Upload
donhi
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
KLASIFIKASI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM KERANGKA
PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN
MUARA ENIM PROVINSI SUMATRA SELATAN
SKRIPSI
FIRZADI ANHAR
H 0306018
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
KLASIFIKASI KOMODITAS PERKEBUNAN DALAM KERANGKA PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
KABUPATEN MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN
Firzadi Anhar1
Dr. Ir. Darsono, M.Si2 Nuning Setyowati, SP, M.Sc3
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis klasifikasi dan alternatif stategi pengembangan
komoditas tanaman perkebunan dalam kerangka perencanaan pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Muara Enim. Metode dasar penelitian, deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder yang diperkaya dengan data primer. Analisis data yang digunakan yaitu analisis Tipologi Klassen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi komoditas tanaman perkebunan di Kabupaten Muara Enim berdasarkan Tipologi Klassen terdiri dari tiga kategori komoditas, yaitu : komoditas prima yaitu komoditas karet, komoditas berkembang yaitu komoditas kelapa sawit, kopi, kelapa, lada, kayu manis, nilam, dan aren, dan komoditas terbelakang yaitu komoditas kapuk. Alternatif strategi pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kabupaten Muara Enim, meliputi: jangka pendek merupakan strategi untuk memanfaatkan komoditas prima (karet) secara optimal yaitu melalui upaya optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, penerapan teknologi dalam peningkatan produksi hasil, peningkatan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia (SDM), dan pengolahan dan pemasaran hasil. Jangka menengah terdiri dari alternatif strategi untuk mengembangkan komoditas berkembang menjadi komoditas prima dan komoditas terbelakang menjadi komoditas berkembang, strateginya dengan meningkatkan kontribusi komoditas tanaman perkebunan yaitu melalui upaya optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan dan peningkatan produksi komoditas kelapa sawit, kelapa, lada, kapuk, kayu manis, nilam, dan aren serta kapuk, pengolahan (industri hilir) dan pemasaran hasil komoditas kelapa sawit, kopi, dan kapuk, peningkatan kuantitas dan kualitas SDM komoditas kelapa sawit, kopi, kelapa, lada, kayu manis, nilam, aren dan kapuk, serta intensifikasi komoditas kopi. Jangka panjang terdiri dari alternatif strategi mempertahankan komoditas prima menjadi tetap prima melalui upaya alternatif strategi mengacu pada alternatif strategi jangka pendek dan pembangunan laboratorium penelitian pembibitan bibit komoditas karet. Komoditas terbelakang menjadi berkembang melalui upaya alternatif strategi mengacu pada alternatif strategi jangka menengah. Juga melakukan pemonitoran hasil kinerja alternatif jangka pendek dan menengah dalam penentuan alternatif strategi jangka panjang.
Kata kunci : Kabupaten Muara Enim, klasifikasi, strategi pengembangan
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan daerah pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu
kemampuan yang handal dan profesional dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, serta kemampuan untuk mengelola sumber daya ekonomi
daerah secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan perekonomian
daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan daerah dilaksanakan
melalui pengembangan otonomi daerah dan pengaturan sumber daya yang
memberikan kesempatan bagi terwujudnya tata kepemerintahan yang baik
(good governance) (Republik Indonesia, 2008).
Pembangunan daerah di Provinsi Sumatera Selatan merupakan
cerminan pembangunan daerah, dalam hal ini pembangunan kabupaten-
kabupaten yang juga mengalami pembangunan yang terus berkembang
(BPS Kabupaten Muara Enim, 2008). Potensi-potensi sumberdaya alam yang
ada di setiap kabupaten terus dikembangkan guna mencapai perekonomian
yang baik dan manfaat dari pembangunan ini bisa dirasakan dan dinikmati
oleh masyarakatnya.
Kabupaten Muara Enim merupakan salah satu dari 15 kabupaten di
Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi kekayaan alam yang masih perlu
dikembangkan. Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim dalam
merencanakan dan melaksanakan pembangunan ekonomi daerah, memiliki
kewenangan untuk mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan
potensi yang dimiliki oleh kabupaten tersebut. Pembangunan daerah
khususnya di tingkat kabupaten harus dilaksanakan melalui penyusunan
rencana strategis oleh pemerintah. Perumusan perencanaan pembangunan
ekonomi daerah harus disesuaikan dengan karakteristik wilayah, sehingga
dalam pengelolaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang ada
dapat mendukung pembangunan daerah dan dapat dimanfaatkan secara
1
4
optimal, sehingga akan berdampak positif terhadap pembangunan wilayah di
Kabupaten Muara Enim.
Pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Muara Enim tidak
terlepas dari kontribusi beberapa sektor perekonomian, yaitu sektor pertanian;
pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik dan air bersih;
bangunan/kontruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; pengangkutan dan
komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan jasa-jasa. Untuk
sektor pertanian di Kabupaten Muara Enim terdiri dari lima subsektor, yaitu
subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor
peternakan, subsektor perikanan, dan subsektor kehutanan. Kelima subsektor
pertanian memberikan kontribusi yang berbeda terhadap PDRB Kabupaten
Muara Enim. Adapun besarnya kontribusi berbagai sektor perekonomian di
Kabupaten Muara Enim disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Muara Enim Tahun 2004-2007 ADHK 2000 (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007
Pertanian 1.059.075 1.154.075 1.272.683 1.403.310 Pertambangan dan Penggalian 3.760.172 3.835.739 3.969.223 4.119.858
Industri Pengolahan 471.455 502.825 538.595 576.526 Listrik, Gas dan Air Bersih 25.186 26.117 27.418 29.003
Bangunan / Konstruksi 228.069 243.852 261.946 283.478 Perdagangan. Hotel dan Restoran 307.291 326.938 351.818 381.212 Pengangkutan dan Komunikasi 83.076 88.332 94.533 101.698 Keu. Persewaan. dan Jasa Perusahaan 75.096 78.868 83.032 88.412
Jasa-jasa 269.933 282.953 297.468 316.908 Total 6.279.353 6.540.614 6.896.716 7.300.405
Sumber : BPS Kabupaten Muara Enim (2008)
Besarnya nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat
digunakan untuk mengetahui struktur perekonomian suatu daerah.
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa kegiatan perekonomian di
Kabupaten Muara Enim ditopang oleh sembilan sektor perekonomian, antara
5
lain sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri
pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan/konstruksi;
sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi;
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa. Dari
kesembilan sektor perekonomian Kabupaten Muara Enim tersebut, ada empat
sektor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB Kabupaten
Muara Enim pada tahun 2004-2007, yaitu sektor pertambangan dan
penggalian; sektor pertanian; sektor industri pengolahan dan sektor
pedagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor perekonomian yang
memberikan kontribusi terkecil terhadap PDRB Kabupaten Muara Enim
adalah sektor listrik dan air bersih.
Sektor pertanian memberikan kontribusi PDRB yang terbesar kedua
setelah sektor pertambangan dan penggalian. Sumbangan sektor pertanian
terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Muara Enim dari tahun 2004-2007
terus meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten
Muara Enim merupakan salah satu sektor perekonomian yang penting dalam
pembangunan daerah Kabupaten Muara Enim.
Sektor pertanian di Kabupaten Muara Enim ditunjang oleh lima
subsektor, yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman
perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor
perikanan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2004-2007 atas
dasar harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Muara Enim pada sektor
pertanian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Muara Enim Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah)
Subsektor Pertanian Tahun
2004 2005 2006 2007 Tanaman Bahan Makanan 257.739 267.120 282.449 298.803 Tanaman Perkebunan 525.839 589.790 666.404 753.370 Peternakan 73.509 81.362 90.369 100.418 Kehutanan 114.027 124.849 136.098 147.456 Perikanan 87.961 91.869 97.363 103.263
PDRB Sektor Pertanian 1.059.075 1.154.990 1.272.683 1.403.310
Sumber : BPS Kabupaten Muara Enim (2008)
6
Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa besarnya nilai PDRB setiap
subsektor pertanian terus mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai
tahun 2007. Dari kelima subsektor pertanian tersebut, subsektor tanaman
perkebunan merupakan subsektor yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap pembentukan PDRB pada sektor pertanian di Kabupaten Muara
Enim. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor tanaman perkebunan
merupakan subsektor yang penting karena memiliki peranan besar dalam
pembentukan PDRB di Kabupaten Muara Enim. Berdasarkan data-data yang
ada, peneliti tertarik untuk meneliti subsektor tanaman perkebunan ini dan
diambilah judul “Klasifikasi Komoditas Tanaman Perkebunan Dalam
Kerangka Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Muara Enim
Provinsi Sumatera Selatan”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan Tabel 1 dan 2, nilai PDRB sektor pertanian terhadap
PDRB sektor perekonomian di Kabupaten Muara Enim terus meningkat dari
tahun 2004 sampai 2007. Pada sektor pertanian terdapat subsektor-subsektor
di dalamnya, ternyata pada sektor pertanian, subsektor tanaman perkebunan
memberikan kontribusi PDRB terbesar di antara subsektor-subsektor
pertanian lainnya. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa subsektor perkebunan
merupakan subsektor yang penting perannya dalam pembentukkan PDRB di
Kabupaten Muara Enim. Seperti halnya disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Distribusi Kontribusi PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Muara Enim Terhadap PDRB Sektor Pertanian Tahun 2004-2007 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (%)
Subsektor Pertanian Tahun
2004 2005 2006 2007 Tanaman Bahan Makanan 6,79 6,74 6,72 6,64 Tanaman Perkebunan 13,85 14,89 15,85 16,75 Peternakan dan Hasil-hasilnya 1,94 2,05 2,15 2,23 Kehutanan 3,00 3,15 3,24 3,28 Perikanan 2,32 2,32 2,32 2,30 Total 27,09 29,15 30,28 31,02
Sumber : BPS Kabupaten Muara Enim (2008)
7
Berdasarkan Tabel 3, kontribusi distribusi PDRB subsektor pertanian
Kabupaten Muara Enim terhadap PDRB sektor pertanian tahun 2004-2007
(%) terus meningkat dari tahun 2004-2007 terkecuali pada subsektor tanaman
bahan makanan dan perikanan di tahun 2007 mengalami penurunan
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada subsektor tanaman
perkebunan terus mengalami peningkatan dari tahun-ketahunnya
(16,75% pada tahun 2007).
Selain memperhatikan kontribusi sektor pertanian, faktor lain untuk
mengetahui peranan subsektor tanaman perkebunan di Kabupaten Muara
Enim adalah dari tingkat laju pertumbuhannya. Adapun laju pertumbuhan
PDRB masing-masing subsektor pertanian Kabupaten Muara Enim disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Laju Pertumbuhan PDRB Subsektor Pertanian Kabupaten Muara Enim Tahun 2004-2007 (%)
Subsektor Pertanian Tahun
2004 2005 2006 2007 Tanaman Bahan Makanan 2,88 3,64 5,74 5,79 Tanaman Perkebunan 7,89 12,16 12,99 13,05 Peternakan 7,91 10,68 11,07 11,12 Kehutanan 7,92 9,49 9,01 8,35 Perikanan 4,22 4,44 5,98 6,06 Total 30,82 40,41 44,79 44,37
Sumber : BPS Kabupaten Muara Enim (2008)
Berdasarkan Tabel 4, bahwa subsektor tanaman perkebunan
merupakan subsektor pembentuk PDRB Kabupaten Muara Enim yang
memiliki nilai laju pertumbuhan yang positif selama empat tahun berturut-
turut, yaitu pada tahun 2004 nilai laju pertumbuhannya sebesar 7,89%; pada
tahun 2005 nilai laju pertumbuhannya sebesar 12,16%; pada tahun 2006 nilai
laju pertumbuhannya sebesar 12,99%; dan pada tahun 2007 nilai laju
pertumbuhannya sebesar 13,05%; dengan rata-rata pertumbuhannya sebesar
11,52%.
Subsektor tanaman perkebunan adalah penyumbang kontribusi terbesar
diantara subsektor dalam sektor pertanian, yaitu senilai 16,75 (%) dengan laju
pertumbuhan sebesar 13,05 (%) pada tahun 2007. Subsektor tanaman
8
perkebunan di Kabupaten Muara Enim memperoleh kontribusi dari berbagai
macam komoditas tanaman perkebunan. Jenis komoditas tanaman
perkebunan antara lain; kelapa sawit, karet dan kopi yang merupakan
komoditas andalan di Kabupaten Muara Enim, sehingga bila terjadi
perubahan jumlah produksi akan sangat berpengaruh terhadap kontribusi
subsektor ini.
Selain komoditas-komoditas unggulan tersebut, subsektor perkebunan
di Kabupaten Muara Enim memperoleh kontribusi dari berbagai macam
komoditas tanaman perkebunan, antara lain; kelapa, lada, kakao, aren, kapuk,
kayu manis, dan nilam. Adapun komoditas-komoditas beserta nilai
produksinya dari subsektor tanaman perkebunan yang dihasilkan dan tersedia
datanya di Kabupaten Muara Enim pada tahun 2004-2007 disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Produksi Komoditas Tanaman perkebunan di Kabupaten Muara Enim Tahun 2004-2007 (Rp)
Komoditas Tanaman
Perkebunan
Tahun 2004 2005 2006 2007
Karet 549.349.195.354 739.442.433.039 984.603.781.110 1.092.679.850.535 Kelapa sawit 105.142.490.259 129.369.572.451 92.683.595.921 125.964.452.951 Kopi 38.989.181.170 80.058.295.902 101.210.792.298 131.334.586.466 Kelapa 220.798.338 5.822.658 5.385.493.569 5.441.216.678 Lada 1.377.670.299 1.153.566.945 6.128.529.568 5.696.969.697 Kapuk 12.242.445 6.488.105 4.600.807 5.196.172 Aren 69.824.227 84.245.550 91.824.340 125.085.441 Kayu Manis 18.167.807 87.491.115 21.414.111 16.290.727 Nilam 59.404.030 51.178.899 27.709.871 2.679.824.561
Sumber : Analisis Data Sekunder
Berdasarkan Tabel 5, nilai produksi komoditas perkebunan mengalami
fluktuasi, tetapi pada komoditas karet, kopi, dan aren mengalami peningkatan
dari tahun 2004 sampai 2007. Selain komoditas tersebut mengalami fluktuasi,
seperti pada komoditas kelapa sawit, kelapa lada, kapuk, kayu manis, dan
nilam. Pada Kabupaten Muara Enim ini komoditas karet, kelapa sawit, dan
kopi merupakan nilai produksi yang terbesar dibandingkan komoditas
lainnya. Komoditas-komoditas tersebut mempunyai perhatian yang lebih dari
9
pemerintah, sehingga dapat dikategorikan komoditas unggulan di Kabupaten
Muara Enim.
Suatu kerangka perencanaan pembangunan sektor pertanian,
khususnya subsektor perkebunan diperlukan pengklasifikasian komoditas
tanaman perkebunan untuk mengetahui komoditas-komoditas tanaman
perkebunan yang dapat diprioritaskan untuk dikembangkan lebih lanjut. Hal
itu dapat ditentukan dengan melihat besarnya laju pertumbuhan dan
kontribusi komoditas tanaman perkebunan terhadap PDRB Kabupaten Muara
Enim. Komoditas yang mempunyai laju pertumbuhan negatif, tidak serta
merta diabaikan dan tidak untuk dikembangkan, tetapi harus diupayakan
melalui rencana strategis yang bersumber pada data-data pemerintahan
setempat untuk dikembangkan lebih lanjut. Diharapkan setelah diketahui
komoditas yang dapat diprioritaskan untuk dikembangkan, maka
pengembangan sektor pertanian dan penetapan kebijakan pemerintah daerah
Kabupaten Muara Enim dalam pembangunan wilayah berbasis komoditas
tanaman perkebunan di masa mendatang dapat lebih baik dan terarah.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah klasifikasi komoditas-komoditas tanaman perkebunan
dalam kerangka perencanaan pembangunan ekonomi daerah Kabupaten
Muara Enim?
2. Alternatif strategi apakah yang dapat diterapkan untuk pengembangan
komoditas tanaman perkebunan dalam kerangka perencanaan
pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Muara Enim?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis klasifikasi komoditas tanaman
perkebunan dalam kerangka perencanaan pembangunan ekonomi daerah
Kabupaten Muara Enim.
10
2. Untuk mengetahui dan menganalisis alternatif strategi pengembangan
komoditas tanaman perkebunan dalam kerangka perencanaan
pembangunan ekonomi daerah Kabupaten Muara Enim.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini berdasarkan perumusan permasalahan dan
tujuan dari penelitian ini meliputi:
1. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
terutama yang berkaitan dengan topik penelitian serta merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Muara Enim, diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam
mengambil keputusan terkait dengan kebijakan dalam perencanaan
pengembangan ekonomi daerah khususnya subsektor tanaman perkebunan.
3. Bagi pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna
menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya.
9
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian Sanjaya (2009) dengan judul “Aplikasi Location Quotient
dan Shift Share Analysis Terhadap Peranan Sektor Pertanian di Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi” bertujuan untuk mengetahui peranan sektor pertanian
dan subsektor pertanian, mengetahui perubahan peranan pada sektor
pertanian, dan subsektor pertanian dan mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan sektor pertanian dan subsektor pertanian di
Kabupaten Bungo dengan menggunakan analisis data location Quotient,
Dynamic Location Quotient dan Shift Share. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dalam kurun waktu tahun 2003-2007 sektor pertanian di Kabupaten
Bungo mengalami perubahan peranan dari sektor basis menjadi sektor non
basis di masa mendatang. Adapun subsektor pertanian yang merupakan
subsektor basis di masa sekarang maupun di masa mendatang yaitu subsektor
kehutanan dan peternakan. Subsektor tanaman bahan makanan mengalami
perubahan peranan dari subsektor basis menjadi subsektor non basis di masa
mendatang. Sedangkan subsektor perkebunan dan perikanan berubah
peranannya dari sektor non basis di masa sekarang menjadi subsektor basis di
masa yang akan datang.
Penelitian Purwanto (2009) dengan judul “Klasifikasi Komoditas
Tanaman Bahan Makanan Dalam Kerangka Perencanaan Pengembangan
Ekonomi Daerah Kabupaten Klaten” bertujuan untuk mengetahui klasifikasi
komoditas tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten berdasarkan
Tipologi Klassen dan strategi pengembangan komoditas tanaman bahan
makanan dalam kerangka perencanaan pengembangan ekonomi daerah
Kabupaten Klaten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klasifikasi
komoditas tanaman bahan makanan di Kabupaten Klaten berdasarkan
pendekatan Tipologi Klassen yang termasuk komoditas prima adalah padi dan
jagung. Strategi pengembangan jangka pendek yaitu dengan upaya
pengembangan agribisnis tanaman pangan, diversifikasi pasar, penguatan
10
kelembagaan petani, pelibatan pihak swasta sebagai mitra petani, upaya
menciptakan peraturan dan kebijakan yang kondusif. Strategi pengembangan
jangka menengah, untuk mengembangkan komoditas berkembang menjadi
komoditas prima, melalui upaya pemeliharaan tanaman ubi kayu secara
intensif; pengembangan agribisnis durian; perbaikan kualitas buah mangga
dan rambutan dengan sortasi; penggunaan benih kedelai, cabe rawit, dan cabe
besar yang bermutu dari varietas unggul. Strategi untuk mengembangkan
komoditas terbelakang menjadi komoditas berkembang, melalui upaya
peningkatan produktivitas pisang, pepaya, dan nangka; peningkatan kualitas
buah melinjo; pengamanan produksi kacang tanah.
Penelitian-penelitian di atas dapat dijadikan referensi dalam penelitian
ini dengan pertimbangan adanya persamaan metode analisis penelitian, yaitu
Tipologi Klassen dan daerah penelitian merupakan salah satu
provinsi/kabupaten yang ada di pulau sumatera yaitu Kabupaten Bungo
Provinsi Jambi. Adapun penelitian-penelitian di atas untuk ke depannya dapat
dijadikan sebagai sumber informasi dan gambaran secara komprehensif,
sehingga akan mempermudah peneliti untuk menentukan alternatif strategi
pengembangan wilayah di Kabupaten Muara Enim.
B. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan dan Perencanaan Pembangunan
Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu
masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian
kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai
kehidupan yang serba lebih baik. Apapun komponen yang spesifik atas
“kehidupan yang lebih baik”, bertolak dari tiga nilai pokok proses
perkembangan di semua masyarakat harus memiliki tiga tujuan inti yaitu
(Todaro, 2000):
a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam
barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan,
kesehatan, dan perlindungan keamanan.
11
b. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan
kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas
nilai-nilai cultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya
untuk memperbaiki jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan.
c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu
serta bangsa secara keseluruhan yakni dengan membebaskan mereka
dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan bukan hanya
terhadap orang atau negara bangsa lain namun juga terhadap setiap
kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan
mereka.
Tiga tujuan pembangunan yang secara universal diterima sebagai
prioritas dan mutlak untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia di negara-negara sedang berkembang khususnya yaitu ketahanan
pangan (food security), penghapusan kemiskinan atau peningkatan kualitas
hidup manusia (poverty eradication / people livehood improvement), dan
pembangunan desa berkelanjutan (sustainablerural development). Ketiga
prioritas tujuan pembangunan tersebut saling berkaitan. Ketahanan pangan
saling pengaruh-mempengaruhi dengan kemiskinan maupun dengan
pembangunan desa (Simatupang, 2004).
2. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi akan optimal bila didasarkan pada
keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan
kompetitif (competitive advantage). Keunggulan komparatif lebih
menekankan kepemilikan sumber ekonomi, sosial, politik dan
kelembagaan suatu daerah, seperti: kepemilikan kepemilikan sumber daya
alam, sumber daya manusia, infrastruktur. Sementara itu, keunggulan
kompetitif lebih menekankan efisiensi pengelolaan (manajemen
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan) penggunaan sumber-sumber
tersebut dalam produksi, konsumsi maupun distribusi (Widodo, 2006).
12
Pembangunan ekonomi bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan
yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi
dan taraf hidup masyarakatnya. Dengan adanya pembatasan di atas, maka
pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses
yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam
jangka panjang. Dari definisi di atas jelas bahwa pembangunan ekonomi
mempunyai tiga sifat penting. Pembangunan ekonomi merupakan:
a. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus-menerus.
b. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan per kapita.
c. Kenaikan pendapatan perkapita itu berlangsung terus-menerus dalam
jangka panjang.
Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses agar
saling terkait dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang
menghasilkan pembangunan ekonomi tersebut dapat dilihat dan dianalisa
(Arsyad, 1992).
3. Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah pada hakekatnya adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu
kemampuan yang andal dan professional dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, serta kemampuan untuk mengelola sumber daya
ekonomi daerah secara berdaya guna dan berhasil guna untuk kemajuan
perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan daerah
juga merupakan upaya untuk memberdayakan masyarakat di seluruh
daerah sehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan
masyarakat untuk menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju,
tenteram, dan sekaligus memperluas pilihan yang dapat dilakukan
masyarakat bagi peningkatan harkat, martabat, dan harga diri.
Pembangunan daerah dilaksanakan melalui pengembangan otonomi
daerah dan pengaturan sumber daya yang memberikan kesempatanbagi
terwujudnya tata kepemerintahan yang baik (good governance)
(Republik Indonesia, 2008).
13
Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat serta
meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal juga
diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyesuaikan laju
pertumbuhan antardaerah, antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan
(Suyatno, 2000).
4. Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian tidak dapat terlaksana hanya oleh para
petani sendiri. Pertanian tidak dapat berkembang melampaui tahap
subsisten (tradisional) tanpa adanya perkembangan yang sesuai pada
bidang-bidang kehidupan nasional lainnya dari masyarakat dimana
pertanian itu dilaksanakan. Untuk meningkatkan produktivitas pertanian,
setiap petani semakin lama semakin tergantung pada pada sumber-sumber
dari luar lingkungan. Ada 3 tahap perkembangan pembangunan pertanian.
Tahap pertama adalah pertanian tradisional yang produktivitasnya rendah.
Tahap kedua adalah penganekaragaman produk pertanian sudah ada yang
dijual ke sektor komersial, tetapi pemakaian modal dan teknologi masih
rendah. Tahap yang ketiga adalah tahap yang menggambarkan pertanian
modern yang produktivitasnya sangat tinggi yang disebabkan oleh
pemakaian modal dan teknologi yang tinggi (Arsyad, 1992).
Menurut Arifin (2003), Pengembangan pertanian dilihat dari aspek
development management harus dilandasi oleh beberapa hal antara lain:
pembangunan pertanian yang terencana secara matang, terlaksana dengan
baik, termonitor secara periodik dan adanya check dan balance secara
terukur. Pendekatan tersebut di atas selama ini tidak dapat berjalan dengan
sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan ada beberapa penyebab
kegagalan dari program dan kegiatan pembangunan pertanian yang
dilakukan, yaitu:
14
a. Kurang tepatnya mengidentifikasi kondisi yang sesungguhnya dari
petani baik dari aspek sosial, ekonomi dan budaya,
b. Belum akuratnya menilai positioning dari teknologi yang diperlukan
oleh petani, karena masih didistorsi oleh kepentingan-kepentingan
tertentu,
c. Program pengembangan usaha tani yang dikembangkan sifatnya
masih sangat umum, dan tidak aplicable terhadap wilayah tertentu,
d. Kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian masih sulit
diterjemahkan oleh daerah,
e. Masih belum optimalnya support dari pusat maupun daerah terhadap
potensi wilayah, dan atau mengamankan wilayah-wilayah yang
memang strategis dan ekonomis untuk wilayah pertanian.
5. Peranan Perkebunan
Pada hakekatnya pertanian adalah sumber utama dari keseluruhan
pertumbuhan ekonomi bahkan sebagai batu penjuru (cornerstone) dari
pengurangan kemiskinan. Sebenarnya kontribusi pertumbuhan pertanian
jauh lebih proporsional terhadap pembangunan ekonomi daripada
pertumbuhan industri karena “multiplier effects” pertumbuhan pertanian
terhadap perekonomian domestik lebih besar. Banyak studi menunjukkan
bahwa pertanian merupakan sektor yang paling efektif untuk mengurangi
kemiskinan perdesaan dan perkotaan yang distribusi pendapatannya
sangat timpang. Tingkat harga riil yang memadai secara berkelanjutan
pada tingkat petani merupakan salah satu kunci pertumbuhan pertanian
yang pada gilirannya mengurangi kemiskinan (Napitupulu, 2007).
Potensi sub sektor perkebunan untuk dijadikan ekspor di masa-
masa mendatang sebenarnya sangat besar. Prasyarat yang diperlukan
hanyalah perbaikan dan penyempurnaan iklim usaha dan struktur pasar
komoditas perkebunan dari sektor hulu sampai ke hilir. Mustahil kinerja
ekspor akan lebih baik jika kegiatan produksi di sektor hulu, pola
perdagangan dan distribusi komoditas perkebunan domestik masih
mengalami banyak hambatan dan distorsi pasar (Arifin, 2001).
15
6. Metode Analisis Potensi Relatif Perekonomian Wilayah
Ada beberapa metode analisis yang dapat digunakan untuk
menentukan potensi relatif perekonomian suatu wilayah. Metode analisis
itu diantaranya adalah:
a. Metode Analisis Location Quotient
Metode Location Quotient (LQ) merupakan perbandingan antara
pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah
terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif
pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap
pendapatan (tenaga kerja) nasional. Apabila LQ suatu sektor (industri)
³ 1 maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan
bila LQ suatu sektor (industri) < 1 maka sektor (industri tersebut)
merupakan sektor non-basis. Asumsi model LQ ini adalah penduduk di
wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah yang
sama dengan pola permintaan nasional. Asumsi lainnya adalah bahwa
permintaan wilayah akan sesuatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu
oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain
(Budiharsono, 2005).
Analisis Location Quotients (LQ) untuk menentukan kapasitas
ekspor perekonomian daerah dan derajat self-sufficiency suatu sektor.
Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi dua golongan,
yaitu: (BAPPEDA Bangka Belitung dan PSE-KP UGM, 2007)
1) Kegiatan industri yang melayani pasar di darah itu sendiri maupun di
luar daerah yang bresangkutan. Industri seperti ini dinamakan
industri basis.
2) Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah
tersebut, jenis ini dinamakan industri non basis atau industri lokal.
16
b. Metode Analisis Shift Share
Keragaman dalam struktur industri menimbulkan perbedaan
pertumbuhan output produksi dan kesempatan kerja. Wilayah yang
tumbuh cepat disebabkan karena struktur industri/sektornya mendukung
dalam arti lain sebagian besar sektornya mempunyai laju pertumbuhan
yang cepat. Sedangkan bagi wilayah yang pertumbuhannya lamban,
sebagian besar sektornya mempunyai laju pertumbuhan lamban. Untuk
mengidentifikasi sumber atau komponen pertumbuhan wilayah lazim
digunakan analisis Shift Share (Budiharsono, 2005).
Analisis Shift Share adalah salah satu teknik kuantitatif yang
bisa digunakan untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah
relatif terhadap struktur ekonomi wilayah administratif yang lebih
tinggi sebagai pembanding atau referensi. Untuk tujuan tersebut,
analisis ini menggunakan tiga informasi dasar yang berhubungan satu
sama lain, yaitu: (Widodo, 2006)
1) Pertumbuhan ekonomi referensi propinsi atau nasional (national
growth effect), yang menunjukkan bagaimana pengaruh
pertumbuhan ekonomi nasional terhadap perekonomian daerah.
2) Pergeseran proporsional (proportional shift), yang menunjukkan
perubahan relatif kinerja suatu sektor di daerah tertentu terhadap
sektor yang sama di referensi propinsi atau nasional.
3) Pergeseran diferensial (differential shift) yang memberikan informasi
dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal)
dengan perekonomian yang dijadikan referensi.
Analisis Shift Share menggunakan metode pengisolasian
berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu
daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu
berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan
berbagai sektor di suatu daerah tetapi dalam kaitannya dengan ekonomi
nasional. Ada juga yang menamakan model analisis ini sebagai
17
industrial mix analysis, karena komposisi industri yang ada sangat
mempengaruhi laju pertumbuhan wilayah tersebut. Artinya, apakah
industri yang berlokasi di wilayah tersebut termasuk ke dalam
kelompok industri yang secara nasional memang berkembang pesat dan
bahwa industri tersebut cocok berlokasi di wilayah itu atau tidak
(Tarigan, 2004).
c. Metode Analisis Input-Output (I-O)
Analisis input-output (analisis masukan-keluaran) adalah suatu
analisis atas perekonomian wilayah secara komprehensif karena
meluhat keterkaitan antar sektor ekonomi di wiilayah tersebut secara
keseluruhan. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan tingkat
produksi atas sektor tertentu, dampaknya terhadap sektor lain dapat
dilihat. Selain itu, analisis ini juga terkait dengan tingkat kemakmuran
masyarakat wilayah tersebut melalui input primer (nilai tambah).
Artinya akibat perubahan tingkat produksi sektor-sektor tersebut, dapat
dilihat seberapa besar kemakmuran masyarakat bertambah/berkurang
(Tarigan, 2004).
Analisis I-O dipergunakan untuk perencanaan ekonomi nasional.
Model I-O dapat diterapkan dalam mempersiapkan kerangka rencana di
negara sedang bekembang. Model ini memberikan informasi yang perlu
mengenai koefisien struktural perekonomian selama suatu jangka waktu
tertentu yang dapat digunakan untuk seoptimal mungkin
mengalokasikan sumber-sumber ekonomi menuju cita-cita yang
diinginkan (Budiharsono, 2005).
Menurut Mudrajad (2004), manfaat analisis input output antara
lain menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi pada suatu
kurun waktu tertentu, memberikan gambaran lengkap mengenai aliran
barang, jasa, dan input antar sektor, dan sebagai alat peramal mengenai
pengaruh suatu perubahan situasi/kebijakan ekonomi.
d. Metode Analisis Tipologi Klassen
18
Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditas
prioritas atau unggulan suatu daerah. Dalam hal ini analisis Tipologi
Klassen dilakukan dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi
daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah yang menjadi acuan atau
nasional dan membandingkan pangsa sektor, subsektor, usaha, atau
komoditas suatu daerah dengan nilai rata-ratanya di tingkat yang lebih
tinggi atau secara nasional. Hasil analisis Tipologi Klassen akan
menunjukkan posisi pertumbuhan dan pangsa sektor, subsektor, usaha,
atau komoditas pembentuk variabel regional suatu daerah
(Anonim, 2009a).
Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai
sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu
horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi.
Dalam Tipologi Klassen, daerah dibagi menjadi empat klasifikasi:
(Emilia dan Imelia, 2006)
1) Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income)
adalah daerah yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan perkapita yang lebih tinggi dari rata-rata wilayah.
2) Daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah
daerah yang memiliki pendapatan perkapita yang lebih tinggi, tetapi
tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dari rata-rata.
3) Daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah
daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan, tetapi tingkat perkapita
lebih rendah dari rata-rata.
4) Daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah daerah
yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan
perkapita yang rendah.
Analisis ini mendasarkan pengelompokkan suatu sektor dengan
melihat pertumbuhan dan kontribusi sektor tertentu terhadap total
19
PDRB suatu daerah. Dengan menggunakan analisis tipologi Klassen,
suatu sektor dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:
sektor prima, sektor potensial, sektor berkembang, dan sektor
terbelakang. Penentuan kategori suatu sektor ke dalam empat kategori
di tersebut didasarkan pada laju pertumbuhan kontribusi sektoralnya
dan rerata besar kontribusi sektoralnya terhadap PDRB, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Matriks Tipologi Klassen
Rerata Kontribusi Sektoral thd
Rerata Laju PDRB Pertumbuhan Sektoral
YSEKTOR ≥ YPDRB
YSEKTOR < YPDRB
rSEKTOR ≥ rPDRB
Sektor Prima
Sektor Berkembang
rSEKTOR < rPDRB
Sektor Potensial
Sektor Terbelakang
Sumber: BAPPEDA Bangka Belitung dan PSE-KP UGM, 2007
Keterangan:
YSEKTOR = nilai sektor ke i
YPRDB = rata-rata PDRB
rSEKTOR = laju pertumbuhan sektor ke i
rPDRB = laju pertumbuhan PDRB
Hasil pemetaan dari analisis Tipologi Klassen, bila dikaitkan
dengan kegiatan perencanaan untuk pengembangan ekonomi daerah di
masa mendatang, antara lain dapat dilakukan dengan strategi.
Pengembangannya menurut periode waktunya dapat dilakukan dalam
tiga tahap yaitu prioritas pengembangan ekonomi untuk masa jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Untuk periode jangka
pendek bagaimana pemerintah mengupayakan kegiatan ekonomi yang
masuk dalam kategori potensial diupayakan untuk menjadi sektor prima
20
dengan mendorong pertumbuhannya yang lebih cepat lagi. Jangka
menengah, pemerintah daerah mengupayakan sektor yang saat ini
berstatus sektor berkembang menjadi sektor prima dengan
memperbesar porsi outputnya pada perekonomian daerah, dan sektor
berkembang yang tadinya berasal dari sektor terbelakang diupayakan
menjadi sektor prima dalam jangka panjang. Berikut matriks strategi
pengembangannya.
Tabel 7. Matriks Strategi Pengembangan Jangka Pendek
(1-5 tahun) Jangka Menengah
(5-10 tahun) Jangka Panjang
(10-25 tahun) Sektor Prima
Sektor Potensial
menjadi Sektor
Prima
Sektor Berkembang
menjadi Sektor
Prima
Sektor Terbelakang
menjadi Sektor
Berkembang
Sektor Berkembang
menjadi Sektor
Prima
Sumber: Widodo, 2006
Implikasi kebijakan alat analisis Tipologi Klassen dapat
membantu pengambil keputusan di daerah untuk menetapkan prioritas
anggaran daerahnya, terutama yang berkaitan dengan sisi pengeluaran.
Analisis Tipologi Klassen pada tingkat sektor, subsektor, usaha, bahkan
komoditas untuk menentukan sektor, subsektor, usaha, dan komoditas
prioritas atau unggulan dapat mengarahkan pemerintah daerah untuk
lebih fokus pada pengembangan sektor, subsektor, usaha, dan
komoditas tersebut. Dengan kata lain, alokasi pengeluran pemerintah
dapat lebih difokuskan untuk mengembangkan sektor, subsektor, usaha,
dan komoditas yang termasuk ke dalam kuadran maju dan tumbuh
pesat. Selain itu, sektor, subsektor, usaha dan komoditas yang termasuk
ke dalam kuadran maju dan tumbuh pesat sudah terbukti kontribusinya
bagi perekonomian suatu daerah. Apabila pemerintah daerah
21
memberikan stimulasi dana dan dorongan dengan kebijakan yang
mendukung, maka sektor, subsektor, usaha, maupun komoditas tersebut
akan dapat menyumbang lebih banyak kepada perekonomian daerah
(Anonim, 2009b).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Perencanaan pembangunan adalah suatu proses mempersiapkan secara
sistematis tindakan di masa yang akan datang dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia supaya lebih baik secara efektif dan efisien dalam
mencapai tujuannya. Manfaat perencanaan pembangunan daerah adalah untuk
pemerataan pembangunan dari pusat ke daerah. Dengan demikian maka
kenaikan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah tidak lagi
terlalu bergantung dari pusat, tetapi dapat didorong dari daerah sendiri yang
bersangkutan.
Adanya perencanaan pembangunan daerah akan mempermudah
pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan bersama dengan
masyarakat, yaitu dengan mengembangkan potensi daerah dan mengelola
sumberdaya tiap sektor yang tersedia, serta menentukan prioritas dan arah
program pembangunan ekonomi daerah dalam upaya untuk mencapai tujuan
pembangunan. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik dan merata, sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat. Rangka
membangun perekonomian daerah yang lebih baik, maka pemerintah daerah
harus menentukan sektor-sektor yang perlu dikembangkan agar
perekonomian daerah dapat tumbuh cepat. Sektor yang memiliki keunggulan
memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat
mendorong sektor-sektor lain untuk berkembang. Kabupaten Muara Enim
sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Selatan, diharapkan
mampu menetapkan strategi pembangunan bagi daerahnya sendiri, sesuai
22
dengan potensi sumberdaya yang dimilikinya, dengan tetap mengacu kepada
kebijakan pemerintah pusat.
Pembangunan daerah Kabupaten Muara Enim terdiri dari
pembangunan sektor perekonomian dan sektor non perekonomian.
Pembangunan perekonomian daerah di Kabupaten Muara Enim terdiri dari
pembangunan sektor pertanian dan non pertanian di mana masing-masing
pembangunan sektor tersebut memberikan kontribusi dan peranan yang
berbeda bagi pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Sektor
pertanian terdiri dari lima sub sektor pertanian yaitu subsektor tanaman bahan
makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan, subsektor
kehutanan dan subsektor perikanan. Sektor non pertanian terdiri dari sektor
penggalian dan pertambangan; sektor industri pengolahan; sektor listrik dan
air bersih; sektor bangunan/konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan
restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa.
Subsektor tanaman perkebunan merupakan salah satu subsektor yang
memberikan kontribusi terbesar dari sektor pertanian, sehingga tanaman
perkebunan memiliki peranan penting bagi sektor pertanian di Kabupaten
Muara Enim. Subsektor ini memperoleh kontribusi dari berbagai komoditas
tanaman perkebunan. Dari hasil produksi komoditas tersebut dapat diketahui
besarnya nilai produksi dan laju pertumbuhan komoditas dengan melihat
jumlah produksi dan harga komoditas tingkat produsen pada tahun tertentu,
sehingga dapat pula diketahui besarnya kontribusi komoditas tanaman
perkebunan yaitu dengan membandingkan nilai produksi masing-masing
komoditas tanaman perkebunan terhadap total nilai produksi komoditas
pertanian secara keseluruhan di Kabupaten Muara Enim.
Analisis Pendekatan Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui
klasifikasi komoditas tanaman perkebunan di Kabupaten Muara enim, yaitu
dengan mengidentifikasi komoditas tanaman perkebunan yang menjadi
prioritas atau unggulan melalui laju pertumbuhan dan kontribusi komoditas
tanaman perkebunan. Pada teknik pendekatan Tipologi Klassen ini,
23
komoditas tanaman perkebunan dapat diklasifikasikan menjadi empat
kategori, yaitu terdiri dari komoditas prima, komoditas potensial, komoditas
berkembang, dan komoditas terbelakang. Analisis ini mendasarkan
pengelompokan suatu komoditas dengan indikator laju pertumbuhan dan
kontribusinya terhadap kontribusi PDRB Kabupaten Muara Enim.
Berdasarkan hasil klasifikasi komoditas tanaman perkebunan dengan
analisis pendekatan Tipologi Klassen tersebut, maka pemerintah daerah dapat
menentukan alternatif strategi pengembangannya dalam kerangka
perencanaan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Muara Enim. Dalam
hal ini, alternatif strategi pengembangan komoditas tanaman perkebunan
bertujuan untuk meningkatkan besarnya pertumbuhan dan kontribusi
komoditas terhadap PDRB Kabupaten Muara Enim. Alternatif strategi
pengembangan komoditas tanaman perkebunan ini dapat diketahui melalui
matriks strategi pengembangan komoditas tanaman perkebunan, yaitu
berdasarkan dokumen-dokumen perencanaan daerah Rencana Strategis,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RENSTRA, RPJMD, RPJPD) serta
Blue Print Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan 2020 yang ada di
Kabupaten Muara Enim pada suatu periode waktu, meliputi pengembangan
untuk masa jangka pendek (1-5 tahun), jangka menengah (5-10 tahun) dan
jangka panjang (10-25 tahun). Hasil rumusan alternatif strategi
pengembangan yang telah ditentukan berdasarkan periode waktu tersebut
dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah,
sehingga dapat dijadikan pertimbangan pemerintah daerah dalam menyusun
rencana pembangunan daerah Kabupaten Muara Enim. Dengan demikian,
perencanaan pembangunan daerah merupakan tindak lanjut dari penetapan
alternatif strategi pengembangan komoditas tanaman perkebunan di
Kabupaten Muara Enim. Gambaran alur pemikiran dan kerangka penelitian
“Klasifikasi Komoditas Perkebunan Dalam kerangka Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Muara Enim” dapat dilihat pada Gambar 1.