Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN 'PENELITIAN
fJIAt
BIDI,NG ILMU:
Bl 0 Fl~ I~M/\SI
!JI'N
FI\I~MI\KOKINE:TI K
Mens>.df'hUi
Fa k u l\ a s 1-:.:. ; ::, ·' s ' U G M ~· ~· ·· .PemDIU&tU J.;~;...._.u. 1
i
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWI' atas
terselesainya penelitian ini.
Sediaan obat yang berbentuk tablet sangat banyak digu-
nakan, suatu sediaan farmasi akan mempunyai efek yang opti-
mum apabila bahan aktifnya dapat segera dilepas dari sedi~
nya dan segera diabsorpsi, dalam sediaan tablet hal ini
akan sangat dipengaruhi oleh maoam bahan penolongnya.
Dalam ra.ngka pembudidayaannya, Amilum Maydis yang diperoleh
dari tanaman jagung (Zea Mays) ternyata jauh lebih mudah d!
peroleh dan dibuat, juga harganya relatip lebih murah dibaE
ding dengan Amilum Solani. Amilum Maydis dapat juga diguna-
kan sebagai bahan penolong tablet.
Atas dasar pemikiran itulah maka dilakukan penelitian
tentang ketersediaan h~ati tablet Trisulfa dengan mengguna
kan bahan penolong Amilum Maydis.
Kepada Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian
Pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
DepDikBud, yang telah memutuskan untuk membiayai penelitian
ini penulis uoapkan terima kasih. Juga penulis uoapkan ter!
ma kasih kepada semua pihak yang telah membantu sampai ter-
selesainya penelitian ini.
Harapan penulis semoga penelitian ini dapat bermanfaat
bagi masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
ii
Yogyakarta, 10 Nopember 1984
Proyek PIT-DPPM No. 0515/PIT/
DPPM/408/1983
Peneliti
_/7fdl4~}-Dra. Nurlaila, Apt.
INTISARI
Telah dilakukan penelitian Ketersediaan Hayati Tablet
Trisulfa dengan menggunakan Bahan Penolong Amilum Maydis.
Dibuat Tablet Trisulfa dengan bahan penolong Amilum
Solani (A) dan dengan bahan penolong Amilum Maydis (B). Ke-
mudian pada kedua tablet dilakukan uji Persyaratan Baku ta-
blet (Farmakope Indonesia) dan juga dilakukan penetapan ke-
cepatan pelarutan tablet (USP XVIII).
Setelah itu dilakukan penetapan Ketersediaan Hayatinya de-
ngan meng~unakan 10 ekor kelinci jantan, sehat dengan berat
badan ± 2 kg, dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Kelom-pok I diberi tablet (A) dan kelompok II diberi tablet (B).
Kemudian diambil darahnya pada selang waktu tertentu untuk
penetapan kadar Trisulfa di dalam darah dengan metode Brat-
ton f>'larshall. Data yang didapat dianalisa secara statistik
dengan uji-t dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
a. Tablet (B) mempunyai kecepatan pelarutan yang lebih tin~
gi daripada tablet (A).
b. Tablet (B) mempunyai kekerasan sedikit di bawah ketentu-
an umum (4-7 kg) dan mempunyai kerapuhan yang tinggi di-bandingkan tablet (A).
c. Tablet (B) mempunyai, K 1
, K , ti dan Ketersediaan Hayati e a yang tidak berbeda nyata dengan tablet (A).
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Amilum Maydis dapat
digunakan untuk pengganti Amilum Solani dalam formula tablet
Trisulfa.
iv
Mengetahui F.akultas Farmasi UGM Dekan 1 Pembantu De.UU I
Nl P : l ~ fi :. ( · ? 8 8
BAB I
PENDAHULU AN
Suatu obat yang diberikan per-oral, secara umum harus
melalui beberapa proses agar obat tersebut dapat menoapai
sasaran yang dikehendaki dan berkhasiat. Proses-proses ter-
sebut dimulai dari proses terlepasnya (terbebasnya) obat d~
ri sediaannya (LIBERATION) yang umumnya terjadi dalam lam-
bung/usus, setelah obat larut dalam cairan lambung/usus, o-
bat mengalami proses absorbs!. Selanjutnya obat akan didis-
tribusikan ke seluruh tubuh lewat pembuluh-pembuluh darah/
getah bening. Adanya obat dengan kadar yang cukup di dalam
darah/cairan tubuh inilah yang memungkinkan obat dapat ber-
khasiat. Seterusnya obat mengalami proses metabolisme dan
akhirnya metabolit yang tidak berguna tersebut dibuang ke
luar tubuh (14). Dalam rangka pembudi-dayaannya, Amylum Ma~
dis yang diperoleh dari tanaman Jagung (Zea mays) ternyata
jauh lebih mudah diperoleh dan dibuat dibanding dengan Amy-
lum Solani, juga harganya relatip lebih murah.
Dari penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa peng-
gunaan Amylum Maydis sebagai bahan penolong tablet ternyata
menghasilkan produk tablet yang memenuhi persyaratan Farma-
kope Indonesia pada pemeriksaan sifat fisika-kimianya (kes~
ragaman bobot, waktu hancur, kadar, kekerasan dan kerapuhan).
(1) Selanjutnya berdasarkan pemeriksaan kecepatan pelarutan
("disolution rate") yang merupakan gambaran kecepatan pele-
pasan bahan obat dari sediaannya dapat disebutkan bahwa Ta-
blet Trisulfa dengan bahan penolong Amylum Maydis mempunyai
kecepatan pelarutan lebih tinggi dibanding yang menggunakan
bahan penolong Amylum Solani (13).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan juga berdasar ped.Q.
1
2
man yang dikeluarkan Dep. Kes. R.I tentang obat-obat baru
(2), maka perlu diadakan penelitian tentang ketersediaan h~
yatinya, untuk mendapat kepastian apakah sediaan tersebut
dapat digunakan, dalam arti mempunyai efek farmakologi se-
perti yang diharapkan (5, 6). Dengan membandingkannya de-ngan sediaan tabiet yang menggunakan bahan penolong yang s~
dah lazim digunakan dalam hal ini Amylum Snlani, maka akan
dapat diketahui apakah tablet yang menggunakan bahan peno-
long Amylum Maydis mempunyai ketersediaan hayati yang tidak
berbeda.
Berhasilnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
das ar ilmiah penggunaan Amil urn Maydis se bagai bah an peno-
long tablet yang baik. Dan juga dalam rangka pembudidayaan
sumber alam Indonesia, maka hasil penelitian ini secara ti-
dak langsung akan membantu kelancaran pembangunan negara.
BAB II
PENELAAHAN TINJ AUAN PUST AKA
II. a. TINJAUAN PUSTAKA
Sediaan Farmasi yang paling banyak diproduksi di Indo-
nesia adalah tablet. Dalam proses pembuatan tablet, umumnya
digunakan pula bahan penolong, karena jarang sekali bahan
obat dapat langsung ditablet. Bahan penolong tersebut terd1
ri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bahan penghancur dan
bahan pelicin (11, 12, 16). Bahan penolong ini akan mempe-ngaruhi kecepatan pelepasan bahan obat, oleh karena itu ha-
r'U.s dipilih dan diusahakan agar pengaruh (hambatan) yang a-
da sekecil mungkin.
Proses pelepasan obat dari sediaan tablet juga terdiri dari
beberapa proses, yaitu proses hancurnya tablet ("disintegr!_
si"), proses terbentuknya partikel yang kecil sesudah ta-
blet hancur ("deagregasi") dan proses melarut obat dalam c!_
iran lambung/usus ("dissolusi") ( 14). Dengan demikian kec~
patan pelarutan bahan obat dapat digunakan untuk menggamb~
kan tingkat kemudahan/kesulitan proses pelepasan obat dari
tablet yang bersangkutan.
Sebagai bahan pengisi umumnya digunakan Amilum Solani, Lak-
tosa atau campuran keduanya, demikian juga sebagai bahan
penghancur umumnya digunakan Amilum Solani siccatum. Usaha
untuk mengganti Amilum Solani dengan Amilum lain yang lebih
murah dan banyak terdapat di Indonesia telah banyak dilaku-
kan, antara lain diganti dengan Amilum J.Vlanihot ( 19) dan Am1
lum Maydis (17, 19). Penggantian itu umumnya berhasil baik,
berdasarkan data bahwa semua tablet yang diperoleh memenuhi
persyaratan baku tablet (12). Pengujian lebih lanjut dapat dilakukan dengan penetapan ke-
cepatan pelarutan bahan obatnya dalam medium tertentu.
3
4
Kecepatan pelarutan didefinisikan sebagai banyaknya zat ak-
tif (bahan obat) yang terlarut dalam medium tertentu tiap
satuan waktu (10) dan untuk zat padat dipengaruhi oleh ant~
ra lain luas permukaan spesifik zat padat, distribusi ukur-
an partikel, penggojogan~ temperatur, kadar, reaksi kimia,
metode granulasi dan bahan penolong tablet (10).
Bahan pengisi terbaik untuk mendapatkan kecepatan pelarutan
tinggi adalah Amilum karena sifatnya yang hidrofilik dan
Amilum Solani biasanya dipilih untuk maksud tersebut (10).
Beberapa percobaan juga menunjukkan bahwa Amilum (Solani
dan derivatnya/modifikasinya) merupakan bahan penghancur
terbaik (10). Sedang sebagai bahan pengikat, solutio gela-
tin merupakan bahan terbaik dan hal ini juga disebabkan ka-
rena kemampuannya menaikkan sifat hidrofilik bahan obat (10).
Untuk mempermudah dalam memberikan gambaran tentang parame-
ter-parameter kecepatan pelarutan, data yang diperoleh dia-
nalisa menurut regresi linear dengan persyaratan tertentu
(4, 7, 9). Dengan menentukan slope kurva hubungan linear~ tara log. persentase zat yang tak larut sebagai fungsi wak-
tu diperoleh tetapan kecepatan pelarutan intrinsik {k). De-
mikian pula dengan menggunakan persamaan distribusi Weibull:
di mana
log (- l n(1 - m ) = b log (t- T.)- log a ].
m = fraksi zat yang larut t = waktu T. = parameter tempat yang biasanya ditunjukkan ].
dengan periode laten
b = parameter bentuk grafik
a = parameter skala
dapat ditentukan waktu yang diperlukan agar 63,~fo zat aktif
melarut dalam medium (Td)' yaitu diekstrapolasi hingga har-
ga log (- 1 n ( 1 - m) = 1 ••••• (4, 9)
5
Trisulfa adalah campuran sama banyak dari 3 macam obat
golongan Sulfonamida, yaitu Sulfadiazina, Sulfamezatina dan
Sulfamerazina. Obat-obat golongan sulfa adalah asam organik
lemah yang mengalami absorpsi dalam lambung atau usus bagi-
an atas secara difusi pasip. Laju absorpsinya dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain kelarutannya dalam lemak,
jumlah obat yang tak terionkan dalam tempat absorpsi, pH
tempat absorpsi, ukuran partikel (5, 14, 21). Setelah berada di dalam darah obat Sulfonamida ini akan te£
ikat oleh protein plasma dan ikatan ini akan terlepas kemb~
li bila kadar obat bebas dalam darah turun, jadi akan sela-
lu terjadi kesetimbangan antara kadar obat yang bebas dan
yang terikat protein plasma (21).
Dalam hepar obat golongan Sulfonamida akan mengalami metab£
lisme yaitu dengan asetilasi, konjugasi atau oksidasi (14,
21).
Obat-obat Sulfonamida ini sebagian besar diekskresikan le-
wat urina, baik dalam bentuk bebas maupun asetilasinya. Dan
karena obat ini diabsorpsi dengan cara difusi pasip maka d~
lam ginjal (khususnya dalam tubulus distal) akan mengalami
reabsorpsi. Di mana reabsorpsi ini sangat dipengaruhi oleh
pH lingkungan. Maka kadar obat dalam darah pun akan berubah
dengan adanya reabsorpsi ini, juga Kel dan t~ akan menga-
lami perubahan (14).
Ketersediaan hayati suatu obat dapat diuraikan dengan
menggunakan 3 parameter yaitu (5, 6, 14) :
- luas daerah di bawah kurva (AUC)
- kadar obat maksimum yang ada dalam darah (Cp max)
- waktu untuk mencapai kadar obat maksimum (tp max)
AUC adalah integral kadar obat di dalam darah dari waktu
t = 0 sampai t = D') ; di mana besarnya AUC berbanding lang-
sung dengan jumlah total obat yang diabsorpsi. Tetapi AUC
irii tidak dapat dipakai untuk mengetahui jumlah yang sesung
6
guhnya kecuali bila dibandingkan dengan standard yang telah
diketahui dan dianggap 100% (5, 14, 15). Dengan membanding-kan besarnya AUC dari obat yang diteliti dengan AUC dari
obat yang dianggap sebagai obat standard akan diketahui ke-
tersediaan hayati dari obat yang diteliti.
Dengan mengetahui Ka yaitu tetapan kecepatan absorpsi
suatu obat maka akan dapat diketahui atau diprediksi berapa
obat yang diabsorpsi dari tempat absorpsi masuk dalam sir~
lasi darah, ada tidaknya gangguan di tempat absorpsi (5,14). Dan dengan diketahuinya ti (waktu paro biologi~yaitu waktu
yang diperlukan oleh suatu obat sehingga kadarnya tinggal
separo dari kadar mula-mula suatu obat dan K81 {tetapan ke-
cepatan eliminasi) suatu obat maka akan dapat diketahui hi-
langnya atau berkurangnya obat dari dalam sirkulasi siste-
mik (5).
Diketahuinya K , K 1 dan ti secara tidak langsung juga da-a e pat menggambarkan kadar obat di dalam darah dari waktu-ke
waktu.
Besarnya AUC dihitung dengan rumus :
t-~~>UJ
AUC n =
+ ~x ; en • (tn - txU en Kel
C - t t -+ C/:J AUC0 -+ /) = AUC0 n + AUC n
dengan satuan _,!tAg. jam. ml- 1 atau
pg. menit. ml-1 (5, 6, 14, 15)
1
Sedang untuk mencari K , K 1 dan t~ dengan metode residual a e ( 14).
Kadar Trisulfa dalam darah ditetapkan dengan metoda
"Bratton - l'1arshall", di mana Trisulfa ditetapkan sebagai
sulfa jumlah.
Obat dalam cairan badan (dalam hal ini darah) dipisahkan d~
ri protein dengan menambahkan zat pengendap protein yaitu
larutan asam trikhloroasetat 15%.
Gugus amino-aromatis primer diazotasikan dengan penambahan
NaN02 dalam suasana asam kuat, bentuk azotasi ini dengan p~
reaksi N(1-naftil) etilen diamonium khlorida memberikan w~
na merah ungu.
Kelebihan NaN0 2 dapat dihilangkan dengan penambahan a:nonium
sulfamat.
Warna yang terjadi diamati dengan spektrofotometer pada paa
jang gelombang 540 - 550 /u m (8, 18) reaksi kimianya dapat
digambarkan sebagai berikut
R 0 '"' RNH-S- / \; -NH t_:!) + HONO -~ II 3 0 -- berlebihan
0
II 0\' RNH-S- I ' -N:N II __ -
0
>
rnerah ungu
---)~ N2
+ so4= + H
20 + H+
sis a
8
II.b. HIPOTESIS
Penelitian ini diusulkan dengan tujuan untuk mengeta-
hui Ketersediaan Hayati Tablet Trisulfa dengan bahan penn-
long Amilum Maydis, baik invivo maupun invitro. Diharapkan
tablet Trisulfa dengan bahan penolong Amilum Maydis mempu-
nyai ketersediaan hayati optimum dan tidak berbeda dari
yang menggunakan bahan penolong yang lazim digunakan (dalam
hal ini Amilum Solani). Hasil penelitian ini diharapkan da-
pat memberikan dasar ilmiah penggunaan Amilum Maydis seba-
gai bahan penolong tablet yang baik. Juga mengingat bahwa
pembudi-dayaan sumber alam Indonesia merupakan salah satu
faktor yang penting dalam pembangunan negara, maka hasil p~
nelitian ini secara tidak langsung akan membantu kelancaran
pembangunan negara, karen a tanaman J agung terdapat hampir
di seluruh daerah Indonesia.
II.c. RENCANA PENELITIAN
1. Pembuatan tablet Trisulfa.
Dibuat tablet Trisulfa dengan bahan penolong Amilum
Solani (A) dan dengan bahan penolong Amilum Maydis
(B) (3). Kemudian dilakukan uji persyaratan baku ta-
blet menurut metode Farmakope Indonesia (1). Lalu di-
lakukan penetapan kecepatan pelarutan tablet menurut
metode USP XVIII untuk tablet (A) dan (B) •• (20).
2. Penetapan Ketersediaan Hayati tablet.
10 ekor kelinci jantan sehat dengan berat badan ± 2kg 9 dibagi secara acak dalam 2 kelompok. Kelompok I dibe-
ri tablet (A) dan kelompok II diberi tablet (B) ma-
sing-masing 1 tablet secara oral (dosis 500 mg). Kern~
dian diambil sampel darahnya lewat vena marginalia p~
da selang waktu tertentu. Kadar Trisulfa dalam darah
ditetapkan dengan metode "Bratton-Marshall" dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 - 5501um.
9
3. Analisa Hasil.
Dari data kadar obat dalam darah dapat dihitung bes~
nya K , K 1 dan t~ dengan metode residual dan besar-a e nya AUC dari tablet (A) dan (E).
Kemudian hasil yang didapat dianalisa secara statis-
tik dengan uji-t dengan taraf kepercayaan 95%, untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna antara
ketersediaan hayati tablet (A) dan tablet (E).
BAB III
METODOLOGI
III.1. Bahan/materi dan alat yang digunakan.
Dalam penelitian ini digunakan bahan obat Sulfa
diazina, Sulfamerazina dan Sulfamezatina dari Kimia
Farma. Amilum Solani dan Amilum Maydis yang dibuat
sendiri sehingga memenuhi syarat baku (1). Bahan pe-
nolong yang lain juga dari Kimia Farma.
Hewan coba adalah kelinci jantan sehat dengan berat
+ 2 kg yang dibeli dari daerah Ambarawa.
Untuk analisa kadar Trisulfa dalam darah secara Spe~
trofotometer dan untuk penetapan kadar Trisulfa dig~
nakan pereaksi natrium nitrit p.a., asam trikhloro-
asetat p.a., ammonium sulfamat p.a., N(1-naftil) eti
len diamina dikhlorida p.a. deri E. Merck dan juga
Etanol absolut (E. Merck) dan air suling.
Alat-alat yang digunakan meliputi seperangkat
alat-ala t gelas, mesin tablet (Kikusui), "Hardness
tester" (model Stokes), "Des integration tester" (Er-
weka, 2T-2), "Friabilator" (Erweka, TAP), "Dissolut-
ion rate tester" (Erweka, D-7), Neraca (Inaba), Spek
trofotometer (Bausch & Lomb, Spectronic 20), Sentri-fuga (Kokusan H-100-DC).
III.2. Jalannya Penelitian
1. Pembuatan tablet (2).
1.1 Pembuatan granul.
1.1.1 Pembuatan granul Trisulfa
10
Formula standar
Sulfadiazina
Amilum Solani
Solutio Gelatin 5%
Amilum Solani sicc.
Mg. Stearat
500 mg
100 mg
q.s.
40 mg
5 mg
11
Dari formula tersebut dibuat modifikasi dengan meng-
gunakan tiga macam amilum yang berbeda sebagai bahan
pengisi.
- Sulfamerazina 166,7 mg
Sulfamezatina 166,7 mg
Sulfadiazina 166 '7 mg
Amilum Solani 125 mg
Musilago Amili 5% q.s
Mg. Stearat - Talk (1 . 9) 10 mg .
- Sulfamerazina 166,7 mg
Sulfamezatina 166,7 mg
Sulfadiazina 166,7 mg
Amilum Manihot 125 mg
Musil ago Amil i 5% q.s
Mg. Stearat - Talk (1 : 9) 10 mg
- Sulfamerazina 166,7 mg
Sulfamezatina 166,7 mg
Sulfadiazina 166,7 mg
Amilum Maydis 125 mg
Musilago Amili 5% q.s
Mg. Stearat - Talk (1 . 9) 10 mg .
Proses granulasi.
Bahan obat dicampur homogen dengan bahan pengi-
12
si, diberi pengikat secukupnya sampai massa seperti
tiwul dan diayak dengan ayakan granul no, 12. Kerin~
kan di almari pengering pada suhu ± 50° C selama ± 6 jam.
Setelah granul kering diayak dengan ayakan granul
no, 14. Ditimbang kemudian ditambahkan campuran ba-
han pelicin yang sebelumnya telah diayak. Granul
yang telah siap ditablet dilakukan pemeriksaan meng~
nai sifat-sifat granul.
1~1.2 Pemeriksaan kompresibilitas dari granul.
Menggunakan gelas ukur dan "motorized tapping devi-
ce".
Ditentukan "packed density"
"loose density"
Ditimbang granul 40 gram (B), dimasukkan ke da-
lam gelas ukur 100 cc diukur volumenya (v1). Granul dalam gelas ukur tersebut dihentakkan dengan "motori
zed tapping device" sebanyak 20 kali, diukur volume-
nya (v2). Dihitung kompresibilitas dengan rumus:
B p =v-
2 B
L = V 1
p ; L X 100%
1.2 Proses Pentabletan.
Granul Trisulfa ditablet dengan berat 650 mg ti
ap tablet dengan diameter 13 mm, menggunakan mesin
tablet jenis "Single Punch Machine" dengan tekanan
13
tertentu.
Selama proses pentabletan selalu diadakan pemeriksa-
an berat tablet dan kekerasannya, waktu hancur dan
penetapan kadar (1)
2. Pengujian kecepatan pelarutan bahan obat (11, 13).
Tablet Trisulfa dimasukkan ke dalam 1000 ml medium
(HCl 0,1 N), putar 100 rpm pada suhu 37° C (± 0,5°C). Sampel diambil pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45 dan
60 setelah proses berjalan. Tetapkan kadar bahan
obat yang terlarut menurut persamaan kurva baku dan
hasilnya dianalisa dengan metode Wagner dan Weibull.
3. Penetapan ketersediaan hayati (15).
10 ekor kelinci jantan sehat dengan berat badan
± 2 kg, dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. 24 jam sebelum percobaan kelinci dipuasakan. Kelom-
pok I diberi tablet (A) dengan dosis 1 tablet (me-
ngandung 500 mg Trisulfa), kelompok II diberi tablet
(B) dengan dosis 1 tablet (mengandung 500 mg Trisul-
fa) secara oral. Sebelum diberi obat diambil sampel
darahnya (lewat vena marginalis) sebagai darah blang
ko. Kemudian diambil darahnya (juga lewat vena marg! t I I I t
nalis) pada selang waktu 15 ; 30 ; 45 ; 60 ; 90 ; I I I t t
120 ; 150 ; 180 ; 240 ; 300 dan 360 menit, setelah
pemberian obat. Kadar Trisulfa dalam darah ditetap-
kan menurut metode "Bratton Harshall". Kepada 0 9 5 m1
sampel darah ditambah 15,5 ml air suling, campur ba-
ik-baik. Kemudian campuran ditambah 4 ml asam tri-
khloroasetat 15% dicampur baik-baik lalu disentritu-
ga selama 10 menit 3500 rpm. Ambil 5 ml beningan di-
tambah 0,5 ml larutan NaN0 2 0,1% campur homogen, bi-
arkan 3 menit. Tambah 0,5 ml larutan amonium sulfa-
rna t 0, 5% campur s ampai homogen, di amkan 2 me nit • Ke-
14
mudian ditambah 2,5 ml larutan N(1-naftil) etilen
diamonium dikhlorida 0,1% dalam etanol absolut, cam-
pur homogen dan diamkan di tempat gelap selama 10 m~
nit. Warna yang terjadi diukur resapannya pada pan-
jang gelombang 545 ;U- m dengan menggunakan spektrofo-tometer.
III.3. Cara analisa data.
1. Analisa data terhadap kecepatan pelarutan bahan
obat.
Hasil dari pemeriksaan sifat-sifat fisik gr~
nul dan kecepatan pelarutan dianalisa perbedaan-
nya dengan analisa variansi 1 jalan, batas keper-
cayaan 95%.
:Sila ada perbedaan yang nyata (F terhi tung> F ta
bel) diteruskan dengan uji t-'l'uckey.
2. Analisa data ketersediaan hayati.
Dari data kadar Trisulfa dalam darah dibuat kurva
kadar obat versus waktu untuk mencari besarnya
AUC (14, 15) dan juga dibuat kurva logaritma ka-
dar obat dalam darah versus waktu untuk mencari
besarnya Ka, Kel dan ti dengan metode residual
(14), masing-masing untuk tablet (A) dan tablet
(:S). Kemudian harga-harga AUC, K , K 1 dan ti an-a e tara tablet (A) dan tablet (:s) dibandingkan de-
ngan uji-t dengan taraf kepercayaan 95%, untuk m~
ngetahui apakah ada perbedaan yang bermakna anta-
ra tablet (A) dan tablet (:s).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PENBAHASAN
IV. 1 • HAS IL PENELIT IAN •
Dari pengujian persyaratan baku tablet, kekeras-
an dan kerapuhan, ternyata didapat hasil yang meme-
nuhi persyaratan (1), kecuali untuk kekerasan tablet
B sedikit di bawah standard. (Tabel I)
TABEL I
Hasil-hasil pengujian persyaratan baku tablet,
kekerasan dan kerapuhan.
TABLET Keterangan
A B
- Keseragaman bobot (635,5 mg) (635, 1 mg)
- Waktu hancur + + (160,9 dt) (110,9 dt)
- Kadar tablet + + (102,03 %) ( 101,48 %)
* Kekerasan tablet 4,9 kg 3,8 kg * Kerapuhan 0,73% 0,87 %
Keterangan: + = memenuhi syarat ( 1)
Hasil analisa data kecepatan pelarutan (Tabel III)
menunjukkan bahwa harga koefisien korelasi antara log~
ritma fraksi zat aktif yang tidak larut dengan waktu
lebih kecil daripada yang diharapkan (tidak mendekati
1).
15
TABEL II
Hasil Penentuan Kecepatan Pelarutan
Bahan Obat Tablet Trisulfa
. Waktu ( t )(meni t)
Kadar bahan obat )ang terlarut (mg/1
Tablet A Tablet
2,5 9,70 8,66
5 16,68 15,41 10 34,38 44,74 15 44,39 67,46 20 57,55 92,36
B
Hasil Analisa Data Kecepatan Pelarutan Bahan Obat
Tablet Trisulfa dengan Regresi Linear
0 I . Wagner Wei bull
Tablet k cc cc b Td (menit - 1) (menit)
A 0,0984 0,96 o, 998 0,89 208,2 B 0' 1353 0,96 0,995 1,22 73,02
Keterangan: k = tetapan kecepatan pelarutan intrinsik cc = koefisien korelasi b = parameter bentuk grafik
16
< 1 ~ eksponensial ; > 1 ~sigmoid Td = waktu yang diperlukan agar 63,2% bahan
obat melarut dalam medium
17
Dari hasil perhitungan K , K 1 , ti dan AUC, ternyata a e didapat hasil yang sangat bervariasi (SD cukup besar) dapat
dilihat pada tabel IV. Tetapi walaupun demikian harga rata-rata K , K 1 , ti dan AUC dari tablet (A) dan tablet (E) ti-a e dak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan taraf keper-
cayaan 95%, dapat dilihat pada Tabel V.
I Kel I
ti
Ka I
AUC
TA:BEL IV
Hasil perhitungan K , K 1 , t~ dan AUC a e
. TABLET
(A) MEAN ± SD I (B) MEAN + SD i
0,005110 ± 0,002570 I 0,003514 ± 0,000575 I 2,6256 ± 0,9585 I 3,3648 ± 0,6030
0,015460 ± 0,004476 0,012400 ± 0,005730
25420,800 ± 15914,538 18939,818 ± 6134,147
.i Satuan
menit -1
jam
men it -1
pg .me--1
nit .ml lb .. • OAN --~ §t:f; G~0\1~/f •:-,
{~ro ~ .. ,.. ~ ., TABEL V
o;!:: d~~ ~ i= ~\)~~ ,: ~~ \) ~
Perhitungan Uji-t dari Tablet (A) & Tablet (B) '-:+" ~ v * PER9~~'\~ .
tterhitung t tabel Keterangan
18
IV.2. Pemb2hasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tablet A memenuhi
persyaratan baku Farmakope Indonesia edisi II (tabel i),
tetapi kekerasan tablet B sedikit di bawah ketentuan umum
(4- 7 kg). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh bentuk par-tikel Amilum Maydis yang relatif keoil, sehingga dalam pem~
kaian pada jumlah sama dengan formula tertentu akan menam-
bah "fines" dan menyebabkan suli t ditablet dengan tekanan
tertentu untuk mencapai kekerasan yang umum.
Di samping itu kandungan amylosa (komponen amilum yang mu-
dah larut dalam air) relatif paling tinggi dan hal ini cen-
derung menyebabkan Amilum Maydis relatif paling higroskopis,
sehingga granul mudah lembab dan sulit ditablet pada tekan-
an lebih tinggi karena akan mengganggu kelancaran mesin
(bahkan mungkin macet).
Dengan demikian perlu ditentukan perbandingan yang ideal p~
da pemakaiannya dan dipilih mesin pentablet yang cocok un-
tuk menyetaknya.
Akibat langsung rendahnya kekerasan tablet B adalah tinggi-
nya kerapuhan dan hal ini juga dapat disebabkan karena ku-
rang memadainya kemampuan bahan pengikat. Hasil analisa da-
ta kecepatan pelarutan (tabel iii) menunjukkan bahwa harga
koefisien korelas i antara log. fraksi zat aktif yang tidak
larut dengan waktu lebih kecil daripada yang diharapkan (ti
dak mendekati 1). Hal itu menunjukkan 'bahwa hubungan kedua-
nya tidak mengikuti orde satu dan tidak merupakan garis lu-
rus yang menurut Wagner merupakan salah satu persyaratan.
Dengan menganggap bahwa hubungan tersebut mengikuti orde s~
tu, maka tablet B mempunyai tetapan kecepatan pelarutan in-
trinsik (k) yang tinggi, dibanding tablet A.
Analisa lain (Weibull) menunjukkan bahwa harga koefisien ko
relasi antara log (-) 1 n fraksi tidak larut dengan log. t
(waktu) lebih tinggi (baik) daripada Wagner.
Parameter bentuk grafik tablet B > 1 yang berarti grafik
19
berbentuk sigmoid, sedang tablet A harga parameter tersebut
20
lah dilakukan perhitungan uji-t tablet (A) dan tablet (B)
tidak menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (P
BAJ3 V
PENUTUP
V .1. KESIMPULAN.
Dari hasil penelitian ketersediaan hayati tablet
Trisulfa dengan menggunakan bahan penolong amilum Maz
dis dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada penggunaan amilum Maydis sebagai bahan p~
nolong, tablet Trisulfa mempunyai kecepatan p~
larutan yang lebih tinggi daripada penggunaan
amilum Solani sebagai bahan penolong.
2. Perlu diperhatikan tentang kekerasan dan kera-
puhan tablet Trisulfa dengan bahan penolong
amilum Maydis.
3. Tablet Trisulfa dengan bahan penolong amilum Maydis mempunyai perbedaan yang tidak bermakna
dalam hal ketersediaan hayatinya dengan yang
menggunakan amilum Solani.
4· Amilum Maydis dapat digunakan sebagai penggan-ti amilum Solani.
21
DAFT AR PUST AKA
1. Anoniem, 1972, Farmakope Indonesia, Ed. II, hal. 157-
159, Departemen Kesehatan R.I , Jakarta.
2. Anoniem, - , Khasiat Keamanan dan Penggunaan Obat, hal.
2-12, Departemen Kesehatan R.I , Jakarta.
3. Anoniem, 1968, Formularium der Nederlandse Apothekers,
F 62, F 63, F 64.
4. Fudholi, A., 1982, Linearisasi Kurva pada Studi Kecepat-
an Pelarutan, ceramah ilmiah dan wawancara lang-
sung, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
5. Gibaldi, M., 1971, Introduction to Biopharmaceutics,
2nd Ed., p. 1-70, Lea & Febiger, Philadelphia. 6. Gibaldi, H., 1977, Biopharmaceutics and Clinical Phar-
macokinetics, 2nd Ed., p. 150-170, Lea & Febiger, Philadelphia.
7. Goldsmith, J .A. et al,. 1978, On Methods of Expressing
Dissolution Rata Data, in J. Pharm. Pharmac., 30,
347-349.
8. Hopler, O.E., 1960, r.'Ianual of Clinical Laboratory Me-
thods, 4th Ed., p. 322-325, Charles C, Thomas Pu-blisher, Springfields, Illinois, USA.
9. Langenbucher, F., 1972, Linearization of Dissolution
Rate Curves by the Weibull Distribution, in
J. Pharm. Pharmac., 24, 979-981.
10. Leeson, L.J. and Carstensen, J.T., 1974, Dissolution
Technology, 1-19, 58-91, 113-118, The Industrial
Pharmaceutical Technology Section of the Academy
of Pharmaceutical Sciences, Washington D.C.
11. Martin, E.W., 1971, Dispensing of Medication, 7th Ed.,
772-795, Mack Publishing Co., Easton, Pennsylvania.
22
23
12. Parrot, E.P., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamen-
tal, Pharmaceutics, 3rd Ed., 72-85, Burgess Publi~ hing Co. , Mine apo 1 is , 1Y1inne sat a.
13. Riswaka Sudjaswadi, 1982, Pengaruh Amylum Manihot dan Amylum Maydis terhadap Kecepatan Pelarutan Bahan
Obat Tablet Trisulfa, Pekan Ilmiah Fakultas Farma-
si UGM 25 September 1982, Fakultas Farmasi UGM,
Yogyakarta.
14. Ritschel, W.A., 1980, Handbook of Basic Pharmacokine-
~' 2nd Ed., p. 281-303, 235-243, Drug Intelli-gence Publication, Hamilton, Illinois, USA.
15. Ritschel, W.A., 1974, Laboratory Manual of Biopharma-
ceutics and Pharmacokinetics, p. 199-215, Drug In-
telligence Publication, Hamilton, Illinois, USA.
16. Sandel, E., 1968, Fhar~aceutica Gal~nical Pharmacy,
287-311, Boktryckeri AB Thule, Stockholm.
17. Schwartz, J .B. et al , 1975, Intragranular Starch: Com-
parison of Starch U.S.P. and Modified Corularch,
in J. Pharm. Sci., vol. 64, No. 2 February, 328-
332.
18. Seligson, D., 1961, Standard Methods of Clinical Che-
mistry, vol. 3, 200-205, Academic Press, New York.
19. Sidky, dkk., 1978, Mencari Amilum Indonesia yang Paling
Baik untuk Bahan Penolong Pembuatan Tablet, Lapor-
an Penelitian, Proyek PPPT-UGM, no. 78, Lembaga P~
nelitian UGM.
20. The United States Pharmacopeiae Convention, Inc., 1970,
The Pharmacopeia of The United States of America, th
18 Rev., 699-700, 761-762, 934-935, Mack Publish ing Company, Easton.
21. Weinstein, • , 1972, "The Sulfonamides", in Goodman, L.S,
Gilman, A., The Pharmacological Basic of Therapeu-
tics, 4th Ed., 1177-1201, The Mac. Millan Co.,
London.
SUSUNAN PERSONALIA
Ketua Pelaksana (Tenaga Peneliti I): Dra. Nurlaila, Apt.
Tenaga Peneliti II : Drs. Riswaka Sudjaswadi, Apt.