147
1 KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI ABBASIYAH Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat Memperolah Gelar Sarjana Humaniora Oleh: SITI RAUDHOH NIM: 103022027524 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009

KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

1

KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODEKE-IV DINASTI ABBASIYAH

Skripsi ini Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora untukMemenuhi Syarat Memperolah Gelar Sarjana Humaniora

Oleh:

SITI RAUDHOHNIM: 103022027524

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAMFAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA2009

Page 2: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

2

ABSTRAKSI

SITI RAUDHOH: Kemajuan Ilmu Pengetahuan pada Periode ke-IV DinastiAbbasiyah. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Didin Saefuddin. Jurusan Sejarah danPeradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri SyarifHidyatullah Jakarta 2009.

Dalam skripsi ini, penulis meneliti tentang perkembangan Ilmu pengetahuan padaperiode ke-IV Dinasti Abbasiyah (447-656 H/ 1055-1258 M) atau tepatnya ketikadinasti itu dikuasai oleh Kaum Saljuk. Pembahasan penelitian ini mencakupkemajuan dalam bidang ilmu-ilmu Islam seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fiqih,dan ilmu kalam dan juga kemajuan sains meliputi astronomi, kedokteran,matematika, fisika dan kimia.

Penulis menfokuskan penelitian ini pada kemajuan-kemajuan yang mencakuptokoh-tokoh yang lahir pada masa itu atau tokoh-tokoh yang pernah menghabiskansebagian (besar) kehidupannya di daerah kekuasaan Dinasti Saljuk, meskipunberasal dari daerah lain misalnya Andalusia. Penelitian ini juga mengeksplorasikarya-karya, temuan-temuan ilmiah, teori-teori orisinal, kegiatan-kegiatan ilmiah,dan lain sebagainya yang ada pada rentang periode kekuasaan Dinasti Abbasiyahperiod ke-IV.

Dikarenakan hasil laporan penelitian (skripsi) ini dikategorikan sebagai karyahistoris, maka penelitian ini menggunakan pendekatan historis. Metode yangdigunakan adalah deskriptif-analitis. Jenis penelitian yang akan digunakan dalampenelitian ini adalah kepustakaan (library research) yang pengumpulan data-datanya terfokus pada rekaman-rekaman sejarah yang tersedia di perpustakaanberupa buku, jurnal, artikel dan lain semacamnya.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan baik ilmu-ilmu Islam maupun sains terus berlangsung hingga selesainya periode ke-IV DinastiAbbasiyah. Ini otomatis menepis asumsi dan pandangan bahwa masa keemasanDinasti Abbasiyah hanya sampai ketika al-Mutawakkil (847 M) naik tahta dansetelah kekuasaannya berakhir, hanya meninggalkan masa kemunduran Islam.Bahkan sebagaimana dituturkan dan dibuktikan oleh sebagian sejarawan bahwaabad ke-X dan ke-XI adalah masa perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islammenemukan kematangannya dan keorisinilan hasil-hasil pemikirannya danpenelitiannya meskipun dari segi kepesatan dan kecepatan perkembangan tidakseperti masa-masa sebelumnya.

Kata Kunci: Dinasti Abbasiyah Periode ke-IV, Saljuk, Ilmu Pengetahuan, Ilmu-ilmu Islam, Sains.

Page 3: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

3

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT yang menciptakan dan membuat semua adaSalawat dan salam bagi Rasulluah SAW yang membawa Islam dan kedamaian

Skripsi ini ditulis dan diajukan kepada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum). Dalam

proses penyelesaian karya ini, banyak orang yang terlibat dan berkontribusi besar.

Dan dalam proses penyelesaian studi penulis, juga terdapat banyak orang yang ikut

mewarnai dan merasakan haru-biru kehidupan kampus, seperti berorganisasi,

berinteraksi, nongkrong, belajar di kelas, dan lain sebagainya. Sebagian dari

mereka adalah:

Dr. H. Abdul Chair selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. Dra. Hj.

Tati Hartimah, MA selaku Pembantu Dekan I. Nawawi M.Ag. selaku Pembantu

Dekan II. Dr. Abdullah, M.Ag selaku Pembantu Dekan III. Terima kasih tidak

terhingga kepada mereka yang telah memimpin fakultas dan menjamin kelancaran

aktivitas akademik.

Drs H.M. Ma’ruf Misbah, M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan

Peradaban Islam. Usep Abdul Matin, S.Ag., M.A., M.A. selaku Sekretaris Jurusan

Sejarah dan Peradaban Islam. Penulis haturkan terima kasih karena telah memimpin

jurusan tercinta ke arah yang lebih gemerlap.

Penulis merasa berhutang budi dan mengucapakan banyak terima kasih

kepada Prof. Dr. Didin Saefuddin, M.A. yang telah mebimbing penulis selama

Page 4: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

4

proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Beliaulah yang dengan sabar dan

tidak henti-hentinya mengoreksi baik kesalahan mendasar maupun kesalahan yang

remeh karya penulis hingga layak untuk diujikan.

Penulis merasa berterima kasih sekali kepada Dra. Hj. Tati Hartimah, M.A.

yang telah menguji dan mengkritisi skripsi ini, sehingga penulis mendapat

pengetahuan baru dan sadar akan kesalahan yang penulis buat dalam penulisan

karya ini. Terima kasih sekali lagi kepada Ibu Tati karena juga meminjamkan buku-

buku yang merupakan referensi utama penelitian ini, sehingga penelitian ini

menjadi patut disebut sebagai tiket memperoleh gelar akademis penulis.

Kepada keluarga tercinta, Bapakku Hamidi Mursan, Ibuku Rojanah, tetehku

Mariatul Qibtiyah, Abangku Salman al-Farisi, Adik-adikku Nurdin Ar-Raniri,

Hamzah Fansuri, Rihlatul Hayati, Ahmad Filaluddin, Encinggku Faridah, Syahril,

Muhammad Abduh, Samlawi, Nyai Hj. Fatimah, Nyai Halimah, Engkong Murtab,

dan sepupu-sepupuku yang lucu-lucu, Nur Amazidah Farhah, Fitriani Sabrina, Zilfa

Ibadiyah Hanifah, Bassam Abdul Wasik. Terima Kasih sedalam lautan, sebesar

jagat, setinggi angkasa, tanpa kalian aku tidak mungkin ada dan bahagia.

Kepada yang tersayang, AA Abdurrosyid, S.S., M.Hum. yang telah

membantu ADE menyelesaikan tugas akhir ini. AA makasih ya, telah membacakan

buku-buku berbahasa Inggris dan Arab, menolong mengarahkan penelitian ini, dan

mencarikan referensi-referensinya. Akan tetapi dari semua itu hal yang terpenting

adalah AA adalah ADE dan ADE adalah AA!

Terimakasih tidak berbilang kepada teman-teman sekelas dan sejurusan,

Dena Nurjanah, Yastri Rustinah, Sulistiana, Robiatul Adawiyah, Babay F., Nuril

Page 5: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

5

M.F., Willy Ahmadi, Nurhairi P., Awal, Agus, Dodi, Riyanto, Roby, Imam, dan

mereka yang tidak sempat penulis sebutkan.

Terma Kasih kepada mereka yang telah sama-sama nimbrung di HMI dan

Kohati, Elly, Dea, Sella, Dini, Eza, Udin, Chido, Indah, Cut, Syifa Arab, Erik,

Agung dan mereka-mereka yang belum keingetan saat ngetik. Dan temen-temen

kosanku yang selalu menghiburku saat gundah-gulana, tankyu ya Farhanah, Evi,

Alfi, Murni, Indri, Teh Atik,Nuri, Neli, Mbak Mur, Ida, Linda, Rini, Icha dan lain-

lain yang telah mau nemenin aku, ngajak masak aku, ngibur aku, dan shopping

bareng aku.

Kepada mereka yang belum dan luput penulis sebutkan, penulis haturkan

rasa terima kasih sedalam-dalamnya. Last but not least, penulis merasa perlu

meminta dan menyambut baik semua kritik konstruktif terhadap karya ini, karena

penulis sadar bahwa kesalahan adalah hal yang pasti baginya dan kebenaran adalah

satu dan selalu milikNya.

Ciputat, 25 Juni 2009

S.R.

Page 6: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

6

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Perumusan dan Ruang Lingkup Masalah .............................. 8

C. Tujuan Penelitian dan Penulisan .......................................... 11

D. Metode Penelitian dan Penulisan........................................... 13

E. Tinjauan Pustaka .................................................................. 14

F. Sistematika Penulisan ........................................................... 18

BAB II DINASTI ABBASIYAH PERIODE KE-IV

A. Kondisi Dinasti Abbasiyah Periode Ke-IV............................. 20

1. Masa Kekuasaan Kesultanan Saljuk ................................ 20

2. Masa Sesudah Kekuasaan Kesultanan Saljuk .................. 31

B. Khalifah-Khalifah Dinasti Abbasiyah ................................... 36

C. Sultan-Sultan Saljuk ............................................................ 34

D. Relasi Kekuasaan Khalifah Abbasiyah dan Sultan Saljuk....... 39

BAB III KEMAJUAN ILMU-ILMU ISLAM

A. Ilmu Qur’an ......................................................................... 43

B. Ilmu Hadits........................................................................... 51

C. Ilmu Fiqih ............................................................................ 56

D. Ilmu Kalam .......................................................................... 61

E. Tasawuf ............................................................................... 66

BAB IV KEMAJUAN SAINS ISLAM

A. Astronomi ............................................................................ 83

Page 7: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

7

B. Kedokteran ........................................................................... 89

C. Matematika .......................................................................... 99

D. Fisika.................................................................................... 109

E. Kimia ................................................................................... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .......................................................................... 120

B. Saran-Saran .......................................................................... 124

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang mendorong kemajuan semua aspek kehidupan

manusia. Tesis tersebut benar-benar menemukan pembuktiannya ketika kita

merujuk pada suatu masa peradaban Islam yang begitu mendominasi dunia. Para

ahli menyebutnya sebagai zaman keemasan Islam, the golden age of Islam, the

most brilliant period,1 dan masa dimana Islam dan kaum muslim merupakan pusat

dari segala-galanya. Kalau boleh menyebut masa itu dalam terminologi politis

dimana Islam sebagai negara adidaya.

Bagaimana tidak, Islam pada saat itu hampir menguasai semua aspek

kehidupan manusia dan hebatnya lagi menjadi pusat dan unggulan dalam setiap

bidangnya. Dari segi rentang waktu, hampir sembilan abad Islam mendominasi

dunia dengan peradabannya, tepatnya dari abad ke-8 hingga abad ke-16 Masehi.

Baru setelah itu abad ke-18 hingga abad ke-19 menjadi masa peralihan dari

kejayaan Timur (Islam) menuju kejayaan Barat. Jadi apabila dibandingkan dengan

apa yang diraih Barat, maka sangatlah jelas perbedaan yang mencolok antara

Peradaban Islam dan Peradaban Barat yang dalam hal ini direpresentasikan oleh

Eropa dan Amerika, yang baru mulai mendominasi dunia sejak abad ke-19 hingga

1 Istilah pertama digunakan Maurice Lombard sebagai judul bukunya the Golden Age ofIslam (Amsterdam: North Holland Publ. Co., 1975). Sedangkan istilah the Most Brilliant Period atauzaman paling brillian digunakan oleh Phillip K. Hitti dalam bukunya Historry of The Arabs, terj.(Jakarta: Serambi, 2006) h. 369

Page 9: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

9

abad ke-21 saat ini. Maka dengan ungkapan lain kita boleh memberi nilai sembilan

untuk kejayaan Islam dan nilai tiga untuk kejayaan Barat saat ini.

Dalam teori rentang waktu kejayaan suatu bangsa, itu dapat di ibaratkan

seperti simbol piramida. Simbol ini merepresentasikan bahwa kebudayaan suatu

bangsa mempunyai eksposisi yang berupa pergerakan naik yang linear yang pada

akhirnya menemukan klimaks, yang kita sebut sebagai masa yang paling terang-

benderang, atau masa paling puncak dari suatu kebudayaan atau peradaban.

Tentunya hal yang puncak akan turun juga akhirnya mengikuti hukum alam

(resolusi).2 Gerakan menurun inilah yang kemudian perlahan-lahan tapi pasti

mengarah kepada kemunduran suatu kebudayaan dan peradaban yang pernah

merajai dunia.

Islam menjadi contoh menarik terhadap teori di atas, Islam mengalami masa

eksposisi kebudayaan atau peradaban ketika dinasti Abbasiyah melakukan gerakan-

gerakan terjemahan terhadap karya-karya berharga peradaban sebelumnya seperti

Yunani, Persia, India, dan lain-lain, dan menggalakkan kegiatan keilmuan yang

pada akhirnya mengantarkan peradaban Islam mencapai klimaks atau puncaknya.

Menurut para ahli sejarah Islam, kejayaan peradaban Islam berkisar pada abad ke-9

hingga ke-13 yang ditandai dengan lahirnya penemuan-penemuan ilmu baru,

pengembangan-pengembangan ilmu sebelummya sehingga menemukan bentuk

yang lebih sempurna, dan lahirnya para ahli yang merupakan aktor utama dalam

masa kejayaan tersebut.

2 Teori ini merupakan adaptasi dari sebuah plot dalam drama yang terdiri dari eksposisi,klimaks dan resolusi. Lihat lebih lanjut dalam Taufik Abdullah, Literature and History, (Yogyakarta:Gadjah Mada Universitas Press, 1986) h. 87

Page 10: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

10

Bukti kejayaan Islam pada saat itu tidak dapat disaingi oleh negara ataupun

dinasti dimanapun di seantero jagad. Saking besarnya para ahli percaya zaman itu

adalah zaman peralihan kejayaan yang secara bergilir dimiliki oleh peradaban Cina,

Mesir Kuno, Yunani dan Romawi. Dan akhirnya tiba gilirannya Islam yang

mengemban kejayaan itu, tentunya diperoleh dengan kerja keras dalam segala aspek

kehidupan yang menjadikannya nyata.

Kita dengan mudah menyebutkan tokoh-tokoh raksasa dan sangat

berpengaruh dalam perkembangan peradaban dunia. Seperti Ibn Sina yang

merupakan tokoh dalam banyak bidang, seperti dalam kedokteran Ibnu Sina

menulis buku yang sangat masyhur al-Qanun fi al-Tibb yang merupakan ikhtisar

pengobatan Islam dan di ajarkan hingga kini di Timur. Buku ini diterjemahkan ke

dalam Bahasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di universitas Barat yang

ternyata adalah naskah ilmiah paling sering dicetak di masa renaisans.3 Dalam

bidang filsafat Ia menulis Al-Isyarat wa Al-Tanbihat sebuah karya tentang hikmah

dan logika.4

Dalam bidang astronomi Nashir al-Din Thusi yang merupakan penemu

pertama teori bahwa matahari adalah pusat tata surya (helliosentrisme). Ibn Musa

al-Khawarizmi (880-850 M) adalah nama yang paling termasyur dalam bidang

matematika. Ibn al-Haitsam (965-1039 M), atau di Barat dikenal sebagai Alhazen,

merupakan ahli fisika terbesar pada abad pertengahan.5 Dan dalam bidang filsafat

3 Didin Saefudin, Zaman Keemasan Islam, (Jakarta: Grasindo, 2002) h. 1844 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999) h. 695 E. Tobi Huff, The Rise of Early Modern Science: Islam, Cina, and the West (Canbridge:

Canbridge University Press, 1993) h. 48

Page 11: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

11

tersebutlah al-Farabi, filsuf Muslim yang dikenal sebagai Guru Kedua, maksudnya

Dia adalah guru kedua setelah guru pertama, Aristoteles.6

Dalam bidang tafsir ada Ibn Jarir al-Tabari (l. 839 M) yang menulis karya

besar berjudul Jam’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, Mahmud al-Zamakhsyari (1143

M) menulis kitab berjudul Kasysyaf’an Haqaiq al-Ta’wil, Abdullah al-Badhawi

(1191 M) dengan karyanya Anwar al-Tanzil, dan Abdullah al-Nasafi (1301 M)

dengan karyanya Madarik al-Tanzil.7

Dalam bidang hadits, tersebut nama al- Bukhari (w. 870 M) menyusun

karyanya yang berjudul al-Jami’al-Sahih al-Musnad al-Mukhtashar min al-Hadits

Rasulillah saw wa Sunanih wa Ayyamih yang disingkat al-Sahih. Kitab ini

disepakati merupakan kitab hadits yang paling baik memuat hadits-hadits sahih

sehingga derajat kitab ini berada di bawah al-Qur’an dalam syariat islam. Kemudian

Muslim (w. 261 H) menyusun buku berjudul Shahih Muslim. Nama-nama muhadits

lain adalah Abu Dawud (w. 276 H) yang menyusun buku berjudul Sunan Abu

Dawud, al-Nasa’i yang menyusun buku Sunan al-Nasa’i, Ibn Majah (w. 273 H)

yang menyusun Sunan Ibn Majah, dan al-Tarmidzi (w.279 H) yang menyusun buku

berjudul Sunan Tirmidzy, keenam buku hadits tersebut di dunia Islam dikenal

dengan nama Kutub al-Sittah.8

Tokoh-tokoh dalam bidang fiqh adalah Abu Hanifah (w. 768 M) yang

mendirikan Madzhab Hanafi, Anas Ibn Malik (w. 795 M) yang mendirikan

Madzhab Maliki, muhammad Ibn Idris al-Syafi’i (w. 820 M) yang mendirikan

Madzhab Syafi’i, dan Ahmad Ibn Hambal (w. 855 M) yang mendirikan Madzhab

6 Hasyimsyah, Op Cit. h. 32-337 Didin, Op Cit. h. 1588 Ibid. h. 158-161

Page 12: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

12

Hambali. Empat madzhab tersebut hanya dianut oleh kaum Sunni yang merupakan

mayoritas kaum Muslim dunia, sedangkan kaum Syi’ah menganut madzhab Imam

Ja’far.9

Dalam bidang ilmu kalam, zaman kejayaan Islam telah melahirkan beberapa

aliran dan tokoh yang merupakan mercusuar sampai saat ini dalam bidang ilmu

kalam. Sebutlah Washil Bin Atha’ yang mendirikan madzhab resionalis al-

Mu’tazilah, Abu Musa al-‘Asyari yang mendirikan aliran al-Asy’ariyah dan Abu

Mansur al-Maturidiyah yang mendirikan aliran al-Maturidiyah yang kemudian hari

kedua aliran ini dikenal sebagai kelompok Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah.10

Zaman keemasan Islam adalah zaman dimana para sufi-sufi besar lahir.

Terdapat banyak sekali tokoh-tokoh besar dalam bidang tasawuf, seperti Abu Yazid

al-Bustami (w. 874 M) yang terkenal dengan ajaran al-Ittihad, yaitu ajaran tentang

konsep yang menjelaskan tentang sebuah posisi (maqam) dimana seorang hamba

dapat bersatu dengan Allah setelah melalui proses fana’ dan baqa’.11 Kemudian ada

al-Hallaj yang terkenal sebagai martir para sufi karena wafat dipancung oleh pihak

berwenang pada saat itu. Al-Hallaj mengajarkan konsep hulul; yaitu ajaran bahwa

Allah Swt. Memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di

dalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaannya lenyap dari si empunya tubuh, maka

yang tertinggal hanyalah sifat ketuhanannya saja.12

9 Ibid. h. 16210 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:

UI Press, 2002) h. 40, 62-7811 Ajaran fana’ adalah ajaran tentang posisi seorang hamba dimana sifat-sifat kemanusiaan

rusak dan lenyap dan hanya tinggal sifat-sifat ketuhanan yang tinggal dan kekal (baqa’) lihat.Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994) h. 176-177

12 Didin Op. Cit. h. 179

Page 13: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

13

Akan tetapi setelah kejayaan yang telah dicapai umat Islam selama berabad-

abad itu pada akhirnya akan luntur dan terjun bebas ke dalam jurang kemunduran.

Zaman kemunduran ini tentunya ketika suatu imperium dimulai dengan hilangnya

kekuatan politisnya dan pelan-pelan lenyap dari permukaan sejarah. Daulat

Abbasiyah adalah tamtsil sempurna tentang tesis ini. Dinasti Abbasiyah adalah

dinasti kedigjayaan Islam dalam konteks segala bidang seperti politik, sosial,

ekonomi, dan yang paling mencengangkan adalah kemajuan-kemajuan dalam ilmu

pengetahuan.

Akan tetapi memasuki zaman kekuasaan yang ke-4, Dinasti Abbasiyah

dengan jelas sekali telah menenggelamkan dirinya ke dalam lumpur gelap

kemunduran.13 Dimulai dari hilangnya kakuasaan politis para khalifah period ke-4

ini dan diambil alih oleh bangsa Turki Saljuk. Kekuasaan itu telah benar-benar

hilang dengan khalifah hanya berperan sebagai simbol kekuasaan dan persatuan

umat Islam pada saat itu, sedangkan dalam menjalankan segala kebijakan dan

pemerintahan Turki Saljuklah penguasa sebenarnya.

Di samping itu juga, karena alasan para khalifah Dinasti Abbasiyah pada

periode ini adalah para khalifah yang kurang cakap dan kurang representatif untuk

mencerminkan karakter seorang khalifah. Oleh karena itu kemunduran dalam

13 Dalam memperiodesasi masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, terdapat perbedaanmencolok dikalangan sejarawan. Misalnya, W. Montgomery Watt mengklasifikasi DinastiAbbasiyah menjadi 4 periode kekuasaan, abad pertama Dinasti Abbasiyah (750-850 M),kemunduran Dinasti Abbasiyah (850-945), periode Dinasti Buwaihi (945-2055) dan periode DinastiSaljuk (1055-1100) lihat W. Montgomery Watt, the Majesty That was Islam, (London: Sidgwick &Jackson 1984). Sedangkan Ahmad Syalabi mengklasifikasikan periode kekuasaan Dinasti Abbasiyahmenjadi dua bagian, pertama, Periode Dinasti Abbasiyah ke-I dan Periode Abbasiyah ke-II termasukdidalamnya pemerintahan Dinasti Buwaihi dan Dinasti Saljuk. Lihat Ahmad Syalabi, Sejarah danKebudayaan Islam III, (Jakarta: Pustaka al-Husnam 1993)

Page 14: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

14

bidang politik telah menjadi suatu hal yang tak terbantahkan lagi yang menyeret

bidang-bidang lain ke dalam kondisi yang menyedihkan juga.

Misalnya dengan kondisi politik yang seperti itu, tentunya kesejahteraan

rakyat dalam kondisi goyah, dan keamanan hidup pun akan selalu menjadi taruhan

setiap individu umat Islam pada saat itu. Tersebutlah sebuah kelompok Hasysyasyin

adalah kelompok-kelompok terpenting yang menimbulkan ketakutan di banyak

negeri-negeri islam di period ke-IV. Kelompok Hasysyasyin terkenal dengan

perbuatan-perbuatan yang kejam, menipu, dan membunuh.

Kelompok ini di pimpin oleh Hasan Bin Sabah yang berdarah Persia dari

wilayah Tus. Sabahlah yang memimpin penyerangan-penyerangan penting terhadap

daerah-daerah strategis pada masa itu. Di antaranya adalah kelompok ini

menaklukkan kota Almut dan menundukkan benteng-benteng lain di Persia dan

Syria dalam tempo yang singkat, serta melumpuhkan semua percobaan kerajaan

Saljuk untuk menumpas mereka. Malahan pada tahun 1092 M, mereka telah

menjatuhkan hukuman mati ke atas Nizamul Mulk.14

Pada saat itu juga terjadi dualisme ibukota. Sultan Saljuk bersepakat dengan

khalifah Abbasiyah bahwa ibukota spiritual (agama) tetap berada di Bagdad dan

ibukota politik dan kenegaraan berada di Nisabur kemudian di Raiyi.15 Ini tentunya

memperlihatkan bahwa khalifah hanya sebagai simbol pemersatu dan pemimpin

agama. Sedangkan kekuasaan politik dan administrasi negara berada di tangan

sultan-sultan Saljuk secara mutlak.

14 Ibid. h. 34915 Ibid. h. 340

Page 15: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

15

Ironisnya para khalifah Abbasiyah merasa senang dengan status Bagdad

cukup sebagai ibukota agama yang sebelumnya pada masa Dinasti Buwaihi telah

pupus pengaruhnya baik dalam politik dan juga agama yang berpusat ke Syiraz.

Sehingga saking senangnya mereka alpha untuk mengembalikan kejayaan hakiki

Dinasti Abbasiyah sebagaimana yang telah didirikan dan dijaga dengan susah payah

oleh para pendahulunya.

Hal yang menarik untuk dipertanyakan adalah bagaimana kondisi kemajuan

dan perkembangan ilmu pengetahuan ditengah carut-marutnya kondisi Dinasti

Abbasiyah yang sedang melaju ke arah kemunduran. Apakah ilmu pengetahuan

yang menurut para sejarawan mencapai puncaknya pada masa kekuasaan Khalifah

Harun al-Rashid dan putranya al-Makmun (786-813 M.) telah mengalami

kemunduran sejalan dengan bidang-bidang lainnya. Dengan berdasarkah hal

tersebut penulis berusaha untuk mengungkapkan tentang kondisi kemajuan dan

perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ke-IV kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

B. Perumusan dan Ruang Lingkup Masalah

Permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini dapat dibaca dalam bentuk

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemajuan ilmu-ilmu Islam pada period ke-IV pemerintahan

Dinasti Abbasiyah?

2. Bagaimana kemajuan ilmu-ilmu sains pada period ke-IV pemerintahan

Dinasti Abbasiyah?

3. Kegiatan-kegiatan ilmiah apasajakah yang dilaksanakan pada saat itu

untuk memajukan ilmu pengetahuan?

Page 16: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

16

Pertanyan-pertanyan di atas, akan penulis jawab dalam uraian-uraian dan

analisis yang didasarkan pada sumber-sumber yang penulis pergunakan.

Penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini dengan hanya memfokuskan

pada penelitian jenis-jenis ilmu Islam, jenis-jenis sains, kegiatan-kegiatan ilmiah

yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan selama masa

kekuasaan Dinasti Abbasiyah ke-IV yaitu dari tahun 447-656 H./ 1055-1258 M.

Penelitian ini akan juga berpusar pada tokoh-tokoh, ulama-ulama, dan ilmuan-

ilmuan yang pernah hidup di daerah kekuasaan Dinasti Saljuk. Orang-orang

tersebut baik yang lahir di daerah itu atau pendatang dari daerah kekuasaan dinasti

lain misalnya Dinasti Islam di Andalusia, dengan catatan mereka menghabiskan

sebagian (besar) hidupnya di daerah kekuasaan Dinasti Saljuk. Penelitian ini akan

memprioritaskan kondisi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan pada

zaman pemerintahan Abbasiyah, dikarenakan dinasti inilah yang dianggap dan

diyakini oleh para ahli sebagai dinasti terbesar tidak hanya didunia Islam tetapi di

seluruh dunia pada umumnya.

Penulis akan mendasarkan penelitiannya pada pendapat bahwa masa

pemerintahan Dinasti Abbasiyah di bagi menjadi empat periode pemerintahan; a.

masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah I, masa ini dimulai dari berdirinya Dinasti

Abbasiyah hingga wafatnya Khalifah al-Watsiq tahun 232 H./847 M. b. Masa

kekuasaan Dinasti Abbasiyah II 232-334 H./847-946 M., di mulai dari kekuasaan

Khalifah al-Mutawakkil sampai berdirinya Daulah Buwaihi di Bagdad. c. Masa

kekuasaan Dinasti Abbasiyah ke-III tahun 334-447 H./946-1055 M, dimulai dari

berdirinya Dinasti Buwaihi sampai masuknya kaum Saljuk ke Bagdad. d. Masa

kekuasaan Dinasti Abbasiyah ke-IV tahun 447-656 H./1055-1258 M., dimulai dari

Page 17: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

17

masuknya orang-orang Saljuk ke Bagdad sampai jatuhnya Bagdad ke tangan bangsa

Tartar di bawah pimpinan Hulagu Khan.16

Masa ke-IV kekuasaan Dinasti Abbasiyah adalah masa dimana kekuasaan

khalifah benar-benar mandul dan hanya berperan sebagai simbol pemersatu.

Sedangkan kekuasaan sebenarnya dipegang oleh raja-raja kecil yang memimpin

dinasti-dinasti kecil. Pada masa ke-IV ini, Dinasti Abbasiyah secara de facto

dikuasai oleh bangsa Saljuk yang berasal dari keturunan orang-orang Saljuk di

Turki. Sebenarnya masa kemunduran Dinasti Abbasiyah dapat sudah terlihat pada

abad ke-X, yaitu pada akhir masa ke-III Dinasti Abbasiyah yang penguasa

sesungguhnya adalah dari Dinasti Buwaihi.17

Khalifah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada periode ke-IV adalah al-

Qaim, al-Muqtadir dan al-Mustazhir yang merupakan deretan khalifah-khalifah

yang lemah. Sedangkan penguasa-penguasa dari Dinasti Saljuk adalah Tughrul Beg,

Alp-Arslan, Malik Shah I, Mahmud, dan Barkiyaruk.18

Kondisi Dinasti Abbasiyah benar-benar kacau balau yang merepresentasikan

ketidakteraturan kondisi politik dan kekuasaan. Akan tetapi yang menjadi menarik

adalah bahwa dalam proses Dinasti Abbasiyah menuju kemunduran dan

kehancuran, para sejarawan berpendapat justru pada masa inilah ilmu pengetahuan

didunia Islam mencapai puncaknya. Pendapat ini menjadi benar ketika kita merujuk

banyaknya para tokoh-tokoh, ulama-ulama, dan saintis-saintis serta lahirnya

16 Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2004) h. 5017 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rosdakarya, 2004) h. 61-7918 W. Montgomery Watt, the Majesty That was Islam, (London: Sidgwick & Jackson, 1984)

h. 235

Page 18: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

18

penemuan-penemuan baru ilmu pengetahuan yang lahir pada masa akhir dari

Dinasti Abbasiyah.

Segala usaha yang dirintis Dinasti Abbasiyah dalam konteks pengembangan

ilmu pengetahuan dimulai dari masa berkuasanya Harun al-Rashid, al-Makmun dan

seterusnya tentunya akan mencapai puncak pengembangan-pengembangan pada

masa selanjutnya. Maka tidak heran apabila masa terakhir masa Dinasti Abbasiyah

menjadi masa puncak kejayaan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu penelitian ini menjadi menarik dikarenakan disaat kondisi

politik yang kacau-balau dan menunjukkan pada masa kehancuran suatu kekuasaan,

yaitu kekuasaan Dinasti Abbasiyah, justru perkembangan ilmu pengetahuan

terkesan lebih baik dari masa-masa sebelumnya. Bahkan para ahli berpendapat

inilah masa dimana puncak kejayaan ilmu pengetahuan Islam benar-benar terlihat

nyata.

C. Tujuan Penelitian dan Penulisan

Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan sesuatu hal yang sangat menarik

untuk diteliti. Generasi Islam selanjutnya kebanyakan hanya memperhatikan hasil-

hasil yang dicapai oleh zaman keemasan itu, seperti pencapaian-pencapaian brillian

dalam bidang politik, ekonomi, sosial, seni, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya

terutama kita hanya terfokus pada periode awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah

terutama masa pemerintahan Harun al-Rashid dan al-Makmun.

Akan tetapi, kita sering kali menggeneralisasi pandangan bahwa keadaan

kemajuan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan pada periode terakhir (baca: ke-IV)

telah juga mundur sejalan dengan bidang-bidang lain seperti politik, ekonomi dan

Page 19: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

19

keamanan yang menjadi ciri dan karakter sebuah kekuasaan yang akan mengalami

kehancuran. Kita juga menjadi alpha untuk mengetahui proses seperti apa dan

bagaimana yang ditempuh oleh para pelaku peradaban tersebut untuk mencapai

kejayaan ilmu pengetahuan yang sebenarnya mencapai kemajuan pada akhir

kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

Penelitian ini mencoba mengungkap ilmu-ilmu apasajakah yang lahir dan

berhasil dikembangkan oleh para Tokoh-Tokohnya seperti ilmu tafsir yang

sebelumnya hanya mengenal tafsir bi al-ma’tsur menjadi ilmu tafsir yang lebih luas

lagi cakupannya menjadi tafsir bi al-ra’yi.19 Selain itu, seperti bidang fiqh juga

dikembangkan sehingga kita mengenal cabang lain yang disebut ushul fiqh yang

pada hakikatnya didasarkan pada logika Aristoteles. Periode ini kita akan juga

mengeksplorasi perkembangan ilmu-ilmu Islam yang sudah ada pada masa

sebelumnya akan tetapi menjadi intens perkembangannya, seperti ilmu kalam, ilmu

hadits, ilmu tasawuf, dan lain sebagainya.

Penulis juga akan menggambarkan tentang kemajuan-kemajuan dalam ilmu

sains, seperti fisika, matematika, kimia, kedokteran, astronomi. Dan tak lupa juga

menggambarkan kegiatan-kegiatan ilmiah apasajakah yang dilaksanakan guna

mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan di atas. Maka poin-poin penting yang akan

menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. mencoba menggambarkan kemajuan Islam dalam bidang ilmu-ilmu

Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah period ke-IV.

19 Tafsir bi al-Ma’tsur merupakan metode tafsir yang menggunakan ayat-ayat al-Quran lainuntuk menjelaskan ayat tertentu. Tafsir ini juga merupakan metode menjelaskan ayat dengan haditsataupun sebaliknya. Sedangkan tafsir bi al-ra’yi merupakan tafsir yang menggunakan ijtihad sipenafsir untuk memahami dan memaknai ayat yang dimaksud, dengan kata lain tafsir ini merupakantafsir menggunakan akal fikir sebagai alat tafsir, lihat Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. (Jakarta: Rosdakarya, 2005) h. 42

Page 20: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

20

2. mencoba menggambarkan kemajuan Islam dalam bidang ilmu-ilmu

sains pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah period ke-IV.

3. mencoba menggambarkan kegiatan-kegiatan ilmiah yang dilaksanakan

pada periode itu.

D. Metode Penelitian dan Penulisan

Laporan penelitian ini merupakan karya sejarah, sehingga pendekatannya

pun menggunakan pendekatan sejarah (historis) dan metode yang digunakan adalah

deskriptif-analitis. Maksudnya poin-poin penting yang akan ditulis dipaparkan

sesuai dengan bentuk, kejadian, suasana dan masanya. Adapun analisa pada faktor-

faktor politis dan sosiologis akan menjadi faktor pendukung.

Adapun jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang berdasarkan pada sumber

tulisan sebagai sumber utama, seperti buku, dokumen, jurnal, dan makalah yang

merekam dan memberi informasi tentang objek yang diteliti.

Pengumpulan data atau sumber informasi primer dan sekunder yang

berkaitan dengan objek penelitian, sebagai langkah awal, dilakukan dengan mencari

data-data dibeberapa perpustakaan di daerah Jakarta dan sekitarnya, misalnya;

Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Universitas Indonesia,

Perpustakaan Iman Jama, Perpustakaan Islamic College for Advanced Studies

(ICAS) Jakarta, Perpustakaan CIPSI Jakarta, Perpustakaan Nasional dan lain lain.

Setelah berbagai data dan sumber primer maupun sekunder diperoleh dan

dihimpun rapih, selanjutnya penulis melakukan klasifikasi data berdasarkan topik

dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian dan penulisan ini.

Page 21: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

21

Sebelumnya, penulis juga harus menguji terlebih dahulu kevalidan dan keotentikan

data dan sumber informasi yang diperoleh dengan melakukan kritik, serta memilih

dan memilah data yang sesuai dengan objek penelitian.20

Akumulasi data-data tersebut kemudian dianalisa. Setelah pengujian dan

analisa dilakukan, maka selanjutnya penulis mengsintesiskan fakta-fakta yang ada.

Setelah itu, baru di lakukan penulisan sejarah (historiografi) secara kronologis,

yaitu penulisan sejarah yang dipaparkan sesuai dengan periodisasi peristiwa sejarah

yang sesuai dengan kaedah penulisan karya ilmiah. Adapun sumber pedoman yang

digunakan dalam penulisan hasil penelitian ini adalah buku pedoman Penulisan

Skripsi,Tesis, dan Disertasi21 yang diterbitkan oleh UIN press, dengan harapan

bahwa penulisan ini tidak hanya baik dalam segi isi, tetapi juga baik dalam segi

metode penulisan.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian, pengkajian, dan penulisan tentang kondisi pendidikan Islam

pernah dilakukan oleh beberapa tokoh. Karya-karya tersebut oleh tokoh-tokoh

dalam negeri maupun luar negeri. Setelah melakukan tinjauan kepustakaan yang

intensif, penulis memilih buku-buku berikut sebagai referensi yang cukup

representatif membahas tentang kondisi pendidikan pada zaman keemasan Islam,

terutama masa ke-IV kekuasaan Dinasti Abbasiyah.

20 Mengenai metode penelitian sejarah, lihat Nugroho Notosusanto, Masalah PenelitianSejarah Kontemporer, (Jakarta: Idayu Press, 1984), dan Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: UI Press, 1985), h. 27

21 Azyumardi Azra dkk, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Desertasi, (Jakarta: UIN JakrtaPress, 2001)

Page 22: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

22

Scince in Mediaval Islam adalah ditulis Howard R. Turner,22 merupakan

buku yang menurut penulis sangat otoritatif dalam membahas perkembangan ilmu

pengetahuan dan kemajuannya pada rentang waktu Islam berkuasa. Buku ini

dengan detail sekali membahas tiap-tiap cabang ilmu yang ada pada masa

kekuasaan Islam, seperti kosmologi, matematik,astronomi, astrologi, geografi,

kedokteran, ilmu-ilmu alam, alkemis, optic, dan lain-lain sebagainya.

Tidak hanya membahas tentang kemajuan ilmu pengetahuannya yang di

capai kaum muslim buku ini juga menjelaskan dan merekam dengan baik tentang

tokoh-tokoh atau pelaku ilmu pengetahuan yang berjasa besar dalam perkembangan

ilmu pengetahuan. Di antara nama-nama tokoh ilmu pengetahuan yang disebut

dalam buku ini adalah Ibn Haitsam, seorang tokoh dalam astronomi, Nashir al-Din

Thusi, seorang tokoh matematik, Ibn Hawqal, seorang tokoh dalam ilmu geografi

dan masih banyak yang lainnya.

Buku yang ditulis oleh Phillip K. Hitti berjudul History of the Arabs,23

merupakan salah satu karya yang paling otoritatif dalam sejarah perdaban Islam.

Buku ini sangat baik tentang gambaran kegiatan dan semua pencapaian ilmiah yang

dialami oleh orang-orang Islam. terdapat dua bab yang secara khusus membahas

kemajuan-kemajuan apasajakah yang dicapai oleh kaum Muslim baik dalam Ilmu

agama maupun Sains pada umumnya. Dalam bidang ilmu agama, Hitti

menggambarkan secara gamblang tentang teologi yang juga memuat studi tentang

hadits, historiografi yang juga memuat tentang kajian tafsir, hukum dan etika Islam

yang juga memuat kajian tentang ilmu fiqih dan ushul fiqih.

22 Howard R. Turner, Science in Medieval Islam, (Austin: Universitas of Texas Press 1995)23 Phillip K. Hitti, History of the Arabs, terj. (Jakarta: Serambi, 2006)

Page 23: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

23

Kemudian deskripsi tentang kemajuan kaum muslim dalam bidang sains

disampaikan dengan begitu detail dan akurat. Misalnya tentang prestasi-prestasi

dalam bidang kedoteran, astronomi, matematika, fisika, kimia, geografi, arsitektur,

filsafat, sastra, musik, media tulis, pendidikan dan institusi pendidikan dan lain

sebagainya.

Mulyadhi Kartanegara menulis buku berjudul Reaktualisasi Tradisi Ilmiah

Islam,24 merupakan buku yang merekam kegiatan-kegiatan ilmiah Islam terutama

pada zaman keemasan Islam. Buku ini menjelaskan dengan baik tentang cabang-

cabang ilmu apasajakah yang telah berhasil dikembangkan oleh orang Islam, yang

dicatat oleh buku ini mencapai 360 cabang ilmu pengetahuan. Buku ini juga

merekam pemikiran-pemikiran dan penemuan-penemuan orisinil yang dihasilkan

oleh para ilmuan muslim.

Buku ini juga mengungkapkan dengan jelas faktor-faktor pendorong

kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan pada saat itu, di antaranya adalah: I. Dorongan

agama; pada saat itu agama menjadi faktor utama dalam kemajuan ilmu

pengetahuan sebagaimana terdapat dalam berbagai ayat al-Qur’an yang

menjelaskan tentang ilmu pengetahuan. Juga dapat dengan mudah ditemukan

banyaknya hadits yang menyerukan kewajiban menuntut ilmu, dan manfaat-

manfaat bagi umat manusia. II. Apresiasi masyarakat; merupakan faktor penting

dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Sejarah merekam bahwa begitu tingginya

orang-orang berilmu pada saat itu di kalangan masyarakat umum, seperti kehadiran

para ilmuan-ilmuan itu selalu membangkitkan rasa keingintahuan masyarakat untuk

selalu mendengarkan pidato-pidato mereka. III. Patronase penguasa; maksudnya

24 Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Ilmiah Islam (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006)

Page 24: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

24

adalah dorongan para penguasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan seperti

memberi penghargaan dan posisi yang tinggi bagi para pelaku ilmu, seperti dicatat

sejarah bahwa para khalifah pada saat itu menghadiahi emas kepada para ulama

seberat buku-buku yang mereka tulis.

Didin Saefuddin menyusun buku berjudul Zaman Keemasan Islam:

Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah25 yang merupakan disertasi S3-

nya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku ini merupakan karya yang

memaparkan sejarah kejayaan Islam yang terfokus pada zaman pemerintahan

Dinasti Abbasiyah. Pada salah satu babnya, buku ini membahas secara baik tentang

ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, Didin berusaha menggambarkan secara

singkat namun padat apa-apa yang telah dicapai oleh para pelaku ilmu pada saat itu.

Pencapaian-pencapaian tersebut meliputi hampir seluruh cabang ilmu pengetahuan

seperti matematika, fisika, metafisika, kedokteran, astronomi, filsafat, logika, kimia,

dan ilmu-ilmu agama seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, fiqih, ushul fiqih, tasawuf,

ilmu kalam dan lain sebagainya.

Didin juga mrnggambarkan sebab-sebab berkembangnya sains dan

peradaban Islam, seperti kontak peradaban Islam dengan peradaban sebelumnya

seperti peradaban Persia, Yunani, dan India, dukungan penguasa dengan kebijakan-

kebijakan yang memihak perkembangan ilmu pengetahuan, kosmopolitanisme,

kebudayaan di pusat ibu kota-Bagdad, tidak terlalu ditekannya kepentingan

penaklukan daerah-daeran kekuasaan baru dan lain-lain. Didin juga tidak lupa

menyinggung tentang peranan perpustakaan dan lermbaga pendidikan Islam lainnya

dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

25 Didin Saefudin, Op Cit.

Page 25: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

25

F. Sistematika Penulisan

Untuk menyajikan laporan dan penulisan penelitian, sekaligus memberi

gambaran yang jelas dan sistematis tentang materi yang terkandung dalam skripsi

ini penulis menyusun sistematika penulisan skripsi ini ke dalam empat bab beserta

bibliografi dengan urutan sebagai berikut:

BAB PERTAMA: pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah yang

merupakan dasar-dasar pemikiran terhadap permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini. Identifikasi, pembatasan dan ruang lingkup masalah, tujuan

penelitian, metode dan pendekatan penelitian dan penulisan, tinjauan pustaka, dan

diakhiri oleh sistematika penulisan.

BAB KEDUA: penulis menggambarkan kerangka teoritis yang berkait

dengan permasalahan yang diteliti. Penulis memaparkan kondisi Dinasti Abbasiyah

pada peroide ke-IV; khalifah-khalifah Dinasti Abbasiyah yang berkuasa hingga

masa kehancuran, sultan-sultan dinasti Turki Saljuk yang berkuasa pada periode ini

dan relasi kekuasaan antara khalifah Abbasiyah dan sultan Saljuk dalam

pemerintaha dan kepemimpinan agama.

BAB KETIGA: bab ini merupakan bab inti pertama yang membahas tentang

kemajuan ilmu-ilmu Islam yang dicapai kaum muslim pada masa periode ke-IV

kekuasaan Dinasti Abbasiyah seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam, ilmu

tasawuf, ilmu fiqh. Penulis juga akan membahas tentang tokoh-tokoh yang berjasa

besar dalam pekembangan dan kemajuan ilmu-ilmu islam diatas.

Page 26: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

26

BAB KEEMPAT: bab ini merupakan bab inti kedua yang akan mengekplorasi

perkembangan dan kemajuan ilmu-ilmu sains yang telah berhasil dicapai oleh

ilmuan muslim pada rentang periode ke-IV kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Ilmu-

ilmu tersebut seperti fisika, kimia, matematika, astronomi, kedokteran dan lain-lain.

Bab ini juga akan membahas tentang tokoh-tokoh yang berjasa dalam

pengembangan dan kemajuan ilmu-ilmu sains di atas.

BAB KELIMA: bab ini mengandung dua sub-bab yaitu kesimpulam yang

merupakan saran atau pandangan penulis tentang hasil penelitian yang telah

ditempuh. Kesimpulan merupakan hasil akhir yang dapat penulis berikan sebagai

puncak dari kegiatan penelitian yang dilaksanakan, dan merupakan inti dalam

penulisan laporan penelitian ini. Sub-bab yang kedua adalah saran-saran yang

merupaka anjuran-anjuran penulis kepada para akademisi yang memiliki perhatian

terhadap penelitian sejarah dan peradaban Islam terutama yang berkenaan dengan

Dinasti Abbasiyah. Dan juga tema-tema dan bidang-bidang apasajakah yang perlu

dilakukannya penelitian lanjutan guna menyempurnakan penelitian-penelitian

sebelumnya yang pernah dilakukan oleh sarjanah muslim lain.

Page 27: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

27

BAB II

DINASTI ABBASIYAH PERIODE KE-IV

A. Kondisi Dinasti Abbasiyah Periode ke-IV

Kekuasaan Dinasti Abbasiyah periode ke-IV tahun 447-656 H/1055-1258 M.,

dimulai dari masuk nya orang-orang saljuk ke Bagdad sampai jatuhnya Bagdad ke

tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Dengan kata lain masa ini

dibagi menjadi dua bagian yaitu periode kekuasaan Kesultanan Saljuk (448-552 H./

1055-1157 M) dan periode sesudah kekuasaan Kesultanan Saljuk ( 552-656 H./

1157-1258 M.).

I. Masa Kekuasan Kesultanan Saljuk (448-552 H/ 1055-1157 M)

Abad ke-II dan ke-III Hijriyah kelompok dan suku-suku kaum keturunan

Turki menguasai dari pedalaman Turkistan karena tekanan politik dan ekonomi

menuju ke arah Barat, dan mencoba menetap dikawasan seberang sungai di

kawasan Khurasan. Pada mulanya suku-suku kaum ini tidak mempunyai satu

kepemimpinan, dan tidak juga dikenali berasal dari suatu garis keturunan. Ketika

Saljuk muncul pada pertengahan kedua abad keempat hijriah, suku-suku kaum ini

telah bersatu di bawah pimpinannya dan digelarkan dengan namanya serta terus

tunduk di bawah perintah anak-cucunya.26

Kaum saljuk itu bermukim berdekatan dengan kaum Samaniyah dan

Ghaznah, dan mereka telah memeluk agama Islam serta sangat fanatik dengan

26 A. Syalaby, al-Tarih wa al-Hadarah al-islamiyah al-Qahirah: Darul Ilmi al-Alamiyah,1965. diterjemah oleh Muhammad Labib Ahmad Sejarah Kebudayaan Islam III. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993 h. 335

Page 28: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

28

Madzhab Ahlus Sunnah yang tersebar luas dikawasan itu dan yang lebih sesuai

dengan mentalitas mereka. Peperangan-peperangan telah meletus di antara Kaum

Samaniyah dan Kaum Ghaznah. Dan Kaum Saljuk telah berpihak kepada Kaum

Samaniyah serta mendukungnya. Kaum Samaniyah juga telah membalasnya dengan

mengizinkan Kaum Saljuk menetap berdekatan dengan tebing Sungai Sihun.

Kerajaan Samaniyah telah lumpuh pada penghujung abad keempat (tahun 389 H)

berhadapan dengan kekuatan Ghaznah yang kian meningkat. Ini telah memberikan

kesempatan kepada Kaum Saljuk untuk memerdekakan diri bersama-sama dengan

sisa-sisa milik kerajaan yang runtuh itu.27

Saljuk telah meninggal dunia sejak berusia kurang lebih seratus tahun.

Anaknya bernama Israel telah menggantikannya sebagai pimpinan baru bagi suku-

suku kaum itu. Pemimpin Kaum Ghaznah, Sultan Mahmud, mulai merasa curiga

terhadap kekuatan yang baru muncul ini, namun ia berpura-pura cinta akan damai

dan mengundang Israel untuk berunding. Tetapi Israel yang menyambut

undangannya itu telah ditangkap dan dipenjarakan. Kaum Saljuk melantik pula

saudara Israel yang bernama Mikael untuk memimpin mereka. Mikael juga tertarik

dengan sikap damai Sultan Mahmud, pemimpin Kaum Ghaznah itu, lebih-lebih lagi

merasa kekuatan Kaum Saljuk tidak dapat menentang kekuatan Kaum Ghaznah.

Tetapi sikap berdamai ini tidak berkepanjangan, karena Sultan Mahmud telah

menyerang Kaum Saljuk dan memporak-porandakan mereka pada tahun 418 H, dan

Mikael telah meninggal dunia setelah itu.28

27 Ibid. h. 33528 Ibid. h. 336

Page 29: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

29

Semua yang berkaitan dengan Saljuk selanjutnya tergantung kepada dua

orang anak lelaki Mikael, yaitu Jughri Bek dan Tughril Bek. Kemudian Sultan

Mahmud meninggal dunia, dan kematiannya telah merintis kearah kejayaan Kaum

Saljuk, karena anaknya yang bernama Mas’ud gagal memenuhi kekosongan besar

yang ditinggalkan olehnya, dan telah tewas di tangan Kaum Saljuk di medan

pertempuran Sarakhs pada tahun 429 H, serta mundur ke India dengan

meninggalkan Khurasan dan kawasan seberang sungai untuk dikuasai oleh kekuatan

yang baru itu. Pada tahun itu juga, Tughril Bek mengumumkan pendirian Kerajaan

Saljuk. Setelah kedudukan Kerajaan Saljuk itu mantap, barulah di akui oleh

Khalifah Abbasiyah pada tahun 432 H.29

Setelah itu kekuasaan Kaum Saljuk telah meluas, khususnya dizaman Malik

Syah yang menaklukan wilayah Bukhara pada tahun 482 H, kemudian Sarkand,

setelah melakukan pengepungan dimana penduduk setempat sendiri memberikan

bantuan kearah kejayaannya dengan menyumbangkan bekal makanan dan senjata

kepada tentara Saljuk, sebagai tanda mengelu-elukan kedatangannya untuk

menyelamatkan mereka dari kekejaman dan keganasan Kaum Ghaznah yang

memerintah mereka pada masa tersebut.30

Di negeri-negeri Islam, Kaum Saljuk juga terkenal dengan gelaran Turkuman.

Sesudah itu terjadi pula perselisihan Kaum Ghaznah. Kaum Saljuk telah mengambil

kesempatan dari keadaan ini, lantas menduduki Khawarizm dan Tabarestan, serta

melancarkan beberapa serangan lagi dan berhasil menaklukkan Azarbaijan.

Akhirnya mereka bergerak dengan penuh keberanian dengan menumpas sisa-sisa

29 Ibid. 33630 Rafi Ahamdi Fidai, Concise History of Muslim World, vol. III, (New Delhi:

Kitabbhagavan, 1997) h. 126

Page 30: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

30

Kaum Ghaznah di Persia. Dengan itu mereka sudah berada di pintu masuk negeri

Iraq-negeri kekuasaan Dinasti Abbasiyah.31

Ketika Kaum Saljuk hadir di Bagdad sebagai kekuatan politis, Dinasti

Abbasiyah dalam keadaan yang benar-benar lemah. Kekuasaan khalifah pada saat

itu benar-benar diturunkan kelevel paling rendah. Kehadiran Kaum Saljuk

menemukan momentumnya ketika Dinasti Buwaihiyah, dinasti yang menguasai

Dinasti Abbasiyah sedang dalam kondisi meredup, sedangkan pada saat yang sama

mereka dalam kondisi yang gilang- gemilang setelah rentetan kemenangan dan

penaklukkan yang dilakukan berjalan sukses.32

Keadaan-keadaan yang timbul mempercepat Kaum Saljuk tiba di Bagdad.

Sultan Bani Buwaihi, yaitu Malik al-Rahim adalah seorang yang kurang

berpengaruh dan cakap, seorang yang benar-benar berpengaruh di Bagdad pada saat

itu ialah salah seorang panglimanya dari keturunan Turki bernama Basasiri. Ia

adalah seorang panglima Turki yang memberontak melawan rajanya dan Dinasti

Abbasiyah saat itu, serta mencoba berkuasa penuh dan berikrar taat setia kepada

Khalifah al-Fatimiyah–al-Mustansir. Khalifah Abbasiyah saat itu meminta

pertolongan dari Tughril Bek pemimpin Kaum Saljuk, dan Tughril Bek telah

mengambil kesempatan yang baik ini untuk memimpin bala tentaranya masuk ke

Bagdad pada tahun 447 H.33

Setelah menumpas tindakan makar Basasiri, Khalifah mengelu-elukan dan

memberikan gelar Yamin Amirul Mukminin serta meletakan Malik al-Rahim di

31 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam bagian I dan II, terj. Jakarta: Rosdakarya,1999, h. 220. dan lihat juga Fidai, Ibid. 127

32 Lapidus, Ibid. 22133 Syalaby, Op Cit. h.337

Page 31: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

31

bawah kekuasaannya. Namanya telah disebut-sebut dalam khotbah-khotbah sesudah

sebutan Khalifah. Tetapi Tughril Bek dengan segera menangkap Malik al-Rahim

dan mengirimnya ke Raiyi sebagai tawanan untuk dimasukan ke dalam penjara.

Dengan begitu berakhirlah masa kekuasaan Dinasti Buwaihi dan muncullah

kekuasaan baru yaitu kekuasaan Dinasti Saljuk.34

Setelah pemberontakannya ditumpas oleh Tughril Bek, Basasiri melarikan

diri menuju ke Utara dimana Dia berkomplot dengan Quraisy bin Badran, seorang

amir kerajaan ‘Uqailiyah, kemudian menyerang Mausil dan mengumumkan ikrar

setia kepada Khalifah Fatimiyah. Tughril Bek berhasil melacaknya dan menyerang

kota Mausil serta berhasil menumpas penghianat Basasiri. Disamping itu Tughril

Bek juga telah mengembangkan pengaruhnya di Diar Bakr dan melantik Ibrahim

Yanal saudara seibunya sebagai pemerintah Mausil dan Jazirah. Kemudian Tughril

Bek pulang ke Baghdad, dan disambut oleh Khalifah dengan pesta yang begitu

meriah dan dianugerahi gelar “the Commander of the Faithful” dan Rais al-

Ruasa.35 Ia kemudian dipercaya untuk melaksanakan dan menjalankan urusan-

urusan kenegaraan. Diantara elu-eluan yang terkenal kepada Tughril Bek adalah:

”Terimakasih terhadap usaha-usahamu dan kami sangat menghargaipelayananmu, Dia (al-Qaim) memberikan otoritas diatas semua negeri-negeri yang pemerintahannya telah dianugerahkan Tuhan kepadanya danmentransfer kepadamu kepedulian masyarakat Tuhan. Ini wajib bagimuuntuk menjadi ketakutan Tuhan terhadap apa yang Ia percayakan kepadamu.Mengakui nikmat Tuhan. Berusaha menguji keadilan negeri-negeri luar,menghindari tindakan yang salah dan bermanfaat bagi semua.”36

34 Amir Hasan Sadiqi, Caliphate and Sultanate in Medieval Persia, (Karachi: The Jamiyatal-Falah Publication, 1969) h. 152

35 Ibid h. 15336 Ibid h. 155

Page 32: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

32

Kemudian khalifah menganugerahkan jubah kehormatan, yang berkerah dan

bercincin dan juga emas yang harum dan sorban sulaman yang menyimbolkan

kombinasi Arab dan non Arab. Tughril Bek juga dianugerahi dua pedang khalifah

yang diberi julukan ”Raja Timur dan Barat.” Tughril kemudian mencium tangan

khalifah dan meletakkannya diatas matanya. Peristiwa yang penuh memori seperti

ini merupakan yang pertama terjadi dalam sejarah yang kita mempunyai

informasinya secara detail.37

Tughril telah diberi hak hukum (yuridiksi) atas ”semua negeri yang

pemerintahannya di anugerahkan Tuhan kepada khalifah” dan akhirnya kesultanan

menerima dukungan legal dari kekhalifahan. Prestige kesultanan naik lebih tinggi

lagi ketika Tughril mengunjungi Bagdad untuk ketiga kalinya. Saat khalifah ditahan

oleh Basasiri yang memproklamirkan kekuasaan kekhalifahan di Mesir (Bani

Fatimiyah). Khalifah pada saat itu menyerahkan satu-satunya pedang yang

dipunyainya dan mengganti julukan Rukn al-Din (tonggak agama) ke Rukn al-

Daulah (tonggak negara)38 Setelah kekuasaan sepenuhnya berada ditangan Tughril,

Ia tidak pernah berfikir untuk menduduki Bagdad, karena ia memandang eksistensi

Bagdad sebagai ibukota yang dipimpin khalifah suci yang pada gilirannya

melahirkan dualisme ibukota; pemerintahan yang berada di Nisyapur kemudian di

Raiyi.39

Dengan berdirinya kesultanan Sunni di Bagdad, era baru telah ditasbihkan di

dalam sejarah institusi kekhalifahan. Kaum Saljuk, dengan menaklukkan Persia,

Mesopotamia, Syria, dan Asia Kecil, sekali lagi telah mempersatukan daerah-daerah

37 Ibid h. 15638 Ibid h. 15639 Syalaby, Op Cit. h. 340

Page 33: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

33

Islam yang sebelumnya tercerai berai. Tentang kekuasaan suatu dinasti ini Hasan

Sadiqi mengutip sejarawan Lane-Poole menyatakan: ”mereka (Kaum Saljuk)

meletakkan kehidupan baru kepada keluasan semangat Muslim, mengembalikan

orang-orang Byzantium yang melanggar batas dan melipatgandakan pasukan

Muhammad yang gagah berani yang keberaniannya melebihi lainnya sehingga

menyebabkan pasukan Perang Salib selalu memperoleh kegagalan yang berulang-

ulang.”40

Tughril meninggal tanpa meninggalkan keturunan pada tahun 455/1602 M.

dan digantikan kemenakannya, Alp Arselan yang berkuasa selama 10 tahun. Ia

digantikan putranya Malik Syah (464-485/1072-1092) yang merupakan penguasa

terbesar dari Dinasti Saljuk. Sesudah itu, Bani Saljuk mengalami kemunduran

sebelum kekuasaan mereka di Bagdad pudar sama sekali pada tahun 552/1157.

kekuasaan mereka di Asia Kecil dan beberapa tempat lain masih ada yang

berlangsung sampai abad ke-14 (di Asia Kecil dan Kirman), bahkan pada abad ke-5

(Luristan dan Mardin). Para Atabek41 yang berasal dari Kaum Saljuk ini dapat

dikatakan mempersatukan dunia Islam dalam faham Sunni, tetapi perang-perang

yang sering terjadi di antara mereka sendiri dan fanatisme mereka yang kadang-

kadang berlebihan terhadap faham keagamaan mereka membuat kekuatan Islam

semakin memudar.42

40 Hasan Sadiqi, Op Cit., h. 15841 Atabek ialah suatu gelar yang diberikan oleh Bani Saljuk kepada para pembesar istana,

menteri dan panglima perang. Sebagian Atabek ini berhasil mengambil alih kekuasaan, sehinggapada abad ke-12 M lahirlah beberapa kerajaan kecil didaratan Persia dan Syam yang berkuasa cukuplama. Atabek yang paling terkenal adalah Atabek Azerbaijan dan Persia. Lihat www.Wikipedia.com

42 Machasin, “Peradaban Islam Masa Daulah Abbasiyah: Masa Kemunduran” dalam SitiMaryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta:LESFI,2004) h. 114

Page 34: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

34

Berkey menjelaskan keadaan masyarakat pada masa itu sebagai masyarakat

yang mempunyai beberapa karakteristik: pertama, masyarakat Muslim pada saat itu

mempunyai kecenderungan untuk berbagi dengan kebudayaan-kebudayan asing,

seperti didalam institusi-institusi sosial, pendidikan dan tentunya politik. Kedua,

masyarakat Islam pada saat itu mempunyai kecenderungan kreatif –kadang-kadang

simbiotis, kadang-kadang kompetitif diantara otoritas agama dan politik, kedua

otoritas ini saling menjalin tetapi tidak pernah identik. Dan karakteristik terakhir

masyarakat Islam pada saat itu adalah cenderung memisahkan urusan politik dan

urusan sosial, artinya ketika Bagdad beralih kekuasaan dari satu dinasti ke dinasti

lain kosmopolitanisme kota tersebut tetap terjaga.43

Marshal G. Hudson memasukkan masa ini kedalam periode tengah awal

(945-1258 M) yang di tandai dengan internasionalisasi dunia Islam, dalam

pengertian bahwa pada saat itu, dan sampai sekarang, persatuan dunia Islam tidak

lagi merupakan sesuatu yang mewujud dalam kehidupan politik dan kebudayaan.44

Tidak ada lagi kekuasaan politik yang dapat mengklaim sebagai penguasa politik

dan peradaban, dengan bahasa sebagai wahana ekspresinya, tidak lagi satu. Bagdad

tidak lagi menjadi peradaban tunggal yang disebut peradaban Islam, melainkan

menjadi semacam provinsi saja dari dunia Islam yang dikelola sendiri-sendiri oleh

pemimpin-pemimpin daerah. Diantara itu bahkan ada yang menguasai Bagdad dan

menjadikannya, secara de facto, politik, dan peradaban, sebagai bagian dari

wilayahnya.

43 Jonathan P. Berkey, The Formation of Islam: Religion and Society in the Near East,600-1800, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003) p. 184-185

44 Periode Tengah yang membentang dari pertengahan abad ke-9 sampai abad ke-16 dibagimenjadi Periode Tengah Awal (Earlier Middle Period, 950-1250) dan Periode Tengah Akhir (LaterMiddle Period, 1250-1500) lihat Marshall G. Hudson, The Venture of Islam II, (Chicago & London:The University of Chicago Press, 1974) h. vi

Page 35: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

35

Dalam bidang keagamaan, masa ini ditandai dengan kemenangan Kaum

Sunni, terutama dengan kebijakan Nizhamu al-Mulk45 mendirikan sekolah-sekolah

yang disebut dengan namanya, Madarasah Nizhamiyah yang termasyhur itu. Al-

Ghazali merupakan salah seorang pengajar di sekolah-sekolah ini dan jasanya

sangat besar dalam memformulasikan faham Sunni. Madrasah-madarasah ini selain

mendidik anak-anak dalm bidang ilmu keagamaan Islam pada umumnya, juga

berperan besar dalam menyebarkan dan memperkokoh Mazhab Sunni. Dalam fiqh,

madrasah-madrasah yang didirikan di Bagdad, Nisyapur dan ibukota-ibukota

provinsi Timur ini mengajarkan Mazhab Syafi’i, sedangkan dalam Teologi,

mengajarkan Mazhab Asy’ari. Imam al-Haramain al-Juwaini, guru al-Ghazali,

adalah kepala madrasah Nizhamiyah di Nisyapur.46

Secara intelektual, terdapat dua aliran besar yang memandang dunia dengan

cara yang berbeda, yang oleh Watt disebut dengan mentalitas Arab dan mentalitas

Persia. Yang pertama dengan representasi Kaum Hambali berusaha untuk

mendasarkan semua segi kehidupan., baik individual, sosial maupun politik atas

Qur’an dan Sunnah. Secara umum ini berarti bahwa kehidupan mesti didasarkan

pada intuisi, pada ide-ide yang tidak dihasilkan melalui penalaran. Dalam bidang

sastra Arab, pandangan dunia seperti ini melahirkan karya-karya sastra Arab yang

sulit dimengerti oleh orang-orang non Arab. Karya monumental dalam hal ini

adalah Maqamat al-Hariri.47

45 Nizhamul Mulk merupakan seorang wazir pada dua kesultanan Bani Saljuk; periode AlpArselan dan Malik Shah. Penguasa yang kedua merupakan masa dimana kejayaan kesultanan Saljukmencapai puncaknya. Nizhamul Mulk bukan hanya soerang ahli politik, tetapi juga seorangpanglima, filsuf, seorang alim yang luas pengetahuannya dan suka pada alim-ulama. Lihat Syalaby,op cit. H. 341-342

46 Mulyadi, Reaktualisasi….Op Cit. h. 27-2947 Watt, The Majesty…Op Cit. h. 254

Page 36: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

36

Di pihak lain, terdapat orang-orang yang mendukung penggunaan nalar

dalam model Yunani. Representasi mereka paling ekstrim adalah kaum filsuf, tetapi

mereka tidak masuk dalam main stream pemikiran Islam. Kaum Mu’tazilah yang

sebelumnya memainkan peran dominan dalam bidang politik juga tidak mendapat

jalan masuk kedalam arus utama kaum Muslimin. Penggunaan akal yang banyak

mempertahankan “otoritas” menyebabkan orang menganggap mereka tidak

menghargai firman Allah sebagaimana mestinya. Asy’ari sendiri pun, setelah

meninggalkan kelompok ini, masih mendapat kecaman dari Kaum Hambali ekstrim

karena Ia menggunakan penalaran dalam berbagai penjelasan teologisnya.48

Hal lain yang perlu di catat dari masa ini dan masa sebelumnya adalah

munculnya berbagai dinasti di dunia Islam yang menggambarkan mulai hilangnya

persatuan dunia Islam di bidang politik. Tercatat Dinasti Fatimiyah lahir di Mesir

(969 M) dan bertahan sampai tahun 1171 M. sebelum itu, Dinasti Ikhsyid berdiri

disana pada tahun 935 M dan masa kekuasaannya berakhir pada tahun 969 M. di

Mosul (929-991 M) dan Aleppo (944-967 M) Kaum Hamadan berkuasa untuk

beberapa lama. Di Iran Dinasti Saman berkuasa pada tahun 874-999 disamping

Bani Buwaihi sendiri. Lebih ke Timur lagi, Kaum Ghaznawi berkuasa untuk waktu

yang cukup lama.49

Dari segi budaya dan pemikiran keagamaan, terdapat berbagai wilayah

dengan pusatnya sendiri yang masing-masing mempunyai peran sendiri dalam

mengekspresikan Islam, sesuai dengan kondisi masing-masing. Andalusia dan

Afrika Utara mengembangkan seni yang mencapai puncaknya pada al-Hambra dan

48 Ibid. h. 254-25549 Lihat Machasin Op Cit. h. 115

Page 37: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

37

pemikiran filsafat dengan tokoh Ibnu Tufail dan Ibn Rusyd. Mesir dan Syria

disatukan di bawah kekuasaan Kairo dan akhirnya menjadi pusat sastra Arab setelah

jatuhnya Bagdad di bawah tentara Mongol. Negeri-negeri Iran mengembangkan

bahasa Parsi sebagai medium budaya yang utama, sementara kaum Muslimin di

India mengembangkan tradisi pemerintahan mereka sendiri di samping stratifikasi

keagamaan dan sosial. Di belahan Utara, sekitar daratan Eurasia, kaum Muslimin

membentuk dunia mereka sendiri, sebagaimana saudara-saudara mereka di lautan

India.50

II. Masa Sesudah Kekuasan Kesultanan Saljuk (552-656 H./ 1157-1258 M.)

Sesudah masa kekuasaan kesultanan Saljuk, para khalifah tidak lagi dikuasai

oleh kaum tertentu. Akan tetapi, negara sudah terbagi-bagi kedalam berbagai

kerajaan kecil yang merdeka. Adalah khalifah al-Nashir (1180-1255 M) yang

berusaha untuk mengangkat kewibawaan kekhalifahan Abbasiyah. Untuk itu Ia

mencari dukungan atas kedudukannya dengan bekerjasama dengan suatu gerakan

dari orang-orang yang memuja Ali. Orang-orang dari kalangan pengrajin dan

pedagangn ini meyakini Ali sebagai pelindung kelompok usaha mereka. Anggota

kelompok ini bertemu secara teratur, dan tidak jarang melakukan latihan-latuihan

spritual, di bawah pimpinan seorang pir.51 Secara sepintas, Ia memang menyerupai

gerakan tarekat, namun dasar mereka bukan agama, melainkan futuwwah

(mengingat kata fata berarti pemuda, kata ini barangkali dapat diterjemahkan

dengan gairah dan semangat hidup yang menjadi ciri utama kepemudaan), yang

50 Hodgson, The Venture of Islam II, h. 951 Pir adalah istilah bahasa Persia sebagai padanan kata “mursyid” atau guru dalam gerakan

tarekat. Lihat www.Wikipedia.com

Page 38: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

38

bersifat humanitarian dan sekular, walaupun warna keislaman masih kelihatan

dalam gerakan ini, seperti terlihat adanya pir sebagai pembimbing. Khalifah al-

Nashir menempatkan dirinya sebagai pelindung dari gerakan ini dan menekankan

aspek-aspek olahraga seperti panahan. Dengan itu Ia mengajak pangeran-pangeran

dari luar kekuasaannya bergabung. Usaha ini memperoleh keberhasilan yang cukup

nyata, walaupun tidak kuasa untuk membangun kembali kekhalifahannya. 52

Akan tetapi, kekuatan-kekuatan pesaing dari dunia Islam sendiri terlalu

besar untuk Sang Khalifah. Sementara itu, kekuatan Mongol Tartar mulai merayap

dari arah Timur Laut dan menjarah negeri-negeri yang dilaluinya. Akhirnya, pada

tahun 656/1258 Hulagu dengan pasukannya memasuki Bagdad dan membunuh

khalifah al-Musta’shim dan membumihanguskan kota Bagdad juga. Mereka

menjarah harta, membakar kitab-kitab dan menghancurkan banyak bangunan.

Dengan dimikian berakhirlah kekhalifahan Bani Abbas di Bagdad.53

B. Khalifah-Khalifah Dinasti Abbasiyah

Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah pada masa ke-IV terbagi menjadi

kekhalifahan yang berada dibawah kontrol kesultanan Saljuk dan kekhalifahan pada

masa di mana Dinasti Abbasiyah berdiri sendiri dan bebas dari pengaruh dinasti-

dinasti lain. Selama periode kekuasaan kesultanan Saljuk, ada enam khalifah yang

memerintah Dinasti Abbasiyah;

52 Machasin, Op Cit. h. 11753 Ada sebuah informasi yang mengatakan bahwa keluarga khalifah melarikan diri ke Kairo

dan kemudian di tasbihkan kembali sebagai khalifah disana oleh Mamluk Sultan Baybar, akan tetapiposisi kekhalifahan tersebut tidak diakui diluar daerah Mamluk. Jadi sebenarnya kekahlifahanDinasti Abbasiyah belum benar-benar berakhir karena al-Mustashir kemudian menjadi khalifahDinasti Abbasiyah yang dilindungi oleh Dinasti Mamluk kemudian berturut-turut 18 khalifahselanjutnya sebelum kekhalifahan benar-benar berakhir setelah diangkat Raja Salim I dari DinastiUsmaniyah pada tahun 918 H/1517 M. lihat Berkey, Op Cit. h. 182-183

Page 39: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

39

1. Al-Qaim 1031 – 1077 M

2. Al-Muqtadi 1077 – 1094 M

3. Al-Mustahzar 1094 – 1118 M

4. Al-Mustarshad 1118 – 1134 M

5. Al-Rasyid 1134 – 1135 M

6. Al-Muktafi 1135 – 1160 M54

Al-Qaim dicopot oleh penguasa Dinasti Buwaihi, akan tetapi kemudian

Sultan Saljuk mengembalikan kedudukannya. Restorasi tersebut pada hakikatnya

tidak membawa kekuatan politik apapun, kecuali hanya simbol persatuan dan

pemimpin agama/spiritual. Al-Qaim sadar bahwa ini hanya pergantian penguasa

sesungguhnya dari Bani Buwaihi ke Sultan Saljuk, dan tentunya Dia berfikir bahwa

Ia sama saja sebagai tawanan di tangan Sultan Saljuk sebagaimana Ia menjadi

seperti itu di masa kekuasaan Dinasti Buwaihi.55

Al-Muqtadi yang menggantikan al-Qaim berkuasa sekitar I7 tahun.

Meskipun Ia mempunyai kualitas yang mumpuni sebagai seorang khalifah, Ia tidak

memberi pengaruh terhadap administrasi negara dan tetap menjadi boneka

(figurehead). Selama masa kekuasaannya, kaum muslimin kehilangan Sisilia,

kehilangan tanah kekuasaan di Spanyol dan bahkan daerah kekuasaan Dinasti

Abbasiyah di rongrong oleh para Pasukan Salib (crusaders). Khalifah terlalu lemah

untuk melakukan sebuah tindakan dan tidak mempunyai pilihan lain selain melihat

ketidakberuntungan kaum Muslimin.56

54 Masudul Hasan, History of Islam Vol. I, (New Delhi: Adam Publishers & Distributor,1995) h. 307

55 Ibid. h. 30856 Sir William Muir, The Caliphate: its Rise, Decline, and Fall, (London: Darf Publisher

Ltd, 1985) p. 557

Page 40: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

40

Al-Mustahzar adalah khalifah selanjutnya yang memerintah selam 24 tahun.

Pada masa kekhalifahannya, Kaum Saljuk saling berperang diantara mereka sendiri,

akan tetapi tetap khalifah tidak mampu mengembalikan kejayaan Dinasti

Abbasiyah. Al-Mustarshid adalah khalifah selanjutnya yang merasa marah karena

kelemahan kekhalifahan pada saat itu sehingga Ia berusaha keras untuk

mengembalikan kekuatan Bani Abbasiyah, akan tetapi semua usahanya sia-sia

belaka. Sebagai akibat dari tindakannya tersebut, al-Mustarshid harus menerima

penghinaan sebagai tahanan Sultan Saljuk saat itu, yaitu Sultan Mas’ud.57

Pengganti al-Mustarshid adalah khalifah al-Rasyid yang mengembangkan

perbedaan dengan Kesultanan Saljuk, sehingga Ia dicopot dari posisinya yang baru

berjalan satu tahun. Al-Muktafi menggantikan al-Rasyid sebagai khalifah, saat

Sultan Saljuk Mas’ud meninggal pada tahun 1152 yang memberikan kesempatan

besar bagi Khalifah Abbasiyah yang berkuasa untuk melepaskan pengaruh dan

kekuasaan Dinasti Saljuk.58

Kemudian periode kekhalifahan Dinasti Abbasiyah selanjutnya adalah

periode dimana Dinasti Abbasiyah tidak berada dalam pengaruh dan kekuasaan

dinasti lain hingga dinasti ini hancur lebur ditangan Pasukan Mongol yang dipimpin

oleh Hulagu Khan. Selama periode ini, ada tujuh khalifah yang memerintah:

1. Al-Muktafi 1135 – 1160 M

2. Al-Mustanjid 1160 – 1170 M

3. Al-Mustnazii 1170 – 1179 M

4. Al-Nashir 1179 – 1225 M

57 Ibid. h. 57858 Ibid. h. 579

Page 41: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

41

5. Al-Zahir 1225 – 1226 M

6. Al-Mustansir 1226 – 1242 M

7. Al-Musta’sim 1242 – 1258 M59

Ketika kematian Sultan Saljuk, Mas’ud, Khalifah Abbasiyah saat itu, al-

Muktafi kemudian membuang pengaruh dan kekuasaan Kaum Saljuk. Ia adalah

khalifah yang kuat, dan di bawah kekuasaannya kekhalifahannya yang telah lama

menjadi pemimpin boneka selama kurang lebih dua abad, kembali mendapatkan

ujian untuk menegakkan puing-puing yang hampir runtuh itu, Dia mengembalikan

kemasyhuran yang telah lama hilang, akan tetapi itu semua hanya ilusi yang tidak

mengarah ke hasil yang nyata.60

Al-Mustanjid yang menggantikan al-Muktafi memerintah selama 10 tahun.

Meskipun Dinasti Abbasiyah berhasil melenyapkan pengaruh dan kekuasaan

Saljuk, kekuasaan khalifah tidak mencukupi untuk menegakkan kemasyhuran

dikarenakan dominasi Dinasti Abbasiyah telah terbatas hanya di beberapa bagian

negeri Irak, dan kekhalifahan Dinasti Abbasiyah telah turun hanya menjadi

kekuasaan daerah provinsi saja.61

Al-Mustanzii, khalifah yang selanjutnya berkuasa selama 9 tahun. Selama

kekuasaannya, rivalnya kekhalifahan Fatimiyah di Kairo telah menjadi lemah, dan

Mesir, Syria, serta Afrika Utara telah kembali kepangkuan Kekhalifahan

Abbasiyah. Itu merupakan sebuah prestasi yang besar selama proses pemulihan,

59 Mas’udul Hasan, Op Cit. h. 30860 William Muir, Op Cit. h. 379-38061 Mas’udul Hasan, Op Cit. h. 308

Page 42: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

42

akan tetapi prestasi tersebut tidak mencukupi untuk mengembalikan kekuatan

Dinasti Abbasiyah ditengah momen kemunduran yang tidak bisa dihentikan.62

Al-Nashir adalah khalifah selanjutnya yang ,menikmati kekuasaannya

selama 46 tahun. Itu merupakan waktu pemerintahan yang paling lama sepanjang

kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Dikala Kaum Saljuk berusaha mengembaliklan

kekuasaannya, Khalifah Abbasiyah menjalin kekuatan dengan kekuatan yang lagi

menanjak yaitu Khawarzam Shah. Hubungan ini dijalin untuk membuat usaha

Dinasti Saljuk menjadi gagal dan hancur dengan sendirinya yang pada akhirnya

mereka lenyap pada tahun 1194 M.63

Daerah kekuasaan Saljuk kemudian diambil alih oleh Khawarzam Shah dan

Ia meminta khalifah memberi gelar sultan kepadanya. Khalifah menolak permintaan

tersebut. Dalam kondisi kekecewaan, khalifah melihat kemungkinan meminta

bantuan Mongol untuk melawan Khawarzam Shah. Pasukan Mongol mengalahkan

Khawarzam Shah dan melenyapkan bahayanya terhadap kekhalifahan, akan tetapi

hubungan tersebut mengundang pasukan Mongol untuk mencampuri urusan-urusan

kaum Muslimin dan kekhalifahan yang pada gilirannya memenjarakan khalifah

dirumahnya sendiri.64

Al-Zahir adalah khalifah selanjutnya yang berkuasa tidak sampai setahun. Dia

mengenalkan beberapa gerakan reformasi, tetapi dilihat dari pendeknya Ia berkuasa,

gerakan reformasi tersebut tidak memberi dampak yang besar terhadap sistem

administrasi negara.65

62 Ibid.63 William Muir, Op Cit. h. 58164 Ibid. h. 58265 Ibid. h. 583

Page 43: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

43

Al-Mustansir adalah khalifah selanjutnya yang berkuasa selama 16 tahun.

Pada masa pemerintahannya, pasukan Mongol meningkat jumlahnya di Timur

sambil membawa api dan pedang, dan kaum Muslimin tidak bisa berbuat apapun

untuk membendung gelombang besar berupa meningkatnya jumlah pasukan

Mongol.66

Al-Musta’sim merupakan khalifah terakhir dari Dinasti Abbasiyah. Pada

tahun 1258 M, kota Bagdad telah ditaklukkan oleh pasukan Mongol. Khalifah di

injak-injak oleh kuda-kuda Mongol yang menunjukan akhir dari kekuasaan selama

508 tahun dari tahun 750 M sampai 1258 M. menurut Masudul Hasan, kekuasaan

ini merupakan yang terlama didalam sejarah, setelah lama berkuasa, itu sebuah

fenomena alami bahwa Dinasti besar seperti Abbasiyah harus lenyap juga.67

C. Sultan-Sultan Saljuk

Tahun 1055 M, Tughril Bek pergi ke Bagdad atas undangan khalifah al-Qaim

yang memberikannya julukan ”sultan”. Sebagai sultan, semua otoritas khalifah

kemudian di ambil alih oleh Kaum Saljuk. Kesultanan Saljuk melaksanakan otoritas

ini selama 97 tahun 1055 – 1152 M, selama periode ini sultan-sultan Saljuk adalah:

1. Tughril Bek 1055 – 1063 M

2. Alp Arselan 1063 – 1073 M

3. Malik Shah I 1073 – 1092 M

4. Mahmud I 1092 – 1094 M

5. Barkiyaruk 1094 – 1094 M

66 Ibid.67 Masudul Hasan, Op Cit., h. 309

Page 44: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

44

6. Malik Shah II

7. Muhammad 1104 – 1118 M

8. Mahmud II 1118 – 1130 M

9. Daud 1130 M

10. Tughril Bek II 1130 – 1134 M

11. Mas’ud 1134 – 1152 M68

Selama periode ini, Dinasti Saljuk mempunyai sebelas penguasa atau sultan.

Dari semua itu hanya terdapat lima penguasa besar. Meskipun Kaum Saljuk

memegang tampuk kekuasaan kesultanan selama 97 tahun, kejayaan

pemerintahannya tidak lebih dari 37 tahun. Setelah Tughril Bek, Alp Arselan

melanjutkan penaklukan-penklukan. Ia menaklukan Syria, Hijaz, Armenia, Yaman,

dan Hald. Kejayaan yang gilang-gemilang dalam karir kekuasaan Saljuk adalah

kemenangan di perang Manzikert tahun 1071 M, melawan pasukan Byzantium. Di

bawah kekuasaan Malik Shah I, pengganti Alp Arselan, Saljuk mencapai puncak

kejayaannya. Daerah kekuasaan Saljuk pada masa itu menyebar ke perbatasan Cina,

Mediterania, dan dari Giorgia hingga Yaman.69

Setelah Malik Shah, kejayaan Bani Saljuk telah selesai, dimana dominasi

Dinasti ini di hancurkan sendiri oleh penerus-penerusnya. Mahmud anak Malik

Shah, hanya memerintah selama 2 tahun saja. Kemudian kekuasaannya dilanjutkan

oleh saudaranya Barkiyaruk yang memerintah selama 10 tahun, rentang kekuasaan

ini hanya di penuhi oleh perang sipil dan akhirnya Ia di copot oleh pamannya

sendiri Muhammad. Muhammad kemudian memerintah selama 14 tahun.

68 Ibid. h 36369 Fidai, Concise History…Op Cit. h. 127-135

Page 45: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

45

Muhammad merupakan sultan yang bijaksana dan gagah berani, dan dia bnayak

melakukan usaha-usaha untuk membangkitkan kembali kejayaan Dinasti Saljuk

pada masa awal.70

Proses perpecahan mulai terlihat ketika kematian Malik Shah II, terlalu kuat

untuk dihentikan, dan usaha yang di buat oleh Muhammad telah menjadi sia-sia.

Muhammad digantikan oleh anaknya Mahmud II. Ia memerintah selama 12 tahun,

akan tetapi sebagian besar dari kekuasaannya hanya dipenuhi oleh kekacauan.

Setelah Mahmud II, kembali muncul perselisihan perebutan kekuasaan. Daud

kemudian berkuasa selama beberapa bulan, kemudian dilanjutkan oleh Tughril Bek

II. Kekuasaannya berlangsung selama 4 tahun dan sebagian besar dari itu adalah

perselisihan, Ia telah kehilangan kekuatannya, dan harus melarikan diri untuk

mencari perlindungan. Penguasa selajutnya adalah Mas’ud yang memerintah sekitar

18 tahun dari tahun 1134 hingga 1152 M. Periode kekuasaannya dipenuhi oleh

kekacauan, perang sipil dan permusuhan dengan khalifah.71

Setelah kematian Mas’ud, Khalifah Abbasiyah telah menghilangkan pengaruh

dan kekuasaan Sultan Saljuk, dan Saljuk tidak diakui sebagai sultan lagi. Kekuasaan

Mas’ud kemudian diganti oleh Malik Shah III, yang kemudian dicopot dari

kedudukannya pada tahun itu juga. Penguasa selajutnya adalah Muhammad II,

kekuasaannya berakhir pada tahun 1159 M. selama periode disintegrasi, kekuatan

Dinasti Saljuk mengalami fluktuasi/naik-turun. Para Pangeran Saljuk terus

melanjutkan peperangan sipil dan beberapa amir melepaskan diri dari kekuasaan

Dinasti Saljuk.

70 Mas’udul Hasan. Op Cit. h. 36471 Ibid. 364

Page 46: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

46

Setelah kematian Muhammad II. Dominasi Saljuk benar-benar semu.

Kemudian Ia digantikan oleh Sulaiman, akan tetapi kemudian dicopot kembali di

tahun yang sama. Penguasa selanjutnya adalah Arselan Shah yang mencoba

mengembalikan kesultanan, tetapi gagal. Dia berkuasa sekitar 15 tahun, dengan

kekuasaan yang tidak berarti apa-apa. Arselan Shah kemudian digantikan oleh

Tughril Bek III yang merupakan penguasa terkhir Dinasti Saljuk. Saljuk benar-

benar berakhir tahun 1194 M ketika Khawarzam Shah mengambil alih kekuasaan

Kaum Saljuk setelah Perang Ray.72

D. Relasi Kekuasaan Khalifah Abbasiyah dan Sultan Saljuk

Khalifah adalah istilah yang secara etimologis bermakna pengganti. Makna

pengganti ini dialamatkan bagi mereka, pada awal kemunculannya, yang

menggantikan posisi Rasulullah yang bertindak sebagai pemimpin negara dan

agama sekaligus.73 Pada abad pertama dan kedua Hijriyah, persoalan keagamaan

dan politik yang muncul adalah persoalan pemilihan dan penggantian khalifah,

karena khalifah mempunyai posisi sentral dalam struktur masyarakat Islam, dengan

kata lain khalifah dapat dibilang sebagai pelanjut fungsi dan kedudukan Rasul.

Khalifah sendiri mengalami perluasan pemahaman, yakni kekuasaan khalifah

dipercayai diturunkan dari Tuhan, seperti apa yang dipercayai oleh kaum Syiah.74

Kemudian ditemukan istilah Amir yang merupakan pemimpin agama dan

politik yang digunakan oleh Dinasti Buwaihi yang menguasai Dinasti Abbasiyah

72 Amir Hasan Sadiqi, Caliphate and Sultanate in Medieval Persia. h. 36473 Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyah, Kairo: Musthafa al-Halaby wa

Awladuh, 1960, diterjemahkan oleh Nur Mufid al-Ahkam al-Sultaniyah, Jakarta: Pustaka Progresif,2000. h. 43 -44

74 Muhammad Ibn Jarir al-Thabari, Tarikhu al-Thabari: Tarikhul Umam wa al-Muluk,Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, h. 191

Page 47: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

47

pada sekitar tahun 334-447 H/847-946 M. Selanjutnya terdapat istilah Sultan yang

digunakan pertama kali oleh kaum Turki Saljuk yang menguasai Dinasti Abbasiyah

setelah Dinasti Buwaihi runtuh. Sultan pada awal munculnya bermakan menarik,

karena ia digunakan sebagi nama bagi penguasa politik dan bukan agama yang

masih dipimpin oleh seorang khalifah (Abbasiyah).75

Ketika Tughril telah diberi hak hukum (yuridiksi) atas ”semua negeri yang

pemerintahannya dianugerahkan Tuhan kepada khalifah” dan akhirnya kesultanan

menerima dukungan legal dari kekhalifahan. Derajat kesultanan naik lebih tinggi

lagi ketika Tughril mengunjungi Bagdad untuk ketiga kalinya dan menyelamatkan

khalifah yang ditahan oleh Basasiri yang memproklamirkan kekuasaan kekhalifahan

di Mesir (Bani Fatimiyah). Khalifah pada saat itu menyerahkan satu-satunya pedang

yang dipunyainya dan mengganti julukan Rukn al-Din (tonggak agama) ke Rukn al-

Daulah (tonggak negara)76 Setelah kekuasaan sepenuhnya berada ditangan Tughril,

Ia tidak pernah berfikir untuk menduduki Bagdad, karena ia memandang eksistensi

Bagdad sebagai ibukota yang dipimpin khalifah suci yang pada gilirannya

melahirkan dualisme ibukota; pemerintahan yang berada di Nisyapur kemudian di

Raiyi.77

Dualisme yang terjadi pada masa dinasti abbsiyah periode ke IV mempunyai

kekhasan tersendiri. Dibanding dengan masa dinasti Abbasiyah ketika dikooptasi

oleh dinasti Buwaihi yang menjadikan fungsi dan kekuasaan khalifah benar-benar

mandul baik secara agama maupun politik. Sedangkan pada masa Dinasti Saljuk

menguasai Dinasti Abbasiyah, mereka tetap meyakini dan menetapkan bahwa

75 Al-Mawardi, Op Cit, . h. 4276 Ibid h. 15677 Syalaby, Op Cit. h. 340

Page 48: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

48

Khalifah Abbasiyah yang merupakan keturunan kaum Quraisy harus dan paling

layak menjadi pemimpin kaum Muslim secara agama. Dan secara politis dikuasai

penuh oleh Kaum Sajuk.

Keadaan ini didorong bahwa mereka adalah penganut Sunni atau Ahl al-

Sunnah wa al-Jamaah yang memandang hadits Rasulullah Saw yang berbunyi al-

aimmata mi qurasyin (para imam/pemimpin hendaknya berasal dari kaum atau

keturunan Quraisy) sah adanya dan harus dilakasanakan. Mereka melihat bahwa

keberadaan dan ajaran pemimpin agama harus berasal dari Kaum Quraisy tidak bisa

diganggu gugat. Meskipun pada yang saat yang sama mereka merengkuh secara

total kekuasaan politik.

Kekuasaan politik Kaum Saljuk menurut Ira M. Lapidus telah menyatukan

kembali sebagian besar peninggalan imperium Abbasiyah, mengobarkan kembali

impian kesatuan muslim dan imperium universal.78 Mereka telah mengembalikan

minimal salah satu fungsi khalifah yang dari awal kemunculannya dianggap yang

paling penting yaitu fungsi pemimpin agama. Dan sekaligus mengambil fungsi yang

lain (politik) secara total dengan memperkuat posisi dan kekuatan militer yang

memang menjadi ciri khas bangsa Turki.

78 Lapidus, Op Cit, h. 221

Page 49: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

49

BAB III

KEMAJUAN ILMU-ILMU ISLAM

Pada zaman kejayaan Dinasti Abbasiyah, tepatnya pada dua periode masa

kekuasaan Abbasiyah, perkembangan ilmu pengetahuan Islam begitu pesat. Pada

dua periode tersebut, dasar-dasar metodologi seluruh disiplin ilmu Islam

dirumuskan. Teori tentang penelitian hadist Nabi muncul dan berkembang sejalan

dengan pelacakan-pelacakan sabda-sabda Nabi yang berserakan diberbagai tempat

oleh peneliti yang tekun menghimpun dan menganalisisnya. Penetapan hukum

Islam yang menuntut ijtihad maksimal juga mendorong munculnya metodologi

istimbath atau penetapan hukum untuk kemaslahatan kaum muslimin. Metodologi

penafsiran al-Qur’an menjadi sesuatu yang harus dan wajib dikuasai setiap orang

yang akan menafsirkan al-Qur’an. Dari pembahasan aspek metodologi inilah

muncul kemudian ilmu-ilmu Bantu yang menjadi pedoman bagi peneliti ilmu-ilmu

keislaman seperti ulumul hadits, ulumul Qur’an, ushul fiqh, dan lain sebagainya.

Dari metodologi ini muncul ilmu-ilmu yang menjadi produk penelitian dimaksud.79

Tentang ilmu Islam apa sajakah yang muncul secara periodik, A. Hasymy

menyatakan:

Pada awal sejarahnya, ilmu-ilmu islam berkembang dalam qira’ah, tafsir,dan hadis; kemudian menyusul ilmu fiqh. Ilmu-ilmu ini bertambah suburberkembang, sesuai dengan evolusi kemajuan masyarakat. Telah diketahui,bahwa ilmu fiqh telah matang dan kokoh kaidah-kaidahnya pada masaDaulah Abbasiyah I dan Hadist pada zaman daulah Abbasiyah II. Di tengah-tengah itu, lahir cabang-cabang ilmu Islam yang mengiringi berkembangnyafilsafat dan ilmu-ilmu lama lainya, sementara dalam zaman-zamanberikutnya tumbuh pula berbagai cabang ilmu lainnya.80

79 Didin Saefuddin, Zaman Keemasan Islam. h. 15780 A. Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979) h. 191

Page 50: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

50

Fenomena menarik pada masa ini adalah bahwa para pengembang dan

tokoh-tokoh ilmu-ilmu Islam bukan berasal dari kaum Arab akan tetapi mereka

yang berasal dari kaum ‘ajam (orang bukan Arab). Fenomena ini muncul menurut

Ibn Khaldun dan Nicholson, sebagaimana dikutip oleh A. Hasymy, disebabkan oleh

luasnya kekuasaan Daulah Abbasiyah yang mayoritas adalah daerah-daerah yang

ditinggali oleh orang-orang ‘ájam.81

Adapun kemajuan-kemajuan ilmu-ilmu Islam pada masa keempat Dinasti

Abbasiyah merupakan pelestarian dan pengembangan masa-masa sebelumnya. Pada

masa ini banyak sekali muncul ahli-ahli yang merupakan raksasa pemikir di

zamannya. Pada masa ini juga madrasah terkenal dan pertama dalam dunia Islam

dibangun dan telah banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan terkemuka semisal al-

Ghazali yang pernah mengepalai institusi tersebut. Diantara ilmu-ilmu Islam yang

dikembangkan pada masa ini adalah:

A. Ilmu Qur’an

Posisi Qur’an dalam syariat Islam adalah utama. Maksud dari posisi ini

adalah bahwa Qur’an merupakan rujukan utama dan menempati posisi nomor satu

dibandingkan dengan sumber-sumber syariat lainnya. Qur’an merupakan petunjuk

dan jalan yang harus diikuti oleh semua kaum Muslim tanpa melihat batasan ruang

dan waktu. Qur’an merupakan pembeda antara yang benar dan salah, Qur’an adalah

cara Tuhan menunjukkan garis-garis besar haluan hidup yang semua manusia diberi

pilihan untuk memilih yang terbaik.

81 Ibid. h. 225

Page 51: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

51

Yang menjadi masalah adalah tidak semua pesan-pesan Qur’an jelas dan

mudah ditangkap (muhkamat), akan tetapi juga banyak dari sekian pesan-pesan itu

yang berarti berbeda-beda (mutasyabihat). Kata “berarti atau bermakna berbeda-

beda” adalah bahwa ayat-ayat mutasyabihat mempunyai maksud dan makna yang

lebih dari satu, sehingga memerlukan pemahaman mendalam apa maksud atau

makna yang dituju oleh ayat-ayat tersebut. Untuk memperoleh pemahaman tentang

ayat-ayat tersebut muncullah ilmu Qur’an.

Ilmu Qur’an disini berarti ilmu yang mempelajari tentang Qur’an dilihat dari

asbabun nuzul,82 muhkamat-mustyabihat,83 makkiyah-madaniyah, rasm,84 dan

qiraahnya85 al-Quran sebagai kitab suci terakhir dimaksudkan untuk menjadi

petunjuk, bukan saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan, tetapi

juga bagi seluruh masyarakat manusia hingga akhir zaman. Kitab ini memuat tema-

tema yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Seperti pola hubungan

manusia dengan Tuhan, hubungan antar sesama manusia, dan hubungan manusia

dengan lingkungan alam sekitar.

Untuk memenuhi kebutuhan umat Islam, ilmu Qur’an selalu berkembang

dan melahirkan tokoh-tokoh penting pada setiap zaman. Pada masa keempat Dinasti

Abbasiyah yang mayoritas zamannya dikuasai Kesultanan Saljuk, perkembangan

82 Asbab al- nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunnya suatu ayat al-Quranatau kejadian/peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hokum berkenaan turunnya al-Quran. LihatQuraish Shihab dkk., Sejarah dan Ulumul Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) h. 78-79

83 Makkiyah-Madaniyah adalah klasifikasi turunnya suatu ayat berdasarkan tempatditurunkannya, apakah di Mekkah (makkiyah) atau di Madinah (madaniyiah). Lihat Ibid. h. 64

84 Rasm adalah pola penulisan al-Quran yang digunakan Utsman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan al-Quran. Lihat Ibid. h. 91

85 Qiraah adalah ilmu untuk mengetahui tatacara pengucapan lafal al-Quran, baik yangdisepakati maupun yang diperdebatkan oleh para ahli qira’at, seperti pengguguran huruf (hadf),penetapan huruf (itsbat), pemberian harakat (tahrik), pemberian tanda sukun (taskin), pemisahanhuruf (fasl), penyambungan huruf (washl) penggantian lafal-lafal tertentu (ibdal) dan lain sebagainyayang diperoleh dari indera pendengaran. Lihat Ibid. h. 99

Page 52: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

52

ilmu Tafsir atau ilmu Qur’an telah menciptakan berbagai metode Tafsir, meskipun

beberapa metode merupakan metode Tafsir yang telah ditemukan oleh tokoh-tokoh

masa sebelumnya, metode-metode tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, tafsir bi al-ma’tsur adalah metode penafsiran secara harfiah

menggunakan riwayat sebagai sumber pokoknya, oleh karena itu tafsir ini juga

dinamakan tafsir bi al-riwayah (tafsir dengan riwayat) atau tafsir bi al-manqul

(tafsir dengan menggunakan pengutipan/naql). Penafsiran ini dapat ditempuh

dengan penafsiran ayat al-Quran dengan ayat-ayat al-Quran lainya, penafsiran al-

Quran dengan Hadits Nabi, penafsiran al-Quran dengan menggunakan pendapat

sahabat, dan penafsiran ayat al-Quran dengan menggunakan pendapat tabi’in.86

Diantara kitab-kitab Tafsir dan tokoh-tokoh yang menulisnya menggunakan

metode ini pada masa dinasti Abbasiyah Keempat adalah Ma’alaim al-Tanzil karya

al-Baghawi (w. 516 H/1122 M) dan Tafsir fi al-Qur’an al-Karim karya Abu al-

Fida’ Isma’il Ibn Katsir (w. 774H/1373 M).87

Kedua, al-Tafsir bi al-Ra’yi adalah penafsiran yang dilakukan dengan

menetapkan rasio sebagai titik tolak. Tafsir ini juga dinamakan tafsir bi al-ijtihad

(tafsir ijtihad). Karena penafsiran dengan corak ini didasarkan atas hasil pemikiran

seorang mufasir, perbedaan-perbedaan pandangan dalam penafsiran antar mufasir

lebih sering terjadi daripada metode tafsir bi al-ma’tsur.88

Adapun karya-karya dan tokoh-tokoh metode penafsiran ini yang lahir pada

masa keempat Dinasti Abbasiyah adalah Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an ditulis

86 Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Op. Cit. h. 12087 Quraish Shihab dkk., Op Cit. h. 17688 Ibid. h. 179

Page 53: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

53

oleh al-Alusi, Mafatih al-Ghaib ditulis oleh Fakhr al-Din al-Razi (w. 1209 M) dan

Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil ditulis oleh al-Baidlawi.89

Ketiga, al-tafsir al-shufi adalah tafsir yang ditulis oleh para sufi yang dibagi

menurut jenis tasawuf, yaitu al-tafsir al-shufi al-nazhari (tafsir sufi teoritis) dan al-

tafsir al-shufi al-‘amali (tafsir sufi praktis). Metode penafsiran ini digagas oleh sufi

yang terkenal yang lahir pada masa keempat Dinasti Abbasiyah, akan tetapi berada

di luar kekuasaannya, maksudnya yang bersangkutan lahir di Spanyol yang

merupakan kekuasaan Dinasti Umayah Andalusia. Tokoh tersebut adalah

Muhyiddin Ibn ‘Arabi (560 – 620 H) yang menulis tafsir sufi yang berserakan dan

tidak fokus dalam bentuk sebuah buku, akan tetapi tulisan-tulisan tersebut sering

disandarkan kepada dua karya terbesarnya berjudul al-Futuhat al-Makkiyah dan

Fushush al-Hikam. Tokoh-tokoh lain yang menulis tafsir dengan metode ini adalah

Musa al-Uzdi al-Sami (w. 412/1021 M) dengan karyanya berjudul Haqa’iq al-

Tafsir dan Ibn Abi Nasr al-Baqli al-Syirazi (w. 666 H/1268 M) dengan kitab

berjudul al-Bayan fi Haqa’iq al-Qur’an..90

Keempat, al-tafsir al-falsafi adalah tafsir yang membahas persoalan-

persoalan filsafat. Dengan kata lain tafsir ini adalah metode penafsiran al-Quran

dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat. Tokoh dan karya metode penafsiaran

ini adalah Fakhr al-Din al-Razi (w. 1209 M) dengan kitabnya Mafatih al-Ghaib dan

al-Ghazali (w. 505/ 1111 M) dengan karyanya Tahafut al-Falasifah.91

Kelima, al-tafsir al-fiqhi adalah tafsir berorientasi atau memusatkan

perhatian kepada aspek hukum Islam (fiqh). Karena itu, mufasir pada metode ini

89 Ibid. 17890 Quraish Shihab, Op Cit., h. 182-18391 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Op Cit h. 77

Page 54: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

54

merupakan seorang ahli hukum Islam yang berupaya memberikan penafsiran ayat-

ayat al-Quran dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan hukum Islam.

Adapun karya-karya dan tokoh-tokoh metode penafsiran ini yang lahir pada

masa keempat Dinasti Abbasiyah adalah Al-Kasysyaf karya al-Zamakhsari (w. 1133

M), al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya Abu bakr Ibn Farh al-Qurthubi (w. 671

H/1273 M), Tafsir al-Kabir dan Mafatih al-Ghaib karya Fahkr al-Din al-Razi (w.

1209 M) yang merupakan jawaban terhadap tafsir al-Zamakhsari yang beraliran

Mu’tazilah, sedangkan al-Razi sendiri beraliran Asy’ariyah bermadzhab Syafi’i.92

Keenam, al-tafsir al-‘ilmi adalah penafsiran al-Quran dalam hubungannya

dengan ilmu pengetahuan. Ayat-ayat yang ditafsirkan menggunakan metode ini

kebanyakannya adalah ayat-ayat kauniyah (alam semesta). Adapun karya-karya

dan tokoh-tokoh metode penafsiran ini yang lahir pada masa keempat Dinasti

Abbasiyah adalah Mafatih al-Ghaib ditulis oleh Fahkr al-Din al-Razi (w. 1209 M)

dan Ihya’ ‘Ulumuddin dan Jawahir al-Qur’an karya al-Ghazali (w. 505/ 1111 M)93

Karya-karya dan tokoh-tokoh ilmu Qur’an yang lahir pada masa keempat

Dinasti Abbasiyah bisa dikatakan telah menacapai kejayaan yang mengesankan

dalam bidang ini sehingga generasi Islam selanjutnya hanya kemudian

mengembangkan tidak sesignifikan pada masa ini. Dikatakan tidak terlalu

signifikan karena semua yang berkaitan dengan penafsiran al-Quran telah hampir

disempurnakan pada masa ini.

Ada dua penafsir terbesar yang lahir pada masa ini. Para ahli sejarah

menyebut mereka sebagai mufasir yang harus kita apresiasi secara khusus

92 Mas’udul Hasan, History of Islam, Op Cit., h. 60993 Quraish Shihab, Op Cit., h. 183-184

Page 55: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

55

dikarenakan kontribusinya yang sangat besar terhadap disiplin Ilmu Tafsir/Qur’an.

Mereka adalah:

1. Abul Qasim Muhammad Bin Umar Al-Zamakhsyari (465-528 H/ 1074-1133M)

Meskipun Dinasti Abbasiyah keempat adalah dinasti dimana madzhab sunni

menjadi madzhab resmi negara, para ulama Mu’tazilah tetap memainkan peranan

aktif dalam ilmu tafsir. Mereka memiliki semangat yang besar untuk membebaskan

akal manusia dari belenggu tradisi dan kebiasaan-kebiasaan lama ke arah cara-cara

yang lebih baik. Banyak diantara ahli tafsir mereka telah tiada, namun salah satu

yang paling baik di antara mereka terus diabadikan dan telah mendapatkan

pengakuan oleh hampir semua bagian dan kelompok masyarakat Muslim, sebagai

puncak prestasi golongan Mu’tazilah dalam bidang tafsir adalah munculnya Al-

Zamakhsyari. Dia lahir di Zamakhsyar sebuah kota di Harzem yang kemudian

menjadi namanya. Kitab tafsirnya yang berjudul al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq al-Tanzil

(penyingkap hakikat wahyu).94 Sang pengarang memberikan pengantar karyanya itu

dengan beberapa puisi yang dapat diterjemahkan sebagai berikut:

Banyak tafsir di dunia iniNamun saya jamin tidak satupun tafsir yang menandingi “penyingkap”Karenanya bila anda mencari bimbinganPegangilah bacaannyaDan “penyingkap” adalah penyembuh95

Salah satu keistimewaan tafsir ini adalah kebesaran pengarang, yang hampir

menguasai semua keterampilan dan ilmu Bahasa Arab yang sulit dicari

tandingannya. Kelebihan al-Zamakhsyari dibandingkan penafsir-penafsir lain

94 Kamil Y. Avdich, Meneropong Doktrin Islam, (Jakarta: Penerbit al-Ma’arif, 1982) h. 8795 Ibid

Page 56: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

56

adalah pembuktian bahwa al-Quran adalah unik dengan susunan bahasa yang

berkait-kaitan. Al-Zamakhsyari mendapat ilmu kebahasaaraban yang dalam dengan

menetap di Hijaz dalam waktu yang lama dan bergaul dengan orang-orang Arab

padang pasir, yang memiliki bahasa yang terus dipelihara kemurnian dan keindahan

bahasa asli.96

Al-Zamakhsyari tidak hanya mahir dalam bahasa, akan tetapi diakui juga

sebagai salah satu ulama besar aliran Mu’tazilah. Dalam metode tafsirnya ia selalu

berpegangan kepada ayat-ayat yang mempunyai makna jelas (muhkamat), metode

tersebut diambil dari kutipan ayat al-Quran berikut ini “… di antara (isi) nya ada

ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-

ayat) mutsyabihat….”. ayat-ayat mutasyabihat, menurut al-Zamakhsyari harus

disesuaikan maknanya dengan apa yang diungkapkan oleh ayat-ayat muhkamat.

Melalui kitabnya, secara bersamaan dia menunjuk beberapa ayat yang memiliki

makna jelas (muhkamat) yang mengandung ide-ide pokok dan kemudian

merangkum kandungan-kandungan lainnya, sehingga kesemuanya mengalir dalam

satu arus yang harmonis.97

Al-Zamakhsyari tidak percaya pada sihir dan menerangkan semua ayat yang

mengandung kata itu dengan rasional. Demikian juga dia tidak memegangi

kepercayaan umum bahwa jin itu dapat dilihat. Meskipun ia selalu dikritik oleh

lawan-lawannya, ia tetap menunjukkan keteguhan dan kembali menunjukkan bukti-

bukti yang memperkuat pilihan pendapat-pendapatnya.98

96 Ibid. h. 8897 Ibid. h. 8998 Ibid. h. 90

Page 57: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

57

2. Fakhruddin Al-Razi (544-601 H/1149-1209 M)

Apabila Al-Tabari (w.310 H/ 922 M) mewakili para ahli tafsir terkemuka

dengan riwayat (al-tafsir bi al-riwayat) dan Az-Zarkasyi sebagai ahli tafsir bi al-

ra’yi, maka Al-Razi memperkenalkan konsep filosofis murni dalam tafsir (al-tafsir

al-falsafi). Al-Razi hadir ketika ilmu logika mendapat pengakuan sebagai suatu

disiplin tersendiri dan independen yang dia pergunakan sebagai tolak ukur bagi

semua disiplin pengetahuan. Pada masa itu filsafat dan teologi hampir bergabung

dalam satu disiplin, karena filsafat merupakan dasar bagi teologi.99

Al-Razi lahir, dekat kota Teheran, Iran yang sekarang ini. Dia adalah anak

seorang hakim dan ulama, dan kemudian dia dimasukkan ke sekolah hukum

Madzhab Syafi’i. Dia benar-benar ahli dalam semua cabang ilmu, karena itu ia

digelari ensiklopedi berjalan. Sesungguhnyapun sangat berorientasi filsafat, namun

dia tidak menyukai ide-ide Mu’tazilah dan bergabung untuk mengoreksi mereka.100

Kitab tafsirnya berjudul Mafatih al-Ghaib, karya besar ini ia penuhi dengan

berbagai hal yang tidak berhubungan dengan ayat-ayat, karena itulah banyak kritik

yang dilontarkan terhadap tafsirnya. Metode ini ia tempuh untuk menjelaskan dan

membuktikan al-Quran mengandung banyak arti dan ide, baik yang terang, maupun

yang tersembunyi, dan karena itu tidak ada penafsiran dan tidak ada bahan seluas

mungkin yang dapat mencukupinya. Oleh karena itu, ia menulis panjang lebar

tentang surat al-Fatihah yang hanya tujuh ayat itu.101

99 Ibid. h. 91100 Ibid. h. 92101 Ibid. h. 93

Page 58: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

58

B. Ilmu Hadits

Hadits atau sunnah adalah perilaku, ucapan dan persetujuan/ketetapan Nabi,

yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting setelah al-Quran.102

Sedangkan ilmu hadits adalah ilmu yang mengkaji pengutipan secara cermat dan

akurat segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, baik berupa sabda,

perbuatan, ketetapan (taqrir), sifat-sifat fisik dan non-fisik (ilmu hadits Riwayat)

dan ilmu yang membahas tentang para periwayat, syarat-syarat mereka, kelompok-

kelompok riwayat dan hal-hal yang berkaitan (ilmu hadits dirayat).103

Urgensi Ilmu hadits adalah untuk dapat membedakan hadits yang cacat dan

yang utuh, yang lemah (dlaif) dan yang (sahih)104, yang mauquf dan yang marfu’105

dan yang diterima (Makbul) dan yang ditolak (mardud).106 Pengklasifikasian dan

pengidentifikasian ini harus dilakukan untuk memperoleh hadits-hadits yang layak

digunakan sebagai dasar hukum, panduan hidup dan manfaat lainya dalam realisasi

sebagai Muslim yang baik.

Meskipun tidak setara dengan al-Quran, Haidts Nabi memiliki pengaruh

yang sama terhadap perkembangan pemikiran Islam. Dalam hadits, Muhammad

yang berbicara; dalam al-Quran Allah berbicara. Dalam hadits, hanya maknanya

102 Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, terj. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998)h. 2

103 Ibid. h. xi-xii104 Hadits sahih adalah hadits yang muttashil sanadnya melalui periwayatan orang-orang

adil dan dhabit tanpa syadz dan illat (cacat), sedangkan hadits dla’if adalah hadits yang tidak dapatditerima dan tidak memenuhi syarat-syarat hadits dan hasan. Lihat Ibid hal 276 dan 304

105 Hadits marfu’ adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw, secara perkataanperbuatan, ketetapan, dan sifat, artinya sanadnya sampai ke Nabi. Sedangkan hadits mauquf adalahsesuatu yang disandarkan dan disanadkan kepada seorang atau sekelompok sahabat secara perkataan,perbuatan, ketetapan, maksudnya hadits tersebut sanadnya tidak sampai ke Nabi hanya sampai keSahabanya. Lihat Mahmud Taha, Taysir Musthalahul Hadits, (Beirut: Daarul Lilmalayin, 1977) h.104-107

106 Hadits makbul adalah hadits yang memenuhi syarat untuk diterima keabsahannya, baikhadits sahih ataupun hadits hasan. Sedangkan Hadits mardud adalah hadits yang tidak memenuhisyarat keabsahannya seperti mu’allal, mursal, mu’dlal dan lain sebagainya. Lihat Ibid. h. 29-102

Page 59: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

59

yang diwahyukan; dalam al-Quran ungkapan dan maknanya merupakan wahyu

Allah. Landasan utama dalam kajian fiqih dan teologi adalah al-Quran, kemudian

diikuti oleh hadits. Di tengah masyarakat beragama. Orang Islam memiliki

keunikan tersendiri karena mengembangkan satu cabang ilmu yang berangkat dari

sekumpulan tradisi (hadits) keagamaan mereka.107

Setiap hadits yang sempurna terdiri dari dua bagian: rangkaian perawi

(isnad) dan naskah hadits (matn).108 Naskah muncul setelah rangkaian perawi, dan

harus dikatakan secara langsung: A meriwayatkan (haddatsa) kepadaku, bahwa B

meriwayatkan kepadanya dengan otoritas dari C, dengan otoritas dari D, dengan

otoritas dari E, yang berkata bahwa……formula serupa juga digunakan dalan kajian

historiografi dan nasehat-nasehat orang bijak. Dalam semua bidang itu, kritik yang

terlontar biasanya bersifat eksternal, menilai reputasi perawi yang menjadi jaminan

kemurnian hadits dan meneliti kesinambungan jalur riwayat itu sehingga sampai ke

Nabi sebagai pengujar pertama.109

Para ahli sepakat bahwa masa keemasan kajian hadits berada pada abad ke-3

Hijriyah, karena pada abad inilah lahir yang kita kenal sebagai al-kutub al-sittah

(enam kitab hadits) yang paling otoritatif di dunia Islam. Dari enam kitab tersebut,

urutan paling utama dan paling otoritatif ditempati oleh Jami’ al-Sahih yang

disusun oleh Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari (810 – 870 M). al-Bukhari seorang

keturunan Persia memilih 7.397 dari 600. 000 hadits yang ia peroleh dari 1.000 guru

107 Phillip K. Hitti, History of the Arabs, h. 493108 Matn adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung pengertiannya. Sedangkan

isnad adalah rangkaian para perawi yang memindahkan matn dari sumber primernya. Lihat Al-Khatib, Op Cit. h. 11

109 Hitti, Op Cit. 494

Page 60: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

60

dalam waktu rentang waktu 16 tahun perjalanan, dan kerja kerasnya di Basra,

Kufah, Madinah, Persia, Irak, Suriah, Hijaz, dan Mesir.110

Setelah kitab hadits al-Bukhari, posisi kedua ditempati oleh kitab al-Sahih

yang disusun oleh Muslim al-Hajjaj (w. 875 M) dari Naisyabur. Posisi berikutnya

ditempati oleh empat koleksi/buku hadits lain yang dianggap cukup otoritatif oleh

orang Islam. Keempat buku tersebut adalah Sunan Abu Dawud dari Basrah (w. 888

M), Jami’ al-Tirmidzi (w. 892 M), Sunan Ibn Majah dari Qazwin (w. 886 M) dan

Sunan al-Nasa’i yang meninggal di Mekkah pada 915 M.111

Adapun perkembangan studi hadits pada abad-abad selanjutnya merupakan

masa-masa pengembangan dari apa-apa yang telah dirintis oleh pendahulunya,

terutama tokoh-tokoh pada abad ke-3 Hijriyah. Setelah penulisan enam kitab hadits

yang paling otoritatif itu, studi-studi dan karya-karya selanjutnya hanya berkisar

pada kritik (tahqiq) dan pengembangan saja.

Trend tersebut juga berlaku pada perkembangan hadits pada abad keempat.

Pada masa ini muncul beberapa tokoh hadits dan karya-karyanya yang cukup

berpengaruh untuk studi dan perkembangan ilmu hadits pada masa itu dan untuk

masa-masa sesudahnya. Sesuatu yang paling menonjol dari sekian perkembangan

itu, adalah ditulisnya Tahdhib wa Istibsar oleh Muhammad Ibn Hasan Tussi – yang

dikenal sebagai Syeikh Tussi – merupakan salah satu buku dari empat buku utama

Hadits Madzhab Syiah.112 Syeikh Tussi yang hidup pada abad ke-5 Hijriyah

110 M. Atiqul Haque, 100 Pahlawan Muslim Yang Mengubah Dunia, (Yokyakarta::Diglossia, 2007) h. 23-25. lihat juga Hitti, Ibid. h. 495

111 Hitti, Ibid. h. 495112 Kutub al-Sittah merupkan buku-buku hadits utama madzhab Sunni dan diakui juga oleh

mayoritas kaum muslimin, akan tetapi Madzhab Syiah memiliki sendiri empat buku utama (kutub al-arba’ah) yang mereka yakini sebagai rujukan setelah al-Quran. Buku-buku tersebut adalah Kafi,Man La Yahduruhu al-Faqih, Tahdhib wa Istibsar (terdiri dari dua buku). Lihat Majid Ma’arif, “An

Page 61: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

61

memperkenalkan metode yang ia gunakan dalam menulis bukunya itu; yaitu metode

pengumpulan dan penafsiran (interpretasi) dari hadits-hadits yang cacat. Dia telah

menyempurnakan usaha-usaha muhaddits sebelumnya dengan memenuhi perhatian

terhadap area pembahasan ilmiah untuk koleksi hadits sebagai sumber ijtihad dan

fatwa.113

Pada masa ini juga muncul ilmuan hadits yang bernama Abu al-Fadhl

Muhammad Ibn Thahir al-Maqdisy (448 – 507 H). Al-Maqdisi inilah tokoh yang

mula-mula memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam deretan al-Kutub al-Sittah,

dalam karyanya Athraf al-Kutub al-Sittah. Dengan demikian, kitab yang dijadikan

sebagai tumpuan dalam studi hadits berjumlah enam buah. Usaha ini kemudian

diikuti oleh ulama-ulama selanjutnya, yang menyebabkan mayoritas kaum Muslim

mengenal kitab hadits utama yang berjumlah enam itu.114 Al-Maqdisi juga

menyusun Tadzkirah al-Maudlu’at, merupakan buku rujukan terawal tentang

hadits-hadits maudlu’. Buku ini ia tulis secara alfabetis berisikan perawi dan imam

yang menjarh115 perawinya.116

Adapun tokoh-tokoh hadits lain pada periode keempat Dinasti Abbasiyah

adalah Syamsuddin Muhammad Yusuf al-Kirmani (w. 1348 M). Ia merupakan

tokoh pertama yang menulis komentar terhadap Sahih al-Bukhari melalui buku

yang disusunya berjudul al-Kawakib al-Darari.117 Kemudian al-Hafidz al-Nassabah

Abu Bakar Muhammad Ibn Hafs Umar al-Hazimy al-Hamdzani (548 – 584 H) yang

Introduction to the History of Shia Hadits”, dalam Al-Huda: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Islam, Vol. III,Nomor, 12, 2006, h. 131

113 Ibid. 132114 Al-Khatib, Op Cit., h. 291115Jarh adalah munculnya sifat dalam diri perawi yang menodai sifat adilnya atau cacat

hafalanya yang mengakibatkan gugur atau lemah periwayatan haditsnya. Lihat Ibid. h. 233116 Ibid. h. 372117 M. Atiqul Haque, Op Cit., h. 25.

Page 62: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

62

menulis karya terlengkap tentang nasikh dan mansukh hadits, yaitu karya yang

berjudul al-Itbar fi al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar.118 Taqiyuddin Abu Amr

Utsman Ibn Abdirrahaman al-Syahrazury (577 - 643 H) yang lebih dikenal sebagai

Ibn al-Salah, salah seorang pakar Hadits dan tafsir abad ke-7 Hijriyah. Ia mengajar

Hadits di Dar al-Hadits di Damaskus dan menulis beberapa karya penting, tetapi

yang paling populer adalah Ma’arif Anwa’ ‘Ulum al-Hadits, buku ini merupakan

rujukan yang baik tentang pembahasan hadits dla’if.119

Ilmu gharib al-hadits merupakan cabang penting dalam kajian hadits,

karena dengan ilmu ini kata-kata yang tidak jelas dan asing (gharib) yang terdapat

dalam hadits dapat ditemukan solusinya. Dengan ilmu ini juga, dapat memperoleh

pengalaman – pengetahuan yang lebih jauh tentang kata-kata yang asing dan kabur

itu.120 Adapun tokoh-tokoh dan karya- karya yang ditulis dalam bidang ini yang

muncul pada periode keempat Dinasti Abbasiyah adalah Abu al-Qasim Jarullah

Mahmud Ibn Umar al-Zamakhsyari (467 – 538 H) yang menulis karya berjudul al-

Fa’iq fi Gharib al-Hadits. Kitab ini merupakan karya unggulan dalam ilmu gharib

al-Hadits yang dicetak berkali-kali di Haederabad dan Mesir.121 Kemudian karya

selanjutnya dalam bidang ini adalah al-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar

yang disusun oleh Majduddin Abu al-Sa’dat al-Mubarak Ibn Muhmmad al-Jazary

(544 – 606 H). karya yang terdiri dari emapat jilid ini merupakan karya terbaik

dalam bidangnya. Al-Jazary – atau lebih dikenal sebagai Ibn al-Atsir – menulis

118 Al-Khatib, Op Cit. h. 260119 Ibid. h. 293 dan h. 304120 Ibid. h. 252121 Ibid., h. 253

Page 63: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

63

karyanya secara alfabetis, lalu kemudian menyebutkan hadits yang kata-katanya

sulit dan tidak jelas, kemudian menjelaskan maknanya.122

C. Ilmu Fiqih

Setelah orang Romawi, orang Arab adalah satu-satunya bangsa pada abad

pertengahan yang melahirkan ilmu yurisprudensi/hukum, dan dengan dirinya

berkembang sistem yang independen. Sistem tersebut, yang mereka sebut fiqih,

pada prinsipnya berdasarkan atas al-Quran dan sunnah/hadits, yang disebut ushul

(akar, prinsip), dan dipengaruhi oleh sistem Yunani-Romawi. Fiqih adalah ilmu

yang memuat berbagai hukum Islam (syariah), meliputi seluruh perintah Allah

sebagaimana tertuang dalam al-Quran, dan diuraikan dalam hadits yang diwariskan

kepada generasi berikutnya. Perintah-perintah itu meliputi aturan-aturan yang

terkait dengan praktik ibadah, kewajiban sipil, dan hukum (mu’amalat) dan

hukuman (uqubat).123

Dari sekitar 6.000 ayat al-Quran, hanya sekitar 200 ayat yang bisa disebut

ayat-ayat hukum – kebanyakan turun di Madinah – terutama surat ke-2 dan ke-4.

Terlihat jelas bahwa berbagai ketentuan hukum didalamnya tidak cukup memadai124

untuk menangani semua kasus yang dihadapi umat – sipil, kriminal, politik,

keuangan – dalam kondisi, dan situasi baru di Suriah, Irak, dan wilayah lain yang

baru ditaklukkan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah pemikiran spekulatif, yang

122 Ibid., h. 254123 Hitti, Op Cit., h. 496124 Al-Quran disebut “tidak memadai” disini dikarenakan pesan-pesan, hukum-hukum, dan

teori-teori yang dikandung al-Quran masih berbentuk informasi global, jadi untuk menyentuh hal-halyang detail dan menjadi relevan untuk setiap zaman dan tempat, diperlukannlah sebuah penjelasan-penjelasan yang baru dan kontekstual. Penjelasan-penjelasan inilah yang menjadi pemicu munculnyamadzhab-madzhab yang berbeda dalam fiqih Islam.

Page 64: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

64

melahirkan dua prinsip baru: qiyas, yaitu deduksi analogis, dan ijma’, atau

kesepakatan bersama. Jadi, yurisprudensi Islam memiliki sumber baru disamping

al-Quran dan hadits: analogi dan konsensus. Adapun tentang ra’y, yaitu penalaran

rasional, meskipun sering dijadikan sandaran, ia hampir tidak pernah dipandang

sebagai sumber hukum kelima.125

Karena perbedaan kondisi sosial dan latar belakang budaya dan pemikiran

setiap wilayah, pemikiran hukum Islam, pada gilirannya, berkembang ke dalam

sejumlah madzhab pemikiran yang berbeda-beda.126 Oleh karena itu zaman

kejayaan hukum Islam adalah masa dimana muncul empat tokoh yang merupakan

pendiri madzhab terkenal dan masih dianut oleh mayoritas kaum Muslim hingga

saat ini. Mereka adalah Abu Hanifah (w. 768 M) yang mendirikan Madzhab Hanafi,

Anas Ibn Malik (w. 795 M) yang mendirikan Madzhab Maliki, Muhammad Ibn

Idris al-Syafi’i (w. 820 M) yang mendirikan Madzhab Syafi’i, dan Ahmad Ibn

Hambal (w. 855 M) yang mendirikan Madzhab Hambali. Empat madzhab tersebut

dianut oleh kaum Sunni yang merupakan mayoritas kaum Muslim dunia, sedangkan

kaum Syi’ah menganut Madzhab Imam Ja’far (w. 765 M).127

Perkembangan ilmu hukum Islam (fiqih) pada masa keempat Dinasti

Abbasiyah merupakan perkembangan yang berorientasi penegasan terhadap

eksistensi madzhab-madzhab yang lahir pada abad sebelumnya. Apabila kita tilik

secara seksama bahwa perkembangan pada periode ini lebih kentara dengan hanya

pada madzhab-madzhab fiqih aliran Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang lebih dikenal

125 Ibid. h. 497126 Ibid.127 Didin Saefuddin. Zaman Keemasan Islam. h. 162

Page 65: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

65

dengan nama Sunni. Ini disebabkan karena aliran ini merupakan aliran yang legal

dan sah yang didukung oleh Kesultanan Saljuk.

Adapun tokoh-tokoh dan karya-karya yang muncul pada periode ini adalah

tokoh-tokoh yang dominan dalam kajian yang lebih khusus lagi yaitu Ushul Fiqh.128

Kajian ini merupakan sebuah pengembangan dari apa yang telah di rintis oleh Imam

Syafi’i melalui karya monumentalnya al-Risalah. Keutamaan imam Syafi’I dalam

bidang ini telah dijelaskan oleh seorang tokoh bernama al-Zarkasyi (w. 794 H)

dalam kitabnya al-Bahr al-Muht. Ia berkata bahwa Imam Syafi’i adalah figur

pertama yang menulis tentang ushul fiqh. Dia menulis al-Risalah, Ahkam al-Quran,

Ikhtilaf al-Hadits, Ibtal al-Istihsan, Jima’ al-Ilm, dan al-Qiyas buku yang

mendiskusikan tentang kesalahan-kesalahan kelompok Mu’tazilah dan mengubah

fikiran Syafi’i untuk tidak menerima kesaksiannya (testimony). Kemudian tokoh-

tokoh selanjutnya mengikutinya dalam menulis buku-buku tentang ushul fiqih.129

Dalam merespon hal tersebut, kaum Mu’tazilah melalui dua tokohnya juga

menyusun ilmu ushul fiqihnya sendiri. Mereka adalah al-Baqillani (w. 402 H) yang

menulis al-Taqrib wa al-Irsyad adalah buku rujukan utama ushul fiqih hingga abad

kesembilan hijriyah dan ‘Abd al-Jabbar (w. 415 H) yang menulis al-Ahd dan al-

‘Imad. Buku-buku tersebut kemudian di ringkas oleh Imam Haramayn (w. 478 H)

dalam sebuah karya berjudul al-Takhlish (ringkasan). Imam Haramayn juga menulis

karya orisinil sendiri dalam bidang ini yang berjudul al-Burhan.

128 Ushul Fiqih adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahsan yangdijadikan sebagai acuan dan penetapan hukum syariat mengenai perbuatan manusia berdasarkandalil-dalil yang terinci atau kumpulan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dijadikanacuan di dalam pengambilan hukum syariat tentang perbuatan manusia berdasarkan dalil-dalil yangterinci. Lihat Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, terj. (Bandung: Gema Risalah Press, 1997) h.22

129 Waelk B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, terj. (Jakarta: Rosdakarya, 2001) h. 49

Page 66: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

66

Dari madzhab Maliki, tersebutlah dua tokoh yang mempersembahkan

hidupnya untuk bidang ilmu ushul fiqh; mereka adalah Abu Abd Allah al-Mazari

(w. 536 H) dan Abu al-Hasan al-Abyri (w. 616 H) yang menulis komentar terhadap

al-Burhan. Dan dari Madzhab Hambali, perkembangan ushul fiqih dimulai dengan

ditulisnya kitab Taqwim al-Adillah yang ditulis oleh Abu Zayd al-Dabbusi (w. 340

H) yang kemudian diikuti oleh Fakhr al-Islam al-Bazdawi (w. 482 H) yang menulis

kitab Kanz al-Wusul ila Ma’rifat al-Ushul. Buku yang dituli oleh al-Bazdawi ini

kemudian sangat mempengaruhi tokoh-tokoh ushul fiqih madzhab Hambali

selanjutnya, dikarenkan banyaknya buku-buku komentar yang ditulis berdasarkan

kitab al-Bazdawi tersebut.130

Imam al-Ghazali (w. 555 H) merupakan murid dari Imam Haramayn yang

dengannya dapat dipastikan bahwa ia dipengaruhi oleh gurunya dalam bidang ini.

Al-Ghazali yang merupakan tokoh sentral periode ini juga tidak mau ketinggalan

dengan menyusun empat karya sekaligus dalam ilmu fiqih; al-Mankhul adalah buku

pertama yang ditulis untuk kalangan pemula, kemudian Tadhib al-Ushul adalah

buku kedua yang direferensikan kepada karyanya yang lain al-Mustasfa. Buku

ketiganya adalah Syifa’ al-Ghalil fi Bayan al-Sibh wa al-Mukhayyal wa al-Masalik

al-Ta’lil. Buku keempat adalah buku ensiklopedia al-Ghazali tentang hukum

sumber metodologi syariat Islam, buku tersebut adalah al-Mustasfa, adalah karya

yang ditulis al-Ghazali setelah ia berkhalwat dan menyendiri.131

Karya-karya yang muncul pada periode ini dalam bidang fiqih dan ushul

fiqih adalah íhya’ ‘Ulumuddin buku yang terdiri dari empat jilid dan merupakan

130 Ibid. h. 65131 Ibid. h. 66-67

Page 67: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

67

karya terbesar al-Ghazali tentang fiqih dan tasawuf. Fakhr al-Din al-Razi (w. 606

H) menulis al-Makhsul yang terdiri dari enam jilid dan merupakan referensi utama

dalam ushul fiqih. Kemudian Sayf al-Din al-‘Amidi yang menulis buku berjudul al-

Ihkam fi al-Ushul, sebuah karya ringkasan dai empat buku utama ushul fiqih; al-

Mustasfa, al-Burhan, al-‘Ahd, dan al-Mu’tamad.132

Kemudian muncul tokoh bernama Tajuddin al-Armawi (w. 631 H) yang

menulis al-Hasil, karya ringkasan dari al-Mahsul. Qadli al-Baqdlawi menulis

Minhaj al-Wusul ila ‘Ilm al-Ushul yang merupakan ringkasan dari al-Hasil. Akan

tetapi buku ringkasan yang terahir terlalu banyak penyingkatan-penyingkatan yang

mengakibatkan terlalu banyak pesan-pesan yang tidak jelas dan seperti teka-teki,

dan tentunya susah untuk dipahami.133 Ibn Qudamah (w. 620 H.) seorang ulama

madzhab Hambali menulis karya radat al-Nazir wa jannat al-Manzir yang

merupakan ringkasan dari kitab al-Mustasfa al-Ghazali. Dari Madzhab Maliki, al-

Qarafi (w. 684 H.) menulis Tanqih al-Fusul fi Ikhtisar al-Mahsul, merupakan buku

ringkasan al-Mahsul. Muzaffar al-Din al-Sa’ati (w. 694 H) tokoh madzhab Hanafi

menulis kitab Badi’ al-Nizam al-Jami’ Bayna Kitab al-Bazdawi wa al-Ihkam,

merupakan karya perbandingan dua pendahulunya yaitu al-Bazdawi dan Al-

‘Amidi.134

132 Ibid. h. 73133 Ibid. h. 74134 Ibid. h. 75 -78

Page 68: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

68

D. Ilmu Kalam135

Kemunculan Ilmu kalam, menurut Harun Nasution, karena dipicu oleh

persoalan-persoalan politik pada awalnya.136 Hiruk-pikuk peristiwa politik yang

mendorong ke arah persoalan-persoalan politik dimulai pada masa terbunuhnya

Usman Ibn Affan yang kemudian digantikan oleh Ali Ibn Abi Thalib yang

merupakan khalifah terakhir dari empat khulafa al-rasyidin. Pada awal

pemerintahan Ali, keluarga Umayah yang merupakan kerabat Usman menuntut

penuntasan masalah pembunuhan Ali, sedangkan dipihak lain para pembunuh

tersebut merupakan pendukung Ali dan pemrotes kebijakan-kebijakan Usman yang

nepotis. Ini menjadi dilema bagi Ali untuk meredam kekacauan Negara. Ternyata

tindakan yang dipilih Ali adalah memecat semua gubernur yang diangkat oleh

Usman yang merupakan keluarga Umayah dan mengembalikan tanah-tanah yang

dikuasai keluarga umayah kepada Negara.137

Muawiyah yang berkuasa pada saat itu di Syam, tidak mau turun dari

jabatannya meskipun telah dibekukan oleh Khalifah Ali. Muawiyah terus melawan

dan akhirnya mengobarkan perang yang berpuncak pada terjadinya perang Siffin

yang tragis dan terkenal ini. Perang inilah yang mencolok membagi-bagi umat

Islam ke dalam kelompok-kelompok politis dan sebentar saja menjadi aliran-aliran

teologis.

135 Ilmu kalam adalah ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan, kenabian, hal-hal yangbersifat keimanan, dan ajaran-ajaran sam’iyat. Ajaran sam’iyat ini merupakan ajaran yang hanyadikhabarkan oleh al-Quran dan Nabi Muhammad, seperti adanya surga dan neraka, sirath, harikebangkitan dan lain sebagainya. Lihat Ahmad Daudi, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang,1997) h. 5-7

136 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisan Perbandingan, (Jakarta:UI Press 2002) h. 3

137 Ibid. h. 4. Lihat juga Said Aqil Siradj, Ahlussunnah wal Jama’ah: Sebuah KritikHistoris, (Jakarta: Pustaka Cendikia, 2008) h. 23-28

Page 69: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

69

Tersebutlah Khawarij sebagai kelompok pertama yang mencolok pada saat

itu. Kelompok ini terdiri dari orang-orang yang keluar dari pasukan Ali pada proses

terjadinya al-tahkim138 diantara pasukan Ali dan Muawiyah. Kelompok ini

mengkafirkan semuanya kecuali orang-orang mereka sendiri, dari sinilah proses

transformasi persoalan politis ke persoalan teologis tadi. Kemudian muncul

kelompok Murji’ah yang merupakan kelompok pendukung keluarga Umayah.

Kelompok ini menangguhkan penghukuman apakah seseorang baik atau buruk

hingga hari kiamat nanti. Kelompok selanjutnya adalah kelompok Syi’ah yang

merupakan loyalis Ali dan garis keturunan Nabi Muhammad Saw. ketiga kelompok

tersebut merupakan kelompok yang muncul pada awal-awal sejarah Islam dan

hanya kelompok Syi’ah yang masih dianut dan terejawentahkan dalam Negara

Republik Islam Iran di masa modern ini.

Pada masa selanjutnya, muncul kelompok Mu’tazilah yang didirikan oleh

Washil Bin Atha’ (w. 131 H), kelompok ini adalah kelompok teologi Islam yang

beraliran rasionalis. Disebut rasionalis, karena mereka benar-benar menggunakan

akal sebagai alat pencari kebenaran. Bagi mereka akal menempati posisi lebih

penting daripada wahyu. Mereka meyakini adanya lima prinsip utama yang

kemudian menjadi trademark aliran ini.139 Aliran ini menemukan kejayaannya

pada masa Khalifah al-Makmun (w. 833 M) yang menjadikan Mu’tazilah sebagai

madzhab teologis yang legal bagi Negara Islam pada saat itu. Akan tetapi kelompok

138 Al-tahkim atau arbitrase adalah sebuah proses politis berbentuk tindakan memindahkanperang ke meja perundingan dengan mengutus seorang utusan dari masing-masing pihak bertikai.Lihat Masudul Hasan, History of Islam, h. 133

139 Lima prinsip tersebut adalah tauhid, adil, balasan baik bagi yang melakukan kebajikandan siksaan bagi yang berbuat kejelekan, tempat diantara dua tempat, dan yang terakhir perintahuntuk berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk. Lihat Harun, Op Cit. h. 52

Page 70: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

70

ini menemui kemunduran pada masa Dinasti Buwaihi yang syiah itu dan

Kesultanan Saljuk yang melegalkan Asy’ariyah sebagai madzhab Negara.

Aliran al-Asy’ariyah didirikan oleh Abu al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il al-Asy’ari

(w. 935 M) yang sebelumnya merupakan pengikut Mu’tazilah, kemudian keluar

setelah tidak menemukan jawaban yang memuaskan tentang jawaban masalah

mukmin, kafir, dan anak kecil di hari penghisaban dari gurunya al-Juba’i.140

Pada awal kemunculannya aliran ini merupakan respon terhadap ajaran-

ajaran aliran Mu’tazilah. Sebagai penentang Mu’tazilah, aliran ini berpendapat

bahwa Allah mempunyai sifat, mustahil bagi mengetahui dengan zat-Nya, karena

dengan demikian zat-Nya adalah pengetahuan Allah dan Allah sendiri adalah

pengetahuan. Allah bukan pengetahuan tetapi yang Maha Mengetahui. Allah

mengetahui dengan pengetahuan dan pengetahuan-Nya bukan zat-Nya. Demikian

pula dengan sifat-sifat-Nya yang lain, seperti sifat hidup, berkuasa, mendengar, dan

melihat.141

Pada periode keempat Dinasti Abbasiyah, yang pada saat itu kekuasaan

sebenarnya adalah kesultanan Saljuk, paham Asy’ariyah menjadi madzhab teologi

yang legal bagi Negara. Ini diperkuat dengan lahirnya seorang teolog muslim

terbesar dan pendukung Asy’ariyah lahir pada masa ini. Dia adalah Abu Hamid al-

Ghazali (1058 – 1111 M). al-Ghazali menegaskan keberadaan dan peran kelompok

ini dengan menulis sebuah karya monumental; Ihya’ ‘Ulum al-Din, buku yang

terdiri dari 4 jilid ini adalah buku yang sangat berpengaruh dan menjadi buku

pegangan dunia Islam sampai sekarang.

140 Harun, Ibid. h. 68141 Ibid. h. 69-70

Page 71: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

71

Dalam Íhya’ Ulum al-Dlin dan karya-karya lain semisal Fatihat al-Ulum,

Tahafut al-Falasifah, al-Iqtishad fi al-I’tiqad, spekulasi madzhab ortodoksi Islam,

meminjam bahasa Phillip K. Hitti, mencapai titik puncakny. Karya-karya tersebut

menurunkan fiqih dari tingkatan tertinggi yang pernah dicapai, menggunakan

dialektika Yunani untuk membangun sistem pragmatis dan memanfaatkan filsafat

untuk mengembangkan teologi ortodoks,142 yang kemudian dikenal sebagai

golongan Sunni Islam.

Pada awal mula kekuasaan kesultanan Saljuk tepatnya pemerintahan Tughril

Bek, Asy’ariyah merupakan aliran yang dilarang dan pemuka-pemukanya

ditangkap. Diantara pemuka aliran ini yang ditangkap adalah Abu al-Qasim al-

Qusyairi (w. 1074 M). sedangkan Imam Haramayn, guru al-Ghazali, melarikan diri

ke Hijaz. Perburuan itu berhenti setalah Alp Arslan (1063-1092 M) mengangkat

Nizham al-Muluk (w. 1092 M) sebagai perdana menteri menggantikan al-Kunduri,

perdana menteri masa Tughril Bek yang Mu’tazilah itu.143 Nizham al-Muluk inilah

yang mengokohkan keberadaan Asy’ariyah melalui institusi sekolah yang

didirikannya dengan nama Madrasah Nizham al-Mulk, tempat al-Ghazali belajar

dan menjadi pengajar di situ.

Pada masa ini juga tumbuh suatu aliran, yang merupakan bagian dari

golongan Sunni disamping Asy’ariyah, yaitu al-Maturidyah. Aliran ini didirikan

oleh Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi (w. 944

M). Tokoh al-Maturidyah pada periode ini adalah Abu al-Yusr Muhammad al-

Bazdlawi (421 – 493 H). Nenek al-Bazdlawi adalah murid dari al-Maturidi,

142 Hitti, Op Cit., h. 545-546143 Harun, Op Cit, h. 75

Page 72: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

72

sehingga ia belajar aliran al-Maturidyah dari keluarganya. Al-Bazdawi mempunyai

murid-murid dan salah satu dari mereka adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi

(460-537 H) yang menulis kitab berjudul al-‘Aqaid al-Nasafiyah.144

Tokoh-tokoh aliran Sunni yang lain pada periode ini adalah al-Juwaini (w.

478 H), Al-Razi (w. 606 H) dan al-Syahrastani (w. 548 H.). Tokoh yang terakhir

merupakan penulis buku terkenal berjudul al-Milal wa al-Nihal tentang patologi

aliran-aliran Islam yang menjadi rujukan utama dalam disiplin ini.145 Al-

Syahrastani lah yang menegaskan bahwa Syi’ah adalah mereka yang mengikuti Ali

secara khusus dengan menempatkan kepemimpinan (imamah) dan kekhalifahan

(khilafah) secara tekstual dan wasiat tidak terlepas dari keturunan Ali.146 Tokoh-

tokoh Mu’tazilah pada periode ini adalah al-Zamakhsyari (w. 1144 M). pemikiran-

pemikiran Mu’tazilah dapat ditemukan dalam beberapa karyanya, seperti kitab

tafsir ál-kassaf, dan kitab-kitan lainnya: al-Faiq, Asasaul al-Balaghah, dan al-

Mufassal. Dan dalam tulisan-tulisannya ia sendiri menegaskan kemu’tazilahan

dirinya dan ia kemukakan pada forum-forum ilmiah.147

Aliran selanjutnya yang baru muncul pada periode ini adalah aliran Salaf.

Aliran ini secara konkrit muncul pada abad keempat Hijriyah oleh para pengikut

Imam Ahmad Ibn Hambal yang berupaya menghidupkan kembali dan membela

metode serta akidah salaf. Istilah salaf disini menunjuk kepada arti generasi

terdahulu, yaitu generasi para sahabat Nabi dan tabi’in.148 jadi yang dimaksud

144 Ibid. h. 78145 Siradj, Op Cit, h. 7146 Ibid. h. 29147 A. Hanafi, Teologi Islam, (Jakarta: al-Husna Zikra, 2001) h.68-69148 Tabi’in adalah pemuka-pemuka Islam yang sempat bertemu dengan para sahabat

Rasulullah, dan disyratkan bertemunya secara real tidak lewat mimpi, Lihat al-Khatib, Ushul al-Hadits, h. 72

Page 73: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

73

dengan aliran salaf adalah aliran yang berupaya menghidupkan kembali dan

membela metode serta pemikiran kalam yang ditampilkan oleh generasi para

sahabat dan tabi’in.149 Tokoh- tokoh aliran Salaf adalah Abu Isma’il al-Anshari al-

Huwairi (w. 481 H.) yang menginisiasi penolakan terhadap aliran Madzhab

Asy’ariyah. Perjuangan al-Huwairi diteruskan oleh Ibn Qudamah al-Maqdisi (w.

620 H.).150 Akan tetapi aliran ini baru menemukan momentumnya pada saat

munculnya tokoh utama mereka, Ibn Taimiyah (1263-1328 M), yaitu setelah

keruntuhan Bani Abbasiyah.

Dominasi kualitas dan kuantitas Madzhab Asy’ariyah pada periode ini tidak

lepas dari dukungan politik Kesultanan Saljuk yang melegalkan madzhab ini

sebagai madzhab Negara. Tidak hanya itu, keberadaan Asy’ariyah semakin

dipertegas lagi dengan didirikannya Madrasah Nizhamul Mulk yang berfungsi

sebagai produsen para ahli dan tokoh yang akan membesarkan Asy’ariyah di masa

selanjutnya, seperti al-Ghazali.

E. Tasawuf

Secara etimologis, Kata tasawuf berasal dari kata suff yang berarti wol atau

bulu domba, dikatakan juga berasal dari shafa’ yang berarti suci dan bersih, dan ada

yang mengatakan berasal dari bahasa Yunani Sophia yang berarti kebijaksanaan.151

Sedangkan menurut istilah, sebagaimana disimpulkan oleh al-Junaedi

mengutip dari pendapat-pendapat para ahli, tasawuf adalah membersihkan hati dari

149 Surya A. Jamrah, “Aliran Salaf dan Pemikiran Kalamnya” dalam Amin Nurdin dan AfifiFauzi Abbas ed., Sejarah Pemikiran dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Antara, 1996) h. 37

150 Daudi, Kuliah Ilmu Kalam., h. 116151 Rosihan Anwar & Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000) h. 9-

10

Page 74: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

74

apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan

pengaruh budi uang asal (insting) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita

sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci

kerohanian dan bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai yang penting dan

terlebih kekal, menaburkan nasihat kepada semua umat manusia, memegang teguh

janji dengan Allah dalam hal hakikat dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal

syariat.152

Tentang asal-mula munculnya tasawuf dalam Islam terkemuka beberapa

teori-teori, yang dikumpulkan Harun Nasution sebagai berikut:

Pertama, pengaruh Kristen dengan paham menjauhi dunia dan hidup

mengasingkan diri dalam biara-biara. Dalam literatur Arab memang terdapat

tulisan-tulisan tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri di padang pasir Arabia.

Lampu yang mereka pasang malam hari menjadi petunjuk kafilah yang lalu, kemah

mereka yang sederhana menjadi berlindung bagi orang yang kemalaman dan

kemurahan hati mereka menjadi tempat memperoleh makan bagi musafir yang

kelaparan. Dikatakan bahwa zahid dan sufi Islam meninggalkan dunia, memilih

hidup sederhana dan mengasingkan diri, adalah atas pengaruh cara rahib-rahib

Kristen ini.153

Kedua, filsafat mistik Phytagoras yang berpendapat bahwa roh manusia

bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan dan jasmani

merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh yang sebenarnya ialah di alam

samawi. Untuk memperoleh hidup senang di alam samawi, manusia harus

152 Ibid. h. 13-14153 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1999) h.

55

Page 75: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

75

membersihkan roh dengan menanggalkan hidup materi, yaitu zuhud, dan

selanjutnya berkontemplasi. Inilah menurut pendapat sebagian orang yang

mempengaruhi timbulnya gerakan zuhud dan sufisme dalam Islam.154

Ketiga, falsafah Emanasi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini

memancar dari zat Tuhan Yang Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan dan akan

kembali ke Tuhan. Tetapi dengan masuknya roh ke alam materi, Ia menjadi kotor;

dan untuk dapat kembali ke tempat asalnya roh harus terlebih dahulu dibersihkan.

Penyucian roh ialah dengan meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan.155

Keempat, ajaran Budha dengan paham nirwananya. Untuk mencapai

nirwana, orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Paham

fana’ yang terdapat dalam sufisme Islam hampir serupa dengan paham nirwana

Budha.

Kelima, ajaran-ajaran Hinduisme yang juga mendorong manusia untuk

meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai persatuan dengan

Brahma (Dewa tertinggi agama Hindu).156

Disamping pendapat tentang pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi

kelahiran tasawuf, kita dapat menemukan banyak sekali pesan-pesan yang

merupakan inti dari ajaran sufisme Islam tersebut, seperti di al-Baqarah 2: 186157 &

115,158 Qaaf 50: 16,159 al-Anfal 8: 17,160 dan juga beberapa hadits Nabi yang

154 Ibid. h. 55-56155 Ibid. h. 56156 Ibid.157 “Jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka Aku dekat dan mengabul-kan

seruan yang memanggil jika Aku dipanggil” (al-Baqarah, 2:186)158 “Timur dan Barat adalah kepunyaan Allah, ke mana saja kamu berpaling di situ ada

wajah Allah” (al-Baqarah, 2:115159 “Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya kepadanya.

Kami lebih dekat kepada manusia daripada pembuluh darah yang ada di lehernya : (Qaaf, 50:16)

Page 76: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

76

menyatakan bahwa “orang yang mengetahui dirinya, itulah orang yang mengetahui

Tuhannya” dan “Aku (Allah) adalah seperti harta yang tersembunyi, kemudian Aku

suka untuk dikenal, maka Aku ciptakan makhluk dan melalui Aku merekapun kenal

padaKu”161

Para ahli berpendapat pemakaian kata “tasawuf” untuk kelompok dan

ajaran-ajaran ini tidak dapat dipastikan, akan tetapi beberapa ahli seperti Abu al-

A’la ‘Afifi menyebut gerakan ini sebagai zuhd atau asketisme.162 Jadi Abu al-A’la

‘Afifi mengindentifikasi mereka pada masa-masa awal yaitu para sahabat sebagai

asketis Islam (zahid).163 Mereka yang dari gologan sahabat yang berada pada abad

pertama hijriyah adalah Abu Bakar al-Shiddiq, Umar Ibn al-Khattab, Ali Ibn Abi

Thalib, dan Salman al-Farisi. Sedangkan golongan asketis Islam pada abad kedua

hijriyah adalah Ibrahim Ibn Adham (w. 161 H), Daud al-Tha’i (w. 165 h), al-

Fudhail Ibn ‘Iyadh dan Syaqiq al-Balakhi (w. 104 H), serta Rabi’ah al-Adawiyah

(185 H) sufi wanita yang terkenal dengan paham mahabbahnya (cinta).164

Tetapi setelah memasuki abad ketiga Hijriyah, mulai ditemukan para tokoh

yang menggunakan kata “tasawuf.” Penggunaan kata ini tidak terlepas dari karya-

karya yang ditulis dalam bidang ini. Adapun para penulis pertama dalam bidang ini

adalah al-Harits Ibn Asad al-Muhasibi (w. 243 H) yang menulis al-Ri’ayah li

Huquq al-Insan, al-Kharraz (w. 277 H) yang menulis al-Thariq ila aw Kitab al-

Shidiq, dan Dzun Nun al-Mishri (w. 245 H) yang menulis kitab al-Qalam ‘ala al-

160 “Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tetapi Allahlah yang membunuh mereka, danbukanlah engkau melontar , tetapi Allahlah yang melontar” (al-Anfal, 8:17)

161 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 57-58162 Zuhd atau asketisme adalah ajaran upaya untuk membersihkan diri dari hal-hal yang

bersifat duniawi. Lihat Ibid. h. 56163 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. (Bandung:

Penerbit Pustaka) h. 57164 Ibid. h. 56-57. Lihat juga Harun Nasution, Filsafat dan Mistisime…, h. 62-64

Page 77: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

77

Basmalah.165 Maka dengan fenomena tersebut, banyak para ahli mengatakan bahwa

tasawuf lahir pada aba ketiga hijriyah.166 Ditambah lagi, pada abad inilah peralihan

nyata pada asketisme Islam; dan para asketis masa itu tidak dikenal dengan gelaran

tersebut, tapi mereka lebih dikenal dengan sebutan sufi.

Selain yang tersebut di atas banyak sekali tokoh-tokoh tasawuf yang lahir

pada masa abad ketiga hijriyah, mereka adalah Ma’ruf al-Karkhi (w. 200 H)

merupakan orang pertama yang mendefinisikan tasawuf,167 Abu Sulaiman al-darani

(w. 215 H), al-Hakim al-Tirmidzi (w. 285 H), dan al-Junaid (297 H), Abu Hamzah

al-Bagdadi (289 H), abu al-Husein al-Nuri (w. 295 H), al-Siri al-Saqathi (w. 253 H),

dan Abu Yazid al-Bustami (w. 261 H).168

Pada abad keempat muncul sufi yang sangat terkenal dan menjadi pahlawan

golongan ini sampai sekarang, ia adalah al-Husain Ibn Manshur al-Hallaj (w. 309

H). Sufi ini terkenal dengan ucapannya “ana al-Haqq” yang berarti aku adalah

kebenaran atau Tuhan, meskipun ia harus menukar keyakinan dan keasyikannya

dirasuki tuhan (hulul) harus dibayar dengan hukum pancung. Tokoh lain yang juga

terkenal karena karyanya Risalah al-Qusyairiyah yang begitu berpengaruh adalah

‘Abdul Karim Ibn al-Hawazin yang kemudian dikenal sebagai al-Qusyairi (376).

Tokoh -tokoh lain pada abad ini adalah Yahya Ibn Mu’adz al-Razi (w. 358 H),

Samnu (w. 928 M), Ibn Khafi (w. 982 M), Abu Nasr al-Sarraj (w.988 M), Abu Bakr

165 Ibid. h. 91, 98, 101, & 102166 Ibid. h. 91167 Menurut al-Karkhi, tasawuf didefinisikan sebagai menimba hakikat realitas-realitas dan

berputus asa terhadap apapun yang di tangan makhluk.168 Ibid. h. 91-118

Page 78: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

78

al-Kalabadi (w. 995 M) yang menulis al-Ta’rif li Madzhab Ahl Tasawwuf, dan Abu

Thalib al-Makki (w. 996 M).169

Dalam pembagiannya, tasawuf dibagi menjadi dua jenis; pertama tasawuf

akhlaqi, yaitu para penjalannya memagari tasawuf dengan al-qur’an dan al-sunnah,

dan mengaitkan keadaan (hal) dan tingkatkan (maqam) rohaniah mereka. Kedua,

tasawuf falsafi adalah penjalannya cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil

(syatahat) dan bertolak dari keadaan fana’ menuju pernyataan terjadinya penyatuan

(ittihad) dan hulul (inkarnasi).170

Tasawuf falsafi berkembang dengan pesat pada abad ketiga hijriyah, dengan

munculnya Abu Yazid al-Bustami yang terkenal dengan ajaran ittihadnya171 dan

abad keempat hijriyah dengan lahirnya al-Hallaj dengan ajarannya hulul.172 Akan

tetapi pada abad kelima hijriah tasawuf jenis ini meredup dan tasawuf jenis pertama

berkembang pesat alasan para ahli dengan fenomena ini adalah faktor asy’ariyah

dengan tokohnya Abu Hasan al-Asy’ari yang mengecam aliran-aliran tasawuf abad

sebelumnya (ketiga dan keempat hijriah). Asy’ari secara khusus mengecam

tasawufnya Abu Yazid al-Bustami sebagai tasawauf ekstrim dengan ucapan-ucapan

yang ganjil seperti “inna Allah fi al-Jubbati”173 dan bentuk-bentuk penyimpangan

169 Mas’udul Hasan, History of Islam I, h. 616170 Anwar dan Solihin, Op Cit. h. 97 & 143171 Al-ittihad adalah suatu tingkatan (maqam) dalam tasawuf dimana seorang sufi merasa

dirinya bersatu dengan Allah; suatu tingkatan dimana makhluk dan khalik, pecinta dan yang dicintaibersatu. Lihat Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme..., h. 81

172 Hulul menurut Abu Nasr al-Thusi adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhanmemilih tubuh-tubuh manusia untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaanyang ada dalam tubuh itu dilenyapkan (fana’). Lihat Ibid. h. 88

173 “sesungguhnya Allah berada dalam Jubahku”

Page 79: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

79

aliran-aliran lainnya.174 Ini dipertegas dan diperkokoh lagi dengan dijadikannya

faham Asy’ariah sebagai mazdhab legal Negara.

Karena itu, tasawuf abad kelima hijriyah cenderung mengadakan

pembaharuan yakni dengan mengembalikannya kelandasan al-Qur’an dan al-

Sunnah. ‘Abdul Karim ibn al-Hawzin (w. 465 H), menulis karya terkenal dan

berpengaruh risalah al-Qusyairiyah, yang kemudian dikenal sebagai al-Qusyairi

yang merupakan tokoh menonjol pada abad ini.175 Tokoh inilah yang sering

mengkritik aliran-aliran tasawuf yang menyimpang, diantara kritik-kritiknya yang

terkenal adalah tentang para sufi yang gemar mengenakan pakaian orang miskin, ia

berkata:

“Duhai saudaraku! Janganlah kau terpesona oleh pakaian lahiriah maupun sebutanyang kau lihat (para sufi sezamannya). Sebab ketika hakikat realitas-realitas itutersingkaplah, niscaya tampak keburukan para sufi yang mengada-ada dalamberpakaian….setiap tasawuf yang tidak dibarengi kebersihan maupun penjauhandiri dari maksiat adalah tasawuf palsu serta memberatkan diri; dan setiap yangbatin itu bertentangan dengan yang lahir adalah keliru…..dan setiap tauhid yangtidak dibenarkan al-Qur’an dan al-Sunnah adalah pengingkaran Tuhan sertabukannya tauhid; dan setiap pengenalan terhadap Allah (ma’rifat) yang tidakdibarengi kerendahan hati maupun kelurusan jiwa adalah palsu dan bukanpengenalan terhadap Allah”.176

Tokoh-tokoh lain pada abad ini adalah Ali al-Hujwiri (w. 1092 M), penulis

buku berjudul kasaf al-mahjub, merupakan karya berisikan petunjuk-petunjuk

kesufian kemudian tersebut juga Abu al-Qasim al-Burghani (w. 1076 M), Abu Ali

al-farmadhi al- Thusi (w. 1083 M) yang menulis al-Luma’, Abdullah al-Anshari (w.

1088 M)., yang dikenal sebagai al-Harawi penilis Manzil al-Sairin ila Rabb al-

174 Al-Taftazani, Op Cit., 140-141175 Ibid. h. 142176 Ibid. h. 143

Page 80: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

80

Alamin, buku yang menjelaskan tingkatan-tingkatan para sufi (maqamat), dan Abu

Bakr al-Nassaj (w. 1094M).177

Pandangan para sufi abad kelima, sebelum lahir nya al-Ghazali tentang ilmu

tasawuf dapat digeneralisasi bahwa mereka menjelaskan tasawuf bukan merupakan

sebuah aliran/sekte dalam islam dan bukan gerekan separatis (pembangkang), itu

hanya gerakan reformis yang bertujuan mereformasi dan menghidupkan ajaran-

ajaran murni islam (revivalis).178

Sufi yang paling besar dan paling berpengaruh yang lahir pada abad ini

adalah Abu Hamid al-Ghazali (451-505 H). ia adalah tokoh terbesar yang pernah

dilahirkan oleh islam, tokoh yang hampir semua ilmu, ketika ia hidup, selalu ia

pengaruhi dan berkontribusi sangat besar. Dalam tasawuf, kontribusi besarnya

adalah mensintesiskan antara syariat dan tasawuf, yang pada mulanya selalu terlihat

bertentangan. Melalui karyanya Ihya’ Ulum al-Din, al-Ghazali menjelaskan dengan

gamblang antara syariat dengan tasawuf, bahwa keduannya selaras dan sesuai

dengan ajaran-ajaran islam (al-Qur’an dan Hadist), sehingga buku tersebut dikenal

sebagai karya fiqh/sufi pertama dalam literatur islam. Selain itu, al-Ghazali juga

menulis karya sufi lainnya seperti al-Munqidz min al-Dlalal buku autobiografisnya,

yang merupakan petunjuk untuk meraih cahaya kebenaran dan juga Kimiya’ al-

Sa’adat buku yang memberikan kunci kesenangan hidup dengan mengikuti ajaran

islam.179

177 Mas’udul Hasan, Op Cit. h. 617178 Ibid. h. 618

179 Ibid. h. 619

Page 81: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

81

Al-Ghazali berpendapat bahwa tasawuf dicanangkan untuk membersihkan

jiwa seorang menempuh jalan Sufi (al-mutasawif), membeningkannya,

mencerahkannya dan menyiapkan diri untuk mencapai ma’rifat (pengetahuan

ketuhanan). Al-Ghazali juga menyusun aturan-aturan dan etika jalan Sufi terinci,

misalnya mengenai tata tertib perhubungan murid dan sang guru (mursyid/syaikh),

pengisolasian diri, penahanan lapar, tidak tidur malam hari, tafakkur, selalu ingat

Allah dan sebagainya. 180

Pandangan al-Ghazali tersebut mempengaruhi generasi sufi sesudahnya,

yaitu generasi sufi abad keenam dan ketujuh hijriyah pada kedua abad tersebut,

tasawuf telah menjadi falsafah hidup bagi sebagian masyarakat islam. Tasawuf

menjadi memiliki aturan-aturan, prinsip-prinsip, dan sistem-sistem khusus; dimana

sebelumnya ia hanya dipraktekan sebagai kegiatan-kegiatan pribadi disana-sini

tanpa ada ikatan satu sama lainnya.181

Dalam periode inilah kata tarikat (thariqah) pada para sufi mutakhir

dinisbatkan bagi sejumlah sufi yang tergabung dengan seorang guru dan tunduk

terhadap aturan-aturan terinci dalam jalan rohaniah, yang hidup secara kolektif di

berbagai zawiyah, rabath, dan kahanaqah.182 Atau berkumpul secara periodik

dalam acara-acara tertentu serta mengadakahn pertemuan sistematis baik yang

ilmiah dan rohaniah. Di antara tarikat-tarikat yang terkenal pada periode ini adalah

1.Tarikat al-Qadirriyah

180 Al-Taftazani, Op Cit., 234181 Ibid. h. 235

182 Rabath, Zawiyah, dan Khanaqah merupakan tempat-tempat tertentu dimana para anggotadan syaikh suatu tarikat berkumpul pada perode tersebut. Lihat Ibid. 236

Page 82: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

82

Tarikat ini didirikan oleh Abdul Qadir Jailani (470-561 H). dalam fiqh, yang

menempati posisi yang sama pentinganya dengan al-Ghazali, seperti al-Ghazali, al-

Jailani mengaitkan al-Qur’an dan al-Sunnah. Diantara ucapan-ucapan terkenalnya

adalah “…selama anda masih memelihara diri anda sendiri, maka anda masih

terhalang dari Tuhan anda”.183 Dan “tanda cinta kepada akhirat adalah sikap asketis

(zuhd) terhadap hal-hal duniawi. Dan tanda cinta kepada Allah adalah ketidak

butuhan terhadap hal-hal selainnya.184

Mengenai tarikat ini, Ali Ibn al-Hitti berkomentar ‘tarikatnya adalah tauhid

semata, disertai kehadiran dalam sikap sebagai hamba Allah;” sedangkan Ibnu

Musyafir mengomentari tarikatnya al-Jailani; “tarikatnya adalah kepasrahan pada

alur-alur ketentuan Tuhan dengan persepakatan kalbu maupun ruh, penyatuan batin

dan lahir, dan penyucian diri dari tabiat-tabiat jiwa. Tarikat al-Qadirriyah, menurut

Trimingham, tarikat al-Qadirriyah dianut berjuta-juta orang diseluruh dunia sampai

sekarang, seperti di Yaman,Syiria,Mesir, Sudan dan banyak dari kawasan Asia dan

Afrika.185

2. Tarikat al-Rifa’iyah

Pada masa Abdul Qadir Jailani, terdapat pula seorang tokoh sufi dari Irak,

Ahmad Rifa’i (w.578 H), pendiri tarikat al-Rifa’iyah. Seperti tarikat al-Qadirriyah,

tarikat al-Rifaiyah tersebar luas keberbagai kawasan islam dan sampai sekarang

berkembang di Mesir maupun dunia islam lainnya di Mesir tarikat ini

183 Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996) h. 4184 Ibid. h. 5185 Ibid. h. 10

Page 83: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

83

dikembangkan oleh murid Ahmad al-Rifa’i yaitu Abu al-Fath al-Wasithi (w. 580

H).186

Ajaran-ajaran tasawuf Rifa’i banyak diriwayatkan al-Sya’rani antara lain

tentang asketisme/zuhd yangt bermakna bahwa landasan keadaan-keadaan yang

diridhai dan tingkatan-tingkatan yang disunnahkan. Hal ini adalah langkah pertama

orang-orang yang menuju Allah, mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah,

mendapat ridha dari Allah dan bertawakkal kepada Allah, barang siapa menguasai

landasan kezuhudan, maka langkahnya selajutnya belum lagi benar.187

3. Tarikat al-Suhrawardiyah

Tarikat uni didirikan oleh Abu al-Najib al-Suhrawardi (490-563 H), yang

menulis karya Adab al-Muridun, bersama saudaranya, Syihabuddin Abu Hash

Umar al-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H) juga menulis buku tasawuf lainnya

berjudul Awarif al-Ma’arif, ia juga dijuluki sebagai syaikh al-syuyukh (guru dari

para guru). Keduanya sering tumpah tindih dengan tokoh islam yang bernama

Suhrawardi lainnya yaitu Syihabuddin al-Futuh Yahya ibn Habasy ibnu Amirak al-

Suhrawardi( w. 548-587 H), yaitu seorang filsuf pendiri aliran filsafat emanasi atau

isyraqiyah.188

Suhrawardi al-Baghdadi dianggap sebagai pendiri sebenarnya tarikat ini, dia

hanya tidak berpengaruh pada murid-muridnya tapi para sufi sezamannya. Dalam

186 Al-Taftazani, Op Cit., 236187 Ibid. h. 237

188 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 143. lihat juga al-Taftazani Op Cit., h. 238.Filsafat emanasi adalah filsafat yang memiliki ajaran bahwa Allah adalah cahaya dan menciptakansegala sesuatu menurut tingkatan melalui pancaran cahayanya, tingkatan-tingkatan cahaya (gradasi)tersebut membentuk herarki yang sekaligus juga berdiri sejajar denga barzakh (aspek kegelapan)dari cahaya tersebut; semakin jauh cipratan cahaya dari cahaya asal (Tuhan) maka semakin kuatunsur barzakhnya, dunia materi adalah gradasi terendah dalam herarki tersebut dikarenakan diduniainilah barzakh sangat kuat mendominasi. Lihat Mulyadi Kartanegara, Gerbang Kearifan, (Jakarta:Lentera Hati, 2006) h.40

Page 84: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

84

bukunya, ia membahas tentang latihan-latihan rohaniah praktis, seperti kehidupan

sufi, hidup menyendiri, dan getaran hati. Dia juga menaruh perhatian terhadap

masalah-masalah tingkatan dan keadaan ma’rifat dan sebagainya.189

Pada abad keenam dan ketujuh hijriyah banyak juga lahir tarikat-tarikat yang

terkenal akan tetapi berada di luar kekuasaan Dinasti Abbasiyah saat itu. Mereka

adalah tarikat al-Syadziliyah, didrikan oleh Abu Hasan al-Syadzili (w. 686 H),

tarikat Ahmadiyah, didirikan oleh Ahmad al-Bazdawi (596-675 H), dan tarikat al-

Birhamiyah, didirikan oleh Ibrahim al-Dasuqi al-Qursyi (676 H). ketiga tarikat

tersebut lahir di Mesir.190 Tarikat-tarikat lain yang muncul pada abad-abad ini

adalah, tarikat al-Kubrawiyah, yang dinisbatkan kepada Najmuddin Kubra (w. 540-

618 H) yang lahir di Persia dan tarikat al-Syisytiyah yang didirikan oleh

Mu’inuddin Hasan al-Syisyti (517-623 H) merupakan tarikat yang lahir di Sijistan

dan berpengaruh hingga India.191

Selain fenomena tarikat-tarikat yang menjamur pada periods keempat Dinasti

Abbasiyah, tepatnya pada abad keenam dan ketujuh hijriyah, kita juga mendapati

beberapa tokoh-tokoh besar sufi yang lahir pada masa ini mereka adalah , Ibn

A’rabi, Jalaluddin Rumi, dan Ibn al-Farid.

Muhyiddin ibn A’rabi atau yang lebih dikenal dengan nama Ibn A’rabi adalah

sufi kelahiran Spanyol di Murcia tahun 1165. Di masukkan dalam studi ini karean ia

menghabiskan sebagian besar hidupnya didaerah kekuasan Dinasti Abbasiyah pada

saat itu setelah ia belajar di Sevilla ia pindah ke Tunis tahun 1194 dan disana ia

189 Al-Taftazani, Op Cit., 238

190 Al-Taftazani, Op Cit., 238-240

191 Ibid. h. 242-243

Page 85: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

85

mempelajari tasawuf.192 Ditahun 1202 M ia pergi ke Mekkah dan meninggalkan

Damaskus setelah ia merampungkan dua karya tebesarnya Futuhat al-Makkiyah dan

Fushus al-Hikam, karya terakhir, ia klaim diterima dari nabi Muhammad Saw

melalui mimpi di antara ajaran-ajaran yang berpengaruh.

Diantara ajaran-ajaran yang berpengaruh dan terkenal adalah paham Wahdhat

al-Wujud atau kesatuan wujud. paham mengajarkan tidak ada wujud lain yang

sebenar-benarnya kecuali wujud Allah (khaliq) dan wujud alam (makhluq) adalah

wujud yang sama, tidak ada perbedaan diantara keduanya dari segi hakikat,

perbedaan itu hanyalah pandangan indera dan akal saja karena hakekat wujud itu

adalah wujud Allah sendiri.193 Menurut Harun Nasution, ajaran ini muncul dari

paham bahwa Allah ingin melihat diri-Nya diluar diri-Nya dan oleh karena itu

dijadikan-Nya alam ini, maka alam ini dan hal-hal diluar diri-Nya adalah cermin

bagi Allah.194

Selanjutnya, adalah Jalaluddin Rumi (1207-1273 M) adalah penyair dan sufi

dari Persia. Dialah penyair terbesar, sufi terbesar di dunia Timur dan Barat. Ia

termasuk dalam salah seorang penyair sufi humanis. Tarikat Mawlawiyyah, tarikat

yang dinisbatkan kepadanya adalah tarikat yang menjadikan musik dan tarian

sebagai sesuatu yang istimewa dalam ritual mereka. Rumi juga dikenal dengan

nama Mawlana.195

Rumi meninggalkan dua karya yang tak tenilai dan kenang-kenangan abadi:

Diwan (yang terdiri dari empat puluh ribu bait) dan Matsnawi (yang terdiri dari dua

192 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. h. 92. Lihat juga Husayn AhmadAmin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2001) h. 208

193 Anwar & Solihin, h. 146194 Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. H. 92

195 Husayn Ahmad Amin, Op Cit., h. 211

Page 86: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

86

puluh lima ribu tujuh ratus bait). Diwan merupakan kumpulan kasidah yang

terpisah-pisah satu sama lain. Setiap kasidah mempunyai wazn (prinsip dalam syair)

dan topik sendiri. Semuanya bersumber dari imajinasi spontan, begitu pula

pembuatan lafalnya. Sedangkan Matsnawi merupakan karya yang didiktekan yang

tidak teratur serta sulit ditertibkan dan diluruskan.196

Penulisan Matsnawi menghabiskan waktu tiga belas tahun, didalamnya

terhimpun campuran kisah-kisah kepahlawanan, kebijaksanaan, dan lain-lain, serta

perenungan filosofis yang dimaksudkan sebagai usaha menggambarkan sosok

sufisme dan penafsirannya.Abdurrahman al- Jami, mengatakan bahwa Matsnawi

merupakan al-Qur’an berbahasa Persia.197 salah satu pemikirannya yang cukup

berpengaruh adalah tentang cinta dan evolusi. Cinta menurut Rumi adalah daya

dimana evolusi alam ini terjadi, Rumi menjelaskan ketika batu, sebagai makhluk

yang mencintai Allah yang hidup didunia material maka ia menambah kualitas-

kualitas dirinya sehingga ia mencapai dunia tumbuhan. Sebagai tumbuhan ia merasa

jauh dari yang dicintai, maka ia kembali menambah kualitas-kualitas dirinya,

sehingga ia mencapai dunia hewan. Sebagai hewan ia merasa masih jauh dari yang

dicintai, maka ia kembali menambah kualitas-kualitas dirinya, sehingga ia mencapai

dunia manusia. Manusia sebagai dalam ajaran Rumi merupakan mikrokosmos,198

196 Ibid.197 Ibid. h. 212

198 Manusia sebagai mikrokosmos (alam kecil) adalah manusia merupakan representasi darialam semesta (makrokosmos), bahkan menurut Mulyadi, ia juga merepresentasikan keberadaanTuhan, karena disamping manusia mengandung unsur-unsur alam seperti, material, tumbuhan,hewan dan lain sebagainya ia juga mengandung unsur ketuhanan, yaitu sisi spiritualnya. LihatMulyadi Kartanegara, Menembus Batas Waktu, (Bandung: Mizan, 2002) h. 22

Page 87: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

87

akan tetapi saja ia tidak menutup kemungkinan mencapai dunia yang lebih tinggi,

dunia yang lebih dekat yang dicintai (Allah).199

Teori tentang manusia sebagai miniatur realitas (Tuhan) atau dikenal sebagai

konsep manusia sempurna (insan kamil)200 dan mikrokosmis juga disampaikan oleh

sufi pada periode ini, yaitu Ibn al-Farid (w. 1235 M). Manusia menurut ilmu Ibn al-

Farid adalah alam kecil (mikrokosmos) yang merepresentasikan kebaikan-kebaikan

sifat-sifat seluruh alam semesta. Muhammad Saw merupakan contoh sempurna

dalam ajaran Ibn al-Farid menulis puisi-puisi sufi yang berjudul Nazm al-Suluk,

ditulis sebagai pujian kepada nabi Muhammad Saw dan merupakan salah satu puisi

terpanjang dalam literatur Arab.201

199 Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat Mulyadi Kartanegara, The Jalaluddin Rumi’s Theory ofEvolution, artikel tidak diterbitkan, 2007. lihat juga Mulyadi Kartanegara, Menembus…., h. 53

200 Ajaran “manusia sempurna” juga disampaikan oleh Ibn A’rabi dan Al-Jailani, kedua tokohini lebih terkenal lagi dalam mejelaskan detail ajaran insan kamil ini.

201 Mas’udul Hasan, Op Cit. h. 621

Page 88: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

88

BAB IV

KEMAJUAN SAINS ISLAM

Sebagai dinasti adidaya di bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan

bidang-bidang lainnya, maka tidak heran kaum Muslim telah mencapai prestasi

peradaban yang mengesankan. Howard R. Turner menjelaskan bahwa kemunculan,

penyebaran, dan kebangkitan kembali peradaban Islam merupakan salah satu

bentuk cerita hebat dalam sejarah dunia. Di akhir abad ke empat belas Masehi, para

filsuf, sastrawan, ilmuwan, seniman, pangeran dan pekerja Muslim secara

bersamaan menciptakan kebudayaan yang unik yang secara langsung dan tidak

langsung mempengaruhi masyarakat dalam setiap benua di bumi ini.202

Bernard Lewis juga menyatakan:

Zaman gilang-gemilang ilmu pengetahuan Islam didahului olehpenterjemahan dan adaptasi dari karya-karya Persia, India dan yang palingpenting dari karya-karya ilmiah Yunani. Meskipun gerakan penterjemahanberhenti pada abad kesebelas masehi, perkembangan sains Islamberkembang ke level yang melebihi masa sebelumnya. Para ilmuan muslimmenambahkan secara besar-besaran terhadap sesuatu yang telah merekaterima dari para pendahulu, melalui riset mereka sendiri, praktekeksperimen, observasi lapangan seperti dalam bidang kedokteran, pertanian,geografi, dan lainya…..”203

Kutipan-kutipan tersebut memberi kita pandangan bahwa Islam telah

berkembang ke dalam suatu bentuk yang sedemikian rupa, yaitu bentuk peradaban

yang independen dan paling menjulang dibandingkan peradaban-peradaban lain

yang sezaman. Orang Islam tidak hanya pintar mengutip dan mengulang apa yang

202 Howard R. Turner, Sains Islam Yang Mangagumkan, terj. (Bandung: Penerbit Nuansa,2004), h. 11

203 Bernard Lewis, the Muslim Discovery of Europe, (London: W.W. Norton & Company,1982), h. 221

Page 89: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

89

telah disampaikan pendahulunya, akan tetapi mereka telah mencapai prestasi

dimana mereka – mau tidak mau – harus diakui sebagai pemegang tongkat estafet

penguasa dunia dari segi peradaban, kebudayaan, politik, ilmu pengetahuan dan lain

sebagainya, seperti yang telah dicapai oleh peradaban-peradaban sebelumnya.

Sebagaimana diketahui bahwa gerakan pengembangan ilmu pengetahuan

dirintis oleh dua khalifah terbesar Dinasti Abbasiyah, Harun al-Rasyid dan al-

Makmun, yang kemudian masa pemerintahan kedua khalifah tersebut dikenal

sebagai masa keemasan dinasti ini. Akan tetapi sebagai masa inisiasi, tentunya

perkembangan tersebut masih dalam proses mencapai puncaknya, yang baru

kemudian sejarah mencatat bahwa pada periode selanjutnya perkembangan ilmu

pengetahuan mencapai klimaks ketika kondisi politik dan pemerintahan Dinasti

Abbasiyah mengalami kemunduran bahkan hingga kehancurannya.

Pada masa kemunduran Dinasti Abbasiyah inilah, tepatnya pada masa

pemerintahan periode ke empat, kemajuan ilmu pengetahuan benar-benar terlihat

mentereng dan berpengaruh. Kemajuan-kemajuan, karya-karya, dan tokoh-tokoh

yang dilahirkan oleh masa ini begitu berpengaruh dan selalu menjadi rujukan

aktivitas ilmiah hingga sekarang.

Meskipun keadaan tersebut berbanding terbalik dengan kondisi politik,

kemajuan ilmu pengetahuan seakan-akan telah digariskan dan harus terjadi di

tengah kesimpang siuran kondisi politik seperti pendomplengan kekuasaan khalifah

oleh dinasti-dinasti kecil, tumbuh suburnya gerakan-gerakan makar semisal

kelompok Assasin. Dan lebih parahnya, kekuasaan politik yang begitu rapuh dan

mudah berganti-ganti, tetap saja tidak berpengaruh terhadap gerak maju aktivitas

pengembangan ilmu pengetahuan. Fenomena tersebut tidak lepas dari selalu adanya

Page 90: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

90

petinggi-petinggi dari masing-masing dinasti yang berkuasa yang sangat mencintai

ilmu pengetahuan, seperti Nizham al-Muluk dari Kesultanan Saljuk.

Bab ini akan mengelaborasi secara detail prestasi-prestasi ilmu pengetahuan

yang dicapai pada periode ke empat kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Pembahasan

kemajuan ilmu pengetahuan tersebut meliputi perkembangan yang dicapai, tokoh-

tokoh, dan karya-karya dalam disiplin ilmu tertentu.

A. Astronomi

Thasy Kubra mendefinisikan Astronomi sebagai ilmu untuk mengetahui

ihwal benda-benda angkasa yang tinggi dan yang rendah, lengkap dengan bentuk,

letak dan ukuran jaraknya.204 Sedangkan menurut Ibn Khaldun, astronomi adalah

ilmu yang mempelajari tentang gerakan-gerakan bintang-bintang yang tetap, yang

bergerak dan berputar. Dari gerakan-gerakan bintang-bintang dapat diketahui

bentuk dan letaknya melalui perhitungan.205

Astronomi adalah sains yang sangat penting dalam perjalanan sejarah ilmu

pengetahuan Islam. Ia menjadi penting bukan hanya ia berkaitan dengan tujuan

mengungkap kebenaran dan kenyataan tertentu, akan tetapi berkaitan dengan hal

yang lebih dari itu. Astronomi adalah bagian dari sejarah Islam berkaitan dengan

berislam itu sendiri, karena berislam tidak akan mencapai kesempurnaan kecuali ia

melakukan ibadah-ibadah yang telah digariskan.

Pelaksanaan ibadah dalam Islam berkaitan dengan waktu-waktu kapan

ibadah itu dilaksanakan. Misalnya salat yang sangat bergantung dengan klasifikasi

204 Ahmadie Thaha, Astronomi dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), h. 15205 Ibid. h. 16

Page 91: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

91

waktu itu, demikian haji, puasa Ramadlan dan ibadah lainnya. Dalam al-Quran

sendiri telah digariskan dan menjadi motivasi kaum muslim sendiri untuk

mendalami dan mengembangkan disiplin ini. Allah Swt berfirman “dan matahari

berjalan di tempat peredarannya….dan Kami tetapkan bagi bulan manzilah-

manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah-manzilah yang terakhir)

kembalilah dia sebagai bentuk tanda yang tua.”206 Dan dalam surat yang lain Allah

Swt berfirman “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan

ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,

supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)….”207

Setelah ilmuan Arab dan ilmuan muslim mengetahui bahwa ilmu

perbintangan (nujum) tidak lebih hanya merupakan kumpulan mitologi dan

persangkaan yang tidak ilmiah, mereka sedikit demi sedikit melupakan dan

berusaha membuktikannya melalui eksperimen ilmiah yang kemudian ilmu ini

dikenal sebagai ilmu falak. Sebagaimana diungkapkan oleh Izzuddin Faraj dan

dikutip oleh Thaha bahwa kaum muslimin telah memproklamirkan kebatilan ilmu

perbintangan yang hanya berdasar pada perkiraan belaka. Dan mungkin merekalah

orang pertama yang melakukan pembatilan ini. Namun mereka tidak sama sekali

membuangnya, akan tetapi membuktikannya melalui penelitian ilmiah, observasi

dan berdasarkan ilmu, seperti telah dilakukan terhadap ilmu kimia. Mereka

mengambil dan memilah fakta-fakta perbintangan yang telah mereka buktikan

kebenarannya.208

206 Surat Yaasin: 40207 Surat Yunus: 5208 Ahmadie Thaha, Op Cit. h. 17

Page 92: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

92

Rintisan dan perkembangan ilmu falak atau astronomi telah dilakukan dari

zaman dinasti Umayyah dan kemudian menemukan puncak perkembangannya pada

zaman dinasti Abbasiyah. Dalam penelitian ini, perkembangan astronomi hanya

akan dipotret pada periode ke empat Dinasti Abbasiyah.

Pada abad ke-5 Hijriyah atu abad ke-11 Masehi, tersebut Abu Rayhan Ibnu

Ahmad al-Biruni merupakan seorang dokter, ahli ilmu bumi, ahli sejarah dan

seorang astronom. Bukunya mengenai sejarah India ditulisnya berdasar pengalaman

pengembaraannya ke seluruh pelosok negeri itu untuk mencari ilmu pengetahuan.

Buku aslinya sudah tidak kita ketemukan, tinggal terjemahannya dalam Bahasa

Inggris Chronology of Ancient Nations. Dalam buku ini dapat kita baca bahwa al-

Biruni telah menyumbangkan gagasan-gagasan ilmuwan-ilmuwan Baghdad yang

menggantikan pengetahuan orang-orang Hindu primitif. Ia melihat pengaruh

astronomi Yunani pada mereka. Ini berarti orang-orang Hindu tidak mempunyai

ahli-ahli astronomi sendiri. Ia berpendapat bahwa pengetahuan perbintangan India

masih terikat dengan dogma agama, berbeda dengan pengetahuan astronomi orang-

orang Islam.209

Karya al-Biruni dalam ilmu astronomi adalah al-Qanon al-Mas’udi atau

Canon Masudicus. Ia memberi nama begitu sebagai penghormatan bagi

pelindungnya Sultan Mas’ud. Ia adalah penemu metode penulusuran posisi matahari

dengan memperhitungkan tenggelamnya (sunset) dari puncak gunung. Al-Biruni

juga adalah penulis dan perancang buku pegangan untuk tabel-tabel astronomi yang

209 Mazhar M. Qureshi, Introduction to Islamic Contributions to Science and Technology,(New Delhi: Adam Publishers & Distributors, 2007), h. 43-45

Page 93: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

93

dikenal sebagai Zij Habash.210 Pada akhir hayatnya, ia menulis 60 lembar folio

sebuah risalah tentang metode penelusuran posisi matahari yang disempurnakan

berjudul Maqala fi Istikhraj Qadr al-Ard bi Rasad inhital al-Ufaq un Qulal al-

Jibal.211

Astronomi Muslim pertama yang membangun Observatium Giralda yang

terletak di Sevilla adalah Jabir bin Aflah, wafat tahun 1150 M. karyanya adalah al-

Hailah dan Ishlaahul Majesti, berisikan kritikan terhadap buku Ptolemeus dan

mengatakan bahwa Venus dan Mars lebih dekat jarak kepadanya dari bumi ke

matahari. Buku-bukunya ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Sesudah

kaum muslim terusir dari Spanyol, Jabir pindah ke Kufah, dan keluarganya al-

Barmaki lahir. Inilah alasannya mengapa tulisan ini mencantumkan Jabir ke dalam

tokoh-tokoh astronom Islam pada Zaman Bani Seljuk berkuasa atau Zaman Dinasti

Abbasiyah periode keempat.

Pada masa pemerintahan Nizamul-Mulk terjadi suatu peristiwa yang

menghiasi sejarah ilmu pengetahuan Islam. Yakni, al-Mulk berhasil mengundang

delapan orang astronom di bawah pimpinan Umar al-Khayyan (1038-1123 M)

dengan wakilnya al-Khazani ditunjuk oleh sultan untuk mengadakan penelitian-

penelitian astronomi di perguruan tinggi Nizamiyah di Baghdad. Konfrensi para

astronom ini telah menghasilkan suatu kerja besar mengubah perhitungan

penanggalan. pembaharuan perhitungan penanggalan itu disambut oleh suatu

kenyataan bahwa dalam kehidupan sepanjang tahun semua orang mengenali tahun

masehi (Syamsiyah/Miladiyah) yang terdiri dari 365 hari dan tahun Islam

210 Ibid. h. 45211 Ibid. h. 46

Page 94: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

94

(Qamariyah/Hijriyah) yang terdiri dari 354 hari. Kalender yang diperbaharui ini

mendahului pembaruan oleh Gregorianus-astronom tersohor dari Barat.

Astronom Muslim selanjutnya yang patut dicatat pada abad ke-tujuh

Hijriyah adalah al-Khazini yang telah berhasil menulis sebuah karya berjudul

Sanjara Zij yang merupakan hasil penelitian di observatorium Maragha. Dan pada

saat bersamaan tersebut seorang astronom terbesar yang lahir pada abad tersebut

adalah Nashiruddin al-Thusi (1201-1274 M) merupakan kepala observatorium

tersebut.

Al-Thusi merupakan orang yang berhasil mengubah observatorium tersebut

yang pada awalnya sebagai konsen individual menjadi lembaga ilmiah dimana

sekelompok sarjana yang berprestasi berkerjasama dan menjadi tidak tergantung

pelestariannya kepada seorang individu.212 Untuk mengetahui gambaran dari

observatorium Maraghah serta kegiatan-kegiatan apa saja yang ada di dalamnya,

Mulyadi mengutip Toby Huff dalam The Rise of Early Modern Sciences sebagai

berikut:

“…terletak di sebelah selatan Tibriz, Observatorium Maragha mewakilipuncak-puncak pencapaian baru dalam sains astronomi dalam Islam danDunia. Mungkin karena didirikan di bawah pengarahan sarjana danastronom relegius Nashiruddin al-Thusi, Maraghah nampak telah dibangundi bawah payung hukum waqf. Observatorium ini dibangun denganketepatan yang besar selama beberapa tahun dengan tujuan untuk membuatobservasi-observasi astronomi yang ada, tidak bisa diselesaikan dalamwaktu kurang dari 30 tahun. Tidak saja observatorium dibangun dalam skalalebih besar dibanding yang sebelumnya, tetapi ia juga dilengkapi oleh paraastronom, yang bekerja sebagai stafnya, pembuat alat-alat, matematika, dandilengkapi sebuah perpustakaan yang luas sekali yang dilaporkan memilikibuku berjumlah 400.000 jilid. Ia juga memiliki beberapa isntrumen yangunik termasuk bola-bola terestrial (bumi) dan celestial (langit), bola armilariyang besar, dan peta-peta iklim bumi.213

212 Mulyadi Kartanegara, Reaktualisasi. h. 42213 Ibid. h. 43

Page 95: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

95

Ahmadie Thaha juga menyatakan bahwa Maragha, ibukota Azarbaijan, Iran

dahulu, merupakan pusat pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya astronomi

pada zamannya. Dengan observatorium dan perpustakaanya yang kedua-duanya

dibangun oleh Thusi, astronomi berkembang pesat. Di sini ditemukan perkakas

istimewa berupa cincin-cincin dan gelang-gelang untuk mengukur gerhana bulan

dan gerhana matahari serta pengukur katulistiwa.214

Pernah suatu saat, Raja Alfonso Kastilla mengundang astronom muslim

untuk membuat sebuah allimacy, alat yang kini kita kenal sebagai mille. Pengukur

gerhana bulan yang pernah ditemukan di Maragha berbentuk lingkaran yang terdiri

dari lima cincin, tinggi dua belas kaki, lengkap dengan petunjuk detik dan menit,

semacam jam.215

Thusi berhasil memadukan astronomi dan geometri. Misalnya dalam

menghitung waktu ia menggunakan ilmu ukur sehingga ketepatannya tidak

diragukan lagi. Ia menerjemahkan Almagestnya Ptolemeus yang mengungguli

terjemahan-terjemahan sebelum. Ia telah menulis lebih dari 14 karya dan 4 dalam

matematika. Bukunya yang membahas tentang trigonometri merupakan karya yang

membuka jalan bagi penemuan-penemuan plenometri dan spherical yang pada abad

ini menjadi dasar dari pembuatan-pembuatan alat-alat astronomi modern.216

Peneropongan untuk membuat kalender perbintangan telah dia mulai sejak

usia enampuluh tahun, dan selesai dua belas tahun kemudian, atau setahun sebelum

kewafatannya. Para ahli astronomi lain juga ikut serta dalam pembuatan kalender

214 Ahmadie Thaha, Op Cit. h. 33215 Ibid.216 Ibid. h. 35

Page 96: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

96

ini. Perhitungannya didasarkan pada posisi matahari di tengah hari di kota Maragha.

Kalender ini kemudian dinamakan al-Zayj al-Ilkhani, merupakan karya terbesar al-

Thusi yang namanya dinisbatkan kepada gelar kehormatan pasukan berkuda

Moghul.217

Kalender atau karya ini dibagi menjadi empat bagian. Pertama, bermacam

cara perhitungan tahun. Kedua, gerakan-gerakan bintang. Ketiga, pembatasan

waktu. Dan keempat, berbagai perhitungan perjalanan bintang. Karya ini mendapat

sambutan luar biasa pada zamannya dari Timur Dekat hingga Cina serta menjadi

karya primadona dalam ilmu astronomi bertahun-tahun kemudian.218

Dalam karya itu, Al-Thusi juga mengkritik Ptolemeus dengan hebat. Ia

menyatakan secara jelas ketidakpuasannya terhadap teori planet Ptolemeus.

Nyatanya al-Thusi menyarankan model baru planet baru yang dikerjakan hingga

selesai oleh muridnya, Quthbuddin al-Syirazi. Model baru ini berusaha lebih setia

kepada konsepsi sifat bola dari langit ketimbang model Ptolemeus dengan

menempatkan bumi pada pusat geometris bola-bola langit, tidak pada jarak tertentu

dari pusat seperti yang kita temui dalam teori Ptolemeus. Al-Thusi menggambarkan

dua bola, yang satu berputar di dalam yang lainnya untuk menerangkan apa yang

tampak sebagai gerak planet. Itulah sebabnya sejarawan Amerika mengenai

matematika Islam, E.S. Kennedy, yang menemukan model planet ini,

menamakannya pasangan Thusi (Thusi couple), karena ia merupakan jumlah dua

vector yang bergerak.219

217 Ahmad Amin Husayn, 100 Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Rosdakarya, 1992),h. 216

218 Ibid. 217219 Sayyed Hossein Nasr, Sains dan Perdaban dalam Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka,

1986), h. 154

Page 97: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

97

Terdapat banyak astronom muslim lainnya yang bergabung di komplek

observatorium Maragha. Merekapun merupakan kolega dan murid-murid al-Thusi

sendiri. Diantara mereka adalah Najm al-Din Katibi Qazwani (w. 1276 M) yang

dikenal sebagai Dabiran, seorang astronom, matematikawan dan sekaligus filosof

terkenal, dan Mu’ayyayad al-Din Urdi (w. 1265 M) dari Damaskus, dikenal sebagai

teoritikus astronomi yang paling orisinil pada masanya. Itu adalah dua diantara staf

senior al-Thusi.220 Sedangakan diantara staf juniornya dan merupakan murid al-

Thusi adalah Ibn al-Fuwathi (w.1323 M), yang karya historisnya merupakan sumber

informasi bagi pengetahuan kita tentang observatorium Maragha, stafnya dan

mahasiswa-mahasiswanya. Dan di antara mahasiswa cemerlang yang tertarik ke

sana adalah Quthbuddin al-Syirazi (w. 1311 M) yang pada gilirannya menjadi

astronom terkenal dan menulis 11 karya astronomi, dengan Nihayat al-Idrak

sebagai karya utamanya.221

B. KedokteranMinat orang Arab terhadap ilmu kedokteran diilhami oleh hadis Nabi yang

membagi pengetahuan kedalam dua kelompok teologi dan kedokteran. Dengan

demikian, seorang dokter sekaligus merupakan seorang ahli metafisika, filosof, dan

sufi. Dengan seluruh kemampuannya itu Ia juga memperoleh gelar hakim (orang

bijak). Kisah tentang Jibril Ibn Bakhtisyu’ (w. 830), dokter Khalifah al-Rasyid, al-

Ma’mun, juga keluarga Barmak, dan diriwayatkan telah mengumpulkan kekayaan

sebanyak 88.800.000 dirham, memperlihatkan bahwa profesi dokter itu bisa

menghasilkan banyak uang. Sebagai dokter pribadi al-Rasyid, Jibril menerima 100

220 Karthanegara, Reaktualisasi. h. 43221 Ibid. h. 44

Page 98: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

98

ribu dirham dari khalifah yang mesti berbekam dua kali setahun, dan Ia juga

menerima jumlah yang sama karena jasanya memberikan obat penghancur makanan

di usus. Keluarga Bakhtisyu’ melahirkan enam atau tujuh generasi dokter-dokter

ternama hingga paruh pertama abad ke-11.222

Dalam hal penggunaan obat-obatan untuk penyembuhan, banyak kemajuan

berarti yang dilakukan orang Arab pada masa itu. Merekalah yang membangun

apotek pertama, mendirikan sekolah farmasi pertama, dan menghasilkan buku

daftar obat-obatan. Mereka telah menulis beberapa risalah tentang obat-obatan,

dimulai dengan risalah karya Jabir Ibn Hayyan, bapak kimia Arab, yang hidup

sekitar 776. pada masa awal pemerintahan al-Ma’mun dan al-Mu’tashim, para ahli

obat-obatan harus menjalani semacam ujian. Seperti halnya ahli obat-obatan, para

dokter juga harus mengikuti tes. Setelah terjadinya kasus malpraktik kedokteran,

Sinan Ibn Tsabit Ibn Qurrah diperintahkan oleh al-Muqtadir pada 913 untuk

memeriksa semua dokter praktik, dan memberikan sertifikat (tunggal ijazah)

kepada setiap dokter yang dipandang telah memberikan pelayanan yang

memuaskan. Sekitar 860 dokter di Baghdad dinyatakan lulus tes, dan seluruh

kerajaan kemudian bebas dari dokter-dokter yang tidak berijazah. Atas perintah

wazir al-Muqtadir, ‘Ali Ibn ‘Isa, Sinan menyusun staf dokter yang akan dikirim ke

berbagai tempat sambil membawa obat-obatan, dan memberikan pengobatan

kepada orang sakit. Dokter-dokter lainnya melakukan kunjungan harian ke berbagai

penjara. Fakta-fakta semacam itu memperlihatkan perhatian yang besar terhadap

kesehatan publik, yang saat itu belum dikenal di tempat lain. Karena upayanya

meningkatkan standar ilmuan profesi dokter dan mengembangkan sistem

222 Philip K. Hitti, History of the Arabs, h. 445

Page 99: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

99

administrasi rumah sakit Baghdad yang efisien, Sinan menjadi tokoh yang terkenal.

Rumah sakit ini, yang merupakan rumah sakit Islam yang pertama, di bangun oleh

Harun al-Rasyid pada awal abad ke-9, mengikuti model Persia, seperti yang

ditunjukan oleh kosakata bahasa arab untuk rumah sakit, bimaristan. Tidak lama

setelah itu, jumlah rumah sakit diseluruh dunia Islam bertambah menjadi 34 buah.

Kairo membangun rumah sakit pertama pada masa Ibn Thulun sekitar 872, yang

bertahan hingga abad ke- 15. klinik keliling muncul pada abad ke-11. rumah-rumah

sakit islam memiliki ruang khusus untuk perempuan, dan dilengkapi dengan gudang

obat-obatan. Beberapa di antaranya dilengkapi perpustakaan kedokteran dan

menawarkan kursus pengobatan.223

Para penulis utama dibidang kedokteran setelah babak penterjemahan besar

itu adalah orang Persia yang menulis dalam bahasa Arab: Ali al-Thabari, al-Razi,

Ali al-Abbas al-Majusi, dan Ibnu Sina. Gambar dua orang diantara mereka, al-Razi

dan Ibn Sina, menghiasi ruang besar fakultas kedokteran di Universitas Paris. 224

Nama paling terkenal dan terpenting dalam catatan kedokteran Arab setelah

al-Razi adalah Ibn Sina (Avicenna, yang masuk ke bahasa Latin melalui bahasa

Ibrani, Aven Sina, 980-1037 M), yang disebut oleh orang Arab sebagai al-Syaikh

al-Rais “sang pemimpin orang-orang terpelajar dan pangeran para pejabat” Ibnu

Sina lebih menguasai filsafat daripada al-Razi. Dalam diri seorang dokter, filosof,

dan penyair inilah ilmu pengetahuan Arab mencapai titik puncaknya dan

berinkarnasi.225

223 Ibid. h. 456-457224 Ibid. h. 457225 Ibid. h. 459

Page 100: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

100

Diantara buku-buku tentang kedokteran, salah satu buku yang juga populer

adalah karya ‘Ali Ibn ‘Isa (Jesu Haly), seorang ahli mata (kahhal) terkenal bangsa

Arab. ‘Ali, seorang Kristen, hidup di Baghdad pada paruh pertama abad ke-11, satu

setengah abad setelah masa hidup dokter pribadi khalifah al-Mu’tamid, Isa Ibn ‘Ali.

Uniknya, nama keduanya sering tertukar. Di antara 32 buku berbahasa Arab abad

pertengahan tentang kedokteran mata, karyanya yang berjudul Tadzkirah al-

Kahhalin (Catatan untuk para Ahli Mata), yang kini bisa dijumpai dalam bentuknya

yang utuh dan orisinal, merupakan salah satu buku tertua dan paling berharga.

Hanya dua risalah, karya Ibn Masawayh dan Hunayn Ibn Ishaq, yang usianya lebih

tua dari buku itu. Tadzkirah menjelaskan dengan cermat 130 macam penyakit mata.

Buku itu diterjemahkan sekali ke bahasa Ibrani dan dua kali ke bahasa Latin, dan

terus digunakan di dunia Timur untuk jangka waktu yang cukup lama.226

Dokter-dokter lainnya adalah Ibn Jazlah (Bangeslah, Byngezla, w. 1100),

yang awalnya beragama Kristen. Ia menulis sebuah sinopsis medis yang berjudul

Taqwim al-Abdan fi Tadbir al-Insan (Tabel Tubuh yang Terkait dengan Pengaturan

Fisik Manusia) yang pola penyusunannya meniru pola buku Taqwim al-Shihhah

karya dokter Kristen lainnya, Ibn Buthlan, yang meninggal di Antiokia sekitar 1063.

dalam buku Taqwim, nama penyakit disusun seperti susunan nama-nama bintang

dalam tabel astronomi. Karya Ibn Jazlah diterjemahkan ke bahasa Latin di

Strassburg pada 1532. dokter terakhir yang perlu di sebutkan di sini adalah Ya’kub

Ibn Al-Hizam, ahli-kuda al-Mu’tadhid (892-902), yang menulis sebuah risalah

226 Ibid. h. 461

Page 101: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

101

tentang perawatan kuda. Buku itu memuat cikal bakal seni perawatan kuda, dan kini

menuskripnya disimpan di museum Inggris.227

Adapun dokter-dokter muslim yang lahir pada masa pemerintahan Bani

Saljuk mereka adalah seperti Ali Ibn Ridwan, Ia seorang dokter di Kairo, tahun

kelahirannya kurang diketahui, ia meninggal pada tahun 453 H. Ia pengkaji

kedokteran Galen. Ia pernah berkali-kali berdebat surat dengan Ibnu Buthlan

penulis Almanak Kesehatan dokter Baghdad dan menetap di Mesir.228 Kitab-kitab

tulisannya antara lain: Maqala fi Anna Jalinus Lam Yakhlut fi Aqawilihi fi al-Laban

(Makalah Tentang Kebenaran Pendapat Galen Tentang Air Susu). Ia juga menulis

tentang penyakit dan pengobatan bayi secara terperinci. Tulisannya banyak

diterjemahkan ke dalam bahasa Latin misalnya kitab Ars Parva. 229

Ibnu Buthlan, Ia seorang dokter Arab di Baghdad, Ia wafat pada tahun 450

H. Ia seorang ilmuan yang banyak mengkaji kedokteran Arab. Ia seorang ahli

bedah. Ia banyak mengkritik Galen sehingga akhirnya Ia berhadapan dengan Ali

Ibnu Ridwan yang menjadi pengagum dan pengkaji Galen. Kitab-kitab Ibnu

Buthlan telah banyak diterjemahkan. Sedangkan yang paling terkenal adalah Kitab

Synopsis Tables of Medicine. Ibnu Buthlan termasuk di antara dokter-dokter besar

pada zamannya.230

Abu ‘Umaran Musa Ibnu Maimun al-Qurthubi, Ia lahir pada tahun 529 H

dan meninggal pada tahun 601 H. Ia orang Cordoba, Andalusia yang mengkaji ilmu

227 Ibid. h. 462228 Sayyed Hossein Nasr, Op Cit. h. 193229 Ja’far Khadem Yamani, Kedokteran Islam: Sejarah dan Perkembangannya. terj.

(Bandung: Dzikra, 2005), h. 65230 Ibid, h. 66

Page 102: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

102

kedokteran di Mesir lalu menjadi dokter Salahudin al-Ayyubi231 dan menjadi dokter

khusus sultan al-Afdhal. Al-Qurthubi dimasukkan dalam kategori dokter yang ada

pada masa periode Saljuk, dikarenakan ia menghabiskan hidupnya di daerah

kekuasaan Bani Saljuk. Diantara buah tulisannya yang terkenal adalah Kitab Fushul

al-Qurthubi, al-Sumum wa al-Taharuz min al-Adawiyah al-Qattalah, dan al-

Risalah al-Afdhaliyah yang berupa pembahasan tentang an-Nafs.232

Abu Muhammad Abdullah Ibn Ahmad Dliya al-Din al-Andalusi al-Maliki

al-Usysyab, Ibnu al-Baithar, Ia dilahirkan tahun 575 H dan meninggal pada tahun

646 H. keahlian Ibnu al-Bithar adalah dalam peramuan herba. Ia menghimpun

aneka macam rumput-rumputan obat dari Sisilia, Ruz, Azain, Maghribi, al-Jazair,

Tunisia, dan Mesir. Di Mesir, ia menjadi dokter raja al-Kamil al-Ayyubi sampai

masa raja Najmu al-Din (Najmudin) al-Ayyubi. Ia pernah bepergian ke Damsyik

(Damaskus) dan Figria untuk mencari rumput-rumputan obat. Ia banyak sekali

menulis kitab, di antaranya adalah kamus: al-Jami’ li Mufradati al-Adwiah wa al-

Aghdiyah, berisikan berbagai macam obat-obatan. Kitab lain yang terkenal adalah

al-Mughani fi al-Adwiah al-Mufradah, berisikan cara pengobatan bagian-bagian

tubuh yang sakit secara ringkas dan jelas.233

Ibnu Habal al-Baghdadi, nama lengkapnya Ibnu Habal Muhadzdzabu al-Din

Ali Ibnu Ahmad Abu al-Hazn al-Baghdadi. Ia di lahirkan di Baghdad pada tahun

231 Al-Qurthubi merupakan orang Andalusia, akan tetapi ia banyak menghabiskan hidupnyadi daerah kekuasaan Bani Saljuk sehingga penulis memasukkannya dalam daftar dokter yang hiduppada masa kekuasaan tersebut. Prihal dia menjadi dokter Salahuddin al-Ayyubi ((1138-1193 M), iniberlaku juga bagi tokoh-tokoh yang pernah hidup di zaman al-Ayyubi yang kami masukkan dalamdaftar ini, dikarenakan sebagaimana dinyatakan oleh Hitti bahwa ketika pengangkatan dirinyamenjadi sultan, al-Ayyubi mengundang Khalifah Abbasiyah secara khusus untuk melantikanyasebagai Sultan atas wilayah Mesir, Maroko, Nubia, Arab Barat, Palestina dan Suriah Tengah.Dengan kata lain, Salahuddin al-Ayyubi masih mengakui kekuasaan Khalifah Abbasiyah yangberkuasa pada saat itu meskipun khalifah dalam posisi yang sangat lemah. Lihat Hitti Op Cit. h. 825

232 Ja’far Khadem Yamani, Op Cit.. h. 70233 Ibid. h. 71

Page 103: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

103

519 H dan meninggal di Maushil pada tahun 610 H. ia berpraktik di Mardin dan

Maushil sebagai dokter anak-anak dan sebagai dokter ahli kandungan. Ibnu Habal

banyak menulis ilmu kedokteran. Kitab tulisannya yang terkenal, antara lain: (1)

Mukhtarat fi Thibb, berisi perkara kebidanan, cara-cara merawat bayi, memberi

makan yang sehat baginya, dan penyakit-penyakit yang biasa menyerang bayi dan

anak-anak. (2) Kitab asy-Syifa’ wa ad-Dawa’ berisikan obat-obat yang terbuat dari

peramuan herba dan obat-obatan yang dibuat secara kimia.234

Abdul Latif al-Bagdadi (1162-1231 M) berhasil membuat deskripsi lengkap

tentang tengkorak manusia dan memberi catatan penting tentang fakta-fakta yang

berkaitan. Sebagai penganalisa anatomi, dia memberi kontribusi besar terhadap

studi tengkorak manusia. Dia adalah dokter pertama yang berhasil menggambarkan

tengkorak manusia dan detail tulang wajah manusia khususnya tulang bawah dagu.

Dia juga banyak mengkoreksi pendapat-pendapat yang salah yang berasal dari

pemikirannya sebelumnya khususnya tokoh-tokoh Yunani. Untuk memuaskan dan

membuktikan pendapatnya dia tidak segan-segan mempelajari anatomi dengan

langsung membedah manusia.235

Ibnu al-Quff Abu Faraj, Ia seorang tabib dan seorang ilmuan yang

menguasai beberapa bidang ilmu. Ia dilahirkan pada tahun 619 H dan meninggal

pada tahun 685 H. kitab tulisannya yang terkenal antara lain: as-Asyafi fi Thibb,

Kitab-ul-‘Umdah fi Shinat-il-Jarrah, dan Kitab-ul-Jami’ il-Faradl fi Hifdz-is-

Shihhah wal- Maradl.

234 Ibid, h. 72235 Ziauddin Ahmad, Influence of Islam on World Civilization, (New Delhi: Adam

Publishers & Distributors, 1996), h. 145

Page 104: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

104

Ali al-Fairuzi, ia seorang dokter Persia, Ia menulis Tarikh al-Thibb dan

Kitab al--Nas. Ahmad Ibnu Billam al-Junaidi, Ia seorang dokter yang semula

menjadi pengikut metode kedokteran Ibnu Sina, tetapi akhirnya setelah Ia

mengetahui kerusakan akidahnya seperti pendapatnya Ibnu Sina bahwa alam kekal

(qadim) atau abadi dalam artian tidak berawal,236 maka Kitab as-Syifa’ tulisan Ibnu

Sina itu pun di bakarnya habis, lalu Ia mengkaji ilmu kedokteran lain.237

Pada periode kekuasaan Bani Saljuk terdapat tokoh raksasa yang pernah

lahir dalam ilmu kedokteran ia adalah Ibn al-Nafis. Ibn Nafis Ali Ibn Abi Hazm al-

Damsyiqi lahir di Damsakus 1210 M dan wafat kira-kira pada tahun 1288 M. dia

menulis banyak karya dalam bidang kedokteran dan bidang-bidang lainnya. Dalam

menulis karya-karyanya, ia menggunakan hafalan, pengalaman, observasi, dan

metode deduksi sebagai landasannya. Ia menolak tasyrih (ilmu anatomi) Galen, ia

pun menolak faham Ibnu Sina. Ibn al-Nafis juga merupakan penulis komentar-

komentar terhadap banyak karya hadits dan juga tulisan-tulisan kedokteran

pendahulunya semisal Hippokrates, Hunayn Ibn Ishaq dan Ibnu Sina. Dia juga

banyak menghasilkan karya orisinil sendiri. Salah satunya adalah risalah tentang

penyakit-penyakit yang disebabkan makanan seperti Kitab al-Mukhtar min al-

Aghdiyyah. Dari seluruh karya-karyanya, yang terbaik adalah komentarnya terhadap

kitab Qanun nya Ibn Sina berjudul Kitab Mu’jiz al-Qanun.238 Karya ini terbagi

menjadi; 1. teori dan praktek kedokteran secara umum; 2. makanan dan obat-obatan

236 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, h. 84237 Ja’far Khadame Yamani, Op Cit. h. 73238 Karya ini pada periode selanjutnya mempengaruhi karya besar dalam bidang yang sama

yang ditulis oleh William Harvey berjudul Exeecitatio Anatomica de Motu Cordis et Sanguinisadalah sebuah monograf yang terbit tahun 1628 dan sangat terkenal di Barat yang membahas tentangsirkulasi darah. Harvey sendiri mengakui bahwa ia sangat dipengaruhi oleh Ibn Nafis dalam menuliskarya ini. Lihat Ziauddin Ahmad, Op Cit. h. 147

Page 105: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

105

secara sederhana dan kompleks; 3. penyakit-penyakit organ manusia; 4. penyakit-

penyakit lain, penyebab, gejala, dan pengobatannya. Buku ini sangat terkenal dan

banyak komentar ditulis berdasarkan itu serta telah diterjemahkan berbagai bahasa

termasuk bahasa Turki dan Yahudi. 239

Ibnu al-Nafis juga menulis karya berkaitan dengan bagian anatomi yang

tercantum dalam Qanun. Karya itu menarik sekali apabila dilihat dari pandangan

fisiologis. Ibn al-Nafis menjelaskan tentang pandangan Ibnu Sina tentang hati dan

paru-paru, dan mengulang fragmen Galen sebagaimana digambarkan oleh Ibn Sina.

ia banyak membantah tesis-tesis medis Ibn Sina dan mengkoreksinya seperti

pendapat mengenai aliran darah paru-paru (aliran darah kecil). Dialah orang

pertama yang menemukan jaringan aliran darah paru-paru.240

Dalam bukunya, Syarh al-Tasyrih, ia menjelaskan bahwa dalam tulisannya

tentang anatomi tubuh tidak akan bersandar kepada siapapun, kecuali kepada

metode pembahasan ilmiah yang benar “yang disepakati oleh orang-orang yang

mendahului kami dan menentangnya.” Yang jelas, dalam tulisan itu, ia menempuh

cara baru. Hal itu menjadikannya sebagai penemu ilmu bedah secara mandiri. Ia

membatasi pembicaraannya pada penjelasan mengenai bentuk anggota tubuh dan

cara kerjanya, tanpa memaparkan jenis-jenis penyakit yang menyerangnya,

sebagaimana dilakukan oleh para pendahulunya, terutama Ibnu Sina. Dia tidak

menyebut klasifikasi kecuali ketika dia berbicara tentang penyakit dan

239 Muhammad Saud, Islam and Evolution of Science, (New Delhi: Adam Publisher &Distributors, 1994), h. 91., lihat juga Nasr, Op Cit., h. 193

240 Ibid. h. 92

Page 106: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

106

penyembuhannya. Oleh karena itu, dia membuat bagian-bagian yang sangat banyak

dalam bukunya.241

Keaslian pendapat Ibn al-Nafis tampak ketika dia menolak sebagian

pendapat Galen, khususnya tentang jantung; berbagai pendapat yang tidak berubah

selama sebelas abad di dunia kedokteran. Salah satu pendapat Ibn al-Nafis dapat

diringkas sebagai berikut: Setelah darah mengalir dari tempat munculnya, yaitu hati,

ke bilik kanan, maka dia menyebrang melalui dua penyekat antara dua bilik, melalui

pembuluh darah ke bilik kiri, kemudian bercampur dengan oksigen yang berasal

dari paru-paru. Ibn al-Nafis tidak mengakui adanya pembuluh darah ke bilik kiri itu.

Ia berkata, “pembedahan telah membuktikan bahwa hal itu bohong!” dia

menetapkan bahwa darah mengalir di antara dua bilik ini melalui sebuah lubang

yang langsung bersambung ke pembuluh darah parau-paru. Dan sesungguhnya

darah mengalir dari paru-paru ke bilik kiri, bukan sebaliknya. Dengan demikian,

dialah orang pertama yang mengenalkan pembuluh darah paru-paru.242

Ibn al-Nafis menjadi mulia dan termasyhur karena ilmunya. Dia selalu

berkumpul dengan orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan kedokteran.

Mereka diajak berdiskusi tentang berbagai ilmu pengetahuan hingga pagi hari.

Diriwayatkan bahwa dia menulis walaupun sedang berada di kamar mandi, tanpa

perlu merujuk kepada sumbernya kerena ingatannya sangat kuat. Dia juga sangat

yakin akan penemuan-penemuannya. Dia berkata “kalau aku tahu bahwa apa yang

241 Ahmad Amin Husayn, Op Cit, h. 222242 Ibid. h. 232

Page 107: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

107

kutulis tidak akan bertahan sepuluh ribu tahun, maka aku tidak akan menulisnya.”

Ia adalah ahli fisiologi terbesar pada masanya.243

Kemudian tersebut juga seorang dokter pada periode ini Ibnu Abbin al-

Nandiri, Ia seorang dokter dan seorang da’i, tahun kelahiranya tidak diketahui

namun ditengarai hidup pada abad 11. Ibnu Abbin mengkaji kedokteran Persia,

Hindi, Tabiti, Arab, dan Yunani. Kitab tulisannya, antara lain: Kitab-usy-Syifa,

Akhlaq-uth-Tabib, Maqalah ‘anil-Khamr-i was-Summ-i, dan lain-lain. Keahlian Ibn

Abbin adalah sebagai tabib umum, ahli obat-obatan herba, ahli sejarah kedokteran,

dan juga penulis cerita.244

Secara khusus, Ja’far Khadem Yamani mencatat kemajuan di bidang

kedokteran pada masa kekuasaan Bani Saljuk terutama pada zaman pemerintahan

sultan Jalaluddin Abul-Fathi al-Malik Syah (465-485 H) yang termashur

keadilannnya, hiduplah wazir Nizham al-Muluk, seorang pencinta ilmu

pengetahuan. Ia mendirikan sekolah Nizhamiyah di Naisapur dan Baghdad mulai

dari tingkat awal sampai tingkat tinggi. Pada zamannya didirikan pula sebuah

rumah sakit yang tebesar, terlengkap, bersih lagi indah. Disamping rumah sakit

tersebut berdiri sebuah sekolah pengkajian kedokteran menengah, dan sebuah

sekolah pengkajian kedokteran tinggi. Rumah sakit dan sekolah kedokteran ini

berada dibawah pengurus Diwan-i-Thibb. 245

Dokter-dokter yang termaktub dalam Qishah-i-Tabib yang hidup pada masa

Bani Saljuk antara lain: 1. Abu Hamid Muhammad al-Ghazali. Ia lahir di Ghazal

Alakan (daerah) Thus di kawasan Khurasan pada tahun 450 H. sesugguhnya di

243 Ibid. h. 224244 Ja’far Khadem Yamani, Op Cit. h. 73245 Ahmad Amin Husayn, Op Cit, h. 172

Page 108: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

108

Persia terdapat pengobatan jiwa dengan bertukar pikiran dan nasihat (konsultasi)

antara seorang dengan seorang ahli, yaitu al-Ghazali. Imam al-Ghazali biasa

mengobati seorang yang terguncang hatinya dengan cara tanya jawab, nasihat, dan

terkadang melayangkan sepucuk surat nasihat. Diantara surat nasihat yang terkenal

adalah risalah “Wahai Anakku”. Kitab al-Ghazali terdiri atas berpuluh-puluh jilid, di

antaranya Kitab Ihya ‘Ulum-id-Din, isinya banyak mengandung ilmu kejiwaan.246

2. Ahmad Syarif Shabran, seorang dokter ahli bedah, ia ahli dalam

kedokteran kandungan dan peracikan obat. 3. Salim Saif al-Din, seorang dokter ahli

lasah, penyakit dalam, bedah, bekam, dan ahli tanaman obat. 4. Sarah binti Abd al-

Ghani, seorang dokter ahli ilmu bedah, ahli kebidanan, ahli penyakit dalam, dan

seorang guru al-Qur’an. 5. Salamah binti Ali Bakhtiar, seorang ahli kebidanan dan

penyakit kandungan. Dalam kisahnya diceritakan ia meninggal dalam usia muda

setelah dibunuh oleh tentara Hulaghu di dalam rumah sakit. 6. Abd al-Malik,

seorang dokter ahli penyakit dalam dan merangkap sebagai dokter hewan. 7. Ibnu

Qibti, seorang dokter umum, Ia mengamalkan ilmu kedokteran hingga masa

pendudukan Mongol. 8. Hilal Barbaus, seorang dokter kawan Ibnu Qibti.247

C. Matematika

Keberhasilan Islam secara historis dalam menjelaskan warisan intelektual

masa lalu, menatanya agar berguna, dan kemudian memperkayanya dengan inovasi

penting sangat terbukti dalam matematika yang dikembangkan kaum Muslim.

Bermacam prestasi telah dicapai oleh kaum Muslim dalam bidang ini, sebagian

246 Ja’far Khadem Yamani, Op Cit. h. 76247 Ibid. h. 77

Page 109: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

109

diantaranya memiliki ciri amat maju yang telah berkembang selama 4000 tahun. 248

Bangsa Mesir Kuno telah mengenal angka-angka desimal, memecahkan masalah-

masalah rumit dengan menggunakan persamaan yang memuat bilangan kuadrat,

menghitung luas lingkaran dan segi empat dengan cukup akurat, dan secara umum

mampu menerapkan keahlian matematis yang dibutuhkan untuk mahakarya seperti

merencanakan dan membangun piramida di Giza. Pengukuran bentuk-bentuk

geometris, baik dibidang datar maupun berbentuk padat, susah dikenal oleh bangsa

Mesir Kuno dan Mesopotamia. Bangsa Sumeria, semenjak millenium ke empat

sebelum Masehi, kelihatan sudah menggunakan sistem perhitungan yang rumit.

Bangsa Babilon sudah terbiasa menggunakan bilangan berurutan, yaitu dengan

angka-angka yang nilainya berubah secara otomatis dan secara konsisten

berdasarkan posisinya dalam sebuah gambar—pertama, kedua, atau lainnya. Nilai

berurutan akhirnya dugunakan dalam sistem bilangan seperti sepuluh (sistem

desimal) atau enampuluh (sistem seksagesimal). Konsep nilai berurutan, seperti

terlihat peran mendasarnya saat ini, merupakan salah satu keberhasilan yang amat

penting dalam sejarah sains dunia. 249

Ribuan tahun sebelum masa Kristen, aritmatika cina dapat memecahkan

masalah yang kompleks pada penelitian dan pengukuran bidang geometris. Di

India, semenjak abad ke empat sebelum Masehi, perhitungan dilakukan

menggunakan metode seperti aljabar yang diwarisi dari Babilon, dan satu sistem

bilangan yang menjadi cikal bakal bilangan Hindu dan Arab modern. Bilangan

berurutan desimal menjadi dikenal di India sekitar abad pertama masehi, dan angka-

248 Muhammad Saud, Op Cit. h. 19249 Howard R. Turner, Op Cit. h. 55

Page 110: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

110

angka mulai memasukan bentuk nol, yang telah berkembang dari simbol Babilon

yang menyatakan ruang kosong.250

Jika matematika telah menjadi alat perhitungan internasional jauh sebelum

kemunculan Islam. Bangsa Yunani memerlukan beberapa abad menjelang masa

Masehi untuk menjadikan instrument ini menjadi bahasa yang amat berguna dan

tertata baik—seperangkat hukum-hukum dan istilah yang digunakan untuk

mengukur dan menjelaskan, dengan ketepatan dan kecermatan yang sebelumnya

tidak mungkin, tatanan inheren pada segala sesuatu yang ada di alam, dunia fisik.251

Sejak masa Pythagoras, angka-angka dan keterkaitannya telah memukau

bangsa Yunani dan beserta bentuk-bentuk geometris, memungkinkan mereka

merekayasa seluruh alam semesta dan memahami struktur dan fungsinya. Bukanlah

tanpa alasan disiplin matematika dimasukan sebagai bagian filsafat Yunani:

matematika, sebenarnya bentuk dari pelatihan filsafat, dengan menggunakan

prosedur baku dari argumen, penunjukan dan pembuktian untuk mencapai jawaban

yang dapat diterapkan secara universal. pada abad ketiga sebelum masehi, Euclid,

ahli matematika Yunani yang terkenal pada masa Alexandria, menuliskan karyanya,

Elements (unsur-unsur), yang mengumpulkan kedalam tiga belas buku seluruh

geometris yang diperoleh hingga saat itu. Karyanya ini juga memuat teori bilangan,

angka irasional, dan hal-hal lainnya yang di ungkapkan dalam definisi dan aksioma.

Keberhasilan Euclid merupakan bagian penting dari warisan yang diterima oleh

kaum muslimin, dan masih tidak terbandingi hingga abad ke-19.252

250 Ibid. h. 56251 Ibid. h. 56252 Ibid. h. 57

Page 111: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

111

Geometri Yunani serta aritmatika dan aljabar Hindu masuk ke wilayah Islam

sejak masa awal-awal, matematika Yunani merupakan bagian dari harta karun

naskah ilmiah yang diterjemahkan di pusat-pusat seperti Jondeshapur dan Baghdad,

matematika Hindu mungkin datang melalui jalur perdagangan dengan India.253

Dengan demikian dua pendekatan yang berbeda secara fundamental pada

pengkajian matematika muncul bersamaan selama abad-abad pertama budaya

Islam: kecenderungan Yunani pada penggambaran konsep-konsep secara geometris,

dan penekanan Babilon pada perhitungan sexagesimal (atau basis enampuluh)

menggunakan bilangan berurutan, bersama-sama dengan penggunaan urutan

bilangan desimal dari India.254

Berawal dari pusat-pusat intelektual seperti bait al-hikmah yang didirikan

oleh khalifah Abasiyah di Baghdad dan Fatimiyah di Kairo, filosof-matematikus

Islam yang pertama menggeluti harta rampasan intelektual mereka dengan penuh

gairah. Mereka segera dengan terbiasa dan mulai melakukan kritikan terhadap ide-

ide, rumusan-rumusan, dan rincian-rincian yang mereka temukan tidak akurat, tidak

konsisten, atau kesalahan-kesalahan lainnya. Mereka melakukan penerjemahan baru

dan revisi-revisi terhadap yang sudah ada, sembari melakukan koreksi dan sampai

pada kesimpulan baru.

Inilah salah satu pengembangan dan penemuan terhadap sejarah budaya

pada akhirnya, ahli matematika Muslim mengubah sifat bilangan, mengefisienkan

beberapa bidang matematika, dan mengembangkan cabang-cabang baru

matematika. Sebelum mengkaji lebih dekat pada bagian paling penting dari

253 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI Press, 1982), h. 57254 Howard R. Turner, Op Cit, h. 57

Page 112: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

112

pencapaian ini, perlu dicatat bahwa pada periode sejarah yang sama ahli matematika

Eropa Barat menghabiskan waktu mrereka dengan pertengkaran mengenai kalender,

instruksi-instruksi baru dalam menggunakan sipoa (alat astronomi), dan masih

menggunakan angka Romawi.255

Ali Velayati menggeneralisasi kontribusi kaum Muslim dalam matematika

yang merupakan karya orisinil mereka. Hal itu meliputi 1. perbaikan terhadap alat

penulis angka India dengan menyempurnakan kalkulasi bagian seperpuluhnya; 2.

penciptaan pengurangan seperpuluhan; 3. menciptakan konsep-konsep baru dalam

teori angka; 4. menemukan ilmu aljabar; 5. pencapaian penting dan baru dalam

masalah segitiga; 6. pencapaian dalam teori sphere (ruang); 6. penemuan berbagai

metode untuk menemukan jawaban terhadap masalah angka dan formula tingkat

dua dan tiga.256

Berbeda dengan Velayati, J.L. Berggren menulis artikel tentang sejarah

matematika dunia Islam dari perspektif bibliografis menjelaskan bahwa kemajuan-

kemajuan yang dicapai dalam bidang ini sanga luas. Itu meliputi teori bilangan,

aritmatika, aljabar, persamaan-persamaan tak tentu, kombinatoris, matematika

rekreasional, geometri, trigonometri, matematika numerik, optik, geografi

matematis, dan mekanika.257 Berggren memberi kesimpulan dalam artikelnya

bahwa otonomi dan keorisinilan matematika dalam peradaban Islam, dimana

inovasi dalam aritmatika dan aljabar yang dulu tampak semata disebabkan oleh

255 Ibid. h. 57256 Ali Velayati, “Pasang Surut Perdaban Islam”, dalam al-Huda: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu

Islam, Vol. III, Nomor, 12, 2006, h. 61256 J.L. Berggren, “Sejarah matematika di Dunia Islam: Sebuah Penulusuran Bibliografis”

dalam A.I. Sabra et.al., Sumbangan Islam Kepada Sains & Peradaban Dunia, (Bandung: PenerbitNuansa, 2001), h. 36-59

Page 113: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

113

pengaruh dari luar ternyata merupakan bagian integral dalam tubuh matematika

Islam. Ia juga menekankan sejak pertengahan abad ke 10 dan 11 merupakan periode

yang sangat kreatif bagi banyak disiplin matematika Islam, periode yang

menampakkan kemajuan penting di bidang aritmatika dan aljabar, pengembangan

trigonometri sferis, dan kontribusi brilian dalam mekanika dan kartografi.258

Penggunaan angka kosong (zero)259 merupakan hal yang paling mencolok

kontribusi kaum Muslim terhadap bidang ini. Aktivitas pengukuran dan

penghitungan yang sebelumnya begitu rumit dan kompleks kemudian ternyata dapat

dilakukan lebih mudah dan aplikatif. Penggunaan angka kosong sangat penting

dalam aritmatika. Tanpa angka kosong, sangat sulit menghitung jumlah puluhan,

ratusan, ribuan dan seterusnya. Orang terdahulu sebelum penggunaan angka itu

menggunakan tabel yang dikenal sebagai abacus. Orang Barat balajar penggunaan

angka dari Arab sehingga angka yang biasa kita gunakan sehari disebut sebagai

angka Arab (Arabic numerals).260

Tokoh matematika utama dunia Islam adalah al-Khawarizmi. Ia telah

mempengaruhi pemikiran di bidang ini hingga batas tertentu lebih besar daripada

penulis abad pertengahan. Di samping menyusun tabel astronomi tertua, al-

Khawarizmi juga menulis karya tertua tentang aritmatika, yang hanya diketahui

lewat terjemahannya, dan tentang aljabar. Karyanya yang berjudul Hisab al-Jahr

258 Ibid. h. 60259 Penemu angka kosong ini masih simpang siur, beberapa sejarawan mengatakan bahwa

kosong atau zero (shifr) berasal dari India karena orang Arab menamai angka-angkanya termasukangka kosong dengan nama al-A’dad al-Hindi atau angka-angka India. Sebagian lainnyamengatakan kata hindi merujuk kepada kata bahasa Arab lainnya yaitu handasi yaitu cabang ilmuyang berkaitan dengan konstruksi bagunan (engeneering) dan geometri. Jadi kata hindi bisa diartikansebagai huruf matematika karena kata tersebut juga digunakan dalam istilah astronomi da’ira al-hindi yang bermakna lingkaran (geometris) matematis. Lihat Muhammad Saud, Op Cit, h. 20

260 Muhammad Saud, Ibid. h. 21

Page 114: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

114

wa al-Muqabalah, yang dilengkapi lebih dari 800 contoh merupakan karya

utamanya, yang masih ditemukan dalam bahasa aslinya. Setelah diterjemahkan ke

bahasa Latin oleh Gerard dari Ceremona pada abad ke -12.261 al-Khawarizmilah

yang melahirkan istilah aljabar dan algoritma berikut konsep-konsep yang

menyertainya. Aljabar dalam bahasa Inggris algerbra menunjukkan perubahan

(transposisi)-pengatur keseimbangan (muqabalah) atau ekuilibrium-melalui

penambahan dan pengurangan dengan jumlah yang sama pada kedua sisi

persamaan.262

Al-Khawarizmi juga turut berperan memperkenalkan ke benua Eropa angka-

angka Arab yang disebut algoritma, sesuai namanya. Diantara matematikawan

belakangan yang dipengaruhinya adalah Umar al-Khayyam, Leonardo Fibonacci

(dari Pisa Italia) dan Master Jacob dari Florence.263

Pada periode ke empat kekuasaan Bani Abbasiyah atau periode Bani Saljuk,

perkembangan matematika sangat pesat tidak kalah dengan perkembangan bidang

ini pada awal kemunculannya. Pada periode ini mucul raksasa matematikawan yang

bernama Umar al-Khayyam (w. 1123 M). Disamping sebagai matematikawan ia

juga dikenal sebagai sastrawan yang melahirkan karya yang begitu mempesona dan

terkenal berjudul Ruba’iyat (syair empat baris) yang ia tulis dalam waktu

senggangnya yang merupakan bagian kecil dari ketokohannya. Orang Persia lebih

memperhatikan karya-karyanya dalam matematika daripada syair-syairnya itu yang

mereka sebut sebagai “permainan ilmuan.” Berlainan dengan dunia Barat yang

begitu mengagungkan kepiawaiannya dalam bidang sastra yang sekaligus

261 Hitti, Op Cit. h. 474262 Turner, Op Cit. h. 59263 Hitti, Op Cit. h. 475

Page 115: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

115

menganugerahi Umar al-Khayyam sebagai sastrawan agung abad ke sembilan belas

setelah Edward Fitzgerald menerjemahkan Ruba’iyatnya ke dalam bahasa

Inggris.264

Dalam bidang matematika yang oleh orang sezamannya ia paling diakui, al-

Khayyam mengembangkan lebih jauh aljabar al-Khawarizmi, membahas pecahan

tingkat dua dengan menggunakan geometri dan aljabar (geometric and algebraic

solutions of equations of the second degree)265

Sebagaimana diuraikan oleh Muhammad Saud, bahwa jika al-Khawarizmi

hanya membahas tentang kuadrat, maka Umar al-Khayyam membahas tentang

pecahan kubis. Dia membuat klasifikasi pecahan yang menakjubkan berdasarkan

kompleksitas pecahan itu sendiri, yaitu dalam sejumlah istilah-istilah yang berbeda

yang dikandungnya. Sejak abad ke-17 klasifikasi modern dibuat berdasarkan

temuan al-Khayyam ini. Perlu diperhatikan bahwa semakin tinggi tingkatan

pecahannya, semakin banyak pula istilah-istilah yang dikandungnya. Ia

mengklasifikasi pecahan kubus menjadi 27 bagian yang dibagi lagi menjadi 4

kategori. Dia memberi solusi geometris parsial terhadap beberapa bagian

tersebut.266

Al-Khayyam merupakan tokoh berbagai bidang dan unik, sejalan dengan

pernyataan Nasr yang menyatakan bahwa dalam diri al-Khayyam terdapat berbagai

perspektif Islam bersatu. Ia seorang penyair,267 sufi, filsuf, astronom dan

264 Ahmad Amin Husayn, Op Cit. h. 182265 Hitti, Op Cit. h. 475266 Muhammad Saud, Op Cit. h. 28267 Sebagai penyair al-Khayyam sering dianggap gnostis (zindik) oleh para sufi yang

berkecenderungan lebih eksoteris, yang belakangan sifat al-Khayyam yang skeptis tersembunyikepastian dari intuisi intelektual. Lihat Nasr Op Cit.h. 141., bagaimana tidak dianggap gnostis, syair-syair al-Khayyam dalam Ruba’iyyatnya mengandung pesan orang yang identik dengan orang yang

Page 116: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

116

matematikawan. Sayang ia sedikit menulis dan dari yang sedikit itu pun banyak

karyanya yang hilang. Meskipun demikian, karyanya yang masih ada – yang

meliputi, selain syairnya, naskah tentang eksistensi, metafisika, juga karya

matematika yang terdiri dari riset prihal aksioma Euclidius, aritmatika dan aljabar –

adalah bukti cukup mengenai universalitasnya dan kemumpunannya. Aljabar oleh

al-Khayyam adalah satu dari teks matematika terpenting abad pertengahan. Buku

tersebut membahas pecahan melalui urutan kubis dengan mengklasifikasinya dan

menyelesaikannya (biasanya secara geometris) dan selalu menjaga hubungan antara

faktor-faktor yang tidak diketahui, bilangan-bilangan dan bentuk-bentuk geometris,

dengan demikian menjaga hubungan antara matematika dan makna metafisika yang

inheren dalam geometri Euclidius.268

Untuk membuktikan ketokohan al-Khayyam, Nasr menyempatkan untuk

mengutip empat bagian awal dari Aljabarnya al-Khayyam. Nasr menyatakan

pengutipan keseluruhan tidak dilakukan karena bagian berurutan yang paling

penting, yang membahas persamaan pangkat tiga dan empat dilewatkan karena

sukar dipahami oleh pembaca pemula. Di tulisan ini mengutip bagian kecil dari apa

yang ditampilkan Nasr dalam bukunya Sains dan Peradaban dalam Islam sebagai

berikut:

Persamaan sederhana ada enam macam: a. bilangan sama dengan akar; b.bilangan sama dengan kudrat; bilangan sama dengan kubik; c. (banyak) akarsama dengan kuadrat; d. (banyak) kuadrat sama dengan kubik; e. (banyak)Kuadrat sama dengan kubik; d. (banyak) akar sama dengan kubik.269

Tiga dari enam macam ini telah dibahas dalam buku-buku ahli aljabar.Mereka katakan bahwa rasio dan yang dipersoalkan terhadap kuadrat adalah

tenggelam dalam kenikmatan ruhani tanpa memperdulikan berbagai persoalan yang menyibukkanpara pemikir dan filsuf, atau apa-apa yang akan terjadi esok hari. Lihat Ahmad Amin Husayn, OpCit. h. 183

268 Sayyed Hossein Nasr, Ibid. 141269 Ibid. h. 145

Page 117: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

117

bagaikan kuadrat dan kubik, dari sini, jika dibandingkan kuadrat dengankubik maka sama seperti membandingkan yang dipersoalkan dengankuadrat; dan juga rasio bilangan dengan kuadrat seperti rasio akar dengankubik, tapi mereka tidak membuktikannya secara geometris. Pada kasusbilangan sama dengan kubik, tidak ada cara untuk mendapatkan sisinnyakecuali dengan kalkulasi; sedangkan pada kasus metode geometri, ini tidakdapat diselesaikan kecuali dengan potongan kerucut.270

Manuskrip-manuskrip al-Khayyam tentang prinsip-prinsip kerja aljabar

berada di perpustakaan Leiden, Paris, dan London. Pengantarnya tentang

penelitiannya dalam aksioma Euklide (musadarat) diterjemahkan oleh Jacob dan

Wiedemann. George Sarton penulis Introduction to the History of Science

menjuluki al-Khayyam sebagai salah satu Matematikawan terbesar abad

pertengahan.271 Bertrand Russell mengatakan “Umar Khayyam merupakan satu-

satunya manusia yang saya tau yang sangat mumpuni dalam sastra (puisi) dan

matematika yang mereformasi penyusunan kalender pada tahun 1079 M”272

Kemudian para matematikawan yang lahir pada periode ini adalah al-Zarqali

(Arzachel) yang menjelaskan tabel-tabel trigonometris. Jabir Ibn Aflah yang

menulis buku berjudul Kitab al_Hai’ah atau Islah al-Majisti memberi pengantar

yang penting dalam trigonometri. Dia memberi persamaan rumus : cos B = cos a.

sin B untuk segitiga ruang dan persegi panjang pada C. Ibn Yasmini menulis puisi

pendek dalam bidang aljabar, dan Muhammad al-Hassar yang begitu terkenal pada

abad ke 12 dan ke 13 Masehi menulis risalah tentang Aritmatika dan Aljabar yang

diterjemahkan dalam bahasa Yahudi.273

270 Ibid. h. 146271 Ziauddin Ahmad, Op Cit. h. 104272 Ibid. h. 105273 Muhammad Saud, Op Cit. h. 29

Page 118: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

118

Abdul Malik al-Shirazi mengomentari risalah Apollonios dan Fakhruddin al-

Razi, seorang ilmuan dan filsuf menulis postulat Euclid. Muhammad Abdullah al-

Hassar menyusun, dengan bantuan Ibn Yunus, sebuah risalah tentang kompas yang

sempurna berjudul Risalah al-Bakar al-Tamam. Kompas ini merupakan alat dimana

kerucut dapat digambar.274

Seorang ensiklopedis Muslim bernama Kamal al-Din Ibn Yunus (w. 1242)

menyusun risalah tentang aritmatika, aljabar, angka-angka segi empat dan segi

tujuh, dan tema-tema serupa. Dia menjawab salah satu dari pertanyaan-pertanyaan

Raja Frederick yang diajukan kepadanya oleh koleganya Ayyubi al-Kamil

(penguasa Mesir tahun 1218 – 1238 dan Damaskus tahun 1234 – 1235). Pertanyaan

yang Ibn Yunus jawab adalah bagaimana membangun sebuah segi empat yang sama

dengan segmen sekelilingnya. Bukti keabasahan jawaban tersebut diberikan oleh

salah satu muridnya, al-Mufaddal Ibn Umar al-Abhari yang menulis artikel tentang

hal itu.275

Seorang tokoh matematika, geografi, dan astronomi, al-Hasan al-Markashi

begitu terkenal hingga tahun 1262 M. Ia menulis berbagai karya di bidang-bidang di

atas. Karya utamanya berjudul Jami’ al-Mabadi wa al-Ghayat merupakan

kompilasi apik tentang pengetahuan praktis peralatan astronomi dan metodenya,

trigonometri dan gnomonis. Dalam karyanya, ia membahas tidak hanya sinus dan

cosinus tetapi juga apa yang ia sebut sinus sempurna (jaib tamam) ; sin (90o – a) =

274 Ibid. h. 29275 Ibid. h. 29

Page 119: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

119

cos a dan melampaui sin besar (jaib fadl), sin (a – 90o) = cos a. dia menyusun tabel

sinus untuk setiap setengah tingkat dan tabel sin terpotong dan sin besar.276

Abu al-Abbas Ahmad Ibn Muhammad seorang matematikawan dan ahli

astronomi terkenal pada abad ke 13. ia seorang penulis tekenal yang menghasikan

70 karya yang kebanyakan tentang matematika dan astronomi. Karyanya yang

paling terkenal berjudul al-Talkhis ‘an al-Hisab. Buku ini setidak-tidaknya

dipelajari selama dua abad dan banyak karya komentar ditulis atasnya. Ibnu

Khaldun sangat mengagumi buku ini yang terjemahan bahasa Perancisnya baru

muncul tahun 1864. Buku ini merupakan ringkasan aritmatika yang mengandung

topik-topik menarik berupa pengembangan bilangan pecahan (fraction),

penggunaan yang konstan angka-angka India dan juga membahas tentang bentuk-

bentuk tambahan persegiempat dan kubus. Disamping menulis buku ini, Ibn

Muhammad menulis empat risalah tentang bilangan bulat (integer), pecahan, akar

dan proporsi.277

Nashiruddin al-Thusi adalah tokoh yang begitu terkenal dalam bidang

astronomi yang juga mengepalai observatorium terbesar masa itu – observatorium

Maragha. Selain dikenal sebagai astronom, ia juga adalah ahli matematika, filsafat

dan fisika. Disamping menulis banyak karya astronomi, ia juga menulis beberapa

karya tentang matematika. Dia begitu terkenal dalam bidang trigonometri. Dialah

yang menerjemahkan karya Menelao tentang ilmu ruang (spherics) dan juga ia

menulis karya orisinilnya dalam bidang ini berjudul Shakl al-Qatta’278 (dalam

276 Ibid. h. 28277 Ibid. h. 28278 Ada karya matematika yang berjudul sama yang juga ditulis oleh tokoh muslim yaitu

Shakl al-Qatta’ nya Muhyiddin al-Maghribi yang merupakan matematikawan dan filsuf Muslim

Page 120: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

120

bahasa Latin Figure Catta) yang berarti bentuk-bentuk sektor. Judul itu terinspirasi

oleh teori Menelao tentang segitiga yang dipotong oleh garis lintang

(transversal).279 Buku ini terdiri dari 5 jilid yang buku ke 3 dan ke 4 membahas

tentang trigonometri ruang dan sferis secara berturut-turut. Inilah karya yang

menempatkan trigonometri sebagai ilmu yang independen terlepas dari astronomi

dan merupakan karya terbesar dalam jenisnya pada abad pertengahan.280 Karya

tersebut juga berisi tentang rumus ekplisit tentang hukum sinus tentang segitiga

ruang dengan dua bukti yang absah. Ia juga membahas tentang enam rumus

mendasar tentang solusi anggel segitiga ruang yang benar sekaligus menjelaskan

metode penggantiannya.281 Ia juga menulis karya dalam aritmatika berjudul

Mukhtasar bi Jami al-Hisab.282

D. Fisika

Fisika dalam sains abad pertengahan, seperti juga di kalangan bangsa

Yunani, mencakup pengkajian-pengkajian ‘semua yang berubah,” atau dunia

penciptaan dan kerusakannya. Dalam dunia Islam, studi fisika (thabi’iyat) melebihi

sains manapun, mengikuti ajaran Aristoteles dalam garis besar fondasinya.

Kebanyakan masalah yang dikemukakan oleh ilmuan muslim saat itu adalah dalam

kerangka doktrin bentuk dan materi, kemungkinan dan kenyataan dan lain

sebagainya. Akan tetapi ada beberapa ilmuan muslim lainnya yang sangat kritis dan

merumuskan berbagai konsepsi baru dalam perubahan seperti konsepsi tenaga

keturunan Spanyol. Karya al-Maghribi ditulis berdasarkan teori-teori yang diajukan al-Thusi dandilengkapi pengembangan-pengembangan orisinil dari dirinya sendiri. Lihat Saud, Ibid. 31.

279 Ziauddin Ahmad, Op Cit. h. 106280 Howard R. Turner, Op Cit. h. 81-82 dan Saud, Op Cit. h. 30281 Saud, Ibid. h. 31282 Ziuddin Ahmad, Op Cit. 106

Page 121: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

121

kosong, yang memainkan peran penting dalam perubahan yang akan timbul

kemudian dalam struktur keseluruhan fisika di Barat. 283

Metode yang ditempuh untuk memperdalam disiplin ini, fisikawan Muslim

melakukan pengamatan dan eksperimen, dan dengan cara itu berusaha menganalisis

informasi dari aspek nyata alam. Terdapat ilmuan-ilmuan besar muslim dalam

bidang ini yang paling terkenal adalah Ibn al-Haitsam (Alhazen) (965-1039 M). Ia

adalah seorang matematikawan, filsuf, astronom, dan ia dianggap sebagai fisikawan

terbesar abad pertengahan. Ia memberi kontribusi besar kepada penelitian gerak,

dimana ia menemukan prinsip kekekalan (inersia), fisika langit, ilmu statistika dan

sekaligus membuat ilmu optika sebagai ilmu yang baru.284

Ibn al-Haitsam adalah tokoh pertama dalam bidang fisika eksperimental

yang mendahului Roger Bacon. Ia adalah tokoh pertama yang begitu mendetail

meneliti tentang gejala cahaya; penglihatan, pelangi, pemantulan, pembiasan.285 Dia

banyak menghasilkan karya dan diantara yang terkenal adalah Kitab al-Manadzir.

Dalam buku ini ia menentang teori Eucklid dan Ptolemeus bahwa matalah yang

memberi cahaya ke benda dan oleh karena iu dapat melihat. Sebaliknya dia

berpendapat bahwa bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan dari proses

pengiriman itu timbullah gambaran dari benda tersebut dalam mata. Kemudian

karya selanjutnya adalah al-Muntakhab fi ‘Ilajil ‘Ain yang mengandung

pembahasan penting tentang pengobatan mata.286

283 Sayyed Hossein Nasr, Op Cit. h. 108284 Ibid. h. 110-111285 Abdel Halim Montaser, “Ilmu Pengetahuan Alam” dalam Komisi Nasional Mesir Untuk

UNESCO, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, terj. (Bandung: Penerbit Pustaka,1986), h. 194

286 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, h. 63

Page 122: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

122

Tokoh selanjutnya adalah Ibnu Sina (980-1037 M) membahas tentang

kecepatan suara dan cahaya dalam bukunya al-Syifa. Menurut pendapatnya,

penglihatan mendahului pendengaran, jadi bila ada seseorang yang memukulkan

dua benda dari jarak yang jauh, maka anda akan melihat pukulan itu lebih dahulu

sebelum mendengar bunyinya. Hal ini disebabkan kenyataan bahwa melihat

membutuhkan waktu lebih panjang daripada mendengar, karena suara bergerak

dalam gelombang melalui udara. Tentang awan Ibn Sina menyatakan bahwa ia

dibentuk dari uap air yang timbul karena pemanasan dan naik ke atas sampai ia tiba

pada lapisan udara yang dingin. Uap itu adalah bahan terjadinya awan, hujan,

embun, kelembaban, salju, es dan hujan es, dan pada uap tersebut tampak lingkaran

cahaya, pelangi dan meteor.287

Pada periode kekuasaan Dinasti Saljuk, muncul seorang tokoh bernama

Kamal al-Din al-Farisi. Ia adalah tokoh pertama yang begitu serius mempelajari

karya al-Haytsam Kitab al-Manadzir yang dari awal ditulis, buku tersebut tidak

mendapat perhatian yang baik dari ilmuan muslim hingga kemunculan al-Farisi.

Rumusan tentang prinsip-prinsip yang berperan dalam efek kamera obscura

merupakan objek komentar penting al-Farisi. Lebih penting lagi, ia memberikan

penjelasan yang memuaskan untuk pertama kalinya tentang pelangi, sebuah

fenomena yang sudah mempesona ilmuan muslim, seperti Ikhwan al-Shafa. Dengan

mempelajari jalan cahaya di dalam sfera gelas, ia mengungkapkan bagaimana

cahaya matahari direfraksi melalu air hujan dan bagaimana pelangi primer dan

sekunder dibentuk.288

287 Montaser, Op Cit. h. 193288 Howard R. Turner, Op Cit. h. 209

Page 123: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

123

Karya dan komentar al-Farisi amat memajukan perkembangan metode

eksperimen, khusus korelasi penting antara eksperimen dan teori. Secara perlahan

tapi pasti, sains eksperimental mendapatkan bentuknya, dengan memanfaatkan

sejenis proses investigatif yang akhirnya mendominasi seluruh pencarian ilmiah.289

Diantara fisikawan Muslim angkatan terakhir, seorang yang paling penting

adalah Abu al-Fath Abdurrahaman al-Khazani. Ia aslinya seorang budak Yunani

yang diberi kesempatan belajar sains dan filsafat oleh tuannya ‘Ali al-Khazani al-

Marwazi di Merv. Ia begitu terkenal pada sekitar tahun 1115-1121 M dan yang

meneruskan pengkajian mekanika dan hidrostika dalam tradisi al-Biruni (973-1048

M) dan saintis terdahulu.290

Ia banyak menulis karya tentang astronomi dan fisika dan yang paling

penting adalah Kitab Mizan al-Hikmah atau neraca kebijaksanaan yang mungkin

adalah karya yang paling menonjol dalam bidang mekanika dan Hidrostatika dan

terutama studi tentang gravitasi.291 Dalam teori gravitasi al-Khazani, ia menjelaskan

bahwa kekuatan gravitasi bumi ini didasarkan pada kemana kekuatan itu terarahkan

maka itu akan menjadi pusat dari kekuatan gravitasi bumi. Ia juga menjelaskan

tentang tabel-tabel terinci tentang gravitasi benda cair dan padat (berdasarkan

pemikiran al-Biruni), sejarah subjek, gravitasi udara, observasi kapilaritas,

penggunaan aerometer untuk mengukur kepadatan dan kajian tentang tempratur

benda cair, aplikasi keseimbangan untuk mensejajarkan ukuran waktu.292

289 Ibid. h. 209290 Muhammad Saud, Op Cit. h. 36. lihat juga Nasr, Sains dan Peradaban, h. 120291 Nasr, Ibid. h. 121292 Saud, Ibid. h. 35

Page 124: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

124

Dalam karya yang lain tentang keseimbangan, Keseimbangan Bidang, al-

Khazani menekankan kebutuhan untuk menghilangkan sebisa mungkin pengaruh-

pengaruh variasi temperatur ketika penimbangan. Al-Khazani dan karya-karyanya,

oleh beberapa ahli, dianggap sangat mempengaruhi Galileo.293

A. Mieli, sejarawan sains dari Italia, membandingkan penentuan berat jenis

oleh al-Biruni dan al-Khazani dengan hasil sains modern sebagaimana berikut:294

Menurut al-Biruniberdasarkan nilai tetapuntuk295

Menurutal-Khazini

NilaiModern

Zat Emas Air raksa

emas (19.26) 19.05 19.05 19.26tembaga 13.74 (13.59) 13.56 13.5loyang 8.92 8.83 8.66 8.85besi 7.82 7.74 7.74 7.79timah 7.22 7.15 7.32 7.29timahhitam

11.40 11.29 11.32 11.35

Kemudian tokoh selanjutnya dalam fisika adalah Nashiruddin al-Thusi

(1201-1274 M) yang dalam pembahasan sebelumnya disebut sebagai astronom

terkemuka abad pertengahan menulis karya dalam bidang optik berjudul al-

Mabahits fi In’ikas al-Shu’a’at wa In ‘itafiha (penelitian tentang refleksi dan

refraksi cahaya). Karya ini membahas kualitas sudut pandang benda dan

refleksinya. Karya lainnya berjudul Tahrir Kitab al-Manazir. Dalam kata

293 Ibid. h. 35-36294 Nasr, Op Cit. h. 122295 Metode al-Biruni berdasarkan pengukuran nilai berbagai zat dengan mengambil satu zat

tertentu yang bernilai tetap. Nilai untuk emas, air raksa yang tetap pada kolom dituliskan dalamkurung, dan nilai lainnya utnuk tiap kasus dinyatakan bedasarkan nilai-nilai tetap ini. Lihat Nasr,Ibid. h. 333

Page 125: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

125

pengatarnya, al-Thusi menjelaskan bahwa seseorang mempersepsi/melihat benda

dikarenakan cahaya yang terpancar dari benda tersebut, akan tetapi proses

penglihatan terjadi seakan-akan mata kita yang memancarkan cahaya ke benda

itu.296

E. Kimia

Setelah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, orang Arab

memberikan konstribusi ilmiah yang besar dalam bidang kimia. Dalam bidang ilmu

kimia dan ilmu fisika lainnya, orang Arab telah memperkenalkan tradisi penelitian

objektif, sebuah perbaikan penting terhadap tradisi pemikiran Yunani yang

spekulatif.297

Kimia adalah ilmu yang membahas komposisi, unsur-unsur dan perubahan

komposisinya yang terjadi pada zat. Zat dibagi menjadi zat organik dan non

organik. Ide pemisahan ini adalah hasil klasifikasi al-Razi yang membagi zat

kimiawi ke dalam mineral, sayur-sayuran, dan hewan. Kimia non organik

membahas tentang unsur-unsur dan elemen-elemen senyawa yang berasal dari studi

tentang mineral dan logam Sedangkan kimia organik membahas tentang senyawa

karbon yang dikembangkan melalui investigasi hewan dan tumbuhan.298

Seorang filsuf Yunani, Empedoklas mengenalkan empat elemen; udara, air,

tanah, dan api yang merupakan elemen utama (primal element) zat dan keberadaan

adalah buatan dari campuran empat elemen tersebut. Ia berpendapat bahwa empat

elemen tersebut berbeda dan dapat berubah. Aristoteles berpendapat juga bahwa

296 Saud, Op Cit. h. 41297 Hitti, Op Cit. h. 475298 Saud, Op Cit. h. 60

Page 126: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

126

empat elemen itu dapat berubah dan satu jenis elemen dapat berubah ke jenis

elemen lain.299

Jabir Ibn al-Khayyan sering disebut sebagai bapak kimia kaum muslim

yang hidup pada abad ke 8 M. Para ahli bahkan berpendapat bahwa sebelum Jabir

tidak ada ilmu kimia dalam pengertian yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar

keterampilan yang dikuasai melalui pengalaman dan yang memerlukan latihan serta

praktek, dan digunakan dalam pertambangan, membuat mumi, menenun,

pencelupan, pembuatan kaca, minyak dan parfum. Ia adalah peletak ilmu kimia

dalam pengertian modern, karena ia menunjukkan pentingnya eksperimen,

menganjurkan observasi yang teliti, berhati-hati, dan sabar di zaman yang

didominasi oleh teori empat elemen dan diobsesi oleh perubahan elemen-elemen,

khususnya perubahan logam-logam lain menjadi emas.300

Jabir berpendapat bahwa logam tidaklah terbentuk dari dua macam elemen

yang ada di dalam bumi, tapi dua elemen inilah yang berubah menjadi dua elemen

baru, yaitu air raksa dan belerang yang bergabung di dalam tanah dan menjadi

logam. Ia berpendapat bahwa perbedaan antara satu logam dan lainnya ditentukan

oleh proporsi air raksa dan belerang sebagai elemen pembangunnya.301 Kemudian

teori ini dikenal sebagai teori air raksa belerang logam (theory of sulfur-mercury of

metal). Dengan teori ini Jabir dianggap telah mampu memodifikasi teori empat

elemennya Aristoteles dan mengajukan elemen lain selain itu.302 Hebatnya, teori ini

mampu bertahan sampai beberapa abad, yakni akhir abad ke 18 dan menjadi dasar

299 Ibid. h. 61300 Abdel Halim Montaser, Op Cit. h. 197301 Ibid. h. 197302 Saud, Op Cit. h. 61 lihat juga Abdel Halim Montaser Ibid. h. 197

Page 127: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

127

teori Pholgiston yang mengatakan bahwa semua benda yang mudah terbakar

mengandung zat elusif dan tidak bisa didefinisikan, yang menyerupai api yang

disebut phlogiston yang diperkirakan melepaskan diri dari zat yang terbakar pada

waktu pembakaran.303

Ia banyak menulis karya dalam bidang ini diantaranya Kitab al-Rahmah,

Kitab al-Tajmi’ dan al-Zi’baq al-Syraqi. Seperti orang Mesir dan Yunani, ia

percaya pada pendapat bahwa logam biasa seperti seng, besi, dan tembaga dapat

diubah menjadi emas atau perak dengan formula misterius yang untuk

mengetahuinya ia banyak menghabiskan tenaga dan waktu. Ia telah mencanangkan

pentingnya eksperimen secara lebih seksama daripada ahli kimia sebelumnya dan

melangkah lebih maju dalam perumusan teori maupun dalam praktik kimia. Ia juga

telah berhasil menggambarkan secara ilmiah operasi utama ilmu kimia; kalnikasi

dan reduksi kimiawi. Ia memperbaiki metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan

kristalisasi.304

Kemudian tokoh kimia Muslim yang berpengaruh adalah al-Razi (w. 925

M). Ia adalah tokoh kimia yang dipengaruhi Jabir dan kebanyakan karyanya

berjudul mirip dengan seniornya itu. Diantara karya-karya kimianya, Rahasia dari

Segala Rahasia atau Liber Secretorium Bubacaris merupakan karyanya yang paling

terkenal dalam kimia. Karya ini membahas proses dan percobaan kimia yang

dilakukan sendiri oleh al-Razi dan yang dapat disamakan dengan bentuk ekuivalen

modernnya, seperti penyulingan, pengapuran, kristalisasi, dan sebagainya.305 Dalam

karya ini dan juga yang lain, al-Razi juga menguraikan tentang banyak peralatan

303 Abdel Halim Montaser, Ibid. h. 197304 Hitti, Op Cit. h. 477305 Nasr, Sains dan Peradaban…, h. 248

Page 128: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

128

kimia, seperti gelas bermulut lebar (beaker), botol (flask), botol kecil (phial), panci

(casserol), lampu nafta, tungku pelebur, gunting, tanga, labi distalasi, alu, lumping,

dan banyak lagi yang lain, yang sebagian masih digunakan orang hingga kini. Ia

adalah ilmuan yang mengenalkan kimia ke bidang kedokteran.306

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, studi tentang mineral (mineralogy)

berkaitan erat dengan kimia. Hampir 50 jenis bebatuan dinamakan dalam bahasa

Arab. Nama-nama itu banyak tercantum dalam buku berjudul Flowers of Stones

yang ditulis oleh Shihab al-Din al-Tifasi (w. 1154 M). Karya ini membahasa secara

mendalam dalam 25 bab tentang nama-nama jenis bebatuan dan bebatuan mulya;

asal muasal, geografi, pengujian, kemurnian, penggunaannya untuk tujuan medis

dan magis dan lain sebagainya.307

Pada abad ke 13 M, industri pembuatan keramik yang memunculkan proses

dan teknis kimiawi yang rumit sekali dikembangkan oleh kamu Muslim. Buku yang

paling terkenal dalam bidang ini dan merupakan yang pertama adalah Jawahir al-

‘Ara’is Wa ‘Aja’ib al-Nafa’is. Buku ini merupakan karya ‘Abd Allah Ibn ‘Ali

Kashani dan sangat berpengaruh dan bertahan hingga abad ke 16 M. buku ini

membahas tentang bahan-bahan pembuatan keramik seperti tanah liat, boraks,

timah, kobal (sejenis logam), lapis lazuli, mangaan, dan feldspar. Buku ini juga

membahas tentang bebatuan berharga, dan pembuatan parfum. Pada bab akhir buku

ini membahas tentang seni menghiasi keramik. Penjalasan-penjelasan itu sangat

berharga karena berdasarkan praktek tradisional dan aktual.308

306 Ziauddin Ahmad, Op Cit. h. 188-189. Lihat juga Ibid. h. 248307 Muhammad Saud, Op Cit. h. 65308 Ibid. h. 69

Page 129: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

129

Berkaitan dengan pembuatan kertas, terdapat sebuah karya berjudul al-

Kuttab wa ‘Uddatu Dhawail al-Bab yang dinisbatkan kepada seorang amir Tunisia

bernama al-Mu’iz Ibn Badis (1015-1061 M). Bab ke 11 buku ini membahas tentang

kertas dan sangat mempengaruhi tokoh yang mempelajari kertas Arab, Josef

Karabacek. Karya ini cukup detail menjelaskan bagaimana menyiapkan bubuk

kertas, membuat, mencuci dan membersihkan lembaran-lembaran, melicinkan dan

merekatkannya dan menghiasinya dengan tampilan yang indah. Dan tidak dapat

ditemukan teks dalam bahasa lain yang sebanding pada masanya.309

Penyiapan bubuk kertas merupakan proses kimia yang sangat rumit yang

menunjukkan kemajuan dalam pengetahuan kimia kaum Muslim pada saat itu.

Pengembangan manufaktur pembuatan kertas lebih dikembangan pada masa dinasti

Andalusia di Spanyol yang memberi kontribusi besar terhadap industri tulis-menulis

dan percetakan Eropa.310

Sedangkan tokoh kimia terbesar pada zaman periode ke empat kekuasaan

Dinasti Abbasiyah tepatnya abad ke 7 H/13 M adalah Abu al-Qasim al-‘Iraqi. Ia

adalah pengarang satu dari naskah kimia Islam yang paling terkenal, Pembuatan

Emas, adalah juga pengikut Jabir. Tidak seperti al-Razi, yang boleh dikatakan

membatasi diri pada sifat-sifat kimia dari benda, al-‘Iraqi tetap setia kepada ajaran

Jabir, menyelidiki sifat luar dan fisik benda dalam kaitannya dengan makna

simbolisnya dan dengan alam psikologis dan spiritual. Bukunya sebagian besar

adalah ikhtisar beberapa ajaran Jabir; serupa dengan ahli kimia lainnya, ia bertujuan

309 Ibid. h. 67310 Ibid. h. 68

Page 130: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

130

bukan untuk menemukan tapi untuk meneruskan dengan setia doktrin tokoh-tokoh

seni kimia.311

Ahli kimia seperti al-‘Iraqi menganggap kimia bersumber dari Tuhan;

karena itu mereka berupaya mempertahankan prinsip-prinsip aslinya. Ketiadaan

perkembangan ini bukan berarti hanya mengulang-ulang saja ataupun meninggalkan

kegiatan intelektual. Bagi mereka kegiatan akal bukan seperti penciptaan ide-ide

baru, tapi pembauran organis dari prinsip-prinsip seni tersebut. Keindahan dan

kesegaran yang masih ditemukan dalam tulisan beberapa ahli kimia, mereka dapat

menyatakan pandangan yang sama dalam bahasa yang segar yang tidak tergantung

hanya pada penggunaan naskah lainnya, tapi juga berkaitan dengan pengalaman

mereka yang langsung dan dalam. Kesegaran bahasa dan keindahan simbolisme

inilah yang benar-benar membedakan tokoh besar kimia dari mereka yang hanya

menyusun bagian-bagian dari naskah tua. Jadi kegiatan intelektual dari sarjanah-

sarjanah kimia ini adalah pendalaman mereka menembus selubung simbolisme

yang demikian banyak untuk mencapai prinsip abadi seni kimia, bukannya

pemikiran tentang alam mineral dengan harapan menjelaskannya menurut teori-

teori baru.312

Misalnya, al-‘Iraqi mengikuti Jabir tentang hal logam sebagai satu spesies –

berbeda hanya tentang sifat-sifatnya – spesies yang ia bandingkan dengan spesies

tumbuhan dan hewan, tapi ia menyatakan pandangan ini dengan cara yang

menunjukan keahliannya dalam kimia, bukannya dengan mengulang saja pendapat

311 Nasr, Sains dan Peradaban…, h. 256312 Ibid. 257

Page 131: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

131

Jabir. Begitu pula ia punya konsepsi yang serupa dengan bahan pertama (prime

matter) yang mencakup segala benda, tetapi yang dijelaskannya secara khas.313

Al-‘Iraqi juga menjelaskan cara menulis naskah kimia berkaitan simbolisme

dan beberapa istilah yang terdapat didalamnya. Jadi dalam naskahnya sendiri ia

memberikan contoh cara menafsirkan naskah kimia supaya bisa dimengerti. Tapi

walaupun begitu, ia berhenti pada tahap tertentu, tanpa memberikan makna akhir

metafisika dari istilah-istilah yang digunakannya dan meminta agar jangan

diteruskan lebih dari yang diuraikannya.314 Ia juga memberi penjelasan tentang

makna Judul karya Jabir al-Zi’baq al-Syiraqi atau Air Raksa dari Timur sebagai

berikut:

Tentang deskripsi dengan “asosiasi yang perlu”, contohnya adalah ungkapan“air raksa dari Timur”. Mereka maksud dengan ungkapan ini ialah air raksayang diekstrak dari batu-batunya, dan ini adalah ungkapan “asosiasi yangperlu”, karena air raksa dari Timur diekstrak dari batu, berlainan dari airraksa dari Barat, yang diekstrak dari tanah lunak. Jika sesuatu ciri air raksaTimur ditemukan dalam air raksa itu mereka berikan nama tersebut. Sebabitu, haraplah mengerti.315

Dan mereka sering menyebut dengan ungakapan “dari Timur” suatu bahanyang panas dan kering seperti wilayah Timur dan pula serupa sifat matahariyang terbit dari Timur. Demikianpun dengan “Barat” dan “Mesir” merekamaksud ialah kelembaban yang ditarik dari batunya, seperti halnya Baratdikaitkan dengan lembab. “sungai nil” maksudnya sama.316

Tradisi kimia yang diwakili oleh Jabir, al-’Iraqi dan yang lainnya adalah

tradisi yang berkesinambungan dalam dunia Islam, berlangsung berabad-abad

hingga zaman modern.317 bahasa simbolisme mengintegrasikan pandangan sufisme

dan sekaligus pandangan keduniawian. Jadi kreativitas seniman dan ilmuan kimiawi

313 Hitti, Op Cit. h. 477314 Nasr, Sains dan Peradaban…, h. 257315 Ibid. h. 258316 Ibid. h. 258317 Ibid. h. 259

Page 132: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

132

disamping berunsur hal yang duniawi akan tetapi juga – dan mungkin yang paling

inti dari tujuan ilmu ini – dilumuri oleh pemahaman ilahiah dan dunia spiritualitas

Page 133: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

133

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Definisi zaman kemajuan ilmu pengetahuan Islam selalu dialamatkan pada

periode pertama kekuasaan dinasti Abbasiyah dalam sebagian besar pendapat

sejarawan seperti klasifikasi Watt (1984) sekitar tahun 750-850 M atau menurut

Hitti (2006) bermula dari kekuasaan al-Saffah (750 M) hingga berakhirnya

kekuasaan al-Mutawakkil (847 M). Lebih spesifik lagi, istilah zaman kemajuan

ilmu pengetahuan Islam benar-benar mencapai puncakanya pada kekuasaan dua

khalifah besar yaitu Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Makmun (813-

833 M). Apabila ditilik dari seluruh aspek kehidupan; misalnya kesejahteraan

rakyat, kestabilan keamanan, politik ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan lain

sebagainya, masa kekuasaan dua khalifah ini memang tiada duanya.

Periode keempat kekuasaan Dinasti Abbasiyah bersamaan dengan efektifnya

kekuasaan politis kaum Turki Saljuk. Meskipun setelah keruntuhan Dinasti Saljuk,

secara tidak otomatis Dinasti Abbasiyah lenyap dari permukaan bumi. Dikarenakan

sebenarnya periode ini dibagi menjadi dua bagian yaitu periode kekuasaan Dinasti

Turki Saljuk dan periode paska kekuasaan Dinasti Turki Saljuk yang terentang dari

tahun 447-656 H/1055 – 1258 M. Periode ini sering disebut-sebut sebagai periode

kemunduran kejayaan Dinasti Abbasiyah yang beberapa periode sebelumnya begitu

gemilang dan solid dalam berbagai bidang kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial

maupun ilmu pengetahuan.

Page 134: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

134

Tesis dan asumsi bahwa periode keempat kekuasaan Dinasti Abbasiyah

adalah periode kemunduran dalam segala aspek perlu dikaji ulang. Oleh karena itu

penelitian ini, meskipun sifatnya penelitian kelas S1, cukup memberi pandangan

bahwa kemunduran dalam ilmu pengetahuan pada periode keempat Dinasti

Abbasiyah tidak benar adanya. Justru pada periode ini, kemajuan dalam berbagai

bidang ilmu pengetahuan menemukan kematangannya, meskipun dari segi

kepesatan dan kecepatan perkembangan masih kalah dari periode-periode

kekuasaan Dinasti Abbasiyah sebelumnya. Sebagaimana ditegaskan oleh J.L.

Berggren (2001) bahwa abad ke 10 dan ke 11 merupakan periode kreatif dan

matang bagi pengembangan sains Islam. Dengan kata lain bahwa abad-abad

sebelumnya merupakan masa peletakan fondasi untuk mencapai kematangan

khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan. Dan itu tentunya tidak berlaku bagi

bidang-bidang lain terutama misalnya politik dan keamanan.

Serupa juga apa yang disampaikan oleh Howard R. Turner (2004) bahwa

sebenarnya awal abad ke-11 lah yang merupakan the peak of its first golden age

atau puncak pertama zaman keemasan Islam. Mungkin pendapat ini melihat bahwa

sebelumnya peradaban Islam yang begitu indah dan megahnya hanya dapat

dinikmati oleh kalangan Islam dan negara-negara tetangga terdekatnya. Namun

mulai abad ini, selain kematangan pengembangan ilmu pengetahuan Islam yang

diperoleh, kemegahannya telah begitu berpengaruh ke seluruh penjuru dunia dan

memberi manfaat ke seluruh ras manusia di jagad raya ini.

Kesimpulan dari penelitian ini menggambarkan bahwa kemajuan ilmu

pengetahuan tidak hanya berada pada periode Dinasti Abbasiyah pertama, akan

tetapi terus berlanjut hingga periode keempat selesai. Hal ini ditandai jatuhnya

Page 135: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

135

Bagdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656

H/1258 M.

Hasil penelitian ini difokuskan untuk menggambarkan secara kritis dan

analitis kemajuan-kemajuan yang dicapai pada periode Dinasti Abbasiyah keempat.

Kemajuan-kemajuan itu meliputi:

1. Kemajuan-kemajuan yang dicapai di bidang ilmu-ilmu Islam pada

masa ini merupakan pelestarian dan pengembangan masa-masa

sebelumnya. Dalam beberapa bidang ilmu-ilmu Islam sebagian karya

yang ditulis berupa komentar-komentar karya-karya yang ditulis

sebelumnya. Akan tetapi periode ini juga banyak melahirkan karya-

karya dan tokoh-tokoh besar dengan pemikiran-pemikiran orisinil

dan memukau, seperti al-Ghazali yang pengaruhnya dapat kita

rasakan hingga sekarang.

2. Dalam bidang sains, periode ini bisa dibilang sebagai periode

keemasan sebenarnya sejalan dengan pernyataan J.L. Berggren

(2001) dan Turner (2004). Tesis ini ditandai dengan banyaknya

ilmuan-ilmuan yang lahir dengan pemikiran-pemikiran yang hebat

juga. Mereka juga banyak menghasilkan karya-karya besar yang

sangat berpengaruh hingga berabad-berabad sesudahnya. Periode ini

juga disebut sebagai periode kematangan perkembangan sains,

karena pada periode inilah sains Islam mencapai puncaknya. Dengan

kata lain, periode-periode sebelumnya merupakan fondasi untuk

mencapai puncak pada masa periode keempat Dinasti Abbasiyah ini.

Page 136: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

136

Periode ini melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Nashiruddin al-

Thusi, Umar al-Khayyam, Ibn al-Nafis, al-Khazani dan seterusnya.

3. Untuk mendukung kemajuan baik dalam bidang ilmu-ilmu Islam dan

sains tentunya menjadi syarat mutlak adanya kegiatan-kegiatan

ilmiah. Pada periode ini terdapat salah satu institusi terbesar yang

pernah ada dalam dunia Islam yaitu Madarasah Nizham al-Mulk

yang didirikan oleh Nizham al-Muluk (w. 1092) seorang perdana

mentri dari Sultan Alp Arslan (1063-1092 M). Di madrasah inilah,

selain kegiatan belajar dan mengajar, terdapat kegiatan-kegiatan

ilmiah lainnya seperti pengumpulan karya-karya sebelumnya,

penerjemahan, penulisan karya-karya baru, diskusi-diskusi yang

dilakukan oleh ilmuan-ilmuan yang sengaja datang dan diundang

oleh Nizham al-Muluk seperti al-Ghazali dan Umar Khayam, dimana

yang pertama pernah menjadi direktur institusi ini. Pada periode ini

juga mulai ditekankan pentingnya observasi dan penelitian

eksperimental untuk membuktikan kebenaran yang pada masa

Yunani didasarkan pada spekulasi semata. Di periode ini juga,

terdapat Observatorium terbesar dalam sejarah islam yakni

observatorium Maraghah yang pernah dikepalai oleh astronom

Muslim terbesar Nashiruddin al-Thusi. Di observatorium ini

dilakukanlah kegiatan-kegiatan ilmiah seperti penoropongan bintang,

penyusunan kalender, dan diskusi-diskusi. Observatorioum ini juga

mempunyai perpustakaan yang megah.

Page 137: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

137

B. Saran-Saran

Dikarenakan penelitian ini masih terlalu sempit cakupannya, untuk

mendukung kebenaran dan bukti-bukti yang diajukan oleh penelitian ini perlu

kiranya penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Demi tercepainya sebuah hasil penelitian yang komprehensif, maka tentunya

dibutuhkan penelitian-penelitian lanjutan yang lebih fokus pada sejarah dan

perkembangan masing-masing bidang yang dibahas dalam skripsi ini.

Misalnya sejarah dan perkembangan kimia selama periode keempat Dinasti

Abbasiyah. Atau ditarik rentang waktu yang lebih luas yakni kajian atau

penelitian yang mencakup seluruh periode-periode kekuasaan Dinasti

Abbasiyah.

2. Karena terbatasnya waktu dan tenaga penulis, tentunya banyak bidang-

bidang ilmu pengetahuan yang masih tercecer dan butuh diteliti, misalnya

bidang geografi, biologi, dan lain sebagainya.

3. Untuk mengetahui kondisi sebenarnya dan mendetail, penulis menyarankan

diadakannya penelitian-penelitian yang membahas secara satu-persatu

aspek-aspek besar Dinasti Abbasiyah secara keseluruhan atau periodik.

Maksud aspek-aspek besar ini adalah misalnya aspek politk, ekonomi,

sosial, keamanan dan lain sebagainya.

4. Terdapat banyak gerakan-gerakan anarkis dan berdiri sendiri pada zaman

kekuasaan Dinasti Saljuk seperti gerakan Hasysyasyin. Penulis memandang

perlu untuk diadakannya penelitian-penelitian yang khusus membahas tema

itu

Page 138: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

138

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, Literature and History, (Yogyakarta: Gadjah Mada UniversitasPress, 1986)

Al-Mawardi, Abu al-Hasan al-Ahkam al-Sultaniyah, (Kairo: Musthafa al-Halaby waAwladuh, 1960), diterjemahkan oleh Nur Mufid al-Ahkam al-Sultaniyah, ,(Jakarta: Pustaka Progresif, 2000)

Al-Thabari, Muhammad Ibn Jarir, Tarikhu al-Thabari: Tarikhul Umam wa al-Muluk, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah)

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajaj, Ushul al-Hadits, terj. (Jakarta: Gaya Media Pratama,1998)

Al-Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. (Jakarta: Rosdakarya,2005)

Al-Taftazani, Abu al-Wafa’ al-Ghanimi, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. (Bandung:Penerbit Pustaka)

Afifi Fauzi Abbas ed., Sejarah Pemikiran dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Antara,1996)

Ahmad, Ziauddin, Influence of Islam on World Civilization, (New Delhi: AdamPublishers & Distributors, 1996),

Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung:Rosdakarya, 2001)

Anwar, Rosihan & Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2000)

Avdich, Kamil Y., Meneropong Doktrin Islam, (Jakarta: Penerbit al-Ma’arif, 1982)

Azra, Azyumardi, et. al., Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Desertasi, (Jakarta:UIN Jakarta Press, 2001)

Berkey, Jonathan P., the Formation of Islam: Religion and Society in the Near East,600-1800, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003)

Berggren, J.L., “Sejarah matematika di Dunia Islam: Sebuah PenulusuranBibliografis” dalam A.I. Sabra et.al., Sumbangan Islam Kepada Sains &Peradaban Dunia, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2001)

Daudi, Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997)

Page 139: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

139

Fidai, Rafi Ahamdi, Concise History of Muslim World, vol. III, (New Delhi:Kitabbhagavan, 1997)

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, terj. (Jakarta: UI Press, 1985),

Hallaq, Waelk B., Sejarah Teori Hukum Islam, terj. (Jakarta: Rosdakarya, 2001)

Hanafi, A., Teologi Islam, (Jakarta: al-Husna Zikra, 2001)

Hasymy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979)

Haque, M. Atiqul, 100 Pahlawan Muslim Yang Mengubah Dunia, (Yokyakarta::Diglossia, 2007)

Hasan, Masudul, History of Islam Vol. I, (New Delhi: Adam Publishers &Distributor, 1995)

Hitti, Phillip K., History of the Arabs, terj. (Jakarta: Serambi, 2006)

Hudson, Marshall G., the Venture of Islam II, (Chicago & London: The Universityof Chicago Press, 1974)

Huff, E. Tobi, The Rise of Early Modern Science: Islam, Cina, and the West(Cambridge: Cambridge University Press, 1993)

Jamrah, Surya A., “Aliran Salaf dan Pemikiran Kalamnya” dalam Amin Nurdin danAfifi Fauzi Abbas ed., Sejarah Pemikiran dalam Islam, (Jakarta: PustakaAntara, 1996)

Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqih, terj. (Bandung: Gema Risalah Press,1997)

Kartanegara, Mulyadhi, Reaktualisasi Ilmiah Islam (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006)

__________________, Gerbang Kearifan, (Jakarta: Lentera Hati, 2006)

__________________, The Jalaluddin Rumi’s Theory of Evolution, artikel tidakditerbitkan, 2007.

__________________, Menembus Batas Waktu, (Bandung: Mizan, 2002)

.Lapidus, M. Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam bagian I dan II, terj. ( Jakarta:Rosdakarya, 1999,)

Lombard, Maurice, the Golden Age of Islam (Amsterdam: North Holland Publ. Co.,1975)

Lewis, Bernard, the Muslim Discovery of Europe, (London: W.W. Norton &Company, 1982)

Page 140: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

140

Ma’arif, Majid, “An Introduction to the History of Shia Hadits”, dalam Al-Huda:Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Islam, Vol. III, Nomor, 12, 2006.

Machasin, “Peradaban Islam Masa Daulah Abbasiyah: Masa Kemunduran” dalamSiti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik HinggaModern, (Yogyakarta: LESFI, 2004)

Montaser, Abdel Halim, “Ilmu Pengetahuan Alam” dalam Komisi Nasional MesirUntuk UNESCO, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, terj.(Bandung: Penerbit Pustaka, 1986)

Muir, Sir William The Caliphate: its Rise, Decline, and Fall, (London: DarfPublisher Ltd, 1985)

Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,1999)

_____________, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisan Perbandingan,(Jakarta: UI Press, 2002)

_____________, Akal dan Wahyu dalam Islam, (Jakarta: UI Press, 1982),

Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999)

Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 1994)

Nasr, Sayyed Hossein, Sains dan Perdaban dalam Islam, (Bandung: PenerbitPustaka, 1986)

Notosusanto, Nugroho, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer, (Jakarta: IdayuPress, 1984)

Qureshi, Mazhar M., Introduction to Islamic Contributions to Science andTechnology, (New Delhi: Adam Publishers & Distributors, 2007),

Shihab, Quraish et al., Sejarah dan Ulumul Quran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001)

Said, Fuad, Hakikat Tarikat Naqsyabandiyah, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1996)

Saefudin, Didin, Zaman Keemasan Islam, (Jakarta: Grasindo, 2002)

Siradj, Said Aqil, Ahlussunnah wal Jama’ah: Sebuah Kritik Historis, (Jakarta:Pustaka Cendikia, 2008)

Sadiqi, Amir Hasan, Caliphate and Sultanate in Medieval Persia, (Karachi: The

Page 141: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

141

Jamiyat al-Falah Publication, 1969)

Saud, Muhammad, Islam and Evolution of Science, (New Delhi: Adam Publisher &Distributors, 1994)

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2004)

Syalaby, A., al-Tarih wa al-Hadarah al-islamiyah (al-Qahirah: Darul Ilmi al-Alamiyah, 1965) diterjemah oleh Muhammad Labib Ahmad SejarahKebudayaan Islam III. (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993)

Thaha, Ahmadie, Astronomi dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982)

Turner, Howard R., Sains Islam Yang Mangagumkan, terj. (Bandung: PenerbitNuansa, 2004)

_______________, Science in Medieval Islam, (Austin: Universitas of Texas Press1995)

Velayati, Ali, ”Pasang Surut Peradaban Islam”, dalam al-Huda: Jurnal KajianIlmu-Ilmu Islam, Vol. III, Nomor, 12, 2006

Watt, W. Montgomery, the Majesty That was Islam, (London: Sidgwick & Jackson1984)

Yamani, Ja’far Khadem, Kedokteran Islam: Sejarah dan Perkembangnnya. terj.(Bandung: Dzikra, 2005)

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rosdakarya, 2004)

Page 142: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

142

DAFTAR TOKOH DAN ILMUAN PERIODE KE-IV DINASTI ABBASIYAH

I. Ilmu-Ilmu Islam

a. Ilmu Qur’an

No Nama Tahun

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Ibn Umar al-Zamakhsari

Ibn Farh al-Qurthubi

Fahkr al-Din al-Razi

Abu Hamid Al-Ghazali

Al-Baghawi

Ibn Katsir

Muhyiddin Ibn ‘Arabi

Musa al-Uzdi al-Sami

Al-Syirazi

w. 538 H/1144 M

w. 671 H/1273 M

w. 1209 M

w. 505M /1111 M

w. 516 H/1122 M

w. 774 H/1373

w. 620 H

w. 412 H/1021M

w. 666 H/1268 M

b. Ilmu Hadits

No Nama Tahun

1

2

3

4

5

6

7

Ibn Thahir al-Maqdisy

Yusuf al-Kirmani

Ibn Hafs Umar al-Hamdzani

Abdurrahman al-Syahrazuri

Ibn Umar al-Zamakhsari

Ibn Muhammad al-Jazari

Ibn Hasan Thusi

w. 507 H

w. 1348 M

w. 584 H

w. 643 H

w. 538 H/1144 M

w. 606 H

abad ke- V H

Lampiran

Page 143: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

143

c. Ilmu Fiqih

No Nama Tahun

1

2

3

4

5

6

7

8

Imam Haramayn

Abu Abdullah al-Mazari

Fakhr al-Islam al-Bazdawi

Abu Hamid Al-Ghazali

Fahkr al-Din al-Razi

Tajuddin al-Armawi

Al-Qarafi

Al-Sa’ti

w. 478 H

w. 616 H

w. 482 H

w. 505M /1111 M

w. 1209 M

w. 631 H

w. 684 H

w. 694 H

d. Ilmu Kalam

No Nama Tahun

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Abu al-Qasim al-Qusyairi

Muhammad Al-Bazdlawi

Al-Nasafi

Abu Hamid Al-Ghazali

Al-Juwaini

Al-Razi

Al-Syahrastani

Ibn Umar al-Zamakhsari

Ibnu Qudamah al-Maqdisi

Abu Isma’il al-Huwiri

w. 1074 M

w. 493 H

w. 537 H

w. 505M /1111 M

w. 1209 M

w. 606 H

w. 548 H

w. 538 H/1144 M

w. 629 H

w. 481 H

Page 144: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

144

e. Tasawuf

No Nama Tahun

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

Ibn al-Hawzin

Ali al-Hujwiri

Al-Burghani

Abu Hamid Al-Ghazali

Ali al-Farmadhi al-Thusi

Abdullah al-Anshari

Abdul Qadir Jailani

Ahmad Rifa’i

Abu al-Fath al-Wasithi

Abu al-Najib al-Suhrawardi

Suhrawardi al-Bagdadi

Abu Hasan al-Syadzili

Ahmad al-Bazdawi

Ibrahim al-Dasuqi al-Qursyi

Najmuddin Kubra

Hasan al-Syisyti

Muhyiddin Ibn ‘Arabi

Jalaluddin Rumi

Ibn Al-Farid

w. 465 H

w. 1092 M

w. 1076 M

w. 505M /1111 M

w. 1083 M

w. 1088 M

w. 561 H

w. 578 H

w. 580 H

w. 563 H

w. 632 H

w. 686 H

w. 675 H

w. 676 H

w. 618 H

w. 623 H

w. 620 H

1207-1273 M

w. 1235 M

Page 145: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

145

II. Sains

a. Astronomi

No Nama Tahun

1

2

3

4

5

6

Umar al-Khayyam

Jabir bin Aflah

Nashiruddin al-Thusi

Mu’ayyayad al-Din Urdi

Ibn al-Fuwathi

Quthbuddin al-Syirazi

1038-1123 M

w. 1150 H

1201-1274 M

w. 1265 M

w. 1323 M

w. 1311 M

b. Kedokteran

No Nama Tahun

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

Ali Ibn Ridwan

Ibn Buthlan

Ibn Al-Baythar

Ibn Habal Al-Bagdadi

Abdul Latif Al-Bagdadi

Ibn Al-Quff Abu Faraj

Ali Al-Fairuzi

Ibn Nafis

Ibn Abbin Al-Nadliri

Abu Hamid Al-Ghazali

Ahmad Ali Shabran

Salim Saif Al-Din

Sarah Bint Abd al-Ghani

Salamah Bint Ali Bakhtiar

Abdul Malik

Ibn Qibti

Hilal Barbaus

w. 453 H

w. 450 H

575 - 646 H

519 – 610 H

1162 – 1231 M

619 – 685 H

abad ke-VI H

1210 – 1288 M

Abad ke-XI M

w. 505M /1111 M

Abad ke-XI-XIII

Abad ke-XI-XIII

Abad ke-XI-XIII

Abad ke-XI-XIII

Abad ke-XI-XIII

Abad ke-XI-XIII

Abad ke-XI-XIII

Page 146: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

146

c. Matematika

No Nama Tahun

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Umar al-Khayyam

Al-Zarqali

Jabir Ibn Aflah

Ibn Yasmin

Abdul Malik al-Syirazi

Muhammad Abdullah al-Hassar

Kamaluddin Ibn Yunus

Ayyubi al-Kamil

Al-Hasan al-Markashi

Ibn Muhammad

Nashiruddin al-Thusi

1038-1123 M

Abad ke-XII-XIII

Abad ke-XII-XIII

Abad ke-XII-XIII

Abad ke-XII-XIII

Abad ke-XII-XIII

w. 1242 M

w.1235 M

w. 1262 M

abad ke-XIII

1201-1274 M

d. Fisika

No Nama Tahun

1

2

3

4

Umar al-Khayyam

Kamal al-Din al-Farisi

Al-Khazani

Nashiruddin al-Thusi

1038-1123 M

Abad ke-XI

t. 1115-1121 M

1201-1274 M

e. Kimia

No Nama Tahun

1

2

3

4

Shihabuddin al-Tifasi

Ibn ‘Ali al-Khasani

Al-Mu’iz Ibn Badis

Abu al-Qasim al-‘Iraqi

w. 1154 M

abad ke-XIII

1015 – 1061 M

Abad ke-XIII

Page 147: KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN PADA PERIODE KE-IV DINASTI …

147