13
Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

  • Upload
    others

  • View
    28

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 2: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 3: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

KESETARAAN GENDER DI JEPANG

Winda Atmeiti

Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,

Depok 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Perubahan Undang-Undang Dasar di Jepang setelah Perang menyebabkan berubahnya nilai dan struktur masyarakat

Jepang. Undang-Undang baru yang berdasarkan demokrasi dan pengakuan hak individu berpengaruh pada

kesetaraan gender di Jepang. Kesetaraan gender ini menyebabkan perempuan Jepang mendapatkan hak dan

kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi yang dapat membantu mereka

di bidang yang lain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi literature dengan analisis

deskriptif.

Kata Kunci: kesetaraan gender, perempuan Jepang, pendidikan

Gender Equality in Japan

Abstract

The changes law after the war brought a change in the values and structure of Japanese society. The new law is

based on democracy and individual recognition led to gender equality in Japan, as in the field of education is

essential to make the quality of human resources. Gender equality makes Japanese women get the same rights and

opportunities as men to get high education that can support them in other field of life. The method used in the

research of this paper is the study of literature methods using descriptive analysis.

Keyword: gender equality, Japanese women, education

Pendahuluan

Masalah kesetaraan gender dalam ruang publik merupakan masalah yang sampai saat ini masih

di perjuangkan di beberapa negara. Masalah kesetaraan gender pertama kali diusung oleh

gerakan feminisme pada abad 18 di dunia barat, aliran ini berangkat dari sebuah kesadaran

bahwa ketidakseimbangan kondisi antara laki-laki dan perempuan telah menyebabkan

perempuan tertindas, terampas hak asasinya dan terpojokkan oleh tatanan masyarakat yang

didominasi oleh laki-laki.

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 4: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

Salah satu negara yang masih memperjuangkan kesetaraan gender adalah negara Jepang. Jepang

yang pada periode Edo dikuasai oleh pemerintah Tokugawa, menerapkan sistem ajaran

Konfusianis1 dalam negaranya untuk mempertahankan kedamaian wilayah Jepang. Kekuasaan

pemerintah feodal Jepang yang berlangsung selama lebih dari 2,5 abad mengakibatkan

kebebasan kaum wanita Jepang sedikit demi sedikit berkurang. Seiring dengan diberlakukannya

etika Konfusianis yang berasal dari Cina dan sistem keluarga patriakal yang disebut dengan ie2 ,

semakin memperkuat dominasi laki-laki dalam masyarakat. ajaran konfusianis juga

memperlakukan hukum yang diskriminatif terhadap kaum perempuan. (Brown, 1993: xvi)

Sejak Jepang membuka diri terhadap dunia internasional pada zaman Meiji (1868), pemikiran

seperti demokrasi, feminisme, universalitas dan lainnya mulai masuk. Jepang menyadari bahwa

satu-satunya cara menyamakan kedudukan negara barat adalah dengan menguasai ilmu

pengetahuan dari negara barat, untuk mewujudkan hal tersebut Jepang mengirimkan utusan yang

dipimpin oleh Iwakura Tomomi ke Eropa dan Amerika dengan tujuan mencari sistem pendidikan

baru yang cocok bagi Jepang. Dalam misi ini ikut serta lima orang anak perempuan berusia 9-16

tahun, yaitu Nagai Shige, Yamakawa Sutematsu, Yoshimatsu Ryo, Ueda Tei dan Tsuda Umeko.

Beberapa dari perempuan yang telah sekolah di luar negeri ini pada akhirnya ikut serta dalam

gerakan feminisme agar tumbuh kesadaran dalam diri perempuan Jepang bahwa mereka

didiskriminasi dan harus menuntut kesetaraan gender. Inilah awal gerakan memperjunagkan

kesetaraan gender di Jepang. (Wulandari, 2003:4). Meskipun demikian tidak berubahnya nilai-

nilai moral dalam masyarakat Jepang mengakibatan tidak semua pihak dapat menerima

kesetaraan gender tersebut, karena masih kentalnya pemikiran Konfusianisme dari pemerintahan

feodal terdahulu.

Salah satu tokoh feminisme pafa zaman Meiji adalah Fukuzawa Yukichi. Pokok-pokok

pemikiran Fukuzawa Yukichi dengan tegas mengatakan pada rakyat Jepang bahwa pada saat itu

pendidikan diperuntukan bukan untk laki-laki saja, tetapi perempuan juga berhak mendapatkan

pendidikan. Dalam kehidupan pribadinya sendiri Fukuzawa Yukichi sendiri mendorong anak-

1 Ajaran agama yang menyebar dari India ke Cina sekitar 400SM, dan disebarkan ke Jepang dari Cina melalui semenanjung

Korea pada pertengahan abad 6 (Brown, 1993: 544) 2 Ie memiliki dua arti yaitu rumah sebagai bangunan, dan sebagai sistem. Disebut sistem karena peraturan dalam rumah atau

keluarga tradisional Jepang secara keseluruhan diatur oleh penguasa pada saat itu dimana setiap keluarga memiliki peraturan

yang sama yang harus dijalani (Nakane, 1970:37)

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 5: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

anak perempuannya untuk mengabdi kepada negara dan melanjutkan sekolah ke Jenjang yang

lebi tinggi.

Kekalahan Jepang dalam perang dunia ke-II mengakibatkan Jepang mendapatkan intervensi dari

Amerika untuk mengubah perundang-undangan Jepang. Perubahan tersebut diantaranya adalah

persamaan kedudukan dalam hak dan kesempatan untuk laki-laki dan perempuan, dan

dihapuskannya sistem keluarga ie yang dianggap terlalu membedakan peran antara laki-laki dan

perempuan. Hal ini tertulis dalam UUD Jepang 1946, yang adalah hasil campur tangan Amerika

dalam upaya mengubah Jepang. Undang-Undang yang mengatur tentang persamaan hak

diantaranya terdapat pada pasal 14 (Okamura, 1983)

“All the people shall be equal under the law and there no shall be discrimination in

political, economic, or social relation because of race, creed, sex, social status or

family origin”

Terjemahan:

Semua rakyat sama kedudukannya di depan hukum dan tidak boleh ada perbedaan-

perbedaan dalam hubungan politik, ekonomi atau sosial yang disebabkan oleh asal

ras, kepercayaan, kenis kelamin, status sosial maupun asal keluarga.

Dengan adanya pasal ini hak-hak idividu diakui dan kesetaraan gender mulai muncul yang

membuat perempuan Jepang mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, diantaranya dalam

pendidikan, pekerjaan dan rumah tangga. Kesetaraan gender yang telah dijamin dalam UUD

1096 membuat banyak perubahan pada wanita Jepang. Wanita Jepang mulai menyadari peran

mereka dalam masyarakat dan menuntut perbaikan kondisi wanita (Okamura, 1983: xi).

Landasan Teori dan Metode

Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu genus, berarti tipe atau jenis. Kata Gender dalam bahasa

Inggris berarti jenis kelamin (Echols & Sadhily, 1983: 256). Menurut Irwan (2001) gender

adalah perbedaan peran serta tanggung jawab bagi perempuan dan laki-laki yang dibentuk

berdasarkan budaya dan masyarakat. Menurut Suprijadi (2004) gender adalah peran sosial yang

ditentukan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan menurut Suryadi dan Idris (2004) gender

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 6: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

adalah jenis kelamin sosial yang digunakan sebagai konotasi dalam masyarakat untuk

menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin. Dengan melihat dari tiga definisi tersebut

Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan

yang membedakan peran dan tanggung jawab yang diterima dalam masyarakat dengan melihat

jenis kelamin. Dengan adanya perbedaan itu, maka diusungkan konsep kesetaraan gender untuk

menghilangkan diskriminasi tersebut.

Dalam bahasa Jepang kesetaraan gender disebut dengan danjou byoudou (男女平等). Kesetaraan

gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan

serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan

politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional,

serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi

penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun

perempuan.

Menurut Teori Gender Fungsional Struktural Suryadi dan Idris, (2004) munculnya tuntutan

untuk kesetaraan gender dalam peran sosial di masyarakat sebagai akibat adanya perubahan

struktur nilai sosial masyarakat. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan

peran seseorang tidak lagi mengacu kepada norma-norma kehidupan sosial yang lebih banyak

mempertimbangkan faktor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan

keterampilan. Dalam konteks Jepang kesetaraan gender muncul karena adanya intervensi

Amerika setelah kalah pada Perang Dunia II. Amerika mempengaruhi mengubah Jepang untuk

mengubah Undang-undang dasar Jepang. Perubahan ini berdampak pada perubahan struktur dan

nilai sosial di masyarakat, seperti penghapusan sistem ie dan dijaminnya kesetaraan gender di

dalam hukum. Kesetaraan gender ini pada akhirnya memberikan perempuan peran yang lebih

besar dalam masyarakat, khususnya dalam pendidikan.

Tulisan ini akan menjelaskan kesetaraan gender di Jepang, khususnya dalam bidang pendidikan.

Karena pendidikan merupakan dasar dari kemajuan suatu negara. Kemajuan suatu negara dapat

dilihat dari kualitas sumber daya manusianya, sumber daya manusia yang berkualitas merupakan

hasil dari sistem pendidikan yang baik dalam negara tersebut. Jepang dikatakan sebagai negara

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 7: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

industri maju dan setara dengan barat, karena sumber daya manusianya yang terdidik dengan

baik. Metode yang digunakan dalam penulisan mini skripsi ini adalah metode telaah kepustakaan

dengan menggunakan analisis deskriptif.

Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan di Jepang Sebelum Perang

Zaman Meiji merupakan awal adanya reformasi pendidikan. Sebelumnya pendidikan hanya

diperuntukan untuk anak laki-laki, baik anak bangsawan di sekolah yang didirikan oleh daimyo

maupun bagi anak biasa di Terakoya. Pada zaman Meiji pemerintah menerapkan sistem

pendidikan baru yang merupakan sistem pendidikan model barat yang disebut gakusei. Sistem

ini mempekenankan kaum perempuan untuk turut serta mendapatkan pendidikan. Dalam sistem

tersebut sekolah dasar selama 4 tahun diwajibkan untuk anak-anak sejak usia 6 sampai 10 tahun.

Di sekolah dasar ini baik anak laki-laki maupun perempuan mendapatkan pelajaran dari

kurikulum yang sama, yang berarti kesetaraan gender dalam bidang pendidikan sudah ada sejak

zaman Meiji. Meskipun demikian pemerintah Jepang tetap berusaha melestarikan nilai-nilai

tradisional mereka. Nilai-nilai moral merupakan pelajaran yang paling ditekankan dalam

sekolah.

Pada Sekolah menengah kurikulum yang diajarkan pada anak laki-laki dan perempuan menjadi

berbeda. Sistem ini menimbulkan diskriminasi pendidikan diantara laki-laki dan perempuan.

Pendidikan di Jepang pada zaman itu dirancang untuk disesuaikan dengan program pemerintah

yang menganggap perempuan adalah orang yang bertanggung jawab dalam pendidikan anak,

yang kelak akan menjadi penerus bangsa. Untuk itu pemerintah menjadikan ajaran Konfusius

sebagai dasar dari sistem pendidikan pada zaman itu dan menjadikan pemikiran ryosai kenbo

(istri yang baik, ibu yang bijaksana) sebagai tujuan utama pendidikan wanita. Berdasarkan hal itu

maka pendidikan yang didapat oleh para wanita adalah pendidikan untuk mengurus rumah

tangga dan merawat anak. Orang tua beranggapan bahwa wanita pada akhirnya akan mengurus

rumah tangga sehingga tidak memerlukan pendidikan tentang ilmu pengetahuan seperti pria.

Anak perempuan biasanya akan belajar menjahit atau kegiatanlainnya yang berhubungan dengan

rumah tangga. Sedangkan dalam tingkat universitas hanya anak laki-laki yang mendapatkan

kesempatan (Okamura, 1983: 53).

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 8: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

Dengan demikian kesetaraan gender sebelum perang di Jepang dalam bidang pendidikan belum

lah setara antara laki-laki dan perempuan. dengan masih kentalnya pemikiran konfusius yang

menekankan perempuan untuk menjadi ibu yang baik, pendidikan perempuan diarahkan ke

dalam pendidikan rumah tangga saja.

Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan di Jepang Sesudah Perang

Setelah perang dunia II, dikeluarkan undang-undang yang mendukung bahwa perempuan juga

berhak untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan pria melalui pasal 26 Shinkempo 1946

seperti yang dikutip pada buku Peranan Wanita Jepang (1983: 8),

“Semua warga negara, seperti yang telah ditetapkan dalam hukum, memiliki hak yang

sama untuk menerima pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya “

“Semua warga negara, seperti yang telah ditetapkan dalam hukum memikul tanggung

jawab untuk memberikan pendidikan umum bagi anak-anaknya yang berada di bawah

pengawasannya. Pendidikan wajib belajar ini diberikan secara gratis”

Menurut pasal di atas tidak ada lagi diskriminasi dalam hal pendidikan antara anak laki-laki dan

perempuan. Alasan ketidakmampuan atau kesulitan ekonomi bukan lagi menjadi alasan karena

pemerintah telah menjamin pendidikan wajib belajar bagi rakyatnya. Hak perempuan dalam

pendidikan yang sama dengan laki-laki telah diakui dan keadaan perempuan menjadi lebih baik.

Setelah Perang wajib belajar pendidikan dasar dan menengah berlaku untuk penduduk berusia 6

tahun hingga 15 tahun. Di sekolah menengah tidak ada lagi diskriminasi yang membedakan

pendidikan bagi perempuan dan laki-laki.Sebagian besar lulusan sekolah menengah pertama

melanjutkan ke sekolah menengah atas. Di kalangan penduduk berusia 15 tahun ke atas, tingkat

melek huruf sebesar 99%, laki-laki: 99%; perempuan: 99% (2002). menurut Menteri

Pendidikan dan Kebuayaan Jepang hampir semua murid meneruskan ke Sekolah Menengah

Atas, dan sekitar 75,9% lulusan sekolah menengah atas pada tahun 2005 melanjutkan ke

universitas, akademi, sekolah keterampilan, atau lembaga pendidikan tinggi lainnya. Hal ini

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 9: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

dapat dilihat dengan semakin banyaknya wanita yang mendapatkan pendidikan dan dapat

dilihat pada tabel berikut,

Tabel 1

Persentase pendidikan SMA (Teruko, 1999:116)

Tahun Anak Perempuan Anak Laki-laki

1950 36,7 48,0

1955 47,4 55,5

1965 69,9 71,7

1975 93,0 91,0

1985 94,9 92,8

1991 95,8 93,5

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah anak perempuan yang mendapatkan

pendidikan sampai jenjang SMA meningkat setiap tahunnya, bahkan sejak tahun 1975 anak

perempuan lebih banyak dari laki-laki. Peningkatan pendidikan tersebut bukan hanya pada

tingkat SMA, tetapi juga dalam tingkat perguruan tinggi seperti gambar berikut,

Tabel 2

Persentase Laki-laki dan Perempuan yang melanjutkan ke universitas

tahun Laki-laki % Perempuan %

1965 20.7 4.6

70 27.3 6.5

75 40.4 12.5

80 39.3 12.3

85 38.6 13.7

90 33.4 15.2

95 40 22.9

2000 47.5 31.5

2002 47 33.8

2003 47.8 34.4

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 10: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

Perempuan yang mengambil pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi mengalami

peningkatan setiap tahunnya, meskipun persentase laki-laki yang melanjutkan lebih banyak dari

perempuan. pada gambar persentase perempuan yang masuk unversitas pada tahun2003

mencapai 34,4 % dan persentase laki-laki 47%. Hal ini menjelaskan keadaan perempuan

khususnya dalam bidang pendidikan semakin membaik dan mereka memiliki kesadaran bahwa

mereka juga memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam hal pendidikan. Karena

pendidikan merupakan hal yang penting bagi sumber daya manusia, meningkatnya pendidikan

bagi perempuan ini juga mengakibatkan membaiknya kondisi perempuan di bidang lain.

Pada masa setelah perang kesetaraan gender yang diterima oleh perempuan semakin membaik.

Dengan hampir seluruh lulusan sekolah menegah yang melanjutkan SMA dan yang melanjutkan

sekolah ke unversitas pun semakin banyak.

Dampak Pendidikan Perempuan yang Tinggi Terhadap Keluarga dan Pekerjaan

Dengan memiliki pendidikan yang tinggi status dan perempuan dalam lingkungan sosial yang

awalnya diangap lemah karena selalu bergantung pada laki-laki menjadi kuat. Hal ini

dikarenakan dengan pendidikan yang tinggi perempuan dapat hidup lebih mandiri, seperti

bekerja dan mempunyai penghasilan sendiri. Adanya peraturan yang didukung oleh pemerintah

tentang hak perempuan pun semakin menguntungkan para perempuan.

Dampak Pendidikan Tinggi dalam Keluarga dan Pekerjaan

1. Mempunyai penghasilan sendiri, jumlah pekerja perempuan di Jepang pada tahun 2000

adalah sebesar 40,7% dari keseluruhan jumlah pekerja, dari jumlah ini 59,9% adalah

perempuan yang telah menikah dan 33,1% belum atau tidak menikah. Terlihat bahwa

wanita yang telah menikah memiliki peran yang lebih besar dalam ketenagakerjaan

Jepang. Mempunyai pendidikan yang baik pada dasarnya akan mendapatkan pekerjaan

dengan gaji yang baik pula. Gaji tersebut biasanya bukan digunakan para ibu untuk

membeli barang-barang keperluan pribadinya, melainkan untuk menambah penghasilan

keluarga dan membantu pendidikan anaknya (Okamura, 1983:40). Salah satunya untuk

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 11: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

membiayai juku anaknya. Walaupun pemerintah menjalankan program wajib belajar

secara gratis, ketatnya persaingan pendidikan di Jepang membuat para ibu memasukkan

anaknya ke juku.

2. Munculnya kyouiku mama, tingginya pendidikan para perempuan akan mempengaruhi

pendidikan anak-anaknya. Para perempuan yang berpendidikan tinggi ini pada umumnya

akan memberikan tuntutan yang sama pada anak-anaknya untuk mendapatkan pendidikan

yang tinggi pula. Tekanan pendidikan yang diberikan para ibu kepada anaknya ini disebut

dengan kyouiku mama. Salah satu langkah yang diambil para ibu agar anaknya bisa

mendapatkan pendidikan yang bagus adalah memasukan anaknya ke juku. Menurut

James William Breen (2000), juku adalah “coaching school” atau “cramming school”,

yang berarti sekolah untuk proses pembinaan. Sekolah ini ditujukan untuk membantu

para siswa untuk membantu dan mengatasi permasalahan pelajaran yang ada di sekolah,

selain itu juga membantu mereka agar dapat lulus ujian masuk sekolah maupun

universitas. Juku dianggap penting oleh masyarakat Jepang, karena ketatnya persaingan

dalam kehidupan masyarakat Jepang terutama pendidikan dan dunia kerja. Persaingan

inilah yang membuat juku semakin dibutuhkan dan dipercaya oleh para orangtua dapat

membantu anak-anak mereka dalam menghadapi kesulitan-kesulitan belajar.

3. Menjadi wanita karir, semakin tinginya pendidikan perempuan semakin membuka

kesempatan perempuan untuk mendapatkan karir yang baik.

Gambar 3

Persentase perempuan dalam management perusahaan dan profesi

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 12: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

Pada data diatas, perempuan dalam bidang profesi sebagai dokter menempati urutan teratas

mencapai 15,6% diikuti oleh akuntan 10,7% dan jaksa atau pengacara sebesar 10,2%. Sementara

dalam management perusahaan angka tertinggi ditempati oleh kepala administrasi sebesar 9,4%,

kepala bagian 4,6% dan kepala departemen 3,1%, perempuan denga bidamg pekerjan ini pada

umumya adalah pekerja purna waktu.. Meskipun angka tersebut belum mencapai 50% dari

seluruh pekerja perempuan, namun dengan terus meningkatnya angka tersebut setiap tahunnya

menjelaskan bahwa perempuan Jepang semakin sadar dengan adanya kesempatan akan

kesetaraan gender yang mereka bisa dapatkan dalam pekerjaan.

Penutup

Kesetaraan Gender di Jepang sebenarnya mulai terlihat sejak zaman Meiji. Tetapi karena masih

kuatnya pengaruh konfusius, kesetaraan gender pada zaman ini dianggap kurang berhasil karena

masih banyaknya diskriminasi perempuan, Setelah Perang perempuan mendapatkan kesetaraan

gender dalam pendidikan secara penuh. Perempuan tidak lagi dibedakan dengan laki-laki dalam

pendidikan yang mereka dapat. Hal tersebut menyebabkan semakin banyak perempuan yang

terdidik dan menyelesaikan sampai tingkat universitas. Kesetaraan gender ini berdampak pada

peran perempuan dalam keluarga dan pekerjaan. Tingginya pendidikan perempuan membuat

para kaum ibu sangat menekankan pada pendidikan anaknya, untuk memenuhi hal tersebut

mereka akan bekerja dengan tujuan mempergunakan gaji mereka untuk pendidikan anaknya.

Berpijak pada teori Gender Fungsional Struktural Suryadi dan Idris, studi ini beragumentasi

bahwa kesetaraan gender merupakan akibat perubahan struktur nilai masyarakat. Dalam konteks

Jepang berubahnya struktur masyarakat disebabkan oleh intervensi Amerika yng merubah UUD

Jepang. Undang-undang yang sebelumnya berlandaskan ie berubah menjadi UU yang

berlandaskan demokrasi. Sistem ie mulai hilang digantikan dengan diakuinya hak-hak individu.

Diakuinya hak-hak individu ini menyebabkan diakuinya kesetaraan gender. Lebih lanjut Suryadi

mengatakan peran sosial tak lagi dilihat berdasarkan jenis kelamin, tetapi berdasarkan daya saing

dan keterampilan. Dengan adanya kesetaraan gender menyebabkan perempuan mendapatkan hak

yang sama dengan laki-laki dalam pendidikan. Pendidikan yang didapatkan perempaun

menyebabkan perempuan menjadi sumber daya manusia yang unggul dan dapat bersaing dengan

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013

Page 13: Kesetaraan gender , Winda Atmeiti, FIB UI, 2013lib.ui.ac.id/file?file=digital/20352076-MK-Winda Atmeiti.pdfKESETARAAN GENDER DI JEPANG Winda Atmeiti Program Studi Jepang, Fakultas

laki-laki. Sehingga perempuan tak lagi dianggap hanya dapat berperan dalam bidang dmestik

saja. Dengan pendidikan tinggi yang perempuan dapatkan menjadikan mereka mendapatkan

pekerjaan dan turut berperan dalam ekonomi Jepang.

DAFTAR ACUAN

Brown, Delmer M. 1993. The Cambridge History of Japan: Ancient Japan. Cambridge:

Cambridge Press.

Echols, Sadhily. 1983. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Fujimura, Fumiko-Fanselow & Kameda, Atsuko. 1995. Japanese Woman New Feminist

Perspective on Past, Presents and Future. New York: The Feminist Press of The City

University of New York.

Halida, Ismi. 2009. Skripsi Peran Perempuan dalam Politik Jepang Menurut Teori Tatanan

Simbolik Jacques Lacan. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program studi Sastra

Jepang.

Irwan, Abdullah. 2001. Seks, Gender dan Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta : Karawang Press

Nakane, Chie. 1970. Japanese Society. Barkeley and Los Angeles: University of California Press

Okamura, Masu. 1983. Peranan Wamita Jepang. Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia UGM

Press

Suryadi Ace, Idris Ecep. 2002. Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidkan. Bandung:

Genesindo.

Teruko Inoue, Yumiko Ehara. 1991. Josei no detta bukku. Japan: Yukikaku.

Tripton, Elise K. 2000. Woman in Asia. Tradition, Modernity and Globalization. St. Leonard

(Australia): Allen and Unwin.

Wulandari, Endah. 1992. Laporan Penelitian Perubahan Kedudukan dan Peranan Wanita

Jepang dalam Kiitannta dengan Konsep Ie. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia

Kesetaraan gender ..., Winda Atmeiti, FIB UI, 2013