14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diapers 1. Pengertian Diapers merupakan alat yang berupa popok sekali pakai berdaya serap tinggi yang terbuat dari plastik dan campuran bahan kimia untuk menampung sisa-sisa metabolisme seperti air seni dan feses (Diena,2009). Dalam perkembangan anak, orang tua mempunyai peran penting yang membantu menentukan bagaimana kepribadian anaknya akan terbentuk dan membawa kehidupan mereka selanjutnya. Diapers ternyata mempunyai efek yang berbahaya dalam jangka panjang dan akan menghambat perkembangan anak anak-anak yang telah terbiasa dari bayi hingga agak besar menggunakan diapers, akan mengalami beberapa perbedaan dari anak-anak lainnya, tentu saja jika diapers itu dipakai setiap saat, bukan pada saat-saat tidak berdekatan dengan toilet saja atau dalam bepergian. 2. Faktor-faktor dalam penggunaan diapers a. Faktor predisposisi (predisposing factors) 1) Pengetahuan Pengetahuan ibu tentang penggunaan diapers pada anak sangat berhubungan erat dengan pengetahuan ibu tentang toilet training pada anak. Pengetahuan ibu yang rendah mengenai dampak dari penggunaan diapers pada anak ini akan berpengaruh pada perkembangan anak dalam hal toilet training. Semakin tinggi pengetahuan ibu tentang dampak dari penggunaan diapers pada anaknya semakin baik pula pengetahuan ibu tentang toilet training pada anaknya, dimana apabila anak tidak memakai diapers maka anak akan melalui masa toilet trainingnya. 2) Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu serta pengalaman sangat berpengaruh dalam hal penggunaan diapers pada anak usia 1

kerangka konsep

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dede

Citation preview

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Diapers

    1. Pengertian

    Diapers merupakan alat yang berupa popok sekali pakai berdaya

    serap tinggi yang terbuat dari plastik dan campuran bahan kimia untuk

    menampung sisa-sisa metabolisme seperti air seni dan feses (Diena,2009).

    Dalam perkembangan anak, orang tua mempunyai peran penting

    yang membantu menentukan bagaimana kepribadian anaknya akan

    terbentuk dan membawa kehidupan mereka selanjutnya. Diapers ternyata

    mempunyai efek yang berbahaya dalam jangka panjang dan akan

    menghambat perkembangan anak anak-anak yang telah terbiasa dari bayi

    hingga agak besar menggunakan diapers, akan mengalami beberapa

    perbedaan dari anak-anak lainnya, tentu saja jika diapers itu dipakai setiap

    saat, bukan pada saat-saat tidak berdekatan dengan toilet saja atau dalam

    bepergian.

    2. Faktor-faktor dalam penggunaan diapers

    a. Faktor predisposisi (predisposing factors)

    1) Pengetahuan

    Pengetahuan ibu tentang penggunaan diapers pada anak

    sangat berhubungan erat dengan pengetahuan ibu tentang toilet

    training pada anak. Pengetahuan ibu yang rendah mengenai

    dampak dari penggunaan diapers pada anak ini akan berpengaruh

    pada perkembangan anak dalam hal toilet training. Semakin tinggi

    pengetahuan ibu tentang dampak dari penggunaan diapers pada

    anaknya semakin baik pula pengetahuan ibu tentang toilet training

    pada anaknya, dimana apabila anak tidak memakai diapers maka

    anak akan melalui masa toilet trainingnya.

    2) Tingkat pendidikan

    Tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu serta pengalaman

    sangat berpengaruh dalam hal penggunaan diapers pada anak usia

    1

  • 2

    toddler. Pendidikan akan memberikan dampak bagi pola pikir dan

    pandangan ibu dalam penggunaan diapers pada anaknya.

    3) Pekerjaan

    Status pekerjaan ibu mempunyai pengaruh besar

    dalam penggunaan diapers pada anak. Pekerjaan ibu yang menyita

    waktu untuk anak dalam melakukan pelatihan toilet training

    menjadi alasan penggunaan diapers pada anak.

    4) Tingkat Sosial ekonomi

    Tingkat sosial ekonomi akan mempengaruhi penggunaan

    diapers pada anak. Rata-rata masyarakat atau keluarga dengan

    tingkat sosial ekonomi yang cukup baik akan lebih memilih

    menggunakan diapers pada anaknya karena kelebihan dari diapers

    seperti kenyamanan, kepraktisan dan lain-lain.

    b. Faktor pendukung (factor enabling)

    Ketersediaan sarana dan fasilitas dalam hal ini meliputi :

    1) Banyaknya toko yang menjual diapers

    Diapers bukan lagi suatu hal yang sulit didapat karena

    sudah banyak dijual misalnya toko, pasar swalayan, atau

    supermarket yang menjual diapers jadi diapers bisa didapat dimana

    saja dan kapan saja terutama di kota-kota besar sehingga ini

    menjadi alasan ibu menggunakan diapers untuk anaknya.

    2) Iklan diapers

    Banyak iklan yang manawarkan kelebihan dari diapers

    dengan harga yang relatif murah. Ini menjadi salah satu alasan ibu

    menggunakan diapers untuk anaknya.

    c. Faktor pendorong (reinforcing factors)

    1) Sikap dan kebiasaan ibu

    Sikap adalah cara seseorang menerima atau menolak

    sesuatu yang didasarkan pada cara dia memberikan penilaian

    terhadap objek tertentu yang berguna ataupun tidak bagi dirinya

    (Nuryani, 2008). Sikap dan kebisaan ibu hidup penuh dengan serba

  • 3

    praktis dan tidak mau repot ini akan berpengaruh dengan

    penggunaan diapers pada anak. Kebiasaan ibu menggunakan

    diapers pada anak sejak lahir sampai sekarang.

    2) Pengaruh lingkungan masyarakat

    Lingkungan masyarakat mempunyai peranan penting dalam

    penggunaan diapers pada anak, dimana ibu akan memperhatikan

    lingkungan sekitar apakah anak usia toddler yang lain masih

    menggunakan diapers atau tidak seperti anak ibu yang masih

    menggunakan diapers. Misalnya anak yang berusia 2 tahun yang

    lain masih menggunakan diapers seperti anak ibu. Hal ini akan

    merepotkan ibu apabila anak sedang bersosialisasi atau bermain

    dengan teman sebaya.

    3) Dampak dari penggunaan pampers atau diapers adalah sebagai

    berikut:

    Menurut Anonim (2008) dampak dari penggunaan diapers

    pada anak meliputi:

    a) Dari aspek fisik

    Aspek fisik yang paling berpengaruh adalah dibagian

    pinggul bawah, yang terkait langsung dengan penggunaan

    diapers tersebut adalah cara berjalan anak yang sedikit

    mengangkang atau kakinya tidak bisa merapat. Pada kulit anak

    juga akan mengalami iritasi karena terbiasa menggunakan

    diapers setiap saat.

    b) Dari aspek psikologis

    Anak-anak yang terbiasa menggunakan diapers akan

    mengalami kesulitan yang levelnya setingkat diatas anak-anak

    lainnya yang tidak terbiasa menggunakan diapers ketika

    dihadapkan pada tuntutan lingkungan yang mengharuskan

    anak mengeluarkan sisa-sisa sari makanan dan minuman anak

    ditempat yang semestinya. Anak akan mengalami

    keterlambatan dalam beradaptasi dengan tuntutan lingkungan,

  • 4

    dan dampaknya akan panjang sampai anak dewasa. Anak

    kurang sensitif dengan lingkungan sekitar dan rasa percaya diri

    yang kurang terhadap lingkungan. Jika penggunaan diapers

    berlangsung dalam jangka panjang misalkan sampai umur 2-3

    tahun maka anak akan kehilangan masa toilet training, dimana

    anak dapat belajar cara menggunakan toilet, kapan harus ke

    toilet, bagaimana cara membersihkan toilet dan sebagainya.

    Sehingga dikhawatirkan pada usia selanjutnya anak akan

    ngompol/ malas ke kamar mandi, dan sedikit banyak akan

    mempengaruhi perkembangan kreativitas anak karena sudah

    terbiasa dengan hidup yang praktis.

    B. Pengetahuan

    1. Pengertian

    Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang

    melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan terjadi

    melalui panca indera yang meliputi indra penglihatan, pendengaran,

    penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat

    penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.. Pengetahuan manusia

    diperoleh melalui mata dan telinga ( Green dalam Notoatmodjo, 2003).

    Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

    tingkatan sebagai berikut:

    a. Tahu (know) merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, yang

    diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya,

    yaitu mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan

    yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, misalnya ibu

    mengetahui dengan benar cara mengajarkan toilet training pada anak.

    b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan

    untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

    menginterpretasikan materi tersebut secara benar, misalnya ibu dapat

    menjelaskan alasan perlu mengajarkan cara toilet training.

  • 5

    c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk

    menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang

    sebenarnya. Misalnya ibu dapat memberikan contoh sederhana dalam

    melakukan toilet training dengan menggunakan pispot.

    d. Analisa (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

    atau suatu obyek kedalam komponen-komponentetap masih didalam.

    Suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain,

    misalnya ibu dapat memperkirakan jam toilet training anaknya setiap

    hari.

    e. Sintesis (syinthesis) adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau

    menghubungkan bagian-bagian suatu bentuk keseluruhan yang baru.

    Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

    formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada,

    f. Evaluasi (evaluation) merupakan kemampuan untuk melakukan atau

    penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian itu didasarkan pada

    suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang

    telah ada, misalnya ibu dapat menjelaskan perlunya melatih dan

    memberikan pengertian dan manfaat toilet training pada anaknya.

    2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

    Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Green

    dalam Notoatmodjo (2003) yaitu :

    a. Tingkat pendidikan

    Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseoarang,maka dia akan

    lebih mudah dalam menerima hal-hal baru sehingga akan lebih mudah

    pula untuk menyelesaikan hal-hal tersebut

    b. Informasi

    Seseoarang yang mempunyai sumber informasi yang lebih

    banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas.

  • 6

    c. Budaya

    Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

    seseorang, karena informasi-informasi baru akan disaring kira-kira sesuai

    atau tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.

    d. Pengalaman

    Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan

    individu, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas

    sedangkan umur semakin bertambah tua.

    e. Sosial ekonomi

    Sosial ekonomi yang rendah berpengaruh pada pengetahuan

    orang tua tentang tumbuh kembang anak, dalam memenuhi hidup sehat

    terutama perawatan kebersihan.

    C. Toilet Training

    Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak

    agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air

    besar Dalam proses toilet training ini diharapkan terjadi pengaturan atau

    rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air besar dan buang air

    kecil (Hidayat, 2005).

    Toilet training merupakan proses pengajaran untuk kontrol buang air

    besar dan buang air kecil secara benar dan teratur. Biasanya kontrol buang air

    kecil lebih dahulu dipelajari oleh anak, kemudian kontrol buang air besar

    (Zaviera, 2008). Pengaturan buang air besar dan buang air kecil diperlukan

    untuk ketrampilan sosial. Mengajarkan toilet training pada anak

    membutuhkan waktu, kesabaran, dan pengertian.

    Menurut Suherman (2000) Toilet training merupakan latihan moral

    yang diterima anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral

    selanjutnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Havighurt bahwa toilet training

    merupakan latihan moral dalam membentuk karakter seseoarang.

  • 7

    1. Tahapan perkembangan toilet training

    Dilihat dari kesiapan anak, menurut Douglas (2009) pada pelatihan

    toilet training harus dilihat tanda kesiapan fisik dan emosional. Kesiapan

    fisik antara lain anak sudah bisa mengenali perasaannya bahwa anak

    tersebut ingin buang air besar dan buang air kecil. Anak merasa risih jika

    basah atau kotor dan menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan dengan

    diapers yang basah dan kotor. Anak bisa tetap kering selama beberapa jam

    dan bisa mengeluarkan urinenya sendiri. Anak bisa mengendalikan otot

    anusnya yang bisa menahan kotoran saat buang air besar. Anak sudah bisa

    melepas celananya sendiri dan bisa duduk sendiri diatas pispot atau kloset.

    Kesiapan emosional antara lain anak menunjukkan ketertarikannya

    pada pispot atau kloset. Anak mau duduk diatas pispot atau kloset bukan

    didiapers. Anak mengerti kegunaan kloset dan cara menggunakannya.

    Anak sudah mampu berkomunikasi secara efektif dengan kata-kata

    maupun isyarat, sehingga memudahkan orang tua untuk mengangkatnya

    pada saat anak mau ke kloset. Anak mampu memberitahu orang tua jika

    ingin buang air besar atau buang air kecil.

    2. Cara Toilet Training

    Latihan buang air besar atau kecil pada anak atau dikenal dengan

    nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang

    tua anak, mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai

    kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air

    besar tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan

    mengalami pertumbuhan dan pekembangan sesuai dengan usia tumbuh

    kembang anak. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam

    melatih anak untuk buang air besar dan kecil, diantaranya :

    a. Teknik lisan

    Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan

    instruksi pada anak dengan kata- kata sebelum atau sesudah buang air

    kecil atau besar. Cara ini kadang- kadang merupakan hal biasa yang

    dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa

  • 8

    teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan

    rangsangan untuk buang air besar atau kecil dimana dengan lisan ini

    persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya

    anak mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan

    buang air besar.

    b. Teknik Modelling

    Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air

    besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau memberikan

    contoh. Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-

    contoh buang air kecil dan buang air besar atau membiasakan buang

    air kecil dan buang air besar secara benar. Dampak yang jelek pada

    cara ini adalah apabila contoh yang diberikan sala sehingga akan

    dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai

    kebiasaan yang salah.Selain cara- cara tersebut diatas terdapat

    beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan observasi waktu

    pada saat anak merasakan buang air kecil dan besar, tempatkan anak

    diatas pispot atau ajak anak ke kamar mandi, berikan pispot dalam

    posisi aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan

    buang air kecil dan buang air besar, dudukkan anak diatas pispot atau

    orang tua duduk atau jongkok dihadapannya sambil mengajak bicara

    atau bercerita, berikan pujian jika anak berhasil jangan disalahkan dan

    dimarahi, biasakan akan pergi ke toilet pada jam- jam tertentu an

    berikan anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan.

    3. Pengkajian masalah toilet training

    Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan sesuatu

    yang harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan

    buang air besar. Proses ini akan dialami oleh setiap anak, untuk mencegah

    terjadinya kegagalan maka dilakukan suatu pengkajian meliputi,

    pengkajian fisik, intelektual dan pengkajian psikologis.

  • 9

    a. Pengkajian fisik

    Pengkajian fisik pada anak yang akan melakukan buang air kecil

    dan buang air besar dapat meliputi kemampuan motorik kasar seperti

    berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motorik halus seperti

    mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini harus

    mendapat perhatian karena kemampuan untuk buang air besar ini

    lancar dan tidaknya dapat ditunjang dari kesiapan fisik sehngga ketika

    anak berkeinginan untuk buang air kecil dan besar sudah mampu dan

    siap untuk melaksanakannya.

    b. Pengkajian psikologis

    Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran

    psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan basar,

    seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak

    menangis sewaktu buang air besar atau kecil, ekspresi wajah

    menunjukkan kegembiraan, dan ingin melakukan secara sendiri, anak

    sabar dan sudah mau tetap tinggal ditoilet selama 5-10 menit tanpa

    rewel, atau meninggalkannya, adanya keingintahuan kebiasaan toilet

    training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk

    menyenangkan pada orang tuanya.

    c. Pengkajian Intelektual

    Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan besar

    antara lain, kemampuan anak untuk mengerti buang air kecil atau

    besar, kemampuan mengkomunikasikan buang air kecil dan besar,

    anak menyadari timbulnya buang air kecil dan buang air besar,

    mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat

    seperti buang air kecil dan besar pada tempatnya serta etika dalam

    buang air kecil dan buang air besar.

    Dalam melakukan pengkajian kebutuhan buang air kecil dan

    besar, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan selama toilet

    training diantaranya :

  • 10

    1) Hindari pemakaian popok sekali pakai atau diaper dimana anak akan

    merasa aman.

    2) Ajari anak mengucapkan kata- kata yang khas yang berhubungan dengan

    buang air besar.

    3) Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci muka

    saat bangun tidur, cuci tangan, cuci kaki dan lain-lain.

    4) Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training.

    D. Dampak toilet training

    Menurut Hidayat (2005), dampak yang paling umum dalam kegagalan

    toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orangtua

    kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung

    bersifat retentif dimana anak cenderung bersikap keras keras kepala bahkan

    kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orangtua apabila sering memarahi anak pada

    saat buang air besar atau kecil, atau melarang anak saat bepergian. Bila orang

    tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan

    dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung

    ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional, dan seenaknya dalam melakukan

    kegiatan sehari- hari.

    E. Anak Usia Toddler

    Menurut Potter Patricia A (2005), pada anak usia toddler ini dimulai dari

    usia 1 sampai 3 tahun, pada periode ini meluas dari masa anak-anak mencapai

    peningkatan daya gerak sampai anak masuk sekolah, yang ditandai dengan

    aktivitas dan penemuan yang intens, ini adalah waktu penandaan

    perkembangan fisik dan kepribadian. Perkembangan motorik meningkat secara

    stabil. Anak-anak pada usia ini mendapatkan bahasa dan perluasan hubungan

    sosial, belajar standar peran, meningkatkan kontrol diri dan penguasaan,

    mengembangkan peningkatan kesadaran tentang ketergantungan dan

    kemandirian, dan mulai mengembangkan konsep diri.

  • 11

    Menurut Wong (2003), toddler adalah anak antara rentang usia 12 sampai

    36 bulan. Toddler tersebut ditandai dengan peningkatan kemandirian yang

    diperkuat dengan kemampuan mobilitas fisik dan kognitif lebih besar.

    Perkembangan fisik, perkembangan ketrampilan motorik yang cepat

    membolehkan anak untuk berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri sendiri

    seperti makan, berpakaian, dan eliminasi.

    Peningkatan ketrampilan daya gerak, kemampuan untuk melepas pakaian

    termasuk melepas celana pada saat anak akan buang air besar atau buang air

    kecil, dan perkembangan kontrol spingter uretra dan spingter ani

    memungkinkan anak usia toddler ini melakukan toilet training (Thompson,

    2003)

    Menurut Erick Ericson dalam Sukarmin (2009) anak usia toddler akan

    melalui tahapan perkembangan sebagai berikut:

    1. Otonomi versus rasa malu

    Pada usia ini alat gerak dan rasa telah matang serta rasa percaya

    terhadap ibu dan lingkungannya. Perkembangan otonomi selama periode

    balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol

    tubuhnya, dirinya dan lingkungan. Anak menyadari bahwa anak dapat

    menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan

    kemauannya sendiri. Misalnya anak akan puas jika bisa berjalan, mampu

    melakukan toilet training dengan baik. Selain itu anak menggunakan

    kekuatan mentalnya untuk menolak dan mengambil sebuah keputusan.

    Rasa otonomi ini perlu untuk dikembangkan karena sangat penting untuk

    terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan

    dengan orang tua yang bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri.

    Adapun peranan lingkungan dalam hal ini adalah memberikan dukungan

    dan memberikan keyakinan yang jelas. Perasaan negatif pada anak adalah

    rasa malu dan rasa ragu yang timbul jika anak merasa tidak mampu untuk

    mengatasi segala tindakan yang dipilihnya sendiri serta kurangnya

    dukungan dari kedua orang tua dan lingkungan, misalnya orang tua selalu

    mengintervensi anak, orang tua tidak memberikan keleluasaan bagi anak

  • 12

    untuk memilih satu atau dua pilihan dari berbagai alternatif pilihan yang

    ada.

    2. Menurut Sigmund freud dalam anak usia toddler mengalami tahapan

    perkembangan pada fase anal

    Fungsi tubuh yang memberikan kepuasan terpusat pada anus.

    Misalnya anak akan melakukan buang air besar dan buang air kecil secara

    mandiri. Orang tua jangan memarahi anak jika dia tidak bersih menyiram

    WC, atau jangan dimarahi jika anak kedapatan kencing ditembok belakang

    rumah. Jika hal tersebut terjadi berikan pengertian dan contohkan dimana

    dia harus buang air kecil dan buang air besar serta bagaimana cara

    menyiram bekas kencing dan BAB dan bagaimana cara bercebok yang baik.

    Apabila ibu memarahi anak akibatnya dilain hari jika anak ingin buang air

    besar dan buang air kecil dia akan menahannya dan tidak memberitahukan

    orang tua, atau dia akan buang air kecil dan buang air besar setelah selesai

    akan mengacak-ngacaknya. Pada fase ini ajarkan anak konsep bersih,

    ketetapan waktu dan cara mengontrol diri. Latihan otot anal dapat

    menurunkan ketegangan.

    3. Menurut Piaget anak usia toddler mengalami tahapan perkembangan

    intelektual sebagai berikut:

    a. Sensorik-Motorik (sejak lahir-2 tahun)

    Merupakan tahap dimana anak menggunakan sistem penginderaan,

    sistem motorik dan benda-benda untuk mengenal lingkungannya. Bayi

    tidak hanya menerima rangsangan secara pasif dan luar tetapi juga akan

    memberikan jawaban terhadap rangsangan tersebut. Jawaban tersebut

    berupa reflek-reflek bersin, makan, menggenggam, dan lain sebagainya

    yang diharapkan dengan adanya reflek ini bayi dapat berkomunikasi

    dengan lingkungannya.

    b. Pre operasional (umur 2-7 tahun)

    Adanya perubahan fungsi kognitif pada tahap ini adalah yang

    semula dari sensorik motorik menjadi pre operasional. Pada pre

    operasional anak mampu menggunakan simbol-simbol dengan

  • 13

    menggunakan kata-kata, mengingat masa lalunya, masa sekarang dan

    akan terjadi di masa yang akan datang. Tingkah laku akan mulai berubah

    dari yang semula sangat egosentris menjadi lebih rasional.

    F. Kerangka Teori

    Faktor predisposisi (prediposing factors) penggunaan diapers :a. Pengetahuan

    b. Tingkat pendidikan

    c. Pekerjaan

    d. Tingkat sosial ekonomi

    Faktor pendukung (enabling factors) penggunaan diapers: Penggunaan Diapers

    a. Ketersediaan sarana dan fasilitas

    Faktor pendorong (reinforcing factors)

    penggunaan diapers:

    a. Sikap dan kebiasaan ibu

    b. Pengaruh lingkungan masayarakat

    Skema 2.1 Kerangka teori

    (sumber : Nuryanti, 2008 danGreen dalam Notoatmodjo, 2003)

  • 14

    G. Kerangka Konsep

    Pengetahuan ibu tentang toilet training Penggunaan diapers pada anak usia toddler

    Skema 2.2 Kerangka konsep

    H. Variabel Penelitian

    1. Variabel independent pada penelitian ini yaitu pengetahuan ibu tentang

    toilet training

    2. Variabel dependent pada penelitian ini yaitu penggunaan diapers anak usia

    toddler.

    I. Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka hipotesis yang akan

    dihasilkan adalah adanya hubungan antara pengetahuan ibu tentang toilet

    training dengan penggunaan diapers pada anak usia toddler.