal antigen kuman TB melalui undertermited presenting molecules pada APC dan menghasilkan berbagai sitokin yang mirip dengan α/β TCR cell untuk tujuan efek sitotoksik pada sel target. Setelah proses pengenalan antigen selanjutnya T cell precursor mensekresi IL-2. sel T CD4+ terdiri dari 2 sub populasi yaitu sel CD4 + Th 1 mensekresi IL-2 dan IFN γ serta sel CD4+ Th2 mensekresikan II-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Kedua subpopulasi Th 1 dan Th 2 mensekresi IL-3, GM-CSF da TNF α. Sel CD4+ Th-0 memiliki kemampuan untuk berdifrensiasi menjadi sel Th-1 atau Th-2. Sel Th-1 berperan untuk mengaktivasi makrofag melalui IFN-γ dan DTH. Sel Th-2 berperan dalam hal produksi antibodi dan inhalasi aktivasi makrofag (IL-10). Selanjutnya IFN-γ yang dihasilkan oleh sel Th-1 menghambat profilerasi sel Th-2 sementara IL-4 yang dihasilkan Th-2 menghambat peningkatan sel Th-1. Peranan TNF-α adalah sebagai sitokin utama dalam proses pembentukan granuloma dan banyak ditemukan pada cairan pleura penderita pleuritis TB eksudativa. Sitokin IL-12 dihasilkan oleh makrofag dan sel B yang berperan untuk mengaktivasi Th-1. Fungsi utama CD4+ cell effector adalah untuk aktivasi sitolitik pada infeksi M. tuberkulosis. Sedangkan CD8+ T cell berfungsi pada mekanisme α/β TCR mediatedlysis sel terinfeksi dan mekanisme apoptosis sel target. Sehingga CD8+ T cell berperan untuk proteksi pada fase awal infeksi. Peranan γ/σ TCR cell adalah untuk memperoleh efek sitolitik monosit bersama antigen kuman TB dengan tujuan mensekresi sitokin pembentuk granuloma.

20

Page 11: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 11

II.3.3. Kerjasama Sel T dan Sel B Dalam Pembentukan Antibodi (dikutip 63)

Antigen M. Tuberkulosis tidak saja merangsang reaksi imunitas seluler tetapi juga imunitas humoral. Untuk menimbulkan respons antibodi maka sel B dan sel T harus saling berinteraksi. Antigen yang berada di dalam makrofag atau yang berfungsi sebagai antigen presenting cell (APC) menyajikan antigen mikroba kepada sel Th. Aksi pengenalan itu sel Th bersama -sama ekspresi MHC kelas II kepada sel Th, mengaktivasi sel B untuk memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen. Aktivasi sel T menyebabkan terjadinya diferensiasi B menjadi sel plasma yang kemudian menghasilkan antibodi. Sel B menerima signal dari sel T untuk berbagi dan berdiferensiasi menjadi antibodi forming cells (APC) dan sel memori B. Ada beberapa faktor mengenai respon imun humoral :

1. Antigen protein tidak memberi respons antibodi bila tidak tersedia limfosit T, oleh karena itu disebut sebagai T-dependent antigen dan sel T yang diperlukan disebut sebagai T-helper cell.

2. Antigen bukan protein seperti polisakarida dan lipid memberi respons antibodi tanpa bantuan T-helper limfosit oleh karena itu disebut sebagai T-independent.

3. Respon antibodi primer dan sekunder berbeda secara kualitatif dan kuantitatif. Respons sekunder terbentuk lebih cepat dari pada respon primer dan jumlah antibodi lebih banyak ditemukan pada respons sekunder.

4. Generasi sel B memori, heavy chain class awitching dab affinity maturation merupakan mekanisme respons imun humoral terhadap antigen protein.

Saat ini dikenal 5 kelas utama imunoglobulin dalam serum manusia yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, dan IgE. Dalam serum orang dewasa IgG 75% dari Ig total dan menjadi Ig utama yang dibentuk atas rangsangan antigen. Imunoglobulin adalah molekul glikoprotein terdiri dari komponen polipeptida dan karbohidrat. Fungsi utama respons imun untuk mengikat dan menghancurkan antigen. Atas dasar ini berkembang serodiagnosis TB unt uk mendeteksi antigen penyebab infeksi atau mendeteksi antibodi terhadap antigen dalam serum yang menunjukan terjadinya proses tuberkulosis didalam tubuh. Pada infeksi M.tuberkulosis terjadi peningkatan titer antibodi terhadap kuman TB setelah 4 s/d 6 minggu penularan. Antibodi yang terbentuk adalah kelas IgM diikuti oleh kelas yang memiliki korelasi dengan penyakit tuberkulosis. Titer IgG spesifik tinggi pada penderita TB yang belum mendapat terapi dan akan lebih tinggi saat mendapat terapi dan berbeda dengan IgA yang menurun saat mendapat terapi. Meningkatnya titer IgA adalah sebagai respons imun humoral terhadap mikroorganisme intraseluler tumbuh lambat M.tuberkulosis. Sintesa IgG spesifik yang meningkat adalah sebagai respon imunologik terhadap antigen kuman TB yang larut. Respons humoral IgM dihubungkan dengan antigen polisakarida yang sering ditemukan dialam bebas. IgM orang sehat analog dengan isohaemoglutinum (substansi Anti-A dan Anti-B golongan darah). Ditemukannya antibodi IgM dihubungkan dengan faktor T-cell- independent dan jumlah bakteri yang berlebihan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi titer antibodi spesifik dalam sirkulasi seperti jumlah antigen, binding site, reaksi jaringan lokal, kompleks imun, nutrisi dan toksisitas, interaksi respons imun lain, imunosupresi, degradasi oleh makrofag dan kelainan genetika. Imunosupresi generalisata

Page 12: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 12

terjadi pada TB diseminata, gizi buruk, pemberikan obat imunosupresif dan malignansi. Penghancuran antigen yang efisien oleh makrofag mengakibatkan rendahnya titer antigen, sedangkan kompleks imun mengakibatkan rendahnya titer antibodi di sirkulasi. Kendati peran imunoglobulin spesifik dalam proses fagositosis minimal, respons imun humoral berperan dalam menetralisasi dan menghancurkan antigen kuman TB.

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai hubungan gizi dan TB. Di Medan oleh N. Keliat yang mengatakan bahwa malnutrisi dan tuberkulosis paru masih kontroversial, tapi hasil dari penelitian yang dlakukan pada pasien TB dengan BTA(+) dengan pemberian larutan asam amino Pan-Amin G selama 7 hari didapat konversi sputum BTA dari positif menjadi negatif lebih cepat dibanding daripada yang tidak diberikan dengan pemberian OAT 4 regimen, sehingga akan mempercepat pemutusan rantai penularan. 66

Penelitian lain yang berhubungan dengan gizi dan tuberkulosis yaitu Tjiptoherijanto mengatakan bahwa faktor sosial ekonomi yang rendah akan mempertinggi tingkat kesakitan dan kematian TB, karena tingkat pendapatan secara langsung mempengaruhi kekurangan gizi dan kalori.

Page 13: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 13

24

Page 14: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 14

BAB III PENELITIAN SENDIRI

III.1. LATAR BELAKANG Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia oleh karena mortalitas dan morbiditasnya yang masih tinggi terutama pada negara-negara berkembang. Tahun 2000 insiden TB didunia semakin meningkat dibanding tahun 1995. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) RI 1986, TB merupakan penyebab kematian nomor 4. Sedang SKRT RI 1992 TB merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit kardiovaskuler dan nomor 1 penyakit infeksi. Pada saat ini Indonesia adalah negara penyumbang TB ke-3 terbanyak didunia setelah Cina dan India. Publikasi WHO 1997 menyatakan insiden di Indonesia adalah 220 per 100.000 penduduk jadi diperkirakan jumlah kasus baru setiap tahun sekitar 450.000 dengan jumlah penduduk pada saat itu. Ini adalah suatu angka yang mengerikan, menginggat TB adalah suatu penyakit yang mudah sekali menular dari 1 orang ke orang lain. Dari hal-hal yang dikemukan diatas diperoleh kesan bahwa perlunya diketahui sejauh mana penularan penyakit TB paru pada pasangannya (suami- isteri) dimana pasangannya tersebut adalah merupakan orang terdekat dan kontak erat dengan penderita dalam sehari-harinya. III.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan tingginya insiden TB paru diIndonesia pada saat sekarang, maka perlulah dievaluasi sejauh mana penularan penyakit TB pada pasangan (suami-isteri) penderita TB yang tinggal serumah dan tidur sekamar dengan penderita tersebut. III.3. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui kekerapan atau tingkat penularan penyakit TB pada pasangannya (suami-isteri) yang tinggal serumah dan tidur sekamar setiap hari. III.4. MANFAAT PENELITIAN Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat gambaran sejauh mana pasangan (suami-isteri) penderita TB paru mendapat penyakit/terinfeksi tuberkulosis akibat kontak serumah dengan penderita yang diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu kedokteran. III.5. METODOLOGI III.5.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat Deskriptif III.5.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik BP4 Medan dan Poliklinik RSUP H. Adam

Malik Medan yang berlangsung selama 6 bulan pada Januari 2000 s/d Juni 2000

Page 15: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 15

III.5.3. Subjek Penelitian Sebagai subjek penelitian adalah pasangan (suami-isteri) dari penderita TB yang datang berobat pada waktu yang telah ditentukan serta pasangan penderita bekas TB paru yang memnuhi kriteria sebagai berikut : 1. Pasangan (suami-isteri) yang tinggal satu rumah dan tidur satu kamar sejak

berumah tangga. 2. Sudah berumah tangga minimal 3 tahun 3. Umur minimal 20 tahun 4. Pasangan (subjek) tidak menderita penyakit TB paru semasa kecil dan tidak

menderita penyakit DM. III.5.4. Jumlah Sampel Jumlah sampel yang diambil pada saat penelitian dilakukan ( Januari 2000

s/d Juni 2000) yaitu sebanyak 86 pasangan (suami –isteri) III.5.5. Cara Kerja 1. Pada pasangan penderita TB yang telah ditegakkan oleh dokter spesialis paru

yang datang berobat ke Poliklinik dipilih yang termasuk kriteria untuk menjadi subjek.

2. Pada subjek dilakukan pemeriksaan - Anamnese pribadi, anamnese penyakit serta anamnese keluarga, ini untuk

mendapatkan riwayat penyakit yang pernah diderita dan keadaan subjek sekarang.

- Dilakukan pemeriksaan jasmani. - Dilakukan foto dada secara PA, untuk melihat ada tidaknya lesi TB pada paru - Dilakukan pemeriksaan laboratorium :

1. Sputum BTA 3x (makroskopis) dan biakan bagi yang berdahak 2. Pemeriksaan darah rutin, KGD ad random untuk melihat adanya sakit DM

pada pasein. - Dilakukan pemeriksaan Mantoux Test dengan menggunakan PPD (purified

protein derivative), 0,1 ml yang disuntikan secara intradermal pada kulit sepertiga bagian atas lengan bawah kiri depan daerah sentral dengan menggunakan satu syringe plastik dan satu jarum pendek berukuran 26 atau 27 G yang dimiringkan kearah atas. Hasil uji Mantoux dibaca 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengukur diameter indurasi melintang.

- Dari hasil diatas akan disimpulkan beberapa banyak pasangan yang tertular TB, apakah dari BTA sputum (+) atau (-).

- III. 5.6. Cara Menghitung Hasil Penelitian Cara menghitung hasil penelitian dilakukan sebagai berikut :

a. Angka kekerapan tuberkulosis paru Angka kekerapan BTA positif Jumlah penderita dgn BTA (+) Hasil pemeriksaan riak secara biakan = x 100% Jumlah yang diperiksa

Page 16: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 16

Jumlah penderita dengan gambaran

b. Angka kekerapan tuberkulosis paru Radiologis (+) Dengan gambaran radiologis positif jumlah yang diperiksa Jumlah Uji Mantoux (+)

c. Angka kekerapan terinfeksi = x 100% Jumlah Yang diperiksa

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Ciri-ciri Pasangan Suami-Istri Yang Diperiksa

Telah diperiksa sejumlah 86 orang / pasangan suami-istri yang terdiri dari : 1. 61 (71,0 %) pasangan isteri yang masing- masing suaminya menderita

tuberkulosis paru. 2. 25 (29,0%) pasangan suami-isteri yang masing- masing isteri menderita

tuberkulosis paru.

Tabel I. Distribusi Pasangan Suami-Isteri Pserta TB Paru No. Pasangan Jumlah % 1. Suami 25 29,0 2. Isteri 61 71,0 Jumlah 86 100

Pada tabel distribusi pasagan suami-isteri peserta TB didapat terbanyak adalah pasangan isteri yaitu 61 pasangan (71,0%) sedang pasangan suami 25 pasangan (29,0%)

x 100% =

Page 17: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 17

Distribusi menurut umur pasangan penderita TB paru dan menurut jenis pekerjaan tampak pada tabel II dan III dibawah ini. Tabel II. Distribusi Menurut Umur Pasangan Penderita TB Paru.

Pasangan Isteri

Pasangan Suami

Total NO Umur

Jlh % Jlh % Jlh % 1 28-38 12 14,0 10 11,6 22 25,6 2 39-48 27 31,4 12 14,0 39 45,4 3 49-58 15 17,4 1 1,2 16 18,6 4 > 58 6 6,97 3 3,5 9 10,4 60 69,7 26 30,3 86 100

Pada tabel distribusi umur ini yang terbanyak adalah umur (39-48) yaitu sebanyak 39 orang (45,3%) dan jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan dari semua jenis umur. Tabel III. Distribusi Menurut Jenis Pekerjaan Pasangan Penderita TB Paru

No Pekerjaan Jumlah % 1. PNS/ABRI/Pensiunan 25 29,1 2. Wiraswasta 8 9,3 3. Buruh / Tani 10 11,6 4. Tidak Bekerja / IRT 43 50,0

86 100 Pada tabel distribusi pekerjaan yang banyak adalah pada orang-orang yang tidak bekerja/ Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 43 pasangan (50,0%) Lamanya berumah tangga minimal 5 tahun dan pasangan suami-isteri tidur sekamar selama berlangsungnya perkawinan. Seluruh keluarga bertempat tinggal diwilayah Kota Medan dan Sekitarnya.

Tabel IV. Distribusi Menurut Lamanya Berumah Tangga Pasangan Suami Isteri

No Lamanya Berumah Tangga (tahun)

Jumlah Pasangan %

1. 5-15 23 26,8 2. 15-30 56 65,1 3. >30 7 8,1 jumlah 86 100

Dari hasil penelitian lamanya berumah tangga yang terbanyak adalah 15-30 tahun (65,1%) B. Hasil Pemeriksaan Bakteriologik

Dari 86 pasangan yang diperiksa : 1. 25 orang laki-laki (suami) yang diperiksa, tidak diperoleh riak (0%) 2. 61 orang perempuan (isteri) yang diperiksa, diperoleh 1 orang (1,64%)

dengan BTA biakan (+), mikroskopik (-)

Page 18: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 18

jadi dari 86 pasangan laki-laki dan perempuan yang diperiksa diperoleh 1 orang (1,16%) dengan BTA (+) biakan (Tabel II)

Tabel V. Hasil Pemeriksaan Riak Secara Mikroskopik dan Biakan Pada 86 Pasangan Suami Isteri Yang Salah Satu Pasangannya Menderita TB Paru Menurut Jenis Kelamin

HASIL Yang diperiksa BTA Mik (+)

Biakan (+) BTA Mik (+) Biakan (-)

BTA Mik(-) Biakan (+)

BTA Mik (-) Biakan (-)

Jenis Kelamin Jlh Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Laki-laki 25 0 0 0 0 0 0 25 100 Wanita (isteri) 61 0 0 0 0 1 1,64 60 98,3

6 Total 86 0 0 0 0 1 1,16 85 98,8

4 Jadi kekerapan (prevalensi) TB paru yang didapat ialah sebagai berikut : 1. Untuk laki-laki : 0,0% 2. Untuk Wanita : BTA (+) Biakan, Mikroskopik (-) adalah : 1,64% 3. Untuk seluruhnya : BTA (+) Biakan, Mikroskopik (-) adalah : 1,16% C. Pemeriksaan Radiologis.

Hasil pemeriksaan radiologis adalah sebagai berikut : 1. Dari 25 orang laki-laki yang diperiksa tidak diperoleh gambaran infiltrat pada

masing –masing kedua puncak paru (0%) 2. Dari 61 orang wanita yang diperiksa diperoleh 1 orang dengan bayangan

infiltrat pada puncak paru kanan (1,64%) 3. Jadi dari semua peserta yang diikut sertakan sebanyak 86 orang hanya 1

orang (1,16%) yang mempunyai kelainan pada foto paru sebagai TB paru. Tabel VI. Hasil Pemeriksaan Radiologis 86 Pasangan Suami Isteri Yang Salah

Satu Pasangannya Menderita Tuberkulosis Paru Dirinci Menurut Jenis Kelamin

HASIL Yang diperiksa

Kelainan Radiologis (+) Kelainan Radiologis (-) Jenis Kelamin Jlh Jumlah % Jumlah % Laki-laki (suami) 25 - 0 25 100 Wanita (isteri) 61 1 1,64 60 98,36 Total 86 1 1,16 85 98,83

Jadi kekerapan (prevalensi) kelainan radiologis tersangka TB paru didapat ialah : 1. Untuk laki : 0% 2. Untuk wanita : 1,64% 3. Untuk seluruhnya : 1,16%

32

Page 19: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 19

D. Pemeriksaan Mantoux Test 1. Dari 25 orang laki-laki yang diperiksa didapat hasil uji Mantoux (+) sebanyak

2 orang (8%). 2. Dari 61 orang wanita yang diperiksa didapat hasil uji Mantoux (+) sebanyak

6 orang (9,8%) 3. Dari semua yang ikut penelitian dengan hasil uji Mantoux (+) adalah 8 orang

(9,3%). Tabel VII. Hasil Pemeriksaan Uji Mantoux Dari 86 Pasangan Suami Isteri Yang

Salah Satu Pasangannya Menderita Tuberkulosis Paru Dirinci Menurut Jenis Kelamin

HASIL Yang diperiksa

Kelainan Radiologis (+) Kelainan Radiologis (-) Jenis Kelamin Jlh Jumlah % Jumlah % Laki-laki (suami) 25 2 8 23 92,0 Wanita (isteri) 61 6 9,8 55 90,2 Total 86 8 9,3 78 90,7

Jadi kekerapan (prevalensi) kelainan radiologis tersangka TB paru didapat ialah : 1. Untuk laki : 8% 2. Untuk wanita : 9,8% 3. Untuk seluruhnya : 9,3% Tabel VIII. Hasil Kekerapan TB Paru Pada 86 Pasangan Suami Isteri Yang Salah

Satu Pasangannya Menderita TB Paru Jenis Kelamin Jlh Jlh % Jlh % Jlh % Jlh Laki-laki (suami) 25 0 0 0 92,0 0 0 0 Wanita (isteri) 61 1 1,64 1 90,2 1 1,64 1 Total 86 1 1,16 1 90,7 1 1,16 1

Jadi kekerapan TB paru yang didapat adalah : 1. Pasangan laki-laki : Sputum BTA (+) : 0%, Radiologi : 0% Uji Mantoux :8% 2. Pasangan Perempuan : Sputum BTA (+) : 1,64%, Radiologi :1,64%,

Uji Mantoux : 9,8% 3. Untuk seluruhnya : Sputum BTA (+) :1,16%, Radiologi :1,16%

Uji Mantoux :9,3 %

Page 20: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 20

BAB V PEMBAHASAN

Dari penelitian yang dilakukan dari 86 pasangan suami- isteri yang diperiksa didapati hasil sebanyak 25 pasangan (29,0%) suami dan 61 pasangan (71,0%), dengan umur yang terbanyak pada umur (39-48 tahun) (45,3%) dan distribusi pekerjaan yang terbanyak adalah pada pasangan tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga. Dari semua pasangan tampak yang terbanyak adalah pasangan isteri. Hal ini didukung oleh banyak pendapat walaupun masih ada yang berbeda pendapat. Reviono dkk di Surakarta (1995) mengatakan penderita TB paru lebih banyak (mayoritas) pada penderita laki-laki yaitu 58,37%. Di Surabaya tahun 1994 didapat laki-laki terbanyak dengan 67,4%68 . Munt mengatakan laki-laki lebih banyak dari perempuan yaitu 65,2%. Rumah Sakit Umum Persahabatan Jakarta mengatakan laki-laki lebih banyak yaitu 59,74% dan perempuan 42,06% tapi Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya penderita laki-laki hanya 11,1% dan Proudfood juga mendapatkan lebih banyak perempuan dari pada laki-laki (dikutip 69). Jadi sesuai dengan yang didapat peneliti bahwa penderita yang terbanyak datang berobat adalah laki-laki (pasangan isteri) yaitu 61 pasangan (71,0%). Dari distribusi umur disini tampak bahwa distribusi umur terbanyak adalah pada umur 39-48 tahun (45,3%) yang diikuti umur terbanyak kedua adalah umur 28-38 tahun (25,6%), dan yang paling sedikit adalah usia>58 tahun (10,5%). Hasil ini sesuai dari kepustakaan-kepustakaan yang mengatakan umur terbanyak dari penderita TB paru adalah umur produktif. Dari 86 pasangan penderita TB paru diperiksa riaknya dijumpai 1 pasangan perempuan (1,64%) yang mempunyai riak dengan hasil BTA(+) secara biakan dari seluruh pasangan hasilnya adalah 1,16% dan ini didapat pada seorang pasangan yang berumur 37 tahun pekerjaan Ibu Rumah Tangga dari penderita laki-laki 43 tahun BTA Positif II, pekerjaan PNS (tampak pada lampiran). Kalau dilihat dari jenis pekerjaan pasangan yang terkena TB paru adalah pada pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Dalam hal ini apakah ada hubungannya sebagai ibu rumah tangga yang lebih lama tinggal dirumah seharian untuk mendapat resiko tertular kuman tuberkulosis tersebut sepert i kepustakaan yang mengatakan kontak berlama-lama dengan pasein TB paru menambah resiko terjadinya penularan. Keadaan ini diakibatkan oleh karena volume udara yang semakin menurun dalam ruangan kecil menyebabkan peningkatan konsentrasi droplet nucleus yang mengandung basil tuberkulosis dan ini ditujukan pada penelitian yang dilakukan di Bagian Anak RSUP HAM Medan dimana hasil Uji Mantoux pada anak lebih bermakna pada kontak yang tidur sekamar dengan penderita TB paru dewasa dibandingkan dengan tidur berlainan kamar. Pada pemeriksaan foto dada pada pasangan penderita TB paru didapat 1 pasangan perempuan (1,64%) dari keseluruhan pasangan sebanyak 1,16%. Dari kelainan foto dada yang didapat yaitu adanya kelainan berupa infiltrat pada puncak paru kanan dan pasangan ini juga pasangan yang mempunyai BTA (+) pada riaknya. Pada pemeriksaan Uji Mantoux 86 pasangan penderita TB paru didapat dari 25 pasangan suami sebanyak 2 pasangan (8%) positif (± 13 mm dan ± 15 mm), dari 61 pasangan perempuan sebanyak 6 pasangan (9,8%) positif (± 13 mm). jumlah pasangan yang positif Uji Mantoux adalah sebanyak 8 pasangan (9,3%). Dari hasil

Page 21: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 21

Uji Mantoux diatas tampaklah disini hanya 8 pasangan (9,3%) dari 86 pasangan yang terinfeksi ( terpapar) kuman tuberkulosis tersebut. Dari hasil keseluruhan dapat kita lihat bahwa tidak ada hubungan antara kontak erat dengan terjadinya tuberkulosis paru pada orang dewasa. Berbeda pada anak-anak yaitu adanya perbedaan bermakna dari hasil Uji Mantoux antara kontak serumah terhadap penderita TB paru dewasa dengan sputum BTA (+) dibandingkan sputum BTA (-). Dimana pernyataan diatas sesuai dengan pernyataan yang menyatakan bahwa resiko penularan diantara kedua kategori BTA (+) dan (-) yang kontak serumah paling jelas terlihat pada golongan usia yang lebih muda. Pada usia 15 tahun atau lebih perbedaannya tidak terlihat ( tidak bermakna), karena prevalensi penularan semakin tinggi dengan bertambahnya umur. Keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh karena golongan umur lebih tua kontak dengan masyarakat (diluar rumah) lebih besar. Pada penelitian ini tampaknya penelitian diatas sesuai dengan yang diteliti penulis, yaitu walaupun pasangan-pasangan tersebut kontak erat dan tinggal serumah serta sekamar dengan penderita TB paru atau TB paru tersangka tapi resiko untuk sakit sangatlah kecil. Kemungkinan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain faktor penularan kuman. Priyanti S mengatakan, gizi yang buruk juga dapat memegang peranan terjadinya penyakit TB paru yang didapat dari penyelidikan Bactiar Yakup dkk. Bonita T mengatakan bahwa 2 proses yang meliputi terjadinya interaksi respon imun host yaitu celluler mediated immunity (CMI) dan delayed-type hypersensitivity (DTA) dan hal ini dikatakannya gagalnya sistem imun host tersebut (DTH) dan hal ini dikatakannya pada 90% kasus TB berasal dari reaktivasi endogen dan 10% berasal dari kasus infeksi yang baru didapat69. Morgono (1994) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya juga mengatakan dalam penelitiannnya bahwa penyakit penyerta pada TB paru terbanyak adalah DM, ini kemungkinan karena terjadinya penekanan sistem imunitas69. Tjipto Herijanto mengemukakan bahwa faktor sosial ekonomi yang rendah akan mempertinggi tingkat kesakitan dan kematian TB, karena tingkat pendapatan secara langsung mempengaruhi kekurangan gizi dan kalori dan ini nampak dari hasil penelitiannya bahwa status gizi rendah secara bermakna dibanding status gizi baik. 70

Jadi kalau dilihat dari hasil penelitian ini tidaklah sesuai dengan ditulis pada pendahuluan, betapa tingginya jumlah kasus baru setiap tahunnya tapi pada kenyataannya dari hasil penelitian ini hanya ada 1 pasangan (1,16%) yang menderita TB paru dan ini belum dapat dipastikan apakah memang tertular dari pasangannya atau memang sudah ada kuman yang dormant sejak lama ditubuhnya (reaktivasi kuman dormant). Kalau kita lihat dari lesi foto paru yang dapat peneliti tampak disini lesi yang tidak luas (lesi minimal) maka bisa diperkirakan mulai terjadinya sakit pada penderita tersebut ialah dalam masa penderita sudah berumah tangga, mengingat penderita adalah telah berumah tangga > 5 tahun. Kalau dihubungkan dengan pernyataan kepustakaan sebelumnya bahwa TB paru pada penderita dewasa adalah 90% disebabkan reaktivasi kuman yang ada ( dormant/teori endogen) dan 10% dari eksogen namun itu pun pada keadaan-keadaan tertentu seperti pada penderita HIV. Jadi tampaklah disini TB post primer bisa terjadi dari reaktivasi kuman yang sudah ada/dormant (teori endogen) dan bisa juga dari yang didapat baru ( teori eksogen).

Page 22: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 22

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN TB paru masih merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia, penularan penyakit melalui droplet nucleus. Tingginya prevalensi meyebabkan penularan yang tinggi. Pada penelitian ini dari 86 pasangan suami-isteri yang diperiksa didapat 1 pasangan (1,16%) perempuan yang menderita TB paru. Banyak faktor untuk terjadinya suatu penyakit dan terinfeksi tuberkulosis paru diantaranya daya tahan tubuh dimana ini diperoleh dari gizi yang baik. Penularan penyakit tuberkulosis bisa berasal dari reaksitvasi kuman yang telah ada/dormant (teoti endogen) atau bisa didapat dari penularan langsung dari kuman TB paru yang baru (teori eksogen). SARAN 1. Hendaklah pada penderita-penderita tuberkulosis paru selain pemberian obat anti

tuberkulosis yang tepat dan adekuat perlu difikirkan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya tuberkulosis tersebut dimana ini akan membantu penyembuhan seperti penyuluhan tentang penyakit terhadap penderita maupun pada keluarganya, terutama tentang perbaikan gizi antara lain makanan dengan protein yang tinggi, cara hidup sehat/rumah sehat, rumah dengan ventilasi yang hubungannya erat dengan kontak terutama pada anak-anak selain itu sebagai pencegahan awal terjadinya tuberkulosis maka pada anak dianjurkan immunisasi BCG sejak lahir.

2. Hendaknya perlu dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih banyak lagi dan metode yang lebih terarah agar didapat hasil yang lebih akurat dan dapat diketahui apakah kontak erat dengan penderita TB paru tersebut memegang peranan penting dalam timbulnya TB paru post primer.

DAFTAR PUSTAKA

1. Aditama,T.Y, Tuberkulosis Paru, Masalah dan Penanggulangannya; Jakarta 1994.

2. ZS. Priyanti. Pengobatan Tuberkulosis Dala Kumpulan Naskah Ilmiah

Tuberkulosis; Palembang, 1997. 3. Abednego HM. Epidemiologi TB didunia dan Di Indonesia. Disampaikan Pada

Pertemuan Ilmiah Nasional Tuberkulosis, PDPI Palembang, 1997. 4. Sidik Ramli, Masalah Tuberkulosis Di Indonesia Dalam Kumpulan Naskah

Ilmiah Tuberkulosis PDPI. Palembang 1997;2-4.

Page 23: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 23

5. Departemen Kesehatan RI. Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru Dalam Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. 1996;2 1-9

6. Aditama TY. Tuberkulosis dan Pekerjaan. PDPI Cabang Jakarta ;1-9

7. Aditama TY, Priyanti ZS. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Masalah; Ed. II

Jakarta 2000.

8. Manaf A. Pemberantasan Tuberkulosis Pada Pelita VI. Cermin Dunia Kedokteran 1997; 115;5-7.

9. Rustam KS. Mengapa Peran Serta Masyarakat Sangat Dibutuhkan Dalam

Pemberantasan TB. Dalam Tulisan yang disajikan dalam Simposium PPTI Jakarta. 1999;1-9

10. Pratanu IS, Hanjono Indro. Perbandingan Nilai Diagnostik Uji Pathozyme-TB

Complex dan Uji PAP TB Untuk Diagnosis TB paru dalam majalah Kedokteran Indonesia. 47;7;1997;335-41

11. Dian K, Santoso DK, Tanuwiharja BY. Pengalaman Menerapkan Sistem DOTS

Dalam Program Pemberantasan TB Paru di Puskesmas Cimahi Tengan Dalam Paru. Majalah PDPI; Konas Ke-VIII PDPI, Batu. 1999;206-11

12. Soeroto AY, Soemantri EMS. Pemberian OAT Pada Penderita Tuberkulosis

Yang Terinfeksi Virus Hepatitis B/C di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dalam Paru Majalah PDPI, Naskah Konas VIII. PDPI Juli 1999;223-28.

13. Embran D, Revino, KS Dianiati. Profil Penderita Tuberkulosis rawat Jalan Di

Bagian Pulmonologi/RSUP Persahabatan Jakarta September-Desember 1999 Bagian Pulmonologi FKUI RSUP Persahabatan.

14. Supriyatno HB. Strategi Penanggulangan TB Anak Dalam Simposium dan

Semiloka Tuberkulosis Terintegrasi RSUP Persahabatan Jakarta. 1999;1-5

15. L.Helmi M. strategi Penanggulangan Tuberkulosis Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-USU RSUP H. Adam Malik Medan.

16. Reviglione MC, O’Brien RJ; Tuberculosis in Principles of Internal Medicine.

Harrisons’s. Ed 14th Vol.I. International Edition, 1998.

17. Inselman LS, Kendig EL. J. Tuberculosis. In : Chernick V, Kending EL, Disorders of The Respiratory Track. In Children, ed. 5. Philadelphia : WB Saunders CO, 1990 ;730-42.

18. Callahan CW. Tuberculosis in a Practical Guide to Pediatric Respiratory

Disease. Philadelphia Sydney. Toronto.1994;105-11

Page 24: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 24

19. WHO. Childhood Tuberculosis and BCG Vaccine. BCG- Gateway to EPI. Expanded Programme on Immunization. Agustus 1989.

20. Aditama TY. Sepuluh Masalah Tuberkulosis dan Penanggulangannya Dalam

Jurnal Respiratory Indonesia. 20;1;2000;8-12

21. Nadesul H. TB Bukan Penyakit Keturunan Dalam Penyebab, Pencegahan dan Pengobatan TB. 1998;1-6.

22. Ma’at S. Pengobatan TB Paru Melalui Pendekatan Kemo Imunoterapi Lab.

Patologi Klinik SRUD. Dr. Soetomo. FK. Unair.2000.

23. Rossman MD, Mayock RL. Pulmonary Tuberculosis in Tuberculosis : Clinical Management and New Challenges. Mc Grow-Hill. 1995;145-52

24. Maunder RJ, Pierson DJ. Tuberculosis in The Adult Respiratory Distress

Syndrome in Foundations of Respiratory Care. David J. Person, Robernt M. Kacmarck. 1992;356-58.

25. Speert DP Tuberculosis in Infectious Diseases of Children. Krugman S Ninth

ed Mosby Year Book. 1992;551-72.

26. Mulyono Djoko; Santoso DI; Tuberkulosis Milier Dengan Tuberkulona Intrakrania Dalam Cermin Dunia Kedokteran 115; 1997;30-31

27. Dutt KA, Mehta JB, Witaker BJ. Westomoreland H. Outbreak of Tuberculosis in

a Church. In Chest. 107;2;1995;447-52

28. Stead WW, Bates JH. Tuberkulosis in Harrison. Principle of International Medicine ( Terjemahan) Ed.9. Ilmu Penyakit Dalam .1981;35-61

29. Santoso DK, Tanuwiharjo BY. Pengalaman Menerapkan Sistem DOTS Dalam

Program Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Cimahi Tengah, Dalam : Paru. Majalah PDPI Naskag Konas VIII. Batu;199;206-17

30. Dahlan Zul. Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Dalam Cermin Dunia

Kedokteran. 115;1997;8-12.

31. R. Syamsul Hidayat, Jong WD. Infeksi dan Inflamasi Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. 1998;3-70.

32. Silibowsky R. Infection Due to Mycobakterium Tuberkulosis in Pulmonary

Diseases and Disorders. Company on Hand Book. Alfred P. Fishman. Mc. Graw Hill International Edition. Second Ed. 1994;353-65

Page 25: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 25

33. Surjanto E, Sutanto YS. Diagnostik Tuberkulosis Paru Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah Tuberkulosis Pada Pertemuan Ilmiah Nasional PDPI 1997 Palembang.

34. Ormerod P. Respiratory YS. Diagnostik Tuberculosis in Respiratory Disorders

Medicine International. 1991;4;3746-56

35. Alsagaf H, Mukty HA. Tuberkulosis Paru Dalam Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 1995;73-109

36. Aditama TY. Perkembangan Dalam Diagnosis Tuberkulosis Paru Dalam

Konferensi Kerja Nasional VII PDPI 1995;2-6. 37. Danusantoso Halim. Tuberkulosis Paru Dalam Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.

199;93-153. 38. Bloch AB. Screening for Tuberculosis and Tuberculosis Infection in High Risk

Population Recommendation of The Advisory Council for The Elimination of Tuberculosis in Callaboration with The Avvisory Council for The Elimination of Tuberculosis. 1995;44 (RR-11);1-8

39. Cheng TL, Miller ED; Ottolini M, Brasseux C, Rosenquist G. tuberkulosis Testing. In . Arch Pediatr Adolesc Med. 150;1996;682-85.

40. Rahajoe NN. Berbagai Masalah Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak

Dalam Perkembagan dan Masalah Pulmonologi Anak saat ini. FKUI. 1994;161-79

41. Setiawan S, Hananto I, Manulutu EJ. Hasil Test Tuberkulin Sebagai Diagnostik

Pada Tuberkulosis Paru Dewasa Dalam Naskah Lengkap KONAS II PDPI Surabaya. 1980;108-11

42. Crofton J, Douglas A. Primary Pulmonary Tuberculosis in Respiratory Diseases

Third. Ed .1984;248-56.

43. Jawet, Milnick, Adelburg. Mikrobakteria Dalam : Mikrobiologi Kedokteran. Ed.20 (Alih Bahasa) EGC.1996;303-13.

44. Murray, Hinshow. Tuberculosis in Diseases of The Chest. IGAKU-

Shoin/Saunders International ed. 1981;298-355

45. Veji R, Harun H. Kuman Tahan Asam. Dalam : Mikrobiologi Kedokteran. Ed.Revisi . Jakarta; Binapura Aksara, 1993;191-3

46. Youman GP. Virulence of Mycobacteria. Dalam : Youman GP. Tuberculosis.

Philadelphia : WB Saunders Company, 1979;194-201

47. ATS. Guidliness for the Investegation and Management of Tuberculosis Contacts. Am. Rev. Respir. Diseases.14;1976;459-63

Page 26: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 26

48. Crofton J. Douglas A. Epidemiology and Prevention of Pulmunory Tuberkulosis in Respiratory Diseases. Third. Ed .1984

49. Kabat. Perbedaan Pola Kesakitan TB Paru Sebelum dan Selama Krisis Moneter

Yang Rawat Inap di Lab. Ilmu Penyakit Paru, FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. Dalam : majalah PARU PDPI Naskah Konas VIII, Batu,1999: 250-2.

50. Rasyid R. patofisiologi dan Diagnostik TB Paru. Dalam : Kumpulan Makalah

dan Tanya Jawab Dalam Simposium Penyegar. Bagian Pulmonologi FKUI dan PLD FKUI. 1984.

51. Collins CH, Grange JM, Yates MD. Tuberculosis in Tuberculosis Bacteriology :

Organization and Practice. Buttonworth second. Ed. 1984;1-10

52. Hopewell PC, Bloom BR. Tuberculosis and Mycobaterial Diseases. In Text Book of Respiratory Medicine; Muray Nadel Second ed. 1994; 1094-1111

53. Budiman HI. Penanggulangan Komplikasi Pada TB Anak. FKUI. Dalam :

Simposium dan Semiloka TB Terintegrasi RSUP Persahabatan; Mei 1999; Jakarta

54. Penington JE. Pulmonary Tuberculosis in Respiratory Infection. Diagnosis and

Management. Raven Press. New York. 1994;633-50

55. Crafton SJ, Douglas A : Post Primer Pulmonary Tuberculosis in Respiratory Diseases. Third ed. 1984;265-80

56. Depari MRS. Kekerapan Tuberkulosis Paru Pada Pasangan Suami Isteri Yang

Salah Satu Pasangannya Menderita Tuberkulosis Paru. Dalam Tulisan Akhir Untuk Memperoleh Tanda Keahlian Dokter Paru. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.1986.

57. Akbar K. Gambaran Uji Mantoux Pada Bayi dan Anak Yang Serumah Dengan

Penderita Tuberkulosis Paru Dewasa Dengan Sputum BTA(+) Dalam Tesis Memperoleh Gelar Dokter Spesialis Anak. IKA.USU. Medan 1998.

58. Miller MA, Valway S, Onorato IM. Penularan Tuberkulosis DiPesawat Terbang

Dalam Warta TB No.1/1/1997.

59. Tanuwiharja BT, Wijaya Susan. H . sindroma Obtrukstif Diffuse Pada TB Paru Dalam Penyakit Paru Obstruktif Menahun, Jakarta, FKUI, 1989;23-6

60. Kresno Siti B. immunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, 2nd Edition,

jakarta, FKUI, 1991;99:73-8

61. Nuraida, Patogenesis Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis. Dalam Cermin Dunia Kedokteran;1995;99;5-8

Page 27: KEKERAPAN TUBERKOLOSIS PARU PADA …library.usu.ac.id/download/fk/paru-arlina gusti.pdf · Sedangkan pada saat ini, laporan ... Droplet infeksius secara inhalasi masuk ke alveolus

©2003 Digitized by USU digital library 27

62. Crofton J,Horne N, Miller F. ( Alih Bahasa Prof. Dr. Muljono dkk) :Tuberkulosis

Klinik, Jakarta, Widiya Medika, 1998;95-101.

63. Ginting AK. Imunopatogenesis TB Paru Dalam Tesis Penilaian 3 Jenis Prototipe Antigen MMP Peptida M. Tuberculosis Sebagai Sero Diagnosis TB Paru Di Bagian Pulmonologi FKUI.1998.

64. Darip MD. Aspek Imunologis Infeksi Dengan Mycobakterium Tuberkulosa

Bagian Mikrobiologi FK.USU.

65. Muliaty D. Respon Imunologi Penyakit Tuberkulosis Disajikan Pada Kelompok Studi UPI FK-USU Prodia Medan, Agustus 2000.

66. Keliat N. Pengaruh Pemberian Asam Amino Secara Parenteral Pada Konversi

Sputum Penderita Tuberkulosa Paru Dalam Tesis Untuk Melengkapi Syarat Pendidikan Spesialisasi Di Bidang Ilmu Penyakit Paru FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan/RSD Dr. Pirngadi Medan.1995.

67. WHO. Immunological Aspect in Recurrent Respiratory Track Infektions

1993;6-8.

68. Reviono, Subroto H, Suryanto E, Suradi, Sutanto YS. Profil Penderita Tuberkulosis Paru Yang Dirawat DiUPF RSUD Dr. Moewardi Di Surakarta Pada Tahun 1998 Dalam Paru Majalah PDPI KONAS VIII PDPI. Malang,1999;243-9.

69. Soepardi P. Tuberkulosis Miler Pada Orang Dewasa bagian Ilmu Penyakit Paru

FK-UI RS Persahabatan Jakarta Dalam Paru. 5,4, 1985;127-32.

70. Wijanarko P. dkk. Peranan Pemeriksaan Anti Bodi Terhadap Antigen 38 Kilodalton Mycobacterium Tuberkulosis Dalam Diagnosis TB Paru Di RSUP Persahabatan, Jakarta Dalam MKI. 47,7,1997;322-9.