15

Click here to load reader

Kodifikasi Hadits Kia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jjjjjjjjj

Citation preview

Page 1: Kodifikasi Hadits Kia

KODIFIKASI HADITS DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PERKEMBANGAN TASYRIK

A. Pendahuluan

Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an, dan

merupakan sumber ajaran agama dan landasan berfikir dalam mengeluarkan suatu

fatwa untuk mengatasi masalah. Namun banyak sekali hadis yang berkembang

dalam masyarakat Islam, oleh kaena itu penting sekali bagi kita bagaimana hadis

itu disusun dan dikodifikasikan menjadi hadis shahih, hasan dan mana yang

menjadi kisah munculnya hadis palsu.

Kodifikasi disebut juga dengan tadwin hadis, artinya yaitu pencatatan,

penulisan atau pembukuan hadis secara individual. Pembahasannya disini ialah

kodifikasi secara resmi berdasarkan perintah khalifah, dengan melibatkan

beberapa personil, yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara

perseorangan atau untuk kepentingan pribadi.

Dalam makalah ini akan dibahas kodifikasi hadis dan pengaruhnya

terhadap perkembangan tasyrik, yang mencakup latar belakang munculnya

kodifikasi, kodifikasi pada masa tabi’in, kodifikasi hadis secara resmi, dan masa

seleksi dan penyempurnaan serta pengembangan sistem penyusunan kitab hadis.

Page 2: Kodifikasi Hadits Kia

B. Latar Belakang Munculnya Usaha Kodifikasi Hadis

Latar belakang munculnya usaha kodifikasi hadis adalah disebabkan dua

hal pokok yaitu Umar Ibn Abdul Aiziz mengambil sikap: Pertama, ia khawatir

hilangnya hadis-hadis, dengan meninggalnya para ulama di medan perang.

Kedua, Ia khawatir juga akan tercampurnya antara hadis-hadis yang shahih

dengan hadis-hadis palsu. Dipihak lain bahwa dengan semakin meluasnya daerah

kekuasaan Islam sementara kemampuan para tabi’in antara satu dengan lainnya

tidak sama, jelas sangat memerlukan adanya usaha kodifikasi hadis.1

Dengan demikian faktor-faktor yang mendorong pengkodifikasian hadis

adalah:

1. Tidak ada lagi penghalang untuk menuliskan dan membukukan

hadis yaitu kekhawatiran bercampurnya hadis dengan al-Qur’an.

2. Khawatir akan hilangnya hadis-hadis karena banyaknya sahabat

yang meninggal dunia.

3. Khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang sahih dengan

hadis-hadis yang palsu yang dilatar belakangi oleh perpecahan politik dan

perbedaan mazhab dikalangan umat Islam.

4. Karena diperlukannya petunjuk-petunjuk dari hadis Nabi Saw,

selain al-Qur’an akibat dari banyaknya permasalahan yang dihadapi Islam.

1 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 75-76.

Page 3: Kodifikasi Hadits Kia

C. Kodifikasi Hadis Pada Masa Tabi’in

Sejarah mencatat bahwa dimasa tabi’in banyak diantara mereka yang

masih menentang penulisan hadis. Diantaranya adalah Ubaidah Bin Amar, Zabir

Bin Zaid, dan Ibrahim Bin Yazid. Mereka memandang belum perlu pencatatan

hadis pada masa itu. Kurun waktu yang berdekatan dengan masa sahabat

membuat mereka sangat terpengaruh dengan pendapat dan ucapan awal

Khulafaurrasidin.

Secara umum sebenarnya mereka tidak mengingkari subtansi penulisan,

tetapi dalam praktiknya mereka bersikeras menentangnya dengan alasan-alasan

tertentu. Ketika orang mulai membedakan antara larangan menulis hadis dan

larangan menulis pendapat pribadi, banyak diantara tabi’in dari generasi

pertengahan tidak lagi menentang pencatatan tersebut dan membiarkan murid-

muridnya mencatat, sebagaimana dilakukan oleh Sa’id bin al-Musayyab terhadap

Abdul Rahman Bin Harmalah. Asy-Sya’bi juga mengingatkan signifikansi

penulisan hadis ia berkata “Apabila kamu mendengar sesuatu dariku, tulislah,

walaupun pada dinding”. Dengan demikian puncak dari penulisan iitu pada masa

itu adalah ketika secara resmi Umar Bin Abdul Aziz memerintahkan penulisan

hadis.2

D. Kodifikasi Hadis Secara Resmi2 Ramli Abdul Wahid, Studi ilmu Hadis, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2005), hlm. 101-102.

Page 4: Kodifikasi Hadits Kia

Kodifikasi hadis secara resmi mulai pada abad ke-II Hijriyah. Yaitu ketika

pemerintahan Islam dipimpin oleh Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Ia

menginstruksikan kepada Abu Bakar Bin Muhammad Bin Amar Bin Hazn

(Gubernur Madinah) dan para ulama madinah dan agar memperhatikan dan

mengumpulkan hadis dari para pengahafal-penghafalnya, diantara instruksinya

yaitu yang berbunyi:

“Perhatikanlah atau periksalah hadis-hadios Rasulullah Saw. kemudian tuliskan,

aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan meninggalnya para ahlinya. Menurut

suatu riwayat disebutkan, meninggalnya para ulama.3

Umar Bin Abdul Aziz dikenal secara umum yang memprakarsai

pembukuan hadis Nabi Saw secara resmi. Tetapi Aj-Jaj al-Khatib berpendapat

bahwa kegiatan ini lebih dahulu diprakarsai oleh ayahnya yaitu Abdul Aziz Ibn

Marwan yang menjabat sebagai gubernur di Mesir. Melalui surat meminta kepada

kasir Bin Murrah seorang tabi’in di Himsyah untuk mencatat berbagai hadis yang

pernah diterimanya, selain dari Abu Khurairah. Abdul Aziz Bin Marwan

mengatakan bahwa dia telah memilliki catatannya yang didengarnya sendiri

secara langsung.

Pelaksanaan kodifikasi hadis yang dilakukan oleh Umar Bin Abdul Aziz

adalah beliau berhasil menghimpun seluruh hadis yang ada di Madinah.

3 Aj-Jaj al-Khatib, As-Sunnah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998), hlm. 331.

Page 5: Kodifikasi Hadits Kia

Kemudian hasil kodifikasinya dikirim kedaerah-daerah sehingga lebih cepat

tersebar.4

Kodifikasi hadis secara resmi ini dilanjutkan dengan pembukuan-

pembukuan hadis yang dilakukan para penguasa Bani Umayah dan para Ulama.

Kegiatan ini tumbuh dan berkembang dengan pesat bersama penulisan ilmu-ilmu

lain khususnya sampai pertengahan abad kedua Hijrah. Kemudian pada abad

ketiga Hijrah merupakan periode pembukuan hadis secara matang dan buku-

bukunya pada umumnya menjadi rujukan hadis sampai sekarang, seperti:

1. Shahih al-Bukhari,

2. Shahih Muslim,

3. Sunan an-Nasa’i,

4. Sunan Abi Daud,

5. Sunan At-Tirmizi, dan

6. Sunan Ibn Majah.5

Seperti terlihat sebelumnya bahwa Umar Bin Abdul Aziz mempunyai

peranan penting dalam sejarah pengumpulan dan pembukuan hadis. Diantara

jasanya dalam usaha melestarikan hadis dan memelihara kemurniannya adalah

sebagai berikut:

1. Umar Bin Abdul Aziz adalah khalifah pertama dalam sejarah Islam yang

mengambil kebijaksanaan untuk mengkodifikasian hadis.

4 Suhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1977), hlm. 103. 5 Ramli Abdul Wahid, Op.Cit, hlm. 108.

Page 6: Kodifikasi Hadits Kia

2. Kodifikasi hadis yang dilakukan Khalifah Umar Bin Abdul Aiziz dan dikirim

keberbagai daerah untuk dijadikan model penulisan hadis selanjutnya

membawa dampak yang cukup besar terhadap sikap sebagian ulama yang

masih keberatan menulis hadis.

3. Khalifah telah berhasil mengumpulkan para ulama untuk membicarakan

hadis-hadis yang dihimpun itu, dan meletakkan satu dasar pokok dalam

penulisan hadis dengan menyaring hadis yang diamalkan dari yang tidak

diamalkan.

4. Pelaksanaan kodifikasi secara resmi ini sangat mendorong penulisan hadis

selanjutnya sehingga lahir kitab-kitab hadis yang menjadi pegangan umat

sampai hari ini.6

Berdasarkan kodifikasi hadis secara resmi dilakukan dalam jangka waktu

yang relatif singkat, kurang lebih dua tahun, merupakan sukses besar bagi

khalifah Umar Bin Abdul Aziz.

E. Masa Seleksi dan Penyempurnaan Serta Pengembangan Sistim

Penyusunan Kitab Hadis

1. Masa Seleksi atau penyaringan hadis

Masa seleksi atau penyaringan hadis terjadi pada pemerintahan Bani

Abbas sekitar tahun 201 sampai 300 Hijriyah. Munculnya seleksi ini, disebabkan

pada periode sebelumnya, yakni periode tadwin belum berhasil memisahkan

6Ibid., hlm. 109-110.

Page 7: Kodifikasi Hadits Kia

beberapa hadis Mauquf dan Maqtu’ dari hadis Marfu’. Begitu pula belum bisa

memisahkan beberapa hadis yang daif dari yang sahih.

Pada masa ini ulama bersungguh-sungguh mengadakan penyaringan hadis

yang diterimanya. Melalui kaidah-kaidah yang ditetapkannya, para ulama berhasil

memisahkan hadis-hadis yang daif dari hadis yang sahih meskipun berdasarkan

penelitian berikutnya masih ditemukan terselipnya hadis yang daif pad kitab-kitab

sahih karya mereka.

Masa seleksi ini juga melahirkan beberapa kitab yang disebut dengan

Kutub as-Sittah yaitu:

a. Al-Jami’ as-Shahih susunan al-Bukhari.

b. Al-Jami’ as-Shahih susunan Muslim.

c. As-Sunan Susunan Abu Daud.

d. As-Sunan susunan at-Tirmizi.

e. As-Sunan susunan Nasa’i.

f. As-Sunan susunan Ibn Majah.7

Urutan-urtutan tersebut menurut sebagian ulama menunjukkan urutan

kualitasnya, meskipun ada yang mempersoalkan apakah yang pertama itu karya

Bukhari atau karya Muslim.

2. Masa Pengembangan dan Penyempurnaan Sistim penyusunan Kitab-kitab

Hadis

7 Munzier Suparta, Op.Cit., hlm. 78.

Page 8: Kodifikasi Hadits Kia

Setelah munculnya Kutub as-Sittah para ulama mengalihkan perhatiannya

untuk menyusun kitab-kitab Jawami’, Kitab Syarah Mukhtasar, Mentakhrij,

menyusun Kitab Atraf, dan Jawai’d serta penyusunan kitab hadis untuk topik-

topik tertentu.

Penyusuanan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah pada usaha

mengembangkan dengan beberapa fariasi pentadwinan terhadap kitab-kitab yang

sudah ada. Diantara usaha itu ialah mengumpulkan isi kitab Shahih Bukhari dan

Muslim, seperti yang dilakukan oleh Muhammad Ibn Abdillah al-Jauzaqi dan Ibn

al-Furad. Mereka juga mengumpulkan isi kitab yang enam. Ada juga yang

mengumpulkan kitab-kitab hadis mengenai hukum, seperti yang dilakukan oleh

at-Daruqudni, al-Baihaqi, Ibnu daqiq, Ibnu Hajar, dan Ibn Qudamah al-Maqdisi.

Masa perkembangan yang disebut terakhir ini terbentang cukup panjang,

mulai dari abad keempat Hijriyah terus berlangsung beberapa abad berikutnya

sampai abad kontemporer.8

F. Kesimpulan

Kodifikasi atau tadwin hadis adalah usaha pencatatan, penulisan atau

pembukuan hadis secara individual. Latar belakang munculnya usaha kodifikasi

hadis adalah khawatir hilangnya hadis-hadis dengan meninggalnya para ulama,

dan khawatir akan bercampurnya antara hadis-hadis shahih dengan hadis-hadis

palsu.

8 Ibid., hlm. 79.

Page 9: Kodifikasi Hadits Kia

Kodifikasi hadis secara resmi dilakukan oleh khalifah Umar Bin Abdul

Aziz dan merupakan orang yang pertama dalam membukukan hadis secara resmi.

Masa seleksi atau penyaringan hadis memunculkan kitab-kitab induk yang

enam yang disebut juga dengan Kutub as-Sittah yaitu:

1. Al-Jami as-Shahih susunan al-Bukhari

2. Al-Jami’ as-Shahih susunan Muslim

3. As-Sunan Susunan Abu Daud

4. As-Sunan susunan at-Tirmizi

5. As-Sunan susunan Nasa’i

6. As-Sunan susunan Ibn Majah

Masa pengembangan dan penyempurnaan sistim penyusunan kitab-kitab

hadis dilakukan dengan mengumpulakan isi kitab yang sudah ada diantaranya

kitab shahih Bukhari dan Muslim. Dan ada juga yang mengumpulkan kitab-kitab

hadis mengenai hukum.

Page 10: Kodifikasi Hadits Kia

DAFTAR PUSTAKA

Al-Khatib, Aj-Jaj. As-Sunnah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998.

Ismail, Suhudi. Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1977.

Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.

Wahid, Ramli Abdul. Studi ilmu Hadis. Bandung: Cita Pustaka Media, 2005.