Upload
mutiarairianda
View
155
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tht
Citation preview
Tuli Koklea dan Tuli Retro koklea
Untuk membedakan Tulu koklea dan Retro koklea dibutuhkan pemeriksaan auidometri khusus
Audiometri Khusus
Untuk mempelajari audiometri Khusus di perlukan pemahaman istilah recuiment dan decay
1. Recuiment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas
abang dengar keadaan ini khas untuk tuli koklea . Pada kelainan koklea pasien dapat
membedakan bunyi 1 db sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5 db
2. Decay: (Kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan tanda khas pada tuli
retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat
akan pulih kembali
Fenomena tersebut dapat dilacak dengan Pemeriksaan sebagai berikut
Tes SISI ( Short sensitivity Index )
Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness)
Test kelelahan ( Tone Decay )
Audiometri tutur
Audiometri bekesay
Tes SISI ( Short increment sensitivity Index )
Tes ini khas untuk mengetahui adaya kelainan koklea dengan memakai fenomena rekuitmen
cara pemeriksaan: Menentkan abang dengar pasien terlebih dahulu Misalnya 30db kemudian
diberi 20 db diatas abang rangsang yaitu 50 db. Setelah itu diberikan tambahan 5 db lalu
diturunkan 4 db lalu 3 kemudian 2 dan 1 db bila pasien dapat membedakan maka TEST
dinyatakan +.
1
Tes ABLB ( Alternate Binaural loudness)
Pada Test ABLB diberikan intesitas bunyi tertentu pada ferkwensi yg sama pada kedua telinga,
sampai kedua telingah mencapai presepsi yang sama ,Yang disebut balans negative. Bila balans
tercapai terdapat recuitmen positif
Test Kelelahan ( Tone Decay)
Terjadi kelelahan saraf oleh karena perasangan terus –menerus . Jadi kalau telinga yang diperiksa
dirangsang terus menerus terjadi kelelahan .Tanda pasien tidak dapat mendengar dengan telinga
yang diperiksa
Ada 2 cara :
1. TTD = Treshold tone decay
2. STAT= Supra threshold Adaptasi tes
TTD Cara Gerhart memberikan Persangan secara terus menerus dengan intensitas sesuai dengan
ambang dengar . Misalnya 40 db bila setelah 60 detik masih tetap mendengar maka test
dinyatakan negative , jika sebaliknya terjadi kelelelahan atau tidak mendegar maka test
dinyatakan +
Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 db jadi 45 db maka pasien dapat mrndengar
lagi,rangsangan dilakukan dengan 45 db selama 60 detik dan seterusnya
Penambahan 0-5 = Normal
10-15 = Ringan
20-25 = Sedang
>30 = Berat
2
STAT
Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jegger
Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekwensi( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db
SPL = 100 db Sl
Artinya Nada Murni pada frekwensi ( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL
diberikan secara terus menerus selama 60 detik , terjadi kelelahan maka tes dinyatakan +
Audiometri tutur
Pada tes ini dipakai satu suku kata dan 2 suku kata,
Kata kata ini disusun dalam daftar Phonetically balance Word LBT ( PB,UST)
Pasien disuruh mengulanngi kata kata yang di dengar melalui kaset tape recorder
Pada tuli saraf koklea , Pasien sulit membedakan bunyi S,R,H,C,H,CH
Sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi
Dinilai dengan menggunakan speech discrimination score
90 – 100 % berari Pendengaran Normal
75 – 90 % Tuli Ringan
60 – 75 % Tuli sedang
50 - 60 % Kesukaran dalam mengikuti pembicaraan
< 50 % Tuli Berat
Audiometri Bekessy
Prinsipnya mengunakan Nada yang terputus dan Continyu
Bila ada suara masuk maka pasien menekan tombol
Ditemukan grafik seperti gigi gergaji
Garis yang Menaik adalah priode suara yang dapat didengar
Garis yang turun ialah suara yang tidak di dengar
Pada telinga normal amplitude 10 db sedangkan pada Recuitmen amplitude lebih kecil
3
Normal Nada Terputus dan terus menerus Berimpit
Tuli Saraf Koklea Nada terputus dan terus menerus berimpit hanya sampai frekwensi
1000 hz dan grafi kotinue makin kecil
Tuli Retro koklea Nada Terputus dan terus menerus berpisah
Audiometri Obyektif
Terdapat 3 cara pemeriksaan yaitu
Audiometri Impedans
Electro kokleo grafi
Envoke rensponse Audiometri
1. Audiometri impedans pada pemeriksaan kelenturan membrane timpani dengan tekanan
tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna
a. Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani Misalnya ada
cairan , gangguan rangkaian tulang pendegaran , Kekakuan pada membrane Timpani
dan membrane timpani sangat Lutur
b. Fungsi Tuba Estacius : Untuk mengetahui Fungsi Tuba ( Terbuka atau Tertutup )
c. Refleks stapedius Pada telinga Normal Reflek satapedius muncul pada
Rangsangan 70 – 80 db
Pada Lesi koklea ambang rangsang reflex Stapedius Menurun sedangkan pada Lesi
Retrokolea ambang rangsang itu naik
2. Elektrokokleografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang – gelombang yang khas dari
evoke elctro potensial koklea
Caranya Dengan Elektroda jarum , Membran timpani ditusuk sampai ke Promontorium
kemudian dilihat grafiknya
4
3. Envoke Rensponce Audiometri
Pada pemiriksaan ini di pakai elektroda permukaan , Kemudian direkam gelombang –
gelombang yang datang dari batang otak , Terdapat 5 macam gelombang
Gelombang I : Datang Dari koklea
Gelombang II : Datang dari Nucleus Koklearis
Gelombang III : Datang dari Nucleus oliva superior
Gelombang IV : Datang dari leminiscus lateralis
Gelombang V : Datang Dari Folikulus Inferior
Pemeriksaan Tuli Anorganik :
Pemeriksaan ini di perlukan untuk memeriksa seseorang yang pura pura tuli ( menginkan
asuransi )
1. Cara Stenger memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada ke 2 teliga, Kemudian
pada sisi yang sehat nada di jauhkan
2. Dengan Audiometri nada murni secara berulang dalam satu minggu , Hasil audiogram
berbeda
3. Dengan Impedans
Audiologi Anak
Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan didalam ruangan Khusus ( Free Field)
Cara memeriksanya dengan beberapa cara
1. Neometer dibunyikan suara kemudian perhatikan reaksi anak
2. Free field test- Dilakukan pada ruangan Kedap suara anak sedang bermain kemudian
diberikan rangsang bunyi , Perhatikan reaksiya
3. Screening Untuk screening ( Tapis masal ) dipakai hantaran udara saja dengan
Frekwensi 500 hz, 1000 hz, 2000 hz
5
Gangguan Pendengaran Pada Bayi dan Anak
Penyebab gangguan Pendengaran dibedakan Pada masa Prenatal , Massa Perinatal dan Post natal
Massa Pre Natal
Genetik
Non Genetik seperti gangguan / kelainan pada massa kehamilan, Kelainan strutur
anatomi, Kekurangan giizi
Infeksi Pada massa Kehamilan trimester I baik itu Infeksi dari Bakteri maupun Virus .
Misalnya Tosoplasmosis , Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes dan spilis
Obat obatan yang berpotensi mengganggu Proses organogenesis dan merusak sel sel
rambut koklea seperti salisilat , kina, neomisin, thalidomide, barbiturate
Massa Peri Natal
Prematuritas < 37 minggu
Berat badan lahir rendah < 2500 gram
Tindakan Dengan Alat pada proses Kelahiran ( Extraksi Vakum , Forsep )
Asfiksia dan Anoksia otak ( Nilai Apgar kurang dari 5 pada 5 menit pertama )
Hiperbilirubenemia ( >20 mg/100 ml )
Massa Post natal
Infeksi Bakteri atau virus Misalnya Rubella, campak, Parotis, Meningitis, Encefalitis
Perdarahan Pada Telinga tengah
Trauma Temporal
Joint Comite on Infant Hearing menetapkan pedoman resiko tinggi terhadap ketulian
1. Riwayat keluar dengan ganngguan pendengaran bawaan
2. Riwayat Infeksi Prenatal ( Infeksi TORCHS)
3. Kelainan anatomi telinga
4. Lahir Prematur < 37 minggu
6
5. Berat badan Rendah < 1500 gram
6. Persalinan dengan Tindakan
7. HiperBilirubinemia
8. Asfiksia ( Apgar renda 0-3 )
Pemeriksaan Brain Evoked Response Audiometi merupakan tes yang obyeketif pada
Bayi yang baru lahir
Seseorang bayi mampu berkomunikasi pada usia 18 bulan, pada saat itu merupakan
priode kritis untuk mengetahui adanya gannguan pendengaran
Proses untuk Habilitasi paling bagus bagi tuna rungu sebelum umur 3 tahun
Free Filed test
Pemeriksaan ini dilakukan pada ruangan yang cukuo tenang( Bising lingkungan tidakm
melebihi 60 desibel )Idealnya ruangan kedap suara ( Sound Prof room)
Sebagai sumber bunyi yang sederhana digunakan tepukan tangan , tambur , bola plastic ,
remasan kertas minyak , Bel, Trompel karet
Sumber bunyi tersebut harus dikalibrasi frekwensi dan intesitasnya
Bila tersedia dipakai Baby reactometer,Neometer , Viene tone ( Frekwensi 3000 HZ )
dengan pilihan intesitas 70,80,90, `100
Dinilai kemampuan anak memberikan respon terhadap sumber bunyi tersebut
Behavioral Obeservation 0-6 bulan
Pafa pemeriksaan ini diamati respons terhadap sumber bunyi berupa perubahan sikap
atau reflex yang terjado pada bayi
Bila tidak ada respon terhadap stimuli bunyi , pemeriksaan diulangi sekali lagi
Kalau tetap tidak berhasil dilakukan pemeiksaan ketiga , pemeriksaan tersebut dilakukan
1 minggu kemudian
Bila tetap tidak memberikan respon, Dilakukan pemeriksaan audiologi lanjutan yang
lebih lengkap
Condisioned TEST ( 2- 4 Tahun )
7
Sebelum melakukan pemeriksaan, anak dilatih ( conditioning) melakukan suatu aktifitas
permainan
Misalnya memasukkan kelereng pada kotak tepat pada saat dia mendengar stimuli
bunyi , setelah anak terbiasa , dilakukan pemeriksaan sebenarnya dengan mengunakan
sumber bunyi yang diketahui frekwensinya dan intensitasnya
Audiometri nada murni
Pemerikasaan dilakukan pada anak yang berusia lebih dari 4 tahunyang kooperatif
Sebagi sumber suara dilakukan nada murni Puretone bunyi yang hanya memiliki 1
frekwensi
Pemeriksaan dilakukan pada ruangan kedap suara
Dapat dinilai hantaran udara dan hantaran tulang dengan memasang bone fibrator pada
daerah mastoid
Frekwensi yg diperiksa 125, 250, 500,1000, 2000,4000, 8000 Hz
Intesitas bunyi 10-100 db
Berdasarkan audiogram yang dihasilkan, diperoleh informasi tentang jenis dan derajat
ketulian
BERA ( Brain Evoked Renspon Audiometri )
BERA Merupakan pemeriksaan audiologi dan neurologi sangat besar manfaatnya
Mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibangdingkan dengan pemeriksaan
audiologi konvensional
Pemakaiian muda dan tidak invasive
Test BERA dapat juga dilakukan pada anak atau bayi yang tidak kooperatifv
Reaksi yang timbul sepanjang jaras jaras saraf pendengaran dapat diteksi berdasarkan
waktu yang dibutuhkan
Pada pemiriksaan ini di pakai elektroda permukaan , Kemudian direkam gelombang –
gelombang yang datang dari batang otak , Terdapat 5 macam gelombang
Gelombang I : Datang Dari koklea
Gelombang II : Datang dari Nucleus Koklearis
Gelombang III : Datang dari Nucleus oliva superior
8
Gelombang IV : Datang dari leminiscus lateralis
Gelombang V : Datang Dari Folikulus Inferior
Hablitasi
Setelah diketahui seseorang anak memderita ketulian , Upaya hablitasi pendengaran
harus dilakukan sedini mungkin
Pada anak dengan tuli saraf berat harus segera memakai alat bantu pendengaran
Diperlukan Penilaaian tingkat kecerdasan oleh Psikolog anak,
Dirujuk Untuk proses hablitasi di SLB B atau SLB C tuna rungu dengan Retardasi
Mental
Pendidikan Khusus dimulai pada usia 2 tahun pada SLB B yang memilki Unit taman
latihan dan obeservasi
Proses Hablitasi Penderita Tuna Rungu memerlukan kerjasama dengan disiplin ilmu yaitu
dr, SpTHT, Audiologist, Psikolog anak , Guru khusus untuk tuna rungu, dan keluarga
penderita
Implan Koklea
Adalah suatu perangkap elektronik yang mempunyai kemampuan memperbaiki fungsi
pendengaran , sehingga akan meningkatkan komonikasi pederitapada tuli saraf berat dan
total bilateral
Generasi Implan koklea yang paling mutahir saat ini adalah memiliki 22 saluran chanel
Indikasi Pemasangan Implan koklea
Tuli saraf bilateral atau Total Bilateral
Untuk anak dengan tuli saraf berat sejak lahir ( tili Pralingual ) . implant koklea
sebaiknya dipasang pada usia 2 tahun
Mekanisme Kerja Implan koklea
9
Impuls suara- mikrofon dan diteruskan Speech Processor melakukan seleksi informasi
suara yang sesuai menjadi kode suara yang akan disampaikan Transmiter , Kode Suara
akan dipancarkan menembus kulit menuju receiver atau stimulator, Pada bagian ini kode
suara diubah menjadi sinyal sinyal listrik sinyal sinyal listrik Elektroda – elekteroda yang
sesuai didalam koklea , sehinga terjadi stimulasi serabut saraf
Program Rehablitasi Pasca pemasangan implant
Program rehabilitasi dimulai dengan mengatifkan speech Prosesor 4- 6 mimggu setelah
pasca beda
Latihan pendengaran dan terapi wicara yang membutuhkan waktu 6 bulan
Proses Rehabiltasi memerlukan kerjasama dengan disiplin ilmu yaitu dr, SpTHT,
Audiologist,speec patologis, Anli Terapi wicara , Psikolog anak , Guru khusus untuk tuna
rungu,
Evaluasi Pasca Bedah , perangkap elektronik ini harus dipereksa dan di kalibrasi berkala ,
( Mapping )
Evaluasi pasca bedah ini dilakukan setiap 6 bulan untuk anak berumur < 6 tahun dan 12
bulan untuk anak berusia >6 tahun
Tuli Saraf Pada Geriatri ( Presbikusis )
10
Presbikusis adalah tuli sensorineural Frekwensi tinggi terjadi pada usia lanjut ,semetrik kiri dan
kanan
Etiologi
Umumnya Presbikusis merupakan suatu Proses degenerasi
Diduga ada hunbungan dengan Faktor factor herediter
Metabolisme
Pola makan
Gaya hidup
Patologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan N VIII
Pada koklea terjadi perubahan yang mencolok yaitu atrofi dan degenerasi sel sel rambut
penujang pada organ corti
Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskuler
Terdapat Pula Perubahan berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel sel gangkion dan
saraf
Sensorik Lesi terbatas pada koklea, atrofi organ corti, Jumlah sel Rambut dan sel
sel penujang berkurang
Neural Sel sel neuron pada koklea dan jaras auditorik berkurang
Metabolik Atrofi stria Vaskuler , Potensial microponic menurun, Fungsi sel dan
keseimbangan biokimia/bioelectric koklea berkurang
Mekanik Terjadi perubahan gerakan mekanik pada Duktus koklearis, Atrofi pada
ligamentum spiralis , Membrane basalis lebih kaku
Gejala klinik
11
Berkurangnya pendengaran secara perlahan lahan dan progresif , semetrik pada kedua
telinga
Tinitus Nada Tinggi
Coctail Parti Deafness
Intesitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telingah hal ini disebabkanTerjadi
factor kelelahan saraf
Diagnosis
Otoskopi ; tampak membrane timpanis suram, Mobilitasnya berkurang
Tes Plana ditemukan tuli sensoneural
Pada Pemeriksaan audiometric nada Murni menunjukkan suatu saraf nada tinggi.
Bilateral, semetrik
Pada tahap awal terjadinya penurunann yang tajam ( sloping ) setelah frekwensi 2000 hz,
ini terjadi pada tipe sensorik dan neural
Sedangkan garis ambang dengar jenis metabolic dan mekanik gambaran audiogram nya
lebih mendatar dan tahap berikutnya mengalami penurunan secara berangsur angsur
Pada Pemeriksaan audiometric tutur menunjukan adanya gangguan diskriminasi wicara.
terjadi pada jenis Neural dan koklea
Penatalaksanaan
Rehablitasi
Pemasangan alat bantu dengar
Latihan Membaca Ujaran ( speec Reading )
Latihan Mendengar ( auditori Training )
Terapi Wicara ( Speech terapi )
Tuli mendadak ( Sudeen Deafness )
12
Tuli mendadak adalah Tuli yang terjadi secara tiba tiba , jenis ketulian nya adalah sensoneural ,
Peyebab tidak dapat langsung diketahui biasanya terjadi pada satu telinga.
Etologi
Iskemia Koklea
Inveksi Virus ( Parotis , campak, Influensa tipe b)
Trauman kepala
Trauma Bising yang keras
Perubahan tekanan atmosfir
Obat Otoksin
Neuroma akustika
Iskemia koklea merupakan peyebab utama tuli mendadak, Keadaan ini dapat disebabkan oleh
karena spasme , Trombosis , atau perdarahan arteri auditiva interna , Pembuluh darah ini
merupakan end arteri , sehingga apabila terjadi gagguan pada pembuluh darah ini maka koklea
sangat muda mengalami kerusakan
Gejala
Timbul tuli secara mendadak , kadang –kadang bersifat sementara atau berulang dalam
serangan tetapi biasanya menetap
Pada Infeksi Virus Trdapat Tuli mendadak biasanya pada satu telinga dapat disertai
dengan Tinitus dan Vertigo
Penatalaksanaan
1. Bed res total ,istirahat fisik dan mental selama 2 minggu
2. Pemberian Vasodilatansia yang cukup kuat
o 3 x900 mg ( 3 amp selama 4 hari)
o 3 x 600 mg ( 2 mg selama 4 hari)
o 3x 300 mg ( 1 amp selama 6 hari )
o Disertai pemeberian Obat oral Compalamin tab 3x2 setiap hari
3. Prednison 4x 10 mg tapering off tiap tiga hari
13
4. Vitamin C forte 100 mg 2x1 tablet/hari
5. Neurobion 3x1 tab /hari
6. Diet rendah garam dan rendah kolesterol
7. Inhalasi oksigen 2 liter/menit
Tuli akibat Bising
14
Ialah Tuli yang diakibatkan oleh terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka
waktu yang cukup lama dan biasanya disebabkan oleh bising lingkungan kerja
Secara umum bising merupakan bunyi yang tidak diinginkan
Secara audiologi bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai Frekwensi
Bising yang intesitasnya 85 desibel dapat merusak reseptor pendengaran corti di telinga
dalam
Yang sering mengalami kerusakan alat corti untuk reseptor yang berfrekwensi 3000-6000
hz
Gejala
Kurang Pendengaran
Tinitus
Coctail party deafness ( kesulitan mendengar serta memahami Pembicaraan di tempat
keramaiian )
Bila sudah cukup berat , maka akan terjadi sukar menangkap Percakapan dengan
kekerasan biasa , Bila sudah lebih berat maka percakapan yang keraspun sukar
dimengeri
Pada pemeriksaan audiologist terdapat Recuiment suatu fenomena pada Tuli saraf koklea
Pada pemeriksaan audiometric nada murni ditemukan Ketulian pada Frekwensi 3000-
6000 hz
Penatalaksanaan
Hindari Lingkungan Bising
Gunakan tutup telinga dan pelindung kepala
Untuk percakapan biasa dapat di coba pemasangan alat bantu dengar (Hearing aid)
Apabila pendegaran semakin memburuk, sehiingga memakai ABD tidak dapat
berkomunikasi dengan adekuat maka Dilakukan Psikoterapi untuk menerima keaddanya
15
Latihan pendegaran agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara
efisien dan Dibantu dengan Membaca Ucapan bibir, Bahasa Isarat, mimic dan anggota
gerak.
Tuli Akibat Obat Ototoksik
16
Tuli yang diakibatkan oleh pemebrian obat-obatan yang bersifat ototoksi pada telinga
Etiologi;
Golongan aminoglikosida,
Streptomisin ,
Gentamisin ,
Neomisin,
kanamisin,
tobramisin
Netil Misin
Tuli bersifat bilateral bernada Tinggi sesuai dengan kehilangan sel –sel rambut pada
putaran basal koklea.
Eritromisin
Pemberian eritromisin intravena dapat menyebabkan
Kurang Pendengaran
Tinitus yang Meniup
Perna dilaporkan dapat menyebabkan tuli sensoneural bernada tinggi bilateral
Loop Diuretik
Furosemid, Bumitanide , Ethycyrinic acid dapat menunjukan Potensi ototoksisitas , apabila
diberikan pada penderita secara intera vena , Biasanya gannguan pendengaran yang terjadi
ringan, tetapi pada kasus kasus tertentu dapat menyebabkan tuli permanen
Obat Anti InFlamasi
Salsilat termasuk Aspirin dapat menybabkan Tuli sensoneural frekwensi tinggi dan
disertai dengan tinius
Tepai bila obat dihentikan maka pendengaran akan puli dan tinnitus menghilang
17
Obat Anti Malaria
Kina dan Kloroquin dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan tinnitus
Tepai bila obat dihentikan maka pendengaran akan puli dan tinnitus menghilang
Obat Anti Tumor
Cis Platinum dapat Menyebabkan ototoksitas adala tuli subyektif , Tinitus dan otalgia ,
dapat juga disertai dengan gangguan keseimbangan . Tuli biasanya bilateral dengan
Frekwesnsi 6 khz dan 8 Khz, Kemudian terkena frekwensi dibawahnya
Biasa terjadi penurunan speech discrimination score
Tinitus Biasanya samar samar
Bila tuli ringan pada peghetian obat dapat pulih kembali , Bila tulinya berat biasaanya
menetap
Obat tetes Telinga topical
Obat golongan aminoglikosida seperti, Neomicin dan polimicin b
Terjadinya ketulian oleh karena obat tersebut menembus membrane tingkap bundar ( Ronw
window Membran )
KELAINAN TELINGA LUAR
Daun Telinga
18
A. Kelainan Kongingetal
Perkembangan telinga dimulai pada minggu ketiga kehidupan embrio dengan terbentuknya
arkus brakialis pertama atau arkus mandibula dan arkus brakialis kedua atau arkus hyoid.
Pada minggu keenam arkus brakialis ini mengalami diferensiasi menjadi enam buah tuberkel.
Secara bertahap daun telinga akan bergabung dari enam tuberkel ini. Pada keadaan normal di
bulan ketiga daun telinga sudah lengkap terbentuk. Bila penggabungan tuberkel tidak
sempurna maka timbul fistel preaurikular
1. Fistula Preaurikula
Fistula Preaurikula terjadi bila terdapat kegagalan penggabungan tuberkel ke satu dan
tuberkel ke dua. Fistel jenis ini merupakan kelainan herediter yang bersifat dominan.
Sering ditemukan di depan tragus berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran se
ujung pensil. Dari muara fistel sering keluar cairan yang berasal dari kelenjar sebasea.
Gambar 1. Fistula Preaurikula
Biasanya pasien datang karena terdapat obstruksi atau infeksi fistula, Sehingga terjadi
pioderma atau selulitis fasial infeksi akut diatasi dengan pemberian antibiotic dan bila
sudah terbentuk abses, dilakukan untuk drainase abses.
19
Tidakan operatif dilakukan bila cairan keluar berkepanjangan atau terjadi infeksi
berulang Sehingga menggangu aktivitas, sewaktu oprasi, fistel harus diangkat untuk
mencegah kekambuhan.
2. Microtia dan Atresia Liang Telinga
Daun telinga terbentuknya lebih kecil dantak sempurna. Kelainan bentuk ini sering
kali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia) liang telinga dan kelainan tulang
pendengaran. Namun kelainan ini jarang disertai kelaianan telinga dalam, karena
perkembangan embriologi yang berbeda antara telinga dalam dan telinga tengah.
Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan jelas. Diduga faktor genetic, infeksi
virus, intoksikasi bahan kimia dan obat teratogenik pada kehamilan muda adalah
penyebabnya.
Diagnosis mikrotia dan atresia telinga kongingetal dapat ditegakkan dengan hanya
melihat bentuk daun telinga yang tidak sempurna dan liang telinga yang
atresia.Pemeriksaan fungsi pendengaran dan CT-Scan tulang temporal dengan
resolusi tinggi diperlukan untuk menilai keadaan telinga tengah dan telinga dalam.
Oprasi berguna untuk memperbaiki pendengaran dan memperbaiki penampilan
kosmetik
Gambar 2. Mikrotia
3. Telinga Caplang
20
Daun telinga tampak lebih lebar dan lebih menonjol. Fungsi pendengaran tidak
terganggu. Namun karena terbentuknya yang tidak normal serta tidak enak dipandang
kadang kala menimbulkan madalah psikis Sehingga perlu dilakukan otoplasti.
B. Kelainan yang Didapat
1. Hematoma
Hematoma daun telinga biasanya disebabkan oleh trauma. Terdapat kumpulan darah
di antara perikondrium dan tulang rawan. Kumpulan darah ini harus dikeluarkan
secara steril guna mencegah terjadinya infeksi yang nantinya dapat, meyebabkan
terjadi perikondritis
2. Perikondritis
Perikonritis adalah radang pada tulang rawan yang menjadi kerangka daun telinga.
Biasanya terjadi karena trauma akiabat kecelakaan, oprasi daun telinga yang
terinfeksi dan sebagai komplikasi pseudokista daun telinga.
Bila pengobatan dengan antibiotika gagal dapat timbul komplikasi berupa
mengerutnya daun telinga akibat hancurnya tulang rawan yang menjadi kerangka
daun telinga (cauliflower ear)
Gambar 3. Cauliflower Ear
3. Pseudokista
21
Terdapat benjolan di daun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan cairan
kekuningan di antara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga. Biasanya pasien
datang dengan keluhan benjolan di telinga yang tidak nyeri dan tidak diketahui
penyebabnya. Kumpulan cairan ini harus dikeluarkan secara steril untuk mencegah
timbulnya perikondritis. Kembudian balut tekan dengan bantuan semen gips selama
seminggu supaya perikondrium melekat pada tulang rawan kembali.
Gambar 4. Pseudokista
KELAINAN LIANG TELINGA
Serumen
Gambar 5. Serumen
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan serumen di
liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu. Serumen, yang kerap disebut
22
kotoran telinga, merupakan produksi alami telinga. Substansi itu dibentuk oleh kelenjar
seruminosa yang terletak di sepertiga luar liang telinga. Alih-alih “sampah”, serumen memiliki
tugas cukup penting. Di antaranya, menangkap debu, mikroorganisme, dan mencegahnya masuk
ke struktur telinga yang lebih dalam.Selain itu juga akan menonaktifkan kuman/bakteri, menjaga
kelembaban liang telinga,hingga menangkap serangga yang terperangkap masuk ke lubang
telinga.Beragam fungsi tersebut dimungkinkan karena kekhasan sifatnya yang lengket,kental
serta berbau yang khas.
Usaha untuk mengeluarkan (mengorek) dengan batang korek, jepit rambut atau benda lain akan
dapat berbahaya karena dapat mengakibatkan kotoran terdorong ke dalam (dapat menyumbat
karena bagian dalam lebih sempit), serta adanya trauma terhadap kulit dan dapat menyebabkan
infeksi dan kerusakan gendang telinga dan akhirnya dapat menyebabkan impaksi,otalgia (nyeri
pada telinga) atau bahkan kehilangan pendengaran.
Kadang-kadang pada kanalis dapat terjadi impaksi, yang dapat menyebabkan otalgia, rasa penuh
dalam telinga dan atau kehilangan pendengaran. Penumpukan serumen terutama bermakna pada
populasi geriatrik sebagai penyebab defisit pendengaran. usaha membersihkan kanalis auditorius
dengan batang korek api, jepit rambut, atau alat lain bisa berbahaya karena trauma terhadap kulit
bisa menyebabkan infeksi. Anak-anak sering memasukkan benda-benda kecil ke dalam saluran
telinganya, terutama manik-manik, penghapus karet atau kacang-kacangan.
Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal, nyeri
serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara
menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga
keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka
irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan
memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang
tumpul atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa
menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan
serumen secara adekuat.
23
Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara lain:
1. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator
(pelilit).
2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
3. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan
karbogliserin 10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan
dengan pengait atau kuret dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang
suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
4. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan
cara mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC
agar tidak menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.
BENDA ASING DI LIANG TELINGA
Benda asing yang masuk ke telinga biasanya disebabkan oleh beberapa factor antara lain pada
anak – anak yaitu factor kesengajaan dari anak tersebut , factor kecerobohan misalnya
menggunakan alat-alat pembersih telinga pada orang dewasa seperti kapas, korek api ataupun
lidi serta factor kebetulan yang tidak disengaja seperti kemasukan air, serangga lalat , nyamuk.
Masuknya benda asing ke dalam telinga yaitu ke bagian kanalis audiotorius eksternus akan
menimbulkan perasaaan tersumbat pada telinga, sehingga klien akan berusaha mengeluarkan
benda asing tersebut. Namun, tindakan yang klien lakukan untuk mengeluarkan benda asing
tersebut sering kali berakibat semakin terdorongnya benda asinr ke bagian tulang kanalis
eksternus sehingga menyebabkan laserasi kulit dan melukai membrane timpani. Akibat dari
laserasi kulit dan lukanya membrane timpanai, akan menyebabkan gangguan pendengaran , rasa
nyeri telinga/ otalgia dan kemungkinan adanya risiko terjadinya infeksi.
Ekstrasi benda asing dengan menggunakan pengait atau pinset atau alligator (khususnya gabah).
Pada anak yang tidak kooperatif, sebaiknya dikeluarkan dalam narcosis umum, agar tidak terjadi
komplikasi pada membrane timapani. Bila benda asing berupa binatang atau serangga yang
hidup, harus dimatikan dulu dengan meneteskan pantokain,xylokain,minyak atau alcohol
24
kemudian dijepit dengan pinset. Usaha pengeluaran harus dilakukan dengan hati- hati biasanya
dijepit dengan pinset dan ditarik keluar. Bila pasien tidak kooperatif dan beresiko merusak
gendang telinga atau struktur- struktur telinga tengah, maka sebaiknya dilakukan anastesi
sebelum dilakukan penatalaksanaan. Jika benda asing serangga yang masih hidup, harus
dimatikan terlebih dahulu dengan meneteskan larutan pantokain, alcohol, rivanol atau minyak.
Kemudian benda asing dikait dengan pinset atau klem dan ditarik keluar. Setelah benda asing
keluar, liang telinga dibersihkan dengan larutan betadin. Bila ada laserasi liang telinga diberikan
antibiotik ampisilin selama 3 hari dan analgetik jika perlu Benda asing seperti kertas, busa,
bunga, kapas, dijepit dengan pinset dan ditarik keluar. Benda asing yang licin dan keras seperti
batu, manik-manik, biji-bijian pada anak yang tidak kooperatif dilakukan dengan narkose.
Dengan memakai lampu kepala yang sinarnya terang lalu dikeluarkan dengan pengait secara
hati-hati karena dapat menyebabkan trauma pada membran timpani. Pengambilan benda asing
dari kanalis audiotorius eksternus merupakan tantangan bagi petugas perawatan kesehatan.
Banyak benda asing (misalnya : kerikil, mainan, manik-manik, penghapus) dapat diambil dengan
irigasi kecuali ada riwayat perforasi lubang membrana timpani. Benda asing dapat terdorong
secara lengkap ke bagian tulang kanalis yang menyebabkan laserasi kulit dan melubangi
membrana timpani pada anak kecil atau pada kasus ekstraksi yang sulit pada orang dewasa.
Pengambilan benda asing harus dilakukan dengan anatesia umum di kamar operasi.
OTITIS EKSTERNA
Kegagalan fungsi tuba mungkin merupakan faktor penyebab otitis eksterna Disangkakan bahwa
tekanan negatif di Disangkakan bahwa tekanan negatif di telinga tengah menyebabkan rasa
tidak enak, mengakibatkan rasa tersumbat di telinga, untuk Keterangan lain yang dapat
diterima,
tekanan negatif telinga tengah mempengaruhi migrasi normal dari epitel liang telinga,
menyebabkan terbentuknya debris epitel di liang telinga debris epitel di liang telinga Pada
setiap individu, banyak faktor yang mungkin berperan dalam gambaran klinik penyakit
hilangkan rasa tersumbat itu menyebabkan trauma pada kulit, karena dikorek korek.
Otitis Eksterna Akut
25
Terdapat dua kemungkinan otitis eksterna yang pertama adalah otitis eksterna sirkumkripta dan
otitis eksterna difuse.
Otitis Eksterna Sirkumkripta
Kulit sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu dapat terjadi infeksi pilosebaseus, Sehingga
membentuk furunkel. Kuman penyebab biasanya Staphylococcus aureus atau Staphylococcus
albus.
Gejalanya ialah nyeri yang hebat, tidak sesuai besar bisul. Hal ini di sebabkan karena kulit liang
telinga tidak mengandung jaringan ikat longgar di bawahnya, Sehingga rasa nyeri timbul pada
penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuka mulut
(sendi temporomandibula). Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran, bila furunkel besar
dan menyumbat liang telinga.
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril untuk
mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan antibiotika dalam bentuk salem, seperti polymixin B
atau bacitrasin, atau antiseptic (asam asetat 2-5% dalam alcohol). Kalau dinding furunkel tebal,
dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain) untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya tidak
perlu diberikan antibiotika secara sistemik, hanya diberikan obat simtomatik seperti analgetik
dan obat penenang.
Otitis Eksterna Difus
Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis
dan edema yang tidak jelas batasnya. Kuman penyebab biasanya golongan Pseudomonas.
Kuman lain sebagai penyebab ialah Staphylococcus albus escheria coli dan sebagainya. Otitis
eksterna difuse dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar getah bening
regional membesar dan nyeri tekan, terdapat secret berbau. Sekret ini tidak mengandung lender
(musin) seperti secret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media.
26
Pengobatannya dengan membersihkan liang telinga, memasukkan tampon yang mengandung
antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang
meradang, kadang-kadang diperlukan antibiotika sistemik.
OTOMIKOSIS
Infeksi jamur di liang telinga di permudah oleh kelembapan yang tinggi di daerah tersebut. Yang
sering ialah Pityrosporum, Aspergillus. Kadang-kadang ditemukan juga kandida albicans atau
jamur lain. Pityrosporum menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan
merupakan predisposisi otitis eksterna bakterialis.
Gejala biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa
keluhan.
Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 2% dalam alcohol,
larutan Iodium povidon 5% atau tetes telinga yang mengandung cairan antibiotic dan steroid
yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadang-kadang diperlukan juga
obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara topikal yang mengandung nistatin,
klotrimazol.
HERPES ZOSTER OTIKUS
Herpes zoster oticus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster. Virus
ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf cranial. Dapat mengenai saraf trigerminus,
ganglion genikulatum dan radiks servikalis bagian atas. Keadaan ini disebut juga sindroma
Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekital liang telinga,
otalgia dan terkadang paralise otot wajah. Pada keadaan berat ditemukan gangguan pendengarah
berupa tuli sensorineural. Pengobatan sesuai tatalaksana Herpes Zoster.
INFEKSI KRONIS LIANG TELINGA
27
Infeksi bakteri maupun infeksi jamur yang tidak diobati dengan baik, iritasi kulit yang
disebabkan cairan otitis media, trauma berulang adanya benda asing, penggunaan cetakan
(mould) pada alat bantu dengar (hearing acid) dapat menyebabkan radang kronis. Akibatnya,
terjadi stenosis atau penyempitan liang telinga karena terbentuknya jaringan parut (sikatriks).
Pengobatannya memerlukan oprasi rekontruksi telinga.
KERATOSIS OBTURANS DAN KOLESTEATOMA EKSTERNA
Dulu keratitis obturans dan kolestealoma eksterna dianggap sebagai penyakit yang sama proses
terjadinya, oleh karena itu tertukar penyebutannya. Pada keratosis obturans ditemukan gumpalan
epidermis di liang telinga yang disebabkan terbentuknya sel epitel yang berlebihan yang tidak
bermigrasi ke telinga luar.
Pada pasien dengan keratosis obturans terdapat tuli konduktif akut, nyeri hebat, liang telinga
yang lebih lebar, membrane timpani yang utuh tetapi lebih tebal dan jarang ditemukan adanya
sekresi telinga. Gangguan pendengaran dan rasa nyeri yang hebat disebabkan gumpalan epitel
berkeratin di liang telinga, Keratosis obturans bilateral sering ditemukan pada usia muda. Sering
dikaitkan dengan bronkokiektasi.
Erosi tulang liang telinga ditemukan pada keratosis obsturan dan pada koleastoma eksterna.
Hanya saja pada keratosis obsturans, erosi tulang dapat terjadi menyeluruh Sehingga tampak
liang telinga meluas. Sementara pada kolestoma eksterna erosi tulang hanya terjasi di daerah
posteroinferior.
Otore dan nyeri tumpul menahun ditemukan pada kolesteoma eksterna, Hal ini disebabkan oleh
karena invasi ko;esteoma ke tulang yang menimbulkan periosteitis. Pendengaran dan membrane
timpani biasanya normal. Kolesteoma eksterna ditemukan hanya pada satu sisi telinga dan lebih
sering pada usia tua.
Oleh karena itu keratosis obturans disebabkan oleh proses radang kronis, serta sudah terjadi
gangguan migrasi epitel maka setelah gumpalan keratin dikeluarkan, debris akibat radang harus
dibersihkan secara berkala.
28
Tabel 1. Membedakan Keratosis Obsturans dan Kolesteatoma Eksterna
Keratosis Obturans Kolesteatom Eksterna
Umur Dewasa muda Tua
Penyakit terkait
Sinusitis
Bronkiektasi
Tidak ada
Nyeri Akut/berat Kronis/nyeri tumpul
Gangguan
Pendengaran
Konduktif/sedang Tidak ada/ ringan
Sisi Telinga Bilateral Unilateral
Erosi Tulang Sirkumferensial Terlokalisir
Kulit Telinga Utuh Ulserasi
Osteonekrosis Tidak ada Bisa ada
Otorea Jarang Sering
Pada kolesteoma eksterna perlu dilakukan oprasi agar kolestoma dan tulang nekrotik bisa
diangkat sempurna. Tujuan oprasi mencegah berlanjutnya penyakit meng erosi tulang. Indikasi
oprasi adalah bila detrusi tulang sudah meluas ke liang telinga tengah, erosi tulang pendengaran,
kelumpuhan saraf fasialis, terjadi fistel labirin atau otore berkepanjangan. Pada oprasi, liang
telinga bagian luar diperluas agar mudah dibersihkan.
Bila kolesteatoma masih kecil dan terbatas dapat dilakukan tindakan konservatif. Kolesteatoma
dan jaringan nekroktik diangkat sampai bersih, di ikuti pemberian antibiotika secara berkala.
Pemberian obat tetes telinga dari campuran alcohol atau gliserin dalam H2O2 3%. Tiga kali
seminggu sering dapat menolong.
OTITIS EKSTERNA MALIGNA
Otittis eksterna maligna adalah infeksi difus di liang telinga luar dan struktur lain disekitarnya.
Biasanya terjadi pada orang tua dengan penyakit diabetes mellitus. Pada penderita diabetes, pH
29
serumen lebih tinggi dibandingkan Ph serumen non diabetes. Kondisi ini menyebabkan penderita
diabetes lebih mudah terjadi otitis eksterna berlanjut menjadi otitis eksterna maligna.
Pada otitis eksterna maligna peradangan meluas secara progresif ke lapisan subkutis, tuang
rawan dan ke tulang di sekitarnya, Sehingga timbul kondroitis, osteitis dan osteomielitis yang
menghancurkan tulang temporal,
Gejala otitis eksterna maligna adalah rasa gatal di liang telinga yang dengan cepat diikuti dengan
nyeri, secret yang banyak serta pembengkakan liang telinga. Kemudian rasa nyeri tersebut
semakin hebat, liang telinga tertututup jaringan granulasi yang cepat tumbuhnya. Saraf fasial
dapat terkena, Sehingga menimbulkan paresis atau paralisis fasial.
Kelainan patologik yang penting adalah osteomielitis yang progresif, yang disebabkan kuman
Pseudomonas aeroginosa . Penebalan endotel mengiringi diabetes mellitus berat, kadar gula
darah yang tinggi yang diakibatkan ifeksi yang sedang aktif, menimbulkan kesulitan pengobatan
yang adekuat.
Pengobatan harus cepat diberikan. Sesuai dengan hasil kultur dan resistensi. Mengingat kuman
penyebab tersering adalah Pseudomonas aerigenosa, diberikan antibiotic dosis tinggi. Sementara
menunggu hasil kultur dan resistensi, diberikan golongan fluo-roquinolone (ciprofloxasin) dosis
tinggi per-oral. Pada keadaan lebih berat diberikan antibiotika parenteral kombinasi dengan
antibiotika golongan aminoglikosida selama 6-8 minggu.
Disamping obat-obatan, seringkali di perlukan juga tindakan membersikan luka (debridement)
secara radikal. Tindakan membersihkan luka yang kurang bersih akan menyebabkannya
penjalaran penyakit.
KELAINAN TELINGA TENGAH
30
GANGGUAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS
TUBA TERBUKA ABNORMAL
Tuba terbuka abnormal ialah tuba terus menerus terbuka, Sehingga udara masuk ketelinga waktu
respirasi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh hilangnya jaringan lemak disekitar mulut tuba
sbegai akibat turunnya berat badan yang hebat, penyakit kronis tertentu seperti rhinitis atrofi dan
faringitis. Gangguan fungsi otot seperti myasthenia gravis, penggunaan obta anti hamil pada
wanita dan penggunaan esterogen pada laki-laki.
Keluhan pasien biasanya berupa rasa penuh dalam telinga atau autofoni (gema suara sendiri
terdengar keras). Keluhan ini kadang-kadang menggangu Sehingga menimbulkan setress pada
pasien. Pada pemeriksaan klinis dapat dilihat membrane timpani yang atrofi, tipis dan bergerak
pada saat respirasi.
Pengobatan dalam keadaan ini kadang-kadang cukup dengan memberikan obat penenang saja.
Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan memasang pipa vebtilasi.
OBSTRUKSI TUBA
Obatruksi tuba dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti peradangan nasofaring, peradangan
adenoid atau tumor nasofaring. Gejala klinik awal yang timbul adalah terbentuk cairan pada
telinga tengah (Otitis Media Serosa). Oleh karena itu setiap pasien dewasa dengan otitis media
serosa kronik unilateral harus diperhatikan kemungkinan adanya karsinoma nasofaring juga
dapat terjadi oleh tampon posterior hidung (Bellocq tampon) atau oleh sikatriks yang terjadi
akibat trauma oprasi (adenoidektomi).
BAROTRAUMA (AEROTITIS)
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di luar telinga
tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk
31
membuka. Apabila perbedaan tekanan lebih dari 90 cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya
tidak mampu membuka tuba, Pada keadaan ini terjadi tekanan negative di rongga telinga tengah,
Sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosan dan kadang – kadang disertai
dengan rupture pembuluh darah, Sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid
bercampur darah.
Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga autofoni, perasaan ada air di
telinga dan kadang tinnitus dan vertigo. Pengobatan biasanya cukup dengan cara konservatif
saja, yaitu dengan memberikan dekongestan local atau dengan melakukan perasat Valsalva
selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan atau cairan yang bercampur
darah menetap di telinga tengah sampai beberapa minggu, maka dianjurkan untuk tindakan
mirinotomi dan bila perlu memasang pipa ventilasi,
Usaha preventif terhadap barotraumas dapat dilakukan untuk mengunyah permen karet atau
melakukan perasat valsav, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun waktu mendarat.
OTITIS MEDIA
Terdapat beberapa kelainan yang bisa kita temukan di telinga tengah, seperti gangguan fungsi
tuba eustachius, barotrauma (aerotitis), otitis media, otosklerosis, dll. Namun dalam blog ini
hanya akan di bahas otitis media karena kelainan inilah yang paling sering ditemukan di klinik.
I. Otitis Media
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
32
Gambar 6. Klasifikasi Otitis Media
Catatan :
Otits Media Supuratif Akut à < 3 mgg
Otitis Media Sub Akut à > 3 mgg sampai 2 bulan
Otitis Media Supuratif Kronik à> 2 bln
A. Otitis Media Supuratif
I. Otitis Media Supuratif Akut (OMSA)
Definisi dan Patogenesis
Otitis media supuratif akut (OMSA) adalah otitis media yang berlangsung selama 3 minggu atau
kurang karena infeksi bakteri piogenik. Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat
mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya
pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius,
enzim, dan antibodi. Otitis media akut terjadi karena pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan
tuba eustachius merupakan faktor utama dari otitis media. Karena fungsi tuba eustachius
terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman
33
masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan. Dikatakan juga, pencetus terjadinya
OMSA adalah infeksi saluran napas atas.
Pada anak, makin sering terserang infeksi saluran napas, makin besar kemungkinan terjadinya
OMSA. Pada bayi, terjadinya OMSA dipermudah oleh karena tuba eustachiusnya pendek, lebar,
dan letaknya agak horizontal. Kuman penyebab utama ialah bakteri piogenik, seperti
Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokkus. Selain itu kadang ditemukan juga
hemofilus influenza, Escheria coli, Streptokokus anhemolitikus.
Stadium dan Terapi
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba eustachius adalah gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, karena adanya absorbsi udara. Hal ini
diakibatkan oleh adanya radang di mukosa hidung dan nasofaring karena infeksi saluran
napas atas berlanjut ke mukosa tuba eustachius. Akibatnya mukosa tuba eustachius
mengalami edema yang akan menyempitkan lumen tuba eustachius. Kadang-kadang
membran timpani tampak normal, atau berwarna keruh (pucat).
Keluhan yang dirasakan : telinga terasa penuh (seperti kemasukan air), pendengaran
terganggu, nyeri pada telinga (otalgia), tinnitus. Pada pemeriksaan otoskopi didapat
gambaran membran timpani berubah menjadi retraksi / tertarik ke medial dengan tanda-tanda
lebih cekung, brevis lebih menonjol, manubrium mallei lebih horizontal dan lebih pendek,
plika anterior tidak tampak lagi, dan refleks cahaya hilang atau berubah (memendek).
Terapi : pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga
tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes hidung. HCl efedrin
0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik
(>12 tahun).
34
2. Stadium Hiperemis (Pre Supurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani. Seluruh mukosa membran
timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk masih bersifat eksudat
yang serosa sehingga sukar terlihat.
Terapi : antibiotik (yang dianjurkan golongan penisilin atau ampisilin), obat tetes hidung,
analgetika. Pemberian antibiotik dianjurkan minimal 7 hari. Bila alergi dengan penisilin,
amak diberikan eritromisin. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya
dilakukan miringotomi.
3. Stadium Supurasi (Bombans)
Edem yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, terbentuk
eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging)
ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di
telinga bertambah berat. Apabila tekanan di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil
dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai
daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila
terjadi ruptur, maka lubang tempat ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
Terapi : Pemberian antibiotik dan miringotomi (bila membran timpani masih utuh). Dengan
melakukan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
35
4. Stadium Perforasi
Tekanan yang tinggi pada cavum timpani akibat kumpulan mucous dapat menimbilkan
perforasi pada membran timpani. Terlambatnya pemberian antibiotik atau virulensi kuman
yang tinggi dapat mengakibatkan terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir
dari telinga tengah ke telinga luar.
Keluhan yang dirasakan sudah banyak berkurang (karena tekanan di kavum timpani
berkurang), keluar cairan di telinga, penurunan pendengaran, keluhan infeksi saluran napas
atas masih dirasakan.
Pada pemeriksaan otoskopi meatus eksternus masih didapati banyak mukopus dan setelah
dibersihkan akan tampak membran timpani yang hiperemis dan perforasi paling sering
terletak di sentral.
Terapi : cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 hari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan
kembali normal. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya
kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walau tanpa pengobatan.
Komplikasi
a. Bila setelah 3 minggu pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis.
b. OMSA dapat menimbulkan gejala sisa (sekuele) berupa otitis media serosa bila sekret
menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
c. Bila OMSA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif sub akut.
36
d. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar selama satu setengah sampai 2 bulan, maka
keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik (OMSK).
e. Beberapa faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK antara lain : terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh
pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.
Prognosis
Prognosis pada OMSA baik bila terapi yang diberikan adekuat.
Miringotomi
Salah satu penangan yang perlu dilakukan pada OMSA (terutama pada stadium supurasi) adalah
miringotomi. Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke telinga luar. Miringotomi merupakan tindakan pembedahan
kecil. Lokasi miringotomi adalah di kuadran postero-inferior. Untuk tindakan ini haruslah
memakai lampu kepala yang mempunyai sinar yang cukup terang, memakai corong telinga yang
sesuai dengan besar liang telinga, dan pisau parasintesis yang digunakan berukuran kecil dan
steril. Bedakan miringotomi dengan parasintesis. Parasintesis merupakan punksi pada membran
timpani untuk mendapatkan sekret guna pemeriksaan mikrobiologik (dengan semprit dan jarum
khusus).
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan akibat trauma pada liang telinga luar,
dislokasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum, trauma pada n. fasialis, trauma
pada bulbus jugulare. Sebagian ahli berpendapat bahwa miringotomi tidak perlu dilakukan
apabila sudah diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang tepat dan dosis yang cukup).
37
II. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
Gambar 7. Klasifikasi OMSK
OMSK adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret
yang keluar dari liang telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin kental,
bening, atau berupa nanah.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMSA menjadi OMSK antara lain : terapi yang terlambat
diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah
(gizi kurang) atau higiene buruk. OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa.
Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai
telinga tengah melalui tuba eustachius.
38
Klasifikasi
a. Berdasarkan letak perforasi di membran timpani, OMSK terbagi atas :
Perforasi sentral : perforasi terdapat di pars tensa (tengah) membran timpani. Bisa
antero-inferior, postero-inferior, dan postero-superior, kadang-kadang sub total.
Sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada membran timpani.
Perforasi marginal: sebagian dari tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus
atau sulkus timpanikum. Referensi lain menuliskan perforasi marginal merupakan
perforasi pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi atik : perforasi yang terletak di pars flasida.
b. Berdasarkan jenis serangan, OMSK terbagi atas:
OMSK tipe benigna (= tipe mukosa = tipe jinak = tipe aman)
Proses peradangan terbatas pada mukosa, biasanya tidak mengenai tulang.
Perforasi terletak di sentral (pars tensa)
Umumnya OMSK tipe benigna jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya
Tidak terdapat kolesteatom
OMSK tipe maligna ( = tipe tulang = tipe ganas = tipe bahaya)
OMSK yang disertai dengan kolesteatom
Perforasi terletak di marginal atau atik
Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna
c. Berdasarkan aktivitas sekret, OMSK terbagi atas :
OMSK aktif : OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif.
OMSK tenang : OMSK dengan keadaan kavum timpani yang terlihat basah atau
kering.
Etiologi (Penyebab)
Penyebab OMSK antara lain :
1. lingkungan
2. genetik
3. otitis media sebelumnya
4. infeksi saluran napas atas
39
5. autoimun
6. alergi
7. gangguan fungsi tuba eustachius
Gejala Klinis
1. Telinga berair (otore)
Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.
Pada OMSK tipe jinak (tipe benigna), cairan yang keluar berupa mukopus yang tidak
berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi
membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul.
Pada OMSK tipe ganas (tipe maligna) unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang
atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret berbentuk nanah dan
berbau busuk (aroma kolesteatom). Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan
adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan adanya kolesteatom yang
mendasarinya.
Pada OMSK tipe inaktif (tipe tenang) tidak dijumpai adanya sekret telinga.
2. Gangguan pendengaran
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapatkan
tuli konduktif berat.
3. Otalgia (nyeri telinga)
Keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Namun bila OMSK telah
berlangsung lama, biasanya penderita sudah tidak merasakan nyeri telinga lagi.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya duramater atau dinding sinus lateralis, atau ancaman terbentuknya abses
otak.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, abses
subperiosteal, atau trombosis sinus lateralis.
40
4. Vertigo
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
dinding labirin oleh kolesteatom.
Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada
penderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran
timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perubahan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo.
Keluhan vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebellum.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung dari jenis OMSK dan luasnya infeksi, dimana penatalaksanaan
terbagi atas pengobatan konservatif dan operasi.
1. OMSK Benigna (Tenang)
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga,
air jangan masuk ke telinga, dilarang berenang, dan segera berobat bila menderita infeksi
saluran napas atas.
Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang dan gangguan pendengaran.
2. OMSK Benigna (Aktif)
Prinsip pengobatan OMSK adalah membersihkan liang telinga dan cavum timpani serta
pemberian antibiotik (topikal dan sistemik) Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan
secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Penggunaan
antibiotik topikal yang ototoksik (misalnya neomisin) lamanya tidak lebih dari satu minggu.
Antibiotik topikal yang dapat dipakai pada OMSK adalah:
a. Polimiksin B atau Polimiksin E
b. Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli
Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif.
41
c. Neomisin
d. Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus
sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
e. Kloramfenikol Obat ini bersifat bakterisid.
3. OMSK Maligna
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
4. Pembedahan pada OMSK (tipe benigna / tipe maligna)
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna maupun maligna, antara lain:
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe benigna yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Pada operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan
patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada
operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
b. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dan rongga
mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan.
Tujuan operasi ini adalah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid, dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
42
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan
dengan nama timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK
tipe benigna dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe
benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi
membran timpani.
e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau
OMSK tipe benigna yang tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan juga
rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang pendengaran
yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V.
f. Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus OMSK
tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan
operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan
teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior dari telinga).
Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani, dikerjakan melalui
dua jalan (combined approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan
melakukan timpanotomi posterior.
II. Otitis Media Non Supuratif (Otitis Media Serosa)
Sinonim : otitis media serosa, otitis media musinosa, otitis media efusi, otitis media sekretoria,
otitis media mukoid (glue ear). Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret nonpurulen
di telinga tengah, sedangkan membran timpani utuh. Adanya cairan di telinga tengah dengan
membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila
43
efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem
disebut otitis media mukoid (glue ear).
Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari
pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan tekanan
hidrostatik. Pada Otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi
aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba eustachius, dan
rongga mastoid. Otitis media serosa / otitis media sekretoria / otitis media mukoid / otitis media
efusi terbatas pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani
utuh tanpa tanda-tanda radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, disertai tanda-tanda radang maka
disebut otitis media akut (OMA). Otitis media serosa dibagi 2 jenis : otitis media serosa akut dan
otitis media serosa kronik (glue ear)
1. Otitis Media Serosa Akut
Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain:
Sumbatan tuba, dimana terbentuk cairan di telinga tengah disebabkan oleh tersumbatnya
tuba secara tiba-tiba seperti pada barotrauma.
Virus, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan infeksi virus pada
jalan napas atas.
Alergi, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan keadaan alergi
pada jalan napas atas.
diopatik.
Gejala Klinis :
1. Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang.
2. Rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda pada
telinga yang sakit (diplacusis binauralis).
3. Kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala
berubah.
44
4. Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang
menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah (misalnya pada barotrauma), tetapi
setelah sekret terbentuk tekanan negatif ini pelan-pelan hilang.
5. Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret adalah virus atau
alergi.
6. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan.
7. Pengobatan
8. Pengobatan dapat secara medikamentosa dan pembedahan.
9. Pada pengobatan medikal diberikan obat vasokonstriktor lokal (tetes hidung), antihistamin,
serta perasat valsava, bila tidak ada tanda-tanda infeksi di jalan napas atas.
10. Setelah satu atau dua minggu, bila gejala masih menetap, dilakukan miringotomi.
11. Bila masih belum sembuh dilakukan miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi
(Grommet tube).
2. Otitis Media Serosa Kronik (Glue Ear)
Batasan antara kondisi otitis media serosa akut dengan otitis media serosa kronik hanya pada
cara terbentuknya sekret. Pada otitis media serosa akut, sekret terbentuk secara tiba-tiba di
telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga. Pada otitis media serosa kronis, sekret
terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung
lama. Otitis media serosa kronik lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan otitis media
serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa. Sekret pada otitis media serosa kronik dapat
kental seperti lem, maka disebut glue ear. Otitis media serosa kronik dapat juga terjadi sebagai
gejala sisa dari otitis media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. Penyebab lain
diperkirakan adanya hubungan infeksi virus, keadaan alergi, atau gangguan mekanis pada tuba.
OTITIS MEDIA ADHESIVA
Otitis media adhesiva adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah sebagai akibat
proses peradangan yang berlangsung lama sebelumnya. Keadaan ini dapat merupakan
komplikasi dari otitis media supuratif atau oleh karena otitis media non supuratif yang
45
menyebabkan rusaknya mukosa telinga tengah. Waktu penyembuhan terbentuk jaringan fibrotik
yang menimbulkan perlekatan.
Gejala klinik berupa pendengaran berkurang dengan adanya riwayat infeksi telinga sebelumnya
terutama diwaktu masih kecil.
ATELEKETASIS TELINGA TENGAH
Atelektasis telinga tengah adalah reraksi sebagia atau seluruh membran timpani akibat gangguan
fungsi tuba yang kronik. Keluhan pasien mungkin tidak ada atau berupa gangguan pendengaran
ringan.
OTOSKLEROSIS
Otosklerosis adalah penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami spongiosis di daerah
kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat mengahantarkan getaran suara ke
labirin dengan baik.
Manifestasi klinik baru timbul bila penyakit sudah cukup luas mengenai ligamen anulus kaki
stapes. Pada awal penyakit akan timbul tuli konduktif dan dapat menjadi tuli campur atau tuli
saraf bila penyakit telah menyebar ke koklea.
Gejala dan tanda klinik
Pendengaran terasa berkurang secara progresif. Keluhan lain yang paling sering adalah tinitus
dan kadang vertigo. Pada pemeriksaan membran timpani utuh , normal atau dalam batas normal.
Tuba biasanya paten dan tidak terdapat riwayat penyakit telinga atau trauma kepala atau telinga
sebelumnya.
Pengobatan
Pengobatan penyakit ini adalah operasi stapedektomi atau stapedotomi yaitu stapes diganti
dengan bahan protesis. Operasi ini merupakan salah satu operasi bedah mikro yang sangat rumit.
46
KOMPLIKASI OTITIS MEDIA SUPURATIF
Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman juga
dapat menyebabkan suatu komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen.
Penyebaran penyakit
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar ( barier ) pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya. Bila
sawar ini runtuh, masih ada sawar kedua, yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel
mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan terkena.
Runtuhnya periostium akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal, suatu
komplikasi yang relatif tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalama, ketulang
temporal , maka akan menyebabkan paresis n. Fasialis atau labirinitis. Bila ke arah
kranial akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis dan
abses otak.
Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui dengan adanya komplikasi
terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua samapi hari kesepuluh, gejala prodromal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala
meningitis lokal, pada operasi didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh, dan tulang
serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut juga
mastoiditi hemoragika
Penyebaran melalui erosi tulang
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila komplikasi terjadi beberapa inggu
atau lebih setelah awal penyakit, gejala prodromal infeksi lokal biasanya mendahului
gejala infeksi yang lebih luas, misalnya peresis n. Fasialis ringan yang hilang timbul
mendahului peresis n. Fasialis yang total, atau gejala meningitis lokal mendahului
meningitis purulen, pada operasi dapat ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara
dokus supurasi dengan struktur sekitarnya. Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya
dilapisi oleh jaringan granulasi.
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada
47
Penyebaran cara ini dapat diketahui bila komplikasi terjadi pada awal penyakit, ada
serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan fraktur
tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang sudah sembuh.
Komplikasi intrakranial mengikuti komplikasi labirinitis supuratif, pada operasi dapat
ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan oleh karena erosi.
Diagnosis komplikasi yang mengancam
Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik dengan tidak
berhentinya otorea dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan berkurangnya reaksi
inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya komplikasi.
Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise,
perasaan mengantuk ( drowsinesis ), somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan
tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala di daerah perietal atau oksipital dan adanya keluhan mual,
muntah yang proyektif serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan
merupakan tanda komplikasi intrakranial.
Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif kronis
Adams dkk ( 1989 ) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut :
a. Komplikasi di telinga tengah
Perforasi membran timpani persisten
Erosi tulang pendengaran
Paralisis nervus fasialis
b. Komplikasi di telinga dalam
Fistula labirin
Labirinitis supuratif
Tuli saraf ( sensorineural )
c. Komplikasi ekstradural
Abses ektradural
Trombosis sinus lateralis
Petrositis
48
d. Komplikasi ke susunan saraf pusat
Meningitis
Abses otak
Hidrosefalus otitis
Souza dkk ( 1999 ) membagi komplikasi otitis media menjadi :
Komplikasi intratemporal
Komplikasi di telinga tengah
Paresis nervus fasialis
Kerusakan tulang pendengaran
Perforasi membran timpani
Komplikasi ke rongga mastoid
Petrositis
Mastoiditis koalesen
Komplikasi ke telinga dalam
Labirinitis
Tuli saraf / sensorineural
Komplikasi ekstratemporal
Komplikasi intrakranial
Abses ekstradura
Abses subdura
Abses otak
Meningitis
Tromboflebitis sinus lateralis
Hidrosefalus otikus
Komplikasi ekstrakranial
Abses retrokranial
Abses bezold’s
Abses zigomatikus
Shambough ( 2003 ) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut :
49
Komplikasi intratemporal
Perforasi membran timpani
Mastoiditis akut
Paresis n. Fasialis
Labirinitis
Petrositis
Komplikasi ektratemporal
Abses subperiosteal
Komplikasi intrakranial
Abses otak
Tromboflebitis
Hidrosefalus otikus
Empiema subdura
Abses subdura / ekstradura
Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membran timpani yang
masih utuh , tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan menyebabkan tuli konduktif
yang berat.
Paresis nervus fasialis
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasalis pada otitis
media akut. Pada otitis media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatoma ata
oleh jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis tersebut.
Komplikasi di telinga dalam
50
Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi, ada kemungkinan
produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat. Selama kerusakan
hanya sampai bagian basalnya saja biasanya tidak menimbulkan keluhan pada pasien. Akan
tetapi apabila kerusakan telah menyebar ke koklea akan menjadi masalah.
Penyebaran oleh proses destuksi, sperti oeh kolesteatoma atau infeksi langsung ke labirin akan
menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran. Misalnya vertigo, mual dan muntah,
serta tuli saraf.
Fistula labirin dan labirinitis
Otitis media supuratif kronis terutama yang dengan kolesteatoma , dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistula. Pada keadaan ini
infeksi dapat masuk , sehingga terjadi labirinitis dan akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total
atau meningitis. Bila fistula yang terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi dan ekspansi
labirin membran. Tes fistula postif akan menimbulkan nistagmus atau vertigo. Tes fistula bisa
negatif, bila fistulanya sudah tertutup oleh jaringan granulasi atau bila labirin sudah mati /
paresis kanal.
Pada fistula labirin atau labirinitis, operasi harus segera dilakukan untuk menghilangkan infeksi
dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam dapat pulih kembali. Tindakan bedah harus
adekuat , untuk mengontrol penyakit primer. Matriks kolesteatoma dan jaringan granulasi harus
diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup dengan jaringan ikat
atau sekeping tulang / tulang rawan.
Labirinitis
51
Labirintis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum ( general ), dengan
gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis yang terbatas ( labirinitis
sirkumskripta ) menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk
labirinitis , yaitu labirinits serosa dan labirinitis supuratif. Labirinitis serosa dapat terbentuk
labirinitis serosa difus dan labirinitis serosa sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi dalam
bentuk labirinitis supuratif akut difus dan labirinitis supuratif kronik difus.
KOMPLIKASI KE EKSTRADURAL
PETROSITIS
Terdapat beberapa cara penyebaran infeksi dari telinga tengah ke os petrosum. Yang sering ialah
penyebaran langsung ke sel-sel udara. Adanya pertositis sudah harus dicurigai, apabila pada
pasien otitis media terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan n.VI. sering kali disertai dengan
rasa nyeri di daerah parietal, temporal atau oksipital oleh karena terkenanya n.V , ditambah
dengan terdapatnya otore yang persisten, terbentuk lah suatu sindrom yang disebut sindrom
Gradenigo.
Pengobatan petrosis ialah operasi serta pemberian antibotika protokol komplikasi intrakranial.
Pada waktu melakukan operasi telinga tengah dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang
petrosum serta mengeluarkan jaringan patogen.
TROMBOFLEBITIS SINUS LATERALIS
Invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati tulang mastoid akan menyebabkan terjadinya
trombosis sinus lateralis. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman pra antibiotika, tetapi ini
sudah jarang.
52
Demam yang tidak dapat diterangkan penyebabnya merupakan tanda pertama dari infeksi
pembuluh darah . pada mulanya suhu tubuh turun naik, tetapi setelah penyakit menjadi berat
didapaatkan jurve suhu yang naik turun dengan sangat curam disertai dengan menggigil. Kurve
suhu demikian menandakan adanya sepsis.
ABSES EKTADURAL
Abses ektradural ialah terkumpulnya nanah di antara durameter dan tulang. Pada otitis media
supuratif kronis keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan kolesteatoma yang
menyebabkan erosi tegmen timpani atau mastoid. Gejala terutama berupa nyeri telinga hebat dan
nyeri kepala.
ABSES SUBDURAL
Abses subdural jarang terjadi sebagai perluasan langsung dari abses ektradural biasanya sebagai
perluasaan tromboflebitis melalui pembuluh vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma pada pasien OMSK. Gejala kelainan susunan saraf pusat bisa
berupa kejang hemiplegia, dan pada pemeriksaan terdapat tanda kernig positif.
KOMPLIKASI KE SUSUNAN SARAF PUSAT
MENINGITIS
Komplikasi otitis media ke susunan saraf pusat yang paling sering ialah meningitis . keadaan ini
dapat terjadi oleh otitis media akutm maupun kronis, serta dapat terlokalisasi atau umum
( general ). Gambaran klinik meningitis biasanya berua kaku kuduk , kenaikan suhu tubuh, mual,
muntah yang kadang-kadang muntahnya muncrat ( proyektif ) , serta nyeri kepala hebat.
Pengobatan meningitis otogenik ialah dengan mengobati meningitisnya dulu dengan antibiotik
yang sesuai, kemudian infeksi di telingannya ditanggulangi dengan operasi mastoidektomi
ABSES
53
Abses otak sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis dapat ditemukan diserebelum , fosa
kranial posterior atau dilobus temporal, di fosa kranial media. Keadaan ini sering berhubungan
dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau meningitis. Abses otak biasanya merupakan
perluasaan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis. Gejala abses serebelum
biasanya lebih jelas daripada abses lobus temporal.
Abses serebelum dapat ditanai dengan ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
menunjukkan suatu objek. Afasia dapat terjadi pada abses lobus temporal. Gejala lain yang
menunjukkan adanya toksisitas , berupa nyeri kepala, demam, muntah serta keadaan latargik.
Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis tinggi ( protokol terapi
komplikasi intrakranial ) dengan atau tanpa operasi untuk melakukan drenase dari lesi.
HIDROSEFALUS OTITIS
Hidrosefalus otitis ditandai dengan peninggian tekanan lokuor serebrospinal yang hebat tanpa
adanya kelainan kimiawi dari likuor. Pada pemeriksaan terdapat edema. Keadaan ini dapat
menyertai otitis media akut atau kronis. Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia,
pandangan yang kabur, mual dan muntah.
Penatalaksaan komplikasi intrakranial
1. Pengobatan terdiri dari pemberian antibiotika dosis tinggi secepatnya, penatalaksaan
operasi infeksi primerdimastoid pada saat yang optinum dan bedah syaraf bila diperlukan.
Pengobatan antibiotika pada komplikasi intrakranial sulit, karena adanya sawar drah otak
yang mengahalangi banyak jenis antibiotika untuke mencapai konsentrasi yang tinggi di
cairan serebrospinal. Pemberian antibiotika dimulai dengan ampisilin 4x200-400
mg/kgbb, kloramfenikol 4x1/2-1 g/hari untuk orang dewasa atau 60-100 mg/kgbb untuk
anak.pemberiang metronidazol dipertimbangkan. Mastoidektomi dapat dilakukan
bersama-sama atau kemudian. Pengobatan medikamentosa dilakukan selama 2 minggu.
2. Tromboflebitits sinus diobati dengan membuka sinus setelah memaparkan sinus dari
sudut sinodural sampai ke bulbus jugularis
54
GANGGUAN KESEIMBANGAN DAN KELUMPUHAN NERVUS FASIALIS
55
PENYAKIT MENIRE
Definisi
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinitus, berkurangnya
pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh di telinga. Penyakit ini merupakan salah
satu penyakit yang menyebabkan manusia tidak mampu mempertahankan posisi dalam berdiri
tegak. Hal ini disebabkan oleh adanya hidrops ( pembengkakan ) rongga endolimfa pada kokhlea
dan vestibulum
Etiologi
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Namun terdapat berbagai teori termasuk
pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju labirin dan terjadi
gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan autoimun.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan
telinga dalam yang abnormal dan diduga disebabkan oleh terjadinya malabsoprsi dalam sakus
endolimfatikus. Selain itu para ahli juga mengatakan terjadinya suatu robekan pada membran di
labirin kokhlea sehingga menyebabkan endolimfa dan perilimfa bercampur.
Diagnosis
Diagnosis penyakit ini dapat dipermudah dengan kriteria diagnosis :
1. Vertigo yang hilang timbul disertai tinitus dan rasa penuh pada telinga
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural
3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII
56
Beberapa diagnosis banding untuk penyakit Meniere adalah tumor N.VIII, sklerosis
multipel, neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Pada tumor
N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin kuat. Pada
sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap serangan. Pada
neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama menghilang. Pada
VPPJ keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi kepala dan keluhan yang dirasakan
sangat berat kadang disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung lama
4. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menguatkan diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan
fisik telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat disingkirkan dan
dipastikan kelainan berasal dari telinga dalam misalnya dalam anamnesis didapatkan
keluhan tuli saraf fluktuatif dan ternyata dikuatkan dengan hasil pemeriksaan maka kita
sudah dapat mendiagnosis penyakit meniere, sebab tidak ada tuli saraf yang membaik
kecuali pada penyakit Meniere.
5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit Meniere
adalah :
- Pemeriksaan audiometri, menunjukan tuli sensorineural. Kemampuan pendengaran dalam
membedakan kata-kata yang mirip pengucapannya sering menghilang. Selain itu ditemukan
gambaran penurunan kemampuan pendengaran pada frekuensi rendah
- Elektronistagmografi ( ENG ) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui secara objektif
kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar pasien dengan
penyakit Meniere mengalami penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi dengan air
panas dan air dingin yang digunakan pada tes ini.
57
- Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan cara
merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan dekat dengan
kokhlea. Pada pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan
tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebih pada telinga dalam yang ditunjukkan
dengan adanya pelebaran bentuk gelombang dengan puncak yang multipel
- Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA ), biasanya normal pada pasien dengan
penyakit Meniere, walaupun kadang terdapat penurunan pendengaran ringan pada pasien
dengan kelainan pada sistem saraf pusat
- Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) dengan kontras yang disebut gadolinium spesifik
memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi kontras
menunjukkan adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat
memvisualisasikan kokhlea dan kanalis semisirkularis.
Penatalaksanaan
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan pengobatan
yang bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu diberikan anti emetik. Pengobatan paling
baik adalah sesuai dengan penyebabnya
a. Diet dan perubahan gaya hidup
Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium pada plasma, karena
tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk mempertahankan level sodium dalam
plasma. Untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi sodium, ginjal menyesuaikan
kapasitas untuk kemampuan transport ion berdasarkan intake sodium. Penyesuaian ini
58
diperankan oleh hormon aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah transport ion di ginjal
sehingga akan mempengaruhi regulasi sodium di endolimfe sehingga mengurangi serangan
penyakit Meniere.
Banyak pasien dapat mengontrol gejala hanya dengan mematuhi diet rendah garam (2000
mg/hari). Jumlah sodium merupakan salah satu faktor yang mengatur keseimbangan cairan
dalamm tubuh. Retensi natrium dan cairan dalam tubuh dapat merusak keseimbangan antara
endolimfe dan perilimfe di dalam telinga.
Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya berupa ikatan natrium chlorida
atau garam dapur, monosodium glutamat (vetsin), natrium bikarbonat (soda kue), natrium
benzoat (daging kornet).
Pemakaian rokok, alkohol, coklat harus dihentikan. Kafein dan nikotin juga merupakan stimulan
vasoaktif dan dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan penurunan aliran darah arteri
kecil yang memberi nutrisi saraf dari telinga tengah. Dengan menghindari kedua zat tersebut
dapat mengurangi gejala.
Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu untuk dianjurkan ke
pasien. Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik seperti
aspirin karena dapat memperberat tinitus.
Selama serangan akut dianjurkan untuk berbaring di tempat yang keras, berusaha untuk tidak
bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu objek tidak bergerak, jangan mencoba minum
walaupun ada perasaan mau muntah, setelah vertigo menghilang pasien diminta untuk bangun
secara perlahan karena biasanya setelah serangan akan terjadi kelelahan dan sebaiknya pasien
59
mencari tempat yang nyaman untuk tidur selama beberapa jam untuk memulihkan
keseimbangan.
b. Farmakologi
Untuk penyakit ini diberikan obat-obatan vasodilator perifer, anti histamin, antikolinergik,
steroid dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada endolimfe. Obat-obat antiiskemia dapat
pula diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik untuk menguatkan sarafnya selain itu jika
terdapat infeksi virus dapat diberikan antivirus seperti acyclovir.
Tranzquilizer seperti diazepam ( valium ) dapat digunakan pada kasus akut untuk membantu
mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai pengobatan jangka
panjang. Anti emetik seperti prometazin tidak hanya mengurangi mual dan muntah tapi juga
vertigonya. Diuretik seperti thiazide dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere
dengan menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk makan
makanan yang mengandung kalium seperti pisang, tomat dan jeruk ketika menggunakan
diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.
c. Latihan
Rehabilitasi penting dilakukan sebab dengan melakukan latihan sistem vestibuler ini sangat
menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan yang teratur dan baik.
Orang-orang yang karena profesinya menderita vertigo dapat diatasi dengan latihan yang
intensif sehingga gejala yang timbul tidak lagi mengganggu pekerjaan sehari-hari(1,9,12).
60
Ada beberapa latihan yaitu : Canalit Reposition Treatment (CRT) / Epley manouver dan Brand-
Darroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan seseorang untuk membantunya
tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri.
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT jika masih terasa ada sisa
baru dilakukan Brand-Darroff exercise.
Latihan CRT / Epley manouver :
Gambar 7. CRT/Epley Manuver
Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan keseimbangan / vertigo telinga
kiri ) (1), kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat tidur (2),
tunggu jika terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah kanan
perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa vertigo, kemudian
duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan kemudian ke arah lantai (4),
61
masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang 30 – 60 detik. Dapat dilakukan juga untuk sisi
yang lain berulang kali sampai terasa vertigo hilang.
Latihan Brand-Darroff :
Gambar 8. Latihan Brand-Darroff
Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik
posisi duduk, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri, masing-masing gerakan
ditunggu kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama cukup 1-2 kali kiri kanan,
besoknya makin bertambah. Sebaiknya juga harus diperiksakan terlebih dahulu untuk
memastikan penyebab vertigo / gangguan keseimbangannya.
d. Penatalaksanaan bedah
Operasi yang direkomendasikan bila serangan vertigo tidak terkontrol antara lain :
- Dekompresi sakus endolimfatikus
62
Gambar9. Dekompresi sakus endolimfe
Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan menyebabkan kembali
normalnya tekanan terhadap ujung saraf vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di belakang telinga
yang terinfeksi dan air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga dalam. Insisi kecil
dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk mengalirkan cairan ke rongga mastoid.
Secara keseluruhan sekitar 60 % pasien serangan vertigo menjadi terkontrol, 20 % tidak
memperoleh penurunan gejala, 20 % mengalami serangan yang lebih buruk. Fungsi pendengaran
tetap stabil namun jarang yang membaik dan tinitus tetap ada, 2 % mengalami tuli total dan
vertigo tetap ada.
- Labirinektomi
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf vestibulokokhlear. Dilakukan dengan
insisi di telinga belakang dan air cell mastoid diangkat, bila telinga dalam sudah terlihat,
keseluruhan labirin tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari pasca operasi, tidak jarang terjadi
vertigo berat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan. Setelah seminggu, pasien
mengalami periode ketidakseimbangan tingkat sedang tanpa vertigo, sesudahnya telinga yang
normal mengambil alih seluruh fungsi keseimbangan. Operasi ini menghilangkan fungsi
pendengaran telinga.
63
- Neurektomi vestibuler
Gambar 10. Neurektomi vestibuler
Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler merupakan pilihan untuk
menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang tersisa. Dilakukan insisi di belakang telinga dan
air cell mastoid di angkat, dilakukan pembukaan pada fossa duramater dan n.VIII dan dilakukan
pemotongan terhadap saraf keseimbangan. Pemilihan operasi ini mirip dengan labirinektomi.
Namun karena operasi ini melibatkan daerah intrakranial, sehingga harus dilakukan pengawasan
ketat pasca operasi. Operasi ini diindikasikan pada pasien di bawah 60 tahun yang sehat.
Sekitar 5 % mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi, paralisis wajah sementara dapat
terjadi selama beberapa hari hingga bulan, sekitar 85 % vertigo dapat terkontrol.
- Labirinektomi dengan zat kimia
Merupakan operasi dimana menggunakan antibiotik (strepomisin atau gentamisin dosis kecil)
yang dimasukkan ke telinga dalam. Operasi ini bertujuan mengurangi proses penghancuran
saraf keseimbangan dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. Pada kasus penyakit
Meniere, diberikan streptomisin intramuskular dapat menyembuhkan serangan vertigo dan
pendengaran dapat dipertahankan.
64
- Endolymphe shunt
Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang menganggap operasi ini merupakan
plasebo.
Ada dua tipe dari operasi ini yaitu :
a. Endolymphe subarakhnoid shunt : dengan menempatkan tuba diantara endolymphe dan
kranium
b. Endolymphe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba antara sakus endolimfatikus dan
rongga mastoid.
VERTIGO POSISI PAROKSIMAL JINAK
Definisi
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan
adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk
vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis.
BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan
vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit
Patofisiologi
Mekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
65
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV. Dia
menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia
(otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada
permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif
akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda
berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil,
malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini
digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang
posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke
superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan
pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam
KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini
berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan
endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini
menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi
pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban,
ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya
kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori
cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan “delay” (latency) nistagmus
transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala,
otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus.
Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan “fatigability” dari gejala pusing.
66
Lepasnya debris otolith dapat menempel pada cupula (cupulolithiasis) atau dapat mengambang
bebas di kanal semisirkular (canalolithiasis) Penelitian patologis telah menunjukkan bahwa
kedua kondisi tersebut dapat terjadi. Debris otholith menyingkir dari cupula dan memberikan
sensasi berputar melalui efek gravitasi langsung pada cupula atau dengan menginduksi aliran
endolymph selama gerakan kepala di arah gravitasi Menurut teori cupulolithiasis, deposit cupula
(heavy cupula) akan memicu efek gravitasi pada krista. Namun, gerakan debris yang bebas
mengambang adalah mekanisme patofisiologi yang saat ini diterima sebagai ciri khas BPPV.
Menurut teori canalolithiasis, partikel mengambang bebas bergerak di bawah pengaruh gravitasi
ketika merubah posisi kanal dalam bidang datar vertical. Tarikan hidrodinamik partikel
menginduksi aliran endolymph, menghasilkan perpindahan cupular dan yang penting mengarah
ke respon yang khas diamati.
Beberapa studi telah berusaha untuk mengidentifikasi utrikular (otolithic) abnormalitas di BPPV,
tetapi telah menghasilkan hasil yang tidak konsisten. Pasien dengan BPPV dapat menunjukkan
kelainan di vestibular yang menimbulkan potensial myogenic, horizontal visual subjektif dan
“gain during off-vertical axis rotation”
Diagnosis
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi
lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo
bisa diikuti dengan mual.
B. Pemeriksaan fisis
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi
neurologis normal.6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara
melakukannya sebagai berikut :
67
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo
mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o – 40o, penderita diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di KSS posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai
kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan
selama 10-15 detik.
6. Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
8. Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45o dan
seterusnya
68
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saat
gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi
ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang
kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi
lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.
Setiap jenis BPPV didiagnosis dengan mengamati pola nistagmus yang diinduksi selama
manuver posisi yang telah dirancang untuk bergerak hanya saluran yang terlibat dalam arah
gravitasi maksimum. Namun, pengamatan yang tepat dari nistagmus memerlukan fiksasi yang
dihilangkan selama manuver.
PC-BPPV
Dalam PC-BPPV, posisi nistagmus diinduksi dengan Dix-Hallpike’smaneuver ke arah kanal
yang terkena Selama Dix-Hallpike’s maneuver, diyakini bahwa debris otolitik yang bebas
mengambang (canalolithiasis) dalam kanal posterior bergerak menjauh dari cupula dan
menstimulasi kanal posterior dengan menginduksi ampullofugal aliran endolymph (hukum
pertama Ewald). Eksitasi dari kanal posterior mengaktifkan otot superior oblik ipsilateral dan
otot rectus inferior kontralateral, yang menghasilkan deviasi mata ke bawah dengan torsi ke arah
telinga atas. Akibatnya, nistagmus yang dihasilkan akan ke atas dan torsional, dengan kutub
teratas mata ke arah telinga bawah. Nistagmus biasanya dimulai dengan latensi singkat beberapa
detik, sembuh dalam waktu 1 menit (biasanya kurang dari 30 detik) dan arahnya berlawanan dari
posisi duduk. Nistagmus berkurang (misalnya mata lelah) dengan pemeriksaan ulang.
Cupulolithiasis dapat ada dalam kanal posterior. Dibandingkan dengan canalolithiais,
cupulolithiasis tipe PC-BPPV cenderung memiliki latensi lebih pendek dan waktu konstan yang
lebih lama (yaitu lebih persisten).
Dix-Hallpike’s maneuver telah dianggap sebagai gold standard untuk diagnosis PC-BPPV.
Namun, manuver ini harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat operasi leher,
sindrom radikulopati cervical dan diseksi pembuluh darah, karena memerlukan posisi rotasi dan
ekstensi leher. “The side-lying test” dapat digunakan sebagai alternative ketika Dix-
Hallpike’s maneuvertidak dapat dilaksanakan; setelah pasien duduk di meja pemerikaan, pasien
segera berbaring dengan kepala berpaling 45˚ ke arah yang berlawanan
69
HC-BPPV
HC-BPPV didiagnosis dengan “supine roll test” (manuver Pagnini-McClure), di mana kepala
diputar sekitar 90˚ ke setiap sisi dengan posisi supine. Nistagmus horizontal akan mengarah ke
dasar (geotropic nystagmus) atau mengarah ke atas (apogeotropic nystagmus). Nistagmus yang
diinduksi cenderung lebih persisten pada HC-BPPV dibandingkan PC-BPPV. Nistagmus yang
timbul selama posisi HC-BPPV biasanya menunjukkan kelelahan yang lebih kecil dan lebih
singkat dibandingkan yang timbul pada PC-BPPV.
Penentuan sisi yang terkena (lateralisasi) sangat penting untuk pengobatan yang tepat dari HC-
BPPV menggunakan CRMs, yang akan dibahas kemudian Karena aliran ampullopetal
endolymph menimbulkan respon yang lebih besar daripada aliran ampullofugal dalam kanal
horizontal (Hukum kedua Ewald), nistagmus yang diinduksi akan lebih kuat ketika kepala
menoleh ke arah telinga yang terkena pada tipe geotropic HC-BPPV. Sebaliknya, kepala
berpaling ke telinga yang sehat akan menghasilkan nystagmus kuat pada HC-BPPV
apogeotropic.
Penentuan telinga yang terkena kadang sulit karena adanya respon yang agak simetris terutama
jika nistagmus yang diinduksi tidak diketahui. Dalam kasus ini, temuan lain mungkin
memberikan petunjuk untuk menentukan telinga terkena. Pada HC-BPPV, nistagmus dapat
dirangsang dengan berbaring telentang dari posisi duduk [lying-down nystagmus (LDN)] atau
dengan menekuk kepala ke depan sambil duduk [head-bending nystagmus (HBN)]. Hingga 80%
kasus HC-BPPV, LDN dan HDN saling berlawanan. Pada geotropic HC-BPPV, HBN lebih
berpengaruh pada telinga yang terkena, sedangkan LDN lebih ke arah telinga yang sehat. HBN
pada geotropic HC-BPPV berasal dari migrasi ampullopetal dari otolith, sedangkan LDN
dijelaskan dengan perpindahan ampullofugal dari otolith pada kanal horizontal. Sebaliknya,
sebagian besar HBN adalah kontralesi dan LDN biasanya ipsilesional ketika diamati pada HC-
BPPV apogeotropik. HBN dan LDN pada HC-BPPV apogeotropik dijelaskan dengan
defleksi heavy cupulasebagai respon perubahan posisi.
70
Pada HC-BPPV apogeotropik, nistagmus horizontal yang diinduksi dapat hilang ketika kepala
menoleh 10-20˚ ke arah telinga yang terkena, dengan posisi supine (titik nol). Titik nol
merupakan sejajarnya heavy cupula dalam arah vektor gravitasi.
Nistagmus spontan yang juga dikenal sebagai pseudospontaneus nystagmus, tidak jarang dalam
HC-BPPV. Pada laporan sebelumnya, 66-76% pasien HC-BPPV memperlihatkan nistagmus
spontan. Nistagmus spontan pada HC-BPPV berhubungan dengan posisi anatomi kanal
semisirkular horizontal, yang cenderung 30˚ ke arah yang berlawanan dari bidang horizontal.
Oleh karena itu, gaya gravitasi dapat mempengaruhi debris otolithic dalam kanal atau heavy
cupula, bahkan ketika dalam posisi duduk tegak. Untuk alasan yang sama, nistagmus
pseudospontaneous hilang ketika kepala pasien ditundukkan ke depan sekitar 30º. Dalam posisi
ini, karena kanal horisontal sejajar dengan bidang datar horizontal, efek gravitasi
dikesampingkan. Namun, nistagmus pseudospontaneous harus dibedakan dari continues
nystagmus dengan vertigo terus menerus yang dihasilkan dari apa yang disebut canalith jam dan
tekanan endolymph negatif antara plug dan cupula.
Pada BPPV, reversal spontan pada nistagmus posisi awal jarang terjadi tanpa perubahan posisi.
Pada geotropic HC-BPPV, nistagmus geotropik awal kadang berbalik arah ketika kepala
menoleh ke arah sisi yang lesi dan nistagmus yang diinduksi kuat (kecepatan fase lambat
maksimal = 104 ± 62 º / sec, mean ± SD). Adaptasi jangka pendek dari reflek vestibule-ocular
tampaknya menjadi mekanisme utama yang mendasari reversal spontan dari posisi awal
nistagmus.
AC-BPPV
BPPV jarang melibatkan kanal semisirkular anterior, dan AC-BPPV menunjukkan beberapa
karakteristik yang berlawanan dengan PC-BPPV. Pada AC-BPPV, SHH seperti Dix-
Hallpike’s maneuver keduanya dapat menimbulkan nistagmus dengan komponen ipsitorsional
(kutub atas mata ke arah telinga yang terkena). Selain itu, nistagmus torsional pada AC-BPPV
dapat tidak jelas, seperti pada PC-BPPV.
71
Tipe kanal-campuran BPPV
BPPV dapat melibatkan multiple kanal semisirkular. Tipe kanal-campuran dari BPPV, yang
paling umum adalah kombinasi PC dan HC-BPPV, sekitar 1,5-5,0% dari seluruh kasus BPPV di
literature. Tipe kanal-campuran dari BPPV sering melibatkan kanal pada sisi yang sama
(misalnya kanal horizontal kanan dan posterior kanan), tetapi keterlibatan bilateral juga telah
dilaporkan. Trauma dapat meningkatkan resiko dari kanal-campuran BPPV.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada
utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver seperti yang diperlihatkan pada
gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala.
Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk
menghilangkan debris.
Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala dimiringkan
45o pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-pike sampai vertigo
dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang
terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena berada di bawah. (3) seluruh badan dan
kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi lateral dekubitus,
dengan posisi wajah menghadap ke bawah. (4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali
pasien dengan kepala ke arah yang berlawanan pada langkah
Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal berespon
dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada
pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkuler
posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang utama nervus vestibuler.
Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus vestibuler
dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi pendengaran.
72
Terapi Bedah
Dengan CRMs berulang dan latihan Brandt-Daroff, pasien masih dapat mengalami veritigo
persisten akibat disabilitas posisi atau frekuensi kambuhan yanga merupakan refrakter dari
manuver reposisi. Terapi bedah dapat dipertimbangkan dalam kesempatan yang jarang, yang
disebut juga “incratable BPPV”.
Transeksi nervus ampula posterior yang mempersarafi kanal posterior(singular neurectomy) atau
oklusi kanal semisirkular posterior (saluran penutup) telah dilakukan untuk “incratable BPPV”.
Neurektomi tunggal, dijelaskan oleh Gacek pada tahun 1974, merupakan prosedur yang efisien
yang dibuat untuk mengontrol gejala “incratable BPPV”., dengan risiko yang dapat diterima
gangguan pendengaran pasca operasi. Penyumbatan dan oklusi kanal juga merupakan teknik
yang efektif dengan rendahnya resiko gangguan pendengaran. Namun, intervensi bedah
diterapkan jika seluruh CRMs/latihan telah dicoba dan gagal.
Terapi Medikamentosa
Obat rutin seperti vestibular supresan (misalnya antihistamin dan benzodiazepine) tidak
dianjurkan pada pasien BPPV. Dokter dapat memberikan obat untuk 1) mengurangi sensasi
berputar dari vertigo atau 2) mengurangi gejala pusing yang menyertai. Namun, tidak ada
vestibular supresan yang efektif seperti CRMs untuk BPPV dan tidak dapat digunakan sebagai
pengganti untuk maneuver reposisi.
Obat anti vertigo, seperti dimenhydrinate (Dramamine®), belladonna alkaloid
scopolamine (Transderm-Scop®), dan benzodiazepine (Valium®), diindikasikan untuk
mengurangi gejala pusing dan mual sebelum melakukan CRM.
73
TINITUS
Tinnitus adalah bunyi abnormal yang didengar oleh penderita yang berasal dari dalam kepala.
Menurut Tungland tinnitus adalah persepsi suara ketika tidak ada sumber suara. Menurut
Richard kata tinnitus berasal dari kata latin tinnere yang berarti berdering atau deringan,
sehingga disimpulkan tinnitus adalah persepsi suara yang tidak diinginkan dengan penyebab dari
dalam kepala, biasanya terlokalisasi, dan jarang didengar oleh orang lain.3 Tinnitus dapat
digambarkan sebagai telinga yang “berdering” dan berbagai suara didalam kepala yang terdengar
tanpa adanya sumber suara dari luar.4 Tinnitus dapat didengar pada satu atau kedua telinga atau
ditengah-tengah kepala ataupun bisa juga digambarkan tidak jelas lokasinya. Suara dapat
terdengar lemah, sedang ataupun keras, dapat terdengan satu jenis atau pun lebih, dan serangan
dapat terus menerus ataupun hilang timbul.5
Tinnitus dapat menyerang siapa saja dan semua umur. Kurang lebih 24 juta orang mengalami
tinnitus, orang-orang tersebut terutama menndengar deringan atau suara lain paling tidak satu
kali atau lebih dalam suatu waktu dan dapat berulang pada lain waktu.6 Menurut tungland rata-
rata 5% populasi dewasa di Inggris pernah mengalami tinnitus.2 Sedangkan di AS tinnitus
dilaporkan oleh Richard menyerang 10% populasi umum usia 40-70 tahun.4
Tinnitus dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tinnitus subjektif dan tinnitus objektif. Tinnitus
subjektif biasanya terjadi pada gangguan pendengaran sensorineural, intoksikasi obat, sedangkan
pada tinnitus objektif biasanya terjadi pada gangguan vaskuler, gangguan mekanis seperti
terbukanya tuba eustakius, kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius serta
otot-otot palatum.4
Tinnitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga karena tuli konduksi.
Tinnitus merupakan kelainan pada telinga dengan banyak penyebab. Pada banyak kasus terutama
terjadi tinnitus subjektif, tetapi terkadang keluhan ini dapat didengar oleh pemeriksa. Gangguan
telinga, terutama gangguan pendengan merupakan penyebab utama terjadinya tinnitus subjektif.
Gangguan telinga bilateral dengan tinnitus harus dicurigai adanya neuroma akustik.1
Pengobatan tinnitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena psiko-akustik
murni, seringkali penyamaran tinnitus merupakan pilihan yang praktis untuk menghilangkan
74
gangguan ini. Penderita ini juga perlu diberi penjelasan yang baik, sehingga rasa takut tidak
memperberat keluhan. Obat penenang atau obat tidur dapat diberikan menjelang tidur pada
penderita yang tidurnya terganggu.
KELUMPUHAN NERVUS FASIALIS PERIFER
Kelumpuhan nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien
tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris.
Keleumpuhan n. facialis merupakan gejala, sehingga harus dicari penyebabnya.1
N. facialis merupakan saraf cranialis terpanjang yang berjalan di dalam tulang, sehingga
sebagian besar kelainan n. facialis terletak di dalam tulang temporal. Nervus facialis mempunya
dua inti yaitu inti superior dan inti inferior. Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus
facialis di bagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segmen timpani dan segmen mastoid.1
Parese nervus fasialis ada dua tipe yaitu tipe UMN (upper motor neuron) dan tipe LMN (lower
motor neuron). Pada tipe UMN kerusakan nervus facialis terjadi pada jaras kortikobulbar atau
bagian bawah korteks motorik, sedangkan pada tipe LMN atau parese nervus facialis perifer
yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis yang terganggu, bisa terletak di pons,
di os petrosus, cavum tympani di foramen stilomasttoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus
facialis. Proses patologis di sekitar meatus akustikus internus akan melibatkan nervus facilais
dan akustikus sehingga parese nervus facialis LMN akan timbul berbarengan dengan tuli
perseptif ipsilateral dan agesia.2
Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital, infeksi, tumor,
trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu seperti infeksi
telinga tengah.3
Pemeriksaan Fungsi N.Fasialis
1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik
Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan
ekspresi wajah seseorang.
75
2. Tonus
Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap kesempurnaan
mimic / ekspresi muka.1
3. Gustometri
Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu
cabang nervus fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat
menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).
Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian
pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita. penderita
tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar melalui ludah ke
sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya diurus oleh saraf lain.11
4. Salivasi
Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar
submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam duktus
Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam
mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat
dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap abnormal.11
5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex
Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada
simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor
setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat
menyebabkan berkurangnya produksi air mata.1,11
Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan dengan
meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar konjungtiva.
Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi basah dibandingkan dengan sisi
satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan kiri lebih atau sama dengan
50% dianggap patologis.
6. Refleks Stapedius
Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan cara
memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui fungsi N.
stapedius cabang N.VII.
76
7. Uji audiologik
Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes.
Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik yang
dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis
akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam
telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini, perlu
dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada waktu otitis
media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek dapat
dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu nada yang
keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot stapedius. Gerakan ini
mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan perubahan impedansi rantai
osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan telinga yang normal, dan reflek ini
pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu kelainan pada bagian aferen saraf
kranialis.
Penatalaksanaan terhadap parese nervus fasialis
A. Fisioterapi
1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise
Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka
hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah
yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah. Latihan
wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat
dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai.
2. Electrical Stimulation
Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.2 Tindakan ini bertujuan
untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga berfungsi untuk
mempertahankan aliran darah serta tonus otot.
B. Farmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara lain12:
1. Asam Nikotinik
77
Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-obatan
yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu
vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis.
2. Vasokonstriktor, Antimikroba
Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi
nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan ,
pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.
3. Steroid
Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bell’s Palsy.
DAFTAR PUSTAKA78
1. Adams Boies Higler, BOIES Buku AjarPenyakit THT edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta, 1997.
2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Ditjen Binfar & Alkes,
Jakarta, 2007.
3. Henry Gray. American Journal of
Anatomyhttp://www.bartleby.com/107/230.html
4. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT
edisi 6. Jakarta : EGC.
5. Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
6. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme. 2000.
7. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda
8. SM. Lumbotobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta : Balai Penerbit FK-UI,2006.
9. Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tengorok Kepala Leher Edisi ke 6 Cetakan ke 1, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990.
79