52
KEMAMPUAN DEKOMPOSER MIKROBA TANAH MENURUNKAN C/N RATIO SERESAH KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) Oleh JUSNI E 281 11 152 i

Kemampuan Dekomposer Mikroba Tanah

  • Upload
    jusni

  • View
    250

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

KEMAMPUAN DEKOMPOSER MIKROBA TANAH MENURUNKAN C/N RATIO SERESAH KACANG HIJAU

(Vigna radiata L.)

Oleh

JUSNIE 281 11 152

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TADULAKO2015

i

KEMAMPUAN DEKOMPOSER MIKROBA TANAH MENGUBAH C/N RATIO SERESAH KACANG HIJAU

(Vigna radiata L.)

Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan

Oleh

JUSNIE 281 11 152

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TADULAKO2015

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Kemampuan Dekomposer Mikroba Tanah Mengubah C/N Ratio Seresah Kacang Hijau (Vigna radiata L.)

Nama : JUSNI

Stambuk : E 281 11 152

Program Studi : Agroteknologi

Jurusan : Budidaya Pertanian

Fakultas : Pertanian

Universitas : Tadulako

Palu, Juni 2015

Menyetujui,

Ketua BKU Agronomi

Dr. Ir. Enny Adelina,MPNIP. 19631023 198803 2 001

Dosen pembimbing

Dr.sc.agr. Ir. Henry N. Barus, M.ScNIP. 19651105 199203 1 004

Mengetahui, Ketua Program Studi

Dr. Ir. Bahrudin, MPNIP. 19620701 198903 1 001

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji dan Syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah SWT

karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga laporan praktek kerja lapangan ini

yang berjudul ”Kemampuan Dekomposer Mikroba Tanah Menurunkan C/N Ratio

seresah kacang hijau (Vigna Radiara L.)“ dapat di selesaikan. Banyak sekali kendala

yang ditemukan penyusun dalam menyelesaikan laporan ini baik dari faktor dalam

yaitu kondisi dari penulis sendiri maupun faktor luar seperti lingkungan. Laporan ini

merupakan salah satu syarat mutlak untuk menyelesaikan mata kuliah Praktek Kerja

Lapangan.

Terselesaikannya laporan ini, tidak luput dari bantuan beberapa pihak yang

telah banyak membantu, dan karena itu saya haturkan banyak terima kasih yang

sebanyak-banyaknya yaitu kepada Tuhan yang memberikan saya kesehatan, dosen

pembimbingku bapak Henry yang telah bersedia membimbing saya, kepada bapak

Yusran selaku laboran industri benih yang banyak membantu saya dalam

menyelesaikan PKL ini, serta partnerku Andi Hasrawati dan Suhasrianto yang juga

ikut dalam PKL ini. Tidak lupa pula saya ucapkan banyak terima kasih kepada

keluarga dan teman-teman yang memberikan support yang luar biasa kepada saya.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan laporan lengkap ini masih banyak

kekurangan dan sangatlah jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran

yang sifatnya membangun sangatlah penyusun harapkan untuk mengoreksi kesalahan

agar penyusunan laporan selanjutnya jauh lebih baik, dan akhir kata semoga laporan

iv

ini dapat menjadi tambahan literature bagi pembaca dan memberikan manfaat bagi

kita semua, terutama bagi diri penyusun sendiri.

Palu, Juni 2015

Penyusun

v

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .........................................................................................HALAMAN SAMPUL DALAM.........................................................................HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................KATA PENGANTAR...........................................................................................DAFTAR ISI..........................................................................................................DAFTAR TABEL ................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….. 11.2 Tujuan …………………………………………………………………... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengertian Pengomposan............................................................................ 42.2 Bakteri Pendekomposisi.............................................................................. 62.3 Manfaat Kompos Bagi Tanah dan Tanaman.............................................. 92.4 Seresah Kacang Hijau (Vigna radiate).......................................................102.5 Bakteri Laktobacillus sp.............................................................................102.6 Bacteri Actinomycetes.................................................................................112.7 Jamur Aspergillus........................................................................................11

BAB III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu...................................................................................... 123.2 Bahan dan Alat............................................................................................ 123.3 Cara Kerja................................................................................................... 13

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil............................................................................................................ 164.2 Pembahasan................................................................................................. 17

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan................................................................................................. 195.2 Saran .......................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

Tabel 1. Nilai Rata-Rata C/N Rasio Kompos Tanaman Kacang Hijau..................... 16

Tabel 2. Suhu Rata-Rata Kompos Tanaman Kacang Hijau ...................................... 17

vii

DAFTAR GRAFIK

Nomor Halaman

Grafik 1. Nilai Rata-Rata C/N Rasio Kompos Tanaman Kacang Hijau.................... 16

Grafik 2. Suhu Rata-Rata Kompos Tanaman Kacang Hijau .................................... 17

viii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengambilan sisa hasil tanaman keluar dari sistem lahan atau tanah

menyebabkan terjadi pengurasan unsur hara sebagai akibat dari penyerapan unsur

hara dari tanah oleh tanaman yang tidak diimbangi dengan pemasukan unsur hara

yang sebanding dengan banyaknya unsur hara yang hilang. Pengembalian sisa hasil

tanaman, dalam hal ini seresah tanaman legum langsung ke lahan sebagai upaya

untuk mengembalikan unsur hara yang terangkut bersama hasil tanaman malah

akan menghambat pertumbuhan tanaman budidaya karena proses dekomposisinya

lambat sehingga unsur hara belum tersedia bagi tanaman. Proses penyerapan hara

oleh tanaman berjalan lambat karena harus mengalami proses dekomposisi yang

memerlukan waktu yang relatif lama agar bisa terurai dan dapat diserap oleh

tanaman.

Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan suatu pengelolaan limbah

pertanian dengan cara pengomposan yang telah umum dikenal masyarakat. Kompos

atau bahan organik merupakan salah satu cara yang dapat dipakai untuk memperbaiki

kesuburan tanah. Namun demikian pemakaiannya dalam budidaya tanaman pangan

khususnya, kurang diminati hal ini disebabkan oleh pupuk yang ada dipasaran

sedikit, harganya mahal dan kualitasnya masih rendah.

ix

Kompos adalah bahan – bahan organik (sampah organik) yang telah

mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri

pengurai) yang bekerja di dalamnya. Di alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan

sendirinya, lewat proses alamiah. Namun, proses tersebut berlangsung lama, dapat

mencapai tahunan. Padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak.

Oleh karenanya, proses tersebut perlu dipercepat dengan metode buatan. Dengan

cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga

bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik. Dengan demikian, manusia tak perlu

menunggu puluhan tahun jika sewaktu – waktu kompos tersebut diperlukan

(Murbandono, 2000).

Proses pengomposan limbah organik dari sisa-sisa tanaman dapat dipacu

dengan menggunakan biodekomposer. Biodekomposer yaitu suatu mikroorganisme

yang mampu meningkatkan suatu laju reaksi. Jenis biodekomposer yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu EM-4. Bioaktivator ini merupakan suatu bahan yang

mengandung beberapa jenis mikroorganisme yang bermanfaat dalam proses

pengomposan (Djuarnani, Kristian, dan Setiawan, 2006). Akhir – akhir ini

penggunaan limbah pertanian ataupun perkotaan mulai banyak dipilih dan

diperhatikan sebagai sumber bahan organik, karena selain dapat menghasilkan

biomassa banyak juga mudah didapatkan (Minardi, 2002). Dalam hal ini peneliti

menggunakan bahan yang berasal dari limbah pertanian yaitu seresah kacang

hijau.

x

1.2 Tujuan

Praktek ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dekomposer mikroba

tanah (Laktobacillus sp, Actynomicetes, dan Aspergillus) menurunkan C/N ratio

seresah kacang hijau (Vigna radiata L.)

xi

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengomposan

Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan

mikrobia agar mampu mempercepat dekomposisi bahan organik.

Mikrobia tersebut adalah bakteri, fungi dan jasad renik lainnya

( Rosmarkam dan Yuwono, 2002 ).

Menurut Murbandono (2000) selama proses perubahan dan peruraian

bahan organik, unsur hara mengalami pembebasan dan menjadi bentuk larut yang

bisa diserap tanaman. Proses perubahan ini disebut pengomposan.

Melalui proses pengomposan aerob, menggunakan bahan dasar biomassa,

sisa pertanaman dan kotoran ternak maka kualitas dan kuantitas kompos dapat

ditingkatkan. Metode pengomposan yang sesuai dan waktu pemanfaatan bahan

organik perlu diperhatikan, demikian juga inokulasi mikrobia yang sesuai

( Sutanto, 2002 ).

Kompos adalah bahan–bahan organik berupa sampah organik yang telah

mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi dengan mikro organisme

(bakteri) yang bekerja didalamnya. Menurut Nopriani (2005), penggunaan kompos

sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu :

menyediakan unsur hara bagi tanaman, menggemburkan tanah, meningkatkan daya

ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air

dalam tanah lebih lama, mencegah lapisan kering pada tanah, mencegah beberapa

xii

penyakit akar, menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya

lebih murah, berkualitas dan ramah lingkungan.

Menurut Sutanto (2002), nisbah C/N berkenaan dengan persentase

senyawa organik memberikan indikasi intensitas proses dekomposisi, karena

persentase senyawa organik menentukan jumlah komponen dalam bahan dasar

kompos yang akan terdekomposisi. Pada umumnya limbah organik mengandung

fraksi padat organik rata –rata 40% -70%. Bahan dasar kompos yang kaya lignin

seperti potongan kayu atau kulit kayu mempunyai persentase senyawa organik yang

lebih tinggi. Akan tetapi bahan – bahan tersebut mengandung komponen yang

sukar terdekomposisi (lignin, resin dan lilin).

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik

hingga sama dengan C/N tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka

proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan (Indriani,

2004).

Perubahan hayati yang penting yaitu berikut ini :

1. Penguraian hidrat arang, selulosa, hemiselulosa, dan lain – lain menjadi

CO2 dan air.

2. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air.

3. Penguraian zat putih telur, melalui amida – amida dan asam – asam amino,

menjadi amoniak, CO2 dan air.

xiii

4. Terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara di dalam tubuh jasad –jasad renik,

terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur – unsur tersebut

akan terlepas kembali bila jasad – jasad tersebut mati.

5. Pembebasan unsur – unsur hara dari senyawa – senyawa organik yang

berguna bagi tanaman (Murbandono, 2000).

Nisbah karbon dan nitrogen (nisbah C/N) sangat penting untuk memasok

hara yang diperlukan mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung.

Karbon diperlukan oleh mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen

diperlukan untuk membentuk protein. Bahan yang mengandung karbon 30 kali lebih

besar daripada nitrogen, mempunyai nisbah C/N 30 : 1.

Ukuran partikel bahan organik, ciri – ciri dan jumlah mikroorganisme

yang terlibat, ketersediaan C, N, P, K, kandungan kelembaban tanah, temperatur,

pH, adanya senyawa – senyawa penghambat (seperti misalnya tannin) dan

sebagainya, merupakan sebagian dari faktor – faktor utama yang mempengaruhi laju

dekomposisi bahan organik (Rao, 1994).

2.2 Bakteri Pendekomposisi

Konversi biologi bahan organik dilaksanakan oleh bermacam –macam

kelompok mikroorganisme heterotropik seperti bakteri, fungi, aktinomisetes dan

protozoa. Organisme tersebut mewakili jenis tanaman dan hewan

( Biddlestone dan Gray, 1985 cit Sutanto, 2002).

xiv

Nisbah C/N yang tinggi menyebabkan tersedianya energi yang melimpah

bagi jasad renik, sehingga dapat berkembang biak dengan pesat

( Poerwowidodo, 1992).

Suatu tanaman pupuk hijau yang dikehendaki harus mempunyai 3 sifat utama

: (1) cepat tumbuh (2) bagian atas yang banyak dan sukulen (3) kesanggupan

tumbuh pada tanah yang kurang subur, makin cepat tumbuhnya makin cocok untuk

suatu rotasi dan dapat digunakan untuk memperbaiki tanah secara ekonomik.

Pertumbuhan bagian atas dan akar yang lebat sudah tentu merupakan sifat yang

sangat diperlukan. Dan seperti telah disarankan makin tinggi dari kadar pupuk

hijau makin cepat pelapukan dan keuntungan dapat diperoleh lebih cepat. Karena

kebutuhan akan bahan organik pada tanah tidak subur sangat mendesak maka

tanaman yang dapat tumbuh pada tanah itu sangat menguntungkan ( Supardi, 1983 ).

Bentuk – bentuk nitrogen yang dapat ditemui di atmosfer dan dalam

sistem tanah dapat ditelusuri dari daur nitrogen. Nitrogen atmosfer (N2)

memasuki sistem tanam melalui perantaraan jasad renik penambat –N, hujan dan

kilat. Jasad renik penambat N bebas ini akan mengubah bentuk N2 menjadi

senyawa N asam amino dan N protein. Jika jasad renik itu mati, bakteri

pembusuk melepaskan asam amino dari protein dan bakteri amonifikasi

melepaskan ammonium dari gugus amino yang selanjutnya akan larut dalam larutan

tanah. Amonium ini dapat diserap oleh tanaman dan sisa ammonium akan diubah

menjadi nitrit, kemudian menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi dan dapat langsung

diserap tanaman. Nitrat dan nitrit yang tidak termanfaatkan sebagian akan

xv

lenyap dalam air pengatusan dan sebagian mengalami denitrifikasi menjadi gas

N2 dan N2O akan memasuki sistem atmosfer kembali( Poerwowidodo, 1992).

Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghancur untuk tumbuh dan

berkembang biak. Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya terlalu

sedikit (rendah) tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahan – bahan

menjadi sangat terhambat. Oleh karenanya semua bahan dengan kadar C/N yang

tinggi, misalnya kayu, biji – bijian yang keras, dan tanaman menjalar harus

dicampur dengan bahan – bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun dan

sampah – sampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai bahan pencampur.

Apabila tidak tersedia bahan – bahan yang mengandung nitrogen, bahan kompos

dapat ditambah dengan berbagai pupuk organik , misalnya pupuk kandang

( Murbandono, 2000).

Zat lemas ini berfungsi untuk : (a) meningkatkan pertumbuhan tanaman; (b)

mengenatkan hijau daun (khlorofil); (c) meningkatkan kadar protein dalam tubuh

tanaman; (d) meningkatkan kualitas tanaman yang menghasilkan daun dan (e)

meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme dalam tanah yang penting bagi

kelangsungan pelapukan bahan organik ( Sutedjo dan Kartasapoetra, 2002 ).

Nitrogen yang dapat kembali ke tanah melalui pelapukan sisa makhluk hidup

(bahan organik). Nitrogen yang berasal dari bahan organik ini dapat dimanfaatkan

oleh tanaman setelah melalui tiga tahap reaksi yang melibatkan aktivitas

mikroorganisme tanah. Tahap reaksi tersebut sebagai berikut :

xvi

a. Penguraian protein yang terdapat pada bahan organik menjadi asam amino.

Tahap ini disebut reaksi aminisasi.

b. Perubahan asam amino menjadi senyawa – senyawa ammonia (NH3) dan

ammonium ( NH4+). Tahap ini disebut reaksi amonifikasi.

c. Perubahan senyawa ammonia menjadi nitrat yang disebabkan oleh bakteri

Nitrosomonas dan Nitrosococus. Tahap ini disebut reaksi nitrifikasi

(Novizan, 2002).

Menurut Indriani (2004), digunakan akar rumput – rumputan karena dari akar

rumput – rumputan diperoleh bakteri nitrogen fiksasi non –simbiosis yang berfungsi

untuk mengikat nitrogen bebas diudara sehingga kandungan nitrogen dalam pupuk

bertambah dan meningkatkan kapasitas tukar kation pupuk.

2.3 Manfaat Kompos Bagi Tanah dan Tanaman

Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat baik dari kompos yang

merupakan pupuk organik terhadap kesuburan tanah yaitu dapat menyediakan unsur

hara seperti N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro dalam jumlah relatif kecil, dapat

mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat, membuat permeabilitas tanah

menjadi lebih baik dan juga dapat dijadikan sebagai pupuk bagi tanaman.

Pemberian pupuk organik akan menambah unsur hara yang dibutuhkan dalam

pertumbuhan tanaman. Memang persentase unsur hara yang bertambah dari pupuk

organik masih lebih kecil dibanding pupuk organik secara umum, fungsi pupuk

organik adalah sebagai berikut: (a) Kebutuhan tanah bertambah. Adanya penambahan

xvii

unsur hara, humus, dan bahan organik kedalam tanah menimbulkan efek residual,

yaitu berpengaruh dalam jangka panjang. (b) Sifat fisik dan kimia tanah diperbaiki.

Pemberian pupuk organik menyebabkan terjadinya perbaikan struktur tanah. (c) Sifat

biologi tanah dapat diperbaiki dan mekanisme jasad renik yang ada menjadi hidup

(Indriani, 2001).

Disamping itu, menurut Indriani (2007) kompos mempunyai beberapa sifat

yang menguntungkan antara lain:memperbaiki struktur tanah, memperbesar daya ikat

tanah berpasir, menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata

udara dalam tanah,mengandung hara yang lengkap, memberi ketersediaan bahan

makanan bagi mikrobia, dan menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.

2.4 Seresah Kacang Hijau (Vigna radiate)

Bila tanaman bukan kacang – kacangan dibenamkan sebagai pupuk hijau,

nitrogen yang semula ada dalam tanah diubah menjadi bentuk nitrogen– organik

(mobilisasi). Tidak ada penambahan. Tetapi bila tanaman kacang – kacangan

digunakan, maka ada kemungkinan untuk sementara menaikkan nitrogen tanah

sebanyak nitrogen yang diikat secara simbiotik. Kenaikan nitrogen organik dalam

tanah berarti kenaikan kesuburan dan juga kemungkinan meningkatnya humus.

Dengan demikian besaran penambahan nitrogen oleh pupuk hijau kacang – kacangan

perlu mendapat perhatian (Supardi, 1983).

xviii

Kompos yang berasal dari seresah tanaman mengandung hara makro dan

mikro secara lengkap serta bahan organik karbon yang strukturnya kompleks dimana

komposisi tersebut secara keseluruhan berpengaruh terhadap peningkatan sifat fisika

dan kimia tanah (Sudradjat, 1998).

2.5 Bakteri Laktobacillus sp

Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.) dapat mengakibatkan kemandulan

(sterilizer) oleh karena itu bakteri ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme

yang merugikan; meningkatkan percepatan perombakan bahan organik;

menghancurkan bahan organik seperti lignin dan selulosa serta

memfermentasikannya tanpa menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari

pembusukan bahan organik. Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu

mikroorganime merugikan yang menimbukan penyakit pada lahan/ tanaman yang

terus menerus ditanami (Widyastuti, dkk., 2009).

2.6 Bacteri Actinomycetes

Aktinomisetes merupakan mikrobia heterotropik yang mampu

mendekomposisi sisa pertanaman, baik didalam tanah maupun bahan kompos.

Meskipun selalu dijumpai didalam tanah, tetapi lebih banyak hidup pada kondisi

lingkungan yang aerob dan relatif panas. Seperti halnya fungi yang menghasilkan

hipa yang panjang dan tipis, aktinomisetes mampu menembus tanah untuk mencari

jaringan tanaman yang telah terdekomposisi dan selanjutnya menyerap hara dan

xix

energi. Aktinomisetes suatu saat jumlahnya berlebihan terutama pada saat

berlangsung proses dekomposisi bahan organik, populasinya dapat mencapai 200 juta

untuk setiap gram tanah ( Allison, 1973 ).

2.7 Jamur Aspergillus

Jamur fermentasi ( Aspergillus dan Penicilium ) menguraikan bahan secara

cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Pertumbuhan jamur

ini membantu menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat-ulat

merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan makanannya. Tiap species

mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing tetapi yang terpenting adalah

bakteri fotosintetik yang menjadi pelaksana kegiatan EM4 terpenting. Bakteri ini

disamping mendukung kegiatan mikroorganisme lainnya, ia juga memanfaatkan zat-

zat yang dihasilkan mikroorganisme lain (Stego, 2012).

xx

III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Adapun Lokasi atau Tempat yang Digunakan untuk Praktek Kerja Lapangan

(PKL) yakni Bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, sedangkan untuk

Pengujian /Analisis C/N Rasionya Dilakukan di Laboratorium Agroteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako pada bulan September sampai Oktober

2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktek ini adalah seresah kacang hijau, pupuk

kandang sapi, isolat bakteri dan jamur sebagai dekomposer. Seresah tersebut

diperoleh dari Desa Labuan, dan pupuk kandang sapi diambil dari kandang sapi milik

petani sedangkan isolate bakteri dan jamur di isolasi di laboratorium Hama dan

Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Bahan lainnya

adalah bahan pembantu berupa bahan kimia (pro analys) untuk keperluan analisis

komponen kimia hijauan dan kompos.

Alat yang digunakan dalam praktek ini meliputi alat pencacah hijauan, ember

penampung hijauan, alat keperluan analisis komponen kimia hijauan dan kompos

antara lain spektrofotometer- UV- VIS (HITACHI U-1100 spectrofotometer),

thermometer, timbangan analitik, pH meter, oven listrik, hot plate dan alat-alat

listrik/gelas lainnya yang digunakan didalam Laboratorium Kimia.

xxi

3.3 Cara Kerja

1) Persiapan tempat pengomposan

Menyiapkan tempat pengomposan dengan keadaan yang teduh, dalam hal ini

kami melaksanakan pengomposan dalam Laboratorium, dan tempat pengomposan

disediakan ember yang telah dilubangi bagian bawahnya.

2) Penyiapan bahan kompos

Bahan dasar kompos berupa seresah kacang hijau segar yang diambil sehari

setelah dipanen dari areal persawahan di daerah Labuan pada bulan Mei, kemudian 2

hari setelah pengambilan dilakukan pencacahan hingga berukuran 3 – 5 cm lalu

ditimbang sebanyak 2 kg pada ember yang telah dilubangi dan disimpan dalam

keadaan terbuka. Berselang 4 bulan barulah dilakukan aplikasi bakteri. Pada saat

pencampuran dilakukan penambahan pupuk kandang sapi dan tanah dengan takaran

masing-masing 1 liter. Perbanyakan isolat bakteri Lactobacillus sp, Actinomycetes,

dan jamur Aspergillus.

3) Pengenceran isolate bakteri dan jamur dengan menggunakan air (1:100)

4) Penambahan isolat bakteri dan jamur

Menambahkan isolat bakteri dan jamur pada timbunan kompos dengan cara

disemprotkan dengan handsprayer sambil di homogenkan lalu disimpan dalam ember

dan kompos ditutupi dengan karung goni.

xxii

5) Inkubasi selama 35 hari.

Bahan kompos yang telah siap serta telah dilakukan penambahan isolate

bakteri dan jamur kemudian diinkubasi dengan ditutup rapat. Melakukan inkubasi

selama 31 hari.

6) Pemeliharaan

Melakukan pembalikan timbunan 1 minggu sekali, sedangkan untuk suhu

kompos diukur 3 hari sekali dilakukan pada pagi. Untuk menjaga kelembaban,

dilakukan penyiraman pada kompos hingga kondisinya lembab.

7) Analisis C/N rasio

Analisis C/N rasio dilakukan pada bulan September 2014 di Laboratorium

Agroteknologi. Sampel kompos diambil secukupnya dan diisi dalam plastic yang

telah dilabel secara komposit untuk masing – masing perlakuan pada inkubasi 0, 14, 2

Penetapan C-organik

Penetapan C-Organik dengan menggunakan metode Walkkley dan Black.

Adapun cara kerjanya yaitu sebagai berikut: menimbang 1 gram sampel, lalu

dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml, tambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N dan 10 ml

H2SO4 pekat kemudian didiamkan selama 30 menit lalu ditambahkan aquades 100 ml,

5 ml asam posfat (H3PO4) dan 5 ml NaF lalu ditambahkan 15 tetes indicator

difenilamin kemudian dititrasi dengan ferosulfat 1 N, titrasi dihentikan jika warna

berubah menjadi warna hijau selanjutnya mencatat hasil volume titrasi.

xxiii

Penetapan N-total

Pengukuran N-Total dilakukan dengan metode Kjeldhal yang terdiri atas

beberapa tahap yaitu: menimbang 1 gram sampel, kemudian masukkan kedalam

tabung digest. Ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 5 gram katalisator. Kemudian dikocok

dan dipanaskan (destruksi), destilasi, selanjutnya hasil destruksi dimasukkan kedalam

alat destilasi yang sebelumnya ditambahkan 30 ml NaOH 40% dan asam borat H3BO3

4% sebanyak 45 ml, kemudian dilakukan destilasi. Hasil destilasi tersebut ditampung

sebanyak 100 ml. lalu hasil destilasi tersebut dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai

terjadi perubahan warna, selanjutnya dicatat volume titrasi dan membuat blanko tanpa

menggunakan sampel.

xxiv

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Hasil

Berdasarkan pengamatan tentang C/N Rasio dan suhu kompos tanaman

kacang hijau (Vigna radiata L.) yang diberi mikroorganisme dekomposer diperoleh

hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Nilai Rata-Rata C/N Rasio Kompos Tanaman Kacang Hijau

PerlakuanHari Inkubasi

0 14 28D0 (Tanpa Decomposer) 10,33 9,71 9,21

D1 (Bakteri Lactobacillus sp) 11,01 9,41 8,69

D2 ( Bakteri Actinomycetes) 12,22 9,51 7,81

D3 (Jamur Aspergillus) 14,11 10,10 7,14

D4 (Kombinasi Decomposer) 14,66 10,41 9,72

Grafik 1. Nilai Rata-Rata C/N Rasio Kompos Tanaman Kacang Hijau

Tabel 2. Suhu Rata-Rata Kompos Tanaman Kacang Hijau

xxv

PerlakuanHari Inkubasi

3 6 9 12 15 18 21 24 27 30D0 28 28 28 28 29 30 30 28 28 28D1 28,3 29,3 29,6 29,3 30 30,6 31 28,6 29 28,3D2 29 29,6 28,6 29 29,6 30 30,3 28,3 28,3 28D3 29 29 29 29 30 30,6 31 29 28,3 28,3

D4 28,3 29 28,6 29,3 30,3 30,6 30,6 29 28 28,3

Grafik 2. Suhu Rata-Rata Kompos Tanaman Kacang Hijau

4.4 Pembahasan

Pada grafik diatas mengenai nilai rata-rata C/N rasio kompos tanaman kacang

hijau menunjukkan bahwa terjadi gangguan pada kegiatan biologi proses dekomposisi

terbukti pada nilai rata-rata yang muncul pada tiap perlakuan berturut-turut nilainya

hanya berkisar antara 10,33, 11,01, 12,22, 14,11, dan 14,66 untuk nilai awal dan 9,21,

8,69, 7,81, 7,14, dan 9,72 untuk analisis ketiga pada 28 hari inkubasi. Hal ini terjadi

karena adanya keterlambatan pada saat mengaplikasikan bakteri dan jamur pada

bahan kompos yang dimana pada saat penyimpanan telah terjadi penurunan karbon

xxvi

atau terjadi pengomposan secara alami. Akan tetapi jika dibandingkan antara semua

perlakuan dapat diketahui bahwa yang memiliki nilai C/N rasio tertinggi terdapat

pada perlakuan (D4) yaitu dengan kombinasi decomposer, karena banyaknya

decomposer yang berperan dalam memakan bahan organik kompos, sedangkan C/N

rasio terendah terdapat pada perlakuan tunggal dengan menggunakan jamur

Aspergillus sehingga dapat diketahui bahwa bioaktivator ini baik digunakan dalam

proses pengomposan bahan organik, selain itu lamanya inkubasi dapat menurunkan

C/N rasio kompos terlihat rata-rata nilai C/N rasio yang menurun pada tiap analisis

pada 0, 14, dan 28 hari inkubasi.

Bahan dasar kompos yang mempunyai nisbah C/N 20 : 1 sampai

35 : 1 menguntungkan proses pengomposan. Terlalu besar C/N (>40) atau

terlalu kecil (<20) mengganggu kegiatan biologi proses dekomposisi (Sutanto, 2002).

Pada tabel dan grafik diatas menunjukkant bahwa untuk suhu rata-rata yang

tertinggi terjadi pada pengamatan ke 7 yaitu 21 hari inkubasi. Suhu rata-rata untuk

kompos dengan tanpa perlakuan yaitu 30oC, sedangkan yang dengan perlakuan D1

(Bakteri Lactobacillus sp), D2 (Bakteri Actinomycetes), D3 (Jamur Aspergillus), dan

D4 (Kombinasi Decomposer) secara berturut-turut yaitu 31oC, 30,3oC, 31oC, dan

30,6oC. sehingga dapat diketahui bakteri pengurai yang terbaik dari empat perlakuan

yaitu Bakteri Lactobacillus sp dan Jamur Aspergillus.

V. PENUTUP

xxvii

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas mengenai analisis C/N rasio dan

suhu kompos maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pemberian dekomposer yang dikombinasikan (D4) memiliki C/N rasio

tertinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan dekomposer tunggal yang

dikarenakan banyaknya dekomposer yang berperan dalam memakan bahan

organik dalam bahan kompos

2. Bioaktifator yang cepat menurunkan C/N rasio kompos adalah pada perlakuan

D3 dengan menggunakan jamur Aspergillus terlihat dari C/N rasio akhir yang

mencapai 7,14%.

3. Lamanya inkubasi dapat menurunkan nilai C/N rasio kompos.

4. Untuk suhu kompos tertinggi terjadi pada saat 21 hari inkubasi dengan suhu

mencapai 31oC, pada perlakuan bakteri Lactobacillus sp dan jamur

Aspergillus.

5.2 Saran

Pada pembuatan kompos dari seresah kacang hijau, perlu memperhatikan

tingkat kematangan kompos yang dibuat, agar diperoleh hasil analisis yang tepat dan

sesuai, serta menjamin kualitas kompos yang dibuat.

xxviii

DAFTAR PUSTAKA

Allison, F.E. 1973. Soil Organic Matter and Its Role In Corp Production. Elsevier Sci. Pub.Company, New York.

Biddlestone dan Gray, 1985 cit Sutanto. 2002. Pertanian Organik : Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hartatik, W., D. Setyarini, L. R. Widowati, dan S. Widati. 2005. Laporan Akhir Penelitian Organik. LaporanBagian Proyek Sumberdaya Tanah dan Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatis.

Indriani, Y. H. 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Minardi, S. 2002. Pengaruh Pemberian Jerami Padi Terhadap Pelepasan Fosfat Terjerap pada Andisol Tawangmangu dengan Indikator Tanaman Jagung ( Zea mays. L ). Jurnal Penelitian Vol 1 no 2. Hal 16 – 23.

Murbandono, H.S.2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nopriani, L. S. 2005. Composting. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya .Malang.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Novizan, 2005. “Petunjuk Pemupukan yang Efektif”. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung.

Rao. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta.

Roesmarkam, A dan N. W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Stego., 2012. Teknologi EM-4, Dimensi Baru Dalam Pertanian Modern: id.shvoong.com/exact-sciences/agronomyagriculture/1965528teknologiem dimensi-baru-dalam/ diakses pada 07 november 2014.

Sudradjat, R.1998. Pedoman Teknis Penggunaan EM – 4 Untuk Pembuatan Kompos dari Daun dan Seresah Pohon di Kawasan Hutan. Info DAS. No.4 ISSN 1410 – 1110. Surakarta.

xxix

Supardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik : Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Widyastuti, H., Isroi., Siswanto., (2009), Balai penelitian bioteknologi Perkebunan indonesia: keefektifan beberapa decomposer untuk pengomposan limbah sludge pabrik kertas sebagai bahan baku pupuk organik, BS vol 44 No 22 Desember 2009: 99 – 110.

xxx

LAMPIRAN

xxxi

Tabel 1. Pengamatan Pertama (0 Hari Inkubasi) Analisis C/N Rasio KomposPerlakuan C-Organik N-Total C/N Rata-rata

I II III I II III I II IIID0 11,74 11,74 11,75 1,14 1,13 1,14 10,30 10,39 10,31 10,33D1 11,64 11,63 11,65 1,06 1,06 1,05 10,98 10,97 11,10 11,01D2 11,60 11,62 11,61 0,95 0,96 0,94 12,21 12,10 12,35 12,22D3 11,58 11,58 11,56 0,82 0,81 0,83 14,12 14,30 13,73 14,11D4 10,77 10,75 10,75 0,73 0,73 0,72 14,75 14,30 14,93 14,66

Tabel 2. Pengamatan Pertama (14 Hari Inkubasi) Analisis C/N Rasio KomposPerlakuan C-Organik N-Total C/N Rata-rata

I II III I II III I II IIID0 11,43 11,42 11,42 1,18 1,17 1,18 9,69 9,76 9,68 9,71D1 10,96 10,98 10,98 1,17 1,16 1,16 9,37 9,47 9,47 9,41D2 10,34 10,33 10,35 1,08 1,09 1,09 9,57 9,48 9,50 9,51D3 9,64 9,64 9,62 0,96 0,95 0,95 10,04 10,15 10,13 10,10D4 9,05 9,05 9,04 0,87 0,88 0,86 10,40 10,34 10,51 10,41

Tabel 3. Pengamatan Pertama (28 Hari Inkubasi) Analisis C/N Rasio KomposPerlakuan C-Organik N-Total C/N Rata-rata

I II III I II III I II IIID0 11,09 11,09 11,10 1,20 1,21 1,20 9,24 9,17 9,23 9,21D1 10,32 10,33 10,30 1,19 1,19 1,18 8,67 8,68 8,73 8,69D2 9,04 9,02 9,05 1,16 1,16 1,15 7,79 7,78 7,87 7,81D3 7,65 7,64 7,63 1,06 1,07 1,08 7,22 7,14 7,06 7,14D4 7,29 7,30 7,28 0,74 0,75 0,76 9,87 9,73 9,58 9,72Keterangan:D0 = Tanpa Decomposer D1 = Bakteri LactobacillusspD2 = Bakteri ActinomycetesD3 = Jamu rAspergillusD4 = Kombinasi Decomposer 1, 2, 3.

xxxii

Tabel 4. Pengamatan Pertama (3 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III14 September

2014D0 = - D0 = 28oC D0 = - 28oC

D1 = 29oC D1 = 28oC D1 = 28oC 28,3oCD2 = 28oC D2 = 29oC D2 = 30oC 29,0oCD3 = 29oC D3 = 29oC D3 = 29oC 29,0oCD4 = 29oC D4 = 28oC D4 = 28oC 28,3oC

Tabel 5. Pengamatan Kedua (6 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III17 September

2014D0 = - D0 = 28oC D0 = - 28oC

D1 = 30oC D1 = 29oC D1 = 29oC 29,3oCD2 = 29oC D2 = 29oC D2 = 31oC 29,6oCD3 = 29oC D3 = 29oC D3 = 29oC 29,0oCD4 = 29oC D4 = 29oC D4 = 29oC 29,0oC

Tabel 6. Pengamatan Ketiga (9 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III20 September

2014D0 = - D0 = 28oC D0 = - 28oC

D1 = 29oC D1 = 31oC D1 = 29oC 29,6oCD2 = 28oC D2 = 29oC D2 = 29oC 28,6oCD3 = 29oC D3 = 29oC D3 = 29oC 29,0oCD4 = 29oC D4 = 29oC D4 = 28oC 28,6oC

Tabel 7. Pengamatan Keempat (12 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III23 September

2014D0 = - D0 = 28oC D0 =- 28oC

D1 = 30oC D1 = 29oC D1 = 29oC 29,3oCD2 = 29oC D2 = 29oC D2 = 29oC 29,0oCD3 = 29oC D3 = 29oC D3 = 29oC 29,0oCD4 = 30oC D4 = 29oC D4 = 29oC 29,3oC

xxxiii

Tabel 8. Pengamatan Kelima (15 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III26 September

2014D0 = - D0 = 29oC D0 =- 29oC

D1 = 30oC D1 = 30oC D1 = 30oC 30,0oCD2 = 29oC D2 = 30oC ]D2 = 30 oC 29,6oCD3 = 30oC D3 = 30oC D3 = 30oC 30,0oCD4 = 30oC D4 = 31oC D4 = 30oC 30,3oC

Tabel 9. Pengamatan Keenam (18 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III29 September 2014

D0 = - D0 = 30oC D0 = - 30oCD1 = 31oC D1 = 31oC D1 = 30oC 30,6oCD2 = 30oC D2 = 30oC D2 = 30oC 30,0oCD3 = 31oC D3 = 30oC D3 = 31oC 30,6oCD4 = 30oC D4 = 31oC D4 = 31oC 30,6oC

Tabel 10. Pengamatan Ketujuh (21 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III02 Oktober

2014D0 = - D0 = 30oC D0 = - 30oC

D1 = 31oC D1 = 31oC D1 = 31oC 29,0oCD2 = 30oC D2 = 30oC D2 = 31oC 28,3oCD3 = 31oC D3 = 31oC D3 = 31oC 28,3oCD4 = 31oC D4 = 31oC D4 = 30oC 28,0oC

Tabel 11. Pengamatan Kedelapan (24 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III05 Oktober

2014D0 = - D0 = 28oC D0 = - 28oC

D1 = 29oC D1 = 29oC D1 = 28oC 28,3oCD2 = 28oC D2 = 28oC D2 = 29oC 28,0oCD3 = 29oC D3 = 29oC D3 = 29oC 28,3oCD4 = 29oC D4 = 29oC D4 = 29oC 28,3oC

xxxiv

Tabel 12. Pengamatan Kesembilan (27 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III08 Oktober

2014D0 = - D0 = 28oC D0 = - 28oC

D1 = 29oC D1 = 29oC D1 = 29oC 31,0oCD2 = 29oC D2 = 28oC D2 = 28oC 30,3oCD3 = 29oC D3 = 28oC D3 = 28oC 31,0oCD4 = 28oC D4 = 28oC D4 = 28oC 30,6oC

Tabel 13. Pengamatan kesepuluh (30 hari inkubasi) Suhu KomposTanggal ULANGAN Rata-rata

I II III11 Oktober

2014D0 = - D0 = 28oC D0 = - 28,0oC

D1 = 29oC D1 = 28oC D1 = 28oC 28,6oCD2 = 28oC D2 = 28oC D2 = 28oC 28,3oCD3 = 28oC D3 = 28oC D3 = 29oC 29,0oCD4 = 29oC D4 = 28oC D4 = 28oC 29,0oC

xxxv