8
No 2. KLASIFIKASI Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentase klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Kotak 63- 1 menjelaskan klasifikasi yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association (ADA) berdasarkan pengetahuan mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa : (1) diabetes melitus tipe 1 dan 2, (2) diabetes gestasional (diabetes kehamilan), dan (3) tipe khusus lain. Dua kategori lain dari dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan toleransi glukosa dan gangguan glukosa puasa. 1. Diabetes tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes melitus dependen insulin (IDDM), karena individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-lakisedikit lebih banyak dari pada wanita. Karena insidensi diabetes tipe 1 memuncak pada usia remaja dini, pada masa dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis. Akan tetapi, diabetes tipe 1 dapat timbul pada semua kelompok usia. Insidensi diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapt dibagi dalam dua sub tipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia. Pengidap diabetes tipe 1 memperlihatkan kadar glukosa normal sebelum yang terkendali awitan penyakit muncul. Pada masa dahulu, diabetes tipe 1 dianggap penyakit yang terjadi tiba-tiba dengan sedikit tanda peringatan. Akan tetapi, saat ini, diabetes tipe 1 adalah penyakit yang biasanya berkembang secara perlahan selama beberapa tahun, dengan adanya autoantibodi terhadap sel-sel beta destruksi yang terjadi secara terus-menerus pada diagnosis lanjut. Pada saat diagnosis tipe 1

Klasifikasi Dan Penun Jang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hfwjorygruify

Citation preview

Page 1: Klasifikasi Dan Penun Jang

No 2. KLASIFIKASI

Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentase klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Kotak 63-1 menjelaskan klasifikasi yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association (ADA) berdasarkan pengetahuan mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa : (1) diabetes melitus tipe 1 dan 2, (2) diabetes gestasional (diabetes kehamilan), dan (3) tipe khusus lain. Dua kategori lain dari dari toleransi glukosa abnormal adalah gangguan toleransi glukosa dan gangguan glukosa puasa.

1. Diabetes tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes melitus dependen insulin (IDDM), karena individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-lakisedikit lebih banyak dari pada wanita. Karena insidensi diabetes tipe 1 memuncak pada usia remaja dini, pada masa dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis. Akan tetapi, diabetes tipe 1 dapat timbul pada semua kelompok usia. Insidensi diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapt dibagi dalam dua sub tipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia. Pengidap diabetes tipe 1 memperlihatkan kadar glukosa normal sebelum yang terkendali awitan penyakit muncul. Pada masa dahulu, diabetes tipe 1 dianggap penyakit yang terjadi tiba-tiba dengan sedikit tanda peringatan. Akan tetapi, saat ini, diabetes tipe 1 adalah penyakit yang biasanya berkembang secara perlahan selama beberapa tahun, dengan adanya autoantibodi terhadap sel-sel beta destruksi yang terjadi secara terus-menerus pada diagnosis lanjut. Pada saat diagnosis tipe 1 ditegakkan, biasanya pangkreas tidak atau sedikit mengeluarkan insulin, dan lebih dari 80% sel beta pangkres telah dihancurkan. Kadar glukosa darah meningkat karena tanpa insulin glukosa tidak dapat masuk ke sel. Pada saat yang sama, hati mulai melakukan glukoneogenesis (sintesis glukosa baru) menggunakan subtrat yang ter sedia seperti sam amino, asam lemak dan glikogen. Subtrat-subtrat ini mempunyai konsentrasi yang tinggi dalam sirkukalsi karena efek katabolik glukagon tidak dilawan oleh insulin. Hal ini yang menyebabkan sel-sel mengalami kelaparan walaupun kadar glukosa darah sangat tinggi. Hanya sel otak dan sel darah merah yang tidak kekurangan glukosa karena keduanya tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa.

2. Diabetes tipe 2

Hiperglikemia yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin disebut diabetes melitus tipe 2. Selain itu, terjadi defek sekresi insulin ketidakmampuan pangkreas untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal. Meskipun kadar insulin mungkin sedikit

Page 2: Klasifikasi Dan Penun Jang

menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Karena insulin tetap dihasilkan sel-sel beta pangkreas, diabetes melitus tipe 2 yang sebelumnya disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin atau NIDDM (noninsulin dependent diabetes melitus), sebenarnya kurang tepat karena banyak individu yang mengidap diabetes tipe 2 dapat ditangani dengan insulin. Pada diabetes melitus tipe 2, lebih banyak banyak wanita yang mengidap penyakit ini dibandingkan pria. Predisposisi genetik yang kuat dan faktor lingkungan yang nyata dapat menyebabkan diabetes melitus tipe 2.

Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.

3. Diabetes gestasional

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memperlihatkan toleransi inglukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.

DM gestasional merupakan intoleransi karbohidrat yang mengakibatkan hiperglikemia dengan keparahan yang beragam dan onset atau deteksi pertama kali pada saat hamil. Defenisi ini berlaku tanpa memandang apakah hormon insulin digunakan atau tidak dalam penanganannya ataukah keadaan tersebut tetap bertahan setelah kehamilan berakhir. Intoleransi glukosa dapat mendahului kehamilan tetapi keadaan ini tidak diketahui sebelumnya.

Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% wanita pengidap ini tidak akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan berakhir. Bahkan, jika membaik setelah persalinan, resiko untuk mengalami diabetes tipe 2 setelah sekitar 5 tahun II pada waktu mendatang lebih besar daripada normal.

4. Tipe khusus lain

Tipe khusus lain adalah (a) kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten tehadap insulin. Kelainan genetik telah dikenali dengan baik dalam empat bentuk mutasi dan bentuk fenotif yang berbeda (MODY 1, MODY 2, MODY 3, MODY 4); (b) kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans; (c) penyakit pada eksokrin pangkreas menyebabkan pangkreatitis kronik; (d) penyakit

Page 3: Klasifikasi Dan Penun Jang

endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali; (e) obat-obatan yang bersifat terhadap sel-sel beta; dan (f) infeksi.

No 3. Pemeriksaan fisik dan penunjang

- Pemeriksaan Fisik

Pada penderita diabetes tipe I dilakukan pengkajian untuk memeriksa tanda-tanda ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernapasan kussmaul, hipotensi ortostatik, dan latergi. Pasien ditanya tentang gejala ketoasidosis diabetik, seperti mual, muntah dan nyeri abdomen. Hasil-hasil laboratorium dipantau untuk mengenali tanda-tanda asidosis metabolik, seperti penurunan nilai pH serta kadar bikarbonat dan untuk mendeteksi tanda-tanda gangguan keseimbangan elektrolit.

Pemeriksaan fisik selama episode hipoglikemik menunjukkan :

· Respon autonomik

ø Berkeringat

ø Palpitasi

ø Tremor

ø Gugup

ø Pucat

ø Lapar

· Respon neuroglikopenik

ø Sakit kepala

ø Pening

ø Kacau mental

ø Peka rangsang

ø Kesulitan berkonsentrasi

ø Kerusakan penilaian

Page 4: Klasifikasi Dan Penun Jang

ø Kelemahan dan kejang

ø Koma pada kasus berat 11

Pasien diabetes tipe II dikaji untuk melihat adanya tanda-tanda sindrom HHNK, mencakup hipotensi, gangguan sensori, dan penurunan turgor kulit. Nilai laboratorium dipantau untuk melihat adanya tanda hiperosmolaritas dan ketidakseimbangan elektrolit.

Pasien dikaji untuk menemukan faktor-faktor fisik yang dapat mengganggu kemampuannya dalam mempelajari melakukan keterampilan perawatan mandiri, seperti :

· Gangguan penglihatan (pasien diminta untuk membaca angka atau tulisan pada spuit insulin, lembaran menu, suratkabar, atau bahan pelajaran)

· Gangguan koordinasi motorik (pasien diobservasi pada saat makan atau mengerjakan pekerjaan lain atau pada saat menggunakan spuit atau lanset untuk menusuk jari tangannya)

· Gangguan neurologis (misalnya, akibat stroke) (dari riwayat penyakit yang tercantum pada bagan: pasien dikaji untuk menemukan gejala afasia atau penurunan kemampuan dalam mengikuti perintah sederhana).

- Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi DM. Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g, riwaya DM pada kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar gula darah puasa (Tabel 53.1), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena

Page 5: Klasifikasi Dan Penun Jang

Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena

Darah kapiler

<110

<90

<110

<90

110-199

90-199

110-125

90-109

>200

>200

>126

>110

Cara pemeriksaan TTGO, adalah :

1.Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.

Page 6: Klasifikasi Dan Penun Jang

2.Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.

3.Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4.Periksa glukosa darah puasa.

5.Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit.

6.Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa.

7.Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

- Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi.

Hemoglobin glikosilasi merupakan

pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3 bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan menempel pada hemoglobin dalam sel darah merah.

Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama yang berbeda, termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal antara pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga 8%.

Pemeriksaan urin untuk glukosa

Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah. Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan peta warna.

- Pemeriksaan urin untuk keton.

Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe I sedang mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang efektif mulai berkurang, tubuh akan mulai memecah simpana lemaknya untuk menghasilkan energi. Badan keton merupakan produk-sampingan proses pemecahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton tersebut bertumpuk dalam darah serta urin.