292
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003 SEKRETARIAT JENDERAL MPR RI 2011

KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MPR RINOMOR I/MPR/2003

SEKRETARIAT JENDERAL MPR RI2011

Page 2: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- ii -

KETETAPAN MPR RINOMOR I/MPR/2003

Cetakan Pertama : Maret 2005Cetakan Kedua : Maret 2006Cetakan Ketiga : Maret 2007Cetakan Keempat : Mei 2008Cetakan Kelima : Oktober 2008Cetakan Keenam : Mei 2009Cetakan Ketujuh : Oktober 2009Cetakan Kedelapan : Januari 2010Cetakan Kesembilan : Juni 2010Cetakan Kesepuluh : Januari 2011xiv + ....... halaman

Sekretariat Jenderal MPR RIJl. Jend. Gatot Subroto No.6 Jakarta - 10270

Page 3: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- iii -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Pasal I Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menugaskan MPR untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil Putusan pada Sidang MPR Tahun 2003. Perintah Undang-Undang Dasar tersebut adalah sebagai konsekuensi dari perubahan kedudukan, tugas, dan wewenang MPR menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan ketentuan Pasal I Aturan Tambahan tersebut, pada tahun 2003, MPR menetapkan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi Dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002. Peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPR ini merupakan satu

Page 4: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- iv -

rangkaian kegiatan reformasi konstitusi yang integral, sebagai akibat dari perubahan Undang-Undang Dasar.

Oleh karena itu, Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 yang memuat hasil peninjauan materi dan status hukum seluruh Ketetapan MPRS dan MPR RI sangat penting dan perlu diketahui oleh segenap komponen bangsa dan masyarakat luas mengingat terdapat perubahan kedudukan Ketetapan MPR dalam sumber tertib hukum di Indonesia.

Pentingnya pemahaman materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR ini sejalan dengan perlunya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana terdapat pada empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Penerbitan buku Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002 adalah untuk memberikan informasi tentang materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR serta

Page 5: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- v -

dukungan Sekretariat Jenderal MPR kepada MPR dalam melaksanakan kegiatan sosialisasi.

Akhirnya, semoga Buku ini dapat membawa manfaat.

Jakarta, Januari 2011SEKRETARIS JENDERAL,

Drs. EDDIE SIREGAR, M.Si.

Page 6: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- vi -

Page 7: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- vii -

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................... iii

SAMBUTAN PIMPINAN MPR RI .............................................. ix

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik

Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap

Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan 2002 ...... 1

Ketetapan MPRS dan MPR RI berdasarkan Ketetapan MPR RI

Nomor I/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4 ....................................... 35

I. Pasal 2 ............................................................................. 36

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang

Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan

Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara

Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan

Page 8: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- viii -

Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau

Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/ Marxisme

Leninisme ........................................................................ 39

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik

Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi ................ 49

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan

Pendapat di Timor Timur .................................................. 61

II. Pasal 4 .............................................................................. 69

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara

Republik Indonesia Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang

Pengangkatan Pahlawan Ampera ...................................... 73

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara

Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme ......................................................................... 79

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor XV/MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan

Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan

Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta

Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia ............................... 91

Page 9: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- ix -

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum

dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ............. 101

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan

Persatuan dan Kesatuan Nasional ..................................... 115

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan

Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia ........................................................... 161

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara

Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara

Republik Indonesia .......................................................... 171

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan

Berbangsa ........................................................................ 189

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia

Masa Depan ..................................................................... 219

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi

Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme .................................................... 251

Page 10: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- x -

‰ Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan

Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam ................. 251

Page 11: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- xi -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

SAMBUTANPIMPINAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN

RAKYATREPUBLIK INDONESIA PERIODE 2009-2014

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hasil dari proses yang menunjukkan semakin besarnya tingkat kesadaran seluruh elemen bangsa akan nilai-nilai mulia dari hakikat demokrasi. Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menimbulkan dampak dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dinamika ketatanegaraan. MPR sebagai salah satu Lembaga Negara juga tidak terlepas dari dampak perubahan tersebut. Secara eksplisit sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Page 12: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- xii -

Republik Indonesia Tahun 1945, perubahan yang terjadi terhadap MPR, terlihat pada kedudukan, tugas dan wewenangnya.

Sebagai akibat dari perubahan kedudukan, tugas dan wewenang MPR, putusan MPR, khususnya putusan yang berbentuk Ketetapan MPR harus ditinjau materi dan status hukumnya guna “menyesuaikan” dengan segala perkembangan yang terjadi. Dilaksanakannya langkah-langkah penyesuaian materi dan status hukum Ketetapan MPR adalah untuk menjalankan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sesuai dengan amanat ketentuan Pasal I Aturan Tambahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003, yang hasilnya dituangkan ke dalam Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi Dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002.

Page 13: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- xiii -

Dalam Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003, 139 Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR telah ditinjau materi dan status hukumnya sehingga dapat diketahui secara jelas pengelompokkan dan keberlakuannya. Status Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR dibagi dalam enam kelompok yang masing-masing dijelaskan dalam pasal-pasal, yaitu Pasal 1, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, ada delapan Ketetapan; Pasal 2, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang Dinyatakan Tetap Berlaku Dengan Ketentuan, ada tiga Ketetapan; Pasal 3, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang Dinyatakan Tetap Berlaku Sampai dengan Terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004, ada delapan Ketetapan; Pasal 4, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang Dinyatakan Tetap Berlaku Sampai Dengan Terbentuknya Undang-Undang, ada sebelas Ketetapan; Pasal 5, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang Dinyatakan Masih Berlaku Sampai dengan Ditetapkannya Peraturan Tata Tertib Baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004, ada lima Ketetapan; Pasal 6, Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Yang Dinyatakan Tidak Perlu Dilakukan Tindakan Hukum Lebih Lanjut, Baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan, ada 104 Ketetapan.

Page 14: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- xiv -

Materi dan status hukum Ketetapan MPR tersebut perlu diketahui oleh segenap komponen bangsa dan masyarakat luas mengingat terdapat perubahan kedudukan Ketetapan MPR dalam sumber tertib hukum di Indonesia. Pimpinan MPR memandang penting dilakukan penyebarluasan materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR tersebut. Hal itu sejalan dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang menyebutkan salah satu tugas Pimpinan MPR adalah mengoordinasikan Anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan tugas tersebut, jelas bahwa perintah peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPR adalah salah satu amanat dari ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pemahaman dan pengetahuan seluruh elemen masyarakat mengenai Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 yang memuat hasil peninjauan materi dan status hukum seluruh Ketetapan MPRS dan MPR RI sangat penting, khususnya ditengah upaya kita bersama melakukan pembelajaran untuk meningkatkan

Page 15: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- xv -

kesadaran dan tingkat kritis seluruh masyarakat Untuk tujuan itulah maka diperlukan sosialisasi yang diharapkan akan memberikan penjelasan yang mendalam dan sistematis akan hal ini.

Buku “Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002”, ini akan memberikan informasi tentang materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR.

Demikian, semoga buku ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi masyarakat dan pihak-pihak yang ingin mengetahui dan memahaminya secara utuh.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Page 16: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- xvi -

Jakarta, Januari 2011PIMPINAN MPR

Ketua,

H. M. TAUFIQ KIEMAS

Wakil Ketua,

Drs. HAJRIYANTO Y. THOHARI, M.A

Wakil Ketua,

Hj. MELANI LEIMENA SUHARLY

Wakil Ketua,

DR. AHMAD FARHAN HAMID, M.S.

Wakil Ketua,

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN

Page 17: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 1 -

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/2003

TENTANG

PENINJAUAN TERHADAP MATERI DAN

STATUS HUKUM KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN

RAKYAT SEMENTARA DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN

RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1960 SAMPAI DENGAN TAHUN 2002

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Page 18: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 2 -

1945 merupakan landasan utama dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. bahwa Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan struktur kelembagaan negara yang berlaku di Negara Republik Indonesia;

c. bahwa perubahan struktur ke-lembagaan negara sebagaimana dimaksud pada huruf b meng-akibatkan terjadinya perubahan kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang ada;

d. bahwa perubahan tersebut mem-pengaruhi aturan-aturan yang ber-laku menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Page 19: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 3 -

mengakibatkan perlunya dilakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

e. bahwa hasil peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rak-yat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut akan diambil putusan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e perlu ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Page 20: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 4 -

Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 3, serta Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) juncto Aturan Peralihan Pasal II serta Aturan Tambahan Pasal I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2003;

3. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan

Page 21: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 5 -

Sidang Tahunan Majelis Per-musyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003.

Memperhatikan: 1. Keputusan Majelis Permusyawa-ratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/MPR/2003 tentang Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 3/MPR/2003 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 1 sampai dengan tanggal 7Agustus 2003 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan

Page 22: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 6 -

Majelis Permusyawaratan Rak-yat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002;

3. Putusan Rapat Paripurna ke 6 (lanjutan)tanggal 7 Agustus 2003 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PENINJAUAN TERHA-DAP MATERI DAN STATUS HUKUM KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONE-SIA TAHUN 1960 SAMPAI DEN-GAN TAHUN 2002.

Page 23: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 7 -

Pasal 1

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor X/MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar.1945.

2. Metetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia Berhalangan.

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.

Page 24: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 8 -

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.

6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presidan dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1988 tentang Pemilihan Umum.

8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 2

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan masing-masing sebagai berikut.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/

Page 25: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 9 -

MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan seluruh ketentuan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 ini, kedepan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan Pemerintah berkewajiban mendorong keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dukungan dan pengembangan ekonomi, usaha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar ekonomi dalam membangkitkan terlaksananya pembangunan nasional dalam rangka demokrasi ekonomi sesuai hakikat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 26: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 10 -

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur tetap berlaku sampai dengan terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1999.

Pasal 3

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilihan umum tahun 2004.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis

Page 27: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 11 -

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000.

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia.

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001.

7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional.

8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan

Page 28: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 12 -

Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, Dewan Pertimbangan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002.

Pasal 4

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera tetap berlaku dengan menghargai Pahlawan Ampera yang telah ditetapkan dan sampai terbentuknya undang-undang tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Page 29: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 13 -

sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan terbentuknya undang-undang tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.

6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia

Page 30: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 14 -

dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai terbentuknya undang-undang yang terkait.

7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai terbentuknya undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 10 ayat (2) dari Ketetapan tersebut yang disesuaikan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

9. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

10. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut.

11. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/2001

Page 31: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 15 -

tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut.

Pasal 5

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib yang baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hasil pemilihan umum tahun 2004.

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/2000 tentang

Page 32: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 16 -

Perubahan Kedua Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2001 tentang Perubahan Ketiga Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2002 tentang Perubahan Keempat Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal 6

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang disebutkan di bawah ini merupakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Page 33: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 17 -

Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

1. Ketetapan MPRS No. I/MPRS/l960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara.

2. Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.

3. Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup.

4. Ketetapan MPRS No. IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.

5. Ketetapan MPRS No. V/MPRS/1965 tentang Amanat Politik Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS yang berjudul “BERDIKARI” sebagai Penegasan Revolusi Indonesia dalam Bidang Politik, Pedoman

Page 34: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 18 -

Pelaksanaan Manipol, dan Landasan Program Perjuangan Rakyat Indonesia.

6. Ketetapan MPRS No. VI/MPRS/1965 tentang Banting Stir untuk Berdiri di Atas Kaki Sendiri di Bidang Ekonomi dan Pembangunan.

7. Ketetapan MPRS No. VII/MPRS/1965 tentang “GESURI”, “TAVIP”, “THE FIFTH FREEDOM IS OUR WEAPON” dan “THE ERA OF CONFRONTATION” sebagai Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia.

8. Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 tentang Prinsip-Prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin sebagai Pedoman bagi Lembaga-Lembaga Permusyawaratan/Perwakilan.

9. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Surat Perintah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.

10. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/l966 tentang Pemilihan Umum.

Page 35: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 19 -

11. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia.

12. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Kabinet AMPERA.

13. Ketetapan MPRS No. XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia-Panitia Ad Hoc MPRS yang Bertugas Melakukan Penelitian Lembaga-Lembaga Negara, Penyusunan Bagan Pembagian Kekuasaan di antara Lembaga-Lembaga Negara menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Penyusunan Rencana Penjelasan Pelengkap Undang-Undang Dasar 1945 dan Penyusunan Perincian Hak-hak Asasi Manusia.

14. Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Tata Cara Pengangkatan Pejabat Presiden.

15. Ketetapan MPRS No. XVI/MPRS/1966 tentang Pengertian Mandataris MPRS.

16. Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.

17. Ketetapan MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963.

Page 36: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 20 -

18. Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Produk-Produk Legislatif Negara di Luar Produk MPRS yang Tidak Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

19. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

20. Ketetapan MPRS No. XXI/MPRS/1966 tentang Pemberian Otonomi Seluas-luasnya kepada Daerah.

21. Ketetapan MPRS No. XXII/MPRS/1966 tentang Kepartaian, Keormasan, dan Kekaryaan.

22. Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan.

23. Ketetapan MPRS No. XXIV/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan dalam Bidang Pertahanan/Keamanan.

24. Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Peneliti Ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

25. Ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 37: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 21 -

26. Ketetapan MPRS No. XXVIII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Peningkatan Kesejah-teraan Rakyat.

27. Ketetapan MPRS No. XXX/MPRS/1966 tentang Pencabutan Bintang “Maha Putera” Kelas III dari D.N. Aidit.

28. Ketetapan MPRS No. XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian Sebutan “Paduka Yang Mulia” (P.Y.M.), “Yang Mulia” (Y.M.), “Paduka Tuan” (P.T.) dengan sebutan “Bapak/Ibu” atau “Saudara/Saudari”.

29. Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 tentang Pembinaan Pers.

30. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno.

31. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang Peninjauan Kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.

32. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang Pencabutan Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966.

Page 38: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 22 -

33. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang Pencabutan Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966.

34. Ketetapan MPRS No. XXXVII/MPRS/1968 tentang Pencabutan Ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/l965 dan tentang Pedoman Pelaksanaan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

35. Ketetapan MPRS No. XXXVIII/MPRS/1968 tentang Pencabutan Ketetapan-Ketetapan MPRS: a. No.II/MPRS/1960; b. No. IV/MPRS/1963; c. No. V/MPRS/1965; d. No. VI/MPRS/1965; e. No. VII/MPRS/1965.

36. Ketetapan MPRS No. XXXIX/MPRS/1968 tentang Pelaksanaan Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966.

37. Ketetapan MPRS No. XL/MPRS/1968 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc MPRS yang Bertugas Melakukan Penelitian Ketetapan-Ketetapan Sidang Umum MPRS Ke-IV tahun l966 dan Sidang Istimewa MPRS Tahun 1967.

Page 39: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 23 -

38. Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968 tentang Tugas Pokok Kabinet Pembangunan.

39. Ketetapan MPRS No. XLII/MPRS/1968 tentang Perubahan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XI/MPRS/1966 tentang Pemilihan Umum.

40. Ketetapan MPRS No.XLIII/MPRS/1968 tentang Penjelasan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. IX/MPRS/1966.

41. Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia.

42. Ketetapan MPR No. I/MPR/1973 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

43. Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

44. Ketetapan MPR No. III/MPR/1973 tentang Pertanggunganjawab Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI Soeharto Selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.

45. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Page 40: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 24 -

46. Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk yang Berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.

47. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1973 tentang Pemilihan Umum.

48. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1973 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

49. Ketetapan MPR No. X/MPR/1973 tentang Pelimpahan Tugas dan Kewenangan Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk Melaksanakan Tugas Pembangunan.

50. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1973 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

51. Ketetapan MPR No. I/MPR/1978 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

52. Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa).

53. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

54. Ketetapan MPR No. V/MPR/1978 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik

Page 41: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 25 -

Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

55. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

56. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1978 tentang Pemilihan Umum.

57. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1978 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Pengsuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

58. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam Pasal 3 Ketetapan MPR No. V/MPR/1973.

59. Ketetapan MPR No. X/MPR/1978 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

60. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

61. Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

62. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Page 42: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 26 -

63. Ketetapan MPR No. III/MPR/1983 tentang Pemilihan Umum

64. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.

65. Ketetapan MPR No. V/MPR/1983 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat serta Pengukuhan Pemberian Penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Indonesia.

66. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1983 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

67. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1983 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Pensuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

68. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1983 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

69. Ketetapan MPR No. I/MPR/1988 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan MPR No.I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Page 43: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 27 -

70. Ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

71. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1988 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.

72. Ketetapan MPR No. V/MPR/1988 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

73. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

74. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1988 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

75. Ketetapan MPR No. I/MPR/1993 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan MPR No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Ketetapan MPR No. I/MPR/1988.

76. Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Page 44: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 28 -

77. Ketetapan MPR No. III/MPR/1993 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

78. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1993 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

79. Ketetapan MPR No. V/MPR/1993 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

80. Ketetapan MPR No. I/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dan Ditambah dengan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1988 dan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1993.

81. Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

82. Ketetapan MPR No. III/MPR/1998 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Soeharto Selaku Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

83. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1998 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

Page 45: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 29 -

84. Ketetapan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

85. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1998 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

86. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1998 tentang Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana Telah Beberapa kali Diubah dan Ditambah Terakhir dengan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/1998.

87. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1983 tentang Referendum.

88. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

89. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan

Page 46: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 30 -

dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.

90. Ketetapan MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

91. Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.

92. Ketetapan MPR No. I/MPR/1999 tentang Perubahan Kelima atas Ketetapan MPR No.I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

93. Ketetapan MPR No. III/MPR/1999 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie.

Page 47: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 31 -

94. Ketetapan MPR No. VI/MPR/l999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

95. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

96. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia.

97. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 tentang Penugasan Badan Pekerja MPR RI untuk Melanjutkan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

98. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

99. Ketetapan MPR No. I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001.

100. Ketetapan MPR No. II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.

Page 48: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 32 -

101. Ketetapan MPR No. XI/MPR/2001 tentang Perubahan atas Ketetapan MPR No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk Mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

102. Ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang Pembentukan Komisi Konstitusi.

103. Ketetapan MPR No. III/MPR/2002 tentang Penetapan Pelaksanaan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003.

104. Ketetapan MPR No. IV/MPR/2002 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. VI/MPR/1999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Pasal 7

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 49: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 33 -

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2003

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

Ketua,

Prof. Dr. H.M. Amien Rais

Wakil Ketua,

Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita

Wakil Ketua,

Ir. Sutjipto

Wakil Ketua,

K.H. Cholil Bisri

Wakil Ketua,

Drs. H.M. Husnie Thamrin

Page 50: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 34 -

Wakil Ketua,

Letjen. TNI. Slamet Supriadi, S.I.P., M.Sc., M.M

Wakil Ketua,

Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd.

Page 51: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 35 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MPRS DAN MPR RI BERDASARKAN

KETETAPAN MPR RI NO I/MPR/2003 PASAL 2 DAN PASAL 4

Page 52: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 36 -

PASAL 2

KETETAPAN MPR RI NO I/MPR/2003

Page 53: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 37 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR XXV/MPRS/1966

TENTANG

PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DI SELURUH WILAYAH

NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAGI PARTAI KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK

MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNIS/

MARXISME-LENINISME

Page 54: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 55: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 39 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIANOMOR : XXV/MPRS/1966

TENTANG

PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PERNYATAAN SEBAGAI ORGANISASI

TERLARANG DI SELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAGI PARTAI

KOMUNIS INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN

ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNIS/MARXISME-LENINISME

Page 56: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 40 -

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMEJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARAREPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. Bahwa faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme pada inti-hakekatnya bertentangan dengan Pancasila;

b. Bahwa orang-orang dan golongan-golongan di Indonesia yang menganut faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, khususnya Partai Komunis Indonesia, dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia telah nyata-nyata terbukti beberapa kali berusaha merobohkan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia yang sah dengan jalan kekerasan;

c. Bahwa berhubung dengan itu, perlu mengambil tindakan tegas terhadap Partai Komunis Indonesia dan terhadap kegiatan-kegiatan yang menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme;

Page 57: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 41 -

Mengingat :

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (3)

Mendengar :

Permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni sampai 5 Juli 1966.

M E M U T U S K A N

Menetapkan :

KETETAPAN TENTANG PEMBUBARAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA, PER-NYATAAN SEBAGAI ORGANISASI TERLA-RANG DI SELURUH WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LARANGAN SETIAP KEGIATAN UNTUK MENYEBARKAN ATAU MENGEMBANGKAN FAHAM ATAU AJARAN KOMUNISME/ MARXISME-LENINISME.

Pasal 1

Menerima baik dan menguatkan kebijaksanaan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata

Page 58: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 42 -

Republik Indonesia/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, berupa pembubaran Partai Komunis Indonesia, termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai kedaerah beserta semua organisasi yang seazas/berlindung/bernaung di bawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang diseluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia, yang dituangkan dalam Keputusannya tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966, dan meningkatkan kebijasaksanaan tersebut diatas menjadi Ketetapan MPRS.

Pasal 2

Setiap kegiatan di Indonesia untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.

Pasal 3

Khususnya mengenai kegiatan mempelajari secara ilmiah, seperti pada Universitas-Universitas, faham Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam

Page 59: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 43 -

rangka mengamankan Pancasila, dapat dilakukan secara terpimpin, dengan ketentuan, bahwa Pemerintah dan DPR-GR diharuskan mengadakan perundang-undangan untuk pengamanan.

Pasal 4

Ketentuan-ketentuan diatas, tidak mempengaruhi landasan dan sifat bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta. pada tanggal 5 Juli 1966.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEMENTARA

REPUBLIK INDONESIA

Ketua,Ttd

(Dr. A.H. Nasution)Jenderal TNI.

Wakil Ketua,ttd.

( Osa Maliki )

Wakil Ketua,ttd.

( H.M Subchan Z.E. )

Page 60: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 44 -

Sesuai dengan aslinyaAdministrator Sidang Umum ke - IV MPRS

ttd.(Wilujo Puspo Judo)

May. Jen. TNI.

Wakil Ketua,ttd.

( M. Siregar )

Wakil Ketua,ttd.

( M a s h u d i )Brig. Jen. TNI.

Page 61: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 45 -

P E N J E L A S A N

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARA REPUBLIK INDONESIANOMOR :XXV/MPRS/1966

1. Faham atau ajaran Komunisme dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan menjelmakan diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan azas-azas dan sendi-sendi kehidupan Bangsa Indonesia yang ber-Tuhan dan beragama yang berlandaskan faham gotong royong dan musyawarah untuk mufakat.

2. Faham atau ajaran Marx yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung dan lain-lain, mengandung benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila.

Page 62: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 46 -

3. Faham Komunisme/Marxisme-Leninisme yang dianut oleh PKI dalam kehidupan politik di Indonesia telah terbukti menciptakan iklim dan situasi yang membahayakan kelangsungan hidup Bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila.

4. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka adalah wajar, bahwa tidak diberikan hak hidup bagi Partai Komunis Indonesia dan bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkembangkan dan menyebarkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Page 63: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 47 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR XVI/MPR/1998

TENTANG

POLITIK EKONOMI DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI

Page 64: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 65: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 49 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR XVI/MPR/1998

TENTANG

POLITIK EKONOMIDALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pelaksanaan amanat Demokrasi Ekonomi sebagaimana

Page 66: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 50 -

dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 belum terwujud;

b. bahwa sejalan dengan perkem-bangan, kebutuhan, dan tantangan Pembangunan Nasional, diperlu-kan keberpihakan politik eko-nomi yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil dan menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional;

c. bahwa berhubungan dengan itu perlu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 23, Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Page 67: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 51 -

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1998.

Memperhatikan : 1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PIMP./1998 tentang Penyelenggaraan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi yang dipersiapkan oleh Badan

Page 68: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 52 -

Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Putusan Rapat Paripurna ke-4 tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG POLITIK EKONOMI DALAM RANGKA DEMOKRASI EKONOMI.

Pasal 1

Politik Ekonomi dalam Ketetapan ini mencakup kebijaksanaan, strategi dan pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional sebagai perwujudan dari prinsip-prinsip dasar Demokrasi Ekonomi yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak untuk

Page 69: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 53 -

sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 2

Politik ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar swasta, dan Badan Usaha Milik Negara yang saling memperkuat untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi.

Pasal 3

Dalam pelaksanaan Demokrasi Ekonomi, tidak boleh dan harus ditiadakan terjadinya penumpukan aset dan pemusatan kekuatan ekonomi pada seorang, sekelompok orang atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan.

Pasal 4

Pengusaha ekonomi lemah harus diberi prioritas, dan dibantu dalam mengembangkan usaha serta

Page 70: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 54 -

segala kepentingan ekonominya, agar dapat mandiri terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan akses kepada sumber dana.

Pasal 5

Usaha kecil, menengah dan koperasi sebagai pilar utama ekonomi nasional harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara.

Pasal 6

Usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara mempunyai hak untuk berusaha dan mengelola sumber daya alam dengan cara yang sehat dan bermitra dengan pengusaha kecil, menengah dan koperasi.

Pasal 7

(1) Pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya harus dilaksanakan secara adil dengan menghilangkan segala bentuk pemusatan penguasaan dan pemilikan dalam rangka pengembangan kemampuan ekonomi

Page 71: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 55 -

usaha kecil, menengah dan koperasi serta masyarakat luas.

(2) Tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian rakyat yang mampu melibatkan serta memberi sebesar-besar kemakmuran bagi usaha tani kecil, menengah dan koperasi.

Pasal 8

Perbankan dan Lembaga Keuangan wajib dalam batas-batas prinsip dan pengelolaan usaha yang sehat membuka peluang sebesar-besarnya, seadil-adilnya dan transparan bagi pengusaha kecil, menengah dan koperasi.

Pasal 9

Dalam rangka pengelolaan ekonomi keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak luar lainnya dan kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.

Pasal 10

Seluruh pinjaman luar negeri Pemerintah harus memperkuat perekonomian nasional, dilaksanakan

Page 72: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 56 -

oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan dimasukkan kedalam rencana anggaran tahunan.

Pasal 11

Pinjaman luar negeri oleh swasta sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan selaku debitur dengan monitoring secara fungsional dan transparan oleh pemerintah dalam rangka keselamatan ekonomi nasional.

Pasal 12

Dalam upaya mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional, diperlukan penanaman modal asing yang sekaligus diharapkan dapat menjalin keterkaitan usaha dengan pelaku ekonomi rakyat.

Pasal 13

Demokratisasi ekonomi bagi pekerja harus diwujudkan dalam bentuk kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang mendorong produktifitas, kesejahteraan pekerja serta memperoleh peluang untuk memiliki saham keuangan.

Page 73: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 57 -

Pasal 14

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat mendorong dan mengawasi pelaksanaan politik ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini dalam rangka terwujudnya keadilan ekonomi yang dirasakan kemanfaatannya dan dinikmati oleh rakyat banyak.

Pasal 15

Menugaskan kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia bersama Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengatur lebih lanjut dalam berbagai undang-undang sebagai pelaksanaan dari Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini dengan memperhatikan sasaran dan waktu yang terukur.

Pasal 16

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 74: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 58 -

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 November 1998

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 75: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 59 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/1999

TENTANG

PENENTUAN PENDAPAT DI TIMOR TIMUR

Page 76: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 77: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 61 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/1999

TENTANGPENENTUAN PENDAPAT DI TIMOR TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Persetujuan antara Republik Indonesia dan Republik Portugal mengenai Masalah Timor Timur yang ditandatangani pada tanggal 5

Page 78: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 62 -

Mei 1999 di New York di bawah naungan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah dilaksanakan penentuan pendapat di Timor Timur pada tanggal 30 Agustus 1999;

b. bahwa hasil penentuan pendapat sebagaimana disebutkan pada butir a di atas menunjukkan bahwa mayoritas warga Timor Timur yang memiliki hak pilih menolak tawaran otonomi khusus di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. bahwa penolakan sebagaimana disebut pada butir b di atas berarti adanya perubahan sikap sebagian besar rakyat Timor Timur terhadap Deklarasi Balibo tanggal 30 November 1975 yang menyatakan bahwa rakyat Timor Timur menyatakan kehendaknya untuk menyatukan Timor Tmur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Page 79: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 63 -

d. bahwa atas dasar Deklarasi Balibo tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah mengeluarkan Ketetapan Nomor VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. bahwa ketetapan MPR Nomor VI/MPR/1978 tersebut tidak sesuai lagi dengan kenyataan baru sebagaimana disebutkan pada butir a, butir b, butir c, dan butir d di atas;

f. bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menghargai hasil penentuan pendapat di Timor Timur dengan tidak mengesampingkan kenyataan bahwa Persetujuan New York telah dilakukan oleh Pemerintah tanpa meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

g. bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat tidaklah menutup mata terhadap segala akibat yang

Page 80: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 64 -

ditimbulkan oleh hasil penentuan pendapat sebagaimana disebut pada butir a di atas, khususnya terhadap warga Timor Timur yang tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia;

h. bahwa oleh karena itu Majelis Permusyawaratan Rakyat perlu mengambil langkah-langkah konstitusional.

Mengingat : Pasal 1 dan Pasal 2 Undang-Undang Dasar 1945;

Memperhatikan : 1. Pemandangan umum fraksi-fraksi Majelis Permusyawarat-an Rakyat terhadap pidato pertanggungjawaban Presiden pada Rapat Paripurna ke-9 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat yang berkaitan dengan kebijakan Pemerintah mengenai masalah Timor Timur;

2. Masukan dari berbagai pihak, baik dari kalangan Pemerintah maupun organiasi-organisasi sukarela atau lembaga swadaya

Page 81: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 65 -

masyarakat, dan dari warga Timor Timur sendiri.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PENENTUAN PENDAPAT DI TIMOR TIMUR.

Pasal 1

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mengakui hasil pelaksanaan penentuan pendapat yang diselenggarakan di Timor Timur tanggal 30 Agustus 1999 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa sesuai dengan persetujuan antara Republik Indonesia dengan Republik Portugal mengenai Masalah Timor Timur;

Pasal 2

Menyatakan Ketetapan No. VI/MPR/1978 tentang Pengukuhan Penyatuan Wilayah Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak berlaku lagi.

Page 82: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 66 -

Pasal 3

Pernyataan tidak berlakunya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/1978 sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Ketetapan ini tidak menghapuskan keabsahan tindakan maupun segala bentuk penghargaan yang diberikan negara kepada para pejuang dan aparatur pemerintah selama kurun waktu bersatunya Wilayah Timor Timur ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menurut hukum nasional Indonesia.

Pasal 4

Pengakuan terhadap hasil penentuan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ketetapan ini tidak mengurangi hak-hak rakyat Timor Timur yang tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dijamin oleh hukum internasional.

Pasal 5

Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk :

(1) bersama Badan-badan internasional mengambil langkah-langkah nyata untuk memberikan perlindungan terhadap warga Timor Timur

Page 83: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 67 -

sebagai akibat yang timbul dari pelaksanaan penentuan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ketetapan ini;

(2) mengambil langkah-langkah hukum yang berkenaan dengan status kewarganegaraan warga Timor Timur yang tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, beserta segala hak yang melekat pada status itu;

(3) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengambil langkah-langkah konstitusional berkenaan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur sebagai tindak lanjut pelaksanaan persetujuan New York 5 Mei 1999.

Pasal 6

Segala hal yang berkaitan dengan akibat pengakuan terhadap hasil penentuan pendapat di Timor Timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ketetapan ini diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang berlaku.

Page 84: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 68 -

Pasal 7

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Oktober 1999

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 85: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 69 -

PASAL 4

KETETAPAN MPR RI NO I/MPR/2003

Page 86: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 87: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 71 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARAREPUBLIK INDONESIA

NOMOR XXIX/MPRS/1966

TENTANG

PENGANGKATAN PAHLAWAN AMPERA

Page 88: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 89: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 73 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARAREPUBLIK INDONESIA

NOMOR : XXIX/MPRS/1966

TENTANG

PENGANGKATAN PAHLAWAN AMPERA

Page 90: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 74 -

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMEJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

SEMENTARAREPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. Bahwa semangat perjuangan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat perlu dibina sepanjang masa;

b. Bahwa memperjuangkan terlaksananya Amanat Penderitaan Rakyat merupakan perjuangan yang universil dalam menyuarakan budi hati nurani Rakyat, yaitu Kemerdekaan dan Keadilan;

c. Bahwa kepahlawanan dalam menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat perlu dilanjutkan dari generasi ke generasi dalam melanjutkan pelaksanaan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Mengingat :

Undang-Undang Dasar 1945.

Page 91: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 75 -

Mendengar :

Permusyawaratan dalam rapat-rapat MPRS dari tanggal 20 Juni sampai dengan 5 Juli 1966.

M E M U T U S K A N :

Menetapkan:

KETETAPAN TENTANG PENGANGKATAN PAHLAWAN AMPERA.

Pasal 1

Menetapkan bahwa setiap korban perjuangan menegakkan dan melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat dalam melanjutkan pelaksanaan Revolusi 1945 mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, adalah :

P A H L A W A N A M P E R A

Pasal 2

Menugaskan kepada Pemerintah untuk meneliti dan melaksanakan yang termaksud dalam pasal 1.

Page 92: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 76 -

Pasal 3

Ketetapan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta. pada tanggal 5 Juli 1966.

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Ketua,ttd.

( Dr. A.H. Nasution )Jenderal TNI.

Sesuai dengan aslinyaAdministrator Sidang Umum Ke-IV MPRS

ttd.( Wilujo Puspo Judo )

May. Jen. TNI.

Wakil Ketua,ttd.

( Osa Maliki )

Wakil Ketua,ttd.

( M. Siregar )

Wakil Ketua,ttd.

( H.M. Subchan Z.E )

Wakil Ketua,ttd.

( M a s h u d i )Brig. Jen. TNI.

Page 93: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 77 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR XI/MPR/1998

TENTANG

PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI,

DAN NEPOTISME

Page 94: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 95: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 79 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR XI/MPR/1998

TENTANG

PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIHDAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI,

DAN NEPOTISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Page 96: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 80 -

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang Undang Dasar 1945, pelaksanaan penyelenggaraan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif;

b. bahwa dalam penyelenggaraan negara telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang, dan tanggung jawab pada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang berakibat tidak berfungsinya dengan baik Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara lainnya, serta tidak berkembangnya partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

c. bahwa tuntutan hati nurani rakyat menghendaki adanya penyelenggara negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab agar reformasi pembangunan dapat berdayaguna dan berhasilguna;

Page 97: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 81 -

d. bahwa dalam penyelenggaraan negara telah terjadi praktek-praktek usaha yang lebih menguntungkan sekelompok tertentu yang me-nyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional;

e. bahwa dalam rangka rehabilitasi seluruh aspek kehidupan nasional yang berkeadilan, dibutuhkan penyelenggara negara yang dapat dipercaya melalui usaha pemeriksaan harta kekayaan para pejabat negara dan mantan pejabat negara serta keluarganya yang diduga berasal dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme;

f. bahwa berhubung dengan itu perlu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang

Page 98: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 82 -

mengatur tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 ayat (2), Pasal 4, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 19, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1998;

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1998 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.

Page 99: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 83 -

Memperhatikan: 1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PIMP./1998 tentang Penyelenggaraan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Putusan Rapat Paripurna ke-4 tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998.

Page 100: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 84 -

M E M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME.

Pasal 1

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar lembaga Tertinggi Negara, lembaga Kepresidenan, dan Lembaga-lembaga Tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 2

(1) Penyelenggara negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara.

Page 101: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 85 -

(2) Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pasal 3

(1) Untuk menghindarkan praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, seseorang yang dipercaya menjabat suatu jabatan dalam penyelenggaraan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya, harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.

(2) Pemeriksaan atas kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas dilakukan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh Kepala Negara yang keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyarakat.

(3) Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi.

Pasal 4

Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap

Page 102: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 86 -

siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.

Pasal 5

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.

Pasal 6

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 13 November 1998

Page 103: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 87 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 104: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 105: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 89 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR XV/MPR/1998

TENTANG

PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH; PENGATURAN, PEMBAGIAN, DAN

PEMANFAATAN SUMBER DAYA NASIONAL YANG BERKEADILAN; SERTA PERIMBANGAN KEUANGAN

PUSAT DAN DAERAH DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Page 106: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 107: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 91 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR XV/MPR/1998

TENTANG

PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH; PENGATURAN, PEMBAGIAN, DAN

PEMANFAATAN SUMBER DAYA NASIONAL YANG BERKEADILAN; SERTA

PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM

KERANGKA NEGARA KESATUANREPUBLIK INDONESIA

Page 108: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 92 -

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT RE-

PUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki sumber daya nasional yang harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

b. bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan melalui otonomi daerah; pengaturan sumber daya nasional yang berkeadilan; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

c. bahwa penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah belum dilaksanakan secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan;

Page 109: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 93 -

d. bahwa berhubung dengan itu perlu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 3, Pasal 18, Pasal 23, dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/1998.

Page 110: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 94 -

Memperhatikan: 1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 10/PIMP./1998 tentang Penyelenggaraan Sidang Istiwewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Putusan Rapat Paripurna ke-4 tanggal 13 November 1998 Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan

Page 111: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 95 -

Rakyat Republik Indonesia tanggal 10 sampai dengan 13 November 1998.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH; PENGA-TURAN, PEMBAGIAN, DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA NASIONAL YANG BERKEADILAN; SERTA PER-IMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DALAM KERANGKA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDO-NESIA.

Pasal 1

Penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan

Page 112: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 96 -

pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Pasal 2

Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman daerah.

Pasal 3

(1) Pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional antara pusat dan daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan.

(2) Pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara efektif dan efisien, bertanggungjawab, transparan, terbuka, dan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan yang luas kepada usaha kecil, menengah dan koperasi.

Pasal 4

Perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah.

Page 113: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 97 -

Pasal 5

Pemerintah daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan.

Pasal 6

Penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan; dan perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka mempertahankan dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas kerakyatan dan berkesinambungan yang diperkuat dengan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan masyarakat.

Pasal 7

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan Undang-undang.

Pasal 8

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 114: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 98 -

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 November 1998

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 115: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 99 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000

TENTANG

SUMBER HUKUM DAN TATA URUTANPERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Page 116: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 117: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 101 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR III/MPR/2000

TENTANG

SUMBER HUKUMDAN

TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Page 118: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 102 -

Menimbang : a. bahwa dari pengalaman per-jalanan sejarah bangsa dan dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan, maka bangsa Indonesia telah sampai kepada kesimpulan bahwa dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, supremasi hukum haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh;

b. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan atas hukum perlu mempertegas sumber hukum yang merupakan pedoman bagi penyusunan per-aturan perundang-undangan Republik Indonesia;

c. bahwa untuk dapat mewujudkan supremasi hukum perlu adanya aturan hukum yang merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan tata urutannya;

Page 119: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 103 -

d. bahwa dalam rangka memantapkan perwujudan otonomi daerah perlu menempatkan peraturan daerah dalam tata urutan peraturan perundang-undangan;

e. bahwa Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia berdasarkan Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 menimbulkan kerancuan pengertian, sehingga tidak dapat lagi dijadikan landasan penyusunan peraturan perundang-undangan;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e dipandang perlu menetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Dasar 1945;

Page 120: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 104 -

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR /1973 tentang Peninjauan Produk-Produk yang berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis Per-musyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia.

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam Pasal 3 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1973;

4. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Page 121: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 105 -

Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat RepublikIndonesia.

Memperhatikan: 1. Keputusan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/MPR/2000 tentang Jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Putusan Rapat Paripurna ke-9 Tanggal 18 Agustus 2000 Sidang

Page 122: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 106 -

Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

Pasal 1

(1) Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan.

(2) Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.

(3) Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan

Page 123: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 107 -

mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 2

Tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya.

Tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah :

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

5. Peraturan Pemerintah;

6. Keputusan Presiden;

7. Peraturan Daerah.

Pasal 3

(1) Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia,

Page 124: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 108 -

memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.

(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(3) Undang-undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(4) Peraturan pemerintah pengganti undang-undang dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut :a. Peraturan pemerintah pengganti undang-

undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

b. Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak peraturan pemerintah pengganti undang-undang dengan tidak mengadakan perubahan.

c. Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tersebut harus dicabut.

Page 125: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 109 -

(5) Peraturan pemerintah dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang.

(6) Keputusan presiden yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan administrasi negara dan administrasi pemerintahan.

(7) Peraturan daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.

a. Peraturan daerah propinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah propinsi bersama dengan gubernur.

b. Peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota.

c. Peraturan desa atau yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau yang setingkat, sedangkan tata cara pembuatan peraturan desa atau yang setingkat diatur oleh peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Page 126: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 110 -

Pasal 4

(1) Sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan ini, maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan hukum yang lebih tinggi.

(2) Peraturan atau keputusan Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, menteri, Bank Indonesia, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang termuat dalam tata urutan peraturan perundang-undangan ini.

Pasal 5

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2) Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

(3) Pengujian dimaksud ayat (2) bersifat aktif dan dapat dilaksanakan tanpa melalui proses peradilan kasasi.

Page 127: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 111 -

(4) Keputusan Mahkamah Agung mengenai pengujian sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) bersifat mengikat.

Pasal 6

Tata cara pembuatan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah dan pengujian peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Agung serta pengaturan ruang lingkup keputusan presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 7

Dengan ditetapkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan ini, maka Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX/MPR/1978 tentang Perlunya Penyempurnaan yang Termaktub dalam Pasal 3 ayat (1) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1973 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Page 128: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 112 -

Pasal 8

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2000

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 129: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 113 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR V/MPR/2000

TENTANG

PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL

Page 130: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 131: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 115 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR V/MPR/2000

TENTANG

PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT RE-

PUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

Page 132: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 116 -

diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai ciri khas, yaitu kebinekaan suku, kebudayaan, dan agama yang menghuni dan tersebar di belasan ribu pulau dalam wilayah Nusantara yang sangat luas, terbentang dari Sabang sampai Merauke, dan disatukan oleh tekad: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan, yaitu Indonesia, serta dilandaskan pada Pancasila sebagai dasar negara;

b. bahwa kebinekaan tersebut di atas menjadi faktor yang sangat menentukan dalam perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa depan;

c. bahwa perjalanan bangsa Indonesia telah mengalami berbagai konflik, baik konflik vertikal maupun horizontal, sebagai akibat dari ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia, lemahnya penegakan hukum,

Page 133: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 117 -

serta praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme;

d. bahwa globalisasi yang digerakkan oleh perdagangan dan kemajuan teknologi telah melancarkan arus pergerakan orang, barang, jasa, uang, dan informasi, serta telah memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan, tetapi jika tidak diwaspadai dapat menjadi potensi yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. bahwa untuk itu perlu ada kesadaran dan komitmen seluruh bangsa untuk menghormati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya untuk mempersatukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Menuju masa depan yang lebih baik;

Page 134: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 118 -

f. bahwa sehubungan dengan itu perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional;

Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Per-musyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Memperhatikan: 1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1/MPR/2000 tentang Jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan

Page 135: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 119 -

Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000;

2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Putusan Rapat Paripurna ke-9 Tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAK-YAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PEMANTAPAN PER-

Page 136: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 120 -

SATUAN DAN KESATUAN NASIONAL.

Pasal 1

Ketetapan ini disusun dengan sistematika pembahasan yang menggambarkan secara utuh tentang makna Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional, yaitu sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : IDENTIFIKASI MASALAH

BAB III : KONDISI YANG DIPERLUKAN

BAB IV : ARAH KEBIJAKAN

BAB V : KAIDAH PELAKSANAAN

BAB VI : PENUTUP

Pasal 2

Isi beserta uraian perincian sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 terdapat dalam Naskah Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional beserta lampiran dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ketetapan ini.

Page 137: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 121 -

Pasal 3

(1) Menugaskan Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional dan melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(2) Menugaskan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk merumuskan etika kehidupan berbangsa dan visi Indonesia masa depan dan melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal 4

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 138: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 122 -

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2000

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 139: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 123 -

PEMANTAPAN PERSATUAN DAN KESATUAN NASIONAL

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia adalah bangsa besar yang terdiri atas berbagai suku, kebudayaan, dan agama. Kemajemukan itu merupakan kekayaan dan kekuatan yang sekaligus menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia. Tantangan itu sangat terasa terutama ketika bangsa Indonesia membutuhkan kebersamaan dan persatuan dalam menghadapi dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda yang berasal dari berbagai daerah menyadari sepenuhnya akan kekuatan yang dapat dibangun dari persatuan dan kesatuan nasional. Mereka bersepakat untuk

Page 140: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 124 -

bersatu melalui Sumpah Pemuda yang menegaskan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan, yaitu Indonesia. Semangat dan gerakan untuk bersatu itu menjadi sumber inspirasi bagi munculnya gerakan yang terkonsolidasi untuk membebaskan diri dari penjajahan. Bangsa Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan adalah ikrar untuk bersatu pada mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia, meliputi wilayah dari Sabang sampai Merauke yang merdeka dan berdaulat untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.

Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pendiri negara menyadari bahwa keberadaan masyarakat yang majemuk merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus diakui, diterima, dan dihormati, yang kemudian diwujudkan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Namun disadari bahwa ketidakmampuan untuk mengelola kemajemukan dan ketidaksiapan sebagian masyarakat untuk menerima kemajemukan tersebut serta pengaruh berkelanjutan politik kolonial dievide et imperate dan telah mengakibatkan terjadinya berbagai gejolak yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam sejarah perjalanan negara Indonesia telah terjadi pergolakan dan pemberontakan sebagai akibat

Page 141: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 125 -

dari penyalahgunaan kekuasaan yang sentralitis, tidak terselesaikannya perbedaan pendapat di antara pemimpin bangsa, serta ketidaksiapan masyarakat dalam menghormati perbedaan pendapat dan menerima kemajemukan. Hal tersebut di atas telah melahirkan ketidakadilan, konflik vertikal antara pusat dan daerah maupun konflik horizontal antar berbagai unsur masyarakat, petentangan ideologi dan agama, kemiskinan struktural, kesenjangan sosial, dan lain-lain.

Pemerintah Orde Baru, yang pada awalnya bertujuan untuk melakukan koreksi terhadap pemerintahan sebelumnya yang otoriter dan sentralistis, ternyata mengulangi hal yang sama pula. Keadaan itu diperparah lagi oleh maraknya korupsi, kolusi, nepotisme, dan disalahgunakannya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai alat politik untuk mengukuhkan kekuasaan.

Pada waktu krisis ekonomi melanda negara-negara Asia, khususnya Asia Tenggara, yang paling menderita adalah Indonesia. Sistem ekonomi yang dibangun oleh pemerintah Orde Baru tidak berhasil sepenuhnya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Akibatnya, terjadi kesulitan ekonomi, kesenjangan sosial, dan meluasnya krisis kepercayaan. Pada gilirannya ketidakpuasan masyarakat memuncak berupa tuntutan reformasi total.

Page 142: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 126 -

Gerakan reformasi pada hakikatnya merupakan tuntutan untuk melaksanakan demokratisasi di segala bidang, menegakkan hukum dan keadilan, menegakkan hak asasi manusia, memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, melaksanakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta menata kembali peran dan kedudukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Usaha untuk mewujudkan gerakan reformasi secara konsekuen dan untuk mengakhiri berbagai konflik yang terjadi, jelas memerlukan kesadaran dan komitmen seluruh warga masyarakat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional. Persatuan dan kesatuan nasional hanya dapat dicapai apabila setiap warga masyarakat mampu hidup dalam kemajemukan dan mengelolanya dengan baik.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Ketetapan mengenai pemantapan persatuan dan kesatuan nasional mempunyai maksud dan tujuan untuk secara umum mengidentifikasi permasalahan yang ada, menentukan kondisi yang harus diciptakan dalam rangka menuju kepada rekonsiliasi nasional dan menetapkan arah kebijakan sebagai paduan untuk melaksanakan pemantapan persatuan dan kesatuan nasional.

Page 143: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 127 -

Kesadaran dan komitmen yang sungguh-sungguh untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional harus diwujudkan dalam langkah-langkah nyata, berupa pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional, serta merumuskan etika berbangsa dan visi Indonesia masa depan.

Page 144: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 145: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 129 -

BAB IIIDENTIFIKASI MASALAH

Pada saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai masalah yang telah menyebabkan terjadinya krisis yang sangat luas. Faktor-faktor penyebab terjadinya berbagai masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa tidak dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal itu kemudian melahirkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum, dan pelanggaran hak asasi manusia.

2. Pancasila sebagai ideologi negara ditafsirkan secara sepihak oleh penguasa dan telah disalahgunakan untuk mempertahankan kekuasaan.

3. Konflik sosial budaya telah terjadi karena kemajemukan suku, kebudayaan, dan agama

Page 146: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 130 -

yang tidak dikelola dengan baik dan adil oleh pemerintah maupun masyarakat. Hal itu semakin diperburuk oleh pihak penguasa yang menghidupkan kembali cara-cara menyelenggarakan pemerintahan yang feodalistis dan paternalistis sehingga menimbulkan konflik horizontal yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Hukum telah menjadi alat kekuasaan dan pelaksanaannya telah diselewengkan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan prinsip keadilan, yaitu persamaan hak warga negara di hadapan hukum.

5. Perilaku ekonomi yang berlangsung dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta berpihak pada sekelompok pengusaha besar, telah menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, utang besar yang harus dipikul oleh negara, pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat, serta kesenjangan sosial ekonomi yang semakin melebar.

6. Sistem politik yang otoriter tidak dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang mampu menyerap aspirasi dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.

Page 147: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 131 -

7. Peralihan kekuasaan yang sering menimbulkan konflik, pertumpahan darah, dan dendam antara kelompok masyarakat terjadi sebagai akibat dari proses demokrasi yang tidak berjalan dengan baik.

8. Berlangsungnya pemerintahan yang telah mengabaikan proses demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya sehingga terjadi gejolak politik yang bermuara pada gerakan reformasi yang menuntut kebebasan, kesetaraan, dan keadilan.

9. Pemerintahan yang sentralistis telah menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan antara pemerntah pusat dan pemerintah daerah sehingga timbul konflik vertikal dan tuntutan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

10. Penyalahgunaan kekuasaan sebagai akibat dari lemahnya fungsi pengawasan oleh internal pemerintah dan lembaga perwakilan rakyat, serta terbatasnya pengawasan oleh masyarakat dan media massa pada masa lampau, telah menjadikan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih

Page 148: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 132 -

dan bertanggung jawab tidak terlaksana. Akibatnya, kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara menjadi berkurang.

11. Pelaksanaan peran sosial politik dalam Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan disalahgunakan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagai alat kekuasaan pada masa Orde Baru telah menyebabkan terjadinya penyimpangan peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengakibatkan tidak berkembangnya kehidupan demokrasi.

12. Globalisasi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya dapat memberikan keuntungan bagi bangsa Indonesia, tetapi jika tidak diwaspadai, dapat memberi dampak negatif terhadap kehidupan berbangsa.

Page 149: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 133 -

BAB IIIKONDISI YANG DIPERLUKAN

Berbagai permasalahan bangsa yang dihadapi saat ini tentu harus diselesaikan dengan tuntas melalui proses rekonsiliasi agar tercipta persatuan dan kesatuan nasional yang mantap. Dalam hal ini, diperlukan kondisi sebagai berikut.

1. Terwujudnya nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa sebagai sumber etika dan moral untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, serta perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia. Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa selalu berpihak kepada kebenaran dan menganjurkan untuk memberi maaf kepada orang yang telah bertobat dari kesalahannya.

2. Terwujudnya sila Persatuan Indonesia yang merupakan sila ketiga dari Pancasila sebagai landasan untuk mempersatukan bangsa.

Page 150: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 134 -

3. Terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampu memahami dan mengelola kemajemukan bangsa secara baik dan adil sehingga dapat terwujud toleransi, kerukunan sosial, kebersamaan dan kesetaraan berbangsa.

4. Tegaknya sistem hukum yang didasarkan pada nilai filosofis yang berorientasi pada kebenaran dan keadilan, nilai sosial yang berorientasi pada tata nilai yang berlaku dan bermanfaat bagi masyarakat, serta nilai yuridis yang bertumpu pada ketentuan perundang-undangan yang menjamin ketertiban dan kepastian hukum. Hal itu disertai dengan adanya kemauan dan kemampuan untuk mengungkapkan kebenaran tentang kejadian masa lampau, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, dan pengakuan terhadap kesalahan yang telah dilakukan, serta pengembangan sikap dan perilaku saling memaafkan dalam rangka rekonsiliasi nasional.

5. Membaiknya perekonomian nasional, terutama perekonomian rakyat, sehingga beban ekonomi rakyat dan pengangguran dapat dikurangi, yang kemudian mendorong rasa optimis dan kegairahan dalam perekonomian.

Page 151: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 135 -

6. Terwujudnya sistem politik yang demokratis yang dapat melahirkan penyeleksian pemimpin yang dipercaya oleh masyarakat.

7. Terwujudnya proses peralihan kekuasaan secara demokratis, tertib, dan damai.

8. Terwujudnya demokrasi yang menjamin hak dan kewajiban masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik secara bebas dan bertanggung jawab sehingga menumbuhkan kesadaran untuk memantapkan persatuan bangsa.

9. Terselenggaranya otonomi daerah secara adil, yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola daerahnya sendiri, dengan tetap berwawasan pada persatuan dan kesatuan nasional.

10. Pulihnya kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara dan antara sesama masyarakat sehingga dapat menjadi landasan untuk kerukunan dalam hidup bernegara.

11. Peningkatan profesionalisme dan pulihnya kembali citra Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia demi terciptanya rasa aman dan tertib di masyarakat.

Page 152: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 136 -

12. Terbentuknya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu bekerja sama serta berdaya saing untuk memperoleh manfaat positif dari globalisasi.

Page 153: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 137 -

BAB IVARAH KEBIJAKAN

Arah kebijakan untuk mengadakan rekonsiliasi dalam usaha memantapkan persatuan dan kesatuan nasional adalah sebagai berikut.

1. Menjadikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa sebagai sumber etika kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka memperkuat akhlak dan moral penyelenggara negara dan masyarakat.

2. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang terbuka dengan membuka wacana dan dialog terbuka di dalam masyakarat sehingga dapat menjawab tantangan sesuai dengan visi Indonesia masa depan.

3. Meningkatkan kerukunan sosial antar dan antara pemeluk agama, suku, dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya melalui dialog dan kerja

Page 154: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 138 -

sama dengan prinsip kebersamaan, kesetaraan, toleransi dan saling menghormati. Intervensi pemerintah dalam kehidupan sosial budaya perlu dikurangi, sedangkan potensi dan inisiatif masyarakat perlu ditingkatkan.

4. Menegakkan supremasi hukum dan perundang-undangan secara konsisten dan bertanggung jawab, serta menjamin dan menghormati hak asas manusia. Langkah ini harus didahului dengan memproses dan menyelesaikan berbagai kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta pelanggaran hak asasi manusia.

5. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, khususnya melalui pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pemberdayaan ekonomi rakyat dan daerah.

6. Memberdayakan masyarakat melalui perbaikan sistem politik yang demokratis sehingga dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas, bertanggung jawab, menjadi panutan masyarakat, dan mampu mempersatukan bangsa dan negara.

7. Mengatur peralihan kekuasaan secara tertib, damai, dan demokratis sesuai dengan hukum dan perundang-undangan.

8. Menata kehidupan politik agar distribusi kekuasaan, dalam berbagai tingkat struktur

Page 155: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 139 -

politik dan hubungan kekuasaan, dapat berlangsung dengan seimbang. Setiap keputusan politik harus melalui proses yang demokratis dan transparan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

9. Memberlakukan kebijakan otonomi daerah, menyelenggarakan perimbangan keuangan yang adil, meningkatkan pemerataan pelayanan publik, memperbaiki kesenjangan dalam pembangunan ekonomi dan pendapatan daerah, serta menghormati nilai-nilai budaya daerah berdasarkan amanat konstitusi.

10. Meningkatkan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan negara, serta memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial secara konstruktif dan efektif.

11. Mengefektifkan Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara yang berperan dalam bidang pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang berperan dalam bidang keamanan, serta mengembalikan jatidiri Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari rakyat.

Page 156: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 140 -

12. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia Indonesia sehingga mampu bekerja sama dan bersaing sebagai bangsa dan warga dunia dengan tetap berwawasan pada persatuan dan kesatuan nasional.

Page 157: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 141 -

BAB VKAIDAH PELAKSANAAN

1. Arah kebijakan adalah pedoman dalam menyusun peraturan dan perundang-undangan yang akan mengatur penyelenggaraan negara serta perilaku masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

2. Menugaskan kepada pemerintah untuk :

a. memfasilitasi diselenggarakannya dialog dan kerja sama pada tingkat nasional maupun daerah, yang melibatkan seluruh unsur bangsa, baik formal maupun informal, yang mewakili kemajemukan agama, suku dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya untuk menampung berbagai sudut pandang guna menyamakan persepsi dan mencari solusi.

b. segera menyelesaikan masalah dan konflik secara damai di berbagai daerah dengan tuntas,

Page 158: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 142 -

adil, dan benar, dalam rangka memantapkan persatuan dan kesatuan nasional.

3. Membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional sebagai lembaga ekstra-yudisial yang jumlah anggota dan kriterianya ditetapkan dengan undang-undang. Komisi ini bertugas untuk menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau, sesai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, dan melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa. Langkah-langkah setelah pengungkapan kebenaran, dapat dilakukan pengakuan kesalahan, permintaan maaf, pemberian maaf, perdamaian, penegakan hukum, amnesti, rehabilitasi, atau alternatif lain yang bermanfaat untuk menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dengan sepenuhnhya memperhatikan rasa keadilan masyarakat.

4. Menugaskan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk :

a. merumuskan etika kehidupan berbangsa yang memuat rumusan tentang etika kehidupan

Page 159: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 143 -

dalam lingkup luas, yaitu etika dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pemerintahan, dan sebagainya.

b. Merumuskan visi Indonesia masa depan yang kemudian harus disosialisasikan melalui proses pembudayaan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap visi tersebut.

Page 160: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 161: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 145 -

BAB VIP E N U T U P

Ketetapan ini menetapkan arah kebijakan untuk melaksanakan rekonsiliasi dalam usaha memantapkan persatuan dan kesatuan nasional melalui mekanisme hukum dan politik serta melalui sosialisasi dan proses pembudayaan sehingga dapat menjadi pedoman tingkah laku bernegara bagi penyelenggara negara dan masyarakat.

Dengan melaksanakan rekonsiliasi untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional diharapkan bangsa Indonesia dapat menyelesaikan masalah-masalah masa lampau sehingga dapat mengatasi krisis dan melaksanakan pembangunan di segala bidang menuju masa depan yang lebih baik.

Page 162: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 146 -

LA

MPI

RA

NM

ATR

IKS

PEM

AN

TAPA

N P

ER

SAT

UA

N D

AN

KE

SAT

UA

N N

ASI

ON

AL

(PE

RSA

ND

ING

AN

BA

B II

, III

, IV

)

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

NPa

da sa

at in

i ban

gsa

Indo

nesi

a se

dang

men

ghad

api

berb

agai

mas

alah

yan

g te

lah

men

yeba

bkan

terja

diny

a kr

isis

ya

ng sa

ngat

luas

. Fak

tor-f

akto

r pe

nyeb

ab te

rjadi

nya

berb

agai

m

asal

ah te

rseb

ut d

apat

di

iden

tifika

si se

baga

i ber

ikut

.

Ber

baga

i per

mas

alah

an b

angs

a ya

ng d

ihad

api s

aat i

ni te

ntu

haru

s dis

eles

aika

n de

ngan

tunt

as

mel

alui

pro

ses r

ekon

silia

si a

gar

terc

ipta

per

satu

an d

an k

esat

uan

nasi

onal

yan

g m

anta

p. D

alam

hal

in

i, di

perlu

kan

kond

isi s

ebag

ai

berik

ut.

Ara

h ke

bija

kan

untu

k m

enga

daka

n re

kons

ilias

i da

lam

usa

ha m

eman

tapk

an

pers

atua

n da

n ke

satu

an

nasi

onal

ada

lah

seba

gai

berik

ut.

Page 163: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 147 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

AR

AH

KE

BIJ

AK

AN

1. N

ilai-n

ilai a

gam

a da

n ni

lai-n

ilai b

uday

a ba

ngsa

tid

ak d

ijadi

kan

sum

ber

etik

a da

lam

ber

bang

sa

dan

bern

egar

a ol

eh

seba

gian

mas

yara

kat.

Hal

itu

kem

udia

n m

elah

irkan

kr

isis

akh

lak

dan

mor

al

yang

ber

upa

ketid

akad

ilan,

pe

lang

gara

n hu

kum

, dan

pe

lang

gara

n ha

k as

asi

man

usia

.

1. T

erw

ujud

nya

nila

i-nila

i ag

ama

dan

nila

i-nila

i bud

aya

bang

sa se

baga

i sum

ber e

tika

dan

mor

al u

ntuk

ber

buat

bai

k da

n m

engh

inda

ri pe

rbua

tan

terc

ela,

serta

per

buat

an y

ang

berte

ntan

gan

deng

an h

ukum

ha

k as

asi m

anus

ia. N

ilai-n

ilai

agam

a da

n ni

lai-n

ilai b

uday

a ba

ngsa

sela

lu b

erpi

hak

kepa

da

kebe

nara

n da

n m

enga

njur

kan

untu

k m

embe

ri m

anfa

at k

epad

a or

ang

yang

tela

h be

rtoba

t dar

i ke

sala

hann

ya.

1. M

enja

dika

n ni

lai-n

ilai

agam

a da

n ni

lai-n

ilai

buda

ya b

angs

a se

baga

i su

mbe

r etik

a ke

hidu

pan

berb

angs

a da

n be

rneg

ara

dala

m ra

ngka

mem

perk

uat

akhl

ak d

an m

oral

pe

nyel

engg

ara

nega

ra d

an

mas

yara

kat.

Page 164: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 148 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N2.

Pan

casi

la se

baga

i ide

olog

i ne

gara

dita

fsirk

an se

cara

se

piha

k ol

eh p

engu

asa

dan

tela

h di

sala

hgun

akan

un

tuk

mem

perta

hank

an

keku

asaa

n.

2. T

erw

ujud

nya

sila

Per

satu

an

Indo

nesi

a ya

ng m

erup

akan

sila

ke

tiga

dari

Panc

asila

seba

gai

land

asan

unt

uk m

empe

rsat

ukan

ba

ngsa

.

2. M

enja

dika

n Pa

ncas

ila

seba

gai i

deol

ogi n

egar

a ya

ng te

rbuk

a de

ngan

m

embu

ka w

acan

a da

n di

alog

terb

uka

di d

alam

m

asya

raka

t seh

ingg

a da

pat

men

jaw

ab ta

ntan

gan

sesu

ai

deng

an v

isi I

ndon

esia

mas

a de

pan.

Page 165: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 149 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N3.

Kon

flik

sosi

al b

uday

a te

lah

terja

di k

aren

a ke

maj

emuk

an

suku

keb

uday

aan,

dan

ag

ama

yang

tida

k di

kelo

la

deng

an b

aik

dan

adil

oleh

pem

erin

tah

mau

pun

mas

yara

kat.

Hal

itu

sem

akin

dip

erbu

ruk

oleh

pi

hak

peng

uasa

yan

g m

engh

idup

kan

kem

bali

cara

-car

a m

enye

leng

gara

kan

pem

erin

taha

n ya

ng

feod

alis

tis d

an p

ater

nalis

tis

sehi

ngga

men

imbu

lkan

ko

nflik

hor

izon

tal y

ang

mem

baha

yaka

n pe

rsat

uan

dan

kesa

tuan

ban

gsa.

3. T

erw

ujud

nya

peny

elen

ggar

aan

nega

ra y

ang

mam

pu

mem

aham

i dan

men

gelo

la

kena

jem

ukan

ban

gsa

seca

ra

baik

dan

adi

l seh

ingg

a da

pat

terw

ujud

tole

rans

i, ke

ruku

nan

sosi

al, k

eber

sam

aan

dan

kese

tara

an b

erba

ngsa

.

3. M

enin

gkat

kan

keru

kuna

n so

sial

ant

ar d

an a

ntar

pe

mel

uk a

gam

a,

suku

, dan

kel

ompo

k-ke

lom

pok

mas

yara

kat

lain

nya

mel

alui

dia

log

dan

kerja

sam

a de

ngan

pr

insi

p ke

bers

amaa

n,

kese

tara

an, t

oler

ansi

dan

sa

ling

men

ghor

mat

i, in

terv

ensi

pem

erin

tah

dala

m k

ehid

upan

sosi

al

buda

ya p

erlu

dik

uran

gi,

seda

ngka

n po

tens

i dan

in

isia

tif m

asya

raka

t per

lu

ditin

gkat

kan.

Page 166: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 150 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N

4. H

ukum

tela

h m

enja

di

alat

kek

uasa

an d

an

pela

ksan

aann

ya te

lah

dise

lew

engk

an se

dem

ikia

n ru

pa se

hing

ga b

erte

ntan

gan

deng

an p

rinsi

p ke

adila

n,

yaitu

per

sam

aan

hak

war

ga

nega

ra d

i had

apan

huk

um.

4. T

egak

nya s

istem

huku

m ya

ng

didas

arkan

pada

nilai

filos

ofis

yang

be

rorie

ntasi

pada

kebe

naran

dan

kead

ilan,

nilai

sosia

l yan

g bero

rienta

si pa

da ta

ta nil

ai ya

ng be

rlaku

dan

berm

anfaa

t bag

i mas

yarak

at, se

rta ni

lai

yurid

is ya

ng be

rtum

pu pa

da ke

tentua

n pe

rund

ang-

unda

ngan

yang

men

jamin

ke

tertib

an da

n kep

astia

n huk

um. H

al itu

dis

ertai

deng

an ad

anya

kem

auan

dan

kem

ampu

an un

tuk m

engu

ngka

pkan

ke

bena

ran te

ntang

kejad

ian m

asa

lampa

u, se

suai

deng

an ke

tentua

n hu

kum

dan p

erund

ang-

unda

ngan

ya

ng be

rlaku

, dan

peng

akua

n terh

adap

ke

salah

an ya

ng te

lah di

lakuk

an, se

rta

peng

emba

ngan

sika

p dan

perila

ku

salin

g mem

anfaa

tkan d

alam

rang

ka

rekon

silias

i nas

ional.

4. M

eneg

akka

n su

prem

asi

huku

m d

an p

erun

dang

-un

dang

an se

cara

kon

sist

en

dan

berta

nggu

ng ja

wab

, se

rta m

enja

min

dan

m

engh

orm

ati h

ak a

sasi

m

anus

ia. L

angk

ah

ini h

arus

did

ahul

ui

deng

an m

empr

oses

dan

m

enye

lesa

ikan

ber

baga

i ka

sus k

orup

si, k

olus

i, da

n ne

potis

me,

serta

pe

lang

gara

n ha

k as

asi

man

usia

.

Page 167: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 151 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N5.

Per

ilaku

eko

nom

i yan

g

berla

ngsu

ng d

enga

n pr

akte

k ko

rups

i, ko

lusi

, dan

ne

potis

me,

serta

ber

piha

k pa

da se

kelo

mpo

k pe

ngus

aha

besa

r, te

lah

men

yeba

bkan

kr

isis

eko

nom

i yan

g be

rpek

epan

jang

an, u

tang

be

sar y

ang

haru

s dip

ikul

ol

eh n

egar

a, p

enga

nggu

ran

dan

kem

iski

nan

yang

se

mak

in m

enin

gkat

, ser

ta

kese

njan

gan

sosi

al e

kono

mi

yang

sem

akin

mel

ebar

.

5. M

emba

ikny

a pe

reko

nom

ian

nasi

onal

, ter

utam

a pe

reko

nom

ain

raky

at, s

ehin

gga

beba

n ek

onom

i rak

yat d

an

peng

angg

uran

dap

at d

ikur

angi

, ya

ng k

emud

ian

men

doro

ng

rasa

opt

imis

dan

keg

aira

han

dala

m p

erek

onom

ian.

5. M

enin

gkat

kan

kem

akm

uran

da

n ke

seja

hter

aan

mas

yara

kat,

khus

usny

a m

elal

ui p

emba

ngun

an

ekon

omi y

ang

bertu

mpu

pa

da p

embe

rday

aan

ekon

omi r

akya

t dan

dae

rah.

Page 168: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 152 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N6.

Sis

tem

pol

itik

yang

oto

riter

tid

ak d

apat

mel

ahirk

an

pem

impi

n-pe

mim

pin

yang

m

ampu

men

yera

p as

pira

si

dan

mem

perju

angk

an

kepe

ntin

gan

mas

yara

kat.

6. T

erw

ujud

nya

sist

em p

oliti

k ya

ng d

emok

ratis

yan

g da

pat

mel

ahirk

an p

enye

leks

ian

pem

impi

n ya

ng d

iper

caya

ole

h m

asya

raka

t.

6. M

embe

rday

akan

mas

yara

kat

mel

alui

per

baik

an si

stem

po

litik

yan

g de

mok

ratis

se

hing

ga d

apat

mel

ahirk

an

pem

impi

n ya

ng b

erku

alita

s, be

rtang

gung

jaw

ab, m

enja

di

anut

an m

asya

raka

t, da

n m

ampu

mem

pers

atuk

an

bang

sa d

an n

egar

a.

7. P

eral

ihan

kek

uasa

an y

ang

serin

g m

enim

bulk

an

konfl

ik, p

ertu

mpa

han

dara

h, d

an d

enda

m a

ntar

a ke

lom

pok

mas

yara

kat

terja

di se

baga

i aki

bat d

ari

pros

es d

emok

rasi

yan

g tid

ak

berja

lan

deng

an b

aik.

7. T

erw

ujud

nya

pros

es p

eral

ihan

ke

kuas

aan

seca

ra d

emok

ratis

, te

rtib,

dan

dam

ai.

7. M

enga

tur p

eral

ihan

ke

kuas

aan

seca

ra te

rtib,

da

mai

, dan

dem

okra

tis

sesu

ai d

enga

n hu

kum

dan

pe

rund

ang-

unda

ngan

.

Page 169: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 153 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N8.

Ber

lang

sung

nya

pem

erin

taha

n ya

ng te

lah

men

gaba

ikan

pro

ses

dem

okra

si m

enye

babk

an

raky

at ti

dak

dapa

t m

enya

lurk

an a

spira

si

polit

ikny

a se

hing

ga te

rjadi

ge

jola

k po

litik

yan

g be

rmua

ra p

ada

gera

kan

refo

rmas

i yan

g m

enun

tut

kebe

basa

n, k

eset

araa

n, d

an

kead

ilan.

8. T

erw

ujud

nya

dem

okra

si y

ang

men

jam

in h

ak d

an k

ewaj

iban

m

asya

raka

t unt

uk te

rliba

t da

lam

pro

ses p

enga

mbi

lan

kepu

tusa

n po

litik

seca

ra

beba

s dan

ber

tang

gung

jaw

ab

sehi

ngga

men

umbu

hkan

ke

sada

ran

untu

k m

eman

tapk

an

pers

atua

n ba

ngsa

.

8. M

enat

a ke

hidu

pan

polit

ik

agar

dis

tribu

si k

ekua

saan

, da

lam

ber

baga

i tin

gkat

st

rukt

ur p

oliti

k da

n hu

bung

an k

ekua

saan

, da

pat b

erla

ngsu

ng

deng

an se

imba

ng. S

etia

p ke

putu

san

polit

ik h

arus

m

elal

ui p

rose

s yan

g de

mok

ratis

dan

tran

spar

an

deng

an m

enju

njun

g tin

ggi

keda

ulat

an ra

kyat

.

Page 170: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 154 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N9.

Pem

erin

taha

n ya

ng

sent

ralis

tis te

lah

men

imbu

lkan

kes

enja

ngan

da

n ke

tidak

adila

n an

tara

pe

mer

inta

h pu

sat d

an

pem

erin

tah

daer

ah se

hing

ga

timbu

l kon

flik

verti

kal d

an

tunt

utan

unt

uk m

emis

ahka

n di

ri da

ri N

egar

a K

esat

uan

Rep

ublik

Indo

nesi

a.

9. T

erse

leng

gara

nya

oton

omi

daer

ah se

cara

adi

l, ya

ng

mem

berik

an k

ewen

anga

n ke

pada

dae

rah

untu

k m

enge

lola

da

erah

nya

send

iri, d

enga

n te

tap

berw

awas

an p

ada

pers

atua

n da

n ke

satu

an n

asio

nal.

9. M

embe

rlaku

kan

kebi

jaka

n ot

onom

i dae

rah,

m

enye

leng

gara

kan

perim

bang

an k

euan

gan

yang

adi

l, m

enin

gkat

kan

pem

erat

aan

pela

yana

n pu

blik

, mem

perb

aiki

ke

senj

anga

n da

lam

pe

mba

ngun

an e

kono

mi d

an

pend

apat

an d

aera

h, se

rta

men

ghor

mat

i nila

i-nila

i bu

daya

dae

rah

berd

asar

kan

aman

at k

onst

itusi

.

Page 171: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 155 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N10

.Pen

yala

hgun

aan

keku

asaa

n se

baga

i aki

bat

dari

lem

ahny

a fu

ngsi

peng

awas

an o

leh

inte

rnal

pe

mer

inta

h da

n le

mba

ga

perw

akila

n ra

kyat

, ser

ta

terb

atas

nya

peng

awas

an

oleh

mas

yara

kat d

an m

edia

m

assa

pad

a m

asa

lam

pau,

te

lah

men

jadi

kan

tans

para

nsi

dan

perta

nggu

ngja

wab

an

pem

erin

tah

untu

k m

enye

leng

gara

kan

pem

erin

taha

n ya

ng b

ersih

da

n be

rtang

gung

jaw

ab

tidak

terla

ksan

a. A

kiba

tnya

, ke

perc

ayaa

n m

asya

raka

t ke

pada

pen

yele

ngga

ra

nega

ra m

enja

di b

erku

rang

.

10.P

ulih

nya

kepe

rcay

aan

mas

yara

kat k

epad

a pe

nyel

engg

ara

nega

ra d

an

anta

ra se

sam

a m

asya

raka

t se

hing

ga d

apat

men

jadi

la

ndas

an u

ntuk

ker

ukun

an

dala

m h

idup

ber

nega

ra.

10.M

enin

gkat

kan

inte

grita

s, pr

ofes

iona

lism

e, d

an

tang

gung

jaw

ab d

alam

pe

nyel

engg

araa

n ne

gara

, se

rta m

embe

rday

akan

m

asya

raka

t unt

uk

mel

akuk

an so

sial

seca

ra

kons

trukt

if da

n ef

ektif

.

Page 172: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 156 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N11

.Pel

aksa

naan

per

an so

sial

po

litik

dal

am D

wifu

ngsi

A

ngka

tan

Ber

senj

ata

Rep

ublik

Indo

nesi

a da

n di

sala

hgun

akan

nya

Ang

kata

n B

erse

njat

a R

epub

lik In

done

sia

seba

gai a

lat k

ekua

saan

pa

da m

asa

Ord

e B

aru

tela

h m

enye

babk

an te

rjadi

nya

peny

impa

ngan

per

an

Tent

ara

Nas

iona

l Ind

ones

ia

dan

Kep

olis

ian

Neg

ara

Rep

ublik

Indo

nesi

a ya

ng

men

gaki

batk

an ti

dak

berk

emba

ngny

a ke

hidu

pan

dem

okra

si.

11. P

enin

gkat

an p

rofe

sion

alis

me

dan

pulih

nya

kem

bali

citra

Te

ntar

a N

asio

nal I

ndon

esia

dan

K

epol

isia

n N

egar

a R

epub

lik

Indo

nesi

a de

mi t

erip

tany

a ra

sa

aman

dan

terti

b di

mas

yara

kat.

11. M

enge

fekt

ifkan

Ten

tara

N

asio

nal I

ndon

esia

seba

gai

alat

neg

ara

yang

ber

pera

n da

lam

bid

ang

perta

hana

n da

n K

epol

isia

n N

egar

a R

epub

lik In

done

sia

seba

gai

alat

neg

ara

yang

ber

pera

n da

lam

bid

ang

keam

anan

, se

rta m

enge

mba

likan

ja

tidiri

Ten

tara

Nas

iona

l In

done

sia

dan

Kep

olis

ian

Neg

ara

Rep

ublik

Indo

nesi

a se

baga

i bag

ian

dari

raky

at.

Page 173: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 157 -

IDE

NT

IFIK

ASI

MA

SAL

AH

KO

ND

ISI Y

AN

G D

IPER

LUK

AN

A

RA

H K

EB

IJA

KA

N12

.Glo

balis

asi d

alam

ke

hidu

pan

polit

ik, e

kono

mi,

sosi

al, d

an b

uday

a da

pat

mem

berik

an k

eunt

unga

n ba

gi b

angs

a In

done

sia,

te

tapi

jika

tida

k di

was

pada

i, da

pat m

embe

ri da

mpa

k ne

gatif

terh

adap

keh

idup

an

berb

angs

a.

12.T

erbe

ntuk

nya

sum

ber d

aya

man

usia

Indo

nesi

a ya

ng

berk

ualit

as d

an m

ampu

bek

erja

sa

ma

serta

ber

daya

sain

g un

tuk

mem

pero

leh

man

faat

pos

itif

dari

glob

alis

asi.

12.M

enin

gkat

kan

kem

ampu

an

sum

ber d

aya

man

usia

In

done

sia

sehi

ngga

mam

pu

beke

rja sa

ma

dan

bers

aing

se

baga

i ban

gsa

dan

war

ga d

unia

den

gan

teta

p be

rwaw

asan

pad

a pe

rsat

uan

dan

kesa

tuan

nas

iona

l.

Page 174: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 175: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 159 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR VI/MPR/2000

TENTANG

PEMISAHAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

DANKEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Page 176: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 177: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 161 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT RE-

PUBLIK INDONESIA,NOMOR VI/MPR/2000

TENTANG

PEMISAHAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

Page 178: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 162 -

Menimbang : a. bahwa salah satu tuntutan reformasi dan tantangan masa depan adalah dilakukannya demokratisasi, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

b. bahwa dengan adanya kebijakan dalam bidang pertahanan/ keamanan telah dilakukan penggabungan Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;

c. bahwa sebagai akibat dari penggabungan tersebut terjadi kerancuan dan tumpang tindih antara peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia sebagai kekuatan pertahanan negara dengan peran dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan keamanan dan ketertiban masyarakat;

d. bahwa peran sosial politik dalam dwifungsi Angkatan Bersenjata

Page 179: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 163 -

Republik Indonesia menyebabkan tejadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d maka perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Pemisahan Organisasi Tentara Nasional Indonesia dan Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia

Mengingat : 1. Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

Page 180: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 164 -

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 - 2004;

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

Memperhatikan: 1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000;

2. Permusyawaratan dalam sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai 18 Agustus 2000 yang membahas Rancangan Ketetapan

Page 181: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 165 -

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Putusan Rapat Paripurna ke-9 Tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PE-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PEMISAHAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA RE-PUBLIK INDONESIA

Page 182: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 166 -

Pasal 1

Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing.

Pasal 2

(1) Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan.

(3) Dalam hal terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan. Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia harus bekerja sama dan saling membantu.

Pasal 3

(1) Peran Tentara Nasional Indonesia dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia ditetapkan dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2) Hal-hal yang menyangkut Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik

Page 183: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 167 -

Indonesia secara lengkap dan terperinci diatur lebih lanjut dalam undang-undang secara terpisah.

Pasal 4

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2000

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 184: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 185: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 169 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR VII/MPR/2000

TENTANG

PERAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN

PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Page 186: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 187: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 171 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR VII/MPR/2000

TENTANG

PERAN TENTARA NASIONAL INDONESIADAN

PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Page 188: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 172 -

Menimbang : a. bahwa untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia guna mencapai tujuan nasional, diperlukan sistem petahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Wawasan Nusantara;

b. Bahwa pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketahanan nasional dengan menghimpun, menyiapkan dan mengerahkan kemampuan nasional yang menempatkan rakyat sebagai kekuatan dasar;

c. bahwa dalam penyelenggaraan pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban dalam upaya pembelaan negara

Page 189: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 173 -

serta pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat;

d. bahwa diperlukan alat negara yang berperan utama menyelenggarakan pertahanan negara berupa Tentara Nasional Indonesia;

e. bahwa dalam kehidupan masyarakat diperlukan aparat keamanan dan ketertiban yang memberikan perlindungan dan penegakan hukum berupa Kepolisian Negara Republik Indonesia;

f. bahwa seiring dengan proses demokratisasi dan globalisasi, serta menghadapi tuntutan masa depan, perlu peningkatan kinerja dan profesionalisme aparat pertahanan dan aparat keamanan melalui penataan kembali Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia;

g. bahwa telah dilakukan pemisahan secara kelembagaan yang setara antara Tentara Nasional Indonesia

Page 190: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 174 -

dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

h. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, f dan g maka perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Mengingat : 1. Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004;

Page 191: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 175 -

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Perubahan Pertama Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Memperhatikan: 1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2000 tentang Jadwal Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai dengan 18 Agustus 2000.

2. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 7 sampai 18 Agustus 2000 yang

Page 192: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 176 -

membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

3. Putusan Rapat Paripurna ke-9 Tanggal 18 Agustus 2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PER-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PERAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA;

Page 193: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 177 -

BAB ITENTARA NASIONAL INDONESIA

Pasal 1

Jatidiri Tentara Nasional Indonesia

(1) Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian dari rakyat, lahir dan berjuang bersama rakyat demi membela kepentingan negara.

(2) Tentara Nasional Indonesia berperan sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan Negara.

(3) Tentara Nasional Indonesia wajib memiliki kemampuan dan keterampilan secara profesional sesuai dengan peran dan fungsinya.

Pasal 2

Peran Tentara Nasional Indonesia

(1) Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang berperan sebagai alat

Page 194: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 178 -

pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2) Tentara Nasional Indonesia, sebagai Alat Pertahanan Negara, bertugas pokok menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

(3) Tentara Nasional Indonesia melaksanakan tugas negara dalam penyelenggaraan wajib militer bagi warga negara yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 3

Susunan dan Kedudukan Tentara Nasional Indonesia

(1) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara yang organisasinya disusun berdasarkan kebutuhan yang diatur dengan undang-undang.

(2) Tentara Nasional Indonesia berada di bawah Presiden.

(3) Tentara Nasional Indonesia dipimpin oleh seorang Panglima yang diangkat dan

Page 195: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 179 -

diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) a. Prajurit Tentara Nasional Indonesia tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.

b. Apabila kekuasaan peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) pasal ini tidak berfungsi maka prajurit Tentara Nasional Indonesia tunduk di bawah kekuasaan peradilan yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 4

Tugas Bantuan Tentara Nasional Indonesia

(1) Tentara Nasional Indonesia membantu penyelenggaraan kegiatan kemanusian (civic mission).

(2) Tentara Nasional Indonesia memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan atas permintaan yang diatur dalam undang-undang.

(3) Tentara Nasional Indonesia membantu secara aktif tugas pemeliharan perdamaian dunia

Page 196: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 180 -

(peace keeping operation) di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 5

Keikutsertaan Tentara Nasional IndonesiaDalam Penyelenggaraan Negara

(1) Kebijakan politik negara merupakan dasar kebijakan dan pelaksanan tugas Tentara Nasional Indonesia.

(2) Tentara Nasional Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

(3) Tentara Nasional Indonesia mendukung tegaknya demokrasi, menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia.

(4) Anggota Tentara Nasional Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih. Keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat paling lama sampai dengan tahun 2009.

(5) Anggota Tentara Nasional Indonesia hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas ketentaraan.

Page 197: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 181 -

BAB IIKEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 6

Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

(2) Dalam menjalankan perannya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional.

Pasal 7

Susunan dan Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia

Page 198: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 182 -

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan Kepolisian Nasional yang organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah Presiden.

(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum.

Pasal 8

Lembaga Kepolisian Nasional

(1) Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia dibantu oleh lembaga kepolisian nasional.

(2) Lembaga kepolisian nasional dibentuk oleh Presiden yang diatur dengan undang-undang.

(3) Lembaga kepolisian nasional memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Page 199: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 183 -

Pasal 9

Tugas Bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia

(1) Dalam keadaan darurat Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan bantuan kepada Tentara Nasional Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia turut secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan kejahatan internasional sebagai anggota International Criminal Police Organization - Interpol.

(3) Kepolisian Negara Republik Indonesia membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia (peace keeping operation) di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 10

Keikutsertaan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Negara

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

Page 200: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 184 -

(2) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan hak memilih dan dipilih. Keikutsertaan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menentukan arah kebijakan nasional disalurkan melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat paling lama sampai dengan tahun 2009.

(3) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Page 201: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 185 -

BAB IIIPENUTUP

Pasal 11

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketetapan ini diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 12

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Agustus 2000

Page 202: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 186 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 203: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 187 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR VI/MPR/2001

TENTANG

ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA

Page 204: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 205: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 189 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR VI/MPR/2001

TENTANG

ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, terbentuknya Negara

Page 206: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 190 -

Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;

b. bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, diperlukan pencerahan sekaligus pengamalan etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia;

c. bahwa etika kehidupan berbangsa dewasa ini mengalami kemunduran yang turut menyebabkan terjadinya krisis multidimensi;

d. bahwa untuk itu diperlukan adanya rumusan tentang pokok-

Page 207: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 191 -

pokok etika kehidupan berbangsa sebagai acuan bagi pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia dalam rangka menyelamatkan dan meningkatkan mutu kehidupan berbangsa itu;

e. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a, b, c, dan d, perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/ 2001;

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

Page 208: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 192 -

V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.

Memperhatikan : 1. Keputusan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2001 tentang Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 6/MPR/2001 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;

2. Keputusan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7/MPR/2001 tentang Pembentukan dan Tugas Komisi Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;

Page 209: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 193 -

3. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 1 sampai dengan 9 November 2001 yang membahas usul Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Etika Kehidupan Berbangsa ;

4. Putusan Rapat Paripurna ke-7 (lanjutan 2) tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PE-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG ETIKA KEHIDUPAN BERBANGSA.

Pasal 1

Ketetapan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

Page 210: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 194 -

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Pokok-pokok Etika Kehidupan Berbangsa

Bab III : Arah Kebijakan

Bab IV : Kaidah Pelaksanaan

Bab V : Penutup.

Pasal 2

Isi dan rincian sebagaimana termaktub pada Pasal 1 diuraikan dalam naskah terlampir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Ketetapan ini.

Pasal 3

Merekomendasikan kepada Presiden Republik Indonesia dan lembaga-lembaga tinggi negara serta masyarakat untuk melaksanakan Ketetapan ini sebagai salah satu acuan dasar dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa.

Pasal 4

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 211: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 195 -

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 November 2001

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 212: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 213: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 197 -

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia diciptakan Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagai bangsa majemuk atas dasar suku, budaya, ras dan agama. Anugerah tersebut patut disyukuri dengan cara menghargai kemajemukan yang hingga saat ini tetap dapat terus dipertahankan, dipelihara, dan dikembangkan.

Semua agama turut memperkokoh integrasi nasional melalui ajaran-ajaran yang menekankan rasa adil, kasih sayang, persatuan, persaudaraan, dan kebersamaan. Selain itu, nilai-nilai luhur budaya bangsa yang dimanifestasikan melalui adat istiadat juga berperan dalam mengikat hubungan batin pada diri setiap warga bangsa.

Kesadaran kebangsaan yang mengkristal yang lahir dari rasa senasib dan sepenanggungan, akibat

Page 214: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 198 -

penjajahan, telah berhasil membentuk wawasan kebangsaan Indonesia seperti yang tertuang dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928, yaitu tekad bertanah air satu dan berbangsa satu serta menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Tekad bersatu ini kemudian dinyatakan secara politik sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam proklamasi 17 Agustus 1945. Akan tetapi, sejak terjadinya krisis multidimensional, muncul ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa dan terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, dan sebagainya yang disebabkan oleh berbagai faktor yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri.

Faktor yang berasal dari dalam negeri, antara lain, (1) masih lemahnya penghayatan dan pengamalan agama dan munculnya pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru dan sempit, serta tidak harmonisnya pola interaksi antara umat beragama; (2) sistem sentralisasi pemerintahan di masa lampau yang mengakibatkan terjadinya penumpukan kekuasaan di Pusat dan pengabaian

Page 215: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 199 -

terhadap kepentingan daerah dan timbulnya fanatisme kedaerahan; (3) tidak berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebinekaan dan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa; (4) terjadinya ketidakadilan ekonomi dalam lingkup luas dan dalam kurun waktu yang panjang, melewati ambang batas kesabaran masyarakat secara sosial yang berasal dari kebijakan publik dan munculnya perilaku ekonomi yang bertentangan dengan moralitas dan etika; (5) kurangnya keteladanan dalam sikap dan perilaku sebagian pemimpin dan tokoh bangsa; (6) tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal, dan lemahnya kontrol sosial untuk mengendalikan perilaku yang menyimpang dari etika yang secara alamiah masih hidup di tengah-tengah masyarakat; (7) adanya keterbatasan kemampuan budaya lokal, daerah, dan nasional dalam merespons pengaruh negatif dari budaya luar; (8) meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian, serta pemakaian, peredaran, dan penyelundupan obat-obat terlarang.

Faktor-faktor yang berasal dari luar negeri meliputi, antara lain, (1) pengaruh globalisasi kehidupan yang semakin meluas dengan persaingan antar bangsa yang semakin tajam; (2) makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan kebijakan nasional.

Page 216: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 200 -

Faktor-faktor penghambat dan yang sekaligus merupakan ancaman tersebut dapat mengakibatkan bangsa Indonesia mengalami kemunduran dan ketidakmampuan dalam mengaktualiasikan segenap potensi yang dimilikinya untuk mencapai persatuan, mengembangkan kemandirian, keharmonisan dan kemajuan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk mengingatkan kembali warga bangsa dan mendorong revitalisasi khazanah etika dan moral yang telah ada dan bersemi dalam masyarakat sehingga menjadi salah satu acuan dasar dalam kehidupan berbangsa.

B. Pengertian

Etika Kehidupan Berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

C. Maksud dan Tujuan

Rumusan tentang Etika Kehidupan Berbangsa ini disusun dengan maksud untuk membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa.

Page 217: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 201 -

Etika Kehidupan Berbangsa dirumuskan dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.

Page 218: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 219: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 203 -

BAB IIPOKOK-POKOK ETIKA KEHIDUPAN

BERBANGSA

Dengan mencermati adanya berbagai kondisi masa lalu dan masa kini serta tantangan masa depan, diperlukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa yang mengacu kepada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa.

Adapun uraian Etika Kehidupan Berbangsa adalah sebagai berikut :

Page 220: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 204 -

1. Etika Sosial dan Budaya

Etika Sosial dan Budaya bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan saling menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa. Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu, juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat.

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan menggugah, menghargai, dan mengembangkan budaya nasional yang bersumber dari budaya daerah agar mampu melakukan adaptasi, interaksi dengan bangsa lain, dan tindakan proaktif sejalan dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu, diperlukan penghayatan dan pengamalan agama yang benar, kemampuan adaptasi, ketahanan dan kreativitas budaya dari masyarakat.

Page 221: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 205 -

2. Etika Politik dan Pemerintahan

Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.

Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhan dan pertentangan diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.

Etika Politik dan Pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antarpelaku dan antarkekuatan sosial politik serta antarkelompok

Page 222: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 206 -

kepentingan lainnya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan.

Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap mundur dari jabatan Politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

3. Etika Ekonomi dan Bisnis

Etika Ekonomi dan Bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis, baik oleh perseorangan, institusi, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos

Page 223: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 207 -

kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan. Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan, serta menghindarkan perilaku menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.

4. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.

Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warga negara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah

Page 224: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 208 -

sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.

5. Etika Keilmuan

Etika Keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif, dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Etika Keilmuan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan memanfaatkan waktu, disiplin dalam berpikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen diri untuk mencapai hasil yang terbaik. Di samping itu, etika ini mendorong tumbuhnya kemampuan menghadapi hambatan, rintangan dan tantangan dalam kehidupan, mampu mengubah tantangan menjadi peluang, mampu menumbuhkan kreativitas untuk penciptaan kesempatan baru, dan tahan uji serta pantang menyerah.

Page 225: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 209 -

6. Etika Lingkungan

Etika Lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang secara berkelanjutan dan bertanggungjawab.

Page 226: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 227: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 211 -

BAB IIIARAH KEBIJAKAN

Arah kebijakan untuk membangun etika kehidupan berbangsa diimplementasikan sebagai berikut :

1. Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pendidikan formal, informal dan nonformal dan pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat.

2. Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika yang bersumber dari ajaran agama dan budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti yang

Page 228: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 212 -

menekankan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, kematangan emosional dan spritual, serta amal kebijakan.

3. Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan aktivitas kehidupan berbangsa dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

Page 229: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 213 -

BAB IVKAIDAH PELAKSANAAN

Kebijakan untuk internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa dilakukan secara sungguh-sungguh dengan kaidah-kaidah sebagai berikut :

1. Internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa tersebut menggunakan pendekatan agama dan budaya.

2. Internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa dilakukan melalui pendekatan komunikatif, dialogis dan persuasif, tidak melalui cara indoktrinasi.

3. Mendorong swadaya masyarakat secara sinergis dan berkesinambungan untuk melakukan internalisasi dan sosialisasi etika kehidupan berbangsa.

4. Mengembangkan dan mematuhi etika-etika profesi: etika profesi hukum, politik, ekonomi,

Page 230: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 214 -

kedokteran, guru, jurnalistik, dan profesi lainnya sesuai dengan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa.

5. Internalisasi dan sosialisasi serta pengamalan etika kehidupan berbangsa merupakan bagian dari pengabdian kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Page 231: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 215 -

BAB VPENUTUP

Etika kehidupan berbangsa ini disusun untuk diamalkan oleh seluruh warga bangsa.

Page 232: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 233: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 217 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR VII/MPR/2001

TENTANG

VISI INDONESIA MASA DEPAN

Page 234: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 235: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 219 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR VII/MPR/2001

TENTANG

VISI INDONESIA MASA DEPAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Page 236: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 220 -

Menimbang : a. bahwa terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam upaya terwujudnya negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;

b. bahwa arah kehidupan berbangsa dan bernegara ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang disusun setiap lima tahun;

c. bahwa untuk menjaga kesinam-bungan arah penyelenggaraan negara diperlukan perumusan Visi Antara, yaitu visi di antara cita-cita luhur

Page 237: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 221 -

bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang merupakan visi Indonesia masa depan, dengan visi lima tahunan yang dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Visi Antara tersebut adalah Visi Indonesia 2020;

d. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a, b, dan c, perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Visi Indonesia Masa Depan.

Mengingat : 1. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ketetapan Majelis

Page 238: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 222 -

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/ 2001;

3. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004;

4. Ketetapan Majelis Permusyawa-ratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.

Memperhatikan : 1. Keputusan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2001 tentang Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 6/MPR/2001 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Page 239: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 223 -

Republik Indonesia Tahun 2001;

2. Keputusan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7/MPR/2001 tentang Pembentukan dan Tugas Komisi Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;

3. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 1 sampai dengan 9 November 2001 yang membahas usul Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Visi Indonesia Masa Depan;

4. Putusan Rapat Paripurna ke-7 (lanjutan 2) tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Page 240: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 224 -

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PE-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG VISI INDONESIA MASA DEPAN

Pasal 1

Visi Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu :

(1) Visi Ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

(2) Visi Antara, yaitu Visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;

(3) Visi Lima Tahunan, sebagaimana termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Pasal 2

Ketetapan ini menguraikan Visi Indonesia 2020 sebagai bagian dari Visi Indonesia Masa Depan yang disusun dengan sistematika sebagai berikut :

Page 241: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 225 -

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Cita-cita Luhur Bangsa Indonesia

Bab III : Tantangan Menjelang Tahun 2020

Bab IV : Visi Indonesia 2020

Bab V : Kaidah Pelaksanaan

Bab VI : Penutup

Pasal 3

Isi dan rincian sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 yang terdapat dalam naskah Visi Indonesia 2020 menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ketetapan ini.

Pasal 4

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 November 2001

Page 242: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 226 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 243: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 227 -

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam upaya mewujudkan cita-cita reformasi untuk menyelesaikan masalah bangsa dan negara, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/ 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional menugasi Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk merumuskan Etika Kehidupan Berbangsa dan Visi Indonesia Masa Depan.

Dengan adanya rumusan Visi Indonesia Masa Depan diharapkan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya, dan pelaksanaan rekonsiliasi nasional untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional pada khususnya, lebih berlandaskan pemahaman Visi Indonesia Masa Depan.

Page 244: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 228 -

Rumusan Visi Indonesia Masa Depan diperlukan untuk memberikan fokus pada arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang lebih baik. Dalam menjaga kesinambungan arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan rumusan Visi Antara yang menjelaskan visi di antara cita-cita luhur bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan visi lima tahunan yang dirumuskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Visi Antara itu adalah Visi Indonesia 2020.

2. Pengertian Visi

Visi adalah wawasan ke depan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Visi bersifat kearifan intuitif yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa untuk berbuat. Visi tersebut merupakan sumber inspirasi, motivasi, dan kreativitas yang mengarahkan proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang dicita-citakan. Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara diorientasikan ke arah perwujudan visi tersebut, pada hakikatnya hal itu merupakan penegasan cita-cita bersama seluruh rakyat.

Page 245: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 229 -

Bagi bangsa Indonesia, Visi Indonesia didasari dan diilhami oleh cita-cita luhur yang telah digariskan para pendiri negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk lebih menjelaskan upaya pencapaian cita-cita luhur bangsa, perlu dirumuskan sebuah visi antara yang disebut Visi Indonesia 2020. Visi Indonesia 2020 mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dengan memperhatikan tantangan yang dihadapi saat ini dan masa yang akan datang, serta memperhitungkan kecenderungan terlaksananya secara terukur pada tahun 2020.

3. Maksud dan Tujuan

Visi Indonesia 2020 dirumuskan dengan maksud menjadi pedoman untuk mewujudkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Visi Indonesia 2020 dirumuskan dengan tujuan agar menjadi sumber inspirasi, motivasi, kreativitas, serta arah kebijakan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara sampai dengan tahun 2020.

Page 246: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 247: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 231 -

BAB IICITA-CITA LUHUR BANGSA INDONESIA

Cita-cita luhur bangsa Indonesia telah digariskan oleh para pendiri negara seperti dicantumkan dalam alinea kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai berikut :

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”

Dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disebutkan pula :

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi

Page 248: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 232 -

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Cita-cita luhur tersebut adalah cita-cita sepanjang masa yang harus selalu diupayakan pencapaiannya. Dalam rangka mewujudkannya, disusunlah Visi Indonesia 2020.

Page 249: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 233 -

BAB IIITANTANGAN MENJELANG TAHUN 2020

Dalam mewujudkan Visi Indonesia 2020, bangsa dan negara menghadapi tantangan keadaan dan perubahan saat ini dan masa depan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Pertama, pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara

Kemajemukan suku, ras, agama, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang harus diterima dan dihormati. Pengelolaan kemajemukan bangsa secara baik merupakan tantangan dalam mempertahankan integrasi dan integritas bangsa. Penyebaran penduduk yang tidak merata dan pengelolaan otonomi daerah yang menggunakan konsep negara kepulauan sesuai dengan Wawasan Nusantara merupakan tantangan pembangunan daerah dalam lingkup Negara

Page 250: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 234 -

Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, pengaruh globalisasi juga merupakan tantangan bagi pemantapan persatuan bangsa dan kesatuan negara.

Kedua, sistem hukum yang adil

Semua warga negara berkedudukan sama di depan hukum dan berhak mendapatkan keadilan. Hukum ditegakkan untuk keadilan dan bukan untuk kepentingan kekuasaan ataupun kelompok kepentingan tertentu. Tantangan untuk menegakkan keadilan adalah terwujudnya aturan hukum yang adil serta institusi hukum dan aparat penegak hukum yang jujur, profesional, dan tidak terpengaruh oleh penguasa. Supremasi hukum ditegakkan untuk menjamin kepastian hukum, keadilan, dan pembelaan hak asasi manusia.

Ketiga, sistem politik yang demokratis

Tantangan sistem politik yang demokratis adalah terwujudnya kedaulatan di tangan rakyat, partisipasi rakyat yang tinggi dalam kehidupan politik, partai politik yang aspiratif dan efektif, pemilihan umum yang berkualitas. Sistem politik yang demokratis ditopang oleh budaya politik yang sehat, yaitu sportivitas, menghargai perbedaan, santun dalam perilaku, mengutamakan kedamaian, dan antikekerasan dalam berbagai bentuk. Semua itu diharapkan melahirkan kepemimpinan nasional yang demokratis, kuat dan efektif.

Page 251: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 235 -

Keempat, sistem ekonomi yang adil dan produktif

Tantangan sistem ekonomi yang adil dan produktif adalah terwujudnya ekonomi yang berpihak pada rakyat serta terjaminnya sistem insentif ekonomi yang adil, dan mandiri. Sistem ekonomi tersebut berbasis pada kegiatan rakyat, yang memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan berkesinambungan, terutama yang bersumber dari pertanian, kehutanan, dan kelautan. Untuk merealisasikan sistem ekonomi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan mekanisme ekonomi yang menyerap tenaga kerja. Di samping itu, negara mengembangkan ekonomi dengan mengolah sumber daya dan industri lainnya, termasuk industri jasa.

Kelima, sistem sosial budaya yang beradab

Tantangan terwujudnya sistem sosial yang beradab adalah terpelihara dan teraktualisasinya nilai-nilai universal yang diajarkan setiap agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga terwujud kebebasan untuk berekspresi dalam rangka pencerahan, penghayatan, dan pengamalan agama serta keragaman budaya. Sistem sosial yang beradab mengutamakan terwujudnya masyarakat yang mempunyai rasa saling percaya dan saling menyayangi, baik terhadap sesama masyarakat maupun antara masyarakat dengan

Page 252: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 236 -

institusi publik. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat mencakup peningkatan mutu pendidikan, pelayanan kesehatan, penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan rakyat, rasa aman, dan unsur-unsur kesejahteraan rakyat lainnya.

Keenam, sumber daya manusia yang bermutu

Tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia yang bermutu adalah terwujudnya sistem pendidikan yang berkualitas yang mampu melahirkan sumber daya manusia yang andal dan berakhlak mulia, yang mampu bekerja sama dan bersaing di era globalisasi dengan tetap mencintai tanah air. Sumber daya manusia yang bermutu tersebut memiliki keimanan dan ketakwaan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja, dan mampu membangun budaya kerja yang produktif dan berkepribadian.

Ketujuh, globalisasi

Tantangan menghadapi globalisasi adalah mempertahankan eksistensi dan integritas bangsa dan negara serta memanfaatkan peluang untuk kemajuan bangsa dan negara. Untuk menghadapi globalisasi diperlukan kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan, baik di sektor negara maupun di sektor swasta.

Page 253: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 237 -

BAB IVVISI INDONESIA 2020

Visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara.

Untuk mengukur tingkat keberhasilan perwujudan Visi Indonesia 2020 dipergunakan indikator-indikator utama sebagai berikut :

1. Religius

a. terwujudnya masyarakat yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia sehingga ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai-nilai luhur budaya, terutama kejujuran, dihayati dan diamalkan dalam perilaku kesehariannya;

Page 254: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 238 -

b. terwujudnya toleransi antar dan antara umat beragama;

c. terwujudnya penghormatan terhadap martabat kemanusiaan.

2. Manusiawi

a. terwujudnya masyarakat yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab;

b. terwujudnya hubungan harmonis antar manusia Indonesia tanpa membedakan latar belakang budaya, suku, ras, agama dan lain-lain;

c. berkembangnya dinamika kehidupan bermasyarakat ke arah peningkatan harkat dan martabat manusia;

d. terwujudnya keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3. Bersatu

a. meningkatnya semangat persatuan dan kerukunan bangsa;

b. meningkatnya toleransi, kepedulian, dan tanggung jawab sosial;

c. berkembangnya budaya dan perilaku sportif

Page 255: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 239 -

serta menghargai dan menerima perbedaan dalam kemajemukan;

d. berkembangnya semangat antikekerasan;

e. berkembangnya dialog secara wajar dan saling menghormati antar kelompok dalam masyarakat.

4. Demokratis

a. terwujudnya keseimbangan kekuasaan antara lembaga penyelenggara negara dan hubungan kekuasaan antara pemerintahan nasional dan daerah;

b. menguatnya partisipasi politik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat melalui pemilihan umum yang jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia, efektifitas peran dan fungsi partai politik dan kontrol sosial masyarakat yang semakin meluas;

c. berkembangnya organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi politik yang bersifat terbuka;

d. terwujudnya mekanisme kontrol di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

e. berkembangnya budaya demokrasi: transparansi, akuntabilitas, jujur, sportif, menghargai perbedaan;

Page 256: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 240 -

f. berkembangnya sistem kepemimpinan yang regaliter dan rasional.

5. Adil

a. tegaknya hukum yang berkeadilan tanpa diskriminasi;

b. terwujudnya institusi dan aparat hukum yang bersih dan profesional;

c. terwujudnya penegakan hak asasi manusia;

d. terwujudnya keadilan gender;

e. terwujudnya budaya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum;

f. terwujudnya keadilan dalam distribusi pendapatan, sumberdaya ekonomi dan penguasaan aset ekonomi, serta hilangnya praktek monopoli;

g. tersedianya peluang yang lebih besar bagi kelompok ekonomi kecil, penduduk miskin dan tertinggal.

6. Sejahtera

a. meluasnya kesempatan kerja dan meningkatnya pendapatan penduduk sehingga bangsa Indonesia menjadi sejahtera dan mandiri;

Page 257: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 241 -

b. meningkatnya angka partisipasi murni anak usia sekolah;

c. terpenuhinya sistem pelayanan umum, bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk pelayanan kepada penyandang cacat dan usia lanjut, seperti pelayanan transportasi, komunikasi, penyediaan energi dan air bersih;

d. tercapainya hak atas hidup sehat bagi seluruh lapisan masyarakat melalui sistem kesehatan yang dapat menjamin terlindunginya masyarakat dari berbagai risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan dan tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau dan merata;

e. meningkatnya indeks pengembangan manusia (human development index), yang menggambarkan keadaan ekonomi, pendidikan dan kesehatan secara terpadu;

f. terwujudnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang adil, merata, ramah lingkungan dan berkelanjutan;

g. terwujudnya keamanan dan rasa aman dalam masyarakat.

Page 258: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 242 -

7. Maju

a. meningkatnya kemampuan bangsa dalam pergaulan antarbangsa;

b. meningkatnya kualitas SDM sehingga mampu bekerjasama dan bersaing dalam era globalisasi;

c. meningkatnya kualitas pendidikan sehingga menghasilkan tenaga yang kompeten sesuai dengan standar nasional dan internasional;

d. meningkatnya disiplin dan etos kerja;

e. meningkatnya penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi serta pembudayaannya dalam masyarakat;

f. teraktualisasikannya keragaman budaya Indonesia.

8. Mandiri

a. memiliki kemampuan dan ketangguhan dalam menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah-tengah pergaulan antar bangsa agar sejajar dengan bangsa-bangsa lain;

b. terwujudnya politik luar negeri yang berkepribadian dan bebas aktif;

c. terwujudnya ekonomi Indonesia yang bertumpu

Page 259: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 243 -

pada kemampuan serta potensi bangsa dan negara termasuk menyelesaikan hutang luar negeri;

d. memiliki kepribadian bangsa dan identitas budaya Indonesia yang berakar dari potensi budaya daerah.

9. Baik dan Bersih dalam Penyelenggaraan Negara

a. terwujudnya penyelenggaraan negara yang profesional, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas dan bebas KKN;

b. terbentuknya penyelenggara negara yang peka dan tanggap terhadap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara termasuk daerah terpencil dan perbatasan;

c. berkembangnya transparansi dalam budaya dan perilaku serta aktivitas politik dan pemerintahan.

Page 260: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 261: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 245 -

BAB VKAIDAH PELAKSANAAN

1. Menugaskan kepada semua penyelenggara negara untuk menggunakan Visi Indonesia 2020 sebagai pedoman dalam merumuskan arah kebijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Visi Indonesia 2020 perlu disosialisasikan sehingga dipahami dan dipergunakan oleh masyarakat sebagai acuan dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Page 262: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 263: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 247 -

BAB VIPENUTUP

Dengan Visi Indonesia 2020 diharapkan secara bertahap akan dapat diwujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur yang diberkati Tuhan Yang Maha Esa.

Page 264: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 265: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 249 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR VIII/MPR/2001

TENTANG

REKOMENDASI ARAH KEBIJAKAN PEMBERANTASAN DAN

PENCEGAHAN KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

Page 266: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 267: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 251 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR VIII/MPR/2001

TENTANG

REKOMENDASI ARAH KEBIJAKANPEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN

KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Page 268: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 252 -

Menimbang : a. bahwa permasalahan korupsi, kolusi dan nepotisme yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, dan merupakan kejahatan yang luar biasa dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara;

b. bahwa sejak tahun 1998, masalah pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme telah ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai salah satu agenda reformasi, tetapi belum menunjukkan arah perubahan dan hasil sebagaimana diharapkan;

c. bahwa terdapat desakan kuat masyarakat yang menginginkan terwujudnya berbagai langkah nyata oleh pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dalam hal pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme;

Page 269: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 253 -

d. bahwa pembaruan komitmen dan kemauan politik untuk memberantas dan mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme memerlukan langkah-langkah percepatan;

e. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, dan d perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 23, Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;

3. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia

Page 270: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 254 -

Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/ 2001;

4. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004.

Memperhatikan: 1. Keputusan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2001 tentang Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 6/MPR/2001 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;

Page 271: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 255 -

2. Keputusan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7/MPR/2001 tentang Pembentukan dan Tugas Komisi Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;

3. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 1 sampai dengan 9 November 2001 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;

4. Putusan Rapat Paripurna ke-7 (lanjutan 2) Tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Page 272: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 256 -

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PE-MUSYAWARATAN RAKYAT RE-PUBLIK INDONESIA TENTANG REKOMENDASI ARAH KEBI-JAKAN PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

Pasal 1

Rekomendasi Arah Kebijakan ini dimaksudkan untuk mempercepat dan lebih menjamin efektivitas pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait.

Pasal 2

Arah kebijakan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah :

Page 273: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 257 -

1. Mempercepat proses hukum terhadap aparatur pemerintah terutama aparat penegak hukum dan penyelenggara negara yang diduga melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta dapat dilakukan tindakan administratif untuk memperlancar proses hukum.

2. Melakukan penindakan hukum yang lebih bersungguh-sungguh terhadap semua kasus korupsi, termasuk korupsi yang telah terjadi di masa lalu, dan bagi mereka yang telah terbukti bersalah agar dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya.

3. Mendorong partisipasi masyarakat luas dalam mengawasi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang berbagai dugaan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara dan anggota masyarakat.

4. Mencabut, mengubah, atau mengganti semua peraturan perundang-undangan serta keputusan-keputusan penyelenggara negara yang berindikasi melindungi atau memungkinkan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

5. Merevisi semua peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan korupsi sehingga sinkron dan konsisten satu dengan yang lainnya.

Page 274: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 258 -

6. Membentuk Undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya untuk membantu percepatan dan efektivitas pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi yang muatannya meliputi :a. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi;b. Perlindungan Saksi dan Korban;c. Kejahatan Terorganisasi;d. Kebebasan Mendapatkan Informasi;e. Etika Pemerintahan;f. Kejahatan Pencucian Uang;g. Ombudsman.

7. Perlu segera membentuk Undang-undang guna mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan kolusi dan/atau nepotisme yang dapat mengakibatkan terjadinya tindak pidana korupsi.

Pasal 3

Rekomendasi Arah Kebijakan ini ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya untuk dilaksanakan sesuai dengan peran, tugas dan fungsi masing-masing, dan dilaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Page 275: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 259 -

Pasal 4

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 November 2001

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 276: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 277: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 261 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001

TENTANG

PEMBARUAN AGRARIA DANPENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Page 278: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003
Page 279: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 263 -

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYATREPUBLIK INDONESIA

KETETAPANMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIANOMOR IX/MPR/2001

TENTANG

PEMBARUAN AGRARIADAN

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA,

Page 280: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 264 -

Menimbang : a. bahwa sumber daya agraria/sumber daya alam meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai Rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan nasional yang wajib disyukuri. Oleh karena itu harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur;

b. bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia mempunyai tugas konstitusional untuk menetapkan arah dan dasar bagi pembangunan nasional yang dapat menjawab berbagai persoalan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial-ekonomi rakyat serta kerusakan sumber daya alam;

c. bahwa pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam yang

Page 281: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 265 -

berlangsung selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik;

d. bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam saling tumpang tindih dan bertentangan;

e. bahwa pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam yang adil, berkelanjutan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat serta menyelesaikan konflik;

f. bahwa untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Page 282: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 266 -

Tahun 1945, diperlukan komitmen politik yang sungguh-sungguh untuk memberikan dasar dan arah bagi pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan;

g. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e, dan f perlu adanya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (2), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 25E, Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998

Page 283: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 267 -

tentang Penyelenggara Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. Ketetapan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik ndonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/ 2001;

4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik ndonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Memperhatikan:1. Keputusan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 5/MPR/2001

Page 284: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 268 -

tentang Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 6/MPR/2001 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;

2. Keputusan Majelis Permusya-waratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 7/MPR/2001 tentang Pembentukan dan Tugas Komisi Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001;

3. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tanggal 1 sampai dengan 9 November 2001 yang membahas Rancangan Ketetapan Majelis

Page 285: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 269 -

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang telah dipersiapkan oleh Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

4. Putusan Rapat Paripurna ke-7 (lanjutan 2) Tanggal 9 November 2001 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Repu-blik Indonesia.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PE-MUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TEN-TANG PEMBARUAN AGRA-RIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Pasal 1

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang Pembaruan Agraria dan

Page 286: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 270 -

Pengelolaan Sumber Daya Alam merupakan landasan peraturan perundang-undangan mengenai pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

Pasal 2

Pembaruan agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 3

Pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di daratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Pasal 4

Pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip :

a. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

Page 287: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 271 -

b. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

c. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keaneka-ragaman dalam unifikasi hukum;

d. mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;

e. mengembangkan demokrasi, ke-patuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat;

f. mewujudkan keadilan terma-suk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, peng-gunaan, pemanfaatan, dan peme-liharaan sumber daya agraria/sumber daya alam;

g. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan;

h. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat;

i. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sektor pembangunan dan antar daerah

Page 288: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 272 -

dalam pelaksanaan pembaharuan agraria dan pengelolaan sumber daya alam;

j. mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam;

k. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu;

l. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya agraria/sumber daya alam.

Pasal 5

(1) Arah kebijakan pembaruan agraria adalah :

a. melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimaksudkan Pasal 4 Ketetapan ini.

Page 289: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 273 -

b. melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.

c. menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.

d. menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini.

e. memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi.

f. mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaharuan agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang terjadi.

Page 290: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 274 -

(2) Arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah :

a. melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini.

b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi pembangunan nasional.

Pasal 6

Menugaskan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama Presiden Republik Indonesia untuk segera mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta mencabut, mengubah dan/atau mengganti semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak sejalan dengan Ketetapan ini.

Pasal 7

Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang

Page 291: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003

- 275 -

Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam serta melaporkan pelaksanaannya pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

Pasal 8

Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 November 2001

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Page 292: KETETAPAN MPR RI NOMOR I/MPR/2003