29
5/25/2018 KembalinyaKainPanjang-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/kembalinya-kain-panjang 1/29 Kembalinya Kain Panjang Masyarakat kolonial majemuk mencapai puncak kejayaannya pada beberapa dasawarsa sebelum perang dunia ke II. Kolonial imigran yang berkuasa sepenuhnya memisahkan dirinya dari gaya hidup dan pakaian orang-orang pribumi. Diantara jumlah kelahiran di tempat itu yang beraneka keturunan, kecenderungan stratifikasi itu menegaskan corak batik selama abad ke-2 menunjukkan diri mereka melalui bertambahnya desain yang semakin komplek, yang mana motif bunga !ropa berlanjut namun untuk membentuk komponen utama. "engembangan sebuah rangkaian yang saling berhubungan dapat dikenali terutama dalam kain panjang, yang menjadi cara berpakaian di #awa $engah pada "asisir, meruncing kearah bawah kaki bagian bawah, seelok pengganti untuk sarung berbentuk pipa. "erubahan-  perubahan desain awal memiliki asal-usul pada tahun-tahun sebelum perang. "ada corak pagi  sore,  badan dari kain persegi panjang dibagi dua sepanjang garis diagonal yang tak terlihat, setiap setengah bagian dihiasi dengan sebuah motif yang berbeda dan%atau pola warna. "erbedaan ini memberi corak pada namanya,  pagi sore. Siaga tua, tiga negeri , juga diadaptasikan ke corak ini. &mumnya setengah bagian gelap dari pakaian dipakai di luar ruangan selama siang hari, sementara setengah bagian lebih terang dijadikan sebagai gaun malam. 'egera sebelum dan selama pendudukan #epang, pola-pola menjadi lebih besar dan  bertambah mencolok, dengan lebih dalam, lebih kontras beraneka sifat.

Kembalinya Kain Panjang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Batik

Citation preview

Kembalinya Kain PanjangMasyarakat kolonial majemuk mencapai puncak kejayaannya pada beberapa dasawarsa sebelum perang dunia ke II. Kolonial imigran yang berkuasa sepenuhnya memisahkan dirinya dari gaya hidup dan pakaian orang-orang pribumi. Diantara jumlah kelahiran di tempat itu yang beraneka keturunan, kecenderungan stratifikasi itu menegaskan corak batik selama abad ke-20 menunjukkan diri mereka melalui bertambahnya desain yang semakin komplek, yang mana motif bunga Eropa berlanjut namun untuk membentuk komponen utama.Pengembangan sebuah rangkaian yang saling berhubungan dapat dikenali terutama dalam kain panjang, yang menjadi cara berpakaian di Jawa Tengah pada Pasisir, meruncing kearah bawah kaki bagian bawah, seelok pengganti untuk sarung berbentuk pipa. Perubahan-perubahan desain awal memiliki asal-usul pada tahun-tahun sebelum perang. Pada corak pagi sore, badan dari kain persegi panjang dibagi dua sepanjang garis diagonal yang tak terlihat, setiap setengah bagian dihiasi dengan sebuah motif yang berbeda dan/atau pola warna. Perbedaan ini memberi corak pada namanya, pagi sore. Siaga tua, tiga negeri, juga diadaptasikan ke corak ini. Umumnya setengah bagian gelap dari pakaian dipakai di luar ruangan selama siang hari, sementara setengah bagian lebih terang dijadikan sebagai gaun malam. Segera sebelum dan selama pendudukan Jepang, pola-pola menjadi lebih besar dan bertambah mencolok, dengan lebih dalam, lebih kontras beraneka sifat. Alat pengisi yang diarsir dan penerapan nuansa yang lebih gelap dari warna digunakan dalam bunga yang disempurnakan seperti halnya semakin rumitnya latar belakang tanahan semarangan. Antara tahun 1940-an dan 1960-an garis batas Terang Bulan yang lebar dan bergelombang mengantarkan pada motif berbunga terbaik mereka pada batik-batik pagi sore. Contoh yang paling efusif dari motif-motif batik yang rumit ini adalah tekstil-tekstil Djawa Hokokai, yang bermula selama penjajahan. Menggabungkan karakteristik dadi pagi sore, terang bulan, dan tanahan semarangan, batik-batik ini menunjukkan sebuah kelimpahan dari lapisan dasar yang menyatu dengan lapisan atas dari elemen-elemen bermotif bunga dalam sebuah kombinasi warna.Sebagai dampak kemerdekaan Indonesia, motif-motif baru bermunculan sebagai bentuk mengekspresikan rasa persatuan nasional. Beberapa pelatihan Indo-Arab menyempurnakan motif Hokokai, yang berganti nama menjadi Djawa baroe, menggunakan palet warna sangat kontras yang telah digunakan secara khusus oleh Indo-Arab.Baik kaum elit modern Indonesia dan keturunan Indo-Arab kalangan atas mengenakan warna-warna ini, yang demikian menyatu menjadi sebuah wacana simbolis tunggal. Motif-motif Jawa Tengah juga dikombinasikan dengan warna-warna tradisional Pasisir dalam sebuah gaya yang dikenal sebagai batik nasional. Istilah ini kemudian diadopsi tanpa pikir panjang sebagai variasi-variasi lain kurang lebih pada motif-motif tradisional Jawa Tengah dalam setiap warna-warna Pasisir. Desain-desain sederhana terus diterapkan dalam nuansa pastel tradisional Peranakan. Garis-garis batas Terang Bulan yang rumit itu akhirnya dikombinasikan dengan latar belakang polos dalam gaya hidup Tie Siet dan desainer-desainer Peranakan lain.Ditengah-tengah semua perkembangan ini, buketan panselen klasik oleh Lies van Zuylen dan peniru-penirunya tetap digemari. Batik ini adalah contoh akhir dari batik nasional, diprakarsai pada tahun 1950an oleh Presiden Sukarno. Promosinya didasarkan pada pengembangan dari gaya nasional yang sesungguhnya yang dapat diterima oleh semua wanita yang menganggap diri mereka orang Indonesia pertama dan terpenting daripada Jawa, Sunda, atau Peranakan. Untuk berbagai alasan-alasan berbeda hal ini tidak pernah berhasil. Kain ini menunjukkan variasi bebas tapi agak kaku pada desain semen dari kerajaan-kerajaan, dimana sayap ganda Garuda masih dapat dikenali. Sebuah simbol Hindu dan sekaligus mewakili raja-raja dari Jawa Tengah, yang memiliki hak khusus untuk memakainya, sekarang menghiasi segel resmi Negara Republik Indonesia.Dibuat dalam lokakarya indo-Arab, kain tersebut mencontohkan teknik colct menggunakan pewarna sintetis langsung ke kain katun dengan kuas. Penggunaan awal Colct ini sekitar tahun 1900, adalah sebagai cara hemat tenaga kerja untuk penerapan warna seperlunya dalam batik. Setelah tahun 1945 colct digunakan lebih banyak, kadang-kadang bahkan sebagian besar warna pada batik agar membuat kain warna-warni dengan harga menarik; dalam kasus tersebut beralih ke colct sangatlah penting bagi kelangsungan hidup seorang pengrajin batik.Disusun dengan rapi, seni noveau terinspirasi karangan bunga dalam dua corak menutupi kedua bagian dari kain ini : anyelir putih atau semacam tumbuh-tumbuhan dengan lapisan-lapisan merah dan putik biru dikombinasikan dengan semacam tanaman biru dan hijau dan daun merah di dataran, salmon tanah merah muda (tanahan polos) di setengah bagian lebih gelap; bunga iris dan tulip ganda merah, merah muda, dan biru pada latar belakang kuning pucat pakis yang melambai dalam corak Semarangan pada setengah bagian lebih terang. Burung layang-layang diwarna dengan terang dan lambaian kupu-kupu diantara bunga-bunga. Sesi terakhir adalah dihiasi dengan garis nitik, keduanya berakhir dengan deretan gigi walang, sisa-sisa dari tumpal kepala tradisional. Bunga-bunga di perbatasan garis bujur berbeda dengan salah satu dari karangan bunga itu. Bergaris kecil ujung-ujungnya membotong sepanjang tepi tenunan bagian atas; bagian bawah mengulang hiasan gigi walang di bagian tepi kiri.

PEMBUATBatik ini, meskipun tidak dipatenkan, merupakan khas dari kain Panjang Pagi Sore dari lokakarya dari Tie Siet dan istrinya, dengan bunga putih besar berkumpul di sebuah karangan bunga di atas tanah biasa dalam satu setengah dan karangan berbeda dengan latar belakang yang ramai di bagian yang lain. Dalam hal ini latar belakangnya dihiasi dengan pakis, sebuah motif yang sering digunakan oleh Tie Siet dan para pengikutnya (misalnya dengan Oei Khing Liem lihat katalog no.48). Kita dapat mengasumsikan bahwa batik ini adalah salah satu dari banyak kain panjang yang tidak dipatenkan, bukan karena kualitas tidak cukup tetapi bahkan pengrajin terkenal sering tidak membeli kain panjang.

Seni noveau corak kupu busur batasnya bunga iris yang digunakan sebelumnya oleh Lies van Zuylen dengan bunga madat di tempat bunga iris (lihat catalog no.33), yang mengarah pada kesimpulan bahwa desain ini juga diadaptasi dari kolega yang sukses.

PEMAKAIKain yang dikerjakan dengan halus ini merupakanhasil tangan yang hati-hati. Warna pastel berkilauan dalam corak Encim dan motif bunga yang tersusun rapi akan menarik bagi seorang wanita muda dari latar belakang Peranakan kaya, baginya itu akan dihadiahkan sebagai mas kawin. Di matanya bunga mengisyaratkan keinginan untuk kebahagiaan perkawinan dan keindahan, pakis menandakan kemakmuran dan banyak keturunan, terutama anak laki-laki. Di Tiga Negeri ini, dengan latar belakang warna agak gelap dari soga coklat Solo, adalah motif-motif latar belakang Jawa Tengah kompleks yang membentuk penjajaran Pagi Sore. Motif-motif itu disebut geblak tempel buketan (mencondongkan pita dengan hamparan motif-motif rangkaian bunga). Motif-motif mencolok terdiri dari deretan kotak memanjat diagonal satu setengah, sementara baris diagonal dari variasi sekar jagat berkilau di sisi lain. Masing-masing alternatif dan kontras - dengan sekumpulan dari tanaman rambat bunga pada latar belakang dari sulur-sulur ukel. Sebuah hamparan dari enam karangan bunga merah dan biru yang sangat halus, motif-motif pengisi yang putih hampir menyatu dengan latar belakang yang ramai. Ini juga menunjukkan pembagian di sepanjang pusat diagonal, karangan bunga tengah antara dua set cermin berhenti di garis pemisah. Satu bagian ujungnya dihiasi dengan deretan segitiga kecil, yang membentuk kepala belum sempurna. Garis-garis batasnya asimetris, dan masing-masing corak membentang di sepanjang sisi panjang dan pendek. Garis batas yang didominasi biru adalah corak Indo-Eropa, sedangkan yang lain, didominasi merah dan lebih berliku-liku, adalah corak Peranakan. Garis-garis merah kecil memotong tepian.PEMBUAT

Cap tinta di akhir tepian tidak terbaca untuk partikel Nji. Dalam hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pengrajin yang memulai kain ini adalah seorang wanita Peranakan dan ia bekerja di Lasem, karena karangan bunga dan busur perbatasan berwarna merah adalah corak Lasem, dan ini hampir selalu terjadi dalam pembuatan batik Tiga Negeri. Terlebih lagi, kita tahu bahwa pengrajin-pengrajin di Lasem adalah Peranakan. Di bagian utara yang berwarna merah adalah warna pertama yang diterapkan pada batik warna-warni, dan pengrajin yang memulai sebuah batik untuk diselesaikan dalam beberapa lokakarya adalah pemiliknya, ia memerintahkan masing-masing dari langkah-langkah berikut dari rekan kerja dan membayar mereka atas pekerjaan mereka. Warna biru muda dengan motif pengisi adalah corak Kudus atau Demak, pola latar belakang biru tua, coklat muda, dan hitam telah ditambahkan di Solo. Pola-polanya sendiri tidak tradisional, tetapi desain-desain baru. Karena setengah bagiannya lebih cerah, batik ini dapat diidentifikasi sebagai pagi sore.Di gerombolan bunga di salah satu ujung tepian terdapat huruf P.R.T.D dari lilin. Itu pasti telah ditambahkan setelah batik itu selesai dan pola dalam digunakan untuk tahap terakhir dari pencelupan telah hilang terebus. Satu-satunya penjelasan adalah bahwa huruf-huruf ini merujuk pada orang yang memesan latar belakangnya harus diselesaikan di Solo.PEMAKAI

Corak pantai utara dan Jawa Tengah telah tergabung sepenuhnya dalam kain yang kaya ini. Berbagai elemen dekoratif kompleks dan motif pengisinya, dieksekusi dengan canting terbaik, harus membuatnya menjadi barang sangat mahal bagi seorang wanita Peranakan kaya usia menengah. Semula mungkin itu telah menjadi bagian dari mas kawinnya atau hadiah pengantin nya dari mertuanya. Bahkan sampai hari ini kain seperti ini disimpan sebagai warisan berharga oleh banyak wanita peranakan kelas atas.Sarung berbentung tabung yang rumit ini dihiasi dengan empat karangan bunga yang sama, tiga di badan dan satu di kepala. Paduan bunga yang diarsir dari jenis yang tidak dapat diidentifikasikan tapi europanized mungkin telah menunjukkan peoni ke seorang pemakai peranakan. Daun-daunnya dihiasi dengan motif pengisi yang halus dan rinci. Makin banyaknya nuansa warna pastel yang jenuh meliputi salmon, ungu, biru, hijau, kuning tua, dan aksen biru kehijauan. Baik kepala dan badan yang dihiasi dengan labirin yang rumit dengan motif-motif kecil dalam corak Tanahan Semarangan: lung ganggeng (rumput laut) dan pasir menutupi badan yang berwarna cokelat keemasan. Ceblong (berudu) dengan aksen merah dapat dilihat di kepala berwarna ungu. Bunga-bunga kecil dalam kombinasi warna yang sama pada motif dihiasi dengan dasar berwarna ungu membuat kedua garis batas, yang berpotongan menjadi sangat bagus, yang mengkontraskan gigi walang.PEMBUAT

Batik ini ditandai dengan sebuah persegi panjang warna merah di bagian pojok kiri atas dari kepala oleh O.S. Hwa, seorang pengrajin Peranakan di Koedoes (Kudus). Rangkaian bunganya tidak mirip lagi dengan karangan bunga Lies van Zuylen. Bahkan, bunga-bunga tersebut menentang taksonomi ahli botani, sebuah tren yang semakin menjadi bahan perbincangan. Motif-motif pengisi pada daun-daunnya dikenal dari Djawa Hokokai.Luar biasanya adalah latar belakang Tanahan Semarangan yang sangat ramai baik di badan dan kepala. Sebelumnya batik itu mempunyai sebuah lapisan ketiga, di balik motif latar belakang yang tersusun dari rumput laut. Motif batik yang rumit ini merupakan variasi dari batik-batik Kudus yang dibuat sebelum masa penjajahan dan disebut buketan Semarangan. Yang terbaru, motifnya bahkan lebih ramai melambangkan batik-batik yang dibuat oleh pengrajin Peranakan untuk pelanggan Peranakan setelah kemerdekaan.PEMAKAI

Jenis kain menemukan seorang klien yang besar di antara keluarga kaya pedagang di pelabuhan yang ramai di Semarang. Variasi yang kaya akan warna dan banyaknya motif latar belakang yang kecil dengan jelas menyebarkan pesan bahwa pemakainya, seorang wanita yang lebih tua keturunan Peranakan, merupakan bagian dari klan kaya dengan banyak keturunan dan hubungan dengan lautan.Setengah kain menunjukkan karangan bunga anyelir dan aster dalam nuansa tenang merah tua dan ungu dengan batang kuning-hijau dan daun halus pada latar belakang, pita-pita vertikal bergelombang dihiasi dengan tanaman rambat bermotif bunga dalam nuansa kelu pada basis Semarangan dengan warna kuning dan coklat. Setengah lainnya dihiasi dengan karangan bunga krisan biru dan merah dengan daun yang rumit dalam berbagai nuansa kuning, hijau, dan coklat. Latar belakang dihiasi dengan variaasi dari motif paru-paru tradisional (sulur), juga di bawah naungan coklat yang banyak digunakan di Kudus. Ada dua busur batasan berbunga agak sederhana; masing-masing menempati sisi panjang dan pendek tepi dari kain. Ujung yang pendek menunjukkan gerombolan bunga tambahan; tepi tenunan yang dianyam, dibagi garis-garis halus.

PEMBUAT

Batik ini, seperti yang terakhir, adalah dalam corak buatan Peranakan populer dengan konsumen Peranakan setelah kemerdekaan. Cirinya, yang mana sulit untuk ditemukan di latar belakang yang ramai, itu adalah dari Nj. Lie Eng Soen dari Kudus.

PEMAKAI

Kain ini dalam corak Djawa Baroe, menunjukkan nuansa kelu khas tahun 1950-an, telah dikenakan oleh seorang wanita peranakan tua yang cukup berarti. Pada periode ini simbolisme bunga telah dilupakan. Hanya latar belakang yang mempertahankan makna tersebut, dalam hal ini, kemakmuran dan kelimpahan. Status itu dibuktikan dengan elaborasi tekstil, terutama selama periode ekonomi sulit pada awal kemerdekaan Indonesia.Tangkai anggrek dalam warna merah muda, biru, oranye, dan kuning keemasan menyebar melalui latar belakang coklat yang rumit dengan labirin sulur pada satu setengah dari kain ini, mengembalikan garis-garis batas terang bulan yang lebar. Mawar besar atau mungkin krisan dan tangkai dari semacam tumbuhan pada setengah bagian yang lain menghiasi garis batas yang luas dan latar belakang, yang terdiri dari jaringan lozenges (Limaran) dihubungkan oleh starflower abstrak dalam kabut merah muda, biru, ungu, dan hijau tua. Yang menggairahkan, kupu-kupu berwarna cerah dalam corak Cina melambai diantara bunga-bunga, meskipun hampir tidak terlihat pada setengah bagian lainnya. Rasa yang mendalam ditambahkan ke semua bunga dengan menggunakan daerah pusat yang lebih gelap dan diarsiri motif-motif pengisi. Kuning emas yang indah khususnya menerangi terhadap latar belakang warna yang kelu. Kedua tepi menunjukkan bergaris halus, skret kuning, sementara garis batas pendek diselesaikan dengan sebuah bunga kecil pada alas, pita putih.

PEMBUAT

Batik ditandai pada sudut kiri atas Oeij Siok Kiem Kedoengwoeni. Oeij adalah seorang pengrajin batik sukses sebelum pendudukan Jepang. Dia bekerja untuk Jepang, dan kain ini adalah sebuah contoh baik dari jenis pagi sore, dengan garis batas terang bulan lengkap pada kedua bagian, yang merupakan karakteristik dari batik Djawa Hokokai. Dalam hal ini, bagaimanapun, garis-garis batas terdiri dari bunga-bunga, dan bukan karangan bunga, kita melihat bunga-bunga yang sama dalam karangan bunga di bagian atas garis batas. Ini adalah sebuah inovasi yang diperkenalkan setelah penjajahan.

PEMAKAI

Contoh lain dari corak Djawa Baroe, kain mengkilap ini pasti menarik ketika dipakai untuk acara-acara meriah oleh pemilik Peranakan nya, seorang wanita baya yang cukup kaya dan disegani. Bunga-bunga yang didekorasi dengan rumit, perpaduan warna, dan latar belakang rumit semua mengekspresikan kemewahan. Setengah bagian terang kain ini menunjukkan beberapa pasang burung gelatik bertengger di gerombolan bunga berwarna ungu, hijau, dan biru pada latar belakang parang klitbik seling kawong berwarna kuning tua, yang terdiri dari pita-pita alternatif dari motif-motif parang dan kawong, dalam warna-warna Pasisir. Motifnya agak kurang rinci daripada versi Jawa Tengahnya. Setengah bagian gelap dihiasi dengan beberapa pasang besar kupu-kupu melayang di atas gerombolan bunga-bunga berwarna hijau tua, ungu, dan merah pada latar belakang yang berwarna-warni, dimana warna kuning tua dan hijau menonjol. Bunga-bunga krisan hampir hilang dari latar belakang, dimana rumput laut dan bintang laut dapat dikenali. Hal yang rumit, garis-garis batas berbunga yang lebar tampaknya hanya mengikuti corak Terang Bulan, sebagaimana mereka digunakan semata-mata untuk pinggiran panjang kain dan tidak sampai ke ujung. Yang lebih kecil, garis-garis batas berbunga yang asimetris pada latar berwarna hijau tua dan ungu mengelilingi badan, terlebih lagi dipisah oleh barisan segitiga kecil berwarna kuning tua, masing-masing diisi dengan sebuah titik berwarna ungu. Bagian yang gelap menunjukkan sebuah rangkaian pita yang condong, sedangkan bagian yang terang dihiasi dengan desain bunga-bunga yang berwarna-warni, yang dengan caranya sendiri relatif terstruktur. Pada bagian-bagian ujung hingga membentuk setengah kepala yang berbeda pada setiap ujung.PEMBUAT

Batik ini ditandai dalam skret Mohamed Djohari Ali. Yang namanya tidak cukup, skema warnanya itu akan membuktikan kain itu berasal dari Indo-Arab. Di sebelah nama pengrajin adalah desain, pantjawarna boenga rampai (bunga warna-warni yang beragam). Namanya agak umum, namun, seperti yang diberikan kepada desain-desain pada batik cap. Para pengrajin terkenal dalam menamai desain-desain untuk anak-anak mereka bahkan lagu-lagu populer. Formatnya adalah salah satu variasi Arab di Pagi Sore dengan garis batas Terang Bulan di kedua bagian. Motif pengisi di sisi kiri panel yang terdiri dari titik-titik kecil diatur dalam lingkaran konsentris yang sering digunakan oleh para pembuat batik Indo-Arab. PEMAKAI

Warna-warna yang agak kelu kain ini kaya dekorasi secara tradisional dipakai oleh perempuan Indo-Arab kaya usia menengah. Meskipun berbagai elemen-elemen desain mungkin terkandung makna khusus untuk kelompok ini, sedikit yang diingat di antara anggota saat ini. Selama beberapa dekade pasca perang jenis kain ini dengan burung asli indonesia dan pantjawarna boenga rampai juga dipakai oleh perempuan kelas atas di Jakarta sebagai preferensi untuk pakaian etnis maupun daerah mereka sendiri pada kesempatan ketika mereka merasa kain semacam itu lebih cocok sebagai ungkapan perasaan mereka terhadap persatuan nasional. Sebelumnya perasaan seperti itu hampir tidak ada, kebanyakan orang di Nusantara merasa paling dekat dengan kelompok etnis mereka. Nama indonesia pada desain membangkitkan banyak kelompok etnis yang berbeda bahwa semua bersatu dalam Republik Indonesia yang baru.Setengah bagian yang lebih gelap dari kain pagi sore ini menunjukkan besarnya, kupu-kupu berwarna terang melambai di jaringan yang abstrak starflower dalam warna ungu dan merah muda. Mereka juga terbang melayang diatas peoni warna-warni atau bunga madat naik dari garis batas terang bulan yang lebar, yang latar belakang penuh dengan labirin sulur putih berliku berwarna kuning tua. Di setengah bagian yang lebih terang kupu-kupu dan gerombolan krisan atau bunga matahari hampir menghilang menjadi latar belakang yang berpola rumit dengan tiga pita motif Semarangan. Pada setengah bagian ini ujung yang pendek menunjukkan setengah kepala dari pita bunga diagonal dalam warna hijau gelap, ungu, dan kuning tua. Dua jenis busur garis batas dan sebuah scret kecil berwarna kuning tua menghiasi tepian.

PEMBUAT

Batik ini dari lokakarya Indo-Arab. Skema warna dominan ungu konsisten dengan selera Indo-Arab. Formatnya adalah variasi Indo-Arab pada kain panjang, pagi sore lengkap dengan terang bulan dalam setengah bagian dan sebuah garis batas yang tidak lengkap dengan setengah bagian sebuah kepala di bagian yang lain. Bunga-bunga di terang bulan ada di fashion Peranakan dengan bayangan warna menjadi satu sama lain dan kecil, titik-titik putih, tapi sekarang dieksekusi dalam corak Indo-Arab dari Pekalongan, yang membuat mereka tak bisa dipahami. Di salah satu ujung garis batas terdapat nama dari desain, mana suka (disukai oleh semua orang), yang dengan baik mengungkapkan tentang apa corak nasional : desain bagi seluruh rakyat Indonesia.PEMAKAI

Kombinasi warna yang kuat di kain ini dengan kualitas teknis yang luar biasa khusus untuk waktu yang lama untuk selera wanita Indo-Arab yang kaya. Batik-batik seperti itu, bagaimanapun, pada akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960 an juga dikenakan oleh wanita Indonesia mendekati pembuatan. Lebih baik daripada warna daerah dan motif mereka sendiri, seperti kain tersebut dirasa untuk mengungkapkan perasaan-perasaan persatuan nasional, yang juga tercermin dalam nama desain. Mesin penjahit kain masih mengkilap, hal itu menunjukkan bahwa kain itu hanya dipakai beberapa kali. Batik ini merupakan contoh dari desain-desain dalam corak Pasisir yang dibuat di Jawa Tengah di loka karya Peranakan. Karya batik ini, terutama motif-motif pengisi, lebih halus dan lebih bervariasi, sesuai dengan corak Jawa Tengah.Kedua bagian dari kain batik pagi sore ini dibedakan, tidak oleh warna, tetapi oleh motif latar belakang. Pada masing-masing setengah bagian dari rambatan yang berbunga bermula dari satu sumber pada ujung dan menyebar secara horizontal ke arah tengah. Bunga-bunganya, dalam arsiran yang lembut berwarna merah, biru, dan khususnya hijau indah, bisa mewakili salah satu dari mawar, krisan, atau anyelir, tetapi semua mengusulkan teratai. Satu bagian dari latar belakang ditutupi dengan sebuah jaringang kecil motif kawong dalam sebuah corak Jawa Tengah yang asli. Bagian lainnya menunjukkan pita-pita diagonal diisi dengan varian banji yang sangat bergaya. Baik motif polos atas, maupun bunga dasar. Didalamnya, garis-garis batas Terang Bulan jelas terlihat halus, burung kuntul dan ayam jago digambarkan, keduanya dikelilingi oleh tanaman merambat. Latar belakangnya dihiasi dengan motif-motif kecil dalam corak Semarangan. Polos, batas-batas ujung yang putih menunjukkan satu baris gigi walang. Tepiannya diselesaikan dengan scret bergaris yang tidak biasa dan sangat kecil. PEMBUAT

Produk Baji (kata-kata yang muncul di salah satu ujung batas) adalah nama dagang yang digunakan oleh Baji, seorang pengrajin Peranakan. Loka karyanya di Solo mulai memproduksi kain panjang, pagi sore dalam skema warna menyala-biru, kuning-hijau, dan ungu- sekitar tahun 1930. Kain ini awalnya tidak dijahit, yang berarti itu diperoleh di Sumatra. Hasil jahitan-jahitan tangan mungkin hasil kerja seorang kerabat dari dealer di Jakarta. PEMAKAI

Kain jenis ini dengan desainnya yang jelas dan warna-warna yang kelu sesuai dengan pilihan wanita Indo-Arab tua di Jawa, tetapi kain ini juga dikirim ke Sumatra, dimana produk Baji sangat dihargai oleh kaum elit karena aksen hijaunya, yang sesuai dengan pakaian Muslim. Dalam waktu singkat di awal tahun 1960 an batik-batik seperti ini, yang dikombinasikan dengan nuansa hijau dan Jawa Tengah memperjelas hasil karya batik tersebut, juga dalam fashion dikalangan non Jawa di perkotaan elit Indonesia.Garis batas terang bulan diwarnai dengan terang pada kain pagi sore ini sangat kontras dengan alas polos (tanahan polos) dari badan tersebut. Susunan kecil dari krisan ganda warna biru, merah muda, dan putih, kupu-kupu berwarna cerah, and burung-burung merak membentangkan ekor mereka menghiasi setengah dari kain warna oranye. Garis batas dihiasi dengan bunga-bunga yang sama pada sebuah alas berwarna biru terang. Setengah bagian yang lain menunjukkan tangkai dari krisan dan pakis dikelilingi oleh burung cinta pada tanah krem dengan garis batas warna oranye. Garis-garis batas busur kecil, satu pada Indo-Eropa, yang lain dalam corak Peranakan, masing-masing menunjukkan karangan bunga berliku-liku menggunakan skema warna yang sama dan berurutan sepanjang sisi pendek dan sisi panjang. Bagian akhir dihiaasi dengan kepala tumpal yang kecil, yang terdiri dari pita dengan ukuran kecil, tapak pegunungan bergantian dengan segitiga.

PEMBUAT

Batik ini, ditandai di sudut atas berwarna oranye The Tie Siet Pekalongan, adalah variasi pada versi Peranakan dari Djawa Hokokai, sebenarnya lepas dari motif latar belakang. Kualitas pekerjaan baik, tapi jenis itu jauh lebih sedikit memakan waktu dalam membuat dibandingkan dengan menyelesaikan motif latar balakang. Tie Siet menghasilkan variasi sederhana ini untuk penyelidikan ke dalam pasar ekspor Singapura, Malaysia, dan Thailand, yang mana dia berhasil membuka kembali usaha batik nya. Di rumah di Jawa dia juga menciptakan pasar untuk coraknya. Contoh ini menggunakan perangko corron, bagian yang terbaca berbunyi Geo Wehey & Co, sebuah perusahaan perdagangan Belanda dengan cabang di Jawa. Perusahaan membeli kain dengan cara dikirim dari sebuah pabrik di Belanda dan menjualnya di Jawa. Hal ini berlanjut sampai tahun 1952, ketika produksi kain katun putih terhenti karena meningkatnya kerugian keuangan yang mempengaruhi produsen Belanda. Pada waktu itu, ekonomi Indonesia berada dalam keadaan menyedihkan, dan pengrajin batik tidak mampu mempertahankan banyaknya stok. Fakta ini, bersama dengan observasi di lapangan, membantu untuk meluncurkan batik ini sekitar tahun 1950.

Formatnya penting, bahwa The Tie Siet yang memperkenalkan sebuah latar belakang yang ramai pada batik Pekalongan sekitar tahun 1930 tetapi tidak menggunakannya setelah kemerdekaan, sementara pengrajin Indo-Arab terus melakukannya di corak Djawa Hokokai, dan pengrajin Peranakan menyempurnakan latar belakang corak tanahan Semarangan yang sangat rumit.

PEMAKAI

Kain ini di jahit tangan dengan halus dengan warna yang mencolok akan cocok dipakai oleh seorang wanita Peranakan usia menengah. Seorang wanita muda, langsing, tidak akan mampu untuk memakai motif yang cukup besar tersebut, dan kombinasi warna akan dianggap terlalu terang untuk dikenakan oleh orang Indonesia asli. Desain dari kain ini mirip dengan desain sebelumnya, walaupun kainnya tidak dibuat dengan bagus. Warna oranye dan biru-hijau pada badan dan batas kontras satu sama lain. Karangan bunga kecil berwarna ungu dan krisan salmon dan bunga sepatu yang dikombinasikan dengan tangkai kemuning putih tampak tumbuh menjalar ke batas terang bulan berwarna oranye. Mawar-mawar yang berwarna ungu dan salmon dalam gaya yang sederhana tersebar melewati sebagian dari badan yang berwarna oranye dan garis tepi dari batas yang berwarna biru-hijau. Bunga-bunga putih menunjukkan tusukan jarum berwarna oranye, bunga-bunga berwarna ungu dan salmon telah diarsir melalui aksen colet yang lebih gelap dan bertitik-titik, efek-efek dari penegasan warna putih. Batas-batas busur dihiasi dengan bunga-bunga yang sama yang disusun dalam karangan bunga. Barisan dari segitiga lagi-lagi membentuk sebuah kepala tumpal yang kecil di kedua sisi bagian ujung. PEMBUAT

Ada banyak pengrajin batik Peranakan di Kedungwuni, banyak yang saling kenal satu sama lain dan kepada para pengrajin batik di sekitar Pekalongan. Corak batik Kedungwuni sama dengan yang lebih dikenal di pusat. Ciri khas dari batik ini terletak pada pojok kiri atas The Kwie Tjoen / Kedungwuni. Batik ini terdapat pada corak sebelumnya karya The Tie Siet. Ketika seorang pengrajin batik sukses dengan desain barunya, tidak lama kemudian desain itu akan ditiru oleh pengrajin lainnya. Mawar-mawar dengan garis kontur yang mencolok milik The Tie Siet memang asli. The Tie Siet sendiri mungkin menirunya dari Belanda selama perang.PEMAKAI

Kain terang bulan yang berwarna sangat mencolok yang dipakai terutama oleh wanita Peranakan yang kaya usia menengah. Bunga-bunganya menimbulkan suasana yang meriah dan sejahtera, anak-anak ayam dan burung-burng lain mungkin menunjukkan bahwa pemakainya memiliki cucu.

Badan dari kain yang baru-baru ini dieksekusi dengan sempurna menunjukkan karangan bunga klasik dari tahun 1930-an. Enam susunan besar bunga iris berwarna salmon dan biru, dikombinasikan dengan tangkai salmon dan starflower biru dan daun hijau yang rapi dibagi pada latar polos, latar biru tua (tanahan polos). Kupu-kupu besar dan kecil, terinspirasi oleh desain Cina, melayang-layang di dekatnya. Ruang yang tersedia telah digunakan untuk keuntungan yang maksimal.

PEMBUAT

Informasi buatan tangan dari lilin di sudut kiri atas bertuliskan Oey Soe Tjoen / Kedungwuni 104 / 8a Java. 104, seperti disebutkan sebelumnya, adalah jumlah rumah dan loka karyanya di Jalan Raya: 82, tahun produksi, fakta yang jarang disertakan : Java telah ditambahkan untuk turis dan kolektor, yang telah membaca dalam sebuah buku panduan bahwa Oey masih memproduksi batik terbaiknya. Bagian bawah dari replika karangan bunga yang dirancang oleh Lies van Zuylen dan digambarkan olehnya pada banyak kain pajang pagi sore antara tahun 1935 dan 1937 dan disalin oleh Oey Khing Liem, Pekalongan, dan Liem Giok Kwie, Kedungwuni, sekitar tahun 1940. Palet yang relatif terbatas, meskipun dengan nuansa, dan motif-motif pengisi cukup sederhana pada daun merupakan penyederhanaan yang dipilih oleh Oey agar bisa menawarkan batik dengan harga yang tidak terlalu mengejutkan dibandingkan dengan yang lain, kurang sempurna, batik lilin buatan tangan di pasar.PEMAKAI

Kain jenis ini sering dibeli oleh warga asing di Jakarta untuk dibingkai dan digantung di dinding seperti lukisan. Contoh ini tidak dijahit dan belum pernah dipakai. Kain ini dibeli di lokakarya Oey untuk koleksi. Tambahan-Tambahan Pada Pakaian Traditional Pasisir

Meskipun item utama dari pakaian Pasisir adalah penutup pinggang, tambahan, kain-kain batik berukuran kecil membentuk bagian dari kostum tradisional bagi kaum pria dan wanita selama abad ke 19. Pria muslim biasa menutup kepala mereka dengan iket kepala, yang sama ukurannya dengan sebuah persegi terbuat dari katun impor khususnya mesin tenun untuk penututp pinggang. Masing-masing dari berbagai kalangan usia, agama, dan peristiwa menyebut gaya melipat atau menutup pinggang tersebut sebagai sarung. Format, desain, dan warna juga berbeda menurut wilayah. Iket kepala Pasisir dipakai di Jawa tetapi juga diekspor ke Sumatra dalam jumlah yang besar khususnya dari Lasem. Ada lapisan prada yang diterapkan pada kain yang dikenakan pada upacara adat.

Selain kain panjang dan sarung mereka wanita Muslim memakai sebuah selendang, kemben, atau kudhung. Pakaian-pakaian tersebut mempunyai panjang yang sama dengan penutup pinggang tetapi mempunyai lebar yang berbeda. Motif-motif dan warna-warna memiliki simbolis impor yang sama. Karena selera yang lebih konservatif di sana, kain tradisional terus menjadi bagian dari kostum daerah di antara berbagai kalangan di Sumatera hingga abad kedua puluh. Terlebih lagi di Sumatra dan Bali fungsi mereka sedikit lebih bervariasi daripada di Jawa.

Bagi wanita kota selendang biasanya terbuat dari sutera dan di Jawa biasnya disampirkan di bahu sebagai aksesoris yang anggun. Pakaian yang sama yang digunakan sebagai kemben. Di Sumatra dan Bali diproduksi secara komersil, batik sutra yang diimpor biasanya digunakan pada upacara adat. Tentu saja selendang sutra tidak cocok sebagai sebuah gendongan. Gendongan lebih tepat terbuat dari katun, dengan lebarnya yang disesuaikan agar mudah dipakai. Lebarnya juga dapat digunakan sebagai kudhung yang sederhana menutupi kepala dan bahu wanita Muslim saat mereka meninggalkan rumah. Seorang wanita yang beriman akan menutupi bagian bawah wajahnya dengan sehelai kain, mengatupkannya diantara giginya membuat tangannya bebas untuk kegiatan lain.

Seiring hilangnya gaya Pasisir, pakaian-pakaian antik yang lebih kecil hanya dipakai sebagai bagian dari pakaian daerah di Sumatra atau Bali. Ukuran-ukuran tidak biasa lainnya muncul pada tahun 1940 an dan 1950 an. Selama dan setelah perang Pasifik kain katun menjadi langka, dan bahkan perca-perca dipakai untuk membuat batik. Fungsi kain ini tidak lagi jelas, tapi desain rumit mereka berasal dari corak-corak Djawa Hokokai dan Djawa Baroe.

Dua pohon teratai, dengan bunga-bunga berwarna merah dan biru dan daun-daun hijau (sekarang memudar menjadi biru keabu-abuan seiring pewarnaan warna kuning telah memudar), tumbuh sedikit, dasar berbatu pada latar krem ditutup motif melingkar kecil berwarna merah disebut Grinsing. Pohon-pohon memenuhi di sepanjang latar utama mengelilingi berlian yang memanjang (sidhangan) di tengah kain. Barisan padat yang runcing, motif miring (cemukiran) menutupi area polos ini. Garis batas lipat tiga mengelilingi latar utama: deretan segitiga bagaikan gunung dihiasi dengan elemen tumbuhan : serangkaian tiang biru dan merah, dan scret dengan garis-garis agak lebar.

PEMBUAT

Pohon kehidupan pada batik bunga Peranakan ini dengan bunga lotus khas corak Lasem. Kain ini dijahit pada kedua ujungya dan satu sisi yang panjang, sebagaimana kainnya setengah dari lebar segulung mesin tenun katun. Setelah memotong kain yang cacat yang terjadi bahkan pada kain katun terbaik, potongan-potongan yang lebih kecil digunakan untuk kemben atau selendang.

PEMAKAI

Kain jenis ini diekspor ke Sumatra Barat, dimana kain ini digunakan sebagai selendang atau tengkuluak (pakaian penutup kepala yang panjang) bagi perempuan Minangkabau. Ada pohon-pohon teratai yang dianggap sebagai pohon kehidupan. Kain Ini mungkin cenderung dipertimbangkan agak akhir, meskipun kain juga telah digunakan sebagai kemben oleh pengantin Peranakan dari keluarga tradisionalis dengan hubungan Jawa yang kuat. Meskipun penggunaan ini umum di Jawa Tengah, namun itu tidak umum di Pasisir, terutama selama awal abad ke-20. Bentuk belah ketupat polos berada di tengah, dengan asosiasi simbolik wanitanya, hanya bisa dipakai oleh pengantin perempuan atau wanita yang sudah menikah. Panah yang lancip yang mengelilingi ruangan ini, memberikan perlindungan. Sepasang pohon teratai mewakili pasangan siap untuk hidup bersama dan dapat menghasilkan keturunan dari pernikahan mereka. Garis batas tiga lipatan membentuk pagar, yang meliputi barisan segitiga dimana-mana, dalam hal ini digambarkan sebagai rantai pegunungan berhutan.

Pola abstrak membuat kisi yang solid melewati bagian biru gelap pada pakaian ini. (kombinasi geometris, motif putih pada alas gelap disenut irengan.) miniatur motif tradisional pasisir, seperti banji serong (motif banji teretak pada sisinya), yang menjadi langka seperempat abad terakhir pada abad sembilan-belas. Bidang utama dihiasi dengan batas tiga lipatan pada semua sisinya termasuk motif tumbuh-tumbuhan. Sebuah batas terang . baik oada akhir yang bawah dihiasidengan batas selendang tradisional: garis emblem besar vertical yang disebut kemadha. Polanya adalah daun emas pada satu sisi pada pakaian yang tidak bertepatan dengan lawan, karena lem dipakai pada cap yang tidak meniru pola aslinya.

Pembuat

Ini adalah contoh yang bagus dari batik yang dicap biru-putih secara kasar di lasem oleh pengusaha peranakan untuk diekspor dalam jumlah besar ke sumatra dan bali, dimana mereka disepuh. Panjang dan lebarnya bervariasi, tapi ketika lebarnya sekitar setengah dari gulungan kain, pakaian itu dikhusuhkan untuk dibuat kemben atau selendang.

Pemakai

Jika pakaian ini hanya di sepuh hanya satu kali , bisa saja dijadikan kemben. Lebih umumnya bisa digunakan juga untuk perempuan muslim di sumatra sebagai kudhung atau tengkuluak. Karena kombinasi yang berubah-ubah dari hitam dan putih yang merupakan simbol dari kosmos dan keseimbangan masyarakat bali, pakaian yang disepuh ini juga bisa digunakan untuk pelindung dan gantungan. Dalam penangkalan pengaruh roh jahat oleh masyarakat hindu. Seperti gambar ini, yang relatif panjang, bisa juga digunakan untuk membungkus tiang si bawah lantai dan pavilyun candi di bali selama ritul berlangsung.pakaian seperti ini memang diperoleh di pulau lombok, tetangga bali.

Motif tradisional laseman, menggambarkan motif elemen flora dan fauna, dikenal sebagai samaran yang bebeda selama di pasisir. Pada gambar tangan-berlapis lilin yang lembut ini memunculkan inspirasi cina. Burung, termasuk burung surga, puyuh dan ayam jantan, bercampur dengan kupu-kupu dan rusa, yang tanduknya merupakan perwujudan dari pohon.tangkai tumbuhan menghiasi jarak yang agak panjang. Skema warna kelengan menampilkan motif nila pada alas krem, yang terakhir berlapiskan dengan cocohan yang sama biru gelap. Sesuatu yang tak biasa, kalung yang stylish dengan batas yang melingkar. Seperti biasa, tahapan akhir dengan kemadha. Semua motif dilukiskan dengan prada yang terinci dengan indah.

Pembuat

Ini adalah contoh yang sempurna dari sebuah selendang yang perekatnya untuk daun emas diterapkan pada pola aslinya dengan kuas kecil. Sekitar 1890 batik indo-eropa pengusaha batik di pekalongan memulai untuk menempatkan pesanan pada teknik pada gantungan tembo, dan ketrampilan tingkat tinggi dapat diperoleh. Lien Metzelaar dan Lies van Zuylen juga memakai teknik bridal sarung.

Gaya menggambar yang terlihat disini adalah tipikal dari lasem. Tapi inramayu lebih baik dalam hal perkiraan untuk beberaa alasan. Cocohan dibuat, tidak dengan menggunakan jarum, tapi dengan menggunakan cemplongen, sebuah kayu yang ditabur dengan jarum, dikembangkan sebagai alat penghemat pekerja di indramayu untuk meniru cocohan batik lasem. Pewarna nila yang sangat gelapadalah karakteristik dari batik indramayu.

Itu sangat memungkinkan batik dengan desain yang tidak biasa untuk dipasarkan dibuat, bukan dalam pameran melainkan oleh wanita muda yang ingin sekali memamerkan kemampuannya sebagai pembatik pada suaminya kelak. Adat pasisir yang satu ini sedang dipraktekan dalam komunitas fesyen lama pada awal abad ke duapuluh.

Pemakai

Penuh dengan kombinasi dari simbol laki dan perempuan, pakaian mewah ini bisa dipakai sebagai gantungan pada bilik pengantin. Burung surga berhubungan phoenix jantan, burung paling disegani dan merupakan simbol regenerasi. Ayam jantan tumbuh sebagai petarung pasisir. Pengetahuan simbol china lebih lanjut menganggap permainan sabung ayam sebagai perwujudan utama dari yang, kehangatan dan kehidupan alam semesta. Mahkota pada kepalanya merujuk kepada semangat; taji pada kakinya, peranganya yang suka berperang. Rekannya, burung puyuh betina yang suka berperang, digambarkan sebagai tanda dari keberanian. Ranting tanaman berhubungan merujuk pada kecantikan feminin. Rusa, dalam kasus ini tanduknya dianggap sebagai tangkai kayu, berdiri untuk leluhur dan rantai keluarga yang tersusun dari mereka. Kupu-kupu merujuk pada kebahagiaan keluarga.

Bidang utama pada selendang ini dihiasi dengan variasi pasir pada motif smen ukel jawa tengah, disusun dengan rapi bagian sayap dan matahari dikelilingi crang tanaman yang berlimpah, perpaduan ini sedikit berubah untuk digunakan orang yang non-aristokrat. Bidang utama ditutupi dengan pembatas banji; tahapan terakhir menunjukan bahwa pita kemadaha dan diakhiri dengan pinggirannya individu, yang diikat benang dan diikat satu sama lain di belakang, fitur yang menunjukan tipe dari selendang pasisir.

Pembuat

Rembang dan Juwana adalah pusat dari produksi selendang sutra dan sarung oleh pengusaha peranakan. Selendang dengan warna yang penuh dengan warna kuning ini adalah contoh yang baik,dan dihargai sekali oleh masyarakat hindu Bali, yang memang disusun dengan bawahan berwarna hijau. Pola yang sama terjual dengan baawahan yang tidak berwarna disukai oleh perempuan tua dari Peranakan. Pada awal abad dua-puluh selendang sutra dari rembang dan juwana ditawarkan di bandung dan terbukti sukses dengan wanita sunda yang penuh gaya. Karena kerapuhannya maka dari itu hanya beberapa yang tersisa. Setelah perang dunia I produksi turun dan fesyen berubah;generasi muda melihat selendang sutra sebagai gaya lama.

Pemakai

Motif semen ukel berhubunga dengan kesuburan batik. Di jawa sangat cocok untuk dipakai penari yang berpindah-pindah. Pada umumnya merendah menjadi tak terkenal, sebenarnya mereka memerankan peri langit, pembawa hujan dan kesuburan. Sayap dan carang tanaman sebagai desainnya dianggap sangat sesua dengan dengan makhluk terbang tersebut. Pakaian tersebut dibungkus pada pinggang sebagai selempang, dengan akhir yang menggantung di depan dan kadang terlentang di udara seperti pesawat.

Bermacam sutra telah d ekspor dalam skala besar ke pulau lain kepulauan. Dibali mereka dikenal sebagai kain rembang karena sebagai pelabuhan penampung. Mereka dijadikan selempang dan dibentuk sebagai bagian dari perayaan dan kostum menari. Di Sumatra dikenal sebagai kain tanah liat (clay cloth) karena warna dasarnya. Pusaka berfungsi sebagai pakaian perayaan bahkan sampai sekarang: laki-laki mengenakan pakaian terurai disekitar leher; perempuan mengunakannya sebagai kudhung.

Sbuah jenis dari pola Laseman menghiasi sutra ini, yang merupakan tipe timur pasisir, dengan motif bergaris yang panjang, pku panjang. Kebaikan qilin dari burung surga dengan bulu ekor mereka yang panjang, dan motif matahari yang berputar berjajar di tengah latar utama, dikelilingi oleh tanaman menjalar dan buah-buahan(buah delima atau salakan). Lebih besar lagi batas lipatan terdiri dari dua baris banji menghiasi beberapa langkahan, motif segitiga, masing-masing dibubuhi dengan bunga matahari. Nila merupakan kayu hitam tinggi kecoklatan yang diwarnai atasnya yang bermotif hitam kecoklatan dan alas krem. Bawahnya menampilkan kemadha yang sering muncul dan dilem secara sempurna dengan tangan. Masing-masing pinggiran yang dipadukan berakhir di tali kecil.

Pembuat

Seperti contoh yang sebelumnya, sutra ini dibuat di pameran peranakan. Beberapa selendang sutra dengan pola laseman tetapi bawahan datar, hijau dan kuning diekspor ke bali. Desain yang dihiasi ini bagian pinggir merupakan versi lama.

Pemakai

Di jawa dulu tipe pakaian ini dipakai sebagai pakaian pundak tapi juga juga dipakai untuk membungkus dan menutupi hadiah serta upacara adat. Burung dari langit dan bunga di bumi, bersamaan dengan matahari pemberi kehidupan dan menghasilkan bua, menampilkan jagat raya dan penghuninya. Qilin sebagai kemakmuran, sementara pinggiran banji sebagai pelindung.

Di bali dan sumatra pemakaiannya akan sama seperti pakaian yang sebelumnya. Di bidang utama dua pohon kehidupan berada pada tanah hijau yan dalam, dengan bunga berwarna biru dan putih dan daun coklat kemerahan, tunas dari gabungan gunung dan menyebar satu sama lain dan di pusat pakaian. Pohon menampilkan elemen gaya buketan. Burung melukiskan adat eropa yang berkibar pada cabangnya, sementara bebek menggoreskan tanah. Bidang utama yang gelap berbanding terbalik dengan lebar, batas krem cerah dari tumbuh-tumbuhan seni berwarna biru, hijau dan kuning.

Batas tersebut, dibubuhi dengan lambang banji, melingkupi badan dan tahap terakhirnya. Yang terakhir menggambarkan empat pelayan--Semar, Bagong, Petruk dan gareng-----yang biasa muncul dalam pewayangan . berdiri diatas lantai hitam putih, mereka mengapit vas bunga besar pada meja yang tak berkaki. Dalam kondisi tertentu kemadah yang berada di akhir telah di potong.

Pembuat

Beberapa pengusaha enterpreneur di Pekalongan memproduksi gambar ilustrasi batik dengan figur wayang di panel akhir. Beberapa pakaian tersebut diekspor ke sumatra selatan sebagai kudhung untuk perempuan muslim. Disana simbol Jawa telah hilang.

Pemakai

Masing-masing bayi dalam keluarga peranakan yang makmur di pelihara oleh pembantu dan digambarkan dalam gendongan berbagai warna seperti ini. Bahkan setelah bisa jalan anak kecil di tistirahatkan di kain ini. Pelayan wayang merupakan contoh pengasuh anak. Lantaikotak merupakan pengingat akan sihir, motif poleng yang jadi, sementara pohon kehidupan, sebagai poros jagat raya. Bebek adalah lambang dari kebahagiaan.

Dekorasi prada, dibuat di sumatra, bentuk ini berubah format, dengan lebarnya bentuk permata, motif tumbuhan yang abstrak yang mempunyai aksen kecil dan merah dari pola reguler putih dan latar hitam biru. Sepuhan garis tidak disepuh, bentuk belah ketupat tangahan ditengah dan, mengikuti pola aslinya, menutupi pola aslinya, menutupi empat pojok pad bentuk tengah aslinya dan lebarnya, empat lipatan, melingkupi batasan. Batasnya terdiri dari kemadat luar termasuk tiga ang lebih kecil diantaranya, emblem seni tumbuhan.pojok dari pakaian ditandai oleh dua kotak, dibubuhi dengan motif tumbuhan. Batas yang lebar dan kacanya mengindikasika bahwa ini dari sumatra, dimana fiturnya menentukan kualitasnya. Ukuran kepala orang sumatra pada umumnya 10-15 cm lebih kecil dari rekan di jawa, mungkin dikarenakan sebelumnya dibuat untuk keperluan penjualan, yaitu untuk keuntungan maksimal yang bisa diperoleh. Seperti di sumatra, pakaian tersebut dibiarkan untuk tidak dilem.

Pembuat

Penemuamn cap kuprum sekitar tahun 1850 membantu pembuatan batik secara besar dengan motif geometri yang diulang. Hal tersebut bisa ditemukan di pakaian yang dibuat oleh pameran Peranakan di lasem yang akan diekspor ke sumatara, dimana penjual di pelabuhan jambi dan palembang memesan beberapa variasi, berdasarkan permintaan dari pelanggan. Tawaran yang spesial tersebut diberi nama sesuai dengan nama pelabuhannya, yaitu kain jambi atau kain palembang.

Kain kepala seperti ini dibuat oleh pasar palembang. Fitur yang tergambar adalah motif ombak yang spesial dengan bunga dan daun pada batasnya. Warna merah juga pouler di palembang, dimana Prada sudah termasuk. Lemnya dipakai dalam cap berpola kayu; cap diterapkan, seperti yan terlihat disini, dari batik itu sendiri. Aslinya kain ini tidak memiliki tengahan. Di daerah jawa yang dibiarkan tak berwarna, bagian krem; pad iket kepala untuk pasar sumatra tengahan sering dihiasi dengan pola yang berbeda dari sia kainnya. Disini perbedaannya adalah di bagian emasnya.

Pemakai

Motif abstrak dianggap sebagai penarik muslim sumatra, yang biasanya memakai ini sebagai pakaian upacara agama. Pakaian khusus seperti ini mungkin digunakan sebagai tutup cerana(penutup makanan atu hadiah), karena sebagian permukaanya disepuh. Berarti sebagai kain kepala, hanya separuh sisanya yang terlihat setelah lipatannya disepuh. Tipe motif seperti ini juga dipakai oleh pra minagkabau di sumatra barat, dimana kain tersebut dilipat dan diberi nama saluak.

Lima potongan kecil kain dipisah bersama dengan menggunakan tangan sebelum desain batik diterapkan pada pakaian Djawa Hokokai biru ini. Pusatnya didominasi oleh dua burung phoenix yang jelas yang memngelilingi lingkaran tumbuhan. Karangan bunga dahlia atau bunga kebun dipasang bersama dengan pita terbang yang dihias di pojok. Sementara tandan kecil menghiasi tempat yang agak besar. Krisantemum dikenali di dalam batas bebungaan. Batas luar yang tak biasa terdiri dari emblem lebar bermotif geometri dengan teknik nitik.

Pembuat

Desain pembanding di batik yang terbaik dari pengusaha peranakan di sidoarjo, pengantung dinding Djawa Hokokai ini merupakan produk dari beberapa pasar. Itu mingkin bisa diproduksi sebagai contoh untuk ditampilkan pada orang jepang, yang menyuplai pengusaha dengan kain ketika memesan batik. Demikian ini kain terdiri dari lima emblem yang secara elok di jahit dengan tangan. Batasnya juga dilem sempurna dengan tangan. Kain ini dilapisi dengan menggosok pada sisi botol anggur, membuat detail lebih menarik.

Fungsi

Pakaian yang rumit ini bisa diartikan sebagai gantungan dinding atau taplak, walaupun tidak ada keterangan lebih lanjut mengenai pemakaian kain ini yang dibuat untuk pegawai dalam melayani tentara jepang.

Empat pohon penuh bunga , rebung kecil, pulau berbatu, tersebar sisi demi sisi daribawah ke atas melewati badan. Kupu-kupu, burung dan makhluk mitologi cina bersembunyi diantara daun-daunan; bebek tetap dibawah. Sebuah fitur yang menarik adalah bayi merangkak pada caban. Akar tumbuhan yang menjalar dan daun pakis membentuk lapisan kedua. Motif pengisi mengikuti gaya yang sering digunakan pada 90an. Sebuah garis elemen bunga menutupi badan dan batas seret yang terang pada empat sisinya. Motifnya dicat biru dan merah bagian atasnya untuk meniru gaya warna tradisional lasem, hasilnya adalah agak hitam teduh kecoklatan pada latar yang terang. Elemen berdasarkan variasi gaya local yang telah dicampur dalam pakaian ini, sehingga memberikan karakter peranakan.

Pembuat

Kain menjadi langka dalam beberapa situasi; perang saudara Amerika, perang dunia I, pendudukan Jepang dan masa setelah kemerdekaan1945. Batik ini seharusnya dibuat dalam penusaha peranakan terakhir. Terdiri dari dua potongan yang dijahit bersamaan dengan mesin. Kedua potonan memunculkan emblem sempit digair benang dan disulam nomor 16. Baju ini sangat pendek kalau dipakai orang dewasa sebagai kain panjang. Desain pohon kehidupan dengan binatang dan anak kecil, menggambarkan dua keseluruhan dan duan sebagian, seolah-olah diperuntukkan untuk baju panjang.

Fungsi

Ukuran yang tak biasa mengindikasikan bahwa ini hanya di artikan sebagai gantungan dibelakang tempat duduk pengantin atau sebagai langit-langit tempat tidur peranakan. Daripada gayan peranakan, motif pohon kehidupan , bebek dan kupu-kupumemiliki simbol tradisional yangberhubungan dengan pernikahan seperti qilin waspada. Pohon berkembang tidak hanya dengan bunga, mewakili putri, tapi juga, menghasilkan potongan bayi laki-laki seperti keluarga cina.

Baju perayaan

Batik pasisir mempunyai tujuan relijius, baik sebagai pakaian dan obyek ritual. Dua tipe yang dipisahkan; responsif pertama pada kebutuhan ritual bagi muslim di jawa dan sumatra; kedua, memainkan peran pada ibadah nenek moyang peranakan.

Tradisi islam memberikan sudut sempit pada penggambaran makhluk hidup, jadi batik yang cocok untuk dipakai muslim adalah yang di gambar secara abstrak, kadang desain kaligrafi (tulisan arab atau kaligrafi). Tulisan kadang tak terbaca, seperti orang membesarkan motif yang tidak terbaca atau menulis arab. Karena itulah tulisan tersebut mengandung kekuatan dan pelindung, yang teridiri dari 99 nama Allah dan syahadat. Kaligrafi berhuruf besar segi empat dan segi delapan atau burung dan binatang, simbol yang datang daripemehaman sufi, yang dengan mudah diterima oleh orang indonesia. Mungkin juga peran dari muslim peranakan di pasisir, beberapa motif menampilkan budaya cina. Aslinya pakaian tersebut digunaka sebagai gantungan dan digunakanpada penutup upacara. Ketika mereka datang memakai pakaian ini, dan dilarang dipakai lebih rendah, karena akan mengotorinya.

Pakaian perayaan peranakan, dihiasi dengan gaya alami, yang kaya makna. Inspirasinya kadang berasal dari potongan kain cina yang disulam. Motifna terdiri dari binatang mitologi cina dan zodiak atau dewa dari legenda cina dan kadang menyimpan sisi asli mereka. Tok Wi (kekuasaan nenek moyang) dipakai untuk menghiasi altar dalam aula tempat tinggal keluarga peranakan, yang nenek moyangnya sangat dihormati. Seperti dalam acara ditampilkan warna sendiri serta motifnya, keluarga peranakan justru memakai kain mereka sendiri, pakaian biru hitam dengan kelengan yang dtampilkan ketika berduka; merah cerah untuk acara perayaan, pernikahan. Sepasang phoenix dan teratai merah juga anggun ketika gantungan menghiasi tempat tidur dan pintu masuk pengantin.

Dua permata terbentuk dari kaligrafi arab dan membentuk motif banji yang menawan yang terletak di tengah, dikelilingi delapan merpati kaligrafi. Jalan tulisan menutupi sisa dasaran dalam motif yang mungkin terdapat motif tersembunyi, yang sulit dibedakan. Bintang yang bersinar yang berkilau dihiasi dengan kemadha dan emblem medali yang besar, yang seperti bagian utamanya, dihiasi dengan batas sederhana, empat bunga yang mekar.

Pembuat

Tipe batik seperti ini, mungkin dibuat oleh pengusaha jawa di cirebon untuk pengguna lokal atau diekspor ke sumatra, dikenal sebagai tulisan arab. Karena keengganan muslim dalam penggambaran makhluk hidup, pengecat dan pengrajin di cirebon terutama dalam pembuatan kerajinan kaligrafi binatang dalam tulisan arab, yang menampilkan lapisan kedua yang mempunyai arti. Tulian arab dan batik selalu selalu mempunyai makna religiusyang dipercaya melindungi si pemakai. Dan dipakai di spanduk, jaket perang, gantungan,kudhung, ikat kepala, dan selendang.

Fungsi

Interpretasi simbol seperti ini sama dilakukan di jawa dan sumatra, walau fungsinya berbeda. Kombinasi merah dan gading, yang merupakan variasi gelap dari merah dan putih di pasisir, mengingatkan pada pakaian sindhur dalam pernikahan jawa; pada pertemuan ritual pengantin dan syarat di rumah keluarga mereka, pasangan muda disimbolkan terbawa pada selendang ibu pengantin. Lai-laki (putih) dan perempuan (merah) yang diterima dari keluarga mereka, simbol yang mengekspresikan pemikiran islam.menurut sufi, swastika adalah waktu yang terlewat dan regenerasi, karena itu cocoklah dipakai ketika pernikahan. Di keluarga islam swatika dipakai di kepala sebagai tanda tunduk pada ajaran islam. Merpati menggambarka syahadat tapi juga berhubungan dengan kelangsungan ibadah pasangan tersebut, yang terbang ke surga. Bintang kecil berhubungan dengan perayaan yang meriah yang pasangan alami ketika pernikahan.

Sementara simbol yang sama di sumatra, ada perbedaan pemakaian. Disajikan sebagai lelangit yang menandai tempat pengantin, dimana mereka duduk. Empat perbaikan kecil pada pakaian ini yang terletak di pojok bisa membuktikan fungsinya.

Bidang utama pada pakaian ini ditutupi dengan kuat menggunakan tulisan arab, yang mengelilingi tiga yang menonjol, delapan hal yang disebutkan. Tiga bintang yangmembaramenghiasi nama yang diperkirakan sebagai utusan. Poin yang menonjol dari semua empat sudut. Beberapa pedang ganda, Dhul- faqar yang ajaib diberikan oleh nabi Muhammad pada menantu laki-laki nya Ali, demi menjaga kepercayaan, digambarkan seluruhnya. Obat denan celuki (motif nyelir cina) juga muncul semuanya. Bagian utama dikelilingi dengan batas bunga bintang yang sempit.. bagian akhir menampilkan kemadha yang ada dimana-mana.

Pembuat

Tulisan arab mungkin dibuat di pameran jawa di cirebon untuk pemakaian lokal yang bertujuanuntuk di ekspor di sumatra.

Fungsi

Pakaian ini , dengan alas biu yang menyenangkan, mungkin diperuntukan pada lelangit tempat tidur pengantin atau sebagai gantungan pada singgasana pengantin, seperti yang sirna pada satu sisinya. Pakaian seperti ini digunakan sebagai tutup cerana , meskipun contoh seperti ini terlihat lebar untuk dipakai. Walaupun seluruh hari penolakan, peran dari pantai utara pada muslim cina adalah pada motif celuki. Kelenga biru dan putih cocok pada properti ini. Di jawa, bentuk segi delapan menghiasi poin ke sebilan yang dihubungkan dengan wali songo, sembilan tokoh yang mengenalkan islam ke jawa. Rancangan baju ini mengingatkan akan karpet persia, mungkin aslinya mempunyai nada kosmologi. Garis batas pada mungkin bisa dilihat sebagai pembawaan pandangan langit denga gunung segi delapan (atau masjid) menjulang ke langit yang bergema nama Allah. Bagian yang lebih bawah dari pakaian altar ini menamoilkan naga yang naik dari bawah gelombang dang menangkap bola besar. Di kirinya ada seekor macan; sebelah kananya seekor leopard; bawahnya masing-masing dari mereka, seekor phoenix. Teratai mekar dari gelombang; mendung mengapung di ombak. Bagian atas menggambarkan lima wujud manusia, kuda dan dua bungadi candi. Batas yang lebar dari banji yang berkelok-kelokmenghiasi kedua gambar.

Pembuat

Format peranakan batik ini sama dengan pakaian upacara sulaman tangan buatan cina yang diimpor ke jawa. Bayak gambar yang diambil dari beberapa kain, tapi peranakan memilih sendiri. Ini adalah fakta yang jelas bahwa pakaian upacara selalu digambar dengan tangan. Dulu diperlukan penyesuaian dengan perbedaan gambar, banyak yang terlalu besar untuk ukuranya. Motif pengisi pada batik ini adalahtipe batik cirebon, yang memang ada awan-awan kecil. Pada awal abad 20, gaya yang sama ada di Tegal, yang berada diantara cirebon dan pekalongan. Pengusaha peranakan dari cirebon dipekerjakan oleh saudara dari tegal ketika ada pesanan besar berkala. Selanjutnya pengusaha mengambil alih untuk memproduksinya sendiri.

Fungsi

Batik ini digunakan sebagai gantungan pada altar nenek moyang di rmah peranakan. Emblem kain besar berwarna merah di atas dan pitih di sisinya disesuaikan dengan tujuannnya. Warna merah menandai akan acara perayaan. Naga merepresentasikan singa gaib barong dari cirebon, emblem yang berarti kedamaian. Disisi lain juga bisa digambarkan naga murka sebagai pelindung dari keserakahan dan kerakusan. Bolanya sebagai aksesoris dari naga, yang bisa diinterpretasikan sebagai matahari, bulan sebagai mutiara. Binatang gaib yang di pojok tidak mengikuti gambaran visual, dimana burung menghiasi di pojok atas (bandingkan dengan katalog no.80).

Gambar di bagian atas menggambarkan tokoh dewa pada kanan candi dan makhluk dikanan seolah wayang yang sedang dimainkan. Meskipun itu berdasar pada legenda cina , artinya, yang menerangkan arti dari fungsi pakaian, yang amsih tidak jelas. Berdiri di awan bagian kanan, ada tiga dari delapan makhluk yang abadi. Pertama dengan kipas, Zong Li-Quan, yang membawa rahasia ramuan kehidupan. Tokoh ditengah, karena kuas terbang ditangannya, mungkin adalah Lu dong Bin, yang terkena wabah. Objek dari orang ketiga tidak begitu jelas. Tokoh di kiri mungkin datang dari tempat ibadah untuk penyembuhan. Tokoh didepan mendekati pintu; pelayannya memegang payung dengan diikuti kuda. Tokoh berjenggot nampak disekitar inti, yang dihiasi dengan bunga dan dedaunan. Pojok atas menampilkan 2 burung phoenix ; bawahnya, 2 tabir, binatang gaib yang diartikan sebagai qilin di jawa. Btasnya dihiasi dengan putaran bnga dan simbol keberuntungan, diantara botol labu, yang mengandung cairan kehidupan. Ini adalah emblem dari salah satu dari delapan yang abadi dan pakar obat-obatan tumbuhan, Li Tie-Guai. Pada bagian yang lebih atas duduk tokoh bersayap pembawa keberuntungan, Zhong Li-quan, yang membangkitkan orang mati dengan kipasnya, serta mencegah wabah. Diluar ada dua penari dan musisi yang hebat.

Pemakai

Batik di potong dan dijahit bersamaan dengan mesin, pastilah dibuat ketika kain sedang langka. Saat pendudukan jepang sekitar 1950 kain kualitas terbaik dari belanda sulit datang karena keterbatasan dana dari pemerintah indonesia. Kain belanda di ekspor ke malaysia untuk produksi batik disana; beberapa diselundupkan ke indonesia. Cap dari perusahaan Solomonson pada satu dari dua bagian yang memberi informasi. Dan itu menghancurkan nilai jual Toko Rotterdam, yang mengindikasi bahwa gulungan kayu berukuran 17 yards; kualitas itu dinamai dengan cap cent, meski nomor dua dibawah apa yang telah disampaikan bahwa ada yang lebih panjang per meter persegi pada kain yang telah ditandai dengan aI. Pelafalan pada cap adalah tjap untuk pasar Indonesia dan cap untuk pasar Malaysia, jadi kita bisa beranggapan kalau kain ini diselundupkan. Pengusaha peranakan tidak bisa berterus-ternag karena kelebihannya dijahit bersama untuk batik kecil.

Fungsi

Orang berjenggot sulit diidentifikasi, tapi bisa saja menggambarkan nenek moyang kandung, desainer batik memakai sebagai model tokoh sejarah cina yang kadang tampil dalam beberapa perayaan. Mungkin juga dia adalah dewa berpakaian resmi cina. Burung dan binatang yang berada pada pojokan menggambarkan perempuan dan laki-laki dan kombinasinya memungkinkan sebagai keluarga.

Pada tanda tengah pada kain persegi panjang dengan dua singa cina, orang tua dengan anak beruang, bermain bola besar. Simpul mistis mengaitkan pada perayaan pita dan jamur panjang umur mengisi sisa lingkaran, yang dijaga olehdua cahayadan dua kelelawar gelap dan dua naga. Pada akhiran lain dari kain cerah bunga teratai yang sedang mekar pada batu kecil. Dua burung phoenix membawa tumbuhan musim panas, tanda mereka, ada pada paruh. Dua gajah kecil berdiri di atas. Tiga batas lipatan mengelilingi gambar pada tiga bagian; ombak yang berputar pada batas dalam, sementara pada batas terluar menampilkan beberapa baris gigi walang. Sebuah tanda merah besar dari bahan kain dijahit pada atas kain.

Pembuat

Contoh yang bagus dari desain batik asli dengan simbol cina yang menyimpang dari tradisi cina yang disulam dengan tangan. Pengisi motif dalam jangkauan lebar telah digunakan dan kebanyakan dari mereka, seperti banji, bukanlah tipe batik cirebon. Faktor tersebut menunjukan bahwa atik dibuat sekitar 1920,ketika motif yang berbeda dicontoh oleh semua pantai utara. Kualitas ketajamannya, titik jenuh merah yang menandai pemakaian garancine, pewarna sintetisdari awal dekade abad dua puluhan mendekati warna merah alami.

Fungsi

Mui Li berwarna merah da putih, dengan beberapa simbol keberuntungan, dipakai sebagaigantunga di pintu masuk pada ruang pernikahan peranakan. Bunga teratai yang berisi permintaan doa untuk anaknya, juga diartikan sebagai singa dengan anaknya. Naga, kelelawar kebahagiaan dan umur panjang, dan gajah, simbol kekuatan dan kecerdikan, pelindung lukisan. Phoenix menandai awal musim panas, yang menggambarkan kehidupan manusia serta pernikahan. Burung phoenix menanndai tengah gambar kecil dan membingungkan dalam gambar. Empat pojok adalah rumah dari macan, rusa dan singa barong. Keempatnya menunjukan sifat mereka, koin keberuntungan, tumbuhan menjalar mekar berjutaan, jamur panjang umur dan gulungan kebijaksanaan. Empat tanaman dengan pot, diapit oleh rusa mengisi bagian tengahnya. Batasnya menggabungkan gulungan banji dan cabang tanaman dilapisi denagn dua kolom banji. Motif pengisi pada binatang dan burung pada tengah baju perayaan yang ingin mereka sepuh.

Pembuat

Motif pengisi rusa dan singa mempengaruhi pengusaha peranakan di cirebon tentang sumber batik ini. Sapu tangan sejenis ini di produksi di seluruh pantai utara. Dipakai sebagai saputangan tapi bebas untuk dikenakan di pundak sebagai selempang. Yang luar biasa batik ini diproduksi oleh pengusaha peranakan dengan desain yang berhubungan dengan citarasa peranakan, meski tidak dipakai oleh perempuan peranakan tapi pada akhir abad ke sembilan-belas oleh orang jawa dan pembantu indo-eropa tetap dipakai. Pengusaha indo-eropa hanya membuat saputangan kecil dengandesain eropa pada batasannya.

Pemakai

Kecil, persegi panjang, sapu tangan biru putih, denga dilem secara sempurna dengan tangan pada sisinya, bisa dikenakan oleh pengantin peranakan, mungkin tiga hari atau hari terakhir pada perkawinan tradisional. Diantara pernakan singapura dan malaysia serta diantara etnis sumatra sapu tangan pengantin berubah kemali menjadi bentuk awal dari sisa versi batik ; pakaian segitiga membentuk saputangan yang terlipat rapi. Pakaian ini disulam dengan menggunakan emas dan perhiasan. Pakaian semacam ini sekarang menjadi aksesoris. Pada contoh seperti ini pada motif dasarnya , phoenix perempuan, menggambarkan mempelai perempuan. Binatang laki-laki dan tanaman bunga untk kebaikan pernikahan mereka. Rusa kecil menggambarkan nenek moyangnya.