Upload
arik-kristiawan
View
24
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Keluarga Pra Sejahtera Dengan Perilaku Menarik Diri Pada Remaja
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya
masing-masing, menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Salvicion G
Bailon, 1989). Dikatakan sebagai keluarga sejahtera adalah keluarga yang
dibentuk atas dasar perkawinan yang syah mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
memiliki hubungan serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dengan
masyarakat dan lingkungan (A. Mungit, 1996). Sekarang ini di Indonesia kategori
keluarga pra sejahtera dan sejahtera I masih cukup tinggi, sedangkan keluarga pra
sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih
indikator keluarga sejahtera I salah satunya seluruh anggota keluarga memiliki
pakaian yang berbeda untuk aktivitas dirumah, bekerja, sekolah dan bepergian
(Waqit Iqbal Mubarrak, 2007 : 271). Jika anak dibesarkan dalam lingkungan
keluarga pra sejahtera, kurang harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anak
atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga maka perkembangan
kepribadiannya cenderung mengalami kelainan dalam penyesuaian dalam dirinya
atau maladaptif seperti bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat
egois, senang mengisolasi diri atau menyendiri, kurang memiliki perasaan
1
1
tenggang rasa, dan kurang memperdulikan norma dalam perilaku (Yusuf Syamsu,
2006 : 126-128).
Angka pertumbuhan penduduk terus bertambah dengan laju yang tinggi,
maka sangat berat kemampuan ekonomi nasional untuk mendukungnya. Hasil
pendapatan keluarga tahun 2004 menunjukkan bahwa dari 55,3 juta keluarga,
masih terdapat sekitar 30,5% atau setara dengan 16,2 juta keluarga yang temasuk
dalam keluarga pra sejahtera dan sejahtera I. Jadi tingkat kemiskinan di kalangan
masyarakat kita masih cukup tinggi (WWW.Presidenri.go.id.2007). Data
penduduk di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban sampai
dengan bulan Maret 2008 terdapat 4164 keluarga. Keluarga tersebut mempunyai
anggota keluarga yang berusia remaja. Sedangkan jumlah penduduk Desa
Gedongombo sebanyak 12.741 jiwa dengan jumlah usia remaja sebanyak 2664
(20,91%) dan di RW VII terdapat 81 (1,95%) Kepala Keluarga. Berdasarkan hasil
studi pendahuluan dari 15 KK (responden) yang mempunyai anak usia remaja
(14-17 tahun) kategori keluarga pra sejahtera diketahui remaja dengan kejadian
menarik diri sebanyak 6 (40%) orang. Berdasarkan data diatas dapat dijelaskan
bahwa di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban masih
banyak remaja yang menarik diri akibat tingkat kesejahteraan keluarga.
Kondisi di dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
remaja. Ada hal-hal di dalam keluarga seperti kasih sayang, pengertian dan
perhatian yang tidak bisa dibeli oleh materi. Hal-hal seperti kebersamaan, saling
terbuka dan pengertian dirasakan lebih merupakan hal yang berpengaruh dalam
membentuk sikap dan perilaku itu remaja itu sendiri (www.keluargabahagia.com).
2
2
Respon sosial dan emosional yang mal adaptif seringkali terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya sering dialami oleh remaja yang menarik diri. Dampak dari
menarik diri adalah gangguan perawatan diri, gangguan penampilan diri, dan
potensial terjadinya halusinasi bahkan keinginan untuk bunuh diri
(www.fik.ui.ac.id). Dampak lain adalah remaja menarik diri atau kelihatan tidak
percaya diri dan takut menjalin kedekatan dengan teman sebayanya, sering
menyendiri, motivasi hidup rendah dan juga dapat menciderai diri (Carpenito
Lynda Jual, 1998 : 352).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (http://trisnoners.blogspot.
com). Untuk mengetahui hal tersebut keluarga harus memberi perhatian khusus
pada anak remaja dengan orang lain atau bisa memberi saran pada remaja untuk
mencari kesibukan dengan membaca buku atau mencari informasi untuk mencari
pekerjaan yang bermanfaat dan juga kita harus memberikan pengertian pada anak
remaja untuk menerima kenyataan dari kondisi yang dialami dalam keluarganya
saat ini untuk menuju keluarga yang berkualitas.
Dari uraian latar belakang diatas menggambarkan angka kesejahteraan
keluarga pra sejahtera dan sejahtera I masih cukup tinggi dan timbulnya perilaku
mal adaptif bagi remaja. Akibat dari tingkat kesejahteraan keluarga yang rendah
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan keluarga pra
sejahtera dengan perilaku menarik diri pada remaja di Desa Gedongombo
Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008.
3
3
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana tingkat keluarga pra sejahtera di Desa Gedongombo
Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008 ?
1.2.2 Bagaimana perilaku menarik diri remaja di Desa Gedongombo Kecamatan
Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008 ?
1.2.3 Bagaimana hubungan keluarga pra sejahtera dengan perilaku menarik diri
pada remaja di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten
Tuban tahun 2008 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan keluarga pra sejahtera dengan perilaku menarik diri
pada remaja di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban
tahun 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat keluarga pra sejahtera di Desa Gedongombo
Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008.
1.3.2.2 Mengidentifikasi perilaku menarik diri pada remaja di Desa
Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008.
1.3.2.3 Menganalisa hubungan keluarga pra sejahtera dengan perilaku menarik
diri pada remaja di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding
Kabupaten Tuban tahun 2008.
4
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang
kesejahteraan terutama dalam bidang keperawatan serta sebagai masukan dan
acuan dalam peningkatan kualitas pelayanan dalam perannya sebagai pelaksanaan,
pendidikan pembimbing dan peneliti.
1.4.2 Bagi Remaja yang mempunyai perilaku menarik diri
Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya mengurangi perilaku menarik
dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
1.4.3 Bagi Peneliti
Sebagai acuan penelitian di masa yang akan datang.
5
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan disajikan beberapa konsep dasar berdasarkan tinjauan
pustaka tentang konsep tingkat kesejahteraan keluarga, konsep menarik diri,
konsep remaja, kerangka konsep dan hipotesa.
2.1 Konsep Tingkat Kesejahteraan Keluarga
2.1.1 Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri
atau suami, istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya
(Mongid, 1996 : 3).
Kesejahteraan adalah keamanan dan keselamatan (kesenangan hidup)
kemakmuran (Poerwadarminta, 1998 : 887).
Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang syah, yang mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan materiil
yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang
serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan mesyarakat
dan lingkungan (Mongid, 1996 : 3).
6
6
2.1.2 Tahapan Keluarga Sejahtera (BKKBN, 1996 : 1-4)
2.1.2.1 Keluarga Pra Sejahtera
Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih
dari lima kebutuhan dasarnya secara minimal, yaitu kebutuhan akan :
1. Agama
2. Pangan
3. Sandang
4. Papan
5. Kesehatan.
2.1.2.2 Keluarga Sejahtera I
Adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal yaitu :
1. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya.
2. Dapat memenuhi kebutuhan makan dua kali atau lebih dalam satu
hari.
3. Memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, sekolah/bekerja dan
bepergian.
4. Bagian terluas lantai rumahnya bukan dari tanah.
5. Bila anggota keluarganya sakit, dibawa ke sarana/petugas kesehatan
atau diberikan pengobatan secara modern.
2.1.2.3 Keluarga Sejahtera II
Adalah keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria
keluarga sejahtera I, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan
sebagai berikut :
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah yang dianut secara teratur.
7
7
2. Paling kurang sekali seminggu keluarga dapat menyediakan
daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.
3. Seluruh anggota keluarga memperoleh minimal satu stel pakaian
baru satu tahun sekali.
4. Luas lantai rumah minimal 8 m2 untuk tiap penghuni.
5. Seluruh anggota keluarga 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat
sehingga dapat melaksanakan fungsinya masing-masing.
6. Paling kurang satu orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun
keatas mempunyai penghasilan tetap.
7. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa baca tulis
huruf latin.
8. Seluruh anak yang berumur 6-15 tahun bersekolah pada saat ini.
9. Bila anak hidup dua atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia
subur saat ini memakai kontrasepsi.
2.1.2.4 Keluarga Sejahtera III
Adalah keluarga yang disamping memenuhi kriteria keluarga
sejahtera I dan II, juga telah memenuhi kebutuhan sebagai berikut :
1. Keluarga berupaya untuk meningkatkan pengetahuan agamanya.
2. Sebagian penghasilan keluarganya dapat disisihkan untuk tabungan
keluarganya.
3. Keluarga biasanya makan bersama paling kurang sekali dalam satu
hari dalam kesempatan tersebut dimanfaatkan untuk berkomunikasi
antar anggota keluarga.
4. Keluarga ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan tempat
tinggalnya.
8
8
5. Keluarga mengadakan rekreasi bersama/penyegaran diluar rumah
paling kurang sekali dalam 6 bulan.
6. Keluarga dapat memperoleh berita dari surat
kabar/radio/TV/majalah.
7. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang
sesuai dengan kondisi daerah setempat.
2.1.2.5 Keluarga Sejahtera III Plus
Adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kriteria keluarga
sejahtera I, II, III serta telah dapat memberikan sumbangan nyata dan
berkelanjutan bagi masyarakat antara lain :
1. Keluarga atau anggota secara teratur (pada waktu tertentu) dengan
sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat
dalam bentuk materiil.
2. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.
2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Keluarga
(BKKBN, 1996 : 17-18).
2.1.3.1 Faktor Internal
1. Kondisi Kesehatan
Dengan meningkatkan derajat kesehatan yang ditandai dengan
menurunnya angka kelahiran dan kematian dalam keluarga akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga tersebut.
9
9
2. Tingkat Pendidikan
Dengan semakin membaiknya tingkat pendidikan maka akan
meningkatkan pengetahuan, ketrampilan sehingga dapat memahami
dan menghayati tentang faktor penyebab dari tiap-tiap tahapan
keluarga sejahtera, serta upaya-upaya untuk meningkatkan tahapan
keluarga sejahtera.
3. Kemampuan Ekonomi
Dengan peningkatan pendapatan keluarga diharapkan keluarga
dapat memenuhi kebutuhannya dan akan meningkatkan lahir dan
kebahagiaan batin rumah tangga.
2.1.3.2 Faktor Eksternal
1. Struktur Sosial Ekonomi
Struktur sosial ekonomi yang dimaksud adalah yang
menghambat peluang untuk berusaha dan meningkatkan pendapatan.
2. Budaya
Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang mendukung
upaya-upaya peningkatan kualitas keluarga, misal : lantai rumah dari
tanah dianggap lebih baik menurut nenek moyangnya.
3. Alam
Faktor alam juga mempunyai peranan penting dalam
menentukan tahapan keluarga sejahtera : misal kondisi tanah tidak
memungkinkan untuk dibuat lantai rumah terbuat dari bukan tanah,
maka tahapan keluarga sejahterapun terpengaruh dan sulit untuk
ditingkatkan.
10
10
2.2 Konsep Menarik Diri
2.2.1 Pengertian Menarik Diri
Menarik diri (Withdrawal) adalah perilaku koping negatif yang
timbul ketika seorang semakin terisolasi secara sosial (Hinchliff S, 1999 :
466).
Soliter adalah anak yang selalu sendirian, kurang bergaul, tidak
punya teman dan cenderung menarik diri dari lingkungan (Marfuah Panji
Astuti. Foto: Vitri/nakita).
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi menarik diri
2.2.2.1 Anak tunggal
Kecenderungan menjadi soliter lebih besar ketimbang pada anak
yang punya saudara. Anak tunggal selalu dibiasakan melakukan segala
sesuatunya sendiri, sehingga sampai batas tertentu, kemandirian ini bisa
membuatnya tumbuh menjadi pribadi soliter. Pada kasus ini anak tidak
dibiasakan berbagi, menghargai keberadaan orang lain dan sebagainya.
2.2.2.2 Model dari orang tua
Orang tua yang soliter besar kemungkinan "menurunkan"
perilakunya pada anak. Kebiasaan yang berlaku di rumah dengan
mengerjakan segala sesuatunya sendiri-sendiri secara terpisah tanpa ada
kebersamaan membuat anak tumbuh menjadi pribadi soliter, seperti
orang tuanya.
2.2.2.3 Anak pada kondisi khusus
Misalnya usia anak terpaut jauh dengan saudaranya yang lain, atau
ia tidak memiliki saudara kandung yang berjenis kelamin sama. Hal itu
11
11
bisa menyebabkan adanya perbedaan aktivitas yang dilakukan sehari-
hari. Akhirnya anak dengan kondisi ini tak ubahnya seperti anak tunggal
yang selalu melakukan kegiatannya sendirian.
2.2.2.4 Dampak permainan modern
Sekarang ini, orang tua banyak mengkondisikan anaknya untuk
selalu bermain di dalam rumah, karena takut anak terseret pergaulan
tidak sehat di luar sana. Apalagi permainan modern macam playstation
dan games komputer, memungkinkan anak bergembira tanpa perlu
kehadiran orang lain bersama. Bandingkan dengan permainan lain yang
membutuhkan proses sosialisasi, seperti petak umpet, benteng, dampu,
main karet dan sebagainya.
2.2.2.5 Prestasi rata-rata
Anak dapat menjadi soliter jika di lingkungan tertentu, seperti di
sekolah, posisinya hanya menjadi si rata-rata. Tidak ada sesuatu yang
menonjol dari dirinya maupun prestasi akademiknya, sehingga dia
menjadi tidak begitu diperhatikan oleh lingkungan. Ditambah, ia pun
kurang pandai bersosialisasi. Biasanya hal ini bisa dilihat dari perubahan
sikap, misalnya di rumah si anak normal-normal saja, aktif, dan mau
terlibat dengan aktivitas keluarga. Namun, begitu berada di luar ia
cenderung menarik diri dan menjadi soliter. Pola pengajaran di rumah
dan di sekolah yang tidak sinkron bisa juga membuat anak menarik diri.
Orang tua harus banyak mencari informasi dari sekolah anak.
12
12
2.2.2.6 Tidak siap dikritik
Ketidaksiapan untuk menerima penilaian orang lain juga
membuatnya cenderung memilih menjadi sosok yang "tidak terlihat".
Padahal dalam kehidupan nyata, wajar saja bila kesalahan yang
dilakukannya dikritik dan sebaliknya bila ada hal baik dia akan dipuji.
2.2.2.7 Menjadi minoritas
Jika anak menemukan banyak perbedaan dengan lingkungannya,
hal ini juga bisa menyebabkannya menarik diri dan menjadi soliter.
Dengan kata lain, ia berada di lingkungan yang tidak tepat. Misalnya,
anak yang berasal dari keluarga sederhana secara sosial dan ekonomi
bersekolah di sekolah elite. Hal itu dapat membebaninya. Begitu pun jika
sebaliknya.
2.2.2.8 Mengalami guncangan
Pada anak yang mengalami guncangan lalu menjadi soliter, boleh
jadi masa kecilnya sebelum itu dilalui dengan wajar. Perubahan terjadi
setelah ia mengalami kejadian yang cukup mengguncang. Misalnya
orang tuanya bercerai; orang tuanya menjadi perbincangan masyarakat
karena sebuah aib; atau terjadi konflik keluarga lain yang sangat besar
(Marfuah Panji Astuti. Foto: Vitri/nakita).
2.2.3 Tanda Dan Gejala Menarik Diri
1. Suka mengamuk, menjadi kasar, dan tindakan agresif lainnya.
2. Menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak suka bergaul.
3. Sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga
prestasi di sekolah cenderung menurun.
4. Suka melamun, terutama mengkhayalkan orangtuanya akan bersatu
lagi (Tasmin Martina Rini S, 2002).
13
13
2.2.4 Rentang Respon Sosial
SolitutOtonomi
KebersamaanSaling Ketergantungan
KesepianMenarik diri
Ketergantungan
Manipulasi Impulsif
Narkisisme
(Stuart & Sundeen, 2003 : 346).
2.2.5 Perilaku yang berhubungan dengan menarik diri
2.2.5.1 Manipulasi
1. Orang lain diperlakukan seperti obyek.
2. Hubungan terpusat pada masalah pengendalian.
3. Individu berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan
berorientasi pada orang lain
2.2.5.2 Narkisisme
1. Harga diri yang rapuh.
2. Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian.
3. Sikap egosentris.
4. Pencemburu.
5. Marah jika orang lain tidak mendukung
2.2.5.3 Impulsif
1. Tidak mampu merencanakan sesuatu.
2. Tidak mampu belajar dari pengalaman.
3. Penilaian yang buruk.
4. Tidak dapat diandalkan
(Stuart & Sundeen, 2003 : 347).
14
14
ResponsAdapatif
ResponsMaladapatif
2.2.6 Cara mengatasi anak yang terlanjur menarik diri
Cara mengatasi anak yang terlanjur menarik diri, adalah:
1. Memberikan pujian setiap kali anak bergaul, jika anak terlihat berbicara
dengan temannya, maka berilah pujian atau hadiah setelah temannya
pulang. Sebaliknya, jangan dikritik jika ia kelihatan menyendiri.
Doronglah dengan cara yang lain jika anak belum mau berbicara dengan
teman.
2. Dorong anak berpartisipasi dalam kelompok. Salah satunya bisa
memasukkan anak menjadi anggota kelompok tertentu, misalnya
dimasukkan ke sanggar atau kegiatan yang sesuai dan disukai anak.
3. Mengajarkan keterampilan bergaul. Tunjukkan cara bercakap-cakap
dengan baik, penuh perhatian, serta bagaimana menjadi pendengar yang
baik.
4. Meminta bantuan pihak ketiga. Bila usaha-usaha orang tua untuk
membuat anak terampil bergaul belum membawa hasil, mintalah
bantuan guru untuk mendekati anak dengan mengikut sertakan anak
pada kegiatan bermain secara berkelompok di sekolah. Jika upaya ini
belum berhasil, mungkin sudah saatnya orang tua mengajak si kecil
untuk berkonsultasi pada ahlinya.
(Hanafi Dewi R, 2007 : 16-49).
15
15
2.3 Konsep Remaja
2.3.1 Pengertian
Remaja adalah periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa atau
masa usia belasan tahun atau jika seseorang menunjukan tingkah laku tertentu.
Seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya (Sarlito W.
Sarwono, 2004 : 02). Sedangkan menurut Syamsu Yusuf LN (2004 : 184) remaja
merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang
tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, merenungkan diri,
dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
2.3.2 Fase-fase remaja menurut
2.3.2.1 Remaja awal
Yaitu remaja yang berumur antara 10 sampai 13 tahun.
1) Dipandang mampu mensublemasi insting melalui saluran-saluran
yang secara sosial dapat diterima misalnya ; insting agresif dapat
disalurkan kedalam kegiatan kreatif seni musik atau drama.
2) Perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif
yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial,
emosinya bersifat negatif dan mudah tersinggung atau mudah sedih.
3) Mampu memecahkan masalah secara benar namun belum seterampil
remaja yang lebih tua.
4) Kadang-kadang rajin melakukan ibadah kadang malas (Syamsu
Yusuf, 2000 : 123).
16
16
2.3.2.2 Remaja madya
Yaitu remaja yang berumur antara 14 sampai 17 tahun.
1) Anak muda menginginkan atau mendambakan sesuatu, mencari
sesuatu. Namun apa sebenarnya sesuatu yang dicari itu dia sendiri
belum tahu.
2) Sering merasa sunyi dihati.
3) Menduga ia tidak mengerti orang lain dan tidak dimengerti oleh
pihak luar
(Kartono Kartini, 1995 : 183).
2.3.2.3 Remaja akhir
Yaitu remaja yang berumur antara 18 sampai 21 tahun.
1. Sudah mampu mengendalikan emosi.
2. Mempunyai kemampuan untuk merumuskan perencanaan secara
strategis atau mengambil keputusan dengan terampil.
3. Mampu memahami dan mengarahkan diri untuk mengembangkan
dan memelihara identitas dirinya.
4. Berusaha bersikap hati-hati dalam perilakunya.
5. Memahami kemampuan dan kelemahan dalam dirinya.
6. Sudah mulai melibatkan diri dalam kegiatan keagamaan.
(Syamsu Yusuf, 2000 : 123-124)
2.3.3 Ciri-ciri remaja secara umum
1. Mempunyai keinginan untuk menarik perhatian orang lain pada
dirinya.
17
17
2. Merasa mampu untuk melakukan apa saja atau rasa harga diri yang
makin menguat.
3. Berusaha untuk mencari kawan sebanyak mungkin.
4. Tertarik dengan lawan jenis.
5. Aktif menengok dunia luar.
6. Memanifestasikan diri dalam bentuk keberanian.
7. Berkembangnya tenaga fisik yang berlimpah.
(Kartini Kartono, 1995 : 153).
18
18
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2002
: 43).
Keterangan :
: Diteliti : Pengaruh
: Tidak diteliti
19
19
Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan keluarga pra sejahtera dengan perilaku menarik diri pada remaja di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga : 1. Faktor internal
a. Kondisi kesehatanb. Tingkat pendidikanc. Kemampuan ekonomi.
2. Faktor eksternala. Struktur sosial ekonomib. Budayac. Alam
Faktor-faktor yang mempengaruhi menarik diri : 1. Anak tunggal2. Model dari orang tua3. Anak pada kondisi khusus.4. Dampak permainan modern.5. Prestasi rata-rata.6. Tidak siap dikritik.7. Menjadi minoritas.8. Mengalami goncangan.
Tingkat kesejahteraan :1. Keluarga pra sejahtera :
- Agama- Pangan- Sandang- Papan- Kesehatan
Menarik diri
Remaja
2. Keluarga sejahtera I.3. Keluarga sejahtera II.4. Keluarga sejahtera III.5. Keluarga sejahtera III
Plus.
Perilaku yang berhubungan dengan menarik diri : 1. Manipulasi 2. Narkisisme 3. Impulsif
2.5 Hipotesa
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan
penelitian (Nursalam, 2003 : 57).
H0 : Tidak ada hubungan keluarga pra sejahtera dengan perilaku menarik diri
pada remaja di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten
Tuban tahun 2008.
20
20
BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan masalah. Pada bab ini disajikan tentang desain
penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel, sampling, identifikasi variabel,
definisi operasional, pengumpulan data, analisa data, etika penelitian dan
keterbatasan.
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat
oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan
(Nursalam, 2003 : 80).
Berdasarkan tujuan penelitian, desain penelitian yang digunakan adalah
studi korelasional yaitu penelitian yang bertujuan mengungkapkan hubungan
korelatif antar variabel yaitu variabel keluarga pra sejahtera dengan perilaku
menarik diri pada remaja. Di mana peneliti menganalisa adanya hubungan antar
variabel tersebut yang sebelumnya peneliti mengumpulkan data kemudian
menentukan populasi dan sampel setelah itu dilakukan pengolahan data.
Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan croos sectional
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
risiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo Soekidjo, 2002 : 146).
21
21
3.2 Kerangka Kerja
Kerangka kerja adalah pertahapan (langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah),
mulai dari penetapan populasi, sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal
penelitian akan dilaksanakan (Nursalam, 2003 : 56).
22
22
Populasi : Seluruh keluarga pra sejahtera yang mempunyai anak remaja di RW. 7 Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008, sebanyak 81 keluarga.
Sampel : Sebagian keluarga pra sejahtera yang mempunyai anak remaja di RW. 7 Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008, yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 67 responden.
Identifikasi variabel
Pengumpulan dataKuesioner
Pengolahan dataEditing, Coding, scoring, tabulating
Analisis data Menggunakan uji statistik Spearman’s rho dengan menggunakan bantuan
sistem komputerisasi SPSS-14 dengan taraf signifikasi : 0.05.
Penyajian hasil
Pengumpulan dataKuesioner
Sampling : Simple random sampling
Variabel independent : Keluarga Pra sejahtera
Variabel dependent :Menarik diri pada remaja
Gambar 3.1 Kerangka konsep hubungan keluarga pra sejahtera dengan perilaku menarik diri pada remaja di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008.
3.3 Populasi, Sampel Dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo.S, 2002 : 79). Pada penelitian ini populasinya adalah seluruh
keluarga pra sejahtera di RW. 7 Desa Gedongombo Kecamatan Semanding
Kabupaten Tuban tahun 2008, sebanyak 81 keluarga.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo S, 2002 : 79).
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian keluarga pra sejahtera yang
mempunyai anak remaja di RW. 7 Desa Gedongombo Kecamatan Semanding
Kabupaten Tuban tahun 2008, yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria sampel adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003 : 96). Kriteria
dalam penelitian ini adalah kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karateristik
umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan
diteliti (Nursalam, 2003 : 96). Kriteria inklusi dalam penelitian ini :
1. Keluarga pra sejahtera yang mempunyai anak remaja.
2. Kepala keluarga yang bersedia diteliti.
3. Kepala keluarga yang bisa membaca dan menulis.
23
23
Besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sampel
Z1-/2 = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada tertentu.
P = Harga proporsi dari populasi
d = Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir.
responden
3.3.3 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk
dapat mewakili populasi (Nursalam, 2003 : 97). Pada penelitian ini sampling yang
digunakan adalah probability sampling dengan simple random sampling yaitu
sampel penelitian menggunakan elemen diseleksi secara random atau acak
populasi yang dikenal sebelumnya (Notoatmodjo S, 2003 : 97).
24
24
3.4 Identifikasi Variabel
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu
kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh
kelompok tersebut (Nursalam dan Siti Pariani, 2001 : 41).
3.4.1 Variabel Independent
Variabel independent adalah variabel yang nilainya menentukan variabel
lain (Nursalam, 2003 : 102). Variabel independent dalam penelitian ini adalah
Keluarga pra sejahtera.
3.4.2 Variabel Dependent
Variabel dependent adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel
lain (Nursalam, 2003 : 102). Variabel dependent dalam penelitian adalah perilaku
menarik diri pada remaja.
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003 : 106).
Tabel 3.1 Definisi operasional hubungan keluarga pra sejahtera dengan perilaku menarik diri pada remaja di Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban tahun 2008.
No. Variabel Definisi Operasional Indikator Alat ukur Skala Skor
1. Independent :Keluarga pra sejahtera
Keluarga pra sejahtera adalah Keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya secara minimal.
Keluarga Pra sejahtera :1. Kebutuhan
pengajaran agama2. Kebutuhan pangan3. Kebutuhan sandang4. Kebutuhan papan5. Kebutuhan kesehatan.
Kuesioner Dengan
wawancara
Ordinal Skor : Ya = 1Tidak = 0Dengan kriteria : 1. Kurang jika
responden menjawab “ya” dari 5 pertanyaan ( 55%)Kode = 1
25
25
No. Variabel Definisi Operasional Indikator Alat ukur Skala Skor
2. Cukup jika responden menjawab “ya” dari 6-7 pertanyaan (56-75% )Kode = 2
3. Baik jika responden menjawab “ya” dari 8-9 pertanyaan (76-100%.)Kode = 3
2. Dependent : Menarik diri remaja.
Aktivitas negatif pada remaja yang timbul ketika terisolasir secara sosial.
Perilaku yang berhubungan dengan menarik diri : 1. Manipulasi
a. Orang lain diperlakukan seperti obyek.
b. Hubungan terpusat pada masalah pengendalian.
c. Individu berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain
2. Narkisisme a. Harga diri yang
rapuh.b. Secara terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian.
Kuesioner Ordinal Skor : Ya = 1Tidak = 0Dengan kriteria : 1. Perilaku menarik
diri berat jika responden menjawab “ya” 11-15 soal (76-100%).
Kode : 12. Perilaku menarik
diri sedang jika responden menjawab “ya” 8-10 soal (56-75%).
Kode : 23. Perilaku menarik
diri ringan jika responden menjawab “ya” 7 soal ( 55)
Kode : 3
26
26
No. Variabel Definisi Operasional Indikator Alat ukur Skala Skor
c. Sikap egosentris.
d. Pencemburu.e. Marah jika
orang lain tidak mendukung
3. Impulsif a. Tidak mampu
merencanakan sesuatu.
b. Tidak mampu belajar dari pengalaman.
c. Penilaian yang buruk.
d. Tidak dapat diandalkan
3.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data
3.6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan
proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2003 : 115).
3.6.1.1 Proses pengumpulan data
Setelah mendapatkan rekomendasi dari Direktur Akademi Kesehatan
Rajekwesi, meminta ijin kepala Dinas Bappeda Kabupaten Tuban, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Tuban untuk melakukan penelitian. Setelah mendapatkan
ijin, kemudian pengumpulan data dilakukan dengan memberikan lembar
pertanyaan kepada responden. Jika ada kesulitan dalam pengumpulan data,
peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan dan manfaat
penelitian.
27
27
3.6.1.2 Instrument Pengumpulan Data
Instrument penelitian adalah hal-hal yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo S, 2002 : 48). Jenis instrument yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2002 : 128).
Kuesioner dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan tahapan
Keluarga Sejahtera menurut BKKBN dan disebarkan oleh peneliti sendiri dengan
jumlah pertanyaan sebanyak 10 soal pada variabel independent dan sebanyak 15
soal pada variabel dependent yang disusun oleh peneliti sendiri terdiri dari
indikator manipulasi sebanyak 4 pertanyaan (nomor 1-4), indikator narkisisme
sebanyak 6 pertanyaan (nomor 5-10) dan indikator impulsif sebanyak 5
pertanyaan (nomor 11-15).
3.6.1.3 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Juni 2008 di
Desa Gedongombo Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban.
3.6.2 Tehnik Analisa Data
3.6.2.1 Editing
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan data yang
telah dikumpulkan. Juga memonitor jangan sampai terjadi kekosongan data yang
dibutuhkan.
28
28
3.6.2.2 Coding
Setiap responden diberi kode sesuai dengan nomor urut responden. Untuk
variabel independent keluarga pra sejahtera kurang diberi kode = 1, keluarga pra
sejahtera cukup diberi kode = 2, keluarga pra sejahtera baik diberi kode = 3
Sedangkan untuk variabel dependent perilaku menarik diri pada remaja menarik
diri berat diberi kode = 1, menarik diri sedang diberi kode = 2 dan menarik diri
ringan diberi kode = 3.
3.6.2.3 Skoring
Untuk variabel independent dan variabel dependent, skor 1 untuk jawaban
“ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak”. Dari kenyataan yang diajukan pada
responden adalah dengan pemberian skoring menurut Arikunto (2002 : 246),
dengan rumus :
Keterangan : N : Nilai yang didapat
Sp : Jumlah skor yang didapat
Sm : Jumlah skor maksimal
Pada variabel independent keluarga pra sejahtera kurang jika responden
menjawab “ya” dari 5 pertanyaan ( 55%), keluarga pra sejahtera cukup jika
responden menjawab “ya” dari 6-7 pertanyaan (56-75%) dan keluarga pra
sejahtera baik jika responden menjawab “ya” dari 8-9 pertanyaan (76-100%),
sedangkan variabel dependent perilaku menarik diri berat jika responden
menjawab “ya” 11-15 soal (76-100%), menarik diri sedang jika responden
menjawab “ya” 8-10 soal (56-75%) dan menarik diri ringan jika responden
menjawab “ya” 7 soal ( 55).
29
29
3.6.2.4 Tabulating
Setelah data terkumpul pada lembar kuesioner kemudian dilakukan analisa
data statistik korelasi Spearman dengan tehnik komputerisasi SPSS-14.00 dengan
taraf signifikasi 0,05, dimana H1 diterima jika nilai signifikasi lebih kecil dari taraf
nyata ( : 0,05). Jadi jika nilai significant 2. tailed kurang dari = 0,05 maka H0
ditolak yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel yang diuji.
Sedangkan nilai koefisien korelasi menunjukkan jika nilainya mendekati satu
maka terdapat korelasi yang sempurna atau hubungan erat (Singgih Santoso, 2000
: 238). Rumus yang dapat digunakan adalah :
Keterangan :
rhoxy : Koefisien korelasi tata jenjang.
D : Difference atau beda (B)
N : Banyaknya subyek.
1 : Bilangan konstanta.
(Arikunto S, 2002 : 247)
Keputusan analisa yang dapat diambil :
1. Jika nilai 0,05 maka H0 diterima.
2. Jika nilai 0,05 maka H0 ditolak.
Sedangkan untuk indeks korelasi dapat diketahui 4 hal yaitu :
30
30
1. Arah korelasi
Dinyatakan dalam tanda + (plus) dan – (minus). Tanda + menunjukkan adanya
korelasi sejajar searah, dan tanda – menunjukkan korelasi sejajar berlawanan
arah.
2. Ada tidaknya korelasi
Dinyatakan pada angka indeks. Betapapun kecilnya indeks korelasi, jika
bukan 0,000, dapat diartikan bahwa kedua variable yang dikorelasikan,
terdapat adanya korelasi.
3. Signifikan tidaknya harga r
Signifikan tidaknya korelasi
4. Interprestasi mengenai tinggi rendahnya korelasi
Tabel 3.2 Interprestasi nilai r
Besarnya nilai r Interprestasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Tinggi
Cukup
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah (tidak berkorelasi)
(Arikunto, 1998 : 248).
3.7 Etika Penelitian
31
31
Dalam melakukan penelitian ini peneliti mendapatkan rekomendasi dari
Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro dan mengajukan ijin kepada Badan
Pendidikan Akademi Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro dan lahan yang diteliti
untuk mendapat persetujuan dengan menekankan pada masalah etika meliputi :
3.7.1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent)
Lembar persetujuan penelitian diberikan pada responden tujuannya adalah
responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian ini. Jika responden setuju
harus menandatangani lembar persetujuan, jika responden menolak maka peneliti
tidak akan memaksa.
3.7.2 Tanpa Nama (Annonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas peneliti tidak akan mencantumkan
nama responden pada lembar pengumpulan data. Peneliti cukup memberi inisial
atau kode pada masing-masing lembar tersebut.
3.7.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin oleh
peneliti. Hanya data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil
Karya Tulis Ilmiah.
3.8 Keterbatasan atau Limitasi
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian
(Nursalam, 2001 : 45). Keterbatasan dalam penelitian ini adalah :
3.8.1 Keterbatasan sampel
Sampel yang digunakan terbatas pada masyarakat di Desa Gedongombo
Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban sehingga populasi kurang terwakili.
3.8.2 Keterbatasan instrumen
32
32