24
PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan adalah melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi : 1. Survey Primer a. Resusitasi (ABCD). Airway Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal. Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT. Breathing = pernapasan. Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik. Circulation Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan

KERACUNAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kgd

Citation preview

Page 1: KERACUNAN

PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATANHal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan adalah

melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi :1.      Survey Primer a.       Resusitasi (ABCD).

AirwayPeriksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada klien dengan

keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal.

Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT.

Breathing = pernapasan. Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas darah

atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik.

Circulation Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan

memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler.

Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG

Disability (evaluasi neurologis)Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan

reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum

2.      Survey Sekunder

Page 2: KERACUNAN

Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejang-kejang, gangguan penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks, brongko kontriksi, aritmia jantung dan syhock

Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey skunder adalah sebagai berikut :

   1.      Dekontaminasi

Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang perlu dilakukan yaitu:

a.       Dekontaminasi pulmonalDekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen 100% dan jika perlu beri ventilator.

b.      Dekontaminasi mataDekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu dengan memposisikan kepala pasien ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang.

c.       Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut.

d.      Dekontaminasi gastrointestinalPenelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.  

2.      EliminasiTindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam. Langkah-langkahnya meliputi :

a.       Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.

b.      Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.

c.       Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasilnya paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan. Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya

Page 3: KERACUNAN

dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.

3.      AntidotumPada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang bisa digunakan adalah Atropin sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek akumulasi AKH pada tempat penumpukannya.Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :

a)      Pengobatan Pada pasien yang sadar :         Kumbah lambung         Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular         30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30 menit sampai terjadi

artropinisasi.         Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam .b)      Pada pasien yang tidak sadar         Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)         30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30 menit sampai klien sadar.         Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai atropinisasi, ditandai

dengan midriasis, fotofobia, mulut kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.         Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam. c)      Pada Pasien Anak          Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat klien muntah.         Berikan nafas buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan–

sumbatan.         Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.         Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara intra vena dan dapat

diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian berikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam.

         Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra vena sangat perlahan – lahan atau melalui IVFD

         Pengobatan simtomatik dan suportif.

1.                  DEFINISI

Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik. Keracunan juga merupakan kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan tubuh, termakan, terinjeksi, terisap atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek

Page 4: KERACUNAN

yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan struktur/gangguan fungsi tubuh.

Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ tubuh atau jaringan (Mc. Graw Hill Nursing Dictionary).

Menurut Taylor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian . Baygon termasuk kedalam salah satu jenis racun, yaitu racun serangga (insektisida).

Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi :a)      Insektisida golongan fospat organic (IFO), seperti : Malathoin, Parathion, Paraoxan , diazinon,

dan TEP. b)      Insektisida golongan karbamat, seperti : carboryl dan baygonc)      Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan, seperti : DDT endrin, chlordane, dieldrin dan

lindane. Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh

diri , jarang sekali akibat pembunuhan .

2.                  PATOFISIOLOGIS

Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.

Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.

Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.

Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,

Page 5: KERACUNAN

hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia

3.                  CARA KERJA RACUNBila dilihat dari cara kerjanya, maka insektisida golongan fospat organik dan golongan

karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase (Cholynesterase inhibitor insektisida), sehingga keduanya mempunyai persamaan dalam hal cara kerjanya , yaitu merupakan inhibitor yang langsung dan tidak langsung terhadap enzim kholinesterase.

Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral, inhalasi, dan kulit. Masuk ke dalam tubuh dan akan mengikat enzim asetilkholinesterase ( AChE ) sehingga AChE menjadi inaktif maka akan terjadi akumulasi dari asetilkholin. Dalam keadaan normal enzim AChE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH ) dengan jalan mengikat Akh –AChE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun lebih tinggi akibatnya akan terjadi penumpukan AKH ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala gejala berupa ransangan AKH yang berlebihan yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP)

Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO – AChE bersifat menetap (ireversibel), sedangkan keracunan carbamate ikatannya bersifat sementara (reversible ). Secara farmakologis efek AKH dapat dibagi 3 golongan :

a)      Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung.

b)      Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernafasan.c)      SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (konvulsi) sampai koma

Kita dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika : 1.      Gejala–gejala timbul cepat, bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan insektisida golongan ini.2.      Gejala–gejala progresif, makin lama makin hebat, sehingga jika tidak segera mendapatkan

pertolongan dapat berakibat fatal, terjadi depresi pernafasan dan blok jantung.3.      Gejala–gejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma penyakit apapun, gejala dapat

seperti gastroenteritis, ensephalitis, pneumonia, Dan lain-lain.4.      Dengan terapi yang lazim tidak menolong.5.      Pada pemeriksaan anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.

4.                  GAMBARAN KLINIS

Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan adalah gangguan penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif gastrointestinal. Untuk jenis keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda, seperti yang dijelaskan di bawah ini :

a.       Keracunan Akut

Page 6: KERACUNAN

Tanda dan gejala timbul dalam waktu 30–60 menit dan mencapai maksimum dalam 2–8 jam.

         Keracunan ringan : Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor lidah dan kelopak mata, miosis, penglihatan kabur.

         Keracunan Sedang : Nausia, Salivasi, lakrimasi, kram perut, muntah– muntah, keringatan, nadi lambat dan fasikulasi otot.

         Keracunan Berat : Diare, pin point, pupil tidak bereaksi, sukar bernafas, edema paru, sianons, kontrol spirgter hilang, kejang – kejang, koma, dan blok jantung.

b.      Keracunan KronikPenghambatan kolinesterase akan menetap selama 2–6 minggu (organofospat ) . Untuk

karbamat ikatan dengan AchE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa jam (reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbomat tidak ada.

Gejala–gejala bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang ringan, tetapi bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejala–gejala yang berat. Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan, dan pada penelitian menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla ( Bajgor dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema pulmonum.

5.                  PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1)      Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong2)      Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah merah dan plasma,

penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik.a.       Keracunan akut :

   Ringan 40 – 70 % N   Sedang 20 % N   Berat < 20 % N

b.      Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah meningkat > 75 % N.

3)      Pemeriksaan PAPada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru,otak dan organ-oragan lainnya.

6.                  PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN

Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam keracunan adalah melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi :

Page 7: KERACUNAN

1.      Survey Primer a.       Resusitasi (ABCD).

AirwayPeriksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi pada klien dengan

keracunan baygon, botulisme karena klien sering mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/ pemasangan guedal.

Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan, menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT.

Breathing = pernapasan. Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui analisa gas darah

atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan tetap dapat berlangsung dengan baik.

Circulation Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan

memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler.

Kaji TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG

Disability (evaluasi neurologis)Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan

reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena penurunan oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon, botulinum

2.      Survey SekunderKaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar bicara, sesak nafas,

tekanan darah menurun, kejang-kejang, gangguan penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks, brongko kontriksi, aritmia jantung dan syhock

Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey skunder adalah sebagai berikut :  

1.      Dekontaminasi

Page 8: KERACUNAN

Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang perlu dilakukan yaitu:

a.       Dekontaminasi pulmonalDekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan berikan oksigen 100% dan jika perlu beri ventilator.

b.      Dekontaminasi mataDekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari racun yaitu dengan memposisikan kepala pasien ditengadahkan dan miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat racunnya diperkirakan sudah hilang.

c.       Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji, sepatu dan aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan handuk kering dan lembut.

d.      Dekontaminasi gastrointestinalPenelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.

2.      EliminasiTindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal setelah lebih dari 4 jam. Langkah-langkahnya meliputi :

a.       Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil.

b.      Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.

c.       Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasilnya paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.

Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.

3.      AntidotumPada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang bisa digunakan adalah Atropin sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek akumulasi AKH pada tempat penumpukannya.

Page 9: KERACUNAN

Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :a)      Pengobatan Pada pasien yang sadar :         Kumbah lambung         Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular         30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30 menit sampai terjadi

artropinisasi.         Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam .b)      Pada pasien yang tidak sadar         Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)         30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30 menit sampai klien sadar.         Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai atropinisasi, ditandai

dengan midriasis, fotofobia, mulut kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.         Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4 jam selama 24 jam.

c)      Pada Pasien Anak          Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat klien muntah.         Berikan nafas buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan–

sumbatan.         Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.         Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara intra vena dan dapat

diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian berikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam.

         Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra vena sangat perlahan – lahan atau melalui IVFD

         Pengobatan simtomatik dan suportif.

7.                  PROGNOSISPrognosis dari kasus ini pada umumnya baik, bila pengobatan dilakukan secepat

mungkin, namun akan berdampak fatal hingga pada kematian jika terjadi kesalahan dalam pengobatan. Beberapa kesalahan pengobatan yang sering terjadi, berupa :

         Resusitasi kurang baik dikerjakan.         Eliminasi racun kurang baik.         Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.

8.                  KOMPLIKASIKomplikasi yang bisa muncul pada kasus ini diantaranya adalah:

a.       Shockb.      Henti nafasc.       Henti jantungd.      Kejange.       Koma

Page 10: KERACUNAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KERACUNAN INSEKTISIDA JENIS BAYGON

1.                  PENGKAJIAN

Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan status jantung, status kesadaran.

Riwayat kesadaran : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.

Hasil pemeriksaan fisik yang mungkin pada setiap sistem tubuh diantaranya adalah :a)      Tanda-tanda vital1.      Distress pernapasan2.      Sianosis3.      Takipnoe, dispnea4.      Hipoksia5.      Peningkatan frekuensi6.      Kusmaul

b)      NeurologiIFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.

c)      SirkulasiTanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi (pada kasus berat), aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak.

d)     GI TractIritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan muntah.

e)      KardiovaskulerDisritmia.

f)       DermalIritasi kulit

g)      Okuler (Mata)Luka bakar kornea

Page 11: KERACUNAN

Pada pemeriksaan ADL (Activity Daily Living) data yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :

1.      Aktifitas dan istirahatGejala : Keletihan,kelemahan,malaise Tanda : Kelemahan,hiporefleksi

2.      Makanan CairanGejala : Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia,nyeri uluhati Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban,berkeringat banyak

3.      EliminasiGejala : Perubahan pola berkemih,distensi vesika urinaria,bising usus menurun,kerusakan ginjal.Tanda : Perubahan warna urin contoh kuning pekat,merah,coklat

4.      Nyaman/ nyeriGejala : Nyeri tubuh, sakit kepalaTanda : Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah

5.      KeamananGejala : Penurunan tingkat kesadaran, koma, syok, asidemia 

Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut :1.      Eritrosit menurun2.      Proteinuria3.      Hematuria4.      Hipoplasi sumsum tulang

2.                  DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun diagnosa keperawatan yang mengkin timbul adalah :1.      Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pernapasan akibat efek langsung dari

intoksikasi baygon2.      Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan3.      Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat

3.                  INTERVENSI

1.      Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan depresi pernapasan akibat efek langsung dari toksisitas baygon

Page 12: KERACUNAN

Tujuan : Mempertahankan keefektifan pola nafasKriteria hasil : RR dalam batas normal, jalan nafas bersih, sputum tidak ada

Intervensi RasionalPantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan

Efek insektisida mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin berubah-ubah secara drastis.

Tinggikan kepala tempat tidur Menurunkan kemungkinan aspirasi, diafragma bagian bawah untuk menigkatkan inflasi paru.

Dorong untuk batuk/ nafas dalam Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.

Auskultasi suara napas Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi & pneumonia.

Berikan O2 jika dibutuhkan Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan

Kolaborasi untuk sinar X dada, Blood Gas Analysis

Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.

2.      Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang berlebihan

Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadiKriteria hasil :

         Tanda-tanda vital stabil         Turgor kulit stabil         Membran mukosa lembab         Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam

Intervensi RasionalMonitor pemasukan dan pengeluaran cairan.

Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.

Page 13: KERACUNAN

Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer.

Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan tambahan.

Observasi adanya mual, muntah, perdarahan

Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia.

Pantau tanda-tanda vital Hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan parenteral

Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan /mencegah hipotensi.

Kolaborasi dalam pemberian antiemetik Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan.

Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.

Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal.

Pantau studi laboratorium (Hb, Ht). Sebagai indikator untuk menentukan volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.

3.      Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat

Tujuan : Tingkat kesadaran klien dapat dipertahankanKriteria hasil :

         Kesadaran composmentis (GCS : 15)         Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi RasionalMonitor vital sign tiap 15 menit Bila ada perubahan yang bermakna

merupakan indikasi penurunan kesadaran

Observasi tingkat kesadaran pasien Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak

Kaji adanya tanda-tanda distress pernapasan, nadi cepat, sianosis dan kolapsnya pembuluh darah

Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru.

Monitor adanya perubahan tingkat Tindakan umum yang bertujuan untuk

Page 14: KERACUNAN

kesadaran keselamatan hidup, meliputi resusitasi : Airway, breathing, sirkulasi

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti dotum

Anti dotum (penawar racun) dapat membantu mengakumulasi penumpukan racun

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma Life Support). Jakarta : EMS 119

Blantan, Kamanti Indriyani. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Keracunan Insektisida. (Online : http://id.scribd.com/doc/94941402/ASKEP-Intoksikasi-Baygon) Diakses tanggal 14 Maret 2014

Isma. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Intoksikasi. (Online : http://keperawatan-wn.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-pada-kasus.html) Diakses tanggal 14 Maret 2014

Sahid, Abdul. 2013. LP dan Askep Klien Keracunan IFO Baygon. (Online : http://abuzzahra1980.blogspot.com/2013/07/lp-dan-askep-klien-keracunan-ifo-baygon.html) Diakses tanggal 14 Maret 2014

Zasika, Hartas. 2011. Keeacunan Baygon. (Online : http://ja.scribd.com/doc/152390019/KERACUNAN-BAYGON-1) Diakses tanggal 14 Maret 2014.Diposkan oleh Nora DwiRara di 9.03.00 PM Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Keracunan Minuman Keras Oplosan

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 71/M-IND/PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol. Pada Permenperind tersebut dijelaskan bahwa minuman beralkohol merupakan minuman yang mengandung etanol (C2H5OH), dengan klasifikasi golongan A dengan kadar etanol 1-5 %; golongan B dengan kadar etanol 5-20 %; dan golongan C dengan kadar etanol 20-55 %.

Walaupun dalam kadar seperti yang disebutkan di atas merupakan minuman yang dapat secara legal dikonsumsi, namun perlu diperhatikan bahwa mengkonsumsi etanol dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Etanol yang masuk ke dalam tubuh

Page 15: KERACUNAN

dapat segera diabsorbsi di lambung (20%) dan usus halus (80%) serta terdistribusi dalam cairan tubuh. Di dalam hati, enzim alkohol dehidrogenase akan memetabolisme etanol menjadi asetaldehid yang bersifat toksik. Oleh enzim asetaldehid dehidrogenase, asetaldehid diubah menjadi asam asetat, yang melalui siklus Krebs akhirnya menghasilkan karbondioksida dan air.

Etanol bersifat dapat menekan sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan hipoglisemia, terutama pada anak-anak dan orang yang menderita kekurangan gizi. Selain itu, mengkonsumsi etanol juga dapat menyebabkan hipotermia, gangguan saluran cerna, sistem saraf, serta metabolisme.

Terkait dengan efek terhadap kesehatan pula, pemerintah telah melarang perusahaan industri minuman beralkohol melakukan proses produksi minuman beralkohol dengan cara pencampuran dengan alkohol teknis dan/atau bahan kimia berbahaya lainnya. Namun, pihak tertentu seringkali sengaja mencampur minuman beralkohol dengan bahan lain karena alasan biaya. Metanol merupakan bahan yang seringkali digunakan sebagai pengganti etanol atau dicampurkan dalam minuman beralkohol karena harga minuman beralkohol ilegal relatif lebih murah daripada minuman beralkohol legal. Tindakan seperti ini sangatlah berbahaya.

Metanol merupakan bahan kimia yang biasa digunakan untuk berbagai keperluan industri, misalnya larutan pembersih kaca, penghilang cat (paint removers), cairan pada mesin fotokopi, dan bahan aditif pada bahan bakar (octane booster). Keracunan metanol dapat menimbulkan gangguan kesadaran, serta metabolitnya dapat menyebabkan asidosis metabolik, kebutaan, bahkan kematian setelah periode laten 6-30 jam.

Metanol yang masuk ke dalam tubuh dapat segera terabsorbsi dan terdistribusi ke dalam cairan tubuh. Secara perlahan metanol dimetabolisme di dalam hati oleh enzim alkohol dehidrogenase membentuk formaldehid, lalu oleh enzim aldehid dehidrogenase dimetabolisme membentuk asam format. Kedua metabolit tersebut merupakan senyawa beracun bagi tubuh, terutama asam format yang selain dapat menyebabkan asidosis metabolik juga dapat menyebabkan kebutaan permanen.

Pada penatalaksanaan keracunan metanol dapat diberikan antidotum berupa etanol atau fomepizol. Etanol dan fomepizol dapat menghambat aktivitas enzim alkohol dehidrogenase sehingga dapat mencegah konversi metanol menjadi metabolit yang toksik. Namun, sediaan etanol pharmaceutical-grade serta fomepizol belum tersedia di Indonesia. Sebagai terapi tambahan dapat pula diberikan asam folat, asam folinat, atau thiamin yang dapat berfungsi sebagai kofaktor dalam pembentukan metabolit non-toksik.

Untuk lebih jelasnya dapat kita beri contoh. Pasien triase merah diantaranya pasien dengan keadaan gawat darurat kecelakaan, patah tulang, perdarahan otak dan luka bakar, stroke, jantung dan gagal nafas dan tidak sadar.

Page 16: KERACUNAN

Pasien dengan tanda kuning seperti pasien dengan penyakit infeksi luka ringan, usus buntu, patah tulang, luka bakar ringan. Pasien yang mendapat tanda hijau adalah pasien dengan kondisi kesehatan yang masih dapat ditunda pelayanan, misalkan benturan memar di permukaan kulit, luka lecet, tertusuk duri, dan demam ringan, radang lambung.

Sedangkan pasien dengan tanda triage hitam adalah pasien yang tidak memungkinkan memiliki harapan hidup kendati dilakukan tindakan medis. Misalnya pasien dengan kondisi  kerusakan berat dari seluruh organ penting tubuh, misalnya akibat kecelakaan, bencana alam dan luka bakar. Seorang dokter atau tenaga kesehatan IGD harus peka menggunakan kemampuan mata, telinga, indra peraba, lebih peka, tanggap situasi, cepat dan tepat  dalam menilai perubahan mendadak pasien IGD, sebab sewaktu – waktu kondisi status triase bisa berubah.

Batasan yang dimaksud dengan pelayanan gawat darurat (emergency care) adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (imediatlely) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving). Unit kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan gawat darurat disebut dengan nama Unit Gawat Darurat (emergency Unit.