Upload
jocelyn-sutton
View
77
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DINASTI ABBASIYAH
Makalah Dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah SPPI Program Studi Pendidikan Islam Konsentrasi Managemen Pendidikan Islam
OLEH
NGASTO
Dosen PembimbingDr. Hj. SITI ZUBAIDAH, M.Ag
PROGRAM PASCA SARJANAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARAMEDAN
2013
DINASTI ABBASIYAH
A. Pendahuluan
Membahas peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah yang berkuasa
selama lebih kurang 500 tahun bukanlah hal yang mudah dilakukan, review
tentang hal ini tentunya membutuhkan kecermatan dan ketelitian menyingkap hal-
hal yang terjadi selama setengah milenium daulah ini berdiri.
Secara historis Daulah Bani Abbasiyah adalah kelanjutan dari Daulah Bani
Umaiyah yang telah berkuasa selama lebih kurang 90 tahun (661-750 M). Pada
masa Abbasiyah inilah puncak keemasan yang dapat diraih umat Islam tidak
hanya agama, pemerintahan dan bahkan peradaban. Peradaban Islam pada masa
itu benar-benar menjadi mercusuar peradaban dunia kala itu, kota Baghdad
sebagai ibukota daulah ini benar-benar menjadi kota impian (the dream city)
dengan julukan kota impian 1001 malam.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai mulai dinasti ini berdiri dimulai dengan
ekspansi-ekspansi (futuhat) yang dilakukan (sekalipun daulah ini lebih cenderung
dan menitik beratkan pada pembinaan kebudayaan), kebijakan-kebijakan
pemerintahan yang diambil oleh masing-masing para khalifahnya, kemajuan
bidang kagamaan, khazanah peradaban yang muncul dan berkembang, gerakan
pemikiran yang muncul akibat pengaruh kebudayaan lain, hingga akhirnya
dinansti ini mengalami keruntuhan yang sangat memilukan, kalau tidak dikatakan
tragedi yang tragis.
B. Revolusi dan Berdirinya Bani Abbasiyah
Pada tahun 132 hijriyah pemerintahan Bani Umaiyah jatuh, dan berdirilah
Bani Abbasiyah. Pada saat terakhir kekuasaan Umaiyah timbul situasi sulit yang
menimpa Bani Umaiyah dan mendorong berdirinya Bani Abbasiyah, situasi itu
diantaranya adalah :
1. Timbulnya pertentangan politik antara pengikut Mu’awiyah dengan
pengikut Ali bin Abi Thalib (Syi’ah)
2. Munculnya golongan khawarij, akibat pertentangan politik antara
Mu’awiyah dan Syi’ah dan kebijakan land reform yang kurang adil
1
3. Timbulnya politik penyelesaian khilafah yang konflik dengan cara
damai
4. Adanya dasar penafsiran bahwa keputusan harus didasarkan pada Al-
Qur’an dan oleh khawarij orang islam non arab
5. Adanya konsep hijrah dimana setiap orang harus bergabung dengan
golongan khawarij dan yang tidak bergabung dianggap orang yang
berada pada daar al harb dan golongan khawarijlah yang berada pada
dar al islam
6. Bertambah gigihnya perlawanan pengikut Syi’ah terhadap Umaiyah
setelah terbunuhnya Husein bin Ali dalam pertempuran Karbala
7. Munculnya faham mawali yaitu perbedaan antara orang arab dengan
non arab1
Pada kemunculan Bani Abbas yang kemudian menjadi dinasti ada beberapa
peristiwa yang kemudian disebut sebagai sebuah revolusi Bani Abbasiyah.
Perjuangan Bani Abbas untuk menggulingkan kekuasaan yang berkuasa saat itu
yaitu Bani Umaiyah dilakukan secara laten. Perjuangan secara intensif baru mulai
berkisar 5 tahun menjelang revolusi Abbasiyah. Pelopor utamanya adalah
Muhammad bin Ali Al Abbas di Hamimah. Ia telah banyak belajar dari kegagalan
yang telah dialami oleh pengikut Ali (kaum Syi’ah) dalam melawan Dinasti
Umaiyah. Kegagalan ini karena kurang terorganisasi dan kurang perencanaan.
Dari situlah Muhammad bin Ali Al Abbas mengatur pergerakannya secara rapi
dan terencana. Muhammad bin Ali Al Abbas mulai melakukan pergerakannya
dengan langkah-langkah awal yang penting, diantaranya; Pertama, membuat
propaganda untuk menghasut rakyat menentang kekuasaan Umaiyah, serta
menanamkan ide-ide baru tentang hak kekhalifahan. Kedua, membentuk Faksi
Hamimah, Faksi Kufah dan Faksi Khurasan. Faksi Hamimah didominasi oleh
pengikut Syi’ah, Faksi Kufah didominasi oleh pengikut Bani Abbas, sedangkan
Faksi Khurasan didominasi oleh para mawali. Ketika faksi ini bersatu dalam satu
tujuan yaitu menumbangkan Dinasti Umaiyah. Ketiga, ide tentang persamaan
antara orang Arab dan non Arab2.
1 Ajid Thahir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : Rajawali,
2009, hal.452 Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, 2009, hal.47
2
Propaganda-propaganda itu berhasil membakar semangat api kebencian
umat islam pada Bani Umaiyah, langkah pertama memperoleh sukses besar
melalui propaganda yang dilakukan oleh Abu Muslim Al Khurasani. Propaganda
itu dalam bentuk bahwa Bani Abbas termasuk ahli bait, sehingga berhak menjadi
khalifah. Abu Muslim juga menyebarluaskan kebencian dan kemarahan terhadap
Dinansti Umaiyah yang selalu mengejar-ngejar ahlu bait selain itu juga
mengembangakan ide tentang persamaan antara orang Arab dan non Arab.
Setelah Muhammad bin Ali meninggal tahun 743 M, perjuangan dilanjutkan
oleh Ibrahim, kemudian menyerahkan pucuk pimpinan kepada keponakannya
yaitu Abdullah bin Muhammad. Pada masa inilah revolusi Abbasiyah
berlangsung. Abdullah bin Muhammad alias Abul Al Abbas diumumkan sebagai
khalifah pertama Dinasti Abbasiyah tahun 750 M, dalam khutbah pelantikannya
di Masjid Kufah ia menybut dirinya dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang
akhirnya menjadi julukannya.
Al Saffah berusaha dengan berbagai cara untuk membasmi keluarga
Umaiyah, antara lain dengan kekuatan senjata, ia mengumpulkan tentaranya dan
melantik pamannya yaitu Abdullah bin Ali sebagai pimpinannya, targetnya adalah
menyerang pusat kekuasaan dinasti Umaiyah di Damaskus, sekaligus untuk
melenyapkan khalifah Marwan (khalifah terakhir Bani Umaiyah). Pertempuran
terjadi di lembah sungai Az-Zab (Tigris). Pada pertempuran itu Marwan
mengalami kekalahan dan mengundurkan diri ke Utara Syiria, Him, Damsyik,
Palestina dan akhirnya ke Mesir. Pasukan Abdullah bin Ali terus menyerangnya
hingga terjadi pertempuran di Mesir dan Marwan pun tewas.
Perlakukan kejam dan biadap juga dilakukan oleh Al-Saffah yaitu dengan
cara mengundang lebih kurang 90 orang anggota keluarga Umaiyah untuk
menghadiri suatu upacara perjamuan, kemudian membunuh mereka dengan cara
yang kejam, disamping itu agen-agen dan mata-mata disebar ke seluruh imperium
untuk memburu para pelarian seluruh anggota keluarga Umaiyah. Hanya satu
orang saja yang berhasil melarikan diri kemudian kelak mendirikan Daulah
Umaiyah di Andalusia, ia dikenal dengan sebutan Abdurrahman Al Dakhil.
Tindakan yang berlebihan juga dilakukan tidak hanya pada keluaga yang
hidup tetapi juga pada yang sudah meninggal. Kuburan-kuburan mereka di
3
bongkar dan jenazahnya dibakar. Ada dua kuburan saja yang selamat yaitu
kuburan Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Umar bin Abdul Aziz, perlakukan kejam
itu tentu saja menimbulkan reaksi keras, tetapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa
karena mereka di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah.
Abu Abbas Asshafah memerintah dalam kurun waktu singkat yakni empat
tahun. Oleh karena itu ia kehilangan jati dirinya, kehidupannya yang dikenal
dalam sejarah pertama-tama adalah sebagai pembasmi Bani Umaiyah. Ia
meninggal dan digantikan oleh Abu Ja’far Al Mansur. Abu Ja’far Al Mansur
dikenal sebagi politikus yang demokratis, pemberani, cerdas, teliti dan disiplin,
kuat beribadah, sederhana dan fasih dalam berbicara, sangat dekat dan
memperhatikan kepentingan rakyat. Sekalipun Abu Abbas dinyatakan sebagai
pendiri Bani Abbasiyah, pembina sebenarnya adalah khalifah Abu Ja’far Al
Mansur (754-775 M)3. Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani
Umaiyah, Khawarij dan Syi’ah yang merasa mulai dikucilkan dari kekuasaaan.
Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar sezamannya yang turut
andil mendirikan Dinasti Abbasiyah yang mungkin jadi pesaingnya satu persatu
disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Salih bin Ali, keduanya adalah pamannya
sendiri yang telah ditunjuk sebagai gubernur pada khalifah sebelumnya di Suriah
dan Mesir, karena tidak bersedia membai’atnya, akhirnya terbunuh ditangan Abu
Muslim Al Khurasani. Abu Muslim sendiri karena dikhawatirkan menjadi
kompetitornya akhirnya dihukum mati oleh khalifah pada tahun 755 M, untuk
lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri, Abu Ja’far
kemudian memindahkan ibu kota dari Hasyimiyah, dekat Kufah ke kota baru yang
dibangunnya yaitu Baghdad tahun 767 M.
Selama lebih kurang 5 abad (750-1258 M) Daulah Abbasiyah berkuasa di
dunia Islam, paling tidak ada 37 khalifah yang pernah berkuasa, nama-nama
khalifah tersebut antara lain4 :
Penguasa Abbasiyah di Irak
Bani Abbas Bani Buwaihi
Nama Berkuasa Nama Berkuasa
3 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Rajawali, 2008, hal.504 Ensiklopedi Islam, Peny. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1997, Jakarta, Ichtiar Baru,
hal.5
4
Tahun Tahun
1. Abu Ja’far As Saffah
2. Abu Ja’far Al Mansur
3. Al Mahdi
4. Al Hadi
5. Harun Al Rasyid
6. Al Amin
7. Al Ma’mun
8. Al Mu’tasim
9. Al Watsiq
10. Al Mutawakkil
11. Al Muntasir
12. Al Musta’in
13. Al Mu’tazz
14. Al Muhtadi
15. Al Mu’tamin
16. Al Mu’tadid
17. Al Mu’tafi
18. Al Muqtadir
750-754 M
754-775 M
775-785 M
785-786 M
786-809 M
809-813 M
813-833 M
833-842 M
842-847 M
847-861 M
861-862 M
862-866 M
866-869 M
869-870 M
870-892 M
892-902 M
902-908 M
908-932 M
19. Al Qohir
20. Ar Radi
21. Al Muttaqi
22. Al Muktafi
23. Al Muti
24. Al Ta’i
25. Al Qadir
26. Al Qaim
932-934 M
934-940 M
940-944 M
944-946 M
946-974 M
974-991 M
991-1031 M
1031-1075 M
Bani Seljuk
27. Al Muqtadi
28. Al Mastazir
29. Al Murtashid
30. Al Rasyid
31. Al Muqtafi
32. Al Mustanjid
33. Al Mustadi
34. Al Nasir
35. Al Zahir
36. Al Mustansir
37. Al Musta’sim
1075-1094 M
1094-1118 M
1118-1135 M
1135-1136 M
1136-1160 M
1160-1170 M
1170-1180 M
1180-1225 M
1225-1226 M
1226-1242 M
1242-1258 M
Berdasarkan perubahan dan pola pemerintahan dan politik saat itu, para
sejarahwan membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi 5 periode,
yaitu (1) periode pertama 750-847 disebut periode pengaruh Persia pertama. (2)
periode kedua 847-945 M disebut masa pengaruh Turki pertama. (3) periode
ketiga 945-1055 masa kekuasaan Bani Buwaihi yang disebut juga masa pengaruh
Persia kedua. (4) periode keempat 1055-1194 kekuasaan Bani Seljuk disebut juga
masa pengaruh Turki kedua. (5) periode kelima 1194-1258 masa khalifah bebas
dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota
Bahgdad5.
5 Badri Yatim, 2008, hal.49
5
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas memncapai masa
keemasan, secara politis khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan
pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus kemakmuran masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Pada periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Puncak keemasan dari Dinasti Abbasiyah berada pada tujuh khalifah yaitu
Al-Mahdi, Al Hadi, Harun Al Rasyid, Al Ma’mun, Al Mu’tasim, Al Wasiq dan
Al Mutawakkil, pada masa Al Mahdi perekonomian semakin meningkat dengan
peningkatan sektor pertanian melalui irigasi dan hasil tambang seperti emas,
perak, tembaga dan besi, selain itu dagangan transit antara timur dan barat juga
membawa kekayaan dengan Bashrah menjadi pelabuhan yang strategis dan
penting6.
Popularitas Bani Abbas mencapai puncaknya pada masa Harun Al-Rasyid
dan putranya Makmun, pada masa ini banyak kekayaan negara dimanfaatkan
untuk kepentingan sosial, rumah sakit, pendidikan dokter, pemandian umum juga
dibangun. Pada masa Harun Al-Rasyid negara Islam menempatkan dirinya
sebagai negara terkuat dan tak tertandingi, bahkan Al Makmun dikenal sebagai
khalifah yang sangat cinta ilmu, pada masanya penerjemahan buku Yunani sangat
digalakkan dan bahkan penerjemah dari golongan Kristen digaji, dan ia
mendirikan Bait Al Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan perguruan tinggi
dengan perpustakaan yang besar, masa Al Makmun Baghdad menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Priode kedua sebagai pengaruh Turki pertama yaitu masa khalifah Al
Mu’tasim mendatangkan orang-orang Turki untuk menjadi tentara pengawal7. Ia
banyak memberikan orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, Al Mu’tasim
juga mengubah sistem ketentaraan yaitu praktek orang-orang muslim untuk
berperang untuk berperang sudah berhenti, tentara dibina secara khusus menjadi
prajurit professional kekuatan militer semakin kuat, sekalipun masih terjadi juga
tantangan dan gerakan politk, para periode ini ada paling tidak ada 12 khalifah
6 Badri Yatim, 2008, hal.527 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, UI Press, Jakarta, 1985, 2008,
hal.69
6
mulai Al Mu’tasim hingga Al Muqtadir namun banyak khalifah dibunuh atau
diturunkan dari tahta dengan paksa.
Periode ketiga Daulah Abbasiyah berada pada kekuasaan Bani Buwaihi,
sekalipun khalifah masih ditangan kekuasaan Bani Abbas, tetapi khalifah
bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa, bahkan merekalah yang memilih
dan menjatuhkan kekhalifahan sesuai dengan keinginan politik mereka8. Bani
Buwaihi berawal dari tiga orang anak dari Abu Syuja’ Buwaihi, pencari ikan dari
daerah dalam yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Ketiga putra Buwaihi kemudian
memasuki dinas militer dan memperoleh kedudukan yang tinggi, karena
prestasinya Ali diangkat menjadi gubernur Al Kharaj dan dua saudaranya diberi
kedudukan yang penting. Dari Al Kharaj itulah kekuasaan Bani Buwaihi bermula,
Ali berusaha mendapat legalisasi dari Khalifah Al-Radi’billah dan mendapatakan
sejumlah uang untuk perbendaharaan negara.
Ketika Baghdad sedang dilanda kekisruhan politik akibat perebutan jabatan,
Amin Al Umara antara wazir dan pemimpin militer. Pemimpin militer minta
bantuan kepada Ahmad bin Buwaihi, sesampainya di Baghdad disambut baik oleh
khalifah dan diangkat menjadi amiral umara, penguasa politik negara dengan gelar
muiz al daulah. Saudaranya Ali diberikan gelar imad al daulah dan Hasan
dianugerahi rukn al daulah9.
Kekuatan Bani Buwaihi tidak bertahan lama karena pertikaian anak-
anaknya, perebutan kekuasaan ini adalah faktor internal yang meruntuhkan
kekuasaan selain pertentangan pada tubuh militer sedang faktor eksternal adalah
serangan Bizantium kedunia Islam dan semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil
yang memisahkan diri.
Periode keempat, dimana kekuasaan Buwaihi ketangan Bani Seljuk antara
tahun 1055-1199 M, kehadiran Bani Seljuk ini adalah atas “undangan” khalifah
untuk melumpuhkan Bani Buwaihi. Bani Seljuk berasal dari suku Ghuz di
Turkistan. Pemerintahan Bani Seljuk dimulai Tughrul Bek dikenal dengan
pemerintahan Al Salajikah Al Kubro. Pada masa pemerintahan Maliksyah
kekuasaanya sangat luas dari ujung Turki hingga Yerussalem, namun setelah itu
mengalami kemunduran hingga berakhir tahun 1199.
8 Badri Yatim, 2008, hal. 699 Badri Yatim, 2008, hal.69
7
Pada masa ini juga terjadi perang salib yang bermula ketika Bani Seljuk
menguasai Bait Al Maqdis dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang berkedudukan
di Mesir, penguasa Seljuk menetapkan aturan yang menyulitkan bagi kaum
Kristen, oleh karena itulah Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen Eropa
supaya melakukan perang suci10. Perang Salib ini terjadi pada tiga gelombang,
gelombang pertama tahun 1095 tentara sailb yang dipimin Godfrey, Bohemond
dan Raymond dapat menguasai Bait Al Maqdis. Gelombang kedua tentara salib
mengobarkan perang karena Nuruddin Zanki dapat merebut Antiochea dan
Edessa, tentara salib yang dipimpin oleh Paus Eugenisius III, Raja Perancis Lous
VII dan raja Jerman Condrad II, tetapi dapat dipukul muncur oleh Shahuddin Al
Ayyubi yang berhasil mendirikan Dinasti Ayyubiah di Mesir. Gelombang ketiga
tentara salib dipimpin oleh Raja Jerman Frederick II, namun dalam perkembangan
selanjutnya Palestina dapat dikuasai masa Al-Malik Al Salih, penguasa Mesir
selanjutnya.
Periode kelima, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dikekuasaan dinasti
tertentu, mereka merdeka dan berkuasa tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya.
C. Islamisasi (Ekspansi Kekuasaan)
Pada periode pertama kekhalifahan Abbasiyah ekspansi atau futuhat dan
proses islamisasi tidaklah terlalu menonjol dibandingkan proses pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam, namun demikian beberapa daerah dapat
dikuasainya. Masa khalifah Al Mansur menaklukkan kembali daerah-daerah yang
memerdekakan diri, merebut benteng-benteng di Asia, Kota Malatia, wilayah
Coppadocia dan Cicilia tahun 758 M, ke utara pasukan melintasi pegunungan
Taurus dekat selat Bosporus berdamai dengan Constantine, Bizantium membayar
upeti tahunan, pasukannya berhadapan dengan Turki Khazar di Kaukasus,
Daylami di Laut Kasmia, Turki dibagian lain Oksus dan India11.
Pada zaman Al Mu’tasim juga dilakukan penaklukan ke Romawi dengan
menaklukkan benteng Romawi yang terkuat yaitu benteng Amuriyah12. Secara
umum penaklukan (futuhat) pada masa khalifah Abbasiyah tidaklah sehebat pada
10 Harun Nasution, 1974, hal.3211 Badri Yatim, 2008, hal.5212 Hamka, Sejarah Umat Islam, Pustaka Nasional, Singapura, 2005, hal.278
8
masa Bani Umaiyah, wilayah Bani Umaiyah mulai dari awal berdirinya sampai
keruntuhannya sejajar dengan batas wilayah kekuasaan Islam.
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Abbasiyah sudah cukup puas
dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu dengan membayar
upeti. Alasan pertama mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat
mereka tunduk kepadanya. Kedua, penguasa Bani Abbasiyah lebih menitik
beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi13.
Jika ada maka peperangan hanyalah uuntuk mengatasi konflik-konflik internal,
dimana banyak pemberontakan yang ingin memishakan diri dari kekuasaan
khalifah di Baghdad.
D. Kebijakan Pemerintahan Daulah Abbasiyah
Dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah ada pengaruh kebudayaan dalam
sistem pemerintahan. Pada periode pertama dan ketiga dipengaruhi oleh
kebudayaan Persia yang kuat, pada periode kedua dan keempat bangsa Turki
sangat dominan dalam politik dan pemerintahan, ini artinya masih pada periode
pertama sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan suubiyah
(kebangsaan/kesukuan yang anti Arab), gerakan inilah yang banyak memberikan
inspirasi terhadap gerakan politik dan persoalan keagamaan.
Secara umum, pemerintahan Abbasiyah dipegang oleh seorang khalifah,
namu npada zaman Al Mansur konsep khalifah berubah, ia menyatakan
“sesungguhnay aku ini sultan Allah di bumiNya, aku memimpin kalian dengan
karunia, pengarahan dan dukunganNya, aku menjaga dan memperlakukan
hartaNya dengan kehendak dan keinginanNya, dan aku memberikanya dengan
seizinNya”14.
Khalifah-khalifah Abbasiyah memakai “gelar takhta” Al Mansur misalnya
memakai gelar takhta Abu Ja’far, gelar takhta tersebut kadang lebih popular dari
namanya15, misalnya Al Mansur (orang yang mendapat pertolongan Allah).
Selain khalifah, hal lbaru yang diterapkan Al Mansur adalah mengangkat
wazir sebagai koordinator departemen16, wazir adalah pembantu khalifah yang
13 Badri Yatim, 2008, hal.6314 Dr. Yusuf Al Isy, Dinasti Abbasiyah, Pustaka Al Kausar, Jakarta, 2013, hal.3515 Dr. Yusuf Al Isy, 2013, hal.3716 Ensiklopedi Islam, 2001, hal.6
9
mengatur dan merencanakan pemecahan masalah yang dihadapi, wazir pertama
yang diangkat khalifah adalah Khalid bin Barmah dari Balkh Persia.
Tentara pada zaman Al Mansur menjadi pasukan professional, Al Mansur
merekrut tentara dari orang Arab, Persia dan lainnya. Al Mansur membagi tentara
menjadi empat bagian yaitu : Mudhaniyah, Rabi’iyah, Yamariyah dan
Khurasaniyah17. Abu Ja’far Al Mansur sengaja membagi tentara seperti itu
sehingga setiap tentara bisa bergerak bersama-sama dan saling mengawasi satu
sama lain. Adapun polisi menjadi penjaga khalifah dan mengikuti perintah
khalifah.
Pada periode selanjutnya pemerintahan Abbasiyah didominasi oleh unsur
Turki semasa pemerintahan khalifah Al Mu’tashim, unsur Turki terutama dalam
kemiliteran dilatar belakangi oleh adanya persaingan antara golongan Arab dan
Persia pada masa Al Ma’mun dan sesudahnya, dan bahkan perebutan kekuasaan
antara Al Amin dan Al Ma’mun dilatar belakangi dan diperhebat adalah
persaingan antara golongan Arab yang mendukung Al Amin dan golongan Persia
yang mendukung Al Ma’mun18. Masuknya unsur Turki dalam pemerintahan
Abbasiyah semangkin menambah persaingan antar bangsa.
E. Bidang Keagamaan
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju terutama gerakan
terjemahan bukan saja membawa kemajuan bidang ilmu pengetahuan umum,
tetapi juga dalam pengetahuan bidang agama. Dalam bidang tafsir sejak awal
sudah dikenal dua metode. Penafsiran pertama, tafsir bi al ma’tsur yaitu
interprestasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para
sahabat. Kedua, tafsir bi al ra’yi yaitu metode rasional yang lebih banyak
bertumpu pada pendapat dan pikiran, ini jelas tafsir al ra’yi sangat dipengaruhi
oleh perkembangan filsafat.
Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan
Bani Abbasiyah. Imam Abu Hanifah (700-767) dalam pendapat hukumnya
dipengnaruhi oleh perkembangan yang terjadi di kota Kufah, kota yang berada di
17 Harun Nasution, 1985, hal.6718 Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam Yogyakarta, Kota Kembang, 1989, hal.
120-121
10
tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai
tingkat kemajuan yang lebih tinggi19. Karena itu mazhabimi lebih banyak
menggunakan rasional dari pada hadits, tokohnya antara lain At Tabari.
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik (713-795) banyak menggunakan
hadits dan tradisi masyarakat Madinah, pendapat dua tokoh itu ditengahi oleh
Imam Syafi’i (767-820) dan Imam Hambal (780-755).
Aliran-aliran teologi yang sudah ada pada masa Bani Umaiyah seperti
Khawarij, Murji’ah dan Mu’tazilah yang pemikirannya terbatas, namun pemikiran
yang lebih kompleks lagi dirumuskan pada Bani Abbasiyah. Tokoh perumusnya
adalah Abu Huzail Al Allaf (752-849) dan Al Nazzam (801-835). Asy’ariyah,
aliran tradisional bidang teologi dicetuskan oleh Abu Hasan Al Asy’ari (873-935),
ini terjadi karena Al Asy’ari sebelumnya pengikut Mu’tazilah, hal ini juga terjadi
perkembangan penulisan hadits, tokoh yang terkenal adalah nama Bukhari dan
Muslim.
F. Khazanah Peradaban
Sejak dibangun oleh khalifah Ja’far Al Mansur ibu kota kekhalifahan
Abbasiyah daerah Madinah As Salam yang kemudian disebut Baghdad atau
Zaura20. Maka Baghdad menjadi pusat peradaban pada masa khalifah
selanjutanya, sekaligus peradagan Islam. Perhatian membangun peradaban
memuncak terutama pada ilmu dan pengetahuan dari falsafah Yunani, Harun Al
Rasyid dan Al Ma’mun mendatangkan buku-buku dari Bizantium kemudian
diterjemahakan dalam Bahasa Arab. Bait Al Hikmah didirikan Al Ma’mun bukan
hanya merupakan pusta penterjemahan tetapi juga akademi yang mempunyai
perpustakaan.
Integrasi yang terjadi pada zaman ini adalah bidang bahasa, dimana bahasa
Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, filsafat dan diplomasi. Integrasi
yang lain adlaah bidang kebudayaan, kebudayaan dari Spanyol di barat sampai ke
India di timur dan mulai Sudan di selatan dan Kaukasus di Utara adalah peradaban
Islam dengan bahasa Arab sebagai alatnya, dimasa inilah buat pertama kali terjadi
kontak antara kebudayaan barat dengan Islam.
19 Harun Nasution, Jilid 2, hal.1420 Dr. Yusuf Al Asy, 2013, hal.33
11
Bidang ilmu pengetahuan lahir Al Fazari sebagai astronom yang dikenal di
Eropa dengan Al Fragnus, optic ada Abu Ali Hasan Al Haytam yang dikenal
dengan Al Hazen, ilmu kimia Jabir bin Hayan, bidang Fisika Ibnu Al Baitum,
geografi Ibnu Hasan Al Mas’ual, ilmu kedokteran Al-Razi, filsafat yang terkenal
adalah Ibnu Sina, Al Farabi dan Ibnu Rusyd.
Selain bidang di atas kegiatna perekonomiain digalakkan dengan
membangun irigasi, pertambangan dan sumber-sumber alam dan juga
perdagangan internasional. Tingkat kemakmuran yang tinggi terjadi masa Harun
Al Rasyid, kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta kemsusastraan berada pada zmaan keemasannya, sehingga pada
sat itu negara Islam menempatkan dirinya sebagai Negara berperadaban tinggi
yang tak tertandingi.
G. Keruntuhan dan Faktor Penyebab
Setelah berkuasa lebih kurang 5 abad, akhirnya bencana itu datang juga,
faktor-faktor yang menjadikan keruntuhan dinansti ini dapat dikelompokkan
menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya adalah :
1. Adanya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang
terhimpun dalam Daulah Abbasiyah terutama Arab, Persia dan Turki,
gerakan politik sektarian (Ashabiyah/Su’ubiyah), menjadi
mengkristal, apalagi orang Arab menganggap dirinya warga kelas satu
sementara Persia dan Turki dianggap warga kelas dua, fanatisme
ashabiyah tradisional ini tampaknya dibiarkan berkembang oleh
penguasa.
2. Adanya konflik antara pemikiran dalam Islam yang sering
menyebabkakn timbulnya konflik berdarah. Konflik yang dilatar
belakangi agama tidak terbatas pada konflik muslim dan zindik atau
ahlus sunnah wal jama’ah dengan syi’ah tetapi juga antar aliran dalam
Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat
bid’ah oleh golongan salaf, perselisihan antar dua golongan
dipertajam oleh Al Ma’mun dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai
mazhab negara. Masa Al Mutawakkil aliran Mu’tazilah dibatalkan dan
12
golongan salaf kembali naik daun, tidak toleran pengikut Hambali
(salaf) terhadap Mu’tazilah telah menyempitkan horizon intelektual21.
3. Munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari
Baghdad, dinasti-dinasti itu antara lain Thahiriyah di Khurasan,
Sajiyah di Azerbaijan, Thuluniah di Mesir, Ikhsidiyah di Turkistan,
Idrisiyah di Maroko, Umawiyah di Spanyol dan Fathimiyah di Mesir.
4. Kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik. Pada periode
pertama khalifah Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya,
dana masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait Al Mal penuh
dengan harta, pertambahan dana yang besar diperoleh dari Al-Kharaj
(pajak hasil bumi), setelah khalifah mengalami kemunduran,
pendapatan negara menurun, sementara pengeluaran meningkat tajam.
Hal ini disebabkan wilayah kekuasaan semakin sempit karena
banyaknya kerusuhan dan dinasti kecil yang memerdekakan diri dan
tidak membayar upeti. Pengeluaran membengkak karena kehidupan
mewah dan berpoya-poya dari khalifah dan pejabat, serta pejabat
banyak melakukan korupsi.
Sedangkan faktor eksternal yang membuat khilafah Bani Abbasiyah muncur
dan akhirnya hancur adalah :
1. Perang Salib yang terjadi tahun 1095 yang menyebabkan kekuasaan
Abbasiyah semakin lemah, peperangan demi peperangan yang terjadi
sebanyak tiga gelombang telah memperlemah kekuasaan khalifah,
daerah-daerah kekuasaan Islam satu persatu dapat direbut kaum salib
dan termasuk juga Bait Al Maqdis
2. Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam yang dipimpin
oleh Hulago Khan meluluhlantakkan kota Baghdad tahun 1258 M.
Panglima tentara Mongol tersebut sangat membenci Islam karena ia
banyak dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian.
Gereja-gereja Kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang
anti Islam itu dan diperluas di kantong-kantong ahlu al kitab. Tentara
21 Syed Ameer Ali, Api Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1978, hal.464
13
Mongol setelah menghancurkan pusat-pusat peradaban Islam, ikut
memperbaiki Yerussalem
Demikianlah gambaran secara umum tentang Bani Abbasiyah yang
mempunyai sejarah panjang, telah mengangkat derajat umat Islam keperadaban
yang tinggi yang tak tertandingi. Nanun paling tidak umat Islam telah
membuktikan dirinya dapat sejajar atau bahkan melebihi peradaban lain di dunia
ini. Memang tidak ada yang abadi apalagi manusia dan peradabannya, yang abadi
hanya milik Allah Swt.
H. Kesimpulan
Dari paparan-paran tentang Bani Abbaisyah di atas, maka dapat
disimpulkan: Bani Abbas atau Daulah Abbasiyah adalah kelanjutan dari Dinasti
Umaiyah. Khalifah pertama adalah Abu Abbas Asaffah (penumpah darah), namun
Pembina daulah ini adalah Abu Ja’far Al Mansur. Al Mansur berhasil meletakkan
sendi-sendi pemerintahan terhadap daulah yang baru didirikan hingga pada
kahlifah berikutnya.
Pemerintahan Abbasiyah yang dimulai tahun 750 M hingga 1258 M dibagi
dalam lima periode yaitu : pertama, pengaruh Persia Pertama (750-847 M).
Kedua, masa pengaruh Turki Pertama (847-945 M). Ketiga, masa kekuasaan
Dinasti Buwaihi (atau pengaruh Persia Kedua) 945-1055 M. Periode keempat
masa kekuasaan Bani Seljuk atau pengaruh Turki Kedua (1055-1194 M) dan
periode kelima masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain (1194-1258 M)
hingga kehancurannya. Sedikinya ada 37 khalifah yang berkuasa pada
kekhalifahan ini.
Ekspansi yang dilakukan oleh Bani Abbasiyah tidaklah begitu menonjol
sebab pemerintahan Abbasiyah lebih cenderung pada pembinaan peradaban,
sehingga membawa peradaban berkembang sangat maju. Tidak hanya kebijakan-
kebijakan pemerintahan, bidang keagamaan, ilmu pengetahuan, filsafat, Baghdad
sebagai mercusuar peradaban memang pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang
tak ada tandingannya.
Akhirnya setelah berkuasa 508 tahun Dinasti Abbasiyah mengalami
kemunduran dan bahkan kehancuran, faktor internalnya adalah fanatisme
14
kesukuan yang masuk dalam pemerintahan, konflik aliran pemikiran Islam,
munculnya dinasti-dinasti kecil yang memisahkan diri serta kemerosotan
ekonomi, sedang faktor externalnya adalah perang salib dan penyerangan oleh
bangsa Tartar dipimpin oleh Hulago Khan menghancurkan Baghdad 1258 M.
I. Saran
Makalah mini yang disajikan dengan judul Bani Abbasiyah ini tentu masih
banyak kekurangan dan kelemahan, untuk meriviu kembali sejarah panjang
selama lima abad bukanlah sesuatu yang mudah. Literatur-literatur yang terbatas
dan informasi-informasi yang belum sempurna tentunya menjadi kendala yang
signifikan untuk kesempurnaan makalah ini.
Oleh karena itu perlu saran dan kritikan yang konstruktif dari semua
pembaca agar pencapaian makalah yang sempurna dapat diwujudkan, atas segala
saran dan kritikan tentunya diucapkan terima kasih.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ajid Thohir, Perkembangna Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta, Rajawali, 2009
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Rajawali, 2008
Departemen Pendidikan Nasional, Ensiklopedi Islam, Jakarta, Ichtiar Baru, 2001
Hamka, Sejarah Umat Islam, Singapura, Pustaka Nasional, 2005
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta, UI Press, 1985
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta, Kota Kembang, 1989
Syed Ameer Ali, Api Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1978
Yusuf Al Isy, Dinasti Abbasiyah, Jakarta, Pustaka Al Kausar, 2013
16
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
A. Pendahuluan ..............................................................................................1
B. Revolusi dan Berdirinya Bani Abbasiyah ................................................1
C. Islamisasi (Ekspansi Kekuasaan) ..............................................................7
D. Kebijakan Pemerintahan ...........................................................................8
E. Bidang Keagamaan ...................................................................................9
F. Khazanah Peradaban..................................................................................10
G. Keruntuhan dan Faktor Penyebab .............................................................11
H. Kesimpulan ...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................14
17i