Kode Etik - Etika Tertulis

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    1/9

    Sociological Perspective on Auditing: Postmodernisme Perspective

    Internal Auditor dan Dilema Etika: Menuju Jalan yang Lebih EtisMenuju Jalan yang Lebih Etis

    Robiatul AuliyahJurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Trunojoyo

    Abstrak 

    Inti dari teori postmodernisme adalah menyatukan teori dan praktek (akuntansi) yang dianggap dualistik atau

    dikotomis dalam dunia modern dalam jaringan yang sinergis. Auditing adalah proses pengumpulan pengolahan

    dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang

    dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan kesesuaian informasi dimaksud

    dengan kriteria yang telah ditetapkan. Internal auditor dalam melaksanakan tugas seringkali dihadapkan pada

    suatu masalah dilema etika dalam membuat suatu keputusan etis atau tidak etis. Tulisan ini mencoba untuk

    menjawab masalah dilema etika internal auditor. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh seorang internalauditor adalah faktor individual (pengalaman, komitmen profesional, orientasi etika, moral dan keimanan) dan

    faktor situasional (nilai etika organisasi). Apabila kedua faktor tersebut diatas dipadukan dan diimplementasikan

    dengan baik dan benar dalam pekerjaan internal auditor maka akan menghasikan keputusan yang etis menuju

     jalan yang benar.

    Kata kunci:  postmodernisme, internal Auditor, internal auditor, keputusan etis

     Abstract 

    The main theory of postmodernism is to unity the theory and practice of accounting which is considered as

    dualistic or dichotomy of modern era on the synergy link. Auditing is a process of collecting, processing and

    evaluating proofs of information that can be measured about economic entity by credible people who has an

    independency and competency in an appropriate criteria. In doing his duty, internal auditor always faces

    ethical and non ethical dilemma. This article try to answer those problems. There are two factors that must be

    considered by internal auditor. Firstly, some individuals factor such as (experiences, professional commitment,

    ethics orientation, moral and faith). Secondly, situational factor like organizational ethic value. If both factors

    are connected and well implemented in the internal auditor as a result an ethical decision will be resulted.

     Keywords:  postmodernism, internal auditor, ethical decision

    Etika merupakan topik yang menyita perhatian

     banyak orang atau kelompok dalam masyarakat.

    Perhatian yang besar tersebut memberikan indikasiakan arti pentingya perilaku beretika dalam masyarakat,

    dan beberapa catatan penting tentang perilaku tidak

     beretika. Perilaku beretika merupakan tulang punggung

     praktek akuntansi yang harus ditanggapi secara serius

    oleh para akuntan.

    Perhatian tentang tema independensi dan etika

    dalam profesi akuntan menjadi sangat menarik

     perhatian masyarakat karena munculnya beberapa

    skandal yang merugikan yang melibatkan paramelibatkan para

    akuntan. Begley, P and Jacquile P. (2007) menyatakan

     bahwa akuntan seringkali dihadapkan pada situasi

    adanya dilema yang menyebabkan dan memungkinkanakuntan tidak dapat independen. Akuntan diminta

    untuk tetap independen dari klien, tetapi pada saat

    yang sama kebutuhan mereka tergantung dari klien

    karena  fee yang diterimanya; sehingga seringkali

    akuntan dihadapkan pada situasi yang sangat dilematis.

    Hal ini akan berlanjut jika hasil temuan auditor tidak

    sesuai dengan harapan klien, sehingga menimbulkan

    konik antara auditor dan klien. Konik audit ini

    akan berkembang menjadi sebuah dilema etika

    1 Korespondensi: Robiatul Auliyah, Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi, Universitas Trunojoyo, Jalan Raya TelangPO BOX 2 Kamal, Madura, 69162. Telp.: 031-3011146. E-mail: [email protected]

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    2/9

      Robiatul Auliyah, Sociological Perspective on Auditing: Postmodernisme Perspective  89

    ketika auditor diharuskan membuat keputusan yang

     bertentangan dengan independensi dan integritasnya

    dengan imbalan ekonomis yang mungkin terjadi atau

    ada tekanan pada sisi yang lainnya .

    Auditor pada sisi sosial juga bertanggungjawab

    kepada masyarakat dan profesinya daripada

    mengutamakan kepentingan dan pertimbangan

     pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata.

    Auditor internal mendapatkan hasil dari organisasi

    dimana dia bekerja, hal ini berarti internal auditor

    sangat bergantung kepada organisasinya sebagai

     pemberi kerja. Namun harus diingat bahwa internal

    auditor juga dituntut untuk tetap independen sebagai

     bentuk dari tanggungjawab terhadap profesi dan juga

    kepada publik. Internal auditor akan mempunyai

    masalah ketika harus melaporkan hasil temuan-temuan

    yang mungkin tidak menguntungkan dalam penilaian

    kinerja manajemen atau objek audit yang dilakukannya.

    Ketika manajemen atau subjek audit menawarkan

    sebuah imbalan atau tekanan kepada internal auditor

    untuk menghasilkan laporan audit yang diinginkan

    oleh manajemen maka menjadi dilema etika, dimana

    auditor dihadapkan pada pilihan-pilihan keputusan

    yang terkait dengan etis atau tidak etis, dan apakah

    keputusannya sudah benar sesuai dengan prinsip moral

    dan keimanan sebagai manusia yang beragama. Hal

    ini akan bisa dijawab dengan kembali kepada pribadi

    seseorang yang merupakan pembawaan sejak lahir

    sperti umur,gender, pengalaman dan sebagainya ; serta

    faktor lainnya seperti faktor organisasi,lingkungan

    kerja, profesi dan sebagainya.

    Perspektif Postmodernisme

    Menurut Muhadjir, (2000) mengatakan bahwa

    karateristik posmo dalam pengembangan ilmu adalah

    karakteristik sikap ilmiah dalam memaknai perubahan

    sosial masyarakat. Untuk memahami laju percepatan

     perubahan sosial yang luar biasa membuat kita terusmencari lsafat, teori, dan metodologi pengembangan

    ilmu yang tepat. Selanjutnya mengenal karakteristik

     posmo tidak hanya untuk mengubah sikap ilmiah,

    melainkan juga dimaksudkan agar substansi telaahnya

    dikenal baik, dan selanjutnya diolah dengan lebih

     baik.

    Menurut Loytard (1942) dalam Muhadjir (2000)

    Posmo menolak hirarki, genealogit,kontinuitas dan

     perkembangan.Posmo bukan membuat destruksi

    terhadap modernitas, tetapi berupaya mempresentasikan

    yang tidak dapat direpresentasikan oleh modernisme.Pertanyaannya mengapa modernisme tidak dapat

    mempresentasikan; adalah karena logika masih

    terikat pada  standart logic, sedangkan posmo

    mengembangkan kemampuan kreatif membuat makna

     baru, menggunakan unstandart logic.

    Internal Auditor

    Auditor adalah seseorang yang memiliki keahlian

    dalam menghimpun dan menafsirkan bukti hasil

     pemeriksaan. Auditor independent bertanggungjawab

    atas audit laporan keuangan histories dari seluruh

     perusahaan yang diauditnya (Renyowijoyo, 2005).

    Akuntan intern bekerja di suatu perusahaan

    untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen

     perusahaan. Sebagian besar tugasnya melakukan

    audit ketaatan, dan kegitan audit operasional. Dalam

    menjalankan tugas akuntan intern harus berada diluarfungsi lini suatu organisasi, tetapi harus memberikan

    informasi yang berharga bagi manajemen untuk

     pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi

     perusahaan.

    Defnisi Etika

    Etika menurut Keraf dalam Martadi dan Suranta

    (2006), secara harah berasal dari bahasa Yunani

    ”ethos” (jamaknya: ta etha) yang berarti adat istiadat

    atau kebiasaan yang baik. Dalam hal ini etika berkaitan

    dengan hidup yang baik, meliputi kehidupan individu,

    kelompok atau sekelompok masyarakat. Kebiasaan

    ini merupakan suatu nilai-nilai mengenai aturan

    hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, dan juga

    etika biasanya diwariskan dari seseorang ke orang

    lain, dari suatu generasi ke generasi lain. Sedangkan

    menurut Susanto dalam Hermawati (2007), etika

    atau dalam bahasa Inggris “ethics”  adalah sebuah

    ilmu tentang kesusilaan yang memperhatikan atau

    mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam

     pengambilan keputusan moral, etika mengarahkan

    atau menghubungkan penggunaan akal budi individual

    dengan obyektivitas untuk menentukan “kebenaran”

    atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap

    orang lain.

    Di Indonesia biasanya etika diterjemahkan menjadi

    kesusilaan, karena sila berarti dasar, kaidah atau

    aturan, sedangkan  su berarti benar, baik, dan bagus.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) etika

    adalah: Pertama, ilmu tentang apa yang baik dan apa

    yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Kedua,

    kumpulan asas/ nilai yang berkenaan dengan akhlak. 

    Ketiga, nilai mengenai yang benar dan salah yang

    dianut masyarakat.

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    3/9

    90   Pamator , Volume 4, Nomor 1, April 2011

    Etika secara umum didenisikan sebagai perangkat

     prinsip moral atau nilai. Masing-masing orang memiliki

     perangkat nilai, sekalipun tidak dapat diungkapkan

    secara eksplisit. Para filsuf, organisasi-organisasi

    keagamaan dan kelompok lain mempunyai berbagai

    cara mengungkapkan perangkat prinsip moral atau nilai

    (Arens dan Loebbecke, 1995: 71). Pengertian etika

    sering disamaartikan dengan pengertian moral. Moral

     berasal dari bahasa Latin, yaitu “mos” yang berarti adat

    kebiasaan. Menurut Lubis dalam Hermawati (2007),

    istilah latin ethos atau ethicos selalu disebut dengan

    mos sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas

    atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral .

     Namun demikian, apabila dibandingkan dalam

     pemakaian yang lebih luas perkataan etika dipandang

    lebih luas dari perkataan moral, sebab terkadang istilah

    moral sering dipergunakan hanya untuk menerangkan

    sikap lahiriah seseorang yang biasa dinilai dari wujud

    tingkah laku atau perbuatnnya saja. Sedangkan

    etika dipandang selain menunjukkan sikap lahiriah

    seseorang juga meliputi kaidah-kaidah dan motif-motif

     perbuatan seseorang itu.

    Menurut Keraf dalam Wibowo (2006), moralitas

    adalah sistem tentang bagaimana kita harus hidup

    dengan baik sebagai manusia. Di dalam moralitas

    lebih ditekankan bagaimana cara dalam melakukan

    tindakan atau perbuatan. Moral lebih kepada karsa dan

    rasa manusia dalam segala hal tindakan yang dilakukan

    manusia di kehidupannya. Sedangkan dalam etika lebih

    cenderung kepada alasan mengapa untuk melakukan

    suatu tindakan menggunakan cara tersebut. Jadi moral

    lebih kepada dorongan untuk menaati etika.

    Dari beberapa denisi dapat disimpulkan bahwa

    etika merupakan seperangkat aturan/ norma/ pedoman

    yang mengatur perilaku manusia baik perilaku yang

    harus dilakukan atau perilaku yang harus ditinggalkan

    yang dianut oleh sekelompok atau segolongan manusia

    atau masyarakat atau profesi. Etika yang dinyatakan

    secara tertulis atau etika yang telah diformalkan

    disebut sebagai kode etik. Etika yang telah disepakati

     bersama oleh anggota suatu profesi disebut kode

    etik profesi. Kode etik yang disepakati bersama oleh

    anggota suatu profesi disebut kode etik profesi. Etika

     professional dikeluarkan untuk mengatur perilaku

    anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya

     bagi masyarakat.

    Etika Profesi Akuntan Indonesia

    Menurut Suseno (1997), etika merupakan lsafat

    atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-

    ajaran dan pandangan moral. Sedangkan pendapat

    Ward, S.P., Ward & A.B. Deck. (1993) mengungkapkan

     bahwa etika (ethos) adalah sebanding dengan moral

    (mos), di mana keduanya merupakan lsafat tentang

    adat istiadat (sitten). Karenanya secara umum etika

    atau moral adalah lsafat, ilmu atau disiplin tentang

    tingkah laku manusia atau konstansi-konstansi

    tindakan manusia.Ludigdo, U. (2007) mengemukakan

     bahwa etika meliputi sifat-sifat manusia yang ideal atau

    disiplin atas diri sendiri diatas atau melebihi persyaratan

    atau kewajiban menurut undang-undang. Sedangkan

    menurut Triyuwono, I. (2002) mendefenisikan bahwa

    etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan

    yang menjadi landasan bertindak seseorang, sehingga

    apa yang dilakukannya dapat dipandang oleh

    masyarakat umum sebagai perbuatan yang terpuji dan

    meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang.

     Menurut Gutirezz and Green, C. (2004) mengatakan

     bahwa etika profesi merupakan karakteristik suatu

     profesi yang membedakannya dengan profesi yang

    lain yang berfungsi mengatur tingkah laku para

    anggotanya. Etika profesi disusun untuk suatu

    organisasi profesi dalam bentuk kode etik. Kode etik

     bertujuan memberitahu anggota profesi tentang standar

     perilaku yang diyakini dapat menarik kepercayaan

    masyarakat dalam memberi tahu masyarakat bahwa

     profesi berkehendak untuk melakukan pekerjaan yang

     berkualitas bagi kepentingan masyarakat. Keberadaan

    kode etik merupakan imbalan masyarakat atas

    kepercayaan yang diberikannya.

    Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam

    kode etik akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat

     para anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan

    akuntan lainnya yang bukan anggota. Dengan adanya

    kode etik maka para anggota profesi akan lebih dapat

    memahami apa yang diharapkan profesi terhadap

     para anggotanya. Kode etik untuk akuntan berperan

    sebagai panduan dan bukan sebagai bentuk regulasi

    atau peraturan.

    Prinsip-Prinsip Etika

    Secara umum prinsip-prinsip etika yang

    dirumuskan oleh IAI (1998) dan dianggap menjadi

    kode etik Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut:

    a) tanggung jawab, artinya bahwa dalam melaksanakan

    tanggung jawabnya sebagai profesional, para anggota

    harus mewujudkan kepekaan profesional dan

     pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka

     b) kepentingan publik, artinya bahwa para anggota

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    4/9

      Robiatul Auliyah, Sociological Perspective on Auditing: Postmodernisme Perspective  91

    harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan

    yang mendahulukan kepentingan publik, menghargai

    kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen

     pada profesionalisme, c) integritas. Bahwa untuk

    mempertahankan dan memperluas kepercayaan

    masyarakat, para anggota harus melaksanakan semua

    tanggung jawab pofesional denga integritas tertinggi,

    d) objektivitas dan independensi seorang anggota

    harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari

     pertentangan kepentingan dalam melakukan tanggung

     jawab professional. Seorang anggota yang berpraktek

    sebagai akuntan harus bersikap independent dalam

    kenyataan dan penampilan pada waktu melaksanakan

    audit, e) kecermatan dan keseksamaan seorang anggota

    harus mengamati standart teknis dan etika profesi,

    terus meningkatkan kompetensi serta mutu jasa, dan

    melaksanakan tanggungjawab professional dengan

    kemampuan terbaik, f) lingkup dan sifat jasa.Seorang

    anggota yang berpraktek sebagai akuntan publik,

    harus mematuhi prinsip-prinsip dalam kode etika

     profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa

    yang diberikan.

    Perilaku

    Perilaku pasti akan ada dalam setiap individu.

    Perilaku berawal dari sebuah kebutuhan. Dari

    kebutuhan-kebutuhan tersebut akan lahir motivasiyang merupakan kekuatan atau energi yang mendorong

    individu untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut

    Sudrajat (2008) untuk memahami perilaku individu

    dilakukan dengan dua pendekatan yang saling bertolak

     belakang, yaitu: behaviorisme dan hol istik atau

    humanisme.

    Mekanisme pembentukan perilaku menurut

    aliran behaviorisme memandang bahwa pola-pola

     perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan

    dan penguatan dengan menciptakan rangsangan

    atau stimulus tertentu dalam lingkungan. Yangdimaksud lingkungan dalam hal ini ada dua jenis,

    yaitu: lingkungan objektif dan lingkungan efektif.

    Lingkungan obyektif merupakan segala sesuatu yang

    dapat melahirkan sebuah rangsangan yang ada disekitar

    individu. Lingkungan efektif merupakan segala sesuatu

    yang dapat merangsang inividu karena sesuai dengan

     pribadinya sehingga dapat memberikan kesadaran pada

    individu tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan

    meresponnya.

    Mekanisme pembentukan perilaku menurut aliran

    holistik atau humanisme memandang, bahwa setiap perilaku itu mempunyai tujuan. Dalam aliran ini

    faktor yang menjadi penentu perilaku bukan adanya

    rangsangan atau stimulus akan tetapi aspek-aspek

    intrinsik yang ada di dalam diri individu seperti

    niat, tekad, dan motif. Dalam aliran ini menjelaskan

    mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa)

    yang berarti menunjukkan kepada tujuan apa yang

    akan dicapai dari perilaku tersebut, how (bagaimana)

    menunjukkan bagaimana jenis dan bentuk cara

     perilaku individu tersebut untuk mencapai tujuan itu,

    dan why  (mengapa) menunjukkan bahwa motivasi

    yang menggerakkan terjadinya dan berlangsungnya

     perilaku, baik motivasi yang ada didalam diri individu

    (motivasi intrinsik) atau motivasi yang ada di luar

    individu (motivasi ekstrinsik).

    Motif individu dapat dikelompokkan menjadi dua

    golongan menurut Sudrajat (2008), yaitu: motif primer

    dan motif sekunder. Motif primer menunjukkan kepada

    motif yang tidak dipelajari. Biasanya motif ini dikenal

    dengan istilah drive, misalnya dorongan untuk makan,

    minum, melarikan diri, menyelamatkan diri dan

    sebagainya. Motif sekunder menunjukkan kepada motif

    yang berkembang dalam individu karena pengalaman

    dan dipelajari, misalnya: motif-motif sosial (seperti

    ingin diterima konformitas dan sebagainya), motif-

    motif obyektif dan interest (eksplorasi, manipulasi,

    minat), maksud dan aspirasi serta motif berprestasi.

    Taksonomi Perilaku

    Bloom dalam Sudrajat (2008), mengungkapkan

    tiga kawasan (domain)  per ilaku individu, yaitu:

    (1) kawasan kognitif, (2) kawasan afektif, dan (3)

    kawasan psikomotorik. Taksonomi di atas menjadi

    rujukan penting dalam hal pendidikan terutama

    dalam proses maupun hasil pendidikan. Karena dalam

     proses pendidikan diarahkan secara menyeluruh untuk

     perubahan perilaku individu dengan mencakup seluruh

    kawasan perilaku individu.

    Dengan merujuk pada tulisan Gulo (2005) dalamSudrajat (2008), telah dijelaskan sebagai berikut:

    kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan dengan

    aspek-aspek intelektual atau berfikir nalar, yang

    meliputi: (a) pengetahuan (knowledge)  yang dalam

    hal ini merupakan aspek kognitif yang paling rendah

    tetapi paling mendasar. Dengan pengetahuan individu

    dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek,

    ide prosedur, konsep, peristiwa, teori, kesimpulan

    dan sebagainya, (b) pemahaman (comprehension) 

    yang biasanya dapat disebut juga dengan istilah

    mengerti merupakan kegiatan mental intelektual yangmengorganisasikan materi yang telah diketahui. Dari

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    5/9

    92   Pamator , Volume 4, Nomor 1, April 2011

    temuan yang diketahui seperti definisi, peristiwa,

    fakta, informasi akan disusun kembali dalam struktur

    kognitif yang ada. Kawasan selanjutnya yaitu:

    (c) penerapan (application) dalam hal ini digunakan

     pengetahuan untuk memecahkan masa lah at au

    menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-

    hari. Individu dapat dikatakan menguasai kemampuan

     jika ia dapat memberikan contoh, menggunakan,

    mengklasikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan

    dan mengidentikasi hal-hal yang sama, (d) penguraian

    (analysis)  menentukan bagian-bagian dari suatu

    masalah dan menunjukkan hubungan antara bagian-

     bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari

    suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen

    yang menyokong suatu pernyataan, (e) memadukan

    ( synthesis) berarti menggabungkan, meramu, atau

    merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan

    atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berkir

    induktif dan konvergen merupakan ciri kemampuan

    ini, (f) penilaian (evaluation)  mempertimbangkan,

    menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-

     buruk, atau bermanfaat–tidak bermanfaat berdasarkan

    kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun

    kuantitatif.

    Kawasan afektif merupakan kawasan yang berkaitan

    dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat,

    sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya,

    terdiri dari: (1) Penerimaan (receiving/attending ). 

    Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap,

    yaitu: kesiapan untuk menerima (awareness) ,  yaitu

    adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus

    (fenomena atau objek yang akan dipelajari), yang

    ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk memberi

     perhatian pada stimulus yang bersangkutan, kemauan

    untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha

    untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang

     bersangkutan, mengkhususkan perhatian (controlled

    or selected attention). Mungkin perhatian itu hanya

    tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu

    saja. Kawasan afektif (2) Sambutan (responding )

    yang mengadakan aksi terhadap stimulus, yang

    meliputi proses sebagai berikut: kesiapan menanggapi

    (acquiescene of responding ) ,  kemauan menanggapi

    (willingness to respond )  yaitu usaha untuk melihat

    hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan,

    kepuasan menanggapi ( satisfaction in response) yaitu

    adanya aksi atau kegiatan yang berhubungan dengan

    usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui, (3)

    Penilaian (valuing ), pada tahap ini sudah mulai timbul

     proses internalisasi untuk memiliki dan menghayati

    nilai dari stimulus yang dihadapi, (4) Pengorganisasian 

    (organization) , pada tahap ini yang bersangkutan tidak

    hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti pada

    tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai

    yang relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai,

    (5) Karakterisasi (characterization)

     yaitu kemampuan

    untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai

    Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem

    nilai sudah dapat disusun, maka susunan itu belum

    konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya

    mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi.

    Kawasan yang terakhir adalah kawasan

     psikomotorik yaitu kawasan yang berkaitan dengan

    aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi

    sistem syaraf dan otot  (neuronmuscular system) 

    dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari: (a)

    kesiapan ( set ) yaitu berhubungan dengan kesediaan

    untuk melatih diri tentang keterampilan tertentu

    yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan

    kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri

    dengan situasi, menjawab pertanyaan, (b) peniruan 

    (imitation) adalah kemampuan untuk melakukan sesuai

    dengan contoh yang diamatinya walaupun belum

    mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu.

    Seperti anak yang baru belajar bahasa meniru kata-

    kata orang tanpa mengerti artinya, (c) membiasakan

    (habitual )  yaitu seseorang dapat melakukan suatu

    keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun

    ia belum dapat mengubah polanya, (d) menyesuaikan

    (adaptation) yaitu seseorang sudah mampu melakukan

    modikasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan atau

    situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan dan (e)

    menciptakan (origination) di mana seseorang sudah

    mampu menciptakan sendiri suatu karya.

    Perilaku Etis dan Perilaku Tidak Etis

    Perilaku etis merupakan suatu tindakan yang

    dipercayai bahwa tindakan tersebut tepat dilakukan

    dalam situasi tertentu. Tindakan yang dilakukan ini

    tidak melanggar atau sesuai dengan aturan-aturan

    norma yang ada di dalam masyarakat. Misalnya

     perilaku etis dala etika pergaulan baik akademik

    maupun kehidupan sehari-hari biasanya ditandai

    dengan sikap jujur, bersikap positif, bertatakrama,

    dan taat hukum.

    Sikap jujur seperti tidak melakukan plagiat, berani

    mengakui kesalahan, mampu menyampaikan pendapat

    sesuai dengan fakta yang ada dan sebagainya. Bersikap

     positif misalnya bersikap adil dan obyektif, dapat

     bekerja sama dengan semua orang tanpa membedakan

    suku, agama, ras, golongan dan sebainya. Sikap

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    6/9

      Robiatul Auliyah, Sociological Perspective on Auditing: Postmodernisme Perspective  93

     bertatakrama biasanya ditandai dengan bertutur kata

    santun, berpakaian secara sopan, serta menghormati

    tradisi serta norma masyarakat setempat. Sikap taat

    hukum ditandai dengan sikap dan perilaku yang sesuai

    dengan peraturan yang ada seperti tidak mengkonsumsi

    narkotika, tidak memiliki barang illegal, tidak

    melakukan perusakan terhadap lingkungan dan

    sebagainya.

      Perilaku tidak etis merupakan suatu tindakan

    dimana tindakan tersebut berbeda dengan tindakan

    yang dipercayai bahwa tindakan tersebut merupakan

    tindakan yang tepat dilakukan dalam situasi tertentu.

    Hal-hal yang mempengaruhi seseorang berperilaku

    tidak etis biasanya dikarenakan karena standar

    etika seseorang berbeda dengan standar etika yang

     berlaku dimasyarakat, seseorang lebih memilih untuk

     bertindak egois. Rasionalisasi dari perilaku tidak etis,

    setiap orang melakukannya, jika merupakan hal yang

    sah menurut hukum maka hal itu etis, kemungkinan

     penemuan dan konsekuensinya.

    Mengapa Orang Bertindak Tidak Beretika!

    Sebagian orang mendefenisikan perilaku tidak

     beretika sebagai perilaku yang berbeda dari sesuatu

    yang seharusnya dilakukan. Masing-masing orang

    menentukan apa yang dianggap tidak beretika, baik

    untuk diri sendiri maupun orang lain. Terdapat duaalasan utama mengapa orang bertindak tidak beretika

    (Tang et al , 2002) yaitu: 1) Standart etika seorang

     berbeda dari masyarakat umum; artinya apa yang

    dilakukan menurut dia itu tidak bersalah tetapi menurut

    orang lain itu salah. 2) Seorang memilih bertindak

    semaunya; contoh orang yang menemukan dompet

    yang didalamnya terdapat beberapa barang berharga

    termasuk uang. Perilaku dari setiap orang yang

    menemukannya mungkin akan berbeda antara, ada

    yang memilih untuk mengambil uangnya saja, ada yang

    mau mengembalikan kepada pemiliknya dan masih banyak lagi perilaku yang akan dilakukan.

    Dari pernyataan tersebut diatas bermaksud

    mengatakan bahwa sebenarnya perilaku seseorang

    dalam memahami standart etika yang disepakati

    akan sangat berbeda tergantung dari pribadi

    (Ward, SP., DR. Ward & AB. Deck. 1993). Faktor-

    faktor individual tersebut meliputi variabel-variabel

     pembawaan sejak lahir (gender, umur, kebangsaan dan

    sebagainya), sedangkan faktor lainnya adalah faktor

    organisasi, lingkungan kerja, profesi dan sebagainya.

    Dan tiga ‘bentuk watak moral yang tidak dikehendaki’,atau jahat, yakni: kemaksiatan, ketidakmampuan

    dalam menahan diri dan kebrutalan. Kemaksiatan

    adalah perilaku yang ekstrem yang di antaranya

    terdapat perilaku yang baik (lihat bagian sebelumnya,

    “Keseimbangan Emas”). Kebrutalan seringkali

    digunakan sebagai istilah untuk menegur (“kamu

     brutal!”), tetapi pada kenyataannya perilaku seperti

     binatang yang berdasarkan instink dan yang tidak

    dikehendaki ini (demikian menurut Aristoteles) agak

     jarang ditemukan dalam diri manusia. Tidak semua

     jenis kebrutalan atau kekasaran itu jelek. Misalnya,

    menggigit kuku adalah suatu perilaku yang kasar,

    yang mungkin tidak indah, tetapi tidak mempengaruhi

    moral pelakunya. Namun, berperilaku sempurna berarti

    mengatasi sifat-sifat kebinatangan kita yang brutal,

    seperti yang dilakukan oleh para pahlawan dan para

    dewa.

    Ketidakmampuan menahan diri adalah perilaku

    yang buruk yang didorong oleh nafsu akan kesenangan

    yang dapat segera dicapai, sementara menahan diri

    (yang dianggap lebih baik) berarti secara rasional

    memperhitungkan tindakan dan dengan demikian

    menahan di dari melakukan hal-hal yang buruk. Cepat

    naik darah adalah suatu bentuk ketidakmampuan untuk

    menahan diri. Aristoteles mencatat bahwa Sokrates

    menyatakan bahwa ketidakmampuan menahan diri

    itu tidak ada, tetapi hal ini tampaknya untuk melawan

     pendapat umum. Sementara orang seringkali menyadari

     bahwa tindakan-tindakan yang tidak menahan diri itu

     buruk, mereka tetap takluk kepada kelemahan ini

    mengejar kesenangan yang mudah dicapai ini.

    Ketidakmampuan menahan diri dapat dibedakan

    dengan kemaksiatan yang berlebih-lebihan; dalam hal

    ini seseorang tidak melihat alasan untuk menghindari

    kegiatan yang menyenangkan yang berlebih-lebihan.

    Aristoteles mengklaim bahwa ketidakmampuan

    menahan diri itu lebih baik daripada hal yang berlebih-

    lebihan karena sifatnya yang sementara dan alamiah

    daripada sesuatu yang direncanakan terlebih dahulu. Ia

    merasa bahwa walaupun hal yang berlebih-lebihan itu

    kronis dan tidak dapat dihilangkan, ketidakmampuan

    menahan diri itu adalah suatu perilaku yang kambuhan

    dan dapat disembuhkan.

    Konik Audit dan Dilema Etika

    Dalam suatu perusahaan ada banyak pihak yang

     berkepentingan antara lain investor yang menanamkan

    dananya dalam perusahaan atau kreditur yang yang

    meminjamkan dananya, sehingga pihak-pihak yang

     berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaantidak terbatas kepada manajemen saja, tetapi meluas

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    7/9

    94   Pamator , Volume 4, Nomor 1, April 2011

    kepada investor dan kreditur serta calon investor dan

    calon kreditur. Pihak pihak tersebut memerlukan

    informasi mengenai perusahaan, sehingga seringkali

    ada dua pihak yang berlawanan dalam situasi ini. Di

    satu pihak manajemen perusahaan ingin menyampaikan

    informasi mengenai pertanggungjawaban pengelolaan

    dana yang berasal dari pihak luar, dilain pihak-pihak

    eksternal ingin memperoleh informasi yang andal

    dari manajemen perusahaan. Dalam situasi seperti ini

     profesi akuntan muncul untuk memberi informasi yang

    terpercaya bagi kedua belah pihak.

    Konik dalam sebuah audit akan berkembang

     pada saat auditor mengungkapkan informasi, tetapi

    informasi tersebut oleh klien atau manajemen tidak

    ingin dipublikasikan kepada umum. Konik ini akan

    menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan

    membuat keputusan yang menyangkut independensi dan

    integritasnya dengan imbalan ekonomis yang mungkin

    terjadi disisi lainnya. Karena auditor seharusnya secara

    sosial juga bertanggungjawab kepada masyarakat dan

     profesi daripada kepentingan pribadi dan ekonomis

    semata sehingga auditor seringkali dihadapkan pada

    masalah dilema etika (Fachruddin, 2004).

    Internal auditor mendapatkan penghasilan dari

    organisasi di mana dia bekerja; hal ini berarti internal

    auditor sangat bergantung pada organisasinya sebagai

     pemberi kerja. Bersamaan dengan itu dia juga

    dituntut untuk tetap independent sebagai bentuk

    tanggung jawab kepada publik dan kepada profesinya.

    Disini konik audit muncul ketika auditor internal

    melakukan pekerjaan auditing internal. Internal auditor

    sebagai pekerja dalam organisasi yang diauditnya

    akan menemukan masalah ketika akan atau harus

    melaporkan temuan-temuan yang mungkin tidak

    menguntungkan dalam penilaian kinerja manajemen

    atau objek audit yang dilakukannya. Ketika manajemen

    menawarkan sebuah imbalan ataupun tekanan kepada

    internal auditor maka hal ini menjadi sebuah dilema

    etika.

    Dilema Etika

    Dilema etika merupakan suatu keadaan dimana

    seseorang harus membuat keputusan tentang perilaku

    seperti apa yang tepat akan dilakukannya. Menurut

    Arens dan Loebbecke (1995: 74) yang dimaksud

    dengan dilema etika adalah situasi yang dihadapi

    seseorang dimana keputusan mengenai perilaku

    yang pantas harus dibuat. Ada beberapa alternatif

     pemecahan dilema etika, tetapi harus berhati-hati untukmenghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku

    tidak beretika. Berikut ini merupakan enam langkah

     pendekatan sederhana untuk memecahkan dilemma

    etika: Pertama dengan memperoleh fakta-fakta yang

    relevan. Kedua, mengidentikasi issue-issue etika dari

    fakta-fakta yang ada.  Ketiga, menentukan siapa dan

     bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi

    oleh dilema. Keempat , mengidentikasi alternatif yang

    tersedia bagi orang yang harus memecahkan dilema.

     Kelima, mengidentikasi konsekuensi yang mungkin

    timbul dari setiap alternatif. Keenam, adalah dengan

    memutuskan tindakan yang tepat untuk dilakukan.

    Pengambilan Keputusan Etis: Menuju Jalan yang Benar 

    Menurut Zainuddin (2003), mengatakan bahwa

    keputusan etis adalah sebuah keputusan yang baiksecara legal maupun moral dapat diterima oleh

    masyarakat luas. Beberapa review tentang penelitian

    etika mengungkapkan beberapa penelitian empirik

    tentang pengambilan keputusan etis, menyatakan

     bahwa salah satu salah satu determinan penting dalam

     pengambilan keputusan etis adalah faktor-faktor yang

    secara unik berhubungan dengan individu pembuat

    keputusan dan variabel-variabel yang merupakan hasil

    dari proses sosialisasi dan pengembangan masing-

    masing individu. Faktor-faktor individu tersebut

    tersebut meliputi yang mrupakan ciri pembawaansejak lahir seperti: gender, umur, kebangsaan dan

    sebagainya. Sedangkan faktor lainnya adalah faktor

    organisasi lingkungan organisasi, lingkungan kerja

     profesi dan sebagainya.

    Pengambilan keputusan etis telah banyak dilakukan

    dengan berbagai pendekatan yang dilakukan dari

     psikologi sosial ekonomi dan moral. Beberapa

     penelitian yang pernah dilakukan adalah Marshall,

    Gordon. (1998) menyatakan bahwa model pengambilan

    keputusan etis terdiri dari empat tahapan, yaitu:

     pertama  pemahaman tentang adanya isu moraldalam sebuah dilema etika. Dalam tahapan ini

    menggambarkan bagaimana tanggapan seseorang

    terhadap isu moral dalam sebuah dilema etika. Kedua,

    adalah pengambilan keputusan etis; yaitu bagaimana

    orang membuat keputusan etis. Ketiga,moral intention

    yaitu bagaimana seorang bertujuan/bermaksud untuk

     berkelakuan etis atau tidak etis. Keempat, adalah moral

     behavior, yaitu bagaimana seorang bertindak atau

     berprilaku etis atau tidak etis.

    Marshall, Gordon. 1(998) menyatakan ada tiga

    unsur utama didalam pengambilan keputusan etisyaitu, moral issue  yaitu menyatakan seberapa jauh

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    8/9

      Robiatul Auliyah, Sociological Perspective on Auditing: Postmodernisme Perspective  95

    ketika seorang melakukan tindakan itu, maka akan

    mengakibatkan kerugian (harm) atau keuntungan

    (benet) bagi orang lain. Kedua adalah moral agent, 

    yaitu seorang yang membuat keputusan moral (moral

    decision). Ketiga adalah keputusan etis (ethicaldecision) itu sendiri yaitu keputusan yang secara legal

    dan moral dapat diterima oleh masyarakat luas.

    Begley, P and Jacquile P. (2007) menyusun sebuah

    model pengambilan keputusan etis dengan menyatakan

     bahwa keputusan etis adalah dengan menyatakan

     bahwa keputusan et is adalah sebuah in te raks i

    antara faktor individu dengan faktor situasional.

    Dia menyatakan bahwa pengambilan keputusan etis

    seseorang akan sangat tergantung kepada faktor-faktor

    individu yang terdiri dari pengalaman kerja auditor,

    komitmen profesional, dan orientasi etika auditor; danfaktor situasional adalah nilai etika organisasi.

     Pengalaman kerja auditor 

    Pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu

    faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor.

    Pengalaman auditor akan semakin berkembang dengan

     bertambahnya pengalaman audit, diskusi mengenai

    audit dengan rekan sejawat, pengawasan dan review

    oleh rekan senior, mengikuti program pelatihan dan

     penggunaan standar auditing.

     Komitmen Profesional 

    Komitmen profesional diartikan sebagai intentitas

    identikasi dan keterlibatan individu denga profesinya.

    Identifikasi ini membutuhkan beberapa tingkat

    kesepakatan antara individu dengan tujuan dan nilai-

    nilai yang ada dalam profesi termasuk nilai moral dan

    etika. Jeffrey dan Weatherholt dalam Budisusetyo

    (2005) menguji hubungan antara komitmen profesional,

     pemahaman etika dan sikap ketaatan terhadap aturan,

    dengan hasil menunjukan akuntan dengan komitmen

     profesional yang kuat perilakunya lebih mengarahkepada ketaatan terhadap aturan dibandingkan dengan

    akuntan dengan komitmen profesional rendah.

    Orientasi Etika:

    Orientasi etika berarti mengenai konsep diri

    dan perilaku pribadi yang berhubungan dengan

    individu dalam diri seseorang. Orientasi etika dapat

    dioperasionalisasikan sebagi kemampuan individu

    untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan nilai etika

    dalam suatu kejadian. Orientasi etika menunjukkan

     pandangan yang diadopsi oleh masing-masing individu

    ketika menghadapi situasi/masalah yang membutuhkan

     pemecahan dan penyelesaian etika atau dilema etika.

     Nilai Etika Organisasi 

     Nilai etika organisasi dapat digunakan untukmenetapkan dan sebagai patokan dalam menggambarkan

    apa-apa yang dikerjakan apakah merupakan hal yang

     baik atau etis dan hal tidak baik atau tidak etis dalam

    organisasi. Hunt, et al . dalam Budisusetyo (2005)

    menyatakan nilai etika organisasi adalah sebuah derajat

     pemahaman organisasi tentang bagaimana organisasi

     bersikap dan bertindak dalam menghadapi isu-isu

    etika.

     Nilai-Nilai Moral 

    Etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatanyang menjadi landasan bertindak seseorang, sehingga

    apa yang dilakukannya dapat dipandang oleh

    masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan dapat

    meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang.

    Penjelasan ini menunjukkan bahwa etika merupakan

     penjabaran dari nilai atau prinsip dasar moral. Ketika

    orang hendak dalam suatu dilema maka prinsip

    moral harus menjadi dasar dalam pengambilan

    keputusannya. 

     Keimanan (religius)Inti dari ajaran agama adalah mengajarkan tentang

    kebaikan, kejujuran, keadilan dan sebagainya yang

    harus dimiliki oleh setiap umatnya dalam hubungan

    dengan Tuhan dan sesama serta seluruh makluk

    ciptaan-Nya. Perbuatan baik akan mendapat pahala

    diakhirat; sedangkan ketika berbuat dosa maka kita

    akan mendapat sangsi diakhirat. Ini adalah suatu

    keyakinan/keimanan yang dimiliki oleh setiap umat

     beragama termasuk seorang auditor internal. PadaPada

    saat di mana kita dihadapkan dalam situasi dilema

    maka keputusan yang diambil pasti benar; apabilakita bersandar pada Allah. Karena itu maka nilai-nilai

    yang diajarkan oleh agama menjadi sumber dari setiap

    umatnya, dalam seluruh perkataan dan perbuatan.

    Penutup

    Paradigma posmodernisme menyatukan teori

    (praktek) yang dianggap dualistik atau dikhotomis

    dalam dunia modern dalam jaringan yang sinergis.

    Karateristik posmo tidak hanya untuk mengubah sikap

    ilmiah, melainkan juga dimaksudkan agar substansi

    telaahnya dikenal baik dan selanjutnya diolah dengan

  • 8/20/2019 Kode Etik - Etika Tertulis

    9/9

    96   Pamator , Volume 4, Nomor 1, April 2011

    lebih baik. Posmo mengembangkan kemampuan

    kreatif membuat makna-makna baru, menggunakan

    unstandard logic (Loytard dalam Muhadjir, 2000).

    Beberapa hal yang perlu dipertmbangkan oleh

    seorang internal auditor adalah faktor individual

    (pengalaman, komitmen profesional, orientasi etika,

    moral dan keimanan) dan faktor situasional (nilai

    etika organisasi). Apabila kedua faktor tersebut

    di atas dipadukan dan diimplementasikan dengan baik

    dan benar dalam pekerjaan internal auditor maka akan

    menghasikan keputusan yang etis menuju jalan yang

     benar.

    Daftar Pustaka

    Begley, P and Jacquile P. (2007) Integrating value

    and Ethics Into Post Secondary TeachingFor Leadership Development: Principles,

    Concepts, and Strategy. Journal of Education

     Administration, Vol. 45, No. 4: 398–412.

    Fachruddin, Rudy. (2004)  Pengaruh Orientasi

     Profesional Penggunaan Anggaran Sebagai Alat

     Evaluasi Kinerja dan Partisipasi Penganggaran

    terhadap Timbulnya Konik Peran. Simposium

     Nasional Akuntansi VII Denpasar Bali.

    Gutirezz and Green, C. (2004) Re-examining Race-

     based Admiss ions Proceses of Amer ican

    Institutions of Higher Education Using Multi-Dimensional Ethical Perspectives.  Journal of

     Educational Administration.  Vol. 42. No. 2:

    236–248, 2004.

    Muhajir, Neong. (2000)  Metodologi Peneli tian

     Kualitatif. Edisi Empat. Yogyakarta, Rake

    Sarasin.

    Maliki, Zainuddin. (2003)  Narasi Agung: Tiga

    Teori Sosial Hegemonik.  Surabaya: Lembaga

    Pengkajian Agama dan Masyarakat (LPAM).

    Ludigdo, U. (2007) Paradoks Etika Akuntan. Cetatakan

    Pertama. Penerbit Pustaka Pelajar.

    Satria, Riri. (2008) Personal Blog:  Etika Dalam

     Berbisnis, (Online), File://localhost/G:/teori-

    etika-bisnis.htm, Diakses 20 Mei 2010

    Sudrajat, Akhmad. (2008) Taksonomi Perilaku

     Individu, (Online), File://localhost/G:/perilaku-

    individu. Diakses 30 Januari 2008Diakses 30 Januari 2008

    Sugiyono. (2005) Memahami Pendekatan Kualitatif.

    Bandung: Alfabeta.

    Tang et al. (2002) Endorsement of The Money Ethic,Income, and Life Satisfaction: A Comparison of

    Full-Time Employees, Part-Time Employees,

    and non-employeed University Students. 

     Journal of Managerial Psychology Vol. 17.

    no. 6: 442–467.

    Triyuwono, I. (2002) Strategi Pendidikan Etika Bisnis

    dan Prefesi Pada Pendidikan Akuntansi. TEMA.

    Vol. 2.

    Ward, S.P., D.R. Ward & A.B. Deck. (1993) CertiedCertied

    Public Accountants: Ethical Perception Skills

    and Attitudes on Ethics Education.  Journal of Businwess Ethics 12: 601–610.