Upload
pratama-putra
View
45
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KLASIFIKASI CEKUNGAN SEDIMENSampingan
Filed under: Geology — Tinggalkan Komentar
Maret 20, 2012
Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak dan proses
tektonik yang dialami lempeng. Ingersol dan Busby (1995) menunjukkan bahwa cekungan
sedimen dapat terbentuk dalam 4 (empat) tataan tektonik: divergen, intraplate, konvergen
dan transform). Menurut Dickinson, 1974 dan Miall, 1999; klasifikasi cekungan sedimen dapat
berdasarkan pada:
1. tipe dari kerak dimana cekungan berada,
2. posisi cekungan terhadap tepi lempeng,
3. untuk cekungan yang berada dekat dengan tepi lempeng, tipe interaksi lempeng yang terjadi
selama sedimentasi,
4. Waktu pembentukan dan basin fill terhadap tektonik yang berlangsung,
5. Bentuk cekungan.
Selley (1988) memberikan klasifikasi cekungan sedimen secara sederhana seperti dalam
Tabel 10.2. , sedang Boggs (2001) membagi cekungan sedimen lebih rinci dan lebih komplit
(Tabel 10.3).
Tabel 10.1: Mekanisme penendatan disariakan dari Dickinson (1993)
dan Ingersol dan Busby (1995)
Penipisan kerak (crustal thinning):
Perenggangan, erosi selama pengangkatan, dan penarikan akibat magmatisme
Penebalan mantel litosper(mantle-lithospheric thickening):
Pendinginan litosper yang diikuti penghentian perenggangan atau pemanasan akibat peleburan adiabatik atau naiknya lelehan astenosper
Pembebanan batuan sedimen dan gunungapi(sedimentary and volcanic loading):
Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung kegetasan litosper, selama sedimentasi dan kegiatan gunungapi
Pembenan tektonik(tectonic loading):
Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung kegetasan dibawah litosper, selama pensesaran naik (overthrusting) dan/atau tarikan (underpulling)
Pembenan subkerak(subcrustal
kelenturan litosper selama underthrusting dari litosper padat
loading):
Aliran astenosper(asthenospheric flow):
pengaruh dinamik aliran astenosper, umumnya karena penunjaman litosper
Penambahan berat kerak(crustal densification):
Peningkatan berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/ temperatur dan/atau pengalihan tempat kerak berberat-jenis tinggi ke kerak berberat-jenis rendah
Tabel 10.2: Klasifikasi cekungan sedimen (Selley, 1988)
PROSES PENYEBAB
TERBENTUKNYA
TIPE CEKUNGAN
TATAAN TEKTONIK LEMPENG
Crustal sagCekungan intrakraton
Intra-plate collapse
Puntir (tension)Epicratonic downwardRift
Tepian lempeng pasif (passive plate margin)
Sea-floor spreading
Tekanan (compression)Palung (trench)
Busur depan (fore-arc)
Busur belakang (back-arc)
Subduksi (tepian lempeng aktif)
Wrenching
Strike-slip
Gerakan mendatar lempeng
Table 10.3: Klasifikasi cekungan menurut Boggs (2001)
TATAAN TECTONIK
TIPE CEKUNGAN
Divergen Rift: terrestrial rift valleys; proto-oceanic rift valleys
Antar-lempeng
Cekungan beralaskan kerak benua/peralihan: cekungan intrakraton, paparan benua, sembulan benua (continental rises) dan undak, pematang benua.Cekungan beralaskan kerak samodra: cekungan samodra aktif, kepulauan samodra, dataran tinggi dan
bukit aseismik (aseismic rigde and plateau)
Konvergen
Cekungan akibat subduksi: palung, cekungan lereng palung, cekungan busur depan, cekungan intra-busur, cekungan busur belakang.Cekungan akibat tabrakan: cekungan retroac forels, peripheral foreland basin, cekungan punggung babi (piggyback basin), broken forland
TranformCekungan akibat sesar mendatar: cekungan transextensional, transpressional, transrotaional
HybridCekungan akibat berbagai sebab: cekungan-cekungan intracontinental wrench, aulacogen, impactogen, successor
Buku ini tidak membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen, akan tetapi beberapa
cekungan yang dianggap penting di Indonesia akan dibahas secara singkat di bawah ini
(sebagian besar disarikan dari Boggs, 2001).
Cekungan Intrakraton (Intracratonic Basin)
Cekungan intrakraton (Gambar 10.1A) umumnya cukup besar terletak di tengah suatu benua
yang jauh dari tepian lempeng. Subsiden pada cekungan jenis ini umumnya disebabkan oleh
penebalan mantel-litosfir dan bembebanan oleh batuan sedimen atau gunungapi (Boggs,
2001). Beberapa cekungan intrakraton ini diisi oleh endapan klastika laut, karbonat, atau
sedimen evaporit yang diendapkan mulai dari laut epikontinental sampai darat. Cekungan tua
jenis ini di antaranya adalah Cekungan Amadeus dan Carpentaria di Australia, Cekungan
Parana di Amerika Latin, dan Cekungan Paris di Perancis. Sedangkan contoh cekungan
modern jenis ini adalah Cekungan Chad di Afrika.
Renggang (Rift)
Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi oleh lembah
patahan (Gambar 10.1B).. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar seperti
pada Sistem Renggangan Afrika Timur, dimana mempunyai lebar 30-40 km dan panjang
hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai tataan tektonik, namun yang
paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng
benua seperti antara Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan
Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada Afrika Timur merupakan
contoh sistem renggangan modern.
Gambar 10.1:
Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap tepian
benua, dimana umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan kemudian
diaktifkan kembali selama tektonik konvergen (Gambar 10.1C). Palung yang sempit tapi
panjang dapat menggapai sampai kraton benua dengan sudut besar dari lajur sesar. Sedimen
yang mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya kipas aluvium),
endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti endapan turbit. Contoh aulakogen
di antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir
dan Palung Benue yang berumur Kapur dimana Sungai Niger membelahnya.
Cekungan tepian benua
Cekungan tepian benua dicirikan oleh kehadiran baji yang sangat besar dari sedimen yang ke
arah laut dibatasi oleh lereng landai dari benua dan sembulan. Ketidakterusan struktur
dijumpai di bawah sistem ini, antara kerak benua normal dan kerak peralihan (Gambar
10.1D). Sedimen terendapkan pada sistem ini: pada paparan berupa pasir neritik dangkal,
lumpur, kabonat dan endapan evaporasi; pada lerengan terdiri atas lumpur hemipelagik; dan
pada sembulan benua berupa endapan turbit. Cekungan renggangan (rift basin) dapat
berhubungan dengan cekungan tepian benua. Contoh yang baik dari cekungan jenis ini
adalah pantai Amerika dan bagian selatan-timur Kanada (Cekungan Blake Plateau, Palung
Lembah Baltimor, Cekungan George Bank dan Cekungan Nova Scotian) yang terbentuk pada
akhir Trias- awal Jura oleh renggangan dan terpisahnya Pangea. Beberapa cekungan itu
terpisahkan dari laut membentuk lapisan tebal dari endapan klastik arkosik dan endapan
lakustrin; berselingan dengan batuan gunungapi basa. Cekungan yang lain berhubungan
dengan laut, membentuk sedimen yang berkisar dari endapan evaporit sampai delta, turbit,
dan serpih hitam.
Cekungan berhubungan dengan subduksi
Subduksi ditunjukkan dengan aktifnya tepian benus yang mana umumnya dicirikan oleh
adanya palung laut dalam, busur gunungapi aktif, rumpang parit-busur (arc-trench gap) yang
memisahkan ke duanya (Gambar 10.2). Tataan subduksi terjadi lebih banyak pada tepian
benua dibandingkan pada besur samodra.
Gambar 10.2: Cekungan yang berhubungan dengan subduksi pada sistem subduksi Sumatra.
Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan silisiklastik yang
umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur gunungapi. Endapan ini dapat berupa
pasir dan lumpur yang terendapkan pada paparan, lumpur dan endapan turbit terendapkan
dalam air yang lebih dapam pada lereng, cekungan, dan parit (Gambar 10.2). Sedimen pada
parit dapat berupa endapan terigen yang terangkut oleh arus turbit dari daratan, bersamaan
dengan sedimen dari lempeng samodra yang tersubduksikan. Ini umumnya membentuk
kompleks akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi ini, yang
dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada masa dasar yang
mengkilap (sheared matrix).
Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang, Peru, Chili dan
Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya adalah cekungan busur
muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris dan Coastal range, Taiwan. Contoh
cekungan busur belakang di antaranya terjadi pada Jura Akhir – Awal Kapur terbentuk di
belakang Busur Andean di Chili selatan.
Cekungan berhubungan patahan mendatar/transform
Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar yang menoreh
dalam kerak sampai membatasai dua lempeng yang berbeda (transform fault) dan patahan
yang terbatas dalam suatu lempeng dan hanya menoreh bagian atas kerak (Sylvester,
1988). Cekungan yang berhubungan dengan patahan mendatar regional terbentuk sepanjang
punggung pemekaran, sepanjang batas patahan antar lempeng, pada tepian benua dan
daratan dalam lempeng benua. Gerakan sepanjang patahan mendatar regional dapat
membentuk berbagai cekungan nendatar (pull-apart basin). Cekungan yang dibentuk karena
patahan mendatar umumnya kecil, garis tengahnya hanya beberapa puluh kilometer,
walaupun ada beberapa yang sampai 50 km. Karena patahan mendatar terbentuk pada
berbagai tataan geologi, cekungan ini dapat diisi sedimen laut maupun darat. Ketebalan
sedimen cenderung sangat tebal, karena kecepatan sedimentasi yang tinggi yang dihasilkan
oleh erosi dari daerah sekitarnya yang berelevasi tinggi, dan boleh jadi ditandai dengan
banyaknya perubahan fasies secara lokal. Di Indonesia Cekungan jenis ini banyak terdapat
sepanjang Patahan Sumatra (Cekungan ………………………………).
Gambar 10.3: Cekungan yang berhubungan dengan subduksi pada sistem subduksi Sumatra
10.4. TEKNIK ANALISA CEKUNGAN
Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting untuk
dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut dipelajari
bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Proses pembentukan
sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan
biologi batuan; lingkungan pengendapan, dan posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pengendapan dan sifat sedimen adalah:
1. litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang berasal dari
batuan tersebut;
2. topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan denudasi yang
menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam cekungan;
3. kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan kenaikan/penurunan muka
laut; dan
4. ukuran dan bentuk dari cekungan.
Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada proses sedimentasi,
stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi, paleogeografi, iklim purba,
analisa muka laut, dan petrografi/mineralogi (Klein, 1995; Boggs, 2001). Penelitian
sedimentologi dan analisa cekungan sekarang ini ditikberatkan pada analisa fasies sedimen,
siklus subsiden, perubahan muka laut, pola sirkulasi air laut, iklim purba, dan sejarah
kehidupan.
Model pengendapan semakin meningkat digunakan untuk mengetahui lebih baik tentang
pengisian cekungan dan pengaruh berbagai parameter pengisian cekungan seperti pasokan
sedimen, besar butir, kecepatan penurunan cekungan, dan perubahan muka laut.
Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data dari singkapan
sampai data bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil pemboran dalam, studi
polarisasi magnetik dan eksplorasi geofisika. Pembahasan berikut ini secara singkat akan
diketengahkan teknik analisa cekungan yang umum dilakukan.
10.4.A. Penampang Stratigrafi
Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti bor, baik ketebalan
maupun litologi setiap himpunan sedimen, merupakan hal yang sangat penting untuk
interpretasi sejarah bumi. Untuk menghimpun data tersebut diperlukan pengukuran dan
pemerian secara teliti dan akurat pada singkapan dan/atau inti bor. Kegiatan menghimpun
data ini jamak disebut pembuatan penampang stratigrafi terukur, yang meliputi pemerian
litologi, sufat-sifat perlapisan, dan kenampakan lainnya dari batuan. Pemakaian teknik
tertentu dalam melakukan pengukuran penampang stratigrafi sangat tergantung pada
kegunaan hasil pengukuran dan keadaan singkapan diukur di alam. Kottlowski (1965)
menunjukkan beberapa cara dan peralatan untuk melakukan pembuatan penampang
stratigrafi.
Sejumlah penampang stratigrafi dapat dipakai dalam pembuatan penampang melintang
stratigrafi yang sangat bermanfaat dalam korelasi stratigrafi, interpretasi struktur dan
perubahan fasies yang boleh jadi diikuti oleh perubahan dari lingkungan dan arti ekonomis.
Penampang melintang digambarkan segai ilustrasi yang menggambarkan keadaan lokal dari
suatu cekungan, sering pula disiapkan dalam rangka pembuatan peta fasies, atau bahkan
menggambarkan runtunan stratigrafi seluruh cekungan. Pada umumnya penampang
stratigrafi menggambarkan dua demensi dari litologi dan/atau ciri struktur dari suatu unit
stratigrafi atau unit yang memotong suatu wilayah geografi.
Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang menggambarkan
pandangan tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah tertentu (Gambar 10.4).
Dengan cara ini hubungan antar satuan stratigrafi dapat dilihat dengan jelas. Sayangnya,
bagian pagar depan akan menutup sebagian belakangnya; sehingga menyulitkan pembuat
untuk menyuguhkan gambar yang baik dan jelas.
Gambar 10.4: Diagram pagar yang menggambarkan hubungan tiga dimensi dari beberapa
satuan stratigrafi dari suatu wilayah
Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian cekungan
diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini adalah kumpulan titik-titik yang
mempunyai elevasi sama dari bagian atas atau bawah suatu datum tertentu. Struktur lokal
seperti antiklin dan sinklin dapat dengan mudah dikenali pada peta jenis ini (Gambar 10.5).
Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik hidrokarbon maupun mineral dan
batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan dengan peta ini, apabila menggunakan datum
bagian bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan. Dengan begitu topografi
purba dapat diinterpretasi dengan mudah.
Gambar 10.5. Peta kontur struktur yang memperlihatkan struktur lokal seperti antiklin dan
synklin.
Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan (Gambar 10.6). Ketebalan suatu
satuan batuan tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan ruang yang tersedia pada
cekungan. Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari geometri cekungan dan kecepatan
subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal merupakan pusat pengendapan,
sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah yang sebelum pengendapan merupakan
tinggian atau sudah lebih banyak tererosi setelah pengendapan. Dengan peta jenis ini dapat
digambarkan keadaan cekungan sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila
dilakukan analisa peta isopak untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka
diendapkan, akan mendapatkan informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu.
Gambar 10.6. Peta isopak yang menggambarkan daerah tinggian dan rendahan dari suatu
cekungan.
Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu di bawah atau
di atas suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas semua satuan batuan mulai
dari unit stratigrafi tertentu untuk melihat satuan batuan di bawah unit stratigrafi tertentu
tersebut. Kemudian kita gambarkan peta geologi di atas alas satauan batuan tersebut. Peta
semacam ini disebut peta superkrop (supercrop map). Dengan yang cara sama, satuan
batuan di atas suatu formasi atau tubuh batuan tertentu dapat pula digambarkan. Peta
superkrop umumnya dibuat pada batas ketidakselarasan, tetapi dapat pula dibuat pada suatu
satuan batuan yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini adalah untuk interpretasi
pola aliran purba, pola pengisian cekungan, pergeseran garis pantai, penimbunan secara
gradual dari paleotopografi.
Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan stratigrafi tertentu
(Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta litofasies dimana menyajikan
beberapa aspek komposisi dan tekstur batuan. Peta litofasies yang umum dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang sebanding.
Sedangkan perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah kumulatif ketebalan
endapan klastik dan jumlah kumulatif endapan non-klastik, sebagai contoh:
(konglomerat + batupasir + serpih)
——————————————
(batugamping + dolomit + evaporit + batubara)
Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi cekungan
dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai perbandingan klastiknya
relatif tinggi menunjukan bagian tersebut dekat dengan asal batuan atau sangat mungkin
tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai perbandingan klastiknya rendah menunjukkan
bagian tersebut relatif jauh dari tepi cekungan. Dengan peta ini juga dapat diketahui arah
tranportasi sedimen secara regional dalam cekungan itu (Gambar 10.7).
Gambar 10.7. Peta litofasies perbandingan klastik. Arah panah menunjukkan arah
transportasi sedimen.
Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan relatif dalam suatu
satuan stratigrafi dari tiga komponen litofasies (Boggs, 2001).
Analisa Arus Purba
Analisa arus purba adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui arah aliran dari
arus purba pembawa sedimen ke dalam suatu cekungan pengendapan (Boggs, 2001). Tentu
saja, dengan teknik ini akan diketahui juga arah kemiringan lereng purba baik lokal maupun
secara regional dan sekaligus asal dari sedimen yang terendapkan.
Analisa arus purba dapat dilakukan dengan mempelajari secara mendalam dari berbagai
struktur sedimen, seperti silang siur, alur sungai, dan ripple mark. Geometri dan
kecenderungan dari suatu unit batuan sering dapat membantu untuk interpretasi lingkungan
pengendapan dan arah arus purba. Orientasi dari kepingan batuan berbutir besar (seperti
kerakal dan brangkal), ketebalan lapisan, vareasi litologi dalam suatu lapisan dapat dipakai
untuk interpretasi arah arus purba dan lokasi asal atau sumber batuan.
Studi Provenan (Asalmuasal) Batuan
Komposisi dari suatu batuan sedimen klastika yang mengisi suatu cekungan sangat
dipengaruhi oleh komosisi batuan sumbernya. Komposisi itu tentu saja juga dipengaruhi oleh
pelapukan dan iklim daerah yang bersangkutan. Studi provenan meliputi: (a) Komposisi
litologi dari asal batuan, (b) tataan tektonik dari daerah asal batuan, dan (c) iklim, topografi,
dan kemiringan daerah asal batuan (Boggs, 2001).
Vareasi litologi dari batuan asal dipelajari dari berbagai jenis mineral dan kepingan batuan
yang dijumpai pada suatu batuan sedimen klastika.
http://gunoso.wordpress.com/2012/03/20/klasifikasi-cekungan-sedimen/