Upload
phungkhanh
View
250
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
BAB VII
TEOREMA MEKANIKA KUANTUM
7.1 Pengantar
Persamaan Schrodinger untuk atom yang hanya mepunyai satu
elektron dapat kita selesaikan secara pasti, tetapi tidak demikian halnya
untuk atom yang berelektron banyak dan juga molekul, karena dalam
kedua sistem yang terakhir terjadi repulsi antara satu elektron dengan
elektron lain. Untuk itu kita butuhkan metode lain untuk menyelesaikan
persamaan Schrodinger untuk atom berelektron banyak dan molekul. Ada
dua metode yang akan kita bicarakan pada Bab VIII dan Bab IX, yaitu
11
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
metode variasi dan teori perturbasi. Untuk dapat memahami kedua
metode tersebut kita harus mengembangkan lebih lanjut pemahaman kita
terhadap mekanika kuantum, yang secara garis besar telah kita pelajari.
Jadi target bab ini adalah membahas secara lebih mendalam mengenai
teorema mekanika kuantum.
Sebelum mulai, marilah kita mengenal beberapa notasi integral yang
akan dipergunakan. Definit integral seluruh ruang atas operator
sembarang yang terletak di antara dua buah fungsi yaitu fm dan fn biasanya
ditulis:
d = = = (7-1)
11
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Notasi (7-1) di atas diperkenalkan oleh Dirac, dan disebut notasi kurung.
Bentuk integral di atas juga sering ditulis:
d = Am n (7-2)
Notasi untuk integral seluruh ruang atas dua buah fungsi fm dan fn ditulis:
d = = = (7-3)
Karena = d, maka: * = (7-4)
dan dalam kasus khusus yaitu fm = fn maka (7-4) dapat ditulis : * =
.
Hal-hal lain yang perlu diingat adalah:
11
d
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
1) d = 1 jika fm = fn dan fungsinya disebut ternormalisasi. (7-5)
d = 0 jika fm fn dan fungsinya disebut ortogonal (7-6)
Catatan:
d juga boleh ditulis m n (Kronikle Delta) yang harganya = 0 jika
fm fn dan berharga 1 jika fm = fn
2) Jika : = a dengan a bilangan konstan, maka disebut fungsi
eigen sedang a disebut nilai eigen atau: jika adalah fungsi eigen
terhadap operator , maka berlaku hubungan:
= a dengan a adalah nilai eigen. (7-7)
11
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
7.2 Operator Hermit
Operator linear adalah operator yang mewakili besaran fisik, misal
operator energi, operator energi kinetik, operator momentum angular dan
lain-lain.
Jika adalah operator linear yang mewakili besaran fisik A, maka nilai
rata-rata A dinyatakan dengan:
= d (7-8)
11
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
dengan adalah fungsi keadaan sistem. Karena nilai rata-rata selalu
merupakan bilangan real, maka:
= *
atau:
d= d (7-9)
Persamaan (7-9) harus berlaku bagi setiap fungsi yang mewakili
keadaan tertentu suatu sistem atau persamaan (7-9) harus berlaku bagi
setiap fungsi berkelakuan baik (well behaved function). Operator linear
yang memenuhi persamaan (7-9) itulah yang disebut operator Hermit.
11
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Beberapa buku teks menulis operator Hermit sebagai operator yang
mengikuti persamaan:
d = d (7-10)
untuk fungsi f dan g yang berkelakuan baik. Perlu dicatat secara khusus
bahwa pada ruas kiri persamaan (7-10), operator bekerja pada fungsi g
sedang di ruas kanan, operator bekerja pada fungsi f. Dalam kasus khusus
yaitu jika f = g maka bentuk (7-10) akan tereduksi menjadi bentuk (7-9).
Teorema yang berhubungan dengan Operator Hermit
Ada beberapa teorema penting sehubungan dengan operator Hermit,
yaitu:
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Teorema 1: Nilai eigen untuk operator Hermit pasti merupakan bilangan
real.
Teorema 2: Dua buah function 1 dan 2 berhubungan dengan operator
Hermit dan baik 1 maupun 2 adalah fungsi eigen terhadap
operator dengan nilai eigen yang berbeda, maka 1 dan 2
adalah ortogonal. Jika kedua fungsi tersebut mempunyai nilai eigen
yang sama atau degenerate (jadi tidak ortogonal), maka selalu ada
cara agar dijadikan ortogonal.
Pembuktian Teorema I:
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Ada dua hal penting yang termuat dalam pernyataan teorema I yaitu
bahwa operator yang dipergunakan adalah operator Hermit jadi harus
mengikuti (7-9) dan ada pernyataan eigen value, ini berarti bahwa fungsi
yang dibicarakan adalah fungsi eigen, jadi hubungan (7-7) berlaku. Untuk
ini kita misalkan fungsinya adalah , dan karena adalah operator
hermit, maka menurut (7-9):
d = d
atau:
d = d (7-11)
Menurut (7-7) :
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
= a dengan a adalah nilai eigen untuk
= a* dengan a* adalah nilai eigen untuk
sehingga (7-11) dapat ditulis:
a = a*
Menurut (7-5) nilai = = 1, jadi:
a = a*
Harga a = a* hanya mungkin jika a bilangan real.
Pembuktian Teorema II:
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Karena 1 dan 2 adalah fungsi eigen terhadap operator misal operator ,
maka berlaku:
1 = a1 1 dan 2 = a2 2 (7-12)
Karena adalah operator Hermit terhadap 1 dan 2 maka menurut (7-
10) berlaku:
d = d
atau:
d = d (7-13)
Substitusikan (7-12) ke dalam (7-13), menghasilkan:
a2 =
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Menurut teorema I, harga a* = a, jadi:
a2 = (7-14)
Menurut (7-4), = , jadi persamaan (7-14) boleh ditulis:
a2 =
atau:
a2 = 0
atau:
(a2 ) = 0 (7-15)
Jika a1 tidak sama dengan a2 maka dari (7-15) tersebut (a2a1) tidak
mungkin nol, sehingga:
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
= 0 (7-16)
Karena = 0, maka 1 dan 2 ortogonal.
Jadi terbukti, jika dua buah fungsi eigen mempunyai nilai eigen
berbeda terhadap operator tertentu, maka kedua fungsi tersebut ortogonal.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, mungkinkah dua buah fungsi
eigen yang independen, mempunyai nilai eigen yang sama ? Jawabnya
adalah ya. Ini terjadi pada kasus degenerasi. Pada kasus ini, beberapa
fungsi eigen yang independen, mempunyai nilai eigen yang sama. Untuk
dua fungsi eigen yang degenerate atau yang nilai eigen-nya sama, maka
kedua fungsi tersebut tidak ortogonal. Dengan demikian, maka kita hanya
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
boleh mengatakan bahwa dua fungsi eigen yang berhubungan dengan
operator Hermit adalah ortogonal jika kedua fungsi eigen itu tidak
degenerate.
Apakah Degenerate itu ?
Jika dua atau lebih fungsi eigen yang independen mempunyai nilai eigen
sama → degenerate.
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Untuk lebih memahami masalah degenerate ini, marilah kita ingat
kembali fungsi gelombang partikel dalam kotak yang telah kita pelajari.
Fungsi gelombang partikel dalam kotak 3 dimensi dinyatakan sebagai:
= x y z dengan :
x = ; y = dan y =
jadi:
= (7-17)
Jika operator Hermit, misal operator Hamilton dikenakan pada fungsi
gelombang tersebut maka nilai eigennya adalah energi yang besarnya:
E = Ex + Ey + Ez
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
dengan :
Ex = ; Ey = dan Ez = (7-18)
sehingga:
E =
Jika kotaknya kubus dengan rusuk L:
E = (7-19)
Jika kotaknya berbentuk kubus, maka menurut (7-19) harga nilai eigen
E1-1-2 = E1-2-1 = E2-1-1 = meskipun eigen function-nya 1-1-2 1-2-1 2-
1-1. Keadaan seperti itulah contoh kasus degenerate. Untuk kasus
12
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
degenerate tersebut, biasanya dikatakan bahwa derajad degenerasinya =
3, karena ada 3 fungsi gelombang berbeda yang nilai eigen-nya sama
yaitu 1-1-2; 1-2-1 dan 2-1-1. Sudah barang masih tak terhingga banyak
kasus degenerate untuk fungsi gelombang partikel dalam kotak berbentuk
kubus misal pasangan 1-1-3; 1-3-1 dan 3-1-1 dan masih banyak lagi.
Satu hal yang penting dari keadaan degenerate itu ialah, bahwa jika
fungsi-fungsi eigen yang degenerate itu dikombinasi linearkan, maka
akan terbentuk fungsi eigen yang baru. Contoh:
Jika fungsi adalah kombinasi linear dari 1-1-2, 1-2-1 dan 2-1-1 yang
dinyatakan dalam bentuk:
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
= c1 1-1-2 + c2 1-2-1 + 2-1-1 (7-20)
Karena 1-1-2, 1-2-1 dan 2-1-1 adalah degenerate, maka pasti merupakan
fungsi eigen yang nilai eigennya sama dengan nilai eigen fungsi-fungsi
penyusunnya.
Yang harus diingat adalah bahwa jika adalah kombinasi linear dari
1-1-2 dan 1-3-1 sehingga dapat ditulis:
= c1 1-1-2 + c2 1-3-1 (7-21)
maka bukan fungsi eigen karena nilai eigen 1-1-2 dan c2 1-3-1 pasti
tidak sama.
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Relasi (7-20) disebut degenerasi karena fungsi eigen penyusunnya
degenerate sedang (7-21) bukan degenerasi.
Jika kepada kita ditanyakan berapa energi pada (7-20) maka
jawabnya adalah E = .
Ortogonalisasi
Misal kita mempunyai dua buah fungsi eigen yang degenerate, jadi
nilai eigennya sama maka menurut teorema 2 kedua fungsi tersebut tidak
ortogonal. Pertanyaannya adalah dapatkah kita membuatnya menjadi
ortogonal ? Jawabnya adalah, dapat.
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Sekarang kita akan menunjukkan bahwa dalam kasus degenerasi
(yang fungsi-fungsinya tidak ortogonal), dapat kita buat menjadi
ortogonal. Kita misalkan kita mempunyai operator Hermit dan dua buah
fungsi eigen independen yaitu fungsi f dan fungsi G yang mempunyai
nilai eigen yang sama yaitu s, maka berarti:
f = s f ; G = s G
Karena nilai eigen keduanya sama, maka f dan G pasti tidak ortogonal.
Agar diperoleh dua fungsi baru yang ortogonal, ditempuh langkah
sebagai berikut:
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Kita buat fungsi eigen baru yaitu g1 dan g2 yang merupakan
kombinasi linear f dan G sehingga membentuk misalnya:
g1 = f dan g2 = G + c f dengan c adalah konstanta.
Kita harus menentukan harga c tertentu agar g1 dan g2 ortogonal. Agar
ortogonal harus dipenuhi syarat:
d = 0 atau:
d= 0 atau :
d + d = 0 atau :
d + c d = 0 atau :
Jadi agar g1 dan g2 ortogonal, maka harga c harus:
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
c =
Sekarang kita telah mempunyai dua fungsi ortogonal yaitu g1 dan g2
yaitu:
g1 = f dan g2 = G + c f dengan c =
Prosedur yang telah kita tempuh ini disebut Ortogonalisasi Schmidt.
7.3 Ekspansi Sembarang Fungsi Menjadi Kombinasi Linear Fungsi
Eigen
Setelah kita membicarakan ortogonalitas fungsi eigen dari operator
Hermit, sekarang akan kita bicarakan sifat penting lain dari fungsi
13
d
d
d
d
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
tersebut; sifat ini mengijinkan kita untuk mengubah bentuk sembarang
fungsi F(x) menjadi kombinasi linear fungsi - fungsi eigen. Jika kombinasi
linear fungsi eigen itu adalah a11 + a22 + a33..... + ann, atau agar
lebih singkat kita tulis saja dengan bentuk , maka ekspansi fungsi
yang dimaksud adalah:
F(x) = (7-22)
dengan :
an = (7-23)
Bagaimana mendapat (7-23) di atas ? Marilah kita ikuti langkah-langkah
berikut:
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Kedua ruas (7-22) kita kalikan dengan m* sehingga diperoleh:
m* F(x) = (7-24)
Jika kedua ruas (7-24) diintegralkan maka diperoleh:
m* F(x) dx = dx (7-25)
Telah kita ketahui bahwa :
= m n (7-26)
sehingga (7-25) dapat ditulis:
m* F(x) dx = (7-27)
Ruas kanan (7-27) adalah:
= a1. m 1 + a2 m 2 + ....a m m m + a m +1 m (m+1) +...
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
= a1. + a2 + ....a m + a m
+1 . +...
= am
Sehingga (7-27) dapat ditulis:
m* F(x) dx = am atau am = m
* F(x) dx (7-28)
Jika indek m pada (7-28) diganti n maka persamaan (7-23) yang dicari
diperoleh yaitu:
an =
Contoh:
Diketahui: F(x) = x untuk 0 < x < a/2
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
F(x) = 1 x untuk a/2 < x < a
Ekspansilah F(x) ke dalam fungsi eigen untuk partikel dalam kotak satu
dimensi yang panjang kotaknya = a.
Jawab:
Fungsi gelombang partikel dalam kotak satu dimensi dengan panjang
kotak = a adalah:
n = (7-29)
Jadi bentuk ekspansinya menurut (7-22):
F(x) = = (7-30)
Menurut (7-23) :
13
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
an =
=
=
= +
= (7-31)
Jadi:
a1 = ; a2 = 0 ; a3 = ; a4 = 0 ; a5 = ; a6 = 0 dan
seterusnya.
Kita masukkan (7-31) ke dalam (7-30), maka:
F(x) =
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
=
=
=
Pengertian Complete Set
Pada contoh ekspansi fungsi diatas, fungsi F(x) dapat diekspansi ke dalam
bentuk kombinasi linear fungsi gelombang partikel dalam kotak n dan
dalam hal ini himpunan fungsi disebut himpunan lengkap atau
Complete Set. Apakah semua n dapat digunakan untuk mengekspansi
fungsi F, jawabnya ternyata tidak, hanya himpunan fungsi yang
merupakan himpunan lengkap saja yang dapat digunakan untuk
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
mengekspansi fungsi F. Selanjutnya mengenai himpunan lengkap, dibuat
definisi sebagai berikut:
Himpunan fungsi dapat disebut sebagai Himpunan Lengkap jika himpunan fungsi tersebut dapat digunakan untuk mengekspansi sembarang fungsi F menjadi kombinasi linear dengan mengikuti persamaan F(x) = dengan an
adalah tetapan sembarang.
Contoh himpunan fungsi gelombang yang bukan himpunan lengkap
adalah himpunan fungsi gelombang elektron atom hidrogen yang sudah
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
pernah kita pelajari. Meskipun kita tahu bahwa fungsi gelombang
elektron atom hidrogen yaitu (n, l, m ) adalah fungsi r,,, namun jika
seandainya kita mempunyai sembarang fungsi F(r,,) maka fungsi
tersebut tidak dapat diekspansi menjadi kombinasi linear , karena
seperti kita ketahui bahwa hidrogen hanya berhubungan dengan energi
diskrit saja padahal energi elektron bisa saja kontinum, yaitu ketika
elektron dalam proses lepas dari sistem atom menjelang terjadinya
ionisasi. Jadi n atom Hidrogen bukan merupakan himpunan lengkap
sehingga tidak mungkin kita mengekspansi F(r,,) menjadi himpunan
linear (n, l, m). Fungsi gelombang hidrogen baru disebut himpunan fungsi
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
lengkap jika menyertakan himpunan fungsi gelombang yang berkorelasi
dengan energi kontinum yang biasanya ditulis (E, l, m). Jika fungsi
gelombang hidrogen sudah dinyatakan secara lengkap seperti itu maka
fungsi F(r,,) dapat diekspan, yaitu menjadi kombinasi linear fungsi diskrit
dan kombinasi linear fungsi kontinum.
Teorema 3:
Jika g1, g2... adalah himpunan lengkap fungsi eigen dari operator
dan jika fungsi F juga fungsi eigen dari operator dengan nilai eigen k
(jadi F = k F) sedang F diekspansi dalam bentuk F = , maka gi yang
ai nya tidak nol mempunyai nilai eigen k juga.
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jadi ekspansi terhadap F, hanya melibatkan fungsi-fungsi eigen yang
mempunyai nilai eigen yang sama dengan nilai eigen F.
Selanjutnya sebagai rangkuman dari sub-bab 7.2 dan 7.3 dapat
dinyatakan bahwa Fungsi-fungsi eigen dari operator Hermite,
membentuk himpunan lengkap ortonormal dan nilai eigennya adalah
real.
7.4 Eigen Fungsi Dari Operator Commute
Jika fungsi secara simultan adalah fungsi eigen dari dua buah
operator dan dengan nilai eigen aj dan bj, maka pengukuran properti A
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
menghasilkan aj dan pengukuran B menghasilkan bj. Jadi kedua properti
A dan B mempunyai nilai definit jika merupakan fungsi eigen baik
terhadap maupun .
Pada bab V sub bab 5.1 kita telah menyatakan bahwa suatu fungsi
adalah eigen terhadap dan jika kedua operator tersebut commute atau:
= ai dan = bi Jika : (7-32)
[ , ] = 0 (7-33)
Sekarang pernyataan pada bab V tersebut akan kita buktikan. Yang harus
kita buktikan adalah:
[ , ] = 0
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Kita tahu:
[ , ] = (7-34)
Jika dioperasikan pada i :
[ , ]i = i i
= ( i ) ( i )
= bi ai i
= bi ai i
= bi ai ai bi i
[ , ] = bi ai ai bi = 0 (terbukti) (7-35)
Pembuktian di atas adalah pembuktian untuk teorema 4 yang bunyinya
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Teorema 4: Jika Operator linear dan mempunyai himpunan fungsi
eigen yang sama maka dan adalah commute.
Perlu diingat dan yang dimaksud oleh teorema 4 hanya dan
yang masing-masing merupakan operator linear. Jika dan bukan
operator linear maka keduanya bisa tidak commute meskipun seandainya
keduanya mempunyai fungsi eigen yang sama. Sebagai contoh (,)
yang kita bahas di bab V, adalah fungsi eigen dari operator dan operator
tetapi kedua operator tersebut non commute.
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Teorema 5 : Jika operator Hermite dan adalah commute, maka kita
dapat memilih himpunan lengkap fungsi eigen untuk kedua
operator itu.
Pembuktiannya adalah sebagai berikut:
Anggap saja fungsi gi adalah fungsi eigen dari operator dengan nilai
eigen ai maka kita dapat menulis:
gi = ai gi (7-36)
Jika operator dioperasikan pada kedua ruas (7-36) di atas, maka:
( gi ) = (ai gi ) (7-37)
14
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Karena dan commute dan karena linear maka:
( gi) = ai ( gi) (7-38)
Persamaan (7-38) di atas menyatakan bahwa fungsi gi adalah fungsi
eigen terhadap operator dengan nilai eigen ai, persis sama dengan fungsi
gi yang juga fungsi eigen terhadap operator dengan nilai eigen ai.
Marilah kita untuk sementara menganggap bahwa nilai eigen dari
operator tersebut non degenerate, hingga untuk sembarang harga nilai
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
eigen ai yang diberikan berasal dari satu dan hanya satu fungsi eigen yang
linearly independent. Jika ini benar, maka kedua fungsi eigen gi dan gi
yang mempunyai nilai eigen sama yaitu ai harus linearly dependent,
yaitu, fungsi yang satu harus merupakan kelipatan sederhana dari yang
lain,
gi = ki gi (7-39)
dengan ki adalah konstan. Persamaan (7-39) itu menyatakan bahwa
fungsi gi merupakan fungsi eigen dari operator sebagaimana yang
hendak kita buktikan.
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jadi, jika dan commute dan fungsi gi adalah fungsi eigen terhadap
maka gi juga merupakan fungsi eigen dari (Jadi Teorema 5 adalah
kebalikan dari Teorema 4)
Teorema 6: Jika gi dan gj adalah fungsi eigen dari operator Hermite
dengan nilai eigen berbeda (misal gi = ai gi dan gj = ajgj
dengan ai aj), dan jika adalah operator linear
yang commute terhadap , maka:
< gj gi > = 0 atau d = 0 (7-40)
dengan s-r adalah seluruh ruang. Pembuktiannya adalah sebagai berikut:
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Karena dan commute, maka fungsi eigen terhadap adalah juga
fungsi eigen terhadap , meski dengan nilai eigen berbeda. Jadi gi juga
fungsi eigen terhadap , yang jika nilai eigennya dimisalkan ki maka:
gi = ki gi (7-41)
dengan demikian (7-40) boleh ditulis:
d = = . 0 = 0 (terbukti)
7.5 Paritas
Ada operator mekanika kuantum yang tidak dikenal dalam mekanika
klasik, contohnya adalah operator paritas. Marilah kita ingat kembali
bahwa dalam osilator harmonis, kita mengenal adanya fungsi genap dan
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
ganjil. Akan kita lihat bagaimana sifat ini dikaitkan dengan operator
paritas.
Operator paritas, dapat dilihat dari efeknya apabila ia bekerja pada
sembarang fungsi. Operator ini akan mengubah tanda semua koordinat
Cartessius, sehingga kita boleh mendefinisikan:
f ( x, y, z ) = f (x, y, z)
Contohnya: ( x2 2 x. e2y + 3 z3 ) = { (x)2 2 (-x). e2y + 3 (z)3 }
= x2 + 2 x e2y 3z3
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jika seandainya gi adalah fungsi eigen dari operator paritas dengan nilai
eigen ai maka kita dapat menulis:
gi = ai gi (7-42)
Sifat paling penting dari operator ini adalah kuadratnya:
f ( x, y, z ) = f ( x, y, z ) = f (x, y, z) = f ( x, y, z )
Karena f nya fungsi sembarang maka adalah operator satuan (unit
Operator), jadi:
= (7-43)
Sekarang, bagaimana jika kita gunakan untuk (7-42) ? Hasilnya
adalah:
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
gi = gi = ai gi = ai gi = gi (7-44)
Karena adalah unit operator, maka (7-44) menjadi:
gi = gi (7-45)
atau:
ai = + 1 (7-46)
Karena ai adalah nilai eigen untuk , maka nilai eigen untuk adalah 1
dan 1. Perlu dicatat bahwa hal ini berlaku untuk semua operator yang
kuadratnya merupakan operator satuan.
Bagaimana fungsi eigen dari operator Paritas ?
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Kita lihat kembali persamaan (7-42)
gi = ai gi
Karena nilai eigen operator ini + 1, maka persamaan di atas dapat ditulis:
gi = + 1 gi (7-47)
Jika gi adalah g(x, y, z), maka:
g (x, y, z) = + 1 g(x, y, z ) atau (7-48)
g (x, y, z) = + 1 g(x, y, z ) (7-49)
Jika nilai eigennya +1, maka:
g (x, y, z) = g(x, y, z ) (7-50)
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
jadi g fungsi genap.
Jika nilai eigen = 1, maka:
g (x, y, z) = g(x, y, z ) (7-51)
jadi g adalah fungsi ganjil.. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
fungsi eigen dari operator paritas adalah semua fungsi well
behaved yang mungkin baik genap maupun ganjil.
Bagaimana jika Operator Paritas Commute dengan operator
Hamilton ?
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Manakala operator paritas commute dengan operator Hamilton maka
semua fungsi yang eigen terhadap operator Hamilton pasti eigen juga
dengan operator paritas. Kita ambil saja himpunan fungsi i adalah
fungsi eigen terhadap operator .
Jika operator paritas dan Hamilton commute, kita boleh menulis:
[ , ] = 0 (7-52)
dan juga boleh menyatakan bahwa i adalah fungsi eigen bagi operator
paritas tidak peduli fungsi tersebut ganjil atau genap. Untuk sistem
partikel tunggal,
15
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
[ , ] = [ ( ), ] = [ , ] + [ V, ]
= [ , ] + [ V, ] (7-53)
Harga [ , ] adalah 0, ini dengan mudah dapat dibuktikan sebagai
berikut:
[ , ] F(x)
= F(x) F(x)
= F(x) F(x)
= F(x) F(x) = 0
Dengan demikian (7-53) dapat ditulis:
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
[ , ] = [ V, ] (7-54)
Sekarang kita evaluasi ruas kanan (7-54):
[ V(x), ] F(x) = V(x) F(x) V(x)F(x)
= V(x) F(x) V(x)F(x) (7-55)
Nilai (7-55) ditentukan oleh fungsi energi potensial.
Jika fungsi energi potensial adalah fungsi genap, maka V(x) = V(x),
maka (7-55) menjadi:
[ V(x), ] = 0 sehingga (7-54) menjadi:
[ , ] = 0 (7-56)
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Ini berarti:
Teorema 7: Jika fungsi V adalah fungsi genap, maka dan adalah
commute, sehingga kita dapat memilih sembarang fungsi gelombang
stasioner baik genap maupun ganjil sebagai fungsi eigen dari kedua
operator tersebut.
Fungsi genap atau ganjil yang merupakan fungsi eigen bagi kedua
operator Hamilton dan paritas itu disebut fungsi definit paritas.
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jika semua energi levelnya adalah non degenerate ( umumnya
memang benar untuk sistem partikel tunggal) berarti hanya ada satu
fungsi gelombang independen yang berhubungan dengan masing-masing
energi level. Jadi untuk kasus non degenerate, maka fungsi gelombang
stasioner yang fungsi energi potensialnya fungsi genap adalah definit
paritas. Sebagai contoh fungsi gelombang osilator harmonis adalah
definit paritas karena fungsi energi potensialnya ½ kx2 (fungsi energi
potensial genap).
Jika energi level degenerate, itu berarti tidak cuma satu fungsi
gelombang independen yang memiliki energi nilai eigen tersebut. Dengan
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
demikian kita mempunyai banyak sekali pilihan fungsi gelombang
sebagai akibat dari kombinasi linear dari fungsi-fungsi degenerasi itu.
7.6 Pengukuran Dan Keadaan Superposisi
Mekanika kuantum dapat dipandang sebagai suatu cara untuk
menghitung probabilitas dari berbagai kemungkinan hasil pengukuran.
Sebagai contoh, jika kita mempunyai fungsi (x,t) maka probabilitas
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
hasil pengukuran posisi partikel pada saat t berada antara x dan x + dx
dinyatakan oleh (x,t)2 dx
Sekarang kita akan memperhatikan pengukuran properti secara
umum, misal besaran A. Untuk ini yang dipertanyakan adalah bagaimana
menggunakan untuk menghitung probabilitas masing-masing hasil
pengukuran A yang mungkin. Kita akan mengupas informasi apa saja
yang dikandung oleh yang merupakan jantungnya mekanika kuantum.
Subyek pembahasan kita adalah sistem n partikel dan menggunakan q
sebagai simbol dari koordinat 3n. Telah kita postulatkan bahwa hanya
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
nilai eigen ai dari operator  lah yang merupakan kemungkinan hasil
pengukuran besaran A.
Dengan menggunakan gi sebagai fungsi eigen dari Â, maka kita boleh
menulis:
 gi(q) = ai gi(q) (7-57)
Telah kita postulatkan pada sub bab 7.3 bahwa fungsi eigen dari
sembarang operator Hermite yang mewakili besaran fisik teramati,
membentuk himpunan lengkap. Karena gi adalah himpunan lengkap kita
dapat mengekspansi fungsi dalam suatu deret yang suku-sukunya
adalah gi jadi:
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
(q,t) = (7-58a)
Agar dapat menggambarkan bahwa adalah fungsi waktu, maka
koefisien ci harus merupakan fungsi waktu sehingga (7-58a) lebih baik
ditulis:
(q,t) = (7-58b)
Karena 2 adalah rapat peluang (probability density) maka:
∫* d = 1 (7-59)
Substitusi (7-58a) ke dalam (7-59) menghasilkan:
d = d = 1 (7-60)Karena pengintegralan hanya terhadap koordinat, maka:
d = 1 (7-61)
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jika i = j, maka:
= 1 atau:
= 1 (7-62)
Kita akan menguji signifikansi (7-62) secara singkat:
Ingat bahwa jika fungsi ternormalisasi, maka nilai rata besaran A
adalah:
< A > = ∫ * Â d
Dengan menggunakan (7-58), maka:
< A > = Â d = d
atau:
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
< A > = d ai d
< A > = ai (7-63)
Bagaimana menginterpretasi (7-63) ? Perlu diketahui, bahwa nilai eigen
suatu operator adalah kemungkinan dari bilangan-bilangan yang
diperoleh jika kita melakukan pengukuran terhadap besaran yang diwakili
oleh operator tersebut. Dalam sembarang pengukuran terhadap besaran A,
kita akan memperoleh salah satu harga ai. Kemudian marilah kita ingat
kembali teori mengenai rata-rata yang kita pelajari dalam matematika.
Jika kita mempunyai n buah data X dengan rincian X1 sebanyak n1, X2
sebanyak n2 dan seterusnya maka, rata-rata X adalah :
16
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
< X > = = + .....
= P1 X1 + P2 X2...... Pi Xi Jadi:
< X > = (7-64)
Sekarang jika dari pengukuran terhadap besaran A diperoleh nilai-nilai
eigen a1, a2... ai maka rata-rata A adalah:
< A > = (7-65)
dengan Pi adalah probabilitas mendapatkan nilai ai pada pengukuran
besaran A. Jika hanya ada sebuah fungsi eigen independen untuk setiap
nilai eigen (non degenerate) maka banyaknya eigen fungsi sama dengan
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
banyaknya nilai eigen. Selanjutnya dengan membandingkan (7-65)
terhadap (7-63) maka dapat dipastikan bahwa
ci2 = Pi (7-66)
yaitu probabilitas memperoleh harga ai ketika dilakukan pengukuran
terhadap besaran A.
Teorema 8: Jika ai adalah nilai eigen non degenerate dari operator  dan
gi adalah fungsi eigen ternormalisasi ( Â gi = ai gi ) maka,
manakala besaran A diukur dalam sistem mekanika kuantum yang
fungsi statenya pada waktu diadakan pengukuran adalah ,
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
probabilitas mendapatkan hasil ai adalah ci2, dengan ci adalah
koefisien gi pada ekspansi = i ci gi. Jika nilai eigen ai
degenerate, probabilitas mendapatkan ai pada saat A diukur adalah
jumlah dari ci2 fungsi-fungsi eigen yang nilai eigennya ai.
Kapankah hasil pengukuran besaran A dapat diprediksi secara tepat ?.
Kita dapat melakukan itu jika semua koefisien pada ekspansi = i ci gi
adalah nol kecuali satu koefisien saja yaitu misalnya ck. Untuk kasus ini
maka (7-66) menjadi ck2 = Pk = 1. Artinya peluang untuk mendapatkan
nilai eigen seharga ak = 1, artinya, nilai eigennya pasti ak.
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Kemudian, untuk selanjutnya kita dapat memandang ekspansi deret
= i ci gi sebagai ekspresi bentuk umum fungsi yang merupakan
superposisi dari fungsi eigen gi dari operator Â. Masing-masing fungsi
eigen gi berhubungan dengan nilai eigen ai milik besaran A.
Bagaimana cara menghitung koefisien ci sehingga pada akhirnya kita dapat menghitung ci2 ?
Caranya kita kalikan = i ci gi dengan g*j kemudian integralkan ke
seluruh ruang, sehingga diperoleh:
∫ g*j d = ∫g*
j i ci gi d = i ci∫g*j gi.d cii ∫g*
j gid
Jika ortonormal:
∫g*j d = ci
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
atau:
ci = ∫ . g*j d g*
j (7-67)
Kuantitas g*j> disebut amplitudo probabilitas. Selanjutnya
probabilitas mendapatkan nilai eigen non degenerate ai pada pengukuran
A adalah [lihat (7-66)]:
Pi = ci2 = ∫ . g*j d g*
j (7-68)
Jadi jika kita mengetahui state sistem sebagaimana ditentukan oleh fungsi
maka kita dapat menggunakan (7-68) untuk memprediksi probabilitas
dari berbagai kemungkinan hasil pengukuran besaran A.
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Teorema 9: Jika besaran B diukur dalam sistem mekanika kuantum yang
fungsi statenya pada saat pengukuran adalah , maka probabilitas
dari pengamatan nilai eigen aj dari operator  adalah <gj,
dengan gj adalah fungsi eigen ternormalisasi yang mempunyai nilai
eigen aj.
Integral <gj∫g*jd akan mempunyai nilai absolut substansial
jika fungsi ternormalisasi gj dan berada pada daerah yang saling
berdekatan dan dengan demikian harganya di daerah tertentu dalam
ruangan hampir sama. Jika tidak demikian maka bisa terjadi gj terlalu
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
besar sedang terlalu kecil (atau sebaliknya) sehingga hasil kali
gj.selalu terlalu kecil. Akibatnya absolut kuadratnya juga terlalu kecil
sehingga probabilitas untuk mendapatkan nilai eigen ai juga sangat kecil.
Contoh: Dilakukan pengukuran terhadap Lz elektron atom hidrogen yang
fungsinya pada saat diadakan pengukuran adalah fungsi 2px.
Tentukan hasil-hasil pengukuran yang mungkin dan tentukan pula
probabilitas masing-masing hasil pengukuran.
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jawab:
a) 2px adalah kombinasi linear dari 2p(+1) dan 2p(1). Jadi harga Lz yang
mungkin adalah dan karena Lz adalah m .
b) Untuk menentukan probabilitas masing-masing, kita ekspansi 2px atas
fungsi-fungsi penyusunnya:
2px = 21/2 2p(+1) + 21/2 2p(1). Persamaan diatas adalah bentuk
ekspansi 2px atas 2p(+1) dan 2p(1) dengan koefisien c1 = c2 = 21/2.
Menurut teorema 8, probabilitasnya adalah:
P1 = 21/22 = ½ = P2
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
P1 adalah probabilitas mendapatkan Lz = sedang P2 adalah
probabilitas mendapatkan Lz =
Contoh: Akan dilakukan pengukuran terhadap energi (E) bagi partikel
dalam box yang panjangnya a dan pada saat pengukuran dilakukan
partikel berada pada keadaan non stasioner = 301/2a5/2x (ax) untuk
0 < x < a. Tentukan hasil-hasil pengukuran yang mungkin dan
tentukan pula probabilitas masing-masing hasil pengukuran
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jawab: Untuk partikel dalam box:
E = n2h2 /(8ma2)dengan n = 1, 2, 3,..... dan non degenerate (karena 1
dimensi) sedang fungsi eigennya adalah n = (2/a)1/2 sin (n/a) x. Untuk
menghitung probabilitasnya maka kita ekspansi saat itu atas n, jadi:
= n cn n
Menurut (7-67)
ci = ∫ . g*j d
jadi:
cn = ∫ . n d= 301/2a5/2 (2/a)1/2 ∫ x (ax)}sin (n/a) x dx
= [ 1 (1)n ] (Buktikan) (7-69)
17
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Pn = cn2 = [ 1 (1)n ]2.
Catatan: Jika anda akan membuktikan (7-69) yang perlu dicatat adalah
bahwa cos n = (1)n
7.7 Postulat-Postulat Mekanika Kuantum
Sepanjang perjalanan kita dalam mempelajari mekanika kuantum, kita
telah mengenal postulat-postulat mekanika kuantum. Sekarang ini, kita
akan merangkumnya:
Postulat I.
Keadaan (state) sistem dideskripsi oleh fungsi yang merupakan fungsi
koordinat dan waktu. Fungsi ini disebut fungsi keadaan atau fungsi
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
gelombang yang memuat semua informasi mengenai sistem.
Selanjutnya juga dipostulatkan bahwa harus bernilai tunggal,
continous, ternormalisasi dan quadratically integrable.
Postulat II. Setiap besaran fisik teramati, berhubungan dengan operator
Hermite linear. Untuk menurunkan operator ini, tulislah
ekspresinya secara mekanika klasik dalam koordinat Cartessius,
dan hubungkanlah dengan komponen momentum linearnya,
kemudian gantilah setiap koordinat x dengan dan setiap
komponen px dengan
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Postulat III. Nilai yang mungkin, yang dapat diperoleh dari besaran fisik
A hanyalah nilai eigen ai dalam persamaan  gi = ai gi dengan Â
adalah operator yang berhubungan besaran fisik A dan gi adalah
fungsi eigen yang “well behaved”.
Postulat IV. Jika  adalah operator Hermite linear yang mewakili
besaran fisik teramati tertentu, maka fungsi gi dari operator Â
membentuk himpunan lengkap.
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Catatan:
Postulat IV di atas lebih bersifat sebagai postulat matematik artinya
kurang bersifat postulat fisik, karena tidak ada pembuktian matematik
sama sekali terhadap postulat ini. Karena tidak ada pembuktian
matematik terhadap kelengkapan himpunan, maka kita harus berasumsi
terhadap kelengkapannya. Postulat IV mengijinkan kita untuk
mengekspansi fungsi gelombang untuk sembarang keadaan sebagai
superposisi dari fungsi-fungsi eigen ortonormal dari sembarang operator
mekanika kuantum. Ekspansinya adalah dalam bentuk:
= i ci gi (7-70)
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Postulat V. Jika (q,t) adalah fungsi ternormalisasi yang mewakili suatu
sistem pada saat t, maka nilai rata-rata besaran fisik A pada saat t,
adalah:
< A > = ∫* d (7-71)
Postulat VI. Keadaan bergantung waktu dalam sistem mekanika
kuantum dinyatakan dengan menggunakan persamaan Schrodinger
bergantung waktu:
= (7-72)
dengan adalah operator Hamilton (Energi) sistem itu
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
7.8 Pengukuran dan Interpretasi Mekanika Kuantum
Dalam mekanika kuantum perubahan suatu sistem terjadi melalui dua
macam cara. Yang pertama perubahan yang terjadi secara berangsur-
angsur dari waktu ke waktu (reversibel). Perubahan jenis ini ditunjukkan
oleh persamaan Schrodinger bergantung waktu (7-72). Cara kedua adalah
perubahan yang terjadi secara spontan (irreversibel), diskontinyu (tidak
terus menerus) dan probabilitas kejadiannya sangat fluktuatif dan
ditentukan oleh sistem itu sendiri. Jenis perubahan spontan ini tidak dapat
diprediksi secara pasti karena hasil pengukurannya juga tidak dapat
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
diprediksi secara pasti; hanya probabilitas kejadiannya saja yang dapat
diprediksi. Perubahan spontan dalam disebabkan oleh pengukuran
yang disebut reduksi fungsi gelombang. Pengukuran terhadap besaran A
yang menghasilkan ak berakibat mengubah fungsi menjadi gk yaitu
fungsi eigen operator  yang nilai eigennya ak. Untuk lebih jelasnya
adalah sebagai berikut: Misal kita melakukan dua kali pengukuran
terhadap Lz elektron dalam atom hidrogen. Pada pengukuran pertama
dihasilkan Lz = 2 . Pada saat ini fungsi gelombangnya tentu fungsi
gelombang dengan m = 2, sehingga secara umum fungsi gelombangnya
adalah ( n, , 2) dengan > 2 dan n > +1. Selanjutnya misal pada
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
pengukuran kedua diperoleh Lz = . Pada pengukuran kedua ini, hasil
pengukuran pasti berasal dari fungsi gelombang hidrogen yang m = 1,
sehingga fungsi gelombangnya adalah (n, ,1) dengan > 1 dan n > +1.
Jadi tampak adanya perubahan fungsi gelombang secara mendadak akibat
adalah pengulangan pengukuran. Inilah penjelasan dari reduksi fungsi
gelombang.
Hal penting lain yang perlu mendapat perhatian mengenai pengukuran
adalah bahwa dalam mekanika kuantum, pengukuran merupakan sesuatu
yang sangat kontroversial. Bagaimana dan kegiatan apa yang terjadi
dalam kaitannya dengan reduksi pada saat terjadi pengukuran sungguh
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
sesuatu yang sangat-sangat tidak jelas. Ada fisikawan yang berpendapat
reduksi merupakan postulat tambahan bagi mekanika kuantum,
sementara fisikawan lain menyatakan bahwa reduksi merupakan
teorema yang diturunkan dari postulat lain. Para ahli saling berbeda
pendapat mengenai reduksi ini (L.E Balentine, 2004). Balentine
mendukung interpretasi ansemble statistika pada mekanika kuantum,
yang dikemukakan oleh Einstein, yang menyatakan bahwa fungsi
gelombang tidak mendeskripsi keadaan sistem tunggal (sebagaimana
dalam interpretasi ortodok) tetapi memberikan deskripsi statistikal
terhadap sekelompok sistem (dalam jumlah besar/ ansemble); dengan
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
interpretasi seperti ini maka silang pendapat mengenai reduksi fungsi
gelombang tidak terjadi.
"Bagi sebagian besar fisikawan, problema untuk mendapatkan teori
mekanika kuantum yang berhubungan dengan pengukuran masih
merupakan suatu persoalan yang belum ada penyelesaiannya. Adanya
perbedaan pendapat.... ketidakpastian dalam pengukuran kuantum... dan
lain-lain.... semua itu merefleksikan adanya ketaksepahaman dalam
meng-interpretasi mekanika kuantum secara global " (M. Jammer, 2003)
Sifat probabilistik dalam mekanika kuantum telah membuat para
fisikawan bingung, termasuk di antaranya Einstein, de Broglie dan
18
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Schrodinger. Sampai-sampai mereka menyatakan bahwa mekanika
kuantum belum memberikan deskripsi yang memuaskan bagi realitas
fisik. Selanjutnya, hukum probabilistik mekanika kuantum, secara
sederhana dapat dipandang sebagai refleksi dari hukum deterministik
yang beroperasi pada level sub mekanika kuantum dan yang melibatkan
variabel tersembunyi (hidden variables). Sebuah analogi bagi kasus ini
diberikan oleh fisikawan Bohm, yaitu kasus gerak Brown partikel debu di
udara. Partikel-partikel bergerak di bawah kondisi fluktuasi random,
sehingga posisi dan geraknya tidak dapat ditentukan secara pasti oleh
posisi dan kecepatannya. Secara analogis pula, gerak elektron dapat
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
ditentukan oleh variabel tersembunyi yang ada dalam level sub mekanika
kuantum. Interpretasi ortodok (sering disebut interpretasi Copenhagen)
yang dikembangkan oleh Heissenberg dan Bohr, menafikan adanya
variabel tersembunyi dan menyatakan bahwa hukum mekanika kuantum
memberikan deskripsi lengkap bagi realitas fisik.
Pada tahun 1964 J.S. Bell membuktikan bahwa dalam eksperimen
tertentu yang melibatkan dua partikel yang terpisah jauh, yang pada
awalnya berada pada daerah yang sama dalam ruangan, orang harus
membuat beberapa kemungkinan teori variabel tersembunyi untuk
memprediksi adanya perbedaan dengan yang dilakukan oleh mekanika
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
kuantum. Dalam teori lokal, dua partikel yang sangat berjauhan akan
saling independen. Hasil beberapa eksperimen sesuai dengan prediksi
mekanika kuantum, dan hal ini memperkuat keyakinan mekanika
kuantum untuk melawan teori variabel tersembunyi lokal.
Selanjutnya analisis yang dilakukan oleh Bell dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa hasil eksperimen ini beserta prediksinya terhadap
mekanika kuantum adalah tidak kompatibel dengan pandangan dunia
mengenai realisme dan lokalitas. Realisme (juga disebut obyektivitas)
adalah doktrin yang menyatakan bahwa realitas eksternal itu eksis dan
sifat-sifat definitnya adalah independen terhadap benar tidaknya realitas
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
yang kita amati. Sedang lokalitas adalah ke-instan-an aksi pada jarak
yang memungkinkan sebuah sistem berpengaruh terhadap yang lain
ketika sistem itu harus melintas dengan kecepatan yang tidak melebihi
kecepatan cahaya.
Teori kuantum memprediksi dan eksperimen mengkorfirmasi bahwa
manakala pengukuran dilakukan pada dua partikel yang pada mulanya
berinteraksi dan kemudian dipisahkan oleh jarak yang tak terbatas maka
hasil pengukuran terhadap partikel yang satu dipengaruhi oleh
pengukuran partikel yang lain dan juga dipengaruhi oleh sifat kedua
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
partikel yang diukur. Hal ini membuat adanya pendapat bahwa mekanika
kuantum adalah magic (D. Greenberger, 2004).
Meskipun prediksi-prediksi eksperimen mekanika kuantum tidak
arguabel, trtapi ternyata interpretasi konseptualnya masih saja menjadi
topik debat yang hangat dan menarik bagi para ahli, bahkan sampai saat
ini.
7.9 Matrik dan Mekanika Kuantum
Aljabar Matrik merupakan peralatan yang sangat penting dalam
kalkulasi mekanika kuantum modern. Matrik juga menjadi salah satu cara
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
dalam memformulasikan beberapa teori mekanika kuantum. Sub bab ini
akan mereview ingatan kita tentang matrik dan hubungannya dengan
mekanika kuantum.
Matrik adalah penataan bilangan-bilangan dalam baris dan kolom.
Bilangan-bilangan yang menyusun matrik disebut elemen matrik.
Seandainya matrik A terdiri atas m baris dan n kolom, dan seandainya a ij (
i = 1, 2, 3,...... m sedang j = 1, 2, 3,.....n) adalah pernyataan untuk
elemen baris i kolom j, maka:
A =
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
A disebut matrik m x n. Jangan bingung antara matrik dengan
determinan, Matrik tidak harus bujur sangkar dan tidak sama dengan
sebuah bilangan tunggal. Jika sebuah matrik hanya terdiri atas sebuah
baris saja, maka matrik itu disebut matrik baris atau matrik vektor.
Sedang jika sebuah matrik hanya terdiri atas sebuah kolom saja, maka
matrik itu disebut matrik kolom.
Dua buah matrik A dan B adalah sama jika jumlah baris dan
kolomnya sama serta elemen-elemen yang seletak nilainya sama.
Dua buah matrik dapat dijumlahkan jika kedua matrik itu berdimensi
sama. Penjumlahan dilakukan dengan menggabungkan elemen yang
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
seletak. Jika matrik C = A + B maka elemen cij = aij+bij dengan i = 1, 2,
3.... m dan j = 1, 2, 3,.... n atau:
Jika C = A + B maka cij = aij + bij (7-73)
Jika sebuah matrik dikalikan dengan sebuah bilangan k yang konstan
maka dihasilkan matrik baru yang elemen-elemen adalah k kali elemen
matrik semula, jadi:
C = kA maka cij = kaij (7-74)
Jika Am x n sedang Bn x p, maka perkalian matrik C = A x B adalah
matrik berdimensi m x p
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Sebagai contoh:
A = B =
Jika C = A x B, maka dimensi matrik C adalah 2 x 3, yaitu:
C =
Perkalian antar matrik bersifat non commutatif, artinya AB dan BA tidak
harus sama. bahkan untuk contoh kita di atas BA tak terdefinisi.
Matrik yang jumlah baris dan kolomnya sama disebut matrik square
atau matrik bujur sangkar. Matrik bujur sangkar disebut matrik diagonal
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
jika selain elemen diagonal utama, nilai elemen lain adalah nol. Dan
matrik diagonal yang elemen diagonal utamanya 1, disebut matrik satuan.
Contoh matrik satuan orde 3:
Hubungan matrik dengan Mekanika kuantum
Pada sub bab 7.1, kita telah menjumpai bentuk ∫fi* Â fj d yang juga
boleh ditulis < fi*Âfj>. Bentuk integral tersebut dalam bahasa matrik
19
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
adalah elemen ij dari matrik A, oleh karena itu ia juga boleh ditulis Aij.
Jadi jika kita mempunyai matrik A berikut:
A =
maka elemen-elemen:
A11 = < f1*Â f 1> ; A12 = < f1
*Âf2>
A21 = < f2*Â f 1> ; A22 = < f2
*Â f 2> dan seterusnya
Matrik tersebut di atas disebut matrik representatif dari operator linear Â
dengan basis {fi}. Karena pada umumnya { fi } terdiri atas fungsi-fungsi
yang banyaknya tak terhingga maka matrik order A adalah tak terhingga.
Jika = Â + maka integral sebagai elemen matrik C adalah:
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Cij = < fi* f j> = < fi
*Â + fj> = ∫ fi* (Â+ ) fj d
∫ fi* Â fj d∫ fi
* fj dij + Gij (7-75)
Jadi:
Jika = Â + maka Cij = Aij + Gij (7-76)
Dengan menggunakan logika dari (7-73) maka Cij = Aij + Gij pasti berasal
dari penjumlahan matrik C = A + B, sehingga:
Jika = Â + maka C = A + G (7-77)
dengan C, A dan G adalah matrik representatif dari operator linear , Â
dan .
Hal yang sama, yaitu :
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
jika = k maka Cij = k Aij (7-78)
Selanjutnya jika: Â = maka:
Aij = ∫ fi* Â fj d∫ fi
* fj d (7-79)
Fungsi fj dapat diekspansi ke dalam suku-suku himpunan fungsi
ortonormal {fk} menurut persamaan :
fj = k ck fk dengan ck = ∫ fk fj d jadi:
fj = k∫ fk fj d. fk = k fk fj> fk = k Gkj fk(7-80)
dan Aij menjadi:
` Aij =∫ fi* fj d∫ fi
* k Gkj fk dk ∫ fi* fk d Gkj
= k Cij Gij (7-81)
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jadi:
Jika  = maka Aij = k Cij Gij (7-82)
Persamaan Aij = k Cij Gij adalah aturan perkalian matrik A = C. G, jadi:
Jika  = maka A = C. G (7-83)
Selanjutnya kombinasi (7-79) dengan (7-82) menghasilkan aturan
penjumlahan yang sangat bermanfaat, yaitu:
k Cij Gij = ∫ fi* fj datau:
k < fi* fj> < fi
* fj> = < fi* fj> (7-84)
Selanjutnya berangkat dari Aij = < fi*Â fj> kita dapat memperoleh:
Aij = < fi*Â fj> = Aij = ∫ fi
* Â fj d
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Jika nilai eigen dari fj terhadap  adalah aj maka:
Aij = ∫ fi* aj fj d aj ∫ fi
* fj d aj < fi* fj> (7-85)
Satu hal yang sangat mendasar dari
hubungan antara matrik dengan operator
mekanika kuantum adalah jika kita
memahami matrik representatif A berarti
kita juga mengenal operator Â
7. 10 Fungsi Eigen Untuk Operator Posisi
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Kita telah menurunkan fungsi eigen untuk operator momentum linear
dan momentum angular. Pertanyaan kita sekarang adalah, bagaimana
fungsi eigen untuk operator posisi ?
Operator posisi ditulis yang operasinya adalah x kali atau
= x.
Jika fungsi eigen posisi kita misalkan g(x) dan nilai eigennya a, maka:
g(x) = a g(x) atau:
x g(x) = a g(x) atau (7-86)
(x a) g(x) = 0 (7-87)
Dari (7-87) dapat disimpulkan bahwa :
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
untuk x = a g(x) 0 (7-88)
untuk x a g(x) = 0 (7-89)
Kesimpulan di atas membawa kita kepada pemikiran mengenai sifat g(x),
yaitu bahwa seandainya fungsi state = g(x), dan jika dilakukan
pengukuran terhadap x, maka kemungkinan hasilnya adalah a, dan itu
hanya benar jika probabilitas nya 2 adalah nol untuk x a
agar memenuhi (7-89).
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai fungsi g(x), akan
diperkenalkan fungsi Heaviside step H(x) yang definisinya (gambar 7-1)
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Gambar 7.1: Fungsi Heaviside step
Dari gambar itu tampak bahwa:
20
1/2
1
H(x)
x
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
H(x) = 1 untuk x > 0
H(x) = ½ untuk x = 0 (7-90)
H(x) = 0 untuk x < 0
Selanjutnya akan diperkenalkan fungsi Delta Dirac (x) yang merupakan
turunan dari fungsi Heaviside step.
(x) = d H(x) / dx (7-91)
Dari (7-90) dan (7-91) diperoleh:
(x) = 0 untuk x 0 (7-92)
Karena pada x = 0 terjadi lompatan mendadak pada harga H(x), maka
turunan tak terhingga, jadi:
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
(x) = ~ untuk x = 0 (7-93)
Sekarang kita perhatikan (7-90). Jika x diganti x a, maka (7-90) akan
menjadi lebih umum, yaitu dalam bentuk:
H(x a) = 1 untuk (x – a) > 0
H(x a) = ½ untuk (x - a) = 0 (7-94)
H(x a) = 0 untuk (x – a )< 0
atau:
H(x a) = 1 untuk x > a
H(x a) = ½ untuk x = a (7-95)
H(x a) = 0 untuk x < a
20
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Dengan demikian maka:
(xa) = 0 untuk x a ; (xa) = ~ untuk x = a
(7-96)
Sekarang perhatikan integral berikut:
f(x) (x-a) dx
Evaluasi terhadap integral tersebut menggunakan metode parsial ∫U dV =
UV ∫V dU dengan U = f(x) sedang dV = (x-a) dx sehingga dU = f '(x) dx
dan mengacu (7-91), maka V = H(xa)
Jadi:
f(x) (x-a) dx = H(xa) f '(x) dx
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
f(x) (x-a) dx = f (~) H(xa) f '(x) dx (7-97)
Karena H(x-a) hilang kalau x < a maka (7-97) menjadi:
f(x) (x-a) dx = f (~) H(xa) f '(x) dx(7-97)
Suku H(xa) f '(x) dx pada (7-97) adalah ∫V dU jadi (7-97) menjadi:
f(x) (x-a) dx = f(a) (7-98)
Jika kita bandingkan (7-98) dengan persamaan j Cj ij = Ci kita dapat
melihat bahwa peran fungsi delta Dirac dalam integral sama dengan
peran Kronecker delta dalam jumlah atau sigma.
Jadi dapat dipastikan:
(x-a) dx = 1 (7-99)
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
Sifat (7-96) dari fungsi delta Dirac sama dengan sifat (7-88) dan (7-89),
dari fungsi eigen posisi g(x). Dengan demikian secara tentatif dapat
dinyatakan bahwa fungsi eigen posisi adalah:
g(x) = (x-a) (7-100)
Soal-soal Bab 7
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
1. Apakah <fmÂfn> sama dengan <fmÂfn> ?
2. Apakah suatu operator Hermite dapat ditunjukkan oleh persamaan
<mn> = <nm>* ?
3. Diketahui operator  dan adalah Hermitian dan c adalah bilangan
konstan real.
a) buktikan bahwa c adalah Hermitian
b) Buktikan
bahwa Â+ adalah Hermitian
4. Dengan menggunakan fi = A sin nx dan fj = A' sin mx, buktikan bahwa
operator d2/dx2 adalah operator Hermitian.
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
5. Mana di antara operator-operator berikut yang dapat menjadi operator
mekanika kuantum?
a) ( )1/2 b) d/dx c) d2/dx2 d) i(d/dx)
6. Tentukan nilai integral-integral dari sistem atom hidrogen berikut:
a) < 2 Âb) < 3 c)
< 3
 adalah operator Lz, adalah operator momentum angular L2 dan
adalah operator Hamilton.
7. Jika F(x) = x (a – x ) untuk 0 < x < adalah fungsi gelombang partikel
dalam box dan
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
n = (2/a)1/2sin(n/a) x adalah himpunan lengkap fungsi gelombang
dalam box, tentukan:
a) ekspansi F(x) = n an n
b) E1, E2 dan E3
c) probabilitas mendapatkan E1, E2 dan E3
8. Jika adalah operator paritas, tentukan jika n bilangan ganjil
positif ? Bagaimana pula jika n genap positif ? (Note: Terapkan pada
sembarang f(x, y, z)
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
9. Diketahui adalah operator paritas dan i(x) adalah fungsi gelombang
osilator harmonik ternormalisasi. Didefinisikan bahwa elemen matrik
adalah:
= d
buktikan bahwa elemen matrik = 0 untuk i j dan = + 1
10. Jika  adalah operator linear dimana Ân = 1. Tentukan nilai eigen dari
Â.
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
11. Buktikan bahwa operator paritas adalah linear. Buktikan pula bahwa
operator paritas adalah hermitian. (Pembuktian cukup dalam satu
dimensi)
12. Karena operator adalah Hermitian, maka dua fungsi eigen terhadap yang mempunyai nilai eigen berbeda pasti ortogonal. Buktikan !
13. Dengan menggunakan operator L2, sebuah fungsi gelombang
mempunyai nilai eigen . Jika diadakan pengukuran terhadap Lz,
tentukan harga-harga yang mungkin dan probabilitasnya masing-
masing.
14. Tentukan:
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum /
a) (x) dx b) (x) dx c) (x) dx
15. ) Tentukan:
a) f(x)(x-5) dx Jika f(x) = x2 b) f(x)(x-6) dx jika f(x) = ½ x2
+ 5
16. Untuk matrik:
A = B =
Tentukan:
a) AB b) BA c) A + B d) 3A e) A + 4B
===000===
21
Bab VII/Teorema Mekanika Kuantum / 21