Upload
ruben-joey-saragih
View
303
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Ketersediaan Ikan Terhadap Alat Tangkap
Disusun oleh :
Nama : Ruben Joey Saragih
NPM : 230110090055
Kelas : Perikanan A
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2010/2011
Ketersediaan Ikan Terhadap Alat Tangkap
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi daerah maritim yang
berpotensi menghasilkan ikan dan segala hal yang bermanfaat bagi manusia yang berasal dari
perairan tersebut. Dengan luasnya perairan Indonesia membuat banyak manfaat bagi
masyarakat Indonesia sendiri. Namun juga menimbulkan masalah, yaitu kurangnya
pemanfaatan secara optimal. Salah satu faktor tersebut ialah karena kurangnya alat tangkap
yang memadai.
Banyaknya jenis ikan dengan segala sifatnya yang hidup di perairan yang
lingkungannya berbeda-beda, menimbulkan cara penangkapan termasuk penggunaan alat
penangkap yang berbeda-beda pula. Adalah juga sifat dari ikan pelagis selalau berpindah-
pindah tempat, baik terbatas hanya pada suatu daerah maupun berupa jarak jauh seperti ikan
tuna dan cakalang yang melintsi perairan beberapa negara tetangga Indonesia.
Setiap usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan
daerah penangkapan, gerombolan ikan, dan keadaan potensinya untuk kemudian dilakukan
operasi penangkapannya. Beberapa cara untuk mendapatkan kawasan ikan sebelum
penangkapan dilakukan menggunakan alat bantu penangkap yang biasa disebut rumpin dan
sinar lampu. Kedudukan rumpon dan sinar lampu untuk usaha penangkapan ikan di perairan
Indonesia sangat penting ditinjau dari segala aspek baik ekologi, biologi, maupun ekonomi.
Rumpon digunakan pada siang hari sedangkan lampu digunakan pada malam hari untuk
mengumpulkan ikan pada titik/tempat laut tertentu sebelum operasi penangkapan dilakukan
dengan alat penangkap ikan seperti jaring, huhate dan lainnya.
Penentuan lokasi penangkapan ikan yang berpotensi akan sangat membantu dan
menguntungkan secara ekonomi, karena menghemat waktu dan biaya operasi. Dengan alat
pendeteksian ikan (fish finder), rupanya ikan dapat ditentukan pada kedalaman yang pasti,
sehingga alat tangkap dapat dioperasikan dengan tepat pada kolom air di mana ikan berada.
Secara tradisional, hanya dengan naluri dan pengalaman, nelayan dapat memperkirakan
lokasi penangkapan yang ideal. Mereka pun paham benar musim penangkapan yang terbaik.
Mereka bahkan dapat memperkirakan jenis ikan yang akan diraihnya. Para pakar perikanan
berhasil melakukan pemetaan lokasi penangkapan ikan dan lembaran-lembaran peta lokasi itu
sudah dapat diperoleh di pelabuhan-pelabuhan perikanan. Bisa juga dilihat secara online,
yang di-update seminggu dua kali. Seperti halnya dengan ramalan cuaca, peta lokasi
penangkapan ini juga suatu prakiraan, yang tentu memiliki keterbatasan. Seberapa jitu
keakuratannya perlu dipertanyakan.
Dengan mengetahui tingkat keakuratan, efisiensi juga dapat diperhitungkan dalam
perencanaan operasi. Contohnya sekiranya sebuah kapal ikan mendapat informasi tentang
dua lokasi penangkapan yang berjarak jelajah sama dari posisi terakhirnya, maka ia akan
bergerak ke lokasi penangkapan yang tingkat akurasi prakiraan lebih tinggi.
Perairan laut dengan tingkat produktivitas primer yang tinggi, dapat dengan mudah diduga
sebagai lokasi penangkapan ikan. Secara singkat prosesnya, tingkat produktivitas tinggi, akan
meningkatkan pertumbuhan fitoplankton yang akan diikuti dengan kelimpahan zooplankton.
Ikan-ikan kecil akan berkumpul di perairan dengan kepadatan zooplankton tinggi, dan
selanjutnya ikan-ikan yang lebih besar akan beruaya ke lokasi ini, karena tersedia ikan-ikan
kecil sebagai makanannya. Biasanya perairan dengan produktivitas yang tinggi dikenal
sebagai lokasi upwelling (tarikan masa air), di mana masa air dari bagian bawah terangkat ke
permukaan dan sekaligus membawa unsur hara dari dasar perairan.
Beberapa lokasi upwelling di Indonesia terkenal adalah Selat Makassar, Laut Banda,
selatan Jawa dan utara Papua. Namun, periode upwelling ini sangat berbeda dari satu tempat
dengan yang lain. Dengan demikian, ada perbedaan waktu antara lokasi penangkapan yang
satu dengan yang lain. Di samping itu, lokasi penangkapan bisa ditentukan berdasarkan
daerah pertemuan arus di laut, yang juga merupakan daerah pertemuan masa air.
Penentuan lokasi yang tinggi tingkat produktivitas primernya dapat dilakukan dengan
pengindraan jarak jauh, sehingga lokasi penangkapan ikan dapat dikaji lewat citra satelit saja.
Namun, citra yang diterima setiap dua hari sekali untuk satu lokasi di Indonesia, kadang-
kadang tidak dapat mengimbangi dinamika laut kita yang begitu besar. Arus laut dapat
bergerak dengan kecepatan sampai 2 mil/jam. Artinya jika kecepatan dan arah arus tetap,
massa air yang akan berpindah selama dua hari, yaitu sejauh 2x2x24=96 mil.
Maksudnya jika lokasi penangkapan ditentukan setiap dua hari maka massa air pada saat citra
tersebut diterima dan pada saat peta diproduksi, sudah bergeser hampir 100 mil. Dapat
dibayangkan bahwa keakuratan dari lokasi penangkapan akan sangat rendah, dan ini
merugikan operasi penangkapan ikan. Belum lagi adanya selang waktu antara produksi
fitoplankton dan kehadiran ikan-ikan besar, yang bisa bervariasi dalam hitungan hari atau
mungkin minggu. Beberapa negara yang maju dalam perikanan laut seperti Jepang, Australia
dan Kanada memberikan pelajaran yang berarti dalam penyempurnaan peta-peta lokasi
penangkapan. Prinsip dari pembelajaran mereka adalah sama, yaitu rangkaian penelitian
jangka panjang (multi-years) dan melibatkan berbagai disiplin ilmu.
Dilihat dari segi kemampuan usaha nelayan, jangkauan daerah laut serta jenis alat
penangkapan yang digunakan oleh para nelayan Indonesia dapat dibedakan antara usaha
nelayan kecil, menengah, dan besar. Dalam melakukan usaha penangkap ikan dari tiga
kelompok nelayan tersebut digunakan sekitar 15 s/d 25 jenis alat penangkap yang dapat
dibagi dalam empat kelompok sebagai berikut.
Kelompok Alat Tangkap Ikan Nelayan
No Kelompok Nama Alat Tangkap
1 Pukat Payang termasuk lampara, Pukat pantai, Pukat cincin
2 Jaring Jaring insang hanyut, Jaring insang lilngkar, Jaring klitik,
Jaring trammel
3 Jaring Angkat Bagan Perahu, Bangan Tancap, Bagan Rakit, Serok,
Bondong dan banrong
4 Pancing Rawi tuna, Rawai hanyut selain, Rawai tetap, Huhate,
Pancing tonda, Pancing tangan-hand lin
Penjelasan Singkat tentang Alat Penangkap Ikan Laut
Pukat cincin harus berbentuk selembar jaring yang terdiri dari sayap dan pembentuk
kantong. Keberhasilan pengoperasian pukat cincin dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu
ketepatan melingkari gerombolan ikan, kecepatan tenggelam pemberat dan kecepatn
penatikan tali kolor. Pengaturan jaring harus tepat dan cepat sehingga gerombolan atau
kawanan ikan tidak punya kesempatan untuk keluar dari lingkaran jaring.
Gambar pukat cincin yang biasa digunakan :
Payang mempunyai bentuk terdiri dari sayap, badan dan kantong, dua buah sayap
yang terletak di sebelah kanan dan kiri badan payang, setiap sayap berukuran panjang 100-
200 meter, bagian badan jaring sepanjang 36-65 meter dan bagian kantong terletak di
belakang bagian badan payang yang merupakan tempat terkumpulnya hasil tangkapan ikan
adalah sepanjang 10-20 meter.
Jaring insang hanyut yang digunakan harus mempunyai spesifikasi yang terdiri dari
lima faktor utama, yaitu daya apung jaring harus lebih besar dari pada daya tenggelamnya,
warna jaring yang baik adalah hijau sampai biru muda, benang yang digunakan adalah nylon
benang ganda atau tunggal. Besar mata jaring adalah 2,5-3,0 inci yang dipasang pada tali ris
atas dengan koefisien pengikatan 30-40%.
Jaring lampara mirip jaring payang yaitu terdiri dari sayap kiri dan kanan di samping
kantong. Jaring tersebut dilengkapi dengan sebuah cincin dari besi berdiameter sekitar 2
meter. Kantong lampara lebih cenderung menggelumbung agar ikan pelagis kecil yang
ditangkap tidak mudah mati (ikan umpan hidup)
Jaring angkat adalah jaring yang diturunkan di laut dan diangkat secara vertikal ke
atas pada saat gerombolan ikan ada di atas jaring tersebut. Jaring angkat ditempatkan di
beberapa jenis bagan di laut atau dioperasikan dari perahu kecil maupun langsung oleh para
nekayan dekat pantai. Berdasarkan bentuk dan cara pengoperasian ada beberapa macam
jaring angkat maupun jaring dorong, misalnya bagan tancap (stationary), bagan rakit, bagan
perahu, kelong Betawi, serok, jaring rajungan dan kepiting, Bondong dan banrong. Pecak dan
Anco, jaring dorong, sodo biasa, sodo perahu, sodo sangir, siru, siu, songko dan seser.
Dogol, cantrang, dapang, potol, payang alit bentuk alat penangkap tersebut mirip
payang tetapi ukuran lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil tangkapannya ia menyerupai
cicncin pukat (trawl), yaitu untuk menangkap ikan demersal dan udang.
Jaring Penggiring adalah jaring yang dioperasikan sedemikian rupa, yaitu dengan
melakukan penggiringan atau menghalau ikan-ikan agar masuk jaring atau menggerakkan
jaring itu sendiri dari tempat yang agak dalam ke tempat yang lebih dangkal untuk kemudian
dilakukan penangkapan ikan. Jaring penggiring atau drive-innet dapat terdiri dari jaring sayap
dan jaring kantong, dapat juga berbentuk segi tiga atau segi empat lengkap dengan jaringan
kantong. Jenis-jenis drive in-net yang terkenal di Indonesia adalah muroami, soma malalugis,
jaring kalase, jaring klotok, jaring saden, pukat rarape, ambai, pukat rosa, dan talido.
Alat pancing terdiri dari dua komponen utama, yaitu tali dan mata kail. Jumlah mata
yang terdapat pada tiap perangkat pancing bisa tunggal maupun ganda, bahkan banyak sekalli
(beberapa ratus mata kail) tergantung dari jenis pancingnya. Selain dua komponen utama tali
dan mata pancing, alat pancing dapat dilengkapi dengan komponen lainnya, misalnya tangkai
(pole), pemberat, pelampung dan kili-kili (swivel). Pada umumnya mata pancing diberikan
umpan baik dalam bentuk mati maupun hidup atau umpan tiruan. Banyak mavam alat
pancing digunakan oleh para nelayan, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dalam
bentuk ukuran skala besar yang digunakan untuk perikanan industri.
Sekilas Tentang Overfishing
Pada awal tahun 1950-an, FAO mencatat adanya pertumbuhan sektor perikanan yang
sangat cepat, baik di belahan bumi bagian utara maupun di sepanjang pantai negara-negara
yang saat ini dikenal sebagai negara berkembang. Dimana-mana penangkapan berskala
industri yang umumnya menggunakan trawl (ada juga dengan purse seining dan long-lining)
berkembang dan berkompetisi dengan perikanan skala kecil atau tradisional (artisanal
fisheries) yang berperalatan sederhana. Persaingan yang tidak seimbang ini sangat jelas
terlihat di perairan dangkal (kedalaman 10-100 m) di daerah tropis. Perikanan tradisional
menjadikan ikan tangkapan mereka untuk konsumsi penduduk lokal, sedangkan perikanan
skala besar menggunaan trawl dengan udang sebagai target utama untuk ekspor dan
membuang hasil tangkapan yang tidak memiliki nilai ekonomis (by-catch). Dalam periode
tahun 1950-an hingga 1960-an, peningkatan usaha penangkapan telah meningkatkan jumlah
hasil tangkapan yang sangat besar dan melebihi laju petumbuhan umat manusia.
Grafik overfishing :
Bila dilihat tahun demi tahun naik turunya penangkapan ikan dikarenakan
penangkapan yang tidak berkala, namun terkadang berlebihan, seperti pada tahun 1990
penangkapan namun akhirnya menurun. Hal ini menimbulkan banyak masalah seperti kurang
berkembangnya pertumbuhan ikan secara maksimal karena selain menangkap ikan besar,
ikan kecil juga terjaring. Serta merusak habitat alam laut yakni terumbu karang karena
tergesek jaring atau tersangkut sehingga tergerus jaring penangkap ikan.
Hal ini telah membuat para penyusun kebijakan dan politisi menjadi percaya bahwa
penambahan jumlah kapal yang cepat dan tak terkendali telah melipat-gandakan jumlah
tangkapan dalam waktu singkat serta menurunkan hasil tangkapan dalam jangka panjang.
Kegagalan perikanan tangkap pertama kali dilaporkan untuk kasus anchovy di Peru pada
tahun 1971-1972. Pada awalnya, hancurnya perikanan anchovy ini sering dikaitkan dengan
kejadian alam El Ninno. Namun demikian, data yang terkumpul menunjukkan bahwa jumlah
tangkapan aktual (sekitar 18 juta ton), yang telah melebihi dari apa yang dilaporkan yaitu 12
juta ton menunjukkan bukti lain. Terbukti, runtuhnya perikanan anchovy tersebut adalah
lebih banyak karena pengaruh overfishing.
Pada pertengahan tahun 1970-an, total tangkapan ikan di Atlantik utara juga telah
menurun. Trend penurunan yang cepat lebih jelas terlihat pada akhir tahun 1980-an dan
diawal tahun 1990-an sebagian besar stok ikan cod menjadi habis di New England dan
Canada bagian timur. Kondisi stok ikan laut di kawasan Asia-Pasifik juga tidak jauh berbeda.
Kawasan Asia-Pasifik yang saat ini menjadi penyumbang terbesar produksi ikan dunia juga
sudah mulai overfishing. Dalam 25 tahun terakhir, penurunan stok ikan di kawasan Asia-
Pasifik sekitar 6-33%.
Lebih lanjut, diperkirakan bahwa stok ikan laut dunia saat ini yang bisa dimanfaatkan
untuk meningkatkan produksi tinggal hanya 24%. Sekitar 52% stok sudah termanfaatkan
secara maksimal dan tidak mungkin dieksploitasi lebih lanjut, dan sisanya adalah sudah
overeksploitasi atau stoknya sudah menurun. Salah satu jalan yang mungkin bisa ditempuh
untuk membantu pemulihanan stok ikan laut akibat overfishing adalah dengan cara
menurunkan kapasitas penangkapan. Disadari betul bahwa penambahan kapasitas armada
penangkapan merupakan salah satu ancaman terhadap kelangsungan sumberdaya laut, dan
juga penangkapan itu sendiri.
Perubahan perahu skala kecil berteknologi rendah menjadi kapal besar berteknologi
tinggi, subsidi pemerintah, kebijakan open-access pada beberapa wilayah perairan dunia, dan
beberapa aspek ekonomi lainnya telah disadari meningkatkan kapasitas penangkapan ikan.
Peningkatan kapasitas penangkapan ikan yang tak terdeteksi seperti perubahan alat bantu
penangkapan seperti echosounder, GPS, dsb. juga diyakini telah mendorong tingkat
overcapacity dibeberapa wilayah perairan.
REFERENSI :
http://www.docstoc.com/docs/19931119/11a-34-amri
http://groups.yahoo.com/group/referensi_kelautan_perikanan/message/2131
http://ikanmania.wordpress.com/category/tekno-alat-tangkap/
http://www.google.co.id/images?
hl=id&biw=1366&bih=661&q=alat+tangkap+ikan&um=1&ie=UTF-
8&source=univ&ei=IyPDTIiHNoXsuAPO-
8jICA&sa=X&oi=image_result_group&ct=title&resnum=3&ved=0CDIQsAQwAg.