Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KEPARAHAN KARIES BERDASARKAN KEBIASAAN KONSUMSI AIR
SUMUR DAN AIR MINERAL PADA MASYARAKAT DI DESA
PA’LALAKKANG KECEMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
A. DEWI PERMATASARI
J111 10 270
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
MAKASSAR
2013
KEPARAHAN KARIES BERDASARKAN KEBIASAAN KONSUMSI AIR
SUMUR DAN AIR MINERAL PADA MASYARAKAT DI DESA
PA’LALAKKANG KECEMATAN GALESONG KABUPATEN TAKALAR
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
A. DEWI PERMATASARI
J111 10 270
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
MAKASSAR
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Keparahan Karies Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Air Sumur dan
Air Mineral Pada Masyarakat Di Desa Pa’Lalakkang Kecematan
Galesong Kabupaten Takalar
Oleh : A. Dewi Permatasari / J 111 10 270
Telah Diperiksa dan Disahkan
Pada Tanggal 29 Oktober 2013
Oleh :
Pembimbing
Dr. drg. Muhammad Ilyas, M.Kes
NIP. 19631005 199112 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin
Prof.drg.H. Mansjur Nasir,Ph.D
NIP. 19540625 198403 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat,
rahmat, hidayah dan kemudahan yang diberikanNya sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keparahan Karies
Berdasarkan Kebiasaan Konsumsi Air Sumur dan Air Mineral Pada
Masyarakat Di Desa Pa’Lalakkang Kecematan Galesong Kabupaten
Takalar”. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas kedokteran Gigi
Universitas Hsanuddin.
Penulis menyadari bahwa tanpa ada bantuan, dukungan, doa dan
bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat meyelesaikan skripsi
ini tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimah kasih yang sebesar-
besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis, khususnya
kepada :
1. Dr. drg. Muhammad Ilyas, M.Kes. selaku pembimbing skripsi
sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin,
yang ditengah kesibukan beliau, beliau masih dapat meluangkan
waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
mulai dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya. Terimah kasih atas segala bantuannya
semoga Tuhan tetep memberikan rahmat-Nya kepada prof dan
keluarga.
2. drg. Elizabeth Mailoa, SKG. Selaku penasehat akademik yang
senantiasa memberikan dukungan, motivasi dan arahan kepada
penulis, sehingga jenjang perkulihan penulis dapat diselesaikan
dengan baik.
3. Kepada kedua orang tuaku tercinta, Drs. H. A. Bachtiar Syam dan
Hj. A. Wani yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, doa,
dukungan, semangat dan materi kepada penulis serta senantiasa
selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk penulis. Semoga
mereka dipanjangkan umurnya diberi kesehatan terus-menerus dan
selalu dalam lindunganNya.
4. Kepada kakak-kakakku tersayang A. Rahmawaty dan A. Muh.
Natsir, SH, serta kakak ipar ku A. Usmar Ismail. Terima kasih atas
semua kasih sayang, materi dan dukungan moril selama ini.
5. Kepada Muh. Fahmi Mirza Barata yang selalu ada membantu penulis
selama ini. Terima kasih atas dukungan, doa, semangat, dorongan
dan bantuan yang tiada hentinya diberikan selama penulisan skripsi
ini.
6. Kepada teman-teman terdekat penulis Resty Amalia, Wanty Fajriani,
Ayu Sabrini, Dila Nahrifa, Maknunah, Ridhayani, Kiki Chandra
Sari, Ayu Saraswati, Ardila dan Murni T. Terima kasih telah menjadi
setia selama ini.
7. Kepada teman-teman skripsi bagian IKGM Syarifah Fitria, Muh.
Thalib, Riskayanti, Nurul Fitriani, Ady Multazam, dan Hamdani.
Terima kasih atas dukungan dan batuan selama ini.
8. Kepada teman-teman ATRISI 2010 FKG UNHAS yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala suka maupun
duka yang telah kita lewati bersama selama 3 tahun kebersamaan
semoga cita-cita kita semua tercapai dan menjadi orang hebat dimasa
depan.
9. Kepada semua dosen dan staf di FKG UNHAS yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas semua warisan ilmu,
dukungan serta bantuan yang diberikan selama ini kepada penulis.
10. Dan yang terkahir kepada semua pihak baik yang secara langsung
maupun yang tidak langsung memberikan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
Tiada imbalan yang dapat penulis berikan selain mendoakan semoga
bantuan berbagai pihak kepada penulis diberi balasan oleh Allah SWT
dan selalu dalam lindunganNya. Akhirnya dengan segenap kerendahan
hati, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita smeua.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, tetapi penulis berharap skripsi
ini dpat memberikan andil dalam perkembangan ilmu.
Makassar, Oktober 2013
Penulis
ABSTRAK
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin
dengan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tubuh mengandung 70% air (kira-kira 55-60 liter air). Tujuan umum yaitu untuk mengetahui perbedaan antara kebiasaan mengkonsumsi air sumur dan air mineral terhadap status karies. Tujuan khusus yaitu untuk mengetahui kebiasaan mengkonsumsi air sumur dan air mineral masyarakat di Desa Pa’Lalakkang, untuk mengetahui status karies pada masyarakat di Desa Pa’Lalakkang, dan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut berhubungan dengan karies dan kebiasaan mengkonsumsi air sumur dan air mineral. Jenis penelitian ini adalah Observasional Analitik dengan rancangan penelitian Cross-sectional dan dengan metode Simple Random Sampling. Subyek penelitian adalah masyarakat Desa Pa’Lalakkang Kecamatan Galesong Kab. Takalar. Subyek penelitian sebanyak 60 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok yaitu 30 orang yang mengkonsumsi air sumur dan 30 orang yang mengkonsumsi air mineral. Setiap sampel dilakukan pengukuran status karies gigi dengan indeks DMF-T. Data dianalisis dengan Uji t Independent dan membuat uraian secara sistematik mengenai keadaan dari hasil penelitian untuk mengetahui keparahan karies gigi antar yang mengkonsumsi air sumur dan air mineral. Hasil uji statistik dengan Uji t Independent menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara rerata DMF-T pada kelompok yang mengkonsumsi air sumur dan kelompok yang mengkonsumsi air mineral, dimana status karies gigi masyarakat yang mengkonsumsi air mineral lebih baik dari pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur. Kata Kunci: Karies gigi, air sumur dan air mineral
ABSTRACT
Caries is a disease of dental hard tissue, ie email, dentin with cementum, which is caused by the activity of a microorganism in a carbohydrate that can be fermented. Body containing 70 % water (about 55-60 liters of water). The general objective is to determine the difference between the habit of consuming well water and mineral water on caries status. The specific objective is to determine the eating habits of well water and mineral water in the village community Pa’Lalakkang, to know the status of caries in the community in the cillage Pa’Lalakkang, and to find out people’s knowledge about oral health and caries related to well water consumption habits and mineral water. The study was observational Analytics with Cross – sectional study design and the methods of Simple Random Sampling. Subjects were villagers Pa’Lalakkang Galesong District district. Takalar. Study subjects were 60 people. Divided into 2 groups: 30 people who consumed well water and 30 people who consume mineral water. Each sample was measured with the dental caries status DMF – T index. Data were analyzed by t-test Independent and makes systematic description of the state of the research to determine the severity of dental caries among which consume well water and mineral water. Statistical test result with Independent t test showed a significant difference between the mean DMF - T in the group who consumed well water and those who consume mineral water, dental caries status where people consume mineral water is better than people who consume well water. Keywords: Dental caries, water wells and water mineral
DARTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii
BAB 1 PENDAHULUHAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 4
1.3 Tujuan penelitian .................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................... 4
1.4 Hipotesis ................................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 7
2.1. Air .......................................................................................... 7
2.1.2 Air .................................................................................. 7
2.1.3 Pengertian Air Sumur .................................................... 9
2.1.4 Pengertian Air Mineral ................................................... 10
2.2 Karies ..................................................................................... 12
2.2.1 Pengertian Karies Gigi .................................................. 12
2.2.2 Mekanisme Penyakit Karies ......................................... 13
2.2.3 Patofisiologi Karies ........................................................ 14
2.2.4 Tingkat Keparahan Karies ............................................. 17
2.2.5 Faktor Resiko Terjadinya Karies ................................... 19
2.2.5.1 Pengalaman Karies ........................................... 19
2.2.5.2 Penggunaan Fluor ............................................. 19
2.2.5.3 Oral hygiene ...................................................... 20
2.2.5.4 Jumlah Bakteri ................................................... 21
2.2.5.5 Saliva ................................................................. 21
2.2.5.6 Pola Makan ........................................................ 22
2.2.5.7 Umur .................................................................. 23
2.2.5.8 Jenis Kelamin .................................................... 23
2.2.5.9 Sosial Ekonomi .................................................. 24
2.3 Etiologi Kries Gigi .................................................................. 24
2.3.1 Plak ............................................................................... 25
2.3.2 Bakteri ............................................................................. 26
2.3.3 Host ............................................................................... 27
2.3.4 Waktu ........................................................................... 28
BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................ 30
BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 31
4.1 Jenis Penelitian ...................................................................... 31
4.2 Rancangan Penelitian ............................................................ 31
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 31
4.5 Populasi dan Sampel .............................................................. 31
4.6 Metode Sampling ................................................................... 31
4.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................... 32
4.8 Alat dan Bahan ....................................................................... 32
4.9 Defenisi Oprasional ................................................................ 33
4.10 Kriteria Penelitian ................................................................. 33
4.11 Data ....................................................................................... 34
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................... 26
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................... 43
BAB VII PENUTUP ................................................................................. 49
7.1 Kesimpulan ............................................................................. 49
7.2 Saran ...................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 50
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin dan usia ............ 36
Tabel 5.2 Distribusi sampel berdasarkan usia ......................................... 37
Tabel 5.3 Distribusi sampel berdasarkan pendidikan ............................... 37
Tabel 5.4 Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan ................................ 38
Tabel 5.5 Rata-rata keparahan karies berdasarkan jenis kelamin di Desa
Pa’Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ......................... 38
Tabel 5.6 Rata-rata keparahan karies berdasarkan usia di Desa
Pa’Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ........................ 39
Tabel 5.7 Rata-rata keparahan karies berdasarkan pendidikan di Desa
Pa’Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ......................... 40
Tabel 5.8 Rata-rata keparahan karies berdasarkan pekerjaan di Desa
Pa’Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar ......................... 41
Tabel 5.9 Distribusi keparahan karies gigi berdasarkan air yang di konsusmsi
................................................................................................................. 41
Tabel 5.10 Perbedaan keparahan karies berdasarkan konsumsi air sumur
dengan air mineral ................................................................................... 42
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian
2. Surat Penugasan Penelitian
3. Kusioner Penelitian
4. Tabel Hasil Penelitian
5. Hasil SPSS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1995),
penyakit karies gigi merupakan penyakit masyarakat yang diderita oleh 90%
penduduk Indonesia yang mempunyai sifat ‘progresif’ bila tidak
dirawat/diobati akan makin parah, dan bersifat ‘irreversibel’ yaitu jaringan
yang rusak tidak dapat utuh kembali.1
Sampai saat ini karies gigi merupakan permasalahan yang belum bisa
diatasi secara tuntas, terutama pada orang dewasa. Penyakit ini dapat
mempengaruhi fungsi secara keseluruhan baik masa kanak-kanak maupun
dewasa, sehingga karies gigi masih merupakan masalah yang menarik untuk
diteliti karena prevalensi karies gigi masyarakat di Indonesia masih tinggi.2
Di Indonesia sendiri insiden karies dari tahun ke tahun semakin
meningkat, bahkan termasuk dalam 10 besar penyakit utama. Walaupun
upaya pencegahan menanggulangi penyakit ini sudah digalakkan, tetapi
rupanya belum menampakkan hasil yang nyata. Masih jauh dari program dan
rencana kerja yang dibuat oleh WHO yang pada umumnya berharap agar
menjelang millenium ke-3 prevalensi karies gigi serta penyakit mulut dapat
menurun.3
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin
dangan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam
suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya adalah demineralisasi
jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.
Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran
infeksinya kejaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun
demikian, mengingat mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang
sangat dini penyakit dapat dihentikan.3
Walaupun penurunan prevalensi karies gigi telah teramati di beberapa
negara, juga terdapat distribusi acak pada karies gigi yang rentang usianya
12 tahun. Faktanya sebagian individu yang berusia 12 tahun memiliki DMFT
yang tinggi dan sangat tinggi sementara individu lain juga memiliki nilai
DMFT rendah ataupun bebas karies. Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi
bagian dari populasi dengan nilai DMFT yang tinggi dan sangat tinggi, dan
untuk mendapatkan individu yang masih rentang terhadap karies, suatu
indeks baru yang disebut “Significant Caries Index (SiC)”, diperkenalkan oleh
Bratthall (2000) untuk mengalihkan perhatian pada individu dengan skor
karies tertinggi pada setiap populasi. Hal ini digambarkan dengan rerata nilai
karies dan DMFT dari sepertiga kelompok penelitian dengan skor karies
tertinggi. Indeks ini digunakan sebagai pelengkap nilai rata-rata DMFT.4,5
Tubuh mengandung 70% air (kira-kira 55-60 liter air). Berarti besarnya
peranan air bagi hidup kita minimal 70% dan akan bertambah besar seiring
meningkatnya kebutuhan kebersihan lainnya. Umumnya dengan meminum
8-10 gelas air putih sehari dapat memenuhi kebutuhan.6
Dari teori inilah, dapat disimpulkan bahwa air sangat memegang peranan
penting dalam kehidupan, utamanya air minum yang merupakan konsumsi
sehari-hari bagi manusia. Air yang kita minum memilki kandungan organik
maupun anorganik, salah satu kandungan yang terkandung dalam air minum
adalah mineral.
Desa Pa’ Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar
merupakan suatu daerah pesisir. Di desa ini, sebagian besar masyarakatnya
memanfaatkan air sumur sebagai sumber mata air, yaitu air minum bahkan
untuk mandi, mencuci. Tidak dipungkiri, di desa ini masih ada sebagian
anggota masyarakatnya yang memanfaatkan air mineral juga sebagai air
minum. Air sumur di Desa Pa’ Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten
Takalar juga dikonsumsi sekitar 171 jiwa masyarakat dan yang
mengkonsumsi air mineral sekitar 95 jiwa. Berdasarkan informasi dari Kepala
Desa Pa’ Lalakkang Kabupaten Takalar, menyatakan bahwa sebagian besar
masyarakat menggunakan air sumur yang tidak berkaporit dan ada yang
tidak memasaknya untuk dikonsumsi sebagai kebutuhan sehari-hari.
Dari uraian tersebut di atas, maka penulis berinisiatif untuk meneliti
bagaimana perbedaan konsumsi air sumur dengan air mineral terhadap
status karies.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka dirumuskan maslah
apakah ada perbedaan antar kebiasaan konsumsi air sumur dengan air
mineral terhadap status karies?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan antara kebiasaan mengkonsumsi air sumur
dan air mineral terhadap status karies.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kebiasaan mengkonsumsi air sumur dan air
mineral masyarakat di Desa Pa’Lalakkang Kecematan Galesong Kab.
Takalar.
2. Untuk mengetahui status karies pada masyarakat di Desa
Pa’Lalakkang Kecematan Galesong Kab. Takalar
3. Untuk mengetahui pengetahuan pada masyarakat tentang kesehatan
gigi dan mulut berhubungan dengan karies dan kebiasaan
mengkonsumsi air sumur dan air mineral.
1.4 HIPOTESIS
Ada perbedaan antara mengkonsumsi air sumur dengan air mineral
terhadap status karies pada masyarakat di Desa Pa’Lalakkang Kecematan
Galesong Kab. Takalar.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1. Untuk mahasiswa :
a) Dapat digunakan oleh bidang penelitian dan pendidikan untuk
membantu penelitian lanjutan dan memperkembangkan ilmu
pengetahuan lainnya.
b) Dapat meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai kajian tulis
ilmiah yang dilakukan serta menimba pengalaman melakukan
penelitian.
2. Untuk instansi :
a) Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah setempat
dalam menyusun perencanaan dan langkah strategis selanjutnya
untuk meningkatkan taraf kesehatan gigi dan mulut masyarakat
yang sangat berkaitan dengan kualitas hidup dan kesehatan pada
umumnya.
3. Untuk masyarakat :
Masyarakat dapat mengetahui jenis air minum yang dapat
mempengaruhi kesehatan tubuh pada umumnya dan kesehatan gigi
pada khusunya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 AIR
2.1.2. Air
Air adalah senyawa yang paling berlimpah di dalam organisme hidup.
Titik beku, titik didih dan panas penggunaan air yang tinggi adalah akibat
gaya tarik intermolekuler yang kuat, dalam bentuk ikatan hydrogen di antara
molekul air yang berdekatan. Cairan air mempunyai susunan yang
kisarannya cukup pendek dan terdiri dari bongkah-bongkah berikatan
hydrogen yang waktu paruhnya sangat pendek.7
Air permukaan yaitu air yang terdiri atas air sungai, air danau, air
waduk, air saluran, mata air, air rawa dan air gua. Air merupakan salah satu
dari tiga medium fisik lingkungan hidup tempat terbesarnya bahan kimia.
Bahan-bahan kimia yang mudah larut dalam air (air merupakan suatu pelarut
yang baik) selalu berada dalam lingkungan berupa larutnya, oleh karena itu
di dalam air tidak ditemukan air murni. Bahan-bahan kimia yang larut dalam
air (senyawa organik dan anorganik) pada umumnya berupa larutan gas dan
ion-ionnya. Komposisi bahan kimia yang larut dalam air untuk setiap
daerah/tempat berbeda, bergantung pada kondisi tempat dan bergantung
pula pada suhu.6
Air memiliki fungsi sebagai berikut :6
a. Mengontrol suhu tubuh
b. Faktor penting untuk pencernaan dan penyerapan nutrisi kedalam tubuh
c. Detoksifikasi, membawa sisa-sisa pembakaran tubuh termasuk racun-
racun ke alatsekresi, sehingga metabolisme tubuh berjalan baik.
d. Fungsi lainnya bagi kesehatan adalah kulit menjadi lebih sehat,
membantu penurunan berat badan, mengurangi resiko serangan jantung,
membantu sendi dan otot menjadi rileks, melancarkan proses buang air
besar dan menambah energi serta kesegaran tubuh.
Akibat kekurangan air dalam tubuh adalah :6
a. Kita bahkan teracuni hingga mati oleh kotoran dalam tubuh kita sendiri.
b. Mengalami pandangan yang buram, rasa penat, mual, pusing saat
bangun tidur (hangover), lesu hingga sembelit.
c. Gangguan ginjal, gangguan fungsi liver dan inveksi air seni
d. Hipertensi, nyeri punggung, radang sendi, bengkak bernana, dan asma.
e. Penurunan 5% stok air dalam tubuh menyebabkan seseorang
kehilangan 30% energinya.
Ciri-ciri layak minum yaitu :6
a. Jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna
b. Suhunya sebaiknya sejuk dan tidak panas
c. Bebas unsur-unsur kimia yang berbahaya seperti Besi (Fe), Seng (Zn),
Raksa (Hg) dan Mangan (Mn)
d. Tidak mengandung unsur mikrobiologi yang menyebabkan seperti coli
tinja dan total coliformis.
2.1.3. Pengertian Air Sumur
Air sumur atau sumur gali adalah salah satu jenis sarana air bersih
yang paling sederhana yang dibuat menggali tanah sampai pada kedalaman
lapisan air tanah pertama. (Djasio Sanropie, 2008)7
Pengertian lain mengatakan sumur gali adalah sarana air bersih yang
mengambil/memanfaatkan air tanah dengan cara menggali lubang ditanah
dengan menggunakan tanah sampai mendapatkan air. Lubang kemudian
diberi dinding, bibir dan lantai serta SPA-nya. (Dep-Kes, 1990)1
Di Indonesia sumur gali banyak dipergunakan terutama di pedesaan,
hal ini disebabkan karena mudah pembuatannya dan juga dapat terjangkau
dimasyarakat. Sumur gali ini pada umunya dibuat adalah untuk mengambil
air tanah bebas, oleh karena itu kuantitas air sumur gali ini dipengaruhi oleh
musim.6
Dari segi kesehatan sumur gali ini memang kurang baik bila
konstruksi, lokasi, penggunaan dan pemeliharaannya bila benar-benar tidak
diperhatakan.6
Pembangunan sumur gali adalah membuat konstruksinya sedemikian rupa
untuk menyediakan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.6
Adapun persyaratan pembangunan sumur gali adalah sebagai berikut:6
- Lokasi
a. Jarak minimal 11 meter dari sumber pengotoran seperti jamban,
tempat pembuangan air kotor, lubang peresapan, tempat
pembuangan sampah, kandang ternak dan tempat pembuangan
kotoran lainnya.
b. Pada tempat yang smiring misalnya pada lereng-lereng pegunungan,
letak sumur harus diatas sumber pengotoran.
c. Lokasi sumur harus terletak pada daerah yang lapisan tanahnya
mengandung air sepanjang musim.
d. Lokasi sumur diusahakan pada daerah yang bebas banjir.
Adapun cara pemeliharaan sumur gali adalah sebagai berikut:6
a. Lantai disekitar sumur gali harus selalu bersih
b. Lantai digosok / disikat secara berkala agar tidak licin
c. Timba dan tali selalu bersih dan tidak terkena kotoran
d. Jika terdapat banyak kotoran dan lumut pada dinding sumur dan air
sumur kelihatan kotor dan berbauh, maka dilakukan pemberian kaporit
sebagai desinfektan yang sering digunakan Kaporit dengan dosis 1
gram / 100 liter air.
2.1.4. Pengertian Air mineral
Air mineral adalah hal yang sama sekali berbeda. Di sini kata
“mineral” digunakan dalam referensi untuk zat padat yang dilarutkan didalam
air seperti yang diambil dari sumber alam seperti mata air.6
Zat-zat dilarutkan terjadi di air karena saat air di tanah itu melakukan
kontak dengan bahan mineral dan non-mineral. Untuk dijual sebagai “air
mineral” cairan air, diambil dari sumber alami, dan mengandung setidaknya
250 bagian per juta total padatan yang terlarut yang terjadi secara alami di
dalam air.6
Air mineral alam yang ditemukan di banyak lokasi di seluruh dunia dan
sangat bervariasi dalam komposisi. Dalam beberapa kondisi bahan terlarut
dalam air akan dianggap sebagai “kotoran”. Dalam keadaan lain air tersebut
dijadikan kemasan dan dijual kepada orang yang percaya bahwa dilarutkan
“mineral” mungkin memberikan manfaat kesehatan. Contonhnya adalah air
kemasan seperti depot air minum yang kita ketahui bahwa rata-rata
masyarakat mengkonsumsi air tersebut.6
Depot air minum adalah usaha industri yang melakukan proses
pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada
konsumen. Proses pengolahan air pada depot air minum pada prinsipnya
adalah filtrasi (penyaringan) dan desinfeksi. Proses filtrasi dimaksudkan
selain untuk memisahkan kontaminan tersuspensi juga memisahkan
campuran yang berbentuk koloid termasuk mikroorganisme dari dalam air,
sedangkan desinfeksi dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme yang
tidak tersaring pada proses sebelumnya (Athena, 2004).1
2.2 KARIES
2.2.1. Pengertian Karies Gigi
Karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email,
dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik
dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya ialah dengan
adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh
kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan
kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks
sehingga dapat menyebabkan rasa ngilu sampai rasa nyeri.8,12
Karies adalah hasil interaki dari bakteri di permukaan gigi, plak atau
biofilm, dan diet (khususnya komponen karbohidrat yang dapat
defermentasi oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam laktat dan
asetat) sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi dan
memerlukan cukup waktu untuk kejadiannya.11
Karies adalah penyakit infeksi yang disebabkan pembentukan plak
kariogenik pada permukaan gigi yang menyebabkan demineralisasi pada
gigi (demineralisasi email terjadi pada pH 5,5 atau lebih).11
Karies adalah penyakit menular mikrobiologis dari gigi yang
menghasilkan kerusakan lokal dan penghancuran jaringan kalsifikasi.
Penting untuk dipahami bahwa kavitas pada gigi (kerusakan permukaan
gigi sehingga terbentuk lubang) adalah tanda-tanda infeksi bakteri.13
2.2.2. Mekanisme Penyakit Karies
Beberapa jenis karbohidrat misalnya sukrosa dan glukosa apabila
dikonsumsi biasanya tersisa di permukaan gigi yang rentan. Sisa
makanan ini disebut plak yang nantinya akan difermentasi oleh bakteri
tertentu dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai
di bawah 5 dalam tempo 1-3 menit. Penurunan pH yang berulang-ulang
dalam waktu tertentu akan mengakibatkan demineralisasi permukaan
gigi, dan proses karies pun dimulai.8
Demineralisasi dapat terjadi apabila enamel berada dalam suatu
lingkungan pH di bawah 5,5. pH berperan pada demineralisasi karena
pH yang rendah akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen dan ion ini
akan merusak hidroksiapatit enamel gigi.11,15
Sebagaimana diketahui bahwa enamel sebagian besar terdiri dari
hidrokiapatit (Ca10 (PO4)6 (OH)2) atau Fluorapatit (Ca10 (PO4)6 F2), kedua
unsur tersebut dalam suasana asam akan larut menjadi Ca2+, PO4-9 dan
F-, OH-Ion H+ akan bereaksi dengan gugus PO4-9, F- atau OH-
membentuk HSO4-, H2SO4- HF atau H2O, sedangkan yang kompleks
terbentuk CaHSO4 ; CaPO4 dan CaHPO4-. Kecepatan pelarutan enamel
dipengaruhi oleh derajat keasaman (pH), konsentrasi asam, waktu larut
dan kehadiran ion sejenis kalsium dan fosfat. Reaksi kimia pelepasan ion
kalsium dari enamel gigi dalam medium yang bersifat asam, yaitu pada
pH 4,5 sampai 6 merupakan reaksi orde nol.15
Adapun pengaruh pH terhadap koefisien laju reaksi menunjukan,
bahwa semakin kecil atau semakin asam media, maka makin tinggi laju
reaksi pelepasan ion kalsium dari enamel gigi. Reaksi kimia pelepasan
ion kalsium dari enamel gigi dalam suasana ditunjukan dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
Ca10(PO4)6 F2 Ca10 (PO)6 F2 + 2n H+ - N Ca2+ + Ca10 – n H20 – 2n
(PO4)6 F2
Padat Terlarut Terlepas Padat
Mengingat bahwa kalsium merupakan komponen utama dalam struktur
gigi, dan demineralisasi enamel terjadi akibat lepasan ion kalsium dari
enamel gigi, maka pengaruh asam pada enamel gigi merupakan reaksi
penguraian. Demineralisasi yang terus-menerus akan membentuk pori-
pori kecil atau porositas pada permukaan enamel yang sebelumnya tidak
ada. 15
Transfer ion secara terus-menerus terjadi antara plak dan email yang
berhadapan dengannya. Dekalsifikasi awal terjadi di subsurface dan
mungkin terjadi 1-2 tahun sebelum menjadi kavitas. Setelah terjadi
kavitas email yang dipengaruhi oleh bakteri streptokokus mutans, dentin
yang mendasari juga sudah terpengaruh oleh destruksi tersebut, dan
selanjutnya laktobasilus menjadi bakteri utama berikutnya.11
2.2.3. Patofisiologi Karies
Karies terjadi karena demineralisasi dan perusakan struktur gigi,
yang awalnya terjadi karena penurunan pH yang sangat cepat dan
terlokalisir pada permukaan plak gigi.8,10,14
Penurunan pH lokal muncul sebagai akibat dari metabolisme plak,
tetapi hanya kumpulan plak dengan konsentrasi tinggi streptococcus
mutans dan lactobacilli yang dapat menghasilkan pH rendah yang cukup
untuk menyebabkan demineralisasi gigi. Kandungan sukrosa pada plak
kariogenik menghasilkan proses metabolisme yang sangat cepat
terhadap nutrien manjadi asam organik. Asam organik (utamanya asam
laktat) diasosiakan terhadap penurunan pH. Satu kejadian penurunan pH
tidak cukup untuk menghasilkan perubahan yang signifikan pada
kandungan mineral permukaan gigi. Bagaimanapun juga, banyak
kejadian dari demineralisasi dalam jangka waktu yang lama (dengan
pnurunan pH) berujung pada periode waktu yang jauh lebih lama, yang
kemudian akan menghasilkan karakteristik awal karies (white spot).
Frekuensi pemaparan sukrosa adalah faktor penting yang paling utama
dalam mempertahankan penurunan kadar pH pada permukaan gigi.13
Output (produksi) asam pada plak karies aktif dua kali lebih besar
dibandingkan plak pada karies tidak aktif per-miligram plak. Produksi
asam dari plak aktif karies dapat meningkatkan kapasitas buffer salivary
bikarbonat yang terdapat pada permukaan plak gigi, menyebabkan
jatuhnya nilai pH lokal. Sekali nilai pH jatuh hingga berada pH di bawah
5.5, mineral gigi akan terbongkar. Pada individu dengan karies aktif, pH
pada permukaan gigi bertahan di bawah nilai pH kritis (5.5) selama 20-50
menit mengikuti pemaparan sukrosa. Meski demikian, karus diperhatikan
bahwa memakan makanan manis di antara waktu makan dapat
menghasilkan serangan asam pada permukaan gigi yang hampir
berkesinambungan.13,15
Di bawah pH kritis (5.5), mineral gigi berperan sebagai buffer dan
kehilangan ion kalsium dan phospat yang menjadi plak. Kapasitas buffer
tersebut kemudian mempertahankan pH lokal sehingga mendekati 5.0,
yang mana bertanggung jawab terhadap bentuk karakteristik histologi
dari white spot yang dijelaskan sebelumnya. Pada nilai pH yang lebih
rendah, seperti 3.0 atau pH 4.0, permukaan enamel gigi menjadi tergores
dan terselimuti. Pada pH 5.0, permukaannya tetap bertahan sementara
sub-permukaannya mengalami kerusakan. White spot ini terbatas pada
enamel gigi yang dinamakan karies incipient / karies awal dan
mempunyai karakteristik permukaan yang tetap bertahan (intact), tetapi
sub-permukaan yang porous / berongga. Permukaan yang utuh dan sub-
permukaan yang berongga bertanggung jawab terhadap karakteristik
klinis pada white spot yaitu; permukaan utuh yang halus yang kemudian
menjadi opak putih berkapur pada saat kering. Ketika bagian berongga
dari white spot dibasahi, lesinya tidak dapat dideteksi secara klinis
dikarenakan area yang berongga tetap translucent. Pengeringan gigi
menggunakan tekanan udara dapat menghilangkan kandungan air di
sub-permukaan gigi dan meninggalkan daerah yang terisi oleh udara
yang kemudian berubah menjadi opaque dan putih. Lesi incipient / white
spot dapat dikembalikan menjadi normal dengan proses remineralisasi,
mengembalikan keadaan enamel menjadi seperti semula. Ketika ion
fluoride dijadikan bagian dari proses remineralisasi, enamel tidak hanya
akan kembali pada keadaan semula tetapi juga meningkatkan ketahanan
karies terhadap serangan karies berikutnya.13
Permukaan yang tetap bertahan di atas white spot menjadi lebih
kritis terhadap proses potensial remineralisasi karena melindungi kristal
hidroksiapatit yang ter-etsa dari pelapisan oleh protein saliva. Kisi-kisi
kristal yang ter-etsa tetap terbuka dan dapat mengendapkan
hidroksiapatit lebih banyak ketika terjadi perubahan lingkungan lokal, dan
ion kalsium serta ion phospat disediakan ke tempat tersebut oleh saliva.
Kavitas permukaan muncul ketika demineralisasi sub-permukaan
menjadi lebih luas sehingga struktur permukaan gigi menjadi kolaps.
Proses kavitasi enamel gigi sifatnya reversibel dan biasanya
dihubungkan dengan percepatan pada proses perusakan karies pada
gigi. Hal ini muncul ketika serial demineralisasi (penurunan pH secara
drastis) dan remineralisasi (ion salivasi) didominasi oleh proses
demineralisasi.13
2.2.4. Tingkat Keparahan Karies
Pemeriksaan klinis yang dilakukan terhadap setiap subjek adalah
pemeriksaan karies dengan menggunakan indeks DMF-T, tapi untuk gigi
sulung menggunakan def-t (decayed, extracted, filled teeth) adalah
jumlah gigi sulung yang mengalami karies subjek, berupa angka yang
diproleh dengan menghitung keadaan sebagai berikut:9
1. d : apabila jaringan email gigi sulung yang mengalami dekalsifikasi,
terlihat keputih-putihan atau kecoklat-coklatanan dengan ujung
ekscavator yang terasa menyangkut pada kavitas. Keadaan lain
yang termasuk ke dalam kategori ini, yaitu : karies dengan kavitas
besar yang melibatkan dentin, karies mencapai jaringan pulpa baik
masih vital maupun tidak, serta karies pada gigi sulung walau sudah
direstorasi. Seluruh keadaan ini masih dapat dikategorikan d
(decayed) apabila masih dapat direstorasi.
2. e : apabila gigi sulung tersebut telah dilakukan pencabutan atau
tanggal. Keadaan lain yang termasuk ke dalam kategori ini, yaitu
karies gigi sulung yang diindikasikan untuk pencabutan, contohnya
terdapat kerusakan yang parah pada mahkota sehingga tidak
memungkinkan dilakukannya restorasi, dan jika hanya tinggal sisa
akar.
3. f : apabila pada gigi sulung tersebut telah ditumpat atau direstorasi
secara tetap maupun sementara. Apabila gigi yang sudah ditumpat
terdapat karies maka tidak akan masuk dalam kategori ini.
Tingkat keparahan karies gigi pada gigi sulung ditentukan
menggunakan indeks def-t yang merupakan indeks pengukuran karies
pada gigi susu. Pada penelitian ini, klasifikasi tingkat keparahan karies
gigi kategori tinggi jika nilai indeks def-t >2,6. Sedangkan, kategori
rendah jika nilai indeks def-t < 2,6.9
2.2.5. Faktor Resiko Terjadinya Karies
Risiko karies adalah kemungkinan berkembangnya karies pada
individu atau terjadinya perubahan status kesehatan yang mendukung
terjadinya karies pada suatu periode tertentu. Risiko karies bervariasi
pada setiap individu tergantung pada keseimbangan faktor pencetus dan
penghambat terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai
faktor risiko adalah :9,10
2.2.5.1. Pengalaman karies
Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan
antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa
mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir mencapai 60%.
Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi karies pada
gigi permanennya.
2.2.5.2. Penggunaan fluor
Berbagai macam konsep tentang mekanisme kerja fluor yang
berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah gigi
erupsi. Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun
lokal merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi
terjadinya karies oleh karena dapat meningkatkan remineralisasi.
Namun demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan
makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan
kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor yang berlebihan
dapat menyebabkan fluorosis. Pada tahun 1938, Dr. Trendly Dean
melaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara konsentrasi
fluor dalam air minum dengan prevalensi karies. Penelitian
epidemiologis Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies
secara optimum dan terjadinya mottled enamel yang minimal apabila
konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.
Menyikat gigi dengan frekuensi minimal dua kali hari di bawah
bimbingan orang tua menggunakan pasta gigi yang mengandung
fluoride dapat menghindarkan gigi dari pengembangan karies
dengan menghilangkan plak gigi lebih efektif. 16
2.2.5.3. Oral hygiene
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu komponen dalam
pembentukan karies adalah plak. Insiden karies dapat dikurangi
dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari
permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya secara
efektif. Peningkatan oral hygiene dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan
pemeriksaan gigi secara teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat
membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi
menjadi karies.
2.2.5.4. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri
atas berbagai jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut
disebabkan transmisi antar manusia, yang paling banyak dari ibu
atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah streptokokus mutans yang
banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang
lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun laktobasilus bukan
merupakan penyebab utama karies, tetapi bakteri ini ditemukan
meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah
banyak.
2.2.5.5. Saliva
Fungsi saliva termasuk pelumas jaringan mulut, melindungi
jaringan lunak rongga mulut dari abrasi selama pengunyahan,
membantu pencernaan karbohidrat, antibakteri terhadap
mikroorganisme asing, berfungsi untuk membersihkan dan
menghilangkan partikel makanan, dan menjaga kadar kalsium, fosfat
dan acid-buffering agent. Fungsi yang terakhir telah diakui memiliki
kemampuan untuk mengurangi kejadian karies gigi.8
Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas
karies akan meningkat secara signifikan.
2.2.5.6. Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih
bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi
mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka
beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai
memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang
berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode
makan, saliva akan bekerja menetraliser asam dan membantu
proses remineralisasi. Namun, apabila makanan karbohidrat olahan
dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel
gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan
remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.
Konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula di
antara jam makan dan pada saat makan berhubungan dengan
peningkatan karies yang besar. Faktor makanan yang dihubungkan
dengan terjadinya karies adalah jumlah fermentasi, konsentrasi dan
bentuk fisik (bentuk cair, tepung, padat) dari karbohidrat yang
dikonsumsi, retensi di mulut, frekuensi makan dan snacks serta
lamanya interval waktu makan. Anak yang berisiko karies tinggi
sering mengkonsumsi makanan minuman manis di antara jam
makan.10
Makanan ringan dan minuman yang dikonsumsi diantara waktu
makan makanan meningkatkan risiko terjadinya karies. Oleh karena
itu, direkomendasikan mengawasi waktu anak-anak pada saat
mengemil, dan mendorong makan teratur adalah hal yang sangat
penting.16
Faktor-faktor tersebut di atas akan menentukan risiko karies pada
masing-masing individu. Ada juga yang disebut faktor risiko
demografi seperti umur, jenis kelamin, sosial ekonomi dan lain-lain.
Beberapa ahli menggunakan istilah faktor predisposisi atau faktor
modifikasi untuk menjelaskan faktor risiko demografi.9,10
2.2.5.7. Umur
Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan
prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang
paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini
meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi
sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan
gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko karies yang paling
tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orangtua lebih
berisiko terhadap terjadinya karies akar.
2.2.5.8. Jenis kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan
nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian,
umumnya oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi
yang hilang M (missing) yang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya,
pria mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks
DMF.
2.2.5.9. Sosial ekonomi
Karies dijumpai lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi
rendah dan sebaliknya. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya
minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Ada dua
faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan dan pendidikan. Pendidikan
adalah faktor kedua terbesar dari faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang mempunyai
tingkat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang
baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya
untuk hidup sehat.9,16
2.3. Etilogi Karies Gigi
Ada yang membedakan faktor etiologi atau penyebab karies atas
faktor penyebab primer yang langsung mempengaruhi biofilm (lapisan
tipis normal pada permukaan gigi yang berasal dari saliva) dan faktor
modifikasi yang tidak langsung mempengaruhi biofilm. Karies terjadi
bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular
lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama
beberapa kurun waktu.9
Karies gigi disebabkan oleh empat faktor penting yang saling
berhubungan, yaitu plak, bakteri, kerentanan permukaan gigi (host), dan
waktu.8,9
Gambar 2.1 Etiologi karies
Sumber : Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008, p.4-24
2.3.1. Plak
Pembentukan plak dalam rongga mulut adalah suatu fenomena
yang normal.18 Plak merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta
produknya, akumulasi bakteri ini terjadi secara bertahap. Mula-mula
terbentuk lapisan organik yang amorf yang disebut pelikel, pelikel ini
terutama terdiri atas glikoprotein yang diendapkan dari saliva dan
terbentuk segera setelah penyikatan gigi.8
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan
plak kariogenik karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi
mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat
mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan
menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya
karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak
mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami
kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang
banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama
sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk
menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam
terjadinya karies karena memelukan kontak dengan permukaan gigi
dalam waktu yang cukup lama, apalagi karbohidrat yang bersifat
lengket.8,14
2.3.2. Bakteri
Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam
menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak
yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di
atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan
gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi
mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan
plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak
dijumpai seperti streptokokus mutans, streptokokus sanguis,
streptokokus mitis dan streptokokus salivarius serta beberapa strain
lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya
laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah
laktobasilus pada plak gigi berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun
demikian, steptokokus mutans yang diakui sebagai penyebab utama
karies oleh karena steptokokus mutans mempunyai sifat asidogenik
dan asidurik (resisten terhadap asam).8,9,13
Streptokokus mutans adalah penyebab utama terjadinya karies
email. Karies dentin sebagian besar disebabkan oleh dua spesies
bakteri yaitu streptokokus mutans dan spesies lactobacillus,
sedangkan yang paling berperan dalam terbentuknya karies akar
adalah spesies actinomyces.13
2.3.3. Host
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai
tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan
bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan
fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-
sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan
fisur yang dalam, di bagian ini juga banyak terdapat bakteri
streptokokus mutans. Daerah lain yang mudah terserang karies
adalah permukaan halus di daerah proksimal sedikit di bawah titik
kontak, email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi
gingiva, permukaan akar yang terbuka, tepi restorasi yang kurang
baik, dan permukaan gigi yang dekat dengan gigi tiruan. Selain itu,
permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah
melekat dan membantu perkembangan karies gigi.8,9,13
Email merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia
kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat,
fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar email mengalami
mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor,
fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat
menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel
mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan
enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang
karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi
susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan
jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara
kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Mungkin
alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies
pada anak-anak.9
2.3.4 Waktu
Plak kariogenik akan difermentasi oleh bakteri yang
menyebabkan pH mulut menjadi asam selama beberapa waktu.
Untuk kembali ke pH normal dibutuhkan waktu sekitar 30-60 menit.
Jika seseorang mengkonsumsi gula secara berulang-ulangdalam
selang waktu tersebut, maka akan menekan pH mulut tetap di bawah
normal, hal inilah yang menyebabkan karies gigi.8
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada
manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun.
Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Jika aliran
saliva seseorang normal, maka saliva mampu mendepositkan
kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan
bahwa proses karies tersebut mengalami periode perusakan dan
perbaikan yang silih berganti. Selain itu, jika seseorang selalu
memperhatikan kebersihan gigi dan mulutnya, maka karies bukanlah
ancaman.8,9
BAB III
KERANGKA KONSEP
Keterangan :
: Variabel diamati
: Variabel tidak diamat
Konsumsi :
- Air Sumur
- Air Mineral
Remineralisasi
Demineralisasi
Pengetahuan
Waktu
Host
Enviroment
Agent
Karies Gigi
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN : Observasional Analitik
4.2 RANCANGAN PENELITIAN : Cross-sectional
4.3 TEMPAT DAN WAKTU :
a. Tempat Penelitian :
Desa Pa’ Lalakkang Kecamatan Galesong, Kab. Takalar
b. Waktu Penelitian :
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2013
4.4 POPULASI DAN SAMPEL :
a. Populasi : 266 Masyarakat Desa Pa’Lalakkang Kecamatan
Galesong Kab. Takalar
b. Sampel : - 30 orang yang mengkonsumsi air sumur
- 30 orang yang mengkonsumsi air mineral
4.5 METODE SAMPLING: Simple Random Sampling
4.6 VARIABEL PENELITIAN :
a. Variabel Sebab : Konsumsi air sumur dengan air mineral
b. Variabel Akibat : Karies Gigi
c. Variabel Antara : Proses demineralisasi
d. Variabel Perancu : Pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
gigi dan mulut
e. Variabel Kendali : Daerah asal dan domisili serta kondisi umum
subyek
4.7 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI :
- Kriteria Inklusi :
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau akan diteliti (Nursalam, 2003).
Dalam penelitian ini, kriteria inklusi sampel penelitian adalah :
1. Masyarakat yang merupakan penduduk asli dan tidak pernah
keluar/menetap yang sejak lahir di Dusun Pa’ Lalakkang Kec.
Galesong
2. Masyarakat dalam fase gigi permanen
3. Masyarakat yang bersedia menjadi responden
- Kriteria Eksklusi :
Dalam penelitian ini kriteria eksklusi sampel penelitian ini adalah
masyarakat menderita penyakit sistemik yang mempengaruhi status
kesehatan gigi dan mulut.
4.8 ALAT DAN BAHAN :
a. Nerbeken
b. Diagnostic set
c. Alat tulis
d. Kuesioner
e. Lampu senter
f. Masker
g. Handskun
4.9 DEFINISI OPERASIONAL :
a. Air Sumur adalah air yang diambil dari sumur galian dengan
menggunakan mesin atau timbah.
b. Air Mineral adalah air yang didapat dari pembelian air kemasan atau
biasa yang disebut air galon.
c. Karies yang dimaksudkan adalah gigi berlubang yang apabila
dilakukan sondasi maka sonde akan tersangkut.
4.10 KRITERIA PENELITIAN:
a. Kuisioner yang berisi tentang pola mengkonsumsi air sumur dengan air
mineral.
b. Indeks DMF-T untuk mengukur tingkat keparahan karies gigi
permanen.
- D = Decay : Gigi karies yang masih dapat ditambal. Suatu lesi
ataulubang yang diketahui dengan menggunakan sonde bulan sabit
yang masuk secara pasti, tambalan dengan karies sekunder.
- M = Missing : Gigi yang dicabut atau dengan pertimbangan klinis
sebagai indikasi pencabutan.
- F = Filling : Gigi yang ditambal dan gigi dengan tambalan masih
bagus.
- T = Teeth : dihitung per gigi,jadi jika pada gigi terdapat dua karies
atau lebih, karies yang dihitung adalah tetap 1 gigi.
Status karies dengan menggunakan indeks DMF-T dikategorikan
dengan kriteria sebagai berikut :
- 0,0-1,1 : sangat rendah
- 1,2-2,6 : rendah
- 2,7-4,4 : sedang
- 4,5-6,5 : tinggi
- > 6,6 : sangat rendah
4.11 DATA :
a. Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data
primer didapatkan langsung di lapangan pada saat melakukan
observasi terhadap penelitian tersebut, pendataan tersebut langsung
dicatat ke dalam kartu status pada tiap–tiap sampel yang di periksa.
b. Pengelolaan data
Pengelolaan data dengan menggunakan SPSS versi 12
c. Penyajian data
Penyaajian data dilakukan dengan tabulating, yaitu dengan
menggunakan tabel.
d. Analisis data
Menganalisis data dengan menggunakan Uji t Independent dan
membuat uraian secara sistematik mengenai keadaan dari hasil
penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Desa Pa’ Lalakkang pada bulan Maret – April
2013. Sampel pada penelitian ini adalah masyarakat yang berpenduduk asli
di desa Pa’ Lalakkang. Pengambilan data dari penelitian ini ingin mengamati
status karies yang terjadi akibat mengkonsumsi air sumur dengan air mineral
. Kriteria masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan air galon yang
diteliti adalah masyarakat yang berpenduduk asli dan bersedia mengisi
kuesioner.
Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 30 orang yang mengkonsumsi
air sumur dan 30 sampel yang mengkonsumsi air mineral . Pengumpulan
data dilakukan dengan cara melakukan wawancara, mengisi kuesioner serta
pemeriksaan rongga mulutnya. Kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan yang
berisi tentang pengetahuan terhadap kesehatan mulutnya dan lamanya
mengkonsumsi air sumur tersebut. Setelah data terkumpul, dilakukan
perhitungan olah data dan selanjutnya disusun dalam table. Data hasil
penelitian ini disajikan dalam bentuk table sebagai beriku:
Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi %
Laki-laki
Perempuan
19
41
31,7
68,3
Total 60 100
Pada tabel diatas. Distribusi sampel pada penelitian ini berdasarkan
jenis kelamin diperoleh data laki-laki sebanyak 19 orang (31,7 %),
perempuan sebanyak 41 orang (68,3 %).
Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan usia
Usia
Frekuensi %
21-30 tahun
19 31,7
31-40 tahun
12 20,0
41-50 tahun
12 20,0
51-60 tahun
13 21,7
>61 tahun
4 6,7
Total
60 100
Pada tabel diatas. Distribusi sampel pada penelitian ini berdasarkan
usia diperoleh data antara usia 21-30 tahun sebanyak 19 orang (31,7 %),
usia antara 31-40 tahun sebanyak 12 orang (20,0 %), usia antara 41-50
tahaun sebanyak 12 orang (20,0 %), usia antara 51-60 sebanyak 13 orang
(21,7 %) dan usia > 61 tahun sebanyak 4 orang (6,7).
Tabel 5.3. Distribusi sampel berdasarkan pendidikan
Pendidikan Frekuensi %
Tidak Tamat SD 8 13,3 SD 22 36,7
SMP 16 26,7 SMA 11 18,3
>SMA 3 5,0
Total 60 100
Pada tabel diatas. Distribusi sampel pada penelitian ini berdasarkan
pendidikan diperoleh data tidak tamat SD sebanyak 8 orang (13,3 %), SD
sebanyak 22 orang (36,7 %), SMP sebanyak 16 orang (26,7 %), SMA
sebanyak 11 orang (18,3 %) dan > SMA sebanyak 3 orang (5,0 %).
Tabel 5.4. Distribusi sampel berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi %
Pegawai Negeri 5 8,3 Pegawai Swasta 1 1,7
Wiraswasta 54 90,0
Total 60 100
Pada tabel diatas. Distribusi sampel pada penelitian ini berdasarkan
pekerjaan diperoleh data pegawai negeri sebanyak 5 orang (8,3 %), pegawai
swasta sebanyak 1 orang (1,7 %), dan pengusaha / wiraswasta sebanyak 54
orang (90,0 %).
Tabel 5.5. Rata-rata Keparahan Karies berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Pa’ Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, 2013
Jenis Kelamin D M F DMFT Status Karies
Laki-laki (N=19)
1,11 3,74 0,32 5,16 Tinggi
Perempuan
(N=41) 1,05 4,39 0,22 5,66 Tinggi
Total N=(60)
1,07 4,18 0,25 5,50 Tinggi
Pada tabel diatas, diperoleh data bahwa nilai Decay (D) pada laki-laki
ialah 1,11, Missing (M) 3,74, Filling (F) 0,32, dan DMFT 5,16, dimana status
kariesnya tinggi. Sedangkan, pada perempuan nilai Decay (D) 1,05, Missing
(M) 4,39, Filling (F) 0,22, dan DMFT 5,66, dimana status kariesnya tinggi.
Tabel 5.6. Rata-rata Status Keparahan Karies berdasarkan Usia di Desa Pa’ Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, 2013
Usia D M F DMFT Status Karies
21-30 tahun
(N=19)
1,53 4,16 0,21 5,89 Tinggi
31-40 tahun
(N=12)
1,50 3,42 0,25 5,17 Tinggi
41-50 tahun
(N=12)
0,42 4,75 0,42 5,58 Tinggi
51-60 tahun
(N=13)
0,69 4,62 0,15 5,46 Tinggi
>60 tahun (N=4)
0,75 3,59 0,25 4,50 Tinggi
Total
N=(60) 1,70 4,18 0,25 5,50 Tinggi
Pada tabel diatas. diperoleh data bahwa nilai Decay (D) pada usia 21-
30 tahun (N=19) ialah 1,53, Missing (M) 4,16, Filling (F) 0,21 dan nilai DMFT
5,89, dimana status kariesnya tinggi. Usia 31-40 tahun (N=12), nilai Decay
(D) 1,50, Missing (M) 3,42, Filling (F) 0,25 DMFT 5,17, dimana status
kariesnya tinggi. Usia 41-50 tahun (N=12), nilai Decay (D) ialah 0,42, Missing
(M) 4,75, Filling (F) 0,42, dan nilai DMFT 5,58, dimana status kariesnya
tinggi. Usia 51-60 tahun (N=13), nilai Decay (D) ialah 0,69, Missing (M) 4,62,
Filling (F) 0,15 DMFT 5,46, dimana status kariesnya tinggi. Sedangkan pada
usia > 61 tahun (N=4) ialah nilai Decay (D) ialah 0,75, Missing (M) 3,50,
Filling (F) 0,25, dan nilai DMFT 4,50, dimana status kariesnya tinggi.
Tabel 5.7. Rata-rata D, M, F, dan DMFT berdasarkan Pendidikan di Desa Pa’ Lalakkang Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar, 2013
Pendidikan D M F DMFT Status Karies
Tidak Tamat SD (N=8)
0,50 5,00 0,63 6,13 Sangat Tinggi
SD (N=22)
1,23 4,23 0,23 5,68 Tinggi
SMP (N=16)
1,06 4,50 0,19 5,75 Tinggi
SMA (N=11)
1,18 3,64 0,09 4,91 Tinggi
>SMA (N=3)
1,00 2,00 0,33 3,33 Sedang
Total N=(60)
1,07 4,18 0,25 5,50 Tinggi
Pada tabel diatas. diperoleh data bahwa nilai Decay (D) yang tidak
tamat SD (N=8) ialah 0,50, Missing (M) 5,00, Filling (F) 0,63 dan DMFT 6,13,
dimana status kariesnya sangat tinggi. Serta yang tamat SD (N=22), nilai
Decay (D) 1,23, Missing (M) 4,23, Filling (F) 0,23 dan DMFT 5,68, dimana
status kariesnya tinggi. Berpendidikan SMP (N=16), nilai Decay (D) 1,06,
Missing (M) 4,50, Filling (F) 0,19 dan DMFT 5,75, dimana status kariesnya
tinggi. Berpendidikan SMA (N=11), nilai Decay (D) 1,18, Missing (M) 3,64,
Filling (F) 0,09 dan DMFT 4,91, dimana status kariesnya tinggi.
Berpendidikan > SMA (N=3) ialah nilai Decay (D) 1,00 %, Missing (M) 2,00
%, Filling (F) 0,33 % dan DMFT 3,33 %, dimana status kariesnya tinggi.
Tabel 5.8. Rata-rata D, M, F, dan DMFT berdasarkan Pekerjaan di Desa Pa’ Lalakkang Galesong Kabupaten Takalar, 2013
Pekerjaan D M F DMFT Status Karies
Pegawai Negeri (N=5)
1,00 2,20 0,00 3,20 Sedang
Pegawai Swasta (N=1)
0,00 2,00 0,00 2,00 Rendah
Pengusaha / Wiraswasta
(N=54)
1,09 4,41 0,28 5,78 Tinggi
Total (N=60)
1,07 4,18 0,25 5,50 Tinggi
Pada tabel diatas. Diperoleh data bahwa nilai Decay (D) berdasarkan
pekerjaan sebagai pegawai negeri (N=5) ialah 1,00 , Missing (M) 2,20 ,
Filling (F) 0,00 dan DMFT 3,20 dengan status karies sedang. Pegawai
swasta (N=1), nilai Decay (D) 0,00, Missing (M) 2,00, Filling (F) 0,00 dan
DMFT 2,00 dengan status karies rendah. Sedangkan, pekerjaan sebagai
pengusaha / wiraswasta (N=54), nilai Decay (D) 1,09, Missing (M) 4,41,
Filling (F) 0,28 dan DMFT 5,78 dengan status karies tinggi.
Tabel 5.9. Distribusi Keparahan Karies Gigi Berdasarkan Air Yang Di
Konsumsi
Sangat Rendah
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Air Sumur Air Mineral
0 % 0 %
10,0 % 16,7 %
20,0 % 46,7 %
16,7 % 33,3 %
53,3 % 3,3 %
Pada tabel diatas. Distribusi keparahan karies gigi berdasarkan air
yang dikonsumsi diperoleh data dimana yang mengkonsumsi air sumur nilai
0 % untuk kategori sangat rendah, 10,0 % kategori rendah, 20.0 % untuk
kategori sedang, 16,7 % untuk kategori tinggi dan 53,3 % untuk kategori
sangat tinggi. Sedangkan, yang mengkonsumsi air mineral nilai 0 % untuk
kategori sangat rendah, 16,7 % untuk kategori rendah, 46,7 % untuk ategori
sedang, 33,3 % untuk kategori tinggi, dan 3,3 % untuk kategori sangat tinggi.
Tabel 5.10. Perbedaan Keparahan Karies Gigi Berdasarkan Konsumsi Air Sumur Dengan Air Mineral
D M F DMFT ρ
Air Sumur
0,63 6,10 0,30 7,03 0,000
Air Mineral
1,50 2,27 0,20 3,97
Pada tabel diatas. Diperoleh data bahwa nilai Decay (D) berdasarkan
air sumur dan air mineral yang dikonsumsi 0,63 dan 1,50. Nilai Missing (M)
berdasarkan air sumur dan air mineral yang dikonsumsi 6,10 dan 2,27.
Sedangkan untuk nilai Filling (F) berdasarkan air sumur dan air mineral yang
dikonsumsi 0,30 dan 0,20. Jadi nilai DMF-T berdasarkan air sumur dan air
mineral yang dikonsumsi 7,03 dan 3,97, dimana nilai ρ untuk DMF-T 0,000
yang berarti terdapat perbedaan status DMF-T berdasarkan konsumsi air
sumur dan air mineral karena <0,05.
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini telah dilakukan pada masyarakat yang mengkonsumsi air
sumur dengan air mineral di Dusun Pa’ Lalakkang Desa Galesong Utara,
Kec. Galesong, Kab. Takalar, berupa pemeriksaan status karies gigi dengan
melihat skor D, M, F dan DMFT dengan tujuan untuk mengetahui apakah
ada perbedaan mengkonsumsi air sumur dengan air mineral terhadap
keparahan status karies.
Nampak bahwa nilai DMFT berdasarkan jenis kelamin, ditemukan pada
perempuan dengan nilai karies 5,66 yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki
5,16, sejalan penelitian Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (2001)
memperlihatkan hasil pada responden berusia 10 tahun ke atas, prevalensi
dan indeks DMF-T pada perempuan lebih besar daripada laki-laki.20
Menurut Burt dan Octaria, pertumbuhan gigi pada anak perempuan lebih
awal daripada anak laki-laki, sehingga masa terpajan dalam mulut lebih
lama. Antara anak laki-laki dan perempuan pada umur kronologi yang sama,
secara statistik prevalensi kariesnya berbeda bermakna, pada anak
perempuan prevalensi kariesnya sedikit lebih tinggi daripada anak laki-laki.
Hal ini disebabkan oleh tingginya konsumsi gula pada anak perempuan di
daerah tersebut. Selain itu, praktek oral hygiene positif adalah lebih tinggi
pada anak laki-laki.2 Adanya perbedaan dari beberapa penelitian
menguatkan pedapat bahwa jenis kelamin bukanlah faktor yang paling
berpengaruh terhadap kejadian karies. Kebiasaan praktek oral hygiene
maupun pola konsumsi makanan yang mengandung gula memegang
peranan yang lebih penting dalam hal ini dibandingkan jenis kelamin.22
Nampak bahwa nilai DMFT berdasarkan usia, ditemukan bahwa pada
usia 21-31 tahun nilai karies (D) 5,89 yang lebih tinggi, sejalan penelitian
Anwar Musadad,dkk (2007) yang melakukan survey terhadap usia 12-65
tahun dimana karies pada umur 30 tahun atau lebih mempunyai resiko untuk
mengalami karies gigi lebih besar dibandingkan penduduk kelompok usia
muda (di bawah 20 tahun).1
Dari laporan SKRT 2001, prevalensi karies aktif meningkat dengan
bertambahnya umur dan mencapai 63 persen pada golongan umur 45 – 54
tahun. Kemudian menurun lagi menjadi 46 % pada umur 65 tahun ke atas,
hal ini dapat dimengerti karena pada umur 65 tahun ke atas sudah banyak
gigi yang dicabut atau sisa akar.20
Berdasarkan hasil penelitian Status kesehatan gigi dan mulut lansia di
Puskesmas Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat, yang dilaporkan pada
tahun 2005 adalah besarnya angka DMF-T yaitu D kelompok usia < 60 tahun
: 6,25, usia 60-70 tahun : 5,45, dan usia > 70 tahun : 3,07. Sedangkan nilai M
rata-rata kelompok usia <60 tahun : 9,77 ; usia 60-70 tahun : 14,65 ; usia >70
tahun : 23, 78.21
Selanjutnya nilai status DMFT berdasarkan pendidikan, ditemukan
bahwa masyarakat yang berpendidikan tidak tamat SD nilai karies (D) 6,13
yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang tamat SMA nilai
kariesnya 3,33. Berdasarkan data dari Survey Kesehatan Rumah Tangga
(2001) menunjukkan kerusakan gigi tertinggi terjadi pada orang pendidikan
tidak lulus SD yaitu sebesar 8 gigi per orang. Pada orang dengan pendidikan
adalah lulus SD rata-rata 4 gigi mengalami kerusakan, dan orang dengan
pendidikan lulus SMP ke atas rata-rata 3 gigi mengalami kerusakan. Mereka
dengan tingkat pendidikan yang tinggi, lebih mengerti dan lebih peduli untuk
mendapat perawatan dan pengobatan gigi geligi.20 Sejalan penelitian Anwar
Musadad,dkk (2007) didapatkan sebuah hasil yang menunjukkan dimana
semakin tinggi pendidikan seseorang berarti semakin tinggi tingkat
pengetahuannya, termasuk pengetahuan dalam hal perawatan gigi.1
Terlihat nilai DMFT berdasarkan pekerjaan, ditemukan bahwa
masyarakat yang pekerjaan sebagai wiraswasta nilai karies (D) 5,78 yang
lebih tinggi. Status ekonomi dan tingkat pekerjaan mempengaruhi perilaku
hidup sehat pada seseorang, sejalan dengan penelitian Anwar Musadad,dkk
(2007) yang melakuka survey di Provinsi Kep. Bangka Belitung dan Nusa
Tenggara Barat dimana pendapatan mempunyai pengaruh langsung pada
perawatan medis, jika pendapatan meningkat biaya untuk perawatan
kesehatan pun ikut meningkat. Orang dengan status ekonomi dan tingkat
pekerjaan yang rendah cenderung mengabaikan perilaku hidup sehat. Anak -
anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung berada pada risiko karies
yang parah. Karies dijumpai lebih sedikit pada kelompok sosial ekonomi
tinggi dan sebaliknya. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup
sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi.1
Masyarakat yang mengkonsumsi air sumur keparahan karies giginya
sangat tinggi yaitu 53,3%. Hal ini sejalan dengan penelitian Ika Sukma
Wulandari dan Ratri Nirwesty (2008) yang menunjukkan bahwa dengan
analisis statistic Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna antara tingkat keparahan karies pada mahasiawa yang
mengkonsumsi air sumur dengan tingkat keparahan karies pada mahasiswa
yang mengkonsumsi air PDAM (p=0,001). Rerata karies gigi (DMF-T)
mahasiswa lebih tinggi dari pada kelompok mahasiswa yang mengkonsumsi
air PDAM.22
Nilai rata-rata D, M, F, dan DMF-T berdasarkan air yang dikonsumsi,
dimana jelas terlihat bahwa masyarakat yang mengkonsumsi air sumur lebih
tinggi niai D, M maupun DMF-Tnya dibandingkan dengan masyarakat yang
mengkonsumsi air mineral.
Adanya perbedaan yang bermakna antara rerata karies gigi masyarakat
yang mengkonsumsi air sumur dengan air mineral. Ini menunjukkan bahwa
kadar fluor air minum pada kedua kelompok subyek penelitian berpengaruh
terhadap karies gigi subyek.22
Mineral email terdiri dari kristal-kristal dan mempunyai struktur seperti
kisi-kisi khas hidroksiapatit. Akan tetapi email bukan merupakan
hidroksiapatit murni karena mengandung juga fase non-apatit (kalsium fosfat
dan kalsium karbonat amorf) dan ion atau molekul tambahan diserap ke
dalam permukaan kristalnya yang luas.8
Agar fluor bias diikat oleh email, maka fluor tersebut harus diletakkan
dalam bentuk fluorapatit, dimana ion hidroksil diganti oleh ion fluor. Dari
larutan yang mengandung konsentrasi fluor yang lebih tinggi, akan diserap F
yang lebih banyak pula. Tetapi tidak seluruhnya dari fluor ini dibentuk
menjadi fluorapatit. Sebagian ion fluor akan diserap ke dalam permukaan
Kristal tapi sisinya akan bergabung dengan ion kalsium dari kisi-kisi untuk
membentuk kalsium fluoride (CaF2), membebaskan ion fosfat, dan sebagian
menguraikan kisi-kisi dalam proses : Ca10(PO4)6(OH)2 + 2OF- 10CaF2 +
6PO4 + 2OH-
Pada penelitian yang dilakukan oleh Dean dan kawan-kawan,
didapatkan sebuah hasil yang menunjukkan bahwa anak umur 12-14 tahun
dengan kadar F dalam air minum kira-kra 1 bagian/106F (1 bagian per sejuta
= 1 bps) mempunyai karies 50%lebih sedikit dibandingkan dengan anak
yang air minumnya tidak mengandung fluor.8
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat menunjukkan bahwa kadar flour
dalam air minum dapat mempengaruhi frekuensi karies gigi yaitu fluor yang
terkadung dalam membantu proses penempatan kembali mineral kalsium
dan fosfat pada gigi sehingga proses demineralisasi gigi dapat dihentikan.
Sudah jelas dan banyak dibuktikan bahwa fluor sekita 1 ppm dalam air akan
berpengaruh terhadap penurunan karies.15Hal ini sejalan juga dengan hasil
penelitian di Kota Yogyakarta ini sesuai dengan pendapat Englander dan de
Paola (1979, cit. Damayanti, 1996 ) bahwa makin tinggi kadar fluor air minum
maka makin rendah karies gigi, sehingga terdapat hubungan terbalik antara
kadar fluor air minum dengan karies gigi. Menurut Panjaitan dan Lubis
(2003), fluor yang terkandung dalam air sumur mempunyai pengaruh
terhadap prevalensi karies.22
Di dalam Undang-undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 ayat 3
terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat,
harus memenuhi persyaratan kualitas maupun kuantitas, dimana
persyaratan kualitas ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) No. 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air. Parameter kualitas ar minum/air bersih ditetapkan dalam
Permenkes No. 416/1990 terdiri dari parameter fisik, parameter bakteriologi,
parameter radioaktif dan parameter kimiawi. Beberapa parameter kimiawi
diduga berpengaruh terhadap kesehatan gigi, antara lain unsur fluoride,
kalium, kalsium, dan keasaman (pH) air.1
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anwar Musadad, dkk
(2007) tentang penyediaan air minum terhadap kejadian karies gigi, dimana
kualitas air juga berhubungan dengan keadaan sarana penyediaan air. Dari
analisa bivariat ini menunjukkan faktor penyediaan air minum telah terbukti
berpengaruh terhadap kejadian karies gigi. Jenis sumber air minum yang
terlindung dapat menjadi faktor pencegah terjadinya karies gigi.1
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata DMF-T kelompok
masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan kelompok
masyarakat yang mengkonsumsi air mineral.
2. Status karies gigi masyarakat yang mengkonsumsi air mineral lebih
baik dari pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur.
7.2. Saran
1. Diperlukan perhatian yang lebih lanjut dari pemerintahan Kabupaten
Takalar khusunya di Desa Pa’ Lalakkang Kec. Galesong dalam
penyediaan air minum penduduk dalam hubungannya dengan usaha
peningkatan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
2. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan status
karies pada masyarakat yang mengkonsumsi air sumur dengan yang
mengkonsumsi air mineral dengan kelompok umur yang berbeda dan
di daerah yang berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar M. Pengaruh penyediaan air minum tehadap kejadiaan karies gigi
usia 12-65 tahun Di Provinsi kep. Bangka Belitung dan Tenggara Barat.
Advance Analysis Riskesdes ; 2007: hal 1032.
2. Burt, Octiara E, Roesnawi Y. Karies Gigi, Oral Hygiene dan Kebiasaan
Membersihkan Gigi pada Anak-anak Panti Karya Punggal di Binjai. Jurnal
Kedoktaeran Gigi USU. Dentika. 2008, Vol.6, No.1:18-23.
3. Probosari N, Pradopo S. Peran Penguyahan terhadap Perubahan Volume
dan pH Saliva pada Anak dengan gigi karies 2006. Indonesia Juornal of
Dentistry Fakultas Kedokteran Gigi UI, Vol.13, No.2:115-18.
4. Rahina Y. Prevalensi Karies Anak-anak Presekolah di TK Saraswati
Denpasar, 2002 Juornal Pendidikan Humaniora dan Sains
Mahasaraswati University Denpasar Bali. 2003, Vol.1, No.1.
5. Heymann Harald O. WHO Global Oral Health. How to Calculate SIC.
Available from : http://www.whocollab.od.mah.se/expl/significant.pdf.
Accessed 13 Feb, 2013
6. Ahmad S. (2006). Sulitnya Memperoleh Air Bersih [internet] 12th Oktober,
6 (4), pp.22-8. Availible from : http://www.infoactual.com. Accessed in 13
Feb, 2013.
7. Alimuddin. Optimasi Pengolahan secara Konvensional Air Sungai Karang
Mumus dan Pemanfaatan Serbuk Gergaji dalam Pengolahannya. Jurnal
Ilmiah Mahakam Kutai Kartanegara. 2009. Vol.1, No.2:32-35.
8. Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies. Alih bahasa. Sumawinata N,
Faruk S. Jakarta: EGC, 1992, p.1-10, 79-88, 94-6
9. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press,
2008, p.4-24
10. Angela, Ami. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi.
Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 3, Juli–September 2005, p.130–4
11. Megananda Putri H, Herijulianti E, Nurjannah N, ed: Lilian Juwono. Ilmu
pencegahan penyakit jaringan keras dan jaringan pendukung gigi.
Jakarta: EGC. 2010; p.154-179
12. KW Maulidta, Wahyuningsih, dan Hastuti Sri. Hubungan kebiasaan
menggosok gigi dan konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan
kejadian karies gigi pada anak usia prasekolah di taman kanak-kanak
pondok beringin Semarang. Jurnal ilmu dan Tek. Kesehatan (JITK), Vol.
1, No. 1 Januari 2010; p.1-7.
13. Theodore Roberson M, Heymann Harald O, Swift Edward J, Sturdevant
John R, M Cliffort. Studervant’s art and science of operative dentistry. 4th
ed. United States of America: Mosby, inc; 2002, p.90
14. Asmawati, Pasolon Farausario A. Analisis hubungan karies gigi dan
status gizi anak usia 10-11 tahun di SD athirah, SDN 1 bawakaraeng dan
SDN 3 bangkala. Dentofasial, Vol. 6, No.2, Oktober 2007: 78-84.
15. Prasetyo EA. Keasaman minuman ringan menurunkan kekerasan
permukaan gigi. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 2 April–Juni 2005;
p.60–3.
16. Prashanth Prakash, Priya Subramaniam, BH Durgesh, Sapna Konde.
Prevalence of early childhood caries and associated risk factors in
preschool children of urban bangalore, india. European Journal of
Dentistry, Vol. 6. 2012; p.141-150
17. George Stookey K. The effect of saliva on dental caries. JADA, Vol. 139.
2008; p. 11-6
18. Agbelusi GA. Effects of nutrition on oral health. Niger Med J. Vol. 51, No.
3, July-Sept 2010; p. 128-130
19. Grewal H, Verma M, Kumar A. Prevalence of dental caries and treatment
needs in the rural child population of nainital district, uttaranchal. J Indian
Soc Pedod Prev Dent, Vol. 27, Issue. 4, 2009; p.224-6. Available
From: http://www.jisppd.com/text.asp?2009/27/4/224/57657. [accessed
14-Feb-2013]
20. Survey Kesehatan Nasional 2001. Laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas
dan Disabilitas.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes
RI. 2002
21. Lestari s. Dkk, M.I. Kedokteran Gigi Th. 20 No. 62, September 2005
22. Ahmed NAM., Astrom AN., Petersen PE. Dental caries prevalence and
risk factor among 12-year old schoolchildren from Baghdad, Iraq: a post-
war survey. Int Den J [internet] Availabel from: http://lib.bionfo.pl//pmid.
Accessed 28 Maret 2013.