8
Kisah Seputar Mendidik Anak B-1 Ketika Doa Mulai Bekerja Ada satu masa dimana saya begitu cemas dan khawatir. Dibalik segala kenyamanan dan kebahagiaan merasakan berbagai fasilitas pendidikan dan rekreasi di Amerika, ada hal yang sangat mengiris perasaan saya. Tentang masjid dan tentang shalat anak-anak. Cemburu rasanya melihat cerita anak-anak sahabat- sahabat di Indonesia yang gemar ke masjid setiap hari untuk menegakan shalat. Sementara anak kami??? Butuh perjalanan yang hampir sejauh Jakarta-Bogor untuk pergi ke mesjid besar melaksanakan sekolah islam akhir pekan. Butuh perjalanan menggunakan mobil bila ingin pergi shalat ke mushola kecil dekat rumah kami. Perasaan saya semakin miris melihat kondisi sulitnya kami dapat shalat di awal waktu. Mengapa? jujur saja, hidup di Amerika membutuhkan penyesuaian jadwal yang tidak mudah. Setiap musim durasi terangnya matahari selalu berubah- ubah, maka jadwal shalat selalu bergeser setiap saat. Bahkan pada saat summer kami harus menunggu sampai pukul 10.00 malam untuk dapat shalat isya. Lalu harus bangun sangat pagi untuk shalat subuh sekitar pukul 4.00. Tubuh kami harus terus menyesuaikan perubahan-perunahan yang kadang terasa sangat melelahkan. Bagaimanapun ketika matahari masih terang pada pukul 9.00 malam, kami pun tidak bisa memaksa tubuh kami untuk memiliki ritme seperti malam hari yang sudah harus berbaring istirahat. Kami masih harus menunggu adzan magrib dan isya. Bukan hanya perlu memasang adzan yang akan berbunyi secara otomatis dengan jadwal yang berubah-ubah, tetapi kadang ritme pola hidup pun harus terus menerus menyesuaikan diri. Terus terang hal itu tidak mudah. terkadang sering kami tidak menyadari bahwa waktu shalat sudah bergeser jauh, sementara ritme kerja belum disesuaikan berubah. Hidup seperti kejar- kejaran dengan waktu, baru selesai menyesuaikan ritme kerja agar dapat shalat di awal waktu, jadwal shalatpun kembali berubah. Saat itu ada hal lain pula yang membuat saya begitu sedih. Sampai usia sebelum 7 tahun Shafiyah anak kami yang kedua belum juga mau melaksanakan shalat. Setiap kali diajak shalat ia selalu menolak. Ia mau mengaji, ia mau menghafal quran, ia gemar mendengar cerita tentang agama islam, tapi entah kenapa hatinya belum tergerak untuk shalat. Beragam materi pengantar

Kisah Seputar Mendidik Anak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kisah Seputar Mendidik Anak

Kisah Seputar Mendidik Anak B-1Ketika Doa Mulai Bekerja

Ada satu masa dimana saya begitu cemas dan khawatir. Dibalik segala kenyamanan dan kebahagiaan merasakan berbagai fasilitas pendidikan dan rekreasi di Amerika, ada hal yang sangat mengiris perasaan saya. Tentang masjid dan tentang shalat anak-anak. Cemburu rasanya melihat cerita anak-anak sahabat-sahabat di Indonesia yang gemar ke masjid setiap hari untuk menegakan shalat. Sementara anak kami??? Butuh perjalanan yang hampir sejauh Jakarta-Bogor untuk pergi ke mesjid besar melaksanakan sekolah islam akhir pekan. Butuh perjalanan menggunakan mobil bila ingin pergi shalat ke mushola kecil dekat rumah kami. Perasaan saya semakin miris melihat kondisi sulitnya kami dapat shalat di awal waktu. Mengapa? jujur saja, hidup di Amerika membutuhkan penyesuaian jadwal yang tidak mudah. Setiap musim durasi terangnya matahari selalu berubah-ubah, maka jadwal shalat selalu bergeser setiap saat. Bahkan pada saat summer kami harus menunggu sampai pukul 10.00 malam untuk dapat shalat isya. Lalu harus bangun sangat pagi untuk shalat subuh sekitar pukul 4.00. Tubuh kami harus terus menyesuaikan perubahan-perunahan yang kadang terasa sangat melelahkan. Bagaimanapun ketika matahari masih terang pada pukul 9.00 malam, kami pun tidak bisa memaksa tubuh kami untuk memiliki ritme seperti malam hari yang sudah harus berbaring istirahat. Kami masih harus menunggu adzan magrib dan isya. Bukan hanya perlu memasang adzan yang akan berbunyi secara otomatis dengan jadwal yang berubah-ubah, tetapi kadang ritme pola hidup pun harus terus menerus menyesuaikan diri. Terus terang hal itu tidak mudah. terkadang sering kami tidak menyadari bahwa waktu shalat sudah bergeser jauh, sementara ritme kerja belum disesuaikan berubah. Hidup seperti kejar-kejaran dengan waktu, baru selesai menyesuaikan ritme kerja agar dapat shalat di awal waktu, jadwal shalatpun kembali berubah.

Saat itu ada hal lain pula yang membuat saya begitu sedih. Sampai usia sebelum 7 tahun Shafiyah anak kami yang kedua belum juga mau melaksanakan shalat. Setiap kali diajak shalat ia selalu menolak. Ia mau mengaji, ia mau menghafal quran, ia gemar mendengar cerita tentang agama islam, tapi entah kenapa hatinya belum tergerak untuk shalat. Beragam materi pengantar tentang Shalat saya berikan terutama tentang mengapa manusia harus menegakkan shalat. Setiap kali kami shalat, kami terus mengajaknya, sesekali ia mau ikut, tapi ia lebih banyak menolak. Mengacu pada hadist yang memerintahkan kita untuk memberikan pendidikan shalat di usia 7 tahun, maka kami tidak pernah memaksa Shafiyah untuk melakukan shalat. Setiap kali Shafiyah menolak melakukan shalat saya hanya berkata padanya "Oke kalo sekarang belum mau belajar shalat tidak apa-apa, tapi kalo sudah 7 tahun insya Allah teteh mau mulai ya, karena ummi disuruh Allah untuk mulai ngajarin anak belajar shalat di usia 7 tahun, bukan dari ummi lho perintahnya, itu dari Allah" Shafiyah sangat mengingat kalimat itu, pernah saat beberapa minggu mengjelang usianya yang ketujuh Shafiyah berkata "actually i am affraid to be 7" Saat itu perasaan saya sangat khawatir, khawatir memberikan kesan yang sangat berat baginya untuk mulai melaksanakan pembebanan ibadah untuk pertama kali. Namun hati ini terus berdoa agar Allah menjadikan anak-anak keturunan kami sebagai hamba yang menenggakan shalat, meneggakan shalat di awal waktu dan sangat berharap kelak mereka dekat hatinya dengan masjid.

Sampailah hari dimana ulang tahun Shafiyah yang ketujuh pada tanggal 2 Maret 2015 lalu. Tepat satu hari sebelumnya, saya menutup hari dengan kalimat yang mengingatkan bahwa mulai besok, Allah sudah memberikan perintah bagi kami untuk mengajarkannya shalat lebih serius. Alhamdulillah, Allah mengabulkan doa kami. tepat di hari ulang tahunnya ia mau bangun di waktu subuh untuk menngerjakkan shalat. Sejak saat itu, kami meluangkan waktu

Page 2: Kisah Seputar Mendidik Anak

untuk mengajarkan bacaan shalat lebih keras setiap hari saat ia shalat subuh. Sementara shalat lainnya ia lakukan berjamaah bersama anggota keluarga lainnya. Alhamdulillah sejak hari ulang tahunnya ia sangat berkomitmen mengerjakan shalat 5 kali sehari tanpa sulit diperintah. Meskipun pada awalnya ia belum bisa shalat di awal waktu. Hal ini terjadi lebih karena kesalahan saya yang kurang mudah melakukan penyesuaian ritme jadwal homeschooling dan kerja rumah tangga, dengan perubahan jadwal adzan setiap harinya. Namun demikian, setiap kali saya mengumandangkan iqomah dengan suara yang membesar, kedua anak kami yang sudah wajib shalat, terutama Shafiyah yang sangat baik dalam hal pendengaran, akan segera berlari meninggalkan pekerjaannya dan mengambil air wudhu untuk shalat berjamaah. Lalu bagaimana dengan adik-adiknya? tentu masih membutuhkan proses untuk memulai shalat. Bahkan pernah saat mengajak Shiddiq shalat ia hanya menjawab "can i do it when I seven?" lalu saya hanya memberikan pengertian "tidak apa-apa kalo bang Shiddiq dan Faruq tidak mau belajar shalat sekarang, duduk saja disekitar sini, tetapi tidak boleh menganggu ya!" Meskipun begitu, menjadi kuda-kudaan saat shalat adalah bagian dari cerita sehari-hari.

Kini episode kehidupan kami yang baru kembali di mulai. Alhamdulillah atas ijin Allah, Allah kembali mengabulkan doa saya. Doa saat kami menginginkan anak-anak semakin dekat dengan mesjid dan dapat berkomitmen shalat di awal waktu dengan berjamaah di masjid. Alhamduliah bahagia sekali rasanya tergopoh-gopong mendorong sepeda bayi atau stroller ganda, mengejar sepeda anak-anak yang melaju mengejar iqomah minimal 4 waktu shalat setiap harinya. Alhamdulillah, bahagia sekali rasanya melihat mereka yang selalu sibuk ketika adzan berkumandang, "I heard adzan, come on!" lalu berebut mengambil air wudhu dan berhamburan dengan sepedanya masing-masing. mereka begitu bersemangat bersepeda ke masjid, karena sekolah kami hanya di rumah. Bahkan di satu waktu Shiddiq pernah marah pada saya karena saya menyebabkan ia terlambat mengejar iqomah. Alhamdulillah doa yang saya panjatkan kini tengah bekerja, meski untuk mengabulkannya Allah memberikan takdir terbaikNya. Bapak harus kehilangan pekerjaan di Amerika karena kantornya yang tutup. Atas kehendak Allah pula, jenis visa yang kami miliki tidak mudah untuk memperoleh perusahaan baru yang dapat memberi sponsormeskipun tawaran pekerjaan baru terbuka. Alhamdulillah melalui takdirNya, insya Allah, Allah tengah memberikan kebaikan-kebaikan baru sebagai jawaban dari doa-doa terbaik kami. Damparkan kami ya Allah! Damparkan kami ya Allah! ke tempat dimana Engkau semakin mendekatkan diri kami pada surga! Kuatkan, mampukan, dan mudahkan ditempat mana Engkau berkehendak mendamparkan kami selanjutnya.

Doa...Doa...Doa... doalah senjata ibu yang istimewa. Kala lisan tak mampu mengarahkan dan tangan tak mempu menuntun mereka, maka doalah senjata yang utama. maka diri yang lemah ini masih menanti kelak doa yang diucapkan kembali bekerja.

Setiap kali menyapa mereka, atau menjawab panggilan mereka, maka kata sapaan yang diucapkan adalah doa "iya anak sholih, calon hafizh quran, calon ahli quran, calon alim ulama!"Saat melihat balita yang tantrum berguling-guling mempertahankan keinginannya, saya alihkan kemarahan ini dengan memanjatkan doa "Ya Allah jadikanlah anak-anakku, hamba-hambaMu yang penyabar, mampukan ia menyampaikan keinginan dengan cara yang baik, beri hambaMu kemampuan untuk mengerti maksudnya. Jadikanlah kegigihan yang dimiliknya menjadi kegigihan untuk membela agamaMu ya Allah"Saat melihat balita yang sering menyelesaikan masalah dengan memukul, saya alihkan kemarahan ini dengan memanjatkan doa "Anak sholih, calon ahli quran, jadilah engkau sebaik-baik pemuda di jamanmu, jadilah engkau pemuda yang paling penyayang, menyayangi orang misikin dan anak yatim, penegak perdamaian di dunia"

Page 3: Kisah Seputar Mendidik Anak

Saat melihat anak yang berperilaku menyulitkan, saya alihkan kemarahan ini dengan memanjatkan doa "Ya Allah jadikanlah anakku, anak yang memudahkan urusan orang lain, sehingga dengannya Engkau mudahkan urusannya di dunia dan akhirat"Saat menyuruh anak bangun subuh namun belum juga bergegas mengambil wudhu dan pergi ke masjid, saya alihkan kekesalan ini dengan memanjatkan doa "Ya Allah jadikanlah anakku anak-anak yang menegakan shalat di awal waktu, jadikanlah mereka pemuda yang memiliki waktu subuh yang berkah"Saat menghadapi anak-anak yang bertengkar dan tidak ada yang mau mengalah "ya Allah lembutkanlah lunakkanlah hati anak-anak hamba ya Allah jadikanlah mereka hambaMu yang memudahkan setiap urusan"Saat Shiddiq rewel menyebalkan, memanggil dengan suara rewelnya" Ada apa anak sholih? Calon hafidz quran! calon ahli quran, calon ilmuwan, calon penemu dan pembukti kebenaran quran melalui penemuan-penemuannya"Saat Faruq selalu mengotori dapur dengan ekplorasi pembuatan makanan atau susu yang tidak pernah mau dibantu "Anak sholiiiiiiih, calon ahli quran, calon pengusaha makanan terbesar di dunia yang kaya rayaaaaaa, yang dermawan, yang menginfakkan hartanya untuk perjuangan islam, udah dulu yaaaaaaaa eksplorasinya ini makanannya tumpah kemana-mana anak sholih, sayang, mubadzir!"Saat Fatih sering sekal ditemui sedang memainkan air, baik di kamar mandi maupun di ember rendaman atau pel lantai "anak soliiih, calon ahli bahari yang akan memajukan perikanan dan kelautan Indonesia... Udah dulu ya main airnya"Saat terkaget-kaget melihat suasana rumah yang hancur lebur karena eksplorasi anak-anak yang tak terduga, saya mengalihkan kekesalan dengan memanjatkan doa "Ya Allah jadikanlah anak-anakku ahli ilmu, ahli dalam beramal, ahli dalam berkarya, yang dengan karyanya mereka menolog agamaMu, yang dengan karyanya mereka menjadi manusia yang paling bermanfaat"Apa saja.... Apa saja... Apa saja yang membuat dada ini hampir bergejolak, maka kemarahan ini segera diubah menjadi doa-doa kebaikan sesuai dengan apa yang sedang kami harapkan saat itu terhadap anak-anak kami. Kami masih menanti dan terus menanti, kelak doa-doa itu akan bekerja untuk kami, Insya Allah, Insya Allah

Kisah Seputar Mendidik Anak B-2Kala tangan kita diayun

"Ya Allah ibu.....ibu sabar pisaaaaan, ibu teh gak pernah mukul? Kalo di kampung mah anak kayak gitu udah dipukulin bu?" Komentar seorang bibi tukang pijit yang sedang silaturrahim ke rumah yang terheran-heran melihat bagaimana saya menghadapi Faruq yang sedang marah saat itu. Setahap demi setahap saya telusuri keinginannya, setahap demi setahap saya membantunya menahan amarah, menenangkan diri, lalu menyelesaikan permasalahannya. Tanpa teriakan tanpa kekerasan. Dan ternyata masalahnya hanya karena ia ingin bersama saya dan tak ingin jika saya dipijit. Jika Bibi tukang pijit terheran-heran melihat sikap saya maka saya pun balik terheran, memang kenakalan apa saja yang biasa dilakukan anak-anak sedemikian hingga seorang ibu memiliki alasan untuk memukul anaknya?

Page 4: Kisah Seputar Mendidik Anak

Ya saya akui, meski bagi saya anak-anak saya tetaplah anugrah yang istimewa dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka, beberapa kerabat memang menyimpulkan bahwa sebagian besar anak-anak saya adalah anak super aktif, yang gigih kemauan, dan cukup menguras kesabaran. Entah karena keaktifannya atau karena kegigihan akan kemauannya. Pernah bibi yang membantu di rumah curhat dengan neneknya anak-anak.bibi: aduuh ibu! eta mah barudak teh, aduuuuh, ngan ibuna we sabaaaaaar pisan (Aduh ibu, itu anak-anak, aduuuh, tapi ibunya sabar sekali)nin: enya eta... indungna sabar pisan, mun hampang leungeun mah barudak geus digebukkan (iya itu dia, ibunya sabar sekali, kalau ringan tangan, anak-anak itu sudah pasti dipukuli)*(*seperti yang diceritakan ulang oleh bibi kepada saya)

Mungkin imajinasi sahabat pembaca berkeliaran tentang bagaimana suasana di dalam rumah saat anak-anak sedang "bermasalah", sampai-sampai para kerabat berpendapat bahwa kondisi yang serupa diluar sana, anak-anak sudah dipukul oleh orang tua mereka. Tapi yang paling mengerti betapa mereka tidak layak untuk mendapat pukulan adalah saya sendiri, ibunya. Bagaimana mungkin tangan ini tega memukul mereka saat neoron-neoron otak mereka sedang saling terhubung ketika mereka melakukan berbagai percobaan yang terkadang mengotori dan membasahi lantai, merusak barang dan sedikit membuang sumber daya alam. Tangan ini hanya ingin menggiring mereka melakukannya dengan lebih aman, dalam batasan jumlah sumber daya alam yang diijinkan. Atau kadang tangan ini hanya ingin menggiring mereka melakukan sesuatu yang lain, yang lebih pantas dan wajar dilakukan dalam proses belajar. Bagaimana mungkin tangan ini tega memukul mereka yang sedang belajar menyelesaikan perselisihan. Bukankah pukulan yang diayun saat mereka bertengkar antar saudara, hanya akan kembali memberi pelajaran tentang cara terbaik dalam menyesesaikan masalah?. Tangan ini hanya ingin menggiring mereka keluar dari ruangan, memisahkan mereka, memberi mereka ruang dan waktu untuk menenangkan diri, lalu tangan ini dipakai untuk memeluk mereka saat mereka sudah tenang dan mau mendengarkan nasihat. Bagaimana mungkin tangan ini tega memukul saat mereka marah meronta-ronta mempertahankan keinginan mereka, sementara saat itu kami sedang ingin mengajarkan mereka tentang arti bersabar dan menahan keinginan. Bukankah memukul mereka yang sedang belajar bersabar hanya akan mengajarkan tentang arti ketidaksabaran? Tangan ini hanya ingin memeluk mereka, memberi dekapan yang menenangkan, memberi keyakinan bahwa mereka baik-baik saja meski keinginannya belum dapat terpuaskan. Lalu lisan ini mengajak mereka berfikir tentang hal-hal yang membahagiakan yang sudah bisa mereka dapatkan saat itu. Bagaimana mungkin tangan ini tega memukul saat mereka merengek menangis karena membutuhkan pelukan pengantar tidur atau karena rindu menginginkan orang tua yang memperhatikan mereka? Bukankah sangat meyakitkan jika berharap air susu namun air tuba yang diterima? Maka tangan ini hanya ingin menggiring mereka ke atas tempat tidur, mendekap dan meninabobokan. Atau tangan ini hanya ingin mengambil beberapa buku atau mainan untuk melengkapi kebersamaan. Bagaimana mungkin tangan ini tega memukul mereka yang sedang kesulitan mengungkapkan kekecewaan dan keinginan dengan lisannya sehingga yang dilakukan hanya meronta dan memukul-mukul ibunya. Sementara saat itu kami sedang ingin mengajarkan mereka untuk mengungkapkan keinginan dengan kata-kata baiknya, bukan dengan tangan mereka. Bukanlah memukul mereka yang sedang belajar berucap dengan lisan hanya akan mengajarkan mereka berbahasa dengan tangan?. Alasan apa? alasan apa yang membuat mereka layak untuk dipukul?

Ya! saya pernah memukul Ali saat usianya sudah 10 tahun, saat ia lupa mengerjakan shalat fardu "maaf ya nak, ini bukan keinginan ummi, ini perintah dari Allah supaya aa mengerti betapa seriusnya perintah shalat" Paaak! pukulan ringan pun diayun pada bagian belakang

Page 5: Kisah Seputar Mendidik Anak

tubuhnya. Ya! saya pernah memukulnya karena itu perintah Allah untuk memukul anak yang meninggalkan shalat jika ia telah berusia 10 tahun. Adakah perintah lain selain itu untuk memukul? Tapi saya pun seorang manusia, bukanlah malaikat yang tanpa dosa. Pernah suatu ketika, satu kali, tangan ini memukul Shiddiq saat ia mengungkapkan kekecewaanya dengan berbicara yang bernada tidak sopan terhadap ibunya (mwnyolot). Paaaak! tanpa sadar tangan saya mengayun memukul pipinya, meski tak keras rasanya. lalu seketika "Astagfirullah i'm sorry Shiddiq that was not me! That was syaitan! I dont know why i did that! I am so sorry honey" Saya sangat menyesal melakukannya, tapi saya pun terkaget-kaget mengapa tangan ini mengayun memukulnya. Tahukah sahabat bagimana reaksi Shiddiq yang belum pernah dipukul sebelumnya? "Ummi if you hit me, that's mean you teach me to do that again!" Astagfirullah, lalu saya pun segera membalasnya dengan pelukan dan ciuaman maaf. Ya betul! saya sedang mengajarkan kepada mereka tentang ketidakbijaksanaan. Tahukah sahabat ternyata kejadian yang hanya sekali itu sangat membekas dalam ingatan shiddiq, sangat membekas, sangat membekas. Setahun kemudian saat saya menasihati Faruq yang memukul saudaranya saat frustasi saya bertanya "kenapa abang Faruq pukul-pukul? dari ana abang belajar, ummi kan gak pernah mukulin abang" Tiba-tiba shiddiq menghampiri saya sambil tersenyum "remember ummi! you do that to me one time! but you said that was an accident. You like after drink wine at that time hahahah" Saya pun tertawa karena tambahan alasannya, sekaligus menyesal, sekaligus menyesal, sekaligus menyesal, bahwa saya tak bisa kembali ke masa lalu untuk menghapus kembali satu pukulan itu, yang hanya satu, hanya satu. Maafkan hamba ya Allah, maafkan ummi nak.

Kenyataannya, kala tangan kita diayun untuk memukul mereka, kita tengah mengajarkan mereka tentang hak untuk melakukan hal yang sama. Kala tangan kita diayun untuk memukul mereka, mungkin mereka menghentikan perilakunya, namun luka dalam hatinya akan membahayakan masa depan mereka dan merusak hubungan antara kita dengan mereka. Kala tangan kita diayun untuk memukul mereka, kita menghilangkan kesempatan belajar bagi mereka tentang kebijaksanaan menyelesaikan masalah yang berperikemanusiaan. Kala tangan kita diayun untuk memukul mereka, syeitan masuk dalam kemarahan yang akan memungkinkan kita melakukan yang lebih berbahaya bagi mereka. Kala tangan kita diayun untuk memukul mereka, yang ada hanyalah rasa sakit dalam lahir dan membekas dalam batin