33
KEPEMIMPINAN DALAM PROFESI KEPENDIDIKAN Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan Dosen Pengampu: Asih Widi Wisudawati, M.Pd Disusun oleh: M. Alvian Madnur (10670016) Wulantika Virginia (126700) Alfiannisa Fadhila (126700) Rezky Fazryatu M. (12670018) Fatihah Husniah (12670042) Samrotul Ilmi (126700) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

profesi kependidikan

Citation preview

Page 1: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

KEPEMIMPINAN DALAM PROFESI KEPENDIDIKAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan

Dosen Pengampu: Asih Widi Wisudawati, M.Pd

Disusun oleh:

M. Alvian Madnur (10670016)

Wulantika Virginia (126700)

Alfiannisa Fadhila (126700)

Rezky Fazryatu M. (12670018)

Fatihah Husniah (12670042)

Samrotul Ilmi (126700)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2014

Page 2: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah member rahmat serta

ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan selesai tepat

pada waktunya. Taklupa kami ucapkan terimakasih kepada ibu Asih Widi Wisudawati selaku

dosen pengampu mata kuliah profesi kependidikan yang telah membimbing kami dalam

menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang

telah mendukung dan membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini menjelaskan apa saja macam-macam gaya kepemimpinan dan

karakteristiknya .Makalah ini juga ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah profesi

kependidikan. Telah disadari bahwa kami hanya manusia biasa tempat dimana terjadi banyak

kesalahan karena tiada gading yang tak retak, maka dari itu kami mohon maaf apabila ada

kesalahan maupun kekurangan dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan kita. Kami mohon kritik serta saran dari rekan-

rekan yang membaca demi mencapai kesempurnaan makalah ini. Atas kritik dan saran yang

membangun, kami ucapkan terima kasih. Selamat membaca.

Yogyakarta, 20 Februari 2015

Penyusun

Page 3: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi tidak hanya cukup mencapai taraf efektivitas dalam menjalankan

fungsi utamanya akan tetapi harus mampu melakukan inovasi dan perubahan secara

berkelanjutan agar dapat berkompetisi dalam menghadapi persaingan global.

Organisasi yang efektif adalah organisasi yang tidak hanya mampu bertahan hidup

untuk menjaga kelangsungan aktivitas organisasi semata akan tetapi harus mampu

mengembangkan produk maupun jasa secara lebih berkualitas. Karena itu, organisasi

di era global saat ini tidak hanya mampu bertahan hidup saja, akan tetapi mampu

melakukan pengembangan sumber daya manusia melalui “individual learning”

maupun“group learning” untuk menuju sebuah“learning organization”.

Sekolah merupakan pusat pendidikan yang di dalamnya terdapat pengelolaan

yang sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan peserta didik yang unggul dan

terciptanya mutu pendidikan yang lebih baik. Sekolah sebagai organisasi dengan

system terbuka yang senantiasa mampu beradaptasi dan peka terhadap perubahan atau

perkembangan yang terjadi. Setiap aktivitas yang ada di sekolah harus mengarah pada

proses pembelajaran dikarenakan pada hakikatnya sekolah merupakan organisasi

pembelajar (learning organization). Akan tetapi pada kenyataannya, sekolah sebagai

organisasi pembelajar yang baik memang masih jauh dari apa yang di harapkan.

Namun sekolah berusaha membuka diri dengan sebuah wacana baru yang merupakan

sesuatu yang sangat penting agar terjadi perubahan paradigma dan visi yang baru

yang akan menggerakkan sistem pendidikan Indonesia berubah kearah yang lebih

baik dan dapat diukur.

Masalah kepemimpinan pendidikan saat ini menunjukan kompleksitas baik

dari segi komponen manajemen pendidikan maupun lingkungan yang mempengaruhi

keberlangungan suatu pendidikan. Persoalan yang muncul bisa spontan, bisa

berulang-ulang sehingga diperlukan interaksi yang kreatif dan dinamis antar kepala

sekolah , guru dan siswa.

Kepemimpinan merupakan bagian penting dari manajemen yaitu

merencanakan dan mengorganisasi akan tetapi peran utama kepemimpinan adalah

mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini

merupakan bukti bahwa pemimpin dapat menjadi manajer yang lemah apabila

perencanaannya jelek yang menyebabkan kelompok berjalan kearah yang salah.

Page 4: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

Akibatnya walaupun dapat menggerakkan tim kerja, namun mereka tidak berjalan

kearah pencapaian tujuan organisasi dalam hal menyikapi tantangan globalisasi yang

ditandai dengan adanya kompetisi global yang sangat ketat dan tajam.

Pada masa sekarang ini setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai

petunjuk/alat/panduan untuk memimpin umat manusia yang semakin besar jumlahnya

serta komplek persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah maka terdapat upaya dalam

hal mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan demikian

upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan dan tujuan pendidikan tidak akan

tercapai secara optimal tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang

baik. Sehingga dalam kegiatan manajemen pendidikan diperlukan adanya pemimpin

yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin.

B. RumusanMasalah

1. Bagaimana pengertian dari kepemimpinan?

2. Apa saja gaya kepemimpinan?

3. Bagaimanakah hakikat kepemimpinan?

4. Bagaimanakah kepemimpinan dalam dunia pendidikan (guru, kepala sekolah,

pemerintah)?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas

mata kuliah profesi kependidikan.Selain itu juga, penulisan makalah ini bertujuan

untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai gaya kepemimpinan

dalam dunia pendidikan.

D. Manfaat

Adapun manfaat dari makalah ini adalah :

1. Sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah profesi kependidikan,

2. Menambah wawasan penulis dan pembaca makalah ini dalam hal gaya

kepemimpinan dalam dunia pendidikan.

Page 5: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Wirana (2002) dalam Sagala (2013), kepemimpinan berasal dari akar kata

“pemimpin” yang berarti adalah orang yang dikenal oleh para pengikutnya dan berusaha

mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisasikan visinya (Sagala, 2013: 143).

Secara umum istilah kepemimpinan memiliki berbagai batasan menurut pendapat para

ahli. Good (1973:313) mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu

kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing dan

mengarahkan atau mengelola orang lain agar mereka mau berbuat sesuatu demi

terciptanya tujuan bersama. Seseorang yang ingin diakui sebagai pemimpin harus

memiliki kelebihan dalam beberapa fungsi, yakni: mempengaruhi, membimbing sampai

pada mengelola orang lain. Apabila seseorang pemimpin tidak dapat menjalankan semua

fungsi itu, maka kelompok tidak akan menerima pemimpin tersebut sebagai pemimpin

yang fungsional (Burhanuddin, 1990: 61-62).

Wiles (1967) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan segenap bentuk bantuan

yang dapat diberikan oleh seseorang bagi penetapan dan pencapaian tujuan kelompok.

Sedangkan menurut Siagian (1983:97) menyatakan bahwa kepemimpinan harus diartikan

sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar rela, mampu

dan dapat mengikuti keinginan manajemen demi tercapainya tujuan yang telah ditentukan

sebelumnya dengan efisien, efektif dan ekonomis. Dalam pengertian kepemimpinan

dibatasi dari segi manajemen mengingat banyaknya variasi dalam mengemukakan

pengertian kepemimpinan itu, sehingga walaupun ada bermacam definisi kepemimpinan

menurut versi yang berbeda, kita dapat membuat generalisasi lain yang berlaku untuk ke

semua bentuk organisasi (Burhanuddin, 1990: 62).

Menurut Koontz (1984:506) kepemimpinan adalah sebagai pengaruh, seni atau proses

mempengaruhi orang-orang, sehingga mereka mau berjuang bekerja secara sukarela dan

penuh antusias ke arah pencapaian tujuan kelompok. Konsep tersebut dapat diperluas

dengan tidak hanya sekedar mau bekerja, tetapi juga mempunyai kemauan yang disertai

perasaan penuh semangat dan kepercayaan. Semangat mencerminkan kegairahan dalam

bekerja, penuh kesungguhan, dan intensitas dalam pelaksanaan kegiatan. Memimpin

berarti membimbing, mengarahkan, menuntun, dan merintiskan jalan. Tugas-tugas

pemimpin yang pokok adalah menolong suatu kelompok dengan segala kemampuan yang

ia miliki untuk mencapai tujuan kelompok itu secara efektif. Pemimpin bukan berdiri di

Page 6: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

belakang kelompok untuk mendorong dan membangkitkannya, melainkan menempatkan

diri mereka di depan kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Ibarat dirigen

(pemimpin orkes), ia mempunyai fungsi untuk menghasilkan suara yang benar-benar

terkoordinasi dan tempo yang pas melalui usaha-usah instrumentalis yang terintegrasi

pula. Sehingga suatu group orkes dapat menyuguhkan irama musik yang asyik atau tidak

bergantung pada kualitas kepemimpinan sang dirigen tersebut (Burhanuddin, 1990: 62).

Dari beberapa penjelasan di atas dapa kita garis bawahi bahwa kepemimpinan atau

kegiatan memimpin merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang dengan segenap

kemampuan yang dimilikinya untuk mempengaruhi, mendorong, mengarah dan

menggerakkan orang-orang yang dipimpin supaya mereka mau bekerja dengan penuh

semangat dan kepercayaan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi (Burhanuddin, 1990:

63).

B. Gaya kepemimpinan dalam pendidikan

Kegiatan menggerakan atau memberi motivasi orang lain agar melakukan tindakan-

tindakan yang selalu terarah pada pencapaian tujuan organisasi dapat dilakukan oleh

seorang pemimpin dengan berbagai cara. Cara itu mencerminkan sikap dan pandangan

pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya dan juga memberikan gambaran tentang

bentuk (gaya) kepemimpinan yang dijalankannya (Nawawi, 1981: 91).

Secara teoritis dapat dibedakan tiga bentuk kepemimpinan yang dalam prakteknya

mungkin dijalankan secara murni dan mungkin pula diwujudkan secara bersama-sama

sehingga berbentuk kombinasi. Bentuk-bentuk kepemimpinan yang dimaksud adalah:

1. Kepemimpinan Otoriter

Bentuk kepemimpinan otoriter adalah yang paling banyak dikenal karena

tergolong yang paling tua. Kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan

seseorang atau sekelompok kecil orang yang disebut atasan sebagai penguasa.

Sejumlah orang lain yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak disebut bawahan

yang kedudukannya tidak lebih daripada pelaksana kehendak atau keputusan

atasan. Pihak atasan memandang dirinya lebih dalam segala hal bila dibandingkan

dengan pihak bawahan dimana phak bawahan kualitas kemampuannya dipandang

jauh di bawah kemampuan atasannya. Pihak atasan bertindak sebagai penguasa

atau penentu yang tidak dapat dibantah dan orang lain harus tunduk pada

kekuasaannya dengan mempergunakan ancaman dan hukuman sebagai alat dalam

menjalankan kepemimpinannya (Nawawi, 1981: 91.).

Page 7: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

Cara memimpin yang dikembangkan disebut denga “working on his group”

dimana kegiatannya hanya melaksanakan perintah dari atasan. Bawahan tidak

diberi kesempatan untuk berinisiatif dan mengeluarkan pendapat-pendapatnya.

Kreativitas dalam bekerja dipandang sebagai penyimpangan walaupun tidak

mustahil kegiatan-kegiatan yang diinisiatifkan oleh bawahan lebih efisien dan

efektif bila dibandingkan dengan perintah dari atasan. Instruksi atau perintah

atasan tidak boleh ditafsirkan dan harus dilaksanakan secara tertib dan konsekuen

tanpa membuat kesalahan-kesalahan. Keputusan atasan dipandang sebagai sesuatu

yang terbaik, oleh karena itu harus dilaksanakan tanpa komentar dan pertanyaan-

pertanyaan. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan instruksi dianggap sebagai

penyelewengan, walaupun bersifat perbaikan yang mengakibatkan kesempurnaan

kerja. Kesalahan itu harus dijatuhi sanksi dengan tujuan agar tidak diulangi atau

terjadi lagi. Hanya atasan yang boleh berpikir tentang kegiatan yang akan

dilaksanakan yang pada gilirannya ditetapkan sebagai keputusan sebagai hak

monopoli dari atasan (Nawawi, 1981: 91-92).

Kepemimpinan otoriter ini tidak ada pelimpahan wewenang pada bawahan.

Wewenang sepenuhnya berada pada satu orang yang berkedudukan sebagai

pemimpin. Bawahan hanya menerima pelimpahan tanggung jawab dalan

melaksanakan keputusan atasan. Pemimpin memiliki hak veto untuk

menghentikan atau mengubah kegiatan yang sedang dilaksanakan setiap saat

ketika atasan menganggap kegiatan tersebut tidak sesuai dengan kehendaknya.

Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam kepemimpinan

bentuk ini pelimpahan tanggung jawab tidak disertai dengan pelimpahan

wewenang (Nawawi, 1981: 92.).

Di lingkungan pendidikan khususnya pada lembaga pendidikan formal atau

sekolah, sikap kepemimpinan otoriter tampak dari ucapan Kepala Sekolah sebagai

pucuk pimpinan dalam ungkapan sehari-hari seperti: “sekolah saya” atau “anak

buah saya” atau “pegawai saya” atau “murid saya” dan lain-lain. Semua ungkapan

tersebut menunjukkan manifestasi dari sikap pemimpin yang bersifat otoriter.

Sikap itu muncul karena pemimpin memandang orang lain sebagai objek yakni

sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan-kepentingannya melalui kekuasaan

yang dimilikinya (Nawawi, 1981: 92.).

Akibat-akibat negatif dalam kepemimpinan otoriter di bidang pendidikan

adalah sebagai berikut:

Page 8: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

a. Kepemimpinan otoriter dapat mematikan kreativitas dan inisiatif guru.

Guru menjadi seorang penurut yang tidak mau dan tidak mampu

berinisiatif, takut mengambil keputusan, dan hanya menunggu instruksi

dari atasan. Kepemimpinan ini tidak mengembangkan sifat-sifat

kepemimpinan yang positif di kalangan guru-guru karena guru

berpendapat lebih baik bekerja sesuai dengan perintah atasan dari pada

melaksanakan inisiatif sendiri yang akan dipandang sebagai suatu

kesalahan dan akan dijatuhi sanksi.

b. Guru dan murid dipaksa bekerja keras, patuh, dan diliputi dengan perasaan

takut dan ketegangan dikarenakan terus menerus dibayangi dengan

ancaman hukuman. Guru tampaknya memiliki kesabaran, walaupun

sebenarnya di balik kesebaran itu berkembang usaha membangkang dan

melawan secara diam. Disiplin dan kepatuhan hanya diwujudkan di depan

atasan. Sikap itu muncul sebagai usaha untuk mendapatkan pengakuan

tentang hak-haknya di dalam organisasi. Hak sebagai manusia dan sebagai

petugas yang ikut berperan dalam usaha mencapai tujuan dan agar diikut

sertakan dalam mengambil bagian dalam setiap kegiatan di dalam

organisasi.

c. Sekolah menjadi statis dikarenakan rapat dan musyawarah antara atasan

dan guru atau antar guru dengan guru dipandang tidak diperlukan lagi

karena akan membuang waktu. Segala sesuatu cukup diputuskan oleh

atasan saja agar lebih cepat dilaksanakan. Akibat dari sikap atasan yang

otoriter adalah suasana pertemuan pada umumnya berlangsung kaku dan

dipaksakan. Rapat atau pertemuan yang diadakan tidak lebih dari pada

sebagai alat untuk menyampaiakan instruksi atau perintah dan kehendak

atasan (Nawawi, 1981: 92-93.).

Kepemimpinan otoriter bertolak dari asumsi bahwa manusia adalah objek yang

dapat diatur menurut kehendak pemimpin. Kepemimpinan otoriter pada dasarnya

kurang tepat bila dilaksanakan secara murni di lingkungan lembaga pendidikan.

Kepemimpinan seperti itu akan mengakibatkan pendidikan tidak mampu mengikuti

perkembangan pengetahuan serta teknologi yang sangat berpengaruh terhadap

peningkatan mutu dan relevansi lembaga pendidikan (Nawawi, 1981: 94).

Page 9: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

2. Kepemimpinan Laissez Faire

Kepemimpinan laissez faire merupakan kebalikan dari bentuk kepemimpinan

otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol dikarenaka dalam realitasnya

kepemimpinan dilakukan dengan memberikan kebebasan sepenuhnya pada orang-

orang yang dipimpin untuk berbuat dan mengambil keputusan secara

perseorangan. Sepanjang orang yang dipimpin merasa mampu mengambil

keputusan sendiri dan melaksanakannya sendiri pula, maka pemimpin tidak akan

berfungsi dimana pemimpin hanya berfungsi sebagai penasehat. Kepemimpinan

seperti ini kurang tepat jika dilaksanakan secara murni di lingkungan lembaga

pendidikan dikarenakan setiap anggota kelompok akan bergerak sendiri-sendiri

sehingga semua aspek manajemen adminitratif tidak dapat diwujudkan dan

dikembangkan (Nawawi, 1981: 94-95.).

3. Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan

terarah yang berusaha memanfaatkan setiap orang untuk kepentingan kemajuan

dan perkembangan organisasi. Hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang

dipimpin diwujudkan dalam bentuk hubungan relationship yang didasarkan pada

prinsip saling mengharagai dan saliang menghormati. Setiap orang dihargai dan

dihormati sebagai manusia yang memiliki kemampuan, kamauan, minat, pendapat

dan lain-lain yang berbeda dengan orang lain. Oleh karena itu, setiap orang harus

diikut sertakan dalam semua kegiatan organisasi sesuai posisi masing-masing yang

memiliki wewenang dan tanggungjawab yang sama penting untuk mencapai

tujuan bersama. Keputusan-keputusan merupakan hasil musyawarah dan mufakat

sehingga tidak dirasakan sebagai paksaaan. Setiap orang akan bekerja dengan

sungguh-sungguh tanpa perasaan takut dan tertekan (Nawawi, 1981: 94-95).

Kepemimpinan demokratis merupakan bentuk kepemimpinan yang paling

serasi bila diterapakan di lingkungan lembaga pendidikan karena memungkinkan

setiap orang berpartisipasi secara aktif dalam mengembangakan dan memajukan

organisasi. Setiap saran dan pendapat sebagai pencerminan inisiatif dan

kreativitas, selalau dipertimbangkan bersama untuk diwujudkan demi kepentingan

bersama (Nawawi, 1981: 96).

Page 10: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

Para ahli menyatakan bahwa tidak ada kepemimpinan yang baik untuk semua situasi karena

masing-masing memiliki keunggulan yang berbeda-beda. Ketiga bentuk kepemimpinan

tersebut dapat saling mengisi dalam prakteknya di lembaga pendidikan. Gaya kepemimpinan

yang ideal adalah gaya kepemimpina yang menggunakan semua gaya yang ada sebaik

mungkin pada situasi yang mendukung dan memenuhi kebutuhan kinerja kepemimpinan itu

sendiri. Hal ini berarti situasilah yang mungkin menentuka gaya apa yang akan digunakan

karena tidak mungkin menerapkan satu gaya secara konsisten (Sagala, 2013: 151).

Ada serangkaian yang harus dilaksanakan dalam kepemimpinan kependidikan;

a. Proses serangkaian tindakan dalan sistem pendidikan.

b. Mempengaruhi dan memberi teladan.

c. Memberi perintah dengan cara persuasi dan manusiawi tetapi tetap

menjunjung tinggi disiplin dan aturan yang dipedomani.

d. Pengikut mematuhi perintah sesuai kewenangan dan tanggung jawab masing-

masing.

e. Menggunakan authority dan power dalam batas yang dibenarkan.

f. Menggerakkan atau mengerahkan semua personel dalam institusi guna

menyelesaikan tugas sehingga tercapai tujuan, meningkatkan hubungan kerja

di antara personel, membina kerjasama, menggerakkan sumberdaya

organisasi, dan memberi motivasi kerja.

C. Komponen Kepemimpinan Dalam Pendidikan

Berangkat dari pengertian kepemimpinan dalam pendidikan diatas, terdapat 3

komponen yang dominan dalam menentukan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah atau

menjadi baik dan tidaknya pendidikan, yaitu pemerintah, kepala sekolah dan guru (ketika di

dalam kelas).

1. Pemerintah

Page 11: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

Eksistensi pemerintah dalam prespektif kepemimpinan pendidikan telah termaktub

pada pasal 10 UU No. 2 Tahun 2003, dimana pemerintah dan pemerintah daerah berhak

mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian pada pasal 11 berisikan

kewajiban pemerintah untuk memberi pelayanan serta menjamin terselenggaranya pendidikan

yang bermutu dan tidak diskriminatif serta kewajiban pemerintah untuk menjamin

tersediannya dana. Pada pasal 59 ayat 1 pemerintah dan pemerintah daerah melakukan

evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan (Ibid)

Page 12: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

2. Kepala Sekolah.

Page 13: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

Pembaharuan suatu lembaga pendidikan perlu lebih ditekankan pada faktor budaya

yang antara lain berupa kepemimpinan kepala sekolah yang kuat (strong leadership).

Kepemimpinan yang kuat adalah kepemimpinan yang visioner, mampu membangun budaya

dan proses organisasi yang efektif dan iklim pembelajaran yang kondusif.

7 Ibid. 8 Edmonds. R, Some School Work and More Can, dalam Social Policy, 9 (2), 28-32. 9

F. Hallinger & K. Leithwood, Introduction: Exploring The Impact of Principal Leadeship,

School Effectiveness and School Improvement, 206-218

Beberapa hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara

kepemimpinan pendidikan yang efektif dengan sekolah yang efektif. Penelitian Edmonds

mengemukakan, sekolah-sekolah yang dinamis yang senantiasa berupaya meningkatkan

prestasi kerjanya dipimpin oleh kepala sekolah yang baik (Edmonds. R, 28-32) dan penelitian

Hallinger dan Lithwood menyimpulkan bahwa sekolah yang efektif senantiasa dipimpin oleh

kepala sekolah yang efektif pula (F. Hallinger & K. Leithwood, 206-218). Kedua penelitian

tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kepala sekolah merupakan pemimpin dan salah satu

agen perubahan sekolah yang terpenting. Kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan yang

kuat menurut Blumberg dan Greenfield adalah kepala sekolah yang mampu memerankan

dirinya dalam delapan peran yaitu: organisator (the organizer), pengakrobat berdasarkan nilai

(the value-based juggler), penolong sejati (the authentic helper), perantara (the broker),

humanis (the humanist), katalis (the catalyst), rasionalis (the 6

Page 14: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

rationalist), dan politicus (the politician) (Blumberg & W. Greenfield). Di negara kita, model

sekolah yang efektif secara kebijakan maupun praktiknya terwadahi dalam program

Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah atau MPMBS (Depdiknas, 2004: 14).

Kinerja kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya

yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala sekolah dalam

mengimplementasikan MBS di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara

efektif dan efisien. Sehubungan dengan itu, kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam

MBS dapat dilihat berdasarkan kreteria berikut:

a. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran

dengan baik, lancar dan produktif;

b. Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah

ditetapkan;

c. Mempu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat

melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah dan

pendidikan;

d. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat

kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah;

e. Bekerja dengan tim menajemen serta;

f. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan

yang telah ditetapkan (E. Mulyasa, 126).

3. Pendidik (Guru)

Dalam pengertian pendidikan yang terbatas, Abin Syamsuddin dengan mengutip

pemikiran Gage dan Berliner, mengemukakan peran guru dalam proses pembelajaran

terhadap peserta didik adalah sebagai berikut :

a. Guru sebagai perencana (planner) yang harus mempersiapkan apa yang akan

dilakukan di dalam proses belajar mengajar (pre-teaching problems).

b. Guru sebagai pelaksana (organizer), yang harus dapat menciptakan situasi,

memimpin, merangsang, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan belajar

mengajar sesuai dengan rencana, di mana ia bertindak sebagai seorang sumber

(resource person), konsultan kepemimpinan yang bijaksana dalam arti

Page 15: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

demokratik & humanistik (manusiawi) selama proses pembelajaran

berlangsung (during teaching problems).

c. Guru sebagai penilai (evaluator) yang harus mengumpulkan, menganalisa,

menafsirkan dan akhirnya harus memberikan pertimbangan (judgement) atas

tingkat keberhasilan proses pembelajaran berdasarkan kriteria yang telah

ditetapkan, baik mengenai aspek keefektifan prosesnya maupun kualifikasi

produknya.

d. Selanjutnya, dalam konteks proses belajar mengajar di Indonesia, Abin

Syamsuddin menambahkan satu peran lagi yaitu sebagai pembimbing (teacher

counsel), di mana guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi peserta didik

yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa,

prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu

pemecahannya (remedial teaching) (dalam

http://akhmadsudrajat.wordpress.com)

Wina Senjaya mengedepankan peran guru sebagai fasilitator, guru berperan

memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran

(Senjaya, 2008: 56). Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap

perubahan pola hubungan guru-siswa yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan

kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai

“atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan

pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001:45).

Page 16: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti

instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.

D. Telaah fenomenologis kritis kepemimpinan pendidikan

1. Pemerintah

Kepemimpinan mampu melahirkan pendidikan, demikian juga pendidikan mampu

melahirkan kepemimpinan. Namun, kita tidak dapat memungkiri bahwa kekuasaan yang

dimiliki oleh pemimpin adalah elemen penting dalam usaha untuk membuat sesuatu. Maka

kepemimpinanlah yang berperan membuat pendidikan ke arah yang lebih baik atau

sebaliknya. Seiring dengan hak dan kewajiban pemerintah, kepemimpinan pemerintah selama

decade 2000-an dalam pendidikan seringkali dipersoalkan, contoh sulitnya pemerintah

merealisasikan anggaran pendidikan 20 %. Pada akhirnya semuanya berujung pada sebuah

pertanyaan apakah pendidikan yang notabene adalah investasi jangka panjang

dikesampingkan pemerintah dalam pembangunan 5 tahunnya ? sebab hasil pendidikan ini

mungkin tidak akan muncul dalam 5 tahun masa

Page 17: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

kepemimpinannya, bisa jadi efeknya baru terasa 10 atau 15 tahun kemudian. Untuk

menghasilkan sistem pendidikan yang berkualitas, kepemimpinan yang berkualitas mutlak

harus terpenuhi terlebih dahulu. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas kepemimpinan,

dapat dilihat dari cara pandangnya terhadap sesuatu, seperti pendidikan misalnya seorang

pemimpin akan lebih memperhatikan aspek manusia daripada sistem. Selama ini pemerintah

lebih sibuk mengutak–atik sistem pendidikan namun tidak memiliki pengaruh apa–apa

terhadap fakta di lapangan. Kita pernah mengalami sistem CBSA, KBK, dan sekarang KTSP

serta apa lagi di kemudian hari. Lantas, adakah perubahan yang terjadi selain nama ? adakah

peningkatan kualitas pendidikan kita ? Satu hal lagi yang harus dimiliki pemimpin adalah

kepemilikan ide dan kefahaman teknis implementasinya. Ide seorang pemimpin dalam

pendidikan akan menjadi tujuan pendidikan selama masa pemerintahannya, akan menjadi

kredo pendidikannya, sedangkan kefahaman teknis akan memberitahunya perihal jalan yang

harus ditempuh untuk realisasi idenya. Yang harus dipertanyakan pada pemerintah sekarang

ini adalah adakah ide yang mereka miliki tentang pendidikan, dan bagaimana jalan yang

harus ditempuhnya ? Namun dari jawaban pemerintah dengan BHP, KTSP dan UN serta hasil

yang diperoleh, nampaknya sudah jelas jawabannya bahwa belum mampu berjalan denga

baik. Khusus persoalaan UN seharusnya kewenangan pemerintah hanyalah sebatas

melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan, bukan memberikan pengujian. Sebab yang

mengetahui proses pendidikan anak di sekolah adalah guru sehingga seharusnya hanya guru

yang berhak memberikan ujian. Artinya realisasi dari UN itu tidak konsisten dengan

kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS).

Page 18: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

Peristiwa yang paling actual terkait dengan kebijakan pemerintah adalah lambatnya

pencairan dana BOS. Terlepas dari siapa yang harus dipersalahkan, dalam prespektif

komunikasi politik jelas menunjukkan adanya miss communication antara pemerintah daerah

dan pusat. Sementara konsekwensi dari lambatanya pencairan dana BOS tersebut harus

diderita oleh sekolah-sekolah selaku garda terdepan pelaksana pendidikan. Kejadian ini

sering kali terjadi tidak hanya menyangkut dana BOS, termasuk juga tunjangan guru dan

karyawan yang konsekwensinya secara psikologis berpengaruh pada kinerja.

2. Kepala sekolah

Sebagai pemimpin yang SK-nya ditentukan oleh Pimpinan Daerah TK II (Bupati atau

Wali kota), maka kepala sekolah sering kali lebih menunjukkan gaya kepemimpinannya

sebagai pejabat dari pada seorang pendidik. Kecenderungan kepala sekolah menjadi alat

politik praktis, seperti kampanye terselubung demi memenangkan calon tertentu marak

terjadi. Persoalanya, bagimana kepemimpinan kepala sekolah akan efektif jika sering kali

terkooptasi oleh kepentingan kekuasaan atau ketidak beranian kepala sekolah membuat

terobosan karena mainstream kebijakan sudah diputuskan melalui MKKS (musyawarah

kelompok kepala sekolah) yang justru tidak memihak pada nilai-nilai pendidikan akan tetapi

lebih memihak pada kepentingan kekuasaan atau yang lain.

Kewenangan kepala sekolah sebagai pemimpin tunggal di lembaga seringkali

menciptakan kecendrungan KKN dalam berbagai urusan terutama berkaitan dengan

pengelolahan dana. Memang secara teori eksistensi komite sekolah dan juga masyarakat luas

mempunyai kewenangan untuk mengontrol penggunaan dana, namun justru eksistensi komite

sekolah seringkali hanya digunakan alat stempel dari kebijakan kepala sekolah. Mestinya di

sekolah dibantu oleh dewan legeslatif terdiri atas guru dan tokoh masyarakat dan dipilih oleh

civitas sekolah, yang bertugas 11

Page 19: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

mengesahkan, mengontrol dan mengawasi realisasi kebijakan tersebut sebagaimana di

perguruan tinggi ada forum pemilihan rektor sehingga dalam bahasa politik akan terjadi cek

and belance . Dengan ini diharapkan kebijakan kepala sekolah akan lebih terarah dan

akuntabilitas serta transparansi pengelolaan dana sekolah dapat lebih dipertanggung

jawabkan.

3. Guru (Pendidik)

Bagi seorang guru, sekalipun sudah bergelar Sarjana bahkan Doctor, belumlah cukup

untuk dapat dikatakan sebagai seorang profesional yang pada kenyataannya pelayanan

pendidikannya belum dirasakan manfaatnya oleh peserta didik. Penelitian Tindakan Kelas

adalah salah satu upaya agar pelayanan pendidikan benar-benar dapat lebih dirasakan

manfaatnya oleh peserta didik sebagai costumer utama jasa guru. Dalam PTK terkandung

penerapan prinsip Total Quality Management yakni usaha perbaikan praktik pembelajaran

secara terus-menerus berdasarkan data dan semangat kolaboratif untuk membangun learning

community. Di samping itu, PTK juga dapat mengembangkan kemampuan dan budaya

membaca di kalangan guru, yakni mengembangkan kebiasaan membaca dan menuliskan

segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas-tugas profesionalnya sebagai wujud dari

profesionalismenya.

Pada kenyataannta justru PTK menjadi persoalan bagi guru dikarenakan PTK adalah

titik kelemahan para guru dimana dalam budaya membaca para guru saja sangatlah rendah,

bahkan hasil penelitian 2008, tercatat 13 ribu guru di Indonesia menggunakan bukti palsu

demi kepentingan sertifikasi guru. Motivasi dalam hal sertifikasi adalah meningkatkan

keprofesionalitas dan sekaligus kesejahteraan guru, namun kenyataannya di lapangan(de

sellon) tidak sesuai dengan kerangka idealnya (desain), seperti pembayaran tunjangan yang

tertunda-tunda terutama di lingkungan Kemenag, proses rekrutmen yang acak-acakan dan

penuh dengan kepentingan baik ditingkat sekolah maupun ditingkat dinas kabupaten/kota.

Hal tersebut menyebabkan banyak kalangan guru yang kecewa dan secara psikologis

mempengaruhi kinerja guru dan belum lagi terdapat guru yang sudah tersertifikasi dan

tunjangannya cair sementara yang lain belum, padahal masa kerjanya sama, ini jelas

menimbulkan masalah tersendiri, sehingga ada ungkapan “beda pendapat itu biasa, tapi kalau

beda pendapatan itu luarbiasa”, artinya embrio kecemburuan social ekonomi itu mulai terjadi

di dunia pendidikan.

E. Hakekat Kepemimpinan

Di dalam suatu kelompok masyarakat selalu muncul seorang pemimpin yang dapat

mempengaruhi dan mengarahkan perilaku anggota masyarakat kearah tujuan tertentu,

Page 20: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

sehingga pemimpin dianggap mewakili aspirasi masyarakat, pemimpin dapat

memperjuangkan kepentingan anggota, dan pemimpin dapat mewujudkan harapan

sebagian besar orang. Selain beberapa faktor yang mendasari lahirnya pemimpin pada

kenyataannya pemimpin mempunyai kecerdasan dan wawasan lebih luas dibandingkan

dengan rata-rata pengikutnya, sehingga sangat wajar bila kehadiran pemimpin sangat

dibutuhkan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh anggota masyarakat

(Wahyudi, 2009: 119).

Pemimpin menggunakan kemampuan dan kecerdasannya untuk memanfaatkan

lingkungan dan potensi yang ada pada organisasi dalam usaha untuk memenuhi harapan,

dengan kata lain pemimpin berusaha melibatkan anggota organisasi untuk mencapai

tujuan. Kemampuan untuk menggerakkan, mengarahkan dan mempengaruhi anggota

organisasi sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi sebagai wujud

kepemimpinannya. Kesanggupan mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tujuan

tertentu sebagai indikator keberhasilan seseorang pemimpin (Wahyudi, 2009: 119).

Definisi kepemimpinan terus mengalami perubahan sesuai dengan peran yang

dijalankan dan kemampuan untuk memberdayakan bawahan atau anggota, sehingga

timbul inisiatif untuk berkreasi dalam bekerja. Inisiatif pemimpin harus direspon sehingga

dapat mendorong timbulnya sikap mandiri dalam bekerja dan berani mengambil keputusan

dalam rangka percepatan pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian kepemimpinan

dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggerakkan, mengarahkan,

sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam

bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan (Wahyudi, 2009: 119-120.).

Penerapan kepemimpinan sangat ditentukan oleh situasi kerja atau keadaan anggota

atau bawahan dan sumber daya pendukung organisasi. Karena itu jenis organisasi dan

situasi kerja menjadi dasar pembentukan pola kepemimpinan seseorang. Sebagai contoh

kepemimpinan dalam bidang pendidikan tentunya berbeda dengan kepemimpinan pada

organisasi swasta yang lebih berorientasi pada keuntungan (Wahyudi, 2009: 120.).

Page 21: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kepemimpinan atau kegiatan memimpin merupakan usaha yang dilakukan

oleh seseorang dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk

mempengaruhi, mendorong, mengarah dan menggerakkan orang-orang yang

dipimpin supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan

kepercayaan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.

2. Gaya kepemimpinan terdiri atas tiga bentuk yaitu:

a. Bentuk kepemimpinan otoriter adalah yang paling banyak dikenal

karena tergolong yang paling tua. Kepemimpinan ini menempatkan

kekuasaan di tangan seseorang atau sekelompok kecil orang yang

disebut atasan sebagai penguasa.

b. Kepemimpinan laissez faire merupakan kebalikan dari bentuk

kepemimpinan otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol

karena dalam realitas kepemimpinan dilakukan dengan memberikan

kebebasan sepenuhnya pada orang yang dipimpin untuk berbuat dan

mengambil keputusan secara perseorangan. Sepanjang orang yang

dipimpin merasa mampu mengambil keputusan sendiri dan

melaksanakannya sendiri pula, maka pemimpin tidak akan berfungsi,

pemimpin hanya berfungsi sebagai penasehat.

c. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis,

dan terarah yang berusaha memanfaatkan setiap orang untuk

kepentingan kemajuan dan perkembangan organisasi.

3. Di dalam kelompok masyarakat selalu muncul seorang pemimpin yang dapat

mempengaruhi dan mengarahkan perilaku anggota masyarakat kearah tujuan

tertentu, sehingga pemimpin dianggap mewakili aspirasi masyarakat,

pemimpin dapat memperjuangkan kepentingan anggota, dan pemimpin dapat

mewujudkan harapan sebagian besar orang.

Page 22: Kepemimpinan Dalam Profesi Kependidikan

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin. 1990. Analisis Administrasi Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan.

Malang: Bumi Aksara.

Nawawi, Hadari. 1981. Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.

Sagala, Syaiful. 2013. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: ALFABETA.

Wahyudi. 2009. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Organisasi Pembelajar. Bandung:

ALFABETA.