6
KERACUNAN BAYGON Baygon termasuk kedalam racun serangga ( insektisida ). Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi : (1,3) 1. Insektisida golongan organofosfat, seperti : malathoin, parathion, paraoxan, diazinon, dan TEP. 2. Insektisida golongan karbamat, seperti : carboryl dan baygon. 3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan, seperti : DDT endrin , chlordane, dieldrin dan lindane. Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan pecobaan bunuh diri, jarang sekali akibat pembunuhan ( 3 ). Cara Kerja Racun Bila dilihat dari cara kerjanya, maka insektisida golongan organofosfat dan golongan karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase (Cholynesterase inhibator insectisides), sehingga keduanya mempunya persamaan dalam hal cara kerjanya, yaitu sebagai inhibator langsung dan tidak langsung terhadap enzim kholinesterase ( 2,3,4 ). Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral, inhalasi, dan kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh, racun ini akan mengikat enzim asetil kholinesterase ( AChE ), menyebabkan enzim AChE menjadi inaktif sehingga terjadi akumulasi dari asetilkholin. ( 2,3 ).

KERACUNAN BAYGON

Embed Size (px)

DESCRIPTION

intoksikasi, baygon, carbamat

Citation preview

Page 1: KERACUNAN BAYGON

KERACUNAN BAYGON

Baygon termasuk kedalam racun serangga ( insektisida ). Berdasarkan struktur kimianya

insektisida dapat digolongkan menjadi : (1,3)

1. Insektisida golongan organofosfat, seperti : malathoin, parathion, paraoxan,

diazinon, dan TEP.

2. Insektisida golongan karbamat, seperti : carboryl dan baygon.

3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan, seperti : DDT endrin , chlordane,

dieldrin dan lindane.

Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan pecobaan bunuh diri, jarang

sekali akibat pembunuhan ( 3 ).

Cara Kerja Racun

Bila dilihat dari cara kerjanya, maka insektisida golongan organofosfat dan golongan

karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase (Cholynesterase inhibator insectisides),

sehingga keduanya mempunya persamaan dalam hal cara kerjanya, yaitu sebagai inhibator

langsung dan tidak langsung terhadap enzim kholinesterase ( 2,3,4 ).

Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral, inhalasi, dan kulit. Setelah masuk ke dalam

tubuh, racun ini akan mengikat enzim asetil kholinesterase ( AChE ), menyebabkan enzim AChE

menjadi inaktif sehingga terjadi akumulasi dari asetilkholin. ( 2,3 ).

Efek1. Muskarinik

Gejala- Salivasi - Kejang perut - Nausea dan vomitus - Bradicardia - Miosis - Berkeringat

2. Nikotinik - Pegal-pegal, lemah - Tremor - Paralysis - Dyspnea - Tachicardia

Page 2: KERACUNAN BAYGON

3. Sistem saraf pusat - Bingung, gelisah, insomnia, neurosis - Sakit kepala - Emosi tidak stabil - Bicara terbata-bata - Convulsi - Depresi respirasi dan gangguan jantung - Koma

Gejala – gejala Keracunan ( 3 )

Manifestasi utama keracunan adalah gangguan penglihatan, gangguan pernafasan dan

hiperaktivitas sistem gastrointestinal.

• Keracunan Akut

Gejala – gejala timbul 30 – 60 menit dan mencapai maksimum dalam 2 – 8 jam.

1. Keracunan ringan :

Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor lidah dan kelopak mata, miosis,

penglihatan kabur.

2. Keracunan Sedang :

Nausea, hipersalivasi, lakrimasi, kram perut, muntah – muntah, keringatan, nadi lambat,

dan fasikulasi otot.

3. Keracunan Berat :

Diare, pin point pupil, pupil tidak bereaksi, sukar bernafas, edema paru, sianosis, kontrol

sphingter hilang, kejang, koma , dan blok jantung.

• Keracunan Kronis

Penghambatan kolinesterase oleh insektisida organofosfat akan menetap selama 2 – 6

minggu, sedangkan ikatan karbamat dengan AChE hanya bersifat sementara dan akan lepas

kembali setelah beberapa jam ( reversibel ), sehingga keracunan kronis untuk karbamat tidak

ada.

Diagnosis

Kriteria diagnosis pada keracunan adalah : ( 1 )

Page 3: KERACUNAN BAYGON

1. Anamnesa kontak antara korban dengan racun.

2. Adanya tanda – tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari keracunan

racun yang diduga.

3. Dari sisa benda bukti harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut memang racun

yang dimaksud.

Penatalaksanaan Umum (7,8,9)

a. Airways : jaga jalan nafas, bersihkan jalan nafas dari sekresi bronkus.

b. Breathing : beri oksigen 100% , bila tidak adekuat lakukan intubasi

c. Circulation : pasang IV line, pantau vital sign.

Spesifik Terapi (7,8,9)

Pada pasien yang sadar :

- Bilas lambung ( 100-200 ml ), diikuti pemberian karbon aktif. Direkomendasikan pada

kasus yang mengancam. Karbon aktif . Dosis ≥ 12 tahun : 25 – 100 gr dalam 300-800 ml,

diberikan apabila keracunan terjadi kurang dari 30 menit.

- Injeksi sulfas atropin 2 mg ( 8 ampul ) intra muscular.

- 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA ( 2 ampul ) i.m , diulang tiap 30 menit sampai

artropinisasi.

- Setelah atropinisasi tercapai , diberikan 0 , 25 mg SA ( 1 ampul ) i.m tiap 4 jam selama 24

jam.

Pada pasien yang tidak sadar

- Injeksi sulfas atropin 4 mg intra vena ( 16 ampul ).

- 30 menit kemudian berikan SA 2 mg ( 8 ampul ) i.m , diulangi setiap 30 menit sampai os

sadar.

- Setelah os sadar , berikan SA 0,5 mg ( 2 ampul ) i.m sampai tercapai atropinisasi, ditandai

dengan midriasis , fotofobia, mulut kering , takikardi, palpitasi , tensi terukur.

- Setelah atropinisasi tercapai , berikan SA 0,25 mg ( 1 ampul ) i.m tiap 4 jam selama 24

jam.

Page 4: KERACUNAN BAYGON

Pada Pasien Anak ( 5,6 )

- Lakukan tindakan bilas lambung atau membuat penderita muntah.

- Lakukan pernafasan buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan jalan nafas

dari sumbatan – sumbatan.

- Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.

- Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara intra vena dan

dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian

berikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam.

- Protopam dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra vena sangat

perlahan – lahan atau melalui “ ivfd “ apabila didapati gejala paralisis.

- Pengobatan simtomatik dan suportif.

Terapi Suportif (7,8)

Diazepam 5-10 mg IV atau per rectal bila kejang.

Furosemide 40-160 mg bila ronki basah basal muncul.

DAFTAR PUSTAKA

1. Idrieas, AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Ed . Pertama, Jakarta: Binarupa Aksara,

1997, Hal : 259 – 263

2. Frank, C. Lu, Toksikologi Dasar, Ed. Kedua ( Terj ), Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,

1995, Hal : 328 – 329

3. Gani, MH, Catatan Materi Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik

Universitas Andalas, Padang, 2001, Hal : 111 – 139

4. Junandi, Purnawan: Kapita Selekta Kedokteran edisi 2, Penerbit Medica Aesculapius FK – UI,

Jakarta, 1994, Hal : 196 –197

5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK – UI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK – UI, 1985, Hal : 980 – 982

6. William Yip Chin – Ling, Pedoman Praktis Kedaruratan Pada Anak ( Terj ), Jakarta, Penerbit

Universitas Indonesia, Hal : 346 – 348

Page 5: KERACUNAN BAYGON

7. Freudenthal W. Ralson M. Toxicit, organophosphates. Juni 2006. Available at

www.emedicine.com. Insecticide poisoning. Merck Manuals 2003

8. Weiss B, Amler S, Amler RW. Pesticides. Supplement article. Pediatrics; april 2004. Vol

113;4. p1030-6

9. Organic Phosphorous Compound and Carbamate Toxicity. Author: Daniel K Nishijima, MD;

Chief Editor: Asim Tarabar, MD. Updated: Apr 2, 2012