33
KEPUASAN PERNIKAHAN PADA SUAMI DENGAN ISTRI SEBAGAI PENCARI NAFKAH UTAMA OLEH DANIEL PINUTRO HARINING KRISTANTO 802014120 TUGAS AKHIR Ditujukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

KEPUASAN PERNIKAHAN PADA SUAMI DENGAN ISTRI ......Desi(dalam Roy 2015) kebahagiaan atau kesejahteraan dalam pernikahan berkaitan erat dengan kepuasan pernikahan. Namun jika tidak ada

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • KEPUASAN PERNIKAHAN PADA SUAMI DENGAN ISTRI

    SEBAGAI PENCARI NAFKAH UTAMA

    OLEH

    DANIEL PINUTRO HARINING KRISTANTO

    802014120

    TUGAS AKHIR

    Ditujukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari

    Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2018

  • .

  • KEPUASAN PERNIKAHAN PADA SUAMI DENGAN ISTRI

    SEBAGAI PENCARI NAFKAH UTAMA

    Daniel Pinutro Harining Kristanto

    M. Erna Setianingrum

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2018

  • i

    ABSTRAK

    Kepuasan Pernikahan dianggap sebuah hal yang penting dalam kehidupan.

    Kepuasan dalam sebuah pernikahan dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang

    yang dapat mempengaruhi banyak aspek dalam hidupnya. Biasanya dalam

    pernikahan, sosok pria dituntut untuk dapat memberi nafkah utama bagi

    keluarganya. Karena berbagai macam alasan, bisa saja wanita yang mengambil

    peran untuk menjadi pencari nafkah utama dalam keluarganya. Kondisi tidak

    lazim dalam pernikahan bisa saja mempengaruhi kepuasan dalam pernikahan

    tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan 2 orang

    suami sebagai responden penelitian. Teknik pengambilan data dilakukan dengan

    cara wawancara dan observasi terhadap responden dimana responden memiliki

    karakteristik seorang suami yang masih memiliki istri dan pendapatan utama

    keluarga diperoleh dari penghasilan istri. Hasil penelitian gambaran kepuasan

    pernikahan mengacu pada 10 aspek yang dikemukakan oleh Fowers dan Olsen

    (1898;1993) ditambah dari beberapa faktor-faktor lain yang memengarhi

    kepuasan pernikahan. Penelitian ini memperoleh hasil yang menyatakan bahwa

    kepuasan pernikahan dari responden 1 dan responen 2 berbeda.

    Kata Kunci : Kepuasan Pernikahan, Suami, Istri Sebagai Pencari Nafkah

    Utama

  • ii

    ABSTRACT

    Marriage satisfaction is considered an important thing in life. Satisfaction in a

    marriage can increase one's happiness which can affect many aspects of his life.

    Usually in marriage, a male figure is required to be able to provide a main

    income for his family. For various reasons, it is possible for women to take on the

    role of being the main breadwinners in their families. Unusual conditions in

    marriage can affect satisfaction in the marriage. This study uses qualitative

    research methods with 2 husbands as research respondents. Data collection

    techniques were carried out by means of interviews and observations of

    respondents where respondents had the characteristics of a husband who still had

    a wife and the main income of the family was obtained from the wife's income.

    The results of the marriage satisfaction overview study refer to the 10 aspects

    proposed by Fowers and Olsen (1898; 1993) plus several other factors that

    influence marital satisfaction. This study obtained results which stated that

    marriage satisfaction from respondent 1 and response 2 differed.

    Keywords: Marriage Satisfaction, Husband, Wife As Main Breadwinners

  • 1

    PENDAHULUAN

    Menikah adalah sebuah hal yang penting. Pernikahan atau perkawinan

    menyatukan keluarga pasangan tersebut sehingga dapat terbentuk suatu hubungan

    sosial yang baru menurut Goode (dalam Srisusanti & Zulkaida, 2013). Duvall dan

    Miller (dalam Srisusanti & Zulkaida, 2013) menyatakan bahwa pernikahan

    merupakan salah satu bentuk interaksi antar manusia dimana pernikahan dilihat

    sebagai hubungan yang Dyadic atau berpasangan antara pria dengan wanita.

    Menurut Biswas, Diener dan Dean (dalam Wulandari & Widyastuti, 2014)

    kebahagiaan berupa kualitas dari keseluruhan hidup manusia yang membuat

    kehidupan menjadi baik secara keseluruhan kemudian berpengaruh kepada

    kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang tinggi, pendapatan yang lebih tinggi

    dan tempat kerja yang baik. Seligman menambahkan bahwa pada umumnya

    kebahagiaan mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas

    positif yang disukai oleh individu (dalam Wulandari & Widyastuti, 2014).

    Walgito (dalam Ayuningtyas, 2015) mengatakan pernikahan dapat

    memenuhi kebutuhan psikologis seseorang seperti kasih sayang, rasa aman dan

    rasa ingin dihargai. Hal ini menjelaskan salah satu alasan seseorang menikah

    adalah untuk mendapatkan rasa senang atau bahagia.. Menurut Ryan dan

    Desi(dalam Roy 2015) kebahagiaan atau kesejahteraan dalam pernikahan

    berkaitan erat dengan kepuasan pernikahan. Namun jika tidak ada kepuasan dalam

    pernikahan tersebut, hal hal yang tidak menyenangkan seperti stres, depresi dapat

    terjadi. Selain itu, Srisusanti & Zulkaida (2013) mengutarakan bahwa salah satu

    penyebab seorang istri menggugat cerai suaminya adalah tidak adanya kepuasan

  • 2

    dalam pernikahan tersebut. Maka dari itu, kepuasan dalam sebuah pernikahan

    adalah salah satu hal yang penting dalam hidup seseorang yang menikah.

    Fowers dan Olson (1989; 1993) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan

    digunakan untuk mengevaluasi mengenai kehidupan pernikahan seseorang secara

    menyeluruh. Menurut Weiss (dalam Habibi, 2015), kepuasan pernikahan

    merupakan pengalaman yang subjektif, dimana perasaan yang kuat dan sebuah

    perilaku yang didasari atas faktor-faktor antar individu yang dipengaruhi oleh

    kualitas interaksi di dalam pernikahan yang dijalani.

    Abel & Kruger (dalam Lusiana, 2017) menambahkan bahwa terdapat

    tradisi yang berkembang dalam masyarakat luas bahwa suami sebagai kepala

    keluarga dan tulang punggung keluarga diharuskan memiliki karir dan

    penghasilan yang lebih tinggi daripada istri. Adanya budaya menurut Bressler

    (dalam Susanto, 2015) yang menganut paham untuk menempatkan laki-laki

    sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Dalam

    keluarga, biasanya laki-laki yang akan dipandang lebih dominan, lebih kuat,

    memiliki otoritas atas istri, anak dan harta benda. Maka dari itu seorang suami

    sebagai kepala keluarga biasanya dituntut untuk memiliki penghasilan lebih tinggi

    dari istri sehingga dapat memberi nafkah pada keluarga.

    Berbagai macam hal menjadi alasan seorang istri memutuskan untuk

    bekerja. Mulai dari keinginan diri sendiri sampai tuntuan ekonomi. Akan tetapi,

    Sari & Fauziah (2016) menyatakan bahwa suami akan cenderung memiliki

    kepuasan yang lebih rendah ketika memiliki istri yang bekerja. Bagaimana jika

    seorang istri mengambil peran sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga

    tersebut. Bagaimana kepuasan pernikahan yang dimiliki oleh suami? bagaimana

  • 3

    suami menghadapi tuntutan-tuntuan sosial yang ada di sekitarnya ketika istrinya

    yang memberi nafkah dirinya.

    Responden dalam penelitan ini adalah dua orang suami yang sama sama

    memiliki istri yang bekerja, kemudian pendapatan utama keluarga didapatkan dari

    penghasilan istri, seluruh kebutuhan harian keluarga diambil dari penghasilan istri.

    Responden pertama penelitian ini adalah seorang suami yang bekerja di ladang,

    sedangkan istrinya sebagai guru(PNS) di salah satu sekolah dasar di Salatiga.

    Responden kedua adalah seorang suami yang bekerja sebagai Bapak rumah

    tangga, sedangkan istrinya adalah seorang dosen dari salah satu universitas swasta

    yang ada di Salatiga.

    Lauer (dalam Boseke, 2015) menyatakan bahwa untuk dapat mencapai

    kepuasan dalam pernikahan, ada beberapa hal yang menjadi aspek dalam

    mendapatkannya. a) mereka menikah dengan seseorang yang mereka suka. b)

    mereka memiliki komitmen terhadap seseorang serta pernikahan. c) mereka

    memiliki selera humor. d) mereka mampu mencapai kesepakatan. Selain itu,

    Duvall dan Miller (dalam Srisusanti & Zulkaida 2013) membagi dua hal-hal yang

    mempengaruhi dalam kepuasan dalam perkawinan.

    a. Faktor sebelum perkawinan

    Faktor ini berasal dari masa lalu seseorang seperti kebahagiaan masa

    kanak-kanak, lama masa perkenalan, usia saat melakukan perkawinan,

    restu dari orang tua dan hal hal tersebut bersifat sudah tidak dapat berubah

    b. Faktor sesudah perkawinan

    Sedangkan, faktor sesudah perkawinan adalah hal hal yang masih

    dapat diatur, sehingga faktor pada sesudah perkawinan lebih penting

  • 4

    daripada faktor sebelum perkawinan untuk meningkatkan bagaimana

    kepuasan seseorang dalam pernikahan. Hal-hal ini adalah hubungan

    interpersonal, anak, kehidupan seksual, komunikasi, kesamaan minat,

    kesesuaian peran dan harapan, hubungan dengan mertua, dan kemampuan

    menghadapi konflik

    Kepuasan pernikahan merujuk pada bagaimana setiap individu dapat

    memaknai kepuasan tersebut secara pribadi. Hal ini dikarenakan kepuasan

    pernikahan bersifat subjektif. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Andromeda

    & Noviajati(2015) yang melakukan studi kasus kepuasan perkawinan pada istri

    yang menjadi tulang punggung keluarga. Penelitian lain dari Sari & Fauziah

    (2016) yang menyatakan bahwa suami akan cenderung memiliki kepuasan yang

    lebih rendah ketika memiliki istri yang bekerja.

    METODE PENELITIAN

    Peneliti ingin melihat gambaran kepuasan pernikahan pada suami dengan

    istri sebagai pencari nafkah utama. Untuk itu, peneliti menggunakan metode

    penelitian kualitatif. Metode ini dipakai karena peneliti ingin melihat secara

    mendalam bagaimana kepuasan pernikahan pada suami dengan istri sebagai

    pencari nafkah utama. Selain itu, belum banyaknya sumber data yang dapat

    menjadi responden menjadi kendala jika penelitian ini dilakukan secara

    kuantitatif.

    Dalam penelitian ini, sampel didapatkan dengan cara purposive sampling

    yaitu dengan memilih subjek dengan adanya pertimbangan tujuan tertentu

    (Sugiyono, 2012)

  • 5

    Syarat yang digunakan peneliti untuk menentuan responden adalah :

    a. Pria sudah menikah

    b. Memiliki istri bekerja

    c. Pendapatan utama keluarga diperoleh dari penghasilan istri

    Berdasarkan sumber data yang ada, sumber primer adalah responden

    penelitian itu sendiri, sedangkan sebagai data pendukung atau sumber sekunder

    didapatkan dari istri responden penelitian sebagai significant others. Pengambilan

    data dilakukan di tempat tinggal responden penelitian. Peneliti mengajukan

    beberapa pertanyaan terhadap responden kemudian hasil dari wawancara

    dikumpulkan, disusun dan diorganisasikan sehingga menjadi sebuah pola agar

    dapat ditentukan mana yang penting dan dapat dipelajari, selanjutnya diakhiri

    dengan membuat kesimpulan sehingga dapat dipahami oleh diri sendiri dan orang

    lain.

    HASIL

    A. Data Diri Responden

    Data Diri Responden 1 Responden 2

    Nama /Inisial SP PB

    Usia 62 Tahun 48 Tahun

    Pend. Terakhir SD/MI Diploma

    Pekerjaan Berkebun Tidak Bekerja

    Inisial Istri MJ PK

    Usia Istri 57 Tahun 49 Tahun

    Pend. Terakhir S-1 S-2

    Pekerjaan Guru(PNS) Dosen

    Jumlah Anak 2 2

  • 6

    1. Pengkategorian Responden

    Berikut adalah data seputar responden dalam penelitian ini:

    a. Responden 1

    - Gambaran Umum Responden 1

    SP adalah seorang pria berusia 62 tahun. Karena suatu alasan, SP

    terpaksa harus bekerja dan tinggal di rumah MJ ketika usia SP 15

    tahun. Semenjak itu, SP bekerja mengurus usaha gula jawa, mencari

    rumput untuk ternak, dan mengurus kebun. SP adalah anak nomor

    dua dari lima lelaki bersaudara. Saat ini SP sudah memiliki dua

    orang anak laki laki. Anak yang pertama sudah menikah dan

    memberikan dua cucu pada SP sedangkan anak ke 2 yang selisih

    usianya 15 tahun dengan sang kakak sedang mencari pekerjaan.

    - Observasi Responden 1

    Selama dilakukan penelitian di kediaman responden 1, responden

    dan peneliti duduk santai bersama di teras rumah. Responden 1

    tidak berpindah pindah tempat duduk dan hanya terfokus untuk

    melakukan penelitian. Setiap pertanyaan ditanggapi dengan cepat

    tanpa terlalu lama dipikir oleh responden 1.

    b. Responden 2

    - Gambaran Umum Responden 2

    PB adalah seorang pria berusia 48 tahun dan sudah dikaruniai satu

    anak laki laki yang sedang msuk bangku kuliah dan satu anak

    perempuan yang masih duduk di bangku SMP. Kegiatan sehari PB

  • 7

    yaitu mengurus rumah, bersih bersih, mengantar istri dan

    semacamnya. Pada awalnya, PB sudah bekerja di Jakarta,

    sedangkan istrinya di Salatiga. Setelah beberapa tahun, PB harus

    pulang ke Salatiga dikarenakan tempat dia bekerja ditutup.

    - Observasi Responden 2

    Selama penelitian berlangsung, responden dapat fokus untuk

    wawancara dengan peneilti. Responden tidak terganggu dengan

    aktivitas lain. Handphone responden 2 ditaruh di atas meja, namun

    tidak digunakan sama sekali ketika wawancara berlangsung.

    Responden 2 duduk santai sembari menjawab setiap pertanyaan

    yang diberikan oleh peneliti.

    2. Triangulasi

    Dalam penelitian ini, baik responden 1 maupun responden 2 dilakukan

    triangulasi data dengan mewawancarai istri setiap responden.

    - Triangulasi Responden 1

    Triangulasi responden 2(SP) dilakukan pada istri responden 2(MJ).

    MJ mengakui bahwa pada awalnya tidak ada rasa saat dilamar oleh

    SP. MJ menerima lamaran SP karena MJ merasa tidak enak jika

    harus “mundur teratur”. Karena SP yang mengurus usaha gula jawa

    keluarganya setelah ayah MJ “bobrok”, maka MJ merasa yang

    menyekolahkan dan menafkahi keluarganya adalah SP. setelah anak

    pertama lahir, sebenarnya MJ sudah tidak ingin memiliki anak lagi,

    MJ ingin memiliki hanya 1 anak perempuan, sedangkan SP ingin 2

    anak. Anak-anak MJ dan SP diasuh oleh orang tua MJ. Karena

  • 8

    merasa kasihan, maka SP dan MJ mencarikan pembantu untuk

    mengasuh anak-anak mereka.Selama menikah, MJ mengatakan

    bahwa SP tidak pernah mengeluh. MJ merasa tidak ada beban hal

    yang perlu dikeluhakan oleh SP. Akan tetapi, MJ mengatakan

    bahwa SP sering menyuruh untuk tidak terlalu sering “nongkrong”

    dan “ngrumpi” karena akan menambah permasalahan. Hal ini

    sebenarnya juga diakui oleh MJ kalau kegiatan tersebut hanya

    menambah masalah. MJ mengakui bahwa waktu yang mereka

    gunakan untuk kegiatan bersama sangat sedikit. Biasanya ketika

    hari minggu, MJ membantu mengurus kebun, bersih bersih rumah

    saja, selebihnya mengurus keperluan masing masing. Setelah

    maghrib, biasanya waktu tersebut mereka gunakan untuk mengobrol

    bersama.

    - Triangulasi Responden 2

    Triangulasi Responden 2(PB) dilakukan dengan mewawancarai istri

    dari responden 2(PK). PK mengatakan, tidak adanya perubahan

    kesulitan dalam berkomunikasi semenjak awal pernikahan sampai

    sekarang. Akan tetapi, dari pribadi PB sudah banyak hal yang

    berubah menjadi lebih baik. Contohnya bahwa PK sering kali

    bingung dengan maksud yang ingin disampaikan oleh PB akibat tata

    bicara PB yang kurang jelas atau tidak urut. Menurut PK, apapun

    kondisinya dan sesibuk apapun PK dan PB, komunikasi harus selalu

    terjadi meskipun di atas kendaraan atau sedang memasak di dapur.

    Jika ada permasalahan atau salah satu sedang merasa memiliki

  • 9

    masalah, PB maupun PK berusaha untuk selalu berusaha

    mengkomunikasikannya terlebih dahulu. setelah itu berusaha

    mencari langkah-langkah seperti apa yang akan diambil.

    B. Hasil

    Setelah hasil penggalian data selesai, maka didapatkan beberapa hasil yang

    mengacu dari aspek kepuasan pernikahan Fowers dan Olson (1989:1993)

    sebagai berikut:

    a. Komunikasi.

    Aspek ini berfokus pada tingkat kenyamanan yang dirasakan pasangan

    dalam berbagi dan menerima informasi emosional dan kognitif.

    Contohnya seperti bagaimana pasangan dapat menjadi pendengar yang

    baik, bagaimana cara pasangan jika ingin mengungkapkan sesuatu, apakah

    pasangan saling memahami perasan, dan semacamnya.

    “Nggih nek kula nganggep niku sae awet riyen. Mboten tau

    cekcok o, kula sakwene ngrumat mbok wedok durung tau cekcok

    kula kok. Tekan sempriki. (ketoke sae(nada sangat pelan, waktu

    wawancara tidak terdengar))” (SP 87-91)

    “Mboten nganu niku.. nggih pripun nggih, ngriku manut

    kalih kula, kula nggih manut kalih ngriku. Dadi mboten tau

    bertengkar ngoten.”(SP 137-139)

    “Nek saya lebih banyak diam. Trus aku mbok amok yo aku

    meneng, yos aku salah. Dadi ee apa kui ada tipe tipe orang opo

    aku yo ora patek mudeng. tapi tipeku seperti itu. Luih luih banyak

    diam.” (PB 70-73)

    “Misale aku kakean dolan opo awakku kesel. Lha kui

    diamuk aku nek sambat.” (PB 92-93)

    “Tak coba sek aku gak kuat opo aku gak iso yo. Aku tanya

    dia dan aku ya kan sudah kumpul sue iso kiro kiro wah nak aku

    ngobrol opo aku curhat iki dee iso memberi solusi.” (PB 108-111)

  • 10

    “Yo komuniasi kui mau. Keterbukan komunikasi kui mau.”

    (PB 548-549)

    b. Aktivitas di waktu luang.

    Aspek ini ingin melihat apa yang dilakukan pasangan suami istri ketika

    memiliki waktu luang, bagaimana cara pasangan memaksimalkan waktu

    bersama.

    “Anu, mbok wedhok yen kesah kesah piyambak. Dadi cara

    ngurusi kebutuhan piyambak piyambak. Dadi cara kana entuk

    bayaran piro klula mpun mboten urusan. Yen arep napa nggih

    usaha piyambak piyambak.” (SP 152-516)

    “Waktuku banyak dengan dia ataupun anak anak.”(PB

    120-121)

    “Nek, bagi saya tidak ada waktu yang khusus unutk

    berlibur atau wisata. Hari rabu pun aku bisa berlibur atau

    wisata.” (PB 128-130)

    c. Orientasi agama.

    Aspek ini ingin melihat bagaimana setiap pasangan memaknai nilai-nilai

    yang terkandung dalam agama yang dipercayai kemudian penerapan nilai-

    nilai tersebut dalam kehidupan pernikahan mereka.

    “Nek miturute kula nggih penting, nek kula niku le kulaa,

    agama kan islam, kula estu mas nyuwun kalih ingkang kuasa, lha

    kula kan sakit, terkadang kula nyuwun kalih ingkang kuasa ngoten

    dalu dugi” (SP 171-174)

    “Nggih, lha kalih putu, lha kalih sing niki, tekun niki.

    Pripun nggih mah, kantepan ngoten mas. Naming kula mboten

    mbedak mbedakake umat ngoten.” (SP 128-130)

    “Nika katentremane tentram lah.” (SP 228)

    “Nggih ngoten niku kula warai mas. Bocah niku nggoh

    sholawatan, saged anu, saged aktif.” (SP 234-235)

    “Sakniki ngeten, kowe rajin ngaji seng ndakik ndakik

    nggih, raiso ngetrapke nggih percumah? Nggih mboten?” (SP

    496-498)

  • 11

    “O iya. Dadi, ehh itu kan nek menurutku panduan seng

    paling dasar. Bisa dikatakan paling dasar bisa dikatakan paling

    puncak, nah iku panduane agama, masalah penjabarannya kan

    nanti ada unsur sosial, apakah itu kesukuan apa, nah itu ibarate yo

    melengkapi. Tapi utamane yo dari agama itu.” (PB 142-148)

    “Yo penting. Itu menjadi dasar bagi apa ee memberikan

    pendidikan. Kepada anak, karna panduane yo kui. Karna mbaca

    alkitab penjabarane isa beda beda. Tapi nilai nilai itu diterapkan

    kedalam apa kalau mendidik anak. “ (PB 163-167)

    “Itu setiap pagi sebelum berangkat sekolah kami berdoa

    bersama.” (PB 151-152)

    “Yo setidaknya ketika kita akan menghadapi hari apa ee

    kedepan itu kita kan gelap ora reti apa apa. Tapi setidake nek

    sembahyang ki yo kene rada ayem lah.” (157-160)

    d. Resolusi konflik.

    Aspek ini berfokus bagaimana pasangan suami dan istri untuk mengenali

    dan menyelesaikan masalah serta strategi yang digunakan untuk

    mengakhiri perselisihan. Aspek ini juga melihat bagaimana pasangan

    saling merespon setiap permasalahan yang dipunyai pasangan mereka

    masing masing.

    “Kula mboten nate sambat, dadi sembarang kula cak i

    piyambak, kula angkati piyambak.” (SP 102-103)

    “Dadi sembarang cukup kula. Cukup keluarga karo mbok

    wedok.” (SP 105-106)

    “Ngoten niku ngalah salah setunggal. Pama kula nduwe

    karepan, kana mriku manut kula, nek kana ana karep ya aku manut

    dekne. Dadi pama, kula arep pengin apa ngoten, nak apa ngono

    podo manute setujune.” ( SP 93-97)

    “Lha kula kan terkadang gadah anu nggih, tegal gadah

    anu kula dol.” (SP 130-131)

    “Yoo aku sebisa mungkin nek ana apa apa aku crito. Emb,

    ya memang tidak semua aku cerita karena aku tidak mau tipeku

    bukan yang suka membebani. Nek iso tak tandangi dewe. Wes,

    raiso yowes, aku gek ngobrol aku aku ngene piye yo penake ngene

    piye yo.” (SP 101-106)

  • 12

    “Tapi nek aku kan misale menghibur opo nggedekne atine

    apa piye apa piye. Kan apa yang bisa kukerjakan untuk

    pasanganaku ya kukerjakan.” (PB 183-185)

    “Abote sepiro sih ganti kambi seng apik? Apa aku kok

    maslah klambi masalah ngono kok marai ribut.” (PB 336-337)

    e. Pengelolaan keuangan.

    Aspek ini ingin melihat bagaimana pasangan suami istri dalam mengelola

    keuangan rumah tangga mereka, bagaimana mereka akan menggunakan

    uang tersebut, bagaimana jika akan memutuskan sesuatu yang

    berhubungan dengan mengguanakan uang tersebut.

    “Kebutuhan mben dinten niku mbok wedok. Lha nak kula

    kan itungane kula lumpukke to mas. Dilumpukke. Lha mangke

    damel tumbas napa.” (SP 406-409)

    “Lha nek kula pama, kirang cekap, kula dodolan kalih

    nopo riyen kan. Seng dinganu riyen nggih.. Niku nggih dodol

    sapi..” (SP 447-449)

    “Biasane yang mengatur keuangan tu saya. Pokoknya PK

    itu taunya bekerja. Bekerja uangnya itu ditabungan nek aku butoh

    ya aku njipuk.” (pb 252-254)

    “Ya nggak beli. Lha wong uange kurang o. Kan ya nek

    selama ini itu membeli sesuatu atau kepengen sesuatu itu apa ya

    terlaksana tapi ntah kapan. Kami berprinsip seperti itu. Nggak

    wah kapan aku anu apa barang apa seng mahal seng apik. Aku ora

    ndue duit o ngoyo nggo opo. Aku yo ngrumangsani bukan tipe seng

    ngototan apa lagi ngopo sih wong aku buan tipe orang yang sukak

    dugem. Yowes biasa aku wes mangan yowes ngono wae.” (PB 287-

    296)

    f. Orientasi seksual.

    Aspek ini bukan hanya sekedar melihat aktivitas seksual yang dilakukan

    pasangan suami istri. Melainkan juga melihat bagaimana kebutuhan afeksi

    seperti bagaimana cara pasangan memperlakukan pasangannya, perhatian

    perhatian apa yang dilakukan pasangan, dam semacamnya.

  • 13

    “Kula nika nganggo sedino nggih ganti. Sesok neh dinggo

    neh langsung dicuci. Wes dicawisi nganggo iki iki nek salon do

    wegah nggih? Luweh luweh.” (SP 360-362)

    “Dadi upami, nyumbang, sandangan nggo nyumbang mpun

    dicawisi. Dadi wes siap mangkat. Nggih itungane mara tua karo

    bojo pada pada gemati.” (SP 364-367)

    “Yaa misalkan de e mengingatkan aku. Kowe aja aja kesel

    kesel. Soale kwe ngko kesel kesel berpengaruh pada aku misale

    apa kwe ora pantes kwe nggo klambi iki, pantese ngene. Perhatian

    perhatian seperti itu.” (PB 316-320)

    “Lha dia yang mengingatkan, misale ki kaya teka nggone

    pertemuan ko ora rapi opo pernikahan mungkin de e aku rapi e

    kok kowe ora. Misalkan. Seperti itu” (PB 328-331)

    “Yaa, kalau ketika kita tertarik dengan fisik, itu kan pasti

    ada masanya untuk dia menjadi berubah, misalnya dari muda

    gagah tambah tua tambah kempot. Ya kalau sudah berus..

    berumur. ketertarikannya akan berbeda tidak seperti jaman duluku

    awal awal. Kalau sekarang ya menjadi teman diskusi teman

    ngobrol teman curhat yang saling melengkapi. Saya punya

    kekurangan. PK punya kekurangan. Nah dari kekurangan

    kekurangan itu kita saling melengkapi...” (PB 593-603)

    g. Keluarga dan teman.

    Aspek ini ingin melihat bagaimana perasaan dan perhatian dengan anggota

    keluarga, mertua, dan teman. Bagaimana relasi yang dimiliki antara

    pasangan dengan keluarga, mertua dan teman.

    “...cara kula ngoten mpun dados anake dewe. Kaya anak

    emas ngoten mas.” (SP 344-345)

    “Lha nek niki malah gemati, malah sae.” (SP 518-527)

    “Kula nikimpun dangu mboten numpul mas. Dadine ngeten

    mas, kula ngumpul, terkadang skniki ngumpul, ngumpul nggur

    arep nggawe kisruh nggih wegah kula. Ngoten lak nggih to?

    Sakniki uga ngumpul, lha nak nggawe kisruh kula wegak kok. Aluk

    ngomah karuan. Karuan niku. Sakniki ngeten, uong terkadang do

    ngumpul do arep ngisruh masing masing. Nak kula ngono wegah.”

    (SP 484-475)

  • 14

    “Nggak. Aku tidak terganggu karena yo iku mau, prinsipku

    kan saya tdak menganggu, kamu, kamu ya jangan mengganggu

    aku.” (PB 371-373)

    “Nek awal awal mempermsalahkan, kowe mbok kerjo opo

    lah, opo opo lah. Itu terutama mertuanya PK, orang tuaku. Dadi

    nek bapak ibunya PK tidak pernah ngomong secara langsung.

    Dadi aku yo nggak ngerti, tapi nek bapak ibukku dewe yo

    ngomong.” PB 412-417)

    h. Anak dan pengasuhan.

    Aspek ini berfokus pada keputusan yang berhubungan dengan

    kedisiplinan, masa depan anak, dan pengaruh anak terhadap hubungan

    suami dan istri.

    “Riyen kan kula padoske momongan niku.” (SP 291)

    “Alah saking tetangga ngelo. Dadi kula mboten tau

    momong niku, awit.. mboten tau momong. Kula padoske pembantu

    niku. 2 pembantu sedanten niku.” (SP 295-298)

    “Ibuke momonge nek mpun wangsul. Lha embah tasih

    gesang, lha niku nggih seng momong mbahe, tapi nggih digolekne

    pembantu niku. Niku sedane mpun mantenan niki o.” (SP 300-302)

    “Anu mas, mbahe niku gemati o mas, anak kula kula seneni

    niku mboten entuk. Lha niku nek kula nyeneni ngoten to mas, niku

    mbahe niku mangkih dalu mbayangi mriki. Pokoke bocah niku aja

    diseneni.” (SP 310-314)

    “Ah mboten, anu mas, mboten maju, anu kula kuat ragadte,

    tapi bocahe. Seng siji kula ken kuliah tapi pengen kerjo wae. Lha

    sing niki nggih mas. Terserah.” (SP 265-268)

    “Wekdale mboten enten. Jane nggir remen pengen

    momong.” (SP 691-692)

    “Nak aku dua duanya kepengenku tu cowok , trus aku

    seneng bocah nek ngglidis ngono aku seneng. Hla biasane lanang

    ngono kui. Lha iki nek orang kan biasanya nek normal oh seng

    lanang , eh seng mbarep lanang nomer loro wedok ah. Aku ra,

    ketika ED (anak subjek) ak ngomog aku nek anak lanang neh seng

    mbeler rapopo, ben rame rapopo. Maksude tidak pakem lah. Tidak

    pakem.” (PB 435-442)

  • 15

    “Dolanan wong PK kan kerja. Hla aku sengg momong. Yo

    nurokke, ngejak dolan. Yo nek pulang, nek PK pulang yo podo.

    Ngewangi aku. Ganti de e pegang LW (anak subjek) aku ngerjakke

    opo.”(PB 466-472)

    i. Kepribadian.

    Mengukur persepsi individu mengenai pasangannya berhubungan dengan

    masalah perilaku dan tingkat kepuasan yang dirasakan terhadap masalah

    mengenai kepribadian masing-masing.

    “Nika kula adus nika, kula dicawisi toya anget. Samben

    dinten, salin cawisi. Lak arang to ngono kui.” (SP 356-358)

    “Dadi upami, nyumbang, sandangan nggo nyumbang mpun

    dicawisi. Dadi wes siap mangkat. Nggih itungane mara tua karo

    bojo pada pada gemati.” (SP 364-367)

    “Eee, ku bukan tergangu nek buat iku tapi aku tidak cocok

    misalnya dengan style nya dia. Style ki ngene. Misalkan aku

    urakan. Hla de e kan rapi, aku kan dadi ora cocok mbe de e.” (PB

    359-362)

    “Pokok e aku wong bebas, yo nggak masalah kita kan

    saling menghormati tapi kan akumbok kongkon aku disuruh tertib

    kayak kamu aku yo ra iso.” (PB 376-379)

    “Yo ada mung yo jenenge wong rumah tangga dengan dua

    pribadi yang berbeda ki yo ngono kui, ee opo yo misale kui de e ki

    nganggo klambi ki cematel akeh. Nek aku kan ora seneng.nek reget

    yo reget tak kumbah bar. Tapi kui iseh tak ngo neh kok. Lha nek

    aku reget regetke. Meh ngngo sak klomot opo yo sak kotor kotore

    yo nggoa terus. Aku praktise wae meh celono siji arep tak nggo

    ibarate seminggu rong minggu yo luweh tapi siji cemantel jebret.

    Iki misale. Seperti itu” (PB 522-531)

    j. Kesamaan peran.

    Aspek ini mengukur perasaan dan sikap individu mengenai berbagai

    macam peran dalam pernikahan dan keluarga. Berfokus pada pekerjaan,

    rumah tangga, seks, dan peran sebagai orang tua.

  • 16

    “Alah saking tetangga ngelo. Dadi kula mboten tau

    momong niku, awit.. mboten tau momong. Kula padoske pembantu

    niku. 2 pembantu sedanten niku.” (SP 295-298)

    “Ibuke momonge nek mpun wangsul. Lha embah tasih

    gesang, lha niku nggih seng momong mbahe, tapi nggih digolekne

    pembantu niku.” (SP 300-302)

    “Mboten, adu de ngo seng, de ngo seng longgar lah.” (SP

    701)

    “Niku nggih mbok wedok kecuali niku cara gampange

    masuk angin niku kan kula. Dadi bantu binantu ngoten lho.”(SP

    705-707)

    “Aku ngurusi omah. Pokok e PK nek mulih ngertine yo

    nganu, opo kui jenenge omahe resik. Aku tidak mau memberatkan

    wong dee neng tempat pekerjaan kan wes ana seng dipikir to?”(PB

    208-211

    “Makusdte alamiah tu ketika saya pulang ke salatiga

    akrena tempat bekerja aku itu ditutup iki iki trus piye, nek kalau

    saya tetep di Jakarta yo mungkin aku tetep bekerja. Kan mesti aku

    repot riwa riwi. Mesti kudu ana seng ngalah. Yos aku di Salatiga

    ngurusi omah ora usah golek pembantu gampangane lah. Kowe

    seng kerjo. Tidak dicatet detail kowe ngko nyapu masak ora. Tapi

    pokoke podo ngertine.”

    PEMBAHASAN

    Menurut Fowers & Olson (1989) ada tiga aspek paling penting dari aspek

    aspek yang mereka kemukakan dalam mengukur kepuasan pernikahan, yaitu

    komunikasi, orientasi seksual dan resolusi konflik.

    Dilihat dari aspek pertama, ada perbedaan komunikasi yang terlihat dari

    responden 1 dan responden 2. Responden 1 masih ragu apakah dia memiliki

    komunikasi yang sudah baik atau belum dengan istrinya. Sedangkan responden 2

    sudah merasa memiliki komunikasi yang baik, akan tetapi masih ada beberapa hal

    yang tidak dia ceritakan karena tidak mau membebani pasangannya. Donan &

    Jhonson (dalam Sari & Fauziah 2016) mengatakan bahwa salah satu faktor untuk

  • 17

    menjaga sebuah hubungan tetap bertahan dan memiliki kepuasan akan kehidupan

    pernikahannya adalah dengan memiliki komunikasi yang baik dan kesadaran

    suami dan istri untuk berkomunikasi dengan baik. Cara berkomunikasi pasti akan

    berpengaruh dengan cara setiap individu untuk menyelesaikan konflik yang ada.

    responden 1 dengan istrinya lebih memilih untuk ikut kemauan salah satu

    daripada harus berdebat untuk memutuskan sesuatu. Berbeda dengan responden 2

    meskipun cenderung diam, responden 2 dan istrinya lebih memilih untuk

    berdiskusi bersama untuk menentukan keputusan yang akan diambil.

    Beberapa hal yang nampak sama ialah ketika ada permasalahan yang

    terjadi, responden memiliki kecenderungan untuk menyimpannya terlebih dahulu

    kemudian baru bercerita kepada pasangannya jika sudah merasa tidak mampu

    untuk mengatasinya sendiri.

    Dalam segi penggunaan waktu luang dari responden 1 dan 2. Responden 1

    merasa sangat kurang menggunakan waktu luang bersama dengan istrinya. Waktu

    lebih banyak digunakan untuk urusan dan kepentingan masing masing. Sedangkan

    responden 2 berusaha memaksimalkan waktu luang istrinya untuk berkativitas

    bersama. Contohnya adalah responden 2 dengan istrinya mengikuti kegiatan di

    sebuah organisasi. Selain itu responden 1 tidak banyak memiliki aktivitas yang

    dilakukan bersama selain berhubungan dengan mengurus rumah. Salah satu hal

    yang dapat menjadi permasalahan dalam sebuah pernikahan adalah ketika

    pengaturan keuangan keluarga belum baik. Pendapat ini didukung oleh Hurlock

    yang menyatakan bahwa konsep yang tidak realistis seperti harapan-harapan

    tentang kemampuan keuangan untuk memiliki barang-barang yang dianggap

    penting dan ketidakmampuan untuk memenuhi biaya hidup dapat menjadi

  • 18

    masalah yang timbul dalam perkawinan (Rahmaita, Krisnatuti, & Yuliati, 2016) .

    Sehingga pengaturan keuangan dalam keluarga dianggap penting. Kedua

    responden dalam penelitian ini sudah dapat memiliki satu cara yang sama dengan

    pasangannya masing masing dalam hal pengelolaan keuangan. Pada responden 1,

    uang tetapi dibawa oleh istri, seluruh penggunaan uang diatur oleh istri. Jika ingin

    membeli sesuatu akan tetapi dana yang dipunyai belum memadai, maka suami

    akan berusaha mencari tambahan dengan menjual ternak atau hasil yang dia

    tanam. Responden 1 mempercayakan segala kebutuhan kehidupan sehari-harinya

    pada sang istri. Sedangkan responden 2, pengelolaan keuangan dilakukan oleh

    responden 2. Sedangkan istri fokus untuk mencari penghasilan yang kemudian

    uang masuk dalam bank yang akan dikelola oleh responden 2. Responden 2 dan

    pasangannya lebih memilih untuk menggunakan prioritas.

    Perjuangan responden 1 untuk menjadikan istrinya memiliki pekerjaan itu,

    dan sudah sangat dekatnya responden 1 dengan mertuanya membuat responden 1

    merasa tidak memiliki tekanan dari pihak manapun membuat responden 1 lebih

    merasa tenang dalam kehidupannya. Sedangkan orang tua dari responden 2

    kurang dapat menerima jikalau pasangan responden 2 lah yang menajdi pencari

    nafkah utama dalam keluarga. Lama kelamaan, responden 2 merasa bahwa orang

    tuanya sudah bisa menerima keadaan responden 2 dan melihat rumah tangga

    responden 2 tetap dapat berjalan dengan lancar. Dalam relasi pertamanan,

    responden 1 lebih memilih menggunakan waktunya untuk dirumah atau

    melakukan aktifitas lainnya. Hal ini dikarenakan responden 1 merasa jika hanya

    berkumpul saja akan menambah “kekisruhan”. Sedangkan Responden 2 lebih

    memilih untuk diam saja ketika ikut istri bertemu dengan teman temannya.

  • 19

    Meskipun diam, responden 2 berkata bahwa itu bukan berarti dia tidak cocok, tapi

    memang sedang ingin diam.

    Ketika anak masing-masing responden masih kecil, responden 1 tidak

    dapat membantu untuk mengasuh anak-anaknya dikarenakan pekerjaannya yang

    menyita banyak waktu. Hal ini menyebabkan anak anak responden 1 kurang dekat

    dengan responden 1. Hal ini nampak ketika anak-anak responden 1 ingin

    mengadu, anak-anak responden 1 mengadu pada ibunya. Berbeda dengan

    responden 2 yang memiliki waktu sangat banyak pada anak-anaknya ketika

    mereka masih kecil. Ketika ibunya sudah pulang, maka responden 2 dengan

    istrinya bergantian mengasuh anak. Hal ini terlihat ketika anak-anaknya ingin

    bercerita atau mengadu, mereka memilih akan bercerita ke responden 2 atau ke

    ibunya, sesuai kebutuhan anak-anak responden 2 saat itu. Kedua responden

    memiliki pandangan yang sama tentang orientasi agama. Setiap responden

    menganggap pentingnya nilai-nilai yang ada dalam agama mereka masing masing

    untuk diterapkan dalam dalam mendidik anak-anak mereka dan dalam kehidupan

    pernikahan. Menurut kedua responden, bahwa dalam menjalani kehidupan

    beragama dengan beribadah dengan baik seperti berdoa dan semacamnya akan

    membantu responden memiliki sikap hati yang lebih tenang dan damai dalam

    menjalani kehidupan. Hurlock (dalam Ardhianita & Andayani, 2005)

    menambahkan bahwa secara umum seseorang dengan religiusitas yang tinggi

    akan memiliki kepuasan pernikahan yang lebih tinggi pula.

    Selain anak, salah satu yang mempengaruhi kepuasan seseorang dalam

    pernikahannya adalah pasangan mereka masing masing. Hidup bersama selama

    puluhan tahun jika dengan orang yang membosankan pasti sangat tidak

  • 20

    menyenangkan. Bagi responden 1, istrinya adalah pribadi yang penuh dengan

    kasih dan perhatian. Salah satu contoh perhatian yang responden 1 suka adalah

    ketika istrinya menyiapkan air hangat untuk mandi dan pakaian yang akan

    dikenakan responden 1. Sedangkan perhatian kecil yang disuka responden 2 dari

    istrinya adalah ketika diingatkan untuk jangan terlalu lelah dan saran berpakaian

    yang baik.

    Semakin bertambahnya usia membuat responden merubah pola pikir

    tentang apa yang membuatnya masih tertarik dengan istrinya. Jika responden 1

    tertarik dengan perhatian-perhatian dan kepribadian dari istrinya. Maka responden

    2 lebih tertarik pada istrinya ketika istrinya dapat menjadi pelengkap kekurangan

    yang dia miliki dan istrinya dapat menjadi teman diskusi, ngobrol, dan curhat

    yang baik.

    Dalam urusan bertanggung jawab dengan rumah, responden dan istrinya

    masing masing sudah memiliki pembagian tugas masing masing. Meskipun

    berbeda, setiap responden tetap berusaha melakukan yang terbaik bagi rumah

    tangga mereka masing masing. Contohnya pada responden 1, ketika istrinya

    sedang sakit maka responden 1 yang akan mengambil alih pekerjaan rumah dan

    berusaha merawat istrinya. Sedangkan responden 2 memahami istrinya sudah

    berjuang untuk mencari uang maka responden 2 bertanggung jawab pada rumah.

    Jangan sampai istrinya juga ikut memikirkan rumah.

    Dalam penelitian ini nampak beberapa hal penting menurut Lauer yang

    harus harus diperhatikan untuk mencapai kepuasan dalam pernikahan (Boseke,

    2015). Pertama, menikah dengan seseorang yang disuka. Responden 1 hanya

    menjelaskan bahwa pernikahan mereka berasal dari keinginan dan keputusan

  • 21

    kedua orang tua mereka. Sedangkan responden 2 terlebih dahulu menyukai orang

    yang akan ia jadikan istri. Yang kedua, mampu mencapai kesepakatan.

    Meskipun responden 1 dan 2 sama-sama dapat mencapai kesepakatan, tetapi dapat

    dilihat bahwa cara untuk mendapatkan kesepakatan tersebut sangatlah berbeda.

    Pada responden 1 dan pasangannya sekedar “mengikut” kemauan dari

    pasangannya dalam memutuskan sesuatu, sedangkan pada responden ke-2

    mencari jalan tengah yang paling baik untuk ditempuh.

    Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan pernikahan

    menurut Duvall dan Miller (dalam Srisusanti & Zulkaida, 2013) pasti terdapat

    perbedaan antara responden 1 dan 2. Contohnya pada alasan ketika mereka akan

    menikah. Alasan yang lebih jelas untuk menikah seperti mengerti tujuan untuk

    menikah, sudah menikah dengan yang mereka sukai juga akan mempengaruhi

    kepuasan pernikahan mereka. Terlihat dalam responden 2 yang mengaku cocok

    dengan calon istrinya sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Sedangkan

    pada faktor sesudah perkawinan sepertiharapan orang tua terhadap anak, relasi

    dengan pertemanan, harapan dengan pasangan akan mempengaruhi kepuasan

    dalam pernikahan. Hal ini terlihat pada respoden 1 yang memiliki keinginan pada

    anaknya untuk mau melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

    Salah satu hal yang menarik bahwa responden 2 dapat menerima keadaan

    dirinya yang memiliki istri sebagai pencari nafkah utama dalam keluarganya

    membuat responden 2 menjadi tidak malu ketika akan berelasi dengan orang lain.

    Sehingga hal tersebut tidak membuat kepuasan pernikahannya menurun.

  • 22

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka diketahui gambaran kepuasan

    pernikahan suami dengan istri sebagai pencari nafkah utama :

    1. Responden 1 sudah mencapai kepuasan pernikahan dari aspek Orientasi

    Agama, Orientasi Seksual, Keluarga & Teman, Kepribadian dan Aspek

    Kesamaan Peran. Akan tetapi aspek Komunikasi, Aktivitas di Waktu

    Luang, Resolusi Konflik, Anak & Pengasuhan yang dimiliki responden 1

    masih belum mencapai kepuasan.

    2. Harapan pada anaknya yang tidak ingin melanjutkan studi ke jenjang yang

    lebih tinggi mempengaruhi kepuasan pernikahan responden 1.

    3. Dari seluruh aspek kepuasan pernikahan aspek Komunikasi, Aktivitas di

    Waktu Luang, Orientasi Agama, Resolusi Konflik, Pengelolaan Keuangan,

    Orientasi seksual, Keluarga dan Teman, Anak dan Pengasuhan

    Kepribadian, Kesamaan peran sudah dapat dicapai oleh responden 2.

    4. Responden 2 menikah dengan seseorang yang disuka dan merasa cocok

    dengan dirinya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan

    pernikahan dalam dirinya. Selain itu, penerimaan atas keadaan yang terjadi

    pada dirinya membuat kepuasan pernikahannya tidak menurun akibat

    statusnya memiliki istri sebagai pencari nafkah utama.

    SARAN

    a. Saran bagi penelitian selanjutnya

    Peneliti selanjutnya dan pasangan suami istri yang menjadi responden

    dapat diskusi bersama mengenai topik kepuasan pernikahan sebagai salah

    satu cara untuk mendapatkan data.

  • 23

    Dapat meneliti tentang resiliensi seorang suami dengan istri sebagai

    pencari nafkah utama. Selain itu, peneliti juga dapat meneliti tentang

    dampak yang bisa terjadi jika seorang suami memiliki istri sebagai pencari

    nafkah utama.

    Dapat menggali tentang kepuasan pernikahan yang ditinjau dari

    berbagai sudut pandang seperti pernikahan beda etnis.

    b. Saran bagi suami dengan istri sebagai pencari nafkah utama

    Berfokuslah pada hal-hal yang masih dapat diubah. Contohnya

    seperti meningkatkan intensitas komunikasi dengan istri, memaksimalkan

    waktu yang ada dengan istri. Menerima kekurangan istri dan mencari cara

    agar kekurangan tersebut bukan menjadi hal yang bermasalah. Belajar

    untuk menyelesaikan konflik dengan baik.

    c. Bagi pasangan yang belum menikah

    Sebelum menikah, hendaknya sudah mengetahui terlebih dahulu

    tujuan menikah dan milikilah komitmen bersama agar pernikahan bisa

    lebih kuat jika ada permasalahan datang.

    DAFTAR PUSTAKA

    Andromeda., & Noviajati,. P. (2015). “Berjuang dan Terus Bertahan”: Studi

    Kasus Kepuasan Perkawinan pada Isteri sebagai Tulang Punggung

    Keluarga. Seminar Psikologi dan Kemanusiaan. ISBN: 978-979-796-

    324-8

    Ardhianita, I., & Andayani, B. (2005). Kepuasan Pernikahan Ditinjau dari

    Berpacaran dan Tidak Berpacaran. Jurnal Psikologi Fakultas

    Psikologi Universitas Gadjah Mada. 32(2), 101-111

    Ayuningtyas, S. R. (2014). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan

    Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Yang Menikah Di Usia Muda.

    Skripsi(tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi UKSW

  • 24

    Boseke, R. O.(2015). Hubungan Antara Komitmen Pernikahan Dengan Kepuasan

    Pernikahan Pada Istri Yang Ditinggal Suami Bekerja Di Luar Kota.

    Skripsi(tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi UKSW

    Fowers, B. J,. & Olson, D. H. (1989). Enrich Marital Inventory: a Dscriminant

    Validity & Cross-Validity Asessment. Journal of Marital and Family

    Therapy. 15(1), 65-79

    Fowers, B. J,. & Olson, D. H. (1993). Enrich Marital Scale: A Brief Research and

    Clinical Tool. Journal of Family Psychology. 7(2), 176-185

    Habibi, U. R. (2015). Kepuasan Pernikahan Pada Wanita Yang Dijodohkan.

    Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. 3(2),

    579-588

    Lusiana. (2017). Kepuasan Pernikahan Pada Pasangan Beda Usia. Skripsi(tidak

    Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS

    Rahmaita, Krisnatuti, D., & Yuliati, L. N. (2016). Pengaruh Tugas Perkembangan

    Keluarga Terhadap Kepuasan Perkawinan Ibu yang Baru Memiliki

    Anak Pertama. Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi

    Manusia Insitut Pertanian Bogor. 9(1), 1-10

    Roy, H. E.(2015). Kepuasan Pernikahan dan Psychological Well Being Sebagai

    Prediktor Kinerja Karyawan PT. Sri AgungKnitting, Bandung.

    Skripsi(tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi UKSW

    Sari,. A. N., & Fauziah,. N. (2016). Hubungan Antara Empati Dengan Kepuasan

    Pernikahan Pada Suami Yang Memiliki Istri Bekerja. Jurnal Empati

    Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. 5(4), 667-672

    Srisusanti, S., & Zulkaida, A.(2013). Study Deskriptif Mengenai Faktor-Faktor

    Yang Mempengaruhi Kepuasan Perkawinan Pada Istri. UG Jurnal

    Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. 7(6), 8-12

    Susanto, N. H.(2015). Tantangan Mewujudkan Kesetaraan Gender Dalam

    Hubungan Patriarki, Jurnal Muwazah. 7(2), 120-130

    Sugiyono.(2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

    Alfabeta

    Wulandari, S., & Widyastuti, A. (2014). Faktor-faktor kebahagiaan di tempat

    kerja. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim

    Riau. 10(1), 49-60