9
62 Vol. 13, No.1, Februari 2014 DAMIANUS Journal of Medicine KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG MORBUS HANSEN TUBERCULOSIS COINFECTION IN A MORBUS HANSEN PATIENT Regina 1 , Lorettha Wijaya 1 ARTIKEL LAPORAN KASUS ABSTRACT Introduction: Morbus Hansen (MH) and Tuberculosis (TB) are caused by Myco- bacterium leprae and Mycobacterium tuberculosis, respectively. The occur- rence of those two infections concomitantly is rare, usually in immunocompromised patients. Case: A 23-year-old woman was diagnosed of having MH, pulmonary TB, lymph node TB, and scrofuloderma based on history, physical examinations, and laboratory examinations. There is no history of taking either immunosuppresant agents nor organ transplantation. The glucose blood test is normal and HIV test is negative, although there is a weight loss about 20 kg in the last 11 months. She was given Rifampicin 600 mg/d, Ofloxacin 400 mg/d, Isoniazide 400 mg/d + vitamine B6 10 mg/d, and Ethambutol 750 mg/d. After two weeks she showed a clinical improvement. Conclusion: Coinfection of MH and TB occurs in the patient, but her predisposi- tion factor is still unknown. Therapeutic regimen for pulmonary and extrapulmonary TB can improve either the scrofuloderma or the MH lesions after 2 weeks. Key words: lymph node tuberculosis, morbus Hansen. pulmonary tuberculo- sis, scrofuloderma, weight loss ABSTRAK Pendahuluan: Morbus Hansen (MH) dan Tuberkulosis (TB) berturut-turut disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan Mycobacterium tuberculosis. Kejadian kedua infeksi timbul secara bersamaan jarang ditemukan, biasanya terjadi pada pasien-pasien imunokompromais. Kasus: Seorang perempuan berusia 23 tahun didiagnosis menderita MH, TB paru, TB kelenjar getah bening, dan skrofuloderma berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratoris. Tidak didapatkan riwayat konsumsi obat-obat imunosupresan ataupun transplantasi organ. Tes gula darah normal dan tes HIV negatif, meskipun dijumpai penurunan berat badan sekitar 20 kg dalam 11 bulan terakhir. Penatalaksanaan yang diberikan adalah Rifampisin 600 mg/hari, Ofloksasin 400 mg/hari, Isoniazid 400 mg/hari + vita- min B6 10 mg/hari, dan Etambutol 750 mg/hari. Setelah 2 minggu terapi pasien memperlihatkan perbaikan klinis. Damianus Journal of Medicine; Vol.13 No.1 Februari 2014: hlm. 62–70 1 Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440 Korespondensi: Loretha Wijaya, Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440. E-mail: [email protected]

KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

62 Vol. 13, No.1, Februari 2014

DAMIANUS Journal of Medicine

KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG MORBUS HANSEN

TUBERCULOSIS COINFECTION IN A MORBUS HANSEN PATIENT

Regina1, Lorettha Wijaya1

ARTIKEL LAPORAN KASUS

ABSTRACT

Introduction: Morbus Hansen (MH) and Tuberculosis (TB) are caused by Myco-

bacterium leprae and Mycobacterium tuberculosis, respectively. The occur-

rence of those two infections concomitantly is rare, usually in

immunocompromised patients.

Case: A 23-year-old woman was diagnosed of having MH, pulmonary TB, lymph

node TB, and scrofuloderma based on history, physical examinations, and

laboratory examinations. There is no history of taking either immunosuppresant

agents nor organ transplantation. The glucose blood test is normal and HIV test

is negative, although there is a weight loss about 20 kg in the last 11 months.

She was given Rifampicin 600 mg/d, Ofloxacin 400 mg/d, Isoniazide 400 mg/d

+ vitamine B6 10 mg/d, and Ethambutol 750 mg/d. After two weeks she showed

a clinical improvement.

Conclusion: Coinfection of MH and TB occurs in the patient, but her predisposi-

tion factor is still unknown. Therapeutic regimen for pulmonary and

extrapulmonary TB can improve either the scrofuloderma or the MH lesions

after 2 weeks.

Key words: lymph node tuberculosis, morbus Hansen. pulmonary tuberculo-

sis, scrofuloderma, weight loss

ABSTRAK

Pendahuluan: Morbus Hansen (MH) dan Tuberkulosis (TB) berturut-turut

disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan Mycobacterium tuberculosis.

Kejadian kedua infeksi timbul secara bersamaan jarang ditemukan, biasanya

terjadi pada pasien-pasien imunokompromais.

Kasus: Seorang perempuan berusia 23 tahun didiagnosis menderita MH, TB

paru, TB kelenjar getah bening, dan skrofuloderma berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratoris. Tidak didapatkan riwayat

konsumsi obat-obat imunosupresan ataupun transplantasi organ. Tes gula

darah normal dan tes HIV negatif, meskipun dijumpai penurunan berat badan

sekitar 20 kg dalam 11 bulan terakhir. Penatalaksanaan yang diberikan adalah

Rifampisin 600 mg/hari, Ofloksasin 400 mg/hari, Isoniazid 400 mg/hari + vita-

min B6 10 mg/hari, dan Etambutol 750 mg/hari. Setelah 2 minggu terapi pasien

memperlihatkan perbaikan klinis.

Damianus Journal of Medicine;Vol.13 No.1 Februari 2014: hlm. 62–70

1 Departemen Ilmu Kesehatan Kulitdan Kelamin, Fakultas KedokteranUnika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2,Jakarta Utara 14440

Korespondensi:

Loretha Wijaya, Departemen IlmuKesehatan Kulit dan Kelamin,Fakultas Kedokteran Unika AtmaJaya, Jl. Pluit Raya No. 2, JakartaUtara 14440. E-mail:[email protected]

Page 2: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

Koinfeksi tuberkulosis pada seorang penyandang morbus Hansen

63Vol. 13, No.1, Februari 2014

PENDAHULUAN

Morbus Hansen (MH) dan Tuberkulosis (TB)

merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri tahan asam Mycobacterium. MH disebab-

kan oleh M. leprae, sedangkan TB terutama di-

sebabkan oleh M. tuberculosis. Keduanya banyak

ditemukan di daerah yang beriklim tropis dan me-

miliki kelembaban udara tinggi, tingkat sosial eko-

nomi penduduk yang rendah, serta status gizi dan

higienitas yang buruk.1

MH adalah penyakit infeksi kronis yang

menyerang kulit dan saraf tepi. Komplikasi yang

ditakutkan dari MH adalah kecacatan, sehingga

penderita menjadi malu, sulit berfungsi, serta

dikucilkan dari kehidupan sosial. Diagnosis dan

terapi yang tepat sedini mungkin adalah strategi

untuk mengontrol penyakit ini.1 MH dapat

mengenai semua ras, usia, dan kedua jenis

kelamin. Insiden tertinggi didapati pada usia 10-

15 tahun serta 30-60 tahun. Pada laki-laki lebih

banyak ditemukan MH bentuk lepromatosa.

Mekanisme transmisi M. leprae masih belum

diketahui dengan jelas, namun diduga melalui

droplet nasal dan oral dari pasien yang

mengandung banyak kuman dan masuk melalui

traktus respiratorius. Hipotesis yang menyatakan

kulit sebagai rute transmisi kuman M. leprae ma-

sih belum dapat dibuktikan. Inokulasi kuman lebih

sering melalui mukosa nasal daripada melalui

kulit yang tidak intact, dengan masa inkubasi

rerata 4-10 tahun.1-3

Infeksi TB dapat mengenai paru, kelenjar getah

bening, kulit, tulang, selaput otak, dan sebagai-

nya. Kuman M. tuberculosis tidaklah terlalu

virulen karena hanya 5-10% infeksi yang dapat

menyebabkan penyakit. Sel T helper (Th) CD4+

memegang peranan penting dalam perlindungan

terhadap infeksi mikobakteria. Oleh karena itu,

pasien dengan fungsi sel Th CD4+ yang rendah,

misalnya pasien dengan koinfeksi HIV atau yang

menjalani terapi imunosupresif, terutama inhibi-

tor Tumor Necrosis Factor (TNF)-, memiliki

risiko untuk menderita TB atau mengalami

reaktivasi TB.1

TB kutis jarang ditemukan. Kurang dari 2% pasien

TB memiliki lesi kulit. Tipe lesi kulit yang terjadi

tergantung pada faktor-faktor pejamu, seperti

usia, jenis kelamin, letak anatomis, dan status

nutrisi. Bentuk TB kutis yang paling sering ditemu-

kan adalah skrofuloderma. Di area yang endemik

TB, lebih dari 50% kasus TB kutis akan muncul

sebelum usia 19 tahun. Seringkali fokus infeksi

TB kutis sulit ditemukan. Tiga sampai dua belas

persen kasus TB kutis akan memiliki gambaran

Kesimpulan: Koinfeksi MH dan TB terjadi pada kasus ini. Faktor predisposisi

kejadian tersebut belum dapat ditemukan. Rejimen terapi TB paru dan

ekstrapulmonal memberi perbaikan klinis pada lesi skrofuloderma maupun

MH setelah 2 minggu.

Kata kunci: morbus Hansen, penurunan berat badan, skrofuloderma.

tuberkulosis paru, tuberkulosis kelenjar getah bening

Page 3: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

64 Vol. 13, No.1, Februari 2014

DAMIANUS Journal of Medicine

rontgen paru yang abnormal, dan seringkali

ditemukan pembesaran kelenjar getah bening.4,5

KASUS

Seorang perempuan berusia 23 tahun, berasal

dari Papua, datang dengan keluhan nyeri, lemah,

dan gemetar pada persendian kedua tangan dan

kedua kaki sejak 2 minggu sebelum datang ke

poliklinik bagian Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

(RS) Atma Jaya. Selain itu, pasien juga

mengeluhkan adanya luka di kedua ketiak yang

tidak kunjung sembuh sejak 5 bulan yang lalu.

Luka timbul dari benjolan yang pecah dan

mengeluarkan nanah. Benjolan-benjolan di leher

dan ketiak pasien sudah ada sejak 15 tahun yang

lalu, bertambah banyak, dan agak nyeri. Pasien

sempat berobat, mendapatkan perawatan luka

serta Siprofloksasin, namun tidak sembuh.

Pasien sering merasa sesak napas sejak 15

tahun yang lalu, namun menyangkal riwayat batuk

lama atau batuk darah. Riwayat keluarga dan

orang sekitar dengan keluhan batuk lama atau

batuk darah disangkal.

Pasien juga mengemukakan adanya bercak-ber-

cak putih sejak 15 tahun yang lalu. Bercak-bercak

tersebut timbul di perut, kedua lengan bawah,

punggung, dan kedua paha. Bercak-bercak putih

dirasakan agak baal, tidak gatal, dan tidak nyeri.

Riwayat keluarga dan orang sekitar dengan

keluhan serupa disangkal.

Hasil pemeriksaan foto thoraks 5 bulan yang lalu

menunjukkan gambaran TB paru, tetapi tidak ada

data riwayat pengobatan TB. Pasien mengalami

penurunan berat badan sebanyak 20 kg dalam

11 bulan terakhir. Pasien belum menikah, namun

memiliki riwayat berhubungan seksual dengan

berganti-ganti pasangan. Riwayat transplantasi

organ ataupun penggunaan obat-obatan yang

dapat menekan sistem imun disangkal.

Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit se-

Gambar 1. Pada kedua daun telinga tampak papul-papul dan megalobuli sertapada leher tampak beberapa nodul berdiameter 1-5 cm.

Page 4: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

Koinfeksi tuberkulosis pada seorang penyandang morbus Hansen

65Vol. 13, No.1, Februari 2014

dang dengan status gizi dan status higiene baik.

Pemeriksaan dermatologis mendapati papul-

papul eritem dan megalobuli pada kedua daun

telinga. (Gambar 1) Papul dan plak eritema

multipel juga tampak di glabela, kedua pipi, dan

dagu. Pada kedua lengan, kedua tungkai, perut,

dan punggung tampak makula hipopigmentasi,

multipel, ukuran numular sampai plakat, dengan

permukaan yang lebih kering dari kulit sekitarnya

disertai dengan gangguan sensibilitas. Tidak di-

temukan alopesia. N. aurikularis magnus sinistra

dan N. ulnaris sinistra menebal dan nyeri tekan.

Otot yang dipersarafi N. medianus sinistra lebih

lemah daripada yang dekstra, serta didapati

hipotrofi otot tenar sinistra.

Pada leher dan kedua ketiak tampak beberapa

nodul sewarna kulit, diameter 1-5 cm, konsistensi

sebagian keras sebagian kenyal, permukaan licin,

batas tegas, mobile, tidak nyeri tekan, dan tidak

panas. Pada ketiak kanan tampak ulkus linear

ukuran ± 0,5 cm x 0,5 cm x 0,1 cm dengan tepinya

jaringan parut hipertrof i berwarna hitam

keunguan. Ketiak kiri tampak ulkus berukuran 1

cm x 1 cm x 0,3 cm tertutup pus. (Gambar 2)

Pemeriksaan darah memberikan hasil sebagai

berikut: Hb 10 g/dl, Ht 30 %, jumlah leukosit 6.300/

ul, jumlah trombosit 362.000/ul, laju endap darah

39 mm/jam, hitung jenis leukosit B/E/Bt/S/L/M 0/

0/5/77/18/0, SGOT 47 U/l, SGPT 55 U/l, Ureum

18 mg/dl, Kreatinin 0,6 mg/dl, GDS 85 mg/dl,

Natrium 136 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L,

Kalsium 1,21 mmol/L, dan Klorida 104 mmol/L.

Pemeriksaan slit skin smear dari cuping kedua

telinga dan glabela dengan pewarnaan Ziehl

Neelsen ditemukan Basil Tahan Asam (BTA)

berbentuk batang utuh dan tidak utuh (fragmen

dan granul). (Tabel 1) Ditemukan pula banyak glo-

bus. Pada glabela, indeks bakterinya +4, sedang-

kan pada kedua cuping telinga indeks bakterinya

+6. (Gambar 3) Pemeriksaan serologik HIV mem-

beri hasil negatif. Pemeriksaan FNAB kelenjar

getah bening leher ditemukan BTA dan menun-

jukkan gambaran limfadenitis TB.

Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka diagno-

sis kerja kami adalah MH tipe BL disertai TB paru

aktif dengan TB kelenjar dan skrofuloderma. Tata

laksana yang kami berikan pada pasien ini adalah

Rifampisin 600 mg/hari, Ofloksasin 400 mg/hari,

Isoniazid 400 mg/hari + vitamin B6 10 mg/hari,

serta Etambutol 750 mg/hari.

Setelah mendapatkan pengobatan selama 2

minggu, ukuran infiltrat pada wajah dan mega-

lobuli kedua telinga mengecil. Makula-makula hi-

popigmentasi pada perut dan punggung menjadi

agak kemerahan, namun tidak meninggi. Ukuran

Lokasi Indeks Bakteri Indeks Morfologi

Cuping kanan +6 87 %

Cuping kiri +6 80 %

Dahi +4 89 %

Tabel 1. Perhitungan Indeks Bakteri dan Morfologi

Page 5: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

66 Vol. 13, No.1, Februari 2014

DAMIANUS Journal of Medicine

Gambar 4. Ulkus di kedua ketiak tampak mulai menutup.

Gambar 2. Pada ketiak kanan tampak ulkus linear ukuran ± 0,5 cm x 0,5 cm x 0,1 cm dengan tepinyajaringan parut hipertrofi. Pada ketiak kiri tampak ulkus berukuran 1 cm x 1 cm x 0,3 cm tertutup pus.

Gambar 3. Pada lapang pandangan kiri tampak hasil pemeriksaan slit skin smear dari glabela denganindeks bakteri +4, sedangkan pada lapang pandangan kanan adalah

hasil pemeriksaan dari cuping telinga dengan indeks bakteri +6.

Page 6: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

Koinfeksi tuberkulosis pada seorang penyandang morbus Hansen

67Vol. 13, No.1, Februari 2014

kelenjar getah bening leher mengecil dan ulkus

di kedua ketiak mulai menutup. (Gambar 4) Atas

permintaan keluarga, pasien lalu dirujuk ke RS

lain.

PEMBAHASAN

Diagnosis MH ditegakkan berdasarkan ditemu-

kannya minimal satu dari tiga tanda kardinal MH

yang ditetapkan oleh WHO Expert Committee on

Leprosy.6 Tiga tanda kardinal tersebut, yaitu lesi

kulit hipopigmentasi atau eritematosa yang

hipoestesi atau anestesi, pembesaran saraf

perifer dengan kelemahan otot atau berkurang-

nya sensasi pada daerah yang dipersarafi, dan

ditemukannya bakteri tahan asam pada

pemeriksaan slit skin smear.6 Dengan menemu-

kan ketiga tanda kardinal, sensitivitas diagnosis-

nya dilaporkan mencapai 97%.3 Pada kasus,

diagnosis MH ditegakkan dengan ditemukannya

ketiga tanda kardinal tersebut.

Manifestasi klinis penyakit MH sangat bervariasi,

bergantung pada respons imunitas tubuh pasien

sendiri terhadap bakteri dan jumlah bakteri.

Jumlah bakteri yang sangat banyak menyebab-

kan bentuk klinis berupa infiltrat.7 Berdasarkan

gambaran klinis dan status imunitas pasien Rid-

ley-Jopling mengklasifikasikan MH menjadi bentuk

tuberkuloid polar (TT), tuberkuloid borderline (BT),

mid borderline (BB), lepromatosa borderline (BL),

lepromatosa polar (LL), dan tipe indeterminate.3,8

Untuk kepentingan terapi di daerah endemik yang

tidak memiliki fasilitas laboratorium, pada tahun

1997, WHO membagi kasus MH menjadi 3 kate-

gori, yakni MH pausibasilar (PB) lesi tunggal, MH

PB dengan lesi kulit 2-5 buah, dan MH Multibasilar

(MB) jika lesi kulit berjumlah 6 atau lebih.1 Sistem

ini tidaklah sempurna karena banyak kasus MH

MB yang salah diklasifikasikan menjadi MH PB.3

Pada kasus ditemukan makula hipopigmentasi

serta papul dan plak eritem yang multipel dengan

jumlah sulit dihitung, terdistribusi hampir simetris,

batas tidak tegas, dan hipoestesi pada hampir

seluruh lesi. Didapatkan pula pembesaran N.

aurikularis magnus sinistra dan N. ulnaris si-

nistra. Pada pemeriksaan slit skin smear ditemu-

kan BTA. Oleh karena itu, kami simpulkan diag-

nosis kasus ini sesuai dengan kriteria MH MB tipe

BL.

Selain itu, pasien pada kasus ini juga didiagnosis

menderita infeksi tuberkulosis. Infeksi TB dapat

mengenai organ paru, kelenjar getah bening, kulit,

tulang, selaput otak, dan dapat menyebar secara

sistemik. TB kutis merupakan sebagian kecil dari

seluruh kasus TB, yakni sekitar kurang dari 1-

2%. Jumlah ini menjadi signifikan di negara-ne-

gara yang memiliki penderita TB dalam jumlah

banyak.5 Indonesia saat ini berada pada peringkat

kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia,

di mana prevalensi TB semua kasus adalah se-

besar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah

430.000 kasus baru per tahun.9 Jumlah kematian

akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per ta-

hunnya.9

Klasifikasi TB kutis yang ideal tidak ada. Skrofulo-

derma merupakan bentuk TB kutis yang paling

sering ditemukan.4 Skrofuloderma disebabkan

penjalaran perkontinuitatum dari organ di bawah

kulit yang menjadi fokus infeksi TB, paling sering

dari kelenjar getah bening atau tulang.1,4 Kelainan

ini biasanya dimulai sebagai limfadenitis TB yang

berupa pembesaran kelenjar getah bening tanpa

Page 7: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

68 Vol. 13, No.1, Februari 2014

DAMIANUS Journal of Medicine

tanda radang akut. Selain limfadenitis, terjadi pula

periadenitis, sehingga terjadi perlekatan kelenjar

dengan jaringan sekitarnya. Kelenjar getah

bening tersebut kemudian mengalami perlunakan

yang tidak serentak, sehingga pada perabaan

akan memberikan konsistensi kenyal dan lunak

(cold abcess). Kelenjar getah bening yang lunak

lalu memecah dan membentuk fistula dan ulkus.

Ulkus pada skrofuloderma bentuknya meman-

jang dan tidak teratur, sekitarnya berwarna ke-

unguan (livid), dinding bergaung, dan jaringan gra-

nulasinya tertutup pus seropurulen. Jika me-

nyembuh akan terbentuk jaringan sikatriks yang

memanjang dan tidak teratur, kadang-kadang

terbentuk jembatan jaringan. Pasien biasanya

tidak mengalami gejala konstitusional.10

Pada kasus ditemukan pembesaran kelenjar-

kelenjar getah bening leher bilateral dan kedua

ketiak, tanpa tanda radang akut, dengan konsis-

tensi keras atau kenyal. Gambaran sesuai lim-

fadenitis TB dan BTA ditemukan pada peme-

riksaan FNAB. Pada ketiak kanan dan kiri terdapat

ulkus dengan bentuk dan jaringan sikatriks yang

sesuai gambaran skrofuloderma. Oleh karena

itu, penyebaran bakteri M. tuberculosis ke kulit

diduga melalui kelenjar getah bening regional

yang sudah terinfeksi dan menyebabkan skro-

fuloderma di kedua ketiaknya. Fokus infeksi TB

diduga berasal dari paru-paru.

Koinfeksi M. leprae dan M.tuberculosis pada

pasien yang sama jarang dijumpai.11 Agarwal et

al. melaporkan kasus koinfeksi MH dan TB paru

pada pasien yang menjalani transplantasi ginjal

dan mendapatkan terapi imunosupresi.12

Agrawal dan Sharma melaporkan terjadinya

koinfeksi mikobakteria pada pasien arthritis

rematoid yang diterapi dengan leflunomide

(golongan disease modifying anti rheumatic

drug/DMARD).13 Sementara Negrete et al.

melaporkan koinfeksi MH dan TB pada pasien

dengan transplantasi ginjal dan malnutrisi.11

Scollard et al. melaporkan koinfeksi TB kutis pada

lesi MH yang mendapat terapi kortikosteroid untuk

reaksi MH tipe 1.14 MH ternyata banyak ditemukan

pada pasien imuno-kompromais yang menjalani

transplantasi atau mendapatkan terapi TNF-

blocking monoclonal antibodies, misalnya

infliximab atau adalimumab.15

Pada kasus, kejadian koinfeksi tuberkulosis dan

Morbus Hansen tidak diketahui sejak kapan,

kemungkinan sudah dimulai sejak 15 tahun se-

belum pasien datang ke poliklinik RS Atma Jaya,

namun adanya keadaan imunokompromais tidak

dapat dibuktikan. Riwayat penggunaan agen

imunosupresan, transplantasi organ, malnutrisi,

ataupun kelainan gula darah tidak dijumpai pada

pasien. Oleh karena itu, perlu dipikirkan faktor lain

yang dapat menyebabkan penurunan status

imun pasien. Dalam anamnesis diketahui bahwa

pasien memiliki riwayat promiskuitas dan

penurunan berat badan 20 kg dalam 11 bulan

terakhir, maka dicurigai adanya koinfeksi HIV.

Infeksi HIV diketahui dapat menurunkan fungsi sel

Th CD4+ yang memegang peranan penting

dalam perlindungan terhadap infeksi miko-

bakteria. Pasien dengan koinfeksi HIV memiliki

risiko untuk menderita TB atau mengalami

reaktivasi TB.1 Koinfeksi HIV menyebabkan ke-

butuhan pengobatan MDT MH yang lebih lama,

meskipun HIV tidak menjadi faktor risiko untuk

terjadinya infeksi M. leprae maupun mengubah

perjalanan penyakit MH.15,16 Setelah mendapat

Page 8: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

Koinfeksi tuberkulosis pada seorang penyandang morbus Hansen

69Vol. 13, No.1, Februari 2014

persetujuan pasien, kami meminta pemeriksaan

serologik HIV dan ternyata hasilnya negatif.

Dengan demikian, kami belum dapat menentukan

faktor predisposisi terjadinya koinfeksi MH dan

TB pada pasien ini.

Rejimen pengobatan MH tipe MB yang disediakan

pemerintah adalah Rifampisin 600 mg/bulan,

Klofazimin 300 mg/bulan dilanjutkan 50 mg/hari,

serta Dapson 100 mg/hari. Institusi kami tidak

memiliki rejimen tersebut. Setelah kami memberi

penjelasan dan mendapat persetujuan pasien,

maka diputuskan untuk menggunakan rejimen

alternatif Rifampisin 600 mg/bulan dan Ofloksasin

400 mg/bulan. Rejimen TB paru dan ekstrapul-

monal yang digunakan adalah Rifampisin 600

mg/hari, Ofloksasin 400 mg/hari, Isoniazid 400

mg/hari + vitamin B6 10 mg/hari, dan Etambutol

750 mg/hari. Karena dosis Rifampisin dan

Ofloksasin untuk TB harus diberikan setiap hari,

maka kami mengikuti terapi untuk TB. Setelah 2

minggu terapi pasien memperlihatkan perbaikan

klinis.

KESIMPULAN

Koinfeksi Morbus Hansen dan Tuberkulosis telah

terjadi pada kasus ini. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Rejimen terapi yang

terdiri dari Rifampisin 600 mg/hari, Ofloksasin

400 mg/hari, Isoniazid 400 mg/hari + vitamin B6

10 mg/hari, dan Etambutol 750 mg/hari, memberi

perbaikan klinis pada lesi MH maupun skrofulo-

dermanya setelah 2 minggu. Namun, faktor

predisposisi terjadinya koinfeksi yang biasanya

berupa penurunan daya tahan tubuh tidak dapat

ditemukan. Riwayat penggunaan agen imunosup-

resan, transplantasi organ, malnutrisi, ataupun

kelainan gula darah dan infeksi HIV, yang diketahui

dapat menurunkan daya tahan tubuh, tidak dijum-

pai pada kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Silva MR, Castro MCR. Mycobacterial Infec-tions. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, SchafferJV, editors. Dermatology. 7th ed. USA:Elsevier; 2012. p.122-42.

2. Rodrigues LC, Lockwood DNJ. Leprosy now:epidemiology, progress, challenges, and re-search gaps. Lancet Infect Dis.2011;11(6):464-70.

3. Eichelmann K, González González SE,Salas-Alanis JC, Ocampo-Candiani J. Lep-rosy. An update: definition, pathogenesis,classification, diagnosis, and treatment.Actas Dermosifiliogr. 2013;104(7):554-63.

4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew'sdiseases of the skin: clinical dermatology.11th ed. USA: Elsevier; 2011. p.322-33.

5. Bravo FG, Gotuzzo E. Cutaneous tubercu-losis. Clin Dermatol. 2007;25(2):173-80.

6. World Health Organization. WHO ExpertCommittee on Leprosy: Eighth report.Genewa: WHO; 2012.

7. Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Wolff K,Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, PallerAS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's derma-tology in general medicine. 7th ed. USA:McGraw-Hill; 2008. p.1786-96.

8. Kosasih A, Wisnu IM, Daili ESS, Menaldi SL.Kusta. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 6thed. Jakarta: BP FKUI; 2010. p.73-88.

Page 9: KOINFEKSI TUBERKULOSIS PADA SEORANG PENYANDANG …

70 Vol. 13, No.1, Februari 2014

DAMIANUS Journal of Medicine

9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Strategi nasional pengendalian TB di Indo-nesia 2010-2014. Jakarta: 2011. p.12.

10. Djuanda A. Tuberkulosis kutis. In: DjuandaA, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakitkulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: BP FKUI;2010. p.64-72.

11. Negrete V, Ida J, Dillig G, Zohrabian N,Feldman J. Concurrent Hansen disease andpulmonary tuberculosis. J Am Acad Dermatol.2011;64(5):1001-3.

12. Agarwal DK, Mehta AR, Sharma AP, SuralS, Kumar A, Mehta B, et al. Coinfection withleprosy and tuberculosis in a renal transplantrecipient. Nephrol Dial Transplant.2000;15:1720-1.

13. Agrawal S, Sharma A. Dual mycobacterial

infection in the setting of leflunomide treat-

ment for rheumatoid arthritis. Ann RheumDis. 2007;66:277.

14. Scollard DM, Stryjewska BM, PrestigiacomoJF, Gillis TP, Waquespack-Labiche J.Hansen's disease (leprosy) complicated by

secondary mycobacterial infection. J AmAcad Dermatol. 2011;64(3):593-6.

15. Renault CA, Ernst JD. Mycrobacteriumleprae. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R.Mandell, Douglas, and Bennett's principles

and practice of infectious diseases. 7th ed.USA: Elsevier; 2010. p.3165-76.

16. James WD, Berger TG, Elston DM. Hansen'sdiseases. In: Andrew's diseases of the skin:clinical dermatology. 11th ed. USA: Elsevier;

2011. p.334-44.