Upload
duongkhanh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS UNTUK PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN
DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Ismiati
NIM: 041124012
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2008
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada
Para Suster Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus
“Maria Bunda Allah”
Provinsi Jawa
v
MOTTO
“Hari ini adalah hari untuk memberi terang kepada hidup orang lain dengan jalan
meneguhkan dan meringankan bebannya, walau hanya dengan sapaan yang ramah.”
( Beata Josepha Hendrina Stenmanns SSpS)
” Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar
nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. ”
( Mat 12:20)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 21 Juli 2008
Penulis,
Ismiati
vii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS UNTUK PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh karya pelayanan para postulan dan suster SSpS yang terlibat kepada anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya. Pada saat ini perkembangan jaman yang semakin maju berpengaruh dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Salah satu pengaruh itu ialah munculnya fenomena anak jalanan. Permasalahan-permasalahan kehidupan yang mereka hadapi tidak dibarengi dengan perhatian dan pendampingan dari masyarakat. Menanggapi situasi tersebut di atas penulis melihat pentingnya suatu pendampingan bagi mereka. Agama yang mereka anut berbeda-beda maka pendampingan di sini lebih ditekankan pada pendampingan religiositas yang didasari oleh semangat Kharisma Misioner Kongregasi SSpS. Oleh karena itu, penulis mengadakan studi pustaka tentang pendampingan religiositas terhadap anak-anak jalanan. Penulis juga melakukan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para postulan dan suster SSpS yang terlibat dalam karya pelayanan ini disemangati oleh kharisma misioner kongregasi. Selain itu wawancara ini juga untuk mengetahui masih relevan atau tidak pendampingan religiositas bagi anak-anak jalanan pada jaman ini. Hasil wawancara menunjukan bahwa mereka sudah disemangati oleh Kharisma Misioner Kongregasi, namun masih harus ditingkatkan dan mereka juga melihat bahwa pendampingan religiositas pada jaman ini masih sangat relevan. Dengan pendampingan religiositas diharapkan dapat membantu anak-anak jalanan bertumbuh dam berkembang dalam kualitas hidup khususnya dalam tantangan jaman ini. Pendampingan religiositas membantu mereka untuk semakin dapat menghargai dan menerapkan nilai-nilai kehidupan dalam hidup bermasyarakat. Untuk menindaklanjuti hasil wawancara tersebut, penulis mengusulkan untuk diadakannya evaluasi kritis dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Dengan evaluasi ini akan diketahui hal-hal mana yang sudah berkembang dan hal-hal mana yang belum berkembang, juga kesulitan-kesulitan apa yang dihadapi. Berkat evaluasi ini diharapkan para postulan dan suster SSpS mampu melihat seberapa jauh Kharisma Misioner Kongregasi menyemangati karya pelayanan mereka. Dengan demikian diharapkan para postulan dan suster SSpS khususnya Provinsi Jawa mampu menemukan secara kreatif cara-cara untuk dapat semakin meningkatkan karya pelayanan pendampingan religiositas bagi anak-anak jalanan dengan lebih baik.
viii
ABSTRACT
The title of this thesis is “THE MISSIONER CHARISMA OF CONGREGATION OF THE HOLY SPIRIT SISTER FOR GUIDANCE OF RELIGIOSITY FOR HOMELESS AT RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA.” The writing process of this thesis was, intrinsically, based on the tangible experience of Holy Spirit Sisters and the postulants, who have been playing a part in the apostolic work for the homeless at RUMAH SINGGAH SEKAR in Surabaya. Nowadays, the more sophisticated growth of period has a solid impact on every aspects of societies’ life. One of the enormous influences is the appearance of drifters’ phenomena. The problems of life faced do not go along with a high-quality of society’s care and guidance.
In order to respond to the above situation, the writer then perceives that it is important to carry out a particular guidance for the homeless. Since the background of their religions is diverse, the guidance is more focused on the religiosity guidance, which is based on the basic vision of the charisma of the Holy Spirit Sister. The writer, therefore, conducted a detail literary study dealing with the guidance of religiosity toward the homeless. The writer also made an interview aimed at knowing how far the sisters and the postulants of the Holy Spirit Sister have involved into this apostolic work inspired by the charisma of congregation. Moreover, this interview is intended to know whether it is still relevant to current homeless or not. The outcome of interview pointed out that they had been inspired by the charisma of congregation; however, it must still be constantly developed and they also realized that the guidance of religiosity was still extremely relevant at the present time. By means of the religiosity guidance, it is expected that the approaches used should be able to assist the growth and development of homeless into a highly quality of life, particularly in facing the current challenge helping them to appreciate and implement the values of life in the society existence.
To follow up the result of the interview, the writer proposed making a critical evaluation in every single-activities performed. This evaluation allows us to know clearly certain progresses, deteriorations, and difficulties faced. Its aim is to enable the sisters and the postulants to see the missioner charisma of congregation inspiring their apostolic work. Furthermore, it is hoped that the sisters and the postulants, especially those belong to Java Province would eventually be able to find out any creative way or method to develop the apostolic work of religiosity guidance as well for the drifters or homeless.
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Ismiati Nomor Mahasiswa : 041124012 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS UNTUK PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 5 Agustus 2008 Yang menyatakan
(Ismiati)
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Tritunggal Yang Maha Kudus, atas rahmat
kasih dan bimbingan-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Allah begitu setia membimbing,
mendampingi dan memberi terang Roh Kudus serta menguatkan penulis. Meskipun
dalam proses, banyak kesulitan dan hambatan yang penulis alami dan rasakan, tetapi
semuanya dapat dilalui dengan sikap tenang dan sabar. Bimbingan dan kekuatan
Allah Roh Kudus sungguh nyata dalam setiap orang yang hadir membantu penulis
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS
UNTUK PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI
RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA”. Penulis bermaksud memberikan
sumbangan pemikiran bagi Kongregasi SSpS dalam karya pelayanan terhadap kaum
miskin terutama anak-anak jalanan yang disemangati Kharisma Misioner
Kongregasi.
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan
dan perhatian berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
sebab itu, dari hati yang tulus penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada :
1. Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ., M.Ed., selaku kaprodi yang telah memberi
ijin, kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini dan selaku
dosen penguji III, yang telah merelakan waktu, pikiran, dan tenaga dalam
membimbing dan mengoreksi tulisan ini.
x
2. Dr. J. Darminta., SJ., selaku dosen pembimbing utama dan penguji I, yang
dengan tekun, sabar, teliti dan setia meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk
membimbing penulis mulai dari penyusunan hingga pertanggungjawaban
skripsi ini.
3. Drs. Y.a.C.H. Mardiraharja., selaku dosen pembimbing akademik dan
penguji II, yang dengan sabar dan setia membimbing penulis selama masa
studi sampai pada penyusunan skripsi dan penyelesaiannya.
4. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., yang dengan terbuka hati telah
menyumbangkan gagasan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
5. Keluarga besar IPPAK yang telah membekali penulis dengan berbagai
pengetahuan dan pengalaman serta penyediaan semua fasilitas pendukung
demi memperlancar studi penulis.
6. Kongregasi SSpS, secara khusus Tim Pimpinan Provinsi Maria Bunda Allah
Jawa, yang memberi kepercayaan, dukungan baik spiritual, moril maupun
finansial kepada penulis untuk studi di IPPAK Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
7. Setiap suster di setiap komunitas yang telah memberi dukungan spiritual,
moril maupun finansial kepada penulis selama masa studi dan penulisan
skripsi di IPPAK Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
8. Para suster di komunitas Biara Roh Suci Yogyakarta yang dengan caranya
masing-masing telah mendukung penulis salama studi hingga penyelesaian
penulisan skripsi ini.
xi
9. Para suster SSpS dan postulan yang melayani pendampingan anak-anak
jalanan bersedia menerima penulis untuk melakukan wawancara dan
ketebukaan hati dalam mengungkapkan pengalaman hidupnya yang konkrit
sehingga dapat membantu penulis dalam proses penyusunan tulisan ini.
10. Para pendamping di rumah singgah SEKAR Surabaya dan anak-anak di
rumah singgah yang dengan terbuka menerima, mendukung gagasan
penulisan skripsi ini.
11. Rekan-rekan mahasiswa, khususnya angkatan 2004, yang dengan caranya
masing-masing telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
berperan dalam proses studi, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Romo Drs. H.J. Suhardiyanto SJ., selaku kaprodi yang baru yang telah
mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan rendah hati dan terbuka, penulis
menerima kritik dan saran yang sekiranya dapat membangun demi penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pembaca, khususnya para postulan, suster dan pendamping bagi kaum miskin
terutama anak-anak jalanan.
Yogyakarta, 14 Juli 2008
Penulis
Ismiati
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERRSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iv
MOTTO .................................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................. vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR............................................................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................ xvi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 7
C. Tujuan Penulisan ................................................................................... 8
D. Manfaat Penulisan ................................................................................. 8
E. Metode Penulisan ................................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ............................................................................ 9
BAB II. KHARISMA KONGREGASI SUSTER MISI ABDI ROH KUDUS DAN KARYA PELAYANAN TERHADAP KAUM MISKIN ............. 11
A. Kharisma Misioner Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus ......................... 11
1. Identitas Kongregasi SSpS ..................................................................... 11
2. Kharisma Kongregasi SSpS ................................................................... 13
a. Arti Kharisma ................................................................................... 13
b. Kharisma Misioner Kongregasi SSpS .............................................. 13
B. Kelompok Sasaran Kaum Miskin ........................................................... 18
1. Kaum Miskin Dalam Perjanjian Lama ................................................... 19
2. Yesus dan Kaum Miskin Dalam Perjanjian Baru................................... 20
xiii
C. Gambaran Orang Miskin Menurut SSpS ................................................. 22
1. Gambaran Umum ................................................................................... 22
a. Kaum Perempuan ............................................................................. 22
b. Anak-anak dan Kaum Muda ............................................................ 23
c. Kaum Pinggiran ................................................................................ 23
d. Keluarga ........................................................................................... 23
e. Orang Sakit, Lanjut Usia dan Menghadapi Ajal .............................. 24
2. Karya Pelayanan Para Suster SSpS Provinsi Jawa ................................ 26
D. Anak-Anak Jalanan Sebagai Kelompok Kaum Miskin ........................... 27
1. Pengertian Anak Jalanan ....................................................................... 27
2. Ciri-Ciri Anak Jalanan .......................................................................... 28
3. Kekuatan Anak-anak Sebagai Peluang ................................................. 29
BAB III. PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI
RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA .......................................... 30
A. Pendampingan Religiositas di Rumah singgah SEKAR Surabaya ......... 31
1. Rumah Singgah SEKAR Surabaya ........................................................ 31
2. Pendampingan Religiositas .................................................................... 33
a. Pengertian Umum Tentang Pendampingan ........................................ 33
1) Pengenalan dan Pengakuan Terhadap Peserta .............................. 34
2) Kerjasama Antara Pendamping dan Peserta ................................. 35
b. Pola-Pola Pendampingan Bagi Kaum Miskin .................................... 35
1) Pola Belas Kasih ............................................................................ 35
2) Pola Marxis .................................................................................... 36
3) Pola Lembaganisasi ....................................................................... 36
4) Pola Proyek .................................................................................... 36
5) Pola Penyadaran ............................................................................. 37
c. Pokok-pokok yang harus ada dalam pendampingan .......................... 37
1) Pengetahuan .................................................................................... 37
2) Perubahan Irama ............................................................................. 38
3) Kesabaran ........................................................................................ 38
4) Ketulusan Hati ................................................................................ 38
xiv
5) Kepercayaan ...................................................................................... 39
6) Kerendahan Hati ............................................................................... 39
7) Harapan ............................................................................................. 39
3. Religiositas ............................................................................................. 40
a. Arti Religiositas .................................................................................. 40
b. Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak ......................................... 41
1) Bakat religius Anak Perlu Dipandu .................................................. 42
2) Manusia Agamawan dan Manusia Religius ...................................... 42
3) Pendidikan Religiositas Sebagai Komunikasi Iman ......................... 42
B. Penelitian Pendampingan Religiositas Anak-anak jalanan di Rumah
Singgah SEKAR Surabaya ................................................................... 45
1. Pendahuluan ........................................................................................ 45
a. Latar Belakang ................................................................................. 45
b. Permasalahan Penelitian ................................................................... 46
c. Tujuan Penelitian............................................................................... 46
d. Manfaat Penelitian............................................................................. 47
2. Metodologi Penelitian .......................................................................... 47
a. Pendekatan penelitian ........................................................................ 47
b. Tempat Penelitian .............................................................................. 48
c. Responden Penelitian ........................................................................ 48
d. Teknik Penelitian dan Instrumen Penelitian...................................... 48
e. Teknik Analisa Data .......................................................................... 49
f. Keabsahan Data ................................................................................. 49
3. Laporan Hasil Penelitian ...................................................................... 49
4. Pembahasan Peneltian .......................................................................... 60
5. Kesimpulan........................................................................................... 61
BAB IV. EVALUASI KRITIS TERHADAP PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA .......................................................... 63
A. Evaluasi Kritis ........................................................................................ 64
1. Hal-Hal Yang Sudah Baik ..................................................................... 64
2. Hal-Hal Yang Masih Kurang Dan Perlu Untuk Ditingkatkan .............. 66
xv
B. Dampak Pendampingan .......................................................................... 68
1. Pendampingan Sebagai Proses Pembelajaran ........................................ 68
2. Model Pendampingan yang terjadi ........................................................ 69
C. Pelayanan Pendampingan Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus terhadap
Anak Jalanan .............................................................................................. 70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 73
A.Kesimpulan ............................................................................................... 73
B. Saran ........................................................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 78
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... (1)
xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN SEBUTAN
Art : Artikel
DepSos : Departemen Sosial
EN : Evangelii Nuntiandi
HIV/AIDS : Human Immunedeficiency Virus (Autoimmune Deficiency Syndrome)
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
JPIC : Justice Peace and Integrity of Creation
Kol : Kolose
Konst : Konstitusi
I Kor : I Korintus
KPKC : Keadilan Perdamaian & Keutuhan Ciptaan
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
Mat : Matius
ODHA : Orang Dengan HIV/AID
PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa
I Sam : I Samuel
SD : Sekolah Dasar
SEKAR : Sekolah Anak Rakyat
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SMKK : Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga
STIKES : Sekolah Tinggi Kesehatan
xvii
SSpS : Servarum Spiritus Sancti ( Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus)
SSpS AP : Servarum Spiritus Sancti de Adorasi Perpetua (Kongregasi Misi
Abdi Roh Kudus Penyembah Abadi)
SVD : Societas Verbi Divini
UU RI : Undang-Undang Republik Indonesia
UNICEF : United Nations International Children Emergency Fund
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk, karena
mempunyai beragam budaya, etnis dan agama. Hal itu sangat membanggakan bagi
bangsa Indonesia. Kekayaan alam yang begitu melimpah menjadikan bangsa
Indonesia dapat dikatakan bangsa yang kaya dan subur. Pembangunan diberbagai
sektor kehidupan masyarakat sangat nampak dengan banyaknya kemajuan yang
dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah pembangunan di
sektor ekonomi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa adanya pembangunan yang
telah dilaksanakan pemerintah tidak seluruhnya berdampak baik bagi kehidupan
masyarakat Indonesia. Salah satu dampak nyata yang kurang baik dapat dirasakan
masyarakat Indonesia adalah adanya kesenjangan dalam kehidupan sosial-ekonomi.
Pada saat ini, proses kesenjangan ekonomi semakin melebar. Dunia memang
menjadi semakin kaya, produksi semakin tinggi sebagai hasil dari kemajuan
teknologi. Akan tetapi, pada saat yang sama, terjadi juga proses pemiskinan. Kita
lihat orang-orang di negara maju setiap hari bisa makan tiga kali secara mewah, di
lain pihak kita lihat manusia sedang sekarat kelaparan (Banawiratma, 1996:26).
Tidak sedikit, ditemukan dalam masyarakat Indonseia, orang-orang yang dapat
mengenyam pendidikan tinggi, berpenghasilan tinggi dan hidup dalam
berkelimpahan harta. Namun kalau kita berani jujur, kita tidak dapat mengelak dari
kenyataan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis
2
kemiskinan. Mereka hidup serba kekurangan, bahkan untuk bertahan hidup saja
mereka mengalami kesulitan.
Dengan adanya kesenjangan sosial-ekonomi tersebut, maka muncullah
permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat. Permasalahan-
permasalahan tersebut banyak ditemukan di kota-kota besar, misalnya: Jakarta,
Medan, Yogyakarta dan Surabaya. Surabaya sebagai kota industri dan berpenduduk
sangat padat tidak menutup kemungkinan muncul masalah-masalah yang kompleks.
Dari banyaknya masalah yang ada muncul fenomena anak jalanan yang semakin
meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Permasalahan anak jalanan bisa
berkembang tidak hanya di dalam lingkungan anak jalanan itu sendiri tetapi akan
menimbulkan permasalahan di dalam masyarakat sekitar bahkan aparat
pemerintahan daerah.
Permasalahan yang dihadapi anak jalanan semakin kompleks. Hak asasi
mereka kurang diperhatikan lagi oleh pemerintah. Hak Asasi Manusia adalah hak
yang ada dan melekat pada diri atau martabat manusia, bukannya diperoleh atau
dianugerahkan oleh suatu otoritas negara atau pemerintahan, tetapi dimiliki manusia
karena dia itu bermartabat manusiawi. Dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999
mengenai Hak-Hak Asasi Manusia dirumuskan: ”hak asasi manusia merupakan hak
dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan
langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak
boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun”, (Sardi, 2003:6-7). Anak
adalah karunia Allah yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat
harkat, martabat, sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan
berbangsa dan bernegara anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-
3
cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, berpartisipasi, serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan
dan diskriminasi (UU RI tentang Perlindungan Anak, 37). Kehadiran UU No.
23/2002 tentang perlindungan anak diharapkan dapat berguna untuk membangun
tatanan masyarakat yang lebih peduli bagi anak (Komisi Nasional Perlindungan
Anak, Sekapur Sirih). UNICEF diberi mandat oleh General Assembly PBB untuk
bekerja bagi perlindungan hak asasi anak, untuk membantu mereka memenuhi
kebutuhan dasar dan untuk memperluas peluang mencapai potensi mereka yang
utuh. Anak-anak yang terlantar dan negara-negara yang sangat membutuhkan
menjadi prioritas utama (Tillman, 2004:41).
Ada begitu banyak alasan mengapa mereka menjadi anak jalanan, antara lain
karena keadaan ekonomi keluarga yang berkekurangan, karena disiksa di rumah,
atau karena mereka hanya dimanfaatkan oleh orang tuanya untuk mencari uang
artinya bahwa orang tua mereka hanya tinggal diam di rumah sedangkan anak-anak
mereka yang harus mencari uang di jalanan. Dengan kemampuan atau ketrampilan
yang terbatas mereka menerima tugas tersebut. Tidak ada lagi waktu untuk bermain
ataupun belajar. Hak mereka telah dirampas untuk bekerja demi kelangsungan
hidup. Namun masih ada sebagian dari anak jalanan tersebut yang mendapatkan
kesempatan belajar di bangku sekolah. Keterlibatan anak jalanan dalam ikut
kegiatan ekonomi akan berdampak kurang baik bagi perkembangan dan masa depan
anak-anak itu sendiri, tidak hanya berdampak pada fisik namun juga psikologinya.
Demikian halnya dengan apa yang dialami anak-anak jalanan di Surabaya.
Pendidikan adalah hak anak, namun demikian sampai saat ini pemerintah tidak
mampu memberikan pelayanan secara serius dan menyeluruh. Pendidikan menjadi
4
suatu barang yang mahal yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berkecukupan
saja. Pendidikan adalah harta yang terpendam dalam masyarakat. Tujuan pendidikan
adalah pembebasan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan dan penderitaan.
Persoalan anak jalanan di Surabaya begitu kompleks dan pelik untuk didekati kasus
perkasus. Pendekatan komprehensif terhadap persoalan yang dihadapi anak jalanan
amat diperlukan dalam usaha mengatasi persoalan yang tengah mereka hadapi.
Anak-anak jalanan yang kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan
hukum negara, hidup bagaikan di tengah-tengah kehidupan normal, namun realitas
mereka itu tidak diperhatikan, kecuali oleh beberapa lembaga sosial masyarakat atau
institusi yang mempunyai kepekaan sosial khusus kepada mereka. Realitas anak
jalanan tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Mereka adalah seperti manusia
lainnya, hanya mereka hidup atau terpaksa hidup dan bahkan mereka dipaksa hidup
di jalanan.
Keadaan seperti itu tidak dapat dibiarkan begitu saja, dibutuhkan orang-
orang yang memiliki hati untuk mereka. Dalam membantu mereka dituntut adanya
ketekunan, usaha terus menerus dalam kesabaran. Dalam memperjuangkan kaum
miskin terutama anak jalanan harus dalam bentuk perjuangan tanpa kekerasan
(Suryawarsita, 1996:26). Mereka butuh pendampingan, pendidikan dan
perlindungan hukum. Dengan kerasnya hidup kadangkala mereka kurang lagi
mengindahkan nilai-nilai kehidupan terutama yang berlaku dalam masyarakat. Maka
sangat penting mereka mendapatkan pendampingan religiositas. Pendampingan
religiositas akan membawa mereka pada satu sikap kesadaran dan pemahaman akan
Tuhan yang konkret dalam kehidupan sehari-hari, yang lebih menekankan pada
sikap menghargai sesama, hormat, kasih sayang, keiklasan dan penghayatan hidup
5
imannya. Dengan pendampingan diharapkan dari hari ke hari hidup mereka semakin
dapat dimaknai dan tetap menjunjung nilai-nilai kehidupan. Usaha ini kiranya dapat
sedikit menepis anggapan masyarakat umum bahwa anak jalanan kurang
mempunyai sopan-santun, hidup tidak teratur, kurang bermoral karena hidup bebas,
bahkan mereka dianggap sampah masyarakat.
Fenomena anak jalanan menjadi perhatian tersendiri bagi para suster-suster
Abdi Roh Kudus di Surabaya. Dilandasi semangat pendiri Santo Arnoldus Janssen
yang selalu ingin membantu sesama yang menderita dan miskin, maka para suster
SSpS Provinsi Jawa berani bergerak kepada anak-anak jalanan. Hal ini dipertegas
lagi dalam Kapitel Jenderal ke-XII ”bahwa sebagai SSpS dipanggil untuk
memperhatikan mereka yang paling menderita karena pengaruh pasaran ekonomi
adalah mereka yang secara sosial disingkirkan seperti para migran/pendatang,
pengungsi, nara pidana, pencari suaka, tuna wisma, anak jalanan, dan para tahanan.
Perdagangan perempuan, pelacuran dan tersebarnya HIV/AIDS adalah gejala trend
pasaran ekonomi yang paling sering disebut” (Kapitel Umum XII, 2002:26).
Diharapkan pula sebagai Suster Misi Abdi Roh Kudus semakin tanggap dengan
kebutuhan gereja lokal dan situasi setempat misalnya terlibat aktif dalam pelayanan
Pastoral dan pendampingan anak jalanan (Resolusi Rekomendasi Kapitel Provinsi
XVIII, 2007:38).
Bersemangatkan Kharisma Misioner Kongregasi para postulan dan suster
SSpS Provinsi Jawa berupaya melakukan pendampingan religiositas bagi anak-anak
jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya. Ciri khas Kharisma Misioner
Kongregasi harus dilihat dalam hubungannya dengan Kharisma Misioner Gereja
Universal. Dalam Konsili Vatikan Kedua berkaitan dengan mewartakan Injil bahwa
6
tugas Gereja berdasarkan perintah Ilahi, tetap ada kewajiban untuk pergi ke seluruh
dunia dan mewartakan Injil kepada segala mahluk. Dalam Dekrit tentang kegiatan
Misioner gereja dikatakan :”...seluruh gereja adalah Misioner, dan karya
evangelisasi merupakan salah satu tugas mendasar dari umat Allah” (EN, art. 59).
Gereja memberi kepada Kongregasi SSpS perutusan Misioner yang nyata seturut
mandat dan petunjuk-petunjuknya. Intisari mandat ini adalah pewartaan Sabda.
Maka, manusia perlu mendengarkan Sabda Allah agar dapat menanggapi situasi
ketidakadilan secara efektif (Schultheis, 1988:87). Santo Arnoldus Janssen
menginginkan supaya para suster bekerja di daerah misi dimana ada pelayanan
sebagai perempuan dalam bidang kesehatan, sosial, pastoral, pembinaan rohani,
pelayanan terhadap orang kecil, tertindas dan tersisih. Pelayanan pendampingan
terhadap anak-anak jalanan nyata dalam kehadiran para suster di rumah singgah
SEKAR Surabaya. Pendampingan tidak hanya dilakukan yang tinggal di rumah
singgah saja, namun juga ketika di sela-sela waktu mereka sedang berusaha mencari
uang di perempatan jalan di sudut-sudut kota Surabaya.
Pelayanan pendampingan religiositas terhadap anak-anak jalanan
membutuhkan kepekaan dan pengorbanan. Sebagai misionaris SSpS, mereka
ditantang untuk menemukan cara-cara dalam kesetiaan kreatif, sungguh-sungguh
menjadi tanda pemeliharaan cinta Allah bagi semua orang jaman ini. Dalam
tantangan jaman ini kadang api semangat itu mulai redup. Banyak faktor yang
menyebabkan meredupnya api semangat tersebut antara lain para suster yang terjun
dalam pendampingan tersebut banyak merangkap tugas di komunitas atau tempat
karya, kurangnya tenaga terlatih untuk bidang pelayanan tersebut serta kurangnya
para suster yang mau terlibat dalam pendampingan anak-anak jalanan. Hal ini perlu
7
ditinjau kembali sejauh mana Kharisma Misioner Kongregasi menyemangati para
suster dalam tugas pelayanan pendampingan terhadap anak-anak jalanan. Untuk
tetap mampu menjaga nyala api semangat misioner tersebut maka setiap saat perlu
disegarkan lagi dengan menggali dan mendalami kembali Kharisma Misioner yang
termuat dalam Konstitusi Kongregasi SSpS.
Dengan melihat kenyataan dan pemikiran di atas, maka penulis memilih
judul skripsi:” KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS UNTUK
PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH
SINGGAH SEKAR SURABAYA.” Penulis berharap melalui pemaparan skripsi
ini para postulan dan para suster SSpS serta sesama Tim pendamping SEKAR
semakin bersemangat dalam pelayanan pendampingan terhadap anak-anak jalanan di
rumah singgah SEKAR Surabaya.
B. Rumusan Masalah
Melihat latar belakang di atas maka permasalahan yang muncul dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Kharisma Misioner Kongregasi SSpS?
2. Apa yang dimaksud dengan pendampingan religiositas?
3. Bagaimana pendampingan religiositas bagi anak- anak jalanan di rumah singgah
SEKAR Surabaya?
4. Bagaimana Kharisma Misioner Kongregasi menyemangati para postulan dan para
suster dalam karya pelayanan pendampingan bagi anak-anak jalanan di rumah
singgah SEKAR Surabaya ?
8
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan tentang Kharisma Misioner Kongregasi SSpS..
2. Mendeskripsikan tentang pendampingan religiositas.
3. Mengetahui bentuk atau usaha para suster SSpS dalam mendampingi anak-anak
jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya.
4. Mengetahui seberapa besar pelayanan para suster SSpS dalam melayani
pendampingan terhadap anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya
bersemangatkan Kharisma Misioner Kongregasi SSpS.
D. Manfaat Penulisan
1. Memberi sumbangan pemikiran bagi para postulan dan para suster SSpS serta
tim pendamping SEKAR dalam pendampingan anak-anak jalanan melalui
pendampingan religiositas.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dalam pelayanan
pendampingan khususnya bagi mereka yang miskin dan tersisihkan.
3. Mendorong para postulan dan suster SSpS untuk semakin bersemangat dalam
pelayanan yang berakar pada Kharisma Misioner Kongregasi.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif
analitis. Maksud dari metode ini adalah penulisan yang dilakukan berdasar kajian
teori yang ada, disertai dengan analisis-analisis atas permasalahan yang sedang
dibahas. Penulisan ini juga disertai penelitian melalui wawancara untuk
9
mendapatkan sejauh mana pelayanan pendampingan religiositas para postulan dan
suster SSpS terhadap anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya.
F. Sistematika Penulisan
Judul skripsi yang dipilih penulis adalah ” Kharisma Misioner Kongregasi
SSpS Untuk Pendampingan Religiositas Anak-anak Jalanan di Rumah Singgah
SEKAR Surabaya.” Judul ini penulis bahas dalam lima bab, yang akan diuraikan
sebagai berikut:
Bab I: Pada bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II: Bab ini akan menguraikan Kharisma Kongregasi SSpS yang meliputi:
Identitas Kongregasi SSpS dan Kharisma Kongregasi SSpS. Kedua menguraikan
tentang kelompok sasaran kaum miskin yang meliputi: kaum miskin dalam
Perjanjian Lama dan Yesus dan kaum miskin dalam Perjanjian Baru. Ketiga
menguraikan tentang gambaran orang miskin menurut SSpS yang meliputi:
gambaran umum dan karya pelayanan para suster SSpS Provinsi Jawa. Keempat
menguraikan tentang anak jalanan sebagai kelompok kaum miskin yang meliputi
pengertian anak jalanan, ciri-ciri anak jalanan, dan kekuatan anak jalanan sebagai
peluang.
Bab III: Bab ini menguraikan tentang pendampingan religiositas anak-anak jalanan
di rumah singgah SEKAR Surabaya yang akan dibagi menjadi dua bagian. Pertama
akan diuraikan tentang rumah singgah SEKAR Surabaya, pendampingan religiositas
dan religiositas. Pendampingan religiositas akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu
pengertian umum tentang pendampingan, pola-pola pendampingan bagi kaum
10
miskin dan pokok-pokok yang harus ada dalam pendampingan. Religiositas akan
diuarikan menjadi tiga bagian yaitu arti religiositas, menumbuhkan sikap religius
anak-anak, dan pendidikan religiositas sebagai komunikasi iman. Kedua mengenai
kenyataan di lapangan yang dilakukan melalui penelitian yang meliputi: tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, dan
instrumen pengumpulan data. Kedua mengenai laporan hasil penelitian yang
meliputi: hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian.
Bab IV: Dalam bab ini akan diuraikan tentang evaluasi kritis atas semua yang
sudah dilaksanakan selama ini, dan akan dibagi menjadi tiga bagian.. Pertama
evaluasi kritis yang meliputi: hal-hal apa saja yang sudah baik, hal-hal yang dilihat
dan dirasa masih kurang dan perlu di tingkatkan kembali. Kedua dampak dari
pendampingan itu sendiri yang meliputi pendampingan sebagai proses pembelajaran
dan model pendampingan yang terjadi. Ketiga pelayanan pendampingan Kongregasi
Misi Abdi Roh Kudus terhadap anak jalanan.
Bab V: Bab ini berisikan kesimpulan dan saran, yakni kesimpulan dari penulisan
dan saran bagi para postulan, para suster SSpS.
11
BAB II
KHARISMA KONGREGASI SUSTER MISI ABDI ROH KUDUS
DAN KARYA PELAYANAN TERHADAP KAUM MISKIN
Bab II ini berupa kajian pustaka yang akan penulis uraikan dalam empat
bagian. Pertama, tentang Kongregasi SSpS yang meliputi: Identitas Kongregasi
SSpS, Kharisma Kongregasi SSpS. Kedua, kelompok sasaran kaum miskin yang
meliputi: kaum miskin dalam Perjanjian Lama, Yesus dan kaum miskin dalam
Perjanjian Baru. Ketiga, tentang gambaran kaum miskin menurut SSpS yang
meliputi: gambaran umum dan karya pelayanan para suster SSpS Provinsi Jawa.
Keempat, tentang Anak jalanan sebagai kelompok kaum miskin yang meliputi
pengertian anak jalanan, ciri-ciri anak jalanan dan kekuatan anak jalanan sebagai
peluang.
A. Kharisma Misioner Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus
1. Identitas Kongregasi SSpS
Gereja dipanggil untuk mewartakan Kabar Gembira Keselamatan dan
membawa seluruh kekayaan cinta penyelamatan dari Allah kepada semua umat
manusia. Santo Arnoldus Janssen dipanggil untuk mengambil bagian dalam rencana
keselamatan Allah dengan mendirikan tiga Kongregasi yaitu SVD, SSpS, dan SSpS
AP. Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus didirikan pada tanggal 8 Desember 1889 di
Steyl, Belanda. Nama Kongregasi ini biasa disingkat SSpS, kependekan dari bahasa
Latin Servae Spiritus Sancti (Konstitusi SSpS, 1984). Dalam bahasa Indonesia biasa
12
disebut Suster-suster Misi Abdi Roh Kudus.. Seorang Abdi Roh Kudus dipanggil
oleh Kristus untuk menghayati pengabdian kepada Roh Kudus (Mchug, 1978:8).
Kongregasi ini menyerahkan diri hanya penyebaran kepada Kabar Gembira di
daerah-daerah misi lewat pelayanan yang dijalankan oleh para anggotanya dengan
kerajinan yang besar dan kerelaan di bidang pendidikan, karya amal, dan lewat
bantuan rohani (Konstitusi 1984:9)
Kongregasi SSpS adalah Kongregasi Internasional yang terdiri dari berbagai
suku, bahasa, bangsa, dan budaya. Dalam keanekaragaman tersebut tetap disatukan
oleh Roh Kudus dan bersumber pada relasi cinta Allah Tritunggal. Pusat
Kongregasi SSpS berada di Roma, Italia. Kongregasi SSpS berkarya di 5 benua atau
hampir di seluruh negara. Benua Afrika meliputi Angola, Botswana, Bolivia,
Etiopia, Ghana, Mozambique, Togo, dan Zambia. Benua Amerika meliputi
Argentina, Bolivia, Brasil, Chile, Mexico dan Kuba, Paraguay, USA, Antiqua dan
Barbuba. Benua Asia meliputi: Cina, India, Indonesia, Jepang, Korea, Philipina,
Vietnam, Taiwan, dan Timor Loro Sae. Oceania meliputi : Australia dan Papua New
Guinea. Benua Eropa meliputi: Austria, Belanda, Czecho Slovakia, Italia, Inggris,
Irlandia, Jerman, Polandia, Romania, Rusia, Spanyol, Switzerland, Belanda, dan
Ukraina.
Kongregasi Suster-suster Misi Abdi Roh Kudus di Indonesia terdiri dari lima
Provinsi. Lima Provinsi tersebut adalah: Provinsi Jawa berpusat di Surabaya,
Provinsi Flores Barat yang berpusat di Ruteng, Provinsi Flores Timur berpusat di
Kewapantai Maumere, Provinsi Timor berpusat di Atambua Kupang dan kelima
Provinsi Kalimantan yang berpusat di Palangkaraya.
13
2. Kharisma Kongregasi SSpS
a. Arti Kharisma
Kharisma berarti anugerah khusus Roh Kudus, lebih daripada yang
dibutuhkan untuk keselamatan, untuk kepentingan Gereja atau kelompok-kelompok
yang selalu dijiwai oleh kasih (I Kor 13:1). Dalam rangka ini sering dipakai istilah
“pengetahuan yang dianugerahkan” yaitu pengetahuan yang dianugerahkan secara
khusus dan cuma-cuma, berkat Roh Kudus dalam Gereja.
Kharisma mengandung arti luas dan arti khusus. Kharisma dalam arti luas
ádalah pemberian yang dianugerahkan Allah dengan cuma-cuma, segala pemberian
rohani, Roh Kudus, keselamatan dalam diri Yesus Kristus dan kehidupan kekal.
Kharisma dalam arti khusus adalah pemberian cuma-cuma yang diterima
orang tertentu, sehingga ia mampu, oleh Roh Kudus, melakukan hal-hal yang sesuai
dengan kepentingan jemaat. Orang yang menerima karunia khusus Roh Kudus
disebut kharismatis khusus, misalnya hidup selibat (I Kor 7:7).
Kharisma adalah anugerah khusus untuk menjalankan suatu tugas dalam
jemaat dengan baik yang berhubungan dengan iman. Kharisma adalah anugerah luar
biasa yang diberikan kepada orang beriman, supaya membantu dalam karya
keselamatan serta pelayanan kepada umat. Ada banyak anugerah atau bermacam-
macam anugerah (I Kor12:11) yang diterima dan harus dikembangkan (Jacob,
1997:19).
b. Kharisma Misioner Kongregasi SSpS
Kharisma Kongregasi SSpS bermula dari Kharisma Arnoldus Janssen,
sebagai pendiri Kongregasi SSpS. Kharisma yang diwariskan ini adalah Kharisma
14
Misioner. Kharisma Misioner sudah menandai Kongregasi SSpS sejak dari
permulaan. Pada akar ideal misioner Arnoldus Janssen, akan ditemukan kemuliaan
Allah Tritunggal Mahakudus dan keikutsertaan semua orang dalam misteri ini,
sebagaimana diungkapkan dalam doanya yang berbunyi “ Semoga Allah Tritunggal
Mahakudus, kuasa Bapa, kebijaksanaan Putera dan cinta Roh Kudus dikenal dicintai
dan dimuliakan oleh semua orang” (Rehbién, 2000:11). Santo Arnoldus Janssen
menginginkan suatu tarekat religius yang sama sekali misioner, yaitu menjadikan
mandat serta pelayanan misioner gereja sebagai ciri khas program dan inti hidupnya
sendiri. Menurut Widi Artanto gereja misioner adalah :
1. Gereja yang memandang dan melaksanakan misi Allah (dalam Misi Penciptaan, Misi Pembebasan, Misi Kehambaan, Misi Rekonsiliasi, dan Misi Kerajaan Allah) sebagai inti keberadaan, seluruh tindakan serta kehidupan Gereja.
2. Gereja yang merendahkan diri dan setia menjadi hamba Allah dalam rangka misi Kerajaan Allah, menghadirkan dan memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan integritas ciptaan.
3. Gereja yang terbuka dan mau melakukan dialog serta bekerja sama dengan sesama yang dipakai Allah untuk mewujudkan KerajaanNya di dunia ini.
4. Gereja yang berani terlibat dalam Misi Pembebasan bagi mereka yang tertindas dan mengalami ketidakadilan di dunia ini.
5. Gereja yang merakyat, Gereja kaum miskin, atau Gereja bagi kaum miskin. 6. Gereja yang memberi perlindungan dan menyatakan suara kenabian penuh
harapan bagi masyarakat yang putus asa menghadapi keserakahan, bencana, kebencian, penyakit, dan kematian.
7. Gereja yang menghayati spritualitas trasformatif sebagai sumber kehidupan dan keterlibatannya dalam misi Kerajaan Allah di dunia ini.
Ciri khas Kharisma Misioner Kongregasi harus dilihat dalam hubungannya
dengan Kharisma Misioner Gereja Universal. Misi Gereja didasarkan pada misi
Allah Tritunggal.
Karena Gereja di dunia pada hakekatnya bersifat misioner, menurut rencana Bapa, ia mendapat asalnya dalam perutusan Putera dan Roh Kudus. Rencana ini mengalir dari cinta seperti air mancur dari Allah Bapa. Dengan begitu berlimpah ruah Ia mencurahkan dan tidak pernah berhenti mencurahkan kebaikan Ilahinya menjadi semua di dalam semua (I Kor 15:28) (Ad Gentes, 22).
15
Semua karya misi Gereja dimaksudkan agar memenuhi mandat Kristus yaitu
mewartakan keselamatan bagi semua orang dan membimbing mereka ke dalam
kebersamaan hidup dengan Bapa. Sebagai Abdi Roh Kudus dimensi misioner
senantiasa meresapi setiap aspek kehidupannya. Mereka dipanggil untuk mengambil
bagian dalam mandat Kristus dan Gereja. Gereja memberi kepada Kongregasi SSpS
perutusan misioner yang nyata. Abdi Roh Kudus akan menjadi misoner terutama
bila secara terus-menerus memperdalam kesadaran bahwa mereka dipanggil dan
dipilih oleh Tuhan (Rehbién, 1996:6-7). Santo Arnoldus Janssen menginginkan
supaya para suster bekerja di daerah misi dimana ada pelayanan sebagai perempuan
dalam bidang kesehatan, pendidikan, sosial pastoral, pembinaan rohani, pelayanan
terhadap orang kecil, miskin tertindas dan tersisih (Konst. Art. 03-104).
Konsekuensi menjadi seorang suster Misi Abdi Roh Kudus, ialah harus
bersedia untuk berkarya di daerah misi ke mana saja diutus. Dalam perutusan misi
harus berani mengorbankan tanah air, bahasa ibu dan lingkungan kebudayan.
Kesediaan ini adalah ciri khas panggilan sebagai SSpS (Konst. Art. 04).
Kesediaan dalam perutusan misi menuntut suatu pengosongan diri, suatu
kebebasan batin dari setiap suster yang diutus. Dengan pengosongan diri akan
membentuk dalam diri seorang misionaris memiliki sikap rela menerima, serta
memungkinkan orang untuk menghayati kebudayaan lain. Dengan pengosongan diri
akan membuat seorang SSpS untuk tenang mendengarkan, bersedia untuk mengerti
orang lain, mendalami lingkungan dengan suasananya, sehingga diharapkan dapat
menyentuh hati umat, di tempat para suster SSpS hidup di antara mereka.
Suster Misi Abdi Roh Kudus mempunyai tugas yang utama yaitu
mewartakan kabar Gembira. Maka diharapkan dimana para suster diutus tetap
16
menyadari bahwa mereka adalah suster-suster misi. Dengan demikian dimana
mereka berada senantiasa berusaha untuk membangkitkan dan memelihara tanggung
jawab misioner bagi Gereja Universal (Konst. Art.104). Pelayanan misoner dapat
tumbuh subur hanya dalam mengikuti Yesus dan dalam kelekatan dengan pribadi-
Nya. Karena itu hanya terang dan kekuatan Roh Kuduslah yang menyanggupkan
para suster untuk melayani dalam karya penyelamatan Allah, dalam segala hal yang
dikerjakan. Bentuk konkrit hidup mengikuti Yesus dalam Kongregasi Misi Abdi
Roh Kudus ditentukan oleh Kaul keperawanan, kemurnian dan kemiskinan. Ketiga
nasihat Injil itu mengungkapkan cinta kepada Kristus satu-satunya dan kepada
sesama. Pengabdian misioner para suster SSpS berdasarkan relasi Allah Tritunggal
dicintai Bapa, diutus Putera dan dikuatkan oleh Roh Kudus (Konst. Art.122).
Panggilan misioner khusus merupakan satu panggilan profetis yang
diberikan Tuhan kepada beberapa orang untuk membuat seluruh umat Allah
menyadari kembali panggilan serta tanggung jawabnya dan menghayatinya dengan
keyakinan yang diperbaharui. Karena itu panggilan misioner adalah ”Panggilan
khusus dari beberapa orang yang meyakini bahwa mereka diutus kepada segala
bangsa di bumi ini sebagai jawaban terhadap kebutuhan jaman” (Komentar Kapitel
Jenderal X, 1990:62).
Keterbukaan dan perhatian penuh terhadap tanda-tanda dan kebutuhan jaman
merupakan tanda hakiki dari keterbukaan terhadap Roh Kudus sekaligus hal ini
menunjukkan panggilan profetis. Seorang nabi adalah orang yang dicengkam oleh
Allah dan yang telah mengalami dalam inti batinya tuntutan radikal Cinta Allah.
Pengalaman ini membuat orang menjadi terbuka dan peka terhadap kebutuhan umat,
17
terhadap tanda-tanda jaman dan karya Allah dalam sejarah manusia ( Komentar
Kapitel Jenderal X, 1990:62).
Hidup religius pada hakekatnya adalah mengikuti Yesus maka ini
merupakan satu tanda yang mencolok dari satu komunitas misioner untuk masuk ke
dalam perutusan Kristus. Allah Tritunggal dalam kesatuannya adalah asal, citra
serta penyempurnaan setiap komunitas. Hidup dalam komunitas disuburkan oleh
doa, hubungan pribadi yang baik dan kegiatan misioner bersama. Ciri khas
komunitas SSpS adalah :
1. Berakar dalam spritualitas trinitaris, dengan tekanan khusus pada Roh Kudus sebagai sumber dan relasi yang memberi hidup
2. Internasional tetapi berinkulturasi demi pelayanan misi global 3. Profetis, sebagai perempuan yang tahu bagaimana hidup dalam semangat
disermen di misi untuk misi; 4. Semangat merintis menuntut kesiap sediaan untuk diutus ke mana saja; 5. Sederhana dalam pola hidup dan siap sedia melayani (Brand, 1996:45) Pada bagian kegiatan misioner, penekanan diberikan pada misi keadilan,
perdamaian dan keutuhan ciptaan (KPKC), secara konkret menyangkut kerjasama
dengan LSM-LSM dan VIVAT Internasional di New York. Identitas SSpS sebagai
Abdi Roh Kudus menurut Kapitel Jenderal XI sebagai berikut:
1. Komunitas Religius Misioner dari wanita-wanita profetis dalam satu kongregasi internasional;
2. Berakar dalam spritualitas Trinitaris; 3. Dibimbing oleh Roh, membeda-bedakan gerakan-gerakan dalam dunia
dewasa ini; 4. Mengikuti Yesus pada jalan nasihat-nasihat Injil 5. Diutus untuk melanjutkan misi Yesus mewartakan kabar gembira Kerajaan
Allah (Brand, 1996:25)
Tugas yang utama sebagai pewarta Kabar Gembira adalah mewartakan Injil di
tempat di mana Injil belum cukup diwartakan. Kita senantiasa membangkitkan
dalam diri orang lain tanggung jawab misioner mereka dalam Gereja. (Konst.
18
Art.104). Kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di dunia ini. Menjadi saksi
Kristus berarti hadir serta hidup dan bekerja dalam semangat Kristus. Kita hadir dan
dengan kehadiran itu kita diharapkan dapat memancarkan cinta kasih Kristus ke
dalam masyarakat (Magnis Suseno, 2004:56).
B. Kelompok Sasaran Kaum Miskin
Dalam karya pewartaan pertama-tama perlu dilihat bagaimana Tuhan
bersikap terhadap kemiskinan dan kaum miskin. Menurut pengertian Yahudi,
Yahwe mewahyukan diri-Nya pertama-tama melalui tangan-Nya dalam sejarah umat
manusia. Nubuat para nabi Perjanjian Lama kebanyakan merupakan tafsiran
mengenai karya-karya Allah yang menyejarah. Demikian juga Sabda Yesus dan
banyak perumpamaan-Nya merupakan penjelasan atau pembenaran terhadap karya-
Nya, sehingga Kerajaan Allah sungguh nampak dalam diri-Nya. Pewartaan Kabar
Gembira kepada kaum miskin dan Sabda Bahagia yang menyebut kaum miskin
”berbahagia”, sangat mencolok dalam kehidupan Yesus (Rehbein, 1990:24)
Sedangkan hidup miskin sebagai suatu yang rohani adalah suatu sikap batin.
Dimana orang merasakan dirinya sama sekali hampa, kosong dan sama sekali tidak
berdaya di hadapan Allah. Orang-orang yang memiliki sikap seperti itu adalah orang
yang merasa dirinya sangat tergantung kepada Allah. Karena itu orang yang
mempunyai sikap seperti itu merasa kuat, berdaya dan berarti hanya karena
pertolongan Allah. Sikap hidup miskin tersebut harus nampak dalam hidup sehari-
hari. Artinya hidup miskin harus tampak dalam kemiskinan sosial-ekonomi. Hal ini
bisa disebut dengan kemiskinan yang real (Mangunwijaya, 1992:173).
19
1. Kaum Miskin Dalam Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama terdapat beberapa acuan terhadap orang miskin. Dua
kata yang paling sering digunakan adalah ani dan anaw, kedua kata ini mengacu
pada situasi sosial yang rendah dan tertindas. Dalam perkembangan berikutnya dua
kata ini dapat dibedakan bahwa ani lebih mengacu pada orang miskin dalam arti
sosio ekonomis dan anaw yang lebih menunjuk pada kemiskinan rohani: orang yang
lemah –lembut dan rendah hati, dan merasa dirinya begitu kecil dihadapan Allah.
Selain itu masih ada empat kata lain yang menunjuk pada kemiskinan. Kata ebyon
yang mengacu pada orang yang mengharapkan dan membutuhkan sesuatu misalnya
pengemis. Kata dal, hal ini mengacu pada kemiskinan material dan kelemahn
jasmani. Kata rash mengacu pada kemiskinan ekonomi yang sudah cukup parah.
Kata misken mengacu pada orang-orang yang bergantung dan tunduk pada orang
lain (Hortensius, 1992:24).
Konsep orang miskin dalam perjanjian Lama menampilkan 2 pokok penting
yaitu, pertama dapat dilihat bahwa kata ani/anaw adalah yang paling penting karena
paling kaya maknanya. Dalam kata ini sangat akurat dan lengkap dalam
mengungkapkan keanekaragaman pemahamana biblis tentang orang miskin dan
kemiskinan. Kedua, bahwa keanekaragaman dalam terminologi tentang orang
miskin dan sering tidaknya pemakaiannya memperlihatkan betapa orang miskin
amat duperhatikan dalam Perjanjian Lama (Hortensius, 1992:24)
Dalam Kitab Perjanjian Lama banyak berbicara tentang kemiskinan,
perbudakan, penindasan dan pemerasan. Bagi kita pada zaman ini, kemiskinan
adalah suatu keadaan kehilangan atau kemelaratan, satu situasi di mana kebutuhan
hidup yang paling pokok kurang terpenuhi. Mereka sendiri tidak dapat memenuhi
20
kebutuhannya untuk mempertahankan hidup dan untuk hidup layak sebagai
manusia.
Dalam Kitab Suci, kemiskinan lebih dianggap sebagai satu pengacauan
relasi. Kitab Suci menggambarkan manusia bukan sebagai individu, tetapi sebagai
pribadi-pribadi dalam relasi; relasinya dengan dunia, dengan sesama manusia, dan
dengan Tuhan. Kemiskinan berarti keadaan manusia yang amat menyedihkan,
terjadi di mana satu, dua atau ketiga relasi itu dikacaukan atau dirusak. Rusak atau
hilangnya relasi tersebut sangat melukai keberadaan manusia, lebih merusak
daripada kemiskinan material. Ungkapan untuk kemiskinan yang digunakan dalam
Perjanjian Lama membenarkan hal ini. Menjadi miskin berarti menjadi tidak penting
dan tergantung, lemah dan sengsara, menderita. Kaum miskin dan sederhana, yang
tidak menikmati kekuasaan politik manapun, adalah mereka yang dihukum karena
kemewahan dan kesan raja dan para bangsawan (I Sam 8:10-18).
2. Yesus dan Kaum Miskin dalam Perjanjian Baru
Sejak awal hidupnya di depan umum Yesus menunjukan sikap seperti yang
diperlihatkan Tuhan dalam Kitab Keluaran. Ia berpihak kepada mereka yang
dianggap hilang, tidak layak oleh orang kaya, mereka yang tidak memiliki uang
maupun kekuasaan, yang sakit dan tersingkir, masyarakat pinggiran dan yang tidak
memenuhi kewajiban agamanya (Mat 11:4-5).
Yesus telah menunjukkan solidaritasnya bagi kaum miskin. Ia tidak
dibesarkan di kenisah atau bersekolah khusus untuk menjadi nabi, namun Ia
melewatkan masa kecilnya dengan orang-orang miskin dan sederhana. Ia tidak
berkotbah seperti para ahli Taurat namun Ia membagi hidup-Nya dari apa yang
21
sudah dipelajari dari Bapa-Nya. Seringkali masyarakat menganggap kekayaan,
pengetahuan, ketrampilan, keberhasilan dan kekuasaan sebagai suatu yang harus
diusahakan, sebagai ukuran terhadap nilai seseorang. Yesus mengalaminya sendiri
pada tubuh-Nya, apa artinya menjadi miskin dan hina, tergolong dengan mereka
yang dianggap tidak dicintai Allah, dengan mereka yang dikucilkan dari arus utama
masyarakat (Rehbein, 1990:27).
Yesus menyatakan diri-Nya solider dengan kaum miskin dan yang
disingkirkan dari masyarakat. Bagaimana Ia dihina dan dihindari banyak orang
ketika Ia harus menderita kesakitan dalam kesengsaraan-Nya menuju puncak
Golgota. Yesus begitu menyamakan diri-Nya dengan orang kecil dan terabaikan,
sehingga kemungkinan pengikiutsertaan dalam Kerajaan Allah tergantung
bagaimana kita menemui Dia dalam saudara-saudari-Nya yang paling kecil (Mat
25:31-46).
Yesus menghendaki kita agar membagi hidup dengan orang-orang miskin.
Orang miskin di dunia ini tidak sekian miskin sehingga kita tidak dapat belajar lagi
sesuatu dari mereka. Kaum miskin memiliki sesuatu yang dapat ditawarkan kepada
kita, walaupun mereka tidak memaksakannya kepada kita. Kita membuka diri
kepada mereka dalam cinta dan bersedia untuk belajar dari mereka (Rehbein,
1990:31).
Dalam kenyataannya secara sederhana Yesus telah menyamakan dirinya
dengan orang miskin dan sederhana. Dengan memiliki cinta yang dalam terhadap
orang-orang miskin dan terlantar Yesus tunjukkan dengan kesediaan-Nya dalam
menyembuhkan mereka yang sakit, mengajar, memberi makan kepada mereka yang
kelaparan, dan selalu memberikan waktu-Nya tanpa pamrih (Prior, 1993:32)
22
Melihat dan menelusuri latar belakang historis Yesus serta pantauan sekilas
tentang kelompok-kelompok khusus yang menjadi alamat pewartaan Yesus kiranya
dapat diambil satu kesimpulan bahwa arah dasaraiah gerakan Yesus tertuju kepada
kelas-kelas rendahan dalam masyarakat-Nya. Pewartaan Yesus tertuju dan menarik
kepada mereka yang secara ekonomi, politis dan religius termasuk kelompok
marginal dalam masyarakat Palestina. Mereka semua merindukan dan membutuhkan
suatu kehidupan yang lebih adil dan manusiawi (Hortensius, 1992:50).
C. Gambaran Orang Miskin Menurut SSpS
1. Gambaran Umum
a. Kaum Perempuan
Kaum perempuan adalah kelompok pertama yang konkrit; mereka
diterlantarkan, diperas, dicabut hak-hak asasinya, dijadikan obyek-obyek seks, objek
perdagangan dan tenaga kerja murah di perbagai negara. Penindasan dan perendahan
nilai kaum perempuan merupakan gejala umum di banyak negara dan kebudayaan
seperti: pembunuhan bayi perempuan, pengguguran yang diseleksi karena
menginginkan anak laki-laki, pelacuran. Ada di banyak negara dan kebudayaan di
mana perempuan memperoleh status sosial yang lebih tinggi, secara moral dan
intelek mereka tetap dianggap sebagai warga kelas dua. Tanggung jawab untuk
menegakkan, mempertahankan dan memajukan martabat kaum perempuan menuntut
keterlibatan para suster Misi Abdi Roh Kudus (Komentar Kapitel Jenderal X,
1990:38)
23
b. Anak-anak dan Kaum Muda
Ribuan anak-anak di kota-kota besar di berbagai negara sangat menderita
karena perampasan hak-hak mereka, dan mereka inilah yang menantang keterlibatan
misioner para suster-suster Misi Abdi Roh Kudus. Pemeliharaan anak-anak terlantar
sudah menjadi keprihatinan Kongregasi sejak awal. Pendidikan kaum muda tidak
dapat disangkal, merupakan sasaran penting dalam mewartakan Kabar Gembira dan
meneruskan nilai-nilai Kristiani. Dalam Kapitel Jenderal ke-X Tahun 1990
diprioritaskan untuk anak-anak orang miskin dan orang muda yang berkeliaran di
jalan di berbagai kota tanpa arah dan rasa memiliki. Orang muda yang tidak lagi
melihat arti hidup, yang menganggur dan tanpa harapan akan masa depan yang lebih
baik, yang mencari kebahagiaannya dalam obat bius dan kejahatan (Komentar
Kapitel Jenderal X, 1990:39)
c. Kaum Pinggiran
Setiap negara berbeda kelompok pinggiran yang sedang diprioritaskan,
contoh kaum pinggiran adalah para pengungsi. Masalah pengungsi adalah masalah
kita semua. Penderitaan yang hebat, ketakutan karena bahaya yang tak terelakan,
kesengsaraan di kamp pengungsi merupakan tantangan yang tidak dapat diabaikan.
Untuk dapat menangani permasalahan ini dibutuhkan kerja sama dengan organisasi-
organisasi Gerejawi dan pemerintah (Komentar Kapitel Jenderal X, 1990:40).
d. Keluarga
Masih begitu banyak keluarga yang mengalami keterbelakangan. Hal ini
akan membawa pengaruh kepada keluarga itu sendiri yang mengakibatkan penyakit.
24
Kemiskinan dan kemelaratan, kebodohan dan buta huruf, keadaan perumahan yang
tidak manusiawi, kekurangan gizi yang kronis. Keluarga bukan saja menjadi korban
dari struktur yang tidak adil tetapi lebih menjadi korban dari sarana komunikasi
modern yang mempromosikan seks, keuntungan, kekerasan dan kekuasaan sebagai
nilai-nilai yang untuk dikejar. Dengan media dan teknologi yang semakin maju,
orang akan dengan mudah menikmati suatu tontonan yang menunjukan bagaimana
banyaknya hubungan di luar perkawinan, perceraian, aborsi, seks sebelum menikah
dan hidup bersama sebagai satu hal yang wajar. Tanpa persiapan pernikahan yang
kristiani, kehidupan keluarga dan kedudukan sebagai orang tua yang bertanggung
jawab akan menjadi sumber dari banyak problem sosial (Komentar Kapitel Jenderal
X, 1990:40)
e. Orang Sakit, Lanjut Usia dan Menghadapi Ajal
Sejak awal Kongregasi SSpS telah melihat pentingnya pemeliharaan bagi
orang sakit dan lanjut usia sebagai sarana evangelisasi dan selalu melaksanakan
perutusan dengan sungguh-sungguh (Konst. Art.103;111.2). Usaha untuk
mendampingi dan membantu pada tahap akhir hidup serta pelayanan yang telah
disumbangkan oleh perawat dan tenaga medis, menawarkan kepada SSpS suatu
perspektif baru bagi karya misionernya (Komentar Kapitel Jenderal X, 1990:43).
Disentuh dan dipengaruhi oleh realitas dunia global sebagai suatu komunitas
murid-murid Yesus dalam misi SSpS ditantang dan didesak untuk memberi
tanggapan yang efektif terhadap kebutuhan dan keprihatinan jaman ini. Maka ada 3
prioritas yang ditekankan sejak Kapitel Jenderal ke-XII Tahun 2002 untuk 6 tahun
kedepan yaitu:
25
1) Formasi yang Integral untuk Misi
Konteks misi jaman ini menuntut suatu formasi yang bersifat integral. Hal ini
diresapi oleh spirtualitas Trinitaris yang berakar pada Sabda Allah dapat membantu
sebagai SSpS untuk peka dan tanggap terhadap Roh. Formasi yang integral
diharapkan memampukan setiap SSpS untuk berbagi hidup dan misi dalam
komunitas-komunitas Internasional, multi budaya serta mengembangkan suatu
pandangan yang lebih luas (Dokumen Kapitel Jenderal XII, 2002:57).
2) Komitmen terhadap Kaum Perempuan
Hal ini mengingatkan tujuan semula pendirian Kongregasi yaitu suatu panggilan
yang kuat untuk memilih kaum perempuan sebagai prioritas. Sebagai perempuan
profetis perlu memberi perhatian pada pemeliharaan kehidupan, terutama di mana
kehidupan itu ada dalam bahaya: dalam situasi pinggiran, orang-orang yang
dieksploitasi dan diperlakukan secara kejam khususnya kaum perempuan dan anak-
anak serta pengrusakan dan manipulasi alam (Dokumen Kapitel Jenderal, 2002:59)
3) Solidaritas dengan orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS
HIV/AIDS telah menjadi penyakit yang dapat membunuh, mengancam hidup,
tidak saja di seluruh benua Afrika tetapi di banyak tempat lain di dunia. Untuk itu
diupayakan mengatur jaringan kerja kongregasi untuk saling menukar informasi dan
strategi mengenai masalah HIV/AIDS, bekerja sebagai VIVAT melalui VIVAT
Internasional-New York berpartisipasi dengan kelompok-kelompok lain yang
mempunyai keprihatinan yang sama.
26
2. Karya Pelayanan para Suster SSpS Provinsi Jawa
Para suster SSpS Provinsi Jawa berkarya dalam berbagai bidang pelayanan.
Karya pelayanan itu antara lain: karya kesehatan lewat rumah sakit, Pendidikan
(Play Group, SD, SLTP, SLTA, SMKK, dan STIKES), Sosial Pastoral, Kateketik,
Pastoral Care; orang sakit, lanjut usia, dalam sakrat maut, ODHA, serta
pemberdayaan kaum perempuan. Karya pelayanan para suster SSpS ini semakin
terwujud dalam pelayanan KPKC, misi frontir, pendampingan bagi anak-anak muda
di asrama khususnya mereka yang kurang mampu, pendampingan terhadap anak-
anak jalanan, para tukang becak dan penyandang sakit kusta. Keterlibatan para
suster SSpS tidak terbatas pada mereka yang sudah profesi atau kaul kekal dalam
hidup membiara namun sejak formasi awal (postulan) mereka sudah dilibatkan.
Sebagai komunitas SSpS semua diutus untuk berpartisipasi dalam usaha
menghadirkan suatu belas kasih Allah di tengah-tengah dunia. Hal ini berarti bahwa
sebagai SSpS diutus keluar dari segala kemapanan untuk menjumpai orang-orang
yang tidak diperhitungkan oleh dunia, mereka yang tidak dihargai martabatnya
sebagai anak-anak Allah karena kemiskinan dalam segala bentuknya: miskin harta,
informasi, pendidikan, gender, status sosial dan lain-lain (Resolusi Rekomendasi
Kapitel Provinsi XVIII, 2007:36).
Maka karya pelayanan SSpS Provinsi Jawa untuk 3 tahun ke depan dijelaskan
dalam Resolusi Rekomendasi Kapitel Provinsi XVIII tahun 2007 yang lebih
memprioritaskan sebagai berikut, bahwa tanda-tanda kehidupan dalam Misi, antara
lain :
a. Menjalankann tugas perutusan dengan gembira, meningkatkan kesiapsediaan untuk diutus ke misi frontir dan kerelaan berbagi waktu, materi, fasilitas dan pengetahuan dengan orang-orang miskin.
27
b. Semakin meningkatkan rasa memiliki dan rasa bertanggung jawab karena diberi kepercayaan dalam tugas pelayanan kepemimpinan.
c. Semakin tanggap dengan kebutuhan gereja lokal dan situasi setempat, selain berkarya di institusi sendiri; pelayanan pastoral, tanggap darurat (bencana alam), pendampingan anak-anak jalanan.
d. Keberanian dalam membuat terobosan baru dan terbuka dengan berbagai pihak, seperti: Proyek Wanapatria (pelestarian lingkungan hidup), kerja sama dengan LSM dalam rangka pemberian tumpangan kepada perempuan, menerima penderita HIV/AIDS di rumah sakit dan Tim JPIC & Tim HIV/AIDS Provinsi melakukan tindakan preventif dengan memberikan edukasi di komunitas, kongregasi lain dan kelompok kategorial (siswa/i, karyawan/ti, dll).
D. Anak Jalanan Sebagai Kelompok Kaum Miskin
1. Pengertian Anak Jalanan
Mereka yang entah karena dipaksa untuk mencari uang, makan atau alasan
ekonomi dan bahkan karena lantaran disiksa di rumah akhirnya menjadi anak
jalanan, yang dalam seharian hidupnya menetap atau lebih lama di jalanan daripada
dalam rumah biasa yang dihuni oleh manusia. Mereka hidup di jalanan demi
mengais sedikit uang (Sardi, 2003:12). Berbagai macam pekerjaan mereka lakukan,
mulai menjual koran, semir sepatu, mengamen, bahkan pemulung. Hidup mereka
seakan sudah menyatu dengan kerasnya dunia saat ini. Terik matahari, derasnya
hujan, kotornya udara karena polusi, seakan tidak lagi menghalangi mereka untuk
tetap berjuang demi mendapatkan sedikit uang. Mereka adalah manusia yang
mempunyai martabat yang sama dengan manusia lainnya. Anak jalanan ini sebagai
manusia tetaplah manusia dan mempunyai hak-hak asasi manusia yang harus
dihormati dan dilindungi secara hukum yang pasti. Perlindungan itu tidak mungkin
ada secara pasti kalau tidak dibentuk suatu Undang-Undang yang memberikan
garansi kepada mereka, dan adanya jaminan yang pasti. Sebagian dari mereka dapat
28
mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Biaya yang mereka peroleh selain dari
upaya mereka sendiri juga adanya bantuan-bantuan dari lembaga sosial atau orang-
orang yang peduli dengan nasib mereka.
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat
umum (Depsos RI, 1999).
2. Ciri-ciri anak jalanan
Menurut Depsos RI tahun 1999, anak jalanan terbagi dalam empat kelompok
yaitu:
a. Anak jalanan yang hidup di jalan, mereka adalah yang putus hubungan atau
lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal setahun yang lalu, berada
di jalanan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja (sisanya untuk
menggelandang/tidur), bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang
tempat seperti emperan toko, kolong jembatan, taman terminal, stasiun.
Mereka juga tidak bersekolah lagi, pekerjaannnya mengamen, mengemis
memulung, kerja serabutan untuk diri sendiri, usia mereka rata-rata di bawah
14 tahun.
b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan, mereka berhubungan dengan keluarga
tidak teratur yakni secara periodik, berasal dari luar kota yang bekerja di
jalanan, berada di jalanan 8-12 jam untuk bekerja, bertempat tinggal dengan
cara mengontrak sendiri atau bersama teman, orang tua. Tempat tinggal
mereka biasanya kurang bersih atau kumuh yang terdiri dari orang-orang
sedaerah. Mereka tidak lagi bersekolah dan pekerjaan mereka adalah menjual
29
koran, mengasong, mencuci bus, memulung sampah, menyemir sepatu dan
usia mereka rata-rata di bawah 16 tahun.
c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, mereka dapat bertemu dengan orang
tuanya secara teratur, berada di jalanan sekitar 4 sampai 6 jam untuk bekerja,
tinggal bersama orang tua dan mereka masih bersekolah. Anak –anak ini
pekerjaannya adalah menjual koran, panganan, alat tulis, kantong plastik,
menyemir sepatu, mengamen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan
orang tuanya dan usia mereka rata-rata 14 tahun.
d. Anak jalanan berusia 16 tahun ke atas. Mereka terdiri dari anak yang sudah
putus hubungan dan yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya,
berada di jalanan 8 sampai 24 jam. Tempat tinggal mereka tidak teratur,
mereka telah tamat SD atau SLTP namun sudah tidak lagi sekolah. Pekerjaan
mereka tidak tetap seperti: calo, mencuci bus, menyemir sepatu. Hal itu
mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan orang tuanya.
3. Kekuatan Anak Jalanan Sebagai Peluang
a. Memiliki daya juang
b. Mempunyai hati nurani
c. Mereka hidup dari hasil kerja
d. Membantu menambah penghasilan keluarga
Dalam kenyataannya mereka masih ada yang selalu menjadi korban atau
alat bagi para preman yang selalu mencari keuntungan dengan memperalat mereka.
Situasi dan peluang inilah dapat menjadi salah satu peluang untuk pendampingan
religiositas.
30
BAB III
PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI
RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA
Dari pemaparan pada bab II menjadi jelas mengenai gambaran umum
tentang Kongregasi suster Misi Abdi Roh Kudus beserta karya-karya mereka
khususnya pelayanan kepada kaum miskin. Penulis pada bagian ini hendak
memaparkan lebih rinci salah satu karya pelayanan dalam mendampingi religiositas
anak-anak jalanan di rumah singgah Sekar Surabaya.
Bagian ini akan diuraikan dalam dua bagian. Pertama akan diuraikan
mengenai rumah singgah SEKAR Surabaya, pendampingan religiositas dan
religiositas. Pendampingan Religiositas sendiri akan dibagi dalam tiga bagian yaitu
pengertian umum tentang pendampingan, pola-pola pendampingan bagi kaum
miskin dan pokok-pokok yang harus ada dalam pendampingan. Religiositas akan
diuaraikan mengenai arti religiositas, menumbuhkan sikap religius anak-anak, dan
pendidikan religiositas sebagai komunikasi Iman. Kedua penelitian yang meliputi:
pendahuluan, latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metodologi penelitian yang meliputi pendekatan penelitian,
tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, teknik penelitian, teknik
pengumpulan data dan keabsahan data, hasil penelitian, pembahasan penelitian
penelitian dan kesimpulan.
31
A. Pendampingan Religiositas di Rumah Singgah SEKAR Surabaya
1. Rumah Singgah Sekar Surabaya
SEKAR (Sekolah Anak Rakyat) adalah komunitas independen anak-anak
jalanan dan anak-anak tidak mampu warga sekitar. Suatu wadah di mana anak-anak
dan kawan pendamping memproses diri (memaknai hidup), bersosialisasi, dan
berinteraksi dengan masyarakat tanpa dibatasi oleh sekat-sekat suku, agama dan ras.
SEKAR dibentuk berawal dari sebuah keprihatinan, karena melihat banyaknya anak-
anak yang turun ke jalan dan putus sekolah. Entah karena disebabkan oleh faktor
ekonomi atau faktor-faktor lain sehingga mereka mengalami krisis kepribadian dan
kehilangan jati diri. SEKAR berdiri pada bulan Agustus tahun 1999.
Visi : Menjadi diri sendiri dan mandiri
Misi :
Pendampingan dan perlindungan anak
Pengembangan potensi anak
Tujuan :
Umum
Membantu anak jalanan/anak dampingan untuk menjadikan
dirinya manusia yang menghayati nilai-nilai dan dapat
menjadikan hidupnya mulia dan bermakna. (Berdasarkan nilai
pendidikan klasik: pembentukan manusia, bukan pembentukan
tenaga kerja atau pencari nafkah)
Memberikan hak anak untuk mendapatkan pendidikan dasar
secara cuma-cuma.
Khusus
32
Mengembalikan anak ke bangku sekolah
Membantu anak jalanan/ anak keluarga tidak mampu, agar tidak
putus sekolah serta dapat melanjutkan pendidikan.
Memberikan ketrampilan agar dapat digunakan sebagai bekal
mandiri anak
Membantu pemenuhan kesehatan dan gizi anak
Aktivitas :
Kegiatan sehari-hari tidak hanya terpusat di home base SEKAR,
melainkan dapat juga di tempat-tempat anak-anak biasa mangkal.
Diskusi Film, setiap hari Rabu.
Sharing dan analisa masalah
Latihan musik setiap hari Sabtu
Bahasa Inggris dan komputer, setiap Selasa dan Jumat
Pengembangan mental dan kepribadian
Rekreasi, pengenalan alam dan lingkungan setiap libur panjang
Refreshing (bermain bersama) dan perbaikan gizi pada setiap
akhir pekan
Ketrampilan membuat kartu ucapan, pelembut & pengaharum
pakaian, serta pembersih lantai, untuk dijual dan dipakai sendiri.
SEKAR tidak memiliki struktur kepemimpinan terpusat (dipimpin oleh
seorang pimpinan/kepala), namun bentuk kepemimpinan bersama. Dalam
menjalankan aktivitas dibutuhkan dana yang cukup besar. Dana ini digunakan untuk
biaya hidup sehari-hari, pendidikan bagi mereka juga kegiatan-kegiatan yang
berguna bagi perkembangan hidup mereka. Dana untuk komunitas SEKAR
33
diperoleh dari usaha mandiri dan dari para donatur. Dalam komunitas ini sebagai
penasihat adalah Sr. Stefani SSpS dan Ibu Pinky Saptandari
2. Pendampingan Religiositas
a. Pengertian umum tentang pendampingan
Secara etimologis pendampingan berasal dari kata ”damping.” kata damping
mempunyai arti dekat, karif. Sedangkan arti kata mendampingi dapat dimengerti
sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk menemani seseorang dari dekat dalam
usaha untuk mencapai tujuan tertentu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1989:183). Dari pengertian tersebut di atas istilah pendampingan mempunyai dua
ciri yaitu antar pribadi dan dua arah (Mangunhardjana, 1986:13).
Pertama, usaha pendampingan merupakan usaha yang bersifat antar pribadi,
dari pendamping dengan peserta pendampingan. Pendamping dan peserta
pendampingan merupakan sahabat yang saling menjadi teman dalam mencapai
tujuan tertentu, sehingga hubungan antar mereka bisa menjadi akrab satu sama lain.
Kedua, pendampingan mengandung pengertian yang bersifat dua arah
(Mangunhardjana, 1987:16-17) menjelaskan bahwa pendampingan bukan hanya
merupakan usaha sepihak dari pendamping kepada peserta damping, tetapi
merupakan usaha dari dua belah pihak, baik dari pendamping maupun dari peserta
damping.
Usaha pendampingan bertitik tolak dari kenyataan bahwa peserta sudah
memiliki potensi yang dapat tumbuh menjadi kenyataan. Dari sebab itu, peserta
damping bukan dipandang sebagai obyek pendampingan yang hanya menerima
begitu saja apa yang diberikan oleh pendamping yang bersifat satu arah: dari
34
pendamping ke peserta. Ia adalah subyek atau pelaku yang sebagai pribadi terlibat
secara aktif dalam keseluruhan proses pendampingan dua arah; timbal balik antar
peserta dan pendamping (Mangunhardjana, 1986:21).
Karena usaha pendampingan yang bersifat dua arah ini, peserta dan
pendamping mempunyai kedudukan sederajat yang masing-masing pribadi mampu
berperan secara aktif dan menentukan proses pendampingan. Hubungan pribadi
antara peserta dengan pendamping tidak bergaya seperti guru dan murid, tetapi
bersifat sebagai sahabat dan teman berdialog yang saling membantu dan
meneguhkan dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dalam proses
pendampingan, mereka diharapkan mampu saling berdialog secara terbuka, saling
menghargai dan mendengarkan pendapat sehingga mereka mampu
mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki supaya akhirnya mereka dapat
menentukan sendiri secara pribadi dan dengan bebas sehubungan dengan apa yang
menjadi tujuan dari suatu pendampingan (Mangunhardjana, 1986:21).
Mendampingi berarti sebagai salah satu usaha yang dilakukan untuk
menemani seorang dari dekat dalam usaha mencapai tujuan tertentu. Agar
pendampingan itu dapat berhasil dengan baik, maka dibutuhkan prinsip yang
melatarbelakangi pendampingan. Prinsip itu termasuk juga dalam pengertian
pendampingan. Adapun prinsip-prinsip yang melatarbelakangi tersebut adalah:
1) Pengenalan dan pengakuan terhadap peserta
Dalam suatu pendampingan, seorang pendamping dituntut untuk mengenal
peserta atas orang yang didampingi secara sungguh-sungguh, ia dapat ikut
merasakan apa yang dirasakan oleh peserta. Proses ini membutuhkan pengenalan
dan pengakuan terhadap peserta sebagaimana adanya. Seorang pendamping juga
35
dituntut supaya dapat memasuki dunia peserta dan ikut di dalam situasi hidup
peserta (Mayeroff, 1993:52-53).
2) Kerjasama antara pendamping dan peserta
Keberadaan pendamping di tengah peserta merupakan keterlibatan pendamping
dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta. Pendamping berada di
dalam dunia yang di dampingi berarti bahwa pendamping melibatkan diri secara
penuh terhadap peserta. Namun tidak larut dalam masalah-masalah yang
dihadapi oleh peserta. Berada bersama dengan peserta mengandung unsur
kepercayaan dari kedua belah pihak sehingga memungkinkan pendamping
melibatkan diri dalam dunia peserta. Dalam proses pendampingan “keterlibatan”
pendamping dalam dunia yang didampingi bersifat kerjasama. Artinya,
pendamping memberi kepercayaan dan kesempatan kepada peserta untuk
mengenal dirinya, mengenal masalah yang dihadapi dan mempertimbangkan
alternatif pemecahannya. Di sini pendamping memberi kepercayaan kepada
peserta untuk menjadi mandiri dengan memberi kesempatan mengambil pilihan-
pilihan keputusan untuk dirinya sendiri.
b. Pola-pola Pendampingan bagi Kaum Miskin
Dengan analisis sosial-budaya yang diilhami oleh cahaya Biblis, dapat
ditemukan lima pola pendampingan terhadap orang-orang kecil (Prior, 1993:35-39).
1) Pola Belas kasih
Pola belas kasih terwujud dengan memberi bantuan kepada mereka yang
menderita. Pola ini membantu kaum miskin hanya bersifat sementara saja, belum
36
memikirkan lebih jauh apa yang menyebabkan terjadinya kemiskinan tersebut. Pola
ini juga cocok dalam keadaan darurat dalam batas waktu tertentu misalnya ketika
orang mengalami bencana alam seperti kemarau panjang, gempa bumi, banjir, tanah
longsor, atau gunung meletus.
2) Pola Marxis
Pola marxis memanfaatkan analisis gaya materialis guna melihat sebab-
musabab kemiskinan hanya pada struktur-struktur ekonomi, sosial dan politik yang
tidak adil. Dari pola ini dilihat bahwa struktur-struktur itulah yang menyebabkan
ketidaksamaan antara anggota masyarakat. Analisis gaya marxis hanya
memperhitungkan dimensi ekonomi, sosial dan politik dengan struktur-strukturnya.
3) Pola Lembaganisasi
Dalam dunia sekarang ini dengan semakin banyaknya orang hidup dalam
kemiskinan, banyak lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan yang didirikan
untuk membantu mereka. Pola ini dilihat sangat banyak membantu mereka dalam
mengatasi kemiskinan. Namun, pola ini akan tetap berjalan tergantung dukungan
dari para donatur baik dari dalam negeri maupun donatur dari luar negeri.
4) Pola Proyek
Dalam pola ini biasanya dapat dilihat dengan adanya proyek- proyek besar
yang membutuhkan biaya yang cukup besar. Nilai-nilai dan manusia dikembangkan
melalui ketrampilan-ketrampilan dengan baru agar tercapai tingkat ekonomi yang
lebih baik.
37
5) Pola Penyadaran
Pola ini membutuhkan proses, di mana sungguh-sungguh dibutuhkan
keterlibatan mereka (kaum miskin). Dengan pola ini diharapkan rakyat sadar akan
sistem dan mental ketergantungan yang merugikan, mereka dapat memulihkan
kembali harkat dan harga diri mereka. Kesadaran pada kaum miskin ini
ditumbuhkan agar mereka dapat memulai suatu proses membantu dirinya sendiri,
dan menemukan kembali tempat, kehadiran dan tanggung jawabnya dalam
masyarakat.
c. Pokok-pokok yang harus ada dalam Pendampingan.
1) Pengetahuan
Agar kita mampu mendampingi dengan baik maka kita harus mengetahui
kebutuhan yang sedang kita dampingi. Dengan demikian pendamping akan
mengetahui kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya, kebutuhannya, serta iklim
yang cocok (kondusif) bagi pertumbuhannya. Pengetahuan tentang hal-hal tertentu
dalam pendampingan muncul dalam persepektif yang berbeda. Pertama mengetahui
secara eksplisit artinya bahwa kita dapat mengatakan apa yang kita ketahui. Kedua,
mengetahui secara implisit artinya kita tidak dapat menjelaskan sesuatu yang kita
ketahui itu dalam bentuk kata-kata. Dengan demikian pendampingan mencakup
pengetahuan tentang sesuatu, bagaimana melakukan sesuatu. Semua jenis
pengetahuan tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi sedemikian rupa,
sehingga kita dibantu untuk menolong yang didampingi untuk bertumbuh
(Mayeroff, 1993:25-27).
38
2) Perubahan Irama
Pendampingan tidak bisa dilakukan dengan serampangan artinya bahwa
pendamping harus belajar dari masa lalu. Pendamping harus melihat secara cermat
apakah mereka berhasil menolong atau membantu yang didampingi. Hal ini akan
semakin mempermudah untuk melakukan pendampingan yang lebih baik di masa
yang akan datang. Ternyata dalam pendampingan terjadi irama yang berbeda-beda.
Irama semacam itu mempunyai arti penting dalam pendampingan (Mayeroff,
1993:27-28).
3) Kesabaran
Kesabaran adalah salah satu unsur penting dan utama dalam pendampingan.
Dengan kesabaran diharapakan mampu menolong yang didampingi menjadi mampu
menemukan dirinya sendiri dengan saatnya yang tepat. Sabar bukan berarti
menunggu secara pasif, tetapi semacam partisipasi dengan yang didampingi, di
mana pendamping memberikan diri secara penuh. Selain bersabar dengan yang
didampingi, seorang pendamping diharapkan harus bersabar dengan dirinya sendiri.
Pendamping harus memberikan kesempatan dirinya sendiri untuk mempelajari,
melihat dan menemukan dua pihak yang terlibat dalam pendampingan yakni kedua
belah pihak (Mayeroff, 1993:29-31).
4) Ketulusan Hati
Ketulusan hati dapat diartikan sebagai ”lurus, jujur pada diri sendiri”. hal ini
berarti sebagai suatu proses yang aktif menjumpai diri sendiri dan terbuka dengan
diri sendiri. Dalam suatu pendampingan ketulusan hati merupakan bagian penuh
39
atau integral dan merupakan salah satu esensi dalam proses pendampingan
(Mayeroff, 1993:32-33).
5) Kepercayaan
Kepercayaan pendamping kepada pihak yang didampingi berarti menghargai
keberadaan yang didampingi dengan bebas. Kepercayaan kepada yang di dampingi
untuk bertumbuh tidak begitu saja, akan tetapi berdasar pada pengembangan dan
perlindungan yang aktif terhadap kondisi-kondisi yang memungkinkan atau
menjamin kepercayaan tadi (Mayeroff, 1993: 33-35).
6) Kerendahan Hati
Sikap rendah hati merupakan kesediaan, keinginan dan kesiapan untuk selalu
belajar tentang apa yang didampingi dan diri sendiri serta hal-hal yang muncul
dalam pendampingan. Kerendahan hati juga sebagai satu bagian dari kesadaran
bahwa pendampingan yang dilakukan bukan merupakan suatu hak istimewanya
(Mayeroff, 1993:36-37).
7) Harapan
Dalam pendampingan kita harus mempunyai harapan bahwa yang
didampingi akan bertumbuh dengan baik. Harapan lebih merupakan perwujudan
kepenuhan masa kini yakni suatu masa kini yang penuh dengan kemungkinan.
Harapan merupakan perwujudan dari sebuah keyakinan teguh akan adanya
kemungkinan-kemungkinan. Harapan semacam ini menumbuhkan semangat dan
40
mengaktifkan kekuatan batin kita, dan bukan juga merupakan penantian pasif pada
suatu yang akan terjadi (Mayeroff, 1993:38-39)
3. Religiositas
a. Arti Religiositas
Religiositas diartikan sebagai suatu sikap kesalehan. Sikap ini dapat
membawa kita pada suatu kesadaran dan pemahaman akan Tuhan yang konkret
yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yang lebih menekankan pada
sikap menghargai sesamanya walaupun berbeda dalam keyakinan agama
(Verhoeven, 1969: 1051)
Religiositas berbeda dengan agama, walaupun keduanya tidak dapat
dipisahkan. Agama lebih merupakan lembaga kebaktian kepada Tuhan. Agama
sangat menekankan aspek yang resmi berupa hukum, peraturan-peraturan dan
upacara resmi, sedangkan religiositas lebih melihat aspek yang ada di dalam lubuk
hati yang menggerakkan totalitas kedalaman pribadi manusia (Mangunwijaya,
1982:11).
Religiositas menunjuk pada kedalaman pribadi manusia dalam hubungannya
dengan yang Ilahi dan memuat kepercayaan, keterkaguman, hormat penyerahan diri,
kasih sayang, serta tidak berbicara akan hukum dan peraturan yang ada, melainkan
berbicara tentang keiklasan, kesukarelaan, kepasrahan kepada Tuhan
(Mangunwijaya, 1986:6). Religiositas terwujud lewat penghayatan hidup sehari-
hari, dimana nilai-nilai luhur dalam agama begitu kuat menggerakkan kedalaman
hati nurani seseorang yang terbuka dalam hal apapun.
41
Religiositas tidak dapat diukur hanya dengan menjalankan kewajiban
keagamaan, seperti pergi ke gereja, doa lingkungan atau berziarah tetapi lebih pada
kedalaman batin manusia dimana tolok ukurnya adalah hubungan dengan
sesamanya. Dalam religiositas yang penting bukan kuantitas tetapi kualitas
(Mangunwijaya, 1982:6). Kualitas hidup manusia tercermin dalam sikap
penghayatan imannya. Melalui penghayatan iman ini manusia semakin dewasa
secara lahir dan batin, karena ia akan menemukan kearifan dalam sikap batinnya.
Religiositas memang lebih menuntut pada penghayatan terhadap segala sesuatu yang
biasa atau luar biasa yang selalu dialami dalam hidup sehari-hari setiap orang
dengan cahaya iman (Mangunwijaya, 1986:9).
Religiositas dapat dialami dalam hal-hal yang biasa dimana tercermin tidak
hanya dalam kegiatan yang berciri agama saja, tetapi juga terlihat dalam kegiatan
yang tidak berarti agama. Dengan demikian, religiositas merupakan sumber, pangkal
jiwa, dan roh agama. Dalam religiositas itu, agama mendapatkan semangat dan roh
yang sebenarnya. Tanpa religiositas, agama menjadi kering seperti tanah tanpa air,
sepi seperti rumah tanpa penghuni, kaku seperti batang pohon yang sudah mati, dan
dingin seperti badan tanpa jiwa (Mangunhardjana, 2005:47)
b. Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak
Sikap religius pada anak tidak secara otomatis tumbuh begitu saja, namun
diperlukan suatu upaya atau pendidikan serta pendampingan yang akhirnya dalam
diri anak semakin tumbuh sikap religius.
42
1) Bakat Religius Anak Perlu Dipandu
Pertumbuhan anak secara badaniah maupun mental sangat membutuhkan
sentuhan-sentuhan dengan ibunya serta orang-orang sekeliling yang memberi
kepastian yang serba menjamin dan berdialog. Lingkungan dimana anak tinggal dan
hidup akan mempengaruhi watak, perilaku, dan pemekaran diri si anak. Hal ini
tidak hanya meliputi perkembangan pertumbuhan kesehatan, kepandaian, selera
namun terlebih dalam wilayah-wilayah yang lebih halus, kebudayaan, kemampuan
dapat iba hati, suka menolong, mudah memaafkan, dan last not least cita rasa
religius yang takjub cinta serta mencari kehendak Allah (Mangunwijaya, 2005: 46-
47).
2) Manusia Agamawan dan Manusia Religius
Religiositas tidak identik sama dengan agama. Diharapkan bahwa orang
yang beragama adalah orang-orang yang religius juga. Namun kenyataannnya tidak
demikian. Tidak sedikit orang yang secara (sosiologis, politis) beragama, tetapi
sama sekali tidak religius. Resmi beragama, tetapi dalam hidupnya menjadi
koruptor, pemabuk, lintah darat, kekerasan terhadap keluarga, dan lain-lain. Pada
dasarnya religiositas mengatasi, atau lebih dalam dari agama yang tampak formal,
resmi. Oleh karena itu, dalam mendidik anak-anak, harus memperhatikan aspek
keagamaan dan religiositas (Mangunwijaya, 2005:47-50).
c. Pendidikan Religiositas sebagai Komunikasi Iman
Pembelajaran komunikasi iman dalam pendidikan religiositas bertujuan
supaya anak mempunyai sikap religius sebagai berikut:
43
1) Sikap religius yang mengakui kemahabesaran dan kemahakuasaan Tuhan yang
Maha Esa, namun sekaligus percaya kepada rahmat yang telah dianugerahkan
oleh Tuhan yang maha baik kepada manusia berupa modal-modal utama pikiran
dan citarasa, untuk aktif memperkembangkan dirinya dan seluruh alam secara
benar dengan menjaga alam secara bersahabat dalam bersinambung dan
menghoramati harkat martabat semua dan setiap manusia, lewat pemekaran
nilai-nilai moral yang mengangkatnya menjadi manusia yang berbudi luhur.
2) Sikap religius yang dapat melihat suatu tugas mulia yang dinamis dan panggilan
penuh kasih oleh Tuhan dalam kehidupannya serta mengemban anugerah rahmat
kemerdekaan dan otonomi dalam dirinya meski relatip. Kemerdekaan itu
dipergunakan manusia untuk hidup baik dengan tidak merusak alam, namun
justru memelihara dan melestarikannya, baik alam di dalam diri manusia
maupun di luar dirinya, ke arah tingkat dimensi yang jauh lebih tinggi.
3) Sikap religius yang mampu melihat pergumulan manusia dengan dan dalam
segala bentuk selaku sejarah pemekarannya. Sejarah pemekaran dapat berupa
perjalanan pelan-pelan bertahap maupun loncatan ke arah pendewasaan manusia.
4) Sikap religius yang peka akan keluasan antariksa dan galaksi kehidupan yang
tinggi agung, namun tetap peka terhadap panggilan gerak kedalam, pada bagian
yang paling inti. Manusia tertarik dan kagum akan yang agung , namun juga
menghargai yang kecil, yang lemah, yang nampaknya tidak berarti tetapi tetap
mulia selaku bagian-bagian integral dari seluruh kosmos; dan demi tegaknya peri
kehidupan penuh kemanusiaan yang adil dan beradab.
44
5) Sikap religius yang berjiwa merdeka, mandiri serta tahu tanggungjawab. Sikap
yang mempunyai pilihan dan kemauan melibatkan diri dalam segala suka-duka,
keprihatinan, dan pembangunan sejati bangsa mausia.
6) Sikap religius yang bersyukur atas segala bentuk kemajuan materiil dan
pembuahan bakat-bakat dan kemungkinan-kemungkinan manusiawi yang
sekaligus mampu menjaga jarak secara waspada dan arif terhadap kemajuan
lahiriah.
7) Sikap religius yang penuh perhatian dan rela melibatkan diri dalam sikap bela
suka-duka dengan hal ihwal sesama manusia. Disertai juga rasa tanggungjawab
atas bahagia maupun derita sesama manusia, khususnya bagi mereka yang lemah
dan miskin.
8) Sikap religius yang menjunjung tinggi serta gigih memerangi segala bentuk
kemiskinan dan penderitaan, berani berjuamg demi kehidupan dan penghidupan
demi kualitas hidup, namun secara arif dapat menempatkan pengalaman
penderitaan, sakit, segala bentuk kemalangan.
9) Sikap religius yang sangat menghargai kehidupan agamanya sendiri dengan
segala keseriusan dan kesetiaan yang saleh. Sikap ini dibarengi dengan sikap
menghormati keyakinan dan kepercayaan penganut agama lain (Mangunwijaya,
2005:148-151).
45
B. Penelitian Pendampingan Religiositas Anak-anak Jalanan di Rumah
Singgah SEKAR Surabaya.
1. Pendahuluan
Berdasarkan uraian mengenai karya SSpS Provinsi Jawa yang berkaitan
dengan pendampingan kepada anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR
Surabaya pada bab II di atas, penulis ingin mengetahui lebih lanjut pendampingan
yang dilakukan oleh postulan dan suster SSpS berkaitan dengan pendampingan
religiositas.
a. Latar Belakang Penelitian
Seperti penulis uraikan pada bab I bahwa perkembangan dan kemajuan dunia
memiliki dampak yang positif sekaligus negatif. Dampak negatif yang muncul
dengan adanya kesenjangan kehidupan sosial ekonomi dalam masyarakat muncul
fenomena anak jalanan. Permasalahan yang dihadapi anak jalanan semakin
kompleks. Dalam hal ini Kongregasi SSpS Provinsi Jawa mempunyai perhatian
khusus. Sejak formasi awal yaitu postulan, mereka sudah dilibatkan dalam karya
pelayanan ini sebagai salah satu bekal sebagai suster misi. Keterlibatan para suster
SSpS semakin ditantang untuk berjuang dan berpihak pada kehidupan.
Melalui penelitian ini penulis ingin melihat sejauh mana postulan dan suster
SSpS Provinsi Jawa dalam melakukan pendampingan terhadap anak-anak jalanan di
rumah singgah SEKAR Surabaya yang disemangati oleh Kharisma Misioner
Kongregasi. Pendampingan lebih difokuskan pada pendampingan religiositas.
46
b. Permasalahan Penelitian
1) Bagaimana pengalaman postulan dan para suster dalam mendampingi anak-
anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya?
2) Apa kesulitan yang dihadapi dalam mendampingi anak-anak jalanan di rumah
Singgah SEKAR Surabaya?
3) Apa manfaat yang diperoleh postulan dan para suster dalam mendampingi
anak-anak jalanan?
4) Apakah pendampingan religiositas dapat membantu anak jalanan bertumbuh
dan berkembang dalam kualitas hidup di jaman ini?
c. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian:
1) Untuk mengetahui situasi mendampingi anak-anak jalanan oleh para postulan
dan para suster.
2) Untuk mengetahui kesulitan atau hambatan dalam mendampingi anak-anak
jalanan.
3) Untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dalam mendampingi
anak-anak jalanan.
4) Untuk mengetahui apakah pendampingan religiositas bagi anak-anak jalanan
dapat membantu anak jalanan bertumbuh dan berkembang dalam kualitas
hidup di jaman ini.
47
d. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para postulan dan para
suster Kongregasi SSpS untuk meningkatkan dalam pendampingan religiositas bagi
anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya. Di tengah perkembangan
jaman yang berdampak pada merosotnya nilai-nilai kehidupan dan dangkalnya
praktek iman dalam kehidupan seharí-hari, diharapkan dengan pendampingan
religiositas dapat membantu anak-anak jalanan bertumbuh dan berkembang dalam
kualitas hidup.
2. Metodologi Penelitian
Pada bagian ini, penulis akan membahas mengenai metode penelitian yang
meliputi: pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian,
teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian, teknik analisa data, dan
keabsahan data.
a. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis/lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati (Moleong, 1988:3).
48
b. Tempat Penelitian
Penelitian diadakan di postulan Kongregasi SSpS Jl. Kutai no.41 Surabaya
dan Komunitas Provinsialat Kongregasi SSpS Provinsi Jawa Jl. Jambi no. 20
Surabaya. Penelitian dilaksanakan pada awal bulan April 2008.
c. Responden Penelitian
Responden Penelitian adalah postulan dan para suster Kongregasi SSpS
Provinsi Jawa yang berjumlah 12 orang terdiri dari 9 postulan dan 3 orang suster .
d. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti, yang dibantu
dengan pendekatan wawancara, observasi, dan dokumen. Teknik pengumpulan data
yang digunakan penulis adalah wawancara. Wawancara dapat dipandang sebagai
bentuk percakapan dan dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam
lingkungan kebudayaan tertentu (Nasution, 1988:74). Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan penulis dipersiapkan terlebih dahulu dan diarahkan kepada informasi-
informasi untuk topik yang digarap. Kelebihan teknik wawancara sebagai berikut:
Sifatnya yang luwes, ”Rapport” atau hubungan baik dengan orang yang diwawancarai dapat memberikan suasana kerjasama, sehingga memungkinkan diperolehnya info yang benar. Pewawancara dapat menguraikan pertanyaan atau menjelaskan maksud pertanyaan itu sekiranya pertanyaan itu kurang jelas bagi subyek” (Furchan, 1982:248).
Wawancara berstruktur menurut Furchan, bersifat informal dan luwes,
sehingga yang diwawancarai mendapat kebebasan untuk mendeskripsikan
jawabannya dan mengungkapkan pandangannya sesuka hati. Keraf (1979:161), juga
menguraikan keuntungan dari wawancara antara lain:
49
Hasil wawancara secara kualitatif dapat dipertanggungjawabkan dan mempunyai nilai yang tinggi. Semua kesalahpahaman dapat dihindari, pertanyaan-pertanyaan yang disipakan dapat dijawab oleh informan dengan penjelasan-pebjelasan tambahan dan setiap pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut dalam wawancara. Kelemahan wawancara adalah data atau informasi yang dikumpulkan sangat terbatas dan bila dilakukan dalam suatu wilayah yang luas dan akan memakan biaya dan waktu yang banyak.
e. Teknik Analisa Data
Selama pengumpulan data dilakukan reduksi data atau pengelompokan data
yaitu menemukan arti dari data dengan menarik hubungan-hubungan sesuai dengan
permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini. Selanjutnya ditarik
kesimpulan dan verifikasi (Nasution, 1988:129). Analisis data merupakan upaya
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil wawancara, untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti.
f. Keabsahan Data
Keabsahan data diusahakan dengan validitas (cross check), atau obyektifitas
yaitu mengusahakan agar data yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh pihak lain.
Adapun reliabilitas data dilakukan dengan mengadakan member check, yaitu
memberikan laporan tertulis mengenai wawancara yang telah penulis lakukan.
Tujuan member check adalah agar informasi yang diperoleh dan digunakan dalam
penulisan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan.
3. Laporan Hasil Penelitian.
Dalam penelitian ini penulis mewawancarai 12 responden, pada tanggal 12
April 2008, jam 06.45-08.00 WIB. Proses wawancara adalah 9 responden yaitu
50
postulan dikumpulkan secara bersama-sama dalam satu ruangan terbuka. Mereka
diberi pertanyaan dan masing-masing responden diberi kesempatan untuk menjawab
secara bergantian. Tiga responden yang lain, wawancara dilaksanakan secara
priabadi. Data yang penulis dapatkan akan diuraikan sesuai daftar pertanyaan seperti
tertulis di bawah ini.
a. Pengalaman dalam mendampingi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR
Surabaya.
Bagaimana pengalaman postulan dan para suster selama ini dalam
mendampingi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya?
R1 :”... merupakan suatu pengalamam dalam menjalin relasi dengan anak-
anak jalanan, berada dan bersama mereka sebagai saudara dan saudari.
Selain itu merupakan pengalaman kehadiran untuk sharing hidup dan
mendengarkan mereka”.
R2 :”... gembira karena dapat hadir dan bersama mereka untuk mendampingi
dengan mendengarkan sharing mereka, juga dapat berbagi bakat dan
kemampuan. Dalam kebersamaan sangat nampak adanya keterbukaan,
kejujuran, kegembiraan, persaudaran. Saya senang karena dalam
pendampingan ini bukan berangkat dari nol karena sebagian dari mereka
sudah memiliki sense of belonging dalam hidup bersama dengan anak
yang lain”.
R3 :”... sangat menyenangkan karena bisa mengenal cara hidup mereka dan
dapat saling berbagi pengalaman hidup”.
51
R4 :”...senang karena memperoleh pengalaman untuk lebih dapat
menghargai hal-hal kecil, menghargai teman dan berbagi bakat dan
kemampuan”.
R5 :”...selain pengalaman memasak setiap hari Minggu bersama mereka,
saya banyak belajar tentang realitas hidup, solidaritas diantara mereka,
bersyukur atas segala yang telah diterima, serta perjuangan mereka untuk
dapat menyelesaikan sekolah. Keterbukan menerima siapa saja tanpa
membeda-bedakan membuat setiap orang yang datang merasa diterima
dan dihargai serta dicintai”.
R6 :”...Pengalaman sangat menyenangkan karena dipercayai mendampingi
anak-anak jalanan dalam kasih persaudaraan. Disanalah saya menemukan
makna bahwa mereka sangat berharga”.
R7 :”...sangat menyenangkan karena mereka cukup terbuka dalam menerima
para pendamping. Mereka dapat bergaul dengan kami dan cukup akrab.
Mereka dalam setiap kegiatan cukup terlibat aktif dan dengan rela dapat
membantu satu sama lain”.
R8 :”...dalam mendampingi anak-anak jalanan ada kegembiraan dan
kebahagiaan tersendiri. Walau ini adalah pengalaman pertama namun
tidak mengalami banyak kesulitan untuk berelasi dengan mereka. Yang
penting dari diri sendiri untuk bersikap sabar, mendengarkan, menerima
dengan tulus, bersahabat dan dapat mengerti mereka. Dengan
pengalaman ini saya semakin dapat merasakan kasih persaudaraan
diantara kami”.
52
R9 :”...pengalaman bisa menjalin relasi dengan mereka sungguh
menyenangkan, karena saya bisa belajar dari mereka untuk dapat melihat
realitas hidup. Pengalaman memasak bersama mereka, bermain dan
sharing dengan mereka menjadikan bahwa mereka sudah seperti bagian
dari keluarga komunitas kami”.
R10 :”...senang, saya banyak belajar dari mereka. Anak-anak jalanan berasal
dari bermacam-macam daerah, tetapi disana mereka ada kegembiraan,
kebersamaan dan persaudaraan. Dalam hidup bersama mereka tidak
dibeda-bedakan antara anak kecil dengan mereka yang sudah dewasa
(bekerja). Mereka jujur, kalau cukup mereka mengatakan cukup. Saya
senang mendampingi mereka, dalam hidup seperti itu mereka masih
dapat tertawa dan terbuka untuk cerita dan saling membantu dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka semua diusahakan untuk dapat
sekolah supaya nantinya mempunyai masa depan yang lebih baik”.
R11 :”...senang dapat mendampingi mereka. Mereka begitu gembira bersama
kami dan dapat bekerjasama mulai usia anak-anak sampai mereka yang
sudah dewasa. Mereka juga terbuka menceritakan perasaan-perasaannya
dan pengalaman serta kesulitan mereka dalam hidup sehari-hari”.
R12 :”...awalnya memang agak canggung karena persepsi saya tentang anak
jalanan pasti ugal-ugalan tetapi realitasnya berbeda. Anak-anak ternyata
begitu sopan, bersahabat, ramah dan sederhana. Mereka cukup terlibat
dalam setiap kegiatan yang diadakan. Sungguh, pengalaman bersama
mereka saya menemukan kasih persaudaraan”.
53
Pengalaman 12 responden pada umumnya mereka sungguh senang dan
dapat belajar dari realitas hidup yang anak-anak jalanan hadapi saat ini.
b. Kesulitan dan manfaat yang diperoleh dalam mendampingi anak-anak jalanan di
rumah singgah SEKAR Surabaya.
Apa kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam mendampingi anak-anak
jalanan?
R1 :”... hanya menyediakan pada hari Minggu, hal ini kadang bersamaan
dengan kegiatan di komunitas. Kadang hanya sibuk memasak dengan
mereka sehingga untuk mengenal mereka secara pribadi dengan
mendalam terabaikan”.
R2 :”... berbenturan dengan kegiatan di komunitas dan kadang mengalami
kesulitan untuk menemukan solusi”.
R3 :”... dalam memberi pengertian kepada mereka untuk dapat meningkatkan
hidup lebih baik, misalnya untuk tidak sering jajan, main Play station,
dan rajin untuk menabung, karena seringkali mereka hanya
menghabiskan waktu bermain saja dan kurang mampu untuk diajak
berpikir tentang hari masa depan mereka”.
R4 :”...untuk dapat berkomunikasi dengan baik dengan mereka sehingga
mereka tidak merasa minder atau takut. Menyesuaikan waktu dengan
mereka yang memiliki dinamika hidup bebas tidak banyak peraturan”.
R5 :”...tidak banyak mengalami kesulitan, karena kegiatan ini sudah lama
dilakukan oleh para postulan dan suster terdahulu, kalaupun ada hanya
soal teknis saja”.
54
R6 :”...kadang-kadang ada anak yang nakal dan agak sulit untuk diajak
bicara dan diberi pengertian, tetapi pada akhirnya mereka dapat berelasi
baik dengan kami. Memberikan perhatian kepada mereka secara merata
dan mengenal lebih mendalam dari masing-masing-pribadi”.
R7 :”...dalam mencari topik pembicaraan yang pas dengan mereka. Saya
pernah mencoba bertanya tentang pekerjaan mereka, tetapi karena cara
bertanya atau bahasa yang digunakan mungkin kurang pas, saya merasa
seperti sedang mengintrograsi mereka, sehingga mereka hanya menjawab
seperlunya saja.
R8 :”...terutama ketika mereka agak tertutup. Kadang menjawab hanya satu
kata jika menanyakan tentang sekolahnya atau hal yang lain, jadi saya
merasa seperti wartawan, tidak adanya komunikasi yang bebas dan
bahasa Jawa saya masih kurang sehingga tidak terlalu nyambung”.
R9 :”...terkadang anak-anak yang ikut kegiatan beberapa tidak tetap atau
ganti-ganti. Memberi pengertian kepada mereka pada hal-hal tertentu”.
R10 :”....untuk anak-anak kecil jika menu masakan menurut mereka baru
kadang-kadang tidak mau makan dan kadang-kadang diantara mereka
ada yang agak keras kepala. Dalam situasi ini kadang saya mengalami
kesulitan untuk menjelaskan kepada mereka”.
R11 :”...tidak mengalami kesulitan karena sudah belajar dari para
pendamping yang sudah lebih dulu mendampingi mereka.
R12 :”...ketika ada diantara mereka yang kurang peka untuk membantu
sesama yang mengalami kesulitan namun setelah diberitahu mereka akan
55
senang hati untuk membantu. Bila mereka tidak bisa terbuka untuk
berbicara tentang hidupnya karena malu dan menutup diri”.
Sebagai Abdi Roh Kudus, apa manfaat yang diperoleh dalam mendampingi
anak-anak jalanan?
R1 :”... latihan menjalin relasi dan melayani dengan tulus, belajar
bertanggung jawab dan berorganisasi, belajar percaya diri dan latihan
komunikasi sebagai misionaris, dan live in untuk tinggal dan hidup dalam
dunia bersama orang lain”.
R2 :”... dapat membantu saya untuk setia, hidup apa adanya, sederhana.
Dapat mengajak saya untuk melihat motivasi panggilan hidup saya,
berani keluar dari diri, membuat pilihan dan menghadapi resiko.
Berjuang demi dan untuk hidup dan saling menghidupkan, kreatif dalam
segala hal. Memiliki rasa dan kepedulian untuk berpihak pada sesama
yang kecil dan miskin”.
R3 :”...belajar memahami dan mengerti pola hidup mereka, berempati dan
solider terhadap keprihatinan dan kesulitan yang mereka hadapi. Mampu
menyalurkan cinta kepada mereka lewat perhatian, pendampingan dan
suasana persaudaraan”.
R4 :”...mampu melihat realitas hidup masyarakat yang hidup dalam
kemiskinan. Hal ini dapat menyemangati saya untuk nantinya hidup di
daerah misi dengan segala tantangannya”.
R5 :”...menyadari akan realitas hidup, belajar dari mereka untuk berani
berkata cukup. Belajar dari mereka bahwa dari kekurangan mereka
56
mampu berjuang utnuk menyelesaikan sekolah atau mencapai masa
depan. Kebersamaan dan sikap gotong royong diantara mereka serta
pembelajaran untuk hidup berkomunitas dengan menerima kelebihan dan
kekurangan orang lain dan lebih mensyukuri hidup”.
R6 :”…dapat belajar dari kehidupan mereka khususnya dalam menghadapi
kesulitan hidup tetapi mereka tidak mengalami keputusasaan. Dari
semangat mereka membuat saya semakin merasa berharga sebagai citra
Allah, dimana mengingatkan saya ketika mengalami sebagai anak
jalanan berjuang untuk dapat hidup. Menumbuhkan sikap pelayanan
yang tulus dan persaudaraan yang erat”.
R7 :”…Saya belajar menghargai dan menghormati anak-anak jalanan. Saya
belajar melayani mereka dan memahami kesulitan mereka dalam mencari
nafkah atau menghindari pergaulan yang negatif di jalanan, serta
keuletan mereka untuk tetap menyelesaikan pendidikan”.
R8 :”…saya belajar untuk dapat melayani dengan ketulusan hati agar dapat
membahagiakan mereka khususnya dalam bermain, bercerita, memasak
dan mendengarkan. Menambah relasi saya dengan mereka, relasi yang
baik sebagai sahabat dan saudara”.
R9 :”…saya belajar untuk melayani dengan tulus, belajar bagaimana
bertahan dalam situasi dan kondisi yang tidak selalu nyaman. Kehidupan
mereka cermin kesulitan sesama saya saat ini, hal ini bisa saya gunakan
sebagai inspirasi doa-doa setiap hari. Kerjasama yang baik dengan
mereka”.
57
R10 :”…belajar untuk dapat mencintai semua orang, kejujuran. Dapat
menyesuaikan diri dengan orang yang berbeda-beda. Dari mereka saya
belajar untuk dapat mengatakan cukup. Ada keterbukaan untuk
bercerita, bercanda dan tertawa dalam situasi hidup yang sangat
terbatas”.
R11 :”…belajar untuk terbuka kepada setiap orang. Awal pembelajaran
yang baik bagi saya sebagai calon misionaris, agar dapat menjalin relasi
yang baik. Saya dapat mengenal banyak orang yang mempunyai latar
belakang dan budaya yang berbeda untuk saya perbaiki dalam
kekurangan saya selama ini”.
R12 :”…pelayanan yang tulus, kesaksian bahwa mereka masíh ada yang
mencintai, persaudaraan dan kerjasama”.
Dari apa yang sudah diungkapkan oleh 12 responden mereka dapat
mengambil manfaat bahwa pendampingan terhadap anak-anak jalananan ádalah satu
proses pembelajaran untuk dapat melayani dengan lebih tulus, dan penuh
kegembiraan.
c. Pendampingan Religiositas
Apakah pendampingan religiositas dapat membantu anak jalanan bertumbuh
dan berkembang dalam kualitas hidup di jaman ini?
R1 :”...Ya, karena dalam pendampingan religiositas ini anak diarahkan pada
pemaknaan tentang nilai-nilai hidup antara lain: hidup bersama,
bersyukur, kejujuran, kesetiaan, bertanggung jawab dan kreatifitas dalam
hidup”.
58
R2 :”...Ya, karena mereka diajak untuk lebih dapat menghayati hidup agama
mereka dengan realitas hidupnya, misalnya: untuk saling memaafkan,
persaudaraan, tidak membeda-bedakan, menghargai satu sama lain”.
R3 :”...Ya, karena perlahan-lahan mereka bisa menerapkan nilai-nilai hidup
yang baik dalam keseharian hidup mereka, berkembang menjadi pribadi
yang tangguh dan tahan banting”.
R4 :”...Ya, karena hidup mereka tidak hanya ngamen saja yang kadang
mereka saat ngamen tidak diberi uang langsung mencoret atau melukai
body mobil, namun dengan pendampingan religiositas mereka lebih
dapat bersabar, berlatih untuk menggunakan barang-barang dengan baik
dan bertanggung jawab, belajar untuk rasa saling memiliki dan lebih
menghargai sesama”.
R5 :”... Ya, karena disini lebih ditekankan nilai-nilai seperti solidaritas,
kejujuran, cinta kasih, kerelaan berbagi, sense of belonging”.
R6 :”…Ya, karena perkembangan mereka makin lama dapat membuat
mereka Jujur, bertanggung jawab, sehingga mereka mempunyai
persaudaraan yang kuat terutama pada anak-anak jalanan yang perlu
dukungan untuk membawa mereka kembali jangan sampai terbawa
arus”.
R7 :”…Ya, karena dapat memberi keseimbangan atas pengaruh-pengaruh
negatif hidup di jalanan, sehingga mereka mempunyai hal-hal positif
yang diharapakan dapat mempengaruhi mereka dalam meningkatkan
kualitas hidup”.
59
R8 :”…Ya, sebab disaat kita mendampingi, saat itu ada nilai-nilai yang kita
tampilkan pada mereka lewat sikap, tutur kata, cara mendampingi.
Sehingga dari situ mereka akhirnya dapat meniru atau mengambil nilai
tersebut untuk menjadi miliknya”.
R9 :”…Ya, dengan pendampingan religiositas mereka diharapkan sadar
dengan hidup pas-pasan tetapi mereka tetap tenang dan pasrah pada
penyelenggaraan Tuhan. Dengan pendampingan itu mereka akan
semakin mengembangkan nilai-nilai positif yang mereka miliki ( jujur,
sederhana dan kerjasama )”.
R10 :”…Ya, dengan pendampingan ini mereka diajarkan untuk bersikap
jujur, memaafkan. Mereka dapat belajar untuk saling membantu,
melengkapi dan dalam hidup seharí-hari mereka juga diajarkan untuk
memelihara persaudaraan dengan cinta kasih”.
R11 :”…Ya, dengan kepercayaan atau agama mereka dapat semakin
mengembangkan hidup mereka, ada toleransi diantara mereka”.
R12 :”…Ya, kadangkala mereka merasa terabaikan, merasa sendiri,
terpuruk dalam kesulitan. Dengan pendampingan religiositas justru akan
menyemangati mereka karena mereka merasa dimanusiakan dan
dicintai”.
Jawaban 12 responden semuanya menyatakan bahwa pendampingan
religiositas masih sangat relevan demi kualitas hidup mereka karena disinilah secara
konkret anak-anak jalanan di arahkan untuk menghayati nilai-nilai hidup secara
konkret yang sebenarnya sudah diajarkan dalam agama-agama mereka.
60
4. Pembahasan Penelitian
a. Pengalaman mendampingi anak-anak di rumah singgah SEKAR Surabaya.
Bedasarkan hasil penelitian pada tanggal 12 April 2008 tersebut, diketahui
bahwa pengalaman mereka dalam mendampingan anak-anak jalanan cukup
menyenangkan dan dapat banyak belajar dari hidup mereka. Walau beberapa dari
mereka awalnya masih agak canggung dalam mendampingi anak-anak jalanan
namun dengan berjalannnya waktu dapat saling menyesuaikan diri. Mereka juga
melihat bahwa sudah banyak dari anak-anak jalanan yang mandiri artinya mereka
sudah menyelesaikan sekolahnya dan sudah bekerja. Pengalaman bersama anak
jalanan tidak sekedar hadir bersama mereka lalu mengajak mereka memasak dan
ketrampilan lain namun lebih menekankan bagaimana anak-anak nantinya dapat
semakin mampu memaknai hidup mereka dan orang lain dengan menanamkan
kepada mereka nilai-nilai hidup serta rasa syukur kepada Tuhan.
b. Kesulitan dan manfaat yang diperoleh dalam mendampingi anak-anak jalanan di
rumah singgah SEKAR Surabaya.
Para postulan dan para suster yang terlibat dalam karya kerasulan dalam
mendampingi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya, juga
mengalami kesulitan dan menemukan manfaat khususnya sebagai Abdi Roh Kudus.
Kesulitan yang dialami, misalnya: bagaimana berkomunikasi dengan mereka,
menyesuaikan jadwal dengan mereka yang kadang bersamaan dengan jadual
kegiatan di komunitas, menyampaikan hal-hal yang berkaitan demi perkembangna
hidup mereka yang kadang mereka kurang dapat menangkap dan masa bodoh, dan
sikap tertutup dari mereka.
61
Sedangkan manfaat yang diperoleh antara lain; dapat belajar dari realitas
hidup, lebih dapat berempati dan solider dengan orang-orang miskin, suatu
pengalaman sebagai bekal dan penyemangat jika diutus ke daerah-daerah misi yang
banyak tantangan serta perjuangannnya.
c. Pendampingan Religiositas
Religiositas menunjuk pada kedalaman pribadi manusia dalam hubungannya
dengan yang Ilahi dan memuat kepercayaan, keterkaguman, hormat penyerahan diri,
kasih sayang, serta tidak berbicara akan hukum dan peraturan yang ada, melainkan
berbicara tentang keiklasan, kesukarelaan, kepasrahan kepada Tuhan
(Mangunwijaya, 1986:6).
Dari penelitian yang telah penulis laksanakan pada tanggal 12 April 2008,
para suster dan postulan yang terlibat langsung dalam pendampingan menyatakan
bahwa pendampingan religiositas di jaman ini sangat perlu dan relevan.
Pendampingan religiositas bagi anak-anak jalanan akan lebih dapat membantu
mereka dalam menghayati agamanya dalam hidup sehari-hari.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis menyimpulkan bahwa
pengalaman dalam mendampingi anak–anak jalanan dapat menghantar para suster
dan postulan untuk semakin terbuka akan realitas hidup. Walau dalam kenyataannya
banyak juga mengalami kesulitan demi kesulitan, namun hal ini tidak menjadi suatu
penghalang bagi mereka untuk tetap dapat melayani dalam bentuk pendampingan
kepada mereka. Dengan pengalaman ini para suster dan postulan banyak belajar
62
khususnya sebagai Abdi Roh Kudus. Roh Kudus yang senantiasa menyala dan
membakar hati mereka untuk selalu peka dan solider terhadap kaum miskin
khususnya mereka anak-anak terlantar anak jalanan. Dengan pengalaman ini juga
menyadarkan para suster dan postulan untuk melihat motivasi panggilan mereka
untuk ikut ambil bagian dalam karya Yesus dengan memberi perhatian kepada
mereka yang lemah dan tersingkirkan.
Pendampingan yang dilakukan oleh para suster dan postulan tidak hanya
sekedar mendampingi mereka begitu saja. Namun pendampingan disini lebih pada
pendampingan religiositas yang mana ditekankan untuk dapat menghayati hidup
agama mereka dengan nilai-nilai hidup secara konkret. Dengan demikian agama
tidak hanya sekedar sebagai slogan bahwa mereka beragama namun lebih nyata
bagaimana agama itu dapat diterapkan dalam hidup sehari-hari. Maka pada jaman
ini pendampingan semacam ini sangat perlu agar anak-anak jalanan semakin mampu
menemukan dan menjadikan hidup mereka semakin berkualitas dan berharga.
63
BAB IV
EVALUASI KRITIS
TERHADAP PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK
JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA
Pendampingan Religiositas terhadap anak jalanan di rumah singgah SEKAR
Surabaya oleh para postulan dan suster Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus membawa
dampak yang cukup berarti. Dengan semangat yang diwariskan oleh para generasi
pendiri dan perutusan Yesus sendiri untuk dapat mewartakan Kabar Gembira
Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia, kenyataannya sampai saat ini pendampingan
dapat dilaksanakan dengan baik. Tentunya hal ini atas penyelenggaraan Allah dan
kerjasama dari berbagai pihak. Dari kenyataan yang ada pada bab IV ini akan
diuraikan evaluasi kritis atas semua yang sudah dilaksanakan selama ini. Bab IV ini
akan diuraikan menjadi tiga bagian yang pertama, dalam pelaksanaan selama ini hal-
hal apa saja yang sudah baik dan hal-hal apa yang dilihat dan dirasa masih kurang
dan perlu di tingkatkan kembali. Kedua dampak dari pendampingan itu sendiri yang
akan diuraikan menjadi dua bagian yaitu pendampingan sebagai proses
pembelajaran, model pendampingan yang terjadi, dan yang ketiga adalah pelayanan
pendampingan Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus terhadap anak jalanan.
64
B. Evaluasi Kritis
1. Hal-hal Yang Sudah Baik
Sejauh ini dari data dan informasi yang diperoleh, bahwa dalam
pendampingan kepada anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya oleh
para postulan dan para suster SSpS Provinsi Jawa adalah: pendampingan rutin dapat
dilaksanakan, pendampingan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka secara
material tetapi lebih pada pembentukan pribadi mereka agar matang secara jasmani
dan rohani, pendampingan terhadap anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR
Surabaya tidak hanya bersifat satu arah artinya bahwa dalam pendampingan
melibatkan secara penuh antara pendamping dengan mereka yang di dampingi.
Dengan demikian akan dapat saling memperkembangkan satu sama lain. Dengan
melibatkan peserta yang didampingi secara aktif akan semakin dapat
memberdayakan mereka sehingga mereka akan semakin mandiri.
Pendampingan di rumah singgah SEKAR Surabaya sudah terkoordinasi.
Bentuk kepemimpinan tidak memiliki struktur kepemimpinan terpusat namun lebih
pada bentuk kepemimpinan bersama. Aktivitas yang dilaksanakan bervariasi ,mulai
dari diskusi Film, sharing analisa masalah, latihan musik, belajar bahasa Inggris,
komputer, pengembangan mental dan kepribadian, rekreasi sekaligus untuk semakin
memperkenalkan mereka akan alam dan lingkungan hidup, ada saat-saat santai
dengan bermain bersama, perbaikan gizi dan ketrampilan-ketrampilan yang lain
demi perkembangan hidup mereka. Pendampingan kepada anak-anak jalanan tidak
hanya terpusat di satu tempat namun dimungkinkan pula pendampingan dilakukan
di tempat-tempat anak-anak biasa mangkal. Kerjasama antara pendamping dan
mereka yang didampingi sudah terjalin dengan baik.
65
Kemandirian anak-anak yang didampingi sudah di tanamkan sejak awal,
sehingga hal ini dapat mempermudah bagi mereka. Dengan kemandirian mereka
dapat melatih rasa tanggung jawab yang harus dimiliki. Hal ini terbukti misalnya
ketika para postulan dan suster hadir bersama mereka, mereka cukup peka sehingga
tanpa harus disuruh mereka dengan cepat dapat saling membantu, mempersiapkan
tempat, membantu sejauh mereka mampu, membereskan tempat apabila pertemuan
sudah selesai. Yang menarik disini adalah mereka masing-masing membuat
peraturan untuk dirinya sendiri dengan melihat kepentingan bersama. Dengan
membuat aturan bagi dirinya sendiri membuat mereka melatih bertanggung jawab
dan mendidik mereka sendiri untuk disiplin tanpa harus diperintah atau disuruh. Jika
mereka melanggar aturan mereka sendiri maka mereka juga akan memberi sanksi
kepada diri mereka sendiri.
Sebagian besar dari mereka sudah memiliki sense of belonging misalnya
ketika satu anak tidak hadir dalam acara bersama maka mereka akan mencari sampai
mendapatkan informasi yang jelas. Kebersamaan dan persaudaraan sangat dirasakan
dari para pendamping juga mereka yang di dampingi. Sampai saat ini anak-anak
jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya sangat terbuka dengan adanya
perbedaan, baik pendidikan, latar belakang keluarga maupun agama. Hal ini nyata
ketika perayaan Natal dan Paskah mereka diundang oleh para suster dan mereka
datang. Kesempatan-kesempatan semacam itu mereka manfaatkan untuk
mengembangkan kreatifitas mereka, misalnya dengan menyanyi, bermain musik,
drama dan puisi. Dalam keberbedaan mereka dapat menemukan mutiara-mutiara
kehidupan, sehingga dapat saling melengkapi dan memberdayakan satu sama lain.
66
Pendampingan yang teratur dan adanya keterbukaan dari mereka yang
didampingi tidak hanya berdampak positip bagi kehidupan secara sosial atau
psikologis. Dalam pendidikan di sekolah mereka juga tidak kalah dengan anak
kebanyakan. Hal ini terbukti beberapa dari mereka bisa meraih prestasi yang baik,
dan dapat menyelesaikan sekolah mereka tepat pada waktunya. Setelah
menyelesaikan studi rata-rata tingkat SLTA mereka mencari pekerjaan yang layak.
Bermacam-macam jenis pekerjaan dan tempat mereka bekerja. Dengan demikian
mereka sudah bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari bahkan yang
masih mempunyai orang tua dapat membantu kebutuhan mereka.
2. Hal-hal yang masih kurang dan perlu untuk ditingkatkan
Untuk saat ini, ada beberapa dari anak-anak di rumah singgah SEKAR
Surabaya yang sudah tidak melanjutkan sekolah mereka pada tingkat yang lebih
tinggi, maka mereka biasanya sudah bekerja. Mereka bekerja di berbagai bidang, hal
ini sedikit menimbulkan kesulitan bagi proses pendampingan. Jadwal kegiatan
mereka tidak sama dan juga kegiatan mereka beragam maka untuk berkumpul tepat
waktu yang sudah ditentukan agak sulit. Walaupun beberapa dari mereka datang
tidak tepat waktu, namun pada akhirnya kebersamaan itu tetap terjalin. Kendalanya
bahwa kalau datang terlambat mereka akan kehilangan proses awal pendampingan
tersebut.
Dari pihak para pendamping sendiri yaitu para suster sedikit mengalami
kesulitan dengan jadual kegiatan pendampingan karena sering bersamaan dengan
jadual kegiatan komunitas. Maka dalam hal ini sangat perlu untuk
mengkomunikasikan kepada kedua belah pihak sehingga dapat menemukan solusi
67
yang bijaksana, tidak saling merugikan. Dalam pendampingan ini perlu ditingkatkan
kembali sikap setia dalam mendengarkan bagi para pendamping. Upaya untuk dapat
menciptakan suasana yang nyaman bagi mereka yang di dampingi sehingga dapat
membantu mereka untuk terbuka dan merasa nyaman dalam berbagi pengalaman
baik yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan. Dalam
pendampingan yang masih kurang adalah bagaimana cara berkomunikasi baik
dengan mereka, artinya bahwa komunikasi itu dapat membantu mereka ke arah yang
lebih baik bukan menjadikan mereka semakin takut dan tertutup. Juga bagaimana
mengkomunikasikan apa yang menjadi ide dan keprihatinan para pendamping untuk
dapat disampaikan dan dimengerti oleh mereka. Dengan demikian ada harapan
bahwa mereka mengalami suatu perubahan kearah yang lebih baik.
Perkembangan jaman yang semakin maju membawa dampak begitu banyak
bagi kehidupan manusia. Maka sangat dibutuhkan bentuk atau model pendampingan
yang cukup relevan bagi anak-anak jalanan khususnya di rumah singgah SEKAR
Surabaya. Pendampingan yang sungguh-sungguh akan semakin membentuk pribadi
mereka matang secara jasmani maupun rohani. Ditengah budaya kematian yang
sedang merajalela di muka bumi ini, bagaimana para pendamping dapat menemukan
satu bentuk pendampingan yang mengajak mereka untuk Committed to life.
Keberpihakan terhadap kehidupan dapat mereka wujudkan dalam saling menghargai
satu sama lain, menghormati keberbedaan, mencintai dan memelihara alam ciptaan
dan lain sebagainya.
Untuk itu demi meningkatkan kualitas pendampingan maka perlu untuk
menggali kembali semangat pendiri kongregasi SSpS secara khusus kharisma
misioner.
68
C. Dampak Pendampingan
1. Pendampingan sebagai proses pembelajaran
Dari hasil wawancara dengan responden dapat diambil kesimpulan bahwa
pendampingan selama ini kepada anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR
Surabaya adalah bentuk pendampingan sebagai proses pembelajaran. Artinya bahwa
pendampingan ini tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak yang didampingi namun
juga banyak memberikan manfaat kepada para postulan dan suster yang
mendampingi. Para postulan dan suster banyak belajar selama proses
pendampingan dalam realitas hidup anak jalanan. Beberapa hal yang dapat dipelajari
dari pendampingan anak-anak jalanan adalah mereka dapat belajar dalam
bertanggung jawab, berorganisasi, percaya diri, relasi dan pelayanan yang tulus,
komunikasi, memupuk kesetian, semakin memurnikan hidup panggilan,
kesederhanaan hidup, terbuka akan realitas hidup sehingga semakin memupuk rasa
empati kepada orang-orang miskin dan menderita.
Pengalaman bersama anak-anak jalanan membuat para postulan dan para
suster belajar untuk senantiasa berjuang dalam segala tantangan hidup khususnya
sebagai calon dan Misionaris Abdi Roh Kudus. Pengalaman bersama anak-anak
jalanan mengajak para postulan dan para suster Misi Abdi Roh Kudus untuk tidak
hidup dalam kemapanan. Pendampingan terhadap anak-anak jalanan di rumah
singgah SEKAR Surabaya merupakan suatu kekuatan formatif bagi postulan dan
para suster Misi Abdi Roh Kudus.
Dalam Kitab Suci Yesuspun menyatakan dirinya solider dengan kaum
miskin dan yang disingkirkan dari masyarakat. Hal ini sangat jelas bahwa di jaman
ini anak jalanan adalah salah satu kelompok miskin yang dimaksudkan dalam Kitab
69
suci. Yesus menghendaki kita agar mampu membagi hidup dengan orang-orang
miskin. Anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya sudah menunjukan hal
ini. Dengan demikian ini menjadi bahan refleksi tersendiri bagi para postulan dan
suster SSpS khususnya Provinsi Jawa yang terlibat dalam pendampingan anak-anak
jalanan yang menamakan diri pengikut Yesus.
2. Model Pendampingan yang terjadi
Model pendampingan yang terjadi dalam mendampingi anak-anak jalanan di
rumah singgah SEKAR Surabaya, bukanlah model pendampingan satu arah atau
dari pendamping saja. Namun yang terjadi justru pendampingan dua arah. Dalam
pendampingan tersebut terjadi dialog antara pendamping dan mereka yang di
dampingi, ada keterlibatan aktif dari keduanya. Pendamping maupun mereka yang
didampingi sama-sama dapat saling belajar satu sama lain. Model pendampingan
semacam ini tentu tidak mudah karena dalam realitasnya masih ada beberapa
kesulitan yang dihadapi, terutama jika sebuah komunikasi menjadi macet maka akan
sulit bagi semuanya. Komunikasi macet bisa terjadi karena yang didampingi masih
belum nyaman dengan pendamping atau masih malu-malu dan takut. Sedangkan
bagi pendamping bisa terjadi karena belum begitu mengenal mereka yang
didampingi dengan seluruh latar belakang hidupnya.
Model pendampingan semacam itu mempunyai kedudukan sederajat yang
masing-masing pribadi diharapkan dapat berperan aktif dan menentukan proses
pendampingan. Dalam pendampingan itu tidak lagi bergaya seperti guru dam murid
tetapi bersifat sebagi sahabat dan teman berdialog yang saling membantu dan
meneguhkan.
70
Pendampingan yang terjadi dapat semakin membantu anak-anak jalanan
untuk mandiri, tidak hanya duduk diam mendengarkan namun dapat terlibat aktif.
Pendampingan ini menjadikan mereka lebih kreatif dengan bakat-bakat dan
ketrampilan yang mereka miliki. Karena dalam pendampingan ini mereka diberi
peluang atau kesempatan untuk mengembangkannya baik dalam komunitas mereka
sendiri sesama anak-anak jalanan juga dalam komunitas para suster.
Sebagai orang miskin bahkan bisa dikatakan mereka adalah kelompok
tertindas dan sebagai manusia yang terbelah dan tidak otentik, dapat berperan serta
membangun sistem pendidikan bagi kebebasan mereka. Hanya jika mereka dapat
menemukan diri mereka sendiri telah menjadi pelayan-pelayan bagi mereka yang
telah banyak berbuat tidak adil bagi mereka atau kaum penindas. Dengan demikian
diharapkan mereka dapat menyumbangkan sesuatu bagi terciptanya pendidikan yang
membebaskan. Pendidikan kaum tertindas adalah sebuah perangkat agar mereka
mengetahui bahwa mereka dan penindas adalah pengejawantahan dari dehumanisasi
(Paulo Freire, 1985;18-19).
D. Pelayanan Pendampingan Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus Terhadap
Anak Jalanan.
Sebagai Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus dan Komunitas Provinsi Jawa,
semua mendapat perutusan untuk dapat berpatipasi dalam mengupayakan kehadiran
belas kasih Allah di tengah-tengah dunia jaman ini. Berbagai bentuk pelayanan
diupayakan akan sungguh-sungguh belas kasih Allah dapat terwujud. Pelayanan
kepada kaum miskin menjadi prioritas pelayanan di jaman ini.
71
Seperti sudah di jelaskan dalam Resolusi Rekomendasi Kapitel Provinsi
Jawa ke XVIII tahun 2007 untuk semakin tanggap akan kebutuhan Gereja lokal dan
situasi setempat. Salah satunya adalah pendampingan terhadap anak-anak jalanan.
Pendampingan terhadap anak-anak jalanan yang saat ini sedang dilaksanakan sudah
sesuai dengan cita-cita Kongregasi maupun Provinsi. Namun masih harus di
tingkatkan kembali pelayanan tersebut. Terutama bagaimana Kongregasi dapat
menggugah hati setiap suster untuk dapat ikut ambil bagian dalam karya pelayanan
ini. Realitanya tenaga masih sangat sedikit dan perlu terus-menerus dikobarkan api
semangat pelayanan terhadap kaum miskin dan menderita. Agar pelayanan
pendampingan terhadap anak jalanan tidak mandul namun semakin berbuah limpah,
perlu para Abdi Roh Kudus senantiasa menggali semangat atau Kharisma
Kongregasi yang sudah diwariskan oleh para generasi pendiri.
Panggilan misioner Abdi Roh Kudus berakar dalam iman kepada Allah
Tritunggal Mahakudus yang hidup dalam hati mereka. Sebagai pribadi maupun
sebagai persekutuan, hendaklah para Abdi Roh Kudus dapat memuliakan Allah
Tritunggal dengan melaksanakan tugas apapun, agar Dia dikenal dicintai serta
dimuliakan oleh segala bangsa (Prolog Konstitusi).
Dalam mewujudkan perutusan, sebagai Abdi Roh Kudus hidup dalam
harapan bahwa Roh Kudus sudah memulai karya keselamatan akan
menyelesaikannya. Kekuatan para Abdi Roh Kudus terletak dalam Roh Kudus
bukan pada usaha mereka sendiri. Keyakinan tersebut menyanggupkan mereka
dalam meneruskan perutusan, meski di tengah pencobaan, kesulitan, kekecewaan
dan dengan demikian melengkapi apa yang masih kurang pada penderitaan Kristus
72
bagi tubuh-Nya yaitu Gereja (Kol 1:24). Melalui pengharapan itu sebagai Abdi Roh
Kudus ambil bagian dalam kegembiraan Kerajaan Allah (Konst. Art.120).
Pengakuan terhadap martabat manusia adalah jauh lebih penting dari tiap
bantuan material manapun. Kepedulian terhadap kaum miskin menuntut bahwa para
Abdi Roh Kudus tidak hanya bekerja bagi mereka tetapi juga dengan mereka,
belajar dari mereka tentang kebutuhan dan aspirasi hidup. Dengan menolong mereka
kaum miskin sehingga perlahan-lahan mereka sanggup mencapai taraf hidup yang
lebih baik, dengan memanfaatkan sumber daya dan inisiatip mereka sendiri serta
rela membantu orang lain (Konst. Art. 112.1).
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab V yang merupakan bagian terakhir skripsi ini, penulis akan
membuat kesimpulan dan saran. Kesimpulan akan mengemukakan pokok-pokok
gagasan yang perlu ditegaskan kembali berkaitan dengan pendampingan religiositas
oleh para postulan dan suster SSpS provinsi Jawa bagi anak-anak jalanan di rumah
singgah SEKAR Surabaya yang bersemangatkan Kharisma Misioner Kongregasi
Suster Misi Abdi Roh Kudus. Dalam bab ini penulis juga mengemukakan beberapa
saran bagi para postulan dan para suster yang terlibat dalam pendampingan anak-
anak jalanan dan bagi para pendamping lainya yang memberikan pendampingan
bagi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dikatakan bahwa pendampingan
religiositas bagi anak-anak jalanan masih sangat relevan dan dapat membantu
mereka bertumbuh dan berkembang dalam kualitas hidup di jaman ini.
Dalam suatu pendampingan hendaknya kita selalu ingat akan pokok-pokok
yang harus ada yaitu dibutuhkan pengetahuan yang cukup khususnya pengetahuan
akan segala sesuatu yang berkaitan dengan yang di dampingi dan proses
pendampingan itu sendiri. Dalam pendampingan kita juga harus terbuka dengan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi sehingga dengan perubahan irama dalam
suatu pendampingan akan mempermudah melakukan pendampingan yang lebih baik
di masa yang akan datang. Sikap sabar dalam suatu pendampingan menjadi salah
74
satu unsur yang sangat penting. Dengan kesabaran diharapkan dapat menolong
mereka yang didampingi mampu menemukan dirinya sendiri dengan saatnya yang
tepat. Kesabaraan tidak hanya ditujukan kepada mereka yang didampingi tetapi juga
sabar bagi diri sendiri. Kesabaran yang diciptakan harus dibarengi dengan adanya
ketulusan hati, kepercayaan dan kerendahan hati dari seorang pendamping.
Mendampingi berarti sebagai salah satu usaha yang dilakukan untuk menemani
seorang dari dekat dalam usaha mencapai tujuan tertentu. Dalam suatu
pendampingan satu hal yang penting yaitu pendamping memiliki harapan bahwa
yang didampingi akan bertumbuh dengan lebih baik.
Demikian juga ketika kita melaksanakan suatu pendampingan religiositas.
Pendampingan religiositas mengajak mereka yang didampingi sampai kepada
kekedalaman pribadi sebagai manusia dalam hubungannya dengan yang Ilahi. Di
sana tumbuh kepercayaan, keterkaguman, hormat penyerahan diri, kasih sayang,
yang sampai kepada suatu keiklasan, kesukarelaan dan kepasrahan kepada Tuhan.
Pendampingan terhadap anak-anak jalanan akan berbeda dengan
pendampingan terhadap kelompok-kelompok lain. Anak jalanan memiliki warna
kehidupan yang berbeda dengan anak-anak kebanyakan. Hidup mereka sudah
terbiasa ditempa dengan berbagai macam kesulitan dan tantangan. Orientasi hidup
mereka lebih diarahkan bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup
mereka sehari-hari terutama kebutuhan untuk makan dan minum agar dapat
mempertahankan hidup. Anak-anak jalanan juga dimanfaatkan oleh orang-orang
yang kurang bertanggung jawab, mereka hanya memanfaatkan tenaga anak jalanan
untuk mencari uang dengan memperkerjakan mereka. Keuntungan akan mereka
75
peroleh sebanyak-banyaknya sedangkan anak-anak jalanan hanya menerima belas
kasih mereka.
Religiositas dapat dialami dalam hal-hal biasa dalam hidup sehari-hari
dimana tercermin tidak hanya dalam kegiatan yang berciri agama saja tetapi juga
terlibat dalam kegiatan yang tidak berarti agama. Dalam pendampingan religiositas
hendaknya sampai kepada perwujudan yang konkret dalam hidup sehari-hari.
Religiositas tidak lagi dilihat dalam kuantitas namun lebih pada kualitas hidup
seseorang dalam menghayati imannya. Penghayatan iman yang benar akan
membawa manusia semakin dewasa secara lahir dan batin, terutama dalam
hubungannya dengan sesama.
Pendampingan religiositas bagi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR
Surabaya yang dilakukan oleh para postulan dan suster-suster Misi Abdi Roh Kudus
Provinsi Jawa yang terjadi adalah pendampingan adalah suatu proses pembelajaran.
Artinya bahwa pendampingan itu tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang
didampingi saja namun juga memberi manfaat bagi para pendamping itu sendiri.
Manfaat yang diperoleh adalah suatu pembelajaran. Para pendamping yaitu postulan
dan para suster Misi Abdi Roh Kudus dapat belajar dari seluruh proses
pendampingan. Pembelajaran yang diperoleh antara lain semakin terbuka akan
realitas kehidupan khususnya di jaman yang semakin maju. Dengan keterbukaan
akan realitas hidup membuat semakin peka dan solider terhadap kaum miskin
khususnya anak-anak jalanan. Hal itu semakin memberi motivasi dalam menanggapi
panggilan Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya Yesus dengan memberi
perhatian kepada mereka yang lemah dan tersingkirkan.
76
Postulan dan para Suster Misi Abdi Roh Kudus Provinsi Jawa yang terlibat
dalam pendampingan kepada anak-anak jalanan harus tetap disemangati oleh
Kharisma Misioner Kongregasi. Dalam kenyataannya dari hasil wawancara bahwa
mereka juga mengalami beberapa kesulitan dan tantangan, namun mereka tetap
berusaha untuk menjalankan misi tersebut dengan gembira. Keberpihakan terhadap
kaum lemah dan tersingkir menjadi prioritas utama Kongregasi Misi Abdi Roh
Kudus, agar Kerajaan Allah semakin dapat diwartakan dan dirasakan bagi banyak
orang. Dalam pendampingan religiositas ini diharapakan bahwa anak-anak jalanan
dapat menemukan hal yang sangat berguna bagi hidupnya, bukan saja secara materi
tetapi lebih pada hidup rohani mereka. Dari hari ke hari dengan adanya
pendampingan religiositas ini mereka mengalami begitu banyak rahmat dalam
hidupnya. Dengan demikian hidup mereka walaupun mengalami banyak tantangan
dan kesulitan mereka senantiasa mampu bersyukur kepada Tuhan atas
penyelenggaraan hidup ini. Agar pendampingan semakin lebih baik maka
dibutuhkan evaluasi kritis dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan.
B. SARAN
Bertitik tolak dari keseluruhan pembahasan yang telah diuarikan dalam
setiap bab, akhirnya penulis mencoba mengungkapkan saran-saran yang dapat
diperhatikan dan digunakan untuk meningkatkan palayanan pendampingan
religiositas anak-anak jalanan oleh para postulan, para Suster Misi Abdi Roh Kudus
dan para pendamping di rumah singgah SEKAR Surabaya:
1. Pada jaman yang semakin maju suatu pendampingan akan menghadapi
banyak tantangan sehingga dibutuhkan adanya kepekaan untuk melihat
77
tanda-tanda jaman tersebut. Dengan demikian dapat mencari terobosan-
terobasan baru agar pendampingan itu dapat dilaksanakan dengan lebih baik
dan menyenangkan dalam seluruh proses pendampingan tersebut.
2. Pendampingan tidak hanya sekedar hadir dan mendampingi, tetapi
pendampingan yang selalu disemangati oleh semangat generasi pendiri
Kongregasi yaitu Kharisma Misioner maka hendaknya setia menggali
semangat tersebut dengan memperdalam konstitusi melalui rekoleksi atau
studi bersama.
3. Pendampingan religisoitas yang menantang dan menuntut kita untuk berani
hadir, hidup dan berada bersama mereka.
4. Pendampingan yang bukan sekedar sebagai suatu panggilan kemanusiaan
atau bersifat sosial, namun lebih pada bagaimana pendampingan itu dapat
memberdayakan mereka yang di dampingi agar semakin tumbuh dalam
kualitas hidup mereka.
5. Pendampingan yang mampu mengolah dengan keluh kesah Roh Kudus
dalam hidup dan diri anak-anak jalanan.
78
DAFTAR PUSTAKA
Allard, Michael. (1996 ). Misi Dewasa Ini dan Wanita Dalam Misi. Roma. Arief Furchan. (terj). (1982). Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya:
Usaha Nasional. Artanto Widi. (1997). Menjadi Gereja Misioner. Yogyakarta: Kanisius. Banawiratma, JB, dkk. (ed). (1996). Iman Ekonomi dan Ekologi. Yogyakarta:
Kanisius. Brand Agada. (1996). Dipanggil Untuk Menshare Hidup dan Misi. Roma. Dokumen Kapitel Umum XII. (2002). Menyalakan Kembali Api Dalam Komunitas
SSpS untuk Misi Jaman ini. Roma. Dopo, Eduard. (ed). (1992). Keprihatinan Sosial Gereja. Yogyakarta: Kanisius. Freire Paulo. (1985). Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: Lembaga Penelitian
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Hadiwikarta. (Terj). (1990). Evangelii Nuntiandi. Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan KWI. Jakob, Tom. (1997). Berbagai Macam Kharisma Dalam Satu Roh. Yogyakarta:
Kanisius. Keraf, Gorys. (1979). Komposisi. Ende: Nusa Indah. Komentar Kapitel Jenderal X. (1990). Roma. Magnis Suseno, Franz. (2004). Menjadi Saksi Kristus di Tengah Masyarakat
Majemuk. Jakarta: OBOR. Mandaru, Hortensius. (1992). Solidaritas Kaya-Miskin Menurut Lukas. Yogyakarta:
Kanisius. Mangunhardjana, A.M. (1986). Pendampingan Kaum Muda: Sebuah Pengantar.
Yogyakarta Kanisius. . (2005). Religiositas, Agama dan Spiritualitas. Yogyakarta: Kanisius. Mangunwijaya. (1982). Sastra dan Religiositas. Jakarta: Sinar Harapan. . (1986). Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak. Jakarta: Gramendia. . Dari Pelajaran Agama ke Pendidikan Religiositas. Yogyakarta: Dinamika
Edukasi Dasar Miserior. Mayeroff, Milton. (1993). Mendampingi Untuk Menumbuhkan. Yogyakarta:
Kanisius. McHugh, Peter SVD. (1978). Spritualitas Bapa Pendiri dan Kongregasi Kita. Ende-
Flores: Offset Arnoldus. Moleong, Lexy.J. (1988). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya. Nasution, S. (1988). Metodologi Naturalistik-Kualitatif. Bandung: TARSITO. Prior, John. (1993). Bejana Tanah Nan Indah. Seri Pastoralia, Ende: Nusa Indah. Rehbein, Carolina. (1990). Arah Misioner SSpS dalam Dunia Dewasa ini. Komentar
Kapitel Jenderal X, Roma. .( 1996). Inti Identitas Kita. Roma. .( 2000 ). Akar-Akar yang Menjanjikan Panenan. Steyl, Belanda. Resolusi Rekomendasi Kapitel Provinsi XVIII. (2007). Surabaya. Sardi, Martino. (2003). Perlindungan Anak Jalanan Sebuah Tinjauan Hak Asasi
Manusia. Dokumen 23, Yogyakarta.
79
.Promosi dan Proteksi Hak-hak Asasi Manusia dalam Perspektif Teologi. Schultheis, Michael. (1988). Pokok-Pokok Ajaran Sosial Gereja. Yogyakarta:
Kanisius. Suryawarsita, SJ. (1996). Pengabdi Keadilan. Yogyakarta: Kanisius. Tilman, Dianne. (2004). Living Values An Educational Program Educator Training
Guide. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (1988). Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang RI nomor 3 Tahun 2007 tentang Pegadilan Anak. Trinity. 2007.
Verhoeven, Th. (1969). Kamus Latin-Indonesia. Flores-Ende. Konstitusi dan Direktorium Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus. (1984), Roma.
80
LAMPIRAN
(1)
Lampiran : Pertanyaan Wawancara
1. Bagaimana pengalaman postulan dan para suster dalam mendampingi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya?
2. Apa kesulitan–kesulitan yang dihadapi dalam mendampingi anak-anak jalanan? 3. Sebagai Abdi Roh Kudus, apa manfaat yang diperoleh dalam mendampingi
mereka? 4. Apakah pendampingan religiositas dapat membantu anak jalanan bertumbuh dan
berkembang dalam kualitas hidup di jaman ini?